Torsion
-
Upload
kania-adhytia -
Category
Documents
-
view
22 -
download
20
description
Transcript of Torsion
TORSIO TESTIS
Secara anatomi, testis adalah organ genitalia pria yang
teletak di skrotum. Ukuran tetstis pada orang dewasa adalah 4 x 3
x 2.5 cm. Dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid. Kedua buah
testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat
pada testis. Di luar tunika albugine terdapat tunika vaginalis yang
terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada
disekitar testis memungkinkan testis untuk dapat digerakkan mendekati rongga abdomen
untuk mempertahankan temperature testis agar tetap stabil.
Secara histopatologis, testis terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli
seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogonia dan sel sertoli,
sedang di antara tubuli seminiferi terdapat sel-sel Leydig. Sel-sel spermatogonium pada
proses spermatogenesis menjadi sel-sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi
makan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial testis
berfungsi dalam menghasilkan hormone testosterone.
Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan
mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah matur (dewasa) sel-sel spermatozoa
bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula
vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan cairan-cairan dari epididimis, vas deferens
dan vesikula seminalis, serta cairan prostate, membentuk cairan semen atau mani.
Testis mendapat darah dari beberapa cabang arteri, yaitu arteri spermatika interna
yang merupakan cabang dari aorta, arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferior,
dan arteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang
meninggalkan testis berkumpul meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus
Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai
varikokel. (2)
I. DEFINISI
Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya
gangguan aliran darah pada testis. Keadaan ini diderita oleh I diantara 4000 pria yang
berumur kurang dari 25 tahun,
paling banyak diderita oleh anak
pada masa pubertas (12-20
tahun). Disamping itu, tak
jarang janin yang masih berada
dalam uterus atau bayi baru lahir
menderita torsio testis yang
tidak terdiagnosis sehingga
mengakibatkan kehilangan testis
baik unilateral maupun bilateral.
(2)
Torsio testis atau terpeluntirnya funikulus spermatikus yang dapat menyebabkan terjadinya
strangulasi dari pembuluh darah, terjadi pada pria yang jaringan di sekitar testisnya tidak
melekat dengan baik ke scrotum. Testis dapat infark dan mengalami atrophy jika tidak
mendapatkan aliran darah lebih dari enam jam. (5)
II. ETIOLOGI
Torsio testis terjadi bila testis dapat bergerak dengan sangat bebas. Pergerakan yang
bebas tersebut ditemukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :
1. Mesorchium yang panjang.
2. Kecenderungan testis untuk berada pada posisi horizontal.
3. Epididimis yang terletak pada salah satu kutub testis. (3)
Selain gerak yang sangat bebas, pergerakan berlebihan pada testis juga dapat
menyebabkan terjadinya torsio testis. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan pergerakan
berlebihan itu antara lain ; perubahan suhu yang mendadak (seperti saat berenang), ketakutan,
latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi atau trauma yang mengenai
scrotum.
Pada masa janin dan neonatus, lapisan yang menempel pada muskulus dartos masih
belum banyak jaringan penyangganya sehingga testis, epididimis dan tunika vaginalis mudah
sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpeluntir pada sumbu funikulus spermatikus.
Terpeluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal. (2)
Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem
penyangga testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada
permukaan anterior dan lateral testis, pada keadaan ini tunika mengelilingi seluruh
permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini
menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis
dan menggantung pada funikulus spermatikus. Keadaan ini dikenal sebagai anomali bell
clapper. Keadaan ini menyebabkan testis mudah mengalami torsio intravaginal. (2)
III. GAMBARAN KLINIS/ sign
and symptom
Pasien-pasien dengan torsio testis dapat mengalami gejala sebagai berikut :
1. Nyeri hebat yang mendadak pada salah satu testis, dengan atau tanpa faktor
predisposisi
2. Scrotum yang membengkak pada salah satu sisi
3. Mual atau muntah
4. Sakit kepala ringan (7)
Pada awal proses, belum ditemukan pembengkakan pada scrotum. Testis yang infark
dapat menyebabkan perubahan pada scrotum. Scrotum akan sangat nyeri kemerahan dan
bengkak. Pasien sering mengalami kesulitan untuk menemukan posisi yang nyaman. (6)
Selain nyeri pada sisi testis yang mengalami torsio, dapat juga ditemukan nyeri alih di
daerah inguinal atau abdominal. Jika testis yang mengalami torsio merupakan undesendensus
testis, maka gejala yang yang timbul menyerupai hernia strangulata.(3)
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Dalam phisical examination, Testis yang mengalami torsio letaknya lebih tinggi dan
lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru
terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini
biasanya tidak disertai dengan demam. (2)
Testis kanan dan testis kiri seharusnya sama besar. Pembesaran asimetris, terutama
jika terjadi secara akut, menandakan kemungkinan adanya keadaan patologis di satu testis.
Perubahan warna kulit scrotum, juga dapat menandakan adanya suatu masalah. Hal terakhir
yang perlu diwaspadai yaitu adanya nyeri atau perasaan tidak nyaman pada testis. (6)Reflex
cremaster secara umum hilang pada torsio testis. Tidak adanya reflex kremaster, 100%
sensitif dan 66% spesifik pada torsio testis. Pada beberapa anak laki-laki, reflex kremaster
dapat menurun atau tidak ada sejak awal, dan reflex kremaster masih dapat ditemukan pada
kasus-kasus torsio testis, oleh karena itu, ada atau tidak adanya reflex kremaster tidak bisa
digunakan sebagai satu-satunya acuan mendiagnosis atau menyingkirkan diagnosis torsio
testis.(5)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk
membedakan torsio testis dengan keadaan akut scrotum yang
lain adalah dengan menggunakan stetoskop Doppler,
ultrasonografi Doppler, dan sintigrafi testis, yang kesemuanya
bertujuan untuk menilai aliran darah ke testis.(2) Sayangnya,
stetoskop Doppler dan ultrasonografi konvensional tidak terlalu bermanfaat dalam menilai
aliran darah ke testis. Penilaian aliran darah testis secara nuklir dapat membantu, tetapi
membutuhkan waktu yang lama sehingga kasus bisa terlambat ditangani. Ultrasonografi
Doppler berwarna merupakan pemeriksaan noninvasif yang keakuratannya kurang lebih
sebanding dengan pemeriksaan nuclear scanning. Ultrasonografi Doppler berwarna dapat
menilai aliran darah, dan dapat membedakan aliran darah intratestikular dan aliran darah
dinding scrotum. Alat ini juga dapat digunakan untuk memeriksa kondisi patologis lain pada
scrotum. (8)
Color Doppler ultrasonogram showing acute torsion affecting the
left testis in a 14-year-old boy who had acute pain for four hours. Note decreased blood flow
in the left testis compared with the right testis.
Color Doppler ultrasonogram showing late torsion affecting the right testis in a 16-year-old
boy who had pain for 24 hours. Note increased blood flow around the right testis but absence
of flow within the substance of the testis.
Color Doppler ultrasonogram showing inflammation
(epididymitis) in a 16-year-old boy who had pain in the left testis for 24 hours. Note
increased blood flow in and around the left testis
Pemeriksaan sedimen urin tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urin, dan
pemeriksaan darah tidak menunjukkan adanya inflamasi kecuali pada torsio yang sudah lama
dan mengalami keradangan steril. (2)
VI. DIAGNOSIS (8,9)
Diagnosis torsio testis dimulai dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang. Secara umum, digambarkan pada bagan Alogaritma dan Clinical Pathway Torsio
Testis / Testicular Torsion;
Protocol for the diagnosis and treatment of the acute scrotum. (8)
VII. DIAGNOSIS BANDING (1,2,4,5)
1. Epididimitis akut. Penyakit ini secara umum sulit dibedakan dengan torsio testis.
Nyeri scrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu, keluarnya nanah dari
uretra, adanya riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan selain
isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Pada pemeriksaan,
epididimitis dan torsio testis, dapat dibedakan dengan Prehn’s sign, yaitu jika testis
yang terkena dinaikkan, pada epididmis akut terkadang nyeri akan berkurang (Prehn’s
sign positif), sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (Prehn’s sign negative).
Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan
sedimen urin didapatkan adanya leukosituria dan bakteriuria.
2. Hernia scrotalis incarserata. Pada anamnesis didapatkan riwayat benjolan yang dapat
keluar masuk ke dalam scrotum.
3. Hidrokel
4. Tumor testis. Benjolan dirasakan
tidak nyeri kecuali terjadi perdarahan
di dalam testis
5. Edema scrotum yang dapat
disebabkan oleh hipoproteinemia,
filariasis, adanya sumbatan saluran
limfe inguinal, kelainan jantung, atau
kelainan-kelainan yang tidak
diketahui sebabnya (idiopatik).
Perbedaan antara torsio testis, torsio appendix testis dan epididimitis dapat dilihat pada tabel
di bawah ini. (8)
Diagnosis of Selected Conditions Responsible for the Acute Scrotum
Condition
Onset of
symptoms
Age
Tenderness
Urinalysis
Cremasteric
reflex
Treatment
Testicular
torsion
Acute Early
puberty
Diffuse - + Surgical
exploration
Appendiceal
torsion
Subacute Prepubertal Localized to
upper pole
- + Bed rest and
scrotal
elevation
Epididymitis Insidious Adolescence Epididymal + / - + Antibiotic
Torsio testis
Torsio appendix testis
Epididimitis
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Non operatif
Pada beberapa kasus torsio testis, detorsi manual dari funikulus spermatikus dapat
mengembalikan aliran darah. (5)
Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan
memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial,
maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral terlebih dahulu, kemudian jika tidak ada
perubahan, dicoba detorsi ke arah medial.
Metode tersebut dikenal dengan metode “open book” (untuk testis kanan), Karena
gerakannya seperti membuka buku. Bila berhasil, nyeri yang dirasakan dapat menghilang
pada kebanyakan pasien. Detorsi manual merupakan cara terbaik untuk memperpanjang
waktu menunggu tindakan pembedahan, tetapi tidak dapat menghindarkan dari prosedur
pembedahan. (2,5)
Dalam pelaksanaannya, detorsi manual sulit dan jarang dilakukan. Di unit gawat
darurat, pada anak dengan scrotum yang bengkak dan nyeri, tindakan ini sulit dilakukan
tanpa anestesi. Selain itu, testis mungkin tidak sepenuhnya terdetorsi atau dapat kembali
menjadi torsio tak lama setelah pasien pulang dari RS. Sebagai tambahan, mengetahui ke
arah mana testis mengalami torsio adalah hampir tidak mungkin, yang menyebabkan tindakan
detorsi manual akan memperburuk derajat torsio.(5)
2. Operatif
Torsio testis merupakan kasus emergensi, harus dilakukan segala upaya untuk
mempercepat proses pembedahan. Hasil pembedahan tergantung dari lamanya iskemia, oleh
karena itu, waktu sangat penting. Biasanya waktu terbuang untuk pemeriksaan pencitraan,
laboratorium, atau prosedur diagnostik lain yang mengakibatkan testis tak dapat
dipertahankan.
Tujuan dilakukannya eksplorasi yaitu :
1. Untuk memastikan diagnosis torsio testis
2. Melakukan detorsi testis yang torsio
3. Memeriksa apakah testis masih viable
4. Membuang (jika testis sudah nonviable) atau memfiksasi jika testis masih viable
5. Memfiksasi testis kontralateral
Perbedaan pendapat mengenai tindakan eksplorasi antara lain disebabkan oleh kecilnya
kemungkinan testis masih viable jika torsio sudah berlangsung lama (>24-48 jam). Sebagian
ahli masih mempertahankan pendapatnya untuk tetap melakukan eksplorasi dengan alasan
medikolegal, yaitu eksplorasi dibutuhkan untuk membuktikan diagnosis, untuk
menyelamatkan testis (jika masih mungkin), dan untuk melakukan orkidopeksi pada testis
kontralateral. (5)
Saat pembedahan, dilakukan juga tindakan preventif pada testis kontralateral. Hal ini
dilakukan karena testis kontralaeral memiliki kemungkinan torsio di lain waktu.(3,5,7)
Jika testis masih viable, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos
kemudian disusul pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan menggunakan
benang yang tidak diserap pada tiga tempat untuk mencegah agar testis tidak terpuntir
kembali. Sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis, dilakukan pengangkatan
testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi kontralateral. Testis yang telah
mengalami nekrosis jika tetap berada di scrotum dapat merangsang terbentuknya antibodi
antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas di kemudian hari. (2)
IX. KOMPLIKASI (5)
1. Atropi testis
2. Torsio rekuren
3. Wound infection
4. Subfertility
EKSTIRPASI, EKSISI DAN INSISI
A. Ekstirpasi
Definisi
Ekstirpasi adalah tindakan pengangkatan seluruh massa tumor beserta kapsulnya.
Indikasi
Kista Aterom. Kista aterom adalah kista retensi dari kelenjar sebasea akibat penutupan
saluran pori rambut yang terdiri dari kapsul jaringan ikat padat dengan isi mengandung
banyak lemak seperti bubur. Pada pemeriksaan tampak sebagai tonjolan bulat, superfisial-
subkutan, lunak-kenyal. Isi aterom kadang-kadang dapat dipijat keluar. Predileksi di bagian
tubuh yang berambut (kepala, wajah, belakang telinga, leher, punggung, dan daerah genital).
Kista ini mempunyai diagnosis banding kista epitel, fibroma, lipoma.
Tindakan
o Ekstirpasi total dengan eksisi pada daerah bekas muara kelenjar, dengan indikasi kosmetik,
rasa nyeri, mengganggu
o Insisi dan drainase bila ada infeksi atau abses
Alat dan Bahan
o Lidokain 2%
o Spuit
o Pisau insisi (skapel)
o Pinset
o Gunting jaringan
o Klem jaringan
o Needle holder
o Jarum dan benang
Teknik
1. Bersihkan daerah operasi (daerah kulit di atas kista)
2. Lakukan anestesi lokal (blok/infiltrasi) pada daerah operasi
3. Eksisi kulit di atas kista berbentuk bulat telur (elips) runcing dengan arah sesuai garis
lipatan kulit. Panjang dibuat lebih dari ukuran benjolan yang teraba dan lebar kulit yang
dieksisi ¼ garis tengah kista tersebut.
4. Gunakan gunting tumpul untuk melepaskan jaringan subkutan yang meliputi kista,
pisahkan seluruh dinding kista dari kulit.
5. Usahakan kista tidak pecah agar dapat diangkat kista secara in-toto. Bila kista telah pecah
keluarkan isi kista dan dinding kista. Jepit dinding kista dengan klem dan gunting untuk
memisahkannya dengan jaringan kulit.
6. Jahit rongga bekas kista dengan jahitan subkutaneus
7. Jahit dan tutup luka operasi
B. Eksisi
Definisi
Eksisi adalah suatu tindakan pengangkatan massa tumor dan jaringan sehat di sekitarnya.
Indikasi
1. Kista Dermoid
Kista dermoid adalah kista kongenital yang berasal dari kelainan pertumbuhan kulit
pada masa embrio. Pada pemeriksaan tampak berupa benjolan bulat pada lapisan subkutan
dengan ukuran bervariasi hingga 10 cm seperti kista epidermoid dan terdiri dari kelenjar
sebasea, folikel rambut yang rudimenter, elemen kelenjar keringat yang dekat pada garis
epitelial. Letaknya terutama di sisi lateral alis mata, sepanjang akar hidung, leher, sublingual,
daerah sternal, perineal, skrotum, dan sakral. Biasanya lepas, tak melekat pada kulit di
atasnya tetapi sering melekat pada periosteum sehingga tidak lepas dari dasarnya. Dapat
terjadi degenerasi ganas, tetapi lebih sering terjadi infeksi, terutama pada kista di daerah
sakrum. Bila terjadi perforasi spontan, sering timbul fistula yang sulit sembuh. Sebagai diag-
nosis banding adalah sinus-pilinoidalis, suatu fistel di daerah sakrum karena masuknya
rambut ke dalam kulit. Pada kista yang terletak di atas alis mata, eksisinya harus hati-hati,
karena dapat mencederai cabang saraf fasialis.
2. Kista Epidermoid
Kista epidermoid adalah kista yang berasal dari sel epidermis yang masuk dan tumbuh
kejaringan subkutis akibat trauma tajam. Pada pemeriksaan tampak benjolan subkutis bulat,
maksimal sebesar kelereng, kenyal dan permukaan rata, yang biasanya ditemukan di telapak
kaki/tangan, dan jari-jari sisi volarnya. Benjolan ini berisi massa seperti bubur yang
merupakan produk keratin. Kadang-kadang kulit di atasnya terdapat jaringan parut yang
merupakan tanda bahwa pernah ada trauma. Kulit di atasnya biasanya tipis karena tekanan
yang terus menerus di atas hiperkeratosis yang menstimulasi penyebab utamanya. Bila pada
perabaan terasa nyeri di daerah tersebut, maka hal ini merupakan petunjuk adanya kista ini.
Tonjolan ini berdinding putih, tebal dan jarang menjadi besar, tetapi cukup mengganggu
karena letaknya.
Tindakan yang dilakukan adalah eksisi total untuk menentukan diagnosis pasti
(pemeriksaan PA) dalam menghilangkan keluhan serta indikasi kosmetis. Bila melekat pada
periosteum, maka pexlu dilakukan kuretase tulang. Eksisi kista yang terletak di daerah sakral
atau kista yang terinfeksi di unit rawat jalan tidak dianjurkan.
Alat dan Bahan
o Lidokain 2%
o Spuit
o Pisau insisi (skapel)
o Pinset
o Gunting jaringan
o Klem jaringan
o Needle holder
o Jarum dan benang
C. INSISI
Definisi
Yang dimaksud insisi adalah membuka kulit / organ tanpa mengambil organ atau kulit
tersebut. Dengan perkataan lain, luka insisi hanya sebagai jalan masuk untuk mencapai organ.
Sedangkan eksisi adalah tindakan membuang kulit beserta jaringan dibawahnya.
Insisi harus cukup panjang agar operasi dapat leluasa dikerjakan tanpa retraksi yang
berlebihan. Retraksi yang berlebihan akan meningkatkan rasa nyeri pasca bedah. Usahakan
agar insisi dibuat hanya dengan satu sayatan, karena sayatan tambahan akan meninggalkan
bekas yang lebih buruk.
Arah
Arah insisi harus direncanakan dengan teliti agar jaringan parut yang terbentuk tidak terlalu
menyolok. Insisi sejajar garis Langer akan menyembuh dengan parut yang halus, karena
kolagen kulit terarah dengan baik. Arah kolagen kulit diidentifikasi dengan relaxed skin
tension lines (RSTL). RSTL diketahui dengan mencubit kulit dan melihat arah kerutan serta
penonjolan yang terbentuk. Cubitan tegak lurus terhadap RSTL akan lebih mudah dikerjakan
dan menghasilkan kerutan dan tonjolan yang lebih besar. Namun kadang-kadang keleluasaan
operasi mengalahkan pertimbangan kosmetis. Di lengan dan tungkai, insisi tidak boleh
memotong lipat sendi secara tegak lurus. Ini dapat dihindari dengan:
1. Sayatan memotong lipat sendi ke arah miring. Contohnya insisi Brunner di permukaan
ventral jari
2. Memasukkan lipat sendi sebagai bagian dari insisi. Di proksimal dan distal lipat sendi,
insisi dapat dibuat longitudinal. Cara ini dikerjakan di fosa poplitea.
3. Jauhi lipat sendi. Contohnya insisi midlateral pada jari.
Di daerah wajah, kerutan-kerutan, lipatan kulit, serta garis-garis kontour bisa digunakan
untuk menyembunyikan parut bekas luka. Kadang-kadang insisi perlu dimodifikasi untuk
menghindari trauma terhadap struktur neovaskular di bawahnya. Sebisa mungkin hindari
membuat insisi di daerah: bahu dan prasternal (sering menjadi keloid), di atas tulang yang
terletak subkutis (penyembuhannya lambat), atau di dekat atau menyilang jaringan parut
(vaskularisasinya mungkin tidak begitu baik).
Teknik
o Kulit disayat dengan satu gerakan menggunakan mata skalpel yang tajam. Lebih mudah
bila kulit ditegangkan dengan ibu jari dan telunjuk tangan kiri, sementara skalpel disayatkan
dari kiri ke kanan.
o Jika membuat insisi yang panjang dan lurus, gagang skalpel bermata no. 10 dipegang
seperti menggenggam pisau dengan jari telunjuk diletakkan di sisi atas gagang agar
pengendalian gerakan lebih mantap. Untuk insisi yang lebih kecil dan rumit (misalnya di
daerah tangan), gagang skalpel bermata no. 15 dipegang seperti memegang pena sehingga
perubahan arah insisi dapat dikerjakan dengan lebih halus.
o Tekanan sayatan di atur sedemikian rupa agar sayatan tepat membelah epidermis dan
dermis. Luka akan merekah dan lemak subkutis dapat terlihat. Jika ragu-ragu, lebih baik
menyayat dengan tekanan ringan, meregangkan kulit agar luka terbuka, kemudian
memperdalam sayatan.
o Insisi harus tegak lurus kulit sehingga penutupannya lebih baik.
o Diseksi lebih dalam dilakukan dengan melakukan diseksi tajam ataupun tumpul
menggunakan skalpel, gunting, atau klem arteri. Bila terdapat vena dan saraf permukaan yang
melintas di lapangan operasi, insisi dapat dilakukan sejajar terhadap arah saraf atau pembuluh
darah, sejauh tidak mengurangi ruang gerak dan pandangan di daerah operasi. Jika tidak
mungkin, lebih baik potong saja daripada terkena cedera, teregang atau terputus secara tidak
sengaja.
DAFTAR PUSTAKA
(1) Blandy, John. Lecture Notes on Urology. Third edition. Oxford : Blackwell Scietific
Publication. 1982. 277.
(2) Purnomo, Basuki P. Dasar-dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto. 2003. 8,145-148.
(3) Scott, Roy, Deane, R.Fletcher. Urology Ilustrated. London and New York :
Churchill Livingstone. 1975. 324-325.
(4) Sjamsuhidajat R, Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran – EGC. 2004. 799.
(5) http://emedicine.medscape.com/article/1017689-overview
(6) http://www.urologyhealth.org/about/
(7) http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/imagepages/1113.htm
(8) http://www.aafp.org/afp/2006/1115/p1746.html
(9) http://www.gfmer.ch/selected_images_v2/detail_list.php?
cat1=15&cat2=123&cat3=280&cat4=2&stype=n
(10) http://www.catscanman.net/blog/2008/12/scan-mans-casebook-case-6/
(11) http://www.catscanman.net/blog/wp-content/uploads/casebook/orchitis5.jpg
(12) http://urologistchennai.com/services
(13) http://www.medicineonline.com/articles/s/2/Scrotal-Orchiopexy/Testicular-Torsion-
Repair.html
(14) http://www.surgeryencyclopedia.com/La-Pa/Orchiopexy.html
(15) http://wikimed.blogbeken.com/prinsip-insisi#sthash.vXBZ1v3J.dpuf