TOKSISITAS AKUT BUAH SIRIH HUTAN (Piper aduncum … · MS, dan seluruh staf Laboratorium Kimia...
Transcript of TOKSISITAS AKUT BUAH SIRIH HUTAN (Piper aduncum … · MS, dan seluruh staf Laboratorium Kimia...
TOKSISITAS AKUT BUAH SIRIH HUTAN (Piper aduncum)
TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina) DAN
EMBRIO IKAN ZEBRA (Danio rerio)
ANDHIKA GUSTI HERIYANTO
DEPARTEMEN KIMA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Toksisitas Akut Buah
Sirih Hutan (Piper aduncum) terhadap Larva Udang (Artemia salina) dan Embrio
Ikan Zebra (Danio rerio) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Andhika Gusti Heriyanto
NIM G44090085
ABSTRAK
ANDHIKA GUSTI HERIYANTO. Toksisitas Akut Buah Sirih Hutan (Piper
aduncum) terhadap Larva Udang (Artemia salina) dan Embrio Ikan Zebra (Danio
rerio). Dibimbing oleh GUSTINI SYAHBIRIN dan KUSDIANTORO
MOHAMAD.
Piper aduncum, yang dikenal sebagai tanaman sirih hutan di Indonesia, telah
digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional. Penelitian ini
bertujuan menguji toksisitas minyak atsiri dan ekstrak n-heksana buah sirih hutan
terhadap larva udang (Artemia salina) dan embrio ikan zebra (Danio rerio). Ekstrak
n-heksana menghasilkan toksisitas yang lebih tinggi, dengan nilai konsentrasi letal
50% (LC50) sebesar 20 ppm terhadap larva udang dan 16 ppm terhadap embrio ikan
zebra pada 96 jam pascafertilisasi. Pemberian ekstrak n-heksana dan minyak atsiri
menunjukkan malformasi mayor pada kantung kuning telur, jantung, dan sirkulasi
darah embrio ikan zebra berdasarkan uji in vivo yang dilakukan. Berdasarkan hasil
analisis kromatografi gas-spektrometri massa, komponen utama dalam minyak
atsiri dan ekstrak n-heksana adalah dilapiol (1-alil-2,3-dimetoksi-4,5-
(metilenadioksi)benzena).
Kata kunci: dilapiol, Piper aduncum, toksisitas akut
ABSTRACT
ANDHIKA GUSTI HERIYANTO. Acute Toxicity of Sirih Hutan (Piper aduncum)
Fruit against Brine Shrimp (Artemia salina) and Zebrafish (Danio rerio) Embryo.
Supervised by GUSTINI SYAHBIRIN and KUSDIANTORO MOHAMAD.
Piper aduncum, known as sirih hutan in Indonesia, is an herb traditionally
used in Indonesian community. This study is to evaluate the toxicity of essential oil
and n-hexane extract of P. aduncum fruit against brine shrimp (Artemia salina) and
zebrafish (Danio rerio) embryo. The n-hexane extract showed higher toxicity, with
50% lethal concentration (LC50) of 20 ppm against A. salina and 16 ppm against D.
rerio embryo for 96 hours post fertilization. The in vivo test indicated that the n-
hexane extract and the essential oil caused major malformation on yolk sac, heart,
and blood circulation in D. rerio embryo. Based on gas chromatography-mass
spectrometry analysis, the main component in the essential oil and n-hexane extract
was dillapiole (1-allyl-2,3-dimethoxy-4,5-(methylenedioxy)benzene).
Key words: acute toxicity, dillapiole, Piper aduncum
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia
TOKSISITAS AKUT BUAH SIRIH HUTAN (Piper aduncum)
TERHADAP LARVA UDANG (Artemia salina) DAN
EMBRIO IKAN ZEBRA (Danio rerio)
ANDHIKA GUSTI HERIYANTO
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Toksisitas Akut Buah Sirih Hutan (Piper aduncum) terhadap Larva
Udang (Artemia salina) dan Embrio Ikan Zebra (Danio rerio)
Nama : Andhika Gusti Heriyanto
NIM : G44090085
Disetujui oleh
Dr Gustini Syahbirin, MS
Pembimbing I
drh Kusdiantoro Mohamad, MSi, PAVet
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Toksisitas Akut Buah Sirih
Hutan (Piper aduncum) terhadap Larva Udang (Artemia salina) dan Embrio Ikan
Zebra (Danio rerio)” berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini dilaksanakan dari
bulan Oktober 2013 hingga April 2014 di Laboratorium Kimia Organik,
Departemen Kimia, FMIPA dan Laboratorium Embriologi, Departemen Anatomi,
Fisiologi, dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Gustini Syahbirin, MS dan drh
Kusdiantoro Mohamad, MSi, PAVet selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan, saran, nasihat, dan semangat selama penelitian. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Budi Arifin SSi, MSi atas dukungan
dan segala bantuan sebagai Komisi Pendidikan, Bapak Sabur atas nasihat dan
pengalaman laboratoriumnya, Kak Wahyu Hendana dan Astari (KIM 44) atas
bantuan informasi terkait ikan zebra, Bapak Jaswanto yang membantu analisis GC-
MS, dan seluruh staf Laboratorium Kimia Organik dan Embriologi atas segala
bantuan dan dukungannya. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua
orang tua dan keluarga penulis atas doa, kasih sayang, bantuan moral dan materi
untuk kelancaran kuliah dan tugas akhir. Rasa terima kasih juga disampaikan untuk
Padjri, Sigit, DC boys, Ajeng Herpianti, Wahyu, Ichsan, rekan penelitian Mella
Yanti, Yugo, dan Kurnia atas semangat dan kebersamaannya. Tidak lupa pula,
kepada teman-teman Kimia 46 atas doa, motivasi, bantuan, kebersamaan, dan
segala dukungan yang telah diberikan, serta berbagai pihak yang telah ikut
berkontribusi dalam penulisan karya ilmiah ini. Semoga Allah SWT membalas
kebaikan semua. Amin.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Andhika Gusti Heriyanto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
PENDAHULUAN 1
BAHAN DAN METODE 2
Alat dan Bahan 2
Metode Penelitian 2
HASIL DAN PEMBAHASAN 5
Hasil Determinasi Tumbuhan, Kadar Air, Minyak, dan Rendemen
Ekstrak 5
Fitokimia Ekstrak n-Heksana 6
Identitas Komponen Minyak Atsiri dan Ekstrak n-Heksana berdasarkan
Kromatogram GC-MS 6
Toksisitas terhadap Larva Udang 8
Toksisitas terhadap Embrio Ikan Zebra 9
Efek Teratogenik pada Embrio Ikan Zebra 11
SIMPULAN DAN SARAN 14
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 34
DAFTAR TABEL
1 Fitokimia ekstrak n-heksana 6
2 Nilai LC50 minyak atsiri dan ekstrak n-heksana terhadap embrio ikan zebra 9
3 Persentase embrio yang hidup normal, hidup abnormal, mati, dan menetas
pada perlakuan dengan minyak atsiri 10
4 Persentase embrio yang hidup normal, hidup abnormal, mati, dan menetas
pada perlakuan dengan ekstrak n-heksana 10
5 Efek teratogenik pada embrio ikan zebra akibat paparan minyak atsiri dan
ekstrak n-heksana 12
DAFTAR GAMBAR
1 Kromatogram GC-MS minyak atsiri 7
2 Kromatogram GC-MS ekstrak n-heksana 7
3 Senyawa dominan dalam minyak atsiri dan ekstrak n-heksana buah sirih
hutan 8
4 Morfologi embrio ikan zebra normal pada kontrol dan beberapa abnormalitas
pada perlakuan 13
DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram alir penelitian 18
2 Hasil determinasi tanaman sirih hutan 19
3 Kadar air serbuk dan rendemen buah sirih hutan 20
4 Hasil GC-MS minyak atsiri dan ekstrak n-heksana 21
5 Spektrum MS senyawa dilapiol 23
6 Hasil uji BSLT dan analisis probit 25
7 Hasil uji ZFET dan analisis probit 28
8 Analisis Anova dan uji lanjut Duncan 31
1
PENDAHULUAN
Pencarian obat dari bahan alami masih terus dilakukan sampai saat ini, baik
yang bersumber dari daratan maupun perairan. Salah satu tumbuhan yang
berpotensi sebagai obat adalah genus Piper dari famili Piperaceae. Tumbuhan
Piperaceae sebagian besar tersebar di daerah tropis dan subtropis, terutama banyak
terdapat di zona tropis Amerika (700 spesies), diikuti oleh Asia Selatan dan Oseania
(300 spesies) (Diaz et al. 2012). Genus Piper secara luas digunakan sebagai obat
tradisional di Amerika Latin dan India Barat untuk menyembuhkan luka,
mengurangi pembengkakan dan iritasi kulit, serta mengobati gejala leishmaniasis
kulit (Estevez et al. 2007). Salah satu jenisnya adalah sirih hutan (Piper aduncum)
yang memiliki berbagai aktivitas biologis.
Sirih hutan merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili Piperaceae yang
telah tersebar luas di berbagai daerah di Indonesia dan dikenal dengan beberapa
nama daerah seperti sedah (Jawa), ranul (Lampung), base (Bali), bida (Maluku),
nahi (Bima), dan seuseureuhan atau gedebong (Sunda). Secara tradisional,
tumbuhan ini digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk mengatasi sakit perut,
penyembuh luka, demam, sakit gigi, rematik, kencing nanah (gonore), dan penolak
serangga (Jamal et al. 2003). Minyak atsiri sirih hutan memiliki aktivitas sebagai
molusida, insektisida, dan antibakteri (Pohlit et al. 2006). Sirih hutan banyak
diaplikasikan sebagai insektisida nabati. Bernard et al. (1995) melaporkan bahwa
perlakuan ekstrak etanol daun sirih hutan 0.4% dapat menghambat perkembangan
larva Ostrinia nubilis hingga 90%, sementara pada konsentrasi 0.1 ppm
menyebabkan kematian larva nyamuk Aedes atropalpus sebesar 92%. Selain itu,
perlakuan dengan ekstrak n-heksana buah sirih hutan dapat mengakibatkan
kematian larva Crocidolomia pavonana sampai 95.6% dengan konsentrasi letal
50% (LC50) 365 ppm (Hasyim 2011).
Sirih hutan kaya akan senyawa metabolit sekunder, di antaranya golongan
alkaloid, terpenoid, flavonoid, benzenoid, turunan asam karboksilat,
fenilpropanoid, terpena, neolignan, tanin, kromena, dan flavon (Parmar et al. 1997;
Braga et al. 2007). Sudrajat et al. (2011) menyatakan bahwa ekstrak kasar etanol
daun dan batang sirih hutan mengandung senyawa saponin, steroid, dan alkaloid.
Parmar et al. (1997) juga melaporkan bahwa daun sirih hutan mengandung
senyawa-senyawa golongan flavonoid, yaitu asebogenin, adunktin A‒E,
metillindaretin, dan piperadunsin A‒C. Metillindaretin memperlihatkan sifat
sitotoksik melawan sel karsinoma nasofaring dengan nilai dosis efektif 50% (ED50)
6 μg/mL. Adunktin B‒D dan metillindaretin juga aktif sebagai antibakteri terhadap
Micrococcus luteus (Orjala et al. 1993). Ekstrak kasar petroleum eter daun sirih
hutan mengandung seskuiterpena, yaitu viridiflorol, kubebol, spatulenol, dan
kariofilenol II yang memperlihatkan aktivitas molusida yang tinggi terhadap
Biomphalaria glabrata (Orjala et al. 1993).
Uji toksisitas merupakan hal terpenting dalam mengembangkan dan
memproduksi obat herbal. Suatu produk herbal dapat dinyatakan aman jika sudah
dibuktikan secara ilmiah keamanannya melalui serangkaian uji, antara lain uji
toksisitas akut, uji toksisitas sub-akut, uji toksisitas kronik, dan uji teratogenik. Uji
toksisitas memberikan informasi tentang bahaya kesehatan akibat paparan bahan
tertentu pada tubuh. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.
2
761/MENKES/SK/IX/1992, uji toksisitas akut merupakan prasyarat formal
keamanan calon fitofarmaka (obat) untuk pemakaian pada manusia (Depkes RI
1992). Pada penelitian ini dilakukan uji toksisitas akut pada hewan uji larva udang
dan embrio ikan zebra.
Uji letalitas larva udang (BSLT) merupakan salah satu metode pendahuluan
untuk mengetahui daya sitotoksik suatu ekstrak atau senyawa. Metode ini
menggunakan larva udang (Artemia salina) sebagai bioindikator. Hasil uji
toksisitas dengan metode ini telah terbukti memiliki korelasi positif dengan daya
sitotoksik senyawa antikanker. Larva udang merupakan agen biota laut yang sangat
kecil dan mempunyai kepekaan yang cukup tinggi terhadap toksikan (Carballo et
al. 2002). Uji toksisitas embrio ikan zebra (ZFET) merupakan metode yang sedang
berkembang pesat di dunia saat ini sebagai uji untuk penelitian toksikologi. Hasil
uji toksisitas pada embrio ikan zebra telah terbukti berkorelasi positif dengan hasil
uji toksisitas pada mamalia (Ma et al. 2007). Pengujian senyawa antikanker secara
in vivo pada embrio ikan zebra juga telah dilakukan oleh Berghmans et al. (2005),
Moore et al. (2006), Nicoli dan Presta (2007), dan Hsu et al. (2007). Penelitian
secara khusus mengenai toksisitas minyak atsiri dan ekstrak n-heksana buah sirih
hutan dengan metode BSLT dan ZFET belum pernah dilakukan. Hal tersebut yang
mendasari dilakukannya penelitian ini untuk menguji toksisitas akut minyak atsiri
dan ekstrak n-heksana buah sirih hutan.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah buah sirih hutan, akuades, dimetil
sulfoksida (DMSO), n-heksana, Na2SO4 anhidrat, HCl pekat, n-amil alkohol,
pereaksi Liebermann-Buchard, pereaksi Meyer, pereaksi Dragendorf, pereaksi
Wagner, serbuk Mg, kloroform-amoniak, FeCl3 1%, NaOH 10%, H2SO4 2 M, larva
udang, embrio ikan zebra, air tawar, dan air laut. Alat yang digunakan ialah
peralatan kaca, oven, radas distilasi, GC-MS, aerator, 96-well plate, dan mikroskop
terbalik (Olympus, Jepang).
Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu determinasi tumbuhan sirih
hutan, penyiapan sampel, ekstraksi maserasi, uji fitokimia, isolasi minyak atsiri,
identifikasi komponen aktif dengan kromatografi gas-spektrometer massa (GC-
MS), serta uji toksisitas dengan larva udang dan embrio ikan zebra. Bagan alir
penelitian ditunjukkan pada Lampiran 1.
Determinasi Tumbuhan
Buah sirih hutan diperoleh dari areal kampus Institut Pertanian Bogor (IPB)
Dramaga, tepatnya di posisi koordinat (6o33′43.78″S, 106o43′32.87″E). Tumbuhan
3
ini kemudian dideterminasi di Herbarium Laboratorium Biologi, LIPI, Cibinong,
Bogor.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2006)
Cawan porselen dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 oC selama 30
menit. Kemudian cawan didinginkan dalam eksikator dan ditimbang bobot
kosongnya. Sampel sebanyak 3 g dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan
dipanaskan di dalam oven bersuhu 105 oC selama 3 jam. Setelah itu, cawan
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang sampai diperoleh bobot konstan. Kadar
air ditentukan sebanyak 3 kali ulangan (triplo).
Kadar air (%) =A - B
A ×100%
A: Bobot sampel sebelum dikeringkan (g)
B: Bobot sampel setelah dikeringkan (g)
Preparasi dan Ekstraksi
Buah sirih hutan dibersihkan dan dipotong kecil-kecil (±2 cm), kemudian
dikeringudarakan. Setelah kering, buah tersebut dihaluskan hingga diperoleh
serbuk. Sampel serbuk sebanyak 500.25 g diekstraksi dengan cara maserasi
menggunakan pelarut n-heksana (1:10 b/v). Hasil perendaman disaring untuk
memisahkan filtrat dan residunya. Filtrat kemudian dipekatkan dengan
menggunakan penguap putar sehingga didapatkan ekstrak pekat n-heksana. Ekstrak
pekat tersebut dapat langsung digunakan atau disimpan dalam lemari es (≤ 4 oC)
hingga saat digunakan.
Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji alkaloid dilakukan dengan cara mengekstraksi 0.1 g ekstrak dengan
sedikit kloroform, lalu ditambahkan 10 mL kloroform-amoniak dan disaring. Filtrat
yang diperoleh ditetesi dengan H2SO4 2 M dan dikocok hingga terbentuk 2 lapisan.
Lapisan asam (tidak berwarna) dipisahkan ke dalam 3 tabung reaksi, masing-
masing ditambahkan beberapa tetes pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendorf. Uji
positif alkaloid berturut-turut ditunjukkan dengan terbentuknya endapan putih
kekuningan, endapan cokelat, dan endapan jingga.
Uji fenol dan flavonoid dilakukan dengan cara menambahkan 0.1 g ekstrak
dengan 1 mL kloroform dan 1 mL air, kemudian dikocok dan didiamkan hingga
terbentuk 2 lapisan. Uji fenol positif apabila terbentuk warna hijau, biru, atau ungu
pada lapisan atas setelah ditambahkan FeCl3 1%. Uji flavonoid positif apabila
terbentuk warna kuning atau jingga pada lapisan atas setelah ditambahkan 0.1 g
serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL n-amil alkohol.
Uji saponin dilakukan dengan cara menambahkan 0.1 g ekstrak dengan 10
mL akuades panas, kemudian dipanaskan selama 5 menit. Filtrat sebanyak 10 mL
dikocok selama 10 menit dalam keadaan tertutup. Ekstrak yang mengandung
saponin akan membentuk buih yang stabil selama 10 menit.
Uji tanin dilakukan dengan cara melarutkan 0.1 g ekstrak dengan 10 mL
akuades panas dan dididihkan selama 5 menit, lalu disaring. Filtrat ditambahkan 10
mL FeCl3 1%. Uji positif ditandai dengan munculnya warna biru tua atau hijau
kehitaman.
4
Uji triterpenoid dan steroid dilakukan dengan cara melarutkan 0.1 g ekstrak
dengan 25 mL etanol (50 oC), lalu disaring. Ke dalam filtrat ditambahkan 3 tetes
anhidrida asetat dan 1 tetes asam sulfat pekat secara berurutan. Larutan dikocok
perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Uji positif ditandai dengan terbentuknya
warna merah atau ungu untuk triterpenoid serta hijau atau biru untuk steroid.
Isolasi Minyak Atsiri dengan Distilasi
Buah segar sirih hutan didistilasi air selama ±4 jam. Minyak atsiri dan air
tidak saling melarutkan, maka minyak distilat dapat dipisahkan dari lapisan air
berdasarkan perbedaan bobot jenis dan kemudian dikeringkan dengan Na2SO4
anhidrat.
% Minyak atsiri =Bobot akhir minyak
Bobot awal terkoreksi (bahan)× 100%
Identifikasi Komponen dengan GC-MS
Analisis GC-MS dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor),
Mabes Polri, Jakarta. Sampel diinjeksikan ke dalam GC-MS Agilent 5975C TAD
dengan kolom kapiler HP-5MS berukuran 30 m × 0.25 mm × 0.25 µm dan gas
pembawa helium dengan laju alir 1.0 mL/menit. Suhu maksimum kolom 325 oC,
suhu oven 100 oC (5 menit) hingga 290 oC pada laju 15 oC/menit, dan waktu proses
37.667 menit. Suhu injektor split 290 oC dengan laju alir 104 mL/menit, tekanan
34.575 psi, volume injeksi 1 µL, energi ionisasi 69.922 eV, dan kisaran bobot
molekul 35‒800 m/z. Identifikasi senyawa dilakukan dengan membandingkan
puncak spektrum massa dengan pangkalan data Wiley 7N dan Wiley 9N.
Uji Toksisitas Akut Metode BSLT (Meyer et al. 1982)
Penetasan Telur A. salina. Telur A. salina diperoleh dari toko ikan Terang
di daerah Jembatan Merah, Bogor. Telur ditetaskan dalam wadah berisi air laut yang
telah disaring dan diaerasi. Penetasan dilakukan selama 48 jam dengan kondisi
cukup cahaya. Larva yang menetas selanjutnya digunakan untuk pengujian.
Uji Toksisitas. Larutan induk ekstrak dibuat dalam konsentrasi 2000 ppm.
Ekstrak ditambahkan DMSO apabila sulit larut dalam air laut. Uji toksisitas
dilakukan pada larutan kontrol (0 ppm) serta larutan uji 50, 250, 500, 750, dan 1000
ppm yang dibuat dari larutan induk 2000 ppm. Sebanyak 400 µL air laut, 10 ekor
larva udang dalam 600 µL air laut, dan 1 mL ekstrak dimasukkan ke dalam vial.
Selanjutnya, vial ditutup dengan kertas aluminium dan diinkubasi selama 24 jam.
Ulangan dilakukan sebanyak 4 kali. Setelah 24 jam, larva A. salina yang mati
diamati dan dihitung. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode probit
menggunakan perangkat lunak Minitab 16 untuk mengetahui LC50 dengan selang
kepercayaan 95%.
5
Uji Toksisitas Akut Metode ZFET (Ali dan Legler 2011; OECD 2013) Penyiapan Embrio Ikan Zebra. Telur ikan zebra diperoleh dari peternak
ikan lokal di daerah Pakansari, Cibinong, Kabupaten Bogor. Telur yang didapat
diseleksi dengan kriteria fertil, kondisi telur yang baik, bebas dari jamur, dan tahap
perkembangan embrio yang seragam.
Uji Toksisitas. Larutan induk ekstrak dibuat dalam konsentrasi 2000 ppm.
Ekstrak ditambahkan DMSO apabila sulit larut dalam air laut. Uji toksisitas
dilakukan pada larutan kontrol (0 ppm) serta larutan uji 50, 250, 500, 750, dan 1000
ppm yang dibuat dari larutan standar 2000 ppm. Embrio dimasukkan ke dalam 96-
well plate dan tiap sumur diisi sebanyak 1 embrio. Ulangan dilakukan sebanyak 3
kali. Nilai LC50 ditentukan dengan metode probit menggunakan perangkat lunak
Minitab 16 dengan selang kepercayaan 95%. Embrio ikan zebra yang telah terpapar
oleh ekstrak aktif selama 24, 48, 72, 96, dan 120 jam pascafertilisasi (jpf) diamati
morfologinya, yaitu pigmentasi, sumbu tubuh, kepala, mata, otolit, somit, sirip,
sirkulasi darah, jantung, kantung kuning telur, dan ekor dengan menggunakan
mikroskop terbalik di Laboratorium Embriologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor. Analisis ragam Anova 1-arah dilanjutkan dengan uji
Duncan dilakukan dengan perangkat lunak SPSS 20, pada data hasil pengujian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Determinasi Tumbuhan, Kadar Air, Minyak, dan Rendemen Ekstrak
Buah yang digunakan terbukti merupakan sirih hutan (Piper aduncum)
berdasarkan hasil determinasi (Lampiran 2). Kadar air digunakan untuk mengoreksi
rendemen, menentukan bobot buah yang diperlukan, dan mengindikasikan
ketahanan sampel selama proses penyimpanan. Sampel memiliki ketahanan simpan
yang baik jika kadar airnya kurang dari 10% (Winarno 1992). Berdasarkan hasil
analisis, kadar air dalam sampel kering buah sirih hutan sebesar 5.75% (Lampiran
3) sehingga kemungkinan mikroorganisme untuk tumbuh selama penyimpanan
sangat kecil.
Serbuk buah kering sebanyak 500.25 g dimaserasi menggunakan n-heksana.
Pelarut ini dipilih sebagai pengekstrak karena menurut Hasyim (2011), ekstrak n-
heksana buah sirih hutan lebih toksik terhadap larva C. pavonana instar II
dibandingkan dengan ekstrak etil asetat dan metanol. Rendemen ekstrak n-heksana
diperoleh sebesar 10.15% dengan 10 kali ekstraksi, berupa minyak yang berwarna
kuning kehitaman. Metode ekstraksi maserasi digunakan karena kandungan
senyawa dalam sampel belum diketahui ketahanannya terhadap panas. Minyak
atsiri diperoleh dari 891.55 g buah sirih hutan segar dengan rendemen 1.03%,
berwarna kuning cerah dengan aroma yang khas.
6
Fitokimia Ekstrak n-Heksana
Hasil uji fitokimia (Tabel 1) menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana buah
sirih hutan mengandung senyawa metabolit sekunder golongan alkaloid, fenolik,
flavonoid, saponin, tanin, dan steroid. Sudrajat (2010) melaporkan bahwa ekstrak
n-heksana daun dan batang sirih hutan dari Samarinda hanya mengandung senyawa
dari golongan steroid. Ekstrak n-heksana daun sirih hutan yang berasal dari Peru
mengandung senyawa dari golongan fenolik dan flavonoid (Arroyo et al. 2013).
Tabel 1 Fitokimia ekstrak n-heksana
Golongan Hasil
Penelitian
Literatur
Sudrajat 2010 Arroyo et al. 2013
(Samarinda) (Peru)
Alkaloid + - -
Fenolik + - +
Flavonoid + - +
Saponin + - -
Tanin + - -
Triterpenoid - - -
Steroid + + -
Perbedaan senyawa metabolit sekunder dari suatu tumbuhan dapat
disebabkan oleh keragaman sifat genetika dan umur tumbuhan. Kondisi tanah dan
vegetasi di sekitar lokasi tumbuhan sumber, serta kondisi musim saat pengambilan
bahan tumbuhan juga berpengaruh (Kaufman et al. 2006).
Identitas Komponen Minyak Atsiri dan Ekstrak n-Heksana berdasarkan
Kromatogram GC-MS
Kromatogram GC-MS minyak atsiri dan ekstrak n-heksana buah sirih hutan
menunjukkan beberapa puncak dengan waktu retensi yang berbeda (Lampiran 4).
Terdapat 30 senyawa yang teridentifikasi dari minyak atsiri dan 27 senyawa dari
ekstrak n-heksana dengan % kemiripan lebih dari 90%. Terdapat 6 senyawa
dominan (% area >0.50%) dalam minyak atsiri, yaitu γ-terpinena, piperiton,
kariofilena, germakrena-D, 1,3-benzodioksol, dan dilapiol, sedangkan dari ekstrak
n-heksana diperoleh 5 senyawa dominan (% area >0.50%), yaitu kariofilena,
pentadekana, 1,3-benzodioksol, dilapiol, dan apiol. Senyawa dilapiol memiliki %
area paling besar dalam minyak atsiri dan ekstrak n-heksana sirih hutan, berturut-
turut 84.13 dan 83.59%. Dilapiol yang terdapat dalam minyak atsiri terdeteksi pada
waktu retensi 14.371 menit (Gambar 1) dan dalam ekstrak n-heksana terdeteksi
pada waktu retensi 14.445 menit (Gambar 2). Menurut Maia et al. (1998), di antara
tumbuhan Piperaceae, sirih hutan menghasilkan minyak atsiri dengan rendemen
yang tinggi, dengan dilapiol sebagai komponen utamanya. Lampiran 5
menunjukkan spektrum massa senyawa tersebut dan analisis pola fragmentasinya.
Rali et al. (2007) melaporkan bahwa tumbuhan sirih hutan yang berasal dari
Malaysia, Fiji, dan Kuba mengandung dilapiol masing-masing sebesar 64.5, 58, dan
82.2%. Maia et al. (1998) juga melaporkan kandungan dilapiol dari tumbuhan sirih
7
hutan yang berasal dari wilayah Amazon berkisar 31.5‒97.3%, sedangkan minyak
atsiri buah sirih hutan yang berasal dari Kutai (Kalimantan Timur) memiliki 63
komponen kimia dengan apiol (51.03%) sebagai komponen utamanya dan tidak
terdeteksi adanya senyawa dilapiol (Jamal et al. 2003). Struktur senyawa dominan
yang terkandung dalam minyak atsiri dan ekstrak n-heksana ditunjukkan pada
Gambar 3.
Gambar 1 Kromatogram GC-MS minyak atsiri
Gambar 2 Kromatogram GC-MS ekstrak n-heksana
8
Gambar 3 Senyawa dominan dalam minyak atsiri dan ekstrak n-heksana buah sirih
hutan
Toksisitas terhadap Larva Udang
Uji BSLT menggunakan hewan uji A. salina merupakan uji pendahuluan
yang sederhana untuk mengetahui sitotoksisitas akut suatu senyawa, dengan cara
menentukan nilai LC50 dari komponen aktif suatu simplisia atau ekstrak tanaman
(Frank 1995). Nilai LC50 ditentukan dengan menggunakan metode analisis probit
pada selang kepercayaan 95%. Nilai probit digunakan dalam toksikologi untuk
menentukan toksisitas relatif bahan kimia terhadap organisme hidup dengan
respons berupa kematian organisme tersebut. Apabila nilai LC50 hasil pengujian di
bawah 1000 ppm, maka ekstrak yang diujikan memiliki sifat toksik dan berpotensi
sebagai antikanker (Meyer et al. 1982).
Nilai LC50 yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana lebih
toksik daripada minyak atsiri. Minyak atsiri dan ekstrak n-heksana memiliki nilai
LC50 masing-masing 51.45 dan 20.21 ppm (Lampiran 6). Ekstrak n-heksana selain
mengandung lemak, juga mengandung sebagian besar komponen organik nonpolar
(Lampiran 4). Hasil uji fitokimia ekstrak ini menunjukkan kandungan senyawa
bioaktif dari golongan alkaloid, fenolik, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid. Sifat
toksik senyawaan metabolit sekunder tersebut diduga menyebabkan ekstrak n-
heksana mempunyai nilai LC50 lebih kecil dan lebih toksik dibandingkan dengan
minyak atsiri. Nilai LC50 ekstrak n-heksana buah sirih hutan hasil penelitian ini
tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Sudrajat et al. (2011) yang melaporkan
bahwa ekstrak kasar n-heksana batang dan daun sirih hutan asal Samarinda
berturut-turut sebesar 11.8 dan 19.5 ppm.
Hasil uji BSLT memiliki korelasi yang positif dengan toksisitas dan
sitotoksisitas pada sel leukemia dan sel tumor (Colegate dan Molyneux 2008).
γ-Terpinena Piperiton
n 1,3-Benzodioksol Germakrena-D
Apiol Dilapiol Kariofilena
9
Menurut National Cancer Institute (NCI) Amerika, nilai standar efektivitas
komponen bioaktif untuk melawan sel kanker adalah ≤30 ppm (Albuntana et al.
2011).……….
Toksisitas terhadap Embrio Ikan Zebra
Ikan zebra (D. rerio) lazim digunakan dalam penelitian ekotoksikologi karena
kesesuaian sifat biologis dan reproduksinya (selang generasi pendek, selang
pemijahan singkat, dan telur transparan) (Meinelt et al. 1999). Saat ini telah
dikembangkan uji toksisitas pada embrio ikan zebra untuk penemuan obat-obatan
terbaru dari senyawa bahan alam, termasuk uji toksisitas akut (Kari et al. 2007). Uji
toksisitas akut dengan menggunakan embrio ikan zebra merupakan uji lanjutan
terhadap ekstrak buah sirih hutan untuk melihat potensinya sebagai antikanker. Jika
ekstrak yang diberikan bersifat toksik, maka perkembangan embrio akan terhambat
dan dapat menyebabkan kematian.
Nilai LC50 minyak atsiri dan ekstrak n-heksana ditunjukkan pada Tabel 2.
Nilai LC50 ditentukan pada waktu 48 dan 96 jam pascafertilisasi (jpf) (Lampiran 7).
Baik minyak atsiri maupun ekstrak n-heksana memiliki nilai LC50 kurang dari 1000
ppm, yang mengindikasikan keduanya bersifat toksik berdasarkan uji ZFET. Hasil
yang diperoleh sebanding dengan hasil uji BSLT untuk ekstrak n-heksana, tetapi
untuk minyak atsiri, nilai LC50 hasil uji ZFET jauh lebih besar. Hal ini mungkin
disebabkan oleh sifat atsiri minyak, sehingga lama waktu uji yang mencapai 4 hari
dapat menyebabkan komponen di dalam minyak atsiri menjadi tidak stabil. Selain
itu, ikan zebra merupakan organisme yang lebih kompleks daripada larva udang,
sehingga memiliki ketahanan tubuh yang lebih baik terhadap senyawa toksik yang
diujikan. Meskipun demikian, dalam uji dengan embrio ikan zebra, nilai LC50
ekstrak n-heksana tetap lebih rendah.
Tabel 2 Nilai LC50 minyak atsiri dan ekstrak n-heksana terhadap embrio ikan zebra
Sampel Waktu pengamatan (jpf) LC50
Minyak atsiri 48 154.08
96 143.09
n-Heksana 48 16.81
96 16.10
Hasil analisis Anova dan uji lanjut Duncan memberikan informasi bahwa
konsentrasi minyak atsiri berpengaruh pada hidup normal dan hidup abnormal
embrio (p < 0.05) pada 48 dan 96 jpf, tetapi tidak berpengaruh pada parameter mati
dan menetas (Tabel 3). Konsentrasi sebesar 80 dan 100 ppm baru menimbulkan
perbedaan yang nyata dengan kontrol untuk persentase embrio yang hidup normal
pada 48 jpf, sedangkan persentase embrio yang hidup abnormal telah berbeda nyata
dengan kontrol pada konsentrasi 20, 40, dan 80 ppm. Pada 96 jpf, hanya konsentrasi
60 ppm yang tidak berbeda nyata dengan kontrol untuk persentase hidup normal
embrio. Sebaliknya, perbedaan nyata dengan kontrol untuk hidup abnormal embrio
pada 96 jpf hanya terjadi pada konsentrasi minyak atsiri 80 ppm.
10
Tabel 3 Persentase embrio yang hidup normal, hidup abnormal, mati, dan menetas
pada perlakuan dengan minyak atsiri
Perlakuan Hidup Normal
(%)
Hidup Abnormal
(%) Mati (%) Menetas (%)
Kontrol 48 jpf 100.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 80.00 ± 20.00a
20 ppm 73.33 ± 11.55ab 26.67 ± 11.55c 0.00 ± 0.00a 80.00 ± 20.00a
40 ppm 73.33 ± 11.55ab 26.67 ± 11.55c 0.00 ± 0.00a 86.67 ± 11.55a
60 ppm 80.00 ± 34.64ab 6.67 ± 11.55ab 13.33 ± 23.09a 86.67 ± 23.09a
80 ppm 60.00 ± 0.00b 20.00 ± 0.00bc 20.00 ± 0.00a 73.33 ± 11.55a
100 ppm 60.00 ± 20.00b 13.33 ± 11.55abc 26.67 ± 30.55a 66.67 ± 23.09a
Rerata 74.44 ± 20.36 15.56 ± 12.94 10.00 ± 17.15 78.89 ± 17.45
Kontrol 96 jpf 100.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 100.00 ± 0.00a
20 ppm 60.00 ± 20.00b 26.67 ± 11.55ab 13.33 ± 23.09a 86.67 ± 23.09a
40 ppm 66.67 ± 11.55b 26.67 ± 23.09ab 6.67 ± 11.55a 93.33± 11.55a
60 ppm 73.33 ± 30.55ab 13.33 ± 11.55ab 13.33 ± 23.09a 86.67 ± 23.09a
80 ppm 46.67 ± 11.55b 33.33 ± 11.55b 20.00 ± 0.00a 80.00 ± 0.00a
100 ppm 53.33 ± 11.55b 20.00 ± 20.00ab 26.67 ± 30.55a 73.33 ± 30.55a
Rerata 66.67 ± 22.75 20.00 ± 16.80 13.33 ± 18.15 86.67 ± 18.15
Keterangan: huruf tikatas yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata
(p < 0.05).
Semua konsentrasi ekstrak n-heksana yang diujikan memberikan pengaruh
terhadap hidup normal, mati, dan menetas embrio (p < 0.05) pada 48 dan 96 jpf
(Tabel 4). Hasil analisis Anova dan uji lanjut Duncan menunjukkan perbedaan yang
nyata dengan kontrol pada ketiga parameter tersebut, tetapi tidak didapat pengaruh
pada hidup abnormal embrio.
Tabel 4 Persentase embrio yang hidup normal, hidup abnormal, mati, dan menetas
pada perlakuan dengan ekstrak n-heksana
Perlakuan Hidup Normal
(%)
Hidup Abnormal
(%) Mati (%) Menetas (%)
Kontrol 48 jpf 100.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 100.00 ± 0.00a
10 ppm 53.33 ± 30.55b 6.67 ± 11.55a 40.00 ± 20.00b 40.00 ± 20.00b
20 ppm 40.00 ± 00.00b 20.00 ± 20.00a 40.00 ± 20.00b 60.00 ± 20.00b
30 ppm 0.00 ± 0.00c 6.67 ± 11.55a 93.33 ± 11.55c 6.67 ± 11.55c
40 ppm 0.00 ± 0.00c 0.00 ± 0.00a 100.00 ± 0.00c 0.00 ± 0.00c
50 ppm 0.00 ± 0.00c 0.00 ± 0.00a 100.00 ± 0.00c 0.00 ± 0.00c
Rerata 32.22 ± 39.49 5.56 ± 11.49 62.22 ± 40.52 34.44 ± 39.29
Kontrol 96 jpf 100.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 0.00 ± 0.00a 100.00 ± 0.00a
10 ppm 40.00 ± 20.00b 20.00 ± 20.00a 40.00 ± 20.00b 60.00 ± 20.00b
20 ppm 3.33 ± 11.57b 20.00 ± 20.00a 46.67 ± 23.09b 60.00 ± 20.00b
30 ppm 0.00 ± 0.00c 6.67 ± 11.55a 93.33 ± 11.55c 6.67 ± 11.55c
40 ppm 0.00 ± 0.00c 0.00 ± 0.00a 100.00 ± 0.00c 0.00 ± 0.00c
50 ppm 0.00 ± 0.00c 0.00 ± 0.00a 100.00 ± 0.00c 0.00 ± 0.00c
Rerata 28.89 ± 37.71 7.78 ± 13.96 63.33 ± 40.15 37.78 ± 40.52
Keterangan: huruf tikatas yang berbeda pada kolom yang sama menyatakan perbedaan yang nyata
(p < 0.05).
11
Efek Teratogenik pada Embrio Ikan Zebra
Ikan zebra telah digunakan secara luas dalam bidang biologi, teratologi, dan
genetika molekular. Saat ini ikan zebra juga telah dipakai dalam bidang toksikologi
dan dikembangkan untuk studi penapisan obat baru. Ikan zebra sangat ideal untuk
studi proses perkembangan embrio karena embriogenesisnya sangat mirip dengan
vertebrata tingkat tinggi, termasuk manusia (Chakraborty et al. 2009; Brannen et
al. 2010). Ikan zebra memiliki beberapa karakteristik yang menyebabkan spesies
ini cocok sebagai model dalam bidang toksikologi, di antaranya 1) embrio memiliki
lapisan korion yang transparan sehingga sel, jaringan, dan organ dalam tubuh dapat
diamati dengan jelas; 2) betina dewasa dapat menghasilkan 200‒250 embrio dalam
sekali pemijahan; 3) proses embriogenesis cepat; 4) memiliki kesamaan gen dengan
manusia sampai 75%; 5) organ dalam memiliki kesamaan dengan mamalia pada
sistem kardiovaskular, syaraf, dan pencernaan; 6) embrio dapat bertahan di dalam
multiwell selama beberapa hari tanpa diberi tambahan asupan nutrisi; 7) tidak
membutuhkan biaya yang besar dalam pemeliharaannya; serta 8) dapat dijadikan
model untuk penyakit kanker, diabetes, epilepsi, dan inflamasi (Berghmans et al.
2005; Hill et al. 2005; Moore et al. 2006; Hsu et al. 2007; Chakraborty et al. 2009).
Hasil pengamatan, menunjukkan bahwa baik minyak atsiri maupun ekstrak
n-heksana memberikan efek teratogenik pada organ dan jaringan embrio ikan zebra
(Tabel 5). Malformasi mayor (≥ 50%) teridentifikasi pada kantung kuning telur,
jantung, dan sirkulasi darah, sedangkan malformasi minor (< 50%) teridentifikasi
pada sumbu tubuh, somit, sirip pektoral, mulut, dan gelembung renang. Tidak
teridentifikasi efek teratogenik pada otak, ekor, mata, rahang, otolit, dan pigmentasi
embrio. Hasil pengamatan embrio kontrol dan beberapa abnormalitas yang teramati
setelah perlakuan dapat dilihat pada Gambar 4.
Organ yang paling besar terkena efek teratogenik dari kedua perlakuan adalah
kantung kuning telur. Perlakuan minyak atsiri dan ekstrak n-heksana memberikan
efek teratogenik pada kantung kuning telur embrio masing-masing sebesar 76 dan
88%. Kantung kuning telur merupakan membran yang berfungsi menyediakan
nutrisi bagi embrio. Pembesaran kantung kuning telur merupakan salah satu
indikasi nutrisi tidak terserap sempurna oleh embrio. Hal tersebut akan
menyebabkan kekurangan nutrisi pada embrio dan dapat mengakibatkan kematian
embrio (Bie 2001).
Jantung merupakan organ yang pertama kali terbentuk pada ikan zebra dan
memiliki kemiripan dengan embriogenesis pada manusia. Perkembangan jantung
24 jpf pada ikan zebra sebanding dengan usia 3 minggu intrauterin pada manusia
(Denvir et al. 2008). Kelainan yang banyak ditemukan pada organ jantung embrio
ikan zebra ialah edema perikardial. Masuknya senyawa aktif dari minyak atsiri dan
ekstrak n-heksana ke dalam kantung perikardial kemungkinan mengiritasi sel
sehingga membengkak.
Edema merupakan kondisi meningkatnya jumlah cairan dalam jaringan akibat
peningkatan tekanan hidrostatik, sehingga memaksa cairan masuk ke dalam ruang
interstisial tubuh. Edema dapat menyebabkan pembengkakan pada jaringan yang
mengalami peradangan karena terjadi akumulasi cairan.
12
Tabel 5 Efek teratogenik pada embrio ikan zebra akibat paparan minyak atsiri dan
ekstrak n-heksana
Bagian/Organ Tubuh Minyak atsiri n-Heksana
∑a [%]b ∑ [%]
Sumbu tubuh 7 9.72 9 34.62
Otak 0 0 0 0
Ekor 0 0 0 0
Sirkulasi darah 43 59.72** 15 57.69**
Mata 0 0 0 0
Jantung 46 68.89** 20 76.92**
Rahang 0 0 0 0
Otolit 0 0 0 0
Pigmentasi 0 0 0 0
Somit 0 0 1 3.85
Kantung kuning telur 55 76.39** 23 88.46**
Sirip pektoral* 13 18.06 7 26.92
Mulut* 7 9.72 2 7.69
Gelembung renang* 11 15.28 5 19.23 aJumlah embrio yang terkena efek teratogenik dalam semua percobaan bJumlah embrio yang terkena efek teratogenik/jumlah embrio abnormal pada seluruh konsentrasi
dan waktu perlakuan
*Hanya pada 120 jam pascafertilisasi
**Malformasi mayor (≥ 50%)
Satu embrio dapat memiliki lebih dari satu malformasi.
Akumulasi perlakuan minyak atsiri dan ekstrak n-heksana akan mengganggu kerja
organel-organel sel, termasuk mitokondria sebagai lokasi respirasi aerob.
Pembentukan ATP akan diperlambat atau berhenti, sehingga terjadi kegagalan
selaput aktif pompa natrium, penimbunan natrium intrasel, dan difusi kalium ke
luar, yang bila terus berlanjut akan mematikan sel. Sel yang membengkak terus-
menerus akan mengalami lisis pada dinding sel sehingga seluruh organel sel keluar
atau disebut juga nekrosis (Kumar et al. 1997). Anggraeni et al. (2014) melaporkan,
pemaparan genistein (fitoestrogen) pada embrio ikan zebra menurunkan frekuensi
denyut jantung dan menyebabkan edema perikardial. Genistein yang merupakan
inhibitor tirosina kinase juga dapat memengaruhi aktivitas berbagai kanal ion baik
melalui proses fosforilasi maupun ikatan langsung (Kim et al. 2009). Menurut Chen
(2013), setiap senyawa memiliki proses tertentu yang dapat menyebabkan edema
perikardial pada embrio ikan zebra.
Perlakuan minyak atsiri dan ekstrak n-heksana pada embrio ikan zebra
menyebabkan sirkulasi darah berhenti selama proses embriogenesis. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa minyak atsiri dan ekstrak n-heksana dapat menghambat
laju aliran darah pada sel kanker. Dengan demikian, asupan nutrisi bagi sel akan
berkurang, dan sel akan mati dalam waktu yang sangat singkat. Efek tersebut
diharapkan dapat membunuh sel kanker di dalam tubuh manusia.
13
Gambar 4 Morfologi embrio ikan zebra normal pada kontrol dan beberapa
abnormalitas pada perlakuan: kontrol 24 jpf (A), kontrol 48 jpf (B),
kontrol 72 jpf (C), kontrol 96 jpf (D), kontrol 120 jpf (E), perlakuan
24 jpf (MA, 100 ppm) (F), perlakuan 48 jpf (MA, 80 ppm) (G),
perlakuan 72 jpf (MA, 20 ppm) (H), perlakuan 96 jpf (nH, 20 ppm)
(I), perlakuan 120 jpf (nH, 30 ppm) (J). MA: minyak atsri, nH: ekstrak
n-heksana, ek: edema kantung kuning telur, kd: koagulasi darah, ep:
edema perikardial, st: sumbu tumbuh melengkung, jpf: jam
pascafertilisasi, bar = 300 µm.
Minyak atsiri maupun ekstrak n-heksana buah sirih hutan diduga bersifat anti-
angiogenesis berdasarkan hasil penelitian. Namun, diperlukan dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui kinerja spesifik anti-angiogenesis tersebut.
Serbedzija et al. (2000) melaporkan senyawa SU5416 (inhibitor angiogenesis)
sebesar 2 µM dapat menghambat vaskulogenesis dan angiogenesis pada embrio
ikan zebra.
Efek teratogenik pada embrio ikan zebra mungkin disebabkan oleh senyawa
dominan pada minyak atsiri dan ekstrak n-heksana buah sirih hutan yaitu dilapiol.
14
Namun, dimungkinkan pula adanya efek sinergis dilapiol dengan senyawa lain.
Dilapiol memiliki gugus metilenadioksifenil dalam strukturnya yang merupakan
ciri berbagai senyawa sinergis yang dapat menghambat aktivitas enzim sitokrom
P450 (Scott et al. 2008). Beberapa penelitian telah menjelaskan aktivitas biologis
senyawa dilapiol. Bernard et al. (1990) melaporkan bahwa dilapiol dapat
menghambat aktivitas enzim sitokrom P450 dalam sediaan mikrosom sel-sel
saluran pencernaan ulat Ostrinia nubialis, sehingga enzim pemetabolisme senyawa
asing tersebut tidak dapat menguraikan bahan aktif insektisida yang dicampurkan.
Dilapiol memberikan efek sitotoksik pada sel kanker payudara MDA-MB-231 yang
melibatkan induksi apoptosis melalui jalur mitokondria. Hal ini karena sifat
farmakokinetik yang baik dari dilapiol, terutama karena sifat hidrofobiknya,
sehingga dapat memfasilitasi difusi melalui membran sel tumor (Ferreira et al.
2014).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil uji fitokimia ekstrak n-heksana buah sirih hutan menunjukkan
kandungan senyawa alkaloid, fenolik, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid. Hasil
GC-MS menunjukkan dilapiol (1-alil-2,3-dimetoksi-4,5-(metilenadioksi)benzena)
sebagai senyawa yang dominan. Minyak atsiri maupun ekstrak n-heksana buah sirih
hutan bersifat toksik terhadap larva udang dan embrio ikan zebra, tetapi ekstrak n-
heksana lebih aktif. Malformasi mayor kantung kuning telur, jantung, dan sirkulasi
darah embrio ikan zebra, teramati pada kedua perlakuan dan diduga minyak atsiri
dan ekstrak n-heksana bersifat anti-angiogenesis.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memfraksionasi ekstrak n-
heksana buah sirih hutan, menganalisis kinerja spesifik antikanker, dan
mengelusidasi struktur senyawa yang diisolasi.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington (US):
AOAC Int.
Albuntana A, Yasman, Wardhana W. 2011. Uji toksisitas ekstrak empat jenis
teripang suku Holothuriidae dari Pulau Penjaliran Timur, Kepulauan Seribu,
Jakarta menggunakan BSLT. J Ilmu Teknol Kelautan Trop. 3:65-72.
15
Ali TES, Legler J. 2011. Developmental toxicity of nonylphenol in zebrafish
(Danio rerio) embryos. Indian J Mar Sci. 40(4):509-515.
Anggraeni D, Aurora H, Lyrawati D. 2014. Efek waktu paparan genistein terhadap
pembentukan jantung embrio zebrafish. J Kedokteran Brawijaya. 28(1):22-
25.
Arroyo J, Bonilla P, Exebio LM, Ronceros G, Tomas G, Huaman J, Raez E, Quino
M, Calzado JR. 2013. Gastroprotective and antisecretory effect of a
phytochemical made from matico leaves (Piper aduncum). Rev Peru Med Exp
Salud Publica. 30(4):608-615.
Berghmans S, Jette C, Langenau D, Hsu K, Stewart R, Look T, Kanki JP. 2005.
Making waves in cancer research: new model in the zebrafish. Biotechniques.
39(2):227-237.
Bernard CB, Arnason JT, Philogene BJR, Lam J, Waddell T. 1990. In vivo effect
of mixtures of allelochemicals on the life cycle of the European corn borer,
Ostrina nubialis. Entomol Exp Appl. 57:17-22.
Bernard CB, Krishnamurty HG, Chauret D, Durst T, Philogene BJR, Sanchez-
Vindas P, Hasbun C, Poveda L, San Roman L, Arnason JT. 1995. Insecticidal
defenses of Piperaceae from the neotropics. J Chem Ecol. 21(6):801-814.
Bie GVD. 2001. Embryology: Early Development from a Phenomenological Point
of View. Driebergen (NL): Louis Bolk Institute.
Braga FG, Bouzada MLM, Fabri RL, Matos M, Moreira FO, Scio E, Coimbra ES.
2007. Antileishmanial and antifungal activity of plants used in traditional
medicine in Brazil. J Ethnopharmacol. 111:396-402.
Brannen KC, Panzica–Kelly JM, Danberry TL, Augustine-Rauch KA. 2010.
Development of a zebrafish embryo teratogenecity assay and quantitative
prediction model. Birth Defects Res Part B: Dev Reprod Toxicol. 89:66-77.
Carballo JL, Hernandez-Inda ZL, Perez P, Garcia-Gravalos MD. 2002. A
comparison between two brine shrimp assays to detect in vitro cytotoxicity in
marine natural products. BMC Biotechnol. 2(17):1-5.
Chakraborty C, Hsu CH, Wen ZH, Lin CS, Agoramoorthy G. 2009. Zebrafish: a
complete animal model for in vivo drug discovery and development. Curr
Drug Metabolism. 10(2):116-124.
Chen J. 2013. Impaired cardiovascular function caused by different stressors elicits
a common pathological and transcriptional responses in zebrafish embryos.
Zebrafish. 10(3):389-400.
Colegate SM, Molyneux RJ. 2008. Bioactive Natural Products: Detection,
Isolation, and Structural Determination. California (US): CRC Pr.
Denvir MA, Tucker CS, Mullias JJ. 2008. Systolic and diastolic ventricular function
in zebrafish embryos: influence of norepinephrine, MS-222, and temperature.
Biomed Central. 21:1-8.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan RI. 1992. Pedoman Fitofarmaka. Jakarta (ID):
Departemen Kesehatan RI.
Diaz LE, Munoz DR, Prieto RE, Cuervo SA, Gonzalez DL, Guzman JD, Bhakta S.
2012. Antioxidant, antitubercular and cytotoxic activities of Piper imperiale.
Molecules. 17(4):4142-4147.
Estevez Y, Castillo D, Pisango MT, Arevalo J, Rojas R, Alban J, Deharo E, Bourdy
G, Sauvain M. 2007. Evaluation of the leishmanicidal activity of plants used
by Peruvian Chayahuita ethnic group. J Ethnopharmacol. 114:254-259.
16
Ferreira AK, de-Sa-Junior PL, Pasqualoto KF, de Azevedo RA, Camara DA, Costa
AS, Fiqueiredo CR, Matsuo AL, Massaoka MH, Auada AV et al. 2014.
Cytotoxic effects of dillapiole on MDA-MB-231 cells involve the induction
of apoptosis through the mitochondrial pathway by inducing an oxidative
stress while altering the cystoskeleton network. Biochimie. 99:195-207.
Frank CL. 1995. Toksikologi Dasar. Edi, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr.
Terjemahan dari: Basic of Toxicology.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah;
Sofia M, editor. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari:
Phytochemical Methods.
Hasyim DM. 2011. Potensi buah sirih hutan (Piper aduncum) sebagai insektisida
botani terhadap larva Crocidolomia pavonana [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Hill AJ, Teraoka H, Heideman W, and Peterson RE. 2005. Zebrafish as a model
vertebrate for investigating chemical toxicity. Toxicol Sci. 86:6-19.
Hsu CH, Wen ZH, Lin CS, Chakraborty C. 2007. The zebrafish model: use in
studying cellular mechanism for a spectrum of clinical disease entities. Curr
Neurovascular Res. 4:111-120.
Jamal Y, Agusta A, Praptiwi. 2003. Komposisi kimia dan efek antibakteri minyak
atsiri buah gedebong (Piper aduncum L.). Maj Farm Indones. 14:284-289.
Kari G, Rodeck U, Dicker AP. 2007. Zebrafish: an emerging model system for
human disease and drug discovery. Clin Pharmacol Therapeutics. 82:70-80.
Kaufman PB, Kirakosyan A, McKenzie M, Dayanandan P, Hoyt JE, Li C. 2006.
The uses of plant natural products by humans and risks associated with their
use. Di dalam: Cseke LJ, Kirakosyan A, Kaufman PB, Warber SL, Duke JA,
Brielman HL, editor. Natural Products from Plants. Boca Raton (US): CRC
Pr. hlm 441-473.
Kim DJ, Seok SH, Baek MW, Lee HY, Na YR, Park SH, Lee HK, Dutta NK,
Kawakami K, Park JH. 2009. Developmental toxicity and brain aromatase
induction by high genistein concentrations in zebrafish embryos. Toxicol
Mechanisms and Methods. 19(3):251-256.
Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. 1997. Basic Pathology. 6th Edition. Philadelphia
(US): WB Saunders.
Ma C, Pang C, Seng WL, Zhang C, Willet C, Mc Grath P. 2007. Zebrafish, an in
vivo model for drug screening. Drug Discovery. 6:38-45.
Maia JGS, Zohhbi MGB, Andrade EHA, Santos AS, da Silva MHL, Luz AIR,
Bastos CN. 1998. Constituents of the essential oil of Piper aduncum L.
growing wild in the Amazon region. Flavour Fragr J. 13:269-272.
Meinelt T, Schulz C, Wirth M, Kurzinger H, Steinberg T. 1999. Dietary fatty acid
composition influences the fertilization of zebrafish (Danio rerio). J Appl
Ichthyol. 15:19-23.
Meyer BN, Ferrigni NR, Putman JE, Jacobson LB, Nichol DE, McLaughlin JL.
1982. Brine shrimps: a convenient general bioassay for active plant
constituent. Planta Med. 45:31-34.
Moore JL, Rush LM, Breneman C, Mohideen MAPK, Cheng KCL. 2006. Zebrafish
genomic instability mutants and cancer susceptibility. Genetics. 10:1-33.
Nicoli S, Presta M. 2007. The zebrafish/tumor xenografit angiogenesis assay.
Nature Protocols. 2:2918-2923.
17
[OECD] The Organization for Economic Co-operation and Development. 2013.
OECD Guidelines for The Testing of Chemicals No. 236. Fish Embryo Acute
Toxicity (FET) Test. Paris (FR): OECD.
Orjala J, Erdelmeier CAJ, Wright AD, Rali T, Sitcher O. 1993. Five new prenylated
hydroxybenzoic acid derivatives with antimicrobial and moluscicidal activity
from Piper aduncum leaves. Planta Med. 59(6):546-551.
Parmar VS, Jain SC, Bisht KS, Jain R, Taneja P, Jha A, Tyagi OD, Prasad AK,
Wengel J, Olsen CE et al. 1997. Phytochemistry of the genus Piper.
Phytochemistry. 46:597-673.
Pohlit AM, Pinto ACS, Mause R. 2006. Piper aduncum L: pluripotente plant and
important phytochemical substance source. Revista Fitos. 2:7-18.
Rali T, Wossa SW, Leach DN, Waterman PG. 2007. Volatile chemical constituents
of Piper aduncum L. and Piper gibbilimbum C. DC (Piperaceae) from Papua
New Guinea. Molecules. 12:389-394.
Scott IM, Jensen HR, Philogene BJR, Arnason JT. 2008. A review of Piper spp.
(Piperaceae): phytochemistry, insecticidal activity, and mode of action.
Phytochem Rev. 7:65-75.
Serbedzija GN, Flynn E, Willett CE. 2000. Zebrafish angiogenesis: a new model
for drug screening. Angiogenesis. 3:353-359.
Sudrajat. 2010. Bioprospeksi tumbuhan sirih hutan (Piper aduncum L.) sebagai
sumber bahan baku obat larvasida nyamuk Aedes aegypti. Bioprospek.
7(2):35-40.
Sudrajat, Susanto D, Mintargo D. 2011. Bioekologi dan potensi senyawa bioaktif
sirih hutan (Piper aduncum L.) sebagai sumber bahan baku larvasida nyamuk
Aedes aegypti. Mulawarman Scientifie. 10:63-74.
Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.
18
Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Sampel
Segar Kering
Minyak Atsiri Ekstrak
Kasar
GC-MS BSLT & ZFET Uji Fitokimia
Uji
Toksisitas Identifikasi
Distilasi Maserasi
GC-MS
Identifikasi
19
Lampiran 2 Hasil determinasi tanaman sirih hutan
20
Lampiran 3 Kadar air serbuk dan rendemen buah sirih hutan
Ulangan
Bobot
cawan
kosong (g)
Bobot
awal
sampel (g)
Bobot cawan
+ sampel
akhir (g)
Bobot
akhir
sampel (g)
Kadar air (%)
1 33.2429 3.0030 36.0732 2.8303 5.75
2 32.5941 3.0073 35.4294 2.8353 5.72
3 35.3813 3.0020 38.2101 2.8288 5.77
Rerata 5.75
Contoh perhitungan:
Ulangan 1
Bobot akhir sampel = bobot (cawan + sampel) – bobot cawan kosong
= (36.0732 – 33.2429) g = 2.8303 g
Kadar air (%) = bobot awal sampel – bobot akhir sampel
bobot awal sampel × 100%
= 3.0030 g− 2.8303 g
3.0030 g × 100%
= 5.81%
Rerata = (5.75+5.72+5.77)%
3= 5.75%
Rendemen (%) = bobot ekstrak (g)
bobot contoh awal (g) × (1‒kadar air) × 100%
= 47.84
500.25 × (1 - 0.0575) × 100%
= 10.15%
21
Lampiran 4 Hasil GC-MS minyak atsiri dan ekstrak n-heksana
No Senyawa
Minyak atsiri Ekstrak n-heksana
Waktu
retensi
(menit)
Area
(%) Kemiripan
Waktu
retensi
(menit)
Area
(%) Kemiripan
1 α-Tujena 3.276 0.06 91 - - -
2 α-Pinena 3.473 0.31 96 - - -
3 Kamfena 3.798 0.02 95 - - -
4 2-β-Pinena 4.388 0.38 95 - - -
5 Felandrena 4.977 0.26 97 - - -
6 Limonena 5.610 0.23 98 - - -
7 Sabinena 5.670 0.24 94 - - -
8 β-Osimena 5.926 0.16 97 - - -
9 (+)-2-Karena 6.063 0.04 97 - - -
10 γ-Terpinena 6.328 0.54 96 7.519 0.04 96
11 (+)-4-Karena 6.790 0.28 98 - - -
12 α-Terpinena - - - 6.835 0.07 98
13 Simena 7.003 0.34 94 - - -
14 β-Felandrena 7.046 0.36 94 - - -
15 α-Terpinolena 8.004 0.17 98 8.109 0.03 93
16 Kamfor 8.320 0.01 94 - - -
17 4-Terpineol 9.446 0.47 98 9.447 0.29 97
18 Piperiton 10.166 0.83 96 - - -
19 α-Kubebena 11.449 0.03 98 - - -
20 α-Kopaena 11.996 0.44 99 11.999 0.41 99
21 Kariofilena 12.364 0.65 99 12.512 0.91 99
22 β-Kopaena - - - 12.580 0.08 98
23 α-Humulena 12.731 0.32 98 12.845 0.41 99
24 α-Amorfena 12.902 0.17 99 - - -
25 Pentadekana - - - 12.992 2.05 97
26 Germakrena-D 13.090 0.54 99 13.093 0.24 99
27 β-Selinena - - - 13.170 0.09 99
28 (‒)-Isoledena 13.210 0.22 95 - - -
29 Naftalena - - - 13.281 0.03 99
30 1,3-Benzodioksol 13.295 3.33 98 13.375 2.71 98
31 Elemisin 13.552 0.18 97 13.538 0.26 99
32 Nerolidol 13.646 0.06 91 - - -
33 Kariofilena oksida 14.073 0.10 93 14.059 0.25 93
34 Dilapiol 14.371 84.13 95 14.445 83.59 95
35 Apiol 14.680 0.40 97 14.717 0.65 98
36 Heptadesil
trifloroasetat
- - - 15.35 0.03 91
37 Neopitadiena - - - 15.7 0.14 99
22
lanjutan Lampiran 4
No Senyawa
Minyak atsiri Ekstrak n-heksana
Waktu
retensi
(menit)
Area
(%) Kemiripan
Waktu
retensi
(menit)
Area
(%) Kemiripan
38 Asam
heksadekanoat
- - - 16.547 0.1 96
39 Dokosena - - - 16.718 0.03 98
40 Eikosana - - - 17.384 0.08 92
41 (Z,Z)-9,12-Asam
oktadekadienoat
- - - 17.735 0.27 96
42 Nonadekana - - - 17.957 0.29 95
43 Triakontana - - - 27.805 0.08 95
44 α-Tokoferol - - - 29.301 0.09 96
45 β-Sitosterol - - - 35.362 0.29 96
Keterangan: (-) tidak terdeteksi
23
Lampiran 5 Spektrum MS senyawa dilapiol
Analisis fragmentasi senyawa dilapiol
m/z Struktur senyawa Fragmen yang hilang
222
-
207
195
177
24
lanjutan lampiran 5
m/z Struktur senyawa Fragmen yang hilang
149
121
77
25
Lampiran 6 Hasil uji BSLT dan analisis probit
Minyak Atsiri Konsentrasi
(ppm)
Jumlah larva
awal (ekor)
Jumlah larva
mati (ekor)
0
10 0
10 0
10 0
10 0
50
10 6
10 5
10 4
10 5
250
10 9
10 9
10 8
10 10
500
10 10
10 10
10 10
10 10
750
10 10
10 10
10 10
10 10
1000
10 10
10 10
10 10
10 10
n-Heksana Konsentrasi
(ppm)
Jumlah larva
awal (ekor)
Jumlah larva
mati (ekor)
0
10 0
10 0
10 0
10 0
10
10 2
10 3
10 3
10 2
25
10 6
10 8
10 5
10 7
50
10 9
10 10
10 9
10 10
75
10 10
10 10
10 10
10 10
100
10 10
10 10
10 10
10 10
Probit Analysis: Kematian, n versus Konsentrasi Minyak Atsiri Distribution: Normal
Response Information
Variable Value Count
Kematian Event 176
Non-event 24
n Total 200
Estimation Method: Maximum Likelihood
Regression Table
Standard
Variable Coef Error Z P
Constant -0.340524 0.247090 -1.38 0.168
Konsentrasi 0.0066184 0.0015175 4.36 0.000
Natural
26
lanjutan Lampiran 6
Response 0
Log-Likelihood = -40.798
Goodness-of-Fit Tests
Method Chi-Square DF P
Pearson 0.076946 3 0.994
Deviance 0.136591 3 0.987
Tolerance Distribution
Parameter Estimates
Standard 95.0% Normal CI
Parameter Estimate Error Lower Upper
Mean 51.4513 29.3190 -6.01287 108.915
StDev 151.095 34.6433 96.4014 236.818
Table of Percentiles
Standard 95.0% Fiducial CI
Percent Percentile Error Lower Upper
1 -300.047 100.268 -652.287 -162.659
2 -258.859 91.1283 -578.085 -133.639
3 -232.726 85.3640 -531.075 -115.158
4 -213.068 81.0494 -495.755 -101.212
5 -197.077 77.5561 -467.058 -89.8356
6 -183.466 74.5958 -442.658 -80.1258
7 -171.533 72.0113 -421.287 -71.5897
8 -160.847 69.7070 -402.171 -63.9267
9 -151.129 67.6203 -384.805 -56.9394
10 -142.184 65.7076 -368.835 -50.4908
20 -75.7131 51.8277 -250.855 -1.88888
30 -27.7828 42.4031 -167.007 34.3819
40 13.1719 35.0793 -96.9497 66.9608
50 51.4513 29.3190 -33.9556 99.8985
60 89.7306 25.3518 24.6252 137.249
70 130.685 24.1093 79.3370 185.174
80 178.616 27.0795 131.344 253.285
90 245.087 36.6595 189.580 361.632
91 254.032 38.2303 196.760 376.870
92 263.750 39.9861 204.449 393.535
93 274.435 41.9685 212.791 411.972
94 286.369 44.2380 221.987 432.683
95 299.980 46.8871 232.343 456.436
96 315.970 50.0690 244.364 484.490
97 335.629 54.0649 258.964 519.156
98 361.761 59.4901 278.137 565.474
99 402.950 68.2335 307.958 638.874
Probit Analysis: Jumlah larva mati, n versus Konsentrasi n-Heksana Distribution: Normal
Response Information
Variable Value Count
Jumlah larva mati Event 154
Non-event 46
27
lanjutan Lampiran 6
n Total 200
Estimation Method: Maximum Likelihood
Regression Table
Standard
Variable Coef Error Z P
Constant -1.20055 0.262588 -4.57 0.000
Konsentrasi 0.0594067 0.0098762 6.02 0.000
Natural
Response 0
Log-Likelihood = -56.595
Goodness-of-Fit Tests
Method Chi-Square DF P
Pearson 0.510499 3 0.917
Deviance 0.525843 3 0.913
Tolerance Distribution
Parameter Estimates
Standard 95.0% Normal CI
Parameter Estimate Error Lower Upper
Mean 20.2090 2.31672 15.6683 24.7497
StDev 16.8331 2.79844 12.1522 23.3170
Table of Percentiles
Standard 95.0% Fiducial CI
Percent Percentile Error Lower Upper
1 -18.9507 7.30319 -39.8401 -7.97730
2 -14.3620 6.58265 -33.1172 -4.43267
3 -11.4506 6.13079 -28.8624 -2.17311
4 -9.26050 5.79431 -25.6685 -0.466471
5 -7.47901 5.52319 -23.0757 0.926938
6 -5.96268 5.29453 -20.8731 2.11721
7 -4.63316 5.09587 -18.9456 3.16451
8 -3.44273 4.91961 -17.2229 4.10553
9 -2.36008 4.76078 -15.6592 4.96434
10 -1.36350 4.61596 -14.2227 5.75767
20 6.04189 3.59662 -3.66447 11.7695
30 11.3817 2.96314 3.73600 16.3172
40 15.9444 2.54525 9.79237 20.4701
50 20.2090 2.31672 15.0898 24.7150
60 24.4736 2.29376 19.9142 29.4330
70 29.0363 2.50225 24.5380 35.0184
80 34.3761 2.98210 29.4188 42.0858
90 41.7815 3.89245 35.6585 52.4161
91 42.7781 4.02800 36.4708 53.8336
92 43.8607 4.17771 37.3483 55.3787
93 45.0511 4.34499 38.3076 57.0830
94 46.3807 4.53473 39.3731 58.9924
95 47.8970 4.75442 40.5815 61.1769
96 49.6785 5.01643 41.9933 63.7512
97 51.8686 5.34343 43.7191 66.9260
98 54.7800 5.78499 45.9993 71.1602
99 59.3687 6.49323 49.5685 77.8584
28
Lampiran 7 Hasil uji ZFET dan analisis probit
Minyak atsiri
Konsentrasi
(ppm) Ulangan
48 jpf 96 jpf
Jumlah
embrio
awal
Jumlah
embrio
mati
Jumlah
embrio
awal
Jumlah
embrio
mati
0
1 5 0 5 0
2 5 0 5 0
3 5 0 5 0
20
1 5 0 5 0
2 5 0 5 0
3 5 0 5 2
40
1 5 0 5 0
2 5 0 5 1
3 5 0 5 0
60
1 5 0 5 0
2 5 2 5 2
3 5 0 5 0
80
1 5 1 5 1
2 5 1 5 1
3 5 1 5 1
100
1 5 3 5 3
2 5 1 5 1
3 5 0 5 0
n-Heksana
Konsentrasi
(ppm) Ulangan
48 jpf 96 jpf
Jumlah
embrio
awal
Jumlah
embrio
mati
Jumlah
embrio
awal
Jumlah
embrio
mati
0
1 5 0 5 0
2 5 0 5 0
3 5 0 5 0
10
1 5 3 5 3
2 5 2 5 2
3 5 1 5 1
20
1 5 2 5 3
2 5 1 5 1
3 5 3 5 3
30
1 5 5 5 5
2 5 4 5 4
3 5 5 5 5
40
1 5 5 5 5
2 5 5 5 5
3 5 5 5 5
50
1 5 5 5 5
2 5 5 5 5
3 5 5 5 5
29
lanjutan Lampiran 7
Contoh analisis probit ekstrak n-heksana pada 96 jpf Probit Analysis: Kematian, n versus Konsentrasi, Pengamatan Distribution: Normal
Response Information
Variable Value Count
Kematian Event 290
Non-event 110
n Total 400
Factor Information
Factor Levels Values
Pengamatan 5 24, 48, 72, 96, 120
Estimation Method: Maximum Likelihood
Regression Table
Standard
Variable Coef Error Z P
Constant -1.83741 0.262103 -7.01 0.000
Konsentrasi 0.0814677 0.0081413 10.01 0.000
Pengamatan
48 0.468218 0.255731 1.83 0.067
72 0.525501 0.257259 2.04 0.041
96 0.525501 0.257259 2.04 0.041
Natural
Response 0
Test for equal slopes: Chi-Square = 3.74112 DF = 4 P-Value = 0.442
Log-Likelihood = -150.861
Multiple degree of freedom test
Term Chi-Square DF P
Pengamatan 6.72127 4 0.151
Goodness-of-Fit Tests
Method Chi-Square DF P
Pearson 25.1561 19 0.155
Deviance 25.8840 19 0.133
Pengamatan = 96
Tolerance Distribution
Parameter Estimates
Standard 95.0% Normal CI
Parameter Estimate Error Lower Upper
Mean 16.1034 2.36414 11.4698 20.7370
StDev 12.2748 1.22666 10.0914 14.9306
30
lanjutan Lampiran 7
Table of Percentiles
Standard 95.0% Fiducial CI
Percent Percentile Error Lower Upper
1 -12.4521 4.02959 -21.9269 -5.60607
2 -9.10596 3.76131 -17.8967 -2.67706
3 -6.98297 3.59684 -15.3512 -0.807188
4 -5.38593 3.47652 -13.4432 0.606286
5 -4.08686 3.38105 -11.8960 1.76086
6 -2.98114 3.30163 -10.5828 2.74731
7 -2.01165 3.23351 -9.43437 3.61526
8 -1.14358 3.17378 -8.40868 4.39497
9 -0.354107 3.12056 -7.47809 5.10631
10 0.372604 3.07254 -6.62345 5.76308
20 5.77266 2.74978 -0.341923 10.7125
30 9.66648 2.56275 4.09417 14.3747
40 12.9936 2.44102 7.80634 17.5823
50 16.1034 2.36414 11.1998 20.6566
60 19.2132 2.32657 14.5117 23.8123
70 22.5403 2.33200 17.9602 27.2835
80 26.4341 2.39763 21.8731 31.4690
90 31.8342 2.58464 27.1009 37.4721
91 32.5609 2.61729 27.7890 38.2954
92 33.3504 2.65456 28.5328 39.1935
93 34.2184 2.69761 29.3465 40.1852
94 35.1879 2.74812 30.2502 41.2978
95 36.2936 2.80871 31.2749 42.5728
96 37.5927 2.88368 32.4710 44.0785
97 39.1898 2.98102 33.9309 45.9401
98 41.3127 3.11836 35.8555 48.4309
99 44.6588 3.35070 38.8568 52.3888
31
Lampiran 8 Analisis Anova dan uji lanjut Duncan
Contoh analisis pada perlakuan n-heksana 96 jpf
Descriptives
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval
for Mean Min Max
Lower
Bound
Upper
Bound
Mati
kontrol 3 .00 .00 .00 .00 .00 0 0
10 ppm 3 40.00 20.00 11.55 -9.68 89.68 20 60
20 ppm 3 46.67 23.09 13.33 -10.70 104.04 20 60
30 ppm 3 93.33 11.55 6.67 64.65 122.02 80 100
40 ppm 3 100.00 .00 .00 100.00 100.00 100 100
50 ppm 3 100.00 .00 .00 100.00 100.00 100 100
Total 18 63.33 40.15 9.46 43.37 83.30 0 100
Hidup_Normal
kontrol 3 100.00 .00 .00 100.00 100.00 100 100
10 ppm 3 40.00 20.00 11.55 -9.68 89.68 20 60
20 ppm 3 33.33 11.55 6.67 4.65 62.02 20 40
30 ppm 3 .00 .00 .00 .00 .00 0 0
40 ppm 3 .00 .00 .00 .00 .00 0 0
50 ppm 3 .00 .00 .00 .00 .00 0 0
Total 18 28.89 37.71 8.89 10.13 47.64 0 100
Hidup_Abnormal
kontrol 3 .00 .00 .00 .00 .00 0 0
10 ppm 3 20.00 20.00 11.55 -29.68 69.68 0 40
20 ppm 3 20.00 20.00 11.55 -29.68 69.68 0 40
30 ppm 3 6.67 11.55 6.67 -22.02 35.35 0 20
40 ppm 3 .00 .00 .00 .00 .00 0 0
50 ppm 3 .00 .00 .00 .00 .00 0 0
Total 18 7.78 13.96 3.29 .84 14.72 0 40
Menetas
kontrol 3 100.00 .00 .00 100.00 100.00 100 100
10 ppm 3 60.00 20.00 11.55 10.32 109.68 40 80
20 ppm 3 60.00 20.00 11.55 10.32 109.68 40 80
30 ppm 3 6.67 11.55
6.67 -22.02 35.35 0 20
40 ppm 3 .00 .00 .00 .00 .00 0 0
50 ppm 3 .00 .00 .00 .00 .00 0 0
Total 18 37.78 40.52 9.55 17.63 57.93 0 100
32
lanjutan Lampiran 8
ANOVA
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Mati
Between Groups 25266.667 5 5053.333 28.425 .000
Within Groups 2133.333 12 177.778
Total 27400.000 17
Hidup_Normal
Between Groups 23111.111 5 4622.222 52.000 .000
Within Groups 1066.667 12 88.889
Total 24177.778 17
Hidup_Abnormal
Between Groups 1444.444 5 288.889 1.857 .176
Within Groups 1866.667 12 155.556
Total 3311.111 17
Menetas
Between Groups 26044.444 5 5208.889 33.486 .000
Within Groups 1866.667 12 155.556
Total 27911.111 17
Mati
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
kontrol 3 .00 10 ppm 3 40.00 20 ppm 3 46.67 30 ppm 3 93.33
40 ppm 3 100.00
50 ppm 3 100.00
Sig. 1.000 .552 .571
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
Hidup_Normal
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
30 ppm 3 .00 40 ppm 3 .00 50 ppm 3 .00 20 ppm 3 33.33 10 ppm 3 40.00 kontrol 3 100.00
Sig. 1.000 .403 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
33
lanjutan Lampiran 8
Menetas
Duncan
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
40 ppm 3 .00
50 ppm 3 .00
30 ppm 3 6.67
10 ppm 3 60.00
20 ppm 3 60.00
kontrol 3 100.00
Sig. .545 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000.
34
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, 6 Januari 1992 dari pasangan Sawung Hermanto
dan Yani Suhartati. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara. Tahun
2009, penulis lulus dari SMA Negeri 3 Bogor dan pada tahun yang sama diterima
di Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTMI).
Selama menempuh pendidikan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan
kemahasiswaan. Selama periode 2009‒2011, penulis aktif sebagai ketua divisi
perkusi ADC (Art Dormitory Club) dan anggota UKM MAX (Music Agriculture
Expression) IPB divisi musik. Tahun 2010‒2013 penulis aktif sebagai anggota
perkusi Kimia IPB (Cawan Petry) dan VARARA (komunitas perkusi IPB). Pada
tahun 2010, penulis berhasil mendapatkan Juara 1 IPB Art Contest (IAC) dalam
kompetisi cipta lagu kategori band. Penulis juga aktif di kegiatan organisasi sebagai
staf Departemen Pengembangan Kimia dan Seni (PKS) Imasika IPB periode
2010/2011. Penulis dipercaya sebagai ketua acara Hyperchem (program Imasika)
pada tahun 2011. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melaksanakan
kegiatan praktik lapangan di PT Pradja Pharin (Prafa), Citeureup pada bulan Juli-
Agustus 2012 dengan judul Validasi Metode Analisis Kadar Asetaminofen dan
Guaifenesin dalam Tablet Stop Cold® dengan HPLC.