TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN - Laboratorium...2020/11/06 · musculus) sebagai hewan uji. Definisi lethal...
Transcript of TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN - Laboratorium...2020/11/06 · musculus) sebagai hewan uji. Definisi lethal...
TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
MODUL PRAKTIKUM
A
DIII KESEHATAN
LINGKUNGAN
FAKULTAS
KESEHATAN DAN
FARMASI
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR
TIM PENYUSUN:
Marjan Wahyuni., SKM. M. Kes
Syamsir., SKM. M. Kes
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Modul Praktikum yang berjudul Toksikologi
Lingkungan.
Terima kasih saya ucapkan kepada seluruh Tim yang telah membantu kami baik
secara moral maupun materi. Kami menyadari, bahwa Modul Praktikum yang kami buat ini
masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun penulisannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua
pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa mendatang.
Semoga modul ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat untuk
perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.
Samarinda, 20 Januari 2020
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………………………..i
Daftar Isi……………………………………………………………………………..ii
Tata Tertib Praktikum……………………………………………………………….iii
BAB I TOKSIKOLOGI LINGKUNGA……...…………………………………….1
BAB II LETAL DOSE 50 (LD 50)…....…………………………………………...4
BAB III LETAL KONSENTRASI (LC 50) …...…………………………………..12
BAB IV LOGAM BERAT………. ……………………………………………….. 19
iii
TATA TERTIB PRAKTIKUM
1. Lima menit sebelum praktikum dimulai, praktikum harus sudah siap di depan ruang
praktikum.
2. Semua praktik harus memakai jas praktikum selama berada dalam ruangan laboratorium
3. Tidak diperkenankan memakai sandal pada waktu praktikum dan selamapraktikum
berlangsung
4. Selama praktikum harap tenang dan tertib
5. Selama praktikum mahasiswa harus membawa buku panduan sendiri
6. Tidak di perkenankan meninggalkan laboran tanpa seizin asisten/dosen yang bertugas
7. Praktikan harus membawa alat tulis menulis sendiri dan perlengkapan praktikum seperti
label, lap, sikat tabung, dan lain-lain.
8. Alat-alat yang disiapkan menjadi tanggung jawab praktikan. Apabila terdapat alat yang
pecahan atau hilang maka praktikan harus sudah menggantinya pada waktu praktikum
berikutnya.
9. Setiap praktikan wajib membuat laporan praktikum dan di kumpul paling lambat satu
minggu setelah praktikum dilakukan
10. Pelanggaran dari ketentuan-ketentuan di atas dapat mengakibatkan sanksi akademik
(schorsing praktikum, tidak di perkenankan mengikuti ujian dan sebagainya)
1
BAB I
TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
A. Pengertian
Suatu zat/obat dapat bertindak sebagai zat toxic. Toksistas yang
ditimbulkan juga berbeda-beda, dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain
dosis, rute pemberian, interaksiobat, temperatur, musim, serta factor endogen
(umur,berat badan, jenis kelaamin, serta kesehatan, hewan. Interaksi obat
mempunyai 3 macam tipe, yaitu dapat bersifat agonis, poteniasi, dan antagonis.
Suatu obat mungkin mengantagonis kerja obat yang lainnya dengan terikat pada
reseptor obat tersebut dan tidak mengaktifkan obat tersebut. Dalam hal ini suatu
obat yang mengantagonis lainnya hanya dengan mengikat dan membuatnya tidak
tersedia untuk berinteraksi dengan protein yang terlibat.
Kemampuan mikroorganisme (kuman, jamur, virus atau parasit) untuk
menyebabkan infeksi disebut dengan istilah patogen, sedangkan derajat
pantogenitasnya disebut dengan istilah virulen. Pengukuran virulensi kuman
dapat dilakukan dengan MLD (minimum lethal dose) yaitu dosis kuman minimal
yang dapat mematikan binatang coba pada waktu yang ditentukan atau LD50
(lethal dose 50) yaitu dosis kuman yang dapat mematikan binatang coba sebanyak
50% pada waktu yang ditentukan. Beberapa istilah yang berkaitan dengan
pengukuran 50% end-point tergantung dari efek yang diamati. Kalau efek yang
diamati kejadian infeksi, maka dipakai istilah ID50 (infectiv dose 50), bila bukan
2
kematian atau infeksi tetapi efek lain yang diamati, maka dipakai istilah ED50
(effectiv dose 50). Pada vaksinasi disebut PD50 (protecting dose 50) dan pada
titrasi virus pada kultur embrio ayam disebut TCD50 (cyptotic effect dose 50).
Pada umumnya para ahli sepakat bahwa LD50 hanya digunakan untuk
menentukan derajat virulensi penyebab infeksi di bidang kedokteran. Pada LD50
yang semakin kecil, maka penyebab infeksi semakin virulen. Lethal dose 50
bersifat lebih praktis dikerjakan dan lebih dipercaya hasilnya dari pada MLD.1
tidak ditemukan pustaka baru yang membicarakan tentang metode penentuan
LD50 pada binatang coba karena metodi ini merupakan metode yang sudah baku.
Kasus keracunan akut lebih mudah dikenal daripada keracunan kronik karena
biasanya terjadi mendadak setelah mengkonsumsi sesuatu. Gejala keracunan akut
dapat menyerupai setiap sindrom pnyakit, karena itu harus selalu diingat
kemungkinan keracunan pada keadaan sakit medadak dengan gejala seperti
muntah, diare, konvulsi, koma, dan sebagainya. Gejala yang mengarah kesuatu
diagnosis keracunan sebanding dengan banyaknya jumlah golongan obat yang
beredar.
LD50 merupakan dosis yang menyebabkan 50% dari hewan coba mengalami
kematian. Pada percobaan, LD50 nya adalah 317,47 mg/kgBB. Bila dosis yang
digunakan lebih dari dosis tersebut, maka hewan coba akan mengalami kematian
100%. ED50 sendiri merupakan keefektifan suatu obat mampu menunjukkan efek
yang diharapkan. Makin besar perbedaan antara LD50 dengan ED50 maka
semakin baik obat tersebut.
3
Xylazine bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus simpatik
karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap a2-adrenoseptor sehingga
menyebabkan medriasis, relaksasi otot, penurunan denyut jantung, penurunan
peristaltik, relaksasi saluran cerna, dan sedasi. Aivitas xylazine pada susunan
syarat pusat adalah melalui aktivasi atau stimulasi reseptor a2-adrenoseptor,
meyebabkan penurunan pelepasan simpatis, mengurangi pengeluaran
norepineprin dan dopamin. Reseptor a2, Xylazine menghasilkan sedasi dan
hipnotis yang dalam dan lama, dengan dosis yang ditingkatkan mengakibatkan
sedasinyang lebih dalam dan lama serta durasi panjang. Xylazine diinjeksikan
secara intramuskular meyebabkan iritasi kecil pada daerah suntikan, tetapi tidak
menyakitkan dan akan hilang dlam waktu 24-48 jam. -adrenoseptor adalah
reseptor yang mengatur penyimpanan dan atau pelepasan dopamin dan
norepineprin. Xylazine menyebakan relaksasi otot melalui penghambatan
transmisi implus intraneural pada susunan syaraf pusat dan dapat menyebabkan
muntah. Xylazine juga dapat menekan termuregulator.
B. Tujuan Pembelajaran LD 50 dan LC 50
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Lethal dose 50 (LD50)
2. Untuk memahami Batasan-Batasan LD50 Menurut Peraturan Pemerintah
3. Untuk Mengetahu jenis-jenis dari LD 50
4
BAB II
LETAL DOSE 50 (LD 50)
A. PENGERTIAN LETAL DOSE 50 (LD50)
Lethal dose 50 (LD50) merupakan salah satu rangkaian pengujian limbah
bahan berbahaya dan beracun (B3) yang pengujiannya menggunakan mencit (mus
musculus) sebagai hewan uji. Definisi lethal dosis 50 (LD 50) adalah dosis
tertentu yang dinyatakan dalam miligram berat bahan uji per kilogram berat badan
(BB) hewan uji yang menghasilkan 50% respon kematian pada populasi hewan
uji dalam jangka waktu tertentu. Regulasi Pemerintah No.85 Tahun 1999
menyatakan bahwa nilai ambang batas Lethal Dosis 50 (LD 50) secara oral adalah
115 mg/kg berat badan.
LD50 merupakan dosis yang menyebabkan 50% dari hewan coba
mengalami kematian. Pada percobaan, LD50 nya adalah 317,47 mg/kgBB. Bila
dosis yang digunakan lebih dari dosis tersebut, maka hewan coba akan mengalami
kematian 100%. ED50 sendiri merupakan keefektifan suatu obat mampu
menunjukan efek yang diharapkan. Makin besar perbedaan antara LD50 dengan
ED50 maka semakin baik obat tersebut.
Istilah LD50 pertama kal diperkenalkan sebagai indeks oleh trevan pada
tahun 1927. Pengertian LD50 secara statistik merupakan dosis tunggal derivat
suatu bahan tertentu pada uji toksisitas yang pada kondisi tertentu pula dapat
5
meyebabkan kematian 50% dari populasi uji (hewan percobaan). Lethal Dose50
(LD50) adalah suatu dosis efektif untuk 50% hewan digunakan karena arah
kisaraan nilai pada titik tersebut paling menyempit dibanding dengan titik-titik
ekstrim dari kurva dosis-respon. Pada kurva normal sebanyak 68% dari populasi
beradaa dalam plus-minus nilai 50%.
B. BATASAN UNTUK LETHAL DOSE 50
Category LD50 (mg/kg) Category
Extremely Toxic ≤ 1 Extremely ToxicHighly Toxic 1-50 Highly Toxic
Moderately Toxic 51-500 Moderately Toxic
Slightly Toxic 501-5,000 Slightly Toxic
Practically Non Toxic 5,001-15,000 Practically Non Toxic
Relatively Harmless > 15,000 Relatively Harmless
1. Bahan Kimia Beracun Tentang Lethal Dose 50
Bahan kimia beracun (Toxic) Adalah bahan kimia yang dapat
menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia atau meyebabkan kematian
apabila terserap ke dalam tubuh karena tertelan, lewat pernafasan atau kontak
lewat kulit. Pada umumnya zat toksik masuk lewat pernapasan atau kulit dan
kemudian beredar keseluruh tubuh atau menuju organ-organ tubuh tertentu.
Zat-zat tersebut dapat langsung menggangu organ-organ tubuh tertentu seperti
hati, paru-paru, dan lain-lain. Tetapi dapat juga zat-zat tersebut berakumulasi
dalam tulang,darah,hati,atau cairan limpa dan menghasilkan efek kesehatan
6
pada jangka panjang. Pengeluaran zat-zat beracun dari dalam tubuh dapat
melewati urine, saluran pernapasan,sel efitel dan keringat.
2. Tingkat keracunan Bahan Beracun
a. Tidak ada batasan yang jelas antara bahan kimia berbahaya dan tidak
berbahaya
b. Bahan kimia berbahaya bila ditangani dengan baik dan benar akan aman
digunakan
c. Bahan kimia tidak berbahaya bila ditangani secara sembrono akan
menjadi sangat berbahaya
Paracelus (1493-1541) “ semua bahan adalah racun, tidak ada bahan apapun
yang bukan racun, hanya dosis yang benar membedakan apakah menjadi racun atau
obat” Untuk mengetahui toksisitas bahan ddikenal LD50, semakin rendah LD50
suatu bahan, maka makin berbahaya lagi bagi tubuh dan sebaliknya Racun super : 5
mg/kg BB atau kurang, contoh : Nikotin Amat sangat beracun: (5-50 mg/kg BB) ,
contoh : Hidrokinon Beracun sedang : (0,5-5 g/kg BB), contoh: Isopropanol Sedikit
beracun : (5-15 g/kg BB), contoh : Asam ascorbat Tidak beracun : ( >15 g/kg BB),
contoh : Propilen glikol.
7
C. FAKTOR YANG MENENTUKAN TINGKAT KERACUNAN
1. Sifat Fisik bahan kimia
Bentuk yang lebih berbahay bila dalam bentuk cair atau gas yang
mudah terinhalasi dan bentuk partikel bila terhisap, makin kecil partikel
makin terdeposit dalam paru-paru
2. Dosis (kosentrasi)*
Semakin besar jumlah bahan kimia yang masuk dalam tubuh makin
besar efek bahan racunnya,
3. Lamanya pemajanan*
Gejala yang ditimbulkan bisa akut, sub akut dan kronis
4. Interaksi bahan kimia
Aditif : efek yang timbul merupakan penjumlahan kedua bahan kimia
ex. Organophosphat dengan enzim cholinesterase. Sinergistik : efek yang
terjadi lebih dari berat dari penjumlahan jika diberikan sendiri.
1. Nilai Ambang Batas (NAB) Bahan Toksin
a. Penetapan secara akurat nilai ambang batas dengan tanpa memberikan
suatu efek , tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
b. Ukuran sampel dan replikasi (pengulangan) pengambilan sampel
c. Jumlah endpoint (titik akhir) yang diamati
d. Jumlah dosis atau konsentrasi bahan toksik
e. Kemampuan untuk mengukur endpoint
f. Keragaman intrinsik dari endpoint dalaam populasi binatang percobaan
8
g. Metode statistik yang digunakan
2. Gejala keracunan Toksin
Gejala nonspesifik : Pusing, mual, muntah, gemetar, lemah badan,
pandangan berkunang-kunang, sukar tidur, nafsu makan berkurang, sukar
konsentrasi, dan sebagainya. Gejala spesifik : Sesak nafas, muntah, sakit
perut, diare, kejang-kejang, kram perut, gangguan mental, kelumpuhan,
gangguan penglihatan, air liur berlebihan, nyeri otot, koma, pingsan, dan
sebagainya.
3. Pencegahan Dalam Penggunaan Bahan Berbahaya
Usaha-usaha pencegahaan secara preventif perlu dilakukan dalam setiap
industri yang memproduksi maupun menggunakan baik bahan baku maupun
bahan penolong yang bersifat racun agar tidak kerugian ataupu keracunan
yang setiap waktu dapat terjadi di lingkungan pekerja yang menangani bahan
kimia beracun. Pencegahan secara preventif tersebut adalah sebagai berikut :
a. Management program pengendalian sumber bahaya, yang berupa
perencanaan, organisasi, kontrol, peralatan,dan sebagainya.
b. Penggunaan alat pelindung diri (masker, kaca mata, pakaiannya khusus,
krim kulit,sepatu, dsb.
c. Ventilasi yang baik.
d. Maintenance,yaitu pemeliharaan yang baik dalam proses produksi,
kontrol, dan sebagainya.
e. Membuat label dan tanda peringatan terhadap sumber bahaya.
9
f. Penyempurnaan produksi: mengeliminasi sumber bahaya dalam proses
produksi, dan mendesain produksi berdasarkan keselamatan dan kesehatan
kerja.
g. Pengendalian/peniadaan debu, dengan memasang dust collector disetiap
tahap produksi yang menghasilkan debu.
h. Isolasi, yaitu proses kerja yang berbahaya disendirikan.
i. Operasional praktis: Inspeksi keselamataan dan kesehatan kerja, serta
analisis keselamatan dan kesehatan kerja.
j. Kontrol administrasi, berupa administrasi kerja yang sehat, pengurangan
jam pemaparan.
k. Pendidikan,yaitu pendidikan kesehatan, job training masalah penanganan
bahan kimia beracun.
l. Monitoring lingkungan kerja, yaitu melakukan surplus dan analisis.
m. Pemeriksaan kesehatan awal, periodik, khusus, dan screening, serta
monitoring biologis (darah,tinja,urine,dan sebagainya).
n. House keeping, yaitu kerumahtanggaan yang baik, kebersihan,
kerapian,pengontrolan.
o. Sanitasi, yakni dalam hal hygiene perorangan, kamar mandi, pakaian,
fasilitas kesehatan, desinfektan, dan sebagainya.
p. Eliminasi, pemindahan sumber bahaya.
q. Enclosing, menangani sumber bahaya.
10
D. DIAGNOSIS KERACUNAN PEMERIKSAAN KLINIK
Gejala utama yang terlihat berupa mual-mual, muntah, keluar air ludah
berlebihan, kontraksi pupil mata, otot kejang, paralisis. Keracunan akut karena
pestisida menunjukkan gejala yang berbeda untuk setipa kelompok pestisida.
Tetapi, penyebab keracunan akut pestisida umumnya diakibatkan oleh golongan
karbamat dan organophospat. Untuk menegakan diagnosa keracunan akut karena
pestisida umumnya harus memenuhi criteria sebagai berikut :
1. Tanda dan gejala selalu ditemukan pada paparan pestisida golongan yang
sama
2. Terdepat temporal relationship pada pestisida yang dikenal
3. Ditemukan juga keracunan pada anggota kelompok yang sama (keluarga)
keracunan jenis ini susah diamati secara fisik karena gejala yang ditimbul
umumnya tidak terlalu spesifik, bahkan kadang hampir sama dengan gejala
penyakit lainnya misal influenza.
4. Keracunan kronis antara lain ditandai dengan penyempitan mata, terasa
tertekan, selaput conjunctiva memerah dan kekaburan.
1) Pemeriksaan laboraturium
a. Pemeriksaan yang spesifik untuk menilai keracunan akut hanya berupa
penilaian kadar cholinesterase. Pemeriksaan ini untuk menilai keracunan
pestisida akut karena golongan karbamat dan organophospat.
Pemeriksaan metabolit lain dalam tubuh, umumnya hanya digunakan
sebagai konfirmasi.
11
b. Penggunaan biologi level tidak terlalu banyak membantu, karena catatan
yang cukup adekuat tentang hubungan dose-respon tidak ditemukan
untuk berbagai macam golongan pestisida.
12
BAB III
LETAL KONSENTRASI (LC 50)
A. Pengertian Lethal Concentration 50
Lethal concentration 50 (LC50) yaitu konsentrasi yang menyebabkan
kematian sebanyak 50% dari organisme uji yang daoat diestimasi dengan grafik
dan perhitungan, pada suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC50 48 jam,
LC50 96 jam (Dhahiyat dan Djuangsih 1997 diacu dalam Rossiana 2006) sampai
waktu hidup hewan uji.
Lethal concentration 50 atau biasa disingkat LC 50 adalah suatu
perhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa. Makna
LC 50 adalah pada konsentrasi berapa ekstrak dapat mematikan 50% dari
organisme uji, misalnya larva Artemia salina (brine shirmp). Uji toksisitas
merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan tingkat toksisitas dari suatu
zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk pemantauan rutin suatu
limbah. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat “racun akut” jika senyawa
tersebut dapat menimbulakan efek racun dalam jangka waktu singkat. Suatu
senyawa kimia disebut bersifat “racun kronis” jika senyawa tersebut dapat
menimbulkan efek racun dalam jangka waktu panjang (karena kontak yang
berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit) (Pradipta 2007).
Ada tiga cara utama bagi senyawa kimia untuk dapat memasuki tubuh,
yaitu : Melalui paru-paru (pernapasan), Mulut, dan Kulit. Melalui ketiga rute
tersebut, senyawa yang bersifat racun dapat masuk ke aliran darah, dan kemudian
13
terbawa ke jaringan tubuh lainnya. Yang menjadi perhatian utama dalam
toksisitas adalah kuantitas/dosis senyawa tersebut. Sebagian besar senyawa yang
berada dalam bentuk murninya memiliki sifat racun (toksik). Sebagai contohnya
adalah senyawa oksigen yang berada pada tekanan parsial 2 atm adalah bersifat
toksik. Kosentrasi oksigen yang terlalu tinggi dapat merusak sel (Pradipta 2007).
Suatu konsentrasi mematikan (Lethal Concentration) adalah analisa secara
statistik yang menggunakan uji Whole Effluent Toxicity (WET)untuk menaksir
lethalitas sampel effluen. Test akut digunakan di Wisconsin untuk menaksir
kondisi “akhir dari pipa” (yaitu, effluent yang tidak dilemahkan, sebagai adanya
dibebaskan lingkungan). Konsentrasi effluen dimana 50% dari organisme mati
selama test (LC50) digunakan sebagai pemenuhan titik akhir (endpoint) untuk
Test Whole Effluent Toxicity (WET) akut.
Menurut Mayer dkk. (1982) tingkat toksisitas dari ekstrak tanaman dapat
ditentukan dengan melihat harga LC50-nya. Apabila harga LC50 lebih kecil dari
1000 µg/ml dikatakan toksik, sebaliknya apabila harga LC50 lebih besar dari
1000 µg/ml dikatakan tidak toksik. Tingkat toksisitas tersebut akan memberi
makna terhadap potensi aktivitasnya sebagai antitumor. Semakin kecil harga
LC50 semakin toksik suatu senyawa.
B. Klarifikasi Lethal Concentration 50
Berdasarkan kepada lamanya, metode penambahan larutan uji dan maksud
serta tujuannya maka uji toksisitas diklasifikasikan sebagai berikut (Rosianna
2006) :
14
1. Klasifikasi menurut waktu, yaitu uji hayati jangka pendek (short term
bioassay), jangka menengah (intermediate bioassay) dan uji hayati jangka
panjang (long term bioassay).
2. Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau cara aliran larutan, yaitu
uji hayati statik (static bioassay), pergantian larutan (renewal bioassay),
mengalir (flow trough bioassay).
3. Klasifikasi menurut maksud dan tujuan penelitian adalah pemantauan kualitas
air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia, penentuan toksisitas serta
daya tahan dan pertumbuhan organisme uji.
C. Uji Lethal Concentration-50 (LC50)
Uji toksisitas merupakan uji hayati yang berguna untuk menentukan
tingkat toksisitas dari suatu zat atau bahan pencemar dan digunakan juga untuk
pemantauan rutin suatu limbah. Suatu senyawa kimia dikatakan bersifat racun
akut jika senyawa tersebut dapat menimbulkan efek racun dalam jangka waktu
singkat. Suatu senyawa kimia disebut bersifat racun kronis jika senyawa tersebut
dapat menimbulkan efek raccun dalam jangka waktu panjang (karena kontak yang
berulang-ulang walaupun dalam jumlah yang sedikit) (Pradipta 2007).
Toksisitas adalah kuantitas/dosis senyawa tersebut. Sebagian besar
senyawa yang berada daalam bentuk murninya memiliki sifat racun (toksik).
Sebagai contohnya adalah senyawa oksigen yang berada pada tekanan parsial 2
atm adala bersifat toksik. Konsentrasi oksigen yang terlalu tinggi dapat merusak
sel (Pradipta 2007).
15
Untuk mengetahui nilai LC-50 digunakan uji static. Ada dua tahapan dalam
penelitian (Rossiana 2006), yaitu :
1. Uji pendahuluan yaitu untuk menentukan batas kritis konsentrasi yaitu
konsentrasi yang dapat menyebabkan kematian tersebar mendekati 50% dan
kematian terkecil mendekati 50%.
2. Uji lanjutan yaitu setelah diketahui batas kritis, selanjutnya ditentukan
konsentrasi akut berdasarkan seri logaritma konsentrasi yang dimodifikasi
oleh Rochini dkk (1982) diacu dalam Rossiana (2006). Adapun kriteria
toksisitas suatu perairan adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Kriteria tingkatan nilai toksisitas akut LC50-48 jam pada lingkungan
perairan
Tingkat Racun
Nilai (LC50) (ppm)
Racun Tinggi
< 1
Racun Sedang
>1 dan < 100
Racun Rendah
>100
Sumber : Wagner dkk (1993) dalam Rossiana (2006).
16
D. Analisis Probit Metode Bosvine-Nash
Analisis Probit Metode Bosvine-Nash yaitu nilai toksitas (LC 50) dihitung
dengan menggunakan metode analisa Probit Metode Bosvine-Nash (Koestani,
1985). Langkah perhitungan pendugaan nilai LC50 ini dilakukan dengan
menghitung :
1. Probit Empirit
2. Probit yang diharapkan
3. Probit yang dikerjakan dan
4. Probit sementara
E. Cara Perhitungan LC 50 dari BSLT
Lethal Concentration 50 atau biasa disingkat LC 50 adalah suatu
perhitungan untuk menentukan keaktifan dari suatu ekstrak atau senyawa.
Makna LC 50 adalah pada konsentrasi berapa ekstrak dapat memayikan 50%
dari organisme uji, misalnya larva Artemia salina (brine shirmp).
Penentuan LC 50 biasanya banyak digunakan dalam uji toksisitas pada
farrmakologi. Perhitungan LC 50 yang sederhana belum banyak, perhitungan LC
50 pada Uji BSLT ( Brine Shirmp Lethality Test) ekstrak Bakteri asal Spons.
Berikut langkah-langkah nya :
1. Buatlah table kemudian masukkan nilai konsentrasi yang dilakukan, Log10
konsentrasi dan jumlah larva yang digunakan.
2. Jika sudah melakukan BSLT, tuliskan jumlah larva yang mati pada setiap
kolom jumlah larva mati sesuai dengan konsentrasinya.
17
3. Hitung % mortalitasnya dengan cara = ((jumlah yang mati / jumlah total
Larva) × 100%)
4. Perhatikan jumlah larva yang mati pada konsentrasi 0 atau kontrol. Jika
terdapat yang mati maka hitung mortalitas terkoreksi, sesuai ulangan.
5. Setelah % mortalitas terkoreksi didapatkan untuk setiap ulangan maka rata-
ratakan dengan membagi total mortalitas terkoreksi dengan jumlah ulangan
yang dilakukan. Masukkan hasil rata-rata tersebut ke kolom rata-rata %
mortalitas terkoreksi.
6. Cari nilai probit (probability unit) untuk mortalitas terkoreksi yang
didapatkan dan masukkan ke kolom probit. Mencari nilai probit tinggal
mencocokan dengan tabel probit di bawah ini, misalnya mortalitas
terkoreksi 5,26 jika dicari nilai probitnya menjadi 5 = 3,36. Dalam tabel
probit tidak ada koma-komaan jadi harus dibulatkan, kalo saya dibulatkan
ke bawah, tapi belum pernah yang mengatakan ketemu apakah harus
dibulatkan kebawah atau keatas. (Kalo tahu tolong kasih tahu saya ya,
hehe).
7. Jika nilai probit sudah ada, sekarang saatnya untuk membuat grafik
hubungan antara nilai probit mortalitas (sb.y) dan Log10 konsentrasi (sb.x).
langsung buat dari Ms. Word/Excel aja, lebih simpel. Bisa kan ? Tinggal
insert kemudian pilih chart dan pilih model XY scatter yang pertama.
Masukkan nilai probit disumbu Y dan nilai log konsentrasi di sumbu X.
Hasilnya setelah dirapihkan dan dikasih nama seperti dibawah ini. (kalo
18
trendline (garis) belum muncul Cuma titik-titik birunya aja, cara
memunculkannya klik kanan pada titik birunya (koordinat) dan add
trendline. Jangan lupa untuk memunculkan persamaan centang Display
Equation on Chart.
8. Jika persamaannya sudah ada, tinggal dimasukkan nilai keramat untuk LC
50 adalah nilai 5. Kenapa ? karena nilai lima mewakili 50% kematian larva.
Carilah nilai x dengan memasukan nilai 5 ke persamaan yang didapatkan.
Kemudian tentukan LC50 dengan antilog(x) atau 10x. Sebenarnya
menentukan LC50 yang mudah dengan menggunakan perangkat lunak
seperti R,SAS,SPSS.
19
BAB IV
LOGAM BERAT
A. Pengertian Logam Berat
Logam merupakan toksikan yang unik. Logam ditemukan dan menetap
dialam, tetapi bentuk kimianya dapat berubah akibat pengaruh fisikokimia,
biologis, atau akibat ativitas manusia. Logam adalah unsur alam yang dapat
diperoleh dari laut, erosi batuan tambang, vulkanisme dan sebagainya. Umumnya
logam-logam di alam ditemukan dalam bentuk persenyawaan dengan unsur lain,
sangat jarang yang ditemukan dalam elemen tunggal. Unsur ini dalam kondisi
suhu kamar tidak selalu berbentuk padat melainkan ada yang berbentuk cair,
misalnya merkuri (Hg). Dalam badan perairan, logam pada umumnya berada
dalam bentuk ion-ion, baik sebagai pasangan ion ataupun dalam bentuk ion-ion
tunggal. Sedangkan pada lapisan atmosfer, logam ditemukan dalam bentuk
partikulat, dimana unsur-unsur logam tersebut ikut berterbangan dengan debu-
debu yang ada di atmosfir.
Logam berat adalah komponen alamiah lingkungan yang mendapatkan
perrhatian berlebih akibat ditambahkan ke dalam tanah dalam jumlah yang
semakin meningkat dan bahaya yang mungkin ditimbulkan. Logam berat
menunjuk pada logam yang mempunyai berat jenis lebih tinggi dari 5 atau 6
g/cm3. Namun pada kenyataannya dalam pengertian logam berat ini, dimasukkan
pula unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti logam berat
20
sehingga jumlah seluruhnya mencapai lebih kurang 40 jenis. Beberapa logam
berat yang beracun tersebut adalah As,Cd. Cr, Cu, Pb, Hg, Ni, dan Zn.
Secara umum logam berat telah digunakan secara luas terutama dalam bidang
kimia dan industri. Menurut palar (1994), secara umum logam berat memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memiliki kemampuan yang baik sebagai penghantar daya listrik (konduktor)
2. Memiliki rapat massa yang tinggi.
3. Dapat membentuk alloy dengan logam lainnya
4. Untuk logam yang padat dapat ditempa dan dibentuk
Unsur-unsur atau kandungan logam yang terdapat dalam atmosfir ditemukan
dalam bentuk partikel atau merupakan senyawa. Unsur logam ditemukan secara
luas di seluruh permukaan bumi yang dapat bersifat toksik yang berbahaya bagi
manusia apabila masuk ke dalam tubuh dimana logam tersebut biasanya terdapat
dalam makanan, air dan udara.
Limbah logam berat atau heavy metal termasuk golongan limbah B3. Limbah
yang mengandung logam berat adalah issue lingkungan yang menjadi perhatian
banyak pihak, utamanya bagi industri-industri di tanah air. Masalah limbah logam
berat sangat serius diperhatikan mengingat dampak yang ditimbulkannya begitu
nyata bagi kehidupan mahkluk hidup, termasuk manusia.
21
Logam berat biasanya sangat sedikit dalam air secara ilmiah kurang sari 1
g/L. Kelarutan dari unsur-unsur logam dan logam berat dalam badan air dikontrol
oleh :
1. pH badan air,
2. jenis dan kosentrasi logam dan khelat
3. keadaan komponen mineral teroksida dan sistem berlindungan redoks.
Logam berat yang dilimpahkan ke perairan, baik sungai ataupun laut akan
dipindahkan dari badan airnya melalui beberapa proses yaitu : pengendapan,
adsorbsi dan absorbsi oleh organisme perairan. Logam berat mempunyai sifat
yang mudah mengikat bahan organik dan mengendap di dasar perairan dan
bersatu dengan sedimen sehingga kadar logam berat dalam sedimen lebih tinggi
dibandingkan dalam air.
Logam berat mempunyai sifat yang mudah mengikat dan mengendap di
dasar perairan dan bersatu dengan sedimen, oleh karena itu kadar logam berat
dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan dalam air (Harahap, 1991). Konsentrasi
logam berat pada seddimen tergantung pada beberapa faktor yang berinteraksi.
Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Sumber dari mineral sedimen antara sumber alami atau hasil aktifitas
manusia.
2. Melalui partikel pada lapisan permukaan atau lapisan dasar sedimen.
22
3. Melalui partikel yang terbawa sampai ke lapisan dasar.
4. Melalui penyerapan dari logam berat terlarut dari air yang bersentuhan.
B. Penggolongan Logam Berat
Menurut Vouk (1986) yang mengatakan bahwa terdapat 80 jenis dari 109
unsur kimia dimuka bumi ini yang telah teridentifikasi sebagai jenis logam berat.
Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua
jenis, yaitu :
1. Jenis pertama adalah logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam
jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam
jumlah yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat
ini adalah Zn,Cu,Fe,Co,Mn dan lain sebagainnya.
2. Jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau beracun, di mana
keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahkan
dapat bersifat racun, seperti Hg,Cd,Pb,Cr dan lain-lain.
Logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia
tergantung pada bagian mana logam berat tersebut terikat dalam tubuh. Daya
racun yang dimiliki akan bekerja sebagai penghalang kerja enzim, sehingga
proses metabolisme tubuh terputus. Lebih jauh lagi, logam berat ini akan
bertindak sebagai penyebab alergi, mutagen, teratogen atau karsinogen bagi
manusia. Jalur masuknya adalah melalui kulit, pernapasan dan pencernaan.
23
Niebor dan Richardson menggunakan istilah logam berat untuk
menggantikan pengelompokan ion-ion logam kedalam kelompok biologi dan
kimia (bio-kimia). Pengelompokan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu
dengan jugan dengan unsur oksigen atau disebut juga dengan oxygen-
seeking metal.
2. Logam-logam yang dengan mudah mengalami reaksi kimia bila bertemu
denan unsur nitrogen dan atau unsur belerang (sulfur) atau disebut juga
nitrogen/sulfur seeaking metal.
3. Logam antara atau logam transisi yang memiliki sifat khusus sebagai logam
pengganti (ion penggati) untuk logam-logam atau ion-ion logam.
Menurut kementerian Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) sifat
toksisitas logam berat dapat dikelompokkan ke dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Bersifat toksik tinggi yang terdiri dari atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan
Zn.
2. Bersifat toksik sedaang terdiri dari unsur-unsur Cr,Ni, dan Co.
3. Bersifat toksik rendah terdiri atas unsur Mn dan Fe.
24
Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langsung terhadap
kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan
manusia. Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam, yaitu :
1. Sulit di degradasi, sehingga mudah terakumulasi dalam lungkungan perairan
dan keberadaanya secara alami sulit terurai (dihilangkan).
2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan
membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi organisme tersebut.
3. Mudah terakumulasi disedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi
dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi
karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang
dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar
potensial dalam skala waktu tertentu.
C. Sifat dan karakteristik Logam Berat
1. Mercury (Hg)
Air raksa tau Mercury (Hg) adalah salah satu logam berat dalam bentuk
cair. Terjadinya pencemaran mercury di perairan laut lebih banyak disebabkan
oleh faktor manusia dibanding faktor alam. Meskipun pencemaran mercury
dapat terjadi secara alami tetapi kadarnya sangat kecil. Pencemaran mercury
secara besar-besaran disebabkan karena limbah yang dibuang oleh manusia.
Manusia telah menggunakan mercury oksida (HgO) dan mercury sulfida
(HgS) sebagai zat pewarna dan bahan kosmetik sejak jaman dulu. Dewasa ini
mercury telah digunakan secara meluas dalam produk elektronik, industri
25
pembuatan cat, pembuatan gigi palsu, peleburan emas, sebagai katalisator, dan
lain-lain. Penggunaan mercury sebagai elektroda dalam pembuatan soda api
dalam industri makanan seperti minyak goreng, produk susu, kertas tima,
pembungkus makanan juga kadang mencemari makanan tersebut.
Pencemaran logam mercury (Hg) mulai mendapat perhatian sejak
munculnya kasus minamata di jepang pada tahun 1953. Pada saat itu banyak
orang mengalami penyakit yang mematikan akibat mengonsumsi ikan,
kerang, udang dan makanan laut lainnya yang mengandung mercury. Kasus
minamata yang terjadi dari tahun 1953 sampai 1975 telah menyebabkan
ribuan orang meninggal dunia akibat pencemaran mercury di Teluk Minamata
Jepang.
Industri Kimia Chisso menggunakan mercury khlorida (HgCl2) sebagai
katalisator dalam memproduksi acetaldehyde sintesis di mana setiap
memproduksi satu ton acetaldehyde menghasilkan limbah antara 30-100 gr
dalam bentuk methyl mercury (CH3Hg) yang dibuang ke laut Teluk
Minamata. Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik
secara langsung dari air maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian
mencapai konsentrasi yang tinggi pada daging kerang-kerangan, crustacea dan
ikan yang merupakan konsumsi sehari-hari bagi masyarakat Minamata.
Konsentrasi atau kandungan mercury dalam rambut beberapa pasien di rumah
sakit Minamata mencapai lebih 500 ppm. Masyarakat Minamata yang
mengonsumsi makanan laut yang tercemar tersebut dalam jumlah banyak
26
telah terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan indera perasa dan bahkan
banyak yang meninggal dunia.
2. Khromium (Cr)
Khromium (Cr) adalah metal kelabu yang keras. Khromium terdapat
pada industri gelas, metal, fotografi, dan elektroplating. Dalam bidang
industri, khromium diperlukan dalam dua bentuk, yaitu khromium murni dan
aliasi besi-besi khromium yang disebut ferokromium sedangkan logam
khromium murni tidak pernah ditemukan di alam. Khromium sendiri
sebetulnya tidak toksik, tetapi senyawanya sangat iritan dan korosif. Inhalasi
khromium dapat menimbulkan kerusakan pada tulang hidung. Di dalam paru-
paru, khromium ini dapat menimbulkan kanker. Sebagai logam berat, khrom
termasuk logam yang mempunyai daya racun tinggi. Daya racun yang
dimiliki oleh khrom ditentukan oleh valensi ionnya. Logam Cr6+
merupakan
bentukyang paling banyak dipelajari sifat racunnya dikarenakan Cr6+
merupakan toxic yang sangat kuat dan dapat mengakibatkan terjadinya
keracunan akut dan keracunan kronis.
Khromium mempunyai konfigurasi electron 3d54s
1, sangat keras,
mempunyai titik leleh dan titik didih tinggi diatas titik leleh dan titik didih
unsur-unsur transisi deret pertama lainnya. Bilangan oksidasi yang terpenting
adalah +2, +3 dan +6. Jika dalam keadaan murni melarut dengan lambat sekali
dalam asam encer membentuk garam kromium (II).
27
Senyawa-senyawa yang dapat dibentuk oleh khromium mempunyai
sifat yang berbeda-beda sesuai dengan valensi yang dimilikinya. Senyawa
yang terbentuk dari logam Cr+2
akan bersifat basa, dalam larutan air kromium
(II) adalah reduktor kuat dan mudah dioksida diudara menjadi senyawa
khromium (III) dengan reaksi :
2 Cr2+
(aq) + 4H+
(aq) + O2 (g) + 2 Cr3+
(aq) + 2 H2O
Senyawa yang terbentuk dari ion khromium (III) atau Cr3+
bersifat
amfoter dan merupakan ion yang paling stabil di antara kation logam transisi
yang lainnya serta dalam larutan. Senyawa yang terbentuk dari ion logam Cr6+
akan bersifat asam. Cr3+
dapat mengendap dalam bentuk hidroksida. Khrom
hidroksida ini tidak terlarut dalam air pada kondisi pH optimal 8,5-9,5 akan
tetapi akan melarut lebih tinggi pada kondisi pH rendah atau asam. Cr6+
sulit
mengendap, senhingga dalam penangannya diperlukan zat pereduksi dari Cr6+
menjadi Cr3+
.
3. Seng (Zn)
Seng (Zn) adalah metal yang didapat antara lain pada industri alloy,
keramik, pigmen, karet, dan lain-lain. Toksisitas Zn pada hakekatnya rendah.
Tubuh memerlukan Zn untuk proses metabolisme, tetapi dalam kadar tinggi
dapat bersifat racun. Seng menyebabkan warna air menjadi opalescent, dan
bila dimasak akan timbul endapan seperti pasir.
28
Seng adalah suatu bluish-white, metal berkilauan, Zinc merupakan
logam seperti perak banyak digunakan dalam industri baja supaya tahan karat,
membuat kuningan, membuat kaleng yang ahan panas dan sebagainya. Rapuh
pada suhu lingkungan tetapi lunak pada suhu 100-150oC. Merupakan suatu
konduktor listrik dan terbakar tinggi di dalam udara pada panas merah-
pijar.Logam seng (Zn) tersedia secara komersial jadi tidak secara normal
untuk membuatnya di dalam laboraturium. Kebanyakan produksi seng
didasarkan bijih sulfid. Zn dipanggang didalam pabrik industri untuk
membentuk oksida sen, ZnO. Ini dikurangi dengan karbon untuk membentuk
seng metal, tetapi diperlukan pratice ingnious technology untuk memastikan
baha seng yang dihasilkan tidak mengandung oksida tak murni.
ZnO + C Zn + CO
ZnO + CO Zn + CO2
CO2 + C 2CO
4. Tembaga (Cu)
Tembaga dengan nama kimia cupprum dilambangkan dengan Cu.
Logam ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Secara kimia,
senyawa-senyawa dibentuk oleh logam Cu (tembaga) mempunyai bilangan
valensi +1 dan +2 yang tidak dapat dilarutkan dalam larutan asam. Cu
merupakan pengahantar listrik terbaik setelah perak (Argentum-Ag), karena
29
itu logam Cu banyak digunakan dalam bidang elektronika atau pelistrikan.
Pada manusi, efek keracunan yang dirtimbulkan akibat terpapar oleh debu
atau uap. Cu tersebut adalah terjadinya kerusakan atropik pada selaput lendir
yang berhubungan dengan hidung. Kerusakan itu, merupakan akibat dari
gabungan sifat iritatif yang dimiliki oleh debu atau uap Cu tersebut.
Secara umum sumber masuknya logam Cu ke dalam tatanan
liingkungan adalah secara alamiah dan non alamiah. Berikut ini adalah proses
masuknya Cu ke alam :
a. Secara alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai
akibat peristiwa alam. Unsur ini dapat bersumber dari peristiwa
pengikisan (erosi) dari batuan mineral, dari debu-debu dan atau partikulat-
partikulat Cu yang ada dalam lapisan udara yang turun bersama hujan.
b. Secara non alamiah Cu masuk ke dalam suatu tatanan lingkungan sebagai
akibat dari suatu aktifitas manusia. Jalur dari aktifitas manusia ini untuk
memasukkan Cu ke dalam lingkungan ada berbagai macam cara. Salah
satunya adalah dengan pembuangan oleh industri yang memakai Cu dalam
proses produksinya.
5. Timbal (Pb)
Timbal atau dalam keseharian lebih di kenal dengan nama timah
hitam, dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum. Dahulu digunakan
sebagai konstituen di dalam cat, baterai, dan saat ini masih banyak digunakan
dalam bensin. Pb organik (TEL= Tetra Ethyl Lead) sengaja ditambahkan ke
30
daalaam bensin untuk meningkatkan nilai oktan. Pb adalah racun sitemik yang
dikenal dengan cara pemasukannya setiap hari dapat melalui makanan, air,
udara dan penghirupan asap tembakau. Efek dari keracunan Pb dapat
menimbulkan kerusakan otak dan penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan otak, antara lain epilepsi, halusinasi, kerusakan pada otak besar.
Timbal dalam industri digunakan sebagai bahan pelapis untuk bahan
kerajinan dari tanah karena pada temperatur yang rendah bahan pelapis dapat
digunakan. Sekarang banyak juga digunakan sebagai pelapis pita-pita, karena
mempunyai sikap resisten terhadap bahan korosif dan bahan baterai, cat.
Senyawaan yang terpenting adalah (CH3)4Pb dan (C2H5)4Pb yang dibuat
dalam jumlah yang sangat besar untuk digunakan sebagai zat “antiknock”
dalam bahan bakar.
D. Dampak Negatif Logam Berat bagi Manusia
Sifat logam berat sangat unik, tidak dapat dihancurkan secara alami dan
cenderung terakumulasi dalam rantai makanan melalui proses biomagnifikasi.
Pencemaran logam berat ini menimbulkan berbagai permasalahan diantaranya :
1. Berhubungan dengan estetika (perubahan bau, warna dan rasa air),
2. Berbahaya bagi kehidupan tanaman dan binatang,
3. Berbahaya bagi kesehatan manusia,
4. Menyebabkan kerusakan pada ekosistem.
31
Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk
pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan
haemosianin dalam sistem darah dan enzimatik padaa biota. Akan tetapi bila
jumlah dari logam berat masuk ke dalam tubuh dengan jumlah berlebih, maka
akan berubah fungsi menjadi racun bagi tubuh.
Masing-masing logam berat memiliki dampak negatif terhadap manusia jika
dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama. Dampak tersebut
antara lain :
1. Timbal (Pb)
Dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan gangguan sintetis
hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan syaraf), gangguan pada
ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf, dan
gangguan fungsi paru-paru. Selain itu, dapat menurunkan IQ pada anak kecil
jika terdapat 10-20 myugram/dl dalam darah.
2. Kadmium (Cd)
Jika berakumulasi dalam jangka waktu yang lama dapat menghambat
kerja paru-paru, mual, muntah, diare, kram, anemia, dermatitis, pertumbuhan
lambat, kerusakan ginjal dan hati, dan gangguan kardiovaskuler. Kadmium
dapat pula merusak tulang (osteomalcia, osteoporosis) dan meningkatkan
tekanan darah. Gejala umum keracunan Kadmium adalah sakit di dada, nafas
sesak (pendek), batuk-batuk, dan lemah.
32
3. Merkuri (Hg)
Dapat berakumulasi dan terbawa ke organ-organ tubuh lainnya,
menyebabkan bronchitis, sampai merusak paru-paru. Gejala keracunan
Merkuri tingkat awal, pasien merasa mulutnya kebal sehingga tidak peka
terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah, gangguan
psikologis (rasa cemas dan sifat agresif ), dan sering sakit kepala. Jika terjadi
akumulasi yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan sel-sel saraf di otak
kecil, gangguan pada luas pandang, kerusakan sarung selaput saraf dan bagian
dari otak kecil. Turunan oleh Merkuri (biasanya etil merkuri) pada proses
kehamilan akan nampak setelah bayi lahir yang dapat berupa cerebal palsu
maupun gangguan mental. Sedangkan keracunan Merkuri yang akut dapat
menyebabkan kerusakan saluran pencernaan, gangguan kardiovaskuler,
kegagalan ginjal akut maupun shock.
4. Arsenik (As)
Dalam tubuh mengganggu daya pandang mata, hiperpigmentasi (kulit
menjadi berwarna gelap), hiperkeratosis (penebalan kulit), penvetus kanker,
infeksi kulit (dermatitis). Selain itu, dapat menyebabkan kegagalan fungsi
sumsum tulang, menurunnya sel darah, gangguan fungsi hati, kerusakan
ginjal, gangguan pernafasan, kerusakan pembulu darah, varises, gangguan
sistem reproduksi, menurunnya daya tahan tubuh, dan gangguan saluran
pencernaan.
33
5. Chromium (Cr)
Dalam tubuh dapat berakibat buruk terhadap sistem saluran pernafasan,
kulit, pembulu darah, dan ginjal. Dampak kandungan logam berat memang
sangat berbahaya bagi kesehatan. Namun, kita dapat mencegahnya dengan
meningkatkan kesadaran untuk ikut serta melestarikan sumber daya hayati
serta menjaga kesehatan baik untuk diri sendiri maupun keluarga. Salah satu
cara sederhana untuk menjaga kesehatan adalah dengan mendeteksi kondisi
air yang kita gunakan sehari-hari, terutama kebutuhan untuk minum. Jika
kondisi air anda sudah terdeteksi, maka akumulasi logam berat dalam tubuh
dapat kita cegah.
E. Upaya Penanggulangan Pencemaran Logam Berat
Upaya penanganan pencemaran logam berat sebenarnya dapat dilakukan dengan
menggunakan proses kimiawi. Seperti penambahan senyawa kimia tertentu untuk
proses pemisahan ion logam berat atau dengan resin penukar ion, serta beberapa
metode lainnya seperti penyerapan menggunakan karbon aktif, electrodialysis dan
reverse osmosis. Namun proses ini relatif mahal dan cenderung menimbulkan
permasalahan baru, yaitu akumulasi senyawa tersebut dalam sedimen dan
organisme akuatik (perairan).
1. Mikroalge Penyerap Limbah Logam Berat
Penanganan logam berat dengan mikroorganisme atau mikrobia (dalam
istilah biologi dikenal dengan bioakumulasi, bioremediasi, atau bioremoval),
menjadi alternatif yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat keracunan
34
elemen logam berat di lingkungan perairan tersebut. Metode atau teknologi ini
sangat menarik untuk dikembangkan dan diterapkan, karena memiliki
kelebihan dibandingkan dengan proses kimiawi. Beberapa hasil studi
melaporkan, penggunaan mikroorganisme untuk menangani pencemaran
logam berat lebih efektif dibandingkan dengan resin penular ion dan reverse
osmosis dalam kaitannya dengan sensitivitas kehadiran padatan terlarut
(suspended solid), zat organik dan logam berat lainnya. Serta, lebih baik dari
proses pengendapan (presipitation) kalau dikaitkan dengan kemampuan
menstimulasikan perubahan pH dan konsentrasi logam beratnya. Dengan kata
lain, penanganan logam berat dengan mikroorganisme relatif mudah
dilakukan, murah dan cenderung tidak berbahaya bagi lingkungan.
Organisme Selular Sianobakteria merupakan organisme selular yang
termasuk kelompok mikroalga atau ganggang mikro. Di alam, organisme ini
tersebar luas baik di perairan tawar maupun lautan. Sampai saat ini diketahui
sekitar 2.000 jenis sianobakteria merupakan salah satu organisme yang
diketahui mampu mengakumulasi (menyerap) logam berat tertentu seperti
Hg,Cd, dan Pb.
Umumnya, penyerapan ion logam berat oleh sianobakteria dan
mikroorganisme terdiri atas dua mekanisme yang melibatkan proses aktif
uptake (biosorpsi) dan pasif uptake (bioakumulasi).
35
a. Proses aktif uptake
Proses ini juga dapat terjadi pada berbagai tipe sel hidup.
Mekanisme ini secara simultan terjadi sejalan dengan konsumsi ion
logam untuk pertumbuhan sianobakteria, dan/atau akumulasi intraseluler
ion logam tersebut. Logam berat dapat juga diendapkan pada proses
metabolisme dan ekresi sel pada tingkat kedua. Proses ini tergantung dari
energi yang terkandung dan sensivitasnya terhadap parameter yang
berbeda seperti pH, suhu, kekuatan ikatan ionik, cahaya dan lainnya.
b. Proses pasif uptake
Proses ini terjadi ketika ion logam berat terikat pada dinding sel
biosorben. Mekanisme pasif uptake dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu ;
1) Pertukaran ion di mana ion pada dinding sel digantikan olen ion-ion
logam berat;
2) Pembentukan senyawa kompleks antara ion-ion logam berat dengan
gugus fungsional seperti karbonil, amino, thiol, hidroksi, fosfat,dan
hidroksi-karboksil secara bolak bail dan cepat.
36
2. Aplikasi Biosorpsi Untuk Penanggulangan Logam Berat Dari Limbah
Pertambangan
Proses penangkapan logam berat untuk mencegah masuknya logam
berat tersebut ke badan perairan di daerah hulu sungai. Penangkapan limbah
dilakukan melalui proses biosorpsi dengan memanfaatkan media biomasa
yang mudah diperoleh di daerah setempat, seperti jarong, jerami, alang-alang,
eceng gondok, sekam padi dan bagas.
Metod yang digunakan adalah absorbsi kation logam berat oleh
dinding sel media bio yang bermuatan negatip dari gugus karboksil, hidroksil,
sulfidril, amina dan fosfat. Gugus fungsi yang tidak bermuatan seperti atom N
dalam peptida berfungsi sebagai ligan yang akan membentuk senyawa
koordinasi dengan kation logam. Ikatan koordinasi antara dinding sel dan
logam melibatkan ligan dan sisi aktif yang berbeda untuk setiap species,
antara lain gugus karboksil dan fosforil yang membentuk ikatan primer
dengan logam. Ikatan sekunder yang lemah terbentuk antara gugus hidroksil
dan amil. Untuk itu dilakukan percobaan menggunakan berbagai media bio
yang mudah diperoleh di daerah setempat seperti jarong, jeremi, alang-alang,
eceng gondok, sekam padi dan bagas. Teknologi yang digunak berupa unggun
media bio yang ditempatkan masing-masing dalam 6 buah kolom tegak yang
terbuat dari PWC dan persfex berdiameter 20 cm dengan tinggi 180 cm.
Setiap kolom dilengkapi dengan keran pengatur debit air, kontrol tinggi air
dan pompa sirkulasi.
37
3. Pengolahan Limbah Logam Berat Cr (VI)
Logam Cr di alam terdapat dalam dua bentuk oksida, yaitu Cr (III) dan
Cr (VI). Uniknya hanya Cr (VI) yang bersifat karsinogenik sedangkan Cr
(III) tidak. Toksitas Cr (III) hanya sekitar 1/100 kali Cr (VI), bahkan
menurut penelitian Cr (III) ternyata merupakan salah satu nutrisi yang
dibutuhkan tubuh manusia dengan kadar 50-200 mikrogram per hari. Cr
(VI) mudah larut dalam air dan membentuk divalent oxyanion yaitu kromat
dan dikromat.
Cr (III) mempunyai sifat mudah diendapkan atau diabsorpsi oleh
senyawa organik maupun anorganik pada kondisi basa, sehingga
pengolahan limbahnya dapat dilakukan dengan metode presipitasi di mana
akan terbentuk endapan senyawa hidroksa. Metode ini tidak bisa digunakan
pada limbah yang mengandung Cr (VI), sehingga untuk limbah yang
mengandung Cr (VI) harus direduksi terlebih dahulu menjadi Cr (III). Hal
ini karena pada kondisi basa akan terjadi reaksi kesetimbangan senyawa
dikromat dan kromat seperti di bawah ini :
Cr2O22-
+ 2OH <=> 2CrO42-
+ H2O
Oranye Kuning
Pada kondisi asam reaksi aakan bergerak ke kiri menjadi dikomat,
sedangkan pada kondisi basa kesetimbangan akan bergerak ke kanan.
38
Reduksi Cr(VI) menjadi Cr (III) harus dilakukan dalam suasan asam dengan
langkah-langkah sebagai berikut, Pertama-tama air limbah dikondisikan
pada pH 2.0 sampai 2.5 dengan asam sulfat, asam klorida atau asam lainnya.
Kemudian direduksi dengan menggunakan sodium metabisulfit (NaHSO3),
gas SO2 Na2S, H2S, gara, ferro atau bahan pereduksi lainnya. Reaksi
reduksi-oksidasi (redoks) berlangsung cepat dan ditandai dengan perubahan
warna dari warna oranye/kuning menjadi hijau kebiruan. Perubahan warna
ini menandakan telah terjadi perubahan ke senyawa Cr (III). Langkah
berikutnya adalah dengan mempresipitasinya dengan menambahkan unsur
OH- yang biasanya dari NaOH atau kapur hidroksida pada pH 8.5 sampai
9.0. pada kondisi ini akan terbentuk Cr (III) hidroksida sesuai dengan reaksi
berikut :
Cr6+
+ Fe2+
- > Cr3+
+ Fe3+
(proses reduksi)
Cr3+
+ 3OH- - > Cr(OH)3 (proses presipitasi)
Pengolahan Cr (VI) bisa dengan cara lain yaitu dengan cara
elektrolisa. Metode ini lebih cocok untuk cairan air limbah yang
konsentrasinya tinggi, sesuai dengan reaksi berikut ini :
Cr2O22-
+ 14H + 6e - > 2Cr3+
+ 7H2O
39
Metode lainya yaitu dengan penukar ion meski jarang dilakukan
karena memerlukan energi yang sangat tinggi dan bahan kimia yang sangat
banyak. Untuk air limbah organik asam kromat digunakan resin penukar ion
positif yang bersifat basa kuat. Metode lain yang juga dapat dipergunakan
adalah reduksi fotokatalitik, di mana merupakan kombinasi proses fotokimia
dan katalis yang terintegrasi untuk dapat melangsungkan suatu reaksi
transfomarsi kimia yang berlangsung pada permukaan bahan katalis
semikonduktor yang terinduksi oleh sinar.
F. Kasus Pencemaran Logam Berat Di Indonesia
Teluk buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah
lokasi pembuangan limbah tailing (lumpur sisa penghancurkan batu tambang)
milik PT. Newmont Minahasa Raya (NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal
Denver, AS, tersebut membuang sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar
perairan Teluk Buyat setiap harinya.
Sejumlah ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan mengandung
cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning kemasan. Fenomena
serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka memiliki
benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala. Sejumlah
laporan penelitian telah dikeluarkan oleh berbagai pihak sejak 1999 hingga 2004.
Penelitian-penelitian ini dilakukan sebagai respon atas pengaduan masyarakat
nelayan setempat yang menyaksikan sejumlah ikan mati mendadak,
40
menghilangnya nener dan beberapa jenis ikan, serta keluhan kesehatan pada
masyarakat. Dari laporan-laporan penelitian tersebut, ditemukan kesamaan pola
penyebaran logam-logam berat seperti Arsen (As), Antimon (Sb), dan Merkuri
(Hg) dan Mangan (Mn), dimana konsentrasi tertinggi logam berbahaya tersebut
ditemukan di sekitar lokasi pembuangan tailing Newmont. Hal ini
mengindikasikan bahwa pembuangan tailing Newmont di Teluk Buyat
merupakan sumber pencemaran sejumlah logam berbahaya. Namun demikian,
sejumlah Menteri, diantaranya Menteri Lingkungan hidup Nabiel Makarim,
mengeluarkan pernyataan bahwa Teluk Buyat tidak teercemar. Menteri Kesehatan
Achmad Sujudi bahkan mengakatan seolah-olah penyakit yang di derita oleh
masyarakat Teluk Buyat adalah penyakit kulit dan akibat kekuraangan gizi.
Perdebatan yang selama ini muncul terkait dengan dugaan penyakit
Minamata seperti yang pernah terjadi di Jepang lebih dari tiga dekade yang lalu.
Padahal penyakit Minamata itu adalah penyakit akibat kontaminasi merkuri,
sedangkan di Teluk Buyat yang terjadi adalah kontamisa sejumlah logam berat :
arsen,merkuri,antimon,mangan,dan senyawa sianida. Jadi, yang harus diverifikasi
atau diuji adalah keterkaitan antara keluhan-keluhan masyarakat atau penyakit
mereka dengan gejala penyakit yang diakibatkan oleh sejumlah logam berat
tersebut. “ Kontaminasi Arsen pada tubuh menimbulkan gejala-gejala seprti dada
panas, rasa mual, mudah lelah dan lupa, kolaps, dan kanker kulit. Yang tidak
penrah dilihat adalah dampak dari logam-logam lain, seperti antimon, mangan,
dan juga sianida. Sianida dan mangan bisa menyebabkan gangguan kulit,
41
terutama mangan, seperti yang kita lihat di pertambangan di Kalimantan,” papar
Raja Siregar pengkampanye di Eksekutif National WALHI.
Dari berbagai laporan penelitian, termasuk yang dilakukan WALHI,
sejumlah konsentrasi logam berat (arsen, merkuri, antimon, mangan) dan senyawa
sianida pada sedimen di Teluk Buyat meningkat hingga 5-70 kali lipat (data
WALHI dan KLH 2004). Konsentrasi merkuri meningkat 10 kali lipat di sekitar
pipa pembuangan tailing. Jika dibandingkan dengan Teluk Totok (lokasi
penambangan rakyat), kosentrasi arsen dan antimon jauh lebih tinggi di sekitar
pembuangan tailing PT NMR (data Walhi dan KLH 2004). Untuk merkuri
konsentrasi di Teluk Buyat dan Teluk Totok hampir sama. Namun, pada data
penelitian KLH 2004, kosentrasi merkuri di lokasi pembuangan tailing Newmont
lebih besar dibandingkan dengan di Teluk Totok.