Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

88
toegoe :: SUARA RAKYAT DALAM WAHANA LINGKUNGAN :: | edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 1 DITERBITKAN OLEH: DEVISI KAMPANYE WALHI YOGYAKARTA TIM MAJALAH TOEGOE PENANGGUNGJAWAB UMUM SUPARLAN, S.SOS. I PENANGGUNGJAWAB PENERBITAN UMBU WULANG TAP PIMPINAN REDAKSI JUMIAT REPORTER UMBU WULANG TAP JUMIAT TATA FOTO DOKUMEN WALHI YOGYAKARTA KARIKATURIS EDY PRIMA HABIBI DESAIN GRAFIS & TATALETAK FATHUR ROZIQIN FEN FREDY FEBRISON TIM PENYUSUN LAPORAN PUBLIK SUPARLAN, S.SOS.I NANANG ISMUHARTOYO, S.PSI REKNO PURWANTI HALIK SANDERA, ST ARI ANDY PRASTOWO, SH FATHUR ROZIQIN FEN, S.IP MUHAMMAD SADRI UMBU WULANG TAP, S.SOS ALAMAT REDAKSI JL. NYI PEMBAYUN NO. 14 A KARANG SEMALO KOTAGEDE YOGYAKARTA 55172, TELP/FAX: 0274-378631 E-MAIL: TOEGOE.WALHI@GMAIL.COM REDAKSI MENERIMA SUMBANGAN TULISAN BERUPA SURAT PEMBACA, TIPS PENGELOLAAN LINGKUNGAN, ARTIKEL ATAU OPINI. DIKETIK 3 HALAMAN KUARTO, 1,5 SPASI, TIMES NEW ROMAN. ANTAR LANGSUNG KE REDAKSI DALAM BENTUK FILE ATAU DIKIRIM VIA E-MAIL. REDAKSI BERHAK MENGEDIT SEPANJANG TIDAK MENGURANGI ESENSI TULISAN. TIDAK ADA IMBALAN BERUPA MATERI BAGI NASKAH YANG DIMUAT. TOEGOE P EMBACA ............... SUARA TOEGOE............... TOEGOE UTAMA............... TOEGOE MAPALA.............. TOEGOE WALHI............... POTRET TOEGOE............... TOEGOE SHALINK............... TOEGOE KHUSUS............... CERITERA TOEGOE............... ARENA TOEGOE............... CATATAN LINGKUNGAN............... 2 5 7 33 34 41 49 50 80 82 85

description

Kerja-kerja ADVOKASI WALHI Yogya 2005-2008

Transcript of Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

Page 1: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 1

Diterbitkan Oleh:Devisi kampanye Walhi yOgyakarta

tim maJalah tOegOe

penanggungJaWab umum

suparlan, s.sOs. i

penanggungJaWab penerbitan

umbu Wulang tap

pimpinan reDaksi

Jumiat

repOrter

umbu Wulang tapJumiat

tata

FOtO

DOkumen Walhi yOgyakarta

karikaturis

eDy prima

habibi

Desain graFis & tataletak

Fathur rOziqin FenFreDy FebrisOn

tim penyusun lapOran publik

suparlan, s.sOs.i

nanang ismuhartOyO, s.psi

reknO purWanti

halik sanDera, st

ari anDy prastOWO, sh

Fathur rOziqin Fen, s.ip

muhammaD saDri

umbu Wulang tap, s.sOs

alamat reDaksi

Jl. nyi pembayun nO. 14 a karang semalO kOtageDe yOgyakarta 55172,

telp/Fax: 0274-378631 e-mail: [email protected]

reDaksi menerima sumbangan tulisan berupa surat pembaca, tips pengelOlaan lingkungan,

artikel atau Opini. Diketik 3 halaman kuartO, 1,5 spasi, times neW rOman. antar langsung ke reDaksi Dalam bentuk File

atau Dikirim via e-mail. reDaksi berhak mengeDit sepanJang tiDak

mengurangi esensi tulisan. tiDak aDa imbalan berupa materi bagi

naskah yang Dimuat.

tOegOe pembaca ...............

suara tOegOe...............

tOegOe utama...............

tOegOe mapala..............

tOegOe Walhi...............

pOtret tOegOe...............

tOegOe shalink...............

tOegOe khusus...............

ceritera tOegOe...............

arena tOegOe...............

catatan lingkungan...............

2

5

7

33

34

41

49

50

80

82

85

Page 2: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |2

toegoe pembaca kali ini tampil dengan konsep

yang berbeda. Reporter toegoe melakukan

wawancara langsung baik lisan maupun tulisan

dengan para pembaca yang notabene terdiri dari

masyarakat umum, anggota partisipan WALHI dan

dari aparat pemerintah. Berikut hasil wawancara

dengan mereka yang dirangkum oleh Jumiat dan

Umbu Wulang tAP.

Pekerjaan rumah yang harus Diselesaikan

Herry Zudianto, Walikota Yogyakarta;

asah asih asuh Walhi yogyakarta

sebagai orang nomor satu Di kota yogyakarta, tentu beliau Punya PanDangan tentang kiPrah Walhi yogyakarta selama ini, khususnya Dalam kurun Waktu 2005-2008

WALHI selama ini telah menjalankan fungsinya sebagai lembaga advokasi lingkungan, khususn ya dalam hal kontrol. Saya memandang WALHI dalam ranah Asah, asih, asuh.

Asah berarti WALHI harus mampu mengasah kemampuannya dalam menjalan-kan fungsinya. Asih berarti bagaimana WALHI mampu memberikan kontribusi nyata dalam upaya kelola lingkungan ke arah yang lebih baik. Sementara asuh adalah bagaimana pihak lain termasuk pemerintah mampu memberikan ruang bagi WALHI dan mengingatkan bila ada yang salah.

Pernyataan ini dikemukakan Herry Zudianto seusai audiensi tentang penyeleng-garaan Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup (PDLH) Publik di Kampung Gambiran, Kota Yogyakarta. Beliau menambahkan WALHI kedepannya harus lebih memperkenalkan diri ke publik agar lebih dikenal luas.

Selain itu, WALHI harus mampu menjadi lembaga yang mandiri, khususnya dalam kerangka keuangan agar tidak menimbulkan ketergan-tungan kepada pihak donor asing. “Saya pikir gagasan untuk penggalangan dana publik dan pembuatan unit usaha harus dikampanyekan terus-menerus,” ungkapnya.

Selanjutnya beliau berterima-kasih atas dukungan WALHI Yogyakarta selama ini yang telah membantu upaya pengelolaan lingkungan. Beberapa waktu lalu, majalah TEMPO menobatkan beliau sebagai salah satu daftar pemimpin yang berhasil dalam hal pengelolaan lingkungan hidup. “Itu berkat panjenengan juga dan pegiat lingkungan yang lain,” tuturnya saat audiensi.

t O e g O e p e m b a c a

Page 3: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 3

Air menjadi kebutuhan hidup sehari-hari. Tak terkecuali bagi seorang ibu rumah tangga. Ati yang membuka warung minuman ini sangat risau melihat keadaan air semakin kotor dan terbatas debitnya. Bila menggunakan air PAM sangat sulit. Pada saat-saat dibutuhkan, seperti pagi dan sore hari, air yang dinantikan tidak mengalir. Akhirnya, ibu yang berusia 39 tahun ini harus menyedot mengunakan pompa air pada malam hari.

Langkah antisipasi agar tidak kekuarangan air pun telah diupayakan yaitu meminta bantuan orang lain untuk mengali sumur di sekitar rumahnya. Namun kondisi air yang ada sangat tidak menentu. Bila dimasak untuk konsumsi air minum keluarga dilihat dengan kasat mata tampaknya bersih saja, tetapi saat diminum airnya berasa. Padahal sumur tersebut juga digunakan oleh tetangganya. “Bila tidak, ya tidak etis, Wong tetangga saya” ujarnya seraya berharap dengan pemerintah agar memberi bantuan fasilitas air untuk masyarakat di sekitar Wirobrajan.

Ati (Pedagang)WirobrajanKota Yogyakarta

ibu rumah tangga, Cemas

akan keberaDaan air bersih

Asap kendaraan bermotor dan industri menyebabkan polusi udara di Kota Yogyakarta. Masyarakat terlihat gusar dengan udara yang tidak bersahabat sekarang ini. Adrimas (45) misalnya, salah satu warga yang berdomisili di Kusumanegara merasa sangat dirugikan karena asap tebal kendaraan bermotor dan asap PT SGM. Kerugian pun kian bertambah karena dagangan bajunya yang dipajang dalam ruangan toko semakin kotor. Ia hanya bisa berkeluh kesah, susah mau mengadu dengan siapa sehinga ujung-ujungnya pasrah. “Kami hanya menikmati ‘susu’ asapnya PT SGM dan kendaraan bermotor,” tuturnya.

Bila diingat, lanjut Andrimas, pemerintah pernah mencanangkan kendaraan bermotor yang banyak mengeluarkan asap, khususnya motor dua tak, akan ditertibkan. Akhir-akhir ini kelihatanya pemerintah juga tidak berdaya apa lagi masyarakat.

Andrimas (Pedagang)KusumanegaraKota Yogyakarta

meraDang “nikmati” asaP

Pengelolan lingkungan hidup di kawasan perkotan bukanlah hal mudah. Salahsatu penyebab utama buruknya kualitas lingkungan lantaran meningkatnya kepadatan penduduk. “ Kalau soal lahir mati mungkin bisa kita batasi tapi kalau orang datang dan pergi kan tidak bisa, itu kan hak asasi”ujarnya.

Soal kedua adalah belum berubahnya perubahan pola pikir masyarakat untuk beraktifitas dan tetap ramah lingkungan. Beliau mengakui perlu waktu yang lama soal perjuangan tersebut. Selanjutnya, pemerintah memilik beberapa target soal persoalan lingkungan khususnya di Kota Yogyakarta.

Pertama, soal pengelolaan sampah. pemerintah menargetkan pada tahun 2011, 50 % penduduk kota telah mengelola sampahnya sendiri dari rumah tangga. Kedua, pencanangan program biopori untuk mencegah terjadinya banjir. Beliau berharap masyarakat dapat mendukung secara aktif program-program pemerintah soal lingkungan hidup.

Pengelolaan lingkungan kota tiDak

muDah

Ir. H. Hadi Prabowo(Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta)

bagi kePala Dinas lingkungan

hiDuP kota yogyakarta, banyak

soal yang harus Diselesaikan Dalam

uPaya menuju kota yang ramah

lingkungan. berikut PenDaPatnya.

Page 4: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |4

Perlahan, lingkungan perkotaan Yogyakarta mulai tampak bersih dari sampah yang menumpuk. Kebersihan lingkungan tersebut berkat peran pemerintah Daerah Istimewah Yogyakarta yang memperhatikan lingkungan. Kondisi ini diungkapkan salah satu warga kota Yogyakarta, Herry (41).

Pengolahan sampah misalnya, pemerintah kota sudah menyediakan tempat-tempat penampungan di sekitar rumah penduduk. Tidak hanya itu, lanjut Herry, mobil pengankut sampah banyak yang telah beroperasi membawa sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). “Untuk kebersihan lingkungan sudah agak lumayanlah dibandingkan dengan kota lain,” kata Herry.

Ia berharap Pemerintah Kota Yogyakarta tidak hanya berhenti sampai pada penampungan akhir saja menyelesaikan masalah sampah. Namun sampah-sampah yang bertumpukan di tempat pembuangan akhir tetap dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan efek negatif bagi masyarakat. “ Pemerintah Kota Yogyakarta perlu meningkatkan kinerjanya, sampah-sampah itu kan bisa dimanfaatkan untuk kesuburan tanaman,”tuturnya.

HerryKota Yogyakarta

Pemkot (teruslah) memPerhatikan samPah

Melihat sejarah dan keberadaannya hingga kini, maka WALHI dapat menjadi aktor sentral bagi bertemunya berbagai kepentingan dalam proses pembangunan yang berbasis kawasan. Pertemuan antar kepentingan ini selayaknya diikuti oleh sinergitas antar sektor pembangunan. Oleh karena itu sudah layak dan saatnya Walhi memporsikan diri untuk dapat dipercaya oleh masyarakat luas di bidang sosial dan politik dalam menumbuhkan dinamika pembangunan.

Kedepannya, Sangat perlu untuk WALHI melakukan program berbasis kawasan. Alasannya adalah bahwa pembangunan di Indonesia harus berbasis pemberdayaan dan pengembangan masyarakat yang mencakup:

Mobilisasi sumberdaya kawasan secara partisipatif•Perpaduan sumberdaya kawasan•Pengembangan landasan perekonomian rakyat dikawasan.•Pengembangan industri strategis berbasis masyarakat.•Pengembangan wawasan ekologis•

Penempatan WALHI di garis depan pembangunan sebagai pelopor pengembangan proses praksis dalam pembangunan untuk tercapainya pemantapan demokrasi politik dan ekonomi melalui proses pemberdayaan masyarakat, komunitas dan lembaga-lembaga pengambil keputusan pada tingkat desa, dusun dan lingkungan. Salam lestari

Anung WiboWo

(ketuA LeSei-YPP JogJAkArtA)

Walhi Perlu memPertahankan Program berbasis kaWasan

Sejak pertemuan PNLH X di Gabusan, Bantul, WALHI kembali menegaskan arah perjuangan oranisasinya yaitu mengerakan sayap politik ke arah grass root. Namun masih banyak masyarakat tidak tahu keberadaan organisasi ini. Salahsatunya, Johan. “WALHI itu apa sih?” tanya pegawai PLN ini.

Setelah beberapa lama dijelaskan bahwa WALHI adalah organisasi yang bergerak di bidang lingkungan hidup, akhirnya beliau tahu. “Oh Baguslah, organisasi itu, karena ada yang bisa membantu dan mengajak masyarakat menanam pohon untuk melestarikan alam,” katanya.

tak kenal, maka tak sayang

Johan (Pegawai)Parangtritis, Bantul

t O e g O e p e m b a c a

Page 5: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 5

WALHI Yogyakarta menyadari hal tersebut, beberapa keberhasilan yang diraih ternyata belum berbanding lurus dengan menurunnya tingkat eksploitasi dan kerusakan lingkungan yang terjadi, khususnya di Yogyakarta. Namun optimisme mesti tetap terjaga!

Kepengurusan WALHI Yogyakarta periode 2005-2008 telah berakhir. Berbagai mandat organisasi yang sekaligus diamini sebagai amanat publik telah dijalankan. Banyak hal yang dicapai sekaligus masih banyak yang belum dicapai.

WALHI mengemban tugas di berbagai kawasan di Yogyakarta dan sekitarnya. Kawasan Merapi, Menoreh, Perkotaan dan Pesisir Selatan adalah di dalamnya. Pekerjaan ini sungguh menantang, lantaran ke empat kawasan tersebut memiliki kompleksitas persoalan lingkungan hidup yang berbeda.

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pratek eksploitasi, pelanggaran hukum lingkungan hidup dari aktifitas pembangunan marak terjadi di empat kawasan ini. Fenomena inilah yang paling banyak menyita waktu dan energi WALHI Yogyakarta.

Hampir setiap bulan selalu ada keluhan ataupun pengaduan ke WALHI Yogyakarta tentang masalah lingkungan hidup. Terus terang, dengan energi yang terbatas tidak semua kasus tersebut terselesaikan secara tuntas. Apalagi kebanyakan kasus tersebut menghadapkan pemerintah dan masyarakat dalam ranah konfrontatif.

Selanjutnya, bencana gempa bumi Yogyakarta-Jawa Tengah pada

Pertanyaan atas yogia Jaga JogJa adalah, bisa Jaga

JogJa? rangkaian kata tersebut mengantarkan

kita Pada suasana reflektif sekaligus

evaluatif. selama ini PerJuangan mengwuJudkan

keadilan ekologis tamPaknya

Pertanyaan tersebut menJadi relevan

untuk menJadi semacam “cambuk”.

yogia jaga jogja!

s u a r a t O e g O e

Page 6: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |6

2006 silam. Upaya bantuan dan penanganan bencana ini juga paling banyak menyedot waktu dan energi. Panjang proses ini lebih karena ketidaksiagaan publik dalam menghadapi bencana.

Berbagai kendala dan hambatan juga bermunculan. Baik secara internal maupun eksternal dalam pelbagai aktivitas kawasan sebagai program reguler maupun aktifitas lain sebagai program non reguler. Dari sisi internal, salahsatunya yakni keterlibatan anggota partisipan WALHI yang minim dengan beragam alasan yang memang masuk akal. Misalnya, tengah sibuk mengerjakan program lembaga tersebut.

Secara eksternal, salahsatunya yakni upaya adu domba yang dilakukan oknum-oknum tertentu yang menghadapkan WALHI sebagai penghasut alias provokator. Sehingga pendampingan masyarakat di beberapa tempat sempat menemui jalan buntu.

Namun sepanjang kepengurusan ini, banyak poin pembelajaran diperoleh. Poin-poin belajar itu antara lain adanya kesenjangan bahasa antara WALHI dan masyarakat yang menyebabkan masyarakat sulit memahami ilmu yang diberikan oleh WALHI. Ada juga soal, pengenalan kearifan-kearifan lokal yang dibagikan masyarakat kepada WALHI sebagai bagian dari proses belajar bersama.

Berbagai dinamika kepengurusan dan program telah kami rangkum dalam Laporan Publik ini. Laporan ini merupakan bagian dari upaya kami untuk membangun transparansi kepada masyarakat sebagaimana khitah WALHI sebagai organisasi publik. Harapannya, masyarakat umum dapat mengetahui dan memahami siapa, apa, dan bagaimana kiprah WALHI dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Baik dalam skala mikro maupun makro.

Masukan dan kritikan yang kemudian dilayangkan publik kepada WALHI dapat dijadikan sumber energi baru untuk perjalanan kedepannya.

PDLH Publik Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup Daerah yang diselenggarakan

oleh WALHI Yogyakarta merupakan yang pertama di Indonesia. Hal ini sebagai wujud konsistensi dari penyelenggaran PNLH publik setahun silam dimana Yogyakarta menjadi tuan rumah.

Kampung Gambiran di Kota Yogyakarta kemudian dipercaya sebagai tuan rumah mulai tanggal 22 hingga 25 Januari 2009. Berbagai persiapan pun telah digelar. Panitianya pun datang dari masyarakat setempat selain anggota WALHI sendiri.

Harapannya lewat ajang akbar ini berbagai masukan dari masyarakat umum dari berbagai elemen dapat diketahui. Selain itu, guna lebih mengakrabkan lagi wacana pelestarian lingkungan kepada publik luas.

Matur NuwunDimana negara yang tak disirami hujan? Siapa Manusia (baca,

organisasi) yang tak pernah salah? Selain ada keberhasilan tentu juga ada kekhilafan. WALHI Yogyakarta meminta maaf kepada publik bila selama ini banyak problem yang tak terselesaikan dengan tuntas. Terimakasih kepada publik yang selama ini telah bahu-membahu bersama WALHI melakukan upaya penyelamatan lingkungan. Apa Bisa Jaga Jogja, Kawan?! Seyogianya, bisa! Kalau bersama-sama menjadi pionir untuk keadilan lingkungan.

Page 7: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 7

Sebagaimana mandat PDLH dan KDLH

sebelumnya, program reguler WALHI

Yogyakarta berbasis kawasan. Artinya

berbagai isu dalam kawasan tersebut

yang berhubungan dengan upaya tata

kelola lingkungan ditangani sesuai

dengan posisi dan kapasitas WALHI. Isu

tersebut yakni sumber daya air, bencana,

tambang, agraria, tata ruang dan lain

sebagainya.

Kawasan-kawasan tersebut adalah

Merapi, Menoreh, Pesisisr Selatan,

Perkotaan. Siapa, apa, bagaimana,

dimana dan sejauhmana aktifitas di

kawasan tersebut, kami rangkum dalam

rubrik TOEGOE UTAMA.

Dinamika Di kaWasan-kaWasan itu

t O e g O e u t a m a

Page 8: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |8 toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |8

Selain itu kawasan ini memiliki kekayaan sumber daya alam tambang seperti batu dan pasir. Kondisi ini memang membuat banyak orang tergiur untuk memperoleh keuntungan ekonomi secara besar-besaran. Faktanya hingga kini praktek eksploitasi tumbuh subur di wilayah Merapi.

Praktek pembangunan dan penambangan yang serampangan tersebut telah menimbulkan berbagai persoalan pelik. Baik soal keberlanjutan ekologis hingga hajat hidup masyarakat. Kini Merapi yang anggun menjadi rebutan banyak pihak yang datang dengan kepentingan konsevasi namun menggunakan pendekatan ekofasisme.

menuju kesejatian

meraPibAgi YogYAkArtA, kAWASAn gunung MerAPi SAngAt berArti. kebutuhAn hiduP YAng MendASAr bAgi WiLAYAh

SeLuAS 318.580 hA SAngAt bergAntung PAdA MerAPi. PoSiSi

gunung YAng SecArA geogrAfiS dAn AdMinStrAtif terLetAk di

JAWA tengAh dAn YogYAkArtA ini MeruPAkAn kAWASAn PenYAnggA

SuMber dAYA Air YAng beSAr.

Oleh karena itu, Gunung Merapi (3968 m dpl) yang meliputi wilayah Kabupaten Magelang, Sleman, Klaten dan Boyolali berada di 9 Kecamatan, 26 Desa dan 76 dusun memerlukan sebuah sistem pengelolaan yang menjamin eksistensi fungsinya. Misalnya, kebutuhan air, udara, keragaman hayati dan ekosistemnya. WALHI sebagai organisasi forum lingkungan hidup bersama masyarakat setempat tentu menjadi salah satu aktor di dalamnya.

Berikut cerita tentang advokasi yang dilakukan masyarakat Merapi bersama

WALHI Yogyakarta di berbagai lingkup isu. Mari bersama merawat Merapi!

t O e g O e u t a m a

Page 9: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 9

Hal ini lantaran berbagai aktivitas pembangunan fisik seperti, perumahan, perhotelan, tambang telah merusak berbagai sumber air di kawasan tersebut. Soal makin pelik lantaran erupsi Merapi juga turut berkontribusi terhadap kerusakan yang terjadi. Tapi, bagi masyarakat soal pembangunanlah yang paling berpengaruh.

Penurunan debit air dan hilangnya berbagai sumber air di daerahnya menimbulkan kesulitan tersendiri. Baik yang berada di kawasan hulu maupun hilir. Dalam berbagai pertemuan masyarakat kerap mengeluhkan kondisi ini. Lalu bagaimana peran pemerintah dalam menjawab kesulitan dan keluhan masyarakat?

Sayang, tampaknya niat masyarakat untuk memperjuangkan keberlanjutan suplai air bertepuk sebelah tangan dengan agenda pemerintah. Pemerintah justru membiarkan berbagai aktivitas berskala besar maupoun kecil “berseliweran” di kawasan tersebut. Contoh, pembangunan perumahan dan aktivitas pertambangan.

Pemerintah Yogyakarta terkesan lenggang kangkung dan lebih fokus pada pembangunan Sabo untuk pengelolaan lahar Merapi serta berencana membeli air dari Kabupaten Magelang pada periode 2005 hingga 2006 silam.

WALHI sebagai organisasi forum bersama Lembaga Wanamandira, SeTAM, Lessan dan masyarakat setempat melakukan berbagai kegiatan advokasi sumber daya air. Beberapa kegiatan seperti Sarasehan Kearifan Lokal Pengelolaan Merapi serta Investigasi proyek Sabo pun diadakan.

Aktivitas lainnya melakukan demonstrasi pada Pemerintah Sleman untuk mendesak penyelesaiaan kasus privatisasi air yang dilakukan oleh perusahan Abras dan Evita. Berikutnya mengkritisi draft penjualan air dari Magelang. WALHI juga menyusun draft buku dan film tentang kearifan masyarakat Merapi serta kasus-kasus pengrusakan sumber daya air.

Masyarak at pun menunjukkan kearifan lokalnya dengan melakukan ruatan air setiap tahun di Umbul Wadhon dan Umbul Lanang. Namun berbagai aktivitas tersebut dibiarkan menjadi angin lalu oleh pemerintah. Hingga kini belum ada kejelasan sikap dari pemerintah khususnya Sleman untuk menyelesaikan polemik sumber daya air.

Merapi sebagai kawasan penyangga sumber daya air tentu harus terus dijaga keberlanjutannya. Pemerintah sebagai pelayan masyarakat harus mampu memberikan kepastian tersebut kepada “tuannya”. Bila tidak, selamat datang krisis air!

yang memberi

(terbanyak) yang

teranCam

Secara fungsional,

Merapi merupakan

kawasan resapan dan

penyuplai air terbesar

di Yogyakarta. Namun

seiring perjalanan wak-

tu, eksistensi kawasan

hulu ini terancam.

*tentang advolasi sumber daya air meraPi bersama masyarakat

Page 10: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |10

PoLA kehidupan masyarakat pun berganti. Orientasi ekonomi yang semula tetap dalam koridor mempertahankan keberlanjutan ekologis kini menjadi terbalik. Beberapa kelompok masyarakat mengeluhkan kondisi ini. Apalagi para penambang batu, pasir pun berasal luar daerah tersebut.

WALHI Yogyakarta bersama Lessan pun turut prihatin. Aksi nyata digelar. Melakukan tekanan publik dengan hasil analisis dan kajian SK Prosedur Tetap di Merapi serta riset Peraturan Pe-merintah tentang Pengaturan Penggunaan Tanah adalah bebe-rapa diantaranya.

Hasilnya, pemerintah Sleman mengeluarkan Peraturan Peme-rintah tentang Pengaturan Peng-gunaan Tanah. Namun soal SK Protap, pemerintah terkesan tidak mau ambil pusing dan tanpa ada kejelasan hingga kini.

*tentang advokasi agraria meraPi

Merapi merupakan

kawasan yang cocok

untuk aktivitas bertani,

berkebun maupun

berternak. Sayangnya,

keberadaan para petani

justru terancam karena

pengalih-fungsian

lahan menjadi areal

pertambangan.

Keberadaan petani jelas makin luntang-lantung bila persoalan agraria Merapi tidak segera dise-lesaikan. Para petani Merapi jelas akan meratapi nasibnya kelak, karena “asap dapurnya” yang mengepul dalam suasana rindang Merapi akan berakhir di tangan-tangan para pengambil kebijakan yang serakah dan tanpa mempedulikan kelestarian alam Merapi.

Sebuah plang di daerah Kemiren, Kecamatan Srumbung tertera tulisan “Desa Ekowisata” namun banyak truk bermuatan hasil tambang batu dan pasir berseliweran di sana. Pertanyaan, mengapa realitas tersebut para-doks? Bukankah seharusnya yang lalu lalang adalah truk-truk pe-ngangkut hasil pertanian rakyat? Kawan, perjuangan agraria di Merapi belum selesai!

mau bertani ataumenambang?

t O e g O e u t a m a

Page 11: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 11

beberAPA kawasan yang bukan diperuntukkan sebagai penambangan, justru pada realitasnya berbeda. Banyak aktivitas penambangan maupun pembangunan fisik lainnya yang berpotensi merusak ekosistem Merapi sebagai kawasan penyangga. Pemerintah tampaknya mengabaikan persoalan ekologis dalam menata Merapi. Hal ini banyak dikeluhkan dan dikecam masyarakat setempat.

Tata kelola dan tata ruang rakyat menjadi alternatif untuk melawan arus besar kebijakan pemerintah yang minim partisipasi masyarakat. Masyarakat bersama WALHI, Mapalaska, Majestic, Caravan, Mapala STTL, Mapeal, Sasenitala, Mapala Unisi, Mapala UMY, Hancala, Janagiri, MPA Cakrawala, Kappala, Wanamandira, Lessan, LABH melakukan enam kali FGD untuk merumuskan tata kelola dan ruang yang berasal dari rakyat. Pelatihan pemetaan wilayah juga digelar bersama masyarakat setempat.

Dari berbagai pertemuan tersebut menghasilkan dua draft tata kelola dan wilayah masyarakat Merapi. Selain itu menghasilkan dua peta tata kelola dan ruang. Berikutnya, dua buku draft kelola rakyat di merapi, khususnya Ngandong dan Palemsari.

Masyarakat juga mulai menyoal dan melakukan public hearing dengan DPRD Sleman untuk menunda pemberlakuan tapal batas TNGM. Dalam pertemuan dengan DPRD, para wakil rakyat sepakat untuk menyerukan TNGM tidak masuk dalam tata ruang propinsi karena masih dalam proses Banding ke Mahkamah Agung.

Persoalan tata ruang terus diperjuangkan oleh masyarakat karena akses mereka yang selama ini leluasa menjadi terbatasi. Padahal masyarakat mengaku tak pernah melakukan aktivitas yang merugikan kepentingan ekologis Merapi. Riset yang dilakukan WALHI membuktikan bahwa keberadaan TNGM ternya turut memberikan implikasi negatif pada keseharian masyarakat terutama di bidang pertanian, perkebunan dan peternakan.

Janji wakil rakyat untuk melakukan berbagai pengusutan berkaitan persoalan penggunaan kawasan yang tak sesuai dengan tata ruang hingga kini pun belum ada kejelasan. Kedepannya, pelibatan rakyat dalam tata kelola dan ruang Merapi adalah kemestian. Apakah Merapi akan tetap eksis dengan ragam fungsinya? Diakui atau tidak, penegakan tata ruang dan tata kelola wilayah yang benar menjadi faktor penentu.

(aWas) jangan salah

menata meraPi!

*Tentang Advokasi Tata Ruang Merapi

Menata Merapi seharusnya bukan

persoalan maha rumit bila tetap patuh

pada potensi khas yang ada di wilayah

tersebut. Ragam Persoalan bermunculan

gara-gara perencanaan dan aplikasi

tata ruang oleh pemerintah yang jauh

panggang dari api.

Page 12: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |12 toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |12

JutAAn kubik pasir yang turun dari kawah tentu merupakan keuntungan tersendiri. Banyak pengusaha pasir maupun bangunan di Yogyakarta maupun di Jawa Tengah bersandar pada kebera-daan pasir di lereng gunung tersebut. Apalagi pasir Merapi terkenal dengan kualitasnya.

Berkah lain yakni bagi para petani. Pupuk alami yang terkandung dalam lahar telah membantu penyuburan tanah di kawasan tersebut. Alhasil, para petani pun tak perlu bersusah payah mengeluarkan uang untuk membeli pupuk.

Itu soal berkah. Bagaimana dengan bencananya? Lahar maupun awan panas Merapi tentu berpotensi merenggut ketentraman bahkan nyawa para penduduk. Faktanya, akibat erupsi banyak penduduk mengungsi agar tak terkena bahaya erupsi bahkan juga menelan korban jiwa.

Beragam persoalan pun mulai bermunculan. Seperti pemenuhan kebutuhan dasar para pengungsi. Bukan apa-apa, para pengungsi

kebanyakan adalah para petani yang menyandarkan hidup mereka pada hasil pertanian, perkebunan maupun peternakan.

WALHI Yogyakarta kemudian berinisiatif menjadi salah satu aktor dalam upaya meminimalisir dampak negatif erupsi. Tiga posko informasi dan penanganan pengungsi didirikan di tiga kabupaten yakni, Sleman, Klaten dan Magelang. Selain untuk memberikan bantuan langsung di masa tanggap darurat, juga untuk memberikan informasi kepada berbagai pihak tentang kondisi para pengungsi lewat komunitas Jalin Merapi.

Penanganan dampak erupsi yang lamban oleh pemerintah membuat WALHI bersama perwakilan masyarakat melakukan konsultasi publik (public hearing) dengan aparat pemerintah di Kabupaten Sleman dan Klaten Dalam ajang tersebut pemerintah pun berjanji memperbaiki pola bantuan lima kebutuhan dasar agar menyentuh seluruh masyarakat korban.

Program pemulihan trauma (trauma healing) juga digelar. Di Kabupaten Klaten misalnya, selama tiga hari WALHI mendampingi anak-anak untuk kegaitan menggambar dan melukis. Pemutaran film mengenai kesiap-siagaan Merapi juga digelar di berbagai tempat. Film ini sendiri merupakan hasil dari dokumentasi penanganan korban erupsi Merapi yang selama ini dilakukan.

Selama penanganan masyarakat korban, WALHI bekerja bersama dengan Lembaga Kappala, Lessan, Yawama, Mitra Tani, Masyarakat Merapi, Lingkar jalin Merapi, Langkah Bocah, Combine, Shalink Yogyakarta. Setelah kurun waktu kurang lebih dua bulan, program penanganan masyarakat masa tanggap darurat dan pemulihan pun berakhir.

Akhirnya, soal penanganan dampak erupsi tidak berakhir sampai di situ saja karena suatu saat Merapi pasti akan “berulah” lagi. Ini gunung berapi teraktif di dunia, kawan!

*tentang aDvokasi bersama masyarakat korban aeruPsi meraPi Ditahun 2006

gunung Merapi merupakan gunung berapi teraktif di dunia. Wajar, fenomena

erupsi kerap menghujam kehidupan masyarakat di sekitarnya sebagaimana

yang terjadi di tahun 2006 silam. Selain membawa berkah juga berpotensi menimbulkan bencana.

hati-hati DamPak eruPsi meraPi!

t O e g O e u t a m a

Page 13: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 13toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 13

TNGM yang disahkan pada tahun 2004 lewat Keputusan Menteri Kehutanan No.SK.134/MENHUT-II/2004 menuai kecaman dari masyarakat setempat. Kawasan TNGM seluas ± 6.410 Ha dinilai membatasi ruang dan akses masyarakat dari berbagai sisi seperti, ekonomi, sosial maupun ekspresi kulutural.

Apalagi masyarakat merasa tak dilibatkan dalam pemetaan dan upaya pengalihfungsian yang dilakukan pemerintah. Padahal pemerintah sendiri dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan, “Pembangunan yang berhasil harus melibatkan partisiapasi masyarakat”.

Masyarakat pun tidak tinggal diam. Masyarakat Merapi bersama WALHI, Wanamandira, Lessan, Mapalaska, Majestic, Caravan, Mapala STTL, Mapeal, Sasenitala, Mapala Unisi, Mapala UMY, Hancala, Janagiri, MPA Cakrawala, Shalink, WGCoP, EKNAS, LABH, Setam, YBK, Langkah Bocah melakukan kegiatan advokasi.

Pengorganisasian masyarakat di kabupaten Magelang, Klaten dan Sleman, riset, investigasi, audiensi dengan pemerintah, public hearing, hingga demonstrasi dilakukan. Belakangan Kabupaten Boyolali juga turut melakukan aksi demonstrasi menolak TNGM. Selain itu juga melakukan aksi litigasi dengan mengajukan banding ke Mahkamah Agung.

Pemerintah tetap tak bergeming untuk membatalkan TNGM, walaupun berbagai elemen masyarakat di 3 kabupaten sepakat untuk menolak kehadiran TNGM. Surat Kepada Menteri Kehutanan

Perubahan status fungsi

hutan Merapi menjadi

taman Nasional gunung

Merapi (tNgM) menimbulkan

berbagai polemik di

masyarakat. Parahnya lagi,

alih fungsi hutan menjadi

wahana pertambangan juga

menjadi-jadi.

tngm milik siaPa?*tentang aDvokasi hutan meraPi

untuk penghentian proses TNGM tak pernah ditanggapi. Bahkan seruan DPRD Sleman untuk mengkaji dan mengusut bangunan-bangunan di kawasan Merapi tak dihiraukan. Terakhir, upaya Banding yang dilakukan juga ditolak oleh Mahkamah Agung.

Selain aksi melawan keputusan pemerintah, WALHI juga terlibat dalam upaya peningkatan kapasitas masyarakat dengan ikut serta dalam pembuatan sanggar pendidikan lingkungan serta pembuatan film dan draft buku Merapi. Tak lupa juga menggelar pelatihan pemetaan dan Pelatihan GIS bagi Masyarakat.

Pemerintah jelas tak konsisten. Di satu sisi membuat TNGM dengan alasan pelestarian lingkungan namun di sisi lain membiarkan pertambangan dan pembalakan pohon tumbuh subur di hutan-hutan Merapi. Lebih dari itu, proses pembuatan TNGM telah mengabai berbagai aspek kultural atau kearifan lokal masyarakat setempat.

Seorang peternak hendak menuju ke hutan untuk mencari pakan bagi ternaknya. Dalam perjalanan, tiba-tiba langkahnya dihentikan oleh petugas TNGM. “ Bapak jangan masuk ke kawasan TNGM,” kurang lebih demikian pengutaraan sang petugas. Sungguh ironis, seseorang yang tak pernah merusak hutan seperti halnya para pengusaha tambang dilarang masuk kawasan TNGM. Kawasan yang sebelumnya menjadi sumber kehidupan sang peternak. Sebenarnya TNGM milik siapa?

Page 14: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |14 toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |14

kekAYAAn tersebut justru banyak dimanfaatkan oleh pihak luar. Baik yang legal maupun tidak. Eksploitasi yang dilakukan pun kerap keluar batas dan melanggar berbagai peraturan hukum. Misalnya, adanya aktivitas penambangan yang menggunakan alat berat, seperti Bego.

Masyarakat setempat merasa terus dirugikan oleh keberadaan tambang yang asal-asalan. Mulai dari kebisingan hingga pengrusakan wilayah pertanian mereka. Bagi masyarakat, aktivitas penambangan tidak dipersoalkan namun bobot dan perijinan penambanganlah yang dipermasalahkan. Bahkan aparat pemerintah desa pun kewalahan untuk mengingatkan para penambang.

Masyarakat dan pemerintah desa juga mengeluh soal perilaku pemerintah daerah yang tidak tanggap dengan persoalan tersebut. Pemerintah dinilai terlalu membiarkan aktivitas tersebut atas nama pemasukan daerah alias PAD.

Warga Merapi dan Bantaran sungai gendol bersama WALHI, Lessan, Kappala, Perapeka, Pasag Merapi, LABH, Wanamandira, Kantor Pengacara Heru CS kemudian melakukan berbagai aktivitas advokasi. Mulai dari Focuss Group Discussion (FGD), sarasehan, investigasi, riset, public hearing hingga demonstrasi kerap digelar.

Pembuatan buletin Perapeka juga dilakukan untuk mengajak keterlibatan masyarakat luas khususnya di daerah Magelang. Selanjutnya, melakukan gugatan

class action di pengadilan negeri Sleman oleh masyarakat Kali Gendol. sayang, aksi litigasi ini kemudian gagal karena kalah di tangan sang hakim.

Sementara aksi public hearing mendapat apresiasi dari DPRD…… para anggota dewan berjanji akan mengkaji dan mengevaluasi kembali Rancangan Peraturan Daerah Pertambangan Merapi. Selain itu lewat FGD diperoleh Draft kesepahaman antar desa untuk penolakan pertambangan ke Kabupaten Magelang

Riset yang dilakukan bersama menunjukkan bahwa Merapi kehilangan pasir kurang lebih 3.360.560 m3 per tahun atau enam puluh satu kali Candi Borobudur. Ironisnya lagi, lima puluh persen pertambangan di wilayah Merapi ternyata illegal.

Hingga kini persoalan tambang di Merapi belum selesai. Masih banyak aktivitas penambangan ilegal dan penggunaan alat berat. Aktivitas penambangan di sungai pun kian marak tanpa menghiraukan dampak ekologis maupun keselamatan jiwa. Padahal sudah ada program normalisasi sungai yang dilakukan pemerintah untuk membatasi aktivitas penambangan pasir.

Siapa pun tahu, kekayaan Merapi dapat mendatang dua hal, pertama, keuntungan materi. Kedua, petaka. Bila tak dikelola secara serius tentu kemungkinan kedualah yang bakal lebih dominan. Permintaan masyarakat sederhana, jangan menggunakan alat berat dan jangan main tambang saja dengan atau tanpa ijin!

bila tambang memberikan benCana(1)*tentAng AdvokASi PertAMbAngAn di MerAPi

Merapi dikenal dengan

kekayaan alam sektor

tambangnya. Batu, pasir

yang melimpah menjadi

magnet tersendiri bagi

para pengusaha dan

penambang. Ironisnya

kekayaan tersebut hanya

sedikit yang dinikmati

oleh masyarakat sekitar.

t O e g O e u t a m a

Page 15: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 15

Kawasan perkotaan Yogyakarta, dengan luas wilayah 32,5 km2 atau kurang lebih 1,02% dari luas wilayah Propinsi Yogyakarta, terdiri atas 14 kecamatan, 45 kelurahan, 610 RW dan 2512 RT, menjadi sangat dominan atas aktivitas di antara empat kawasan perkotaan/kabupaten yang lain.

Rotasi ekonomi, politik, pemerintahan, transportasi, pariwisata, pendidikan, budaya dan industri. Permasalahan lingkunganpun mulai bermunculan dari semua sektor didukung dengan semakain pesatnya tingkat pembangunan dan pertumbuhan penduduk, yang tidak disertakan sistem menajemen pengelolaan kawasan perkotaan yang ramah lingkungan serta tidak di dasarkan pada tingkat keseimbangan daya dukung wilayah, tetapi di dasarkan pada investasi yang masuk.

Sehingga wajar jika perkotaan dijadikan ajang untuk saling melakukan eksploitasi sumber daya alam atau ruang-ruang publik yang ada di Yogyakarta demi kepentingan bisnis maupun pribadi. Imbasnya, ancaman krisis ekologi mulai menghancurkan kota Yogyakarta yang bersimbol berhati nyaman menjadi berhenti nyaman.

Pesatnya pembangunan yang cenderung mengarah pada pemanfaatan ruang semaksimal mungkin, mengubah ruang publik dan kawasan hijau perkotaan menjadi bangunan-bangunan gedung, mall, swalayan, hotel dll. Begitu juga dengan persoalan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang hanya dijadikan legalitas laju pertumbuhan pembangunan di kawasan perkotaan.

Hal tersebut berimplikasi pada kepada ekologi sekitar, AMDAL seringkali hanya diposisikan sebagai syarat formalitas atau administratif tanpa melihat detail substansinya. WALHI Yogyakarta sebagai organisasi publik lingkungan telah banyak melakukan Advokasi lingkungan melalui berbagai aktifitas seperti Capacity Building, comunity Organising, Kampanye dll.

Hal ini sesuai dengan visi dan misi WALHI Yogyakarta yang mendorong terwujudnya sistem pengelolaan SDA dan Lingkungan Hidup di satu kawasan yang Adil dan berkelanjutan.

Berikut rekam jejak advokasi yang kami lakukan sejak tahun 2005 silam. Ayo lestarikan suasana perkotaan yang nyaman!

berkubang DamPak negatif

inDustrialisasi

Page 16: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |16 toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |16

jangan bilang ini Persoalan sePele*tentAng AdvokASi PerSoALAn SAMPAh dAn PenceMArAn udArA PerkotAAn

Resiko dari laju

pertumbuhan

penduduk dan

pembangunan

adalah

“penghasilan”

sampah yang

meningkat pesat.

Di wilayah

perkotaan

Yogyakarta, DKKP

Kota pada tahun

2005 mencatat

produksi sampah

sebanyak 1.700

m3 perhari. Lalu

bagaimana kiprah

WALHI?

DKKP juga mengakui sampah yang dapat diangkut baru sekitar 1300 m3 perhari. Penumpukan sampah 400m3 per hari pun tak terelakkan. Kalau ini dibiarkan akan terjadi penumpukan sampah yang kemudian berdampak buruk bagi Kota Yogyakarta.

Hal ini yang melatarbelakangi WALHI Yogyakarta melakukan advokasi terhadap sistem menajemen pengelolaan sampah, yang mengarah pada regulasi untuk meminimalkan pembuangan sampah dan barang yang potensial menjadi sampah. Berikutnya, melakukan kampanye dan pelatihan upaya pemanfaatan sampah menjadi barang berharga seperti komposting dan lain-lain.

Persoalan samapah mengarah pada bagaimana membangun kelompok-kelompok kerja di level komunitas dalam pengelolaan sampah dengan sistem swakelola yang di gagas oleh WALHI Yogyakarta. Permasalahan sampah sebenarnya bukan hanya berdampak pada persoalan lingkungan tetapi juga telah menimbulkan kerawanan sosial dan bencana kemanusiaan.

Kasus–kasus seperti itu telah terbukti di Bantar Gebang, Bojong Gede dan Leuwi gajah. Ini berarti persoalan sampah bukan sesuatu yang bisa dianggap sepele. Pendekatan persoalan sampah yang biasanya menggunakan paradigma end–pipe of solution (pendekatan ujung-pipa) sudah saatnya ditambah lagi dengan pendekatan sumber.

t O e g O e u t a m a

Page 17: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 17

Dengan pendekatan sumber sampah ditangani dari sumber pembuangannya. Dan hal ini lebih efektif dari pada pengolahan di akhir tempat pembuangan. Penerapan 4R (replace, reduce, re-use, recycling) merupakan paradigma yang terbukti mampu menangani permasalahan sampah secara mandiri. WALHI. SHALINK, Yasanti, melakukan pengorganisasian masyarakat sehingga Terbentuknya 4 kelompok komunitas pengelolaan sampah di kota Yogyakarta

Belajar dari pengelolaaan sampah swakelola Sukunan, Banyuraden, Gamping, Kabupaten Sleman ternyata menimbulkan efek positif. Penanganan sampah mulai dari sumbernya yaitu dari rumah tangga terbukti mampu mengelola potensi sampah yang selama ini luput dari perhatian masyarakat.

Sampah organik yang selama ini dibuang karena bau dapat dimanfaatkan lagi menjadi kompos. Sedangkan sampah kertas, plastik, logam dan kaca mampu dimanfaatkan sebagai kerajinan seni atau dijual ke industri pengolahan selanjutnya. Contoh lain adalah di Gondolayu Lor, Cokrodiningratan, Jetis, dan gambiran baru Kota Yogyakarta tengah memproduksi secara masal alat pembuatan kompos.

Mereka juga memilah sampah non organik mulai plastik dan kertas yang masih mempunyai nilai ekonomis dimanfaatkan dan dikelola. Sampah organik lainnya akan dibuang di tempat khusus. Terobosan masyarakat ini merupakan sesuatu yang perlu kita dorong dan kembang tularkan ke tempat-tempat yang lain.

Untuk mengembangan ide pengelolaan sampah swakelola WALHI bersama beberpa kelompok ibu-ibu yang konsesn terhadap pengelolaan sampah di awali dengan simulasi pengolahan sampah swakelola dan pembuatan bakteri. Hal ini merupakan upaya untuk mencari solusi atas permasalahan sampah yang cukup berkembang pesat di Kota Yogyakarta.

Mitra Tani sebagai anggota WALHI di posisikan sebagai narasumber dalam kegiatan ini. Kegiatan ini selain untuk memberikan satu pemahaman pengelolaan sampah kepada partisipan dan kelompok masyarakat dalam hal pengelolaan sampah, juga merupakan pelatihan pendidikan lingkungan.

Sistem yang di kembangkan dalam pelatihan ini adalah pembuatan bakteri dan bagaimana sistem pemilahan sampah yang benar agar sampah bisa bernilai ekonomis dan dapat teratasi. Pasca pelatihan implementasi pelaksanaan pengelolaan sampah terjadi di 6 titik di wilayah perkotaan yang didampingi oleh lembaga anggota seperti Yasanti dan SHEEP.

Fokus utama pengelolaan sampah adalah sampah rumah tangga yang bisa diubah menjadi kompos. Seperangkat peralatan dan sistem kerja monitoring telah terbentuk dengan baik dan bahkan sudah bisa menghasilkan produk yang bisa di pakai. Sedangkan sampah non organik diupayakan dibuat kerajinan, seperti tas.

PenceMArAn udArA hinggA PenAtAAn LingkungAn

Menyadari persoalan perkotaan sangat kompleks maka diadakan koordinasi di level FGD partisipan anggota WALHI melibatkan LBM, Wamana Mandira, LABH, Lessan, CD Bethesda, Setam, PKBI, YLKI dan Patrapala. Dari hasil FGD di 14 kecamatan teridentifikasi beberapa persoalan di antaranya adalah kian meningkatnya pencemaran udara, penataan ruang publik yang minim.

Berbagai kegiatan dilakoni WALHI, baik yang diinisiasi WALHI maupun pihak lain. Diskusi, pelatihan, kampanye publik terus digelar dalam kurun waktu tiga tahun belakangan. Namun hingga kini, salah satu agenda penyelamatan kualitas udara belum tercapai. Kedepannya, pekerjaan rumah ini harus diselesaikan bersama dengan seluruh elemen masyarakat. Mari bersama lestarikan “kenyamanan” perkotaan kita!

Page 18: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |18

SeLAMA tiga tahun WALHI Yogyakarta mencatat berbagai ragam pencemaran air yang dilakukan berbagai aktivitas industrialisasi yang kemudian diadvokasi oleh WALHI. Pertama, Pencemaran sumur-sumur warga sekitar Stasiun KA Tugu akibat bocornya tangki penyimpanan solar PT KA Daop VI Yogyakarta. Kedua, Pencemaran sumur warga akibat buangan limbah pabrik Madukismo di Bantul.

Ketiga, pencemaran aliran sungai akibat buangan limbah pabrik kulit PT Budi Makmur. Berikutnya, Pencemaran sumur warga akibat bocornya limbah Jogja Saphire Mall. Kelima, Pencemaran sumur warga akibat buangan limbah dari pabrik kulit PT Adi Satria Abadi dan PT Bintang Alam Semesta di Bantul.

Keenam, Berkurangnya debit sumur warga akibat pembangu-nan Jogjatronik Mall. Ketujuh, Pencemaran aliran sungai Code akibat jebolnya bangunan pengelo-laan limbah RSUD Sarjito.

WALHI Yogyakarta, Bapedalda DIY, dan warga korban pencemaran melakukan investigasi langsung di lapangan terhadap kasus-kasus pencemaran air tersebut. Hasilnya, pertama, ditemukan pelanggaran oleh para perusahaan dalam pengelolaan limbah dan proses produksinya.

Termasuk adanya pelanggaran atas kepatuhan untuk mentaati UKL/UPL dan AMDAL-nya. Kedua, Kurangnya pengetahuan masya-rakat dalam mengolah proses produksi terkait dengan buangan limbahnya, khususnya pada kasus limbah komunitas produsen tahu.

WALHI Yogyakarta, PSLH UAJY, LKY, Shalink, SHEEP juga melakukan sampling riset atas AMDAL, khususnya terkait dengan pengelolaan limbahnya, pada 4 sektor usaha besar, yaitu rumah sakit, pabrik, hotel, dan mall. Yang diwakili oleh RS Sarjito, PT Budi Makmur, Hotel Melia, dan Galeria Mall.

Beberapa temuannya riset dokumen AMDAL pada 4 badan usaha tersebut, ditemukan bahwa semuanya tidak melakukan laporan pengelolaan lingkungan secara periodik sebagaimana yang seharusnya dilakukan dan diatur.

Atas realitas tersebut, WALHI mendesakkan kepada pemerintah untuk memberikan sanksi tegas kepada PT KA atas kasus kebocoran solar tersebut, dalam rangka penegakan hukum lingkungan.

Akhirnya, Bapedalda DIY melalui Biro Hukum Pemprop DIY mengajukan gugatan kasus kebocoran tersebut ke PN. Selain itu PT KA juga telah melakukan pembersihan sumur-sumur warga yang tercemar.

air Di kota, siaga satu!?*tentAng AdvokASi SuMber dAYA Air PerkotAAn

Salah satu dampak

dari industrialisasi

perkotaan yang tak

diikuti oleh kesadaran

pengelolaan

lingkungan dan

pengawasan ketat

adalah semakin

buruknya kualitas

dan kuantitas sumber

daya air.

t O e g O e u t a m a

Page 19: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 19

Berbagai ragam advokasi

kami jalankan di kawasan ini.

Dalam catatan kami, kawasan

ini paling banyak dirundung

persoalan lingkungan hidup.

Mulai dari bencana, Sumber

daya Air, tata ruang, agraria

hingga masalah pertambangan.

Tak hanya itu, dalam

hal pengaduan masalah

lingkungan hidup kepada WALHI

Yogyakarta, masyarakat pesisir

selatan kuantitasnya paling

banyak. Artinya, makin banyak

masyarakat di kawasan ini

yang sadar akan hak-hak atas

lingkungan hidup yang layak.

Masalah-masalah yang

muncul, secara mayoritas

menempatkan masyarakat

berhadap-hadapan dengan

pemerintah ( konflik vertikal).

Kalaupun ada konflik horisontal,

lebih dikarekan imbas dari

konflik vertikal. Investigasi

WALHI menunjukkan bahwa

konflik horisontal sengaja

diciptakan untuk mengalihkan

energi masyarakat yang

sebelumnya melawan

pemerintah maupun pengusaha.

WALHI Yogyakarta secara

tegas menolak aksi adu domba

yang kerap terjadi dalam

penanganan berbagai persoalan

pembangunan. Pelajaran

berharga dari Pesisir Selatan

kedepannya adalah AWAS!

ADA UPAYA PELESTARIAN ADU

DOMBA ANTAR MASYARAKAT!

Berikut rekam jejak advokasi

yang kami lakukan sejak tahun

2005 silam. Ayo lestarikan

Pesisir Selatan!

Pesisir selatan dalam kerangka advokasi WALHI Yogyakarta selama tiga tahun ini adalah Kabupaten Bantul, Kulonprogo, gunung Kidul di Yogyakarata dan Kabupaten Cilacap di Jawa tengah. Artinya, pesisir selatan bukan soal daerah administrasi tapi kawasan geografis.

Page 20: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |20

Fenomena gempa bumi 27 Mei 2006 di Yogyakarta dan Jawa tengah

memang menggemparkan. Ribuan nyawa melayang dan kerugian

materi yang bejibun menjadi tanda bahwa kita tidak siap dalam

menghadapi berbagai ancaman alam raya.

Potret kepanikan sangat terasa pada masa-masa awal pasaca gempa bumi. Berbagai isu yang tidak benar ditelan begitu saja dan mempengaruhi cara penduduk bertindak. Contohnya, saat isu tsunami beredar masyarakat begitu ketakutan dan bebondong-bondong menjauhi kawasan yang dirasa akan dilanda tsunami. Faktanya, tsunami tak pernah terjadi.

Bukan hanya masyarakat awam yang tidak siap dan gentar sedemikian rupa. Pemerintah pun tak jauh berbeda. Pola dan distribusi bantuan yang dilakukan sangat kacau balau. Bupati Bantul, Idham Samawi mengakui hal tersebut. Padahal sebelum terjadi bencana di Yogyakarta dan Jawa Tengah, tiga tahun sebelumnya telah terjadi gemapa bumi dan tsunami di Aceh. Bukankah, seharusnya kita sudah belajar dari potret di Serambi Mekah tersebut.

Setelah penanganan masa tanggap darurat di kawasan pesisir selatan (gunung Kidul, Bantul, Kulonprogo), WALHI bersama Kappala, Lessan, Patra Pala, LBH Yogyakarta, SeTAM, LBM dan berbagai komunitas masyarakat menggelar pendidikan dan pelatihan kesiapsiagaan menghadapi fenomena gempa bumi dan tsunami.

Pendidikan dan pelatihan diselenggarakan di tiga kabupaten tersebut. Temanya kesiapsiagaan menghadapi bencana berbasis kawasan dan komunitas masyarakat. Selain itu, WALHI juga melakukan pendidikan publik lewat radio-radio sepanjang September 2006 hingga Jauari 2008.

Diskusi tata ruang pasca bencana pun dilakukan. Salah satu hasil yang diterbitkan oleh WALHI adalah buku Panduan Advokasi Bencana yang diterbitkan pada Juni 2008. Buku ini diharapkan mampu menjadi sumber pengetahuan masyarakat seputar hak-haknya, sbelum, saat dan sesudah bencana yang diatur dalam perundangan di Indonesia.

Advokasi lain yang dilakukan yakni menginisiasi pembentukan FKKJ yang fokus terhadap Penolakan Hutang Luar Negeri untuk penanganan Bencana Pasca Gempa Jogja–Jateng. Ini dilakukan agar bencana tidak dijadikan pembenaran oleh pemerintah untuk berhutang yang pada akhirnya juga membenani seluruh masyarakat.

Peristiwa gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah tentu kian menyadarkan kita bahwa negeri ini tidak hanya kaya sumber daya alam tetapi juga potensi bencana. Pendidikan dan pelatihan kesiapsiagaan adalah sesuatu bagian dalam berbagai siklus penanggulangan dampak bencana. Bersiap-siagalah, karena bencana bukan takdir!

*tentAng AdvokASi berSAMA MASYArAkAt MenghAdAPi bencAnA di PeSiSir SeLAtAn

(bersama) siaga haDaPi anCaman

Page 21: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 21

Tak terkecuali di kawasan Pesisir Selatan yang terdiri dari Kabupaten Gunung Kidul, Kulonprogo dan Bantul. Masyarakat perlahan mulai meninggalkan pangan lokal dengan mengkonsumsi makanan siap saji dan instan. Sampai-sampai seorang anak di Kabupaten Bantul memberikan jawaban bahwa salah satu makanan khas Bantul adalah mie instan.

Kalau cerita diatas belum cukup, coba tengok dagangan-dagangan di berbagai sekolah di Yogyakarta, mayoritas didominasi oleh makanan ringan dari pabrik bukan hasil pertanian setempat. Ini tentu cerita memprihatinkan bagi kita yang mengaku negara agraris.

Oleh karena itu, WALHI Yogyakarta melakukan kampanye dan pelatihan pembuatan pangan lokal. Kegiatan dilakukan tiga kali untuk pelatihan dan satu kali menggelar lomba pangan lokal. Kegiatan-kegiatan tersebut nyatanya diapresiasi positif oleh masyarakat dan aparat pemerintah. Misalnya, Wakil Bupati Kulonprogo menyatakan akan mengakomodasi produk pangan lokal masyarakat.

WALHI juga bersama masyarakat melakukan Ruwatan Desa bertema “gumregah desaku”. Dalam kegiatan ini digelar pentas seni dan pameran produk pangan lokal oleh masyarakat, serta sekali Pemu-taran film Pangan Lokal. Dalam skala lain WALHI juga melakukan riset adaptasi mitigasi masyarakat pesisir di kawasan kering.

LAhAn PertAniAn berkurAng

Adanya aktivitas pembangunan infrastruktur yang marak di kawasan ini ternyata tak disertai dengan kajian mengenai karakteristik ekonomi masyarakat sekitar. Implikasi jalur lintas

selatan terhadap lahan pertanian di wilayah Bantul ternyata diabaikan. Dalam catatan WALHI Yogyakarta, akan terjadi pengurangan pekarangan sebesar 27.455 M2, sedangkan untuk pengurangan sawah, tegalan sebesar 718.131 M2, rumah 72 buah dan luas wilayah sebesar 454.183.

Begitupun implikasi rencana tambang pasir besi terhadap lahan pertanian produktif di pesisir selatan Kulonprogo. Petani yang sudah puluhan tahun di sana terancam eksistensinya bila penambangan pasir besi dilanjutkan dalam skala besar. Ironis, di satu sisi pemerintah Kulonprogo mengembar-gemborkan kawasan terse-but sebagai daerah pertanian produktif lewat websitenya, namun di satu sisi mem-biarkan nasib lahan tersebut terancam.

Berikutnya, WALHI juga bersama LABH Yogyakarta bersama Masyarakat Pundong, Bantul melakukan advokasi terhadap upaya pendirian pusat rehabilitasi korban gempa di daerah tersebut. Public hearing sebanyak dua kali dilakukan. Pertama, dengan DPRD Bantul. Kedua, DPRD Propinsi Yogyakarta. Alasan mendasar bagi WALHI soal ini adalah mengenai lahan pertanian warga yang kemungkinan besar akan hilang akibat pembangunan tersebut.

Hasilnya, kedua lembaga tersebut menyatakan akan meminta Pemerintah untuk mengkaji kembali proyek tersebut dan tidak diperbolehkannya aktivitas pembangunan sebelum urusan dengan warga setempat kelar.

Kedepannya, WALHI memperkirakan masih banyak aktivitas pembangunan yang merusak tatanan masyarakat pertanian. Setidaknya seperti yang kerap terjadi dalam kurun waktu tiga tahun ini; Penggusuran Lahan Tani Rakyat!

Petani Dan Pangan lokal harus lestari*tentAng AdvokASi AgrAriA PeSiSir SeLAtAn

Di tengah hiruk pikuk pasar bebas, rupanya keberadaan para petani dan pangan lokal kita terancam. Pola konsumsi, tata produksi pertanian hingga konsep pembangunan wilayah yang berubah menjadi sebab.

Page 22: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |22

*tentAng AdvoLASi SuMber dAYA Air berSAMA MASYArAkAt PeSiSr SeLAtAn

SebAgAiMAnA kota-kota besar di Indonesia, pencemaran air oleh berbagai perusahan juga terjadi di kawasan Pesisir Selatan Yogyakarta. Ironisnya, tidak ada pene-gakan hukum yang serius dari aparat pemerintah.

Berbagai pengaduan dari masyarakat berdatangan. Mereka menyayangkan air sumur dan atau sungai yang selama ini menjadi salahsatu tempat pemenuhan kebutuhan primernya tercemar. Salah-satunya adalah pencemaran oleh UKM Pabrik Tahu dan pabrik gula Madukismo.

Setelah ditelisik lebih jauh ternyata ada UKM yang tidak memiliki IPAL Komunal. Namun ada juga lantaran permintaan segelintir orang untuk mencari keuntungan sendiri. Seperti yang terjadi di kawasan Pabrik gula Madukismo. Para pemilik sawah meminta dialiri limbah dari sisa pengolahan karena mereka percaya dapat menyuburkan tanah garapannya. Padahal bagi masyarakat setempat, air sumurnya menjadi tercemar dan tak layakj minum.

WALHI Yogyakarta dalam kurun waktu tiga tahun ini juga terus berupaya menuntaskan kasus ini. Mulai dari investigasi, public hearing, demonstrasi, kampanye hingga meminta dilakukannya audit lingkungan bagi pabrik-pabrik yang

bermasalah. Tapi kenyataannya, hingga kini proses pencemaran air oleh perusahan masih kerap terjadi.

Air untuk MASYArAkAt bLAdo

Adanya pemukiman baru di Blado, Gunung Kidul ternyata belum disertai dengan penyiapan sumber air yang mudah dikonsumsi oleh masyarakat setempat. WALHI bersama LESSAN, Masyarakat Blado dan CO Mapala STTL melakukan upaya pengadaan air.

Berbagai aktivitas pun dilakukan. Mulai dari FGD mengenai pengangkatan air ke lokasi pemukiman hingga studi debit air di Blado sendiri. Hasilnya, masyarakat sepekat untuk bergotong-royong. Kedua, studi tersebut memperlihatkan terdapat 2 mata air tapi hanya 1 mata air yang dapat dimanfaatkan untuk dilakukan pengangkatan air.

Selanjutnya pengadaan 3 bak penampung (1 bak sumber, 1 bak transit dan 1 untuk bak distribusi ke masyarakat) dan 2 Pompa air (jet pump). Akhirnya, air pun berhasil didapatkan oleh masyarkat setempat dengan lebih mudah. Model pengelolaan secara bersama menjadi kemutlakan agar air di di Blado, tetap mengalir dan bermanfaat. Ya, Air untuk Rakyat!

air berlimbah tuai Perkara

t O e g O e u t a m a

Page 23: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 23

SeJAk puluhan tahun silam, kawasan tersebut telah diubah oleh masyarakat menjadi lahan pertanian produktif dari sebelumnya lahan kerontang. Lahan pasir tersebut ternyata mampu memberikan kehidupan yang lebih layak bagi masyarakat. Banyak cerita sukses soal aktivitas pertanian mereka.

Sejak pertanian dianggap potensial, banyak TKI maupun perantau asal daerah setempat yang memilih pulang dari perantauan. Lebih dari itu, masyarakat petani juga sudah bisa memenuhi kebutuhan keluarganya dari tingkat primer, sekunder bahkan tersier. Pendidikan, misalnya. Anak-anak mereka sudah dapat mengenyam pendidikan yang lebih layak. Pemerintah daerah juga mengakui kehebatan masyarakat.

Namun tiga tahun belakangan, polemik mulai mencuat. Semua gara-gara pemerintah daerah mengijinkan investasi pertambangan biji besi di kawasan pesisir selatan. Apa boleh buat, bisa jadi pemerintah menginginkan keuntungan dalam jumlah yang besar dalam waktu yang sesingkat mungkin.

Aksi penolakan warga pun bermunculan terkait dengan rencana penambangan pasir besi. Bukan apa-apa, kesejahteraan dan kenyamanan yang selama ini mereka lakoni akan amblas akibat penambangan. Tak mau sekadar berjuang tanpa hasil, masyarakat kemudian membentuk wadah perjuangan bersama yang disebut PPLP (Paguyuban Petani Lahan Pasir).

Tak hanya sampai di situ, PPLP juga menetapkan LBH Yogyakarta (anggota WALHI Yogyakarta) sebagai kuasa hukum mereka. Berbagai aksi demonstrasi, audiensi telah berulang kali mereka gelar demi dibatalkannya proyek tersebut. Salahsatu keberhasilan aksi mereka yakni membuat UGM mundur menjadi salahsatu tim kajian dampak pertambangan.

Sementara WALHI Yogyakarta juga melakukan kegiatan advokasi pada lingkup yang berbeda. Dalam konteks pengorganisasian, terlibat dalam konsolidasi NGO’s di Yogyakarta terkait Pasir Besi dan konsolidasi nasional terkait tambang Pasir Besi.

Dalam hal riset, implikasi pertambangan Pasir Besi terhadap ekologi diketahui akan terjadi perubahan bentang alam dan alih fungsi lahan 22 km x 1,8 km (6,8%) dari total luas Kabupaten Kulonprogo 586.27km2. Selain itu, pertanian dari segi kuantitas dan kualitas terancam (Lahan Pertanian Produktif mencapai 4.434 ha,: sumber, BPS 2005). Selanjutnya, habitat fauna pesisir di Kecamatan Galur yakni burung-burung migran terancam hilang.

Kulonprogo bikin

heboh. Pemerintah

setempat menetapkan

605 juta ton biji

besi terdapat di

kawasan pesisir

pantainya. Namun

masyarakat setempat

tidak sudi memberi

tempat bagi aktivitas

penambangan.

Mengapa?

gara-gara 605 juta ton*tentang advokasi Pertambangan di Pesisir selatan

Page 24: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |24

Implikasi lain yakni terhadap pemukiman dan keselamatan penduduk di 4 kecamatan (Temon, Wates, Panjatan dan Galur) atau di 21 dusun (123.601 jiwa) karena kemungkinan abrasi oleh gelombang laut akibat “telanjangnya” kawasan pesisir buah eksploitasi pasir besi nantinya. Kondisi makin diperparah adanya perubahan iklim di wilayah Asia Pasifik sehingga muka air laut akan mengalami kenaikan hingga 1 meter pada tahun 2025 ( hasil riset dalam IPCC WGI 2007 dan Preston Et al 2006).

Sampai saat ini, WALHI masih terus melakukan advokasi. Press release juga telah dilakukan. Surat mosi tidak percaya juga telah dilayangkan kepada kementrian ESDM dan Bupati Kulonprogo. Namun belum juga mendapat tanggapan. Kemudian WALHI juga mempertanyakan keberadaan manajemen PT. Jogja Megasa Mining (JMM) yang tidak transparan mengenalkan perusahannya.

Surat kepada JMM juga telah dikirimkan sebagai balasan atas surat permohonan kerjasama oleh perusahan tersebut. Intinya, WALHI mempertanyakan maksud

dari surat tersebut dan meminta agar perusahan memperkenalkan diri secara terbuka kepada publik.

Konsolidasi nasional juga telah digalang bersama JATAM, LBH, PPLP dan WALHI sendiri. Berbagai agenda lanjutan telah dibahas dan dipersiapkan guna advokasi pertambangan ini. Pada saat yang sama, WALHI mengharapkan konflik horisontal di level komunitas masyarakat agar dihentikan. Ini penting agar perjuangan tidak terpecah-belah yang berbuntut pada kegagalan perjuangan.

Bagi WALHI, sikap pemerintah yang meneruskan proses rencana penambangan pada ranah penandatangan kontrak karya di Jakarta pada akhir tahun 2008 membuktikan bahwa pemerintah tidak konsisten. Baik soal aturan main sebagaimana diamanatkan undang-undang, maupun slogan pemerintah sendiri mengenai kemandirian masyarakat menuju kesejahteraan. Bukankah masyarakat setempat telah mandiri? Bukankah mereka juga telah merasa sejahtera? Kenapa coba dirusak dengan “khayalan” 605 juta ton?

Page 25: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 25

PerSoALAn tata ruang di Pesisir Selatan kompleks secara kuanti tas dan kualitas. Berbagai masalah bermunculan sekaligus berbagai langkah jalan keluar ditempuh. Baik yang bersifat reaktif maupun antisipatif.

Kasus pelebaran Jalan Cino Mati, pembangunan rumah sakit Pundong, Pembangunan Pelabuhan Pantai Glagah, Pembangunan Sekolah Polisi Negara (SPN) di Imogiri, Pembangunan SUTET di Bantul, hingga keberadaan PLTU Cilacap, Jawa Tengah banyak terkait dengan persoalan tata ruang.

WALHI Yogyakarta bersama Kappala Indonesia, LaBH, LBH Yogyakarta dan LKY Yogyakarta melakukan berbagai kegiatan advokasi berupa pengorganisasian masyarakat, investigasi, riset, kampanye, demonstrasi hingga public hearing. Langkah-langkah tersebut diambil untuk meperkuat posisi masyarakat yang tak pernah dilibatkan dalam pengelolaan tata ruang.

Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan banyak hal. Pertama, soal pelebaran Jalan Cino Mati, masyarakat meminta ganti rugi. Kedua, Pemerintah Kabupaten Bantul mengeluarkan pernyataan penggantian lahan

bagi masyarakat yang terkena dampak RS Pundong. Berikutnya, dalam kasus Pantai Glagah ternyata pembangunan telah dilakukan padahal AMDAL masih dalam proses penyusunan.

Keempat, soal Sekolah Polisi Negara. Pembangunan sudah berjalan saat AMDAL dalam Proses Penyusunan dan lokasi bangunan Berada di Kawasan Karst yang merupakan Kawasan Lindung. Selanjutnya, soal PLTU. Adanya ketidaksetujuan masyarakat secara mayoritas berdasarkan Polling dan Kertas Posisi.

Dalam riset lainnya di pantai Kukup, bersama masyarakat membuat RIPPMA Pantai Kukup dan Peta Wisata Berbasis Masyarakat. Sedangkan lewat kampanye berhasil membuat infosheet di beberapa wilayah dampingan. Sementara public hearing dengan Komisi A dan C DPRD Cilacap terkait PLTU menghasilkan kesepakatan bahwa Masyarakat terlibat dalam penyusunan Community Development dan Pemulihan Lingkungan bersama Pemda dan PLTU.

Sedangkan untuk memberikan tekanan kepada pengambil kebijakan, masyarakat di sekitar PLTU Cilacap melakuakn demonstrasi selama tiga kali. Tak lupa, press release juga dibuat agar media dapat mengetahui dan menyebarluaskan permasalahan akibat keberadaan PLTU.

Banyak hal yang dilakukan dalam persoalan tata ruang di Pesisir Selatan. Kesimpulan akhirnya bahwa banyak pembangunan yang dilakukan di kawasan tersebut yang melanggar aturan main tata ruang yang ada. Bahkan hingga sampai saat ini, pelanggaran demi pelanggaran masih terus berlangsung.

Butuh keseriusan dan dukungan penuh masyarakat untuk menyelesaikan perkara ini. Ingat, kawasan Pesisir Selatan adalah daerah rawan terjadi fenomena alam yang berpotensi menimbulkan bencana. Seperti, gempa bumi dan tsunami.

berjubelnya Pelanggaran tata ruang*tentAng AdvokASi tAtA ruAng PeSiSir SeLAtAn

Page 26: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |26

Pegunungan Menoreh secara administratif terletak di tiga Kabupaten dari dua Propinsi. Kabupaten Kulonprogo di Yogyakarta, Kabupaten Magelang dan Kabupaten Purworejo di Jawa Tengah. Sebagai satu kawasan, Menoreh membentuk satu ekosistem khas yang menjadi sumber kehidupan berbagai mahluk hidup, termasuk manusia.

Salah satu bukti nilai penting kawasan Menoreh adalah berdirinya Candi Brobudur pada masa kerajaan Syailendra abad IX M. Tidak hanya candi yang menjadi satu dari tujuh keajaban dunia berdiri disana, tapi puluhan candi lain yang beberapa diantaranya masih dapat dinikmati sebagai peninggalan yang tak ternilai serta digunakan sebagai tempat ibadah. Seperti candi Mendut, candi

Berdirinya simbol-simbol sosial masa kejayaan kerajaan nusantara tersebut, tentu ada atau tidak didirikan begitu saja. Namun telah melewati berbagai dasar dab pertimbangan serta analisis cermat para arsitek penata kawasan pada masanya, baik secara fisik maupun non fisik.

Kawasan Menoreh terpilih karena memiliki nilai lebih dibandingkan kawasan-kawasan lain. Perkembangan ini mewariskan sebuah sistem sosial dan ekosistem region. Namun kearifan tersebut mulai memudar seiring perkembangan jaman. Pola hubungan sinergis kawasan dan manusia lebih didasarkan kepentingan ekonomi jangka pendek.

Nilai strategis atau tidaknya lahan lebih didasarkan atas potensi pengembangan, bukan atas fungsi. Sehingga sangat wajar jika muncul kehawatiran atas kelestarian Brobudur sebagai warisan dunia. Kekuatiran kelestarian menoreh sebagai kawasan penyangga situs-situs budaya. Penyangga sumber-sumber kehidupan.

Sebagai kawasan penyangga benda-benda warisan budaya maupun sumber-sumber kehidupan, pengelolaan kawasan Menoreh tidak dapat dikelola dengan pendekatan administratif sebagaimana yang dilakukan sekarang. Oleh karena itu bersama masyarakat dan lembaga lain, WALHI Yogyakarta bersama lembaga anggotanya seperti, SeTAM, Mapala-Mapala melakukan kegiatan advokasi di kawasan ini.

Berikut rekam jejak advokasi yang kami lakukan sejak tahun 2005 silam. Ayo lestarikan Menoreh!

menjaga

kelestarian

menoreh

t O e g O e u t a m a

Page 27: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 27

WALhi bersama Setam, Lessan, CD Bethesda, YEU, Sanggar Anak Bumi Tani, Kappala melakukan kegiatan tanggap darurat untuk mengurangi dampak negatif lain dari longsor di kedua desa tersebut. Selain memberikan bantuan juga mendorong Pemerintah kabupaten Magelang untuk melakukan pemenuhan kebutuhan korban bencana longsor serta ganti rugi.

Pemerintah setempat pun kemudian segera melakukan tindak tanggap darurat dan memberikan bantuan bantuan ganti rugi. Masyarakat pun terorganisir dan mampu membuat penataan distribusi bantuan yang datang.

Selain itu, kegitan-kegiatan penguatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman juga dilakukan. Pelatihan dan pendidikan kesiapsiagaan bagi masyarakat setempat terus digelar. Harapannya masyarakat dapat mengenali dan mewaspadai setiap ancaman bencana di tempatnya sehingga di kemudian hari masyarakat dapat menghindari jumlah korban dalam skala besar maupun kecil.

Hasilnya masyarakat telah dapat membentuk komunitas penanggulangan bencana di tingkat desa. Selain itu masyarakat telah membuat rencana kerja untuk membuat peta ancaman desa. Selanjutnya, terlaksananya studi analisis independen atas kejadian longsor di Selorejo.

Bencana tanah longsor tersebut sebenarnya tak perlu terjadi apabila aktivitas pembangunan, salah satunya pertambangan tidak beraktivitas. Pertambangan telah merusak siklus ekologis di tempat tersebut yang sebelumnya memang menjadi kawasan rawan longsor. Hasil studi analisis di lapangan pun menunjukkan kesimpulan yang sama bahwa Menoreh rawan longsor dan tidak diperkenankan adanya aktivitas penambangan di kawasan tersebut.

Oleh karena WALHI mengirimkan surat kepada Bupati Magelang untuk mengkaji kembali keberadaan perusahan tambang di Menoreh. Salah satunya, PT Margola dengan tambang marmernya. Namun hingga kini penambangan marmer tetap saja berlangsung.

Dalam penanganan bencana longsor di Menoreh, WALHI kembali mendorong pengelolaan bencana berbasis komunitas. Dorongan tersebut juga disambut tangan terbuka oleh masyarakat. Masa penanganan bencana yang lekas dan lancar di Menoreh tercipta karena pengorganisasian komunitas tanggap bencana yang dilakukan oleh masyarakat sendiri. Kalau begitu, lanjutkan pengelolaan bencana berbasis komunitas.

longsor menoreh bukan takDir

*tentAng PendAMPingAn MASYArAkAt korbAn LongSor di Menoreh 2005

Page 28: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |28

beLAkAngAn sejak munculnya aktivitas pertambangan, ketersediaan lahan mereka berkurang. Bahkan banyak masyarakat setempat yang beralih profesi dari petani menjadi penambang.

Lahan yang kini ditempati oleh PT. Margola semula merupakan kawasan pertanian rakyat. Bersama dengan SeTAM, masyarakat setempat kemudian bereaksi dengan melakukan berbagai kegiatan FGD tentang potensi oengembangan sumber daya alam (pertanian, perkebunan, peternakan). Pendidikan Publik Pengembangan ekonomi dari perternakan kelinci adalah salahsatunya.

Setelah melewati berbagai bentuk pengorganisasian dan pertemuan warga di tiga tempat di Selorejo, akhirnya dihasilkan draft Konsep Wanatani untuk pengembangan potensi pertanian di wilayah Selorejo. Mereka juga mempunyai 33 kelompok/anggota Ingon Tani pemelihara kelinci dengan 181 ekor populasi kelinci.

Kegiatan lain, Selorejo juga ikut serta dalam Kampanye Lomba Kampung Kelinci dan berhasil menembus sepuluh besar tingkat Kabupaten Magelang. Hasil berkat ketekunan masyarakat setempat untuk memelihara kelinci sebagai salah satu mata pencarian.

Saat ini, perubahan pola hidup dari pertanian menjadi buruh pertambangan Marmer juga mewarnai kehidupan masyarakat. Walaupun tidak besar, setidaknya memberi tanda bahwa dunia pertanian di negeri ini, khususnya di kawasan Menoreh terancam.

Selanjutnya, banyak elemen masyarakat berharap agar daerah Selorejo kembali seperti sedia kala, menjadi rumah yang aman dan nyaman bagi para petani. Hingga kini, mereka masih terus berjuang!

kami ingin (tetaP) jaDi Petani! *tentAng AdvokASi AgrAriA Menoreh

Secara mayoritas,

masyarakat

Selorejo adalah

petani. Kondisi ini

membuat mereka

bergantung pada

ketersediaan

lahan dan

sumber-sumber

penghidupan lain

yang disediakan

alam.

t O e g O e u t a m a

Page 29: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 29

AdAnYA praktek penambangan dan pembalakan hutan menjadi faktor penyebab. Dalam investigasi yang dilakukan WALHI Yogyakarta, Mapalaska, Majestic, Caravan, Mapala STTL, Mapeal, Sasenitala, Mapala Unisi, Mapala UMY, Hancala, Janagiri, MPA Cakrawala, Shalink dan SeTAM ditemukan bahwa penurunan debit air banyak disebabkan oleh kedua hal diatas.

Selain itu investigasi juga dilakukan di kawasan sumber-sumber air lain di kawasan Menoreh termasuk kondisi Sungai Elo. Hasil temuan yang mengejutkan, banyak sumber air yang tak bisa diakses oleh masyarakat sekitar lantaran berada pada kawasan penambangan marmer milik PT. Margola. Beberapa penduduk menunjukkan beberapa lokasi tersebut saat investigasi.

Langkah-langkah advokasi pun mesti dilakukan. Beberapa diantaranya melakukan penananaman seratus pohon di sekitar sungai Elo. Berikutnya, melakukan ritual adat untuk penyelamatan sumber-sumber air di wilayah Kecamatan Salaman. Dari hasil pendataan juga ditemukan sepuluh sumber air potensial di Kecamatan Salaman.

Menoreh yang merupakan salah satu kawasan resapan dan penyuplai air juga terancam eksistensinya. Masyarakat sadar dengan kondisi tersebut. Mereka juga terus mendorong pemerintah agar menata Menoreh sesuai dengan fungsinya. Tampaknya keinginan tersebut masih jauh dari kata terwujud. Hingga kini masih ada sumber-sumber air yang dikuasai oleh perusahan tambang marmer.

Air dan hutan bagi masyarakat Menoreh adalah teman keseharian. Oleh karena itu aktivitas kesehariannya tak jauh dari aktivitas yang membutuhkan bantuan “temannya” tersebut. Kalau kini mereka, khususnya di Kecamatan Salaman dilanda kekuatiran akan kekurangan sumber daya air dan sumber penghidupan lain dari hutan; siapa mau membantu?

airku minim, hutanku malang*tentang advolasi sumber daya air dan hutan menoreh bersama masyarakat

Page 30: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |30

hASiL Analisis dan investigasi yang ditorehkan dalam kertas posisi oleh WALHI Yogyakarta menunjukkan fakta-fakta negatif. Pertama, tergusurnya masyarakat dari tempat tinggalnya. Mereka kemudian memilih bertempat tinggal di daerah perbukitan yang notabene rawan longsor.

Kedua, monopoli dan privatisasi sumber daya air rakyat di kawasan pertambangan. Ketiga, perubahan pola hidup dari pertanian menjadi buruh. Berikutnya, pengangguran meningkat serta hilangnnya lokasi pariwisata yang dijadikan lokasi pertambangan.

Lebih dari itu, konflik sosial antara masyarakat yang pro dan kontra juga bermunculan. Padahal sebelum pertambangan didirikan kehidupan masyarakat setempat aman, tentram dan tidak ada gejolak sosial negatif yang besar. Hasil analisis aturan UKL-UPL PT Margola pun yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan alias banyak dilanggar.

Kontrol pemerintah terhadap pertambangan marmer di kawasan menoreh juga terbilang lemah. Itu soal penegakan hukum, berikutnya pemerintah belum mempunyai Perda khusus pertambangan marmer di kawasan ini. Aktivitas pertambangan padahal berada dekat dengan tempat masyarakat beraktivitas.

SeTAM, LABH, LBH Yogyakarta, Paguyupan Pecinta Gua Lowo, Kappala, BEM Universitas Magelang kemudian berinisiatif bersama masyarakat melakukan advokasi. Pengorganisasian, FGD, riset, investigasi, audiensi, hingga aksi demonstrasi dan public hearing ke DPRD Magelang dan PPLH Regional Jawa juga dilakukan. Bahkan kampanye publik dengan menggelar Musyawarah Besar SeTAM di Menoreh juga dilakoni.

Hasilnya, data analisis tentang pelanggaran hukum yang dilakukan PT Margola, seperti pelanggaran UU No.23 tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup didapatkan. DPRD Magelang juga kemudian melakukan investigasi lansung ke areal pertambangan.

Berikutnya, Pertemuan langsung di lokasi pertambangan antar warga, DPRD Magelang dan PT Margola. Hasilnya, PT Margola berkomitmen memperbaiki sistem pertambangan yang tidak merusak lingkungan dan menggangu masyarakat. KLH juga berjanji untuk mengeluarkan hasil study lapangan Kementerian Lingkungan Hidup.

Namun masyarakat berpendapat berbeda. Keberadaan PT Margola telah melanggar UU pengelolaan lingkungan hidup serta mendiskreditkan masyarakat sudah. Oleh karena itu, banyak pihak termasuk masyarakat meminta agar pertambangan ini segera di tutup.

Hingga tahun 2008 ini pertambangan marmer masih tetap berjalan, dan masyarakat tetap konsisten bersikap antipati dan terus berda dalam keresahan akan bahaya longsor, lalu bagaimana dengan pemerintah? Tampaknya para pelayan rakyat itu, terlanjur terbuai keuntungan ekonomi sesaat yang bernama Pendapatan Asli Daerah!

menambang marmer, menorehkan benCana

*tentAng AdvokASi PertAMbAngAn

MArMer di Menoreh

Menambang marmer

di Menoreh bukanlah

pilihan tepat. Selain

“menggusur”

berbagai aktivitas

keseharian

masyarakat petani

setempat, juga

berpotensi besar

menimbulkan

bencana bagi

penduduk sekitar.

t O e g O e u t a m a

Page 31: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 31

riSet yang dilakukan secara bersama dengan Patrapala, SeTAM, Geologi UGM, LBH Yogyakarta menunjukkan pengelolaan kawasan Menoreh tidak dapat dengan pendekatan administratif sebagaimana yang dilakukan sekarang. Karena sebuah ekosistem suatu kawasan seperti Menoreh tidak pernah mengenal batas-batas administratif.

Menoreh memiliki sejarah panjang peradaban kebudayaan seharusnya dikelola dalam sudut pandang sama. Menoreh memiliki ekositem yang menjadi sumber penghidupan manusia maupun binatang semestinya dikelola tetap pada pola pandang ekologis.

Sayang, ini tak disadari. Wajar, bila pertambangan dan pembalakan banyak merusak sistem budaya dan ekologis di kawasan ini. Diskusi kritis Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magelang yang dilakukan juga sebenarnya tetap menunjukkan bahwa kawasan Menoreh tidak dojadikan areal pertambangan.

Peta wilayah rawan bencana yang dihasilkan oleh tim Geologi UGM sepertinya juga tidak mampu mengubah paradigma pemerintah yang bermental ekonomi semata. Hingga saat ini, belum ada kebijakan menyeluruh dari pemerintah untuk menata sekaligus melindungi Menoreh.

Justru inisiatif selalu datang dari masyarakat dengan selalu mewacanakan kampung budaya dan kampung tani. Wujud konkretnya, mereka selalu melakukan ritual-ritual perlindungan alam sebagaimana yang dilakukan nenek moyangnya. Mereka juga tahu bagaimana seharusnya membangun dan menata Menoreh. Caranya? Tetap menjadi petani!

kenaPa seramPangan menata menoreh?*tentAng AdvokASi tAtA ruAng Menoreh

Page 32: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |32

reguLer ProgrAMtAhun

I II III

kdLh - 2,977,700 13,376,400

kAWASAn MerAPi 14,581,530 28,900,450 1,750,000

kAWASAn Menoreh 1,750,000 1,750,000 1,125,000

kAWASAn PerkotAAn 750,000 625,000 2,534,000

kAWASAn PAntAi SeLAtAn 1,500,000 17,690,350 2,744,850

35.000.000.00

30,000,000.00

35,0000,000.00

20,000,000.00

15,000,0000.00

10,000,000.00

5,000,000.00

-KDLH Kawasan Merapi Kawasan Monoreh Kawasan

PerkotaanKawasan Pantai

Selatan

- 14,581,530 1,750,000 750,000 1,500,000

2,977,700 28,900,450 1,750,000 625,000 17,690,350

13,376,400 1,750,000 1,125,000 2,534,000 2,744,850

IIIII

r e g u L e r P r o g r A M P e r i o d e 2 0 0 5 - 2 0 0 8

t O e g O e u t a m a

Page 33: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 33

SoAL penghijauan lahan, MAPALA (anggota WALHI) beberapa kali menggelar aksi ini. Diantaranya, penghijauan di bantaran Kali Gajahwong, Yogyakarta dan Sungai Elo, Magelang. Ratusan bibit pohon ditanam di kedua wilayah tersebut sebagai upaya mencegah terjadinya erosi dan sebagai tempat resapan air.

Sebagai media kampanye, kegiatan ini untuk mengajak publik luas untuk turut serta memberikan kontribusi nyata dalam pelestarian lingkungan. Apalagi kedua sungai tersebut merupakan salahsatu sumber pemenuhan kebutuhan bagi kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat sekitar sungai.

Majestic 55, Mapala STTL, Mapalaska, Cakrawala, Janagiri, Mapala UMY, Mapala UNISI, Mapeal, Sasenitala ISI, Caravan adalah anggota WALHI yang menginisiasi kegiatan-kegiatan tersebut diatas. Kesepuluh MAPALA ini juga terlibat dalam berbagai penanganan bencana, baik saat gempa bumi Yogyakarta dan Jawa Tengah maupun erupsi Merapi tiga tahun silam.

Adapun keterlibatannya, mulai dari pembangunan posko bencana, pendistribusian bantuan, evakuasi, pengobatan gratis. Dari masa tanggap darurat hingga masa rehabilitasi.

Riset pemetaan kawasan juga dilakoni. Pemetaan Wilayah Kelola di Merapi misalnya. Riset dan Pemetaan dilakukan di Dusun Ngandong dan Dusun Palemsari. Dalam kegiatan tersebut menghasilkan draft kelola wilayah Merapi yang berbasis Masyarakat dan peta Dusun Ngandong dan Dusun Palemsari.

Pemetaan wilayah juga dilakukan di kawasan Pantai Kukup, Gunung Kidul. Latar belakang dari kegaiatan ini guna menginisiasi pembuatan Rencana Induk Pengelolaan Pariwisata Masyarakat (RIPPMA). Tujuannya untuk menghasilkan peta kawasan dan draft kelola rakyat.

Untuk aksi demonstrasi juga dilakukan. Salahsatunya menolak Better Air Quality (BAQ) yang menggunakan dana hutang luar negeri untuk program peningkatan kualitas udara bersih perkotaan. Salahsatu Mapala yang terlibat adalah Mapeal dari AMP YKPN.

Kendala dan hambatan dalam menggelar berbagai kegiatan juga ada. Mulai dari masalah koordinasi yang tidak solid hingga persoalan teknis lain di lapangan. Oleh karena itu, selain kiprah MAPALA patut diapresiasi positif dan dikembangkan, pembenahan mesti tetap dilakukan. Ya, setidaknya “titik start” pembenahan mulai dari masalah dan kendala yang dihadapi selama ini.

bukan sekaDar “hijau”*tentAng kiPrAh AdvokASi MAPALA

Komunitas Mahasiswa

Pecinta Alam (MAPALA)

adalah bagian yang

tak terpisahkan dalam

berbagai proses

advokasi WALHI

Yogyakarta selama

ini. Sumbangsihnya

beragam, dalam

konteks kampanye,

pengorganisasian

masyarakat hingga

riset.

t O e g O e m a p a l a

Page 34: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |34

WALHI DIY merupakan gerakan lingkungan hidup untuk meningkatkan control dan pengawasan masyarakat sipil terhadap penyelenggaraan kekuasaan pemerintah daerah, maupun negara. WALHI DIY sebagai wahana untuk memperjuangkan pemenuhan keadilan, pemerataan, pengawasan rakyat atas kebijakan pengelolaan sumberdaya alam.

Eksekutif Daerah (ED) WALHI periode 2005-2008 dengan prinsip keterbukaan, Keswadayaan; Profesional, Ketauladanan, Kesukarelawanan terus bergerak bersama masyarakat dan lembaga lain untuk mengwujudkan harapan bersama tersebut. Harapan tersebut yang terciptanya keadilan lingkungan dalam kehidupan bersama, khususnya di Yogyakarta dan sekitarnya.

Berbagai persoalan mencuat, namun di sisi yang lain selalu ada solusinya. Pekerjaan menuju keadilan lingkungan masih terus berjalan. WALHI di satu bagian, bisa jadi anda di bagian lainnya.

MengenAL gerAk WALhi YogYAkArtA

WALHI Yogyakarta merupakan organisasi forum lingkungan hidup yang memliki anggota 33 lembaga swadaya masyarakat yang tersebar di propinsi ini. Lembaga-lembaga tersebut selama ini bersama WALHI melakukan advokasi lingkungan sesuai dengan karakteristik lembaga tersebut. Misalnya, bila ada persoalan hukum lingkungan hidup maka LBH Yogyakarta menjadi salahsatu aktor kuncinya.

Intinya, anggota mempunyai peran sebagai pemegang strategi kampanye dan data base. Strategi kampanye meliputi membuat skenario kampanye kawasan sesuai dengan apa yang menjadi fokus advokasinya. Sedangkan WALHI bertindak sebagai fasilitator.

Penjelasan diatas semoga memberikan gambaran kepada khalayak siapa, apa dan bagaimana posisi berdirinya WALHI. Berikut laporan kami tentang mandat dan dinamika perjalanan internal kelembagaan ED perode 2005-2008, lengkap dengan laporan keuangan.

Walhi yogyakarta

memikul manDat menuju

keaDilan lingkungan

t O e g O e W a l h i

Page 35: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 35

SePAnJAng kurun waktu 2005-2008, praktis terjadi beberapa kali pergantian pengurus di tingkat devisi-devisi. Kekosongan yang sempat terjadi lantaran beberapa pengurus memilih mengundurkan diri dengan beragam alasan. Salahsatunya, soal penyelesaian studi.

Beberapa pengurus awal yakni Tatang Elmy Wibowo, Ara Sumantri, Aji Andrianto mengundurkan diri. Selanjutnya, Feybe EN Lumuru, Khusni Abdilah, Dimas Arga Y, Hendra Novariadi, Heri Widodo, dan Abdul Aziz juga mengundurkan diri.

Hingga akhir periode kepengurusan, tinggal delapan orang pengurus ED. Beberapa diantaranya adalah muka baru. Berikut potret profil para pengurus yang terlibat aktivitas advokasi lingkungan hingga PDLH Publik kali ini.

direktur ekSekutif, SuPArLAn.Lelaki kelahiran 27 januari 1978 di Karanganyar ini merupakan

alumnus IAIN Sunan Kalijaga (kini, UIN Sunan Kalijaga) Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. Semenjak kuliah telah aktif terlibat

dalam persoalan lingkungan hidup dengan bergabung di komunitas Mahasiswa Pencinta Alam “MAPALASKA”.

dePuti direktur, nAnAng iSMuhArtoYo Alumnus UGM jurusan Psikologi ini juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Konsumen Yogyakarta yang notabene merupakan salahsatu anggota WALHI Yogyakarta. Beliau dilahirkan di Medan pada 22 September 1965 dan kini bertempat tinggal di kawasan Wirogunan, Kota Yogyakarta.

kami

Page 36: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |36

StAf inveStigASi & reSPon iSu, MuhAMMAd SAdri

Lelaki kelahiran 14 April 1983 di Lombok Barat ini masih menempuh kuliah di Jurusan Bahasa dan Sastra Arab, Fakultas

ADAB UIN Sunan Kalijaga. Sejak 2003, dia juga bergelut di Komunitas Mahasiswa Pecinta Alam “MAPALASKA” di kampusnya.

MAnAger AdMiniStrASi dAn keuAngAn, rekno PurWAnti

Wanita kelahiran 15 Desember 1982 di Sleman ini masih menjalankan studi di kampus STIE-SBI Yogyakarta Jurusan Akutansi. Bergabung di WALHI sejak 2004 silam

MAnAger inveStigASi & reSPon iSu, Ari AndY PrAStoWo

Alumnus Fakultas Hukum UGM ini sekarang ini tengah menjalani pendidikan Advokat di Bandung. Semasa kuliah, lelaki kelahiran 17 April di Lampung ini juga terlibat dalam komunitas Mahasiswa Pecinta Alam “MAJESTIC” di kampusnya.

MAnAger riSet dAn dAtA bASe, hALik SAnderA

Lelaki kelahiran 11 Juli 1981 di Bangkalanini merupakan alumnus Universitas Ahmad Dahlan jurusan Teknik Informatika. Sejak kuliah

terlibat dalam komunitas Mahasiswa Pecinta Alam “KASPALA”.

uMbu WuLAng tAP, MAnAger kAMPAnYe & PSdAlumnus Ilmu Sosiatri STPMD”APMD” Yogyakarta ini bergabung WALHI Yogyakarta sejak PNLH X di Bantul. Sejak kuliah, lelaki kelahiran 13 Oktober 1980 di Kananggar, Sumba Timur ini terlibat dalam Lembaga Penerbitan Mahasiswa “TEROPONG” di kampusnya.

StAf kAMPAnYe & PSd, fAthur roziqin fenLelaki asli Lombok kelahiran 8 Juni 1984 ini sebelumnya terlibat dengan

LAPERA Indonesia sebagai relawan. Kini, dia juga menjabat sebagai Kordinator Pustaka Hijau yang merupakan lini penerbitan buku WALHI

Yogyakarta. Semasa mahasiswa juga menimba ilmu di Lembaga Penerbitan Mahasiswa “TEROPONG” di kampus STPMD”APMD”.

Page 37: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 37

kerJA-kerJA ED di internal kelembagaan difokuskan pada beberapa hal. Diantaranya penguatan manajemen kelembagaan, penguatan kapasitas sumber daya manusia serta menciptakan ruang komunikasi antara ekskuitif daerah dengan anggota WALHI Yogyakarta.

Penguatan manajemen kelembagaan ED WALHI Yogyakarta diawali dengan penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP). Hal ini untuk mempertegas dan memperjelas tangung jawab dari masing-masing organ yang tergabung dalam struktur ED.

Faktanya, SOP yang tersusun membuat aktifitas di masing-masing devisi bisa dilakukan dan terkontrol sesuai dengan kewajiban dan kewenangan dalam menjalankan aktifitas kelembagaan. Misalnya, dari masing-masing organ kelembagaan

berbenah Demi gerakan nan soliD*dinAMikA ekSekutif dAerAh WALhi YogYAkArtA Periode 2005-2008

Banyak soal yang dijalankan oleh eksekutif Daerah (eD)

WALHI Yogyakarta. Mulai dari peningkatan kualitas

SDM eD, konsolidasi anggota, upaya kemandirian finansial

maupun peran advokasi secara nasional. Bagaimana

ragamnya? Simak dalam laporan ini.

Page 38: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |38

eksekutif daerah mulai dari direktur hingga pada masing-masing devisi telah mempunyai acuan kerja yang jelas dalam menjalankan aktifitas keseharian yang terencana hingga satu tahun.

Sedangkan pada penguatan kapasitas sumber daya manusia, WALHI melakukan Organiser Training sesuai dengan kebutuhan dan menghadirkan para fasilitator handal di bidangnya. Misalnya pelatihan pembuatan film, jurnalis lingkungan, investigasi lingkungan, pelatihan Cefil dari Satu Nama, pelatihan advokasi dari Eksekutif Nasional WALHI, pelatihan mitigasi bencana, pelatihan keuangan, pelatihan GIS, pembuatan kompos dari sampah, pembuatan bakteri hingga pelatihan fasilitator.

Selain dari ED, peserta dalam pelatihan tersebut terlibat Sahabat Lingkungan (SHALINK), anggota serta masyarakat dampingan anggota WALHI Yogyakarta. Jika dilihat dari proses perkembangan penguatan kapasitas kelembagan terdapat banyak sekali referensi seperti modul, materi berkaitan dengan berbagai jenis pelatihan. Begitu juga dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia yang bisa dikatakan ahli di bidanganya.

Beberapa produk yang dihasilkan antara lain, model acuan investigasi WALHI dalam melakukan study maupun investigasi kasus, jenis media kampanye yang efektif dengan pembuatan film, kader fasilittator yang mampu melakukan fasilitasi kegiatan dan aktifitas. Hal tersebut tentu menjadi bagian pendukung dalam proses kerja-kerja WALHI dalam menjalankan mandatnya sebagai organisasi lingkungan di Yogyakarta.

Walau demikian di kelembagaan eksekutif daerah WALHI Yogyakarta bukan tanpa hambatan dalam melakukan kerja-kerjanya. Selama 3 tahun terakhir terjadi pengunduran dan pergantian kepengurusan di level koordinator program, kampanye, investigasi dan respon isu.

Sehinga secara langsung maupun tidak memperngaruhi kerja-kerja WALHI. Pada akhirnya pergantian pun dilakukan guna tetap menjalankan aktifitas-aktifitas yang sudah berjalan sesuai dengan mandat organisasi. Pengkaderan ulang bagi ED yang baru menjadi penting untuk tetap menjaga konsistensi perjalanan program.

Pada proses menjalin komunikasi yang harmonis, ED melakukan road show ke anggota-anggota WALHI. Walau hingga akhir periode ini, road show hanya menjangkau 50% dari jumlah anggota.

Pertegasan dalam keterlibatan anggota WALHI dalam implementasi pelaksanaan aktifitas kerja-kerja kawasan, ED melakukan konsolidasi dan koordinasi di level kawasan. Sehingga peta keterlibatan anggota di 5 kawasan utama terlihat jelas.

Konsolidasi yang dilakukan ditekankan pada proses pembagian peran antara ED dan partisipan. Dalam kerja-kerja, posisi ED sebagai fasilitator. Sedangkan anggota mempunyai peran sebagai pemegang strategi kampanye dan data base. Strategi kampanye meliputi membuat skenario kampanye kawasan sesuai dengan apa yang menjadi fokus advokasinya di masing-masing kawasan.

Begitupun proses-proses pengorganisasian dan penguatan kapasitas masyarakat ada di level anggota. Di dalam setiap kawasan di bentuk koordinator kawasan yang di ambil dari anggota guna melakukan proses konsolidasi yang lebih efektif.

Selama 3 tahun terakhir kami dari ED menuangkan berbagai aktifitas konsolidasi dengan partisipan, dan publik atau masyarakat serta mengulas catatan penting advokasi lingkungan dalam laporan publik.

Page 39: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 39

PenggALAngAn dAnA

Dalam upaya pelaksanaan kerja-kerja ED WALHI Yogyakarta melakukan upaya penggalangan dana, melalui berbagai jaringan. Pada awalnya WALHI Yogyakarta mendapatkan anggaran dari Eksekutif Nasional WALHI untuk program-program internal dan advokasi lingkungan.

Upaya melakukan pengiriman proposal ke lembaga donor juga dilakoni. Misalnya, Both N dengan program DAS, ke GGF tentang advokasi Merapi, ke FOE untuk kampanye Merapi. Dari kerja-kerja pengiriman proposal yang dapat disetujui hanya dari X-Y dengan jaringan dari FOE Belanda dan FOE Jepang dengan studi perubahan iklim.

Sedangkan pengiriman ke GGF, sebenarnya ada respon namun harus ada perbaikan terkait dengan perubahan kondisi Merapi pasca letusan tahun 2006. Namun karena pada saat itu kesibukan akan penanganan bencana gempa bumi, kelanjutan dari GGF tidak di respon kembali.

Selebihnya pendanaan dari kerja-kerja aktifitas WALHI Yogyakarta dibiayai dari Eksekutif Nasional. Lain halnya dengan program penanganan bencana gempa bumi yang difasilitasi oleh Eksekutif Nasional dalam membangun kemitraan dan pencarian dana ke lembaga donor.

Berpegang pada prinsip kemandirian kelembagaan, WALHI Yogyakarta melakukan penggalangan dana publik agar tidak bergantung kepada lembaga donor. Selain itu juga membuat unit usaha kerja dengan memproduksi produk-produk kampanye berupa kaos, kerajian daur ulang, pin, pengumpulan kertas dan koran bekas hingga pada pembuatan kedai “HIJO” yang ramah lingkungan.

Walau hasil dari unit usaha, belum cukup untuk operasional kerja-kerja ED namun keberlangsungan dalam membangun kemandirian lembaga WALHI Yogyakarta sudah mulai terlihat dan berkelanjutan, tinggal bagaimana proses pemasaran dalam unit usaha.

PerAn dALAM SkALA nASionAL

Sedangkan di level kebijakan nasional, ED WALHI Yogyakarta juga melakukan respon. Salahsatunya, menyikapi isu tentang WALHI menjadi partai politik. Bagi ED WALHI Yogyakarta, hal ini berawal dari ketidakjelasan keputusan PNLH di Mataram, terkait dengan posisi WALHI dalam kancah politik di Indonesia.

Kebijakan secara politis dikeluarkan WALHI Yogyakarta pada saat Konferensi Rakyat Indonesia di Jakarta yakni aksi tolak partai. Sayang dalam aksi tolak partai, terjadi insiden pemukulan terhadap salah seorang anggota delegasi WALHI Yogyakarta padahal aksi yang dilakukan adalah aksi damai tanpa orasi, hanya memajang poster/spanduk dan membagi-bagikan leaflet/brosur.

Pemilihan aksi tanpa orasi dilakukan agar suara aksi lebih terkontrol. Lainnya, sebagai bentuk ekspresi bahwa WALHI Yogyakarta menolak pembicaraan tentang sayap politik kerakyatan yang mengarah pada pembentukan partai politik. Aksi tersebut ditutup dengan happening art berupa aksi tutup mulut pakai masker oleh seluruh peserta aksi.

Proses penyelesaian dari kasus pemukulan ini dilakukan satu forum klarifikasi dan saling memaafkan antara komponen yang dianggap menimbulkan satu proses permasalahan. Sehingga ditemukan satu solusi bersama tentang tidak adanya kekerasan dalam proses demokrasi yang diusung oleh WALHI secara bersama.

Selama tiga tahun pendampingan masyarakat, peningkatan kualitas SDM ED, konsolidasi anggota, upaya kemandirian finansial maupun peran advokasi secara nasional telah dilakukan. Tentu banyak hal positif yang diraih, lebih dari itu berbagai kekurangan dapat menjadi energi untuk perbaikan di masa mendatang.

Page 40: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |40

WALhi Yogyakarta sebagai salah satu WALHI daerah dari 25 Propinsi di Indonesia, dengan perjalanan panjangnya di era tahun 2005 mencoba untuk mengimplementasikan mandat dari organisasi WALHI dalam kerangka strategis melalui sebuah forum PDLH, Raker dan KDLH di level Daerah Istimewa Yogyakarta.

PDLH terakhir WALHI Yogyakarta tahun 2005 merupakan sebuah forum tertinggi di level eksekutif daerah. Dalam forum tersebut menghasilkan sebuah rumusan penting untuk mengimplementasikan mandat-mandat dari WALHI secara nasional. Salah satu hasil dari PDLH WALHI Yogyakarta tahun 2005 adalah menyatukan tujuan besar dari organisasi WALHI pada level daerah yakni sinergitas upaya-upaya advokasi lingkungan hidup.

WALHI DIY merupakan gerakan lingkungan hidup untuk meningkatkan pengawasan masyarakat sipil terhadap penyelenggaraan kekuasaan pemerintah daerah, maupun Negara. WALHI DIY sebagai wahana untuk memperjuangkan pemenuhan keadilan, pemerataan, pengawasan rakyat atas kebijakan pengelolaan sumberdaya alam.

Guna mencapai tujuan dari Lembaga WALHI yaitu mewujudkan transformasi sosial menuju tatanan yang demokratis dan mengaktualkan kedaulatan rakyat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupan rakyat, keadilan dan keberlanjutan sistem kehidupan. WALHI juga mengemban misi sebagai organisasi perjuangan penegakan kedaulatan rakyat atas sumber-sumber kehidupan.

Dalam mencapai tujuan tersebut WALHI harus tegas memainkan perannya : Pertama, menggalang sinergi yang berorientasi pada nilai-nilai: Demokratis; Keadilan antar generasi; Keadilan gender; Penghormatan terhadap makluk hidup, persamaan hak atas masyarakat adat, solidaritas sosial, anti kekerasan, keterbukaan, keswadayaan, dan profesionalisme.

Dengan prinsip-prinsip: Keterbukaan; Keswadayaan; Profesional; Ketauladanan; Kesukarelawanan. Kedua, mendorong proses transformasi sosial dengan cara: (1) mengembang potensi kekuatan dan ketahanan rakyat; (2) mengembalikan mandat Negara untuk menegakkan dan melindungi kedaulatan rakyat; (3) mendekonstruksikan tatanan ekonomi kapitalistik global yang menindas dan eksploitatif menuju ke arah ekonomi kerakyatan; (4) membangun alternatif tata ekonomi dunia baru; serta (5) mendesakkan kebijakan pengelolaan sumber-sumber kehidupan rakyat yang adil dan berkelanjutan.

Sedangkan visi misi WALHI Yogyakarta era 2005-2008 sesuai dengan mandat

WALHI Yogyakarta mengemban mandat penting pelestarian lingkungan di Indonesia. Mandat diberikan pada pertemuan organisasi nasional Lingkungan Hidup IX di Mataram dan Pertemuan tingkat Daerah 2005 di Yogyakarta.

Page 41: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008
Page 42: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008
Page 43: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008
Page 44: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008
Page 45: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 45

PDLH WALHI yakni mendorong masyarakat sebagai subjek dalam pengelolaan sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan sebagai sumber-sumber kehidupan. Sedangkan misinya menciptakan gerakan sosial lingkungan dan seluruh komponen masyarakat yang aktif memperjuangkan hak-haknya dalam pengeloalaan sumber daya alam dilingkungan secara berkelanjutan melalui organisasi rakyat yang independen.

Keberadaan WALHI di tahun 2005-2008 dengan format Eksekutif Daerah ini mempunyai aktivitas seperti melakukan investigasi dan merespon isu yang berkembang di masyarakat seperti perusakan dan pencemaran lingkungan, membuat data base, melakukan kampanye dan penggalangan sumber daya yang ada untuk kegiatan pelestarian lingkungan,dan melakukan kegiatan administrasi dan keuangan.

Selama ini WALHI DIY telah melakukan advokasi lingkungan hidup terhadap kebijakan pemerintah yang terkait dengan penambangan di berbagai kawasan seperti di Merapi, Manoreh, dan Pesisir Selatan, kebijakan di bidang energi,tata ruang, pembangunan di lingkungan perkotaan, program ketahanan pangan, serta kebijakan dibidang agraria, sumber daya air, dan pengelolaan bencana.

Sasaran dari advokasi yang selama ini dilakukan oleh WALHI DIY adalah para pembuat kebijakan, pemilik modal, dan kelompok-kelompok lain di masyarakat yang berpotensi melakukan perusakan lingkungan hidup dan bertindak mencegar perusakan ekologis. Yang lamgkah berikutnya mendorong mereka melakukan pengelolaan sumber daya alam secara adil dan berkelanjutan demi kesejahteraan masyarakat luas dan bukan memperkaya segelintir orang yang memiliki modal saja.

Saat ini anggota WALHI DIY terdiri dari 33 lembaga dengan latar belakang sangat beragam. Bergabungnya lembaga tersebut sebagai anggota karena adanya kesamaan visi dan misi lembaga dengan forum WALHI DIY. Anggota yang tergabung berlatar belakang : hukum, kesehatan lingkungan dan masyarakat, hutan, pertanian, lingkungan perkotaan, buruh, penegakan demokrasi dan HAM, pemberdayaan masyarakat, menejemen sumberdaya alam, disaster management, budaya, dan pendidikan, riset serta pencinta alam.

Dari 33 lembaga tersebut, 70 % memiliki basis komunitas riil, baik di desa maupun di perkotaan. Dalam menjalankan aktifitas kesekretariatan dan operasional, WALHI DIY selain dijalankan oleh eksekutif daerah, juga didukung oleh staf tetap yang membidangi administrasi kesektariatan, advokasi dan pengelolaan sistem data base.

Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan operasional dibagi berdasarkan kelompok kerja dengan kawasan tertentu seperti Merapi, Menoreh, atau Pesisir Selatan yang menjadi wilayah operasionalnya. Kelompok kerja diambil dari lembaga anggota yang memiliki wilayah dampingan pada kawasan tersebut. Hal ini

Page 46: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |46

karena proses pendekatan dan strategi WALHI Yogyakarta melalui sebuah pendekatan kawasan.

Hal ini muncul setelah melalui sebuah diskusi di dalam forum raker pasca PDLH pada Rabu-Kamis, 6-7 Juli 2005 dengan menghadirkan seluruh partisipan WALHI Yogyakarta, raker ini difungsikan untuk lebih mendetailkan hasil dari PDLH sebelumnya, raker merupakan mandat dari PDLH, dimana pasca PDLH selambat-lambatnya 3 bulan untuk melakukan Rapat Kerja dengan anggota.

Pada Raker yang telah dilakukan lebih menekankan pada tindak lanjut dari sidang komisi yang dilakukan saat PDLH WALHI Yogyakarta, dari komisi Program dan Keorganisasian. Dalam komisi program WALHI Yogyakarta yang berada di 4 kabupaten dan 1 kota, tetap mempertahankan sistem pendekatan kawaasan yang akan dijadikan model advokasi yang akan dikembangan, diantaranya : kawasan Perkotaan, Merapi, Menoreh, DAS, dan Pesisir Selatan. Kedepanya hal tersebut di masing-masing kawasan dapat dihasil sebuah konsep pengelolaan kawasan yang berprespektif lingkungan, dimana dari masing-masing kawasan terdiri dari berbagai isu, sehingga isu yang ada adalah bagian dari sistem dan management kawasan tersebut.

Selain pada sistem pendekatan kawasan yang di terapkan dalam pola Advokasi WALHI Yogyakarta, dalam Raker tersebut, juga menganalisa kelembagaan WALHI Yogyakarta di sektor Politik, Ekonomi dan sosial. WALHI Yogyakarta di pandang oleh berbagai pihak khususnya pemerintah legislatif dan eksekutif sebagai bagian dari penentu kebijakan publik khususnya di dalam Pengelolaan SDA yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat, namun dalam realisasinya kekuatan tersebut belum muncul, misalnya saja posisi WALHI tidak dalam pengambil keputusan maupun kesepakatan, masih dalam tataran masukan dan pertimbangan.

Dari sisi sosial sebagian besar publik Yogyakarta menganggap bahwa WALHI adalah lembaga publik lingkungan, sehingga beberapa persoalan lingkungan identik dengan WALHI, dalam hal pendampingan dan pengorganisasian, namun di satu sisi publik juga belum cukup mengenal WALHI. Di sektor penentu Ekonomi di Yogyakarta WALHI belum bisa memberikan dampak yang berarti, sehingga harus di cari sebuah terobosan baru yang mengarah pada penguatan ekonomi rakyat melalui pengelolaan kawasan yang berbasisi rakyat.

Sedangkan di tingkat Komisi Keorganisasian WALHI Yogyakarta yang menjadi sorotan adalah: harus memperbaiki manajement organisasi, pola hubungan komponen WALHI dan partisipan, financial, media informasi dan data serta materi material Pendukung lainnya. Memperbaiki manajemen organisasi yang dimaksud adalah pengelolaan data harus lebih terstruktur, terbuka, transparan, mekanisme akses data dan informasi lebih kearah asas akuntabilitas untuk menuju organisasi publik lingkungan yang bermartabat.

Walau demikian bukan berarti WALHI Yogyakarta tidak memetakan isu lingkungan yang muncul dipermukaan publik. Keprihatinan ini

Page 47: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 47

terlihat bahwa dari hasil analisis isu-isu dan diskusi bersama, pada qorum PDLH WALHI 2005, persoalanTata Ruang, Hutan, Air, Tambang, Disaster Management, Agraria dan Urban menjadi fokus utama. Pada qorum ini juga dapat diupayakan sebuah manivesto politik untuk tidak menerima dana dari 4 lembaga donor WORLD BANK, ADB, IMF, JBIC. Sebagai dari konsistensi perjuangan advokasi lingkungan. Selain itu bacaan WALHI Yogyakarta terhadap beban utang luar negeri yang telah membebani rakyat dan ekonomi Indonesia. Sekitar 35 % anggaran pembangunan (APBN) Tersedot untuk pembayaran cicilan utang luar negeri.

Pada rancangan APBN 2004, cicilan utang baik luar negeri maupun dalam negeri mencapai Rp. 113 triliun. Hal ini yang telah menyebabkan Kondisi rakyat diterpa krisis yang semakin terpuruk dari kemiskinan, pengangguran dan gangguan kesehatan, khususnya ancaman gizi buruk bagi balita. Akibat dari kurang berdayanya Pemerintah menyediakan kebutuhan dasar publik.

Pasca PDLH dan Raker, WALHI Yogyakarta melakukan proses-proses konsultasi dan evaluasi untuk melihat di tahun 2006 dan 2007, hal ini untuk memberikan satu progres aktifitas di setiap tahunnya. KDLH pertama dilakukan di Depok Parangtritis l0-ll Februari 2006.

Dalam forum KDLH pertama beberapa hal yang menajdi sorotan diantaranya adalah : secara internal kelembagaan Eksekutif daerah, efektifitas dan etika penulisan nama WALHI dan lembaga anggota WALHI ketika mengeluarkan release ke media terkait dengan penanganan kasus, Intensitas kehadiran WALHI dikawasan kurang intensif, transformasi WALHI ke Anggota khususnya (Pencinta Alam) masih sangat kurang.

Sedangkan di level kawasan publik memerlukan entri point lain, yang akan menjadi solusi alternatif terhadap permasalahan lingkungan, gugatan Taman Nasional, atau penutupan tambang Marmer di Menoreh serta beberapa pertambangan di wilayah-wilayah Yogyakarta.

Karena ini menjadi penting untuk menjaga dinamika pola komunikasi publik dengan WALHI. KDLH II dilakukan di Gunung kidul pada Mei 2007. Dalam proses KDLH II sistem pelaksanaannya dilakukan dengan sistem pembuatan resolusi dari masing-masing komponen yang menjadi bagian dari gerakan advokasi WALHI.

Berbeda dengan KDLH I, bahwa dimana pelaksanaan didasarkan pada perencanaan bersama dalam satu kesatuan, sedangkan sistem pembuatan resolusi ini akan lebih meudah melakukan kontrol dan hasil dari aktifitas WALHI dan komponen lain dalam melakukan kerja-kerjanya.

Beberapa ketetapan hasil KDLH II sesuai dengan resolusi yang di hasilkan di antaranya adalah: dalam dataran SHALINK mencoba mendorong dan memperluas kaum environmentalisme Yogyakarta, sedangkan agenda yang menjadi mandat penting dari KNLH WALHI yang memposisikan WALHI Yogyakarta menjadi tuan rumah PNLH X, mencoba mendorong PNLH menjadi PNLH Publik.

Sedangkan di level komunitas jaringan WALHI lebih pada bagaimana pemulihan lingkungan dan ekosob menuju masyarakat berbasis kampung hijau dapat di implementasikan. Sedangkan pada kontel regional kawasan harus mampu mendorong lahirnya dokumen pengelolaan kawasan berbasis masyarakat, baik di merapi, menoreh, pesisir selatan dan perkotaan.

Page 48: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |48

23,256,246

43,735,000

90,331,000

-

48,257,650

--10,000,00020,000,00030,000,00040,000,00050,000,00060,000,00070,000,00080,000,00090,000,000

100,000,000

- 1 1 2 2 3 3 4

Biaya Overhead Inventaris

office SuPPorttAhun

I II IIBiaya Overhead 23,256,246 43,735,000 90,331,000

Inventaris - 48,257,650 -

I II III

office SuPPort

Page 49: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 49

berAgAM keikutsertaan dalam upaya penyelamatan lingkungan hidup telah digelar selama periode 2005-2008. Kampanye, diskusi, pelatihan, aksi tanam pohon hingga penggalangan dana publik dilakoni mereka. Baik yang bersifat internal maupun eksternal kelembagaan. Berikut gambaran singkat kerja nyata SHALINK Yogyakarta yang diketuai oleh Candra TP, Wahyu Epan Yudistira dan Ayu Tyas dalam dewan presidium ini.

Soal kampanye lingkungan, Shalink aktif dalam pelbagai talkshow di radio-radio. Berikutnya juga melakukan kampanye di berbagai sekolah di Yogyakarta, dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Berbagai ragam kampanye dijalankan. Pertama, pemutaran film tentang lingkungan hidup di berbagai tempat di kota pelajar ini.

Kedua, lewat media pameran, pelatihan dan diskusi-diskusi. Selanjutnya melakukan aksi-aksi memperingati berbagai hari besar lingkungan hidup maupun keagamaan, seperti Hari Bumi dan Lebaran. Tujuannya, melakukan penyadaran lingkungan hidup melalui media dakwah dan budaya.

Pelatihan Komposting juga digelar untuk Berbagi pengetahuan pengelolaan sampah “metode komposting”. Salahsatunya yakni menggelar pelatihan bekerjasama dengan Yayasan Annisa Swasti & Papperja.

Pada ranah pelaksanaan kegiatan, tidak semua berjalan dengan baik. Masalah koordinasi akibat kesibukan para pengurus yang notabene mahasiswa menjadi salahsatu kendala yang sering dihadapi. Selain itu, model media ekspresi yang beragam sulit untuk diimplementasikan dalam bentuk kerja riil.

Selama tiga tahun ini banyak poin pembelajaran untuk berbenah kedepannya. Keterlibatan Shalink harus lebih dioptimalkan. Apalagi antusiasme publik terhadap Shalink cukup tinggi. Buktinya, hingga kini anggota Shalink sendiri berkisar duaratusan orang.

Sebelum PDLH Publik ini digelar, Shalink juga melakukan Musyawarah Besar untuk merumuskan kembali langkah dan strategi kedepan. Selain itu untuk melakukan pergantian kepemimpinan.

gerAkAn kAuM MudA

Sesuai dengan bidang kerja WALHI sebagai organisasi lingkungan yang fokus pada advokasi maka Jawa bisa menjadi bagian dari kekuatan advokasi. Alasannya, 65% penduduk Indonesia yang tinggal di pulau Jawa. Salahsatu langkahnya yakni penggalangan kekuatan publik sebagai alat untuk advokasi.

Seiring hal tersebut gerakan enviromentalisme telah banyak berkembang di daerah-daerah seperti Green Students Movement (GSM). Hal ini tentu sesuai dengan gagasan WALHI yang mendorong kemandirian organisasi melalui donasi dan dukungan riil dari rakyat. Karena model pembuatan resolusi ini tolak ukur dan indikatornya akan terlihat jelas hasilnya pada tiap tahunnya.

Dalam konteks perkembangan saat ini telah banyak lahir gerakan-gerakan kaum muda lingkungan di berbagai daerah yang solid dan aktif untuk perubahan dan menjadi motor pengerak. WALHI Yogyakarta dengan nama SHALINK (sahabat lingkungan), Surabaya dengan nama GSM, Bandung dan Jakarta dengan SAWA, dan beberapa wilayah lain dengan model dan karakter berbeda.

Kita tentu berharap gerakan kaum muda kedepannya lebih berkembang, bukan? Salahsatu caranya? Berikanlah tempat dan keleluasaan yang lebih kepada kaum muda untuk ikut serta dalam upaya menuju keadilan lingkungan.

menilik kiPrah

shalinkgerakan kaum muda dalam penyelamatan lingkungan harus diapresiasi. Pandangan miring soal kehidupan anak muda yang penuh hura-hura terpatahkan bila melihat karya anak muda yang tergabung dalam wadah Sahabat Lingkungan (Shalink) Yogyakarta.

t O e g O e s h a l i n k

Page 50: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |50

Guncangan gempa bumi, Erupsi Gunung Merapi dan

angin puting beliung, tidak hanya merusak pemukiman dan

infrastruktur umum serta menelan korban jiwa, tetapi juga

turut berdampak pada kondisi ekologi seperti mengubah

topografi atau bentuk rupa bumi.

Luput dari perhatian banyak pihak, yang lebih terfokus

pada rehabilitasi dan rekonstruksi sarana prasarana fisik

pasca bencana, WALHI Yogjakarta melakukan pemetaan,

bertemu dan berdiskusi dengan pihak-pihak terkait dari

kalangan akademisi hingga pihak BPPTK Yogjakarta,

mencoba untuk melihat seperti apakah dampak yang

ditimbulkan oleh bencana terhadap kondisi lingkungan di

Yogjakarta.

Kita tidak ingin apa yang dibangun bertahun-tahun hancur

seketika, bukan. Kita juga tentu tak mau gagap dan salah

mengambil kebijakan dalam menangani bencana. Maka mau

tidak mau skenario tentang daya dukung dan kerentanan

lingkungan harus ikut diadopsi dalam membuat kebijakan,

seperti tata ruang agar memperhatikan wilayah rawan

longsor dan perubahan tata air yang baru dalam upaya

mitigasi bencana.

Skenario ini sudah selayaknya menjadi bagian integral

dari perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta

disusun berdasarkan kondisi pasca bencana dan pola

bencana saat ini, situasi iklim dan pola hubungan sosial di

masyarakat.

Akhirnya sebagai satu kesatuan, program penanganan

bencana yang dilakukan WALHI Yogjakarta adalah sebuah

proses belajar untuk menghantarkan masyarakat menjadi

subyek dalam penanganan bencana. Masyarakat harus

memiliki daya krisitis dan kemandirian untuk mengorganisir

dirinya dalam memahami kerentanan wilayah Indonesia

sebagai wilayah hidupnya.

Mereka juga harus dipersiapkan dalam menangani dan

mengurangi risiko sekaligus memperjuangkan hak-haknya

atas kehidupan yang bermartabat pasca bencana. Program

ini diarahkan pula untuk mendorong pemerintah mengadopsi

skenario kerentanan lingkungan dalam kehidupan bernegara

dan kebijakannya. Agar jauh sebelum bencana terjadi,

kesiapsiagaan telah terbangun dan seminimal mungkin kita

dapat mengeliminir risiko negatif yang mungkin timbul dari

sebuah bencana.

benCana

Dan

kekitaan

t O e g O e k h u s u s

Page 51: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 51

WALHI Yogyakarta juga turut ambil bagian dalam upaya pertolongan. Respon awal, dilakukan dengan membuka posko penanganan gempa di Sekretariat WALHI Yogyakarta dan Desa Tembi Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul. Dari kedua posko inilah tim data base dan para relawan bekerja melakukan pendataan tentang kebutuhan dasar (basic needs) masyarakat, kerusakan dan kerugian akibat gempa. Hasil pendataan ini kemudian disebarluaskan sebagai informasi publik melalui website.

Berbekal hasil pendataan ini, WALHI Yogyakarta melakukan distribusi bantuan bahan pangan, terpal, tenda, matras, senter, hygiene kits, makanan dan perlengkapan bayi, sarung dan selimut, ember, jerigen, bleder air, peralatan bersih kampung, masker, sarung tangan dan pakaian pantas pakai ke berbagai lokasi bencana gempa di Kabupaten Bantul, Gunung Kidul, Kulon Progo, Sleman, Kota Jogjakarta dan Prambanan Kabupaten Klaten.

Kegiatan ini berjalan dengan dukungan Sahabat Lingkungan dan Sahabat WALHI, lebih dari 400 orang relawan (mahasiswa, organisasi rakyat, anggota WALHI Jogjakarta dan masyarakat), WALHI Eksekutif nasional, ED WALHI Aceh, Sumatera Utara, Jambi, Lampung, Jawa

Barat, Jawa Timur, Kalimatan Selatan, lembaga mitra seperti Oxfam GB, WFP, Unicef, Yayasan Leuser, GTZ-GLG, KLH, Media Indonesia, Yayasan Pendidikan de Brito, Karang Taruna Indonesia, Pangkalan TNI AU Adi Sucipto, Sanggar Anak Bumi Tani, Forum Peduli Merapi dan PASAG Merapi.

Pelayanan kesehatan, dilakukan oleh relawan medis dari Fakultas Kedokteran UMY, tim dokter dari PB IDI dan relawan medis lain yang datang atas koordinasi dengan WALHI Eksekutif Nasional. Semasa emergency respon dilakukan pengobatan gratis, evakuasi korban dan penyaluran bantuan obat-obatan.

Selain itu, dilakukan juga pemberian makanan tambahan berupa gula Jawa dan kacang hijau, serta penanganan trauma bersama Sahabat Lingkungan dan Sahabat WALHI, mahasiswa psikologi UGM, Kelompok Pengamen Jakarta dan mahasiswa KKN UIN Sunan Kalijaga melalui nonton bareng piala dunia sepak bola, lawak, konser musik, bercerita, bermain, mengambar, bernyanyi serta beberapa kegiatan religius seperti pengajian dan dakwah.

Berikut data distribusi bantuan bagi masyarakat pada 2006 silam yang disalurkan melalui koordianasi WALHI Yogyakarta.

menangani DamPak 5,9 srBencana gempa bumi di tanah Yogyakarta dan Jawa

tengah telah meluluhlantakkan berbagai sendi kehidupan

masyarakat. Pertolongan adalah wajib hukumnya, baik

masa tanggap darurat hingga pembangunan kembali. Baik

secara materiil maupun psikologis.

Page 52: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |52

SuMber : LAPorAn diStribuSi WALhi JogJAkArtA, 2006

no ASAL bAntuAn JeniS bAntuAn JuMLAh

1 Oxfam-GB Terpal SarungEmber 30 LtrJerigen 10 Ltr & 30 LtrHygiene Kits

15.830 Bh4.200 Bh1.176 Bh11.000 Bh2.936 Bh

2 WFP-UN BiskuitMie

5.382 Dos1.064 Dos

3 GTZ-GLG Tenda Pleton & Tenda FamilyMatrasSelimutGula JawaKacang Hijau

140 Bh200 Bh200 Bh6 Ton6 Ton

4 Yayasan Leuser-Rotari Internasional

Tenda Dom 100 Bh

5 Unicef Bleder AirJerigen 10 Ltr

2 Bh2.000 Bh

6 Media Indonesia Masker 20.000 Bh

7 LPM Ekspresi UMY MiePembalut & Popok bayiAnti NyamukKorek ApiKresek Besar

1 Dus6 Pack15 Strip9 Pack1 Pack

8 Forum Peduli Merapi Perlengkapan BayiMakanan BayiMinyak Telon Minyak AnginPakaian Bayi

62 Bh110 Sct/Box5 Pack4 Pack30 Bh

9 Pangkalan TNI AU Adi Sutjipto Tenda 105 Bh

10 KLH Beras 20 KgTerpal & TaliTikarPembalutPakaian Pantas PakaiPakaian Anak @ 12 BhKaos Dewasa @ 10 BhSusu & Bahan MakananSarung @ 30 Bh & Selimut @ 10 Bh

6 Karung20 Bh10 Bh24 Bh1 Dus5 Pack2 Pack15 Dus5 Pack

11 Yayasan Pendidikan De Britto Sardines @ 50 Bh 300 Dus

12 Karang Taruna Indonesia Air MineralMie InstantPembalutBerasPakaian Pantas PakaiSepatu &SandalMainan, Komik, Tas & BonekaTerpalSabun Cuci & MandiSusu Bayi NestleSusu & Makanan BayiSnack NabatiPerlengkapan Bersih Kampung

19,5 Dus87 Dus2 Dus31 Karung17 Box+1 Bal1 Dus2 Dus1 Dus5 Box1 Box273 Sachet1 Box15 Bh

13 WALHI Eknas Besi PletonPakaian Pantas PakaiSelimutTenda PletonTenda Plastik

10 Set2 Krg+1Dus30 Bh5 Set19 Bh

14 WALHI Jabar Bahan MakananPembalut/Pempers

4 Dus1 Dus

15 WALHI Jambi Pakaian Pantas PakaiMakanan

3 Dus1 Dus

16 WALHI Lampung SelimutMie dan BiskuitPakaian Pantas Pakai & Pakaian DalamIkan AsinBerasLampu BadaiAir MineralGulaMakanan Bayi

6 Bal78 Dus2 Dus2 Dus6 Karung1 Dus2 Dus

17 Masyarakat Via Walhi Jogjakarta :

Ikhwan (PKBI)NnJoko SurokarsanSri SukoMega (atas Permintaan Dr. Billy)Ma’ruf SayektiKPJ-Wonogiri Via Ayu Shalink

Pakaian Pantas Pakai & Pakaian dalamSepatuAir MineralMie & SnackMiePakaian, Pembalut, Plastik & TaliBubur BayiPermenSabun Cream

44 Bh3 Pasang2 Dus6 Dus10 Sachet3 Pack5 Sachet10 Dus2 Dus1 Dus1 Karung

18 Walhi-Jogjakarta (Pengadaan) Tandon Air 1000 LtrMaskerSarung TanganPeralatan Bersih KampungPaku Usuk 4”/ 30 KgPaku Reng 2” / 30 KgBendratSkrup HitamTali Serabut

5bh4400bh6 Lusin1203 Bh3 Dus4 Dus3 Roll108bh1 Ball

fASe reLief recoverY, rehAbiLitASi dAn rekonStrukSi

Memasuki fase relief recovery, rehabilitasi dan rekonstruksi, penanganan pasca gempa WALHI diarahkan pada pendampingan 16 dusun oleh 7 lembaga anggota (SeTAM, LABH, LBM, Mitra Tani, Lessan, Mapalaska dan di Kabupaten Bantul, Gunung Kidul dan Kota Jogjakarta. Pendampingan dilakukan oleh anggota dengan fokus pada pengalian potensi anggotasi masyarakat dalam pembangunan rumah hunian sementara (transitional shelter), sarana air bersih dan mck serta penguatan kapasitas mereka terkait pengurangan risiko akibat bencana gempa dan tsunami.

Proses relief recovery ini kemudian dimaksimalkan melalui program recovery berbasis masyarakat di Desa Terong Kecamatan Dlingo dan Desa Seloharjo Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul. Program ini secara mendalam melakukan pendampingan untuk memetakan kerusakan akibat gempa, penggalian potensi masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan peningkatan kapasitas mereka guna memperoleh kehidupan yang bermartabat pasca bencana.

Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat di kedua desa ini dilakukan melalui suporting material rumah hunian sementara, pembangunan contoh hunian sementara, sarana air bersih, MCK dan drainase, melakukan pelayanan kesehatan melalui pengobatan gratis, pemberian makanan tambahan dan trauma hilling, dan penyuluhan terkait pemanfaatan umbi lokal dan obat tradisional.

kAMPAnYe PeMenuhAn hAk-hAk MASYArAkAt

WALHI Jogjakarta aktif melakukan kampanye terkait pemenuhan hak-hak masyarakat pasca bencana. Berbagai media seperti infosheet, film, website, baliho, banner, poster, stiker, umbul-umbul, spanduk, talk show radio dan TV lokal, hingga campur sari dan wayangan

t O e g O e k h u s u s

Page 53: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 53

digunakan untuk membangun kesadaran masyarakat terkait kerentanan wilayah mereka atas bencana.

Selanjutnya, bagaimana mereka mengurangi risiko bencana serta bagaimana mereka mendapatkan hak-haknya sebagai subyek dalam penanganan bencana. Kampanye juga ditujukan untuk mempengaruhi prespektif potensial stake holder seperti pemerintah, akademisi, mahasiswa, anggota dan lembaga mitra melalui buletin ToeGoe, poster, kartu lebaran, talk show radio dan TV lokal.

Advokasi kebijakan dan hukum dilakukan bersama FKKJ, Forum LSM DIY, FoRKoB dan GPR untuk mengkritisi pemenuhan 5 kebutuhan dasar masyarakat, skema pendistribusian dana rehabilitasi dan rekonstruksi hingga penolakan hutang luar negeri dalam pendanaan penanganan bencana di Yogjakarta. Hingga kini melalui berbagai aksi demonstrasi, konfrensi pers hingga sarasehan nasional, pengkritisan kebijakan ini terus dilakukan.

Terkait advokasi hukum, setelah sebelumnya mengirimkan somasi kepada Bakornas PB, maka tanggal 4 Nopember 2006 bersama berbagai kalangan melalui Koalisi Pekerja Hukum Jogjakarta, WALHI mengajukan tuntutan (citizen law suit) menggugat pemerintah Republik Indonesia terkait ketidakjelasan penanganan bencana.

Percaya bahwa masyarakat yang terkena bencana adalah manusia bermartabat yang mampu menolong dirinya, maka sejak awal WALHI menghindari pemberian bantuan yang menempatkan masyarakat semata-mata sebagai korban saja. Sejak fase emergency respon, pelibatan partisipasi masyarakat telah dilakukan melalui pendataan korban, kerusakan dan kerugian akibat gempa. Masyarakat juga dilibatkan menjadi relawan untuk distribusi bantuan kepada lingkungan sendiri.

Memasuki relief recovery, rehabilitasi dan rekonstruksi, penggalian partisipasi masyarakat dilakukan melalui perencanaan dan gotong royong untuk pembangunan

kembali. Dalam pembangunan rumah hunian sementara, sarana air bersih, mck dan drainase, WALHI mendorong masyarakat untuk memanfaatkan potensi lokal yang terdapat di desanya seperti bambu atau sisa reruntuhan yang masih layak untuk dipergunakan kembali. Dalam satu rumah hunian sementara misalnya, gedhek, bambu, paku dan kayu berasal dari bantuan WALHI, sedangkan genteng, bata, kusen pintu dan ventilasi berasal bangunan rumah masyarakat yang dulu dan telah hancur akibat gempa.

Begitupun ketika proses pembangunan kembali berjalan, WALHI dengan tegas menolak adanya praktek cash for work atau food for work. Masyarakat tidak perlu dibayar dengan uang atau bahan pangan ketika membersihkan halaman rumahnya sendiri dari reruntuhan bangunan. Meski pendekatan ini dilakukan dengan alasan untuk mendorong pulihnya kondisi keuangan atau daya tahan pangan masyrakat.

WALHI memandang bahwa praktek tersebut sangat potensial merusak budaya gotong royong yang masih kental di masyarakat Jawa. Karena itu, dalam pembangunan kembali, WALHI sejak awal mendorong partisipasi masyarakat. Merekalah yang memutuskan dalam rembug kampung; siapa saja penerima bantuan, material apa yang mereka untuk dipergunakan lagi, apa yang harus dibantu oleh WALHI, bagaimana mengatur jadwal gotong royong dan siapa saja anggota kelompok gotong royong itu. Tenaga pendamping WALHI hidup menyatu dan membaur dengan masyarakat untuk mentransformasikan rencana pembangunan kembali, melakukan penggalian partisipasi dan berbagai aktivitas untuk penguatan kapasitas masyarakat.

Melalui pendekatan dan kampanye seperti ini, diharapkan WALHI Yogjakarta dapat mempromosikan adopsi Community Base Disaster Risk Management (CBDRM) kepada banyak pihak yang juga bekerja

Page 54: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |

untuk penanganan bencana. Secara internal, proses adopsi ini telah dimulai pada tanggal 16-17 Juli 2006, bertempat di LPP Covention Hall, diadakan pelatihan CBDRM untuk lembaga anggota dan staf eksekutif daerah.

Proses ini kemudian dilanjutkan dengan pemutaran film dan serial diskusi dengan masyarakat dampingan untuk memberikan pemahaman tentang gempa dan tsunami serta bagaimana mengurangi risiko becana ini. Selanjutnya, guna membangun masyarakat pesisir selatan yang siaga bencana, maka dilaksanakan 4 kali Lokakarya Rakyat Pesisir Selatan Jogjakarta (Kulon Progo, Parang Tritis dan Gunung Kidul) guna memetakan potensi, kerentanan dan risiko bencana serta menyusun rencana kerja bersama untuk mengelola potensi dimasing-masing wilayah dan membangun kesiapsiagaan bencana.

SPHERE juga menjadi perhatian WALHI Jogjakarta. SPHERE yang didasarkan pada dua keyakinan bahwa segala upaya harus diambil untuk meringankan penderitaan manusia akibat bencana atau konflik, dan bahwa mereka yang terkena bencana mempunyai hak terhadap kehidupan yang bermartabat (termasuk dalam mendapatkan bantuan) diadopsi sebagai standar dalam penanganan bencana. Standar yang pada hakekatnya bersifat kualitatif dan diterapkan berdasarkan konteks kemampuan WALHI dalam semua fase penanganan bencana yang dilakukannya.

Adopsi terhadap standar ini jelas terlihat dari setiap respon cepat penanganan bencana yang dilakukan. Respon cepat ini, sebagai bagian dari komitmen atas keyakinan bahwa masyarakat yang terkena bencana berhak mendapat pertolongan. Komitmen ini kemudian berkolaborasi dengan pendekatan partisipatif yang memposisi masyarakat sebagai manusia bermartabat dalam penanganan bencana. Selain itu pemenuhan 5 kebutuhan dasar (Pangan, shelter, air bersih, sanitasi dan

pelayanan kesehatan) yang dilakukan WALHI diberbagai wilayah adalah wujud dari adopsi atas standar ini.

Perspektif gender dan fokus terhadap kelompok rentan (balita, ibu hamil, ibu menyusui dan lansia) juga dilakukan mengingat bahwa perempuan dan kelompok rentan memiliki kebutuhan yang berbeda dan perlu diakomodir. Respon kemanusiaan juga akan lebih berdaya guna bila didasarkan pada pemahaman terhadap perbedaan-perbedaan kebutuhan, kerentanan, minat, kemampuan dan strategi pemecahan masalah terhadap mereka masing-masing.

Apalagi, secara kultural dalam tatanan masyarakat Jawa perempuan sangat jarang diikutsertakan dalam pengambilan keputusan. Asumsi-asumsi seperti laki-laki adalah penerus trah keluarga atau kepala keluarga yang sekaligus bertanggung jawab memenuhi kebutuhan rumah tangga menempatkan laki-laki pada posisi tawar yang lebih tinggi dari perempuan dalam mengambil keputusan untuk menyatakan pendapat. Padahal dalam praktek sehari-hari, perempuan juga memiliki tanggung jawab yang cukup besar, ia melayani seluruh anggota keluarga, ia juga harus memikirkan persoalan ketahanan ekonomi keluarga. Tidak jarang perempuan juga harus berperan ganda, namun demikian posisi tawar perempuan tetap saja lemah.

Selain itu kondisi pasca gempa juga memperbanyak tuntutan-tuntutan kerja fisik bagi perempuan. Selain melakukan hal-hal di atas, ia juga harus merawat keluarga/relasinya yang sakit, ikut serta menyiapkan dapur umum sehubungan dengan kegiatan bersih kampong dan kegiatan gotong royong lainnya. Beban kerja yang berat ini mengakibatkan kesehatan perempuan menjadi rentan, baik fisik maupun psikologis.

Porsi yang besar diterapkan dengan melibatkan dengan melakukan pendekatan langsung kepada kelompok-kelompok perempuan yang telah ada

t O e g O e k h u s u s

54

Page 55: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 55

seperti PKK, Dasa Wisma, Posyandu dan KSM, baik saat penjajakan kebutuhan, penyusunan rencana kegiatan maupun pelaksanaan dan monitoringnnya.

Dalam pengambilan keputusan yang bersifat general, yang melibatkan laki-laki dan perempuan, dimana umumnya keputusan di dominasi kelompok laki-laki, di terapkan pendekatan yang memberi ruang lebih bagi kelompok perempuan. Kegiatan khusus pun untuk kelompok rentan, seperti pengobatan gratis, pemberian makanan tambahan (supplementary feeding) dan trauma hilling.

PengorgAniSASiAn MASYArAkAt

Pengorganisasian masyarakat adalah salah satu upaya dalam mengkonsolidasikan masyarakat yang terkena dampak bencana gempa bumi untuk lebih progresif. Kegiatan ini menempatkan pendamping dari lembaga anggota WALHI Yogyakarta yang tinggal di 2 desa Terong dan Seloharjo. Di dalam proses pendampingan pendamping di dorong untuk mendiskusikan berbagai potensi dan masalah yang dihadapi warga masyarakat dengan berpikir dan bersikap kritis.

Hal ini jelas akan menimbulkan efek masyarakat akan menjadi subyek di dalam penanganan bencana, selain di sampaing memahamkan kepada masyarakat hak-hak mereka sebagai masyarakat warga Negara Indonesia tentang 5 kebutuhan dasar. Inisiatif local dan kemandirian komunitas untuk dapat segera beradaptasi dengan kondisi obyektif yang ada dan kembali menjalankan kehidupan secara normal bersamaan dengan proses relief, recovery, rehabilitasi dan rekonstruksi menjadi sangat penting.

Melalui FGD dan juga rembuk kampung WALHI yogyakarta bersama msayarakat membuat suatu proses rencana aktifitas untuk mendukung pemulihan dampak gempa di kampung-kampung. Peningkatan kapasitas dan juga pendidikan kesiapsiagaan juga di berikan kepada masyarakat melalui individu-individu yang mempunyai kapsitas dalam penanganan bencana.

Tidak hanya sekadar itu, WALHI Yogyakarta selalu mendampingi masyarakat didalam melakukan implementasi perencanaan kampung atau dusun yang sudah di lakukan secara bersama. Hal ini harapannya di samping berguna kepada masyarakat Seloharjo dan Terong proses tersebut bisa di jadikan media kampanye yang akan berdampak luas bagi komunitas lain untuk bersama-sama mempercepat proses pembangunan kembali desanya secara mandiri.

Page 56: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |

tAbeL PengorgAniSASiAn MASYArAkAt

No desa

Jenis kegiatan

survey kamPung PendamPingan rembug warga

1Terong Dilaksanakan oleh tim

data base (organ support), pendamping dan masyarakat melaui observasi, wawancara dan pengumpulan data sekunder seperti formulir F1 dan data monografi desa

LBM, menempatkan sdr. Iwang Deliyanto sebagai pendamping masyarakat selama pelaksanaan program

Pemdamping melaksanakan 6 x pertemuan/RT untuk membahas kelanjutan program. Pendampingan Perempuan dan kelompok rentan difokuskan pada KSM Ngudi Waras dan Kader Pos Yandu

2Seloharjo ED Walhi, menempatkan

sdr. Heri Widodo sebagai pendamping masyarakat selama pelaksanaan program

Pendamping melaksanakan pertemuan rutin/minggu selama 6 bulan. Pendampingan perempuan dan kelompok rentan difokuskan pada dasa wisma dan PKK

no desaPenyuluhan/Pendidikan

kesiaPsiagaan gemPa & tsunami Persoalan riil Pasca gemPa obat tradisional & umbi lokal

1Terong 1 x melalui pemutaran film dan

diskusi dengan nara sumber Sigit Widdiyanto

1 x tentang penyakit pasca gempa; 1 x tentang persoalan listrik pasca gempa; 1 x perempuan

1 x untuk penyuluhan pemanfaatan obat tradisional dan umbi lokal (gembili, ganyong garut) sebagai bagian membangun ketahanan pangan masyarakat

2Seloharjo 1 x melalui pemutaran film dan

diskusi dengan nara sumber Tatang Elmy Wibowo

3 x penyuluhan tentang pemanfaatan obat tradisional; 2 x pemanfaatan umbi lokal (ganyong, gembili, garut) sebagai bagian membangun ketahanan pangan masyarakat.

WALHI Yogyakarta menyadari banyak soal yang tidak ampu diselesaikan pada penanganan dampak bencana tersebut. Berbagai upaya sejak fase tanggap darurat hingga rekonstruksi masih meninggalkan pekerjaan rumah yang kita amini sebagai pelajaran berharga untuk penanganan masalah bencana di kemudian hari.

t O e g O e k h u s u s

56

Page 57: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 57

SeLAin melakukan penanganan bencana gempa bumi WALHI Yogyakarta juga melakukan Penanganan Erupsi Merapi, dimana sejak status Merapi dinyatakan siaga dan awas oleh BPPTK pada tanggal 12 April 2006, WALHI Yogyakarta, anggota dan jaringan telah melakukan beberapa upaya konkrit untuk penanganan bencana akibat letusan gunung Merapi.

Bersama Kappala, PASAG Merapi, Forum Peduli Merapi, Mitra Tani, Yayasan Wana Mandira, Lessan, SeTam, LaBH, YBK, Langkah Bocah, dan Sahabat Lingkungan dilakukan pembagian peran. Pertama, anggota dan jaringan memainkan peran pengorganisasian dan emergency respon dalam penangan bencana letusan gunung Merapi. Kedua, Eksekutif Daerah fokus pada advokasi penegakan hak-hak pengungsi.

Peran advokasi ini ditindaklanjuti dengan kegiatan guna penyadaran masyarakat dan pengkritisan kebijakan penanganan erupsi Merapi meliputi kampanye untuk kesiap-siagaan kepada masyarakat melalui pemutaran film di Srumbung, Magelang pada tanggal 11 Mei 2006, Tunggul Arum di Sleman, pada tanggal 12 Mei 2006, dan Dukun Magelang, tanggal 21 Mei 2006.

Advokasi untuk pengkritisan kebijakan pemerintah dilakukan melalui hearing dengan pihak DPRD. Hearing ini dilakukan dengan sasaran pertama untuk mendesak pemerintah melakukan berbagai tindakan dalam rangka kesiap-siagaan penanganan bencana akibat peningkatan aktivitas Gunung Merapi. Kedua, untuk mendesak adanya jaminan pemenuhan hak-hak masyarakat keika mereka berada di pengungsian.

Ketiga, mendesak adanya transparansi anggaran dalam penanganan pengungsi dan bencana akibat letusan Gunung Merapi. Hearing ini telah dilakukan di DPRD Sleman, tanggal 22 Mei 2006 dan DPRD Klaten, tanggal 24 Mei 2006. WALHI memandang bahwa bencana yang ditimbulkan oleh aktivitas Merapi dampaknya lebih diakibatkan karena kurangnya upaya mitigasi dan kesiapsiagaan serta tidak adanya perencanaan kedaruratan (contingency planning) yang meliputi sistem penanganan kedaruratan, dan sebagainya.

Pada prinsipnya, Wedhus Gembel, abu vulkanik, dan lava pijar yang dimuntahkan Merapi seketika bisa menjadi malapetaka apabila upaya mitigasi dan kesiapsiagaan kurang baik dilakukan. Paska kegiatan hearing ini, aktivitas WALHI Yogyakarta banyak terkonsentrasi untuk emergency respon gempa. Beberapa rekan dari PASG dan FPM (Forum Peduli Merapi) juga aktif membantu dengan menjadi relawan penanganan gempa. Ketika terjadi erupsi Merapi pada tanggal 14 juni 2006, WALHI dan para relawan merespon dengan bantuan biaya evakuasi masyarakat, masker, tenda, pemberian makanan tambahan berupa gula jawa dan kacang hijau.

Penanganan benCana eruPsi meraPi

Page 58: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

Puting beliung adalah fenomena alam dimana awan cumulus nimbus telah menyelimuti sebagian besar wilayah Indonesia. Awan tersebut muncul ketika suhu udara pagi tinggi, sehingga meningkatkan pembentukan awan yang menjulang.

Puting beliung biasanya memiliki kecepatan 25 hingga 30 knot. Letak wilayah geografis yang selalu rentan terhadap bencana ini biasanya dataran landai dan pesisir pantai karena tidak ada pelindung seperti hutan belantara dan gunung untuk menghambat kecepatan angin. kekuatan Pusaran angin bisa mengangkat benda berat seperti pohon, rumah, dan atap bangunan. Angin tersebut berdurasi sekitar 15 menit. Puting beliung cukup berbahaya terutama bagi dunia penerbangan dan pelayaran.

Di udara, sifat Gusty bisa menciptakan ruang menjadi hampa, sedangkan di laut mampu membalikkan kapal-kapal kecil. di karenakan lokais kejadian sangat dekat dengan kantor WALHI Yogyakarta, maka respon cepat dilakukan dengan melalui pemetaan korban dan kerusakan di wilayah bencana serta koordinasi pengadaan bantuan logistik.

Dengan dukungan Sahabat Lingkungan, relawan, lembaga mitra seperti CRI, Plan Internasional, CWS, Sheep, dan Yasanti didistribusikan terpal, tikar, bahan makanan, tambahan asupan

Penanganan benCana Puting beliung

gizi meliputi kacang hijau dan Gula Jawa, obat-obatan, senter dan peminjaman generator. Pendistribusian ini dilakukan melalui 3 dapur yang diinisiasi WALHI untuk membangun partisipasi dan kegotongroyongan masyarakat.

Sedangkan kampanye publik dilakukan melalui penerbitan 2 edisi infosheet yang ditunjukan untuk membangun kesadaran masyarakat tentang apa itu angin punting beliung, bagaimana mengurangi resikonya, dan jenis penyakit apa saja yang bisa menjangkiti mereka paskabencana. Kampanye juga diarahkan untuk menyampaikan pesan tentang pentingnya masyarakat tetap bersatu dan bergotong royong dalam melalukan pembangunan kembali.

Dampak negatif yang ditimbulkan oleh puting beliung memberikan pelajaran berharga bagi kita untuk lebih waspada. Berbagai elemen masyarakat dan pemerintah sudah selayaknya bersiap-siaga dengan kemungkinan-kemungkinan terjadinya hal yang sama di kemudian hari.

WALHI Yogyakarta sebagai organisasi publik telah berupaya untuk melakukan berbagai tindakan reaktif maupun antisipatif. Menggagas tata ruang perkotaan yang peka bencana alam termasuk puting beliung sebaiknya menjadi salahsatu prioritas demi keselamatan bersama.

Fenomena alam puting beliung melanda Kota Yogyakarta, khususnya di daerah Lempuyangan. Kejadian yang terjadi pada medio 2006 silam tersebut merusak berbagai rumah warga dan fasilitas publik. Korban luka juga ada. Banyak warga setempat yang menjadi pengusgsi sementara di tenda-tenda.

t O e g O e k h u s u s

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |58

Page 59: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 59

PuLAu Jawa hingga saat ini masih menjadi sosok contoh paradigma pembangunan daerah di Indonesia. Namun pada saat yang sama, sepanjang lebih dari sepuluh dekade pulau Jawa secara terus menerus mengalami kemerosotan mutu daya dukung dan produktifitas.

Hal tersebut akibat bencana-bencana baik yang alami dan yang diinduksi oleh kumulasi dampak kegiatan manusia maupun fenomena alami yang daya rusaknya diperbesar oleh kumulasi kerusakan-kerusakan mendasar menyangkut daya dukung dan produktifitas wilayah.

Eksekutif Nasional (Eknas) Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menggagas Java collapse sebagai suatu ruang preventif yang merupakan penyedia bahan-bahan mendasar serta konteks bagi berbagai kerja pembelaan kepentingan publik, serta menjadi bahan dasar bagi berbagai kerja jangka panjang untuk pengembangan pendidikan dan pembelajaran dua generasi ke depan untuk merombak paradigma pengembangan wilayah pulau.

Java collapse digerakan oleh sebuah kelompok kerja terfokus, yang disebut Tim Jawa Kolaps, yang dikoordinir oleh Eknas WALHI. Tim terdiri dari tim kecil yang merupakan perwakilan dari Eksekutif Daerah (ED) WALHI di pulau Jawa.

Untuk pertama kalinya Tim ini melakukan satu rangkaian kajian dan pembahasan untuk menghasilkan: Peta lengkap kolapsnya Jawa sebagai landasan berpikir, struktur basis data peristiwa kolaps dan, buku putih Jawa Kolaps, yang akan menjadi acuan bagi penerbitan catatan tahunan Jawa Kolaps tematik di tahun-tahun berikutnya.

WiLAYAh kriSiS

Pulau Jawa yang terbagi dalam 6 propinsi mempunyai wilayah krisis sebagai berikut, pertama, DKI Jakarta dengan 5 Kotamadya, dan 1 Kabupaten. Kedua, Jawa Barat dengan 25 Kabupaten/kota. Berikutnya, Jawa Timur dengan 37 Kabupaten/kota. Keempat, D.I. Yogyakarta dengan 4 Kabupaten dan 1 Kotamadya. Selanjutnya, Jawa Tengah dengan 35 Kabupaten/kota. Terakhir, Banten dengan 6 Kabupaten.

AgregAt kriSiS

Potensi- potensi sudah dan sedang menuju krisis tampak dalam riset ini. Berikut adalah hasil riset mengenai agregat krisis.

Hilangnya keselamatan rakyat: rakyat yang tinggal di Jawa tidak lagi memiliki 1. jaminan atas keselamatan rakyat

agar jaWa tiDak semakin

kolaPs *SebuAh riSet berSAMA, oLeh: WALhi Se-JAWA

Java collapse adalah bentuk

tanggung-gugat eknas

WALHI kepada publik dengan menyediakan ruang untuk

terlibat dalam pembelaan

kepentingannya. Untuk itu,

Java collapse dirancang

sedemikian rupa untuk menjadi suatu strategi

pengelolaan pengetahuan (knowledge

management strategy), dan

bukan berpretensi menjadi semacam

pusat informasi.

Page 60: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |60

Hilangnya produktifitas dan 2. kesejahteraan rakyat; jargon pembangunan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, akan mensejahterakan rakyat tidak terbukti karena pertumbuhan ekonomi hanya bersifat akumulasi, tidak terdistribusi kepada rakyat.Hilangnya keberlanjutan pelayanan 3. alam.Tata kuasa, tata penggunaan lahan, 4. tata produksi dikuasai oleh pemodal dengan difasilitasi oleh pemerintah melalui kebijakan pembangunan. Selain modal yang menguasai tanah dan sumber-sumber kehidupan adalah pihak TNI Tata Konsumsi: pemenuhan konsumsi 5. untuk kepulauan Jawa, diambil dari luar Jawa.

70% energi, diambil dari PLTU dan • PLTGU yang sumber energi di luar JawaDemikian juga dengan supply • air, karena Jawa hanya memiliki ketersediaan air 4,5% dari total potensi air di IndonesiaPertumbuhan di Jawa, menyisakan • defisit bagi wilayah lain

PerubAhAn ikLiM + kriSiS

Perubahan iklim menjadi sebuah indikator yang jelas atas kegagalan pembangunan di Jawa dan sudah pasti tidak layak untuk menjadikan Jawa sebagai barometer pembangunan wilayah lain di Indonesia. Jika kepengurusan wilayah tetap pada model pembangunan yang saat ini dianut oleh penguasa di Jawa, Perubahan iklim semakin menambah krisis yang dihadapi oleh rakyat, terutama bagi kelompok rentan seperti perempuan dan anak, petani, nelayan, miskin kota.

Rentetan krisis baru akan muncul, padahal krisis yang lama belum diselesaikan, antara lain limpasan air laut, kekeringan, menurunnya hasil produktifitas petani dan nelayan, kelangkaan air, hilangnya keberadaan pulau-pulau kecil seperti yang ada di kepulauan Seribu.

Bagi kelompok rentan seperti perempuan, anak-anak, petani, nelayan, miskin kota dan lain-lain, dampak dari perubahan iklim dirasakan lebih besar, karena kebutuhannya yang lebih spesifik. Seperti kebutuhan akan air bersih, energi, kesehatan dan lain-lain. Sayangnya, sampai saat ini negara sering kali mengabaikan kebutuhan bagi kelompok rentan

reSPon negArA dAn WArgA kriSiS

Respon terhadap krisis yang terjadi di Pulau Jawa oleh Negara, tidak pernah menghitung biaya keselamatan, kesejahteraan, produktifitas dan keberlanjutan pelayanan didalam kepengurusan wilayah di Jawa, bahkan respon negara justru membuat kebijakan yang menambah krisis warga dan juga lamban didalam menangani bencana.

Berbanding terbalik dengan respon yang dilakukan oleh Warga krisis, dimana mereka melakukan respon terhadap krisis yang dihadapi sebagai bagian dari cara bertahan hidup, karena lambannya respon negara. Adapun cara bertahan hidup :

Swadaya di dalam menangani • bencanaMenyingkir/pindah dari ruang • hidupnya setelah digusurMembeli air ketika terjadi krisis air • dengan harga yang mahalMemilih model ekonomi subsisten• Perlawanan juga sering kali dilakukan • oleh rakyat, ketika negara tidak lagi mampu menyelesaikan krisis yang dihadapiMembangun inisiatif ditingkat • komunitas seperti yang saat ini banyak dilakukan dengan membangun kampung hijau, komunitas pengolah sampah dan lain-lain.

Semua respon dari Rakyat ini, harus dinilai sebagai sebuah SUBSIDI rakyat kepada Negara. Dan Java Collapse harus dimaknai sebagai upaya antisipatif agar pulau Jawa tidak “bangkrut” dalam berbagai lini kehidupan. Anda peduli?

t O e g O e k h u s u s

Page 61: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 61

no bentuk kriSiS

1Kekeringan: melanda semua wilayah Jawa, yang terbesar terjadi di Jawa Barat (14 Kabupaten), Jawa Tengah (27 Kabupaten), Banten, Jatim (23 Kabupaten), Yogyakarta (5 Kabupaten)

2 Bencana (banjir/banjir bandang, longsor, puting beliung, gempa)

3Migrasi Massif : arus urbanisasi ke kota-kota besar, disebabkan oleh kemiskinan di pedesaan. Tidak kurang dari 250.000 orang/tahun arus urbanisasi masuk ke Jakarta

4 Krisis energi : Jatim (4 Kabupaten), Jakarta

5 PHK massal

6 Meningkatnya wabah penyakit : Diare, Demam Berdarah

7 Pencemaran air, udara dan tanah : Jakarta, Bandung, Surabaya

8 Gizi buruk dan kelaparan : Jakarta (4.855 balita), Banten (1.328 balita)

9 Kelangkaan air bersih

10 Penggusuran Massif

11Kebakaran permukiman padat : di jakarta dalam setahun, tidak kurang dari 900 peristiwa kebakaran permukiman padat

12 Hujan es yang terjadi di Malang

13 Kenaikan suhu yang terjadi di Jawa Tengah mencapai 0.20 C

14 Timbunan sampah : Bandung, Jakarta, Surabaya

15Kemacetan : tidak kurang dari 5 juta kendaraan roda dua dan 2,3 juta kendaraan roda empat menghasilkan kemacetan yang luar biasa di Jakarta

16 Fragmentasi ruang publik : kapitalisasi kota seperti yang terjadi di Jakarta, Surabaya dan Bandung

AgregAt kriSiS di PuLAu JAWA

Page 62: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |62

(Pertemuan nasional lingkungan hiduP (Pnlh) X di gabusan, bantul, yogyakarta)

PerteMuAn Nasional Lingkungan Hidup yang X yang diadakan di Yogyakarta menjadi momen penting untuk mencoba mengevaluasi dan menjadi awal mencari jalan baru dalam menghadapi kekritisan bangsa ini. Tema yang di angkat dalam pertemuan PNLH X ini adalah ”Bumi Untuk Kehidupan Yang Bermartabat”

Tiga tahun sudah WALHI menjalankan amanah PNLH IX yang dihasilkan tiga tahun lalu di Mataram-NTB. Pada tahun 2008, WALHI kembali menyelenggarakan PNLH X di Yogyakarta dengan konsep yang berbeda yaitu dalam bentuk PNLH Publik. Berdasarkan hasil keputusan KNLH WALHI 2007 di Jakarta, terpilih Yogyakarta sebagai tempat penyelenggaraan PNLH X.

Pada saat itu juga terbentuk SC yang terdiri dari 7 orang yang merepresentasikan wakil-wakil Eksekutif Nasional (ED), Dewan Nasional (DN), perwakilan ED dan DD dari masing-masing daerah. Steering Committee (SC) PNLH X kali ini merupakan mandat dari KNLH pada 2007 lalu.

Pada awalnya, Panitia Pengarah ini berjumlah tujuh orang yang terdiri dari Ramadhana Lubis (Ketua, merangkap anggota), Nordin (Wakil Ketua, merangkap anggota), Ivan Valentina Ageung (Sekretaris, merangkap anggota), Suparlan (Anggota/ Ex-Officio), Yani Maryani (Anggota), Johny S. Mundung (Anggota), Cut Hindon (Anggota). Namun, dalam prosesnya, beberapa personil mengundurkan diri.

WALHI DIY sebagai tuan rumah dan penyelenggara PNLH X sejak ditetapkan oleh KNLH telah menyiapkan pelaksanaan PNLH X, terutama terkait dengan akomodasinya yang direncanakan akan menggunakan rumah-rumah warga.

Pada bulan Desember 2007 terbentuklah kepanitiaan pelaksana

bumi untuk kehiDuPan yang bermartabat

t O e g O e k h u s u s

Page 63: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 63

di Yogyakarta yang unsur-unsurnya terdiri dari partisipan WALHI DIY dan mitra serta jaringan, termasuk juga relawan dari para mahasiswa berbagai kampus di Yogyakarta.

Penentuan tempat PNLH X dengan mengusung semangat PNLH Publik, diputuskan diselenggarakan di tempat publik, baik tempat penginapan maupun tempat sidang-sidang WALHI. Setelah melakukan observasi lapangan di beberapa wilayah di Yogyakarta akhirnya diputuskan Pasar Seni Gabusan (PSG) yang terletak di Kabupaten Bantul menjadi tempat penyelenggaraan PNLH X.

Alasan PSG sebagai tempat penyelenggaraan, selain karena lokasi sangat luas dan tempat publik juga karena dusun-dusun sekitarnya sangat layak untuk tempat tinggal peserta karena tidak jauh dari PSG. Apalagi lokasinya terletak di Kabupaten Bantul sebagai wilayah yang baru saja pulih dari gempa bumi hebat pada tahun 2006. harapannya, peserta dapat belajar tentang rekonstruksi pasca gempa di Bantul.

Lima dusun yang terdekat dipilih menjadi tempat penginapan peserta, yaitu Dusun Gatak, Dagan, Tembi, Gabusan dan Balong yang terletak di Desa Timbulharjo Kecamatan Sewon. Pengorganisasian pun dilakukan untuk memberikan satu proses kesepahaman untuk pelaksanaan PNLH WALHI X kepada publik, khususnya di lima dusun tersebut.

Sedang untuk transportasi peserta dari rumah-rumah warga – yang jaraknya paling jauh ±2 km – menuju Pasar Seni Gabusan sebagai pusat PNLH X menggunakan transportasi yang tidak mengeluarkan emisi gas buang alias menggunakan transportasi lokal, seperti becak, andong dan sepeda ontel yang ada dan dikelola sendiri oleh warga lima dusun tersebut.

PengorgAniSASiAn MASYArAkAt Kegiatan Pengorganisasian ini dimaksudkan untuk memulai proses

pra pelaksanaan, hal ini karena PNLH X akan dilakukan di wilayah publik dan melibatkan banyak masyarakat yang ada di lokasi. Keterlibatan masyarakat di 5 dusun tidak hanya sebagai tempat tinggal para peserta dari 25 Propinsi Se-Indonesia, namun mereka juga menjadi bagian dari panitia dalam PNLH X WALHI.

Sehingga awal pengorganisasian adalah melakukan pertemuan-pertemuan kampung di lima dusun sebagai langkah awal untuk menjalin komunikasi dan koordinasi terkait rencana WALHI. Beberapa bantuan dan dukungan dari lima dusun yang sekaligus menjadi panitia lokal transportasi peserta, akomodasi, pentas seni, dan beberapa kebutuhan teknis yang lain.

Prinsip dari kerjasama dengan masyarakat adalah mengedepankan kearifan lokal dan budaya setempat. Dan pada akhirnya setelah empat kali diadakan pertemuan kampung di lima dusun, kepanitiaan terbentuk di masing-masing kampung. Proses komunikasi pun menjadi lebih mudah.

Saat pelaksanaan PNLH X, panitia sepakat untuk membagi jatah peserta berdasarkan Region. Regional Jawa ditempatkan di Dusun Balong dan Dagan, Regional Sulawesi di Dusun Tembi, Regional Sumatera di Dusun Dagan, Regional Kalimantan di Dusun Gabusan, sedangkan Banuma di Dusun Balong.

Page 64: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |64

kAMPAnYe PubLik untuk PnLh XKampanye publik untuk pelaksanaan PNLH diawali dengan melakukan

roadshow ke beberapa media massa lokal dan nasional yang berada di Yogyakarta. Selain melakukan sharing dan diskusi juga menjadi ajang deseminasi informasi tentang berbagai agenda PNLH X di PSG.

Selanjutnya berbagai aktifitas disusun bersama oleh Devisi Media Center PNLH X. Mulai dari konfrensi pers, lounching WEB PNLH X, dan berbagai diskusi rutin dengan mengangkat berbagai isu lingkungan yang sedang menguak, misalnya PP No 2 Tahun 2008. Hal ini dianggap cukup strategis untuk mendekatkan media kepada kegiatan PNLH X.

dukungAn PArA tokoh di YogYAkArtA

Beberapa tokoh pemerintah, pendidikan juga ditemui oleh pihak panitia untuk mencari dukungan lebih luas dari berbagai elemen masyarakat. Tokoh-tokoh pemerintahan yakni Drs. H. Idham Samawi selaku Bupati Bantul, Sultan Hamengku Buwono X selaku Gubernur Daerah Keistimewaan Yogyakarta.

Tokoh pendidikan yang juga ditemui adalah Prof. DR. Edy Suandi Hamid. M. Ec, Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta. Selain itu tokoh pendidikan sekaligus politik dan Mantan Ketua MPR-RI, Prof. Amin Rais.

Dalam berbagai pertemuan, mereka mendukung kegiatan PNLH X di Yogyakarta dan berharap mempunyai dampak yang signifikan dalam perjuangan lingkungan hidup di Indonesia. Bagi mereka, berbagai proses perjuangan harus mengedepankan masyarakat sebagai ujung tombak, oleh karenanya mereka juga mengapresiasi positif PNLH yang pertama kali digelar dengan melibatkan publik luas.

Setelah melalui berbagai proses persiapan, akhirnya PNLH X digelar. Mulai tanggal 16 hingga 23 April berbagai kegiatan digelar. Pada hari terakhir, PNLH ditutup dengan kegiatan Parade Andong dan Sepeda secara bersama dan serentak oleh semua elemen yang menjadi bagian dari pelaksanaan PNLH X, baik dari perserta sidang maupun dari seluruh elemen masyarakat. Salam Lestari. Wujudkan Bumi Untuk Kehidupan Yang Bermartabat

t O e g O e k h u s u s

Page 65: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 65

rAngkAiAn kegiAtAn SeMinAr dAn kAMPAnYe dALAM PnLh X

No Jenis kegiatan deskriPsi

1 Gelar Kampung Hijau

Uji coba penilaian kampung hijau diterjemahkan dalam kata kunci Tradisional dan Alami. Tradisional dan alami menyangkut dalam 3 hal yaitu: Penguasaan, Pengelolaan dan Pemanfaatan, di dalam melakukan proses pengelolaan sumber-sumber kehidupan di wilayah desa, dusun maupun wilayah sekitar masyarakat. Dalam uji penilaian kita mengambil 2 poin yaitu : pengelolaan lahan dan pengelolaan sampah. Proses seleksi dan penilaian berjalan dua bulan sebelum PNLH digelar. Dari 10 kampung yang terpilih dan terletak di setiap kabupaten/kota di Yogyakarta, akhirnya Dusun Jetak II di Kabupaten Sleman terpilih sebagai pemenang.

2 Pameran Lingkungan, Pasar Rakyat Pro Lingkungan

Pameran dan pasar rakyat lingkungan ini merupakan rangkaian dari kegiatan Indonesia Environmental Movement. Kegiatan ini mengambil tema tentang Energi Alternatif dan Perubahan Iklim. Dalam ajang ini diharapkan tampil 20 stan yang terdiri dari pihak masyarakat, pemerintah, LSM, akademisi yang selama ini telah melakukan proses-proses penggunaan energi alternatif. Namun hanya 7 lembaga dan komunitas yang konsentrasi pada pameran sebagai proses belajar. mereka adalah Mitra Tani, Sahani, Kelompok Langkah Bocah, Mekar Sari, CD Bethesda, Lessan, Yayasan Katolik Caritas dan SD Sendang Sari. Acara ini telah dilaksanakan dimulai pada tanggal 16 April sampai dengan 22 April 2008 mulai pukul. 09.00 sampai dengan 17.00 WIB.

Dari event ini hal dicapai adalah tergali kekayaan lokal masyarakat Indonesia. Hal ini diketahui dari diskusi antar peserta pameran dengan peserta PNLH X WALHI. Ada pertukaran informasi walaupun tidak berbetuk data yang detail bahwa apa yang dimiliki masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya tidak jauh berbeda dengan daerah lain. Proses belajar antar komunitas dan lembaga juga terjadi disini.

Page 66: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |

3 Lomba Iklan layanan Masyarakat Lingkungan

Lomba ini merupakan bagian dari proses media kampanye dan pendidikan lingkungan yang lebih efektif dan mudah dicerna oleh semua kalangan, khususnya kepada kaum muda dan masyarakat umum, sehingga tercipta penjiwaan dari kaum muda dan generasi mendatang untuk lebih mudah mengekspresikan tentang keseimbangan ekologi saat ini di Indonesia.

Kegiatan ini dilakukan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI DIY) bersama Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) regional Jawa., dan Kelompok Studi Mahasiswa Audio Visual Komunikasi (AVIKOM) UPN Veteran Yogyakarta serta dari Sahabat Lingkungan WALHI Yogyakarta.

Kegiatan lomba ini dibuka secara nasional, dari hasil verifikasi terakhir terdapat 56 karya. Namun pada proses pengambilan juara hanya diambil 3 sebagai pemenang dengan total hadiah senilai 10 juta rupiah. Sebagai juri dalam lomba ini adalah Arif Budiman (PETAK UMPET), Firdaus Cahyadi (WALHI), dan Sub Han Afifi ( Dosen Ilmu Komunikasi UPN Veteran Yogyakarta) kegiatan penjurian berlangsung di Movie Box Jalan Colombo No.13, pada tanggal 18 April yang lalu.

Akhirnya, juara I dengan judul Toloong karya (Unkolor, Wahyu Aulia Mahardika). Juara II, dengan judul Satu karya (Inspiro Production), dan Juara III dengan judul Keburu Ujian karya ( Danang Dwi Pamungkas).

4 Gelar Anak Alam

Gelar anak alam merupakan bagian dari satu proses pendidikan dini tentang lingkungan, anak-anak diharapkan bisa mengeksoresikan tentang lingkungan melalui sebuah kreatifitas, kegiatan ini juga merupakan rangkaian PNLH X. Untuk itu pada tanggal 13 April 2008 lalu berbarengan dengan agenda PNLH X WALHI, panitia mengadakan lomba kreatifitas pengolahan bahan limbah atau barang bekas bagi anak-anak.

Lomba tersebut mengusung tema “Mari Bersahabat Dengan Sampah” hal ini adalah sebuah upaya untuk mendorong kesadaran lingkungan dan pemanfaatan barang limbah (bekas) pada manusia sejak usia dini dan mendorong kreatifitas dan harmoni kelompok untuk berkerja bersama-sama dalam satu kesatuan kerja.

t O e g O e k h u s u s

66

Page 67: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 67

5 Seminar Neoliberalisme dan Kepemimpinan Nasional

Seminar bertema Neoliberalisme dan kepemimpinan nasional “Kritik atas paradigma pembangunan penyebab akumulasi bencana ekologis dan kemanusiaan” ini membuka PNLH X di Gabusan.

Seminar yang diikuti peserta dari 25 propinsi tersebut menghadirkan Rizal Ramli, mantan Menteri Perekonomian Indonesia (Agustus 2000-Juni 2001, Red), Chalid Muhammad, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Emi Hafild, Mantan Direktur WALHI (2000-2003) dan Mantan Direktur Green Peace Asia Tenggara, serta Edy Suandi Hamid, Rektor Universitas Islam Indonesia.

Salah satu wacana yang mengemuka yakni posisi WALHI saat ini telah menggalang kekuatan kolektif rakyat, dan pendidikan rakyat untuk keluar dari cengkraman Neoliberalisme. Inovasi tersebut misalnya dilakukan melalui Green Student Movement, pendikan-pendikan kader rakyat, pengorganisasian rakyat, melakukan tekanan politk kepada pemerintah, mendorong perubahan kebijakan, menggalang bangkitnya WALHI Institute.

6 Hari Bumi Peringatan Hari Bumi adalah puncak dari acara PNLH X. Ditandai dengan Parade Andong dan Sepeda secara bersama dan serentak oleh semua elemen yang menjadi bagian dari pelaksanaan PNLH X, baik dari perserta sidang maupun dari seluruh elemen masyarakat. Start dimulai dari Pasar Seni Gabusan dan diakhiri di Alun-Alun Utara Yogyakarta.

Di Alun-Alun Utara Yogyakarta telah berdiri panggung rakyat untuk menyambut kedatangan para peserta parade, diiringi musik dan beberapa orasi dari berbagai elemen untuk menyuarakan lingkungan.

Kegiatan tersebut di lakukan tepat pada tanggal 22 April 2008, pelaksana teknis kegiatan ini dari kawan-kawan Pecinta alam anggota WALHI Yogyakarta. Beberapa kesenian musik adalah Sri Rejeki dan Frangky Sahilatua, tentang kondisi lingkungan yang ada saat ini.

Page 68: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |68

rangkaian kegiatan Paralel workshoP dalam Pnlh X no Jenis kegiatan deskriPsi

1 Pesisir dan Laut “Nelayan Bentuk Wadah Perjuangan” itulah jargon dalam pertemuan nelayan yang melibatkan berbagai daerah. Para nelayan resah. Pemerintah dinilai membatasi ruang lingkup nelayan. Peraturan yang dibuat pun dianggap tidak berpihak kepada nelayan. Untuk itu Konferensi Nasional Nelayan Idonesia (NNI) yang berlangsung tanggal 17-18 April yang lalu di gelar untuk membahas situasi politik kelautan terkini. Out put yang diharapkan bentuk dan program organisasi nelayan Indonesia sebagai wadah untuk memperjuangkan hak-hak nelayan. Konferensi ini dihadiri pula oleh organisasi nelayan dari negara lain seperti, Malaysia, Filipina, Kamboja,Thailand dan Vietnam.

2 Gerakan Pecinta alam, Bencana dan adaptasi

Kondisi krisis ekologi di seluruh wilayah Indonesia sudah sedemikian parah. Diperlukan tindakan secepatnya dari seluruh elemen warga untuk tetap bisa selamat dengan jaminan perbaikan dan layanan jasa alam. WALHI harus segera melakukan strategi pendekatan yang lebih baik untuk dapat menghantarkan warga tetap bisa hidup di Indonesia.

Organisasi Pecinta Alam (OPA) merupakan bagian dari WALHI yang memiliki kapasitas luar biasa menjangkau wilayah-wilayah krisis dan bergerak bersama warga. Untuk itu dalam sarasehan OPA tanggal 16 April anggota WALHI merekomendasikan banyak hal.

Diantaranya, OPA selayaknya mendapatkan porsi tersendiri dalam program yang dimiliki WALHI yaitu minimal 20 persen dari program WALHI karena OPA memiliki potensi dan kaderisasi sumber daya manusia yang permanen tiap tahunnya serta akan ikut terlibat dalam kinerja WALHI kedepan.

t O e g O e k h u s u s

Page 69: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 69

7 Jatam Tambang adalah milik rakyat. Ketika tambang dikeruk tanpa pertimbangan keseimbangan ekologis maka kesejahteraanrakyat terkeruk. Ambil contoh, kasus Lumpur Panas Lapindo di Jawa Timur Demikian permasalahan yang mengemuka dalam Workshop bertajuk “Membaca Wilayah Krisis dan Ekspansi Tambang” yang diselenggarakan oleh Jaringan Advokasi Tambang (JATAM),terkait PNLH X (17/4) di Joglo Tembi, Kabupaten Bantul.

Hendro Sangkoyo selaku pembicara, mengungkapkan sejatinya alam demokrasi, rakyat adalah majikan, pemerintah adalah sebagai pelayan.Meski dalam UUD 1945, Pasal 33 telah mempertegas bahwa bumi, tanah, air dan kekayaan alam akan dipergunakan untuk kepentingan rakyat. Ironisnya pada kenyataannya pemerintah sendiri yang menindas rakyat.

Melalui workshop ini, peserta berharap agar WALHI dan JATAM mendengar suara rakyat berkaitan dengan dampak lingkungan akibat keberadaan tambang di seluruh Indonesia.

8 Perempuan dan Lingkungan

Perempuan dituding menjadi salah satu penyebab kerusakan lingkungan. Terutama di wilayah perkotaan. Benarkah? Apa yang harus dilakukan? Demikian hal yang menarik dalam diskusi perempuan dan lingkungan. Hadir dalam diskusi tersebut Slamet Daroyni calon EN, yang dengan sigap melakukan bantahan.

Karena pernyataan tersebut seharusnya diarahkan pada negara. Memang benar 70% sampah di perkotaan berasal dari aktivitas rumah tangga. Namun jika dirunut dari struktur kekuasaan, struktur negara yang tidak melibat-kan perempuan dan penggunaan produk yang tidak ramah lingkungan alias tidak bisa didaur ulang memberikan andil yang sangat besar.

Selama ini telah terjadi eksploitasi terhadap perempuan yang kemudian berdampak pada pengelolan lingkungan. Padahal perempuan punya potensi yang luar biasa dalam pembangunan lingkungan dan sosial di Indonesia. Oleh karena itu perempuan harus diberi kesempatan. Perempuan harus bangkit! Hentikan penindasan terhadap perempuan!

Page 70: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |70

9 Workshop Corporate Social Responsibility (CSR) WALHI

Workshop CSR WALHI menghadirkan narasumber Memey, dan di moderatori oleh Joko bertempat di Ruang Komisi III di Pasar Seni Gabusan. CSR didasari pada UU No 40-2007 pasal 74, ini menjelaskan perusahan-perusahan yang melakukan eksploitasi sumber daya alam yang harus memberikan dana CSR sebagai wujud bukti kongkrit atas kewajiban mereka.

Namun pada faktanya CSR tidak memberkan solusi terhadap bagaimana ekspliotais sumber daya alam di lakukan, oleh karenanya Bagaimana CSR tersebut, ataukah hanya sekadar kewajiban sebagai pajak saja. Karena kontroling CSR tidak dapat dilkaukan oleh pemerintah, justru CSR kadang di jadikan legitimasi oleh perusahaan bahwa mereka sudah melakukan tanggung jawabnya.

Ini yang menjadi perdebatan dalam diskusi CSR kali ini, sehingga apakah masih penting CSR. Beberapa pendapat memunculkan dalam diskusi, walau pada akhirnya belum dirumuskan secara detail tentang sikap untuk CSR.

10 Kontras Diksusi yang dipelopori Kontras mencoba mengangkat “ Merumuskan mekanisme advokasi bersama dalam kasus kekerasan pada korban-korban kejahatan lingkungan”. Hal ini karena disebabkan banyaknya kasus-kasus kekerasan yang dialami oleh rakyat akibat kejahatan lingkungan. Termasuk juga kekerasan yang dialami oleh aktifis, dan seringkali sangat lambat di respon bahkan sebagian besar tidak selesai untuk mendapatkan keadilan.

Oleh karenanya perlu disusun advokasi bersama memperjuangkannya. Dalam diskusi ini memunculkan sebuah strategi baru, kegiatan, prinsif-prinsif kerja dan mekanisme yang akan dibangun secara menyeluruh detail ada dalam lampiran notulensi diskusi.

Di harapkan setelah diskusi ini bisa menjalin komunikasi daerah dan ada konsolidasi di tingkat lokal dan regional, dan di lanjutkan dengan pertemuan yang lebih besar serta fokus di tingkat nasional.

t O e g O e k h u s u s

Page 71: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 71

rAngkAiAn SidAng WALhi

no JeniS kegiAtAn deSkriPSi

1 Pemilihan Pimpinan Sidang Tetap

Pimpinan sidang PNLH di pimpin oleh Pimpinan sidang sementara / SC, pertama sekali pimpinan sidang sementara / SC menyampaikan up date jumlah peserta PNLH X WALHI di Yo gya sesuai dengan hasil KNLH terakhir di Jakarta. Total peserta pada saat persidangan berjumlah 293 lembaga.

Selain meng-up date peserta yang datang, juga mendiskusikan tentang beberapa agenda yang akan di jalankan selama persidangan. Mulai dari laporan EN dan DN hingga pada proses pemilihan direktur baru.

Dan pada akhirnya Pimpinan sidang sementara/SC membacakan SK 04/PNLH X/WALHI/IV/2008 tentang Pengesahan Pimpinan Sidang PNLH X WALHI yang menetapkan Daulat Sihombing, Gendo, Nyaksi Faisal, Zainuddin, Sesep, Hasanuddin, Lalu Pharmanegara, Purnawan, Ihlas Muhammad. menjadi pimpinan sidang PNLH X WALHI.

Selanjutnya pimpinan sidang sementara menyerahkan palu persidangan sebagai simbolik pergantian pimpinan sidang sementara kepada pimpinan sidang tetap. Selanjutnya pimpinan sidang tetap/terpilih memimpin sidang dengan agenda lanjutan adalah laporan pertanggungjawaban ED dan DN.

2 Laporan Publik WALHI

Laporan Publik adalah bagian dari transparansi dan akutabilitas kelembagaan WALHI kepada publik, selama ini WALHI hanya melakuka laporan publik kepada anggota, pada kesempatan PNLH X, mencoba untuk membuat agenda laporan pertanggungjawaban kepada publik.

EN dan DN membacakan hasil laporannya selama 3 tahun terakhir, di awali oleh Eksekutif Nasional WALHI yang disampaikan oleh Chalid Muhammad. Oleh karena laporan pertanggungjawaban EN dan DN tetap menyambungkan 3 isu strategis yang jadi mandat dalam PNLH IX di Mataram.

Pertama, Membangun WALHI yang Kuat dan Mandiri, ini adalah mandat mataram pertama. Kedua adalah Mewujudkan Good Governance yang pro lingkungan dan memihak rakyat dan yang ketiga adalah Membangun Perlawanan Rakyat untuk merebut hak-hak atas sumber-sumber kehidupan dari jeratan neo-imperealisme.

Setelah EN dan DN menyampaikan laporan pertanggungjawabannya, kemudian dilanjutkan dengan tanggapan dan penerimaan laporan EN dan DN oleh anggota/peserta PNLH X.

t O e g O e k h u s u s

Page 72: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |72 toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |

3 Sidang Komisi Keorganisasian

Sidang Komisi Organisasi lebih banyak difokuskan pada pembahasan statuta WALHI. Dimana dari draft statuta hasil dari tim perumus akan dipresentasikan pada sidang komisi organisasi.

Sehingga dalam cakupan hasil dari tim perumus akan didiskusikan kembali dan menjadi sebuah kesepakatan bersama tentang perubahan-perubahan dan atau penjelasan dari tim perumus. Sidang pada komisi keorganisasian sangat pelik dan sangat seru, di karenakan berbagai argumentasi khususnya keanggotaan WALHI.

4 Sidang Komisi Program

Tema besar dalam sidang komisi program adalah ter-wujudnya gerakan rakyat yang mampu mempertahankan sumber-sumber kehidupannya, sehingga Rakyat memiliki Akses dan Kontrol terhadap sumber-sumber kehidupan.

Kedepan WALHI harus mampu mendorong kedaulatan rakyat dalam pengelolaan sumber-sumber kehidupan dan sumber daya alam di Indonesia, dari pengembangan model dan desain pengelolaan sumber-sumber kehidupan dan sumber daya alam sampai pada strategi yang akan didorong dan dikembangkan.

Bukti konkrit yang harus di capai kedepan adalah Rakyat mampu mempertahankan ekologi genting dari ekspansi modal. Kegiatan yang bisa mendorong pada keberhasilan agenda kedepan WALHI bisa melalui ber-bagai kegiatan seperti diskusi kritis, di level lokal, mem-perkuat kajian dan riset, hingga pada membangun kesiapsiagaan dan adaptasi untuk kehidupan kedepan dengan berbagai bencana ekologis yang sering terjadi di Indonesia.

5 Sidang Komisi Rekomendasi

Sidang komisi rekomendasi didasari pada pemahaman persoalan lingkungan khususnya pengelolaan sumber-sumber kehidupan yang sangat eksploitatif dan tidak terkendali. Kebijakan sektoral yang diterapkan oleh pemerintahpun semakin memiskinkan rakyat.

Ya kehidupan masyarakat Indonesia pun terancam. Persoalan yang mengemuka HPH (Hak Pengusahaan Hutan), HTI (Hutan Tanaman Industri) dan IPK (Izin Pemanfaatan Kayu), energi dan pertambangan, sosial ekonomi dan keselamatan (kesehatan) masyarakat Indonesia.

Kedepan WALHI harus mampu serius melakukan advokasi kebijakan pengelolaan sumber daya alam (PSDA) yang berbasis rakyat, guna mendorong dan membuminya paradigma gerakan WALHI ke depan untuk menunjang Tata Kuasa, Tata Kelola, Tata Produksi, Tata Distribusi, dan Tata Konsumsi rakyat yang berdaulat dan diakui dalam Negara Indonesia.

Di samping itu berbagai isu yang telah di advokasi WALHI juga harus dilanjutkan sebagai bagian dari konsistensi WALHI kedepan untuk lingkungan dan masyarakat. Oleh karena penguatan di organisasi WALHI baik di level internal dan eksternal harus lebih dikuatkan.

t O e g O e k h u s u s

Page 73: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 73

6 Pemilihan Fungsionaris WALHI

deWAn nASionAL

Catatan : abstain 2, dan kertas suara rusak 19

dengAn deMikiAn YAng terPiLih MenJAdi deWAn nASionAL Periode 2008-2012 AdALAh: 1. YAni SAgAroA

2. ririn SefSAni

3. M. irSYAd tAhunAMrin

4. nordin

5. ferY irAWAn

6. khALiSAh khALid

7. YuSuf tALLAMMA

SedAngkAn ekeSekutif nASionAL PeroLehAn SuArAnYA AdALAh :

no nAMA eLektronik MAnuAL

1 Berry 116 116

2 Farah Sofa 100 100

3 Nurhidayati 78 78

4 Slamet 65 65

bAtAL: 16

AbStAin: 2

dengAn deMikiAn direktur ekSekutif nASionAL WALhi Periode 2008-20012

AdALAh Sdr. berrY nAhdiAn forqAn dAri kALiMAntAn SeLAtAn

No NamaHasil

Penghitungan Urutan SuaraUrutan Suara

Manual Elektronik

1 Yani Sagaroa 268 267 Terpilih

2 Ririn Sefsani 222 222 Terpilih

3 M. Irsyad Thamrin

216 216 Terpilih

4 Nordin 204 204 Terpilih

5 Fery Irawan 204 203 Terpilih

6 Khalisah Khalid 184 184 Terpilih

7 Yusuf Tallamma 173 171 Terpilih

8 Yani Maryani 160 164 Tidak terpilih

9 A. Patra M Zen 161 161 Tidak terpilih

10 Ade Indriyani 140 142 Tidak terpilih

11 Zulhanuddin Hasibuan

132 133 Tidak terpilih

Page 74: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |74 toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |

berSAMA WALHI Nasional dan dibantu Tim Survey LPPM UPN”Veteran” Yogyakarta, WALHI Yogyakarta melakukan riset untuk mengetahui kondisi lahan-lahan pertanian, perkebunan, dan Tambak di Aceh yang terkena tsunami dan kemungkinan pemanfaatannya kembali.

Kegiatan yang berlangsung dari tanggal 5 hingga 26 Februari 2005 ini bertempat di wilayah pantai Barat Nangroe Aceh Darussalam. Daerah-daerah itu adalah Lam Jabat, Lampuu, Blangmee (Lam Kuta), Tengoh Blangmee, Lam Greehue, Perbatasan Lam Greehue dan Lam Juang, Lam Juang, Aleureyung (Pulo Nasi), Rabo, Gampong Baru, Lambila Darussalam, Meureh Taman Darussalam, dan Lheupung. Selama masa penanganan bencana Gempa Bumi dan Tsunami, daerah-daerah ini merupakan dampingan WALHI.

Sasaran survei dan sampling meliputi penggunaan lahan yang berbeda yaitu sawah, perkebunan dan tambak yang terkena dampak bencana tsunami. Selama survei, tim melakukan pengambilan sampel dan pengamatan serta wawancara dengan penduduk setempat. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan bor tanah (hand auger) sampai kedalaman 60 Cm dari permukaan tanah.

Sistem pengambilan sampel dilakukan secara acak, dengan asumsi bahwa lahan berada pada topografi yang seragam (landai/datar) serta keadaan tanah yang relatif sama (terkena dampak tsunami). Sampel tanah yang diambil tersebut merupakan sampel pewakil untuk lokasi/area tertentu. Sampel-sampel yang telah diambil dilakukan tes secara lapangan dengan “soil test kit” untuk mendapatkan data sifat fisik dan kimia (kualitatif), sehingga diketahui gambaran umum mengenai kualitas lahan yang ada.

Pengambilan sampel juga dilakukan pada lahan yang tidak terkena tsunami sebagai bahan/sampel pembanding. Selain pengambilan sampel, tim juga melakukan pengamatan guna mengumpulkan data-data sekunder antara lain: Jarak lokasi sampling dari laut, Informasi bentuk penggunaan lahan sebelum bencana, Bentuk lahan, Bentuk relief, Kedalaman muka air tanah, Ketebalan “lapisan lumpur” dll. Dalam waktu total survei, yaitu 3 minggu tim hanya dapat melakukan pengambilan sampel yang relatif sedikit.

Hal ini dikarenakan kondisi jalan yang banyak terputus, selain itu adanya

menakar kelayakan lahan serambi mekah *hasil riset lahan aceh Pasca Tsunami

Dua tahun pasca tsunami, lahan pertanian, perkebunan

dan pertambakan di Aceh masih banyak yang terlantar.

Masih mungkinkah areal yang rusak tersebut ”beroperasi”

kembali?

t O e g O e k h u s u s

Page 75: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 75

keterbatasan sarana transportasi yang mengakibatkan kegiatan survei sangat tergantung akan hal tersebut. Sebagai contoh antara Banda Aceh menuju Lhoong sebelum tsunami bisa ditempuh dengan jalan darat selama 1,5-2 jam, setelah tsunami hanya dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi laut (boat) dengan waktu tempuh 3-4 jam. Meski demikian, tim dapat menjangkau lokasi-lokasi yang menjadi target survei dengan bantuan dan fasilitas dari WALHI.

Setelah melalui berbagai proses survey termasuk analisis, Tim kemudian mengeluarkan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Pertama, Prinsip reklamasi adalah menurunkan tingkat kadar garam sampai pada nilai yang tidak banyak mengganggu produksi tanaman yaitu DHL < 4 mS.cm- .

Kedua, tanah yang mempunyai nilai PNT sangat tinggi dicirikan oleh sifat struktur yang jelek yakni mudah terdispersi. Sifat tanah tersebut dapat mengganggu penyeran unsur hara oleh akar tanaman. Tanah dengan salinitas (DHL) tinggi menyebabkan terganggunya ketersediaan air bagi tanaman bahkan terjadi plasmolisis.

Ketiga, dalam menurunkan tingginya tingkat kadar garam harus dihindari timbulnya sodisitas (peningkatan pH tanah secara tajam yang disebabkan oleh hidrolisis garam Na- Ion Na+). Bahaya sodisitas dapat terjadi pada tanah Salin-alkali yang dilindi secara langsung oleh air pengairan. Tanah salin-alkali dapat ditengarai dari nilai DHL, PNT dan pH yang tinggi.

Keempat, untuk menghindari sodisitas tersebut harus ditambahkan bahan yang dapat mempertahankan kadar pH. Bahan tersebut seperti Gypsum (CaSO4), Sulfur (S) ataupun CaCO3, dengan jalan menambahkan bahan tersebut ke dalam tanah secara langsung ataupun melarutkan melalui air irigasi.

Kelima, mengurangi tingginya tingkat kadar garam dapat pula dengan mencampurkan lapisan tanah yang kadar garamnya tinggi ( lapisan atas) dengan tanah bawahan yang tidak mengandung kadar garam. Pengaruh pencampuran tersebut juga dapat memperbaiki struktur tanah. Perbaikan sifat fisik khususnya struktur tanah akan semakin efektif bila ditambahkan bahan organik. Bahan organik yang ditambahkan dapat berupa pupuk hijau dengan takaran yang relatif tinggi karena tanah miskin bahan organik. Sifat fisik tanah yang dirajai fraksi debu dan pasir lebih menguntungkan dalam mengelola tanah secara mekanis daripada yang dirajai fraksi lempung.

Keenam, Membersihkan lumpur tsunami dari lahan merupakan tindakan yang sangat baik, namun dalam melakukannya harus dihindari terjadinya pemadatan tanah.

Ketujuh, berdasarkan hasil analisis tanah yang menunjukkan nilai Natrium meningkat sangat tinggi maka perlu dinetralisis dengan pemupukan Kalsium, Kalium, dan Magnesium.

Berikutnya, penetralisir garam tanah yang tinggi melebihi ambang normal dapat menerapkan prinsip penyesuaian tanaman terhadap karakteristik tanah. Tanaman yang termasuk sensitif terhadap kadar garam tinggi adalah : Apel, Jeruk dan Kacang-kacangan (< 4 mS). Tomat, Kentang, Kobis, Mentimun, Padi, Sorgum dan Jagung termasuk tahan garam (4 – 10 mS). Yang sangat tahan adalah kapas, bayam, dan kurma (> 10 mS) (Richards, 1954).

Sedangkan sebelum upaya reklamasi daerah, Tim merekomendasikan penelitian yang lebih detail wajib dilakukan. Hal ini guna memastikan lahan-lahan tersebut masih layak untuk lahan pertanian, perkebunan dan pertambakan dari berbagai sudut pandang.

Page 76: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |76

SecArA umum, iklim didefinisikan sebagai kondisi rata-rata suhu, curah hujan, tekanan udara, dan angin dalam jangka waktu yang panjang, antara 30-100 tahun (inter centennial). Pasca revolusi industri terjadi peningkatan secara perlahan terhadap unsur-unsur iklim (suhu, curah hujan, tekanan udara). peristiwa ini dikenal dengan Perubahan Iklim.

Perubahan iklim sendiri dipicu adanya kenaikan suhu secara global yang dikenal dengan peristiwa pemanasan global. Pemanasan global sendiri di akibatkan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer. Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change UNFCCC), ada enam jenis gas yang digolongkan sebagai GRK, yaitu Karbondioksida (CO2), Dinitroksida (N2O), Metana (CH4), sulfurheksafluorida (SF6), perfluorokarbon (PFCs) dan hidrofluorokarbon (HFCs).

Perubahan iklim berdampak pada mencairnya es di kutub, pergeseran musim, peningkatan permukaan air laut, di samping itu ada dampak lainnya yang cukup signifikan bagi kelangsungan kehidupan umat manusia di seluruh dunia seperti krisis persedian makanan akibat tingginya potensi gagal panen (kekeringan, banjir, el nino), krisis air bersih, kebakaran hutan, hilangnya jutaan species flora dan fauna dan makin banyaknya penyakit, terutama di daerah tropis seperti malaria, demam berdarah, diare.

Hasil kajian IPCC —Intergovernmental Panel on Climate Change— (2007) terkini menunjukkan bahwa sejak tahun 1850 tercatat ada 12 tahun suhu terpanas berdasarkan instrumental record of global surface temperature. Sebelas dari duabelas tahun terpanas tersebut terjadi dalam waktu 12 tahun terakhir ini. Kenaikan temperatur total dari 1850-1899 sampai 2001- 2005 adalah 0,760C. Dan muka air laut telah meningkat dengan laju rata-rata 1,8 mm per tahun dalam rentang waktu antara 1961 sampai 2003.

Kenaikan total muka air laut yang berhasil dicatat pada abad ke-20 diperkirakan 0,17 M. Laporan tersebut juga menyatakan bahwa kegiatan manusia ikut berperan dalam pemanasan global sejak pertengahan abad ke-20. Pemanasan global tersebut akan terus meningkat dengan percepatan yang lebih tinggi pada abad ke-21 apabila tidak ada upaya menguranginya.

Upaya tersebut harus dilakukan secara sistematis dan terintegrasi mulai dari sekarang untuk meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim dan perbaikan kondisi lingkungan lokal dan global juga multi stake holder. Dalam mewujudkan hal tersebut diatas WALHI Yogyakarta dan friend of earth Japan (FoE Japan) melakukan penelitian mengenai perubahan Iklim di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pelaksanaan kegiatan ini berlangsung pada Agustus 2007– Maret 2008. riset dilakukan dengan dua cara yakni pengumpulan data tertulis dan studi lapangan. Pertama, pengumpulan data dilakukan karena masih banyak data yang signifikan

“mengukur” iklim, meraWat kehiDuPanriSet cLiMAte chAnge di YogYAkArtA

Pada Medio

Agustus 2007–

Maret 2008,

WALHI Yogyakarta

dan friend of

earth Japan (Foe

Japan) melakukan

penelitian

mengenai

perubahan Iklim

di Yogyakarta.

tujuannya,

mengetahui

tingkat perubahan

iklim dan

dampaknya bagi

masyarakat di

Kota gudeg ini.

t O e g O e k h u s u s

Page 77: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 77

dengan perubahan iklim di Jogjakarta secara specifik belum di miliki WALHI Yogyakarta. Data ini sangat dibutuhkan untuk melihat adanya indikasi perubahan di Yogyakarta. Akhirnya, data tersebut dikumpulkan dari berbagai sumber, pemerintah, maupun swasta.

no dAtA tentAng SuMber

1 Suhu BMG Propinsi DIY

2 Kelembaban BMG Propinsi DIY

3 Curah hujan BMG Propinsi DIY

4 Luas Lahan Pertanian, WALHI Yogyakarta

5 PanenPertanian, WALHI Yogyakarta

6 Tangkapan Ikan BPS, WALHI Yogyakarta

7 BencanaTeam Java Colapsse, Media, WALHI Yogyakarta

8 Peta rawan bencanaPemerintah Propinsi DIY

Setelah melalui berbagai kendala terutama masalah birokrasi. Akhirnya tim berhasil mengumpulkan data yang diperlukan. Sayangnya, sulit untuk mengakses data mengenai kenaikan permukaan air luat. Dampak positif dari kegiatan ini yakni Pelaksana program mengetahui indikasi perubahan iklim di Yogyakarta. Kedua, terbangunnya kerjasama yang sinergis antara pelaksana program dengan lembaga-lembaga yang kompeten dan bersangkutan.

Kegiatan berikut adalah studi lapangan. Cara ini dilakukan untuk mendapatkan umpan balik dari masyarakat yang kemungkinan besar mengalami dampak adanya perumabahan iklim. Area yang dijadikan pilot project adalah merupakan kawasan yang menjadi dampingan WALHI Yogyakarta saat gempa bumi 2006.

Alasan pemilihan kawasan tersebut dikarenakan daerah dampingan WALHI secara geografis merupakan daerah perbukitan karts yang rawan bencana, dekat

cecar teknonik (daerah patahan gempa 27 Mei 2007) dan secara sosiologis rawan krisis air bersih, krisis pangan, kekeringan, longsoran, kelompok ekonomi lemah.

Beberapa tempat yang dijadikan lokasi studi lapangan yaitu Dusun Soka, Desa Ngoro-oro Kecamatan Pathuk, Gunung kidul. Kedua, Dusun Sorotopo (Mbiro), Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong, Bantul. Berikutnya, Dusun Blado, Desa Giritirto, Kecamatan Purwosari, Gunung Kidul.

Metode yang digunakan adalah dengan rembug warga (FGD) dan penyebaran quisioner untuk diisi oleh para warga dengan didampingi tim dari WALHI Yogyakarta

Kegiatan ini berhasil dilaksanakan lewat rembug warga dan data dari hasil quisioner juga diisi oleh warga walaupun waktu pelaksanaan mundur sampai November karena padatnya kegiatan warga dan kegiatan pada bulan Ramadhan.

Dampak dari kegiatan ini bagi pelaksana riset yakni mengetahui kondisi sosial yang terjadi dimasyarakat. Kedua, memperkaya pengalaman dalam melaksanakan kegiatan bersama warga, yang sekaligus media untuk melakukan konsolidasi dengan masyarakat untuk menyusun rencana atas persoalan-persoalan yang muncul dimasing-masing wilayah. Sedangkan bagi masyarakat, mereka mengetahui mengenai adanya perubahan iklim dan terbangunnya kerja sama yang solid di antara warga.

Kendala-kendala yang dihadapi diantaranya, minimnya pengetahuan warga mengenai perubahan iklim sehingga mereka mengalami kesulitan dalam mengisi quisioner. Namun berkat adanya proses belajar bersama, kendala tersebut dapat dilalui.

Secara keseluruhan riset ini dianggap berhasil. Hasil riset ini diharapkan menjadi acuan bagi masyarakat maupun para pengambil kebijakan untuk melakukan pembangunan yang peka pada perubahan iklim. Mari jaga iklim bumi kita!

INDIKATOR KEBERHASILAN INDIKATOR KEGAGALAN

Adanya tabel dan grafik mengenai kelembaban, suhu, cuhah hujan 1.

di Yogyakarta tahun 2006-2007.

Adanya list data bencana di Yogyakarta dari 2003-2007.2.

Adanya tabel dan grafik mengenai luas lahan tahun 1997-2004 3.

dan jumlah panen sektor pertanian dari tahun 2004-2007.

Adanya tabel dan garfik tangkapan ikan 2001-2004.4.

Adanya peta rawan banjir dan longsor. 5.

data hasil survey lapangan 6.

Tidak semua data didapat, dikarenakan BMG •

sebagai lembaga yang resmi dan kompeten

dijogja baru berdiri sekitar tahun 2005.

pertanyaan-pertanyaan quisioner sangat •

sulit dimengerti, terlalu banyak, sehingga

hasilnya kurang maksimal

cAPAin uMuM

Page 78: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |78

MASYArAkAt merasakan berkurangnya atau terbatasnya akses mereka terhadap kawasan Merapi. Hal tersebut kemudian berimbas pada upaya pemenuhan berbagai kebutuhan sehari-hari. Contohnya, kesulitan untuk mencukupi kebutuhan pakan bagi ternak.

WALHI Yogyakarta mengadakan program advokasi terhadap rencana penetapan Taman Nasional Gunung Merapi, dengan dukungan dari X Minus Y. Program ini dilakukan bersama komunitas di 4 kabupaten seputar Gunung Merapi yaitu Sleman, Klaten, Magelang, dan Boyolali dan juga melibatkan/didukung oleh jaringan komunitas dan berbagai NGO.

Kegiatan yang dilakukan dalam bentuk temu warga/kampung, dan public hearing. Temu warga diadakan di beberapa tempat yakni Dusun Ngandong, Kabupaten Sleman untuk Yogyakarta dan Deles, Sidorejo Klaten Kemiren, Srumbung Magelang, Selo Boyolali untuk Jawa Tengah.

Out Put yang dihasilkan dari kegiatan konsolidasi ini, pertama, tersampaikannya informasi peta zonasi Taman Nasional yang dibuat pemerintah yang belum diketahui masyarakat. Kedua, adanya penyikapan bersama atas peta zonasi Taman Nasional.

Ketiga, adanya penegasan kembali pandangan masyarakat atas penetapan status Merapi sebagai kawasan Taman Nasional. Berikutnya, rencana proses advokasi selanjutnya melalui kegiatan public hearing di level kabupaten dan propinsi dengan melibatkan masyarakat dari empat kabupaten yang terkena dampak langsung atas penetapan Merapi sebagai Kawasan Taman Nasional.

Dari hasil konsolidasi juga disepakati untuk membuat perlindungan terhadap kelestarian dan akses masyarakat terhadap Merapi melalui pembuatan peraturan-peraturan desa / Perdes sebagaimana yang terjadi di Srumbung, Magelang.

Dampak yang terlihat dengan adanya konsolidasi masyarakat antara lain, pertama, Pemerintah dan pihak luar semakin hati-hati dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang ada di kawasan Merapi. Berikutnya, masyarakat mampu mengkoordinasikan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan untuk menghadapi permasalahan dan ancaman yang ada atas kehidupan di kawasan Merapi. Selanjutnya, adanya dukungan dari berbagai elemen atas proses advokasi yang dilakukan masyarakat.

(Proses) tngm bermasalah*tentAng AdvokASi terhAdAP rencAnA PenetAPAn tAMAn nASionAL gunung MerAPi

Bagi masyarakat, proses pembuatan taman Nasional tersebut jauh dari harapan. Salahsatunya, pembagian zonasi taman Nasional yang ditentukan oleh pemerintah tanpa melibatkan partisipasi dari masyarakat.

Untuk menindaklanjuti kesepa-katan dalam berbagai Temu Warga, proses public hearing pun dilakukan yang diikuti oleh berbagai elemen perwakilan masyarakat di kawasan Merapi. Kegiatan ini dilakukan di berbagai lingkup DPRD, kabupaten maupun propinsi. DPRD Sleman, Magelang, Boyolali serta DPRD Propinsi Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta.

Out put yang dicapai dari kegiatan-kegiatan ini, pertama, tersampaikannya aspirasi masya-rakat kepada legistatif baik tingkat kabupaten maupun propinsi. Kedua, adanya statemen pihak legislatif untuk memfasilitasi as-pirasi masyarakat dengan meng-koordinasikan semua pihak yang terkait dalam penetapan Merapi menjadi kawasan Taman Nasional.

Berikutnya, Ada konsolidasi ma-syarakat kawasan Merapi dengan pihak-pihak yang mendukung aksi masyarakat. Hingga kini masih banyak pihak dalam masyarakat yang tidak puas dengan alur proses pembuatan TNGM. Sayang-nya aspirasi ketidakpuasan ter-sebut dipandang sebelah mata oleh pemerintah dan TNGM pun lenggang kangkung sampai saat ini dan membatasi akses masyarakat yang selama ini merawat Merapi.

t O e g O e k h u s u s

Page 79: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 79toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 79toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 79

n o n o n r e g u L e r P r o g r A M

1 Riset Tanah Aceh & Road Show Diskusi 178,650,000

2 Road Show Diskusi Hasil Riset 25,597,600

3 Seminar Nasional WGCOP 10,485,475

4 ER - Gempa 27 Mei 2006 347,161,050

5 Recovery 16 Dusun - Eknas 598,250,000

6 Advokasi Bencana Gempa 151,760,000

7 Recovery 2 Desa - NZ AID 621,842,700

8 Legal Action Gempa 68,247,800

9 ER - Putting Beliung 1,375,000

10 Konferensi Rakyat Indonesia 32,075,850

11 Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup X 626,664,350

n o n r e g u L e r P r o g r A M

Page 80: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |80

lelah Dan ruang jeDa

EntahlahSaya selalu mengingat Kristina

Setahu saya, dia tak pernah mau mandi di Kali Bedog belakang rumahnya. “Kali ne Mambu kak,” jawabnya ketika

saya menanyakan alasan keengganannya mandi di kali. Kristina lalu meminta uang saku dari orang tuanya untuk

ongkos mandi di kolam renang di tengah Kota Bantul.

Gadis MalangItu adalah nama untuk nasibnya

Kali Bedog tak layak untuk kulitnya juga sesamanya. Sampah dan limbah berseliweran, dan sesekali di

suatu musim, pabrik gula juga mengairi sungai dengan limbahnya. Wajar, naluri Kristina mengatakan TIDAK untuk

sebuah keinginan bernama “Mandi di Sungai Bedog”.Dia belum pernah tahu keadilan sehingga sepanjang pergaulanku dengannya selama kurang lebih delapan

bulan tak pernah ada pekik minta keadilan atas ketidakberdayaannya untuk “mencicipi” sungai yang

bersih dan sehat. Yang saya tahu, dia pasti marah dengan ekspresi kekanak-kanakannya bila tak diberi uang saku

untuk mandi di kolam renang.Suatu ketika ayahnya dan seorang pemuda setempat

bercerita padaku tentang romantisme kali Bedog. Sungai itu dulunya bersih dan kalau mandi pasti menyegarkan tubuh - ah, romantisme klasik yang sering terdengar-.

Pertanyaannya, kalau mereka bisa gratis untuk berekreasi, kenapa anak atau adik-adik mereka harus membayar di

kolam renang? Siapa yang harus bertanggungjawab? Inilah realitas keadilan yang kujuluki sosok absurditas.

Seberapa lama daya diri mampu meneguhkan sebuah rutinitas bernama Keinginan?

Manusia senatiasa terpikat “panggilan” lelah.Entah datang dari siklus alamiah,

dan atau dari sebuah realitas yang juga lazim; dikontruksikan.

Melahirkan “situasi keadilan” adalah perjuangan yang tak pernah usai. Tak punya garis finis. Sudah berapa

abad yang dihabiskan manusia untuk bicara keadilan dari berbagai sudut pandang?

Ketidakusaian ini memperbanyak misteri tentang siapa kita. Manusia itu berbeda, termasuk keinginan-

keinginannya. Begitupun, Manusia tidak pernah menginginkan keinginannya karam di masa hidupnya saja.Namun di sisi lain, manusia itu bentangan daging-daging.

Lelah itu kodrat dan (seharusnya) tak perlu diperdebatkan. Inilah salah satu alasan mengapa “di antara kita”

selalu ingin menjauhi orang-orang (mungkin juga diri

c e r i t e r a t O e g O e

Page 81: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 81

sendiri); yang terbiasa menakar kadar idealisme; yang bersemangat menghitung rasa lelah dengan kalkulator.

Ruang Jeda ini kunamai ParadoksKarena manusia tak henti-hentinya berpikir

sekaligus “bermimpi”I

Di setiap jaman selalu terlahir para pembangkang bagi segelintir orang, yang oleh seorang pematung kayu

bernama Ibnu Nurwanto, ingin mengwujudkan mimpinya dengan cara meniadakan kehidupan orang lain.Ini juga soal Kristina. Berapa banyak orang yang

“meniadakan kehidupannya” dengan membuang limbah, sampah, atau racun di sungai itu atas nama mimpinya

yakni tentang kenyamanan dan kebersihan rumah serta kekayaan.

Di bumi ini masih banyak kristina-kristina lain. Ya, kalung, gelang dan perhiasan emas yang dipakai para pesohor dunia dan “di antara kita” bisa jadi banyak bergelimang darah dan air mata para penduduk di

kawasan tambang emas. Oleh karena itu, simak salah satu bait sajak Hasyim Wahid berjudul Monumen;

Tapi sejarah telah mengajarkansetiap monumen yang megahselayaknya haruslah disikapi

dengan saksama dan waspadaII

Di ruang jeda ini, saya ingin mengunjungi Kristina -gadis belia yang mungkin telah duduk di kelas enam SD- dan

teman-teman sebayanya. Pertama, saya ingin menanyakan sesuatu yang

terlupakan;“Apakah kalian punya mimpi untuk mandi di sungai?”

Kedua, saya ingin membacakan sebait puisi Kristina yang diberikan padaku setahun silam;

Beginilah bangsakukesusahan dipikul selalu

oleh rakyatku dan bangsakuBangsaku pun jadi kelabu

Ketiga, saya ingin membacakan pantun yang juga diberikan Kristina padaku;

Mari kita pinjam bukupinjam buku di perpustakaan;

Mari kita sholat lima waktusebelum kita di-sholat-kan

Ah, gadis belia malang ini pandai “menghibur”!

Wulang

kotagede, 9-10 Januari 2009

Page 82: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |82

WALhi Yogyakarta yang beranggotakan 33 lembaga dengan 300 Sahabat Lingkungan secara kelompok ataupun individu hadir kembali untuk mengadakan kegiatan bersama publik guna ref-leksi dan evaluasi bersama.

Hal ini karena selama 3 tahun terakhir WALHI Yogyakarta bersama partisipan, sahabat lingkungan dan publik secara luas telah melakukan proses-proses advokasi lingkungan. Diantaranya, kegiatan pengorganisasian rakyat, pendidikan, kampanye, riset, dialog kebijakan, litigasi dan menggalang aliansi kekuatan rakyat untuk perubahan kondisi lingkungan yang lebih baik dan pro rakyat.

Melalui agenda rutin WALHI dalam PDLH periode 2005-2008 di wilayah Propinsi Yogyakarta mencoba mengemas pertemuan publik untuk menyatukan ide dan gagasan. Ajang ini diharap melahirkan konsolidasi dan koordinasi yang lebih solid bagi rakyat korban bencana ekologi di Yogyakarta.

Model PDLH kali ini merupakan yang pertama kali di Indonesia. Tema yang diusung yakni Yogyakarta Pioneer For Green Justice. Kegiatan ini digelar mulai pada 22 hingga 25 Januari 2009. Tempatnya di Kampung Gambiran Baru, Kelurahan Pandean, Ke-camatan Umbulharjo, Kota Yog-yakarta.

Ketua Panitia, Fahmi Arisandi mengatakan kegiatan ini juga untuk memberikan ruang kepada masyarakat untuk memberi masukan kepada WALHI. Anggota WALHI dari partisipan MAPALA UMY ini berharap

(mari menjaDi) Pionir untuk keaDilan lingkunganoleh: umbu wulang taP

WALHI Yogyakarta menggelar Pertemuan Daerah

Lingkungan Hidup (PDLH) Publik. tujuannya,

mengwujudkan gerakan sosial dan kampanye lingkungan

untuk mendorong pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan yang adil dan berkelanjutan berbasis

kerakyatan dan anti neoliberalisme.

masyarakat dapat mendukung kegiatan ini dan gerakan WALHI kedepannya.

Kegiatan ini melibatkan unsur dari WALHI Yogyakarta: Eksekutif daerah WALHI Yogyakarta, Dewan Daerah, Mahkamah Angota Daerah, Sahabat Lingkungan WALHI Yogyakarta dan anggota partisipan WALHI Yogyakarta. Selain itu juga mengundang para wakil-wakil komunitas dari berbagai kawasan dan wilayah di Propinsi Yogyakarta dan se-kitarnya. Diperkirakan total dari keterlibatan publik dalam acara ini mencapai 300-400 orang.

Dengan keterlibatan masyara-kat luas, PDLH publik ini diharapkan dapat menghasilkan, pertama, termonitoring dan terevaluasinya kinerja WALHI DIY tahun kerja 2005 – 2008.

Kedua, Terumuskannya rencana strategi kebijakan dasar WALHI Yogyakarta dalam pengelolaan SDA dan lingkungan yang adil dan berkelanjutan berbasis kerakyatan sebagai kerangka dasar advokasi yang dilakukan bersama. Ketiga, terumuskannya resolusi dan manifesto masyarakat kuat ter-hadap ancaman bencana ekologi di Yogyakarta dan sekitarnya.

Berikutnya, Adanya dukungan publik secara luas guna mempe-rjuangkan gerakan sosial ling-kungan WALHI Yogyakarta di berbagai wilayah di propinsi Yogyakarta dan sekitarnya. Ter-akhir, ”membuminya” gerakan sosial lingkungan dari berbagai level untuk perubahan yang lebih baik.

Akhirnya WALHI Yogyakarta mengundang segenap elemen masyarakat untuk turut serta dalam ajang kali ini. Mari menjadi Pionir untuk Keadilan lingkungan.

a r e n a t O e g O e

Page 83: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 83

RW 08 Gambiran yang terletak di Kelurahan Pandeyan, Umbulharjo, Kota Yogyakarta ini tergolong muda dan terdiri dari 5 RT. Data tahun 2007 menunjukkan bahawa daerah ini dihuni oleh 831 KK dengan 789 jiwa. Penduduknya heterogen, lebih dari 85 % adalah pendatang. Wilayah ini dibatasi jalan raya dan hampir separuh dikelilingi Sungai Gajahwong.

Gambiran tergolong daerah rawan terkena dampak negatif Banjir. Terbukti dengan bertubinya luapan banjir 2005, 2006 hingga yang terbesar pada 2007 yang mengakibatkan hancurnya saluran pelimpah, taman dan segala tanaman RT 31 seluas + 500 m2 musnah. Bahkan Galery Abiyasa pun runtuh.

Selain itu lingkungan yang kumuh membuat warga kerap terkena demam berdarah bergantian. Namun di balik bencana selalu ada makna. Masyarakat RW 08 tersentak dan sadar bahwa musibah terjadi karena masyarakat luas tidak arif dan kurang peduli terhadap lingkungan.

Warga kemudian berdialog mencari penyebab dan solusi masalah dengan melibatkan semua lapisan masyarakat. Setelah itu, masyarakat setempat kemudian bersepakat untuk berbuat sesuatu yang positif agar pemukiman dan lingkungan menjadi nyaman dan berkualitas bagi kehidupan warganya.

inilah kamPung PDlh Publik PertamaSoal pelestarian

lingkungan

hidup mulai

dari “kampung”

di wilayah

perkotaan,

gambiran

dapat dijadikan

teladan. tak

salah bila PDLH

Publik pertama

digelar di

kawasan ini.

Page 84: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |84

Tindakan nyata pun dilakukan dan bekerjasama dengan berbagai pihak. Swasta maupun pemerintah. Kegiatan mengelola Sungai Gajahwong, pengelolaan sampah mandiri, energi alternatif, sanitasi IPAL, tamanisasi dan penghijauan terus-menerus digalakkan.

Tak hanya itu, mereka juga mewacanakan jargon “Kembali ke Pangan Lokal sesuai Ekologi”. Pembuatan “jendela dunia” yakni perpustakaan tak luput dalam rangkaian kegiatan mereka.

Selanjutnya dengan kebulatan tekad, mereka mengikrarkan diri sebagai “KAMPUNG HIJAU” pada tanggal 1 April 2007. Impian panjang mereka perlahan menuai hasil. Banjir yang semula menggenangi pemukiman mulai berkurang drastis.

Penghargaan juga datang dengan sendirinya dari berabagai pihak. Salahsatunya masuk sepuluh besar lomba kampung hijau yang digelar WALHI pada 2008 silam. Apa yang diraih oleh Gambiran tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Mereka yakin, semangat awal membangun kelestarian lingkungan akan menjadi kenyataan di suatu ketika. Tanpa menunggu waktu lama, tampaknya suatu ketika itu bernama SEKARANG!

a r e n a t O e g O e

*tuLiSAn ini dioLAh keMbALi dAri broSur “kAMPung” gAMbirAn

Page 85: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 85toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 85

PengAntAr

Fakta dampak riil dari krisis ekologis terlihat nyata dalam kehidupan keseharian rakyat Indonesia, bencana berkelanjutan yang melanda Indonesia seperti banjir, longsor, kekeringan, gempa bumi, gagal panen, gagal tanam, kebakaran hutan pencemaran dan sebagainya. Hilir pada persoalan ini adalah keseimbangan ekologis dan atau ekosistem yang ada di muka bumi ini terdegradasi secara teratur.

Kejadian ini menunjukan betapa labilnya kondisi bumi saat ini. Situasi tersebut tentu membutuhkan adanya kebijakan pengelolaan lingkungan hidup untuk lebih berhati-hati demi keberlanjutan ekosistem yang lebih baik sebagai sumber kehidupan masyarakat Indonesia.

Pada dasarnya kekayaan bangsa Indonesia teramat banyak dan mampu mencukupi kehidupan rakyat secara luas, namun karena ketidakadanya keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam maka seolah ketersediaan sumber daya alam kurang untuk kebutuhan hidup rakyat indonesia, hal ini tidak lepas dari penguasaan oleh aktor-aktor asing yang difasilitasi negara dengan merebut prinsif penguasaan, pengelolaan dan pemanfaan dari tangan rakyat Indonesia sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara ini, ironis memang.

Dari satu sisi eksploitasi sumber daya alam yang terus meningkat pararel dengan angka kemiskinan pun bertambah. Survei sosial dan Ekonomi Nasional, meningkat drastis di tahun 2006, hanya dalam satu bulan dari (15,97 %) menjadi (17,75 %). 63,41 % di antarannya mereka yang hidup di wilayah kawasan pedesaan.

WALHI pun memperkirakan 83% kawasan Indonesia merupakan rawan bencana, seperti gempa, bumi tsunami, gunung api maupun bencana akibat dari ulah manusia itu sendiri. Pada tahun 2008 Bakornas PB mencatat total kejadian bencana di tahun 2007 mencapai 379 kejadian bencana meliputi gempa bumi, tanah longsor, kegagalan teknologi, letusan gunung berapi, banjir, dan gelombang pasang atau abrasi. Ini menunjukkan bahwa kesiapsiagan bangsa Indonesia untuk ancaman bencana ekologi masih sangat jauh dari harapan.

kekuatan alternatif baru untuk keaDilan lingkunganOleh: suparlan | Direktur eksekutiF Walhi yOgyakarta

Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan semua orang tetapi tidak cukup untuk satu orang yang rakus

- MahatMa Gandhi -

c a t a t a n l i n g k u n g a n

Page 86: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |86

Bencana akan memakan banyak korban jika kerawanan dan terhadap wilayah tidak di imbangi dengan kesiapsiagan dari negara. Kejadian bencana tersebut bukan tanpa sebab, selain proses eksploitasi yang berkepanangan juga di sebabkan kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat dan lingkungan, juga di karenakan penguasaan atas sumber-sumber kehidupan masih di dominasi kekuasaan asing, dan di manfaatkan oleh kelompok-kelompok pemodal rakus yang mempunyai jaringan politik sangat kuat. Kondisi ini jelas akan selalu menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup masyarakat Indonesia baik dari sisi wilayah dan akses pada pengelolaan sumber kehidupan.

kekuAtAn LokAL AdALAh kekuAtAn ekoLogiS

Persoalan lingkungan selalu berbenturan dengan proses pembangunan yang berkemban dengan pesat, namun berbagai pakar mencari model mengantisipasi bagaimana proses pembangunan bisa menjadi ramah terhadap lingkungan, yang selama ini sering di sebut pembangunan berkelanjutan, dalam konteks ideal pembangunan berkelanjutan adalah tercapainya sebuah keseimbangan pola tata ruang yang menserasikan tata guna lahan, air serta sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmoni dan dinamis serta ditunjang oleh perkembangan penduduk yang serasi.

Konsep ini pada dasarnya tidak berbeda dengan Holisme, bahwa cara pandang dan pengelolaan terhadap lingkungan harus dilakukan secara utuh yang berdasarkan prinsip bahwa semua komponen kehidupan saling berinteraksi satu dengan yang lainnya, saling mempengaruhi dan terkait. Oleh karena itu lingkungan harus dilihat secara holistik dan sistematik menurut sistemnya. Akan tetapi cukupkah sudut pandang tersebut dijadikan kerangka berpikir dan berbuat untuk menciptakan konsepsi pembangunan berkelanjutan seperti yang selama ini berkembang. Seharusnya mesti ada pernyataan moralitas menyertai itu semua. Sebab moral merupakan tata nilai dan aturan yang berada diluar garis hukum positif.

Dalam banyak hal, pembangunan seringkali diartikan satu arah dan satu dimensi. Terjadi semacam polarisasi serta pengkotakan arti pembangunan ketika berhadapan dengan persoalan-persoalan lingkungan hidup. Lebih jauh pembangunan menciptakan dirinya sendiri menjadi sebuah paradigma dan ideologi. Pembangunan lalu menjelma sebagai ‘kebenaran’, yang secara hegemonik merebut pengakuan sebagai ‘agama baru’, dan agama bukanlah sesuatu yang patut dipertanyakan kebenarannya.

Pembangunan telah menarik proses sosial dengan logikanya sendiri, meninggalkan tradisi, religi dan mitologi yang telah berabad-abad menjadi kekuatan masyarakat. Seluruh potensi indegeneous masyarakat mengalami relatifisasi, sementara pembangunan mengukuhkan dirinya sebagai sebuah ‘proyek agung’, yang kehadirannya harus diterima tanpa pertanyaan. Begitu kuatnya posisi tawar pembangunan, seakan memusnahkan banyak fungsi serta tanggungjawab kalangan-kalangan berkompetensi.

Namun masyarakat dan pendidikan lingkungan hidup, baik secara formal maupun informal merupakan tanggungjawab bersama dikalangan stakeholders antara lain; instansi pemerintah, kalangan pengusaha, bisnis dan industri, Lembaga Swadaya Masyarakat, kalangan perguruan tinggi dan peneliti; serta para konsultan yang berkaitan dengan lingkungan hidup.

Etika lingkungan sebenarnya bukan lagi hal yang asing khususnya masyarakat adat yang tersebar hampir di sepanjang bentangan wilayah Indonesia. Tumbuh

Page 87: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 | 87

pada wilayah serta bahasa yang berbeda, akan tetapi nilai-nilai tradisional yang bersumber dari agama dan mungkin juga mitologi, legenda serta cerita-cerita rakyat tersebut tetap dipandang sebagai nilai-nilai yang sarat dengan pesan-pesan moral bahkan cenderung dipandang ‘profetik’ bagi daerah tertentu.

Perkembangan pola hidup yang tidak bisa dihindari turut andil dalam mengikis kekuatan kultural yang dianut. Saat ini hal itu dapat kita amati pada beberapa suku di Indonesia yang masih bertahan seperti suku Nias, Mentawai, Dayak, Dani, serta Baduy dan yang lebih modern serta cukup mengesankan adalah Bali.

Dari khasanah kepercayaan dan sejarah peradaban, Indonesia boleh jadi tidak hanya kaya akan sumber daya alam akan tetapi juga kaya warna etika lingkungan bernuansa lokal. Moralitas juga diwarnai oleh latar belakang suku, agama, profesi secara hipotesis merupakan keturunan migrasi proto atau deutro Melayu. Kaum ‘deutro Melayu’ menurut Rendra dapat diprototipekan sebagai golongan yang mampu berbuat.

Pada masa kini dapat diwakili oleh kalangan yang lebih maju di perkotaan dan masyarakat pendatang. Orang-orang Baduy, Tengger dan Samin di Jawa yang cenderung konservatif tersingkir kepinggir. Mereka sangat berbeda dengan yang ada diperkotaan, baik pola konsumsi, produksi maupun ekonomi secara keseluruhan.

Kesenjangan tapak tilas ekologis (ecological footprints) ini pula yang mendorong semakin pentingnya moral dan etika lingkungan. Adagium bahwa modernisasi dan kemajuan teknologi manusia telah dibayar mahal oleh lingkungan, tampaknya sudah dipahami secara lebih luas. Menurut Arnold Toynbee, untuk mengobati keresahan manusia, maka pandangan terhadap dunia perlu dibalik dari monoteisme kembali ke panteisme yang lebih tua dan universal.

Demikian juga menurut pandangan kaum radical environmentalism, bahwa pendekatan yang paling baik terhadap persoalan lingkungan dapat dipahami melalui pendekatan yang tidak semata berpusat pada manusia (non-antrhopocentric). Tetapi lebih berpusat pada kehidupan (biocentric) atau ekologis (ecocentric). Artinya dalam melihat dan memecahkan persoalan lingkungan hidup, bukan semata berpangkal pada keuntungan manusia, melainkan bagi kehidupan secara menyeluruh maupun ekosistem itu sendiri.

Secara umum, etik kesinambungan (sustainability) yang dikembangkan saat ini untuk mengawal peradaban dan kemajuan pembangunan adalah pentingnya kepekaan sosial; secara ekonomi menguntungkan; dari segi teknologi tidak berlebihan; dan mampu melestarikan lingkungan yang tetap mengagungkan kekuatan kultur masyarakat lokal.

MeMbAngun keMbALi kekuAtAn LokAL untuk keAdiLAn ekoLogi

Ketika sumber daya alam yang ada di Indonesia ini dihormati sebagai milik kita semua maka hasilnya juga harus dimanfaatkan untuk kepentingan bersama

Page 88: Toegoe Edisi Laporan Publik WALHI Yogya 2005-2008

toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |88 toegoe :: suara rakyat dalam wahana lingkungan ::| edisi khusus laporan publik | Tahun II | januari 2009 |88

sesuai dengan UU dasar 1945 pasal 33. Namun jika manusia memandang dirinya sebagai penguasa sumber daya alam maka sumber daya alam di posisikan sebagai lahan eksploitasi untuk kepentingan individu semata. Siapa yang mempunyai kekuatan dialah yang akan berkuasa. Jelas kekuatan modal yang akan menjadi aktor kuasa dalam pengelolaan sumber daya.

Kekuatan-kekuatan lokal di berbagai wilayah di Indonesia di masa lalu dapat dilihat dari semangat mengedepankan kepentingan sosialnya di bandingkan dengan kepentingan individunya. Semangat kegotong royongan, bahu membahu dan saling membantu satu dengan yang lain menjadi ciri chas keseharian masyarakat. Namun saat ini mulai pudar karena modernitas dengan diiringi laju kerusakan lingkungan hidup di berbagai daerah. Kini kita berada dalam 2 bingkai pertama bingkai aktifitas yang menuai ancaman kedua bingkai aktifitas ramah lingkungan.

Kemungkinan kita berada dalam 2 bingkai tersebut, lalu bagaimana mencoba membangun kembali bingkai-bingkai yang lebih pada keberlanjutan ekologi sebagai sumber-sumber kehidupan. Kekuatan-kekuatan lokal di berbagai daerah yang tersebar di Indonesia juga tercermin pada berbagai perilaku pembangunan di level komunitas. Membangun tempat tinggal dari hasil sumber daya alam, misalnya kayu, bambu, batu-bata dll. Karena di imbangi dengan pengelolaan kembali, istilahnya sebelum tebang tanamlah dulu, kalau kita mendapatkan makanan dari alam, maka harus menjaga dan melestarikan alam itu sendiri, bahkan yang sering terdengar di wilayah merapi, banyak masyarakat lokal yang mengatakan selama Merapi tidak kita ganggu maka merapipun juga tidak akan mengganggu kita.

Pepatah dan kata-kata ini menjadi penting untuk di cerna sebagai kearifan lokal yang bijaksana dalam pengelolaan lingkungan. Sehingga tercipta keadilan ekologi secara benar. Keadilan ekologi yang benar sama halnya dengan kearifan lokal itu sendiri, artinya keseimbangan yang dinamis dimana pemanfaatan sumberdaya selalu seiring dengan pengelolaannya. Untuk tetap mempertahankan kearifan tersebut makna yang harus di pegang adalah bagaimana masyarakat mempunyai 3 sistem dalam kearifan lokal atau keadilan ekologi yaitu, tata kelola, tata kuasa, dan tata manfaat.

Tata kuasa sama halnya Kepemilikan, kepemilikan bukan berarti menguasai, tapi lebih bagaimana rakyat bisa mempunyai kewenangan dalam pengelolaan wilayah. Tata kelola lebih bagiamana Cara pengelolaan yang terbangun sistemnya di level komunitas, seperti praktek-praktek pengelolaan wilayah. Sedangkan Tata guna mengarah pada pemanfaatan (pengelolaan yang tradisional sesuai dengan kearifan local) untuk siapa dan bagaimana caranya. Jika ketiganya dapat dilaksanakan di tambahkan pada Indeks kehidupan sisi positif dan negatifnya. Sehingga akan terlihat jelas bagaimana grafik keberlanjutan ekologi bagi masyarakat.

Ketiga sistem tersebut biasanya di implementasikan oleh masyarakat dalam beberapa aktifitas kegiatan di antaranya : Gotong-royong, mengramatkan satu wilayah yang di jadikan kawasan konservasi atau perlindungan, budaya rembug dusun/desa untuk membahas dan memecahkan berbagai masalah lingkungan di level warga, dan lain-lain. Untuk itu kembalinya kekuatan lokal menjadi alternatif baru untuk menjawab problem lingkungan menuju keadilan ekologi yang sejati.