TOBAT FIR AUN DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49920...Contoh: ا...
Transcript of TOBAT FIR AUN DALAM AL-QUR’ANrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/49920...Contoh: ا...
TOBAT FIR’AUN DALAM AL-QUR’AN
(Studi Komparatif al-Ṯabarī dan al-Azhar)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Rusli
Nim: 11140340000083
JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS
USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
ii
iv
PEDOMAN PENULISAN
Pedoman Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini
berpedoman pada hasil keputusan bersama (SKB) Menteri Agama dan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor: 158 Tahun 1987 dan
Nomor: 0543b/U/1987.
1. Konsonan
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf
Arab
Nama Huruf Latin Nama
Alif Tidak dilambangkan Tidak ا
dilambangkan
Ba B Be ب
Ta T Te ت
Ṡa ṡ Es (dengan ث
titik di atas)
Jim J Je ج
Ḥa ḥ Ha (dengan ح
titik di bawah)
Kha Kh ka dan ha خ
Dal D De د
Żal ż Zet (dengan ذ
titik di atas)
Ra R Er ر
Zai Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy es dan ye ش
Ṣad ṣ es (dengan ص
titik di bawah)
vi
Ḍad ḍ de (dengan ض
titik di bawah)
Ṭa ṭ te (dengan titik ط
di bawah)
Ẓa ẓ zet dengan ظ
titik di bawah)
ain ‘ koma terbalik‘ ع
(di atas)
Gain G Ge غ
Fa F Ef ف
Qaf Q Ki ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wau W We و
ـه Ha H Ha
Hamzah ' Apostrof ء
Ya Y Ye ي
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
Fathah A A
Kasrah I I
Dhammah U U
Adapun untuk vocal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah
sebagai berikut:
Tanda Nama Huruf Latin Nama
ي Fathah dan
ya
Ai a dan i
و Fathah dan
wau
Au a dan u
Contoh:
kaifa- ك ي ف
haula- ه و ل
3. Vokal Panjang/ Maddah
Ketentuan alih aksara vocal panjang (maddah), yang dalam bahasa
Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Harakat
dan huruf
Nama Huruf dan
tanda
Nama
ا ي... Fathah dan
alif atau ya
Ā a dan garis
di atas
ي ى Kasrah dan
ya
Ī I dan garis
di atas
Dhammah ى ـو
dan wau
Ū
u dan garis
di atas
viii
Contoh:
ال ق -qāla
ىم ر -ramā
ل ي ق -qīla
4. Ta’ Marbūṭah
Transliterasi untuk Ta’ Marbūṭah ada dua:
a. Ta’ Marbūṭah hidup
Ta’ Marbūṭah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrah, dan
ḍommah, transliterasinya adalah “t”.
b. Ta’ Marbūṭah mati
Ta’ Marbūṭah yang mati atau mendapat harakat sukun, transliterasinya
adalah “h”.
c. kalau pada kata terkahir dengan Ta’ Marbūṭah diikuti oleh kata yang
menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka
Ta’ Marbūṭah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
No Kata Arab Alih Aksara
rauḍah al-aṭfāl ر و ض ة الأ ط ف ال 1
ل ة 2 د ين ة الف اض al-madīnah al-fāḍilah الم
م ة 3 al-ḥikmah الح ك
5. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam system tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda ( ) dalam alih aksara ini dilambangkan dengan
huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu.
Contoh:
rabbanā- ر بـن ا
nazzala- ن ـزل
al-birr- الب ر
al-ḥajj– الح ج
Jika huruf ى ber-tasydid di akhir sebuah kata dan didahului oleh
huruf kasrah ( ـى ـــــــــــــــ ), maka ia ditransliterasi seperti huruf maddah (ī).
Contoh:
Alī (bukan ‘Aliyy atau ‘Aly)‘ : عل ى
Arabī (bukan ‘Arabiyy atau ‘Araby)‘ : ع ر ب
x
6. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan
huruf, yaitu ال. Dalam pedoman transliterasi ini, kata sandang
ditransliterasi seperti biasa, al-, baik ketika dia diikuti oleh huruf
syamsiyah maupun huruf qamariah. Kata sandang tidak mengikuti bunyi
huruf langsung yang mengikutinya. Kata sandang ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya dan dihubungkan dengan garis mendatar (-),
Contohnya:
al-rajulu- الرج ل
al-sayyidu- السي د
al-syamsu- الشم ش
al-qalamu- الق ل م
al-badĭ’u- أل ب د ي ع
al-jalālu- ال لا ل
7. Hamzah
Aturan transliterasi huruf hamzah menjadi apostrof (') hanya berlaku
bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Namun, bila hamzah
terletak di awal kata, ia tidak dilambangkan, karena dalam tulisan Arab ia
berupa alif. Contohnya:
ta'murūna : ت م ر و ن
'al-nau : النـو ء
syai'un : ش ي ئ
umirtu : أ م ر ت
8. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia
Kata, istilah atau kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah
atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah
atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan
bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa
Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya
kata Al-Qur’an (dari al-Qur'ān), sunnah, khusus, dan umum. Namun bila
kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka
mereka harus ditransliterasi secara utuh. contoh:
Kata Arab Alih Aksara
Fī Ẓilāl al-Qur'ān ف ظ لا ل الق ر آن
و ي ن Al-Sunnah qabl al-tadwīn الس نة ق ـب ل الت د
ب ص و ص الع با ر ة ب ع م و م الل ف ظ لا السب ب
Al-‘ibārāt bi ‘umūm al-lafẓ lā bi
khuṣūṣ al-sabab
xii
9. Lafẓ al-jalālah (الله)
Kata “Allah” yang didahului partikel seperti huruf jarr dan huruf
lainnya atau berkedudukan sebagai mudāf ilaih (frasa nominal),
transliterasi tanpa huruf hamzah. Contoh:
dīnullāh : د ي ن الله
billāh : ب الله
Adapun ta marbūṭah di akhir kata yang disandarkan kepada lafẓ al-
jalālah, ditransliterasi dengan huruf (t). Contoh :
hum fī rahmatillāh : ه م ف ر ح ة الله
10. Huruf Kapital
Walau sistem tulisan Arab tidak mengenal huruf capital (All Caps),
dalam transliterasinya huruf-huruf tersebut dikenai ketentuan tentang
penggunaan huruf kapital berdasarkan pedoman ejaan Bahasa Indonesia
yang berlaku (EYD). Huruf kapital, misalnya, digunakan untuk menulis
huruf awal nama dari (orang, tempat, bulan) dan huruf pertama pada
permulaan kalimat. Bila nama diri didahului oleh kata sandang (al-), maka
yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut,
bukan huruf awal kata sandangnya. Jika terletak pada awal kalimat, maka
huruf A dari kata sandang tersebut menggunakan huruf kapital (Al-).
Ketentuan yang sama juga berlaku untuk huruf awal dari judul referensi
yang didahului oleh kata sandang al-, baik ketika ia ditulis dalam teks
maupun dalam catatan rujukan (CK,DP,CDK, dan DR). Contoh:
Kata Arab Alih aksara
Wa mā Muḥammadun illā rasūl- و م ا م مد إ لا ر س و ل
ع ل لناس ل لذ ي ب ب كة م با ر كا إ ن أ ول ب ـي ت و ض -Inna awwala baitin wuḍi’a linnāsi
bi Bakkata mubārakan
ر ر م ض ان الذي أ ن ز ل ف ي ه الق ر آن Syahru Ramaḍān al-lażī unzila fīh- ش ه
al-Qur'an
ي ي الد ي ن الطرو س Naṣīr al-Dīn al-Ṭūsī- ن ص
Abū Naṣr al-Farābī- أ ب ـو ن ص ر الف ر اب
Al-Gazālī- الغ ز ال
ن ق ذ م ن الد لا ل Al-Munqiż min al-Ḍalāl- الم
xiv
ABSTRAK
Rusli. Tobat Fir’aun Dalam al-Qur’an (Studi Kompratif al-Ṯabarī
dan al-Azhar)
Allah adalah zat yang Maha Pengampun lagi Maha Penerima
Tobat. Sedangkan Manusia merupakan makhluk ciptaanya yang tidak
luput dari salah dan dosa. Oleh karena itu sebaik-baik makhluk adalah
yang apabila telah sadar melakukan perbuatan dosa segera menyesali
perbuatannya kemudian berupaya untuk kembali melakukan kebaikan
dengan jalan bertobat kepada Allah SWT. Dalam Kitab Tafsir al-Ṯabarī
dijelaskan bahwa Fir’aun mengucapkan kalimat Tauhid ketika akan
ditenggelamkan oleh Allah SWT. Begitu pula dengan penjelasan Tafsir al-
Azhar karya Buya Hamka. Tetapi dalam dalam tafsir yang dijelaskan oleh
Buya Hamka dan al-Ṯabarī keduanya mengutip dari beberapa mufasir
yang menjelaskan bahwa Fir’aun ketika akan tenggelam datang malaikat
Jibril menyumpal mulut Fir’aun dengan tanah Sehingga ia tidak bisa
mengucapkan kalimat Tauhid yang berakibat tobat Fir’aun tertolak.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini yaitu dengan
metode kualitatif menggunakan pendekatan Komparatif dan Analisis.
Pendekatan komparatif untuk membandingkan penafsiran at-Thabari dan
Buya Hamka mengenai surah Yunus ayat 90. Kemudian pendekatan
Analisis teks untuk mencari pemahaman dari ayat tentang tobat.
Kesimpulan dari penilitian ini bahwa setiap manusia diberi
kesempatan bertobat sebelum datang ajalnya adapun Fir’aun ketika akan
tenggelam ia mengakui bahwa Tuhan yang disembah hanya Allah tetapi
tertolak karna bertobat dipenghujung akhir saat ia akan mati.
Kata kunci: taubat, fir’aun, al-Qur’an
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. Atas segala
nikmat yang telah diberikan kepada penulis baik itu kesehatan, waktu,
kesabaran, serta ketetapan iman sehingga dengan izin-Nya skripsi ini,
dengan judul “Tobat Fir’aun Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif al-
Ṯabarī dan al-Azhar) ”dapat terselesaikan. Dukungan moril, inspirasi,
masukan atas ide-ide juga tak lepas dari berbagai pihak, sahabat, tempat,
lingkungan dan masih banyak lagi yang penulis tidak bisa menyebutkan
satu persatu sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga, diantaranya ialah:
1. Prof. Dr. Amani Burhanudin Umar Lubis, MA selaku Rektor
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Beserta jajarannya.
2. Dr. Yusuf Rahman, MA. Selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan
seluruh fasilitas yang dibutuhkan.
3. Dr. Eva Nugraha, M.Ag. Selaku Ketua Program Studi Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir dan Fahrizal Mahdi, Lc.,MIRKH.
selaku Sekretaris Program Studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir
beserta jajarannya yang selalu menyempatkan waktunya dalam
menyiapkan berbagai kebutuhan yang diperlukan penulis.
4. Drs. Ahmad Rifqi Muchtar, MA. Selaku dosen pembimbing
skripsi yang memberikan banyak arahan yang sangat
membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
xvi
5. Drs. Harun Rasyid, M.Ag. Selaku dosen penasehat akademik
yang telah memberikan masukan dan arahan sepanjang
perkuliahan.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin khususnya Prodi Ilmu al-
Qur’an dan Tafsir dan Prodi Ilmu Hadis yang telah
memberikan pengajaran serta pemahaman baru bagi penulis.
7. Ayah dan Ibuku yang tak pernah berhenti untuk terus
mendoakanku mulai dari awal aku kuliah sampai skripsi ini
selesai ditulis. Kakak dan adik-adikku tercinta. Samiun,
Muliana, Suriati dan Maisara yang selalu menyindir tentang
perkuliahanku yang tak kunjung selesai hingga akhirnya
menjadi pemicu motifasi gerak utama untuk bisa
menyelesaikan apa yang telah aku mulai di kampus ini.
8. Bapak dan ibu petugas Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin, dan
pihak-pihak lain yang telah memberikan referensi yang
digunakan oleh penulis.
9. Keluarga besar HIPPMIB (Himpunan Pemuda Pelajar
Mahasiswa Buton) yang menjadi tempat pertama perjuangan
selama kuliah di Jakarta.
10. Keluarga besar KAHFI BBC Motifator terkhusus angkatan 19.
Yang selalu menjadi obat terbaik saat tidak ada tempat lagi
untuk mencurahkan semua keluh-kesah dan masih banyak lagi
yang penulis tidak bisa menuliskan satu persatu karna beberapa
alasan tertentu.
Sebagai penutup, penulis berharap semoga karya tulis ini
memberikan manfaat akademis bagi perguruan dan manfaat praktis
bagi pembaca pada umumnya.
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ....................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN .......................................................... iv
LEMBAR PEDOMAN PENULISAN ....................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................. xiv
KATA PENGANTAR .............................................................................. xv
DAFTAR ISI ............................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Permasalahan: Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan ................ 10
C. Pembatasan dan perumusan masalah…………………………….10
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................ 11
E. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 12
F. Metodologi Penelitian ..................................................................... 15
G. Sistematika Penulisan ...................................................................... 16
BAB II PANDANGAN UMUM AL-ṮABARĪ DAN BUYA HAMKA
A. Biografi al-Ṯabarī ............................................................................ 19
1. Kelahiran ................................................................................... 19
2. Perjalanan Intelektual ................................................................ 20
3. Metode dan Corak Tafsir al-Ṯabarī ........................................... 24
4. Karya al-Ṯabarī .......................................................................... 25
B. Biografi Buya Hamka ...................................................................... 26
1. Kelahiran .................................................................................. 26
2. Perjalanan Intelektual ................................................................ 26
3. Metode dan Corak Tafsir al-Azhar ............................................ 28
xviii
4. Karya Buya Hamka. .................................................................. 30
BAB III MAKNA TOBAT DAN JEJAK HIDUP FIR’AUN
A. Definisi Tobat .................................................................................. 31
1. Pengertian Tobat ...................................................................... 31
2. Syarat-Syarat Diterimanya Tobat ............................................. 33
3. Fungsi Tobat ............................................................................. 34
4. Penerimaan Tobat ..................................................................... 34
a) Tobat Segera, Setelah Terjadi Kemaksiatan ................. 34
b) Tobat Saat Sakaratul Maut ............................................ 36
B. Fir’aun ........................................................................................... 37
a. Mengenal Fir’aun ...................................................................... 37
BAB IV ANALIS TOBAT FIR’AUN DALAM TAFSIR AL-ṮABARĪ
DAN AL-AZHAR
A. Laut Tempat Tenggelamnya Fir’aun ......................................... 45
B. Ucapan Keimanan Fir’aun ....................................................... 50
C. Ucapan Keislaman Fir’aun ........................................................ 54
D. Tobat Fir’aun ............................................................................ 56
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 67
B. Saran ............................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah salah satu kitab suci umat Islam yang masih ada
sampai saat ini dan belum bercampur dengan kebatilan dari manapun. Hal
ini telah dijelaskan dalam al-Qur’an. Surah al-Baqarah/2: 2.
“Kitab (al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi
mereka yang bertakwa”1
Al-Qur’an tidak ada pengurangan atau penambahan sedikitpun,
sejak diturunkan sampai saat ini karena Allah telah menjamin
keamanannya. Al-Qur’an juga banyak memuat pesan-pesan para Nabi
(rasul) yang diutus oleh Allah SWT. Dari Nabi Adam sampai kepada
Nabi Muḥammad saw. Sebagaimana dalam al-Qur’an. Allah berfirman:
“Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang
dahulu. (yaitu) kitab-kitab Ibrahim dan Musa”. (QS. al-A’la/87: 18-19).
Maka jika kita menyimak tema-tema yang ada di dalam al-Qur’an,
seakan-akan kita menyimak langsung apa yang disabdakan oleh para rasul
terdahulu, yang di dalamnya berisi perintah untuk beriman kepada Allah,
1 Kementrian Agama RI, al-Qur’an dan Tajwid dan Terjemah Dilengkapi dengan
Asbābun Nuzul dan Hadis Shahih (Bandung: PT. SYGMA EXAMEDIA
ARKANLEEMA, 2010), 2.
2
membaca tanda-tanda kekuasaan-Nya, serta kisah-kisah yang dapat
dijadikan hikmah dalam kehidupan.2
Manusia sebagai makhluk yang di berikan akal hendaknya selalu
bersyukur kepada Allah SWT. karena dengan akal Manusia dapat
memikirkan segala masalah yang menimpa dirinya kemudian mencari
solusi terbaik untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi.3
Perintah Allah SWT dari sejak penciptaan manusia pertama yaitu
Nabi Adam AS sampai Nabi Muḥammad SAW adalah untuk berpegang
teguh pada ajaran Tauhid yakni, ajaran untuk mengesahkan Allah SWT.
Maka sejak Muḥammad diutus sebagai Nabi yang terakhir, ajaran untuk
tetap mengesahkan Allah. tetap menjadi prioritas utama dalam
menyebarkan agama Islam.4Karena fungsi dari ajaran Tauhid ialah untuk
mengesahkan Allah dari segi zat-Nya, perbuatan serta beribadah semata-
mata hanya kepada-Nya.5
Menurut Muḥammad ‘Abduh, tauhid ialah suatu ilmu yang
membahas tentang wujud Allah, sifat-sifat yang wajib tetap pada-Nya,
sifat-sifat yang boleh disifatkan kepada-Nya, dan tentang sifat-sifat yang
sama sekali wajib dilenyapkan pada-Nya Juga membahas tentang rasul-
rasul Allah, meyakinkan kerasulan mereka dan apa yang boleh
dihubungkan (dinisbatkan) kepada mereka.6
Buya Hamka mengatakan bahwa Tauhid adalah ajaran pokok Islam
yang diwahyukan kepada Nabi Muḥammad SAW. Bahkan ajaran Tauhid
merupakan dasar dari segala dasar kebenaran, serta akar tunggang dari
2 Syaikh Muḥammad al-Gazālī, Berdialog Dengan al-Qur’an (Jakarta: Mizan,
1998), 8. 3 Perkuliahan bersama Tubagus Wahyudi di kampus BBC Motivator School,12
Desember 2018 jam 16-00 - 19.00. 4 Bey Arifin, Mengenal Tuhanmu (Surabaya: PT Bina Ilmu), 37. 5 Ja’far Subhani, Studi Kritis Faham Wahabi: Tauhid dan Syirik (Bandung:
Mizan, 1998), 35. 6 Muḥammad Abduh, Risālah al-Tauḥīd (Mesir: al-Manar, 1991), 4.
3
ajaran Islam. Adapun pokok-pokok keyakinan adalah beriman kepada
Allah SWT. dan rasul-Nya, beriman kepada malaikat-malaikat-Nya,
beriman kepada kitab-kitab-Nya rasul-rasul-Nya, beriman kepada Hari
kebangkitan, serta beriman kepada Qada dan Qadar.7
Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk terbaik di
tengah-tengah makhluk Tuhan yang amat banyak. Tetapi satu persoalan
yang dihadapi oleh umat manusia adalah perbuatan dosa karena Dosa
dapat mengakibatkan seseorang tidak meraih kebahagiaan baik di dunia
maupun di akhirat oleh karena itu, keberhasilan manusia meraih
kebahagiaan terletak dari sejauh mana manusia mampu meninggalkan
perbuatan-perbuatan yang menimbulkan dosa kepada Allah SWT.8
Setiap waktu, manusia dapat menjadi makhluk yang rendah kecuali,
jika ia beriman kepada Allah dan senantiasa bertaubat saat melakukan
kesalahan dengan tetap melakukan perbuatan-perbuatan yang baik meski
kadang terjebak dalam dosa. Allah mengatakan seburuk-buruk perbuatan
yang dilakukan manusia Allah pasti akan mengampuninya. Allah
berfirman dalam al-Qur’an surah al-Zumar/39: 53.
“Katakanlah, ”wahai hamba-hamba-ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri! janganlah kamu berpustus asa dari rahmat
7 Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Tafsir al-Azhar Sebuah Telaah atas Pemikiran
Hamka dalam Teologi Islam (Jakarta: Paramadina, 1990), 4. 8 Burhan Jamaludin, Konsepsi Taubat: Pintu Pengampunan Dosa Besar, Dosa
Syirik Masih Terbuka (Surabaya: Dunia Ilmu, 1996), 1.
4
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh,
dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Allah memerintahkan kepada Nabi Muḥammad saw menyampaikan
kepada umatnya bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang, dan
sangat luas rahmat-Nya bagi hamba-Nya. Allah SWT mengampuni segala
dosa yang terlanjur mereka kerjakan seperti, meninggalkan perintah-Nya
atau mengerjakan larangan-Nya asalkan hambanya mau kembali untuk
bertobat kepadanya.
Dalam mengarungi kehidupan ini, manusia selalu berhadapan
dengan berbagai masalah kehidupan sehingga banyak yang melenceng
dari jalan yang disediakan oleh Allah maka, dengan kasih sayang-Nya
Allah kirimkan utusan-Nya (Nabi dan Rasul) sebagai pemberi contoh
ketika hambanya mulai condong ke arah kesesatan dengan mengajarkan
umatnya untuk memohon agar senantiasa kembali ke jalan yang lurus.9
Dalam al-Qur’an Allah berfirman dalam surah al-Fatihah/1: 6.
“Tunjukilah kami jalan yang lurus”.
Menurut Muhammad Husni Malik dalam menafsirkan ayat tersebut
agar manusia bisa mengikuti jalan lurus seperti yang di contohkan oleh
para Nabi dan Rasul. Ia menjelaskan bahwa manusia harus selalu ingat
untuk senantiasa berdoa untuk kembali kejalan yang lurus karena
menurutnya di dalam al-Qur’an kata siraṭ (jalan) itu selalu dalam bentuk
tunggal tidak pernah berbentuk jamak. Artinya bahwa jalan lurus itu
9 ‘Abdullah bin Muḥammad, Tafsir Ibnu Katsir, terj. Abdullah bin Abdul Muhsin
vol. 1 (Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2008), 41.
5
cuman satu. Selain dari pada itu, berada di jalan yang bengkok.10 Namun,
karena keinginan manusia condong ke arah keburukan, menjadikan
terjerumus melakukan dosa. Tetapi karena kemurahan dan kasih sayang-
Nya, Allah tetap memberikan kesempatan kepada siapa saja yang mau
bertaubat. Salah satu contohnya adalah Fir’aun.
Dalam al-Qur’an surah al-Baqarah ayat 49/2: 49. Allah berfirman:
“Dan (ingatlah) ketika kami menyelamatkan kamu dari (Fir’aun dan)
pengikut-pengikut Fir’aun. Mereka menimpakan siksaan sangat berat
kepadamu. Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan
hidup anak-anak perempuanmu. Dan pada demikian itu merupakan contoh
cobaan yang besar dari Tuhanmu.”
Fir’aun adalah penguasa Mesir pada masa kenabian Musa dan
Harun yang memiliki kerajaan dan kekayaan yang sangat berlimpah.
Namun, karena kekejaman dan kezholimannya Allah mengutus Nabi
Musa untuk mengingatkannya kembali kepada Allah SWT. Salah satu
kejahatan yang paling besar Fir’aun adalah menyembelih anak laki-laki
dan membiarkan hidup-hidup hina anak-anak perempuan.11Oleh karena itu
dari pemaparan di atas penulis berkesimpulan bahwa ampunan Allah
sangat besar bagi setiap mahkluknya sebagaimana yang terjadi kepada
Fir’aun Allah tetap memberikan kesempatan kepada Fir’aun dengan
10 Muhammad Rusli Malik, Tafsir al-Barru, Juz 1 (Kabupaten Bogor: al-Barru
Press), 20-21. 11 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz 11 (Jakarta: Panjimas, 2004), 308-309.
6
mengirimkan dua nabi yakni, Nabi Musa dan Nabi Harun dengan harapan
mungkin dengan cara yang lembut Fir’aun baru dapat mengakui segala
perbuatannya
Dalam al-Qur’an Allah berfirman:
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun, karena dia benar-benar telah
melampaui batas; Maka berbicaralah kamu berdua dengan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut”. (QS. Ţaha/20: 43-
44).12
Walaupun Allah sudah mengutus Nabi Musa dan Harun untuk
mengajaknya bertaubat tetapi ia masih saja menentang ajakan Nabi Musa
bahkan, puncak paling tertinggi kejahatan Fir’aun adalah mengaku sebagai
Tuhan.
“(Seraya) berkata, “Akulah tuhanmu yang paling tinggi.”.
(QS. al-Nazi’at/79: 24).
Diceritakan di dalam al-Qur’an bahwa tatkala Fir’aun dan bala
tentaranya mengejar Nabi Musa. Ketika mendapatinya di depannya laut,
maka ia membela lautan sehingga kaumnya dapat melintasi laut tersebut
namun, tentara Fir’aun juga ikut melintasi laut tetapi setelah Nabi Musa
dan pengikutnya berhasil keluar dari lautan sedangkan Fir’aun dan bala
pasukannya masih berada di lautan, maka saat Nabi Musa telah melewati
12 al-Qurṭubi, al-Jami’li ahkam al-Qur’an Vol 11 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008),
539.
7
laut tersebut, laut yang terbelah kembali ke keadaan awal. Maka Fir’aun
dan bala tentaranya tenggelam. Dalam al-Qur’an Surah Yunus/10: 90.
“Sehingga ketika Fir’aun hampir tenggelam dia berkata:“Aku
percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh
Bani Israil, dan aku termasuk orang-orang Muslim (berserah diri)”. (QS.
Yunus/10: 90).13
Buya Hamka di dalam kitab tafsir al-Azhar menjelaskan bahwa
perkataan yang diungkapkan Fir’aun tidak berguna karena pengakuannya
saat melihat kematian sudah sangat dekat disebabkan air telah menguasai
dirinya.14 Sedangkan Di dalam kitab Tafsir al-Ṭabarī karya Abū Ja’far
Muḥammad Bin Jarīr al-Ṭabarī yang hidup pada tahun 838 M.
menjelaskan bahwa ketika Fir’aun akan tenggelam dia berkata “Aku
percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan tuhan yang dipercayai oleh bani
Israil, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.
al-Ṭabarī juga kemudian menjelaskan di dalam tafsirnya terdapat
beberapa hadis yang menyatakan bahwa Fir’aun ketika akan tenggelam
dia tidak mengucapkan kalimat tauhid. Yakni:
1. Muḥammad bin al-Muṡanna menceritakan kepada kami, ia berkata:
Muḥammad Ja’far menceritakan kepada kami, ia berkata: Syu’bah
menceritakan kepada kami dari Aṭa’ bin Sa’īd, dari Sa’īd bin Jubair,
dari Ibnu Abbas. (dengan sanad yang lain) dari Adi bin sabit, dari Said
bin Jubair dari Ibnu Abbas, ia berkata,“Salah seorang menyampaikan
13 al-Ṭabarī , Abū Ja’far bin Jarir, Tafsir al-Ṭabarī atau Jami’al-Bayan wa Ta’wil
al-Qur’an, jilid 13(Jakarta: Pustaka Azam, 2007), 718-727. 14 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz 11 (Jakarta: Panjimas, 2004), 308-309.
8
kepada Nabi, maka beliau berkomentar, ‘sesungguhnya Jibril
menyumpal mulut Fir’aun, karena khawatir ia mengucapkan لا اله الا الله
15
2. Ibn Humaid menceritakan kepada kami, ia berkata: Hakkam
menceritakan kepada kami dari Unaisah, dari Katsir bin Zadzan, dari
Abu Hazim, dari Abu Hurairah, ia berkata: Nabi SAW bersabda, “Jibril
berkata kepadaku, ‘Hai andai saja engkau menyaksikanku ketika
menutup dan menyumpal mulut (Fir’aun Muḥammad) dengan tanah
dan lumpur, karena khawatir dia mendapatkan rahmat Allah lalu Allah
mengampuninya.16
3. Al-Mutsanna menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj
menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad menceritakan kepada
kami dari Ali bin Zaid, dari Yusuf bin Mihran, dari Ibnu Abbas, bahwa
Nabi bersabda, “ Tatkala Allah menenggelamkan Fir’aun, ia berkata, ‘
Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan kecuali tuhan yang dipercayai
oleh bani Israil’ Jibril lalu berkata wahai Muḥammad andai saja engkau
menyaksikan ketika aku mengambil lumpur laut dan
menyumpalkannya di mulutnya karena khwatir ia mendapatkan rahmat
(ampunan Allah).17
Dari pemaparan di atas timbul sebuah permasalahan yakni: mengapa
orang bertaubat harus dihalang-halangi padahal dalam al-Qur’an surah al-
Zumar: 53. Allah berfirman:
15 al-Ṭabarī , Tafsir al-Ṭabarī,723. 16 al-Ṭabarī , Tafsir al-Ṭabarī,723. 17 Al-Ṭabarī, Tafsir al-Ṭabarī,724.
9
“Katakanlah,” wahai hamba-hambaku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri janganlah kamu berpustus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya, sungguh
dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Zumar/39: 53).
Dan hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi yakni:
ن اللهه هة قبهل ته ي ا ا لهم ي غهرغر وب بد مه العه
“Sungguh Allah menerima taubat hamba-Nya selama nyawa belum
sampai di kerongkongan” (HR. at-Tirmidzi, 3880).18
Dan hadis yang diriwayatkan oleh Muslim
هار ليهت وبه ء الن س هيل ليهت وبه م ه ب ال هده ط ي هبص ن اللهه يا
يل ء ال س م “Sungguh Allah meluaskan tangan-Nya pada malam hari untuk menerima
taubat dari hamba yang bermaksiat di siang hari. Dan Allah meluaskan
tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat dari hamba yang
bermaksiat di malam hari” (HR. Muslim. 7165)19
Maka dari pemaparan latar belakang di atas, penulis ingin meneliti
“Tobat Fir’aun dalam al-Qur’an (Studi komparatif tafsir al-Ṭabarī dan
al-Azhar)”
18
19 Muslim bin al-Hajjaj al-Qusaīrī al-Naīsburī, Ensiklopedia Hadis 4: Shahih
Muslim 2. Terj.masyari,Tatam Wijaya,(Jakarta:almahira,2012), 638.
10
B. Permasalahan: Identifikasi, Pembatasan dan perumusan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil pengamatan mengenai latar belakang masalah
permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penulis mengidentifikasi
beberapa permasalahan, yaitu:
Pertama: Manusia adalah mahluk yang tidak akan pernah luput dari
dosa tetapi manusia juga diberi oleh Allah kesempatan untuk kembali
bertobat tetapi mengapa ketika Fir’aun akan bertobat ia dihalangi oleh
Malaikat Jibril ?.
Kedua: Penelitian mengenai tobat Fir’aun masih berkisar pada aspek
keimanan yang mempertanyakan apakah Fir’aun beriman atau tidak
beriman. Sedangkan dalam ranah perbuatan masih jarang untuk diteliti
sehingga muncul pertanyaan Apakah tobat itu diterima oleh Allah hanya
ketika kita beriman tanpa ada perbuatan ?.
2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis membatasi permasalahan seputar ayat-
ayat yang ada pada al-Qur’an yakni surah Yunus ayat 90 dan surah az-
Zumar ayat 53. Kemudian dalam memahami ayat tersebut penulis
menggunakan dua tafsir yaitu: Tafsir al-Ṭabarī karya Abū Ja’far
Muḥammad Bin Jarīr al-Ṭabarī yang akan di komparasikan dengan Tafsir
al-Azhar karya Buya Hamka karena kedua penafsir tersebut menafsirkan
ayat yang sama dengan penjelasan yang sama tetapi keduanya hidup di
zaman yang berbeda.
Dari pemaparan tersebut rumusan masalah yang akan dibahas adalah
“Bagaimana Tobat Fir’aun Dalam al-Qur’an (Studi Komparatif al-Tabari
dan al-Azhar)”
11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini
adalah untuk:
a. Untuk mengetahui maksud dalam tafsir al-Ṭabarī dan Buya
Hamka yang menjelaskan surah Yunus ayat 90. Karena ada
ayat dan hadis yang penjelasannya bertentangan.
b. Untuk Mengamati makna dan hakikat tobat menurut Buya
Hamka dan al-Ṯabarī
c. Untuk menganalisis Tobat Fir’aun dalam al-Qur’an (Studi
Komparatif al-Ṭabarī dan al-Azhar).
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu
manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. Penulis merangkum
sebagai berikut:
a. Penelitian ini berguna untuk mengetahui tobat Fir’aun yang
dilakukan saat ia akan tenggelam di Laut Merah
b. Penelitian ini berguna untuk mendapatkan pemahaman
mengenai tobat yang dilakukan Fir’aun menurut Buya Hamka
dan al- Ṯabarī.
c. Penelitian ini diharapkan mampu berguna sebagai rujukan
untuk memahami Tobat Fir’aun Dalam al-Qur’an (Studi
Komparatif al- Ṯabarī dan al-Azhar).
Dua poin pertama merupakan manfaat penelitian secara teoritis,
sedangkan satu poin terakhir merupakan manfaat secara praktis.
12
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian ini tidak lepas dari kajian pustaka. Adapun karya ilmiah
yang terkait dengan tema skripsi ini, antara lain adalah:
Shodiqul Amin pada tahun 2007. Di dalam skripsinya, ia membahas
tentang pendapat Sayyid Quthub dan Muḥammad Abduh mengenai
konsep tobat. Adapun kesimpulan dari penelitiannya, ia menyatakan
bahwa pintu taubat selalu terbuka bagi siapa saja yang menghendaki untuk
bertaubat dan tidak ada seseorang yang mampu menghalangi rahmat Allah
darinya.20
Selanjunya ditulis oleh Sayyid Qutub tahun 2009. Di dalam
Skripsinya ia membahas mengenai Taubat Dalam al-Qur’an Perspektif
Quraish Shihab. Adapun kesimpulan dari penelitiannya. Skripsi ini
memiliki tujuan yang sama seperti skripsi yang di bahas oleh Shodiqul
Amin. Yang telah di paparkan di atas tetapi dengan menggunakan tinjauan
Quraish Shihab pembahasannya lebih ke prinsip-prinsip bertaubat yang
benar.21
Selanjutnya ditulis oleh Ika Kurnia Utami 2013. Skripsi dalam
skripsi ini ia meneliti sebuah film yang berjudul Semiotika Taubat dalam
film ”Mama Cake”. Adapun kesimpulan dari skripsi ini yaitu tanda yang
merepresentasikan taubat dalam film Mama Cake adalah tanda-tanda
verbal dan non verbal yang terdapat pada adegan taubat yang tervisualisasi
dalam pertengahan dan akhir cerita yang mana tokoh dalam cerita tersebut
20 Shodiqul Amin, ”Taubat Dalam Tinjauan Sayyid Quthub dan Muḥammad
Abdu,”(Skripsi S1. Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007). 21 Sayyid Qutub, “Taubat Dalam al-Qur’an dan Analisis Terhadap Perspektif
Quraish Shihab”(Skripsi S1. Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2009).
13
ketika bermimpi berada di hari kiamat membuat mereka teringat akan
dosa-dosa dan mencoba untuk bertaubat.22
Selanjutnya ditulis oleh Wiwin Abadeke pada tahun 2016. Skripsi
meneliti tentang Ajaran Dzikir Taubat pada Majelis Dzikir al-Zikra
Pimpinan Muḥammad Arifin Ilham. Adapun hasil dari penilitian ini yaitu
perkembangan dakwah dan gerakan Dzkir serta Taubat yang dilakukan
oleh majelis Dzikir al-Zikra berorientasi pada aplikasi nilai-nilai dzikir
dan taubat dengan cara menghidupkan Tujuh Sunnah Rasul.23
Selanjutnya ditulis oleh Muhamad Sukamdi 2010. Skripsi ini
membahas tentang Konsep Taubat menurut Hamka dalam perspektif
Kesehatan Mental. Adapun Kesimpulan dari penelitian ini yaitu taubat
dapat membentuk mental yang sehat karena dengan taubat seluruh dosa
menjadi terhapus dan membuat jiwa menjadi bersih dan tenang.24
Selanjutnya ditulis oleh Ikhsan 2015. Skripsi ini membahas Konsep
Taubat Menurut Ibnu-Qayyim al- Jauziah. kesimpulan dari skripsi ini
yaitu sebelum sesorang melakukan Taubat terlebih dahulu harus
melakukan muhasabah, sebab muhasabah inilah yang akan menyadarkan
diri dari kesalahan.25
Selanjutnya yang ditulis oleh Ahmad Rusdi 2016. Dalam Jurnal
Psikologi Islam ia membahas bagaimana Efektifitas Sholat Taubat dalam
Meningkatkan Ketenangan Hati. Pada penelitian ini penulis melakukan
22 Ika Kurnia Utami, “Semiotika Taubat Dalam Film” Mama Cake” (Skripsi S1.
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
UIN Jakarta, 2013). 23 Wiwin Abadeke, “Ajaran Dzikir Taubat Pada Majelis Dzikir az-Zikra pimpinan
Muhammad Arifin Ilham” (Skripsi S1. Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2016). 24 Muhammad Sukamdi, ”Konsep Taubat Menurut Hamka dalam Perspektif
Kesehatan Mental (analisis BKI)” (Skripsi S1. Fakultas Dakwah Institut Agama Islam
Semarang, 2010). 25 Ikhsan, “Konsep Taubat Menurut Ibn al-Jauziayah” (Skripsi S1. Fakultas
Ushuluddin, jurusan Filsafat Agama. Universitas Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2015).
14
melakukan eksperimen kepada 49 orang apakah benar sholat taubat
berpengaruh terhadap ketenangan hati. Dan hasilnya penulis mendapat
kesimpulan bahwa secara teoritik mereka yang bertaubat kepada Allah
akan mengalami perjalanan lebih dekat kepada Allah yang tentunya akan
merasakan efek darinya yaitu ketenangan hati.26
Selanjutnya ditulis oleh M. Sholeh Hoddin 2012. Dalam Jurnal
Tasawuf dan pemikiran Islam. Ia membahas tentang Konsep Taubat
Tarekat Naqshabandiyah Muzariyah Pada penelitian ini, penulis mengkaji
konsep taubat yang dilakukan para murid yang mengikuti sebuah tarekat
di desa Ghersempal kecamatan sampan yang di pimpin oleh seorang kiayi
yang merupakan mursit tarekat tersebut. dan hasilnya penulis menemukan
kesimpulan bahwa taubat menurut Tarekat Naqsabandiyah Muzariyah
adalah awal dari segala maqam dan hal serta merupakan maqam tingkat
pertama adalah kembalinya seseorang dari sifat-sifat tercela kepada sifat-
sifat terpuji dan dalam bertaubat, seorang murid harus menjalani beberapa
ritual yaitu bay’ah, tawajjuh, rabittah, khatm khajagan, dan dzikir27.
Berbeda dengan penelitian di atas pada penilitian ini, penulis
meneliti ayat-ayat taubat berdasarkan kisah Fir’aun yang memiliki potensi
untuk bertaubat meski ia melakukan banyak kezholiman. Walaupun
akhirnya Allah dengan tegas mengatakan bahwa ia adalah manusia yang
pasti akan masuk ke dalam neraka karena posisi Fir’aun bertaubat ketika
maut sudah berada di depan mata.
26 Ahmad Rusdi, “Efektifitas Sholat Taubat dalam Meningkatkan Ketenangan
Hati”(Jurnal psikolgiI Islam vol. 2. 94-116. Program Studi Magister Psikologi Profesi.
Fakultas Psikologi dan Social Budaya Univeritas Islam Indonesia, 2016). 27 M. Sholeh Hoddin,”Konsep Taubat Tarekat Naqshabandiyah Muzhariyah,”
(Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam vol. 2 no 1, program Studi Filsafat Agama.
Fakultas Ushuluddin dan Filsafat. Universitas Islam Negeri UIN Sunan Ampel Surabaya,
juni 2012).
15
E. Metodologi Penelitian
1. Metode Pengumpulan Data
Objek penelitian dalam skripsi ini adalah mencari makna dan
hakikat taubat berdasarkan penyesalan yang yang difokuskan kepada
pembahasan mengenai Fir’aun sebagai contoh manusia yang ingkar
kepada Allah, maka dari itu penelitian ini tergolong kepada jenis penilitian
kepustakaan (library Research), yaitu suatu penelitian yang data-datanya
diambil dari kitab-kitab dan buku-buku yang berkaitan dengan tema
tersebut, baik dari media cetak ataupun media elektronik.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi
dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Data sumber primer yaitu
data yang secara langsung berkaitan dan menjadi rujukan utama yakni
kitab Tafsir al-Ṭabarī karya Abū Ja’far Muḥammad Bin Jarīr al-Ṭabarī
dan Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka sedangkan data sekunder yaitu
sumber-sumber lain yang berkaitan dengan karya tulis ini, yang menjadi
data pendukung se rta relevan dengan judul skripsi yang penulis ambil.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendokumentasikan
dalam catatan-catatan dari sumber data di atas untuk kemudian disusun
terkait pembahasan pembahasan terkait tema yang dimaksud.
4. Tekhnik Analisis Data
Setelah data terkumpul proses selanjutnya adalah melakukan
pembahasan atau analisis data. Dalam hal ini penulis menggunakan dua
metode. Pertama, deskriptif yaitu penelitian dengan tujuan untuk
menjelaskan dan mendeskripsikan suatu peristiwa yang terjadi ketika Nabi
Musa dan pengikutnya dikejar oleh pasukan Fir’aun beserta pasukannya.
16
Kedua, komparatif yaitu, membandingkan pandangan dan perubahan
pandangan kedua mufasir meliputi: metodologi dan argumentasi.
5. Pendekatan Penelitian
Dalam penilitian ini, penulis menggunakan pendekatan historis,
yaitu pendekatan yang menekankan perhatian pada waktu Fir’aun
ditenggelamkan oleh Allah SWT. Pendekatan yang melacak Sosio-
Historis kedua tokoh untuk mengetahui biografi, pertumbuhan, keilmuan
dan perkembangan pemikiran yang dilatarbelakangi oleh situasi, kondisi,
kontek dan budaya yang berbeda.
6. Teknis Penulisan
Metode penulisan skripsi ini mengacu pada pedoman penulisan
karya ilmiah (Skripsi, Thesis, dan Disertasi) yang merupakan hasil
keputusan bersama (SKB) menteri Agama dan menteri pendidikan dan
kebudayaan R.I. Nomor: 158 tahun 1987 dan Nomor: 053b/U1987.
F. Sistematika Penulisan
Bab Pertama, berupa pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub-
bab yaitu, latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, kajian pustaka, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
Bab Kedua, menjelaskan tentang pandangan umum dari kedua
mufasir. Pandangan umum meliputi, kelahiran, perjalanan intelektual dan
karirnya, metode dan corak penafsirannya.
Bab Ketiga, dalam bab ini akan memaparkan tentang sekilas
mengenai tobat meliputi definisi, dan prinsip-prinsip dalam tobat serta
ulasan terkait terkabulnya tobat.
17
Bab Keempat, akan mengurai perbandingan penafsiran, serta
analisis keduanya tentang ayat yang dijadikan objek penelitian.
Pembahasan diawali dengan identifikasi dan deskripsi ayat yang meliputi,
teks, terjemah, asbāb al-nuzūl dan munassabāt al- Āyāt.
Bab Kelima, penutup sebagai jawaban permasalahan dan beberapa
saran sebagai rekomendasi penulis untuk penilitian kedepan.
18
19
BAB II
PANDANGAN UMUM AL- ṬABARĪ DAN BUYA HAMKA
Al-Ṭabarī adalah salah satu ulama yang meriwayatkan banyak hadis,
pengetahuannya yang luas dalam bidang penukilan dan pen-tarjih-an
riwayat-riwayat serta mempunyai pengetahuan luas dalam bidang sejarah
para tokoh dan berita umat terdahulu.1Oleh karena itu, untuk saat ini akan
sulit menemukan ulama yang sebanding dengan beliau. Sedangkan Buya
Hamka adalah seorang ulama besar nusantara yang banyak melakukan
perubahan dan pembaruan Islam di Indonesia.2
A. Biografi al-Ṭabarī
1. Kelahiran al-Ṭabarī
Al-Ṭabarī lahir di kota Amul yaitu kota terbesar di Tabarstan dekat
laut Kaspia. Nama lengkapnya adalah Muḥammad bin Jarīr bin Yazid bin
Kaṡir bin Galib, Abū Ja’far. Beliau dilahirkan pada tahun 838
M.3Tepatnya awal 225 H. Mayoritas sejarawan mengatakan bahwa beliau
dilahirkan pada akhir tahun 224 H. Namun, sebagian dari mereka
mengatakan bahwa ia dilahirkan pada akhir tahun 224 H. Pendapat ini
dinisbatkan kepada muridnya yang bernama al-Qadhi Ibn Kamil.
Ayahnya adalah seorang ulama yang dikenal sebagai pecinta ilmu
dan tergolong dalam masyarakat yang berada, sehingga al-Ṭabarī sejak
kecil mendapat perhatian yang cukup dalam hal menuntut ilmu terutama
dalam bidang hadis. kepiawaian dan kecerdasan al-Ṭabarī mulai terlihat
1 Manna Khalīl al-Qaṭān, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an terj. H.Aunur Rafiq El-
Mazni(Bogor: PT. Pustaka Literasi Antarnusa. 1992), 520. 2 Haidar Musyafa, Buya Hamka Sebuah Novel Biografi (Tangerang Selatan:
Imania, 2018), 8. 3 M. Atiqul Haque. Wajah Peradaban(Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar
Islam (Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998), 78.
20
oleh ayahnya dari cara ia menghafal al-Qur’an dan hadis sejak kecil.
Sehingga memotifasi ayahnya dalam menuntut ilmu.4
Salah satu yang menjadi penyemangat bagi ayah al-Ṭabarī dalam
membimbingnya menuntut ilmu, yaitu ketika ayahnya bermimpi melihat
al-Ṭabarī berada dihadapan Rasulullah dan ditangannya terdapat sebuah
kantung yang penuh dengan batu. Para ahli Ta’bir mengatakan kepadanya
bahwa kelak ketika al-Ṭabarī dewasa, ia akan menjadi seorang ‘Alim
yang mengabdi kepada agamanya. setelah mendengar penjelasan mimpi
tersebut, ayahnya pun bertambah semangat dan memberikan dorongan
penuh untuk menuntun al-Ṭabarī dalam mencari ilmu padahal, waktu itu
al-Ṭabarī masih sangat kecil.5
2. Perjalanan Intelektual
Kecerdasan dan kepiawaian al-Ṭabarī dalam belajar telah terlihat
Sejak ia kecil. Hal ini ditandai dengan kemapuan al-Ṭabarī dalam
menghafal hadis dan al-Qur’an terlebih ayahnya yang dikenal sebagai
sosok ulama yang juga mencintai ilmu dan agama sebagai bekal
kehidupannya kelak. Dalam menuntut ilmu mula-mula al-Ṭabarī menuntut
ilmu di tanah kelahirannya sendiri di Amul. Baru setelah itu ia pindah ke
negeri tetangga dan mencari ilmu guna mendapatkan. ilmu dari mereka. Ia
pun mengerahkan seluruh kemampuannya, mulai dari mendengar
penuturan guru secara langsung, menghafal, hingga akhirnya ia
membukukannya.
Usaha yang dilakukan al-Ṭabarī dalam menuntut ilmu pernah
diceritakannya sebagaimana berikut, ”Kami pernah menulis di sisi
Muḥammad bin Humaid al-Razi, lalu ia menemui kami beberapa kali
dalam satu malam dan menanyakan apa yang telah kami tulis, kemudian ia
mengulangi bacaannya kepada kami.” al-Ṭabarī berkata, “Kami pernah
4 Ahmad Farid, Biografi 60 Ulama Ahlus Sunnah yang Paling Berpengaruh dan
Fenomenal dalam Sejarah Islam (Jakarta: Darul Haq, 2017), 601. 5 Abū Ja’far Muḥammad bin Jarir al-Ṭabarī , Tafsir al-Ṭabarī atau Jami’al-
Bayan’an ta’wil al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), 7-8.
21
menemui Ahmad bin Hamad ad-Dulabi, ia tinggal di sebuah daerah di Ray
(sebuah kota di Persia) yang berjarak cukup jauh, kami menyeberang
daerah perairan beberapa jauh layaknya orang-orang yang tidak waras,
hingga kami sampai di tempat Ibnu Humaid dan mendapati majelisnya”.6
Sebagaimana yang dilakukan para ulama terdahulu dalam mencari
ilmu al-Ṭabarī pun demikian. Di usia tujuh belas tahun al-Ṭabarī berkelana
di kota Baghdad salah satu kota yang terkenal dengan kemajuan ilmu
pengetahuannya dan yang banyak menghasilkan para ulama-ulama yang
berkompeten dalam bidangnya. Seperti dibidang kedokteran, Abu Bakar
Muḥammad bin Zakariyah yang terkenal di Eropa dengan sebutan ar-Razi
(865-925 M), di bidang astronomi dan mate-matika. Muḥammad bin Musa
al-Khawarizmi (meninggal 863), Hidab al-Jabr wa-al-Muqolaba. Jabir
bin Hayyan (Geber, 721-815), di bidang pemikiran hukum Islam (fiqih).
Di antaranya Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’I dan Hambali.7Hal ini
dilakukan sebagaimana para ulama-ulama terdahulu seperti para sahabat,
dan tabi’in dalam mencari ilmu.
Hal itulah yang dilakukan al-Ṭabarī dalam mencari ilmu. Bahkan ia
pernah bergumam dalam hati ingin sekali bertemu dan mendengar
langsung penuturan dari imam abū Abdullah Ahmad bin Muḥammad
Hanbal. Sang pendiri Mazhab Hambali yang lahir di Baghdad.8Yang lebih
dikenal dengan Ibnu Hambal. Namun hal tersebut tidak terwujud karena
sebelum sampai di Baghdad Imam Ahmad telah wafat terlebih dahulu. Ini
menjadi bukti kuat betapa tingginya semangat al-Ṭabarī dalam menuntut
ilmu semangatnya yang senantiasa membara mengalahkan jauhnya
perjalanan, kesulitan hidupnya di rantau dengan perbekalan yang
seadanya. Ini semua dilakukan oleh al-Ṭabarī semata-mata ingin mencapai
6 al-Ṭabarī vol 1, Tafsir al-Ṭabarī . 9. 7 Faisal Ismail, Sejarah Kebudayaan Islam: Periode klasik (abad VII-XII M)
(Yogyakarta: IRCisod, 2017), 325. 8 M. Atiqul Haque, Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia. terjemahan
Ira Puspitorini (Jogjakarta: DIGLOSI, 2007), 99.
22
apa yang pernah diimpikan oleh ayahnya, yaitu berkedudukan mulia
dalam agama yang menuntutnya harus banyak memiliki ilmu
pengetahuan, perbekalan dan kesabaran. Dan hal ini tidak akan terwujud
kecuali dengan menemui para ulama serta bersabar dengan kondisi yang
ada, yang mungkin saja diantara mereka ada yang berwatak keras atau
hanya memiliki waktu yang sangat sempit.9
Di kota Kufah al-Ṭabarī berguru kepada Syekh Abū Kuraib
Muḥammad bin Ala’ al-Hamdani (243 H). Ia tergolong guru yang
perhatianya sangat keras terhadap para muridnya, hingga banyak diantara
murid-muridnya yang tidak dapat menyelesaikan proses belajar di
majelisnya. al-Ṭabarī pun merasa khawatir tidak sanggup menyelesaikan
halaqah di majlisnnya, namun ia bertekat untuk maju ke ”medan laga” dan
tidak bersikap pengecut. al-Ṭabarī menceritakan, ”Aku mendatangi pintu
rumahnya bersama beberapa ahli hadits, tiba-tiba ia keluar dari pintu
rumahnya. Kami pun meminta izin untuk masuk, namun sang guru
mengatakan, ”siapa di antara kalian yang hafal apa yang pernah ia tulis
dariku? ”kami pun memandang antara satu dengan yang lain, kemudian
mereka memandangiku dan mengatakan, ”apakah yang kau hafal apa yang
kau tulis darinya? ”aku menjawab, “ya” maka mereka pun berseru” orang
ini hafal, tanyalah dia. ”Maka aku pun berkata, ”Tuan pernah
meriwayatkan kepada kami masalah ini pada hari ini dan masalah ini pada
hari ini. ”mendengar penjelasan itu, Abū Kuraib terus menanyakan
beberapa hal kepadanya hingga ia pun mengakui kehebatanya dan
mengatakan kepadanya, ”silahkan kau ke rumahku” dan ia pun
mengagungkannya, padahal usianya masih muda, serta
memperkenankannya menyimak pelajaran lainnya.10
Dalam perjalanannya ke Mesir, ia menulis dari para syaikh di Syam
dan sekitarnya hingga tiba di Fusthah (Ibu kota Mesir lama pada masa
pemerintahan sahabat Amrū bin ‘Aṣ). Pada tahun 253 H, dimana terdapat
sejumlah shekh dan para ulama dari Madzhab Maliki, Syafi’I Ibnu Wahab
dan yang lainnya lalu ia pun berguru kepada mereka.
Setelah tinggal beberapa lama di Mesir, ia pun pergi ke Syam dan
kembali ke Mesir pada tahun 256 H. Dan tampaklah kehebatanya dalam
berbagai khazana keilmuan, seperti ilmu al-Qur’an, fiqih, hadis, bahasa,
9 al-Ṭabarī vol 1, Tafsir al-Ṭabarī, 10. 10 al-Ṭabarī vol. 1, Tafsir al-Ṭabarī , 10.
23
nahwu dan syair. Para ulama Mesir menemuinya dan menguji
kepiawaiannya, dan ternyata ia memang sangat hebat, hingga syair yang
dihafalnya membuktikan kehebatan hafalannya dan kekuatan nalarnya.
Namun demikian ia pernah gagal dalam suatu majelis yang dibentuk untuk
menguji keilmuannya, seperti dituturkan olehnya, ”Ketika aku memasuki
Mesir, tidak ada seorang ulama pun yang tidak menemuiku dan menguji
keilmuanku. pada suatu ketika, seorang laki-laki datang dan menanyakan
kepadaku tentang ilmu ‘arush (sastra) aku belum banyak menguasai hal
itu. Maka aku katakan kepadanya, hari ini aku harus mengatakan bahwa
aku tidak akan berbicara sedikitpun mengenai ilmu ‘arudh, namun besok
silahkan anda lagi ke sini. Lalu aku meminta kepada salah seorang
temanku untuk dibawakan buku’arudh karya Khalil bin Ahmad, dan iapun
membawakannya. Aku mempelajarinya pada malam hari, sore itu aku
belum menguasai ’arudh, akan tetapi ketika pagi menjelang aku pun telah
menguasainya dengan baik”.11
Al-Ṭabarī terus melanjutkan perjalanannya mencari majelis ilmu
dan menjumpai para ulama, tidak peduli dengan perjalanan yang jauh dan
melelahkan serta bekal yang tidak peduli dengan perjalanan yang jauh dan
melelahkan serta bekal yang tidak mencukupi. Segala yang mahal dinilai
murah olehnya untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Sampai pada suatu
ketika ia terpaksa menjual sebagian pakaiannya karena terlambat
menerima kiriman bekal dari orang tuanya. Dari Mesir al-Ṭabarī kembali
ke Baghdad, dan dari Baghdad ia menuju ke Tabarstan, namun tidak lama
menetap ia pun kembali ke Baghdad dan bermukim di sana hingga wafat.
Dalam rangka mencari ilmu, tidak cukup hanya dengan usaha yang
keras dan sabar, akan tetapi ia dinilai sebagai sosok yang jujur, ikhlas,
zuhud, wara’ dan amanah. Hal ini terlihat dari karya karyanya yang sangat
banyak. Ia meninggalkan gemerlap kehidupan dunia dan tidak mencari
kenikmatan yang ada padanya.
11 al-Ṭabarī , vol. 1, Tafsir al-Ṭabarī , 11.
24
3. Metode dan Corak Tafsir al-Ṭabarī
Metode yang digunakan oleh al-Ṭabarī dalam menafsirkan al-Quran
adalah metode Tahlili.12 Metode tahlili adalah suatu metode yang
menafsirkan ayat-ayat dalam al-Qur’an dengan memaparkan segala aspek
yang terkandung di dalamnya yang urutannnya disesuaikan dengan tertib
surat yang ada dalam mushaf Utsmani. Metode tafsir ini menjelaskan pula
kosa kata (susunan kalimat), munasabah (korelasi) antara ayat maupun
antara surah, menjelaskan asbab al-Nuzul, dan mengutip dalil-dalil dari
Nabi saw, sahabat, dan tabi’in.
Adapun penafsirannya ditempuh dengan cara sebagai berikut:
a. Penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an
Al-Ṭabarī merupakan mufasir yang sangat meyakini bahwa ayat al-
Quran dapat menafsirkan ayat al-Quran.13
b. Penafsiran al-Quran dengan as-Sunnah atau hadis
Al-Ṭabarī termasuk mufasir yang teliti dalam mengutip hadis
Nabi Muhammad. Sebelum mengutip hadis, beliau meneliti apakah
sanad hadis yang akan dikutib shahih atau tidak. Di samping itu,
sebelum mengemukakan pendapatnya sendiri termasuk bagian dari
tarjih al-Ṭabarī mengemukakan terlebih dahulu riwayat-riwayat
yang berkaitan dengan ayat al-Qur’an.
c. Penafsiran al-Qur’an dengan dengan pendapat para sahabat
Al-Ṭabarī juga mengutip pendapat para sahabat dalam menjelaskan
ayat al-Qur’an.14
d. Penafsiran al-Quran dengan pendapat para Tabi’in
12 Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran Al-Quran: Kajian kritis Terhadap Ayat-
Ayat Yang Beredaksi Mirip (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 58. 13 Abū Ja’far Muḥammad bin Jarir, Tafsir al-Ṭabarī vol 1), 218-219. 14 Mani’ Abd Halim Mahmud, Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif Metode
Para Ahli Tafsir (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006), 72-73.
25
Al-Ṭabarī juga mengutip pendapat para tabi’in dalam menafsirkan
ayat al-Qur’an salah satunya, beliau mengutip dari mujahid dalam
ranah menjelaskan perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai
jumlah saksi dalam pelaksanaan hukuman cambuk seratus kali
terhadap pezina perempuan maupun pezina laki-laki.Menurut Tafsir
al-Ṭabarī tidak memiliki corak khusus dalam penafsiran, karena al-
Ṭabarī menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan riwayat.
Meskipun sering kali beliau melakukan tarjih terhadap riwayat dan
pendapat yang ia kutip.15
4. Karya-Karya al-Ṭabarī
Para ahli sejarah menjelaskan bahwa selama empat puluh tahun ia
menulis dalam sehari sebanyak empat puluh lembar. Sebagian muridnya
pernah membagi apa yang pernah ditulisnya selama kurun delapan puluh
enam tahun sejak ia berusia baligh sampai meninggal dunia ternyata
ditemukan bahwa, pada setiap harinya menghasilkan empat belas lembar.
Hal ini dapat dilihat dari karya-karyanya yang masih ada sampai sekarang
di samping sejumlah karya lain yang hilang.16
Imam Abū Hamid Ahmad bin Ahmad al-Israfisyaini berkata, “Jika
seseorang harus pergi ke cina untk mendapatkan Tafsir Ibnu Jarīr, maka
tidak banyak orang yang dapat melakukannya, “Imam Abū Bakar bin
Huzaimah berkata, “Setelah memperhatikan tafsir Ibnu Jarīr dari awal
sampai akhir, maka aku baru tahu bahwa tidak ada orang di muka bumi ini
yang lebih pandai dari Ibnu Jarīr.17
Adapun beberapa kitab yang terkenal sampai sekarang yakni:18
“Jamī’al-Bayān fī Tafsīr al-Qur’an, Tarīkh al-‘Umam wa al-
Muluk wa Akhbaruhum, al-Adab al-Hamidah wa al-Akhlāq
15 Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy. Membahas Kitab Tafsir Klasik
Modern, (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), 35. 16 Abū Ja’far Muḥammad bin Jarir, Tafsir al-Ṭabarī vol 1. 28. 17 Abdul Fatah Abu Ghaddah, Ulama Yang Tidak Menikah (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2001), 45. 18 Syaikh Manna al-Qaṭān, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an (Jakarta:Pustaka al-
Kautsar, 2015), 477.
26
an-Nafisah, Tarīkh al-Rijal,Ikhtilāf al-Fuqahā’,Tahdzīb al
Atṡār, Kitab Baṡith fī al-Fiqh, Al-Jamī’ fī al-Qira’at, kitab
Tabir fī ‘uṡul.
B. Biografi Buya Hamka
1. Kelahiran
Beliau dilahirkan di Sungai Batang Maninjau (Sumatra Barat) pada
tanggal 17, Februari 1908 (14 Muharram 1326 H) ayahnya adalah ulama
terkenal, Dr. Haji Abdullah Karim Amrullah alias Haji Rasul ia adalah
pembawa paham-paham pembaruan Islam yang disebut oleh orang-orang
saat itu dengan kaum muda di Minangkabau dan di Sumatra.19
Panggilan HAMKA adalah akronim dari nama beliau. Ayahnya
bernama Haji Abdul Malik bin Karim Amrullah. Ibunya bernama Siti
Safiyah. Dan ayah dari ibu Safiyah (kakeknya) adalah Gelanggang
gelarnya Bagindo Nan Batuah. Yang ketika masih remaja beliau terkenal
sebagai guru tari, bernyanyi dan pencak silat. Buya Hamka selalu
mendengarkan pantun-pantun dari beliau saat masih muda.20
Beliau wafat pada hari jumat, 24 juli 1981, bertepatan dengan 14
Ramadhan 1402 H. diusia 73 tahun 5 bulan dengan disaksikan oleh istri
dan seluruh cucunya.21
2. Perjalanan Intelektual
Pada usia 6 tahun (1914) dia diajak ayahnya ke Padang Panjang.
Sewaktu berusia 7 tahun dimasukan ke sekolah desa dan malamnya belajar
membaca al-Qur’an dengan ayahnya sendiri sehinga khatam. Dari tahun
1916 sampai tahun 1923, dia telah belajar agama pada sekolah-sekolah
”Diniyah School” dan “Sumatra Thawalib” di Padang Panjang dan di
19 HAMKA, Tasawuf Modern (Jakarta: Republika Penerbit, 2015), iii. 20 Nasir Tamara, HAMKA di Mata Hati Umat (Jakarta: PT. Sinar Agape
Press,1984), 51. 21 Haidar Musyafa, Sebuah Novel Biografi (Tangerang Selatan: Penerbit Imania,
2018), 818.
27
Parabek, dan berguru pada Engku Mudo Abdul Hamid, dan Zainuddin
Labay. Padang panjang waktu itu ramai dengan penuntut ilmu agama
Islam, dibawah pimpinan ayahnya sendiri.22
Selama belajar di Thawalib, Hamka sering tidak hadir karena merasa
jenuh. Ia lebih suka belajar di perpustakaan umum milik gurunya,
Zainudin Labay al-Yunusi. Dia lebih leluasa membaca buku bahkan ada
berapa buku yang ia sering pinjam. Begitu ia diberikan kesempatan
merantau ia pun menetap di rumah adik kandung ayahnya, Ja’far
Amrullah di Jogjakarta ia banyak mengikuti berbagai diskusi dan
Pelatihan Pergerakan Islam Muhammadiyah dan Sarekat Islam. Ia berguru
kepada Ki Bagoes Hadikoesomo, HOS Tjokrominoto, H. Fakhruddin,
R.M Suryopronoto dan iparnya sendiri yaitu, Ahmad Rasyid Sutan
Mansur ketua Muhammadiyah Cabang Pekalongan.23
Setelah Buya Hamka kembali dari perjalanannya di Makkah beliau
dinikahkan dengan dengan anak perempuan yang bernama Siti Raham
oleh ayahnya. Istrinya meninggal diusia 40 tahun pernikahanya dengan
dianugerahkan sepuluh orang anak tujuh laki-laki dan tiga orang
perempuan.24
Di tahun 1935 dia pulang ke Padang Panjang. Waktu itulah mulai
tumbuh bakatnya sebagai pengarang. Buku yang mula-mula dikarangnya
berjudul “Khatibul Ummah”. Di awal tahun 1927, dia berangkat atas
kemauannya sendiri ke Makkah, sambil menjadi koresponden harian
“Pelita Andalas” Medan. Pulang dari sana dia menulis di majalah “Seruan
Islam” di Tanjung Pura (langkat), dan membantu “Bintang Islam” dan
“Suara Muhammadiyah” di Yogyakarta.
22 HAMKA, Tasawuf Modern (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), iii. 23 M. Alfan Alfian, Hamka dan Bahagia: Reaktualisasi Tasawuf Modern Untuk
Zaman Kita (Bekasi: PT: Penjuru Imu Sejati, 2014), 25. 24 Nasir Tamara, HAMKA di Mata Hati, 51.
28
Pada tahun 1928 keluarlah buku romannya yang pertama dalam
bahasa Mingkabau berjudul “Si Sabariyah” waktu itu pula dia memimpin
majalah “Kemauan Zaman“ yang terbit hanya beberapa nomor. Pada tahun
1929 keluarlah buku-bukunya, “Agama dan Perempuan”, Pembela Islam”,
“Adat Minang Kabau dan Agama Islam“ (buku ini di sita polisi)
“Kepentingan Tabligh” ayat-ayat Mi’raj”
Pada tahun 1930, mulailah dia mengarang dalam surat kabar
“Pembela Islam ”, dan mulai berkenalan dengan M. Natsir, A. Hasan.
Ketika dia pindah mengajar di Makassar diterbitkanlah majalah “al-
Mahdi”.25Pada tahun 1962, Hamka mulai menafsirkan al-Qur’an lewat
“Tafsir al-Azhar”. Dan tafsir ini sebagian besar dapat terselesaikan selama
di dalam tahanan, dua tahun tujuh bulan.26
3. Metode Tafsir dan Corak Tafsir al-Azhar
Metode merupakan salah satu sarana yang amat penting untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan maka, dalam menafsirkan al-
Qur’an pun juga menggunakan metodenya tersendiri. Karena dalam
menguasai materi keilmuan tertentu perlu diimbangi dengan kemampuan
di bidang metodologi sehingga pengetahuan yang dimiliki dapat
dikembangkan.27
Kata metode sendiri berasal dari bahasa Yunani “me thodos” yang
berarti “cara atau jalan”. dan bangsa arab menerjemahkannya dengan
“thariqot” dan “manhaj”. Di dalam pemakaian bahasa Indonesia kata
tersebut mengandung arti: cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya), cara kerja
yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
25 HAMKA, “ Tasawuf Modern, xv. 26 HAMKA, Tasawuf Modern, vi. 27 Abudin Nata, Metodologi Studi Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), 149.
29
mencapai tujuan yang di tentukan.28 Adapun metode tafsir yaitu ilmu
tentang mentode menafsirkan al-Qur’an.
Kitab al-Azhar adalah tafsir yang ditulis sejak tahun 1958. yang
merupakan uraian kuliah subuh di masjid agung al-Azhar di Kebayoran
baru yang diselesaikan pada tanggal 11 agustus, 1964 di rumah tahanan
politik Mega Bandung. Kitab ini terdiri dari 15 Jilid.29 Kitab ini di
namakan Tafsir al-Azhar yang terispirasi dari Masjid Agung al-Azhar
yang awalnya nama tersebut diberikan oleh Syaikh al-Azhar (rektor) dari
Jami’ al-Azhar yaitu Syaikh Mahmud Syalṭu.30
Dalam menyusun Tafsir al-Azhar, Buya Hamka menggunakan
metode tahlili (analitis) yang mana dalam menafsirkan al-Qur’an ia
menafsirkan ayat sesuai dengan disiplin ilmu yang di gelutinya. Mulai dari
asbab al-Nuzul, munasabah, kosa-kata, susunan kalimat dan sebagainya.
Adapun corak yang digunakan Buya Hamka dalam Tafsirnya yaitu
dengan menggunakan pendekatan sastra hal ini ditandai dengan karya-
karyanya yang dipengaruhi nilai-nilai sastra. Dalam menafsirkan al-
Qur’an Buya Hamka juga membawa permasalahan kontemporer dan
menyajikan potret kehidupan bangsa arab sehingga dari hal ini
menjadikan tafsirnya mudah diterima dengan baik oleh masyarakat.31
Antara al-Ṭabarī dan Buya Hamka memiliki banyak persamaan yang
menjadikan mereka memiliki kelebihan yang tidak jauh berbeda. Jika di
teliti dari lingkungan tempat mereka dilahirkan maka akan didapatkan
pemahaman bahwa keduanya lahir dalam kondisi dimana ilmu
28 Nasirudin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an: Kajian Kritis Terhadap
ayat-ayat yang Beredaksi Mirip (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 54. 29 Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar, (Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1990), 26. 30 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz I (Jakarta: PT Pustaka Panji Mas 1983), 46. 31 Howard M Federspiel, Kajian al-Qur’an di Indonesia dari Mahmud Yunus
hingga Quraish Shihab (Jakarta: Pustaka Mahdi, 2008), 142.
30
pengetahuan di utamakan oleh masyarakat saat itu, dalam hal keluarga,
mereka didukung oleh ayah yang sama-sama di kenal sebagai ulama yang
mencitai ilmu pengetahuan sehingga mendorong keduanya untuk
menuntut ilmu. Dalam segi mencari ilmu pun demikian keduannya rela
merantau sejauh-jauhnya untuk mendapatkan ilmu.
4. Karya Buya Hamka
Buya Hamka adalah seorang yang multi sebutan, ulama satrawan
atau pujangga, sejarawan dan politisi beliau juga adalah seorang penulis
dan banyak menghasilkan banyak karya. Di antaranya yakni, Tafsir al-
Azhar, Di bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van der Wijk,
Tasawuf Modern, Merantau ke Delhi, Falsafah Hidup, Pedoman
Mubaligh Islam, Di Dalam Lembah Kehidupan, Keadilan Ilahi
Berkat karya dan karya sastranya Muhammad imamudin
‘Abdurahim mengatakan Hamka adalah ulama pertama yang mampu
mempergunakan sastra sebagai alat untuk menyampaikan pesan-pesan
Allah dan risalah Rasulullah SAW. 32
32 M. Alfan Alfian, Hamka dan Bahagia, 29.
31
BAB III
MAKNA TOBAT DAN JEJAK HIDUP FIR’AUN
A. Definisi Tobat
1. Pengertian Tobat
Perjalanan manusia menuju Allah SWT adalah perjalanan panjang
dan mendaki maka sebagai seorang hamba harus mempersiapkan bekal
dengan sebaik-baiknya. Tujuannya adalah untuk mengurangi beban dosa
yang diakibatkan oleh perbuatan maksiat sebab itusetiap Salik (hamba)
hendaknya bertaubat. Tujuannya agar beban dosa menjadi ringan. Setelah
itu dia dianjurkan untuk menghimpun bekal, dengan jalan menghiasi diri
dengan aneka kebajikan.1
Tobat dalam KBBI (kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah sadar
dan menyesal akan dosa dan berniat memperbaiki tingkah laku dan
perbuatan.2sedangkan secara etimologi berasal dari bahasa bahasa Arab
dari kata “tāba-yatŪbu-Taūbatan”( توبة -يطوب-)تاب yang berarti Kembali dari
perbuatan maksiat kepada Allah. Sedangkan secara istilah adalah kembali
kepada Allah dengan ikatan komitmen dalam hati dan melaksanakan hak-
hak Allah.3
Menurut Tabataba’i tobat dari Allah berarti kembali-Nya Allah
kepada hamba dengan mencurakan rahmat. Adapun tobat manusia, maka
dia adalah permohonan ampun, disertai dengan meninggalkan dosa. Tobat
manusia berada antara dua jenis tobat Tuhan karena manusia tidak dapat
melepaskan diri dari Tuhan dalam keadaan apaun, maka tobatnya atas
1 M. Quraish Shihab, Menjemput Maut Bekal Perjalann Menuju Allah. (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), vi. 2 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia.(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), 1202. 3 Sri Mulyati (ed), Mengenal dan Memahami Tariqat-Tariqat Muktabarah di
Indonesia.(Jakarta: Kencana, 2011), 38.
32
maksiat yang dia lakukan memerlukan taufik, bantuan dan rahmat-Nya
agar upayanya bertobat benar-benar dapat diterima oleh-Nya.4
Imam Ghazali mengartikan at-Tawwab sebagai Dia (Allah) yang
kembali berkali-kali menuju cara untuk memudahkan tobat hamba-hamba-
Nya, dengan jalan menampakkan tanda-tanda kebesaran-Nya, menggiring
kepada mereka peringatan-peringatan-Nya serta mengingatkan acaman-
ancaman-Nya. Sehingga bila mereka telah sadar dari akibat buruk dosa-
dosa, dan merasa takut dari ancaman-ancaman-Nya. Mereka kembali
(bertobat) dan Allah pun kembali kepada mereka dengan anugerah
pengabūlan.5
Secara istilah atau terminologi Islam, Sebagian besar ulama
mengartikan tobat dengan meninggalkan dosa dalam segala bentuknya,
menyesali dosa yang pernah dilakukan dan bertekad untuk tidak
melakukan lagi.6 Lain halnya Dalam kitab Mukhtaṡar Minhajul Qaṣidin
disebutkan bahwa tobat itu adalah ungkapan dari rasa penyesalan yang
menimbulkan tekad dan maksud yang kuat. penyesalan tersebut
memberikan keyakinan bahwa maksiat adalah penghalang antara manusia
dengan kekasihnya yaitu Allah SWT.
Hakikat sebuah tobat adalah mengingat kembali apa perbuatan
buruk yang telah di kerjakan sehingga menimbulkan tindakan untuk
memperbaiki kesalahan-kesalahan yang lalu dengan memohon ampunan
dan keridhoan Allah.7
4 Sahabudin dkk., Ensiklopedia Islam: Kajian Pustaka,(lentera hati,2007), 992. 5 M.Quraish Shihab, Menjemput Maut, 2. 6 Burhan djamaludin, Konsepsi Taubat, 3. 7 Abū Dzar al-Qamuni, Debu-debu Maksiat dan Siraman Qolbu (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1995), 37.
33
2. Syarat-Syarat Diterimanya Tobat
Dalam bertobat ada beberapa tingkatan yakni:
1. Ahli tobat yakni orang yang kembali kepada tuhan setelah
banyak melakukan dosa dan maksiat.
2. Ahli ‘Inabah yakni orang yang kembali kepada tuhan karena
merasa kurang taat dan kurang ibadah.
3. Ahli aūbah yakni tobatnya para Nabi dan ulama yang bertobat
dengan menutup diri dari semua yang selain Allah SWT.8
Imam Nawawi berkata: Para ulama telah mengatakan bahwa tobat
itu wajib hukumnya dari setiap dosa. Jika kemaksiatan itu antara hamba
dengan Allah, tidak berhubungan dengan hak anak adam.
Maka ada tiga syarat untuk bertobat:
1. Berhenti melakukan maksiat tersebut.
2. Menyesal atas melakukan dosa tersebut.
3. Bertekad untuk tidak mengulangi lagi perbuatan yang sama.9
Menurut Said Hawwa ada tiga perkara yang harus dilakukan dalam
bertobat dan hal ini belum dikatakan bertobat jika tidak dilakukan yakni:
1. Ilmu pengetahaun perihal makna tobat dan cara
mengerjakannya.
2. Hal atau keadaan apa yang ditobati, dan juga keadaan orang
yang hendak bertobat itu sendiri.
3. Mengerjakan atau melaksanakan tobat sesuai dengan apa yang
diajarkan oleh agama Islam, yakni bagaimana cara
8 Said Hawwa, Induk Penyucian Diri (Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD
Singapura.1992), 1038-1047. 9 Abū dzar al-Qamuni, Debu-debu Maksiat dan Siraman air Taubat (Jakarta:
Firdaus,1995), 87.
34
mengamalkan dan tindakan apa yang perlu dilakukan untuk
kesempurnaannya.10
3. Fungsi Tobat
Setiap mukmin sangat butuh pada dua hal: pertama, yaitu agar
kesalahan mereka dihapuskan dan dosa-dosa mereka diampuni. Memang,
tidak ada seorang pun di dunia ini yang kosong atau terlepas dari
kesalahan dan dosa. Dalam diri manusia, terdapat dua unsur yang berbeda,
yaitu unsur air mani yang bersifat ardhi (bumi), dan unsur ruhi (spiritual)
yang bersifat ardhi (bumi), dan unsur samawi (langit).
Yang pertama dapat menyeretnya pada tingkatan paling rendah,
sedangkan yang kedua dapat menaikannya pada derajat malaikat atau
lebih mulia dari pada itu. yang kedua dapat mencabūtnya untuk naik
ketingkatan yang paling tinggi. Yang pertama dapat mengubah manusia
menjadi binatang atau bahkan lebih sesat lagi. Oleh karenanya, setiap
manusia pasti bisa berbuat kesalahan dan melakukan dosa. Ia benar-benar
perlu melakukan tobat nasuha untuk menghapuskan dosa yang telah
diperbuatnya.
Yang Kedua, masuk ke dalam Surga. Lalu, siapa orang yang tidak
ingin masuk kedalam surga ?. Sungguh sesuatu yang paling membuat
manusia menjadi sibuk adalah tempat kembalinya yang abadi ini
merupakan pertanyaan pertama yang sering muncul dalam benak manusia,
apakah dirinya kan selamat atau binasa di hari kiamat ?. apakah ia akan
beruntung dan gembira atau justru sengsara dan celaka ?.11
4. Penerimaan Tobat
1. Tobat Segera Setelah Terjadi Kemaksiatan
10 Said Hawwa, Induk Penyucian Diri, 1008. 11 Yusuf al-Qarḍāwi. Kitab Petunjuk Taubat: Kembali ke Cahaya Allah (PT Mizan
Pustaka: 2008), 20-21.
35
Ketika Iblis diusir dan meminta diberi umur sampai kiamat, ia
berkata, ”Wahai Tuhan, demi kemuliaan dan keanggungan-Mu, aku tidak
akan memutuskan keinginanku menggoda anak adam selama nyawa masih
ada di raganya.”Allah Azza wa Jallah berkata, “Demi kemuliaan dan
keanggunganku akupun tidak akan menolak tobatnya selama nyawa masih
ada di raganya.” Orang yang berbuat dosa sepatutnya segerah bertobat,
mengenyahkan segala penyebab dosa, menjauhi orang-orang yang
menemaninya ketika berbuat dosa, dan mengganti apa yang telah
dirusaknya dengan amal-amal saleh.
Ibnul Jauzi berkata: “Wahai orang-orang yang berdosa sepertiku,
jauhkan diri kalian dari keburukan dengan tobat kepada sang maha
pengasih. Jangan sampai kehidupan dunia memperdaya kalian, karena itu
semua adalah tipu daya setan. Ketahuilah bahwa Allah SWT. Akan
menghapuskan keburukan kalian dengan syarat kalian meninggalkan dosa
dan bertekat untuk bertobat. Dia akan merahmati kalian pada hari hisab
dengan rahmat yang baik.12
Dijelaskan Dalam Surah al-Nisa: 3. Allah Azza wa Jallah
berfirman:
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar diantara dosa-soa yang
dilarang untuk dikerjakan, niscaya kami hapus kesalahan-kesalahanmu
(dosa-dosamu yang kecil) dan kami masukan kamu ke tempat yang mulia
(surga) (QS. al-Nisa/4: 3)
12 Bustanul wa’izhin: Suluh Penyucian Jiwa/Ibnu Jauzi (Jakarta: Qisti Press,
2009), 135.
36
maksudnya jika kamu menjauhi dosa-dosa besar, kami ampuni dosa-
dosa kecilmu. Dari ayat ini dapat diambil pelajaran bahwa dosa itu ada
dua macam yakni dosa kecil dan dosa besar. Oleh karena itu wajib
hukumnya mengetahui kedua jenis dosa ini untuk dihindari sebisa
mungkin, jangan sampai terjerumus kedalamnya. Barang siapa yang
tergelincir hingga melakukan dosa-dosa tersebut, hendaklah segera
bertobat karena orang yang bertobat dari kesalahan dan dosa yang
diperbuatnya, sama kedudukannya dengan orangyang tidak pernah
melakukan dosa tersebut.13
2. Tobat Saat Sakaratul Maut
Secara Psikologis tobat bagi seseorang itu perlu, saat hubungannya
dengan Tuhan yang dikasihi atau yang ditakuti. Terganggu. Orang yang
merasa tidak memiliki hubungan dengan Tuhan maka baginya konsep
tobat tidak terlalu penting. tetapi bagi orang yang beriman tebal dan
ketipisnya imannnya. perbuatan dosa menyebabkan ia tergannggu
hubungannya dengan Tuhan. Ia tidak dapat lagi berdoa apalagi bermanja-
manja kepada-Nya. Pembuka pintu untuk memperbaiki hubungannya
dengan Tuhan adalah dengan tobat.
Meski manusia diberi kemerdekaan oleh Tuhan untuk beriman atau
kufur, tetapi fitra manusia memiliki kecenderungan kepada agama yang
Hanif. Allah sendiri sebagai Rabb al-‘ Ālamīn meski memiliki ‘asma’ al-
Husna (nama-nama) yang menggambarkan ragam sifat-sifat-Nya, tetapi
wajah Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang lebih dominan.
Dalam Hadis Qudsi Allah berkata bahwa “sifat’ kasih-Ku mengalahkan
murka-Ku” oleh karena itu meski Allah menerapkan dua pendekatan
13 Syaikh Abū Bakar Jabir al-Jazaīri, Tafsir al-Qur’an al-AISAR. Jilid 2 (Jakarta:
Darus Sunnah Press, 2017), 369.
37
Wa’id (Reward dan Punishment) kepada manusia, tetapi Allah lebih suka
menyambut orang yang bertobat14.
B. Fir’aun
a. Mengenal Fir’aun
Sebelum memasuki periode Dinasti, wilayah Mesir kuno terbagi
menjadi dua kerajaan: pertama, kerajaan Mesir Hulu yang dikuasai oleh
seorang raja yang mengenakan mahkota berwarna kuning emas dengan
menjadikan Gebto sebagai ibu kota kerajaan dan kedua kerajaan Mesir
Hilir. Di selatan yang dipimpin oleh seorang raja yang mengenakan
mahkota berwarna putih dengan menjadikan Nebo sebagai ibu kotanya.
Namun Tuhan Horus yang dilambangkan dengan Burung Elang menjadi
Tuhan. Kedua bangsa tersebut.15
Di Mesir Kuno, pemerintahan bersifat Autoraksi, sebagaimana
berlaku di seluruh sistem Politik Timur Tengah lainnya. Ke-Ilahian dan
pemerintahan bergabung dalam satu kesatuan autoraksi. Fir’aun adalah
seorang anak Dewa Matahari, Aton; ia Ilahi, puncak hierarki kekuasaan.
Ibadah yang benar kepada Dewa-Dewa Alam dan negara ditambah
manipulasi magic yang lihai dipakai untuk menghadirkan ketentraman dan
kemakmuran bagi penduduk yang diperintah oleh Fir’aun.
Melihat pada tablet kemenangan raja Namer James. C. Davis dalam
bukunya the human story. Menyimpulkan bahwa Fir’aun adalah visi
pemersatu Mesir selama tiga ribu tahun dan oleh masyarakatnya dianggap
sebagai Tuhan yang hidup. Itulah mengapa raja yang ditampilkan di tablet
kemenangannya sebagai Heru, dewa Langit dan Elang.16
14 Ahmad Mubarak,Meraih Bahagia dengan Tasawuf (Jakarta: Dian Rakyat,
2009), 163. 15 Amanullah Halim, Nabi Musa Versus Fir’aun (Ciputat: Lentera Hati, 2011)1-2. 16 Amanullah Halim, Nabi Musa Versus Fir’aun (Ciputat: Lentera Hati, 2011), 2
38
Jika melihat dalam al-Qur’an Istilah Fir’aun disebut sebagai gelar
dengan menekankan pada penguasa dan yang memandang bahwa dirinya
adalah Tuhan.
Berbeda jika melihat dalam sejarah. Istilah Fir’aun ini awalnya lahir
di masa kekuasaan raja Narmer,karena para raja tinggal dalam istana yang
berdiri di atas dataran tinggi yang memungkinkan mereka untuk
mengawasi rakyatnya. Sehingga orang-orang Mesir menyebut tempat
tinggal para raja itu dengan istilah “Pr-Aa” yang identik dengan makna
“Rumah Yang Paling Tinggi”. Setelah itu penggunaan kata ini mengalami
perkembangan menjadi kata yang di nyatakan untuk penghuninya, yakni
sang raja, lahirlah istilah Pharaoh. Dan dalam bahasa Semit, termasuk
Arab dan Ibrani, partikel “p”diartikulasikan dengan “f” sehingga dalam
lagam Ibrani disebut dengan “far’a” sementara dalam bahasa Arab disebut
Fir’aun.17
Dalam menjalankan pemerintahannya, Fir’aun mengangkat para
pejabat yang umumnya berasal dari golongan bangsawan. Diantaranya
ialah pejabat gubernur yang memerintah provinsi, panglima, ketentaraan,
hakim di pengadilan, dan pendeta untuk melaksanakan upacara
keagamaan. Salah satu jabatan penting adalah Wazir atau Perdana Menteri
yang umumnya dijaga oleh putra mahkota.
Secara garis besar, keadaan pemerintahan raja-raja Mesir di tiga
kerajaan tersebut adalah.
1. Kerajaan Mesir Tua (2660-2180 SM).
Kerajaan Mesir Tua berlangsung sejak masa pemerintahan Fir’aun
Menes sampai pemerintahan Pepi II (3100-2134 SM). Masa Mesir ini
dikenal sebagai Abad Piramida karena pada masa itu banyak dibangun
17 Amanullah Halim, Nabi Musa Versus Fir’aun (Ciputat: Lentera Hati, 2011), h
2-3.
39
Piramida Raksasa. Adapun raja-raja yang terkenal dari kerajaan Mesir tua
ini antara tahun 2800-2700 SM adalah raja Chufu(cheops), Chefren, dan
Menkaure.
2. Kerajaan Mesir Tengah (1640-1570 SM).
Kerajaan Mesir Tengah dikenal dengan tampilnya Sesotris III. Ia
berhasil memulihkan persatuan dan membangun kembali Mesir.
Tindakannya antara lain membuka tanah pertanian, membangun proyek
irigasi pembuatan waduk, dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan
serta membuka hubungan dagang dengan Palestina, Syria dan Kreta. Ia
juga berhasil memperluas wilayah ke selatan sampai Nubiah (Ethiopia).
3. Kerjaan Mesir baru (1570-1075 SM).
Kerajaan baru Mesir atau kerajaan Mesir baru adalah periode dalam
sejarah Mesir Kuno antara abad ke-16 SM, hingga abad ke-11 SM,
meliputi masa dinasti ke-18,19 dan 20. Setelah kerajaan baru berakhir,
Mesir kuno memasuki periode menengah ke tiga. Periode kerajaan baru
merupakan periode Mesir Kuno mencapi puncak kejayaannya.18
b. Fir’aun yang Dihadapi Nabi Musa
Menes adalah Raja Mesir dari Dinasti I (menurut beberapa penulis
lainnya II) legenda Mesir Kuno menghormati raja ini karena berhasil
mempersatukan Mesir Hulu dan Mesir Hilir ke dalam satu kerajaan.
Sebagai pemilik , pengatur dan penguasa, dari keseluruhan Negara dan
wilayah-wilayahnya, para fir’aun dianggap sebagai pengejawahtan dari
dewa terbesar dalam kepercayaan Mesir Kuno yang politeistik dan
menyimpang. Administrasi tanah rakyat Mesir, pembagian tanah mereka,
18 Rizem Aizid. Sejarah Terlengkap Peradaban Dunia (Dari Masa Sebelum
Masehi Hingga Modern)(Yogyakarta: Noktah, 2018), 95-102.
40
singkatnya seluruh pertanian, jasa dan produksi mereka dalam batas-batas
wilayah Negara dikelolah atas nama Fir’aun.
Absolutism dan rezim tersebut melengkapi pemerintahan Fir’aun
dengan kekuasaan yang memungkinkannya apapun yang di inginkan. Pada
saat penegakan dinasti pertama, kala Menes yang menjadi raja Mesir
pertama Sungai Nil didistribusikan kepada penduduk melalui saluran-
saluran air. Selain itu, seluruh produksi berada dibawah kontrol dan
seluruh barang dan jasa diberikan untuk sang raja. Raja yang
mendistribusikan serta membagi barang dan jasa dalam proporsi yang
dibutuhkan rakyat. Hal ini tidak sulit bagi raja yang telah menggalang
kekuasan di negeri tersebut, untuk menekan rakyat dalam ketundukan.
Raja Mesir, atau kelak di sebut Fir’aun.
Fir’aun dipandang sebagai mahkluk suci yang memegang
kekuasaan besar dan mencukupi kebutuhan rakyatnya, dan ia dipadang
sebagai Tuhan. Hal ini terbukti ketika Fir’aun memusuhi seorang Nabi
Allah yang di utus kepadanya yakni, Nabi Musa.19
Sebagaimana dalam al-Qur’an surah an-Naziat/79: 24.
“Fir’aun berkata “Aku adalah Rabb kalian yang paling tinggi”. (QS.
An-Nazia’at/79: 24).
Menurut M. Quraish Shihab kata ( رب) seakar dengan kata (تربية)
tarbiyah, yaitu mengarahkan sesuatu tahap demi tahap menuju
kesempurnaan kejadian dan fungsinya. Bisa juga ia berarti pemilik atau
pemelihara. Ucapan Fir’aun di atas dapat dipahami dalam arti pengakuan
tentang adanya pemelihara-pemelihara dan adanya pihak-pihak selain
19 Aizid, Sejarah Terlengkap Peradaban Dunia, 96-97.
41
dirinya yang mengurus, mengarahkan bahkan memiliki wewenang tetapi
dialah pemelihara dan pemilik yang tertinggi.20
Perkataan Fir’aun yang disebutkan dalam al-Qur’an dan di
ucapkannya dalam percakapan dengan Nabi Musa membuktikan bahwa
mereka memegang kepercayaan ini. Ia mencoba mengancam Nabi Musa
dengan mengatakan, ”Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku,
benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.”
(QS. Asy-Syu’ara’ (26), 29), dan ia berkata kepada orang-orang di
sekelilingnnya, “Aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku.” (QS.
Al-Qashash (28); 38). Ia mengatakan ini semua karena menganggap
dirinya adalah Tuhan.21
Menurut sejarah berdirinya kerajaan Mesir baru, setelah diduduki
bangsa Hyksos, Mesir memasuki zaman kerajaan baru atau zaman
imperium karena para Fir’aun. Mesir berhasil merebut wilayah/daerah
Asia Barat, termasuk Palestina, Funisia dan Syria.
Raja-raja yang memerintah zaman Mesir baru antara lain:
a. Ahmosis I. Ia berhasil mengusir bangsa Hiksos dari Mesir
sehingga berkuasalah dinasti ke-18, 19 dan 20.
b. Thutmosis I. Pada masa pemerintahannya Mesir berhasil
menguasai Mesopotamia yang subur.
c. Thutmosis III. Merupakan raja terbesar di Mesir. Ia
memerintah bersama istrinya Hatsepsut. Batas wilayahnya
kekuasaannya di timur sampai Syria, di selatan sampai Nubia,
di barat sampai Nubia, di barat sampai Libya, dan di utara
sampai pulau Kreta dan Sicilia. Karena tindakannya tersebut,
20 M. Shihab Quraish, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
volume 15 (Jakarta: Lentera hati, 2009), 48. 21 Aizid, Sejarah Terlengkap Peradaban Dunia, 96-97.
42
ia digelari “Napoleon dari Mesir”. Thutmosis III juga dikenal
karena memerintahkan pembangunan kuil Karenax dan Luxor.
d. Amon Hotep IV. Kaisar ini dikenal seorang raja yang pertama
kali memperkenalkan kepercayaan yang bersifat Monoteis
kepada rakyat Mesir Kuno, yaitu hanya menyembah dewa
Aton (dewa Matahari) yang merupakan roh dan tidak
berbentuk. Ia menyatakan sebagai manusia biasa dan bukan
dewa.
e. Ramses II dikenal mendirikan bangunan besar bernama
Ramsessium dan Kuil, serta makamnya di Abusimbel. Ia juga
pernah memerintahkan penggalian sebuah terusan yang
menghubungkan daerah sungai Nil dengan laut Merah, namun,
belum berhasil. Masa Ramses II diperkirakan sezaman dengan
kehidupan Nabi Musa. Setelah Pemerintahan Ramses II,
kekuasan di Mesir mengalami kemunduran.22
Sejarawan Mesir terkemuka, Dr. Muḥammad Washfi, berpendapat
bahwa ada dua Fir’aun yang memerintah Mesir pada saat Nabi Musa
diutus sebagai rasul. Salah satunya Ahmose, hal itu dilakukan karena ia
adalah penguasa pertama dinasti XIX yang memerdekakan Mesir dari
kekuasaan orang-orang Heksos yang dipandang sebagai para penjajah dari
Timur. Selain itu, untuk menghindari bertambahnya jumlah warga non-
pribumi ia, memerintahkan pembunuhan bayi-bayi yang lahir dari
kalangan Bani Israil.23
Pendapat lain dikemukakan oleh Nikolas Grimal dalam A Histori of
Ancient Eghypt. Menurutnya, Nabi Musa dibesarkan di istana Ramses I
setelah Nabi Musa sadar bahwa dirinya bukan orang Mesir bergabung
22 Rizem Aizid, Sejarah Terlengkap Peradaban Dunia: dari Masa sebelum
Masehi hingga Modern (Yogyakarta: Noktah, 2018), 102-103. 23 Amanullah, Nabi Musa Versus, 8.
43
dengan orang-orang Israel kemudian karena pembunuhan yang
dilakukannya terhadap seorang warga Mesir ia kemudian melarikan diri ke
Madyan. Setelah berganti kepemimpinan Ramses II pun naik takhta. Dan
disini lah Nabi Musa menerima wahyu untuk membawa orang-orang Israil
keluar dari Mesir.24
Al-Qur’an mengemukakan dua sifat yang melekat pada Fir’aun yang
hidup dan berkuasa pada saat Nabi Musa diutus. Dengan mengkaji dua
sifat yang berkaitan erat dengan peninggalan sejarah para Fir’aun
Pertama, predikat Fir’aun yang termaktub dalam al-Qur’an yakni:
dalam surah QS. Shad: 12.
“Telah (pula) mendustakan (para rasul), sebelum mereka, kaum
Nuh, Hud, ‘ad, dan Fir’aun yang memiliki pasak-pasak”. (QS. Shad: 12).
“Dan Fir’aun pemilik pasak-pasak”.(QS. Al-Fajr: 10).
Ada yang berpendapat bahwa pasak yang dimaksud oleh ayat
tersebut identik dengan tiang dan jika melihat pada bukti sejarah bahwa
Ramses II adalah Fir’aun yang paling banyak membangun tiang.25
Kedua,sifat lain yang diberikan al-Qur’an pada Fir’aun adalah
peninggalan-peninggalan yang dihancurkan, sebagaimana dalam al-Qur’an
Allah berfirman:
24 Amanullah , Nabi Musa Versus, 8-9. 25 Amanullah Halim, Nabi Musa Versus, 10.
44
“Dan kami hancurkan apa yang telah dibuat Fir’aun dan kaumnya
dan apa yang telah mereka bangun”. (QS. Al-A’raf:137).
Maksud dari firman Allah apa yang telah mereka bangun itu adalah
kota Ramases, menara yang dibangun Haman, dan istana-istana megah
serta atap-atap untuk tanaman dan pepohonan yang menjalar seperti
rambatan pohon anggur.
Sebagaimana di jelaskan dalam sejarah bahwa Ramses II adalah
penguasa Mesir kuno yang sangat berharap agar nama dan jasanya
diabadikan. Maka untuk mencapai tujuannya, ia mendirikan banyak
bangunan, termasuk kuil-kuil pemujaan dengan ratusan penyangga atau
bangunan-bangunan berbentuk tugu dalam jumlah yang melebihi Fir’aun
yang berkuasa sebelum dia.
Maka jika diteliti lebih jauh bahwa sebagian besar bangunan yang
pernah didirikan Ramse II telah hancur dan hanya menyisakan puing-
puing atau potongan batu yang tertera untuk memberikan petunjuk
bahwa ia pernah membangun bangunan megah.26
26 Amanullah Halim, Nabi Musa Versus, 15-16.
45
BAB IV
ANALISIS TOBAT FIR’AUN DALAM TAFSIR Al-Ṭabarī DAN
AL-AZHAR
A. Laut Tempat Tenggelamnya Fir’aun
Laut adalah bagian dari bumi yang tertutup oleh air asin. Kata laut
sudah dikenal sejak dulu kala oleh bangsa Indonesia dan oleh bangsa-
bangsa di beberapa Negara di asia tenggara seperti Filipina, Malaysia,
Thailand Singapura.
Bangsa Eropa mempunyai cerita tersendiri tentang asal-usul kata
samudra ini. mereka menamakan the ocean yang berasal dari kata Yunani
Kuno Oceanus. Nama Oceanus atau anak surga dan bumi diberikan untuk
sebuah sungai yang dianggap selalu mengalir mengelilingi Bumi yang
dulu dianggap rata, jadi tidak bundar seperti kita ketahui sekarang,
kemudian nama ini berlaku untuk perairan yang terletak jauh dari
jangkauan daratan. Bagi kita bangsa Indonesia menamakan laut lepas atau
samudra. Nama ini pertama diberikan kepada Samudra Atlantik (Atlantik
Ocean yang terletak diluar tonggak-tonggak Hercules (Pillars Of
Hercules). Hercules adalah pahlawan Yunani Kuno yang gagah perkasa
dan tahan terhadap pekerjaan berat, sedangkan tonggak-tonggak Hercules
adalah dua tanjung di kedua sisi ujung timur dari Selat Gilbatar, yakni
rock of gilbaltar di bagian Eropa dan Jebel Nabi Musa di bagian Africa
yang konon didirikan oleh Herculles sampai sekarang nama itu
mempunyai arti yang sama dan membedakannya dari laut, teluk dan selat.1
Laut Merah merupakan tempat yang dipercayai sebagai tempat
tenggelamnya Fir’aun namun tidak ada keterangan secara pasti tempat
1 Sri Jumawa dan Kasijan Romimohtarto, Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan
Tentang Biota Laut (Jakarta: Djambatan 2007), 23.
46
atau bagian manakah lokasi tempat Fir’aun di tengelamkan. Dalam
berbagai Tafsir Bible dari abad-abad silam disebutkan bahwa tempat
penyebrangan itu adalah daerah Laut Merah yang terletak diantara pantai
timur Mesir dan semenanjung Sinai, yaitu Teluk Suez. Dalam
penggambaran yang popular, bangsa Ibrani menyebrangi laut yang
mengering karena tongkat Nabi Musa dengan berjalan kaki, sementara
mereka orang-orang Mesir mengejar mereka. Tiba-tiba air laut kembali
menyatu dan menenggelamkan bala tentara Mesir beserta Fir’aun.2
Pernyataan lain dilontarkan Ferdinand de Lesseps, berdasarkan
pengamatan langsung di lapangan. Berdasarkan ceramah tentang “Bitter
Lake dan Tanah Genting Suez” yang di sampaikan Nantes pada 8
desember 1866 perihal Terusan Suez, ia menyapaikan bahwa dari Pi-
Harirot, yang disebrangnya bangsa Ibrani pernah mendirikan tenda
(keluaran 14:1-9), bangsa Alang-Alang, yang oleh De Lepseps ditetapkan
letaknya di antara Danau Timsah dan Bitter Lake dan disanalah Tuhan
mendatangkan badai yang membuat bangsa Ibrani terlindung dari
pengejaran Fir’aun.3
Pemaparan lain diutarakan oleh Amanula Halim. Saat pengikut Nabi
Musa tiba di kawasan pertemuan Danau Murrah Besar dan Danau Murrah
kecil mereka akhirnya hanya bisa bergerak kearah Timur karena di sebelah
Barat berdirih kokoh Jabal Ganefa terlebih disaat itu mereka melihat
kepulan debu yang ditimbulkan oleh kereta-kereta perang Fir’aun lengkap
dengan persenjatannya.4
Dari pemaparan di atas menunjukan bahwa lokasi tempat tenggelam
Fir’aun masih banyak menjadi perbedaan pendapat namun ada beberapa
2 Bucaille Maurice. Fir’aun Dalam Bible dan al-Qur’an: Menafsirkan Kisah
Historis Fir’aun dalam Kitab Suci Berdasarkan Temuan Arkeologi) (Jakarta: PT. Mizan
Pustaka, 2007), 124-125. 3 Bucaile Maurice, Fir’aun Dalam Bible dan al-Qur’an, 130. 4 Amanullah Halim, Nabi Musa Versus, 199.
47
kawasan yang dianggap memiliki pendapat kuat diantaranya kawasan
perairan Danau Murrah (Bitter Lakes). Alasannya ia terhubung dengan
Laut Merah, tepatnya pada titik pertemuan Danau Murrah Besar dan
Danau Murrah kecil yang disinyalir tempat pengikut Nabi Musa5
Berbeda dengan al-Qur’an perihal kematian Fir’aun serta tempat
kejadian tenggelamya Fir’aun tidak disebutkan secara detil seperti yang
tertera dalam Bible yang mengindikasikan bahwa bangsa Ibrani
menempuh rute melalui Alang-Alang. Namun ada indikasi dalam al-
Qur’an tentang arah yang di tempuh para pengejar yaitu ke arah timur.6
“Lalu, (Fir’aun dan bala tentaranya) dapat menyusul mereka pada
waktu matahari terbit.”
Menurut M. Quraish Shihab bahwa kata (مشرقين) musyriqin berarti
mengambil arah timur. Ini berarti Fir’aun menempuh jalur timur, yang
memang kalau dari posisi Mesir mengarah ke laut merah7.
Dari pemaparan tersebut penulis berkesimpulan al-Qur’an memang
tidak menunjukan segala sesuatu berdasarkan hal secara mendetail tetapi
cukup memberikan sebuah jawaban yang membuat para peneliti yang
mengkaji al-Qur’an menjadi semakin yakin akan kebenaran al-Qur’an.
Karena jika melihat Bible yang menjelaskan secara detil tempat dan
kematian Fir’aun menjadikan pemaparannya banyak memiliki kelemahan
yang berakibat pada ketidakpuasan, disebabkan banyak terdapat
kelemahan tetapi al-Qur’an dengan bahasa yang indah memberikan jalan
5 Amanullah Halim, Nabi Musa Versus, 201. 6 Bucaile Maurice, Fir’aun Dalam Bible dan al-Quran, 222. 7 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
Volume 9 (Jakarta: Lentera Hati, 2009), 238.
48
dengan menunjukan suatu jawaban yang menjadikan para peneliti menjadi
puas bahkan terkagum-kagum disebabkan kebenaran peristiwa tersebut
memang benar-benar terjadi.8
Setelah Fir’aun dan pasukannya tenggelam di laut merah beredar
kabar di tengan-tengah pengikut Nabi Musa bahwa Fir’aun belum mati.
Namun, tidak lama kemudian Allah memerintahkan laut untuk
melemparkan jasad Fir’aun ke pantai. Dan akhirnya orang-orang Israil pun
melihatnya. Sebagaimana Dalam al-Qur’an surah Yunus/10: 93.
“Maka pada hari ini kami selamatkan jasadmu agar engkau dapat
menjadi pelajaran bagi orang-rang yang datang setelahmu, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengindahkan tanda-tanda (kekuasaan)
kami.”9
Menurut al-Ṯabarī, Allah berkata kepada Fir’aun, ”Pada hari ini,
kami membawa jasadmu ke an-Najwa (tempat tinggi), agar (orang)
melihatmu dalam keadaan binasa, yaitu bagi orang yang mendustakan
kebinasaanmu.
Firman Allah SWT, “Supaya menjadi pelajaran bagi orang yang
datang setelahmu” maksudnya adalah agar orang setelah engkau
mengambil pelajaran. oleh karena itu mereka terhindar dari kedurhakaan
kepada Allah, kekafiran, dan berbuat kerusakan di muka bumi. Beliau juga
mengutip dari ahli tafsir yaitu Tamim Bin al-Muntashir bahwa tatkala
Nabi Musa telah menyebrangi lautan, beserta semua yang ikut dengannya
laut tersebut kembali menyatu, menenggelamkan Fir’aun dan para
8 M.Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur’an: Ditinjau Dari Aspek Kebahasan, Isyarat
Ilmiah, dan Pemberitaan Gaib (Bandung: Penerbit Mizan, 1997), 47-48.
9 Amanullah Halim, Nabi Musa Versus, 219.
49
pengikutnya. Para sahabat Nabi Musa berkata, “Kami sungguh takut kalau
Fir’aun tidak tenggelam, dan kami tidak yakin ia telah mati’ Nabi Musa
lalu berdoa kepada Tuhannya, sehingga Dia pun mengeluarkan mayat
Fir’aun dari laut, dan para sahabat Nabi Musa pun yakin akan kematian
Fir’aun.10
Buya Hamka menjelaskan setelah mereka tenggelam di laut tersebut
mereka tidak muncul kembali kepermukaan karena pakaian yang berat
sehingga tidak memungkinkan mereka mengangkat diri mereka dan
terbawa ke tepi. Maka setelah beberapa hari kemudian setelah badan
mereka mulai mengembang dikarenakan badan yang telah menjadi
bangkai. Para sahabat Nabi Musa pun khawatir Fir’aun masih selamat atas
peristiwa tersebut atas izin Allah mayat tersebut dibawah oleh ombak
ketepi pantai maka para sahabat Nabi Musa pun lega karena Fir’aun
benar-benar telah meningal karena kejadian tersebut.11
Selanjutnya mayat Fir’aun dibalsem sebagaimana kebiasaan
mayarakat Mesir saat itu dan ditempatkan ditempat tertentu. Terdapat
berbagi macam pendapat tentang informasi mengenai pengejaran Fir’aun
di laut Merah tetapi untuk mengetahui jasad asli Fir’aun masih belum
diketahui secara pasti di mana letak keberadanya namun pada tahun 1896
M. Purbakalawan Loret menemukan jenazah tokoh tersebut di daerah
Thaba, Luxor di seberang sungai Nil Mesir. Kemudian setelah diteliti
lebih lanjut ditemukan hasil bahwa penyebab mengapa mumi yang
ditemukan tersebut berbeda dengan mumi-mumi yang lainya karena
10 Abū Ja’farbin Jarir al-Ṭabarī Tafsir al-Ṭabarī atau Jami’al-Bayan’an ta’wil ay
al-Qur’an, jilid 13 (Jakarta: Pustaka Azam, 2007), 726-731. 11 Hamka, tafsir al-Azhar Juzu’XI (Jakarta: PT Pustaka Panji Mas 1982), 310.
50
tanda-tanda bekas garam yang memenuhi sekujur tubuhnya masih ada
walaupun ditemukan juga hasil lainnya kalau ia mati karena Shock.12
Pada tahun 1902, dilakukan penelitian dengan membuka lapisan
kain yang dililitkan pada jasad Fir’aun Ramses II, tanpa seorang pun
menduga, tangan kiri Ramses II yang telah menjadi Mumi tersebut
terangkat ke atas, seolah-olah membela diri dari bahaya yang mengancam.
Dari fenomena ini banyak yang memberikan penafsiran tetapi, diantara
penafsiran mengenai tangan yang terangkat tersebut. Penafsiran dari dunia
medislah yang mampu memberikan penjelasan yang memuaskan.13
Dalam dunia medis dijelaskan tangannya terangkat disebabkan saat
laut menumpahkan air dari atas menimpa tubuh Fir’aun dan seluruh
prajuritnya. Dengan refleks, Fir’aun mengangkat tangan kiri yang
mencengkram perisai dengan maksud melindungi tubuhnya dari hantaman
ombak yang mengarah kepadanya. Hantaman air dan genggaman tangan
Fir’aun yang sangat kuat tersebut menyebabkan kontraksi hebat pada otot
lengan kiri yang berakibat tidak berubahnya posisi tangan tersebut sampai
ia mati ditelan oleh ombak.14
B. Ucapan Keimanan Fir’aun.
Secara etimologi Iman berarti pembenaran dengan hati, pengakuan
dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota badan. Beginilah pendapat
mayoritas ulama.“Pengakuan dengan lisan“ artinya mengucap dua kalimat
syahadat. Yaitu bersaksi bahwa tidak ada Illah yang berhak disembah
selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
12 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
Jilid 9 (Jakarta: Lentera Hati, 2009), 49-498. 13 Amanullah Halim, Nabi Musa Versus, 219. 14 Amanullah Halim, Musa Versus, 217-219.
51
“Pengamalan dengan anggota badan” artinya, hati mengamalkan
dengan melaksanakannya lewat ibadah.
Dalam istilah syariat iman adakalahnya disamakan dalam arti Islam.
Ada yang berbeda dan ada yang bersifat mengisi dan melengkapi istilah
Islam. Ini dapat dilihat dari surah Yunus ayat 84.
“Kaum-ku! Kalau betul kamu beriman (percaya) pada Allah, maka
hanya kepada-Nya lah kamu bertakwakal, jika memang kamu Islam.” (QS.
Yunus/10: 84)
Sedangkan kata Iman yang tidak sama dengan Islam dikuatkan
dalam firman Allah surat al-Hujurat ayat 14:
“Sekelompok orang-orang Arab badui berkata: “kami beriman” tapi
katakanlah oleh kamu “ kami tunduk” iman itu belum masuk kedalam hati
kamu.”(QS al-Hujurat/49: 14).15
Iman adalah sebuah pembenaran (tasdiq) atau pengakuan terhadap
Allah yang Maha Benar (I’tiraf bi al-Haq). Orang yang beriman adalah
orang yang percaya bahwa Allah Tuhan yang sebenar-benarnya, yang
Maha Awal dan Maha Akhir, yang Maha Tampak dan yang Maha
Tersembunyi, yang Maha Suci dan Maha Esa, tempat bergantung segala
15 Ansory al-Mansor, Cara Mendekatkan Diri Kepada Allah: Taqarub ‘allallah
(Jakarta: PT. Grafindo Persada, 1997), 1-2.
52
persoalan, yang maha hidup dan yang maha mengetahui. Dia lah raja
diraja yang atraktif dengan apapun yang dikehendakinya. Allah-lah yang
menurunkan kitab dan mengutus para rasul. Sesungguhnya, dia dapat
menghidupkan orang mati dan apapun yang disampaikan oleh rasul-rasul-
nya adalah kebenaran.
Semua pengakuan yang ini adalah sumber-sumber keimanan dan
mempertahankan-Nya adalah sebuah kewajiban. Buah dari keimanan
adalah takut pada ancaman Allah yang disertai dengan harapan
mendapatkan janji-janjinya, penghormatan akan kebesarannya.
Dalam suatu hal perlu diingat bahwa ada sebab-sebab tertentu yang
menguatkan iman sehingga, iman itu bertambah. Allah berfirman:
“Apabila ayat-ayat dibacakan kepada mereka, maka bertambah iman
mereka .” (al-Alfal: 2). Sebaliknya, adan pula sebab-sebab tertentu, karena
maksiat yang memperlemah iman. Misalnya, Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah seseorang melakukan zina selagi ia beriman.”16
Sedangkan hakikat iman menurut Abd al-Aziz al-Darini yaitu seperti
yang tertera dalam surah al-Anfal: 2.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang
apabila disebut nama allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan
ayat-ayat-Nya bertambah iman mereka (karenanya) dan hanya kepada
Rabb-Nya, mereka bertawakal (QS. Al-Anfal/8: 2).
Menurut al-Ṭabarī ketika menafsirkan Surah Yunus/10 ayat 90.
Yakni:
16 Abdul Majid al-Zandany dkk., al-Iman: Mendapat Rekomendasi Seratus Ulama
(Pustaka al-Kausar dari Perpustakaan Iman Jama’) 36.
53
“Dan kami memungkinkan bani Israil melintasi laut, lalu mereka
diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan
menindas(mereka) hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam
berkatalah dia, ‘saya percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan tuhan yang
dipercayai oleh bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah
diri (kepada Allah).”
Saat Fir’aun hendak tenggelam beliau berkata “aku beriman”
maksudnya adalah Fir’aun mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Tuhan
yang diimani oleh Bani Israil. Namun beliau tidak menjelaskan secara
rinci apakah syahadatnya diterima atau tidak. Tetapi bila melihat pada
kitab tafsirnya-nya yang banyak merujuk hadis-hadis yang di paparkan
oleh beliau dapat diambil kesimpulan bahwa iman yang diucapkan oleh
Fir’aun tidak berarti apa-apa karena melihat beberapa hadis dan pendapat
ulama yang mengatakan bahwa Fir’aun tidak sempat mengucapkan
langsung kalimat Tauhid karena dihalangi oleh malaikat Jibril. Namun di
ayat selanjutnya yakni surat yunus ayat 91, al-Ṭabarī menyangkal
keimanan yang di ucapkan Fir’aun karena, saat Fir’aun hendak tenggelam
baru kemudian dia mau menetapkan ibadahnya untuk Allah.17
Seperti halnya al-Ṯabarī, Buya Hamka juga demikian, tetapi
perbedaanya dalam menafsirkan Surah Yunus ayat 91, yang menyinggung
17 Al-Ṭabarī , Abū Ja’farbin Jarir, Tafsir al-Ṭabarī atau Jami’al-Bayan’an Ta’wil
al-Qur’an, jilid 13(Jakarta: Pustaka Azam, 2007), 718-727.
54
kalimat Tauhid. Buya Hamka menjelaskan bahwa tatkala Fir’aun akan
tenggelam dia membayangkan terlebih dahulu apakah ia masih selamat
atau tidak dari bencana yang menimpanya. disebabkan ia yang selama ini
mengaku sebagai Tuhan memiliki kerajaan yang megah, harta yang
melimpah serta kekayan yang tak terkira nilainya bisa mengalahkan Tuhan
yang diikuti para pengikut Nabi Musa sehingga saat Fir’aun sudah tidak
berdaya dan yakin bahwa ajalnya sudah sangat dekat ia pun mengimani
bahwa Ia beriman kepada Tuhan para pengikut Nabi Musa.18
C. Ucapan Keislaman Fir’aun
Kata al-Islam di dalam bahasa Arab berarti “pasrah dan patuh”. Kata
tersebut merupakan akar kata aslama-yuslim-fahuwa-muslimun.
Sedangkan di dalam istilah syariat, al-Islam berarti ’berserah diri, tunduk
dan patuh kepada Allah lahir dan batin.19
Islam adalah penyerahan dan muslim adalah orang-orang yang
menyerah, demikian salah satu arti kebahasaannya. Penyerahan diri
seseorang kepada pihak lain dapat terbatas pada penyerahan fisik. Dua
petinju, yang salah satunya dijadikan tak berdaya oleh lawannya, atau
dijatuhkan di atas ring, jelas sekali dia menyerah karena tak mampu lagi
melanjutkan pertarungan. Namun, besar kemungkinan peyerahannya
ketika itu hanyalah penyerahan biasa saat ia kalah dalam arena
pertarungan ketika itu hanyalah penyerahan bersifat fisik. Pada
kesempatan lainnya ia masih bisa mengalahkannya. Dalam bidang ide,
konon Galilleo, ketika disiksa karena pandangannya yang menyatakan
bahwa bumi berputar megelilingi matahari dan matahari menjadi pusat
perputaran planet-planet tata surya. Konon saat tunduk menyerah
18 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz 11 (Jakarta: Panjimas, 2004), 308-309. 19 Abdurahman Hasan Habanaka, Pokok-pokok Akidah Islam (Jakarta: Gema
Insani Press, 1998), 65.
55
mengakui kesalahannya dia menulis “pengakuanku ini tidak menghentikan
perputaran bumi dan peredaran planet-planet tata surya“.
Ada juga yang menyadari kelemahannya, mengakui keunggulan
lawannya, serta membenarkan dengan nalarnya kemampuan lawan, tetapi
dalam saat sama, hatinya mendongkol, enggan menerima, walau secara
fisik dia menyerah di arena dan secara nalar tidak mengakui
ketidakmampuannya.
Jika melihat contoh di atas maka keduanya belum cukup menjadikan
pelakuknya tersebut dinamai muslim atau orang yang menyerah kepada
Allah. Karena keislaman dan keimanan menuntut pembenaran hati,
pengakuan dengan lidah, serta aktifitas anggota tubuh yang menandai
kepada Allah. Atau paling sedikit adalah pengakuan hati jika karena
terpaksa harus menampakkan penyerahan fisik seperti yang terjadi pada
salah seorang sahabat Nabi yang mendapat perlakuan keras sehingga ia
harus menyembunyikan keislamannya.20
Dalam mengkaji surat Yunus ayat 90, al-Ṭabarī tidak menjelaskan
secara lengkap terkait makna “Muslimin” dan “Saya termasuk orang-
orang yang berserah diri”.21Berdasarkan pemaparan tentang makna Islam
yang telah dipaparkan dapat penulis berkesimpulan Fir’aun belum
dikatakan berislam karena Islam yang dikenal saat ini yaitu aspek praktik
yang diajarkan oleh Nabi dan berorientsi pada amal yang didasari oleh
iman. Karena jika melihat kembali kepada pada ayat tersebut Fir’aun
hanya sebatas meyakini bahwa Allah adalah Tuhan yang pantas untuk
disembah. Dan kata muslimin hanya sebagai pengakuan secara lisan jika
ia juga termasuk orang yang mengikuti Nabi Musa.
20 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an: Memfungsikan Wahyu Dalam
Kehidupan, Jilid 2 (Jakarta: Lentera Hati), 25. 21 Al-Ṭabarī , Abu Ja’far, Tafsir al-Ṭabarī jilid 6, 718-719.
56
Lain halnya Buya Hamka kata “Muslimin” diartikan sebagai “aku
ini dari orang-orang yang menyerah diri”. Karena saat itu Fir’aun dalam
keadaan akan tenggelam di laut merah sehingga ia berpasrah diri.22
D. Tobat Fir’aun
Setiap manusia pasti melakukan dosa, baik itu dosa kecil maupun
besar dari dosa tersebut munculah sebuah penyesalan atas dosa yang perna
dilakukan sehingga melahirkan sikap untuk melakukan pertobatan atas
kesalahan yang diperbuat. Allah tahu akan hal tersebut maka turunlah ayat
dalam al-Qur’an. Surah az-Zumar: 53.
“Katakanlah, Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya
dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.23
Pada ayat tersebut al-Ṭabarī menjelaskan bahwa siapa yang
melakukan kejahatan melampaui batas terhadap dirinya, baik ia seorang
mukmin atau musrik Allah akan tetap mengampuni dosanya selama ada
keinginan untuk bertobat dan mau mengakui segala perbuatan yang pernah
dilakukan.24
22 Hamka, Tafsir al-Azhar juz 11, 308-309. 23 Sudirman Tebba,Tafsir Al-Qur’an: Nikmatnya Taubat (Jakarta: Pustaka Irvan,
2007), 1. 24 Al-Ṭabarī , Abū Ja’farbin Jarir, Tafsir al-Ṭabarī atau Jami’al-Bayan’an Ta’wil
al-Qur’an, jilid 13(Jakarta: Pustaka Azam, 2007), 404.
57
Sedangkan Buya Hamka menjelaskan bahwa rahmat Allah sangat
luas sehingga apapun dosa dan maksiat yang dilakukan seseorang Allah
akan tetap mengampuni dosannya selama ia mau memohon untuk bertobat
kepada Allah SWT. Buya Hamka memberikan sebuah perumpaan Allah
ketika menerima tobat seorang hamba yakni menghapus dosanya seperti
sebutir pasir yang habis di hembus.25
Setiap orang pasti melakukan kesalahan dan kekeliruan dalam
menjalani hidup maka saat menyesali dosa yang telah diperbuat dan
bertekad tidak melakukan kesalahan yang sama Allah langsung
menghapus kesalahan-kesalahannya dan kelak ia akan dimasukan ke
dalam surga.26Oleh karena itu, besarnya kesalahan dan berapapun banyak
kejahatan yang telah diperbuat karena dorongan hawa nafsu Allah tetap
memberikan pengampunan asalkan hambanya datang dengan bersungguh-
sunguh memohon ampunan.27
Dalam hadis muslim. Nabi bersabda
هار ء الن س هيل ليهت وبه م ه ب ال هده ط ي هبص ن اللهه يا
يل ء ال س ليهت وبه م “Sungguh Allah meluaskan tangan-Nya pada malam hari untuk
menerima tobat dari hamba yang bermaksiat di siang hari. Dan Allah
meluaskan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima tobat dari hamba
yang bermaksiat di malam hari” (HR. Muslim. 7165)
Fir’aun adalah salah satu contoh manusia yang banyak melakukan
perbuatan yang dilarang oleh Allah mulai dari menentang ajaran yang
dibawah Nabi Musa dan Harun, melakukan kedzoliman terhadap
rakyatnya bahkan sampai membunuh bayi-bayi atas ketakutannya
25 Hamka, tafsir al-Azhar Juz XXIV(Jakarta: PT Pustaka Panji Mas 1982), 73. 26 M. Shihab Quraish, tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
volume 14 (Jakarta: Lentera Hati, 2009), 179. 27 Sudirman, Nikmatnya Taubat, 2.
58
terhadap posisinya sebagai raja di Mesir karena Fir’aun takut bayi yang
akan lahir ketika dewasa akan menggulingkan kekuasaanya sampai pada
puncak ia mengaku dirinya sebagai Tuhan.
Dalam al-Quran surah Yunus ayat 90.
“Dan kami memungkinkan bani israil melintasi laut, lalu mereka
diikuti oleh fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan
menindas (mereka); hingga ketika Firaun telah hampir tenggelam dia
berkatalah dia:’ Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan
yang dipercayai oleh Bani israil, dan aku termasuk orang-orang Muslim
(berserah diri)”. (QS. Yunus/10: 90).
Pada ayat tersebut menjelaskan bahwa ketika Fir’aun akan
tenggelam dia menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan yang amat
besar sehingga ketika ia akan tenggelam, Fir’aun kemudian bertobat dan
menyatakan bahwa ia percaya kepada Tuhan yang diikuti Nabi Musa dan
ia termasuk orang yang berserah diri.28
Menanggapi hal ini, menurut al-Ṭabarī dalam tafsirnya pada surah
Yunus ayat 90, menjelaskan ketika Fir’aun hampir tenggelam dia berkata:
“aku percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan tuhan yang dipercayai oleh
bani israil, dan aku termasuk orang-orang yang berrserah diri (kepada
28 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Tafsirnya, Jilid IV
(Yogjakarta: Universitas Islam Indonesia 1995), 439.
59
Allah)” dalam hal ini ia menyesali perbuatannya dan segera bertobat
kepada Allah SWT.29
al-Ṭabarī juga menjelaskan dengan mengutip beberapa hadis salah
satunya Al-Mutsanna menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj
menceritakan kepada kami, ia berkata: Hamad menceritakan kepada kami
dari Ali bin Zaid, dari Yusuf bin Mihran, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi
SAW bersabda, Tatkala Allah menengelamkan Fir’aun, ia berkata, “aku
percaya bahwa tidak ada Tuhan kecuali Tuhan yang dipercayai oleh bani
Israil” Jibril lalu berkata, “Wahai Muhammad andai saja engkau
menyaksikan ketika aku mengambil lumpur laut dan menyumpalkannya di
mulutnya karena khawatir ia mendapatkan rahmat (ampunan Allah).30
Dari hadist tersebut menjelaskan bahwa ketika Fir’aun akan
tenggelam datang malaikat Jibril menutup mulut Fir’aun sehingga sampai
ia tenggelam Fir’aun tidak dapat melafadzkan kalimat tobat tersebut. Pada
ayat selanjutnya Allah dalam al-Qur’an menyampaikan perkataan Fir’aun
bahwa tatkala Fir’aun akan tenggelam ia mengucapkan kalimat tobat
tersebut dan mengakui bahwa ia percaya kepada Tuhan pengikut bani
Israil dan ia termasuk orang yang berserah diri. Di ayat selanjutnya yakni
surah yunus ayat 91.
”Apakah sekarang (baru kamu percaya) padahal kamu telah
durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang
berbuat kerusakan” (QS. Yunus/10: 91)
Allah menegaskan bahwa penyesalan Fir’aun atas
perbuatan buruk yang dilakukannya selama hidup tidak dapat
29 Al-Ṭabarī, Tafsir al-Ṭabarī,jilid 6, 718-719. 30 Al-Ṭabarī, Tafsir al-Ṭabarī, 724.
60
memberikan pertolongan kepada dirinya karena pintu tobat telah
tertutup saat ia mendapat azab dari Allah ketika ia ditenggelamkan
di laut merah.
Hal ini ditegaskan dalam al-Quran surah an-Nisa/4: 18.
yakni
“Dan tidaklah tobat itu diterima Allah dari orang-orang yang
mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajakan kepada
seseorang diantara mereka, (barulah) ia mengatakan, “Sesungguhnya saya
bertobat sekarang“, dan tidak (pula diterima tobatnya) orang-orang yang
mati sedang ia berada di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah kami
sediakan siksa pedih.”
Berbeda dengan al-Ṯabarī, Buya Hamka menjelaskan bahwa Fir’aun
ketika tidak bisa lagi menghindar dari maut barulah ia berkata “Percayalah
aku bahwa tidak ada Tuhan, melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani
Israil”. Dalam arti tobat Fir’aun tersebut hanya saat Fir’aun tidak bisa
mengelak lagi dari maut yang ia hadapi disebabkan segala upaya
penindasan yang dilakukan Fir’aun kepada Nabi Musa selalu mendapat
kegagalan. Kata “muslimin” yang dijelaskan oleh Buya Hamka bukan
menyatakan ia sebagai orang yang berserah diri kepada Allah akan tetapi
61
sebagai kalimat kekalahan karena segala upaya Firaun sia-sia Bahkan,
ketika ia akan mati Fir’aun akan menjadikan jiwanya sebagai tebusan. 31
Dari pemaparan tersebut menjelaskan bahwa tobat Fir’aun tidak
diterima oleh Allah SWT karena beberapa sebab yakni:
a. Firaun bertobat karena terpaksa.
Fir’aun adalah seorang pemimpin Mesir yang berkuasa pada saat
keNabian Musa dan Harun. Sebagaimana dipaparkan di atas bahwa
Fir’aun selalu menetang semua ajaran yang disampaikan oleh Nabi Musa
mulai perintahkan untuk beribadah kepada Allah SWT, membebaskan
bani Israil dari tahanan dan penindasannya, dan permintaan agar Fir’aun
membebaskan Bani Israil untuk beribadah kepada Tuhan sesuai dengan
keyakinan yang dianut oleh mereka Tetapi Fir’aun tetap tidak mengikuti
apa yang disampaikan oleh Nabi Musa bahkan ia mengancam akan
membinasakan Nabi Musa beserta seluruh pengikutnya. Puncak
penindasan Fir’aun yaitu ketika bani israil ingin keluar dari mesir ia
kemudian ingin membinasakan Nabi Musa beserta pengikutnya namun
Allah meyelamatkan Firaun dan para pengikutnya.32
Dalam Al-Qur’an dijelaskan ketika air laut akan menenggelamkan
Fir’aun maka ia sadar akan kondisi dirinya yang tak dapat lagi untuk
menyelamatkan diri dari air laut yang dibelah oleh Nabi Musa sehingga
memaksa dirinya untuk mengakui bahwa Tuhan yang pantas di sembah
hanya Allah SWT.
Buya Hamka menjelaskan bahwa taubat seorang yang terpaksa
ibarat seorang hakim yang sudah mengetuk palu persidangan karena sang
terdakwa telah terbukti salah di mata hakim maka apapun permohonan
31 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz 11, 308-3012. 32 Rizem Aizid. Sejarah Terlengkap Peradaban Dunia (Dari Masa Sebelum
Masehi Hingga Modern)(Yogyakarta: Noktah, 2018), 95-102.
62
tobat yang dilakukan oleh terdakwah tidak akan diterima. Karena bagi
seorang Hakim hal tersebut hanya senda gurau belaka. Buya Hamka
menjelaskan pula bahwa penyesalan tobat Fir’aun hanya keluhan karena
saat itu dia benar-benar dalam keadaan tak memiliki apapun. Karena telah
dibutakan oleh kemehawan yang ia peroleh dari kekuasan yang sangat
luas, fisik tubuh yang sangat kuat tetapi ketika Fira’un diberi peringatan
tentang siksa Allah oleh Nabi Musa dan Harun. Fir’aun tetap menolak
ajaran Nabi Musa. Bahkan mukjizat-mukjizat yang ditunjukan oleh Nabi
musa tetap tidak menggoyahkan keinginan Fir’aun untuk bertobat. 33
b. Firaun tidak memenuhi syarat dalam bertaubat
Allah SWT memiliki sifat Rahman dan sifat pemberi tobat yang
menunjukan kasih sayang Allah kepada mahkluknya sangat besar. Allah
SWT juga memiliki sifat penerima tobat sehingga apapun perbuatan yang
dilakukan oleh seorang hamba Allah akan tetap mengampuninya dengan
syarat apa yang dikerjakan tidak keluar dari jalur yang dilarang oleh Allah
SWT. Dalam al-Quran surah an-Nisa/4: 17-18. Allah berfirman:
33 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz XXIV(Jakarta, PT Pustaka Panjimas,1982), h. 76
63
“sesungguhnya taubat disisi Allah hanyalah taubat bagi orang-
orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian
mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah
taubatnya; dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana. Dan tidaklah
taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan
yang hingga apabila datang ajal kepada seseorang diantara mereka,
(barulah) ia mengatakan, sesungguhnya saya bertaubat sekarang. Dan
tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di
dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah kami sediakan siksa yang
pedih.”
Pada ayat tersebut Allah menjelaskan bahwa tobat sesungguhnya
diperuntukkan bagi orang-orang yang melakukan kejahilan lantaran
kebodohan akibat perbuatannya sehingga ia sadar bahwa perbuatannya
telah melanggar ketentuan yang Allah telah tetapkan dan sadar
konsekuensi buruk akibat tindakannya sehingga muncul keinginan untuk
segera bertobat. Pada ayat berikutnya Allah menjelaskan pula syarat agar
seseorang dapat diterima tobatnya yaitu hingga apabila ajal datang
diantara mereka.34
Menurut Syaikh Abdurahman bin Nashir as-Sa’di. Tobat dari Allah
terhadap hambanya ada dua macam; pertama, taufik dari-Nya untuk
melakukan tobat itu sendiri, dan kedua, penerimaan-Nya akan tobat
tersebut setelah dilakukan oleh hambanya. Dari hal tersebut menunjukan
bahwa tobat hanya Allah yang dapat menentukan siapa saja yang pantas
Allah berikan ampunan sebagai sebuah kebaikan. Dan anugrah bagi orang
34 Ahmad Syakir,Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir,jilid 2,(Jakarta, Darus Sunnah
Press, 2016), 54.
64
yang melakukan kejahilan kemudian dengan segera melakukan taubat
maka Allah akan memberikan ampunannya. Dengan syarat mereka
bertaubat sebelum menyaksikan kematian, karena Allah menerima taubat
seseorang apabila ia bertaubat sebelum ada kepastian bahwa ia akan
mati.35
Dari pemaparan di atas jika dipahami dari taufik maka akan
ditemukan kesimpulan bahwa Fir’aun telah di beri taufik oleh Allah
melalui utusannya yaitu Nabi Musa dan Harun sebagaimana dalam al-
Quran surah taha: 43-44
“pergilah kamu berdua kepada Firaun sesungguhnya dia telah
melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan
kata-kata yang lembut, mudah-mudahan dia ingat atau takut”
Syaikh Abū bakar Jabir al-Jazairi menjelaskan bahwa Nabi Musa
dan Harun diutus oleh Allah untuk berdakwah dengan cara yang lembut
dengan kata-kata tidak keras dan juga berperilaku buruk tujuannya agar
firaun mau beriman dan dapat memahami petunjuk yang Allah telah
berikan kepadanya.36
Dalam hal penerimaan tobat. Allah dalam al-Qur’an banyak
menjelaskan bahwa apapun dosa seorang hamba, Allah akan memberikan
ampunan-Nya selama ia mau bersungguh-sungguh dalam bertobat tetapi
Allah juga mengingatkan bahwa tobat hanya berlaku bagi seseorang ketika
ia belum didatangi maut. Adapun tobat fir’aun jika ditelaah dari konteks
35 Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di, Tafsir al-Karim fi Tafsir Kalam al-Manan,
jilid 2 (Jakarta: Pustaka Sahifa, 2007), 50 36 Abū Bakr Jabir al-Jazaīri, Tafsir al-Qur’an al-‘Aisar, Penerjemah: jilid 6
(Jakarta: Darus Sunnah, 2016), 178.
65
perkataanya dalam al-Qur’an yakni dalam surah yunus/10: 90. Allah SWT
berfirman.
“Hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia, saya
percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh
bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri”.
Menurut at-Thabari sampai ketika penenggelaman menimpa Fir’aun.
Kemudian ia berkata ”Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan
Tuhan yang dipercayai oleh bani Israil, dan aku termasuk orang-orang
yang berserah diri. Dari pemaparan tersebut mengindikasikan 2 hal yakni
firman Allah bahwa Fir’aun ketika akan tenggelam ia bertobat namun apa
yang dilakukan tersebut terlambat karena 2 hal yakni pertama, dalam
firman Allah, حتى اذا ادركه الغرق “ hingga bila fir’aun itu telah hampir
tenggelam” dan kedua, قال ءامنت انه لآ اله ال الذي ءامنت به بنوا إسراءيل وانا من
berkatalah ia, Aku percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan “ المسلمين
Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil dan aku termasuk orang-orang
yang berserah diri (kepada Allah).37
Pada indikasi pertama, dapat diambil sebuah pemahaman bahwa
Fir’aun pada saat akan tenggelam berada pada kondisi sadar bahwa dirinya
tidak akan selamat dari azab yang akan menimpanya. Pada kondisi ini
perbuatan seseorang tidak dapat berlaku karena kondisi Fir’aun yang
berada pada situasi sakatul maut sehingga iplementasi tobat tidak
terwujud karena bukti seseorang dalam bertaubat harus diwujudkan dalam
bentuk perbuatan.
37 al-Ṭabarī , Abū Ja’far, Tafsir al-Ṭabarī jilid 6, 720.
66
Pada indikasi kedua, dapat diambil sebuah pemahaman bahwa
ucapan yang di lontarkan Fir’aun terlambat Karena Fir’aun bertobat saat
dirinya akan mati. Padahal selama ia menjadi pemimpin di Mesir banyak
mukjizat-mukjizat yang Allah tunjukan kepada Fir’aun agar ia percaya
kepada Allah SWT. namun justru ia menafikan hal tersebut dengan
mengaku bahwa dirinya sebagai Tuhan. Sebagaimana dalam al-Qur’an
dalam surah an-Nazi’at/79: 24. Allah SWT berfirman.
”Fir’aun berkata: Aku adalah Rabb kalian yang paling tinggi”. (QS.
Al-Nazi’at/79: 24)
Maka ketika Allah menunjukan mukjizatnya di saat ia berada pada
akhir kematiannya ia kemudian mengakui bahwa Tuhan yang pantas untuk
di sembah adalah Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil. Dan ia berserah
diri kepada Allah SWT.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Fir’aun adalah seorang raja mesir yang kejam pada masa keNabian
sehingga Musa. Allah mengutus Nabi Musa dan Harun untuk
mengajaknya menyembah Allah namun ia tidak mau mengikuti ajaran
yang disampaikan oleh Nabi Musa justru ia dengan sombong mengatakan
bahwa dirinya adalah Tuhan. Puncak dari kesombongan Fir’aun berakhir
ketika ia mengaku bahwa Tuhan yang pantas di sembah adalah Allah
SWT.
Menurut al-Ṭabarī tobat yang dilakukan oleh Fir’aun saat sakaratul
maut tidak dapat menolong Fir’aun dari segala perbuatan yang telah
dilakukan selama hidup karena pintu tobat telah tertutup saat ia berada
saat azab Allah menenggelamkannya beserta bala pengikutnya.
Berbeda dengan al-Ṯabarī, Buya Hamka menjelaskan bahwa tobat
Fir’aun adalah sebuah pengakuan yang diucapkan ketika berada dalam
kondisi sadar bahwa dirinya tidak dapat menghindari azab yang
menimpanya saat sakaratul maut sehingga ia tidak memilliki alasan untuk
mengelak bahwa Tuhan yang pantas di sembah hanya Tuhan yang diikuti
oleh Nabi Musa beserta pengikutnya.
B. Saran
Dalam penulisan ini, penulis berpesan dan memberikan saran-saran
kepada pembaca, diantaranya sebagai berikut:
1. Penulis berpesan kepada pembaca agar menggali lagi kajian
tentang tobat sebab, kajian tobat sangat luas pembahasannya
terutama pandangan ulama-ulama kontemporer yang penulis
amati banyak kesamaan dengan yang terjadi pada zaman
sekarang.
68
2. Penulis berpesan kepada pembaca terkhusus diri pribadi untuk
selalu ingat bahwa sebasar apapun dosa yang di perbuat. Allah
akan tetap mengampuni dosa-dosa kita selama kita mau bertobat
sebelum ajal menjemput.
3. Dan akhirnya penulis hanyalah manusia biasa yang tidak lepas
dari salah dan dosa. Penulis memohon maaf jika dalam penulisan
penulis berharap dapat masukan positif dan negative terkait
skripsi ini yang dirasa kurang atau belum memuaskan saat
dibaca.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh,Muḥammad. Risālah al-Tauḥīd. Mesir: al-Manar, 1991.
Alfian, M. Alfan. Hamka dan Bahagia: Reaktualisasi Tasawuf Modern
Untuk Zaman Kita. Bekasi: PT: Penjuru Imu Sejati, 2014.
Baidan, Nashruddin, Metode Penafsiran Al-Quran: Kajian kritis Terhadap
Ayat-Ayat Yang Beredaksi Mirip.Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Djamaludin, Burhan. Konsepsi Tobat: Pintu Pengampunan Dosa Besar,
Dosa syirik Masih Terbuka. Surabaya: Dunia Ilmu, 1996.
Farid, Ahmad . Biografi 60 Ulama Ahlus Sunnah yang Paling
Berpengaruh dan Fenomenal dalam Sejarah Islam. Jakarta: Darul
Haq, 2017.
Fatihuddin, F. A. Kiat Tobat Melebur Dosa-Dosa Besar. Surabaya: Terbit
Terang, 1992.
Federspiel, Howard M . kajian al-Qur’an di Indonesia dari Mahmud
Yunus hingga Quraish Shihab. Jakarta: Pustaka Mahdi 2008.
Fitri, Muhsina Atika.” Pesan Tobat dalam Sinetron Preman Pensiun 3.”
Skripsi S1. UIN Walisongo, Semarang, 2017.
Gazāli. Rahasia Taubat. terj. Muḥammad al-Baqir. Bandung: Kharisma,
2003.
Halim, Amanullah. Musa Versus Fir’aun. Ciputat: Lentera Hati, 2011.
HAMKA. Tasawuf Modern. Jakarta: Republika Penerbit, 2015.
Haque, M. Atiqul. Wajah Peradaban(Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi
Besar Islam. Bandung: Zaman Wacana Mulia, 1998.
Haque, M. Atiqul. Seratus Pahlawan Muslim yang Mengubah Dunia. Terj.
Ira Puspitorini Jogjakarta: DIGLOSI, 2007.
Hawwa, Said. Induk Penyucian Diri Singapura: Pustaka Nasional PTE
LTD Singapura, 1992.
Hidayat, Muhammad Syaiful. Mengetuk Pintu Taubat. Mutiara Media,
2009.
Ilmi, Alfi Masroatul. “Pesan Taubat dalam Film" Hijrah Cinta" karya
Hanung Bramantyo.” Skripsi. UIN Walisongo Semarang, 2016.
Ismail, Faisal. Sejarah Kebudayaan Islam: Periode klasik (abad VII-XII
M.). Yogyakarta: IRCisod, 2017.
Jaya, yahya. Peranan Taubat dan Maaf dalam Kesehatan Mental. Jakarta:
Ruhama, 1992.
Jumawa, Sri. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.
Jakarta: Djambatan, 2007.
al-Jazairi, Abū Bakar Jābir. Tafsir al-Qur’an al-AISAR. Jilid 2. Jakarta:
Darus Sunnah Press. 2017.
Kementrian Agama RI. al-Qur’an dan Tajwid dan Terjemah Dilengkapi
dengan Asbābun Nuzul dan Hadis Shahih. Bandung: PT. SYGMA
EXAMEDIA ARKANLEEMA, 2010
al-Mansor, Ansor. Cara Mendekatkan Diri Kepada Allah: Taqarub
Allallah. Jakarta: PT Grafindo Persada, 1997.
Bucaille, Maurice. Fir’aun Dalam Bible dan al-Qur’an: Menafsirkan
Kisah Historis Fir’aun dalam Kitab Suci Berdasarkan Temuan
Arkeologi Jakarta: PT. Mizan Pustaka, 2007.
Musyafa, Haidar. Buya Hamka Sebuah Novel Biografi .Tangerang
Selatan: Imania. 2018
Malik, Muhammad Rusli. Tafsir al-Barru, Juz 1.Kabupaten Bogor: al-
Barru Press, 2012.
Mahmud, Mani’ Abd Hali. Metodologi Tafsir: Kajian Komprehensif
Metode Para Ahli Tafsir. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2006.
Muṭawif, Ali. "Gugurnya Had Jarīmah Pencurian Sebab Taubat Perspektif
Jamal Al-Banna." Al-Jinayah: Jurnal Hukum Pidana Islam 1.2
(2015): 270-277.
Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
al-Qardhawi, Yusuf. Kitab Petunjuk Taubat: kembali ke cahaya Allah.
Bandung: PT Mizan Pustaka, 2000.
al-Qaṭān, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Quran. Bogor: P.T. Pustaka
Litera Antarnusa. 1992.
al-Qolmuni, Abū Dzar. Debu-debu Maksiat dan Siraman Qolbu. Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1995.
al-Qordawi,Yusuf. Kitab Petunjuk Tobat: Kembali ke Cahaya Allah. (PT.
Mizan Pustaka,2008.
al-Qurṭubi, al-Jami’ li Ahkaam Al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Azzam, 2009
Rusdi, A. “Efektifitasa Dalm Meningkatkan Ketenangan Hati. Psikis”
Jurnal Psikologi Islami. Vol. 2. No. 2. (2017): 94-116
Sahabudin. dkk. Ensiklopedia Islam: Kajian Pustaka. Lentera Hati, 2007.
Shihab, M. Quraish. Menjemput Maut Bekal Perjalann Menuju Allah SWT
Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, kesan dan keserasian al-
Qur’an. Jakarta: Lentera hati, 2012.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: pesan, kesan, dan keserasian al-
Quran. volume 14. Jakarta: Lentera hati, 2009.
Sukamdi, Muhamad. “Konsep Taubat menurut Hamka dalam Perspektif
Kesehatan Mental (analisis BKI)”.Skripsi. IAIN Walisongo
Semarang, 2010.
Subhani, Ja’far. Studi Kritis Faham Wahabi: Tauhid dan Syirik. Bandung:
Mizan, 1998.
Syibromalisi, Faizah Ali. Membahas Kitab Tafsir Klasik Modern. Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hadayatullah Jakarta, 2011.
Tamara, Nasir. HAMKA di Mata Hati Umat Jakarta: PT. Sinar Agape
Press,1984.
Tebba, Sudirman. Tafsir al-Qur’an: Nikmatnya Taubat. Jakarta: Pustaka
Irvan, 2007.
al-Ṭabarī, Abū Jaʻfar Muḥammad bin Jarīr. Tafsir al-Ṭabarī atau Jami’al-
Bayan’an ta’wil al-Qur’an. terj Ahmad Khatib .Jakarta: Pustaka
Azam, 2007.
Utami, Ika Kurnia. "Semiotika Taubat Dalam Film “Mama Cake." Skripsi
S1. UIN Jakarta, 2013.
Ya’qub, Muhammad Husain. Tuhan Aku Ingin Kembali: Panduan
bertaubat dengan benar sehingga hidup dilimpahi Maghfirah dan
Anugerah Allah. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006.
Yusuf, Yunan. Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1990.