TM FAAL 1 Pusat Vasomotor Dan Tekanan Darah 021211131047 Wilda Safira
-
Upload
shafira-wilda-k -
Category
Documents
-
view
134 -
download
1
description
Transcript of TM FAAL 1 Pusat Vasomotor Dan Tekanan Darah 021211131047 Wilda Safira
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ilmu medis, pengukuran tekanan darah digunakan untuk mendiagnosis
keadaan kesehatan seseorang. Tekanan darah merupakan salah satu dari tanda vital
penting selain denyut nadi, frekuensi nafas dan suhu, bahkan digunakan pula untuk
mengukur kemampuan seseorang untuk bertahan hidup. Pada orang dewasa, tekanan
sistolik adalah 120 mmHg, dan tekanan diastolik adalah 80 mmHg. Perbedaan antara
kedua tekanan disebut tekanan nadi yaitu 40 mmHg. Tekanan darah dipertahankan dalam
batas-batas yang adekuat dengan cara interaksi kompleks antara mekanisme neuronal dan
hormonal dimana adekuasi tekanan darah sangat diperlukan untuk perfusi jaringan dan
mendorong berlangsungnya sirkulasi darah. (Guyton, 2008)
Jantung sebagai suatu generator memompa darah ke seluruh tubuh agar perfusi
pada semua jaringan/organ terpelihara dengan baik. Untuk itu jantung harus bekerja
keras agar tekanan rata-rata di seluruh sistem arteri pada satu siklus jantung (mean
arterial blood pressure) selalu sama pada semua organ, baik yang dekat maupun yang
jauh dari jantung. (Guyton, 2008)
Tekanan arteri rata-rata adalah jumlah rata-rata dari seluruh tekanan yang
dihitung dari milidetik sampai milidetik berikutnya selama periode tertentu. Nilai ini
tidak sama dengan tekanan sistolik dan diastolik. Akan tetapi tekanan rata-rata tersebut
lebih, mendekati tekanan diastolik dari pada tekanan sistolik. Oleh karena itu tekanan
nadi rata-rata diturunkan oleh sekitar 60% dari tekanan diastolik, dan 40% dari tekanan
sistolik. Bahkan pada usia lanjut tekanan nadi rata-rata mendekati tekanan diastolik.
(Ganong, 2005)
Tekanan nadi rata-rata perlu dipertahankan agar aliran darah sistemik tetap lancar
dan batas tekanan darah yang optimal ini memungkinkan perfusi yang adekuat O2, nutrisi
dari kapiler ke jaringan. Tekanan nadi rata-rata perlu dipertahankan optimal, selain
mempertahankan perfusi yang baik bermanfaat pula untuk mencegah jantung bekerja
dengan tenaga ekstra dan mencegah kerusakan pembuluh darah apabila tekanan nadi
rata-rata terlalu tinggi. (Ganong, 2005)
Setiap organ mengontrol aliran darah setempat dengan menaikkan atau
menurunkan resistensi arteriolnya. Dengan demikian gangguan aliran darah lokal pada
suatu tempat tidak akan mempengaruhi aliran darah di tempat lain selagi jantung dapat
1
mempertahankan mean arterial blood pressure yang memadai. Mean arterial blood
pressure tidak hanya dipelihara konstan akan tetapi juga harus dijaga agar cukup tinggi
untuk menjamin aliran darah ke organ lain, misalnya filtrasi glomerulus ginjal dan
mengatasi tekanan jaringan tinggi di mata. (Guyton, 2008)
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengaturan tekanan darah dan
pengendalian pusat vasomotor. Mekanisme ini bertujuan untuk mempertahankan mean
arterial blood pressure yang optimal dalam waktu singkat bila terjadi perubahan
mendadak tekanan darah sistemik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam makalah ini akan diangkat dan
dibahas beberapa permasalahan, sebagai berikut.
1. Bagaimanakah pengaturan tekanan darah di dalam tubuh?
2. Dimanakah letak pusat vasomotor?
3. Faktor-Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi pusat vasomotor?
4. Bagaimanakah proses pengendalian pusat vasomotor ?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka makalah yang disusun ini, bertujuan
agar pembaca mampu:
1. Menjelaskan proses pengaturan tekanan darah di dalam tubuh,
2. Mengetahui letak dari pusat vasomotor,
3. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pusat vasomotor,
4. Menjelaskan proses pengendalian pusat vasomotor.
D. Manfaat Makalah
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa atau pembaca
dapat mengenal dan memahami lebih lanjut mengenai pengaturan tekanan darah dalam
tubuh serta bagaimana proses pengendalian pusat vasomotor dalam tubuh.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. PENGENALAN PUSAT VASOMOTOR
Pusat vasomotor terletak pada bilateral terutama di substansi retikularis medula dan
sepertiga pons, seperti yang terlihat pada gambar 2.1 :
Gambar 2.1 : letak pusat vasomotor dalam otak (Guyton, 2008)
Daerah tersebut dinamakan pusat vasomotor. Pusat ini mengirim impuls parasimpatis
melalui nervus vagus ke jantung dan menghantarkan impuls simpatis melalui medula spinalis
dan saraf simpatis perifer ke semua atau hampir ke semua pembuluh darah tubuh. (Guyton,
2008)
Meskipun organisasi total dari pusat vasomotor belum jelas, dari percobaan yang telah
dibuat memungkinkan kita untuk mengidentifikasi beberapa daerah penting dari pusat
vasomotor, yaitu :
1. Daerah vasokonstriktor, disebut daerah “C-1”, berlokasi bilateral di bagian
anterolateral medula bagian atas. Neuron di daerah ini mengeluarkan
3
noreprinefrin, serat-seratnya didistribusikan ke seluruh medula spinalis, dimana
mereka mengeksitasi neuron vasokonstriktor dari sistem safar simpatis
2. Daerah vasodilator, disebut daerah “A-1”, berlokasi bilateral di daerah
anterolateral dari separuh bawah medula. Serat-serat dari neuron ini berproyeksi
ke atas ke daerah vasokonstriktor (C-1) dan menghambat aktivitas vasokonstriktor
daerah tersebut, jadi menyebabkan vasodilatasi.
3. Daerah sensorik, disebut juga dengan area “A-2”, berlokasi bilateral di traktus
solitarius di bagian postolateral medula dan pons daerah bawah. Neuron dari
daerah ini menerima sinyal saraf sensoris terutama dari nervous vagus dan
nervous glosofaringeus, dan sinyal yang keluar dari bagian bawah sensorik ini
kemudian membantu mengendalikan aktfitas daerah vasokonstriktor dan
vasodilator, jadi menyebabkan “refleks” kendali terhadap banyak fungsi sirkulasi.
Contohnya adalah refleks baroreseptor untuk mengendalikan tekanan arterial.
(Guyton, 2008)
Dalam kondisi normal, area vasokonstriktor pada pusat vasomotor mengirimkan
sinyal pada seluruh serat saraf simpatis ke seluruh tubuh, menyebabkan seluruh sinyal
tersebar secara kontinu pada saraf simpatis dengan kecepatan 1,5-2 impuls per detik. Impuls
inilah yang mengatur status kontraksi pada pembuluh darah, yang dikenal sebagai tonus
vasomotor (vasomotor tone). (Guyton, 2008)
Pada saat yang sama, dimana pusat vasomotor mengontrol konstriksi pembuluh darah,
pusat vasomotor juga mengontrol aktivitas jantung. Bagian lateral dari pusat vasomotor
mengirimkan impuls eksitatori melalui serat saraf simpatis ke jantung saat tubuh
membutuhkan peningkatan detak jantung dan kontraktilitas. Sebaliknya, pada saat tubuh
membutuhkan penurunan detak jantung, bagian medial dari pusat vasomotor mengirimkan
sinyal ke nervus vagus yang kemudian akan mentransmisikan impuls parasimpatik ke jantung
sehingga terjadi penuruna detak jantung dan kontraktilitas. Oleh karenanya, pusat vasomotor
dapat meningkatkan dan menurunkan aktivitas jantung. Detak jantung dan kekuatan kontraksi
meningkat saat vasokonstriksi terjadi dan penurunan terjadi saat vasokonstriksi dihambat.
(Guyton, 2008)
Impuls yang dikirim syaraf simpatis ke jantung akan menyebabkan peningkatan detak
jantung (efek kronotropik), kecepatan transmisi pada jaringan konduktive jantung (efek
dromotropik) dan kekuatan kontraksi (efek inotropik). Impuls yg dikirim melalui syaraf
4
simpatis juga dapat menghambat efek dari parasimpatis melalui nervus vagus. Kemungkinan
melalui pelepasan neuropeptida Y, yang berperan sebagai kotransmiter pada ujung syaraf
simpatis. (Guyton, 2008)
2.1.1 Serabut Aferen yang Menuju Daerah Vasomotor
Serabut aferen yang bertemu di daerah vasomotor tidak hanya mencakup
serabut yang sangat penting dari baroreseptor arteri dan vena tetapi juga serabut dari
bagian sistem saraf dan dari kemoreseptor di karotis dan aorta. Selain itu, beberapa
rangsang langsung bekerja pada daerah vasomotor. Terdapat jaras desenden yang
menuju daerah vasomotor dari korteks serebri (terutama korteks limbik) yang
dipancarkan di hipotalamus. Serabut-serabut ini bertanggung jawab untuk kenaikan
tekanan darah dan takikardia yang disebabkan oleh emosi seperti rangsangan seksual
dan marah. Hubungan antara hipotalamus dan daerah vasomotor bersifat timbal-balik,
dengan serabut aferen dari batang otak di bagian ujung sirkuit. (Ganong, 2005)
Pengembangan paru menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
Respons ini diperantarai melalui serabut aferen vagus dari paru, yang menghambat
pelepasan impusl vasomotor. Nyeri biasanya menimbulkan kenaikan tekanan darah
melalui impuls aferen di formasio retikularis yang bertemu di area vasomotor. Namun
nyeri berat berkepanjangan dapat menimbulkan vasodilatasi dan pingsan. (Ganong,
2005)
2.1.2 Saraf Otonom
Bagian sistem syaraf yang berperan pada sistem kardiovaskular didominasi
oleh sistem syaraf otonom. Sistem syaraf otonom terbagi menjadi dua, yaitu syaraf
simpatis dan syaraf parasimpatis. Berikut ini adalah gambar yang menguraikan
mengenai persyarafan simpatis dan parasimpatis pada pembuluh darah. (Guyton,
2008)
5
Gambar 2.2 : persyarafan simpatis dan parasimpatis pada pembuluh darah tubuh (Guyton, 2008)
Gambar di atas menunjukkan anatomi dari sistem saraf otonom dalam
mengontrol sirkulasi. Serat saraf simpatis meninggalkan spinal cord melalui seluruh
syaraf spinal thorakal dan melalui satu atau dua serat syaraf lumbal yang kemudian
memasuki rantai simpatis yang setiap sisinya terdapat pada kolumna vertebralis.
Terdapat 2 rute untuk memasuki sirkulasi, pertama adalah melalui jalur syaraf
simpatis yang langsung menginervasi vaskularisasi pada organ-organ viseral dan
jantung dan yang kedua adalah melalui bagian peripheral dari syaraf spinal yang
memvaskularisasi daerah-daerah perifer. Pada gambar berikutnya, ditunjukkan bahwa
distribusi syaraf simpatis pada pembuluh darah mencakup arteri, arteriola, vena dan
venula. Inervasi pada arteri kecil dan arteriola menyebabkan syaraf simpatis mampu
menstimulasi pembuluh darah arteri untuk meningkatkan resistensi pad aliran darah
dan selanjutnya menurunkan aliran darah menuju ke jaringan.Inervasi pada pembuluh
darah vena, memungkinkan stimulasi syaraf simpatis untuk mengurangi volume pada
pembuluh darah ini. Hal ini akan menyebabkan darah terdorong ke dalam jantung dan
selanjutnya berperan dalam proses pengaturan pompa jantung, yang akan dibahas
selanjutnya. Syaraf simpatis pada jantung berperan dalam meningkatkan aktivitas
jantung, baik dalam hal meningkatkan detak jantung, meningkatkan kekuatan dan
volume untuk memompa. (Guyton, 2008)
Meskipun sistem syaraf parasimpatis berperan sangat penting dalam
pengaturan banyak fungsi autonom dalam tubuh, sebagai contoh untuk mengontrol
sistem gastrointestinal, parasimpatis juga memiliki peran pada regulasi sirkulasi,
6
meskipun tidak sedominan sistem saraf simpatis. Salah satu efek terpentingnya pada
sirkulasi adalah mengontrol detak jantung melalui nervus vagus, yang berjalan dari
batang otak langsung menuju ke jantung. Sistem parasimpatik akan menyebabkan
penurunan pada detak jantung dan sedikit penurunan pada kontraktilitas otot jantung.
(Guyton, 2008)
2.1.2.1. Saraf Simpatis
Berikut ini susunan anatomi fisiologik sistem saraf simpatis :
7
gambar 2.3 : Sistem Saraf Simpatis (Ganong, 2005)
Dalam gambar 2.4 tampak susunan umum dari bagian perifer
sistem saraf simpatis, termasuk salah satu dari dua rantai simpatis
paravertebral (seliak dan hipogastrik), dan saraf-saraf yang menyebar
dari ganglia ke berbagai organ internal. Saraf simpatis mulai dari
medula spinalis antara segmen T-1 dan L-2. Dan dari tempat ini mula-
mula ke rantai simpatis, untuk selanjutnya ke jaringan dan organ yang
dirangsang oleh sistem saraf simpatis. (Guyton, 2008)
Sistem saraf simpatis mempunyai pengaruh besar bagi tubuh,
khususnya pada bagian pembuluh darah serta pengarturan tekanan
darah pada manusia. Contohnya adalah sebagian besar pembuluh darah
sistemik, khususnya yang terdapat di visera abdomen dan kulit anggota
tubuh, akan berkontraksi bila ada perangsangan saraf simpatis.
(Guyton, 2008)
Selain peran tersebut, saraf simpatis juga mempunyai peran
terhadap tekanan arteri. Tekanan arteri ditentukan oleh dua faktor,
yaitu daya dorong darah dari jantung dan tahanan terhadap aliran darah
ini yang melewati pembuluh darah. Perangsangan simpatis berperan
dalam meningkatkan daya dorong oleh jantung dan tahanan terhadap
aliran darah, yang biasanya menyebabkan tekanan menjadi sangat
meningkat. (Guyton, 2008)
Sistem simpatis bersifat aktif terus menerus, dan nilai aktifitas
basalnya telah dikenal dengan sebutan tonus simpatis. Nilai penting
dari tonus ini adalah bahwa tonus ini memungkinkan sistem saraf
tunggal untuk meningkatkan atau menurunkan aktivitas organ yang
terangsang. Contohnya, secara normal tonus simpatis menjaga agar
hampir semua arteriol sistemik berkonstriksi sampai kira-kira separuh
diamater maksimumnya. Dengan semakin terangsangnya saraf
simpatis, pembuluh darah ini bahkan dapat dikonstriksikan lebih kuat
8
lagi. Sebaliknya, dengan menghambat tonus normal, pembuluh darah
dapat berdilatasi. Bila tidak ada tonus simpatis yang kontinu, sistem
simpatis hanya menyebabkan vasokontriksi, tidak pernah vasodilatasi.
(Guyton, 2008)
Gambar 2.4 : susunan anatomi fisiologik saraf simpatis (Guyton, 2008)
Gambar 2.5 menggambarkan anatomi pengendalian saraf
simpatis terhadap sirkulasi. Serat-serat saraf vasomotor simpatis
meninggalkan medula spinalis melalui semua saraf spinal toraks dan
lumbal pertama dan kedua. Serat-serat ini masuk ke dalam rantai
simpatis dan kemudian ke sirkulasi melalui dua jalan :
9
(1) Melalui saraf simpatis spesifik yang terutama menginvasi
vaskulatur dari visera internal jantung
(2) Melalui nervus spinalis yang terutama menginvasi vaskulatur
daerah perifer. (Guyton, 2008)
2.1.2.2 Saraf Parasimpatis
Sistem saraf parasimpatik disebut juga dengan sistem saraf
karena saraf preganglion keluar dari daerah otak dan daerah sakral.
Susunan saraf parasimpatik berupa jaring- jaring yang berhubung-
hubungan dengan ganglion yang tersebar di seluruh tubuh. Urat
sarafnya menuju ke organ tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf
simpatik. (Guyton, 2008)
Sistem saraf parasimpatik memiliki fungsi yang berkebalikan
dengan fungsi sistem saraf simpatik. Misalnya pada sistem saraf
simpatik berfungsi mempercepat denyut jantung, sedangkan pada
sistem saraf parasimpatik akan memperlambat denyut jantung.
(Sherwood, 2001)
Gambar 2.5 : inervasi simpatis dari sirkulasi sistemik (Guyton, 2008)
Meskipun sistem saraf parasimpatis sangat penting bagi
sejumlah fungsi autonom lain dari tubuh, maka pengendalian sirkulasi
hanya memiliki sejumlah peran kecil. Pengaruh sirkulasi yang penting
hanyalah pengaturan frekuensi jantung melalui serat-serat parasimpatis
yang dibawa ke jantung melalui nervus vagus, dari medula langsung ke
jantung.
10
Pada dasarnya, rangsangan parasimpatis menyebabkan
penurunan yang nyata pada frekuensi jantung dan sedikit penurunan
pada kontraktilitas otot-otot jantung. (Guyton, 2008)
2.1.3 Sistem Vasokonstriktor
Seperti yang telah disebutkan dalam sub bab 2.1, daerah
vasokonstriktor menempati daerah “C-1”, berlokasi di bagian anterolateral
medula bagian atas. Neuron di daerah ini mengeluarkan noreprinefrin, serat-
seratnya didistribusikan ke seluruh medula spinalis, dimana mereka
mengeksitasi neuron vasokonstriktor dari sistem saraf simpatis. (Guyton,
2008)
Dalam keadaan normal, daerah vasokonstriktor dari pusat vasomotor
terus menerus menghantarkan sinyal ke serat vasokonstriktor simpatis ke
seluruh tubuh, menyebabkan peletupan yang lambat dan kontinyu dari serat ini
dengan frekuensi sekitar satu setengah sampai dua impuls per detik. Peletupan
yang kontinyu ini disebut vasokonstriktor simpatis. Impuls ini
mempertahankan keadaan kontraksi parsial dalam pembuluh darah yang
disebut tonus vasomotor. (Guyton, 2008)
Bahan yang di eksresikan pada ujung-ujung vasokonstriktor adalah
noreprinefrin, yang bekerja langsung pada reseptor alfa dari otot vaskular
untuk menyebabkan vasokontriksi. (Guyton, 2008)
Impuls simpatis dikirim ke medula adrenal pada waktu yang
bersamaan dengan dikirimnya impuls ke semua pembuluh darah. Impuls ini
menyebabkan medula menyekresi epinefrin dan noreprinefrin ke dalam
sirkulasi darah. Kedua hormon ini dibawa oleh darah ke seluruh tubuh, dimana
bagian keduanya bekerja secara langsung pada pembuluh darah dan biasanya
menyebabkan vasokonstriksi, tetapi kadang-kadang epirnefrin menyebabkan
vasodilatasi karena ia mempunyai efek perangsangan “beta” yang ampuh,
yang seringkali menyebabkan dilatasi pembuluh pada jaringan tertentu.
(Guyton, 2008)
2.1.4 Sistem Vasodilator Simpatis
11
Serabut vasodilator simpatis kolinergik dari sistem pengatur yang
berasal dari korteks serebrum, memancar di hipotalamus dan mesensefalon,
dan melalui medula oblongata tanpa melintasi kolumna grisea
intermediolateral medula spinalis. Neuron praganglion yang merupakan
bagian dari sistem ini mengaktifkan neuron pascaganglion yang menuju
pembuluh darah di otot rangka yang secara anatomis bersifat simpatis namun
mensekresi asetilkolin. Perangsangan sistem ini menimbulkan vasoditalasi di
otot rangka, tetapi peningkatan aliran darah yang terjadi menyebabkan
penurunan dan bukan peningkatan konsumsi O2 otot. Hal ini menunjukan
bahwa darah dialihkan melalui pembuluh transit dan bukan melalui kapiler.
Sekresi epinefrin dan nonepinefrin medula adrenal tampaknya meningkat
apabila sistem ini dirangsang, dan epinefrin mungkin memperkuat dilatasi
pembuluh darah otot. Perannya pada manusia tidak pasti, tetapi diduga sistem
vasodilator simpatis bertanggung jawab pada terjadinya pingsan dalam situasi
emosi. Selain itu, terdapat bukti langsung vasodilatasi di otot, yang
diperantarai secara kolinergik pada saat atau sebelum aktivitas otot dimulai.
Namun, terjadinya vasodilatasi sebelum awal aktivitas fisik bukan merupakan
fenomena yang jelas atau konstan. (Ganong, 2005)
2.1.5 Sistem Baroreseptor
12
gambar 2.6 : hubungan antara baroreseptor, pusat vasomotor, dan arteriol. (Guyton, 2008)
Baroreseptor adalah reseptor regang dalam dinding jantung dan pembuluh
darah. Reseptor sinus karotikus dan arkus aorta memantau sirkulasi arteri.
Reseptor juga terletak dalam dinding atrium kanan dan kiri tempat masuk vena
cava superior dan inferior serta vena-vena pulmonalis, juga dalam sirkulasi
pulmonal. Baroreseptor dirangsang oleh regangan struktur tempatnya berada,
sehingga melepaskan muatan dengan kecepatan tinggi ketika tekanan dalam
struktur ini meningkat (Ganong, 1999).
Baroreseptor memberi respons dengan sangat cepat pada perubahan
tekanan arteri; pada kenyataannya kecepatan peletupan impuls meningkat selama
sistol dan menurun lagi selama diastol. Selanjutnya, baroreseptor lebih banyak
berespons terhadap tekanan yang berubah cepat daripada tekanan yang menetap.
Jadi, bila tekanan rata-rata arteri 150 mm Hg namun pada saat tertentu meningkat
dengan cepat, kecepatan penjalaran impuls dapat meningkat dua kali lipat
daripada bila tekanan menetap pada 150 mm Hg. Sebaliknya, bila tekanan
tersebut menurun, kecepatan dapat mengecil hingga seperempat dibanding bila
tekanan tadi tak berubah. (Guyton, 2008)
2.1.6 Pusat Kardiovaskuler
Pusat integrasi yang menerima impuls aferen mengenai status tekanan
arteri adalah pusat kontrol kardiovaskuler, yang terletak di medulla di dalam
batang otak sebagai jalur aferen adalah sistem saraf otonom. Pusat kardiovaskuler
mengubah rasio antara aktivitas simpatis dan parasimpatis ke organ-organ efektor
(jantung dan pembuluh darah). Pusat kardiovaskuler dibagi menjadi pusat jantung
dan pusat vasomotor. (Guyton, 2008)
Jika karena suatu hal dan tekanan arteri meningkat di atas normal,
baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta akan meningkatkan kecepatan
pembetukan potensial aksi di neuron aferen masing-masing. Setelah mendapat
informasi bahwa tekanan arteri terlalu tinggi oleh peningkatan pembentukan
potensial aksi tersebut, pusat kontrol kardiovaskuler berespons dengan
mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis ke sistem
kardiovaskuler. Sinyal-sinyal eferen ini menurunkan kecepatan denyut jantung,
menurunkan volume sekuncup, dan menimbulkan vasodilatasi arteriol dan vena,
13
yang pada gilirannya menurunkan curah jantung dan resistensi perifer total,
sehingga tekanan darah kembali ke tingkat normal. (Guyton, 2008)
Sebaliknya, jika tekanan darah turun di bawah normal, aktivitas
baroreseptor menurun yang menginduksi pusat kardiovaskuler untuk
meningkatkan aktivitas jantung dan vasokonstriktor simpatis sementara
menurunkan keluaran parasimpatis. Pola aktivitas eferen ini menyebabkan
peningkatan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup disertai oleh
vasokonstriksi arteriol dan vena. Perubahan-perubahan ini menyebabkan
peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total, sehingga tekanan darah
naik kembali normal. (Guyton, 2008)
2.2 Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan puncak
terjadi saat ventrikel berkontraksi dan disebut tekanan sistolik. Tekanan diastolik adalah
tekanan terendah yang terjadi saat jantung beristirahat. (Guyton, 2008)
Tekanan darah biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan
diastolik, dengan nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 sampai 140/90. Rata-rata
tekanan darah normal biasanya 120/80 (Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut Hayens (2003), tekanan darah timbul ketika bersikulasi di dalam pembuluh
darah. Organ jantung dan pembuluh darah berperan penting dalam proses ini dimana jantung
sebagai pompa muskular yang menyuplai tekanan untuk menggerakkan darah, dan pembuluh
darah yang memiliki dinding yang elastis dan ketahanan yang kuat. Sementara itu Palmer
(2007) menyatakan bahwa tekanan darah diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg).
2.2.1 Pengukuran Tekanan Darah
Untuk mengukur tekanan darah maka perlu dilakukan pengukuran tekanan
darah secara rutin. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung atau
tidak langsung. Pada metode langsung, kateter arteri dimasukkan ke dalam arteri.
14
Walaupun hasilnya sangat tepat, akan tetapi metode pengukuran ini sangat berbahaya
dan dapat menimbulkan masalah kesehatan lain (Smeltzer & Bare, 2001)
Menurut Nursecerdas (2009), bahaya yang dapat ditimbulkan saat pemasangan
kateter arteri yaitu nyeri inflamasi pada lokasi penusukkan, bekuan darah karena
tertekuknya kateter, perdarahan: ekimosis bila jarum lepas dan tromboplebitis.
Sedangkan pengukuran tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan
sphygmomanometer dan stetoskop. Sphgmomanometer tersusun atas manset yang
dapat dikembangkan dan alat pengukur tekanan yang berhubungan dengan ringga
dalam manset. Alat ini dikalibrasi sedemikian rupa sehingga tekanan yang terbaca
pada manometer seseuai dengan tekanan dalam milimeter air raksa yang dihantarkan
oleh arteri brakialis (Smeltzer & Bare, 2001).
Adapun cara pengukuran tekanan darah dimulai dengan membalutkan manset
dengan kencang dan lembut pada lengan atas dan dikembangkan dengan pompa.
Tekanan dalam manset dinaikkan sampai denyut radial atau brakial menghilang.
Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa tekanan sistolik darah telah dilampaui dan
arteri brakialis telah tertutup. Manset dikembangkan lagi sebesar 20 sampai 30 mmHg
diatas titik hilangnya denyutan radial. Kemudian manset dikempiskan perlahan, dan
dilakukan pembacaan secara auskultasi maupun palpasi. Dengan palpasi kita hanya
dapat mengukur tekanan sistolik. Sedangkan dengan auskultasi kita dapat mengukur
tekanan sistolik dan diastolik dengan lebih akurat (Smeltzer & Bare, 2001).
Untuk mengauskultasi tekanan darah, ujung stetoskop yang berbentuk corong
atau diafragma diletakkan pada arteri brakialis, tepat di bawah lipatan siku (rongga
antekubital), yang merupakan titik dimana arteri brakialis muncul diantara kedua
kaput otot biseps. Manset dikempiskan dengan kecepatan 2 sampai 3 mmHg per detik,
sementara kita mendengarkan awitan bunyi berdetak, yang menunjukkan tekanan
darah sistolik. Bunyi tersebut dikenal sebagai Bunyi Korotkoff yang terjadi
bersamaan dengan detak jantung, dan akan terus terdengar dari arteri brakialis sampai
tekanan dalam manset turun di bawah tekanan diastolik dan pada titik tersebut, bunyi
akan menghilang (Smeltzer & Bare, 2001).
2.2.2 Mekanisme Pemeliharaan Tekanan Darah
Tekanan darah dikontrol oleh otak, sistem saraf otonom, ginjal, beberapa
kelenjar endokrin, arteri dan jantung. Otak adalah pusat pengontrol tekanan darah di
dalam tubuh. Serabut saraf adalah bagian sistem saraf otonom yang membawa isyarat
15
dari semua bagian tubuh untuk menginformasikan kepada otak perihal tekanan darah,
volume darah dan kebutuhan khusus semua organ. Semua informasi ini diproses oleh
otak dan keputusan dikirim melalui saraf menuju organ-organ tubuh termasuk
pembuluh darah, isyaratnya ditandai dengan mengempis atau mengembangnya
pembuluh darah. Saraf-saraf ini dapat berfungsi secara otomatis (Hayens, 2003).
Ginjal adalah organ yang berfungsi mengatur fluida (campuran cairan dan gas)
di dalam tubuh. Ginjal juga memproduksi hormon yang disebut renin. Renin dari
ginjal merangsang pembentukan angiotensin yang menyebabkan pembuluh darah
kontriksi sehingga tekanan darah meningkat. Sedangkan hormon dari beberapa organ
juga dapat mempengaruhi pembuluh darah seperti kelenjar adrenal pada ginjal yang
mensekresikan beberapa hormon seperti adrenalin dan aldosteron juga ovari yang
mensekresikan estrogen yang dapat meningkatkan tekanan darah. Kelenjar tiroid atau
hormon tiroksin, yang juga berperan penting dalam pengontrolan tekanan darah
(Hayens, 2003).
Pada akhirnya tekanan darah dikontrol oleh berbagai proses fisiologis yang
bekerja bersamaan. Serangkaian mekanisme inilah yang memastikan darah mengalir
di sirkulasi dan memungkinkan jaringan mendapatkan nutrisi agar dapat berfungsi
dengan baik. Jika salah satu mekanisme mengalami gangguan, maka dapat terjadi
tekanan darah tinggi. (Hayens, 2003)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengaturan Tekanan Darah
Cairan memberikan suatu gaya yang disebut tekanan hidrostatik terhadap
permukaan yang mengadakan kontak dengan cairam tersebut, dan tekanan inilah yang
menggerakkan cairan melalui pipa itu. Gaya hidrostatik yang diberikan oleh darah
terhadap dinding pembuluh disebut tekanan darah (blood pressure). Tekanan ini jauh
lebih besar dalam arteri dibandingkan dengan di dalam vena, dan paling besar di dalam
arteri ketika jantung berkontraksi selama sistol ventrikel. Tekanan darah adalah gaya
utama yang mendorong darah dari jantung ke hamparan kapiler melalui arteri dan
16
arteriola. Cairan selalui mengalir dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan
rendah (Campbell, 2004).
Tekanan darah berubah, bila keluaran jantung dan tahanan tepi berubah. Tahanan
tepi terutama dipengaruhi oleh jari-jari ranting pembuluh nadi dan sedikit dipengaruhi
oleh jari-jari kapiler. Tahanan juga dipengaruhi oleh viskositas darah. Viskositas yang
sangat meningkat pada polisitemia bertanggung jawab terhadap timbulnya hipertensi.
Tonus ranting pembuluh nadi menentukan besarnya tahanan, dan diatur olehpusat
vasomotor (centrum vasomotoris). Vasomotor secara sinambung mengirimkan impuls ke
ranting pembuluh nadi untuk mempertahankan derajat ketonusan yang normal (Taiyeb,
2009).
Tekanan darah arteri terutma ditentukan oleh volume darah dalam arteri dan
secara langsung dihubungkan dengannya. Sebaliknya, volume darah dalam arteri
bergantung pada berapa banyak darah yang masuk arteri dari jantung dan berapa banyak
yang meninggalkan menuju arteriola. Berapa banyak darah yang masuk arteri bergantung
pada keluaran jantung setiap menitnya. Berapa banyak darah yang meninggalkannya
tergantung pada diameter arteriola, yaitu apakah arteriola tersebut menyempit atau
melebar. Jelasnya, bila keluaran jantung per menit bertambah, atau diameter arteriola
berkurang, maka volume darah arterial dan tekanannya naik (Soewolo, 2003 )
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tekanan darah ditentukan sebagian oleh curah
jantung dan sebagian lagi oleh derajat resistensi periferal terhadap aliran dalam arteriola.
\
Gambar 3.1 : Rumus tekanan darah arteri rata-rata (Sherwood,2001)
Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang mendorong darah ke
jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan. Pertama, tekanan
tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong yang cukup; tanpa tekanan
ini, otak dan jaringan lain tidak akan menerima aliran yang adekuat seberapapun
penyesuaian lokal mengenai resistensi arteriol ke organ-organ tersebut dilakukan.
Kedua, tekanan tidak boleh terlalu tinggi, sehingga menimbulkan beban kerja tambahan
17
Sumber : Sherwood, 2001
bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh serta kemungkinan rupturnya
(red, putus atau pecah) pembuluh-pembuluh halus (Sherwood, 2001).
Gambar 3.2 : skema regulasi tekanan darah (Sherwood, 2001)
Mekanisme-mekanisme yang melibatkan intergrasi berbagai komponen serta
sirkulasi dan sistem tubuh lain penting untuk mengatur tekanan darah arteri rata-rata ini.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tekanan darah ditentukan oleh curah jantung
dan resistensi periferal, namun curah jantung dan resostensi periferal pun ditentukan oleh
sejumlah faktor lain. Dengan demikian, kita dapat memahami kompleksitas pengaturan
darah ini. Perubahan setiap faktor tersebut akan mengubah tekanan darah kecuali apabila
terjadi perubahan kompensatorik pada variabel lain sehingga tekanan darah konstan
(Sherwood, 2001).
Menurut Anwar E. Novita (2009), Mekanisme pengaturan tekanan darah terbagi
dua yakni:
1. Mekanisme pengaturan jangka pendek
Mekanisme pengaturan tekanan darah jangka pendek berlangsung dari
beberapa detik hingga beberapa menit. Faktor fisik yang menentukan tekanan darah
adalah curah jantung, elastisitas arteri, dan tahanan perifer. Curah jantung dan
tahanan perifer merupakan sasaran pada pengaturan cepat lewat refleks. Pengukuran
ini terjadi melalui refleks neuronal dengan target organ efektor jantung, pembuluh
darah dan medula adrenal. Sistem refleks neuronal yang mengatur mean arterial
18
blood pressure bekerja dalam suatu rangkaian umpan balik negatif terdiri dari:
detektor, berupa baroreseptor yaitu suatu reseptor regang yang mampu mendeteksi
peregangan dinding pembuluh darah oleh peningkatan tekanan darah, dan
kemoreseptor, yaitu sensor yang mendeteksi perubahan PO2, PCO2 dan pH darah;
jaras neuronal aferen; pusat kendali di medula oblongata; jaras neuronal eferen yang
terdiri dari sistem saraf otonom; serta efektor, yang terdiri dari alat pemacu dan sel-
sel otot jantung, sel-sel otot polos di arteri, vena dan medula adrenal.
gambar 3.3 : Mekanisme pengaturan jangka pendek pembuluh darah (Guyton, 2008)
2. Mekanisme pengaturan jangka menengah dan panjang
Sebagai pelengkap dari mekanisme neuronal yang bereaksi cepat dalam
mengendalikan resistensi perifer dan curah jantung, kendali jangka menengah dan
jangka panjang melalui sistem humoral bertujuan untuk memelihara homeostasis
sirkulasi. Pada keadaan tertentu, sistem kendali ini beroperasi dalam skala waktu
berjam-jam hingga berhari-hari, jauh lebih lambat dibandingkan dengan refleks
neurotransmiter oleh susunan saraf pusat. Sebagai contoh, saat kehilangan darah
disebabkan perdarahan, kecelakaan, atau mendonorkan sekantung darah, akan
menurunkan tekanan darah dan memicu proses untuk mengembalikan volume darah
kembali normal. Pada keadaan tersebut pengaturan tekanan darah dicapai terutama
dengan meningkatkan volume darah, memelihara keseimbangan cairan tubuh
19
melalui mekanisme di ginjal dan menstimulasi pemasukan air untuk normalisasi
volume darah dan tekanan darah.
Kadang-kadang mekanisme kontrol tekanan darah tidak berfungsi secara benar dan
tidak mampu secra total mengkompensasi perubahan-perubahan yang terjadi. Tekanan darah
dapat meningkat diatas rentang normal (hipertensi apabila diatas 140/90 mmHg) atau di
bawah normal (hipotensi apabila kuranga dari 100/60 mmHg). Pada hipertensi, baroreseptor
tidak berespon untuk mengembalikan tekanan darah ke tingkat normal karena mereka telah
beradaptasi atau mengalami “reset” (pengaturan ulang) untuk bekerja pada tingkat yang lebih
tinggi. Pada tekanan darah yang meninggi secara kronik, baroreseptor masih berfungsi
mengatur tekanan darah, tetapi mereka mempertahankannya pada tekanan rata-rata yang
lebih tinggi (Sherwood. 2001)
3.2 Pengendalian Pusat vasomotor
Bila otot polos dari pembuluh arteriol berkontraksi, maka pembuluh darah
tersebut menjadi kecil, mengecilnya pembuluh darah ini dikenal dengan istilah
vasokonstriksi. Sebaliknya, bila otot polos dalam keadaan relaksasi, pembuluh darah
membesar, dan keadaan ini disebut vasodilatasi. Otot polos pada pembuluh darah
memdapat persarafan dari saraf simpatik yang berasal dari pusat vasomotor yang
terletak di otak di daerah medulla oblongata. Ada 3 buah neuron yang terlibat dalam
menghantarkan impuls dari pusat vasomotor ke pembuluh darah arteriol seperti terlihat
pada gambar (Guyton, 2008)
gambar 3.4 : pengaturan pusat vasomotor (Guyton, 2008)
20
Neuron pertama menghantarkan impuls dari pusat vasomotor ke tanduk lateral.
Neuron kedua menghantarkan impuls dari tanduk lateral ke ganglion. Neuron kedua ini
disebut neuron preganglion dan karena warnanya putih disebut juga ramus putih (white
ramus). Neuron ketiga disebut neuron postganglion, menghantarkan impuls dari
ganglion ke pembuluh darah arteriol. Neuron ketiga ini karena berwarna kelabu disebut
juga ramus kelabu (grey ramus). Zat kimia penghantar impuls di ujung neuron
preganglion dan neuron postganglion secara berurutan ialah asetilkolin dan
noradrenalin. Dalam keadaan normal, pusat vasomotor menjaga agar otot polos
pembuluh darah arteriol dalam keadaan berkontraksi sebagian. Bila kegiatan pusat
vasomotor meningkat, diameter pembuluh arteriol mengecil (vasokonstriksi).
Sebaliknya, kegiatan pusat vasomotor yang menurun menyebabkan diameter pembuluh
arteriol membesar (vasodilatasi) (Taiyeb, 2009).
Umumnya kontrol sistem persarafan terhadap tekanan darah melibatkan
baroreseptor dan serabut-serabut aferennya, pusat vasomotor, dan serabut vasomotor di
medula oblongata dan otot polos pembuluh darah. Kemoreseptor dan pusat kontrol
tertinggi di otak juga mempengaruhi mekanisme kontrol saraf. Saraf simpatis yang
menyebabkan konstriksi arteriol dan vena serta meningkatkan frekuensi denyut jantung
dan isi sekuncup, melepaskan impuls dengan cara tonik, dan tekanan darah disesuaikan
dengan variasi kecepatan pelepasan impuls tonik ini. Aktivitas refleks spinal
mempengaruhi tekanan darah, tetapi kendali utama tekanan darah dilakukan oleh
kelompok neuron di medula oblongata yang kadang-kadang disebut secara umum
sebagai daerah vasomotor atau pusat vasomotor. Neuron yang memperantarai
peningkatan pelepasan impuls simpatis ke pembuluh darah dan jantung berproyeksi
langsung ke neuron praganglion simpatis dalam kolumna grisea intermediolateralis
(IML) di medula spinalis. Di setiap sisi, badan sel neuron ini terletak dekat permukaan
pia medula di medula ventrolateral rostal (rostral ventrolateral medulla; RVLM).
Aksonnya berjalan ke dorsal dan medial dan kemudian turun dalam kolumna lateralis
medula spinalis ke IML. Akson-akson ini mengandung PNMT, tetapi tampaknya
transmiter eksitatorik yang disekresikannya adalah glutamat, dan bukan epinefrin.
(Ganong, 2005)
Impuls yang mencapai medula juga mempengaruhi frekuensi denyut jantung
melalui pelepasan impuls vagus ke jantung. Neuron tempat keluarnya serabut vagus
berada di nukleus motorik dorsal vagus dan nukleus ambigus.Bila pelepasan impuls
21
vasokonstriktor meningkat, kontraksi arteriol dan tekanan darah juga meningkat.
Venokonstrksi dan penurunan simpanan darah dalam cadangan vena biasanya
menyertai perubahan di pembuluh kapasitas tidak selalu sejajar dengan perubahan di
pembuluh tahanan. Frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup meningkat akibat
aktivitas saraf simpatis yang menuju jantung, serta curah jantung meningkat. Biasanya
terdapat kaitan antara penurunan aktivitas tonik serabut vagus dan jantung.
Sebaliknya, penurunan pelepasan impuls vasomotor menimbulkan vasodilatasi,
penurunan tekanan darah, dan peningkatan simpanan darah dalam cadangan vena.
Biasanya juga terjadi penurunan pada frekuensi denyut jantung, tetapi hal ini terutama
disebabkan oleh stimulasi persarafan vagus di jantung. (Ganong, 2005)
Angiotensin II memegang peranan utama dalam sistem RAA karena
meningkatkan tekanan darah melalui beberapa mekanisme yaitu vasokonstriksi,
retensi garam dan cairan, serta takikardia. Mekanisme ini berkerja secara langsung
maupun tidak langsung melalui sistem saraf simpatis, hormon antidiuretik (ADH) dan
hormon aldosteron atau penghambat vagal. Aldosteron dibawa ke ginjal melalui
peredaran darah dan menyebabkan sel-sel tubulus distal meningkat reabsorpsi
natrium. Di bawah berbagai keadaan, reabsorpsi air mengikuti penyerapan natrium
sehingga terjadi peningkatan volume plasma. Peningkatan volume plasma
meningkatkan volume sekuncup dan curah jantung. Hal ini juga meningkatkan
tekanan darah. Ada beberapa mekanisme umpan balik yang berinteraksi untuk
mengendalikan aktifitas sistem RAA. Angiotensin II memegang peran penting pada
mekanisme ini. Angiotensin II dapat menyebabkan umpan balik negatifterhadap
sekresi renin, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui aktivitas peptida
natriuretik atrial (PNA), peningkatan aktivitas vagal. maupun peningkatan tekanan
darah. Angiotensin II juga bekerja pada mekanisme umpan balik positif untuk
merangsang produksi angiotensinogen. (Muttaqin, 2009)
3.3 Hubungan antara Baroreseptor, Pusat Vasomotor dan Arteriol
Baroreseptor adalah reseptor regang dalam dinding jantung dan pembuluh darah.
Reseptor sinus karotikus dan arkus aorta memantau sirkulasi arteri. Reseptor juga
terletak dalam dinding atrium kanan dan kiri tempat masuk vena cava superior dan
inferior serta vena-vena pulmonalis, juga dalam sirkulasi pulmonal. Baroreseptor
22
dirangsang oleh regangan struktur tempatnya berada, sehingga melepaskan muatan
dengan kecepatan tinggi ketika tekanan dalam struktur ini meningkat (Ganong, 1999).
Pusat integrasi yang menerima impuls aferen mengenai status tekanan arteri
adalah pusat kontrol kardiovaskuler. Pusat kardiovaskuler mengubah rasio antara
aktivitas simpatis dan parasimpatis ke organ-organ efektor (jantung dan pembuluh
darah). Pusat kardiovaskuler dibagi menjadi pusat jantung dan pusat vasomotor. Pusat
vasomotor inilah yang secara khusus mempengaruhi keadaan arteriol, apakah ia
berdilatasi atau konstriksi.
Berikut ini skema pengaruh perubahan tekanan pada pembuluh darah arteriol :
Gambar 3.5 : skema pengaruh perubahan tekanan pada pembuluh darah arteriol
Ketika tekanan darah meningkat, jumlah impuls yang dikirim ke pusat vasomotor
meningkat,ini akan menghambat kegiatan pusat vasomotor, akibatnya kegiatan pusat
vasomotor menurun dan jumlah impuls yang dikirim ke arteriol menurun. Hasil dari
peristiwa ini adalah terjadi vasodilatasi. Sebaliknya bila tekanan darah menurun, jumlah
impuls yang dikirimke pusat vasomotor juga menurun. Akibatnya jumlah impuls yang
dikirimkan ke arteriol meningkat. Dan hasil dari peristiwa ini adalah vasokonstriksi
(Taiyeb, 2009).
23
Gambar 3.6 : skema terjadinya vasokonstriksi
BAB IVPENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan tujuan maka kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Pengaturan tekanan darah ditentukan sebagian oleh curah jantung dan sebagian lagi
oleh derajat resistensi periferal terhadap aliran dalam arteriola.
2. Pusat vasomotor merupakan kumpulan badan sel dari suatu neuron dan terdapat di
medula oblongata
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pusat vasomotor antara lain adanya pusat yang
lebih tinggi, pusat pernapasan, tekanan CO2 , kekurangan oksigen, dan pressoreseptor
(baroreseptor).
4. Pengendalian pusat vasomotor: Ketika tekanan darah meningkat, jumlah impuls yang
dikirim ke pusat vasomotor meningkat,ini akan menghambat kegiatan pusat
vasomotor, akibatnya kegiatan pusat vasomotor menurun dan jumlah impuls yang
dikirim ke arteriol menurun. Hasil dari peristiwa ini adalah terjadi vasodilatasi.
Sebaliknya bila tekanan darah menurun, jumlah impuls yang dikirimke pusat
vasomotor juga menurun. Akibatnya jumlah impuls yang dikirimkan ke arteriol
meningkat. Dan hasil dari peristiwa ini adalah vasokonstriksi
4.2 Saran
Penulis menyarankan agar makalah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu mahasiswa untuk memahami lebih
mendalam tentang fisiologi peredaran tidak hanya secara teori, tapi juga dapat dihubungkan
dengan kehidupan sehari-hari
24
DAFTAR PUSTAKA
Anwar E. Novita. 2009. Pengaturan Tekanan Darah Jangka Pendek, Jangka Menengah,
dan Jangka Panjang pada Sistem Kardiovaskuler. .
http://eprints.uny.ac.id/1369/1/Pengaturan_jangka_pendek_terhadap_peningkatan_tekanan_d
arah.doc. Diakses pasa tanggal 1 Mei 2013.
Campbell, Neil A. 2004. Biologi Jilid III. Jakarta: Erlangga. Hal : 340
Ganong, W. F. 2005. Fisiologi Tubuh. Jakarta : EGC. Hal: 622-630
Guyton and Hall . 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Jakarta : EGC hal. 47-58,108-
119, 222-223
Hayens, B., et. al., 2003. Buku Pintar Menaklukan Hipertensi. Jakarta : Penerbit Ladang
Pustaka dan Intimedia. Hal : 45
Ibnu,M. 1996. Dasar-dasar fisiologi kardiovaskuler. Jakarta : EGC. Hal : 45, 52
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius Hal : 23
Kay, I. 1998. Introduction to Animal Physiology. Biddles, Guilford: BIOS Scientific
Publisher Limited. Hal : 2-4
25
Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta : Salemba. Hal: 9-19
Sherwood, Laurale. 2001. fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Jakarta : EGC Hal: 154-
160
Sidabutar RP & Prodjosujadi W. 1990, Ilmu penyakit dalam II. Jakarta : Balai penerbit
FKUI. Hal : 67, 85
Smeltzer, S.C. and Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8 Vol.2. Jakarta : EGC. Hal : 89
Soewolo. 2005. Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang. Hal : 78
Taiyeb, A. Mushawwir. 2009. Bahan Ajar; Fisiologi Peredaran. Makassar: UNM.
Hal : 87
26