TLPB 1-10. A6

256
` LAPORAN PRAKTIKUM TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN (TPI 2502) KELOMPOK A6 ANGGOTA Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950 Arief Maharani 11/311591/TP/09963 Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980 Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006 Co. Ass Ciptaning Cahyaningrum LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

Transcript of TLPB 1-10. A6

Page 1: TLPB 1-10. A6

`

LAPORAN PRAKTIKUM

TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

(TPI 2502)

KELOMPOK A6

ANGGOTA

Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950

Arief Maharani 11/311591/TP/09963

Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980

Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006

Co. Ass

Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Page 2: TLPB 1-10. A6

`

i

DAFTAR ISI

Acara 1 Pembuatan Denah dan Penilaian Tata Letak Awal .................. 1

Acara 2 Peta Kerja untuk Evaluasi Tata Letak Awal ............................ 33

Acara 3 Route Sheet dan Multi Product Process Chart ....................... 63

Acara 4 Perencanaan Aliran Bahan ....................................................... 94

Acara 5 Peta Keterkaitan Kegiatan ........................................................ 111

Acara 6 Diagram Keterkaitan Kegiatan ................................................. 130

Acara 7 Penentuan Luas Lantai ............................................................. 143

Acara 8 Diagram Pengalokasian Wilayah ............................................ 164

Acara 9 Template ................................................................................... 184

Acara 10 Analisis Tata Letak Hasil Rancangan ...................................... 196

Lampiran

Acara 2 .................................................................................................. 216

Acara 3 .................................................................................................. 230

Acara 5 .................................................................................................. 235

Acara 6 .................................................................................................. 237

Acara 7 .................................................................................................. 240

Acara 8 .................................................................................................. 243

Acara 9 .................................................................................................. 246

Page 3: TLPB 1-10. A6

1

LAPORAN PRAKTIKUM

TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

ACARA 1

PEMBUATAN DENAH DAN PENILAIAN TATA

LETAK AWAL

KELOMPOK A6

ANGGOTA

Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950

Arief Maharani 11/311591/TP/09963

Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980

Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006

Co. Ass

Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Page 4: TLPB 1-10. A6

`

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tata letak mesin pabrik merupakan suatu landasan utama dalam dunia

industri sehingga sudah tidak perlu dibuktikan lagi bahwa setiap

perusahaan/pabrik pasti membutuhkan tata letak mesin dalam menjalankan dan

mengembangkan usahanya. Perencanaaan tata letak mesin sangat diperlukan

karena tata letak yang baik merupakan suatu harga mati bagi kelangsungan suatu

pabrik. Karena pentingnya tata letak mesin yang akan digunakan harus dirancang

dengan baik, sehingga para pekerja dapat bekerja dengan efektif dan efisien. Jika

suatu pabrik bekerja tanpa ada tata letak mesin yang baik, tentu saja proses

produksi dalam pabrik akan terganggu sehingga mengakibatkan kerugian bagi

pabrik itu sendiri. Hal ini membuat peralatan produksi yang canggih dan mahal

harganya akan tidak berarti apa-apa apabila perencanaan tata letak mesin

dilakukan sembarang saja. Untuk mencapai optimasi produksi, dibutuhkan suatu

penataan letak mesin produksi secara tepat pada pabrik.

Tata letak berhubungan dengan perencanaaan penyusunan fasilitas fisik

serta jumlah kebutuhan tenaga kerja dalam menghasilkan suatu produk, tata letak

berperan dalam membentuk aliran material ataupun tenaga kerja menjadi lancar

dan minimum sehingga proses produksi dapat berlangsung efisien. Perencanaan

tata letak yang baik merupakan bagian yang penting untuk menentukan efisiensi

sebuah aktivitas usaha jangka panjang. Perencanaan tata letak memiliki banyak

dampak strategis karena menentukan daya saing perusahaan dalam hal kapasitas,

proses, fleksibilitas dan biaya, serta kualitas lingkungan kerja, hubungan dengan

pelanggan, dan citra industri.

Industri pangan seperti industri kerupuk dalam skala besar merupakan

industri yang membutuhkan tempat yang luas, sehingga dibutuhkan pabrik yang

memiliki tata letak yang baik agar efektivitas produksi berjalan optimal. Kerupuk

adalah jenis pangan yang digemari di Indonesia. Berbagai kalangan menyukai

jenis pangan ini baik golongan rendah maupun golongan yang tinggi. Kerupuk

Page 5: TLPB 1-10. A6

`

3

sangat beragam dalam bentuk, ukuran, bau, warna, rasa, kerenyahan, ketebalan

dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa disebabkan pengaruh budaya daerah

penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta alat dan

cara pengolahannya.

Oleh karena itu praktikan melakukan penilaian terhadap denah dan tata

letak awal industri Kerupuk Subur. Dengan mengetahui denah dan tata letak awal

industri tersebut, maka praktikan dapat melakukan evaluasi tata letak indutri

tersebut sehingga diharapkan tata letak industri yang menjadi objek kajian

memiliki kriteria tata letak yang baik serta memudahkan para pekerja melakukan

aktivitas produksi agar berjalan dengan lancar.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 1 yang

berjudul Pembuatan Denah dan Penilaian Tata Letak adalah :

1. Praktikan dapat menggambarkan tata letak awal suatu industri.

2. Praktikan dapat menilai tata letak suatu industri.

3. Praktikan dapat mendeskripsikan (memberikan gambaran) mengenai

kondisi umum industri yang digunakan sebagai obyek kajian.

Page 6: TLPB 1-10. A6

`

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sebuah perencanaan yang sistematis memiliki pemikiran dan cakupan

semua keadaan teknis dan praktik serta proses yang semuanya secara fungsional

dapat membentuk komponen-komponen bangunan. Peninjauan lokasi haruslah

disertai dengan perencanaan, yaitu sebagai berikut (Tjahjadi, 2002):

1. Denah/letak

2. Bahan baku, pemasaran dan tenaga kerja

Pengaruh untuk posisi lokasi bangunan industri yang berorientasi oleh faktor-

faktor berikut antara lain bahan mentah, transportasi dan biaya operasional.

3. Bidang tanah

Kebutuhan tanah ditentukan oleh kebutuhan luas, bangunan, jalan, dan jalur

sirkulasi.

4. Perencanaan ruang

Perencanaan ruang meliputi keterangan sebagai berikut antara lain jenis

kebutuhan besarnya ruangan sesuai dengan pencahayaan, jumlah ruang kerja

dipisahkan menurut ruang sanitasinya, dan perencanaan penempatan mesin.

5. Perencanaan bangunan

Pemikiran untuk perencanaan sebuah bangunan harus direncanakan dengan

penggambaran. Proses produksi diketahui dari pengamatan hasil produksi

setiap tahunnya atau dari jumlah tenaga kerja.

Denah atau plan berasal dari kata latin planum yang berarti dasar,

sedangkan arti lebih jauh dari lantai denah adalah penampang potongan

horisontal dari suatu obyek/bangunan, yang potongannya terletak pada ketinggian

1,00 m dari atas lantai ruangan dalam bangunan. Denah mencerminkan skema

organisasi kegiatan dalam bangunan dan merupakan unsur penentu bentuk

bangunan. Denah berguna untuk mengungkapkan banyak hal, seperti ruang

sirkulasi dengan ruang untuk beraktivitas dan hubunganya baik antar ruang di

dalam bangunan maupun diluar bangunan yang masih terletak di dalam tapak,

yang secara keseluruhan memberi makna bagi bangunan tersebut. Menempatkan

Page 7: TLPB 1-10. A6

`

5

gambar denah pada suatu tapak dalam bidang gambar mempertimbangkan

beberapa faktor, yaitu (Anonim, 2013) :

1. Posisi arah utara, umumnya menghadap ke atas.

2. Posisi jalan, sebagai orientasi pencapaian ke tapak, umumnya ditempatkan

dibagian bawah bidang gambar dengan layout bangunan yang dominan

ortografis dan sejajar terhadap bidang bawah gambar.

Gambar denah menggambarkan bentuk bangunan yang dilihat dari atas.

Biasanya gambar denah menggambarkan baggian bangunan secara utuh. Selain

itu, juga bisa digambarkan setiap bagian bangunan, misalnya denah atap, denah

pondasi, dan sebagainya. Berikut volume material yang dapat dihitung

berdasarkan gambar (K. Susanta dan Danang, 2007):

1. Volume galian tanah (diukur panjangnya).

2. Volume pondasi pasangna batu belah (diukur panjangnya).

3. Volume sloof beton (diukur panjangnya).

4. Volume kolom beton atau tiang kayu (dihitung jumlahnya).

5. Volume pasangan bata (dihitung panjangnya).

6. Jumlah pintu, jendela, angin-angin dan asesorinya.

7. Luas lantai dan plafon.

8. Jumlah peralatan sanitasi air (kloset, wastafel, bak, kran, dan lain-lain).

Sebuah denah atau sket lokasi juga tidak dapat disebut sebagai peta,

apabila skala detail yang satu dan lainnnya tidak seragam, misalnya untuk

menggambarkan jarak 10 km di gambar dengan panjang 10 cm, sedangkan jarak

100 m digambarkan 3 cm, sekadar untuk pencapaian lokasi (Yulianto, 2003).

Tata letak pabrik merupakan salah satu bagian terbesar dari suatu studi

perancangan fasilitas (facilities design). Facilities design sendiri terdiri dari

pelokasian pabrik (plant location) dan perancangan gedung (building design)

dimana sebagaimana diketahui bahwa antara tata letak pabrik (plant layout)

dengan penanganan material (material handling) saling berkaitan erat (Meyers,

2005).

Dalam suatu pabrik banyak dijumpai berbagai macam fasilitas produksi

agar suatu kegiatan operasional produksi dapat berjalan dengan lancar, baik

berupa mesin, peralatan produksi, pekerja dan fasilitas penunjang lainnya yang

Page 8: TLPB 1-10. A6

`

6

harus disediakan dan ditermpatkan pada tempat masing-masing agar berfungsi

secara optimal. Perencanaan tata letak pabrik akan senantiasa diperlukan oleh

perusahaan (Wignojoesoebroto, 2009).

Menyatukan tata letak yang efektif bukan merupakan proses yang asal

saja. Ergonomi, ilmu menyelaraskan pekerjaan dengan lingkungan kerja untuk

semakin memperkuat karyawan dan menyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan,

merupakan bagian integral dari desain yang berhasil. Sebagai contoh, kursi, meja

dan tinggi meja yang membuat karyawan merasa nyaman dalam bekerja dapat

membantu mereka menjalankan pekerjaan secara lebih cepat dan lebih mudah.

Para perancang mengatakan bahwa pencahyaan yang lebih terang, akustik yang

lebih baik, dan kontrol iklim yang menguntungkan bagi pekerja (Zimmerer,

2008).

Industri manufaktur selalu berada dalam persaingan yang ketat.

Menghadapi kondisi ini, dimana variasi produk tinggi, daur hidup produk yang

pendek, permintaan yang berubah-ubah, dan adanya tuntutan dalam hal

pengiriman yang tepat waktu, menyebabkan perusahaan memerlukan strategi

untuk meningkatkan efisiensi dalam menggunakan fasilitas. Suatu sistem

manufaktur harus dapat menghasilkan produk-produk dengan ongkos yang rendah

dan kualitas tinggi, serta dapat mengirimkannya tepat waktu kepada pelanggan.

Suatu sistem juga harus dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan

yang terjadi, baik dari perancangan proses maupun permintaan produk. Salah satu

cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan

merancang tata letak pabrik atau melakukan konfigurasi ulang tata letak pabrik

(Rainbow, 2010).

Tata letak yang baik memiliki beberapa kriteria yang jelas dan dapat

dilihat bahkan dari suatu pengamatan yang dilakukan, tanda-tanda tata letak yang

baik adalah pola airan bahan terencana, aliran lurus, langkah balik minimum,

jarak perpindahan minimum, operasi pertama dekat dengan penerimaan, operasi

terakhir dekat dengan pengiriman, pemakaian lantai produksi maksimum, barang

setengah jadi minimum, bahan di tengah proses sedikit, pemindahan barang

sedikit, pembuangan skrap sedikit dan ruang penyimpanan cukup. Sedangkan ciri-

ciri tata letak yang buruk berlawanan dengan yang telah disebutkan di atas, seperti

Page 9: TLPB 1-10. A6

`

7

pola aliran bahan yang tidak terencana, aliran berbelok-belok (tidak lurus), jarak

perpindahan bahan panjang, banyaknya skrap, operasi petama tidak dekat dengan

penerimaan bahan. Penempatan tata letak yang baik dapat memudahkan proses

manufaktur, meminimumkan pemindahan bahan, menurunkan penanaman modal

dalam peralatan serta menghemat pemakaian tenaga kerja (Anonim, 2013).

Page 10: TLPB 1-10. A6

`

8

BAB III

METODE PRAKTIKUM

Denah dibuat menggunakan skala 1:100

Panjang dan lebar seluruh area industri

diukur dari area tanah yang digunakan

maupun yang tersisa

Seluruh ruangan dan masing-masing area

stasiun kerja diukur

Hasil pengukuran digambar pada kertas A4

dengan skala yang sesuai

Penggambaran denah dilakukan

Page 11: TLPB 1-10. A6

`

9

Lokasi digambar sesuai dengan arah mata

angin, Utara digambar arah atas. Dinding

luar bangunan digambara dengan garis tebal.

Dinding batas antar ruang digambar dengan

garis agak tebal. Area kerja tanpa batas

ruang digambarkan dengan garis putus-

putus.

Ruang diberi nama dan keterangan.

Skala dicantumkan di bagian bawah gambar.

Penilaian dilakukan terhadap tata letak fasilitas yang ada di

industri yang diamati dengan menggunakan lembar periksa

yang nantinya dihitung total bobot x skor. Di lakukan

perbandingan hasil nilai tata letak yang baru di acara 10

Mendeskripsikan industri yang menyangkut bidang usaha, kapasitas

produksi, rencana masa depan, jumlah tenaga kerja dan spesifikasi,

proses produksi, jam kerja, alasan pemakaian ruang, sistem

pembagian kerja, system penyimpanan barang, cara penanganan

bahan, alat pemindah bahan, dll.

Page 12: TLPB 1-10. A6

`

10

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Denah Tata Letak dengan Skala

Page 13: TLPB 1-10. A6

`

11

Keterangan:

Huruf

A = Area penyimpanan bahan baku dan pencampuran bahan

B = Area penggilingan, pengepresan dan pencetakan bahan

C = Area pengukusan

D = Area penggorengan dan pencetakan

E = Area pengovenan

F = Area penjemuran bagian depan

G = Area penjemuran bagian belakang

H = Tempat penyimpanan kayu

Angka

1 = Bak pencucian bahan-bahan yang akan digunakan

2 = Tungku

3 = Bak pencampuran bahan

4 = Mesin penggiling adonan

5 = Mesin pengepres adonan

6 = Meja tunggu

7 = Mesin pencetak/Bosan I

8 = Ketel uap

9 = Tempat penirisan

10 = Wajan penggorengan II

11 = Wajan penggorengan I

12 = Mesin pencetak/Bosan II

13 = Tempat kerupuk yang dikeluarkan dari oven

14 = Oven

15 = Tempat penyimpanan kerupuk yang telah dijemur

16 = Timbangan (untuk menimbang tepung dalam karung)

Page 14: TLPB 1-10. A6

`

12

2. Deskripsi Industri

a. Gambaran umum industri

Nama industri : Kerupuk subur

Lokasi : Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning,

Banguntapan , Bantul

Pendiri : Bapak Syair Hidayat

b. Bahan baku : 60 kg tepung kanji

Bahan tambahan :

300 liter air

16 kg garam

5 kg bawang putih

4 kg ikan laut

Penyedap rasa

c. Ruang / Area kerja

Ruang penyimpanan bahan baku dekat dengan penerimaan bahan

baku dan stasiun kerja 1.

Lokasi pencetakan jadi satu dengan pengadukan bahan dan

pengukusan.

Area penjemuran dekat dengan proses produksi dan jalurnya lurus.

Tempat pengovenan dekat dengan timbangan, penggorengan dan

rombong untuk memudahkan proses berikutnya.

d. Alat dan mesin

Kapasitas maksimum alat dan mesin yang digunakan adalah untuk

60 kg bahan adonan.

Stasiun kerja 1 :

- Timbangan

- Ember

- Dandang

- Tungku

- Bak penampung

- Pengaduk

- Kayu bakar

Stasiun kerja 2 :

- Mesin molen

- Meja

- Mesin pengepresan

- karung

Stasiun kerja 3 :

- Strimin

- Bossan

Page 15: TLPB 1-10. A6

`

13

- Keranjang

- Rak kecil

Stasiun kerja 4 :

- Ketel uap

- Papan penjemur

- Kayu bakar

Stasiun kerja 5 :

- Papan penjemur

- Oven

- Gas

Stasiun kerja 6 :

- Bak penyimpanan bahan

setengah jadi

Stasiun kerja 7 :

- Wajan

- Tungku

- Kayu bakar

- Gayung

- Ember

- Alat penirisan

Stasiun kerja 8 :

- Rombong

- Plastik besar

Page 16: TLPB 1-10. A6

`

14

3. Form Penilaian Tata Letak

LEMBAR PERIKSA PENILAIAN KAPASITAS

Nama Industri: Kerupuk Subur

Tanggal penilaian : Sabtu, 2 Maret 2013

Alamat Industri :Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul

Dinilai oleh : Kelompok A6

Skor penilaian: 1. Sangat kurang, 2. Kurang, 3. Bagus, 4. Sangat bagus

Hasil Penilaian akhir = bobot x skor

Kriteria Bobot Skor

Bobot

x

Skor

Keterangan

I. ALIRAN BAHAN

• pola aliran terencana 0,07 3 0,21 proses aliran sudah berurutan

• aliran bahan lurus 0,05 2 0,1 penempatan 1 mesin yang kurang

tepat

• langah balik minimum 0,06 3 0,18 karena sudah seminimum mungkin

• keterkaitan kegiatan

terencana 0,06 3 0,18

sudah seusai dengan pola aliran

terencana dan saling kerekaitan

II. PEMINDAHAN BAHAN

• frekuensi pemindahan

minimum 0,05 1 0,05 terlalu banyak proses pemindahan

• metode terencana 0,05 2 0,1 perlu adanya alat pemindah

• alat pemindahan sesuai 0,05 1 0,05 karena pemindahan secara manual

• jarak minimum 0,05 2 0,1 karena ada 1 mesin letaknya jauh

• digabung dengan proses 0,05 2 0,1 karena beberapa proses pemindahan

belum digabung dengan proses

• bergerak dari penerima

menuju pengiriman 0,04 3 0,12 karena sudah sesuai

Page 17: TLPB 1-10. A6

`

15

III. RUANG

• gang lurus 0,05 3 0,15 karena sudah sesuai

• pemakaian ruang maksimum 0,04 2 0,08 masih terdapat ruang kosong

• ruang penyimpanan

mencukupi 0,05 3 0,15 karena kerupuk sudah tertampung

• ruang antar peralatan

mencukupi 0,05 2 0,1

karena mesin terlalu dekat dengan

tembok, sehingga mesin sulit untuk

diberishkan

• direncanakan untuk perluasan 0,03 2 0,06 tidak diperlukannya perluasan

IV. PROSES PRODUKSI

• operasi pertama dekat dengan

penerimaan 0,04 4 0,16

bahan baku dekat denganstasiun

kerja 1

• operasi terakhir dekat dengan

pengiriman 0,04 3 0,12

kerupuk yang sudah jadi dekat

dengan rombong

• penyimpanan di tempat

pemakaian 0,03 3 0,09

rombong digunakan untuk

penyimpanan dan distribusi

• bahan setengah jadi minimum 0,03 2 0,06 banyaknya stock bahan setengah jadi

waktu produksi total hampir

seluruhnya merupakan waktu

pemrosesan

0,03 3 0,09 hampir seluruhnya waktu

pemrosesan

penempatan bagian

penerimaan dan pengiriman

yang pantas

0,02 3 0,06 tempat sudah sesuai dengan

penerimaan dan pengiriman

V. LAIN-LAIN

• pelayanan pekerja memadai 0,02 3 0,06 pekerja mendapatkan fasilitas yang

memadai

• pengendalian kebisingan,

kotoran, debu dsb 0,02 1 0,02

terdapat banyak kotoran dan debu

yang tidak dibersihkan

• pembuangan bahan sisa

minimum 0,02 2 0,04 masih banyak terdapat barang sisa

Jumlah 1 58 2,43

Page 18: TLPB 1-10. A6

`

16

B. Pembahasan

Pada praktikum kali ini kami mengunjungi sebuah usaha kecil menengah

yang potensial salah satunya adalah Usaha Kerupuk Subur yang dikelola oleh

Bapak Syair Hidayat. Lokasi industri tersebut berada di Jalan Janti Gg. Nuri 66

Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul , Yogyakarta. Awalnya usaha kerupuk ini

merupakan usaha keluarga yang mulai dirintis pada tahun 1965 di Jomblang

kemudian pindah pada tahun 1970 di Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul,

Yogyakarta. Usaha tersebut dirintis dengan modal awal sekitar 3 juta rupiah.

Dengan modal tersebut sudah dapat membeli alat produksi seperti mesin press,

oven dan penggilingan. Saat ini untuk tiap harinya usaha kerupuk usaha mampu

memproduksi hingga kurang lebih 30.000 biji kerupuk. Proses memproduksi

kerupuk subur memakan waktu sekitar 36 jam. Mulai dari pencampuran bahan

secara manual, penggilingan, pengepresan, pencetakan, pengukusan, penjemuran

sampai penggorengan. Proses penjemuran sangat vital dalam produksi kerupuk ,

karena dengan penjemuran dibawah matahari yang baik akan membuat kerupuk

kering merata. Apabila hujan turun proses pengeringan dilakukan dengan

menggunakan oven. Kerupuk yang sudah kering diletakkan pada tempat yang

tingkat kelembapannya rendah. Sebagian kerupuk digoreng, kemudian disimpan

dalam rombong yang nantinya akan dibeli oleh para pengecer. Kerupuk yang

diproduksi dijual secara eceran dengan 4 harga sesuai ukurannya. Untuk kerupuk

ukuran kecil dijual seharga Rp. 150 per biji sedangkan untuk kerupuk ukuran

besar dijual seharga Rp. 300 per biji.

Proses produksi yang dilakukan pada industri kerupuk antara lain:

a. Stasiun kerja 1

Persiapan bahan baku

Bahan-bahan diperlukan dalam pembuatan kerupuk “Subur”

adalah tepung kanji dengan kualitas baik , tepung kanji dengan kualitas

sedang, garam, bawang, penyedap rasa , dan air. Air yang digunakan

disini adalah air sumur yang telah direbus hingga mencapai suhu

100oC menggunakan dandang dan tungku yang berbahan bakar kayu

bakar. Proses penimbangan bahan dilakukan menggunakan timbangan

besar sesuai dengan komposisi bahan dalam satu kali produksi.

Page 19: TLPB 1-10. A6

`

17

b. Stasiun kerja 2

Pencampuran bahan

Pencampuran bahan dilakukan didalam bak berbentuk balok

yang terbuat dari papan kayu dan pengadukan yang terbuat dari kayu.

Proses pencampuran bahan dimulai dengan pencampuran bahan padat

dilakukan pengadukan yang dilanjutkan proses pencampuran air

bersuhu 1000C. Untuk mendapatkan air dengan suhu 100

0C diperlukan

waktu perebusan selama 1,5 jam dengan 1 operator yang melakukan

inspeksi terhadap proses perebusan air sampai air mendidih yang

kemudian menuangkan air rebusan tersebut ke dalam

adonan.Pencampuran air dalam bahan dilakukan sedikit demi sedikit

supaya adonan tercampur rata. Hal ini dilakukan untuk mencegah

terjadinya penggumpalan adonan pada saat proses pencampuran bahan.

Proses pengadukan dilakukan oleh 2 operator yang mengaduk adonan

hingga menjadi bubur kanji selama 0,5 jam.

c. Stasiun kerja 3

Penggilingan bubur kanji

Setelah adonan menjadi bubur kanji, bubur kanji dipindahkan

ke dalam mesin penggiling atau sering disebut dengan molen. Proses

pemindahan bubur kanji dari bak penampung ke molen dilakukan

menggunakan ember berukuran sedang. Sedangkan bak penampung

bubur kanji tidak dilakukan proses pembersihan karena bak

penampung bubur kanji akan digunakan untuk proses berikutnya. Hal

ini dilakukan untuk memangkas biaya produksi dan waktu produksi.

Setelah bubur kanji dipindahkan ke molen maka dilakukan proses

penggilingan selama 40 menit hingga bubur kanji menjadi kalis. Proses

ini dilakukan oleh 1 operator untuk memindahkan adonan dan

mengawasi tingkat kekalisan adonan. Apabila adonan kurang kalis

maka ditambahkan tepung kanji lagi. Setelah adonan bubur kanji telah

menjadi kalis, maka adonan dipindahkan ke meja tunggu. Proses

pemindahan

Proses pengepresan

Page 20: TLPB 1-10. A6

`

18

Adonan yang telah kalis, dilakukan proses pengepresan dengan

alat press untuk mencapai tingkat ketebalan adonan dengan sebesar 1

cm. Proses pengepresan dilakukan pengulangan sebanyak 3 sampai 5

kali. Kegiatan ini dilakukan untuk mempermudah pada saat proses

pencetakan.

d. Stasiun kerja 4

Proses pencetakan

Adonan yang telah dipress kemudian dimasukkan ke dalam

selongsong yang terdapat pada mesin pencetak kerupuk/bosan.

Operator 1 menaruh alas strimin silikon, sedangkan operator 2

menyortir hasil cetakan kerupuk dan menatanya di atas keranjang.

Cetakan kerupuk yang gagal kembali dipress dan dicetak lagi. Dalam 1

jam mesin pencetak kerupuk/bosan ini dapat mencetak 1000 kerupuk

dalam ukuran kecil dan 500 kerupuk dalam ukuran besar.

Proses Penyortiran

Setelah dilakukan proses pencentakan terdapat hasil cetakan

yang kurang baik atau terjadi kecacatan produk. Maka hasil cetakan

yang gagal tersebut disortir kemudian dilakukan pengepressan

kembali. Hal ini dilakukan untuk melakukan proses pencetakan ulang

kembali agar tidak ada adonan yang terbuang atau menjadi produk

sisa.

e. Stasiun kerja 5

Proses pengukusan

Setelah adonan dicetak, kemudian dilakukan proses

pengukusan menggunakan ketel uap dengan suhu 1000C selama 5

menit. Untuk sekali pengukusan dapat menampung 200 kerupuk. Pada

proses ini diperlukan 1 operator untuk mengatur suhu dan tingkat

kematangan kerupuk.

Proses penataan

Adonan yang telah dikukus, ditata diatas alas jemuran yang terbuat

dari bambu. Pada proses ini diperlukan 1 operator untuk menata

kerupuk hingga posisi kerupuk tidak tumpuk-tumpukan.

Page 21: TLPB 1-10. A6

`

19

f. Stasiun kerja 6

Proses pengeringan

Adonan kerupuk yang telah ditata di atas alas bambu tadi

dilakukan proses pengeringan dengan 2 cara, yaitu 70 % menggunakan

panas dari sinar matahari kurang kebih 6 jam dan 30 % menggunakan

panas dari oven kurang lebih 3 jam. Proses pengeringan menggunakan

oven memiliki perlakuan yang berbeda, untuk kerupuk yang sudah

kering dilakukan pengovenan dengan suhu 700

C, sedangkan yang

belum kering suhu yang digunakan adalah 1000C.

Proses pemetikan

Setelah kerupuk kering, bahan setengah jadi yang masih

menempel di alas bambu langsung dilakukan proses pemetikan. Hal ini

dilakukan untuk membersihkan alas bambu dari bahan setengah jadi,

agar alas bambu dapat digunakan untuk proses berikutnya. Proses ini

dilakukan 1 operator, kegiatan ini harus dilakukan teliti supaya tidak

ada produk setengah jadi yang masih menempel pada alas bambu

tersebut.

g. Stasiun kerja 7

Penyimpanan bahan setengah jadi

Produk yang sudah mengalami proses pengeringan disimpan

ke dalam bak penyimpanan dengan luas 2,25 x 3,9 m2. Bak

penampung bahan setengah jadi ini didesain besar untuk menampung

bahan setengah jadi dengan kapasitas yang besar. Kapasitas

penyimpanan dalam skala besar untuk memenuhi permintaan

konsumen meningkat dan produksi tetap, sehingga produsen dapat

memenuhi permintaan konsumen.

h. Stasiun kerja 8

Proses penimbangan

Proses penggorengan bahan setengah jadi dilakukan pada sore

hari. Sebelum dilakukan penggorengan, kerupuk ditimbang terlebih

dahulu untuk mengetahui massa kerupuk sebelum digoreng. Harga

kerupuk setengah jadi adalah Rp 15.000,- per kilo. Hal ini dilakukan

Page 22: TLPB 1-10. A6

`

20

untuk memudahkan proses perhitungan, karena apabila perhitungan

massa pada saat setelah penggorengan sangat sulit dilakukan. Apabila

pembeli menginginkan kerupuk yang sudah digoreng, maka harga jual

yang ditentukan adalah harga eceran menurut jumlah kerupuk yang

dibeli.

Proses penggorengan

Bahan setengah jadi yang sudah ditimbang langsung dilakukan

proses penggorengan. Proses penggorengan dilakukan sebanyak dua

kali.penggorengan pertama dilakukan di dalam minyak goreng dengan

suhu panas hingga kerupuk sedikit mengembang. Setelah kerupuk

sedikit mengembang, kerupuk langsung dipindahkan kedalam minyak

yang sangat panas selama kurang lebih selama 30 detik sampai

kerupuk putih mengembang. Kerupuk yang sudah matang langsung

ditiriskan di tempat penirisan.

i. Stasiun Kerja 9

Penyimpanan bahan jadi

Penirisan dilakukan jangan terlalu lama untuk menjaga

kerenyahan kerupuk. Tetapi apabila terlalu sebentar, maka kerupuk

yang telah digoreng masih panas langsung dimasukkan ke dalam

rombong akan lembab dan kerupuk menjadi tidak renyah lagi.

Kerupuk yang sudah matang memiliki dua tempat penyimpanan.

Tempat penyimpanan pertama adalah rombong, rombong ini adalah

bak penampung yang menyerupai toples dalam ukuran besar dengan

bahan dasar seng. Kerupuk yang sudah digoreng dan untuk menambah

stock produk jadi, maka di simpan di dalam rombong. Sedangkan

tempat penyimpanan kedua adalah plastik dengan ukuran yang besar

dan tebal. Produk jadi yang ditaruh di dalam plastik ini tidak dilakukan

penyimpanan, karena produk jadi langsung diambil konsumen.

Sehingga tidak ada produk jadi yang ada di industri tersebut yang

dilakukan penyimpanan di dalam plastik.

Pada industri Kerupuk Subur yang kami datangi, dalam sekali produksi

membutuhkan bahan baku berupa tepung kanji dengan massa 60 kg. Jenis tepung

Page 23: TLPB 1-10. A6

`

21

kanji yang digunakan pada pembuatan Kerupuk Subur berdasarkan kualitasnya,

yaitu kualitas baik dan kualitas sedang. Pembagian komposisi tepung kanji ini

adalah setengah tepung kanji kualitas baik dan setengah tepung kanji dengan

kualitas sedang. Namun pembagian komposisi tepung kanji menurut kualitasnya

berdasarkan harga tepung kanji yang ada dipasaran. Apabila tepung kanji dengan

kualitas baik mengalami kenaikan harga, maka komposisi tepung kanji dengan

kualitas baik dikurangi dan kualitas tepung kanji dengan kualitas sedang

ditambahkan, begitu pulas sebaliknya. Sedangkan bahan baku yang digunakan

adalah 300 l air, 16 kg garam, 5 kg bawang putih, 4 kg ikan laut, dan penyedap

rasa secukupnya. Air yang digunakan pada proses ini adalah air sumur yang sudah

direbus menggunakan tungku selama 1,5 jam hingga mencapai suhu 100oC.

Bawang putih dan ikan laut harus dihaluskan terlebih dahulu sebelum dilakukan

proses pencampuran.

Area kerja pada industri pembuatan Kerupuk Subur ini didesain efisien

mungkin untuk meminimalisir gerakan serta efisiensi waktu kerja. Hal ini

dibuktikan dengan ruang penyimpanan bahan baku dekat dengan penerimaan

bahan baku dan stasiun kerja 1. Kemudian pada ruang penyimpanan, tepung kanji

ditata menumpuk dengan batas maksimal 10 karung untuk setiap tumpukan.

Tepung kanji yang diletakkan di dalam karung di tumbuk dengan alas papan kayu

sehingga alasnya lebih tinggi dari lantai. Pemberian alas dilakukan untuk

menghindari terjadinya tepung terendam air atau yang lain sebagainya.

Beberapa stasiun kerja pada proses pembuatan Kerupuk Subur ini

dijadikan satu dalam 1 lokasi, sehingga para pekerja bekerja dengan jarak yang

tidak jauh. Jarak yang tidak terlalu jauh sehingga energi dan efisiensi waktu dapat

dimaksimalkan. Selain itu area penjemuran dekat dengan proses produksi dan

jalurnya lurus. Sehingga memudahkan operator dalam membawa alas bambu

keluar mnuju tempat penjemuran tanpa tersangkut oleh benda-benda yang ada

disekitarnya.

Tempat pengovenan dekat dengan timbangan, penggorengan dan rombong

untuk memudahkan proses berikutnya. Hal ini dilakukan karena prosesnya saling

berurutan dan, sehingga karyawan yang bekerja mudah dalam menjangkau lokasi-

lokasi terbut.

Page 24: TLPB 1-10. A6

`

22

Dalam melakukan proses produksinya , peran tenaga kerja sangat

diperlukan untuk kelancaran proses operasi dalam pembuatan kerupuk.

Pembagian tenaga kerja dalam pembuatan kerupuk ini antara lain:

a. Dalam pembuatan adonan dilakukan oleh 2 orang pekerja.

b. Pengadukan adonan dilakukan oleh 2 orang pekerja.

c. Untuk mencegah adonan kerupuk dilakukan dengan menggunakan alat

pencetak yang dioperasikan oleh 1 pekerja dan dibantu oleh 2 orang

pekerja yang bertugas memasukkan adonan ke dalam mesin cetak.

d. Setelah dilakukan pencetakan, masuk ke proses selanjutnya yaitu

penguapan. Ini dilakukan oleh 1 orang pekerja.

e. Kemudian dilakukan proses penjemuran. Untuk menjemur kerupuk ini

dilakukan oleh 4 orang pekerja dan apabila kerupuk sudah kering, kerupuk

dipindahkan secara manual ke tempat penyimpanan.

f. Pada proses penggorengan, diperlukan 2 orang pekerja untuk menggoreng

kerupuk, yang kemudian kerupuk tersebut disimpan dan dikirim ke para

pengecer.

Industri kerupuk subur tidak memiliki rencana masa depan , dengan kata

lain melakukan proses produksi yang sudah ada dan mengikuti permintaan dari

konsumen. Hal ini dikarenakan industri pembuatan kerupuk masih dalam skala

yang kecil, sehingga proses produksinya bergantung pada permintaan konsuman.

Jumlah tenaga kerja ada 11 orang yang berdomisili di daerah industri tersebut.

Masing – masing pekerja berasal dari Banjar dan Ciamis.

Proses operasi dimulai dari pukul 05.00 WIB sampai pukul 07.00 WIB.

Kemudian pukul 07.00 para pekerja makan pagi . Setelah makan pagi, pekerja

memulai aktivitas hingga waktu dzuhur. Satu jam setelah waktu dzuhur , para

pekerja memulai aktivitas lagi hingga pukul 15.00 WIB. Kemudian dilanjutkan

proses penggorengan kurang lebih selama 3 jam. Industri Kerupuk Subur ini

beroperasi setiap hari, hari libur yang diberikan untuk setiap karyawannya hanya

pada hari rayaIdul Adha dan Idul Fitri saja.

Tujuan utama dari tata letak ialah mengatur area kerja dan segala fasilitas

produksi yang paling ekonomis untuk produksi aman, dan nyaman sehingga akan

dapat menaikkan moral kerja dan performance dari operator. Lebih khususnya

Page 25: TLPB 1-10. A6

`

23

lagi suatu tata letak yang baik akan memberikan keuntungan-keuntungan dalam

sistem produksi, antara lain:

1. Menaikkan output produksi

Biasanya suatu tata letak yang baik akan memberikan keluaran

(output) yang lebih besar dengan ongkos yang sama atau lebih sedikit,

manhours (jam kerja pekerja) yang lebih kecil, dan/ atau mengurangi jam

kerja mesin (machine hours).

2. Mengurangi waktu tunggu (delay)

Mengatur keseimbangan antara waktu operasi produksi dan beban

dari masing-masing departemen atau mesin adalah bagian kerja dari

mereka yang bertanggung jawab terhadap desain tata letak pabrik.

Pengaturan tata letak yang terkoordinir dan terencana baik akan dapat

mengurangi waktu tunggu (delay) yang berlebihan.

3. Mengurangi proses pemindahan bahan (Material Handling)

Untuk merubah bahan menjadi produk jadi, maka hal ini akan

memerlukan aktivitas pemindahan (movement) sekurang-kurangnya satu

dari tiga elemen dasar sistem produksi yaitu : bahan baku, orang/pekerja,

atau mesin dan peralatan produksi. Bahan baku akan lebih sering

dipindahkan dibandingkan dengan dua elemen dasar produksi lainnya.

4. Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan service

Jalan lintas, material yang menumpuk, jarak antara mesin-mesin

yang berlebihan, dan lain-lain semuanya akan menambah area yang

dibutuhkan untuk pabrik. Suatu perencanaan tata letak yang optimal akan

mencoba mengatasi segala pemborosan pemakaian ruangan tersebut dan

berusaha mengkoreksinya.

5. Pendaya guna yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja dan

atau fasilitas produksilainnya.

Faktor-faktor pemanfaatan mesin, tenaga kerja dan lain-lain adalah

erat kaitannya dengan biaya produksi. Suatu tata letak yang terencana baik

akan banyak membantu pembangunan elemen-elemen produksi secara

lebih efektif dan efisien.

6. Mengurangi Inventory in process

Page 26: TLPB 1-10. A6

`

24

Sistem produksi pada dasarnya menghendaki sedapat mungkin

bahan baku untuk berpindah dari satu operasi langsung ke operasi

berikutnya secepat-cepatnya dan berusaha mengurangi bertumpuknya

bahan setengah jadi (material in process).

7. Proses manufacturing yang lebih singkat

Dengan memperpendek jarak antara operasi satu degan yang lain

dan mengurangi bahan yang menunggu serta storage yang tidak

diperlukan maka waktu yang diperlukan dari bahan baku untuk berpindah

dari satu tempat ke tempat yang lainnya dalam pabrik akan juga bisa

diperpendek sehingga secara total waktu produksi akan dapat pula

diperpendek.

8. Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari operator

Perencanaan tata letak pabrik adalah juga ditunjukkan untuk

membuat suasana kerja yang nyaman dan aman bagi mereka yang bekerja

di dalamnya.

9. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja

Pada dasarnya orang menginginkan untuk bekerja dalam suatu

pabrik yang segala sesuatunya diatur secara tertib, rapih, dan baik.

Pnerangan yang cukup, sirkulasi yang bagus, dan lain-lain akan

menciptakan suasana lingkungan kerja yang menyenangkan sehingga

moral dan kepuasan kerja akan dapat lebih ditingkatkan.

10. Mempermudah aktivitas supervisi

Tata letak pabrik yang terencana baik akan mempermudah aktivitas

supervisi. Dengan meletakkan kantor/ruangan di atas, maka seorang

supervisor akan dapat dengan mudah mengamati segala aktivitas yang

sedang berlangsung di area kerja yang dibawah pengawasan dan tanggung

jawabnya.

11. Mengurangi kemacetan dan kesimpang-siuran

Material yang menunggu, gerakan pemindahan yang tidak perlu,

serta banyaknya perpotongan (intersection) dari lintasan yang ada akan

menyebabkan kesimpang-siuran yang akhirnya akan membawa ke arah

kemacetan aliran produksi.

Page 27: TLPB 1-10. A6

`

25

Tata letak dalam industri kerupuk Subur, telah kami amati. Tata letak pada

industri ini belum sepenuhnya baik dan belum sepenuhnya masuk ke dalam

kriteria tata letak yang baik. Dari aliran bahannya, pola aliran pada industri

kerupuk ini sudah terencana mulai dari penerimaan hingga pengiriman, serta

kegiatan operasi saling berkaitan. Mulai dari pembuatan adonan kerupuk,

pencampuran adonan, pengepresan adonan, pencetakan, pengukusan, penjemuran,

pengovenan. Tetapi langkah balik-nya tidak minimum, terlalu banyak langkah

balik yang dilakukan dalam proses pembuatan kerupuk. Dari sisi pemindahan

bahan, dalam industri kerupuk subur, frekuensi pemindahan tidak minimum

dalam kata lain banyak sekali pemindahan yang dilakukan yaitu pada proses

penjemuran, dan pengovenan. Metode yang dilakukan telah terencana dan tidak

adanya alat pemindah yang sesuai. Jarak setiap stasiun pun berdekatan, sehingga

jarak tempuh dari stasiun satu ke stasiun lain minimum. Dari sisi ruang,

pemakaian ruang pada industri ini belum maksimal dikarenakan masih adanya

area yang tidak terpakai, padahal area tersebut dapat digunakan untuk meletakkan

alat-alat produksi supaya lebih tertata, dan kinerja pekerja dapat maksimal. Dari

sisi proses operasi, operasi pertama dekat dengan penerimaan bahan baku, bahan

baku berada sangat dekat dengan operasi pertama operasi pengolahan adonan.

Operasi terakhir dekat dengan proses pengiriman, yaitu operasi penyimpanan.

Terdapat banyak bahan setengah jadi yang disimpan. Kemudian waktu total

produksi hampir semua merupakan waktu operasi. Dalam setiap produksi,

mengalami proses di mulai dari waktu penimbangan bahan baku, pengolahan

adonan, penggilingan, pengepresan hingga penggorengan. Dari sisi pelayanan

pekerja kurang memadai, begitu juga dengan pengendalian kebisingan, kotoran,

dan debu belum sepenuhnya terkendali karena sesuai dengan kondisi nyata di

dalam industri tersebut masih banyak sekali kotoran dan debu menempel pada

atap, dinding, peralatan dan lantai, serta suara bising yang dihasilkan

mengganggu.

Kekurangan dari tata letak industri ini ialah tidak maksimalnya

penggunaan ruang, dan aliran bahan tidak lurus, melainkan meloncat dari stasiun

satu ke stasiun lain. Kemudiaan tidak adanya pengendalian akan kebisingan,

kotoran dan debu. Selain itu, frekuensi pemindahan banyak (langkah balik tidak

Page 28: TLPB 1-10. A6

`

26

minimum, melainkan banyak melakukan pemindahan berulang kali).

Kelebihannya ialah masing-masing stasiun berdekatan (jarak minimum), operasi

pertama dekat dengan penerimaan (bahan baku dekat dengan pengolahan adonan),

dan operasi terakhir dekat dengan pengiriman (kerupuk jadi dekat dengan proses

pengiriman).

Kriteria Tata Letak yang Baik :

o Aliran Bahan : pola aliran terencana, aliran bahan lurus, langkah balik

minimum, keterkaitan kegiatan terencana.

o Pemindahan Bahan : frekuensi pemindahan minimum, metode

terencana, alat pemindah yang sesuai, jarak minimum, di gabung dengan

proses, bergerak dari penenerimaan menuju pengiriman.

o Ruang : Gang lurus, pemakaian ruang maksimum, ruang penyimpanan

mencukupi, ruang antar peralatan mencukupi, direncanakan untuk

perluasan.

o Proses Operasi : Operasi pertama dekat penerimaan, operasi terakhir dekat

denga pengiriman, penyimpanan di tempat pemakaian, bahan setengah jadi

minimum, waktu produksi total hampir seluruhnya merupakan waktu

pemrosesan, penempatan bagian penerimaan dan pengiriman yang pantas.

o Lain-lain : pelayanan pekerja memadai, pengendalian kebisingan, kotoran,

debu, dsb, pembuangan barang sisa minimum.

Dalam praktikum acara 1 ini, digunakan juga metode kualitatif yaitu metode

dengan memberikan skor pada masing-masing tata letak berdasarkan kriteria tata

letak yang baik sesuai dengan kondisi nyata dalam industri. Pemberian skor ini

berguna untuk menilai tata letak industri yang menjadi obyek kajian dengan

melihat total skor di kali bobot. Skor ini dapat menjadi tolak ukur bagi tata letak

industri kerupuk yang kami kunjungi, apakah tata letak industri tersebut sudah

bisa termasuk kriteria tata letak yang baik atau belum. Tata letak dapat dikatakan

baik apabila sudah sesuai dengan kriteria tata letak yang baik dan dapat ditentukan

dengan melihat total skor yang telah di dapat.

Berdasarkan skor yang kami berikan pada setiap elemen penilaian, kami

memilih beberapa alasan untuk setiap elemen skor yang ada. Setiap elemen

penilaian kami urutkan berdasarkan kriteria tata letak. Kriteria tata letak pertama

Page 29: TLPB 1-10. A6

`

27

adalah aliran bahan, pada kriteria ini memiliki empat elemen penilaian. Elemen

penilaian pertama adalah pola aliran terencana dengan bobot 0,07. Kami menilai

bahwa pola aliran terencana pada industri Kerupuk Subur tersebut sudah baik

karena proses alirannya sudah berurutan dan tidak adanya aliran proses yang tidak

terencana. Dari perhitungan bobot dikali skor pada elemen penilaian pertama pada

aliran bahan diperoleh hasil 0,21. Elemen penilaian kedua adalah aliran bahan

lurus dengan bobot 0,05. Pada elemen penilaian kedua ini kami memberikan skor

2, sehingga di peroleh hasil 0,1. Kami memeberikan skor tersebut dikarenakan

pada industri tersebut terdapat 1 mesin yang tidak beroprasi dan lokasinya

diantara mesin yang dapat beroprasi. Sehingga proses pencetakan menjadi kurang

maksimal. Elemen penilaian ke tiga adalah langkah balik minimum dengan bobot

0,06, kami memeberi skor 3 sehingga diperoleh hasil 0,18. Pada elemen penilaian

langkah balik ini kami memeberikan penilaian bagus karena langkah balik yang

dilakukan industri tersebut sudah seminimum mungkin. Kemudian elemen

terakhir pada kiteria tata letak berdasarkan aliran bahan adalah keterikatan

kegiatan terencana dengan bobot 0,06. Pada elemen penilaian ini kami memberi

skor 3 juga sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,18. Kami menilai rencana

kegiatan dalam industri tersebut sudah terencana dengan baik sehingga sesuai

dengan pola alinarnnya dan saling keterkaitan.

Kriteria penilaian kedua adalah pemindahan bahan dengan 6 elemen penilaian.

Elemen penilaian pertama adalah frekuensi pemindahan minimum dengan bobot

0,05.Pada elemen ini kami memberi nilai sangat kurang sehingga hasil yang

didapat adalah 0,05. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya proses pemindahan

pada setiap stasiun kerja, sehingga perlu adanya minimalisir kegiatan

pemindahan. Elemen penilaian kedua adalah metode terencana dengan bobot 0,05

dan skor 2, sehingga diperoleh hasil 0,1. Kami memberikan skor kurang karena

proses pemindahan yang terlalu banyak sehingga diperlukan alat pemidah yang

mampu membantu dan mengurangi proses pemindahan. Elemen penilain ketiga

adalah alat pemindahan sesuai dengan bobot 0,05. Pada elemen ini kami

memeberikan nilai sangat kurang. Hal ini disebabkan seluruh pemindahan dalam

setiap stasiun kerja dilakukan secara manual, sehingga diperlukan waktu dan

tenaga yang ekstra. Elemen penilaian keempat adalah jarak minimum dengan

Page 30: TLPB 1-10. A6

`

28

bobot 0,05. Dikarenakan terdapat 1 mesin yang lokasinya jauh dari mesin-mesin

yang dapat beroprasi sehingga jarak minimum kurang dapat diaplikasikan dengan

baik. Hal ini yang menyebabkan kami memberikan skor sangat kurang pada

elemen penilaian jarak minimum. Elemen penilaian kelima adalah digabung

dengan proses dengan bobot 0,05. Pada elemen ini kami memberikan skor kurang,

karena beberapa proses peminidahan tidak mengalami proses yang lain. Sehingga

diperoleh hasil 0,1. Kemudian elemen penilaian yang terakhir adalah beregerak

dari penerima menuju pengiriman dengan bobot 0,04. Kami memberi skor baik

sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,12. Hal ini dikarenakan sudah sesuainya

alur pemindahan bahan yang bergerak dari penerimaan menuju pengiriman.

Kriteria penilaian ketiga adalah ruang dengan 5 elemen penilaian. Elemen

penilaian pertama adalah gang lurus dengan bobot 0,05 dan skor yang kami

berikan bagus. Alasan kami memberikan skor bagus karena penataan gang lurus

sudah sesuai dengan tata letak serta tidak terdapat gang yang berkelok-kelok.

Kemudian elemen penilaian kedua adalah pemekaian ruang maksimum dengan

bobot 0,04. Pada elemen ini kami memberi skor 2 sehingga diperoleh hasil 0,08.

Hal ini dikarenakan masih adanya ruang kosong yang ditadak digunakan secara

maksimal pada industri pembuatan kerupuk tersebut. Elemen penilaian ketiga

adalah ruang penyimpanan mencukupi dengan bobot 0,05. Skor yang kami

berikan pada elemen penilaian ruang penyimpanan mencukupi adalah bagus. Hal

ini dikarenakan seluruh bahan mentah, bahan setengah jadi maupun bahan

setengah jadi dapat disimpan pada lokasi yang mencukupi. Elemen penilaian

keempat adalah ruang antar peralatan mencukupi dengan bobot 0,05 dan kami

memberikan skor sebanyak 2. Kami menilai ruang antar peralatan kurang

mencukupi karena penempatan mesin yang terlalu dekat dengan tembok sehingga

pada saat dilakukan proses pembersihan sangat sulit untuk dilakukan. Apabila

akan melakukan proses pembersihan diperlukan tenaga ekstra untuk menggeser

mesin agar bagian yang dekat dengan tombok dapat dijangkau untuk dibersihkan

sampai bersi. Kemudian elemen penilaian kelima adalah diperlukan perluasan

dengan bobot 0,03 dan kami memberikan skor 2 sehingga diperoleh hasil 0,06.

Alasan kami memberi skor kurang karena pada industri pembuatan kerupuk

tersebut tidak memerlukan perluasan lahan atau lokasi. Hal ini dikarenakan lokasi

Page 31: TLPB 1-10. A6

`

29

industri yang padat penduduk dan ditengah kota sehingga untuk melakukan

perluasan sangat sulit dilakukan, ditambah harga tanah untuk setiap meternya

untuk wilayah perkotaan saat ini sangat mahal. Sehingga diperlukan biaya

tambahan yang cukup besar untuk melakukan perluasan. Selain itu, industri

kerupuk ini lokasinya sudah luas dan untuk ukuran lokasi saat ini produsen sudah

mampu memenuhi kebutuhan konsumen setiap harinya.

Kriteria penilaian keempat adalah proses produksi dengan 6 elemen penilaian.

Elemen penilaian pertama adalah operasi pertama dekat dengan penerimaan

dengan bobot 0,04. Pada elemen tersebut kami memberi nilai sangat bagus karena

lokasi penerimaan bahan dekat dengan operasi pertama, sehingga proses yang

dilakukan berdakatan dan dapat meminimaliasir waktu dan tenaga untuk kegiatan

transportasi. Elemen penilaian keddua adalah operasi terakhir dekat dengan

pengiriman dengan bobot 0,04. Skor yang kami berikan pada elemen ini adalah

bagus sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,12. Asalan kami memberikan nilai 3

adalah setelah proses penggorengan, kerupuk dimasukkan kedalam rombong dan

plastik besar. Kerupuk yang sudah dibungkus dengan plastik besar maupun

rombong sudah siap untuk dikirim atau dipasarkan. Elemen penilaian ketiga

adalah penyimpanan di tempat distribusi dengan bobot 0,03 dan skor 3. Proses

penyimpanan dilakukan didalam plastik besar atau rombong. Penyimpanan

dilakukan untuk menghindari kerenyahan kerupuk dapat berkurang pada saat

proses pendistribusian. Elemen penilaian keempat adalah bahan setengah jadi

menjadi minimum dengan bobot 0,03. Skor yang kami berikan pada elemen

penilaian ini adalah 2, karena kapasitas penyimpanan bahan setengah jadi yang

cukup banyak dan tidak ada sistem penanggalan pada proses penyimpanan bahan

setengah jadi. Sehingga bahan setengah jadi yang lama dicampur dengan bahan

setengah jadi yang baru, dan lokasinya dibawah sendiri bahan setengah jadi yang

lama dan yang dibagian atas adalah bahan setengah jadi yang baru. Padahal proses

pengambilan bahan setengah jadi dilakukakn dari atas ke bawah, bukan dari

bawah ke atas. Apabila bahan setengah jadi yang lama tidak segera diambil, maka

bahan setengah jadi dapat berjamur, lembab atau kadaluarsa. Hal ini dikarenakan

umur simpan bahan setengah jadi hanya 1 tahun saja. Usia bahan setengah jadi

yang pendek, maka diperlukannya penanggalan pada penyimpanan kerupuk

Page 32: TLPB 1-10. A6

`

30

sehingga proses selanjutnya akan diambil berdasarkan produkyang siap diolah dan

mengurangi terjadi produk yang kadaluarsa sebelum dijual. Elemen penilaian

kelima adaha waktu produksi total hampir seluruhnya merupakan waktu

pemrosesan dengan bobot 0,03. Pada elemen ini kami memberikan skor bagus,

karena seluruh waktu produksi merupakan waktu pemrosesan. Kemudian elemen

keenam adalah penempatan bagian penerimaan dan pengiriman yang pantas

dengan bobot 0,02. Skor yang kami berikan pada elemen ini adalah 3 sehingga

diperoleh hasil 0,06. Alasan kami memberikan skor bagus karena lokasi

penempatan pada bagian penerimaan dekat dengan stasiun kerja pertama dan

lokasi pengiriman dekat dengan stasiun kerja terakhir.

Kriteria penilaian terakhir adalah lain-lain dengan 3 elemen penilaian saja.

Elemen penilaian pertama adalah pelayanan pekerja memadai dengan bobot 0,02.

Pada elemen ini kami memberikan skor 3 sehingga hasil yang diperoleh adalah

0,06. Alasan kami memberikan skor bagus karena seluruh karyawan mendapatkan

fasilitas yang memadai dari pemilik industri kerupuk tersebut. Fasilitas yang

didapatkan karyawan berupa kamar mandi yang bersih, mesh untuk pekerja yang

berasal dari luar kota, kemudian makanan yang disediakan oleh pemilik industri

kerupuk tersebut. Elemen penilaian kedua adalah pengendalian kebisingan,

kotoran, debu dsb dengan bobot 0,02. Skor yang kami berikan pada elemen ini

adalah 1 sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,02. Hal ini disebabkan sebagian

peralatan yang jarang dibersihkan karena peralatan digunakan setiap hari. Apabila

dilakukan pembersihan peralatan maka dapat mengganggu proses produksi pada

saat itu. Elemen yang terakhir adalah pembuangan bahan sisa minimum dengan

bobot 0,02. Kami memberikan skor 2 sehingga hasil yang diperoleh adalah 0,04.

Alasan kami memberikan skor kurang dikarenakan masih banyaknya bahan sisa

dari pembuatan kerupuk tersebut.

Page 33: TLPB 1-10. A6

`

31

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum acara 1 yang berjudul Penilaian Denah dan Tata

Letak awal, praktikan mampu :

1. Menggambarkan tata letak awal industri dalam bentuk denah yang ada pada

hasil praktikum dengan skala yang telah ditentukan yaitu 1:100.

2. Melakukan penilaian menggunakan tabel skor. Pemberian skor dilakukan

pada masing-masing tata letak sesuai dengan kriteria tata letak yang baik.

Hasil yang didapat untuk penilaian tata letak adalah 2,43 berdasarkan

penjumlahan bobot dikalikan dengan skor pada setiap kriteria penilaian.

3. Mendeskripsikan kondisi umum objek kajian yang belum sepenuhnya masuk

dalam kriteria tata letak yang baik. Terutama pada pengendalian kebisingan,

kotoran, dan debu, hal ini belum dikendalikan dengan baik.

Page 34: TLPB 1-10. A6

`

32

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Tata Letak Fasilitas dan Ruang Lingkupnya. Dalam

http://library.binus.ac.id/ecolls/ethesis/bab2/2007-3-00465-

ti%20bab%202.pdf. Diakses pada tanggal 13 Maret 2013 pukul 17.32

WIB.

Anonim. 2013. Mengkomunikasikan Gambar Denah, Potongan, Tampak dan

DetailL Bangunan. Dalam http://file.upi.edu/Direktori/FPTK/JUR._

PEND._TEKNIK_ARSITEKTUR/197106071998021-ERNAKRISNA

NTO/Menkomunikasikan gambar_tampak_dan_potongan.pdf. Diakses

pada tanggal 8 Maret 2013 pukul 19.05 WIB.

K. Susanta, Gatut dan Danang Kusjuliadi P..2007. Cara Praktis Menghitung

Kebutuhan Material Rumah. Bogor: Penebar Swadaya.

Manek, N J . 2001. Comprehensive Industrial Engineering .Laxmi Publications.

New Delhi.

Meyers, Fred E.. 2005. Manufacturing Facilities Design ang Material Handling,

3rd

Edition. Prentice Hall. USA.

Rainbow. 2010. Perancangan Tata Letak. Dalam http://digilib. ittelkom.

ac.id/index.php?option=com_content&viewarticle&id=670:tataletak&cati

d=25:industri&Itemid=14. Diakses pada tanggal 8 Maret 2013 pukul 20.05

WIB.

Tjahjadi, Sunarto. 2002. Data Arsitek. Jakarta: Erlangga.

Wignojoesoebroto, sritomo. 2009. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan

Edisi 3. Surabaya: Penerbit Guna Swadaya.

Yulianto,Widi. 2003. Aplikasi AutoCAD 2002 untuk Pemetaan dan SIG. Jakarta:

PT Elex Media Komputindo.

Zimmerer, Thomas W., dkk. 2008. Essentials of Entrepreneurship and Small

Business Management, 5th

ed. Pearson Education, Inc. New Jersey.

Page 35: TLPB 1-10. A6

`

33

LAPORAN PRAKTIKUM

TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

ACARA 2

PETA KERJA UNTUK EVALUASI

TATA LETAK AWAL

KELOMPOK A6

ANGGOTA

Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950

Arief Maharani 11/311591/TP/09963

Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980

Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006

Co. Ass

Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

Page 36: TLPB 1-10. A6

`

34

2013

Page 37: TLPB 1-10. A6

`

35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja

secara sistematis dan jelas. Melalui peta ini dapat dilihat semua langkah atau

kejadian yang dialami oleh suatu bahan mulai dari masuk ke pabrik (berbentuk

bahan baku), yang menggambarkan semua langkah yang dialaminya, seperti

transportasi, operasi mesin, pemeriksaan dan perakitan, sampai akhirnya menjadi

produk jadi, baik produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk

lengkap.

Pembuatan peta kerja sangat penting karena berdasarkan peta kerja yang

dibuat dapat dianalisis tata letak suatu industri yang menjadi objek kajian, misal

pada objek kajian tersebut proses yang terjadi belum efektif dan efisien misal

dalam hal proses operasi, aliran proses serta diagram aliran bahan. Peta proses

operasi mencakup semua proses yang terjadi pada bahan yang diolah dari bahan

mentah menjadi bahan jadi. Peta aliran proses menggambarkan proses operasi

namun lebih lengkap. Pada peta aliran proses, terdapat proses transportasi dan

delay. Sedangkan diagram alir menggambarkan aliran perpindahan bahan yang

terjadi dalam industri tersebut.

Oleh sebab itu praktikan melakukan analisis terhadap peta kerja agar dapat

dilakukan evaluasi terhadap tata letak dari industri yang dijadikan sebagai objek

kajian praktikan. Dengan membuat peta kerja dari tata letak awal industri tersebut,

maka praktikan dapat melakukan evaluasi tata letak awal yang sudah ada sehingga

diharapkan tata letak industri yang menjadi objek kajian dapat menjadi lebih baik.

Page 38: TLPB 1-10. A6

`

36

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 2 yang

berjudul Peta Kerja untuk Evaluasi Tata Letak Awal adalah:

1. Praktikan dapat membuat peta kerja seperti peta proses operasi, peta aliran

proses, diagram aliran (bagan tali), peta dari-ke, berdasarkan proses

produksi yang terjadi, lengkap dengan data peralatan dan waktu proses.

2. Praktikan dapat mengevaluasi tata letak berdasarkan peta kerja yang

dibuat.

3. Praktikan dapat menganalisis kelebihan dan kekurangan tata letak yang

ada sekarang.

Page 39: TLPB 1-10. A6

`

37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja

secara sistematis dengan jelas, dimana dapat digunakan untuk berkomunikasi

secara luas, melalui peta kerja ini kita dapat sekaligus memperoleh informasi-

informasi yang diperlukan untuk memperbaiki metode kerja khususnya kerja

produksi (Sutalaksana,1979).

Peta proses operasi adalah peta yang menggambarkan urutan operasi yang

dilalui suatu produk. Peta proses operasi memperlus peta rakitan dengan

menambahkan setiap operasi ke dalam gambaran grafis pola aliran pertama yang

telah dikembangkan. Keuntungan dan kegunaan peta proses operasi adalah

(Hadiguna, 2008):

a. Mengombinasikan lintasan produksi dan peta rakitan, sehingga

memberikan informasi yang lebih lengkap.

b. Menunjukan operasi yang harus dilakukan setiap komponen.

c. Menunjukan urutan operasi tiap komponen.

d. Menunjukan urutan fabrikasi dan rakitan tiap komponen.

e. Menunjukan kerumitan nisbi fabrikasi tiap komponen.

f. Menunjukan hubungan tiap komponen.

g. Menunjukan panjang nisbi lintasan fabrikasi dan ruang yang dibutuhkan.

h. Menunjukan titik tempat komponen memasuki proses.

i. Menunjukan tingkat kebutuhan sebuah rakitan.

j. Membedakan antara komponen yang dibeli dan dibuat.

k. Membantu perencanaan tempat kerja mandiri.

Peta proses operasi (operation process chart) umumnya digunakan untuk

menggambarkan urut-urutan kerja khusunya untuk kegiatan-kegiatan yang

produktif sja seperti operasi dan inspeksi. Dengan kata lain, pada peta proses

operasi, akan menunjukkan langkah-langkah secara kronologis dari semua operasi

inspeksi, waktu longgar dan bahan baku yang digunakan di dalam satu proses

Page 40: TLPB 1-10. A6

`

38

manufacturing yaitu dimulai dari datangnya bahan baku sampai ke proses

pengemasan (packaging) dari produ jadi yang dihasilkan.

Diagram aliran pada dasarnya persis sama dengan peta aliran proses.

Hanya saja penggambarannya dilakukan di atas gambar layout dari fasilitas kerja.

Tujuan pokok dalam pembuatan flow diagram adalah untuk mengevaluasi

langkah-langkah proses dalam situasi yang lebih jelas, di samping tentunya bisa

dimanfaatkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan di dalam desain layout

fasilitas produksi yang ada. Peta aliran proses adalah suatu peta yang akan

menggambarkan semua aktivitas baik produktif maupun tidak produktif yang

terlibat dalam proses pelaksanaan kerja (Wignjosoebroto, 1993).

Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan

langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan

operasi dan pemeriksaan (Ulrich, 2000). Jadi, dalam suatu peta proses operasi

yang dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja.

Peta Proses Operasi juga disebut garis bagan proses. Bagan proses operasi

memberikan pandangan dari seluruh proses dengan hanya merekam kegiatan

utama dan inspeksi yang terlibat dalam proses. Peta Proses Operasi hanya

menggunakan dua symbol yaitu operasi dan inspeksi. Peta Proses Operasi sangat

membantu untuk (Kumar, 2006):

a. Memvisualisasikan urutan lengkap dari operasi dan pemeriksaan dalam

proses

b. Mengetehui di mana operasi yang dipilih cocok untuk rincian ke dalam

seluruh proses

c. Dalam Peta Proses Operasi, representasi grafis dari poin di mana bahan

diperkenalkan ke proses serta apa operasi dan inspeksi akan

ditampilkan pada tampilan peta proses operasi tersebut.

Diagram Alir (flowchart) adalah gambar dari rangkaian langkah-langkah

dari sebuah proses (Sprankle, 2006). Grafis yang disajikan berupa gambar-gambar

notasi yang setiap bentuk memiliki arti tersendiri. Beberapa notasi diagram alir

yang umum digunakan untuk pemrograman ditunjukkan oleh Tabel 1.

Page 41: TLPB 1-10. A6

`

39

Ada dua kemungkinan yang menimbulkan perlunya penilaian tata letak

(Anonim, 2013):

1. Evaluasi tata letak yang ada dengan tujuan mencari peluang perbaikan.

2. Evaluasi terhadap tata letak alternative untuk suatu masalah atau

proyek tunggal.

Tetapi untuk melakukan evaluasi dibutuhkan perlakuan-perlakuan yang

mencakup:

1. Kriteria yang dikembangkan pada awal proses tata letak.

2. Kriteria tata letak atau ukuran yang menentukan tata letak yang baik.

3. Perbandingan atas modal (ROI) dari fasilitas baru.

Page 42: TLPB 1-10. A6

`

40

Pada dasarnya peta-peta bisa dibagi kedalam dua kelompok besar

berdasarkan kegiatannya, yaitu (Anonim, 2013):

1. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja

keseluruhan.

2. Peta-peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat.

Dalam hal ini tentunya kita harus bisa membedakan antara kegiatan kerja

keseluruhan dan kegiatan kerja setempat. Disebut keseluruhan jika melibatkan

sebagian besar atau semua sistem kerja yang diperlukan untuk membuat produk

yang bersangkutan. Sementara yang dimaksud dengan kegiatan kerja setempat,

apabila hal itu menyangkut hanya satu sistem kerja saja yang biasanya melibatkan

orang dan fasilitas dalam jumlah terbatas.

Peta aliran proses (flow process chart) menunjukkan urutan operasi.,

pemeriksaan, transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang terjadiselama

proses. Berisi informasi untuk menganalisis tiap komponen atau assembly.

Berguna untuk mengetahui aliran bahan mulai masuk proses sampai aktivitas

akhir, mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan selama proses, alat

melakukan perbaikan proses atau metode kerja, serta memberi informasi waktu

penyelesaian proses (Anonim, 2013).

Keuntungan utama dari penggambaran peta aliran proses ini adalah

langkah-langkah proses baik yang bersifat produktif (operasi dan inspeksi)

ataupun tidak produktif (transportasi, menunggu, dan menyimpan) . Dengan peta

aliran proses maka akan dapat diperoleh keuntungan atas perbaikan proses, antara

lain (Anonim, 2013):

1. Mengurangi operasi-operasi yang tidak perlu atau mengkombinasikannya

dengan operasi yang lain.

2. Mengurangi aktivitas handling yang tidak efisien.

3. Mengurangi jarak perpindahan material dari satu operasi ke operasi yang

lain.

4. Mengurangi waktu yang terbuang percuma karena kegiatan yang tidak

produktif seperti menunggu atau transportasi.

Page 43: TLPB 1-10. A6

`

41

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Pembuatan PPO

Pada baris teratas ditulis Peta Proses Operasi, diikuti

informasilain seperti nama obyek, nama pembuat peta,

tanggal dipetakan, nomor peta

Bahan yang akan diproses ditulis diatas garis horizontal.

Jika bahan lebih dari satu, bahan utama atau bahan yang

mengalami operasi terbanyak digambarkan di bagian paling

kanan kertas.

Digambarkan dengan garis menurun, menunjukkan adanya

operasi dan inspeksi yang dialami dengan menggunakan

lambang lingkaran dan bujur sangkar. Disebelah kanan

lambang lingkaran atau bujur sangkar, dituliskan informasi

nama operasi/inspeksi, kondisi operasi, mesin yang

digunakan atau stasiun kerja yang melaksanakan

operasi/inspeksi. Disebelah kiri lambang bulatan atau bujur

sangkar, dituliskan waktu yang diperlukan.

Bahan tambahan yang mengalami operasi/inspeksi

digambarkan di sebelah kiri bahan utama/bahan dengan

proses terpanjang.

Page 44: TLPB 1-10. A6

`

42

B. Pembuatan PAP

Bahan tambahan yang tidak mengalami operasi (dibeli

langsung dipakai) digambarkan langsung di titik bahan

tersebut bergabung.

Penomoran kegiatan operasi atau inspeksi dilakukan secara

berurutan sesuai dengan urutan operasi atau inspeksi yang

terjadi.

Setelah PPO selesai dibuat, dituliskan ringkasan jumlah

kegiatan operasi dan inspeksi

Formulir PAP dibuat seperti contoh

Diisi sesuai dengan kegiatan yang diamati

Aliran bahan/orang yang diamati ditentukan

Page 45: TLPB 1-10. A6

`

43

Kolom sebelah kanan dilengkapi dengan data seperti :

jarak perpindahan, jumlah orang terlibat, waktu yang

dibutuhkan, metode perpindahan, frekuensi pemindahan,

nomor departemen, dan lain-lain.

Dilanjutkan ke seluruh proses

Dalam penentuan langkah, diharuskan mengikuti satu

orang atau satu obyek saja

Peta dikaji untuk kemungkinan perbaikan

Page 46: TLPB 1-10. A6

`

44

C. Pembuatan Diagram Alir

Dengan menggunakan dengan denah yang sudah

diperoleh di acara 1, aliran bahan yang ada diatas denah

tersebut digambarkan

Dibuat dengan memindahkan lambang-lambang pada

peta aliran proses ke dalam diagram aliran, dari awal

sampai akhir proses.

Lambang-lambang dihubungkan dengan garis untuk

menunjukkan lintasan perjalanan bahan.

Pengamatan dilakukan :

Lokasi kritis : banyak garis yang berpotongan

yang menggambarkan lintasan pemindahan bahan

yang padat

Perpindahan bolak-balik (back-tracking)

Lambang-lambang dihubungkan dengan garis untuk

menunjukkan lintasan perjalanan bahan.

Pengamatan dilakukan :

Lokasi kritis : banyak garis yang berpotongan

yang menggambarkan lintasan pemindahan bahan

yang padat

Perpindahan bolak-balik (back-tracking)

Page 47: TLPB 1-10. A6

`

45

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Peta Proses Operasi

(terlampir)

2. Peta Aliran Proses

(terlampir)

3. Diagram Alir

(terlampir)

B. Pembahasan

Pada praktikum acara 2 Tata Letak Penanganan Bahan dengan judul “Peta

Kerja Untuk Evaluasi Tata Letak Awal” ini bertujuan untuk dapat membuat peta

kerja seperti peta proses operasi, peta aliran proses, diagram aliran (bagan tali),

peta dari-ke, berdasarkan proses produksi yang terjadi, lengkap dengan data

peralatan dan waktu proses, dapat mengevaluasi tata letak berdasarkan peta kerja

yang dibuat dan menganalisis kelebihan dan kekurangan tata letak yang ada

sekarang. Objek dalam peta kerja ini adalah proses pembuatan kerupuk yang

berada di Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning, Banguntapan, Bantul,

Yogyakarta.

Peta kerja merupakan suatu alat yang menggambarkan kegiatan kerja

secara sistematis dan jelas. Dalam peta ini dapat dilihat semua langkah atau

kejadian oleh suatu benda kerja dari mulai masuk pabrik (berbentuk bahan baku)

kemudian menggambarkan semua langkah yang dialami seperti transportasi,

operasi mesin, pemeriksaan dan perakitan, sampai akhirnya produk jadi, baik

produk lengkap atau merupakan bagian dari suatu produk lengkap. Pada dasarnya,

semua perbaikan tersebut ditujukan untuk mengurangi biaya produksi secara

keseluruhan, dengan demikian peta ini merupakan alat yang baik untuk

Page 48: TLPB 1-10. A6

`

46

menganalisa suatu pekerjaan sehingga mempermudah dalam perencanaan

perbaikan kerja.

Peta kerja adalah alat yang menggambarkan kegiatan kerja secara

sistematis dan jelas sekaligus mendapatkan informasi yang diperlukan untuk

memperbaiki suatu metode kerja. Lewat peta kerja dapat diketahui semua langkah

kegiatan atau kejadian yang dialami oleh suatu benda kerja mulai dari bahan

masuk pabrik kemudian menggambarkan semua langkah yang dialaminya.

Berdasarkan kegiatannya, peta kerja dibagi dalam 2 kelompok, yaitu :

1. Peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja secara

keseluruhan:

a. Peta Proses Operasi (OPC)

b. Peta Aliran Proses (FPC)

c. Peta Proses Kelompok Kerja (GPC)

d. Assembly Chart (AC)

e. Diagram Aliran (FD)

2. Peta kerja yang digunakan untuk menganalisis kegiatan kerja setempat:

a. Peta Pekerja dan Mesin

b. Peta Tangan Kiri dan Tangan Kanan

Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan

langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-urutan

operasi dan pemeriksaan sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh dengan

menyertakan informasi seperti waktu yang digunakan per operasi, bahan yang

digunakan, alat yang digunakan, dan operasi serta inspeksi yang dilakukan. Peta

proses kerja menjadi acuan dalam melakukan perancangan tata letak pabrik baru

dan pembuatan kerja lainnya, sebagai contoh peta aliran proses. Dalam peta

proses operasi, hanya kegiatan yang produktif yang digambarkan, dan semua

bahan baku yang digunakan dalam proses produksi dibuat dalam satu peta proses

operasi.

Peta Aliran Proses suatu diagram yang menunjukkan urutan-urutan

operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu, dan penyimpanan yang terjadi

selama satu proses atau prosedur berlangsung, serta di dalamnya memuat pula

informasi-informasi yang diperlukan untuk analisis seperti waktu yang dibutuhkan

Page 49: TLPB 1-10. A6

`

47

dari jarak perpindahan. Pada prinsipnya peta aliran proses hampir sama dengan

peta proses operasi. Perbedaannya hanyalah pada peta aliran proses terdapat

kegiatan transportasi dan penundaan (delay) disertai dengan waktu jarak

perpindahannya, sedangkan pada peta proses operasi hanya terdapat proses

operasi dan inspeksi serta diakhiri dengan penyimpanan. Peta aliran proses dibuat

untuk tiap jenis bahan baku sehingga setiap satu bahan baku yang mengalami

proses atau inspeksi memiliki satu peta aliran proses.

Diagram Aliran merupakan diagram yang menggambarkan langkah-

langkah yang digambarkan diatas tata letak yang menunjukkan lokasi dari semua

aktivitas yang terjadi dalam peta aliran proses. Aktivitas pergerakan suatu

material atau orang dari suatu tempat ketempat berikutnya dinyatakan oleh garis

aliran dalam diagram tersebut. Arah aliran digambarkan oleh anak panah kecil

pada garis aliran tersebut. Tujuan adalah untuk mengevaluasi langkah-langkah

proses dalam situasi yang jelas serta dapat dimanfaatkan untuk melakukan

perbaikan-perbaikan didalam desain layout fasilitas produksi yang ada. Dalam

diagram aliran ini , hal yang dapat diamati adalah lokasi kritis yaitu diketahui

dengan banyaknya garis potong yang menggambarkan lintasan perpindahan bahan

yang terdapatnya perpindahan bolak-balik atau disebut dengan Back-Tracking.

Peta proses operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan

langkah-langkah proses yang akan dialami bahan-bahan baku mengenai urutan-

urutan operasi dan pemeriksaan dari tahap awal sampai menjadi produk jadi atau

komponen, dan memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk menganalisis

lebih lanjut seperti waktu, material, tempat, alat, dan mesin yang digunakan.

Informasi-informasi yang diperoleh dari peta proses operasi memiliki beberapa

manfaat antara lain :

1. Mengetahui kebutuhan terhadap mesin dan anggarannya.

2. Memperkirakan kebutuhan terhadap bahan baku dengan memperhitungkan

efisiensi tiap operasi dan pemeriksaan.

3. Menentukan tata letak pabrik.

4. Melakukan perbaikan cara kerja yang sedang digunakan.

5. Melatih cara kerja

Page 50: TLPB 1-10. A6

`

48

6. Mengetahui jumlah dan urutan operasi yang harus dilakukan terhadap

bahan.

7. Mengidentifikasi kesulitan yang mungkin timbul dalam aliran produksi.

Peta proses operasi dapat digambarkan dengan baik apabila menggunakan

prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Membuat judul Peta Proses Operasi dan identifikasi nama obyek, nama

pembuat peta, tanggal dipetakan, nomor peta, dan nomor gambar.

2. Material yang digunakan ditempatkan di atas garis horizontal, yang

menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.

3. Garis vertikal, menunjukkan adanya operasi dan atau inspeksi yang

dialami dengan menggunakan lambang lingkaran dan bujur sangkar. Di

sebelah kanan lambang lingkaran atau bujur sangkar, tuliskan informasi

nama operasi/inspeksi, kondisi operasi, mesin yang digunakan atau stasiun

kerja yang melaksanakan operasi/ inspeksi. Di sebelah kiri lambang

bulatan atau bujur sangkar , tuliskan waktu yang diperlukan.

4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan

sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk

tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.

5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara

tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.

6. Produk yang biasanya paling banyak memerlukan operasi, harus dipetakan

terlebih dahulu dan berarti dipetakan dengan garis vertikal di sebelah

kanan halaman kertas.

7. Setelah PPO selesai dibuat, dituliskan ringkasan jumlah kegiatan operasi

dan inspeksi.

Peta proses operasi dalam pembuatan kerupuk terdiri dari 20 operasi, 18

inspeksi dan 1 penyimpanan. Proses operasi berlangsung selama 1155 menit (19

jam 25 menit). Operasi pertama ialah penimbangan tepung kanji sebagai bahan

baku kerupuk yaitu sebanyak 60 Kg, diikuti dengan adanya inspeksi (inspeksi

pertama), inspeksi yang dimaksud disini ialah ada pemeriksaan akan berat tepung

kanji yang akan di pakai dalam proses pembuatan kerupuk, apakah massa yang

dibutuhkan sudah sesuai atau belum. Penimbangan dilakukan dengan

Page 51: TLPB 1-10. A6

`

49

menggunakan timbangan. Operasi ke-2, penimbangan bawang sebanyak 5 Kg

sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk dengan menggunakan

timbangan. Terdapat inspeksi (inspeksi ke-2) dalam operasi ke-dua ini, yaitu

memeriksa massa bawang yang akan dipakai, apakah sudah sesuai. Operasi ke-3,

penimbangan ikan laut sebanyak 4 Kg yang juga berperan sebagai bahan

tambahan dengan menggunakan timbangan. Ada inspeksi (inspeksi ke-3) dalam

operasi ini, pemeriksaan akan massa ikan laut yang di pakai untuk di campur

dengan tepung kanji sebanyak 60 Kg. Operasi ke-4, penimbangan garam sebanyak

16 Kg sebagai bahan tambahan dengan menggunakan timbangan. Terdapat

inspeksi (inspeksi ke-4) dalam operasi ini, pemeriksaan akan massa garam apakah

sudah sesuai atau belum. Operasi ke-5, penimbangan penyedap rasa sebagai bahan

tambahan juga. Terdapat inspeksi (inspeksi ke-5) dalam operasi ini, adanya

pemeriksaan akan massa penyedap rasa yang digunakan. Penimbangan dilakukan

dengan menggunakan timbangan. Kemudian Operasi ke-6, pengukuran volume air

sebesar 300 liter dengan menggunakan gelas ukur. Terdapat inspeksi (inspeksi ke-

6) dalam operasi ini, inspeksi mengenai volume air yang dipakai apakah sudah

cukup atau belum untuk melemaskan adonan. Operasi ke-7, perebusan air

dilakukan selama 90 menit. Dalam proses perebusan ini melibatkan operasi dan

inspeksi (inspeksi ke-7), inspeksi akan mendidihnya air.

Masuk ke dalam proses pembuatan kerupuk, langkah-langkah pembuatan

kerupuk adalah sebagai berikut:

1. Melakukan penimbangan bahan baku dan bahan tambahan dengan

menggunakan timbangan, dalam hal ini melibatkan proses operasi dan

inspeksi.

2. Melakukan pencampuran antara bahan baku dengan bahan tambahan

dalam bak pencampuran, proses ini merupakan operasi ke-8. Pada

pencampuran bahan tidak melibatkan inspeksi melainkan hanya operasi.

Operasi pencampuran bahan ini berlangsung selama 15 menit.

3. Bahan-bahan di aduk secara manual selama 30 menit, melibatkan operasi

dan inspeksi. Langkah 3 ini merupakan operasi ke-9 dan terdapat inspeksi

(inspeksi ke-8). Inspeksi apakah bahan telah tercampur secara merata

dilakukan.

Page 52: TLPB 1-10. A6

`

50

4. Setelah itu, adonan masuk ke dalam proses penggilingan dengan mesin

giling yang melibatkan operasi dan inspeksi. Penggilingan merupakan

operasi ke-10 dan ada inspeksi (inspeksi ke-9) akan tekstur adonan,

apabila tekstur sudah sesuai maka masuk ke dalam proses selanjutnya.

Tekstur yang dimaksud adalah sampai adonan menjadi kalis.Proses

penggilingan berlangsung selama 40 menit.

5. Pengepresan adonan dilakukan dengan mesin pres, melibatkan operasi

(operasi ke-11) dan inspeksi (inspeksi ke-10). Ketebalan yang diinginkan

ialah ±1 cm, inspeksi dilakukan untuk memeriksa ketebalan adonan yang

dihasilkan oleh mesin pres. Apabila adonan terlalu tebal maka pengepresan

diulang sebanyak ±3 kali pengulangan.

6. Pencetakan kerupuk dengan menggunakan alat pencetak Bossan dilakukan

selama 60 menit. Dalam langkah ini melibatkan operasi (operasi ke-14)

dan inspeksi (inspeksi ke-13). Adonan dicetak dengan mesin Bossan,

ketika hasil cetakan tersebut tidak bagus yaitu kerupuk yang dihasilkan

tipis maka dilakukan pemisahan. Bentuk cetakan yang tidak bagus (tipis)

diletakkan di bak khusus yang nantinya akan diolah kembali.

7. Hasil cetak yang bagus masuk kedalam proses pengukusan yang

melibatkan operasi (operasi ke-15) dan inspeksi (inspeksi ke-14).

Pengukusan dilakukan dengan menggunakan ketel uap selama 5 menit.

Selama pengukusan dilakukan pemeriksaan akan suhu ketel uap.

8. Penjemuran dilakukan secara manual selama 7 jam. Penjemuran ini

dilakukan dengan bantuan sinar matahari, selama penjemuran melibatkan

operasi (operasi ke-16) dan inspeksi (inspeksi ke-15). Kerupuk yang

dijemur akan diperiksa apakah sudah kering atau belum secara manual.

9. Pengovenan dilakukan untuk mengurangi kadar air kerupuk yang telah

dijemur sehingga benar-benar kering. Pengovenan dilakukan

menggunakan oven selama 3 jam bahan bakarnya bukan kayu melainkan

menggunakan LPG dan proses pengovenan ini melibatkan operasi (operasi

ke-17) dan inspeksi (inspeksi ke-16). Inspeksi dilakukan untuk melihat

apakah kerupuk sudah cukup kering atau belum, dan sekaligus dilakukan

perollingan, seperti kerupuk yang tadinya diatas di pindah ke bagian

Page 53: TLPB 1-10. A6

`

51

bawah, dsb, ini dilakukan supaya semua kerupuk dalam oven keringnya

merata.

10. Penimbangan kerupuk dilakukan sebelum dilakukan penggorengan.

Penimbangan dengan timbangan melibatkan operasi (operasi ke-18) dan

inspeksi (inspeksi ke-17). Pekerja yang menimbang kerupuk memeriksa

apakah kerupuk yang ditimbang sudah sesuai dengan yang diminta atau

belum. Penimbangan kerupuk biasanya untuk sekali timbang mencapai

100 kerupuk.

11. Melakukan penggorengan secara manual selama 3 jam dengan minyak

goreng dan bahan bakarnya ialah kayu bakar. Terdapat operasi (operasi ke-

19) dan inspeksi (inspeksi ke-18) dalam proses penggorengan. Dilihat

apakah kerupuk sudah matang dan tidak terlewat matang.

12. Penirisan dilakukan untuk mengurangi kadar minyak pada kerupuk.

Penirisan ini berlangsung ±1 menit dalam sekali penggorengan dan hanya

melibatkan operasi (operasi ke-20).

13. Dilakukan penyimpanan kerupuk, baik dalam rombong atau dalam plastik.

Peta aliran proses pada pembuatan kerupuk yang kami kunjungi memiliki

beberapa aliran proses menurut bahan-bahannya. Bahan-bahan yang digunakan

pada pembuatan kerupuk adalah tepung tapioka atau tepung kanji, bawang putih

halus, ikan laut, garam, penyedap dan air, sehingga apabila dijumlahkan terdapat

6 peta aliran proses. Menurut aliran proses dari keseluruhan bahan, tepung kanji

memilik aliran proses yang sangat panjang. Hal ini disebabkan oleh tepung kanji

yang merupakan bahan utama dari proses pembuatan kerupuk ini, sedangkan

bahan yang lain merupakan bahan tambahan. Jadi peta aliran proses bahan

tambahan lebih pendek bila dibandingkan dengan peta aliran proses bahan utama.

Peta aliran proses pertama adalah pengolahan bahan tepung kanji dengan

aliran yang ada saat ini. Tepung tapioka atau tepung kanji yang sudah ada di

lokasi penyimpanan dipersiapkan terlebih dahulu. Proses persiapan bahan ini

memiliki elemen pekerjaan berupa operasi saja. Hal ini dikarenakan pada proses

persiapan bahan, tidak terjadi adanya pengukuran ataupun penghitungan, yang

terjadi hanyalah mempersiapkan bahan, Kemudian setelah tepung tapioka sudah

siap, maka dilakukan pemindahan bahan dari lokasi penyimpanan ke lokasi

Page 54: TLPB 1-10. A6

`

52

penimbangan. Pada proses ini ditandai dengan simbuk panah yang berarti

transportasi. Transportasi dari lokasi penyimpanan menuju lokasi penimbangan

dilakukan secara manual karena jarak antara lokasi penyimpanan dan

penimbangan yang sangat berdekatan. Selain itu kedua lokasi tersebut masih

dalam satu ruangan. Jarak antara lokasi penyimpanan dengan lokasi penimbangan

adalah 1,5 meter dengan waktu tempuh kurang lebih 15 detik untuk satu kali

transportasi. Tepung tapioka yang sudah siap di lokasi penimbangan langsung

ditimbang. Proses penimbangan ini ditandai denga simbol lingkaran dan persegi

empat sama sisi yang berarti operasi dan inspeksi. Terjadinya operasi dan

inspesksi dalam satu elemen pekerjaan karena proses penimbangan membutuhkan

operasi dari pekerja serta pengecekan ukuran bahan baku yang ditimbang.

Pengecekan ini dilakukan untuk menghindari adanya takaran bahan yang salah

sehingga mempengaruhi hasil akhir dari kerupuk tersebut. Jumlah tepung tapioka

yang ditimbang adalah 60 kilogram dengan waktu 90 detik. Timbangan yang

digunakan pada proses ini adalah timbangan yang berukuran besar yang biasanya

digunakan untuk mengukur beras. Setelah tepung tapioka ditimbang dan

massanya sudah sesuai dengan kebutuhan produksi, kemudian tepung tapioka

tersebut dipindahkan menuju bak pencampuran. Proses ini merupakan proses

transportasi yang ditandai dengan tanda panah. Jarak antara lokasi penimbangan

dengan bak pencampuran adala 2 meter dengan waktu tempuh 120 detik dan

massa yang sama yaitu 60 kilogram. Proses pemindahan dilakukan secara manual

karena lokasinya yang berdekatan dan masih dalam satu ruangan, sehingga proses

transportasinya pun berlangsung dengan cepat. Tepung tapioka yang sudah

berada dalam bak penampung, kemudian dilakukan proses pencampuran dengan

bahan tambahan dengan berat 25 kilogram dan 300 liter air. Jadi jumlah massa

total setelah ditambah dengan bahan tambahan adalah 85 kilogram ditambah 300

liter air. Proses pencampuran bahan baku dengan bahan tambahan dilakukan di

dalam bak pencampuran dengan lama proses pencampuran selama 30 menit. Hal

yang menyebabkan proses pencampuran dilakukan sedikit lama adalah untuk

menghindari terjadinya penggumpalan bubur adonan, menjaga agar adonan

tercampur merata, menghindari terjadinya cipratan bubur yang masih panas ke

operator pengaduk dan menghindari terjadinya tumpahan-tumpahan bahan pada

Page 55: TLPB 1-10. A6

`

53

saat proses pencampuran. Apabila hal ini terjadi, maka skala produksi dapat

berkurang serta berbahaya pula bagi operator. Setelah bubur adonan telah jadi,

kemudian dilakukan proses transportasi dari bak pencampur ke mesin penggiling.

Proses transportasi ini dilakukan secara manual dengan bantuan ember kecil.

Ember kecil digunakan untuk membantu proses pengambilan dari bak yang

kemudian ditransportasikan menuju mesin penggiling. Jarak antara bak

pencampur dengan mesin penggiling adalah 1,25 meter dan waktu yang

diperlukan untuk memindahkan bubur kanji ke dalam mesin penggiling adalah 5

menit. Alat ini dipilih karena apabila menggunakan ember yang besar, operator

akan membutuhkan tenaga yang ekstra kemudian operator juga akan mudah

mengalami kelelahan. Sehingga ember yang dipilih adalah ember kecil, meskipun

perlu melakukan proses transportasi bubur adonan berulang kali, namun operator

merasa nyaman untuk membawanya sehingga pekerja tidak mengalami kelelahan

dalam jangka waktu yang cepat. Selain itu, dapat menghindari cedera otot-otot

ketika membawa bubur adonan dalam ukuran yang kecil-kecil. Kemudian proses

berikutnya adalah penggilingan bubur kanji, penggilingan ini dilakukan hingga

adonan menjadi kalis. Untuk mendapatkan adonan yang kalis dan siap untuk

dicetak membutuhkan waktu sekitar 40 menit untuk satu kali penggilingan. Proses

ini mengalami oprasi penggilingan serta inspeksi pengecekan kekaliasan adonan.

Adonan yang sudah kalis dipindahkan ke meja tunggu secara manual dengan

bantuan karung. Proses pemindahan ini berlangsung selama kurang lebih 3 menit

dengan jarak tempuh sekitar 2 meter. Proses pemindahan ini cukup lama karena

sulitnya mengeluarkan adonan yang masih menempel dari mesin penggiling.

Proses pemindahan adonan yang sudah kalis ini dinamakan proses transportasi

yang disimbolkan dengan gambar berbentuk panah. Adonan yang sudah berada

dalam meja tunggu mengalami sedikit penundaan. Hal ini disebabkan kecepatan

antara mesin pencetak dan mesin penggiling yang berbeda, sehingga untuk

menunggu mesin pencetak selesai mencetak adonan yang sudah selesai digiling

mengalami waktu penundaan. Pada waktu penundaan, adonan yang sudah kalis

diberi perlakuan dengan menutup adonan dengan karung atau plastik. Hal ini

dilakukan untuk menghindari kontaminasi produk serta untuk menghindari adanya

pengembangan produk yang tidak sesuai. Ketika mesin pencetak akan selesai

Page 56: TLPB 1-10. A6

`

54

mencetak, adonan yang berada di meja tunggu segera dilakukan pemindahan ke

mesin pengepressan. Jarak antara meja tunggu dengan mesin pengepressan adalah

1 meter sehingga waktu tempuhnya lebuh singkat yaitu 1 menit. Proses

pemindahan adonan dari meja tunggu ke mesin pengepres merupakan proses

transportasi yang ditandai dengan simbol panah. Adonan yang sudah berada di

mengepresan langsung dipress hingga ketebalan 1 cm. Pengepresan ini dibantu

dengan mesin pengepres yang dikerjakan oleh 2 operator. Operator pertama yang

menekan adonan agar masuk ke mesin pengepress, operator kedua mengambil

hasil pengepresan dari bawah. Waktu yang diperlukan untuk satu kali

pengepresan kurang lebih 2,5 menit. Untuk proses ini memang cukup singkat

karena mesin sudah diatur sedemikian rupa untuk mengepres pada ketebalan 1 cm

dengan cepat. Pengepresan ini mengalami dua proses, yaitu opersai pengepresan

serta inspeksi pengejekan ketebalan. Setelah adonan memiliki ketebalan yang

sesuai maka adonan dilakukan pemindahan dari mesin pengepres ke mesin

pencetak. Jarak antara mesin pengepres dengan mesin pencetak memiliki jarak

yang berbeda-beda, karena ada 2 mesin pencetak yang beroprasi namun jaraknya

tidak berdekatan. Untuk mesin pencetak besar memiliki jarak 1,25 meter dengan

waktu tempuh untuk mengisi mesin cetakan hingga penuh adalah 1,5 menit.

Sedangkan untuk mesin pencetak 2 yang memiliki jarak 5 meter memerlukan

waktu sektar 3 menit untuk mengisi mesin pencetak dengan adonan sampai penuh.

Pemindahan adonan yang telah dipress ke mesin penceratan mengalami proses

transportasi yang dilambangkan dengan lambang panah. Adonan yang sudah siap

di dalam mesin pencetak langsung dilakukan proses pencetakan. Proses ini

berlangsung selama kurang lebih 40 menit untuk satu kali adonan. Pada saat

proses pencetakan, sebelum adonan keluar dari mesin pencetak, alas dari mesin

pencetak dilapisi dengan strimin silikon yang nantinya bermanfaat untuk

memudahkan dalam pemindahan adonan, proses penyortiran, serta proses

pemetikan. Pencetakan ini mengalami dua proses, yaitu operasi pencetakan itu

sendiri serta inspeksi pengecekan kecepatan serta ketebalan. Setelah adonan

keluar dari mesin pencetak dan membentuk kerupuk, maka dilakukan proses

sortasi. Adonan disortir berdasarkan bentuk dan kelayakan hasil cetakan. Proses

ini dilakukan secara manual dan dilakukan oleh 1 operator. Penyortiran ini

Page 57: TLPB 1-10. A6

`

55

memiliki satu operasi saja, yaitu inspeksi mengecek ukuran kerupuk setelah

dicetak. Kemudian setelah dilakukan proses penyortiran, kerupuk dipindahkan

dari lokasi pencetakan ke lokasi pengukusan. Jarak antara mesin cetak 1 dengan

mesin pengukusan adalah 2 meter dan antara mesin cetak 2 ke mesin pengukus

adalah 3 meter dengan watu tempuh 40 detik untuk satu kali pengangkutan.

Kerupuk yang sudah berada di mesin pengukusan segera dikukus dengan ketel

uap selama 5 menit. Kemudian kerupuk dikeluarkan dan dipindahkan kelokasi

penataan kerupuk di alas jemur. Tahapan pemindahan ini merupakan proses

transportasi yang dilambangkan dengan simbol panah. Kemudian kerupuk

dilakukan penataan di atas alas bambu yang kegiatan ini merupakan operasi

penataan. Kerupuk yang sudah tertata rapi kemudian dijemur. Industri kerupuk ini

memiliki dua lokasi penjemuran, lokasi penjemuran pertama berjarak 10,6 meter

sedangkan lokasi penjemuran kedua adalah 15 meter. Kemudian kerupuk dijemur

di dibawah sinar matahari, proses ini merupakan proses operasi penjemuran.

Kerupuk yang dijemur tadi, lalu dibawa ke lokasi pemetikan dengan jarak dari

lokasi penjemuran 1 adalah 4,5 meter dan lokasi penjemuran 2 adalah 22 meter.

Kerupuk yang masih menempel pada strimin-strimin tersebut dilakukan

pemetikan secara manual. Tahapan ini dinamakan operasi pemetikan yang

dilambangkan dengan simbol lingkaran. Kemudian kerupuk kembali dijemur di

lokasi penjemuran. Kerupuk mengalami proses transportasi dari lokasi pemetikan

ke lokasi penjemuran. Yang kemudian dilanjutkan dengan proses operasi

penjemuran di bawah sinar matahari. Total waktu yang diperlukan untuk

melakukan proses penjemuran di bawah sinar matahari adalah 7 jam Setelah

kerupuk cukup kering, kerupuk dipindahkan ke mesin pengovenan untuk

melakukan proses berikutnya. Proses transportasi ini dilakukan secara manual.

Lalu kerupuk dilakukan proses pengovenan selama kurang lebih 3 jam. Tahapan

pengovenan merupakan operasi pengeringan serta inspeksi pengecekan tingkat

kekeringannya. Kerupuk yang telah selesai dioven kemudian mengalami proses

tnasportasi menuju lokasi penimbangan. Proses transportasi ini dilakukan secara

manual dengan jarak antara lokasi pengovenan dengan lokasi penimbangan bahan

setengah jadi adalah 2 meter. Lalu kerupuk ditimbang menggunakan timbangan.

Tahapan ini merupakan operasi penimbangan dan inspeksi pengecekan ukuran.

Page 58: TLPB 1-10. A6

`

56

Kerupuk yang telah selesai ditimbang kemudian dipindahkan ke lokasi

penggorengan dengan jarak 5 meter dan waktu tempuh 40 detik. Kemudian

kerupuk digoreng menggunakan 2 wajan, wajan pertama dengan minyak manas

dan wajan kedua dengan minyak sangat panas. Kedua wajan ini saling menempel

sehingga tidak memiliki jarak, selain itu proses penggorengan juga dalam 1

waktu. Untuk memperoleh kerupuk yang matang, renyah, dan berwarna purih,

diperlukan waktu 1 menit untuk satu kali penggorengan. Kerupuk yang sudah

selesai digoreng kemudian ditiriskan dalam waktu 1 menit. Tahapan

penggorengan ini merupakan proses operasi penggorengan serta inspeksi

pengecekan tingkat kematangan kerupuk. Apabila penirisan dilakukan dalam

jangka waktu yang cukup lama, maka akan merusak tekstur dari kerupuk tersebut.

Proses penirisan ini hanya melewati operasi penirisan saja. Kemudian kerupuk

dipindahkan ke plastik atau rombong dengan cara manual dan berjarak kurang

lebih 5 meter dari lokasi penirisan.

Peta aliran proses kedua adalah pengolahan bawang putih. Bawang putih

yang sudah halus dipersiapkan terlebih dahulu di dalam baskom. Tahap persiapan

ini mengalami proses operasi yang dilambangkan dengan bentuk lingkaran.

Bawang putih yang sudah siap di dalam baskom dilakukan pemindahan dari

lokasi persiapan ke lokasi penimbangan. Jarak lokasi persiapan dengan lokasi

penimbangan adalah 22 meter dengan waktu tempuh 1,5 menit. Tahapan

pemindahan ini merupakan proses transportasi yang ditandai dengan dimbol

panah. Pemindahan bawang putih dilakukan secara manual dengan bantuan

baskom yang berisi bawang putih tadi. Bawang putih yang sudah halus tadi

ditimbang dengan massa 5 kilogram menggunakan timbangan besar dengan waktu

20 detik. Tahapan penimbangan ini dinamakan proses operasi penimbangan serta

inspeksi pengecekan ukuran. Proses operasi penimbangan ditandai dengan simbol

lingkaran sedangkan inspeksi pengecekan ukuran dilambangkan dengan simbaol

persegi empat sama sisi. Bawang putih yang massanya sudah mencapai 5

kilogram segera dipindahkan ke bak pencampuran. Tahapan pemindahan ini

dinamakan proses transportasi yang ditandai dengan lambang panah. Jarak antara

lokasi penimbangan dengan bak penampung adalah 2 meter. Kemudian bawang

putih dicampur dengan bahan baku yaitu tepung kanji serta bahan tambahan lain.

Page 59: TLPB 1-10. A6

`

57

Pencampuran bawang putih ini melewati dua proses, yaitu proses operasi

pencampuran yang dilambangkan lingkaran dan inspeksi pengengecekan

kekentalan bubur kanji yang dilambangkan persegi empat sama sisi.

Peta aliran proses berikutnya adalah ikan laut. Ikan laut yang sudah halus

dipersiapkan terlebih dahulu di dalam baskom. Tahap persiapan bahan tambahan

berupa ikan laut merupakan proses operasi yang ditandai dengan lambang

lingkaran. Ikan laut yang sudah siap dilakukan pemindahan dari lokasi persiapan

ke lokasi penimbangan. Tahapan pemindahan ini ditandai dengan proses

transportasi yang ditandai dengan simbol panah. Jarak antara tempat persiapan

dengan lokasi penimbangan adalah 22 meter dengan waktu tempuh 1 menit.

Setelah ikan laut berada di timbangan, ikan laut langsung ditimbang

menggunakan timbangan. Kegiatan penimbangan merupakan tahapan dari proses

operasi penimbangan dan inspeksi pengecekan massa ikan laut. Untuk

menimbang ikan laut dengan massa 4 kilo gram membutuhkan waktu 2 menit.

Ikan laut yang sudah siap langsung dipindahkan dari lokasi penimbangan ke

lokasi bak pencampur. Jarak antara lokasi penimbangan dengan bak pencampur

adalah 2 meter dengan waktu tempuh 20 detik. Waktu tempuh pemindahan ini

cukup singkat karena jarak yang pendek dan massa yang kecil bila dibandingkan

dengan bahan baku (tepung kanji). Tahapan pemindahan ini merupakan proses

transportasi yang di lambangkan dengan simbol panah. Ikan laut yang sudah adadi

dalam bak pencampur langsung dilakukan proses pencampuran dengan bahan

baku (tepung kanji) dan bahan tambahan lain. Ketika adonan dicampur, adonan

mengalami operasi pencampuran dan inspeksi pengecekan hingga bubur kanji

tercampur merata. Untuk memperoleh bubur kanji yang sesuai standar produksi

kerupuk diperlukan waktu selama 30 menit dengan 2 operator.

Selanjutnya peta aliran proses pengolahan garam. Garam yang masih di

dalam plastik dipersiapkan terlebih dahulu. Tahapan persiapan ini merupakan

proses operasi yang ditandai dengan lambang lingkaran. Garam yang sudah siap

langsung dipindahkan ke lokasi penimbangan secara manual. Jarak antara lokasi

persiapan ke lokasi penimbangan adalah 2 meter dengan waktu tempuh 30 detik.

Pemindahan garam dari lokasi penyimpanan ke lokasi penimbangan merupakan

proses transportasi yang ditandai dengan simbol panah. Garam langsung

Page 60: TLPB 1-10. A6

`

58

ditimbang menggunakan timbangan dengan massa garam 16 kilogram. Tahapan

penimbangan ini merupakan proses operasi penimbangan serta inspeksi

pengecekan massa garam. Setelah itu garam dengan massa 16 kilogram langsung

dipindahkan ke bak pencampur untuk proses berikutnya. Proses pemindahan

merupakan proses transportasi. Jarak antara lokasi penimbangan dengan bak

pencampur adalah 1,5 meter dengan waktu tempuh 15 detik. Kemudian garam

dicampur dengan bahan baku serta bahan tambahan lain. Proses pencampuran ini

membutuhkan waktu selama 30 menit untuk menghasilkan bubur kanji yang baik.

Bahan tambahan yang berbentuk kering yang lain adalah penyedap rasa.

Peta aliran proses ini diawali dengan persiapan garam. Tahapan persiapan garam

ini dinamakan operasi persiapan. Garam yang sudah siap, langsung dipindahkan

ke lokasi penimbangan. Jarak lokasi persiapan dengan lokasi penimbangan adalah

22 meter dengan waktu tempuh 1 menit. Kegiatan pemindahan ini dinamakan

dengan proses transportasi yang ditandai dengan lambang panah. Penyedap rasa

langsung dilakukan proses penimbangan. Pada proses ini kami tidak boleh

mengetahui komposisi penggunaan penyedap rasa dan waktu penimbangan. Hal

ini dikarenakan komposisi dari penyedap rasa merupakan rahasia dari industri

kerupuk tersebut. Setelah dilakukan penimbangan, penyedap rasa dipindahkan

dari lokasi penimbangan ke bak pencampuran. Jarak antara lokasi penimbangan

dan bak pencampur adalah 1, meter dengan waktu tempuh 15 detik. Kemudian

penyedap rasa dicampur dengan bahan baku dan bahan tambahan lain. Proses

pencampuran bahan ini berlangsung selama 30 menit hingga diperoleh bubur

kanji yang sesuai.

Kemudian peta aliran proses berikutnya adalah air. Air dipersiapkan

terlebih dahulu. Kemudian air yang sudah siap dipindahkan dari kran menuju

dandang besar untuk proses perebusan. Proses pemindahan ini dilakukan dengan

bantuan selang. Jarak antara kran dengan dandang adalah 1,5 dengan waktu 5

menit untuk mendapatkan air dengan volume 300 liter. Proses pemindahan air ini

merupakan proses transportasi. Kemudian air direbus sampai mendidih (suhu

100oc), proses perebusan ini dilakukan menggunakan dandang berbahan bakar

kayu. Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan air mendidih adalah 1,5 jam.

Tahapan ini merupakan operasi perebusan dan inspeksi dengan melihat

Page 61: TLPB 1-10. A6

`

59

munculnya tanda-tanda air sudah mendidih. Setelah air mendidih, air dipindahkan

ke bak pencampur dengan bantuan ember kecil. Proses pemindahan ini dilakukan

sedikit demi sedikit karena apabila dipindahkan secara langsung dan dalam skala

banyak maka akan membuat adonan yang dicampur akan mudah menggumpal.

Setelah melalui proses transportasi, air dicampur dengan bahan baku dan bahan

tambahan lain hingga menjadi bubur kanji.

Pada peta aliran proses berikutnya dalah peta aliran proses minyak goreng.

Minyak goreng sebelum digunakan dipersiapkan terlebih dahulu di dalam drum.

Kemudian minyak goreng dipindahkan dari drum ke jerigan dengan bantuan

pompa. Minyak goreng yang sudah ada di dalam jerigen langsung dipindahkan ke

wajan. Kedua proses pemindahan ini merupakan proses transportasi yang

dilambangkan dengan simbol panah. Jarak antara lokasi pemindahan pertama ke

pemindahan kedua adalah 2,5 meter dengan waktu tempuh 30 detik. Kemudian

minyak goreng dipanaskan untuk menggoreng kerupuk. Untuk memperoleh

kerupuk yang siap disajikan diperlukan waktu penggorengan selama 1 menit

untuk sekali penggorengan. Kerupuk yang sudah matanglangsung ditiriskan. Pada

saat proses penirisan terdapat minyak goreng yang menetes ke bawah yang

kemudian dihubungkan ke bak penampung. Pada tahapan ini merupakan proses

trasportasi pemidahan minyak goreng dari alat peniris ke bak penampung minyak.

Minyak yang sudah terisi penuh di bak penampung atau basok dipindahkan ke

wajan untuk melakukan proses penggorengan kembali.

Pada saat proses penirisan kerupuk diberi daun bawang secukupnya.

Kemudian peta aliran proses pada daun bawang dimulai dengan persiapan di

dalam plastik. Daun bawang yang sudah siap di dalam plastik sudah dalam bentuk

irisan tipis-tipis. Kemudian daun bawang dipindahkan ke atas kerupuk dengan

cara manual. Tahapan proses daun bawang ini hanya berhenti sampai disini saja.

Hal ini dikarenakan daun bawang merupakan bahan yang apabila ditambahkan

ataupun tidak ditambahkan tidak mempengaruhi harga kerupuk tersebut.

Diagram alir pada produksi kerupuk ini dimulai pada lokasi penyimpanan.

Setiap bahan baku memiliki lokasi penyimpanan yang berbeda-beda. Pada

diagram alir pertama adalah bahan baku yaitu tepung kanji. Tepung kanji

disimpan di lokasi penyimpanan yang berjarak 1,5 meter dari lokasi penimbangan.

Page 62: TLPB 1-10. A6

`

60

Kemudian dari lokasi penyimpanan tepung kanji menuju lokasi penimbangan.

Setelah melakukan penimbangan tepung kanji dipindahkan menuju ke bak

penampung. Jarak antara lokasi penimbangan menuju bak pencampur adalah 2

meter. Di bak pencampur, tepung kanji dicampur dengan bahan tambahan lain.

Pencampuran seluruh bahan ini hingga memperoleh bubur kanji yang sesuai

standar bubur kanji yang ditentukan oleh industri tersebut. Kemudian bubur kanji

dipindahkan ke mesin penggiling, jarak bak pencampur dengan mesin penggiling

adalah 1,25 meter. Proses penggilingan bubur kanji dilakukan hingga bubur kanji

menjadi adonan yang kalis. Lalu adonan tersebut dipindahkan dari mesin

penggiling ke meja tunggu dengan jarak 2 meter. Adonan yang sudah berada di

meja tunggu kemudian dipindahkan ke mesin pengepresan dengan jarak 1 meter.

Adonan yang sudah dipress kemudian dipindahkan ke mesin pencetak. Jarak

antara mesin pengepressan ke mesin pencetak adalah 1,25 meter untuk mesin

pencetak 1 dan 5 meter untuk mesin pencetak 2. Adonan hasil pencetakan dan

sudah mengalami proses penyortiran dipindahkan ke lokasi pengukusan. Jarak

antara mesin cetak 1 dengan lokasi pengukusan adalah 2 meter dan mesin cetak 2

dengan lokasi pengukusan adalah 3 meter. Setelah adonan dikukus dipindahkan

ke lokasi persiapan penjemuran. Lokasi pengukusan dengan lokasi persiapan

penjemuran berjarak 1,2 meter. Kerupuk yang sudah siap dijemur langsung

dipindahkan ke lokasi penjemuran 1 dengan jarak 10,6 meter dan lokasi

penjemuran 2 dengan jarak 15 meter. ketika kerupuk sudah dijemur kemudian

dilakukan proses pemetikan. Jarak lokasi penjemuran dengan lokasi pemetikan 1

adalah 4,5 meter dan dari lokasi penjemuran 2 adalah 21,1 meter. Setelah kerupuk

dipetik kemudian dijemur lagi, kerupuk yang sudah kering kemudian dipindahkan

ke lokasi pengovenan dengan jarak tempuh 20 meter dari lokasi penjemuran 1 dan

22 meter dari lokasi penjemuran 2. Kerupuk yang sudah selesai dioven kemudian

dipindahkan ke lokasi penimbangan dengan jarak 2 meter. Kemudian kerupuk

dipindahkan ke lokasi penggorengan dengan jarak 5 meter, lalu dipindahkan ke

lokasi penirisian yang sangat berdekatan dengan lokasi pengorengan. Kerupuk

yang sudah ditiriskan langsung dimasukkan ke dalam rombong atau plastik besar

dengan jarak kurang lebih 5 meter.

Page 63: TLPB 1-10. A6

`

61

Diagram alir berikutnya adalah diagram alir bahan tambahan. Untuk bahan

tambahan berupa garam, lokasi penyimpanannya berjarak 2 meter dari lokasi

penimbangan. Garam yang sudah ditimbang kemudian dipindahkan ke bak

pencampur dengan jarak 1,5 meter. Kemudian proses aliran bahan berhenti di bak

pencampuran pada proses pencampuran. Hal ini dikarenakan pada pencampuran

bahan, tepung kanji merupakan bahan yang dominan diantara bahan lain.

Kemudian untuk bahan tambahan yang berupa bawang putih halus, ikan laut halus

dan penyedap rasa disipman di lokasi terpisah. Hal ini dikarenakan ketiga bahan

tambahan tersebut memerlukan perlakuan khusus, sehingga lokasi

penyimpanannya yang terpisah. Kemudian dari lokasi penyimpanan dipindahkan

menuju lokasi penimbangan dengan jarak 22 meter. Ketiga bahan tersebut

ditimbang dengan massa yang sesuai dengan standar komposisi bahan baku.

Ketika sudah selesai ditimbang, ketiga bahan tambahan tersebut dipindahkan ke

bak penampung yang berjarak 1,5 meter. Langkah ini dilakukan sama seperti pada

garam, karena bahan baku merupakan bahan yang dominan dibanding dengan

bahan tambahan lain. Kemudian untuk diagram alir yang terakhir adalah air. Air

diambil dari kran yang kemudian dialirkan dengan selang menuju dandang

perebusan dengan jarak 1,5 meter. Setelah air sudah mendidih, kemudian

dipindahkan ke bak pencampur. Proses perlakuan untuk air ini berhenti pada

proses pencampuran, karena air merupakan bahan tambahan.

Page 64: TLPB 1-10. A6

`

62

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum acara 2 yang berjudul Peta Kerja untuk Evaluasi

Tata Letak Awal, praktikan mampu :

1. Praktikan telah membuat peta kerja seperti peta proses operasi, peta aliran

proses, diagram aliran (bagan tali), peta dari-ke, berdasarkan proses

produksi yang terjadi, lengkap dengan data peralatan dan waktu proses.

2. Praktikan telah mengevaluasi tata letak berdasarkan peta kerja yang

dibuat.

3. Praktikan telah menganalisis kelebihan dan kekurangan tata letak yang ada

sekarang.

Page 65: TLPB 1-10. A6

`

63

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Analisa Produk dan Proses Manufakturing. Dalam

http://xa.yimg.com/kq/groups/26924889/166455549/name/BAB+4-2.pdf.

Diakses pada tanggal 20 Maret 2013 pukul 18.05 WIB.

Anonim. 2013. Konsep Sistem Produksi Teknik Tata Cara Kerja. Dalam http://

kk.mercubuana.ac.id/files/92037-3-402296844920.doc. Diakses pada

tanggal 20 Maret 2013 pukul 17.35 WIB.

Anonim. 2013. Mengevaluasi dan Mewujudkan Tata Letak. Dalam http://id.scribd

.com/doc/66949524/Mengevaluasi-Dan-Mewujudkan-Tataletak. Diakses

pada tanggal 17 Maret 2013 pukul 17.10 WIB.

Anonim. 2013. Peta-peta Kerja. Dalam http://elib.unikom.ac.id

/download.php?id= 52222. Diakses pada tanggal 17 Maret 2013 pukul

17.30 WIB.

Hadiguna, R. A dan Heri, S. 2008. Tata Letak Pabrik. Yogyakarta: Cv. Andi

Offset.

Kumar, A dan Suresh. 2006. Production and Operation Management. New Age

International (P). Limited. New Delhi.

Sprankle, M. 2006. Problem Solving and Programming Concepts. Pearson

Education in India. India.

Sutalaksana. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Keluarga Mahasiswa

Teknik Industri.

Ulrich, Karl T. and Eppinger, Steven D. 2000. Product Design and Development.

Boston. Irwin McGraw- Hill Co. New York.

Wignjosoebroto, Sritomo. 1993. Pengantar Teknik Industri Jilid 1. Jakarta: PT.

GunaWidya.

Page 66: TLPB 1-10. A6

`

64

LAPORAN PRAKTIKUM

TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

ACARA 3

ROUTE SHEET DAN

MULTI PRODUCT PROCESS CHART

KELOMPOK A6

ANGGOTA

Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950

Arief Maharani 11/311591/TP/09963

Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980

Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006

Co. Ass

Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

Page 67: TLPB 1-10. A6

`

65

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Produksi merupakan salah satu kegiatan yang berhubungan erat

dengan kegiatan ekonomi. Melalui proses produksi bisa dihasilkan berbagai

macam barang yang dibutuhkan oleh manusia. Tingkat produksi juga

dijadikan sebagai patokan penilaian atas tingkat keberhasilan suatu industri.

Untuk melakukan proses produksi, diperlukan mesin dan tenaga kerja.

Penggunaan mesin adalah untuk meringankan beban kerja manusia serta

meningkatkan kapasitas produksi sehingga dapat memproduksi dalam jumlah

banyak dan dengan waktu yang relatif singkat.

Penggunaaan mesin dalam suatu industri harus sesuai dengan

kapasitas yang dihasilkan oleh industri tersebut. Analisa dan prediksi

mengenai jumlah mesin yang dibutuhkan dapat dihitung melalui data dari

proses produksi, tenaga kerja, kapasitas produksi, bahan terbuang, waktu

produksi, dan lainnya. Pemilihan jenis dan spesifikasi mesin yang digunakan

dalam proses produksi menjadi hal yang sangat penting dan menentukan

perancangan tata letak dan proses produksi selanjutnya.

Oleh sebab itu praktikan melakukan analisis terhadap kebutuhan

jumlah mesin dan tenaga kerja sesuai kebutuhan industri untuk menentukan

kapasitas produksi, cost produksi dan estimasi biaya produk. Dengan

melakukan analisis terhadap kebutuhan jumlah mesin dan tenaga kerja maka

diharapkan praktikan dapat membenahi sistem di industri yang sudah ada

pada saat ini agar dapat menjadi lebih baik (dapat berproduksi secara

optimal).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 3 yang

berjudul “Route Sheet dan Multi Product Process Chart” ini adalah agar

Page 68: TLPB 1-10. A6

`

66

praktikan dapat melakukan perhitungan kebutuhan mesin dan sumber daya

manusia berdasarkan kapasitas riil industri.

Page 69: TLPB 1-10. A6

`

67

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Urutan langkah-langkah yang diperlukan untuk menghasilkan suatu bagian

disebut routing, dan catatannya disebut route sheet. Satu bagian dipindah dari

mesin (stasiun kerja) pertama ke mesin selanjutnya, terus menerus sampai

diperoleh produk akhir yang merupakan gabungan dari banyak bagian (bahan).

Route sheet sangat penting sebagai sumber informasi dalam analisa efisiensi

aliran bahan dalam suatu layout proses prosuksi, yang dilakukan dengan

pembuatan: string diagram, multi product process chart (MPPC) , peta dari-ke,

dan peta proses.

Urutan operasi yang ada pada route sheet menunjukan layout (tata letak)

alat dan mesin produksi. Layout pabrik disebut baik bila jarak perpindahan dan

backtracking bahannya minimal. Ada 2 cara untuk mengubah urutan operasi agar

aliran bahan lebih teratur (Meyers & Stephen, 2005):

1. Mengubah layout pabrik sehingga sesuai dengan urutan operasi yang tepat.

2. Mengubah route sheet (paper change) agar urutan operasi sesuai dengan

layout yang ada. Cara ini yang terbaik karena lebih hemat biaya.

Route Sheet adalah lembar routing proses yang harus dilalui oleh tiap tiap

komponen dari awal hingga akhir. Route sheet ada 2 jenis antara lain Route sheet

dan Route sheet Assembly. Route Sheet digunakan untuk komponen komponen

dasar/ penyusun sedangkan Route Sheet Assembly digunakan untuk komponen

komponen yang telah di-assembly. setiap komponen baik itu komponen dasar

maupun komponen assembly memilik 1 lembar sendiri sendiri.

Route Sheet ini dilaksanakan untuk memperlancar dan mempermudah

jalannya produksi yang ada, tetapi Route Sheet secara khusus memiliki tujuan

sebagai (Anonim, 2013):

1. Sebagai patokan alur kerja suatu komponen secara lengkap dari persiapan

sampai pengemasan.

2. Sebagai patokan waktu proses suatu komponen pada tiap mesin.

3. Mempermudah jalannya proses produksi yang ada.

Page 70: TLPB 1-10. A6

`

68

4. Membiasakan operator agar dapat bekerja secara teratur dan cepat sesuai

dengan apa yang telah di rencanakan.

5. Pelaksanaan produksi sesuai dengan prioritas dan jumlah batch, sehingga

pada akhir dapat set pada bagiaan assembling.

Pada kebanyakan proses produksi ada beberapa barang atau komponen

yang tidak terproses. Yaitu dapat melewati pemeriksaan sebagai komponen yang

masih baik, tetapi masih harus diperbaiki, atau dikerjakan kembali karena dapat

disimpan dan dikembalikan keurutan pemrosesan normal. Juga skrap dari

komponen, mungkin saja cukup besar sehingga dapat digunakan untuk membuat

komponen yang lebih kecil. Sekrap biasanya merupakan barang atau komponen

yang salah proses dan tak dapat digunakan lagi, sedangkan buangan merupakan

sisa produksi biasa, serpihan serpihan, potongan kecil, ujung ujung benda yang

tidak berguna lagi untuk sesuatu apapun di pabrik. Bahan seperti ini biasanya

dikumpulkan, dipilah dan mungkin dijual kepada seseorang. Beberapa perusahaan

menggunakan sekrap dan buangan dari usaha lain sebagai bahan baku utamanya.

Bagaimanapun juga sekrap dan buangan dapat mendatangkan keuntungan,

sehingga ketimbang harus mengongkosi pembuangannya lebih baik dikumpulkan

dan disimpan untuk dijual (Apple, 1977).

Peta Proses Multi Produk menunjukkan keterkaitan poduksi antara bagian

suatu poduk atau antar produk, bahan atau kegiatan. Dengan membuat Multi

Poduct Process Chart (MPPC) maka akan bisa diperroleh gambaran umum

mengenai layout mesin atau fasilitas produksi yang seharusnya dirancang

(Burbidge, 1975).

Berdasarkan peta pada mppc akan dapat dipelajari dan dianalisis dua hal

yang memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam perancangan layout seperti

(Ariana, 2004):

1. Aliran bahan (back tracking) dimana hal ini ditunjukkan dengan adanya

aliran balik akibat fasilitas produksi tidak ditempatkan sesuai dengan

uutan prosesnya. Aliran balik dalam proses perancangan lay ut meupakan

indikator penting karena hal tersebut akan menunjukkan langkah

pemindahan material yang sama sekali tidak efisien.

Page 71: TLPB 1-10. A6

`

69

2. Pengelompokan pola aliran (flow pattern) yaitu pengelompokan

komponen yang memiliki urutan proses pengerjaan dan menggunakan

mesin yang sama. Hal ini akan penting dalam penyusunan tata letak

berdasakan pengelompokan proses produksi.

Multi Product Process Chart berguna untuk menunjukkan keterkaitan

produsi antara komponen produk atau antar produk mandiri, bahan, sebagian

pekerja atau kegiatan. Peta ini terutama berguna untuk membantu proses job-shop.

Informasi yang dapat diperoleh adalah jumlah mesin yang dibutuhkan. Untuk

menggambarkan peta ini dengan baik, berikut petunjuk-petunjuk pembuatan peta

MPPC (Anonim, 2013) :

1. Menuruni sisi kertas, tulis daftar departemen atau bagian, kegiatan, proses

dan mesin yang harus dilalui kmponen. Pengurutan dilakukan dari atas

kebawah.

2. Sepanjang baris atas dituliskan komponen yang sedang dikaji.

3. Pencatatan operasi tiap komponen/produk berhadapan dengan nama

departemen/proses/mesin yang sesuai dengan lingkaran yang berisikan

nomor operasi dari peta proses operasi.

4. Hubungan lingkaran menurut urutannya, walaupun mungkin saja terjadi

garis balik.

5. Menjumlahkan nilai jumlah teoritis untuk setiap proses dan dicatat pada

kotak paling kanan untuk setiap baris.

6. Merupakan pengkajian peta yang bertujuan untuk penyusunan ulang yang

disebabkan oleh langkah balik. Kesamaan pola aliran yang menunjukkan

kebutuhan akan proses yang sama pada wilayah yang sama, waktu yang

sama dan sebagainya. Penyusunan ulang akan menghasilkan pola alran

yang efisien. Pembuatan MPPC sangat bergantung oleh Routing Sheet.

Untuk proses perancangan tata letak, routing sheet mempunyai sifat yang

mendasar .Pada dasarnya routing sheet dibuat sebagai hasil dari perancangan

suatu proses ,belum ditentukan bagaimana pengaturan letak mesin atau pusat kerja

atau depertemen bagian produksi . Data dan informasi yang berkenan dengan

proses atau operasi yang berlangsung tertuang rinci dalam routing sheet. Peta

proses multi produk menunjukkan keterkaitan produksi antara bagian suatu

Page 72: TLPB 1-10. A6

`

70

produk atau antar produk ,bahan dan akuivitas. Dengan membuat MPPC maka

akan diperoleh gambaran umum mengenai layout mesin atau fasilitas produksi

yang seharusnya dirancang. Berdasarkan peta tersebut maka akan dapat dipelajari

dan dianalisa dua hal yang memeiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam

perancangan layout antara lain aliran balik (back tracking) dan pengelompokan

pola aliran (Purnomo, 2004).

Untuk menentukan efisiensi dari masing-masing tahapan proses dapat

digunakan rumus umum (Wignjosoebroto,1996):

dejaperperiojamoperasi

periodeerbuangperwaktuyangtE

ker1

dejaperperiojamoperasi

periodeerbuangperwaktuyangtE

ker1

D

StDtE

1

Keterangan :

D : Lama waktu kerja per periode (jam/hari)

Dt : Down time (menit)

St : Set time untuk proses pengerjaan per periode (menit)

Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan jumlah yang

disiapkan pada masing-masing stasiun kerja adalah (Wignjosoebroto, 1996)

scrap

TiKbi

%1

Dimana : Kbi = jumlah ynag harus disiapkan pada stasiun kerja ke-i

Ti = jumlah yang diharapkan pada stasiun kerja ke-i

i = stasiun kerja mulai 1,2,3 dan seterusnya

Perhitungan jumlah mesin atau pekerja teoitis dilakukan dengan

menggunakan persamaan (Wignjosoebroto, 1996) :

DxEi

Kbx

WbN

60

Dimana : N = Jumlah mesin atau pekerja teoritis

Page 73: TLPB 1-10. A6

`

71

Kb = Jumlah produk yang harus disiapkan (gram)

Ei = Efisiensi mesin (%)

D = Waktu jam kerja efektif (1 hari kerja=8 jam)

Wb = Total waktu pengerjaan yang dilakukan untuk operasi produksi

yang dilakukan atau perhitungan teoritis (menit/unit produk).

Perhitungan jumlah mesin yang dibutuhkan tiap stasiun kerja ditentukan

dari kebutuhan atau jumlah poduk yang harus disiapkan. Dari hasil perhitungan

tersebut dapat diidentifikasi apakah stasiun kerja dengan mesin yang ada saat ini

sudah memenuhi kebutuhan aktualnya atau belum (Wignjosoebroto, 1996).

Page 74: TLPB 1-10. A6

`

72

BAB III

METODE PRAKTIKUM

A. Pembuatan Route Sheet

Tabel yang terdiri dari 10 kolom dibuat yang terdiri dari nomor operasi (dari

PPO), nama operasi, nama mesin atau stasiun kerja, waktu proses atau

waktu baku (menit), kapasitas aktual (menit/produk), efisiensi

mesin/pekerja, jumlah scrap (%), jumlah diharapkan, jumlah disiapkan dan

jumlah mesin atau pekerja teoritis.

Data Route Sheet dimasukkan bedasarkan PPO yang

telah dibuat

Perhitungan dilakukan dari operasi terakhir sampai operasi

pertama

Data di kolom 1,2,3,4,5,6,7,8 dimasukkan

Page 75: TLPB 1-10. A6

`

73

Efisiensi (kolom 6) dihitung menggunakan rumus :

atau

Pada kolom 8 (jumlah diharapkan), diisi dengan jumlah produk

yang ingin dihasilkan. Volume produksi pabrik biasanya

ditentukan per tahun, baru dalam perhitungan diturunkan

menjadi volume produksi per jam.

Kolom 9 (jumlah harus disiapkan) diperoleh dengan rumus :

Nilai “jumlah harus disiapkan” pada operasi terakhir besarnya

sama dengan “nilai jumlah diharapkan” diproses operasi

sebelumnya

Page 76: TLPB 1-10. A6

`

74

B. Pembuatan Multi Product Process Chart

Daftar kegiatan/proses yang harus dilalui bahan ditulis pada

sisi kiri kertas

Komponen produk ditulis sepanjang baris

atas

Operasi tiap bahan yang sesuai dengan kegiatan yang dilalui

(dilambangkan dengan lingkaran), dicatat.

Lingkaran-lingkaran yang ada

dihubungkan

Jumlah mesin atau tenaga kerja teoritis yang dibutuhkan

dihitung dengan menggunakan rumus :

Page 77: TLPB 1-10. A6

`

75

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Route Sheet

(terlampir)

2. Multi Product Process Chart

(terlampir)

3. Perhitungan jumlah mesin

(terlampir)

B. Pembahasan

Praktikum acara 3 kali ini berjudul Route Sheet dan Multi Product Process

Chart yang bertujuan agar praktikan dapat melakukan perhitungan kebutuhan

mesin dan sumber daya manusia berdasarkan kapasitas riil industri. Pada

praktikum kali ini, praktikan melakukan analisa dengan menggunakan Route

Sheet dan Multi Product Process Chart.

Route Sheet adalah tabulasi langkah-langkah yang dicakup dalam

memproduksi komponen tertentu dan rincian yang perlu dari hal-hal yang

berkaitan. Route Sheet terutama ditujukan untuk mengetahui jumlah mesin atau

peralatan produksi yang diperlukan dalam memenuhi jumlah produksi yang

diinginkan dengan memperhatikan persentase scrap, kapasitas mesin dan

peralatan dan efisiensi departemen atau pabrik. Urutan proses pada lembar urutan

proses (Routing Sheet) didasarkan pada peta proses operasi. Informasi yang

diperoleh dari lembar urutan proses (Routing Sheet) adalah jumlah bahan yang

disiapkan (DS) oleh tiap operasi, jumlah bahan yang dihasilkan dengan efisiensi

yang telah ditentukan dan jumlah mesin teoritis. Data yang diperlukan dalam

perhitungan urutan proses (Routing Sheet) selain peta proses operasi adalah

kapasitas mesin, waktu standar dalam operasi, persentase scrap dan efisiensi

mesin. Route Sheet ini merupakan hal yang sangat penting bagi pengawasan

Page 78: TLPB 1-10. A6

`

76

produksi, karena merupakan penentuan mutu produk yang akan dibuat, dan berapa

lama waktu yang diperlukan untuk mengerjakan setiap kegiatan produk tersebut.

MPPC adalah suatu diagram yang menunjukan urutan-urutan proses untuk

masing-masing komponen yang akan di produksi. Pembuatan MPPC dilakukan

berdasarkan peta proses operasi dan route sheet yang telah dibuat sebelumnya.

Multi Product Process Chart (MPPC) adalah peta yang berguna untuk

menunjukkan keterkaitan produksi antara komponen produk-produk atau antar

produk mandiri, bahan, bagian, pekerjaan atau kegiatan. Peta ini berguna terutama

untuk membantu operasi job shop. MPPC dikelompokkan atas nama mesin yang

digunakan, jenis fabrikasi dan perakitan, serta jumlah kebutuhan mesin teoritis

dan aktual. MPPC dimulai dari receiving atau penerimaan bahan baku, yang

ditandai dengan segitiga terbalik berwarna orange, kemudian diakhiri dengan

shipping atau pengiriman, yang ditandai dengan segitiga terbalik berwarna merah.

Apabila didefinisikan MPPC merupakan suatu diagram yang

menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami oleh bahan, baik

bahan baku maupun bahan tambahan, seperti urutan-urutan operasi, pemeriksaan

dan penyimpanan. MPPC adalah suatu peta yang menggambarkan jumlah

pemakaian kebutuhan mesin dari Route Sheet. Simbol-simbol yang di pergunakan

dalam MPPC ini sama dengan simbol- simbol yang di gunakan pada OPC, antara

lain operasi, pemeriksaan dan penyimpanan. Hanya saja pada cara penomorannya

dilakukan berdasarkan urutan-urutan proses operasi perkomponen. Kegunaan

MPPC ialah menunjukan keterkaitan produksi antar komponen produk, bahan,

bagian, pekerjaan atau kegiatan dan dapat juga untuk menganalisis dan

merencanakan aliran barang dalam pabrik yang sudah berdiri maupun bagi

perencanaan proyek baru.

Pembahasan yang selanjutnya adalah mengenai cara pembuatan,

perhitungan, dan penjelasan asumsi yang digunakan dalam Route Sheet.

Cara pembuatan Route sheet adalah sebagai berikut:

1. Membuat tabel yang terdiri dari 10 kolom :

Kolom 1 : nomor operasi (dari PPO)

Kolom 2 : nama operasi

Kolom 3 : nama mesin atau stasiun kerja

Page 79: TLPB 1-10. A6

`

77

Kolom 4 : waktu proses atau waktu baku (menit)

Kolom 5 : kapasitas actual (menit/ produk)

Kolom 6 : efisiensi mesin atau pekerja

Kolom 7 : jumlah scrap (%)

Kolom 8 : jumlah diharapkan

Kolom 9 : jumlah harus disiapkan

Kolom 10 : jumlah mesin atau pekerja teoritis

2. Data Route Sheet berdasarkan pada PPO yang telah

dibuat

3. Cara perhitungan dimulai dari operasi terakhir, dan

bekerja mundur ke operasi pertama

4. Urutan pengisian:

Data dimasukkan ke kolom 1,2,3,4,5,6,7,8

Efisiensi (kolom 6) dihitung dengan menggunakan rumus

sebelumnya

Pada kolom 8 (jumlah diharapkan), diisi dengan jumlah

produk yang ingin dihasilkan (volume produksi yang diinginkan).

Volume produksi pabrik biasanya ditentukan per tahun, baru dalam

perhitungan diturunkan menjadi volume produksi/jam (dengan

ketentuan umum : 1 tahun = 50 minggu, setiap minggu = 40 jam kerja)

Kolom 9 (jumlah harus disiapkan) diperoleh rumus:

Ks = jumlah harus disiapkan

Ka = jumlah diharapkan

5. Nilai “ jumlah harus disiapkan” pada operasi terakhir

besarnya sama dengan nilai “jumlah diharapkan” diproses operasi

sebelumnya

6. Jumlah mesin atau tenaga kerja teoritis yang dibutuhkan :

Page 80: TLPB 1-10. A6

`

78

Dengan: Ni = jumlah mesin atau tenaga kerja teoritis

Ti = kapasitas actual (menit/produk)

Pi = jumlah harus disiapkan (produk/hari)

D = waktu operasi kerja/ periode (jam/hari)

Ei = efisiensi mesin atau pekerja

Perhitungan Route Sheet yang dilakukan praktikan adalah sebagai berikut:

a. Operasi Tepung Kanji :

Operasi Penirisan;

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penirisan

selama 2 jam.

o Jumlah diharapkan = 300 biji kerupuk/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 300 / (1-0) = 300 kerupuk/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Penggorengan;

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penggorengan

selama 2 jam

o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi

penirisan = 300 kerupuk/hari

Page 81: TLPB 1-10. A6

`

79

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 300 / (1-0) = 300 kerupuk/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Penimbangan;

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time timbangan

selama 0.75 jam

o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi

penggorengan

= 300 kerupuk/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 300 / (1-0.007) = 302.115 kerupuk/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Pengovenan;

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time oven selama 3

jam

o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi

penggorengan

= 302.115 kerupuk/hari

Page 82: TLPB 1-10. A6

`

80

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 302.115 / (1-0) = 302.115 kerupuk/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Penjemuran;

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penjemuran

selama 6 jam

o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi

pengovenan

= 302.115 kerupuk/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 302.115 / (1-0.013) = 306.094

kerupuk/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Pengukusan;

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time ketel uap 0.083

jam

o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi

penjemuran

Page 83: TLPB 1-10. A6

`

81

= 306.094 kerupuk/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 306.094 / (1-0) = 306.094 kerupuk/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Pencetakan

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time mesin cetak

(Bossan) 1 jam

o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi

pengukusan

= 306.094 kerupuk/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 306.094 / (1-0.001) = 306.400

kerupuk/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Pengepresan

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time mesin press 0.3

jam

Page 84: TLPB 1-10. A6

`

82

o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi

pencetakan

= 306.400 kerupuk/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 306.400 / (1-0.003) = 307.322

kerupuk/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Penggilingan

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time mesin giling

jam

o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada proses

operasi pengepresan

= 307,322 kerupuk/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 307.322 / (1-0.006) = 309,177

kerupuk/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Pengadukan

Page 85: TLPB 1-10. A6

`

83

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time 1,9 jam,

pengadukan dilakukan secara manual

o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada proses

operasi penggilingan

= kerupuk/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= / (1-0) = kerupuk/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi pencampuran

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time 5 jam,

pengadukan dilakukan secara manual

o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada proses

operasi pengadukan

= 309,177 kerupuk/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 309,177 / (1-0.002) =309,796 kerupuk/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi penimbangan

Page 86: TLPB 1-10. A6

`

84

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time 3 jam,

pengadukan dilakukan secara manual

o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada proses

operasi pencampuran

= 309,796 kerupuk/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 309,796 / (1-0.011) =313,241 kerupuk/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

b. Operasi Garam :

Operasi Pencampuran bahan

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran

1.9 jam

o Jumlah diharapkan = 16,413 Kg/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 16,413 / (1-0) = 16,413 Kg/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Penimbangan

Page 87: TLPB 1-10. A6

`

85

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time timbangan

2.783x10-3

jam

o Jumlah diharapkan = jumlah harus disiapkan pada operasi

pencampuran bahan

= 16,413 Kg/hari

o Jumlah harus disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 16,413 / (1-0) = 16,413 Kg/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Bawang Putih :

Operasi pencampuran

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran

1.9 jam

o Jumlah diharapkan = 5,129 Kg/hari

o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 5,129 / (1-0) = 5,129

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi penimbangan

Page 88: TLPB 1-10. A6

`

86

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penimbangan

8.3x10-3

jam

o Jumlah diharapkan = jumlah disiapkan pada operasi

pencampuran

= 5,129 Kg/hari

o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 5,129 / (1-0) = 5,129 Kg/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Air

Operasi Pengadukan

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran

1.9 jam

o Jumlah diharapkan = 273,345 kg/hari

o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 273,345 / (1-0) = 273,345 kg /hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Perebusan

Page 89: TLPB 1-10. A6

`

87

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran

1.5 jam

o Jumlah diharapkan = jumlah disiapkan pada operasi

pencampuran

= 273,345 kg/hari

o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 273,345 / (1-0) = 273,345 kg/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Pengukuran

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran

0.05 jam

o Jumlah diharapkan = jumlah disiapkan pada operasi perebusan

= 273,345 kg/hari

o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 273,345/ (1-0) = 273,345 kg/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi Ikan Laut:

Operasi pencampuran

Page 90: TLPB 1-10. A6

`

88

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time pencampuran

1.9 jam

o Jumlah diharapkan = 4,103 Kg/hari

o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 4,103 / (1-0) = 4,103

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Operasi penimbangan

o Pabrik bekerja selama 10 jam dengan Running Time penimbangan

0,1 jam

o Jumlah diharapkan = jumlah disiapkan pada operasi

pencampuran

= 4,103Kg/hari

o Jumlah disiapkan = jumlah diharapkan / (1-%scrap)

= 4,103/ (1-0) = 4,103 Kg/hari

o Jumlah tenaga kerja teoritis

Dalam Route Sheet dapat diketahui operasi yang dialami masing-masing

bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk, alat, waktu baku, kapasitas

actual (menit/kg), efisiensi, scrap (%), jumlah bahan diharapkan (Kg/hari), jumlah

bahan disiapkan (Kg/hari), dan jumlah mesin.

Page 91: TLPB 1-10. A6

`

89

Untuk Tepung kanji, melalui operasi penimbangan, pencampuran,

pengadukan, penggilingan, pengepresan, pencetakan, pengukusan, penjemuran,

pengovenan, penimbangan, penggorengan, penirisan. Pada operasi penirisan: alat

yang dipakai adalah saringan; waktu bakunya ialah 90 menit; Kapasitas aktual

(menit/Kg) sebesar 0.89 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi

dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.2; Scrap (%) sebesar 0%, dapat

dikatakan bahwa tidak ada bahan sisa tertinggal; Jumlah diharapkan (Kg/hari)

sebesar 300 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 300 biji/hari;

dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 2.225. Pada operasi

penggorengan: alat yang dipakai adalah wajan; waktu bakunya ialah 120 menit;

Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0.89 menit/Kg, didapat dari perhitungan

waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.2; Scrap (%)

sebesar 0%, dapat dikatakan bahwa tidak ada bahan sisa tertinggal; Jumlah

diharapkan (Kg/hari) sebesar 300 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari)

sebesar 300 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 2.225.

Pada operasi penimbangan: alat yang dipakai adalah timbangan; waktu bakunya

ialah 45 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0.15 menit/Kg, didapat dari

perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar

0.075; Scrap (%) sebesar 0.007%, bahan sisa yang tertinggal sebanyak 0.02 Kg,

cara mencari % scrap ialah “banyaknya bahan sisa”/”kapasitas produksi”; Jumlah

diharapkan (Kg/hari) sebesar 300 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari)

sebesar 302.115 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak

1.007. Pada operasi pengovenan : alat yang dipakai adalah oven; waktu bakunya

ialah 180 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0,3 menit/Kg, didapat dari

perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.3;

Scrap (%) sebesar 0%, dapat dikatakan bahwa tidak ada bahan sisa tertinggal;

Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 302.115 biji/hari; jumlah yang harus

disiapkan (Kg/hari) sebesar 302.115 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja

teoritis sebanyak 0,504. Pada operasi penjemuran: penjemuran dilakukan secara

menual yaitu dengan bantuan sinar matahari; waktu bakunya ialah 360 menit;

Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 2.5 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu

baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.6; Scrap (%) sebesar

Page 92: TLPB 1-10. A6

`

90

0.013%; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 302.115 biji/hari; jumlah yang

harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 306.094 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga

kerja teoritis sebanyak 2.143. Pada operasi pengukusan: alat yang dipakai adalah

ketel uap; waktu bakunya ialah 5 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar

0.004 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas

produksi; Efisiensi sebesar 0.0083; Scrap (%) sebesar 0%, dapat dikatakan bahwa

tidak ada bahan sisa tertinggal; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 306.094

biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 306.094 biji/hari; dan

didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0.246. Pada operasi pencetakan :

alat yang dipakai adalah mesin cetak Bossan; waktu bakunya ialah 60 menit;

Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 0.012 menit/Kg, didapat dari perhitungan

waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.1; Scrap (%)

sebesar 0.001%; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 306.094 biji/hari; jumlah

yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 306.400 biji/hari; dan didapatkan jumlah

tenaga kerja teoritis sebanyak 0.061. Pada operasi Pengepresan : alat yang dipakai

adalah mesin press; waktu bakunya ialah 2 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg)

sebesar 0.2 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan

kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.03; Scrap (%) sebesar 0.003; Jumlah

diharapkan (Kg/hari) sebesar 306.400 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan

(Kg/hari) sebesar 307.322 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis

sebanyak 3,4. Pada operasi penggilingan : alat yang dipakai adalah mesin giling;

waktu bakunya ialah 40 menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 3,5 menit/Kg,

didapat dari perhitungan waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi

sebesar 0.583; Scrap (%) sebesar 0.006; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar

307.322 biji/hari; jumlah yang harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 309,177 biji/hari;

dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 3,09. Pada operasi

pengadukan : pengadukan dilakukan secara manual; waktu bakunya ialah 30

menit; Kapasitas aktual (menit/Kg) sebesar 1 menit/Kg, didapat dari perhitungan

waktu baku dibagi dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.19; Scrap (%)

sebesar 0 %; Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 309,177 biji/hari; jumlah yang

harus disiapkan (Kg/hari) sebesar 309,177 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga

kerja teoritis sebanyak 2,712. Pada operasi pencampuran : persiapan alat dan

Page 93: TLPB 1-10. A6

`

91

bahan dilakukan secara manual; waktu bakunya ialah 144 menit; Kapasitas aktual

(menit/Kg) sebesar 2,4 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi

dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.24; Scrap (%) sebesar 0.002%;

Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 309,177 biji/hari; jumlah yang harus

disiapkan (Kg/hari) sebesar 309,796 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja

teoritis sebanyak 2,47. Pada operasi penimbangan : persiapan alat dan bahan

dilakukan secara manual; waktu bakunya ialah 6,244 menit; Kapasitas aktual

(menit/Kg) sebesar 0,104 menit/Kg, didapat dari perhitungan waktu baku dibagi

dengan kapasitas produksi; Efisiensi sebesar 0.3; Scrap (%) sebesar 0.011%;

Jumlah diharapkan (Kg/hari) sebesar 309,796 biji/hari; jumlah yang harus

disiapkan (Kg/hari) sebesar 313,241 biji/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja

teoritis sebanyak 0,181.

Untuk garam, melewati 2 operasi yaitu penimbangan dan pencampuran

bahan. Pada operasi pencampuran bahan dilakukan secara manual; memiliki

waktu baku 114 menit; kapasitas actual sebanyak 7.125 menit/kg; Efisiensi

sebesar 0.19; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan

sisa; jumlah diharapkan sebesar 16,413 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar

16,413 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1. Pada

operasi penimbangan bahan dilakukan dengan menggunakan timbangan; memiliki

waktu baku 0.167 menit; kapasitas aktual sebanyak 0.01 menit/kg; Efisiensi

sebesar 2.783x10-4

; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat

bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 16,413 Kg/hari; jumlah harus disiapkan

sebesar 16,413 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak

0.982.

Untuk Bawang putih, melewati 2 proses yaitu penimbangan dan

pencampuran bahan. Pada operasi pencampuran bahan dilakukan secara manual;

memiliki waktu baku 114 menit; kapasitas actual sebanyak 22.8 menit/kg;

Efisiensi sebesar 0.19; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat

bahan sisa; jumlah diharapkan sebesar 5,129 Kg/hari; jumlah harus disiapkan

sebesar 5,129 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1.

Pada operasi penimbangan bahan dilakukan dengan menggunakan timbangan;

memiliki waktu baku 0.5 menit; kapasitas actual sebanyak 0.1 menit/kg; Efisiensi

Page 94: TLPB 1-10. A6

`

92

sebesar 8.3x10-4

; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan

sisa; jumlah diharapkan sebesar 5,129 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar

5,129 Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1.004.

Untuk ikan laut, melewati 2 proses yaitu penimbangan dan pencampuran

bahan. Pada operasi pencampuran bahan dilakukan secara manual; memiliki

waktu baku 114 menit; kapasitas actual sebanyak 28,5 menit/kg; Efisiensi sebesar

0.19; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa;

jumlah diharapkan sebesar 4,103 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 4,103

Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1,025. Pada operasi

penimbangan bahan dilakukan dengan menggunakan timbangan; memiliki waktu

baku 0.167 menit; kapasitas actual sebanyak 0.01 menit/kg; Efisiensi sebesar

2,78x10-4

; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa;

jumlah diharapkan sebesar 4,103 Kg/hari; jumlah harus disiapkan sebesar 4,103

Kg/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0,0068.

Untuk air, melewati 3 proses yaitu pengukuran, perebusan, dan

pencampuran. Pada operasi pencampuran dilakukan secara manual; memiliki

waktu baku 114 menit; kapasitas actual sebanyak 0.427 menit/kg; Efisiensi

sebesar 0.19; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan

sisa; jumlah diharapkan sebesar 273,345 liter/hari; jumlah harus disiapkan sebesar

273,345 liter/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 1.000.

Pada operasi perebusan dilakukan dengan menggunakan panic besar; memiliki

waktu baku 90 menit; kapasitas actual sebanyak 0.337 menit/kg; Efisiensi sebesar

0.15; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa;

jumlah diharapkan sebesar 273,345 liter/hari; jumlah harus disiapkan sebesar

273,345 liter/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0.991.

Pada operasi pengukuran dilakukan dengan menggunakan gelas ukur; memiliki

waktu baku 3 menit; kapasitas actual sebanyak 0.011 menit/kg; Efisiensi sebesar

0.005; banyaknya scrap ialah 0%, dengan kata lain tidak terdapat bahan sisa;

jumlah diharapkan sebesar 273,345 liter/hari; jumlah harus disiapkan sebesar

273,345 liter/hari; dan didapatkan jumlah tenaga kerja teoritis sebanyak 0.979.

MPPC merupakan kelanjutan dari route sheet yaitu berisi urutan proses

yang dialami oleh tiap bahan. MPPC menunjukkan keterkaitan produksi antara

Page 95: TLPB 1-10. A6

`

93

produk, bahan, dan kegiatannya serta jumalah mesin yang dibutuhkan secara

teoritis sesuai keperluan produksi. MPPC dibuat dengan cara membuat table

dengan menggunakan software VCO atau autocad, dimana pada baris atas

tercantum seluruh bahan baku yang digunakan dan jumlah mesin baik secara

teoritis maupun aktual. Pada bagian kiri tercantum nama operasi urut dari operasi

pertama sampai dengan operasi terakhir. Pada kolom jumlah mesin data-data

diperoleh dari hasil perhitungan Route Sheet dipindahkan ke MPPC . Operasi tiap

bahan yang telah dilingkari dan telah tercantum jumlah mesin secara teoritis

disambungkan antar lingkaran dengan anak panah.

Untuk hasil perhitungan sama dengan nilai jumlah yang dibutuhkan

secara teoritis pada Route Sheet. Nilai mesin secara teoritis pada MPPC berbentuk

pecahan sehingga dilakukan pembulatan keatas agar target produksi dapat tercapai

apabila dilakukan pembulatan ke bawah maka target sulit untuk direncanakan dan

seluruh stasiun kerja tidak memiliki mesin dan operatornya. Pembulatan ke atas

diasumsikan akan adanya mesin atau operator yang mengganggur namun dapat

diantisispasi dengan pembagian tugas yang efektif dan efisien sehingga dapat

mengurangi waktu delay.

Penjelasan pembuatan multi product process chart (MPPC) pada pembuatan

kerupuk pada sisi kiri tabel berisi kolom proses bahan yang harus dilalui bahan

yang berisi Penimbangan, Pengukuran, Perebusan, Pencampuran, Pengadukan,

Penggilingan, Pengepresan, Pencetakan, Pengukusan, Penjemuran, Pengovenan,

Penggorengan, dan Penirisan. Sedangkan baris atas berisi komponen bahan antara

lain Tepung kanji, Bawang, Ikan Laut, Garam , Penyedap Rasa dan Air. Pada

komponen bahan tepung kanji mengalami proses penimbangan, pengukuran,

perebusan (lingkaran 1) disambungkan ke samping dengan anak panah pada

proses pencampuran(lingkaran 2) karena pada proses- proses operasi tersebut

dilakukan pekerja yang sama. Dari proses pencampuran (lingkaran2) lanjut ke

pengadukan (lingkaran3), penggilingan (lingkaran4), pengepresan (lingkaran5),

pencetakan (lingkaran6), pengukusan (lingkaran 7), penjemuran (lingkaran 8)

dan, pengovenan (lingkaran 9) disambungkan kebawah karena tidak dilakukan

pekerja yang sama. Kemudian lanjut ke proses penggorengan (lingkaran 10)

sampai proses penirisan (lingkaran 11) disambungkan ke samping karena

Page 96: TLPB 1-10. A6

`

94

dilakukan oleh pekerja yang sama. Untuk kolom selanjutnya yaitu komponen

bahan bawang, ikan laut, garam dan penyedap rasa dilakukan proses

penimbangan, pengukuran, perebusan (lingkaran 1) disambungkan ke samping

pada proses pencampuran (lingkaran2) karena melalui pekerja yang sama.

Selanjutnya komponen bahan air dilakukan proses pengukuran, perebusan

(lingkaran1) dsambungkan ke samping pada proses pencampuran (lingkaran2)

karena pekerja yang sama. Dari proses pencampuran (lingkaran2) kemudian

disambungkan kebawah ke proses pengadukan (lingkaran 3) karena pekerja yang

berbeda. Masing – masing proses diberi penomoran yang dilakukan berdasarkan

urutan-urutan proses operasi per komponen. Pada kolom jumlah mesin secara

teoritis sesuai dengan perhitungan secara teoritis pada Route Sheet. Sedangkan

secara aktual berdasarakan pada jumlah pekerja yang melakukan proses tiap

operasi tersebut.

Page 97: TLPB 1-10. A6

`

95

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum acara 3 yang berjudul Route Sheet dan Multi

Product Process Chart, maka praktikan telah melakukan perhitungan kebutuhan

tenaga kerja berdasarkan kapasitas riil industri dengan menggunakan rumus-

rumus yang telah ditentukan. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan

diketahui bahwa pekerja, bekerja melebihi kapasitas sehingga diperlukan

penambahan tenaga kerja pada beberapa stasiun kerja agar proses produksi dapat

berjalan optimal.

Page 98: TLPB 1-10. A6

`

96

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Route Sheet. Dalam http://digilib.petra.ac.id/viewer.php. Diakses

pada tanggal 19 Maret 2013 pukul 18.30 WIB.

Anonim. 2013. Multi Product Process Chart. Dalam http://shefa.ngeblogs.

com/2010/03/16/multi-product-process-chart/. Diakses pada tanggal 24

Maret 2013 pukul 21.30 WIB.

Apple, James M. 1977. Plant Layout and Material Handling. John Wiley & Sons,

Inc. New Jersey.

Ariana, Lutfah. 2004. Perancangan Tata Letak Ruang Produksi Aneka Makanan

Ringan. Studi Kasus UKM “ Bawang Putih” Desa Trangkil, Pati, Jawa

Tengah. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Bridge, J.L. 1975. The Introduction of Group Technology. John Wiley & Sons

Inc. New York.

Meyers, Fred E. & Matthew P.Stephen. 2005. Manufacturing Facilities Design

and Material Handling. Pearson Education, inc. New Jersey.

Purnomo, H. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas, Edisi Pertama.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Edisi

Ketiga. Surabaya: Guna Widya.

Page 99: TLPB 1-10. A6

`

97

LAPORAN PRAKTIKUM

TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

ACARA 4

PERENCANAAN ALIRAN BAHAN

KELOMPOK A6

ANGGOTA

Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950

Arief Maharani 11/311591/TP/09963

Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980

Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006

Co. Ass

Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

Page 100: TLPB 1-10. A6

`

98

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di dunia industri perpindahan bahan pasti kerap dilakukan, dimulai dari

pemasokan bahan baku, sortasi, pembersihan, proses produksi, pengemasan

sampai pemasaran. Kelancaran sebuah produksi tergantung pada kelancaran

dalam penyaluran bahan dari satu stasiun ke stasiun kerja lain. Parameter

kelancaran produksi adalah ketepatan bahan sampai diproses selanjutnya,

kecepatan perpindahan bahan dari satu stasiun ke stasiun lainnya untuk mencapai

produktivitas yang maksimal.

Masalah aliran bahan muncul karena adanya kebutuhan untuk

memindahkan bahan dari awal proses sampai akhir proses untuk mencapai

lintasan yang paling efisien. Aliran bahan yang mengalir dari satu departemen ke

departemen yang lainnya seringkali mengalami penyendatan atau ketidaklancaran

dalam alirannya, Hal ini disebabkan karena pola aliran bahan yang sudah ada

dalam sebuah proses produksi tidak sesuai dengan alur prosesnya. Selain itu, jika

tipe atau pola aliran bahan yang digunakan salah atau tidak sesuai maka akan

berdampak pada efisiensi ruang, resiko kecelakaan kerja yang lebih besar serta

biaya produksi akan membesar.

Oleh karena itu, untuk mengetahui gambaran lengkap mengenai pola aliran

bahan, tipe tata letak serta banyaknya aliran bahan dalam suatu proses produksi

maka acara 4 yang berjudul Perencanaan Aliran Bahan ini dilakukan.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 4 yang

berjudul “Perencanaan Aliran Bahan” ini adalah agar praktikan dapat menentukan

tipe aliran bahan dan tipe tata letak dalam industri.

Page 101: TLPB 1-10. A6

`

99

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perusahaan terhubung dengan unsur-unsur lingkungannya melalui aliran

sumber daya lingkungan (environmetal resource flows). Bebereapa sumber daya

mengalir lebih sering daripada sumber daya yang lain. Aliran-aliran yang umum

terjadi meliputi aliran informasi dari pelanggan, aliran bahan baku kepada

pelanggan, aliran uang kepada pemegang saham dan aliran bahan baku dari

pemasok (McLeod & George, 2007).

Perencanaan fasilitas harus mengatur bagaimana agar aset-aset yang

berwujud benda dapat mencapai tujuan atau fungsi dari aset-aset tersebut. Dalam

industri manufaktur perencanaan fasilitas menentukan bagaimana fasilitas

produksi dapat mendukung dengan baik pada proses produksi (Tompkins, 1996).

Dalam suatu pabrik, tata letak (layout) dari fasilitas produksi dan area

kerja merupakan elemen dasar yang sangat penting dari kelancaran proses

produksi. Pengaturan layout di dalam pabrik merupakan aktivitas yang sangat

vital dan sering muncul berbagai macam permasalahan di dalamnya. Tata letak

pabrik yang terencana dengan baik akan ikut menentukan efisiensi dan efektivitas

kegiatan produksi dan dalam beberapa hal akan juga menjaga kelangsungan hidup

atau keberhasilan suatu perusahaan. Peralatan produksi yang canggih dan mahal

harganya akan tidak berarti apa-apa akibat perencanaan tata letak yang

sembarangan saja. Karena aktivitas produksi suatu industri secara normal harus

berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dengan tata letak yang tidak

berubah-rubah, maka kekeliruan yang dibuat dalam perencanaan tata letak ini

akan menyebabkan kerugian yang tidak kecil. Bila ditinjau secara umum, tujuan

utama dari tata letak pabrik ialah mengatur area kerja dan segala fasilitas produksi

yang paling ekonomis untuk operasi produksi, aman dan nyaman sehingga akan

dapat meningkatkan moral kerja yang baik dari operator. Masalah yang paling

utama adalah apakah pengaturan dari semua fasilitas produksi tersebut telah

dibuat sebaik-baiknya sehingga bisa mencapai suatu proses produksi yang paling

Page 102: TLPB 1-10. A6

`

100

efisien dan bisa mendukung kelangsungan serta kelancaran proses produksi secara

optimal (Anonim 1, 2012).

Pola aliran bahan akan merujuk kepada keseluruhan pola dalam aliran

produksi dari awal proses produksi (penerimaan bahan baku) sampai dengan

proses akhir (produk jadi). Pola aliran bahan pada umumnya akan dapat

dibedakan dalam dua tipe yaitu pola aliran bahan untuk proses produksi dan pola

aliran bahan untuk proses perakitan. Pola aliran bahan akan tergantung pada

beberapa faktor sebagai berikut (Machfud dan Yudha Agung, 1990):

1. Area luasan yang tersedia

2. Dimensi dari lantai yang tersedia

3. Luas area yang diperlukan untuk setiap fasilitas produksi

Dalam menentukan plant layout atau tata letak pabrik yang baik haruslah

ditentukan berdasarkan pengaruh faktor-faktor yang ada seperti jenjang tahapan /

tahap proses produksi, macam hasil keluaran produksi, jenis perlengkapan yang

dipakai atau digunakan serta berdasarkan sifat produksi dari produk yang

diproduksi tersebut.

Jenis-jenis/macam-macam tata letak pada pabrik ada tiga, yaitu antara lain

adalah (Anonim 2, 2012):

1. Tata Letak Berdasarkan Produk/Layout by Product

Tata letak jenis ini membentuk suatu garis mengikuti jenjang proses

pengerjaan produksi suatu produk dari awal hingga akhir. Contoh : Pabrik

mie instan PT. Indofood.

2. Tata Letak Berdasarkan Proses/Layout by Process

Layout pada jenis tata letak berdasarkan proses memiliki bagian yang

saling terpisah satu sama lain di mana aliran bahan baku terputus-putus

dengan mesin disusun sesuai fungsi dalam suatu grup departemen. Contoh :

Pabrik sabun mandi dan cuci PT. Triple Ace.

3. Tata Letak Berdasarkan Stationary/Layout by Stationary.

Tata letak jenis ini mendekatkan sumber daya manusia/SDM serta

perlengkapan yang ada pada bahan baku untuk kegiatan produksi. Contoh :

Pabrik elektronik lampu PT. Artolite.

Page 103: TLPB 1-10. A6

`

101

Peta dari-ke atau From-To Chart adalah suatu teknik konvensional yang

umum digunakan untuk perencanaan tata letak pabrik dan pemindahan bahan

dalam suatu proses produksi. Teknik ini sangat berguna untuk kondisi-kondisi

dimana banyak items yang mengalir melalui suatu area seperti job shop, bengkel

permesinan, kantor, dan lain-lain. Angka-angka yang terdapat dalam suatu From-

To Chart akan menunjukkan total dari beban berat yang harus dipindahkan, jarak

perpindahan bahan, volume, atau kombinasi dari faktor-faktor ini

(Wignjosoebroto, 1996).

Peta dari-ke adalah salah satu teknik yang paling baru yang dipergunakan

dalam pekerjaan tata letak dan pemindahan bahan. Biasanya sangat berguna jika

barang yang mengalir pada suatu wilayah berjumlah banyak, seperti misalnya di

bengkel, bengkel mesin umum, kantor, atau fasilitas lainnya. Juga berguna jika

keterkaitan terjadi antara beberapa kegiatan dan jika diinginkan adanya

penyusunan kegiatan optimum. Beberapa kegunaan dan keuntungannya adalah

dalam (Apple, 1990):

1. Menganalisis perpindahan bahan.

2. Perencanaan pola aliran.

3. Penentuan lokasi kegiatan.

4. Pembandingan pola aliran atau tata letak pengganti.

5. Pengukuran efisiensi pola aliran.

6. Perpindahan bahan.

7. Menunjukkan ketergantungan satu kegiatan dengan kegiatan lainnya.

8. Menunjukkan volume perpindahan antar kegiatan.

9. Menunjukkan keterkaitan lintas produksi.

10. Menunjukkan masalah kemungkinan pengendalian produksi.

11. Perencanaan keterkaitan antara beberapa produk, komponen, barang,

bahan, dsb.

12. Menunjukkan hubungan kuantitatif antara kegiatan dan perpindahannya.

13. Pemendekan jarak perjalanan selama proses.

From To Chart yaitu metode kuantitatif yang dipakai untuk merancang tata

letak, terutama yang menyangkut perpindahan material dengan jarak seminimal

mungkin. Selanjutnya adalah Activity relationship chart yaitu cara sederhana

Page 104: TLPB 1-10. A6

`

102

dalam merencanakan tata letak fasilitas berdasarkan aliran bahan secara kualitatif

yang dapat ditentukan dengan menggunakan derajat kedekatan hubungan aktivitas

antara satu departemen dengan departemen lainnya, seperti dalam pengaturan

suatu departemen dan fasilitas lainnya (Purnomo, 2004).

Page 105: TLPB 1-10. A6

`

103

BAB III

METODE PRAKTIKUM

Pelaksanaan Praktikum Acara 4

Pembuatan peta dari-ke

Aktivitas-aktivitas yang memerlukan luas ruang tertentu

beserta aktivitas di dalamnya ditentukan berdasarkan Route

Sheet.

Pola aliran bahan yang akan dirancang ditentukan

dengan mempertimbangkan lokasi industri yang akan

dirancang tata letaknya

Tipe tata letak yang dianut oleh industri ditentukan. Jika tata

letak yang dipilih adalah process layout maka buat peta

dari- ke

Matriks dengan jumlah baris dan kolom digambarkan sesuai

dengan jumlah kegiatan

Nama kegiatan sepanjang baris atas dan kolom kiri ke bawah

dimasukkan dengan urutan susunan geografis dalam pabrik,

susunan aliran proses atau urutan yang disarankan.

Page 106: TLPB 1-10. A6

`

104

Setiap baris dan kolom dijumlahkan

Data perpindahandari kegiatan di kolom kiri ke kegiatan di

baris atas dimasukkan.

Data yang dimasukkan dapat berupa jumlah gerakan, jumlah

bahan dipindahkan tiap periode, berat, kombinasi jumlah,

waktu, berat tiap satuan waktu, waktu perpindahan, dsb.

Page 107: TLPB 1-10. A6

`

105

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Hasil berupa peta dari-ke, namun karena tata letak yang digunakan dalam

industri yang dijadikan objek kajian adalah product layout maka peta dari-ke tidak

digambarkan.

B. Pembahasan

Aliran bahan menjadi salah satu kriteria yang dipertimbangkan dalam

menilai suatu tata letak. Kriteria ini melihat bagaimana pola aliran bahan, ada

tidaknya langkah balik, serta keterkaitan kegiatan. Apabila aliran bahan

direncanakan dengan tepat akan dihasilkan penataan fasilitas fisik yang terbaik

yang dapat mendukung proses operasi berjalan dengan efisien. Hal ini akan

meminimumkan biaya produksi dan pada akhirnya perusahaan akan mencapai

keberhasilan.

Macam-macam pola aliran bahan untuk proses produksi dan kegunaannya

masing-masing dapat dilihat di bawah ini.

1. Straight Line:

Bila proses produksi berlangsung singkat, relative sederhana

Aktivitas berlangsung sepanjang garis lurus

Jarak perpindahan kecil karena jarak antar mesin adalah yang sependek-

pendeknya

2. Serpentine atau zig-zag (S-shaped):

1 2 3 6 5 4

1

6

5 4

3 2

Page 108: TLPB 1-10. A6

`

106

Cocok bila aliran proses produksi lebih panjang dibanding area

tersedia

3. U-Shaped:

Jika dikehendaki awal proses lokasinya = akhir proses

Jika aliran panjang, lebih baik zig-zag

4. Circular :

Jika dikehendaki akhir proses berada pada lokasi yang = awal proses

5. Odd-angle:

6 5 4

3 2 1

3

6

2 4

1 5

5

6

1

2

4

3

Page 109: TLPB 1-10. A6

`

107

Jika pola aliran tetap

Pola lain tidak bisa karena ruang terbatas

Handling secara mekanis

Pola aliran di industri kerupuk Subur menggunakan pola aliran Straight

Line. Alasannya ialah proses produksi berlangsung pada waktu yang singkat dan

bersifat sederhana. Aktivitas produksi dalam industri kerupuk Subur berlangsung

sepanjang garis lurus yang memiliki jarak perpindahan kecil karena jarak antar

mesin berdekatan satu sama lain sesuai urutan operasi.

Tipe- tipe tata letak secara umum adalah product layout, process layout,

group technology layout, dan layout by fixed position.

1. Product layout adalah metode atau cara pengaturan dan penempatan semua

fasilitas produksi yang diperlukan ke dalam suatu departemen tertentu atau

khusus. Bahan baku dipindahkan dari stasiun kerja ke statsiun kerja lainnya di

dalam departemen tersebut, dan tidak perlu di pindahkan layout ke departemen

yang lain. Dalam product layout , mesin-mesin atau alat bantu disusun

menurut proses dari suatu produk. Produk-produk bergerak secara terus

menerus dalam suatu garis perakitan. Product layout akan digunakan bila

volume produksi cukup tinggi dan variasi produk tidak banyak dan sangat

sesuai untuk produksi yang kontinyu. Tujuan dari tata letak ini untuk

mengurangi proses pemindahan bahan dan memudahkan pengawasan di dalam

aktivitas produksi, sehingga pada akhirnya terjadi penghematan biaya.

Keuntungan tipe product layout :

1. Layout sesuai dengan urutan proses, sehingga proses berbentuk garis.

2. Pekerjaan dari satu proses secara langsung dikerjakan pada proses

berikutnya.

3. Total waktu produksi per unit menjadi pendek.

4. Mesin dapat ditepatkan dengan jarak yang minimal.

5. Memerlukan operator dengan ketrampilan yang rendah.

Page 110: TLPB 1-10. A6

`

108

6. Lokasi yang tidak begitu luas dapay digunakan untuk transit dan

penyimpanan barang sementara.

7. Memerlukan aktivitas yang tidak sedikit selama poses produksi

berlangsung.

Kerugian dari product layout :

1. Kerusakan dari satu mesin dapat mengakibatkan terhentinya proses

produksi.

2. Layout ditentukan oleh produk yang diproses, perubahan desain

produk memerlukan penyusunan layout ulang.

3. Kecepatan produksi ditentukan oleh mesin yang beroperai paling

lambat.

4. Membutuhkan investasi yang besar karena mesin yang sejenis akan

dipasang lagi kalau proses yang sejenis diperlukan.

2. Process layout adalah semua operasi dengan sifat yang sama dikelompkkan

dalam departemen yang sama pada suatu pabrik/industri. Mesin dan peralatan

yang mempunyai fungsi yang sama dikelmpokkan jadi satu. Process layout

dilakukan bila volume produksi kecil dan terutama untuk semua jenis produk

yang tidak standar, biasanya berdasar order. Tipe tata letak ini banyak dijumpai

pada sektor industri manufaktur maupun jasa.

Keuntungan dari process layout :

1. Penggunaan mesin dapat dilakukan dengan efektif, konsekuensinya

memerlukan sedikit mesin.

2. Fleksibilitas tenaga kerja dan fasilitas produksi besar dan sanggup

berbagai macam jenis dan model produk.

3. Investasi mesin relative kecil karena digunakan mesin yang umum.

4. Keragaman tugas membuat tenaga kerja lebih tertarik dan tidak bosan.

5. Mudah mengatasi break down pada mesin, yaitu dengan cara

memindahkannya ke mesin yang lain dan tidak menimbulkan

hambatan dalam proses produksi.

Kerugian process layout adalah :

1. Aliran proses yang panjang mengakibatkan material handling lebih

mahal karena aktivitas pemindahan material. Hal ini disebabkan

Page 111: TLPB 1-10. A6

`

109

karena tata letak mesin bergantung padamacam proses atau fungsi

kerjanya dan tidak tergantung pada urutan proses produksi.

2. Total waktu produksi lebih panjang.

3. Diperukan ketrampilan tenaga kerja yang tinggi guna menangani

berbagai macam aktivitas produksi yang memiliki variasi besar.

4. Kesulitan dalam menyeimbankan tenaga kerja dari setiap fasilitas

produksi karena penempatan mesin yang terkelompok.

3. Tata letak group technology layout adalah tata letak fasilitas berdasarkan

kelompok produk. Biasanya komponen tidak sama dikelompokkan ke dalam

satu kelmpok berdasarkan kesamaan bentuk komponen, mesin atau peralatan

yang dipakai. Pengelompokkan bukan didasarkan pada kesamaan penggunaan

akhir. Mesin-mesn dikelompokkan dalam satu kelompok dan ditempatkan

dalam sbuah manufacturing cell.

Keuntungan tata letak group technology layout :

1. Akan diperoleh pendayagunaan mesin yang optimal.

2. Lintasan aliran kerja lebih lancar dan jarak perpndahan material lebih

pendek bila dibandingkan dengan process layout.

3. Suasana kerja kelompok dapat diwujudkan sehingga keuntungan

aplikasi job enlargement juga akan diperoleh.

4. Memiliki keuntungan-keuntungan yang ada pada tipe product layout

maupu process layout karena tipe tata letak ini pada dasarnya

merupakan kombinasi dari kedua tipe layout tersebut.

Kekurangan tata letak group technology layout :

1. Diperlukan tenaga kerja dengan ketrampilan tinggi untuk

mengoperasikan semua fasilitas produksi sehingga aktivitas supervisi

juga harus ketat.

2. Sangat bergantung pada kegiatan pengendalian produksi.

3. Diperlukan buffers dan work in process storage.

4. Sulit mengaplikasikan fasilitas produksi tipe special purpose.

4. Tata letak layout by fixed position atau layout yang berposisi tetap. Sistem

berdasarkan pada product layout maupun prosess layout, produk bergerak

menuju mesin sesuai dengan urutan proses yang dijalankan. Layout yang

Page 112: TLPB 1-10. A6

`

110

berposisi tetap ditunjukkan bahwa mesin, manusia serta komponen-komponen

bergerak menuju lokasi material untuk menghasilkan produk. Layout ini

biasanya digunakan untuk memproses barang yang rekatif besar dan berat

sedangkan peralatan yang digunakan mudah untuk dilakukan pemindahan.

Keuntungan dari tata letak

posisi tetap :

1. Karena yang banyak bergerak adalah fasilitas produksi , maka

perpindahan material bisa dikurangi.

2. Bilamana pendekatan kelompok kerja digunakan dalam kegiatan

produksi, maka kontinuitas operasi dan tanggung jawab kerja bisa

tercapai dengan sebaik-baiknya.

3. Kesempatan untuk melakukan pengayaan kerja dengan mudah bisa

diberikan, demikian pula untuk meningkatkan kebanggaan dan kualitas

kerja bisa dilaksanakan karena dimungkinkan untuk menyelesaikan

pekerjaan secara penuh.

4. Fleksibilitas kerja sangat tinggi.

Kekurangan dari tata letak posisi tetap :

1. Adanya peningkatan frekuensi perpindahan fasiltas produksi atau

operator pada saat operasi kerja berlangsung.

2. Memerlukan operator dengan skill yang tinggi disamping aktivitas

supervisi yang lebih umum dan intensif.

3. Adanya duplikasi peralatan kerja yang menyebabkan space area dan

tempat untuk barang setengah jadi.

4. Memerlukan pengawasan dan koordinasi kerja yang ketat khususnya

dalam penjadwalan produksi.

Tipe tata letak di industri kerupuk Subur yang diamati adalah Product

Layout. Alasannya ialah tata letak mesin atau peralatan produksi disusun

berdasarkan aliran bahan yang juga fasilitasnya tersusun menurut urutan proses

suatu produk. Misalnya saja pada proses penggilingan dan pengepressan, mesin

giling diletakkan tepat di samping mesin press, yang mana mesin giling lebih

dekat dengan proses pencampuran. Masing-masing operasi saling berkaitan

sehingga jika ada kerusakan mesin akan menyebabkan seluruh aliran berhenti,

Page 113: TLPB 1-10. A6

`

111

misalnya saja ada kerusakan mesin pencetak, ini akan menyebabkan adonan bahan

tidak dapat dicetak, yang kemudian akan menghentikan aliran produksi, tanpa

bantuan alat pencetak ini adonan tidak akan bisa berbentuk kerupuk seperti yang

diinginkan melainkan adonan akan mengalami penundaan (delay). Kemudian

untuk disain produk tidak dimungkinkan untuk diadakan perubahan, selain itu laju

produksi juga sangat ditentukan oleh proses mesin yang paling lambat. Produk

yang dibuat oleh industri yang diamati ini menghasilkan produk dalam jumlah

yang banyak atau besar dan pemindahan bahan serta produk dilakukan secara

mekanis. Luas area industri tidak begitu luas, sehingga meminimalkan jarak

perpindahan antara stasiun satu dengan stasiun yang lain. Dalam industri kerupuk

ini perlu diketahui bahwa satu mesin untuk satu jenis operasi, missal: mesin cetak,

khusus untuk operasi pencetakan dan tidak bisa dipakai untuk operasi lainnya;

mesin giling, khusus untuk operasi penggilingan adonan; mesin press, khusus

untuk operasi pengepressan; ketel uap, khusus untuk operasi pengukusan; dan

lain-lain.

From to chart merupakan peta yang berguna untuk menunjukkan

ketergantungan satu kegiatan dengan kegiatan lain, sehingga dapat diperoleh

susunan logis aliran proses atau urutan yang disarankan. From to chart

menggambarkan banyaknya aliran bahan dari satu tempat ke tempat lain. Form to

chart adalah suatu teknik konvensional yang umum digunakan untuk perencanaan

tata letak pabrik dan pemindahan bahan dalam suatuproses produksi. Angka-

angka yang terdapat dalam FTC akan menunjukkan total dari berat badan yang

harus dipindahkan, jarak perpindahan bahan, volume atau kombinasi dari factor-

faktor ini. FTC sangat berguna untuk menunjukkan ketergantungan suatu kegiatan

lain sehingga dapat diperoleh susunan logis aliran proses atau urutan yang

disarankan.

Dalam industri ini, tidak diperlukan Peta dari-ke (form to chart) karena

urutan operasi sudah pasti dan tidak dapat diubah-ubah urutannya, apabila diubah

urutan prosesnya maka tidak akan bisa menjadi kerupuk bahkan akan terhenti

produksinya (gagal produksi). Aliran proses pembuatan kerupuk tidak

dimungkinkan adanya perubahan dan tidak memerlukan saran akan urutan aliran

proses.

Page 114: TLPB 1-10. A6

`

112

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum acara 4 yang berjudul „Perencanaan Aliran

Bahan‟, maka praktikan telah dapat menentukan tipe aliran bahan dan tipe tata

letak dalam industry. Tipe aliran bahan yang digunakan dalam insdustri yang

dijadikan objek kajian adalah menggunakan pola aliran Straight Line, serta tipe

tata letak di industri kerupuk Subur yang diamati adalah Product Layout.

Page 115: TLPB 1-10. A6

`

113

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1. 2012. Pola Aliran Bahan. Dalam. http://arvie13.blogspot.com

/2012/03/pola-aliran-bahan-dan-pola layout.html. Diakses pada hari

Selasa, 03 April 2013 pukul 19.20 WIB.

Anonim 2. 2012. Perancangan Fasilitas Pabrik. Dalam http://rekayasafasilitas

.ac.id/2012/perancangan-fasilitas.pdf. Diakses pada hari Selasa, 03

April 2013 pukul 20.15 WIB.

Apple, James M. 1977. Plant Layout and Material Handling. John Wiley & Sons,

Inc. New Jersey.

Machfud dan Yudha Agung. 1990. Perancangan Tata Letak Pada Industri

Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat

Pendidikan Tinggi Pusat Antaruniversitas Pangan dan Gizi Institut

Pertanian Bogor.

McLeod, Jr. Raymond and George P. Schell. 2007. Management Information

System, 10th

ed. Pearson Prentice Hall. New Jersey.

Purnomo, H. 2004. Perencanaan dan Perancangan Fasilitas. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Tompkins, J. A., White, J. A., & Tanchoco, J. M. 1996. Facilities Planning

(Fourth ed.). John Wiley & Sons, Inc. USA.

Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi

Ketiga. Surabaya: Guna Widya.

Page 116: TLPB 1-10. A6

`

114

LAPORAN PRAKTIKUM

TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

ACARA 5

PETA KETERKAITAN KEGIATAN

KELOMPOK A6

ANGGOTA

Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950

Arief Maharani 11/311591/TP/09963

Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980

Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006

Co. Ass

Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2013

Page 117: TLPB 1-10. A6

`

115

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri adalah tempat dimana manusia, mesin, peralatan produksi,

material, energi, uang, informasi, dan sumber daya alam atau bahan baku dikelola

secara bersama dalam satu sistem produksi untuk menghasilkan produk atau jasa

secara efektif, efisien, dan aman. Sistem produksi terdiri dari berbagai macam

kegiatan yang berkaitan satu sama lain. Agar hasil yang didapat baik, maka

kegiatan-kegiatan tersebut harus dijalankan dengan baik pula. Jika dalam industry

terdapat banyak sekali kegiatan yang tidak efektif seperti urutan kegiatan yang

tidak sesuai maka akan sangat mengurangi produktivitas suatu industri.

Sekarang ini banyak berbagai kegiatan dalam industri yang tidak efisien

dikarenakan jarak antara kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain cukup

jauh. Padahal sebenarnya semua kegiatan tersebut dapat dilakukan dengan cepat

dan tepat apabila tata letak dan penyusunan kegiatannya baik. Untuk dapat

mengatasinya maka susunan serta penempatan kegiatan-kegiatan yang ada harus

dianalisis dan diperbaiki sehingga dapat meminimalisir perpindahan, serta dapat

mengurangi pemakaian ruang yang terlalu banyak dan tidak efisien.

Salah satu cara agar dapat menganalisis serta memperbaiki penempatan

kegiatan yang kurang efisien sehingga diperoleh tata letak yang dapat

meningkatkan produksi yaitu dengan membuat Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK)

atau Activity Relationship Chart (ARC). Oleh karena itu praktikum acara 5 “Peta

Keterkaitan Kegiatan” dilakukan agar praktikan dapat mengevaluasi serta

menganalisis dalam penentuan atau pembuatan tata letak yang lebih baik terhadap

objek yang dikaji.

B. Tujuan

Praktikan dapat menunjukkan keeratan keterkaitan antar kegiatan yang

memerlukan ruangan dalam industri.

Page 118: TLPB 1-10. A6

`

116

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK) atau Activity Relationship Chart adalah

suatu cara atau teknik yang sederhana di dalam merencanakan tata letak fasilitas

atau departemen berdasarkan derajad hubungan aktivitas yang sering dinyatakan

dalam penilaian kualitatif dan cenderung berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan yang bersifat subjektif dari masing-masing fasilitas atau departemen

(Wignjosoebroto, 1996)

Menurut Sutalaksana (1979) peta kerja merupakan suatu alat yang

menggambarkan kegiatan kerja secara sistematis dan jelas untuk berkomunikasi

secara luas dan sekaligus melalui peta kerja bias mendapatkan informasiinformasi

yang diperlukan untuk memperbaiki suatu metode kerja, biasanya kerja produksi

Peta keterkaitan kegiatan adalah teknik ideal untuk merencanakan

keterkaitan antara setiap kelompok kegiatan yang saling berkaitan. Peta ini

berguna dalam (Apple, 1990):

1. Penyusunan urutan pendahuluan bagi satu Peta dari-ke

2. Lokasi nisbi dari pusat kerja atau departemen dalam satu kantor.

3. Lokasi kegiatan dalam satu usaha pelayanan

4. Lokasi pusat kerja dalam operasi perawatan atau perbaikan

5. Lokasi nisbi dari daerah pelayanan dalam satu fasilitas produksi

6. Menunjukkan hubungan satu kegiatan dengan yang lainnya, serta

alasannya

7. Memperoleh satu landasan bagi penyusunan daerah selanjutny

Diperkirakan 20% sampai 50% dari biaya operasi merupakan biaya

pemindahan material (material handling) maka tata letak yang efektif dapat

mengurangi biaya tersebut sekitar 10% sampai 30%. Pentingnya rancangan

fasilitas seperti aliran bahan merupakan tulang punggung fasilitas produksi, dan

harus dirancang dengan cermat serta tidak dibiarkan tumbuh atau berkembang

menjadi satu pola lalu lintas yang membingungkan (Tomkins,1996).

Kenyataannya, peta ini serupa dengan tabel jarak sebuah peta jalan;

jaraknya digantikan dengan huruf sandi kualitatif, dan angka menunjukkan alasan

Page 119: TLPB 1-10. A6

`

117

bagi huruf sandi tadi. Sandi keterkaitan menunjukkan keterkaitan satu kegiatan

dengan yang lainnya dan seberapa penting setiap kedekatan hubungan yang ada.

Huruf-huruf (A, E, I, O, U, dan X) diletakkan pada bagian atas kotak. Kadang-

kadang juga digunakan warna, untuk menunjukkan derajat kedekatan ini. Angka

sandi dimasukkan di kotak bawah, menunjukkan alasan yang mendukung setiap

kedekatan hubungan (Apple, 1990)

Peta keterkaitan kegiatan serupa dengan peta dari ke-, tetapi hanya satu

perangkat lokasi saja yang ditunjukkan. Kenyataan peta ini serupa dengan tabel

jarak sebuah peta jalan; jaraknya digantikan dengan huruf sandi kualitatif, dan

angka menunjukkan alasan bagi huruf sandi tadi. Huruf sandi tadi adalah satu

jenis dengan sandi pada peta dari ke- (Tompkins, 1992)

Faktor-faktor yang mempengaruhi keterkaitan, beberapa di antaranya

sangat penting (Angelia, 2009):

1. Tuntutan khusus dari kegiatan-kegiatan atau fasilitas

2. Sifat atau karakteristik bangunan (tipe, ukuran, bangun, jumlah lantai, tingkat

bersih, lokasi tiang, jarak antar tiang, lokasi pintu, dan arah perluasan)

3. Tapak bangun (lokasi, ukuran, topografi bangunan, orientasi bangunan, dan

cuaca)

4. Fasilitas luar (alat angkut, parkir, keperluan umum, dan fasilitas lainnya)

5. Perluasan (aliran produksi di masa datang dan perubahan tata letak, gang,

lokasi kegiatan yang mungkin berkembang, peralatan permanenn, bangunan

dan lokasi, serta jarak tinggi

Untuk membantu menentukan kegiatan yang harus diletakkan pada satu

tempat, telah ditetapkan satu pengelompokkan derajat kedekatan, yang diikuti

dengan tanda bagi tiap derajat kedekatan tadi. Derajat keterkaitan kegiatan

tersebut adalah (Muther, 1955):

A = mutlak perlu kegiatan-kegiatan tersebut berdekatan

E = sangat penting kegiatan-kegiatan tersebut berdekatan

I = penting bahwa kegiatan-kegiatan tersebut berdekatan

O = biasa (kedekatannya), di mana saja tidak ada masalah

U = tidak perlu adanya keterkaitan goegrafis apapun

Page 120: TLPB 1-10. A6

`

118

Merupakan peta yang menggambarkan tingkat atau derajat keterkaitan

antar suatu pusat aktivitas dengan pusat aktivitas lainnya. Keterkaitan kegiatan

yang terjadi dapat berupa (Wignjosoebroto, 1993):

1. Keterkaitan antara dua kegiatan produksi

2. Keterkaitan suatu aktivitas produksi dengan kegiatan tambahan atau

pelayanan

3. Keterkaitan antara dua aktivitas pelayanan

Faktor-faktor yang mempengaruhi keterkaitan (Machfud dan Yudha

Agung, 1990):

1. Tuntutan khusus dari departemen tertentu

2. Sifat/karakteristik bangunan : tipe, ukuran, jumlah lantai, lokasi tiang,

lokasi pintu, arah perluasan

3. Tapak bangunan : lokasi, topografi, ukuran, cuaca, orientasi bangunan,

dll

4. Fasilitas luar : alat angkut, parker, keperluan umum, fasilitas lainnya

5. Perluasan : aliran produksi di masa dating, gang (lokasi dan lebar),

ruang tambahan, lokasi kegiatan yang mungkin berkembang.

ARC berupa matriks koefisien yang terdiri atas dua bagian. Bagian atas

menyatakan derajat kedekatan, bagian bawah menyatakan alasan. Peta

Keterkaitan Kegiatan menghubungkan aktivitas-aktivitas secara berpasangan

sehingga semua aktivitas akan diketahui derajat hubungannya. Secara umum

alasan keterkaitan dibagi dalam 3 macam yaitu (Angelia, 2009):

1. Keterkaitan produksi

a. Urutan aliran kerja

b. Menggunakan peralatan yang sama

c. Menggunakan ruangan yang sama

d. Bising, debu, getaran, bau dan lain-lain

2. Keterkaitan pegawai

a. Menggunakan pegawai yang sama

b. Derajat kepegawaian

c. Jalur perjalanan normal

d. Melaksanakan pekerjaan serupa

Page 121: TLPB 1-10. A6

`

119

e. Disenangi pegawai

f. Gangguan pegawai

3. Aliran informasi

a. Menggunakan catatan/berkas yang sama

b. Derajat hubungan kertas kerja

c. Menggunakan alat komunikasi yang sama

Page 122: TLPB 1-10. A6

`

120

BAB III

METODE PRAKTIKUM

Semua kegiatan yang ada dalam perusahaan yang akan

dirancang dituliskan pada kolom paling kiri Peta

Keterkaitan Kegiatan.

Untuk Peta Keterkaitan Kegiatan perusahaan: seluruh

proses produksi dianggap sebagai satu kegiatan yaitu

kegiatan produksi, begitu juga kegiatan perkantoran.

Untuk Peta Keterkaitan Kegiatan ruang produksi:

memuat seluruh proses produksi yang terjadi.

Hubungan antarkegiatan ditunjukkan dengan huruf sandi: Huruf

Sandi Keterangan Warna

A Mutlak Perlu Merah

E Sangat Penting Jingga

I Penting Hijau

O Kedekatan Biasa Biru

U Tidak Penting Tidak Berwarna

X Tidak Diharapkan Coklat

Page 123: TLPB 1-10. A6

`

121

Setelah huruf-huruf tersebut dimasukkan pada kotak segitiga

bagian atas (atau warna yang menentukan hubungan

kedekatan), maka angka sandi yang menunjukkan alasan yang

mendukung kedekatan hubungan antarkegiatan diletakkan di

kotak bagian bawahnya.

Sandi-sandi yang dipakai dalam menentukan alasan: Alasan

Sandi Keterangan

1. Menggunakan catatan yang sama

2. Menggunakan personil yang sama

3. Memakai ruang yang sama

4. Derajat hubungan pribadi

5. Derajat hubungan kertas kerja

6. Urutan aliran kerja

7. Melaksanakan pekerjaan yang sama

8. Menggunakan peralatan yang sama

Kemungkinan bau tidak sedap, gangguan suara, dan lain-lain

Page 124: TLPB 1-10. A6

`

122

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Peta Keterkaitan Kerja (terlampir)

B. Pembahasan

Peta keterkaitan kerja adalah suatu peta yang menggambarkan hubungan

dari seluruh pola aliran bahan atau hubungan antar stasiun kerja sampai proses

produksi lokasi dari masing-masing ruang atau fasilitas penunjang terhadap ruang

produksinya. Peta keterkaitan kerja merupakan suatu cara sangat tepat untuk

merencanakan keterkaitan antara setiap kelompk kegiatan yang saling berkaitan

dengan proses produksi (perlu tidaknya masing-masing kegiatan saling

berdekatan, beserta alasan kedekatannya). Dalam PKK ini angka kuantitatif dalam

bentuk frekuensi pemindahan bahan diganti dengan simbol atau huruf yang

menunjukkan derajat kedekatan.

Manfaat dibuatnya peta keterkaitan kerja adalah:

1. Dapat mengevaluasi stasiun kerja yang ada dalam suatu industri, dimana

stasiun-stasiun kerja tersebut akan diatur sedemikian rupa agar kegiatan antar

stasiun kerja yang berkaitan saling berdekatan dan sebalknya stasiun kerja

yang tidak bekaitan saling berjauhan. Hal ini bertujuan agar tercapainya

kefektifan dan efisiensi kerja, waktu, tempat, maupun tenaga.

2. Susunan fasilitas yang baik di sekitar pola aliran barang dapat menghasilkan

pelaksanaan berbagai proses yang berkaitan secara efisien.

3. Perpindahan bahan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien.

4. Dapat mengurangi jarak perpindahan bahan yang tidak efektif sehingga bahan

tidak terlalu sering disentuh untuk dipindahkan dari satu stasiun ke stasiun

lain.

Page 125: TLPB 1-10. A6

`

123

5. Dapat menjaga ke-higienitasan bahan karena tata letak yang baru dijauhkan

dari tempat yang “tidak diharapkan” yaitu toilet yang merupakan tempat

kotoran dan dapat menimbulkan bau yang tidak sedap.

Sedangkan cara pembuatan PKK adalah sbb:

1. Kenali semua kegiatan yang ada

2. Bagilah ke dalam kelompok-kelompok :

a. Produksi

b. Pelayanan (administrasi,pegawai, pabrik )

3. Himpun data tentang aliran barang/bahan, informasi, pegawai dan sebagainya

4. Tentukan faktor-faktor atau sub faktor mana saja yang menentukan

keterkaitan. Barang hanya produksi), peralatan , aliran informasi, keterkaitan

pegawai dan lain-lain

5. Siapkan formulir (peta seperti di atas)

6. Masukkan kegiatan-kegiatan yang ada seperti kelompoknya

7. Masukkan derajat kedekatan yang diminta pada segitiga bagian atas

8. Masukkan angka sandi pada segitiga bagian bawah

9. Validasi dengan orang yang tepat

Pada PKK yang dibuat untuk Industri Kerupuk Subur hubungan yang

pertama terjadi adalah hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan

pencampuran diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan

dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 2, 3, 6 karena

menggunakan personil yang sama, memakai ruangan yang sama, serta merupakan

urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penimbangan dengan pengadukan

diberi sandi E yang berarti sangat penting dan dilambangkan dengan warna

jingga, serta diberi angka 2, 3, 6 karena menggunakan personil yang sama,

memakai ruangan yang sama, serta merupakan urutan aliran kerja. Selanjutnya

hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan penggilingan diberi sandi

O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi

angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang sama serta merupakan urutan

aliran kerja. Lalu hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan

pengepressan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan

dengan warna biru, serta diberi angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang

Page 126: TLPB 1-10. A6

`

124

sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara penimbangan (bahan

mentah) dengan pencetakan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan

dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan

urutan aliran kerja. Selanjutnya hubungan antara penimbangan (bahan mentah)

dengan pengukusan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan

dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan

urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan mentah)

dengan penjemuran diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna,

serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Kemudian

hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan pengovenan diberi sandi U

yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena

merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan

mentah) dengan penimbangan (bahan setengah jadi) diberi sandi U yang berarti

tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6,7,10 karena merupakan

urutan aliran kerja, melaksanakan pekerjaan yang sama namun tidak ada

hubungan kegiatan. Lalu hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan

penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta

diberi angka 6 dan 10 karena merupakan urutan aliran kerja namun tidak ada

hubungan kegiatan. Lalu hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan

penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi

angka 6 dan 10 karena merupakan urutan aliran kerja namun tidak ada hubungan

kegiatan. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan mentah) dengan

penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta

diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.

Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pencampuran

dengan pengadukan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan

dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena

menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama, memakai

ruangan yang sama, serta merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan

antara pencampuran dengan penggilingan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu

berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 2 dan 6

karena menggunakan personil yang sama serta merupakan urutan aliran kerja.

Page 127: TLPB 1-10. A6

`

125

Lalu hubungan antara pencampuran dengan pengepressan diberi sandi I yang

berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna hijau, serta

diberi angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang sama serta merupakan

urutan aliran kerja. Selanjutnya hubungan antara pencampuran dengan pencetakan

diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru,

serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara

pencampuran dengan pengukusan diberi sandi O yang berarti mutlak perlu

berdekatan dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena

merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pencampuran dengan

penjemuran diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta

diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Lalu hubungan antara

pencampuran dengan pengovenan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan

tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja.

Hubungan antara pencampuran dengan penimbangan (bahan setengah jadi) diberi

sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja

karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pencampuran dengan

penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta

diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara

pencampuran dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak

berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja.

Kemudian hubungan antara pencampuran dengan penyimpanan diberi sandi U

yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak

ada hubungan kegiatan.

Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pengadukan

dengan penggilingan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan

dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2, 6 karena

menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama serta

merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan

pengepressan diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan dengan warna

hijau, serta diberi angka 2 dan 6 karena menggunakan personil yang sama dan

merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan pencetakan

diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan dengan warna hijau, serta

Page 128: TLPB 1-10. A6

`

126

diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara

pengadukan dengan pengukusan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan

dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan

urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan penjemuran diberi sandi

U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena

merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan pengovenan

diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6

saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengadukan dengan

penimbangan (bahan setengah jadi) diberi sandi U yang berarti tidak penting dan

tidak berwarna, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. .

Hubungan antara pengadukan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti

tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 6 dan 10 karena merupakan

urutan aliran kerja namun tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara

pengadukan dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak

berwarna, serta diberi angka 6 dan 10 karena merupakan urutan aliran kerja

namun tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara pengadukan

dengan penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak

berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.

Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara penggilingan

dengan pengepressan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan

dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena

menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama,

menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Kemudian

hubungan antara penggilingan dengan pencetakan diberi sandi E yang berarti

sangat penting dan dilambangkan dengan warna jingga, serta diberi angka 1, 3, 6

karena menggunakan catatan yang sama, memakai ruangan yang sama, serta

merupakan urutan aliran kerja. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan

pengukusan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta

diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara

penggilingan dengan penjemuran diberi sandi U yang berarti tidak penting dan

tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.

Kemudian hubungan antara penggilingan dengan pengukusan diberi sandi U yang

Page 129: TLPB 1-10. A6

`

127

berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada

hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan pengovenan

diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10

karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan

dengan penimbangan (bahan setengah jadi) diberi sandi U yang berarti tidak

penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan

kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan dengan penggorengan diberi

sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10

karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penggilingan

dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna,

serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan

antara penggilingan dengan penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak

penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan

kegiatan.

Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pengepressan

dengan pencetakan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan

dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 3, 6 karena

menggunakan catatan yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta

merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengepressan dengan

pengukusan diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan

dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran

kerja. Hubungan antara pengepressan dengan penjemuran diberi sandi U yang

berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada

hubungan kegiatan. Hubungan antara pengepressan dengan pengovenan diberi

sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10

karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pengepressan dengan

penimbangan bahan setengah jadi diberi sandi U yang berarti tidak penting dan

tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.

Hubungan antara pengepressan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti

tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan

kegiatan. Hubungan antara pengepressan dengan penirisan diberi sandi U yang

berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada

Page 130: TLPB 1-10. A6

`

128

hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara pengepressan dengan

penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta

diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.

Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pencetakan

dengan pengukusan diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan

dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 3 dan 6 karena

menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan

antara pencetakan dengan penjemuran diberi sandi I yang berarti penting dan

dilambangkan dengan warna hijau, serta diberi angka 6 saja karena merupakan

urutan aliran kerja. Hubungan antara pencetakan dengan pengovenan diberi sandi

U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena

tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara pencetakan dengan penimbangan

bahan setengah jadi diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna,

serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan. Hubungan antara

pencetakan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan

tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.

Hubungan antara pencetakan dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak

penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan

kegiatan. Kemudian hubungan antara pencetakan dengan penyimpanan diberi

sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10

karena tidak ada hubungan kegiatan.

Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pengukusan

dengan penjemuran diberi sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan

dengan warna biru, serta diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran

kerja. Hubungan antara pengukusan dengan pengovenan diberi sandi O yang

berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta diberi angka 6

saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara pengukusan dengan

penimbangan bahan setengah jadi diberi sandi U yang berarti tidak penting dan

tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.

Hubungan antara pengukusan dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti

tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan

kegiatan. Hubungan antara pengukusan dengan penirisan diberi sandi U yang

Page 131: TLPB 1-10. A6

`

129

berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada

hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara pengukusan dengan penyimpanan

diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10

karena tidak ada hubungan kegiatan.

Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara penjemuran

dengan pengovenan diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan dengan

warna hijau, serta diberi angka 2, 6, 7 karena menggunakan personil yang sama,

merupakan urutan aliran kerja serta melaksanakan pekerjaan yang sama.

Hubungan antara penjemuran dengan penimbangan bahan setengah jadi diberi

sandi O yang berarti kedekatan biasa dan dilambangkan dengan warna biru, serta

diberi angka 6 saja karena merupakan urutan aliran kerja. Hubungan antara

penjemuran dengan penggorengan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan

tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.

Hubungan antara penjemuran dengan penirisan diberi sandi U yang berarti tidak

penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada hubungan

kegiatan. Kemudian hubungan antara penjemuran dengan penyimpanan diberi

sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10

karena tidak ada hubungan kegiatan.

Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara pengovenan

dengan penimbangan bahan setengah jadi diberi sandi E yang berarti sangat

penting dan dilambangkan dengan warna jingga, serta diberi angka 3 dan 6 karena

memakai ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan

antara pengovenan dengan penggorengan diberi sandi I yang berarti penting dan

dilambangkan dengan warna hijau, serta diberi angka 6 saja karena merupakan

urutan aliran kerja. Hubungan antara pengovenan dengan penirisan diberi sandi U

yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak

ada hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara pengovenan dengan

penyimpanan diberi sandi U yang berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta

diberi angka 10 karena tidak ada hubungan kegiatan.

Hubungan yang terjadi selanjutnya adalah hubungan antara penimbangan

bahan setengah jadi dengan penggorengan diberi sandi A yang berarti mutlak

perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah, serta diberi angka 1, 2,

Page 132: TLPB 1-10. A6

`

130

3, 6 karena menggunakan catatan yang sama, menggunakan personil yang sama,

menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja. Hubungan

antara penimbangan bahan setengah jadi dengan penirisan diberi sandi U yang

berarti tidak penting dan tidak berwarna, serta diberi angka 10 karena tidak ada

hubungan kegiatan. Kemudian hubungan antara penimbangan (bahan setengah

jadi) dengan penyimpanan diberi sandi I yang berarti penting dan dilambangkan

dengan warna hijau, serta diberi angka 1, 3, 6 karena menggunakan catatan yang

sama, menggunakan ruangan yang sama serta merupakan urutan aliran kerja..

Kemudian hubungan antara penggorengan dengan penirisan diberi sandi A

yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan warna merah,

serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena menggunakan catatan yang sama,

menggunakan personil yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta

merupakan urutan aliran kerja. Lalu hubungan antara penggorengan dengan

penyimpanan diberi sandi E yang berarti sangat penting dan dilambangkan dengan

warna jingga, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena menggunakan catatan yang

sama, menggunakan personil yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta

merupakan urutan aliran kerja..

Lalu yang terakhir adalah hubungan antara penirisan dengan penyimpanan

diberi sandi A yang berarti mutlak perlu berdekatan dan dilambangkan dengan

warna merah, serta diberi angka 1, 2, 3, 6 karena menggunakan catatan yang

sama, menggunakan personil yang sama, menggunakan ruangan yang sama serta

merupakan urutan aliran kerja..

Page 133: TLPB 1-10. A6

`

131

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum acara 5 yang berjudul „Peta Keterkaitan Kerja‟,

maka praktikan telah dapat menunjukkan keeratan keterkaitan antar kegiatan yang

memerlukan ruangan dalam industri dengan dibuatnya peta keterkaitan kerja.

Page 134: TLPB 1-10. A6

`

132

DAFTAR PUSTAKA

Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Edisi ke 3. ITB.

Bandung.

Angelia, Corry. 2009. Metode Craft. Dalam http://www.ittelkom.co.id/library/

indeks.php?option=com_content&viewid=495%Ametode-craft-&ltermid

=14. Diakses pada Rabu, 05April 2013 pukul 19.18 WIB.

Machfud dan Yudha Agung. 1990. Perancangan Tata Letak pada Industri

Pangan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat

Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut

Pertanian Bogor.

Muther, R. 1955. Practical Plant Layout. McGraw-Hill Book Co: New York.

Sutalaksana, Anggawisastro. 1979. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Keluarga

Mahasiswa Teknik Industri-ITB.

Tomkins, James A., White John A. 1996. Facility Planning. John Wiley & Sons.

USA.

Tompkins, JM. 1992. Facilities Planning. John Wiley & Sons Inc. New York.

Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.ITS.

Surabaya.

Wignjosoebroto, Sritomo. 1993. Pengantar Teknik Industri Edisi I. Jakarta: PT

Guna Widya.

Page 135: TLPB 1-10. A6

`

133

LAPORAN PRAKTIKUM

TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

ACARA 6

DIAGRAM KETERKAITAN KEGIATAN

KELOMPOK A6

ANGGOTA

Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950

Arief Maharani 11/311591/TP/09963

Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980

Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006

Co. Ass

Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

Page 136: TLPB 1-10. A6

`

134

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri merupakan sebuah wadah berkumpulnya faktor-faktor produksi.

Faktor-faktor tersebut digunakan untuk menghasilkan sebuah produk yang

bernilai tambah. Industri menengah ataupun perusahaan saat ini sangat

memperhatikan efisiensi dan efektifitas kerjanya. Pada perancangan suatu tempat

untuk menempatkan faktor-faktor produksi tersebut, dibutuhkan banyak sekali

pertimbangan untuk mencapai tujuan awal perusahaan. Pada industri, termasuk

industri pertanian, faktor-faktor tersebut dikelola dengan melibatkan banyak

kegiatan di dalamnya. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa kegiatan produksi,

perangkaian, penyimpanan, perkantoran, serta kegiatan - kegiatan dengan fasilitas

penunjang lainnya. Kedekatan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lain dan

suatu tempat dengan tempat yang lain sangat penting untuk dianalisis. Hal ini

dikarenakan berpengaruh pada aliran bahan, serta bentuk perancangan kebutuhan

ruangan industri. Kedekatannya sangat perlu dianalisis agar suatu industri

mencapai produktivitas yang optimum, efisien, efektif, dan aman.

Salah satu metode atau teknik untuk menganalisis dan menunjukkan

kedekatan antara suatu kegiatan dengan kegiatan lain dan suatu tempat dengan

tempat yang lain dapat menggunakan Diagram Keterkaitan Kegiatan (Activity

Relationship Diagram). Diagram ini merupakan diagram berbentuk balok yang

menunjukkan pendekatan keterkaitan kegiatan yang menunjukkan setiap kegiatan

sebagai suatu model kegiatan tunggal. Maka dari itu pada praktikum ini,

dilakukan analisis kedekatan keterkaitan kegiatan-kegiatan dalam industri

Kerupuk Subur menggunakan Diagram Keterkaitan Kegiatan (DKK).

B. Tujuan

Praktikan dapat menentukan posisi satu ruangan terhadap ruangan lain

dalam ruangan produksi maupun industri.

Page 137: TLPB 1-10. A6

`

135

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Activity Relationship Chart sangat berguna untuk perencanaan dan analisi

hubungan aktivitas antar masing-masing departemen. Sebagai hasilnya maka data

yang didapat selanjutnya akan dimanfaatkan untuk penentuan letak masing-

masing departemen tersebut, yaitu lewat apa yang disebut Activity Relationship

Diagram. Pada dasarnya diagram ini menjelaskan mengenai hubungan pola aliran

bahan dan lokasi dari masing-masing departemen penunjang terhadap departmen

produksinya (Wignjosoebroto, 1996).

Activity Relation Chart pada dasarnya sangat baik dipergunakan untuk

menganalisa tata letak pabrik dengan memperhatikan faktor-faktor yang bersifat

kualitatif. Untuk mengatur tata letak departemen atau bagian dari suatu

perkantotan , gudang, tempat pembuangan, limbah dan lain-lain. Maka metode ini

tepat untuk di pergunakan.dalam pengaturan fasilitas –fasilitas dari departeman

produksi dalam pabrik pemakaian Activity Relation Chart yang dikombinasikan

dengan metode kualitatif seperti From to Chart sangat dianjurkan ( Apple, 1990).

Activity Relation Chart menunjukkan pentingnya kedekatan suatu

departemen dengan departemen lainnya dalam satu pabrik. Activity Relation

Chart bertujuan untuk mengantisipasi tidak tampaknya semua hubungan yang

penting dalam aliran produk, Contohnya : penting bagi laboratorium pengendalian

kualitas di pabrik susu umtuk memilih lokasi sedekat mungkin dan meletakkan

ruangan –ruangan fasilitas lainnyadi tempat yang jauh dari ruang pencampuran

lemak (Wayne, 1993).

Pendekatan yang dilakukan oleh Muther juga dilakukan oleh Downs,

menurut Downs (1956) diagram aliran yang ada dikembangkan dengan cara,

kegiatan-kegiatan yang terjadi dihubungkan dengan garis atau pita dengan

berbagai ketebalan yang berbeda. Lebar garis menunjukkan volume antara

kegiatan, dan membantu perencana untuk menghubungkan masing-masing

kegiatan secara tepat dalam tahap awal perencanaan tata letak.

Page 138: TLPB 1-10. A6

`

136

Untuk membuat rancangan tata letak ideal perlu dilakukan analisis antar

kegiatan dengan membuat diagram keterkaitan kegiatan. Setelah dilakukan

analisis maka diagram tersebut disusun dengan membuat tabel lembar kerja

keterkaitan kegiatan selanjutnya memplotkan pada blok keterkaitan untuk

mempermudah tata letaknya. Blok diagram yang sudah jadi akan disusun

sedemikian rupa menurut diagram keterkaitan kegiatan yaitu dengan cara

mendekatkan proses-proses yang diperlukan. Hasil dari blok keterkaitan tersebut

diaplikasikan pada tata letak sebenarnya dengan menyusun bentuk area kerjanya

yang dilakukan secara manual (Anonim I, 2013).

Penggunaan Diagram Keterikatan Kegiatan adalah bertujuan untuk

perencanaan hubungan antara pola aliran bahan dan lokasi aktivitas pelayanan

yang berhubungan dengan aktivitas produksi (Apple, 1990).

Kegunaan dari diagram tersebut adalah untuk (Muther, 1944):

1. Pengalokasian sistematis untuk setiap aktivitas

2. Proses penempatan fasilitas

3. Membuat suatu layout lebih akurat

4. Menaksir luas total dari suatu gedung

5. Meminimasi ruang yang diperlukan

Untuk membuat rancangan tata letak ideal perlu dilakukan analisis antar

kegiatan dengan membuat diagram keterkaitan kegiatan. Setelah dilakukan

analisis maka diagram tersebut disusun dengan membuat tabel lembar kerja

keterikatan kegiatan, selanjutnya memplotkan pada blok keterikatan untuk

mempermudah tata letaknya. Blok diagram yang sudah jadi akan disusun

sedemikian rupa menurut diagram keterkaitan kegiatan yaitu dengan cara

mendekatkan proses – proses yang diperlukan. Hasil dari blok keterkaitan tersebut

diaplikasikan pada tata letak sebenarnya dengan menyusun bentuk area kerja yang

dilakukan secara manual (Widya, 2007).

Untuk membuat rancangan tata letak ideal perlu dilakukan analisis antar

kegiatan dengan membuat diagram keterkaitan kegiata. Setelah dilakukan analisis

maka diagram tersebut disusun dengan membuat tabel lembar kerja keterkaitan

selanjutnya plotkan pada blok keterkaitan agar lebih mudah menentukan tata

letaknya. Blok diagram yang sudah jadi akan disusun sedemikian rupa menurut

Page 139: TLPB 1-10. A6

`

137

diagram keterkaitan kegiatan yaitu dengan cara mendekatkan proses – proses yang

mutlak diperlukan (Hendrarto, 2008).

Page 140: TLPB 1-10. A6

`

138

BAB III

METODE PRAKTIKUM

PKK yang telah diperoleh diacara sebelumnya

diterjemahkan ke dalam lembar kerja seperti yang

dicontohkan pada modul praktikum TLPB.

Semua kegiatan (dari PKK) dituliskan

di kolom kiri

Nomor kegiatan dari PKK dimasukkan pada setiap kolom

untuk menunjukkan derajat kedekatan dengan kegiatan pada

baris.

Mengalihkan angka-angka pada kolom lembar kerja ke

kotakan-kotakan seperti yang ada pada modul. Untuk U tidak

dialihkan karena tidak diperlukan lagi.

Kotakan-kotakan tersebut dipotong-potong, yang mempunyai

derajat kedekatan A dipasangkan lebih dulu, baru yang E dan

seterusnya. Dengan metode trial and error dan diuji cobakan

untuk seluruh kegiatan yang ada.

Page 141: TLPB 1-10. A6

`

139

Susunan akhir disalin ke kertas. Inilah yang disebut sebagai

Diagram Keterkaitan Kegiatan.

Memberikan warna pada masing-masing kotak sesuai dengan

bagiannnya (produksi, perkantoran, pelayanan pabrik,

pelayanan pekerja dan lain-lain) seperti contoh yang ada di

modul praktikum TLPB.

Page 142: TLPB 1-10. A6

`

140

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Tabel Derajat Kedekatan

(Terlampir)

2. Form Diagram Keterkaitan Kegiatan

(Terlampir)

B. Pembahasan

Diagram Keterkaitan Kegiatan(DKK) atau Activity Relationship Diagram

(ARD) adalah diagram balok yang menunjukkan setiap kegiatan sebagai satu

model kegiatan tunggal. Jika terdapat sejumlah besar kegiatan dan keterkaitan,

mungkin lebih baik dikelompokkan menjadi kelompok kegiatan yang berkaitan.

Fungsi yang lebih besar mungkin akan lebih mudah dikaitkan satu sama lain.

DKK digambarkan dalam diagram balok yang merupakan penerjemahan dari

PKK. Cara membuat DKK yaitu dengan terlebih dahulu membuat lembar kerja

DKK. Untuk mengisi lembar kerja DKK, digunakan informasi dari PKK dan

berdasarkan pola aliran bahan yang dianut. Kemudian ditentukan derajat

kedekatannya yang dimuat di PKK. Simbol A mempunyai hubungan kedekatan

mutlak perlu, simbol E mempunyai hubungan kedekatan sangat penting, simbol X

mempunyai hubungan kedekatan tidak diharapkan. Tujuan dari pembuatan DKK

ini adalah sebagai dasar untuk perancangan tata letak dari sebuah pabrik atau area

kerja sesuai dengan pola aliran material yang berhubungan dengan aktivitas

produksi.

Pertimbangan dalam pembuatan DKK ini adalah dengan berdasarkan hasil

dari PKK yang telah dibuat, yaitu dilakukannya peletakkan fasilitas yang sesuai

dengan derajat kedekatan yang telah ditentukan sebelumnya. Derajat hubungan A

(mutlak perlu) dan derajat X (tidak diharapkan) merupakan prioritas, karena kedua

derajat hubungan ini menyatakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dan yang

Page 143: TLPB 1-10. A6

`

141

harus dihindari dalam perancangan suatu tata letak. Fasilitas-fasilitas itu harus

berdekatan satu sama lain. Namun jika fasilitas yang memiliki derajat hubungan X

(tidak perlu), letaknya harus berjauhan karena beberapa alasan atau hal-hal yang

dipertimbangkan. Apabila derajat hubungannya E (sangat penting) atau I (penting)

maka fasilitas-fasilitas yang memiliki derajat hubungan tersebut diutamakan

berada saling berdekatan, namun tidak mutlak atau harus. Sedangkan derajat

hubungan yang memiliki derajat hubungan tersebut tidak perlu untuk saling

berdekatan.

Selain pertimbangan diatas, juga ada pertimbangan dalam pembuatan

Diagram Keterkaitan Kegiatan, yaitu sebagai berikut :

1. Bentuk balok pada DKK sisi-sisinya berukuran 3 cm.

2. Warna balok disesuaikan dengan fungsinya, untuk kantor dan pendukung

personil kantor berwarna kuning, untuk produksi berwarna hijau, untuk

maintenance, pelayanan personil pabrik, pelayanan produksi berwarna

biru, sedangkan untuk pelayanan pabrik berwarna merah muda.

3. Tata letak dibuat berdasarkan DKK yang telah dibuat, sesuai dengan

derajat kedekatannya.

Manfaat DKK yaitu sebagai acuan untuk perancangan tata letak Industri

Kerupuk Subur agar lebih optimal di dalam proses produksinya dan mencegah

adanya aliran balik.

Adapun kelebihan DKK ini yaitu :

1. Memudahkan proses aliran bahan

2. Memperbaiki susunan tempat kerja yang ada

3. Mengurangi jarak perpindahan bahan

4. Efisiensi waktu

5. Meminimalkan penggunaan luas tanah dengan cara memanfaatkan ruang

kosong yang masih ada

6. Membuat suatu layout lebih akurat

7. Proses penempatan fasilitas menjadi lebih teratur

8. Pengalokasian menjadi lebih sistematis untuk setiap aktivitas

Selain memiliki kelebihan, DKK juga memiliki kekurangan, diantaranya

adalah:

Page 144: TLPB 1-10. A6

`

142

1. Sulit di dalam pengaplikasiannya dikarenakan butuh biaya yang besar

untuk merealisasikannya.

2. Banyaknya stasiun yang telah dibut secara permanen sehingga sulit

memindahkannya.

3. Penilaian bersifat subjektif dikarenakan dinilai oleh praktikan.

4. Pembuatan DKK telalu rumit karena harus membuat PKK terlebih dahulu.

Pada diagram keterkaitan kegiatan, dapat diketahui kedekatan antar satu

kegiatan dengan kegiatan lainnya dengan melihat letak persegi yang mewakili

sebagai satu stasiun kerja. Di dalam persegi tersebut terdapat keterangan seperti

nama stasiun kerja, nomor stasiun kerja dan simbol-simbol yang menunjukkan

derajat kedekatan satu kegiatan dengan kegiatan lain agar mudah dilakukan

analisis letak kedekatan antar kegiatan tersebut.

Pada persegi pertama menunjukkan stasiun kerja nomor 4 (penggilingan)

dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu

berdekatan) berdekatan dengan stasiun kerja nomor 5 (pengepressan), dan simbol

E (sangat perlu) berdekatan dengan satsiun kerja nomor 6 (pencetakan). Pada

persegi kedua menunjukkan stasiun kerja nomor 5 (pengepressan) dan derajat

kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan)

berdekatan dengan stasiun kerja nomor 6 (pencetakan), dan simbol O (kedekatan

biasa) dengan satsiun kerja nomor 7 (pengukusan). Pada persegi ketiga

menunjukkan stasiun kerja nomor 2 (pencampuran) dan derajat kedekatan yang

menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan

stasiun kerja nomor 3 (pengadukan) dan 4 (penggilingan), simbol O (kedekatan

biasa) dengan stasiun kerja nomor 6 (pencetakan) dan 7 (pengukusan), dan simbol

I (perlu) dengan stasiun kerja nomor 5 (pengepressan). Lalu pada persegi keempat

menunjukkan stasiun kerja nomor 6 (pencetakan) dan derajat kedekatan yang

menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan

stasiun kerja nomor 7 (pengukusan), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja

nomor 8 (penjemuran). Kemudian pada persegi kelima menunjukkan stasiun kerja

nomor 3 (pengadukan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A

(mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan stasiun kerja nomor 4

(penggilingan), simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun kerja nomor 7

Page 145: TLPB 1-10. A6

`

143

(pengukusan), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja nomor 5 (pengepressan)

dan 6 (pencetakan). Selanjutnya pada persegi keenam menunjukkan stasiun kerja

nomor 1 (penimbangan) dan derajat kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol

A (mutlak perlu berdekatan) berdekatan dengan stasiun kerja nomor 2

(pencampuran), simbol E (sangat perlu) dengan stasiun kerja nomor 3

(pengadukan), dan simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun kerja nomor 4

(penggilingan), 5 (pengepressan), 6 (pencetakan), dan 7 (pengukusan). Lalu pada

persegi ketujuh menunjukkan stasiun kerja nomor 7 (pengukusan) dan derajat

kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun

kerja nomor 8 (penjemuran), dan 9 (pengovenan). Kemudian pada persegi

kedelapan menunjukkan stasiun kerja nomor 9 (pengovenan) dan derajat

kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol E (sangat perlu) dengan stasiun kerja

nomor 10 (penimbangan bahan setengah jadi), dan simbol I (perlu) dengan stasiun

kerja nomor 11 (penggorengan). Selanjutnya pada persegi kesembilan

menunjukkan stasiun kerja nomor 11 (penggorengan) dan derajat kedekatan yang

menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) dengan stasiun kerja

nomor 12 (penirisan), dan simbol E (sangat perlu) dengan stasiun kerja nomor 13

(penyimpanan). Setelah itu pada persegi kesepuluh menunjukkan stasiun kerja

nomor 8 (penjemuran) simbol O (kedekatan biasa) dengan stasiun kerja nomor 10

(penimbangan bahan setengah jadi), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja

nomor 9 (pengovenan). Pada persegi kesebelas menunjukkan stasiun kerja nomor

10 (penimbangan bahan setengah jadi) dan derajat kedekatan yang menunjukkan

bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) dengan stasiun kerja nomor 11

(penggorengan), dan simbol I (perlu) dengan stasiun kerja nomor 13

(penyimpanan). Lalu pada persegi kedua belas menunjukkan stasiun kerja nomor

13 (penyimpanan) dan tidak ada derajat kedekatan yang terjadi pada stasiun kerja

ini karena merupakan proses akhir dari keseluruhan proses. Yang terkahir adalah

persegi ketiga belas menunjukkan stasiun kerja nomor 12 (penirisan) dan derajat

kedekatan yang menunjukkan bahwa simbol A (mutlak perlu berdekatan) dengan

stasiun kerja nomor 13 (penyimpanan) saja.

Page 146: TLPB 1-10. A6

`

144

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum acara 6 yang berjudul „Diagram Keterkaitan

Kegiatan‟, maka praktikan telah dapat menentukan posisi satu ruangan terhadap

ruangan lain dalam ruangan produksi maupun industri.

Page 147: TLPB 1-10. A6

`

145

DAFTAR PUSTAKA

Anonim I. 2013. Jurnal Teknotan. http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/

uploads/publikasi_dosen/no.21/520jurnal/520FTIP. Diakses pada hari

Minggu tanggal 21 April 2013 pukul 14.05 WIB.

Apple, J. M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan, Edisi ke 3.

Bandung : ITB.

Downs, G. 1956. Best Way To Layout a Job Shop, Factory Management and

Maintenance. New York: McGraw-Hill Book Co.

Hendrarto, dkk. 2008. Modifikasi Tata Letak Fasilitas Produksi Jamur Tiram.

http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasidosen/no.28/5

29jurnal/520FTIP. Diakses pada hari Senin tanggal 19 April 2013 pukul

20.15 WIB.

Muther, R. 1994. Production Line Technique. McGraw-Hill Book Co. New York.

Wayne, C Turner . 1993. Pengantar Teknik dan Sistem Industri Jilid 1 Edisi 3.

Jakarta: Penerbit Guna Widya..

Widya Astuti. 2007. Perancangan Fasilitas. Yogyakarta: Teknik Industri STTA.

Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. ITS.

Surabaya.

Page 148: TLPB 1-10. A6

`

146

LAPORAN PRAKTIKUM

TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

ACARA 7

PENENTUAN LUAS LANTAI

KELOMPOK A6

ANGGOTA

Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950

Arief Maharani 11/311591/TP/09963

Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980

Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006

Co. Ass

Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

Page 149: TLPB 1-10. A6

`

147

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sektor industri merupakan sektor yang berperan besar dalam

pembangunan perekonomian bangsa. Pembelajaran mengenai bidang industri

sangat penting agar sebuah pabrik atau manufaktur dapat beroperasi dengan baik.

Kegiatan utama dalam bidang industri pertanian adalah merancang industri

pertanian. Contohnya merancang tata letak pabrik atau fasilitas. Penempatan

fasilitas dalam pabrik sangat mempengaruhi kinerja para pekerja, jika fasilitas

tertata dengan baik dan sesuai, maka kegiatan operasi dapat berjalan dengan

lancar.

Tata letak pabrik merupakan penempatan dan pengaturan dari

bermacam-macam fasilitas produksi yang ada. Pengaturan ruang berkaitan erat

dengan luas area yang dibutuhkan untuk mesin/peralatan produksi, penempatan

material, keleluasaan operator bergerak, dll. Penentuan luas ruangan yang

diperlukan untuk aktivitas produksi tergantung pada area kerja (work station)

yang ada. Secara total area yang dibutuhkan merupakan jumlah total dari tiap-tiap

stasiun kerja yang ada. Sedangkan kelonggaran akan diberikan untuk keperluan

jalan lintasan.

Oleh karena itu praktikan dituntut agar memiliki kemampuan serta

keahlian untuk meningkatkan kinerja para pekerja serta memberikan nilai tambah

pada produk yang dihasilkan. Dengan melakukan praktikum penentuan luas

lantai, diharapkan praktikan dapat memperbaiki industri yang dijadikan sebagai

objek kajian.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 7 yang

berjudul “Penentuan Luas Lantai” ini adalah:

1. Praktikan dapat menentukan jenis dan jumlah ruang yang dibutuhkan

setiap kegiatan dalam industri.

Page 150: TLPB 1-10. A6

`

148

2. Praktikan dapat menentukan luas lantai setiap kegiatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Luas lantai produksi digunakan untuk mengetahui luas lahan yang akan

digunakan dalam perencanaan Tata Letak Fasilitas dan perusahaan yang akan

didirikan. Perhitungan luas lantai produksi dimulai dari luas kebutuhan lahan

sampai perkantoran dengan memperhatikan segala fasilitas pendukungnya. Dalam

melakukan suatu perencanaan Tata Letak Fasilitas dan pemindahan bahan,

dibutuhkan beberapa kebutuhan luas lantai untuk kegiatan produksi pabrik yang

akan didirikan, serta fasilitas-fasilitas pendukung lainnya. Dengan demikian perlu

dihitung berapa luas lantai yang disiapkan, terutama untuk kegiatan bagian

produksi. Perhitungan luas lantai ini didasarkan pada bahan baku yang akan

disiapkan. Berdasarkan hal tersebut maka akan didapat luas lantai Receiving

(gudang bahan baku) model Tumpukan dan Rak. Tumpukan digunakan untuk

material yang rata-rata mempunyai dimensi yang besar sehingga tidak

memungkinkan untuk dimasukan kedalam suatu wadah/tempat tertentu.

Sedangkan untuk material yang menggunakan model penyimpanan menggunakan

rak, digunakan untuk material yang berdimensi kecil (Anonim, 2013).

Ruangan yang dibutuhkan oleh sebuah fasilitas jelas erat sekali dengan

kaitannya dengan peralatan, bahan, pegawai dan kegiatan. Dimensi ruang kerja

akan pko yaitu dipengaruhi oleh dua hal pokok yaitu situasi fisik dan situasi kerja

yang ada. Di dala menentukan dimensi ruang kerja perlu diperhatikan antara lain

jrak jankau yang bisa dilakukan oleh operator. Batasan-batasan ruang yang enak

dan cukup memberikan keleluasan gerak operator dan kebutuhan area minimum

yang harus dipenuhi untuk kegiatan-kegiatan tertentu (Apple, 1997).

Tata letak pabrik pada dasarnya merupakan penempatan dan pengaturan

dari bermacam-macam fasilitas produksi yang ada. Pengaturan ruangan disini

berkaitan erat dengan luas area yang dibutuhkaneuntuk mesin/peralatan produksi,

penempatan material, keleluasaan opedan rator untuk bergerak, dan lain-lain

aktivitas. Kebutuhan untuk luas area ini harus dipertimbangkan untuk seluruh

Page 151: TLPB 1-10. A6

`

149

aktivitas yang ada dalam pabrik dan untuk paling tidak ada tiga macam area yang

harus diberikan, yaitu (Wignjosoebroto, 1996):

1. Area yang diperlukan untuk operasi dari mesin dan peralatan yang ada.

2. Area yang diperlukan untuk penyimpanan bahan baku atau benda jadi yang

telah selesai dikerjakan.

3. Area yang diperlukan untuk fasilitas-fasilitas service.

Dalam perencanaan ruang yang ada diperlukan untuk broperasinya mesin

dan peralatan produksi lainnya, maka diperlukan kelonggaran (allowance) untuk

ruangan antara mesin dan operator, work in process storage, dan juga

kelonggaran-kelonggaran yang ditujukan untuk prosses pemindahaan serta

perawatan. Area untuk penyimpanan perkakas juga untuk ruangan mandor dan

supervisor berada harus pula diberikan, karena kedua aktivitas in berkaitan erat

dengan mempunyai lokas yang sama dengan peralatan produksi.

Dalam menghitung kebutuhan luas lantai, dilibatkan pula masalah-masalah

yang berkaitan dengan kegiatan lainnya yang akan mempengaruhi terhadap luas

lantai tersebut, yaitu (STMI, 2010):

1) Alat angkut

2) Cara pengangkutan

3) Cara penyimpanan bahan baku (ditumpuk atau dirak)

4) Aliran bahan

Kesemua hal diatas harus diperhitungkan dalam penentuan luas lantai

dengan menambah harga allowance (kelonggaran) tertentu. Dengan demikian

perlu dihitung beberapa luas lantai yang disiapkan, terutama untuk kegiatan

bagian produksi yang didasarkan pada (STMI, 2010):

a) Bahan baku yang akan disiapkan

b) Mesin atau peralatan yang digunakan

c) Barang jadi yang dihasilkan

Perencanaan layout yang cermat tanpa diimbangi perencanaan material

handling yang baik, akan sia-sia untuk diterapkan. Sebab akan terjadi kesulitan

pemindahan bahan, arus bahan baku sampai produk akhir terganggu, akibat

lebih jauh tingkat produktivitas perusahaan menurun. Oleh karena itu perlu sekali

dilakukan perencanaan tata letak fasilitas dan perencanaan material handling. Hal

Page 152: TLPB 1-10. A6

`

150

ini dapat dilakukan dengan metode penyusunan layout yang tepat yang akan

menghasilkan perencanaan layout fasilitas baru yang terbaik (Tompkin, et

al.,1996).

Semua ruangan yang dipakai pada setiap kegiatan/fungsi pabrik termuat

dalam luas lantai pabrik. Beberapa metode yang umum digunakan untuk

menentukan luasan lantai adalah (Purwanto, 1990) :

1. Production Centre Method

Dimana pusat produksi terdiri dari satu mesin ditambah dengan seluruh

peralatan yang diperlukan dan area operator. Tempat kerja (depan, belakang,

samping kiri dan kanan), ruang maintenance, ruang storage harus

ditambahkan dalam menghitung luas lantai. Kelonggaran (allowance)

diperlukan dalam hal perhitungan bahan baku dan perkakas pembantu.

Walaupun rumit tapi metode ini lebih teliti dalam perhitungan.

2. Convertion Method

Untuk menentukan luas lantai pada aktivitas kantor dan gudang,

berdasarkan pada logika, alasan-alasan tertentu, educated guess (menebak

berdasarkan ilmu yang diketahui), konversinya ditujukan antar perusahaan

sejenis.

3. Rough Lay Out Methode

Metode ini dibuat berdasarkan template/model equipment dengan

memakai maket.

4. Space Standart

Dalam metode ini harus dipahami betul asumsi-asumsi yang dipakai untuk

menghindari kekurangan atau kelebihan.

5. Ratio & Trend Projection

Memakai data masa lalu tentang rasio. Metode ini paling tidak akurat dan

digunakan untuk meramalkan/memproyeksikan kebutuhan dari pekerja.

Dalam perancangan ruang ada beberapa faktor yang harus

dipertimbangkan, diantaranya adalah (Barnes, 1980) :

1. Umum

a. Merupakan kegiatan yang paling banyak memerlukan luas yaitu produksi

dan pelayanan produksi.

Page 153: TLPB 1-10. A6

`

151

b. Ramalan penjualan.

c. Jumlah produksi.

d. Perubahan kemajuan teknologi dalam proses dan kemungkinan terjadinya

perubahan produk.

e. Rencana induk baik untuk jangka panjang maupun jangka pendek

termasuk kemungkinan perluasan.

f. Keluwesan ruangan terhadap ruangan lain.

g. Jumlah pegawai total, jumlah shift kerja, perbandingan jumlah pekerjapria

dan wanita.

2. Produksi

a. Ukuran sifat bahan dan karakteristik produk jadi.

b. Metode, sifat dan jumlah operasi.

c. Metode, kebakuan dan efisiensi kerja.

d. Jumlah dan ukuran mesin.

e. Pola aliran bahan.

f. Jumlah operator dan pegawai penunjang.

g. Cara pemindahan dan peralatannya.

h. Kebutuhan gudang penyimpanan.

3. Bangunan

a. Model dan jenis konstruksinya.

b. Jumlah luas lantai, kapasitas beban lantai dan tinggi maksimal ruangan.

c. Pintu, tangga dan kemungkinan penggunaan lift (jika pabriknya besar).

d. Bentuk , ukuran dan kndisi bangunan.

e. Ketersediaan dan utilitas gedung.

4. Biaya

a. Ketersediaan dana.

b. Suku bunga.

c. Kecenderungan ekonomi.

Efisiensi bangunan perkantoran biasanya dihitung berdasarkan rasio dari

luas ruang perkantoran yang terpakai terhadap jumlah kotor luas ruang bangunan

(Abbas, 2001):

Page 154: TLPB 1-10. A6

`

152

1. Luas lantai ruang kerja (luas terpakai) : ruangan dimana seseorang dapat

bekerja dan mempunyai ruang untuk sirkulasi sekundernya.

2. Ruang sirkulasi utama, yang dibutuhkan untuk menempatkan jalur sirkulasi,

jalur pencapaian dan juga jalur untuk keadaan darurat dar/ke tempat kerja.

3. Ruang khusus sebagai ruang yang tidak dapat digunakan sebagai ruang kerja

perkantoran, melainkan untuk fungsi tertentu (r.arsip,kantin).

4. Ruang anti vertical (core) yakni ruang yang dibutuhkan sebagai penunjang

bangunan seperti ruang lift, tangga dll.

5. Luas kotor ruang keseluruhan adalah penjumlahan semua luas lantai ruang

perkantoran termasuk ruang anti vertical, ruang dinding tepid an dinding

struktur.

6. Luas bersih ruang terpakai yaitu luas kotor ruang dikurangi ruang inti vertical,

ruang dinding tepi dan dinding struktur.

7. Ruang sirkulasi utama memanfaatkan 10%-15% dari luas bersih ruang.

Tidak semua ruang kerja mempunyai nilai manfaat yang sama.

Kesalahan umum dalam perancangan yang mengakibatkan berkurangnya efisiensi

ruang biasanya menyangkut hal-hal kolom bangunan terlalu dekat pada dinding

tepi, kolom bangunan terlalu menonjol sehingga mengganggu jalur sirkulasi,

bentangan ruang-ruang yang salah dan peletakkan sauran/instalasi pada jalur tepi

saja (Abbas, 2001).

Page 155: TLPB 1-10. A6

`

153

BAB III

METODE PRAKTIKUM

Mengidentifikasi semua kegiatan yang memiliki ruang

dalam pabrik yang akan dirancang tata letaknya.

Merancang tata letak untuk setiap kegiatan yang memerlukan

ruangan, beserta ukurannya (dalam bentuk gambar per

kegiatan). Kegiatan meliputi kegiatan produksi, pelayanan

pabrik, pelayanan personil, maintenance, dll.

Luasan yang dibutuhkan, dihitung.

Menghitung luas gang utaman (antara 20-50% dari total

luas) berdasarkan tipe aliran bahan yang telah dipilih.

Untuk perhitungan luas lantai gudang. Apabila barang di gudang

dapat disimpan dalam rak, maka kebutuhan rak diperhitungkan,

selanjutnya baru dihitung kebutuhan luas ruangan.

Page 156: TLPB 1-10. A6

`

154

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Tabel Luas Lantai

(Terlampir)

2. Tabel Luas Gudang

(Terlampir)

B. Pembahasan

Pada praktikum kali ini yaitu acara 7 dengan judul penentuan luas lantai,

tujuan yang hendak dicapai adalah praktikan dapat menentukan jenis dan jumlah

ruang yang dibutuhkan setiap kegiatan dalam industri serta praktikan dapat

menentukan luas lantai setiap kegiatan.

Praktikum ini diawali dengan mengidentifikasi semua kegiatan yang

memerlukan ruang dalam industri yang akan dirancang tata letaknya, kemusian

rancang tata letak untuk setiap kegiatan yang memerlukan ruangan, beserta

ukurannya (dalam bentuk gambar per kegiatan dan yang terakhir adalah

menghitung luas lantai yang dibutuhkan.

Luas lantai adalah perhitungan luas yang akan dipergunakan untuk

menentukan luas lantai kantor dan pabrik. Luas lantai diproduksi digunakan untuk

mengetahui luas lahan yang akan digunakan dalam perencanaan tata letak fasiltas

perusahaan yang akan didirikan. Perhitungan luas lantai produksi dimulai dari

luas kebutuhan lahan sampai perkantoran dengan memperhatikan segala fasiltas

dan pendukungnya. Perhitungan luas lantai perlu diperhatikan mengenai gang.

Penentuan besarnya gang dipengaruhi oleh ukuran faktor manusia, peralatan atau

mesin dan bahan baku yang digunakan.

Menghitung luas lantai produksi, maka informasi yang diperlukan adalah

nama peralatan atau mesin yang dipakai, jumlah mesin peralatan yang sesuai

dengan yang terdapat pada route sheet, dan ukuran peralatan atau mesin yang

Page 157: TLPB 1-10. A6

`

155

dipakai. Tujuan menghitung luas lantai adalah untuk memperkirakan kebutuhan

luas lantai bagian produksi yang meliputi :

1. Gudang bahan baku, yaitu gudang bahan model tumpukan dan rak.

2. Fabrikasi dan peraktan, yaitu mesin dan peralatan.

3. Gudang bahan jadi.

Melakukan suatu perencanaan Tata Letak Fasilitas dan pemindahan bahan,

dibutuhkan beberapa kebutuhan luas lantai untuk kegiatan produksi pabrik yang

akan didirikan, serta fasilitas-faslilitas pendukung lainnya. Dengan demikian perlu

dihitung berapa luas lantai yang disiapkan, terutama untuk kegiatan bagian

produksi. Perhitungan luas lantai ini didasarkan pada bahan baku yang disiapkan.

Bagian-bagian produksi tersebut meliputi :

1. Luas lantai gudang bahan baku (receiving)

Luas lantai gudang bahan baku (receiving) adalah luas lantai yang akan

dipergunakan untuk menyimpan bahan baku atau material yang akan

digunakan dalam produksi. Luas lantai gudang bahan baku terbagi menjadi

dua model yaitu model Tumpukan dan model Rak. Untuk member gambaran

dari cara penyimpanan bahan baku digudang, maka diperlukan gambar

bagaimana cara penyimpanan materal tersebut (baik model tumpukan atau

model Rak), sehingga luas lantai yang dipakai sesuai dengan hasil

perhitungan. Ruangan gambar yang dibuat harus member penjelasan

mengenai :

a. Tinggi memuat berapa tumpuk.

b. Lebar memuat berapa tumpuk.

c. Ukuran memuat berpa tumpuk.

2. Fabrikasi dan Perakitan

Luas lantai mesin (fabrikasi atau assembling) juga perlu perhitungan

dalam perencanaan tata letak fasilitas dan pemindahan bahan. Data yang

diperlukan dalam perhitungan luas lantai antara lain :

a. Nama Mesin atau Peralatan.

b. Jumlah Mesin atau Peralatan.

c. Ukuran Mesin atau Peralatan.

Page 158: TLPB 1-10. A6

`

156

Pada luas lantai mesin juga diperhatikan luas toleransi dan

allowancenya. Luas toleransi diberikan untuk jalannya aliran produksi

sehingga tidak mengalami kesulitan sewaktu proes produksi berjalan dan luas

allowance diberikan untuk jalannya alat-alat pengangkut bahan dan barang.

3. Luas Lantai Shipping (Gudang Bahan Baku )

Data yang diperlukan dalam perhitungan luas lantai gudang barang jadi

(shipping) adalah : nomor komponen, dan tipe barang jadi. Langkah-langkah

perhitungan luas lantai barang jadi adalah sebagai berikut :

a. Tentukan ukuran kemasan yaitu ukuran atau dimensi dari kemasan untuk

tempat produk jadi perusahaan.

b. Tentukan produk jadi per satuan periode, yaitu produk yang dihasilkan

untuk periode tertentu, berdasarkan produk per jam dari perusahaan.

c. Tentukan volume kemasan total, yaitu volume kebutuhan untuk produk

jadi per periode tertentu.

d. Tentukan luas lantai yaitu bahan yang dibutuhkan berdasarkan volume

kemasan.

e. Tentukan allowance

f. Tentukan total luas lantai

Menghitung luas lantai tersebut dengan memanfaatkan tabel luas lantai

yang terdiri dari sebelas kolom. Kolom 1 yaitu diisi dengan nama stasiun kerja,

kolom 2 diisi dengan nama alat yang digunakan pada kolom 1, kolom 3 diisi

dengan jumlah mesin yang digunakan pada stasiun kerja kolom 1, kolom 4 diisi

dengan dimensi mesin yang terdiri dari kolom panjang dan kolom lebar mesin,

kolom 5 diisi dengan luas area yang dibutuhkan oleh 1 mesin, kolom 6 diisi

dengan kelonggaran yang terdiri dari kolom bahan setengah jadi, operator dan

transport, kolom 7 diisi dengan luas ditambah kelonggaran dan yang terakhir

adalah kolom 8 diisi dengan total luas 1 mesin.

Luas lantai adalah perhitungan luas lantai yang akan dipergunakan untuk

menentukan luas lantai kantor dan pabrik. Kebutuhan luas lantai ini di bagi

menjadi beberapa kelompok yaitu:

a) luas lantai produksi contoh : fabrikasi, assembling,dll

b) luas lantai receiving

Page 159: TLPB 1-10. A6

`

157

c) luas lantai storage contoh : storage bahan baku

d) luas lantai warehouse

e) luas lantai shipping

f) luas lantai pelayanan produksi contoh : ruang supervisor, power house, dll

g) luas lantai pelayanan personil pabrik dan / kantor contoh : parkir

h) luas lantai pelayananan personil di pabrik contoh : ruang ganti pakaian, toilet

i) luas lantai pelayanan personil di kantor contoh : ruang tunggu, ruang

pertemuan dll

j) luas lantai kantor contoh : ruang direktur, ruang kabag dll

Dari masing-masing luas lantai tersebut di atas, perhitungan kebutuhan

luas lantainya mempunyai cara tersendiri. Satu konsep dasar perhitungan yang

hampir sama dari kesemuanya adalah adanya perhitungan luas yaitu panjang x

lebar dan perhitungan perhitungan volume yaitu panjang x lebar x tinggi atau

berdasarkan tipe komponen. Sedangkan pengembangannya tergantung dari luas

lantai apa yang akan diperhitungkan. Untuk jelasnya akan terlihat pada cara- cara

perhitungan pada berikutnya.

Sebelum menentukan denah ideal ruang produksi yang baru maka terlebih

dahulu ditentukan luas lantai ruang produksi dengan cara menyusun stasiun kerja

serta mesin yang digunakan kemudian dilakukan perhitungan terhadap luas mesin

serta kelonggaran yang dibutuhkan untuk penyimpanan bahan setengah jadi.

Perhitungan luas lantai bermanfaat untuk menentukan atau

menghitung luas lahan yang akan digunakan dalam perencanaan

tata letak fasilitas pabrik dan perusahaan yang akan didirikan.

Dengan adanya perhitungan luas lantai ini penggunaan ruangan

dapat efisien, ekonomis, dan efektif yang dapat menunjang

kelancaran dalam proses produksi.

Tabel yang dibuat dalam praktikum ini ada 3, pertama

adalah tabel luas lantai produksi yang terdiri dari 11 kolom.

Tempat produksi yang digunakan dalam industri ini adalah terdiri

dari beberapa ruang yang dibatasi dengan sekat tembok, tetapi

ada pula yang tidak di batasi dengan sekat tembok. Untuk stasiun

kerja penimbangan bahan dan pengadonan berada pada satu

Page 160: TLPB 1-10. A6

`

158

ruangan, untuk stasiun kerja penggilingan, pengepresan, dan

pencetakan berada dalam satu ruangan, untuk stasiun kerja

pengukusan dalam satu ruangan, untuk stasiun kerja

penggorengan dan pengovenan berada dalam satu ruangan. Ruang

stasiun kerja penimbangan bahan dan pembuatan adonan

dibatasi dengan dinding, tetapi ruang lain tidak dibatasi dengan

dinding. Data yang digunakan pada kolom 1 untuk nama stasiun

kerja diambil dari peta proses operasi, dimulai dari penimbangan

bahan baku,pembuatan adonan, penggilingan, pengepresan,

pencetakan, pengukusan, penjemuran, pengovenan, penimbangan

bahan setengah jadi, penggorengan, hingga penyimpanan. Kolom

kedua berisi nama mesin atau peralatan yang digunakan untuk

proses operasi. Kolom ketiga berisi jumlah mesin yang digunakan

oleh masing-masing stasiun kerja. Kolom keempat berisi dimensi

mesin yang memuat panjang dan lebar mesin dengan satuan

meter. Selanjutnya dimensi ini dikalikan sehingga diperoleh luas

mesin yang kemudian dimasukkan ke dalam kolom enam.

Diperlukan kelonggaran dalam luas lantai, pertama untuk bahan

setengah jadi yang dimasukkan ke dalam kolom tujuh.

Kedua untuk kelonggaran operator dimasukkan ke dalam

kolom delapan, dihitung dengan mengalikan 1 meter dengan

panjang mesin (diperlukan dalam tabel karena operator

membutuhkan jangkauan untuk mengoperasikan mesin). Ketiga

untuk kelonggaran transport dimasukkan ke dalam kolom

sembilan, dihitung dengan cara mengalikan lebar gang dengan

panjang stasiun kerja (penting karena operator membutuhkan

ruang dalam melakukan pemindahan bahan dari stasiun kerja

satu ke satasiun kerja berikutnya. Kolom selanjutnya adalah

kolom sepuluh yang berisikan luas satu mesin yang didapatkan

dengan menambahkan kebutuhan luas satu mesin, kelonggaran

untuk bahan setengah jadi, kelonggaran operator serta

kelonggaran untuk transportasi. Kolom terakhir adalah kolom

Page 161: TLPB 1-10. A6

`

159

sebelas yaitu total luas satu stasiun kerja yang didapatkan dari

mengalikan jumlah mesin dengan luas satu mesin.

Stasiun penimbangan dengan mesin timbangan berjumlah empat buah

dengan panjang 0,90 m dan lebar 0,53 m sehingga luas mesin adalah 1,908 m2.

Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 0,90 m

2, dan transport 0 m

2.

Sehingga diperoleh luas mesin + kelonggaran = 2,81 m2. Sedangkan total luas

sebenarnya untuk stasiun ini adalah 21,8 m2 yang berarti lebih besar dibanding

total luas perhitungan yang hanya 2,81 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas

yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam

elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Stasiun pencampuran dengan alat manual berjumlah empat buah dengan

panjang 1,70 m dan lebar 0,71 m sehingga luas mesin adalah 4,828 m2.

Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 1,70 m

2, dan transport 0 m

2.

Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 6,53 m2. Sedangkan total luas sebenarnya

untuk stasiun ini adalah 21,8 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas

perhitungan yang hanya 6,53 m2. Hal ini dapat disebabkan pada luas yang

sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen

kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Stasiun pengadukan dengan alat manual berjumlah empat buah dengan

panjang 1,30 m dan lebar 0,80 m sehingga luas mesin adalah 4,160 m2.

Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 1,30 m

2, dan transport 0 m

2.

Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 5,46 m2. Sedangkan total luas sebenarnya

untuk stasiun ini adalah 21,8 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas

perhitungan yang hanya 5,46 m2. Hal ini dapat disebabkan pada luas yang

sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen

kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Stasiun penggilingan dengan mesin giling berjumlah empat buah dengan

panjang 1,26 m dan lebar 0,67 m sehingga luas mesin adalah 3,377 m2.

Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 1,26 m

2, dan transport 0 m

2.

Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 4,64 m2. Sedangkan total luas sebenarnya

untuk stasiun ini adalah 24 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas

perhitungan yang hanya 4,64 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang

Page 162: TLPB 1-10. A6

`

160

sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen

kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Stasiun pengepressan dengan alat press berjumlah empat buah dengan

panjang 0,80 m dan lebar 0,60 m sehingga luas mesin adalah 1,92 m2.

Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 0,80 m

2, dan transport 0 m

2.

Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 2,72 m2. Sedangkan total luas sebenarnya

untuk stasiun ini adalah 24 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas

perhitungan yang hanya 2,72 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang

sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen

kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Stasiun pencetakan dengan bossan berjumlah satu buah dengan panjang

1,97 m dan lebar 1,80 m sehingga luas mesin adalah 3,546 m2. Kelonggaran

bahan setengah jadi 0 m2, operator 3,94 m

2, dan transport 0 m

2. Sehingga

diperoleh luas + kelonggaran 7,49 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk

stasiun ini adalah 24 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan

yang hanya 7,49 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada

tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada

stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Stasiun pengukusan dengan ketel uap berjumlah satu buah dengan panjang

2,45 m dan lebar 1,15 m dengan kelonggaran mesin 4,7 m2 sehingga luas mesin

adalah 7,517 m2. Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m

2, operator 2,45 m

2, dan

transport 0 m2. Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 9,97 m

2. Sedangkan total

luas sebenarnya untuk stasiun ini adalah 15 m2 yang berarti lebih besar dibanding

total luas perhitungan yang hanya 9,97 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas

yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam

elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Stasiun penjemuran dengan alat manual berjumlah tiga buah dengan

panjang 22,6 m dan lebar 9,40 m sehingga luas mesin adalah 637,35 m2.

Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 22,60 m

2, dan transport 0 m

2.

Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 659,92 m2. Sedangkan total luas

sebenarnya untuk stasiun ini adalah 212,44 m2 yang berarti lebih besar dibanding

total luas perhitungan yang hanya 659,92 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas

Page 163: TLPB 1-10. A6

`

161

yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam

elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Stasiun pengovenan dengan mesin oven berjumlah satu buah dengan

panjang m dan lebar 0,60 m sehingga luas mesin adalah 1,92 m2. Kelonggaran

bahan setengah jadi 0 m2, operator 0,80 m

2, dan transport 0 m

2. Sehingga

diperoleh luas + kelonggaran 2,72 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk

stasiun ini adalah 32,445 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas

perhitungan yang hanya 2,72 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang

sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen

kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Stasiun penimbangan dengan timbangan berjumlah dua buah dengan

panjang 0,50 m dan lebar 0,25 m sehingga luas mesin adalah 0,375 m2.

Kelonggaran bahan setengah jadi 3,28 m2, operator 1 m

2, dan transport 0 m

2.

Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 4,655 m2. Sedangkan total luas sebenarnya

untuk stasiun ini adalah 32,445 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas

perhitungan yang hanya 4,655 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang

sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen

kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Stasiun penggorengan dengan wajan berjumlah dua buah dengan panjang

1,00 m dan lebar 1,00 m sehingga luas mesin adalah 2 m2. Kelonggaran bahan

setengah jadi 0,125 m2, operator 1 m

2, dan transport 0,5 m

2. Sehingga diperoleh

luas + kelonggaran 3,62 m2. Sedangkan total luas sebenarnya untuk stasiun ini

adalah 27,75 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas perhitungan yang

hanya 3,62 m2. Hal ini dapat disebabkan pada luas yang sebenarnya pada tempat

tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen kerja pada stasiun kerja

yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Stasiun penirisan dengan alat saring berjumlah dua buah dengan panjang

1,90 m dan lebar 0,87 m sehingga luas mesin adalah 3,306 m2. Kelonggaran

bahan setengah jadi 0 m2, operator 1,90 m

2, dan transport 0 m

2. Sehingga

diperoleh luas + kelonggaran 5,21 m2. Sedangkan Sedangkan total luas

sebenarnya untuk stasiun ini adalah 27,75 m2 yang berarti lebih besar dibanding

total luas perhitungan yang hanya 5,21 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas

Page 164: TLPB 1-10. A6

`

162

yang sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam

elemen kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Stasiun penyimpanan dengan rombong berjumlah satu buah dengan

panjang 0,840 m dan lebar 0,54 m sehingga luas mesin adalah 0,454 m2.

Kelonggaran bahan setengah jadi 0 m2, operator 0,84 m

2, dan transport 0 m

2.

Sehingga diperoleh luas + kelonggaran 1,29 m2. Sedangkan total luas sebenarnya

untuk stasiun ini adalah 27,75 m2 yang berarti lebih besar dibanding total luas

perhitungan yang hanya 1,29 m2 . Hal ini dapat disebabkan pada luas yang

sebenarnya pada tempat tersebut tidak hanya digunakan untuk satu macam elemen

kerja pada stasiun kerja yang berbeda sehingga tempatnya lebih luas.

Untuk perhitungan luas lantai gudang, apabila barang digudang dapat

disimpan dalam rak, maka perhitungkan kebutuhan rak, selanjutnya baru dihitung

kebutuhan luas ruangan. Berikut pehitungan yang digunakan untuk mengisi kolom

tabel luas lantai gudang :

Periode simpan atau jumlah hari dalam satu periode penyimpanan

diperoleh dari perhitungan:

Jumlah bahan disimpan, didapatkan dari :

Jumlah bahan disimpan selama satu periode penyimpanan didapat dengan

cara :

Dimensi Kemasan : p*l*t

Jumlah tumpukan dalam ruang, didapatkan dari :

Luas tumpukan diperoleh dari :

Page 165: TLPB 1-10. A6

`

163

Kelonggaran didapat dengan mengalikan panjang tumpukan dengan 1

meter

Total Luas gudang yang diperlukan, didapat dengan menjumlahkan luas

tumpukan dengan kelonggaran

Berikut bahan-bahan yang disimpan dalam gudang di industri kerupuk Subur,

1. Tepung kanji

Kebutuhan tepung kanji untuk memproduksi kerupuk per hari sebanyak 60

Kg. Pada industri kerupuk Subur ini, tepung-tepung ini disimpan dalam jumlah

banyak, sehingga tepung-tepung tersebut ditumpuk sedemikian rupa pada ruang

penyimpanan. Periode simpan tepung kanji ialah :

Jumlah bahan yang disimpan selama satu periode penyimpanan ialah :

Berat satu sak tepung kanji adalah 50 Kg, sehingga didapatkan jumlah

bahan disimpan selama satu periode penyimpanan sebanyak :

Dimensi kemasan tepung terigu = 0,90 m x 0,56 m x 0,20 m. Dalam satu

tumpukan terdiri dari 3 sak tepung kanji dan didapatkan jumlah tumpukan dalam

ruang sebanyak :

Luas tumpukan tepung kanji ialah :

Kelonggarannya sebesar 2,80 m2, sehingga didapatkan total luas gudang

yang diperlukan sebesar :

Page 166: TLPB 1-10. A6

`

164

2. Garam

Kebutuhan garam untuk memproduksi kerupuk per hari sebanyak 16 Kg.

Pada industri kerupuk Subur ini, garam-garam ini disimpan dalam jumlah banyak,

sehingga garam-garam tersebut ditumpuk sedemikian rupa pada ruang

penyimpanan. Periode simpan garam ini ialah:

Jumlah bahan yang disimpan selama satu periode penyimpanan ialah :

Berat satu kemasan adalah 0,5 Kg, sehingga didapatkan jumlah bahan

disimpan selama satu periode penyimpanan sebanyak :

Dimensi kemasan tepung terigu = 0,20 m x 0,17 m x 0,03 m. Dalam satu

tumpukan terdiri dari 40 kemasan garam dan didapatkan jumlah tumpukan dalam

ruang sebanyak :

Luas tumpukan garam ialah :

Kelonggarannya sebesar 4,50 m2, sehingga didapatkan total luas gudang yang

diperlukan sebesar :

Page 167: TLPB 1-10. A6

`

165

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum acara 7 yang berjudul „Penentuan Luas Lantai‟,

maka praktikan telah dapat menentukan jenis dan jumlah ruang yang dibutuhkan

setiap kegiatan dalam industri serta praktikan dapat menentukan luas lantai setiap

kegiatan.

Ada sebanyak 5 ruang dalam industri kerupuk subur ini, antara lain ruang

untuk penimbangan bahan dan pembuatan adonan; ruang untuk penggilingan,

pengepresan, dan pencetakan; ruang untuk pengukusan; ruang untuk

penggorengan dan penyimpanan minyak goring dan rombong; ruang untuk

pengovenan dan penimbangan bahan setengah jadi; serta ruang penjemuran.

Luas lantai per stasiun kerja ialah untuk luas lantai ruang penimbangan

bahan dan pembuatan adonan ialah 21,8 m2; luas ruang untuk penggilingan,

pengepresan, dan pencetakan ialah 24 m2; luas ruang untuk pengukusan ialah 15

m2; luas ruang untuk penggorengan dan penyimpanan minyak goreng dan

rombong ialah 27,75 m2; luas ruang untuk pengovenan dan penimbangan bahan

setengah jadi ialah 32,445 m2; serta luas ruang penjemuran ialah 212,44 m

2.

Page 168: TLPB 1-10. A6

`

166

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Luas Lantai Produksi. Dalam http://www.elib.unikom.ac.id

/download. php?id=18593. Daikses pada tanggal 19 April 2013 pukul

19.00 WIB.

Abbas, Yusfebrizal. 2001. Rental office. Dalam http://www.ftsp.uii.ac.id. Diakses

pada tanggal 19 April 2013 pukul 18.30 WIB.

Apple, J.M. 1990. Plant Layout and Material Handling. John Wiley & Sons, Inc.

New Jersey.

Barnes, Ralph M. 1980. Motion and Time Study: Design and Management of

Work. John Willy & Sons. Singapore.

Purwanto, W dan Aviasti. 1990. Usulan Plant Lay Out untuk Tahap-Tahap

Terbaru Konsultan Teknik Pendawa Lima. Yogyakarta : Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Sekolah Tinggi Manajemen Industri. 2010. Modul Praktikum Perencanaan Pabrik

(Analisis Kebutuhan Luas Lantai). Jakarta: STMI DEPPERIN.

Tompkin, et al. 1996. Facility Planning. John Wiley and Sons Inc. New York.

Wignjosoebroto, S. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya:

Guna Widya.

Page 169: TLPB 1-10. A6

`

167

LAPORAN PRAKTIKUM

TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

ACARA 8

DIAGRAM PENGALOKASIAN WILAYAH

KELOMPOK A6

ANGGOTA

Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950

Arief Maharani 11/311591/TP/09963

Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980

Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006

Co. Ass

Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

Page 170: TLPB 1-10. A6

`

168

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tata letak merupakan susunan fasilitas, organisasi dan peralatan dalam

proses konversi untuk mengoptimalkan hubungan antara petugas pelaksana,

aliran bahan, aliran informasi dan tata cara untuk mencapai tujuan. Dalam

dunia industri tata letak yang efisien sangat dibutuhkan agar aliran kerja

berlangsung secara lancar di pabrik, kepuasan kerja dan rasa aman terjamin,

pemindahan bahan seminimal mungkin, dan pemanfaatan area secara efektif.

Dalam perancangan area kerja, diperlukan adanya metode untuk memudahkan

operator dalam merancang tata letak industri secara efektif dan efisien.

Perencanaan dan perancangan fasilitas sangatlah penting dalam

mendirikan atau mengembangkan suatu perusahaan. Pembangunan

perusahaan harus sesuai dengan perencanaan, penyusunan, perancangan dan

pengendalian baik berupa materil maupun non materil. Sangat diperlukan

pemahaman yang baik tentang rancang fasilitas, yang berkaitan dengan

manufaktur dan penanganan pemindahan bahan yang akan memudahkan

dalam merancang fasilitas suatu pabrik dan mengoptimalkan hubungan antar

kegiatan dalam pabrik (operator, aliran barang, aliran informasi). Pembuatan

rencana harus didasarkan pada perbandingan antara manfaat atau keuntungan

dengan biaya yang dikeluarkan, agar kegiatan tersebut menghasilkan

keuntungan yang maksimal.

DPW (Diagram Pengalokasian Wilayah) merupakan dasar bagi

perancangan tata letak dan rancangan bangunan sebuah industri secara

terperinci pada tiap bagiannya. Dalam proses pengalokasian wilayah ini

dilakukan pemaduan antara keterkaitan kegiatan dan kebutuhan akan ruang

pada industri tersebut. Tujuan dari pengalokasian wilayah dalam industri

adalah untuk merancang pengaturan yang efisien terhadap semua ruangan

yang dibutuhkan oleh tiap kegiatan dalam satu kesatuan yang terpadu. DPW

merupakan dasar bagi pembuatan template industri, oleh sebab itu praktikum

Page 171: TLPB 1-10. A6

`

169

ini penting bagi mahasiswa teknologi industri pertanian agar mampu

merancang diagram pengalokasian wilayah yang baik dalam sebuah industri.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum tata letak dan penanganan bahan acara 8 yang

berjudul “Diagram Pengalokasian Wilayah” ini adalah:

1. Praktikan dapat menggambarkan perpindahan/aliran bahan dan

mengefektifkan aliran bahannnya berdasarkan kriteria tertentu.

2. Praktikan dapat mengalokasikan kebutuhan ruang dan luas lantai dalam

area industri yang ada.

Page 172: TLPB 1-10. A6

`

170

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Aliran bahan bisa diukur secara kualitatif dengan menggunakan tolak

ukur derajat kedekatan hubungan antara suatu fasilitas (departemen) dengan

fasilitas lainnya. Metode kualitatif tersebut diantaranya dengan menggunakan

diagram hubungan aktivitas (ARD) dan peta hubungan aktivitas (ARC).

Sedangkan untuk perancangan tata letak fasilitas dengan menggunakan diagram

pengalokasian wilayah (AAD), dan template (Wignjosoebroto, 2000).

Area Alocation Diagram (AAD) merupakan lanjutan dari Area

Relationtionship Chart (ARC). Dimana dalam ARC telah diketahui kesimpulan

tingkat kepentingan antar aktivitas dengan demikian berarti bahwa ada sebagian

aktivitas harus dekat dengan aktivitas yang lainnya dan ada juga sebaliknya. Atau

dapat dikatakan bahwa hubungan antar aktivitas mempengaruhi tingkat kedekatan

antar tata letak aktivitas tersebut. Kedekatan tata letak aktivitas tersebut

ditentukan dalam bentuk Area Alocation Diagram. Adapun dasar pertimbangan

dalam prosedur pengaloaksian area ini adalah aliran produksi, material, peralatan;

ARC, informasi aliran, aliran personil, hubungan fisikal; tempat yang dibutuhkan,

dan Area Relationship Diagram. AAD ini merupakan lanjutan penganalisaan tata

letak setelah ARC, maka sesuai dengan persoalan ARC diatas maka dapat dibuat

AAD. AAD merupakan template secara global informasi yang dapat dilihat hanya

pemanfaatan area saja, sedangkan gambar visualisasi secara lengkap dapat dilihat

pada template yang merupakan hasil akhir dari penganalisaan dan perencanaan

tata letak pabrik (Anonim, 2010).

Secara garis besar tujuan utama dari tata letak pabrik adalah mengatur

area kerja dan segala fasilitas produksi yang paling ekonomis untuk operasi

produksi aman dan nyaman sehingga akan dapat menaikan moral kerja dan

performance dari operator. Lebih baik lagi suatu tata letak yang baik akan dapat

memberikam keuntungan-keuntungan dalam sistem produksi, yaitu antara lain

sebagai berikut (Wignjosoebroto, 1996):

Page 173: TLPB 1-10. A6

`

171

1. Menaikan ouput produksi. Biasanya suatu tata letak yang baik akan

memberikan output yang lebih besar.

2. Mengurangi waktu tunggu. Mengatur keseimbangan antara waktu operasi

produksi dan beban dari masing-masing departemen adalah bagian kerja dari

mereka yang bertanggung jawab terhadap desain tata letak pabrik.

3. Mengurangi proses permindahan bahan. Pada beberapa kasus maka biaya

untuk proses pemindahan bahan ini bisa mencapai 30% sampai 90% dari total

biaya produksi dengan mengingat pemindahan bahan yang sedemikian

besarnya maka mereka yang bertanggung jawab usaha perencanaan dan

perancangan tata letak pabrik akan lebih menekankan desainnya pada usaha-

usaha memindahkan akitivitas-aktivitas pemindahan bahan pada saat proses

produksi berlangsung.

4. Penghematan penggunaan areal untuk produksi, gudang dan service. Jalan

lintas material yang menumpuk, jarak antara mesin-mesin yang berlebihan,

dan lain-lain, semuanya akan menambah area yang dibutuhkan untuk pabrik.

5. Pendayagunaan yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja dan

fasilitas produksi lainnya. Faktor-faktor pemanfaatan mesin, tenaga kerja dan

lain-lain adalah erat kaitannya dengan biaya produksi.

6. Mengurangi inventory in process. Sistem produksi pada dasarnya

menghendaki sedapat mungkin bahan baku untuk berpindah dari suatu

operasi langsung ke operasi berikutnya secepat-cepatnya dan berusaha

mengurangi tumpukan bahan setengah jadi.

7. Proses manufakturing yang lebih singkat. Dengan memperpendek jarak antara

operasi satu dengan operasi berikutnya dan mengurangi bahan yang

menunggu serta storage yang tidak diperlukan berpindah dari suatu tempat

ketempat yang lainnyadalam pabrik akan juga bisa diperpendek sehingga

secara total waktu produksi akan dapat pula diperpendek.

8. Mengurangi resiko K3 bagi operator. Perencanaan tata letak pabrik

ditunjukan untuk membuat suasana kerja yang nyaman dan aman bagi

operatornya.

Page 174: TLPB 1-10. A6

`

172

9. Memperbaiki moral dan kepuasan kerja. Pada dasarnya orang menginginkan

untuk bekerja dalam suatu pabrik yang segala sesuatunya diatur secara tertib,

rapi dan baik.

10. Mempermudah aktivitas supervisi. Tata letak pabrik yang terencana baik akan

dapat mempermudah aktivitas supervisi.

11. Mengurangi kemacetan dan kesimpangsiuran. Material yang menunggu,

gerakan pemindahan yang tidak perlu, serta banyaknya perpotongan dari

lintasan yang ada akan menyebabkan kesimpangsiuran yang akhirnya akan

membawa kearah kemacetan.

12. Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas dari

bahan baku ataupun barang jadi. Tata letak yang direncanakan secara baik

akan dapat mengurangi kerusakan-kerusakan yang bisa terjadi pada bahan

baku ataupun produk jadi.

Area Allocation Diagram (AAD) merupakan kelanjutan dari ARC

dimana dalam ARC diketahui kesimpulan dari tingkat kepentingan antar aktivitas.

Maka dengan demikian berarti bahwa ada sebagian aktivitas harus dekat dengan

aktivitas yang lainnya dan juga sebaliknya.Sehingga dapat dikatakan bahwa

hubungan antar aktivitas mempengaruhi tingkat kedekatan antar tata letak

aktivitas tersebut. Kedekatan tata letak aktivitas tersebut dapat dilihat dalam Area

Allocation Diagram(AAD) (Sutalaksana dkk., 2004)

Area Allocation Diagram ini merupakan lanjutan penganalisisan tata

letak setelah Activity Relationship Chart dan Activity Relation Diagram, maka

dapat dibuat area Allocation Diagramnya. Area Allocation Diagram (AAD)

merupakan template secara global, informasi yang dapat dilihat hanya

pemanfaatan area saja, sedangkan gambar visualisasinya secara lengkap dapat

dilihat pada template yang merupakan hasil akhir dari penganalisaan dan

perencanaan tata letak fasilitas dan pemindahan bahan. ARC dan AAD merupakan

jenis peta yang menggambarkan hubungan antar ruangan-ruangan akibat dari

alasan-alasan tertentu yang harus dipenuhi (Tompkins dan J.A.White, 1996).

Dalam pembuatan DPW ini, perlu diperhatikan dasar-dasar pembuatan

DPW, yaitu pertama aliran produksi baik berupa aliran bahan maupun peralatan

yang terjadi di dalam proses produksi. Dari aliran bahan ini dapat dilihat,

Page 175: TLPB 1-10. A6

`

173

perpindahan bahan dan peralatan dari operasi pertama hingga operasi yang

terakhir yang harus dilakukan, sehingga dapat ditentukan urutan proses operasi

yang terjadi. Kedua Peta Keterkaitan Kegiatan (PKK), dimana PKK dibuat peta

berdasar aliran informasi, aliran pekerja, dan keterkaitan fisik dari tiap-tiap

operasi yang terlibat didalamnya. Dasar ketiga adalah kebutuhan ruang proses,

yang dapat ditentukan dengan melakukan perhitungan luas lantai pabrik yang

telah dirancang sebelumnya. Dasar keempat adalah struktur ruangan yang dapat

dilihat pada DKK yang telah disusun berdasar hubungan kedekatan kegiatan

antara satu operasi dengan operasi lainnya, (Apple, 1991).

Pengalokasian wilayah merupakan salah satu prosedur dalam merancang

tata letak produksi yang terdiri atas pembentukan template ruang bagi tiap

kegiatan untuk menggambarkan kebutuhan ruang secara kasar serta susunan tata

letak secara kasar. Template ini disusun sesuai dengan keterkaitan yang tepat satu

sama lain, biasanya dalam bangunan persegi sejalan dengan kebutuhan dan

batasan yang ditujukan oleh keterkaitan kegiatan. Alokasi wilayah merupakan

langkah terakhir dari perencanaan awal untuk perencanaan terinci dari tata letak

akhir (Prasetyo, 2000)

Manfaat diagram pengalokasian wilayah antara lain (Wahyuningrum,

2004):

1. Pengalokasian yang sistematis untuk setiap aktivitas

2. Proses penempatan fasilitas

3. Membuat suatu layout lebih akurat

4. Membantu untuk melihat dimana letak suatu aktivitas

5. Menaksir luas total dari suatu gedung

6. Meminimisasi ruang yang diperlukan

7. Membuat beberapa alternatif penempatan

8. Dapat melihat secara mendetail dalam mempertimbangkan aktivitas dari

setiap individu

9. Menerjemahkan daerah-daerah yang ditaksir ke dalam bentuk visual

10. Memperlihatkan ukuran dari setiap ruangan tempat melakukan aktivitas

11. Sebagai dasar untuk perencanaan berikutnya.

Page 176: TLPB 1-10. A6

`

174

Sementara itu, terdapat beberapa landasan untuk melakukan alokasi area,

secara umum prosedur pengalokasian wilayah dari pembuatan bagi setiap

kegiatan atau untuk menggambarkan secara kasar luas yang dibutuhkan. Template

tersebut kemudian disusun sehingga memberikan bentuk tertentu. Landasan yang

digunakan dalam melakukan alokasi wilayah adalah (Agung dan Machfud, 1990):

1. Aliran produksi yang menyangkut bahan dan alat

2. PKK yang menggambarkan hubungan fisik antara setiap kegiatan

3. Kebutuhan luas ruang tiap kegiatan.

Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW) adalah dasar untuk layout yang

lebih mendetail dan design gedung. Beberapa manfaat penggunaan DPW:

1. Pengalokasian yang sistematis untuk setiap aktivitas.

2. Proses penenpatan fasilitas.

3. Membuat suatu layout lebih akurat.

4. Membantu untuk melihat dimana letak suatu aktivitas.

5. Menaksir luas total dari suatu gedung.

6. Meminimalisasi ruang yang dibutuhkan.

7. Membuat beberapa alternatif penempatan .

8. Dapat melihat secara mendetail dalam mempertimbangkan aktivitas

dari setiap individu.

9. Menterjemahkan daerah-daerah yang ditaksir dalam bentuk visual.

10. Memperlihatkan ukuran dari setiap ruangan tempat melakukan

aktivitas .

11. Sebagai dasar untuk perencanaan selanjutnya.

Page 177: TLPB 1-10. A6

`

175

BAB III

METODE PRAKTIKUM

Lembaran kerja kebutuhan ruangan total untuk

kegiatan yang harus digabungkan dalam satu tempat

(ruang produksi, ruang kantor, gudang, dll) dibuat.

Masing-masing stasiun kerja/kegiatan yang memerlukan

ruang digambarkan pada kertas milimeter blok dalam bentuk

kotak kosong dengan skala tertentu. Pertimbangkan

peletakan alat dan area kerja operator dalam stasiun

kerja tersebut.

Kotakan staiun kerja yang telah dibuat

dipotong-potong.

DPW awal dibuat dengan menyusun kotakan ruangan

sesuai dengan DKK dan rencana aliran bahan sesuai

dengan keterbatasan area industri.

Jika mempunyai bentuk/susunan kurang baik, sesuaikan hingga

ketiga pertimbangan di atas dapat terpenuhi. Penyesuaian bisa dari

ukuran ruang, bentuk ruang dan posisi ruang.

Page 178: TLPB 1-10. A6

`

176

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Tabel Kebutuhan Ruangan Total

(Terlampir)

2. Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW)

a. Awal

(Terlampir)

b. Akhir

(Terlampir)

B. Pembahasan

Praktikum acara 8 yang berjudul “Diagram Pengalokasian Wilayah” ini

memiliki tujuan agar praktikan dapat menggambarkan perpindahan/aliran

bahan dan mengefektifkan aliran bahannya berdasarkan kriteria tertentu dan

juga dapat mengalokasikan kebutuhan ruang dan luas lantai dalam area

industri yang ada.

Dalam praktikum ini akan dibuat sebuah diagram yang disebut dengan

Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW). DPW atau Area Allocation

Diagram (AAC) merupakan dasar bagi perancangan tata letak dan rancangan

bangunan yang rinci. Fungsi pembuatan DPW ini agar kita dapat mengetahui

kebutuhan wilayah yang diperlukan dalam suatu industri, juga untuk

merancang pengaturan untuk ruangan yang dibutuhkan secara efisien oleh

tiap kegiatan dalam satu kesatuan yang terpadu.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan DPW

adalah sebagai berikut :

1. Keterkaitan antara aliran bahan baik yang keluar maupun yang masuk

dalam industri. Dengan memperhatikan aliran bahan dapat diminimalisir

back tracking sehingga meningkatkan efisiensi.

Page 179: TLPB 1-10. A6

`

177

2. Perencanaan perlu tidaknya perluasan. Jika membutuhkan perluasan maka

akan terkait dengan biaya yang nantinya akn menjadi pertimbangan bagi

pemilik industri.

3. Tuntunan baik dari lingkungan maupun dari stasiun kerja tertentu.

4. Ukuran gang juga akan mempengaruhi aliran bahan. Kebutuhan untuk

kelonggaran juga harus diperhatikan untuk member kenyamanan ketika

terjadi pemindahan bahan.

5. Keterbatasan bangunan. Dengan faktor ini maka dapat diketahui area kerja

yang bisa disatukan untuk meminimalisir ruang yang dibutuhkan dengan

demikian sangat dibenarkan untuk menyatukan proses yang memang

mempunyai hubungan kedekatan.

6. Kebutuhan ruang penyimpanan sangat penting untuk produksi. Dari DPW

yang dibuat gudang dapat digunakan untuk stasiun kerja yang lain yang

memungkinkan untuk dilakukan di gudang.

7. Luas untuk stasiun kerja juga harus rasional sehingga tidak akan

menyulitkan bagi pekerja maupun tidak menyita ruang yag lain.

8. Dalam penyusunan DPW haruslah memperhatikan kemudahan dalam

pelaksanaan kerjanya yang tidak mengganggu waktu produksi.

Cara pembuatan DPW, pertama-tama adalah dengan melihat Diagram

Keterkaitan Kegiatan yang telah dibuat dalam praktikum sebelumnya.setiap

kegiatan yang memerlukan ruang digambarkan dalam sebuah kertas

millimeter blok menggunakan skala tertentu dan sesuai dengan ukuran

aslinya, untuk luas lantai stasiun kerja penimbangan adalah 2,81 m2, stasiun

kerja pencampuran adalah 6,53 m2, stasiun kerja pengadukan adalah 5,46 m

2,

stasiun kerja penggilingan adalah 4,64 m2, stasiun kerja pengepressan adalah

2,72 m2, stasiun kerja pencetakan adalah 7,49 m

2, stasiun kerja pengukusan

adalah 9,97 m2, stasiun kerja penjemuran adalah 659,92 m

2, stasiun kerja

pengovenan adalah 9,72 m2, stasiun kerja penimbangan (bahan setengah jadi)

adalah 4,655 m2, stasiun kerja penggorengan adalah 3,62 m

2, stasiun kerja

penirisan adalah 5,21 m2, dan stasiun kerja penyimpanan adalah 1,29 m

2,

serta memperhatikan juga gang untuk transportasi pekerja. Tidak semua

stasiun kerja membutuhkan gang dalam industri ini, adapun stasiun kerja

Page 180: TLPB 1-10. A6

`

178

yang tidak membutuhkan gang adalah stasiun kerja penimbangan,

pengadukan dan pengepressan. Selanjutnya kotakan stasiun kerja tersebut

dipotong-potong. DPW awal dibuat dengan menyusun kotakan-kotakan

tersebut sesuai dengan DKK. Apabila memiliki bentuk/susunan yang kurang

baik, maka disesuaikan hingga terbentuk susunan yang baik. Susunan baik

yang dimaksud adalah dengan melihat kedekatan antara kegiatan yang satu

dengan kegiatan yang lain dengan melihat jarak yang ada, jarak yang ada

haruslah seminimal mungkin agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan

efektif dan efisien serta posisi dari setiap stasiun kerja yang sesuai. Dalam

penyusunan area kerja yang baik harus tetap memperhatikan ruangan yang

kosong dengan meminimalisir ruangan yang kosong karena perhitungan

kebutuhan luas sudah termasuk kelonggaran untuk operatornya. Dengan

demikian akan memperpendek jarak perpindahan. Selain itu juga

memperhatikan back tracking yang mungkin akan terjadi ketika pelaksanaan

produksi. Setelah semua area kerja selesai dibuat pada DPW maka dapat

dilihat perbandingannya dengan denah tata letak awal.

Ada macam-macam tipe aliran bahan, yaitu sebagai berikut :

1. Straight line atau pola aliran lurus (I Flow)

Pola ini diterapkan biasanya pada proses produksi yang

berlangsung singkat dan relatif sederhana, produk tinggal atau sedikit,

jumlah produksi besar. Pola lairan ini akan memberikan jarak perpindahan

yang pendek antara proses dan proses berlangsung lurus sesuai mesin.

2. Serpentine atau zig-zag (S Flow)

Pola aliran seperti huruf S ini sangat baik diterapkan bilamana

aliran proses produksi lebih panjang dibandingkan dengan panjang area

yang tersedia. Untuk itu aliran bahan dibelokkan untuk mengurangi

panjangnya garis aliran yang ada.

1 2 3 6 5 4

Page 181: TLPB 1-10. A6

`

179

3. U-Shaped (U Flow)

Pola aliran ini menyerupai huruf U dipakai bilamana dikehendaki

akhir dari proses produksi akan berada pada lokasi yang sama dengan awal

proses produksi. Hal ini meningkatkan pemanfaatan fasilitas transportasi

dan mudah untuk mengawasi keluar masuknya material produk jadi.

Aliran perpindahan bahan relative panjang.

4. Circular (O Flow)

Pola aliran bahan circular ini sangat baik diterapkan pada proses

yang menghendaki pengembalian material atau produk jadi pada titik awal

produksi. Pola ini juga dapat diterapkan pada proses yang menempatkan

proses penerimaan bahan atau pengiriman barang jadi pada area yang

sama.

1

6

5 4

3 2

6 5 4

3 2 1

3

6

2 4

1 5

Page 182: TLPB 1-10. A6

`

180

5. Odd Angle

Pola aliran ini bertujuan untuk memperoleh garis aliran produk

melewati suatu kelompok kerja dari area yang saling berkaitan. Biasanya

proses perpindahan bahan (material handling) secara mekanik.

Terbatasnya ruang dan dikehendaki pola aliran yang tetap.

Diagram pengalokasian wilayah (DPW) yang dibuat berdasarkan DKK

(Diagram Ketekaitan Kegiatan), PKK (Peta Keterkaitan Kegiatan) dan

diagram aliran bahan. Industri kerupuk Subur. DPW yang dibuat adalah DPW

berdasarkan kondisi ideal dalam ruang industri kerupuk. Terjadi pula

perubahan pada tata letak serta luas masing – masing stasiun yang ada di

ruang produksi. Tetapi pada DPW yang telah dibuat, tidak terjadi perubahan

tata letak melainkan hanya terjadi perubahan luas ruang. Perubahan tersebut

hanya terjadi pada perubahan luas setiap stasiun kerja. Secara keseluruhan,

stasiun penimbangan bahan setengah jadi terletak di dekat stasiun kerja

pengadukan dan pencampuran yaitu ruang tepat di sebelah timur rumah

produksi kerupuk subur ini. Hal ini dilakukan supaya tata letak stasiun kerja

rapi dan memudahkan penerimaan bahan baku.

Stasiun-stasiun pada ruang produksi berubah ukurannya karena telah

disesuaikan dengan ukuran optimal alat dan luas tempat kerja serta adanya

5

6

1

2

4

3

Page 183: TLPB 1-10. A6

`

181

gang serta perlengkapan produksi lainnya. Berikut ini merupakan penjelasan

dari diagram pengalokasian wilayah yang telah dibuat.

Stasiun penimbangan terletak tepat disebelah pintu masuk ruang

produksi bagian timur. Hal ini dilakukan karena berdasarkan DKK yang telah

dibuat bahan baku yang diterima langsung ditimbang sesuai dengan

keperluan untuk memproduksi kerupuk per hari. Jadi stasiun penimbangan

diletakkan di dekat pintu masuk sehingga cepat dan mudah untuk menangani

bahan baku. Stasiun penimbangan ini memiliki luas sebesar 2,81 m2

(sudah

termasuk area operator). Berdasarkan pembagian perhitungan, tidak ada gang

di stasiun penimbangan, sehingga luas gang ialah nol (0).

Stasiun kedua yaitu stasiun pencampuran. Berdasarkan ukuran

kedekatan pada PKK dan DKK, stasiun ini diletakkan tepat disebelah stasiun

penimbangan dengan luas area pencampuran adalah 6,53 m2 (sudah termasuk

area operator). Gang pepencampuran mempunyai panjang 3,61 m dan lebar

1,5 m sehingga luas gang pencampuran adalah 5,415 m2.

Stasiun ketiga adalah stasiun pengadukan yang berdasarkan kedekatan

kegiatan terletak dekat dengan stasiun pencampuran. Stasiun pengadukan

sebenarnya menjadi satu tempat dengan stasiun kerja pencampuran, tetapi

dalam DPW, stasiun kerja pengadukan terletak disebelah selatan stasiun kerja

pencampuran. Stasiun kerja pengadukan memiliki luas sebesar 5,46 m2

(sudah termasuk area operator). Tidak ada gang dari stasiun kerja

pencampuran ke stasiun kerja pengadukan, sehingga luas gang adalah nol (0).

Stasiun keempat yaitu stasiun penggilingan yang berdasarkan DKK,

PKK dan DA, letak stasiun ini berdekatan dengan stasiun pengadukan dan

pengepresan. Stasiun penggilingan berada di ruang yang berbeda dari stasiun

kerja pengadukan. Stasiun kerja penggilingan memiliki luas sebesar 4,64 m

(sudah termasuk area operator). Terdapat gang dari stasiun kerja pengadukan

ke stasiun kerja penggilingan, panjang gang 1,5 m dan lebar gang 1,5 m,

sehingga luas gang 2,25 m2.

Stasiun kelima yaitu stasiun pengepressan. Stasiun ini terletak di

sebelah barat stasiun kerja penggilingan. Stasiun pengepressan ini terletak

dekat dengan stasiun kerja penggilingan. Stasiun ini memiliki luas sebesar

Page 184: TLPB 1-10. A6

`

182

2,72 m2

(sudah termasuk area operator). Tidak terdapat gang antara stasiun

kerja pengepressan dengan stasiun kerja penggilingan , sehingga luas gang

nol (0).

Stasiun keenam yaitu stasiun pencetakan. Stasiun ini terletak di sebelah

utara ruang produksi. Stasiun pencetakan ini terletak dekat dengan stasiun

kerja pengepressan. Stasiun kerja pencetakan ini memiliki luas sebesar 7,49

m2

(sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun kerja

pengepressan dengan stasiun kerja pencetakan, panjang gang 1,5 m dan lebar

1,5 m, sehingga luas gang 2,25 m2.

Stasiun ketujuh yaitu stasiun kerja pengukusan. Stasiun ini terletak di

sebelah stasiun kerja pencetakan. Stasiun pengukusan ini terletak di sebelah

utara ruang produksi, lurus dengan pintu keluar. Stasiun ini memiliki luas

sebesar 9,97 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun

kerja pencetakan dengan stasiun kerja pengukusan. Panjang gang 2,5 m dan

lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang sebesar 3,75 m2.

Stasiun kedelapan yaitu stasiun kerja penjemuran. Stasiun ini terletak di

luar rumah produksi, di halaman belakang dan halaman delapan rumah

produksi. Stasiun penjemuran ini memiliki luas sebesar 659,92 m2 (sudah

termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun kerja penjemuran

dengan stasiun kerja pengukusan. Panjang gang 9,16 m dan lebar gang 1,5 m,

sehingga luas gang sebesar 13,74 m2.

Stasiun kesembilan yaitu stasiun kerja pengovenan. Stasiun ini terletak

di ruang sebelah barat rumah produksi. Stasiun pengovenan ini memiliki luas

sebesar 9,72 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara stasiun

kerja penjemuran dengan stasiun kerja pengovenan. Panjang gang 8,56 m dan

lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang sebesar 12,84 m2.

Stasiun kesepuluh yaitu stasiun kerja penimbangan bahan setengah jadi.

Stasiun ini terletak di dekat stasiun kerja pengovenan. Stasiun kerja

penimbangan bahan setengah jadi ini juga berada di sebelah pintu. Stasiun

penimbangan ini memiliki luas sebesar 4,655 m2 (sudah termasuk area

operator). Terdapat gang antara stasiun kerja pengovenan dengan stasiun

Page 185: TLPB 1-10. A6

`

183

kerja penimbangan bahan setengah jadi. Panjang gang 2,8 m dan lebar gang

1,5 m, sehingga luas gang sebesar 4,2 m2.

Stasiun kesebelas yaitu stasiun kerja penggorengan. Stasiun ini terletak

di dekat stasiun kerja pengovenan. Stasiun kerja penggorengan ini juga

berada di sebelah pintu bagian belakang. Stasiun penggorengan ini memiliki

luas sebesar 3,62 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara

stasiun kerja penimbangan bahan setengah jadi dengan stasiun kerja

penggorengan. Panjang gang 3 m dan lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang

sebesar 4,5 m2.

Stasiun ke dua belas yaitu stasiun kerja penirisan. Stasiun ini terletak di

dekat stasiun kerja penggorengan. Stasiun kerja penirisan ini juga berada di

sebelah pintu bagian belakang. Stasiun penirisan memiliki luas sebesar 5,21

m2 (sudah termasuk area operator). Tidak terdapat gang antara stasiun kerja

penggorengan dengan penirisan, sehingga luas gang nol (0).

Stasiun ke tiga belas yaitu stasiun kerja penyimpanan. Stasiun ini

terletak di dekat stasiun kerja penggorengan dan penirisan. Stasiun kerja

penyimpanan dekat dengan pintu keluar. Stasiun kerja penyimpanan memiliki

luas sebesar 1,29 m2 (sudah termasuk area operator). Terdapat gang antara

stasiun kerja penirisan dengan stasiun kerja penyimpanan. Panjang gang 2 m

dan lebar gang 1,5 m, sehingga luas gang sebesar 3 m2.

Dalam pembuatan DPW awal dan DPW akhir dapat diketahui

perbedaan yang terjadi, pada DPW awal masih terdapat gang, sedangkan pada

DPW akhir luas gang sudah termasuk ke dalam salah satu stasiun kerja

sehingga bentuk DPW akhir hanyalah kotak-kotak saja.

Berdasarkan evaluasi kondisi tata letak ruang produksi awal dengan

yang baru, kondisi tata letak ruang produksi ideal yang dibuat memiliki

beberapa kelebihan diantaranya adalah sebagai berikut ini.

1. Ruang produksi lebih luas. Ruang produksi baru yang dibuat sudah

dihitung berdasarkan area operator, sehingga pekerja bisa bergerak bebas

dalam melakukan pekerjaan.

2. Terdapat gang disetiap stasiun kerja. Hal ini mempermudah transportasi

baik dari bahan baku ataupun pekerja.

Page 186: TLPB 1-10. A6

`

184

3. Susunan area produksi disetiap stasiun sudah urut berdasarkan keterkaitan

kegiatan antar masing-masing kegiatan.

4. Terdapat 4 pintu pada ruang produksi. Pintu pertama untuk masuknya

bahan baku, pintu kedua untuk mengeluarkan kerupuk yang akan dijemur

setelah dilakukan pengukusan (penjemuran di halaman depan) dan untuk

mengeluarkan kerupuk jadi, pintu ketiga untuk keluarnya bahan setengah

jadi yang akan dijemur di halaman belakang dan pintu keempat untuk

masuknya bahan setengah jadi dari penjemuran ke pengovenan.

5. Stasiun kerja penyimpanan terletak dekat dengan pintu, sehingga

memudahkan proses pengirimin bahan jadi.

Page 187: TLPB 1-10. A6

`

185

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum acara 8 yang berjudul „Diagram Pengalokasian

Wilayah‟, maka:

1. Praktikan telah dapat menggambarkan perpindahan/aliran bahan dan

mengefektifkan aliran bahannnya berdasarkan kriteria tertentu.

2. Praktikan telah dapat mengalokasikan kebutuhan ruang dan luas lantai dalam

area industri yang ada.

Page 188: TLPB 1-10. A6

`

186

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Perencanaan Tata Letak Pabrik (PTLP). Dalam http://openstorage

.gunadarma.ac.id/handouts/S1_TEKNIK%20INDUSTRI/PLTP/PTLP.doc.

Diakses pada hari Kamis tanggal 25 April 2012 pukul 21.04 WIB.

Agung.Y. dan Machfud. 1990. Perancangan Tata Letak Pada Industri Pangan.

Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Apple, James. M. 1990. Plant Layout and Material Handling. John Wiley & Sons,

Inc. New Jersey.

Prasetyo, Fahrudin herry. 2002. Skripsi Evaluasi Tata Letak Fasilitas Produksi

Tahap Prespinning di Pabrik Pemintalan Benang. Yogyakarta: Fakultas

Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Sutalaksana, dkk. 2004. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Jurusan Teknik

Industri Institut Teknologi Bandung.

Tompkins dan J.A.White, 1996. Facilities Planning 2nd

ed., John Wiley and Sons

Inc. New York.

Wahyuningrum, D. R. 2004. Studi Tata Letak Line Assembling Proses Pembuatan

Tas Style Read’s Cendana (Tier 2) di P.T. Rumindo Pratama Yogyakarta.

Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wignjosoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan.

Surabaya: Penerbit Institut Teknologi Sepuluh November.

Page 189: TLPB 1-10. A6

`

187

LAPORAN PRAKTIKUM

TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

ACARA 9

TEMPLATE

KELOMPOK A6

ANGGOTA

Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950

Arief Maharani 11/311591/TP/09963

Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980

Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006

Co. Ass

Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

Page 190: TLPB 1-10. A6

`

188

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri merupakan tempat berkumpulnya faktor-faktor produksi untuk

melakukan aktifitas demi menghasilkan output–an produksi yang disebut dengan

produk. Faktor-faktor tersebut dapat berupa bahan atau barang, operator atau pekerja,

peralatan produksi seperti mesin, peralatan administrasi, peralatan keselamatan kerja,

dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut ditempatkan pada ruangan yang ada pada

wilayah industri. Pengalokasian wilayah dalam suatu industri merupakan proses

pengaturan yang efisien untuk semua ruang yang dibutuhkan untuk melakukan semua

faktor-faktor tersebut.

Pengalokasian wilayah industri ini, dapat dijelaskan dengan mengunakan

template. Template merupakan visualisasi denah industri dalam bentuk dua dimensi.

Pembuatan template ini didasarkan pada Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW).

Dasar bagi proses alokasi wilayah ialah aliran produksi (aliran bahan) dari industri

tersebut dan peta keterkaitan kegiatan mulai dari keterkaitan fisik, pekerja sampai

mesin serta kebutuhan ruangan dari industri. Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW)

merupakan dasar bagi rancangan tata letak dan rancangan bangunan yang rinci.

Dalam proses pengalokasian wilayah dilakukan pemaduan antara keterkaitan kegiatan

dan kebutuhan ruang.

Pada penggunaan template,dapat dijelaskan pola aliran bahan, letak mesin,

letak operator, serta letak peralatan. Template menggunakan skala yang

representative sehingga industri dapat dijelaskan dengan jelas.

B. Tujuan praktikum

Praktikan dapat membuat gambar dua dimensi layout industri yang dirancang.

Page 191: TLPB 1-10. A6

`

189

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Perancangan tata letak fasilitas merupakan suatu proses perancangan (design) dan

pengaturan letak fasilitas fisik untuk menciptakan keterkaitan antar pekerja, aliran bahan,

aliran informasi dan metode yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan perusahaan

secara efisien, ekonomis dan aman (Apple, 1990).

Perencanaan Tata Letak Perusahaan pada dasarnya merupakan proses pengurutan

dari suatu perencanaan tata letak yang sistematis. Untuk proses tersebut dapat

dikemukakan sebagai berikut (Astika, 2012):

1. Pemilihan Lokasi

2. Operation Process Chart (OPC)

3. Routing Sheet

4. Multi Product Process Chart (MPPC)

5. Menentukan Gudang

6. Ongkos Material Handling (OMH)

7. Form To Chart (FTC)

8. Outflow, inflow

9. Table Skala Prioritas (TSP)

10. Activity Relationship Diagram (ARD)

11. Activity Realationship Chart (ARC)

12. Area Alocation Diagram (AAD)

13. Template

Pengalokasian wilayah merupakan salah satu prosedur dalam merancang tata letak

produksi yang terdiri atas pembentukan template ruang bagi tiap kegiatan untuk

menggambarkan kebutuhan ruang secara kasar serta susunan tata letak secara kasar.

Template ini disusun sesuai dengan keterkaitan yang tepat satu sama lain, biasanya dalam

bangunan persegi sejalan dengan kebutuhan dan batasan yang ditujukan oleh keterkaitan

kegiatan. Alokasi wilayah merupakan langkah terakhir dari perencanaan awal untuk

perencanaan terinci dari tata letak akhir, (Prasetyo, 2000).

Pada pembuatan Template, urutan sebelumnya adalah ADD. ADD merupakan

template secara global, informasi yang dapat dilihat hanya dari pemanfaatan area saja,

sedangkan gambar visualisasi secara lengkap dapat dilihat pada template yang merupakan

Page 192: TLPB 1-10. A6

`

190

hasil akhir dari penganalisaan dan perencanaan tata letak pabrik. Template merupakan

suatu gambaran yang telah jelas dari tata letak pabrik yang akan dibuat dan merupakan

gambaran detail dari AAD yang telah dibuat. Informasi yang dapat dilihat pada template

(Anonim, 2012):

1. Tata letak kantor dan peralatannya

Untuk template dengan satu lantai (single Floor) Untuk penempatan tataletak

antara bagian produksi, pelayanan (service) dan perkantoran ditempatkan dalam satu

lantai jika luas lahan yang tersedia masih mencukupi dan memungkinkan.

2. Tata letak pelayanan yang ada di pabrik, misalnya jalan, kantin, sarana olahraga dan

lain-lain

Untuk template dengan dua lantai atau lebih (Multi Floor) Penempatan tata

letak fasilitas antara bagian produksi, pelayanan (service) dan perkantoran mengalami

pemisahan tata letak. Biasanya untuk bagian produksi ditempatkan pada bagian

pertama agar memudahkan handling dan material maupun loading dari container ke

receiving dan dari shipping ke container. Template jenis ini adalah sebagai solusi jika

luas tanah yang tersedia tidak mencukupi (Sutalaksana. 2004).

3. Tata letak bagian produksi misalnya receiving, pabrikasi, assembling, shipping

4. Aliran setiap material, mulai dari receiving sampai dengan shipping

Pada pendesainan layout harus diingat pertimbangan-pertimbangan kemungkinan

terjadinya ekspansi di masa datang ataupun adanya perubahan di dalam desain produk,

desain proses maupun desain penjadwalan produksi (Tomskins, 1984).

Pembuatan detail layout dari suatu pabrik (biasanya dibuat dengan skala standar 1

:50) akan menunjukkan pengaturan dari orang, material, mesin dan fasilitas produksi

lainnya sebaik-baiknya. Detail layout yang kadang-kadang disebut pula dengan master

layout akan merupakan pelaksanaan akhir dari proses perancangan tata letak pabrik.

Disini detail layout akan dibuat dengan memakai salah satu metode berikut ini

(Wignjosoebroto, 1996) :

1. Drafting atau sketching method

2. Templates

3. Models

Meskipun sekarang ini pemakai templates dan/atau models sangat popular serta

banyak digunakan dalam pembuatan rancangan tata letak pabrik, akan tetapi method

drafting pun masih layak dan bahkan tetap disarankan untuk digunakan dalam

perancangan layout pabrik yang sederhana. Memang patut diakui bahwa untuk pabrik

Page 193: TLPB 1-10. A6

`

191

yang besar dan kompleks method rafting atau sketching akan terasa kurang sesuai dan

kurang fleksibel untuk diterapkan (Wignjosoebroto, 2000)

Pada tata letak industri yang masih berkembang, biasanya pekerjaan penanganan

material secara manual (Manual Material Handling) yang terdiri dari mengangkat,

menurunkan, mendorong, menarik dan membawa. Pekerjaan tersebut merupakan sumber

utama komplain karyawan di industri atau bahkan permasalahan dalam tata letaknya

yang membutuhkan ruang yang lebih (Ayob dan Dampsey, 1999).

Page 194: TLPB 1-10. A6

`

192

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

Untuk membuat template, gambaran DPW yang diperbesar dan dicetak pada

kertas polos putih dengan skala 1:100 atau 1:50.

Arah utara digambarkan dengan arah atas kertas

Gambar dilengkapi dengan posisi mesin, posisi operator, dalam stasiun kerja,

aliran bahan, dan keterangan lain yang diperlukan

Memberi warna agar lebih informative. Satu warna untuk satu kegiatan

besar (misalnya bagian produksi berbeda warna dengan bagian kantor, dst)

Page 195: TLPB 1-10. A6

`

193

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Template (terlampir)

B. Pembahasan

Pada praktikum acara 9 yang berjudul Template ini bertujuan untuk membuat

gambar dua dimensi layout Industri Kerupuk Subur yang dirancang. Layout ini sering

disebut template.

Pada pembuatan template, dilakukan beberapa langkah. Langkah pertama ialah

menyiapkan hasil data praktikum acara VII yakni Diagram Pengalokasian Wilayah

(DPW). Diagram Pengalokasian Wilayah (DPW) merupakan dasar bagi rancangan tata

letak dan rancangan bangunan yang rinci. Hal ini dikarenakan DPW memberikan

informasi mengenai perpindahan atau aliran bahan dan mengefektifkan berdasarkan

kriteria tertentu. Selain itu dapat memberikan informasi pengalokasian kebutuhan

ruang dan luas lantai dalam area industri yang ada, dan terakhir agar praktikan dapat

membuat gambar dua dimensi layout industri yang dirancang.

Template yang dibuat pada praktikum ini ialah template sesudah dilakukan

perbaikan. Pembuatan template ini merupakan gambaran DPW Industri Kerupuk

Subur yang sebelum dan sesudah diperbesar dan dicetak pada kertas polos putih

dengan skala 1:100 atau 1:50 pada kertas ukuran 100 cm x 100cm. Arah utara

digambarkan arah atas kertas.

Gambar dilengkapi dengan posisi mesin, posisi operator dalam stasiun kerja,

aliran bahan, dan keterangan lain yang diperlukan. Pada langkah ini diperlukan

beberapa hal, yakni:

1. Tingkat keterkaitan antar kegiatan

2. Pemanfaatan ruang yang ekonomis

3. Kemudahan perluasan

4. Penggabungan yang baik dengan fasilitas

5. Susunan ruang dan gang

6. Kegiatan dengan kriteria khusus dapat diletakkan dengan tepat

Page 196: TLPB 1-10. A6

`

194

7. Kemudahan pengendalian produksi

8. Memperhatikan syarat-syarat kesehatan dan keselamatan kerja

9. Mematuhi syarat bangunan dan ketentuan wilayah

10. Luas yang memadai bagi tiap stasiun kerja

Jika kedua template selesai dibuat perlu pemberian warna pada setiap ruangan

atau setiap kegitan. Hal ini bertujuan agar template lebih informatif. Satu warna untuk

satu kegiatan besar (missal, bagian produksi berbeda warna dengan bagian kantor,

dst.).

Pengertian template ialah gambar dua dimensi untuk menjelaskan

pengalokasian wilayah industri yang di dalamnya terdapat informasi mengenai aliran

bahan, posisi mesin dan operator, stasiun kerja, dan keterangan lain. DPW merupakan

template secara global, informasi yang dapat dilihat hanya pemanfaatan area,

sedangkan gambar visualisasi secara lengkap dapat dilihat pada template yang

merupakan hasil akhir dari penganalisaan dan perencanaan tata letak pabrik.

Template merupakan suatu gambaran yang telah jelas dari tata letak pabrik yang

akan dibuat dan merupakan gambaran detail dari DPW yang telah dibuat.

Dalam suatu pabrik, template dari fasilitas produksi dan area kerja merupakan

elemen dasar yang sangat penting untuk melihat kelancaran proses produksi.

Pembuatan template di dalam pabrik merupakan aktivitasyang sangat vital dan sering

muncul berbagai macam permasalahan di dalamnya. Masalah yang paling utama

adalah apakah pengaturan dari semua operator, material, mesin dan fasilitas produksi

tersebut telah dibuat sebaik-baiknya sehingga bisa mencapai suatu proses produksi

yang paling efisien dan bisa mendukung kelangsungan serta kelancaran proses

produksi secara optimal atau tidak. Ada dua fasilitas pabrik utama yang menjadi

obyekyang harus diatur letaknya:

1. Mesin (machine layout).

2. Departemen kerja yang ada dalam pabrik (department layout).

Perancangan tata letak fasilitas merupakan suatu proses perancangan(design)

dan pengaturan letak fasilitas fisik untuk menciptakan keterkaitan antara pekerja,

aliran bahan, aliran informasi dan metode yang dibutuhkan dalam rangka mencapai

tujuan perusahaan secara efisien, ekonomis dan aman.

Pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik tersebut memanfaatkan luas area (space)

dari ruang produksi pabrik untuk penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi

Page 197: TLPB 1-10. A6

`

195

lain yang diplotkan dalam sebuah template. Maka dari itu, pada praktikum ini akan

dilakukan pembuatan dua jenis template industri,yakni:

1. Template pabrik sebagai visualisasi fasilitas produksi yang sudah ada (the

existing arrangement)

2. Template pabrik sebagai visualisasi tata letak pabrik yang baru (the newplant

layout).

Tujuan utama dalam template industri adalah untuk memberikan informasi-

informasi mengenai tata letak pabrik. Informasi yang dapat dilihat pada template,

antara lain:

1. Tata letak tentang aliran bahan, posisi mesin dan operator, stasiun kerja, dan

keterangan lainnya.

2. Tata letak pelayanan yang ada di pabrik, misalnya jalan, kantin, sarana olah raga,

dan lain-lain.

3. Tata letak bagian produksi, misalnya receiving, pabrikasi, assembling, shipping.

4. Aliran setiap material, mulai dari receiving sampai dengan shipping.

Desain template pabrik yang baik dapat memberikan beberapa keuntungan

dalam sistem produksi, antara lain:

1. Menaikkan output produksi

2. Mengurangi waktu tunggu operasi produksi (delay)

3. Mengurangi proses pemindahan bahan (material handling)

Secara umum bisa dibilang bahwa desain template ikut menentukan efisiensi

dalam proses produksi dan ikut mempengaruhi berapa lama kelangsungan atau

kesuksesan kerja suatu industri. Selain itu pembuatan template pabrik yang baik bisa

mempermudah dalam proses pengawasan tata letak.

Jarak perpindahan bahan pada tata letak awal memiliki jarak yang lebih

panjang dibandingkan tata letak baru. Jarak perpindahan yang semakin pendek akan

membuat space atau tempat yang ada lebih optimal. Selain itu, pekerja juga tidak

akan cepat mengalami kelelahan karena membawa beban dengan jarak yang terlalu

jauh dan membutuhkan waktu lama.

Aliran bahan pada tata letak awal tidak menunjukkan adanya backtracking.

Aliran bahan tata letak sesudah, juga menunjukkan tidak adanya back tracking.

Selain itu, template hasil evaluasi diarahkan pada tipe Ushaped.

Page 198: TLPB 1-10. A6

`

196

Berdasarkan template yang telah dibuat, dapat diketahui perbedaan template

yang baru dengan template yang lama (denah awal industri). Pada template yang

baru, menunjukkan adanya sedikit perubahan pada letak stasiun kerja karena telah

dilakukan analisis menggunakan DPW (Diagram Pengalokasian Wilayah), pada

DPW menunjukkan kebutuhan luas lantai dan hubungan antar satu stasiun kerja

dengan stasiun kerja yang lainnya yang saling berkaitan erat dan berdekatan.

Perbedaan tersebut terletak pada bergesernya mesin dan peralatan yang terdapat pada

industri tersebut untuk meminimalkan jarak perpindahan bahan sehingga dapat

meningkatkan efisiensi ruangan serta memenuhi kriteria tata letak yang baik.

Kelebihan dari template yang telah dibuat adalah:

1. Jarak perpindahan bahan menjadi semakin singkat/pendek karena dilakukan

perpindahan-perpindahan peralatan/mesin agar efisien.

2. Pekerja menjadi lebih leluasa dalam melakukan pekerjaannya karena adanya

gang yang telah dibuat berdasasrkan perhitungan yang telah dilakukan.

Page 199: TLPB 1-10. A6

`

197

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, praktikan telah membuat gambar dua

dimensi layout industri yang dirancang. Dalam gambar ditunjukkan posisi setiap mesin,

aliran bahan, area penyimpanan, posisi operator, dan keterangan lain yang diperlukan

dengan pemberian warna yang berbeda pada bagian setiap produksi.

Page 200: TLPB 1-10. A6

`

198

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2012. Template. http://lppm.unjani.ac.id. Diakses pada tanggal 26 April 2013

pukul 20.00 WIB.

Apple, JM. 1990. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan Edisi Ke-3. Bandung: ITB.

Astika, 2012. Perencanan Tata Letak Suatu Perusahaan. Dalam

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:GheEFR80sWoJ:astika.stu

dent.umm.ac.id/2010/01/30/perencanaan-tata-letak-suatuperusahaan

/+layout+template+ruangan+industri+adalah&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=-

id&lr=lang_id. Diakses pada tanggal 26 April 2013 pukul 21.00 WIB.

Ayoub, M. M. and Dampsey, P. G. 1999. The Psychophysical Approach to Material

Handling Task Design Ergonomic Vol. 42. No 1. pp: 17-31.

Prasetyo, Fahrudin herry. 2002. Skripsi Evaluasi Tata Letak Fasilitas Produksi Tahap

Prespinning di Pabrik Pemintalan Benang. FTP. UGM. Yogyakarta.

Sutalaksana, Iftikar Z. Anggawisastra, Ruhana. Tjakraatmadja, John H. Teknik

Tata Cara Kerja. Jurusan Teknik Industri, ITB. Bandung. 2004.

Tomkins, James. A., White John A. 1984. 1th Edition Facility Planning. John Wiley &

Sons. USA.

Wignjsoebroto, Sritomo. 1996. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Surabaya:

Penerbit Institut Teknologi Sepuluh November.

Page 201: TLPB 1-10. A6

`

199

LAPORAN PRAKTIKUM

TATA LETAK DAN PENANGANAN BAHAN

ACARA 10

ANALISIS TATA LETAK HASIL RANCANGAN

KELOMPOK A6

ANGGOTA

Febriana Kumala D. 11/311492/TP/09950

Arief Maharani 11/311591/TP/09963

Riska Dian Nur L. 11/311902/TP/09980

Devira Setyastuti 11/312278/TP/10006

Co. Ass

Ciptaning Cahyaningrum

LABORATORIUM SISTEM PRODUKSI

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

Page 202: TLPB 1-10. A6

`

200

2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hasil perancangan suatu industri diperlukan adanya evaluasi tata

letak untuk menilai apakah hasil perancangan tersebut sudah sesuai dengan

kriteria jarak perpindahan, jumlah back tracking, keterkaitan kegiatan, dan

kenyamanan kerja secara teoritis.

Dalam merancang tata letak industri harus terdapat integrasi yang

menyeluruh dari semua faktor yang mempengaruhi sistem produksi, operasi

pemindahan bahan yang seminimal mungkin, kelancaran aliran kerja,

pemanfaatan semua area kerja secara efektif dan efisien sehingga didapatkan

kepuasan, keamanan dan kenyamanan selama pekerja melakukan tugasnya. Inti

dari perancangan tata letak industri pada dasarnya adalah minimalisasi biaya

operasi yang meliputi biaya konstruksi dan instalasi, biaya pemindahan bahan,

biaya produksi, biaya perawatan dan perbaikan mesin, biaya pengamanan serta

biaya penyimpanan bahan selama dalam proses. Oleh sebab itu dalam

perancangan tata letak industri ditekankan pada pemindahan bahan yang

seminimal mungkin agar biaya tidak tinggi karena kegiatan pemindahan bahan

merupakan kegiatan yang tidak produktif.

Apabila memungkinkan, pemindahan barang dilakukan secara mekanis

dan komponen harus dalam keadaan diproses sambil dipindahkan sehingga

pemindahan bahan lebih efisien karena dilakukan bersamaan dengan proses

produksi.

Oleh karena itu dalam merancang tata letak pabrik tidak dapat dilakukan

dengan mudah, karena membutuhkan analisa mendalam terhadap semua faktor

yang mendukung tata letak pabrik yang diterapkan. Tata letak pabrik yang baik

akan menciptakan suasana dan aktivitas kerja yang efektif dan efisien sehingga

dapat meminimalkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pabrik untuk biaya

Page 203: TLPB 1-10. A6

`

201

operasi yang meliputi biaya konstruksi dan instalasi, biaya pemindahan bahan,

biaya produksi, biaya perawatan dan perbaikan mesin, biaya pengamanan serta

biaya penyimpanan bahan selama dalam proses.

B. Tujuan Praktikum

Praktikan dapat melakukan analisis hasil rancangan tata letak

menggunakan kriteria jarak perpindahan.

Page 204: TLPB 1-10. A6

`

202

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tata letak fasilitas pabrik adalah susunan dari fasilitas fisik pabrik

termasuk perlengkapan, mesin dan peralatan, tanah, bangunan dan sarana lain

untuk mengoptimumkan hubungan antara petugas pelaksana, aliran bahan, aliran

informasi dan tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan usaha yang

ekonomis dan aman. Menata tata letak pabrik adalah kegiatan yang berhubungan

dengan perencanaan susunan unsur fisik suatu kegiatan dan selalu berhubungan

erat dengan industri manufaktur, dan penggambaran hasil rancangan yang dikenal

sebagai tata letak pabrik. Untuk pabrik/perusahaan harus dilakukan evaluasi tata

letak. Kemungkinan yang menimbulkan perlunya penilaian tata letak adalah

evaluasi tata letak awal dengan tujuan mencari peluang perbaikan dan evaluasi

terhadap tata letak alternatif untuk suatu masalah atau proyek tunggal ( Apple,

1990).

Tata letak fasilitas pabrik harus dirancang untuk memungkinkan

perpindahan yang ekonomis dari orang dan bahan selama proses. Jarak

pengangkutan diusahakan sependek mungkin dan pengambilan serta peletakan

produk dan peralatan diminimumkan. Hal ini akan menghasilkan minimisasi biaya

penanganan bahan, penurunan waktu proses kerja dan mesin menganggur

(Wignjosoebroto, 1996).

Proses perancangan dapat dilakukan pada industri yang sudah

berlangsung. Hal ini disebabkan karena seiring dengan berjalannya waktu akan

terjadi perubahan baik proses maupun produknya (Agung, 1990).

Dalam menentukan plant layout atau tata letak pabrik yang baik haruslah

ditentukan berdasarkan pengaruh faktor-faktor yang ada seperti jenjang

terhadap/tahap proses produksi, macam hasil keluaran produksi, jenis

Page 205: TLPB 1-10. A6

`

203

perlengkapan yang dipakai atau digunakan serta berdasarkan sifat produski dari

produk yang diproduksi tersebut (Anonim, 2013).

Jenis-jenis tata letak adalah sebagai berikut (Moore, 1962) :

1. Fixed position

Fixed position merupakan tata letak yang paling sederhana.

Pekerja, material dan keterampilan manajerial dibawa ke lokasi tempat

pekerjaan dilakukan. Contoh dari tata letak ini adalah konstruksi

bendungan dan bangunan.

2. Job shop

Tata letak Job shop disusun berdasarkan pengelompokkan pekerja

dan peralatan mempunyai fungsi yang sama. Tata letak ini seringkali

disebut dengan nama tata letak proses atau tata letak fungsional karena

fungsi-fungsi khusus seperti inspeksi produk, yang dihasilkan pada

suatu tempat untuk berbagai produk. Contohnya untuk mesin dan

rumah sakit.

3. Batch processing

Proses dengan jumlah order besar pada bagian-bagian serupa

seperti suatu group yang melalui urutan. Produksi yang sama pada Job

shop merupakan prinsip batch processing. Tata letak Batch processing

memungkinkan produsen mencapai skala ekonomi dengan membentuk

aktivitas yang sama untuk mengatur volume produk. Contoh dari tata

letak ini adalah produk mebel yang mempunyai jumlah order besar.

4. Line Processing

Tata letak Line processing merupakan penyusunan pekerja dan

peralatan menurut ururtan operasi. Tata letak ini seringkali disebut tata

letak letak produk line atau assembly line karena menggunakan

conveyor dan peralatan otomatis untuk meminimumkan penanganan

bahan secara manual. Contoh pada pembuatan produk pangan dan

pembuatan mobil.

Page 206: TLPB 1-10. A6

`

204

5. Continous Flow

Tata letak Continous flow berorientasikan pada suatu teknologi

proses seperti produksi bahan kimia dan listrik. Fasilitas proses

seringkali otomatis dan didesain agar dalam pengoperasiannya sebagai

satu bagian terpadu.

Menurut (Adam 1986), perancangan tata letak pabrik yang efisien dan

efektif akan selalu menjadi prioritas utama dalam suatu proses produksi.

Perancangan tata letak fasilitas produksi yang baik merupakan salah satu alat

penentu dari efisiensi suatu operasi produk (Heizer, 1988). Suatu perancangan tata

letak fasilitas tidak hanya terbatas pada waktu akan mendirikaan atau membangun

suatu industri saja tetapi proses perancangan ini harus tetap dilakukan meskipun

industri sudah ada dan sudah berlangsung (Machfud dan Agung, 1990). Hal ini

disebabkan karena dengan berjalannya waktu akan selalu terjadi perubahan baik

pada proses maupun produksinya. Perubahan tersebut menurut terjadinya

perubahan/perbaikan dari tata letak yang sudah ada (relayout). Menurut Apple

(1997), relayout atau perancangan ulang tata letak dapat mengurangi biaya

pemindahan bahan sehingga biaya produksi turun secara kseluruhan dan

produktivitas meningkat.

Konstruksi dari rancangan tata letak merupakan bentuk konfigurasi dari

hasil proses rancangan tata letak. Proses ini mentransfer diagram alokasi area

kemudian merinci pengaturan lokasi setiap fasilitas pada setiap departemen

produksi atau tempat kegiatan kerja. Secara umum prosedur alokasi area terdiri

dari pembuatan template bagi setiap kegiatan atau untuk menggambarkan secara

kasar luas yang dibutuhkan dan kemudian disusun sehingga memberikan bentuk

tertentu. Adapun landasan untuk melakukan alokasi area adalah (Machfud dan

Agung, 1990) :

1. Aliran produksi bahan dan peralatan

2. Peta keterkaitan kegiatan

3. Kebutuhan luas ruang setiap kegiatan

Page 207: TLPB 1-10. A6

`

205

Page 208: TLPB 1-10. A6

`

206

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

Membuat diagram aliran dari tata letak perbaikan hasil rancangan

Menghitung jarak perpindahan bahan menggunakan metode aisle

distance, untuk stasiun kerja yang dibatasi dengan dinding

Jika stasiun kerja tidak dibatasi dinding , ukur jarak perpindahan bahan

sesuai perpindahan yang terjadi , dimulai dari titik tengah area kerja

Dituliskan dalam tabel untul semua perpindahan bahan

Menghitung jarak perpindahan bahan pada tata letak awal, kemudian

dibandingkan

Dengan menggunakan lembar pemeriksaan penilaian fasilitas, hasil

rancangan tata letak dinilai dan total hasil penilaiannya ditentukan

Menentukan mana tata letak terbaik berdasarkan criteria jarak

perpindahan bahan yang minimum dan skor penilaian yang tertinggi

Page 209: TLPB 1-10. A6

`

207

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

1. Form penilaian tata letak

LEMBAR PERIKSA PENILAIAN KAPASITAS

Nama Industri : Kerupuk Subur

Tanggal penilaian : Sabtu, 4 Mei 2013

Alamat Industri : Jalan Janti Gg. Nuri 66 Gedong Kuning, Banguntapan,

Bantul

Dinilai oleh : Kelompok A6

Skor penilaian : 1. Sangat kurang, 2. Kurang, 3. Bagus, 4. Sangat bagus

Hasil Penilaian akhir = bobot x skor

Kriteria Bobot Skor

Bobot

x

Skor

Keterangan

I. ALIRAN BAHAN

• pola aliran terencana 0,07 3 0,21 Pola aliran DPW akhir

sudah berurutan.

• aliran bahan lurus 0,05 3 0,15 Aliran bahan dari stasiun

satu ke stasiun lain lurus.

Page 210: TLPB 1-10. A6

`

208

• langkah balik minimum 0,06 3 0,18

Pada proses pencetakan

ke proses pengukusan

langkah balik yang

terjadi kecil, begitu juga

pada proses pengukusan

ke penjemuran.

• keterkaitan kegiatan

terencana 0,06 3 0,18

Pola kegiatan sudah

sesuai dan terencana,

serta terkait satu dengan

yang lain.

II. PEMINDAHAN BAHAN

• frekuensi pemindahan

minimum 0,05 2 0,1

Pemindahan yang sering

terjasi pada proses

pengukusan ke

penjemuran.

• metode terencana 0,05 2 0,1

Memerlukan alat

pemindah, teruma pada

pemindahan bahan dari

stasiun pencetakan ke

pengukusan, dan

pengukusan ke

penjemuran.

• alat pemindahan sesuai 0,05 2 0,1

Tidak digunakannya alat

pemindah, melainkan

pemindahan hanya

dilakukan secara manual.

• jarak minimum 0,05 3 0,15 Jarak antara stasiun satu

dengan stasiun lain

Page 211: TLPB 1-10. A6

`

209

berdekatan.

• digabung dengan proses 0,05 3 0,15 Beberapa proses telah

digabung dengan proses.

• bergerak dari penerima

menuju pengiriman 0,04 4 0,16

Aliran bahan berjalan

dari penerimaan ke

pengiriman.

III. RUANG

• gang lurus 0,05 3 0,15 Gang antar ruang lurus

dan sesuai.

• pemakaian ruang

maksimum 0,04 3 0,12

Ruang kosong

dimanfaatkan untuk area

kerja operator, dan

penyimpanan bahan.

• ruang penyimpanan

mencukupi 0,05 3 0,15

Ruang penyimpanan

bahan mencukupi.

• ruang antar peralatan

mencukupi 0,05 3 0,15

Jarak antar alat

mencukupi.

• direncanakan untuk

perluasan 0,03 3 0,09

Mengoptimalkan ruang

kosong.

IV. PROSES PRODUKSI

• operasi pertama dekat

dengan penerimaan 0,04 4 0,16

Bahan baku dekat

dengan stasiun kerja

pertama.

• operasi terakhir dekat

dengan pengiriman 0,04 4 0,16

Kerupuk jadi dekat

dengan rombong dan

pengiriman.

Page 212: TLPB 1-10. A6

`

210

• penyimpanan di tempat

pemakaian 0,03 4 0,12

Kerupuk disamping

dalam rombong, yang

juga dipakai untuk

pengiriman.

• bahan setengah jadi

minimum 0,03 2 0,06

Terdapat stock bahan

setengah jadi yang

disimpan.

waktu produksi total

hampir seluruhnya

merupakan waktu

pemrosesan

0,03 3 0,09 Semua waktu produksi

ialah waktu pemrosesan.

penempatan bagian

penerimaan dan

pengiriman yang pantas

0,02 3 0,06

Tempat sudah pantas

untuk penempatan

penerimaan dan

pengiriman

V. LAIN-LAIN

• pelayanan pekerja

memadai 0,02 3 0,06

Terdapatnya fasilitas

seperti toilet, rumah

untuk pekerja.

• pengendalian kebisingan,

kotoran, debu dsb 0,02 1 0,02

Tidak terkendalinya

kebisingan, kotoran, dan

debu,

• pembuangan bahan sisa

minimum 0,02 2 0,04

Banyak terdapat bahan

sisa.

Jumlah 1 6,9 2,91

Page 213: TLPB 1-10. A6

`

211

2. Tabel aisle distance

NO PERPINDAHAN BAHAN

JARAK PERPINDAHAN

BAHAN (cm) PERUBAHAN

JARAK (m) DARI KE AWAL PERBAIKAN

1

Penimbangan

(bahan

mentah)

Pencampuran 4,9 4,75 0,15 x10-2

2 Pencampuran Pengadukan 0 0 0

3 Pengadukan Penggilingan 3,1 3,4 0,3 x10-2

4 Penggilingan Pengepressan 1,2 1,05 0,15 x10-2

5 Pengepressan Pencetakan 2,9 3,85 0,95 x10-2

6 Pencetakan Pengukusan 6,9 4,5 2,4 x10-2

7 Pengukusan Penjemuran 12,9 12,45 0,45 x10-2

8 Penjemuran Pengovenan 21,8 21,4 0,4 x10-2

9 Pengovenan Penimbangan 5,7 5,65 0,05 x10-2

10 Penimbangan Peggorengan 11 10 1 x10-2

11 Penggorengan Penirisan 1,4 2,95 1,55 x10-2

12 Penirisan Penyimpanan 3,5 3,4 0,1 x10-2

Page 214: TLPB 1-10. A6

`

212

B. Pembahasan

Pada praktikum kali ini berjudul Analisis Tata Letak Hasil Rancangan

dengan tujuan agar praktikan dapat melakukan analisis rancangan tata letak

menggunakan kriteria jarak perpindahan.

Langkah pertama yang dilakukan dalam praktikum ini yaitu diagram aliran

dibuat dari tata letak perbaikan hasil rancangan. Jarak perpindahan bahan dihitung

dengan menggunakan metode aisle distance, untuk stasiun kerja yang dibatasi

dengan dinding. Kemudian jarak perpindahannya ditulis ke dalam tabel untuk

semua perpindahan bahan. Jika stasiun kerja tidak dibatasi dinding, maka jarak

perpindahan bahan diukur sesuai perpindahan yang terjadi dimulai dari titik

tengah aliran kerja. Selanjutnya hasilnya dibandingkan dengan kelompok lain, dan

ditemukan yang mana hasil rancangan yang terbaik berdasarkan kriteria jarak

perpindahan bahan yang minimum.

Terdapat beberapa sistem pengukuran jarak yang dipergunakan. Beberapa

jenis sistem pengukuran jarak antar departemen ini digunakan sesuai dengan

kebutuhan dan karakteristik perusahaan yang menggunakannya. Beberapa sistem

pengukuran jarak yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

a. Jarak Euclidean

Jarak Euclidean merupakan jarak yang diukur lurus antara pusat

fasilitas lainnya. Sistem pengukuran dengan jarak Euclidean sering

digunakan karena lebih mudah dimengerti dan mudah digunakan.

Contoh aplikasi dari jarak Euclidean misalnya pada beberapa model

conveyor, dan juga jaringan transportasi dan distribusi.

b. Jarak Rectilinear

Jarak Rectilinear sering juga disebut dengan jarak minimum,

merupakan jarak yang diukur mengikuti jalur tegak lurus. Disebut

dengan jarak manhattan, mengingatkan jalan-jalan di kota Manhattan

yang membentuk garis-garis parallel dan saling tegak lurus antara satu

jalan dengan jalan lainnya. Pengukuran dengan jarak rectilinear sering

Page 215: TLPB 1-10. A6

`

213

digunakan karena mudah perhitungannya, mudah dimengerti dan untuk

beberapa masalah lebih sesuai, misalkan untuk menentukan jarak antar

kota, jarak antar fasilitas di mana peralatan pemindahan bahan hanya

dapat bergerak secara lurus.

c. Square Euclidean

Sebagaimana namanya Square Euclidean merupakan ukuran jarak

dengan mengkuadratkan bobot terbesar suatu jarak antara dua fasilitas

yang berdekatan. Relatif untuk beberapa persoalan terutama

menyangkut persoalan lokasi fasilitas diselesaikan dengan penerapan

Square Euclidean.

d. Aisle Distance

Aisle Distance merupakan system pengukuran yang berbeda dengan

yang lain. Dalam Aisle Distance yang diukur adalah lintasan yang

dilalui alat pengangkut untuk pemindahan bahan. Jarak Aisle Distance

juga merupakan jarak yang mengukur secara aktual, dan jarak yang

diukur adalah jarak yang dilalui oleh material handlingnya.

e. Jarak Berdasarkan Luas Departemen

Untuk menemukan jarak berdasarkan luas lantai, diperlukan data

lintasan yang dilalui oleh setiap komponen dari suatu departemen ke

departemen tujuannya. Sehingga jarak antar departemen dapat dihitung

berdasarkan luas lantai departemen asal, departemen yang dilalui dan

departemen tujuan.

Dari hasil form penilaian setelah perbaikan, didapatkan skor-skor baru

yang berbeda dengan skor pada form penilaian sebelum perbaikan. Hasil penilaian

pada kriteria aliran bahan sebelum dan setelah perbaikan antara lain: hasil

penilaian “pola aliran terencana” sebelum dan setelah perbaikan = 0,21; hasil

penilaian “aliran bahan lurus” sebelum perbaikan = 0,1 kemudian setelah

perbaikan = 0,15; hasil penilaian “langkah balik minimum” sebelum dan setelah

perbaikan = 0,18; hasil penilaian “keterkaitan kegiatan terencana” sebelum dan

setelah perbaikan = 0,18. Hasil penilaian pada kriteria pemindahan bahan setelah

Page 216: TLPB 1-10. A6

`

214

perbaikan antara lain: hasil penilaian “frekuensi pemindahan minimum” sebelum

perbaikan = 0,05 kemudian setelah perbaikan = 0,1; hasil penilaian “metode

terencana” sebelum dan setelah perbaikan = 0,1; hasil penilaian “alat pemindah

yang sesuai” sebelum perbaikan = 0,05 kemudian setelah perbaikan = 0,1; hasil

penilaian “jarak minimum” sebelum perbaikan = 0,1 kemudian setelah perbaikan

= 0,15; hasil penilaian “bergerak dari penerimaan menuju pengiriman” sebelum

perbaikan = 0,12 kemudian setelah perbaikan = 0,16. Hasil penilaian pada kriteria

ruang sebelum dan sesudah perbaikan antara lain: hasil penilaian “gang lurus”

sebelum dan setelah perbaikan = 0,15; hasil penilaian “pemakaian ruang

maksimum” sebelum perbaikan = 0,08 kemudian setelah perbaikan = 0,12; hasil

penilaian “ruang penyimpanan mencukupi” sebelum dan setelah perbaikan = 0,15;

hasil penilaian “ruang antar peralatan mencukupi” sebelum perbaikan = 0,1

kemudian setelah perbaikan = 0,15; hasil penilaian ”direncanakan untuk

perbaikan” sebelum perbaikan = 0,06 kemudian setelah perbaikan = 0,09. Hasil

penilaian kriteria proses produksi sebelum dan sesudah perbaikan antara lain:

hasil penilaian “ operasi pertama dekat dengan penerimaan” sebelum dan sesudah

perbaikan = 0,16; hasil penilaian “ operasi terakhir dekat dengan pengiriman”

sebelum perbaikan = 0,12 kemudian setelah perbaikan = 0,16; hasil penilaian

“penyimpanan ditempat pemakaian” sebelum perbaikan = 0,09 kemudian setelah

perbaikan = 0,12; hasil penilaian “bahan setengah jadi minimum” sebelum dan

sesudah perbaikan = 0,06; hasil penilaian “waktu produksi total hampir

seluruhnya merupakan waktu pemrosesan” sebelum dan sesudah perbaikan =

0,09; hasil penilaian “penempatan bagian penerimaan dan pengiriman yang

pantas” sebelum dan setelah perbaikan = 0,06. Hasil penilaian kriteria lain-lain

sebelum dan sesudah perbaikan antara lain: hasil penilaian “pelayanan pekerja

memadai” sebelum dan sesudah perbaikan = 0,06; hasil penilaian “pengendalian

kebisingan, kotoran, debu, dsb” sebelum dan sesudah perbaikan = 0,02; hasil

penilaian “pembuangan barang sisa minimum” sebelum dan sesudah perbaikan =

0,04.

Dari hasil penilaian tersebut didapatkan total penilaian sebelum dan

sesudah perbaikan. Total penilaian sebelum perbaikan sebesar 2,43, sedangkan

total penilaian sesudah perbaiakans sebesar 2,91. Total penilaian sesudah

Page 217: TLPB 1-10. A6

`

215

perbaikan lebih besar dibandingkan dengan total penilaian sebelum perbaikan, ini

menandakan bahwa rancangan tata letak yang telah dibuat lebih baik dari tata

letak industri saat ini.

Jarak perpindahan bahan juga berubah setelah dilakukan perubahan tata

letak. Jarak perpindahan bahan dari penimbangan ke pecampuran awal = 4,9 x 10-

2 m dan jarak setelah perbaikan = 4,75 x 10

-2 m, sehingga didapat perubahan jarak

sebesar 0,15 x 10-2

m. Jarak perpindahan bahan dari pencampuran ke pengadukan

awal = 0 dan jarak setelah perbaikan = 0, sehingga didapat perubahan jarak

sebesar 0. Jarak perpindahan bahan dari pengadukan ke penggilingan awal = 3,1 x

10-2

m dan jarak setelah perbaikan = 3,4 x 10-2

m, sehingga didapat perubahan

jarak sebesar 0,3 x 10-2

m. Jarak perpindahan bahan dari penggilingan ke

pengepresan = 1,2 x 10-2

m dan jarak setelah perbaikan = 1,05 x 10-2

m, sehingga

didapat perubahan jarak sebesar 0,15 x 10-2

m. Jarak perpindahan bahan dari

pengepresan ke pencetakan awal = 2,9 x 10-2

m dan jarak setelah perbaikan = 3,85

x 10-2

m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,95 x 10-2

m. Jarak

perpindahan bahan dari pencetakan ke pengukusan awal = 6,9 x 10-2

m dan jarak

setelah perbaikan = 4,5 x 10-2

m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 2,4 x

10-2

m. Jarak perpindahan bahan dari pengukusan ke penjemuran awal = 12,9 x

10-2

m dan jarak setelah perbaikan = 12,45 x 10-2

m, sehingga didapat perubahan

jarak sebesar 0,45 x 10-2

m. Jarak perpindahan bahan dari penjemuran ke

pengovenan awal = 21,8 x 10-2

m dan jarak setelah perbaikan = 21,4 x 10-2

m,

sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,4 x 10-2

m. Jarak perpindahan bahan

dari pengovenan ke penimbangan awal = 5,7 x 10-2

m dan jarak setelah perbaikan

= 5,65 x 10-2

m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,05 x 10-2

m. Jarak

perpindahan bahan dari penimbangan ke penggorengan awal = 11 x 10-2

m dan

jarak setelah perbaikan = 10 x 10-2

m, sehingga didapat perubahan jarak sebesar 1

x 10-2

m. Jarak perpindahan bahan dari penggorengan ke penirisan awal = 1,4 x

10-2

m dan jarak setelah perbaikan = 2,95 x 10-2

m, sehingga didapat perubahan

jarak sebesar 1,55 x 10-2

m. Jarak perpindahan bahan dari penirisan ke

penyimpanan awal = 3,5 x 10-2

m dan jarak setelah perbaikan = 3,4 x 10-2

m,

sehingga didapat perubahan jarak sebesar 0,1 x 10-2

m.

Page 218: TLPB 1-10. A6

`

216

Dampak dari perbaikan yang dilakukan terhadap industri Kerupuk Subur

adalah semakin pendeknya jarak perpindahan bahan sehingga penggunaan waktu

dalam industri semakin efektif dan efisien serta pekerja menjadi lebih leluasa

dalam melakukan pekerjaannya karena adanya gang yang telah dibuat berdasarkan

perhitungan yang telah dilakukan. Perbaikan tersebut menyebabkan industri

tersebut dapat berjalan optimal.

Page 219: TLPB 1-10. A6

`

217

BAB V

KESIMPULAN

Praktikan telah melakukan analisis hasil rancangan tata letak

menggunakan kriteria jarak perpindahan. Dengan berubahnya tata letak maka

akan menyebabkan perubahan jarak perpindahan. Melihat perbedaan yang terjadi

antara jarak perpindahan sebelum perbaikan dengan jarak perpindahan setelah

perbaikan dapat ditentukan apakah rancangan tata letak yang dibuat itu lebih baik

atau lebih buruk dari rancangan tata letak riil dalam industri.

Page 220: TLPB 1-10. A6

`

218

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2013. Macam dan Jenis Tata Letak/Plant Layout Pabrik-Berdasarkan

Produk Proses dan Bahan Baku-Product, Process & Stasion.

http://organisasi.org/macamdan_jenis_tataletak. Diakses tanggal 4 Mei 2013

pukul 19.00 WIB.

Adam, EEverett J dan Ebert, Ronald J. 1986. Production and Operational

Managements 3nd

edition. Prentice Hall Englewood. USA

Agung, Y dan Machfud. 1990. Perancangan Tata Letak Pada Industri Pangan.

Pusat Antar Universitas Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Apple, J.M. 1997. Tata Letak Pabrik dan Pemindahan Bahan. Institut Teknologi

Bandung. Bandung.

Apple, James M. 1990. Tata Letak Pabrik dan Penanganan Bahan. Terjemahan

Nurhayati, Mardiono, M.T. Penerbit Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Heizer, J Render B, 1988. Production and Operational Management Strategis and

Tactics 2nd

edition. Allyn and Bacon. USA.

Moore, J.M. 1962. Plant Layout Design. MacMillan Publishing Co, Mc. New

York. USA.

Wignjosoebroto, S. 1996. Ergonomi, Studi Gerak dan Studi Waktu. Penerbit Guna

Widya. Surabaya.

Page 221: TLPB 1-10. A6

`

219

LAMPIRAN

Page 222: TLPB 1-10. A6

`

220

Lampiran

Acara 2

Page 223: TLPB 1-10. A6

`

221

Page 224: TLPB 1-10. A6

`

222

PETA PROSES OPERASI

Nama Obyek : Kerupuk Subur

Dipetakan oleh : Kelompok A-6

Tanggal Pemetaan : Kamis, 14 Maret 2013

No. Peta : 01

Air (300 L) Penyedap Rasa (20kg) Garam (16 kg) Ikan Laut (4 kg) Bawang (5 kg) Tepung Kanji (60 kg)

Penimbangan Penimbangan Penimbangan Penimbangan Penimbangan Penimbangan

Timbangan Timbangan Timbangan Timbangan Timbangan Timbangan

Perebusan Pencampuran

90‟ Dandang 15‟ Bak

Pencampur

O-4

I-4

O-5

I-5

O-6

I-6

O-2

I-2

I

O-3

I-3

O-1

I-1

sds

ccs

csc

ccc

ccc

c

I

O-8

I-7

O-7

A

1. Peta Proses Operasi

Page 225: TLPB 1-10. A6

`

223

Pengadukan

30‟ Manual

Penggilingan

40‟ Mesin Giling

Pengepresan

Mesin Pres

Ulangi 2 kali

A

O-9

I-8

O-10

I-9

O-11

I-10

B

Page 226: TLPB 1-10. A6

`

224

Pencetakan

60‟ Bossan

5‟ Pengukusan

Ketel Uap

420‟ Penjemuran

Manual

B

O-14

I-13

O-15

I-14

O-16

I-15

C

Page 227: TLPB 1-10. A6

`

225

Gas

180‟ Pengovenan

Oven

45‟ Penimbangan

Minyak Goreng Timbangan

Kayu Bakar

180‟ Penggorengan

Manual

Daun Bawang

90‟ Penirisan

Manual

C

O-17

I-16

O-18

I-17

O-19

I-18

O-20

Ringkasan Waktu

Operasi 20

1155‟ Inspeksi 18

Penyimpanan 1

Page 228: TLPB 1-10. A6

`

226

2. Peta Aliran Proses

PETA ALIRAN PROSES

Pekerjaan: Pengolahan Tepung Kanji

Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 01

Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt

Operasi Orang Bahan

Inspeksi

Transportasi Sekarang Usulan

Menunggu Dipetakan oleh : A-6

Penyimpanan

Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013

Uraian Keterangan

Lambang Jarak

(m)

Jumlah

(kg)

Waktu

(s) Keterangan

Persiapan bahan baku ● 0 60 0 Karung

Pemindahan tepung ke

penimbangan

● 1,5 60 15

Manual

(karung)

Penimbangan tepung ● ● 0 60 90 Timbangan

Pemindahan tepung ke bak

pencampuran

● 2 60 120

Manual

(karung)

Pencampuran dengan bahan

tambahan

● 0 60 7020

Manual

(pengaduk

kayu)

Pemindahan bubur ke

penggiling

● 1,25 60 300

Manual

(ember)

Penggilingan bubur ●

● 0 60 2400

Masin

penggiling

Pemindahan adonan ke meja

tunggu

● 1,5 60 10 Manual

Penundaan adonan di meja

tunggu

● 0 60 600 Manual

Pemindahan adonan ke mesin

pengepresan

● 0,5 60 5 Manual

Pengepresan adonan ●

● 0 60 120

Mesin

pengepresan

Pemindahan adonan ke Bossan ● 1 60 10 Manual

Pencetakan adonan ● ● 0 60 2400 Bossan

Pemindahan kerupuk ke ketel

uap ● 2,5 60 600

Manual

(keranjang)

Page 229: TLPB 1-10. A6

`

227

PETA ALIRAN PROSES

Pekerjaan: Pengolahan Tepung Kanji

Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 01

Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt

Operasi Orang Bahan

Inspeksi

Transportasi Sekarang Usulan

Menunggu Dipetakan oleh : A-6

Penyimpanan

Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013

Uraian Keterangan

Lambang Jarak

(m)

Jumlah

(kg)

Waktu

(s) Keterangan

Pengukusan kerupuk ● ● 0 60 600 Ketel uap

Pemindahan ke alas jemur ● 2 60 5 Manual

Penataan kerupuk ● 0 60 300 Manual

Pemindahan ke tempat

penjemuran

● 60 20 Manual

Penjemuran kerupuk ● ● 0 60 21600 Manual

Pemindahan kerupuk ke lokasi

pemetikan

● 60 10 Manual

Pemetikan kerupuk ● 0 60 30 Manual

Pemindahan kerupuk ke alas

jemur

● 60 15 Manual

Pemindahan kerupuk ke oven ● 60 1200 Manual

Pengovenan kerupuk ● ● 0 60 10800 Oven

Pemindahan kerupuk dari oven

ke bak penampung

● 60 600 Manual

Penimbangan kerupuk ● ● 0 60 900 Timbangan

Pemindahan kerupuk ke

penggorengan

● 60 900 Manual

Penggorengan kerupuk ● ● 0 60 2700

Penggoreng

-an

Penirisan kerupuk ● 0 60 10 Manual

Pemberian daun bawang ● 0 60 5 Manual

Pemindahan kerupuk ke

rombong (penyimpanan)

● 60 600 Manual

Penyimpanan di rombong ● 0 60 900

Manual

(rombong)

Page 230: TLPB 1-10. A6

`

228

PETA ALIRAN PROSES

Pekerjaan: Pengolahan Bawang

Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 02

Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt

Operasi Orang Bahan

Inspeksi

Transportasi Sekarang Usulan

Menunggu Dipetakan oleh : A-6

Penyimpanan

Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013

Uraian Keterangan

Lambang Jarak

(m)

Jumlah

(kg)

Waktu

(s) Keterangan

Persiapan bawang ● ● 0 5 900 Manual

Pemindahan ke lokasi

penimbangan

● 2 5 30 Manual

Penimbangan bawang ● ● 0 5 20 Timbangan

Pemindahan bawang ke bak

pencampuran

● 1 5 300 Manual

Pencampuran bawang dengan

bahan baku dan bahan

tambahan lain

● 0 5 7020 Manual

Page 231: TLPB 1-10. A6

`

229

PETA ALIRAN PROSES

Pekerjaan: Pengolahan Ikan Laut

Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 03

Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt

Operasi Orang Bahan

Inspeksi

Transportasi Sekarang Usulan

Menunggu Dipetakan oleh : A-6

Penyimpanan

Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013

Uraian Keterangan

Lambang Jarak

(m)

Jumlah

(kg)

Waktu

(s) Keterangan

Persiapan ikan laut ● ● 0 4 5 Manual

Pemindahan ke lokasi

penimbangan

● 2 4 30 Manual

Penimbangan ikan laut ● ● 0 4 10 Timbangan

Pemindahan ikan laut ke bak

pencampuran

● 1 4 300 Manual

Pencampuran ikan laut dengan

bahan baku dan bahan

tambahan lain

● 0 4 7020 Manual

Page 232: TLPB 1-10. A6

`

230

PETA ALIRAN PROSES

Pekerjaan: Pengolahan Garam

Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 04

Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt

Operasi Orang Bahan

Inspeksi

Transportasi Sekarang Usulan

Menunggu Dipetakan oleh : A-6

Penyimpanan

Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013

Uraian Keterangan

Lambang Jarak

(m)

Jumlah

(kg)

Waktu

(s) Keterangan

Persiapan garam ● 0 16 5 Manual

Pemindahan ke lokasi

penimbangan

● 2 16 30 Manual

Penimbangan garam ● ● 0 16 10 Timbangan

Pemindahan garam ke bak

pencampuran

● 1 16 300 Manual

Pencampuran garam dengan

bahan baku dan bahan

tambahan lain

● 0 16 7020 Manual

Page 233: TLPB 1-10. A6

`

231

PETA ALIRAN PROSES

Pekerjaan: Pengolahan Penyedap Rasa

Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 05

Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt

Operasi Orang Bahan

Inspeksi

Transportasi Sekarang Usulan

Menunggu Dipetakan oleh : A-6

Penyimpanan

Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013

Uraian Keterangan

Lambang Jarak

(m)

Jumlah

(kg)

Waktu

(s) Keterangan

Persiapan penyedap rasa ● 0 20 5 Manual

Pemindahan ke lokasi

penimbangan

● 2 20 30 Manual

Penimbangan penyedap rasa ● ● 0 20 10 Timbangan

Pemindahan penyedap rasa ke

bak pencampuran

● 1 20 300 Manual

Pencampuran penyedap rasa

dengan bahan baku dan bahan

tambahan lain

● 0 20 7020 Manual

Page 234: TLPB 1-10. A6

`

232

PETA ALIRAN PROSES

Pekerjaan: Pengolahan Air

Kegiatan Sekarang Usul Beda No. Peta : 06

Jml Wkt Jml Wkt Jml Wkt

Operasi Orang Bahan

Inspeksi

Transportasi Sekarang Usulan

Menunggu Dipetakan oleh : A-6

Penyimpanan

Total Tanggal dipetakan : 14 Maret 2013

Uraian Keterangan

Lambang Jarak

(m)

Jumlah

(L)

Waktu

(s) Keterangan

Persiapan air ● 0 300 0 Manual

Pemindahan air ke dandang ● 1 300 30

Manual

(selang)

Pengukuran volume ● ● 0 300 10 Manual

Pemindahan air ke bak

pencampuran

● 0,5 300 5 Manual

Pencampuran air dengan bahan

baku dan bahan tambahan lain ● 0 300 7020 Manual

Page 235: TLPB 1-10. A6

`

233

3. Diagram Alir

8

Page 236: TLPB 1-10. A6

`

234

Keterangan:

Huruf

A = Area penyimpanan bahan baku dan pencampuran bahan

B = Area penggilingan, pengepresan dan pencetakan bahan

C = Area pengukusan

D = Area penggorengan dan pencetakan

E = Area pengovenan

F = Area penjemuran bagian depan

G = Area penjemuran bagian belakang

H = Tempat penyimpanan kayu

Angka

1 = Bak pencucian bahan-bahan yang akan digunakan

2 = Tungku

3 = Bak pencampuran bahan

4 = Mesin penggiling adonan

5 = Mesin pengepres adonan

6 = Meja tunggu

7 = Mesin pencetak/Bosan I

8 = Ketel uap

9 = Tempat penirisan

10 = Wajan penggorengan II

11 = Wajan penggorengan I

12 = Mesin pencetak/Bosan II

13 = Tempat kerupuk yang dikeluarkan dari oven

14 = Oven

15 = Tempat penyimpanan kerupuk yang telah dijemur

16 = Timbangan (untuk menimbang tepung dalam karung)

17 = Tempat penyimpanan tepung

Tepung Kanji

Air

Ikan

Garam

Bawang

Penyedap

Adonan

Page 237: TLPB 1-10. A6

`

235

Lampiran

Acara 3

Page 238: TLPB 1-10. A6

236

Route Sheet

1. Tepung Kanji

No Operasi Alat Waktu

baku

Kap.aktual

(mnt/kg) Eff

Scrap

(%)

Jml

diharapkan

(kg/hari)

Jml

disiapkan

(kg/hari)

Jumlah

Tenaga

Kerja

1 Penimbangan Timbangan 6,244 0,104 0,3 0,011 309,796 313,241 0,181

2 Pencampuran Manual 144 2,4 0,24 0,002 309,177 309,796 2,47

3 Pengadukan Manual 30 1 0,19 0 309,177 309,177 2,712

4 Penggilingan/Pengadonan Mesin giling 40 3,5 0,583 0,006 307,322 309,177 3,09

5 Pengepressan Mesin press 2 0,2 0,03 0,003 306,400 307,322 3,4

6 Pencetakan Bossan 60 0,012 0,1 0,001 306,094 306,400 0,061

7 Pengukusan Ketel uap 5 0,004 0,0083 0 306,094 306,094 0,246

8 Penjemuran Manual 360 2,5 0,6 0,013 302,115 306,094 2,143

9 Pengovenan Oven 180 0,3 0,3 0 302,115 302,115 0,504

10 Penimbangan Timbangan 45 0,15 0,075 0,007 300 302,115 1,007

11 Penggorengan Wajan 120 0,89 0,2 0 300 300 2,225

12 Penirisan Saringan 90 0,89 0,2 0 300 300 2,225

2. Garam

No Operasi Alat Waktu

baku

Kap.aktual

(mnt/kg) Eff

Scrap

(%)

Jml

diharapkan

(kg/hari)

Jml

disiapkan

(kg/hari)

Jumlah

Tenaga

Kerja

1 Penimbangan Timbangan 0,167 0,01 0,000278 0 16,413 16,413 0,982

2 Pencampuran bahan Manual 114 7,125 0,19 0 16,413 16,413 1

Page 239: TLPB 1-10. A6

237

3. Bawang Putih

No Operasi Alat Waktu

baku

Kap.aktual

(mnt/kg) Eff

Scrap

(%)

Jml

diharapkan

(kg/hari)

Jml

disiapkan

(kg/hari)

Jumlah

Tenaga

Kerja

1 Penimbangan Timbangan 0,5 0,1 0,00083 0 5,129 5,129 1,004

2 Pencampuran bahan Manual 114 22,8 0,19 0 5,129 5,129 1

4. Ikan Laut

No Operasi Alat Waktu

baku

Kap.aktual

(mnt/kg) Eff

Scrap

(%)

Jml

diharapkan

(kg/hari)

Jml

disiapkan

(kg/hari)

Jumlah

Tenaga

Kerja

1 Penimbangan Timbangan 0,167 0,01 0,000278 0 4,103 4,103 0,0068

2 Pencampuran bahan Manual 114 28,5 0,19 0 4,103 4,103 1,025

5. Air

No Operasi Alat Waktu

baku

Kap.aktual

(mnt/kg) Eff

Scrap

(%)

Jml

diharapkan

(kg/hari)

Jml

disiapkan

(kg/hari)

Jumlah

Tenaga

Kerja

1 Pengukuran Jerigen 3 0,011 0,005 0 273,345 273,345 0,979

2 Perebusan Tungku api 90 0,337 0,15 0 273,345 273,345 0,991

3 Pengadukan Manual 144 0,427 0,19 0 273,345 273,345 1

Page 240: TLPB 1-10. A6

238

Bahan Tepung Kanji Garam Bawang Putih Ikan Laut Penyedap Rasa Air

Jumlah Tenaga

Kerja

Teoritis Aktual

Mes

in/S

tasi

un K

erja

Penimbangan,

Pencampuran

0,180 2,47 0,982 1 1,004 1 0,0068 1,025

7,67 8

Pengukuran,

Perebusan

0,979 0,991

1,97 2

Pengadukan

2,712 1

3,712 4

Penggilingan/

Pengadonan

3,09

3,09 4

Pengepresan

3,4

3,4 4

Pencetakan

0,061

0,061 1

2

6

5

4

3

1 2 1 2 1 2 1 2

1 2

1

3

Page 241: TLPB 1-10. A6

239

Pengukusan

0,246

0,246 1

Penjemuran

2,143

2,143 3

Pengovenan

0,504

0,504 1

Penggorengan,

Penirisan

2,225 2,225

4,45 5

8

9

10

7

11

Page 242: TLPB 1-10. A6

240

Lampiran

Acara 5

Page 243: TLPB 1-10. A6

241

Page 244: TLPB 1-10. A6

242

Lampiran

Acara 6

Page 245: TLPB 1-10. A6

243

Form Diagram Keterkaitan Kegiatan

DIAGRAM KETERKAITAN KEGIATAN

Nama Obyek : DKK Industri Kerupuk

Dipetakan Oleh : Kelompok A-6

Tanggal Pemetaan : 18 April 2013

No. Peta : 01

A- E-

X-

7

Pengukusan

I- 8,9 O-

A- 10E-

X-

9

Pengovenan

I- 11 O-

A- E-

X-

8

Penjemuran

I- 9 10 O-

A- E-

X-

13

Penyimpanan

I- O-

A-13 E-

X-

12

Penirisan

I- O-

A-5 6 E-

X-

4

Penggilingan

I-

O-

A-6 E-

X-

5

Pengepressan

I- 7 O-

A-3,4 E-

X-

2

Pencampuran

I-5 6,7 O-

A-7 E-

X-

6

Pencetakan

I- 8

O-

A-4 E-

X-

3

Pengadukan

I- 5,6

7 O-

A-2 3E-

X-

1

Penimbangan

I- 4,5,6,7 O-

A-12 13E-

X-

11

Penggorengan

I-

O- A-11 E-

X-

10

Penimbangan

I- 13 O-

Page 246: TLPB 1-10. A6

244

Tabel Derajat Kedekatan

No Kegiatan Derajat Kedekatan

A E I O U X

1. Penimbangan (bahan

mentah) 2 3 - 4,5,6,7

8,9,10,11

,12,13 -

2. Pencampuran 3,4 - 5 6,7 8,9,10,11

,12,13 -

3. Pengadukan 4 - 5,6 7 8,9,10,11

,12,13 -

4. Penggilingan 5 6 - - 7,8,9,10,

11,12,13 -

5. Pengepressan 6 - - 7 8,9,10,11

,12,13 -

6. Pencetakan 7 - 8 - 9,10,11,

12,13 -

7. Pengukusan - - - 8,9 10,11,12,

13 -

8. Penjemuran - - 9 10 11,12,13 -

9. Pengovenan - 10 11 - 12,13 -

10. Penimbangan 11 - 13 - 12 -

11. Penggorengan 12 13 - - - -

12. Penirisan 13 - - - - -

13. Penyimpanan - - - - - -

Page 247: TLPB 1-10. A6

245

Lampiran

Acara 7

Page 248: TLPB 1-10. A6

246

Tabel Luas Lantai

Luas Lantai Ruang Produksi

Nama Stasiun

Kerja Nama Mesin

Jumlah

Mesin

Dimensi

Mesin (m)

Kelonggar

-an Mesin Luas 1 Mesin Kelonggaran (m

2)

Total Luas 1

Stasiun Kerja P L (m

2) (m

2)

Bahan

Jadi

Operator Transport

1 2 3 4 5 6 7=3 x [(4 x 5)+6] 8 9 10 11=7+8+9+10

Penimbangan Timbangan 4 0,90 0,53 - 1,908 - 0,90 - 2,81

Pencampuran Manual 4 1,70 0,71 - 4,828 - 1,70 - 6,53

Pengadukan Manual 4 1,30 0,80 - 4,160 - 1,30 - 5,46

Penggilingan Mesin giling 4 1,26 0,67 - 3,377 - 1,26 - 4,64

Pengepressan Alat press 4 0,80 0,60 - 1,92 - 0,80 - 2,72

Pencetakan Bossan 1 1,97 1,80 - 3,546 - 3,94 - 7,49

Pengukusan Ketel uap 1 2,45 1,15 4,7 7,517 - 2,45 - 9,97

Penjemuran Manual 3 22,6 9,40 - 637,32 - 22,60 - 659,92

Pengovenan Oven 1 2,83 1,9 1,509 6,886 - 2,83 - 9,72

Penimbangan Timbangan 2 0,5 0,25 - 0,375 3,28 1 0 4,655

Penggorengan Wajan 2 1,00 1,00 - 2,00 0,125 1 0,5 3,62

Penirisan Saringan 2 1,90 0,87 - 3,306 - 1,90 - 5,21

Penyimpanan Rombong 1 0,84 0,54 - 0,454 - 0,84 - 1,29

Page 249: TLPB 1-10. A6

247

Tabel Luas Gudang

Nama

Bahan

Kebutuh-

an /hari

(kg)

Periode

Simpan

(hr)

Jumlah

Bahan

Disimp

-an

(kg)

Berat

1

Kema

san

(kg)

Jumlah

Bahan

Disimpa

n 1 per

Dimensi

Kemasan

p x l x t

Jumlah

Kemasan

dalam 1

Tumpukan

Jumlah

Tumpuk-

an dalam

Ruang

Luas

tum-

pukan

(m2)

Kelong

-garan

Total

Luas

(m2)

Tepung

Kanji 60 12 720 50 14

90 x 56 x

20 3 14 3,528 2,80 4,816

Garam 16 75 1200 0,5 2400

20 x 17 x

3 40 60 2,04 4,5 6,54

Page 250: TLPB 1-10. A6

248

Lampiran

Acara 8

Page 251: TLPB 1-10. A6

249

Page 252: TLPB 1-10. A6

250

Page 253: TLPB 1-10. A6

251

Keterangan:

1. Penimbangan

2. Pengadukan

3. Pencampuran

4. Penggilingan

5. Pengepressan

6. Pencetakan

7. Pengukusan

8. Penjemuran

9. Pengovenan

10. Penimbangan kerupuk mentah

11. Penggorengan

12. Penirisan

13. Penyimpanan kerupuk matang

14. Tempat peletakan kerupuk mentah yang akan digoreng

15. Penyimpanan kerupuk mentah setelah dijemur

Page 254: TLPB 1-10. A6

252

Lampiran

Acara 9

Page 255: TLPB 1-10. A6

253

Page 256: TLPB 1-10. A6

254