titipan onyo

8
Penggunaan Cairan Salin Hipertonik Intravena di PGD Timothy E. Brenkert, MD,* Cristina M. Estrada, MD,fi Sheila P. McMorrow, MD,fi and Thomas J. Abramo, MDfi Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penggunaan, dosis, dan cara pemberian cairan salin hipertonik intravena (IHS) di PGD Metode : Penelitian ini merupakan ulasan retrospektif dari bagan yang berisi pasien-pasien berusia 0 sampai 18 tahun yang diberikan IHS sebagai bagian dari penanganan mereka di PGD, yang mana angka pertahunnya mencapai lebih dari 50.000 kunjungan Hasil : Selama hampir 4 tahun, 56 pasien mendapat IHS sebagai bagian dari penanganan pasien gawat darurat. Skenario klinis untuk pemberian IHS antara lain cedera otak traumatis, dengan tekanan intrakranial meningkat pada 19 pasien (34%), ketoasidosis diabetikum dengan penurunan kesadaran pada 18 pasien (32%), hiponatremi tanpa episode kejang pada 6 pasien (10,7%), kejang hiponatremi pada 3 pasien (5,4%), dan penurunan kesadaran akibat nontraumatik, non-diabetik ketoasidosis pada 10 pasien (17,9%). Usia median dari pasien adalah 11,3 tahun (jarak antar kuartil 6-13,9 tahun). Pasien-pasien tersebut menerima terapi IHS dengan median dosis 4,1 mL/kg (jarak antar kuartil, 3,08-5 mL/kg). Median waktu pemberian IHS adalah 17 menit, dengan 87% dosis diberikan via kateter intravena perifer. Kira-kira seperempat pasien (26,8%) menerima dosis mereka dalam 10 menit atau

description

fw

Transcript of titipan onyo

Page 1: titipan onyo

Penggunaan Cairan Salin Hipertonik Intravena di PGD

Timothy E. Brenkert, MD,* Cristina M. Estrada, MD,fi Sheila P. McMorrow, MD,fiand Thomas J. Abramo, MDfi

Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penggunaan, dosis, dan cara

pemberian cairan salin hipertonik intravena (IHS) di PGD

Metode : Penelitian ini merupakan ulasan retrospektif dari bagan yang berisi pasien-

pasien berusia 0 sampai 18 tahun yang diberikan IHS sebagai bagian dari penanganan

mereka di PGD, yang mana angka pertahunnya mencapai lebih dari 50.000 kunjungan

Hasil : Selama hampir 4 tahun, 56 pasien mendapat IHS sebagai bagian dari

penanganan pasien gawat darurat. Skenario klinis untuk pemberian IHS antara lain

cedera otak traumatis, dengan tekanan intrakranial meningkat pada 19 pasien (34%),

ketoasidosis diabetikum dengan penurunan kesadaran pada 18 pasien (32%),

hiponatremi tanpa episode kejang pada 6 pasien (10,7%), kejang hiponatremi pada 3

pasien (5,4%), dan penurunan kesadaran akibat nontraumatik, non-diabetik

ketoasidosis pada 10 pasien (17,9%). Usia median dari pasien adalah 11,3 tahun

(jarak antar kuartil 6-13,9 tahun). Pasien-pasien tersebut menerima terapi IHS dengan

median dosis 4,1 mL/kg (jarak antar kuartil, 3,08-5 mL/kg). Median waktu pemberian

IHS adalah 17 menit, dengan 87% dosis diberikan via kateter intravena perifer. Kira-

kira seperempat pasien (26,8%) menerima dosis mereka dalam 10 menit atau kurang,

dengan 7,2% pasien menerima bolus IHS dalam 3 menit atau kurang. Kami tidak

menemukan adanya efek samping.

Kesimpulan : Tren penggunaan cairan salin hipertonik intravena meningkat dalam

penanganan PGD. Dalam situasi gawat darurat, kisaran dosis penggunaan yang paling

sering digunakan adalah 3 sampai 5 ml/kg dan tidak memerlukan akses ke vena

sentral untuk pemberian infus cepat.

Kata kunci : hypertonic saline, 3% saline, traumatic brain injury, TBI, diabetic

ketoacidosis

(Pediatr Emer Care 2013;29: 71-73)

Penggunaan cairan salin hipertonik intravena (IHS) telah disebutkan dalam

manajemen cedera otak traumatik (TBI), hiponatremi, dan edema serebral akibat dari

beberapa etiologi seperti ketoasidosis diabetik (DKA). Dengan memberikan

perbedaan tekanan osmotik antara ruang intraselular dan intravaskular, salin

Page 2: titipan onyo

hipertonik (HS) tebukti dapat menurunkan tekanan intrakranial (ICP).1 Pemberian HS

juga memberikan perbaikan pada edem serebral dengan melakukan down-regulation

pada glial membrane water channel aquaporin 4.2 Penggunaannya memiliki banyak

efek samping yang potensial, seperi sindrome demiaelinasi osmotik (ODS),

Insufisiensi renal akut, tromboplebitis, dan abnormalitas hematologi seperti

koagulopati. Meskipun begitu, beberapa penelitian sebelum ini menunjukkan bahwa

efek samping ini tidak begitu signifikan, terutama jika diberikan pada dosis terapetik

umum.3-5 Ketertarikan pada penggunaan HS muncul setelah ia terbukti sama

efektifnya dengan manitol dalam menurunkan tekanan intrakranial dan tidak

memberikan efek samping hipovolemia.6 Namun, diluar kasus TBI, bukti-bukti

penggunaan HS untuk anak tidak banyak ditemukan, kebanyakan penggunaan HS

selain untuk kasus TBI adalah dalam setting perawatan intensif. Tujuan penelitian ini

adalah untuk menunjukkan dosis, cara pemberian dan penggunaan klinis dari IHS

pada pasien-pasien kritis dalam lingkup PGD onset akut.

METODE

Penelitian ini merupakan sebuah penelitian deskriptif belah-lintang, retrospektif

terhadap pasien yang dirawat di rumah sakit anak dengan kapasitas bed pasien gawat

darurat pediatrik sebangan 35 buah, dengan 55.000 jumlah pasien pertahunnya.

Populasi penelitian ditentukan menggunakan rekaman farmasi. Rekaman dari farmasi

karena cairan salin hipertonik tidak disimpan di UGD dan harus diambilkan dari

bagian rawat inap jika dokter meresepkannya. Oleh karena itu, rekam medik benar-

benar diambil dari pasien-pasien akut, dimana dokter memesan cairan salin hipertonik

tersebut saat pasien berada diUGD. Pasien-pasien yang rekam medisnya tidak

mengindikasikan pemberian IHS tidak dimasukkan dalam penelitian ini. Karakteristik

demografik dan klinis dipindahkan dari catatan medis pasien ke dalam lembaran data

yang sama. Variabel yang tidak ditulis sebagai hadir atau tidak hadir disebut sebagai

variabel tak tercatat. Lokasi pemberian obat diambil langsung dari catatan

keperawatan. Akses vena sentral antara lain akses intraosseous dan kateter jugularis

eksternal. Semua waktu dan dosis obat diambil dari dokumentasi keperawatan, bila

ada. Waktu penyuntikan intravena yang tertulis pada rekan medik dibatasi hingga 3

menit. Penentukan waktu administrasi ini berdasarkan kebijakan bagian dan SOP

yang mencantumkan bahwa penyuntikan cairan intravena harus diberikan dalam

hitungan detik hingga tidak lebih dari 3 menit. Semua nilai natrium diperoleh dari

Page 3: titipan onyo

panel metabolik dasar atau berupa komponen dari gas darah vena. Indikasi pemberian

HS dilakukan oleh dokter di PGD yang dicocokkan kembali dengan data resume saat

pasien pulang untuk memastikan diagnosis/kategorisasinya benar. Seluruh catatan

medis yang mengandung data kunjungan pasien-pasien gawat darurat, catatan perawat

di rawat inap, serta catatan resume pulang pasien atau laporan kematian diteliti untuk

menemukan adakah efek samping dari pemberian HIS. Persetujuan dari komite medik

internal telah diperoleh sebelumnya.

HASIL

Terdapat 56 pasien (usia 0-18 tahun0 yang mendapatkan HIS sebagai bagian dari

penanganan kegawatan pediatrik dalam kurun waktu 4 tahun (oktober 2006-

september 2010). Pada semua kasus, pasien mendapatkan HS dengan kadar 3%. 29

pasien (52%) berjenis kelamin laki-laki. 43 pasien (77%) adalah ras kulit putih, dan

13 pasien (23%) merupakan ras Afro-Amerika. 50 persen kasus terjadi dalam kurun

waktu 12 bulan terakhir. Skenario klinis untuk pemberian HIS antara lain TBI dengan

peningkatan TIK pada 19 pasien (34%), DKA dengan penurunan kesadaran pada 18

kasus (32%), hiponatremi tanpa kejang pada 6 kasus (10,7%), kejang hiponatremik

(5,4%), dan penurunan kesadaran sebagai akibat dari penyebab nontraumatik dan non

DKA pada 10 pasien (17,9%). Etiologi dari penurunan kesadaran pada 10 pasien

terakhir ini antara lain perdarahan intrakranial (n-5), infeksi (n-2), cedera otak anoksik

(n-2), dan glioma batang otak (n-1). Median usia dari pasien adalah 11,3 tahun (jarak

antar kuartil 6-13,9 tahun) menerima dosis HIS dengan median sebesar 4,1 mL/kg

(jarak antar kuartil 3,08-5 mL/kg). Pasien termuda yang menerima HS berusia 1

bulan. Satu pasien menderita hiponatremi tanpa kejang, pasien yang lain menderita

TBI. Dosis HIS terbesar yang diberikan adalah 12,1 mL/kg. Dosis ini diberikan

kepada pasien berusia 36 bulan yang datang dengan kadar natrium serum 105 mEq/L

dan memiliki riwayat fistel trakeoesofageal. Pemberian infus HS dilakukan dalam

waktu 120 menit melalui kateter vena perifer.

Median waktu pemberian HIS adalah 17 menit (jarak antar kuarrtil, 10-30 menit).

Kira-kira seperempat dari seluruh pasien (26,8%), menerima dosis dalam waktu 10

menit atau kurang, dengan 7,2% dari seluruh pasien menerima dosis tersebut dalam

waktu hanya 3 menit atau kurang. 12 dari 15 pasien yang diberikan dosis dalam waktu

10 menit atau kurang menerima dosis tersebut melalui jalur kateter perifer, termasuk

juga 4 pasien yang mendapatkan bolus 3 menit atau kurang.

Page 4: titipan onyo

Lokasi pemberian HS hanya dapat dilihat pada 53 rekam medis dari keseluruhan 56.

87 % pemberiannya melalui jalur perifer, dan 13% sisanya diberikan melalui jalur

sentral, jalur intraosseus, atau kateter vena jugularis eksterna. Ukuran kateter

(abbocath) vena perifer tidak tercatat pada tiga perempat pasien (76%). 1 pasien

menerima infus dengan aboket berukuran 24. Pasien tersebut berusia 2 bulan dan

menerima dosis 2mL/kg selama 15 menit melalui aboket 24 pada tangan kiri tanpa

komplikasi.

Kami tidak menemukan adanya bukti efek samping dari pemberian HIS pada pasien

di PGD (Tabel 1)

DISKUSI

Cairan salin hipertonik telah digunakan sejak tahun 1919 dimana saat itu ditemukan

adanya efek penurunan volume otak ketika diberikan pada kucing.5 meskipun

mannitol masih tetap lebih banyak digunakan dalam kasus-kasus TBI sebagai agen

hiperosmotik, namun banyak bukti yang menuliskan tentang keuntungan potensial

dari HS. Meskipun banyak penelitian tentang penggunaan HS pada pediatrik

merupakan penelitian retrospektif, namun terdapat data yang cukup untuk menjadi

bukti bahwa HS pantas untuk dijadikan satu pilihan terapi hiperosmolar pada

guideline penanganan cedera kepala pada anak.7

Fisher et al8 menjelaskan kemampuan HS untuk mengurangi TIK dibandingkan

dengan normal salin. Setelah pemberian 0,9% dan 3% salin, pemantauan TIK yang

dilakukan menunjukkan reduksi yang cukup signifikan dengan pemberian HS.

Peterson et al9 melakukan review tentang penggunaan HS dalam kondisi keadaan

kritis sebagai suatu penanganan pasien dengan cedera kepala tertutup. 68 anak

menerima infus HIS untuk menjaga TIK tetap kurang dari 20mmHg. Pasien-pasien ini

ternyata mempunyai angka mortalitas yang lebih rendah dari skor Trauma and Injury

Severity Score, dan tidak ada efek samping hiperosmolaritas yang terjadi. Khanna et

al 10 memberikan HS pada 10 pasien dnegan cedera kepala dan peningkatan TIK yang

resisten terhadap terapi konvensional, termasuk terapi mannitol. Pasien-pasien

tersebut diberikan infus HS secara kontinyu dengan sliding scale untuk

mempertahankan TIK normal. Terapi yang diberikan tersebut memberikan hasil

berupa penurunan TIK dan poeningkatan tekanan perfusi serebral. Pasien-pasien

dengan TBI mewakili kelompok terbesar yang menerima terapi HS dalam penelitian

kami ini. Meskipun pengukuran tekanan intrakranial tidak dilakukan dan tidak ada

Page 5: titipan onyo

komentart yang bisa diberikan mengenai efektifitas maupun dampak pada outcome

nya, cairan salin 3% tampaknya aman untuk digunakan pada pasien-pasien dalam

onset akut.

Kira-kia sepertiga dari pasien-pasien dalam penelitian ini menerima terapi HS karena

menderita DKA dengan edem serebral. Insidensi edem serebral yang berhubungan

dengan DKA berkisar antara 0,2% hingga 1%.11 Suatu penyataan dari konsensus

penanganan DKA pada anak dan dewasa merekomendasikan manitol untuk

menangani edema serebral yang mungkin terjadi. Namun, diuresis