TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum...

143
UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (DESCENTE) DALAM PEMBUKTIAN SIDANG PERKARA PERDATA SKRIPSI RIEYA APRIANTI 0806461783 FAKULTAS HUKUM PROGRAM SARJANA DEPOK JULI, 2012 Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Transcript of TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum...

Page 1: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

UNIVERSITAS INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (DESCENTE)

DALAM PEMBUKTIAN SIDANG PERKARA PERDATA

SKRIPSI

RIEYA APRIANTI 0806461783

FAKULTAS HUKUM PROGRAM SARJANA

DEPOK JULI, 2012

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 2: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

UNIVERSITAS INDONESIA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (DESCENTE)

DALAM PEMBUKTIAN SIDANG PERKARA PERDATA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

RIEYA APRIANTI 0806461783

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

KEKHUSUSAN PRAKTISI HUKUM DEPOK

JULI, 2012

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 3: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Rieya Aprianti

NPM : 0806461783

Tanda Tangan :

Tanggal : 10 Juli 2012

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 4: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Rieya Aprianti

NPM : 0806461783

Program Studi : Ilmu Hukum (Praktisi Hukum)

Judul : “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (DESCENTE) DALAM PEMBUKTIAN SIDANG PERKARA PERDATA“ Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Program Kekhususan Praktisi Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI Pembimbing : Sri Laksmi Anindita, S. H., M. H. (.................................)

Pembimbing : Disriani Latifah, S. H., M.H., M. Kn. (.................................)

Penguji : Chudry Sitompul, S. H., M. H. (.................................)

Penguji : Sonyendah Retnaningsih, S. H., M. H. (.................................)

Penguji : Febby Mutiara Nelson, S. H., M. H (.................................)

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 10 Juli 2012

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 5: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

iv

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan

rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana

Hukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas

Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, serta doa dari

berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini,

sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

(1) Yth. Bapak Chudry Sitompul, S.H., M.H. selaku Ketua Program

Kekhususan III Praktisi Hukum yang telah meloloskan judul skripsi penulis,

sehingga penulis dapat memulai penyusunan skripsi dengan topik yang

penulis angkat ini;

(2) Yth. Ibu Sri Laksmi Anindita, S.H., M.H. selaku pembimbing materi yang

dari awal hingga akhir selalu memberikan masukan kritis guna

memperlancar dan menghasilkan materi skripsi yang baik dan terarah.

Penulis sangat kagum dengan beliau yang sangat teliti dan cermat dalam

memeriksa dan mengoreksi kata per kata, lembar demi lembar, dan

membantu mensinkronisasi tulisan penulis dari satu bab ke bab lainnya

dalam skripsi ini. Beliau juga selalu memberikan ‘pekerjaan rumah’ pada

saat bimbingan, yang bahkan sering menanyakan materi-materi dasar untuk

menguji kemampuan penulis dalam menjawab pertanyaan pada saat

bimbingan. Tanpa beliau, skripsi ini mungkin tidak akan pernah selesai dan

dapat diuji sebagai sebuah karya ilmiah. Terima kasih Mbak Amy atas

keikhlasannya menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan

penulis dalam penyusunan skripsi ini.

(3) Yth. Ibu Disriani Latifah, S.H., M.H., M.Kn. selaku pembimbing teknis

yang sangat detail dalam membaca, memeriksa, dan menemukan kesalahan

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 6: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

v

sekecil apapun dalam tulisan penulis. Penulis sangat bangga dapat menjadi

anak bimbingan beliau yang sangat pengertian dan perhatian, bahkan beliau

tidak hanya memberikan bimbingan teknis, namun ikut serta memberikan

masukan-masukan tentang materi dalam pokok pembahasan skripsi penulis,

baik pada saat bimbingan maupun pada saat topik skripsi ini dalam tahap

sidang panel. Penulis juga senantiasa diajarkan untuk konsisten dalam

penulisan, yang membuat penulis menjadi lebih cermat dan teliti. Terima

kasih Mbak Disri atas semua jasa-jasa yang telah diberikan.

(4) Seluruh pengajar dan staf di Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang

telah berjasa dalam memberikan bimbingan dan bekal ilmu pengetahuan

dalam bidang hukum.

(5) Ibunda tercinta, Erni Ariyani Vivianti , malaikat dalam kehidupan penulis

yang selalu memberi dukungan baik moril maupun materiil serta tidak

pernah letih berjuang dan bekerja keras demi melihat anak-anaknya dapat

meraih kehidupan yang lebih baik. Terima kasih untuk setiap pengorbanan,

kerja keras, dan doa yang dipanjatkan untuk anak-anakmu. Terima kasih

untuk setiap peluh keringat yang pernah mengalir dan untuk setiap air mata

yang pernah menetes. Terima kasih untuk cinta yang luar biasa untuk

anakmu ini. Semua jasa dan pengorbananmu mungkin tidak akan pernah

bisa terbayar selama perjalanan hidup penulis kelak;

(6) Nenek terkasih, Endang Setianingsih, yang juga telah merawat dan

mendidik penulis sejak kecil; om Edi yang banyak membantu dan

memberikan pelajaran dalam hidup. Serta kepada saudara-saudara penulis,

Sandi Ermawan, Doni Apriansa, Elisa Gusti Rahayu, Randi Wijaya,

Renita Dinda Larasati, Nur Hayati, dan Henny Sofianti yang juga telah

memberi motivasi secara tidak langsung kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini;

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 7: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

vi

(7) Kepada forum empat serangkai, Vannia Alienjhon, Prakoso Anto

Nugroho, dan Nirmala Azizah yang tidak pernah absen mengganggu hari-

hari yang dilewati oleh penulis, yang selalu menemani penulis dalam

menjalani suka dan duka dalam menghadapi kerasnya perjuangan dalam

dunia perkuliahan, yang senantiasa berbagi pengalaman dan cerita dalam

bentuk apapun, berbagi kesedihan, tawa dan canda, serta menjadi pelipur

lara saat penulis dalam kegundahan yang berkepanjangan;

(8) Sahabat penulis Maria Yudithia, orang yang selalu menjadi tempat untuk

menumpahkan cerita dan keluh kesah dari jauh sebelum topik skripsi ini

diangkat sampai dengan proses pembuatan skripsi ini selesai. Semoga kelak

impianmu menjadi seorang hakim dalam institusi pengadilan dapat

terwujud. Selanjutnya untuk rekan sesama PK III, Femi Angraini , yang

hampir keseluruhan mata kuliah yang penulis ambil selalu ditempuh

bersamanya, yang sedikit banyak juga sering menjadi tempat curahan hati

penulis dalam suka duka selama menempuh bangku perkuliahan;

(9) Kepada teman-teman yang juga senasib dan sepenanggungan selama kuliah

di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Revina Ani Yosepa, Vannia

Nurjanitra, Dian Kirana, Aya Sofia, Vina Aliya, Sokhib Nur Prasetyo,

Rizky Fauziah Putri, Diany Maya Anindita, dan Firizky Ananda. Kelak

suatu saat nanti penulis pasti akan merindukan momen-momen bersama

kalian. Teman-teman yang selalu berbagi keceriaan dan kekonyolan, Liza

Farihah, Fathan Nautika, Derry Patra Dewa, Gede Aditya Pratama,

Radian Adi Nugraha, Riko Fajar Romadhon, Endah Dewi Purbasari,

Fadillah Isnan, dan Agung Sudrajat yang walaupun cenderung konyol

namun mereka memiliki pandangan dan pengetahuan yang luar biasa dalam

bidang hukum;

(10) Sahabat sekaligus keluarga yang menjadi sepotong bagian terbaik dalam

perjalanan hidup penulis, M. Arditama Febrianza, Tiara Rahmawati,

Yudion Atria Ismail – my twin soul and true best friend. Not many words

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 8: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

vii

to be verbalized between us -as usual- but you always, ALWAYS know that

you’re a great coffee-time mate, a rational nature to match my sentimental

one, and you mean a lot -every friendship could ever meant- to me!;

Anggun Tri Kusumaningrum, Dea Claudia, Nur Fithryani, Nurul

Sardwiyanti, Fitria Mala, Putri Winda Perdana, Tasya Dewi Parastika,

Fina Alamanda, dan lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Terima kasih Pragivakya Yazazkara yang selalu memberi motivasi kepada

penulis melalui sebuah janji masa lalu bahwa kita semua harus menjadi

orang-orang hebat nantinya.

(11) Keluarga besar Lembaga Kajian Keilmuan (LK2 FHUI), lembaga yang

membuat penulis merasa mempunyai keluarga kedua, yang mengajarkan

penulis tentang banyak hal, tentang bagaimana cara berorganisasi, loyalitas,

serta sangat banyak memberikan manfaat dan menambah pengetahuan dan

wawasan yang penulis miliki, khususnya untuk Badan Pengurus Harian

Periode 2010, Prakoso Anto Nugroho, Femi Angraini, Fathan Nautika,

Pratiwi Astriasari, Derry Patra Dewa, Archie Michael, Radian Adi

Nugraha, Indri Astuti, M. Reza Alfiandri, Rantie Septianti, Liza

Farihah, Fadillah Isnan, Anissa Tri Nuruliza, Maria Yudithia, Graciella

Estrelita, Amanah Rahmatika, dan Najmu Laila;

(12) Keluarga besar LaSALe FHUI (Law Student’s Association for Legal

Practice), khususnya untuk Badan Pengurus Harian Periode 2011, Domas

Manalu yang telah mempercayakan penulis untuk menjabat sebagai Wakil

Kepala Divisi Mooting, Luh Putu Sri Anggrayani selaku partner penulis

dalam berbagi tugas dan bersama-sama memikul suka duka dalam menjalani

seluruh program kerja yang ada, serta kepada pengurus lain, Maria

Yudithia, Clara Anastasia Sianipar, Stephanie Simbolon, Gaby

Anastasia, Puspita Rani, Aria Bahana, Randolph Yosua Siagian, Ichsan

Zikry, Alldo Felix Januardy, Fenny Marlinda, Gusnandi Arief, dan

Ferny Melissa Tobing.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 9: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

viii

(13) Senior-senior dalam komunitas peradilan semu, Dodik Setyo Wijayanto

yang sangat berjasa dalam mendidik penulis tanpa pamrih untuk mengetahui

praktik peradilan yang ideal maupun senyata-nyatanya di lapangan, bahkan

sedikit banyak juga membantu penulis dalam mendapatkan materi maupun

bahan skripsi ini; Rian Hidayat yang pertama kali memperkenalkan penulis

dalam kerasnya dunia peradilan semu dengan semboyannya ‘datang saat

langit masih biru, pulang langit sudah biru lagi’; Yizreel Alexander

Sianipar, senior yang menjadi role model penulis yang dengan sabar

melatih tentang bagaimana menjalankan peran menjadi seorang penuntut

umum yang ideal (cool-but-pierce prosecutor); Nicolas Roni yang

senantiasa memberikan kritikan ‘pedas’ dan tajam kepada penulis, bahkan

sangat ‘pelit’ pujian karena semata-mata untuk mendorong penulis menjadi

lebih baik lagi; Riki Susanto dan Fernandes Raja Saor yang memberi

inspirasi kepada penulis tentang ilmu padi ‘semakin berisi maka semakin

merunduk’, memberi inspirasi mengenai ilmu kehidupan yang hanya dapat

diperoleh dari pengalaman dan kebijaksanaan, yang juga mengajarkan

bahwasanya tidak ada seorang pun yang bisa menjadi orang hebat tanpa

bantuan dari orang-orang kecil; Nancy Setiawati Silalahi, Grace Hutapea,

Ronaldlionar Sitohang, Togar Tanjung, Willy P. Wibowo, dan Felix

Suranta Tarigan;

(14) Rekan-rekan sesama PK III, Devina Puspita yang sedikit banyak telah

direpotkan oleh penulis untuk bertanya hal-hal kecil namun penting artinya;

Fransiscus Manurung, Handiko Natanael Nainggolan, Hangkoso Satrio

Wibowo, Sari Hadiwinoto, Hanna Luciana Marbun, dan Frans Ricardo

Pardede yang sama-sama berjuang menyusun skripsi di program

kekhususan praktisi hukum;

(15) Teman-teman MCC UDAYANA ‘Indonesia Against Transnational Crime’,

Yizreel Alexander Sianipar, Hersinta Setiarini, Lulu Latifah, Puspita

Rani, Anugerah Rizki Akbari, Adam Khaliq Soelaeman, Andreas

Aditya Salim, M. Tanziel Aziezi, Arief Raja Jacob Hutahaean,

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 10: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

ix

Damianagatayuvens, Darma Zendrato, Nardo Silalahi, Ahmad Rashed

Haidar, dan Lidya Alide Manalu;

(16) Teman-teman MCC UNPAD ‘National Human Rights’, Gede Aditya

Pratama, Arief Raja Jacob Hutahaean, Endah Dewi Purbasari,

Fransiscus Manurung, Mahiswara Timur, Jesi Karina, Aria Bahana,

Aga P. Samuel Marpaung, Rainer Faustine Jonathan, Yohan Misero,

Gusnandi Arief Haliadi, Muhammad Bonar, Ridho Suryadana, Devi

Darmawan, Ferny Melissa Tobing, Rachmawati Putri, dan Muhammad

Rafi.

(17) Junior-junior penulis, Hesky Manurung dan Yohan Misero yang seringkali

dimintai bantuan oleh penulis baik dalam perkuliahan maupun saat lomba

mooting; Diyana Theresia, Agung Kurnia Saputra, dan Muhammad

Rafi yang pernah bekerja sama dengan penulis dalam menjalani pahit manis

dunia peradilan semu; Arini Faradinna dan Frederick Angwyn yang

senantiasa ramah dengan senyuman khasnya; serta Christine Elisia Wijaya

yang juga sedang berjuang mewujudkan impian untuk lulus 3 tahun dari

FHUI tercinta;

(18) Teman-teman MCC UII, MCC UNAIR, dan MCC Mahkamah Konstitusi

2011;

(19) Terakhir, penulis ucapkan terima kasih tak terhingga kepada (Almarhum)

Bapak tercinta yang semasa hidupnya tidak pernah letih berdoa dan

berkorban. Seribu maaf rasanya tidak akan pernah cukup dituturkan oleh

penulis yang belum sempat membalas kebaikan beliau sedikitpun di masa-

masa hidupnya. Penyesalan mungkin akan selalu ada di hati penulis yang

bahkan tidak sempat melihat detik-detik terakhir hembusan nafasnya.

Semoga engkau selalu diberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya dan

diberikan kebahagiaan yang kekal di akhirat nanti. Wahai jiwa yang tenang,

kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha lagi diridhai-Nya.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 11: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

x

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan

semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi

pengembangan ilmu.

Depok, 10 Juli 2012

Penulis

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 12: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

xi

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di

bawah ini:

Nama : Rieya Aprianti

NPM : 0806461783

Program Studi : Ilmu Hukum

Program Kekhususan : Praktisi Hukum (PK III)

Fakultas : Hukum

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada

Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN

PEMERIKSAAN SETEMPAT (DESCENTE) DALAM PEMBUKTIAN

SIDANG PERKARA PERDATA”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/

formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan

mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 10 Juli 2012

Yang Menyatakan,

(Rieya Aprianti)

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 13: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

xiii

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Rieya Aprianti

Program Studi : Ilmu Hukum

Judul : “TINJAUAN YURIDIS KEKUATAN PEMBUKTIAN PEMERIKSAAN SETEMPAT (DESCENTE) DALAM PEMBUKTIAN SIDANG PERKARA PERDATA” Dalam perkara perdata seringkali ada obyek sengketa yang tidak dapat dihadirkan di muka persidangan, oleh karena itu perlu dilakukan sidang pemeriksaan setempat (descente) oleh hakim karena jabatannya untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan rinci mengenai obyek sengketa yang dapat dijadikan bahan oleh hakim dalam pertimbangan saat menjatuhkan putusan. Berdasarkan latar belakang tersebut, ada dua pokok permasalahan yang diangkat oleh penulis, yaitu (1) bagaimana kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat sebagai salah satu pendukung alat bukti dalam perkara perdata; (2) Bagaimana pertimbangan hakim dalam menilai kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat tersebut? Adapun metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode yuridis-normatif yang menggunakan data sekunder atau studi kepustakaan dengan menggunakan bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier. Dari penelitian yang dilakukan, hasil pemeriksaan setempat pada hakekatnya merupakan fakta persidangan yang dapat digunakan sebagai keterangan bagi hakim. Dengan demikian, pemeriksaan setempat memiliki kekuatan pembuktian bebas yaitu tergantung pada hakim dalam menilai kekuatan pembuktiannya. Kata kunci: pemeriksaan setempat, descente, kekuatan pembuktian

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 14: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

xiv

Universitas Indonesia

ABSTRACT Name : Rieya Aprianti

Study Program : Legal Studies

Title : “LEGAL ANALYSIS ON LOCAL INVESTIGATION IN CIVIL PROCEDURE”

In civil cases there is often a subject of dispute that can’t be presented in a court of law, therefore it is necessary for a local investigation (descente) by a judge because of his position to get a clearee picture and detail information on the subject of dispute that can be taken into consideration by judges when verdict. Based on this background, there are two principal issues raised by the author; (1) How the strenght of local investigation as one of the supporting evidence in civil procedure, (2) How does the judge considered in assessing the strenght of the evidence the local investigation? The research methods used by the authors is a juridical-normative method that uses secondary data or library research using primary legal materials, secondary, and tertiary. From research conducted, the results of the local court is essentially a fact that can be used as evidence for the judge. Thus, the local investigation has the power that is free of evidence depends on the judge in assessing the strength of evidence. Key words : local investigation, descente, the strength of evidence

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 15: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

xv

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii KATA PENGANTAR .................................................................................. iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .................... xi ABSTRAK .................................................................................................... xiii ABSTRACT .................................................................................................... xiv DAFTAR ISI ................................................................................................. xv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2. Pokok Permasalahan ............................................................................ 8 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8 1.4. Definisi Operasional............................................................................. 9 1.5. Metode Penelitian................................................................................. 10 1.6. Sistematika Penulisan .......................................................................... 12 BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ACARA PERDATA DI INDONESIA 2.1. Tinjauan Umum Tentang Hukum Acara Perdata ................................. 14

2.1.1 Pengertian Hukum Acara Perdata ............................................ 14 2.1.2 Sumber-Sumber Hukum Acara Perdata ................................... 16 2.1.3 Asas-Asas dalam Hukum Acara Perdata ................................. 21

2.2. Hukum Pembuktian Pada Pemeriksaan Perkara Perdata ..................... 26 2.2.1. Pengertian Pembuktian............................................................. 27 2.2.2. Prinsip-Prinsip Umum Pembuktian ......................................... 30 2.2.3. Sistem Pembuktian ................................................................... 39 2.2.4. Beban Pembuktian ................................................................... 41

2.3. Tinjauan Umum Mengenai Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata . 46 2.3.1. Alat Bukti Surat ....................................................................... 46

2.3.1.1. Akta ........................................................................... 48 2.3.1.2. Surat Bukan Akta ...................................................... 55

2.3.2. Alat Bukti Saksi ....................................................................... 57 2.3.3. Alat Bukti Persangkaan ............................................................ 60

2.3.3.1. Persangkaan Menurut Undang-Undang .................... 61 2.3.3.2. Persangkaan Berdasarkan Keyakinan Hakim ........... 62

2.3.4. Alat Bukti Pengakuan .............................................................. 63 2.3.4.1. Pengakuan Murni ...................................................... 66 2.3.4.2. Pengakuan dengan Kualifikasi .................................. 67 2.3.4.3. Pengakuan dengan Klausula ..................................... 67

2.3.5. Alat Bukti Sumpah ................................................................... 69 2.3.5.1. Sumpah Pemutus ....................................................... 71 2.3.5.2. Sumpah Pelengkap .................................................... 73 2.3.5.3. Sumpah Penaksir ....................................................... 75

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 16: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

xvi

Universitas Indonesia

BAB 3 PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMBUKTIAN SIDANG PERKARA PERDATA DI INDONESIA 3.1. Tinjauan Mengenai Pemeriksaan Setempat dalam Hukum Acara

Perdata .................................................................................................. 76 3.1.1. Pengaturan Tentang Pemeriksaan Setempat Dalam

Peraturan Perundang-Undangan............................................... 77 3.1.2. Pengertian Pemeriksaan Setempat ........................................... 78 3.1.3. Tujuan Pemeriksaan Setempat ................................................. 80 3.1.4. Tata Cara Pemeriksaan Setempat ............................................. 81 3.1.5. Syarat-Syarat Pemeriksaan Setempat ....................................... 86 3.1.6. Pendelegasian Pemeriksaan Setempat ..................................... 89 3.1.7. Biaya Pemeriksaan Setempat ................................................... 90

3.2. Pemeriksaan Setempat Sebagai Salah Satu Pendukung Alat Bukti dalam Pembuktian Sidang Perkara Perdata.......................................... 93

3.3. Kekuatan Pembuktian Pemeriksaan Setempat dalam Hukum Acara Perdata .................................................................................................. 94

BAB 4 ANALIS KASUS 4.1. Analisis Putusan Nomor 31/Pdt.G/2006/PN.Jr .................................... 99

4.1.1. Kasus Posisi ............................................................................. 99 4.1.2. Analisis Kasus .......................................................................... 102

4.2. Analisis Putusan Nomor 18/Pdt.G/2011/PN.Tmk ............................... 111 4.2.1. Kasus Posisi ............................................................................. 111 4.2.2. Analisis Kasus .......................................................................... 114

BAB 5 PENUTUP 5.1. Kesimpulan .......................................................................................... 119 5.2. Saran ..................................................................................................... 121 DAFTAR REFERENSI ................................................................................ 122

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 17: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dari keseluruhan tahap persidangan perkara perdata, maka pembuktian

merupakan tahap spesifik dan menentukan.1 Dikatakan spesifik, karena pada tahap

pembuktian ini para pihak diberi kesempatan untuk menunjukkan kebenaran

terhadap fakta-fakta hukum yang menjadi titik pokok sengketa. Sedangkan

disebut sebagai tahap menentukan, dikarenakan hakim dalam rangka proses

mengadili dan memutus perkara tergantung terhadap pembuktian para pihak di

persidangan.

Hukum pembuktian dalam hukum acara perdata menduduki tempat yang

amat penting dan sangat kompleks dalam proses litigasi. Keadaan

kompleksitasnya makin rumit, karena pembuktian berkaitan dengan kemampuan

merekonstruksi kejadian atau peristiwa masa lalu (past event) sebagai suatu

kebenaran (truth). Meskipun kebenaran yang dicari dan diwujudkan dalam proses

peradilan perdata, bukan kebenaran yang bersifat absolut (ultimate absoluth),

tetapi bersifat kebenaran relatif atau bahkan cukup bersifat kemungkinan

(probable), namun untuk mencari kebenaran yang demikian tetap menghadapi

kesulitan.2

Menurut Krisna Harahap, prinsip umum pembuktian adalah :

“Landasan penerapan pembuktian. Semua pihak, termasuk hakim harus berpegang pada patokan yang digariskan prinsip dimaksud. Memang di samping itu, masih terdapat lagi prinsip-prinsip khusus yang berlaku untuk setiap jenis alat bukti, sehingga harus dijadikan patokan dalam penerapan

1 Lilik Mulyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia,

(Jakarta : Djambatan, 1999), hal. 150.

2 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Cet. Kedua, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005), hal. 498.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 18: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

2

Universitas Indonesia

sistem pembuktian. Namun apa yang dibicarakan dalam prinsip umum, merupakan kekuatan yang berlaku bagi sistem pembuktian secara umum.”3

Seperti kita ketahui, hukum acara atau hukum formil bertujuan untuk

memelihara dan mempertahankan hukum materiil. Secara formal hukum

pembuktian mengatur bagaimana mengadakan pembuktian seperti terdapat dalam

Het Herziene Indonesisch Reglement yang selanjutnya disingkat HIR dan

Rechtglement Buitengewesten yang selanjutnya disingkat dengan R.Bg, sedangkan

secara materiil, hukum pembuktian itu mengatur bagaimana diterima atau

tidaknya pembuktian dengan alat-alat bukti tertentu di persidangan, serta kekuatan

pembuktian dari alat-alat bukti itu.

Dalam menyelesaikan perkara perdata, salah satu tugas hakim adalah

menyelidiki apakah hubungan hukum yang menjadi dasar gugatan benar-benar

ada atau tidak. Untuk itu, hakim harus mengetahui kebenaran peristiwa yang

bersangkutan secara objektif melalui pembuktian. Dengan demikian, pembuktian

bermaksud untuk memperoleh kebenaran suatu peristiwa dan bertujuan untuk

menetapkan hubungan hukum antara kedua pihak dan menetapkan putusan

berdasarkan hasil pembuktian.4 Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, hakim

terikat pada alat-alat bukti yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan

dan diajukan oleh para pihak di persidangan. Berdasarkan hal tersebut, maka

keyakinan hakim bukanlah merupakan hal yang esensial dalam menentukan

kebenaran suatu peristiwa. Berbeda halnya dengan hukum acara pidana yang

menggariskan bahwa selain berdasarkan alat-alat bukti yang sah sesuai peraturan

perundang-undangan, keyakinan hakim mutlak diperlukan untuk menentukan

apakah terdakwa memang bersalah dan dapat dipertanggungjawabkan secara

pidana. Di dalam tradisi hukum Anglo-Saxon seperti di Inggris, perbedaan antara

perkara perdata dan pidana ini disebut dengan terminologi yang berbeda, yaitu

3 Krisna Harahap, Hukum Acara Perdata : Mediasi, Class Action, Arbitrase & Alternatif,

(Bandung : Grafiti, 2008), hal. 67.

4 Tata Wijayanta, et. al., Laporan Penelitian Penerapan Prinsip Hakim Pasif dan Aktif Serta Relevansinya Terhadap Konsep Kebenaran Formal, (Yogyakarta : Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2009), hal. 1.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 19: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

3

Universitas Indonesia

preponderance of evidence dan beyond reasonable doubt.5 Dalam bahasa yang

sudah dikenal secara populer, ahli hukum mengontraskan kebenaran yang

diperoleh dari proses acara perdata dari kebenaran menurut proses acara pidana

dengan istilah “pencarian kebenaran formal” dan “pencarian kebenaran material”.

Secara umum, beban pembuktian yang dianut oleh hukum acara di

Indonesia adalah beban pembuktian yang berasaskan bahwa “siapa yang

mendalilkan, maka wajib untuk membuktikannya, begitu pula dengan yang

membantah hak orang lain wajib untuk membuktikannya”.6 Asas tersebut dapat

ditemukan dalam Pasal 163 HIR yang berbunyi :

“Barang siapa yang mengatakan ia mempunyai hak, atau ia menyebutkan suatu perbuatan untuk menguatkan haknya itu atau untuk membantah hak orang lain, maka orang itu harus membuktikan adanya hak itu atau adanya kejadian itu.” 7

Serta Pasal 1865 KUH Perdata yang berbunyi :

“Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain maka menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut.” 8

Ketentuan dalam Pasal 163 HIR dan Pasal 1865 KUH Perdata merupakan

suatu pedoman bagi hakim dalam menentukan beban pembuktian, akan tetapi

apabila hakim mutlak mengikuti aturan tersebut, maka akan menimbulkan beban

pembuktian yang berimbang antara para pihak. Kebenaran suatu peristiwa hanya

dapat diperoleh melalui proses pembuktian ini dan untuk dapat menjatuhkan

5 Sri wardah dan Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Perdata dan Perkembangannya di

Indonesia, (Yogyakarta : Gama Media, 2007), hal. 12.

6 R. Soesilo, RIB/HIR dengan Penjelasan, (Bogor : Politeia, 1995), hal. 119.

7 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (HIR), diterjemahkan oleh M. Karjadi, (Bogor : Politeia, 1992), Pasal 163.

8 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio, (Jakarta : Pradnya Paramita, 2008), Pasal 1865.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 20: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

4

Universitas Indonesia

putusan yang adil, maka hakim harus mengenal peristiwa yang telah dibuktikan

kebenarannya.9

Hukum acara perdata mengenal bermacam-macam alat bukti. Sedangkan

menurut hukum acara perdata hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah, yang

berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat

bukti yang ditentukan oleh undang-undang saja. Alat-alat bukti dalam hukum

acara perdata yang disebutkan oleh undang-undang sebagaimana diatur dalam

Pasal 164 HIR10 dan Pasal 1866 KUH Perdata11, yaitu :

a. Bukti surat;

b. Bukti saksi;

c. Persangkaan;

d. Pengakuan; dan

e. Sumpah.

Adapun sistem pembuktian dalam perkara perdata, dijelaskan oleh M.

Yahya Harahap12 ke dalam fungsi dan peran hakim dalam proses perkara perdata

hanya terbatas :

1. mencari dan menemukan kebenaran formil,

2. kebenaran itu diwujudkan sesuai dengan dasar alasan dan fakta-fakta yang

diajukan oleh para pihak selama proses persidangan berlangsung.

Sehubungan dengan sikap pasif hakim, sekiranya hakim harus yakin

bahwa apa yang digugat dan diminta penggugat adalah benar, tetapi apabila

penggugat tidak mampu mengajukan bukti tentang kebenaran yang diyakininya,

maka hakim harus menyingkirkan keyakinan itu, dengan menolak kebenaran dalil

gugatan, karena tidak didukung dengan bukti dalam persidangan.13 Tugas hakim

9 Sudikno Mertokusumo (a), Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Ketujuh,

(Yogyakarta : Liberty, 2006), hal. 132.

10 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (HIR), diterjemahkan oleh M. Karjadi, op. cit., Pasal 164.

11 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk wetboek), diterjemahkan oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., Pasal 1866.

12 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 499.

13 Ibid..

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 21: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

5

Universitas Indonesia

adalah menerapkan hukum atau undang-undang. Dalam sengketa yang

berlangsung di muka hakim, masing-masing pihak mengajukan dalil-dalil yang

saling bertentangan. Di sini hakim harus memeriksa dan menetapkan dalil-dalil

manakah yang benar dan dalil-dalil manakah yang tidak benar. Berdasarkan

duduknya perkara yang ditetapkan sebagai yang sebenarnya itu, hakim dalam

amar atau diktum putusannya, memutuskan siapakah yang dimenangkan dan

siapakah yang dikalahkan. Dalam melaksanakan pemeriksaan tadi, hakim harus

mengindahkan aturan-aturan tentang pembuktian yang merupakan hukum

pembuktian. Ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid) dan kesewenang-

wenangan (willekeur) akan timbul apabila hakim dalam melaksanakan tugasnya

itu diperbolehkan menyandarkan putusannya hanya atas keyakinannya, walaupun

itu sangat kuat dan sangat murni.14 Keyakinan hakim itu harus didasarkan pada

sesuatu yang oleh undang-undang dinamakan alat bukti sebagaimana yang telah

disebutkan di atas. Dengan alat bukti ini masing-masing pihak berusaha

membuktikan dalilnya atau pendiriannya yang dikemukakan kepada hakim yang

diwajibkan memutuskan perkara.

Proses pembuktian sebagai salah satu proses acara dalam hukum perdata

formil menjadi salah satu proses yang paling penting. Suatu perkara di pengadilan

tidak dapat diputus oleh hakim tanpa didahului dengan pembuktian. Pembuktian

dalam arti yuridis sendiri tidak dimaksudkan untuk mencari kebenaran yang

mutlak. Hal ini disebabkan karena alat-alat bukti, baik berupa pengakuan,

kesaksian atau surat-surat yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa

kemungkinan tidak benar palsu atau dipalsukan. Padahal hakim dalam memeriksa

setiap perkara yang diajukan kepadanya harus memberikan keputusan yang dapat

diterima oleh kedua belah pihak.15

Tidak jarang dalam kasus perdata yang menekankan pada pencarian

kebenaran formil yakni melalui alat bukti surat justru menemui kesulitan. Dalam

pencarian kebenaran formil melalui pembuktian di sidang perkara perdata, ada

14 Subekti (a), Hukum Acara Perdata, Cet. Ketiga, (Bandung : Binacipta, 1989), hal. 79.

15 Eman Suparman, “Alat Bukti Pengakuan Dalam Hukum Perdata.” http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/2F%20Makalah-Alat-Bukti-Kump.pdf, 14 Mei 2010, diunduh 23 Maret 2012.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 22: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

6

Universitas Indonesia

kalanya hakim menemui kesulitan-kesulitan dalam hal alat-alat bukti yang satu

bertentangan dengan alat bukti lain yang diajukan oleh kedua belah pihak yang

bersengketa. Dalam sengketa tanah misalnya, seringkali ditemukan perbedaan

mengenai fakta atau dalil yang diajukan oleh baik penggugat ataupun tergugat.

Tak jarang mengenai luas, batas, dan keadaan tanah yang dikemukan masing-

masing pihak bertentangan satu sama lain. Hal ini bertambah pelik karena apa

yang menjadi obyek sengketa tidak dapat dihadirkan di muka persidangan. Dalam

hal ini maka untuk menjatuhkan putusan yang adil maka sudah seharusnya apabila

hakim melakukan pemeriksaan setempat guna memperoleh fakta-fakta yang

sebenarnya.

Dalam acara perdata, terdapat dua tindakan hukum atau permasalahan

hukum yang erat kaitannya dengan pembuktian. Untuk menguatkan atau

memperjelas fakta atau peristiwa maupun objek barang perkara, salah satu atau

kedua tindakan hukum itu sering dipergunakan atau diterapkan. Misalnya, untuk

menentukan secara pasti dan definitif lokasi, ukuran dan batas atau kuantitas dan

kualitas objek barang terperkara, peradilan sering menerapkan Pasal 153 HIR,

Pasal 180 R.Bg, dan Pasal 211 Rv dengan jalan memerintahkan pemeriksaan

setempat (plaatsopneming).16

Menurut Pasal 153 HIR yang menentukan bahwa :

“Bila ketua menganggap perlu dapat mengangkat seorang atau dua orang komisaris dari majelis, yang dengan bantuan panitera pengadilan akan melihat keadaan setempat dan melakukan pemeriksaan yang dapat memberi keterangan kepada hakim.” 17

Hal ini menentukan bahwa jika hakim memang memerlukan keterangan yang

dapat diperoleh dari benda yang tidak bisa dihadirkan dalam persidangan, maka

dapat mengangkat seorang wakil untuk melakukan pemeriksaan setempat.

Namun pemeriksaan setempat yang dilaksanakan oleh hakim karena

jabatannya ini pasti menemui kesulitan-kesulitan, sehingga hakim harus

16 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 779.

17 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (HIR), diterjemahkan oleh M. Karjadi, op. cit., Pasal 153.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 23: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

7

Universitas Indonesia

mempertimbangkan benar untuk mengadakan pemeriksaan setempat, yang

nantinya hasil dari pemeriksaan setempat tersebut merupakan hasil yang benar-

benar objektif untuk dijadikan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan.

Kesulitan-kesulitan tersebut mungkin dapat timbul dikarenakan pihak-

pihak yang berperkara memiliki pandangan serta pendapat sendiri terhadap

kesaksian yang diajukan pada majelis untuk membela dalilnya masing-masing.

Hakim tentunya telah memiliki pertimbangan lain sehingga hakim memutuskan

untuk memeriksa benda yang berada di luar pengadilan. Pemeriksaan setempat

tersebut dapat diajukan berdasarkan putusan baik atas permintaan para pihak

maupun atas kehendak hakim sendiri karena jabatannya sebagaimana tertuang

dalam Pasal 211 Rv.

Dalam pemeriksaan setempat, hakim berkedudukan sebagai pelaksana

pemeriksaan, walaupun pada dasarnya hakim dapat mengangkat seorang atau dua

orang komisaris dari majelis yang mana mereka memiliki tugas melihat keadaan

yang sebenarnya di lapangan. Akan tetapi hakim akan lebih yakin tentunya jika

hakim dapat melihat sendiri keadaan yang sebenarnya terjadi, sebab fungsi dari

pemeriksaan setempat tersebut merupakan alat bukti yang bebas. Artinya

kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada hakim.18 Semua yang akan dijadikan

alat bukti tidak seluruhnya dapat dihadirkan di muka persidangan, seperti halnya

dalam kasus sengketa tanah yang objeknya tanah. Akan sulit kiranya kalau mau

membawa objek dari luar pengadilan ke pengadilan, dengan demikian maka akan

dilakukan pemeriksaan setempat (descente).

Pemeriksaan setempat mempunyai makna yang penting sebenarnya baik

untuk pihak-pihak yang berperkara maupun untuk hakim sebagai eksekutor dalam

sebuah perkara perdata. Bagi para pihak, dengan hakim melihat sendiri keadaan

sebenarnya, maka diharapkan putusan yang dijatuhkan akan adil bagi kedua belah

pihak. Adil bukan berarti apa yang diinginkan oleh masing-masing pihak semua

dikabulkan, akan tetapi adil dalam arti sesuai dengan porsi yang seharusnya

sebagaimana hak. Para pihak tidak dapat menolak jika hakim telah memutuskan

untuk melaksanakan pemeriksaan setempat, sebab itu merupakan bagian dari

18 Mashudy Hermawan, Dasar-dasar Hukum Pembuktian, (Surabaya : UMSurabaya,

2007), hal. 149.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 24: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

8

Universitas Indonesia

proses pembuktian dalam sebuah perkara. Bagi hakim, dengan melaksanakan

pemeriksaan setempat akan memberi pandangan tersendiri mengenai duduk

perkara yang sebenarnya selain mendengar keterangan dari saksi yang diajukan di

hadapan persidangan.

Memang terkadang sulit, apalagi yang disampaikan para pihak di hadapan

majelis sering terjadi perbedaan yang tajam, padahal hakim di pengadilan ingin

mengetahui fakta-fakta yang sebenarnya. Dengan kata lain, pemeriksaan setempat

merupakan usaha hakim untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang

diajukan oleh pihak penggugat terhadap pihak tergugat. Sehingga, hakim haruslah

kreatif untuk mencari keterangan, dan hakim dianggap tahu akan hukumnya (ius

curia novit) agar dapat menjatuhkan putusan.19 Semua putusan hakim harus

disertai alasan-alasan atau pertimbangan mengapa hakim sampai pada putusannya

itu. Alasan atau konsideran itu merupakan pertanggungjawaban hakim kepada

masyarakat atas putusannya itu. Hal-hal tersebutlah yang kemudian menjadi

pokok pemikiran penulis untuk membahasnya lebih lanjut dalam skripsi ini.

1.2. Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut di atas, maka

yang menjadi pokok permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian pada

penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat sebagai salah satu

pendukung alat bukti dalam perkara perdata?

2. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menilai kekuatan pembuktian

pemeriksaan setempat guna mendukung pembuktian dalam perkara perdata

(studi kasus putusan No. 31/Pdt.G/2006/PN.Jr dan putusan No.

18/Pdt.G/2011/PN.Tmk)?

1.3. Tujuan Penulisan

Penulisan skripsi ini memiliki dua tujuan, yaitu tujuan penelitian secara

umum dan tujuan penelitian secara khusus, yaitu sebagai berikut :

19 Sudikno Mertokusumo (b), Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta : Liberty,

2003), hal. 137.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 25: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

9

Universitas Indonesia

1.3.1. Tujuan Umum

Adapun tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk memberikan

gambaran dan perkembangan baru dalam ilmu pengetahuan hukum, terutama

dalam bidang hukum acara perdata yang berkaitan dengan pemeriksaan setempat

(descente). Selain itu, penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk menambah dan

memperbanyak kepustakaan yang berkaitan dengan kekuatan pembuktian

pemeriksaan setempat dalam perkara perdata, serta untuk menjabarkan apa saja

kendala-kendala yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam pelaksanaan

pemeriksaan setempat.

1.3.2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kekuatan pembuktian pemeriksaan setempat sebagai salah

satu pendukung alat bukti dalam perkara perdata.

2. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menilai kekuatan pembuktian

pemeriksaan setempat guna mendukung pembuktian dalam perkara perdata.

1.4. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penggambaran hubungan antara konsep-

konsep khusus yang akan diteliti.20 Dalam ilmu sosial, konsep diambil dari teori.

Dengan demikian kerangka konsep merupakan pengarah atau pedoman yang lebih

konkret dari kerangka teori dan mencakup definisi operasional atau kerja.21

Sebelum membahas lebih lanjut mengenai pokok permasalahan, akan diberikan

batasan mengenai pengertian atas beberapa masalah umum yang terkait dengan

permasalahan di atas. Pembatasan ini diharapkan dapat menjawab permasalahan

yang terkait dengan penelitian ini dan supaya terjadi persamaan persepsi dalam

memahami permasalahan yang ada.

20 Sri Mamudji et.al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta : Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 67.

21 Ibid, hlm. 67.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 26: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

10

Universitas Indonesia

1. Hukum acara perdata adalah peraturan-peraturan hukum yang mengatur

bagaimana cara-caranya memelihara dan mempertahankan hukum perdata

materiil atau peraturan-peraturan yang mengatur bagaimana cara-caranya

mengajukan sesuatu perkara perdata.22

2. Pembuktian adalah suatu jalan guna mendapatkan suatu keputusan akhir

yang mana didalam pembuktian tersebut terdapat fakta-fakta yang

dibutuhkan oleh hakim. Dengan demikian maka tentang hukumnya tidak

perlu diberitahukan kepada hakim oleh para pihak, dan tidak perlu pula

untuk dibuktikan karena hakim dianggap tahu akan hukumnya (ius curia

novit).23

3. Alat bukti adalah apa saja yang menurut undang-undang dapat dipakai

untuk membuktikan sesuatu, maksudnya segala sesuatu yang menurut

undang-undang dapat dipakai untuk membuktikan benar atau tidaknya

suatu tuduhan/gugatan.24

4. Pemeriksaan setempat atau descente menurut Sudikno Mertokusumo ialah

pemeriksaan mengenai perkara oleh hakim karena jabatannya yang

dilakukan diluar gedung pengadilan atau di luar tempat kedudukan

pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau

keterangan yang memberi kepastian tentang peristiwa-peristiwa yang

menjadi sengketa.25

1.5. Metode Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dimana penelitian

merupakan penelitian hukum yang mendasarkan pada konstruksi data yang

dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Penelitian yuridis

normatif itu sendiri adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan

kebenaran berdasarkan logika ilmu hukum dari sisi normatifnya (menelaah norma

22 Sudarsono, Kamus Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007), hal. 167.

23 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 131.

24 Sudarsono, op. cit., hal. 28.

25 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 142.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 27: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

11

Universitas Indonesia

hukum tertulis), dimana penelitian ini menekankan pada penggunaan data

sekunder atau studi kepustakaan.26 Penelitian ini melihat pada asas-asas hukum

yang terdapat dalam HIR, RBg, KUH Perdata, dan Surat Edaran Mahkamah

Agung No. 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat.

Ditinjau dari segi sifatnya, tipe penelitian ini adalah penelitian deskripstif

karena memberikan dan menjabarkan bagaimana kenyataan di lapangan mengenai

kekuatan pemeriksaan setempat sebagai pendukung alat bukti dalam pembuktian

dalam sidang perkara perdata. Penelitian deskriptif itu sendiri merupakan

penelitian yang memberikan gambaran secara umum yang dapat ditangkap oleh

panca indera atau menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan,

gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala.27

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data

yang diperoleh dari studi kepustakaan, berupa teori-teori, definisi, permasalahan,

pembahasan, serta pengaturan yang berkaitan dengan hukum acara perdata, sistem

pembuktian perkara perdata, dan kekuatan pemeriksaan setempat sebagai

pendukung alat bukti dalam sidang perkara perdata. Jenis bahan hukum yang

digunakan itu sendiri adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan

bahan hukum tersier. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan

yaitu KUH Perdata, HIR, RBg, dan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun

2001 tentang Pemeriksaan Setempat. Sedangkan bahan hukum sekunder dalam

penelitian ini adalah buku-buku dalam tinjauan pustaka yang berkaitan dengan

penelitian ini serta artikel-artikel dan makalah yang berkaitan dengan penelitian

ini. Selain bahan hukum primer dan sekunder yang telah disebutkan, penelitian ini

juga menggunakan bahan hukum tersier yaitu kamus dan ensiklopedia.

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

dokumen yang dilakukan dengan penelusuran literatur-literatur yang berkaitan

dengan penelitian ini. Dalam studi dokumen, penulis berusaha menghimpun

sebanyak mungkin berbagai informasi yang berhubungan dengan pemeriksaan

setempat dalam perkara perdata. Dengan demikian, diharapkan dapat

26 Sri Mamudji, et al., op. cit., hal. 3.

27 Ibid., hlm. 4.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 28: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

12

Universitas Indonesia

mengoptimalkan konsep-konsep dan bahan teoritis lain yang sesuai konteks

permasalahan penelitian, sehingga terdapat landasan yang dapat lebih menentukan

arah dan tujuan penelitian. Di samping pengumpulan data berbentuk studi

dokumen, penulis juga melakukan kegiatan wawancara. Wawancara adalah suatu

kegiatan komunikasi verbal dengan tujuan mendapatkan informasi, guna

mendapatkan gambaran yang menyeluruh, terutama informasi penting berkaitan

dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini.

Metode analisis data yang digunakan adalah kualitatif yaitu mendalami

makna dibalik realitas atau tindakan atau data yang diperoleh dan yang diteliti

atau dipelajari adalah objek penelitian yang utuh.28 Data yang telah didapatkan

untuk penelitian, kemudian diolah dan dianalisis. Hasil pengolahan data dianalisis

dengan pendekatan kualitatif kemudian disajikan dalam hasil penelitian deskriptif-

analitis.

Adapun bentuk laporan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitis yaitu

apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau

lisan dan perilaku nyata29 selain itu memberikan gambaran umum tentang gejala

dan menganalisisnya.

1.6. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan materi pada penulisan ini, maka penulis

membagi pembahasan menjadi lima bab dan bab-bab tersebut terdiri dari sub-sub

bab, sehingga sistematika penulisannya adalah sebagai berikut :

Bab 1 adalah bagian pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang, pokok

permasalahan, tujuan penulisan yang terbagi ke dalam tujuan umum dan tujuan

khusus, definisi operasional, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab 2 akan membahas tentang tinjauan umum mengenai pembuktian

dalam hukum acara perdata di Indonesia yang terbagi dalam beberapa sub bab

antara lain mengenai tinjauan umum tentang hukum acara perdata itu sendiri yang

meliputi pengertian, sumber-sumber, dan asas-asas dalam hukum acara perdata,

28 Ibid, hal. 67.

29 Ibid.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 29: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

13

Universitas Indonesia

tinjauan umum mengenai pembuktian pada pemeriksaan perkara perdata meliputi

pengertian pembuktian, prinsip-prinsip hukum pembuktian, sistem pembuktian,

dan beban pembuktian. Dalam bab ini selanjutnya juga akan dibahas mengenai

tinjauan umum mengenai alat bukti dalam hukum acara perdata yang berlaku di

Indonesia.

Bab 3 akan membahas mengenai pemeriksaan setempat (descente) dalam

pembuktian sidang perkara perdata di Indonesia yang dibagi dalam beberapa

subbab yaitu tinjauan mengenai pemeriksaan setempat itu sendiri, penjelasan

mengenai pemeriksaan setempat sebagai salah satu pendukung alat bukti dalam

pembuktian sidang perkara perdata, serta kekuatan pembuktian pemeriksaan

setempat dalam hukum acara perdata.

Bab 4 akan membahas mengenai analisis pertimbangan hakim dalam studi

kasus No. 31/Pdt.G/2006/PN.Jr yang merupakan perkara perdata antara Herman

Raharja sebagai Penggugat, melawan Erfan Fadillah dan P. Rusdiam sebagai Para

Tergugat dan putusan No. 18/Pdt.G/2011/PN.Tmk yang merupakan perkara antara

Tiraun M. Pardosi sebagai Penggugat I, Richard Togar Lubis sebagai Penggugat

II, Martin Lubis sebagai Penggugat III, Purwoyo sebagai Penggugat IV, dan

Hasudungan Lubis melawan Yosepha Alomang sebagai Tergugat I dan Yustina

Kwalik sebagai Tergugat II.

Bab 5 merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran yang

menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam pokok permasalahan.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 30: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

14

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMBUKTIAN DALAM HUKUM

ACARA PERDATA DI INDONESIA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Hukum Acara Perdata

Hukum acara perdata bisa juga disebut dengan hukum perdata formal,

namun sebutan hukum acara perdata lebih lazim dipakai daripada hukum perdata

formal. Hukum acara perdata atau hukum perdata formal sebetulnya merupakan

bagian dari hukum perdata. Sebab di samping hukum perdata formal, juga ada

hukum perdata materiil. Hukum materiil di negara kita, baik yang termuat dalam

suatu bentuk perundang-undangan maupun yang tidak tertulis, merupakan

pedoman atau pegangan ataupun penuntun bagi seluruh warga masyarakat dalam

segala tingkah lakunya di dalam pergaulan hidup, baik itu perseorangan,

masyarakat maupun dalam bernegara, apakah yang dapat ia lakukan dan apa yang

tidak boleh dilakukan.30

2.1.1 Pengertian Hukum Acara Perdata

Dalam literatur-literatur hukum acara perdata, ada berbagai macam

definisi hukum acara perdata dari para ahli yang satu sama lain memberikan

rumusan yang berbeda-beda, namun pada prinsipnya mengandung tujuan yang

sama. Wirjono Prodjodikoro menyatakan bahwa :

“hukum acara perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan bagaimana cara pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata.”31

Sudikno Mertokusumo memberi batasan hukum acara perdata yaitu :

30 M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, Cet. Keempat, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005),

hal. 1.

31 Wirjono Prodjodikoro (a), Hukum Acara Perdata di Indonesia, Cet. Keenam, (Bandung : Sumur Bandung, 1975), hal. 13.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 31: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

15

Universitas Indonesia

“peraturan hukum yang mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata material dengan perantaraan hakim. Dengan perkataan lain hukum acara perdata merupakan peraturan yang menentukan bagaimana caranya menjamin pelaksanaan hukum perdata material. Lebih konkret lagi dapatlah dikatakan, bahwa hukum acara perdata mengatur tentang bagaimana caranya mengajukan tuntutan hak, memeriksa serta memutusnya dan pelaksanaan daripada putusannya” 32

R. Soepomo tanpa memberikan suatu batasan tertentu, tapi melalui visi

tugas dan peranan hakim menjelaskan bahwasanya :

“Dalam peradilan perdata tugas hakim ialah mempertahankan tata hukum perdata (burgerlijk rechtsorde), menetapkan apa yang ditentukan oleh hukum dalam suatu perkara” 33

Sedangkan menurut pendapat Lilik Mulyadi dalam bukunya disebutkan

bahwa hukum acara perdata adalah :34

a. Peraturan hukum yang mengatur dan menyelenggarakan bagaimana proses

seseorang mengajukan perkara perdata (burgerlijk vordering, civil suit)

kepada hakim/pengadilan;

b. Peraturan hukum yang menjamin, mengatur dan menyelenggarakan

bagaimana proses hakim mengadili perkara perdata (burgerlijk vordering, civil

suit);

c. Peraturan hukum yang mengatur proses bagaimana caranya hakim “memutus”

perkara perdata (burgerlijk vordering, civil suit) tersebut;

d. Peraturan hukum yang mengatur bagaimana tahap dan proses pelaksanaan

putusan hakim (executie).

Dengan melihat beberapa pengertian yang telah dikemukakan oleh

beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hukum acara perdata

bertujuan untuk menjamin ditaatinya hukum perdata materiil. Dengan demikian

hukum acara perdata pada umumnya tidak membebani hak dan kewajiban seperti

yang termuat dalam hukum perdata materiil, tetapi memuat aturan tentang cara

32 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 2.

33 R. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Cet. Ketigabelas, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1994), hal. 13.

34 Lilik Mulyadi, op.cit., hal. 3-5.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 32: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

16

Universitas Indonesia

melaksanakan dan mepertahankan atau menegakkan kaidah-kaidah yang termuat

dalam hukum perdata materiil, atau dengan perkataan lain untuk melindungi hak

perseorangan.

2.1.2 Sumber-sumber Hukum Acara Perdata

Pada praktik peradilan perdata di Indonesia sebagai sumber dasar

penerapan hukum acara perdata terdapat pada berbagai peraturan perundang-

undangan. Hal ini terjadi karena belum adanya produk nasional tentang peraturan

hukum acara perdata seperti halnya pada hukum acara pidana melalui Undang-

Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (LNRI 1981-76, TLNRI

3209).

Bertitik tolak pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 6 Undang-Undang

No. 1 Drt Tahun 1951 tentang Tindakan-Tindakan Sementara untuk

Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil

maka dapatlah disebutkan bahwa sumber dasar penerapan hukum acara perdata

dalam praktik peradilan pada asasnya adalah sebagai berikut :

a. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement atau Reglemen Indonesia Baru,

Staatsblad 1941 No. 44)35

HIR merupakan hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah Jawa

dan Madura sebagaimana disebutkan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung

RI No. 19 Tahun 1964 dan Putusan Mahkamah Agung RI No. 1099

K/Sip/1972. HIR tidak hanya memuat ketentuan-ketentuan hukum acara

perdata saja, tetapi juga memuat ketentuan-ketentuan hukum acara pidana.

Namun dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana maka sebagian ketentuan HIR khusus yang mengatur

acara pidana dicabut.

Keseluruhan Pasal-Pasal HIR mengenai hukum acara perdata

terhimpun dalam satu bab yaitu Bab IX tentang “Perihal Mengadili Perkara

35 Dalam doktrin lazim disebut lengkap dengan : Reglement op de uit oefening van de

politie, de Burgerlijke rechtspleging en de Strafvordering onder de Indlanders en de Vremde Oostelingen of Java en Madura (Reglemen tentang melakukan tugas kepolisian, mengadili perkara perdata dan penuntutan perkara pidana golongan Bumiputera dan Timur Asing di Jawa dan Madura).

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 33: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

17

Universitas Indonesia

Dalam Perkara Perdata yang Diperiksa Oleh Pengadilan Negeri” yang terdiri

dari :

- Bagian Pertama tentang pemeriksaan perkara dalam persidangan (Pasal

118-161);

- Bagian Kedua tentang bukti (Pasal 162-177);

- Bagian Ketiga tentang musyawarah dan putusan (Pasal 178-187);

- Bagian Keempat tentang banding (Pasal 188-194);

- Bagian Kelima tentang menjalankan putusan (Pasal 195-224);

- Bagian Keenam tentang beberapa hal yang menjadi perkara-perkara yang

istimewa (Pasal 225-236);

- Bagian Ketujuh tentang izin berperkara tanpa ongkos (Pasal 237-245).

b. RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten, Staatsblad 1927 No. 227)

RBg merupakan hukum acara perdata yang berlaku untuk daerah-

daerah luar Pulau Jawa dan Madura yang ditetapkan berdasarkan Ordonansi

11 Mei 1927 dan berlaku sejak tanggal 1 Juli 1927. Ketentuan hukum acara

perdata termuat dalam Bab II yang terdiri dari tujuh titel dari Pasal 104 sampai

dengan Pasal 323. Titel I, II, III, VI, dan VII sudah tidak berlaku lagi

dikarenakan Pengadilan Districtgerecht, Districraad, Magistraadgerecht,

Residenttigerecht dan Raad Justitie sudah dihapus. Sehingga yang berlaku

hingga sekarang hanya titel IV dan V bagi Landraad (sekarang Pengadilan

Negeri). Titel IV terdiri dari :

- Bagian I tentang pemeriksaan perkara dalam persidangan (Pasal 142-188);

- Bagian II tentang musyawarah dan putusan (Pasal 189-198);

- Bagian III tentang banding (Pasal 199-205);

- Bagian IV tentang menjalankan putusan (Pasal 106-258);

- Bagian V tentang beberapa hal mengadili perkara yang istimewa (Pasal

259-272);

- Bagian VI tentang izin berperkara tanpa ongkos perkara (Pasal 273-281).

Sedangkan titel V (Pasal 282-314) mengatur mengenai bukti.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 34: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

18

Universitas Indonesia

c. Rv (Reglement op de burgerlijke rechtsvordering voorde raden van Justitie

opa Java en het hoogerechtshof van Indonesie, alsmede voor de

risidentiegerechten op Java en Madura, Reglemen Hukum Acara Perdata

untuk Golongan Eropa, Staatsblad 1847 No. 52 jo. Staatsblad 1849 No. 63)

Pada dasarnya Rv merupakan reglemen yang berisi ketentuan-

ketentuan hukum acara perdata yang berlaku khusus bagi golongan Eropa dan

bagi mereka yang dipersamakan dengan mereka untuk berperkara di muka

Raad van Justitie dan Residentiegerecht. Menurut pendapat Prof. Dr. R.

Supomo, S.H. oleh karena telah dihapuskannya Raad van Justitie dan

Hooggerechtshof maka Rv sudah tidak berlaku lagi, sehingga dengan

demikian hanya HIR dan RBg sajalah yang berlaku.36 Akan tetapi dalam

praktik peradilan dewasa ini eksistensi ketentuan dalam Rv oleh Judex Facti

(Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi) serta Mahkamah Agung RI tetap

dipergunakan dan dipertahankan.37

d. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dan Kitab

Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel). Meskipun KUH

Perdata sebagai kodifikasi hukum perdata materiil, namun juga memuat

hukum acara perdata, terutama dalam Buku IV tentang pembuktian dan

daluwarsa (Pasal 1865-1993). Selain itu juga terdapat dalam beberapa Pasal

Buku I misalnya tentang tempat tinggal atau domisili (Pasal 17-25), serta

beberapa Pasal Buku II dan III (misalnya Pasal 533, 535, 1244, 1365). Selain

itu hukum acara perdata juga diatur dalam Undang-Undang Kepailitan

(Faillissements Verordering, Staatsblad 1905 No. 217 jo. Staatsblad 1906 No.

348) dan Reglement op de Rechtsterlijke Organisatie in het beleid der Justitie

in Indonesia (R.O. atau Reglemen tentang Organisasi Kehakiman, Staatsblad

1847 No. 23) merupakan sumber dasar penerapan hukum acara perdata dalam

praktik peradilan.

36 R. Soepomo, op. cit., hal. 11.

37 Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku I dan II, (Jakarta : Penerbit Mahkamah Agung RI, 1993/1994), hal. 126. Dikutip juga oleh Lilik Mulyadi, op. cit., hal. 12.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 35: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

19

Universitas Indonesia

e. Undang-Undang

- Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 tentang Peradilan Ulangan di Jawa

dan Madura;38

- Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung jo.

Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang No. 14 Tahun 1985 jo. Undang-Undang No. 3 Tahun 2009

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985;

- Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum jo. Undang-

Undang No. 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 2

Tahun 1986 jo. Undang-Undang No. 49 Tahun 2009 Tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986;

- Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

- Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan beserta peraturan

pelaksanaannya.

f. Peraturan dan Surat Edaran Mahkamah Agung

- Misalnya Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan dan PERMA No. 2 Tahun 2002 tentang Acara

Gugatan Perwakilan Kelompok.

- Sedangkan contoh beberapa Surat Edaran Mahkamah Agung RI misalnya :

SEMA No. 09 Tahun 1976 tentang Gugatan Terhadap Pengadilan dan

Hakim, SEMA No. 6 Tahun 1992 tentang Penyelesaian Perkara di

Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri, SEMA No. 7 Tahun 1992

tentang Pengawasan dan Pengurusan Biaya-Biaya Perkara dan SEMA No.

5 Tahun 1994 tentang Biaya Administrasi.

g. Yurisprudensi

Mengenai pengertian yurisprudensi dikemukakan oleh beberapa ahli dalam

kepustakaan, antara lain disebutkan :39

38 Dengan adanya Undang-Undang No. 20 Tahun 1947 ini, maka peraturan mengenai

banding dalam HIR Pasal 188-194 tidak berlaku lagi.

39 Pustaka Peradilan Jilid VIII, (Jakarta : Penerbit Proyek Pembinaan Teknis Yustisial MARI, 1995), hal. 146-147. Dikutip juga oleh Lilik Mulyadi, op. cit., hal. 14.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 36: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

20

Universitas Indonesia

1) Yurisprudensi adalah peradilan yang tetap atau hukum peradilan (Poernadi

Poerbatjaraka dan Soerjono Soekanto).

2) Yurisprudensi yaitu ajaran hukum yang dibentuk dan dipertahankan oleh

peradilan (Kamus Fockema Andrea).

3) Yurisprudensi adalah pengumpulan yang sistematis dari Keputusan

Mahkamah Agung dan Keputusan Pengadilan Tinggi yang diikuti oleh

hakim lain dalam memberi keputusan soal yang sama (Kamus Fockema

Andrea).

4) Yurisprudensi adalah sumber hukum yang lahir dan berkembang sebagai

hukum yang hidup (living law) dalam praktik peradilan, berasal dari

putusan peradilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap yang dalam

praktik peradilan dalam kasus dan masalah yang sama, selalu diikuti oleh

badan peradilan yang lain (Ida Bagus Ngurah Adhi, Hakim Pengadilan

Tinggi Jakarta).

Dari pengertian yurisprudensi yang dikemukakan dalam literatur tersebut di

atas, berdasarkan data lapangan yang diperoleh dari para hakim Pengadilan

Tinggi dan Pengadilan Negeri serta Pengacara di Jakarta yang dijadikan

sampel penelitian bahwa sebagian dari mereka lebih condong menerima

pengertian yurisprudensi yang dikemukakan dalam Kamus Fockema Andrea

sebagaimana huruf c di atas.

h. Adat kebiasaan,40 perjanjian internasional,41 doktrin.42

40 Mengenai adat kebiasaan sebagai sumber hukum acara perdata diintrodusir oleh Prof.

Dr. Wirjono Projodikoro, S.H. dengan menyebutkan bahwa “seperti halnya dengan segala hukum maka hukum acara perdata sebagian tertulis, artinya termuat dalam beberapa undang-undang negara, sebagian tidak tertulis artinya menurut adat kebiasaan yang dianut oleh para hakim dalam melakukan pemeriksaan perdata. (Wirjono Prodjodikoro, op. cit., hal. 18)”

41 Definisi yang diambil dari Konvensi Wina Tahun 1969 disebutkan bahwa perjanjian internasional merupakan perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan akibat-akibat hukum tertentu. Tegasnya, mengatur perjanjian antarnegara selaku subyek hukum internasional (“Pengertian Perjanjian Internasional Menurut Para Ahli”, id.shvoong.com/law-and-politics/2158086-pengertian-perjanjian-internasional/ , diunduh 6 Juni 2012, pukul 22.04 WIB)

42 Doktrin antara ilmu pengetahuan merupakan sumber hukum acara perdata juga, sumber tempat hakim dapat menggali hukum acara perdata. Tetapi doktrin itu sendiri bukanlah hukum (Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 9).

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 37: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

21

Universitas Indonesia

2.1.3 Asas-asas Dalam Hukum Acara Perdata

Seperti halnya hukum-hukum pada bidang yang lain, hukum acara perdata

juga mempunyai beberapa asas yang menjadi dasar dari ketentuan-ketentuan

dalam hukum acara perdata tersebut. Berikut ini akan diuraikan beberapa asas

penting dalam hukum acara perdata, yaitu :

a. Hakim Bersifat Menunggu

Asas dari hukum acara perdata pada umumnya yaitu dalam

pelaksanaannya inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan sepenuhnya

kepada yang berkepentingan. Jadi apakah akan diproses atau tidak, apakah suatu

perkara atau tuntutan hak itu akan diajukan atau tidak, sepenuhnya diserahkan

kepada pihak yang berkepentingan. Kalau tidak ada tuntutan hak atau penuntutan,

maka tidak ada hakim (Wo kein Klager ist, ist kein Richter; nemo judex sine

actore).43 Jadi tuntutan hak yang mengajukan adalah pihak yang berkepentingan,

sedang hakim bersifat menunggu datangnya tuntutan hak diajukan kepadanya

(index ne procedat ex officio). Akan tetapi sekali perkara diajukan kepadanya,

hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadilinya, sekalipun dengan

dalih bahwa tidak ada atau kurang jelas hukumnya.

b. Peradilan yang Terbuka Untuk Umum (openbaarheid van rechtspraak)

Sidang pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata pada asasnya

terbuka untuk umum. Sebelum suatu perkara perdata mulai disidangkan maka

hakim ketua harus menyatakan bahwa sidang “dibuka” dan “terbuka untuk

umum”. Ini berarti bahwa setiap orang diperbolehkan untuk hadir, mendengar dan

menyaksikan jalannya pemeriksaan perkara perdata itu di pengadilan sepanjang

undang-undang tidak menentukan lain dan apabila tidak dipenuhi hal tersebut

mengakibatkan batalnya putusan demi hukum (Pasal 13 Undang-Undang No. 48

Tahun 2009). Tujuan asas ini adalah untuk menjamin pelaksanaan peradilan yang

tidak memihak, adil dan benar sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku,

43 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 10-11.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 38: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

22

Universitas Indonesia

yakni dengan meletakkan peradilan di bawah pengawasan umum.44 Untuk

kepentingan kesusilaan hakim memang dapat menyimpang dari asas ini, misalnya

dalam perkara perceraian karena perzinahan. Akan tetapi, walaupun pemeriksaan

suatu perkara dilakukan secara tertutup, namun putusannya harus tetap diucapkan

dalam persidangan yang terbuka untuk umum.

c. Hakim Bersikap Pasif (lijdelijkeheid van de rechter)

Menurut Riduan Syahrani,45 asas ini mengandung beberapa makna yaitu :

1) Hakim wajib mengadili seluruh gugatan/tuntutan dan dilarang menjatuhkan

putusan terhadap sesuatu yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada

yang dituntut (Pasal 178 ayat (3) HIR/189 ayat (3) RBg). Intinya ruang

lingkup gugatan serta kelanjutan pokok perkara hanya para pihak yang berhak

menentukan sehingga untuk itu hakim hanya bertitik tolak pada peristiwa yang

diajukan para pihak (secundum allegat iudicare).

2) Hakim mengejar kebenaran formal yakni kebenaran yang hanya didasarkan

kepada bukti-bukti yang diajukan di depan sidang pengadilan tanpa harus

disertai keyakinan hakim. Jika salah satu pihak yang berperkara mengakui

kebenaran suatu hal yang diajukan oleh pihak lain, maka hakim tidak perlu

menyelidiki lebih lanjut apakah yang diajukan itu sungguh-sungguh benar

atau tidak. Berbeda dengan perkara pidana, dimana hakim dalam memeriksa

dan mengadili perkara dengan mengejar kebenaran materiil, yaitu kebenaran

yang harus didasarkan pada alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang

dan harus ada keyakinan hakim.

3) Para pihak yang berperkara bebas pula untuk mengajukan atau untuk tidak

mengajukan verzet, banding dan kasasi terhadap putusan pengadilan.

Jadi pengertian pasif di sini hanyalah berarti bahwa hakim tidak

menentukan luas dari pokok sengketa. Hakim tidak boleh menambah atau

menguranginya. Akan tetapi itu semua tidak berarti bahwa hakim sama sekali

tidak aktif. Selaku pimpinan sidang, hakim harus aktif memimpin pemeriksaan

44 Riduan Syahrani (a), Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, (Jakarta :

Pustaka Kartini, 1988), hal. 17.

45 Ibid, hal 16-17.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 39: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

23

Universitas Indonesia

perkara dan tidak merupakan sekedar alat dari para pihak, dan harus berusaha

sekeras-kerasnya mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat

tercapainya peradilan. Hakim juga berhak memberi nasihat kepada kedua belah

pihak serta menunjukkan upaya hukum dan memberi keterangan kepada mereka

(Pasal 132 HIR/156 RBg).46

d. Tidak Ada Keharusan Mewakilkan

Ketentuan dalam HIR maupun RBg tidak mengharuskan kepada pihak-

pihak yang berperkara untuk mewakilkan pengurusan perkara mereka kepada ahli

hukum, sehingga pemeriksaan di persidangan dilakukan secara langsung terhadap

pihak-pihak yang berkepentingan.47 Walaupun demikian, para pihak yang

berperkara apabila menghendaki boleh mewakilkan kepada kuasanya (Pasal 123

HIR/147 RBg). Dengan adanya Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang

Advokat maka hanya seorang sarjana hukum yang memiliki izin beracara/litigasi

di pengadilan saja yang dapat mewakili seseorang untuk beracara di pengadilan.48

46 R. Soepomo, op. cit., hal. 18.

47 Sistem hukum acara perdata dalam HIR dan RBg berbeda dengan sistem hukum acara perdata dalam Rv (Reglement op de Burgerlijke Rechtsvordering) yang mewajibkan para pihak yang berperkara untuk mewakilkan kepada seorang ahli hukum (procureur) dalam beracara di muka pengadilan. Perwakilan ini merupakan keharusan yang mutlak dengan akibat batalnya tuntutan (Pasal 106 ayat (1) Rv) atau diputuskan di luar hadirnya tergugat (Pasal 109 Rv) apabila para pihak ternyata tidak diwakili. Sistem yang mewajibkan bantuan dari seorang ahli hukum dalam Rv ini didasarkan atas pertimbangan bahwa di dalam suatu proses yang memerlukan pengetahuan hukum dan kecakapan teknis, maka para pihak yang berperkara perlu dibantu oleh seorang ahli hukum supaya segala sesuatunya dapat berjalan lancar dan putusan dijatuhkan dengan seadil-adilnya.

48 Pasal 3 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat menyebutkan bahwa : (1) Untuk dapat diangkat menjadi Advokat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. warga negara Republik Indonesia; b. bertempat tinggal di Indonesia; c. tidak berstatus sebagai pegawai negeri atau pejabat negara; d. berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun; e. berijazah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1); f. lulus ujian yang diadakan oleh Organisasi Advokat; g. magang sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun terus-menerus pada kantor Advokat; h. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan

pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; i. berperilaku baik, jujur, bertanggung jawab, adil, dan mempunyai integritas yang tinggi.

(2) Advokat yang telah diangkat berdasarkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjalankan praktiknya dengan mengkhususkan diri pada bidang tertentu sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 40: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

24

Universitas Indonesia

e. Mendengar Kedua Belah Pihak yang Berperkara (horen van beide partijen)

Asas ini berarti bahwa pihak-pihak yang berperkara harus diperlakukan

sama, diberikan kesempatan yang sama, untuk membela kepentingan mereka.

Hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai suatu yang

benar tanpa mendengar atau memberi kesempatan kepada pihak yang lain untuk

mengemukakan atau menyampaikan pendapatnya. Hal ini juga berarti bahwa

pengajuan alat-alat bukti harus dilakukan di muka sidang pengadilan yang dihadiri

oleh pihak-pihak yang berperkara (Pasal 121 HIR/145 RRBg dan Pasal 132

HIR/157 RBg).

Hakim tidak boleh memberikan putusan dengan tidak memberikan

kesempatan untuk kedua belah pihak yang berperkara. Putusan verstek bukanlah

merupakan pengecualian asas ini, karena putusan verstek dijatuhkan justru karena

tergugat tidak hadir dan ia juga tidak mengirimkan kuasanya, padahal ia sudah

dipanggil dengan patut. Jadi pihak tergugat yang tidak hadir telah mendapat

kesempatan untuk didengar, akan tetapi ia tidak mempergunakan kesempatan itu.

f. Putusan Harus Disertai Alasan-alasan

Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-alasan yang dijadikan

dasar untuk mengadili (Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009,

Pasal 184 ayat (1) HIR/195 RBg, Pasal 319 HIR/618 RBg). Asas ini dimaksudkan

agar jangan sampai terjadi perbuatan sewenang-wenang dari hakim. Alasan-alasan

atau argumentasi itu adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban hakim dari

putusannya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan

ilmu hukum, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai obyektif.49 Putusan yang

tidak lengkap atau kurang pertimbangannya (anvoldoende gemotiveerd)

merupakan alasan untuk kasasi dan putusan tersebut harus dibatalkan.

49 Scholten, Algemeen Deel, hal. 114. Dikutip juga oleh Sudikno Mertokusumo (a), op.

cit., hal. 15.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 41: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

25

Universitas Indonesia

g. Beracara Perdata Dikenakan Biaya (niet-kosteloze rechtspraak)

Untuk beracara perdata pada asasnya dikenakan biaya50 (Pasal 2 ayat (4)

dan Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009, Pasal 121 ayat (4)

HIR/145 ayat (4) RBg, Pasal 182 HIR/192 RBg, Pasal 183 HIR/194 RBg).

Sedangkan bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar biaya perkara dapat

mengajukan perkara secara cuma-cuma (pro deo) dengan mendapatkan izin untuk

dibebaskan dari pembayaran biaya perkara dengan mengajukan surat keterangan

tidak mampu yang dibuat oleh kepala polisi (Pasal 237 HIR/273 RBg). Dalam

Pasal 11 Lampiran A SEMA No. 10 Tahun 201051 disebutkan bahwa pemohon

bantuan hukum harus membuktikan bahwa ia tidak mampu dengan

memperlihatkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) dari Lurah/Kepala

Desa setempat, surat keterangan tunjangan sosial lainnya seperti Kartu Keluarga

Miskin (KKM), Kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Kartu

Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Bantuan Langsung Tunai (BLT), atau

surat pernyataan tidak mampu yang dibuat dan ditandatangani pemohon bantuan

hukum dan diketahui oleh Ketua Pengadilan Negeri. Apabila penggugat yang

mengajukan permohonan pembebasan biaya perkara, maka permohonan diajukan

bersamaan dengan gugatan atau pada saat pemohon mengajukan gugatan secara

lisan sebagaimana dalam Pasal 237-241 HIR/273-277 RBg. Sedangkan apabila

diajukan oleh tergugat, maka permohonan pembebasan berperkara diajukan

bersamaan dengan penyampaian jawaban. Kemudian majelis hakim sebelum

menjatuhkan putusan sela yang berisi tentang pengabulan atau penolakan

berperkara secara prodeo, memeriksa bahwa penggugat atau tergugata tidak

mampu secara ekonomi (Pasal 19 Lampiran A SEMA No. 10 Tahun 2010).

2.2 Hukum Pembuktian Pada Pemeriksaan Perkara Perdata

Pembuktian adalah tahap terpenting dalam menyelesaikan perkara di

pengadilan, karena bertujuan untuk membuktikan telah terjadinya suatu peristiwa

50 Berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 5 Tahun 1994, biaya

perkara meliputi biaya kepaniteraan, biaya pemanggilan para pihak, biaya pemberitahuan, biaya meterai, dan biaya administrasi.

51 Mahkamah Agung, Surat Edaran Mahkamah Agung Tentangt Pedoman Pemberian Bantuan Hukum, SEMA No. 10 Tahun 2010, Pasal 11 Lampiran A.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 42: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

26

Universitas Indonesia

atau hubungan hukum tertentu yang dijadikan dasar mengajukan gugatan ke

pengadilan. Melalui tahap pembuktianlah hakim akan memperoleh dasar-dasar

untuk menjatuhkan putusan dalam menyelesaikan suatu perkara. Acara

pembuktian dilakukan baik oleh pihak penggugat maupun tergugat dalam

persidangan untuk membuktikan adanya kejadian-kejadian atau peristiwa-

peristiwa, juga untuk membuktikan adanya suatu hak.52 Proses pembuktian ini

merupakan suatu susunan kesatuan untuk mencapai suatu tujuan, yaitu

membuktikan kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan oleh para pihak, baik itu

peristiwa, kejadian, maupun hak.53 Pembuktian itu sendiri diperlukan dalam suatu

perkara yang mengadili suatu sengketa di muka pengadilan (juridicto contentiosa)

maupun dalam perkara-perkara permohonan yang menghasilkan suatu penetapan

(juridicto voluntair).

Pembuktian yang dilakukan hakim dalam mengadili perkara untuk

menentukan hubungan hukum yang sebenarnya terhadap pihak-pihak yang

berperkara. Tidak hanya kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang dapat

dibuktikan tetapi adanya suatu hak juga dapat dibuktikan. Segala peristiwa yang

menimbulkan sesuatu hak harus dibuktikan oleh yang menuntut hak tersebut,

sedangkan peristiwa yang menghapuskan hak harus dibuktikan oleh pihak yang

menyangkal hak tersebut.54

Munir Fuady dalam bukunya mengungkapkan sejarah mengenai hukum

pembuktian. Dipaparkan bahwa hukum pembuktian merupakan salah satu bidang

hukum yang cukup tua umurnya. Hal ini karena manusia dan masyarakat

seprimitif apapun dia pada hakikatnya memiliki rasa keadilan dimana rasa

keadilan tersebut akan tersentuh jika ada putusan hakim yang menghukum orang

yang tidak bersalah atau membebaskan orang yang bersalah ataupun

memenangkan orang yang tidak berhak dalam suatu persengketaan. Agar tidak

52 Efa Laela Fakhriah, Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian Perdata, (Bandung :

Alumni, 2009), hal. 110.

53 Ibid.

54 Teguh Samudera, Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, (Bandung : Alumni, 1992), hal. 9.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 43: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

27

Universitas Indonesia

sampai diputuskan secara keliru maka dalam suatu proses peradilan diperlukan

pembuktian-pembuktian.55

2.2.1 Pengertian Pembuktian

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pembuktian adalah “suatu

proses, cara, perbuatan membuktikan, usaha menunjukkan benar atau salahnya

terdakwa dalam sidang pengadilan.”56 Berikut ini akan diuraikan definisi

pembuktian menurut beberapa ahli.

Menurut Riduan Syahrani, yang dimaksud dengan pembuktian adalah

“penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan.” 57

Kemudian menurut Bachtiar Effendi, S.H. dkk menyebutkan bahwa

pengertian pembuktian adalah

“penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum oleh pihak berperkara kepada hakim dalam persidangan dengan tujuan untuk memperkuat kebenaran dalil tentang fakta hukum yang menjadi pokok sengketa, sehingga hakim memperoleh kepastian untuk dijadikan dasar putusannya.”58

Sedangkan menurut pandangan praktisi (para hakim) dalam beberapa

Penataran Hakim menyebutkan bahwa :

a. Pembuktian adalah memperkuat kesimpulan hakim tentang kebenaran

dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan.59

55 Munir Fuady, Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata, cet. 1., (Bandung : Citra

Aditya Bakti, 2006), hal. 9.

56 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 4, (Jakarta : Balai Pustaka, 2005), hal. 172.

57 Riduan Syahrani (b), Materi Dasar Hukum Acara Perdata, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 83.

58 Bachtiar Effendi, Masdari Tasmin, A. Chodari, Surat Gugat dan Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata, (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1991), hal. 50.

59 Penataran Hakim 1976/1977 di Jakarta Jilid II, (Jakarta : Penerbit Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman, 1978), hal. 122. Dikutip juga oleh Lilik Mulyadi, op. cit., hal. 155.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 44: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

28

Universitas Indonesia

b. Pembuktian adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil yang

dikemukakan dalam suatu proses sengketa, dengan mempergunakan

alat-alat bukti menurut undang-undang.60

c. Pembuktian adalah semua perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh

para pihak dalam persidangan perkara perdata yang bertujuan untuk

membuat atau memberi keyakinan kepada hakim tentang kebenaran

atas dalil, peristiwa-peristiwa serta fakta-fakta yang diajukan di dalam

proses perdata dengan cara mempergunakan alat-alat bukti

sebagaimana yang ditentukan menurut undang-undang.61

d. Pembuktian adalah memberi suatu kepastian yang layak menurut akal,

apakah perbuatan itu sungguh atau benar terjadi dan apa motif dari

perbuatan tersebut.62

e. Pembuktian berarti meyakinkan hakim dengan mempergunakan alat-

alat bukti tertentu menurut undang-undang akan kebenaran dalil-dalil

yang diketengahkan dalam suatu persengketaan oleh para pihak dalam

proses pengadilan.63

Selanjutnya menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, S.H. dengan

menyebutkan kata “membuktikan” maka ada beberapa pengertian :64

a. Kata membuktikan dikenal dalam arti logis. Membuktikan di sini

berarti memberi kepastian yang bersifat mutlak, karena berlaku bagi

setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan.

60 Penataran Hakim 1979/1980, (Jakarta : Penerbit Direktorat Jenderal Pembinaan Badan

Peradilan Umum Departemen Kehakiman, 1981), hal. 15. Dikutip juga oleh Lilik Mulyadi, op. cit., hal 155.

61 Penataran Hakim 1979/1980, op. cit., hal. 88. Dikutip juga oleh Lilik Mulyadi, op. cit., hal. 155.

62 Penataran Hakim 1980/1981, (Jakarta : Penerbit Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman, 1982), hal 195. Dikutip juga oleh Lilik Mulyadi, op. cit., hal. 155.

63 Penataran Hakim 1982 di Jakarta Ceramah dan Kuliah, (Jakarta : Penerbit Direktorat Jenderal Pembinaan Badan Peradilan Umum Departemen Kehakiman, 1983), hal. 134. Dikutip juga oleh Lilik Mulyadi, op. cit., hal. 155.

64 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 107-108.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 45: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

29

Universitas Indonesia

Berdasarkan suatu axioma65, yaitu asas-asas umum yang dikenal dalam

ilmu pengetahuan, dimungkinkan adanya pembuktian yang bersifat

mutlak. Terhadap pembuktian ini tidak dimungkinkan adanya bukti

lawan, kecuali pembuktian itu berlaku bagi setiap orang. Di sini

axioma dihubungkan menurut ketentuan-ketentuan logika dengan

pengamatan-pengamatan yang diperoleh dari pengalaman, sehingga

diperoleh kesimpulan-kesimpulan yang memberi kepastian yang

bersifat mutlak.

b. Kata membuktikan dikenal juga dalam arti konvensionil. Di sini pun

membuktikan berarti juga memberi kepastian, hanya saja bukan

kepastian mutlak, melainkan kepastian yang nisbi atau relatif sifatnya

yang mempunyai tingkatan-tingkatan :

- kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka. Karena didasarkan

atas perasaan maka kepastian ini bersifat intuitif dan disebut

conviction intime.

- Kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal, maka oleh

karena itu disebut conviction raisone.

c. Membuktikan dalam hukum acara mempunyai arti yuridis. Di dalam

ilmu hukum tidak dimungkinkan adanya pembuktian yang logis dan

mutlak yang berlaku bagi setiap orang serta menutup segala

kemungkinan akan bukti lawan, akan tetapi merupakan pembuktian

yang konvensionil yang bersifat khusus. Pembuktian dalam arti yuridis

ini hanya berlaku bagi pihak-pihak yang berperkara atau yang

memperoleh hak dari mereka. Dengan demikian pembuktian dalam arti

yuridis tidak menuju kepada kebenaran mutlak. Ada kemungkinannya

bahwa pengakuan, kesaksian atau surat-surat itu tidak benar atau palsu

atau dipalsukan. Maka dalam hal ini dimungkinkan adanya bukti

lawan. Pembuktian secara yuridis tidak lain merupakan pembuktian

65 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebut aksioma, yang artinya pernyataan yang

tidak diragukan lagi kebenarannya. Aksioma merupakan pendapat yang dijadikan pedoman dasar dan merupakan dalil pemula, sehingga kebenarannya tidak perlu dibuktikan lagi. Sedangkan dalil itu sendiri merupakan suatu kebenaran yang diturunkan dari aksioma, sehingga perlu dibuktikan terlebih dahulu kebenarannya.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 46: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

30

Universitas Indonesia

“historis”. Pembuktian yang bersifat historis ini mencoba menetapkan

apa yang telah terjadi secara konkreto. Baik dalam pembuktian yang

yuridis maupun ilmiah, maka membuktikan pada hakekatnya berarti

mempertimbangkan secara logis mengapa peristiwa-peristiwa tertentu

dianggap benar.

Dari beberapa pandangan teoritis dan praktisi hukum sebagaimana tersebut

di atas, Lilik Mulyadi menarik suatu kesimpulan bahwa dalam pengertian

“pembuktian” terkandung elemen-elemen sebagai berikut :66

- merupakan bagian dari hukum acara perdata;

- merupakan suatu proses prosesuil untuk meyakinkan hakim terhadap

kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan para pihak berperkara perdata di

sidang pengadilan;

- merupakan dasar bagi hakim dalam rangka menjatuhkan putusan.

2.2.2 Prinsip-Prinsip Umum Pembuktian

Yang dimaksud prinsip umum pembuktian adalah landasan penerapan

pembuktian. Semua pihak, termasuk hakim harus berpegang pada patokan yang

digariskan prinsip yang dimaksud. Memang di samping itu masih terdapat lagi

prinsip-prinsip khusus yang berlaku untuk setiap jenis alat bukti, sehingga harus

juga dijadikan patokan dalam penerapan sistem pembuktian.

1. Pembuktian Mencari dan Mewujudkan Kebenaran Formil

Sistem pembuktian yang dianut hukum acara perdata, tidak bersifat stelsel

negatif menurut undang-undang (negatief wettelijk stelsel), seperti dalam proses

pemeriksaan pidana yang menuntut pencarian kebenaran materiil, dimana selain

harus dibuktikan berdasarkan alat bukti yang sah dan mencapai batas minimal

pembuktian, juga harus didukung oleh keyakinan hakim. Prinsip inilah yang

disebut beyond reasonable doubt. Sistem pembuktian ini yang dianut Pasal 183

KUHAP.67 Kebenaran yang diwujudkan benar-benar berdasarkan bukti-bukti

66 Lilik Mulyadi, op. cit., hal. 156-157.

67 Indonesia (a), Undang-Undang Hukum Acara Pidana, UU No. 8 Tahun 1981, Pasal 183.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 47: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

31

Universitas Indonesia

yang tidak meragukan, sehingga kebenaran itu dianggap bernilai sebagai

kebenaran hakiki (materiele waarheid, ultimate truth).68

Namun, tidak demikian dalam proses peradilan perdata. Kebenaran yang

dicari dan diwujudkan hakim, cukup kebenaran formil (formeel waarheid)

sehingga tidak dituntut adanya keyakinan hakim. Para pihak yang berperkara

dapat mengajukan pembuktian berdasarkan kebohongan dan kepalsuan, namun

fakta yang demikian secara teoritis harus diterima hakim untuk melindungi atau

mempertahankan hak perorangan atau hak perdata pihak yang bersangkutan.69

Dalam kerangka sistem pembuktian yang demikian, sekiranya tergugat mengakui

dalil penggugat, meskipun itu bohong atau palsu, hakim harus menerima

kebenaran itu dengan kesimpulan bahwa berdasarkan pengakuan itu, tergugat

dianggap dan dinyatakan melepaskan hak perdatanya atas hal yang

diperkarakan.70

Dalam rangka mencari kebenaran formil, perlu diperhatikan beberapa

prinsip sebagai pegangan bagi hakim maupun para pihak yang berperkara, yaitu

sebagai berikut :

a. Tugas dan Peran Hakim Bersifat Pasif

Hakim hanya terbatas menerima dan memeriksa sepanjang mengenai

hal-hal yang diajukan penggugat dan tergugat. Oleh karena itu, fungsi dan

peran hakim dalam proses perkara perdata hanya terbatas pada mencari dan

menemukan kebenaran formil, dimana kebenaran itu diwujudkan sesuai

dengan dasar alasan dan fakta-fakta yang diajukan oleh para pihak selama

proses persidangan berlangsung. Sehubungan dengan sikap pasif tersebut,

sekiranya hakim yakin bahwa apa yang digugat dan diminta penggugat adalah

benar, tetapi penggugat tidak mampu mengajukan bukti tentang kebenaran

yang diyakininya, maka hakim harus menyingkirkan keyakinan itu dengan

menolak kebenaran dalil gugatan karena tidak didukung dengan bukti dalam

persidangan.

68 Subekti (b), Hukum Pembuktian, Cet. Kedelapan, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1987),

hal. 9.

69 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 498.

70 Subekti (a), op. cit., hal. 107.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 48: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

32

Universitas Indonesia

Makna pasif bukan hanya sekadar menerima dan memeriksa apa-apa

yang diajukan para pihak, tetapi tetap berperan dan berwenang menilai

kebenaran fakta yang diajukan ke persidangan, dengan ketentuan sebagai

berikut :71

1) Hakim tidak dibenarkan mengambil prakarsa aktif meminta para pihak

mengajukan atau menambah pembuktian yang diperlukan. Semuanya itu

menjadi hak dan kewajiban para pihak. Cukup atau tidak alat bukti yang

diajukan terserah sepenuhnya kepada kehendak para pihak. Hakim tidak

dibenarkan membantu pihak manapun untuk melakukan sesuatu, kecuali

sepanjang hal yang ditentukan undang-undang. Misalnya berdasarkan

Pasal 165 RBg/139 HIR, salah satu pihak dapat meminta bantuan kepada

hakim untuk memanggil dan menghadirkan seorang saksi melalui pejabat

yang berwenang agar saksi tersebut menghadap pada hari sidang yang

telah ditentukan, apabila saksi yang bersangkutan relevan akan tetapi

pihak tersebut tidak dapat menghadirkan sendiri saksi tersebut secara

sukarela.

2) Menerima setiap pengakuan dan pengingkaran yang diajukan para pihak di

persidangan, untuk selanjutnya dinilai kebenarannya oleh hakim.

3) Pemeriksaan dan putusan hakim, terbatas pada tuntutan yang diajukan

penggugat dalam gugatan.

b. Putusan Berdasarkan Pembuktian Fakta

Hakim tidak dibenarkan mengambil putusan tanpa pembuktian. Kunci

ditolak atau dikabulkannya gugatan, mesti berdasarkan pembuktian yang

bersumber dari fakta-fakta yang diajukan para pihak. Pembuktian hanya dapat

ditegakkan berdasarkan dukungan fakta-fakta.

1) Fakta yang dinilai dan dan diperhitungkan, terbatas yang diajukan dalam

persidangan

Selama proses berlangsung, terutama pada saat persidangan memasuki

tahap pembuktian, para pihak diberi kesempatan menyampaikan bahan

atau alat bukti, kemudian bahan atau alat bukti itu diserahkan kepada

71 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 500.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 49: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

33

Universitas Indonesia

hakim. Bahan atau alat bukti yang dinilai membuktikan kebenaran yang

didalilkan pihak manapun, hanya fakta langsung dengan perkara yang

disengketakan. Kalau bahan atau alat bukti yang disampaikan di

persidangan tidak mampu membenarkan fakta yang berkaitan dengan

perkara yang disengketakan, maka tidak bernilai sebagai alat bukti.72

2) Fakta yang terungkap di luar persidangan

Hanya fakta-fakta yang diajukan di persidangan yang boleh dinilai dan

diperhitungkan menentukan kebenaran dalam mengambil putusan.

Sehubungan dengan itu, fakta yang boleh dinilai dan diperhitungkan hanya

yang disampaikan para pihak kepada hakim dalam persidangan. Hakim

tidak dibenarkan menilai dan memperhitungkan fakta-fakta yang tidak

diajukan pihak yang berperkara. Misalnya, fakta yang ditemukan hakim

dari surat kabar atau majalah adalah fakta yang diperoleh hakim dari

sumber luar, bukan dalam persidangan maka tidak dapat dijadikan fakta

untuk membuktikan kebenaran yang didalilkan oleh salah satu pihak.

Walaupun sedemikian banyak fakta yang diperoleh dari berbagai sumber,

selama fakta tersebut bukan diajukan dan diperoleh dalam persidangan

maka fakta tersebut tidak dapat dinilai dalam mengambil putusan.

Meskipun banyak orang yang memberitahukan dan menunjukkan fakta

kepada hakim tentang kebenaran perkara yang disengketakan, fakta

tersebut harus ditolak dan disingkirkan dalam mencari kebenaran atas

perkara dimaksud. Fakta yang demikian disebut out of court, oleh karena

itu tidak dapat dijadikan dasar mencari dan menemukan kebenaran.73

3) Hanya fakta berdasar kenyataan yang bernilai pembuktian

Selain fakta harus diajukan dan ditemukan dalam proses persidangan,

fakta yang bernilai sebagai pembuktian hanya :

a) Terbatas pada fakta yang konkret dan relevan, yakni jelas dan nyata

membuktikan suatu keadaan atau peristiwa yang berkaitan langsung

dengan perkara yang disengketakan. Artinya, alat bukti yang diajukan

72 Ibid, hal. 500-501.

73 Ibid, hal. 501.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 50: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

34

Universitas Indonesia

mengandung fakta konkret dan relevan atau bersifat prima facie, yaitu

membuktikan suatu keadaan atau peristiwa yang langsung berkaitan

erat dengan perkara yang sedang diperiksa.

b) Fakta yang abstrak dalam hukum pembuktian, dikategorikan sebagai

hal yang khayal atau semu, oleh karena itu tidak bernilai sebagai alat

bukti untuk membuktikan suatu kebenaran.74

2. Pengakuan Mengakhiri Pemeriksaan Perkara

Pada prinsipnya, pemeriksaan perkara sudah berakhir apabila salah satu

pihak memberikan pengakuan yang bersifat menyeluruh terhadap materi pokok

perkara. Apabila tergugat mengakui secara murni dan bulat atas materi pokok

yang didalilkan penggugat, dianggap perkara yang disengketakan telah selesai,

karena dengan pengakuan itu telah dipastikan dan diselesaikan hubungan hukum

yang terjadi antara para pihak. Begitu juga sebaliknya, kalau penggugat

membenarkan dan mengakui dalil bantahan yang diajukan tergugat, berarti sudah

dapat dipastikan dan dibuktikan gugatan yang diajukan penggugat sama sekali

tidak benar. Apalagi jika didekati dari ajaran pasif, meskipun hakim mengetahui

dan yakin pengakuan itu bohong atau berlawanan dengan kebenaran, hakim harus

menerima pengakuan itu sebagai fakta dan kebenaran. Oleh karena itu, hakim

harus mengakhiri pemeriksaan karena dengan pengakuan tersebut materi pokok

perkara dianggap telah selesai secara tuntas.75

Sehubungan dengan itu, agar penerapan pengakuan mengakhiri perkara

tidak keliru, perlu dijelaskan lebih lanjut beberapa patokan sebagai berikut : 76

a. Pengakuan yang Diberikan Tanpa Syarat

Pengakuan yang berbobot mengakhiri perkara, apabila :

1) Pengakuan diberikan secara tegas (expressis verbis)

Pengakuan yang diucapkan atau diutarakan secara tegas baik dengan lisan

atau tulisan di depan persidangan.

74 Ibid, hal. 501-502.

75 Ibid, hal. 505.

76 Ibid, hal. 505-506.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 51: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

35

Universitas Indonesia

2) Pengakuan yang diberikan murni dan bulat

Syarat yang kedua, pengakuan itu bersifat murni dan bulat serta

menyeluruh terhadap materi pokok perkara, dengan demikian pengakuan

yang diberikan harus tanpa syarat atau tanpa kualifikasi dan langsung

mengenai materi pokok perkara.

b. Tidak Menyangkal dengan Cara Berdiam Diri

Seandainya tergugat tidak mengajukan sangkalan tetapi mengambil sikap

berdiam diri, maka peristiwa itu tidak boleh ditafsirkan menjadi fakta atau

bukti pengakuan tanpa syarat. Oleh karena itu tidak boleh dikonstruksi sebagai

pengakuan murni dan bulat, karena kategori pengakuan yang demikian harus

dinyatakan secara tegas, baru sah dijadikan pengakuan yang murni tanpa

syarat. Sedangkan dalam keadaan diam, tidak pasti dengan jelas apa saja yang

diakui sehingga belum tuntas penyelesaian mengenai pokok perkara.77

c. Menyangkal Tanpa Alasan yang Cukup

Dalam hali ini ada diajukan sangkalan atau bantahan tetapi tidak didukung

dengan dasar alasan (opposition without basic reason) dapat dikonstruksi dan

dianggap sebagai pengakuan yang murni dan bulat tanpa syarat sehingga

membebaskan pihak lawan untuk membuktikan fakta-fakta materi pokok

perkara dengan demikian proses pemeriksaan perkara dapat diakhiri. Akan

tetapi perkembangan praktik memperlihatkan kecenderungan yang lebih

bersifat lentur, yang memberikan hak kepada pihak yang berdiam diri atau

kepada yang mengajukan sangkalan tanpa alasan (opposition without basic

reason) untuk mengubah sikap diam atau sangkalan itu dalam proses

persidangan selanjutnya, dan hal itu merupakan hak sehingga hakim wajib

memberi kesempatan kepada yang bersangkutan untuk mengubah dan

memperbaikinya. Lain halnya pengakuan yang diberikan secara tegas di

persidangan. Pengakuan tersebut langsung bersifat mengikat (binding) kepada

para pihak, oleh karena itu tidak dapat dicabut kembali ( onherroeppelijk ) dan

77 Ibid, hal. 506.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 52: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

36

Universitas Indonesia

juga tidak dapat diubah atau diperbaiki lagi sesuai dengan ketentuan Pasal

1926 KUHPerdata.78

3. Fakta-fakta yang Tidak Perlu Dibuktikan

Tidak semua fakta mesti dibuktikan. Fokus pembuktian ditujukan pada

kejadian atas peristiwa hubungan hukum yang menjadi pokok persengketaan

sesuai yang didalilkan atau fundamentum petendi gugatan pada satu segi dan apa

yang disangkal pihak lawan pada sisi lain.79

a. Hukum Positif Tidak Perlu Dibuktikan

Bertitik tolak dari doktrin ius curia novit, yakni hakim dianggap

mengetahui segala hukum positif. Bahkan bukan hanya hukum positif, tetapi

meliputi semua hukum. Pihak yang berperkara tidak perlu menyebut hukum

mana yang dilanggar dan diterapkan, karena hal itu sudah diketahui hakim.

Namun seiring dengan perkembangan zaman, maka tuntutan atas doktrin ius

curia novit tidak hanya terbatas pada hukum positif yang berlaku nasional atau

domestik. Pengetahuan hakim harus menjangkau konvensi hukum

internasional.

b. Fakta yang Diketahui Umum Tidak Dibuktikan

Dalam hukum acara perdata tidak diatur secara tegas tetapi telah

diterima secara luas sebagai doktrin hukum pembuktian yang dikenal dengan

terminologi notoir feiten atau fakta notoir. Hukum menganggap berlebihan

membuktikan sesuatu keadaan yang telah diketahui masyarakat umum. Fakta

yang diketahui umum ini mempunyai makna bahwa setiap peristiwa atau

keadaan yang dianggap harus diketahui oleh orang yang berpendidikan atau

beradab yang mengikuti perkembangan zaman. Mereka dianggap mesti

mengetahui kejadian atau keadaan tersebut tanpa melakukan penelitian atau

pemeriksaan yang seksama dan mendalam, dan hal itu diketahui secara pasti

berdasarkan pengalaman umum dalam kehidupan bermasyarakat, bahwa

kejadian atau keadaan itu memang demikian, untuk dipergunakan sebagai

78 Ibid, hal. 506-507.

79 Subekti (b), op. cit., hal. 11.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 53: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

37

Universitas Indonesia

dasar hukum membenarkan suatu tindakan kemasyarakatan yang serius dalam

bentuk putusan hakim.80 Akan tetapi, fakta yang diketahui hakim secara

pribadi tidak termasuk fakta yang diketahui umum. Oleh karena itu tidak dapat

berdiri sendiri sebagai alat bukti tetapi harus didukung lagi oleh alat bukti lain

untuk mencapai batas minimal pembuktian.

c. Fakta yang Tidak Dibantah, Tidak Perlu Dibuktikan

Sesuai dengan prinsip pembuktian, yang wajib dibuktikan ialah hal

atau fakta yang disangkal atau dibantah pihak lawan. Bertitik tolak dari prinsip

tersebut, fakta yang tidak disangkal pihak lawan, tidak perlu dibuktikan,

karena secara logis sesuatu fakta yang tidak dibantah dianggap telah terbukti

kebenarannya. Tidak menyangkal atau membantah, dianggap mengakui dalil

dan fakta yang diajukan.

d. Fakta yang Ditemukan Selama Proses Persidangan Tidak Perlu Dibuktikan

Fakta atau peristiwa yang diketahui, dialami, dilihat atau didengar

hakim selama proses pemeriksaan persidangan berlangsung, tidak perlu

dibuktikan. Karena fakta atau peristiwa itu memang demikian adanya

sehingga telah merupakan kebenaran yang tidak perlu lagi dibuktikan sebab

hakim sendiri mengetahui bagaimana yang sebenarnya. Misalnya, tergugat

tidak datang menghadiri sidang yang telah ditentukan, penggugat tidak perlu

membuktikan fakta tersebut sebab hakim sendiri mengetahuinya dan bahkan

hal tersebut telah dicatat pula dalam berita acara. Atau misalnya apabila

penggugat ataupun tergugat menyatakan pengakuan secara tegas di

persidangan, peristiwa itu tidak perlu dibuktikan karena hakim mengetahui

dan mendengar sendiri hal tersebut. Atau ketika tergugat menolak ataupun

tidak mampu menunjukkan surat, dokumen asli maupun fotokopi alat bukti

yang diajukannya, hal ini merupakan fakta yang tidak perlu dibuktikan, karena

hakim sendiri melihat dan mengetahui sendiri hal tersebut melalui

persidangan, bahkan hal tersebut tercatat dalam berita acara sidang.81

4. Bukti Lawan

80 Ibid, hal. 102.

81 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 513.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 54: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

38

Universitas Indonesia

Di dalam ketentuan Pasal 1918 KUH Perdata pada akhir ayat disebutkan,

memberi hak kepada pihak lawan untuk mengajukan pembuktian sebaliknya

terhadap pembuktian yang melekat pada putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap. Pembuktian sebaliknya itulah yang dimaksud dengan

bukti lawan atau tegenbewijs (counter proof). Bukti lawan selalu diartikan sebagai

bukti yang diajukan tergugat untuk kepentingan pembelaannya terhadap dalil dan

fakta yang diajukan penggugat, berarti merupakan bukti penyangkalan atau bukti

balasan terhadap pembuktian yang diajukan penggugat.82 Adapun tujuan utama

pengajuan bukti lawan yaitu selain untuk membantah dan melumpuhkan

kebenaran pihak lawan, juga bermaksud untuk meruntuhkan penilaian hakim atas

kebenaran pembuktian yang diajukan pihak lawan tersebut.

Terdapat dua prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam penerapan

bukti lawan. Prinsip yang pertama, semua alat bukti dapat disangkal dengan bukti

lawan. Semua alat bukti yang diajukan pihak lain pada prinsipnya dapat dibantah

atau dilumpuhkan dengan bukti lawan. Alat bukti keterangan saksi dapat dibantah

pihak lawan dengan alat bukti yang sama maupun dengan jenis alat bukti lain.

Bahkan akta otentik dapat dibantah dengan bukti lawan. A. Pitlo menyatakan

bahwa bukti lawan dapat dikemukakan juga dalam hal bukti yang diberikan

mempunyai daya pembuktian wajib. Semua bukti dapat disangkal ataupun

dilemahkan. Beliau juga menambahkan bahwa bukti lawan adalah bukti yang

sama mutunya dan sama kadarnya dengan bukti. Alat yang dipakai untuk

memberikan bukti lawan adalah sama dengan alat yang dipakai untuk

memberikan memberikan bukti, dan daya alat-alat itu sama kuatnya.83 Prinsip

yang kedua yaitu bukti tertentu tidak dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan.

Dalam hal ini tidak semua alat bukti dapat dilumpuhkan dengan bukti lawan. Hal

itu tergantung pada ketentuan undang-undang. Apabila undang-undang

menentukan nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti itu bersifat

menentukan (beslissende bewijs kracht) atau memaksa (dwingende bewijs kracht),

maka alat bukti tersebut tidak dapat dibantah maupun dilumpuhkan dengan bukti

82 Ibid, hal. 514.

83 A. Pitlo, Pembuktian dan Daluwarsa (terj.), (Jakarta : Internusa, 1986), hal. 35.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 55: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

39

Universitas Indonesia

lawan. Misalnya alat bukti sumpah pemutus (beslissende eed) yang disebut dalam

Pasal 1929 KUH Perdata dan Pasal 155 HIR/182 RBg, dinyatakan sebagai alat

bukti yang mempunyai kekuatan menentukan. Oleh karena itu, terhadapnya tidak

dapat diajukan bukti lawan, dan kekuatannya tidak dapat dilumpuhkan dengan alat

bukti mana pun.84

Satu poin penting yang harus diperhatikan yaitu bahwa pengajuan bukti

lawan haruslah berdasarkan asas proporsional. Artinya, bukti lawan yang diajukan

tidak boleh lebih rendah nilainya dari bukti yang hendak dilumpuhkan.

Sehubungan dengan itu pula, dianggap beralasan menentukan syarat ataupun

kadar bukti lawan yang dapat diajukan untuk melumpuhkan bukti yang diajukan

pihak lawan yaitu : 85

1) mutu dan kadar kekuatan pembuktiannya paling tidak sama dengan bukti yang

dilawan;

2) alat bukti lawan yang diajukan sama jenisnya dengan alat bukti yang dilawan;

3) kesempurnaan dan nilai kekuatan pembuktian yang melekat padanya sama

kuatnya.

Akan tetapi, persyaratan tersebut tidak mutlak sifatnya. Apabila peraturan

perundang-undangan menentukan lain maka syarat tersebut dapat disingkirkan.

2.2.3 Sistem Pembuktian

Secara teoritis, terdapat empat macam sistem pembuktian dalam hukum

acara, yaitu :

1. Sistem Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang Secara Positif (positief

wettelijke bewijs theorie)

Menurut teori ini, sistem pembuktian positif bergantung pada alat-alat

bukti sebagaimana disebut secara limitatif dalam undang-undang. Singkatnya,

undang-undang telah menentukan tentang adanya alat-alat bukti mana yang

dapat dipakai hakim, cara bagaimana hakim menggunakannya, kekuatan alat

84 M. Yahya Harahap, op. cit., hal 515.

85 Ibid.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 56: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

40

Universitas Indonesia

bukti tersebut dan bagaimana hakim harus memutus terbukti atau tidaknya

perkara yang sedang diadili. Hal ini juga berarti bahwa jika suatu perbuatan

sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang, maka

keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali.86 Menurut D. Simons, sistem

pembuktian berdasar undang-undang secara positif ini berusaha untuk

menyingkirkan semua pertimbangan subyektif hakim. Sistem pembuktian

inilah yang dianut oleh hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia.

2. Sistem Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Semata (conviction intime)

Sistem pembuktian ini menekankan pada keyakinan hati nurani hakim

itu sendiri tanpa didasarkan pada alat-alat bukti dalam undang-undang.

Menurut Wirjono Prodjodikoro,87 sistem pembuktian demikian pernah dianut

di Indonesia yaitu pada pengadilan distrik dan pengadilan kabupaten. Sistem

ini memungkinkan hakim menyebut apa saja yang menjadi dasar

keyakinannya, misalnya perasaan pribadi, dukun, ramalan, dan sebagainya.

3. Sistem Pembuktian Berdasar Keyakinan Hakim Atas Alasan yang Logis

(laconviction raisonnee)

Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan suatu perkara berdasarkan

keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian

disertai dengan suatu kesimpulan (conclusie) yang berlandaskan kepada

peraturan-peraturan pembuktian tertentu.88 Keyakinan ini diperoleh tidak

berdasarkan undang-undang, tetapi berdasarkan ketentuan-ketentuan menurut

pengalaman atau ilmu pengetahuan hakim sendiri.

4. Sistem Pembuktian Berdasar Undang-Undang Secara Negatif (negatief

wettelijke bewijs theorie)

86 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Kedua, Cetakan Pertama,

(Jakarta : Sinar Grafika, 2008), hal. 251.

87 Wirjono Prodjodikoro (b), Hukum Atjara Pidana di Indonesia, (Bandung : Sumur, 1967), hal. 72.

88 Andi Hamzah, op. cit., hal. 253.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 57: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

41

Universitas Indonesia

Pada prinsipnya, sistem pembuktian menurut undang-undang secara

negatif menentukan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan putusan terhadap

suatu perkara apabila alat bukti tersebut secara limitatif ditentukan oleh

undang-undang dan didukung pula oleh adanya keyakinan hakim terhadap

eksistensi alat-alat bukti tersebut.89 Sistem pembuktian ini dianut dalam

hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia, dimana untuk menentukan

seorang terdakwa bersalah atau tidak maka setidak-tidaknya didukung dengan

dua alat bukti yang sah ditambah dengan keyakinan hakim sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 183 KUHAP.

2.2.4 Beban Pembuktian

Sudah menjadi suatu kewajiban bagi hakim di dalam memeriksa suatu

perkara yang diajukan kepadanya, harus memperhatikan kepentingan-kepentingan

para pihak yang berperkara. Dalam arti, harus dijaga jangan sampai kepentingan

salah satu pihak yang berperkara itu dirugikan oleh pihak lain dan sebaliknya.

Beban pembuktian itu sendiri menurut Teguh Samudera90 diartikan

sebagai masalah yang dapat menentukan jalannya pemeriksaan perkara dan

mentukan hasil perkara, yang pembuktiannya itu harus dilakukan oleh para pihak

(bukan hakim) dengan jalan mengajukan alat-alat bukti dan hakimlah yang akan

menentukan pihak mana yang harus membuktikan, dan yang kebenarannya itu

dijadikan salah satu dasar untuk mengambil putusan akhir. Dari perumusan Pasal

163 HIR/283 RBg dan Pasal 1865 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa

seseorang yang mendalilkan adanya sesuatu hak atau kejadian untuk meneguhkan

haknya itu, harus membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. Di dalam

penjelasan pasal tersebut juga diterangkan bahwa yang harus dibuktikan itu

hanyalah perbuatan-perbuatan dan kejadian-kejadian yang dipersengketakan oleh

kedua belah pihak yang berperkara, jadi hal-hal yang telah diakui atau yang tidak

disangkal oleh pihak lawan tidak perlu dibuktikan.

89 Ibid., hal. 254.

90 Teguh Samudera, op. cit., hal. 22.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 58: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

42

Universitas Indonesia

Terhadap teori beban pembuktian yang menyebutkan bahwa barang siapa

yang mendalilkan, maka dia yang wajib untuk membuktikan ini terdapat sebuah

pengecualian dalam hal adanya strict liability. Tanggung jawab mutlak (strict

liability) itu sendiri adalah bentuk khusus dari trot (perbuatan melawan hukum),

yaitu prinsip pertanggungjawaban dalam perbuatan melawan hukum yang tidak

didasarkan kepada kesalahan. tetapi prinsip ini mewajibkan pelaku langsung

bertanggung jawab atas kerugian yang timbul karena perbuatan melawan hukum

itu. Karenanya, prinsip strict liability ini disebut juga dengan liability without

fault.91 Di Indonesia konsep strict liability (tanggung gugat mutlak, tanggung

jawab resiko) secara implisit dapat di temukan dalam Pasal 1367 dan Pasal 1368

KUH Perdata. Pasal 1367 KUH Perdata mengatur tentang tanggung jawab

seseorang atas kerugian yang disebabkan oleh barang-barang yang ada di bawah

pengawasannya. Misalnya seorang pemilik barang tertentu, suatu ketika barang itu

mengakibatkan kerugian bagi orang lain, misalnya meledak dan melukai orang

lain, maka pemiliknya bertanggung jawab atas luka-luka yang ditimbulkan, tanpa

mempersoalkan ada tidaknya kesalahan yang menimbulkan ledakan itu. Konsep

ini juga dianut dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 88 undang-undang ini menyebutkan

bahwa “Setiap orang yang tindakannya, usahanya, dan/atau kegiatannya

menggunakan B3, menghasilkan dan/atau mengelola limbah B3, dan/atau yang

menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab

mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan.”92

Konsep strict liability ini juga terdapat dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 88 undang-undang ini

menyebutkan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam

gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23

merupakan beban dan tanggung jawab pelaku usaha. Pelaku usaha

bertanggungjawab membuktikan ada tidaknya unsur kesalahan dalam suatu

91 Nur Khalimatus Sa’diyah, “Prinsip Pertanggungjawaban Produsen”,

http://gagasanhukum.wordpress.com/2008/06/26/prinsip-pertanggungjawaban-produsen/, diakses pada tanggal 2 Mei 2012.

92 Indonesia (b), Undang-Undang Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 32. LN Tahun 2009 No. 140, TLN No. 5059.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 59: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

43

Universitas Indonesia

gugatan ganti rugi. Dengan demikian, beban pembuktian yang digunakan dalam

sengketa konsumen di pengadilan adalah beban pembuktian terbalik karena pihak

pelaku usaha (tergugat) harus membuktikan ada tidaknya unsur kesalahan pada

gugatan ganti kerugian yang diajukan oleh konsumen (penggugat).

Menurut Sudikno Mertokusumo, terdapat beberapa teori tentang beban

pembuktian yang merupakan pedoman bagi hakim, yaitu : 93

1. Teori Pembuktian yang Bersifat Menguatkan Belaka (bloot affifmatief)

Menurut teori ini, siapa yang mengemukakan sesuatu maka harus

membuktikannya, bukan yang mengingkari atau menyangkalnya. Dasar

hukum dari teori ini adalah pendapat yang mengatakan bahwa hal-hal yang

negative tidak mungkin dibuktikan (negative non sunt probando). Peristiwa

negative tidak dapat menjadi dasar dari suatu hak; sekalipun pembuktiannya

memungkinkan, tidaklah penting oleh karena itu tidak dapat dibebankan pada

seseorang. Teori ini sekarang sudah ditinggalkan.

2. Teori Hukum Subyektif

Teori ini berpendapat bahwa suatu proses perdata selalu merupakan

pelaksanaan dari hukum subyektif atau bertujuan mempertahankan hukum

subyektif, dan siapa yang mengemukakan atau mengaku mempunyai suatu

hak harus membuktikannya. Dalam hal ini penggugat tidak perlu

membuktikan semuanya, penggugat berkewajiban membuktikan adanya

peristiwa-peristiwa khusus yang bersifat menimbulkan hak, sedangkan

tergugat harus membuktikan tidak adanya peristiwa-peristiwa (syarat-syarat)

umum dan adanya peristiwa-peristiwa khusus yang bersifat menghalang-

halangi dan bersifat membatalkan.

3. Teori Hukum Obyektif

Menurut teori ini, penggugat harus membuktikan kebenaran dan peristiwa

yang diajukannya dan kemudian mencari hukum obyektifnya untuk diterapkan

pada peristiwa tersebut. Hakim yang tugasnya menerapkan hukum obyektif

pada peristiwa yang diajukan oleh para pihak, hanya dapat mengabulkan

gugatan apabila unsur-unsur yang ditetapkan oleh hukum obyektif ada. Jadi

atas dasar isi hukum obyektif yang diterapkan, dapat ditentukan pembagian

93 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 135.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 60: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

44

Universitas Indonesia

beban pembuktian. Teori ini tidak dapat menjawab persoalan-persoalan yang

tidak diatur oleh undang-undang, dan bersifat formalistis.

4. Teori Hukum Publik

Mengatakan bahwa mencari kebenaran suatu peristiwa di dalam peradilan

merupakan kepentingan publik, oleh karena itu hakim harus diberi wewenang

yang lebih besar untuk mencari kebenaran. Di samping itu ada kewajiban para

pihak yang sifatnya hukum publik, yaitu untuk membuktikan dengan segala

macam alat bukti. Kewajiban ini harus disertai dengan sanksi pidana.

5. Teori Hukum Acara

Asas kedudukan prosesuil yang sama bagi para pihak di muka hakim (audi et

alteram partem merupakan asas pembagian beban pembuktian menurut teori

ini. Hakim harus membagi beban pembuktian berdasarkan kesamaan

kedudukan para pihak, asas ini membawa akibat bahwa kemungkinan untuk

menang bagi para pihak harus sama. Oleh karena itu hakim harus membebani

para pihak dengan pembuktian secara seimbang atau patut.

Dalam hukum acara terdapat tiga buah teori bagi hakim di dalam menilai

alat bukti yang diajukan oleh para pihak, yaitu :

1. Teori pembuktian bebas

Teori ini menghendaki kebebasan yang seluas-luasnya bagi hakim, di dalam

menilai alat bukti. Hakim tidak terikat oleh suatu ketentuan hukum atau

setidak-tidaknya ikatan-ikatan oleh ketentuan hukum harus dibatasi

seminimum mungkin. Menghendaki kebebasan yang luas berarti menaruh

kepercayaan atas hakim untuk bersikap penuh rasa tanggung jawab, jujur,

tidak memihak, bertindak dengan keahlian dan tidak terpengaruh oleh apapun

dan oleh siapapun.94

2. Teori pembuktian negatif

Teori ini menginkannya adanya ketentuan-ketentuan yang mengikat, yang

bersifat negatif. Ketentuan tersebut membatasi hakim dengan larangan untuk

melakukan sesuatu yang berhubungan dengan pembuktian. Jadi hakim

94 Hari Sasangka, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata untuk Mahasiswa dan

Praktisi, (Bandung : CV Mandar Maju, 2005), hal. 23.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 61: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

45

Universitas Indonesia

dilarang dengan pengecualian (Pasal 169 HIR/306 RBg, Pasal 1905 KUH

Perdata).95

Pasal 169 HIR/306 RBg :

“Keterangan seorang saksi saja, dengan tidak ada suatu alat bukti lain, tidak dapat dipercayai di dalam hukum.”

Pasal 1905 KUH Perdata :

“Keterangan seorang saksi saja, tanpa suatu alat bukti lain, di muka pengadilan tidak boleh dipercaya.”

3. Teori pembuktian positif

Di samping adanya larangan, teori ini menghendaki adanya perintah kepada

hakim. Di sini hakim diwajibkan, tetapi dengan syarat (Pasal 165 HIR/285

RBg, Pasal 1870 KUH Perdata).96

Pasal 165 HIR /285 RBg :

“Akta otentik, yaitu suatu surat yang dibuat menurut ketentuan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk membuat surat itu, memberikan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak daripadanya, tentang segala hal yang tersebut di dalam surat itu, dan juga tentang yang tercantum dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja; tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar diberitahukan itu langsung berhubung dengan pokok yang disebutkan dalam akta tersebut.”97

Pasal 1870 KUH Perdata :

“Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya.”98

95 Ibid.

96 Ibid.

97 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (HIR), diterjemahkan oleh M. Karjadi, op. cit., Pasal 165.

98 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., Pasal 1870.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 62: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

46

Universitas Indonesia

Dari uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa hukum

pembuktian itu sendiri terdiri dari :

a. Pembuktian formil, yang mengatur cara bagaimana mengadakan pembuktian

seperti terdapat dalam RBg/HIR.

b. Pembuktian materiil, mengatur dapat tidaknya diterima pembuktian dengan

alat-alat bukti tertentu di persidangan serta kekuatan pembuktian dari bukti itu.

2.3 Tinjauan Umum Mengenai Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata

Alat bukti bermacam-macam bentuk dan jenisnya yang mampu member

keterangan dan penjelasan tentang masalah yang diperkarakan di pengadilan. Alat

bukti mana diajukan para pihak untuk membenarkan dalil gugatan atau dalil

bantahan. Berdasar keterangan dan penjelasan yang diberikan alat bukti itulah

hakim melakukan penilaian,pihak mana yang paling sempurna pembuktiannya.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, telah disebutkan bahwa

mengenai alat bukti dalam hukum acara perdata diatur dalam Pasal 164 HIR/284

RBg dan Pasal 1866 KUH Perdata, yaitu alat bukti surat, alat bukti saksi, alat

bukti persangkaan, alat bukti pengakuan, dan terakhir alat bukti sumpah.

2.3.1 Alat Bukti Surat

Alat bukti surat dalam perkara perdata merupakan bukti yang paling utama

atau merupakan alat bukti yang nomor satu jika dibandingkan dengan alat-alat

bukti lain dalam lalu lintas keperdataan. Apabila ditinjau dari visi gradasinya atau

urutannya sebagaimana ketentuan dalam Pasal 164 HIR/284 RBg atau Pasal 1866

KUH Perdata, maka alat bukti surat merupakan alat bukti yang pertama dan

utama. Dikatakan pertama, oleh karena alat bukti surat gradasinya disebut pertama

dibandingkan dengan alat bukti lainnya. Sedangkan dikatakan yang utama, oleh

karena dalam hukum perdata yang dicari adalah kebenaran formal maka alat bukti

surat memang sengaja dibuat untuk dapat dipergunakan sebagai alat prmbuktian

utama.99 Dalam hukum acara perdata alat bukti ini diatur dalam Pasal 138

HIR/164 RBg, Pasal 165 HIR, Pasal 167 HIR, Pasal 285-305 RBg, Stb. 1867

Nomor 29, dan Pasal 1867-1894 KUH Perdata.

99 Lilik Mulyadi, op. cit., hal. 160.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 63: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

47

Universitas Indonesia

Surat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah kertas dan

sebagainya yang bertulis (berbagai-bagai isi, maksudnya); secarik kertas dan

sebagainya sebagai tanda atau keterangan; atau sesuatu yang ditulis, yang tertulis,

atau tulisan.100 Dalam Black’s Law Dictionary, surat diartikan sebagai :

“one of the arbitrary marks or characters constituting the alphabet, and used in written language as the representatives of sounds or articulations of the human organs of speech.”101

Berikut ini akan dikemukakan beberapa pengertian dari beberapa ahli

mengenai pengertian alat bukti dalam bentuk tertulis yang biasa disebut dengan

surat.

Surat menurut Prof. A. Pitlo adalah

“pembawa tanda tangan bacaan yang berarti, menerjemahkan suatu isi pikiran.” 102

Kemudian Sudikno Mertokusumo mengemukakan bahwa

“alat bukti tertulis atau surat ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian” 103

Dalam hal yang sama I. Rubini dan Chidir Ali menyatakan bahwa

“surat adalah suatu benda (bisa kertas, kayu, daun lontar) yang memuat tanda-tanda baca yang dapat dimengerti dan menyatakan isi pikiran (diwujudkan dalam suatu surat).” 104

Selanjutnya Teguh Samudera berpendapat bahwa

100 Kamus Besar Bahasa Indonesia, op. cit., hal. 1250.

101 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Sixth Edition, (St. Paul Minn: West Publishing Co., 1997)., hal. 712.

102 A. Pitlo, op. cit., hal. 51.

103 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 100-101.

104 I. Rubini dan Chidir Ali, Pengantar Hukum Acara Perdata, (Bandung : Alumni, 1974), hal. 88.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 64: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

48

Universitas Indonesia

“surat adalah suatu pernyataan buah pikiran atau isi hati yang diwujudkan dengan tanda-tanda bacaan dan dimuat dalam sesuatu benda.” 105

Lebih lanjut Riduan Syahrani mengemukakan bahwa

“alat bukti tulisan ialah segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dapat dimengerti dan mengandung suatu pikiran tertentu.” 106

Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa

alat bukti tulisan atau surat adalah segala sesuatu yang memjuat tanda-tanda

bacaan yang merupakan buah pikiran atau isi hati dari orang yang membuatnya.

Maka surat yang dijadikan alat pembuktian ditekankan pada adanya tanda-tanda

bacaan yang menyatakan buah pikiran. Jadi, walaupun ada sesuatu benda yang

memuat tanda-tanda bacaan akan tetapi tidak menyatakan buah pikiran atau isi

hati, maka hal tersebut tidak termasuk sebagai alat bukti tertulis atau surat.

Surat sebagai alat pembuktian tertulis dapat dibedakan dalam akta dan

surat bukan akta, yang kemudian akta masih dibedakan lagi dalam akta otentik

dan akta di bawah tangan.

2.3.1.1 Akta

Adapun yang dimaksud dengan akta menurut Riduan Syahrani adalah

“suatu tulisan yang dibuat dengan sengaja untuk dijadikan bukti tentang sesuatu peristiwa dan ditandatangani oleh pembuatnya.” 107

Kemudian menurut Sudikno Mertokusumo berpendapat bahwa

“Akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.” 108

105 Teguh Samudera, op. cit., hal. 36.

106 Riduan Syahrani (a), op. cit., hal. 60.

107 Ibid.

108 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hal. 101.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 65: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

49

Universitas Indonesia

Selanjutnya A. Pitlo juga mengemukakan bahwa

“Akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.” 109

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tidak setiap surat itu

merupakan akta. Unsur-unsur yang penting untuk digolongkan dalam pengertian

akta adalah kesengajaan untuk membuatnya sebagai suatu bukti tulisan untuk

dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat, dan

ditandatangani. Adanya tanda tangan dalam suatu akta adalah perlu untuk

identifikasi yaitu menentukan ciri-ciri atau membedakan akta yang satu dengan

akta yang lainnya. Dan dengan penandatangan itu seseorang dianggap menjamin

tentang kebenaran dari apa yang ditulis dalam akta tersebut. Sedangkan yang

dimaksud dengan penandatanganan itu sendiri ialah membubuhkan suatu tanda

dari tulisan tangan yang merupakan spesialisasi suatu surat atas nama si pembuat.

Penandatanganan ini harus dilakukan sendiri oleh yang bersangkutan dan atas

kehendaknya sendiri. Sidik jari, cap jari atau cap jempol dianggap identik dengan

tanda tangan, asal dikuatkan dengan suatu keterangan yang diberi tanggal oleh

seorang notaris atau pejabat lain yang ditunjuk oleh undang-undang. Pengesahan

sidik jari atau cap jempol oleh pihak yang berwenang dikenal dengan

waarmerking.110

Ditinjau dari segi hukum pembuktian, akta mempunyai beberapa fungsi :

a. Berfungsi sebagai Formalitas Kausa

Maksudnya, suatu akta berfungsi sebagai suatu syarat atas keabsahan

suatu tindakan hukum yang dilakukan. Apabila perbuatan atau tindakan

hukum yang dilakukan tidak dengan akta, maka tindakan itu menurut hukum

tidak sah, karena tidak memenuhi formalitas kausa.111 Dalam hal ini dapat

109 A. Pitlo, op. cit., hal. 52.

110 Dokumen/surat yang dibuat di bawah tangan, dimasukan (didaftarkan) oleh notaris kedalam buku khusus. Artinya bahwa notaris menyatakan bahwa dokumen/surat tersebut tercatat/register dalam buku khusus notaris. Biasanya hal ini ditempuh apabila dokumen/surat tersebut sudah ditanda-tangani terlebih dahulu oleh para pihak, sebelum di sampaikan kepada notaris yang bersangkutan. (http://www.bikinpt.com/service/legalisasi-waarmerking-register-dan-akta-notaris-akta-otentik, diunduh 3 Mei 2012 pukul 08. 28. WIB)

111 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 563-564.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 66: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

50

Universitas Indonesia

diambil contoh sebagaimana ditentukan dalam Pasal-Pasal 1681, 1682, 1683

KUH Perdata tentang cara menghibahkan; Pasal 1945 KUH Perdata tentang

sumpah di muka hakim, untuk akta otentik sedangkan untuk akta di bawah

tangan seperti dalam Pasal-Pasal 1610 KUH Perdata tentang pemborongan

kerja, 1767 KUH Perdata tentang meminjamkan uang dengan bunga, Pasal

1851 KUH Perdata tentang perdamaian. Jadi akta di sini maksudnya

digunakan untuk lengkapnya suatu perbuatan hukum.

b. Berfungsi sebagai Alat Bukti

Fungsi utama akta adalah sebagai alat bukti. Artinya, tujuan utama

dibuat akta memang diperuntukkan dan dipergunakan sebagai alat bukti.

Dalam masyarakat sekarang, segala aspek kehidupan dituangkan dalam bentuk

akta. Misalnya, dalam perjanjian jula-belu para pihak menuangkannya dalam

bentuk akta dengan maksud sebagai alat bukti tertulis tentang perjanjian

tersebut. Bila timbul sengketa, sejak semula telah tersedia akta untuk

membuktikan kebenaran transaksi.112

c. Fungsi Probationis Causa

Fungsi ini memberi arti bahwa akta merupakan satu-satunya alat bukti

yang dapat dan sah membuktikan suatu hal atau peristiwa. Jadi, fungsi akta itu

merupakan dasar untuk membuktikan suatu hal atau peristiwa tertentu, tanpa

akta peristiwa atau hubungan hukum yang terjadi tidak dapat dibuktikan.

Menurut bentuknya maka akta dapat dibagi menjadi dua, yaitu akta otentik

dan akta di bawah tangan.

1. Akta Otentik

Secara teoritis, apa yang dimaksud dengan akta otentik adalah surat atau

akta yang sejak semula dengan sengaja dan secara resmi dibuat untuk pembuktian.

Sejak semula dengan sengaja berarti bahwa sejak awal dibuatnya surat itu

tujuannya adalah untuk pembuktian di kemudian hari apabila terjadi sengketa.

Dikatakan secara resmi karena tidak dibuat di bawah tangan. Sedangkan secara

112 Ibid, hal. 564-565.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 67: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

51

Universitas Indonesia

dogmatis (menurut hukum positif), apa yang dimaksud dengan akta otentik

terdapat dalam Pasal 1868 KUH Perdata dan Pasal 165 HIR/285 RBg.

Pasal 1868 KUH Perdata :

“Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.”113

Pasal 165 HIR/285 RBg :

“akta otentik, yaitu suatu surat yang dibuat menurut ketentuan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum, yang berkuasa untuk membuat surat itu, memberikan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya dan sekalian orang yang mendapat hak dari padanya, tentang segala hal yang tersebut dalam surat itu, dan juga tentang yang tercanntum dalam surat itu sebagai pemberitahuan saja; tetapi yang tersebut kemudian itu hanya sekedar diberitahukan itu langsung berhubung dengan pokok yang disebutkan dalam akta tersebut.”114

Dari kedua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa ada akta otentik yang

dibuat oleh pegawai atau pejabat umum dan ada yang dibuat di hadapan pegawai

atau pejabat umum yang berkuasa membuatnya. Akta otentik yang dibuat oleh

pegawai/pejabat umum sering disebut dengan akta pejabat (acte ambtelijk),

sedangkan akta otentik yang dibuat di hadapan pegawai/pejabat umum sering

disebut dengan akta partai (acte partij). Pejabat yang berwenang memuat akta

otentik adalah notaris, camat, panitera, pegawai pencatat perkawinan, dan lain

sebagainya. Berita acara pemeriksaan suatu perkara di persidangan pengadilan

yang dibuat panitera, berita acara penyitaan dan pelelangan barang-barang

tergugat yang dibuat oleh juru sita, dan berita acara pelanggaran lalu lintas yang

dibuat oleh polisi, merupakan akta-akta otentik yang dibuat oleh pejabat umum

yang berwenang. Sedangkan akta jual beli tanah di buat di hadapan camat atau

notaris merupakan akta otentik yang dibuat di hadapan pejabat umum yang

berwenang.115 Untuk membuat akta partai (acte partij) pejabat tidak pernah

113Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh

Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., Pasal 1868.

114 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (HIR), diterjemahkan oleh M. Karjadi, op. cit., Pasal 165.

115Lilik Mulyadi, op. cit., hal. 163.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 68: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

52

Universitas Indonesia

memulai inisiatif, sedangkan untuk membuat akta pejabat (acte ambtelijk) justru

pejabatlah yang bertindak aktif, yaitu dengan inisiatif sendiri membuat akta

tersebut. Oleh karena itu, akta pejabat berisikan tidak lain daripada keterangan

tertulis dari pejabat, sedangkan dalam akta partai berisikan keterangan para pihak

sendiri yang dituangkan (diformulasikan) oleh pejabat ke dalam akta.116

Adapun kekuatan pembuktian yang melekat pada akta otentik merupakan

perpaduan dari kekuatan bukti luar, kekuatan pembuktian formil, dan kekuatan

pembuktian materiil sehingga akta otentik tersebut memiliki nilai kekuatan

pembuktian yang sempurna (volledig) dan mengikat (bindende).117

a) Kekuatan bukti luar

Dalam hal ini berlaku asas acta publica probant sese ipsa, yang berarti bahwa

suatu akta yang lahirnya tampak sebagai akta otentik serta memenuhi syarat-

syarat yang telah ditentukan, maka akta itu berlaku atau dapat dianggap

sebagai akta otentik, sampai terbukti sebaliknya.118 Suatu akta otentik harus

dianggap dan diperlakukan sebagai akta otentik, kecuali dapat dibuktikan

sebaliknya bahwa akta tersebut bukanlah akta otentik. Selama tidak dapat

dibuktikan sebaliknya pada akta tersebut melekat kekuatan bukti luar,

maksudnya harus diterima kebenarannya sebagai akta otentik. Hal ini berarti

bahwa tanda tangan pejabat dianggap sebagai aslinya, sampai ada pembuktian

sebaliknya. Beban pembuktiannya terletak pada siapa yang mempersoalkan

otentik tidaknya (authenticity). Beban pembuktian ini terikat pada ketentuan

khusus seperti yang diatur dalam Pasal 138 HIR (Pasal 164 RBg, 148 Rv).119

Sehingga sesuai dengan prinsip kekuatan bukti luar, hakim dan para pihak

yang berperkara wajib menganggap akta otentik itu sebagai akta otentik,

sampai pihak lawan dapat membuktikan bahwa akta yang diajukan bukan akta

otentik karena pihak lawan dapat membuktikan adanya suatu cacat hukum

karena pejabat yang membuatnya tidak berwenang atau tanda tangan pejabat

116 Ibid.

117 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 566.

118 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 153-154.

119 Ibid.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 69: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

53

Universitas Indonesia

di dalamnya adalah palsu atau isi yang terdapat di dalamnya telah mengalami

perubahan, baik berupa pengurangan atau penambahan kalimat.120

b) Kekuatan pembuktian formil

Pasal 1871 KUH Perdata menjelaskan bahwa segala keterangan yang tertuang

di dalamnya adalah benar diberikan dan disampaikan penanda tangan kepada

pejabat yang membuatnya. Oleh karena itu, segala keterangan yang diberikan

penanda tangan dalam akta otentik dianggap benar sebagai keterangan yang

dituturkan dan dikehendaki yang bersangkutan. Anggapan atas kebenaran

yang tercantum di dalamnya bukan hanya terbatas pada keterangan atau

pernyataan yang terdapat di dalamnya benar dari orang yang

menandatanganinya, tetapi juga meliputi kebenaran formil yang dicantumkan

pejabat pembuat akta.

c) Kekuatan pembuktian materiil

Mengenai kekuatan pembuktian materiil akta otentik yaitu menyangkut

permasalahan benar atau tidak keterangan yang tercantum di dalamnya.

Dengan kata lain membuktikan antara para pihak bahwa benar peristiwa yang

tersebut dalam akta itu telah terjadi.

2. Akta di Bawah Tangan

Akta di bawah tangan ialah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian

oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi semata-mata dibuat

antara para pihak yang berkepentingan.121 Mengenai akta di bawah tangan ini

tidak diatur dalam HIR, tetapi diatur dalam Staatblad 1867 No. 29 untuk Jawa dan

Madura, sedangkan untuk luar Jawa dan Madura diatur dalam Pasal 286-305 RBg

(lihat juga Pasal 1874-1880 KUH Perdata).122 Termasuk dalam pengertian surat di

bawah tangan menurut Pasal 1 Staatblad 1867 No. 29 (Pasal 1874 KUH Perdata,

Pasal 286 RBg) ialah akta di bawah tangan, surat-surat daftar (register), catatan

mengenai rumah tangga, dan surat-surat lainnya yang dibuat tanpa bantuan

seorang pejabat.

120 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 566-567.

121 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 151.

122 Hari Sasangka, op. cit., hal. 56.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 70: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

54

Universitas Indonesia

Pasal 1874 KUH Perdata menyebutkan :

“sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat, register-register, surat-surat urusan rumah rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pegawai umum.”123

Kemudian dalam Pasal 286 ayat (1) RBg dinyatakan :

“dipandang sebagai akta di bawah tangan yaitu surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan surat yang ditandatangani dan dibuat dengan tidak memakai bantuan seorang pejabat umum.”124

Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan sudah barang tentu tidak

seluas dan setinggi derajat akta otentik. Tidak demikian halnya dengan akta

otentik, menurut M. Yahya Harahap, pada akta di bawah tangan tidak melekat

kekuatan pembuktian lahir, tetapi hanya terbatas pada daya kekuatan pembuktian

formil dan materiil dengan bobot kualitas yang jauh lebih rendah dibandingkan

dengan kekuatan pembuktian yang dimiliki akta otentik.125 Mengenai hal ini,

Sudikno Mertokusumo126 dalam bukunya Hukum Acara Perdata Indonesia

mengemukakan bahwa oleh karena tanda tangan pada akta di bawah tangan

kemungkinannya masih dapat dipungkiri, maka akta di bawah tangan itu tidak

mempunyai kekuatan pembuktian lahir. Baru kalau tanda tangan diakui oleh yang

bersangkutan, maka akta di bawah tangan itu mempunyai kekuatan dan menjadi

bukti sempurna.

Sehingga kekuatan pembuktian yang melekat pada akta di bawah tangan,

antara lain meliputi :

a) Kekuatan pembuktian formil

Apabila tanda tangan pada akta di bawah tangan telah diakui, maka berarti

bahwa keterangan atau pernyataan di atas tanda tangan itu adalah keterangan

123 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk wetboek), diterjemahkan oleh

Subekti dan R. Tjitrosudubio, op. cit., Pasal 1874.

124 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura S. 1927 No.27 (RBg), diterjemahkan oleh Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, Cet. Kedua, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), Pasal 286.

125 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 591.

126 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 155.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 71: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

55

Universitas Indonesia

atau pernyataan dari si penanda tangan. Kekuatan pembuktian formil dari akta

di bawah tangan ini sama dengan kekuatan pembuktian formil dari akta

otentik.127

b) Kekuatan pembuktian materiil

Menurut Pasal 1875 KUH Perdata (lihat juga Pasal 288 RBg) maka akta di

bawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa akta itu digunakan atau

yang dapat dianggap diakui menurut undang-undang, bagi yang

menandatangani, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari

mereka, merupakan bukti sempurna seperti akta otentik. Jadi isi keterangan di

dalam akta di bawah tangan itu berlaku sebagai benar terhadap siapa yang

membuatnya dan demi keuntungan orang untuk siapa pernyataan itu dibuat.

Suatu akta di bawah tangan hanyalah memberi pembuktian sempurna demi

keuntungan orang kepada siapa si penanda tangan hendak memberi bukti.

Sedangkan terhadap setiap orang lainnya kekuatan pembuktiannya adalah

bebas.128

2.3.1.2 Surat Bukan Akta

Surat bukan akta ialah setiap surat yang tidak sengaja dijadikan bukti

tentang suatu peristiwa dan/atau tidak ditandatangani oleh pembuatnya. Walaupun

tulisan atau surat-surat yang bukan akta ini sengaja dibuat oleh yang

bersangkutan, tapi pada dasarnya tidak dimaksudkan sebagai alat pembuktian di

kemudian hari. Baik HIR, RBg, maupun KUH Perdata tidaklah mengatur tentang

kekuatan pembuktian dari surat-surat yang bukan akta. Surat di bawah tangan

yang bukan akta hanya disebut dalam Pasal 1874 KUH Perdata (Staatblad 1867

No. 29). Di dalam Pasal 1881 KUH Perdata (Pasal 294 RBg) dan 1883 KUH

Perdata (Pasal 297 RBg) diatur secara khusus beberapa surat-surat di bawah

tangan yang bukan akta, yaitu buku daftar (register), surat-surat rumah tangga dan

catatan-catatan yang dibubuhkan oleh seorang kreditur pada suatu alas hak yang

selamanya dipegangnya. Dikarenakan tidak diatur mengenai kekuatan

127 Ibid, hal. 156.

128 Ibid.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 72: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

56

Universitas Indonesia

pembuktiannya, maka surat-surat yang demikian itu hanya dapat dianggap sebagai

petunjuk ke arah pembuktian.129 Sehingga perihal kekuatan pembuktian daripada

surat-surat yang bukan akta tersebut sepenuhnya diserahkan kepada penilaian

hakim, sebagaimana diatur dalam Pasal 1881 ayat (2) KUH Perdata.130

Di samping sebagaimana disebutkan di atas undang-undang masih

menetapkan beberapa surat bukan akta yang mempunyai kekuatan pembuktian

yang lengkap yaitu sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1881 KUH Perdata dan

Pasal 1883 KUH Perdata. Berdasarkan Pasal 1881 KUH Perdata disebutkan

bahwa Daftar dan surat-surat urusan rumah tangga tidak memberikan bukti untuk

keuntungan pembuatnya; daftar dan surat itu merupakan bukti terhadap

pembuatnya :

1. dalam hal surat itu menyebutkan dengan tegas suatu pembayaran yang telah

diterima;

2. bila surat-surat itu dengan tegas menyebutkan bahwa catatan yang telah dibuat

adalah untuk memperbaiki suatu kekurangan dalam suatu alas hak untuk

kepentingan orang yang disebutkan dalam perikatan. Dalam segala hal

lainnya, hakim akan memperhatikannya sepanjang hal itu dianggap perlu.131

Sedangkan Pasal 1883 KUH Perdata menyebutkan bahwa selama di tangan

seorang kreditur, catatan-catatan yang dibubuhkan pada suatu tanda alas hak harus

dipercayai, walaupun catatan-catatan itu tidak ditandatangani dan tidak diberi

tanggal, bila apa yang tertulis itu merupakan suatu pembebasan terhadap

debitur.132 Demikian pula catatan-catatan yang oleh seorang kreditur dibubuhkan

pada salinan suatu tanda alas hak atau suatu tanda pembayaran, asalkan salinan

atau tanda pembayaran ini masih di tangan kreditur. Maka dapat disimpulkan

bahwa walaupun surat-surat yang bukan akta merupakan alat pembuktian yang

bebas nilai kekuatan buktinya, tetapi ada juga surat-surat yang bukan akta yang

129 Teguh Samudera, op. cit., hal. 54., menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

petunjuk ke arah pembuktian adalah surat-surat itu dapat dipakai sebagai alat bukti tambahan ataupun dapat pula dikesampingkan, dan bahkan sama sekali tidak dapat dipercaya.

130 Ibid.

131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., Pasal 1881.

132 Ibid, Pasal 1883.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 73: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

57

Universitas Indonesia

memiliki kekuatan bukti yang lengkap antara lain, surat-surat yang ditetapkan

dalam Pasal 1881 KUH Perdata dan Pasal 1883 KUH Perdata.133

2.3.2 Alat Bukti Saksi

Pembuktian dengan saksi dalam praktek lazim disebut dengan kesaksian.

Dalam hukum acara perdata alat bukti saksi diatur dalam Pasal 165 RBg/139 HIR

sampai dengan Pasal 179 RBg/152 HIR tentang pemeriksaan saksi, Pasal 306

RBg/169 HIR sampai dengan Pasal 309 RBg/172 HIR tentang keterangan saksi,

serta dalam Pasal 1895, Pasal 1902 sampai dengan Pasal 1912 KUHPerdata.

Ada beberapa pendapat mengenai kesaksian :

Menurut A. Pitlo, kesaksian hanya boleh berisikan apa yang dilihat oleh

saksi dengan pancainderanya dan tentang apa yang dapat diketahui sendiri dengan

cara yang demikian.134 Sedangkan menurut S. M. Amin, kesaksian hanya

gambaran dari apa-apa yang telah dilihat, didengar dan dialaminya, keterangan-

keterangan ini semata-mata bersifat obyektif.135 Kemudian Sudikno Mertokusumo

juga mengemukakan bahwa kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada

hakim di persidangan tentang peristiwa yang disengketakan dengan jalan

pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak

dalam perkara, yang dipanggil di persidangan.136

Jadi keterangan yang diberikan oleh saksi harus tentang peristiwa atau

kejadian yang dialaminya sendiri, sedang pendapat atau dugaan yang diperoleh

secara berpikir tidaklah merupakan kesaksian. Pembuktian dengan alat bukti saksi

diperbolehkan dalam segala hal ini diatur dalam Pasal 165 RBg/139 HIR dan

Pasal 1895 KUHPerdata, kecuali bila undang-undang menentukan lain. Misalnya,

mengenai perjanjian pendirian perseoran firma diantara para persero firma itu

sendiri yang harus dibuktikan dengan akta notaris (Pasal 22 KUHD), mengenai

133 Teguh Samudera, op. cit., hal. 56.

134 Hari Sasangka, op. cit., hal. 60.

135 Ibid.

136 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 159.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 74: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

58

Universitas Indonesia

perjanjian pertanggungan/asuransi hanya dapat dibuktikan dengan polis (Pasal

258 KUHD).

Keterangan saksi itu haruslah diberikan secara lisan dan pribadi di

persidangan, jadi harus diberitahukan sendiri dan tidak boleh diwakilkan serta

tidak boleh dibuat secara tertulis. Mengenai ketentuan bahwa saksi harus memberi

keterangan secara lisan dan pribadi diatur dalam Pasal 140 ayai (1) HIR/166 ayat

(1) RBg dan Pasal 148 HUR/176 RBg, dimana ditentukan bahwa terhadap saksi

yang telah dipanggil dan terhadap saksi yang telah datang di persidangan enggan

memberi keterangan dapat diberikan sanksi juga. Yang dapat didengar sebagai

saksi adalah pihak ketiga dan bukan salah satu pihak yang berperkara (Pasal 139

ayat (1) HIR/165 ayat (1) RBg).

Hakim karena jabatannya dapat memanggil saksi-saksi yang tidak

diajukan pihak-pihak yang berpekara. Namun demikian ada beberapa orang yang

tidak dapat didengar sebagai saksi dan yang dapat mengundurkan diri sebagai

saksi, sebagaimana diatur dalam Pasal 172 RBg/145 HIR, Pasal 174 RBg/146

HIR, serta Pasal 1910 KUHPerdata. Orang-orang yang tidak dapat didengar

sebagai saksi adalah :

a. Keluarga sedarah atau keluarga karena perkawinan menurut keturunan

lurus dari salah satu pihak;

b. Suami atau istri dari salah satu pihak meskipun sudah bercerai;

c. Anak-anak yang belum berusia 15 ( lima belas ) tahun;

d. Orang-orang gila meskipun kadang-kadang ingatannya terang atau sehat;

Adapun alasan pembentuk undang-undang menentukan mereka tidak dapat

didengar sebagai saksi adalah :

a. Mereka pada umumnya dianggap tidak cukup objektif apabila didengar

sebagai saksi;

b. Untuk menjamin hubungan kekeluargaan yang baik, yang mungkin akan

retak apabila mereka memberikan kesaksian;

c. Untuk mencegah timbulnya tekanan batin bagi mereka setelah

memberikan kesaksian;

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 75: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

59

Universitas Indonesia

Keluarga sedarah dan keluarga karena perkawinan tidak dapat ditolak

sebagai saksi dalam perkara tentang perjanjian pekerjaan. Orang-orang yang dapat

meminta dibebaskan memberikan kesaksian adalah :

a. Saudara laki-laki dan perempuan serta ipar laki-laki dan perempuan salah

satu pihak;

b. Keluarga sedarah menurut keturunan lurus dari saudara laki-laki dan

perempuan dari suami/istri dari salah satu pihak;

c. Orang yang karena martabat, pekerjaan atau jabatannya yang sah

diwajibkan menyimpan rahasia, tetapi semata-mata hanya tentang hal itu

saja yang dipercayakan karena martabat, pekerjaan dan jabatannya itu,

misalnya dokter, advokat dan notaries.

Mengenai kesaksian yang harus diberikan oleh saksi di muka persidangan

adalah tentang adanya perbuatan atau peristiwa hukum yang saksi lihat, dengar

dan alami sendiri serta alasan atau dasar yang melatar belakangi pengetahuan

tersebut. Dalam hal ini saksi tidak boleh menyimpulkan, membuat dugaan

ataupun memberikan pendapat tentang kesaksiannya karena hal ini bukan

dianggap sebagai kesaksian ( Pasal 308 RBg/171 ayat (2) HIR dan Pasal 1907

KUHPerdata). Kesaksian juga harus dikemukakan dengan lisan dan secara pribadi

apa yang diketahuinya, tidak boleh secara tertulis dan diwakilkan oleh orang lain.

Ketentuan ini di tafsirkan dari Pasal 166 ayat (1) RBg/140 ayat (1) HIR dan Pasal

176 RBg/148 HIR yang menentukan bahwa terhadap saksi yang telah dipanggil

dengan patut dan tidak datang diberi saksi dan terhadap saksi yang telah datang di

persidangan tetapi enggan memberikan keterangan juga dapat diberi sanksi.137

2.3.3 Alat Bukti Persangkaan

Alat bukti persangkaan diatur dalam Pasal 173 HIR/310 RBg dan Pasal

1915 sampai dengan Pasal 1922 KUHPerdata. Satu-satunya Pasal dalam HIR

yang mengatur mengenai persangkaan adalah Pasal 173 HIR/310 RBg. Pasal ini

sendiri tidak menguraikan apa yang dimaksud dengan persangkaan, akan tetapi

hanyalah mengemukakan bahwa persangkaan itu boleh diperhatikan sebagai alat

bukti, yaitu bahwa persangkaan saja yang tidak berdasarkan suatu peraturan

137 Teguh Samudera, op. cit., hal. 60.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 76: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

60

Universitas Indonesia

undang-undang yang tertentu, hanya harus diperhatikan oleh hakim pada waktu

menjatuhkan keputusan, jika persangkaan itu penting, saksama, tertentu, dan satu

sama lain bersetujuan.138 Pasal 1915 KUH Perdata menyebutkan bahwa :

“persangkaan-persangkaan adalah kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditarik dari satu peristiwa yang diketahui umum ke arah suatu peristiwa yang tidak diketahui umum.”139

Alat bukti ini dalam Kamus Hukum disebut vermoedem yang berarti dugaan atau

presumptie, berupa kesimpulan yang ditarik oleh undang-undang atau oleh hakim

dari suatu hal atau tindakan yang diketahui, kepada hal atau tindakan lainnya yang

belum diketahui.140 Mengenai persangkaan ini, Prof. Subekti memberikan definisi

yang lebih sederhana:

“persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suati peristiwa yang telah terkenal atau yang dianggap terbukti ke arah suatu peristiwa yang tidak terkenal, artinya sebelum terbukti.”141

Pembuktian dengan persangkaan dilakukan bila terdapat kesukaran untuk

mendapatkan saksi-saksi yang melihat atau mengalami sendiri peristiwa yang

harus dibuktikan. Misalnya, dalam perkara gugatan perceraian yang didasarkan

pada perzinahan sangat sulit sekali untuk mendapatkan saksi yang telah melihat

sendiri perbuatan tersebut. Maka untuk membuktikan peristiwa perzinahan hakim

harus menggunakan alat bukti persangkaan.

Menurut Sudikno Mertokusumo142, pada hakekatnya yang dimaksudkan

dengan persangkaan tidak lain adalah alat bukti yang bersifat tidak langsung.

Misalnya saja pembuktian daripada ketidakhadiran seseorang pada suatu waktu di

tempat tertentu dengan membuktikan ketidakhadirannya pada waktu yang sama di

138 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (HIR), diterjemahkan oleh

M. Karjadi, op. cit., Pasal 173.

139 Engelbrecht, Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI, (Jakarta : Internusa, 1992), hal. 590.

140 Andreae Fockema, Kamus Istilah Hukum Fochema Andreae (terj.), (Bandung : Bina Cipta, 1983), hal. 626.

141 Subekti (a), op.cit., hal. 95.

142 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 169-170.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 77: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

61

Universitas Indonesia

tempat lain. Dengan demikian maka setiap alat bukti dapat menjadi persangkaan.

Bahkan hakim dapat menggunakan peristiwa prosesuil maupun peristiwa notoir

sebagai persangkaan.

Jika yang menarik kesimpulan tersebut adalah hakim maka persangkaan

tersebut dinamakan persangkaan hakim. Sedangkan jika yang menarik kesimpulan

tersebut undang-undang maka dinamakan persangkaan undang-undang.

2.3.3.1 Persangkaan Menurut Undang-Undang

Menurut Pasal 1916 KUH Perdata143, persangkaan-persangkaan menurut

undang-undang ialah persangkaan yang berdasarkan suatu ketentuan khusus

undang-undang, dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu atau peristiwa-

peristiwa tertentu. Persangkaan-persangkaan semacam ini menurut Pasal 1916

KUH Perdata antara lain :

1. perbuatan yang oleh undang-undang dinyatakan batal, karena semata-mata

demi sifat dan wujudnya, dianggap telah dilakukan untuk menyelundupi suatu

ketentuan undang-undang.

2. hal-hal dimana oleh undang-undang diterangkan bahwa hak milik atau

pembebasan utang disimpulkan dari keadaan-keadaan tertentu.

3. kekuatan yang oleh undang-undang diberikan kepada suatu putusan hakim

yang telah memperoleh kekuatan mutlak.

4. kekuatan yang oleh undang-undang diberikan kepada pengakuan atau kepada

sumpah salah satu pihak.

Persangkaan menurut undang-undang ini dibagi menjadi dua, antara lain

praesumptiones juris tantum, yaitu persangkaan berdasarkan hukum yang

memungkinkan adanya pembuktian lawan dan praesumptiones juris et de jure,

yaitu persangkaan berdasarkan hukum yang tidak memungkinkan pembuktian

lawan.144 Contoh persangkaan menurut undang-undang yang memungkinkan

pembuktian lawan, misalnya : Pasal 159, 633, 658, 662, 1394, dan 1439 KUH

143 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh

Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., Pasal 1916.

144 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 171.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 78: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

62

Universitas Indonesia

Perdata. Menurut Pasal 1921 ayat (1) KUH Perdata,145 persangkaan berdasarkan

undang-undang ini membebaskan orang yang untung karenanya dari segala

pembuktian lebih lanjut. Tentang persangkaan menurut undang-undang yang tidak

memungkinkan pembuktian lawan diatur dalam Pasal 1921 ayat (2) KUH Perdata,

yaitu yang dapat menjadi dasar untuk membatalkan perbuatan-perbuatan tertentu,

misalnya : Pasal 184, 911, 1681 KUH Perdata.

2.3.3.2 Persangkaan Berdasarkan Keyakinan Hakim

Persangkaan ini diatur dalam Pasal 1922 KUH Perdata. Persangkaan

hakim sebagai alat bukti mempunyai kekuatan bukti bebas, dengan kata lain

kekuatan pembuktiannya terserah kepada penilaian hakim yang bersangkutan,

kekuatan bukti apa yang akan diberikan kepada persangkaan hakim tertentu itu,

apakah akan dianggap sebagai alat bukti yang berkekuatan sempurna, atau sebagai

bukti permulaan atau akan tidak diberi kekuatan apapun juga.146 Berbeda dengan

persangkaan menurut undang-undang, maka di sini hakim bebas dalam

menemukan persangkaan berdasarkan kenyataan. Setiap peristiwa yang telah

dibuktikan dalam persidangan dapat digunakan sebagai persangkaan.147

Pengertian persangkaan hakim sesungguhnya amat luas. Segala peristiwa,

keadaan dalam sidang, bahan-bahan yang didapat dari pemeriksaan perkara

tersebut, kesemuanya itu dapat dijadikan bahan untuk menyusun persangkaan

hakim.148 Pada umumnya apabila hanya ada satu persangkaan saja, maka

persangkaan tersebut tidaklah dianggap cukup untuk menganggap dalil yang

bersangkutan itu terbukti, dengan kata lain persangkaan hakim itu baru merupakan

bukti lengkap apabila saling berhubungan dengan persangkan-persangkaan hakim

yang lain yang terdapat dalam perkara itu.149 Menurut Pitlo150 sebagaimana

145 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh

Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., Pasal 1921.

146 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Cet. 8, (Bandung : CV Mandar Maju, 1997), hal. 78.

147 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 173.

148 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, op. cit., hal. 78.

149 Tresna, Komentar Atas Reglemen Hukum Acara di Dalam Pemeriksaan di Muka Pengadilan Negeri atau HIR, (Jakarta : Pradnya Paramita, 1970), hal. 173.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 79: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

63

Universitas Indonesia

dikutip juga oleh Sudikno Mertokusumo, pendapat ini sudah tidak lagi dianut,

sehingga satu peristiwa saja sudah dianggap cukup.

Misalnya saja, dalam perkara perdata pemeriksaan setempat dan pendapat

ahli sangat erat kaitannya dengan pembuktian. Secara formil keduanya tidak

termasuk alat bukti dalam Pasal 1866 KUH Perdata dan Pasal 164 HIR/284 RBg.

Namun demikian, keduanya memiliki fungsi yang penting apabila dari hasil

pemeriksaan, hakim atau para pihak berpendapat masih ada hal-hal yang belum

jelas, dan satu-satunya cara yang dianggap mampu menjelaskannya hanya

berdasarkan pemeriksaan setempat atau mendengar pendapat ahli. Dalam praktek,

keduanya diposisikan sebagai pendukung alat bukti yang kekuatan pembuktiannya

diserahkan kepada hakim dan dapat dijadikan bahan-bahan untuk menyusun

persangkaan hakim.

2.3.4 Alat Bukti Pengakuan

Pengakuan (bekentenis confession) sebagai alat bukti diatur dalam Pasal

174-176 HIR/311-313 RBg dan Pasal 1923-1928 KUH Perdata. Dalam hukum

acara perdata dikenal dua macam pengakuan, yaitu pengakuan yang dilakukan di

depan sidang (di muka hakim) dan pengakuan yang dilakukan di luar persidangan.

Pengakuan di muka hakim di persidangan (gerechtelijke bekentenis)

merupakan keterangan sepihak, baik tertulis maupun lisan yang tegas dan

dinyatakan oleh salah satu pihak dalam perkara di persidangan, yang

membenarkan baik seluruhnya atau sebagian dari suatu peristiwa, hak atau

hubungan hukum yang diajukan oleh lawannya, yang mengakibatkan pemeriksaan

lebih lanjut oleh hakim tidak perlu lagi.151 Pengakuan merupakan keterangan

sepihak, karena tidak memerlukan persetujuan dari pihak lawan. Dengan

demikian, maka dengan adanya pengakuan maka sengketanya dianggap selesai,

sekalipun pengakuannya itu tidak sesuai dengan kebenaran, dan hakim tidak perlu

meneliti kebenaran pengakuan tersebut.

150 Asser-Anema-Verdam, Vijfde Deel : Van Bewijs, hal 288. Dikutip oleh Pitlo, op. cit.,

hal. 117. Dikutip juga Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 173.

151 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 173.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 80: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

64

Universitas Indonesia

Mengenai pengakuan di muka hakim di depan persidangan haruslah

diperhatikan ketentuan dalam Pasal 1926 KUH Perdata152 yang menyebutkan

bahwa pengakuan di muka hakim di depan persidangan tidak dapat ditarik

kembali, kecuali kalau terbukti bahwa pengakuan itu adalah akibat dari suatu

kesesatan atau kekeliruan mengenai hal-hal yang terjadi. Dengan alasan seolah-

olah orang yang melakukan pengakuan keliru tentang hal hukumnya, suatu

pengakuan tidak dapat ditarik kembali.

Berbeda dengan pengakuan di muka hakim di persidangan, pengakuan di

luar sidang ialah keterangan yang diberikan oleh salah satu pihak dalam suatu

perkara perdata di luar persidangan untuk membenarkan pernyataan-pernyataan

yang diberikan lawannya.153 Pengakuan di luar persidangan diatur dalam Pasal

175 HIR/312 RBg, Pasal 1927-1928 KUH Perdata. Menurut Sudikno

Mertokusumo,154 pengakuan di luar sidang ini dapat ditarik kembali.

Kedua macam pengakuan yang telah disebutkan di atas, satu sama lain

berbeda nilai pembuktiannya.155 Pasal 174 HIR156/311 RBg157 dan Pasal 1925

KUH Perdata158 tidak menentukan apa yang disebut pengakuan di muka hakim di

persidangan, akan tetapi hanya menentukan bahwa pengakuan merupakan bukti

sempurna terhadap yang melakukannya, baik secara pribadi maupun diwakilkan

secara khusus. Dalam hal ini pengakuan bukan hanya sekedar merupakan alat

bukti yang sempurna saja, tetapi juga merupakan alat bukti yang bersifat

menentukan, yang tidak memungkinkan pembuktian lawan (Pasal 1916 ayat (2)

152 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh

Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., Pasal 1926.

153 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 178.

154 Ibid, hal. 179.

155 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, op. cit., hal. 80.

156 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (HIR), diterjemahkan oleh M. Karjadi, op. cit., Pasal 174.

157 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura S. 1927 No.27 (RBg), diterjemahkan oleh Ropaun Rambe, op. cit., Pasal 311.

158 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., Pasal 1925.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 81: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

65

Universitas Indonesia

nomor 4 KUH Perdata). Sebaliknya dalam Pasal 175 HIR159/312 RBg160 diatur

perihal pengakuan yang dilakukan di luar sidang, dimana ditentukan bahwa

diserahkan kepada pertimbangan dan awasan hakim akan menentukan kekuatan

mana akan diberikannya kepada suatu pengakuan dengan lisan yang diperbuat di

luar hukum. Dengan demikian penilaian terhadap kekuatan pembuktian

pengakuan di luar sidang merupakan bukti bebas.

Terhadap alat bukti pengakuan ini berlaku apa yang disebut onsplitsbare

aveu, yang artinya bahwa pengakuan tidak boleh dipisah-pisahkan. Pasal 176

HIR/313 RBg menyebutkan bahwa:

“Tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya, dan hakim tidak bebas akan menerima sebagian dan menolak sebagian lagi, sehingga merugikan orang yang mengaku itu, kecuali orang yang berutang itu dengan maksud akan melepaskan dirinya, menyebutkan perkara yang terbukti yang kenyataan dusta.”161

Selanjutnya Pasal 1924 KUH Perdata pada pokoknya juga mengatur ketentuan

yang sama, dijelaskan bahwa :

“Suatu pengakuan tidak boleh dipisah-pisah untuk kerugian orang yang melakukannya. Namun hakim adalah leluasa untuk memisah-misah pengakuan itu manakala si berutang didalam melakukannya, guna membebaskan dirinya, telah memajukan peristiwa-peristiwa yang ternyata palsu.”162

Dari dua ketentuan tersebut jelas bahwa suatu pengakuan harus diterima

bulat. Hakim tidak boleh memisah-misah atau memecah-mecah pengakuan itu dan

menerima sebagian dari pengakuan sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dan

menolak sebagian lainnya yang masih perlu dibuktikan lebih lanjut.

159 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (HIR), diterjemahkan oleh

M. Karjadi, op. cit., Pasal 175.

160 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura S. 1927 No.27 (RBg), diterjemahkan oleh Ropaun Rambe, op. cit.,, Pasal 312.

161 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (HIR), diterjemahkan oleh M. Karjadi, op. cit., Pasal 176.

162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., Pasal 1924.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 82: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

66

Universitas Indonesia

Yurisprudensi dan ilmu pengetahuan membedakan pengakuan menjadi

tiga, yaitu pengakuan murni, pengakuan dengan kualifikasi, dan yang terakhir

pengakuan dengan klausula.163 Yang dimaksud dengan kualifikasi bukan semata-

mata sangkalan, tetapi hendak memberikan kualifikasi terhadap pengakuan.

Demikian juga pengakuan dengan klausula adalah pengakuan dengan tambahan

yang bersifat membebaskan.164

2.3.4.1 Pengakuan Murni (aveu pur et-simple)

Pengakuan murni adalah pengakuan yang sifatnya sederhana dan sesuai

sepenuhnya dengan posita pihak lawan.165 Penggugat menyatakan suatu peristiwa

pada pihak tergugat, kemudian tergugat mengakui atau membenarkan seluruh

gugatan penggugat tersebut, sehingga dengan pengakuan saja hakim menyatakan

terbukti apa yang dikemukakan oleh penggugat. Pengakuan tersebut mutlak, tidak

ada syarat apapun. Dengan demikian pengakuan tersebut harus dinyatakan

terbukti oleh hukum. Misalnya, penggugat menyatakan bahwa tergugat meminjam

uang sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah), kemudian tergugat

mengakui bahwa ia memang meminjam uang kepada penggugat sebesar Rp

3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah).

2.3.4.2 Pengakuan dengan Kualifikasi (gequalificeerde bekentenis, aveu

qualifie)

Pengakuan dengan kualifikasi adalah pengakuan yang disertai dengan

sangkalan terhadap sebagian dari tuntutan.166 Di dalam pengakuan dengan

kualifikasi ini tergugat menambahkan sesuatu pada pokok gugatan, sehingga

sebenarnya tergugat tidak mengakui apa pun melainkan memberikan gambaran

menurut pandangannya sendiri.167 Misalnya, penggugat menyatakan bahwa

163 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 175.

164 Eman Suparman, Alat Bukti Pengakuan Dalam Hukum Acara Perdata, (Bandung : Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, s.l.), hal. 18.

165 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 175.

166 Ibid, hal. 176.

167 Eman Suparman, op. cit., hal. 21.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 83: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

67

Universitas Indonesia

tergugat telah membeli tanah dari penggugat seharga Rp 200.000.000,00 (dua

ratus juta rupiah), kemudian tergugat mengaku bahwa memang telah membeli

tanah dari penggugat, tetapi bukan seharga Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah), melainkan sebesar Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Berdasarkan hal di atas, pengakuan dengan kualifikasi sebenarnya adalah

pengakuan dan sangkalan. Di satu pihak tergugat mengakui sebagian dari gugatan

penggugat, sedangkan di lain pihak tergugat juga menyangkal sebagian lainnya

dari gugatan. Terhadap pengakuan dengan kualifikasi ini, undang-undang

melarang untuk memisah-misahkan pengakuan tersebut. Pengakuan semacam itu

harus diterima secara bulat, dalam arti tidak boleh hanya pengakuan yang diterima

sebagai terbukti sedangkan sangkalannya tidak diterima.168

2.3.4.3 Pengakuan dengan Klausula (geclausuleerde bekentenis, aveu

complexe)

Pengakuan dengan klausula adalah suatu pengakuan yang disertai dengan

keterangan tambahan yang bersifat membebaskan. Misalnya, penggugat

menyatakan bahwa tergugat telah membeli rumah penggugat seharga Rp

30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah), tergugat mengaku telah mengadakan

perjanjian jual beli rumah milik penggugat seharga Rp 30.000.000,00 (tiga puluh

juta rupiah), tetapi ditambahkan bahwa harga rumah tersebut telah dibayar lunas.

Keterangan-keterangan tambahan atau klausula semacam itu lainnya ialah :

pembayaran, pembebasan, kompensasi, dan sebagainya. Pengakuan ini pada

hakekatnya adalah pengakuan dengan sangkalan. Akan tetapi bedanya adalah

bahwa dalam pengakuan dengan klausula ini terdapat keterangan tambahan yang

sifatnya membebaskan sebagai dasar penolakan gugatan. Seperti halnya

pengakuan dengan kualifikasi, maka pengakuan dengan klausula pun harus

diterima secara bulat dan tidak boleh dipisah-pisahkan dari keterangan

tambahannya (onsplitsbare aveu).

Berdasarkan kaidah di atas, maka dalam hal terdapat pengakuan tergugat

yang disertai keterangan tambahan, maka masih diperlukan sesuatu keterangan

berupa pembuktian yang harus dibebankan kepada penggugat. Pembentuk

168 Ibid.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 84: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

68

Universitas Indonesia

undang-undang secara tidak langsung telah mengisyaratkan bahwa tidak layak

apabila tergugat yang memberi pengakuan masih harus dibebani dengan

pembuktian. Oleh karena itu ketentuan Pasal 173 HIR merupakan akekecualian

dari Pasal 163 HIR (ps. 283 Rbg dan ps. 1865 BW). Dengan demikian terhadap

pengakuan yang tidak boleh dipisah-pisahkan, kewajiban pembuktian dibebankan

kepada penggugat.169 Dalam pengakuan dengan kualifikasi dan pengakuan dengan

dengan klausula ini, apabila penggugat dapat membuktikan bahwa keterangan

tambahan dari tergugat itu sesungguhnya tidak benar, maka pengakuan itu dapat

dipisah-pisahkan. Dalam hal ini maka pembuktian kebenarannya dibebankan

kepada pihak tergugat.

Dalam hal tergugat mengajukan pengakuan yang tidak boleh dipisah-

pisahkan maka penggugat dapat memilih :

1. menolak sama sekali pengakuan (onsplitsbare aveu) itu seluruhnya dan

memberi pembuktian sendiri, atau

2. membuktikan bahwa keterangan tambahan pada pengakuan itu tidak benar.

Apabila penggugat berhasil membuktikannya, maka ia dapat meminta kepada

hakim untuk memisahkan pengakuan tergugat dari keterangan tambahan

tergugat yang terbukti tidak benar. Karena pemisahan itu, maka pengakuan

tergugat menjadi pengakuan biasa yang mempunyai kekuatan pembuktian

yang sempurna dan mengikat.170

2.3.5 Alat Bukti Sumpah

Alat bukti sumpah ini diatur dalam Pasal 155-158 HIR/182-185 RBg,

Pasal 177 HIR/314 RBg, dan Pasal 1929-1945 KUH Perdata. Undang-undang

tidak memberikan definisi mengenai apa yang dimaksud sumpah dalam hukum

acara perdata, maka dari itu para ahli hukum memberikan pengertian, antara lain :

169 Ibid, hal. 22.

170 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 178.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 85: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

69

Universitas Indonesia

1) Menurut A. Pitlo

“sumpah adalah hal menguatkan suatu keterangan dengan berseru kepada Tuhan.”171

2) Menurut Sudikno Mertokusumo

“sumpah pada umumnya adalah suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat akan sifat Maha Kuasa daripada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.”172

3) Menurut M. H. Tirtaamidjaja

“sumpah adalah suatu keterangan yang diucapkan dengan khidmat, bahwa jika orang yang mengangkat sumpah itu memberi keterangan yang tidak benar, ia bersedia dikutuk Tuhan.”173

4) Menurut Krisna Harahap

“sumpah adalah pernyataan untuk memastikan sesuatu, yang disampaikan atas nama Yang Maha Kuasa.”174

Ada dua macam sumpah menurut Sudikno Mertokusumo175, yaitu sumpah

untuk berjanji melakukan atau tidak melakukan sesuatu, yang disebut sumpah

promissoir dan sumpah untuk memberi keterangan guna meneguhkan bahwa

sesuatu itu benar demikian atau tidak, yang disebut sumpah assertoir atau

confimatoir. Termasuk sumpah promissoir adalah sumpah saksi dan sumpah ahli,

karena sebelum memberikan kesaksian atau pendapatnya harus diucapkan

pernyataan atau janji akan memberi keterangan yang benar dan tidak lain daripada

yang sebenarnya, sedangkan sumpah confirmatoir tidak lain adalah sumpah

sebagai alat bukti, karena fungsinya adalah untuk meneguhkan (confirm) suatu

peristiwa.

171 A. Pitlo, op. cit., hal. 172.

172 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 179.

173 Hari Sasangka, op. cit., hal. 113.

174 Krisna Harahap, op. cit., hal. 100.

175 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 179-180.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 86: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

70

Universitas Indonesia

Dalam pembuktian hukum acara perdata, para pihak yang bersengketa

tidak boleh didengar sebagai saksi. Walaupun para pihak tidak dapat didengar

sebagai saksi, namun dibuka kemungkinan untuk memperoleh keterangan dari

para pihak dengan diteguhkan dengan sumpah yang dimasukkan dalam golongan

alat bukti. Pasal 177 HIR//314 RBg menyatakan bahwa :

“Kepada seorang, yang dalam satu perkara telah mengangkat sumpah yang ditangguhkan atau ditolak kepadanya oleh lawannya atau yang disuruh sumpah oleh hakim tidak dapat diminta bukti yang lain untuk menguatkan kebenaran yang disumpahkannya itu.”176

Sumpah harus dilakukan di persidangan, kecuali apabila karena alasan-

alasan yang sah penyumpahan tidak dapat dilangsungkan di persidangan, dan

hanya dapat dilakukan di hadapan lawannya (Pasal 158 HIR/185 RBg, Pasal

1944-1945 KUH Perdata). Sumpah tidak memberi pembuktian selain untuk

keuntungan atau kerugian yang memerintahkan atau yang mengembalikannya

atau ahli warisnya serta mereka yang memperoleh hak dari padanya (Pasal 1937

KUH Perdata).

HIR sendiri menyebutkan ada tiga macam sumpah sebagai alat bukti ,

yaitu sumpah pemutus (decisoir), sumpah pelengkap (suppletoir), dan sumpah

penaksir (aestimator, schattingseed).

2.3.5.1 Sumpah Pemutus (decisoir)

Sumpah pemutus ialah sumpah yang oleh pihak yang satu (boleh

penggugat atau tergugat) diperintahkan kepada pihak yang lain untuk

menggantungkan putusan perkara atas pengucapan atau pengangkatan sumpah.177

Sumpah yang dibebankan atas permintaan salah satu pihak kepada lawannya ini

diatur dalam Pasal 156 HIR/183 RBg dan Pasal 1930 KUH Perdata. Sumpah ini

disebut juga dengan sumpah yang menentukan. Adapun pihak yang

memerintahkan atau meminta mengucapkan sumpah disebut deferent, yaitu pihak

176 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (HIR), diterjemahkan oleh

M. Karjadi, op. cit., Pasal 177.

177 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 750.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 87: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

71

Universitas Indonesia

yang memerintahkan sumpah pemutus, sedangkan pihak yang diperintahkan

untuk bersumpah disebut delaat atau gedefereerde.

Sumpah pemutus ini dapat dibebankan dan diperintahkan meskipun tidak

ada pembuktian sama sekali, sehingga pembebanan sumpah pemutus ini dapat

dilakukan pada setiap saat selama pemeriksaan di persidangan. Insiatif untuk

membebani sumpah pemutus ini datang dari salah satu pihak (deferent) dan ia

pulalah yang menyusun rumusan sumpahnya. Dan sumpah pemutus itu dapat

dibebankan kepada siapa saja yang dapat menjadi pihak dalam perkara secara

pribadi atau oleh orang yang diberi kuasa khusus dengan akta otentik (Pasal 157

HIR/184 RBg, Pasal 1945 KUH Perdata).

Makna sumpah pemutus ini menurut Prof. Subekti178 yaitu memiliki daya

kekuatan memutuskan perkara atau mengakhiri perselisihan, sehingga sumpah

pemutus mempunyai sifat dan daya litis decisoir, yang berarti dengan adanya

pengucapan sumpah pemutus maka dengan sendirinya mengakhiri proses

pemeriksaan perkara yang kemudian diikuti dengan pengambilan dan

menjatuhkan putusan berdasarkan ikrar sumpah yang diucapkan dan undang-

undang melekatkan kepada sumpah pemutus tersebut nilai kekuatan pembukytian

sempurna, mengikat, dan menentukan.

Sumpah pemutus harus mengenai perbuatan yang dilakukan sendiri oleh

pihak yang diperintahkan untuk bersumpah. Apabila perbuatan tersebut dilakukan

kedua belah pihak, pihak yang diperintahkan bersumpah, tetapi tidak bersedia,

dapat mengembalikan sumpah tersebut kepada lawannya (relaat). Akan tetapi,

bila perbuatan yang dimintakan sumpah bukan merupakan perbuatan yang

dilakukan bersama oleh kedua belah pihak, melainkan hanya dilakukan sendiri

oleh pihak yang dibebani sumpah, maka sumpah tersebut tidak dapat

dikembalikan kepada pihak lawan yang tidak ikut melakukan perbuatan. Pasal 156

HIR/183 RBg dan Pasal 1932 KUHPerdata menyatakan :

“barangsiapa diperintahkan mengangkat sumpah, dan menolak mengangkatnya atau menolak mengembalikannya, ataupun barangsiapa memerintahkan sumpah dan setelah kepadanya dikembalikan sumpah itu,

178 Subekti (b), op. cit., hal. 61.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 88: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

72

Universitas Indonesia

menolak mengangkatnya, harus dikalahkan dalam tuntutan maupun tangkisannya.”179

Hakim tidak boleh menolak keinginan pihak-pihak yang berperkara untuk

menyelesaikan perkaranya dengan sumpah pemutus. Hakim hanya

mempertimbangkan, apakah hal-hal atau kejadian-kejadian yang akan dilakukan

dengan sumpah tersebut akan membawa pada penyelesaian perkara dan apakah

benar-benar mengenai hal-hal dan kejadian-kejadian yang benar tidaknya memang

dapat dikuatkan oleh sumpah dari pihak yang berperkara. Bila segala sesuatu

untuk melakukan sumpah telah terpenuhi, hakim harus memperkenankan

penyumpahan itu dan harus memberi putusan sesuai dengan bunyi sumpah

tersebut.

Pasal 1936 KUH Perdata menyebutkan bahwa :

“apabila seorang yang telah diperintahkan melakukan sumpah pemutus, atau seorang yang kepada sumpahnya telah dikembalikan pemutusan perkaranya, sudah mengangkat sumpahnya, maka tak dapatlah pihak lawan diterima untuk membuktikan kepalsuan sumpah itu.”180

Pihak yang memerintahkan pihak lawannya untuk bersumpah harus dikalahkan,

tanpa ada kemungkinan untuk mengajukan alat bukti lain. Jika pihak yang

dikalahkan menuduh bahwa sumpah yang diangkat pihak lawannya itu palsu,

maka ia dapat mengajukan pengaduan kepada aparat yang berwenang dan

meminta supaya pihak yang mengangkat sumpah itu dituntut dalam perkara

pidana atas dakwaan bersumpah palsu yang disebut dalam Pasal 242 KUHP.181

2.3.5.2 Sumpah Pelengkap (suppletoir)

Sumpah pelengkap atau sumpah penambah ialah sumpah yang

diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak untuk

melengkapi pembuktian peristiwa yang menjadi sengketa sebagai dasar

179 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh

Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., Pasal 1932.

180 Ibid, Pasal 1936.

181 Riduan Syahrani (a), op. cit., hal. 119.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 89: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

73

Universitas Indonesia

putusannya. Sumpah pelengkap ini diatur dalam Pasal 155 HR/182 RBg dan Pasal

1940 KUH Perdata. Pasal 1940 KUH Perdata menyebutkan bahwa :

“hakim dapat, karena jabatan, memerintahkan sumpah kepada salah satu pihak yang berperkara, untuk menggantungkan pemutusan perkara pada penyumpahan itu, atau untuk menetapkan jumlah yang akan dikabulkan.”182

Jadi sumpah pelengkap atau sumpah penambah diperintahkan oleh hakim untuk

menambah atau melengkapi pembuktian peristiwa yang belum lengkap. Jadi,

sumpah pelengkap hanya dapat diperintahkan oleh hakim kepada salah satu pihak

yang berperkara apabila sudah ada permulaan pembuktian, tetapi masih belum

mencukupi dan tidak ada alat bukti lain, misalnya apabila hanya ada seorang saksi

saja.

Sumpah pelengkap ini mempunyai fungsi menyelesaikan perkara, maka

mempunyai kekuatan pembuktian sempurna, yang masih memungkinkan adanya

bukti lawan. Pihaj lawan boleh membuktikan bahwa sumpah itu palsu apabila

putusan yang didasarkan atas sumoah pelengkap itu telah mempunyai kekuatan

hukum yang pasti, maka bagi pihak yang dikalahkan terbuka kesempatan

mengajukan request civil setelah putusan pidana yang menyatakan bahwa sumpah

itu palsu.183

Kepada pihak mana yang harus diperintahkan oleh hakim untuk

mengangkay sumpah pelengkap atau penambah sepenuhnhya terserah kepada

kebijaksanaan hakim yang mempunyai inisiatif untuk membebani sumpah,184

atinya hakim bebas dalam memilih siapa dari pihak-pihak yang berperkara yang

akan dibebani sumpah. Dalam hal ini yang harus dipertimbangkan oleh hakim

ialah pihak manakah yang dengan sumpah pelengkap itu sekiranya akan

menjamin kebenaran peristiwa yang menjadi sengketa. Pihak yang diperintahkan

oleh hakim untuk mengangkat sumpah pelengkap tidak boleh mengembalikan

sumpah tersebut kepada pihak lawan (Pasal 1943 KUH Perdata).

182 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh

Subekti dan R. Tjitrosudibio, op. cit., Pasal 1940.

183 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 180.

184 Ibid, hal. 181.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 90: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

74

Universitas Indonesia

Hakim dapat memerintahkan sumpah penambah tersebut apabila ia

berpendapat bahwa tuntutan atau tangkisan tidak terbukti dengan sempurna

ataupun tuntutan atau tangkisan tersebut juga tidak sama sekali tidak terbukti

(Pasal 182 RBg/155 HIR ayat (1) dan Pasal 1941 KUHPerdata).185 Adapun apa

yang dinyatakan dalam sumpah penambah tidak harus berhubungan dengan

perbuatan yang dilakukan secara pribadi oleh orang yang bersumpah. Dan kepada

pihak lawan diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa sesuatu yang telah

diteguhkan oleh sumpah tersebut adalah tidak benar.

Dari apa yang telah diuraikan di atas, dapat diambil beberapa perbedaan

yang utama dari sumpah pemutus dengan sumpah penambah, antara lain :186

1. sumpah pemutus dibebankan oleh hakim atas inisiatif para pihak dalam

perkara, sedangkan sumpah pelengkap atau penambah atas inisiatif hakim

sendiri;

2. sumpah pemutus hanya diperbolehkan apabila tidak ada suatu bukti apapun,

sedangkan sumpah penambah harus ada permulaan pembuktian;

3. sumpah pemutus dapat dikembalikan kepada pihak lain, sedangkan sumpah

penambah tidak dapat dikembalikan atau dialihkan kepada pihak lain;

4. sumpah palsu tidak dapat mempengaruhi akibat dari sumpah pemutus,

sedangkan untuk sumpah penambah dapat dipengaruhi dengan adanya sumpah

palsu;

5. dalam sumpah pemutus yang menjadi obyek sumpah harus mengenai

perbuatan pribadi, sedangkan dalam sumpah penambah yang menjadi obyek

sumpah adalah perbuatan orang lain;

6. sumpah pemutus memberikan bukti yang menentukan, sedangkan sumpah

penambah memberikan bukti sementara, yang dapat dilawan dengan bukti

lain.

185 Hari Sasangka, op. cit., hal. 116.

186 Ibid, hal. 128.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 91: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

75

Universitas Indonesia

2.3.5.3 Sumpah Penaksir

Sumpah ini diatur dalam Pasal 155 HIR/182 RBg dan Pasal 1940 KUH

Perdata. Sumpah penaksir yaitu sumpah yang diperintahkan oleh hakim karena

jabatannya kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang ganti kerugian.187

Apabila dalam persidangan penggugat tidak mampu membuktikan berapa jumlah

ganti rugi yang sebenarnya atau berapa nilai harga barang yang dituntutnya,

begitu juga tergugat tidak mampu membuktikan bantahannya berapa ganti rugi

atau harga barang yang sebenarnya, taksiran atas ganti rugi atau harga barang itu

dapat ditentukan melalui pembebanan sumpah penaksir.

Sumpah penaksir ini baru dapat dibebankan oleh hakim kepada penggugat

apabila penggugat telah dapat membuktikan haknya atas ganti kerugian itu.

Sumpah tersebut dapat dipergunakan oleh hakim bila ia berpendapat bahwa alat

bukti yang telah ada tidak dapat menetapkan besarnya kerugian tersebut.188

Kekuatan pembuktian sumpah penaksir ini sama dengan sumpah penambah yaitu

bersifat sempurna dan masih memungkinkan pembuktian lawan.

187 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 182.

188 Hari Sasangka, op. cit., hal. 120.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 92: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

76

Universitas Indonesia

BAB 3

PEMERIKSAAN SETEMPAT DALAM PEMBUKTIAN SIDANG

PERKARA PERDATA DI INDONESIA

3.1. Tinjauan Mengenai Pemeriksaan Setempat Dalam Hukum Acara

Perdata

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, lima alat bukti yang berlaku

dalam hukum acara perdata baik yang diatur dalam pasal 164 HIR, Pasal 284

RBg, maupun pasal 1866 KUH Perdata bersifat limitatif. Akan tetapi dalam

praktek terdapat pendukung alat bukti yang dapat dipergunakan untuk

memperoleh kepastian mengenai suatu kebenaran peristiwa yang menjadi

sengketa. Hakim Pengadilan Negeri sebagai judex factie harus memeriksa fakta-

fakta dari suatu perkara dengan sebaik-baiknya sehingga ia mengetahui dengan

jelas seluk-beluknya. Dengan demikian, ia akan dapat mempertimbangkan dengan

sebaik-baiknya dan memberikan putusan yang seadil-adilnya menurut peraturan

hukum yang berlaku.

Untuk mengetahui dengan jelas seluk-beluk suatu perkara kadangkala

tidak selalu mudah, apalagi keterangan yang disampaikan pihak-pihak yang

berperkara di persidangan sangat tajam bertentangan satu sama lain. Selain itu

terhadap suatu keadaan kadangkala tidak bisa atau tidak begitu mudah dijelaskan

secara lisan maupun tulisan, bahkan dengan gambar atau sketsa sekalipun,

sedangkan untuk membawa obyek yang ingin dijelaskan tersebut ke depan sidang

pengadilan tidak mungkin, misalnya barang-barang tidak bergerak seperti rumah,

tanah, gedung, dan sebagainya. Dalam keadaan yang demikian maka untuk

mengetahui keadaan-keadaan atau fakta-fakta dari perkara tersebut dengan sebaik-

baiknya, perlu dilakukan pemeriksaan setempat. Walaupun secara formil

pemeriksaan setempat tidak termasuk alat bukti, namun demikian pemeriksaan

setempat berfungsi untuk membuktikan kejelasan dan kepastian tentang lokasi,

ukuran, dan batas-batas obyek sengketa.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 93: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

77

Universitas Indonesia

3.1.1 Pengaturan Tentang Pemeriksaan Setempat Dalam Peraturan

Perundang-undangan

Pemeriksaan setempat dalam HIR hanya diatur dalam satu pasal yang

terdiri dari dua ayat yaitu Pasal 153 HIR. Ketentuan dalam pasal tersebut pada

pokoknya berisi dapat dilakukannya pemeriksaan setempat yang dapat

dipergunakan hakim sebagai keterangan dalam mengambil keputusan, serta

kewajiban bagi panitera untuk membuat berita acara pemeriksaan setempat yang

ditandatangani hakim komisaris dan panitera itu sendiri. Pengaturan dalam HIR

ini sangatlah ringkas dan tidak diatur berbagai hal lainnya yang erat kaitannya

dengan pemeriksaan setempat. Ketentuan Pasal 153 HIR itu sendiri menyebutkan

bahwa :

(1) Jika dipandang perlu atau berfaedah, Ketua boleh mengangkat satu atau dua komisaris dari dewan itu yang dengan bantuan panitera pengadilan akan melihat keadaan tempat atau menjalankan pemeriksaan di tempat itu, yang dapat menjadi keterangan bagi hakim.

(2) Panitera pengadilan hendaklah membuat berita acara tentang pekerjaan itu dan hasilnya, berita acara itu harus ditandatangani oleh komisaris dan panitera pengadilan itu.189

Sama halnya dengan HIR, pada RBg pun ketentuan mengenai pemeriksaan

setempat hanya diatur dalam satu pasal yang terdiri dari tiga ayat yaitu Pasal 180

RBg. Substansi yang tedapat dalam ketentuan pasal ini pada pokoknya sama

dengan Pasal 153 HIR, akan tetapi kelebihannya terdapat pada ayat (3) yang

mengatur perihal pendelegasian pemeriksaan setempat. Pasal 180 RBg memuat :

(1) Ketua, jika dipandangnya perlu atau bermanfaat, dapat mengangkat satu atau dua orang komisaris untuk, dengan dibantu oleh panitera, mengadakan pemeriksaan di tempat agar mendapat tambahan keterangan.

(2) Tentang apa yang dilakukan oleh komisaris serta pendapatnya dibuat berita acara atau pemberitaan oleh panitera dan ditandatangani oleh komisaris dan panitera itu (IR. 153.)

(3) Jika tempat yang akan diperiksa itu terletak di luar daerah hukum tempat kedudukan pengadilan itu, maka ketua dapat diminta kepada

189 Engelbrecht, op. cit., hal. 721.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 94: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

78

Universitas Indonesia

pemerintah setempat supaya melakukan atau menyuruh melakukan pemeriksaan itu dan mengirimkan dengan selekas-lekasnya berita acara pemeriksaan itu.190

Di samping kedua peraturan tersebut di atas, pemeriksaan setempat diatur

pula dalam Bab II, Bagian 7 Rv yaitu dalam Pasal 211 sampai dengan Pasal 214

dengan titel Pemeriksaan di Tempat dan Penyaksiannya. Apa yang diatur dalam

Rv ini memiliki ketentuan yang lebih luas dibandingkan dengan yang diatur

dalam HIR dan RBg. Pasal 211 Rv menentukan bahwa :

(1) Jika hakim atas permintaan para pihak atau karena jabatan memandang perlu, maka dengan surat putusan dapat diperintahkan agar seorang atau lebih para anggota yang duduk dalam majelis, disertai oleh panitera, datang di tempat yang harus diperiksa untuk menilai keadaan setempat dan membuat akta pendapatnya, baik dilakukan sendiri maupun dengan dibantu oleh ahli-ahli.

(2) Dengan cara dan maksud yang sama dapat diperintahkan dengan suatu putusan, penyaksian benda-benda bergerak yang tidak dapat atau sukar untuk diajukan ke depan sidang pengadilan.

(3) Putusan itu menentukan waktu pemeriksaan di tempat atau waktu dan tempat peninjauan, tenggang waktu, bilamana berita acara seperti tersebut dalam Pasal 212 harus disediakan di kepaniteraan, dan menentukan waktu dilakukannya persidangan bagi para pihak untuk melanjutkan perkaranya.191

3.1.2 Pengertian Pemeriksaan Setempat

Pemeriksaan setempat dikenal dengan istilah gerechtelijke plattsopneming

atau descente. Menurut pandangan doktrin, selain istilah tersebut di atas,

pemeriksaan setempat juga lazim disebut dengan istilah plaatselijke onderzoek

atau local investigation.192 Baik HIR, RBg, maupun Rv tidaklah memberikan

suatu pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan pemeriksaan setempat.

190 Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura S. 1927 No.27 (RBg),

diterjemahkan oleh Ropaun Rambe, op. cit., Pasal 180.

191 Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvordering) S. 1847 No. 52 jo. S. 1849 No. 63, diterj. Ropaun Rambe, Hukum Acara Perdata Lengkap, Cet. Kedua, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), Pasal 211.

192 Lilik Mulyadi, op. cit., hal. 194.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 95: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

79

Universitas Indonesia

Maka dari itu, berikut ini akan dijabarkan apa yang dimaksud pemeriksaan

setempat menurut pendapat beberapa ahli.

1) Menurut Sudikno Mertokusumo,

“pemeriksaan setempat atau descente ialah pemeriksaan mengenai perkara oleh hakim karena jabatannya yang dilakukan di luar gedung atau tempat kedudukan pengadilan, agar hakim dengan melihat sendiri memperoleh gambaran atau keterangan yang memberi kepastian tentang peristiwa-peristiwa yang menjadi sengketa.”193

2) Menurut Subekti,

“pemeriksaan setempat tidaklah lain daripada memindahkan tempat sidang hakim ke tempat yang dituju itu, sehingga apa yang dilihat oleh hakim sendiri di tempat tersebut, dapat dianggap sebagai dilihat oleh hakim di muka sidang pengadilan.”194

3) Menurut Lilik Mulyadi,

“pemeriksaan setempat adalah pemeriksaan perkara yang dilakukan hakim di luar persidangan Pengadilan Negeri atau di lokasi pemeriksaan setempat dilakukan sehingga hakim dapat secara lebih tegas dan terperinci memperoleh gambaran terhadap peristiwa yang menjadi pokok sengketa.”195

4) Menurut Abdulkadir Muhammad,

“pemeriksaan di tempat adalah pemeriksaan dengan pergi ke tempat barang yang menjadi obyek perkara, yang tidak dapat dibawa ke muka persidangan, misalnya keadaan pekarangan, bangunan, dan lain-lain.”196

5) Menurut Riduan Syahrani,

“pemeriksaan setempat adalah pemeriksaan mengenai fakta-fakta atau keadaan-keadaan suatu perkara yang dilakukan oleh hakim karena jabatannya di tempat obyek perkara berada.”197

193 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hal. 187.

194 Subekti, op. cit., hal. 88.

195 Lilik Mulyadi, op. cit., hal. 194.

196 Abdulkadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Bandung : Alumni, 1982), hal. 175.

197 Riduan Syahrani, op. cit., hal. 79.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 96: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

80

Universitas Indonesia

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

pemeriksaan setempat pada hakekatnya tidak lain daripada pemeriksaan perkara

dalam persidangan, hanya saja persidangan tersebut berlangsung di luar gedung

dan tempat pengadilan, tetapi masih di dalam wilayah hukum pengadilan yang

bersangkutan di tempat obyek barang perkara terletak untuk melihat keadaan atau

memeriksa secara langsung obyek tersebut. Di dalam praktek, pemeriksaan

setempat biasanya dilakukan berkenaan dengan letak gedung atau batas tanah.

3.1.3 Tujuan Pemeriksaan Setempat

Di dalam praktek, pemeriksaan setempat biasanya dilakukan berkenaan

dengan letak gedung atau batas tanah. Tujuan pemeriksaan setempat itu sendiri

yaitu untuk mengetahui dengan jelas dan pasti mengenai letak, luas, dan batas

obyek barang yang menjadi obyek sengketa, atau untuk mengetahui dengan jelas

dan pasti mengenai kuantitas dan kualitas barang sengketa, jika obyek barang

sengketa merupakan barang yang dapat diukur jumlah dan kualitasnya.198

Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2001 tentang

Pemeriksaan Setempat dijelaskan bahwa banyak perkara-perkara perdata yang

putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap tidak dapat dieksekusi (non

executable) dikarenakan obyek perkara atas barang-barang tidak bergerak

(misalnya: sawah, tanah, dan sebagainya) tidak sesuai dengan diktum putusan,

baik mengenai letak, luas, batas-batas, maupun situasi pada saat dieksekusi akan

dilaksanakan. Oleh sebab itu, untuk menghindari terjadinya non executable dalam

menjalankan putusan pengadilan, maka SEMA ini meminta kepada majelis hakim

yang memeriksa perkara perdata dalam hal-hal tersebut mengadakan pemeriksaan

setempat atas obyek perkara dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan atau

keterangan yang lebih rinci atas obyek perkara.199

Apa yang dikemukakan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7

Tahun 2001 tersebut sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung No. 3537

198 Mashudy Hermawan, Dasar-dasar Hukum Pembuktian, (Surabaya : UMSurabaya,

2007), hal. 151.

199 Mahkamah Agung, Surat Edaran Mahkamah Agung Tentang Pemeriksaan Setempat, SEMA No. 7 Tahun 2001.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 97: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

81

Universitas Indonesia

K/Pdt/1984.200 Menurut putusan ini, hasil pemeriksaan setempat berfungsi untuk

memperjelas obyek gugatan. Dengan adanya pemeriksaan setempat yang

dibarengi dengan pembuatan sketsa tanah terperkara, maka dengan demikian telah

jelas letak dan luas tanah terperkara secara definitif, sehingga tidak ada lagi

kesulitan untuk melaksanakan eksekusi riil atas putusan yang dijatuhkan.

3.1.4 Tata Cara Pemeriksaan Setempat

Berdasarkan Pasal 153 HIR, 180 RBg, serta Pasal 211 Rv, pemeriksaan

setempat dapat dilakukan oleh hakim karena jabatannya atau atas permintaan para

pihak.

1. Oleh Hakim Karena Jabatannya

Hakim karena jabatannya, secara ex officio dapat menetapkan atau

memerintahkan diadakan pemeriksaan setempat, apabila hal itu dianggapnya

penting untuk mengetahui secara pasti keadaan yang berkenaan dengan obyek

gugatan. Dengan demikian, pemeriksaan setempat ini bukanlah pemeriksaan oleh

hakim secara pribadi, tetapi pemeriksaan oleh hakim karena jabatannya, oleh

karena pemeriksaan yang bersifat pribadi oleh hakim itu tidak boleh dijadikan

bukti.201

Sehubungan dengan hal itu, maka hakim perlu memperhatikan Surat

Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat.

Apabila dari hasil proses persidangan, terdapat kesan atau indikasi barang obyek

gugatan masih kabur, maka sangat tepat dan beralasan melaksanakan ketentuan

dalam SEMA untuk melakukan pemeriksaan setempat guna menghindari

kesulitan pelaksanaan eksekusi putusan di kemudian hari.

Mengenai sejauh mana kewenangan hakim dalam menetapkan atau

memerintahkan pemeriksaan setempat, tidak hanya terbatas pada hakim tingkat

pertama (Pengadilan Negeri). Dapat juga oleh hakim tingkat banding dan kasasi.

Jadi, pengertian hakim berdasarkan jabatannya meliputi semua hakim secara

200 Tanggal 3-2-1986, jo. PT Manado No. 205/1983, tanggal 27-7-1983, jo. PN Gorontalo

No. 29/1982, tanggal 23-3-1983.

201 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hal. 187.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 98: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

82

Universitas Indonesia

instansional.202 Apabila ada ketidakjelasan mengenai obyek sengketa, terlebih lagi

ada perbedaan yang sangat signifikan antara apa yang didalilkan oleh penggugat

maupun yang didalilkan oleh tergugat, maka hakim akan mengambil inistiatif

sendiri untuk melakukan pemeriksaan setempat baik diminta atau pun tidak oleh

para pihak. Mengenai apabila pada pengadilan tingkat pertama tidak

melaksanakan pemeriksaan setempat, kemudian perkara sudah masuk pada tingkat

banding atau kasasi, dan pada pengadilan tingkat banding atau kasasi Majelis

Hakim memandang perlu untuk dilakukan pemeriksaan setempat terhadap obyek

sengketa, maka Majelis Hakim pada tingkat banding atau kasasi dapat

memerintahkan kepada pengadilan negeri untuk membuka kembali persidangan

dalam perkara a quo dan selanjutnya melakukan sidang pemeriksaan setenpat

secara langsung di lokasi obyek sengketa guna melakukan pemeriksaan tambahan

terhadap tanah obyek sengketa baik menyangkut luas, batas-batas, letak tanah

obyek sengketa secara jelas, tegas, dan terperinci. Kemudian nanti selanjutnya

juga diperintahkan kepada pengadilan negeri agar setelah selesai melakukan

pemeriksaan setempat terhadap tanah obyek sengketa yang dimaksud segera

mengirimkan Berita Acara Hasil Pemeriksaan Setempat kepada pengadilan

tingkat banding atau kasasi untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan terhadap

materi pokok perkaranya.203

Pendapat tersebut sejalan dengan Putusan Mahkamah Agung No. 274

K/Sip/1976,204 dalam perkara ini hakim tingkat kasasi memerintahkan Pengadilan

Negeri melakukan pemeriksaan setempat. Dalam amar putusannya dikatakan

bahwa oleh karena judex factie belum memeriksa tanah obyek gugatan, maka

kepada Pengadilan Negeri diperintahkan mengadakan pemeriksaan setempat yang

disertai dengan pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Begitu juga

yang tercantum dalam Putusan Mahkamah Agung Np. 436 K/Sip/1974.205 Dalam

202 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 782.

203 Dodik Setyo Wijayanto, 25 Mei 2012, Wawancara Personal.

204 Tanggal 25-4-1979, Rangkuman Yurisprudensi (RY) Mahkamah Agung Indonesia II, Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata, Proyek Yurisprudensi MA, 1997, hal. 306.

205 Tanggal 30-3-1978, Ibid.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 99: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

83

Universitas Indonesia

perkara ini pun tingkat kasasi juga memerintahkan Pengadilan Negeri untuk

mengadakan pemeriksaan tambahan mengenai batas-batas tanah berperkara.

2. Atas Permintaan Para Pihak

Selain oleh hakim karena jabatannya, pemeriksaan setempat juga dapat

diajukan atas permintaan salah satu pihak maupun kedua belah pihak yang

berperkara. Hak para pihak tentang ini ditegaskan dalam Pasal 211 ayat (1) Rv,

bahwa atas permintaan para pihak dapat diadakan pemeriksaan setempat.

Permintaan itu dapat diajukan oleh salah satu pihak apabila pihak lawan

membantah kebenaran letak, luas, atau batas-batas tanah obyek sengketa.206 Maka

untuk memperoleh kejelasan yang pasti, sangat penting dilakukan pemeriksaan

setempat seperti yang dapat dilihat dalam Putusan MA No. 274 K/Sip/1976

maupun Putusan No. 436K/Sip/1974 dimana hakim pada tingkat kasasi

berpendapat, letak dan ukuran luas atau batas-batas tanah yang menjadi obyek

perkara belum jelas dan pasti, sehingga dianggap sangat beralasan untuk

melakukan pemeriksaan setempat.

Mengenai permintaan dari para pihak ini sedikit banyak timbul pertanyaan

seperti apabila hakim menetapkan atau memerintahkan dilakukannya pemeriksaan

setempat, apakah hal tersebut harus mendapat persetujuan dari para pihak yang

berperkara atau apabila yang meminta diadakannya pemeriksaan setempat oleh

salah satu pihak, apakah diperlukan persetujuan dari pihak yang lain atau tidak.

Dalam hal ini tidaklah diperlukan persetujuan dari para pihak, karena perintah

untuk dilakukannya pemeriksaan setempat merupakan wewenang penuh yang

dimiliki oleh hakim.207 Meskipun demikian terkadang seringkali menimbulkan

dilematik terkait dengan ketentuan dalam Pasal 211 Rv. Pasal ini memuat

ketentuan bahwa apabila hakim yang memerintahkan untuk dilakukannya

pemeriksaan setempat, maka hakim harus menentukan siapa yang akan

menanggung biaya terkait dengan pelaksanaannya. Misalnya apabila hakim

menetapkan bahwa biaya pelaksanaan pemeriksaan setempat dibebankan kepada

206 Mashudy Hermawan, op. cit., hal. 152.

207 Ibid, hal. 153.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 100: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

84

Universitas Indonesia

penggugat dan ternyata atas penetapan itu penggugat menolak untuk menanggung

biaya pemeriksaan setempat. Dari sinilah kemudian timbul pertanyaan mengenai

apa akibat yang harus ditanggung penggugat atas penolakan tersebut. Dalam kasus

yang demikian, penolakan tersebut tidak sama dengan persetujuan, tetapi

bermakna pengingkaran dalam melaksanakan kewajiban yang diperintahkan

hukum kepadanya, dalam hal ini Pasal 214 ayat (2) Rv. Kepadanya dapat

ditimpakan akibat hukum, yaitu keingkaran itu merupakan fakta di persidangan

yang dapat dijadikan alasan merugikan kepentingannya.208

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa pelaksanaan pemeriksaan

setempat didasarkan pada perintah majelis hakim yang memeriksa perkara.

Perintah itu menurut Pasal 153 HIR dan Pasal 180 RBg secara samar dituangkan

dalam bentuk putusan sela. Namun dalam Pasal 211 Rv, perintah penuangan

dalam putusan sela (interlocutoir vonnis)209 atau tussen vonnis ditentukan secara

tegas, yang antara lain berisi hal-hal berikut :

a. Penunjukan Pelaksana Pemeriksaan Setempat

Dalam putusan sela tersebut, terdapat nama pejabat yang bertindak sebagai

pelaksana yang terdiri dari :

1) Paling tidak salah seorang hakim anggota majelis

Dalam pelaksanaan pemeriksaan setempat setidaknya terdiri dari seorang

hakim anggota majelis yang memeriksa perkara tersebut. Baik HIR maupun

RBg menyebut hakim anggota yang ditunjuk sebagai pelaksana pemeriksaan

setempat dengan sebutan komisaris. Pasal 153 HIR/180 RBg menyebutkan

bahwa untuk melaksanakan pemeriksaan setempat, dapat diangkat satu atau

dua orang komisaris yang terdiri dari hakim anggota majelis yang mengadili

208 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 783.

209 Merupakan salah satu bentuk putusan sela (sementara). Berdasarkan Pasal 185 ayat (1) HIR atau Pasal 48 Rv, hakim dapat mengambil atau menjatuhkan putusan yang bukan putusan akhir (eind vonnis), yang dijatuhkan pada saat proses pemeriksaan berlangsung. Namun, putusan tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan dengan putusan akhir mengenai pokok perkara. Putusan interlocutoir itu sendiri adalah suatu putusan dimana hakim sebelum memberi putusan terakhir, memerintahkan kepada salah satu pihak supaya membuktikan hal sesuatu dimana putusan interlocutoir ini dapat mempengaruhi akan bunyinya putusan terakhir, atau putusan yang memerintahkan penyelidikan setempat (Soepomo, op. cit., hal. 93).

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 101: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

85

Universitas Indonesia

perkara. Dalam Pasal 211 Rv juga disebutkan bahwa yang akan bertindak

melakukan pemeriksaan setempat diangkat dari seorang atau dua orang

anggota majelis yang mengadili perkara. Ini merupakan suatu ketentuan yang

tepat karena hakim anggota majelis yang ikut memeriksa perkara secara

realitas dan obyektif lebih tepat diangkat karena mereka sudah mengetahui

dan mendalami kasus yang diperkarakan.210

2) Disertai seorang panitera

Anggota pelaksana pemeriksaan setempat selanjutnya adalah panitera yang

dalam hal ini bertindak untuk mendampingi hakim anggota majelis yang

ditunjuk sebagai pelaksana, di samping itu panitera juga bertugas untuk

membuat berita acara pemeriksaan setempat.

3) Dapat dibantu oleh ahli

Pasal 211 Rv juga mengatur tentang kebolehan mengikutsertakan ahli.

Ketentuan ini tidaklah bersifat mutlak karena yang mutlak ditentukan

hanyalah hakim anggota majelis dan panitera. Menyertakan ahli dalam

pemeriksaan setempat sifatnya insidentil, yaitu tergantung pada kebutuhan dan

keadaan. Apabila dianggap perlu, maka dalam putusan sela dapat dimasukkan

seorang atau beberapa orang ahli sesuai dengan obyek barang yang menjadi

sengkata para pihak. Misalnya jika obyeknya tanah, maka dapat dibantu oleh

ahli dari kantor Badan Pertanahan Nasional.211

Terlepas dari ketentuan pasal-pasal yang dikemukakan, dibolehkan juga

pelaksanaan pemeriksaan setempat dilakukan secara lengkap oleh majelis hakim

dalam perkara yang bersangkutan.212 Pendapat yang demikian dijelaskan dalam

Putusan Mahkamah Agung No. 316 K/Sip/1983.213 Dalam putusan tersebut

dikatakan bahwa pemeriksaan setempat yang dilakukan majelis dan panitera yang

bersangkutan dianggap lebih sempurna dari ketentuan pelaksanaan yang

210 Mashudy Hermawan, op. cit., hal. 155.

211 Ibid.

212 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 784.

213 Tanggal 6-2-1985, jo. PT Ujung Pandang No. 429/1982, tanggal 27-12-1982, jo. PN Bulu Kumba No. 6/1982, tanggal 11-5-1982.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 102: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

86

Universitas Indonesia

digariskan Pasal 180 RBg yang hanya terdiri dari satu atau dua orang hakim

anggota majelis. Menurut putusan ini pelaksanaan yang dilakukan oleh majelis

hakim secara komplet tidaklah dilarang dalam ketentuan Pasal 180 RBg, atas

alasan ketentuan pasal itu tidak bersifat imperatif, melainkan regulatif (aanvullend

recht). Selain itu yang paling penting untuk diperhatikan adalah kesediaan bagi

pihak yang meminta untuk diadakannya pemeriksaan setempat untuk membayar

biaya yang timbul dari pelaksanaan pemeriksaan setempat tersebut.

b. Berisi Perintah Hal yang Harus Diperiksa

Dalam putusan sela yang memerintahkan dilakukannya pemeriksaan

setempat memuat rumusan untuk melakukan pemeriksaan terhadap obyek barang

sengketa di tempat barang tersebut berada. Namun dalam putusan sela sebaiknya

perintah tersebut dideskripsikan secara jelas dan rinci, seperti perintah memeriksa

lokasi, ukuran, dan batas-batasnya, atau jumlah serta kualitasnya. Pokoknya

disebutkan satu per satu hal-hal yang harus diperiksa dan dinilai mengenai

keadaan barang obyek perkara. Karena pada prinsipnya hasil yang ingin dicapai

dari pemeriksaan setempat yaitu agar dapat ditemukan fakta yang terang, pasti,

dan definitif mengenai keadaan barang obyek perkara. Berarti untuk mencapai

hasil yang demikian, dalam putusan sela harus ditegaskan apa saja yang mesti

diperiksa dan dinilai.214

3.1.5 Syarat-syarat Pelaksanaan Pemeriksaan Setempat

Mengenai pelaksanaan pemeriksaan setempat berpedoman pada ketentuan

Pasal 153 HIR, Pasal 180 RBg, dan Pasal 211 Rv. Syarat-syarat dalam

pelaksanaan pemeriksaan setempat antara lain sebagai berikut :

a. Dihadiri para pihak

Pada prinsipnya, pemeriksaan setempat adalah sidang resmi

pengadilan. Hanya saja tempat persidangannya yang berpindah dari ruang

sidang pengadilan ke tempat letaknya barang yang menjadi obyek sengketa.

Oleh karena itu, meskipun tempatnya berpindah secara formil harus lengkap

214 Mashudy Hermawan, op. cit., hal. 155.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 103: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

87

Universitas Indonesia

dihadiri para pihak, yaitu penggugat dan tergugat. Karena secara formil harus

dihadiri oleh para pihak, maka dari itu pelaksanaan sidang pemeriksaan

setempat harus diberitahukan secara resmi kepada para pihak, baik penggugat

maupun tergugat. Apabila pemberitahuan tersebut sudah dilakukan, akan

tetapi kemudian yang bersangkutan tidak hadir tanpa alasan yang sah (default

without reason), maka sidang pemeriksaan setempat dapat dilangsungkan

secara op tegenspraak atau tanpa bantahan dari pihak yang tidak hadir

berdasarkan Pasal 127 HIR.215

Dengan demikian, sebagai syarat formil, sidang pemeriksaan setempat

harus dihadiri para pihak. Namun apabila salah satu pihak tidak hadir tanpa

alasan yang sah, pemeriksaan dapat dilangsungkan tanpa hadirnya pihak

tersebut. Pemeriksaan tidak boleh digantungkan kepada kehadiran para pihak,

terlebih lagi apabila ketidakhadiran itu tanpa alasan yang sah.216

b. Datang ke tempat barang terletak

Suatu hal yang perlu diingat, pemeriksaan setempat bukan hanya

terbatas pada benda tidak bergerak seperti tanah atau kapal. Menurut Pasal

211 ayat (2) Rv, pemeriksaan setempat dapat juga diperintahkan terhadap

benda bergerak (movable goods) dengan syarat apabila barang tersebut sulit

atau tidak mungkin dibawa atau diajukan di sidang pengadilan.

Proses sidang pemeriksaan setempat mesti dilangsungkan di tempat

lokasi barang itu terletak. Pejabat yang diangkat atau ditunjuk datang langsung

ke tempat barang yang hendak diperiksa terletak. Setelah sampai di tempat,

hakim yang memimpin pemeriksaan membuka secara resmi sidang

pemeriksaan setempat. kemudian kepada para pihak diberi hak dan

kesempatan yang sama untuk mengajukan bukti atau fakta untuk memperkuat

dalil maupun bantahan masing-masing. Dalam hal ini para pihak dibolehkan

mengajukan saksi yang mereka anggap dapat memperkuat dalil gugatan atau

215 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 785.

216 Ibid.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 104: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

88

Universitas Indonesia

bantahan.217 Pemeriksaan setempat ini sebenarnya dapat dilakukan melalui

dua cara, yaitu yang pertama sidang dibuka terlebih dahulu di pengadilan, baru

kemudian menuju lokasi obyek sengketa atau yang kedua sidang pemeriksaan

setempat langsung dibuka di lokasi barang terperkara terletak.

Jadi, tidak ada bedanya dengan proses persidangan biasa sebagaimana

layaknya di ruang sidang pengadilan. Segala sesuatu yang berkenaan dengan

tata tertib dan hak serta asas yang semestinya ditegakkan, berlaku sepenuhnya

pada sidang pemeriksaan setempat.

c. Panitera membuat berita acara

Sebagaimana halnya dengan persidangan biasa, sidang pemeriksaan

setempat pun harus dituangkan dalam berita acara yang disebut berita acara

pemeriksaan setempat. Dalam hal ini yang bertugas untuk membuat berita

acara tersebut adalah panitera. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 153 ayat (2)

HIR, Pasal 180 RBg, dan Pasal 212 Rv. Pasal 212 Rv menyebutkan bahwa :

“Panitera membuat berita acara tentang semua hal yang terjadi di tempat dilakukan pemeriksaan.”218

Ketentuan ini sejalan dengan Pasal 186 HIR yang menegaskan :

(1) Panitera membuat berita acara dari tiap-tiap satu perkara di dalam berita acara itu disebut juga selain dari yang terjadi dalam persidangan, nasehat yang tersebut pada ayat ketiga pasal 7 Reglemen tentang Aturan Hakim dan Mahkamah serta Kebijaksanaan Kehakiman di Indonesia.

(2) Berita acara ini ditandatangani oleh hakim dan panitera.219

Perlu diingat, bahwa Berita Acara Pemeriksaan Setempat merupakan bagian

dari Berita Acara Persidangan dan Berita Acara Persidangan itu sendiri

merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam suatu putusan. Berbeda dengan

217 Ibid.

218 Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvordering) S. 1847 No. 52 jo. S. 1849 No. 63, diterj. Ropaun Rambe, op. cit., Pasal 212.

219 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (H.I.R) diterj. Karjadi, op. cit., Pasal 186.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 105: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

89

Universitas Indonesia

pelaksanaan sita jaminan, berita acara dibuat oleh juru sita, sehingga terpisah

dari Berita Acara Persidangan.

d. Membuat akta pendapat

Selain panitera membuat berita acara pemeriksaan setempat, hakim

yang ditugaskan sebagai pelaksana pemeriksaan setempat juga ditugaskan

membuat akta pendapat yang berisi penilaian atas hasil pemeriksaan yang

dilakukan. Dasar hukum ketentuan ini tertuang dalam Pasal 211 Rv. Untuk

membuat akta pendapat yang obyektif dan realistis, hakim pelaksana dapat

meminta bantuan kepada ahli, agar pada saat pemeriksaan dilakukan

didampingi ahli. Dalam hal ini sudah barang tentu akta pendapat harus

konsisten dengan berita acara yang dibuat oleh panitera, karena rujukan akta

itu adalah berita acara pemeriksaan setempat itu sendiri.220

Dalam praktek, akta pendapat ini jarang sekali dibuat oleh Majelis

Hakim yang ditunjuk untuk memimpin pemeriksaan setempat. Hal ini

dikarenakan sudah ada Berita Acara Pemeriksaan Setempat yang telah dibuat

oleh panitera yang dapat dijadikan sebagai pedoman atau catatan bagi hakim

nantinya.

3.1.6 Pendelegasian Pemeriksaan Setempat

Pasal 180 ayat (3) RBg dan Pasal 213 Rv mengatur tentang pendelegasian

pelaksanaan sidang pemeriksaan setempat kepada Pengadilan Negeri yang lain.

Apabila pemeriksaan setempat harus dilakukan dalam wilayah hukum Pengadilan

Negeri yang lain, disebabkan obyek barang sengketa terletak di wilayah hukum

Pengadilan Negeri dimaksud, maka pemeriksaan dilimpahkan kepadanya. Pasal

213 Rv menyebutkan bahwa :

“Jika pemeriksaan setempat atau penyaksian harus dilakukan dalam wilayah hukum suatu pengadilan, tetapi di luar tempat kedudukannya, maka hal itu dapat diserahkan kepada Residentierechter. Dengan suatu

220 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 786.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 106: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

90

Universitas Indonesia

keputusan ditetapkan hari perkara itu mendapat giliran pemeriksaan lagi.”221

Pelimpahan itu sesuai dengan prinsip atau patokan yurisdiksi relatif yang

dimiliki setiap Pengadilan Negeri yang hanya terbatas dalam daerah hukumnya.

Jika diperlukan pemeriksaan suatu barang di luar daerah hukum pengadilan yang

memeriksa perkara yang bersangkutan, maka pemeriksaan tersebut harus

dilaksanakan oleh pengadilan negeri yang bersangkutan dengan jalan

mendelegasikan kepada pengadilan negeri dimana barang tersebut terletak. Sistem

ini merupakan aturan yang bersifat tata tertib beracara yang harus dipenuhi oleh

setiap pengadilan negeri.222 Jadi pengadilan negeri asal mengajukan permohonan

kepada pengadilan negeri dimana obyek sengketa terletak, nantinya pengadilan

negeri setempat yang akan memeriksa ke lokasi. Kemudian pengadilan negeri

setempat akan memberikan berita acara hasil pemeriksaan setempat kepada

pengadilan negeri pengaju.

3.1.7 Biaya Pemeriksaan Setempat

Mengenai biaya atau ongkos pemeriksaan setempat diatur dalam Pasal 214

Rv, dimana terdapat beberapa hal yang penting untuk diketahui, antara lain :

a. Dibebankan kepada pihak yang meminta

Pihak yang meminta dilakukannya pemeriksaan setempat, maka dengan

sendirinya menurut hukum dibebankan kewajiban untuk membayar biaya

pemeriksaan dimana biaya itu dibayar lebih dahulu sebelum pemeriksaan

dilakukan. Pasal 214 ayat (1) Rv menegaskan bahwa :

“Ongkos jalan ditanggung oleh pihak yang menghendaki diadakannya pengamatan atau penyaksian setempat, dibayar lebih, dan diserahkan kepada panitera.”223

221 Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvordering) S. 1847 No. 52 jo. S.

1849 No. 63, diterj. Ropaun Rambe, op. cit., Pasal 213.

222 Mashudy Hermawan, op. cit., hal. 157-158.

223 Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvordering) S. 1847 No. 52 jo. S. 1849 No. 63, diterj. Ropaun Rambe, op. cit., Pasal 214 ayat (1).

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 107: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

91

Universitas Indonesia

Tentang biaya ini sesuai dengan ketentuan pembayaran panjar biaya

perkara yang disebut dalam Pasal 121 ayat (4) HIR yang menegaskan sebelum

gugatan diregister oleh panitera, penggugat harus lebih dahulu membayar panjar

biaya perkara yang ditentukan.224 Secara lengkap Pasal 121 ayat (4) HIR

berbunyi:

“memasukkan ke dalam daftar seperti di dalam ayat pertama, tidak dilakukan, kalau belum dibayar lebih dahulu kepada panitera sejumlah uang yang akan diperhitungkan kelak yang banyaknya buat sementara ditaksir oleh ketua pengadilan negeri menurut keadaan, untuk bea kantor kepaniteraan dan ongkos melakukan segala panggilan serta pemberitahuan yang diwajibkan kepada kedua belah pihak dan harga materai yang akan dipakai.”225

b. Hakim sendiri yang menentukan

Apabila pemeriksaan setempat bukan atas permintaan salah satu pihak,

tetapi atas perintah hakim secara ex officio maka beban pembayaran panjar biaya

ditentukan oleh hakim sendiri. Hakim bebas menentukan kepada siapa dipikulkan

untuk membayar biaya pemeriksaan setempat tersebut, dapat dipikulkan kepada

penggugat maupun kepada tergugat. Pasal 214 ayat (2) Rv menegaskan bahwa :

“Jika hakim yang memerintahkan pengamatan dan penyaksian setempat, maka ia menentukan pula siapa yang harus membayar lebih dahulu biayanya.”226

Dikarenakan yang dianggap sebagai pihak yang paling berkepentingan

dalam suatu perkara adalah pihak penggugat, maka pihak penggugatlah urutan

pertama yang layak dibebani biaya pemeriksaan setempat oleh hakim. Namun

dalam hal ini, hakim sedapat mungkin realistis sesuai dengan asas kepatutan.

Tidak patut hakim membebankan biaya pemeriksaan setempat kepada pihak

ekonomi lemah. Misalnya, apabila ternyata tergugat secara nyata berada dalam

224 Ibid., hal. 787.

225 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (H.I.R) diterj. Karjadi, op. cit., Pasal 121.

226 Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvordering) S. 1847 No. 52 jo. S. 1849 No. 63, diterj. Ropaun Rambe, op. cit., Pasal 214 ayat (2).

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 108: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

92

Universitas Indonesia

posisi ekonomi yang lebih kuat dari penggugat, maka dianggap beralasan untuk

membebankan biaya pemeriksaan setempat tersebut kepada tergugat.227

Namun demikian, apabila pihak yang dibebani enggan atau tidak mau

membayar, maka pelaksanaan pemeriksaan setempat tersebut tidak dilakukan.228

Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 160 ayat (2) HIR yang berbunyi :

“Jika kedua pihak enggan memanjarkan biaya itu, dan sia-sia dinasihatkan oleh ketua untuk itu, maka perbuatan yang diperintahkan, kecuali jika itu diwajibkan oleh undang-undang, tidak dilakukan, dan pemeriksaan diteruskan, kalau perlu pada persidangan lain yang ditetapkan oleh ketua , dan diberitahukan kepada kedua pihak.”229

c. Komponen biaya pemeriksaan setempat

Komponen pokok biaya pemeriksaan setempat menurut Pasal 214 Rv

adalah ongkos jalan. Komponen inilah yang umum yaitu biaya perjalanan

pelaksanaan yang terdiri dari paling sedikit dua orang, yaitu hakim dan panitera.

Mengenai besarnya ongkos jalan itu sendiri tergantung pada jarak antara kantor

Pengadilan Negeri dengan tempat letaknya barang yang menjadi obyek sengketa.

Dasar perhitungan ialah ongkos transportasi yang dikeluarkan ke tempat tersebut.

Hal ini sejalan dengan sebagaimana ketentuan yang termuat dalam Surat Edaran

Mahkamah Agung No. 5 Tahun 1994 tentang Biaya Administrasi, dimana dalam

poin 8 disebutkan :

“Bersamaan dengan ini disampaikan bahwa pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh Majelis/Hakim di luar ruang sidang pengadilan adalah sama sifatnya dengan persidangan yang dilakukan di kantor Pengadilan. Karenanya untuk melakukan persidangan pemeriksaan setempat, tidak dibenarkan adanya pembebanan biaya yang sifatnya honor/uang makan bagi Majelis/Panitera Pengganti, kecuali untuk pengadaan biaya transportasi dari Kantor Pengadilan ke tempat persidangan pulang pergi.”230

227 Mashudy Hermawan, op. cit., hal. 158.

228 Ibid.

229 Engelbrecht, op. cit., Pasal 160 ayat (2).

230 Mahkamah Agung, Surat Edaran Mahkamah Agung Tentang Biaya Administrasi, SEMA No. 5 Tahun 1994, poin 8.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 109: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

93

Universitas Indonesia

Komponen biaya pemeriksaan setempat ini juga meliputi biaya

pemanggilan saksi atau ahli jika memang ada. Bahkan dalam hal tertentu, apabila

pemeriksaan memerlukan pengamanan dari aparat kepolisian, maka perhitungan

panjar biaya juga meliputi ongkos yang diperlukan untuk itu sesuai dengan

kewajaran.231

Berdasarkan Pasal 214 Rv, komponen panjar biaya pemeriksaan setempat

tidak sebanyak yang disebut dalam Pasal 182 HIR. Komponen biaya pemeriksaan

setempat sebagaimana yang diatur dalam Pasal 214 HIR antara lain meliputi :

1) biaya kantor panitera dan biaya meterai,

2) biaya saksi, ahli, atau juru bahasa,

3) biaya pemeriksaan setempat,

4) biaya pemanggilan,

5) biaya yang disebut dalam Pasal 138 HIR,

6) biaya eksekusi.

3.2. Pemeriksaan Setempat Sebagai Salah Satu Pendukung Alat Bukti

Dalam Pembuktian Sidang Perkara Perdata

Seiring dengan perkembangan zaman, pernah dipersoalkan apakah di

samping lima macam alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284

RBg, dan Pasal 1866 KUH Perdata terdapat lagi alat-alat bukti lainnya atau tidak.

Menurut R. Soesilo dalam penjelasan Pasal 164 ini, ia berpendapat bahwa apa

yang disebutkan sebagai alat-alat bukti dalam pasal tersebut sebenarnya kurang

lengkap. Menurut HIR sesungguhnya masih ada beberapa macam alat bukti lain

lagi, seperti misalnya hasil pemeriksaan hakim sendiri atau hasil penyelidikan

setempat yang tersebut dalam Pasal 153 HIR, hasil pemeriksaan ahli yang

disebutkan dalam Pasal 155 HIR dan begitu pula hal-hal yang diakui oleh umum,

atau yang diakui kebenarannya oleh kedua belah pihak.232 Hal ini sejalan dengan

apa yang dikemukakan Subekti yang menyatakan bahwa penyebutan alat-alat

bukti dalam Pasal 164 tersebut tidak berarti melarang alat-alat bukti lainnya.

231 Mashudy Hermawan, op. cit., hal. 159.

232 R. Soesilo, HIR Penjelasan, Pasal 164.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 110: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

94

Universitas Indonesia

Tidak dilarang misalnya mengajukan bukti-bukti yang berupa tanda-tanda yang

bukan tulisan.233 Pasal 1887 KUH Perdata misalnya menyebutkan :

“Tongkat-tongkat berkelar yang sesuai dengan kembarnya, harus dipercaya, jika dipergunakan antara orang-orang yang biasa membuktikan penyerahan-penyerahan barang yang dilakukannya atau diterimanya dalam jumlah-jumlah kecil, dengan cara yang demikian itu.”234

Menurut Sudikno Mertokusumo,235 meskipun pemeriksaan setempat ini tidak

dimuat di dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBG, dan Pasal 1866 KUH Perdata

sebagai alat bukti, tetapi oleh karena tujuan pemeriksaan setempat ialah agar

hakim memperoleh kepastian tentang peristiwa yang menjadi sengketa, maka

fungsi pemeriksaan setempat pada hakekatnya adalah sebagai alat bukti.

Terlepas dari persoalan apakah pemeriksaan setempat merupakan alat

bukti atau tidak yang tidak ada kesepakatan para ahli, namun pemeriksaan

setempat yang pelaksanaannya seringkali disaksikan oleh masyarakat ramai akan

memberi kesan yang positif bahwa pengadilan benar-benar berusaha melakukan

pemeriksaan perkara seteliti dan seobyektif mungkin untuk memberikan putusan

yang adil dan benar menurut peraturan hukum yang berlaku.236 Oleh sebab itu,

walau secara yuridis formil tidak termasuk sebagai alat bukti, namun hasil

pemeriksaan setempat dapat dijadikan sebagai pendukung alat bukti dalam

persidangan.

3.3. Kekuatan Pembuktian Pemeriksaan Setempat Dalam Hukum Acara

Perdata

Secara yuridis formil, hasil pemeriksaan setempat bukanlah merupakan

alat bukti, karena sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya pemeriksaan

setempat tidak termasuk sebagai alat bukti baik yang disebut dalam Pasal 164

HIR, Pasal 283 RBg, maupun Pasal 1866 KUH Perdata. Namun demikian, hasil

233 Subekti, op. cit., hal. 88.

234 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), diterj. Subekti dan Tjitrosudibio, op. cit., Pasal 1887.

235 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hal. 187-188.

236 Riduan Syahrani, op. cit., hal. 80.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 111: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

95

Universitas Indonesia

pemeriksaan setempat dapat mempengaruhi putusan yang akan dijatuhkan oleh

majelis hakim nantinya.237 Kekuatan pembuktiannya itu sendiri diserahkan kepada

pertimbangan majelis hakim.238

a. Sebagai Keterangan Bagi Hakim

Dalam Pasal 153 ayat (1) HIR, Pasal 180 ayat (1) RBg, dan Pasal 211 Rv

ditegaskan bahwa nilai kekuatan yang melekat pada hasil pemeriksaan setempat

dapat dijadikan keterangan bagi hakim. Dengan demikian, nilai kekuatan yang

melekat padanya hanya sebagai keterangan yang menjelaskan tentang kepastian

definitif atas barang yang disengketakan. Namun kalau sesuatu keterangan yang

jelas dan definitif dijadikan sebagai dasar pertimbangan, berarti keterangan itu

pada dasarnya tiada lain dari pembuktian tentang eksistensi dan keadaan barang

yang bersangkutan. Dan oleh karena keterangan tersebut merupakan hasil yang

diperoleh dalam persidangan pemeriksaan setempat, berarti keterangan itu sama

dengan fakta yang ditemukan dalam persidangan. Sesuai dengan hukum

pembuktian, setiap fakta yang ditemukan dalam persidangan, hakim terikat untuk

menjadikannya sebagai bagian dasar pertimbangan mengambil putusan.239

Sehubungan dengan itu, pada dasarnya hasil pemeriksaan setempat

merupakan fakta yang ditemukan dalam persidangan, sehingga mempunyai daya

kekuatan mengikat kepada hakim dalam mengambil keputusan. Tetapi sifat daya

mengikatnya tidaklah mutlak. Hakim bebas untuk menentukan nilai kekuatan

pembuktiannya.240

b. Variabel Nilai Kekuatannya Dalam Putusan Pengadilan

1) Hasil pemeriksaan setempat dapat dijadikan dasar pertimbangan

Prinsip ini tetap bertitik tolak dari kebebasan hakim untuk menilainya,

karena patokan yang dipergunakan bukan mesti atau wajib dijadikan dasar

237 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 788.

238 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hal. 188.

239 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 788.

240 Ibid.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 112: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

96

Universitas Indonesia

pertimbangan, tetapi dapat dijadikan sebagai dasar pertimbangan oleh

hakim. Pendapat itu antara lain dikemukakan dalam Putusan Mahkamah

Agung No. 1497 K/Sip/1983.241 Menurut putusan ini, hakim atau

pengadilan dapat menetapkan luas tanah terperkara berdasarkan hasil

pemeriksaan setempat.242

2) Dapat dijadikan dasar mengabulkan gugatan

Dalam hal dalil gugatan tentang luasnya tanah dibantah oleh tergugat, dan

kemudian ternyata berdasarkan hasil pemeriksaan setempat sama luasnya

dengan yang tercantum dalam dalil gugatan, maka dalam kasus yang

seperti ini hasil pemeriksaan setempat yang dimaksud dapat dijadikan

dasar pengabulan gugatan. Hal ini antara lain ditegaskan dalam Putusan

Mahkamah Agung No. 3197 K/Sip/1983243 yang berpendapat bahwa hasil

pemeriksaan setempat dapat dijadikan dasar dalam pengabulan gugatan,

asal pengabulan tersebut tidak melebihi petitum gugatan. Dengan kata lain,

yang dikabulkan sama denga posita dan petitum gugatan yang ternyata

sama pula dengan hasil pemeriksaan setempat, sehingga tidak melanggar

asas ultra petitum partium sebagaimana dalam ketentuan Pasal 178 ayat

(3) HIR244 yang berbunyi :

“hakim tidak diizinkan menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan dari pada yang digugat.”245

241 Tanggal 20-12-1984, jo. PT Semarang No. 455/1981, Tanggal 29-11-1982, jo. PN

Pemalang No. 36/1980, Tanggal 15-6-1980.

242 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 788-789.

243 Tanggal 9-2-1985, jo. PT Padang No. 166/1980, Tanggal 15-6-1983, jo. PN Paddang No. 128/1978, Tanggal 3-3-1980.

244 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 789.

245 Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (H.I.R) diterj. Karjadi, op. cit., Pasal 178 ayat (3).

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 113: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

97

Universitas Indonesia

3) Dapat dipergunakan menentukan luas

Daya mengikat hasil pemeriksaan setempat yang lain yaitu bahwa hasil

pemeriksaan setempat dapat dijadikan dasar atau fakta untuk menentukan

luas obyek tanah yang menjadi obyek sengketa. Sifat daya kekuatannya

memang tidak mutlak. Hal ini ditegaskan dalam Putusan Mahkamah

Agung No. 1777 K/Sip/1983.246 Dalam putusan tersebut dikatakan bahwa

hasil pemeriksaan setempat dapat dijadikan dasar untuk memperjelas letak,

luas, dan batas obyek tanah terperkara. Sehubungan dengan itu, maka

judex factie berwenang untuk menjadikan hasil pemeriksaan setempat

tersebut untuk menentukan luas obyek tanah terperkara.247

Seperti yang telah dijelaskan, bahwa dalam praktik pemeriksaan setempat

biasanya memang dilakukan berkenaan dengan letak gedung atau batas tanah.

Berikut ini akan dijabarkan sebuah kasus dalam perkara di Pengadilan Negeri

Sidoarjo dengan Putusan No. 59/Pdt.G/1988/PN.Sda antara Achmad Chalimi dkk

sebagai Para Penggugat melawan Abdul Hadi alias Soepadi dkk sebagai Para

Tergugat, yang menyangkut warisan atas tanah tambak di Desa Kedungpeluk,

Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo.

Dalam kasus ini para penggugat mendalilkan bahwa para tergugat

menguasai tanah tambak harta peninggalan Mbok Seken yang semasa hidupnya

mempunyai tanah tambah barang asal dari orang tuanya yang semula bernama

Tambak Sepir, kemudian ditukar kepada pamannya yang bernama Mantri P.

Abdullah dengan Tambak Seloro Letter C No. 335 seluas ± 10,92 hektar. Semasa

perkawinannya dengan suami pertamanya yang bernama P. Sampe yang

kemudian meninggal dunia, Mbok Seken tidak mempunyai anak, tetapi

mempunyai seorang keponakan bernama H. Mariyam. Setelah meninggalnya P.

Sampe, Mbok Seken menikah lagi dengan seorang duda bernama H. Sulaiman

yang semasa perkawinannya terdahulu telah mempunyai beberapa anak, salah

satunya Abdul Hadi alias Soepadi yang menguasai tanah sengketa.

246 Tanggal 17-1-1985, jo. PT Medan No. 161/1981, Tanggal 23-3-1982, jo. PN P.

Sidemouan No. 50/1980, Tanggal 14-10-1980.

247 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 789.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 114: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

98

Universitas Indonesia

Merasa dikuasai secara sepihak oleh Abdul Hadi alias Soepadi, ahli waris

H. Mariyam yaitu Achmad Chalimi dkk kemudian mengajukan gugatan ke

Pengadilan Negeri Sidoarjo. Dalam pemeriksaan di Pengadilan Negeri Sidoarjo,

para penggugat mengajukan saksi sejumlah 12 (dua belas) orang, akan tetapi

antara yang satu dengan yang lainnya memberikan keterangan yang tidak sama

mengenai luas tanah tambak tersebut. Karena tidak ada kejelasan mengenai luas

tanah sengketa, maka majelis hakim yang diketuai oleh Achmad Fatoni kemudian

merasa perlu melaksanakan pemeriksaan setempat.

Dari hasil pemeriksaan setempat tersebut, ternyata penggugat tidak dapat

menjelaskan berapa luas tanah tanah tambaknya karena dalam pemeriksaan

setempat hanya mengikutsertakan aparat keamanan (polisi), tetapi teknisi seperti

juru ukur dan juru gambar dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang

membantu kelancaran pemeriksaan setempat tidaklah dilibatkan, sehingga hasil

pemeriksaan setempat tersebut dapat menjadi keterangan bagi hakim yang

bersangkutan dalam memutus perkara. Padahal Yurisprudensi Mahkamah Agung

No. 274 K/Sip/1976 tertanggal 25 April 1979 dalam perkara Syamsiar melawan

Rosni Syarif, menegaskan bahwa : “Karena judex factie belum memeriksa tanah

milik penggugat yang dikuasai oleh tergugat, kepada Pengadilan Negeri

diperintahkan untuk mengadakan pemeriksaan setempat disertai pengukuran

tanah tersebut oleh Badan Pertanahan Nasional yang disaksikan oleh hakim yang

bersangkutan dan pihak-pihak.” Dikarenakan penggugat tidak melibatkan juru

ukur dan teknisi dari Badan Pertanahan Nasional, sehingga walaupun telah

dilakukkan pemeriksaan setempat, akan tetapi tetap tidak dapat memberikan

kepastian definitif mengenai obyek sengketa. Oleh karena itu, akhirnya majelis

hakim memutuskan bahwa gugatan penggugat tidak dapat diterima.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 115: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

99

Universitas Indonesia

BAB 4

ANALISIS KASUS

4.1. Analisis Kasus Nomor 31/Pdt.G/2006/PN.Jr

4.1.1. Kasus Posisi

Dalam perkara Nomor 31/Pdt.G/2006/PN.Jr ini sengketa berawal dari

diajukannya gugatan oleh Herman Raharja sebagai Penggugat, melawan Erfan

Fadillah dan P. Rusdiam sebagai Para Tergugat pada tanggal 17 April 2006.

Duduk perkara dalam sengketa ini antara lain bahwa penggugat merasa

kepentingannya terganggu dikarenakan para tergugat telah membangun dan

mendirikan rumah dengan merampas atau menyerobot sebagian tanah yang

menjadi hak penggugat. Penggugat sendiri mendalilkan bahwa dirinya memiliki

tanah yang terletak di Kelurahan Jember Kidul, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten

Jember yang terdaftar dalam Sertifikat Hak Milik No. 4999/Kelurahan Jember

Kidul, gambar situasi tanggal 13 Juli 1994 No. 3068/1994 seluas 3.103 m2 dengan

batas-batas sebagai berikut :

- Utara : selokan kemudian jalan dan tanah kuburan;

- Timur : Joko Slamet dan H. Maryam;

- Selatan : Sungai;

- Barat : kuburan dan Pak Rusdiam/Irfan Fadillah.

Pada tahun 2005, para tergugat tanpa sepengetahuan dan tanpa seizin

penggugat telah membangun/mendirikan rumah di atas tanah lokasi kuburan yang

diakui sebagai miliknya yang terletak bersebelahan (sebelah barat) dengan tanah

yang menjadi hak penggugat yaitu seluas ± 4,5 m2 (tanah sengketa) dengan bentuk

segitiga dengan batas-batas sebagai berikut :

- Utara : selokan kemudian jalan;

- Timur : Herman Raharja;

- Selatan : kuburan kemudian tanah Herman Raharja;

- Barat : Pak Rusdiam/Irfan Fadillah;

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 116: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

100

Universitas Indonesia

sehingga bangunan rumah yang dibangun oleh para tergugat sebagian terdiri di

atas tanah sengketa yang mengakibatkan tanah milik penggugat mengalami

perubahan batas dan luasnya menjadi berkurang.

Berdasarkan dalil-dalil tersebutlah, maka penggugat menyimpulkan bahwa

para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum yang telah

menimbulkan kerugian materiil yang ditaksir sebesar Rp 5.000.000,00 (lima juta

rupiah) untuk setiap tahunnya sejak Januari 2005 saat para tergugat membangun

rumah di atas sebagian tanah yang diakui milik penggugat sampai dengan

diserahkannya tanah sengketa tersebut kepada penggugat. Dikarenakan para

tergugat sudah merampas sebagian tanah milik penggugat dan mendirikan

bangunan rumah di atas tanah sengketa tanpa didukung alat bukti yang sah, maka

penggugat juga memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili

perkara untuk menghukum para tergugat untuk segera membongkar rumah yang

berdiri di atas tanah sengketa tersebut dan menyerahkan tanah sengketa tersebut

kepada penggugat dalam keadaan kosong seperti keadaan semula.

Menanggapi gugatan yang diajukan oleh penggugat, maka kemudian para

tergugat melalui kuasanya mengajukan jawaban yang dalam eksepsi menyatakan

bahwa surat gugatan penggugat yang menyebutkan tanah sengketa adalah ± 4,5

m2 dengan bentuk segitiga adalah sangat keliru sekali karena yang dikuasai oleh

para tergugat adalah seluas 750 m2 yang didasarkan pada petok C. 1109 a.n. P.

Sunaryo Satujo, persil 75, D.I.

Selanjutnya dalam pokok perkara, para tergugat juga mendalilkan bahwa

terbitnya Sertifikat Hak Milik No. 4999 milik penggugat berdasar pada petunjuk

bekas yasan, kutipan petok C No. 3881 persil 68 Klas S seluas 2.110 m2, namun

yang terjadi pada gambar situasi tanggal 13 Juli 1994 No. 3068/1994 luasnya

menjadi 3.103 m2, sehingga mempunyai selisih yang sangat signifikan sekali yaitu

seluas 993 m2. Hal ini tidak disadari oleh penggugat bahwa selisih tanah seluas

993 m2 adalah tanah milik P. Sunaryo Satujuo (alm) petok C. 1109 a.n. P.

Sunaryo Satujo, persil 75, D.I., dengan luas 750 m2, yang makamnya ada di

sebelah tanah sengketa tersebut yang tidak lain adalah kakek Rusdiam atau buyut

Erfan Fadillah selaku para tergugat. Dalam hal ini penggugat telah keliru

mendalilkan bahwa para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 117: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

101

Universitas Indonesia

dengan merampas tanah milik penggugat dan mendirikan rumah di atas sebagian

tanah milik penggugat. Para tergugat memang membangun rumah pada tahun

2005, namun rumah tersebut didirikan di atas tanah milik P. Sunaryo Satujo (alm)

yang merupakan orang tua dari tergugat, bukan di atas sebagian tanah milik

penggugat karena tanah milik penggugat ada di belakang atau di sebelah selatan

tanah milik para tergugat. Sehingga jelas para tergugat sangat keberatan apabila

harus membongkar rumah yang dibangun di atas tanah yang menjadi hak para

tergugat sendiri, bahkan menurut para tergugat sertifikat hak milik termasuk

gambar situasi tanah tanggal 13 Juli 1994 No. 3068/1994 milik penggugat sangat

membawa kerugian bagi para tergugat.

Selanjutnya dalam rekonpensi, para tergugat konpensi menyatakan bahwa

P. Sunaryo Satujo (alm) pada tahun 1962 meninggal dunia dan meninggalkan

beberapa ahli waris, dimana Tergugat II konpensi adalah salah satunya. P.

Sunaryp Satujo (alm) dalam hal ini meninggalkan harta peninggalan atau warisan

berupa tanah pekarangan dengan identitas petok C. 1109 a.n. P. Sunaryo SSatujo,

persil 75, D.I. dengan luas 750 m2 (tanah sengketa) dengan batas-batas sebagai

berikut :

- Utara : Jalan Sentot Prawirodirjo;

- Timur : Tanah milik Mulyono Tejo;

- Selatan : Tanah Herman Raharja;

- Barat : Tanah makam Kel. P. Sunaryo dan Erfan.

Berdasarkan dalil-dalil tersebut, maka para tergugat memohon kepada Majelis

Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara menyatakan bahwa Sertifikat Hak

Milik No. 4999/Kelurahan Jember Kidul dan gambar situasi tanggal 13 Juli 1994

seluas 3.103 m2 tidak sah dan mengandung cacat hukum karena kelebihan luas

tanah mengingat Sertifikat Hak Milik No. 4999 tersebut berasal dari petunjuk

kutipan petok C No. 3881, persil 68, Klas S.II, dengan luas seharusnya ± 2.110

m2.

Dikarenakan adanya perbedaan tentang tanah yang menjadi obyek

sengketa baik perbedaan luas maupun batas-batasnya antara penggugat dengan

para tergugat, maka sebelum penggugat mengajukan saksi-saksi, majelis hakim

yang memeriksa dan mengadili perkara ini melakukan sidang pemeriksaan

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 118: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

102

Universitas Indonesia

setempat (descente) dengan datang langsung ke lokasi obyek sengketa pada

tanggal 23 Juni 2006.

Setelah dilakukan pemeriksaan setempat, ada pihak ketiga yang

mengajukan gugatan intervensi karena juga merasa memiliki tanah sengketa

tersebut, yaitu M. Slamet sebagai Penggugat Intervensi I, Rudi sebagai Penggugat

Intervensi II, Rudjamah sebagai Penggugat Intervensi III, Sulastri sebagai

Penggugat Intervensi IV, dan M. Taufik sebagai Penggugat Intervensi V yang

semuanya mengaku sebagai ahli waris dari P. Sunaryo Satujo yang berhak

mewarisi tanah sengketa tersebut. Pada pokoknya gugatan intervensi yang

diajukan oleh para penggugat intervensi serupa dengan jawaban yang diajukan

oleh para tergugat dalam konpensi bahwa Sertifikat Hak Milik No. 4999

Kelurahan Jember Kidul, gambar situasi tanggal 13 Juli 1994 No. 3068/1994

seluas 3.103 m2 adalah berasal dari kutipan petok C. 3881 persil 68, Klas S.II

dengan luas 2.110 m2 sebagaimana yang tertera di buku Desa Kelurahan Jember

Kidul pada tanggal 11 September 1975 tetapi pada kenyataannya gambar situasi

menjadi seluas 3.103 m2, sehingga kelebihan seluas 993 m2 dimana 750 m2 dari

kelebihan luas tersebut adalah tanah milik para penggugat intervensi yang

dikuatkan dengan Surat Keterangan dari Lurah Jember Kidul No.

590/147/535.04/2006.

4.1.2. Analisis Kasus

Dalam kasus ini, sidang pemeriksaan setempat dikehendaki oleh kedua

belah pihak, baik penggugat maupun tergugat. Apabila memperhatikan ketentuan

Pasal 211 ayat (1) Rv, maka hakim harus mengabulkan permohonan tersebut

diikarenakan adanya perbedaan mengenai luas dan batas-batas tanah yang menjadi

obyek sengketa antara dalil yang dikemukakan oleh penggugat dengan dalil yang

dikemukakan oleh para tergugat. Majelis hakim sendiri dalam pertimbangannya

menyatakan bahwa untuk kepentingan pembuktian, maka pada tanggal 23 Juni

2006 majelis hakim mengadakan pemeriksaan setempat di lokasi tanah sengketa

yang ternyata di samping tanah sengketa diakui sebagai milik penggugat, juga

diakui sebagai milik para tergugat. Pertimbangan majelis hakim ini telah sejalan

dengan ketentuan yang dikemukakan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 119: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

103

Universitas Indonesia

7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat yang memuat ketentuan bahwa

ketua/majelis hakim yang memeriksa perkara untuk mengadakan pemeriksaan

setempat guna mendapat penjelasan atau keterangan yang lebih rinci atas obyek

perkara untuk menghindari putusan non executable nantinya karena obyek perkara

tidak sesuai dengan diktum yang termuat dalam putusan, baik mengenai letak,

luas, batas-batas, maupun situasi pada saat eksekusi akan dilaksanakan. Terlebih

lagi dalam kasus ini pemeriksaan setempat tersebut dikehendaki oleh kedua belah

pihak yang berperkara, maka pertimbangan hakim untuk menyelenggarakan

pemeriksaan setempat guna kepentingan pembuktian sangatlah tepat.

a. Pelaksanaan Pemeriksaan Setempat

- Pemeriksaan setempat dihadiri para pihak

Pemeriksaan setempat dalam perkara ini dilaksanakan dua kali.

Pada pemeriksaan setempat yang pertama dilaksanakan pada tanggal 23

Juni 2006, dimana dalam pemeriksaan setempat ini pihak penggugat dan

pihak tergugat sama-sama hadir untuk memeriksa tanah yang menjadi

obyek sengketa. Pemeriksaan setempat yang pertama ini diadakan oleh

majelis hakim sebelum memasuki tahap pengajuan saksi-saksi dari

masing-masing pihak yang berperkara. Pada saat dilakukan pemeriksaan

setempat ini ternyata tanah sengketa juga diakui sebagai milik pihak lain

atau pihak ketiga yang akhirnya masuk dalam perkara ini sebagai para

penggugat intervensi.

Pemeriksaan setempat yang kedua dilakukan oleh majelis hakim

setelah pemeriksaan terhadap saksi-saksi yang diajukan oleh masing-

masing pihak. Pada pemeriksaan setempat yang kedua ini dihadiri oleh

baik penggugat, para tergugat, dan para penggugat intervensi.

- Datang ke tempat barang terletak

Dalam putusan disebutkan bahwa pemeriksaan setempat dilakukan

dengan mendatangi lokasi tanah yang menjadi obyek sengketa antara para

pihak yang terletak di Jalan Sentotprawirodirjo, Kelurahan Jember Kidul,

Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 120: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

104

Universitas Indonesia

- Panitera membuat berita acara

Sebagaimana yang telah ditegaskan dalam Pasal 153 ayat (2) HIR,

Pasal 180 RBg, dan Pasal 212 Rv bahwa panitera diwajibkan untuk

membuat berita acara yang memuat hasil dari pemeriksaan setempat

tersebut. Dalam pertimbangan majelis hakim dalam putusan halaman 24

alinea ketiga telah disebutkan bahwa pemeriksaan setempat atas tanah

obyek sengketa yang hasil dari pemeriksaan setempat tersebut menunjuk

kepada Berita Acara Persidangan yang merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari putusan ini.

b. Hasil Pemeriksaan Setempat

Seperti yang telah dikemukakan dalam kasus posisi, penggugat

mendalilkan bahwa yang menjadi tanah sengketa adalah seluas ± 4,5 m2 dengan

bentuk segitiga dengan batas-batas sebagai berikut :

- Utara : selokan kemudian jalan;

- Timur : Herman Raharja;

- Selatan : kuburan kemudian tanah Herman Raharja;

- Barat : Pak Rusdiam/Irfan Fadillah;

sedangkan menurut dalil yang diajukan oleh tergugat dalam jawabannya

disebutkan bahwa yang menjadi tanah sengketa adalah seluas 750 m2 dengan

batas-batas sebagai berikut :

- Utara : Jalan Sentot Prawirodirjo;

- Timur : Tanah milik Mulyono Tejo;

- Selatan : Tanah Herman Raharja;

- Barat : Tanah makam Kel. P. Sunaryo dan Erfan.

Setelah dilakukan pemeriksaan setempat, ditemukan suatu fakta bahwa

tanah peninggalan atau warisan dari P. Sunaryo Satujo (alm) adalah tanah petok

C. 1109, persil 75, D.I., seluas ± 750 m2 yang pada saat dilakukan pemeriksaan

setempat, tanah tersebut dikuasai oleh para tergugat yang sebelah barat berbatasan

langsung dengan makam keluarga P. Sunaryo Satujo dimana tanah tersebut telah

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 121: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

105

Universitas Indonesia

masuk dalam kelebihan luas tanah yang termuat dalam Sertifikat Hak Milik No.

4999 milik penggugat.

Majelis hakim berpendapat bahwa yang menjadi perselisihan hukum

adalah mengenai apakah tanah sengketa merupakan bagian dari tanah Sertifikat

Hak Milik No. 4999 atas nama penggugat atau merupakan tanah yang berasal dari

leluhur para tergugat yaitu P. Sunaryo Satujo yang berhak diwarisi oleh para

tergugat dan para tergugat intervensi. Namun, pada tahap pembuktian pada saat

diajukan saksi-saksi oleh penggugat, para tergugat, dan para tergugat intervensi

ternyata diperoleh keterangan yang berbeda antara saksi yang satu dengan saksi

yang lainnya. Oleh karena itu, akhirnya majelis hakim melakukan pemeriksaan

setempat untuk kedua kalinya terhadap tanah yang menjadi obyek sengketa. Dari

hasil pemeriksaan setempat yang kedua kalinya tersebut, majelis hakim dapat

menarik kesimpulan dengan mencocokkan hasil pemeriksaan setempat dengan

identitas tanah sengketa yang ada pada buku tanah di Kantor Kelurahan Jember

Kidul serta dihubungkan pula dengan keterangan saksi-saksi dari para pihak serta

bukti-bukti surat dari para pihak. Dalam hal ini diperoleh fakta hukum bahwa

bukti P-1 yang berupa Sertifikat Hak Milik No. 4999 milik penggugat memang

berasal dari petok C. 3881, persil 68, Klas S.II dengan luas seharusnya 2.110 m2

berupa tanah sawah dan apabila dicocokan dengan surat pembagian dan

pemisahan warisan atas nama Siti Aminah sebagaimana yang dimaksud dalam

bukti yang diajukan oleh para tergugat (T-5) ternyata ada persesuaian mengenai

luas tanah milik penggugat yaitu seluas 2.110 m2, bukan seluas 3.103 m2

sebagaimana yang telah didalilkan oleh penggugat. Hasil pemeriksaan setempat

yang dilakukan apabila dihubungkan dengan Surat Keterangan Lurah Jember

Kidul tertanggal 7 Maret 2006 No. 590/97/53504/2006 sebagaimana yang

dimaksud dalam bukti P-4 yang diajukan oleh penggugat, Surat Keterangan Lurah

Jember Kidul tertanggal 23 Maret 2006 No. 590/147/535.04/2006 sebagaimana

yang dimaksud dalam bukti T-2 yang diajukan oleh para tergugat, serta Surat

Keterangan Lurah Jember Kidul tertanggal 13 September 2006 No.

400/54/535.04/2006 sebagaimana yang dimaksud dalam bukti PI-7 yang diajukan

oleh para penggugat intervensi, isinya menerangkan bahwa Sertifikat Hak Milik

No. 4999 milik penggugat memang tidak ada keterkaitannya dengan tanah P.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 122: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

106

Universitas Indonesia

Sunaryo Satujo (alm), karena tanah milik P. Sunaryo Satujo berupa tanah

pekarangan dan bukan tanah sawah petok C. No. 1109 persil 75, Klas D.I. seluas

750 m2 sebagaimana yang dimaksud Surat Keterangan Iuran Pembangunan

Daerah No. 1109 a.n. P. Sunaryo Satujo, alamat Desa Jember Kidul, Kecamatan

Kaliwates, Kabupaten Jember, tertanggal 12 Juni 1980 dalam bukti T-1 dan PI-1

yang diajukan para tergugat dan para penggugat intervensi.

c. Kekuatan Pembuktian Pemeriksaan Setempat dalam Putusan Hakim

- Sebagai keterangan bagi hakim

Dalam pertimbangan majelis hakim halaman 27 alinea keempat

disebutkan bahwa dari hasil pemeriksaan setempat serta melihat identitas

tanah serta dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi, maka majelis

hakim memperoleh fakta hukum bahwa Sertifikat Hak Milik No. 4999

berasal dari petok C. 3881, persil 68, Klas S.II luas 2.110 m2 berupa tanah

sawah, sehingga sertifikat tersebut tidak ada keterkaitannya dengan tanah

P. Sunaryo Satujo (alm) yang berupa tanah pekarangan.

Hasil pemeriksaan setempat dapat dijadikan keterangan bagi hakim

atau menambah keterangan secara lebih jelas, hal ini sebagaimana

tercantum dalam Pasal 153 ayat (2) HIR dan Pasal 180 ayat (1) RBg.

Seperti yang sudah dijelaskan dalam bab sebelumnya bahwa hasil yang

diperoleh dalam persidangan pemeriksaan setempat merupakan keterangan

yang sama nilainya dengan fakta yang ditemukan dalam persidangan. Hal

ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh hakim yang diwawancarai

oleh penulis yang juga berpendapat bahwa dikarenakan pemeriksaan

setempat merupakan bagian dari sidang pengadilan, maka semua hasil

pemeriksaan setempat pada dasarnya disamakan dengan fakta yang

terungkap dalam persidangan. Dimana fakta-fakta ini nantinya dapat

dijadikan sebagai fakta yang saling berkaitan dengan fakta lain yang

muncul dalam persidangan ataupun dengan alat-alat bukti yang diajukan

oleh para pihak yang berperkara. Dikarenakan pemeriksaan setempat itu

sendiri bukanlah merupakan suatu alat bukti sebagaimana yang disebutkan

secara limitatif dalam Pasal 164 HIR/283 RBg dan Pasal 1866 KUH

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 123: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

107

Universitas Indonesia

Perdata, maka hakim biasanya hanya menjadikan pemeriksaan setempat

sebagai keterangan atau fakta persidangan untuk mempermudah proses

pembuktian. Terlebih lagi ada Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7

Tahun 2001 yang menjadi pedoman bagi hakim untuk melaksanakan

pemeriksaan setempat. Namun, hasil dari pemeriksaan setempat ini

nantinya tergantung pada hakim apakah akan digunakan dalam

pertimbangan dalam menjatuhkan putusan atau tidak. Hal ini sebagaimana

yang dinyatakan oleh Retnowulan Sutantio dan Iskandar

Oeripkartawinata252 yang menyatakan bahwa persangkaan hakim sebagai

alat bukti mempunyai kekuatan bukti bebas, dengan kata lain kekuatan

pembuktiannya terserah kepada penilaian hakim yang bersangkutan,

kekuatan bukti apa yang akan diberikan kepada persangkaan hakim

tertentu itu, apakah akan dianggap sebagai alat bukti yang berkekuatan

sempurna, atau sebagai bukti permulaan atau akan tidak diberi kekuatan

apapun juga.

Mengenai hasil pemeriksaan setempat sebagai keterangan atau

fakta persidangan, perlu diperhatikan pendapat dari Sudikno

Mertokusumo253 yang menyatakan bahwa setiap peristiwa yang telah

dibuktikan dalam persidangan dapat digunakan sebagai persangkaan

hakim. Berbeda dengan persangkaan menurut undang-undang, maka di

sini hakim bebas dalam menemukan persangkaan berdasarkan kenyataan.

Hal serupa juga dikemukakan oleh Retnowulan Sutantio dan Iskandar

Oeripkartawinata254 yang menyatakan bahwa segala peristiwa keadaan

dalam sidang, bahan-bahan yang didapat dari pemeriksaan perkara

tersebut, kesemuanya itu dapat dijadikan bahan untuk menyusun

persangkaan hakim.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil pemeriksaan

setempat merupakan fakta persidangan yang dapat dijadikan bahan atau

252 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, op. cit., hal. 78.

253 Sudikno Mertokusumo (a), op. cit., hal. 173.

254 Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, op. cit., hal. 78.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 124: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

108

Universitas Indonesia

keterangan untuk menyusun persangkaan hakim yang kekuatan

pembuktiannya diserahkan kepada majelis hakim yang memeriksa perkara.

- Hasil pemeriksaan setempat dijadikan sebagai dasar pertimbangan

Selanjutnya dalam pertimbangan majelis hakim dalam putusannya

halaman 28 alinea kedua juga disebutkan bahwa dengan memperhatikan

hasil pemeriksaan setempat dan saksi dari para tergugat konpensi

diperoleh fakta bahwa gambar situasi tanah menuju arah barat dan timur

bila dibandingkan dengan gambar situasi dari bukti surat P-1 panjang

tanah menjadi ke arah utara dan selatan dan batas sebelah timur dari bukti

surat P-1 tertulis nama H. Maryam yang sekarang dikuasai oleh P. Jalil

(saksi ke-4 dari penggugat).

Dari pertimbangan-pertimbangan di atas, majelis hakim dapat

menyimpulkan bahwa penggugat telah keliru menunjuk batas pada saat

pengukuran ulang dan tanah para tergugat adalah seluas 750 m2 yang telah

diukur dan masuk ke dalam surat ukur tanah Sertifikat Hak Milik No.

4999 (bukti P-1) dan fakta ini diperkuat dengan keberadaan bukti P-4 yang

mana surat dari Kelurahan Jember Kidul tersebut tidak mencantumkan

luas tanahnya dengan jelas, sehingga hal ini makin memperjelas tentang

adanya kesalahan penunjukan batas dari penggugat yang diwakili oleh

saksi P. Jalil mengandung kesalahan dan kekeliruan yang berakibat tanah

para tergugat dan para penggugat intervensi masuk ke dalam bagian dari

Sertifikat Hak Milik No. 4999 milik penggugat dan hal ini telah sejalan

dengan hasil pemeriksaan setempat, keterangan saksi-saksi yang diajukan

oleh para tergugat konpensi dan para penggugat intervensi.

Hal yang perlu digarisbawahi di sini adalah hasil pemeriksaan

setempat yang dijadikan sebagai pertimbangan majelis hakim sebelum

menjatuhkan putusan senantiasa dihubungkan dengan alat-alat bukti lain

yang diajukan oleh para pihak yang berperkara dalam persidangan. Hasil

pemeriksaan setempat yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun

persangkaan hakim memiliki fungsi dan peran perantara yaitu

mengantarkan atau menyeberangkan alat bukti dan pembuktian ke arah

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 125: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

109

Universitas Indonesia

yang lebih konkret mendekati kepastian.255 Sehingga dalam perkara ini,

hasil pemeriksaan setempat yang dilakukan dua kali oleh majelis hakim

yang memeriksa dan mengadili perkara juga bersesuaian dan mendukung

alat bukti yang diajukan oleh penggugat, para tergugat, dan para

penggugat intervensi, dengan demikian dapat dijadikan sebagai salah satu

bahan untuk mengkonstruksi kesimpulan tentang keterbuktian suatu dalil

yang diajukan oleh para pihak dalam pertimbangan majelis hakim

nantinya.

Merujuk kepada ketentuan Pasal 173 HIR dan Pasal 1922 KUH

Perdata, persangkaan hakim (rechtelijke vermoeden) atau disebut juga

dengan persangkaan berdasarkan kenyataan atau fakta (fetelijke

vermoeden) atau presumptiones facti bersumber dari fakta yang terbukti

dalam persidangan sebagai pangkal titik tolak menyusun persangkaan,

dimana hal tersebut dilakukan hakim karena undang-undang sendiri

memberi kewenangan kepadanya berupa kebebasan menyusun

persangkaan. Dari pasal-pasal tersebut di atas, undang-undang

menyerahkan kepada pendapat dan pertimbangan hakim untuk

mengkontruksi alat bukti persangkaan yang bertitik tolak atau bersumber

dari alat-alat bukti yang telah ada dalam persidangan. Dari mana atau dari

pihak mana data atau fakta itu diambil hakim adalah bebas.256 Mengutip

pendapat Tresna, dikatakan bahwa satu persangkaan tidaklah dianggap

cukup untuk menganggap dalil yang bersangkutan terbukti, dengan kata

lain persangkaan hakim itu baru merupakan bukti lengkap apabila saling

berhubungan dengan persangkaan-persangkaan hakim yang lain terdapat

dalam suatu perkara,257 baik bersumber dari alat bukti yang diajukan oleh

para pihak maupun fakta-fakta lain yang muncul dalam persidangan,

termasuk hasil pemeriksaan setempat.

255 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 686.

256 M. Yahya Harahap, op. cit., hal. 696.

257 Tresna, op. cit., hal. 173.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 126: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

110

Universitas Indonesia

Dengan demikian, hasil pemeriksaan setempat sebagai salah satu

fakta atau peristiwa yang terjadi dalam persidangan digunakan sebagai

pendukung alat bukti lain untuk memperkuat kekuatan nilai pembuktian

serta sebagai dasar untuk memperkuat pertimbangan hakim dalam

menjatuhkan putusan.

- Dipergunakan untuk menentukan luas

Seperti yang telah tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung

No. 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan Setempat bahwa dilakukannya

pemeriksaan setempat dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan atau

keterangan yang lebih rinci atas obyek perkara mengenai letak, luas, dan

batas-batas obyek sengketa. Dalam kasus posisi telah dijelaskan bahwa

terdapat perbedaan yang sangat signifikan mengenai luas dan batas-batas

tanah yang menjadi obyek sengketa antara pihak penggugat maupun pihak

tergugat dan para penggugat intervensi. Dalam gugatannya penggugat

mendalilkan bahwa tanah sengketa adalah seluas ± 4,5 m2 dengan batas-

batas sebagai berikut :

o Utara : Selokan kemudian jalan;

o Timur : Herman Raharha;

o Selatan : Kuburan kemudian tanah Herman Raharja;

o Barat : Pak Rusdiam/Irfan Fadillah.

Sedangkan para terggugat dalam jawabannya dan para penggugat

intervensi dalam gugatan intervensinya mendalilkan luas tanah yang

menjadi sengketa bukan seluas ± 4,5 m2, melainkan seluas 750 m2 dengan

batas-batas sebagai berikut :

o Utara : Jalan Sentot Prawirodirjo;

o Timur : Tanah milik Mulyono Tejo;

o Selatan : Tanah Herman Raharja;

o Barat : Tanah makam Kel. P. Sunaryo dan Erfan.

Dari pemeriksaan setempat yang dilakukan, majelis hakim dalam

pertimbangannya dalam putusan halaman 30 alinea keenam menyebutkan

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 127: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

111

Universitas Indonesia

bahwa yang menjadi tanah sengketa adalah tanah pekarangan petok C.

1109, persil 75 klas D.I. dengan luas 750 m2 dengan batas-batas :

o Utara : Jalan Sentot Prawirodirjo;

o Timur : Tanah milik Mulyono Tejo;

o Selatan : Tanah Herman Raharja;

o Barat : Tanah makam Kel. P. Sunaryo dan Erfan.

sebagaimana yang didalilkan oleh para tergugat dan para penggugat

intervensi.

4.2. Analisis Putusan Nomor 18/Pdt.G/2011/PN.Tmk

4.2.1. Kasus Posisi

Dalam perkara No. 18/Pdt.G/2011/PN.Tmk ini gugatan diajukan oleh

Tiraun M. Pardosi sebagai Penggugat I, Richard Togar Lubis sebagai Penggugat

II, Martin Lubis sebagai Penggugat III, Purwoyo sebagai Penggugat IV, dan

Hasudungan Lubis melawan Yosepha Alomang sebagai Tergugat I dan Yustina

Kwalik sebagai Tergugat II. Para penggugat dalam dalil yang diajukannya dalam

gugatan menyebutkan bahwa memiliki dua bidang tanah, yaitu :

a. 1 (satu) lahan tanah garapan seluas 60 m x 100 m ((6.000 m2) yang terletak di

Jalan Cenderawasih Baru sesuai dengan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas

Tanah tertanggal 16 November 1990 dari Markus Kwalik (alm) dengan batas-

batas sebagai berikut :

- Utara : tanah Alm. Markus Kwalik/sekarang berbatasan dengan kali;

- Selatan: Jalan Raya SP II/sekarang Jalan Cenderawasih SP 2;

- Timur : berbatasan dengan kali;

- Barat : tanah Andreas Eanem/sekarang tanah milik Penggugat I dan II.

Dimana setelah adanya jual beli yang dilanjutkan dengan pelepasan dan

penyerahan tanah dari Alm. Markus Kwalik kepada Penggugat I, selanjutnya

Penggugat I mengajukan permohonan untuk mendapatkan sertifikat kepada

Kantor Pertanahan Kabupaten Fak-Fak/sekarang Kabupaten Mimika dengan

terlebih dahulu membagi tanah obyek sengketa menjadi 3 bagian yaitu :

- Penggugat II memperoleh tanah seluas 2.000 m2 sesuai dengan Sertifikat

No. 530/Kwamki tertanggal 19 Agustus 1997;

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 128: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

112

Universitas Indonesia

- Penggugat III memperoleh tanah seluas 2.000 m2 sesuai Sertifikat No.

531/Kwamki tertanggal 19 Agustus 1997;

- Penggugat IV memperoleh tanah seluas 1.980 m2 sesuai Sertifikat No.

528/Kwamki tertanggal 9 Agustus 1997.

b. 1 (satu) lahan tanah garapan seluas 72 m x 120 m (8.640 m2) yang terletak di

Jalan Cenderawasih SP2, dahulu Desa/Kelurahan Kwamki/sekarang Distrik

Mimika Baru, dahulu Kabupaten Daerah Tingkat II Fak-Fak/sekarang

Kabupaten Mimika, sesuai dengan Surat Pernyataan Pelepasan Hak Atas

Tanah tertanggal 21 Oktober 1991 dari Andreas Eanem, yang batasnya adalah

sebagai berikut :

- Utara : Tanah Andreas Eanem/sekarang tanah Yakobus Bondon Pasang

dan Rani Sombolayuk;

- Selatan : Jalan Raya SP II/sekarang Jalan Cenderawasih SP 2;

- Timur : Tanah Penggugat I;

- Barat: : Dahulu tanah milik Hj. Nohong/sekaranf tanah milik Apen.

Setelah adanya jual beli dilanjutkan dengan pelepasan dan penyerahan tanah

dari Andreas Eanem kepada Penggugat I, selanjutnya Penggugat I melakukan

pemecahan atas tanah tersebut yaitu :

- Bapak Sibarani yang membeli dari Penggugat I seluas 1.710 m2;

- Bapak Sitohang yang membeli dari Penggugat I seluas 1.710 m2;

- Penggugat I memperoleh tanah seluas 1.997 m2 sesuai dengan Sertifikat

No. 549/Kwamki tertanggal 15 Oktober 1997;

- Penggugat V memperoleh tanah seluas 1.123 m2 sesuai dengan Serifikat

No. 338/Kwamki tertanggal 15 Oktober 1997.

Setelah penggugat I membeli tanah obyek sengketa, Penggugat I dan

Penggugat II kemudian membangun bangunan rumah sewa, tempat pencucian

mobil, usaha mebel dan laundry, counter hanphone, dan rumah makan. Kemudian

dalam gugatannya, para penggugat menyatakan bahwa para tergugat telah

melakukan perbuatan melawan hukum karena telah menguasai tanah milik para

penggugat secara tidak sah dengan membangun rumah permanen di atas tanah

milik Penggugat IV dan Penggugat V. Setelah lebih dari 5 tahun pelepasan dan

penyerahan obyek sengketa yang sudah diperjualbelikan, Tergugat I mendatangi

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 129: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

113

Universitas Indonesia

Penggugat I dan mempermasalahkan kembali status kepemilikan tanah yang

menjadi obyek sengketa dan meminta sejumlah ganti rugi kepada Penggugat I

yang kemudian dipenuhi oleh Penggugat I dengan memberikan uang sebesar Rp

250.000,00 sesuai permintaan Tergugat I. Akan tetapi, pada tahun 2006 Tergugat I

kembali mempermasalahkan status kepemilikan tanah obyek sengketa dan

meminta secara paksa kepada para penggugat untuk mengembalikan tanah obyek

sengketa tersebut kepada Penggugat I.

Di samping itu, Tergugat II juga telah melakukan perbuatan melawan

hukum dengan menguasai secara tidak sah tanah obyek sengketa dengan cara

membangun rumah permanen pada tahun 2008 di atas tanah obyek sengketa,

dimana Tergugat II membangun rumah permanen tersebut atas izin dari Tergugat

I. Kemudian para tergugat pada tanggal 5 November 2009 pernah memagar dan

memalang tanah obyek sengketa tersebut dan sampai saai ini tiang-tiang pancang

yang digunakan memalang masih berada diatas tanah obyek sengketa, juga

mengusir secara paksa, menakut-nakuti orang-orang yang menyewa (kost) dan

karyawan yang tinggal serta bekerja di tempat usaha para Penggugat yang

dibangun di atas tanah obyek sengketa, dengan cara membawa massa serta

mengancam mau membakar bangunan-bangunan yang berdiri di atasnya dan

sering melempari atap-atap rumah kost dari seberang kali/batas tanah, sehingga

membuat para warga tersebut menjadi takut dan tertekan.

Para tergugat dalam jawabannya pada pokoknya menyatakan bahwa

Markus Kwalik (alm) tidak pernah menjual tanah yang terletak di Jalan

Cenderawasih SP 2 dikarenakan Tergugat I tidak pernah dilibatkan bahkan tidak

pernah mengetahui masalah jual beli tersebut, dan sekalipun tanah tersebut dijual

oleh Markus Kwalik (alm) semestinya Tergugat I ikut menandatangani kwitansi

jual beli tanah tersebut.

Setelah sidang memasuki tahap pembuktian dimana para penggugat dan

para tergugat mengajukan alat bukti surat dan saksi-saksi, majelis hakim

kemudian mengadakan pemeriksaan setempat untuk memastikan tanah yang

menjadi obyek sengketa pada hari Jumat, 22 Juli 2011.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 130: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

114

Universitas Indonesia

4.2.2. Analisis Kasus

Sebagaimana tercantum dalam pertimbangan majelis hakim dalam

putusannya, disebutkan bahwa untuk mendapatkan kejelasan dari tanah obyek

sengketa maka majelis hakim melakukan pemeriksaan setempat terhadap obyek

sengketa yang dilakukan pada hari Jumat, 22 Juli 2011. Selanjutnya dalam

putusan Majelis Hakim secara tegas menyatakan bahwa sebelum Majelis Hakim

mempertimbangkan pokok perkara, Majelis Hakim perlu mempertimbangkan

lebih dahulu mengenai syarat-syarat yang terpenting terhadap gugatan yang

diajukan oleh Penggugat, yaitu mengenai ukuran luas dan batas-batas tanah

terperkara yang menjadi obyek sengketa. Menurut Majelis Hakim, ukuran luas

dan batas-batas obyek tanah terperkara adalah merupakan hal yang penting

untuk mengetahui dengan jelas dan pasti mengenai ukuran luas dan batas-batas

obyek tanah terperkara, dalam hal ini Majelis Hakim berpendapat untuk

menghindari jika kelak putusan dalam perkara ini hendak dieksekusi, yang mana

apabila obyek tanah sengketa tidak jelas, sehingga pelaksanaannya dinyatakan

non executable yaitu eksekusi tidak dapat dijalankan karena obyek tanah sengketa

tidak jelas dan tidak pasti. Pertimbangan yang diambil oleh Majelis Hakim untuk

melakukan pemeriksaan setempat ini sangat tepat, karena apabila terjadi

perbedaan mengenai letak, luas, dan batas-batas antara diktum putusan dengan

pada saat hendak dieksekusi maka akan menyebabkan putusan menjadi tidak

dapat dilaksanakan.

Akan tetapi, dalam pertimbangan Majelis Hakim terdapat suatu kesalahan

kutipan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan

Setempat yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Dalam pertimbangan

disebutkan sebagai berikut : “Menimbang bahwa berdasarkan Surat Edaran

Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 7 Tahun 2001 tentang Pemeriksaan

Setempat yang menyatakan bahwa : “Setiap perkara yang objeknya tanah yang

alas haknya belum “Akta Otentik” maka Majelis Hakim wajib melakukan

“Sidang Lapangan” ke objek tanah terperkara sebagai acuan dalam

mengambil keputusan”. Sehingga dalam putusannya Majelis Hakim kemudian

mengemukakan bahwa obyek dalam perkara ini adalah masih beralaskan “surat-

surat biasa”, maka Majelis Hakim akan mengadakan sidang lapangan ke obyek

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 131: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

115

Universitas Indonesia

tanah terperkara”. Dalam hal ini Majelis Hakim telah melakukan kesalahan

dalam meyebutkan ketentuan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun

2001 tentang Pemeriksaan Setempat, hal ini dikarenakan dalam Surat Edaran

Mahkamah Agung tersebut tidak ada ketentuan sebagaimana yang disebutkan oleh

Majelis Hakim dalam pertimbangannya. Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung

No. 7 Tahun 2001 hanya disebutkan bahwa Mahkamah Agung meminta perhatian

Ketua/Majelis Hakim yang memeriksa perkara tersebut : mengadakan

pemeriksaan setempat atas obyek perkara yang perlu dilakukan oleh Majelis

Hakim dengan dibantu oleh Panitera Pengganti baik atas inisiatif hakim karena

merasa perlu mendapatkan penjelasan/keterangan yang lebih rinci atas obyek

perkara maupun karena diajukan eksepsi atau atas permintaan salah satu pihak

yang berperkara.

a. Hasil Pemeriksaan Setempat

Dalam putusannya, berdasarkan hasil pemeriksaan setempat yang

dilakukan oleh Majelis Hakim terhadap tanah terperkara, Majelis Hakim

berpendapat bahwa ukuran dan batas-batas tanah terperkara tidak sesuai dengan

gugatan penggugat. Seperti yang tercantum dalam dalil yang diajukan para

penggugat dalam gugatannya bahwa terdapat 2 lahan tanah yang menjadi obyek

sengketa, yaitu :

- 1 (satu) lahan tanah garapan seluas 60 m x 100 m ((6.000 m2) yang terletak di

Jalan Cenderawasih Baru dengan batas-batas sebagai berikut :

o Utara : tanah Alm. Markus Kwalik/sekarang berbatasan dengan kali;

o Selatan: Jalan Raya SP II/sekarang Jalan Cenderawasih SP 2;

o Timur : berbatasan dengan kali;

o Barat : tanah Andreas Eanem/sekarang tanah milik Penggugat I dan II.

- 1 (satu) lahan tanah garapan seluas 72 m x 120 m (8.640 m2) yang terletak di

Jalan Cenderawasih SP2, dahulu Desa/Kelurahan Kwamki/sekarang Distrik

Mimika Baru, dahulu Kabupaten Daerah Tingkat II Fak-Fak/sekarang

Kabupaten Mimika, yang batasnya adalah sebagai berikut :

o Utara : Tanah Andreas Eanem/sekarang tanah Yakobus Bondon Pasang

dan Rani Sombolayuk;

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 132: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

116

Universitas Indonesia

o Selatan : Jalan Raya SP II/sekarang Jalan Cenderawasih SP 2;

o Timur : Tanah Penggugat I;

o Barat: : Dahulu tanah milik Hj. Nohong/sekaranf tanah milik Apen.

Segala peristiwa dan fakta yang ditemukan dalam pemeriksaan setempat,

semua termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan Setempat yang merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim. Dari

hasil pemeriksaan setempat yang telah dilakukan, apa yang didalilkan oleh

penggugat dalam gugatannya memiliki perbedaan dari hasil pemeriksaan setempat

yang telah dilakukan. Sehingga menurut Majelis Hakim, hal tersebut dapat

terungkap sebagai suatu fakta hukum bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan

setempat ternyata penggugat sendiri tidak bisa menunjukkan dengan pasti batas-

batas lokasi tanah sengketa yang dinyatakan dalam surat gugatan penggugat,

sehingga perihal batas-batas dan ukuran tanah obyek sengketa menjadi tidak

jelas.

b. Kekuatan Pembuktian Pemeriksaan Setempat

- Sebagai keterangan dan dasar pertimbangan hakim

Sama halnya dengan pertimbangan hakim dalam putusan yang

dianalisis sebelumnya, dalam putusan ini pun Majelis Hakim menjadikan

hasil pemeriksaan sebagai suatu fakta yang dapat dijadikan sebagai dasar

dalam pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Hasil

pemeriksaan setempat merupakan pengetahuan hakim sendiri yang dapat

dijadikan dasar sebagai fakta karena dihadiri oleh para penggugat/para

tergugat. Dan seperti sudah dijelaskan sebelumnya, hasil pemeriksaan

setempat yang dikategorikan sebagai fakta persidangan ini dapat dijadikan

salah satu bahan bagi hakim untuk menyusun persangkaan hakim yang

kekuatan pembuktiannya bersifat bebas.

- Sebagai dasar untuk mengabulkan, menolak, atau menyatakan tidak

diterima suatu gugatan

Hasil pemeriksaan setempat yang sesuai dengan apa yang

didalilkan dalam gugatan dapat dijadikan sebagai salah satu dasar untuk

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 133: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

117

Universitas Indonesia

mengabulkan gugatan dari penggugat. Seperti Putusan Mahkamah Agung

No. 3197 K/Sip/1983,258 dimana Majelis Hakim berpendapat bahwa hasil

pemeriksaan setempat dapat dijadikan dasar dalam pengabulan gugatan,

asal pengabulan tersebut tidak melebihi petitum gugatan. Sebaliknya, hasil

pemeriksaan setempat pun dapat dijadikan sebagai pertimbangan Majelis

Hakim dalam menolak gugatan ataupun menyatakan gugatan tidak dapat

diterima.

Dalam kasus ini, hasil pemeriksaan setempat yang ditemukan oleh

Majelis Hakim di lapangan memiliki perbedaan dengan apa yang

didalilkan oleh para penggugat dalam gugatannya, oleh karena itu obyek

sengketa menjadi tidak jelas. Dalam hal ini perlu diperhatiakan ketentuan

dalam Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung Republik Indonesia

Nomor : 81.K/Sip/1971 tanggal 09 Juli 1973,259 dalam yurisprudensi ini

dinyatakan bahwa “Karena setelah diadakan pemeriksaan setempat oleh

Pengadilan Negeri atas perintah Mahkamah Agung, tanah yang dikuasai

oleh Tergugat ternyata tidak sama batas-batas dan luasnya dengan yang

tercantum dalam gugatan, gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima”.

Bertitik tolak dari yurisprudensi tersebut, maka Majelis Hakim

menyatakan bahwa berdasarkan seluruh pertimbagan-pertimbangan secara

terperinci tersebut diatas ternyata dapat terungkap sebagai fakta hukum

bahwa terdapat perbedaan, kekaburan serta ketidakjelasan mengenai batas-

batas tanah objek sengketa dan letak tanah sengketa setelah dilakukan

pemeriksaan setempat, maka dengan berpedoman pada Yurisprudensi

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 81.K/Sip/1971 tanggal 09

Juli 1973 tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa oleh karena ternyata

setelah dilakukan pemeriksaan setempat atas tanah objek sengketa tidak

sama dengan batas-batas tanah dan letak tanah sengketa, gugatan

Penggugat demi hukum harus dinyatakan tidak dapat diterima.

258 Tanggal 9-2-1985, jo. PT Padang No. 166/1980, Tanggal 15-6-1983, jo. PN Paddang

No. 128/1978, Tanggal 3-3-1980.

259 Tanggal 9 Juli 1973.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 134: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

118

Universitas Indonesia

Sehingga dengan demikian dikarenakan hasil pemeriksaan

setempat tidak sesuai dengan gugatan, maka gugatan penggugat

dinyatakan tidak dapat diterima, yang berakibat pada dalil-dalil gugatan

selanjutnya yang menyangkut materi pokok perkara tidak akan dinilai dan

dipertimbangkan lebih lanjut oleh Majelis Hakim.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 135: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

119

Universitas Indonesia

BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Dari keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan dan dihubungkan

dengan pokok permasalahan yang telah dirumuskan, maka penulis memberikan

dua kesimpulan, antara lain :

1. Hukum acara perdata mengenal bermacam-macam alat bukti.

Sedangkan menurut hukum acara perdata hakim terikat pada alat-alat

bukti yang sah, yang berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil

keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-

undang saja. Namun demikian, walaupun secara yuridis formil

pemeriksaan setempat (descente) tidak termasuk sebagai alat bukti

sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 RBg,

dan Pasal 1866 KUH Perdata, hasil pemeriksaan setempat dapat

mempengaruhi putusan yang akan dijatuhkan oleh majelis hakim

nantinya. Pemeriksaan setempat yang berfungsi untuk memperoleh

kepastian dan keterangan yang lebih rinci mengenai obyek sengketa,

baik luas, letak, maupun batas-batas obyek sengketa pada hakekatnya

merupakan bagian dari sidang pengadilan meskipun pelaksanaannya

diadakan di luar gedung pengadilan, sehingga hasil yang diperoleh dari

pemeriksaan setempat disamakan nilainya dengan fakta yang muncul

dalam persidangan yang dapat dijadikan sebagai keterangan bagi

hakim dalam memutus perkara. Sebagaimana yang disebutkan dalam

Pasal 153 ayat (1) HIR, Pasal 180 ayat (1) RBg, dan Pasal 211 Rv

bahwa hasil pemeriksaan setempat dapat dijadikan sebagai keterangan

bagi hakim. Sebagai fakta persidangan juga, maka hasil pemeriksaan

setempat dapat dijadikan bahan atau keterangan yang akan digunakan

untuk menyusun persangkaan hakim nantinya. Dikarenakan sama

nilainya dengan fakta yang terungkap dalam persidangan, maka hasil

pemeriksaan setempat ini tergantung pada Majelis Hakim apakah akan

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 136: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

120

Universitas Indonesia

digunakan dalam pertimbangan Majelis Hakim dalam menjatuhkan

putusan atau tidak. Kekuatan pembuktiannya terserah kepada penilaian

hakim yang bersangkutan.

2. Berdasarkan studi kasus terhadap putusan No. 31/Pdt.G/2006/PN.Jr,

hasil pemeriksaan setempat oleh Majelis Hakim disebutkan sebagai

fakta persidangan dan senantiasa dihubungkan dengan alat bukti lain.

Sebagai suatu fakta yang ditemukan dalam persidangan, hasil

pemeriksaan setempat ini dapat dijadikan sebagai pendukung dalam

proses pembuktian. Artinya, hasil pemeriksaan setempat dapat

digunakan sebagai pendukung bagi keterangan saksi atau alat bukti

lainnya yang diajukan oleh para pihak yang berperkara dalam

persidangan. Dengan demikian, hasil pemeriksaan setempat sebagai

salah satu fakta atau peristiwa yang terjadi dalam persidangan dapat

digunakan sebagai pendukung alat bukti lain untuk memperkuat

kekuatan nilai pembuktian serta sebagai dasar untuk memperkuat

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. Sedangkan dalam

putusan No. 18/Pdt.G/2011/PN.Tmk, hasil pemeriksaan setempat oleh

Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara dijadikan

sebagai satu-satunya dasar pertimbangan Majelis Hakim dalam

memutus bahwa gugatan tidak dapat diterima. Sehingga hasil

pemeriksaan setempat selain sebagai fakta persidangan, juga dapat

dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan Majelis Hakim dalam

mengabulkan gugatan, menolak gugatan, maupun menyatakan gugatan

tidak dapat diterima. Dengan demikian, hasil pemeriksaan setempat

dalam putusan ini juga dijadikan sebagai salah satu pendukung alat

bukti dalam persidangan.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 137: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

121

Universitas Indonesia

5.2. Saran

Dari kesimpulan di atas, terdapat beberapa saran yang dapat dikemukakan

sebagai masukan bagi pemeriksaan setempat. Adapun saran-saran yang hendak

dikemukakan antara lain sebagai berikut :

1. Pemeriksaan setempat masih berlandaskan pada HIR, RBg, dan Rv

yang pengaturan mengenai pelaksanaan pemeriksaan setempatnya

sangat terbatas dan umum sifatnya. Maka dari itu diharapkan adanya

perbaikan atau pembaharuan oleh pembuat undang-undang terhadap

peraturan-peraturan tersebut karena antara teori dan praktek seringkali

tidak sejalan.

2. Diperlukan suatu peraturan internal atau standar operasional

pelaksanaan yang mengatur secara rinci mengenai prosedur

pemeriksaan setempat yang dapat menjadi pedoman bagi hakim yang

ditunjuk untuk melaksanakan pemeriksaan setempat.

3. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2001 tentang

Pemeriksaan Setempat sebagai suatu peraturan internal bagi hakim

perlu direvisi segera oleh Mahkamah Agung dikarenakan terdapat

suatu kesalahan dalam menyebutkan peraturan lain yang harus

diperhatikan oleh hakim dalam pelaksanaan pemeriksaan setempat.

Dalam surat edaran ini disebutkan bahwa hakim perlu memperhatikan

tentang petunjuk Mahkamah Agung mengenai biaya pemeriksaan

setempat yaitu SEMA No. 5 Tahun 1999 poin 8, setelah penulis

melakukan riset SEMA tersebut tidak mengatur ketentuan mengenai

biaya pemeriksaan setempat, melainkan diatur dalam SEMA No. 5

Tahun 1994 tentang Biaya Administrasi poin 8 yang secara jelas

mengatur ketentuan mengenai biaya pemeriksaan setempat.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 138: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

122

Universitas Indonesia

DAFTAR REFERENSI

I. Undang-Undang

Indonesia. Undang-Undang Tentang Advokat. UU No. 18 Tahun 2003. LN No. 49

Tahun 2003. TLN No. 4288.

_____. Undang-Undang Tentang Hukum Acara Pidana. UU No. 8 Tahun 1981.

LN No. 76 Tahun 1981. TLN No. 3209.

_____. Undang-Undang Tentang Kekuasaan Kehakiman. UU No. 48 Tahun 2009.

LN No. 157 Tahun 2009. TLN No. 5076.

_____. Undang-Undang Tentang Peradilan Ulangan di Jawa dan Madura. UU

No. 20 Tahun 1947.

_____. Undang-Undang Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup. UU No. 32 Tahun 2009. LN No. 140 Tahun 2009. TLN No. 5059.

_____. Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen. UU No. 8 Tahun

1999. LN No. 42 Tahun 1999. TLN No. 3821.

_____. Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14

Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung. UU No. 3 Tahun 2009. LN No. 8

Tahun 2009. TLN No. 4958.

_____. Undang-Undang Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 2

Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum. UU No. 49 Tahun 2009. LN No.

158 Tahun 2009. TLN No. 5077.

_____. Undang-Undang Tentang Tindakan-Tindakan Sementara untuk

Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan, dan Acara Pengadilan

Sipil. UU No. 1 Drt Tahun 1951.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek). 2008.

Diterjemahkan oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta : Pradnya

Paramita.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 139: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

123

Universitas Indonesia

II. Peraturan

Reglemen Acara Hukum Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura

(RBg/Rechtsreglement voor de Buitengewesten). Staatsblad 1927 No. 27.

Diterjemahkan oleh Ropaun Rambe. 2003. Hukum Acara Perdata

Lengkap. Cet. Kedua. Jakarta : Sinar Grafika.

Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechtsvordering). Staatsblad 1847 No.

52 jo. Staatsblad 1849 No. 63. Diterjemahkan oleh Ropaun Rambe. 2003.

Hukum Acara Perdata Lengkap. Cet. Kedua. Jakarta : Sinar Grafika.

Mahkamah Agung. Surat Edaran Mahkamah Agung Tentang Biaya Administrasi.

SEMA No. 5 Tahun 1994.

_____. Surat Edaran Mahkamah Agung Tentang Pedoman Pemberian Bantuan

Hukum. SEMA No. 10 Tahun 2010.

_____. Surat Edaran Mahkamah Agung Tentang Pemeriksaan Setempat. SEMA

No. 7 Tahun 2001.

Staatsblad 1941 No. 44. Reglemen Indonesia yang Dibaharui (RIB/HIR). 1992.

Diterjemahkan oleh M. Karjadi. Bogor : Politeia.

III. Buku

Effendi, Bachtiar. Masdari Tasmin dan A. Chodari. 1991. Surat Gugat dan

Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata. Bandung : PT Citra Aditya

Bakti.

Engelbrecht. 1992. Himpunan Peraturan Perundang-undangan RI. Jakarta :

Internusa.

Fakhriah, Efa Laela. 2009. Bukti Elektronik Dalam Sistem Pembuktian Perdata.

Bandung : Alumni.

Fuady, Munir. 2006. Teori Hukum Pembuktian Pidana dan Perdata. Cet. Kesatu.

Bandung : Citra Aditya Bakti.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 140: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

124

Universitas Indonesia

Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Kedua. Cet.

Pertama. Jakarta : Sinar Grafika.

Harahap, Krisna. 2008. Hukum Acara Perdata : Mediasi, Class Action, Arbitrase

& Alternatif. Bandung : Grafiti.

Harahap, M. Yahya. 2005. Hukum Acara Perdata : Gugatan, Persidangan,

Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Cet. Kedua. Jakarta :

Sinar Grafika.

Hermawan, Mashudy. 2007. Dasar-dasar Hukum Pembuktian. Surabaya :

UMSurabaya.

Mamudji, Sri. et. al. 2005. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta :

Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Mertokusumo, Sudikno. 1998. Hukum Acara Perdata Indonesia. Cet. Pertama.

Edisi Keenam. Yogyakarta : Liberty.

_____. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Edisi Ketujuh. Yogyakarta :

Liberty.

_____. 2003. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta : Liberty.

Muhammad, Abdulkadir. 1982. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung :

Alumni.

Mulyadi, Lilik. 2002. Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik

Peradilan Indonesia. Cet. Kedua (Edisi Revisi). Jakarta : Djambatan.

Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Buku I dan II.

1993/1994. Jakarta : Penerbit Mahkamah Agung RI.

Pitlo, A. 1986. Pembuktian dan Daluwarsa (terj.). Jakarta : Internusa.

Prodjodikoro, Wirjono. 1975. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Cet. Keenam.

Bandung : Sumur Bandung.

_____. 1967. Hukum Atjara Pidana di Indonesia. Bandung : Sumur Bandung.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 141: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

125

Universitas Indonesia

Rasaid, M. Nur. 2005. Hukum Acara Perdata. Cet. Keempat. Jakarta : Sinar

Grafika.

Rubini, I. dan Chidir Ali. 1974. Pengantar Hukum Acara Perdata. Bandung :

Alumni.

Samudera, Teguh. 1992. Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata. Bandung :

Alumni.

Sasangka, Hari. 2005. Hukum Pembuktian Dalam Perkara Perdata untuk

Mahasiswa dan Praktisi. Bandung : CV Mandar Maju.

Scholten. 1934. Algemeen Deel. Sl.

Soepomo, R. 1994. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Cet. Ketigabelas.

Jakarta : Pradnya Paramita.

Soesilo, R. 1995. RIB/HIR dengan Penjelasan. Bogor : Politeia.

Subekti. 1989. Hukum Acara Perdata. Cet. Ketiga. Bandung : Binacipta.

_____. 1987. Hukum Pembuktian. Cet. Kedelapan. Jakarta : Pradnya Paramita.

Sutantio, Retnowulan. dan Iskandar Oeripkartawinata. 1997. Hukum Acara

Perdata Dalam Teori dan Praktek. Bandung : CV Mandar Maju.

Syahrani, Riduan. 1988. Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum.

Jakarta : Pustaka Kartini.

_____. 2004. Materi Dasar Hukum Acara Perdata. Bandung : PT Citra Aditya

Bakti.

Tresna. 1970. Komentar Atas Reglemen Hukum Acara di Dalam Pemeriksaan di

Muka Pengadilan Negeri atau HIR. Jakarta : Pradnya Paramita.

Wardah, Sri dan Bambang Sutiyoso. 2007. Hukum Acara Perdata dan

Perkembangannya di Indonesia. Yogyakarta : Gama Media.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 142: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

126

Universitas Indonesia

IV. Kamus

Black, Henry Campbell. 1997. Black’s Law Dictionary. Sixth Edition. St. Paul

Minn: West Publishing Co.

Fockema, Andreae. 1983. Kamus Istilah Hukum Fochema Andreae (terj.),

Bandung : Bina Cipta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Cet. Keempat. Jakarta : Balai Pustaka.

Sudarsono. 2007. Kamus Hukum. Jakarta : Rineka Cipta.

V. Putusan

Putusan No. 31/Pdt.G/2006/PN.Jr.

Putusan No. 18/Pdt.G/2011/PN.Tmk.

VI. Internet

“Legalisasi, Waarmerking, Register, dan Akta Notaris/Akta Otentik”.

http://www.bikinpt.com/service/legalisasi-waarmerking-register-dan-akta-

notaris-akta-otentik. Diunduh 3 Mei 2012.

“Pengertian Perjanjian Internasional Menurut Para Ahli”, id.shvoong.com/law-

and-politics/2158086-pengertian-perjanjian-internasional/ , diunduh 6

Juni 2012.

Suparman, Eman. “Alat Bukti Pengakuan Dalam Hukum Perdata.”

http://resources.unpad.ac.id/unpadcontent/uploads/publikasi_dosen/2F%2

0Makalah-Alat-Bukti-Kump.pdf. Diunduh 23 Maret 2012.

Sa’diyah, Nur Khalimatus. “Prinsip Pertanggungjawaban Produsen.”

http://gagasanhukum.wordpress.com/2008/06/26/prinsippertanggungjawa

ban-produsen/. Diunduh 2 Mei 2012.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012

Page 143: TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEKUATAN PEMBUKTIAN … yuridis.pdfHukum Program Kekhusuan Praktisi Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan,

127

Universitas Indonesia

VII. Makalah

Wijayanta, Tata. et. al. “Penerapan Prinsip Hakim Pasif dan Aktif Serta

Relevansinya Terhadap Konsep Kebenaran Formal.” Laporan Penelitian

Dosen Hukum Acara pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

Yogyakarta, 2009.

Tinjauan yuridis..., Rieya Aprianti, FH UI, 2012