tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

78
KARYA ILMIAH TINJAUAN YURIDIS DALAM PEMBERIAN KREDIT TANPA AGUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN BANK UMUM Disusun Oleh: CHIANG INDRA NIM: 12113024 PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA 1

Transcript of tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

Page 1: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

KARYA ILMIAH

TINJAUAN YURIDIS DALAM PEMBERIAN KREDIT

TANPA AGUNAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENERAPAN

PRINSIP KEHATI-HATIAN BANK UMUM

Disusun Oleh:

CHIANG INDRA

NIM: 12113024

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS NAROTAMA

SURABAYA

2016

1

Page 2: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

2

BAB I

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Peranan lembaga perbankan sangat vital untuk mendukung pembangunan

ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut sesuai

dengan Undang-undang Perbankan Republik Indonesia No. 10 tahun 1998

tentang perubahan atas undang-undang No. 7 tahun 1992, dalam Pasal 1 butir 2

mengenai pengertian bank, yaitu: “Bank adalah badan usaha yang menghimpun

dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada

masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Penyaluran dana simpanan masyarakat

diberikan dalam bentuk pinjaman atau penyediaan dana kepada masyarakat dalam

bentuk kredit. Kredit tersebut dapat dipergunakan untuk kegiatan konsumtif

maupun produktif yang menjadi roda bagi pergerakan pembangunan ekonomi

bangsa. Pada Pasal 6 Huruf b Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992,

“salah satu jenis kegiatan usaha bank menyalurkan dana yang tersedia di bank

kepada pihak yang membutuhkan dana melalui kegiatan pemberian kredit atau

lebih dikenal dengan istilah kredit perbankan”. Hal tersebut dipertegas dalam

Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998 tentang pengertian kredit dalam

Pasal 1 butir 11 yang berbunyi sebagai berikut :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam

antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

Page 3: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

3

Kredit berdasarkan prinsip bank umum, diberikan oleh bank kepada calon

debitur terutama atas dasar prinsip kepercayaan dan prinsip kehati-hatian. Pada

setiap pemberian kredit, bank harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 8

Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998, yaitu wajib mempunyai

keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan

pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan serta memiliki dan

menerapkan pedoman perkreditan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh

Bank Indonesia.

Dalam hal penyaluran kredit, tidak terlepas dari adanya resiko kredit yaitu

resiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan debitur untuk

mengembalikan pinjamannya maupun bunganya ataupun keduanya yang dapat

menimbulkan kerugian bagi pihak bank. Pihak bank dilain pihak juga harus

mempertanggungjawabkan pengembalian dana dan tetap harus membayar bunga

terhadap dana simpanan yang dipercayakan nasabahnya. Oleh karena itu untuk

menjamin pemberian kredit pada umumnya bank mensyaratkan adanya

penyerahan agunan kredit. Hal tersebut sesuai ketentuan tentang jaminan yang

diatur berdasarkan Undang – Undang Perbankan No. 14 tahun 1967 mengatur

sebagai berikut :

Pasal 24 ayat (1) :

“ Bank Umum tidak memberi kredit tanpa jaminan kepada siapa pun juga.”

Page 4: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

4

Perubahan regulasi melalui terbitnya Undang-Undang Perbankan No. 7

tahun 1992 yang diperbaharui dengan Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun

1998, membuat suatu perubahan yang besar mengenai ketentuan jaminan.

Pengertian jaminan mengalami perubahan dan keharusan untuk meminta agunan

sudah tidak berlaku lagi. Dengan adanya perubahan regulasi tersebut maka

dimungkinkan sebuah bank tidak diharuskan untuk meminta agunan lagi dalam

pemberian kreditnya. Kontradiksi yang muncul adalah disalah satu pihak bank

diminta dan diatur untuk berpegang pada prinsip kehati-hatian dalam

pengelolaan dana masyarakat di bank, namun dipihak lain pemerintah

menghilangkan salah satu unsur dari prinsip kehati-hatian yaitu ketentuan yang

berhubungan dengan salah satu prinsip 5C yaitu collateral (agunan) dengan

menghilangkan keharusan mewajibkan agunan dalam pemberian kredit.

Persaingan bisnis bank yang bertambah ketat dengan masuknya bank-bank

asing dan bertambahnya jumlah bank lokal yang bersama-sama mengejar target

profit yang kian besar dari waktu ke waktu membuat bank harus melakukan

terobosan-terobosan baru yang dapat membuka peluang usahanya. Kredit tanpa

agunan (yang selanjutnya disebut KTA) adalah produk bank yang muncul setelah

adanya regulasi Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 memberi peluang

bagi bank untuk menggarap calon debitur yang tidak memiliki agunan.

Page 5: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

5

2. Rumusan Masalah

a. Apakah latar belakang melakukan perubahan Undang-Undang Perbankan

No. 14 tahun 1967 menjadi Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992

beserta perubahannya Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998 dan

implikasinya terhadap jaminan?

b. Bagaimanakah penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit

tanpa agunan pada bank umum?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisa latar belakang perubahan regulasi bank Indonesia

dari kredit yang harus dijamin dengan agunan menjadi kredit dengan

tanpa agunan yang tentu saja bertentangan dengan penerapan prinsip

kehati-hatian bank.

2. Untuk menganalisa penerapan prinsip kehati-hatian pada pemberian

kredit tanpa agunan pada bank umum.

4. Metode Penelitian

4.1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah campuran penelitian yuridis normatif

yang dilakukan berdasarkan pendekatan hukum yang meliputi azas-azas

hukum, sumber-sumber hukum dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku bersifat teoritis ilmiah yang dapat menganalisa dan berkaitan erat

terhadap permasalahan yang di bahas dan yuridis empiris melalui wawancara

dengan pihak praktisi perbankan yaitu: koordinator bagian permohonan

Page 6: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

6

kredit, pengikatan kredit, penyelesaian kredit bermasalah dan unit kerja

hukum di salah satu bank swasta di Surabaya dalam rangka mendapat

gambaran penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit tanpa

agunan pada bank umum.

4.2. Metode Pendekatan (Approach)

Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Pendekatan konseptual digunakan untuk menentukan konsep dari manajemen

resiko khususnya resiko kredit untuk menunjang analisa terhadap

permasalahan secara lebih mendalam. Konsep tentang manajemen resiko

kredit tersebut dibangun dengan mempelajari teori-teori serta pandangan-

pandangan yang berkembang dalam ilmu hukum yang relevan dengan

permasalahan yang diteliti.

4.3. Jenis Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :

a. Bahan Hukum Primer

1) Bahan-bahan hukum yang berupaperaturan perundang-undangan yang

relevan dengan permasalahan antara lain: Kitab Hukum Perdata,

Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998, Undang-Undang

Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Undang-Undang Perbankan No. 14

tahun 1967.

2) Untuk memperoleh kajian yang lebih mendalam dalam hal penerapan

prinsip kehati-hatian kredit tanpa agunan, maka penelitian ini juga

Page 7: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

7

menggunakan data lapangan yang diperoleh melalui wawancara dengan

pihak praktisi perbankan yaitu antar lain: koordinator bagian

permohonan kredit, pengikatan kredit, penyelesaian kredit bermasalah

dan unit kerja hukum di salah satu bank swasta di Surabaya.

5. Metode Penelitian

5.1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan adalah campuran penelitian yuridis normatif

yang dilakukan berdasarkan pendekatan hukum yang meliputi azas-azas

hukum, sumber-sumber hukum dan peraturan perundang-undangan yang

berlaku bersifat teoritis ilmiah yang dapat menganalisa dan berkaitan erat

terhadap permasalahan yang di bahas dan yuridis empiris melalui wawancara

dengan pihak praktisi perbankan yaitu antar lain: kordinator bagian

permohonan kredit, pengikatan kredit, penyelesaian kredit bermasalah dan

unit kerja hukum di salah satu bank swasta di Surabaya dalam rangka

mendapat gambaran penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit

tanpa agunan pada bank umum.

5.2. Metode Pendekatan (Approach)

Penelitian ini menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Pendekatan konseptual digunakan untuk menentukan konsep dari manajemen

resiko khususnya resiko kredit untuk menunjang analisa terhadap

permasalahan secara lebih mendalam. Konsep tentang manajemen resiko

kredit tersebut dibangun dengan mempelajari teori-teori serta pandangan-

Page 8: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

8

pandangan yang berkembang dalam ilmu hukum yang relevan dengan

permasalahan yang diteliti.

5.3. Jenis Bahan Hukum

Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain :

b. Bahan Hukum Primer

3) Bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang

relevan dengan permasalahan antara lain: Kitab Hukum Perdata,

Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998, Undang-Undang

Perbankan No. 7 tahun 1992 dan Undang-Undang Perbankan No. 14

tahun 1967.

4) Untuk memperoleh kajian yang lebih mendalam dalam hal penerapan

prinsip kehati-hatian kredit tanpa agunan, maka penelitian ini juga

menggunakan data lapangan yang diperoleh melalui wawancara dengan

pihak praktisi perbankan yaitu antar lain: koordinator bagian

permohonan kredit, pengikatan kredit, penyelesaian kredit bermasalah

dan unit kerja hukum di salah satu bank swasta di Surabaya.

c. Bahan Hukum Sekunder.

Dalam penelitian ini, bahan-bahan hukum sekunder terdiri dari:

1) Buku-buku literatur yang relevan dengan permasalahan yang dikaji.

2) Informasi dari internet.

3) Hasil-hasil penelitian hukum sebelumnya yang menunjang penelitian.

4) Buku pedoman perkreditan perbankan.

Page 9: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

9

5.4. Sumber Bahan Hukum

Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

berbagai sumber melalui studi kepustakaan dan studi dokumentasi. Studi

kepustakaan dilakukan di perpustakaan Universitas Narotama Surabaya

serta melakukan browsing melalui internet terkait dengan permasalahan

yang dikaji. Sedangkan studi dokumentasi dilakukan dengan pencarian

dokumentasi dan informasi yang terkait dengan penerapan prinsip kehati-

hatian dalam pemberian kredit di salah satu bank swasta di Surabaya.

6. Tinjauan Pustaka

6.1. Fungsi Lembaga Perbankan Dalam Mendukung Pembangunan Nasional

Dalam masyarakat terdapat kelompok yang memiliki kemampuan

untuk berusaha tetapi memiliki sedikit dana atau bahkan tidak memiliki

modal sama sekali. Untuk itu dibutuhkan lembaga perbankan yang

bertindak sebagai kreditur yang menyediakan dana bagi debitur untuk modal

usaha demi kelancaran usahanya. Dipihak lain ada pula kebutuhan-

kebutuhan masyarakat yang harus dibiayai segera yang tidak bisa ditunda

lagi, misalnya karena sakit, renovasi rumah, mengalami musibah keperluan

untuk memperoleh pendidikan atau yang berhubungan dengan kegiatan

konsumtif lainnya.

Lembaga perbankan di harapkan dapat mendukung tujuan dan

pencapaian pembangunan nasional dengan adanya ketersediaan dana yang

cukup bagi para pelaku usaha untuk menjalankan usahanya dan kemampuan

Page 10: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

10

konsumsi yang dapat mendorong bergeraknya roda perekonomian.

Pembangunan ekonomi akan terhambat apabila tidak didukung dengan

sarana yang memadai dalam bentuk kredit dan jasa-jasa keuangan lainnya

yang disediakan bank.

Menurut Kasmir, fungsi bank adalah ” lembaga keuangan yang kegiatan

utamanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan

kembali dana tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya” 1

Ada tiga fungsi utama bank dalam pembangunan ekonomi yaitu :

a. Bank sebagai lembaga yang menghimpun dana masyarakat dalam

bentuk simpanan.

b. Bank sebagai lembaga yang menyalurkan dana ke masyarakat dalam

bentuk kredit.

c. Bank sebagai lembaga yang melancarkan transaksi perdagangan dan

peredaran uang.

Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998 tentang perbankan

dalam Pasal 1 butir 2 mengenai pengertian bank, yaitu:

“ Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainya dalam rangka

meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

___________________________________1 Kasmir, Manajemen Perbankan, ( Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007), hal 73

Page 11: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

11

Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa bank

merupakan suatu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai penghimpun

dana masyarakat yang kemudian menyalurkan dana tersebut kepada

masyarakat berupa kredit atau bentuk lainnya yang bertujuan untuk

meningkatkan taraf hidup dan perekonomian rakyat.

6.2. Prinsip Kehati-hatian Dalam Pemberian Kredit Bank

Pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit

merupakan hal penting guna mewujudkan sistem perbankan yang sehat,

kuat dan kokoh. Dukungan pengawasan dan pembinaan oleh Bank

Indonesia terhadap aktivitas perbankan dengan kewajiban melaksanakan

prinsip kehati-hatian merupakan solusi terbaik agar bank tetap secara

cermat, teliti dan konsisten untuk mengelola risiko yang dapat timbul dari

segala kegiatan perkreditannya. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan

kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan itu sendiri yang pada

akhirnya menjaga dan mempertahankan eksistensi perbankan itu sendiri.

Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank untuk selalu

berhati-hati dalam menjalankan kegiatan usahanya, yakni senantiasa harus

konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di bidang

perbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik. Penerapan prinsip

kehati-hatian perbankan tercermin dalam penerapan terhadap semua

peraturan dan kebijaksanaan internal bank maupun perundang-undangan

yang berlaku.

Page 12: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

12

Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap 5C sebagai

langkah pencegahan terhadap terjadinya resiko kredit. Namun apabila segala

hal tersebut telah dilakukan dan masih terjadi sesuatu yang tidak

diharapkan, maka yang dilakukan adalah langkah-langkah penyelesaian

secara itikad baik dari pihak debitur, tetapi apabila tidak ada maka langkah

terakhir dilakukan adalah penyelesaian dengan meminta perlindungan

hukum dari pengadilan.

6.3. Perlindungan Hukum Dalam Pemberian Kredit

Perlindungan yang bersifat umum ini diatur dalam Pasal 1131 KUH

Perdata yang menyatakan bahwa seluruh harta kekayaan debitur merupakan

jaminan bagi pemenuhan kewajiban-kewajibannya. Hal ini bermakna, apabila

debitur tidak memenuhi kewajibannya, maka kreditur berhak untuk

mengambil pelunasan piutang dari hasil penjualan seluruh atau sebagian dari

harta kekayaannya itu. Apabila jumlah utang debitur melampaui nilai atau

hasil penjualan harta kekayaan, maka para kreditur harus berbagi bersama,

dan masing-masing hanya mendapat sebagian dari hasil penjualan harta

kekayaan debitur seimbang dengan piutang masing-masing.2 Perlindungan

yang bersifat umum, dalam praktek perkreditan belum memberikan rasa aman

dan terjamin, maka kreditur membutuhkan perlindungan yang bersifat

khusus berwujud benda-benda tertentu yang ditunjuk secara khusus sebagai

jaminan piutangnya.

__________________________2 Harsono, B., Beberapa Analisa Tentang Hukum Agraria. (Esa Study Club,Jakarta,

1979) hal 117

Page 13: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

13

Perlindungan khusus ini diadakan karena adanya perjanjian antara

debitur dan kreditur dapat berupa jaminan khusus yang bersifat kebendaan

atau jaminan yang bersifat perorangan yang sudah ditentukan sebelumnya.

Jaminan khusus yang bersifat kebendaan adalah hipotik, hak tanggungan,

gadai, fidusia. Sedangkan yang bersifat perorangan berwujud borgtocht,

garansi, perutangan tanggung-menanggung dan sebagainya.3 Sedangkan

perlindungan terhadap debitur terutama pada pemenuhan hak untuk

memperoleh pinjaman uang dan dipergunakan sesuai dengan peruntukannya

tepat waktu dengan prosedur yang wajar, tanpa diskriminasi dan tekanan dari

pihak kreditur. Dalam hal pemberian kredit, bukan hanya kepentingan

kreditur yang memerlukan kepastian hukum dan perlindungan yang seimbang

tetapi juga kepentingan debitur, bahkan kepentingan pihak lain yang mungkin

bisa dirugikan yang mungkin timbul dari penyelesaian hubungan utang-

piutang jika terjadi kredit bermasalah.

6.4. Peran Agunan Dalam Pemberian Kredit

Keberadaan agunan (collateral) merupakan salah satu persyaratan

untuk memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit. Agunan kredit

adalah segala sesuatuyang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang

diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur

berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat oleh bank dan debitur. Apabila

debitur oleh karena sesuatu sebab tidak mampu melunasi hutangnya maka

__________________________3 Sofwan, S.S.M., Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan

Jaminan Perorangan (BPHN Dephan, Jakarta, 1980)hal 46.

Page 14: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

14

bank dengan bebas dapat menjual menutup hutang dari hasil penjualan

agunan. Jadi fungsi agunan adalah memberikan hak dan kekuasaan kepada

bank untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan. Menurut Sutan

Remy Sjahdeini, hak jaminan adalah hak yang diberikan kepada seorang

kreditur kedudukan yang lebih baik karena :4

1) Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihan penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur dan/atau,

2) Adanya benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur yang berharga bagi debitur dan dapat memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitur untuk memenuhi kewajibannya dengan baik terhadap kreditur. Disini adanya semacam tekanan psikologis kepada debitur untuk melunasi hutang-hutangnya adalah karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya. Sifat manusia untuk mempertahankan apa yang berharga dan telah dianggap atau diakui telah menjadi miliknya menjadi bagian dasar hukum jaminan.

II. LATAR BELAKANG PERUBAHAN UNDANG-UNDANG NO.14 TAHUN 1967 MENJADI UNDANG-UNDANG NO. 7 TAHUN 1992 BESERTA PERUBAHANNYA UNDANG-UNDANG PERBANKAN NO. 10 TAHUN 1998

1. Tinjauan Yuridis Pemberian Kredit

Hubungan pinjam-meminjam tersebut dapat dilakukan dengan kesepakatan

antara peminjam (debitur) dan yang meminjamkan (kreditur) yang

dituangkan dalam bentuk perjanjian. Dalam Pasal 1313 KUH Perdata

disebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

___________________________4 Sutan Remy Sjahdeini,Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang

Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit di Bank Indonesia, ( Institut Bangkir Indonesia, Jakarta, 1993) hal 14

Page 15: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

15

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian

utang piutang dalam KUH Perdata dapat diidentikkan dengan perjanjian

pinjam meminjam yaitu merupakan perjanjian pinjam meminjam barang

berupa uang dengan ketentuan yang meminjam akan mengganti dengan

jumlah nilai yang sama seperti pada saat meminjam. Mengenai

pinjam meminjam juga disebutkan dalam Pasal 1754 Kitab Undang-undang

Hukum Perdata yaitu:

“Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang

satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu

barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa

pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama

dengan jenis dan mutu yang sama pula”.

Dari definisi Undang –Undang Perbankan No. 10 tahun 1998, pada Pasal 1

angka 11 disebutkan bahwa :

”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu dengan pemberian bunga.”

Namun demikian betapapun ketatnya analisis kredit yang dilakukan

oleh pihak bank dan persyaratan yang harus dilalui calon debitur dalam

prakteknya ternyata tidak semua dana kredit dapat berjalan lancar mencapai

apa yang telah direncanakan dan diperjanjikan sebelumnya. Dengan demikian

maka pihak bank sebagai pemberi kredit akan sangat dirugikan Untuk

menghindari terjadinya kerugian tersebut, maka pihak bank sebagai pemberi

Page 16: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

16

kredit, seharusnya perlu mengambil tindakan tertentu dalam rangka

mengamankan kredit yang dikeluarkannya dari kemungkinan-kemungkinan

yang tidak dikehendaki dengan meminta jaminan yang berupa agunan.

1.1. Ketentuan Jaminan Berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 14 Tahun 1967

Berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 14 tahun 1967 tentang

pokok perbankan Pasal 24 ayat 1 menyebutkan bahwa “Bank umum tidak

dibolehkan memberikan kredit tanpa adanya jaminan kepada siapapun

juga,” dengan penjelasannya:

“ Yang dimaksud dengan jaminan dalam ayat (1) ini adalah jaminan

dalam arti luas, yaitu jaminan yang bersifat materiil maupun yang

bersifat immaterial. Dalam hubungan ini perlu kiranya dikemukakan,

bahwa bank-bank dalam menilai suatu permintaan kredit biasanya

berpedoman kepada faktor-faktor antara lain watak, kemampuan, modal,

jaminan dan kondisi-kondisi ekonomi.”

Oleh karena itu berdasarkan ketentuan tersebut, maka secara tegas

pemberian fasilitas kredit pihak bank harus meminta jaminan baik material

maupun immaterial.

1.2. Ketentuan Jaminan Berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992

Dalam perkembangannya regulasi mengenai jaminan mengalami

perubahan menjadi Undang Undang Perbankan nomor 7 tahun 1992. SK

Direktur Utama Bank Indonesia nomor 23/69/Kep/Dir tanggal 28 Pebruari

Page 17: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

17

1991 mengawali perubahan tersebut dengan mengubah pengertian tentang

jaminan pemberian kredit yaitu menjadi “suatu keyakinan kreditur bank atas

kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan”

Pada Undang Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 sudah tidak diatur dan

disebut-sebut lagi mengenai jaminan serta pada Pasal 8 hanya

menyebutkan bahwa “ Dalam memberikan kredit, bank umum wajib

mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk

melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan”. Namun pada bagian

penjelasannya menunjukan bahwa terjadi perubahan dari pengertian

jaminan, yang berbunyi “jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai

dengan yang diperjanjikan.” Selain itu dalam penjelasan pasal ini juga

ditegaskan bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit.

Namun apabila unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan mengembalian hutangnya maka bank tidak

wajib meminta agunan.

1.3. Ketentuan Jaminan Berdasarkan Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998

Pengaturan mengenai jaminan kembali ditegaskan kembali melalui

Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang

Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan di dalam Pasal 8 ayat 1 yaitu:

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah, bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan

analisis yang mendalam atau itikad dan kemampuan serta

Page 18: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

18

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau

mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang

diperjanjikan.”

Pengertian terhadap jaminan tidak berubah dari ketentuan

sebelumnya yaitu keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur

untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan

pengertian agunan itu sendiri di atur dalam Undang-Undang No. 10 tahun

1998 Pasal 1 angka 23 yaitu ” jaminan tambahan yang diserahkan

nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit

atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.”

Dalam penjelasan Pasal 8 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 terdapat dua

jenis agunan yaitu:

1. Agunan pokok adalah barang, surat berharga atau garansi yang

berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai dengan kredit yang

bersangkutan, seperti barang-barang atau proyek-proyek yang dibeli

dengan kredit yang dijamin.

2. Agunan tambahan adalah barang, surat berharga atau garansi yang tidak

berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai dengan kredit yang

bersangkutan.

Perubahan tersebut tentu mengandung konsekuensi:

1. Pengertian jaminan menjadi lebih luas

2. Jaminan kebendaan dan penjaminan tidak harus ada dalam pemberian

kredit

Page 19: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

19

3. Pengertian asal kredit yang diartikan “percaya” diteguhkan kembali

dengan pengertian jaminan yang diartikan dengan “keyakinan”

4. Jaminan kebendaan dan penjaminan bukan suatu keharusan atau satu-

satunya pengaman dalam mengatasi resiko kredit.

5. Pihak bank harus lebih berhati-hati dalam pemberian kredit dengan

tanpa agunan ini.

2. Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Perbankan No. 14 Tahun 1967 Menjadi Undang-Undang Perbankan No. 7 Tahun 1992 Beserta Perubahannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998

Peralihan Undang-Undang Perbankan No. 14 tahun 1967 menjadi Undang-

Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 beserta perubahannya Undang-Undang

No. 10 tahun 1998 merupakan perubahan yang cukup signifikan dalam regulasi

perbankan Indonesia, khususnya yang berhubungan jaminan. Latar belakang

perubahan Undang-Undang Perbankan No. 14 tahun 1967 menjadi Undang-

Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 beserta perubahannya Undang-Undang

No. 10 tahun 1998 yang berhubungan dengan jaminan kredit dilandasi oleh

beberapa hal, yaitu :

1) Agar bank dapat lebih menjalankan fungsinya sebagai suatu wahana yang

dapat menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat secara efektif dan

efisien, yang berasaskan demokrasi ekonomi dapat mendukung pelaksanaan

pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan

pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas

nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Hal ini tidak terlepas

Page 20: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

20

dari pandangan pemerintah bahwa untuk mencapai semua itu bank harus

lebih berperan untuk mengatasi dan mendukung kekurangan dan

keterbatasan modal yang banyak terjadi pada pengusaha kecil dan menengah

di Indonesia. Penyaluran kredit memang telah dilakukan, namun masih

kurang memperhatikan pemberian kredit kepada masyarakat kelas menengah

kebawah. Ada beberapa permasalahan yang melatarbelakanginya antara lain

yaitu:

1. Dengan adanya pemberian kredit kepada usaha kecil mikro pihak

perbankan kurang dapat memaksimalkan keuntungan karena biasanya

usaha kecil mikro hanya meminjam dalam jumlah kecil.

2. Terdapat resiko gagal bayar yang cukup tinggi apabila pihak lembaga

keuangan salah menyalurkan kredit kepada usaha kecil mikro, karena

usaha kecil mikro kurang mempunyai agunan yang dijaminkan untuk

memperoleh pinjaman.

3. Tenaga administrasi yang digunakan oleh pihak bank cenderung sama

antara mengurus usaha kecil mikro dengan perusahaan–perusahaan besar,

4. Sistem atau tata cara kredit yang ada di bank umum biasanya dianggap

terlalu menyulitkan pihak usaha kecil mikro yang mayoritas pemiliknya

berpendidikan tidak terlalu tinggi.

2) Agar lembaga perbankan di Indonesia mampu berfungsi secara efisien, sehat,

wajar, dan mampu menghadapi persaingan yang semakin bersifat global,

mampu melindungi secara baik dana yang dititipkan masyarakat kepadanya,

serta mampu menyalurkan dana masyarakat tersebut ke bidang-bidang yang

Page 21: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

21

produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Pemerintah Indonesia

selama ini telah melakukan perlindungan yang ketat terhadap lembaga

perbankan dengan memberi perlindungan terhadap bank dalam proses

pemberian kredit dengan mengharuskan adanya agunan. Namun dengan

adanya regulasi yang baru ini, maka pemerintah tidak mengatur lagi

ketentuan tentang agunan. Pihak bank dalam pemberian kreditnya harus

mengembangkan kemampuannya untuk dapat bersaing secara profesional

dengan meningkatkan kemampuannya untuk tetap sehat dengan cara

melakukan analisis yang mendalam terhadap calon debiturnya.

3) Landasan gerak perbankan yang selama ini didasarkan kepada ketentuan

Undang-Undang Perbankan No. 14 tahun 1967 perlu dikembangkan dan

disempurnakan. Dengan penyempurnaan itu, maka perbankan dapat menjadi

lebih siap dan mampu berperan secara lebih baik dalam mendukung proses

pembangunan nasional yang semakin dihadapkan pada tantangan

perkembangan perekonomian internasional. Undang-Undang Perbankan No.

14 tahun 1967 tentang pokok-pokok perbankan dan beberapa undang-undang

di bidang perbankan lainnnya yang berlaku sampai saat itu, sudah tidak dapat

mengikuti perkembangan perekonomian nasional maupun internasional.

Undang-Undang Perbankan No. 14 tahun 1967 tersebut disusun pada saat

situasi dan kondisi perekonomian yang jauh berbeda dengan situasi dan

kondisi perekonomian pada saat Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun

1992 yang kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang No. 10 tahun

1998. Perkembangan perekonomian nasional maupun internasional yang

Page 22: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

22

senantiasa bergerak cepat disertai tantangan yang semakin luas yang perlu

selalu diikuti secara tanggap dan cepat oleh perbankan nasional dalam

menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya, sehingga perbankan nasional

perlu ditata diberi kesempatan untuk memperluas jangkauan pelayanannya

sehingga menjangkau semua lapisan masyarakat termasuk diperuntukkan

bagi golongan ekonomi lemah/ pengusaha kecil.

4) Untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan nasional guna

mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar tahun 1945, pelaksanaan pembangunan

ekonomi yang berasaskan kekeluargaan harus lebih memperhatikan

keserasian, keselarasan, dan keseimbangan unsur-unsur Trilogi Pembangunan

yaitu, pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada

terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, pertumbuhan

ekonomi yang cukup tinggi, serta stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

III. PENERAPAN PRINSIP KEHATIAN-HATIAN PADA KREDIT

TANPA AGUNAN BANK UMUM

Dari sudut resiko bagi bank pemberi kredit, KTA sangatlah beresiko dan

sejatinya tidak sejalan dengan pengelolaan bank yang konservatif dan berhati-hati.

Dengan menyalurkan KTA, bank harus menanggung resiko 100 % kredit

yang diberikan tidak dapat di kembalikan oleh pihak peminjam. Kondisi

masyarakat bawah yang sebagian besar kurang mumpuni dalam kesadaran akan

itikad baik, pendidikan, budaya dan kemampuan usaha menyebabkan resiko

bank sangat besar apalagi tanpa disertai dengan agunan sebagai jaminannya.

Page 23: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

23

Sesuai dengan kata pepatah semakin besar resikonya semakin besa pula

keuntungan yang akan diperoleh, sehingga penempatan dana dalam KTA lebih

banyak menimbulkan resiko, tenaga, waktu dan biaya oleh karena itu KTA

menuntut pula kompensasi yang cukup tinggi dari suku bunga maupun beban

biaya berupa provisi. Alasan lainnya adalah persaingan yang sudah ketat dari

produk kredit lainnya yang menuntut pihak bank untuk menggali dan mencoba

berinovasi terhadap produk kredit termasuk KTA. Dengan didukung perubahan

regulasi, bank-bank umum swasta dan pemerintah diharuskan dan dipaksa

untuk juga memperhatikan segmen kredit mikro dalam pemberian kreditnya.

Alternatif yang dapat diambil oleh bank-bank tersebut, yaitu memberikan

kredit dengan meminta menggunakan agunan (secured loan) dengan suku bunga

yang lebih rendah atau kredit tanpa agunan (unsecured loan) yang memiliki suku

bunga tinggi.

Dalam hal pemberian kredit KTA, bank-bank yang bersaing untuk

memberi kemudahan dan kecepatan dalam pemberian kredit yang tanpa agunan

berpotensi meningkatkan kredit bermasalah. Oleh karena itu melalui pengawasan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengganti Bank Indonesia, bank

diwajibkan tetap berpedoman pada ketetapan dan peraturan yang berlaku untuk

meminimalkan resiko kredit, baik ketentuan-ketentuan berkaitan dengan prosedur

dan persyaratan kredit yang telah ditentukan oleh kebijakan bank itu sendiri dan

juga undang-undang perbankan yang mengacu pada prinsip kehati-hatian

(prudential banking).

Page 24: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

24

Istilah “prudent“ sangat terkait dengan pengawasan dan manajemen bank.

Kata prudent itu sendiri secara harafiah dalam bahasa Indonesia berarti bijaksana,

namun dalam dunia perbankan istilah itu digunakan untuk prinsip kehati-hatian.

Prinsip kehati-hatian tersebut mengharuskan pihak bank selalu berhati-hati dalam

menjalankan kegiatan usahanya, dalam arti selalu konsisten dalam melaksanakan

peraturan perundang-undangan dibidang perbankan berdasarkan profesionalisme

dan itikad baik. Pengertian prinsip kehati-hatian adalah prinsip pengendalian

resiko melalui penerapan peraturan perundang-undangan ketentuan yang

berlaku secara konsisten. Tujuan penerapan prinsip kehati-hatian ini adalah untuk

menjaga keamanan, kesehatan, dan kestabilan sistem perbankan.

Meskipun undang–undang perbankan tidak menjelaskan secara pasti mengenai

pengertian prinsip kehati–hatian (prudential banking), namun secara eksplisit

tersirat pada Pasal 29 ayat 2, 3 dan 4 Undang–Undang No. 10 tahun 1998

perubahan atas Undang Undang No. 7 tahun 1992 yang menyatakan :

a. Ayat 2 :

“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan

kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas,

rentabilitas, solvalibitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha

bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati–

hatian”.

b. Ayat 3 :

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah

dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara- cara

Page 25: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

25

yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan

dananya kepada bank”.

c. Ayat 4 :

“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi

mengenai kemungkinan terjadinya resiko kerugian sehubungan dengan

transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.”

Dalam pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, bank

wajib memperhatikan hal-hal yang ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2)

Undang-Undang No. 10 tahun 1998 yang berbunyi sebagai berikut :

Pasal 8 ayat (1):

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,

bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang

mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur

untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud

sesuai dengan diperjanjikan.”

Pasal 8 ayat (2):

“Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan

pembiayaan berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia”

Penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998

menyatakan bahwa “ kredit atau pembiayaan prinsip syariah yang diberikan oleh

bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus

memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan prinsip syariah yang

sehat”. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau

Page 26: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

26

pembiayaan berdasarkan syariah dalam arti keyakinan atau kemampuan dan

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang

diperjanjikan oleh bank merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh bank.

Berkaitan dengan itu menurut penjelasan Pasal 8 ayat (2) dikemukakan

bahwa pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang

ditetapkan oleh Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank

dalam pemberian kredit dan pembiayaan adalah sebagai berikut :

a) Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dibuat

dalam bentuk perjanjian tertulis.

b) Bank harus memilik keyakinanan atas kemampuan dan kesanggupan

nasabah debitor yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama

terhadap watak, kemampuan, modal agunan, dan proyek usaha dari

nasabah debitur.

c) Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian

kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

d) Kewajiban bank untuk memberikan Informasi yang jelas mengenai

prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah.

e) Kewajiban bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan

prinsip syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur

dan/ atau pihak-pihak terafiliasi.

f) Penyelesaian sengketa.

Page 27: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

27

Undang-Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 Pasal 2 dan diteruskan pada

Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998 juga menyatakan “Perbankan

Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan

menggunakan prinsip kehati-hatian”. Prinsip kehati-hatian harus senantiasa

diterapkan dengan tujuan agar bank selalu dalam keadaan sehat sehingga

kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat

tidak ragu-ragu dalam menyimpan dananya dibank. Bank tidak boleh terburu-buru

dan gegabah dalam mengambil keputusan terhadap permohonan kredit karena

harus mempertimbangkan berbagai hal sehingga kredit tersebut diharapkan tidak

menimbulkan resiko kredit dikemudian hari.

Berkaitan dengan prinsip pemberian kredit, pada dasarnya pemberian kredit

oleh bank kepada debitur berpedoman pada 2 prinsip, yaitu:5

1) Prinsip kepercayaan.Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitor selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

2) Prinsip kehati-hatian (prudential principle).Bank dalam menjalankankegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah debiturharus selalu berpedoman dan menerapkan prisip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.

________________________5 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet.4, (Kencana Prenada, Jakarta,

2008), hal. 65.

Page 28: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

28

Pemberian KTA yang hanya dinilai dari hasil analisa faktor-faktor yang

dapat menjamin pengembalian kredit dan secara psikologis bila debitur tidak

menyerahkan agunan, maka umumnya secara moral keterikatan untuk

pengembalian kreditnya cenderung lebih rendah. Oleh karena itu maka produk ini

mengandung resiko kredit yang cukup besar. maka pemberiannya harus dilakukan

dengan lebih selektif. Bisnis perbankan KTA walaupun mengandung resiko juga

merupakan bisnis yang dapat memberikan keuntungan yang cukup menjanjikan

asal dikelola dengan benar dan senantiasa memegang prinsip kehati-hatian.6

Penyaluran KTA yang mengandung resiko tinggi bukanlah hal yang mudah,

untuk itu diperlukan penerapan tatacara/prosedur pemberian kredit yang sehat

agar menghindari terjadinya resiko kredit yaitu:

1) Sebelum memutuskan untuk memberikan kredit, bank harus mengetahui

dan memperoleh informasi yang benar, akurat dan memadai mengenai

kondisi usaha/ penghasilan, reputasi atau karakter serta kemauan dan

kemampuan debitur dalam memenuhi seluruh kewajibannya dengan tepat

waktu.

2) Pemberian kredit harus mengacu pada prinsip kehati-hatian (prudential

banking).

3) Persetujuan memutus kredit diberikan dengan menetapkan four eyes

principal, yang mensyaratkan adanya persetujuan pejabat yang berwenang

dari sisi analisa resiko kredit dan bisnis.

___________________________6 Iswi Hariyani dan R. Serfianto D.P, Bebas Jeratan Utang Piutang, ( Pustaka Yustisia,

Yogyakarta, 2010) hal 115

Page 29: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

29

Agar risiko kredit tersebut dapat diminimimalkan, maka bank melakukan

serangkaian analisa untuk meyakinkan apakah calon nasabah itu layak diberikan

kredit dengan menggunakan prinsip ke hati-hatian yang diterapkan pada setiap

tahap proses kredit tersebut yang dimulai dari permohonan kredit sampai

pelunasan kredit dan dokumentasi pengarsipannya. Tahapan tersebut harus

dilakukan dengan cermat dengan dilandasi prinsip kehati-hatian baik dari segi

prosedur, monitoring maupun dokumentasinya. Mengenai prinsip kehati-hatian

dapat dikemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat di dalamnya,

terutama dalam membuat kebijaksanaan dan menjalankan kegiatan usahanya

wajib menjalankan tugas dan wewenangnya masing-masing secara cermat, teliti,

profesional dan terpercaya dengan selalu mematuhi seluruh peraturan perundang-

undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad baik. 7

Tahapan prosedur dalam pemberian kredit yang ada pada dunia perbankan

secara umum tidak jauh berbeda antara bank yang satu dengan bank yang lain

karena mengacu pada kewajiban bank untuk memiliki dan menerapkan pedoman

perkreditan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan bank Indonesia sebagaimana

yang ditetapkan oleh ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Perbankan No.

10 tahun 1998 yang berbunyi, “Perbankan bahwa perbankan Indonesia dalam

melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan

prinsip kehati-hatian.” Prinsip kehati-hatian dalam bidang perkreditan tersirat dan

diatur dengan SK Direksi Bank Indonesia No. 27/162/KE/DIR tanggal 31 Maret

1995 yang menjelaskan bahwa bank umum wajib memiliki kebijakan perkreditan

___________________________7 Ibid., hal 18.

Page 30: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

30

bank secara tertulis yangdisetujui oleh dewan komisaris bank dengan sekurang-

kurangnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut, yaitu:

a) Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan;

b) Organiasasi dan manajemen perkreditan;

c) Kebijaksananaan persetujuan kredit;

d) Dokumentasi dan administrasi kredit;

e) Pengawasan kredit;

f) Penyelesaian kredit bermasalah.

Penerapan prinsip kehati-hatian dalam tahapan prosedur pemberian KTA secara

umum dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Permohonan Kredit

Setiap pemberian kredit diawali prosesnya dengan adanya pengajuan kredit

dengan cara mengajukan surat permohonan kredit ataupun mengisi formulir

permohonan kredit yang telah disediakan oleh bank. Apabila prosedurnya

mengajukan surat permohonan maka diperlukan lagi tahap interview untuk

menggali informasi-informasi yang dibutuhkan oleh pihak bank, sebaliknya jika

dalam formulir permohonan kredit tersebut telah berisi pertanyaan-pertanyaan

yang harus diisi oleh calon debitur maka tidak diperlukan interview oleh pihak

bank. Pada surat dan formulir permohonan kredit juga disertai informasi-

informasi dan dokumen-dokumen yang perlu dilengkapi. Formulir permohonan

kredit umumnya berisi antara lain;

1) Data yang berhubungan kredit yang diajukan: besarnya kredit, tujuan

kredit, jenis kredit, jangka waktu yang diajukan.

Page 31: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

31

2) Data pemohonan : nama pemohon, pendidikan, alamat, tanggal lahir,

status, nama istri, jumlah tanggungan, nama dan alamat tempat

kerja/usaha.

3) Data yang berhubungan dengan sumber penghasilan dan biaya: lama

usaha/kerja, omset, gaji, pendapatan sampingan, biaya-biaya yang di

tanggung, pihak-pihak dengan siapa calon debitur berhubungan.

4) Data yang berhubungan dengan hutang yang telah dimiliki beserta

angsurannya.

Dokumen-dokumen standar yang diminta oleh bank seperti yang tampak dalam

tabel:

Tabel III.3Standar dokumen permohonan kredit

No Jenis DokumenNasabah

Pegawai Wiraswasta

1 Asli formulir aplikasi diisi lengkap dan benar

√ √

2 Fotocopy KTP calon nasabah dan suami/istri √ √

3 Fotocopy Kartu Keluarga √ √4 Fotocopy Surat Menikah √ √

5 Fotocopy surat izin usaha (SIUP,TDP, ijin praktek) √ √

6 Fotocopy NPWP Pribadi, SPT Pribadi √ √

7 Fotocopy rekening tabungan/giro (R/K) 3 bulan terakhir √ √

8Laporan Keuangan Perusahaan(Neracadan L/R) dan/atau Fotocopy bukti/catatan transaksi bisnis.

9 Asli slip gaji atau keterangan gaji √10 Fotocopy Kartu Kredit √ √

Sumber: Dokumentasi bank

Page 32: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

32

Pada bank tertentu formulir permohonan KTA tersebut juga berfungsi sebagai

perjanjian kredit antara debitur dengan pihak bank sehingga tidak diperlukan lagi

perjanjian kredit tersendiri untuk mengikat pihak calon debitur dan kreditur.

b. Pemeriksaan Dokumen

Pemeriksaan berkas permohonan kredit tersebut meliputi kelengkapan dan

kebenaran data serta keabsahan suatu dokumen pokok. Tujuannya adalah untuk

mengetahui apakah dokumen yang diajukan sudah sesuai persyaratan dan sudah

benar. Jika menurut pihak perbankan belum lengkap atau cukup, maka nasabah

diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sudah sampai batas tertentu

nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangan tersebut, maka permohonan kredit

akan dibatalkan. Untuk memastikan kebenaran dokumen sebaiknya petugas bank

meminta calon debitur untuk membawa duplikat serta aslinya atau melakukan

duplikasi dari dokumen asli yang dibawa calon debitur yang dilakukan sendiri

oleh pihak bank.

Pihak bank juga mencocokan informasi yang diberikan dalam formulir

permohonan kredit dengan dokumen-dokumen yang diberikan. Apabila masih

ada ketidakcocokan dan informasi yang masih kurang maka dapat digali lagi pada

tahap wawancara.

c. Wawancara

Merupakan penyelidikan kepada calon debitur dengan langsung berhadapan

dengan calon debitur guna untuk menyakinkan apakah kredit yang diajukan

tersebut telah sesuai dengan permintaan dan kebutuhan calon debitur. Selain itu

Page 33: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

33

dalam wawancara tersebut juga menggali hal-hal yang berhubungan dengan 4 C

calon debitur yang arahnya menggali kesanggupan dan kemampuan calon debitur

untuk dapat membayar kewajiban tiap bulannya. Meminta dokumen-dokumen

tambahan lain yang dapat mendukung pemberian kredit dan dokumen utama yang

belum lengkap misalnya rekening tabungan dan bukti pembayaran pajak.

Wawancara hendaknya dilakukan ditempat usaha calon debitur untuk mengetahui

kondisi usaha debitur (on the spot).

d. Pengolahan Kredit

Pengolahan kredit merupakan suatu proses analisis yang dilakukan oleh bank

untuk menilai suatu permohonan kredit yang telah diajukan oleh calon debitur.

Tujuan analisa kredit adalah berusaha untuk memproyeksikan calon debitur dan

lingkungannya, termasuk kemungkinan ancaman yang dapat mempengaruhinya

dimasa yang akan datang, menentukan pinjaman dapat dibayar kembali dan

membantu kegiatan bisnis calon debitur tetap berjalan dengan baik. Menurut

arahan Bank Indonesia sebagaimana termuat dalam SK Direksi Bank Indonesia

No.27/162/KEP/ DIR tanggal 31 Maret 1995, setiap permohonan kredit yang telah

memenuhi syarat harus dianalisis secara tertulis dengan prinsip sebagai berikut :

a. Bentuk, format, dan kedalaman analisis kredit ditetapkan oleh bank yang

disesuaikan dengan jumlah dan jenis kredit.

b. Analisis kredit harus menggambarkan konsep hubungan total permohonan

kredit. Ini berarti bahwa persetujuan pemberian kredit tidak boleh

berdasarkan semata-mata atas pertimbangan permohonan untuk satu

transaksi atau satu rekening kredit dari pemohon, namun harus didasarkan

Page 34: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

34

atas dasar penilaian seluruh kredit dari pemohon kredit yang telah

diberikan dan atau akan diberikan secara bersama-sama oleh bank.

c. Analisis kredit harus dibuat secara lengkap, akurat, dan objektif yang

sekurang-kurangnya meliputi :

1) Menggambarkan semua informasi yang berkaitan dengan usaha dan

data pemohon termasuk hasil penelitian pada daftar kredit macet,

2) Penilaian kelayakan jumlah permohonan kredit dengan kegiatan usaha

yang akan dibiayai, dengan sasaran menghindari kemungkinan

terjadinya praktek mark up yang dapat merugikan bank,

3) Menyajikan penilaian yang objektif dan tidak dipengaruhi oleh pihak-

pihak yang berkepentingan dengan permohonan kredit. Analisis tidak

boleh merupakan suatu formalitas yang dilakukan semata-mata untuk

memenuhi prosedur perkreditan.

d. Analisis kredit sekurang-kurangnya harus mencakup penilaian tentang

prinsip 5C dan penilaian terhadap sumber pelunasan kredit yang

dititikberatkan pada hasil usaha yang dilakukan pemohon serta

menyediakan aspek yuridis perkreditan dengan tujuan untuk melindungi

bank atas resiko yang mungkin timbul,

e. Dalam penilaian kredit sindikasi harus dinilai pula bank yang bertindak

sebagai bank induk (bank yang menjadi lead bank).

Penilaian terhadap calon debitur umumnya adalah dengan menggunakan

lima prinsip penilaian atau sering disebut the five of credit analysis 5C. Khusus

Page 35: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

35

untuk KTA prinsip tersebut lebih di sederhanakan menjadi 4C yaitu (character,

capacity, capital dan condition of economy) tanpa adanya collateral. 8

Berdasarkan pada pengertian agunan tersebut, maka dapat dikemukakan

bahwa fungsi utama dari jaminan adalah keyakinan bank atau kreditur bahwa

debitur mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya

sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.

Pada proses ini dilakukan pula pencarian tambahan informasi dan

konfirmasi kepada pihak-pihak terkait yang dapat memberikan gambaran yang

lebih jelas tentang kondisi calon debitur, misalnya dengan melakukan BI checking

dan trade checking apabila calon debitur adalah pengusaha dan menghubungi

salah satu pejabat perusahaan debitur (personal checking) untuk menanyakan

jabatan, lama kerja dan keaslian surat keterangan perusahaan terhadap calon

debitur apabila calon debiturnya adalah pegawai. Dari proses pengolahan

tersebut kadangkala dilakukan pula wawancara pertelepon untuk menegaskan

kondisi yang belum jelas. Pada bank tertentu pengolahan kredit dibantu dengan

menggunakan aplikasi yang memberi bobot (scoring) terhadap informasi-

informasi yang diinput oleh petugas bank.

e. Keputusan Kredit

Keputusan kredit dalam hal ini adalah menentukan apakah rekomendasi

kredit yang diberikan oleh petugas pengolahan kredit akan di setujui atau ditolak

______________________________8 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Cet. 2 Edisi Revisi, (Djambatan,

Jakarta, 1997) hal. 48.

Page 36: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

36

oleh pemutus kredit. Setiap pejabat yang terlibat dalam kebijakan persetujuan

kredit harus mampu memastikan hal-hal berikut :9

a. Setiap kredit yang diberikan telah sesuai dengan prinsip perkreditan yang sehat dan ketentuan perbankan lainnya.

b. Pemberian kredit telah sesuai dan didasarkan pada analisis kredit yang jujur, objektif, cermat dan seksama (menggunakan 5C's principles) serta independent.

c. Adanya keyakinan bahwa kredit akan mampu dilunasi oleh debitur.

Umumnya keputusan kredit mencakup:

1) Jumlah kredit yang akan diberikan. 2) Jangka waktu kredit.3) Biaya-biaya yang harus dibayar, misalnya suku bunga, provisi dan

biaya administrasi.4) Persyaratan-persyaratan yang mungkin diwajibkan kepada calon

debitur.

Dalam jenjang manapun persetujuan pemberian kredit itu diberikan, para

pejabat mengambil keputusan untuk menyetujui pemberian kredit harus dapat

mempertanggungjawabkan kepada pihak bank. Persetujuan kredit harus

mencerminkan suatu pernyataan dari hasil analisis, hasil penelitian dan secara

prinsip kehati-hatian bahwa debitur/calon debitur yang disetujui pemberian

kreditnya adalah debitur/calon debitur yang dianggap layak.

f. Pembuatan dan Penandatanganan Perjanjian Kredit

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada

seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu

hal. Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut

______________________________ 9 Rachmat Firdaus, Maya Ariyanti. Manajemen Perkreditan Bank Umum, (Alfabeta,

Bandung, 2003), hal 83

Page 37: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

37

dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang

yang membuatnya.10

Sebelum kredit dicairkan, terlebih dahulu calon debitur harus

menandatangani perjanjian kredit dan dokumen-dokumen atau pernyataan yang

dianggap perlu. Bentuk perjanjian kredit bentuk dan formatnya ditentukan oleh

masing-masing bank dan dibuat secara tertulis. Pada proses ini pihak bank dan

debitur/calon debitur menandatangani suatu perjanjian yang di dalamnya memuat

persyaratan-persyaratan, klausula-klausula, serta hal-hal penting lainnya yang

dapat mengikat kedua belah pihak dan dapat dijadikan sebagai alat pembuktian di

pengadilan, apabila di kemudian hari terdapat sengketa diantara kedua belah

pihak.

Dalam pembuatan perjanjian kredit pihak bank harus juga melakukan prinsip

kehati-hatian dengan melakukan: 11

1) Memasukan dan memastikan para subyek yang menandatangani adalah

benar dan sesuai dengan dokumen yang diberikan, misalnya dengan

mencocokan dengan tanda pengenal yang masih berlaku berupa Kartu

Tanda Penduduk (KTP), passport ataupun tanda pengenal lainnya

dapat diterima oleh pihak bank.

2) Isi perjanjian dipastikan telah sesuai dengan keputusan kredit dan terisi

lengkap.

3) Pihak calon debitur dipastikan telah mengerti dan menyetujui

seluruh isi perjanjian kredit dengan melakukan paraf terhadap setiap

___________________________10 Subekti, Hukum Perjanjian , Cet.22, ( Intermasa, Jakarta, 2008). hal 1

Page 38: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

38

11 Wawancara tanggal 27 Juli 2015, pukul 16.00 WIB, dengan Ibu Mudjiastuti selaku Kepala Urusan Operasi Sentra Layanan Kredit – Analisa Legalitas Kredit Kanwil III PT. Bank Central Asia, Tbk Surabaya

lembar perjanjian dan menandatangani perjanjian sesuai dengan tanda

tangan yang tercantum dalam tanda pengenal.

4) Apabila calon debitur telah menikah, maka pasangan calon debitur

(suami/istri) juga turut menandatangani perjanjian kredit tersebut.

Karena merupakan suatu perjanjian maka perjanjian kredit tanpa agunan

juga harus tunduk pada ketentuan-ketentuan tentang syarat sahnya perjanjian yang

berlaku umum, yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu:

1) Sepakat untuk mengikatkan diri.

2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian.

3) Ada obyek tertentu, sebagai pokok perjanjian.

4) Ada suatu sebab atau causa yang halal.

g. Realisasi Kredit

Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan perjanjian kredit dan

dokumen-dokumen yang diperlukan, melengkapi dokumen-dokumen lain yang

dipersyaratkan dan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang

bersangkutan. Bank hanya menyetujui pencairan kredit, bila seluruh syarat yang

ditetapkan dalam persetujuan, kemudian dituangkan dalam penjanjian telah

terpenuhi. Bank harus telah memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang terkait

dalam persetujuan kredit telah dipenuhi/diselesaikan dan telah efektif memberi

perlindungan yang memadai bagi bank.

h. Dokumentasi

Page 39: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

39

Seluruh dokumen yang telah ditandatangani dan dikumpulkan dari debitur

harus diadministrasikan dengan baik dan mudah dicari kembali apabila

diperlukan. Hal ini sangat penting dalam proses operasional pengadministrasian

kredit debitur dalam hal: 12

1) Memberi informasi tentang kondisi historis dari proses permohonan

sampai realisasi kredit. Apabila ada masalah atau keberatan dari salah

satu pihak maka pihak bank dapat memeriksa kembali dokumentasi yang

ada.

2) Sebagai alat bukti apabila ada perselisihan para pihak dengan melihat

kembali perjanjian kredit yang ada.

3) Sebagai bukti hutang dari debitur yang berasal dari dokumentasi

transaksi debitur dan perjanjian kredit yang telah ditandatangani kedua

belah pihak.

Kekuranglengkapan dokumentasi kredit dapat menimbulkan celah resiko

hukum yang dapat membuat debitur menolak atau menghindar dari kewajibannya.

Dokumentasi kredit ini tidak cukup hanya sampai debitur mengakhiri/melunaskan

kreditnya tetapi juga setelah debitur tersebut lunas.

i. Monitoring

Pihak bank harus tetap melakukan monitoring terhadap aktivitas angsuran

kredit atau pembayaran kewajibannya. Hal ini dilakukan untuk dapat secepat

mungkin melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan apabila debitur mulai

bermasalah dalam memenuhi kewajibannya. Indikasi awal dari kredit bermasalah

Page 40: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

40

_________________________________12 Wawancara tanggal 27 Juli 2015, pukul 15.00 WIB, dengan Ibu Chintia Winata

selaku Kepala Pengelolaan & Informasi - Sentra Layanan Kredit Kanwil III PT. Bank Central Asia, Tbk. Surabaya adalah keterlambatan membayar, kemudian debitur mulai menunggak

pembayaran bahkan yang pada pada akhirnya debitur berhenti untuk membayar.

Monitoring kredit merupakan salah satu kunci utama dari keberhasilan

pemberian kredit selain ketajaman dan ketelitian yang dilakukan sewaktu

melakukan analisa kredit. Monitoring debitur merupakan rangkaian aktifitas untuk

memantau/mengikuti perkembangan usaha debitur beserta perkembangan

kreditnya sejak awal diberikan sampai kredit tersebut lunas. Terjadinya

kegagalan kredit dapat disebabkan kelalaian bank dalam melakukan monitoring

terhadap kreditnya. Secara umum prosedur monitoring kredit adalah sebagai

berikut : 13

1. Menilai sampai sejauh mana syarat-syarat kredit maupun kewajiban

pembayaran bunga, angsuran, dan kewajiban-kewajiban lainnya telah

terpenuhi debitur sebagaimana mestinya.

2. Menilai perkembangan usaha debitur dari waktu ke waktu dan segala

sesuatu yang berkaitan dengan kemungkinan resiko yang dihadapi debitur

dan berdampak pula pada bank.

3. Membantu bank dalam mengambil langkah-langkah preventif yang

diperlukan.

Monitoring kredit kepada debitur meliputi berbagai kegiatan, antara lain yaitu:

1. Melakukan monitoring yang memadai dengan menggunakan pelaporan

yang diproses secara terintegrasi dari on line system.

Page 41: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

41

__________________________ 13 Wawancara tanggal 27 Juli 2015, pukul 17.15 WIB, dengan Ibu Nining selaku

Kepala Pengawasan Internal Kantor Wilayah III PT. Bank Central Asia, Tbk. Surabaya

2. Mewajibkan debitur kredit untuk menyampaikan laporan keuangan

secara berkala dan jenis-jenis laporan lainnya yang telah disepakati dan

dituangkan dalam perjanjian kredit.

3. Keharusan petugas bank untuk melakukan kunjungan ke perusahaan

ataupun proyek yang dibiayai bank (on the spot) minimal setahun sekali.

4. Adanya konsultasi dan kunjungan intensif pihak bank kepada debitur,

terutama jika debitur mulai mengalami kesulitan dalam bisnisnya atau

telah menunjukkan tanda-tanda kemungkinan terjadinya kemacetan.

Seperti masalah produksi, pemasaran, tenaga kerja, keuangan dan

sebagainya.

j. Penanganan dan Penyelesaian Kredit Bermasalah

Tidak adanya agunan, menjadikan KTA memiliki resiko yang tinggi. Pihak

bank hanya dapat memperkecil resiko kerugian dengan melakukan berbagai

upaya yang dengan tetap menjalankan prinsip kehati-hatian. Salah satunya adalah

dengan cara memperketat penilaian terhadap calon debitur, membatasi jumlah

pinjaman yang diberikan sesuai dengan jumlah pendapatan yang diterima debitur

perbulannya, dengan memperhatikan kewajiban-kewajiban debitur yang lain serta

melakukan monitoring terhadap pembayaran secara rutin.

Jika secara preventif telah dilakukan, namun masih juga mengalami kredit

bermasalah maka selanjutnya dipergunakan cara mengatasi kredit bermasalah

Page 42: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

42

menurut SE Bank Indonesia No. 26/4/BPPP tanggal 29 Mei 1993 adalah dengan

melakukan penjadwalan kembali (reschedulling), persyaratan kembali

(reconditioning), dan penataan kembali (restructuring). Ketiga hal tersebut

merupakan penyelesaian kredit bemasalah melalui tindakan administratif. Apabila

kredit bermasalah termasuk dalam tahap kredit macet maka penanganannya lebih

banyak ditekankan melalui beberapa upaya yang bersifat pemakaian kelembagaan

hukum, misalnya badan peradilan.

Ada beberapa tahapan penanganan dalam kredit bermasalah, yaitu:14

Tahap pertama, yaitu dengan melakukan penagihan secara intensif

pertelepon terhadap nasabah yang masih berprospek dan dianggap masih

mempunyai itikad baik, namun telah menunjukkan gejala-gejala awal

kearah kredit bermasalah. Dilakukan komunikasi secara intensif kepada

debitur agar tetap mengingatkan debitur untuk berusaha untuk memenuhi

kewajibannya.

Tahap kedua, yaitu dengan melakukan kunjungan kepada debitur dan

membicarkan rencana-rencana pihak debitur mengenai bagaimana cara

debitur yang bersangkutan dapat melunasi tunggakan kreditnya.

Tahap ketiga, apabila usaha debitur masih bisa diharapkan, maka dilihat

kemungkinan-kemungkinan untuk melakukan perubahan syarat-syarat

perjanjian kredit yang berkenaan dengan penyelamatan terhadap kredit

macet, antara lain dengan cara : 15

_________________________________

Page 43: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

43

14 Wawancara tanggal 27 Juli 2015, pukul 14.00 WIB, dengan Ibu Susy Yanti selaku Kepala Hukum – Kanwil III PT. Bank Central Asia, Tbk. Surabaya 15 Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono. Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasinya. (BPFE. Yogyakarta, 2002), hal. 475-477

1. Reschedulling (penjadwalan kembali)

Reschedulling yaitu perubahan syarat kredit yang hanya menyangkut

jadwal pembayaran dan atau jangka waktunya yang meliputi:

a. Perubahan grace period.

b. Perubahan jadwal pembayaran atau jatuh tempo

c. Perubahan jangka waktu.

d. Perubahan jumlah angsuran.

2. Reconditioning (persyaratan kembali)

Reconditioning yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat

kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka

waktu, dan atau persyaratan lainnya, sepanjang tidak menyangkut

maksimum saldo kredit, yang meliputi reschedulling dan atau:

a. Perubahan tingkat suku bunga atau denda.

b. Perubahan cara perhitungan tingkat suku bunga.

c. Keringanan bunga atau denda.

d. Perubahan atau penggantian kepemilikan atau pengurus.

e. Perubahan atau penggantian nama dan atau status perusahaan.

f. Perubahan atau penggantian nasabah atau novasi.

g. Perubahan atau penggantian agunan.

3. Restructuring (penataan kembali)

Page 44: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

44

Restructuring yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang meliputi

reschedulling, reconditioning, dan atau:

a. Penambahan dana bank (suplesi bank).

b. Konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok

kredit baru.

Upaya penyelamatan dengan cara tersebut dapat dilakukan apabila masih

memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

1. Debitur menunjukan itikad yang positif untuk bekerja sama (kooperatif)

terhadap upaya penyelamatan yang akan dijalankan.

2. Usaha debitur masih berjalan dan mempunyai prospek yang bagus.

3. Debitur masih mampu untuk membayar kewajiban yang dijadwalkan.

4. Debitur masih mampu membayar bunga berjalan.

5. Adanya kemampuan dan prospek usaha debitur untuk pulih kembali.

6. Posisi bank akan menjadi lebih baik.

Tahap keempat, apabila debitur sudah tidak mempunyai itikat baik dan

kemampuan bayar lagi, maka pihak bank akan memberikan peringatan dan

teguran tertulis yang dikirim ke alamat rumah atau kantor debitur dan

meminta pelunasan segera atas seluruh kewajibannya. Pihak bank sudah

mulai menginventarisasi asset yang memungkinkan pihak debitur untuk

melunasi kewajibannya dan meminta secara damai agar debitur mau

menjual assetnya tersebut. Namun apabila debitur tidak memiliki itikad

baik, maka pihak bank dapat meminta asset tersebut disita dengan

keputusan pengadilan, karena agunan dapat lahir karena undang-undang

Page 45: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

45

dan tidak perlu ada perjanjian antara kreditur dengan debitur. Perwujudan

dari jaminan yang lahir dari undang-undang ini adalah berdasarkan Pasal

1131 KUH Perdata yang menentukan bahwa semua harta kekayaan debitur

baik benda bergerak atau tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun

yang masih akan ada menjadi jaminan atas seluruh hutangnya. Artinya bila

telah menjadi debitur, maka seluruh hartanya secara otomatis menjadi

agunan atas hutangnya, meskipun kreditur tidak meminta kepada debitur

untuk menyediakan jaminan harta debitur tersebut. Agunan yang lahir

karena ditentukan undang-undang ini akan menimbulkan jaminan yang

bersifat umum artinya semua harta benda debitur menjadi jaminan bagi

seluruh utang debitur dan berlaku untuk semua kreditur. Para kreditur

mempunyai kedudukan konkuren yang secara bersama-sama memperoleh

jaminan umum yang diberikan oleh undang-undang (1131 dan 1132 KUH

Perdata).

Menempuh jalur hukum merupakan upaya terakhir yang sangat memerlukan

pertimbangan dari pihak bank, karena :

1) Memerlukan biaya tambahan yang cukup besar serta akan memakan waktu

yang tidak sebentar yang pada akhirnya akan memberatkan pihak debitur

dan kreditur.

2) Terdapat ketidakseimbangan antara jumlah kredit diterima dengan biaya

yang harus dikeluarkan untuk penyelesaian sengketa kredit yang

dilimpahkan kepada jalur hukum yang ada, yaitu melalui pengadilan.

Page 46: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

46

IV. PENUTUP

1. Kesimpulan

a. Latar belakang dari perubahan UU No. 14 tahun 1967 menjadi Undang

undang Perbankan No. 7 tahun 1992 yang berhubungan dengan

pemberian kredit tanpa agunan dilandasi oleh beberapa hal, terutama

agar bank-bank di Indonesia lebih dapat menjalankan fungsinya

sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana

masyarakat secara efektif dan efisien, yang dapat menjangkau semua

lapisan masyarakat tidak terkecuali pelayanan perkreditan yang

diperuntukkan bagi golongan ekonomi lemah/pengusaha kecil yang

banyak terkendala oleh masalah agunan. Dengan adanya perubahan

regulasi tersebut mereka dapat memiliki akses untuk mendapatkan kredit

sehingga dapat mendukung pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya

ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak yang berasaskan

demokrasi ekonomi dan semakin dihadapkan pada tantangan

perkembangan perekonomian internasional.

b. Kredit tanpa agunan mengandung resiko yang besar bagi bank karena

tanpa disertai dengan jaminan material/agunan. Oleh karena itu

diperlukan penerapan prinsip ke hati-hatian dengan melakukan

serangkaian analisa pada setiap tahap proses kredit, dari proses

Page 47: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

47

permohonan, proses analisa, proses persetujuan, sampai pelunasan kredit

serta dokumentasi pengarsipannya. Analisa yang mendalam terhadap

debitur akan menyaring seminimal mungkin calon debitur yang

berpotensi bermasalah sedangkan penerapan prinsip kehati-hatian pada

setiap proses atau tahapan kredit akan menutup segala celah yang dapat

memungkinkan debitur menghindari kewajibannya ketika sudah

bermasalah.

c. Ditengah persaingan yang ketat dalam pemberian KTA, pihak

pemerintah harus tetap memonitor pelaksanaan dan kebijakan bank,

agar tetap mematuhi seluruh peraturan perundang-undangan yang berlaku

secara konsisten untuk mencegah bank terhindar dari praktek-praktek

perbankan yang tidak sehat dan jauh dari prinsip kehatian-hatian. Selain

itu pemerintah harus juga mendukung pihak perbankan agar dapat

terhindar dari resiko kredit yang di sebabkan tidak adanya itikad baik

dari debitur untuk menyelesaikan kewajibannya atau mengalihkan

kewajibannya kepihak lain.

2. Saran

a. Produk KTA merupakan suatu contoh produk yang muncul dari adanya

suatu kesempatan dari perubahan regulasi perbankan agar bank-bank di

Indonesia kembali kepada definisinya untuk menjalankan fungsinya

sebagai suatu wahana yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana

masyarakat dan mendukung pembangunan guna peningkatan taraf hidup

rakyat banyak. Oleh karena itu hendaknya pihak perbankan pemerintah

Page 48: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

48

dan swasta nasional di Indonesia tidak saja menggunakan produk ini

hanya sebagai sarana untuk mengejar keuntungan tetapi juga berusaha

untuk melakukan perluasan akses kredit terutama bagi golongan ekonomi

lemah/pengusaha kecil yang kadangkala terkendala dengan agunan serta

juga melakukan pembinaan, bantuan dan pemberdayaan kepada

masyarakat ekonomi lemah/pengusaha kecil tersebut agar dapat

bertumbuh semakin kuat dan berkembang sehingga dapat turut

berpartisipasi dalam pembangunan nasional yang berkelanjutan.

b. Pemberian produk KTA menuntut suatu perubahan sikap dari perilaku

dari perbankan di Indonesia yang dalam pemberian kreditnya

sebelumnya aman dalam lindungan regulasi jaminan yang berbentuk

agunan. Oleh karena itu perlu dilakukan perubahan dan pengembangan

kebijakan pemberian kredit dari perbankan itu sendiri beserta sumber

daya manusianya agar lebih mampu meningkatkan daya inovasi dan

analisisnya secara efisien dan efektif secara profesional dan beritikad

baik dengan berlandaskan pada peraturan dan perundang-undangan yang

berlaku sebagai penerapan dari prinsip kehati-hatian.

c. Pemerintah diharapkan dapat mendukung pihak perbankan dalam

melaksanakan prinsip kehati-hatian terhadap pemberian kredit tanpa

agunan dengan menyediakan informasi BI checking yang menyeluruh

terhadap kolektibilitas debitur yang memperoleh kredit dari seluruh

perbankan dan lembaga pembiayaan lainnya. Sehingga debitur yang

Page 49: tinjauan yuridis dalam pemberian kredit tanpa agunan dan ...

49

bermasalah dan atau pernah bermasalah tidak lagi memiliki kemungkinan

untuk mendapatkan kredit sampai kewajibannya terselesaikan.

DAFTAR BACAAN

Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, Cet. 2 Edisi Revisi, Djambatan, Jakarta, 1997.

Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cet.4, Kencana Prenada, Jakarta, 2008.

Iswi Hariyani dan R. Serfianto D.P, Bebas Jeratan Utang Piutang, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010.

Kasmir, Manajemen Perbankan, Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007.

Kuncoro, Mudrajad dan Suhardjono. 2002. Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: BPFE.

Rachmat Firdaus, Maya Ariyanti. Manajemen Perkreditan Bank Umum, (Alfabeta, Bandung, 2003), hal 83

Subekti, Hukum Perjanjian , Cet.22, Intermasa, Jakarta, 2008.