Tinjauan Umum Akuisisi

103
(LOGO BLS) LEGAL RESEARCH DIVISI CAPITAL MARKET AND SECURITIES “Aspek Hukum Pengambilalihan (Akuisisi) di Indonesia dan Penerapannya” Melyza Ulfah Manajer Divisi M. Indra Tri Junialdi Wakil Manajer Divisi Anggota: Enrico Denis Sihotang Gerin Baskara Nadhira Ameria Noor M. Aziz Putu Doni Wira Dharma Vincent Velayo Xarisman Simanjuntak

description

M&A

Transcript of Tinjauan Umum Akuisisi

Page 1: Tinjauan Umum Akuisisi

(LOGO BLS)

LEGAL RESEARCH

DIVISI

CAPITAL MARKET AND SECURITIES

“Aspek Hukum Pengambilalihan (Akuisisi) di Indonesia dan Penerapannya”

Melyza Ulfah Manajer Divisi

M. Indra Tri JunialdiWakil Manajer Divisi

Anggota:Enrico Denis Sihotang

Gerin BaskaraNadhira Ameria

Noor M. AzizPutu Doni Wira Dharma

Vincent VelayoXarisman Simanjuntak

BUSINESS LAW SOCIETY (BLS)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK

Page 2: Tinjauan Umum Akuisisi

2013

Kata Pengantar

Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rampungnya hasil riset dan kajian kami mengenai “Aspek Hukum

Pengambilalihan (Akuisisi) di Indonesia dan Penerapannya”, karena hanya

dengan berkah dan hidayah yang dilimpahkan kepada kami, karya sederhana ini

akhirnya sampai ke hadapan para pembaca.

Bersama ini kami menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya

atas kerja sama dan semangat dari Manajer dan Wakil Manajer beserta anggota

CAPTIES sekalian dalam menyusun tulisan ini sebagai hasil pembelajaran selama

1 (satu) tahun periode pengurusan ini, dan juga tak lupa pula rasa terima kasih

kami sampaikan kepada Badan Pengurus Harian (BPH) BLS FHUI, khususnya

Dandy selaku Direktur Eksekutif dan Pardo selaku Wakil Direktur Eksekutif

Bidang Kajian atas perhatian yang dicurahkan selama penyusunan legal research

ini.

Kami berharap semoga apa yang kami kaji dalam legal research ini dapat

memberikan manfaat sebesar-besarnya baik bagi anggota BLS khususnya, dan

civitas akademi Fakultas Hukum Universitas Indonesia umumnya.

Depok, 29 November

2013

Divisi Capital Market and Securities

Page 3: Tinjauan Umum Akuisisi

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

1. Pendahuluan

2. Tinjauan Umum Pengambilalihan di Indonesia

2.1. Pengertian Pengambilalihan Menurut Undang-Undang dan Ahli Hukum

2.2. Latar Belakang Pengambilalihan

2.3. Jenis-Jenis Pengambilalihan

3. Tata Cara Pengambilalihan di Indonesia

3.1. Tata Cara Pengambilalihan Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun

2007 Tentang Perseroan Terbatas

3.2. Tata Cara Pengambilalihan Menurut Peraturan Bapepam Nomor IX.H.1

4. Kewajiban Perseroan Terbatas Terkait Pengambilalihan

4.1. Hak dan Status Pemegang Saham

4.2. Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)

4.3. Kewajiban Pengalihan Kembali Saham (Refloating)

4.4. Keterbukaan Informasi Publik

4.5. Dampak Pengambilalihan bagi Persaingan Usaha dan Iklim Investasi di

Indonesia

5. Pengambilalihan di Sektor Perbankan di Indonesia dan Perkembangannya

5.1. Pengertian dan Perbedaan Pengambilalihan Bank dengan

Pengambilalihan PT Biasa

5.2. Pengaturan Pengambilalihan Bank

5.3. Prosedur Pengambilalihan Bank

5.4. Dampak Pengambilalihan Bank

5.5. Analisis Kasus (PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. dan PT Bank Agroniaga

Tbk.)

6. Pengambilalihan yang Melintasi Batas Negara (Cross Border Acquisitions)

6.1. Pengertian dan Pengaturan Cross Border Acquisitions

6.2. Prosedur Cross Border Acquisitions

6.3. Dampak Cross Border Acquisitions

Page 4: Tinjauan Umum Akuisisi

6.4. Analisis Kasus (British American Tobacco dan PT Bentoel International

Investama Tbk.)

7. Pengambilalihan Melalui Private Equity

7.1. Pengertian dan Pengaturan Pengambilalihan Melalui Private Equity

7.2. Perbedaan Pengambilalihan Melalui Private Equity dengan Perusahaan

Lainnya

7.3. Tujuan dan Dampak Pengambilalihan Melalui Private Equity

7.4. Analisis Kasus (Northstar Equity Partners III Ltd. dan PT Trimegah

Securities Tbk.)

8. Pengambilalihan Melalui Leverage Buyout (LBO)

8.1. Pengertian dan Pengaturan Pengambilalihan Melalui Leverage Buyout

8.2. Prosedur Pengambilalihan Melalui Leverage Buyout

8.3. Dampak Pengambilalihan Melalui Leverage Buyout

8.4. Analisis Kasus (PT Benakat Petroleum Energy Tbk. dan PT Elnusa Tbk.)

9. Potensi Pelanggaran dan Kejahatan terkait Pengambilalihan

9.1. Bentuk-bentuk Pelanggaran terkait Pengambilalihan

9.2. Bentuk-bentuk Kejahatan terkait Pengambilalihan

9.3. Analisis Kasus (PT Baraventura Tritama terhadap PT Apexindo Duta

Pratama Tbk.)

9.4. Pencegahan dan Pengawasan Pelanggaran dan Kejahatan oleh Otoritas

Jasa Keuangan dan Busa Efek Indonesia

Kesimpulan

Daftar Pustaka

Page 5: Tinjauan Umum Akuisisi

BAB I

PENDAHULUAN

Sekiranya sejak 15 tahun yang lalu, kegiatan merger dan akuisisi banyak

mewarnai industri Pasar Modal Indonesia. Transaksi pertama pada pasar modal

Indonesia adalah transaksi akuisisi yang dilakukan oleh PT Jakarta International

Hotel Development melalui pembelian 100% saham PT Danayasa Arthatama pada

tahun 1990, pemilik dan developer pertama Sudirman Central Business District

(SCBD). Akuisisi ini telah merubah status perusahaan dari pemilik satu hotel ke

berbagai macam pengembangan property, mulai dari gedung komersial, tempat

perbelanjaan, residential dan serviced apartments. Setahun setelah transaksi

terebut, Ketua Bapepam yang saat itu adalah Marzuki Usman mengirimkan surat

keputusan dengan nomor S-456/PM/1991, kepada seluruh Emiten yang berisi

persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembelian saham atau penyertaan pada

perusahaan lain.Sejak dikeluarkannya surat tersebut, kegiatan akuisisi menjadi

semakin sering dilakukan, terus dan terus berkembang hingga memasuki zaman

reformasi sekarang ini.

Industri Pasar Modal adalah sektor jasa keuangan yang highly regulated,

artinya setiap tindakan hukum yang dilakukan oleh Perusahaan Terbuka (Emiten)

diatur secara ketat oleh regulasi yang diterbitkan baik oleh Pemerintah, Otoritas

Jasa Keuangan maupun Bursa Efek Indonesia dan Self Regulatory Organization

terkait di Pasar Modal. Berbagai pengaturan pun juga dikeluarkan terkait dengan

pelaksanaan pengambilalihan (akuisisi) ini di Indonesia, mulai dari UU Perseroan

Terbatas, UU Pasar Modal, PP 27/1998, PP 28/1999, hingga berbagai Peraturan

Bapepam. Ketatnya pengaturan ini selain ditujukan untuk memberikan kepastian

hukum dan perlindungan bagi pihak-pihak yang melakukan transasi

pengambilalihan, namun juga kepada pemegang saham publik dalam rangka

mewujudkan tatanan Pasar Modal yang wajar, teratur, dan efisien sebagaimana

yang diamanatkan oleh UU Pasar Modal.

Melalui legal research ini kami akan membahas seluk-beluk mengenai

transaksi pengambilalihan di Indonesia, dari konsepsi dasar hingga analisis kasus

dalam penerapan mengenai pengambilalihan tersebut. Demi memfokuskan

Page 6: Tinjauan Umum Akuisisi

pembahasan kami, legal research ini kami batasi dalam lingkup perusahaan

terbuka, baik yang berkedudukan sebagai pengendali maupun sebagai target

pengambilalihan.

Page 7: Tinjauan Umum Akuisisi

BAB II

TINJAUAN UMUM PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) DI INDONESIA

2.1. Pengertian Pengambilalihan Menurut Undang-Undang dan Ahli Hukum

Sekiranya sejak 15 tahun yang lalu,kegiatan merger dan akuisisi banyak

mewarnai industri Pasar Modal Indonesia. Transaksi pertama pada pasar modal

Indonesia adalah transaksi akuisisi yang dilakukan oleh PT Jakarta International

Hotel Development melalui pembelian 100% saham PT Danayasa Arthatama pada

tahun 1990, pemilik dan developer pertama Sudirman Central Business District

(SCBD). Akuisisi ini telah merubah status perusahaan dari pemilik satu hotel ke

berbagai macam pengembangan property, mulai dari gedung komersial, tempat

perbelanjaan, residential dan serviced apartments. Setahun setelah transaksi

terebut, Ketua Bapepam yang saat itu adalah Marzuki Usman mengirimkan surat

keputusan dengan nomor S-456/PM/1991, kepada seluruh Emiten yang berisi

persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembelian saham atau penyertaan pada

perusahaan lain. Sejak dikeluarkannya surat tersebut, kegiatan akuisisi menjadi

semakin sering dilakukan, terus dan terus berkembang hingga memasuki zaman

reformasi sekarang ini. Dan berdasarkan tentang sekilas sejarah diatas, diawal bab

ini akanlah dibahas tentang tinjauan umum akuisisi atau tentang hal

pengambilalihan di Indonesia.

2.1.1. Pengertian Istilah Akuisisi Menurut Undang-Undang

Akuisisi berasal dari bahasa inggris “acquisition” dan sering juga disebut

dengan istilah “take over”, yaitu yang artinya pengambilalihan suatu kepentingan

pengendalian perusahaan oleh suatu perusahaan lain (one company taking over

controlling interest in another company)1.Berbicara tentang pengertian istilah

akuisisi menurut Undang-undang, maka ada beberapa UU yang memberikan

pengertian akuisisi atau pengambilalihan, yaitu :

a. Undang-undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

(“UUPT”);

Pada pasal 1 angka 11 mengatakan akuisisi atau pengambilalihan itu

adalah :1Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas,(Bandung:

PT. Alumni,2004) hal.226.

Page 8: Tinjauan Umum Akuisisi

“perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang

perseorangan untuk mengambil alih saham Perseroan yang

mengakibatkan beralihnya pengendalian atas Perseroan Tersebut.”2

Berdasarkan definisi tersebut maka dapat ditarik beberapa unsur yang

melekat dalam pengambilalihan antara lain yaitu :(i)Pengambilalihan

adalah suatu perbuatan hukum; (ii)Pihak yang mengambilalih adalah orang

atau badan hukum; (iii)Metode pengambilalihan dengan cara melakukan

pengambilalihan saham; dan (iv)Pengambilalihan saham itu dapat

mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan terbatas tersebut.

b. Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-

Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan;

Pada pasal 1 Angka 27 menjelaskan akuisisi atau pengambilalihan itu

adalah :

“Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank”3

c. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan,

Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (“PP 27/1998”) :

Menurut Pasal 1 Angka 3 menyatakan bahwa akuisisi itu adalah :

“Perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang

perseorangan untuk mengambilalih perusahaan baik seluruh ataupun

sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya

pengendalian terhadap perseroan tersebut.”4

Berdasarkan pengertian tentang pengambilalihan tersebut diatas, dapat

dijelaskan bahwa baik PP 27/1998 ataupun UUPT mengartikan akuisisi

perusahaan sebagai akuisisi saham saja, sehingga tidak termasuk akuisisi

aset atau akuisisi lain-lainnya seperti akuisisi bisnis, hal itu tercermin pada

pasal 1 angka 3 PP 27/1998 seperti yang telah dijelaskan diatas. Akuisisi

perusahaan secara sederhana dapat diartikan sebagai pengambilalihan

perusahaan dengan cara  membeli saham mayoritas perusahaan sehingga

2 Indonesia (1), Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, UU No. 40 Tahun 2007, LN No. 106 Tahun 2007, TLN No. 4756, pasal 1 angka 3.

3 Indonesia (2), Undang-Undang Tentang Perbankan, UU No. 10 Tahun 1998, LN No. 182 Tahun 1998, TLN No. 3790, pasal 1 angka 27.

4Indonesia (3), Peraturan Pemerintah Tentang Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas, PP No. 27 Tahun 1998, LN No.90 Tahun 1998, TLN No. 3741.

Page 9: Tinjauan Umum Akuisisi

menjadi pemegang saham pengendali. Dalam peristiwa akuisisi, baik

perusahaan yang mengambil alih maupun perusahaan yang diambil alih

tetap hidup sebagai badan hukum yang terpisah.Terlepas dari akuisisi

saham, walaupun perudang-undangan Indonesia tidak mengatur dengan

jelas mengenai akuisisi melalui pengambilalihan aset perusahaan, banyak

ahli hukum yang berpendapat bahwa UUPT memungkinkan dilakukannya

akuisisi melalui pengambilalihan aset-aset perusahaan. Hal ini tercermin

dalam pengaturan pasal 102 UUPT sebagai berikut5:

1) Direksi wajib meminta putusan RUPS untuk :

a. Mengalihkan kekayaan Perseroan, atau;

b. Menjadikan jaminan utang Perseroan ; yang merupakan

lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih

Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang

berkaitan satu sama lain maupun tidak.

2) Transaksi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a adalah transaksi

pengalihan kekayaan bersih Perseroan yang terjadi dalam jangka 1

(satu) tahun buku atau jangka waktu yang lebih lama sebagaimana

diatur dalam anggaran dasar perseroan.

Ketentuan pasal 102 UUPT tersebut ditafsirkan oleh sebagian ahli hukum

sebagai ketentuan embrio dari akuisisi perusahaan dengan cara

mengambilalih aset. Adanya pasal tersebut ditambah lagi berlakunya asas

freedom of contract, memungkinkan terjadinya praktik akuisisi perusahaan

dengan cara mengambil aset.

2.1.2. Pengertian Istilah Akuisisi Menurut Pendapat Ahli Hukum

5.Miranda Anwar FHUI 2008. Skripsi: Pencatatan Saham Lewat Belakang(backdoor listing) Dengan Cara Melakukan Akuisisi (Studi Kasus :Akuisisi PT.Fatrapolindonusa Industri Tbk. Oleh Titan International Corps.SDN.BHD). Fakultas Hukum Universitas Indonesia,2008, h.20.

Page 10: Tinjauan Umum Akuisisi

Untuk lebih memperjelas pengertian akuisisi itu sendiri, ada beberapa

pakar hukum yang akan memberikan beberapa pengertian tentang

Pengambilalihan atau akuisisi ini, dimana diantara-nya yaitu :

a. M.A.Weinberg :

M.A.Weinberg yang merumuskan pengertian akuisisi sebagai berikut :

“a transaction or a series of transactions whereby a person (individual,

group of individuals, or company) acquires control over the assets of a

company, either directly by becoming the owner of those assets, or

indirectly by obtaining control of the managementof the company.”

[Sebuah transaksi atau serangkaian transaksi-transaksi dimana seseorang

(individu, kelompok individu, atau perusahaan) memperoleh pengendalian

atas aset-aset dari perusahaan, baik secara langsung dengan menjadi

pemilik aset-aset tersebut, atau secara tidak langsung dengan pengambilan

manajemen perusahaan tersebut.] Berdasarkan perumusan diatas, akuisisi

menurut M.A.Weinberg dapat dilakukan melalui perorangan, kelompok

perorangan ataupun perusahaan yang juga mencangkup akuisisi kekayaan

dan akuisisi saham.

b. Charles A. Scharf :

“Any transaction in which a buyer (limited a corporation) acquires all or

part of assets and business of a seller (also limited to a corporation), or

all or part of the stock or other securities of the seller, where the

transaction is closed between a willing buyer and a willing seller.

Included within the general term of “acquisition” are more specific forms

of transactions such as merger, consulidation and asset acquisition, and a

stock acquisition.”[Suatu Transaksi dimana pihak pembeli (terbatas pada

perusahaan) memperoleh seluruh maupun sebagian aset-aset atau usaha

dari pihak penjual (juga terbatas pada perusahaan) atau seluruh maupun

sebagian saham atau sekuritas lain dari pihak penjual, simana transaksi

tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pihak pembeli dan

pihak penjual. Pengertian umum istilah akuisisi mencangkup bentuk-

bentuk transaksi yang lebih spesifik seperti merger, konsolidasi, akuisisi

Page 11: Tinjauan Umum Akuisisi

aset dan akuisisi saham.]6 Berdasarkan pengertian diatas Scharf membatasi

akuisisi hanya dapat dilakukan oleh perusahaan saja. Selain itu, Scharf

mendefinisikan istilah akuisisi secara luas sebagai segala tindakan

korporasi melibatkan transaksi jual beli baik seluruh maupun sebagaian

aset, saham atau bentuk sekuritas lainnya, antara dua perusahaan yang

masing-masing bertindak sebagai penjual dan pembeli. Dengan demikian

pengertian akuisisi di Amerika Serikat mencangkup didalamnya merger,

konsolidasi dan berbagai tindakan korporasi lainnya.

2.2 Latar Belakang Akuisisi

Akuisisi perusahaan delakukan dengan berbagai alasan, motivasi dan juga

tujuan, antara lain untuk menaikan harga saham, serta meningkatkan efisiensi dan

produktifitas suatu kegiatan usaha. Lalu latar belakang akuisisi dapat debedakan

menjadi dua yaitu:7

2.2.1. Latar Belakang Akuisisi Berdasarkan Motivasi Perusahaan yang Melakukan

Akuisisi

Apabila dilihat dari motivasi perusahaan yang mengakuisisi, maka dapat di

kategorikan sebagai berikut :

a) Strategic Buyer

Perusahaan dengan tipe strategic buyer melakukan akuisisi dengan

maksud untuk dioperasikan sendiri, bersama-sama dengan perusahaan

yang sudah ada, dalam rangka memperluas, meningkatkan,

menumbuhkan, dan mengoptimalkan kinerja suatu kelompok usaha.

Perusahaan tipe ini umumnya bersifat opportunity takers, yang dalam

langkahnya sangat mendasarkan pada suatu perencanaan yang matang dan

akan mencari strategic investment yang tepat;

b) Financial Aquirer

Perusahaan dengan tipe financial aquirer tidak memperhatikan ada atau

tidaknya hubungan dan/atau kepentingan bersama suatu kelompok usaha,

namun lebih mempertimbangkan apakah akuisisi yang dilakukannya

6Ibid. hal. 16.7 Ibid., hal.21

Page 12: Tinjauan Umum Akuisisi

masih menghasilkan keuntungan bagi mereka. Perusahaan tipe ini

umumnya bersifat opportunity takers, yang mendasarkan keputusan untuk

melakukan akuisisi pada harga yang tepat dan tersedianya dana

pembiayaan untuk maksud tersebut (deal driven buyer).

2.2.2. Latar Belakang Akuisisi Berdasarkan Tujuan Dilakukannya Akuisisi

Apabila dikategorikan berdasarkan tujuan dilakukannya akuisisi, maka

suatu akuisisi umumnya dilatarbelakangi satu atau beberapa maksud

sebagai berikut :

a) Akuisisi Untuk Menambah Sinergi

Salah satu alasan, mengapa perusahan-perusahaan melakukan akuisisi

adalah untuk menambah sinergi dari perusahaan-perusahaan yang

bergabung kepemilikannya sebagai akibat dari akuisisi tersebut. Dalam

hal ini yang dimaksud dengan sinergi adalah nilai tambah atau keuntungan

yang diperoleh karena usaha bersama perusahaan-perusahaan yang terlibat

dalam akuisisi. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan sinergi dalam

suatu akuisisi antara lain adalah berkurangnya biaya produksi,

meningkatnya pendapatan perusahaan, alih pengetahuan dan teknologi,

harmonisasi produk, penelitian dan pengembangan, serta penggunaan

sumber daya yang optimum;

b) Akuisisi Untuk Memperluas Pangsa Pasar

Akusisi dapat bertujuan untuk memperluas pasar bagi produk yang

dihasilkan, karena masing-masing perusahaan yang terlibat dalam

akuisisi memiliki pangsa pasar sendiri-sendiri. Namun demikian,

tujuan ini tidak otomatis tercapai dengan dilakukannya akuisisi,

karena dalam praktik sering terdapat kendala-kendala antara lain

kerja sama yang tidak lancar atau perubahan dan penyesuaian yang

tersendat;

c) Akuisisi Untuk Melindungi Pasar

Apabila perusahaan yang hendak diakuisisi merupakan salah satu pesaing

bisnis, maka ada kemungkinan akuisisi dilatarbelakangi tujuan untuk

melindungi pasar, karena dengan cara mengambilalih perusahaan pesaing

akan menyebabkan tersisihkannya pesaing bisnis yang bersangkutan. Dari

Page 13: Tinjauan Umum Akuisisi

segi yuridis yang harus diperhatikan adalah jangan sampai akuisisi seperti

demikian bertentangan dengan laporan mengenai larangan praktik

monopoli dan antitrust di negara yang bersangkutan;

d) Akuisisi Untuk Mengakuisisi Produk

Ada kalanya suatu perusahaan perlu mengembangkan usahanya untuk

menghasilkan produk lain selain dari produk yang sudah dihasilkannya.

Demi mencapai tujuan tersebut, dapat dilakukan akuisisi dengan

perusahaan lain yang sedang menghasilkan produk yang dikehendaki,

dengan harapan setelah dilakukan akuisisi produk tersebut dapat

dikembangkan lebih lanjut;

e) Akuisisi Untuk Memperkuat Bisnis Inti

Ada kalanya demi memperkuat bisnis inti, suatu perusahaan perlu

melakukan akuisisi atas perusahaan lain yang bergerak di bisnis inti yang

sama. Dengan demikian melalui akuisisi diharapkan bisnis inti dari

perusahaan yang mengambil alih menjadi semakin besar dan kuat;

f) Akuisisi Untuk Mendapatkan Dasar Berpijak di Luar Negeri

Suatu perusahaan, terutama yang berambisi untuk cepat berkembang

menjadi besar, sering kali mengkehendaki pengembangan usaha ke luar

negeri. Selain dari pendirian perusahaan joint venture, salah satu strategi

yang dapat ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut adalah mengakuisisi

perusahaan di luar negeri;

g) Akuisisi Untuk Meningkatkan Critical Mass-Competitive

Ada kalanya perusahaan dituntut segera menjadi besar demi kelancaran

menjalankan bisnisnya. Contohnya seringkali salah satu kriteria untuk

mengikuti tender proyek-proyek besar adalah ukuran perusahaan calon

peserta tender. Demi memperbesar ukuran perusahaan secara cepat pelaku

usaha dapat memilih untuk melakukan akuisisi. Namun demikian, strategi

ini memiliki risiko, yaitu apabila perencanaan akuisisi tidak

dipertimbangkan secara matang, perusahaan yang diakuisisi dapat menjadi

beban bagi perusahaan yang mengakuisisi.

Page 14: Tinjauan Umum Akuisisi

2.3 Jenis-Jenis Pengambilalihan

Berbicara tentang jenis-jenis akuisisi, maka ada 3 (tiga) jenis akuisisi,

dimana diantaranya adalah ; Akuisisi Horisontal, Akuisisi Vertikal dan juga

Akuisisi Konglomerat. Yang penjelasannya adalah sebagai berikut8:

a. Akuisisi Horisontal

Akuisisi horisontal yaitu bergabungnya dua atau lebih perusahaan yang

beroperasi dan bersaing dalam aktifitas bisnis yang sama. Dengan

bergabungnya perusahaan sejenis akan diperoleh skala ekonomis dalam

bentuk skala operasimenjadi besar sehingga biaya produksi lebih murah.

Namun menimbulkan pengurangan persaingan pada industri tersebut, pada

akhirnya kolusi menyebabkan monopoli profit;

b. Akuisisi Vertikal

Akuisisi vertikal terjadi antar perusahaan pada tingkat operasi produksi

berbeda.Integrasi ke belakang (backward integration/integrasi kehulu)

dapat mengurangi ketidakpastian suply input berarti menurunkan

persaingan karena adanya monopoli kekuatan dari perusahaan yang

terintegrasi satu tingkat. Pemasok input monopoli dapat

mendiskriminasikan harga (input digunakan industri lain yang berbeda

elastisitas pemerintahannya), tujuannya untuk mencegah penjualan

kembali oleh pembeli input harga murah (yaitu produsen final good

dengan elastisitas permintaan lebih tinggi) kepada perusahaan lain dengan

harga lebih tinggi. Input monopolist menghasilkan barang jadi dengan

elastisitas permintaan tinggi, memasok kepasar yang kurang elastis dengan

harga jual yang tinggi. Forward Integration dimana perusahaan

memperoleh kontrol atas penjualan produknya (berintegrasi kehilir).

Seperti halnya dengan akuisisi horisontal, akuisisi vertikal memungkinkan

penciptaan kekuatan pasar dan pembatasan persaingan.

c. Akuisisi Konglomerat

8.Sudarto. Tesis : Dampak Akuisisi Terhadap Kinerja Efisiensi Ekonomis Perusahaan yang Melakukan Akuisisi Internal di Indonesia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Fakultas Pascasarjana Program Studi Manajemen Universitas Indonesia, 1994, h.29-31.

Page 15: Tinjauan Umum Akuisisi

Akuisisi Konglomerat melibatkan penggabungan beberapa perusahaan

yang mempunyai aktifitas bisnis tidak terkait. Akuisisi Konglomerat dapat

dibedakan menjadi tiga tipe yaitu :

1. Product Extension, akuisisi dengan memperluas lini produk

perusahaan, yaitu bergabungnya beberapa perusahaan yang

mempunyai aktifitas bisnis berkaitan, teknologi berlainan dan

berharap dapat memanfaatkan saluran distribusi sama yang disebut

juga akuisisi konsentrik pemasaran. Contohnya ; PT.Central

Proteinaprima mengakuisisi PT.Agromina, PT.Polysindo Eka

Perkasa atas PT.Texmaco Perkasa Engineering.

2. Geographic Market Extension, melibatkan dua perusahaan yang

mempunyai operasi dalam daerah geografi berbeda, tetapi sama

teknologinya disebut juga akuisisi konsentrik teknologi. Seperti

kasus PT.Indah Kiat mengakuisisi PT.Sinar Duniamakmur,

PT.Dharmala Intiland mengakuisisi PT.Dharmala Land.

3. Pure Conglomerate, pengambilalihan perusahaan yang kegiatan

bisnisnya berbeda-beda bidang usaha pengakuisisi (ATT).

Contohnya; Akuisisi yang dilakukan oleh PT.Indocement atas

PT.Indofood dan PT.Aster Jawa Enterprise terhadap PT.Dharmala

Sakti Elektronik.

Page 16: Tinjauan Umum Akuisisi

BAB III

TATA CARA PENGAMBILALIHAN DI INDONESIA

3.1. Tata Cara Pengambilalihan Menurut Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Dalam UUPT, akuisisi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui

Direksi Perseroan atau dari pemegang saham langsung.9 Walaupun akuisisi ini

dapat dilakukan dengan dua cara, kedua cara tersebut mempunyai akibat yang

sama yaitu menyebabkan pindahnya suatu pengendalian legal entity oleh legal

entity lain. Kedua tata cara tersebut diatur di dalam prosedur hukum yang berbeda

di dalam UUPT.

3.1.1. Tata Cara Pengambilalihan Melalui Direksi Perseroan

Direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus

berdasarkan RUPS yang memenuhi kuorum kehadiran dan ketentuan tentang

persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89

UUPT yaitu paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh saham

dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika

disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang

dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum kehadiran dan/atau

ketentuan RUPS yang lebih besar.10

Apabila izin untuk melakukan akuisisi sudah terpenuhi, maka pihak yang

mengakuisisi menyampaikan maksud untuk melakukan akuisisi kepada Direksi

Perseroan yang akan diakuisisi. Direksi Perseroan yang akan diambilalih dengan

persetujuan komisaris masing-masing Perseroan menyusun rancangan

pengambilalihan.11 Rancangan tersebut wajib diumumkan oleh Direksi Perseroan

paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada

karyawan dari Perseroan yang akan melakukan Pengambilalihan dalam jangka

waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.

9 Indonesia (1), loc.cit., pasal 125 ayat (1).10 Ibid., pasal 125 ayat (4).11 Ibid., pasal 125 ayat (5) dan (6).

Page 17: Tinjauan Umum Akuisisi

Pengumuman sebagaimana dimaksud tersebut memuat juga pemberitahuan bahwa

pihak yang berkepentingan dapat memperoleh rancangan Pengambilalihan di

kantor Perseroan terhitung sejak tanggal pengumuman sampai tanggal RUPS

diselenggarakan.12

Kreditor dapat mengajukan keberatan kepada Perseroan dalam jangka

waktu paling lambat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman mengenai

Pengambilalihan sesuai dengan rancangan tersebut. Apabila dalam jangka waktu

tersebut kreditor tidak mengajukan keberatan, kreditor dianggap menyetujui

Pengambilalihan tersebut. Dalam hal keberatan kreditor sampai dengan tanggal

diselenggarakan RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, keberatan tersebut

harus disampaikan dalam RUPS guna mendapat penyelesaian. Selama masa

penyelesaian belum tercapai, Pengambilalihan tidak dapat dilaksanakan.13

Apabila tidak ada keberatan sama sekali, Rancangan Pengambilalihan

yang telah disetujui RUPS dituangkan ke dalam akta Pengambilalihan yang dibuat

dihadapan notaris dalam bahasa Indonesia.14 Kemudian, salinan akta

Pengambilalihan Perseroan wajib dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan

kepada Menteri Hukum dan HAM tentang perubahan anggaran dasar sebagaimana

yang dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UUPT.15 Direksi Perseroan yang

sahamnya diambilalih wajib mengumumkan hasil Pengambilalihan tersebut dalam

1 (satu) surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh)

hari terhitung sejak tanggal berlakunya Penggambilalihan tersebut16.

3.1.1. Tata Cara Pengambilalihan Melalui Pemegang Saham Langsung

Cara pengambilalihan saham yang dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan

oleh Perseroan melalui pemegang saham langsung dilakukan melalui perundingan

dan kesepakatan oleh para pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang

saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar Perseroan yang diambilalih

tentang pemindahan hak atas saham dan perjanjian yang telah dibuat oleh

12 Ibid., pasal 127 ayat (2) dan (3).13 Ibid., pasal 127 ayat (4) – (7) .14 Ibid., pasal 128 ayat (1).15 Ibid., pasal 131 ayat (1).16 Ibid., pasal 133.

Page 18: Tinjauan Umum Akuisisi

Perseroan dengan Pihak lain.17 Jika Pengambilalihan tersebut dilakukan oleh

badan hukum berbentuk Perseroan, sebelumnya Direksi harus mendapat

persetujuan RUPS dahulu sebelum melakukan perundingan dan kesepakatan

pembelian saham yang langsung dari pemegang saham.

Tahap selanjutnya, walaupun Pengambilalihan saham tersebut langsung

melalui pemegang saham dan tidak menyusun rancangan Pengambilalihan dahulu

namun tetap harus mengumumkan rencana kesepakatan pengambilalihan dalam 1

(satu) surat kabar dan mengumumkan secara tertulis kepada karyawan dari

Perseroan yang akan melakukan Pengambialihan dalam jangka waktu paling

lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS. Pengumuman ini secara

mutatis mutandis berlaku bagi pengumuman dalam rangka Pengambilalihan

saham yang dilakukan langsung dari pemegang saham dalam Perseroan.

Ketentuan mengenai kreditor yang mengajukan keberatan juga berlaku dalam hal

ini.

Kemudian, menurut Pasal 128 ayat (2) UUPT, akta pengambilan saham

yang dilakukan langsung dari pemegang saham wajib dinyatakan dengan akta

notaris dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena Pengambilalihan dilakukan secara

langsung dari pemegang saham, Pasal 131 ayat (2) UUPT menyebutnya akta

pemindahan hak atas saham. Salinan akta pemindahan hak atas saham wajib

dilampirkan pada penyampaian pemberitahuan kepada Menteri tentang perubahan

susunan pemegang saham. Pada tahap terakhir, Direksi Perseroan yang sahamnya

diambil alih wajib mengumumkan hasil Pengambilalihan dalam 1 (satu) Surat

Kabar atau lebih, kewajiban untuk mengumumkan dilakukan dalam jangka waktu

paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya

Pengambilalihan.

17 Ibid., pasal 125 ayat (7) dan (8).

Page 19: Tinjauan Umum Akuisisi

3.2. Tata Cara Pengambilalihan Menurut Peraturan Ketua Bapepam-LK

Nomor IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka

Seperti yang telah diketahui, berdasarkan amanat Pasal 34 Ayat (1) UU

No. 3 Tahun 2004 Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 1999 Tentang Bank

Indonesia dibentuklah sebuah lembaga independen bernama Otoritas Jasa

Keuangan (OJK). OJK ini menggantikan fungsi pengaturan dan pengawasan

dalam hal perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga

pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Semenjak tanggal 31 Desember

2012, OJK resmi berfungsi dan menggantikan fungsi dari lembaga independen

yang telah ada yaitu Bapepam-LK yang fungsinya mengawasi pasar modal.

Walaupun Bapepam-LK sudah digantikan fungsinya oleh OJK, peraturan yang

dikeluarkan oleh Bapepam-LK tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan

diganti berdasarkan UU No. 21 Tahun 2011 tentang OJK. Oleh karena itu,

Peraturan Ketua Bapepam-LK Nomor IX.H.1 masih dapat digunakan untuk

mengetahui prosedur akuisisi yang berlaku.

Tata cara yang pertama kali dilakukan adalah calon Pengendali baru akan

melakukan negosiasi dengan pengendali yang lama. Negosiasi yang dapat

mengakibatkan Pengambilalihan dapat diumumkan dalam paling sedikit satu surat

kabar harian berbahasa Indonesia yang berperedaran nasional, serta

menyampaikan pengumuman tersebut kepada Perusahaan Terbuka yang akan

diambil alih, OJK, dan Bursa Efek dimana saham Perusahaan Terbuka yang akan

diambil alih tercatat. Calon pengendali baru yang memutuskan untuk tidak

mengumumkan negosiasi tersebut wajib merahasiakan informasi hasil negosiasi

tersebut.

Dalam setiap Pengambilalihan, apabila antara Pemegang Saham Utama

atau Pengendali dengan calon Pengendali baru membuat suatu kontrak atau

aktivitas yang mengakibatkan adanya:

a. Penggunaan sumber daya Perusahaan Terbuka yang akan diambil alih

dalam jumlah yang material;

Page 20: Tinjauan Umum Akuisisi

b. Perubahan perjanjian atau kesepakatan yang sudah dibuat oleh Perusahaan

Terbuka yang akan diambil alih; atau

c. Perubahan terhadap standar prosedur operasional Perusahaan Terbuka

yang akan diambil alih.

dimana hal tersebut merupakan Transaksi Afiliasi atau transaksi yang

mengandung Benturan Kepentingan, wajib memenuhi ketentuan Peraturan

Bapepam-LK Nomor IX.E.1.

Dalam hal akuisisi telah tercapai, pengendali perusahaan yang baru harus

menyampaikan teks pengumuman keterbukaan informasi dalam rangka

Penawaran Tender Wajib beserta dokumen pendukungnya kepada OJK dan

Perusahaan Terbuka yang diambil alih, paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah

pengumuman Pengambilalihan. Pelaksanakan Penawaran Tender Wajib dilakukan

selama jangka waktu 30 (tiga puluh) hari yang dimulai satu hari setelah

pengumuman. Setelah jangka waktu tersebut berakhir, pengendali perusahaan

yang baru wajib menyelesaikan transaksi Penawaran Tender Wajib, dengan cara

penyerahan uang, paling lambat 12 (dua belas) hari dan menyampaikan laporan

hasil Penawaran Tender Wajib kepada OJK paling lambat 5 (lima) hari kerja

setelah berakhirnya penyelesaian transaksi.

Harga pembelian saham Perusahaan Terbuka yang diambil alih dalam

Penawaran Tender Wajib, ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara langsung atas saham

Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek,

maka harga pembelian saham paling rendah sebesar harga rata-rata

dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek selama 90

(sembilan puluh) hari terakhir mana yang paling tinggi;

b. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara langsung atas saham

Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di Bursa Efek,

namun selama 90 (sembilan puluh) hari atau lebih sebelum

pengumuman Pengambilalihan atau sebelum pengumuman negosiasi

tidak diperdagangkan di Bursa Efek atau dihentikan sementara

perdagangannya oleh Bursa Efek, maka harga pembelian saham

paling rendah sebesar harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan

Page 21: Tinjauan Umum Akuisisi

harian di Bursa Efek dalam waktu 12 (dua belas) bulan terakhir yang

dihitung mundur dari hari perdagangan terakhir atau hari dihentikan

sementara perdagangannya atau harga Pengambilalihan yang sudah

dilakukan;

c. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara langsung atas saham

Perusahaan Terbuka yang tidak tercatat dan tidak diperdagangkan di

Bursa Efek, maka harga pembelian saham paling rendah sebesar

harga Pengambilalihan yang sudah dilakukan atau harga wajar yang

ditetapkan oleh Penilai;

d. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara tidak langsung atas

saham Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di

Bursa Efek, maka harga pembelian saham paling rendah sebesar

harga rata-rata dari harga tertinggi perdagangan harian di Bursa Efek

selama 90 (sembilan puluh) hari terakhir;

e. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara tidak langsung atas

saham Perusahaan Terbuka yang tercatat dan diperdagangkan di

Bursa Efek, namun selama 90 (sembilan puluh) hari atau lebih

sebelum pengumuman Pengambilalihan atau sebelum pengumuman

negosiasi, tidak diperdagangkan di Bursa Efek atau dihentikan

sementara perdagangannya oleh Bursa Efek, maka harga pembelian

saham paling rendah sebesar harga rata-rata dari harga tertinggi

perdagangan harian di Bursa Efek dalam waktu 12 (dua belas) bulan

terakhir yang dihitung mundur dari hari perdagangan terakhir atau

hari dihentikan sementara perdagangannya; atau

f. Dalam hal Pengambilalihan dilakukan secara tidak langsung atas

saham Perusahaan Terbuka yang tidak tercatat dan tidak

diperdagangkan di Bursa Efek, maka harga pembelian saham paling

rendah sama dengan harga wajar yang ditetapkan oleh Penilai.

Dalam hal pengambilalihan atau setelah pelaksanaan Penawaran Tender

Wajib mengakibatkan kepemilikan saham oleh Pengendali baru lebih besar dari

80% dari modal disetor Perusahaan Terbuka, maka Pengendali baru wajib

mengalihkan kembali saham Perusahaan Terbuka tersebut kepada masyarakat

Page 22: Tinjauan Umum Akuisisi

sehingga saham yang dimiliki masyarakat paling sedikit 20% dari modal disetor

Perusahaan Terbuka dan dimiliki paling sedikit oleh tiga ratus pihak dalam jangka

waktu paling lama. Kewajiban mengalihkan saham oleh Pengendali baru tersebut

tidak berlaku apabila setelah terjadinya Pengambilalihan, Perusahaan Terbuka

melakukan aksi korporasi yang mengakibatkan terpenuhinya persyaratan tersebut.

Pengambilalihan yang dilakukan oleh Perusahaan Terbuka yang nilainya

memenuhi kriteria Transaksi Material sebagaimana dimaksud dalam Peraturan

Nomor IX.E.2, selain wajib mengikuti Peraturan ini juga wajib memenuhi

Peraturan Nomor IX.E.2. Transaksi berkelanjutan yang telah dilakukan antara

Pengendali baru dengan Perusahaan Terbuka yang diambil alih sebelum

dilakukannya Pengambilalihan dan memenuhi kriteria Transaksi Afiliasi dan/atau

transaksi yang mengandung Benturan Kepentingan sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Nomor IX.E.1, dikecualikan dari pemenuhan kewajiban Peraturan

Nomor IX.E.1 sampai dengan diperbaharuinya perjanjian dalam transaksi

dimaksud.

Page 23: Tinjauan Umum Akuisisi

BAB V

PENGAMBILALIHAN (AKUISISI) DI SEKTOR PERBANKAN DI

INDONESIA DAN PERKEMBANGANNYA

5.1. Pengertian dan Perbedaan Pengambilalihan Perbankan dengan

Pengambilalihan Perseroan Terbatas Non-Perbankan

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat

banyak.18 Fungsi perbankan tersebut memiliki peran strategis dalam rangka

menunjang perekonomian nasional. Dalam kehidupan perekonomian yang

semakin terbuka dan berkembang cepat, dibutuhkan layanan perbankan yang

semakin luas, baik, dan berkualitas. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan

sistem perbankan yang lebih sehat, efisien, dan mampu bersaing dalam era

globalisasi dan perdagangan bebas. Oleh karena itu, perbankan perlu didorong

untuk lebih memperkuat usahanya dengan berbagai upaya, salah satunya adalah

melakukan akuisisi sesama bank di Indonesia.

5.1.1. Pengertian Pengambilalihan Perbankan

Akuisisi merupakan salah satu aksi korporasi yang dalam konteks

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dikenal

dengan istilah pengambilalihan, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh

badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan

yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Sementara

dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan tetap disebut sebagai akuisisi,

yaitu pengambilalihan kepemilikan suatu bank. Lebih lanjut Pasal 1 angka (4)

Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan

Akuisisi Bank memberikan pengertian akuisisi sebagai pengambilalihan

18 Indonesia (2), loc.cit. , pasal 1 angka 2.

Page 24: Tinjauan Umum Akuisisi

kepemilikan suatu Bank yang mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap

Bank. Dengan demikian yang dikehendaki dari pengambilalihan atau akuisisi

adalah peralihan pengendalian atas suatu legal entity oleh legal entity lain.

Pengendalian disini diartikan sebagai kemampuan untuk menentukan, baik secara

langsung maupun tidak langsung dengan cara apapun, pengelolaan dan atau

kebijaksanaan Bank.

Adapun dalam perbankan adanya akuisisi didorong oleh adanya faktor-

faktor yang menguntungkan baik bagi pihak yang mengakuisisi maupun pihak

yang diakuisisi. Pihak pengakuisisi akan memperoleh keuntungan (benefit) antara

lain berupa kepemilikan atas Bank yang sudah relatif besar tanpa harus terlebih

dahulu membuat dan membesarkannya, tidak perlu lagi mengurus perizinan

pendirian Bank baru, dan langsung dapat mengambil sistem yang sudah berjalan

tanpa perlu pengadaan alat-alat perlengkapan baru, tenaga kerja baru, dan

sebagainya. Sedangkan keuntungan yang akan diterima oleh Bank terakuisisi

adalah berupa suntikan dana dan peningkatan image bank yang bersangkutan di

mata masyarakat.19

5.1.2 Perbedaan Pengambilalihan Perbankan Dengan Pengambilalihan

Perseroan Terbatas Non-Perbankan

Akuisisi perbankan dengan akuisisi perseroan terbatas non-bank pada

umumnya memiliki kesamaan yaitu melakukan pengambilalihan yang

menyebabkan pindahnya suatu pengendalian legal entity oleh legal entity lain.

Yang membedakan kedua akuisisi tersebut ialah pertama ketentuan perundang-

undangan yang dipergunakan. Dalam akuisisi perseroan terbatas non-bank yang

digunakan adalah Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 tentang Merger, Konsolidasi, dan

Akuisisi Perseroan Terbatas. Sedangkan dalam akuisisi perbankan, selain

menggunakan ketentuan dalam Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang

19 Munir Fuady (1), Hukum Tentang Akuisisi, Take Over, dan LBO, Cet. 3 (Jakarta: PT Citra Aditya Bakri, 2008), hal. 205-206.

Page 25: Tinjauan Umum Akuisisi

Perseroan Terbatas, ketentuan yang digunakan lainnya ialah Undang-undang No.

10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1998

tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank.

Kedua, dalam akuisisi perbankan harus dilakukan pengajuan permohonan

izin untuk melakukan akuisisi kepada pimpinan Bank Indonesia apabila akuisisi

dilakukan atas inisiatif dari bank itu sendiri dan untuk bank yang sudah berstatus

sebagai perusahaan terbuka diperlukan izin dari Otoritas Jasa Keuangan,

sedangkan akuisisi non-bank apabila sama-sama dilakukan oleh perusahaan

tertutup tidak perlu memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan, hanya

perusahaan terbuka yang wajib untuk melakukan permohonan izin akuisisi ke

Otoritas Jasa Keuangan.

5.2. Pengaturan Prosedur Pengambilalihan Perbankan

Adanya proses akusisi Bank harus memperhatikan dan mengindahkan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan

pelaksanaannya, serta ketentuan khusus yang ada dalam peraturan perundang-

undangan di bidang perbankan. Di samping itu, mengingat Bank dapat berbentuk

Perseroan Terbatas terbuka maka juga perlu diperhatikan ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang Pasar Modal dan peraturan Bapepam-LK.Apabila

dijabarkan, akuisisi bank mempunyai dasar hukum berupa :

1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

(“UUPT”);20

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

(“UUPM”);21

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah

diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998;22

20 Indonesia (1), loc. cit., pasal 122-137.21 Indonesia (4), Undang-Undang Tentang Pasar Modal, UU No. 8 Tahun 1995,

LN No. 64 Tahun 1995, TLN No. 3608, pasal 84.22 Indonesia (2), loc. cit., pasal 28.

Page 26: Tinjauan Umum Akuisisi

4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger,

Konsolidasi, dan Akuisisi Bank (“PP 28/1999”);23

5. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/50/KEP/DIR tanggal

14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pembelian Saham

Bank Umum (“SKBI 32/50/1999”);

6. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/51/KEP/DIR tanggal

14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi,

dan Akuisisi Bank Umum (“SKBI 32/51/1999”);

7. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/52/KEP/DIR tanggal

14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi,

dan Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat (“SKBI 32/52/1999”).

5.3. Prosedur Pengambilalihan Perbankan

Adapun ketentuan mengenai akuisisi yang tertuang dalam Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998, sebagai lex specialis untuk proses akuisisi pada

Perseroan yang melakukan kegiatan usaha perbankan diatur dalam Pasal 28, yaitu

bahwa:

(1) Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat ijin

pimpinan Bank Indonesia;

(2) Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, dan akuisisi ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 28 tersebut melandasi diterbitkannya PP No. 28/1999 yang menjadi

persyaratan dari merger, konsolidasi, dan akuisisi bank. Seperti halnya dengan

merger dan konsolidasi, awal mula untuk melakukan prosedur akuisisi bank

adalah dengan dilakukan atas inisiatif bank yang bersangkutan, permintaan Bank

Indonesia, atau inisiatif badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka

penyehatan perbankan. Dengan demikian dalam hal akuisisi dilakukan atas

inisiatif bank yang bersangkutan, maka terlebih dahulu harus ada izin dari

pimpinan Bank Indonesia. Adapun untuk memperoleh izin dimaksud, terlebih

dahulu harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:

23 Indonesia (5), Peraturan Pemerintah Tentang Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank, PP No. 28 Tahun 1999, LN No. 61 Tahun 1999, TLN No. 3840, pasal 1 angka 4 dan pasal 29-46.

Page 27: Tinjauan Umum Akuisisi

a. Telah memperoleh persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham

dari Bank yang akan diakuisisi atau rapat sejenis dari Bank yang

berbadan hukum bukan Perseroan yaitu berdasarkan keputusan

Rapat Umum Pemegang Saham yang dihadiri oleh pemegang

saham yang mewakili sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per empat)

bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara yang sah dan

disetujui oleh sekurang-kurangnya 3/4 (tiga per empat) bagian dari

jumlah suara pemegang saham yang hadir;

b. Pihak yang melakukan akuisisi tidak tercantum dalam daftar orang

yang melakukan perbuatan tercela di bidang perbankan;

c. Dalam hal akuisisi dilakukan oleh Bank, maka Bank wajib

memenuhi ketentuan mengenai penyertaan modal oleh Bank yang

diatur oleh Bank Indonesia.

Apabila izin untuk melakukan akuisisi sudah terpenuhi, maka pihak yang

mengakuisisi menyampaikan maksud untuk melakukan akuisisi kepada Direksi

Bank yang akan diakuisisi, dimana masing-masing pihak dimaksud perlu

kemudian menyusun usulan rencana akuisisi yang berfungsi sebagai bahan untuk

menyusun Rancangan Akuisisi yang disusun bersama antara Direksi Bank yang

akan diakuisisi dengan pihak lain yang mengakuisisi. Rancangan akuisisi berikut

konsep akta akuisisi wajib mendapatkan persetujuan dari RUPS bank yang akan

diakuisisi dan pihak yang akan melakukan akuisisi. Apabila persetujuan terhadap

rancangan akuisisi dan konsep akta akuisisi telah diperoleh kemudian selanjutnya

dituangkan dalam Akta Akuisisi. Akuisisi Bank mulai berlaku sejak tanggal

penandatanganan Akta Akuisisi yang dilakukan setelah adanya izin dari Bank

Indonesia.24 Jika terdapat perubahan anggaran dasar, harus diajukan permohonan

persetujuan perubahan anggaran dasar dari perusahaan target akuisisi kepada

Menteri Hukum dan HAM. Setelah disetujui permohonannya, perubahan

anggaran dasar didaftarkan ke dalam Daftar Perusahaan dan diumumkan

perubahannya ke dalam Tambahan Berita Negara.25

24 Indonesia (5), lop. Cit., pasal 3, 4, 29 – 36.25 Indonesia (1), lop. Cit., pasal 129.

Page 28: Tinjauan Umum Akuisisi

Khusus untuk akuisisi yang dilakukan oleh Bank sebagai perusahaan

terbuka terdapat pengkhususan yang cukup ketat karena berlaku juga ketentuan

perundang-undangan di bidang Pasar Modal, hal ini terdiri dari :26

a. Persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) Disamping

memperoleh persetujuan dari Bank Indonesia, bagi bank yang akan

melakukan akuisisi atau yang akan diakuisisi, khususnya jika terlibat

perusahaan terbuka, maka persetujuan OJK harus diperoleh juga.

Sebab, selaku lembaga pengawas, OJK dapat melarang dilakukannya

akuisisi, terutama jika hal tersebut dapat merugikan pemegang saham

publik. Hal ini diatur dalam peraturan Bapepam-LK IX.H.1 tentang

Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.

b. Laporan Kejadian Penting.

Tidak dapat disangkal bahwa seperti juga untuk merger dan

konsolidasi, maka akuisisi merupakan perbuatan yang termasuk

kategori kejadian penting yang harus dilaporkan kepada OJK dan

diumumkan kepada masyarakat. Untuk itu, ada ketentuan yang

khusus mengatur tentang kejadian penting ini. Hal ini diatur dalam

peraturan Bapepam-LK IX.E.2 tentang Transaksi Material &

Perubahan Kegiatan Usaha Utama.

c. Penilaian Perusahaan oleh Pihak Independen

Perusahaan target akuisisi haruslah dinilai oleh pihak-pihak

independen. Yakni harus ada penilaian harga saham, penilaian aset,

legal audit, neraca, dan sebagainya. Hal ini diatur dalam peraturan

Bapepam-LK VIII.C.1 tentang Pendaftaran Penilai Yang Melakukan

Kegiatan di Pasar Modal.

d. Prosedur Pengumuman dan Pemanggilan RUPS yang Berbeda

Untuk suatu akuisisi yang melibatkan perusahaan terbuka, maka

RUPS dari perusahaan terbuka tersebut dalam rangka memenuhi

unsur disclosure haruslah diikuti peraturan yang berlaku di Pasar

Modal. Yakni sebelum RUPS suatu perusahaan terbuka dilakukan,

ada prosedur khusus untuk pemanggilan RUPS, yakni harus dilakukan

26 Munir Fuady (1), op. cit., hal. 218-219.

Page 29: Tinjauan Umum Akuisisi

pengumuman akan diadakan RUPS lewat 2 (dua) surat kabar, dan

kemudian harus pula dipanggil RUPS juga lewat 2 (dua) surat kabar.

Selanjutnya hasil RUPS juga harus diumumkan lewat 2 (dua) surat

kabar kepada publik. Hal ini diatur dalam Peraturan Bapepam-LK

IX.I.1 tentang Rencana dan Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang

Saham.

e. RUPS Bagi Para Pemegang Saham Independen

Jika akuisisi termasuk ke dalam kategori transaksi berbenturan

kepentingan, di mana salah satu atau kedua perusahaan tersebut

merupakan perusahaan terbuka, maka ada prosedur khusus untuk

mengadakan RUPS. Dalam hal ini, harus terlebih dahulu dilakukan

RUPS pemegang saham independen, sebelum dilakukan RUPS bagi

seluruh pemegang saham. Contoh transaksi akuisisi yang berbenturan

kepentingan adalah jika transaksi tersebut dilakukan oleh bank-bank

yang masih tergolong dalam satu grup perusahaan. Hal ini diatur

dalam Peraturan Bapepam-LK IX.I.1 tentang Rencana dan

Pelaksanaan Rapat Umum Pemegang Saham.

f. Keharusan Tender Offer

Karena pada prinsipnya inti dari akuisisi saham terhadap perusahaan

terbuka adalah jual beli saham, maka ada ketentuan khusus tentang

jual beli saham perusahaan terbuka yang memenuhi syarat-syarat

tertentu, yakni jual beli saham tersebut harus dilakukkan lewat

mekanisme yang disebut Tender Offer. Hal ini diatur dalam Peratuan

Bapepam-LK IX.F.1 tentang Penawaran Tender.

5.4. Dampak Dari Pengambilalihan Perbankan

Aksi korporasi berupa akuisisi merupakan perbuatan hukum yang

menimbulkan dampak yaitu beralihnya pengendalian suatu bank yang di akuisisi

kepada bank yang melakukan akuisisi. bagi semua stakeholders yang ada baik

pada perusahaan pengakuisisi maupun perusahaan target. Dalam perspektif

perbankan, stakeholders yang harus diperhatikan adalah karyawan, pemegang

saham minoritas, kreditur bank, dan nasabah terkait dengan perlindungan hukum

Page 30: Tinjauan Umum Akuisisi

bagi pihak-pihak dimaksud.27 Hal ini perlu, mengingat salah satu unsur terpenting

dari akuisisi adalah adalah unsur fairness (adil) yang harus berlaku bagi semua

pihak.28

Akuisisi merupakan suatu perbuatan hukum perusahaan yang mempunyai

implikasi penting terhadap semua stakeholders sehingga untuk melakukannya

diperlukan persetujuan dalam RUPS. Dalam RUPS terkait dengan akuisisi ini

harus memenuhi prinsip tertentu berupa prinsip minimal quorum dan prinsip

minimal voting.29

Dampak positif dilakukannya akuisisi bagi perbankan adalah memperkuat

bisnis inti dan memperluas pasar dari perusahaan yang mengakuisisi dan

diakuisisi. Akuisisi yang dilakukan dapat menciptakan suatu sinergi. Sinergi

dalam akusisi dapat berupa peningkatan efisiensi operasional yang didasarkan

pada penghematan skala dan cakupan, serta pemakaian secara bersama-sama

keahlian atau pengetahuan dalam berbagai unit. Akusisi juga dapat memperluas

portfolio jasa yang ditawarkan yang akan berakibat pada bertambahnya sumber

pendapatan bagi perusahaan, memperkuat daya saing perusahaan, mendapatkan

cashflow dengan cepat karena produk dan pasar sudah jelas serta pelanggan yang

telah mapan sehingga dapat mengurangi resiko kegagalan bisnis. Selain itu,

aktivitas akuisisi menghemat waktu bagi perusahaan untuk memasuki bisnis baru

tanpa harus merintis dari awal dan memperoleh kemudahan dana karena kreditor

lebih percaya pada perusahaan yang telah berdiri dan mapan.30

Dampak negatif dilakukannya akuisisi bagi perbankan adalah dapat

terjadinya benturan kepentingan sebab bank yang mengakuisisi biasanya akan

menempatkan komisaris banknya menjadi direksi dari bank yang diakuisisi.

Komisaris yang merangkap menjadi direksi tersebut akan dihadapkan pada suatu

permasalahan dalam menentukan keputusan yang terbaik bagi bank di tempat dia

menjadi komisaris atau bank dia menjadi direksi. Akusisi perbankan juga dapat

menimbulkan persaingan usaha tidak sehat karena pasca akuisisi, bank yang

27 Indonesia (1), lop. Cit., pasal 126 ayat 1.28 Iswi Hariyani, et. al., Merger, Konsolidasi, Akusisi, dan Pemisahan

Perusahaan, (Jakarta: Visi Media, 2011), hal. 29 Indonesia (1), lop. Cit., pasal 89.30 Sabri Fataruba, “Perlindungan Hukum Bagi Pihak Berkepentingan Atas Proses

Akuisisi Pt. Bank Jasa Arta Oleh Pt. Bank Rakyat Indonesia Tbk,”Jurnal Sasi Vol. 71,(April – Juni 2011), hal. 11.

Page 31: Tinjauan Umum Akuisisi

mengakuisisi akan mempunyai posisi dominan sehingga bank-bank lain sulit

untuk bersaing dengan bank yang sudah membesarkan usahanya tersebut.

5.5. Analisis Kasus (PT Bank Rakyat Indonesia Dan PT Bank Agroniaga

Tbk)

5.5.1 Ringkasan Kasus

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) resmi mengakuisisi PT Bank

Agroniaga Tbk. Hal itu ditandai dengan penandatanganan Akta Akuisisi Saham

PT Bank Agroniaga Tbk antara BRI dengan Dana Pensiun Perkebunan

(Dapenbun) di Jakarta kemarin. Terhitung sejak 3 Maret 2011, Bank BRI secara

resmi menjadi Pemegang Saham Pengendali pada PT Bank Agroniaga Tbk. Bank

BRI melihat potensi pertumbuhan sektor agribisnis masih sangat besar di

Indonesia. Strategi pertumbuhan secara non-organik dengan mengakuisisi Bank

Agroniaga dianggap sebagai pilihan yang tepat.31

Menurut direktur utama Bank BRI, Sofyan Basir, BRI berkesimpulan

pengambilalihan Bank Agroniaga dapat menciptakan sinergi yang berujung pada

peningkatan shareholders value. Dengan dasar inilah, BRI dan Dapenbun

menandatangani Perjanjian Pengikatan Jual Beli Saham pada 19 Agustus 2010.

Direksi Bank Agroniaga dan Bank BRI telah menyusun usulan dan rencana

Akuisisi yang telah disetujui dewan komisaris masing-masing bank. Terkait

penyertaan modal, persetujuannya telah diberikan Bank Indonesia pada 5 Oktober

2010, yang mendasari Bank Agroniaga dan Bank BRI menggelar RUPSLB pada

24 November 2010. Bank BRI lalu melakukan pranotifikasi kepada Komisi

Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada 3 Oktober 2010 untuk memenuhi

ketentuan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau

Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat

Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

31 Rakhmat Baihaqi, “BRI Resmi Akuisisi Bank Agro”, http://economy.okezone.com/read/2011/03/04/278/431264/bri-resmi-akuisisi-bank-agro, (diunduh pada 11 November 2013).

Page 32: Tinjauan Umum Akuisisi

Bank BRI telah efektif menjadi pemilik 3.030.239.023 lembar saham atau

88,65 persen dari jumlah seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh di

Bank Agroniaga pada 29 Desember 2009. Saham Bank Agro tersebut dibeli

dengan harga Rp109 per lembar saham atau total nilai akuisisi adalah sebesar

Rp330,3 miliar. Dengan pelaksanaan akuisisi ini, maka struktur kepemiliksan

saham PT Bank Agroniaga Tbk berubah menjadi BRI menguasai 88,12%,

Dapenbun memiliki 7,28% sedangkan sisanya sebesar 4,60% dimiliki oleh

publik.

5.5.2. Analisis Kasus

Dasar Hukum

Akusisi yang dilakukan oleh PT BRI TBK terhadap PT Bank Agroniaga

adalah akuisisi horizontal karena kedua perusahaan ini bergerak di bidang yang

sama yaitu perbankan. PT BRI TBK dan PT Bank Agroniaga adalah kedua

perusahaan yang telah menjadi perusahaan terbuka dan sahamnya sudah

dicatatkan di bursa oleh karena itu perlu diperhatikan ketentuan akuisisi di dalam

UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, UU No. 10 Tahun 1998

tentang Perbankan, PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi, dan

Akuisisi Bank, UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, serta Peraturan

Nomor IX.E.1 tentang Transaksi Berbenturan Kepentingan, Peraturan Nomor

IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka, dan Peraturan Nomor XI.F1

tentang Penawaran Tender.

Prosedur Akuisisi yang Dilakukan

PT BRI TBK atas inisiatif sendiri ingin melakukan akuisisi terhadap PT

Bank Agroniaga dengan meminta Direksi Bank Agroniaga oleh karena itu PT

BRI TBK perlu mendapatkan izin dari Bank Indonesia. PT BRI TBK dan PT

Bank Agroniaga menyusun usulan dan rencana Akuisisi yang telah disetujui

dewan komisaris masing-masing bank. Terkait penyertaan modal, persetujuannya

telah diberikan Bank Indonesia pada 5 Oktober 2010, yang mendasari Bank

Page 33: Tinjauan Umum Akuisisi

Agroniaga dan Bank BRI menggelar RUPSLB untuk membahas usulan dan

rencana akuisisi yang didalamnya terdapat rancangan akta akuisisi. Dengan

ditandatangani akta akuisisi dalam RUPSLB dan diperolehnya izin dari Bank

Indonesia, maka PT BRI TBK efektif menjadi pemilik 3.030.239.023 lembar

saham atau 88,65 persen dari jumlah seluruh saham yang ditempatkan dan disetor

penuh di PT Bank Agroniaga.

Dampak Akuisisi

Setelah dilakukannya mekanisme akuisisi ini, maka struktur kepemiliksan

saham PT Bank Agroniaga Tbk berubah menjadi PT BRI TBK menguasai

88,12%, Dapenbun memiliki 7,28% sedangkan sisanya sebesar 4,60% dimiliki

oleh public. Dampak Akuisisi ini bagi PT BRI TBK berkembangnya sektor

agribisnis yang sebelumnya tidak dimiliki oleh PT BRI Tbk serta terciptanya

sinergi antara PT BRI dan PT Bank Agro yang akan memperkuat posisi PT BRI di

segmen UMKM, khususnya di sektor agribisnis. Komposisi pemilikan saham PT

BRI TBK mengharuskan dilakukannya tender offer sesuai dengan Peratuan

Bapepam-LK IX.F.1 tentang Penawaran Tender

Dampak akuisisi terhadap PT Bank Agro adalah meningkatnya kinerja dan

permodalan sesuai dengan kerangka arsitektur Perbankan Indonesia, Bank Agro

juga dapat mewujudkan visi dan misi secara lebih optimal melalui dukungan

permodalan, teknologi dan infrastruktur dari BRI, keberadaan BRI meningkatkan

credit standing dan jangkauan pasar Bank Agro serta terjadinya pola pembinaan

dan pengembangan pekerja yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan

kompetensi, keahlian, dan profesionalisme terutama pengembangan produk dan

pelayanan perbankan di sektor agribisnis.

Dengan begitu dapat ditarik kesimpulan bahwa akuisisi yang dilakukan

oleh PT BRI terhadap PT Bank Agroniaga membawa dampak positif bagi kedua

belah pihak. Baik PT BRI maupun PT Bank Agroniaga sama-sama memperoleh

banyak keuntungan seperti yang sudah dijelaskan diatas. Oleh karena itu, akuisisi

dalam bidang perbankan dapat dipandang menjadi salah satu solusi dalam

menghadapi persaingan dalam era global dan perdagangan bebas.

Page 34: Tinjauan Umum Akuisisi

BAB VI

PENGAMBILALIHAN YANG MELINTASI BATAS NEGARA

(CROSS BORDER ACQUISITIONS)

6.1. Pengertian dan Pengaturan Cross Border Acquisitions

Akuisisi lintas batas atau cross-border acquitision sudah menjadi lebih

umum dewasa ini. Dengan perkembangan ekonomi yang tumbuh semakin pesat,

dan adanya gerakan globalisasi, maka lebih sering terjadi adanya suatu jaringan-

jaringan yang dilakukan antara negara-negara yang berbeda.

6.1.1 Pengertian Cross Border Acquisitions

Golongan deal akuisisi lintas batas ini juga diistilahkan sebagai The Cross

Breeders, dimana dijelaskan bahwa mereka melakukan akuisisi dan merger

dengan perusahaan-perusahaan luar negeri, dimana tujuannya adalah untuk dapat

bersaing dalam keadaan bisnis global yang telah berkembang sekarang ini.

Contohnya seperti SGS dari Italia dengan Thompson dari Prancis.32

Untuk ini akuisisi ini, adanya motivasi yang mendorong akuisisi lintas

negara. Motivasi yang dimaksud adalah contohnya seperti mengembangkan sayap

secara internasional, dimana perusahaan yang tidak mempunyai anak perusahaan

di luar negeri dan ingin menjadi sebuah perusahaan multinasional yang berskala

besar. Selain itu jika pertumbuhan perusahaan secara domestik yang relatif

terbatas dapat mengacu adanya akuisisi lintas batas dimana tidak ada lagi

kesempatan untuk mengembangkan bisnisnya di dalam negeri, jadi mau tidak mau

harus mengembangkan akuisisi keluar negeri dimana dapat diadakan

pengembangan untuk bisnis yang lebih luas. Motivasi lainnya adalah agar dapat

menyebar risiko secara geografis. Yang dimaksud adalah jika di suatu negara

terdapat ketentuan dari pemerintah mempersulit usaha tersebut, maka dengan

mengakuisisi perusahaan di luar negeri yang tidak terdapat peraturan seperti itu,

usaha akan tetap dapat dijalani.

Dengan motivasi-motivasi yang telah dijelaskan, akuisisi semacam ini

banyak sekali dilakukan. Adapun akuisisi lintas batas dilakukan antara PT

Terbuka. Akuisisi yang melibatkan PT Terbuka jauh lebih rumit dari pada akuisisi

32 Munir Fuady (1), op. cit., hal. 7-8.

Page 35: Tinjauan Umum Akuisisi

yang tidak melibatkan PT Terbuka. Banyak sekali yang harus dipertimbangkan

dalam akuisisi lintas batas PT Terbuka, karena akuisisi seperti ini bukan hanya

melibatkan hubungan intern dalam suatu perusahaan, namun juga publik yang

mempunyai saham dalam perusahaan tersebut, dan pasti pengambilalihan dari

perusahaan lain dari luar negeri akan mempunyai dampak yang sangat besar

terhadap PT Terbuka tersebut.

6.1.2. Pengaturan Cross Border Acquisitions

Akuisisi secara umumnya dikenalkan oleh Undang-Undang No. 1 Tahun

1995 tentang Perseroan Terbatas , dimana pada undang-undang tersebut pertama

kali dikenalkan konsep akuisisi, merger dan konsolidasi. Sebelum adanya UU PT

tersebut, maka akuisisi didasarkan oleh peraturan perjanjian jual-beli yang diatur

dalam KUHPerdata. Setelah itu, akuisisi juga diatur lebih lanjut dalam PP

27/1998.

Akuisisi sebelumnya hanya diatur dalam perjanjian jual-beli dikarenakan

akusisi pada dasarnya adalah suatu transaksi jual-beli dimana pembeli adalah

perusahaan yang melakukan akuisisi dan penjual adalah perusahaan yang

diakuisisi. Namun, sebenarnya diperlukan juga peraturan mengenai akuisisi secara

detail karena akuisisi tidak seperti jual beli secara umumnya, banyak aspek-aspek

lain yang terlibat dalam proses akuisisi tersebut.

Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 ini lalu diganti dengan Undang-

undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu peraturan

perundang-undangan yang terbaru mengenai perseroan terbatas. Dalam UU PT

yang terbaru ini, hal mengenai akuisisi perseroan terbatas juga diatur yaitu di

dalam pasal 122 sampai pasal 137 mengatur mengenai penggabungan, peleburan,

pengambilalihan, dan pemisahan.

Selain itu akuisisi juga diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995

tentang Pasar Modal. Dalam pasal 84 UUPM, mengatur mengenai keterbukaan,

kewajaran, dan pelaporan yang harus di patuhi oleh suatu perusahaan yang ingin

melakukan merger, akusisi maupun konsolidasi.

Secara detail-nya peraturan mengenai akuisisi PT Terbuka diatur sebagai

transaksi material yang diatur dalam Keputusan Ketua Bapepam-LK. Dalam

Page 36: Tinjauan Umum Akuisisi

Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.E.2 tersebut mengatur mengenai jika yang

melakukan akuisisi adalah PT Terbuka, dan menggolongkan akusisi saham atau

aset perusahaan lain sebagai transaksi material, dimana yang melakukan akuisisi

adalah perusahaan yang relatif kecil atau perusahaan yang diakuisisi relatif

besar.33 Adapun peraturan lain yaitu Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.H.1

tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka mengatur mengenai jika akuisisi

dilakukan terhadap PT Terbuka, juga Peraturan IX.F.1 mengenai Tender Offer.

6.2. Prosedur Cross-Border Acquisition

Pada dasarnya cross-border acquisition adalah akuisisi biasa, namun

bedanya adalah bahwa akuisisi ini terjadi antara pihak yang mempunyai domisili

di negara yang berlainan. Dalam hal ini, jika yang di akuisisi adalah perusahaan

asing oleh perusahaan Indonesia, maka peraturan akuisisi yang harus diikuti

adalah peraturan akuisisi dari negara asing tersebut. Sebaliknya, jika yang hendak

diakuisisi adalah perusahaan Indonesia oleh perusahaan asing, maka prosedur

yang haus diikuti adalah prosedur perusahaan Indonesia. Jadi, prosedur yang

dijelaskan disini adalah prosedur akuisisi di Indonesia.

Secara umum, suatu akuisisi harus disetujui oleh RUPS dimana telah

ditetapkan besar kuorum yaitu 3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah seluruh

saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan voting paling sedikit

3/4 (tiga perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.34Akuisisi ini diatur

secara detail dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang

Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan yaitu dalam Pasal 26 sampai

Pasal 29.

Untuk akuisisi yang melibatkan PT Terbuka banyak hal diatur berbeda

dengan akuisisi yang tidak antara perusahaan terbuka. Dalam akuisisi perusahaan

terbuka, Bapepam-LK yang sekarang telah beralih menjadi Otoritas Jasa

Keuangan juga ikut terlibat dalam prosedur akuisisinya, seperti yang diatur dalam

Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.E.2 dimana terdapat kewajiban penyampaian

laporan kepada Bapepam-LK oleh perusahaan target dan segala informasi terkait

dengan rencana akuisisi,. Dalam halnya akuisisi lintas batas dimana PT Terbuka

33 Ibid, hal 197.34 Indonesia (1), loc. cit., pasal 89 ayat (1).

Page 37: Tinjauan Umum Akuisisi

luar negeri melakukan akuisisi terhadap perusahaan tertutup di Indonesia, maka

tidak ada peraturan mengenai keharusan PT akuisitor tersebut untuk melakukan

suatu penyampaian data kepada OJK Indonesia.

Transaksi material ini terdapat pengecualian tertentu, yaitu diantaranya

adalah jika emiten mengeluarkan efek lain selain efek ekuitas, juga jika emiten

menambah penyertaan modal untuk mempertahankan presentase kepemilikannya,

dan lain-lain. Jika akuisisi dilakukan terhadap perusahaan Indonesia yang terbuka

maka harus mengikuti Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.H.1 dan Peraturan

Bapepam-LK Nomor IX.F.1. Akuisisi seperti ini harus diawali dengan Tender

Offer, dimana yang ditawarkan harus sisa saham ekuitas. Pengecualian dari

melakukan tender offer adalah jika akuisisi adalah karena terjadinya warisan atau

perkawinan, jika terjadinya pembelian secara berturut-turut selama 12 bulan

sebesar 5% dari jumlah efek yang beredar lainnya, jika akuisisi adalah sebagai

pelaksanaan tugas dan wewenang dari badan/lembaga pemerintah/negara

berdasarkan undang-undang, jika adanya penetapan/putusan pengadilan, jika

adanya penggabungan usaha, jika terjadinya hibah yaitu penyerahan saham/efek

tanpa perjanjian imbalan, karena akibat dari adanya jaminan hutang, dan karena

pembelian saham lainnya dari perusahaan terbuka yang dilaksanakan menurut

peraturan Bapepam-LK lainnya.

Dalam halnya akuisisi lintas batas, maka PT Terbuka di Indonesia harus

melakukan suatu tender offer dahulu kepada pihak akuisitor di negara lain.

Dengan kemajuan teknologi sekarang ini, tender offer secara internasional dapat

dengan mudah dilakukan dan diketahui melalui banyak media. Untuk kedua

insiden akuisisi, keterbukaan informasi harus dilakukan. Keterbukaan informasi

adalah hal yang sangat penting dalam lingkungan pasar modal, karena transaksi-

transaksi antar perusahaan tidak hanya melibatkan perusahaan yang terlibat saja,

namun juga melibatkan publik yang mempunyai saham dalam perusahaan

tersebut. Dalam akuisisi harus dilakukan keterbukaan informasi untuk menjaga

kepentingan para kreditur, pegawai, dan investor dalam perusahaan tersebut.

6.3. Dampak Cross-Border Acquisition

Page 38: Tinjauan Umum Akuisisi

Dengan terjadinya cross-border acquistion, secara umum maka

pengendalian akan beralih kepada perusahaan yang mengakuisisi. Jadi, jika

perusahaan yang diakuisisi adalah perusahaan Indoneisa oleh perusahaan asing,

maka akan terjadi pengalihan pengendalian pada perusahaan asing.

Dari akuisisi secara umum, dampaknya adalah bahwa perusahaan yang

diakuisisi ini harus menjadi penjamin atas sahamnya, dimana pemegang saham

dapat meminta agar sahamnya dibeli oleh perseroan jika terjadinya suatu

akuisisi.35 Dengan adanya jaminan tersebut, maka pemegang saham dilindungi

oleh perusahaan. Dalam halnya perusahaan terbuka, maka pemegang saham

minoritas yang memang mempunya sedikit pengaruh terhadap perusahaan akan

memerlukan jaminan atas saham tersebut jika terjadinya perubahan yang drastis,

dalam hal ini adalah akuisisi. Selain kepentingan pemegang saham, harus

diperhatikan kepentingan perseroan, karyawan perseroan, kreditor dan mitra usaha

lainnya dari perseroan, dan masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan

usaha.36

Yang dimaksud dengan kepentingan disini adalah bahwa harus dicegahnya

suatu praktik monopoli atau monopsoni dari kegiataan akuisisi, juga agar

memastikan bahwa dengan terjadinya akuisisi tersebut tidak akan mengakibatkan

adanya kerugian bagi para pihak yang bersangkutan. Dampak penting yang harus

diperhatikan disini adalah jika perusahaan Indonesia diakuisisi oleh perusahaan

asing dimana pengontrolan perusahaan Indonesia tersebut masih dilakukan dari

kantor pusat perusahaan asing tersebut, maka hukum yang diapakai adalah hukum

kantor pusat tersebut. Hal ini dapat menjadi suatu keuntungan maupun suatu

kekurangan untuk perusahaan di Indonesia. Pihak-pihak yang dijelaskan

sebelumnya dapat mengalami kerugian jika hukum yang berjalan tidak sejalan

dengan hukum Indonesia yang telah berlaku sebelumnya. Contohnya, jika kreditur

telah membuat suatu perjanjian hutang dengan perusahaan dibawah hukum

Indonesia, dan dengan terjadinya akuisisi ini, perjanjian tersebut tidak dapat

berlaku lagi karena ada ketentuan yang menentang peraturan hukum asing

tersebut, maka akan merugikan kreditur.

35Ibid., pasal 62 ayat (1) huruf c jo. Pasal 126 ayat (2).36Ibid., pasal 126.

Page 39: Tinjauan Umum Akuisisi

Selain itu, akuisisi lintas batas dapat membantu untuk perusahaan-

perusahaan yang terlibat untuk mendapatkan produk pendukung. Maksudnya, ada

kemungkinan bahwa produk yang diperlukan untuk jalannya perusahaan tersebut

lebih mudah didapatkan ataupun dikembangkan di luar negeri. Hal ini dapat

berhubungan dengan kemajuan teknologi yang ada di negeri tersebut yang

memudahkan perkembangan produk, ataupun dengan buruh/karyawan yang lebih

berkompeten atau lebih murah untuk mengembangkan produk pendukung. Jadi,

dampak dari cross-border acquisition dapat berdampak sebagai sesuatu yang yang

positif maupun negatif. Tergantung bagaimana perusahaan yang mengakuisisi

mengatur perusahaan yang diakuisisi tersebut.

6.4. Analisis Kasus (British American Tobacco Plc Dan PT Bentoel

Internasional Investama Tbk)

6.4.1 Ringkasan Kasus

Indonesia mempunyai salah satu pasar rokok yang paling besar di dunia,

dimana Indonesia termasuk nomor lima terbesar di dunia dihitung dari volume,

dimana total penjualannya adalah 250 miliar rokok per tahun. Dari banyaknya

rokok yang terjual tersebut, 93% darinya merupakan rokok kretek, yaitu rokok

yang dibuat dari tembakau dan cengkeh.

Pada bulan Agustus 2009, British American Tobacco Plc (BAT) resmi

menguasai 99,74% dari PT Bentoel Internasional Investama Tbk (RMBA).

Sebelumnya, pada tanggal 15 Juni 2009, BAT telah membeli saham RMBA

sebanyak 85,77%. Namun, setelah terjadinya tender offer yang dilakukan oleh

RMBA setelah akuisisi, BAT melakukan suatu crossing saham dan membeli sisa

sahamnya sebanyak 13,97%. Sedangkan sisa dari saham RMBA tidak dilepas

kepemilikannya saat tender offer.

Menurut Direktur BAT, John Daly mengatakan, bahwa transaksi akuisisi

ini adalah kesempatan strategis yang sempurna untuk memasuki pasar kretek

Indonesia yang sangat luat dan sedang berkembang dan akan menjadi landasan

untuk pertumbuhan di masa yang akan datang.

6.4.2. Analisis Kasus

Page 40: Tinjauan Umum Akuisisi

Sudah jelas dari kasus yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa ada

motivasi yang paling menonjol dari akuisisi lintas batas ini adalah yaitu akusisi

untuk memperkuat bisnis utama, menyebar risiko secara grafis, dan karena tenaga

kerja. BAT adalah suatu perusahaan sangat besar, dimana BAT mempunyai

banyak sekali merek rokok yang dipasarkan di lebih dari 180 pasar di dunia. BAT

disini mempunyai suatu bisnis yang sudah besar, dan motivasinya untuk

melakukan akuisisi lintas batas adalah untuk memperkuat lagi bisnis utama,

dengan dilihatnya pasar Indonesia yang sangat mendukung keberadaannnya

rokok, dilihat dari statistik-statistik yang positif, maka BAT memilih Indonesia

untuk mengembangkan perusahaannya. Selain itu, dengan semakin banyak negara

yang memperketat peraturan mengenai rokok, maka Indonesia yang masih

dianggap sangat longgar peraturannya mengenai keberadaan rokok, dianggap

menjadi pasar yang sangat cocok untuk mempertahankan perusahaannya. Disini,

BAT dapat menyebar risiko secara geografis, karena dengan melakukan akuisisi

ini di Indonesia, yang longgar peraturannya mengenai rokok, akan lebih mudah

untuk menjalankan usaha. Yang terakhir adalah bahwa tenaga kerja di Indonesia

masih mempunyai harga yang sangat murah. Dengan melakukan akuisisi di

Indonesia, maka dapat mengurangi cost dari perusahaan tersebut dan dapat

mengurangi harga di pasar.

Dalam aspek pasar modal, BAT telah mengakuisisi hampir 100% dari

perusahaan terbuka ini (RMBA), hal dapat mengakibatkan kerugian terhadap

pemegang saham minoritas, yang tidak mempunyai kekuasaan atas perusahaan.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, jika terjadi suatu akuisisi, maka yang

harus dilakukan oleh perusahaan yang diakuisisi adalah untuk menjamin saham

yang telah dibeli oleh pemegang saham, bahwa jika pemegang saham tersebut

ingin menjualnya, maka perusahaan harus bersedia untuk melakukan suatu buy

back atas sahamnya sendiri.37 Dalam kasus ini, pemegang saham minoritas harus

dilindungi dengan penerapan pasal tersebut dengan baik dan benar. Pemegang

saham disini dapat mempunyai ketidak cocokan dengan perusahaan yang

mengakuisisi, karena akibat dari akuisisi ini mengubah cara pengoperasian

perusahaan yang mungkin akan berbeda total dengan cara operasi sebelumnya.

37 Ibid., pasal 26.

Page 41: Tinjauan Umum Akuisisi

Selain itu dapat terjadi suatu benturan kepentingan antara perusahaan yang

diakuisisi dan perusahaan yang mengakuisisi. Hal ini dapat berakibat pada

perusahaan dalam konteks yang negatif, dimana perusahaan akan tidak berjalan

dengan baik dan performa di pasar modal pun akan menurun.

BAB VII

Page 42: Tinjauan Umum Akuisisi

PENGAMBILALIHAN MELALUI PRIVATE EQUITY

7.1. Pengertian dan Pengaturan Pengambilalihan Melalui Private Equity

Bisnis private equity tergolong masih berusia muda di Indonesia.

Belakangan ini, sejumlah aksi merger dan akuisisi bernilai jumbo melibatkan

perusahaan pembiak dana orang-orang kaya tersebut. Kehadiran raksasa private

equity global turut menandai potensi bisnis ini di Indonesia.38

7.1.1. Pengertian Pengambilalihan Melalui Private Equity

Private Equity merupakan badan usaha yang Bergerak dalam bidang

pengelolaan uang dan investasi, kegiatan utama sebuah Private Equity adalah

melakukan akuisisi terhadap perusahaan dengan kriteria tertentu untuk

memperoleh profit darinya. Secara konsep, Private Equity merupakan

penggabungan dari investment banking yaitu yang memberikan modal sebagai

investasi dan nasihat keuangan, consulting management work yaitu yang memberi

nasihat berupa pengetahuan dalam menjalankan manajemen, dan operating

management work yaitu menjalankan peran manajemen.

Umumnya Private Equity melakukan kegiatan sebagai berikut dalam

menjalankan roda bisnisnya yaitu mencari bisnis yang sesuai untuk di tanamkan

investasi dengan mengadakan penelitian terhadap tempat berinvestasi yang

potensial dan sesuai dengan kapasitas dan kompetensinya; melakukan akuisisi

untuk mendapatkan akses menunjang pertumbuhan perusahaan tersebut; dan

membantu perusahaan tersebut mencapai potensi maksimal atau ‘menyehatkan’

kembali sebuah perusahaan.

Dalam rangka mendapatkan profit, Private Equity akan melakukan usaha

untuk membuat perusahaan yang di akuisisinya mencapai kapasitas maksimal.

Profit yang dimaksud bisa didapatkan dari hasil pembagian dividen perusahaan

yang di akuisisi ataupun dari penjualan kembali perusahaan tersebut pada harga

yang memberikan margin of profit. Usaha yang dilakukan oleh Private Equity

38 Veronica Lukito, “Kami Tak Sekadar Investasi Tapi Ikut Membangun”, http://executive.kontan.co.id/news/kami-tak-sekadar-investasi-tapi-ikut-membangun, (diunduh pada 1 Oktober 2013).

Page 43: Tinjauan Umum Akuisisi

dapat berupa hanya sekedar membantu memberikan arahan atau bahkan sampai

terjun langsung mengubah sistem dan peran pemain kunci di perusahaan tersebut,

pihak Private Equity dapat membantu dengan cara ikut mengelola keuangan,

mendanai untuk pengadaan fasilitas modern, memecat pegawai, dan mengganti

director boards atau memindahkan sebuah perusahaan jika dianggap merupakan

keputusan strategis, kegiatan semacam ini termasuk dalam kategori operating

management work. Setiap Private Equity mempunyai kriteria yang berbeda

dengan Private Equity lainnya dalam menentukan target perusahaan yang akan di

akuisisi, hal tersebut tergantung kemampuan sebuah Private Equity mengelola

perusahaan target.

Hubungan kemitraan dalam Private Equity dapat digolongkan menjadi dua

bagian, terdiri dari limited partners dan general partners. Limited partners

merupakan sebutan untuk bentuk partnership (kemitraan) yang memberikan

modal investasi tetapi tidak ikut menjalankan dan melakukan pengelolaan

terhadap bisnis tersebut, biasanya limited partnership adalah investor, karena

untuk melakukan akuisisi Private Equity memerlukan dana yang besar, Private

Equity membutuhkan investor untuk mendanai kegiatannya, para investor inilah

yang disebut dengan Limited Partners, mereka bisa berbentuk perusahaan,

individu pribadi yang kaya, angel investor, dan lain lainnya. Sementara yang

dimaksud dengan general partnership merupakan bentuk kemitraan yang

memanfaatkan dana dari Limited Partners untuk menjalankan bisnis yang

dimaksud, merekalah yang menjabat sebagai partner/ direktur dan semua

pegawai-pegawai dari sebuah Private Equity.

7.1.2. Pengaturan Pengambilalihan Melalui Private Equity

Pada dasarnya pengaturan pengambilalihan melalui Private Equity sama

dengan pengaturan yang mengatur mengenai pengambilalihan perseroan terbatas

pada umumnya yang memperhatikan ketentuan-ketentuan seperti yang telah

dijelaskan dalam bab dua penelitian ini. Oleh karena itu, prosedur

pengambilalihan yang dilakukan juga sama dengan prosedur pengambilalihan

Page 44: Tinjauan Umum Akuisisi

pada umumnya, yang menjadi pembeda ialah tujuan dari dilakukannya

pengambilalihan tersebut yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan target dan

kemudian menjual kembali investasi yang telah dilakukan.

7.2. Perbedaan Private Equity Dengan Perusahaan Lain

Seperti telah disinggung sebelumnya, Private Equity secara konsep

merupakan peleburan dari investment banking, consulting management work, dan

operating management work. Meskipun tidak sama persis apa yang dilakukan

sebuah Private Equity satu dengan lainnya, karena tidak semua Private Equity

terlibat dalam operating management work, atau consulting management work,

namun sudah pasti sebuah Private Equity terlibat dalam peran investment

layaknya sebuah investment banking atau memberikan modal sebagai bantuan

usaha terhadap perusahaan yang di akuisisinya. Dalam memberikan dana modal,

Private Equity memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan bank walaupun

keduanya sama-sama mengharapkan profit dari peminjaman tersebut tetapi pada

bank yang meminjamkan modal terhadap suatu perusahaan biasanya memintakan

jaminan atas hutang tersebut, sedangkan Private Equity tidak meminta jaminan,

karena secara teknis perusahaan yang diberikan suntikan modal merupakan milik

pemberi modalnya Private Equity tersebut sehingga jaminan terhadap suntikan

modal yang diberikan tidak berlaku. Bank hanya menginginkan modal yang

dipinjamkannya kembali, ditambah dengan bunga yang telah disepakati sejak

awal, sementara Private Equity mengharapkan kembalinya modal yang

ditanamkan dengan penghasilan profit dari kegiatan perusahaan yang diberi modal

tersebut, dan Private Equity akan membantu mewujudkannya dengan kegiatan

consulting management work dan operating management work.

7.3. Tujuan dan Dampak Pengambilalihan Oleh Private Equity

Tujuan akuisisi yang dilakukan sebuah Private Equity tidak jauh berbeda

dengan perusahaan yang bukan merupakan Private Equity, namun yang menjadi

perbedaan adalah kegiatan utama dari perusahaannya sendiri. Tujuan utama

Private Equity adalah mencari laba melalui perusahaan lain yang di akuisisinya.

Page 45: Tinjauan Umum Akuisisi

Tujuan utama perusahaan pada umumnya (selain Private Equity) adalah mencari

laba dengan menyediakan produk atau jasa untuk para konsumennya. Secara

sederhana dapat di jelaskan bahwa Private Equity melakukan melakukan aktifitas

utamanya dengan mengakuisisi perusahaan tertentu, sementara perusahaan pada

umumnya melakukan akuisisi untuk membantu aktifitas utamanya.

Dalam memperoleh laba, perusahaan Private Equity melakukan akuisisi

terhadap sebuah perusahaan kemudian membangun perusahaan sehingga dapat

memberikan profit kepada Private Equity tersebut, tinjauan akuisisi Private

Equity adalah ‘apakah perusahaan ini memenuhi standar dan klasifikasi sebagai

perusahaan yang potensial?’. Dengan kata lain, Private Equity melakukan akuisisi

terhadap perusahaan yang secara langsung menghasilkan produk dan jasa yang

dapat dinikmati konsumen secara langsung, karena yang perlu diingat bahwa

Private Equity bukan merupakan perusahaan penghasil produk atau jasa, tetapi

merupakan pengelola keuangan. Dalam menentukan perusahaan yang akan

diakuisisi, sebuah Private Equity mempunyai kriteria parameter yang berbeda

dengan Private Equity lain, kriteria ditetapkan berdasarkan dapat berdasarkan

pemahamannya terhadap sektor bisnis perusahaan yang dimaksud, atau hanya

karena passion terhadap bidang tersebut.

Dampak dari terjadinya akuisisi yang dilakukan oleh private equity

terhadap perusahaan yang di akuisisi adalah perusahaan tersebut rata-rata tercatat

berhasil mengalami pertumbuhan bisnis yang sangat cepat. Aset perusahaan yang

di akuisisi juga akan meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun dan rata-rata

perusahaan tersebut menjadi pemain utama di sektor bisnisnya masing-masing.

Sedangkan dampak akuisisi tersebut bagi private equity adalah diperolehnya

profit yang berlipat ganda akibat dari suksesnya akuisisi yang dilakukan tersebut.

7.4. Analisis Kasus (Northstar Equity Partners III Ltd. dan PT Trimegah

Securities Tbk.)

7.4.1 Ringkasan Kasus

Page 46: Tinjauan Umum Akuisisi

Northstar Equity Partners III Ltd adalah merupakan perusahaan investasi

keuangan yang didirikan Patrick Walujo, mantan bankir investasi Goldman Sachs,

yang mengelola dana sebesar 1,2 miliar dollar AS yang khusus dibangun untuk

Indonesia. Northstar telah menginvestasikan dana yang dikelola pada lebih dari 20

perusahaan di berbagai sektor termasuk perbankan, asuransi, retail, minyak dan

gas, jasa pertambangan, batubara, minyak kelapa sawit dan telekomunikasi.

Sebelum mengakuisisi Trimegah Securities, Northstar mengakuisisi PT Mahanusa

Capital, induk usaha PT Mahanusa Securities. Sedangkan PT Trimegah Securities

Tbk merupakan perusahaan yang menyediakan jasa equity capital market, debt

capital markets, investment banking, dan asset management bagi nasabah

korporasi maupun retail.

Tahun 2012 Northstar Equity Partners III Ltd resmi mengakuisisi 49%

saham PT Trimegah Securities Tbk (TRIM). Nilai akuisisi tersebut mencapai Rp

117,7 per saham atau setara dengan Rp 200 miliar. Akuisisi tersebut dilakukan

melalui anak perusahaannya yaitu Advance Wealth Finance Ltd. Nilai saham yang

diakuisisi adalah 1,7 miliar saham yang dikelola oleh Spinnaker Capital Limited

and Spinnaker Asset Management (SAM Ltd). Northstar percatat terhadap

prospek ekonomi makro yang kuat pada usaha broker dan asset management di

Indonesia, dan melihat potensi jangka panjang untuk Trimegah. Northstar

memiliki keyakinan bahwa tim manajemen yang ada pada saat ini dapat

membawa perusahaan kepada tingkat yang lebih menguntungkan. Pengharapan

dari prospek jangka menengah tersebut merupakan alasan terjadinya akuisisi

tersebut.39

7.4.2. Analisis Kasus

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa Private Equity

melakukan akuisisi terhadap perusahaan yang secara langsung menghasilkan

produk dan jasa yang dapat dinikmati konsumen secara langsung, karena yang

39 Didik Purwanto, “Northstar Akuisisi 49 Persen Saham Trimegah Securities”, http://www.tribunnews.com/bisnis/2012/12/06/northstar-akuisisi-49-persen-saham-trimegah-securities, (diunduh pada 1 Oktober 2013).

Page 47: Tinjauan Umum Akuisisi

perlu diingat bahwa Private Equity bukan merupakan perusahaan penghasil

produk atau jasa, tetapi merupakan pengelola keuangan. Northstar menentukan

target perusahaan yang akan di akuisisinya berdasarkan sektor tertentu yaitu servis

finansial, retail, Energy/Resources, dan sektor telekomunikasi. PT TRIM

merupakan suatu perusahaan yang bergerak dalam memberikan jasa keuangan

sehingga hal ini memenuhi kriteria dari target perusahaan yang akan di akuisisi

oleh perusahaan private equity.

Akuisisi yang dilakukan oleh Northstar terhadap PT TRIM bertujuan

untuk mencari profit terhadap perusahaan yang di akuisisinya sebab Northstar

mengetahui bahwa walaupun PT TRIM sekarang sedang mengalami kesulitan

dalam beroperasi, PT TRIM masih mempunyai prospek dalam jangka menengah

yang akan memberikan profit berlipat ganda setelah dilakukan usaha untuk

membuat PT TRIM mencapai kapasitas maksimal. Profit yang dimaksud bisa

didapatkan oleh Northstar dari hasil pembagian dividen perusahaan yang di

akuisisi ataupun dari penjualan kembali perusahaan tersebut pada harga yang

memberikan margin of profit.

Prosedur Perjanjian akuisisi yang dilakukan Northstar adalah bersyarat

pada sejumlah persetujuan dengan direksi dari PT TRIM serta diperlukan

pemberian izin dari Bapepam-LK. Prosedur yang dilakukan oleh private equity ini

sama dengan prosedur akuisisi pada umumnya yaitu memperhatikan ketentuan

UU PT pasal 125 – pasal 134, UUPM pasal 84, PP 27/1998, dan Peraturan Ketua

Bapepam-LK, hal ini dikarenakan PT TRIM merupakan sebuah badan hukum

berbentuk perseroan terbatas yang berada dalam wilayah Indonesia sehingga harus

menggunakan ketentuan perundang-undangan di Indonesia. Transaksi jual beli

saham yang dilakukan oleh Northstar dengan PT TRIM ditutup pada tanggal 6

Desember 2012.

Dampak dari terjadinya akuisisi yang dilakukan oleh Northstar terhadap

PT TRIM adalah terlihat dari catatan rata-rata volume transaksi PT TRIM pada

Januari hingga April tahun 2013 sebesar Rp2,53 triliun atau naik 38 persen

dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,83 triliun. Dengan

volume rata-rata transaksi harian tersebut, maka PT TRIM memiliki rata-rata nilai

Page 48: Tinjauan Umum Akuisisi

volume transaksi Rp115 miliar per hari. PT TRIM belum dapat menjelaskan

secara rinci target pendapatan brokerage tahun ini, namun hingga kuartal I-2013

PT TRIM berhasil memperoleh pendapatan brokerage Rp10,75 miliar atau naik

20 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp8,96

miliar.40 Terlihat jelas bahwa terjadi kemajuan yang signifikan setelah dilakukan

akuisisi oleh Northstar, hal ini membuktikan bahwa Northstar tidak salah langkah

dalam melakukan akuisisi karena memang terbukti harapan yang diberikan

terhadap PT TRIM mulai tercapai.

40 Rizkie Fauzian, “Januari-April, Transaksi Trimegah Capai Rp2,53 T”, http://economy.okezone.com/read/2013/06/11/278/820468/januari-april-transaksi-trimegah-capai-rp2-53-t, (diunduh pada 20 Oktober 2013).

Page 49: Tinjauan Umum Akuisisi

BAB VIII

PENGALIHAN AKUISISI MELALUI LEVERAGE BUYOUT

(LBO)

8.1. Pengertian dan Pengaturan Pengambilalihan Melalui Leverage Buyout

Salah satu latar belakang dari terjadinya tindakan akuisisi adalah untuk

menambah sinergi. Untuk melakukan akuisisi tersebut tentunya diperlukan suatu

pendanaan. Alternatif dalam mendapatkan sumber pendanaan tersebut dapat

berasal dari internal perusahaan yaitu dengan menggunakan modal yang dimiliki,

ataupun dengan mendapatkan pendanaan hutang dari pihak ketiga. Pendanaan

hutang dari pihak ketiga inilah yang disebut dengan Leverage Buyout.

8.1.1. Pengertian Pengambilalihan Melalui Leverage Buyout

Istilah Leverage Buyout (“LBO”) dimaksudkan sebagai pembelian seluruh

atau seluruh atau sebagaian besar saham dari suatu perusahaan, dengan dana yang

dipinjam dari pihak ketiga.41 Sedangkan menurut Olsen dalam bukunya “Merger

and Acquisition”, pengertian dari LBO adalah akuisisi dari sebuah perusahaan

atau anak perusahaan yang menggunakan skema pembiayaan dengan hutang. Jika

suatu perusahaan hendak mengakuisisi menggunakan hutang untuk membiayai

akuisisi perusahaannya, maka perusahaan tersebut telah melakukan LBO.

LBO menggunakan skema pendanaan yang diambil dari pihak ketiga dan

dibayar oleh perusahaan target dari akuisisi. Dana pihak ketiga ini umumnya

berasal dari investor yang sudah melembaga,seperti dana pensiun,dana asuransi,

dan sebagainya. Dana dari pihak ketiga tersebut nantinya akan dikelola oleh bank

investasi yang khusus bergerak di bidang LBO. Dana tersebut biasanya dibayar

secara cicilan oleh perusahaan target LBO, biasanya dengan menggunakan

obligasi-obligasi dengan bunga tinggi yang seringkali tanpa jaminan, sehingga

sangat spekulatif. Obligasi seperti ini populer dengan istilah obligasi sampah.42

Pola LBO tersebut dilakukan karena perusahaan yang akan diakuisisi lebih besar

41 Munir Fuady (2),Hukum Tentang Merger,(Bandung: PT Citra Aditya Bakti ,2002),hal.169.

42 Munir Fuady (1), loc.cit., hlm.141.

Page 50: Tinjauan Umum Akuisisi

daripada perusahaan yang akan mengakuisisi sehingga untuk menyiasati hal

tersebut dilakukanlah skema pembiayaan LBO.

Skema pembiayaan dengan hutang merupakan sumber pendanaan yang

banyak dipergunakan oleh perusahaan dalam rangka aktifitas perusahaan. Hutang

umumnya dilakukan secara terencana dimana hutang tersebut timbul karena

keinginan manajemen perusahaan dengan meminta bantuan pihak ketiga seperti

bank atau lembaga pemberi pinjaman atau publik dengan meneribitkan obligasi.

Jika merencanakan hutang kepada bank, perusahaan harus mempersiapkan

jaminan minimum sebesar 30 % terhadap hutang yang akan dperoleh. Jika ingin

berhutang kepada publik maka bisa memakai skema obligasi dimana perusahaan

harus bekerjasama atau meminta bantuan perusahaan sekuritas karena perusahaan

ini yang memiliki investor.43

8.1.2 Pengaturan Pengambilalihan Melalui Leverage Buyout

Pengaturan mengenai LBO atau pembiayaan dengan hutang diatur di

dalam:

1. Undang Undang No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”)

2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi,

dan Akuisisi (“PP 28/1999”);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi,

dan Akuisisi Bank (“PP 28/1999”)

4. Peraturan Ketua Bapepam-LK No. IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha

atau Peleburan Usaha Perusahaan Publik atas Emiten;

5. Peraturan Ketua Bapepam-LK No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan

Perusahaan Terbuka;

6. Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 24/32/Kep/Dir juncto Surat Edaran

Bank Indonesia No. 24/1/UKU dimana bank dilarang memberikan kredit

untuk membeli saham yang menurut penulis berarti bank dilarang

43 Adler Haymans Manurung, Restrukturisasi Perusahaan, (Jakarta: PT Adler Manurung Press),hlm.82.

Page 51: Tinjauan Umum Akuisisi

memberikan kredit kepada perusahaan yang ingin melakukan akuisisi

dengan skema Leverage Buyout.

Pengaturan mengenai pembiayaan dengan hutang LBO sejauh ini tidak

mempunyai regulasi tersendiri secara khusus hal ini dikarenakan masih terdapat

pro dan kontra dari suatu tindakan LBO. LBO dinilai tidak dapat memajukan

perekonomian, karena pada prinsipnya LBO dianggap tidakk menambah produksi

baru, tetapi hanya merupakan suatu “utak-atik” di bidang finansial belaka.

Sehingga dalam hubungan dengan pasar modal, tindakan LBO sangat dekat

dengan hal-hal yang dilarang oleh peaturan perundang-undangan di bidang pasar

modal.44

8.2. Prosedur Pengambilalihan Melalui Leverage Buyout

Dalam rangka prosedur pembiayaan dengan hutang untuk kegiatan akuisisi

maka diperlukan tahapan hukum.45 Tahapan pertama kali yang perlu dilakukan

adalah diadakannya RUPS oleh perusahaan yang akan melakukan akuisisi dan

rencanan tersebut harus mendapatkan persetujuan dari RUPS. Setelah persetujuan

tersebut didapatkkan dilakukan perjanjian perikatan untuk melakukan akuisisi

oleh perusahaan yang akan mengakuisisi dan akan diakuisisi. Dalam tahap

tersebut juga dilakukan uji tuntas dari segi hukum, ekonomi, dan lainnya untuk

mengetahui kondisi dari perusahaan yang akan diakuisisi.

Tahap selanjutnya setelah persetujuan diperoleh dari kedua belah pihak

dalam melakukan akuisisi dilakukanlah perhitungan harga saham yang paling

sesuai dengan memperhatikan ketentuan Peraturan Ketua Bapepam-LK No.

IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. Barulah setelah tercapai

penentuan harga saham perlembar diadakan perjanjian lengkap mengenai jual beli

saham dan dilakukan transfer dana dari rekening pihak yang ingin mengakuisisi

kepada pihak yang diakuisisi.

Perbedaan prosedur akuisisi dalam LBO adalah dalam rangka melakukan

pembiayaan akuisisi dilakukan dengan cara berhutang, seperti yang sudah

dijelaskan tadi bisa dengan hutang yang direncanakan yaitu hutang dengan cara

meminta bantuan pihak ketiga seperti bank atau lembaga pemberi pinjaman atau

44 Munir Fuady (2), loc.cit., hal. 142.45 Loc Cit,hlm.94.

Page 52: Tinjauan Umum Akuisisi

publik dengan menerbitkan obligasi. Jika ingin berhutang kepada bank, maka

perusahaan harus menyiapkan jaminan minimum dari aset yang dimilki oleh

perusahaan sebesar 30% di atas hutang yang akan diperoleh. Sedangkan hutang

bukan kepada bank bisa dikelompokkan kepada hutang ke pihak privat dan hutang

kepada publik. Hutang kepada privat umumnya melalui mekanisme penerbitan

surat hutang dan bisa memakai jaminan atau tidak memakai jaminan. Adapun

hutang kepada privat ini bisa berbentuk REPO, Promissory Notes,Commercial

Paper, dan Medium Term Notes (MTN).46 Hutang ini lebih dikenal hutang

instrumen keuangan yang biasanya memakai bunga yang dikenal dengan kupon.

Selanjutnya, hutang ke publik yaitu Obligasi, dan biasanya memiliki periode

paling sedikit satu tahun dan bisa lebih panjang. Untuk melakukan hutang obligasi

ini, perusahaan harus bekerjasama atau meminta bantuan perusahaan sekuritas

karena perusahaan ini yang memiliki investor. Penerbitan surat utang obligasi

biasanya mempunyai nilai yang cukup besar umumnya diatas seratus miliar

rupiah.

Perusahaan juga bisa menerbitkan hutang obligasi yang bisa dikonversikan

kepada saham pada periode tertentu yang dikenal dengan Obligasi Konversi

(Obligasi Tukar). Perusahaan juga bisa menerbitkan surat hutang yang ditawarkan

kepada pihak asing sehingga hutang yang akan timbul dalam bentuk valuta asing.

Dalam hal ini perusahaan harus memikirkan pengaruh perubahan nilai tukar

terhadap obligasi maupun nilai jatuh tempo perusahaan tersebut.

8.3. Dampak Pengambilalihan Melalui Leverage Buyout

Setelah LBO dilakukan maka saham-saham dari perusahaan hanya

dipegang oleh sekelompok kecil investor karena itu, LBO juga dianggap sebagai

salah satu teknik going private.47 Hal tersebut terkait dengan karakteristik setelah

LBO dilakukan maka saham perusahaan target tidak lagi diperjualbelikan di pasar

modal.

46 Ibid,hal.81.47 Munir Fuady (1), op.cit., hal.170.

Page 53: Tinjauan Umum Akuisisi

LBO dapat meningkatkan nilai dari perusahaan karena manajemen bekerja

di bawah tekanan untuk tidak hanya membayar utang tetapi juga berusaha untuk

menghasilkan keuntungan perusahaan. Diharapkan dari adanya LBO dari akuisisi

terjadi peningkatan kinerja manajemen, kemampuan untuk menurunkan dan

memangkas biaya sehingga tercapai economies of scale atau economies of scope,

mampu menghasilkan arus kas yang stabil, dan mampu mencapai efisiensi

penggunaan dana yang ada.48 Namun, Leverage Buyout juga memiliki dampak

negatif yaitu memaksa perusahaan membayar utang dalam waktu yang singkat,

memaksa perusahaan membayar bunga pinjaman yang relatif tinggi,

meningkatkan risiko kebangkrutan dari perusahaan, dan menganggu cashflow

karena sebagian besar pendapatan digunakan untuk melunasi hutang. 49

Seringkali dengan pola LBO, maka setelah hutang dari perusahaan

terbayar lunas atau sebagian terbayar, maka perusahaan secara utuh atau sebagian

di jual lagi dengan harga yang lebih tinggi. Untuk bisa mencapai nilai tinggi dari

perusahaan tersebut, maka akan ditempuh berbagai cara yang kurang baik seperti

penurunan gaji, pemutusan hubungan kerja, dan pemotongan biaya operasional

secara drastis untuk meningkatkan pendapatan perusahaan.

8.4. Analisis Kasus (PT Benakat Petroleum Energy Tbk. dan PT Elnusa

Tbk.)

8.4.1 Ringkasan Kasus

PT Elnusa Tbk (ELSA) menuturkan jika PT Benakat Petroleum Energy

Tbk (BIPI) telah menyelesaikan transaksi penjualan saham milik PT Tridaya Esta.

Dimana pada tahap pertama telah beralih sebanyak 66,21 persen atau

1.795.496.332 lembar saham ELSA yang dimiliki Tridaya kepada BIPI.50

Pada tahap pertama telah beralih seebesar 1.795.496.332 lembar saham melalui

pasar negoisasi di BEI guna menyelesaikan kewajibannya kepada kreditur.

48 Ibid.49 Stanley Foster Reed and A.R.Lajoux (1999); The Art of M & A : A Merger

Acquisition Buyout Guide; McGraw Hill50 Widi Agustian, “Benakat Resmi Kantongi 66,2% Saham ELSA”,

http://economy.okezone.com/read/2010/03/15/278/312590/benakat-resmi-kantongi-66-2-saham-elsa, (diunduh pada 12 November 2013).

Page 54: Tinjauan Umum Akuisisi

Dimana Tridaya awalnya memiliki sebanyak 37,15 persen atau

2.711.565.890 lembar saham ELSA. Sebelumnya, BIPI juga telah menegaskan

jika pihaknya sudah menyelesaikan akuisisi 37,15 persen saham PT Elnusa Tbk

(ELSA), melalui PT Tri Daya Esta (TDE), senilai Rp894,3 miliar atau Rp330 per

saham. Untuk keperluan akuisisi tersebut, perseroan mendapatkan kucuran dana

dari PT Indotambang Perkasa yang merupakan pemegang saham pengendali BIPI

dengan porsi 55,57 persen. Akuisisi yang dilakukan secara LBO tersebut telah

diselesaikan pada 12 Maret lalu. Dana akuisisi seluruhnya merupakan pinjaman

dari Indotambang Perkasa.

PT BIPI tidak jadi menggunakan pinjaman bank, seperti yang

direncanakan sebelumnya. Itu dilakukan setelah ada komitmen dari pemegang

saham pengendali untuk menyuntikkan dana dalam bentuk pinjaman. Namun,

tidak dijelaskan seperti apa bentuk pinjaman yang diberikan Indotambang

Perkasa. Yang dijelaskan hanyalah bahwa PT BIPI memilih menggunakan dana

pemegang saham karena akuisisi harus diselesaikan pertengahan Maret, sesuai

perjanjian jual beli (sale and purchase agreement/SPA) dengan TDE pada 10

Februari lalu.

Dengan selesainya akuisisi Elnusa maka laba bersih PT BIPI di akhir 2010

akan bertambah 30 persen, menjadi Rp292,5 miliar atau tumbuh 1.989,28 persen.

Selain masuknya Elnusa, pertumbuhan tinggi PT BIPI juga dipicu mulai

terkonsolidasinya pendapatan anak-anak usaha di tahun ini. Transaksi akuisisi

ELSA pekan lalu, dilakukan dengan bantuan broker PT Sinarmas Sekuritas (DH).

DH memfasilitasi transaksi tutup sendiri (crossing) terhadap 37,15 persen saham

Elnusa di harga Rp330 per saham atau senilai total Rp894,816 miliar.

Dengan begitu, porsi pemegang saham Elnusa setelah crossing adalah PT

Pertamina sebesar 41 persen (3 miliar saham), PT BIPI 37,15 persen (2,7 miliar

saham), dan sisanya publik sebesar 27,74 persen (1,5 miliar saham). Terlihat,

saham BIPI masih belum bergerak dilevel Rp260 pada pukul 10.20 waktu JATS,

sementara saham ELSA justeru mengalami pelemahan sebanyak Rp5, menjadi

Rp340 per saham.

Page 55: Tinjauan Umum Akuisisi

8.4.2. Analisis Kasus

Dasar Hukum

Mengingat kedua perusahaan baik PT Benakat Petroleum Energy Tbk

(BIPI) maupun PT Elnusa Tbk (ELSA) adalah perusahaan go public yang

sahamnya telah tercatat di bursa. Oleh karena itu, tindakan dari PT BIPI Tbk yang

melakukan akuisisi saham terhadap PT ELSA Tbk dengan skema LBO ini wajib

memenuhi ketentuan dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam-LK) yaitu

Peraturan IX.G.1 tentang Penggabungan Usaha atau Peleburan Usaha Perusahaan

Publik atas Emiten dan Peraturan IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan

Terbuka. Mekanisme akuisisi tersebut juga wajib mengikuti ketentuan dalam UU

PT dan juga PP No.27/1998.

Prosedur Akuisisi

Prosedur akuisisi yang dilakukan oleh PT BIPI terhadap PT ELSA dengan

skema LBO ini telah terselesaikan pada tahap pertama yaitu sebesar 66,21 persen

atau 1.795.496.332 lembar saham ELSA yang dimiliki Tridaya Esta (TDE)

kepada BIPI. Prosedur akuisisi tersebut tentunya telah melakukan tahapan-tahapan

secara hukum menurut PP No 27/1998 yaitu Persetujuan dari RUPS PT BIPI,

melakukan perjanjian perikatan akuisisi antara PT BIPI dengan PT ELSA dan PT

Tridaya, lalu melakukan uji tuntas terhadap PT ElSA dan PT Tridaya oleh PT

BIPI, melakukan perhitungan harga atas saham yang akan diakuisisi, dan

melakukan perjanjian jual beli saham antara PT BIPI dengan PT Tridaya Esta

yang sebelumnya menguasai 66,21 persen atau 1.795.496.332 lembar saham

ELSA yang dimiliki oleh PT Tridaya, kemudian PT BIPI melakukan transfer dana

kepada PT Tridaya yang sebelumnya menguasai saham PT ElSA, lalu kemudian

transaksi ditutup antara PT BIPI dengan PT TDE.

Mekanisme pembiayaan akuisisi dengan utang oleh PT BIPI dilakukan

dengan cara meminjam dana dari pemegang saham pengendali PT BIPI yaitu PT

Indotambang Perkasa dimana PT BIPI tidak jadi meminjam dari bank karena

Page 56: Tinjauan Umum Akuisisi

alasan waktu mengingat perjanjian jual beli saham antara PT BIPI dengan PT

TDE dinilai tidak memungkinkan untuk menyesuaikan dengan prosedur

peminjaman ke Bank sehingga peminjaman dana dari PT Indotambang Perkasa

dari segi waktu lebih memungkinkan dan PT Indotambang Perkasa telah

berkomitmen untuk menyuntikkan dana pinjaman kepada PT BIPI untuk akuisisi

saham milik PT ELSA yang sebelumnya diakuisisi oleh PT TDE.

Dampak Akuisisi

Setelah transaksi tahap pertama dilakukan oleh PT BIPI yang telah

membeli 37,15 persen saham milik PT ELSA yang sebelumnya dimiliki oleh PT

TDE, berdasarkan pengamatan di bursa, saham BIPI masih belum bergerak

dilevel Rp260 pada pukul 10.20 waktu JATS, sementara saham ELSA justru

mengalami pelemahan sebanyak Rp5, menjadi Rp340 per saham. Namun, rencana

dari PT BIPI akan melakukan pengalihan saham tahap kedua dari PT TDE maka

diharapkan saham BIPI akan mengalami peningkatan harga.

Dampak dari akuisisi Elnusa salah satunya adalah perolehan laba bersih

Benakat di akhir 2010 akan bertambah 30 persen, menjadi Rp292,5 miliar atau

tumbuh 1.989,28 persen. Porsi pemegang saham Elnusa setelah diakuisisi oleh PT

BIPI adalah PT Pertamina sebesar 41 persen (3 miliar saham), Benakat 37,15

persen (2,7 miliar saham), dan sisanya publik sebesar 27,74 persen (1,5 miliar

saham).

BAB IX

POTENSI PELANGGARAN DAN KEJAHATAN TERKAIT PRAKTIK

PENGAMBILALIHAN DI INDONESIA

Dalam melakukan corporate action berupa akuisisi oleh suatu perusahaan

terbuka, selain tunduk pada ketentuan UU Perseroan Terbatas, UU Persaingan

Page 57: Tinjauan Umum Akuisisi

Usaha, PP 27/1998, dan PP 28/1999, juga diwajibkan untuk tunduk pada

ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang pasar modal,

khususnya UU Pasar Modal dan Peraturan Bapepam No. IX.H.1 Tentang

Pengambilalihan. Pasal 126 UU Perseroan Terbatas beserta penjelasannya telah

mengatur bahwa ada kewajiban hukum yang tidak dapat dikesampingkan oleh

Perseroan dalam melakukan tindakan hukum pengambilalihan (akuisisi), apalagi

merugikan kepentingan dari pihak-pihak tersebut, yang terdiri atas:

a. Pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;

b. Kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan

c. Masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

Oleh karenanya, RUPS memiliki peran penting sebelum rencana akuisisi

dilaksanakan oleh Perseroan, Perseroan wajib terlebih dahulu melakukan

pemanggilan RUPS kepada pemegang saham melalui pemberitahuan secara

tertulis untuk memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang bersangkutan

agar mengetahui adanya rencana tersebut dan mengajukan keberatan jika merasa

kepentingannya dirugikan oleh rencana akusisi oleh Perseroan tersebut.51

Pelaksanaan RUPS sendiri tentu harus tetap memperhatikan ketentuan yang diatur

dalam Pasal 87 ayat (1) dan 89 UUPT.52 Setelah memperoleh persetujuan RUPS,

barulah rencana akuisisi dapat dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

9.1. Bentuk-Bentuk Pelanggaran Terkait Pengambilalihan

Selama proses pelaksanaan akuisisi, kepatuhan terhadap regulasi akan

terus diawasi oleh regulator terkait sehingga apabila di tengah proses akuisisi

terdapat pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan oleh Perseroan maupun pihak

lain, bukan tidak mungkin proses tersebut dapat dihentikan. Berikut adalah

51 Indonesia (1), loc.cit., Pasal 127 ayat (2).52 Pelaksanaan RUPS dilakukan dengan berdasarkan musyawarah, jika

musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan melalui voting yang berdasarkan kuorum pengambilan keputusan oleh seluruh pemegang saham yang memiliki hak suara. Dalam rangka pengambilalihan (akuisisi), RUPS baru dapat berlangsung jika dihadiri oleh sedikitnya ¾ bagian dari jumlah pemegang saham dengan hak suara, dan keputusan RUPS baru dinyatakan sah jika disetujui oleh sedikitnya ¾ bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali bila Anggaran Dasar menentukan lain.

Page 58: Tinjauan Umum Akuisisi

potensi-potensi pelanggaran yang mungkin dapat terjadi selama proses akuisisi

oleh suatu perusahaan terbuka, yaitu:

1) Pelanggaran terhadap Kepentingan Pemegang Saham Minoritas

Kepentingan pemegang saham minoritas, seperti pemegang saham publik

tidak dapat diabaikan oleh perusahaan dalam melaksanakan pengambilalihan.

Pengabaian kepentingan ini salah satunya dapat dilakukan oleh perusahaan

target akuisisi dengan terdilusinya jumlah saham yang dimiliki oleh pemegang

saham minorias pasca akuisisi, jika hal ini dilakukan tanpa persetujuan RUPS

berdasarkan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)53 yang mana

tentunya hal ini merugikan pemegang saham minoritas sebagai pemegang

saham lama di perusahaan target.

Pemegang saham minoritas yang tidak menyetujui rencana akuisisi ini

oleh Pasal 126 ayat (2) jo. Pasal 62 jo. Pasal 37 UUPT diberikan hak untuk

meminta kepada perusahaan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar

melalui pembelian kembali saham oleh perusahaan. Pasal 97 ayat (6) jo. Pasal

114 ayat (6) UUPT juga memberikan hak kepada pemegang saham minoritas

secara kolektif untuk melakukan tindakan hukum melalui pengajuan gugatan

terhadap anggota Direksi Perseroan yang melakukan pelanggaran terhadap

fiduciary duties-nya54 yang mengakibatkan kerugian pada Perseroan ke

Pengadilan Negeri di wilayah hukum kedudukan Perseroan.

2) Pelanggaran terhadap Persaingan Usaha Yang Sehat

Potensi pelanggaran jenis ini biasanya dilakukan oleh calon pengendali

dengan membeli perusahaan-perusahaan yang dianggap kompetitor, sehingga

ia bisa melakukan penguasaan pasar dan menghindari persaingan usaha.

Pelanggaran terhadap persaingan usaha yang sehat dapat diketahui saat adanya

perubahan konsentrasi pasar dan market power dari perusahaan yang awalnya

tidak dominan menjadi dominan. Melalui posisi dominannya, perusahaan

dapat melakukan penyalahgunaan, baik secara unilateral maupun secara

53 Dilusi saham adalah berkurangnya jumlah saham atau nilai nominal saham yang dimiliki oleh pemegang saham lama (existing shareholders), termasuk pemegang saham publik akibat tindakan hukum yang dilakukan oleh Perseroan, seperti akuisisi.

54 Gunawan Widjaja, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris dan Pemilik PT, 2008, Jakarta: Forum Sahabat, hal. 66.

Page 59: Tinjauan Umum Akuisisi

terkoordinasi, misalnya dengan menetapkan harga yang eksesif maupun entry

barrier55.

Terkait dengan hal ini, UU Persaingan Usaha dan PP 57/201056 telah

melarang pelaku usaha yang melakukan akuisisi yang dapat mengakibatkan

praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Sehingga ada rambu-

rambu yang harus diperhatikan oleh calon pengendali sebelum melakukan

akusisi, berupa penilaian oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

terhadap aksi akuisisi, konsultasi kepada KPPU serta kewajiban perusahaan

untuk melakukan pemberitahuan (notifikasi) kepada KPPU jika akuisisi yang

dilaksanakan akan mengakibatkan perubahan nilai aset atau nilai penjualan

perusahaan57 selambat-lambatnya 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal

pengambilalihan.

Pelanggaran terhadap kewajiban pemberitahuan ini memberikan sanksi

berupa denda administratif paling tinggi sebesar Rp25 Miliar atau pidana

kurungan pengganti denda maksimal 6 bulan58 kepada perusahaan yang

melakukan akuisisi yang terbukti menyebabkan pelanggaran terhadap

persaingan usaha yang sehat.

3) Pelanggaran terhadap Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan

Pada dasarnya dalam setiap aksi korporasi akusisi, baik perusahaan calon

pengendali maupun perusahaan target yang berstatus sebagai perusahaan

terbuka wajib menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik (public

expose) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan Bapepam X.K.1 Tentang

Keterbukaan Informasi yang Harus Segera Diumumkan Kepada Publik.

Keterbukaan informasi tersebut meliputi informasi mengenai ada tidaknya

55 Kolom wawancara dengan Ibu Anna Maria Tri Anggraini, Wakil Ketua KPPU mengenai Penerbitan PP 57/2010 dari Sudut Pandang Konseptor , dimuat di Media Berkala KPPU “Kompetisi”, Edisi No. 24 Tahun 2010, hal. 14.

56 UU 5/1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan PP 57/2010 Tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan Terjadi Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

57 Pasal 5 PP 57/2010 menetapkan perubahan nilai aset sebesar Rp 2,5 Triliun dan nilai penjualan sebesar Rp5 Triliun, dan untuk nilai aset pelaku usaha bidang perbankan sebesar Rp 20 Triliun wajib diberitahukan kepada KPPU setelah akuisisi efektif secara yuridis

58 Pasal 48 UU Persaingan Usaha

Page 60: Tinjauan Umum Akuisisi

transaksi afiliasi 59 dan benturan kepentingan60 yang meliputi pelaksanaan

akuisisi oleh perusahaan calon pengendali dan perusahaan target.

Mengapa transaksi afiliasi dan benturan kepentingan menjadi concern bagi

otoritas bursa dan publik terkait akuisisi? Hal ini ditujukan untuk memberikan

perlindungan dan kepastian hukum terhadap pemegang saham minoritas dan

independen yang tidak mempunyai hubungan afiliasi maupun benturan

kepentingan terhadap perusahaan, sehingga setiap aksi korporasi yang

dilakukan oleh perusahaan yang melibatkan hubungan afiliasi antara anggota

Direksi, anggota Dewan Komisaris atau pemegang saham utama yang

memiliki benturan kepentingan tidak boleh merugikan kepentingan pemegang

saham minoritas dan pemegang saham independen, terlebih apabila di

kemudian hari kepentingan bisnis dari masing-masing pihak tersebut dalam

melakukan akuisisi berbeda dari apa yang menjadi kepentingan bisnis

perusahaan.

Apabila perusahaan calon pengendali maupun perusahana target

mengidentifikasi adanya transaksi afliasi yang mengandung benturan

kepentingan dalam akuisisi mereka, maka oleh Peraturan Bapepam X.E.1

diwajibkan untuk memperoleh persetujuan RUPS dan pemegang saham

independen serta melakukan public expose kepada masyaraka dan

menyampaikan bukti pengumuman dan dokumen pendukugnya kepada OJK

paling lambat akhir hari kerja ke-2 setelah pelaksanaan akuisisi (dengan

pengecualian tertentu).

Sehingga pada dasarnya transaksi afiliasi yang mengandung benturan

kepentingan tidak dilarang, sepanjang memperoleh persetujuan RUPS dan

melaksanakan ketentuan yang diatur oleh peraturan terkait, misalnya transaksi

material sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Bapepam X.E.2. Hal yang

59 Peraturan Bapepam No. X.E.1 Tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan, poin 1 huruf (d) menyatakan bahwa transaksi afiliasi adalah transaksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan atau perusahaan terkendali dengan afiliasi dari perusahaan atau afiliasi dari anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan diaksud

60 Sedangkan menurut Peraturan Bapepam X.E.1 poin 1 huruf (e), benturan kepentingan adalah perbedaan kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan dimaksud.

Page 61: Tinjauan Umum Akuisisi

menjadikannya pelanggaran dalam proses akuisisi adalah apabila kewajiban-

kewajiban untuk memperoleh persetujuan RUPS dan keterbukaan informasi

publik ini tidak dilaksanakan, sehingga pelanggaran terhadap ketentuan ini

sudah digolongkan sebagai kejahatan yang dapat diancam ancaman pidana

dengan UU Pasar Modal khususnya Pasal 91 dan Pasal 92 mengenai

perdagangan semu dan manipulasi pasar.

4) Pelanggaran terhadap Pelaksanaan Mandatory Tender Offer (MTO)

Menurut Peraturan Bapepam IX.H.1 yang mengatur mengenai

pelaksanaan tender offer. Mandatory Tender Offer (MTO), MTO merupakan

penawaran atas sisa saham perusahaan target (perusahaan terbuka) saat

dilakukan pengambilalihan oleh pengendali baru yang bertujuan untuk

membeli lebih dari 50% saham perusahaan target melalui media massa agar si

pengendali baru dapat memperoleh pengendalian dengan membeli saham

mayoritas di perusahaan target. MTO ini bersifat wajib karena pembelian

saham di atas 50% dapat berakibat beralihnya pengendalian perusahaan target

sehingga perlu dilakukan penawaran secara terbuka agar diketahui oleh

pemegang saham, maupun pihak-pihak terkait dari perusahaan target, seperti

kreditor serta memberikan perlindungan hukum bagi pihak-pihak tersebut.

Dengan dilakukannya tender offer ini, pemegang saham publik dapat

memutuskan apakah akan menjual atau tidak menjual saham yang dimiliki

berdasarkan harga yang ditawarkan oleh pengendali baru. Dalam Peraturan

Bapepam IX.H.1 juga menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan MTO, si

pengendali baru wajib memaparkan semua informasi terkait pengambilalihan

dan pembelian sisa saham berdasarkan harga tertinggi untuk membeli saham

perusahaan target antara harga rata-rata tertinggi perdagangan harian di Bursa

selama 90 hari terakhir atau harga pengambilalihan yang sudah dilakukan.

Sehingga pemegang saham dapat dibeli sahamnya dengan harga yang wajar

dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal pengumuman MTO.

Pelanggaran terhadap pelaksanaan MTO ini bervariasi, diantaranya berupa

keterlambatan penyampaian pengumuman informasi mengenai MTO beserta

perubahannya kepada Bapepam dikenakan sanksi denda sebesar Rp100 ribu

Page 62: Tinjauan Umum Akuisisi

per hari keterlambatan, penetapan harga yang tidak wajar dan merugikan

pemegang saham, pelaksanaan MTO yang lebih dari jangka waktu setelah

akuisisi dikenakan sanksi untuk membayar ganti rugi kepada pemegang saham

perusahaan target akibat kelalaian si pengendali baru.

9.2. Bentuk-Bentuk Kejahatan Terkait Pengambilalihan

Setelah membahas mengenai potensi-potensi pelanggaran yang dilakukan

tekait transaksi akuisisi, dalam praktik juga terdapat berbagai potensi kejahatan

yang mungkin terjadi selama pelaksanaan akuisisi dimana oleh UU Pasar Modal

pada umumnya dikaitkan dengan tindak pidana manipulasi, perdagangan semu

dan perdagangan orang dalam (insider trading).

1) Insider Trading

Dalam hal ini akan dibahas praktek insider trading61 yang potensial

dapat dilakukan oleh orang dalam62 perusahaan pengendali maupun

perusahaan target yang berupaya mengambil keuntungan pribadi terkait

aksi korporasi yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Dalam rangka

akuisisi, tindakan yang dapat dilakukan adalah membeli saham atau efek

turunannya dalam jumlah besar saat ia memperoleh informasi bahwa

perusahaannya akan melakukan akuisisi maupun diakuisisi, dimana

dengan memanfaatkan informasi tersebut ia dapat membeli saham dalam

jumlah besar yang nantinya akan dapat dijual dengan harga yang lebih

tinggi saat akuisisi dilakukan. Imbasnya, praktek insider trading ini

merusak mekanisme pasar yang fair dan efisien, dimana pembelian saham

61 Menurut Pasal 95 dan Pasal 96 UU Pasar Modal, perdagangan orang dalam (insider trading) adalah tindaka yang dilakukan oleh orang dalam dari Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas Efek dari Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud atau Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan. Orang dalam ini juga dilarang untuk mempengaruhi pihak lain untuk melakukan pemblian atau penjualan atas Efek dimaksud maupun memberi informasi orang dalam kepada pihak manapun yang patut diduganya dapat menggunakan informasi dimaksud untuk melakukan pembelian atau penjualan atas Efek.

62 Penjelasan Pasal 95 UU Pasar Modal menyebutkan bahwa Orang dalam yang menjadi pelaku dari insider trading ini dapat terdiri atas anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, karyawan, pemegang saham utama, orang yang karena kedudukan atau profesinya atau hubungan usahanya dimungkinkan untuk memperoleh informasi orang dalam maupun pihak lain yang dalam waktu 6 bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak-pihak sebagaimana disebutkan di atas

Page 63: Tinjauan Umum Akuisisi

dalam jumlah besar oleh orang dalam ini akan menggerek harga saham

menjadi lebih tinggi sebelum public expose akuisisi secara tidak fair,

sehingga menciptakan perlakuan yang tidak adil antara pelaku pasar.63

Hal inilah yang menjadi alasan mengapa keterbukaan informasi

publik bagi perusahaan terbuka (Emiten) itu sangat penting, saat public

expose dilakukan otomatis semua pihak mendapatkan informasi yang sama

dalam waku yang bersamaan sehingga saat akan melakukan aksi beli

maupun aksi jual saham dilakukan pada kesempatan yang sama,

sedangkan pada praktek insider trading orang dalam ini diibaratkan

mencuri informasi yang diketahuinya lebih dahulu dari publik dan

memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi.

Praktik insider trading sudah jelas merupakan kejahatan karena

implikasinya yang luas bagi tatanan hukum pasar modal dan investor,

sehingga UU Pasar Modal mengancam pelaku insider trading ini dengan

ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak

Rp15 juta rupiah. Walaupun perilaku insider trading ini telah jelas

dilarang oleh UU, namun yang menjadi kendala adalah sulitnya

pembuktian tindak pidana insider trading ini karena memerlukan standar

pembuktian beyond reasonable doubt, yang memungkinkan pelaku insider

trading dibebaskan oleh pengadilan karena pengadilan tidak mampu

membuktikan bahwa pelaku bersalah.64 Sehingga sampai saat ini, tidak

banyak perilaku insider trading yang berhasil dibuktikan hingga di

pengadilan.

9.3. Analisis Kasus (Akuisisi PT Baraventura Tritama terhadap PT

Apexindo Duta Pratama Tbk.)

APEX merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa pemboran

(drilling) yang memiliki sejarah perpindahan kepemilikan saham pengendali yang

cukup kompleks. Pada tahun 2008, pemegang saham mayoritas di APEX yakni

Medco Energi menjual sebesar 79,88% sahamnya kepada PT Mitra International

63 Munir Fuady, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), 1996, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, hal. 168-169.

64 Gustiyudha E.U, et.al., Penegakan Hukum Praktek Insider Trading di Indonesia, http://id.scribd.com/doc/32239908/PENEGAKAN-HUKUM-PRAKTEK-INSIDER-TRADING-DI-INDONESIA, (diunduh pada 29 November 2013).

Page 64: Tinjauan Umum Akuisisi

Resources Tbk. (MIRA) melalui anak usahanya Mitra International Holdings Pte.

Ltd. (MIH)65. Akuisisi saham terhadap APEX ini menyebabkan MIH

berkewajiban melakukan penawaran tender atas seluruh sisa saham APEX, tender

offer akhirnya diselenggarakan pada periode 28 Oktober 2008 hingga 11

November 2008 pada harga Rp 2.875 per saham66 tanpa ada masalah berarti.

Dikarenakan akuisisi oleh MIH dilakukan melalui proses chain listing, yang

menyebabkan APEX memberikan kontribusi lebih dari 50% terhadap pendapatan

MIRA, APEX sempat delisting dari Bursa pada tahun 2009.67 Walaupun delisting,

APEX tetap memiliki status sebagai perusahaan publik dengan komposisi saham

publik sebesar 0,28%68, sehingga sebagai perusahaan publik tetap memiliki

kewajiban yang sama sebagaimana halnya saat berstatus sebagai Emiten.

Pada tahun 2011, MIRA mengalami kesulitan keuangan yang akhirnya

memperoleh kucuran dana restrukturisasi utang dari Tuscany Investment Group

Ltd. (Tuscany). MIRA melakukan penandatanganan perjanjian jual beli saham

Sabre Systems International Pte Ltd. (SSI) yang merupakan anak usaha MIRA

dengan Tuscany terhadap 99,35% saham SSI. SSI membawahi Apexindo secara

langsung, sehingga pengalihan saham tersebut juga berdampak terhadap

kepemilikan saham MIRA di Apexindo yang juga beralih sebesar 98,14%.

Terhadap saham publik sebesar 0,28%, Tuscany tetap berkewajiban melaksanakan

tender offer yang dilaksanakan pada Desember 201169. Namun berdasarkan data-

data yang diperoleh, tender offer ini tidak pernah dilakukan oleh Tuscany dan

tidak memperoleh sanksi apapun dari OJK (saat itu Bapepam) maupun BEI.

Selanjutnya pada 1 Februari 2012, PT Baraventura Tritama (BVT)

melunasi seluruh pinjaman MIH kepada Citicorp Internatonal Limited yang dapat

dikonversikan sehingga berakibat peralihan kepemilikan saham sebesar 85,57% di

65 Laporan Keuangan Konsolidasian PT Mitra International Resources Tbk. dan Entitas Anak per 31 December 2012, hal. 4.

66 Ibid. 67 Laporan Keuangan Konsolidasian PT Apexindo Pratama Duta Tbk. dan Entitas

Anak per 31 Desember 2012, hal. 49. 68 Laporan Keuangan Konsolidasian PT Apexindo Pratama Duta Tbk. dan

Entitas Anak per 31 Desember 2010, hal. 57.69 _____, “Tender Offer Apexindo Paling Lambat Desember”,

http://market.bisnis.com/read/20110927/190/47946/tender-offer-apexindo-paling-lambat-desember, (diunduh pada 29 November 2013).

Page 65: Tinjauan Umum Akuisisi

MIH70, pengalihan kepemilikan itu secara tidak langsung menyebabkan BVT

menguasai 98,14% saham (akuisisi) di Apexindo. Sehingga berdasarkan hal

tersebut, BVT diwajibkan untuk melakukan tender offer terhadap sisa saham

Apexindo dalam jangka waktu paling lambat dua hari sejak pengambilalihan

terjadi.

PT Apexindo Energi Investama71 baru melakukan tender offer pada 5

Desember 2012 untuk membeli sisa saham publik sebesar 11,70% dengan harga

penawaran Rp1.025 per saham.72 Hal ini berarti telah terjadi keterlambatan

terhadap waktu pelaksanaan tender offer yang tentunya juga berpengaruh pada

harga penawaran, dimana harga penawaran sebesar Rp1.025 per lembar saham

dianggap terlalu rendah dan merugikan pemegang saham publik. Hal ini jika

dibandingkan dengan akuisisi sebelumnya yang dilakukan oleh MIH, tender offer

dilaksanakan pada harga Rp2.450 per lembar saham. Dimana menurut poin 7

huruf (d) Peraturan Bapepam IX.H.1, pelanggaran terhadap ketentuan mengenai

harga penawaran tender dikenakan sanksi untuk membayar ganti rugi kepada

pemegang saham publik akibat kelalaian dari PT Apexindo Energi Investama.

Berdasarkan kasus ini, nampaknya OJK dan BEI harus teliti mengawasi

setiap transaksi akuisisi yang dilakukan karena dapat menimbulkan dampak

kerugian pada pemegang saham publik yang seharusnya dilindungi oleh UU.

Frekuensi perpindahan kepemilikan saham melalui pengambilalihan dapat dengan

mudah terjadi dalam bentuk apapun, sehingga OJK dan BEI perlu senantiasa

memantau setiap transaksi yang memiliki dampak materil ini terhadap publik,

serta kesadaran Emiten dan perusahaan publik untuk mematuhi regulasi juga

harus ditingkatkan agar transaksi bisnis tidak hanya menguntungkan perusahaan

semata, tetapi juga masyarakat investor.

70 Laporan Keuangan Konsolidasian PT Mitra International Resources Tbk. dan Entitas Anak per 31 December 2012, hal. 6.

71 BVT ini kemudian berganti nama menjadi PT Aserra Energi Investama, kemudian berganti lagi menjadi PT Apexindo Energi Investama.

72 Pengumuman Pelaksanaan Penawaran Tender Wajib atas saham PT Apexindo Pratama Duta Tbk. (APEX) pada 5 Desember 2012, http://www.ksei.co.id/Announcement/files/Peng%20Tender%20Wajib%20%20APEX.pdf, (diunduh pada 30 November 2012).

Page 66: Tinjauan Umum Akuisisi

9.4. Pencegahan dan Pengawasan Terhadap Potensi Pelanggaran dan Kejahatan dalam Akuisisi oleh Otoritas Jasa Keuangan dan Bursa Efek Indonesia

Berbagai regulasi yang sudah ada terkait dengan pelaksanaan transaksi

akuisisi di Indonesia sebenarnya sudah cukup ketat dalam mengawasi dan

mencegah berbagai potensi pelanggaran maupun tindak kejahatan yang terjadi

selama akuisisi. Transaksi akuisisi merupakan keputusan bisnis perusahaan untuk

melakukan pembelian saham suatu perusahaan target dengan tujuan ekspansi

bisnis maupun memperkuat permodalan perusahaan, sehingga pada dasarnya

anggota Direksi akan menjalankan aksi korporasi ini demi kepentingan terbaik

bagi perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan yang tercantum dalam

Anggaran Dasar perusahaan.

Namun kepentingan bisnis tersebut tetap tidak dapat dilakukan dengan

mengabaikan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sehingga oleh

karenanya anggota Direksi wajib untuk tunduk pada peraturan perundang-

undangan (statory duty), salah satunya memperhatikan ketentuan Pasal 126 UUPT

sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian awal tulisan ini.

OJK dan BEI secara bersinergi dan koordinatif senantiasa mengawasi

pelaksanaan praktek akuisisi ini, termasuk KPPU dalam melakukan penilaian

potensi pelanggaran terhadap persaingan usaha. Pengawasan dilakukan tidak

hanya saat mulai diberitahukannya mengenai rencana akuisisi oleh perusahaan,

namun segala tindak tanduk bisnis perusahaan yang berpotensi mengarah kepada

transaksi akuisisi semestinya juga dapat dilakukan.

Page 67: Tinjauan Umum Akuisisi