TINJAUAN PUSTAKA_1

27
TINJAUAN PUSTAKA 1. KEJANG DEMAM A. Definisi Kejang Demam Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang demam merupakan loncatan listrik dari sekelompok neuron di otak, yang timbul secara mendadak, meluas ke neuron disekitarnya, atau meluas dari massa kelabu ke massa putih, dengan manifestasi kejang yang disebabkan oleh karena kenaikan suhu tubuh yang bersumber di luar otak. B. Klasifikasi Kejang Demam Umumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, 17

description

case

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA_1

TINJAUAN PUSTAKA

1. KEJANG DEMAMA. Definisi Kejang DemamKejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal lebih dari 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures, kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang demam merupakan loncatan listrik dari sekelompok neuron di otak, yang timbul secara mendadak, meluas ke neuron disekitarnya, atau meluas dari massa kelabu ke massa putih, dengan manifestasi kejang yang disebabkan oleh karena kenaikan suhu tubuh yang bersumber di luar otak.

B. Klasifikasi Kejang DemamUmumnya kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Kriteria untuk penggolongan tersebut dikemukakan oleh berbagai pakar. Dalam hal ini terdapat beberapa perbedaan kecil dalam penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya. Prichard & Mc.Greal, 1985, membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam tidak khas (atipikal). Ciri-ciri kejang demam sederhana ialah:1. Kejangnya bersifat simetris, artinya akan terlihat lengan dan tungkai kiri yang kejang sama seperti yang kanan2. Usia penderita antara 6 bulan sampai 4 tahun3. Suhu tubuh 100oF (37,78oC) atau lebih4. Lamanya kejang berlangsung kurang dari 30 menit5. Keadaan neurologi (fungsi saraf) normal dan setelah kejang juga normal6. EEG (electro enchepalography-rekam otak) yang dibuat setelah tidak demam adalah normal. Kejang demam yang tidak memenuhi ketentuan butir tersebut diatas digolongkan sebagai kejang demam tidak khas (atipikal). Livingstone juga membagi kejang demam menjadi 2 golongan, tetapi dengan ciri-ciri yang sedikit berbeda dibanding dengan penggolongan menurut Prichard & Mc.Greal. Penggolongan kejang demam tersebut adalah kejang demam sederhana dan epilepsi yang dicetuskan oleh demam. Ciri-ciri kejang demam sederhana ialah:1. Kejang bersifat umum.2. Lamanya kejang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit).3. Usia waktu kejang demam pertama muncul kurang dari 6 tahun.4. Frekuensi serangan 1-4 kali dalam satu tahun.5. EEG normal.Kejang demam yang tidak sesuai dengan ciri tersebut diatas disebut oleh Livingstone sebagai epilepsi yang dicetuskan oleh demam.Contoh epilepsi yang dicetuskan oleh demam menurut Livingstone, adalah:1. Kejang berlangsung lama atau bersifat fokal/setempat.2. Usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam pertama.3. Frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam satu tahun.4. Gambaran EEG, yang dibuat setelah anak tidak demam lagi, adalah abnormal.Bila butir diatas ditemukan pada anak dengan kejang demam maka anak tersebut digolongkan sebagai penderita epilepsi yang dicetuskan oleh demam. Fukuyama juga membagi kejang demam menjadi 2 golongan, yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana harus memenuhi ketentuan sebagai berikut, yaitu:1. Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi.2. Sebelumnya tidak ada riwayat cedera otak oleh penyebab apapun.3. Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan-6 tahun.4. Lamanya kejang berlangsung tidak lebih dari 20 menit.5. Kejang tidak bersifat fokal.6. Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca-kejang.7.Sebelumnya tidak didapatkan abnormalitas neurologis atau abnormalitas perkembangan.8. Kejang tidak berulang dalam waktu singkat. Bila kejang demam tidak memenuhi kriteria tersebut diatas, maka digolongkan sebagai kejang demam jenis kompleks (Lumbantobing, 1995). Klasifikasi yang dibuat oleh Prichard & Mc.Greal, Livingstone, dan Fukuyama antara lain mengacu kepada kemungkinan angka menjadi epilepsi di kemudian hari. Menurut pengamatan Prichard dan Mc.Greal dari kelompok anak yang menderita kejang demam sederhana kemungkinan menjadi epilepsi dikemudian hari ialah kurang dari 2%, sedangkan pada kelompok yang menderita kejang demam yang tidak khas kemungkinannya adalah sekitar 30%. Livingstone berhasil mengikuti perkembangan 201 anak dengan kejang demam sederhana selama 10 tahun lebih dan menemukan bahwa 6 (3%) diantara kelompok anak yang diamati menjadi penderita epilepsi. Selain itu Livingstone juga mengikuti perkembangan 297 anak dari kelompok epilepsi yang dicetuskan oleh demam selama 10 tahun lebih, dan menemukan fakta bahwa 273 (93%) diantara mereka menjadi epilepsi. Kejang demam sederhana tidak meninggalkan gejala sisa, akan tetapi kejang demam kompleks dapat meninggalkan gejala sisa berupa kelainan neurologis. Kelainan neurologis terbanyak adalah Hemiparese, Diplegi, Koreoatetosis, serta retardasi mental. Penderita kejang demam tidak lagi dibagi menjadi kejang demam sederhana dan epilepsi yang diprovokasi demam, tetapi dibagi menjadi penderita yang tidak perlu pengobatan rumat dan pengobatan yang memerlukan pengobatan rumat.

C. EtiologiSemua jenis infeksi yang bersumber diluar SSP yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran nafas atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, exantema subitum, bronkhitis, dan infeksi saluran kemih.Ada beberapa faktor yang mungkin berperan dalam menyebabkan kejang demam, yaitu:1). Demam itu sendiri.2). Efek produk toksik daripada mikroorganisme (kuman dan virus) terhadap otak.3). Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.4). Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.5). Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan tidak diketahui.6). Gabungan semua faktor diatas.Infeksi viral paling sering ditemukan pada kejang demam. Hal ini mungkin disebabkan karena infeksi viral memang lebih sering menyerang pada anak, dan mungkin bukan merupakan sesuatu hal yang khusus. Demam yang disebabkan oleh imunisasi juga dapat memprovokasi kejang demam. Anak yang mengalami kejang setelah imunisasi selalu terjadi waktu anak sedang demam. Kejang setelah imunisasi terutama didapatkan setelah imunisasi pertusis (DPT) dan morbilli (campak) (Fenichel GM, 1982).

D. PatofisiologiDalam keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat pun akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal (jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh) sebanyak 10%-15% sementara kebutuhan oksigen pada otak naik sebesar 20% (Nanny Selamihardja, 2001). Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang di sebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang. Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meniggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang dikemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsy (Bagian IKA FK UI, 1985)

E. Manifestasi KlinisPada umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral, sering kali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti, anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat disertai dengan hemiparesis sementara (Hemiparesis Tood) yang belangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang terjadi pertama kali (Soetomenggolo, 1995). Suhu tubuh yang tinggi dengan kejang yang lama dapat menyebabkan nekrosis neuron dan kerusakan otak menetap. Kejang yang lama akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang kemudian akan berperan sebagai fokus epilepsi. Penderita kejang demam mungkin mengalami kekambuhan, kira-kira sepertiga penderita mengalami kambuh lebih dari satu kali. Kemungkinan kekambuhan bisa lebih besar bila kejang demam pertama terjadi pada usia kurang dari satu tahun. Kekambuhan pertama yang terjadi dalam tahun pertama setelah kejang demam awal, dialami oleh 75% kasus, sedangkan dalam dua tahun pertama adalah 90% kasus (Bower, 1974). Wujud kejang dapat pula berupa mata terbalik keatas disertai kekakuan atau kelemahan atau terjadi gerakan sentakan berulang tanpa di dahului kekakuan. Serangan pada umumnya timbul pada awal kenaikan suhu tubuh dan berlangsung kurang dari 10 menit. Kejang seluruh tubuh ini akan berhenti dengan sendirinyansetelah mendapat pertolongan pertama. Setelah itu anak tampak capai, mengantuk dan tidur pulas. Begitu terbangun kesadaran sudah pulih kembali. (Nanny Selamihardja, 2001).

F. Perbedaan Kejang demam dengan EpilepsiUntuk membedakan kejang demam dengan epilepsi tentunya masingmasing mempunyai kriteria khusus tersendiri. Kriteria untuk kejang demam antara lain:1. Usia timbul biasanya mulai 6 bulan sampai 5 tahun.2. Sebelum kejang didahului oleh demam yang bersumber dari luar SSP.3. Sebelumnya penderita belum pernah kejang.4. Gambaran EEG normal.Sedangkan kriteria untuk epilepsi diantaranya adalah:1. Sebelum kejang tidak didahului dengan demam.2. Dapat disertai penurunan suhu tubuh, selama dan sesudah kejang.3. Kejang tanpa demam yang berulang.4. Walaupun pada saat kejang terdapat demam, tapi sebelumnya pernah mengalami kejang tanpa demam dan lebih dari satu kali.5. Gambaran EEG abnormal walaupun sebelum dan sesudah kejang(Doleranzo,1991; Soetomenggolo, 1995).Epilepsi itu sendiri merupakan faktor bawaan yang disebabkan karenan gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa dibeberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsy sering terjadi pada saat ia mengalami stress, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam. Memang, menurut survei ada sekitar 15% kasus epilepsi yang didahului dengan gejala kejang demam. Namun, kurang dari 5% anak kejang demam berkembang menjadi epilepsi. (Nanny Selamihardja, 2001).

G. TerapiTerapi pada fase akutPada sebagian besar kasus kejang demam, kejang berlansung singkat. Ketika penderita sampai di rumah sakit atau ditempat praktek dokter, kejang telah reda. Dalam hal demikian tindakan yang perlu adalah mencari penyebab demam, memberikan pengobatan yang adekuat terhadap penyebab penyakit tersebut, misalnya pemberian antibiotik yang sesuai untuk infeksi. Untuk mencegah agar kejang tidak berulang kembali sebaiknya diberi antikonvulsan. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, kejang masih dapat kambuh selama anak masih demam.Pada sebagian kecil kasus, kejang masih berlangsung atau berulang lagi sewaktu anak sampai di poliklinik atau di rumah sakit. Pada anak yang sedang mengalami kejang, dilakukan perawatan yang adekuat. Penderita dimiringkan agar jangan terjadi aspirasi ludah atau lendir dari mulut. Jalan nafas dijaga agar tetap terbuka lega, tujuannya adalah agar suplai oksigen tetap terjamin. Bila perlu berikan oksigen. Fungsi vital, keadaan jantung, tekanan darah, kesadaran perlu diikuti dengan saksama. Bila penderita masih belum sadar dan keadaan tersebut berlangsung lama, harus diperhatikan kebutuhan dan keadaan cairan, kalori dan elektrolit. Suhu yang tinggi harus segera diturunkan dengan kompres dingin atau mandi air dingin atau ditempatkan di kamar ber-AC. Selimut dan pembungkus badan harus dibuka agar pendinginan badan berlangsung baik. Pemberian obat penurun demam seperti asetaminofen atau antipiretik lainnya, bila kejang sedang berlangsung, harus segera dihentikan, ini adalah untuk mencegah agar tidak terjadi kerusakan pada otak dan meningggalkan gejala sisa atau bahkan kematian. Saat ini diazepam merupakan obat pilihan. Diazepam diberikan secara intravena atau per rektum. Dosis intravena ialah 0,3 mg per kg berat badan dan dosis per rektum ialah 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg bila berat badan lebih dari 10 kg. Berikan pula dosis awal luminal suntikan intramuskular (dosis 30 mg untuk neonatus; 50 mg untuk yang berusia 1 bulan-1 tahun, dan 75 mg untuk yang berusia lebih dari 1 tahun). Bila kejang belum juga berhenti, 15 menit kemudian diulangi lagi pemberian diazepam dengan dosis yang sama. Empat jam kemudian diberikan fenolbarbital (luminal) dengan dosis untuk hari pertama dan kedua 8-10 mg/kg berat badan/hari dibagi atas 2 dosis, dan pada hari berikutnya sampai demam reda sebanyak 4-5 mg/kg berat badan/hari dibagi dalam 2 dosis (Lumbantobing, 1995). Pengobatan Profilaksis Terhadap Kambuhnya Kejang DemamKambuhnya kejang demam perlu dicegah, karena serangan kejang merupakan pengalaman yang menakutkan dan mencemaskan bagi keluarga. Bila kejang demam berlangsung lama dapat mengakibatkan kerusakan otak yang menetap (cacat). Ada 3 upaya yang dapat dilakukan, yaitu :1. Profilaksis intermiten, pada waktu demam.2. Profilaksis terus-menerus , dengan obat antikonvulsan tiap hari.3. Mengatasi segera bila terjadi serangan.

a. Profilaksis intermitenPada profilaksis intermiten, obat antikonvulsan segera diberi begitu diketahui anak mengalami demam. Untuk itu dibutuhkan obat yang bekerja cepat. Di samping itu orang tua atau pengasuh anak harus mengetahui dengan pasti kapan anak mulai demam. Dilihat dari kemungkinan efek samping obat, cara profilaksis ini lebih menguntungkan dari pada pemberian obat yang terus menerus. Diazepam yang diberikan melalui mulut (oral) atau rectum dapat diandalkan dalam pengobatan intermiten (yaitu obat yang diberi hanya waktu demam). Dosis per rektum ialah 5 mg untuk penderita kurang dari 3 tahun dan 10 mg bagi yang berusia lebih dari 3 tahun, diulang setiap 12 jam. Secara oral dapat diberi 0,5 mg/kg berat badan/hari dibagi dalam 3 dosis bila penderita sedang demam.b. Profilaksis Terus menerus (rumat, maintenance)Dari penelitian didapatkan bahwa pemberian fenolbarbital rumat dapat mengurangi kambuhnya sebanyak dua pertiga (dari 30% menjadi 8-12%). Efek profilaksis ini tidak didapatkan bila digunakan fenitoin atau karbamazepin. Obat lain yang dapat juga digunakan untuk profilaksis kejang demam ialah asam valproat.

2. FLU SINGAPURAA. DefinisiFlu Singapura sebenarnya adalah penyakit yang di dunia kedokteran dikenal sebagai Hand, Foot, and Mouth Disease (HFMD) atau penyakit Kaki, Tangan dan Mulut (KTM). Mengapa disebut flu singapura karena pertengahan September tahun 2000, penyakit tangan, kaki dan mulut pernah merebak di Singapura (Judarwanto, 2009).HFMD merupakan penyakit yang ditandai oleh suatu febril dengan papulovesikular ruam pada telapak tangan dan tapak kaki, dengan atau tanpa vesikel atau ulcer di dalam mulut (WHO, 2011).Flu singapura adalah suatu demam mirip flu disertai ulkus dan ulser di mulut dan vesikel berbentuk halo di telapak kaki dan telapak tangan yang terutama menyerang balita dan kadang menyerang dewasa (Nugrahani, 2005).

B. EpidemiologiPenyakit ini sangat menular dan sering terjadi dalam musim panas. KTM adalah penyakit umum/biasa, pada kelompok masyarakat yang crowded dan menyerang anak-anak usia 2 minggu sampai 5 tahun (kadang sampai 10 tahun). Orang dewasa umumnya kebal terhadap enterovirus. Penularannya melalui kontak langsung dari orang ke orang yaitu melalui droplet, pilek, air liur, tinja, cairan dari vesikel atau ekskreta. Penularan kontak tidak langsung melalui barang, handuk, baju, peralatan makanan, dan mainan yang terkontaminasi oleh sekresi itu. Tidak ada vektor tetapi ada pembawa (carrier) seperti lalat dan kecoa. Penyakit KTM ini mempunyai imunitas spesifik, namun anak dapat terkena KTM lagi oleh virus strain Enterovirus lainnya. Masa Inkubasi 2-5 hari (Gunawan, 2008).

C. EtiologiHFMD atau dikenal juga dengan sebutan PTKM merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus RNA yang masuk dalam famili Picornaviridae, genus Enterovirus, terutama virus Coxsackie Grup A, khususnya tipe A16. Di dalam famili Picornaviridae , terbagi menjadi genus Enterovirus dan Rhinovirus. Di dalam genus Enterovirus, terdiri dari Poliovirus, tipe 1-3 Coxsackievirus kelompok A, tipe 1-24 (tidak ada tipe 23) Coxsackievirus kelompok B, tipe 1-6 Echovirus, tipe 1-34 (tidak ada tipe 10 dan tipe 28) dan Enterovirus, tipe 68-71. Enterovirus adalah penghuni sementara saluran pencernaan manusia dan dapat diisolasi dari tenggorokan atau usus bawah. Enterovirus yang bersifat sitopatogenik (Poliovirus, Echovirus, dan beberapa Coxsackievirus), pertumbuhannya dapat segera terjadi pada suhu 360C sampai 370C dalam biakan primer sel ginjal manusia dan monyet. Coxsackievirus yang termasuk dalam genus Enterovirus, terbagi menjadi kelompok A dan B. Coxsackievirus kelompok A serotipe tertentu menyebabkan penyakit herpangina Penyakit Tangan, Kaki, dan Mulut (PTKM) dan konjungtivitas hemoragik akut. Coxsackievirus kelompok B dapat menyebabkan penyakit pleurodinia, miokarditis, perikarditis, dan meningoensefalitis. Penyebab HFMD yang paling sering pada pasien rawat jalan adalah Coxsackievirus A16, sedangkan yang memerlukan perawatan karena keadaannya lebih berat atau timbul komplikasi sampai menyebabkan pasien meninggal disebabkan oleh Enterovirus 71 (Gunawan, 2008). D. PatofisiologiPenyakit KTM mempunyai masa inkubasi 3-6 hari. Selama masa epidemik, virus menyebar dengan sangat cepat dari satu anak ke anak yang lain atau dari ibu kepada janin yang dikandungnya. Virus menular melalui kontak langsung dengan sekresi hidung dan mulut, tinja, maupun virus yang terhisap dari udara. Implantasi dari virus di dalam bukal dan mukosa ileum segera diikuti dengan penyebaran menuju nodus-nodus limfatik selama 24 jam. Setelah itu segera timbul reaksi berupa bintik merah yang kemudian membentuk lepuhan kecil mirip dengan cacar air di bagian mulut, telapak tangan, dan telapak kaki. Selama 7 hari kemudian kadar antibodi penetral akan mencapai puncak dan virus tereliminasi (Nugrahani, 2005).

E. Manifestasi Klinis Mula-mula demam tidak tinggi 2-3 hari diikuti sakit leher (pharingitis), tidak ada nafsu makan, pilek, muntah, malaise, mual, gejala seperti flu pada umumnya yang tidak mematikan. Timbul vesikel yang kemudian pecah, ada 3-10 ulcus di mulut seperti sariawan (lidah, gusi, pipi sebelah dalam) terasa nyeri sehingga sukar menelan. Rash atau ruam atau vesikel (lepuh kemerahan atau blister yang kecil dan rata), papulovesikel yang tidak gatal di telapak tangan dan kaki. Kadang-kadang rash atau ruam (makulopapel) ada di bokong.(Judarwanto, 2009)

F. Diagnosis BandingDiagnosis banding PTKM berdasarkan meliputi herpetic gingiovostomatitis, aphthous stomatitis, scabies infestation, chickenpox (varicella), measles, dan rubella.DDManifestasi Klinis

herpetic gingiovostomatitis Demam Tampak sakit. Ginggiva eritem, bengkak atau berdarah Lymphadenopathy servikal. Ulser atau vesikel pada mulut tanpa ulser atau vesikel pada ekstremitas. Mengenai mukosa mulut yang mengandung keratin Gejala sistemik lebih berat seperti demam yang sangat tinggi. Tidak ditemukannya lesi pada kulit.

aphthous stomatitis Ulserasi pada mukosa bibir, lidah, dan mulut. Seringkali terjadi pada anak dan orang dewasa, rekuren. Tidak menimbulkan gejala sistemik seperti demam, mual, muntah. Mengenai mukosa mulut yang tidak mengandung keratin. Sering pada dewasa muda

scabies Pustula, vesicle atau nodul pada kaki dan tangan

chickenpox (varicella) Distribusi melibatkan suatu area kulit lebih besar, mencakup kulit kepala, tetapi kadang-kadang telapak tangan dan tapak kaki. Penyembuhan varicella ditandai pembentukan kulit keras, HFMD reabsorpsi cairan vesikel.

DDManifestasi Klinis

Measles Maculopapular ruam diseluruh tubuh Anak-anak dengan suatu infeksi/peradangan campak khas sering dengan batuk, coryza, conjunctivitis, dan koplik spots mungkin ditemukan pada mulut.

Rubella Ruam kulit yang berdistribusi centipetal dan lymphadenopathy occipital.

(WHO, 2011)

G. DiagnosisDiagnosa biasanya dapat ditegakkan berdasarkan klinis penyakit ini. Jika gambaran klinis meragukan maka diagnosa dapat dilakukan dengan melakukan kultur virus dari feses dan test serologi (Glick, 1996). H. TatalaksanaTidak ada pengobatan khusus untuk menyembuhkan penyakit ini. Pengobatan hanya bersifat suportif dan simptomatik. Pengobatan suportif dengan istirahat yang cukup dan rehidrasi bila perlu intravena untuk mengembalikan cairan tubuh akibat sulit makan dan demam. Pengobatan simptomatik diberi antipiretik, analgesik, antiseptik, dan antibiotik. Pada penderita dengan kekebalan tubuh yang rendah atau neonatus dapat diberikan : Immunoglobulin IV (IGIV), pada pasien imunokompromis atau neonatus (Johnson, 2001 ; Nugrahani, 2005).

I. KomplikasiUmumnya jarang menimbulkan komplikasi karena self limiting disease, tetapi dapat menyebabkan : Meningitis Ensefalitis Myocarditis (Coxsackievirus Carditis) atau pericarditis Acute Flaccid Paralysis atau Lumpuh Layuh Akut (Polio-like illness) (Travira Air, 2009)

J. PrognosisPrognosis sangat baik karena penyakit ini tidak begitu berbahaya dan akan sembuh dengan sendirinya dalam 2 minggu. Panas badan akan turun dalam waktu 4 hari, sedangkan ulkus di mulut akan sembuh dalam waktu 7-10 hari (ruslijanto, 2001).

K. PencegahanKebersihan adalah pelindungan yang terbaik pada penyakit PTKM sehingga diharapkan masyarakat mencegah dengan cara sebagai berikut : Cucilah tangan dengan sabun dan air sesudah ke WC, sebelum makan, sesudah membuang ingus, dan sesudah mengganti popok maupun pakaian kotor. Jangan pinjam-meminjam cangkir, sendok, garpu, dan alat kebersihan pribadi misal handuk, lap muka, sikat gigi, pakaian, terutama sepatu dan kaos kaki. Apabila batuk dan bersin, tutupilah mulut dan hidung. Bersihkan hidung serta mulut dengan tisue wajah, sesudah dipakai sekali maka buanglah, kemudian cuci tangan.(NSW, 2013)

DAFTAR PUSTAKA

Glick, M., 1996. Infectious Diseases and Denstistry. Philadelphia W.B Saunders Co. Vol 40. 2:403

Gunawan, M., 2008. Penyakit Flu Singapura atau HFMD (Coxsackievirus A16). Diakses 21 Mei 2013

Johnson, D. H., 2001. Hand, Foot and Mouth Diseases. eMedicine Journal : Departement of Internal Medicine. Vol 2. 7:1-8.

Judarwanto, Widodo., 2009. Mengenal Flu Singapura. Akzonobel. 18

Livingstone, S. , 1970, Seizure Disorders dalam S.S. Gellis and B.M. Kagen (eds), Current Pediatrics Therapy 6 th, Philadelphia WB. Saunders Company, P. 129.

Nanny Selamihardja, 2001, Tetaplah Tenang Jika Anak Kejang Demam, www. intisari kesehatan.com.

Ruslijanto, H., 2001. Penyakit Tangan-Kaki dan Mulut : Gambaran Klinis, Diagnosis Banding, dan Penatalaksanaannya. Jakarta: Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi FKG USAKTI. 43:28-32.

Travira, A., 2009. Flu Singapura. Travira Air Health, Safety, Environment Information. Vol.4. 1:2.

NSW., 2013. Penyakit Tangan, Kaki dan Mulut (Hand, Foot and Mouth). Diakses www.health.nsw.gov.au (21 Mei, 2013)

Nugrahani, I., 2005. Penyakit Kaki, Tangan Dan Mulut Dan Pengobatannya. Diakses 21 Mei 2013WHO., 2011. A Guide to Clinical Management and Public Health Response for Hand, Foot and Mouth Disease (HFMD). WHO pp.35-39.

Yuniarti, Evi, 1999, Kejang Demam, Referat untuk memenuhi syarat dalam Program Studi Kepaniteraan di bagian Ilmu Kesehatan Anak, RSUP Prof. Dr. Margono Soekarjo, Purwokerto

34