TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari...

31
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Teori fraktur 2.1.1 Pengertian fraktur Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan maupun kelainan patologis. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Sedangkan menurut Smeltzer (2005) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang diabsorpsinya. 2.1.2 Penyebab fraktur Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi jaringan sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau gerakan fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2005) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur: a. Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang. b. Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari...

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori fraktur

2.1.1 Pengertian fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik karena trauma, tekanan

maupun kelainan patologis. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh

trauma atau tenaga fisik (Price, 2005). Sedangkan menurut Smeltzer (2005)

fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan sesuai jenis dan

luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar dari yang

diabsorpsinya.

2.1.2 Penyebab fraktur

Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir

mendadak dan kontraksi otot yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi jaringan

sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi,

dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah. Organ tubuh

dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau gerakan

fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2005)

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur:

a. Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai

tulang, arah serta kekuatan tulang.

b. Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma,

kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

8

Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan

mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah tulang dipengaruhi

oleh arah, kecepatan, kekuatan dari tenaga yang melawan tulang, usia penderita

dan kelenturan tulang. Tulang yang rapuh karena osteoporosis dapat mengalami

patah tulang.

2.1.3 Jenis fraktur

Menurut Smeltzer (2005), jenis fraktur dapat dibagi menjadi:

a. Fraktur komplit

Patah pada seluruh garis tulang dan biasanya mengalami pergeseran dari posisi

normal.

b. Fraktur tidak komplit

Patah tulang yang terjadi pada sebagian garis tengah tulang.

c. Fraktur tertutup

Patah tulang yang tidak menyebabkan robekan pada kulit. Patah tulang tertutup

adalah patah tulang dimana tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar.

d. Fraktur terbuka/fraktur komplikata

Patah tulang dengan luka pada pada kulit dan atau membran mukosa sampai

patahan tulang.

Fraktur terbuka di gradasi menjadi:

1) Grade I : fraktur terbuka dengan luka bersih kurang dari 1 cm

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

9

2) Grade II : fraktur dengan luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan extensif

sekitarnya.

3) Grade III : fraktur dengan kondisi luka mengalami kerusakan jaringan

lunak ekstensif dan sangat terkontaminasi.

Menurut Feldman (1999), fraktur terbuka grade III dibagi lagi menjadi:

a) Grade IIIA: terjadi kerusakan soft tissue pada bagian tulang yang

terbuka

b) Grade IIIB: trauma yang menyebabkan kerusakan periosteum

ekstensif dan membutuhkan teknik bedah plastik untuk menutupnya

c) Grade IIIC: fraktur terbuka termasuk rusaknya pembuluh darah besar

e. Jenis fraktur khusus

Menurut Smeltzer (2005), jenis fraktur yang khusus lain seperti:

1) Greenstick: salah satu sisi tulang patah dan sisi lainnya membengkok.

2) Transversal: fraktur sepanjang garis tengah tulang

3) Oblik: garis patahan membentuk sudut dengan garis tengah tulang.

4) Spiral: fraktur yang memuntir seputar batang tulang

5) Kominutif: tulang pecah menjadi beberapa bagian

6) Kompresif: tulang mengalami kompresi/penekanan pada bagian tulang

lainnya seperti (pada tulang belakang)

7) Depresif: fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (pada tulang

tengkorak)

8) Patologik: fraktur pada tulang yang berpenyakit seperti penyakit Paget,

Osteosarcoma.

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

10

9) Epifiseal: fraktur pada bagian epifiseal

f. Tipe fraktur ekstremitas atas

1) Fraktur collum humerus

2) Fraktur humerus

3) Fraktur suprakondiler humerus

4) Fraktur radius dan ulna (fraktur antebrachi)

5) Fraktur colles

6) Fraktur metacarpal

7) Fraktur phalang proksimal, medial, dan distal

g. Tipe fraktur ekstremitas bawah

1) Fraktur collum femur

2) Fraktur femur

3) Fraktur supra kondiler femur

4) Fraktur patella

5) Fraktur plateu tibia

6) Fraktur cruris

7) Fraktur ankle

8) Fraktur metatarsal

9) Fraktur phalang proksimal, medial dan distal

2.1.4 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan

ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna (Smeltzer,

2005).

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

11

a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi.

b. Pergeseran fragmen tulang menyebabkan deformitas tulang yang bisa diketahui

dengan membandingkan dengan bagian yang normal.

c. Pemendekan tulang yang disebabkan karena kontraksi otot yang melekat diatas

maupun dibawah tempat fraktur.

d. Pada pemeriksaan palpasi ditemukan adanya krepitasi akibat gesekan antara

fragmen satu dengan yang lainnya.

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal kulit terjadi sebagai akibat trauma

dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda fisik dan pemeriksaan sinar X.

Setelah mengalami cedera, pasien akan mengalami kebingungan dan tidak

menyadari adanya fraktur, serta berusaha berjalan dengan tungkai yang patah

(Brunner & Suddarth, 2005). Nyeri berhubungan dengan fraktur sangat berat dan

dapat dikurangi dengan menghindari gerakan antar fragmen tulang dan sendi

disekitar fraktur.

2.1.5 Penatalaksanaan Fraktur dan Kegawatdaruratannya

Menurut Brunner & Suddarth (2005) selama pengkajian primer dan resusitasi,

sangat penting untuk mengontrol perdarahan yang diakibatkan oleh trauma

muskuloskeletal. Perdarahan dari patah tulang panjang dapat menjadi penyebab

terjadinya syok hipovolemik. Pasien dievaluasi dengan seksama dan lengkap.

Ekstremitas sebisa mungkin jangan digerakkan untuk mencegah kerusakan soft

tissue pada area yang cedera.

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

12

Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan pengembalian fungsi

serta kekuatan normal dengan rehabilitasi.

a. Reduksi fraktur

Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan

rotasi anatomis. Reduksi bisa dilakukan secara tertutup, terbuka dan traksi

tergantung pada sifat fraktur namun prinsip yang mendasarinya tetap sama.

1) Reduksi tertutup

Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang kembali

keposisinya dengan manipulasi dan traksi manual

2) Reduksi terbuka

Reduksi terbuka dilakukan pada fraktur yang memerlukan pendekatan

bedah dengan menggunakan alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat,

plat sekrew digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam

posisinya sampai penyembuhan solid terjadi.

3) Traksi

Traksi digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Menurut Brunner &

Suddarth (2005), traksi adalah pemasangan gaya tarikan ke bagian tubuh

untuk meminimalisasi spasme otot, mereduksi, mensejajarkan, serta

mengurangi deformitas. Jenis – jenis traksi meliputi:

a) Traksi kulit : Buck traction, Russel traction, Dunlop traction

b) Traksi skelet: traksi skelet dipasang langsung pada tulang dengan

menggunakan pin metal atau kawat. Beban yang digunakan pada traksi

skeletal 7 kilogram sampai 12 kilogram untuk mencapai efek traksi.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

13

b. Imobilisasi fraktur

Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau

dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi

penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna.

Fiksasi eksterna dapat menggunakan pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu pin

dan teknik gips. Fiksator interna dengan implant logam.

c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

Latihan otot dilakukan untuk meminimalkan atrofi dan meningkatkan

peredaran darah. Partisipasi dalam aktifitas sehari-hari diusahakan untuk

memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.

2.1.6 Komplikasi Fraktur

Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Komplikasi awal

1) Syok

Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ

yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar

sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur

pelvis.

2) Emboli lemak

Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena

tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin

yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam aliran darah. Globula

lemak ini bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang dapat

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

14

menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok darah ke otak, paru-

paru, ginjal dan organ lainnya.

3) Compartment Syndrome

Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi

jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh

karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat,

balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen karena

perdarahan atau edema.

4) Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati

intravaskular.

b. Komplikasi lambat

1) Delayed union, malunion, nonunion

Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak

terjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan distraksi

(tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat

menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang (malunion). Tidak

adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-

ujung dari patahan tulang.

2) Nekrosis avaskular tulang

Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati.

Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan

tulang yang baru. Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps

struktural.

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

15

3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna

Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun pada

kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan

gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya

masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan

dan stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material, berkaratnya alat,

respon alergi terhadap logam yang digunakan dan remodeling osteoporotik

disekitar alat.

2.2 Konsep Dasar Pembidaian

2.2.1 Pengertian Pembidaian

Saleh (2006), menyatakan bahwa pembidaian (splinting) adalah suatu cara

pertolongan pertama pada cedera atau trauma pada sistem muskuloskeletal yang

harus diketahui oleh dokter, perawat, atau orang yang akan memberikan

pertolongan pertama pada tempat kejadian kecelakaan. Pembidaian adalah cara

untuk mengistirahatkan (imobilisasi) bagian tubuh yang mengalami cedera dengan

menggunakan suatu alat.

Fitch (2008), menyatakan bahwa pembidaian mengimobilisasi ekstremitas yang

mengalami cedera dan melindungi dari cedera yang lebih lanjut, mengurangi nyeri

dan perdarahan serta digunakan untuk memulai proses penyembuhan. Pemakaian

pembidaian pada pasien rawat jalan termasuk didalamnya fraktur, dislokasi dan

sprain otot. Stabilisasi dari ektremitas yang patah tulang dengan pembidaian

membantu kesejajaran tulang dan mengurangi ketidaknyamanan. Sesudah

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

16

dilakukan reduksi dari dislokasi, posisi anatomi dijaga dengan pembidaian.

Menurut Saleh (2006), bidai dapat kaku atau lunak. Ada bidai buatan pabrik untuk

penggunaan pada tempat tertentu pada tubuh kita dan ada pula bidai yang dapat

dibuat dengan melakukan improvisasi dari barang atau benda yang sudah ada

disekitar kita.

2.2.2 Tujuan Pembidaian

Saleh (2006), menyatakan bahwa ada 5 alasan dalam melakukan pembidaian

pada cedera musculoskeletal yaitu:

a. Untuk mencegah gerakan (imobilisasi) fragmen patah tulang atau sendi yang

mengalami dislokasi.

b. Untuk meminimalisasi/mencegah kerusakan pada jaringan lunak sekitar tulang

yang patah (mengurangi/mencegah cedera pada pembuluh darah, jaringan saraf

perifer dan pada jaringan patah tulang tersebut).

c. Untuk mengurangi perdarahan dan bengkak yang timbul.

d. Untuk mencegah terjadinya syok.

e. Untuk mengurangi nyeri dan penderitaan.

2.2.3 Kontra Indikasi Pembidaian

Fitch (2008) menyatakan bahwa meskipun tidak ada kontraindikasi absolut dalam

menggunakan pembidaian/splinting pada ekstremitas yang mengalami cedera,

beberapa hal unik harus diperhatikan. Pembengkakan alami akan terjadi sesudah

terjadi cedera dapat menjadi hambatan dari keamanan metode dari imobilisasi.

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

17

2.2.4 Prinsip Dasar Pembidaian

Prinsip dasar pembidaian ini harus selalu diingat sebelum kita melakukan

pembidaian (Saleh, 2006).

a. Harus melakukan proteksi diri sebelum pembidaian

b. Jangan melepaskan stabilisasi manual pada tulang yang cedera sampai kita

benar- benar melakukan pembidaian

c. Jangan mereposisi atau menekan fragmen tulang yang keluar kembali ketempat

semula

d. Buka pakaian yang menutupi tulang yang patah sebelum memasang bidai

e. Lakukan balut tekan untuk menghentikan perdarahan pada fraktur terbuka

sebelum memasang bidai

f. Bidai harus melewati sendi proksimal dan sendi distal dari tulang yang patah

g. Bila persendian yang mengalami cedera, lakukan juga imobilisasi pada tulang

proksimal dan distal dari sendi tersebut

h. Berikan bantalan atau padding untuk mencegah penekanan pada bagian tulang

yang menonjol dibawah kulit

i. Sebelum dan sesudah memasang bidai lakukan penilaian terhadap nadi,

gerakan dan rasa /sensasi pada bagian distal dari tempat yang fraktur atau

cedera

j. Berikan dukungan dan tenangkan penderita menghadapi cedera ini.

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

18

2.2.5 Tipe-Tipe Bidai/Splint

Gilbert (2011) menyatakan bahwa pembidaian membantu mengurangi komplikasi

sekunder dari pergerakan fragmen tulang, trauma neurovaskular dan mengurangi

nyeri. Ada beberapa macam splint, yaitu:

a. Hard splint (bidai kaku)

Bidai kaku biasanya digunakan untuk fraktur ekstremitas. Bidai kaku

sederhana bisa dibuat dari kayu dan papan. Bidai ini juga bisa dibuat dari

plastik, aluminium, fiberglass dan gips back slab. Gips back slab ini dibentuk

dan diberi nama sesuai peruntukannya untuk area trauma yang dipasang bidai.

Gips back slab merupakan alat pembidaian yang lebih baik dan lebih tepat

digunakan pada ekstremitas atas dan bawah serta digunakan untuk imobilisasi

sementara pada persendian.

b. Soft splint (bidai lunak)

Pembidaian dimulai dari tempat kejadian yang dilakukan oleh penolong

dengan menggunakan alat pembidaian sederhana seperti bantal atau selimut.

c. Air slint atau vacuum splint

Bidai ini digunakan pada trauma yang spesifik seperti bidai udara. Bidai

udara mempunyai efek kompresi sehingga beresiko terjadi compartment

syndrome dan iritasi pada kulit.

d. Traction splint (bidai dengan traksi)

Bidai dengan tarikan merupakan alat mekanik yang mampu melakukan traksi

pada bidai. Bidai dengan tarikan ini biasanya digunakan untuk trauma pada

daerah femur dan sepertiga bagian tengah ekstremitas bawah.

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

19

2.2.6 Back slab cast

a. Pengertian

New Zealand Orthopaedic Organization (2010), menyatakan bahwa back slab cast

adalah alat imobilisasi pertama sebelum dilakukan tindakan definitif yang

digunakan untuk stabilisasi dari bagian fraktur dan otot yang mengelilinginya dan

digunakan untuk mengurangi oedema (swelling) sebagai bidai. Gips ini mudah

dilepaskan bila diperlukan pemeriksaan inspeksi pada bagian tubuh yang ditutupi.

Miranda (2010), menyatakan bahwa back slab cast adalah gips sementara yang

digunakan pada penanganan pertama trauma seperti patah tulang ankle. Back slab

cast ini terdiri dari plaster yang menjaga tendon achiles dan digunakan pada

bagian yang terjadi pembengkakan tanpa memberikan penekanan. Bidai

tradisional dapat menekan aliran darah, meningkatkan rasa nyeri dan ketidak

nyamanan. Back slab cast ini dapat membantu mengurangi nyeri, pembengkakan,

spasme otot yang terjadi ketika trauma patah tulang. Sedangkan menurut Koval &

Zukerman (2006), back slab cast ini menjaga tulang yang patah pada kesejajaran

selama proses penyembuhan. Back slab cast ini dipasang mengikuti daerah

tonjolan tulang.

b. Cara pembuatan

Fitch (2008), menyatakan bahwa tahap pertama dalam pembidaian adalah

melapisi bagian ekstremitas dengan beberapa lembar bantalan (padding) pada

bagian tonjolan tulang atau bagian tubuh yang mengalami iritasi. Ukur panjang

pembidaian yang diperlukan yaitu melewati dua sendi. Gunakan 3 lembar dari

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

20

gips untuk ekstremitas atas dan 6 lembar untuk ekstremitas bawah untuk

meyakinkan pembidaian yang dilakukan cukup kuat. Celupkan kedalam mangkok

air yang sudah disiapkan, diamkan beberapa saat sampai mengenai seluruh gips,

kemudian angkat, pegang secara vertikal dan gunakan dua jari menurunkan sisa

air pada gips sehingga memudahkan pengeringan kemudian lapisi dengan

padding. Letakkan dibawah ekstremitas yang akan dibidai sesuai posisi anatomis.

Gunakan perban elastis untuk memegang posisi dari back slab cast yang dibuat

dari bagian terjauh dari tubuh ke bagian yang lebih dekat dari pusat tubuh.

Gunakan telapak tangan pada saat pemasangan back slab cast. Setelah kering

periksa kembali adekuat tidaknya imobilisasi yang dilakukan, posisi anatomis dan

kenyamanan pasien.

Brunner & Suddarth (2005), menyatakan bahwa gips akan mengalami kristalisasi

yang menghasilkan pembalutan yang kaku. Kecepatan terjadinya reaksi bervariasi

sekitar 30 menit sampai 60 menit tergantung dari ketebalan dan kelembaban

lingkungan. Selanjutnya perlu pemeriksaan X-ray untuk mengetahui fraktur atau

dislokasi yang membutuhkan reduksi sebelum pembidaian dilepaskan.

c. Keunggulan dari pembidaian dengan back slab cast

Brunner & Suddarth (2005), menyatakan bahwa pasien yang menderita masalah

tulang dan sendi sering mengalami nyeri yang sangat berat. Nyeri dapat timbul

secara primer baik karena masalah muskuloskeletal maupun masalah penyertanya

misalnya; tekanan pada tonjolan tulang akibat dari pembidaian, spasme otot dan

pembengkakan. Tekanan yang berkepanjangan diatas tonjolan tulang dapat

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

21

menyebabkan rasa terbakar. Menurut Miranda (2010) back slab cast ini dapat

membantu mengurangi nyeri, pembengkakan, spasme otot yang terjadi ketika

trauma pada kasus patah tulang. Back slab cast ini terdiri dari plaster yang

menjaga tendon dan digunakan pada bagian yang terjadi pembengkakan tanpa

memberikan penekanan. Pergerakan ekstremitas yang mengalami fraktur setelah

pembidaian dengan back slab cast sangat minimal, sehingga dapat mencegah

kerusakan fragmen tulang dan jaringan sekitarnya yang lebih berat.

Koval & Zukerman (2006), menyatakan bahwa back slab cast menjaga tulang

yang patah pada kesejajaran selama proses penyembuhan. Back slab cast ini

dipasang mengikuti daerah tonjolan tulang. Sedangkan menurut New Zealand

Orthopaedic Organization (2010), back slab cast digunakan untuk stabilisasi dari

bagian fraktur dan otot yang mengelilinginya dan digunakan untuk mengurangi

oedema (swelling) sebagai bidai. Gips ini sangat mudah dilepaskan bila

diperlukan pemeriksaan inspeksi pada bagian tubuh yang ditutupi.

2.2.7 Komplikasi Pembidaian

Saleh (2006) menyatakan bahwa komplikasi pembidaian biasanya timbul bila kita

tidak melakukan pembidaian secara benar, misalnya;

a. Bisa menekan jaringan saraf, pembuluh darah atau jaringan dibawah bidai yang

bisa memperparah cedera yang sudah ada, bila dipasang terlalu ketat.

b. Bila bidai terlalu longgar bisa menimbulkan kerusakan pada saraf perifer,

pembuluh darah, atau jaringan sekitarnya akibat pergerakan ujung – ujung

fragmen patah tulang.

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

22

c. Menghambat aliran darah bila terlalu ketat bisa menyebabkan iskemi jaringan.

Brinkley (2010), meyatakan bahwa komplikasi pembidaian antara lain:

a. Kerusakan kulit

Penekanan pada kulit dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada kulit

sehingga sebelum dilakukan pembidaian kulit harus benar – benar dalam

keadaan bersih. Pasir dan kotoran dapat menjadi titik tekanan pada kulit.

b. Compartment syndrome

Compartment syndrome merupakan komplikasi serius dari pembidaian.

Peningkatan nyeri, pembengkakan, perubahan warna dan peningkatan

temperatur merupakan gejala penting yang harus diperhatikan.

c. Infeksi

Kerusakan kulit dalam pembidaian dapat menjadi tempat masuknya bakteri

dan infeksi jamur.

d. Kerusakan saraf

Trauma dapat menyebabkan pembengkakan yang dapat menimbulkan

penekanan sirkulasi dan kerusakan saraf.

2.3 Konsep Dasar Nyeri pada Fraktur

2.3.1 Pengkajian Neurovaskular

Nyeri merupakan salah satu aspek dalam pengkajian neurovaskular. Pengkajian

neurovaskular pada pasien dengan trauma ekstremitas merupakan keterampilan

penting yang harus dimiliki oleh seorang perawat. Menurut Judge (2007)

pengkajian neurovaskular adalah tindakan yang dilakukan untuk mengetahui

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

23

fungsi neurologis dan integritas vaskuler dari ekstremitas. Pengkajian ini

dilakukan secara sistematis untuk mengetahui adanya penurunan fungsi

neurovaskular yang dapat membantu dalam upaya pencegahan kematian jaringan

dari ekstremitas yang mengalami cedera. Pengkajian difokuskan pada tanda dan

gejala penurunan status neurovaskular yang berdasarkan pada prinsip 5 P yaitu

pain (nyeri), paralyze (kelemahan), pulselessness (penurunan/ hilangnya denyut

nadi, parestesia (kehilangan sensasi) dan pallor (penurunan suhu). Pengkajian

neurovaskuler dengan akurat serta pelaporan yang cepat dan tepat dilakukan untuk

mencegah iskemia, deformitas atau kehilangan fungsi permanen dari ekstremitas

tersebut.Pengkajian neurovaskular dilakukan pada kasus trauma muskuloskeletal, pada

pasien yang dilakukan pemasangan gips, pasca operasi orthopedik dan kasus

pemasangan traksi. Beberapa hal yang diobservasi pada pemeriksaan

neurovaskular meliputi:

a. Warna

Warna ekstremitas yang dilakukan tindakan seharusnya natural yang

menggambarkan suplai arteri dan vena lancar ke area yang cedera. Warna pucat

mengindikasikan adanya sumbatan arteri dan warna kebiruan mengindikasikan

adanya sumbatan vena.

b. Suhu

Judge (2007), menyatakan bahwa pemeriksaan suhu dari ekstremitas bagian

bawah yang cedera dengan menggunakan punggung tangan. Ekstremitas yang

terasa dingin mengindikasikan adanya insufisiensi arteri. Ekstremitas yang lebih

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

24

hangat dari ekstremitas yang tidak mengalami cedera kemungkinan terdapat stasis

vena.

c. Pergerakan/movement

Pasien disuruh untuk menggerakkan jemari serta pergelangan/sendi ekstremitas

sesuai dengan toleransi. Jika pasien tidak bisa melakukan secara aktif, maka

bantu dengan teknik pergerakan pasif. Penurunan kemampuan pergerakan

mengindikasikan masalah persarafan.

d. Pengisian kapiler/capillary refill

Dilakukan dengan menekan ujung jari pada kuku dan melihat pengembalian

warna sehingga menjadi normal. Tekan ujung jari kuku selama 2-3 detik sampai

berwarna pucat kemudian lepas tekanan dan observasi waktu sampai warna kuku

kembali seperti semula:

1) Normal Capillary refill 1 – 2 detik

2) Capillary refill > 2 detik (lambat) : insufisiensi arteri.

e. Sensasi

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui sensasi dengan meminta pasien

menutup mata saat melaksanakan sentuhan pada ekstremitas. Kemudian minta

pasien mendeskripsikan sentuhan tersebut, apakah merasa dengan baik atau

kesemutan / tidak merasakan sentuhan.

f. Nadi

Perawat melakukan palpasi pada daerah-daerah denyut nadi. Bandingkan

kekuatan denyutan dengan ekstremitas yang sehat.

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

25

g. Nyeri

Pasien yang mengalami iskemia karena vaskularisasi yang buruk akan mengalami

nyeri pada saat pergerakan pasif.

2.3.2 Nyeri Pada Fraktur

Nyeri merupakan gejala penting yang timbul pertama kali saat terjadi

kompartemen sindrom (Davis dan Lukas, 2005 dalam Judge, 2007). Bagian

pertama dari observasi neurovaskular adalah menentukan level dari rasa nyeri

yang dialami pasien. Alat pengkajian nyeri harus memberikan pilihan sesuai

kondisi pasien. Berbagai macam alat pengkajian nyeri dapat digunakan dan

masing – masing mempunyai kelebihan dan kekurangan tetapi yang paling

penting alat pengkajian nyeri harus sama digunakan oleh satu team yang

memberikan perawatan pasien. Hal ini akan meningkatkan reliabilitas dan

menurunkan subyektifitas dari pemeriksa. Numeric pain scale yang memberikan

rata- rata dari tingkat rasa nyeri dengan menggunakan skala dari angka satu

sampai sepuluh sangat berguna. Respon non verbal seperti mengepalkan tangan,

meringis, berkeringat juga penting sebagai perwujudan nyeri.

Nyeri dapat timbul secara primer baik karena masalah muskuloskeletal maupun

masalah penyertanya. Misalnya; tekanan pada tonjolan tulang akibat dari

pembidaian, spasme otot dan pembengkakan. Tekanan yang berkepanjangan

diatas tonjolan tulang dapat menyebabakan rasa terbakar. Nyeri adalah

pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat kerusakan

jaringan yang aktual maupun potensial (Brunner & Suddarth, 2005).

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

26

Pasien dengan fraktur terjadi kerusakan fragmen tulang dan jaringan sekitar.

Jaringan tulang terutama pada periosteum terdapat ujung-ujung saraf bebas

sebagai reseptor nyeri. Kerusakan jaringan tulang dan sekitarnya mengakibatkan

keluarnya mediator kimia yaitu bradikinin, histamin dan kalium yang bergabung

dengan lokasi reseptor di nosiseptor untuk memulai transmisi neural (Clancy dan

Mc Vicar, 1992 dalam Potter dan Perry, 2005). Bradikinin dilepas dari plasma

yang keluar dari pembuluh darah di jaringan sekitar pada lokasi cedera jaringan.

Bradikinin juga terikat dengan sel-sel yang menyebabkan reaksi rantai yang

menghasilkan prostaglandin dari pemecahan fosfolipid dalam membrane sel.

Rangsangan nyeri ini menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen yang

terdiri atas serabut A delta yang bermielin menghantarkan impuls secara lebih

cepat daripada serabut C yang tidak bermielin. Transmisi stimulus nyeri berakhir

di bagian kornu dorsalis medulla spinalis. Di dalam kornu dorsalis,

neurotransmitter seperti substansi glutamat dan substansi P dilepaskan sehingga

menyebabkan suatu transmisi sinapsis dari saraf perifer ke saraf traktus

spinotalamus. Impuls nyeri diteruskan ke system saraf pusat, system limbik,

thalamus, kortek sensori dan kortek asosiasi sehingga nyeri dapat dipersepsikan

(Potter dan Perry, 2005)

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

Menurut International Association for Study of Pain (IASP) yang dikutif dari

Lestari (2010) nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak

menyenangkan didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

27

maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Nyeri

merupakan sensasi peringatan bagi otak terhadap beberapa stimulus yang

menyebabkan kerusakan jaringan tubuh. Nyeri merupakan tanda penting terhadap

adanya gangguan fisiologis.

2.3.3 Penyebab Nyeri

Wiryoatmojo (2002) dalam Zahrulyza (2005) dan Lestari (2010), menyatakan

bahwa beberapa penyebab nyeri antara lain:

a. Rangsangan fisik misalnya karena terpapar suhu, mekanik, listrik, atau

pembedahan.

b. Rangsangan kimiawi, misalnya karena ada substansia algogenik ekstrensik:

HCl lambung, ATP, bradikinin, prostaglandin dari sel yang rusak, serotonin,

asetilkolin, asam laktat. Zat-zat ini akan menimbulkan rasa nyeri bila keluar

dari sel dan berada di jaringan interstisial.

2.3.4 Klasifikasi Nyeri

Secara umum nyeri diklasifikasikan kedalam 2 jenis yaitu:

a. Nyeri akut

Nyeri akut disebabkan oleh injuri pada tubuh. Nyeri ini merupakan peringatan

adanya potensial kerusakan jaringan yang membutuhkan reaksi tubuh yang

diperintahkan oleh otak. Nyeri dapat berkembang secara cepat ataupun perlahan.

Nyeri dikatakan akut jika berlangsung paling lama 6 bulan sejak terjadinya injuri

pada tubuh.

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

28

b. Nyeri kronis

Nyeri yang berlangsung lebih dari enam bulan biasanya diklasifikasikan sebagai

nyeri kronis. Nyeri kronis biasanya akibat terjadinya penurunan fungsi tubuh.

2.3.5 Jenis - Jenis Nyeri

Mubarak dan Chayatin (2008), menyatakan bahwa ada tiga jenis nyeri yaitu:

a. Nyeri perifer

Nyeri perifer ini dibedakan lagi menjadi tiga macam, yaitu:

1) Superficial pain, nyeri pada kulit, mukosa terasa tajam atau seperti

ditusuk, akibat dari rangsangan fisik, mekanis, kimiawi.

2) Deep pain (nyeri dalam), nyeri pada daerah viscera, sendi pleura,

peritoneum

3) Referred (menjalar), kejang otot didaerah lain, nyeri dirasakan pada daerah

yang jauh dari sumber rangsangan, sering terjadi pada deep pain.

b. Nyeri sentral (central pain), akibat rangsangan pada tulang belakang, batang

otak, dan thalamus.

c. Nyeri psikogenik, keluhan nyeri tanpa adanya kerusakan di organ tempat dan

tingkat keparahan berupa (rekayasa). Nyeri psikogenik tidak diketahui

penyebab fisiknya. Seringkali muncul karena faktor psikologis bukan karena

faktor fisiologis.

2.3.6 Fisiologi Nyeri

Murdianto (2009), menyatakan reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi

untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

29

nyeri adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus

kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor,

secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga

yang tidak bermielin dari saraf perifer.

Nosireseptor berdasarkan letaknya dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian

tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), dalam (deep somatic), dan pada daerah, karena

letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang

berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang

berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan.

Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu:

a. Reseptor A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang

memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila

penyebab nyeri dihilangkan.

b. Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0, 5 m/det) yang

terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit

dilokalisasi.

Struktur reseptor nyeri dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang,

pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur

reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit

dilokalisasi. Spasme otot menimbulkan nyeri karena menekan pembuluh darah

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

30

yang menjadi anoksia. Spasme otot juga dapat berakibat anoksia. Pembengkakan

jaringan menjadi nyeri akibat tekanan kepada nosiseptor yang menghubungkan

jaringan (Brunner &Suddarth, 2005).

Sejumlah substansi dilepaskan kejaringan ekstraseluler sebagai akibat dari

kerusakan jaringan. Zat–zat kimia yang meningkatkan transmisi atau persepsi

nyeri meliputi histamin, bradikinin, asetilkolin, dan substansi prostaglandin.

Prostaglandin adalah zat kimia yang diduga dapat meningkatakan sensitivitas

reseptor nyeri dengan meningkatkan efek dari bradikinin.

2.3.7 Teori Transmisi Nyeri

Impuls nyeri dialirkan ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut yaitu

serabut- serabut yang bermielin rapat disebut serabut A-delta dan serabut lamban

yang disebutb serabut C. Menurut Long (1997) terdapat beberapa teori tentang

terjadinya pengiriman rangsangan nyeri yaitu :

a. Teori pengendalian gerbang (Gate Control Theory)

Menurut teori ini, nyeri tergantung dari kerja saraf besar dan kecil yang

terdapat pada akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan

meningkatkan aktifitas substansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya

pintu mekanisme (gate control) sehingga aktifitas sel T terhambat sehingga

rangsangan ikut terhambat. Rangsangan saraf besar ini langsung merangsang

korteks cerebri. Hasil persepsi ini akan dikembalikan ke medulla spinalis

melalui serat efferent. Rangsangan serat saraf kecil menghambat substansia

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

31

gelatinosa sehingga membuka pintu mekanisme gate control, mengaktivasi sel

T dan menghantarkan nyeri.

b. Teori pemisahan ( specifity theory)

Menurut teori ini rangsangan sakit masuk ke medulla spinalis melalui kornu

dorsalis yang bersinap didaerah posterior, kemudian naik ke traktus lissur dan

menyilang di garis median ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris

tempat rangsangan diteruskan.

c. Teori pola (pattern theory)

Rangsangan nyeri masuk melalui akar dorsalis ke medulla spinalis kemudian

merangsang aktifitas sel T mengakibatkan respon yang merangsang bagian

lebih tinggi yaitu kortek serebri serta menimbulkan persepsi.

d. Teori transmisi dan inhibisi

Adanya stimulus pada nociceptor memulai transmisi impuls saraf sehingga

menjadi lebih efektif oleh neurotransmitter yang spesifik.

2.3.8 Karakteristik Nyeri

Karakteristik nyeri meliputi letak atau lokasi, durasi, irama dan kualitas (Brunner

& Suddarth, 2005). Nyeri merupakan kejadian yang bersifat individu. Untuk

mengkaji nyeri dapat dilakukan dengan pendekatan PQRST yaitu:

P: Provokating (pemacu) faktor yang memperberat atau meringankan nyeri

Q: Quality (kualitas) tumpul, tajam, merobek

R: Region (daerah) lokasi

S: Severity (keparahan)

T: Time (waktu) serangan, lamanya

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

32

Tidaknyeri

Nyerisangathebat

2.3.9 Skala Intensitas Nyeri

Untuk mengetahui suatu tindakan terhadap nyeri berhasil atau tidak, maka perlu

adanya suatu alat ukur. Menurut AHCPR (Agency for Health care policy and

research, 1992 dalam Lestari, 2010) ada beberapa metode pengukuran tingkat

nyeri seperti yang terlihat dalam gambar berikut ini:

a. Skala Visual Analog Nyeri ( Visual Analog Scale)

Skala analog visual (Visual Analog Scale) adalah suatu garis lurus yang mewakili

intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya.

Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan

nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih karena klien

dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu

kata atau satu angka (Potter, 2005).

Gambar 1. Visual analog scale

b. Skala Intensitas Nyeri Numerik ( Numeric Pain Rating Scale)

Skala penilaian NPRS (Numerical Pain Rating Scales) lebih digunakan sebagai

pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan

menggunakan skala 0-10. Skala ini paling efektif digunakan saat mengkaji

intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan

skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR,

1992).

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

33

Gambar 2. Numerical pain rating scale

c. Skala Nyeri Bourbanis

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan: secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang: secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat: secara obyektif klien tidak dapat mengikuti perintah tapi

masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak

dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas

panjang dan distraksi.

10 : Nyeri sangat berat: Pasien tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

3. Bourbanis scale

Tidaknyeri

Nyerihebat

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Nyeri sedang

Tidaknyeri

Nyerisangat

berat

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Nyerisedang

Nyeriberat

Nyeriringan

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

34

2.3.10 Respon Terhadap Nyeri

Secara objektif respon nyeri dapat diamati berupa tanda dan gejala fisiknya.

Menurut Potter & Perry (2006) berupa respon fisiologis dan respon prilaku

sebagai berikut:

a. Respon prilaku akibat nyeri

Respon prilaku terhadap nyeri meliputi pernyataan verbal, prilaku vokal, ekspresi

wajah, gerakan tubuh, kontak fisik dan perubahan respon terhadap lingkungan,

seperti:

1) Menangis

2) Merintih

3) Mendesis

4) Merenggut

5) Memegang bagian tubuh yang terasa nyeri

6) Takut menggerakkan bagian tubuh

7) Mengepalkan tangan

8) Menarik diri

b. Respon fisiologis terhadap nyeri

Pada nyeri akut akan terjadi akan terjadi perubahan fisiologis yang dianggap

sebagai indikator nyeri:

1) Peningkatan frekuensi pernafasan

2) Peningkatan frekuensi nadi

3) Pucat

4) Berkeringat.

Page 29: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

35

2.3.11 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri

Prohealth (2009), menyatakan bahwa nyeri yang dialami pasien dipengaruhi oleh

sejumlah faktor antara lain:

a. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon

nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah

patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung

menyembunyikan nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah

hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat

atau meninggal jika nyeri diperiksakan.

b. Makna nyeri

Makna nyeri berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap

nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.

c. Jenis kelamin

Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan

dalam merespon nyeri, lebih dipengaruhi budaya contoh: tidak pantas kalau

laki-laki mengeluh nyeri sedangkan wanita boleh mengeluh nyeri.

d. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap

nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah

akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak

mengeluh jika ada nyeri.

Page 30: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

36

e. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri.

f. Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan

seseorang cemas.

g. Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri

yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah

tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam

mengatasi nyeri.

h. Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan

sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi

nyeri.

i. Support keluarga

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga

atau teman dekat ntuk memperoleh dukungan dan perlindungan.

2.3.12 Manajemen Nyeri

Metode nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk pengelolaan nyeri menurut

Brunner & Suddarth (2005) adalah:

a. Stimulasi dan masase kutaneus

b. Terapi es dan panas

Page 31: TINJAUAN PUSTAKA - sinta.unud.ac.id II.pdf8 Sebagian besar patah tulang merupakan akibat dari cedera, seperti kecelakan mobil, olah raga atau karena jatuh. Jenis dan beratnya patah

37

c. Stimulasi saraf elektris transkutan (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulating)

d. Distraksi

e. Teknik relaksasi pernafasan dan relaksasi otot progresif

f. Imaginasi terbimbing

g. Hypnosis

h. Metode bedah neuro dari penatalaksanaan nyeri

Metode farmakologi menurut Long (1997) dalam Lestari (2010) pengelolaan

nyeri menggunakan farmakologi dilakukan dengan pemberian obat- obatan yang

terdiri dari analgesik, narkotik, analgesik nonnarkotik, Non Steroid

Antiinflamatory Drug (NSAID) dan obat lain untuk mengurangi nyeri.