tinjauan pustaka oma

24
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Anatomi Telinga Tengah Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Telinga luar terdiri atas daun telinga, saluran telinga luar, dan gendang telinga (membran timpani). Telinga dalam berisi organ pendengaran dan keseimbangan (Snell, 2006). Gambar 2.1 Anatomi telinga http://www.biographixmedia.com/human/ear-anatomy.html 5

description

mengenai oma

Transcript of tinjauan pustaka oma

Page 1: tinjauan pustaka oma

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah

Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan

telinga dalam. Telinga luar terdiri atas daun telinga, saluran telinga luar,

dan gendang telinga (membran timpani). Telinga dalam berisi organ

pendengaran dan keseimbangan (Snell, 2006).

Gambar 2.1 Anatomi telinga

http://www.biographixmedia.com/human/ear-anatomy.html

Telinga tengah adalah suatu ruangan yang terletak di bagian dalam

dari membran timpani. Dilapisi oleh membran mukus dan terisi udara yang

berhubungan dengan nasofaring melalui saluran pharyngotympanic atau

biasa disebut dengan tuba Eustachius (Standring, 2008).

5

Page 2: tinjauan pustaka oma

Pada telinga tengah terdapat tiga tulang kecil yaitu malleus, incus,

stapes, yang disebut dengan auditory ossicles yang menghubungkan

dinding lateral dengan medial dari rongga serta mengirimkan getaran dari

membran timpani di seluruh rongga ke koklea (Standring, 2008).

Selain tiga tulang kecil, terdapat muskulus stapedius dan muskulus

tensor timpani, chorda tympani cabang nervus kranialis VII, dan pleksus

timpani pada promontorium (Moore, 2010).

Auris media atau telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding

anterior, dinding posterior, dinding lateral, dan dinding medial (Snell,

2006).

Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen

timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis.

Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari meningen dan lobus

temporalis otak di dalam fossa cranii media (Snell, 2006).

Lantai dari kavum timpani merupakan lempeng yang menyempit,

dan tipis, yang memisahkan kavum timpani dari bulbus superior vena

jugularis interna (Standring, 2008).

Pada dinding anterior, di sebelah bawahnya dibentuk oleh lempeng

tipis tulang yang memisahkan kavum timpani dari arteri carotis interna.

Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran,

saluran yang lebih besar dan terletak lebih bawah menuju ke tuba

Eustachius, dan yang terletak lebih atas, dan lebih kecil masuk ke dalam

saluran untuk muskulus tensor timpani (Snell, 2006).

Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar

yang tidak beraturan, yaitu aditus ad antrum. Bagian atasnya lebih lebar.

Sedangkan bagian bawah terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut,

sempit, kecil, yang disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar

muskulus stapedius (Snell, 2006; Standring, 2008).

Sebagian besar dinding lateral disusun oleh membran timpani, dan

juga terdapat cincin tulang tempat menempelnya membran (Standring,

2008).

6

Page 3: tinjauan pustaka oma

2.1.1 Membran timpani

Membran timpani adalah membran fibrosa tipis yang berwarna

seperti mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap kebawah agak

depan, sedangkan permukaanya cekung ke arah lateral. Pada dasar

cekungannya terdapat lekukan kecil yang disebut dengan umbo, yang

terbentuk oleh ujung Manubrium Mallei. Bila membran ini terkena cahaya

otoskop, bagian cekung ini menghasilkan “cone of light” yang memancar

ke anterior dan inferior umbo (Snell, 2006).

Gambar 2.2 Membran timpani

http://audiosocial.es/?tag=audiopacks

Membran ini memisahkan kavum timpani dari external acoustic

meatus. Letaknya miring dengan sudut kurang lebih 550 dari lantai dengan

diameter kurang lebih 9-10 mm, sedangkan diameternya kurang lebih 8-9

mm. Sekeliling dari membran timpani merupakan cincin fibrocartilago tebal

yang menempel pada sulkus timpani di sebelah medial meatus (Standring,

2008).

Secara anatomis membran timpani dibagi menjadi 2 bagian, yaitu

pars tensa dan pars flaccida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari

membran timpani yang permukaannya tegang atau kaku dan bergetar,

dimana sekelilingnya menebal dan menempel di annulus tympanicus pada

sulcus tympanicus pada tulang temporal. Sedangkan pars flaccida

7

Page 4: tinjauan pustaka oma

letaknya dibagian anterior dan permukannya lebih tipis dan lemas. Bagian

ini dibatasi oleh plica maleolaris anterior dan posterior (Standring, 2008).

Membran timpani ini sangat peka terhadap nyeri karena permukaan

luarnya dipersarafi oleh nervus auriculotemporalis dan ramus auricularis

nervus vagus (Snell, 2006).

Selain itu, di telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran,

atau ossicula auditus, yaitu malleus, incus, dan stapes (Snell, 2006).

Malleus, merupakan tulang pendengan terbesar bentuknya seperti

martil. Panjangnya 8-9mm dan memiliki corpus, collum, manubrium dan

processus anterior dan posterior (Standring, 2008).

Incus bentuknya seperti landasan. Memiliki satu corpus dan dua

processus yaitu longus dan brevis (Standring, 2008).

Stapes, juga dikenal sebagai pelana. Memiliki corpus, collum, dua

lengan (processus atau crura), dan satu basis (Standring, 2008).

2.1.2 Otot-otot dan inervasi pada kavum timpani

Terdiri dari muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius.

M.tensor timpani bentuknya ramping memanjang. Origonya di kartilago

tuba Eustachius, dan berinsersi di manubrium mallei. Otot ini disarafi oleh

divisi mandibularis dari nervus trigeminus. Fungsinya adalah untuk

meredam getaran membran timpani (Snell, 2006).

Sedangkan otot stapedius, berorigo di pyramis dan ber-insersio di

collum stapedius. Otot ini disarafi oleh nervus facialis, dan fungsinya

adalah untuk meredam getaran stapes (Snell, 2006).

2.1.3 Suplai vaskularisasi dan drainase limfatik

The deep auricular, anterior tympanic, dan stylomastoid arteries

merupakan arteri yang besar yang menyuplai telinga bagian tengah.

Sedangkan untuk venanya oleh pterygoid venous plexus dan superior

petrosal sinus. Dan pembuluh limfatiknya, akan di drainase oleh upper

deep cervical lymph nodes (Standring, 2008).

8

Page 5: tinjauan pustaka oma

2.1.4 Tuba eustachius

Disebut juga sebagai tuba auditiva, terbentang dari dinding anterior

kavum timpani ke bawah depan, dan medial sampai ke nasofaring.

Sepertiga bagian posterior dibentuk oleh tulang, sedangkan dua per tiga

bagian anteriornya di bentuk oleh kartilago. Tuba berhubungan dengan

nasofaring dengan berjalan melalui pinggir atas muskulus constrictor

pharynges superior (Snell, 2006).

Tiga fungsi dari tuba Eustachius adalah pertama sebagai ventilasi

yang berguna untuk menjaga agar tekanan udara di dalam telinga tengah

selalu sama dengan tekanan udara luar, kedua sebagai proteksi untuk

melindungi telinga tengah dari tekanan suara dan menghalangi sekret

atau cairan dari nasofaring masuk ke telinga tengah, dan yang terakhir

sebagai drainase untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga tengah ke

nasofaring (Ballenger J. dkk, 2003).

Pada bayi dan anak kecil, tuba Eustachiusnya lebih horizontal, lebih

lebar dan lebih pendek sehingga menyebabkan tingginya angka kejadian

otitis media pada anak kecil. Pada anak-anak usia 7-10 tahun, tuba

Eustachius akan terbentuk sesuai dengan ukuran orang dewasa (Probst

R. dkk, 2006).

Gambar 2.3 Beda tuba Eustachius pada orang dewasa dan anak-anak

http://drugline.org/medic/term/eustachian-tube

9

Page 6: tinjauan pustaka oma

2.1.5 Kavum mastoideus

Rongga mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars

petrosa ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui

aditus. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang, yaitu tegmen

timpani yang berhubungan dengan meningen pada fossa cranii media dan

lobus temporalis cerebri, dinding inferiornya berlubang-lubang,

menghubungkan antrum dengan cellulae mastoidea, dinding medialnya

berhubungan dengan canalis semicircularis posterior (Snell, 2006).

2.2 Fisiologi Pendengaran

Frekuensi suara yang dapat didengar manusia berkisar mulai 20

sampai maksimal 20.000 sirklus per detik (Hz). Pada hewan lain

khususnya kelelawar dan anjing, frekuensi yang lebih tinggi yang

terdengar. Nada suara pria rata-rata dalam percakapan adalah sekitar 120

Hz sedangkan perempuan rata-rata 250 Hz (Ganong, 2005).

2.2.1 Transmisi suara

Telinga mengubah gelombang suara di lingkungan eksternal

menjadi potensi aksi di saraf pendengaran. Gelombang ditransformasikan

oleh gendang telinga dan tulang pendengaran menjadi gerakan dari kaki-

kaki stapes. Pergerakan ini membuat gelombang dalam cairan yang ada

di telinga bagian dalam. Gelombang yang bergerak mengenai organ of

corti menghasilkan potensial aksi dalam serabut saraf (Ganong, 2005).

2.2.2 Konduksi udara dan tulang

Konduksi tulang pendengaran merupakan jalan utama sebagai

pendengaran normal dimana meliputi konduksi gelombang suara untuk

carian dari telinga bagian dalam melalui membran timpani dan tulang-

tulang pendengaran (Ganong, 2005).

Sedangkan konduksi udara adalah keadaan dimana gelombang

suara juga memulai getaran dari membran timpani sekunder yang dekat

dengan round window (Ganong, 2005).

10

Page 7: tinjauan pustaka oma

Tipe ketiga dari konduksi ini adalah konduksi tulang yang

mengirimkan getaran dari tulang tengkorak kecairan di telinga bagian

dalam. Keadaan ini muncul apabila adanya garpu tala atau getaran

lainnta yang secara langsung mengenai kepala. Tipe ini juga berperan

terhadap terjadinya suara yang keras (Ganong, 2005).

2.3 Histologi

Telinga tengah dilapisi oleh epitel selapis pipih yang berada diatas

lamina propia tipis yang melekat erat pada periosteum di bawahnya. Epitel

selapis yang melapisi telinga tengah secara berangsur berubah menjadi

epitel berlapis silindris bersilia di dekat tuba Eustachius dan bagian

dalamnya. Pada dinding tulang telinga tengah bagian medial terdapat dua

area segi empat berlapis membran dan tak bertulang, area-area ini adalah

oval window dan round window (Junqueira, 2007).

Terdapat tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes.

Tulang-tulang ini memiliki sendi synovial, dan ditutupi oleh epitel selapis

pipih (Junqueira, 2007).

2.4 Otitis Media Akut

2.4.1 Definisi

Otitis media akut (OMA) merupakan infeksi pada telinga yang

sering disebabkan oleh bakteri ataupun virus yang mengganggu telinga

bagian tengah yang dapat menyebabkan inflamasi dan penumpukan

cairan di telinga tengah.

Gambar 2.4

Membran timpani normal

11

Page 8: tinjauan pustaka oma

http://vietshealth.blogspot.com/2009/03/acute-otitis-media.html

Biasanya bisa sembuh sendiri. Tetapi pada bayi dan kasus yang

parah biasanya memerlukan obat antibiotik. Jika berkepanjangan dapat

menyebabkan gangguan pendengaran dan komplikasi serius (MayoClinic,

2013).

2.4.2 Etiologi

Disfungsi tuba Eustachius merupakan penyebab utama dari otitis

media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba

Eustachius terganggu, sehingga invasi kuman ke dalam telinga tengah

juga akan terganggu (Ballenger J. dkk, 2003).

Sedangkan pada masa balita dan anak-anak, penyebab

terseringnya adalah karena anatomi dari tuba Eustachius yang lebih

pendek, dan horizontal (Sharma, 2006) .

Etiologi lainnya adalah karena bakteri patogen, yang paling

berperan antara lain Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,

dan Moraxella catarrhalis. Beta streptococcus, staphylococcus, dan lain-

lain mungkin jarang terlibat. Otitis media akut seringkali didahului oleh

infeksi saluran pernapasan dan menyebar sampai tuba Eustachius

(Menner, A., 2003).

Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) sendiri sering disebabkan

oleh virus yaitu rhinovirus, Respiratory Syncytial virus (RSV).

parainfluenza dan influenza virus. Infeksi ini dapat menyebabkan inflamasi

pada mukosa telinga bagian tengah (Probst R. dkk, 2006).

2.4.3 Epidemiologi

Otitis media akut adalah penyakit yang biasa terjadi pada bayi dan

anak-anak kecil. Tapi bisa terjadi di umur berapapun. Lebih dari 50% dari

bayi mengalami satu atau lebih episode dari otitis media akut pada tahun

pertama kehidupan, meningkat hingga 80% sampai umur 3 tahun (Probst

R. dkk, 2006).

12

Page 9: tinjauan pustaka oma

Studi di Pittsburgh menunjukkan bahwa 48% terjadi pada usia 6

bulan, 79% pada usia 1 tahun, dan 91% pada usia 2 tahun. Pada anak

dengan usia 7-10 tahun, insiden otitis media akut secara perlahan akan

turun (Ballengers, 2003).

Statistika di New Zealand menunjukan bahwa pada tahun 2010

terdapat sebanyak 285 dari sepuluh ribu anak pada usia pertama

kehidupan mengalami otitis media akut.

Pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Jatibening Bekasi

tahun 2010 oleh Muhammad Nikko, jumlah pasien yang datang berobat

dan didiagnosis OMA sebanyak 55 orang, kategori usia tertinggi yang

menderita OMA adalah bayi dan anak-anak berusia 5-12 tahun sebesar

38,2% atau 21 pasien, sedangkan untuk pasien remaja berusia 13-18

tahun sebesar 20% atau 11 pasien. Kemudian pada kategori usia 19-59

tahun ditemukan sebesar 36,4% atau 20 pasien, dan pada kategori usia

lansia atau diatas 59 tahun ditemukan sebesar 5,5% atau 3 pasien. Dan

pasien dengani riwayat penyakit ISPA mempunyai pengaruh sebesar

36,4% sebagai faktor pencetus terjadinya OMA pada pasien rawat jalan di

Puskesmas Jatibening Kota Bekasi (Nikko, 2011).

2.4.4 Patofisiologi

Patofisiologi otitis media akut secara langsung berkaitan dengan

infeksi virus pada saluran napas atas yang terjadi sebelumnya sehingga

memperburuk mucociliary apparatus (Ellen, 2011).

Infeksi virus saluran pernapasan atas dapat meningkatkan

kolonisasi dan juga adhesi bakteri, sehingga mengganggu pertahanan

imun pasien terhadap infeksi bakteri serta mengakibatkan pelepasan

sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang akan menyebabkan kongesti

pada mukosa respiratori hidung, nasopharynx, dan tuba Eustachius.

Kongesti pada tuba Eustachius akan menyebabkan isthmusnya

menyempit. Gangguan ini dapat menyebabkan tekanan pada telinga

tengah menjadi negatif dan jika dibiarkan akan menjadi otitis media akut

(Kerschner, 2009).

13

Page 10: tinjauan pustaka oma

2.4.5 Faktor resiko

Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan infeksi pada

telinga tengah adalah :

Penyakit ini lebih sering menyerang usia kurang dari 24 bulan.

Menyusui menggunakan botol dengan posisi anak tidur dapat

menyebabkan posisi tuba Eustachius mendatar sehingga

mempermudah bakteri atau virus masuk.

Anak-anak yang sering dititipkan pada penitipan anak karena dapat

meningkatkan penyebaran virus dan bakteri.

Paparan asap rokok dan polusi udara.

Lebih tinggi angka kejadiannya pada laki-laki dibanding perempuan.

Adanya riwayat penyakit otitis media akut di keluarga.

Infeksi Saluran Pernapasan Akut.

Lebih sering pada musim hujan.

Pada orang dengan pekerjaan ditempat yang sering terjadi

perubahan tekanan udara seperti penyelam dan penerbang

dibanding dengan pekerja umum lainnya.

Status sosial rendah.

Kurangnya vaksinasi PCV-7 pada anak-anak.

Penderita Down Syndrome (Block S., 2005).

2.4.6 Manifestasi klinis

Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, Otitis media akut

dibagi menjadi 5 stadium (Sharma, 2006). Pada stadium pertama yaitu

stadium oklusi tuba Eustachius, membran timpani kadang tetap normal

atau hanya berwarna keruh pucat atau terdapat sumbatan tuba

Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani (Sharma, 2006).

14

Page 11: tinjauan pustaka oma

Gambar 2.5 Membran timpani pada stadium oklusi tuba Eustachius

http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/1_11

Pada stadium kedua yaitu hiperemis (pre-supurasi), terjadi

pelebaran pembuluh darah di membran timpani sehingga membran

tersebut mengalami hiperemis, dan edema mukosa (Sharma, 2006).

Gambar 2.6 Membran timpani pada stadium hiperemis

http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/1_12

Stadium ketiga yaitu supurasi, ditandai oleh terbentuknya sekret

eksudat purulen (nanah). Selain itu, edema yang terjadi pada telinga

tengah semakin hebat dan mengakibatkan sel epitel superficial hancur.

15

Page 12: tinjauan pustaka oma

Ketiga hal tersebut menyebabkan terjadinya bulging atau penonjolan

membran timpani ke arah luar.

Gambar 2.7 Membran timpani pada stadium supurasi

http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/1_13

Pasien pada stadium ketiga ini akan merasakan sakit yang hebat,

nadi dan juga suhu tubuh meningkat dan rasa nyeri di telinga bertambah

parah. Pada pasien anak-anak bisa mengakibatkan kegelisahan dan tidur

yang tidak nyenyak (Sharma, 2006).

Stadium supurasi yang berkelanjutan dan tidak ditangani dengan

baik akan menyebabkan nekrosis mukosa dan dan sub mukosa membran

timpani sehingga menjadi lembek dan berwarna kekuningan yang

kemudian mengakibatkan ruptur membran timpani (Sharma, 2006).

Stadium keempat yaitu perforasi yang ditandai dengan ruptur

membran timpani sehingga sekret berupa nanah akan mengalir ke telinga

luar. Stadium ini dapat terjadi karena pemberian antibiotik yang terlambat

dan tingginya virulensi kuman (Sharma, 2006).

16

Page 13: tinjauan pustaka oma

Gambar 2.8 Membran timpani pada stadium perforasi

http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/3_2_CSOM_Otorrhea

Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekretnya

tetap berlangsung lebih dari tiga minggu, maka keadaan ini disebut

sebagai otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan ini

berlangsung selama lebih dari dua bulan, disebut sebagai otitis media

supuratif kronis (Sharma, 2006).

Stadium yang kelima yaitu stadium resolusi yang ditandai oleh

berangsur normalnya membran timpani hingga perforasi membran timpani

menutup kembali dan tidak ada sekret purulen.

Gambar 2.9 Membran timpani pada stadium resolusi

http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/1_17

17

Page 14: tinjauan pustaka oma

Apabila stadium resolusi gagal, maka akan berlanjut menjadi otitis

media supuratif kronis (Sharma, 2006).

Gambar 2.10 Membran timpani pada otitis media supuratif kronis

http://drabhishekdwivedi.blogspot.com/2011/07/definition-of-csom-chronic-

suppurative.html

2.4.7 Diagnosa

Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut. :

Penyakitnya muncul mendadak atau akut

Ditemukan efusi (pengumpulan cairan) di telinga tengah. Dapat

dibuktikan dengan menggembungnya gendang telinga, penurunan

mobilitas gendang telinga, adanya bayangan cairan di belakang

gendang telinga, adanya cairan yang keluar dari telinga

Adanya tanda/gejala peradangan dari telinga tengah yang

dibuktikan dengan adanya salah satu tanda diantara kemerahan

pada gendang telinga atau nyeri telinga yang mengganggu tidur

dan aktivitas normal (Block S., 2005).

Gejala otitis media akut lainnya adalah sakit telinga, gangguan

pendengaran, pusing, dan demam. Sebagian besar kasus AOM dapat

sembuh secara spontan, dan jarang terjadi komplikasi. Sekitar 80%

sampai 90% dari anak-anak sembuh dalam waktu 3 hari, dan pemulihan

penuh memakan waktu 7 hari (Worrall G., 2007).

18

Page 15: tinjauan pustaka oma

Pemeriksaan definitif untuk penyakit ini adalah pemeriksaan fisik

yang sesuai untuk mengkonfimasi ada tidaknya kelainan pada telinga

tengah. Pemeriksaan lengkap dari kepala dan leher harus dilakukan

paling awal untuk mengidentifikasi kemungkinan kondisi predisposisi

seperti anomali kraniofasial, obstruksi hidung, cacat palatum, atau

hipertrofi adenoid. Pada pasien dengan unilateral OM, nasofaring harus

diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan neoplasma (Ballenger J. dkk,

2003).

2.4.8 Penatalaksanaan

Terapi antibakteri : untuk semua kasus dengan demam dan nyeri

telinga hebat, diberikan

a. Ampicillin (50/mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis)

b. Amoxicillin (40/mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis)

pada pasien alergi penicillins bisa diganti dengan :

c. Cefaclor, co-trimoxazole atau erythromycin.

Pada kasus dengan infeksi H. influenza atau Morazella catarrhalis

yang memproduksi beta lactamase, diberikan antibiotik seperti :

d. Amoxicillin-clavulanate, augmentin, cefuroxime axetil atau

cefixime.

Pemberian obat ini diberikan secara kontinyu selama minimal

sepuluh hari, sampai membran timpani pulih seperti keadaan

normal, dan pendengaran membaik. Apabila tidak dikonsumsi

secara teratur, atau terapinya inadekuat, dapat menyebabkan otitis

media supuratif kronis dan hilangnya pendengaran (Sharma, 2006).

Tetes hidung dekongestan :

Ephedrine nose drops (1% pada orang dewasa, 0,5% untuk anak-

anak), untuk menghilangkan edema tuba Eustachius dan

meningkatkan ventilasi telinga tengah diberikan : Oxymetazoline

(Nasivion) atau xylometazoline (Otrivin)

19

Page 16: tinjauan pustaka oma

Oral nasal decongestants :

a. Pseudoephedrine (Sudafed) 30mg 2x/hari

b. Kombinasi dekongestan dan antihistamin (Triaminic)

Penurun panas dan anti nyeri :

Paracetamol (pada anak bisa diberikan yang cair)

Ear toilet :

Apabila ada nanah dalam telinga, dikeringkan dengan cotton-bud

yang kering dan steril dan kapasnya diberi antibiotik

Myringotomy :

Indikasinya apabila membran timpaninya menggembung, adanya

nyeri dan tidak merespon pemberian antibiotik, serta tadanya

efusi persisten selama lebih dari 12 minggu. Tujuannya adalah

untuk drainase telinga tengah.

Prosedurnya yaitu dengan membuat insisi kecil pada eardrum

agar pus bisa keluar (Gelfand S., 2009)

Gambar 2.11 Myringotomy

http://www.beliefnet.com/healthandhealing/getcontent.aspx?cid=14847

20

Page 17: tinjauan pustaka oma

Pada penelitian yang dilakukan oleh Nomura Y (2005) myringotomy

terbukti efektif mencegah terjadinya otitis media akut reccurent, dan otitis

media kronis dibandingkan dengan terapi oral antibiotik tanpa

myringotomy.

2.4.9 Preventif

Terdapat beberapa cara untuk mencegah terjadinya OMA yaitu

dengan mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA

dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian asi eksklusif

selama minimal enam bulan, menghindari paparan terhadap asap rokok,

menghindari menyusui dengan penggunaan botol susu pada usia kurang

dari satu tahun, apabila menggunakan botol susu, tidak dianjurkan dengan

posisi supinasi, serta pemberian vaksin pneumokokkus (PCV) (Mayo

Clinic, 2013).

2.4.10 Komplikasi

Komplikasi OMA diklasifikasikan berdasarkan lokasi penyebaran

penyakit pada struktur mukosa telinga tenga. Dapat dikategorikan sebagai

berikut:

Intratemporal : perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paresis

facial nerve, labirinitis akut, petrositis, otitis media supuratif kronis.

Intracranial : meningitis, ensefalitis, abses otak, hidrosefalus otitis,

subarachnoid abses, abses subdural, atau sigmoid thrombosis

sinus.

Sistemik : bacteremia, septik arthritis, atau endocarditis bakteri

(Gulya A., 2010; Donaldson, 2013)

21