tinjauan pustaka oma
description
Transcript of tinjauan pustaka oma
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Telinga Tengah
Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan
telinga dalam. Telinga luar terdiri atas daun telinga, saluran telinga luar,
dan gendang telinga (membran timpani). Telinga dalam berisi organ
pendengaran dan keseimbangan (Snell, 2006).
Gambar 2.1 Anatomi telinga
http://www.biographixmedia.com/human/ear-anatomy.html
Telinga tengah adalah suatu ruangan yang terletak di bagian dalam
dari membran timpani. Dilapisi oleh membran mukus dan terisi udara yang
berhubungan dengan nasofaring melalui saluran pharyngotympanic atau
biasa disebut dengan tuba Eustachius (Standring, 2008).
5
Pada telinga tengah terdapat tiga tulang kecil yaitu malleus, incus,
stapes, yang disebut dengan auditory ossicles yang menghubungkan
dinding lateral dengan medial dari rongga serta mengirimkan getaran dari
membran timpani di seluruh rongga ke koklea (Standring, 2008).
Selain tiga tulang kecil, terdapat muskulus stapedius dan muskulus
tensor timpani, chorda tympani cabang nervus kranialis VII, dan pleksus
timpani pada promontorium (Moore, 2010).
Auris media atau telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding
anterior, dinding posterior, dinding lateral, dan dinding medial (Snell,
2006).
Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen
timpani, yang merupakan bagian dari pars petrosa ossis temporalis.
Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari meningen dan lobus
temporalis otak di dalam fossa cranii media (Snell, 2006).
Lantai dari kavum timpani merupakan lempeng yang menyempit,
dan tipis, yang memisahkan kavum timpani dari bulbus superior vena
jugularis interna (Standring, 2008).
Pada dinding anterior, di sebelah bawahnya dibentuk oleh lempeng
tipis tulang yang memisahkan kavum timpani dari arteri carotis interna.
Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran,
saluran yang lebih besar dan terletak lebih bawah menuju ke tuba
Eustachius, dan yang terletak lebih atas, dan lebih kecil masuk ke dalam
saluran untuk muskulus tensor timpani (Snell, 2006).
Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar
yang tidak beraturan, yaitu aditus ad antrum. Bagian atasnya lebih lebar.
Sedangkan bagian bawah terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut,
sempit, kecil, yang disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar
muskulus stapedius (Snell, 2006; Standring, 2008).
Sebagian besar dinding lateral disusun oleh membran timpani, dan
juga terdapat cincin tulang tempat menempelnya membran (Standring,
2008).
6
2.1.1 Membran timpani
Membran timpani adalah membran fibrosa tipis yang berwarna
seperti mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap kebawah agak
depan, sedangkan permukaanya cekung ke arah lateral. Pada dasar
cekungannya terdapat lekukan kecil yang disebut dengan umbo, yang
terbentuk oleh ujung Manubrium Mallei. Bila membran ini terkena cahaya
otoskop, bagian cekung ini menghasilkan “cone of light” yang memancar
ke anterior dan inferior umbo (Snell, 2006).
Gambar 2.2 Membran timpani
http://audiosocial.es/?tag=audiopacks
Membran ini memisahkan kavum timpani dari external acoustic
meatus. Letaknya miring dengan sudut kurang lebih 550 dari lantai dengan
diameter kurang lebih 9-10 mm, sedangkan diameternya kurang lebih 8-9
mm. Sekeliling dari membran timpani merupakan cincin fibrocartilago tebal
yang menempel pada sulkus timpani di sebelah medial meatus (Standring,
2008).
Secara anatomis membran timpani dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
pars tensa dan pars flaccida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari
membran timpani yang permukaannya tegang atau kaku dan bergetar,
dimana sekelilingnya menebal dan menempel di annulus tympanicus pada
sulcus tympanicus pada tulang temporal. Sedangkan pars flaccida
7
letaknya dibagian anterior dan permukannya lebih tipis dan lemas. Bagian
ini dibatasi oleh plica maleolaris anterior dan posterior (Standring, 2008).
Membran timpani ini sangat peka terhadap nyeri karena permukaan
luarnya dipersarafi oleh nervus auriculotemporalis dan ramus auricularis
nervus vagus (Snell, 2006).
Selain itu, di telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran,
atau ossicula auditus, yaitu malleus, incus, dan stapes (Snell, 2006).
Malleus, merupakan tulang pendengan terbesar bentuknya seperti
martil. Panjangnya 8-9mm dan memiliki corpus, collum, manubrium dan
processus anterior dan posterior (Standring, 2008).
Incus bentuknya seperti landasan. Memiliki satu corpus dan dua
processus yaitu longus dan brevis (Standring, 2008).
Stapes, juga dikenal sebagai pelana. Memiliki corpus, collum, dua
lengan (processus atau crura), dan satu basis (Standring, 2008).
2.1.2 Otot-otot dan inervasi pada kavum timpani
Terdiri dari muskulus tensor timpani dan muskulus stapedius.
M.tensor timpani bentuknya ramping memanjang. Origonya di kartilago
tuba Eustachius, dan berinsersi di manubrium mallei. Otot ini disarafi oleh
divisi mandibularis dari nervus trigeminus. Fungsinya adalah untuk
meredam getaran membran timpani (Snell, 2006).
Sedangkan otot stapedius, berorigo di pyramis dan ber-insersio di
collum stapedius. Otot ini disarafi oleh nervus facialis, dan fungsinya
adalah untuk meredam getaran stapes (Snell, 2006).
2.1.3 Suplai vaskularisasi dan drainase limfatik
The deep auricular, anterior tympanic, dan stylomastoid arteries
merupakan arteri yang besar yang menyuplai telinga bagian tengah.
Sedangkan untuk venanya oleh pterygoid venous plexus dan superior
petrosal sinus. Dan pembuluh limfatiknya, akan di drainase oleh upper
deep cervical lymph nodes (Standring, 2008).
8
2.1.4 Tuba eustachius
Disebut juga sebagai tuba auditiva, terbentang dari dinding anterior
kavum timpani ke bawah depan, dan medial sampai ke nasofaring.
Sepertiga bagian posterior dibentuk oleh tulang, sedangkan dua per tiga
bagian anteriornya di bentuk oleh kartilago. Tuba berhubungan dengan
nasofaring dengan berjalan melalui pinggir atas muskulus constrictor
pharynges superior (Snell, 2006).
Tiga fungsi dari tuba Eustachius adalah pertama sebagai ventilasi
yang berguna untuk menjaga agar tekanan udara di dalam telinga tengah
selalu sama dengan tekanan udara luar, kedua sebagai proteksi untuk
melindungi telinga tengah dari tekanan suara dan menghalangi sekret
atau cairan dari nasofaring masuk ke telinga tengah, dan yang terakhir
sebagai drainase untuk mengalirkan hasil sekret cairan telinga tengah ke
nasofaring (Ballenger J. dkk, 2003).
Pada bayi dan anak kecil, tuba Eustachiusnya lebih horizontal, lebih
lebar dan lebih pendek sehingga menyebabkan tingginya angka kejadian
otitis media pada anak kecil. Pada anak-anak usia 7-10 tahun, tuba
Eustachius akan terbentuk sesuai dengan ukuran orang dewasa (Probst
R. dkk, 2006).
Gambar 2.3 Beda tuba Eustachius pada orang dewasa dan anak-anak
http://drugline.org/medic/term/eustachian-tube
9
2.1.5 Kavum mastoideus
Rongga mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars
petrosa ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melalui
aditus. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang, yaitu tegmen
timpani yang berhubungan dengan meningen pada fossa cranii media dan
lobus temporalis cerebri, dinding inferiornya berlubang-lubang,
menghubungkan antrum dengan cellulae mastoidea, dinding medialnya
berhubungan dengan canalis semicircularis posterior (Snell, 2006).
2.2 Fisiologi Pendengaran
Frekuensi suara yang dapat didengar manusia berkisar mulai 20
sampai maksimal 20.000 sirklus per detik (Hz). Pada hewan lain
khususnya kelelawar dan anjing, frekuensi yang lebih tinggi yang
terdengar. Nada suara pria rata-rata dalam percakapan adalah sekitar 120
Hz sedangkan perempuan rata-rata 250 Hz (Ganong, 2005).
2.2.1 Transmisi suara
Telinga mengubah gelombang suara di lingkungan eksternal
menjadi potensi aksi di saraf pendengaran. Gelombang ditransformasikan
oleh gendang telinga dan tulang pendengaran menjadi gerakan dari kaki-
kaki stapes. Pergerakan ini membuat gelombang dalam cairan yang ada
di telinga bagian dalam. Gelombang yang bergerak mengenai organ of
corti menghasilkan potensial aksi dalam serabut saraf (Ganong, 2005).
2.2.2 Konduksi udara dan tulang
Konduksi tulang pendengaran merupakan jalan utama sebagai
pendengaran normal dimana meliputi konduksi gelombang suara untuk
carian dari telinga bagian dalam melalui membran timpani dan tulang-
tulang pendengaran (Ganong, 2005).
Sedangkan konduksi udara adalah keadaan dimana gelombang
suara juga memulai getaran dari membran timpani sekunder yang dekat
dengan round window (Ganong, 2005).
10
Tipe ketiga dari konduksi ini adalah konduksi tulang yang
mengirimkan getaran dari tulang tengkorak kecairan di telinga bagian
dalam. Keadaan ini muncul apabila adanya garpu tala atau getaran
lainnta yang secara langsung mengenai kepala. Tipe ini juga berperan
terhadap terjadinya suara yang keras (Ganong, 2005).
2.3 Histologi
Telinga tengah dilapisi oleh epitel selapis pipih yang berada diatas
lamina propia tipis yang melekat erat pada periosteum di bawahnya. Epitel
selapis yang melapisi telinga tengah secara berangsur berubah menjadi
epitel berlapis silindris bersilia di dekat tuba Eustachius dan bagian
dalamnya. Pada dinding tulang telinga tengah bagian medial terdapat dua
area segi empat berlapis membran dan tak bertulang, area-area ini adalah
oval window dan round window (Junqueira, 2007).
Terdapat tulang pendengaran yaitu maleus, inkus, dan stapes.
Tulang-tulang ini memiliki sendi synovial, dan ditutupi oleh epitel selapis
pipih (Junqueira, 2007).
2.4 Otitis Media Akut
2.4.1 Definisi
Otitis media akut (OMA) merupakan infeksi pada telinga yang
sering disebabkan oleh bakteri ataupun virus yang mengganggu telinga
bagian tengah yang dapat menyebabkan inflamasi dan penumpukan
cairan di telinga tengah.
Gambar 2.4
Membran timpani normal
11
http://vietshealth.blogspot.com/2009/03/acute-otitis-media.html
Biasanya bisa sembuh sendiri. Tetapi pada bayi dan kasus yang
parah biasanya memerlukan obat antibiotik. Jika berkepanjangan dapat
menyebabkan gangguan pendengaran dan komplikasi serius (MayoClinic,
2013).
2.4.2 Etiologi
Disfungsi tuba Eustachius merupakan penyebab utama dari otitis
media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba
Eustachius terganggu, sehingga invasi kuman ke dalam telinga tengah
juga akan terganggu (Ballenger J. dkk, 2003).
Sedangkan pada masa balita dan anak-anak, penyebab
terseringnya adalah karena anatomi dari tuba Eustachius yang lebih
pendek, dan horizontal (Sharma, 2006) .
Etiologi lainnya adalah karena bakteri patogen, yang paling
berperan antara lain Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae,
dan Moraxella catarrhalis. Beta streptococcus, staphylococcus, dan lain-
lain mungkin jarang terlibat. Otitis media akut seringkali didahului oleh
infeksi saluran pernapasan dan menyebar sampai tuba Eustachius
(Menner, A., 2003).
Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) sendiri sering disebabkan
oleh virus yaitu rhinovirus, Respiratory Syncytial virus (RSV).
parainfluenza dan influenza virus. Infeksi ini dapat menyebabkan inflamasi
pada mukosa telinga bagian tengah (Probst R. dkk, 2006).
2.4.3 Epidemiologi
Otitis media akut adalah penyakit yang biasa terjadi pada bayi dan
anak-anak kecil. Tapi bisa terjadi di umur berapapun. Lebih dari 50% dari
bayi mengalami satu atau lebih episode dari otitis media akut pada tahun
pertama kehidupan, meningkat hingga 80% sampai umur 3 tahun (Probst
R. dkk, 2006).
12
Studi di Pittsburgh menunjukkan bahwa 48% terjadi pada usia 6
bulan, 79% pada usia 1 tahun, dan 91% pada usia 2 tahun. Pada anak
dengan usia 7-10 tahun, insiden otitis media akut secara perlahan akan
turun (Ballengers, 2003).
Statistika di New Zealand menunjukan bahwa pada tahun 2010
terdapat sebanyak 285 dari sepuluh ribu anak pada usia pertama
kehidupan mengalami otitis media akut.
Pada penelitian yang dilakukan di Puskesmas Jatibening Bekasi
tahun 2010 oleh Muhammad Nikko, jumlah pasien yang datang berobat
dan didiagnosis OMA sebanyak 55 orang, kategori usia tertinggi yang
menderita OMA adalah bayi dan anak-anak berusia 5-12 tahun sebesar
38,2% atau 21 pasien, sedangkan untuk pasien remaja berusia 13-18
tahun sebesar 20% atau 11 pasien. Kemudian pada kategori usia 19-59
tahun ditemukan sebesar 36,4% atau 20 pasien, dan pada kategori usia
lansia atau diatas 59 tahun ditemukan sebesar 5,5% atau 3 pasien. Dan
pasien dengani riwayat penyakit ISPA mempunyai pengaruh sebesar
36,4% sebagai faktor pencetus terjadinya OMA pada pasien rawat jalan di
Puskesmas Jatibening Kota Bekasi (Nikko, 2011).
2.4.4 Patofisiologi
Patofisiologi otitis media akut secara langsung berkaitan dengan
infeksi virus pada saluran napas atas yang terjadi sebelumnya sehingga
memperburuk mucociliary apparatus (Ellen, 2011).
Infeksi virus saluran pernapasan atas dapat meningkatkan
kolonisasi dan juga adhesi bakteri, sehingga mengganggu pertahanan
imun pasien terhadap infeksi bakteri serta mengakibatkan pelepasan
sitokin dan mediator-mediator inflamasi yang akan menyebabkan kongesti
pada mukosa respiratori hidung, nasopharynx, dan tuba Eustachius.
Kongesti pada tuba Eustachius akan menyebabkan isthmusnya
menyempit. Gangguan ini dapat menyebabkan tekanan pada telinga
tengah menjadi negatif dan jika dibiarkan akan menjadi otitis media akut
(Kerschner, 2009).
13
2.4.5 Faktor resiko
Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan infeksi pada
telinga tengah adalah :
Penyakit ini lebih sering menyerang usia kurang dari 24 bulan.
Menyusui menggunakan botol dengan posisi anak tidur dapat
menyebabkan posisi tuba Eustachius mendatar sehingga
mempermudah bakteri atau virus masuk.
Anak-anak yang sering dititipkan pada penitipan anak karena dapat
meningkatkan penyebaran virus dan bakteri.
Paparan asap rokok dan polusi udara.
Lebih tinggi angka kejadiannya pada laki-laki dibanding perempuan.
Adanya riwayat penyakit otitis media akut di keluarga.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut.
Lebih sering pada musim hujan.
Pada orang dengan pekerjaan ditempat yang sering terjadi
perubahan tekanan udara seperti penyelam dan penerbang
dibanding dengan pekerja umum lainnya.
Status sosial rendah.
Kurangnya vaksinasi PCV-7 pada anak-anak.
Penderita Down Syndrome (Block S., 2005).
2.4.6 Manifestasi klinis
Berdasarkan perubahan mukosa telinga tengah, Otitis media akut
dibagi menjadi 5 stadium (Sharma, 2006). Pada stadium pertama yaitu
stadium oklusi tuba Eustachius, membran timpani kadang tetap normal
atau hanya berwarna keruh pucat atau terdapat sumbatan tuba
Eustachius yang ditandai oleh retraksi membran timpani (Sharma, 2006).
14
Gambar 2.5 Membran timpani pada stadium oklusi tuba Eustachius
http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/1_11
Pada stadium kedua yaitu hiperemis (pre-supurasi), terjadi
pelebaran pembuluh darah di membran timpani sehingga membran
tersebut mengalami hiperemis, dan edema mukosa (Sharma, 2006).
Gambar 2.6 Membran timpani pada stadium hiperemis
http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/1_12
Stadium ketiga yaitu supurasi, ditandai oleh terbentuknya sekret
eksudat purulen (nanah). Selain itu, edema yang terjadi pada telinga
tengah semakin hebat dan mengakibatkan sel epitel superficial hancur.
15
Ketiga hal tersebut menyebabkan terjadinya bulging atau penonjolan
membran timpani ke arah luar.
Gambar 2.7 Membran timpani pada stadium supurasi
http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/1_13
Pasien pada stadium ketiga ini akan merasakan sakit yang hebat,
nadi dan juga suhu tubuh meningkat dan rasa nyeri di telinga bertambah
parah. Pada pasien anak-anak bisa mengakibatkan kegelisahan dan tidur
yang tidak nyenyak (Sharma, 2006).
Stadium supurasi yang berkelanjutan dan tidak ditangani dengan
baik akan menyebabkan nekrosis mukosa dan dan sub mukosa membran
timpani sehingga menjadi lembek dan berwarna kekuningan yang
kemudian mengakibatkan ruptur membran timpani (Sharma, 2006).
Stadium keempat yaitu perforasi yang ditandai dengan ruptur
membran timpani sehingga sekret berupa nanah akan mengalir ke telinga
luar. Stadium ini dapat terjadi karena pemberian antibiotik yang terlambat
dan tingginya virulensi kuman (Sharma, 2006).
16
Gambar 2.8 Membran timpani pada stadium perforasi
http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/3_2_CSOM_Otorrhea
Jika membran timpani tetap perforasi dan pengeluaran sekretnya
tetap berlangsung lebih dari tiga minggu, maka keadaan ini disebut
sebagai otitis media supuratif subakut. Jika kedua keadaan ini
berlangsung selama lebih dari dua bulan, disebut sebagai otitis media
supuratif kronis (Sharma, 2006).
Stadium yang kelima yaitu stadium resolusi yang ditandai oleh
berangsur normalnya membran timpani hingga perforasi membran timpani
menutup kembali dan tidak ada sekret purulen.
Gambar 2.9 Membran timpani pada stadium resolusi
http://otitismedia.hawkelibrary.com/aom/1_17
17
Apabila stadium resolusi gagal, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronis (Sharma, 2006).
Gambar 2.10 Membran timpani pada otitis media supuratif kronis
http://drabhishekdwivedi.blogspot.com/2011/07/definition-of-csom-chronic-
suppurative.html
2.4.7 Diagnosa
Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut. :
Penyakitnya muncul mendadak atau akut
Ditemukan efusi (pengumpulan cairan) di telinga tengah. Dapat
dibuktikan dengan menggembungnya gendang telinga, penurunan
mobilitas gendang telinga, adanya bayangan cairan di belakang
gendang telinga, adanya cairan yang keluar dari telinga
Adanya tanda/gejala peradangan dari telinga tengah yang
dibuktikan dengan adanya salah satu tanda diantara kemerahan
pada gendang telinga atau nyeri telinga yang mengganggu tidur
dan aktivitas normal (Block S., 2005).
Gejala otitis media akut lainnya adalah sakit telinga, gangguan
pendengaran, pusing, dan demam. Sebagian besar kasus AOM dapat
sembuh secara spontan, dan jarang terjadi komplikasi. Sekitar 80%
sampai 90% dari anak-anak sembuh dalam waktu 3 hari, dan pemulihan
penuh memakan waktu 7 hari (Worrall G., 2007).
18
Pemeriksaan definitif untuk penyakit ini adalah pemeriksaan fisik
yang sesuai untuk mengkonfimasi ada tidaknya kelainan pada telinga
tengah. Pemeriksaan lengkap dari kepala dan leher harus dilakukan
paling awal untuk mengidentifikasi kemungkinan kondisi predisposisi
seperti anomali kraniofasial, obstruksi hidung, cacat palatum, atau
hipertrofi adenoid. Pada pasien dengan unilateral OM, nasofaring harus
diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan neoplasma (Ballenger J. dkk,
2003).
2.4.8 Penatalaksanaan
Terapi antibakteri : untuk semua kasus dengan demam dan nyeri
telinga hebat, diberikan
a. Ampicillin (50/mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis)
b. Amoxicillin (40/mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis)
pada pasien alergi penicillins bisa diganti dengan :
c. Cefaclor, co-trimoxazole atau erythromycin.
Pada kasus dengan infeksi H. influenza atau Morazella catarrhalis
yang memproduksi beta lactamase, diberikan antibiotik seperti :
d. Amoxicillin-clavulanate, augmentin, cefuroxime axetil atau
cefixime.
Pemberian obat ini diberikan secara kontinyu selama minimal
sepuluh hari, sampai membran timpani pulih seperti keadaan
normal, dan pendengaran membaik. Apabila tidak dikonsumsi
secara teratur, atau terapinya inadekuat, dapat menyebabkan otitis
media supuratif kronis dan hilangnya pendengaran (Sharma, 2006).
Tetes hidung dekongestan :
Ephedrine nose drops (1% pada orang dewasa, 0,5% untuk anak-
anak), untuk menghilangkan edema tuba Eustachius dan
meningkatkan ventilasi telinga tengah diberikan : Oxymetazoline
(Nasivion) atau xylometazoline (Otrivin)
19
Oral nasal decongestants :
a. Pseudoephedrine (Sudafed) 30mg 2x/hari
b. Kombinasi dekongestan dan antihistamin (Triaminic)
Penurun panas dan anti nyeri :
Paracetamol (pada anak bisa diberikan yang cair)
Ear toilet :
Apabila ada nanah dalam telinga, dikeringkan dengan cotton-bud
yang kering dan steril dan kapasnya diberi antibiotik
Myringotomy :
Indikasinya apabila membran timpaninya menggembung, adanya
nyeri dan tidak merespon pemberian antibiotik, serta tadanya
efusi persisten selama lebih dari 12 minggu. Tujuannya adalah
untuk drainase telinga tengah.
Prosedurnya yaitu dengan membuat insisi kecil pada eardrum
agar pus bisa keluar (Gelfand S., 2009)
Gambar 2.11 Myringotomy
http://www.beliefnet.com/healthandhealing/getcontent.aspx?cid=14847
20
Pada penelitian yang dilakukan oleh Nomura Y (2005) myringotomy
terbukti efektif mencegah terjadinya otitis media akut reccurent, dan otitis
media kronis dibandingkan dengan terapi oral antibiotik tanpa
myringotomy.
2.4.9 Preventif
Terdapat beberapa cara untuk mencegah terjadinya OMA yaitu
dengan mencegah ISPA pada bayi dan anak-anak, menangani ISPA
dengan pengobatan adekuat, menganjurkan pemberian asi eksklusif
selama minimal enam bulan, menghindari paparan terhadap asap rokok,
menghindari menyusui dengan penggunaan botol susu pada usia kurang
dari satu tahun, apabila menggunakan botol susu, tidak dianjurkan dengan
posisi supinasi, serta pemberian vaksin pneumokokkus (PCV) (Mayo
Clinic, 2013).
2.4.10 Komplikasi
Komplikasi OMA diklasifikasikan berdasarkan lokasi penyebaran
penyakit pada struktur mukosa telinga tenga. Dapat dikategorikan sebagai
berikut:
Intratemporal : perforasi membran timpani, mastoiditis akut, paresis
facial nerve, labirinitis akut, petrositis, otitis media supuratif kronis.
Intracranial : meningitis, ensefalitis, abses otak, hidrosefalus otitis,
subarachnoid abses, abses subdural, atau sigmoid thrombosis
sinus.
Sistemik : bacteremia, septik arthritis, atau endocarditis bakteri
(Gulya A., 2010; Donaldson, 2013)
21