TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus...

23
TINJAUAN PUSTAKA Pelayanan Gizi Rumah Sakit Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan peripurna rumah sakit dengan beberapa kegiatan, antara lain pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan. Pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan gizi pasien melalui makanan sesuai penyakit yang diderita (Almatsier 2004). Pelayanan Gizi Rumah Sakit adalah pelayanan gizi yang menyesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Hal tersebut diakibatkan karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan organ tubuh. Fungsi organ yang terganggu akan lebih terganggu lagi dengan adanya penyakit dan kekurangan gizi. Selain itu, masalah gizi lebih dan obesitas erat hubungannya dengan penyakit degeneratif (Depkes 2006). Proses pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan terdiri atas empat tahap yaitu pengkajian gizi, perencanaan pelayanan gizi dengan menetapkan tujuan dan strategi, implementasi pelayanan gizi sesuai rencana, monitoring dan evaluasi pelayanan gizi (Almatsier 2004). Pelayanan gizi di rumah sakit bertujuan untuk mencapai pelayanan gizi pasien yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang sakit untuk mengoreksi kelainan metabolisme dalam upaya penyembuhan pasien yang dirawat dan berobat jalan (Waspadji et al. 2002). Menurut Hartono (2000), untuk mencapai kondisi kesehatan pasien yang optimal, maka rumah sakit umumnya akan menyediakan, (1) makanan dengan kandungan gizi yang baik dan seimbang menurut keadaan penyakit dan status gizi masing-masing pasien, (2) makanan dengan tekstur dan konsistensi yang sesuai menurut kondisi gastrointestinal dan penyakit masing-masing pasien, (3) makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang, (4) makanan yang bebas unsur aditif yang berbahaya, dan (5) makanan dengan penampilan dan citarasa yang menarik untuk menggugah selera makan pasien yang umumnya terganggu oleh penyakit dan kondisi indera pengecap atau pembaunya.

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus...

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

TINJAUAN PUSTAKA

Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) merupakan bagian integral dari

pelayanan kesehatan peripurna rumah sakit dengan beberapa kegiatan, antara

lain pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan. Pelayanan gizi rawat inap dan

rawat jalan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan gizi pasien melalui makanan sesuai penyakit yang diderita (Almatsier

2004).

Pelayanan Gizi Rumah Sakit adalah pelayanan gizi yang menyesuaikan

dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan status

metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses

penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat

berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien. Hal tersebut diakibatkan karena tidak

tercukupinya kebutuhan zat gizi tubuh untuk perbaikan organ tubuh. Fungsi

organ yang terganggu akan lebih terganggu lagi dengan adanya penyakit dan

kekurangan gizi. Selain itu, masalah gizi lebih dan obesitas erat hubungannya

dengan penyakit degeneratif (Depkes 2006).

Proses pelayanan gizi rawat inap dan rawat jalan terdiri atas empat tahap

yaitu pengkajian gizi, perencanaan pelayanan gizi dengan menetapkan tujuan

dan strategi, implementasi pelayanan gizi sesuai rencana, monitoring dan

evaluasi pelayanan gizi (Almatsier 2004).

Pelayanan gizi di rumah sakit bertujuan untuk mencapai pelayanan gizi

pasien yang optimal dalam memenuhi kebutuhan gizi orang sakit untuk

mengoreksi kelainan metabolisme dalam upaya penyembuhan pasien yang

dirawat dan berobat jalan (Waspadji et al. 2002).

Menurut Hartono (2000), untuk mencapai kondisi kesehatan pasien yang

optimal, maka rumah sakit umumnya akan menyediakan, (1) makanan dengan

kandungan gizi yang baik dan seimbang menurut keadaan penyakit dan status

gizi masing-masing pasien, (2) makanan dengan tekstur dan konsistensi yang

sesuai menurut kondisi gastrointestinal dan penyakit masing-masing pasien, (3)

makanan yang mudah dicerna dan tidak merangsang, (4) makanan yang bebas

unsur aditif yang berbahaya, dan (5) makanan dengan penampilan dan citarasa

yang menarik untuk menggugah selera makan pasien yang umumnya terganggu

oleh penyakit dan kondisi indera pengecap atau pembaunya.

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit

Penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah suatu rangkaian

kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan

kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal

melalui pemberian diet yang tepat. Dalam hal ini termasuk kegiatan pencatatan,

pelaporan dan evaluasi. Dietetik klinik adalah pengaturan makanan bagi pasien

yang mengalami gangguan kesehatan. Pengaturan makan demikian, selain,

ditunjukkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi, juga ditunjukkan

untuk membantu pasien dalam penyembuhan penyakitnya, mengurangi atau

menghilangkan penderitaan dan gejala-gejala klinis yang terjadi akibat

penyakitnya (Effendi 2011).

Tujuan dari penyelenggaraan makanan makanan di rumah sakit

dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan makanan yang kualitasnya baik

dan jumlah yang sesuai kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai

bagi klien atau konsumen yang membutuhkannya (Depkes 2006).

Perencanaan Menu

Menurut Uripi (1993), menu berasal dari bahasa Prancis “menute” yang

berarti daftar makanan yang disajikan kepada konsumen. Secara umum, menu

adalah sususan hidangan yang disajikan pada waktu akan makan. Dengan kata

lain, menu adalah rangkaian dari beberapa macam hidangan atau masakan yang

disajikan untuk seseorang atau kelompok orang untuk sekali makan, misalnya

susunan hidangan makan pagi, siang atau malam. Pola menu sehari yang

dianjurkan di Indonesia adalah makanan seimbang yang terdiri dari makanan

sumber zat tenaga yakni karbohidrat, protein, vitamin dan mineral.

Siklus menu pada umumnya direncanakan untuk waktu tertentu, misalnya

10 sampai dengan 15 hari. Menu yang dipergunakan untuk waktu tertentu

tersebut kemudian diulang kembali. Siklus menu tergantung tersedianya bahan

makanan. Perencanaan menu merupakan rangkaian untuk menyusun suatu

hidangan dalam variasi yang serasi. Kegiatan ini sangat penting dalam sistem

pengelolaan makanan di rumah sakit karena menu sangat berhubungan dengan

kebutuhan dan penggunaan sumberdaya lainnya dalam sistem tersebut, seperti

anggaran belanja, peralatan, penyediaan bahan makan dan sebagainya (Uripi

1993). Adapun fungsi dari perencanaan menu adalah:

1. Untuk memudahkan pelaksana dalam menjalankan tugasnya sehari-hari

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

2. Secara garis besar dapat disusun hidangan yang mengandung zat-zat

gizi yang essensial yang dibutuhkan tubuh

3. Variasi dan kombinasi hidangan dapat diatur, sehingga dapat

menghindari kebosanan yang disebabkan pemakaian jenis bahan

makanan dan jenis makanan yang sering terulang

4. Menu dapat disusun sesuai dengan biaya yang tersedia sehingga

kekurangan uang belanja dapat dihindari atau harga makanan dapat

dikenadalikan

5. Waktu dan tenaga yang tersedia dapat digunakan sehemat mungkin.

Dengan perencanaan menu yang matang bahan makanan kering dapat

dibeli sekaligus untuk beberapa minggu sehingga tenaga dan waktu

dapat dihemat

Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan

dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan

aspek kepadatan makanan, kebiasaan makan penderita, kombinasi yang dapat

diterima oleh penderita, persiapan dan penampilan makanan dan cara-cara

pelayanan.

Pengolahan Bahan Makanan

Pengolahan makanan merupakan kegiatan mengubah makanan mentah

menjadi makanan yang berkualitas tinggi melalui berbagai proses yang

berkaitan. Pengolahan makanan pada garis besarnya terdiri atas dua tahap,

yaitu persiapan bahan makanan dan pemasakan makanan. Proses pengolahan

sangat berkaitan dengan waktu penyajian, oleh karena itu penjadwalan mutlak

dilakukan. Produksi makanan harus diperhatikan untuk setiap item masakan,

sehingga persiapan dapat pula ditata. Jadwal disusun mulai persiapan bahan

makanan dan waktu penerimaan pada unit produksi. Jadwal produksi perlu

direncanakan dan diorganisisr dengan cara yang tepat. Penjadwalan tersebut

adalah mengenai persiapan bahan makanan, pengolahan, pemorsian dan

penyaluran bahan makanan.

Kegiatan persiapan meliputi persiapan bahan makanan dan persiapan

alat-alat yang akan digunakan untuk memasak makanan. Selain itu juga

dilakukan pengawasan terhadap porsi makanan yang akan disajikan. Persiapan

makanan disiapkan oleh bagian persiapan makanan, bahan-bahan yang

diperlukan disesuaikan dengan perencanaan menu yang telah ada. Waktu

persiapakan harus direncanakan secara tepat karena jika persiapan terlalu awal

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

atau terlalu lambat akan menimbulkan kerugian pada kualitas rasa dan

penampilan makanan. Persiapan alat mutlak dilakukan sebelum pengolahan

makanan dilakukan, karena peralatan yang dipakai pada proses pengolahan

sangat menunjang keberhasilan pengolahan makanan. Pada proses pengolahan

alat-alat tersebut harus dapat langsung dipergunakan pada proses pengolahan

makanan antara lain panci, penggorengan, baskom dan lainnya. Ada juga alat-

alat yang secara tidak langsung menunjang proses kegiatan pengolahan

makanan yaitu energi seperti bahan bakar, listrik atau gas.

Porsi yang digunakan rumah sakit adalah porsi standar. Porsi standar

yaitu porsi yang dihitung berdasarkan kebutuhan zat gizi bagi setiap orang sehari

dan digunakan sebagai patokan kebutuhan zat gizi. Contoh dari standar porsi

makanan adalah:

- lauk hewani: daging 50 g, ayam 75 g, ikan 60 g

- lauk nabati: tempe dan tahu 50 g

- sayur berkisar 100-125 g pada sayuran mentah, sehingga setelah masak

menjadi sekitar 53-60 g

- buah misalnya pepaya 100 g

Pemasakan makanan adalah proses kegiatan terhadap bahan makanan

yang telah dipersiapkan menurut prosedur yang telah ditentukan, dengan

penambahan bumbu menurut resep standar dalam rangka mewujudkan masakan

dengan citarasa tinggi. Beberapa prinsip dasar harus diterapkan dalam

pemasakan makanan yaitu bumbu harus mempunyai kualitas yang cukup tinggi

dan cara pemasakan yang harus tepat (Uripi 1993).

Pemorsian dan Pendistribusian Makanan

Setelah pengolahan bahan makanan selesai, makanan tersebut

kemudian dibagikan kedalam porsi sesuai diet yang dianjurkan, atau biasa

disebut proses pemorsian, kemudian mendistribusikannya kepada pasien.

Menurut Uripi (1993), pemorsian dilakukan oleh bagian pemorsian yang

dibedakan menjadi dua bagian yaitu pemorsian untuk makanan biasa dan

pemorsian makanan diet. Porsi makanan yang akan disajikan harus sesuai

dengan standar porsi yang berlaku.

Menurut Anderson et al (1982) terdapat dua tipe pembagian atau

pendistribusian makanan kepada pasien, yaitu sentralisasi dan desentralisasi.

Pada pembagian dengan cara sentralisasi, pembagian makanan pada tiap

nampan atau porsi bagi masing-masing pasien dilakukan terpusat di area

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

produksi makanan dan diantarkan ke ruang pasien dengan menggunakan kereta

makanan. Sedangkan, pembagian dengan cara desentralisasi dilakukan dengan

mengangkut makanan dari area produksi ke ruang pasien dalam jumlah besar.

Pembagian dalam nampan atau porsi untuk tiap pasien dilakukan di ruang

pasien oleh petugas makanan.

Kecukupan, Kebutuhan dan Konsumsi Zat Gizi

Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menujukkan jumlah zat gizi yang

diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi

menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi fisiologis tertentu seperti

kehamilan dan menyusui. Angka kecukupan gizi berguna sebagai nilai rujukan

yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan dan

asupan gizi bagi orang sehat, agar tercegah dari defisiensi/kekurangan ataupun

kelebihan asupan zat gizi. Kekurangan asupan suatu zat gizi dapat

menyebabkan terjadinya defisiensi atau penyakit kurang gizi dan kelebihan akan

menyebabkan terjadinya efek samping. Pada keadaan ektrim, kekurangan atau

kelebihan zat gizi dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian. Penentuan

kebutuhan gizi berbeda antar zat gizi. Meskipun demikian, berangkat dari prinsip

yang sama, yaitu penentuan angka atau nilai asupan gizi untuk mempertahankan

orang sehat tetap sehat sesuai kelompok umur atau tahap pertumbuhan dan

perkembangan, jenis kelamin, kegiatan dan kondisi fisiologisnya (WKNPG 2004).

Kebutuhan zat gizi adalah sejumlah zat gizi minimal yang harus dipenuhi

dari konsumsi makanan (Hardinsyah & Martianto 1992). Menurut Supariasa et al

(2001), kebutuhan tubuh akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor. Faktor

tersebut antara lain tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas

fisik, dan faktor yang bersifat relatif seperti gangguan pencernaan, perbedaan

daya serap, tingkat penggunaan, serta perbedaan pengeluaran dan

penghancuran zat gizi dalam tubuh.

Konsumsi makanan dalam aspek gizi bertujuan untuk memperoleh

sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Tingkat konsumsi seseorang merupakan

persen angka konsumsi energi dan zat gizi yang diperoleh dari survei terhadap

angka kecukupan yang dianjurkan (Suhardjo et al 1988). Menurut Supariasa et al

(2001), survei konsumsi makanan dapat dilakukan dengan berbagai metode

diantaranya metode recall 24 jam dan metode penimbangan makanan (food

weighing method). Prinsip metode recall 24 jam yaitu mencatat jenis dan jumlah

bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Data yang

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

diperoleh cenderung bersifat kualitatif. Oleh karena itu, jumlah makanan yang

dikonsumsi individu harus ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat

ukur rumah tangga (URT) untuk mendapatkan data kualitatif. Menurut Suhardjo

(1989), prinsip food weighing method yaitu mengukur secara langsung berat

setiap jenis pangan yang dikonsumsi. Berat makanan yang dikonsumsi

didapatkan dari mengurangi berat makanan sebelum dimakan dengan berat

makanan yang tersisa setelah dimakan. Tingkat ketelitian metode ini paling tinggi

dibandingkan dengan metode lainnya dalam hal mengukur konsumsi pangan

secara kuantitatif.

Energi

Penentuan kebutuhan energi didasarkan pada energi basal (Resting

Metabolic Rate - RMR) ditambah sejumlah energi yang diperlukan untuk efek

tambahan metabolisme (Thermic Effect of Food - TEF), kegiatan (Thermic Effect

of Exercise - TEE) dan pertumbuhan (pada kelompok usia/fisiologis tertentu)

(WKNPG 2004).

Resting Metabolic Rate (RMR). Banyak juga peneliti yang menggunakan

Basal Metabolic Rate (BMR). Perbedaannya BMR dianjurkan diukur pagi hari,

bangun tidur, belum melakukan kegiatan dan telah berpuasa 10-12 jam. RMR

diukur dalam keadaan istirahat biasa dan dilakukan 4-5 jam setelah makan.

Thermic Effect of Food (TEF). Dahulu istilah yang digunakan adalah

specific dynamic action yaitu tambahan energi yang dibutuhkan untuk

metabolisme protein. Belakangan diketahui bahwa bukan hanya protein yang

mempunyai efek tambahan energi untuk metabolismenya, tetapi juga karbohidrat

dan lemak. TEF diperkirakan sekitar 10% dari energy expenditure. Glukosa bila

disimpan terlebih dahulu sebagai glikogen kehilangan energi sekitar 7%.

Pengubahan karbohidrat menjadi lemak memerlukan tambahan energi sebanyak

26%.

Thermic Effect of Exercise (TEE). Adalah energi yang dibutuhkan untuk

melakukan kegiatan. Pada umumnya kebutuhan energi untuk TEE sekitar 15-

30% dari RMR. Namun suatu kegiatan yang berat akan memerlukan energi yang

lebih banyak. Facultative thermogenesis merupakan kebutuhan energi sebagai

efek dari berbagai perubahan antara lain perubahan suhu, konsumsi makanan,

emosi, stress, dan lain-lain. Faktor lain yaitu umur, jenis kelamin, aktivitas fisik

dan lain sebagainya.

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang

pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi dapat diperoleh dari

karbohidrat, protein dan lemak yang ada didalam bahan makanan. Kandungan

karbohidrat, protein dan lemak pada suatu bahan makanan menentukan nilai

energinya. Setiap gram karbohidrat dan protein menghasilkan energi sebesar 4

Kal, lemak menghasilkan 9 Kal dan alkohol menghasilkan 7 Kal. Bahan makanan

yang merupakan sumber energi tinggi yaitu sumber lemak, seperti minyak dan

lemak serta kacang-kacangan. Selain itu, bahan makanan sumber karbohidrat

seperti padi-padian, umbi-umbian dan gula murni. Kekurangan energi pada

orang dewasa dapat menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan

jaringan tubuh. Kelebihan energi juga tidak baik karena kelebihannya akan

diubah menjadi lemak tubuh yang dapat mengakibatkan kegemukan. Pada

akhirnya, hal tersebut dapat mengakibatkan gangguan fungsi tubuh yang

merupakan resiko untuk menderita penyakit kronik dan memperpendek harapan

hidup (Almatsier 2002).

Protein

Penentuan kebutuhan protein biasanya ditentukan dengan metode

faktorial atau keseimbangan nitrogen. Metode faktorial dilakukan dengan

mengukur N yang keluar melalui feses, urin keringat, kuku, dan sebagainya bila

seseorang diberi diet “protein free”. Misal, hasil penelitian mengungkapkan

dengan cara faktorial kebutuhan N sekitar 54 mg/kgBB bila ditambah 2 SD

menjadi 70 mg N/kgBB. Karena nilai protein sama dengan Nx6,25 maka

kebutuhan protein sekitar 0,45 g/kgBB dengan catatan dari protein kualitas tinggi.

Kehilangan karena efisiensi, mutu protein diperkirakan sekitar 30% sehingga

kebutuhan protein menjadi 0,6 sampai 0,7 g/kgBB. Metode keseimbangan

nitrogen (Nitrogen Balance) dilakukan dengan mengukur nitrogen dari asupan

protein dibanding dengan nitrogen yang keluar melalui feses, urin, keringat. Bila

asupan lebih kecil dari yang keluar disebut N-balance negatif dan bila sama

maka asupan sama dengan kebutuhan. Untuk mengetahui N-balance positif atau

negatif maka percobaan dilakukan dengan pemberian berbagai tingkat protein.

Misalnya dengan pemberian 0,6 g/kgBB sampai 1 g/kgBB (WKNPG 2004).

Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur nitrogen

yang tidak dimiliki oleh karbohidrat atau lemak. Fungsi utama protein bagi tubuh

yaitu membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada.

Secara garis besar, fungsi protein yaitu alat pengangkut dan penyimpan, sebagai

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

enzim, pengatur pergerakan, penunjang mekanis, membangun sel-sel jaringan

tubuh, pertahanan tubuh, pemberi tenaga, menjaga keseimbangan asam basa

cairan tubuh, membuat protein darah, dan media perambatan impuls saraf

(Nasoetion et al 1994).

Menurut Almatsier (2004), kebutuhan protein normal adalah 10-15% dari

kebutuhan energi total, atau 0,8 – 1 g/kg berat badan. Kebutuhan energi minimal

untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen adalah 0,4 – 0,5 g/kg berat

badan. Demam, operasi, sepsis, trauma dan luka dapat meningkatkan

katabolisme protein, sehingga meningkatkan kebutuhan protein sampai 1,5 – 2,0

g/kg berat badan. Sebagian besar pasien yang dirawat membutuhkan protein

sebesar 1,0 – 1,5 g/kg berat badan.

Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik dari segi

kualitas maupun kuantitas. Contoh sumber protein hewani yaitu telur, susu,

daging, ikan, unggas dan kerang. Sumber protein nabati contohnya kacang

kedelai dan hasil olahannya, seperti tempe, tahu serta kacang-kacangan lain.

Kelebihan protein dapat menyebabkan obesitas karena umumnya makanan yang

tinggi protein biasanya tinggi lemak. Selain itu, kelebihan protein menyebabkan

asidosis, diare, dehidrasi, kenaikan amonia darah, kenaikan urea darah, dan

demam (Almatsier 2002).

Kekurangan protein dapat menyebabkan marasmus, kwarsiorkor atau

gabungan keduanya. Hal ini mengakibatkan kegagalan pertumbuhan ringan

sampai suatu sindrom klinis berat yang spesifik.

Zat Besi

Zat besi merupakan komponen dari hemoglobin, mioglobin, sitokhrom,

dan enzim katalase serta peroksidase. Peranan zat besi pada umumnya

berkaitan dengan proses respirasi dalam sel (Karyadi & Muhilal 1990). Di

samping itu berbagai jenis enzim memerlukan besi sebagai faktor penguat. Di

dalam tubuh sebagian besar besi terkonjugasi dengan protein dan terdapat

dalam bentuk ferro atau ferri. Bentuk aktif zat besi biasanya terdapat sebagai

ferro sedangkan bentuk inaktif adalah sebagai ferri. Zat besi lebih mudah diserap

dari usus halus dalam bentuk ferro. Penyerapan ini mempunyai mekanisme

autoregulasi yang diatur oleh kadar ferritin yang terdapat di dalam sel-sel mukosa

usus. Pada kondisi besi yang baik, hanya sekitar 10 persen dari besi yang

terdapat dalam makanan diserap ke dalam mukosa usus, tetapi dalam kondisi

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

defisiensi besi yang diserap lebih banyak untuk menutupi kekurangan tersebut

(Sediaoetama 2008).

Defisiensi zat besi dapat menyebabkan anemia. Pada penderita anemia,

jumlah sel-sel darah merah berkurang dan karenanya jumlah oksigen yang

dibawa ke jaringan juga menurun. Hal ini mengakibatkan kekurangan energi dan

kelesuan, sakit kepala dan pusing-pusing yang merupakan gejala anemia.

Anemia lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria disebabkan antara lain

karena kehilangan darah selama menstruasi (Gaman & Sherrington 1992).

Besi dalam makanan yang dikonsumsi berada dalam bentuk ikatan ferri

(umumnya dalam pangan nabati) maupun ikatan ferro (umumnya dalam pangan

hewani). Besi yang berbentuk ferri oleh getah lambung (HCl) direduksi menjadi

bentuk ferro yang lebih mudah diserap oleh sel mukosa usus. Di dalam sel

mukosa, ferro dioksidasi menjadi ferri, kemudian bergabung dengan apoferritin

membentuk protein yang mengandung besi yaitu ferritin. Selanjutnya untuk

masuk ke plasma darah, besi dilepaskan dari ferritin dalam bentuk ferro,

sedangkan apoferritin yang terbentuk kembali akan bergabung lagi dengan ferri

hasil oksidasi di dalam sel mukosa. Setelah masuk ke dalam plasma, maka besi

ferro segera dioksidasi menjadi ferri untuk digabungkan dengan protein spesifik

yang mengikat besi yaitu transferrin (Suhardjo & Kusharto 1992).

Natrium dan Kalium

Tubuh manusia mengandung 1,8 g Na/Kg BB bebas lemak, dimana

sebagian besar terdapat dalam cairan ekstraseluler (Suhardjo & Kusharto 1992).

Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler. Natrium berada dalam

kerangka tubuh sebanyak 35-40%. Sebagai kaiton utama cairan ekstraseluler,

natrium menjaga keseimbangan cairan dalam kompartemen tersebut. Bila jumlah

natrium didalam sel meningkat secara berlebihan, air akan masuk ke dalam sel,

akibatnya sel akan membengkak. Hal ini menyebabkan pembengkakan atau

edema dalam jaringan tubuh (Almatsier 2002).

Sumber natrium adalah garam dapur, monosodium glutamat (MSG),

kecap dan makanan yang diawetkan dengan garam dapur. Makanan sehari-hari

biasanya cukup mengandung natrium yang dibutuhkan oleh tubuh. Oleh karena

itu, tidak ada penetapan kebutuhan natrium sehari. Dinjurkan untuk

mengkonsumsi asupan garam kurang dari 6 g/hari yang setara dengan 110 mmol

natrium (2400 mg) (Karyadi 2002). Kelebihan natrium dapat menimbulkan

keracunan yang dalam keadaan akut menyebabkan edema dan hipertensi

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

(Almatsier 2002). Penelitian melaporkan bahwa penurunan asupan natrium

sekitar 1,8 g/hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4 mmHg dan tekanan

darah diastolik 2 mmHg pada seseorang yang memiliki tekanan darah tinggi dan

hanya penurunan lebih sedikit pada individu dengan tekanan darah normal.

Pengurangan asupan garam bukan saja dari garam dapur tetapi juga harus

menghindari makanan yang diasinkan, diawetkan, bumbu-bumbu yang banyak

mengandung garam dapur seperti terasi, kecap, petis, tauco atau juga camilan

(Karyadi 2002).

Natrium dan kalium sangat erat hubungannya dalam memenuhi fungsinya

didalam tubuh. Kedua elemen ini terutama berfungsi dalam keseimbangan air,

elektrolit (asam basa) didalam sel maupun didalam cairan ekstraseluler,

termasuk plasma darah. Natrium terutama terdapat didalam cairan ekstraseluler,

sedangkan natrium didalam cairan intraseluler. Natrium merupakan satu-satunya

elemen yang biasa dikonsumsi dalam bentuk garam yang sedikit-banyak murni,

yaitu garam dapur. Konsumsi garam ini rata-rata 15 gram seorang sehari. Di

daerah pegunungan yang terisolasi dan jauh dari pantai garam, natrium

digantikan oleh garam kalium yang didapat dari abu berbagai tumbuhan yang

dibakar (Sediaoetama 2008).

Di dalam tubuh terdapat natrium sebanyak 0,15% dari berat badan,

sedangkan kalium 0,35% atau terdapat sekitar 2 ½ kali lebih banyak

dibandingkan dengan natrium. Dalam cairan tubuh, natrium membentuk larutan

garam NaCl atau Na-carbonat. Ion Na+ berperan dalam menahan air didalam

tubuh, dalam proses mempertahankan tekanan osmosis cairan. Membran sel

bersifat semipermeabel terhadap natrium, tetapi K+ dapat lewat dengan bebas

melalui membran sel tersebut.

Fisiologi dan Fungsi Ginjal

Fungsi utama ginjal adalah mengatur keseimbangan homeostatik dengan

respon terhadap cairan, elektrolit dan larutan organik. Ginjal yang normal dapat

melakukan fungsi tersebut pada berbagai fluktuasi diet sodium, air dan zat

terlarut lainnya. Tugas ini dilakukan dengan memfiltrasi darah terus menerus dan

perubahan dari filtrat (sekresi dan reabsorbsi) dalam filtrasi cairan. Ginjal

menerima 20% darah dari jantung yang memungkinkan penyaringan darah rata-

rata 1600 L/hari (Wilkens dan Juneja 2007).

Setiap ginjal terdiri atas sekitar 1 juta unit fungsi yang disebut nefron.

Nefron terdiri dari sebuah glomerulus yang melekat pada serangkaian tubulus,

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

yang dapat dibagi ke dalam segmen fungsional yang berbeda: tubula

terkonvolusi proksimal, lengkung Henle, tubulus distal dan duktus pengumpul.

Setiap nefron beroperasi secara independen menghasilkan kontribusi ke urin

akhir, meskipun semua dibawah kontrol serupa dan terkoordinasi. Namun, ketika

salah satu nefron hancur, nefron yang lengkap tidak lagi dapat berfungsi.

Glomerulus adalah massa bola kapiler yang dikelilingi oleh membran, kapsul

Bowman. Fungsi glomerulus adalah produksi sejumlah besar ultrafiltrat, termasuk

segmen mengikuti nefron untuk berubah. Ultrafiltrasi dalam glomerulus sangat

mirip dengan komposisi darah. Karena fungsi penghalang, glomerulus

menghambat sel darah dan molekul dengan berat molekul lebih besar dari 6500

dalton seperti protein. Ultrafiltrat produksi sebagian besar pasif dan didasarkan

pada tekanan perfusi yang diproduksi oleh hati dan disediakan oleh arteri ginjal.

Tubulus mengisap sebagian besar komponen yang membentuk ultrafiltrat.

Banyak dari proses ini aktif dan membutuhkan energi pengeluaran yang besar

dalam bentuk Adenosin Triphospat (ATP) (Wilkens dan Juneja 2007).

Ginjal memiliki kemampuan hampir tak terbatas untuk mengatur

homeostasis air. Kemampuan ginjal untuk membentuk gradien konsentrasi yang

besar antara bagian dalam dan luar korteks medula memungkinkan ginjal

mengekskresikan urin encer kira-kira 50 mOsm atau konsentrasi kira-kira 1200

mOsm. Mengingat beban zat terlarut tetap harian sekitar 600 mOsm (beban zat

terlarut mewakili produk akhir sampah dari metabolisme normal), ginjal dapat

membuang sedikitnya 500 ml urin terkonsentrasi atau kontrol sebanyak 12 L.

Kontrol ekskresi air diatur oleh vasopresin, atau dikenal sebagai hormon

antidiuretik, suatu hormon peptida kecil yang disekresikan oleh hipofisis

posterior. Kelebihan air pada tubuh, yang ditunjukkan oleh penurunan

osmolalitas, mengarah ke menutupnya semua sekresi vasopresin. Namun,

kebutuhan untuk menghemat natrium kadang-kadang menyebabkan suatu

pengorbanan dari kontrol homeostatik volume air. Mayoritas zat terlarut terdiri

dari limbah nitrogen, terutama produk akhir dari metabolisme protein. Urea

mendominasi dengan jumlah yang tergantung pada kandungan protein diet.

Asam urat, kreatinin dan amonia ada dalam jumlah kecil. Jika produk limbah

normal ini tidak dihapus dengan benar, maka akan terkumpul didalam darah,

mereka akan terkumpul dalam jumlah abnormal dalam darah, dikenal dengan

sebutan azotemia. Kemampuan ginjal untuk menghilangkan produk limbah

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

nitrogen dikenal sebagai fungsi ginjal; gagal ginjal merupakan ketidakmampuan

ginjal untuk mengekskresikan beban limbah harian (Wilkens dan Juneja 2007).

Menurut Sediaoetama (2008), ginjal berperan penting dalam

keseimbangan cairan. Darah didalam glomerulus disaring dan plasma masuk

kedalam cawan glomerulus sebagai ultrafiltrat. Komposisi ultrafiltrat ini sama

dengan komposisi plasma tanpa makromolekul (protein plasma), yang tidak

dapat menembus saringan. Berat jenis plasma tanpa makromolekul sama

dengan berat jenis ultrafiltrat, yaitu 1,010. Ultrafiltrat ini diubah menjadi urin yang

mempunya berat jenis 1,015-1,035. Glomerulus dapat menyaring plasma

sebanyak 150-200 liter dalam 24 jam, untuk menghasilkan urin sebanyak 1000-

1300 ml. Saluran nefron yang berfungsi mengkonsentrasikan ultrafiltrat menjadi

urin ini panjangnya 15 mm tubulus proximalis, 15 mm loop Henle dan 5 mm

tubulus distalis. Sepanjang saluran nefron ini, ion-ion dan zat-zat organik diserap

kembali. Bersama dengan penyerapan zat-zat itu, ikut pula diserap kembali

sejumlah air. Dibagian nefron proksimal, air diserap obligatori sebagai pelarut

zat-zat organik yang diserap kembali secara aktif, sedangkan dibagian distal,

penyerapan air dilakukan secara aktif menurut kebutuhan tubuh. Penyerapan air

dibagian nefron distal ini diatur atas pengaruh hormon antideuritik.

Diet Penyakit Ginjal

Metode penatalaksanaan dan rekomendasi zat gizi berubah-ubah sesuai

dengan berbagai stadium gagal ginjal. Ginjal normal mengeluarkan kelebihan

cairan dan produk sisa dari tubuh serta memelihara keseimbangan asam basa.

Ginjal juga mengatur tekanan darah, stimulasi produksi sel darah merah, dan

mengatur metabolisme kalsium dan fosfor. Sindrom nefrotik adalah disfungsi

kapiler glomerulus. Gejala-gejala yaitu urin kehilangan protein plasma, serum

albumin rendah, edema, dan meningkatnya lemak darah. Pada gagal ginjal akut,

nefron kehilangan fungsinya atau Glomerulus Filtration Rate (GFR) menurun

tiba-tiba. Gejalanya yaitu meningkatnya nitrogen urea darah, katabolisme,

keseimbangan nitrogen negatif, meningkatnya elektrolitis, asidosis,

meningkatnya tekanan darah, dan berlebihnya cairan. Sindrom nefrotik dan

gagal ginjal akut merupakan kondisi dapat pulih kembali (reversibel). Pada gagal

ginjal kronik, GFR menurun secara bertahap. Pada stadium awal, terjadi

penggantian dengan memperbesar nefron yang tersisa (Greene dan Thomas

2008).

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

Gejala serupa pada gagal ginjal akut terlihat ketika fungsi ginjal tersisa

75% dari fungsi normal. Ketika GFR berkurang 10% dari normal, pasien

dipertimbangkan terkena End Stage Renal Disease (ESRD). Dialisis merupakan

awal untuk menggantikan fungsi ginjal yang telah berkurang. Elektrolit, cairan,

anemia, dan diet diawasi setiap bulan oleh ahli gizi. Sebagian pasien dengan

ESRD menerima transplantasi ginjal (Greene dan Thomas 2008).

Menurut Hartono (2002), diet ginjal terutama bertujuan untuk mengurangi

ekskresi zat-zat sisa metabolisme protein melalui diet rendah protein dengan

jumlah kalori yang memadai atau tinggi. Keseimbangan air, elektrolit dan pH

pada gagal ginjal diperbaiki melalui pengaturan asupan cairan dan diet rendah

mineral tertentu seperti kalium, natrium, magnesium, fosfor menurut keadaan

pasien serta hasil pemeriksaan laboratorium. Gangguan produksi zat seperti

eritropoietin dan kalsitrol diatasi dengan suplementasi zat-zat tersebut.

Sindroma Nefritik

Sindrom nefritik merupakan manifestasi klinis dari sekelompok penyakit

yang ditandai dengan peradangan pada lengkung glomerulus kapiler. Penyakit

ini juga disebut glumerulonefritis akut yang terjadi secara tiba-tiba; terjadinya

sesaat, dan dapat berkembang menjadi sindrom nefrotik kronik atau ESRD.

Manifestasi utama dari penyakit ini adalah hematuria (darah dalam urin),

konsekuensi dari inflamasi kapiler yang menyerang pertahanan glomerulus

terhadap sel darah. Sindrom ini juga ditandai oleh hipertensi dan penurunan

fungsi ginjal. Sebagian besar disebabkan oleh infeksi streptococcal. Penyebab

lain termasuk penyakit ginjal utama seperti imunoglobulin A nefropati; nefritik

hereditari; dan penyakit kedua seperti systemic lupus erythematosus (SLE),

vaskulitis dan glumerulonefritis berhubungan dengan endokarditis, abses, atau

infeksi peritoneal (Wilkens dan Juneja 2007).

Penatalaksanaan glomerulusnefritis adalah mencoba memelihara status

gizi baik ketika penyakit berubah spontan. Pada pasien dengan sindrom nefritik,

membatasi konsumsi protein atau potasium tidak memberikan keuntungan

signifikan pada perkembangan uremia atau hiperkalemia. Ketika terjadi

hipertensi, hal tersebut sebagian besar berhubungan dengan kelebihan volume

ekstraseluler dan terancam dengan pembatasan sodium (Wilkens dan Juneja

2007).

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

Sindroma Nefrotik

Sindroma Nefrotik terdiri atas kelompok penyakit heterogen, manifestasi

yang umum berasal dari hilangnya pertahanan glomerulus terhadap protein.

Protein dalam jumlah besar hilang melalui urin sehingga berujung pada

hipoalbuminemia dengan konsekuensi edema, hiperkolesterolemia,

hiperkoagulabiliti, dan metabolisme tulang abnormal. Lebih dari 95% kasus

sindrom nefrotik berakar dari tiga penyakit sistemik (diabetes melitus, SLE dan

amiloidosis) dan empat penyakit utama ginjal: penyakit yang hanya dapat dilihat

dengan mikroskop elektron, nefropati membran, glumerulosklerosis dan

glumerulonefritis membranoproliferatif (Wilkens dan Juneja 2007).

Menurut Almatsier (2004), sindrom nefrotik atau nefrosis adalah

kumpulan manifestasi penyakit yang ditandai oleh ketidakmampuan ginjal untuk

memelihara keseimbangan nitrogen sebagai akibat meningkatnya permeabilitas

membran kapiler glumerolus. Gejala penyakit ini bersifat individual, sehingga diet

yang diberikan harus individual pula, dengan menyatakan banyak protein dan

natrium yang dibutuhkan dalam diet.

Tujuan utama dari terapi gizi medis adalah untuk mengelola gejala yang

berhubungan dengan sindrom (edema, hipoalbuminemia dan hiperlipidemia),

mengurangi resiko pengembangan kegagalan ginjal dan memelihara

penyimpanan zat gizi. Pasien dengan kekurangan protein yang parah secara

terus menerus memerlukan waktu perawatan yang lama serta diperlukan

pemantauan gizi secara hati-hati. Diet bertujuan memberikan energi dan protein

yang cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif dan

meningkatkan konsentrasi plasma albumin serta menghilangkan edema (Wilkens

dan Juneja 2007).

Diet protein untuk pasien sindrom nefrotik berubah-ubah. Awalnya, pasien

menerima diet tinggi protein (hingga 1,5 g/kgBB/hari) sebagai usaha untuk

meningkatkan serum albumin dan mencegah malnutrisi protein. Bagaimanapun,

penelitian menunjukkan bahwa penurunan asupan protein hingga 0,8 mg/kg/hari

dapat menurunkan proteinuria tanpa berpengaruh negatif terhadap serum

albumin. Untuk memungkinkan penggunaan optimal dari protein, 50 sampai 60%

protein harus berasal dari sumber nilai biologi tinggi (HBV) dan asupan energi

harus sekitar 35 Kal/kgBB/hari untuk dewasa dan 100 sampai 150 Kal/kgBB/hari

untuk anak-anak (Wilkens dan Juneja 2007).

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

Upaya untuk membatasi asupan natrium dalam jumlah besar dapat

menyebabkan hipotensi, eksaserbasi koagulopati dan penurunan fungsi ginjal.

Oleh karena itu, pengendalian edema pada kelompok ini harus didasarkan

sampai batas waktu tertentu dan pembatasan natrium sekitar 3 g natrium per hari

(Wilkens dan Juneja 2007).

Gagal Ginjal Akut

Jenis diet : diet rendah protein (DRP), diet rendah garam (DRG)

Gagal ginjal akut merupakan keadaan akibat penurunan akut fungsi ginjal

sehingga terjadi penimbunan zat-zat yang seharusnya diekskresikan keluar oleh

ginjal. Penyebab gagal ginjal akut meliputi (1) aliran darah ginjal yang tidak

mencukupi, (2) infeksi akut ginjal (penyebab renal), (3) sumbatan aliran air seni

(penyebab postrenal) seperti pada batu ginjal atau penekukan ureter (saluran

yang menghubungkan ginjal dengan kandung kemih). Tindakan diet bertujuan

mengurangi beban kerja ginjal untuk mengekskresikan zat-zat sisa disamping

memberikan cukup kalori. Diet rendah protein untuk mengurangi eksresi zat sisa

harus memberikan cukup protein untuk perbaikan jaringan ginjal yang rusak

disamping untuk keperluan lain seperti pembentukan hormon, enzim dan antibodi

(Hartono 2004).

Menurut Greene dan Thomas (2008), kebutuhan zat gizi harian pasien

dengan gagal ginjal akut adalah sebagai berikut.

Tabel 1 Kebutuhan zat gizi harian pasien dengan gagal ginjal akut

Zat Gizi Rekomendasi

Energi 30-35 Kal/kgBB

Protein 0,6-0,8 g/kgBB

Sodium 2 g/hari

Potasium 2 g/hari

Zat Besi Sesuai AKG Cairan Cairan yang dikeluarkan ditambah 500cc

Gagal Ginjal Kronik

Jenis diet : diet rendah protein (DRP), diet rendah garam (DRG)

Penyakit Ginjal Kronik adalah keadaan dimana terjadi penurunan fungsi

ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menahun) disebabkan oleh

berbagai penyakit ginjal. Penyakit ini bersifat progresif dan umumnya tidak dapat

pulih kembali (irreversible). Gejala penyakit ini umumnya adalah tidak nafsu

makan, mual, muntah, pusing, sesak nafas, rasa lelah, edema pada kaki dan

tangan, serta uremia. Apabila nilai Glomerulus Filtration Rate (GFR) < 25

ml/menit, diberikan Diet Protein Rendah (Almatsier 2004).

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

Terapi diet membantu memperlambat progresivitas gagal ginjal kronik.

Pemberian suplemen zat besi, asam folat, kalsium dan vitamin D mungkin

diperlukan. Pemberian suplemen vitamin dan mineral pada gagal ginjal kronik

harus mengacu kepada hasil laboratorium seperti kadar hemoglobin, kadar

kalium, natrium dan klorida. Pada pasien-pasien gagal ginjal kronik, fokus terapi

gizi adalah untuk menghindari asupan elektrolit yang berlebih dari makanan

karena kadar elektrolit bisa meninggi akibat klirens ginjal yang menurun (Hartono

2004). Menurut Greene dan Thomas (2008), kebutuhan zat gizi harian pasien

dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut.

Tabel 2 Kebutuhan zat gizi harian pasien dengan gagal ginjal kronik

Zat Gizi Rekomendasi

Energi 30-35 Kal/kgBB

Protein 0,6-0,8 g/kgBB

Sodium 2-4 g/hari

Potasium Tidak ada batasan

Zat Besi Sesuai AKG Cairan Tidak ada batasan

Transplantasi Ginjal

Transplantasi melibatkan implantasi bedah ginjal dari donor hidup, donor

hidup yang tidak ada hubungan atau donor meninggal. Penolakan terhadap

jaringan asing atau infeksi sekunder untuk terapi imunosupresif komplikasi utama

(Wilkens dan Juneja 2007). Transplantasi ginjal adalah terapi pengganti dengan

cara mengganti ginjal yang sakit dengan ginjal donor. Setelah transplantasi

sering terjadi hiperkatabolisme protein, kegemukan, dan hiperlipidemia. Diet

pada bulan pertama setelah tranplantasi adalah energi cukup dengan protein

tinggi, setelah itu berubah menajdi energi dan protein cukup. Karena diet sangat

tergantung pada keadaan pasien, penyusunan diet dilakukan secara individual

(Almatsier 2004).

Menurut Greene dan Thomas (2008), kebutuhan zat gizi harian pasca

transplantasi ginjal adalah sebagai berikut.

Tabel 3 Kebutuhan zat gizi harian pasien pasca transplantasi ginjal

Zat Gizi Rekomendasi

Energi 25-35 Kal/kgBB

Protein 1,0-1,5g/kgBB

Sodium 2-4 g/hari

Potasium Tidak ada batasan

Zat Besi Sesuai AKG Cairan Tidak ada batasan

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

Gagal Ginjal dengan Dialisis

Dialisis dilakukan terhadap pasien dengan penurunan fungsi ginjal berat,

dimana ginjal tidak mampu lagi mengeluarkan produk-produk sisa metabolisme,

mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta memproduksi

hormon-hormon. Ketidakmampuan ginjal mengeluarkan sisa metabolisme

menimbulkan gejala uremia. Dialisis dilakukan bila GFR atau hasil tes kliren

kreatinin < 15 ml/menit (Almatsier 2004).

Dialisis dapat dilakukan dengan cara hemodialisis atau dialisis peritoneal.

Cara yang paling banyak digunakan adalah hemodialisis. Pada proses

hemodialisis, aliran darah ke ginjal dialirkan melalui membran semipermeabel

dari ginjal tiruan (mesin cuci ginjal) sehingga produk-produk sisa metabolisme

dapat dikeluarkan dari tubuh melalui difusi dan air melalui ultrafiltrasi.

Hemodialisis membutuhkan akses permanen ke aliran darah melalui fistula

pembedahan yang dibuat untuk menghubungkan arteri dan vena. Fistula sering

dibuat didekat pergelangan tangan, yaitu didekat pembuluh darah besar di

lengan bawah. Jika pembuluh darah pasien rapuh, dapat dilakukan

pencangkokan pembuluh darah tiruan. Jarum besar dimasukkan kedalam fistula

atau cangkok sebelum dialisis dimulai dan dilepas ketika dialisis selesai.

Umumnya, akses sementara melalui kateter subklavia sampai akses permanen

pasien dapat diciptakan, bagaimanapun, masalah infeksi pada kateter tidak

diinginkan. Hemodialisis biasanya membutuhkan perawatan 3 sampai 5 jam

sebanyak 3 kali seminggu, tetapi terapi yang baru dilaksanakan membutuhkan

waktu yang berubah-ubah. Pasien yang melakukan dialisis harian dirumah tipe

perawatan yang berlangsung 1,5 sampai 2,5 jam, sedangkan beberapa pasien

yang didialisis dirumah, menerima dialisis nokturnal 3 kali seminggu selama 8

jam. Diet protein dibutuhkan kurang lebih 1,2 g/kg, untuk menutupi kehilangan

protein ketika dialisis (Wilkens dan Juneja 2007). Menurut Greene dan Thomas

(2008), kebutuhan zat gizi harian untuk pasien yang menjalani hemodialisis 3 kali

per minggu yaitu sebagai berikut.

Tabel 4 Kebutuhan zat gizi harian untuk pasien hemodialisis

Zat Gizi Rekomendasi

Energi 30-35 Kal/kgBB

Protein 1,2-1,4 g/kgBB

Sodium 2-3 g/hari

Potasium 2-3 g/hari

Zat besi Individual Cairan Individual

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

Menurut Greene dan Thomas (2008), dialisis peritonial adalah proses

pengeluaran sisa produk metabolisme melalui perfusi larutan steril dialisis

seluruh rongga peritonial. Metode dialisis ini dapat dilakukan dirumah. Pertukaran

dialisis dilakukan beberapa kali dalam sehari atau terus-menerus di malam hari

dengan bantuan mesin dialisis peritonial. Normalnya, diet yang diberikan adalah

diet rendah garam. Kebutuhan zat gizi harian untuk pasien yang menjalani

dialisis peritonial adalah sebagai berikut.

Tabel 5 Kebutuhan zat gizi harian untuk pasien dialisis peritoneal

Zat Gizi Rekomendasi

Energi 25-35 Kal/kgBB

Protein 1,2-1,5 g/kgBB

Sodium 2-4 g/hari

Potasium 3-4 g/hari

Zat besi Individual Cairan Sesuai toleransi

Batu Ginjal (Nefrotiliasis)

Batu ginjal terbentuk bila konsentrasi mineral atau garam dalam urin

mencapai nilai yang memungkinkan terbentuknya kristal, yang akan mengendap

pada tubulus ginjal atau ureter. Meningkatnya konsentrasi garam-garam ini

disebabkan adanya kelainan metabolisme atau pengaruh lingkungan. Sebagian

besar batu ginjal merupakan garam kalsium. Fosfat, oksalat, serta asam urat.

Gejala batu ginjal adalah rasa nyeri pada abdomen, mual, muntah, infeksi pada

saluran kemih dan sering buang air kecil.

Gejala batu ginjal adalah rasa nyeri pada abdomen, mual, muntah, infeksi

pada saluran kemih dan sering buang air kecil. Penyakit ini sering kambuh

kembali. Agar bisa dilakukan upaya penyembuhan yang tepat, hendaknya

dilakukan analisis terhadap jenis batu dan penyakit yang menjadi penyebabnya.

Syarat diet nefrolitiasis yaitu energi diberikan sesuai dengan kebutuhan, protein

sedang, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total, cairan diberikan tinggi, yaitu

2,5-3 liter/hari, setengahnya berasal dari minuman.

Pemberian Dukungan Gizi

Pemberian dukungan gizi bagi pasien rawat inap dapat berupa gizi

enteral (melalui gastrointestinal) dan gizi parenteral (melalui vena). Dukungan

gizi tersebut diberikan apabila supan zat gizi pasien dengan makanan tidak dapat

memenuhi kebutuhan (Dir.Jen.Yan.Medik 1999a).

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

Gizi Enteral

Gizi enteral merupakan terapi pemberian nutrien lewat saluran cerna

dengan menggunakan selang/kateter khusus (feeding tube). Cara pemberiannya

bisa melalui jalur hidung lambung (nasogastric route) atau hidung usus

(nasoduodenal atau nasojejunal route). Pemberian nutrien juga bisa dilakukan

secara bolus atau cara infus lewat pompa infus enteral. Pemberian zat gizi

enteral yang dini akan memberikan manfaat antara lain memperkecil respons

katabolik, mengurangi komplikasi infeksi, memperbaiki toleransi pasien,

mempertahankan integritas usus, mempertahankan integritas/respons

imunologis, lebih fisiologik dan memberikan sumber energi yang tepat bagi usus

pada waktu sakit. Pemberian zat gizi enteral yang tepat akan memberikan nutrien

kepada pasien dalam bentuk yang bisa digunakan oleh metabolisme tubuhnya

tanpa menimbulkan gangguan saluran cerna seperti kram usus atau diare

sementara biaya dan proses pembuatannya memungkinkan pemberian zat gizi

tersebut (Hartono 2004).

Pemberian gizi enteral bertujuan untuk mencukupi kebutuhan gizi

keseluruhan (terapetik) pada pasien yang tidak dapat makan sama sekali dan

sebagai tambahan (suplementasi) pada pasien yang mampu makan dan minum

tetapi tidak mencukupi kebutuhannya. Indikasi pemberiannya yaitu adanya

gangguan kesadaran, gangguan menelan, koma, stroke, kekacauan sistem saraf

pusat, dan selera makan yang buruk. Gizi enteral dapat diberikan melalui mulut

(oral), pipa (sonde), dan enterostomi (esofagustomi, jenunostomi). Makanan

enteral terdiri atas formula rumah sakit dan formula komerisial. Formula rumah

sakit dibuat oleh rumah sakit dari berbagai bahan makanan yang dihaluskan.

Konsistensi, kandungan zay gizi dan osmoralitas formula rumah sakit berubah-

ubah pada saat pembuatannya. Formula komersial merupakan formula yang

telah siap digunakan bergantung pada kebutuhan zat gizi pasien, kebutuhan

cairan, fungsi gastrointestinal, restriksi zat gizi dan kebutuhan tambahan.

Pemberian gizi enteral memiliki kelebihan dibandingkan dengan gizi parenteral.

Keuntungannya yaitu bersifat fisiologis, lebih efektif, komplikasi kurang, energi

tinggi mudah tercapai, teknik pemasangannyamudah dan biayanya murah

(Dir.Jen.Yan.Medik 1999a).

Gizi Parenteral

Gizi parenteral dapat diberikan melalui vena perifer atau vena sentral

kepada pasien yang beresiko melnutrisi tetapi tidak mampu dan/atau tidak boleh

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

mendapatkan zat gizi melalui saluran cerna. Gizi parenteral disebut gizi

parenteral total jika seluruh kebutuhan zat gizi pasien diberikan lewat vena dan

disebut gizi parenteral parsial jika hanya sebagian kebutuhan zat gizi saja yang

diberikan lewat vena (Hartono 2000).

Pemberian gizi parenteral dapat dilakukan sebagai terapi gizi primer dan

terapi giai suplemental/suportif. Gizi parenteral sebagai terapi gizi primer

diberikan kepada pasien yang tidak mampu mempertahankan, mencerna atau

menyerap makanan. Gizi parenteral sebagai terapi gizi suplemental/suportif

diberikan pada pasien yang bisa makan atau mendapat gizi enteral tetapi tidak

mampu memenuhi kebutuhan gizinya. Nutrisi parenteral tidak boleh diberikan

pada pasien dengan krisis hemodinamik atau kegagalan pernafasan yang

membutuhkan bantuan respirator (Hartono 2000).

Daya Terima Makanan

Menurut Nasoetion (1980) diacu dalam Hardinsyah et al. (1989), daya

terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan

makanan melalui indera penglihat, pencium, pencicip, dan bahkan indera

pendengar. Namun demikian, faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya

penerimaan terhadap makanan adalah rangsangan citarasa yang ditimbulkan

oleh makanan tersebut.

Menurut Lowe diacu dalam Hardinsyah et al. (1989), hal pertama yang

dinilai dari suatu makanan adalah berdasarkan indera penglihat, yaitu meliputi

warna, bentuk, ukuran dan sifat permukaan seperti halus, kasar, berkerut, dan

sebagainya. Selain itu, dinilai penyajian makanan seperti pemilihan alat yang

digunakan, cara menyusun makanan di tempat saji, termasuk penghias hidangan

(Moehyi 1997). Pasien yang selera makannya kurang sebaiknya diberi hidangan

dalam porsi kecil (Beck 1994).

Untuk mengetahui daya terima makanan, dilakukan dengan uji hedonik

skala verbal. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat

atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Dalam hal ini,

panelis mengemukakan tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensorik

atau kualitas yang dinilai pada skala hedonik yaitu suka, biasa, dan tidak suka

(Hardinsyah et al. 1989).

Warna Makanan

Betapapun lezatnya makanan, apabila penampilannya tidak menarik

waktu disajikan, akan mengakibatkan selera orang yang akan memakannya

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

menjadi hilang. Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan

makanan. Warna daging yang sudah berubah menjadi cokelat kehitaman, warna

sayuran yang sudah berubah menjadi pucat sewaktu disajikan akan menjadi

sangat tidak menarik dan menghilangkan selera untuk memakannya (Moehyi

1992a).

Warna makanan tidak hanya membantu dalam menentukan kualitas,

tetapi dapat pula memberitahukan banyak hal. Warna biasanya merupakan

tanda kemasakan atau kerusakan (Sukarni & Kusno 1980). Penerimaan warna

suatu bahan makanan berbeda-beda tergantung dari faktor alam, geografis, dan

aspek sosial masyarakat penerima (Winarno 1997).

Aroma Makanan

Aroma yang dikeluarkan oleh setiap masakan berbeda-beda. Demikian

pula cara memasak makanan akan memberikan aroma yang berbeda pula.

Aroma makanan banyak menentukan kelezatan bahan makanan tersebut.

Penggunaan panas yang tinggi dalam proses pemasakan makanan yang

digoreng, dibakar, atau dipanggang akan menimbulkan aroma yang harum,

berbeda dengan makanan yang direbus, hampir-hampir tidak mengeluarkan

aroma yang merangsang, dalam hal ini disebabkan senyawa yang memancarkan

aroma sedap larut air (Moehyi 1992a). Umumnya aroma utama yang diterima

oleh hidung dan otak yaitu harum, asam, tengik, dan hangus (Winarno 1997).

Rasa Makanan

Rasa merupakan suatu komponen flavour yang terpenting karena

mempunyai pengaruh yang dominan. Pada citarasa lebih banyak melibatkan

indera kecapan (lidah). Penginderaan kecapan dapat dibagi menjadi empat rasa

utama, yaitu asin, manis, pahit dan asam. Masakan yang mempunyai variasi

keempat macam rasa tersebut lebih disukai daripada hanya mempunyai satu

macam rasa yang dominan (Winarno 1997).

Timbulnya respon tidak sama untuk rasa yang berbeda, respon terhadap

rasa asin lebih cepat dibandingkan respon terhadap rasa pahit. Rasa dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi

dengan komponen rasa yang lain (Winarno 1997).

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan citarasa

makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan

yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu

membangkitkan selera untuk memcicipi makanan itu, maka pada tahap

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

berikutnya citarasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap

indera pencium dan indera pengecap (Moehyi 1992a).

Tekstur Makanan

Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi citarasa yang

ditimbulkan oleh bahan tersebut. Berdasarkan penelitian-penelitian yang

dilakukan diketahui bahwa perubahan tekstur dapat mengubah rasa dan bau

yang timbul karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan

terhadap sel respirator olfaktori dan kelenjar air liur (Winarno 1997). Dengan

tesktur kita dapat mengartikan kualitas makanan dengan merasakan apakah

dengan jari, lidah, gigi atau langit-langit (tekak) (Sukarni & Kusno 1980).

Menurut Beck (1994), makanan yang diajikan rumah sakit harus dapat

dimakan dengan mudah, sebaiknya tidak membuat pasien berkutat dengan

daging yang alot atau bersusah payah memisahkan tulang-tulang ikan satu per

satu.

Suhu

Menurut Winarno (1997), suhu mempengaruhi sensitivitas rasa di lidah,

bila suhu tubuh 20oC atau diatas 30oC, sensitivitas rasa pada kuncup cecapan

rasa di lidah berkurang. Makanan sedap dengan suhu panas akan mampu

memancarkan aroma yang sedap, karena bau-bauan baru dapat dikenali bila

berbentuk uap dan molekul-molekul kompunen bau itu harus dapat merangsang

otak, namun makanan yang panas pun dapat merusak kepekaan kuncup

cecapan lidah. Makanan dingin akan membius kuncup cecapan hingga tidak

peka lagi.

Umumnya pada rumah sakit modern untuk mengurangi penurunan suhu

(saat dilakukan distribusi makanan pasien), maka kereta makanan dilengkapi

dengan alat pemanas (Moehyi 1990).

Kebersihan Alat Makan

Pengawasan sanitasi (kebersihan) tidak hanya ditujukan pada bahan

makanan, tetapi juga terhadap peralatan yang digunakan. Sanitasi peralatan

makan perlu diperhatikan, agar tidak ada sisa makanan yang tertinggal atau

menempel pada alat dan menjadi busuk sehingga merupakan tempat yang baik

bagi tumbuhnya bakteri-bakteri (Moehyi 1990). Selain itu, penggunaan alat yang

bersih dalam penyajian makanan akan berpengaruh terhadap sisa makanan,

apabila alat yang digunakan bersih ada kecenderungan makanan yag diberikan

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Mengingat berbagai hal diatas, perencanaan menu harus disesuaikan dengan anggaran yang ada dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi dan aspek

habis dimakan (Noras 2000). Semua sendok garpu, piring dan baki yang dipakai

harus bersih (Beck 1994).

Hal yang juga perlu diperhatikan dalam penggunaan alat penyajian

makanan adalah harus sesuai dengan volume makanan yang disajikan, agar

tidak terlihat terlalu banyak atau terlalu sedikit (Noras 2000).

Uji Kesukaan (Uji Hedonik)

Uji kesukaan disebut juga uji hedonik, dilakukan apabila uji didesain untuk

memilih satu produk diantara produk lain secara langsung. Uji ini juga dapat

digunakan ketika peneliti ingin menentukan status afeksi sebuah produk,

misalnya seberapa besar kesukaan konsumen terhadap produk. Pada proses

penilaiannya, panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau

sebaliknya (ketidaksukaan) (Setyaningsih 2010).

Selain panelis mengemukaan tanggapan senang, suka atau

kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat-tingkat

kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya, dalam hal “suka” dapat

mempunyai skala hedonik seperti: amat sangat suka, sangat suka, suka, dan

agak suka. Sebaliknya, jika tanggapan itu “tidak suka” dapat mempunyai skala

hedonik seperti suka dan agak suka, terdapat tanggapannya yang disebut

sebagai netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka (biasa). Skala

Hedonik dapat direntangkan atau diciutkan menurut rentangan skala yang

dikehendaki. Skala hedonik dapat juga diubah menjadi skala numerik dengan

angka mutu menurut tingkat kesukaan. Dengan data numerik ini, dapat dilakukan

analisis secara parametrik (Setyaningsih 2010).