Tinjauan Pustaka Limbah B3 Beracun

21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Limbah Beracun Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut (Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999). Penentuan sifat racun untuk identifikasinya dilakukan dengan menggunakan baku mutu konsentrasi TCLP ( Toxicity Characteristic Leaching Procedure ) pencemar organik dan anorganik dalam limbah sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II pada PP No.85.1999. Apabila limbah mengandung salah satu pencemar yang terdapat dalam Lampiran II peraturan ini, dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari nilai dalam Lampiran II peraturan pemerintah ini, maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila nilai konsentrasi zat pencemar lebih kecil dari nilai ambang batas pada Lampiran II Peraturan Pemerintah ini maka dilakukan uji toksikologi. Pada dasarnya sebetulnya, uji TCLP adalah uji yang dikembangkan oleh US-EPA, yang merupakan simulasi terburuk kondisi landfill, yang menyebabkan terjadinya pencemaran pada air tanah, yang airnya digunakan secara rutin. Simulasi transportasi pencemar ini, menghasilkan batas aman yang memperhitungkan probabilitas terjadinya toksisitas kronik non- kanker maupun kanker. Namun dalam versi Indonesia, bila ambang batas TCLP tidak terlampaui, penghasil limbah masih tetap diharuskan melakukan uji toksisitas akut maupun kronis. Nilai

description

Tentang penyimpanan limbah B3 Beracun. Limbah B3 sendiri terbagi menjadi 6 karakteristik, salah satunya limbah B3 Beracun

Transcript of Tinjauan Pustaka Limbah B3 Beracun

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1Pengertian Limbah Beracun

Limbah beracun adalah limbah yang mengandung pencemar yang bersifat racun bagi manusia atau lingkungan yang dapat menyebabkan kematian atau sakit yang serius apabila masuk ke dalam tubuh melalui pernafasan, kulit atau mulut (Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999). Penentuan sifat racun untuk identifikasinya dilakukan dengan menggunakan baku mutu konsentrasi TCLP ( Toxicity Characteristic Leaching Procedure ) pencemar organik dan anorganik dalam limbah sebagaimana yang tercantum dalam Lampiran II pada PP No.85.1999. Apabila limbah mengandung salah satu pencemar yang terdapat dalam Lampiran II peraturan ini, dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari nilai dalam Lampiran II peraturan pemerintah ini, maka limbah tersebut merupakan limbah B3. Bila nilai konsentrasi zat pencemar lebih kecil dari nilai ambang batas pada Lampiran II Peraturan Pemerintah ini maka dilakukan uji toksikologi.

Pada dasarnya sebetulnya, uji TCLP adalah uji yang dikembangkan oleh US-EPA, yang merupakan simulasi terburuk kondisi landfill, yang menyebabkan terjadinya pencemaran pada air tanah, yang airnya digunakan secara rutin. Simulasi transportasi pencemar ini, menghasilkan batas aman yang memperhitungkan probabilitas terjadinya toksisitas kronik non-kanker maupun kanker. Namun dalam versi Indonesia, bila ambang batas TCLP tidak terlampaui, penghasil limbah masih tetap diharuskan melakukan uji toksisitas akut maupun kronis. Nilai ambang batas TCLP ditetapkan oleh Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.Tabel 2.1 Baku mutu TCLP zat pencemar dalam limbah untuk

penentuan karakteristik sifat racunKode LimbahParameterKonsentrasi dalam ekstraksi limbah (mg/l)

D 4001Aldrin + Dieldrin0,07

D 4002Arsen5,0

D 4003Barium100,0

D 4004Benzene0,5

D 4005Boron500,0

D 4006Cadmium 1,0

D 4007Carbon tetrachloride 0,5

D 4008Chlordane 0,03

D 4009Chlorobenzene 100,0

Tabel 2.1 Lanjutan

D 4010Chloroform 6,0

D 4011Chromium 5,0

D 4012Copper 10,0

D 4013o-Cresol200,0

D 4014m-Cresol200,0

D 4015p-Cresol 200,0

D 4016Total Cresol200,0

D 4017Cyanide (free)20,0

D 40182,4-D10,0

D 40191,4-Dichlorobenzene7,5

D 40201,2-Dichloroethane0,5

D 40211,1-Dichloroethylene 0,7

D 40222,4-Dinitrotoluene0,13

D 4023Endrin0,02

D 4024Fluorides150,0

D 4025Heptachlor + Heptachlor epoxide0,008

D 4026Hexachlorobenzene0,13

D 4027Hexachlorobutadiene0,5

D 4028Hexachloroethane3,0

D 4029Lead5,0

D 4030Lindane0,4

D 4031Mercury0,2

D 4032Methoxychlor 10,0

D 4033Methyl ethyl ketone 200,0

D 4034Methyl Parathion 0,7

D 4035Nitrate + Nitrite 1,000,0

D 4036Nitrite 100,0

D 4037Nitrobenzene 2,0

D 4038Nitrilotriacetic acid 5,0

D 4039Pentachlorophenol 100,0

D 4040Pyridine 5,0

D 4041Parathio 3,5

D 4042PCBs 0,3

D 4043Selenium 1,0

Tabel 2.1 LanjutanD 4044Silver 5,0

D 4045Tetrachloroethylene (PCE) 0,7

D 4046Toxaphene 0,5

D 4047Trichloroethylene (TCE) 0,5

D 4048Trihalomethanes 35,0

D 40492,4,5-Trichlorophenol 400,0

D 40502,4,6-Trichlorophenol 2,0

D 40512,4,5-TP (Silvex)1,0

D 4052Vynil chloride 0,2

D 4053Zinc 50,0

Sumber : Pemerintah RI, 19992.2Toksisitas Limbah BeracunPenentuan sifat akut limbah dilakukan dengan uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respons antara limbah dengan kematian hewan uji, untuk menetapkan nilai LD50. Yang dimaksud dengan LD50 (Lethal Dose fifty) adalah dosis limbah yang menghasilkan 50 % respons kematian pada populasi hewan uji. Nilai tersebut diperoleh dari analisis data secara grafis dan atau statistik terhadap hasil uji hayati tersebut. Metodologi dan cara penentuan nilai LD50 ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab. Apabila nilai LD50 secara oral lebih besar dari 50 mg/kg berat badan, maka terhadap limbah yang mengandung salah satu zat pencemar pada Lampiran III PP No. 85/1999 dilakukan evaluasi sifat kronis. Sifat kronis limbah (toksik, mutagenik, karsinogenik, teratogenik dan lain-lain) ditentukan dengan cara mencocokkan zat pencemar yang ada dalam limbah tersebut dengan lampiran III PP No.85/1999. Apabila limbah tersebut mengandung salah satu dan atau lebih zat pencemar yang terdapat dalam Lampiran III PP No.85/1999 tersebut, maka limbah tersebut merupakan limbah B3 beracun setelah mempertimbangkan faktor-faktor di bawah ini :

1. Sifat racun alami yang dipaparkan oleh zat pencemar;

2. Konsentrasi dari zat pencemar;

3. Potensi bermigrasinya zat pencemar dari limbah ke lingkungan bilamana tidak dikelola dengan baik;

4. Sifat persisten zat pencemar atau produk degradasi racun pada zat pencemar;

5. Potensi dari zat pencemar atau turunan/degradasi produk senyawa toksik untuk berubah menjadi tidak berbahaya;

6. Tingkat dimana zat pencemar atau produk degradasi zat pencemar terbioakumulasi di ekosistem;7. Jenis limbah yang tidak dikelola sesuai ketentuan yang ada yang berpotensi mencemari lingkungan;

8. Jumlah limbah yang dihasilkan pada satu tempat atau secara regional atau secara nasional berjumlah besar;

9. Dampak kesehatan dan pencemaran/kerusakan lingkungan akibat pembuangan limbah yang mengandung zat pencemar pada lokasi yang tidak memenuhi persyaratan;

10. Kebijaksanaan yang diambil oleh instansi Pemerintah lainnya atau program peraturan perundangan lainnya berdasarkan dampak pada kesehatan dan lingkungan yang diakibatkan oleh limbah atau zat pencemarnya;

11. Faktor-faktor lain yang dapat dipertanggungjawabkan merupakan limbah B3.

Metodologi untuk evaluasi Lampiran III Peraturan Pemerintah ini ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis dan lembaga penelitian terkait. Apabila setelah dilakukan uji penentuan toksisitas baik akut maupun kronis dan tidak memenuhi ketentuan di atas, maka limbah tersebut dapat dinyatakan sebagai limbah non B3, dan pengelolaannya dilakukan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh instansi yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis terkait.

Pada dasarnya bahan B3 dan limbah B3 memiliki sifat yang hampir mirip. Sehingga untuk pengklasifikasiannya, limbah B3 dapat diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi bahan B3 beradasarkan tingkat toksisitasnya. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 187/1999 pasal 9 disebutkan bahwa bahan tergolong B3 beracun meliputi :

a. Bahan beracun, yaitu bahan kimia beracun dalam hal pemajangan melalui :- Mulut LD50 > 25 mg/kg atau maksimum 200 mg/kg- Kulit LD50 > 25 mg/kg atau maksimum 400 mg/kg- Pernapasan LD50 > 0,5 mg/kg atau maksimum 2 mg/kg

b. Bahan sangat beracun bahan kimia sangat beracun dalam hal pemajangan melalui:- Mulut LD50 < 25 mg/kg- Kulit LD50 < 50 mg/kg- Pernapasan LD50 < 0,5 mg/kg

Tabel 2.2 Tingkatan Racun B3 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.74 tahun 2001

UrutanKelompokLD50 (mg/kg)

1

2

3

4

5

6Amat sangat beracun (extremely toxic)

Sangat beracun (highly toxic)

Beracun (moderately toxic)

Agak beracun (slightly toxic)

Praktis tidak beracun (practically non-toxic)

Relatif tidak berbahaya (relatively harmless)< 1

1 - 50

51 - 500

501 -5.000

5001 -15.000

> 15.000

Sumber : Pemerintah RI, 20012.3Pengelolaan Limbah B3Limbah B3 yang dibuang langsung ke dalam lingkungan dapat menimbulkan bahaya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia serta makluk hidup lainnya. Mengingat risiko tersebut, perlu diupayakan agar setiap kegiatan meminimalkan limbah B3 yang dihasilkan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan mencegah pencemaran lingkungan. Menurut PP 19/1994 pasal 2 pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi sifat bahaya dan beracun limbah B3 agar tidak membahayakan kesehatan manusia dan untuk mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pengelolaan limbah B3 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, pewadahaan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan akhir. Beberapa pihak yang terkait dalam pengelolaan limbah B3, yaitu : penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah, dan penimbun limbah B3.Pengelolaan limbah B3 perlu memperhatikan hirarki pengelolaan limbah B3 antara lain dengan mengupayakan reduksi pada sumber, pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih. Bilamana masih dihasilkan limbah B3 maka diupayakan pemanfaatan limbah B3 (PP No.85/1999).

Pemanfaatan limbah B3, yang mencakup kegiatan daur ulang (recycling) , perolehan kembali (recovery) dan penggunaan kembali (reuse) merupakan satu mata rantai penting dalam pengelolaan limbah B3. Teknologi pemanfaatan limbah B3 di satu pihak dapat dikurangi jumlah limbah B3 sehingga biaya pengolahan limbah B3 juga dapat ditekan dan di lain pihak akan dapat meningkatkan kemanfaatan bahan baku. Hal ini pada gilirannya akan mengurangi kecepatan pengurasan sumber daya alam.

Strategi penanganan yang perlu diterapkan guna memperoleh sistem pengelolaan limbah B3, pada prinsipnya adalah untuk mengusahakan melakukan hal berikut : 1. Hazardous waste minimization, adalah mengurangi sampai seminimum mungkin jumlah limbah kegiatan industri.

2. Daur ulang dan recovery. Cara ini dimaksudkan memanfaatkan kembali sebagai bahan baku dengan metoda daur ulang

3. Proses pengolahan. Proses ini untuk mengurangi kandungan unsur beracun sehingga tidak berbahaya dengan cara mengolahnya secara fisik, kimia dan biologis.

4. Secured landfill. Cara ini mengkonsentrasikan kandungan limbah B3 dengan fiksasi kimia dan pengkapsulan, untuk selanjutnya dibuang ke tempat pembuangan aman

5. Proses detoksifikasi dan netralisasi untuk menetralisasi kadar racun.

6. Incinerator, yaitu memusnahkan dengan cara pembakaran pada alat pembakar khusus.

2.3.1Pengemasan Limbah B3 Toksik

Pengemasan limbah B3 dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan limbah B3 yang tidak kompatibel sehingga tidak terjadi kecelakaan dan kesalahan dalam penanganan. Penyimpanan limbah B3 harus dilakukan jika limbah B3 tersebut belum dapat diolah dengan segera. Kegiatan penyimpanan limbah B3 dimaksudkan untuk mencegah terlepasnya limbah B3 ke lingkungan sehingga potensi bahaya terhadap manusia dan lingkungan dapat dihindarkan. Untuk meningkatkan pengamanannya, maka sebelum dilakukan penyimpanan limbah B3 harus terlebih dahulu dikemas ( Badan Pengendali Dampak Lingkungan, 1995).

Berdasarkan UU no.18/1999 pasal 28 ayat 1 dan 2, dikatakan bahwa setiap kemasan limbah B3 wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan karakteristik dan jenis limbah B3. Ketentuan lebih lanjut mengenai simbol dan label limbah B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh kepala instansi yang bertanggung jawab. Mengingat keragaman karakteristik limbah B3, maka dalam pengemasannya perlu pula diatur tata cara yang tepat sehingga limbah dapat disimpan dengan aman.Ketentuan syarat pengemasan limbah B3 berdasarkan Keputusan Bapedal tanggal 5 September 1999 berlaku bagi kegiatan pewadahan limbah B3 di fasilitas:

a. Penghasil, untuk disimpan sementara di dalam lokasi penghasil;

b. Penghasil, untuk disimpan sementara di luar lokasi penghasil tetapi tidak sebagai pengumpul;c. Pengumpul, untuk disimpan sebelum dikirim ke pengeloh;d. Pengolah, sebelum dilakukan pengolahan dan atau penimbunan.

Pengemasan yang baik mempunyai kriteria:

Bahan tersebut selama pengangkutan tidak terlepas ke luar

Keefektifannya tidak berkurang

Tidak terdapat kemungkinan pencampuran gas dan uapKemasan yang telah diisi atau terisi penuh dengan limbah B3 harus ditandai dengan simbol dan label yang sesuai dengan ketentuan mengenai penandaan pada kemasan limbah B3. Kemasan tersebut selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibuka jika akan dilakukan penambahan atau pengambilan limbah dari dalamnya, kemudian disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan untuk penyimpanan limbah B3 serta mematuhi tata cara penyimpanannya. Gambar berikut adalah contoh drum pengemas limbah B3.

Gambar 2.1. Drum Penyimpanan Limbah B3Gambar A merupakan penyimpanan limbah B3 cair, dan gambar B merupakan penyimpanan untuk limbah sludge. Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat berupa drum/tong dengan volume 50 liter, 100 liter atau 200 liter, atau dapat pula berupa bak kontainer berpenutup dengankapasitas 2 m3, 4 m3 atau 8 m3. Drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi limbah B3 dan disimpan di tempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan kondisi kemasan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu satu kali. Apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan (karat atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera dipindahkan ke dalam drum/tong yang baru, dan tumpahan limbah tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan, kemudian disimpan dalam kemasan limbah B3 terpisah. Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat digunakan kembali untuk mengemas limbah B3 yang mempunyai karakteristik sama (kompatibel) dengan limbah B3 sebelumnya.

Wadah limbah B3 beracun berbeda untuk tiap bentuk zatnya, dengan kata lain wadah untuk limbah berwujud gas berbeda dengan limbah berwujud cair dan limbah berwujud padat. Limbah B3 beracun padat dan cair disimpan di dalam drum atau kontainer yang terbuat dari bahan plastik (HPDE, PP atau PVC) atau bahan logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316, atau SS440) dengan syarat bahan kemasan yang digunakan tidak bereaksi dengan limbah toksik yang disimpannya. Wadah penyimpanan limbah B3 beracun juga dipastikan harus kedap air untuk mencegah kebocoran. Pengisian limbah toksik padat dan cair diatur untuk tidak sampai memenuhi container yang digunakan. Hal ini dilakukan guna menampung gas yang mungkin timbul selama penyimpanan. Sementara untuk limbah B3 toksik yang berwujud gas disimpan dalam tabung vacuum yang terbuat dari tabung gas yang kedap udara dan tahan pecah. Pengisian limbah toksik gas harus diisi penuh untuk mencegah kebocoran yang mungkin terjadi.

(a) (b)

.(c)(d)Gambar 2.2 Wadah penyimpanan limbah B3 toksik (a) limbah padat dan cair; (b) limbah padat; (c)gas ; (d)detail tutup tabung limbah gasa. Simbol Limbah B3 Beracun

Gambar 2.3 Simbol Limbah Beracun

Simbol berbentuk bujur sangkar diputar 45 derajat sehingga membentuk belah ketupat. Tempat penyimpanan kemasan B3 harus ditandai dengan simbol dengan mengikuti ketentuan sebagai berikut (Permen LH, 2008) :

a) Simbol B3 berupa sticker atau lainnya yang dapat menempel dengan baik pada tempat penyimpanan kemasan B3, mudah penggunaannya dan tahan lama. Simbol juga terbuat dari bahan yang tahan terhadap air, goresan dan bahan kimia yang mungkin mengenainya (misalnya bahan plastik, kertas, atau plat logam);

b) Simbol dipasang pada bagian luar tempat penyimpanan kemasan B3 yang tidak terhalang;

c) Jenis simbol yang dipasang harus sesuai klasifikasi B3 yang disimpannya; dan

d) Ukuran minimum simbol yang dipasang adalah 25 cm x 25 cm atau lebih besar, sehingga tulisan pada simbol dapat terlihat jelas dari jarak 20 meter.Simbol limbah beracun berbahan dasar putih dengan blok segilima berwarna merah. Simbol berupa tengkorak manusia dengan tulang bersilang berwarna hitam. Garis tepi simbol berwarna hitam. Pada sebelah bawah gambar terdapat tulisan BERACUN berwarna hitam.

b. Label Wadah

Label B3 merupakan uraian singkat yang menunjukkan antara lain klasifikasi dan jenis B3. Penggunaan Label B3 tersebut dilakukan dalam kegiatan pengemasan B3. Label berfungsi untuk memberikan informasi tentang produsen B3, identitas B3 serta kuantitas B3. Label B3 berbentuk persegi panjang dengan ukuran disesuaikan dengan kemasan yang digunakan, ukuran perbandingannya adalah panjang : lebar = 3:1, dengan warna dasar putih dan tulisan serta garis tepi berwarna hitam, sebagaimana gambar 2.4. Label harus mudah terbaca, jelas terlihat, tidak mudah rusak, dan tidak mudah terlepas dari kemasannya. Ukuran label harus minimal 25 cm x 25 cm (Permen LH, 2008).

(a)

(b)

Gambar 2.4 Label Limbah B3 (a) Permen LH no.3 tahun 2008 (b) ISO Standart

2.3.2Penyimpanan Limbah B3

Penyimpanan merupakan kegiatan penampungan sementara limbah B3 sampai jumlahnya mencukupi untuk diangkut atau diolah. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan efisiensi dan ekonomis. Penyimpanan limbah B3 untuk waktu yang lama tanpa kepastian yang jelas untuk dipindahkan ke tempat fasilitas pengolahan, penyimpanan dan pengolahan tidak diperbolehkan. Penyimpanan dalam jumlah yang banyak dapat dikumpulkan di lokasi pengumpulan limbah. Limbah cair dapat dimasukkan kedalam drum dan disimpan dalam gudang yang terlindung dari panas dan hujan, sedangkan limbah B3 berbentuk padat/lumpur dapat disimpan dalam bak penimbun yang dasarnya dilapisi dengan lapisan kedap air. Penyimpanan harus mempertimbangkan jenis dan jumlah limbah B3 yang dihasilkan. Jenis dan karakter limbah B3 akan menentukan bentuk bahan pewadahan yang sesuai dengan sifat limbah B3, sedangkan jumlah limbah B3 dan periode timbulan menentukan volume yang harus disediakan. Bahan yang digunakan untuk wadah dan sarana lainnya dipilih berdasarkan karakteristik buangan. Contoh untuk buangan yang toksik sebaiknya tidak menggunakan wadah yang terbuat dari bahan yang korosif.Sesuai dengan UU no 18 tahun 1999 pasal 29 ayat 2, tempat penyimpanan limbah B3 wajib memenuhi syarat :

a. Lokasi tempat penyimpanan yang bebas banjir, tidak rawan bencana dan di luar kawasan lindung serta sesuai dengan rencana tata ruang;

b. Rancangan bangunan disesuaikan dengan jumlah, karakteristik limbah B3 dan upaya pengendalian pencemaran lingkungan .

Berdasarkan Keputusan Bapedal no.1 tahun 1995, penyimpanan limbah B3 beracun harus mengikuti aturan atau syarat berikut :1. Penyimpanan kemasan harus dibuat dengan sistem blok dengan setiap blok terdiri atas 2 (dua) x 2 (dua) kemasan.

2. Lebar gang antar blok harus minimal 60 cm untuk lalu lintas manusia ketika dilakukan pemeriksaan.

3. Tumpukan maksimum adalah 3 (tiga) lapis dengan tiap lapis dialasi palet (setiap palet mengalasi 4 drum). Jika tumpukan lebih dan 3 (tiga) lapis atau kemasan terbuat dari plastik, maka harus dipergunakan rak.

4. Kemasan-kemasan berisi limbah B3 yang tidak saling cocok harus disimpan secara terpisah, tidak dalam satu blok, dan tidak dalam bagian penyimpanan yang sama.

5. Penyimpanan limbah cair dalam jumlah besar disarankan menggunakan tangki.6. Bangunan tempat penyimpan kemasan limbah B3 toksik harus:

a. memiliki rancang bangun dan luas ruang penyimpanan yang sesuai untuk limbah toksik yaitu konstruksi dinding harus dibuat mudah dilepas, guna memudahkan pengamanan limbah B3 dalam keadaan darurat;

b. Konstruksi atap terlindung dari masuknya air hujan baik secara langsung maupun tidak langsung;

c. Dibuat tanpa plafon dan memiliki sistem ventilasi udara yang memadai dan memiliki penerangan yang cukup.

7. Lantai bangunan penyimpanan harus kedap air, tidak bergelombang, kuat dan tidak retak, serta dibuat melandai turun kearah bak penampungan dengan kemiringan maksimum 1%.

(a) Penyimpanan limbah dalam tangki besar

(b) Skema penempatan fentilasi

(c) Penyimpanan limbah B3 dalam rak

(d) Denah tempat penyimpanan limbah beserta fasilitas

Gambar 2.5 Syarat-syarat Penyimpanan Limbah Beracun