Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

35
BAB I PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ialah infeksi akut yang dapat terjadi di setiap tempat di sepanjang saluran pernapasan dan adneksanya (telinga tengah, kavum pleura dan sinus paranasalis). Secara anatomic ISPA dikelompokkan menjadi ISPA-atas misalnya batuk-pilek, faringitis, tonsillitis, dan ISPA-bawah seperti bronchitis, bronkiolitis dan pneumonia. ISPA- atas jarang menimbulkan kematian walaupun insidennnya jauh lebih tinggi dibandingkan ISPA-bawah. Pneumonia dan bronkiolitis yang merupakan bagian dari ISPA-bawah banyak menimbulkan kematian, sehingga berperan besar dalam tingginya angka kematian bayi. Setiap tahun diperkirakan 4 juta anak balita meninggal akibat ISPA (terutama akibat pneumonia dan bronkiolitis) di negara berkembang. Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan yang tejadi bayi, akibat dari obstruksi radang saluran pernapasan kecil. Penyakit ini terjadi selama umur 2 tahun pertama yang menimbulkan obstruksi inflamasi pada saluran napas kecil (bronkiolus)., dengan insiden puncak pada sekitar umur 6 bulan, dan pada banyak tempat penyakit ini paling sering menyebabkan rawat

description

Bronkiolitis

Transcript of Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

Page 1: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

BAB I

PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ialah infeksi akut yang dapat

terjadi di setiap tempat di sepanjang saluran pernapasan dan adneksanya (telinga

tengah, kavum pleura dan sinus paranasalis). Secara anatomic ISPA

dikelompokkan menjadi ISPA-atas misalnya batuk-pilek, faringitis, tonsillitis, dan

ISPA-bawah seperti bronchitis, bronkiolitis dan pneumonia. ISPA-atas jarang

menimbulkan kematian walaupun insidennnya jauh lebih tinggi dibandingkan

ISPA-bawah.

Pneumonia dan bronkiolitis yang merupakan bagian dari ISPA-bawah

banyak menimbulkan kematian, sehingga berperan besar dalam tingginya angka

kematian bayi. Setiap tahun diperkirakan 4 juta anak balita meninggal akibat

ISPA (terutama akibat pneumonia dan bronkiolitis) di negara berkembang.

Bronkiolitis adalah penyakit saluran pernapasan yang tejadi bayi, akibat

dari obstruksi radang saluran pernapasan kecil. Penyakit ini terjadi selama umur 2

tahun pertama yang menimbulkan obstruksi inflamasi pada saluran napas kecil

(bronkiolus)., dengan insiden puncak pada sekitar umur 6 bulan, dan pada banyak

tempat penyakit ini paling sering menyebabkan rawat inap bayi di rumah sakit.

Insidensi tertinggi selama musim dingin dan awal musim semi. Penyakit ini

terjadi secara sporadik dan endemic. Penyebab tersering dari bronkiolitis adalah

virus Respiratory Syncytical (RSV). (1)

Page 2: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

BAB III

BRONKIOLITIS

A. DEFINISI

Bronkiolitis adalah penyakit infeksi respiratorik akut-bawah yang ditandai

dengan adanya inflamasi pada bronkiolus. Umumnya infeksi disebabkan oleh

virus. Penyakit ini terjadi selama usia 2 tahun pertama dengan insidens puncaknya

pada sekitar usia 6 bulan. Secara klinis ditandai dengan episode wheezing, nafas

cepat dan retraksi dada. 2,3

B. EPIDEMIOLOGI 2,3, 6

Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratori tersering pada bayi.

Paling sering terjadi pada usia 2-24 bulan, puncaknya terjadi pada usia 2-8 bulan.

Sembilan puluh lima persen kasus terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun dan

75 % diantaranya terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun.

Orenstein menyatakan bahwa bronkiolitis paling sering terjadi pada bayi

laki-laki berusia 3-6 bulan yang tidak mendapat ASI dan hidup di lingkungan

padat penduduk. Selain Orenstein, Louden menyatakan bahwa bronkiolitis terjadi

1,25 kali lebih banyak pada anak laki-laki daripada anak perempuan. Dominasi

pada anak laki-laki yang dirawat juga disebutkan oleh Shay, yaitu 1,6 kali lebih

banyak daripada anak perempuan, sedangkan Fjaerli menyebutkan 63 % kasus

bronkiolitis adalah laki-laki.

Sebanyak 11,4% anak berusia di bawah 1 tahun dan 6% anak berusia 1-2

tahun di AS pernah mengalami bronkiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000

kasus perawatan di RS dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya.

Bronkiolitis merupakan 17 % dari semua kasus perawatan di RS pada bayi.

Frekuensi bronkiolitis di Negara-negara berkembang hampir sama dengan di AS.

Insidens terbanyak terjadi pada musim dingin atau musim hujan di Negara-negara

tropis. Di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Dr. Soetomo Surabaya pada tahun

2002 dan tahun 2003, bronkiolitis banyak didapatkan pada bulan Januari sampai

bulan Mei .

Page 3: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

Angka morbiditas dan mortalitas lebih tinggi di Negara-negara

berkembang daripada di Negara-negara maju. Hal ini mungkin disebabkan oleh

rendahnya status gizi dan ekonomi, kurangnya tunjangan medis, serta kepadatan

penduduk di Negara berkembang. Angka mortalitas di negara berkembang pada

anak-anak yang dirawat adalah 1-3 %.

C. ETIOLOGI

Penyebab utama dari bronkiolitis adalah infeksi repiratory syncytical virus

(RSV) yang memilki morbiditas dan mortalitas tinggi, terutama pada anak dengan

risiko tinggi dan imnunokompromise. Sekitar 95 % dari kasus-kasus tersebut

secara serologis terbukti disebabkan oleh invasi RSV. Orenstein menyebutkan

pula beberapa penyebab lain seperti Adenovirus, virus influenza, virus

parainfluenza, Rhinovirus dan mikoplasma. Tidak ada bukti yang kuat bahwa

bakteri menyebabkan bronkiolitis.3

Virus RSV lebih virulen dari pada virus lain dan menghasilkan imunitas

yang tidak bertahan lama. Infeksi ini pada orang dewasa tidak menimbulkan

gejala klinis. RSV adalah golongan paramiksovirus dengan bungkus lipid serupa

dengan virus parainfluenza, tetapi hanya mempunyai satu antigen permukaan

berupa glikoprotein dan nukleokapsid RNA helik linear. Tidak adanya genom

yang bersegmen dan hanya mempunyai satu antigen bungkus berarti bahwa

komposisi antigen RSV relatif stabil darI tahun ke tahun.5

D. FAKTOR RISIKO2,3

Bronkiolitis sering mengenai anak usia dibawah 2 tahun dengan insiden

tertinggi pada bayi usia 6 bulan. Makin muda usia bayi menderita bronkiolitis

biasanya akan makin berat penyakitnya. Bayi yang menderita bronkiolitis berat

mungkin oleh karena kadar antibodi maternal (maternal neutralizing antibody)

yang rendah. Selain usia, bayi dan anak dengan penyakit jantung bawaan,

bronchopulmonary dysplasia, prematuritas, kelainan neurologis dan

immunocompromized mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya

Page 4: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

penyakit yang lebih berat. Insiden infeksi RSV sama pada laki-Iaki dan wanita,

namun bronkiolitis berat lebih sering terjadi pada laki-Iaki. Selain itu, faktor

resiko terjadinya bronkiolitis adalah status sosial ekonomi yang rendah, jumlah

anggota keluarga yang besar, perokok pasif, dan berada pada tempat penitipan

anak atau tempat dengan lingkungan yang padat penduduk.

E. KLASIFIKASI

Bronkiolitis dapat diklasifikasikan menjadi :

Bronkiolitis akut

Bronkiolitis obliteran.

Bronkiolitis akut dengan bronkiolitis obliteran dibedakan pada

bronkhiolus dan saluran pernafasan yang lebih kecil terjejas, karena upaya

perbaikan menyebabkan sejumlah besar jaringan granulasi yang menyebabkan

obstruksi jalan nafas, lumen jalan nafas terobliterasi oleh masa noduler granulasi

dan fibrosis. Bronkiolitis obliterans merupakan komplikasi yang lazim pada

transplantasi paru.(1)

Klasifikasi bronkiolitis berdasarkan gejala klinis 6

Keparahan TandaRingan Anak sadar, warna kulit merah muda

Dapat makan dengan baik Saturasi oksigen > 90%. Saturasi oksigen diketahui

dengan alat sederhana di kantor dokter atau RS Sedang Salah satu di antara:

Kesulitan makan Lemah Kesulitan bernapas, digunakannya otot-otot bantu

pernapasan Adanya kelainan jantung atau saluran napas Saturasi oksigen < 90% Usia kurang dari enam bulan

Berat Seperti kriteria untuk kategori sedang, namun: mungkin tidak membaik dengan pemberian oksigen

Page 5: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

menunjukkan episode terhentinya napas menunjukkan tanda kelelahan otot pernapasan atau

terkumpulnya terlalu banyak karbon dioksida dalam tubuh.

F. PATOFISIOLOGI 2, 3, 7

Infeksi virus pada epitel bersilia bronkiolus menyebabkan respons

inflamasi akut, ditandai dengan obstruksi bronkiolus akibat edema, sekresi mukus,

timbunan debris selular/ sel-sel mati yang terkelupas, kemudian diikuti dengan

infiltrasi limfosit peribronkial dan edema submukosa. Karena tahanan aliran udara

berbanding terbalik dengan diameter penampang saluran respiratori, maka sedikit

saja penebalan mukosa akan memberikan hambatan aliran udara yang besar,

terutama pada bayi yang memilki penampang saluran respiratori yang kecil.

Resistensi pada bronkiolus meningkat selama fase inspirasi dan ekspirasi, akan

tetapi karena radius saluran respiratori lebih kecil selama ekspirasi, maka akan

menyebabkan air tapping dan hiperinflasi. Ateletaksis dapat terjadi pada saat

terjadi obstruksi total dan udara yang terjebak diabsorbsi.

Proses patologis ini akan mengganggu pertukaran gas normal di paru.

Penurunan kerja ventilasi paru akan menyebabkan ketidakseimbangan ventilasi

perfusi yang berikutnya akan menyebabkan terjadinya hipoksemia dan kemudian

terjadi hipoksia jaringan. Retensi karbondioksida (hiperkapnea) tidak selalu

terjadi. Semakin tinggi laju respiratori, maka semakin rendah tekanan oksigen

arteri. Kerja pernapasan akan meningkat selama end expiratory lung volume

meningkat dan compliance paru menurun. Hiperkapnea biasanya baru terjadi bila

respirasi 60x/menit. Selanjutnya hiperkapnia berkembang menjadi takipnea.

Pemulihan sel epitel paru tampak setelah 3-4 hari, tetapi silia akan diganti

setelah dua minggu. Jaringan mati (debris) akan dibersihkan oleh makrofag.

Berbeda dengan bayi, anak besar dan orang dewasa dapat mentolerir edema

saluran napas lebih baik, oleh karena itu pada anak besar dan dewasa jarang

terjadi bronkiolitis bila terserang infeksi virus saluran napas.

Page 6: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

Beberapa fakta memberi kesan cidera imunologis sebagai faktor faktor

pada patogenesis bronkiolitis yang disebabkan VSR : (1) bayi yang sekarat karena

bronkitis telah menunjukkan imunoglobulin maupun virus dalam jaringan

bronkiolus yang terjejas; (2) anak yang mendapat vaksin RSV yang diberikan

secara parenteral sangat antigenik, inaktif pada pemajanan RSV berikutnya,

penyakitnya menjadi lebih berat dan lebih sering kambuh dibandingkan anak-anak

lainnya ; (3) bronkiolitis yang bergabung kedalam asma pada bayi yang lebih tua,

dan RSV seringkali merupakan serangan asma akut yang dikenali pada anak usia

1-5 tahun; dan (4) antibodi imunoglobulin E (IgE) yang mengarah langsung ke

RSV ditemukan pada sekresi konvalesen pada bayi dengan bronkiolitis.1 Penyakit

ini juga berkembang pada bayi-bayi yang biasanya terdapat titer antibodi maternal

(IgG) menetralkan RSV tetapi tidak terdapat antibodi sekretorik (IgA) pada

saluran nafas, sehingga terdapat pada sekret hidung yang memproteksi terhadap

infeksi RSV. Fakta tersebut telah mengarah ke spekulasi bahwa fakta tersebut

penyebab alamiah terjadinya bronkiolitis.8

Gambar 1. Pembengkakan Bronkiolus akibat Infeksi RSV. 9

Page 7: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

G. MANIFESTASI KLINIS 3,4, 10

Penderita awalnya mengalami gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang

encer dan bersin. Gejala ini kadang disertai demam dan nafsu makan berkurang.

Kemudian satu atau dua hari kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh

batuk paroksismal, wheezing dan sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel,

muntah serta sulit makan dan minum.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan distres nafas dengan frekuensi nafas

diatas 50- 60 kali per menit (takipnea), kadang disertai sianosis, nadi juga

biasanya meningkat (takikardi). Suhu badan bisa normal atau meningkat tinggi

sampai 41 ºC. Terdapat nafas cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan

dan retraksi interkostal, subkostal dan suprasternal. Retraksi biasanya tidak dalam

karena adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Terdapat

ekspirasi yang memanjang , wheezing yang dapat terdengar dengan ataupun tanpa

stetoskop, serta terdapat crackles. Pada auskultasi dapat didapatkan rhonki basah

halus nyaring pada akhir atau awal ekspirasi. Suara perkusi paru hipersonor.

Hepar dan lien dapat teraba dibawah tepi kosta akibat pendorongan diafragma

karena tertekan oleh paru yang hiperinflasi. Sering terjadi hipoksia dengan

saturasi oksigen <92% pada udara kamar. Pada beberapa pasien dengan

bronkiolitis didapatkan konjungtivitis ringan, otitis media serta faringitis.

Bronkiolitis Akut

Mula-mula bayi mendapatkan infeksi saluran napas ringan berupa pilek

encer, batuk, bersin-bersin, dan kadang-kadang demam. Gejala ini berlangsung

beberapa hari, kemudian timbul distres respirasi yang ditandai oleh batuk

paroksimal, mengi, dispneu, dan iritabel. Timbulnya kesulitan minum terjadi

karena napas cepat sehingga menghalangi proses menelan dan menghisap. Pada

kasus ringan, gejala menghilang 1-3 hari. Pada kasus berat, gejalanya dapat timbul

beberapa hari dan perjalananya sangat cepat. Kadang-kadang, bayi tidak demam

sama sekali, bahkan hipotermi. Terjadi distres pernapasan dengan frekuensi napas

60 x/menit, terdapat napas cuping hidung, penggunaan otot pernapasan tambahan,

retraksi, dan kadang-kadang sianosis. Retraksi biasanya tidak dalam karena

adanya hiperinflasi paru (terperangkapnya udara dalam paru). Hepar dan lien bisa

Page 8: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

teraba karena terdorong diafragma akibat hiperinflasi paru. Mungkin terdengar

ronki pada akhir inspirasi dan awal ekpirasi. Ekpirasi memanjang dan mengi

kadang-kadang terdengar dengan jelas.

Gambaran radiologik biasanya normal atau hiperinflasi paru, diameter

anteroposterior meningkat pada foto lateral. Kadang-kadang ditemukan bercak-

bercak pemadatan akibat atelektasis sekunder terhadap obtruksi atau anflamasi

alveolus. Leukosit dan hitung jenis biasanya dalam batas normal. Limfopenia

yang sering ditemukan pada infeksi virus lain jarang ditemukan pada brokiolitis.

Pada keadaan yang berat, gambaran analisis gas darah akan menunjukkan

hiperkapnia, karena karbondioksida tidak dapat dikeluarkan, akibat edem dan

hipersekresi bronkiolus.

Bronkiolitis Obliterans

Bronkiolitis obliterans adalah suatu peradangan kronik pada bronkiolitis

dimana sudah terjadi obliterasi pada bronkiolus.Pada mulanya dapat terjadi batuk,

kegawatan pernafasan dan sianosis dan disertai dengan periode perbaikan nyata

yang singkat. Penyakit yang progresif terlihat dengan bertambahnya dispnea,

batuk, produksi sputum, dan mengi. Polanya dapat menyerupai bronkitis,

bronkiolitis atau pneumonia.1

Temuan rontgenografi dada berkisar dari normal sampai pola yang

memberi kesan tuberkulosis milier. Sindrom Swyer James dapat berkembang

dengan dijumpainya hiperlusensi unilateral dan pengurangan corak pembuluh

darah paru pada sekitar 10% kasus. Bronkografi menunjukan obstruksi

bronkiolus, dengan sedikit atau tidak ada bahan kontras yang mencapai perifer

paru. Tomografi terkomputasi (CT) dapat menunjukan bronkiektasia yang terjadi

pada banyak penderita. Temuan-temuan uji fungsi paru bervarisasi, yang paling

sering adalah obstruksi berat, namun demikian retreksi atau kombinasi obstruksi

dan retraksi dapat ditemukan. Diagnosis dapat dikonfirmasikan melalui biopsi

paru.1

Page 9: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 2,3,5,7

Darah lengkap : Dengan hitungan jumlah sel darah lengkap jarang

bermanfaat karena sel darah putih pada umumnya di dalam batas normal atau naik

, jumlah leukosit berkisar antara 5000-24000 sel/μl. Hitung jenis mungkin normal

atau bergeser kekanan atau kekiri. Pada keadaan leukositosis, batang dan PMN

banyak ditemukan. Berat jenis urin dapat menyediakan informasi bermanfaat

mengenai balance cairan dan kemungkinan dehidrasi.

Analisis Gas Darah : hiperkapnia sebagai tanda dari air tapping, asidosis

metabolik atau respiratorik. Analisa gas darah (AGD) diperlukan untuk anak

dengan gangguan pernafasan berat, khususnya yang membutuhkanventilator

mekanik, gejala kelelahan dan hipoksia.

Foto Thorak diindikasikan pada :

o Pasien yang diperkirakan memerlukan perawatan lebih

o Pasien dengan pemburukan klinis yang tidak terduga

o Pasien dengan penyakit jantung dan paru yang

mendasari.

Rontgen thoraks AP dan lateral dapat terlihat gambaran hiperinflasi paru

dengan diameter anteroposterior membesar pada foto lateral disertai dengan

diafragma datar, penonjolan ruang retrosternal dan penonjolan ruang interkostal.

Dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar pada sekitar 30 % penderita dan

disebabkan oleh ateletaksis akibat obstruksi atau karena radang alveolus.

Identifikasi virus dengan memeriksa sekresi nasal dengan menggunakan

tekhnik imunofluoresens atau enzyme linked immunosorbent assay (ELISA).

Histopatologi: hipertrofi dan timbunan infiltrat meluas ke peribronkial, destruksi

dan deorganisasi jaringan otot dan elastis dinding mukosa. Terminal bronkiolus

tersumbat dan dilatasi. Alveoli overdistensi, atelektasis dan fibrosis. Sensifitas

pemeriksaan ini adalah 80-90%.

I. DIAGNOSIS 2,3,5,9

Diagnosis bronkiolitis berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan

adanya epidemi RSV di masyarakat . Kriteria bronkiolitis terdiri dari: (1)

Page 10: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

wheezing pertama kali, (2) umur 24 bulan atau kurang, (3) pemeriksaan fisik

sesuai dengan gambaran infeksi virus misalnya batuk, pilek, demam dan (4)

menyingkirkan pneumonia atau riwayat atopi yang dapat menyebabkan wheezing.

Tes laboratorium rutin tidak spesifik. Hitung lekosit biasanya normal.

Pada pasien dengan peningkatan lekosit biasanya didominasi oleh PMN dan

bentuk batang. Analisa gas darah dapat menunjukkan adanya hipoksia akibat V/Q

mismatch dan asidosis metabolik jika terdapat dehidrasi.

Gambaran radiologik mungkin masih normal bila bronkiolitis ringan.

Umumnya terlihat paru-paru mengembang (hyperaerated). Bisa juga didapatkan

bercak-bercak yang tersebar, mungkin atelektasis (patchy atelectasis ) atau

pneumonia (patchy infiltrates). Pada x-foto lateral, didapatkan diameter AP yang

bertambah dan diafragma tertekan ke bawah. Pada pemeriksaan x-foto dada,

dikatakan hyperaerated apabila kita mendapatkan: siluet jantung yang menyempit,

jantung terangkat, diafragma lebih rendah dan mendatar, diameter anteroposterior

dada bertambah, ruang retrosternal lebih lusen, iga horisontal, pembuluh darah

paru tampak tersebar.

Untuk menentukan penyebab bronkiolitis, dibutuhkan pemeriksaan

aspirasi atau bilasan nasofaring. Pada bahan ini dapat dilakukan kultur virus tetapi

memerlukan waktu yang lama, dan hanya memberikan hasil positif pada 50%

kasus. Ada cara lain yaitu dengan melakukan pemeriksaan antigen RSV dengan

menggunakan cara imunofluoresen atau ELISA. Sensitifitas pemeriksaan ini

adalah 80-90%.

J. DIAGNOSIS BANDING2,5,6

¨ Asma bronchial

Terdapat riwayat keluarga asma, episode berulang pada bayi yang

sama, mulainya mendadak tanpa infeksi yang mendahului,

ekspirasi sangat memanjang, eosinofilia dan respons perbaikan

segera pada pemberian satu dosis albuterol aerosol.

¨ Bronkopneumonia

Page 11: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

Keadaan yang hamoir sama dengan bronkiolitis akut adalah asma, satu

atau lebih dari yang berikut ini mendukung diagnosis asma, riwayat keluarga

asma, episode berulang kali pada bayi yang sama, mulainya mendadak tanpa

infeksi yang mendahului, ekspirasi sangat memanjang, eosinofilia, dan respons

pembaikan segera pada pemberian satu dosis albuterol aerosol. Serangan berulang

menggambarkan titik pembeda yang penting kurang dari 5% serangan berulang

bronkiolitis klinis mempunyai penyebab infeksi virus. Wujud lain yang dapat

terancukan dengan bronkiolitis akut adalah gagal jantung kongesif, benda asing di

dalam trakhea, pertusis, keracunan organofosfat, kistik fibrosia, dan

bronkopneumonia bakteri yang disertai dengan overinflasi paru obstruktif

menyeluruh.1

K. PENATALAKSANAAN2,3,5

Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga

sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu

pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan

cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan

respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu barulah digunakan bronkodilator,

antiinflamasi seperti kortikosteroid, antiviral seperti ribavirin, dan pencegahan

dengan vaksin RSV, RSV immunoglobuline(polyclnal) atau humanized RSV

monoclonal antibody (palvizumad).

Bronkiolitis ringan biasanya bisa rawat jalan dan perlu diberikan cairan

peroral yang adekuat. Bayi dengan bronkiolitis sedang sampai berat harus dirawat

inap. Penderita resiko tinggi harus dirawat inap, diantaranya: berusia kurang dari

3 bulan, prematur, kelainan jantung, kelainan neurologi, penyakit paru kronis,

defisiensi imun dan distres napas. Manajemen dasar pengobatan bronkiolitis

adalah meyakinkan pasien secara klinis stabil, oksigenasi baik dan hidrasi baik.

Manfaat utama dari rawat inap bagi pasien dengan akut bronkiolitis adalah :

-     Dapat melakukan pengawasan terhadap status klinis

-     Dapat melakukan pemantauan saluran nafas (melalui penempatan

posisi, pengisapan dan pembersihan cairan).

Page 12: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

-      Dapat melakukan pemantauan hidrasi cairan tubuh yang adekuat

-      Dapat memberikan edukasi kepada orang tua.

-      Mendeteksi dan mengobati komplikasi yang mungkin timbul

-      Mencegah penyebaran infeksi terhadap pasien lain dan pegawai

-     Melakukan pengobatan menggunakan antivirus yang spesifik jika

terdapat indikasi.

Indikasi-indikasi untuk perawatan di rumah sakit :

-    Tanda klinis gangguan pernafasan atau tanda kelelahan

-    Apnoe

-    Ketidakmampuan untuk makan

-    Hypoksemia

-    Pasien dengan kondisi dasar medis.

Pengobatan Suportif

A.    Pengawasan

Untuk pasien yang dirawat inap penting dilakukan pengawasan sistem

jantung paru dan jika ada indikasi dilakukan pemasanag pulse oxymetri.

B.     Oksigenasi

Oksigenasi sangat penting untuk menjaga jangan sampai terjadi hipoksia,

sehingga memperberat penyakitnya. Hipoksia terjadi akibat gangguan perfusi

ventilasi paru-paru. Pemberian oksigen tambahan direkomendasikan ketika

saturasi oksigen menetap dibawah 91% dan dihentikan ketika saturasi oksigen

menetap diatas 94%.

Oksigenasi dengan kadar oksigen 30 – 40 % sering digunakan untuk

mengoreksi hipoksia, gunakan nasal kanul (dengan kecepatan maksimun 2L/m);

masker muka atau kotak kepala. Jika mungkin gunakan oksigen yang

dilembabkan. Jika hipoksemia menetap dengan atau tanpa distress berat,

meskipun sudah diberikan oksigen dengan kecepatan tinggi, maka segera lakukan

permintaan untuk penangan ICU anak dengan pemasangan ventilator.

C.     Pengaturan Cairan

Page 13: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

Pemberian cairan sangat penting untuk mencegah dehidrasi akibat

keluarnya cairan lewat evaporasi, karena pernafasan yang cepat dan kesulitan

minum. Jika tidak terjadi dehidrasi diberikan cairan rumatan. Berikan tambahan

cairan 20 % dari kebutuhan rumatan jika didapatkan demam yang naik turun atau

menetap (suhu > 38,5  0C). Cara pemberian cairan ini bisa secara intravena atau

pemasangan selang nasogastrik. Akan tetapi harus hati-hati pemberian cairan

lewat lambung karena dapat terjadi aspirasi dan menambah sesak nafas, akibat

lambung yang terisi cairan dan menekan diafragma ke paru-paru. Selain itu harus

dicegah terjadinya overload cairan. Lakukan pemeriksaan serum elektrolit dan

jika mendapatkan nilai yang tidak

normal lakukan penggantian dengan cairan elektrolit.

- Bayi > 1 bulan : infus dekstrose 10% : NaCL 0,9% = 3:1 + KCl 10

mEq/500 ml cairan

- Neonatus : infus dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 4:1 + KCl 10

mEq/500 ml

Pengobatan Medikamentosa

A.  Antivirus (Ribavirin)

Bronkiolitis paling banyak disebabkan oleh virus sehingga ada pendapat

untuk mengurangi beratnya penyakit dapat diberikan antivirus. Ribavirin adalah

obat antivirusyang bersifat virus statik. The American of Pediatric

merekomendasikan penggunaan ribavirin pada keadaan diperkirakan penyakitnya

menjadi lebih berat seperti pada penderita bronkiolitis dengan kelainan

jantung, fibrosis kistik, penyakit paru-paru kronik, immunodefisiensi, dan pada

bayi-bayi premature. Ada beberapa penelitian prospektif tentang penggunaan

ribavirin pada penderita bronkiolitis dengan penyakit jantung dapat menurunkan

angka kesakitan dan kematian jika diberikan pada saat awal. Penggunaan ribavirin

biasanya dengan cara nebulizer aerosol 12-18 jam per hari atau dosis kecil dengan

2 jam 3 x/hari.

Page 14: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

B.  Bronkodilator

Secara umum jangan gunakan bronkodilator pada pasien anak dengan usia

dibawah 6 bulan. Bronkodilator juga tidak dianjurkan dan sebetulnya merupakan

kontra indikasi karena dapat memperberat keadaan anak. Penderita dapat menjadi

lebih gelisah dan keperluan oksigen akan meningkat.

Wohl dan Chernick menyatakan bahwa penyebab obstruksi saluran

respiratory adalah inflamasi dan penyempitan akibat edema mukosa dan sumbatan

mukosa, serta kolapsnya saluran respiratori kecil pada bayi dengan bronkiolitis,

sehingga pendekatan logis terapi adalah kombinasi α-adrenergik dan agonis β-

adrenergik. Kelebihan epinefrin dibandingkan dengan bronkodilator β-adrenergik

selektif adalah :

- Kerja konstriktor α-adrenergik yang merupakan dekongestan mukosa,

membatasi absorbsinya dan mengatur aliran darah pulmoner, dengan

sedikit efek pada ventilation perfusing matching.

- Relaksasi otot bronkus karena efek β-adrenergik

- Kerja β-adrenergik menekan pelepasan mediator kimiawi

- Efek fisiologik antihistamin yang melawan efek histamin seperti edema

- Mengurangi sekresi kataral.

Beta–agonis masih sering digunakan dengan alasan 15 – 25 % pasien

bronkiolitis nantinya akan menjadi asma. Inhalasi β2-agonis diberikan satu kali

sebagai trial dose. Karena efek akan tampak dalam 1 jam, maka dosis ulangan

akan diberikan bila pasien menunjukkan perbaikan klinis fungsi paru yang jelas

dan menetap.

C.  Kortikosteroid

Untuk pasien rawat jalan dengan akut bronkiolitis pemberian steroid

sistemik mungkin dapat dipertimbangkan tetapi total pemberian tidak lebih dari 5

hari. Dapat diberikan deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan 0,5 mg/kgBB/hari

dibagi 3-4 dosis.

Untuk pasien rawat inap steroid sistemik tidak rutin diberikan. Sedangkan

untuk penanganan pasien pada intensive care unit dengan bronkiolitis berat

pemberian steroid sistemik dapat dipertimbangkan. Sedangkan pemberian steroid

Page 15: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

inhalasi (budesonide & Fluticasone) sangat sedikit evidence based yang

merekomendasikan.

D.  Antibiotik

Pemberian antibiotik biasanya tidak diperlukan pada penderita

bronkiolitis, karena sebagian besar disebabkan oleh virus, kecuali jika ada tanda-

tanda infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik spektrum luas.

Pemberian antibiotik justru akan meningkatkan infeksi sekunder oleh

kuman yang resisten terhadap antibiotik tersebut. Antibiotik bila dicurigai adanya

infeksi bakteri dapat digunakan ampisilin 100-200 mg/kgBB/hr secara intravena

dibagi 4 dosis. Bila ada konjungtivitis dan bayi berusia 1 – 4 bulan kemungkinan

sekunder oleh Chlamidia trachomatis.

Pengobatan Intensive Care Unit

Dilakukan konsultasi untuk perawatan pada ICU anak jika :

- Terjadi progresivitas untuk gangguan pernafasan berat terutama pada

kelompok yang beresiko.

- Terdapat episode apnoe yang signifikan dengan gangguan saturasi atau

adanya frekuensi pernafasan pendek lebih dari 15 detik.

- Saturasi oksigen rendah yang menetap

- Ketika pemeriksaan analisa gas darah telah selesai dan menggambarkan

gangguan pernafasan dimana pada darah arteri didapatkan : pO2 > 50

mmHg; pH 5,12

Tabel 2.

Penatalaksanaan Bronkiolitis Berdasarkan Berat Ringannya Gejala

Bronkiolitis

Ringan Sedang Berat

-     Tidak memerlukan

penilaian lebih lanjut

-      Perawatan dirumah,

jika orang tua pasien

mampu dan sudah

-     Perawatan di rumah sakit

-      Berikan oksigen

sehingga saturasi oksigen

> 93 %

-     Pertimbangkan

-    Perawatan di rumah sakit

-     Pemberian oksigen sampai

saturasi oksigen > 95 %

-     Pengamatan seksama untuk

antisipasi kemungkinan

Page 16: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

dijelaskan keadaannya

-      Berobat ulang ke

dokter setelah 2 – 3 hari

kemudian

 

pemberian cairan

intravena

-     Pengamatan seksama

terhadap perburukan

kondisi

-     Foto thorak

-    Aspirasi nasopharyngeal

untuk virus

imunoflurorecency

dan kultur

memerlukan intubasi dan

pemakaian ventilator

-     Berikan cairan intravena

-     Monitor system

cardiorespiratori

-    Foto thorak

-    Aspirasi nasopharyngeal

untuk virus

imunoflurorecency

dan kultur

-   Pertimbangkan pengawasan

gas pembuluh darah arteri

-    Pertimbangkan untuk

konsultasi perawatan ICU

anak.

Kriteria Pulang

Pasien direkomendasikan pulang dengan kriteria :

-    Status pernafasan

o  Laju pernafasan kurang dari 70 kali dalam 1 menit dan tidak

didapatkan tanda klinis usaha pernafasan lebih

o  Orang tua dapat membersihkan saluran pernafasan anak dengan

menggunakan alat sedot gelembung.

o  Pasien dapat berada dalam ruang dengan udara bebas dengan

oksigen terapi yang stabil.

o  Saturasi oksigen harus lebih dari 90% tanpa pemberian oksigen

tambahan kecuali anak dengan penyakit paru kronis, penyakit

jantung atau mempunyai faktor resiko lain harus dilakukan diskusi

terlebih dahulu dengan konsultan.

-   Status nutrisi

Page 17: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

o Pasien dapat makan melalui mulut pada tingkatan dapat mencegah

dehidrasi

-    Sosial

o  Peralatan dirumah mampu untuk digunakan dalam perawatan

dirumah

o  Orang tua atau penjaga anak mampu untuk melakukan perawatan

dirumah

o  Dilakukan edukasi keluarga yang lengkap

-     Peninjauan lebih lanjut

o  Ketika ada indikasi, perawat rumah dan penyedia alat medis harus

melakukan visit terakhir.

o Pemberi pertolongan utama harus memberikan persetujuan untuk

pemulangan

o Kontrol untuk peninjauan lebih lanjut harus dilakukan.

Edukasi Keluarga

Dilakukan pada saat pasien akan dipulangkan. Yaitu dengan

memberitahukan :

-    Informasi mengenai penyakit bronkiolitis

-    Bagaimana cara membersihkan jalan nafas dengan menggunakan

penghisap gelembung.

-    Segera memanggil bantuan atau membawa pasien ke rumah sakit

kembali jika didapatkan gangguan pernafasan

-    Cara pencegahan penyakit dan penyebarannya dengan menghindari

anak dari paparan asap rokok ataupun zat yang mengiritasi lainnya,

melakukan cuci tangan, dll.

L. PENCEGAHAN2,3

Pencegahan dapat dilakukan dengan menghindari faktor paparan asap

rokok dan polusi udara, membatasi penularan terutama dirumah sakit misalnya

dengan membiasakan cuci tangan dan penggunaan sarung tangan dan masker,

Page 18: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

isolasi penderita, menghindarkan bayi/anak kecil dari tempat keramaian umum,

pemberian ASI, menghindarkan bayi/anak kecil dari kontak dengan penderita

ISPA. Langkah preventif yang dapat dilakukan adalah dengan pemberian

imunisasi aktif (Vaksinasi) dan pasif (Immunoglobulin).

Immunoglobulin

Imunisasi pasif dapat dilakukan dengan pemberian gammaglobulin yang

mengandung titer antibodi protektif tinggi (respigram). Respigram adalah human

polyclonal hyperimmune globilin. Dosis yang dianjurkan 750 mg/KgBB setiap

bulan, diberikan secara intravena pada anak dibawah umur 24 bulan. Indikasi lain

adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang dari 35 minggu.

Pendekatan profilaksis pada populasi resiko tinggi adalah meningkatkan

(augmentation) antibodi yang menetralisasi protein F dan G dengan cara

pemberian dari luar dan imunisasi dari ibu. Pada manusia, efek imunoglobulin

yang mengandung neutralizing antibody titer tinggi atau monoklonal terhadap

protein F akan mengurangi beratnya penyakit. Bila pada bayi premature atau bayi

dengan penyakit paru kronis diberikan RSV hyperimmune globulin atau antibodi

monoklonal terhadap protein F yang disebut dengan Palivizumab setiap bulan,

diberikan secara intramuskular setiap hari, lama perawatan RSV akan berkurang

secara bermakna. Palivizumab adalah humanized murine monoclonal anti-F

glycuprotein antibody, yang mencegah masuknya RSV kedalam sel host. Akan

tetapi resiko efek samping kemungkinan meningkat pada bayi dengan penyakit

jantung sianotik. AAP merekomendasikan profilaksis boleh diberikan hanya pada

bayi dengan resiko tinggi yang tidak menderita penyakit jantung sianotik.

Vaksinasi

Sesudah penelitian dengan vaksin inaktif, dikembangkan vaksin live

attenuated. Vaksin RSV pertama, yang terdiri dari cold – passaged mutan, efektif

untuk orang dewasa, tetapi pada anak terlalu virulen dan tidak stabil karena dapat

berubah menjadi virus biasa kembali. Kemudian dari permukaan glikoprotein

murni, dikembangkan DNA dan peptik sintetik. Vaksin live – attenuated

Page 19: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

mempunyai kelebihan, yaitu dapat diberikan intranasal dan menginduksi imunitas

mukosa dan sistemik.

Dianjurkan pemberian live attentuated RSV dan PIV3 (Parainfluenza virus

serotipe 3) sebagai vaksin kombinasi sebanyak dua atau tiga kali dengan dosis

pertama sebelum atau pada usia 1 bulan diikuti dengan vaksin bivalen PIV1 dan

PIV2 pada usia 4-6 bulan.

M. PROGNOSIS 1

Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya penanganan, dan

penyakit latar belakang (penyakit jantung, defisiensi imun, prematuritas). Anak

biasanya dapat mengatasi serangan tersebut sesudah 48 – 72 jam. Mortalitas

kurang dari 1 %. Anak biasanya meninggal karena jatuh ke dalam apneu yang

lama, asidosis respiratorik yang tidak terkoreksi atau karena dehidrasi yang

disebabkan oleh takipneu dan kurang makan-minum.

Bronkiolitis Akut

Fase penyakit yang paling kritis terjadi selama 48-72 jam pertama sesudah

batuk dan dispnea mulai. Selama masa ini, bayi tampak sangat sakit, serangan

apneu terjadi pada bayi yang sangat muda dan asidosis respiratorik mungkin ada.

Sesudah periode klinis, perbaikan terjadi dengan cepat dan seringkali secara

drastis. Penyembuhan selesai dalam beberapa hari. Angka fatalitas kasus di bawah

1%, kematian dapat merupakan akibat dari serangan apnea yang lama, asidosis

respiratorik berat yang tidak terkompensasi, atau dehidrasi berat akibat kehilangan

penguapan air dan takipnea serta ketidak mampuan minum cairan. Bayi yang

memiliki keadaan-keadaan, misalnya penyakit jantung kongenital, displasia

bronkopulmonal, penyakit imunodefisiensi, atau kistik fibrosis mempunyai angka

morbiditas yang lebih besar dan mempunyai sedikit kenaikan angka mortalitas.

Angka mortalitasnya tidak sebesar pada bayi yang “beresiko tinggi” seperti di

masa yang silam. Perkiraan mortalitas pada bayi beresiko tinggi yang menderita

bronkiolitis. VSR ini telah menurun dari 37% pada tahun 1982 menjadi 3,5% pada

tahun 1988. Komplikasi bakteri seperti bronkopneumonia atau otitis media, tidak

lazim terjadi. Kegagalan jantung selama bronkiolitis jarang, kecuali pada anak

Page 20: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

yang memiliki dasar penyakit jantung. Ada proporsi yang bermakna bahwa bayi-

bayi yang menderita bronkiolitis mengalami hiperreaktivitas saluran pernafasan

selama akhir masa anak-anak, tetapi hubungan antara kedua hal ini, jika ada

belum dimengerti. Kesan bahwa satu episode bronkiolitis dapat mengakibatkan

kelainan saluran pernafasan kecil yang jangkanya sangat lama memerlukan

pengamatan lebih lanjut. Kelainan ini sebagian dapat dijelaskan melalui

penemuan bahwa bayi yang memiliki hantaran pernafasan total rendah lebih

mungkin mengalami bronkiolitis dalam responnya terhadap infeksi virus

pernafasan. Bayi dengan bronkiolitis yang padanya berkembang saluran

pernafasan reaktif kemungkinan besar mempunyai riwayat keluarga asma dan

alergi, episode bronkiolitis akut lama, dan terpajan asap rokok.

Bronkiolitis Obliterans

Beberapa minggu setelah mulainya gejala-gejala awal, penderita keadaan

umumnya menjelek sampai meninggal, tetapi kebanyakan bertahan hidup,

beberapa anak menderita kecacatan kronis.

Page 21: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

BAB IV

KESIMPULAN

     

Bronkhiolitis adalah penyakit IRA – bawah yang ditandai dengan adanya

inflamasi pada bronkiolus. yang sering di derita bayi dan anak kecil yang berumur

kurang dari 2 tahun.

Bronkiolitis sebagian besar disebabkan oleh Respiratory syncytial

virus(RSV), penyebab lainnya adalah parainfluenza virus, Eaton agent

(mycoplasma pneumoniae), adenovirus dan beberapa virus lainnya. Tetapi belum

ada bukti kuat bahwa bronkhiolitis disebabkan oleh bakteri.

Bronkiolitis merupakan infeksi saluran respiratory tersering pada bayi.

Paling sering terjadi pada usia 2 – 24 bulan, puncaknya pada usia 2 – 8 bulan.

Sebanyak 11,4 % anak berusia dibawah 1 tahun dan 6 % anak berusia 1 – 2 tahun

di AS pernah mengalami bronkhiolitis. Penyakit ini menyebabkan 90.000 kasus

perawatan di rumah sakit dan menyebabkan 4500 kematian setiap tahunnya.

Faktor resiko terjadinya bronkiolitis adalah jenis kelamin laki-laki, status

sosial ekonomi rendah, jumlah anggota keluarga yang besar, perokok pasif, berada

pada tempat penitipan anak atau ke tempat-tempat umum yang ramai, rendahnya

antibodi maternal terhadap RSV, dan bayi yang tidak mendapatkan air susu ibu.

Bronkiolitis secara klinis ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi

dinding dada dan whezing. Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis,

pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya,

berdasarkan gambaran klinis, umur penderita dan adanya epidemi RSV di

masyarakat Diagnosis banding sebaiknya dipikirkan, misalnya asma bronkiale

serangan pertama, pneumonia.

Infeksi virus RSV biasanya sembuh sendiri (self limited) sehingga

sebagian besar tatalaksana bronkiolitis pada bayi bersifat suportif, yaitu

pemberian oksigen, minimal handling pada bayi, cairan intravena dan kecukupan

cairan, penyesuaian suhu lingkungan agar konsumsi oksigen minimal, tunjangan

respirasi bila perlu, dan nutrisi. Setelah itu baru pemberian medikamentosa

Page 22: Tinjauan Pustaka Case Bronkiolitis

Komplikasi dari bronkiolitis sangat minimal dan tergantung dari

penatalaksanaan penyaki sebelumnya.  Pada beberapa kasus didapatkan adanya

gangguan fungsi paru yang menetap, dimana timbulnya whezing berulang dan

hiperaktifitas bronkial.

Pencegahan dengan imunisasi aktif dan pasif serta menghindari

penyebaran virus RSV. Prognosis tergantung berat ringannya penyakit, cepatnya

penanganan, dan penyakit latar belakang (penyakit jantung,defisiensi imun,

prematuritas).