Tinjauan Pustaka BPH
-
Upload
raditya-bagus -
Category
Documents
-
view
78 -
download
38
Transcript of Tinjauan Pustaka BPH
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
RETENSIO URINE
I. Definisi
Retensi urine adalah suatu keadaan dimana urine tidak dapat keluar dari vesica
urinaria sebagian atau tertimbun didalamnya. Dari definisi tersebut terdapat pengertian
bahwa orang tersebut tidak dapat kencing atau kencing yang keluar tidak habis/ tidak
tuntas. Keadaan ini harus dibedakan dengan dengan keadaan lain yaitu anuria dan
oliguria.
Anuria adalah suatu keadaan dimana orang tidak dapat mengeluarkan urine sebab
memang produksinya diginjal tidak ada, sedangkan oliguria dimaksudkan berkurangnya
produksi urine. Dalam keadaan normal memang produksi urine yang kita keluarkan
800cc-1200cc/24 jam atau sekitar 35cc-50cc/jam. Dikatakan oliguria jika jumlahnya
kurang dari harga normal (biasanya dipakai patokan 400cc-500cc/24 jam), sedangkan
anuria bila memang tidak ada produksi urine sama sekali atau bila kurang dari
100cc/24jam sudah dianggap anuria (Rifki Muslim, 1997)
II. Etiologi
Secara garis besar, retensio urine disebabkan oleh :
1. Mekanik
Penyebab yang paling sering adalah adanya obstruksi distal dari vesika urinaria.
Pada orang tua penyebabnya adalah striktura uretra, neoplasma prostat, sklerotik
leher VU, meatal stenosis, pendesakan oleh tumor diluar uretra.
2. Neurogenik
Sebagian besar kelainan VU neurogenik disebabkan karena cedera tulang
belakang yang berakibat pada lesi medulla spinalis. Lesi ini juga bisa disebabkan
oleh tumor Ketidakmampuan dari otot detrusor untuk berkontraksi sehingga
walaupun tidak ada obstruksi intravesika maupun kelainan syaraf orang tersebut
tidak bisa miksi.
3. Psikogenik
Keadaan cemas atau takut yang hebat bisa terjadi retensio urine.
4. Obat-obatan
Beberapa obat dapat menyebabkan retenso karena efeknya pada otot detrusor
atau sfingter uretra misalnya epedrin dan propanolol (Rifki Muslim, 1997).
BENIGN PROSTAT HIPERPLASI
I. Anatomi
Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak diinferior buli-buli, di depan rectum
dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah kemiri dengan ukuran 4 x 3 x
2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar ini terdiri dari atas jaringan
fibromuskuler dan glandular yang terbagi dalam beberapa zona, yaitu zona perifer,
sentral, transisional, preprostatik sfingter dan zona anterior(McNeal 1970). Sebagian
besar hyperplasia prostat terdapat pada zona transisional sedangkan pertumbuhan
karsinoma prostat berasaal dari zona perifer. Secara hispatologis kelenjar prostat terdiri
atas kelenjar dan stroma. Komponen stroma terdiri atas otot polos, fibroblast, pembuluh
darah, saraf, dan jaringan penyangga yang lain (Basuki,2003).
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen dari cairan
ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui ductus sekretorius dan bermuara pada uretra
posterior untuk dikeluarkan bersama cairan sedimen lain pada saat ejakulat. Volume
cairan prostat merupakan 25% dari seluruh volume ejakulat (Basuki,2003).
Prostat mendapat inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus. Pleksus prostatikus menerima masukan serabut parasimpatik dari korda spinalis
S2-4 dan simpatik dari nervus hipogastrikus T10-L2. Stimulus parasimpatik meningkatkan
sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan simpatik menyebabkan pengeluaran cairan
prostat ke dalam uretra posterior seperti pada saat ejakulat. Saraf simpatik menginervasi otot
polos prostat, kapsula prostat dan leher buli-buli. Di tempat ini banyak reseptor adrenergic-
α. Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut. Jika kelenjar
prostat mengalami hyperplasia jinak atau berubah menjadi kanker dapat menyebabkan
obstruksi uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran kemih
(Basuki,2003).
II. Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasi
prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnuya hiperplasi prostat adalah :
1. Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT merupakan metabolit androgen yang sangat penting
pada pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat Dibentuk dari testosteron didalam sel prostat
oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan co enzim NADPH. DHT yang terbentuk
berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel
dan selaanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yaang menstimulasi pertumbuhan
prostat.
Pada berbagai penelitian didapatkan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh
berbedaf pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan
jumlah resptor androgen lebih banyak pada BPH, hal ini meyebabkan sel-sel prostat
pada BPH lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel epitel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan estrogen-testosteron
Pada usia semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan estrogen-testosteron relatif meningkat. Telah
diketahui bahwa estrogen sendiri berperan dalam proliferasi sel kelenjar prostat, dengan
cara meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel
prostat (apoptosis).Hasil akhir dari semua keadaan adalah meskipun rangsangan
terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun tetapi sel-sel prostat
yang ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga masa prostat jadi lebih besar.
3. Interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostat
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Sel stroma mendapat stimulasi dari DHT dan estradiol, sel
stroma mensintesis suatu growth factor yang akan mempengaruhi sel stroma itu sendiri
secara intrakin atau autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin.
Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Program kematian sel apoptosis pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik
untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi
dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan
difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal terdapat gangguan ketidakseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampaai pada
prostat dewasa, penambahan jumlah sel-sel prostat baruu dengan mati dalam keaadaan
seimbang. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan
jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan
penambahan masa prostat.
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang
menghambat proses apoptosis belum diketahui. Diduga hormon androgen berperan
dalam menghambat proses kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi
peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu
memperpanjang usia sel-sel prostat sedangkan faktor pertumbuhan TGFβ berperan
dalam proses apoptosis.
5. Teori stem sel
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel
baru yang dikenal sel stem, yaitu sel yang mampu berproliferasi sangat ekstensif.
Kehidupan sel ini tergantung pada keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon
androgen kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi menyebabkan terjadinya
apoptosis (Basuki,2003).
III. Patofisiologi Hyperplasia Prostat
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.
Untuk dapaat mengeluarkan urine, VU harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan ini. Kontraksi yang terus menerus iini menyebabkan perubahan anatomic VU
berupa hyperplasia otot detrusosr, trabekulasi terbentuknya selula, sakula dan divertikel
VU. Perubahan struktur VU tersebut dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kencing sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenaal dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan keseluruh bagian VU tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada muara ureter iini dapat menimbulkan
aliran balik dari VU ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini terus
menerus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis bahkan akhirnya dapat jatuh
dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan BPH tidak hanya disebabkan oleh adanya massa
prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos
yang ada pada stroma, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli. Pada BPH
terjadi peningkatan komponen stroma terhadap epitel, Normalnya rasio stroma dengan
epitel adalah 2:1, pada BPH rasio meningkat 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH
terjadi peningkatan tonus otot polos prostat dibandingkan dengan prostat normal
(Basuki,2003).
IV. Gejala Klinis
Obstruksi prostate dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun di
luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS)
Lower Urinary Tract Symptomps (LUTS) terdiri atas gejala obstruktif dan
iritatif. Untuk menilai tingkat keparahan keluhan pada saluran kemih sebelah bawah,
paara ahli/ organisasi urologi membuat skoring yang secara subjektif dapat diisi dan
dihitung sendiri oleh pasien. Skoring tersebut yaitu international prostatic symptom
score (IPSS)
Gejala obstruktif Gejala iritatif
a. hesitansi,
b. pancaran miksi lemah,
c. intermitensi,
d. miksi tidak puas,
e. menetes setelah miksi
a. frekuensi,
b. nokturi,
c. urgensi,
d. disuri
Sistem skoring IPSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan
keluhan miksi (LUTS) dan satu pertanyaan dengan kualitas hidup pasien. Setiap
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai 5
sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga
7. Dari skor IPSS itu dapat dikelompokan gejala LUTS dalam 3 derajat yaitu (1)
ringan : skor 0-7, (2)sedang: skor 8-19 dan (3)berat : skor 20-35.
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli
untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli akan mengalami fatigue
(kepayahan) sehingga jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam
bentuk retensio urine akut.
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat spada saluran kemih bagian atas berupa
gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan
tanda dari hidronefrosis) atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau
urosepsis.
3. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intraabdominal.
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan VU yang terisi penuh dan teraba
masa kistis didaerah supraa simpisis akibat retensio urine. Kadang-kadang didapati
urine menetes sendiri tanpa disaadari oleh pasien yaitu tanda dari inkontinensia
paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan : (1) tonus sfingter ani/refluks
bulbokaavernosus untuk menyingkirkan kelainan VU neurogenik, (2) mukosa rectim
dan (3) keadaan prostat antara lain kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi
prostat, simetri antar lobus dan batas prostat.
Colok dubur pada pembesaran prostat benignaa menunjukan komsistensi
prostat kenyal seperti meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak
didapatkan nodul sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras/teraba
nodul dan mungkin antara lobus prostat tidak simetris (Basuki,2003).
V. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi
atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam
mencari jenis kuman yang menyebakan infeksi dan sekaligus menentukan
sensitivitas kuman terhadap beberapa kuman yang diujikan.
Faal ginjal diperiksa diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit
yang mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah untuk mencari
kemungkinan adanya diabetes yang menimbulkan kelainan persarafan pada buli-
buli. Jika dicurigai adanya keganasan prostat perlu diperiksa kadar penanda tumor
PSA (Basuki,2003).
Pemeriksaan PSA (Prostate Spesifik Antigen) sebagai dasar penentuan
perlunya biopsi atau deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA < 4 ng/ml tidak perlu
biopsi,sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml perlu hitunglah PSAD (Prostate
Spesific Antigen Density). Bila PSAD > 0.15 maka sebaiknya dilakukan biopsi
prostat demikian pula bila nilai PSA > 10 ng/ml (Arief Mansoer,2000)
2. Pencitraan
Foto polos perut berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran kemih, adanya
batu, kalkulosa prostat dan kadangkala menunjukan bayangan VU yang penuh terisi
urine, yang merupakan tanda dari suatu retensio urine. Pemeriksaan PIV dapat
menerangkan adanya: (1) kelainan pada ginjal maupun ureter berupa hidroureter
atau hidronefrosis, (2) memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukan
oleh adanyaa indentasi prostat (pendesakan VU oleh kelenjar prostat) atau ureter
disebelah distal yang berbentuk mata kail dan (3) penyulit yang terjaadi pada VU
yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi VU.
Pemeriksaan ultrasonografi transrektal atau TRUS dimaksudkan untuk mengetahui
besar atau volume kelenjar prostat, adanya kemungkinan pembesaran prostat
maligna sebagai petunjuk melakukan biopsi aspirasi prostat, menentuka jumlah
urine dan mencari kelainan lain yang mungkin ada pada VU. Disamping itu juga
bisa untuk mendeteksi adanya hidronefrosiis atau kerusakan ginjal akibat obstruksi
BPH lama.
3. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur :
a. Residual Urine yaitu sisa urine setelah miksi. Sisa urine ini dapat dihitung
dengan cara melakukan kateterisasi setelah miksi atau ditentukan dengan
pemeriksaan USG setelah miksi.
b. Pancaran Urine atau flow rate dapat dihitung secara sederhana yaitu menghitung
jumlah urine dibagi lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau dengan alat
uroflowmetri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urine. Dari
uroflometri dapat diketahui lama waktu miksi, lama pancaran, waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimal, rentan pancaran, maksimum
pancaran dan volume urine yang dikemihkan (Basuki,2003).
VI. Terapi
Tidak semua pasien hyperplasia prostat perlu tindakan medik, kadang kala
mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa terapi apapun
atau hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun ada yang membutuhkan
terapi medikamentosa atau tindakan medic lain kalau keluhannya semakin parah.
Tujuan terapi pada pasien hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan
miksi, (2)meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume
residu, dan (6) mencegah progresivitas penyakit. Hal ini dapat dicapai dengan
medika mentosa pembedahan atau tindakan endourologi yang kurang invaasif.
Observasi Medikamentosa Operatif Invasif minimal
Watchful
Waiting
Antagonis
α-adrenergik
Inhibitor
5 α- reduktase
Fitoterapi
Hormonal
Prostatektomi
terbuka
Endourologi:
TURP
TUIP
TULP
Elektrovaporasi
TUMT
HIFU
Stent uretra
TUNA
ILC
1. Watchful waiting
Pilihan terapi ini di tujukan untuk pasien BPH dengan IPSS <7 yaitu keluhan ringan
yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi
apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai hal yang dapat memperburuk
keluhan, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi, alcohol setelah makan malam,
(2) kurangi makanan yang dapat mengiritasi VU (cokelat, kopi), (3) batasi
penggunaan obat yang mengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas
dan asin dan (5) jangan menahan kencing
Secara periodik pasien diminta untuk kontrol dengan ditanya keluhannya menjadi
baik, disamping itu juga dilakukan pemeriksaan laboratorium, residu urine atau
uroflowmetri. Jika keluhan miksi bertambah jelek dengan daripada sebelumnya,
mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
2. Terapi Medikamentosa
Tujuan terapi medika mentosa adalah (1) mengurangi resistensi otot polos prostat
sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi intravesika dengan obat adrenergik
α-bloker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen statik dengan cara
menurunkan kadar hormon testosteron/ DHT melalui penghambat 5α reductase.
a. Penghambat reseptor adregenik-α
Ditemukan obat penghambat reseptor adregenik-α dapat mengurangi penyulit
sistemik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada α2 dari fenoksibenzamin.
Beberapa golongan obat-obatan yang sering dipakai diantaranya prazosin yang
diberikan 2 kali sehari, terazosin, afluzosin dan doksazosin yang diberikan
sehari sekali. Obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju
pancaran urine.
Atau akhir-akhir ini ditemukan pula tamsulosin yang sangat selektif terhdap
otot polos prostat. Obat ini mampu memperbaiki miksi tanpa menimbulkan
efek terhadap tekanan darah maupun jantung.
b. Penghambat enzim 5- reduktase
Obat ini bekerja dengan menghambat pembentukan DHT dari testosteron yang
dikatalis oleh 5α reductase didalam sel prostat sehingga menyebabkan sintesis
protein dan replikasi sel-sel prostat menurun. Pemberian finasteride 5mg sehari
yang diberikan sekali selama 6 bulan dapat menurunkan prostat hingga 28%
hal ini memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi.
c. Fitofarmaka
Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti estrogen, anti androgen,
menurunkan kadar sex hormon binding globulin (SHBG), inhibisi basic
fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF),
mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek anti inflamasi, menurunkan
outflow resistance dan memperkecil volume prostat.
Diantara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah : Pygeum africanum,
Serenoa repens dan masih banyak lagi (Basuki,2003).
3. Operatif
Pembedahan
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang adalah dengan pembedahan
karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya memerlukan waktu
yang sangat lama untuk melihat hasil terapi. Pembedahan direkomendasikan pada
pasien BPH yang tidak menunjukan perbaikan setelah terapi medikamentosa,
mengalami retensi urine, infeksi saluran kemih berulang, hematuri, gagal ginjal dan
timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih
bagian bawah.
A. Pembedahan terbuka
Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah Metode millin yaitu
melakukan enukleasi klejenar prostat melalui pendekatan retropubik infravesika.
Metode freyer yaitu melalui pendekatan suprapubik transvesika atau transperineal.
Prostatektomi terbuka ditujukan untuk prostat yang sangat besar (>100 gram).
B. Pembedahan endourologi
Operasi ini lebih disenangi karena tidak memerlukan insisi pada kulit perut, waktu
mondok lebih cepat dan memberikan hasil yang tidak berbeda dengan tindakan
operasi terbuka.
1. TURP( Reseksi prostat trans uretra)
Reseksi prostat dilakukan secara transuretra dengan cara menggunakan cairan
irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap tenang bdan tidak
tertutup oleh darah. Cairan yang sering dipakai adalah aquaades. Kerugiannya
cairan ini dapat masuk kedalam sirkulasi sistemik melalui pembuluh daarah
vena yang terbuka pada saat reseksi. Dapat pula terjadi hiponatremia relatif atau
gejala intoksikasi air yang dikenal dengan sindroma TURP yang ditandai
dengan gelisah, kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat dan bradikardia.
Penyulit TURP :
Selama operasi Post op – early Post op – late
1. Perdarahan
2. Sindroma TURP
3. Perforasi
1. Perdarahan
2. Infeksi lokal atau
sistemik
1. Inkontinensia
2. Disfungsi ereksi
3. Ejakulasi retrograd
4. Striktur uretra
2. Elektrovaporisasi prostat
Caranya adalah saama dengan TURP hanya saja teknik ini memakai roller ball
yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat sehingga mampu
membuat vaporisisai kelenjar prostat.
3. Laser prostatektomi
Pemakaian laser lebih sedikit menimbulkan komplikasi, penyembuhannya cepat
dan hasilnya kurang lebih sama akan tetapi mebutuhkan terapi ulang tiap tahun.
C. Tindakan invasif minimal
1. Termoterapi
Adalah pemanasan dengan gelombang mikro pada frekuensi 915-1296 Mhz yang
dipancarkan melalui antena dalam uretra sehingga menyebabkan destruksi
jaringan pada zona transisional prostat karena nekrosis koagulasi.
2. TUNA (trans uretral needle ablation of the prostate)
Teknik ini memakai energi frekuensi radio yang menimbulka panas sampai
1000C sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat.
3. Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal diantara leher VU dan disebelah
proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati uretra
prostatika.
4. HIFU (high intensity focused ultrasound)
Energi panas yang ditunjukan untuk menimbulkan nekrosis pada prostat berasal
dari gelombang ultrasonografi dari transducer (Basuki,2003).
4. Kontrol berkala
Setiap pasien BPH yang telah melakukan pengobatan perlu kontrol secara teratur untuk
mengetahui perkembangan penyakitnya tergantung pada tindakan apa yang sudah
dijalaninya. Setelah pembedahan pasien harus menjalani kontrol paling lambat 6minggu
pasca operasi untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit. Kontrol selanjutnya
setelah 3 bulan untuk mengetahui hasil operasi (Basuki,2003).
VESIKOLITIASIS
I. Anatomi
A. Vesika Urinaria
Vesika urinaria adalah organ berongga yang terdiri dari 3 lapis otot detrusor yang
saling beraanyaman. Disebelah dalam adalah otot longitudinal, ditengah adalah otot
sirkuler dan yang paling luar merupakan otot longitudinal. Mukosa VU terdiri atas sel
transisional yang sama seperti pada pelvic renalis, ureter, dan uretra posterior. Pada
dasar VU kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga
yang disebut trigronum VU (Basuki,2003). Vesica urinaria mendapat pendarahan dari
arteri vesikalis superior dan inferior cabang arteri illiaca interna sedangkan vena
membentuk pleksus venosus vesikalis dibawah berhubungan dengan plexus venosus
prostaticus dan bermuara pada vena illiaca interna (Richard Snell,2006).
Secara anatomic bentuk VU terdiri atas 3 permukaan yaitu permukaan superior
yang berbatasan dengan rongga peritoneum, dua permukaan inferolateral dan
permukaan posterior. Permukaan superior merupakan lokus minorus (daerah terlemah)
dinding VU.
VU berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
dengann melalui uretra dalam mekanisme miksi. Dalam menampung urine, VU
mempunyai kapasitas maksimal dimana pada orang dewasa kurang lebih 300-400 ml
(Basuki,2003).
B. Uretra
Uretra merupakan tabung yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
melalui proses miksi. Secara anatomis dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior
dan uretra anterior. Pada pria organ inin berfungsi dalam menyalurkan sperma. Uretraa
dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan VU dan uretra.
Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm sedangkan uretra pria kurang lebih
23-25cm. Perbedaan inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran sering
kali terjadi. Panjang uretra wanita kurang lebih 4 cm dengan diameter 8mm. berada
paada bawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina (Basuki,2003).
Uretra pda laki-laki panjangnya sekitar 8 inc (20cm) dan terbentang dari
collum vesikae urinaria sampai ostium uretra externum pada gland penis. Uretra
masculine dibagi menjadi :
1. Uretra pars prostatica panjangnya 3cm dan berjalan melalui prostat dari basis
apex. Bagian ini merupakan bagian yang paling lebar dan yang paling dapat
dilebarkan dari uretra.
2. Uretra pars membranaceae panjangnya sekitar 1,25cm terletak didalam
diafragma urogenital dan dikelilingi oleh muscullus sfingter uretrae. Bagian ini
merupakan bagian dari uretra yang paling tidak bisa dilebarkan.
3. Uretra pars spongiosa panjangnya sekitar 16 cm dan dibungkus dalam bulbus
dan corpus spongiosum penis Richard Snell,2006).
II. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran
urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang
masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor
intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Faktor intrinsik itu antara lain adalah:
1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya. menyerang beberapa orang dalam
satu keluarga.
2. Umur :Penyakit ini paling didapatkan pada umur 30-50 tahun.
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih bnyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih
tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt (sabuk batu),
sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran
kemih.
2. Iklim dan temperatur
3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi,
dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4. Diet
Diperkirakan diet sebagai faktor penyebab terbesar terjadinya batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau
kurang aktivitas atau sedentary life (Basuki,2003).
III. Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk didalam saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan urine (statis urine) yaitu pada
system kalikes ginjal dan vesica urinaria. Batu terdiri atas Kristal-kristal yang
tersusun dari bahan organic maupun anorganik yang larut dalam urine. Kristal-kristal
tersebut tetap dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak adaa
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi Kristal. Kristal-
kristal yang saling melakukan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang
kemudian akan mengalami agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi
Kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat Kristal masih
rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat Kristal
menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi Kristal) dan dari sisi bahan-
bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar
untuk menyumbat saluran kemih (Basuki,2003).
IV. Komposisi Batu
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsure : kalsium oksalat atau kalsium
fosfat, asam urat, magnesium-amonia-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin, silikat dan
senyawa lainnya. Daata mengenai kandungan/komposisi zat yang terdapat pada batu
sangat penting untuk usaha pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif.
A. Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh
batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat,
kalsium fosfat atau campuran dari kedua unsure itu.
Factor terjadinya batu kalsium adalah :
1. Hiperkalsiuri
2. Hiperoksaluri
3. Hiperurikosuria
4. Hipositraturia
5. Hipomagnesuria
B. Batu Struvit
Batu ini juga sering juga diisebut dengan batu infeksi, karena terbentuknya
batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi
ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang menghasilkan
enzim urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis
uretra menjadi ammonia.
C. Batu Asam Urat
Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Diantara
75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan sisanya merupakan
campuran kalsium oksaalat. Sumber asam urat berasal dari diet yang
mengandung purin dan metabolism endongen didalam tubuh. Dengan bantuan
enzim xaanthin oksidase, hipoxanthin dirubah menjadi xhantin yang akhirnya
dirubah menjadi asam urat. Asam urat relative tidak larut dalam urine seinngga
pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk Kristal asam urat dan
selanjutnya membentuk batu asam urat. Batu asam urat murni bersifat radio lusen
sehingga pada pemeriksaan PIV tampak bayangan filling defect pada saluran
kemih. Pada pemeriksaan USG memberikan gambaran bayangan akustik
(acoustic shadowing).
D. Batu Jenis Lain
Batu sistin, batu xhantin, batu triamteren dan batu silikat sangat jarang
dijumpai. Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolism sistin yaitu kelainan
dalam absorbs sistin dimukosa usus. Demikian batu xhantin terbentuk karena
penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xhantin oksidase yang mengkatalisis
perubahan hipoxantin mendi xhantin dan xhantin menjadi asam urat. Penggunaan
antasida yang mengandung silikat yang berlebihan dan dalam jangka waktu lama
dapat menyebabkan batu silikat (Basuki,2003).
V. Gejala Klinis
Batu VU atau vesikolitiasis seing terjadi pada pasien yang gangguan miksi
atau terdappat benda asing di VU. Gangguan miksi sering terjadi pada pasien
hyperplasia prostat, striktura uretra, divertikel VU atau VU neurogenik. Kateter
yang terpasang dalam waktu lama, adanya benda asing lain yang secara tidak
sengaja dimasukan kedalam VU seringkali menjadi initi untuk terbentuknya batu
VU. Selain itu batu VU juga dapat berasal dari batu ginjal atau batu ureter yang
turun ke VU.
Gejala khas batu VU adalah berupa gejalaa iritatif antara lain : nyeri
kencing/disuria, perasaan tidak enak sewaktu kencing dan kencing tiba-tiba terhenti
kemudian menjadi laancar dengan perubahan posisi tubuh. Nyeri pada saat miksi
serinng kali dirasakan reffered pain pada ujung peneis, scrotum, perineum,
pinggang sampai kaki (Basuki,2003).
VI. Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik,
laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi
saluran kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat
radioopak atau radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu
sehingga dari sifat ini dapat diduga jenis batu yang dihadapi. Yang radiolucent
umumnya adalah dari jenis asam urat murni.
Pada batu yang radioopak pemeriksaan dengan FRA sudah cukup untuk
menduga adanya batu saluran kemih bila diambil foto 2 arah. Pada batu radiolusent,
foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan terdapatnya defek penngisian pada
tempat batu sehingga member gambaran batu yang kosong. Pemeriksaan
laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang
adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan sebab
terjadinya batu.
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara
terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini
dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup
sebagai dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan
ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen
saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu (Sjamsuhidajat, 1997).
VII. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos abdomen
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakkan diagnosis dan
rencana terapi antara lain foto polos abdomen. Pembuatan foto polos abdomen
bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-
batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan paling sering
dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat bersifat non opak (radio lusen).
Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih
Jenis Batu Radioopasitas
Kalsium Opak
MAP Semiopak
Urat/Sistin Non opak
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain
itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu nonopak yang tidak
dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika PIV belumdapat menjelaskan keadaan
sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya
adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV,yaitu
pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun, dan
pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal
atau di buli-buli (yang ditunjukkansebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis,
atau pengkerutan ginjal (Basuki,2003).
VIII.Terapi
1. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,
karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan pemberian diuretikum, dan
minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar dari saluran kemih
Tindakan atau terapi untuk pencegahan timbulnya kembali batu saluran kemih
Jenis batu Faktor penyebab
Timbulnya batu
Jenis Obat/ Tindakan Mekanisme Kerja
Obat
Kalsium Hiperkalsiuri absorptive
Hiperkalsiuri renal
Hiperkalsiuri resorbtif
Hipositraturi
Hipomagnesiuri
Hiporurikosuria
Hiperoksaluria
Natrium Selulosa Fosfat
Thiazide
Orthofosfat
Thiazid
Parathyroidectomi
Potasium sitrat
Magnesium sitrat
Allopurinol
Potasium alkali
Allopurinol
Pyridoxin
Mengikat Ca dalam
ususabsorbsi ↓
↑rearbsorbsi Ca diTubulus
↓ sintesa viatamin D
↑ rearbsorbsi Ca diTubulus
↓ resorbsi Ca diTulang
↑ pH ↓ Ca Urine
↑ Mg urine
↓ Urat
↑ pH
↓ Urat
MAP Infeksi Antibiotika
AHA(Amino hidroxamic acid)
Eradikasi infeksi
Urease inhibitor
Urat Dehidrasi (pH urine ↓)
Hiperurikosuri
Hidrasi cukup
Potasium alkali
Allopurinol
↑ pH
↓ Urat
2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu kandung kemih
tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-
fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang
pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan
menyebabkan hematuria.
3. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan BSK
yang terdiri atas memecah batu, dan mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat
yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui
uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat
dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidroulik, energi gelombang suara
atau energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah :
1. PNL (percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada
didalam saluran ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi kesistem kalikes
melalui insisi pada kulit.
2. Litotripsi : memecah batu VU atau batu uretra dengan memasukan alat pemecah
batu dedalam VU. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
3. Ureteroskopi : memasukan alat ureteroskopi peruretram guna melihat keadaan
ureter atau system pielokaliks ginjal.
4. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat
keranjang dormia.
5. Tindakan Operasi.
a. Bedah Laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini
sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter.
b. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang memadai untuk tindakan-
tindakan endourologi, laparoskopi maupun ESWL, pengambilan batu masih
dilakukan melalui pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah:
pielolitomi atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus menjalani tindakan
nefrektomi atau pengambilan ginjal karena ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi
nanah (pionefrosis), korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat
BSK yang menimbulkan obstruksi dan infeksi yang menahun (Basuki,2003).