TINJAUAN PUSTAKA A Penyesuaian Sosial Pengertian ...eprints.ums.ac.id/67205/2/BAB II.pdfpemahaman...
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA A Penyesuaian Sosial Pengertian ...eprints.ums.ac.id/67205/2/BAB II.pdfpemahaman...
10
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyesuaian Sosial
Pengertian Penyesuaian sosial
Penyesuaian sosial merupakan suatu proses dalam konteks interaksi
dengan masyarakat maupun lingkungan sekitarnya. Ada beberapa pengertian
penyesuaian sosial yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Nurhusni (2017) penyesuaian sosial merupakan kemampuan seseorang
untuk bereaksi secara efektif dan sehat terhadap realitas sosial, situasi dan
hubungan sosial sehingga orang tersebut dapat Dapat memenuhi kebutuhan
dengan perilaku yang dapat diterima. Menurut Gray dkk (2013), menyatakan
bahwa penyesuaian sosial adalah proses dimana individu berinteraksi dengan
lingkungan kampus, membangun jaringan pendukung, dan menegosiasikan
kebebasan yang didapatkan dari kehidupan dalam kampus. Selanjutnya Sharma
dan Saini (2013) menyatakan bahwa hubungan yang harmonis antar individu,
pemahaman yang benar tentang kebutuhan sosial, tujuan kelompok dan kelompok
sebaya, budaya dan masyarakat. Lebih lanjut Schneiders (1960) menyatakan
bahwa penyesuaian sosial adalah kapasitas untuk bereaksi secara efektif dan
menyeluruh terhadap realitas sosial, kondisi, dan relasi sehingga persyaratan
untuk kehidupan sosial terpenuhi dengan cara yang dapat diterima dan
memuaskan.
Penyesuaian sosial tergantung pada dualitas, penyesuaian antara diri di
satu sisi dan dunia kemanusiaan di sisi lain. Itu tidak dapat ada kecuali dalam
kaitannya dengan kedua sisi dualitas ini (Gordon, 1931). Menurut Nurdin (2009)
11
penyesuaian sosial sebagai salah satu aspek dari penyesuaian diri, individu
menuju pada kesesuaian antara kebutuhan diri dengan konteks lingkungan tempat
tinggalnya dan berinteraksi secara efektif dan efesien. Kepentingan penyesuaian
sosial akan terjadi ketika individu menghadapi dengan kesenjangan-kesenjangan
yang timbul dalam hubungan antara dirinya dengan lingkungan maupun dengan
orang-orang lain sekitarnya. Meskipun kesenjangan-kesenjangan itu dirasakan
sebagai kessulitan yang menghambatkan individu, individu akan bergaulan,
menerimaan, dan mengakuan orang lain. Penyesuaian sosial akan menjadi wujud
kemampuan yang dapat mengurangi atau mengatasi kesenjangan-kesenjangan
yang terjadi di lingkungan tersebut. Pendapat lain yang juga mendukung dari
Fatimah, (2006) penyesuaian sosial individu dalam kehidupan di
lingkungan baru terjadi ketika proses penyesuaian individu saling mempengaruhi
satu sama lain dan terus-menerus serta silih berganti. Dari proses tersebut,
timbullah suatu pola kebudayaan dan pola tingkah laku yang sesuai dengan
aturan, hukum, adat istiadat, nilai, dan norma sosial yang berlaku di masyarakat.
Proses tersebut dikenal sebagai istilah proses penyesuaian sosial. Pavlushkina dkk
(2016) menyatakan bahwa penyesuaian sosial sebagai indikator adaptasi sosial
siswa asing diambil untuk mengetahui tingkat penerimaan mereka terhadap nilai
sosio-kultural dan tradisi masyarakat baru, serta penyelarasan tingkah laku mereka
dengan dan toleransi etnik.
Menurut Mustafa Fahmi (1982) penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup
hubungan sosial tempat individu hidup dan saling berinteraksi. Hubungan-
hubungan dalam masyarakat, keluarga, sekolah, teman-teman ataupun masyarakat
12
luas secara umum terjadi mempunyai sifat pembentukan, setiap individu di
masyarakat mengambil bentuk sosial yang berpengaruh, dan mulai mendapatkan
bahasa dan menyerap berbagai adat dan kebiasaan yang kuat, serta menerima
kepercayaan di samping segi-segi perhatian yang dikuatkan masyarakat.
Dari beberapa definisi yang telah dijelaskan oleh para ahli dapat
disimpulkan bahwa penyesuaian sosial adalah kemampuan untuk merespon secara
efektif dan sehat terhadap gejala individu yang didapatkan, realitas dan relasi
sosial sehingga tuntutan hidup bermasyarakat dipenuhi dengan cara yang dapat
diterima dan memuaskan. Penyesuaian sosial sebagai konteks interaksi untuk
beradaptasi dengan orang lain di masyarakat. Untuk terhubung atau bersaing,
orang-orang di masyarakat akan dapat hidup bersama dengan memperbaiki
konflik mereka sampai mereka berpisah. Untuk bisa berhubungan atau bersaing
dengan orang-orang sekitar, individu harus dapat hidup bersama di masyarakat.
Aspek- Aspek Penyesuaian Sosial
Adapun aspek penyesuaian sosial menurut Schneiders (1964) dalam
Gunarta (2015), sebagai berikut:
1). Recognition adalah menghormati dan menerima hak-hak orang lain.
Individu tidak melanggar hak- hak orang lain yang berbeda dengan dirinya, untuk
menghindari terjadinya konflik di dalam sosial.
2). Participation adalah melibatkan diri dalam berelasi Setiap individu
harus dapat mengembangkan dan melihara persahabatan. Seseorang yang tidak
mampu membangun relasi dengan orang lain dan lebih menutup diri dari relasi
sosial akan menghasilkan penyesuain diri yang buruk. Individu ini tidak memiliki
13
ketertarikan untuk berpartisipasi dengan aktivitas dilingkungannya serta tidak
mampu untuk mengekspresikan diri mereka sendiri, sedangkan bentuk
penyesuaian akan dikatakan baik apabila individu tersebut mampu menciptakan
relasi yang sehat dengan orang lain, mengembangkan persahabatan, berperan aktif
dalam kegiatan sosial, serta menghargai nilai-nilai yang berlaku dimasyarakat.
3). Social approval adalah minat dan simpati terhadap kesejahteraan orang
lain. Hal ini dapat merupakan bentuk penyesuaian diri dimasyarakat, dimana
individu dapat peka dengan masalah dan kesulitan orang lain disekelilingnya serta
bersedia membantu meringankan masalahnya. Selain itu individu juga harus
menunjukan minat terhadap tujuan, harapan dan aspirasi, cara pandang ini juga
sesuai dengan tuntutan dalam penyesuaian keagamaan (religious adjustment).
4). Altruisme adalah memiliki sifat rendah hati dan tidak egois. Rasa
saling membantu dan mementingkan orang lain merupakan nilai-nilai moral yang
aplikasi dari nilai-nilai tersebut merupakan bagian dari penyesuaian moral yang
baik yang apabila diterapkan dimasyarakat secara wajar dan bermanfaat maka
akan membawa pada penyesuaian diri yang kuat. Bentuk dari sifat-sifat tersebut
memiliki rasa kemanusian, rendah diri, dan kejujujuran dimana individu yang
memiliki sifat ini akan memiliki kestabilan mental, keadaan emosi yang sehat dan
penyesuaian yang baik
5). Conformity adalah menghormati dan mentaati nilai-nilai integritas
hukum, tradisi dan kebiasaan. Adanya kesadaran untuk mematuhi dan
menghormati peraturan dan tradisi yang berlaku dilingkungan maka individu akan
dapat diterima dengan baik di lingkungannya.
14
Menurut Kartono (2000), aspek-aspek penyesuaian sosial adalah sebagai
berikut:
a. Memiliki perasaan afeksi yang kuat, harmonis dan seimbang, sehingga
merasa aman, baik budi pekertinya dan bersikap hati-hati.
b. Memiliki kepribadian yang matang dan terintegrasi baik terhadap diri
sendiri maupun orang lain, memiliki sikap tanggung jawab, berpikir
menggunakan rasio, memiliki kemampuan untuk mengontrol dan memahami diri
sendiri.
c. Mempunyai relasi dalam kehidupan sosialnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, aspek-aspek penyesuaian sosial yaitu
seseorang memiliki sikap penampilan nyata, penyesuaian diri terhadap
masyarakat dengan perilaku yang dapat diterima, sifat rendah diri, menghomati
satu sama lain, dan kepuasan pribadi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial menurut
Pavlushkina et al. (2016), Adaptasi sosial kepribadian dipengaruhi oleh faktor
eksternal dan internal sebagai biografi, nasional, budaya dan agama, kompetensi
linguistik, kemauan untuk belajar, motivasi dalam pelatihan, kemampuan
komunikasi, nilai, orientasi kepribadian, dll. Estiane (2015) Kemampuan dalam
mengembangkan hubungan yang baru dan efektif dengan lingkungan, dapat
menjadi elemen penting dari penyesuaian sosial. Selanjutnya Gerungan (2010)
mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian sosial adalak
sebagai berikut: (1) peran keluarga yang meliputi status sosial ekonomi,
15
kebutuhan keluarga, sikap dan kebiasaan orang tua dan status anak, (2) peranan
sekolah meliputi struktural dan organisasi sekolah, peranan guru dalam kegiatan
belajar mengajar (KBM), (3) peranan lingkungan kerja misalnya lingkungan
pekerjaan industri atau pertanian di daerah, (4) peranan media massa, besarnya
pengaruh alat komunikasi seperti perpustakaan, televisi, film, radio dan
sebagainya. Lebih lanjut Surya (1985) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi peneyesuaian sosial adalah sebagai berikut
1. Kondisi lingkungan yang meliputi rumah/ keluarga, sekolah dan
masyarakat.
2. Penentu psikologis yang meliputi pengalaman pembelajar, pembiasaan,
keputusan diri, frustasi dan konflik.
3. Penentuan cultural berupa budaya dan agama.
Menurut Ali (2009) menyatakan, faktor yang mempengaruhi penyesuaian
sosial individu meliputi (1) faktor lingkungan keluarga, (2) faktor lingkungan
sekolah, (3) faktor lingkungan masyarakat dan (4) faktor kepercayaan diri.
Berkaitan juga dengan pengertian Gerungan (1988) faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian sosial adalah sebagai berikut: (1) peran keluarga yang
meliputi status sosial ekonomi, kebutuhan keluarga, sikap dan kebiasaan orang tua
dan status anak, (2) peranan sekolah meliputi struktural dan organisasi sekolah,
peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), (3) peranan lingkungan
kerja misalnya lingkungan pekerjaan industri atau pertanian di daerah, (4) peranan
media massa, besarnya pengaruh alat komunikasi seperti perpustakaan, televisi,
film, radio, internet dan sebagainya.
16
Sedangkan Schneiders (1964) mendeskripsikan faktor-faktor penyesuaian
sosial sebagai berikut;
a. Faktor kondisi fisik yang meliputi faktor keturunan, kesehatan, bentuk
tubuh dan hal-hal lain yang berkaitan dengan kondisi fisik.
b. Faktor perkembangan dan kematangan, yang meliputi perkembangan
intelektual, sosial, moral dan kematangan emosional.
c. Faktor psikologis, yang meliputi faktor-faktor pengalaman individu,
frustasi dan konflik, dan kondisi-kondisi psikologis seseorang dalam penyesuaian
diri.
d. Faktor lingkungan, yaitu kondisi yang ada pada lingkungan, seperti
kondisi keluarga, kondisi rumah dan sebagainya.
e. Faktor budaya, termasuk adat istiadat yang turut mempengaruhi
penyesuaian diri seseorang.
Oberg seperti yang dikutip oleh Sementara Furnham dan Bochner (dalam
Dayakisni, 2008) mengatakan bahwa
Menurut Oberg; Dayakisni (2008) menggambarkan konsep Culture Shock
sebagai respon yang mendalam dan negatif dari depresi, frustasi dan disorientasi
yang dialami oleh orang-orang yang hidup dalam suatu lingkungan budaya yang
baru. Terkait dengan fenomena Culture Shock, Terjadinya culture shock Oberg
(dalam Dayakisni, 2004) biasanya dipicu oleh:
a. Kehilangan cues atau tanda-tanda yang dikenalnya. Padahal cues adalah
bagian dari kehidupan sehari- hari seperti tanda-tanda, gerakan bagianbagian
tubuh (gestures), ekspresi wajah ataupun kebiasaan- kebiasaan yang dapat
17
menceritakan kepada seseorang bagaimana sebaiknya bertindak dalam situasi-
situasi tertentu.
b. Putusnya komunikasi antar pribadi baik pada tingkat yang disadari
maupun tak disadari yang mengarahkan pada frustasi dan kecemasan. Halangan
bahasa adalah penyebab jelas dari gangguan- gangguan ini
c Krisis identitas, dengan pergi ke luar daerahnya seseorang akan kembali
mengevaluasi gambaran tentang dirinya.
Oberg; Humphrey & Lee (1990) juga mengungkapkan bahwa proses
dalam Cultural shock urutan empat tahap yaitu;
1. Tahap "Honeymoon", 2. Tahap “Culture shock”, 3.Tahap “Recovery”
dan 4. Tahap “Adaptation/ Assimilation”
Pada tahap bulan madu "honeymoon" adalah salah satu kegembiraan dan
kesenangan, di mana segala sesuatu tentang lingkungannya tampak segar, baru,
dan menarik. Karena belum banyak berinteraksi dengan penduduk asli pada waktu
yang singkat saja, negara baru itu tampaknya sangat mirip, setidaknya secara
dangkal, ke negara asal pendatang. Selama tahap ini, pendatang memiliki sikap
yang sangat positif tentang negara asing.
Setelah jangka waktu tertentu, tehap kejutan budaya "culture shock"
memunculkan setelah kesadaran bahwa ada banyak perbedaan budaya yang
ditemui saat berjalani kehidupan di lingkungan baru. Tahap ini dimanifestasikan
baik melalui gejala fisik maupun emosional, situasi yang mengganggu dan
membingungkan ketika seseorang tidak tahu bagaimana cara mengelola dalam
budaya yang berbeda. Suatu "Shock" nyata dialami, kemudian ketika individu
18
telah akrab dan telah diterima, situasi yang mengganggu individu akan
menghilangkan. individu yang mengalami yang tidak mampu mengatasi perasaan
negatif mereka di lingkungan baru akan sering memilih untuk kembali ke negara
pada tahap ini.
Mahasiswa asing yang mampu menyelesaikan di lingkungan baru, akan
individu melanjutkan ke tahap pemulihan "Recovery" namun sering kali
bergejolak sebagai "culture stress" yang dicirikan oleh perasaan frustrasi dalam
kehidupan baru. Dan tahap terakhir adalah tahap “adapatation/ asimilation” tahap
menyesuaikan atau asimilasi pada budaya di lingkungan baru. Mahasiswa asing
memutuskan untuk berasimilasi ke dalam masyarakat di lingkungan baru
sepenuhnya. Kesulitan yang dialami tidak lagi menjadi masalah lebih lanjut
individu mendapatkan alasan yang lebih permanen untuk berasimilasi di
lingkungan baru, seperti pernikahan atau pekerjaan.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah dipaparkan dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor penyesuaian sosial adalah sebagai berikut; Secara
keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap
penyesuaian individu. Proses penyesuaian akan ditentukan oleh faktor-faktor yang
terkait dengan kepribadian sendiri baik internal maupun eksternal.
Gegar budaya (culture shock) adalah suatu penyakit yang berhubungan
dengan pekerjaan atau jabatan yang diderita orang-orang yang secara tiba-tiba
berpindah atau dipindahkan ke lingkungan yang baru. Gegar budaya ditimbulkan
oleh kecemasan yang disebabkan oleh kehilangan tanda-tanda dan lambang-
lambang dalam pergaulan sosial. Misalnya kapan berjabat tangan dan apa yang
19
harus kita katakan bila bertemu dengan orang. Kapan dan bagaimana kita
memberikan tips bagaimana berbelanja, kapan menolak dan menerima undangan,
dan sebagainya. Petunjuk-petunjuk ini yang mungkin berbentuk kata-kata isyarat,
ekspresi wajah, kebiasaan-kebiasaan, atau normanorma, kita peroleh sepanjang
perjalanan hidup kita sejak kecil.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi penyesuaian sosial adalah faktor internal yang meliputi
faktor psikologis sebagai pandangan diri, emosi, rasa aman, faktor kondisi fisik
sebagai keturunan, kesehatan, bentuk tubuh, perbedaan jenis kelamin, serta faktor
eksternal yang meliputi keluarga, lingkungan masyarakat dan budaya.
B. Mahasiswa Asing
Perbedaan Antar Budaya
Pernyataan yang telah disebutkan dari beberapa peneliti sebelumnya
menunjukkan pentingnya interaksi sehari-hari antar mahasiswa dari berbagai
budaya dan kebangsaan. Penelitian Razek dan Coyner (2013), menunjukkan
bahwa implikasi berbagai budaya terus meningkat pada studi yang diakukan
terhadap mahasiswa yang berasal dari negara Arab Saudi di kampus pendidikan
tinggi Amerika. Konstruk budaya menunjukan perubahan dengan berbagai isu
seperti perubahan kehidupan akademis dan kehidupan sosial. Mereka juga
mengatakan bahwa, kesulitan lain yang dialami oleh mahasiswa Arab Saudi
adalah berteman dengan mahasiswa Amerika. Tingkat keterhubungan mahasiswa
Arab Saudi terkadang menjadi hambatan kemampuan mereka untuk bersosialisasi
dan membangun hubungan sosial dengan mahasiswa Amerika. Wickline, Bailey,
20
dan Nowicki (2009) dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa, meskipun
sebagian universal, ekspresi emosional memiliki perbedaan yang halus antara
budaya yang berbeda dan harus dipelajari. Abdullah (2008) dalam Sarwaria,
Ibrahima, Abdul Aziza (2014) juga menyatakan bahwa latar belakang budaya
yang berbeda dianggap membatasi perkembangan pertemanan antara budaya
Amerika dan Arab Saudi.
Sedangkan, Higmawati (2017) menyatakan bahwa masalah yang dialami
oleh mahasiswa Thailand di Universitas Muhammadiyah malang sebagai situasi
dimana seseorang mengalami beberapa hambatan dalam kehidupan mareka.
Mahasiswa asing cenderung mengalami beberapa masalah di lingkungan baru,
seperti kesulitan dalam berkomunikasi, menyesuaikan makanan, dan aktivitas
sosial.
Penelitian oleh Setyanto (20), juga menunjukkan bahwa walaupun budaya
Jepang dan budaya Indonesia merupakan hight context culture, namun terdapat
perbedaan kebiasaan berkomunikasi serta dalam komunikasi non-verbal.
Perbedaan- perbedaan itu antara lain disebabkan karena orang Indonesia mudah
berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal, tanpa ada kepentingan sekalipun,
sementara bagi orang Jepang, hal tersebut tidak biasa dilakukan seperti bicara
dengan orang yang tidak dikenal jika tidak ada kepentingan. Selain itu, Adanya
penimpalan kata-kata saat orang lain sedang bicara, kebiasaan suka memuji,
meminta maaf dan berterima kasih dalam budaya Jepang sedang budaya Indonesia
tidak ada. Pemahaman tentang waktu budaya Jepang adalah monochronic time
sedangkan Indonesia adalah polychronic time. Adanya perbedaan cara pandang
21
saat bicara, budaya sentuh maupun jarak saat komunikasi juga menjadi perhatian
penelitian. Serta kebiasaan- kebiasaan lain yang berhubungan dengan komunikasi.
Dalam penelitian Devinta, Nur Hidayah, dan Hendrastomo (2015), menyatakan
bahwa latar belakang proses terjadinya culture shock pada mahasiswa perantauan
di Yogyakarta meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Culture shock yang
terjadi pada setiap individu memiliki gejala dan reaksi secara kondisi psikologis
berbentuk stres mental maupun fisik yang berbeda-beda pada setiap individu
sejauh mana culture shock mempengaruhi kehidupan mahasiswa tersebut.
Pengalaman culture shock terjadi pada saat awal mahasiswa perantauan memulai
kehidupannya di lingkungan baru dengan perbedaan budaya yang berada di
sekitarnya.
Menyesuaikan dengan hal yang berada di lingkungan tempat baru bukan
hal yang mudah. Menurut Nasir (2012) ketika mahasiswa mencoba menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosial baru, perbedaan budaya dapat menyebabkan
masalah baru karena berbedaan budaya asal mereka. Pada saat pertama kali
datang ke negara baru, para mahasiswa harus menghadapi beberapa masalah
dalam proses penyesuaikan di lingkungan sosial dan sistem pendidikan baru.
Masalah yang biasanya dihadapi oleh siswa adalah kesulitan berbahasa atau
komunikasi, akomodasi dan perumahan, penyesuaian terhadap makanan dan
selera lokal, iklim, dan kesulitan dalam hubungan sosial.
Namun, literatur menunjukkan bahwa peyesuaian sosial pada mahasiswa
asing yang mengalami perbedaan antara budaya asal dan budaya baru
memungkinkan berdampak besar pada pendidikan mereka, tetapi penelitian
22
sebelumnya menunjukkan bahwa mahasiswa asing mengambil pendekatan positif
untuk mengatasi semua kesulitan yang dialami dan mereka memiliki kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, seperti penelitian yang
dilakukan oleh Sarwaria, Ibrahima, dan Abdul Aziz (2014) menyatakaan bahwa
interaksi antara mahasiswa dari berbagai budaya, kebangsaan dan etnis membantu
mereka untuk mempelajari beberapa informasi tentang budaya baru dan
meningkatkan kemampuan komunikasi mereka. Situs jejaring sosial membantu
untuk memelihara hubungan pertemanan di Indonesia, membantu penyesuaian
diri dan berbagi pengalaman kultural seperti menghadapi stereotipe atau mencari
makanan halal dan tempat sholat. Situs jejaring sosial digunakan untuk berbagi
informasi tentang Islam dan cara menyesuaikan Muslim di lingkungan non-
muslim (Nuraryo, 2014). Hal ini menunjukan bahwa beberapa hal diantaranya
ketidakmampuan mahasiswa yang menyebabkan proses penyesuaian mahasiswa
asing dengan lingkungan barunya. Lingkungan baru merupakan sebuah stimulus
bagi seseorang yang terkadang mampu menjadi salah satu penyebab hambatan
dalam penyesuaian diri. Begitu pula halnya dengan mahasiswa yang baru
mengenal lingkungan perguruan tinggi, dimana lingkungan ini memiliki
karakteristik yang berbeda dengan sebelumnya.
C. Pertanyaan penelitian
1) Bagaimana proses penyesuaian sosial mahasiswa asing?
2) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penyesuaian sosial mahasiswa asing?