Tinjauan Pustaka
-
Upload
hendrawanladongi -
Category
Documents
-
view
2.519 -
download
0
description
Transcript of Tinjauan Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Daur (siklus) Hidrologi
Daur Hidrologi merupakan suatu daur yang melingkupi proses perubahan bentuk air
yang ada dipermukaan bumi menjadi bentuk lain. Yang pertama daur tersebut dapat
merupakan daur pendek yaitu misalnya hujan yang jatuh di laut, danau atau sungai
yang segera dapat mengalir kembali ke laut. Kedua, tidak adanya keseragaman waktu
yang diperlukan oleh suatu daur. Pada musim kemarau kelihatannya daur terhenti
sedangkan di musim hujan berjalan kembali. Ketiga, intensitas dan frekwensi daur
tergantung pada keadaan geografi dan iklim, yang mana hal ini merupakan akibat
adanya matahari yang berubah-ubah letaknya terhadap meridian bumi sepanjang
tahun. Keempat, berbagai bagian dari daur dapat menjadi sangat kompleks sehingga
hanya dapat diamati bagian akhirnya saja dari suatu hujan yang jatuh di atas
permukaan tanah dan kemudian mencari jalannya untuk kembali ke laut.
Air laut menguap karena adanya radiasi matahari, dan awan yang terjadi oleh uap air,
bergerak di atas daratan berhubung didesak oleh angin. Presipitasi karena adanya
tabrakan antara butir-butir uap air akibat desakan angin, dapat berbentuk hujan yang
jatuh ke tanah yang berbentuk limpasan (run off) yang mengalir kembali ke laut.
Beberapa diantaranya masuk kembali ke dalam tanah (infiltrasi) dan bergerak terus
ke bawah (perkolasi) ke dalam daerah jenuh (saturated zone) yang terdapat di bawah
4
permukaan air tanah atau permukaan (phreatik). Air dalam daerah ini bergerak
perlahan-lahan melewati akuifer masuk ke sungai atau kadang-kadang masuk ke laut.
Air yang merembes ke dalam tanah (infiltrasi) memberi hidup kepada tumbuh-
tumbuhan dan beberapa di antaranya naik ke atas lewat akar dan batangnya, sehingga
terjadi transpirasi, yaitu penguapan (evaporasi) lewat tumbuh-tumbuhan melalui
bagian bawah daun (stomata).
Air yang tertahan di permukaan tanah (surface detention) sebagian diuapkan dan
sebagian besar mengalir masuk ke sungai-sungai kecil mengalir sebagai limpasan
permukaan (surface runoff) ke dalam palung sungai.
Permukaan sungai dan danau juga mengalami penguapan sehingga masih ada air
yang dipindahkan menjadi uap. Akhirnya sisa air yang tidak diinfiltrasikan atau
diuapkan akan kembali ke laut lewat palung sungai. Air tanah jauh lebih lambat
bergeraknya, baik yang bergerak masuk ke dalam palung sungai atau yang merembes
ke pantai dan masuk ke laut. Dengan demikian seluruh daur telah dijalani dan akan
berulang kembali.
Daur hidrologi diberi batasan sebagai suksesi tahapan-tahapan yang dilalui air dari
atmosfer ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer: evaporasi dari tanah atau laut
maupun air pedalaman, kondensasi untuk membentuk awan, presipitasi, akumulasi di
dalam tanah maupun dalam tubuh air, dan evaporasi kembali.
5
Presipitasi dalam segala bentuk, jatuh ke atas vegetasi, batuan gundul, permukaan
tanah, permukaan air dan saluran-saluran sungai (presipitasi saluran). Air yang jatuh
pada vegetasi mungkin diintersepsi (yang kemudian berevaporasi dan atau mencapai
permukaan tanah dengan menetes saja maupun sebagai aliran batang) selama suatu
waktu atau secara langsung jatuh pada tanah (through fall = air tembus) khususnya
pada kasus hujan dengan intensitas yang tinggi dan lama. Sebagian presipitasi
berevaporasi selama perjalanannya dari atmosfer dan sebagian pada permukaan
tanah. Sebagian dari presipitasi yang membasahi permukaan tanah berinfiltrasi ke
dalam tanah dan bergerak menurun sebagai perkolasi ke dalam mintakat jenuh di
bawah muka air tanah. Air ini secara perlahan berpindah melalui akuifer ke saluran-
saluran sungai. Beberapa air yang berinfiltrasi bergerak menuju dasar sungai tanpa
mencapai muka air tanah sebagai aliran bawah permukaan. Air yang berinfiltrasi juga
memberikan kehidupan pada vegetasi sebagai lengas tanah. Beberapa lengas ini
diambil oleh vegetasi dan transpirasi berlangsung dari stomata daun.
Setelah bagian presipitasi pertama yang membasahi permukaan tanah dan
berinfiltrasi, suatu selaput air yang tipis dibentuk pada permukaan tanah yang disebut
dengan detensi permukaan (lapis air). Selanjutnya, detensi permukaan menjadi lebih
tebal (lebih dalam) dan aliran air mulai dalam bentuk laminer. Dengan betambahnya
kecepatan aliran, aliran air menjadi turbulen (deras). Air yang mengalir ini berbentuk
limpasan permukaan. Selama perjalanannya menuju dasar sungai, bagian dari
6
limpasan permukaan disimpan pada depresi permukaan dan disebut cadangan depresi.
Akhirnya, limpasan permukaan mencapai saluran sungai dan menambah debit sungai.
Air pada sungai mungkin berevaporasi secara langsung ke atmosfer atau mengalir
kembali ke dalam laut dan selanjutnya berevaporasi. Kemudian, air ini nampak
kembali pada permukaan bumi sebagai presipitasi. Ini adalah daur hidrologi yang
sangat rumit. Daur ini juga mengandung daur-daur kecil seperti presipitasi yang jatuh
pada permukaan air dan kemudian berevaporasi tanpa terlibat dengan proses-proses
lainnya.
Sebagaimana dilihat dari penjelasan singkat tentang daur hidrologi, tanggapan daerah
aliran sungai terhadap presipitasi merupakan keluaran dari saling tindak proses ini.
Limpasan nampak pada sistem yang sangat kompleks setelah pelintasan presipitasi
melalui beberapa langkah penyimpanan dan transfer. Kompleksitas ini meningkat
dengan keragaman areal vegetasi, formasi-formasi geologi, kondisi tanah dan
disamping ini juga keragaman-keragaman areal dan waktu dari faktor-faktor iklim.
II.2 Curah Hujan
Proses terjadinya hujan tidak bisa dilepaskan dari siklus hidrologi yang pada dasarnya
merupakan proses berputar perubahan bentuk air menjadi gas kembali ke air. Air
yang ada dipermukaan bumi baik di lautan maupun di daratan termasuk yang terdapat
dalam tumbuhan akan menguap akibat energi radiasi matahari. Uap air selanjutnya
terangkat ke atas melalui proses konveksi, orografis dan frontal. Keadaan suhu udara
7
troposfer yang semakin ke atas semakin rendah mempercepat terjadinya proses
kondensasi . Awan yang terbentuk sebagai hasil dari kondensasi uap air akan terbawa
oleh angin sehingga berpeluang untuk tersebar ke seluruh permukaan bumi. Pada
keadaan di mana butiran air mencapai ukuran yang cukup besar sehingga tidak
tertahankan lagi oleh tarikan gravitasi bumi, maka jatuhlah ia sebagai hujan.
Curah hujan adalah banyaknya air hujan yang jatuh ke bumi persatu satuan luas
permukaan pada suatu jangka waktu tertentu. Besar kecilnya curah hujan dapat
dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu dalam
jangka waktu relatif lama, oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan
dalam m3/satuan luas, secara umum dinyatakan dalam tinggi air (mm). Curah hujan
10 mm berarti tinggi hujan yang jatuh pada areal seluas 1 m2 adalah 10 liter
(Hilmin,2005).
II.3 Debit Limpasan (Run Off)
Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir di atas permukaan tanah
menuju sungai, danau atau laut.
Besarnya air limpasan tergantung dari banyak faktor, sehingga tidak semua air yang
berasal dari curah hujan akan menjadi sumber bagi sistem drainase. Dari banyak
faktor, yang paling berpengaruh yaitu :
Kondisi penggunaan lahan
Kemiringan lahan
8
Perbedaan ketinggian daerah
Faktor-faktor ini digabung dan dinyatakan oleh suatu angka yang disebut koefisien air
limpasan. Penentuan besarnya debit air limpasan maksimum ditentukan dengan
menggunakan metode rasional, antara lain sebagai berikut :
Q = 0,278 C I A……………………………..……… ( 6 )
Dimana :
Q = Debit air limpasan maksimum (m3/detik)
C = Koefisien limpasan (Tabel 2.3.1)
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan hujan (km2)
Tabel 2.3.1 Beberapa Harga Koefisien Limpasan
9
Kemiringan Tutupan Koefisien Limpasan
< 3 % Sawah, rawa. 0.2
Hutan, perkebunan 0.3
Perumahan dengan kebun 0.4
3 % - 15 % Hutan, perkebunan 0.4
Perumahan 0.5
Tumbuhan yang jarang 0.6
Tanpa tumbuhan, daerah penimbunan 0.7
> 15 % Hutan 0.6
Perumahan, kebun 0.7
Tumbuhan yang jarang 0.8
Tanpa tumbuhan, daerah tambang 0.9
Sumber : Diktat Kuliah Sistem Penyaliran Tambang (hal 4-3)
II.4. Air Tanah
Proses terjadinya air tanah berdasarkan bagaimana dan dimana air tanah tersebut
berada, distribusinya dibawah permukaan tanah dalam arah vertikal dan horizontal.
Zona geologi sangat mempengaruhi air tanah dan strukutrnya dalam arti kemampuan
untuk menyimpan dan menghasilkan air. Lapisan-lapisan bawah tanah akan
melakukan distribusi dan mempengaruhi gerakan air tanah, sehingga peranan geologi
terhadap hidrologi air tanah tidak dapat diabaikan.
10
Air tanah bermula dari berbagai cara, salah satu diantaranya adalah perembesan air
hujan ke dalam tanah. Air tanah bisa juga terbentuk dari peristiwa kondensasi dan
rembesan air danau, sungai, saluran air batuan, waduk-waduk,dan lain-lain. Air tanah
yang terbentuk akibat infiltrasi dan akibat kondensasi sangat erat kaitannya terhadap
kelembaban di atmosfir dan hydrosphere.
Kuantitas air hujan yang merembes ke dalam tanah tergantung kepada sifat serap
tanah tersebut, tipe vegetasi, topografi, posisi derajat kemiringan dan musim.
Kondisi-kondisi yang menyebabkan terdapatnya air tanah dalam lapisan kerak bumi
serta kualitasnya bermacam-macam. Karena hal tersebut di ataslah sehingga
diklasifikasikan berdasarkan kondisi terbentuknya.
Soil water terdapat pada permukaan bumi. Mereka dipengaruhi oleh perbedaan atau
peralihan iklim musiman. Pada musim panas menguap secara intensif; dalam musim
hujan ia bersenyawa dengan tanah menyebabkan tanah menjadi lumpur.
Sub-soil water, terdapat pada jarak tertentu di bawah permukaan tanah. Di bawahnya
terdapat apa yang disebut dengan lapisan kedap air. Lapisan ini kebanyakan terdiri
dari lapisan-lapisan tanah liat. Permukaan aliran air di bawah permukaan tanah
mengalir secara menurun menuju ke arah dimana ia terpotong atau tertimpa dan
membentuk semacam tekanan permukaan ( depression surface) dan biasanya keluar
berupa air artesian.
11
Perbedaan antara middle (interstratal) water dengan sub soil water adalah
terdapatnya lapisan kedap air di atas lapisan interstratal water. Lapisan kedap air ini
mencegah perembesan air permukaan (hujan, salju, dan air sungai) ke dalam
intersratal water.
Air tanah yang mengalir dengan pergerakan jauh lebih lambat di banding pergerakan
air di atas permukaan tanah. Kecepatan geraknya rata-rata 0,5-1 meter per hari. Laju
kecepatanya tergantung kepada ukuran pori-pori dalam lapisan batu-batu (laju
geraknya lebih cepat melalui lapisan batu-batu yang berpori besar), derajat
kemiringan hidrolik dari lapisan batu pembawa air, jarak tempuh, dan temperatur
yang menentukan kecairannya. Dalam lapisan tanah dan batu yang sulit diterobos air,
air tanah memerlukan waktu berbulan-bulan untuk mencapai jarak beberapa ratus
meter. Aktivitas air tanah yang deskruktif tercermin dalam penglarutan batu-batuan,
erosi mekanis dan penghanyutan partikel-partikel yang terkena erosi. Tidak seperti air
sungai, air tanah sangat padat dengan unsur-unsur mineral, kadang-kadang mencapai
kepadatan air garam.
Keseluruhan rangkaian fenomena geologis yang berkaitan dengan pelarutan
menyebabkan erosi lapisan tanah atau batuan membentuk lubang-lubang perembesan,
maka ketika air bergerak di lapisan batuan, air mengikis lapisan-lapisan batuan
dengan perjalanan memotong jalur-jalur air tadi sehingga mempertinggi arus-arus
bawah tanah (subterranean) dengan cabang-cabang aliran dan sebagian dari arus ini
menerobos ke permukaan menjadi air.
12
II.4.1.Sifat-Sifat Batuan Yang Mempengaruhi Air Tanah
Air tanah berada dalam formasi geologi yang tembus air (permeable) yang
dinamakan akuifer, yaitu formasi-formasi yang mempunyai struktur yang
memungkinkan adanya gerakan air melaluinya dalam kondisi medan (field condition)
biasa. Sebaliknya formasi yang sama sekali tidak tembus air (impermeable)
dinamakan aquiclude. Formasi tersebut mengandung air, tetapi tidak memungkinkan
adanya gerakan air yang melaluinya, sebagai contoh air dalam tanah liat. Aquifuge
adalah formasi kedap air yang tidak mengandung atau mengalirkan air, dan yang
termasuk dalam kategori ini adalah granit yang keras.
Porositas batuan atau tanah merupakan ukuran rongga-rongga yang terdapat di
dalamnya. ini dinyatakan dalam persentasi antara ruang-ruang kosong terhadap
volume massa.
Dipandang dari sudut pasok (supply) air tanah, batuan sedimen yang berbutir
mempunyai arti penting sekali. Porositas dalam endapan ini tergantung pada bentuk
dan susunan masing-masing butir dan tingkat sementasi dan pemadatannya. Dalam
formasi padat terbuangnya mineral oleh pelarutan dan tingkat frakturnya juga
merupakan faktor yang penting. Besarnya porositas berada mendekati 0% sampai
lebih dan 15%, tergantung kepada faktor-faktor tersebut di atas dan tipe material.
Nilai-nilai porositas untuk beberapa bahan sedimen dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
13
Tabel 2.4.1 Porositas Beberapa Bahan Sedimen
Bahan Porositas (%)
Tanah 50-60
Tanah Liat 45-55
Lanau (silt) 40-50
Pasir medium sampai kasar 35-40
Pasir bebutir serba sama (uniform) 30-40
Pasir halus sampai medium 30-35
Kerikil 30-40
Kerikil berpasir 20-35
Batu Pasir 10-20
Shale 1-10
Batu Kapur 1-10
Sumber : Diktat kuliah Tambang (hal 5-6)
II.4.2. Jenis dan Sifat Fisik Tanah/Batuan
Besarnya air limpasan juga tergantung pada permeabilitas tanah/batuan, yaitu daya
atau kemampuan tanah untuk dilalui oleh air. Jika permeabilias tanah/batuan besar
maka air limpasan yang mengalir akan banyak berkurang karena air akan mengalami
infiltrasi. Batuan yang memiliki permeabilitas yang kecil menyebabkan air hujan
yang jatuh sebagian besar akan menjadi air limpasan. Bila lapisan tanah lunak dan
lolos air, maka akan mudah terkikis oleh perembesan air dan tebing akan mudah
longsor.
14
Dari sudut pandang teknis, tanah-tanah itu dapat digolongkan ke dalam empat macam
pokok berikut ini :
Batu Kerikil(Gravel)
Pasir(sand)
Lanau (Silt)
Lempung : - Inorganik, Organik (Clay)
Golongan Batu kerikil dan pasir seringkali dikenal sebagai kelas bahan-bahan yang
berbutir kasar atau bahan-bahan tidak cohesive, sedang golongan lanau dan lempung
di kenal sebagai kelas bahan-bahan yang berbutir halus atau bahan-bahan yang
cohesive.
a. Batu Kerikil dan Pasir
Golongan ini terdiri dari pecahan-pecahan batu dengan berbagai ukuran dan bentuk.
Butir-butir batu kerikil biasanya terdiri dari pecahan-pecahan batu, tetapi kadang-
kadang mungkin pula terdiri dari satu macam zat mineral tertentu, misalnya kwartz
atau flint. Butir-butir pasir hampir selalu terdiri dari satu macam zat mineral, terutama
batu kapur (kwartz).
Dalam beberapa hal, mungkin hanya terdapat butir-butir dari satu ukuran saja, dalam
hal ini bahan tersebut dikatakan “seragam“. Pada macam lain, mungkin terdapat
ukuran-ukuran butir yang mencakup seluruh daerah ukuran, dari ukuran batu besar
sampai ke ukuran pasir halus, dan dalam hal ini bahan tersebut dikatakan bergradasi
baik.
15
b. Lempung
Lempung terdiri dari butir-butir yang sangat kecil dan menunjukan sifat-sifat
plastisitas dan cohesi. Cohesi menunjukan kenyataan bahwa bagian-bagian itu
melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah sifat yang memungkinkan
bentuk itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya,
dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah.
c. Lanau
Adalah bahan yang merupakan peralihan antara lempung dan pasir halus. Kurang
plastis dan lebih mudah di tembus air dari pada lempung dan memperlihatkan sifat
dilatansi yang tidak terdapat dari lempung dan memperlihatkan sifat dilatansi yang
tidak terdapat pada lempung. Dilatansi ini menunjukan gejala perubahan isi apabila
lanau itu dirubah bentuknya. Juga lanau akan menunjukan gejala untuk menjadi
“quick” (hidup) apabila di guncang dan digetarkan.
Sedikit banyak, sifat-sifat tanah selalu tergantung pada ukuran butir-butirnya, dan ini
dipakai sebagai titik tolak untuk klasifikasi teknis dari tanah. Berdasarkan ini, tanah
dibagi sebagai berikut :
16
Tabel 2.4.3 Klasifikasi Tanah
Macam Tanah Batas-batas Ukuran Tanah
Berangkal (boulder)
Kerakal (Cobblestone)
Batu kerikil (gravel)
Pasir Kasar (Course sand )
Pasir sedang (Medium sand)
Pasir halus (fine sand)
Lanau (Siit)
Lempung (clay)
> 8 inci (20 cm)
3 inci – 8 inci (8 – 20 cm )
2 mm – 3 inci ( 2 mm – 8 cm)
0,6 mm – 2 mm
0,2 mm – 0,6 mm
0,06 mm – 0,2 mm
0,002 mm – 0,06 mm
< 0,002 mm
Sumber : Buku Mekanika Tanah (hal 21)
Semua macam tanah terdiri dari butir-butir dengan ruangan-ruangan yang disebut
pori (voids) antara butir-butir tersebut. Pori-pori ini selalu berhubungan antara satu
dengan yang lain sehingga air dapat mengalir melalui ruang pori tersebut. Proses ini
disebut rembesan (seepage) dan kemampuan tanah untuk dapat dirembes air disebut
daya rembesan (permeability).
II.5. Kemiringan Tanah
Ada tiga macam lereng yang perlu kita perhatikan yaitu :
Lereng alam (yaitu lereng yang berbentuk karena proses-proses alam,
misalnya lereng suatu bukit).
17
Lereng yang dibuat dalam tanah asli (misalnya bilamana tanah di potong
untuk pembuatan jalan atau saluran air untuk keperluan irigasi).
Lereng yang dibuat dari tanah yang dipadatkan (misalnya tanggul untuk jalan
atau bendungan tanah).
Pada setiap macam lereng ini kemungkinan terjadinya longsoran selalu ada dan
bilamana perlu kita harus melakukan pemeriksaan atau penilaian terhadap lereng
tersebut untuk mengetahui apakah akan longsor atau tidak. Bidang yang menyelidiki
ini dalam bahasa inggris disebut “slope Stability”. Istilah “slope Stability” dalam
bahasa Indonesia ternayata belum disetujui secara umum, tetapi istilah “mantap” dan
“kemantapan” makin menjadi popular sekarang ini. Karena itu, istilah ini juga dipakai
disini,
Yaitu : Mantap = stable
Kemantapan = stability
Kemantapan lereng = slope stability
Prinsip dan cara yang dipakai untuk menentukan kemantapan lereng berlaku untuk
ketiga golongan lereng tersebut diatas.
Kita semua kiranya sudah sering melihat tanah longsor dan secara umum telah
mengetahui bentuknya tanah longsor. Biasanya jelas tanah yang longsor itu bergerak
pada suatu bidang tertentu. Bidang ini disebut bidang gelincir (slip surface) atau
bidang geser (shear surface). Bentuk bidang gelincir ini sering mendekati busur
18
lingkaran; dalam hal ini tanah longsor tersebut disebut “rotational slide” yang bersifat
berputar. Ada juga tanah longsor yang terjadi pada bidang gelincir yang hampir lurus
dan sejajar dengan muka tanah; dalam hal ini tanah longsor disebut “ translational
slide”, yaitu bersifat bergerak dalam suatu jurusan. Tanah lonsor semacam ini
biasanya terjadi bilamana terdapat lapisan agak keras yang sejajar dengan permukaan
lereng.
II.6. Erosi
Erosi adalah pengikisan sebagian atau seluruh permukaan tanah oleh air atau angin.
Erosi yang disebabkan oleh air dapat berupa :
a. Erosi lempeng (sheet erosion), dimana butir-butir tanah diangkut lewat atas
permukaan tanah oleh selapis tipis limpasan permukaan yang dihasilkan oleh
intensitas hujan yang merupakan kelebihan dari daya infiltrasi.
b. Pembentukan polongan (gully), dimana terjadinya erosi lempeng terpusat pada
polongan tersebut. Kecepatan airnya jauh lebih besar dibandingkan kecepatan
limpasan permukaan tersebut di atas.
c. Longsoran massa tanah yang terletak di atas batuan keras atau lapisan tanah liat;
longsoran ini terjadi setelah adanya curah hujan yang panjang, sehingga lapisan
tanah tersebut menjadi jenuh oleh air tanah.
d. Erosi tebing sungai, terutama yang terjadi saat banjir, tebing tersebut mengalami
penggeseran air yang dapat menyebabkan longsornya tebing-tebing pada belokan-
belokan sungai.
19
II.6.1. Erosivitas, Erodibilitas dan Kecepatan Penggerusan
Erosi lempeng pada tanah tergantung kepada sifat-sifat curah hujan yang jatuh
tahanan yang diberikan oleh tanah terhadap pukulan butir-butir air hujan dan juga
tergantung kepada gerakan lapisan tipis air di atas permukaan tanah sebagai limpasan
permukaan (runOff).
Erosivitas merupakan sifat hujan; hujan dengan intensitas rendah jarang
rnenyebabkan erosi, tetapi hujan yang lebat dengan periode yang pendek atau panjang
dapat menyebabkannya limpasan permukaan yang besar dan kehilangan tanah. Sifat
curah hujan yang mempengaruhi erosivitas dipandang sebagai energi kinetik butir-
butir air hujan yang menumbuk permukaan tanah.
Erodibilitas merupakan ketidaksanggupan tanah untuk menahan tumbukan butir-butir
air hujan. Tanah yang tererosi cepat pada saat ditumbuk oleh butir-butir air hujan
mempunyai erodibilitas yang tinggi. Erodibilitas dapat diamati hanya kalau terjadi
erosi. Erodibilitas berbagai macam tanah hanya dapat diukur dan dibandingkan jika
disebabkan oleh hujan.
Kecepatan penggerusan (scour velocity), adalah kecepatan air yang akan
menggerakan tanah pada saat terjadi aliran lempeng (sheer flow atau rill flow) yang
bergerak di atas tanah tersebut (biasanya disebut overland flow). Kecepatan tersebut
tergantung kepada lereng permukaan, besarnya curah hujan yang tidak dapat
berinfiltrasi dan kekasaran permukaan tanah.
20
II.6.2 Rumus Kehilangan Tanah Universal
Rumus tersebut dapat ditulis sebagai berikut:
A = R K L S C P
Dengan
A = Kehilangan tanah yang dihitung dalam ton/ha.
R = Indeks erosivitas, yang diambil dari perkalian EI30 untuk suatu tempat, dibagi
100. R dapat diambil dari hujan tertentu, dan A menjadi kehilangan tanah yang
diramalkan untuk hujan tersebut. Biasanya diambil energi hujan tahunan rata-
rata sehingga diperoleh perkiraan kehilangan tanah tahunan
K = Merupakan faktor erodibilitas, dan merupakan kehilangan tanah per satuan
erosivitas untuk jenis tanah tertentu dalam kondisi dibajak dan ditanami terus
menerus pada plot yang mempunyai panjang 22,5 m dan kemiringan 9%. Ini
dinyatakan dalam ton per hektar per satuan erosivitas.
L = Faktor panjang kemiringan (length of slope factor), yang berhubungan dengan
kenyataan bahwa di Amerika Serikat panjang plot eksperimental selalu diambil
22,5 m. Oleh karena itu faktor ini dimaksudkan untuk membandingkan
kehilangan tanah dan suatu medan dengan panjang tertentu terhadap panjang
22,5 m tersebut.
S = Faktor kemiringan, yang merupakan ratio kehilangan tanah dan suatu medan
terhadap suatu medan serupa dengan kemiringan 9%.
21
C = Faktor pengelolaan tanaman, yang merupakan ratio kehilangan tanah dan suatu
medan yang mempunyai cara penanaman dan pengelolaan tertentu terhadap
medan serupa dalam kondisi dibajak tetapi tidak ditanami (fallow condition).
P = Faktor pengendalian erosi, merupakan ratio kehilangan tanah dari suatu medan
di mana tanamannya searah dengan kemiringan yang paling terjal.
Dengan variabel yang sebanyak itu di dalam rumus di atas maka tidaklah mudah
memecahkannya dengan cara kuantitatif, kecuali jika terdapat banyak data.
Rumus tersebut mempunyai dua buah kegunaan, yaitu:
(1). Meramalkan kehilangan tanah.
Jika medannya diketahui, cara pengelolaannya diketahui, maka kehilangan tanahnya
dapat diramalkan dari pola hujan tertentu yang tercurah selama waktu tertentu
(biasanya diambil curah hujan tahunan). Kehilangan tersebut merupakan nilai yang
diperkirakan (expected value), bukannya kehilangan yang bakal terjadi, dan tidak
merupakan nilai kehilangan yang bakal terjadi, misalnya selama tahun berikutnya,
karena intensitas curah hujannya tidak dapat ditentukan sebelum terjadi.
(2). Memilih cara bertani (agricultural practices).
Dalam penggunaan rumus tersebut, nilai A dipilih sebesar nilai yang dipandang dapat
diterima. karena menghentikan erosi sama sekali tidaklah mungkin. Beberapa faktor
seperti R, K dan S untuk medan tertentu tidak dapat segera diubah. Untuk faktor-
22
faktor lainnya mungkin dapat dilakukan dengan memilih cara bertani, sedemikian
rupa sehingga misalnya kalau C diberi nilai yang tinggi, maka P harus diperkecil.
Perlu dicatat disini bahwa persamaan diatas tersebut di atas hanya berlaku bagi lahan
yang diusahakan untuk bercocok tanam (lahan pertanian), jadi tidak termasuk erosi
yang terjadi dalam jalan-jalan air (watercourses).
Jadi, rumus dasarnya akan menjadi A = R K, untuk tanah yang permukaannya
dibajak, tanpa pengendalian erosi, panjang kemiringan 22,5 m, sedangkan
kemiringannya 9%. Pada prakteknya, variabel S dan L dapat disatukan, karena erosi
akan bertambah besar dengan bertambah besarnya kemiringan permukaan medan
(lebih banyak percikan air yang membawa butir-butir tanah, limpasan bertambah
besar dengan kecepatan yang lebih tinggi), dan dengan bertambah panjangnya
kemiringan (lebih banyak limpasan menyebabkan lebih besarnya kedalaman aliran
permukaan, dan karena itu kecepatannya menjadi lebih tinggi). Penentuan yang
paling sulit adalah faktor C, karena banyaknya ragam cara bercocok tanam untuk
suatu jenis tanaman tertentu dalam lokasi tertentu. Berhubung berbagai lokasi
tersebut mempunyal iklim yang berbeda-beda, dengan berbagai ragam cara bercocok
tanam, maka untuk menentukan faktor C guna diterapkan pada suatu lahan tertentu,
diperlukan banyak data.
23
II.7. Tindakan-Tindakan Untuk Mengendalikan Erosi
Bila hendak melakukan tindakan anti erosi, kita harus memusatkan perhatian pada
usaha untuk memperkecil kecepatan air. Sekali didapatkan prinsip-prinsip dasarnya,
maka akan diperoleh beberapa cara untuk pemanfaatannya. Cara-cara tersebut
akhirnya akan saling menunjang.
Pertama-tama, kecepatan dapat dikurangi dengan memperkecil limpasan permukaan
(surface runoff), dengan membuat penangkap-penangkap air (interceptor), infiltrasi
atau dengan membuat tampungan cekungan (depression storage). Kecepatan air
tersebut dapat pula dikurangi dengan memperkecil lereng lahan atau dengan
memperbesar kekasaran jalan air.
Semua tindakan praktis tersebut di bawah ini dapat dilakukan guna memenuhi
prinsip-prinsip dasar tersebut di atas, yaitu:
a. Pengaturan penggunaan lahan
Ini memerlukan peraturan daerah atau undang-undang. Peraturan atau undang-undang
tersebut bertujuan untuk mengawetkan keadaan sekarang atau untuk memperbaiki
keadaan penggunaan lahan yang cocok untuk tujuan pengendalian erosi. misalnya
usaha penggarapan lahan (cultivation), penghutanan kembali (reforrestation) atau
penanaman kembali padang-padang rumput (reseeding grassland).
24
b. Usaha-usaha pertanian
Beberapa usaha peratanian diantaranya:
Pembajakan sepanjang kontur
Cocok tanam pias (strip cropping)
Memperkuat ujung alur sungai erosi atau polongan (gully)
Penutupan alur erosi.
Sumuran penampung air.
II.8.Pengenalan Powersim Constructor
Selama abad ini, perubahan dari paradigma mekanistik menjadi ekologis telah
berjalan dalam pola dan kecepatan yang berbeda-beda di berbagai bidang ilmiah.
Perubahan itu tidak mantap. Ia telah meliputi berbagai revolusi ilmiah, berbagai
reaksi yang tak menyenangkan (Capra,2001).
Ketegangan yang utama adalah antara bagian-bagian dan keseluruhan. Penekanan
pada bagian bagian disebut mekanistik, reduksionis, atau atomik; penekanan kepada
keseluruhan disebut holistik, organismik, atau ekologis. Di abad ke-20 ilmu yang
berperspektif holistik telah dikenal sebagai ilmu ‘sistemik’ dan cara berpikir yang
dihasilkan disebut ‘pemikiran sistem’ (Capra,2001).
Berbagai pemikiran yang diajukan oleh para Biolog organismik selama paroh
pertama abad ke – 20 membantu melahirkan suatu cara berpikir baru “ pemikiran
sistem ” dalam kerangka keterkaitan, hubungan-hubungan konteks (Capra,2001).
25
Munculnya pemikiran sistem merupakan sebuah revolusi menyeluruh dalam sejarah
pemikiran ilmiah barat. Kepercayaan didalam setiap sistem yang kompleks perilaku
keseluruhan dapat dimengerti sepenuhnya cukup dengan mengamati sifat-sifat
bagian-bagiannya, sentral bagi paradigma Cartesian. Ini adalah metode berpikir
analitis Descartes yang terkenal, yang merupakan ciri fundamental pemikiran ilmiah
modern. Dalam pendekatan analitis atau reduksionis bagian – bagian itu sendiri tak
dapat dianalisis lebih lanjut, kecuali dengan mereduksinya menjadi bagian-bagian
yang lebih kecil lagi. Ilmu pengetahuan barat telah maju dengan cara itu, dan tiap
langkah mempunyai suatu level unsur-unsur pokok fundamental yang tak dapat
dianalisis lebih lanjut.
Kejutan besar bagi ilmu pengetahuan abad ke – 20 ialah bahwa sistem-sistem tak
dapat dimengerti melalui analisis. Sifat-sifat bagian bukan sifat-sifat intrinsik, tetapi
yang dapat dimengerti hanya dalam konteks keseluruhan yang lebih besar.
Demikianlah hubungan di antara bagian-bagian dan keseluruhan telah dibalik. Dalam
pendekatan system, sifat-sifat bagian dapat dimengerti hanya dari pengetahuan
keseluruhan. Oleh karenanya, pemikiran sistem tidak berkonsentrasi pada balok-
balok dasar bangunan tetapi lebih pada prinsip-prinsip dasar organisasi. Pemikiran
sistem bersifat kontekstual, yang merupakan lawan dari pemikiran analitis. Analisis
berarti memisahkan sesuatu untuk dapat memahaminya; pemikiran sistem berarti
menempatkan sesuatu itu ke dalam konteks sebuah keseluruhan yang lebih besar.
Keinsyafan bahwa sistem-sistem adalah keseluruhan terpadu yang tak dapat
dimengerti dengan analisis lebih mengejutkan di dalam fisika ketimbang di dalam
26
Biologi. Karena sejak Newton, para Fisikawan telah percaya bahwa semua fenomena
fisik dapat direduksi menjadi sifat – sifat partikel – partikel yang keras dan padat.
Akan tetapi dalam tahun 1920-an, Teori Kuantum memaksa mereka menerima fakta
bahwa objek – objek material padat fisika klasik lenyap pada level subatomik
menjadi gelombang mirip pola – pola probabilitas. Lagi pula pola – pola ini tidak
menyajikan kemungkinan – kemungkinan, benda – benda, melainkan lebih berupa
kemunkinan saling – hubung. Partikel partikel subatomik tak memiliki arti sebagai
entitas yang terisolir dan hanya dapat dimengerti sebagai interkoneksitas, atau
korelasi – korelasi antara aneka proses observasi dan pengukuran. Dengan kata lain,
partikel – partikel subatomik bukan ”benda” melainkan saling – hubung
(interkoneksi) antara benda – benda, dan semua ini pada gilirannya, adalah
interkoneksi dari benda – benda lain, dan seterusnya. Dalam teori kuantum kita tidak
pernah berakhir dengan ‘benda’ apapun; kita senantiasa berurusan dengan saling –
hubung (interkoneksi) (Capra,2001).
Inilah yang ditunjukan oleh Fisika Kuantum bahwa kita tak dapat menguraikan dunia
kedalam unit-unit elementer yang berada secara bebas. Sebagaimana kita mengubah
perhatian kita dari objek-objek makroskopik menjadi partikel-partikel atom dan
subatomik, alam tidak menunjukan pada kita balok-balok bangunan apapun yang
terisolir, melainkan lebih memperlihatkan suatu jaringan kompleks hubungan-
hubungan di antara aneka bagian dari sebuah keseluruhan yang utuh.
Molekul-molekul dan atom-atom – struktur-struktur yang dilukiskan oleh fisika
kuantum terdiri atas komponen-komponen. Akan tetapi, komponen-komponen ini,
27
partikel-partikel subatomik tersebut, tak dapat dimengerti sebagai entitas-entitas
terpisah melainkan harus didefenisikan melalui-melalui interrelasi-interrelasinya
(Capra,2001).
Dalam formalisme teori kuantum, hubungan-hubungan ini diungkapkan dalam
kerangka probabilitas-probabilitas, dan probabilitas-probabilitas tersebut ditentukan
oleh dinamika sistem secara keseluruhan. Sedang dalam mekanika klasik sifat-sifat
dan perilaku bagian-bagian menentukan keadaan keseluruham. Dalam Mekanika
Kuantum situasinya terbalik : keseluruhanlah yang menentukan perilaku bagian-
bagian tersebut.
Sistem dan Berpikir Sistemik
Sistem ialah keseluruhan interaksi antara unsur dari sebuah obyek dalam batas
lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Pengertian dari keseluruhan
adalah lebih dari sekedar penjumlahan atau susunan (aggregate), yaitu terletak pada
kekuatan (power) yang dihasilkan oleh keseluruhan itu jauh lebih besar dari suatu
penjumlahan atau susunan. Apabila dalam aljabar 1 tambah 1 sama dengan 2, maka
dalam sistem 1 tambah 1 tidak sama dengan 2, nilainya bisa tak terhingga
Pengertian interaksi adalah pengikat atau penghubung antar unsur , yang memberi
bentuk/struktur kepada obyek, membedakan dengan objek lain, dan mempengaruhi
perilaku dari obyek.
28
Pengertian unsur adalah benda, baik konkrit atau abstrak, yang menyusun obyek
sistem. Untuk kerja dari sistem ditentukan oleh fungsi unsur. Gangguan salah satu
fungsi mempengaruhi unsur lain sehingga mempengaruhi unjuk kerja sistem sebagai
kerja keseluruhan. Unsur yang menyusun sistem ini disebut juga bagian sistem atau
subsistem.
Pengertian obyek adalah sistem yang menjadi perhatian dalam suatu batas tertentu
sehingga dapat dibedakan antara sistem dengan lingkungan sistem. Artinya semua
yang diluar batas sistem adalah lingkungan sistem. Pada umumnya, semakin luas
bidang perhatian semakin kabur batas sistem. Demikian pula sebaliknya, semakin
spesifik/konkrit obyek semakin jelas batas sistem. Dengan demikian , jelas bahwa
batas obyek dengan lingkungan cendrung bersifat mental atau konseptual, terutama
terhadap obyek-obyek non-fisik.
Selanjutnya pengertian batas antara sistem dengan lingkungan tersebut memberikan
dua jenis sistem, yaitu sistem tertutup dan sistem terbuka. Sistem tertutup adalah
sebuah sistem dengan batas yang dianggap kedap (tidak tembus) terhadap pengaruh
lingkungan. Sistem tertutup itu hanya ada dalam anggapan (untuk analisis), karena
pada kenyataan sistem selalu berinteraksi dengan lingkungan, atau sebagai sistem
terbuka.
Pengertian tujuan adalah unjuk kerja sistem yang teramati atau diinginkan. Untuk
kerja yang teramati merupakan hasil yang telah dicapai oleh kerja sistem, yaitu
keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu. Di lain pihak,
unjuk kerja sistem yang diinginkan merupakan hasil yang akan diwujudkan oleh
29
sistem melalui keseluruhan interaksi antar unsur dalam batas lingkungan tertentu.
Perumusan tujuan dari sistem ini akan membantu memudahkan menarik garis batas
dari sistem yang menjadi perhatian. Artinya benda, baik konkrit maupun abstrak,
yang jelas menyebabkan dan / atau menyumbang langsung kepada pencapaian tujuan
sistem dikategorikan sebagai unsur. Sebaliknya, benda yang mempengaruhi dan/ atau
menyumbang tidak langsung dapat dikategorikan sebagai lingkungan.
Berpikir Sistemik
Syarat awal untuk memulai berpikir sistemik adalah adanya kesadaran untuk
mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem (systemic
approach). Kejadian apapun baik fisik maupun nonfisik, dipikirkan sebagai unjuk
kerja atau dapat berkaitan dengan unjuk kerja dari keseluruhan interaksi antar unsur
sistem dalam batas lingkungan tertentu.
Berdasarkan adanya pemahaman tentang kejadian sistemik tersebut, berikut ini ada
lima langkah yang dapat ditempuh untuk menghasilkan bangunan pemikiran (model)
yang bersifat sistemik, yaitu : i) Identifikasi proses menghasilkan kejadian nyata; ii)
Identifikasi kejadian yang diinginkan; iii) Identifikasi kesenjangan antara kenyataan
dengan keinginan; iv) Identifikasi dinamika menutup kesenjangan; v) Analisis
kebijakan.
30
Identifikasi Proses Menghasilkan Kejadian Nyata
Identifikasi proses yaitu mengungkapkan pemikiran tentang proses nyata (actual
transformation) yang menimbulkan kejadian nyata (actual state). Proses nyata itu
merujuk kepada objektivitas dan bukan proses yang dirasakan atau subyektivitas.
Identifikasi Kejadian Diinginkan
Langkah kedua adalah memikirkan kejadian seharusnya, yang diinginkan, yang
dituju, yang ditargetkan ataupun yang direncanakan (desired state). Oleh karena
keharusan, keinginan, target dan terencana itu merujuk pada waktu mendatang,
disebut juga pandangan kedepan atau visi. Agar tidak dianggap mimpi, maka visi
yang baik perlu dirumuskan dengan kretiria layak (feasible) dan dapat diterima
(acceptable). Layak artinya dapat diantisipasi tidak akan menimbulkan pertentangan.
Dengan kedua kriteria ini berarti memikirkan limit kejadian yang akan direncanakan
dimana unjuk kerja sistem akan bersifat mantap (stable) dalam perubahan cepat
(dynamic) masa lampau dan mendatang.
Identifikasi Kesenjangan Antara Kenyataan dengan Keinginan
Langkah ketiga adalah memikirkan tingkat kesenjangan anatara kejadian aktual
dengan seharusnya. Kesenjangan tersebut adalah masalah yang harusnya dipecahkan
atau dalam bahasa manajemen merupakan tugas (misi) yang harus diselesaikan.
Perumusan masalah ini secara konkrit, artinya bisa dinyatakan dalam ukuran
kuantitatif dan kualitatif.
31
Identifikasi Mekanisme Menutup Kesenjangan
Langkah keempat adalah identifikasi mekanisme tentang dinamika variabel-variabel
untuk mengisi kesenjangan antara kejadian nyata dengan kejadian yang diinginkan.
Dinamika tersebut adalah aliran informasi tentang keputusan-keputusan yang telah
bekerja dalam sistem. Keputusan-keputusan tersebut pada dasarnya adalah pemikiran
yang dihasilakan melalui proses pembelajaran (learning), yang dapat bersifat reaktif
atau kreatif. Pemikiran reaktif ditunjukan oleh aksi yang bentuk atau polanya sama
dengan tindakan masa lampau dan kurang antisipatif terhadap kemungkinan kejadian
masa mendatang. Sedang pemikiran kreatif ditunjukan oleh aksi yang bentuk dan
polanya berbeda dengan tindakan masa lampau, yang bersifat penyesuaian tindakan
masa lampau (adjustment) ataupun berorientasi ke masa datang (visionary) dengan
tindakan yang bersifat baru atau terobosan.
Sebagai sebuah proses dinamis, mekanisme tersebut bekerja dalam dimensi waktu,
dimana perencanaan atau tindakan ke pelaksanaannya memerlukan waktu tunda
(delay), sementara sistem yang ada tetap bekerja menghasilkan kinerja dan
mempengaruhi tingkat kesenjangan antara kejadian aktual dan seharusnya.suatu
rumusan mekanisme interaksi dinamis menyeluruh yang dapat dipertanggung
jawabkan, pada umumnya bersumber dari hasil pembahasan untuk penyatuan
pendapat (share vision) unsur yang berkepentingan (stake-holders). Dalam sebuah
penelitian atau pengkajian , dimana peneliti mencoba mengisolasi dan menggali
informasi dari para unsur yang berkepentingan (tanpa melalui pembahasan), rumusan
32
mekanisme interaksi tersebut adalah hasil dari penggunaaan teknik pemetaan
kognitif (kognitif map) atau pemetaan sebab-akibat (causal map) tentang aliran
informasi dan proses keputusan dalam sistem.
Dalam sistem dinamis, proses perumusan mekanisme tersebut pada dasarnya adalah
penyederhanaan kerumitan untuk menciptakan sebuah konsep model (mental model).
Penanganan kerumitan ini berarti penyederhanaan terhadap kerumitan, namun
penyederhanyaannya bukan berarti mengabaikan unsur-unsur yang saling
mempengaruhi yang membentuk unjuk kerja sistem secara keseluruhan. Ada dua
jenis kerumitan yang perlu disederhanakan, yaitu kerumitan rinci dan kerumitan
perubahan. Kerumitan rinci (detail complexity) yaitu menyangkut ciri dan cara
bekerja unsur-unsur yang terlibat dalam sistem yang diamati dalam mengisi
kesenjangan. Kerumitan perubahan (dynamic complexity) yaitu menyangkut proses
dan kecepatan/kelambatan waktu yang diperlukan sistem dalam mengisi kesenjangan.
Hasil penyederhanyaan pemikiran tersebut dalam bentuk simpal-simpal (loops)
umpan balik, yang menunjukan struktur dan mekanisme dinamis mempengaruhi
proses nyata dalam menciptakan kejadian nyata. Sampai disini berarti telah dapat
dibuat penjelasan tentang dinamika struktural (structural dynamics) suatu sistem
yang diamati.
33
Analisis Kebijakan
Langkah kelima adalah analisis kebijakan, yaitu menyusun alternatif tindakan atau
keputusan (policy) yang akan diambil untuk mempengaruhi proses nyata (actual
transformation) sebuah sistem dalam menciptakan kejadian nyata (actual state).
Keputusan tersebut dimaksudkan untuk mencapai kejadian yang diinginkan (desired
state). Alternatif tersebut dapat satu atau kombinasi bentuk-bentuk intervensi, baik
yang bersifat struktural atau fungsional. Intervensi struktural artinya mempengaruhi
mekanisme interaksi pada sistem, sedangkan intervensi fungsional artinya
mempengaruhi fungsi unsur dalam sistem. Pengembangan dan penetapan alternatif
intervensi tersebut, biasanya dipilih setelah melakukan pengujian (dapat dengan
simulasi komputer atau simulasi pendapat) berdasarkan dua kriteria, yaitu aman
(unrisky) dan manjur (effective). Aman artinya jalan tersebut tidak mengakibatkan
sistem secara keseluruhan labil atau kollaps. Manjur artinya berfungsi untuk
mencapai kejadian yang diinginkan.
Untuk memperoleh keyakinan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademik,
hasil-hasil intervensi tersebut bisa ditunjukan secara visual dengan hasil simulasi,
baik melalui komputer (kuantitatif) maupun hasil interaksi pendapat (kualitatif).
Tindakan atau keputusan yang dipikirkan tersebut, yang berfungsi mengisi
kesenjangan yang timbul akibat perbedaan antara kejadian nyata dengan kejadian
yang diinginkan. Apabila tindakan tersebut bekerja di dalam sistem akan memberikan
masukan atau mengoreksi kejadian nyata menuju kejadian yang diinginkan. Dalam
34
proses berpikir tersebut, seperti telah dijelaskan, ringkasnya mengandung empat ciri :
yaitu pertama penyederhanaan kerumitan interaksi antar unsur; kedua
mempertimbangkan pengaruh waktu dalam interaksi unsur; ketiga, mengantisipasi
kejadian kedepan sebagai hasil dari tindakan/keputusan sekarang, dan; keempat
tindakan/keputusan tersebut adalah hasil analisis sistem untuk mengoreksi kejadian
nyata waktu lampau. Kekuatan dari proses berpikir sistemik tersebut terletak pada
kemampuan penstrukturan sistem untuk menjelaskan perilaku sistem.
Powersim Constructor adalah softwere yang lazim digunakan untuk membuat
pemodelan-pemodelan, Model yang dapat dibuat oleh Powersim yaitu meliputi
bidang Bisnis, Ekonomi, Sosial, Politik, dan Sains. Awal kemunculan Powersim
adalah untuk memudahkan membuat analisis terhadap gejala-gejala atau peristiwa
Ekonomi. Tetapi pada kenyataannya sampai sekarang Powersim tidak hanya
digunakan untuk memodelkan masalah-masalah ekonomi tetapi digunakan untuk
bidang-bidang yang lebih luas lagi.
Ciri khas Softwere ini lebih pada membuat bagan-bagan, kemudian dari bagan-bagan
tersebut dikoneksikan satu dengan yang lain sesuai dengan masalah (model) yang
ingin dibuat. Bagan-bagan tersebutlah yang dianalogikan dengan teori/masalah yang
ingin dipecahkan atau disederhanakan. Tinggal dipilih output seperti apa yang
diinginkan grafik, angka dan lain-lain semua tersedia pada softwere ini. Powersim
Constructor lebih mirip dengan pemetaan pemikiran (mind maping) sehingga dapat
lebih leluasa mengekspresikan pemikiran dengan menggunakan Powersim
35
Constructor, selain itu juga bagan-bagan tersebut dapat dibuat warna-warni sesuai
dengan kesukaan.
Prinsip kerja Powersim Construktor tidak terlalu rumit, prinsip kerjanya mirip dengan
logika (pikiran) oleh karenanya kadang-kadang kesulitan untuk membuat model.
Jika menggunakan pemetaan pemikiran maka membuat model dengan software ini
akan menjadi asyik dan menyenangkan.
36