TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi II.pdf · Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah:...
-
Upload
vuongkhuong -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi II.pdf · Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah:...
3
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali
dilaksanakan, ada awal dan akhir, dan umumnya berjangka pendek (Ervianto, 2002).
Proyek konstruksi mempunyai tiga karakteristik yang dapat dipandang secara tiga
dimensi, yaitu bersifat unik, dibutuhkan sumber daya, dan organisasi.
Dalam proses mencapai tujuan dari suatu proyek perlu ditentukan batasan
yaitu besar biaya yang dialokasikan, jadwal serta mutu yang harus dipenuhi
(Soeharto, 1995). Ketiga batasan tersebut sering disebut tiga kendala (Triple
Constrain) yaitu biaya, mutu, dan waktu.
Proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua jenis kelompok bangunan
(Ervianto, 2002), yaitu:
1. Bangunan gedung: Rumah, kantor, pabrik, dan lain-lain.
Ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah:
1) Proyek konstruksi menghasilkan tempat untuk orang bekerja atau tinggal.
2) Pekerjaan dilaksanakan dalam lokasi yang sempit dan kondisi pondasi
umumnya sudah diketahui.
3) Dibutuhkan manajemen terutama untuk progres pekerjaan.
2. Bangunan sipil: Jalan, bendungan, dan infrastruktur lainnya.
Ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah:
1) Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar berguna
bagi manusia.
2) Pekerjaan dilaksanakan dalam lokasi yang luas atau panjang dan kondisi
pondasi sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek.
3) Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan.
4
2.2 Tahap kegiatan dalam Proyek Konstruksi
Kegiatan konstruksi adalah kegiatan yang harus melalui proses yang panjang,
dan didalamnya dijumpai banyak masalah yang harus diselesaikan (Ervianto, 2002).
Disamping itu, dalam kegiatan konstruksi terdapat suatu rangkaian yang berurutan
dan berkaitan. Tahapan-tahapan tersebut biasanya adalah:
1) Tahap ide, yang biasanya muncul dari suatu kebutuhan.
2) Tahap studi kelayakan.
Tujuan dari tahap ini adalah untuk meyakinkan pemilik proyek bahwa proyek
konstruksi yang diusulkan layak untuk dilaksanakan, baik dari aspek
perencanaan dan perancangan, aspek ekonomi (biaya dan sumber
pendanaan), maupun aspek lingkungannya.
3) Tahap Penjelasan (Briefing)
Tujuan dari tahap ini adalah untuk memungkinkan pemilik proyek untuk
menjelaskan fungsi proyek dan biaya yang diijinkan, sehingga konsultan
perencana dapat secara tepat menafsirkan keinginan pemilik proyek dan
membuat taksiran biaya yang diperlukan.
4) Tahap Perancangan (Design)
Tujuan tahap ini adalah untuk melengkapi penjelasan proyek dan menentukan
tata letak, rancangan, metode konstruksi, dan taksiran biaya agar
mendapatkan persetujuan dari pemilik proyek dan pihak berwenang yang
terlibat, untuk mempersiapkan informasi pelaksanaan yang diperlukan,
termasuk gambar rencana, dan spesifikasi serta untuk melengkapi semua
dokumen tender.
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah:
(1) Mengembangkan ikhtiar proyek menjadi penyelesaian akhir.
(2) Memeriksa masalah teknis.
(3) Mempersiapkan:
a) Rancangan skema (pra-rancangan)
b) Rancangan terinci
c) Gambar kerja, spesifikasi, dan jadwal
5
d) Daftar kuantitas
e) Tafsiran biaya akhir
f) Program pelaksanaan pendahuluan termasuk jadwal waktu.
5) Tahap pengadaan atau pelelangan (Procurement/Tender)
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menunjuk kontraktor sebagai pelaksana
atau sejumlah kontraktor sebagai sub-kontraktor yang akan melaksanakan
konstruksi di lapangan.
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah:
(1) Pra Kualifikasi
(2) Dokumen Kontrak
6) Tahap pelaksanaan (construction)
Tujuan tahap ini adalah untuk mewujudkan bangunan yang dibutuhkan oleh
pemilik proyek yang sudah dirancang oleh konsultan perencana dalam
batasan biaya dan waktu yang telah disepakati yang dilaksanakan adalah
merencanakan, mengkoordinasikan, mengendalikan semua operasional di
lapangan.
7) Tahap pemeliharaan dan persiapan penggunaan (maintenance & start up)
Tujuan dari tahap ini adalah untuk menjamin agar pembangunan yang telah
selesai sesuai dengan dokumen kontrak, dan semua fasilitas bekerja
sebagaimana mestinya. Selain itu pada tahap ini juga dibuat catatan mengenai
konstruksi berikut petunjuk operasinya dan melatih staf dalam menggunakan
fasilitas yang tersedia.
2.3 Biaya Konstruksi
Pada proyek konstruksi, penawaran harus dilakukan sebelum proses produksi
terjadi. Hal ini menyebabkan industri jasa konstruksi memuat resiko yang cukup
tinggi. Untuk membuat harga penawaran yang cukup rendah, tetapi masih
mendapatkan cukup keuntungan (profit) maka diperlukan seorang estimator
(penaksiran biaya). Penaksiran anggaran biaya adalah proses perhitungan volume
pekerjaan, harga, dari berbagai macam bahan dan pekerjaan yang akan terjadi pada
6
suatu konstruksi. Karena taksiran dibuat sebelum dimulainya pembangunan maka
nilai harga yang diperoleh adalah “taksiran biaya” atau estimation cost, bukan “biaya
sebenarnya” atau actual cost. Tentang cocok atau tidaknya suatu taksiran biaya yang
sebenarnya sangat tergantung dari kepandaian dan keputusan yang diambil oleh
estimator berdasarkan pengalamannya.
Terdapat banyak metode dan tingkat kecermatan untuk mempersiapkan biaya
modal suatu proyek konstruksi. Setiap metode mempunyai segi keunggulan dan
keterbatasannya, ada beberapa jenis biaya dimana termasuk dalam modal tetap yang
berhubungan dengan pembiayaan suatu proyek konstruksi yang dapat dibedakan
menjadi dua jenis yaitu biaya langsung (direct cost) dan biaya tidak langsung
(indirect cost).
2.3.1 Jenis-jenis Biaya Proyek
Jenis-jenis biaya proyek dikelompokkan atas biaya langsung dan biaya tidaklangsung.
1) Biaya Langsung (Direct Cost)
Biaya langsung adalah semua biaya yang langsung berhubungan dengan
pelaksanaan pekerjaan konstruksi di lapangan. Biaya langsung dapat diperoleh
dengan mengalikan volume atau kuantitas suatu pekerjaan dengan harga satuan
pekerjaan tersebut. Harga satuan pekerjaan terdiri atas harga bahan, upah buruh, dan
biaya peralatan yang diperlukan (Suparditha, 2014).
Biaya-biaya yang dikelompokkan dalam biaya langsung adalah sebagai
berikut:
1. Biaya bahan/material
Biaya bahan atau material terdiri dari biaya pembelian material, biaya
transportasi, biaya penyimpanan material dan kerugian akibat kehilangan atau
kerusakan material.
2. Biaya pekerja atau upah
7
Biaya pekerja atau upah adalah biaya yang dikeluarkan untuk menggaji para
pekerja yang melaksanakan proyek.
3. Biaya peralatan
Biaya peralatan terdiri dari biaya pembelian peralatan, biaya sewa (bila
menyewa), biaya operasi, biaya pemeliharaan, biaya operator, biaya
mobilisasi, dan lain-lain yang terkait dengan peralatan.
2) Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)
Biaya tidak langsung adalah semua biaya proyek yang tidak secara langsung
berhubungan dengan konstruksi di lapangan tetapi biaya ini harus ada dan tidak
dapat dilepaskan dari proyek tersebut (Suparditha, 2014).
Biaya-biaya yang termasuk dalam biaya tidak langsung (Indirect Cost)
adalah:
1. Biaya overhead
Biaya overhead adalah biaya untuk operasi perusahaan secara keseluruhan,
terlepas dari ada atau tidak adanya kontrak yang sedang ditangani. Misalnya,
biaya pemasaran, advertensi, gaji eksekutif, sewa kantor, telepon, atau
komputer (Soeharto, 2001).
2. Biaya tak terduga (contingence)
Contingence adalah cadangan biaya dari suatu perkiraan biaya atau anggaran
untuk dialokasikan pada butir-butir yang belum ditentukan, dimana menurut
pengalaman dan statistik menunjukkan selalu diperlukan (Soeharto, 1997).
3. Keuntungan/profit
Keuntungan disini adalah keuntungan yang diterima kontraktor yang telah
dimasukkan dalam biaya proyek keseluruhan.
Penjumlahan dari biaya langsung dan biaya tak langsung ini merupakan biaya
total yang digunakan selama pelaksanaan proyek. Besarnya biaya ini sangat
bergantung oleh lamanya waktu penyelesaian proyek. Keduanya berubah sesuai
8
dengan kemajuan proyek. Meskipun tidak ada rumus tertentu, umumnya makin lama
proyek berjalan makin tinggi biaya komulatif yang diperlukan (Soeharto, 1999).
2.3.2 Estimasi Biaya Proyek
Kegiatan estimasi dalam proyek konstruksi dilakukan dengan tujuan tertentu,
tergantung pada siapa yang membuatnya. Pihak owner membuat estimasi dengan
tujuan untuk mendapatkan informasi sejelas-jelasnya tentang biaya yang harus
disediakan untuk merealisasikan proyeknya. Hasil estimasi ini disebut dengan OE
(Owner Estimate) atau EE (Engineer Estimate). Pihak kontraktor membuat estimasi
dengan tujuan memperoleh gambaran besarnya biaya suatu proyek konstruksi,
sehingga memudahkan kontraktor dalam mengajukan nilai penawaran terhadap
proyek tersebut (Ervianto, 2002).
Estimasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu:
1) Estimasi kelayakan
Untuk menentukan apakah proyek tersebut layak dibangun. Biaya yang
diperlukan diperhitungkan dalam estimasi ini mencakup biaya perancangan,
depresiasi, pajak, bunga modal, pemeliharaan dan perbaikan tahunan, dan lain-
lain.
2) Estimasi konseptual
Estimasi yang dilakukan selama proses perancangan berlangsung. Untuk setiap
revisi estimasi, tingkat ketelitian biaya akan meningkat sesuai tahap perancangan.
Jenis estimasi konseptual adalah sebagai berikut:
a. Estimasi harga satuan fungsional, yang menggunakan fungsi dari fasilitas
sebagai dasar penetapan biaya.
b. Estimasi biaya satuan per meter persegi, metode ini mengandalkan data dari
proyek sejenis yang pernah dibangun, metode ini ketelitiannya rendah.
c. Estimasi biaya satuan permeter kubik, dapat digunakan pada bangunan yang
mementingkan volume. Metode ini hanya dapat diandalkan untuk fase awal
perencanaan dan perancangan.
9
d. Estimasi faktorial, digunakan pada proyek yang mempunyai tipe sama.
Metode ini sangat berguna untuk proyek-proyek yang komponen utamanya
sama. Biaya komponen utama ini akan berfungsi sebagai faktor dasar dan
semua komponen yang lain harganya merupakan fungsi dari komponen
utama.
e. Estimasi sistematis, proyek dibagi atas sistem fungsionalnya kemudian harga
satuan ditentukan oleh penjumlahan tiap harga satuan elemen dalam setiap
sistem atau mengalikan dengan data faktor pengali yang ada.
3) Estimasi detail
Umumnya dilakukan oleh kontraktor umum. Langkah awal yang dilakukan
adalah membuat pengukuran terhadap kuantitas item-iteem pekerjaan
berdasarkan pada gambar gambar pekerjaan di lapangan (quantity take off ),
kemudian menyatukan biaya material, tenaga kerja, peralatan, subkontraktor, dan
biaya lainnya seperti overhead dan keuntungan.
4) Sistem estimasi subkontraktor
Dipakai pada bagian konstruksi khusus yang disubkontrakan.
5) Estimasi pekerjaan tambah kurang.
Dimana pekerjaan tambah kurang dapat terjadi karena kebutuhan pemilik,
kesalahan dalam dokumen kontrak, atau perubahan kondisi lokasi proyek.
6) Estimasi kemajuan
Tujuan adalah sebagai dasar permintaan pembayaran dan sebagai pembanding
terhadap keuntungan dan kerugian yang telah diramalkan sebelumnya.
2.4 Pelelangan (Tender)
Pelelangan yaitu pengadaan barang/jasa yang dilakukan secara terbuka
(untuk umum) dengan pengumuman secara luas melalui media cetak dan papan
pengumuman resmi sehingga masyarakat luas/dunia usaha yang berminat dan
memenuhi kualifikasi dapat mengikutinya. Bila calon penyedia barang atau jasa
terbatas jumlahnya karena karakteristik, komplesitas dan kecanggihan teknologi
pekerjaan, kelangkaan tenaga ahli atau terbatasnya perusahaan yang mampu
10
mengerjakan pekerjaan tersebut, pengadaan barang atau jasa tetap dilakukan dengan
cara pelelangan (Ervianto, 2002).
2.4.1 Jenis-jenis pelelangan
Berdasarkan Perpres No.70 Tahun 2012. Pemilihan penyedia pekerjaan
konstruksi dilakukan dengan:
1) Pelelangan umum.
Adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua Penyedia
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang memenuhi syarat.
2) Pelelangan terbatas.
Adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi dengan
jumlah Penyedia yang mampu melaksanakan diyakini terbatas dan untuk
pekerjaan yang kompleks.
3) Pemilihan langsung.
Adalah metode pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi untuk pekerjaan
yang bernilai paling tinggi Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
4) Penunjukkan langsung.
Adalah metode pemilihan Penyedia Barang/Jasa dengan cara menunjuk
langsung 1 (satu) Penyedia Barang/Jasa.
5) Pengadaan Langsung
Adalah Pengadaan Barang/Jasa langsung kepada Penyedia Barang/Jasa, tanpa
melalui Pelelangan/ Seleksi.
6) Pengadaan secara elektronik atau E-Procurement.
Adalah Pengadaan Barang/Jasa yang dilaksanakan dengan menggunakan
teknologi informasi dan transaksi elektronik sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
11
2.4.2 Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE)
Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) merupakan system E-
Procurement yang mengoperasikan system bernama System Pengadaan Secara
Elektronik (SPSE) yang dikembangkan dengan basis free licence untuk diterapkan
diseluruh instansi pemerintah di Indonesia. Sehingga instansi pemerintah dengan
anggaran yang terbatas tetap dapat menerapkan SPSE karena tidak diperlukan biaya
lisensi kecuali pembelian server dan sewa akses internet. Selain itu LPSE merupakan
unit yang dibentuk oleh sebuah instansi untuk mengoperasikan system E-
Procurement LPSE. Pada proses pengadaan LPSE hanya berfungsi sebagai fasilitator
yang tidak ikut dalam proses pengadaan. Pelaksanaan proses pengadaan sepenuhnya
dilakukan oleh panitia pengadaan atau Unit Layanan Pengadaan (ULP).
2.4.3 Pihak yang terlibat dalam Proses Pelelangan
Dalam proses pelelangan ada beberapa pihak yang terlibat dalam proses
pelelangan berdasarkan Perpres No.70 Tahun 2012 yaitu:
1) Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi, yang
selanjutnya disebut K/L/D/I adalah instansi/institusi yang menggunakan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
2) Pengguna Barang/Jasa adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan
Barang dan/atau Jasa milik Negara/Daerah di masing-masing K/L/D/I.
3) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya
disebut LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan
dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
4) Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat
daerah sebagai unsure penyelenggara pemerintahan daerah.
5) Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang
kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja
12
Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi Pengguna
APBN/APBD.
6) Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat
yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh
Kepala Daerah untuk menggunakan APBD.
7) Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat
yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
8) Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit
organisasi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi yang berfungsi
melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri
sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada.
9) Pejabat Pengadaan adalah personil yang ditunjuk untuk melaksanakan
Pengadaan Langsung.
10) Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang
ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil
pekerjaan.
11) Aparat Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain
yang selanjutnya disebut APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan
melalui audit, review, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain
terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.
12) Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang
menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.
Didalam mengajukan penawarannya Penyedia Barang/Jasa dalam pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Memenuhi ketentuan peraturan perundangundangan untuk menjalankan
kegiatan/usaha.
b. Memiliki keahlian, pengalaman, kemampuan teknis dan manajerial untuk
menyediakan Barang/Jasa.
13
c. Memperoleh paling kurang 1 (satu) pekerjaan sebagai Penyedia Barang/Jasa
dalam kurun waktu 4 (empat) tahun terakhir, baik di lingkungan pemerintah
maupun swasta, termasuk pengalaman subkontrak.
d. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf c, dikecualikan bagi Penyedia
Barang/Jasa yang baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun.
e. Memiliki sumber daya manusia, modal, peralatan dan fasilitas lain yang
diperlukan dalam Pengadaan Barang/Jasa.
f. Dalam hal Penyedia Barang/Jasa akan melakukan kemitraan, Penyedia
Barang/Jasa harus mempunyai perjanjian kerja sama operasi/ kemitraan yang
memuat persentase kemitraan dan perusahaan yang mewakili kemitraan
tersebut.
g. Memiliki kemampuan pada bidang pekerjaan yang sesuai untuk Usaha
Mikro, Usaha Kecil, dan koperasi kecil serta kemampuan pada subbidang
pekerjaan yang sesuai untuk usaha non-kecil.
h. Memiliki Kemampuan Dasar (KD) untuk usaha nonkecil, kecuali untuk
Pengadaan Barang dan Jasa Konsultansi.
i. Khusus untuk Pelelangan dan Pemilihan Langsung Pengadaan Pekerjaan
Konstruksi memiliki dukungan keuangan dari bank.
j. Khusus untuk Pengadaan Pekerjaan Konstruksi dan Jasa Lainnya, harus
memperhitungkan Sisa Kemampuan Paket (SKP) sebagai berikut.
SKP = KP – P
KP = nilai Kemampuan Paket, dengan ketentuan:
a) Untuk Usaha Kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan sebanyak 5
(lima) paket pekerjaan, dan
b) Untuk usaha non kecil, nilai Kemampuan Paket (KP) ditentukan
sebanyak 6 (enam) atau 1,2 (satu koma dua) N.
P = jumlah paket yang sedang dikerjakan.
N = jumlah paket pekerjaan terbanyak yang dapat ditangani pada saat
bersamaan selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir.
14
k. Tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak pailit, kegiatan usahanya tidak
sedang dihentikan dan/ atau direksi yang bertindak untuk dan atas nama
perusahaan tidak sedang dalam menjalani sanksi pidana, yang dibuktikan
dengan surat pernyataan yang ditandatangani Penyedia Barang/Jasa.
l. Sebagai wajib pajak sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan
telah memenuhi kewajiban perpajakan tahun terakhir (PPTK Tahunan) serta
memiliki laporan bulanan PPh Pasal 21, PPh Pasal 23 (bila ada transaksi),
PPh Pasal 25/Pasal 29 dan PPN (bagi Pengusaha Kena Pajak) paling kurang 3
(tiga) bulan terakhir dalam tahun berjalan.
m. Secara hukum mempunyai kapasitas untuk mengikatkan diri pada Kontrak;
n. Tidak masuk dalam Daftar Hitam.
o. Memiliki alamat tetap dan jelas serta dapat dijangkau dengan jasa
pengiriman.
p. Menandatangani Pakta Integritas.
Kelompok Kerja ULP/Pejabat Pengadaan menyusun dan menetapkan metode
pemasukan Dokumen Penawaran. Metode pemasukan Dokumen Penawaran terdiri
atas:
a. Metode satu sampul
Metode satu sampul digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa yang
sederhana, dimana evaluasi teknis tidak dipengaruhi oleh harga dan memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1) Pekerjaan yang bersifat sederhana dengan standar harga yang telah
ditetapkan Pemerintah
2) Pengadaan Jasa Konsultansi dengan KAK (kerangka acuan kerja) yang
sederhana.
3) Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang spesifikasi
teknis atau volumenya dapat dinyatakan secara jelas dalam Dokumen
Pengadaan.
b. Metode dua sampul
15
Metode dua sampul digunakan untuk Pengadaan Barang/Jasa dimana
evaluasi teknis dipengaruhi oleh penawaran harga, dan digunakan untuk:
1) Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang
menggunakan evaluasi sistem nilai atau sistem biaya selama umur
ekonomis.
2) Pengadaan Jasa Konsultansi yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
a) Dibutuhkan penilaian yang terpisah antara persyaratan teknis dengan
harga penawaran, agar penilaian harga tidak mempengaruhi
penilaian teknis.
b) Pekerjaan bersifat kompleks sehingga diperlukan evaluasi teknis
yang lebih mendalam.
c. Metode dua tahap
Metode dua tahap digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1) Pekerjaan bersifat kompleks.
2) Memenuhi kriteria kinerja tertentu dari keseluruhan sistem, termasuk
pertimbangan kemudahan atau efisiensi pengoperasian dan pemeliharan
peralatannya.
3) Mempunyai beberapa alternatif penggunaan sistem dan desain penerapan
teknologi yang berbeda.
4) Membutuhkan waktu evaluasi teknis yang lama.
5) Membutuhkan penyetaraan teknis.
2.4.4 Proses Pelelangan
Pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya berdasarkan
Perpres No. 70 Tahun 2012 dengan metode Pelelangan Umum meliputi tahapan
sebagai berikut:
1. Persiapan pengadaan
a. PA/KPA menetapkan Rencana Umum Pengadaan (RUM)
16
b. PPK menetapkan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang
meliputi: spesifikasi teknis, HPS (Harga Perkiraan Sendiri) dan
rancangan kontrak.
c. Panitia/Pokja ULP Pengadaan memasukkan ke dalam SPSE:
1. Kategori paket pekerjaan
2. Metode pemilihan penyedia barang/jasa dan penyampaian
dokumen penawaran yang meliputi:
a. E-lelang Umum Pra Kualifikasi dua file
b. E-lelang Umum Pasca Kualifikasi satu file
c. E-lelang Umum Pasca Kualifikasi dua file
3. Metode Evaluasi pemilihan penyedia barang/jasa.
4. Harga Perkiraan Sendiri.
5. Persyaratan kualifikasi.
6. Jenis kontrak .
7. Jadwal pelaksanaan pengadaan barang/jasa dan
8. Dokumen Pemilihan
2. Pengumuman pengadaan barang/jasa.
a. Setelah mendapatkan penetapan PPK, paket pekerjaan yang
bersangkutan akan tercantum dalam website LPSE dan panitia/pokja
ULP pengadaan mengumumkan paket pengadaan barang/jasa sesuai
dengan keperluan yang berlaku.
b. Masyarakat umum dapat melihat pengumuman pengadaan di website
LPSE yang bersangkutan.
3. Pendaftaran peserta pengadaan barang/jasa.
a. Penyedia barang/jasa yang sudah mendapat hak akses dapat memilih
dan mendaftar sebagai peserta pengadaan barang/jasa pada paket-
paket pekerjaan yang diminati.
b. Dengan mendaftar sebagai peserta pengadaan barang/jasa pada paket
pekerjaan yang diminati maka penyedia barang/jasa dianggap telah
menyetujui pakta integritas.
17
c. Dengan mendaftar sebagai peserta pengadaan barang/jasa pada paket
pekerjaan yang diminati penyedia barang/jasa dapat mengunduh
(download) dokumen pengadaan/lelang paket pekerjaan tersebut.
4. Penjelasan pengadaan barang/jasa
a. Proses penjelasan pengadaan barang/jasa dilakukan secara online
tanpa tatap muka melalui website LPSE yang bersangkutan
b. Dalam hal waktu penjelasan pengadaan barang/jasa telah berakhir,
panitia/pokja ULP pengadaan masih mempunyai waktu untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mungkin belum terjawab
c. Jika dianggap perlu dan tidak dimungkinkan memberikan informasi
lapangan ke dalam dokumen pemilihan, panitia/Pokja ULP pengadaan
dapat melaksanakan proses penjelasan di lapangan/lokasi pekerjaan
5. Penyampaian penawaran
a. Pada tahap penyampaikan penawaran, penyedia barang/jasa yang
sudah menjadi peserta pengadaan barang/jasa dapat mengirimkan
dokumen (file) penawarannya dengan terlebih dahulu melakukan
enkripsi/penyandian terhadap file penawaran dengan menggunakan
Aplikasi Pengaman Dokumen (APENDO) yang tersedia dalam
website LPSE.
b. Pengguna wajib mengetahui dan melaksanakan ketentuan penggunaan
APENDO yang tersedia dan dapat diketahui pada saat mengoprasikan
APENDO
6. Proses evaluasi
a. Pada tahap pembukaan file penawaran, panitia/pokja ULP pengadaan
dapat mengunduh (download) dan melakukan dekripsi file penawaran
tersebut dengan menggunakan APENDO.
b. Terhadap file penawaran yang oleh tidak dapat dibuka,
c. Panitia/pokja ULP pengadaan wajib menyampaikan file penawaran
terenkripsi yang tidak dapat dibuka kepada LPSE untuk dilakukan
18
analisa dan bila dianggap perlu LPSE dapat menyampaikan file
penawaran tersebut kepada direktorat E-Procurement LKPP.
d. Terhadap penyampaian file penawaran terenkripsi yang tidak dapat
dibuka (dekripsi), LKPP melakukan analisa terhadap file penawaran
tersebut dan dapat merekomendasikan langkah-langkah yang perlu
diambil oleh panitia/pokja ULP pengadaan.
e. Dengan adanya proses penyampaian informasi sebagaimana huruf b
diatas panitia /Pokja ULP pengadaan dimungkinkan melakukan
pemunduran jadwal pada paket pekerjaan tersebut.
f. Proses evaluasi (administrasi dan teknis, harga, kualifikasi) terhadap
file penawaran dilakukan secara manual (off line) di luar SPSE, dan
selanjutnya hasil evaluasi tersebut dimasukkan kedalam SPSE.
g. Proses evaluasi kualifikasi dapat dilakukan dengan meminta dan
memeriksa semua dokumen penawaran asli calon pemenang
pengadaan barang/ jasa.
7. Proses pengadaan barang/ jasa gagal dan di ulang
a. Dalam hal panitia/Pokja ULP pengadaan memutuskan untuk
melakukan proses pengadaan barang/jasa ulang,maka terlebih dahulu
panitia /Pokja ULP pengadaan harus membatalkan proses pengadaan
barang atau jasa paket pekerjaan yang sedang berjalan (pada tahap
apapun) pada SPSE dan memasukkan alasan penyebab proses
pengadaan barang /jasa harus diulang .
b. Informasi tentang proses pengadaan barang/jasa ulang ini secara
otomatis akan terkirim melalui email kepada semua peserta lelang
paket pekerjaan tersebut.
c. Termasuk dalam SPSE gagal karena teknik oprasional LPSE
8. Pengumuman calon pemenang pengadaan barang /jasa.
Pada tahap pengumuman pemenang dan PPK telah menetapkan
pemenang pengadaan barang/jasa suatu paket pekerjaan, SPSE secara
otomatis akan menampilkan informasi pengumuman pemenang paket
19
pekerjaan dimaksud, dan juga mengirim informasi ini melalui email kepada
seluruh peserta pengadaan barang /jasa paket pekerjaan tersebut.
9. Sanggah
a. Peserta pengadaan barang/jaasa hanya dapat mengirimkan 1(satu) kali
sanggahan kepada PPK suatu paket pekerjaan yang dilakukan secara
online melalui SPSE
b. SPSE memungkinkan PPK untuk merlakukan jawaban terhadap
sanggahan peserta pengadaan barang/jasa yang dikirimkan setelah
batas akhir waktu sanggah.
c. Dalam hal terdapat sanggah banding, proses tersebut dilakukan diluar
SPSE dan peserta pengadaan barang/jasa mengirimkan kepada pejabat
terkait.
d. Proses sanggah banding menghentikan tahapan pengadaan barang/jasa
selanjutnya pada SPSE.
10. Pasca proses pengadaan
a. Proses pengadaan suatu paket selesai apabila PPK telah menetapkan
pemenang pengadaan barang/jasa dan panitia / Pokja ULP pengadaan
mengirimkan pengumuman permenang pengadaan barang/ jasa
kepada peserta pengadaan barang/jasa melalui SPSE serta masa
sanggah telah dilalui.
b. SPSE secara otomatis akan mengirim pemberitahuan kepada
pemenang pengadaan barang/jasa dan meminta untuk menyelesaikan
proses selanjutnya yang pelaksanaannya diluar SPSE.
c. Dengan selesainya proses pengadaan melalui SPSE, PPK wajib
membuat dan menyampaikan surat penetapan pemenang kepada
pemenang pengadaan barang/jasa secara tertulis.
d. Disertai dengan asli dokumen penawaran paket pekerjaan tertentu,
pemenang pengadaan barang/jasa melakukan penandatanganan
kontrak dengan pejabat terkait yang dilakukan diluar SPSE.
20
e. Proses pengadaan belum resmi/sah menjadi transaksi pengadaan
apabila masing-masing pihak belum melakukan kewajiban dan
haknya sesuai dengan ketentuan yang telah berlaku atau di tetapkan
oleh kementrian/lembaga/pemerintah daerah terkait.
f. Pemenang proses pengadaan barang/jasa wajib untuk menyelesaikan
proses pengadaan barang/jasa diluar SPSE dengan pejabat
kementrian/lembaga/ pemerintah daerah terkait.
g. Setelah pemenang di tetapkan melalui website LPSE, pejabat
kementrian/lembaga/pemerintah daerah terkait dapat menghubungi
pemenang untuk menyelesaikan transaksi pengadaannya segera
setelah berakhirnya pengadaan.
h. Pengguna dan masyarakat pada akhir proses pengadaan dapat
menghetahui pemenang pengadaan barang/jasa paket pekerjaan
tertentu melalui website LPSE terkait.
11. Pembatalan/ pemutusan
Panitia Pokja ULP pengadaan berhak/dapat membatalkan/
memutuskan proses pengadaan apabila memenuhi Pasal 28 Keppres Nomor
80 Tahun 2003 dan dalam hal sedang berlangsungnya proses pengadaan
barang/jasa, karena suatu dan lain hal yang mengakibatkan proses
pengadaan barang/jasa tidak dapat melaksanakan dengan sempurna (terjadi
gangguan teknis dan atau non teknis, keadaan kahar)
12. Penilaian
Apabila penyedia barang/jaasa memiliki catatan kinerja (track record)
yang buruk, maka panitia/Pokja ULP pengadaan berhak/dapat
menggugurkan penawaran penyedia dan atau memasukkan kedalam daftar
hitam (black list) dalam kurun waktu tertentu. Untuk keperluan ini panitia/
Pokja ULP pengadaan memberitahukan secara tertulis kepada LPSE agar
diumumkan dalam website LPSE.
21
2.5 Penawaran
Penawaran adalah suatu usulan oleh satu pihak untuk mengerjakan sesuatu
bagi pihak lain menurut persyaratan yang telah ditentukan dan disepakati bersama
(Patmadjaja, 1999). Penawaran diajukan dalam suatu pelelangan atau tender. Bila
calon penyedia barang atau jasa terbatas jumlahnya karena karakteristik,
kompleksitas, dan atau kecanggihan teknologi pekerjaannya, dan atau tenaga ahli,
atau terbatasnya perusahaan yang mampu mengerjakan pekerjaan tersebut,
pengadaan barang atau jasa tetap dilakukan dengan cara pelelangan.
Penawaran memuat harga pekerjaan yang diajukan oleh kontraktor terhadap
pemilik dan bersifat mengikat atas dasar dokumen kontrak lainnya (gambar rencana,
spesifikasi, syarat umum kontrak, dan risalah penjelasan pekerjaan).
Berdasarkan Perpres No.70 Tahun 2012 metode evaluasi penawaran dalam
pemilihan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya terdiri atas:
1) Sistem gugur
Metode evaluasi penawaran untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya pada prinsipnya menggunakan penilaian sistem
gugur.
2) Sistem nilai
Evaluasi sistem nilai digunakan untuk Pengadaan Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya yang memperhitungkan keunggulan teknis sepadan
dengan harga, mengingat penawaran harga sangat dipengaruhi oleh kualitas
teknis.
Sistem nilai dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Besaran bobot biaya antara 70% (tujuh puluh perseratus) sampai dengan
90% (sembilan puluh perseratus) dari total bobot keseluruhan.
b. Unsur yang dinilai harus bersifat kuantitatif atau yang dapat
dikuantifikasikan.
c. Tata cara dan kriteria penilaian harus dicantumkan dengan jelas dan rinci
dalam Dokumen Pengadaan.
3) Sistem penilaian biaya selama umur ekonomis.
22
Evaluasi sistem penilaian biaya selama umur ekonomis digunakan untuk
Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang
memperhitungkan faktor-faktor umur ekonomis, harga, biaya operasional,
biaya pemeliharaan, dan jangka waktu operasi tertentu.
2.5.1 Strategi Penawaran
Yang dimaksud dengan strategi adalah suatu upaya yang dapat digunakan
oleh pemakai dalam mendekatkan permasalahan pada kondisi yang nyata. Konsep
dasar dalam menentukan strategi penawaran sebenarnya cukup sederhana yaitu
hanya ada satu penawar terbaik dalam mengkombinasikan dua hal (Ervianto, 2004),
yaitu:
1) Memperoleh profit dari harga penawaran yang diajukan.
2) Kemungkinan untuk mendapatkan proyek dapat tercapai.
Dalam pelaksanaan lelang banyak cara peserta lelang berusaha
memenangkan lelang dengan menerapkan berbagai strategi (Ervianto, 2004),
antara lain:
1) Strategi kompetitif, merupakan strategi penawaran yang paling ideal
dengan mengasumsikan seluruh pesaing menggunakan strategi yang jujur
dalam kompetisi.
2) Strategi menurunkan harga, digunakan oleh peserta lelang untuk
memenangkan lelang dengan cara menurunkan harga dan rela
mendapatkan keuntungan minimal.
3) Strategi merugi, bertujuan untuk memperoleh simpati dari owner dengan
harapan untuk mendapatkan proyek berikutnya.
4) Strategi pembayaran dengan kelonggaran, bertujuan memberikan
kelonggaran kepada owner dalam hal pembayaran termin.
5) Strategi perundingan bawah meja, bertujuan mendapatkan nilai OE
dalam suasana tidak normal.
Berbagai metode pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan
strategi penawaran, dengan tujuan agar kontraktor dapat membuat penawaran
23
menjadi lebih akurat dan efektif terhadap suatu proyek. Dipahami dan
diaplikasikannya salah satu metode pendekatan dalam pengajuan sebuah harga
penawaran akan lebih baik dibandingkan tidak sama sekali. Metode yang sering
digunakan sebagai alat untuk mendapatkan harga penawaran yang kompetitif dan
profit yang optimum adalah Model Friedman, Model Gates, dan Model Ackoff &
Sasieni.
2.5.2 Model-model Strategi Penawaran
Ada banyak model penawaran yang biasa digunakan sebagai strategi dalam
suatu penawaran pada tender proyek konstruksi diantaranya adalah:
1. Model Friedman
Perhitungan Model Friedman (Ervianto,2004)
(1) Perhitungan probabilitas mengalahkan tawaran satu pesaing,
dengan rumus:
(2.1)
Rumus ini digunakan dengan menentukan biaya tidak langsung dari data
tender tahun lalu dimana owner estimate yang kemudian dibagi untuk
menentukan biaya mark-up, setelah di dapat nilai mark-up dari data tahun
lalu tersebut dikomulatifkan dan didapat jumlah total tawaran, komulatif
tawaran di ambil dari salah satu nilai mark-up yang sudah di dapat. Jumlah
tawaran di dapat dari jumlah seluruh data komulatif.
(2) Perhitungan Probabilitas mengalahkan tawaran dua/lebih pesaing,
dengan rumus:
P(ko menang) = [P(ko<k1)]n (2.2)
Dimana:
ko = Tawaran kontraktor yang akan mengalahkan tawaran para
pesaing.
23
menjadi lebih akurat dan efektif terhadap suatu proyek. Dipahami dan
diaplikasikannya salah satu metode pendekatan dalam pengajuan sebuah harga
penawaran akan lebih baik dibandingkan tidak sama sekali. Metode yang sering
digunakan sebagai alat untuk mendapatkan harga penawaran yang kompetitif dan
profit yang optimum adalah Model Friedman, Model Gates, dan Model Ackoff &
Sasieni.
2.5.2 Model-model Strategi Penawaran
Ada banyak model penawaran yang biasa digunakan sebagai strategi dalam
suatu penawaran pada tender proyek konstruksi diantaranya adalah:
1. Model Friedman
Perhitungan Model Friedman (Ervianto,2004)
(1) Perhitungan probabilitas mengalahkan tawaran satu pesaing,
dengan rumus:
(2.1)
Rumus ini digunakan dengan menentukan biaya tidak langsung dari data
tender tahun lalu dimana owner estimate yang kemudian dibagi untuk
menentukan biaya mark-up, setelah di dapat nilai mark-up dari data tahun
lalu tersebut dikomulatifkan dan didapat jumlah total tawaran, komulatif
tawaran di ambil dari salah satu nilai mark-up yang sudah di dapat. Jumlah
tawaran di dapat dari jumlah seluruh data komulatif.
(2) Perhitungan Probabilitas mengalahkan tawaran dua/lebih pesaing,
dengan rumus:
P(ko menang) = [P(ko<k1)]n (2.2)
Dimana:
ko = Tawaran kontraktor yang akan mengalahkan tawaran para
pesaing.
23
menjadi lebih akurat dan efektif terhadap suatu proyek. Dipahami dan
diaplikasikannya salah satu metode pendekatan dalam pengajuan sebuah harga
penawaran akan lebih baik dibandingkan tidak sama sekali. Metode yang sering
digunakan sebagai alat untuk mendapatkan harga penawaran yang kompetitif dan
profit yang optimum adalah Model Friedman, Model Gates, dan Model Ackoff &
Sasieni.
2.5.2 Model-model Strategi Penawaran
Ada banyak model penawaran yang biasa digunakan sebagai strategi dalam
suatu penawaran pada tender proyek konstruksi diantaranya adalah:
1. Model Friedman
Perhitungan Model Friedman (Ervianto,2004)
(1) Perhitungan probabilitas mengalahkan tawaran satu pesaing,
dengan rumus:
(2.1)
Rumus ini digunakan dengan menentukan biaya tidak langsung dari data
tender tahun lalu dimana owner estimate yang kemudian dibagi untuk
menentukan biaya mark-up, setelah di dapat nilai mark-up dari data tahun
lalu tersebut dikomulatifkan dan didapat jumlah total tawaran, komulatif
tawaran di ambil dari salah satu nilai mark-up yang sudah di dapat. Jumlah
tawaran di dapat dari jumlah seluruh data komulatif.
(2) Perhitungan Probabilitas mengalahkan tawaran dua/lebih pesaing,
dengan rumus:
P(ko menang) = [P(ko<k1)]n (2.2)
Dimana:
ko = Tawaran kontraktor yang akan mengalahkan tawaran para
pesaing.
24
k1 = Tawaran kontraktor para pesaing berdasarkan data tahun
sebelumnya
n = Jumlah pesaing
(3) Perhitungan keuntungan harapan bila mengalahkan satu pesaing,
dengan rumus:
E(P) = mo x P(ko<k1) (2.3)
Dimana :
E(P) = Keuntungan harapan (expected profit)
mo = Mark-up yang diberikan kontraktor
ko = Tawaran kontraktor yang akan mengalahkan tawaran para
pesaing.
k1 = Tawaran kontraktor para pesaing berdasarkan data tahun
sebelumnya
(4) Perhitungan keuntungan harapan bila mengalahkan dua/lebih
pesaing, dengan rumus:
E(P) = mo x [P(ko<k1)]n (2.4)
Dimana:
E(P) = Keuntungan harapan (expected profit)
mo = Mark-up yang diberikan kontraktor
ko = Tawaran kontraktor yang akan mengalahkan tawaran para
pesaing.
k1 = Tawaran kontraktor para pesaing berdasarkan data tahun
sebelumnya
n = Jumlah pesaing
2. Model Gates
Model Gates (Patmadjaja, 1999) menggunakan dua buah perumusan
probabilitas untuk menang sebagai berikut:
(1) Perhitungan probabilitas mengalahkan tawaran untuk satu pesaing,
dengan rumus:
25
P(CoWin/Bo) =1
1+∑ 1-P(Bo<Bi)P(Bo<Bi)n
i=0
(2.4)(2.5)
Dimana :
P(CoWin/Bo) = probabilitas menang terhadap satu pesaing.
P(Bo<Bi) = probabilitas menang terhadap pesaing i.
(2) Perhitungan probabilitas mengalahkan tawaran dua/lebih pesaing,
dengan rumus:
P(CoWin/Bo) =1
1+n1-P(Bo<Ba)P(Bo<Ba) (2.5) (2.6)
Dimana :
P(Co Win/Bo) = Probabilitas menang terhadap dua atau lebih
pesaing.
Ba = Harga penawaran rata-rata
n = Jumlah pesaing
Dilanjutkan menghitung nilai expected profit dengan perumusan sebagai
berikut:
E(P) = Bo-C P(Cowins/Bo) (2.6)
(2.7)
Dimana:
E(P) = Expected Profit
Bo = Harga Penawaran Kontraktor
C = Biaya estimasi proyek
Gates menganggap biaya estimasi sama dengan biaya aktual.
2.5.3 Hubungan antara Mark-up, Probabilitas menjadi penawar terendah danExpected profit
Pada gambar 2.1 diperlihatkan pengaruh dari harga penawaran dengan
kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan/proyek, dalam kondisi hanya ada satu
kompetitor. Kontraktor pasti menjadi penawar terendah jika mengajukan penawaran
26
yang terdiri dari komponen biaya langsung saja. Jika mengajukan harga penawaran
dengan kenaikan sebesar 10% dari biaya langsung, maka harapan untuk menjadi
penawaran terendah 60%, jika mengajukan harga penawaran dengan kenaikan
sebesar 20% dari biaya langsung, maka kesempatan menjadi penawar terendah
adalah 20%, dan jika dengan kenaikan sebesar 25%, maka hilang kesempatan untuk
menjadi penawar terendah (Ervianto, 2004).
Gambar 2.1 Hubungan antara mark-up dengan probabilitas menjadipenawar terendah (Ervianto, 2004)
Dapat diperlihatkan berbagai keadaan antara keuntungan yang dapat dicapai
dengan harga penawaran sebagai berikut:
1) Jika menawar dari komponen biaya langsung saja, maka pasti akan
mendapatkan pekerjaan tetapi tidak mendapatkan keuntungan.
2) Jika menawar 5% di atas biaya langsung, kesempatan menjadi penawar
terendah adalah 80%, maka keuntungan yang dapat dicapai adalah 5%
dari 80% = 4%
3) Jika menawar 10% di atas biaya langsung, kesempatan menjadi penawar
terendah adalah 60%, maka keuntungan yang dapat dicapai adalah 10%
dari 60%=6%
26
yang terdiri dari komponen biaya langsung saja. Jika mengajukan harga penawaran
dengan kenaikan sebesar 10% dari biaya langsung, maka harapan untuk menjadi
penawaran terendah 60%, jika mengajukan harga penawaran dengan kenaikan
sebesar 20% dari biaya langsung, maka kesempatan menjadi penawar terendah
adalah 20%, dan jika dengan kenaikan sebesar 25%, maka hilang kesempatan untuk
menjadi penawar terendah (Ervianto, 2004).
Gambar 2.1 Hubungan antara mark-up dengan probabilitas menjadipenawar terendah (Ervianto, 2004)
Dapat diperlihatkan berbagai keadaan antara keuntungan yang dapat dicapai
dengan harga penawaran sebagai berikut:
1) Jika menawar dari komponen biaya langsung saja, maka pasti akan
mendapatkan pekerjaan tetapi tidak mendapatkan keuntungan.
2) Jika menawar 5% di atas biaya langsung, kesempatan menjadi penawar
terendah adalah 80%, maka keuntungan yang dapat dicapai adalah 5%
dari 80% = 4%
3) Jika menawar 10% di atas biaya langsung, kesempatan menjadi penawar
terendah adalah 60%, maka keuntungan yang dapat dicapai adalah 10%
dari 60%=6%
26
yang terdiri dari komponen biaya langsung saja. Jika mengajukan harga penawaran
dengan kenaikan sebesar 10% dari biaya langsung, maka harapan untuk menjadi
penawaran terendah 60%, jika mengajukan harga penawaran dengan kenaikan
sebesar 20% dari biaya langsung, maka kesempatan menjadi penawar terendah
adalah 20%, dan jika dengan kenaikan sebesar 25%, maka hilang kesempatan untuk
menjadi penawar terendah (Ervianto, 2004).
Gambar 2.1 Hubungan antara mark-up dengan probabilitas menjadipenawar terendah (Ervianto, 2004)
Dapat diperlihatkan berbagai keadaan antara keuntungan yang dapat dicapai
dengan harga penawaran sebagai berikut:
1) Jika menawar dari komponen biaya langsung saja, maka pasti akan
mendapatkan pekerjaan tetapi tidak mendapatkan keuntungan.
2) Jika menawar 5% di atas biaya langsung, kesempatan menjadi penawar
terendah adalah 80%, maka keuntungan yang dapat dicapai adalah 5%
dari 80% = 4%
3) Jika menawar 10% di atas biaya langsung, kesempatan menjadi penawar
terendah adalah 60%, maka keuntungan yang dapat dicapai adalah 10%
dari 60%=6%
27
4) Jika menawar 12,5% di atas biaya langsung, kesempatan menjadi
penawar terendah adalah 50%, maka keuntungan yang dapat dicapai
adalah 12,5% dari 50%=6,25%
5) Jika menawar 15% di atas biaya langsung, kesempatan menjadi penawar
terendah adalah 40%, maka keuntungan yang dapat dicapai adalah 15%
dari 40%=6%
6) Jika menawar 20% di atas biaya langsung, kesempatan menjadi penawar
terendah adalah 20%, maka keuntungan yang dapat dicapai adalah 20%
dari 20%=4%
7) Jika menawar 25% di atas biaya langsung, maka tidak akan mendapatkan
proyek dengan sendirinya tidak mendapatkan keuntungan.
Dalam gambar 2.2 diperlihatkan estimasi besarnya keuntungan yang
diharapkan dengan cara mengkombinasikan antara mark-up dan probabilitas menjadi
penawar terendah (dengan satu kompetitor). Dalam contoh ini kontraktor dapat
menghasilkan keuntungan dengan melakukan penawaran sebesar 12,5%. Maka
12,5% adalah angka optimum yang dapat digunakan sebagai dasar penawaran,
dengan kata lain kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dengan probabilitas
60% dan dengan mark-up 10% akan lebih realistis dibanding dengan probabilitas
mendapatkan pekerjaan 40% dan dengan mark-up 15%. Akan tetapi, dengan
semakin besarnya mark-up dalam suatu penawaran akan memperkecil resiko yang
akan ditanggung oleh kontraktor.
28
Gambar 2.2 Grafik hubungan antara mark-up dengan expected profit
(Ervianto, 2004)
2.5.4 Probabilitas Menjadi Penawar Terendah
Dalam usaha menempatkan harga penawaran yang kompetitif dapat
dilakukan perhitungan probabilitas dari kompetitor yang mengajukan penawaran
dalam proyek tersebut. Dalam gambar 2.1 diperlihatkan grafik antara probabilitas
dengan besarnya mark-up yang ditunjukkan berupa garis linier. Rentang probabilitas
dimulai dari 100% hingga 0% sedangkan rentang perubahan mark-up berturut-turut
dari 0% sampai dengan 25%.
Jika peserta pelelangan (tender) menempatkan harga penawaran berdasarkan
mark-up mengikuti distribusi normal seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.3. Dalam
contoh ini frekwensi harga penawaran kompetitor berkisar antara 0-5% dari estimasi
biaya langsung adalah 5%, antara 5-10% sebanyak 40%; antara 10-15% sebanyak
40%, dari 15-20% sebanyak 25% dan dari 20-25% sebanyak 5%
Gambar 2.3 Distribusi dari kompetitor mengikuti distribusi normal
(Ervianto, 2004)
29
2.5.5 Expected Profit
Keuntungan yang diharapkan dapat digambarkan berdasarkan kurva
probabilitas. Kurva keuntungan ini diperlihatkan dalam gambar 2.4
tentang hubungan antara expected profit dengan mark-up adalah nilai
mark-up 10% yang akan memberikan profit yang maksimum.
Rumusan dari expected profit adalah:
E (P) = p (b - c)
P = Probabilitas menang
b = Penawaran
c = Biaya estimasi
Dengan mencoba-coba besaran mark-up maka akan didapatkan nilai
maksimum dari expected profit, dimana besarnya mark-up yang menghasilkan
expected profit yang maksimum disebut mark-up optimum, yang nantinya dipakai
dalam penawaran suatu tender dan akan cukup terlihat berapa besarnya profit yang
akan digunakan. Keuntungan yang diharapkan dapat digambarkan berdasarkan kurva
probabilitas dan gambar dibawah ini menunjukkan nilai mark-up 10% yang akan
memberikan profit maksimum.
Gambar 2.4 Expected profit berdasarkan distribusi normal
(Ervianto, 2004)
30
2.5.6 Mark Up
Bentuk-bentuk penyelewengan biaya proyek yang menyebabkan biaya
ekonomi tinggi biasanya disepakati oleh semua pihak (terutama masyarakat luas)
sebagai bentuk “mark-up” proyek konstruksi. Mark-up proyek ini diartikan
dipertanggung jawabkan secara hukum, sehingga bentuk apapun biaya
penyelewengan proyek biasanya selalu dikaitkan dengan mark-up yang terjadi. Bila
dipandang dari kacamata manajemen proyek, ternyata ada ketidaksamaan persepsi
tentang kalimat mark-up proyek konstruksi yang selama ini dipahami oleh
masyarakat dengan konsepsi manajemen proyek itu sendiri, sehingga perlu dilakukan
pengkajian ulang agar didapat persepsi mark-up proyek konstruksi secara fair dan
benar. Dalam dunia manajemen proyek istilah mark-up merupakan istilah biasa dan
memiliki nilai normal dalam artian tidak menjadikan suatu istilah yang
menggambarkan suatu pemolesan biaya yang tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Menurut Tenah dan Coulter III (dalam Suparditha, 2014), Mark-up
merupakan sejumlah biaya yang ditambahkan kedalam biaya langsung proyek pada
harga penawaran untuk menutupi biaya yang tidak langsung yang meliputi biaya
overhead perusahaan, biaya resiko dan keuntungan proyek. Jumlah dan rincian mark-
up dari suatu kontraktor biasanya merupakan sesuatu yang sifatnya rahasia. Oleh
karena itu pada penawaran, rincian biaya tak langsung tidak ditampakkan melainkan
tersebar kedalam harga satuan tiap item pekerjaan.
Di Negara-negara maju seperti Amerika besaran mark-up berkisar antara 4%-
10% dan hal ini diwadahi dalam bentuk peraturan jasa konstruksi yang berlaku.
Aturan pelelangan yang berlaku di negara kita dalam hal mencantukan biaya
overhead dan keuntungan, sehingga dengan ketentuan tersebut, pihak kontraktor
biasanya merubah harga satuan dengan sejumlah biaya overhead dan keuntungan
tersebut. Dengan demikian telah terjadi perubahan harga dari harga satuan menjadi
harga penawaran dan hal ini lumrah dan biasa terjadi dalam dunia bisnis, dalam
konsep mencari keuntungan. Dalam menentukan besarnya mark-up kontraktor
membutuhkan hasil kumpulan data-data penawaran yang lalu (historical data) dari
para pesaing-pesaing sebagai petunjuk dalam penawaran (Patmadjaja, 1999).
31
Cara menentukan besaran mark-up dimana biaya proyek dihitung oleh
masing-masing kontraktor dengan asumsi-asumsi/standar-standar biaya yang telah
ditetapkan oleh masing-masing kontraktor. Pada perhitungan ini digunakan asumsi
sebagai brikut:
Biaya Langsung = OE – Biaya tak langsung
Dimana, biaya tak langsung meliputi :
Profit = 7 %x RC
Overhead = 2 % x RC
Biaya cadangan = 1% x RC
PPH = 1,5% x RC
PPN = 10% x RC +
Jumlah = 21,5% x RC
Maka, Biaya Langsung= [100% - (21,5% x RC )] x OE
= [100% - (21,5% x 1/1,1)] x OE
= [100% - 19,5%] x OE
Biaya Langsung = 80,5% x OE