TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi...

37
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m² dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastik dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Djuanda, 1999). 2.1.1 Anatomi Kulit Gambar 2.1 Struktur Kulit (Wasitaatmadja, 2010) Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu : a. Lapisan epidermis, lapisan epidermis terdiri atas: stratum corneum (lapisan tanduk), stratum lusidum, stratum granulosum (lapisan keratohialin), stratum spinosum (stratum malphigi), dan stratum basal (Djuanda, 1999). b. Lapisan dermis, lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Secara garis besar lapisan dermis

Transcript of TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi...

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan

membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar

1,5 m² dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang

esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga

sangat kompleks, elastik dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, ras,

dan juga bergantung pada lokasi tubuh (Djuanda, 1999).

2.1.1 Anatomi Kulit

Gambar 2.1 Struktur Kulit (Wasitaatmadja, 2010)

Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu :

a. Lapisan epidermis, lapisan epidermis terdiri atas: stratum corneum

(lapisan tanduk), stratum lusidum, stratum granulosum (lapisan

keratohialin), stratum spinosum (stratum malphigi), dan stratum basal

(Djuanda, 1999).

b. Lapisan dermis, lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang

jauh lebih tebal daripada epidermis. Secara garis besar lapisan dermis

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

5

dibagi menjadi dua, yaitu pars papilare dan pars retikulare (Djuanda,

1999).

c. Lapisan subkutis, jaringan subkutis merupakan lapisan yang langsung

dibawah dermis. Batas antara jaringan subkutis dan dermis tidak tegas.

Ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah. Lapisan subkutis terdiri atas

jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Lapisan sel-sel

lemak berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat

ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening (Djuanda,

1999).

2.1.2 Fungsi Kulit

Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan dengan

lingkungan. Adapun fungsi utama kulit adalah (Wasitaatmadja, 1997):

a. Fungsi proteksi

Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau

mekanik (tarikan, gesekan, dan tekanan), gangguan kimia (zat-zat kimia

yang iritan), gagguan bersifat panas (radiasi dan sinar ultraviolet), dan

gangguan infeksi luar (Wasitaatmadja, 1997).

b. Fungsi absorpsi

Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,

tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun

yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air

memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.

Kemampuan absorpsi kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,

hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum (Wasitaatmadja,

1997).

c. Fungsi ekskresi

Kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa

metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan ammonia

(Wasitaatmadja, 1997).

d. Fungsi persepsi

Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis

sehingga kulit mampu mengenali rangsangan yang diberikan.

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

6

Rangsangan panas diperankan oleh badan ruffini di dermis dan

subkutis, rangsangan dingin diperankan oleh badan krause yang terletak

di dermis, rangsangan diperankan oleh badan meissner yang terletak di

papila dermis, dan rangsangan tekanan diperankan oleh badan paccini

di epidermis (Wasitaatmadja, 1997).

e. Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi)

Kulit melakukan fungsi ini dengan cara mengekskresikan keringat dan

mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Di waktu suhu

dingin, peredaran darah di kulit berkurang guna mempertahankan suhu

badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan

terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat sehingga suhu tubuh

dapat dijaga tidak terlalu panas (Wasitaatmadja, 1997).

f. Fungsi pembentukan/sintesis vitamin D

Kulit juga dapat membuat vitamin D dari bahan baku 7-

dihidroksikolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi

ini masih lebih rendah dari kebutuhan tubuh akan vitamin D dari luar

makanan (Wasitaatmadja, 1997).

g. Fungsi pembentukan pigmen

Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini

berasal dari rigi saraf. Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya

butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras maupun

individu (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit

Secara alami kulit manusia mempunyai sistem perlindungan terhadap

paparan sinar matahari. Mekanisme pertahanan tersebut adalah dengan penebalan

stratum corneum dan pigmentasi kulit (Ditjen POM, 1985).

Perlindungan kulit terhadap sinar UV disebabkan oleh peningkatan jumlah

melanin dalam epidermis. Butir melanin yang terbentuk dalam sel basal kulit

setelah penyinaran UV B akan berpindah ke stratum corneum di permukaan kulit,

kemudian teroksidasi oleh sinar UV A. Jika kulit mengelupas, butir melanin akan

lepas, sehingga kulit kehilangan pelindung terhadap sinar matahari (Ditjen POM,

1985).

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

7

Semakin gelap warna kulit (tipe kulit seperti yang dimiliki ras Asia dan

Afrika), maka semakin banyak pigmen melanin yang dimiliki, sehingga semakin

besar perlindungan alami dalam kulit. Namun, mekanisme perlindungan alami ini

dapat ditembus oleh tingkat radiasi sinar UV yang tinggi, sehingga kulit tetap

membutuhkan perlindungan tambahan (Lestari, 2011).

2.2 Sinar Ultra Violet (UV)

Sinar ultraviolet (UV) adalah sinar yang dipancarkan oleh matahari yang

dapat mencapai permukaan bumi selain cahaya tampak dan sinar inframerah.

Sinar UV berada pada kisaran panjang gelombang 200-400 nm. Spektrum UV

terbagi menjadi tiga kelompok berdasarkan panjang gelombang UV C (200-290),

UV B (290-320) dan UV A (320-400). UV A terbagi lagi menjadi dua sub-bagian

yaitu UV A2 (320-340) dan UV A1 (340-400). Tidak semua radiasi sinar UV dari

matahari dapat mencapai permukaan bumi. Sinar UV C yang memiliki energi

terbesar yang tidak dapat mencapai permukaan bumi karena mengalami

penyerapan di lapisan ozon (COLIPA, 2006).

Energi dari radiasi sinar ultraviolet yang mencapai permukaan bumi dapat

memberikan tanda dan simptom terbakarnya atau kerusakan kulit kulit (Stiefel

and Schwack, 2015). UV B yang memiliki panjang gelombang 290-320 nm lebih

efektif dalam menyebabkan kerusakan kulit dibandingkan dengan UV A yang

memiliki panjang gelombang yang lebih panjang 320-400 nm (McKinlay &

Diffey, 1987).

Kerusakan kulit yang diakibatkan oleh sinar UV dapat memicu rentetan jalur

sinyal respons serta kerusakan DNA, selain itu paparan sinar UV dapat pula

menghalangi perbaikan DNA dan apoptosis (kematian sel). Sinar UV juga

menginduksi tekanan genotoksik dan UVA merupakan etiologi dari peneyebab

foto dermatosis. Dan salah satu penyebab alergi (Zimmer et al., 2015).Paparan

terhadap UV mempengaruhi sel pengatur dan dendritik pada kulit sehingga

menyebabkan kemokin dan sitokin dilepaskan dari kulit (Kim et al, 2016). Oleh

karena hal tersebut, tabir surya sangatlah penting untuk digunakan, tentunya tabir

surya kombinasi penghalang UV A dan UV B. Namun dewasa ini menurut salah

satu penelitian dan menurut skema perlindungan yang komprehensif sediaan

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

8

harusnya tidak hanya melindungi terhadap UV A dan UV B saja, tetapi juga

energi inframerah yang terlihat dan dekat (Lohan et al, 2016).

2.3 Tabir Surya

Menurut Soerati (1993), tabir surya didefinisikan sebagai senyawa yang

secara fisik atau kimia dapat digunakan untuk menyerap sinar matahari secara

efektif terutama daerah emisi gelombang UV sehingga dapat mencegah gangguan

pada kulit akibat panparan langsung sinar UV. Besarnya radiasi yang mengenai

kulit bergantung pada jarak suatu tempat dengan khatulistiwa, kelembaban udara,

musim, ketinggian tempat, dan jam waktu setempat (Oroh & Harun, 2001;

Taufikkurohmah, 2005).

Secara alami, kulit berusaha melindungi dirinya beserta organ di bawahnya

dari bahaya sinar UV, yaitu dengan membentuk butir-butir pigmen (melanin) yang

akan memantulkan kembali sinar matahari. Jika kulit terpapar sinar matahari,

maka akan timbul dua tipe reaksi melanin, seperti penambahan melanin secara

cepat ke permukaan kulit dan pembentukan tambahan melanin baru. Namun,

apabila terjadi pembentukan tambahan melanin secara berlebihan dan terus-

menerus, maka akan terbentuk noda hitam pada kulit (Trenggono dkk, 2007).

Menurut Wilkinson dan Moore (1982), hal-hal yang diperlukan dalam tabir

surya adalah efektif dalam menyerap sinar eritmogenik pada rentang panjang

gelombang 290-320 nm tanpa menimbulkan gangguan yang akan mengurangi

efisiensinya atau yang akan menimbulkan toksik atau iritasi, tidak mudah

menguap dan resisten terhadap air dan keringat, memiliki sifat-sifat mudah larut

yang sesuai untuk memberikan formulasi kosmetik yang sesuai, tidak

berbau,dapat mempertahankan daya proteksinya selama beberapa jam, stabil

dalam penggunaan, dan tidak menimbulkan noda pakaian.

Sebagai kosmetik, tabir surya sering digunakan dalam penggunaan harian

pada daerah permukaan tubuh yang luas. Selain itu, tabir surya juga dapat

digunakan pada bagian kulit yang telah rusak karena matahari. Tabir surya

mungkin juga digunakan pada semua kelompok umur dan kondisi kesehatan yang

bervariasi (Wilkinson & Moore, 1982).

Mekanisme sediaan tabir surya dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok

tabir surya kimia yang bekerja menyerap sinar UV, dan kelompok pemblok fisik

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

9

(tabir surya yang bekerja secara fisik) (Newmann dkk, 2009). Tabir surya

pemblok fisik bekerja dengan cara memantulkan atau membelokkan radiasi UV.

Tabir surya fisik mengandung partikel mineral inert, misalnya titanium dioksida

(TiO2), seng oksida (ZnO), talk (magnesium silikat), magnesium oksida, kaolin,

fero atau ferioksida, barium sulfat, silika, mika, dan red petrolatum (Levy, 2007).

Tabir surya kimiawi (chemical blocker/active sunscreen/organic sunscreen)

adalah penyaring radiasi UV secara parsial/total, yang bila diaplikasikan di

permukaan kulit tampak tipis dan tidak terlihat, umumnya tidak berwarna,

sehingga dari segi estetik lebih dapat diterima (Lademann & Darvin, 2008). Tabir

surya kimiawi biasanya merupakan komponen aromatik yang berkonjugasi

dengan kelompok karbonil. Struktur ini menyebabkan molekul mampu

mengabsorbsi radiasi UV energi tinggi dan mengubahnya menjadi energi rendah

sehingga tidak menyebabkan kerusakan kulit (Rai & Srinivas, 2007).

Perlu diperhatikan, tabir surya bisa dijamin keamanan dan keefektifannya.

Namun yang perlu diketahui ketersediaan tabir surya dibeberapa negara mulai

dibatasi oleh aturan, hal ini dikarenakan produk yang mengandung SPF atau tabir

surya diregulasi sebagai bagian dari obat-obatan. Sehingga hal ini membuatnya

menjadi prioritas tertinggi (Cefali et al, 2016). Selain itu penyerapan merupakan

mekanisme utama untuk menghilangkan filter UV dari formula tabir surya (Li et

al, 2016).

Untuk SPF 15%, yang masih dapat masuk ke kulit adalah 6%. Sementara

SPF 30%, yang bisa masuk ke dalam kulit hanya 3%. Berdasarkan hal ini

memungkinkan tabir surya yang memiliki nilai SPF 15 mampu masuk kedalam

kulit 2x lebih besar dari SPF 30. Adapun yang perlu diperhatikan ialah

penyalahgunaan penggunaan tabir surya seperti penggunaan berlebihan dan terus

menerus akan mampu meningkatkan resiko yang lebih berbahaya seperti kanker

kulit (Autier, 2012). Studi kasus dari Swedia Selatan pada individu yang

menggunakan tabir surya, risiko melanoma ganas tidak mengalami pengurangan

(Ghiasvand et al., 2016).

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

10

2.4 Kencur

2.4.1 Sejarah dan Klasifikasinya

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman tropis yang banyak

tumbuh diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara.

Tanaman ini banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai

bumbu dalam masakan sehingga para petani banyak yang membudidayakan

tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang diperdagangkan dalam jumlah yang

besar. Bagian dari tanaman kencur yang diperdagangkan adalah buah akar yang

tinggal didalam tanah yang disebut dengan rimpang kencur atau rizoma

(Soeprapto, 1986).

Gambar 2.2 Rimpang Kencur (Rahayu, 2002)

Klasifikasi Kaempferia galanga L di dalam dunia botani adalah sebagai

berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisi : Spermaiophyta

Sob Divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Subfamili : Zingiberoideae

Genus : Kaempferia

Spesies : Kaempferia galanga

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

11

Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan

tanah dengan jumlah daun tiga sampai empat helai. Permukaan daun sebelah atas

berwarna hijau sedangkan sebelah bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun

berukuran 10–12 cm dengan lebar 8–10 cm mempunyai sirip daun yang tipis dari

pangkal daun tanpa tulang tulang induk daun yang nyata (Backer, 1986).

Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol dan bercabang cabang

dengan induk rimpang ditengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih

berair dengan aroma yang tajam. Rimpang yang masih muda berwarna putih

kekuningan dengan kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua

ditumbuhi akar pada ruas ruas rimpang berwarna putih kekuningan (Backer,

1986).

Bunga kencur berwarna putih, berbau harum, dan terdiri dari empat helai

daun mahkota. Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2–3 cm, tidak bercabang,

dapat tumbuh lebih dari satiu tangkai, panjang tangkai 5–7 cm, berbentuk bulat

dan beruas ruas. Putik menonjol keatas berukuran 1–1,5 cm, tangkai sari berbentk

corong pendek (Backer, 1986).

2.4.2 Kandungan Kencur

Kandungan kimia rimpang kencur menurut Afriastini (1990), yaitu (1) etil

sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4) karen (5) borneol, dan

(6) paraffin.

Gambar 2.3: Kandungan Kimia Kencur

Keterangan: (1) etil sinamat, (2) etil p-metoksisinamat, (3) p-metoksistiren, (4)

karen (5) borneol, dan (6) paraffin (Atriastini, 1990)

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

12

Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat (EPMS) merupakan

komponen utama dari kencur (Afriastini, 1990). Tanaman kencur mempunyai

kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4-2,9% yang terjadi atas EPMS

(30%). Kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Adanya kandungan EPMS dalam

kencur yang merupakan senyawa turunan sinamat (Inayatullah, 1997; Jani, 1993).

Kandungan EPMS didalam rimpang kencur menjadi bagian yang penting didalam

industri kosmetik karena bermanfaat sebagai bahan pemutih dan juga anti eging

atau penuaan jaringan kulit (Rosita, 2007).

Gambar 2.4: Komposisi Persen Kandungan Minyak Esensial Kencur

(Kaempfresia galangal L.) (Sutthanont et al., 2010)

2.4.4 Senyawa Etil p-metoksisinamat (EPMS)

Penelitian telah membuktikan kebenaran pengalaman nenek moyang kita

bahwa dalam tanaman kencur memang mengandung senyawa tabir surya yaitu etil

p-metoksisinamat (EPMS). EPMS adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

13

kencur yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit

dari paparan sinar matahari. Senyawa tabir surya terutama yang berasal dari alam

dirasa sangat penting saat ini dimana tidak hanya wanita saja yang memerlukan

perlindungan kulit tersebut, akan tetapi pria pun memerlukan tabir surya untuk

melindungi kulit agar tidak coklat atau hitam karena paparan sinar matahari. Kulit

dengan perlindungan akan tampak lebih baik, misal dalam hal warna yaitu terlihat

lebih bersih dan putih (Barus, 2009).

EPMS termasuk turunan asam sinamat, dimana asam sinamat adalah

turunan senyawa phenil propanoat. Senyawa-senyawa yang termasuk turunan

sinamat adalah para hidroksisinamat (7), 3,4-dihidroksisinamat (8), dan 3,4,5

trimetoksisinamat (9):

Gambar 2.5: Senyawa-senyawa Turunan Sinamat

Keterangan: (1) para hidroksi sinamat (7), (2) 3,4-dihidroksisinamat (8),

dan (3) 3,4,5 trimetoksisinamat (9) (Barus, 2009)

EPMS termasuk kedalam senyawa ester yang mengandung cincin benzene

dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat

etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan

pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat,

metanol, air dan heksana (Taufikhurohmah, 2005).

Kadar EPMS dalam simplisia dapat mencapai 2,5% (Dyatmiko et al., 1995).

Mekanisme kerja pengeblok kimia terbagi menjadi dua yaitu; untuk anti UV A

contohnya: benzofenon, turunan antranilat, dan sebagai anti UV B contohnya:

turunan amino benzoat, turunan kamfor, salisilat, dan turunan sinamat, misalnya

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

14

etil p-metoksisinamat, 2-etoksi etil p-metoksisinamat, 2-etilheksil p-

metoksisinamat (Martindale, 1989) dan diketahui titik leleh EPMS berkisar antara

46,5-47,5°C (Taufiqurohmah, 2005).

2.5 Titanium Dioksida

Titanium dioksida mempunyai efek yang sama dan memiliki kegunaan yang

sama dengan seng oksida. Titanium dioksida dapat memantulkan cahaya

ultraviolet dan digunakan sebagai tabir surya fisik, titanium dioksida juga

merupakan bahan dari beberapa kosmetik yang digunakan sebagai pigmentasi.

Titanium dioksida mampu memberikan nilai SPF (Sun Protection Factor) yang

tinggi meskipun tanpa kombinasi dengan agen tabir surya lainnya. Selain itu,

penggunaan TiO2 sebagai agen tabir surya bekerja pada spektrum yang luas,

sehingga mampu menyerap sinar UV A dan sinar UV B (Hexsel et al., 2008).

Konsentrasi TiO2 yang biasa digunakan dalam sediaan krim tabir surya berada

pada rentang 1,75-2,32% (Oh et al., 2010).

Dalam penelitian lain menyebutkan bahwa, delapan suspensi TiO2 yang

memiliki ukuran nano yang berbeda dan teridi dari lima konsentrasi yang berbeda

pula diuji bersamaan dengan parameter kualitas air pada (pH, suhu dan kekuatan

ion), sumber cahaya dan intensitas cahaya, kondisi lingkungan yang berbeda.

Hasilnya menunjukkan partikel nano-TiO2, baik ketika ada atau tidaknya adanya

sumber cahaya, hal ini dikarenakan peroksidasi lipid yang diinduksi secara foto

aktif, dan disrupsi respirasi seluler (Erdem et al., 2015).

2.5.1 Kelebihan Titanium Dioksida

Titanium dioksida (TiO2) merupakan logam transisi yang termasuk

golongan IV pada tabel periodik, disebut juga titanium anhidra, anhidrida asam

titanium, titanium oksida, atau titania yang biasanya tersedia dalam serbuk putih.

Kelebihan tersebut diantaranya (Tarr, 2003):

a) Memiliki aktifitas fotokatalis yang lebih tinggi dibandingkan dengan

fotokatalis lain, seperti: ZnO, CdS, WO2, dan SnO2.

b) Mampu menyerap sinar ultraviolet dengan baik.

c) Memiliki kestabilan kimia dalam interval pH yang besar (0 sampai 14).

d) Tahan terhadap fotodegradasi.

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

15

e) Bersifat inert dan tidak larut dalam reaksi baik secara biologis maupun

kimia.

f) Tidak beracun.

g) Memiliki kemampuan oksidasi yang tinggi.

h) Relatif murah.

2.5.2 Aplikasi Titanium Dioksida

TiO2 merupakan pigmen putih yang paling banyak digunakan karena

kecerahan dan indeks biasnya sangat tinggi (n = 2,4), biasanya ditemukan dalam

bentuk bubuk sebagai produk seperti cat, pelapis, kertas, tinta, makanan, obat-

obatan (pil dan tablet), serta pasta gigi; sebagai pigmen untuk memutihkan susu

skim (Phillips and Barbano, 1997); sebagai tabir surya dan penyerap UV dalam

kosmetik; sebagai fotokatalis karena memiliki sifat fotokatalitik (Fujishima et al.,

2005).

2.6 VCO

Selama sekitar 3960 tahun yang lalu, dari 4000 tahun sejak adanya catatan

sejarah, telah diketahui penggunaan buah kelapa sebagai bahan makanan dan

kesehatan. Selama itu, dicatat bahwa buah kelapa memang sangat bermanfaat,

tanpa efek samping. Pohon kelapa dipandang sebagai sumber daya berkelanjutan

yang memberikan hasil panen yang berpengaruh terhadap segala aspek kehidupan

masyarakat di daerah tropis. Dan yang penting adalah buahnya, daging kelapa, air

kelapa, santan, dan minyaknya (Darmoyuwono, 2006).

Belakangan ini, pemanfaatan daging buah kelapa menjadi lebih variatif.

Virgin coconut oil (VCO) merupakan bentuk olahan daging kelapa yang baru-baru

ini banyak diproduksi orang. Di beberapa daerah, VCO lebih terkenal dengan

nama minyak perawan, minyak sara, atau minyak kelapa murni (Setiaji dan

Prayugo, 2006).

VCO merupakan hasil olahan kelapa yang bebas dari transfatty acid (TFA)

atau asam lemak trans. Asam lemak trans ini dapat terjadi akibat proses

hidrogenasi. Agar tidak mengalami proses hidrogenasi, maka ekstraksi VCO ini

dilakukan dengan proses dingin. Misalnya, secara fermentasi, pancingan,

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

16

sentrifugasi, pemanasan terkendali, pengeringan parutan kelapa secara cepat dan

lain-lain (Darmoyuwono, 2006).

Menurut Darmoyuwono (2006), minyak kelapa murni memiliki sifat kimia-

fisika antara lain :

Tabel II.1 Sifat Fisika Kimia VCO

1 Penampakan tidak berwarna, kristal seperti jarum

2 Aroma ada sedikit berbau asam ditambah bau

caramel

3 Kelarutan tidak larut dalam air, tetapi larut dalam

alcohol (1:1)

4 Berat jenis 0,883 pada suhu 20°C

5 Ph tidak terukur, karena tidak larut dalam air.

Namun karena termasuk dalam senyawa

asam maka dipastikan memiliki pH di

bawah 7

6 Persentase penguapan tidak menguap pada suhu 21°C (0%)

7 Titik cair 20-25°C

8 Titik didih 225°C

9 Kerapatan udara (Udara

= 1)

6,91

10 Tekanan uap (mmHg) 1 pada suhu 121°C

2.6.1 Kandungan VCO

Virgin Coconut Oil atau minyak kelapa murni mengandung asam lemak

rantai sedang yang mudah dicerna dan dioksidasi oleh tubuh sehingga mencegah

penimbunan di dalam tubuh. Di samping itu ternyata kandungan antioksidan di

dalam VCO pun sangat tinggi seperti tokoferol dan betakaroten. Antioksidan ini

berfungsi untuk mencegah penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Setiaji dan

Prayugo, 2006). Komponen utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar 90%

dan asam lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi oleh

asam laurat. VCO mengandung ± 53% asam laurat dan sekitar 7% asam kaprilat.

Keduanya merupakan asam lemak rantai sedang yang biasa disebut Medium

Chain Fatty Acid (MCFA). Sedangkan VCO mengandung 92% lemak jenuh, 6%

lemak mono tidak jenuh dan 2% lemak poli tidak jenuh (Wardani, 2007).

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

17

Gambar 2.6: Komposisi Asam Lemak VCO

2.7 Ekstraksi

Ekstraksi adalah teknik pemisahan suatu senyawa bedasarkan perbedaan

distribusi zat terlarut di antara dua pelarut yang saling bercampur. Pada umumnya

zat terlarut yang di ekstraksi bersifat tidak larut atau larut sedikit dalam suatu

pelarut tetapi mudah larut dengan pelarut lain. Metode ekstraksi yang tepat

ditentukan oleh tekstur kandungan air bahan-bahan yang akan di ekstrak dan

senyawa-senyawa yang akan diisolasi (Harbone, 1996). Senyawa yang aktif yang

terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak

atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Sturuktur kimia yang berbeda-beda akan

mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap

pemanasan, udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah

pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Depkes RI, 2000).

2.7.1 Macam-macam Metode Ekstraksi (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986)

a. Ekstraksi secara soxhletasi

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara

berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap

penyari akan naik melalui pipa samping, kemudian diembunkan lagi oleh

pendingin tegak. Cairan penyari akan turun untuk menyari zat aktif

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

18

dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka

seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi.

Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia

tersaring seluruhnya yang ditandai jernihnya cairan yang lewat pada

tabung sifon (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986).

b. Ekstraksi secara perkolasi

Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan

derajat halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian

cairan penyari dan kemudian dimasukkan dalam bejana tertutup

sekurang-kurangnya 3 jam. Masa dipindahkan sedikit demi sedikit ke

dalam percolator dan ditambahkan cairan penyari. Perkolator ditutup

dibiarkan selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml

permenit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke

dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari pada tempat terlindung

dari cahaya (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986).

c. Ekstraksi secara maserasi

Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia

dengan derajat yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan

penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari

cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya

dimaserasi kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah

pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup,

dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu

endapan dipisahkan (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986).

d. Ekstraksi secara refluks

Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi

berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan

penyari dalam labu alas bulat yang dilengkapi dengan alat pendingin

tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap,

uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan kembali

menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya.

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

19

Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama

4 jam (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986).

e. Ekstraksi secara penyulingan

Penyulingan dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang

mengandung komponen kimia yang mempunyai titik didih yang tinggi

pada tekanan udara normal, yang pada pemanasan biasanya terjadi

kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, maka penyari

dilakukan dengan penyulingan (Harbone, 1987; Dirjen POM, 1986).

2.7.2 Proses Pembuatan Ekstrak

1. Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya.

Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk simplisia

kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan peralatan

tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat mempengaruhi

mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal sebagai berikut (Depkes RI, 2000):

a. Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif-efisien, namun

makin halus serbuk maka makin rumit secara teknologi peralatan untuk

tahapan filtrasi (Depkes RI, 2000).

b. Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan

interaksi dengan benda keras (logam), maka akan timbul panas yang dapat

berpengaruh pada kandungan senyawa. Namun hal ini dapat dikompensasi

dengan penggunaan nitrogen cair (Depkes RI, 2000).

2. Cairan Pelarut

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik

(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan

demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa

kandungan lainnya, serta ekstrak hanya sebagian besar senyawa kandungan

yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang

melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung (Depkes RI,

2000).

Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran,

antara lain pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki

kepolaran yang sama atau mendekati sama (Taufikhurohmah, 2005).

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

20

Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan cairan penyari/pelarut

adalah sebagai berikut:

a. Selektivitas/kepolaran

b. Kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut

c. Ekonomis

d. Ramah Lingkungan

e. Keamanan.

3. Separasi dan pemurnian

Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa yang

tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada kandungan

senyawa yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni.

Proses–proses pada tahapan ini adalah pengendapan, pemisahan dua cairan tak

tercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi serta proses adsorbsi dan penukar ion

(Depkes RI, 2000).

4. Pemekatan/Penguapan (Vaporasi dan Evaporasi)

Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa terlarut)

secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya

menjadi kental/pekat (Depkes RI, 2000).

5. Pengeringan Ekstrak

Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga

menghasilkan serbuk. Masa kering rapuh, tergantung proses dan perlalatan

yang digunakan. Ada berbagai proses pengeringan ekstrak yaitu dengan cara

(Depkes RI, 2000):

a. Pengeringan evaporasi

b. Pengeringan vaporasi

c. Pengeringan sublimasi

d. Pengeringan konveksi

e. Pengeringan kontak

f. Pengeringan radiasi

g. Pengeringan dielektrik.

6. Rendemen

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

21

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan

simlisia awal.

% 𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 =berat ekstrak

berat sampel kering 𝑥 100 %

2.7.3 Proses Pembuatan Ekstrak Kencur dan Isolasi Senyawa EPMS

Pembuatan ekstrak kencur dapat dilakukan dengan berbagai macam metode

dan pelarut. Berdesarkan beberapa penelitian, beberapa metode yang sering

digunakan yaitu: metode maserasi (dengan pelarut etanol 96% dan n-heksana),

dan metode perkolasi (dengan pelarut etanol 96% dan petroleum eter).

1. Pembuatan Ekstrak Kencur dengan Cara Maserasi

a. Pelarut Etanol 96%

Lima kilogram rimpang kencur dicuci dengan air hingga bersih, ditiriskan

lalu diiris-iris tipis agar mudah kering dengan pengeringan sinar matahari tidak

langsung atau diangin-anginkan. Setelah kering didapatkan 900 g simplisia

selanjutnya dihaluskan menjadi serbuk dan direndam menggunakan pelarut etanol

96 % selama 24 jam. Filtrat ditampung dan residu direndam lagi sampai 3 kali

atau sampai diperoleh filtrat yang berwarna kuning pucat. Filtrat selanjutnya

dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator. Filtrat pekat selanjutnya

didinginkan dengan penangas es hingga terbentuk kristal. Kristal yang diperoleh

selanjutnya dicuci dengan etanol dan direkristalisasi dengan metanol hingga

didapat kristal jarum yang tidak berwarna (Taufikkurahman, 2005).

b. Pelarut N-heksan

Kencur dicuci sampai bersih dipotong tipis-tipis lalu dikeringkan dibawah

sinar matahari secara tidak langsung. Serbuk kencur digiling atau dihaluskan

didalam blender, kemudian ditimbang 200 gram serbuk kencur lalu dimasukkan

ke dalam wadah dan direndam serbuk kencur dengan n-heksana sampai terendam

1 cm di atas serbuk kencur yang ada didalam wadah, didiamkan selama 3 hari dan

dimaserasi dengan suhu 60°C. Larutan ekstrak kencur dimasukkan ke dalam

erlenmeyer, disimpan dalam lemari es hingga terbentuk kristal. Kristal disaring

dan dikeringkan, kemudian ditimbang dan diuji titik lelehnya (Restuti, 2005).

2. Pembuatan Ekstrak Kerncur dengan Cara Perkolasi

a. Pelarut Etanol 96%

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

22

Rimpang kencur yang sudah dipanen kemudian di sortasi basah yang

bertujuan untuk memisahkan rimpang kencur dengan tanaman lain yang ikut

terbawa saat pemanenan. Kemudian tahap selanjutnya adalah pencucian.

Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada rimpang

kencur. Jenis kotoran yang dihilangkan adalah sisa tanah yang melekat pada

rimpang kencur. Setelah selesai, rimpang kencur dikeringanginkan agar

mengurangi kadar air setelah pencucian (Caesaria et al., 2009).

Rimpang kencur yang telah dikeringanginkan kemudian dikecilkan

ukurannya dengan cara dipotong dengan ketebalan 3-4 mm. Hal ini bertujuan

untuk mempermudah proses selanjutnya yaitu proses pengeringan. Pengecilan

ukuran suatu simplisia tergantung dengan senyawa target yang akan diambil.

Apabila senyawa target yang akan diambil bersifat volatile (mudah menguap)

maka jangan mengecilkan ukuran simplisia terlalu kecil, karena akan

mempercepat pengeringan sehingga dikhawatirkan zat aktif yang bersifat volatile

tersebut akan hilang. Kemudian dilakukan pengeringan dengan cara dijemur di

bawah sinar matahari langsung sampai kering. Lalu diserbukkan dengan cara

diblender. Serbuk hasil blender kemudian diayak dengan derajat halus serbuk

20/60 atau serbuk agak kasar. Setelah itu dilakukan ekstraksi (Caesaria et al.,

2009).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut

sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstraksi

dilakukan dengan cara perkolasi. Sebelum proses perkolasi, serbuk simplisia

dimaserasi terlebih dahulu, karena bila sebuk simplisia langsung dialiri dengan

cairan penyari maka cairan penyari tidak akan menembus ke seluruh sel dengan

sempurna. Hal ini disebabkan karena tidak seluruh sel mengembang. Setelah

massa didiamkan 24 jam di dalam perkolator, keran dibuka. Keran diatur sehingga

kecepatan menetes 1 ml tiap menit. Jika penetesan terlalu cepat, penyarian tidak

sempurna, sebaliknya jika terlalu lambat akan membuang waktu dan

kemungkinan menguap lebih besar (Caesaria et al., 2009).

Kristal yang telah didapatkan, kemudian dilarutkan kembali dengan etanol

96% dan didesak dengan air sehingga akan terjadi pengendapan. Endapan yang

dihasilkan diambil yang kemudian digunakan untuk proses selanjutnya. Kemudian

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

23

dilakukan rekristalisasi. Fungsi dari rekristalisasi adalah memisahkan kristal dari

senyawa target dengan zat ballast yang ikut terekstraksi sehingga memaksimalkan

kemurnian senyawa aktif yang diinginkan (Caesaria et al., 2009).

b. Petroleum Eter

Sebanyak 2 kg rimpang kencur dicuci dengan air agar kencur bersih dari

kotoran yang menempel, kemudian rimpang kencur dipotong kecil-kecil

dikeringkan di dalam oven pada suhu 40°C selama 2,5 jam agar kandungan air di

dalam rimpang kencur tersebut berkurang. Diambil suhu 40°C, untuk menjaga

produk etil p-metoksisinamat tidak rusak. Setelah itu rimpang kencur diblender

sampai menjadi serbuk dan diayak dengan ayakan 50 mesh. Kemudian didapatkan

simplisia kencur lalu diuji karakteristik simplisia kencur seperti kadar air dan

kadar abu (Herman dan Rusli, 2011).

Sebanyak 100 gram serbuk kencur dimasukkan dalam alat perkolator dan

dimaserasi dengan pelarut petroleum eter sambil diaduk selama 3 jam, 5 jam, dan

24 jam, waktu disini merupakan variabel bebas. Ekstrak yang terbentuk diuapkan

dalam rotary evaporator kemudian didinginkan hingga terbentuk kristal dan

dimurnikan dengan cara direkristalisasi menggunakan pelarut kloroform untuk

menghilangkan pengotor yang masih tertinggal. Kemudian dipanaskan hingga

terbentuk kristal putih (Nugraha et al., 2012).

2.8 Krim

2.8.1 Definisi Krim

Menurut Farmakope Indonesia III definisi krim adalah sediaan setengah

padat berupa emulsi mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan

untuk pemakaian luar (Depkes RI, 1970). Sedangkan, menurut Farmakope

Indonesia edisi IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu

atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai

(Depkes RI, 1995). Sedangkan menurut Formularium Nasional, krim adalah

sediaan setengah padat, berupa emulsi kental mengandung air tidak kurang dari

60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar (Depkes RI, 1978).

Rheologi merupakan studi atau ilmu mengenai aliran yang membahas

karakteristik viskositas dari serbuk, fluida, dan semipadat. Rheologi dibagi

menjadi dua kategori jenis, yaitu newtonian dan non-newtonian, tergantung pada

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

24

jenis karakteristik aliran. Aliran Newtonian ditandai dengan viskositas konstan,

berapapun gaya geser, sedangkan aliran non-Newton ditandai oleh perubahan

karakteristik viskositas dengan meningkatnya gaya geser. Aliran non-Newton

sendiri meliputi: aliran plastik, pseudoplastik, dan dilatant. Beberapa sediaan yang

termasuk dalam aliran non-Newtonian adalah larutan koloid, emulsi, suspensi

cair, krim, salep, dan lain-lain (Ansel, 2005).

Sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut:

a. Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus

bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar.

b. Lunak. Semua zat harus dalam keadaan halus dan seluruh produk yang

dihasilkan menjadi lunak serta homogen.

c. Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah

dipakai dan dihilangkan dari kulit.

d. Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar

krim padat atau cair pada penggunaan (Widodo, 2013).

2.8.2 Keuntungan dan Tipe Krim

Keuntungan sediaan krim ialah kemampuan penyebarannya yang baik pada

kulit, memberikan efek dingin karena lambatnya penguapan air pada kulit,

memberikan efek dingin karena lambatnya penguapan air pada kulit, mudah

dicuci dengan air, serta pelepasan obat yang baik. Selain itu tidak terjadi

penyumbatan dikulit dan krimnya tampak putih dan bersifat lembut kecuali krim

asam stearat (Voight, 1994).

Krim digolongkan menjadi dua tipe, yakni:

1. Tipe a/m, yakni air terdispersi dalam minyak. Contohnya cold cream.

Cold cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk memberi

rasa dingin dan nyaman pada kulit (Voight, 1994).

2. Tipe m/a, yakni minyak terdispersi dalam air. Contohnya, vanishing

cream. Vanishing cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk

membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak (Lachman dkk,

1994).

Krim merupakan sistem emulsi sediaan semipadat dengan penampilan tidak

jernih, berbeda dengan salep yang tembus cahaya. Konsistensi dan sifatnya

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

25

tergantung pada jenis emulsinya, apakah jenis air dalam minyak atau minyak

dalam air (Lachman dkk, 1994).

Dasar salep emulsi, ada dua macam yaitu:

1. Dasar salep emulsi tipe a/m seperti lanolin dan cold cream.

2. Dasar salep emulsi tipe m/a seperti vanishing cream dan hydrophilic

ointment (Anief, 1994).

2.9 Vanishing Cream

Vanishing cream adalah suatu sediaan setengah padat, berupa tipe emulsi

mengandung air tidak kurang dari 60% dan dimaksudkan untuk pemakaian luar.

Krim akan rusak jika terganggu sistem campurannya yang dapat disebabkan

perubahan suhu dan perubahan salah satu fase secara berlebihan. Karena waktu

krim ini digunakan dan digosokkan pada kulit, hanya sedikit atau tidak terlihat.

Hilangnya krim ini dari kulit dipermudah oleh emulsi minyak dalam air yang

terkandung didalamnya (Ikhsanudin, 2012).

2.10 Emulgator (Emulsifying Agent)

Emulsifiying agent atau yang sering disebut emulgator merupakan bahan

yang digunakan untuk menurunkan tegangan antarmuka antara dua fasa yang

dalam keadaan normal tidak saling bercampur, sehingga keduanya dapat

teremulsi. Secara struktural, emulgator adalah molekul amfifilik, yaitu memiliki

gugus hidrofilik maupun lipofilik atau gugus yang suka air dan suka lemak dalam

satu molekul (Nasution dkk, 2004).

Menurut Ansel (2011), bahan yang umum dan sering digunakan dalam

aplikasi kefarmasian sebagai emulgator adalah sebagai berikut:

1. Bahan mengandung karbohidrat alami.

Bahan-bahan berikut umumnya menghasilkan emulsi tipe m/a. Contoh: akasia,

tragakan, agar dan pectin (Ansel, 2011).

2. Bahan mengandung protein.

Bahan-bahan berikut menghasilkan emulsi m/a. Contoh: gelatin, kuning telur,

dan kasein (Ansel, 2011).

3. Bahan mengandung alkohol bermolekul tinggi.

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

26

Bahan ini bekerja terutama sebagai agen penebalan dan stabilisator untuk

emulsi tipe m/a dari lotion atau salep tertentu yang digunakan secara eksternal.

Bahan mengandung kolesterol dan turunannya dapat bekerja sebagai

pengemulsi eksternal tipe a/m. Contoh: stearil alkohol, setil alkohol, dan

gliseril monostearat (Ansel, 2011).

4. Agen pembasah (wetting agent) anionik, kationik, nonionik.

Sifat ion surfaktan adalah pertimbangan utama dalam pemilihan agen

pembasah. Surfaktan nonionik yang efektif berada pada rentang pH 3-10,

surfaktan kationik berada pada rentang pH 3-7, sedangkan surfaktan anionik

efektif berada pada rentang pH >8 (Ansel, 2011).

a. Agen pembasah anionik

Bahan ini mempunyai ujung hidrofilik dan lipofilik dengan protein

lipofilik yang dihitung sebagai aktifitas permukaan molekul. Pada agen

anionik, sebagian permukaan lipofiliknya bermuatan negative. Contoh:

sabun monovalen, polivalen dan organik (seperti: trietanolamina (TEA),

oleat, dan sulfonat).

b. Agen pembasah kationik

Bahan ini permukaan lipofiliknya bermuatan positif. Karena itu

kombinasi antara agen anionik dan kationik tidak dianjurkan karena

dapat menetralisir sifat antara keduanya. Contoh: benzalkonium klorida.

c. Agen pembasah nonionik

Pada agen nonionik tidak memiliki kecenderungan untuk mengionisasi.

Tergantung pada sifat masing-masing tipe emulsi m/a ataupun a/.

Contoh: tween, span, ester sorbitan, polioksietilen dan turunannya.

5. Bahan mengandung padatan halus atau koloid

Bahan ini umumnya membentuk emulsi m/a. Ketika larut, bahan

ditambahkan ke fase air jika volume lebih banyak dari fase minyak. Namun jika

bahan ini ditambahkan dalam fase minyak, dapat membentuk emulsi dengan tipe

a/m. Contoh: Bentonit, magnesium klorida, dan aluminium hidroksida (Ansel,

2011).

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

27

2.10.1 Surfaktan

Surfaktan merupakan suatu molekul yang sekaligus memiliki gugus

hidrofilik dan gugus lipofilik sehingga dapat mempersatukan campuran yang

terdiri dari air dan minyak dengan cara menurunkan tegangan permukaan antar

fase. Surfaktan dalam jumlah sedikit apabila ditambahkan ke dalam suatu

campuran dua fase yang tidak saling bercampur seperti minyak dan air dapat

mengemulsikan kedua fase tersebut menjadi emulsi yang stabil. Aktifitas

surfaktan diperoleh karena sifat ganda dari molekulnya. Molekul surfaktan

memiliki bagian polar yang suka akan air (hidrofilik) dan bagian non polar yang

suka akan minyak/lemak (lipofilik). Bagian polar molekul surfaktan dapat

bermuatan positif, negatif atau netral. Sifat rangkap ini yang menyebabkan

surfaktan dapat diadsorbsi pada antar muka udara-air, minyak-air dan zat padat-

air, membentuk lapisan tunggal dimana gugus hidrofilik berada pada fase air dan

rantai hidrokarbon ke udara, dalam kontak dengan zat padat ataupun terendam

dalam fase minyak. Umumnya bagian non polar (lipofilik) adalah merupakan

rantai alkil yang panjang, sementara bagian yang polar (hidrofilik) mengandung

gugus hidroksil. Bagian kepala bersifat hidropilik masuk ke fase hidropil dan

bagian ekor bersifat hidropobik masuk ke fase hidropobik (Jatmika, 1998).

Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan

pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan

pelarut (solubilizing agent). Berdasarkan sifat gugus fungsi yang dimiliki,

surfaktan terbagi menjadi empat golongan, yaitu:

1) Surfaktan anionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada suatuanion.

Contohnya adalah garam alkana sulfonat, garam olefin sulfonat, garam sulfonat

asam lemak rantai panjang.

2) Surfaktan kationik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya terikat pada

suatukation. Contohnya garam alkil trimethil ammonium, garam dialkil-

dimethilammonium dan garam alkil dimethil benzil ammonium.

3) Surfaktan nonionik yaitu surfaktan yang bagian alkilnya tidak bermuatan.

Contohnya ester gliserin asam lemak, ester sorbitan asam lemak, estersukrosa

asam lemak, polietilena alkil amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono

alkanol amina, dialkanol amina dan alkil amina oksida.

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

28

4) Surfaktan amfoter yaitu surfaktan yang bagian alkilnya mempunyai muata

positif dan negatif. Contohnya surfaktan yang mengandung asam amino,betain,

fosfobetain.

2.10.2 Jenis Tween dan Span

a. Tween (Rowe et al., 2009)

Tabel II.2: Macam-macam Tween

Polysorbate Rumus molekul Berat molekul

Polysorbate 20 C58H14O26 1128

Polysorbate 21 C26H50O10 523

Polysorbate 40 C62H122O26 1284

Polysorbate 60 C64H26O26 1312

Polysorbate 61 C32H62O10 607

Polysorbate 65 C100H194O28 1845

Polysorbate 80 C64H124O26 1310

Polysorbate 81 C34H64O11 649

Polysorbate 85 C100H188O28 1839

Polysorbate 120 C64H126O26 1312

Tabel II.3: Perbedaan kandungan Tween 20, 40, 60, dan 80

Asam lemak Polysorbate

20

Polysorbate

40

Polysorbate

60

Polysorbate

80

Asam kaproat ≤ 1,0% - -

Asam kaprilat ≤ 10,0% - -

Asam kaprat ≤ 10,0% - -

Asam laurat 40,0-60,0% - -

Asam miristat 14,0-25,0% - - ≤ 5,0%

Asam palmitat 7,0-15,0% ≥ 92,0% + ≤ 16,0%

Asam palmitoleat - - - ≤ 8,0%

Asam stearat ≤7,0% - 40,0-60,0 ≤ 6,0%

Asam oleat ≤11,0% - - 58,0

85,0%

Asam linolenat - - - ≤4,0%

Asam linoleat ≤ 3,0% - - -

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

29

b. Span (Rowe et al., 2009)

Tabel II.4: Sinonim Span

Nama Sinonim

Sorbitan monoisostearat Anhidrosorbitol

Sorbitan monolaurat Span 20

Sorbitan monooleat Span 80

Sorbitan monopalmitat Span 40

Sorbitan monostearat Span 60

Sorbitan sesquiisostearat Protacem

Sorbitan sesquioleat Sorgen 30

Sorbitan trilaurat Span 25

Sorbitantrioleat Span 85

Sorbitan tristearat Span 65

Tabel II.5: Macam-macam Span

Nama Rumus molekul Berat molekul

Sorbitan diisostearat C42H80O7 697

Sorbitan dioleat C42H76O7 693

Sorbitan monoisostearat C24H46O7 431

Sorbitan monolaurat C18H34O6 346

Sorbitan monooleat C24H44O6 429

Sorbitan monopalmitat C22H42O6 403

Sorbitan monostearat C24H46O6 431

Sorbitan sesquiisostearat C33H63O6,5 564

Sorbitan sesquioleat C33H60O6,5 561

Sorbitan sesquistearat C33H63O6,5 564

Sorbitan triisostearat C60H14O8 964

Sorbitan trioleat C60H108O8 958

Sorbitan tristearat C60H114O8 964

2.11 Formulasi Bahan

Pada penelitian ini menggunakan basis vanishing cream untuk digunakan

dalam formulasi sediaan tabir surya yang mengandung Etil p-metoksisinamat

(EPMS) dari Kaempferia galangal L. dikombinasi dengan Titanium dioxide.

Formula standar cream sebagai berikut :

R/ Asam stearat 150 g

Malam putih 20 g

Vaselin putih 80 g

Trietanolamin 15 g

Propilenglikol 80 g

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

30

Aquadest 655 g (Martin, 1993 )

Formulasi krim mengandung nipagin dan nipasol (Liony, 2014)

R/ Asam stearat 5 g

Setil alkohol 5 g

Parafin cair 2 g

Olive oil 3 g

Metyl paraben 0,2 g

Propil paraben 0,02 g

Trietanolamin 0,7 g

Gliserin 2 g

Monostearat 8 g

BHT qs

Formulasi krim mengandung EPMS (Wardiyah, 2015)

R/ Kristal EPMS 1%

Setil alkohol 3%

Isopropil miristat 3%

Asam stearat 5%

Minyak zaitun 1%

Propilenglikol 15%

Metil paraben 0,2%

Propil paraben 0,1%

Trietanolamin 0,2%

Vitamin E 0,1%

Alkohol 96% 5%

Aqua destilata ad 100%

Formulasi krim mengandung VCO (Mu’awanah dkk, 2014)

R/ Gliserol 6 g

Asam Stearat 20 g

Setil alkohol 2 g

Lanolin 2 g

KOH 50% 1,4 g

VCO 2-50 g (2, 8, 14, 20,26, 32, 38, 44, 50 g)

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

31

Aquades 161 g

2.11.1 Komposisi Penyusun

1. VCO (Minyak Kelapa) (Darmoyuwono, 2006)

Sinonim : Virgin coconut oil, minyak perawan, minyak sara

(Setiadji dan Prayugo, 2006)

Berat jenis : 0,883 pada suhu 20⁰C

Pemerian : Tidak berwarna, jernih, bebas endapan, memiliki aroma

seperti kelapa, serta tidak memiliki bau tengik dan rasa

yang masam

Kelarutan : Tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alcohol (1:1)

Titik cair : 20-25⁰C

Titik didih : 225⁰C

2. Malam putih (Cera Alba) (Rowe et al., 2009)

Sinonim : White beeswax

Pemerian : Tidak berasa, serpihan putih dan seikit tembus

Kelarutan : Larut dalam kloroform, eter, minyak menguap: sedikit

larut dalam etanol (95%); praktis tidak larut dalam air

Suhu lebur : 61°C – 65°C

Inkompabilitas : Dengan bahan pengoksidasi

Penggunaan : Bahan penstabil emulsi, bahan pengeras, bahan

pembentuk basis (10-30%) pada sediaan krim dan

ointments digunakan untuk meningkatkan konsistensi

dan menstabilkan emulsi air dalam minyak.

3. Vaselin putih (Vaseline Album) (Rowe et al., 2009)

Sinonim : White petrolatum; white petrolatum jelly

Pemerian : Berwarna putih, tembus cahaya, tidak berbau dan tidak

berasa.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton, etanol, gliserin dan air,

larut dalam benzene, kloroform, eter, heksan dan minyak

menguap.

Penggunaan : Emolien krim, topikal emulsi, topikal ointments dengan

konsentrasi antara 10-30%

Page 29: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

32

4. Nipagin (Rowe et al., 2009)

Sinonim : Asam 4-hidroksibrnzoat metal ester, metal p-

hidroksibenzoat, metal parahidroksibenzoat, metal

paraben.

Rumus molekul : C8H8O3

Struktur kimia :

Berat molekul : 153,15

Pemerian : Kristal tidak berwarna atau kristal serbuk putih, tidak

berbau atau hampir tidak berbau dan sedikit rasa

membakar.

Kelarutan : Pada suhu 25°C larut dalam 2 bagian etanol, 3 bagian

etanol (95%), 6 bagian etanol (50%), 200 bagian etanol

(10%), 10 bagian eter, 60 bagian gliserin, 2 bagian

methanol, praktis tidak larut dalam minyak mineral, larut

dalam 200 bagian minyak kacang, 5 bagian propilen

glikol, 400 bagian air (25°C), 50 bagian air (50°C) dan

30 bagian air (80°C).

Penggunaan : Digunakan sebagai pengawet antimikroba sediaan kosmetik,

sendiri atau kombinasi dengan paraben atau pengawet

yang lain. Efektifitas sebagai pengawet yang lain.

Efektifitas sebagai pengawet dapat ditingkatkan dengan

penambahan 2-5% propilen glikol, feniletilen alkohol

atau EDTA. Efek sinergis sebagai pengawet terjadi pada

penggunaan metilparaben dengan paraben lain. kadar

metilparaben untuk sediaan topikal 0,02-0,3%.

Stabilitas : Larutan pada pH 3-6 stabil (dekomposisi kurang dari

10%) selama 4 tahun penyimpanan pada suhu ruang.

Larutan pH 8 atau lebih mengalami hidrolisis

Page 30: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

33

(dekomposisi terjadi lebih dari 10%) setelah

penyimpanan selama 60 hari pada suhu ruang.

Inkompatibiltas :Aktivitas antimikroba berkurang dengan

kehadiransurfaktan nonionic seperti polisorbat 80 karena

miselisasi. Penambahan 10% propilen glikol

menunjukkan efek potensiasi dan mencegahinteraksi

antara paraben dengan polisorbat 80. Inkompatibel

dengan bentonit, magnesium trisiklat talk, tragakan,

sodium alginate, minyak esensial, sorbitol dan atropin;

diabsorpsi oleh plastic tergantung pada jenis plastic dan

pembawa yangdigunakan, botol polietilen tidak

mengabsorpsi metilparaben; mengalami perubahan

warna akibat hidrolisis dengan adanya besi, alkali lemah

atau asam kuat.

5. Nipasol (Rowe et al., 2009)

Sinonim : 4-hydroxybenzoic acid propyl ester; propagin; Propyl

paraben; propyl p-hydroxybenzoate.

Rumus molekul : C10H12O3

Struktur kimia :

Berat molekul : 180,20

Pemerian : Kristal putih, tidak berbau dan tidak berasa.

Kelarutan : Larut dalam aseton, eter, 1,1 bagian etanol 5,6 bagian

etanol (50%), 250 bagian gliserin, 3330 bagian mineral

oil, 70 bagian minyak kacang, 3,9 bagian propilen glikol,

110 bagian propilen glikol (50%), 4350 bagian air

(15°C), 2500 bagian air, 225 bagian air (80%).

Penggunaan : Digunakan sebagai pengawet antimikroba sediaan

kosmetik, sendiri atau kombinasi dengan parabenatau

pengawet yang lain. Kadar metilparaben untuk sediaan

topikal sebesar 0,01%-0,6%.

Page 31: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

34

Stabilitas : Aktivitas mikroba berkurang dengan kehadiran

surfaktan nonionik seperti polisorbat 80 karena

miselisasi. Inkompaktibel dengan bentonit, magnesium

trisilikat, talk, tragakan, sodium alginate, minyak

essensial, sorbitol dan atropin; diabsorpsi oleh plastik

tergantung pada jenis plastik dan pembawa yang

digunakan, botol polietilen tidak mengabsorpsi

metilparaben; mengalami perubahan warna akibat

hidrolisis dengan adanya besi, alkali lemah atau asam

kuat.

6. Tween 80 (Rowe et al., 2009)

Sinonim : Polysorbate 80, Cremophor PS 80.

Rumus molekul : C64H126026

Struktur kimia :

Berat molekul : 131.

Pemerian : Cairan seperti minyak berwaran kuning, berbau khas

dan hangat, rasa agak pahit.

Kelarutan : Larut dalan air dan etanol, tidak larut dalam Minyak

mineral dan minyak sayur.

Penggunaan : Emulgator (Pengguaan sendiri dalam m/a)

7. Span 20 (Rowe et al., 2009)

Sinonim : Sorbitan monolaurate

Rumus molekul : C18H34O6.

Struktur kimia :

Berat molekul : 346.

Pemerian : Cairan kental berwarna kuning, mempunyai baudan

rasa yang khas.

Page 32: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

35

Kelarutan : Larut dalan minyak, sebagian besar larut dalam pelarut

organik, tidak larut dalam air tetapi dapat terdispersi.

Penggunaan : Emulgator (Pengguaan sendiri dalam m/a =1-15%,

kombinasi dengan emulagtor lain 1-10%).

8. Propilen glikol (Rowe et al., 2009)

Sinonim : Methyl ethylene glycol, metyl glycol.

Rumus molekul : C3H802.

Struktur kimia :

Berat molekul : 76,09.

Pemerian : Tidak berwarna, kental, cairan praktis tidak berbau rasa

manis dan sedikit tajam menyerupai gliserin.

Kelarutan : Larut dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin

dan air. Larut dalam 6 bagian eter, tidak larut dalam 6

bagian eter, tidak larut dalam minyak mineral tetapi

dapat melarutkan beberapa minyak.

Penggunaan : Humectan.

9. Paraffinum liquidum

Sinonim : Parafin cair , minyak mineral ( Depkes RI, 1993).

Pemerian : Cairan kental, transaran, tidak berfluoresensi, tidak

berwarna, hampir tidak berbau, hampir tidak mempunyai

rasa (Farmakope edisi III, 1970).

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (96%),

larut dalam kloroform P dan dalam eter P ( Farmakope

edisi III, 1970).

Kegunaan : khasiat dan penggunaan sebagai laksativum (

Farmakope edisi III, 1970). Berfungsi sebagai pelarut

dan penambah viskositas dalam fase minyak (Depkes RI,

1993).

10. Gliserin (Rowe et al., 2009)

Sinonim : Glycerol, glycerin, croderol

Page 33: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

36

Rumus molekul : C3H8O3

Struktur kima :

Berat molekul : 92,09

Pemerian : Tidak berwarna, tidak berbau, viskos, cairan yang

higroskopis, memiliki rasa yang manis, kurang lebih 0,6

kali manisnya dari sukrosa

Kelarutan : Gliserin praktis tidak larut dengan benzene, kloroform,

dan minyak, larut dengan etanol 95%, methanol dan air.

Stabilitas : Pada suhu 20°C. Gliserin sebaiknya ditempat yang

sejuk dan kering.

Penggunaan : Digunakan pada berbagai formulasi sediaan

farmasetika, pada formulasi farmasetika sediaan topikal

dan kosmetik, gliserin utamanya digunakan sebagai

humektan dan pelembut. Rentang gliserin yang

digunakan sebagai humektan sebesar ≤30%.

11. Asam stearat (Rowe et al, 2009)

Sinonim : Acid cetylacetic, Croadacid, E570, Edernol

Rumus Kimia : C18H3602

Struktur kimia :

Berat molekul : 284,47

Pemerian : Kristal padat warna putih atau sedikit kekuningan,

mengkilap, sediki berbau dan berasa seperti lemak.

Kelarutan : Sangat sukar larut dalam benzen, CCL4, kloroform dan

eter, larut dalam etanol (95%), heksan dan propilen

gilkol, praktis tidak larut dalam air.

Suhu lebur : 54

Inkompabilitas : Dengan logam hidroksi, obat naproxen dan bahan

pengoksidasi.

Penggunaan : Bahan pembentuk emulsi.Asam stearate dalam sediaan

topikal digunakan sebagai pembentuk emulsi dengan

Page 34: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

37

konsentrasi kadar 1-20%, sebagaian dari asam stearate

dinetralkan dengan alkalis atau TEA untuk memberikan

tekstur krim yang elastis.

12. BHA (Rowe et al., 2009)

Sinonim : Butylated Hydroxyanisole, BHA, tert-butyl-4-

methoxyphenol, butylhydroxyanisolum, Nipanox BHA,

Nipantiox 1-F, Tenox BHA.

Rumus molekul : C11H1602

Struktur kimia :

Berat molekul : 180,25

Titik lebur : 47°C

Pemerian : Serbuk kristal atau padatan lemah agak berminyak,

putih kekuningan, putih atau hampir putih. Berbau

aromatik yang khas

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, larut dalam metanol.

Bebas larut dalam ≥ 50% etanol encer, propilen glikol,

kloroform, eter, heksana, minyak biji kapas, glyceryl

monooleat, lemak babi, dan larutan alkali hidroksida

Penggunaan : BHA digunakan sebagai antioksidan dengan beberapa

sifat anti mikroba. Digunakan dalam berbagai kosmetik,

makanan, dan obat-obatan. BHA sering dikombinasi

dengan BHT, alkyl gallate, dan asam sitrat. Pada sediaan

topikal, BHA digunakan sebagai anti oksidan dengan

kadar 0,005-0,02% yang tercantum dalam peraturan

FDA dan USDA.

Inkompatibilitas : Dengan agen pengoksidasi dan garam ferri. Paparan

cahaya dan banyaknya jumlah logam menyebabkan

perubahan warna dan hilangnya aktifitas.

13. BHT (Rowe et al., 2009)

Page 35: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

38

Sinonim : Butylated Hydroxytoluene, Agidol, BHT, 2,6-bis(1,1

dimethylethyl)-4-methylphenol, 2,6-di-tert-butyl-p-

cresol, Embanox BHT; Impruvol, Nipanox BHT, Tenox

BHT, Topanol, Vianol, butylhydroxytoluenum.

Rumus molekul : C15H240

Struktur kimia :

Berat molekul : 220,35

Titik lebur : 70°C

Pemerian : Serbuk kristal atau padat kuning putih atau pucat

dengan aroma fenolik yang samar.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, gliserin, propilen glikol,

larutan alkali hidroksida, dan asam mineral encer. Bebas

larut dalam aceton, benzen etanol 95%, eter metanol,

toluen, berbagai minyak dan minyak mineral.

Penggunaan : BHT digunakan sebgai anti oksidan dalam kosmetik,

makanan, dan obat-obatan, dapat digunakan juga sebagai

anti virus. Pada sediaan topikal, BHT digunakan sebagai

anti oksidan dengan kadar 0,0075-0,1%.

Inkompatibilitas : Dengan agen pengoksidasi kuat seperti peroksida dan

permanganat dapat menyebabkan pembakaran spontan.

Garam ferri dapat menyebabkan perubahan warna dan

hilangnya aktifitas. Pemanasan dengan katalitik asam

menyebabkan dekomposisi cepat dengen pelepasan gas

isobutena yang mudah terbakar.

14. Na-EDTA (Rowe et al., 2009)

Sinonim : Edetate sodium, edetic acid tetrasodium salt; EDTA

tetrasodium, N0-

1,2ethanediylbis[N(carboxymethyl)glycine] tetrasodium

salt, ethylenediaminetetraacetic acid tetrasodium salt,

Page 36: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

39

(ethylenedinitrilo) tetraacetic acid tetrasodium salt,

Sequestrene NA4, tetracemate tetrasodium, tetracemin,

tetrasodium edetate, Versene.

Rumus molekul : C10H12N2Na4O8

Berat molekul : 380,20

Titik lebur : > 300°C

pH : 11,3 dalam 1% w/v dalam air

Pemerian : Serbuk kristal putih.

Kelarutan : larut dalam air.

Penggunaan : Na EDTA digunakan sebagai Chellating agent dan juga

sebagai pengawet anti mikroba. Pada sediaan topikal, Na

EDTA digunakan sebagai chellating agent dengan kadar

0,01-0,1%.

Inkompatibilitas : Dengan agen pengoksidasi kuat, basa kuat, dan logam

polivalen.

15. Cetyl Alkohol (Rowe et al., 2009)

Sinonim : Alcohol cetylicus; cachalot; crodacol C70; crodacol

C90; heksadekanol; n-hexadecyl alcohol.

Rumus Molekul : C16H34O

Struktur kimia :

BM : 242.44

Pemerian : Bentuk seperti lilin, serpihan putih, kubus, butiran.

Memiliki bau yang khas dan rasa hambar.

Kelarutan : Bebas larut dalam etanol 95% dan eter, kelarutannya

akan meningkat dengan meningkatnya suhu, praktis tidak

larut dalam air, larut ketika dilelehkan dengan lemak,

parafin padat, dan isopropil miristat

16. Aqua destilata

Sinonim : Air suling (Farmakope edisi III, 1970)

Struktur kimia :

Page 37: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kulit 2.1.1 Anatomi Kuliteprints.umm.ac.id/42835/3/jiptummpp-gdl-alvindalat-48612-3-babii.pdf · 2.1.3 Mekanisme Perlindungan Alami Kulit Secara alami kulit manusia

40

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak

mempunyai rasa. (Farmakope edisi III, 1970)

Kegunaan : Khasiat dan penggunaan sebagai pelarut (Depkes RI,

1993).

2.12 Evaluasi Sediaan Semisolida

Agar sistem pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus

dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang mendasari dan ini harus selalu

ditaati. Pertama, tujuan pemeriksaan semata-mata adalah demi mutu obat yang

baik. Kedua, setiap pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau

spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan standar spesifikasi yang telah ada

(Lachman, 1994).

Evaluasi sediaan dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan yang telah

dibuat sesuai dengan kriteria yang di inginkan dan mencapai hasil yang maksimal.

Evaluasi untuk sediaan dermatologi termasuk kosmetika terdiri dari stabilitas

bahan aktif, stabilitas bahan tambahan, organoleptis (warna, bau, dan tekstur),

homogenitas, distribusi ukuran partikel fase terdistribusi, pH, pelepasan atau

bioavaibilitas, viskositas (Barry, 1983).

Evaluasi pada penelitian ini meliputi karakteristik fisika, kimia, dan

stabilitas. Karakteristik fisika meliputi organoleptis, viskositas, daya sebar, dan

homogenitas. Sedangkan karakteristik kimia meliputi pH, dan stabilitas meliputi

freeze thaw (Setyawan dkk, 2012).