TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

37
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Penelitian Guba dan Lincoln mendefinisikan paradigma sebagai serangkaian keyakinan-keyakinan dasar (basic beliefs) atau metafisika yang berhubungan dengan prinsip-prinsip pokok. Paradigma in menggambarkan suatu pandangan dunia (worldview) yang menentukan, bagi penganutnya sifat dari “dunia” sebagai tempat individu dan kemungkinan hubungan dengan dunia tersebut beserta bagian-bagiannya. Keyakinan-keyakinan ini bersifat dasar dalam penegertian harus diterima secara sederhana semata-mata berdasarkan kepercayaan saja disebabkan tidak ada suatu cara untuk menentukakn suatu kebenaran akhir (Sunarto, 2011:4). Macam paradigma itu sendiri ternyata bervariasi. Guba dan Lincoln menyebutkan empat macam paradigma, yaitu: positivisme, post positivism, konstruktivisme dan kritis. Neuman menegaskan tiga paradigma dalam ilmu pengetahuan sosial: positivisme, interpretif dan kritis. Sedangkan Cresswel membedakan dua macam paradima, yaitu kuantitatif dan kualitatif (Sunarto, 2011:9) Paradigma kritis yang sering menjadi landasan berpikir dalam analisis semiotika berupaya mempertautkan hubungan antara media massa dan keberadaan struktur sosial. Ragam analisis kritis umumnya menguji kandungan-kandungan makna ideologis media melalui pembongkaran terhadap isi media atau teks. Paradigma kritis mendasarkan penelitian pada penafsiran teks yang menjadi objek penelitian ini yaitu foto-foto pada rubrik Exposure majalah Popular edisi Oktober 2011. Dengan penafsiran tersebut, peneliti menyelami teks dan menyingkap makna yang ada dibaliknya. Ketika menafsirkan teks, pengalaman, latar belakang, keberpihakan bahkan perasaan peneliti dapat mempengaruhi hasil penelitian. Penelitian paradigma kritis mempunyai beberapa karakteristik, yaitu: meyakini bahwa refleksi dan kritik metode untuk menghasilkan pengetahuan bukan melalui observasi, lebih dari sekedar data kuantitatif dan kualitatif, ideologi Universitas Sumatera Utara

Transcript of TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

Page 1: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Penelitian

Guba dan Lincoln mendefinisikan paradigma sebagai serangkaian

keyakinan-keyakinan dasar (basic beliefs) atau metafisika yang berhubungan

dengan prinsip-prinsip pokok. Paradigma in menggambarkan suatu pandangan

dunia (worldview) yang menentukan, bagi penganutnya sifat dari “dunia” sebagai

tempat individu dan kemungkinan hubungan dengan dunia tersebut beserta

bagian-bagiannya. Keyakinan-keyakinan ini bersifat dasar dalam penegertian

harus diterima secara sederhana semata-mata berdasarkan kepercayaan saja

disebabkan tidak ada suatu cara untuk menentukakn suatu kebenaran akhir

(Sunarto, 2011:4).

Macam paradigma itu sendiri ternyata bervariasi. Guba dan Lincoln

menyebutkan empat macam paradigma, yaitu: positivisme, post positivism,

konstruktivisme dan kritis. Neuman menegaskan tiga paradigma dalam ilmu

pengetahuan sosial: positivisme, interpretif dan kritis. Sedangkan Cresswel

membedakan dua macam paradima, yaitu kuantitatif dan kualitatif (Sunarto,

2011:9)

Paradigma kritis yang sering menjadi landasan berpikir dalam analisis

semiotika berupaya mempertautkan hubungan antara media massa dan keberadaan

struktur sosial. Ragam analisis kritis umumnya menguji kandungan-kandungan

makna ideologis media melalui pembongkaran terhadap isi media atau teks.

Paradigma kritis mendasarkan penelitian pada penafsiran teks yang menjadi objek

penelitian ini yaitu foto-foto pada rubrik Exposure majalah Popular edisi Oktober

2011. Dengan penafsiran tersebut, peneliti menyelami teks dan menyingkap

makna yang ada dibaliknya. Ketika menafsirkan teks, pengalaman, latar belakang,

keberpihakan bahkan perasaan peneliti dapat mempengaruhi hasil penelitian.

Penelitian paradigma kritis mempunyai beberapa karakteristik, yaitu:

meyakini bahwa refleksi dan kritik metode untuk menghasilkan pengetahuan

bukan melalui observasi, lebih dari sekedar data kuantitatif dan kualitatif, ideologi

Universitas Sumatera Utara

Page 2: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

dan kekuasaan ada dalam pengalaman sosial dan tujuan penelitian untuk

perubahan sosial (Sunarto, 2011:9).

Dikategorikan ke dalam penelitian kualitatif kritis karena sangat

mengandalkan kemampuan peneliti dalam menafsirkan teks ataupun tanda yang

dikaitkan dengan konteks sosial, budaya, ekonomi dan historis. Selain itu teori

pendukung dalam penelitian ini seperti feminisme eksistensialis merupakan

bagian dari aliran pemikiran kritis.

2.2 Kajian Pustaka

2.2.1 Komunikasi Massa

Salah satu bentuk komunikasi adalah komunikasi massa yang

menyampaikan informasi, ide, gagasan kepada komunikan yang jumlahnya

banyak dan menggunakan media. Aneka pesan melalui sejumlah media massa

dengan menyajikan beragam peristiwa baik itu yang sifatnya sederhana

menunjukkan bahwa komunikasi massa telah menjadi bagian kehidupan manusia.

Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang

berlangsung di mana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada

khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti

radio, televisi dan film (Cangara, 2006: 36).

Komunikasi massa sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari

komunikasi manusia. Hampir semua kegiatan manusia berhubungan erat dengan

komuniaksi massa. Salah satu diantaranya yaitu media massa. Media massa kini

telah menjadi salah satu alat yang penting sebagai media penyampai pesan atau

informasi kepada masyarakat. Masyarakat membutuhkan media massa untuk

menunjang kegiatannya seperti ketika akan berpergian keluar rumah , mereka

melihat berita ramalan cuaca terlebih untuk mengetahui apakah cuaca cerah,

mendung atau sedang hujan. Contoh lainnya adalah info lalu lintas. Di kota-kota

besar, info lalu lintas adalah info yang paling banyak dicari masyarakat. Dan

semua itu didapatkan melalui media massa seperti koran, radio dan televisi.

Joseph A. Devito mengemukakan definisi komunikasi massa dalam dua

pengertian (Wiryanto, 2004: 3):

Universitas Sumatera Utara

Page 3: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

1. Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa,

kepada khalayak yang luar biasa banyaknya.

2. Komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-

pemancar audio atau visual, seperti televisi, radio, surat kabar,

majalah, film atau buku.

Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen dan

inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan

atau sumber daya lainnya. Media massa seringkali berperan sebagai wahana

pengembangan budaya, bukan saja dalam pengertian bentuk seni dan simbol.

Dalam banyak hal, proses komunikasi massa dan jenis komunikasi lain bentuknya

sama yaitu seseorang menyusun sebuah pesan, pada dasarnya itu merupakan

tindakan interpersonal. Pesan tersebut kemudian disandikan (encoding) ke dalam

kode umum misalnya bahasa. Bahasa tersebut ditransmisikan dan orang lain akan

menerima pesan tersebut, menguraikan sandinya (decoding) lalu mendalaminya.

Proses pendalaman pesan tersebut juga merupakan tindakan intrapersonal. Namun

sifat komunikasi massa lebih khusus. Untuk dapat menyampaikan pesan dengan

efektif kepada ribuan orang dengan latar belakang dan ketertarikan yang berbeda

membutuhkan keahlian yang tersendiri dibandingkan hanya bicara dengan teman

di seberang meja. Menyandi pesan jauh lebih kompleks karena selalu

menggunakan alat, contohnya kamera, alat perekam atau media cetak (Vivian,

2008: 368).

Definisi-definisi komunikasi massa secara prinsip mengandung suatu makna

yang sama, bahkan antara satu definisi dengan definisi lainnya dapat saling

melengkapi. Melalui definisi-definisi tersebut, dapat diketahui karakteristik

komunikasi massa sebagai berikut (Ardianto, 2004: 7)

1. Komunikator Terlembagakan

Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Kita sudah

memahami bahwa komunikasi massa itu menggunakan media massa, baik media

cetak maupun elektronik.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

2. Pesan Bersifat Umum

Komunikasi massa itu bersifat terbuka, artinya komunikasi massa itu

ditujukan untuk semua orang dan tidak ditujukan untuk sekelompok orang tertentu.

Oleh karenanya, pesan komunikasi massa bersifat umum.

3. Komunikannya Anonim dan Heterogen

Dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim),

karena komunikasinya menggunakan media dan tidak berlangsung tatap muka. Di

samping anonim, komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari

berbagai lapisan masyarakat yang berbeda.

4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan

Kelebihan komunikasi massa dibandingkan dengan komunikasi lainnya,

adalah jumlah sasaran khalayak atau komunikan yang dicapainya relatif banyak dan

tidak terbatas. Komunikan yang banyak tersebut secara serempak pada waktu yang

bersamaan memperoleh pesan yang sama pula.

5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan

Pada komunikasi massa, yang penting adalah unsur isi. Dalam komunikasi

massa, pesan harus disusun sedemikian rupa berdasarkan sistem tertentu dan

disesuaikan dengan karakteristik media massa yang akan digunakan.

6. Komunikasi Massa Bersifat Satu Arah

Komunikasi massa adalah komunikasi dengan menggunakan atau melalui

media massa. Karena melalui media massa maka komunikator dan komunikannya

tidak dapat melakukan kontak langsung. Komunikator aktif menyampaikan pesan,

dan komunikan aktif menerima pesan, namun di antara keduanya tidak dapat

melakukan dialog. Dengan demikian, komunikasi massa itu bersifat satu arah.

7. Stimulasi Alat Indra Terbatas

Pada komunikasi massa, stimulasi alat indra bergantung pada jenis media

massa yang digunakan. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada

radio siaran dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media

Universitas Sumatera Utara

Page 5: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

televisi dan film, menggunakan indra penglihatan dan pendengaran.

8. Umpan Balik Tertunda

Komponen umpan balik atau feedback merupakan faktor penting dalam

bentuk komunikasi apa pun. Efektivitas komunikasi seringkali dapat dilihat dari

feedback yang disampaikan oleh komunikan. Umpan balik dalam komunikasi massa

tidak terjadi secara langsung karena komunikator tidak dapat melihat reaksi atau

tanggapan dari komunikan secara langsung.

Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Joseph R. Dominick

terdiri atas (Effendy, 2006: 29-31):

1. Pengawasan peringatan (surveillance)

Pengawasan mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita dan

informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal yang

mempekerjakan pengawasan.

2. Interpretasi (Interpretation)

Media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi

beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Contoh yang paling nyata

dari fungsi ini adalah tajuk rencana surat kabar dan komentar radio atau televisi

siaran. Pada kenyataannya fungsi interpretasi ini tidak selalu berbentuk tulisan,

adakalanya juga berbentuk kartun atau gambar lucu yang bersifat sindiran.

3. Hubungan (Linkage)

Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di

dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh saluran

perseorangan. Misalnya kegiatan periklanan yang menghubungkan kebutuhan

dengan produk-produk penjual.

4. Sosialisasi

Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang

mengacu kepada cara-cara dimana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai

dari suatu kelompok. Mediamassa menyajikan penggambaran masyarakat, dan

dengan membaca, mendengarkan dan menonton maka seseorang mempelajari

bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

5. Hiburan (Entertainment)

Fungsi ini jelas tampak pada televisi dan radio, dimana sebahagian

besar programnya bersifat menghibur (to entertain).

2.2.2 Iklan

Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai tiap bentuk komunikasi

nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh

satu sponsor yang diketahui. Yang dimaksud ‘dibayar’ disini menunjukkan fakta

bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan iklan pada umumnya harus dibeli,

sedangkan maksud kata ‘nonpersonal’ berarti suatu iklan melibatkan media massa

(Morrisan, 2010: 17).

Iklan berasal dari bahasa Arab iqlama, yang dalam bahasa Indonesia

artinya pemberitahuan, dalam bahasa Inggris advertising berasal dari kata Latin

abad pertengahan advertere yang berarti “mengarahkan perhatian kepada”,

sedangkan reklame berasal dari bahasa Perancis “re-klame” yang berarti berulang-

ulang (Danesi, 2010: 362). Sebenarnya semua istilah di atas mempunyai

pengertian yang sama yaitu memberi informasi tentang suatu barang/jasa kepada

khalayak.

Iklan dikategorisasikan sebagai iklan non komersial dan iklan komersial.

Iklan non komersial adalah iklan yang bersifat pelayanan masyarakat. Iklan

komersial ditandai dengan syarat imajinasi dalam proses pencitraan dan

pembentukan nilai-nilai estetika untuk memperkuat citra terhadap objek iklan itu

sendiri sehingga terbentuk image semakin tinggi estetika dan citra objek iklan,

maka semakin komersial objek tersebut (Bungin, 2011: 65).

Sejatinya tugas utama iklan adalah untuk mengubah produk menjadi

sebuah citra. Apapun pencitraannya yang digunakan dalam sebuah iklan, baik itu

citra kelas sosial, citra seksualitas dan sebagainya, yang terpenting pencitraan itu

memiliki efek terhadap produk dan akan menambah nilai ekonomisnya (Bungin,

2011: 126).

Jib Fowles mengatakan, iklan tidak sekedar media komunikasi, namun

terpenting adalah muatan konsep komunikasi yang terkandung di dalamnya,

Universitas Sumatera Utara

Page 7: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

terlebih lagi konsep itu harus mampu mewakili maksud produsen untuk

mempublikasikan produk-produknya, serta konsep tersebut harus dipahami oleh

pemirsa sebagaimana yang dimaksud oleh si pencipta iklan ( Bungin, 2011: 81).

Membedah iklan sebagai objek semiotika mengedepankan perlakuan

terhadap keseluruhan tanda-tanda di dalamnya seperti layaknya teks tertulis. John

Fiske (1991) mengajukan tiga level kode yang dapat dimaknai dalam menggali

makna-makna tersembunyi dalam iklan televisi. Level pertama adalah “realitas”,

meliputi tampilan visual semacam penampilan, pakaian, make up, perilaku,

pembicaraan, gesture, ekspresi, suara dan lain-lain. Level yang bersifat

permukaan ini merupakan level kode yang bersifat teknis. Level kedua adalah

“representasi” dimana penggunaan kamera, pencahayaan, editing, musik dan

suara. Anasir-anasir tersebut dapat merepresentasikan makna tentang situasi yang

dibangun seperti konflik, karakter, setting dan sebagainya. Level ketiga adalah

“ideologi”. Sebagai level terdalam, level ini merepresentasikan sejauh mana

ideologi yang dibangun dalam sebuah tayangan iklan (Hermawan, 2011: 248).

Salah satu bagian dari industri periklanan selain pengiklan dan agen

periklanan, adalah media massa. Media berperan sebagai penghubung antara

perusahaan dengan konsumennya. Media untuk pengiklan antara lain adalah radio,

televisi, koran, majalah, internet, direct mail, billboard dan sebagainya. Dari

seluruh media massa yang memungkinkan untuk menjadi media massa

periklanan, televisi seringkali difavoritkan menjadi media periklanan yang utama

karena efektivitas dan efisiensi dalam penyampaian pesan dan pembentukan

citra di dalamnya (V Tarigan, 2011: 21). Televisi menjadi pilihan utama oleh

banyak pemasar karena karakteristiknya yang unik dan mampu menampilkan

imajinasi nyata dari iklan tersebut dalam bentuk gambar dan suara. Iklan televisi

lahir dari proses panjang penggarapan sebuah iklan. Banyak kalangan tidak

mengetahui kalau iklan televisi umumnya berdurasi beberapa detik, membutuhkan

proses kerja yang sangat rumit dan panjang.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

2.2.3 Tanda

Tanda-tanda adalah perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha

mencari jalan di dunia ini (Sobur, 2004:15). Tanda ini bisa tampil dalam bentuk

sederhana seperti kata, atau dalam bentuk kompleks seperti novel atau acara

siaran radio (Danesi, 2010:27).

Aristoteles (384-322 SM) telah meletakkan dasar-dasar teori penandaan

yang sampai sekarang masih menjadi dasar. Ia mendefinisikan tanda sebagai yang

tersusun atas tiga dimensi: (1) bagian fisik dari tanda itu sendiri (suara yang

membentuk kata seperti “komputer”); (2) referen yang dipakai untuk menarik

perhatian (satu jenis alat tertentu); (3) pembangkitan makna (yang diisyarakatkan

oleh referen baik secara psikologis maupun sosial. Sebagaimana dalam konteks

semiotika, semua hal ini disebut sebagai (1) ‘penanda’, (2) ‘petanda’, dan (3)

‘signifikasi’ (Danesi, 2010:34).

Terdapat dua pendekatan penting yang berkenaan dengan tanda, yakni

pendekatan yang dicetuskan oleh Ferdinand de Saussure dan pendekatan yang

dicetuskan oleh Charles Sanders Peirce. Menurut Saussure, tanda merupakan

wujud konkret dari citra bunyi dan sering diidentifikasi sebagai penanda,

sedangkan konsep-konsep dari bunyi-bunyian atau gambar, disebut sebagai

petanda. Dapat dikatakan, di dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep

sebagai dua komponen yang tak terpisahkan. Hubungan penanda dan petanda

juga bersifat arbitrer (bebas), baik secara kebetulan maupun ditetapkan (Sobur,

2004:32). Mengapa suatu objek diberi nama ‘komputer’ untuk

mengidentifikasikan sebuah benda mirip televisi yang memiliki kemampuan

mengolah data, hal ini dapat disebut sebagai sebuah sifat arbitraris.

Danesi (2010:36) menyebutkan bahwa Saussure juga menyatakan bahwa

telaah tanda dapat dibagi menjadi dua–sinkronik dan diakronik. Sinkronik terkait

dengan tanda pada suatu waktu, dan diakronik merupakan telaah bagaaimana

perubahan makna dan bentuk tanda dalam waktu. Selain itu, Saussure juga

melihat tanda sebagai sebuah ‘gejala biner’, yaitu bentuk yang tersusun atas dua

bagian yang saling terkait satu sama lain, yakni penanda (signifier) yang berguna

untuk menjelaskan ‘bentuk’ dan ‘ekspresi’ dan petanda (signified) yang berguna

Universitas Sumatera Utara

Page 9: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

untuk menjelaskan ‘konsep’ atau ‘makna’. Hubungan antara keberadaan fisik

tanda dan konsep atau makna tersebut dinamakan dengan signification. Dalam

mencermati hubungan pertandaan ini, Saussure menegaskan bahwa diperlukan

semacam konvensi sosial untuk mengatur pengkombinasian tanda dan maknanya.

Pendekatan yang kedua, yang dicetuskan oleh Charles Sanders Peirce,

bermakna kurang lebih sama dimana ia mengartikan tanda sebagai yang terdiri

atas representamen (sesuatu yang melakukan representasi) yang merujuk ke objek

(yang menjadi perhatian representamen), membangkitkan arti yang disebut

sebagai interpretant (apapun artinya bagi seseorang dalam konteks tertentu)

(Danesi, 2010:36). Hubungan antara ketiganya bersifat dinamis, dengan yang satu

menyarankan yang lain dalam pola siklis.

Artinya, tanda-tanda berkaitan dengan objek-objek yang menyerupainya ,

keberadaannya memiliki hubungan sebab-akibat dengan tanda-tanda atau karena

ikatan konvensional dengan tanda-tanda tersebut.

Menurut Peirce, sebuah analisis tentang esensi tanda mengarah pada

pembuktian bahwa setiap tanda ditentukan oleh objeknya. Pertama, dengan

mengikuti sifat objeknya, ketika kita menyebut tanda sebuah ikon. Kedua,

menjadi kenyataan dan keberadaannya berkaitan dengan objek individual, ketika

kita menyebut tanda sebuah indeks. Ketiga, kurang lebih, perkiraan yang pasti

bahwa hal itu diinterpretasikan sebagai objek denotatif sebagai akibat dari suatu

kebiasaan ketika kita menyebut tanda sebuah simbol (Sobur, 2004:35).

Tanda terdapat di mana-mana, kata, demikian pula gerak isyarat tubuh,

lampu lalu lintas, bendera, warna, dan sebagainya dapat pula menjadi tanda.

Semua hal dapat menjadi tanda, sejauh seseorang menafsirkannya sebagai sesuatu

yang menandai suatu objek yang merujuk pada atau mewakili sesuatu yang lain di

luarnya. Kita menafsirkan sesuatu sebagai tanda umumnya secara tidak sadar

dengan menghubungkannya dengan suatu sistem yang kita kenal hasil konvensi

sosial di sekitar kita. Tidak semua suara, gerakan, kata, isyarat bisa menjadi tanda,

namun hal tersebut bisa menjadi tanda ketika ia diberi makna tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

2.2.4 Semiotika

Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti ‘tanda’ atau

seme yang berarti ‘penafsir tanda’. Semiotika berakar dari studi klasik dan

skolastik atas seni logika, retorika dan poetika. ‘Tanda’ pada masa itu masih

bermakna pada suatu hal yang menunjukkan pada adanya hal lain. Jika diterapkan

pada bahasa, maka huruf, kata, kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri.

Tanda-tanda itu hanya mengemban arti (signifiant) dalam kaitannya dengan

pembaca. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang

ditandakan (signifie) sesuai dengan konvensi dalam sistem bahasa yang

bersangkutan (Sobur, 2004: 17).

Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala

yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-

tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang

menggunakannnya. Menurut Preminger (dalam Kriyantono, 2006: 261), ilmu ini

menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu

merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan,

konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.

Analisis semiotik berupaya menemukan tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi

di balik sebuah tanda (teks, iklan, berita). Karena sistem tanda sifatnya amat

kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna

tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna

tanda tersebut berada.

Dapat dikatakan, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk

mengkaji tanda. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda,

tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda,

melainkan dunia itu sendiri pun–sejauh terkait dengan pikiran manusia–

seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan

bisa menjalin hubungannya dengan realitas. Bahasa itu sendiri merupakan sistem

tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda nonverbal

seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial

konvensional lainnya, dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari

Universitas Sumatera Utara

Page 11: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi (Sobur,

2004:13).

Charles Sanders Peirce adalah salah seorang filsuf Amerika yang paling

orisinal dan multimensional. Menurut Paul Cobley dan Litza Jansz (1999: 20),

Peirce adalah seorang pemikir yang argumentatif. Peirce mengidentisikasi, dari

ilmu logika ke ilmu intelektual, yaitu tindakan komunikatif yang telah

menunjukkan bagaimana ia menggarisbawahi kepentingan teknis ilmu (Sobur,

2004: 40-41).

Pierce menandaskan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan medium

tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda. Tanda dalam

kehidupan manusia bisa berarti gerakan ataupun isyarat. Anggukan ataupun

gelengan dapat berati sebagai setuju dan tidak setuju, tanda peluit, genderang,

suara manusia bahkan bunyi telepon merupakan suatu tanda. Tanda dapat berupa

tulisan, angka dan bisa juga berbentuk rambu lalu lintas contohnya merah berati

berhenti (berbahaya jika melewatinya) dan masih banyak ragamnya.

Pierce dalam lingkungan semiotik melihat sebuah tanda, acuan dan

penggunanya sebagai tiga titik dalam segitiga Peirce, yang biasanya dipandang

sebagai pendiri tradisi semiotika Amerika, menjelaskan modelnya secara

sederhana yaitu tanda sebagai sesuatu yang dikaitkan kepada seseorang untuk

sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas dan seringkali mengulang-ulang

pernyataan bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi

seseorang.

Tanda menunjuk pada seseorang, yakni menciptakan di benak seseorang

tersebut suatu tanda yang setara atau barangkali suatu tanda yang lebih

berkembang. Tanda tersebut disebut interpretant dari tanda-tanda pertama.

Perumusan yang terlalu sederhana dari Pierce ini menyalahi kenyataan tentang

adanya suatu fungsi tanda: tanda A menunjukkan suatu fakta (dari objek B),

kepada penafsirnya yaitu C. Oleh karena itu, suatu tanda itu tidak pernah berupa

suatu entitas yang sendirian, tetapi yang memiliki ketiga aspek tersebut (A, B dan

C). Pierce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari

Universitas Sumatera Utara

Page 12: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

kepertamaan, objeknya adalah keduaan dan penafsirnya adalah sebagai unsur

pengantara yang berperan sebagai ketigaan.

Ketiga tanda yang ada dalam konteks pembentukkan tanda juga

membangkitkan semiotika yang tak terbatas, selama suatu penafsir (gagasan) yang

membaca tanda sebagai tanda bagi yang lain (yaitu sebagai wakil dari suatu

makna atau penanda) bisa ditangkap oleh penafsir lainnya. Penafsir ini adalah

unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi

dan penangkapan (hipotesis) membentuk tiga jenis penafsir yang penting). Agar

bisa ada sebagai suatu tanda maka tanda tersebut harus ditafsirkan (dan berarti

harus memiliki penafsir).

Charles Sanders Peirce mengemukakan gagasannya mengenai model tanda

dan taksonominya. Peirce mengemukakan model triadic tanda, yang terdiri atas

elemen-elemen sebagai berikut:

a. Representamen, adalah bentuk yang diambil sebagai tanda (tidak

senantiasa bersifat material).

b. Interpretant, cenderung bermakna gagasan yang dimunculkan oleh

tanda.

c. Object, adalah hal kemana tanda terkait mengacu.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

Gambar 1

Segitiga Makna Charles S.Peirce

Sense

B

A C

Sign Vehicle Referent

(Sumber : Morissan, 2009: 28)

Hubungan antara ketiga elemen tersebut disebut ‘semiosis’. Untuk lebih

memahaminya, kita bisa ilustrasikan dengan lampu lalu lintas. Dalam model tanda

yang dikemukakan oleh Peirce, lampu tanda berhenti akan diwakili oleh lampu

merah yang ada di persimpangan jalan (sebagai representamen), kendaraan

berhenti (sebagai objek) dan gagasan bahwa lampu merah mengindikasikan

kendaraan harus berhenti (sebagai interpretant) (Morissan, 2009:28).

Berdasarkan bagan di atas dapat dijelaskan bahwa pikiran merupakan

mediasi antara simbol dengan acuan. Atas dasar hasil pemikiran itu pula

terbuahkan referensi yaitu hasil penggambaran maupun konseptualisasi acuan

simbolik. Dengan demikian referensi merupakan gambaran hubungan antara tanda

kebahasaan berupa kata-kata maupun kalimat dengan dunia acuan yang

membuahkan satu pengertian tertentu. Simbol berbeda dengan tanda, simbol

mempunyai arti yang lebih mendalam, simbol merupakan sebuah tanda yang

berdasarkan pada konvensi, peraturan atau perjanjian yang disepakati bersama.

Simbol baru dapat dipahami seseorang jika seseorang sudah mengerti arti yang

telah disepakati sebelumnya. Burung Dara adalah simbol perdamaian, angka

adalah simbol, kita tidak tahu mengapa bentuk 2 mengacu pada sepasang objek;

hanya karena konvensi atau peraturan dalam kebudayaanlah yang membuatnya

begitu. Dalam hal ini Peirce justru memberikan penekanan pada gagasan tifologi

Universitas Sumatera Utara

Page 14: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

tanda yang disebutnya dengan istilah ‘the most fundamental divisions of signs’.

Pembagian tanda Peirce ini kemudian menjadi rujukan bagi banyak ahli semiotika

di dunia sampai saat ini. Namun demikian, para ahli cenderung tetap

menggunakan istilah signifier dan signified sebagai pengganti istilah sign vehicle

dan object-nya Peirce.

Bagi Pierce, tanda “is something whichstands to somebody for something

in some respect or capacity.” Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi,

oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign atau representamen)

selalu terdapat dalam hubungan triadic, yakni ground, object, dan interpretant.

Atas dasar hubungan ini, Pierce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang

dikaitkan dengan ground baginya menjadi qualisign, sinsign dan lesign. Qualisign

adalah kualitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, lemah, lembut,

merdu. Sinsign adalah eksitensi aktual atau benda atau peristiwa yang ada pada

tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh

yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Lesign adalah norma yang

dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-

hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia (Sobur, 2004: 41).

Ferdinand De Saussure (1857-1913), secara umum diakui sebagai tokoh

yang meletakkan dasar ilmu bahasa modern. Dalam Cours de Linguistque

General yang diterbitkan oleh murid-muridnya (1916) setelah De Saussure

meninggal, diuraikan dengan panjang-lebar bahwa bahasa adalah sistem tanda dan

tanda merupakan kesatuan antara dua aspek yang tak terpisahkan satu sama

lain: signifiant (penanda) dan signifie (petanda).

Ferdinand Saussure yakin bahwa semiotika dapat digunakan untuk

menganalisis sejumlah besar “sistem tanda” dan bahwa tak ada alasan tidak bisa

diterapkan pada bentuk media atau bentuk kultural apa pun. Semiotika adalah

sebentuk hermeneutika–yaitu nama klasik untuk studi mengenai penafsiran sastra.

Ia termasuk salah satu metode yang paling interpretatif dalam menganalisis teks

dan keberhasilan maupun kegagalannya sebagai sebuah metode bersandar pada

seberapa baik peneliti mampu mengartikulasikan kasus yang mereka kaji (Danesi,

2010: 76).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

Ferdinand de Saussure meletakkan tanda dalam konteks komunikasi

manusia dengan melakukan pemilahan antara apa yang disebut signifier (penanda)

dan signified (petanda). Signifier adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang

bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau

dibaca. Signified adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep aspek mental

dari bahasa. Kedua unsur ini seperti dua sisi dari sekeping mata uang atau

selembar kertas.

Saussure menyebut signifier sebagai bunyi atau coretan bermakna,

sedangkan signified adalah gambaran mental atau konsep sesuatu dari signifier.

Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan

signification. Dengan kata lain, signification adalah upaya dalam memberi makna

terhadap dunia (Fiske dalam Sobur, 2004: 125).

Penerima pesan ataupun pembaca memainkan peranan yang lebih aktif

dalam model teori semiotika dibandingkan model proses lainnya. Semiotika lebih

suka memilih arti ”pembaca” mewakili pernyataan penerima pesan bahkan untuk

sebuah foto ataupun gambar. Karena hal tersebut secara tidak langsung

menunjukkan derajat aktivitas yang lebih besar dan juga pembacaan merupakan

sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya; karena itu pembacaan tersebut

ditentukan oleh pengalaman kultural pembacanya.

Pembaca membantu menciptakan makna teks dengan membawa

pengalaman, sikap dan emosinya terhadap teks tersebut. Hubungan antara

signifier dan signified dibagi tiga, yaitu

1. Ikon, yaitu tanda yang memunculkan kembali benda atau

realitas yang ditandainya. Dapat pula dikatakan, ikon adalah tanda

yang memiliki ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkan.

Misalnya, foto Sri Sultan Hamengkubuwono X sebagai Raja

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah ikon Sultan. Peta

Yogyakarta adalah ikon dari wilayah Yogyakarta yang

digambarkan dalam peta tersebut. Cap jempol Sultan adalah ikon

dari ibu jari Sultan.

2. Indeks, yaitu tanda yang kehadirannya menunjukkan adanya

Universitas Sumatera Utara

Page 16: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

hubungan dengan yang ditandai. Dapat pula dikatakan, indeks

merupakan tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat dengan apa

yang diwakilinya atau disebut juga tanda sebagai bukti. Contohnya:

asap dan api, asap menunjukkan adanya api. Jejak telapak kaki di

tanah merupakan tanda indeks orang yang melewati tempat itu.

Tanda tangan (signature) adalah indeks dari keberadaan seseorang

yang menorehkan tanda tangan itu.

3. Simbol, yaitu sebuah tanda di mana hubungan antara signifier

dan signified semata-mata adalah masalah konvensi, kesepakatan

atau peraturan. Simbol baru dapat dipahami jika seseorang sudah

mengerti arti yang telah disepakati sebelumnya. Contohnya: Garuda

Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah burung yang memiliki

perlambang yang kaya makna. Namun bagi orang yang memiliki

latar budaya berbeda, seperti orang Eskimo, misalnya, Garuda

Pancasila hanya dipandang sebagai burung elang biasa (Aart Van

Zoest dalam Sobur, 2004: 126).

2.2.5 Makna

Para ahli mengakui, istilah makna (meaning) memang merupakan kata dan istilah

yang membingungkan (Sobur, 2004:255). Orang-orang sering menggunakan istiah

pesan dan makna secara bergantian. Akan tetapi, ini tidaklah benar jika dilihat

dari sudut semantik. Dapat dikatakan, ‘pesan’ itu tidak sama dengan ‘makna’ –

pesan bisa memiliki lebih dari satu makna, dan beberapa pesan bisa memiliki satu

makna.

Secara semiotika, pesan adalah penanda; dan maknanya adalah petanda.

Pesan adalah sesuatu yang dikirimkan secara fisik dari satu sumber ke

penerimanya. Sedangkan makna dari pesan yang dikirimkan hanya bisa

ditentukan dalam kerangka-kerangka makna lainnya. Tak perlu lagi kiranya

dijelaskan bahwa hal ini juga akan menghasilkan pelbagai masalah interpretasi

dan pemahaman (Danesi, 2010:22)

Ada beberapa pandangan mengenai teori dan konsep makna. Seperti yang

diungkapkan oleh Wendell Johnson (Sobur, 2004:258):

Universitas Sumatera Utara

Page 17: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

1) Makna ada dalam diri manusia. Makna tidak terletak pada kata-kata. Kita

menggunakan kata-kata untuk mendekati makna yang ingin kita

komunikasikan. Komunikasi adalah proses yang kita gunakan untuk

mereproduksi, di benak pendengar, apa yang ada di benak kita. Reproduksi

ini hanyalah sebuah proses parsial dan selalu bisa salah.

2) Makna berubah. Kata-kata relatif statis. Banyak dari kata-kata yang kita

gunakan berumur 200 atau 300 tahun. Tapi makna dari kata-kta tersebut

mengalami perubahan yang dinamis, teruatama pada dimensi emosional dari

makna. Seperti kata-kata hubungan di luar nikah, obat, agama, hiburan, dan

perkawinan (Di Amerika Serikat, kata-kata ini diterima secara berbeda pada

saat ini dan di masa-masa yang lalu).

3) Makna membutuhkan acuan. komunikasi hanya masuk akal bilamana ia

mempunyai kaitan dengan dunia atau lingkungan eksternal. Obsesi seorang

paranoid yang selalu merasa diawasi dan teraniaya merupakan contoh makna

yang tidak mempunyai acuan yang memadai.

4) Penyingkatan yang berlebihan akan mengubah makna. Berkaitan erat dengan

gagasan bahwa makna membutuhkan acuan adalah masalah komunikasi yang

timbul akibat penyingkatan berlebihan tanpa mengaitkannya dengan acuan

yang konkret dan dapat diamati. Bila kita berbicara tentang cinta,

persahabatan, kebahagiaan, kebaikan, kejahatan, dan konsep-konsep lain yang

serupa tanpa mengaitkannya dengan sesuatu yang spesifik, kita tidak akan

bisa berbagi makna dengan lawan bicara. Mengatakan kepada seorang anak

untuk “manis” dapat mempunyai banyak makna. Penyingkatan perlu

dikaitkan dengan objek, kejadian, dan perilaku dalam dunia nyata: “Berlaku

manislah dan bermain sendirilah sementara ayah memasak.” Bila Anda telah

membuat hubungan seperti ini, Anda akan bisa membagi apa yang Anda

maksudkan dan tidak.

5) Makna tidak terbatas jumlahnya. Pada suatu saat tertentu, jumlah kata dalam

suatu bahasa terbatas, tetapi maknanya tidak terbatas. Karena itu, kebanyakan

kata mempunyai banyak makna. Ini bisa menimbulkan masalah bila sebuah

kata diartikan secara berbeda oleh dua orang yang sedang berkomunikasi.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

Bila ada keraguan, sebaiknya Anda bertanya dan bukan membuat asumsi;

ketidaksepakatan akan hilang bila makna yang diberikan masing-masing

pihak diketahui.

6) Makna dikomunikasikan hanya sebagian. Makna yang kita peroleh dari suatu

kejadian (event) bersifat multiaspek dan sangat kompleks, tetapi hanya

sebagian saja dari makna-makna ini yang benar-benar dapat dijelaskan.

Banyak dari makna tersebut tetap tinggal dalam benak kita. Karenanya,

pemahaman yang sebenarnya–pertukaran makna secara sempurna–barangkali

merupakan tujuan ideal yang ingin kita capai tetapi tidak pernah tercapai.

Menurut Saussure, tanda terdiri dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut

signifier atau penanda dan konsep dari bunyi-bunyian atau gambar tersebut,

disebut sebagai signified atau petanda. Hubungan antara gambaran mental atau

konsep tersebut dinamakan dengan signification atau pemaknaan.

2.2.6 Semiotika Komunikasi Visual

Semiotika komunikasi visual bertujuan mengkaji tanda verbal (judul,

subjudul dan teks) dan tanda visual (ilustrasi, logo, tipografi dan tata visual)

desain komunikasi visual dengan pendekatan teori semiotika. Dengan analisis

semiotika visual maka akan diperoleh makna yang terkandung di balik tanda

verbal dan tanda visual karya desain komunikasi visual. Dengan pendekatan teori

semiotika, maka karya desain komunikasi visual akan mampu diklasifikasikan

berdasarkan tanda, kode dan makna yang terkandung di dalamnya (Tinarbuko,

2010: 9). Meskipun objek utama dari komunikasi visual adalah elemen-elemen

komunikasi yang bersifat visual, yaitu garis, bidang, ruang, warna, bentuk dan

tekstur, akan tetapi perkembangannya, desain komunikasi visual juga melibatkan

elemen-elemen non visual, seperti tulisan, bunyi atau bahasa verbal.

Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep

komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media

komunikasi visual dengan mengolah elemen desain grafis yang terdiri dari gambar

(ilustrasi), huruf dan tipografi, warna, komposisi dan layout. Semua itu dilakukan

guna menyampaikan pesan secara visual, audio atau audio visual kepada target

Universitas Sumatera Utara

Page 19: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

sasaran. Jagad desain komunikasi visual senantiasa dinamis, penuh gerak dan

perubahan karena peradaban dan ilmu pengetahuan modern memungkinkan

lahirnya industrialisasi. Sebagai industri fotografi yang terkait dalam sistem

ekonomi dan sosial, desain komunikasi visual juga berhadapan dengan

konsekuensi sebagai produk massa dan konsumsi massa. Terkait dengan fakta

tersebut, desain komunikasi visual senantiasa berhubungan dengan penampilan

rupa yang dapat dikecap orang banyak dengan pikiran maupun perasaan. Rupa

yang mengandung pengertian makna, karakter, serta suasana yang mampu

dipahami (diraba dan dirasakan) oleh khalayak umum atau terbatas.

Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karya desain

komunikasi, pesan disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara

garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual.

Tanda verbal akan didekati pada aspek ragam bahasa, tema dan pengertian yang

didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya,

apakah secara ikonis, indeksikal atau simbolis dan bagaimana cara

mengungkapkan idiom estetiknya. Tanda-tanda yang telah dilihat dan dibaca dari

dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan dan dicari hubungan antara

yang satu dengan yang lainnya.

Untuk mewujudkan suatu tampilan visual, ada beberapa unsur perlu

diperhatikan. Hal tersebut antara lain: garis (line), bentuk (form), ruang (space),

tekstur, keseimbangan, proposisi, keserasian, warna, irama, ukuran serta durasi

(http://dc355.4shared.com).

1. Garis (Line)

Sebuah garis adalah unsur desain yang menghubungkan antara satu titik

poin dengan titik poin yang lain sehingga bisa berbentuk gambar, garis lengkung

(curve) atau garis lurus (straight). Garis adalah unsur dasar untuk membangun

bentuk atau konstruksi desain.

2. Bentuk (Form)

Istilah bentuk (form) digunakan untuk menyatakan suatu bangun atau

shape yang tampak dari suatu benda. Bentuk adalah segala sesuatu hal yang

Universitas Sumatera Utara

Page 20: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

memiliki diameter, tinggi dan lebar. Bentuk (form) adalah tubuh atau massa yang

berisi garis-garis. Sedangkan garis adalah bagian tepi atau garis pinggir bentuk

suatu benda atau biasa disebut “kontur benda”. Kontur memperlihatkan bangun

atau gerakan itu sendiri. Garis lurus dan garis lengkung termasuk elemen

benda; tanpa bentuk, tetapi garis-garis tersebut dapat menjelaskan suatu bentuk;

dengan menyusun garis horizontal dan vertikal yang sama panjang akan terjadi

suatu bentuk bangun bujur sangkar. Semua bangun seperti bujur sangkar,

lingkaran dan segitiga sama sisi merupakan sebagian dari bentuk dasar yang

dipergunakan untuk mendesain. Bentuk suatu benda bisa bersifat dua dimensional

(lonjong, oval, polygon, persegi panjang dan heksagon), yaitu datar tanpa

ketebalan atau bersifat tiga dimensional (kerucut, kubus, silinder, prisma,

piramida dan bola) yang mempunyai ketebalan atau padat.

Sementara pada kategori sifatnya, bentuk dapat dikategori menjadi tiga,

yaitu:

a. Huruf (character) yang direpresentasikan dalam bentuk visual

yang dapat digunakan untuk membentuk tulisan sebagai

wakil dari bahasa verbal dengan bentuk visual langsung

seperti A, B, C dan sebagainya.

b. Simbol (symbol) yang direpresentasikan dalam bentuk visual

yang mewakili bentuk benda secara sederhana dan dapat

dipahami secara umum sebagai simbol atau lambang untuk

menggambarkan suatu bentuk nyata, misalnya gambar orang,

bintang, matahari dalam bentuk sederhana (simbol), bukan

dalam bentuk nyata (dengan detail).

c. Bentuk nyata (form), bentuk ini betul-betul mencerminkan

kondisi fisik dari suatu objek. Seperti gambar manusia secara

detail, hewan secara detail atau benda lainnya.

3. Ruang (space)

Ruang terjadi karena adanya persepsi mengenai kedalaman sehingga

terasa jauh dan dekat, tinggi dan rendah, yang tampak melalui indera

penglihatan. Ruang merupakan jarak antara suatu bentuk dengan bentuk

Universitas Sumatera Utara

Page 21: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

lainnya yang pada praktek desain dapat dijadikan unsur untuk memberi efek

estetika desain. Sebagai contoh, tanpa ruang kita tidak akan tahu yang mana

kata dan mana kalimat atau paragraf. Tanpa ruang kita tidak tahu mana yang

harus dilihat terlebih dahulu, kapan harus membaca dan kapan harus berhenti

sebentar.

Dalam bentuk fisiknya pengidentifikasian, ruang digolongkan menjadi

dua unsur, yaitu objek (figure) dan latar belakang (background). Hubungan

antar ruang merupakan bagian dari perencanaan desain, apakah itu berupa

jarak antar huruf atau huruf dengan gambar yang terletak pada sebidang kertas.

Ruang sebagai latar belakang dari suatu objek juga perlu diolah, umpamanya

dengan memberi warna, tekstur dan lain-lain.

4. Tekstur

Tekstur adalah sifat dan kualitas fisik dari permukaan suatu

bahan, seperti kasar, mengkilap, pudar atau kusam yang dapat

diaplikasikan secara kontras, serasi atau berupa pengulangan-pengulangan

untuk suatu desain. Pada umumnya desain berkaitan dengan indera peraba dan

juga indera penglihatan. Tekstur akan tampak jelas tergantung pada cahaya

serta bayangannya yang disebabkan oleh ilusi optis. Dalam penggunaan

tekstur disusun secara serasi atau kontras hasilnya, tetapi secara kontras

hasilnya akan lebih menarik daripada kombinasi dengan tekstur yang

serupa.

5. Keseimbangan (balance)

Prinsip dasar dari komposisi yaitu keseimbangan paling mudah dikenal

atau dilihat. Bilamana ada dua benda dengan berat sama diletakkan pada jarak

yang sama terhadap sumbu khayal (maya), maka objek yang ada pada kedua

belah sisi dari garis maya tampak seolah-olah berbobot sama. Keseimbangan

bisa terjadi secara fisik maupun secara optis. Untuk menghayatinya hanya

diperlukan satu titik atau sumbu khayal (maya). Prinsip ini merupakan

prinsip utama yang menghasilkan kesan beraturan sehingga tampak dinamis.

6. Keseimbangan simetris dan asimetris serta keseimbangan horizontal

Universitas Sumatera Utara

Page 22: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

Simetris berarti sama dalam ukuran, bentuk, bangun dan letak dari

bagian- bagian atau objek-objek yang akan disusun di sebelah kiri dan kanan

garis sumbu khayal. Asimetris terjadi apabila garis, bentuk, bangun atau massa

yang tidak sama dalam ukuran, isi atau volume yang diletakkan sedemikian rupa

sehingga tidak mengikuti aturan keseimbangan asimetris yang banyak digunakan

dalam desain modern atau kontemporer. Ada pada lukisan atau karya fotografi,

keseimbangan antara bidang bagian atas dan bidang bagian bawah diperoleh

dengan penggunaan keseimbangan horizontal.

7. Keserasian (harmony)

Keserasian adalah prinsip desain yang diartikan sebagai keteraturan di

antara bagian-bagian suatu karya. Keserasian adalah suatu usaha menyusun

berbagai bentuk, bangun, warna, tekstur dan elemen-elemen lain yang disusun

secara seimbang dalam suatu susunan komposisi yang utuh agar indah untuk

dipandang. Keseimbangan dapat dicapai dengan mengkombinasikan berbagai

elemen yang sifatnya sama, misalnya kesamaan dalam skala dan bentuk; dan

apabila skala dan bentuk tersebut berbeda, maka kemungkinan yang juga bisa

dicapai adalah dengan warna yang sama. Walaupun keserasian merupakan upaya

mencapai suatu kesatuan dalam penampilan tetapi juga diperlukan variasi-variasi

agar tidak berkesan monoton dan membosankan.

8. Irama (rhythm)

Suatu gerak yang dijadikan sebagai dasar suatu irama dan ciri khasnya

terletak pada pengulangan-pengulangan yang dilakukan secara teratur dengan

diberi tekanan atau aksen. Semua cabang seni menggunakan unsur irama seperti

musik, sajak, puisi, lukisan dan lain-lain. Dapat dikatakan irama berfungsi

mengarahkan perhatian dari suatu tempat atau bidang ke bidang yang lain

sehingga terkesan suatu kesan gerak. Bentuk irama yang paling sederhana adalah

pengulangan yang seragam dari objek yang sama. Komposisi irama yang lebih

kompleks atau rumit dibuat dengan mengurangi atau menambah ukuran elemen.

Sedangkan gradasi merupakan jenis irama yang penting di mana ukuran warna

Universitas Sumatera Utara

Page 23: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

atau nilai dari elemen-elemen desain secara bertahap bersamaan dengan

pengulangan yang terjadi.

9. Warna

Warna sebagai unsur visual yang berkaitan dengan bahan yang

mendukung keberadaannya ditentukan oleh jenis pigmennya. Kesan yang

diterima oleh mata lebih ditentukan cahaya. Permasalahan mendasar dari

warna di antaranya adalah hue (spektrum warna), saturation (nilai kepekatan)

dan lightness (nilai cahaya dari gelap ke terang). Warna juga merupakan

pelengkap gambar serta mewakili suasana kejiwaan pelukisnya dalam

berkomunikasi. Warna juga merupakan unsur yang sangat tajam untuk

menyentuh kepekaan penglihatan sehingga mampu merangsang munculnya rasa

haru, sedih, gembira, mood atau semangat.

Molly E. Holzschlag, seorang pakar tentang warna, dalam tulisannya

“Creating Colour Scheme” (Kusrianto, 2007: 47) membuat daftar mengenai

kemampuan masing-masing warna ketika memberikan respon secara psikologis:

a. Merah bermakna kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, cinta,

agresivitas dan bahaya.

b. Biru bermakna kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi,

kebersihan dan perintah.

c. Hijau bermakna alami, kesehatan, pandangan yang enak,

kecemburuan dan pembaruan.

d. Kuning bermakna optimis, harapan, filosofi,

ketidakjujuran/kecurangan, pengecut dan penghianatan.

e. Ungu bermakna spiritual, misteri, keagungan, perubahan bentuk,

galak dan arogan.

f. Orange bermakna energi, keseimbangan dan kehangatan.

g. Coklat bermakna bumi, dapat dipercaya, nyaman dan bertahan.

h. Abu-abu bermakna intelek, futuristik, modis, kesenduan dan

merusak.

i. Putih bermakna kemurnian/suci, bersih, kecermatan,

innocent (tanpa dosa), steril dan kematian.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

j. Hitam bermakna kekuatan, seksualitas, kemewahan,

kematian, misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan dan keanggunan.

Tipografi dalam konteks desain komunikasi visual mencakup pemilihan

bentuk huruf, besar huruf, cara dan teknik penyusunan huruf menjadi kata atau

kalimat sesuai dengan karakter pesan (sosial atau komersial) yang ingin

disampaikan. Tipografi dalam konteks komunikasi visual mencakup pemilihan

bentuk huruf; besar huruf; cara dan teknik penyusunan huruf menjadi kata atau

kalimat yang sesuai dengan karakter pesan (sosial atau komersial) yang ingin

disampaikan (Tinarbuko, 2010:25).

Huruf dan tipografi dalam perkembangannya menjadi ujung tombak guna

menyampaikan pesan verbal dan pesan visual kepada seseorang, sekumpulan

orang, bahkan masyarakat luas yang dijadikan tujuan akhir proses penyampaian

pesan dari komunikator kepada komunikan atau target sasaran. Dalam

hubungannya dengan desain komunikasi visual, huruf dan tipografi adalah elemen

penting yang sangat diperlukan guna mendukung proses penyampaian pesan

verbal maupun visual. Dewasa ini, perkembangan tipografi banyak dipengaruhi

oleh kemajuan teknologi digital. Dalam perkembangannya, ada lebih dari seribu

macam huruf romawi atau latin yang telah diakui oleh masyarakat dunia. Tetapi

huruf-huruf tersebut sejatinya merupakan hasil perkawinan silang dari lima jenis

huruf berikut ini:

1. Huruf (Romein)

Garis hurufnya memperlihatkan perbedaan antara tebal tipis dan

mempunyai kaki atau kait yang lancip pada setiap batang hurufnya.

2. Huruf Egyptian

Garis hurufnya memliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya. Kaki

atau kaitnya berbentuk lurus dan kaku.

3. Huruf Sans Serif

Garis hurufnya sama tebal dan tidak mempunyai kaki atau kait.

4. Huruf Miscellaneous

Jenis huruf ini mementingkan nilai hiasnya daripada nilai komunikasinya.

Bentuk senantiasa mengedepankan aspek dekoratif dan ornamental.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

5. Huruf Script

Jenis huruf yang menyerupai tulisan tangan dan bersifat spontan.

Media gambar atau visual mampu mengkomunikasikan pesan dengan

cepat dan berkesan. Sebuah gambar bila tepat memilihnya, bisa memiliki

nilai yang sama dengan ribuan kata, secara individual juga mampu untuk

memikat perhatian. Gambar merupakan bagian yang terpenting untuk membentuk

suatu tayangan berdurasi. Ada banyak elemen dalam membuat gambar yang baik,

teknik pengambilan suatu gambar akan sangat menentukan hasil suatu gambar

yang baik (http://dc355.4shared.com)

Teknik pengambilan suatu gambar dapat memiliki kode-kode yang

mempunyai makna tersendiri. Kode-kode tersebut menginformasikan hampir

seluruh aspek tentang keberadaan kita dan menyediakan konsep yang bermanfaat

bagi analisis seni popular dan media. Berbagai elemen terdapat dalam kode,

terutama yang berhubungan dengan bahasa gambar yang biasa dilihat secara

lebih detail. Jelasnya dapat diperlihatkan melalui tabel berikut:

Tabel 1

Teknik Dalam Pengambilan dan Penyuntingan Gambar

Penanda (Signifier) Petanda (Signified)

Pengambilan Gambar

Extreme Long Shot Kesan luas dan keluarbiasaan

Full Shot Hubungan sosial

Big Close Up Emosi, dramatik, momen penting

Close Up Intim atau dekat

Medium Shot Hubungan personal dengan subjek

Long Shot Konteks perbedaan dengan publik

Sudut Pandang (angle) pengambilan gambar

High Dominasi, kekuasaan dan otoritas

Eye Level Kesejajaran, kesamaan dan sederajat

Low Didominasi, dikuasai dan kurang

Universitas Sumatera Utara

Page 26: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

otoritas

Tipe Lensa

Wide angle Dramatis

Normal Normalitas dan keseharian

Telephoto Tidak personal, voyeuristik

Fokus

Selective focus Meminta perhatian (tertuju pada satu

objek)

Soft focus Romantis serta nostalgia

Deep focus Semua unsur adalah penting

(melihat secara keseluruhan objek)

Pencahayaan

High key Riang dan cerah

Low key Suram dan muram

High contrast Dramatikal dan teatrikal

Low contrast Realistik serta terkesan seperti

dokumenter

Pewarnaan

Warm (kuning, oranye,

merah dan abu-abu) Optimisme, harapan, hasrat dan

agitasi

Cool (biru dan hijau) Pesimisme, tidak ada harapan

Black and white (hitam

dan putih) Realisme, aktualisme dan faktual

(Sumber: Arthur Asa Berger, Media Analysis Techniques, 2000: 33)

Pengambilan gambar yang dapat menandakan sesuatu merupakan salah

satu elemen penting. Pengambilan gambar akan menentukan bagaimana akhirnya

gambar (foto maupun film) dihasilkan. Teknik pengambilan gambar terdiri atas:

1. Pengambilan gambar secara extreme long shot dapat

menggambarkan wilayah yang luas yang diambil dari jarak yang

Universitas Sumatera Utara

Page 27: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

sangat jauh. Pengambilan gambar secara long shot membuat subjek

hanya sebagai bagian kecil saja dari objek yang ditampilkan

dalam gambar. Kesan yang muncul adalah mengesampingkan subjek.

Penonjolan dari subjek atau orang tersebut tidak ada apabila

long shot yang dipilih. Kecuali jika ada sebuah kejadian atau suatu

peristiwa yang nampak dari gambar tersebut.

2. Pengambilan gambar secara medium shot, bentuk subjek yang

ditampilkan sama ukurannya dengan objek yang menjadi latar.

Ukuran gambar subjeknya sama ukurannya dengan ukuran latar.

Kesan yang nampak dari gambar seperti ini adalah kesan personal

3. Pengambilan gambar dalam bentuk close up, ukuran subjek lebih

besar daripada setting atau latar subjek. Kesan yang muncul dalam

gambar seperti ini adalah kesan intim dan dekat dengan subjek.

Pembaca atau orang yang melihat diajak untuk lebih memperhatikan.

4. Pengambilan gambar dalam bentuk big close up, subjek bukan hanya

ditampilkan dalam ukuran besar tetapi juga detail ditonjolkan dalam

gambar.

Selain pengambilan gambar, bagian penting dalam memaknai suatu

gambar adalah sudut pandang pengambilan gambar (angle). Apakah gambar yang

diambil sejajar dengan camera person, diambil dari atas atau diambil dari

bawah. Sudut pengambilan gambar bukan hanya persoalan teknis tetapi teknik ini

akan memberi makna pada gambar dan menghadirkan penafsiran berbeda dari

khalayak yang melihatnya. Sudut pengambilan gambar (angle) dibagi menjadi:

1. Gambar yang diambil dari atas (high angle shot), memposisikan

khalayak atau orang berada di atas subjek. Posisi semacam ini secara

tidak langsung memposisikan orang yang ada di atas lebih

powerfull (kekuasaan) dan lebih mempunyai otoritas.

2. Subjek yang diambil dari bawah (low angle shot), sebaliknya

membuat subjek lebih besar dan memposisikan subjek yang

ditampilkan dalam gambar mempunyai posisi lebih tinggi dari mata

pemandang. Kesan yang muncul dalam angle seperti ini subjeklah

Universitas Sumatera Utara

Page 28: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

yang lebih terkesan lebih powerfull, lebih otoritatif dibandingkan

dengan posisi khalayak atau pemandang.

3. Gambar yang diambil dengan eye level shot, memposisikan subjek

dan pemandang sama. Kesan yang muncul baik dari subjek

maupun pemandang mempunyai tingkat yang sejajar dan setara.

Gambar yang diambil dari atas (high angle shot), memposisikan

khalayak atau orang berada di atas subjek. Posisi semacam ini

secara tidak langsung memposisikan orang yang ada diatas lebih

powerfull (kekuasaan) dan lebih mempunyai otoritas.

Fokus dari pengambilan gambar merupakan elemen lain yang perlu

diperhatikan dalam menganalisis foto. Fokus berhubungan dengan tipe lensa yang

dipakai ketika objek diambil gambarnya, yaitu: tele, standart dan wide focus.

Dalam standar pengambilan fokus suatu gambar jika memakai lensa standar

akan menghasilkan suasana yang natural. Hal ini karena gambar diambil dari

fokus yang tidak jauh dan tidak dekat (normal), sehingga komposisi dan

perbandingan antara objek menjadi merata. Hal ini berbeda dengan gambar yang

diambil dengan menggunakan lensa tele ataupun wide karena objek akan nampak

lebih besar dibandingkan dengan ojek yang lain. Pencahayaan gambar juga akan

menciptakan suasana dan mood yang berbeda. Dengan pencahayaan yang cerah

dan riang tidak akan menampilkan suasana atau mood yang sedih dan misterius.

Selain cara pengambilan gambar ada hal lain yang perlu diperhatikan

dalam membuat iklan televisi (berdurasi) yaitu teknik dalam penyuntingan suatu

gambar. Kerja kamera dan teknik penyuntingan gambar akan menunjukkan

semacam “tata bahasa” televisi. Teknik tersebut juga memiliki arti tersendiri

sebagai penanda dan petanda dalam semiotika, hal ini dapat dijelaskan dengan

bagan dibawah ini

Universitas Sumatera Utara

Page 29: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

Tabel 2

Kerja kamera dan teknik penyuntingan

((Sumber: Arthur Asa Berger, Media Analysis Techniques,

2000: 34)

Dalam teknik penyuntingan terdapat efek gambar yang blank (hilang) yang

disebut efek deep to black (gambar yang tercipta dari teknik fade in dan fade out).

Teknik pencahayaan, penggunaan warna, efek suara dan musik juga merupakan

hal lain yang juga menarik.Semua penanda tersebut menolong kita

menterjemahkan apa yang kita lihat di televisi. Televisi merupakan media yang

kompleks yang menggunakan bahasa verbal, bahasa gambar dan suara untuk

menghasilkan impresi dan ide-ide penting pada orang.

2.2.7 Semiologi Roland Barthes

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Dalam konsep

Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan, namun juga

mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Ini

merupakan sebuah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan

semiologi Saussure, yang terhenti pada penandaan dalam tataran denotatif (Sobur,

2004:69).

Pan down Kamera mengarah ke bawah Kekuasaan dan kewenangan

Pan up Kamera mengarah ke atas Kelemahan, pengecilan

Dolly in Kamera bergerak ke dalam Observasi dan fokus

Fade in Gambar kelihatan pada layar kosong Permulaan gambar

Fade out Gambar di layar menjadi hilang Penutupan

Cut Pindah dari gambar satu ke gambar lain Kebersambungan, menarik

Wipe Gambar terhapus dari layar “penentuan” dan kesimpulan

Universitas Sumatera Utara

Page 30: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang

tanda adalah peran pembaca (the reader). Konotasi walaupun merupakan sifat asli

tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara

panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran

kedua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem

kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya

secara tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama

(Sobur,2004:69).

Fokus perhatian Barthes tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua

tahap (two order of significations). Signifikasi tahap pertama merupakan

hubungan antara signifier dan signified (makna denotasi). Pada tatanan ini

menggambarkan relasi antara penanda (objek) dan petanda (makna) di dalam

tanda, dan antara tanda dan dengan referannya dalam realitasnya eksternal. Hal ini

mengacu pada makna sebenarnya (riil) dari penanda (objek) dan signifikasi tahap

kedua adalah interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu (makna konotasi).

Dalam istilah yang digunakan Barthes, konotasi dipakai untuk

menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda (konotasi, mitos dan simbol)

dalam tatanan pertanda kedua (signifikasi tahap kedua). Konotasi menggambarkan

interaksi yang berlangsung saat bertemu dengan perasaan atau emosi

penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Bagi Barthes, faktor penting dalam

konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama (4) dalam peta Ronald Barthes.

Tradisi semiotika pada awal kemunculannya cenderung berhenti sebatas

pada makna-makna denotatif alias semiotika denotasi. Sementara bagi Barthes,

terdapat makna lain yang justru bermain pada level yang lebih mendalam, yakni

pada level konotasi. Pada tingkat inilah warisan pemikiran Saussure

dikembangkan oleh Barthes dengan membongkar praktik pertandaan di tingkat

konotasi tanda. Konotasi bagi Barthes justru mendenotasikan sesuatu hal yang ia

nyatakan sebagai mitos dan mitos ini mempunyai konotasi terhadap ideologi

tertentu. Skema pemaknaan mitos itu oleh Barthes digambarkan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 31: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

Gambar 2

Gambar peta tanda Roland Barthes

(Sumber: Cobley and Jansz dalam Sobur, 2004:69)

Dari peta Barthes di atas, akan terlihat tanda denotative (3) yang terdiri dari

penanda (1) dan petanda (2). Pada saat bersamaan juga, denotatif adalah penanda

konotatif (4). Jadi menurut konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki

makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang

melandasi keberadaanya. Bagi Barthes, semiotika bertujuan untuk memahami

sistem tanda, apapun substansi dan limitnya, sehingga seluruh fenomena sosial

yang ada dapat ditafsirkan sebagai ‘tanda’ alias layak dianggap sebagai sebuah

lingkaran linguistik.

Penanda-penanda konotasi, yang dapat disebut sebagai konotator, terbentuk

dari tanda-tanda (kesatuan penanda dan petanda) dari sistem yang bersangkutan.

Beberapa tanda boleh jadi secara berkelompok membentuk sebuah konotator

tunggal. Dalam iklan televisi, susunan tanda-tanda verbal dan non verbal dapat

menutupi pesan yang ditunjukkan. Citra yang terbangun di dalamnya

meninggalkan ‘pesan lain’, yakni sesuatu yang berada di bawah citra kasar alias

penanda konotasinya. Sedangkan untuk petanda konotasi, karakternya umum,

global dan tersebar sekaligus menghasilkan fragmen ideologis.

1. signifier

(penanda)

2. signified

(petanda)

3. denotative sign (tanda

denotatif)

4.CONNOTATIVE

SIGNIFIER (PENANDA

KONOTATIF)

5. CONNOTATIVE

SIGNIFIED (PETANDA

KONOTATIF)

6. CONNOTATIVE SIGN ( TANDA KONOTATIF)

Universitas Sumatera Utara

Page 32: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

Penanda konotatif menyodorkan makna tambahan, namun juga

mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya

(Budiman, dalam Christomy, 2004: 255). Dibukanya medan pemaknaan konotatif

dalam kajian semiotika memungkinkan “pembaca” iklan memaknai bahasa

metaforik yang maknanya hanya dapat dipahami pada tataran konotatif. Dalam

mitos, hubungan antara penanda dan petanda terjadi secara termotivasi. Berbeda

dengan level denotasi yang tidak menampilkan makna (petanda) yang termotivasi

level konotasi menyediakan ruang bagi berlangsungnya motivasi makna ideologis.

Dapat dikatakan bahwa ideologi adalah suatu form penanda-penanda

konotasi, sementara tampilan iklan melalui ungkapan atau gaya verbal, nonverbal

dan visualisasinya merupakan elemen bentuk (form) dari konotator-konotator.

Singkatnya, konotasi merupakan aspek bentuk dari tanda, sedangkan mitos

adalah muatannya. Secara semiotis, ideologi merupakan penggunaan makna-

makna konotasi tersebut di masyarakat alias makna pada makna tingkat ketiga.

Tatanan pertandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan ini

menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan antara

tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut tatanan ini

sebagai denotasi, hal ini mengacu pada anggapan umum, makna jelaslah tentang

tanda. Sebuah foto tentang tanda keadaan jalan mendenotasi jalan tertentu; kata

“jalan” mendenotasi jalan perkotaan yang membentang di antara bangunan.

Makna denotatif suatu kata ialah makna yang biasa kita temukan dalam kamus.

Sebagai contoh, di dalam kamus, kata melati berarti ‘sejenis bunga’.

Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada

sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting dalam ujaran. Makna

denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda

dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda.

Harimurti Kridalaksana (2001: 40) (dalam Sobur, 2003: 263) mendefinisikan

denotasi (denotations) sebagai “makna kata atau kelompok kata yang

didasarkan atas penunjukkan yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang

didasarkan atas konvensi tertentu; sifatnya objektif.

Makna denotatif merupakan makna objektif (makna sesungguhnya dari

Universitas Sumatera Utara

Page 33: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

kata tersebut). Makna denotatif (denotatif meaning) disebut juga dengan beberapa

istilah lain seperti; makna denotasial, makna kognitif, makna konseptual, makna

ideasional, makna referensial atau makna proposional. Disebut makna denotasial,

referensial, konseptual atau ideasional, karena makna itu menunjuk (denote)

kepada suatu referen, konsep atau ide tertentu dari referen. Disebut makna

kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan; stimulus

(dari pihak pembicara) dan respon (dari pihak pendengar) menyangkut hal-hal

yang dapat diserap pancaindra (kesadaran) dan rasio manusia. Disebut makna

proporsional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-

pernyataan yang bersifat faktual.

Jika kita mengucapkan sebuah kata yang mendenotasikan suatu hal

tertentu maka itu berarti kata tersebut ingin menunjukkan, mengemukakan

dan menunjuk pada hal itu sendiri. Dengan pengertian tersebut kita dapat

mengatakan bahwa kata ayam mendenotasikan atau merupakan sejenis unggas

tertentu yang memiliki ukuran tertentu, berbulu, berkotek dan menghasilkan

telur untuk sarapan. Kamus umum berisikan daftar aturan yang mengaitkan kata-

kata dengan arti denotatifnya, dan kita dapat membaca, menulis dan mengerti

berbagai kamus karena kita sama-sama memakai pengertian yang sama tentang

kata-kata yang terdapat dalam kamus tersebut.

Sedangkan konotasi (connotation, evertone, evocatory) diartikan sebagai

aspek makna atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran

yang timbul atau yang ditimbulkan pada penulis dan pembaca. Misalnya kata

amplop, kata amplop bermakna sampul yang berfungsi tempat mengisi surat yang

akan disampaikan kepada orang lain atau kantor, instansi, jawatan lain.

Makna ini adalah makna denotasinya. Tetapi kalimat “Berilah ia

amplop agar urusanmu segera beres,” maka kata amplop dan uang masih ada

hubungan, karena amplop dapat saja diisi uang. Dengan kata lain, kata amplop

mengacu kepada uang, dan lebih khusus lagi uang pelancar, uang pelicin, uang

semir atau uang gosok.

Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak

intersubjektif. Dengan kata lain, konotasi bekerja dalam tingkat intersubjektif

Universitas Sumatera Utara

Page 34: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna

konotatif sebagai fakta denotatif. Karena itu, salah satu tujuan analisis semiotika

adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berpikir dan mengatasi

terjadinya salah baca (misreading) atau salah dalam mengartikan makna suatu

tanda (Wibowo, 2011: 174).

Makna konotatif bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada

pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa

dan nilai tertentu. Kalau makna denotatif hampir bisa dimengerti banyak

orang, maka makna konotatif ini hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya

relatif lebih sedikit (kecil). Jadi, sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif

apabila kata itu mempunyai “nilai rasa’, baik positif maupun negatif. Jika tidak

mempunyai nilai rasa, maka dikatakan tidak memiliki konotasi tetapi dapat

juga disebut berkonotasi negatif (netral) (Sobur, 2003: 264).

Barthes menggunakan konsep connotation-nya untuk menyingkap makna

makna tersembunyi. Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna

konotasional, makna emotif atau makna evaluatif. Konsep ini menetapkan dua

cara pemunculan makna yang bersifat promotif, yakni denotatif dan konotatif.

Pada tingkatan denotatif, tanda-tanda itu mencuat terutama sebagai makna primer

yang “alamiah”. Namun pada tingkat konotatif, tahap sekunder, munculah makna

yang ideologis.

Mitos dari Barthes mempunyai makna yang berbeda dengan konsep mitos

dalam arti umum. Sebaliknya dari konsep mitos tradisional, mitos dari Barthes

memaparkan fakta. Mitos adalah murni sistem ideografis. Bagi Barthes, mitos

adalah bahasa: le mythe est une parole. Konsep parole yang diperluas oleh

Barthes dapat berbentuk verbal (lisan dan tulis) atau non verbal: n’importe quelle

matière peut être dotée arbitrairement de signification, materi apa pun dapat

dimaknai secara arbitrer‟. Seperti kita ketahui, parole adalah realisasi dari langue

(Barthes, 2007:16).

Betapa pun dominannya suatu mitos, ia selalu akan didampingi oleh suatu

mitos lain, yang merupakan kontramitos. Ini barangkali dapat dikatakan sifat yang

biasanya terdapat pada sebuah masyarakat yang telah terbuka (kepada dunia lain).

Universitas Sumatera Utara

Page 35: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

Hanya dalam masyarakat yang benar-benar tertutup akan ditemui kemutlakan

suatu mitos. Dengan begitu, mitos-mitos tadi akan ditentang oleh mitos-mitos lain

pula, ketika itu, yang merupakan kontramitos (Junus dalam Sobur, 2004: 131).

Pada dasarnya, analisis semiotika memang sebuah ikhtiar untuk merasakan

sesuatu yang “aneh”, sesuatu yang dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca

atau mendengar suatu narasi atau naskah. Analisisnya bersifat paradigmatik,

dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi

di balik sebuah teks (Berger dalam Sobur, 2004: 117). Teks yang dimaksud tidak

hanya berarti berkaitan dengan aspek linguistik.

Eriyanto (2001:146) menempatkan ideologi sebagai konsep sentral dalam

analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini menurutnya, karena teks, percakapan

dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi

tertentu. Secara etimologis ideologi berasal dari bahasa Greek, terdiri atas kata

idea dan logos, Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat, sedangkan kata

logia berasal dari kata logos yang berarti kata-kata dan arti kata logia berarti

science (pengetahuan) atau teori.

Salah satu kultivasi ideologi dalam iklan televisi berlangsung melalui

representasi mitos. Dalam tayangan iklan, akan terlihat bahwa tanda linguistik,

visual dan jenis tanda lain tidaklah sesederhana mendenotasikan sesuatu hal,

tetapi juga menciptakan tingkat konotasi yang dilampirkan pada tanda. Untuk

mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kita bisa mengkajinya lewat sistem

tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang,

baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan

indeks, terutama dalam iklan radio, televisi dan film (Sobur, 2004:116).

Makna yang dihasilkan oleh penanda konotasi seringkali menghadirkan

mitos. Mitos bekerja menaturalisasikan segala sesuatu yang ada dalam

kehidupan manusia, sehingga imaji yang muncul terasa biasa saja dan tidak

mengandung persoalan. Pada tingkat ini, mitos sesungguhnya mulai

meninggalkan jejak ideologis, karena belum tentu ”sesuatu” yang tampil alamiah

lantas bisa diterima begitu saja tanpa perlu dipertanyakan kembali derajat

kebenarannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

Dalam mengkaji mitos di dunia media dan budaya populer, perspektif

semiotika struktural tidak akan pernah menampilkan gagasan-gagasan yang

dikeluarkan Roland Barthes. Dari sudut pandang semiotik-sentris, tujuan utama

”membaca” iklan televisi adalah menemukan makna terselubung (latent meaning)

yang terkait dengan mitos dan muatan ideologi tertentu. Persoalannya, relativitas

kebenaran makna dalam semiotika menyebabkan sebuah tanda dapat dimaknai

beragam (http://www.scribd.com).

Setiap tanda, dalam bahasa Barthes, memiliki sifat polisemi alias

berpotensi multitafsir. Hal tersebut disebabkan oleh sifat ambigu dari penanda dan

kemungkinan yang diberikan oleh penanda tersebut untuk diinterpretasikan. Oleh

karenanya, kendati tidak ada prosedur teknis baku dalam kajian semiotika,

seorang ”pembaca”, bukan sekadar penonton tetapi perlu menstrukturkan iklan

secara rapi dan konsisten. Rambu-rambu ini penting mengingat tidak terbatasnya

tanda yang ada di dalamnya dapat menyebabkan seorang pembaca iklan tersesat

dalam rimba tanda, yang menyebabkan proses penafsiran larut dalam problem

unlimited semiosis (http://abunavis.wordpress.com).

Universitas Sumatera Utara

Page 37: TINJAUAN MAKNA DAN BAHASA VISUAL IKLAN

2.3 Model Teoritik

Gambar 3

Bagan Model Teoritik Penelitian Makna dan Bahasa Visual Iklan

Objek Penelitian Foto (gambar) pada iklan Axis

“Internet Untuk Rakyat” Suara pada iklan Axis “Internet

Untuk Rakyat”

Semiotika Roland Barthes - Denotasi dan Konotasi - Mitos

- Makna dan Bahasa Visual Iklan - Mitos

Universitas Sumatera Utara