Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010 · dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM)...

25

Transcript of Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010 · dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM)...

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

1

Tinjauan Kebijakan MoneterJuni 2010

Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan

oleh Bank Indonesia setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada

setiap bulan Februari, Maret, Mei, Juni, Agustus, September,

November, dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai

media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan

penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi

moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian

Indonesia serta respon kebijakan moneter Bank Indonesia yang

dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara

triwulanan pada setiap bulan Januari, April, Juli dan Oktober. Secara

rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini

mengenai inflasi, nilai tukar dan kondisi moneter selama bulan

laporan, serta keputusan respon kebijakan moneter yang ditempuh

Bank Indonesia.

Dewan Gubernur

Darmin Nasution Deputi Gubernur Senior

Hartadi A. Sarwono Deputi Gubernur

Siti Ch. Fadjrijah Deputi Gubernur

S. Budi Rochadi Deputi Gubernur

Muliaman D. Hadad Deputi Gubernur

Ardhayadi Mitroatmodjo Deputi Gubernur

Budi Mulya Deputi Gubernur

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

2

Daftar Isi

I. Statement Kebijakan Moneter .....................................................3

II. Perkembangan dan Kebijakan Moneter ......................................6

Perkembangan Ekonomi Dunia ..............................................................6

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia ......................................................9

Inflasi ..............................................................................................12

Nilai Tukar Rupiah ...........................................................................13

Kebijakan Moneter .........................................................................15

Suku Bunga .................................................................................15

Dana, Kredit, dan Uang Beredar ..................................................17

Pasar Saham ................................................................................18

Pasar SUN ....................................................................................19

Pasar Reksadana ..........................................................................20

Kondisi Perbankan .......................................................................21

III. Respons Kebijakan Moneter .......................................................22

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

3

I. STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

Berbagai perkembangan indikator global menunjukkan proses pemulihan perekonomian dunia terus berlanjut di tengah masih tingginya risiko di pasar keuangan global akibat krisis utang Yunani. Hal tersebut tercermin pada perbaikan ekonomi di negara

maju terutama AS dan Jepang serta pertumbuhan ekonomi emerging

markets yang masih cukup tinggi. Di AS kondisi ekonomi yang membaik

ditunjukkan oleh permintaan domestik yang menguat serta impor yang

meningkat. Ekonomi Eropa juga menunjukkan perbaikan sebagaimana

tercermin dari perlambatan kontraksi penjualan eceran, ekspansi sektor

industri, serta menguatnya keyakinan konsumen. Sementara itu, perbaikan

ekonomi Jepang lebih didorong oleh ekspor. Pertumbuhan ekonomi

emerging markets masih dipelopori oleh perekonomian China meskipun

mulai menunjukkan tanda-tanda perlambatan akibat pengetatan kredit.

Pemulihan ekonomi global yang sedang berlangsung tersebut dibayangi

oleh risiko yang dipicu oleh krisis utang yang dialami sejumlah negara di

Eropa yang sampai saat ini masih berlanjut.

Seiring dengan pemulihan ekonomi global yang tetap kuat, kinerja perekonomian domestik terus menunjukkan perbaikan. Kinerja

ekspor semakin membaik didukung oleh perkembangan ekspor komoditas

manufaktur yang semakin optimis, sejalan dengan membaiknya kondisi

ekonomi global. Beberapa industri yang tumbuh signifikan antara lain

tekstil, pakaian, alat angkut dan subsektor kimia. Kenaikan ekspor tersebut

direspons sisi produksi melalui peningkatan utilisasi terutama pada industri

yang berorientasi ekspor. Perkembangan investasi juga menunjukkan

peningkatan, sebagaimana tercermin pada peningkatan impor bahan baku

dan barang modal, serta peningkatan konsumsi semen dan listrik industri.

Dari sisi sektoral, kinerja ekonomi terutama didorong oleh perbaikan

kinerja yang cukup signifikan dari sektor Perdagangan Hotel dan Restoran

(PHR). Perbaikan kinerja pada sektor PHR juga didukung oleh kegiatan

di sektor-sektor lain seperti pertanian, industri dan impor. Selain sektor

PHR, aktivitas di sektor lain yang tetap tinggi ialah sektor pengangkutan

dan komunikasi. Peningkatan kegiatan ekonomi tersebut didukung oleh

pembiayaan perbankan yang meningkat, khususnya untuk kredit investasi.

Dari sisi harga, tekanan inflasi pada Mei 2010 masih terkendali. Inflasi terutama bersumber dari kelompok volatile food (beras dan aneka

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

4

bumbu-bumbuan) karena gangguan di sisi pasokan dan distribusi.

Sementara itu, tekanan inflasi pada kelompok inti (core inflation) dan

administered prices tercatat masih cukup rendah. Tidak adanya kebijakan

strategis di bidang harga dari Pemerintah menyebabkan rendahnya

tekanan inflasi dari kelompok administered prices. Indeks harga konsumen

(IHK) Mei mencatat inflasi sebesar 0,29% (mtm) atau 4,16% (yoy). Dengan

perkembangan tersebut laju inflasi periode Januari sampai dengan Mei

2010 mencapai 1,44% (ytd).

Kinerja neraca pembayaran Indonesia (NPI) diperkirakan tetap solid di tengah masih tingginya ketidakpastian akibat krisis utang Yunani. Kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tetap baik masih

mendukung kinerja NPI. Kinerja dan prospek ekonomi domestik yang terus

membaik menjadi daya tarik bagi masuknya foreign direct invenstment

(FDI). Dari sisi transaksi berjalan, nilai ekspor yang meningkat lebih besar

dari impor, membawa surplus pada neraca transaksi berjalan. Nilai ekspor

dalam 4 bulan pertama tahun 2010 sudah mendekati sebelum krisis

tahun 2008, walaupun pada April 2010 pertumbuhannya melambat.

Perlambatan ekspor pada April 2010 terutama terjadi pada ekspor dengan

tujuan Eropa yang mengalami penurunan 23%. Komoditas ekspor utama

ke Eropa yang mengalami penurunan signifikan ialah crude palm oil (CPO),

terutama dipengaruhi kampanye isu lingkungan oleh lembaga swadaya

masyarakat (LSM) asing di Eropa yang berdampak pada pemboikotan

produk CPO dari Indonesia. Dari sisi perkembangan transaksi modal

dan finansial, arus modal portofolio terimbas sentimen negatif krisis

utang Eropa. Dengan berbagai perkembangan tersebut, posisi cadangan

devisa per 31 Mei 2010 sebesar 74,6 miliar dolar AS atau setara dengan

pembayaran 5,87 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri

Pemerintah.

Tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global akibat krisis utang di sejumlah negara Eropa, menyebabkan meningkatnya tekanan pada nilai tukar di emerging Asia termasuk Indonesia. Hal

tersebut mengakibatkan tertahannya tren penguatan rupiah yang telah

berlangsung sejak awal tahun 2010. Selama bulan Mei, rupiah secara rata-

rata melemah sebesar 1,52% ke level Rp9.167 per dolar AS dari Rp9.028

per dolar AS pada bulan sebelumnya. Seiring dengan masih rentannya

pasar keuangan di kawasan terhadap perkembangan berbagai sentimen

negatif, rupiah ditutup melemah pada level Rp9.175 per dolar AS, atau

terkoreksi sebesar 1,77% dari penutupan bulan sebelumnya. Namun

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

5

demikian, jika dibandingkan dengan akhir 2009, perkembangan rupiah

hingga akhir Mei 2010 tersebut secara rata-rata masih menguat 2,53%

atau menguat 2,72% secara point to point.

Gejolak di pasar keuangan global juga berdampak pada kinerja pasar keuangan di dalam negeri. Sentimen negatif muncul berawal

dari sikap pesimis pelaku pasar keuangan pada upaya penyelesaian

masalah utang di negara-negara PIIGS (Portugal, Italy, Ireland, Greece

dan Spain). Lambatnya respons terhadap penyelesaian krisis mendorong

meningkatnya risiko ketidakpastian di pasar keuangan. Keketatan likuiditas

global cenderung meningkat, khususnya di Eropa, akibat pemotongan

sovereign rating beberapa negara yang memicu penurunan nilai aset dan

peningkatan counterparty risks. Keketatan likuiditas di pasar uang global

tercermin dari meningkatnya spread Overnight Index Swap (OIS) tenor

3 bulan dan suku bunga Libor 3 bulan. Kondisi tersebut pada akhirnya

mendorong perilaku flight to quality investor asing dan memicu koreksi

harga saham secara signifikan di hampir seluruh pasar saham di kawasan.

Perkembangan tersebut menyebabkan IHSG terkoreksi sebesar 5,8% dan

ditutup pada level 2.796.96 pada akhir Mei 2010. Sepanjang Mei 2010

volume perdagangan saham rata-rata mencapai Rp5,1 triliun per hari

atau relatif tidak berubah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang

mencapai Rp5,2 triliun. Gejolak yang terjadi di pasar keuangan selama Mei

2010 mulai merambat ke pasar surat berharga negara (SBN), terlihat dari

kenaikan yield secara merata di seluruh tenor SBN.

Di sisi mikro perbankan, kondisi stabilitas sistem perbankan tetap terjaga dan fungsi intermediasi perbankan meningkat. Stabilitas

sistem perbankan Indonesia saat ini cukup kuat dalam mengantisipasi

dampak rambatan krisis utang di Eropa. Hal tersebut ditunjukkan oleh

tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) perbankan

yang berdasarkan data terkini mencapai 19,2% dan terjaganya rasio

kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%.

Peningkatan fungsi intermediasi perbankan tercermin pada perkembangan

kredit yang sampai dengan akhir Mei 2010 tumbuh sebesar 17,6%

(yoy). Pertumbuhan kredit ini masih dalam koridor pencapaian rencana

pemberian kredit yang tercantum dalam Rencana Bisnis Bank (RBB)

dan sejalan dengan semakin meningkatnya keyakinan pelaku ekonomi

terhadap prospek perekonomian yang semakin membaik.

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 3 Juni 2010 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate pada level 6,5%.

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

6

Keputusan tersebut diambil setelah melakukan evaluasi secara menyeluruh

terhadap perkembangan terkini dan prospek perekonomian yang secara

umum menunjukkan perkembangan yang semakin membaik. Dewan

Gubernur memandang BI Rate pada level tersebut masih konsisten dengan

pencapaian sasaran inflasi tahun 2010 dan 2011 sebesar 5%±1%, serta

masih kondusif bagi upaya memperkuat proses pemulihan perekonomian.

Selain itu, keputusan mempertahankan BI Rate tersebut juga konsisten

dengan upaya menjaga stabilitas keuangan di dalam negeri di tengah

meningkatnya risiko ketidakpastian akibat krisis utang yang dialami Yunani

dan sejumlah negara di Eropa.

II. PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETERProses pemulihan ekonomi dunia terus berlanjut dan semakin kuat meski

dibayangi oleh kondisi krisis fiskal Yunani dan potensi rambatannya

ke negara Eropa lainnya. Pemulihan ekonomi dunia disumbang oleh

perbaikan ekonomi di negara maju (AS dan Jepang) serta Asia (China

dan India). Hal tersebut memberikan dampak positif terhadap kinerja

perekonomian Indonesia yang terus menunjukkan perbaikan. Di sisi

harga, laju inflasi pada bulan laporan masih terkendali meski mengalami

peningkatan yang disumbang oleh faktor non-fundamental. Tren

penguatan nilai tukar sedikit tertahan akibat pembalikan arus modal

asing. Di sisi perbankan, berbagai indikator masih menunjukkan kondisi

perbankan yang solid.

Perkembangan Ekonomi DuniaPerkembangan perekonomian dunia terus mengindikasikan pemulihan yang kuat ditopang oleh perekonomian kawasan Asia.

Pemulihan ekonomi global yang semakin membaik terlihat dari revisi

ke atas outlook ekonomi global OECD dan hasil Consensus Forecast

yang semakin bias ke atas. Selain ditopang oleh negara berkembang,

meningkatnya laju ekonomi dunia juga ditopang oleh perbaikan ekonomi

AS dan Jepang yang semakin solid. Sejauh ini, belum ada indikasi dampak

krisis utang Eropa terhadap prospek pemulihan ekonomi global yang

masih tetap kuat. Sementara itu, perekonomian China masih mencatat

pertumbuhan yang tinggi meskipun mulai terindikasi menunjukkan

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

7

tanda-tanda perlambatan yang tercermin pada melambatnya laju kredit

perbankan dan aktivitas impor. Di kawasan Eropa, secara fundamental

perekonomian telah menunjukkan perbaikan meskipun menghadapi

tantangan dari melonjaknya tingkat pengangguran dan potensi rambatan

krisis fiskal Yunani ke negara Eropa lainnya.

Perekonomian AS mengalami perkembangan yang semakin baik dengan dukungan solidnya sektor industri. Pemulihan sektor industri

yang semakin kuat didorong oleh tingginya permintaan ekspor dan level

inventori yang cukup rendah seperti tercermin pada kenaikan utilisasi

kapasitas dan indeks produksi AS. Meningkatnya aktivitas industri AS juga

mendorong positifnya angka nonfarm payrolls AS selama 4 bulan berturut-

turut (Grafik 2.1), yang pada gilirannya dapat menopang penguatan

keyakinan konsumen. Dari sisi konsumsi, tren positif penjualan eceran juga

turut mengkonfirmasi optimisme keyakinan konsumen.

Ekonomi Jepang tumbuh semakin solid seiring dengan membaiknya kinerja ekspor. Pertumbuhan ekonomi Jepang dimotori oleh kinerja

ekspor yang terus tumbuh pesat sejalan dengan cepatnya pemulihan

ekonomi Asia dan meningkatnya volume perdagangan dunia.

Meningkatnya kinerja ekspor memberi dorongan pada aktivitas industri

Jepang. Sementara itu, peningkatan kesejahteraan rumah tangga

menyebabkan meningkatnya konsumsi rumah tangga yang terindikasi dari

meningkatnya indikator penjualan eceran dan keyakinan konsumen (Grafik

2.2). Namun demikian, perbaikan ekonomi Jepang belum sepenuhnya

ditransmisikan ke pasar tenaga kerja. Tingkat pengangguran Jepang naik

tipis menjadi 5,1% pada April 2010.

Sementara itu, perbaikan ekonomi Eropa masih terus berlangsung.

Sisi konsumsi rumah tangga kawasan Eropa terindikasi mulai membaik

yang tercermin dari tren penguatan keyakinan konsumen sejalan dengan

penurunan angka penjualan eceran yang semakin mereda. Namun

demikian, perbaikan sisi konsumsi rumah tangga masih dihadapkan pada

tingginya angka pengangguran di Eropa dan kondisi perbankan Eropa

yang masih rapuh1. Beberapa langkah pengetatan belanja Pemerintah

dalam kerangka program pengetatan diperkirakan akan menimbulkan

gejolak di sektor tenaga kerja dan melemahkan perekonomian negara

Grafik 2.1 Nonfarm Payrolls & Unemployment AS

Grafik 2.2 Penjualan Eceran dan Pengangguran Jepang

1 Kondisi perbankan Eropa yang masih rapuh terindikasi dari bangkrutnya Bank Cajasur di Spanyol akibat tingginya angka NPL. Selain itu tingginya interkoneksi perbankan di Eropa satu dengan negara lainnya memicu kekhawatiran potensi sistemik risiko perbankan Eropa.

���

����������

�����������������

���

���

���

���

���

���

����

����

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� �������

����

����

����

���

���

���

���

���� ���� ���� ���� ����

�������������������������������������

�����������������

���

������������

�����������������

�����������������

������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������� ���� ����

���

���

���

���

���

���

���

�������������������

������������

������������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

8

Eropa. Di sektor industri, tren pelemahan mata uang Euro mampu

mendukung kinerja sektor industri Eropa terutama industri yang

berorientasi ekspor. Solidnya industri Eropa juga dikonfirmasi oleh survei

Purchasing Manager Index (PMI) baik sektor manufaktur dan jasa yang

berada fase ekspansi serta industrial production yang meningkat. Namun

demikian, krisis defisit fiskal di beberapa negara PIGS (Portugal, Italy,

Spain, dan Greece) mulai memberikan efek yang cukup kuat terhadap

pelemahan di pasar keuangan Eropa dan dunia. Potensi pemburukan

ekonomi semakin meningkat di Eropa bahkan memicu kekhawatiran efek

rambatan kepada ekonomi dunia secara keseluruhan.

Kinerja bursa saham global kembali tertekan pada bulan laporan dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap krisis defisit fiskal di Yunani dan potensi rambatannya ke negara yang lebih besar seperti Italia dan Spanyol. Kekhawatiran investor sempat mereda

akibat adanya kepastian bantuan keuangan IMF dan Uni Eropa sebesar

750 miliar Euro kepada negara-negara yang kesulitan dalam membiayai

utang-utangnya. Namun demikian, langkah penyelesaian krisis defisit fiskal

di negara kawasan Eropa tidak mampu menyurutkan skeptisme investor.

Investor menilai bahwa langkah pengetatan belanja yang dilakukan

negara Eropa akan berdampak pada penurunan aktivitas ekonomi. Selain

itu, krisis fiskal juga berpotensi menjadi krisis likuiditas dan perbankan

apabila terjadi pemburukan nilai aset perbankan. Keketatan likuiditas

terindikasi mulai terlihat pada pasar keuangan AS dan Eropa, meskipun

masih terbatas. Meningkatnya perilaku risk aversion juga tercermin pada

pelemahan mata uang regional Asia serta memburuknya indikator risiko

pada negara-negara emerging markets. Turunnya risk appetite investor

dan meningkatnya ketidakpastian di pasar keuangan global memicu aksi

sell-off dari aset berisiko serta flight to quality.

Tekanan inflasi global terus menunjukkan peningkatan terutama dikontribusi dari kelompok negara berkembang. Perkiraan laju inflasi

negara maju untuk keseluruhan tahun 2010 pada bulan Mei sedikit

meningkat menjadi sebesar 1,57% (yoy), sementara laju inflasi negara

berkembang juga meningkat menjadi sebesar 5,36% (yoy) dari 5,30%

(yoy) pada bulan sebelumnya. Perbaikan ekonomi yang cukup pesat di

negara berkembang serta di negara maju, khususnya AS dan Jepang, telah

memberikan tekanan inflasi yang semakin kuat bila dibandingkan dengan

bulan sebelumnya.

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

9

Secara umum, respons kebijakan moneter negara maju masih tetap akomodatif kecuali di Australia yang cenderung mengetat. Pada

Mei 2010, hampir sebagian bank sentral negara maju masih memutuskan

untuk menahan kebijakan moneternya seiring dengan tekanan inflasi

yang masih terkendali dan sebagai upaya untuk mendukung aktivitas

perekonomian. Bahkan beberapa bank sentral kembali mengaktifkan

kembali program quantitative easing seperti dollar swap yang disediakan

oleh The Fed, pembelian surat-surat berharga (ECB), dan suntikan likuiditas

oleh Bank of Japan (BoJ) untuk meredakan gejolak likuiditas. Di Australia,

suku bunga overnight cash kembali dinaikkan untuk ketiga kalinya dalam

tahun 2010 sebesar 25bps ke level 4,50% sebagai upaya untuk menahan

asset bubble di sektor perumahan dan tekanan inflasi domestik.

Di kawasan Asia, beberapa negara mulai menormalisasi kebijakannnya guna meredam tekanan inflasi dan asset bubbles.

Bank sentral China kembali menaikkan Giro Wajib Minimum-nya (Reserve

Requirement) sebesar 50bps menjadi 17,0% untuk bank besar dan 15,0%

untuk bank kecil. Sementara itu, Bank Sentral Malaysia juga menaikkan

suku bunga acuannya sebesar 25bps ke level 2,50%.

Pertumbuhan Ekonomi IndonesiaPerekonomian Indonesia pada triwulan II 2010 diprakirakan mencatat pertumbuhan sesuai perkiraan. Dampak krisis Eropa

terhadap perekonomian domestik diperkirakan terbatas karena kondisi

fundamental perekonomian yang kuat. Di sisi permintaan, pertumbuhan

ekonomi masih akan didominasi oleh permintaan domestik dengan

kontribusi permintaan eksternal yang lebih besar dari perkiraan. Konsumsi

rumah tangga diprakirakan meningkat sejalan dengan masih tingginya

daya beli masyarakat serta tren penguatan keyakinan konsumen. Investasi

diprakirakan akan tumbuh tinggi sebagai respons terhadap perbaikan

permintaan negara mitra dagang, iklim investasi domestik yang kondusif,

serta adanya inisiasi proyek infrastruktur pemerintah. Namun dorongan

yang cukup tinggi terhadap peningkatan investasi terutama didasarkan

pada perkembangan ekspor yang akan cenderung tumbuh tinggi terkait

dengan semakin baiknya kondisi perekonomian global. Perkembangan

tersebut diyakini juga akan mendorong pertumbuhan impor. Di sisi

penawaran, kinerja sektoral yang membaik pada triwulan I 2010

diprakirakan akan berlanjut pada triwulan II 2010 terutama pada sektor Grafik 2.3 Pertumbuhan Penjualan Kendaraan

��������

�������

���

���

���

��

��

��

��

��

���

���� ���� ����� � � � � � � � � ������� � � � � � � � � ������� � � �

��������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

10

pertanian, perdagangan, dan industri. Sementara itu, kinerja sektor lainnya

diprakirakan juga masih tumbuh tinggi.

Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2010 diprakirakan masih akan tetap kuat. Kuatnya pertumbuhan konsumsi

rumah tangga didukung oleh perkembangan beberapa indikator dini

konsumsi. Peningkatan konsumsi rumah tangga ditengarai bersumber

dari konsumsi non-makanan yang terindikasi dari penjualan kendaraan

bermotor (Grafik 2.3), produk elektronik (Grafik 2.4), indeks penjualan

eceran beberapa komoditas, dan impor konsumsi non-makanan yang

menunjukkan tren peningkatan sampai dengan April 2010. Di sisi

pembiayaan, potensi kenaikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga

ditunjukkan oleh masih kuatnya pertumbuhan M1 riil, kredit konsumsi

riil, serta transaksi kartu debit/kredit (Grafik 2.5). Tren peningkatan

pertumbuhan konsumsi rumah tangga juga didukung oleh realisasi

kenaikan gaji PNS, TNI, dan Polri sebesar 5% dan UMP 2010. Selain itu,

penyelenggaraan Pemilukada 2010 diprakirakan juga akan turut menopang

tendensi peningkatan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, tingkat

keyakinan konsumen sedikit membaik sejalan dengan peningkatan

kepercayaan konsumen akan kondisi ekonomi dan ekspektasi penghasilan

ke depan. Hal tersebut diindikasikan dari Indeks Keyakinan Konsumen

(Survei Konsumen - BI) Mei 2010 yang masih tetap optimis meskipun sedikit

lebih rendah 0,8 poin dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Grafik 2.6).

Kinerja investasi diprakirakan masih berada dalam tendensi meningkat sebagai respons masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan iklim investasi yang cukup kondusif. Peningkatan investasi

pada triwulan II 2010 terutama bersumber pada investasi bangunan

yang didukung oleh membaiknya realisasi sektor bangunan dan proyek

infrastruktur (Grafik 2.7). Hal tersebut juga ditunjukkan oleh tingginya

konsumsi semen hingga April 2010 (Grafik 2.8). Sementara itu, perbaikan

investasi non-bangunan terindikasi dari kenaikan berbagai indikator

impor barang modal, impor bahan baku, penjualan kendaraan usaha,

dan konsumsi listrik bisnis hingga Maret 2010. Penurunan tingkat bunga

kredit investasi pada triwulan I 2010 berpotensi mendorong akselerasi

pertumbuhan investasi lebih lanjut.

Seiring dengan berlanjutnya sentimen positif dunia usaha dan keyakinan konsumen global, kinerja ekspor pada triwulan II 2010 diprakirakan masih cukup tinggi meski melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Baltic Dry Index dan harga komoditas

Grafik 2.4 Pertumbuhan Penjualan Barang Elektronik

Grafik 2.5 Pertumbuhan Nilai Transaksi Kartu Debit dan Kredit

Grafik 2.6 Indeks Keyakinan Konsumen-SK BI

�����

���

���

��

��

��

��

���

���� ���� ����� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � � �

��

�������������������

����� �������

��

��

��

��

��

��

��

��

���� ���� ����� � � � � � � � � ������ � � � � � � � � � ������ � � �

�����

�����

�����

�����

������

������

������

������

����������������������� ����������������������

������������������� ������������������

������

��

��

��

��

���

���

���

���

���

���� ���� ���� ����� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � ��

�������

�������

��������������������������������������������������������������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

11

ekspor pada triwulan II 2010 masing-masing mencapai pertumbuhan

sebesar 28,6% (yoy) dan 26,6% (yoy), melambat jika dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 94,05% (yoy) dan 25,3% (yoy) (Grafik

2.9). Perlambatan harga komoditas ekspor sejalan dengan perkembangan

harga komoditas internasional yang terindikasi melambat pada triwulan II

2010 akibat perkembangan krisis di Eropa. Namun demikian, perlambatan

tersebut tidak sedalam yang diprakirakan sejalan dengan perkembangan

indeks produksi negara tujuan utama ekspor yang masih dalam

kecenderungan meningkat serta sentimen bisnis yang masih positif di

berbagai negara tujuan utama ekspor. Peningkatan pertumbuhan ekspor

diprakirakan masih akan berlanjut pada triwulan II 2010 terutama ke

negara AS, Eropa, dan China untuk produk sektor pertambangan dan

industri.

Pertumbuhan impor pada triwulan II 2010 diprakirakan tumbuh tinggi ditopang oleh peningkatan permintaan domestik dan masih kuatnya permintaan eksternal. Hal tersebut didukung oleh

pergerakan indikator penuntun impor yang menunjukkan pergerakan

impor berasa dalam fase yang meningkat. Perbaikan impor juga terlihat

dari peningkatan pertumbuhan PPN impor (Grafik 2.10) dan permintaan

impor dari beberapa negara tujuan utama. Jika dilihat dari pangsanya,

impor terutama berasal dari Jepang dan China. Dilihat dari golongan

penggunaan barang, peningkatan tersebut utamanya didorong oleh

kenaikan impor barang konsumsi diikuti oleh kenaikan bahan baku dan

yang terendah adalah peningkatan barang modal.

Kinerja sektoral pada triwulan II 2010 diprakirakan masih akan tumbuh membaik. Seluruh sektor, baik tradable dan non-tradable,

diprakirakan tumbuh membaik. Sektor industri diprakirakan tumbuh

membaik seiring dengan masih kuatnya pertumbuhan subsektor alat

angkut dan semen sebagai penggerak utama. Namun, terdapat tekanan

terkait dampak ACFTA terhadap beberapa subsektor serta rencana

kenaikan tarif listrik. Selain itu, pertumbuhan subsektor makanan dan

minuman diperkirakan melambat karena tingginya pertumbuhan subsektor

tersebut pada tahun lalu akibat pengaruh Pemilu. Sementara itu, sektor

non-tradable diprakirakan juga tumbuh membaik. Penyokong utama

sektor non-tradable yaitu sektor perdagangan yang tetap tumbuh tinggi

sebagaimana terindikasi dari masih kuatnya impor.

Grafik 2.7 Pertumbuhan Investasi Bangunan - Nonbangunan

Grafik 2.8 Indikator Investasi

Grafik 2.9 Volume Perdagangan Dunia, Baltic Dry Index, Ekspor

������������

��������������������������������������

��������

������� �������

����������������������������������������������������������������

���

���

���

��

��

��

��

��

���� ���� ���� ���� ���� ����

� �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� � �� ��� �� ��

��

��

����

��

��

����������

������

�����

���

����

�����

�����

�����

�������� ���� ���� ���� ���� ����� ��� � ��� � ��� � ��� � ��� � ��� �

���

���

��

��

��

��

��

���������������� ������������������

������������ ����������������������������

���������������� �����������������������������

�����

����

����

���

���

���

���

���

�����

�����

�����

���

����

����

����

���������

������ ������������ ������ ������ ������������ ������ ������ ������������ ������������ ������������ ������ ������ ������������

���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ���� ����

���������������� ��������� ������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

12

I n f l a s i Laju inflasi masih terjaga meskipun pada Mei 2010 mengalami peningkatan yang dipicu oleh faktor non-fundamental terutama kelompok volatile food. Secara bulanan, IHK mencatat inflasi sebesar

0,29% (mtm) atau 4,16% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan

bulan sebelumnya yang sebesar 0,15% (mtm) dan 3,91% (yoy). Masih

berlanjutnya kenaikan harga pada kelompok aneka bumbu-bumbuan

mendorong peningkatan tekanan pada inflasi. Kendala pasokan yang

dipicu oleh gangguan produksi akibat curah hujan di beberapa sentra

produksi ditengarai menjadi salah satu sumber penyebab tingginya inflasi

kelompok barang tersebut. Sementara itu, perkembangan harga kelompok

administered prices relatif stabil. Dari sisi fundamental, inflasi inti sedikit

tertekan terkait meningkatnya harga komoditas emas sejalan dengan

perkembangan di pasar komoditas internasional. Namun demikian,

kelompok inti masih mencatat inflasi di level yang rendah dan masih dalam

kecenderungan menurun. Hal tersebut didukung oleh relatif terjaganya

ekspektasi inflasi masyarakat serta masih rendahnya dampak tekanan

permintaan terhadap harga.

Laju inflasi IHK Mei berdasarkan kelompok pengeluaran terutama didorong oleh kelompok bahan makanan (Grafik 2.12). Peningkatan

indeks kelompok bahan makanan tersebut terkait dengan tingginya

tekanan dari komoditas bumbu-bumbuan. Kelompok lainnya yang juga

signifikan memberikan tekanan inflasi IHK adalah kelompok sandang

dengan sumbangan sebesar 0,08%.

Laju inflasi administered prices pada bulan laporan memberikan tekanan yang minimal sejalan dengan tidak adanya penyesuaian komoditas administered strategis. Tekanan inflasi pada kelompok ini

antara lain disumbang oleh kenaikan harga komoditas rokok, diantaranya

adalah rokok kretek filter sebesar 0,41% (mtm). Selama tahun 2010 ini,

komoditas rokok telah memberikan sumbangan inflasi sebesar 0,13%.

Selain itu, relatif lancarnya pelaksanaan program konversi bahan bakar

rumah tangga turut menopang rendahnya inflasi kelompok administered

price. Dengan perkembangan tersebut, selama Mei 2010 kelompok

administered prices mencatat inflasi yang rendah yaitu sebesar 0,15%

(mtm) atau 2,50% (yoy).

Kelompok volatile food mencatat inflasi yang didorong oleh adanya gangguan produksi dan distribusi pada beberapa komoditas aneka

Grafik 2.12 Perkembangan Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%, mtm)

Grafik 2.10 Pertumbuhan PPN Impor

Grafik 2.11 Perkembangan Inflasi

������� �������

���������������

�������������

�������������������

���������

���

���

���

��

��

��

�� �� �� ���� �� �� �� ����������� �� �� �� ���� ������ ����

������ ������

������������

��

��

��

��

��

���� ���� ���� ����������������������������

������������������������������������������

���������������������������������

���������

�������

��������������������������������������������

�����������������������������������������

�������������

������������������������������

���

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

����

��� ��� ���� ��� ��� ��� ���

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

13

bumbu-bumbuan, sementara kenaikan harga beras masih cukup terkendali. Komoditas seperti cabai merah, cabe rawit, dan bawang putih

mencatat kenaikan harga yang cukup signifikan selama periode bulan

laporan (Grafik 2.13). Sejak akhir tahun 2009 komoditas cabe merah dan

bawang putih memberikan tekanan yang signifikan pada inflasi volatile

food. Inflasi komoditas bawang putih bahkan mencapai 233,52% (yoy)

pada Mei 2010. Ketergantungan akan impor bawang putih dari China

mencapai 90% dari pemenuhan kebutuhan domestik. Saat ini produksi

berbagai tanaman pangan di China, termasuk bawang putih, sedang

mengalami penurunan akibat gangguan cuaca yang menyebabkan gagal

panen. Kondisi ini mendorong pemerintah China untuk mengutamakan

pemenuhan kebutuhan domestik dibandingkan ekspor. Sementara itu,

harga beras tercatat mengalami peningkatan akibat mundurnya musim

panen di beberapa sentra produksi serta adanya kendala pada sisi distribusi

antar daerah. Selama bulan laporan, beras tercatat mengalami kenaikan

harga sebesar 0,12% (Grafik 2.14). Kenaikan harga beras juga dipengaruhi

oleh menurunnya stok gabah kering panen di tingkat petani disertai oleh

menurunnya suplai beras yang bersumber dari penyaluran raskin. Dengan

perkembangan tersebut, kelompok volatile food mencatat inflasi sebesar

0,57% atau 7,29% (yoy), meningkat jika dibandingkan dengan bulan

sebelumnya yang sebesar 0,34% (mtm) atau 6,39% (yoy).

Tekanan inflasi inti menunjukkan perkembangan yang relatif stabil pada level yang rendah ditopang oleh terkendalinya ekspektasi inflasi dan rendahnya tekanan dari sisi permintaan. Selama Mei

2010, inflasi inti tercatat sebesar 0,25% (mtm), lebih tinggi dibandingkan

dengan bulan sebelumnya yang sebesar 0,15% (mtm). Peningkatan inflasi

inti pada Mei 2010 terutama disebabkan oleh kenaikan harga komoditas

emas sejalan dengan peningkatan harga komoditas tersebut di pasar

internasional. Secara tahunan inflasi inti masih cenderung rendah dan pada

tren yang menurun sejak awal tahun 2009 hingga mencapai 3,81% (yoy).

Nilai Tukar Rupiah Kecenderungan penguatan rupiah yang telah berlangsung sejak awal tahun 2010 tertahan akibat arus modal keluar portofolio asing.

Kuatnya tekanan dari pasar keuangan global terkait krisis utang dan defisit

fiskal di beberapa negara kawasan Eropa memicu perilaku risk aversion

terhadap aset negara emerging markets termasuk Indonesia. Dalam kondisi

Grafik 2.14 Inflasi Volatile Food dan Beras

Grafik 2.13 Inflasi Aneka Bumbu

Grafik 2.15 Inflasi Volatile Food dan beberapa komoditas utama

���

���

���

���

��

���

����

���� ���� ����

������������������������������������

������������������������������������

��� ��� ��������� ��� ��� ��� ������ ������ ��� ��� ��������� ��� ��� ��� ������ ��������� ��� ���������

������ ������

��

��

��

��

���

�����������

������������������������

��

��

���� ���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � ��� �

���� ���� ������������ ����

���

���

���

���

��

���

�����

�����������������������

������������ ����������������������������������������

�����������������������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

14

seperti ini, positifnya fundamental ekonomi Indonesia disertai dengan relatif

menariknya imbal hasil investasi masih belum mampu menahan aliran dana

asing keluar dari pasar keuangan domestik. Nilai tukar rupiah terhadap

dolar AS secara rata-rata pada Mei 2010 melemah sebesar 1,52% ke level

Rp9.167 per dolar AS dari Rp 9.028 per dolar AS pada bulan sebelumnya

(Grafik 2.17). Pada akhir bulan, rupiah ditutup melemah 1,77% (ptp) ke

level Rp9.175 per dolar AS dari penutupan bulan sebelumnya. Dengan

perkembangan tersebut, pergerakan nilai tukar rupiah sejak awal tahun

hingga Mei 2010 secara rata-rata tercatat sebesar Rp9.192 per dolar AS.

Pelemahan rupiah tersebut juga dibarengi dengan fluktuasi yang meningkat

menjadi 0,69% (Grafik 2.18).

Pembalikan arus modal asing akibat menurunnya risk appetite investor telah memicu depresiasi rupiah yang cukup tajam.

Beralihnya investor ke instrumen berkualitas tinggi (flight to quality) seperti

aset berdenominasi dolar AS berdampak pada penguatan mata uang dolar

AS. Sebaliknya, mata uang Asia secara bersamaan mengalami pelemahan

terhadap dolar AS (Grafik 2.19). Namun demikian, faktor fundamental

domestik tetap solid. Akselerasi pertumbuhan ekonomi diprakirakan terus

berlanjut disertai dengan kinerja transaksi berjalan yang tetap mencatat

surplus. Solidnya kinerja ekspor berpotensi memberi tambahan pasokan

valas ke pasar domestik sehingga mampu meningkatkan ketahanan

perekonomian domestik terhadap gejolak eksternal.

Kekhawatiran akan dampak rambatan dari krisis Eropa telah menyebabkan indikator risiko Indonesia meningkat, meskipun masih terbatas. Indikator EMBIG spread selama bulan laporan berada

pada kisaran 324bps, meningkat dari posisi bulan sebelumnya yang

sebesar 260bps (Grafik 2.21). Yield spread global bond Indonesia dengan

US T-Note pada bulan laporan juga meningkat dari 170bps pada bulan

sebelumnya ke kisaran level 200bps. Indikator risiko terhadap obligasi

Indonesia (CDS spread) tercatat pada kisaran level 180bps, atau meningkat

dari 162bps pada bulan sebelumnya. Namun demikian, indikator risiko

lainnya, yaitu premi swap, cenderung tetap stabil yang mengindikasikan

terjaganya ekspektasi positif investor global terhadap perekonomian

domestik (Grafik 2.22).

Imbal hasil investasi rupiah yang relatif menarik dibandingkan negara kawasan masih menjadi daya tarik bagi mengalirnya dana asing ke perekonomian domestik. Selisih suku bunga dalam

negeri dan luar negeri yang masih lebar menyebabkan dana asing masih Grafik 2.18 Volatilitas Nilai Tukar Rupiah

Grafik 2.16 Perkembangan Harga Emas Domestik & Internasional

Grafik 2.17 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah

���������������

�������

�������

�������

�������

�������

����

����

���

���

���

�����������������������������

���� ���� ����

� ���

����

���

� ���

����

����

� ��� �

��� ���

� ���

����

����

� ���

����

���

� ���

���

����� ��

� �����

�� ��

����

����

� �� �� � � � ���� �� � �� �� � ��

������

����

����

����

�����

�����

�����

�����

�����

�����������������������������������������������������

�����

����

����

�����

�����

�����

����

��������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���������������

� �������

�����

��

��

����

����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

����

����

����

��� ��������������� ��� ������������ ��� ��� ��������������� ��� ������������

���� ���� ����

���������������������������������������������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

15

masuk ke kawasan Asia, termasuk Indonesia. Relatif terjaganya indikator

risiko menyebabkan selisih suku bunga yang sudah memperhitungkan

risiko (Covered Interest Rate Parity - CIP) masih berada dalam tren yang

meningkat. CIP Indonesia pada Mei 2010 berada pada level 3,99%,

tertinggi bila dibandingkan negara lain di kawasan yaitu Filipina, Malaysia,

dan Korea (Grafik 2.23).

Kebijakan Moneter

Suku BungaTransmisi kebijakan moneter melalui suku bunga PUAB O/N masih kondusif dan terjaga pada kisaran BI Rate. Pada Mei 2010, suku

bunga PUAB O/N sedikit mengalami peningkatan dibandingkan dengan

bulan sebelumnya dan semakin mendekati level BI Rate. Pergerakan

suku bunga PUAB O/N yang pada beberapa periode sebelumnya terus

menurun mendekati standing floor bawah (FASBI Rate, 6%) telah kembali

mendekati level BI Rate sebesar 6,5%. Rata-rata harian suku bunga PUAB

O/N tercatat sebesar 6,15% sedikit meningkat dari bulan lalu sebesar

6,10%. Meski suku bunga PUAB O/N mengalami sedikit peningkatan,

kondisi likuiditas perbankan tetap terjaga. Hal tersebut juga mencerminkan

persepsi risiko PUAB yang relatif stabil. Sementara itu, transmisi ke suku

bunga PUAB dengan tenor yang lebih panjang relatif stabil. Rata-rata suku

bunga PUAB dengan jangka waktu yang lebih panjang masing-masing

bergerak antara 1 s.d. 3bps, kecuali untuk tenor 27 s.d. 30 hari dan tenor

lebih dari 30 hari yang masing-masing menurun sebesar 5 dan 13bps.

Transaksi PUAB pada Mei 2010 relatif stabil. Volume rata-rata harian

total (pinjam dan beri) PUAB O/N maupun PUAB seluruh tenor pada bulan

Mei 2010 masing-masing sebesar Rp15,3 triliun dan Rp21,3 triliun. Kondisi

tersebut mencerminkan persepsi counterparty risk perbankan yang relatif

membaik.

Dari sisi suku bunga perbankan, sampai dengan Maret 2010, suku bunga deposito masih terus mengalami penurunan. Pada Maret

2010, suku bunga deposito 1 bulan turun sebesar 16bps dibandingkan

dengan bulan sebelumnya menjadi sebesar 6,77%. Suku bunga deposito

dengan jangka waktu yang lebih panjang (3, 6, dan 12 bulan) turut

mengalami penurunan kecuali untuk tenor 24 bulan. Dengan kondisi

Grafik 2.19 Pergerakan Nilai Tukar Asia

Grafik 2.20 Apresiasi/Depresiasi Rata-Rata Nilai Tukar Mei 2010 dibandingkan dengan April 2010

Grafik 2.21 Indikator Persepsi Risiko Indonesia

����������������������������������������������������������������

��

��

��

���

���

���

���

��� ��� ��� ��� ���

��������� ��������� ���������

��������� ��������� ���������

��������� ���������

����

���

���

���

���

���

���

���

���

�����������������������

������ ����� ����� ����� ����� ���� ���� ����

���������

�����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

����

�����

�����

�����

�����

�����

�����

����

�����������������

�����������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ����

�����������

���

������������

�������������������������������

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

���

������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

16

demikian, maka struktur suku bunga deposito pada Maret 2010

menjadi lebih baik dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Struktur

suku bunga yang lebih baik tersebut terlihat pada tingkat suku bunga

deposito yang meningkat sesuai dengan jangka waktunya. Sementara

itu, berdasarkan kelompok banknya, kelompok bank swasta menjadi

pendorong perbaikan struktur suku bunga deposito tersebut, sedangkan

kelompok lain khususnya pada kelom pok bank asing dan campuran

masih mengutamakan pemberian insentif lebih kepada nasabah untuk

penempatan dana jangka panjang pada tenor 12 bulan.

Perkembangan yang terjadi pada suku bunga deposito mulai ditransmisikan dengan lebih baik ke suku bunga kredit pada Maret 2010. Rata-rata suku bunga kredit (KMK, KI dan KK) pada

Maret 2010 menurun sebesar 52bps menjadi 13,89%, lebih besar dari

bulan sebelumnya yang hanya turun sebesar 2bps. Suku bunga Kredit

Konsumsi (KK) memberikan sumbangan terbesar bagi penurunan rata-

rata suku bunga kredit. Suku bunga KK menurun 94bps menjadi 15,42%,

sedangkan suku bunga Kredit Investasi (KI) dan Kredit Modal Kerja (KMK)

turun dengan besaran yang lebih kecil masing-masing sebesar 49bps dan

14bps menjadi 12,72% dan 13,54% (Tabel 2.1).

Sementara itu, dilihat berdasarkan kelompok banknya, kelompok bank

swasta merupakan kelompok dengan penurunan suku bunga kredit

terbesar khususnya pada suku bunga KK dan KI. Secara rata-rata,

kelompok bank swasta menurunkan suku bunga kredit sebanyak 124bps,

terbesar di antara kelompok bank lainnya. Kelompok BPD dan kelompok

bank asing dan campuran masing-masing hanya menurunkan suku bunga

kredit sebesar 4bps dan 9bps, sedangkan kelompok bank persero secara

rata-rata justru menaikkan suku bunga kreditnya sebesar 16bps.

Grafik 2.22 Premi Swap Berbagai Tenor

Grafik 2.23 Indikator CIP Beberapa Negara Asia

Tabel 2.1Perkembangan Berbagai Suku Bunga

Suku Bunga (%)

BI Rate 8,75 8,25 7,75 7,5 7,25 7,00 6,75 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50 6,50Penjaminan Deposito 9,50 9,00 8,25 7,75 7,75 7,50 7,25 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00 7,00Dep 1 bulan (Weighted Average) 10,52 9,88 9,42 9,04 8,77 8,52 8,31 7,94 7,43 7,38 7,16 6,87 7,09 6,93 6,77 naBase Lending Rate 14,18 13,98 13,94 13,78 13,64 13,40 13,20 13,00 12,96 13,01 12,94 12,83 12,65 12,66 12,58 naKredit Modal Kerja (KMK) 15,23 15,08 14,99 14,82 14,68 14,52 14,45 14,30 14,17 14,09 13,96 13,69 13,75 13,68 13,54 naKredit Investasi (KI) 14,37 14,23 14,05 14,05 13,94 13,78 13,58 13,48 13,20 13,20 13,03 12,96 13,24 13,21 12,72 naKredit Konsumsi (KK) 16,46 16,53 16,46 16,48 16,57 16,63 16,66 16,62 16,67 16,53 16,47 16,42 16,32 16,36 15,42 na

2009 2010

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr

�������������������������

��

��

����������� ���������

��������� ����������

��������� ��� ������������ ��� ��� ������ ��������� ��� ���������������� ���� ����

����

��������

����

�����������������������������������������

���� ���� ���� ���������� ��� ������ ������ ��� ������ ������ ��������� ���������������

�����������������

�������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

17

Dana, Kredit, dan Uang BeredarPertumbuhan DPK secara tahunan masih meningkat. Sejak awal

tahun hingga April 2010, posisi DPK meningkat sebesar Rp7,4 triliun

menjadi Rp1,980.5 triliun sehingga pertumbuhan DPK mencapai 11,2%

(yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya (Grafik 2.25).

Jika dilihat berdasarkan komponennya, pertumbuhan DPK kembali

ditopang oleh pertumbuhan deposito meskipun suku bunga deposito terus

menurun. Kondisi tersebut sejalan dengan porsi DPK yang lebih banyak

dimiliki oleh perorangan yang sebagian besar menempatkan dananya

pada deposito khususnya dalam bentuk rupiah. Pada bulan April 2010,

pertumbuhan DPK valas meningkat dari 4,6% (yoy) menjadi 7,8% (yoy),

khususnya pada giro valas milik swasta bukan keuangan. Meningkatnya

pertumbuhan DPK valas khususnya giro valas selain didorong oleh

penerimaan ekspor juga merupakan dampak dari tren penguatan nilai

tukar rupiah.

Sementara itu, transmisi kebijakan melalui jalur kredit menunjukkan tren yang membaik seiring dengan meningkatnya permintaan domestik dan suku bunga kredit yang terus menurun. Sampai dengan

April 2010, pertumbuhan kredit (dengan channeling) mencapai 13,8%

(yoy), meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya 10,7% (yoy).

Pertambahan kredit sampai dengan April 2010 mencapai Rp45,2 triliun

(3,1%, ytd). Meningkatnya kredit diperkirakan berasal dari sisi permintaan

maupun sisi penawaran. Dari sisi permintaan, membaiknya kondisi

ekonomi domestik mendorong meningkatnya permintaan terhadap kredit.

Sementara itu, dari sisi penawaran kredit perbankan, salah satu faktor yang

berkontribusi terhadap meningkatnya penyaluran kredit adalah suku bunga

kredit yang terus menurun. Pertumbuhan kredit pada Mei 2010 diindikasi

dapat mencapai 17,6% (yoy).

Berdasarkan jenis penggunaan kredit, pertumbuhan kredit yang meningkat

terutama disumbang oleh kredit konsumsi. Sampai dengan April 2010,

pertumbuhan kredit konsumsi mencapai 28,2% (yoy). Sementara itu,

pertumbuhan kredit investasi dan kredit modal kerja juga menunjukkan

peningkatan dengan tumbuh masing-masing sebesar 17,9% (yoy)

dan 5,4% (yoy) (Grafik 2.26). Di sisi lain, berdasarkan jenis valutanya,

pertumbuhan kredit valas mengalami peningkatan seiring dengan

peningkatan DPK valas dan mulai bergairahnya kegiatan ekspor-impor. Di

sisi sektoral, meningkatnya pertumbuhan kredit terutama disumbang oleh

sektor lainnya seiring dengan peningkatan kredit konsumsi. Sementara

Grafik 2.24 Perkembangan Berbagai Suku Bunga

Grafik 2.25 Pertumbuhan Kredit, DPK, dan BI Rate

������� ��������������� ����������������

������������������ ����������������������������������

������������������������������

���� ���� ���� ���� ���� ������� ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��� ��� ������ ���

���������� �����������

�������������������������������

��������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

���� ���� ����

���

���

���

���

������������������������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

18

itu, sektor perdagangan juga mengalami peningkatan pada April 2010

sehingga tumbuh menjadi 0,75% (yoy) lebih tinggi dari bulan sebelumnya

sebesar 0,5% (yoy), sedangkan sektor industri pengolahan masih tumbuh

negatif. Di lain pihak, sektor pertambangan, sektor jasa sosial, sektor

pengangkutan dan sektor listrik, air dan gas tercatat tumbuh di level yang

cukup tinggi yaitu berkisar 24% - 82% (yoy).

Likuiditas perekonomian yang diindikasikan dengan indikator base money terus membaik. Pada Mei 2010, pertumbuhan base

money terus meningkat sejalan dengan aktivitas ekonomi yang semakin

membaik. Pertumbuhan base money meningkat menjadi 14,4%

(yoy) dibandingkan dengan bulan sebelumnya sebesar 13,9% (yoy).

Berdasarkan komponennya akselerasi base money tersebut didorong

oleh permintaan uang kartal yang tinggi. Pada Mei 2010, pertambahan

permintaan uang kartal oleh masyarakat mencapai Rp8,2 triliun. Dengan

perkembangan tersebut, pertumbuhan uang kartal sampai dengan Mei

2010 tercatat sebesar 13,3% (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya

sebesar 11,3% (yoy). Berbagai perkembangan tersebut mencerminkan

kondisi perekonomian masyarakat yang semakin membaik meski belum

sepenuhnya pulih.

Di sisi lain, pertumbuhan M1 pada April 2010 sedikit mengalami

penurunan menjadi 8,3% (yoy), dibandingkan dengan bulan sebelumnya

sebesar 9,7% (Grafik 2.27). Kondisi tersebut terutama diakibatkan oleh

menurunnya posisi giro khususnya yang dimiliki oleh badan usaha swasta

non-keuangan terkait dengan pola penyerapan pajak bagi perusahaan

pada bulan April 2010 dan indikasi pergeseran dana dari giro menjadi

deposito dan simpanan valas seiring dengan tren penguatan nilai tukar.

Perkembangan M1 tersebut berdampak pada meningkatnya pertumbuhan

M2 dari 11,4% (yoy) pada bulan sebelumnya menjadi 11,8% (yoy) pada

April 2010 (Grafik 2.27). Perkembangan M2 yang semakin membaik

dipengaruhi oleh perkembangan kredit yang terus meningkat.

Pasar SahamKinerja pasar saham terimbas gejolak eksternal. Krisis utang negara-

negara PIIGS (Portugal, Irlandia, Italia, Yunani dan Spanyol) menimbulkan

sentimen negatif terhadap pasar saham global, termasuk Indonesia.

Perkembangan tersebut menyebabkan IHSG terkoreksi sebesar 5,8% dan

ditutup pada level 2.796,96.

Grafik 2.27 Pertumbuhan Uang Beredar (Nominal)

Grafik 2.26 Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan

Grafik 2.28 Pertumbuhan Uang Beredar (Riil)

������

��� �� ��

���

��

��

��

��

��

���� ���� ���� ������� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

��������� �� ������� ����� �����

��������

��

��

��

��

��

���� ���� ���� ���� ���� ����� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � �

���������

������� �

�����������������

��������������

���� ���� ���� ����� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � �

��

������� ������������� ������� �������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

19

Pelemahan IHSG sejalan dengan koreksi bursa global dan aksi jual investor

asing (Grafik 2.29). Hal tersebut terkait dengan pesimisme pelaku pasar

keuangan terhadap penyelesaian utang di negara PIIGS. Lebih jauh, pelaku

pasar keuangan global juga mulai meragukan exit strategy kebijakan

moneter global serta kecepatan pemulihan pertumbuhan ekonomi dunia.

Kondisi tersebut pada akhirnya memicu aksi jual investor asing dan

mengoreksi harga saham di hampir seluruh pasar saham di kawasan.

Aksi jual investor asing diikuti oleh menurunnya kepercayaan pasar,

yang antara lain tercermin dalam penurunan volume perdagangan pasar

saham. Pada Mei 2010, investor asing secara akumulasi melakukan net

jual sebesar Rp1,7 triliun, berbanding terbalik dengan perilaku pada

bulan-bulan sebelumnya (Maret dan April 2010) yang mencatat net beli

sebesar Rp4,9 triliun dan Rp1,5 triliun. Perilaku flight to quality dilakukan

oleh investor asing dengan melepas aset di negara-negara emerging

market dan beralih ke instrumen yang lebih aman seperti US Government

Securities. Sejalan dengan perkembangan tersebut, nilai perdagangan juga

cenderung turun meskipun dengan jumlah yang relatif terbatas. Pada Mei

2010 nilai perdagangan saham mencapai sebesar Rp5,1 triliun perhari atau

turun tipis dari bulan sebelumnya yang mencapai Rp5,2 triliun per hari

(Grafik 2.30).

Secara sektoral, kinerja saham terkoreksi hampir di seluruh sektor. Dengan

kapitalisasi pasar yang besar serta aktif diperdagangkan di pasar saham,

koreksi pada sektor pertambangan dan sektor agrobisnis memberikan

kontribusi yang cukup signifikan terhadap penurunan kinerja IHSG. Koreksi

yang dialami kedua sektor tersebut tidak terlepas dari jatuhnya harga

minyak dunia akibat meningkatnya kekhawatiran gangguan pemulihan

ekonomi dunia. Sementara itu, sektor barang konsumsi justru menunjukan

perkembangan positif. Namun relatif kecilnya kapitalisasi sektor barang

konsumsi belum mampu menahan koreksi yang dialami bursa.

Pasar SBNGejolak yang terjadi di pasar keuangan selama bulan Mei 2010 juga merambat ke pasar Surat Berharga Negara (SBN) sehingga menyebabkan kenaikan yield secara merata untuk seluruh tenor SBN. Yield SBN rata-rata mengalami kenaikan 35bps bila dibandingkan

dengan bulan sebelumnya dan ditutup pada yield rata-rata sebesar 8,9%

(Grafik 2.31). Kenaikan terbesar terjadi pada SBN berjangka menengah.

Grafik 2.29 IHSG dan Indeks Regional

Grafik 2.30 IHSG dan Rata-Rata Harian Volume Perdagangan

Grafik 2.31 Yield SBN, BI Rate dan SBI 1 Bulan

����������������������������������

�����������������������

�����������������������

�������������������������������������

��������������������������������������

����������������������������

�����������������������������

������������

������������

������������

������������

������������

������������

�������������

������������

��� ��� ��� �� �� �� �� ���

�����������

��

���� ���� ���� ����� � � � �� �� � � � � �� �� � � � � �� �� � �

���

�����

�����

�����

�����

�����

�������������������������������������

��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ��� ���

��

��

��

��

��

��

��

���� ���� ���� ���� ���� ����

���������������������������������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

20

Dengan perkembangan tersebut yield jangka pendek, menengah

dan panjang masing-masing naik sebesar 35bps, 38bps dan 29bps.

Meski demikian, kenaikan yield tersebut masih relatif minimal apabila

dibandingkan dengan kenaikan yield pada saat krisis 2008.

Sebagaimana yang terjadi di pasar saham, berbagai indikator risiko

eksternal tampak memengaruhi perkembangan yield SBN. Kekhawatiran

pasar keuangan domestik memuncak pada Mei 2010 dan pada akhirnya

menyebabkan kenaikan indikator risiko eksternal seperti EMBIG spread dan

CDS Indonesia. Pada Mei 2010, EMBIG spread dan CDS Indonesia masing-

masing naik sebesar 68,1bps dan 16,3bps.

Kondisi tersebut pada akhirnya mendorong investor asing di pasar SBN

melakukan aksi jual. Selama bulan Mei 2010 investor asing melakukan net

jual sebesar Rp3,9 triliun berbanding terbalik dengan bulan sebelumnya

yang mencatat net beli sebesar Rp15,6 triliun. Perilaku penjualan oleh

investor asing di pasar SBN serupa dengan perilaku di pasar saham yang

mulai meninggalkan emerging market untuk beralih ke safe heaven

instrument. Perkembangan tersebut menyebabkan turunnya kepercayaan

pasar dan pada akhirnya berdampak pada penurunan nilai perdagangan di

pasar SBN. Pada Mei 2010, volume perdagangan rata-rata tercatat sebesar

Rp4,4 triliun per hari atau turun jika dibandingkan dengan April 2010 yang

mencapai Rp6 triliun per hari (Grafik 2.32).

Pasar ReksadanaKinerja pasar saham dan SBN yang menurun selama bulan Mei 2010 berimbas pada penurunan kinerja di pasar reksadana. Hal

itu tercermin pada penurunan indeks produk reksadana di hampir

semua jenis. Koreksi yang paling dalam dialami oleh reksadana saham

dan diikuti oleh reksadana campuran. Reksadana saham, pendapatan

tetap, dan campuran masing-masing terkoreksi sebesar 11,3%, 0,6%

dan 8,1% (Grafik 2.33). Selain itu, NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksadana

juga diperkirakan cenderung menurun seiring dengan kinerja aset yang

mendasarinya (underlying asset).

Grafik 2.32 Yield SBN dan Volume Perdagangan Harian

Grafik 2.33 Indeks Reksadana Campuran, Pendapatan tetap, dan Saham

����������� �

��

���� ���� ���� ���� ���� ����� � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � � � � �� � � �

��

��

����������������������������������������

�������������������

��

���

���

���

���

���

������� ��������� ��� ��� ��� ������ ��� ��� ������ ��������� ��� ��� ��� ��� ������ ��� ���������������

���� ���� ���� ���� ����

���������������������������������������������������������������

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

21

Kondisi PerbankanSektor keuangan ditandai oleh stabilitas sistem perbankan yang tetap terjaga dan meningkatnya fungsi intermediasi perbankan.

Stabilitas sistem perbankan Indonesia cukup kuat dalam mengantisipasi

dampak rambatan krisis utang di Eropa. Hal itu ditunjukkan oleh tingginya

rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) perbankan yang

berdasarkan data terkini mencapai 19,2% dan terjaganya rasio kredit

bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5% (Tabel

2.2). Peningkatan fungsi intermediasi perbankan tercermin pada angka

pertumbuhan kredit yang terus meningkat. Sementara itu, Return On

Asset (ROA) tetap stabil sebesar 2,9% dan Net Interest Margin (NIM) tetap

stabil pada level 0,5% (Tabel 2.2).

Tabel 2.2Kondisi Umum Perbankan

Indikator Utama

Total Aset (T Rp) 2.307,1 2.344,9 2.352,1 2.327,4 2.309,8 2.354,3 2.331,4 2.384,6 2.388,6 2.392,7 2.439,7 2.534,1 2.501,8 2.517,0 2.563,7 2.576,3

DPK (T Rp) 1.745,6 1.767,1 1.786,2 1.780,9 1.783,6 1.824,3 1.806,6 1.847,0 1.857,3 1.863,5 1.897,0 1.973,0 1.948,6 1.931,6 1.982,2 1.980,5

Kredit (T Rp) 1.325,3 1.334,2 1.342,1 1.332,1 1.339,2 1.368,9 1.370,2 1.400,4 1.399,9 1.410,4 1.430,9 1.470,8 1.435,7 1.459,7 1.485,9 1.516,0

LDR (%) 75,9 75,5 75,1 74,8 75,1 75,0 75,8 75,8 75,4 75,7 75,4 74,5 73,7 75,6 75,0 76,5

NPLs Gross* (%) 4,2 4,3 4,5 4,6 4,7 4,5 4,6 4,5 4,3 4,3 4,4 3,8 3,9 4,0 3,8 3,5

NPLs Net * (%) 1,6 1,6 1,9 2,0 1,9 1,7 1,7 1,5 1,3 1,2 1,4 0,9 1,1 1,0 1,0 0,9

CAR (%) 17,6 17,7 17,4 17,6 17,3 17,0 17,0 17,0 17,7 17,6 17,0 17,4 19,2 19,3 19,1 19,2

NIM (%) 0,5 0,3 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,4 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5

ROA (%) 2,7 2,6 2,8 2,7 2,7 2,7 2,7 2,7 2,6 2,7 2,6 2,6 3,1 2,9 3,0 2,9

20102009

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr

* dengan channeling

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

22

III. RESPONS KEBIJAKAN MONETERRapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 3 Juni 2010 memutuskan bahwa BI Rate tetap pada level 6,50%. Keputusan

tersebut diambil setelah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap

perkembangan terkini dan prospek perekonomian yang secara umum

menunjukkan perkembangan yang terus membaik. Dewan Gubernur

memandang BI Rate pada level tersebut masih konsisten dengan

pencapaian sasaran inflasi tahun 2010 dan 2011 sebesar 5%±1%, serta

masih kondusif bagi upaya memperkuat proses pemulihan perekonomian.

Selain itu, keputusan tersebut juga konsisten dengan upaya menjaga

stabilitas keuangan di dalam negeri di tengah meningkatnya risiko

ketidakpastian akibat krisis utang yang dialami Yunani dan sejumlah

negara di Eropa.

Tinjauan Kebijakan Moneter - Juni 2010

23

* angka sementara * angka BPS berdasarkan tahun dasar 2000 1) minggu terakhir 2) rata-rata tertimbang 3) penutupan pada akhir periode 4) closed file Sumber : Bank Indonesia. kecuali data pasar modal (BAPEPAM). IHK. ekspor/impor dan PDB dari BPS

Indikator Terkini

SEKTOR KEUANGAN

H A R G A

SEKTOR EKSTERNAL

INDIKATOR KUARTALAN

SUKU BUNGA & SAHAMSuku bunga SBI 1 bln 1)

Suku bunga SBI 3 bln 1) Suku bunga deposito 1 bln 2) Suku bunga deposito 3 bln 2

JIBOR satu minggu 2)

IHSG Indeks 3)

BESARAN MONETER (miliar RpBase Money M1(C+D) Uang Kartal (C) Uang giral (D)Broad Money (M2 = C+D+T) Uang kuasi (T) Uang kuasi (Rupiah) Deposit Tabungan Deposito (Valas) M2 - Rupiah Tagihan pada Dunia UsahaKredit-Bank Umum

Inflasi bulanan (%. mtm)Inflasi tahunan (%. yoy)

Rp/USD (akhir periode. nilai tengah)Ekspor Barang Non migas (f.o.b. juta USD) 4) Impor Barang Non migas (c & f. juta USD) 4) Net International Reserve (juta USD)

Pertumbuhan PDB (%. yoy)** Konsumsi Investasi Perubahan Stok Ekspor Impor

7,25 6,95 6,71 6,58 6,48 6,49 6,47 6,46 6,45 6,41 6,27 6,20 - 7,39 7,05 6,79 6,63 6,55 6,60 6,59 6,59 6,60 6,59 6,56 6,50 - 8,77 8,52 8,31 7,94 7,43 7,38 7,16 6,87 7,09 6,93 6,77 - - 9,68 9,25 8,99 8,73 8,35 7,97 7,68 7,48 7,31 7,08 6,99 - - 7,69 7,09 6,96 6,56 6,46 6,46 6,47 6,46 6,45 6,40 6,38 6,30 - 1.917 2.027 2.323 2.342 2.468 2.368 2.416 2.534 2.611 2.549 2.777 2.971 2.797

309.232 322.994 322.850 324.663 354.297 364.869 376.938 402.118 384.176 380.145 374.406 388.752 - 456.955 482.621 468.949 490.128 490.502 485.538 495.061 515.824 496.527 490.084 494.461 - - 193.733 203.406 200.774 200.424 210.822 205.864 212.054 226.006 211.811 211.708 205.083 208.358 - 263.221 279.215 268.174 289.704 279.679 279.674 283.007 289.818 284.716 278.376 289.378 - - 1.808.979 1.859.258 1.840.715 1.871.508 1.889.158 1.900.466 1.928.347 2.013.425 1.942.999 1.936.273 1.972.683 - - 1.352.024 1.376.637 1.371.766 1.381.381 1.398.656 1.414.928 1.433.286 1.497.601 1.446.473 1.446.189 1.478.222 - - 1.217.906 1.245.822 1.245.247 1.251.225 1.272.217 1.285.497 1.297.781 1.359.667 1.317.461 1.317.102 1.347.094 - - 715.139 726.088 724.888 727.889 731.202 741.072 738.118 756.347 736.999 744.823 772.718 - - 502.767 519.733 520.359 523.336 541.015 544.425 559.663 603.320 580.462 572.280 574.376 - - 134.118 130.815 126.519 130.156 126.439 129.431 135.505 137.934 129.011 129.086 131.128 - - 1.674.861 1.728.443 1.714.196 1.741.352 1.762.719 1.771.035 1.792.842 1.875.491 1.813.988 1.807.186 1.841.555 - -

1.392.747 1.419.799 1.435.290 1.465.870 1.463.662 1.478.447 1.503.304 1.543.901 1.530.338 1.557.520 1.592.410 - - 1.297.211 1.319.240 1.359.101 1.351.565 1.347.876 1.360.639 1.379.527 1.403.686 1.350.803 1.378.227 1.370.033 - -

0,04 0,11 0,45 0,56 1,05 0,19 -0,03 0,33 0,84 0,30 -0,14 0,15 0,29 6,04 3,65 2,71 2,75 2,83 2,57 2,41 2,78 3,72 3,81 3,43 3,91 4,16

10.340 10.225 9.920 10.060 9.681 9.545 9.480 9.400 9.365 9.335 9.115 9.012 9.180 8.229 8.470 8.437 8.966 8.200 9.760 8.449 10.936 8.399 8.712 10.701 - - 6.366 6.987 7.720 7.313 5.589 7.883 6.759 7.936 7.523 7.534 9.054 - - 51,65 50,99 50,72 50,84 53,81 55,68 56,15 57,69 61,59 62,14 63,60 70,75 68,54

5,7 4,4 6,9 19,0 21,1

Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei

2009 2010

Tw.I***

2010