Tinjauan Kebijakan Moneter - bi.go.id · PDF filesenantiasa memperkuat bauran kebijakan...

21
Tinjauan Kebijakan Ekonomi, Moneter, dan Keuangan Moneter April 2014

Transcript of Tinjauan Kebijakan Moneter - bi.go.id · PDF filesenantiasa memperkuat bauran kebijakan...

TinjauanKebijakan

Ekonomi, Moneter, dan KeuanganMoneter

April 2014

STATEMENT KEBIJAKAN MONETER

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 8 April 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut tetap konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menilai perekonomian Indonesia dewasa ini bergerak ke arah yang positif dan sesuai perkiraan, ditandai inflasi yang menurun dan neraca perdagangan yang kembali mencatat surplus. Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan menempuh langkah-langkah antisipatif guna memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga dan mendukung perbaikan kinerja transaksi berjalan. Untuk itu, Bank Indonesia akan senantiasa memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, termasuk kebijakan untuk memperkuat struktur ekonomi dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN swasta.

Pemulihan ekonomi global masih terus berlanjut, meskipun dengan kecepatan yang moderat. Pemulihan terutama ditopang oleh perbaikan ekonomi negara maju sejalan dengan masih berlanjutnya stimulus moneter. Di negara emerging markets, khususnya di Tiongkok, perlambatan ekonomi terjadi seiring dengan kebijakan rebalancing ekonomi yang ditempuh. Kondisi ini berpotensi mempengaruhi perkembangan harga komoditas global yang masih rendah. Sementara itu, perbaikan terjadi pada pertumbuhan ekonomi di negara mitra dagang lainnya, seperti India. Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati risiko pertumbuhan ekonomi dunia tersebut serta risiko eksternal lain seperti rencana normalisasi kebijakan the Fed dan kondisi di beberapa negara emerging markets yang masih cukup rentan.

Bank Indonesia menilai moderasi pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berlanjut ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Permintaan eksternal membaik dan mengimbangi moderasi permintaan domestik sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Beberapa indikator dini dan indikator penuntun mengindikasikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014 meningkat antara lain didorong kegiatan Pemilu 2014. Ekspor diperkirakan juga masih berada dalam tren membaik terutama didorong ekspor manufaktur sejalan pemulihan ekonomi negara maju. Sementara itu, investasi swasta pada triwulan I 2014 masih tumbuh terbatas, dan diperkirakan baru meningkat pada semester II 2014. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 diperkirakan masih berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia sebelumnya yakni 5,5-5,9%.

Pertumbuhan ekonomi yang lebih seimbang juga ditopang perbaikan kinerja sektor eksternal, baik dari neraca pedagangan maupun neraca finansial. Neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2014 kembali mencatat surplus sebesar 0,79 miliar dolar AS, ditopang meningkatnya surplus neraca perdagangan nonmigas. Peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas bersumber dari kontraksi pada impor nonmigas sejalan dengan moderasi permintaan domestik, dan perbaikan ekspor nonmigas khususnya

TINJAUAN KEBIJAKAN MONETER

1

| 1

manufaktur sejalan perbaikan ekonomi negara maju. Surplus neraca perdagangan juga bersumber dari menurunnya defisit neraca perdagangan migas dipengaruhi ekspor migas akibat kenaikan lifting minyak, serta penurunan impor migas sejalan dengan kewajiban penggunaan biodiesel untuk bahan bakar di sektor transportasi umum dan kelistrikan. Dari neraca finansial, aliran masuk modal asing masih terus berlanjut pada Maret 2014 sehingga secara akumulatif pada triwulan I 2014, aliran masuk portfolio asing ke pasar keuangan Indonesia mencapai 5,8 miliar dolar AS. Dengan perkembangan positif tersebut, cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2014 tercatat 102,6 miliar dolar AS, yang setara 5,9 bulan impor barang atau 5,7 bulan impor barang dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan perbaikan sektor eksternal berlanjut, ditopang defisit transaksi berjalan 2014 yang dapat ditekan di bawah 3,0% dari PDB dan surplus aliran masuk modal asing yang tetap besar. Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai risiko baik dari global maupun domestik yang dapat mengganggu ketahanan sektor eksternal dan meresponsnya dengan tepat, termasuk mengenai perkembangan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN swasta.

Perekonomian yang semakin berimbang dan mendorong perbaikan kinerja sektor eksternal berdampak pada menguatnya nilai tukar rupiah. Pada Maret 2014, rupiah ditutup di level Rp11.360 per dolar AS, menguat 2,19% dibandingkan dengan level akhir Februari 2014. Secara rata-rata, rupiah pada Maret 2014 tercatat Rp11.420 per dolar AS, menguat 4,38% dibandingkan dengan rata-rata rupiah pada Februari 2014 sebesar Rp11.919 per dolar AS. Dengan perkembangan ini, rupiah sampai Maret 2014 menguat 7,13% dibandingkan dengan level akhir tahun 2013, atau secara rata-rata menguat 2,85% dibandingkan dengan rata-rata rupiah tahun 2013. Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya dan didukung berbagai upaya untuk meningkatkan pendalaman pasar uang. Berbagai kemajuan dalam pendalaman pasar uang baik rupiah maupun valas seperti mini MRA dan transaksi lindung nilai akan ditingkatkan dan menjadi fokus kebijakan ke depan.

Inflasi Maret 2014 berada dalam tren menurun sehingga semakin mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Inflasi IHK Maret 2014 tercatat rendah yakni 0,08% (mtm) atau 7,32% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi Februari 2014 sebesar 0,26% (mtm) atau 7,75% (yoy). Inflasi Maret 2014 juga tercatat lebih rendah dari rata–rata inflasi dalam 6 tahun terakhir. Penurunan tekanan inflasi disebabkan inflasi inti yang menurun seiring apresiasi nilai tukar, moderasi permintaan domestik, dan ekspektasi inflasi yang masih terjaga. Selain itu, harga bahan pangan juga mengalami deflasi akibat pasokan beberapa komoditas bahan makanan yang meningkat seiring dengan datangnya musim panen. Ke depan, Bank Indonesia akan tetap mencermati sejumlah risiko yang dapat mengganggu pencapaian sasaran inflasi, seperti penyesuaian administered prices, dan potensi peningkatan harga pangan akibat musim kemarau di beberapa daerah, termasuk adanya indikasi kemungkinan terjadinya El Nino dengan intensitas lemah di bulan Agustus 2014. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan dan berkoordinasi dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga tetap dapat mengendalikan inflasi sesuai sasarannya.

Stabilitas sistem keuangan terjaga ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan perbaikan kinerja pasar keuangan. Ketahanan industri perbankan tetap kuat dengan risiko kredit, likuiditas dan pasar yang cukup terjaga, serta dukungan modal yang masih kuat. Pertumbuhan kredit kepada sektor swasta melambat dari 20,9% (yoy) pada Januari 2014 menjadi 19,9% (yoy) pada Februari 2014, sejalan dengan arah moderasi permintaan

| 2

domestik. Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan OJK untuk mengarahkan pertumbuhan kredit ke depan sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Sementara itu, kinerja pasar modal pada Maret 2014 semakin baik tercermin pada IHSG yang berada dalam tren meningkat dan imbal hasil SBN yang menurun. Perbaikan kinerja pasar modal ini didorong meningkatnya optimisme investor terhadap perekonomian domestik.

| 3

PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KEBIJAKAN MONETER

Perekonomian Indonesia pada Maret 2014 bergerak ke arah yang positif dan sesuai perkiraan. Beberapa indikator domestik menunjukkan tekanan inflasi berada dalam tren menurun dan dibarengi oleh mulai berimbangnya perekonomian. Hal ini antara lain ditandai oleh inflasi yang menurun pada Maret 2014 dan neraca perdagangan yang kembali mencatat surplus pada Februari 2014. Selain itu, komposisi pertumbuhan ekonomi terindikasi membaik ditandai oleh membaiknya permintaan eksternal sehingga mengimbangi moderasi permintaan domestik.

Perkembangan ekonomi Indonesia yang positif tersebut ditopang oleh pemulihan ekonomi global yang masih berlanjut, meskipun dengan kecepatan yang moderat. Pertumbuhan ekonomi global masih dimotori oleh pemulihan ekonomi negara-negara maju seperti AS, Eropa dan Jepang. Pemulihan ekonomi advanced countries tersebut terutama didorong oleh stimulus moneter yang berkelanjutan. Di negara emerging markets, khususnya di Tiongkok, perlambatan ekonomi terjadi seiring dengan kebijakan rebalancing ekonomi yang ditempuh. Sementara itu, perbaikan terjadi pada pertumbuhan ekonomi di negara mitra dagang lainnya, seperti India.

Emerging markets, khususnya Tiongkok, yang belum kuat, mempengaruhi perkembangan harga komoditas global yang masih rendah. Moderasi pertumbuhan ekonomi Tiongkok berdampak pada tren penurunan harga minyak, meskipun sempat meningkat pada awal tahun akibat berlangsungnya cuaca dingin yang cukup ekstrim di AS dan Eropa. Tren penurunan harga minyak pada tahun 2014 juga didorong oleh pasokan yang meningkat, khususnya bersumber dari negara-negara OECD.

Ke depan, Bank Indonesia akan terus mencermati risiko pertumbuhan global karena dapat mempengaruhi prospek ekonomi selanjutnya. Risiko eksternal tersebut terkait rencana normalisasi kebijakan the Fed dan kondisi di beberapa negara emerging markets yang masih cukup rentan. Risiko ekonomi emerging markets tersebut termasuk perkembangan kebijakan rebalancing ekonomi Tiongkok.

Pertumbuhan Ekonomi

Moderasi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum masih berlanjut ke arah yang lebih sehat dan seimbang. Berdasarkan komponennya, permintaan eksternal membaik dan mengimbangi moderasi permintaan domestik sebagai sumber pertumbuhan ekonomi. Beberapa indikator dini dan indikator penuntun mengindikasikan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014 meningkat antara lain didorong kegiatan Pemilu 2014. Ekspor diperkirakan juga masih berada dalam tren membaik terutama didorong ekspor manufaktur sejalan pemulihan ekonomi negara maju. Sementara itu, investasi swasta pada triwulan I 2014 masih tumbuh terbatas, dan diperkirakan baru meningkat pada semester II 2014. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2014 diperkirakan masih berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia sebelumnya yakni 5,5-5,9%.

2

| 4

Konsumsi rumah tangga pada triwulan I 2014 terindikasi meningkat didorong oleh peningkatan keyakinan konsumen dan juga dampak belanja untuk persiapan Pemilu. Peningkatan keyakinan konsumen yang ditengarai akan meningkatkan konsumsi rumah tangga ini tergambar pada hasil survei terkini sejumlah lembaga yang mengindikasikan bahwa keyakinan konsumen masih berada dalam tren yang kuat. Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Bank Indonesia dan ANZ Roy Morgan meningkat pada triwulan I 2014. Sementara itu, IKK Danareksa justru sedikit melemah akibat menurunnya penilaian masyarakat terhadap kinerja perekonomian saat ini, yang kemudian berdampak pada semakin terbatasnya lapangan pekerjaan yang tersedia (Grafik 2.1).

Grafik 2.1 Indeks Kepercayaan Konsumen

Grafik 2.2 Indeks Ekspektasi Pendapatan

Peningkatan konsumsi juga didukung oleh perbaikan daya beli dan peningkatan ekspektasi pendapatan. Hal ini terindikasi pada hasil survei konsumen Bank Indonesia Maret 2014 yang menunjukkan peningkatan ekspektasi pendapatan konsumen (Grafik 2.2). Beberapa indikator juga mendukung perbaikan pendapatan yang menopang pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Inflasi yang rendah di awal tahun 2014 dan remunerasi lanjutan PNS pada 14 Kementerian/Lembaga di tahun 2014 mampu mendukung daya beli masyarakat. Efek pendapatan (income effect) dari kenaikan suku bunga juga memberikan tambahan penghasilan kepada kelompok rumah tangga yang memiliki simpanan di perbankan. Selain itu, pendapatan buruh nonformal membaik, tercermin pada upah riil buruh tani dan NTP yang meningkat, meskipun masih tumbuh negatif.

Konsumsi pemerintah diprakirakan juga meningkat pada triwulan I 2014 sejalan dengan pola serapan anggaran pada awal tahun Pemilu. Serapan belanja negara sampai dengan bulan Februari 2014 tercatat lebih tinggi jika dibandingkan dengan serapan belanja di periode yang sama tahun 2013. Realisasi belanja negara hingga Februari 2014 mencapai 9,6% dari target APBN yang masih didominasi oleh belanja rutin dan belanja nonproduktif, seperti belanja pegawai, pembayaran bunga utang dan subsidi. Sementara itu, bantuan sosial tercatat meningkat signifikan terkait dengan bencana banjir pada awal tahun 2014.

Kinerja ekspor pada triwulan I 2014 diprakirakan meningkat didukung pemulihan ekonomi di beberapa negara maju. Pengaruh pemulihan ekonomi negara maju ini terindikasi mendorong kenaikan ekspor manufaktur. Kenaikan lebih lanjut ekspor tertahan akibat perlambatan ekspor komoditas pertambangan dan pertanian. Hingga Februari 2014, ekspor pertambangan tumbuh melambat disebabkan oleh kontraksi ekspor batubara yang semakin besar. Permintaan yang melemah dan penetapan target pemerintah atas produksi batubara di tahun 2014 yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2013 diprakirakan

| 5

menjadi penyebab kontraksi ekspor batubara. Selain itu, ekspor hasil tambang mineral juga menurun terkait dengan penerapan UU Minerba sejak bulan Januari 2014. Sementara itu, ekspor pertanian tumbuh melambat akibat penurunan ekspor perikanan dan kopi.

Berbeda dengan konsumsi dan ekspor, investasi swasta pada triwulan I 2014 masih tumbuh terbatas. Pada triwulan I 2014, keyakinan pelaku usaha menurun tercermin pada Indeks Tendensi Bisnis BPS yang lebih rendah (Grafik 2.3). Selain itu, investasi bangunan juga masih tumbuh terbatas. Pada awal tahun, realisasi belanja modal pemerintah yang terbatas menyebabkan realisasi pembangunan infrastruktur juga menjadi terbatas. Kondisi ini juga diperkuat oleh penjualan semen yang melambat dan indeks produksi industri semen yang cenderung stabil. Perlambatan investasi bangunan juga tidak terlepas dari dampak kebijakan makroprudensial Bank Indonesia dalam mengendalikan pertumbuhan properti.

Pertumbuhan investasi swasta diperkirakan baru meningkat pada semester II 2014. Tingkat utilisasi kapasitas pada industri pengolahan di triwulan I 2014 yang meningkat ke kisaran atas historis yaitu 75%, diperkirakan mampu menjadi insentif bagi pelaku usaha untuk berinvestasi (Grafik 2.4). Selain itu, kesiapan dari sebagian perusahaan tambang (38,5%) untuk membangun smelter di tahun 2014 diperkirakan juga dapat mendorong peningkatan investasi. Hingga Februari 2014, rencana Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah disetujui BKPM untuk pembangunan smelter mencapai USD179,8 juta untuk 13 proyek. Sementara itu, nilai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp10,3 triliun untuk 9 proyek.1

Grafik 2.3 Indeks Tendensi Bisnis

Grafik 2.4 Utilisasi Kapasitas Industri

Kinerja impor diprakirakan masih belum kuat sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Hingga Februari 2014, impor nonmigas riil masih tumbuh lambat. Hal ini dipengaruhi impor bahan baku dan barang konsumsi yang masih mengalami kontraksi sejalan dengan moderasi permintaan domestik (Grafik 2.5). Impor barang modal diperkirakan juga masih mencatat kontraksi, meskipun sudah berada dalam tren meningkat.

1 Asesmen Liaison “UU Minerba dan Kesiapan Pelaku Usaha Pertambangan”, Bank Indonesia, mimeo

| 6

Grafik 2.5

Pertumbuhan Impor Nonmigas Riil

Dari sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2014 diprakirakan didorong oleh peningkatan sejumlah sektor ekonomi terkait aktivitas Pemilu. Pelaksanaan Pemilu diprakirakan mendorong akselerasi pada sektor industri pengolahan, PHR, pengangkutan dan komunikasi, serta sektor jasa-jasa. Sementara itu, perlambatan pertumbuhan terjadi pada sektor pertanian akibat musim panen raya yang terkendala oleh kondisi cuaca. Perlambatan pertumbuhan juga diprakirakan terjadi pada sektor pertambangan seiring turunnya produksi minyak dan terbatasnya kinerja subsektor nonmigas. Sementara itu, sektor bangunan diprakirakan tumbuh terbatas seiring realisasi pembangunan infrastruktur pemerintah yang masih terbatas dan mulai efektifnya ketentuan BI terkait LTV properti.

Neraca Pembayaran Indonesia

Pertumbuhan ekonomi yang lebih seimbang juga ditopang perbaikan kinerja sektor eksternal, baik dari neraca pedagangan maupun neraca finansial. Perkembangan ekonomi global yang kondusif turut mendorong kembali membaiknya neraca perdagangan Indonesia. Neraca perdagangan pada Februari 2014 kembali mencatat surplus sebesar 0,79 miliar dolar AS, setelah mencatat defisit pada bulan sebelumnya sebesar 0,45 miliar dolar AS. Surplus neraca perdagangan tersebut ditopang oleh peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas pada bulan laporan yang tercatat sebesar 1,58 miliar dolar AS (Grafik 2.6).

Grafik 2.6

Neraca Perdagangan Indonesia

Peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas yang kemudian berkontribusi pada surplus neraca perdagangan di Februari 2014, bersumber dari kontraksi pada impor nonmigas. Kontraksi impor nonmigas tersebut sejalan dengan moderasi permintaan domestik, dan perbaikan ekspor nonmigas khususnya manufaktur sejalan perbaikan

| 7

ekonomi negara maju. Impor nonmigas pada Februari 2014 terkontraksi cukup dalam sebesar 8,9% (mtm). Penurunan impor non migas terjadi pada seluruh komoditi impor. Impor barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal masing-masing terkontraksi sebesar 8,6%, 8,1%, 11,9% (mtm). Sebaliknya, ekspor nonmigas mengalami perbaikan yang cukup signifikan, meskipun masih tumbuh dalam teritori negatif. Dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 11,9% (mtm), ekspor nonmigas pada Februari 2014 meningkat hingga hanya terkontraksi sebesar 0,6% (mtm). Kenaikan ekspor komoditas nonmigas dikontribusi oleh peningkatan ekspor manufaktur khususnya komoditas minyak nabati, termasuk CPO. Ekspor CPO tumbuh 23,6% (mtm) seiring dengan peningkatan permintaan dari China, India dan Belanda. Selain itu, ekspor komoditas batubara juga kembali tumbuh positif sebesar 2,8% (mtm).

Surplus neraca perdagangan juga bersumber dari menurunnya defisit neraca perdagangan migas yang dipengaruhi oleh ekspor migas sejalan dengan kenaikan lifting minyak serta penurunan impor migas. Ekspor komoditas migas pada bulan Februari 2014 tumbuh 16,2% (mtm) yang dipengaruhi oleh meningkatnya ekspor gas dan produk minyak. Lifting minyak pada Februari 2014 mengalami kenaikan mencapai 838 ribu barel per hari. Sementara itu, impor migas menurun antara lain dipengaruhi kewajiban penggunaan biodiesel untuk bahan bakar di sektor transportasi umum dan kelistrikan.

Dari neraca finansial, aliran masuk modal asing masih terus berlanjut sejalan membaiknya fundamental ekonomi Indonesia. Sampai dengan akhir Maret 2014, aliran masuk portofolio asing ke pasar keuangan Indonesia secara akumulatif mencapai 5,8 miliar dolar AS. Aliran masuk dana asing tersebut mendorong kepemilikan nonresiden pada instrumen keuangan domestik meningkat baik disaham, SBI maupun SBN (termasuk SBSN) dan global bond (Grafik 2.7). Dengan perkembangan yang positif tersebut, neraca transaksi modal dan finansial pada triwulan I 2014 diperkirakan akan mencatat surplus yang lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

Grafik 2.7 Aliran Dana Non Residen di Aset Rupiah

Dengan perkembangan positif tersebut, cadangan devisa Indonesia pada Maret 2014 tercatat 102,6 miliar dolar AS. Level cadangan devisa tersebut setara dengan 5,9 bulan impor barang, atau 5,7 bulan impor barang dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan perbaikan sektor eksternal berlanjut, ditopang defisit transaksi berjalan 2014 dapat yang ditekan di bawah 3,0% dari PDB dan surplus aliran masuk modal asing yang tetap besar. Bank Indonesia akan terus mencermati berbagai risiko baik dari global maupun domestik yang dapat mengganggu ketahanan sektor eksternal dan meresponsnya dengan tepat, termasuk mengenai perkembangan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN swasta.

| 8

Nilai Tukar Rupiah

Perekonomian yang semakin berimbang dan mendorong perbaikan kinerja sektor eksternal berdampak pada menguatnya nilai tukar rupiah. Pada Maret 2014, rupiah ditutup di level Rp11.360 per dolar AS, menguat 2,19% dibandingkan dengan level akhir Februari 2014 (Grafik 2.8). Secara rata-rata, rupiah pada Maret 2014 tercatat Rp11.420 per dolar AS, menguat 4,38% dibandingkan dengan rata-rata rupiah pada Februari 2014 sebesar Rp11.919 per dolar AS. Dengan perkembangan ini, rupiah sampai Maret 2014 menguat 7,13% dibandingkan dengan level akhir tahun 2013, atau secara rata-rata menguat 2,85% dibandingkan dengan rata-rata rupiah tahun 2013. Penguatan rupiah tersebut diikuti dengan volatilitas nilai tukar yang lebih rendah.

Apresiasi rupiah tercatat cukup besar bila dibandingkan dengan perkembangan nilai tukar kawasan. Mayoritas mata uang ASEAN-5 mengalami konsolidasi karena dipicu oleh meningkatnya ketegangan geopolitik di Ukraina dan sikap The Fed yang dinilai lebih hawkish pada FOMC 18-19 Maret 2014 (Grafik 2.9). Selain itu, berlanjutnya indikasi perlambatan ekonomi China sebagai mitra dagang utama di kawasan menyebabkan koreksi risk-appetite investor terhadap aset keuangan regional Asia.

Grafik 2.8 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah

Grafik 2.9 Apre/Depre Mata Uang Regional dan

Euro Ke depan, Bank Indonesia tetap konsisten menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya dan didukung berbagai upaya untuk meningkatkan pendalaman pasar uang. Untuk memperkuat kebijakan tersebut, berbagai kemajuan dalam pendalaman pasar uang baik rupiah maupun valas seperti mini MRA dan transaksi lindung nilai akan ditingkatkan dan menjadi fokus kebijakan ke depan.

Inflasi

Inflasi Maret 2014 berada dalam tren menurun sehingga semakin mendukung prospek pencapaian sasaran inflasi 2014 yakni 4,5±1%. Inflasi Maret 2014 tercatat rendah yakni mencapai 0,08% (mtm) atau 7,32% (yoy), menurun dibandingkan dengan inflasi Februari 2014 sebesar 0,26% (mtm) atau 7,75% (yoy) (Grafik 2.10). Perkembangan inflasi Maret 2014 tersebut juga lebih rendah dari rata–rata inflasi dalam 6 tahun terakhir.

| 9

Grafik 2.10 Perkembangan Inflasi

Rendahnya inflasi pada bulan laporan dikontribusi oleh deflasi pada kelompok volatile food. Kelompok volatile food pada Maret 2014 mencatat deflasi 0,55% (mtm) atau 7,25% (yoy), lebih rendah dari rata – rata historis selama 5 tahun. Deflasi tersebut didorong oleh koreksi harga yang disebabkan pasokan yang meningkat (Tabel 2.1). Panen ayam yang melimpah di peternak besar mendorong turunnya harga daging ayam dan telur ayam. Selain itu, cabai merah mengalami deflasi yang cukup dalam akibat melimpahnya panen di beberapa sentra produksi seperti Subang, Tasikmalaya, Ciamis, Sukabumi dan Garut yang diperkirakan akan berlangsung sampai bulan depan. Deflasi juga disumbang oleh subkelompok ikan–ikanan sebagai dampak dari pasokan yang kembali normal karena cuaca yang kondusif untuk menangkap ikan. Selanjutnya, beberapa komoditas di subkelompok aneka sayur dan buah juga mengalami koreksi seperti tomat sayur, tomat buah, wortel, dan melon.

Deflasi lebih dalam dari kelompok volatile food tertahan oleh inflasi pada cabai rawit, beras, bawang putih, dan minyak goreng. Kenaikan harga pada cabai rawit terutama didorong oleh berkurangnya pasokan dari Jawa Timur sebagai akibat dampak dari erupsi Gunung Kelud. Selanjutnya, harga beras secara nasional masih mencatat kenaikan, karena panen yang mundur akibat bencana banjir di Jawa yang merupakan sentra produksi utama dan proses replanting yang masih terkendala. Bawang putih juga mengalami tekanan harga akibat berkurangnya pasokan impor. Sementara itu, harga minyak goreng juga meningkat seiring dengan kenaikan harga CPO global.

Tabel 2.1 Penyumbang Inflasi/Deflasi kelompok Volatile Food

Tabel 2.2 Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Prices

| 10

Penurunan inflasi pada Maret 2014 juga ditopang oleh inflasi inti yang terkendali sejalan dengan apresiasi nilai tukar rupiah dan ekspektasi inflasi yang terjaga. Inflasi inti tercatat 0,21% (mtm) atau 4,61% (yoy) didukung penguatan Rupiah yang cukup signifikan di tengah tekanan kenaikan harga global dan transmisi dampak passthrough nilai tukar Rupiah di 2013 (Grafik 2.11). Selain itu, perkembangan indikator ekspektasi inflasi juga mendukung optimisme terkendalinya inflasi inti sampai dengan akhir tahun ini. Di pasar barang, ekspektasi tekanan harga 3 bulan ke depan cenderung melemah baik di tingkat pedagang eceran maupun konsumen. Hal ini antara lain didukung oleh perkiraan kembali normalnya permintaan paska pemilu dan lebaran. Terkendalinya ekspektasi inflasi juga tercermin dari survei consensus forecast (CF) triwulanan yang mengindikasikan inflasi pada akhir 2014 sebesar 5,1% (yoy) atau masih berada pada kisaran sasaran inflasi (4,5% ± 1%) (Grafik 2.12).

Grafik 2.11

Inflasi Inti dan Faktor Eksternal Grafik 2.12

Ekspektasi Inflasi

Tren penurunan inflasi lebih lanjut sedikit tertahan akibat inflasi kelompok administered prices yang meningkat akibat adanya penerapan surcharge tarif angkutan udara. Inflasi kelompok administered prices tercatat 0,31% (mtm) atau 17,47% (yoy). Kenaikan surcharge berkontribusi pada inflasi sekitar 0,03% (mtm) (Tabel 2.2). Namun demikian, realisasi dampak kenaikan surcharge pada tarif angkutan udara yang berlaku per tanggal 26 Februari 2014 lebih rendah daripada yang diperkirakan akibat belum semua maskapai menerapkan surcharge untuk menjaga tingkat kompetisi harga. Selain itu, apresiasi Rupiah yang cukup signifikan dalam beberapa bulan terakhir juga meminimalisir penerapan surcharge karena pada awalnya kebijakan ini dimaksudkan untuk mengatasi pelemahan nilai tukar Rupiah dan kenaikan harga avtur.

Secara spasial, inflasi yang rendah didukung oleh deflasi di sebagian besar daerah di Sumatera, Kalimantan, dan Bali-Nusa Tenggara (Gambar 2.1). Namun, perkembangan inflasi di Kawasan Jawa dan Jakarta perlu dicermati karena cenderung lebih tinggi dibandingkan pola historisnya 5 tahun terakhir. Hal ini antara lain didorong oleh mundurnya masa panen di sejumlah daerah sentra produksi di Jawa yang disebabakan oleh banjir yang sebelumnya melanda sejumlah daerah sentra produksi. Kondisi tersebut menyebabkan tekanan inflasi bahan makanan di Jawa dan Jakarta tidak serendah yang terjadi kawasan lainnya. Data mengindikasikan harga beras di tingkat eceran masih cenderung meningkat hingga akhir minggu III Maret 2014.

| 11

Gambar 2.1 Peta Sebaran Inflasi IHK (%, mtm)

Ke depan, Bank Indonesia akan tetap mencermati sejumlah risiko yang dapat mengganggu pencapaian sasaran inflasi. Risiko tersebut antara lain penyesuaian administered prices, dan potensi peningkatan harga pangan akibat musim kemarau di beberapa daerah, termasuk adanya indikasi kemungkinan terjadinya El Nino dengan intensitas lemah di bulan Agustus 2014. Dalam kaitan ini, Bank Indonesia akan terus memperkuat bauran kebijakan dan berkoordinasi dengan Pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga tetap dapat mengendalikan inflasi sesuai sasarannya.

Perkembangan Moneter

Perkembangan suku bunga dan uang beredar bergerak dipengaruhi kebijakan moneter ketat yang ditempuh Bank Indonesia. Suku bunga PUAB dan suku bunga perbankan baik deposito maupun kredit masih meningkat. Kenaikan suku bunga itu, dan moderasi pertumbuhan ekonomi, mendorong pertumbuhan uang beredar masih melambat.

Pasar Uang Antar Bank pada Maret 2014 ditandai oleh sedikit peningkatan suku bunga PUAB O/N dan kenaikan volume PUAB. Rata-rata tertimbang suku bunga PUAB O/N pada bulan Maret 2014 meningkat menjadi 5,88% dari 5,85% (Grafik 2.13). Sebagai dampaknya, spread suku bunga PUAB O/N terhadap DF O/N melebar menjadi 13 bps dibandingkan dengan spread bulan sebelumnya yang tercatat 10 bps. Sementara itu, rata-rata volume PUAB total meningkat menjadi Rp11,5 triliun dari Rp9,1 triliun (Grafik 2.14). Meskipun demikian, keketatan likuiditas terindikasi mereda terlihat dari spread PUAB terhadap tenor O/N dan spread max-min yang relatif menurun dibandingkan bulan sebelumnya.

| 12

3

4

5

6

7

8

9

3

4

5

6

7

8

9

Jan-

10

Apr-

10

Jul-1

0

Oct

-10

Jan-

11

Apr-

11

Jul-1

1

Oct

-11

Jan-

12

Apr-

12

Jul-1

2

Oct

-12

Jan-

13

Apr-

13

Jul-1

3

Oct

-13

Jan-

14

rPUAB O/N rLending rate rDF O/N rBI Rate% %

-

20

40

60

80

100

120

3.5

4.0

4.5

5.0

5.5

6.0

6.5

7.0

7.5

8.0

Jan-12 Apr-12 Jul-12 Oct-12 Jan-13 Apr-13 Jul-13 Oct-13 Jan-14

Vol DF O/N (RHS) Vol PUAB O/N (RHS)rBI Rate rPUAB O/NrDF O/N

Rp T%

Avg Vol DF: Rp 85.9TRRT Vol PUAB : Rp 11.5T

rPUAB : 5.88%

Grafik 2.13 Suku Bunga PUAB O/N

Grafik 2.14 Suku Bunga PUAB O/N & Vol DF O/N

Tren kenaikan suku bunga PUAB tersebut juga diikuti oleh suku bunga perbankan. Pada Februari 2014, suku bunga kredit meningkat 7bps menjadi 12,54%, sedangkan suku bunga deposito 1 bulan naik lebih tinggi yaitu 9bps ke level 7,99% (Grafik 2.15). Sebagai dampaknya, spread suku bunga kredit dengan suku bunga deposito 1 bulan menyempit menjadi 456bps dari 458bps di bulan sebelumnya (Grafik 2.16). Kenaikan suku bunga kredit tertinggi terjadi pada jenis penggunaan Kredit Modal Kerja (KMK) yang naik 10bps menjadi 12,33%. Sementara itu, suku bunga Kredit Investasi (KI) naik 6bps menjadi 11,98% dan suku bunga KK (Kredit Konsumsi) naik 3bps menjadi 13,20%.

11

12

13

14

15

16

17

Jan-

08M

ar-0

8M

ay-0

8Ju

l-08

Sep-

08N

ov-0

8Ja

n-09

Mar

-09

May

-09

Jul-0

9Se

p-09

Nov

-09

Jan-

10M

ar-1

0M

ay-1

0Ju

l-10

Sep-

10N

ov-1

0Ja

n-11

Mar

-11

May

-11

Jul-1

1Se

p-11

Nov

-11

Jan-

12M

ar-1

2M

ay-1

2Ju

l-12

Sep-

12N

ov-1

2Ja

n-13

Mar

-13

May

-13

Jul-1

3Se

p-13

Nov

-13

Jan-

14

Sb. Kredit Sb. Kredit Modal Kerja Sb. Kredit Investasi Sb. Kredit Konsumsi

%

Data Per Feb 2014

13.20

12.54

12.33

11.98

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

5

7

9

11

13

15

Jan-

05

Jul-0

5

Jan-

06

Jul-0

6

Jan-

07

Jul-0

7

Jan-

08

Jul-0

8

Jan-

09

Jul-0

9

Jan-

10

Jul-1

0

Jan-

11

Jul-1

1

Jan-

12

Jul-1

2

Jan-

13

Jul-1

3

Jan-

14

Spread-rhs Sb Kredit Sb Dep 1 bln BI rate Sb LPS

%

Selisih rKredit - rDepo1: 456 bps

%

7.98

12.54

Grafik 2.15 Suku Bunga KMK, KI dan KK

Grafik 2.16 Spread Suku Bunga Perbankan

Tren kenaikan suku bunga perbankan dan berlanjutnya moderasi permintaan domestik kemudian berpengaruh pada menurunnya likuiditas perekonomian dalam arti luas (M2). Pada Februari 2014, M2 tercatat sebesar Rp3.639,5 triliun, tumbuh 10,9% (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada Januari 2014 sebesar 11,6% (yoy) (Grafik 2.17). Berdasarkan komponennya, pertumbuhan M2 yang melambat bersumber dari komponen M1 (Uang Kartal dan Giro Rupiah) maupun komponen uang kuasi (Dana Pihak Ketiga yang terdiri dari simpanan berjangka dan tabungan baik rupiah maupun valas serta simpanan giro valas). Pertumbuhan komponen M1 tercatat menurun dari 7,0% (yoy) pada Januari 2014 menjadi 6,1% (yoy) pada Februari 2014 (Grafik 2.18). Sementara itu, pertumbuhan uang kuasi juga menurun dari 12,7% (yoy) menjadi 12,1% (yoy).

| 13

Berdasarkan faktor yang memengaruhi, melambatnya pertumbuhan M2 disebabkan oleh menurunnya NDA khususnya tagihan ke sektor swasta (kredit) dan operasi keuangan Pemerintah. Kredit kepada sektor swasta pada Februari 2014 tumbuh 19,9% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan pada Januari 2014 sebesar 20,9% (yoy). Sementara itu, operasi keuangan pemerintah masih mengalami kontraksi sejalan dengan pola musiman rendahnya realisasi belanja pemerintah di awal tahun dan tercermin dari meningkatnya simpanan Pemerintah Pusat baik di BI maupun di bank umum.

0

5

10

15

20

25

Jan-11 Mei-11 Sep-11 Jan-12 Mei-12 Sep-12 Jan-13 Mei-13 Sep-13 Jan-14M2 M1 Uang Kuasi

% Kontribusi Pertumbuhan M2

-5

0

5

10

15

20

25

Jan-11 May-11 Sep-11 Jan-12 May-12 Sep-12 Jan-13 May-13 Sep-13 Jan-14

M1 Kartal (COB) Giro Rupiah

% Kontribusi Pertumbuhan M1

Grafik 2.17 Pertumbuhan M2 (Kontribusi)

Grafik 2.18 Pertumbuhan M1 (Kontribusi)

Industri Perbankan

Stabilitas sistem keuangan juga tetap terjaga ditopang industri perbankan sehingga menopang tetap terkendalinya moderasi pertumbuhan ekonomi. Risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar di industri perbankan masih tetap terkendali. Selain itu, ketahanan industri perbankan juga terpelihara, ditopang oleh modal yang masih kuat.

Pertumbuhan kredit masih dalam tren melambat sejalan dengan moderasi permintaan domestik. Sebagaimana disebutkan sebelumnya, pada Februari 2014, kredit tumbuh 19,9% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 20,9% (yoy) (Grafik 2.19). Perlambatan kredit utamanya disumbang oleh perlambatan Kredit Modal Kerja (KMK), yang memiliki pangsa hingga 48% dari total kredit, menjadi 17,1% (yoy) dibandingkan bulan sebelumnya 19,5% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan Kredit Investasi (KI) dan Kredit Konsumsi (KK) tercatat sedikit naik masing-masing menjadi 34,3% (yoy) dan 14,0% (yoy) dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 34,1% (yoy) dan 13,8% (yoy). Secara sektoral, perlambatan kredit dikontribusi oleh perlambatan di sektor-sektor utama seperti perdagangan dan industri pengolahan. Pertumbuhan kredit pada sektor-sektor tersebut melambat menjadi masing-masing 26,0% (yoy) dan 26,6% (yoy) dari 29,3% (yoy) dan 29,5% (yoy) pada bulan sebelumnya (Grafik 2.20).

Pada Februari 2014, pertumbuhan DPK juga melambat sejalan dengan kenaikan suku bunga dan perlambatan ekonomi. DPK tumbuh 11,2% (yoy), lebih rendah daripada pertumbuhan bulan sebelumnya yang sebesar 11,4% (yoy). Perlambatan DPK ini terutama terjadi pada jenis simpanan deposito dan giro yang tumbuh masing-masing 13,2% (yoy) dan 7,3% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Januari 2014 sebesar 13,8% (yoy) dan 7,8% (yoy) (Grafik 2.21).

| 14

5

6

7

8

9

10

11

12

-10

-3

4

11

18

25

32

39

Jan-

08M

ar-0

8M

ay-0

8Ju

l-08

Sep-

08N

ov-0

8Ja

n-09

Mar

-09

May

-09

Jul-0

9Se

p-09

Nov

-09

Jan-

10M

ar-1

0M

ay-1

0Ju

l-10

Sep-

10N

ov-1

0Ja

n-11

Mar

-11

May

-11

Jul-1

1Se

p-11

Nov

-11

Jan-

12M

ar-1

2M

ay-1

2Ju

l-12

Sep-

12N

ov-1

2Ja

n-13

Mar

-13

May

-13

Jul-1

3Se

p-13

Nov

-13

Jan-

14

Total KMK KI KK BI Rate (RHS)

% yoy %

per Feb 2014

0 10 20 30 40

Pertanian

Pertambangan

Industri Pengolahan

Listrik, Air dan Gas

Konstruksi

Perdagangan

Pengangkutan

Jasa Dunia Usaha

Jasa Sosial

Lainnya

Jan-14 (Kontribusi %yoy) Jan-14 (%yoy) Des-13 (%yoy)

%

Grafik 2.19. Pertumbuhan Kredit Menurut Penggunaan

Grafik 2.20. Kontribusi dan Pertumbuhan

Kredit Menurut Sektor Ekonomi

-

5

10

15

20

25

-

5

10

15

20

25

30

35

Jan-

10M

ar-1

0M

ay-1

0Ju

l-10

Sep-

10N

ov-1

0Ja

n-11

Mar

-11

May

-11

Jul-1

1Se

p-11

Nov

-11

Jan-

12M

ar-1

2M

ay-1

2Ju

l-12

Sep-

12N

ov-1

2Ja

n-13

Mar

-13

May

-13

Jul-1

3Se

p-13

Nov

-13

Jan-

14

DPK (RHS) Giro (Pangsa 22.8%)Tab (Pangsa: 32.6%) Depo (Pangsa 44.7%)

%, yoy

Per Feb 2014

Grafik 2.21. Pertumbuhan DPK (% yoy)

Di tengah tren perlambatan kredit dan moderasi permintaan domestik, modal perbankan masih terus meningkat dan risiko kredit masih terjaga. Pada Februari 2014, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) masih tinggi sebesar 19,78%, jauh di atas ketentuan minimum 8%. Angka ini juga meningkat dibandingkan dengan CAR akhir bulan sebelumnya yang sebesar 19,63%. Hal ini mencerminkan daya tahan perbankan yang masih kuat untuk mengatasi tekanan dan gejolak termasuk berlanjutnya tren kenaikan suku bunga. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah dan stabil di kisaran 1,99% (Tabel 2.3).

Tabel 2.3 Kondisi Umum Perbankan Indikator

Utama Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Jan FebTotal Aset (T Rp) 4,313.8 4,367.8 4,418.7 4,461.8 4,510.3 4,581.1 4,737.3 4,717.0 4,817.8 4,954.5 4,880.5 4,888.8 DPK (T Rp) 3,243.1 3,299.4 3,349.6 3,374.4 3,392.9 3,440.2 3,526.2 3,520.9 3,563.4 3,664.0 3,594.7 3,603.6 Kredit* (T Rp) 2,768.4 2,824.2 2,887.5 2,959.1 3,021.1 3,067.4 3,147.2 3,159.5 3,214.4 3,292.9 3,258.4 3,267.8 LDR* (%) 85.36 85.60 86.20 87.69 89.04 89.16 89.25 89.74 90.21 89.70 90.65 90.68 NPLs Bruto* (%) 1.97 1.96 1.95 1.88 1.87 1.99 1.86 1.91 1.88 1.77 1.90 1.99CAR (%) 18.92 18.61 18.39 17.98 17.95 17.89 18.00 18.36 18.60 18.36 19.63 19.78NIM (%) 5.41 5.42 5.41 5.43 5.46 5.46 5.48 5.50 5.51 4.89 4.11 4.12ROA (%) 2.99 2.92 2.96 2.98 3.00 2.99 3.01 3.03 3.04 3.08 2.85 2.74* tanpa channeling

2013 2014

| 15

Pembiayaan Non Bank Pembiayaan nonbank masih berada dalam tren melambat sejalan dengan dampak moderasi pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan I 2014 total pembiayaan tercatat Rp14,1 triliun atau tumbuh negatif 0,13% (yoy), menurun dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV 2013 yang mencatat kontraksi 0,07% (yoy) (Tabel 2.4). Berdasarkan komponennya, pembiayaan nonbank pada triwulan I 2014 banyak disumbang oleh obligasi yakni sebanyak Rp8,5 triliun. Sementara itu, saham tercatat Rp4,0 triliun dimana sampai dengan Maret 2014 tercatat enam perusahaan telah melakukan initial public offering (IPO).

Tabel 2.4. Pembiayaan Non Bank Rp, Triliun

2011

Total Total Total TW I TW II TW III TW IV Total Jan Feb Mar TW I TW II TW III TW IV Total Jan Feb Mar TW I

Non Bank 47,5 123,5 120,0 13,6 47,3 10,8 37,2 108,9 0,8 10,5 5,0 16,3 58,3 3,6 34,7 112,9 3,4 4,9 5,9 14,1Saham 12,4 78,0 62,8 2,4 5,6 1,8 11,2 21,0 0,7 1,4 0,7 2,8 29,3 2,8 22,7 57,5 2,7 0,0 1,2 4,0 o/w Emiten Sektor Keuangan 6,6 20,6 20,4 0,0 2,3 0,7 0,0 3,1 0,0 0,0 0,3 0,3 6,0 1,2 9,1 16,6 0,4 0,0 0,0 0,4Obligasi 25,8 34,7 51,3 9,6 41,0 7,1 20,1 77,7 0,0 8,7 4,0 12,7 27,7 0,3 9,9 50,5 0,0 4,8 3,7 8,5 o/w Emiten Sektor Keuangan 17,5 27,0 41,4 8,3 26,2 4,8 14,4 53,7 0,0 7,3 2,6 9,9 13,5 0,0 7,5 30,8 0,0 3,2 3,2 6,4MTN dan Promissory Notes + NCD 3,9 10,8 5,9 1,6 0,8 1,9 5,9 10,1 0,1 0,4 0,3 0,8 1,3 0,6 2,2 4,9 0,6 0,1 0,9 1,6 o/w Emiten Sektor Keuangan 3,2 1,9 1,3 0,1 0,6 0,1 2,1 0,0 0,4 0,3 0,7 1,3 0,1 1,1 3,2 0,6 0,0 0,6 1,2

2009 2010 2013 20142012

Sumber: OJK, BEI, diolah

Pasar Saham dan Pasar Surat Berharga Negara

Perbaikan fundamental ekonomi yang mendorong optimisme investor kemudian berpengaruh pada berlanjutnya perbaikan kinerja pasar saham dan pasar Surat Berharga Negara. Pasar saham domestik melanjutkan tren penguatan selama Maret 2014, didukung oleh sejumlah sentimen positif. Kinerja IHSG Maret 2014 mencapai level 4.768,28 (28 Maret 2014) atau naik 3,2% (yoy) dibandingkan Februari 2014 yang sebesar 4,620,22. Berdasarkan sektor, seluruh sektor di pasar saham mengalami penguatan selama Maret 2014. Penguatan terbesar terjadi pada sektor properti sebesar 11,1%, diikuti oleh sektor aneka industri yang menguat sebesar 5,4%. Sementara itu, sektor lainnya menguat di kisaran 0,2%-4,8%. (Grafik 2.22).

Dalam perkembangan harian, indeks sempat mencapai level tertinggi sepanjang 2014 sebesar 4.878,64 (14 Maret), meskipun kemudian terkoreksi ke level 4.698,97 (20 Maret). Koreksi IHSG terjadi pasca FOMC meeting the Fed yang memutuskan untuk melanjutkan tapering dan mengindikasikan berakhirnya stimulus pada penghujung tahun ini serta kenaikan suku bunga sekitar pertengahan 2015. Secara keseluruhan, kinerja pasar saham pada Maret 2014 lebih baik dibandingkan kinerja pasar Filipina, Malaysia, Vietnam, Singapura, meskipun masih di bawah kinerja saham Thailand (Grafik 2.23).

Berdasarkan kelompok investor, dinamika pasar saham selama Maret 2014 tidak terlepas dari pengaruh perilaku investor asing. Selama Maret 2014, investor asing membukukan beli neto lebih besar dibandingkan bulan sebelumnya. Sentimen positif di tingkat global dan optimisme terhadap perekonomian domestik telah mendorong investor asing untuk menambah kepemilikannya di pasar saham. Investor asing tercatat membukukan beli neto sebesar Rp14,48 triliun pada Maret 2014 , meningkat signifikan dibandingkan kondisi Februari 2014 yang mengalami beli neto Rp7,82triliun (Grafik 2.24).

| 16

Sampai dengan akhir Maret 2014, komposisi kepemilikan saham adalah 64% oleh nonresiden dan 36% oleh lokal.

3,2%

0,2%

1,1%

3,8%

1,7%

5,4%

0,5%

4,7%

4,8%

11,1%

-5% 0% 5% 10% 15%

IHSG

Infrastructure

Mining

Finance

Basic Industry

Misc. Industry

Consumption

Trade

Agriculture

Property

Monthly Changes

3,2%1,3%

3,3%-1,0%

0,8%2,0%

-0,7%-3,4%

5,8%-2,9%

-1,0%0,0%0,2%

-0,5%

-6% -3% 0% 3% 6% 9%

Indonesia (IHSG)Vietnam

Thailand (SET)Philippine

Kuala Lumpur (KLCI)Strait Times (STI)

Shanghai (SHCOMP)Hong Kong (Hang Seng)

India (SENSEX)England (FTSE)Japan (Nikkei)

US (Dow Jones)EM ASIA

World

Grafik 2.22. Indeks Sektoral Maret 2014

Grafik 2.23. IHSG dan Indeks Bursa

Global Maret 2014

-25

-20

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000

1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1 4 7 10 1

2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Net Beli/Jual (RHS) IHSG

Grafik 2.24. Kinerja IHSG dan Beli/Jual Neto Asing

Penguatan kinerja di pasar saham juga terjadi pada pasar surat berharga negara (SBN). Pada Maret 2014, imbal hasil SBN menurun di seluruh tenor dibandingkan imbal hasil Februari 2014. Secara keseluruhan, imbal hasil turun 33,31 bps menjadi 7,90% dibandingkan imbal hasil Februari 2014 sebesar 8,23% (Grafik 2.25). Imbal hasil jangka pendek, menengah dan panjang menurun masing-masing sebesar 29,20 bps, 28,77 bps dan 47,87 bps menjadi 7,35%, 7,93% dan 8,57%.

Sejalan dengan pasar saham, penguatan pasar SBN didukung oleh berlanjutnya tren pembelian oleh investor asing. Selama Maret 2014, investor asing membukukan beli neto sebesar Rp15,77 triliun atau sedikit lebih rendah dibandingkan kondisi bulan sebelumnya yang membukukan beli neto Rp16,49 triliun (Grafik 2.26). Pada periode yang sama, kepemilikan SBN oleh perusahaan asuransi dan Bank Indonesia mengalami peningkatan, sementara kepemilikan oleh dana pensiun menurun. Dengan perkembangan tersebut, kepemilikan investor asing di SBN pada Maret 2014 tercatat sebesar 32,55%, meningkat dibandingkan dengan kondisi Februari 2014 yang sebesar 32,02%. Pembelian oleh investor asing umumnya terjadi pada tenor pendek dan menengah.

| 17

-80

-70

-60

-50

-40

-30

-20

-10

0

10

20

4

5

6

7

8

9

10

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 15 20 30

Feb 2014 - Mar 2014 (mtm)Feb-14Mar-14

% bps

Tenor

1,0

3,0

5,0

7,0

9,0

11,0

13,0

15,0

(35)

(25)

(15)

(5)

5

15

25

Jan

Fe

bM

ar

Ap

rM

ay

Jun

eJu

lyA

ug

ust

Se

pt

Oct

No

vD

ec

Jan

Fe

bM

ar

Ap

rM

ei

Jun

iJu

liA

gu

stS

ep

tO

kt

No

vD

ec

Jan

Fe

bM

ar

Ap

rM

ei

Jun

iJu

liA

gu

stS

ep

tO

kt

No

vD

ec

Jan

Fe

b

2011 2012 2013 2014

Net Foreign Buy/Sell Yield SUN (RHS) %Rp. Trillion

Grafik 2.25. Perubahan Imbal hasil

(mtm)

Grafik 2.26. Imbal hasil SBN dan Jual/Beli

Neto Asing Bulanan

| 18

 | 19

RESPONS KEBIJAKAN MONETER

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 8 April 2014 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,50%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 7,50% dan 5,75%. Kebijakan tersebut tetap konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4,5±1% pada 2014 dan 4,0±1% pada 2015, serta menurunkan defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat. Bank Indonesia menilai perekonomian Indonesia dewasa ini bergerak ke arah yang positif dan sesuai perkiraan, ditandai inflasi yang menurun dan neraca perdagangan yang kembali mencatat surplus. Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati berbagai risiko, baik dari global maupun domestik, dan menempuh langkah-langkah antisipatif guna memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga dan mendukung perbaikan kinerja transaksi berjalan. Untuk itu, Bank Indonesia akan senantiasa memperkuat bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi dan defisit transaksi berjalan, termasuk kebijakan untuk memperkuat struktur ekonomi dan pengelolaan Utang Luar Negeri (ULN), khususnya ULN swasta.

3

 | 20

INDIKATOR TERKINI

Mar Juni Sep Des Jan Feb Mar

SUKU BUNGA & SAHAMSuku bunga SBI 9 bln 1) 4.87 5.28 6.96 7.22 7.23 7.17 -Suku bunga deposito 1 bln 2) 5.51 5.60 6.73 7.92 7.89 7.98 -Suku bunga deposito 3 bln 2) 5.64 5.72 6.58 7.64 7.96 8.05 -JIBOR satu minggu 2) 4.28 4.46 5.89 6.99 6.44 6.50 -IHSG Indeks 3) 4,941 4,819 4,316 4,274.18 4,419 4,620 4,768

BESARAN MONETER (miliar Rp)Uang Primer 664,935 691,678 715,662 821,679 781,500 755,167 -M1(C+D) 810,112 858,557 867,721 887,064 842,669 834,526 -

Uang Kartal (C) 331,226 347,204 360,085 399,589 380,061 367,645 -Uang giral (D) 478,886 511,353 507,636 487,475 462,608 466,881 -

Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S) 3,322,586 3,413,437 3,584,017 3,727,696 3,649,270 3,639,490 -Uang kuasi (T) 2,500,342 2,543,285 2,691,903 2,817,826 2,784,379 2,783,472 -Surat Berharga Selain Saham (S) 12,132 11,594 24,394 22,805 22,223 21,492 -

Tagihan pada Dunia UsahaKredit-Bank UmumFaktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar 3,322,586 3,413,437 3,584,017 3,727,696 3,649,270 3,639,491 -Aktiva Luar Negeri Bersih 947,362 833,821 972,110 1,011,361 1,035,758 1,013,467 -Aktiva Dalam Negeri Bersih 2,375,225 2,579,616 2,611,907 2,716,334 2,613,512 2,626,024 -

Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat 366,902 330,871 342,434 406,612 345,714 318,741 -Tagihan Kepada Sektor Lainnya 2,973,874 3,180,790 3,382,424 3,525,435 3,490,575 3,503,302 -

PERTUMBUHAN BESARAN MONETER (%,YOY)Uang Primer 13.46 10.25 12.02 16.58 17.69 15.21 -M1(C+D) 13.42 10.15 9.08 5.39 6.95 6.09 -

Uang Kartal (C) 15.39 10.34 10.60 10.39 16.27 14.34 -Uang giral (D) 12.10 10.03 8.02 1.61 0.34 0.39 -

Uang Beredar Luas (M2 = C+D+T+S) 14.10 11.87 14.63 12.76 11.64 10.94 -Uang kuasi (T) 14.54 12.77 16.05 14.84 12.72 12.10 -Surat Berharga Selain Saham (S) -17.86 -30.20 112.91 118.85 105.22 97.89 -

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Uang Beredar 14.01 11.81 14.57 12.70 11.64 10.94 -Aktiva Luar Negeri Bersih 2.29 -9.91 -0.36 4.76 7.87 8.08 -Aktiva Dalam Negeri Bersih 19.47 21.26 21.34 15.98 13.21 12.09 -

Tagihan Bersih kepada Pemerintah Pusat 23.49 16.37 14.57 4.31 -8.63 -11.79 -Tagihan Kepada Sektor Lainnya 20.61 20.03 22.79 20.84 20.60 19.78 -

Inflasi bulanan (%, mtm) 0.63 1.03 -0.35 0.55 1.07 0.26 0.08Inflasi tahunan (%, yoy) 5.90 5.90 8.40 8.38 8.22 7.75 7.32

Rp/USD (akhir periode, nilai tengah) 9,718 9,925 11,580 12,170 12,210 11,609 11,360Ekspor Barang Non migas (f.o.b, juta USD) 4) 12,727 11,970 12,248 13,672 12,051 11,983 -Impor Barang Non migas (c & f, juta USD) 4) 10,971 12,029 11,811 11,313 11,372 10,357 -

Pertumbuhan PDB (%, yoy)KonsumsiInvestasi (PMTDB)Perubahan StokEksporImpor

1) minggu terakhir2) rata-rata tertimbang3) penutupan pada akhir periode 4) closed fileSumber : Bank Indonesia, kecuali data pasar modal (BAPEPAM), IHK, ekspor/impor dan PDB dari BPS

5.70 5.44 4.37 -8.637.40 -0.60

5.62 5.89 4.54 -8.015.25 5.09

5.80 4.78 4.47 4.04 4.82 0.69

6.00 4.77 5.54

16.50 3.58 -0.03

------

2014

Tw.IV2013 2014

Tw ITw.II

SEKTOR KEUANGAN

H A R G A

SEKTOR EKSTERNAL

INDIKATOR KUARTALAN Tw.I Tw.III

2013

Tinjauan Kebijakan Moneter (TKM) dipublikasikan secara bulanan oleh Bank Indonesia setelah Rapat

Dewan Gubernur (RDG) pada setiap bulan Januari, Maret, April, Juni, Juli, September, Oktober dan Desember. Laporan ini dimaksudkan sebagai media bagi Dewan Gubernur Bank Indonesia untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat luas mengenai evaluasi kondisi moneter terkini atas asesmen dan prakiraan perekonomian Indonesia serta respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang dipublikasikan dalam Laporan Kebijakan Moneter (LKM) secara triwulanan pada setiap bulan Februari, Mei, Agustus, dan November. Secara rinci, TKM menyampaikan hasil evaluasi atas perkembangan terkini mengenai inflasi, nilai tukar, dan kondisi moneter selama bulan laporan, serta keputusan respons kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia.

Untuk informasi lebih lanjut hubungi: Divisi Pengaturan dan Komunikasi Kebijakan Grup Kebijakan Moneter Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Telp: +62 21 2981 8334/6902 Fax: +62 21 345 2489 Email: [email protected] Website: http//www.bi.go.id

Dewan Gubernur Agus D.W. Martowardojo – Gubernur Mirza Adityaswara – Deputi Gubernur Senior Halim Alamsyah – Deputi Gubernur Ronald Waas – Deputi Gubernur Perry Warjiyo – Deputi Gubernur Hendar – Deputi Gubernur