Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami Di Ulee Lheue-Banda Aceh
-
Upload
donny-sumarto -
Category
Documents
-
view
377 -
download
6
Transcript of Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami Di Ulee Lheue-Banda Aceh
Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami di Ulee Lheue-Banda Aceh
(Dalam Aspek Fisik Perancangan Kota)
Donny Arief Sumarto Mahasiswa Program Pascasarjana Arsitektur-Perancangan Kota,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia [email protected]
Abstrak
Pada awal proses rekonstruksi dan rehabilitasi kawasan Ulee Lheue, yang terkena dampak sangat parah oleh terjangan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu, tidak memiliki acuan rencana tata ruang yang baru. Banyak bangunan berdiri kembali pada lokasi sebelumnya, dimana lokasi tersebut teridentifikasi dan terbukti sangat rawan. Penyebab utamanya adalah belum adanya pedoman tata guna lahan dan bangunan yang baru dan berbasis mitigasi tsunami. Ancaman utama dari tsunami terhadap bangunan adalah kedalaman genangan dan arah terjangan tsunami. Namun masih belum diketahui faktor apa saja yang berpengaruh pada tata bangunan tersebut dalam aspek fisik perancangan kota, dan bagaimana dengan kawasan Ulee Lheue. Untuk itu perlu ditinjau faktor kerentanan tata bangunan kawasan Ulee Lheue, dengan terlebih dahulu menelaah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kerentanan tata bangunan, mengidentifikasi kondisi tata bangunan di Ulee Lheue, dan menganalisanya.
Hasil dari kajian dan sintesa kepustakaan antara tata bangunan perancangan kota dan studi dampak tsunami terhadap bangunan, menghasilkan faktor-faktor kerentanan yang mempengaruhi tata bangunan. Faktor umum yang paling utama adalah kedalaman genangan tsunami, dengan pengaruh berbanding lurus. Kedalaman genangan diketahui dari selisih antara ketinggian tsunami dengan ketinggian muka tanah. Faktor utama yang kedua adalah arah datang tsunami, yang dapat diketahui dari proyeksi arah garis pantai. Faktor pada bangunan itu sendiri meliputi kepadatan bangunan pada suatu lahan, jarak antar bangunan, ketinggian lantainya, arah hadap, dan jenis material yang digunakan.
Tahap awal analisa dilakukan dengan menzonasi area kawasan Ulee Lheue berdasarkan tingkat kedalaman genangan dengan menggunakan teknik multilayer mapping GIS (antara peta ketinggian dan jangkauan tsunami dengan topografi kawasan). Tahap kedua adalah, mengidentifikasi bangunan pada setiap zona dengan pertimbangan tiap faktor kerentanan. Pada tahap akhir kajian, didapat bahwa 95% bangunan rentan karena faktor jarak antar bangunan, 93% bangunan rentan karena faktor kepadatan, 90% bangunan rentan karena faktor jenis penggunaan material, 85% bangunan rentan karena faktor ketinggian lantai, dan 53% bangunan rentan karena arah hadap.
Jadi untuk penataan bangunan kawasan Ulee Lheue, diutamakan pertimbangan pada pola penataan kavling yang dapat mengakomodasi 2 faktor terparah sekaligus, yaitu jarak antar bangunan dan kepadatan. Bahkan penataan kavling juga bisa mengatasi faktor arah hadap bangunan. Faktor penggunaan material dan ketinggian lantai dapat ditekankan pada zoning regulation atau Building code setempat.
Kata kunci: Aspek fisik perancangan kota, tata bangunan, faktor kerentanan.
A. Pendahuluan Kawasan Ulee Lheue memiliki permasalahan
penataan ruang pasca terkena bencana tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang berjalan tidak memiliki pedoman tata ruang yang baru dan mitigatif. Mengakibatkan proses tersebut dilaksanakan dengan tatanan kota sebelumnya, padahal penataan kota pra-tsunami sangat rawan terhadap dampak tsunami. Hal ini dapat dilihat dari parahnya kerusakan yang diderita (lihat gambar 1) dan dari peta penggunaan lahannya sebelum tsunami (lihat gambar 2). Akibatnya adalah, banyak bangunan terbangun pada kawasan yang rawan tsunami, terutama bangunan hunian.
Walaupun pada akhirnya kawasan ini memiliki Rencana Detil Tata Ruang Kota (RDTRK) pada tahun 2007 yang lalu, namun bangunan-bangunan tersebut telah terlanjur berdiri dengan tingkat ancaman besar. Diperkirakan jika terjadi tsunami seperti sebelumnya, kawasan ini seluruhnya akan tergenang sedalam 6-9 meter (Sea Defence Consultants, 2007). Ini bukanlah ancaman yang kecil untuk bangunan, apalagi bangunan hunian. Kenyataan lainnya lagi adalah, kawasan ini belum memiliki kajian penataan fisik yang lebih detil dalam lingkup perancangan kota.
Dalam kebencanaan, ancaman merupakan faktor utama yang mempengaruhi besarnya resiko, namun bukanlah faktor satu-satunya. Besarnya resiko dipengaruhi juga oleh tinggi rendahnya tingkat kerawanan daerah yang terancam (Awotona, dalam Bakornas PB, 2007). Tingkat kerawanan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Dalam lingkup penataan kawasan yang umum, tingkat kerawanan bangunan dipengaruhi oleh penetapan penggunaan lahan yang disesuaikan dengan zona tingkat kerentanan. Namun dalam lingkup yang lebih detil lagi (perancangan kota) perlu ditelaah lebih lanjut, mengingat kawasan ini belum memiliki produk perancangan kota.
B. Tata Bangunan dalam Mitigasi Tsunami dan Perancangan Kota
Tsunami memiliki dampak yang luar biasa pada lingkungan, khususnya lingkungan fisik. Elemen fisik itu terdiri dari elemen fisik natural dan buatan (Arya, 2005). Untuk elemen natural, keberadaannya ditepi pantai malah dikehendaki, karena memiliki banyak fungsi untuk meredam tsunami (seperti bukit pasir, hutan pantai, dan sebagainya). Tapi lain halnya dengan elemen fisik buatan. Hanya beberapa jenis elemen fisik buatan yang dibangun untuk meredam tsunami, untuk mengurangi kerusakan pada elemen-elemen fisik lainnya.
Dari seluruh elemen fisik yang harus dilindungi, yang paling utama adalah bangunan. Kenapa bangunan? Elemen-elemen fisik buatan yang terkena dampak tsunami memiliki kemungkinan hancur yang besar. Kehancuran tersebut akan menyebabkan beberapa kerugian, diantaranya adalah rusaknya elemen itu sendiri, kerugian ekonomi pemiliknya, dan puing-puing yang hancur tersebut membahayakan nyawa manusia dan elemen-elemen fisik lainnya.
Gambar 1. Gambaran kondisi UleeLheue sebelum (atas) dan sesudah(bawah) tsunami (sumber: QuickBirds,2005
Gambar 2. Peta Penggunaan LahanUlee Lheue sebelum tsunami (sumber:RDTRK Meuraxa, 2007)
KETERANGAN: Permukiman Tambak Manggrove
Dari beberapa sebab kerugian tersebut, bangunan (khususnya hunian) menjadi elemen yang harus dihindari dari dampak tsunami.
Dalam perancangan kota, perancang harus mengidentifikasi terlebih dahulu karakteristik dan kondisi kawasan yang akan dirancang (Shirvani, 1985). Terutama kondisi lingkungan secara natural, seperti keadaan tanah, kelembaban, curah hujan, topografi, ada tidaknya ancaman bencana, dan sebagainya. Masalah geologis kawasan studi harus menjadi tinjauan utama dalam mempertimbangkan dampak bencana (Mader dan Crowder, 1969).
Lebih khusus dalam perancangan kota, penataan bangunan secara detail menyangkut hal-hal seperti: ketinggian, ukuran (volume), proporsi, Floor Area Ratio (FAR), Coverage, sempadan, Style, skala, material, tekstur dan warna. Dalam kajian elemen bentuk dan massa bangunan dalam penelitian ini lebih ditekankan pada aspek keamanan dan keselamatan dengan pertimbangan mitigasi tsunami. Menurut Spreiregen (1965), sebagai elemen urban design yang esensial, bentuk dan massa bangunan perlu pertimbangan arsitektural yang mendalam untuk menyediakan keselamatan dan kenyamanan publik.
C. Studi Pengaruh Tsunami Terhadap Bangunan Dari hasil survey yang dilakukan tim CDIT Jepang di beberapa kawasan yang rusak
akibat tsunami, dan dari beberapa studi lainnya. Pengamatan dilakukan dengan mengamati tingkat kerusakan bangunan pada ketinggian tsunami tertentu.
1. Ketinggian Bangunan
Dari pengamatan di lapangan, ada hubungan antara ketinggian tsunami dengan kehancuran yang dialami oleh tipologi rumah berdasarkan ketinggian lantainya. Hasil pengamatan menyatakan bahwa: “dampak tsunami akan besar jika ketinggian tsunami mencapai 2-4 meter dari lantai utama bangunan” (CDIT Jepang, 2009). Hal ini juga mengingat bahwa lantai utama dari bangunan merupakan inti bangunan, dimana properti bangunan terdapat disana.
Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ketinggian lantai utama bangunan mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap dampak tsunami. Indikatornya adalah ketinggian jangkauan tsunami dibawah ketinggian lantai utama tersebut.
2. Jarak antar bangunan
Dalam buku yang sama Prof. Matsutomi (CDIT, 2009), mengatakan hasil penelitiannya secara deskriptif mengenai jarak ideal antar bangunan di tepi pantai. Ia mengatakan bahwa secara fisika, air yang melewati suatu hambatan membutuhkan celah ruang yang sama dengan volumenya agar ketinggiannya tidak bertambah terlalu jauh. Artinya, air membutuhkan ruang yang sama besarnya dengan luas penampang penghalangnya, agar air tidak bertambah terlalu tinggi. Secara grafis dapat digambarkan sebagai berikut:
3. Kepadatan bangunan
Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa kepadatan bangunan berbanding lurus dengan besarnya resiko kehancuran. Artinya semakin banyak bangunan yang tergenang tsunami, akan semakin besar resiko yang diperoleh. Kuantitas kepadatan suatu lahan akan bangunan dapat dari persentase luas lahan terbangun berbanding luas lahan keseluruhan (Building Coverage Ratio). Parameter yang digunakan adalah:
6 meter Gambar 3. Ilustrasi teori Prof.Mastsutomi (sumber: CDIT, 2009)
6 meter
Pada zona kerentanan rendah, kepadatan bangunan maksimal adalah 10-15%. Pada zona kerentanan sedang, kepadatan bangunan maksimal adalah 0-10% Pada zona kerentanan tinggi, tidak boleh terbangun
4. Arah hadap
Hasil studi adalah dampak tsunami terhadap arah hadap bangunan. Mereka mengidentifikasi bangunan-bangunan sesuai tingkat kehancurannya, dengan melihat pola arah hadap bangunan. Mereka mengkategori arah hadap bangunan menjadi 4 tipe, yaitu:
Jika membelakangi/menyamping arah datang
tsunami Baik/tidak rentan hancur oleh tsunami Jika menghadap arah datang tsunami sampai dengan
450 Tidak baik/rentan hancur oleh tsunami
atau sampai dengan
5. Material bangunan
Dari hasil penelusuran, mereka mengkategorikan kerusakan bangunan berasarkan ketinggian tsunami dan hubungannya dengan penggunaan jenis material tertentu sebagai strukturnya, yaitu:
6. Kesimpulannya
Ke lima aspek tata bangunan yang dipengaruhi tsunami di atas, merupakan faktor penentu tingkat tinggi rendahnya kerentanan bangunan. Dari faktor tersebut dapat digunakan sebagai dasar meninjau tata bangunan yang ada pada kawasan studi.
Faktor utama yang dpertimbangkan adalah ancaman tsunami berupa ketinggian genangan pada area tertentu, dan royeksi arah datang tsunami. Ketinggian genangan didapat dengan menghitung selisih ketinggian jangkauan tsunami dengan ketinggian muka tanah. Proyeksi arah datang tsunami didapat dari proyeksi arah datang tsunami dan arah garis pantai. Dimana tsunami akan menjalar di daratan tegak lurus dengan garis pantai.
D. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi zona kerentanan berdasarkan
faktor utama kerentanan, yaitu kedalaman genangan dan arah perkiraan arah datang tsunami. Identifikasi dilakukan dengan cara pemetaan yang menggambarkan zona dan tingkat dari faktor kerentanan tersebut.
Identifikasi kondisi tata bangunan dilakukan dengan observasi langsung ke lapangan dan penggunaan peta citra satelit. Setiap faktor akan digambarkan dengan menggunakan pemetaan, dengan tujuan agar dapat diidentifikasi berada di zona kerentanan mana bangunan
Kategori bangunan Ketinggian genangan 0- 4 m
Bangunan kayu akan rusak parah Bangunan batu akan rusak ringan
Ketinggian genangan 4- 8 m
Bangunan kayu rusak sangat parah Bangunan beton rusak parah Bangunan beton rusak ringan
Ketinggian genangan >8 m
Bangunan kayu rusak sangat parah Bagunan beton rusak sangat parah Banugnan beton rusak parah
Tabel 1. Tipologi arah hadap bangunan yang rentan hancur oleh tsunami (sumber: CDIT, 2009)
Tabel 2. Pengaruh ketinggian tsunami terhadap bangunandengan material tertentu (sumber: CDIT, 2009)
tersebutkualitas
E. T
Topo
graf
i (m
eter
)
b
(A0
KerenRen
proyekskondisi
2
Gambar kedalama
Tabel 3. Ma
t. Selanjutns tata bangun
Tinjauan T1. Identifik
Zpada argenanga(didapatmenggu
Ranberdasarkan
A1) 0-4 ntanan ndah
Idensi arah dataeksisting d
2. Tinjaua
a. Keti
Dstudi, dakedalam
4. Hasil dan genangan tsu
atriks Hasil Ov
nya tinjauannan dengan
Tata Bangukasi Zona k
Zona tingkrea tertentuan didapat t dari peta
unakan ArcG
Secara m
0 – 0,5 (5) 0,5 – 1 (4) 1 – 1,5 (3) 1,5 – 2 (2) 2 – 2,5 (1)
nge ketinggin klasifikasi
(A2)
ntifikasi faang tsunamengan garis
an faktor ker
inggian Ban
Dilakukan an meng-ov
man genang
dan proses idunami (sumber:
erlay tingkat ke
n faktor diln ketentuan/
unan Ulee Lkerentanan
kat kerentanu dan dari dari selisih
a topografi)GIS seperti
matriks, has
ian yang didi tingkat ker
(A3) (A
Ker
aktor berikumi dengan gs proyeksi ar
rentanan
ngunan
dengan meverlay-kannan), hasilny
dentifikasi zon analisa)
edalaman genan
lakukan den/parameter-p
Lheue
nan ditentuproyeksi a
h ketinggian). Dua faberikut:
sil layering
6 (5,5 –5 – 5,4,5 –4 - 4,53,5 –
dapat antararentanan tsu
A4) (A54-8 meter
rentanan Sed
utnya adalagaris tepi prah tsunami
engidentifiknya dengan pya terlihat se
na
ngan tsunami (s
ngan cara mparameter d
ukan dari karah datangn tsunami daktor kedal
peta dapat d
Ketinggian(A) 6 (A5) 5 (A4) 5 (A3) 5 (A2) 4 (A1)
a 3,5m – 9 munami, yaitu
5) (B2)
dang
ah arah dpantai. Dilai, dan hasiln
kasi ketinggpeta zona tieperti beriku
sumber: Analisa
menganlisa dari faktor d
kedalaman gg tsunami. dengan ketinaman tsuna
digambarka
n Genangan (m
m. Nilai ini u >4m, 4-8m
) (B3)
datang tsunakukan dennya terlihat
gian banguingkat kerenut:
a ArcView)
kesesuaiandi atas.
genangang Zona ke
nggian mukami di-ove
an sebagai b
meter) 9 (B)
8,5 – 9 (B5)8 – 8,5 (B4)7,5 – 8 (B3)7 – 7,5 (B2)6,5 – 7 (B1)
perlu diklasm, dan > 8m
(B4) >8
Kerentan
nami. Didapngan me-laysebagai ber
unan pada kntanan (berd
n kondisi
tsunami dalaman ka tanah
erlay-kan
berikut:
) ) ) ) ) sifikasi
m.
(B5)8m
an Tinggi
pat dari yer peta rikut.
kawasan dasarkan
b. Jeni
Apenggunkerentanmengguberikut:
c. Arah
Dtertentutsunami
is Pengguna
Analisa dilanaan materina tsunamunakan pera:
h hadap
Dilakukan u, kemudiani, hasilnya t
aan Materia
akukan denialnya, kem
mi. Tekangkat luna
dengan men ditinjau kterlihat sepe
Hasilnketinggkerentabahwabangununit bezona tkecualdi zona
al Bangunan
ngan memetamudian ditinkniknya mak komputer
Hasilnydiketahteridenmateria10 uniDari 55zona tunit bsedangpada zo
emetakan sekesesuaiannerti berikut:
Hasilnyhadap bmelalui
kerenta
273 term
nya: Dari hgian bananan (daya
a dari 586nan berlantaerlantai 3. Stingkat kerli bangunana tingkat ke
n
akan kategonjau menurumenggunakar ArcGis 3
nya: Dari hhui bahwa ntifikasi 18 ual kayu, 55it sisanya m58 unit bantingkat kerberada padg. Semua baona tingkat
ekelompok nya dengan
ya: Dari hbangunan ti layering, d
Tidak adanan tinggi.
Dari 586 bmasuk aman
hasil identingunan ta jangkau t6 unit banai 1, 81 uniSeluruh banrentanan re
n 3 lantai tiderentanan re
ori bangunaut lokasinyaan multi-l.3, mengha
hasil identidari 586 uunit diantar8 unit mengmenggunak
ngunan batuentanan re
da zona tangunan kay
kerentanan
bangunan n arah data
hasil analisiterhadap ardapat disimp
da bangun
bangunan, 3n.
ifikasi danterhadap tsunami), dngunan, 5it berlantai ngunan beraendah dan dak ada yangendah.
an berdasarka pada zonalayering m
asilkan peta
ifikasi dan unit bangunranya mengggunakan b
kan materiau, 43 unit bndah, sisantingkat keryu dan betonn sedang.
dengan araang dan ke
is identifikrah datang pulkan bahw
nan pada
313 tidak am
n analisa tingkat
diketahui 01 unit 2, dan 4
ada pada sedang,
g berada
kan jenis a tingkat mapping sebagai
analisa, nan yang gunakan
batu, dan al beton. berada di nya 515 rentanan n berada
ah hadap etinggian
asi pola tsunami
wa:
a zona
man dan
Dbangunabanguna
d. Kep
Fkepadatsebagai
ketentuakepadat
e. Jara
Iterdekatlangsun
IDENTIFIKAPE
Jarak anantara 2Sisi banterkecil
PER Jarak abangunm. Ukubangunadalah
Jarak antterkecil 7sisi bangadalah 2
Dari hasil an yang sean di kawas
padatan Ban
Faktor ini dtan dengan pberikut:
an, hanya 4tan yang ma
ak antar ban
Identifikasit bangunan
ng dan diuku
ASI ERMUKIMANntar bangunan2-3m ngunan l adalah 6m
RKANTORANantar nan terkecil 3 uran sisi nan terkecil 20 dan 6
IBADAH tar bangunan 7 m. Ukuran gunan terkecil 1 dan 6
analisa, diesuai. Padasan studi, ha
ngunan
dianalisa mepeta faktor
41 bangunanasih sesuai.
ngunan
i pada tahapn pada tiapur dari peta
ANALN n Jarak idea
jumlah siskedua ban= 6m. Tidak ses
N Jarak ideajumlah siskedua ban= 13 m. Tidak ses
Jarak ideajumlah siskedua ban= 13 m. Tidak ses
iketahui baa lahan teranya 5% yan
enggunakankerentanan
Dari selubangunan
n yang berad
p ini akan p jenis pencitra satelit
ISA
al ½ si ngunan
suai
al ½ si ngunan
suai
al ½ si ngunan
suai
ahwa hanyarsebut hanyng memilik
KE
RE
NT
AN
AN
Rendah(1)
Sedang(2)
Tinggi(3)
n teknik ove(kedalaman
uruh bangun berada pda pada kep
dilakukan dnggunaan lt.
IDENTPER
Jaba2-Site6m
Jb
ba
Jb
ba
a satu jeniya terdapat ki kerapatan
0-10% (A
h A1 Masih dibaNilai Maks
g A2 Masih ses
A3 Melebihi
10%
erlay mappinn genangan)
unan pada kada kepada
padatan diba
dengan caralahan. Peng
TIFIKASI RMUKIMAN arak antar angunan antar-3m isi bangunan
erkecil adalah m
PENDIDI
Jarak antar bangunan terk3m. Ukuran sbangunan terkadalah 6
PELELANGAJarak antar bangunan terk15m. Ukuran bangunan terkadalah 8
s lahan ya29 bangun
n tidak rawan
KEPADA) 10-30%
awah simal
BMeleb
15
suai
BMeleb
20
0-B
Meleb30
ng juga, ant), hasilnya t
kawasan stuatan yang mawah maksi
a pengamatgamatan di
ANATERBATAS
ra Jarak idjumlah sbangunaTidak s
IKAN
kecil isi kecil
Jarak i½ jumkedua bangunm. Tidak
AN IKAN
kecil sisi
kecil
Jarak ijumlahkedua bangunm. Sesua
ang memilinan. Jadi dn terhadap t
DATAN % (B) 30-
B1 bihi 0-5%
Me
B2 bihi 0-0%
Me
B3 ihi 10-
0% Me
tara peta terlihat
udi, 545 melebihi imal dan
tan jarak ilakukan
ALISA
eal ½ sisi kedua an = 6m. esuai
ideal mlah sisi
nan = 6
sesuai
ideal ½ h sisi
nan = 8
i iki jarak dari 586 tsunami.
-50% (C) C1
lebihi 15-35% C2
lebihi 20-40% C3
lebihi 30-50%
F. Kesimpulan dan Rekomendasi
Dari hasil tinjauan terhadap faktor kerentanan tata bangunan pada kawasan Ulee Lheue, didapat bahwa 95% bangunan rentan karena faktor jarak antar bangunan, 93% bangunan rentan karena faktor kepadatan, 90% bangunan rentan karena faktor jenis penggunaan material, 85% bangunan rentan karena faktor ketinggian lantai, dan 53% bangunan rentan karena arah hadap.
Jadi untuk penataan bangunan kawasan Ulee Lheue, sebaiknya diutamakan pertimbangan pada pola penataan kavling yang dapat mengakomodasi 2 faktor terparah sekaligus, yaitu jarak antar bangunan dan kepadatan. Bahkan penataan kavling juga bisa mengatasi faktor arah hadap bangunan. Faktor penggunaan material dan ketinggian lantai dapat ditekankan pada zoning regulation atau Building code setempat.
G. Daftar Pustaka
Coastal Development Institute of Technology, Japan (2009), Tsunami – To Survive From Tsunami, The Nippon Foundation, Penerbit Buku Ilmiah Populer, Bogor-Indonesia
Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana, 2007, Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia Edisi ii, Direktorat Mitigasi, Jakarta - Indonesia
Shirvani, Hamid, (1985), The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Company, New York.
Spreiregen, Paul D, 1965, Urban Design: The Architecture of Town and Cities, Mc Graw Hill, Inc
Sea Defence Consultants, 2007, Tsunami Escape Plan For Meuraxa, Aceh Nias Sea Defence, Flood Protection, Escapes and Early Warning Project 1, BRR Concept Note 300 GI