Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami Di Ulee Lheue-Banda Aceh

8
Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami di Ulee Lheue-Banda Aceh (Dalam Aspek Fisik Perancangan Kota) Donny Arief Sumarto Mahasiswa Program Pascasarjana Arsitektur-Perancangan Kota, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia [email protected] Abstrak Pada awal proses rekonstruksi dan rehabilitasi kawasan Ulee Lheue, yang terkena dampak sangat parah oleh terjangan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu, tidak memiliki acuan rencana tata ruang yang baru. Banyak bangunan berdiri kembali pada lokasi sebelumnya, dimana lokasi tersebut teridentifikasi dan terbukti sangat rawan. Penyebab utamanya adalah belum adanya pedoman tata guna lahan dan bangunan yang baru dan berbasis mitigasi tsunami. Ancaman utama dari tsunami terhadap bangunan adalah kedalaman genangan dan arah terjangan tsunami. Namun masih belum diketahui faktor apa saja yang berpengaruh pada tata bangunan tersebut dalam aspek fisik perancangan kota, dan bagaimana dengan kawasan Ulee Lheue. Untuk itu perlu ditinjau faktor kerentanan tata bangunan kawasan Ulee Lheue, dengan terlebih dahulu menelaah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kerentanan tata bangunan, mengidentifikasi kondisi tata bangunan di Ulee Lheue, dan menganalisanya. Hasil dari kajian dan sintesa kepustakaan antara tata bangunan perancangan kota dan studi dampak tsunami terhadap bangunan, menghasilkan faktor-faktor kerentanan yang mempengaruhi tata bangunan. Faktor umum yang paling utama adalah kedalaman genangan tsunami, dengan pengaruh berbanding lurus. Kedalaman genangan diketahui dari selisih antara ketinggian tsunami dengan ketinggian muka tanah. Faktor utama yang kedua adalah arah datang tsunami, yang dapat diketahui dari proyeksi arah garis pantai. Faktor pada bangunan itu sendiri meliputi kepadatan bangunan pada suatu lahan, jarak antar bangunan, ketinggian lantainya, arah hadap, dan jenis material yang digunakan. Tahap awal analisa dilakukan dengan menzonasi area kawasan Ulee Lheue berdasarkan tingkat kedalaman genangan dengan menggunakan teknik multilayer mapping GIS (antara peta ketinggian dan jangkauan tsunami dengan topografi kawasan). Tahap kedua adalah, mengidentifikasi bangunan pada setiap zona dengan pertimbangan tiap faktor kerentanan. Pada tahap akhir kajian, didapat bahwa 95% bangunan rentan karena faktor jarak antar bangunan, 93% bangunan rentan karena faktor kepadatan, 90% bangunan rentan karena faktor jenis penggunaan material, 85% bangunan rentan karena faktor ketinggian lantai, dan 53% bangunan rentan karena arah hadap. Jadi untuk penataan bangunan kawasan Ulee Lheue, diutamakan pertimbangan pada pola penataan kavling yang dapat mengakomodasi 2 faktor terparah sekaligus, yaitu jarak antar bangunan dan kepadatan. Bahkan penataan kavling juga bisa mengatasi faktor arah hadap bangunan. Faktor penggunaan material dan ketinggian lantai dapat ditekankan pada zoning regulation atau Building code setempat. Kata kunci: Aspek fisik perancangan kota, tata bangunan, faktor kerentanan.

Transcript of Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami Di Ulee Lheue-Banda Aceh

Page 1: Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami Di Ulee Lheue-Banda Aceh

Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami di Ulee Lheue-Banda Aceh

(Dalam Aspek Fisik Perancangan Kota)

Donny Arief Sumarto Mahasiswa Program Pascasarjana Arsitektur-Perancangan Kota,

Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia [email protected]

Abstrak

Pada awal proses rekonstruksi dan rehabilitasi kawasan Ulee Lheue, yang terkena dampak sangat parah oleh terjangan tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu, tidak memiliki acuan rencana tata ruang yang baru. Banyak bangunan berdiri kembali pada lokasi sebelumnya, dimana lokasi tersebut teridentifikasi dan terbukti sangat rawan. Penyebab utamanya adalah belum adanya pedoman tata guna lahan dan bangunan yang baru dan berbasis mitigasi tsunami. Ancaman utama dari tsunami terhadap bangunan adalah kedalaman genangan dan arah terjangan tsunami. Namun masih belum diketahui faktor apa saja yang berpengaruh pada tata bangunan tersebut dalam aspek fisik perancangan kota, dan bagaimana dengan kawasan Ulee Lheue. Untuk itu perlu ditinjau faktor kerentanan tata bangunan kawasan Ulee Lheue, dengan terlebih dahulu menelaah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kerentanan tata bangunan, mengidentifikasi kondisi tata bangunan di Ulee Lheue, dan menganalisanya.

Hasil dari kajian dan sintesa kepustakaan antara tata bangunan perancangan kota dan studi dampak tsunami terhadap bangunan, menghasilkan faktor-faktor kerentanan yang mempengaruhi tata bangunan. Faktor umum yang paling utama adalah kedalaman genangan tsunami, dengan pengaruh berbanding lurus. Kedalaman genangan diketahui dari selisih antara ketinggian tsunami dengan ketinggian muka tanah. Faktor utama yang kedua adalah arah datang tsunami, yang dapat diketahui dari proyeksi arah garis pantai. Faktor pada bangunan itu sendiri meliputi kepadatan bangunan pada suatu lahan, jarak antar bangunan, ketinggian lantainya, arah hadap, dan jenis material yang digunakan.

Tahap awal analisa dilakukan dengan menzonasi area kawasan Ulee Lheue berdasarkan tingkat kedalaman genangan dengan menggunakan teknik multilayer mapping GIS (antara peta ketinggian dan jangkauan tsunami dengan topografi kawasan). Tahap kedua adalah, mengidentifikasi bangunan pada setiap zona dengan pertimbangan tiap faktor kerentanan. Pada tahap akhir kajian, didapat bahwa 95% bangunan rentan karena faktor jarak antar bangunan, 93% bangunan rentan karena faktor kepadatan, 90% bangunan rentan karena faktor jenis penggunaan material, 85% bangunan rentan karena faktor ketinggian lantai, dan 53% bangunan rentan karena arah hadap.

Jadi untuk penataan bangunan kawasan Ulee Lheue, diutamakan pertimbangan pada pola penataan kavling yang dapat mengakomodasi 2 faktor terparah sekaligus, yaitu jarak antar bangunan dan kepadatan. Bahkan penataan kavling juga bisa mengatasi faktor arah hadap bangunan. Faktor penggunaan material dan ketinggian lantai dapat ditekankan pada zoning regulation atau Building code setempat.

Kata kunci: Aspek fisik perancangan kota, tata bangunan, faktor kerentanan.

Page 2: Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami Di Ulee Lheue-Banda Aceh

A. Pendahuluan Kawasan Ulee Lheue memiliki permasalahan

penataan ruang pasca terkena bencana tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu. Proses rehabilitasi dan rekonstruksi yang berjalan tidak memiliki pedoman tata ruang yang baru dan mitigatif. Mengakibatkan proses tersebut dilaksanakan dengan tatanan kota sebelumnya, padahal penataan kota pra-tsunami sangat rawan terhadap dampak tsunami. Hal ini dapat dilihat dari parahnya kerusakan yang diderita (lihat gambar 1) dan dari peta penggunaan lahannya sebelum tsunami (lihat gambar 2). Akibatnya adalah, banyak bangunan terbangun pada kawasan yang rawan tsunami, terutama bangunan hunian.

Walaupun pada akhirnya kawasan ini memiliki Rencana Detil Tata Ruang Kota (RDTRK) pada tahun 2007 yang lalu, namun bangunan-bangunan tersebut telah terlanjur berdiri dengan tingkat ancaman besar. Diperkirakan jika terjadi tsunami seperti sebelumnya, kawasan ini seluruhnya akan tergenang sedalam 6-9 meter (Sea Defence Consultants, 2007). Ini bukanlah ancaman yang kecil untuk bangunan, apalagi bangunan hunian. Kenyataan lainnya lagi adalah, kawasan ini belum memiliki kajian penataan fisik yang lebih detil dalam lingkup perancangan kota.

Dalam kebencanaan, ancaman merupakan faktor utama yang mempengaruhi besarnya resiko, namun bukanlah faktor satu-satunya. Besarnya resiko dipengaruhi juga oleh tinggi rendahnya tingkat kerawanan daerah yang terancam (Awotona, dalam Bakornas PB, 2007). Tingkat kerawanan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Dalam lingkup penataan kawasan yang umum, tingkat kerawanan bangunan dipengaruhi oleh penetapan penggunaan lahan yang disesuaikan dengan zona tingkat kerentanan. Namun dalam lingkup yang lebih detil lagi (perancangan kota) perlu ditelaah lebih lanjut, mengingat kawasan ini belum memiliki produk perancangan kota.

B. Tata Bangunan dalam Mitigasi Tsunami dan Perancangan Kota

Tsunami memiliki dampak yang luar biasa pada lingkungan, khususnya lingkungan fisik. Elemen fisik itu terdiri dari elemen fisik natural dan buatan (Arya, 2005). Untuk elemen natural, keberadaannya ditepi pantai malah dikehendaki, karena memiliki banyak fungsi untuk meredam tsunami (seperti bukit pasir, hutan pantai, dan sebagainya). Tapi lain halnya dengan elemen fisik buatan. Hanya beberapa jenis elemen fisik buatan yang dibangun untuk meredam tsunami, untuk mengurangi kerusakan pada elemen-elemen fisik lainnya.

Dari seluruh elemen fisik yang harus dilindungi, yang paling utama adalah bangunan. Kenapa bangunan? Elemen-elemen fisik buatan yang terkena dampak tsunami memiliki kemungkinan hancur yang besar. Kehancuran tersebut akan menyebabkan beberapa kerugian, diantaranya adalah rusaknya elemen itu sendiri, kerugian ekonomi pemiliknya, dan puing-puing yang hancur tersebut membahayakan nyawa manusia dan elemen-elemen fisik lainnya.

Gambar 1. Gambaran kondisi UleeLheue sebelum (atas) dan sesudah(bawah) tsunami (sumber: QuickBirds,2005

Gambar 2. Peta Penggunaan LahanUlee Lheue sebelum tsunami (sumber:RDTRK Meuraxa, 2007)

KETERANGAN: Permukiman Tambak Manggrove

Page 3: Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami Di Ulee Lheue-Banda Aceh

Dari beberapa sebab kerugian tersebut, bangunan (khususnya hunian) menjadi elemen yang harus dihindari dari dampak tsunami.

Dalam perancangan kota, perancang harus mengidentifikasi terlebih dahulu karakteristik dan kondisi kawasan yang akan dirancang (Shirvani, 1985). Terutama kondisi lingkungan secara natural, seperti keadaan tanah, kelembaban, curah hujan, topografi, ada tidaknya ancaman bencana, dan sebagainya. Masalah geologis kawasan studi harus menjadi tinjauan utama dalam mempertimbangkan dampak bencana (Mader dan Crowder, 1969).

Lebih khusus dalam perancangan kota, penataan bangunan secara detail menyangkut hal-hal seperti: ketinggian, ukuran (volume), proporsi, Floor Area Ratio (FAR), Coverage, sempadan, Style, skala, material, tekstur dan warna. Dalam kajian elemen bentuk dan massa bangunan dalam penelitian ini lebih ditekankan pada aspek keamanan dan keselamatan dengan pertimbangan mitigasi tsunami. Menurut Spreiregen (1965), sebagai elemen urban design yang esensial, bentuk dan massa bangunan perlu pertimbangan arsitektural yang mendalam untuk menyediakan keselamatan dan kenyamanan publik.

C. Studi Pengaruh Tsunami Terhadap Bangunan Dari hasil survey yang dilakukan tim CDIT Jepang di beberapa kawasan yang rusak

akibat tsunami, dan dari beberapa studi lainnya. Pengamatan dilakukan dengan mengamati tingkat kerusakan bangunan pada ketinggian tsunami tertentu.

1. Ketinggian Bangunan

Dari pengamatan di lapangan, ada hubungan antara ketinggian tsunami dengan kehancuran yang dialami oleh tipologi rumah berdasarkan ketinggian lantainya. Hasil pengamatan menyatakan bahwa: “dampak tsunami akan besar jika ketinggian tsunami mencapai 2-4 meter dari lantai utama bangunan” (CDIT Jepang, 2009). Hal ini juga mengingat bahwa lantai utama dari bangunan merupakan inti bangunan, dimana properti bangunan terdapat disana.

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ketinggian lantai utama bangunan mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap dampak tsunami. Indikatornya adalah ketinggian jangkauan tsunami dibawah ketinggian lantai utama tersebut.

2. Jarak antar bangunan

Dalam buku yang sama Prof. Matsutomi (CDIT, 2009), mengatakan hasil penelitiannya secara deskriptif mengenai jarak ideal antar bangunan di tepi pantai. Ia mengatakan bahwa secara fisika, air yang melewati suatu hambatan membutuhkan celah ruang yang sama dengan volumenya agar ketinggiannya tidak bertambah terlalu jauh. Artinya, air membutuhkan ruang yang sama besarnya dengan luas penampang penghalangnya, agar air tidak bertambah terlalu tinggi. Secara grafis dapat digambarkan sebagai berikut:

3. Kepadatan bangunan

Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa kepadatan bangunan berbanding lurus dengan besarnya resiko kehancuran. Artinya semakin banyak bangunan yang tergenang tsunami, akan semakin besar resiko yang diperoleh. Kuantitas kepadatan suatu lahan akan bangunan dapat dari persentase luas lahan terbangun berbanding luas lahan keseluruhan (Building Coverage Ratio). Parameter yang digunakan adalah:

6 meter Gambar 3. Ilustrasi teori Prof.Mastsutomi (sumber: CDIT, 2009)

6 meter 

Page 4: Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami Di Ulee Lheue-Banda Aceh

Pada zona kerentanan rendah, kepadatan bangunan maksimal adalah 10-15%. Pada zona kerentanan sedang, kepadatan bangunan maksimal adalah 0-10% Pada zona kerentanan tinggi, tidak boleh terbangun

4. Arah hadap

Hasil studi adalah dampak tsunami terhadap arah hadap bangunan. Mereka mengidentifikasi bangunan-bangunan sesuai tingkat kehancurannya, dengan melihat pola arah hadap bangunan. Mereka mengkategori arah hadap bangunan menjadi 4 tipe, yaitu:

Jika membelakangi/menyamping arah datang

tsunami Baik/tidak rentan hancur oleh tsunami Jika menghadap arah datang tsunami sampai dengan

450 Tidak baik/rentan hancur oleh tsunami

atau sampai dengan

5. Material bangunan

Dari hasil penelusuran, mereka mengkategorikan kerusakan bangunan berasarkan ketinggian tsunami dan hubungannya dengan penggunaan jenis material tertentu sebagai strukturnya, yaitu:

6. Kesimpulannya

Ke lima aspek tata bangunan yang dipengaruhi tsunami di atas, merupakan faktor penentu tingkat tinggi rendahnya kerentanan bangunan. Dari faktor tersebut dapat digunakan sebagai dasar meninjau tata bangunan yang ada pada kawasan studi.

Faktor utama yang dpertimbangkan adalah ancaman tsunami berupa ketinggian genangan pada area tertentu, dan royeksi arah datang tsunami. Ketinggian genangan didapat dengan menghitung selisih ketinggian jangkauan tsunami dengan ketinggian muka tanah. Proyeksi arah datang tsunami didapat dari proyeksi arah datang tsunami dan arah garis pantai. Dimana tsunami akan menjalar di daratan tegak lurus dengan garis pantai.

D. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi zona kerentanan berdasarkan

faktor utama kerentanan, yaitu kedalaman genangan dan arah perkiraan arah datang tsunami. Identifikasi dilakukan dengan cara pemetaan yang menggambarkan zona dan tingkat dari faktor kerentanan tersebut.

Identifikasi kondisi tata bangunan dilakukan dengan observasi langsung ke lapangan dan penggunaan peta citra satelit. Setiap faktor akan digambarkan dengan menggunakan pemetaan, dengan tujuan agar dapat diidentifikasi berada di zona kerentanan mana bangunan

Kategori bangunan Ketinggian genangan 0- 4 m

Bangunan kayu akan rusak parah Bangunan batu akan rusak ringan

Ketinggian genangan 4- 8 m

Bangunan kayu rusak sangat parah Bangunan beton rusak parah Bangunan beton rusak ringan

Ketinggian genangan >8 m

Bangunan kayu rusak sangat parah Bagunan beton rusak sangat parah Banugnan beton rusak parah

Tabel 1. Tipologi arah hadap bangunan yang rentan hancur oleh tsunami (sumber: CDIT, 2009)

Tabel 2. Pengaruh ketinggian tsunami terhadap bangunandengan material tertentu (sumber: CDIT, 2009)

Page 5: Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami Di Ulee Lheue-Banda Aceh

tersebutkualitas

E. T

Topo

graf

i (m

eter

)

b

(A0

KerenRen

proyekskondisi

2

Gambar kedalama

Tabel 3. Ma

t. Selanjutns tata bangun

Tinjauan T1. Identifik

Zpada argenanga(didapatmenggu

Ranberdasarkan

A1) 0-4 ntanan ndah

Idensi arah dataeksisting d

2. Tinjaua

a. Keti

Dstudi, dakedalam

4. Hasil dan genangan tsu

atriks Hasil Ov

nya tinjauannan dengan

Tata Bangukasi Zona k

Zona tingkrea tertentuan didapat t dari peta

unakan ArcG

Secara m

0 – 0,5 (5) 0,5 – 1 (4) 1 – 1,5 (3) 1,5 – 2 (2) 2 – 2,5 (1)

nge ketinggin klasifikasi

(A2)

ntifikasi faang tsunamengan garis

an faktor ker

inggian Ban

Dilakukan an meng-ov

man genang

dan proses idunami (sumber:

erlay tingkat ke

n faktor diln ketentuan/

unan Ulee Lkerentanan

kat kerentanu dan dari dari selisih

a topografi)GIS seperti

matriks, has

ian yang didi tingkat ker

(A3) (A

Ker

aktor berikumi dengan gs proyeksi ar

rentanan

ngunan

dengan meverlay-kannan), hasilny

dentifikasi zon analisa)

edalaman genan

lakukan den/parameter-p

Lheue

nan ditentuproyeksi a

h ketinggian). Dua faberikut:

sil layering

6 (5,5 –5 – 5,4,5 –4 - 4,53,5 –

dapat antararentanan tsu

A4) (A54-8 meter

rentanan Sed

utnya adalagaris tepi prah tsunami

engidentifiknya dengan pya terlihat se

na

ngan tsunami (s

ngan cara mparameter d

ukan dari karah datangn tsunami daktor kedal

peta dapat d

Ketinggian(A) 6 (A5) 5 (A4) 5 (A3) 5 (A2) 4 (A1)

a 3,5m – 9 munami, yaitu

5) (B2)

dang

ah arah dpantai. Dilai, dan hasiln

kasi ketinggpeta zona tieperti beriku

sumber: Analisa

menganlisa dari faktor d

kedalaman gg tsunami. dengan ketinaman tsuna

digambarka

n Genangan (m

m. Nilai ini u >4m, 4-8m

) (B3)

datang tsunakukan dennya terlihat

gian banguingkat kerenut:

a ArcView)

kesesuaiandi atas.

genangang Zona ke

nggian mukami di-ove

an sebagai b

meter) 9 (B)

8,5 – 9 (B5)8 – 8,5 (B4)7,5 – 8 (B3)7 – 7,5 (B2)6,5 – 7 (B1)

perlu diklasm, dan > 8m

(B4) >8

Kerentan

nami. Didapngan me-laysebagai ber

unan pada kntanan (berd

n kondisi

tsunami dalaman ka tanah

erlay-kan

berikut:

) ) ) ) ) sifikasi

m.

(B5)8m

an Tinggi

pat dari yer peta rikut.

kawasan dasarkan

Page 6: Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami Di Ulee Lheue-Banda Aceh

b. Jeni

Apenggunkerentanmengguberikut:

c. Arah

Dtertentutsunami

is Pengguna

Analisa dilanaan materina tsunamunakan pera:

h hadap

Dilakukan u, kemudiani, hasilnya t

aan Materia

akukan denialnya, kem

mi. Tekangkat luna

dengan men ditinjau kterlihat sepe

Hasilnketinggkerentabahwabangununit bezona tkecualdi zona

al Bangunan

ngan memetamudian ditinkniknya mak komputer

Hasilnydiketahteridenmateria10 uniDari 55zona tunit bsedangpada zo

emetakan sekesesuaiannerti berikut:

Hasilnyhadap bmelalui

kerenta

273 term

nya: Dari hgian bananan (daya

a dari 586nan berlantaerlantai 3. Stingkat kerli bangunana tingkat ke

n

akan kategonjau menurumenggunakar ArcGis 3

nya: Dari hhui bahwa ntifikasi 18 ual kayu, 55it sisanya m58 unit bantingkat kerberada padg. Semua baona tingkat

ekelompok nya dengan

ya: Dari hbangunan ti layering, d

Tidak adanan tinggi.

Dari 586 bmasuk aman

hasil identingunan ta jangkau t6 unit banai 1, 81 uniSeluruh banrentanan re

n 3 lantai tiderentanan re

ori bangunaut lokasinyaan multi-l.3, mengha

hasil identidari 586 uunit diantar8 unit mengmenggunak

ngunan batuentanan re

da zona tangunan kay

kerentanan

bangunan n arah data

hasil analisiterhadap ardapat disimp

da bangun

bangunan, 3n.

ifikasi danterhadap tsunami), dngunan, 5it berlantai ngunan beraendah dan dak ada yangendah.

an berdasarka pada zonalayering m

asilkan peta

ifikasi dan unit bangunranya mengggunakan b

kan materiau, 43 unit bndah, sisantingkat keryu dan betonn sedang.

dengan araang dan ke

is identifikrah datang pulkan bahw

nan pada

313 tidak am

n analisa tingkat

diketahui 01 unit 2, dan 4

ada pada sedang,

g berada

kan jenis a tingkat mapping sebagai

analisa, nan yang gunakan

batu, dan al beton. berada di nya 515 rentanan n berada

ah hadap etinggian

asi pola tsunami

wa:

a zona

man dan

Page 7: Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami Di Ulee Lheue-Banda Aceh

Dbangunabanguna

d. Kep

Fkepadatsebagai

ketentuakepadat

e. Jara

Iterdekatlangsun

IDENTIFIKAPE

Jarak anantara 2Sisi banterkecil

PER Jarak abangunm. Ukubangunadalah

Jarak antterkecil 7sisi bangadalah 2

Dari hasil an yang sean di kawas

padatan Ban

Faktor ini dtan dengan pberikut:

an, hanya 4tan yang ma

ak antar ban

Identifikasit bangunan

ng dan diuku

ASI ERMUKIMANntar bangunan2-3m ngunan l adalah 6m

RKANTORANantar nan terkecil 3 uran sisi nan terkecil 20 dan 6

IBADAH tar bangunan 7 m. Ukuran gunan terkecil 1 dan 6

analisa, diesuai. Padasan studi, ha

ngunan

dianalisa mepeta faktor

41 bangunanasih sesuai.

ngunan

i pada tahapn pada tiapur dari peta

ANALN n Jarak idea

jumlah siskedua ban= 6m. Tidak ses

N Jarak ideajumlah siskedua ban= 13 m. Tidak ses

Jarak ideajumlah siskedua ban= 13 m. Tidak ses

iketahui baa lahan teranya 5% yan

enggunakankerentanan

Dari selubangunan

n yang berad

p ini akan p jenis pencitra satelit

ISA

al ½ si ngunan

suai

al ½ si ngunan

suai

al ½ si ngunan

suai

ahwa hanyarsebut hanyng memilik

KE

RE

NT

AN

AN

Rendah(1)

Sedang(2)

Tinggi(3)

n teknik ove(kedalaman

uruh bangun berada pda pada kep

dilakukan dnggunaan lt.

IDENTPER

Jaba2-Site6m

Jb

ba

Jb

ba

a satu jeniya terdapat ki kerapatan

0-10% (A

h A1 Masih dibaNilai Maks

g A2 Masih ses

A3 Melebihi

10%

erlay mappinn genangan)

unan pada kada kepada

padatan diba

dengan caralahan. Peng

TIFIKASI RMUKIMAN arak antar angunan antar-3m isi bangunan

erkecil adalah m

PENDIDI

Jarak antar bangunan terk3m. Ukuran sbangunan terkadalah 6

PELELANGAJarak antar bangunan terk15m. Ukuran bangunan terkadalah 8

s lahan ya29 bangun

n tidak rawan

KEPADA) 10-30%

awah simal

BMeleb

15

suai

BMeleb

20

0-B

Meleb30

ng juga, ant), hasilnya t

kawasan stuatan yang mawah maksi

a pengamatgamatan di

ANATERBATAS

ra Jarak idjumlah sbangunaTidak s

IKAN

kecil isi kecil

Jarak i½ jumkedua bangunm. Tidak

AN IKAN

kecil sisi

kecil

Jarak ijumlahkedua bangunm. Sesua

ang memilinan. Jadi dn terhadap t

DATAN % (B) 30-

B1 bihi 0-5%

Me

B2 bihi 0-0%

Me

B3 ihi 10-

0% Me

tara peta terlihat

udi, 545 melebihi imal dan

tan jarak ilakukan

ALISA

eal ½ sisi kedua an = 6m. esuai

ideal mlah sisi

nan = 6

sesuai

ideal ½ h sisi

nan = 8

i iki jarak dari 586 tsunami.

-50% (C) C1

lebihi 15-35% C2

lebihi 20-40% C3

lebihi 30-50%

Page 8: Tinjauan Faktor Kerentanan Tata Bangunan Terhadap Bahaya Tsunami Di Ulee Lheue-Banda Aceh

F. Kesimpulan dan Rekomendasi

Dari hasil tinjauan terhadap faktor kerentanan tata bangunan pada kawasan Ulee Lheue, didapat bahwa 95% bangunan rentan karena faktor jarak antar bangunan, 93% bangunan rentan karena faktor kepadatan, 90% bangunan rentan karena faktor jenis penggunaan material, 85% bangunan rentan karena faktor ketinggian lantai, dan 53% bangunan rentan karena arah hadap.

Jadi untuk penataan bangunan kawasan Ulee Lheue, sebaiknya diutamakan pertimbangan pada pola penataan kavling yang dapat mengakomodasi 2 faktor terparah sekaligus, yaitu jarak antar bangunan dan kepadatan. Bahkan penataan kavling juga bisa mengatasi faktor arah hadap bangunan. Faktor penggunaan material dan ketinggian lantai dapat ditekankan pada zoning regulation atau Building code setempat.

G. Daftar Pustaka

Coastal Development Institute of Technology, Japan (2009), Tsunami – To Survive From Tsunami, The Nippon Foundation, Penerbit Buku Ilmiah Populer, Bogor-Indonesia

Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana, 2007, Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia Edisi ii, Direktorat Mitigasi, Jakarta - Indonesia

Shirvani, Hamid, (1985), The Urban Design Process, Van Nostrand Reinhold Company, New York.

Spreiregen, Paul D, 1965, Urban Design: The Architecture of Town and Cities, Mc Graw Hill, Inc

Sea Defence Consultants, 2007, Tsunami Escape Plan For Meuraxa, Aceh Nias Sea Defence, Flood Protection, Escapes and Early Warning Project 1, BRR Concept Note 300 GI