Tingkat Penerimaan Masyarakat Terhadap PLTN
-
Upload
ahmad-marzuki-ramadhan -
Category
Documents
-
view
9 -
download
1
description
Transcript of Tingkat Penerimaan Masyarakat Terhadap PLTN
1
TINGKAT PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PLTN
Ahmad Marzuki Ramadhan
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir –BATAN
Nuklir adalah suatu istilah yang mungkin sudah familiar bagi telinga kita,
ada yang mengganggap sebagai suatu hal yang luar biasa dan ada pula yang
menganggap sebagai suatu hal yang sangat menakutkan. Dan akhir-akhir ini, isu
nuklir kembali populer sejalan dengan akan dibangunnya PLTN di Indonesia,
yaitu di Bangka Belitung. Ide untuk membangun PLTN di Indonesia didasari oleh
pertimbangan bahwa sumber energi fosil yang selama ini menjadi penopang
utama dalam pembangkit listrik di Indonesia mulai menipis.Peningkatan
kebutuhan listrik pada berbagai sektor tentunya akan menyebabkan kesulitan
apabila hanya mengandalkan pada bahan fosil. Konsekuensinya adalah harus
diupayakan penggunaan sumber energi lain untuk menutupi kekurangan tersebut.
Apabila persyaratan pengembangan sumber energi di masa depan harus ramah
lingkungan , maka kekurangan energi tersebut harus dibangkitkan dari sumber
energi baru dan terbarukan diantaranya adalah energi matahari, angin, panas, air,
biodiesel dan tenaga nuklir.
Kegiatan studi selanjutnya adalah menghitung berapa besar listrik yang
dapat disumbangkan dari masing-masing sumber energi tersebut. Kemudian
berturut-turut, ditetapkan kebijakan di bidang energi yaitu Peraturan Presiden
No.5 Tahun 2006 dan Undang-Undang Nomor 17 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP). Pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 ditetapkan
bahwa untuk memenuhi kebutuhan listrik hingga tahun 2025 dibutuhkan
kontribusi sumber energi terbarukan, masing-masing besarnya , biofuel > 5%,
panas bumi >5 %, nuklir, surya , angin dan biomassa > 5 % dan batubara yang
dicairkan > 2 %. Ketetapan ini apabiala dilaksanakan maka akan dapat menekan
penggunaan minyak secara signifikan sebagai bahan bakar untuk pembangkit
listrik.
Namun, bukan PLTN namanya jika tidak ada pro dan kontra. Seiring
dengan rencana pemerintah untuk membangun PLTN, ada aksi-aksi massa yang
menamakan diri mereka aktivis greenpeace untuk menolak PLTN, baik yang
disampaikan melalui media maupun yang bersifat penggalangan masyarakat
2
dengan menggelar aksi demonstrasi. Dan itu terus akan mereka lakukan, sampai
rencana pembangunan PLTN dibatalkan total. Pada umumnya, masyarakat yang
menolak adanya PLTN seringkali mengkaitkan hal tersebut dengan bom atom
yang pernah menimpa Hiroshima dan Nagasaki. Selain itu, kecelakaan PLTN
Chernobyl di Rusia dan Three Miles Island di Amerika Serikat, begitu juga
dengan PLTN Fukushima menjadi pendorong gerakan penolakan terhadap
rencana pembangunan PLTN tersebut.
Pemahaman tersebut terjadi karena informasi yang diperoleh masyarakat
masih didominasi oleh pemberitaan dari berbagai media yang lebih menyoroti dari
sisi negatifnya. Disadari bahwa saat ini belum banyak buku-buku yang
menjelaskan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir kepada masyarakat,
hasil penelitian dan manfaatnya di berbagai bidang, khususnya yang membahas
tentang energi nuklir, reaktor dan fungsinya sebagai pembangkit listrik yang lebih
informatif dan menarik. Adapun sumber bacaan yang banyak yang menjelaskan
tentang iptek nuklir adalah internet. Masyarakat bisa menemukan berbagai sumber
yang membahas tentang iptek nuklir, dan sumber-sumber itu kemungkinan akan
semakin bertambah seiring berjalannya waktu.
Namun permasalahannya adalah ketertarikan masyarakat untuk membaca/
mencari sumber tersebut sangatlah kurang. Hal itu dapat disebabkan karena
berbagai sumber yang ada banyak menggunakan bahasa atau istilah yang belum
dimengerti dengan mudah oleh masyarakat atau sumbernya membahas tentang
suatu bahasan yang tidak dimengerti oleh masyarakat. Oleh karena itu, sangat
dibutuhkan sumber-sumber yang membahas tentang iptek nuklir mulai dari hal
yang mudah dimengerti oleh masyarakat dengan tampilan yang lebih informatif
dan menarik.
Isu-isu yang diangkat oleh masyarakat yang menolak PLTN adalah belum
siapnya tenaga kerja Indonesia untuk mengoperasikan teknologi yang mempunyai
risiko tinggi seperti PLTN, bahaya radiasi yang dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan, dan tingkat kedisiplinan masyarakat yang masih rendah. Itulah yang
kedepannya menjadi tantangan bagi pemerintah dan generasi muda nuklir untuk
dibuktikan kepada masyarakat bahwa Indonesia sudah layak membangun PLTN.
3
Indonesia sudah mengenal nuklir sejak lama, sehingga sudah tentu
Indonesia memiliki para ahli nuklir yang handal dalam bidang ini. Indonesia telah
memiliki 3 reaktor yang dioperasikan dengan baik. Reaktor Triga Mark di
Bandung, Reaktor Kartini di Yogyakarta, dan juga Reaktor Serbaguna G.A
Siwabessy di Serpong, Tanggerang. Selain reaktor riset yang telah dimiliki untuk
sarana penguasaan teknologi nuklir, Indonesia juga telah memiliki fasilitas-
fasilitas pendukung pengembangan iptek nuklir seperti fasilitas produksi bahan
bakar reaktor riset dan reaktor daya, fasilitas pengolahan limbah radioaktif,
fasilitas pengujian bahan dan fasilitas keselamatan reaktor daya, rekayasa
instrumentasi nuklir, eksplorasi mineral radioaktif, dll.Seluruh fasilitas nuklir
tersebut dibangun di kawasan Puspiptek Serpong yang mulai dioperasikan pada
tahun 1987 dan Kawasan Nuklir Pasar Jum’at. Hal ini tentunya mengindikasikan
bahwa Indonesia telah siap untuk membangun PLTN.
Terkait dengan masalah radiasi, kita mengetahui bahwa memang radiasi
(radiasi pengion) itu berbahaya bagi kesehatan. Karena radiasi dapat
menimbulkan efek-efek mutegenik, teratogenik dan lain-lain tergantung dengan
dosisnya. Namun , bahaya itu tentunya bukan menjadi penghalang untuk tidak
mengembangkan PLTN, melainkan menjadi sebuah tantangan. PLTN memiliki
sistem keselamatan yang canggih, kita mengenal sistem pertahanan berlapis dan
sistem penghalang ganda yang menjamin agar tidak terlepasnya zat-zat radioaktif
ke lingkungan. Dan sistem-sistem tersebut akan terus ditingkatkan sehingga
menghasilkan generasi generasi PLTN yang lebih mutakhir.
Terkait dengan budaya kedisiplinan. Inilah yang menjadi tantangan bagi
para ahli nuklir atau orang yang bekerja di bidang ini membuktikan bahwa mereka
bisa disiplin. Selam ini kita mengakui bahwa masyarakat masih menilai bahwa
bangsa Indonesia masih tidak disiplin. Kita mengenal istilah “jam karet” yang
menggambarkan sebuah ketidakdisiplinan. Namun, bukan berarti secara
keseluruhan orang Indonesia seperti itu. Para ahli nuklir dan yang berhubungan
dengan bidang nuklir sudah dituntut harus memiliki sikap disiplin yang tinggi.
Sikap disiplin bisa dibentuk dengan sebuah kebiasaan. Aspek perilaku yang lain
yang harus diperhatikan adalah perilaku “bila tidak rusak, jangan perbaiki” (The if
4
it ain’t , dont’t fix it” attitudes) yaitu perilaku kebiasaan yang suka menunda
penyegeraan perbaikan terhadap indikasi adanya kerusakan, kecuali bila sudah
tidak berfungsi lagi yang berdampak terjadinya kerusakan pada skala yang lebih
besar. Itu tentunya menjadi tantangan bagi para pejuang nuklir. Namun setidaknya
Indonesia telah membuktikan hal tersebut dengan dapat menjalankan 3 reaktor
yang ada. Sekarang menjadi tugas para generasi muda untuk menanamkan sikap
disiplin didalam diri mereka sejak dini agar meyakinkan kepada masyarakat
bahwa PLTN layak untuk dibangun.
Keberhasilan menanggapi tantangan-tantangan dari masyarakat itu
tentunya akan mengubah tingkat penerimaan masyarakat terhadap PLTN.
Berbicara tentang tingkat penerimaan masyarakat terhadap PLTN, ada dua faktor
besar yang mempengaruhinya, yaitu tingkat kecerdasan masyarakat dan sosialisasi
yang dilakukan.
Untuk faktor tingkat kecerdasan masyarakat maksudnya adalah seberapa
tinggi pemikiran/tanggapan masyarakat Indonesia terhadap sebuah penerapan
teknologi baru yang belum pernah ada di Indonesia, dalam hal ini adalah PLTN.
Tingkat kecerdasan akan dilihat dari bagaimana cara mereka mengemukakan
alasan mereka mengapa mendukung atau menolak PLTN. Tentunya alasan yang
diterima adalah alasan yang sesuai dengan fakta ilmiah, tanpa dibesar-besarkan.
Namn, tidak sedikit masyarakat Indonesia yang mudah terpengaruh oleh orang-
orang lain, atau oleh berita-berita yang populer yang belum tentu kebenarannya.
Oleh karena itu,, berdasarkan penerimaan masyarakat terhadap PLTN, masyarakat
dikelompokkan menjadi 3 golongan besar, yaitu pihak pro, pihak kontra dan pihak
yang belum menentukan pilihan.
Pihak yang pro adalah golongan orang –orang yang mendukung
pembangunan PLTN, tentunya dengan alasan sendiri. Golongan ini ditempati oleh
1. Mereka yang memiliki disiplin ilmu nuklir (yg berhubungan) yaitu orang-
orang yang mempelajari iptek nuklir, baik peneliti, dosen, mahasiswa
teknik nuklir, atau pegawai yang bekerja di lembaga pemerintahan yang
berurusan dalam bidang iptek nuklir
5
2. Mereka yang tidak berdisiplin ilmu nuklir, namun memiliki pemikiran
bahwa Indonesia sudah layak untuk mengembangkan PLTN.
Kemungkinan disebabkan karena mereka adalah keluarga/saudara/kenalan
dari point 1, atau sama sekali bukan keluarga/kenalan dari point 1, namun
mereka mengetahui iptek nuklir dengan membaca banyak sumber, dan
mereka menilai bahwa manfaat yang diberikan oleh PLTN lebih besar dari
dampak negatifnya.
Pihak yang kontra adalah golongan orang-orang yang menolak
pembangunan PLTN. Kemungkinan besar mereka bukanlah orang yang belajar
iptek nuklir, namun mereka mengetahui iptek nuklir dari berbagai referensi. Yang
membedakan mereka dengan pihak pro pada point 2 adalah mereka kebanyakan
memandang PLTN dari dampak negatif yang ditimbulkan. Sehingga, meskipun
mereka tidak mengetahui iptek nuklir secara keseluruhan , mereka tetap memiliki
alasan yang menurut mereka kuat untuk menolak pembangunan PLTN.
Pihak yang ketiga adalah pihak yang belum menentukan pilihan yaitu
golongan orang-orang yang masih tidak tau atau ragu-ragu apakah menerima atau
menolak PLTN. Golongan ini diisi oleh orang-orang yang sama sekali tidak
mengetahui tentang PLTN atau sama sekali tidak tertarik untuk membahas tentang
PLTN. Diantara 3 kelompok ini, merekalah yang memiliki jumlah paling banyak,
dikarenakan berita tentang pembangunan PLTN tidak menyebar secara
menyeluruh di Indonesia sehingga masih banyak yang tidak tau tentang itu.
Namun golongan ini sangat rentan untuk masuk ke pihak pro dan kontra, yang
menyebabkannya adalah pihak mana duluan yang melakukan sosialisasi/
menyalurkan pikirrannya. Apabila pihak pro yang pertama melakukan sosialisasi,
maka sudut pandang mereka adalah positif terhadap PLTN, hal itu akan membuat
golongan ini akan turut juga mendukung PLTN, begitu pula sebaliknya.
Maka dari itu, sosialisasi yang intensif dari pemerintah dan generasi muda
nuklir harus ditingkatkan agar penerimaan masyarakat terhadap PLTN semakin
meningkat. Sosialisasi tentunya bukan hanya menjadi tugas pemerintah saja,
namun juga menjadi tugas para generasi muda nuklir.
6
Hal-hal lain yang harus diperhatikan dalam sosialisasi PLTN adalah
dengan memulai menyampaikan aplikasi iptek nuklir yang sudah diterima oleh
masyarakat, yaitu aplikasi iptek nuklir di bidang non-energi, ini tentunya akan
lebih menarik simpati masyarakat dengan mengetahui bahwa Indonesia rupanya
telah mempelajari dan mengaplikasikan iptek nuklir sejak lama, dan berbagai
penghargaan telah diraih oleh indonesia, meskipun sedikit sekali masyarakat yang
mengetahuinya. Informasi tentang perkembangan dan pencapaian Indonesia di
bidang iptek nuklir sudah seharusnya disampaikan kepada masyarakat secara luas
melalu media-media dengan jangkauan luas seperti televisi. Hal tersebut bukanlah
salah satu bentuk membangga-banggakan diri, melainkan salah satu bentuk
sosialisasi kepada masyarakat.
Media Televisi tentunya menjadi media yang paling efektif untuk
mengangkat berita tentang PLTN. Sudah sebaiknya pemerintah dan generasi
pejuang nuklir membuat sebuah tayangan televisi yang menjelaskan iptek nuklir
kepada masyarakat. Akan semakin bagus jika ada program televisi yang secara
rutin diadakan untuk mengenalkan iptek nuklir kepada masyarakat. Dialog dan
debat tentang iptek nuklir khususnya PLTN tentunya akan menarik minat
masyarakat untuk mengenal PLTN. Sehingga animo masyarakat terhadap PLTN
akan semakin meningkat.
Jika berkaca dari 4 tahun terakhir, penerimaan masyarakat terhadap PLTN
mengalami tren kenaikan. Secara nasional, penerimaan PLTN adalah 49,5 %
(2011), 52,93% (2012), 60,1% (2013), dan 72% (2014). Jika mempercayai hasil
ini, berarti ini menandakan bahwa kebutuhan masyarakat terhadap kebutuhan
energi lebih kuat daripada ketakukan akan penggunaan teknologi nuklir.
Khusus untuk tahun 2014, survei itu dilakukan oleh Media Cipta Pesona di
seluruh Indonesia dari rentang 25 Oktober-9 November 2014 menunjukkan 72%
responden setuju pembangunan PLTN. 72% yang setuju beralasan agar tidak ada
lagi pemadaman listrik dan berharap dengan adanya PLTN harga listrik bisa
menjadi murah. Sementara 28% yang tidak setuju adalah karena masalah
keamaan. Survei tersebut melibatkan 3.000 responden secara nasional, 1.000
responden di Bangka Belitung dan 1.000 responden di Jawa Madura Bali. Khusus
7
di Bangka, masyarakat di daerah ini lebih setuju untuk dibangunkan pembangkit
listrik tenaga surya. Kendali penerimaan PLTN mencapai 57% dari responden.
Didaerah ini, masyarakat ingin mengetahui dampak lingkungan seperti apa dari
pembangunan PLTN. Maka diharapkan dengan adanya sosialisasi maka
masyarakat akan lebih mengenal PLTN.
Adapun sosialiasi yang kita harapkan tentunya adalah sosialisasi yang
dikenal dengan istilah “Sosialisasi Berantai”. Sama seperti reaksi fisi nuklir,
dimana sebuah neutron yang ditangkap oleh sebuah atom radioaktif (misal U-235)
akan membuatnya membelah menjadi Kr dan Ba dan akan melepaskan 2/3
neutron yang akan memicu reaksi selanjutnya. Maka dengan sosialisasi berantai
akan memicu sosialisasi-sosialisasi selanjutnya sehingga cakupannya menjadi
luas. Satu hal lagi yang harus diperhatikan dalam sosialisasi adalah bagaimana
caranya memahami karakteristik setiap masyarakat yang diberi penyuluhan.
Masih ada masyarakat yang walaupun sudah mengakui bahwa PLTN itu canggih
tapi tetap menolak PLTN, dengan alasan daerahnya tidak mau dijadikan kelinci
percobaan. Dapat dilihat pada gambar berikut:
Maka orang-orang seperti inilah yang harus ditanamkan dalam jiwanya
rasa persatuan dalam berbangsa, dan kedermawanan, sehingga dengan mengetahui
bahwa Indonesia itu adalah satu dan bersaudara, maka kita sudah dituntut untuk
membantu saudara lain yang membutuhkan energi dengan rela menyediakan
daerah kita sebagai tempat membangun PLTN.
Referensi
http://www.batan.go.id/gunber/2014/2014-12-
16%20m.bisnis.com_Survei%2072%20persen%20Responden%20
Setuju%20Indonesia%20Bangun%20PLTn.pdf
http://www.batan.go.id/index.php/publikasi/bukunuklir
8