Tinea Kruris Et Korporis

12
1 TINEA KRURIS ET KORPORIS I. PENDAHULUAN Penyakit infeksi jamur pada kulit mempunyai prevalensi yang cukup Indonesia. Hal ini disebabkan karena negara Indonesia memiliki iklim tropis dan yang tinggi. (1) Dermatofitosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh golonga dermatofit. Golongan jamur dermatofit bersifat keratolitik yang artinya menyeran kulit yang mengandung keratin (zat tanduk) yaitu mulai dari stratum korneum samp stratumbasalis, rambut dan kuku. Golongan Jamur dermatofit antara lainadalah Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum . (2) Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik (manusia), zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Dermatofit yang antropofilik paling sering sebagai sumber infeksi tinea, tetapi zoofilik diidentifikasi (jika mungkin) untuk mencegah reinfeksi manusia. (3) Nama penyakit akibat jamur dermatofit ini sesuai dengan lokasi yang diserang oleh jamur terseb dermatofitosis dapat menyerang seluruh bagian dari tubuh. (2) Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa , selain kul wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha. Manife infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jar hidup. Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alerg (3) Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada panas (tropis dan subtropis). Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat per hospes dan spesies dari jamur. Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. (3) Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah lipat pah dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Tinea kruri juga eczema marginatum, dhobie itch, ringworm of groin . Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur h kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering di lihat di Indonesia. (4) Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi mer berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama ant wanita. Tinea kruris dan korporis mengenai semua orang dari semua tingkatan usia geografi lebih sering pada daerah tropis daripada subtropis. Biasanya m

Transcript of Tinea Kruris Et Korporis

TINEA KRURIS ET KORPORIS

I. PENDAHULUAN Penyakit infeksi jamur pada kulit mempunyai prevalensi yang cukup tinggi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena negara Indonesia memiliki iklim tropis dan kelembaban yang tinggi.(1) Dermatofitosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur dermatofit. Golongan jamur dermatofit bersifat keratolitik yang artinya menyerang lapisan kulit yang mengandung keratin (zat tanduk) yaitu mulai dari stratum korneum sampai dengan stratum basalis, rambut dan kuku. Golongan Jamur dermatofit antara lain adalah Trichophyton, Epidermophyton dan Microsporum.(2) Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik (manusia), zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Dermatofit yang antropofilik paling sering sebagai sumber infeksi tinea, tetapi sumber yang zoofilik diidentifikasi (jika mungkin) untuk mencegah reinfeksi manusia.(3) Nama penyakit akibat jamur dermatofit ini sesuai dengan lokasi yang diserang oleh jamur tersebut. Penyakit dermatofitosis dapat menyerang seluruh bagian dari tubuh.(2) Tinea korporis adalah penyakit dermatofit pada kulit glabrosa , selain kulit kepala, wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha. Manifestasinya akibat infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup. Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi.(3) Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada iklim yang panas (tropis dan subtropis). Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur. Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis.(3) Tinea kruris adalah penyakit infeksi jamur dermatofita di daerah lipat paha, genitalia dan sekitar anus yang dapat meluas ke bokong dan perut bagian bawah. Tinea kruris disebut juga eczema marginatum, dhobie itch, ringworm of groin. Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Tinea kruris merupakan salah satu bentuk klinis yang sering di lihat di Indonesia.(4) Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama antara pria dan wanita. Tinea kruris dan korporis mengenai semua orang dari semua tingkatan usia. Secara geografi lebih sering pada daerah tropis daripada subtropis. Biasanya mudah terjadi pada1

lingkungan dan daerah yang kotor dan lembab. Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi.(3) Pada tinea korporis yang menahun, tanda radang mendadak biasanya tidak terlihat lagi. Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada sela paha, anogenital atau bahkan meluas ke daerah bokong. Dalam hal ini di sebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea kruris et korporis.(2) Berikut ini dilaporkan satu kasus pasien dengan diagnosa tinea kruris et korporis. Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher pada tanggal 10 Oktober 2011 dengan keluhan utama bercak-bercak merah yang gatal pada lengan kiri atas 3 bulan.

2

II. LAPORAN KASUS Seorang pasien Tn. NK, usia 22 tahun, jenis kelamin laki-laki, alamat Muara Sabak, pekerjaan sebagai staf honorer, status belum menikah, suku bangsa Jawa, datang ke Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi tanggal 10 Oktober 2011, dengan keluhan utama : bercak-bercak merah dan gatal pada lengan kiri atas sejak 3 hari. Dengan keluhan tambahan berupa bercak berwarna kehitaman bersisik dari paha kiri atas yang menyebar ke paha kanan, bokong, perut di bawah pusat hingga ke pinggang yang terasa gatal sejak 3 bulan, bercak kemerahan yang terasa gatal dan keropeng kehitaman pada pergelangan kaki kanan bagian dalam sejak 3 bulan. Kisaran 3 bulan yang lalu pasien mengatakan timbul bercak merah sebesar koin logam yang terasa gatal pada lipat paha kiri. Karena tidak dapat menahan gatalnya pasien menggaruknya. Semakin lama bercak kemerahan tersebut menghitam bersisik dan semakin melebar ke bokong, perut di bawah pusat hingga ke pinggang dan lipat paha kanan. Pasien mengatakan gatal terasa saat berkeringat. Untuk mengurangi keluhan awalnya pasien menggunakan salap new astar yang dibelinya sendiri di apotik, bercak kemerahan dan gatal berkurang sehingga pasien tidak menggunakan salap itu lagi. Pasien juga mengeluh terdapat bercak merah seperti di lipat paha kiri pada pergelangan kaki kanan yang terasa gatal sejak 3 bulan. Awal nya bercak merah sebesar koin logam, kemudian pasien menggaruknya sehingga bercak melebar, bersisik dan timbul bintil-bintil kemerahan pada tepi bercak. Karena garukan tersebut terdapat luka-luka kecil yang menghitam. Kisaran 3 hari yang lalu terdapat bercak merah pada lengan kiri atas yang timbul secara tiba-tiba dan terasa gatal. Karena gatal pasien menggaruknya sehingga bercak merah melebar dan timbul bintil-bintil kemerahan pada tepi bercak kemerahan tersebut. Lalu pada tanggal 10 Oktober 2011 pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi dengan keluhan ini. Pasien mandi sehari sebanyak dua kali sehari menggunakan air sumur dan sabun cair. Handuk digunakan sendiri dan dicuci tiga minggu sekali. Sebelumnya, kira-kira 1 tahun yang lalu pasien pernah mengalami penyakit seperti ini, yaitu bercak kemerahan yang yang gatal pada lipat paha. Untuk mengobatinya pasien menggunakan salap new astar dan sembuh. Keluarga pasien tidak ada yang menderita keluhan yang sama.

3

Dari pemeriksaan didapatkan keadaan umum baik, tampak sakit ringan, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 78x/menit, pernapasan 18x/menit, dan suhu afebris. Pada pemeriksaan fisik : Kepala, tidak terdapat konjungtiva anemis dan sclera ikterik. Pada leher tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Pada thoraks, bunyi jantung regular, murmur dan gallop tidak ditemukan, suara napas vesikuler, ronkhi dan wheezing tidak ditemukan. Pada abdomen datar, hepar dan lien tidak teraba, bising usus (+) normal. Ektremitas superior dan inferior tidak terdapat udem dan akral hangat. Pada pemeriksaan dermatologi didapatkan : a. Regio brachii sinistra Ruam primer berupa plak eritematosa numular, multipel, polisiklik dengan tepi yang aktif dan bagian tengah lebih tenang (central healing). Ditemukan papul eritematosa, multipel, milier, di tepi plak eritematosa. Skuama pitiriasiformis putih, multipel, diatas plak eritematosa. b. Regio hipogastrica dan regio gluteus dextra et sinistra Ditemukan plak eritematosa mengelilingi bokong, soliter, plakat, polisiklik dengan bagian tepi lebih aktif yang terdiri dari papul eritematosa, multipel, milier. Skuama pitiriasiformis putih, multiple di atas plak eritematosa. c. Regio inguinal dextra et sinistra Terdapat plak hiperpigmentasi, soliter, plakat, polisiklik. Skuama pitiriasiformis putih multiple di atas plak hiperpigmentasi. d. Regio ankle joint medialis dextra Terdapat ruam plak eritematosa, soliter, ukuran 10 x 10 cm polisiklik dengan bagian tepi lebih aktif dan bagian tengah lebih tenang (central healing) yang terdiri dari papul eritematosa, multipel, milier. Krusta hiperpigmentasi, multipel, milier di atas plak eritematosa. Skuama pitiriasiformis putih, multipel mengelilingi plak eritematosa.

4

Gambar 1

Gambar 2

Gambar 3

Gambar 4

Gambar 5

Dilakukan pemeriksaan penunjang mikologik kerokan kulit dengan KOH 10% didapat adanya hifa. Differensial diagnosis pada pasien ini yaitu : tinea kruris et korporis, dermatitis seboroik, pitiriasis rosea, kandidosis intertriginosa. Diagnosa kerja yaitu : tinea kruris et korporis.

5

Pada pasien ini diberikan pengobatan berupa pengobatan umum dan khusus. Secara umum menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat, dan selalu menjaga kebersihan tubuh serta pengobatan yang teratur sampai lesi benar-benar sembuh. Secara khusus terapi yang diberikan berupa sistemik dan topikal. Sistemik yang diberikan yaitu ketokonazol 1x200 mg pada pagi hari setelah makan selama 2 minggu dan loratadine 1x10 mg (bila gatal). Selain itu juga diberikan topikal yaitu mikonazol krim 2% 2x/hari selama 2 minggu. Prognosis kelainan kulit pada pasien ini adalah baik.

6

III. PEMBAHASAN Diagnosis tinea kruris et korporis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium. Pada kasus ini pasien mengeluh terdapat bercak-bercak merah dan gatal pada lengan kiri atas sejak 3 hari. Dengan keluhan tambahan berupa bercak berwarna kehitaman bersisik dari paha kiri atas yang menyebar ke paha kanan, bokong, perut di bawah pusat hingga ke pinggang yang terasa gatal sejak 3 bulan, bercak kemerahan yang terasa gatal dan keropeng kehitaman pada pergelangan kaki kanan sejak 3 bulan. Penyakit tinea korporis adalah dermatofitosis pada daerah kulit tak berambut pada wajah, badan, lengan dan tungkai. Sedangkan, tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genitor-krural saja, atau meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.(1,2) Perjalanan penyakitnya dari kecil hingga meluas ke pinggir dan tempat lain karena golongan jamur ini mempunyai sifat mencerna keratin. Pada pemeriksaan dermatologi didapatkan : a. Regio brachii sinistra Ruam primer berupa plak eritematosa numular, multipel, polisiklik dengan tepi yang aktif dan bagian tengah lebih tenang (central healing). Ditemukan papul eritematosa, multipel, milier, di tepi plak eritematosa. Skuama pitiriasiformis putih, multipel, diatas plak eritematosa. b. Regio hipogastrica dan regio gluteus dextra et sinistra Ditemukan plak eritematosa mengelilingi bokong, soliter, plakat, polisiklik dengan bagian tepi lebih aktif yang terdiri dari papul eritematosa, multipel, milier. Skuama pitiriasiformis putih, multiple di atas plak eritematosa. c. Regio inguinal dextra et sinistra Terdapat plak hiperpigmentasi, soliter, plakat, polisiklik. Skuama pitiriasiformis putih multiple di atas plak hiperpigmentasi. d. Regio ankle joint medialis dextra Terdapat ruam plak eritematosa, soliter, ukuran 10 x 10 cm polisiklik dengan bagian tepi lebih aktif dan bagian tengah lebih tenang (central healing) yang terdiri dari papul eritematosa, multipel, milier. Krusta hiperpigmentasi, multipel, milier di atas plak eritematosa. Skuama pitiriasiformis putih, multipel mengelilingi plak eritematosa.

7

Menurut kepustakaan, pada dermatofitosis kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atau lonjong, berbatas tegas terdiri atas eritema, skuama, kadang kadang dengan vesikel dan papul di tepi. Lesi dengan tepi aktif dengan penyembuhan sentral. Daerah tengahnya biasanya lebih tenang. Kadang kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi lesi pada umumnya merupakan bercak bercak terpisah satu dengan yang lain. Oleh karena gatal dan digaruk, maka lesi akan semakin meluas, terutama pada daerah kulit yang lembab. Sehingga kelainan kulit dapat pula terlihat sebagai lesi-lesi dengan pinggir yang polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu.(1) Teori ini sesuai dengan hasil yang ditemukan pada pasien ini. Pemeriksaan fisik diatas sesuai dengan kepustakaan mengenai tinea korporis et kruris. Hal ini dapat didiagnosis banding dengan Dermatitis seboroik. Menurut kepustakaan, predileksi dermatitis seboroik pada daerah yang banyak mengandung kelenjar palit, misalnya kulit kepala, dahi, leher, interskapula, lipatan nasolabial dan lipat paha atau lipatan kulit. Klinis dermatitis seboroik berupa eritema dan skuama berminyak kekuningan, batasnya kurang tegas.(1,5) Sedangkan pada pasien ini tidak ditemukan skuama berminyak kekuningan. Menurut kepustakaan, pitriasis rosea ialah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, ada yang mengemukakan bahwa penyebabnya virus, karena penyakit ini self limiting disease. Pitriasis rosea didapati pada semua umur, terutama antara 15-40 tahun, pada wanita dan pria sama banyaknya. Penyakit dimulai dengan lesi pertama (herald patch), umumnya di badan, solitar, berbentuk oval dan anular, diameter 3 cm. Ruam terdiri atas eritema dan skuama halus di pinggir. Lamanya beberapa hari hingga beberapa minggu. Lesi berikutnya timbul 4-10 hari setelah lesi pertama, memberi gambaran yang khas, sama dengan lesi pertama hanya lebih kecil, susunannya sejajar dengan kosta, hingga menyerupai pohon cemara terbalik.(1,6) Dengan begitu maka diagnosis pitriasis rosea tersingkir. Di dalam mendiagnosis tinea kruris kadang kita dibingungkan dengan kandidosis intertriginosa karena memiliki predileksi yang sama-sama terjadi didaerah lipatan paha dan memiliki bentuk klinis yang mirip yaitu bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosus. Yang menyebabkan pada penderita tidak dapat didiagnosis kandidosis intertriginosa, karena dari status dermatologinya kita tidak mendapatkan adanya lesi satelit, sedangkan untuk dapat mendiagnosis kandidosis intertriginosa paling tidak kita menemukan adanya lesi satelit, karena hal tersebut yang membedakan tinea kruris dengan kandidosis intertriginosa. Dimana lesi utama tersebut dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.(1)8

Pada pemeriksaan laboratoriumnya ditemukan adanya hifa, yang memastikan diagnosis penyakit adalah dermatofitosis yaitu tinea kruris et korporis. Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa. Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung organel eukariotik. Kebanyakan hifa dibatasi oleh dinding melintang atau septa. Septa mempunyai pori besar yang cukup untuk dilewati ribosom, mitokondria, dan kadangkala inti sel yang mengalir dari sel ke sel. Akan tetapi, adapula hifa yang tidak bersepta atau hifa senositik. Struktur hifa senositik dihasilkan oleh pembelahan inti sel berkali-kali yang tidak diikuti dengan pembelahan sitoplasma. Hifa pada jamur yang bersifat parasit biasanya mengalami modifikasi menjadi haustoria yang merupakan organ penyerap makanan dari substrat; haustoria dapat menembus jaringan substrat.(7) Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan

hifa bersepta / bersekat, hifa spiral, ditemukan makrokonidia berbentuk ganda berdinding tipis terdiri dari 6 12 sel, juga ditemukan yang bentuknya seperti tetes air. (8) mikrokonidia

Gambar Hifa yang membentuk miselium dan tubuh buah

9

Gambar Hifa bersekat dan tidak bersekat

Penatalaksanaan umum pada pasien adalah menghilangkan faktor predisposisi penting, misalnya mengusahakan daerah lesi selalu kering dan memakai baju yang menyerap keringat serta pengobatan yang teratur sampai lesi benar-benar sembuh.. Terapi khusus yang diberikan berupa anti jamur sistemik dan topikal. Anti jamur sistemik yang diberikan yaitu anti jamur golongan imidazol (ketokonazol 200 mg/hari) selama 2 minggu. Selain itu juga diberikan anti jamur topikal yaitu anti jamur golongan imidazol (mikonazol krim 2% 2x/hari) selama 2 minggu. Diberikan golongan imidazol untuk terapi sistemik maupun topikal karena umumnya berkhasiat fungistatik dan pada dosis tinggi bekerja fungisid terhadap fungi tertentu. Imidazol memiliki efektivitas klinis yang tinggi dengan angka kesembuhan berkisar 70-100%. Mikonazol berkhasiat fungisid kuat dengan spektrum kerja yang lebar sekali. Sedangkan ketokonazol adalah fungistatikum imidazol pertama yang digunakan per oral. Spektrum kerjanya mirip dengan mikonazol. Selain itu, golongan imidazol efektif untuk yang resisten terhadap griseofulvin terutama dengan penyakit yang menahun.(9) Pemberian antihistamin non sedatif loratadine tablet 1x10 mg disini bertujuan untuk efek anti gatalnya yang tidak menyebabkan kantuk.(10) Prognosis dari tinea kruris et korporis ini akan baik dengan tingkat kesembuhan 70100% setelah pengobatan dengan obat jamur golongan imidazol sistemik dan topikal secara teratur dan juga dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungannya.10

10

IV. KESIMPULAN Telah dilaporkan kasus tinea kruris et korporis. Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pengobatan diberikan secara sistemik dan topikal. Secara sistemik diberikan anti jamur dan antihistamin, sedangkan topikal diberikan anti jamur.

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda. A, Hamzah. M, Aisah. S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima, cetakan kelima, Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2010. 2. Jack L Lesher Jr, MD Chief, Professor. Tinea Corporis. Medical College of Georgia. Available at www.emedicine.com. 2009. 3. Siregar RS. Atlas berwarna. Saripati Penyakit Kulit. Edisi kedua. Jakarta EGC. 2002 4. Michael Wiederkehr, MD. Tinea Cruris. Livingston Dermatology Associates. Available at www.emedicine.com. 2009. 5. Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. Patofisiologi Edisi 6 Volume I. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC: 2006. 6. Pitriasis Rosea. Available at www.medicastore.com. 15 Oktober 2011. 7. Jamur. Available at http://www.adipedia.com/2011/04/ciri-ciri-umum-jamur-danklasifikasi.html. 15 Oktober 2011. 8. Sodikin. Dermatomikosis (Mikosis Superfisial). Available at

http://www.sodiycxacun.web.id/2010/05/dermatomikosis-mikosissuperfisial.html#axzz1aydb8MPK. 15 Oktober 2011. 9. Cholis, M. Penatalaksanaan Tinea Glabrosa dan Perkembangan Obat Anti Jamur Baru. Available at www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_130_kulit_dan_kelamin.pdf. 15 Oktober 2011. 10. Mansjoer, A, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ketiga. Jilid 2. Media Aesculapsius Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta. 2000.

12