Tindakan penyidikan pidana keimigrasian

46
i PENDIDIKAN DASAR KEIMIGRASIAN MODUL TEORI DAN PRAKTIK PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN Oleh. Muh. Khamdan

Transcript of Tindakan penyidikan pidana keimigrasian

1. i PENDIDIKAN DASAR KEIMIGRASIAN MODUL TEORI DAN PRAKTIK PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN Oleh. Muh. Khamdan 2. ii DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN. ................................................................................................. 1 A. Latar Belakang................................................................................................................ 1 B. Hasil Belajar .................................................................................................................. 2 C. Indikator Hasil Belajar ................................................................................................... 2 D. Petunjuk Belajar ............................................................................................................. 2 E. Materi Pokok .................................................................................................................. 3 F. Manfaat .......................................................................................................................... 3 BAB II HUKUM PIDANA DAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN ................... 4 A. Asas-Asas Hukum Pidana............................................................................................... 4 1. Pengertian Hukum Pidana .......................................................................................... 4 2. Asas-Asas Hukum Pidana .......................................................................................... 5 B. Hukum Acara Pidana...................................................................................................... 7 1. Asas-Asas Hukum Acara Pidana................................................................................ 8 2. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik ......................................................................... 13 C. Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Imigrasi........................................................ 16 D. Latihan ............................................................................................................................ 18 E. Rangkuman ..................................................................................................................... 18 BAB III TINDAK PIDANA IMIGRASI DAN UNSUR-UNSURNYA......................... 19 A. Unsur-Unsur Tindak Pidana Imigrasi............................................................................. 19 B. Jenis dan Ancaman Tindak Pidana Imigrasi................................................................... 20 D. Latihan ............................................................................................................................ 23 E. Rangkuman ..................................................................................................................... 23 BAB IV TINDAK PIDANA IMIGRASI DAN IMPLEMENTASINYA ...................... 24 A. Ketentuan Pidana Keimigrasian...................................................................................... 24 B. Prosedur Tindak Pidana Keimigrasian ........................................................................... 29 C. Format Administrasi Tindak Pidana Keimigrasian ........................................................ 31 1. Laporan Kejadian ....................................................................................................... 31 2. Perintah Tugas............................................................................................................ 32 3. Perintah Penyidikan.................................................................................................... 33 4. Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ..................................................................... 34 3. iii 5. Panggilan Saksi .......................................................................................................... 35 6. Perintah Penangkapan................................................................................................. 36 7. Berita Acara Penangkapan.......................................................................................... 37 8. Perintah Penahanan..................................................................................................... 38 9. Berita Acara Penahanan.............................................................................................. 39 10. Penitipan Tahanan Tersangka................................................................................... 40 D. Latihan ............................................................................................................................ 41 E. Rangkuman ..................................................................................................................... 41 BAB V PENUTUP ............................................................................................................. 42 A. Simpulan ........................................................................................................................ 42 Daftar Pustaka 4. 1 BAB I PENDAHULUAN Selamat Datang! Dalam Pendidikan Dasar Keimigrasian, mata Diklat Tindakan Penyidikan Pidana Keimigrasian. Pasti Anda pernah mendengar tindakan pidana apa yang dilakukan dalam bidang keimigrasian? Coba simak baik-baik penjelasan di bawah ini secara cermat. A. Latar Belakang Keimigrasian adalah hal ihwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di Indonesia. Dengan demikian, imigrasi di samping termasuk salah satu instansi pemerintah yang salah satu kegiatannya melayani administrasi keimigrasian masyarakat, juga sebagai instansi pengawas terhadap segala keberadaan dan kegiatan orang asing. Terhadap orang asing pelayanan dan pengawasan di bidang keimigrasian dilaksanakan berdasarkan prinsip selektif (selective policy). Berdasarkan prinsip ini maka orang asing yang dapat diberikan ijin masuk ke Indonesia hanyalah orang asing yang memiliki manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tidak membahayakan keamanan dan ketertiban, serta tidak bermusuhan dengan rakyat dan pemerintah. Untuk mewujudkan prinsip selektif (selective policy) diperlukan kegiatan pengawasan terhadap orang asing, pengawasan ini tidak hanya pada saat orang asing masuk ke wilayah Indonesia, tetapi juga selama orang asing tersebut berada di wilayah Indonesia termasuk kegiatan-kegiatannya. Hal tersebut terkait adanya orang asing yang keberadaanya merugikan kepentingan bangsa dan negara seperti kasus-kasus penyalahgunaan ijin tinggal, tinggal di Indonesia melebihi jangka waktu yang ditentukan, imigran tanpa berkas administratif yang resmi, dan sebagainya. Tindakan dari pelaksanaan peran keimigrasian terhadap warga negara Indonesia serta orang asing yang tidak mentaati peraturan keimigrasian yang berlaku di Indonesia, ada dua macam, yaitu tindakan administratif keimigrasian dan tindakan pidana keimigrasian. Oleh karena itu penting untuk mengetahui batas yang jelas apabila timbul suatu kasus keimigrasian dan harus diputuskan menggunakan tindakan administratif keimigrasian atau tindakan pidana keimigrasian, karena adanya prosedur, waktu, dan cara pembuktian yang berbeda. Tindakan administratif keimigrasian sering digunakan untuk orang asing yang melanggar peraturan di Indonesia, sebab jika digunakan tindakan pidana keimigrasian yang 5. 2 salah satu tahapannya harus dimulai dengan penyidikan maka orang asing tersebut harus tetap tinggal di wilayah Indonesia dan hal ini tentu menimbulkan beban tersendiri bagi negara Indonesia. Pada sisi lain, ada kemungkinan orang asing tersebut sengaja berusaha lebih lama tinggal di Indonesia dengan cara mengajukan banding atau kasasi sampai orang asing tersebut selesai menjalani hukuman, sehingga menguntungkan orang asing tersebut meskipun ijin tinggal bahkan paspornya sudah tidak berlaku lagi. Sedangkan penegakan hukum pidana keimigrasian adalah penegakan hukum melalui proses penyidikan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian yang dilaksanakan sesuai asas dan kaedah hukum acara pidana. Oleh karenanya, tindakan pidana keimigrasian terhadap orang asing yang sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian ijin keimigrasian yang diberikan kepadanya, dapat dipidana dengan pidana penjara atau denda. Untuk menjamin penyelesaian yang seadil-adilnya terhadap benturan antara kepentingan yang berbeda dalam hukum keimigrasian, saluran hukum merupakan salah satu jalan yang terbaik dan sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam falsafah negara Indonesia. Pancasila telah meletakkan pondasi antara hak dan kewajiban asasi warga masyarakat yang harus dijalankan dalam prinsip keserasian, keseimbangan, dan keselarasan. B. Hasil Belajar Setelah mempelajari tentang mata Diklat Teori dan Praktik Tindakan Penyidikan Pidana Keimigrasian ini, peserta Diklat diharapkan mampu melakukan teknik tindakan penyidikan pidana keimigrasian. C. Indikator Hasil Belajar Setelah mempelajari Mata Diklat Teori dan Praktik Tindakan Penyidikan Pidana Keimigrasian ini, peserta diharapkan dapat: 1. Menjelaskan pengertian hukum pidana dan tindak pidana keimigrasian 2. Memahami tindak pidana imigrasi dan unsur-unsurnya 3. Memahami tindak pidana imigrasi dan implementasinya D. Petunjuk Belajar Anda sebagai pembelajar, dan agar dalam proses pembelajaran mata Diklat Teori dan Praktik Tindakan Penyidikan Pidana Keimigrasian dapat berjalan lebih lancar, dan indikator hasil belajar tercapai secara baik, Anda kami sarankan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 6. 3 1. Bacalah secara cermat, dan pahami indikator hasil belajar atau tujuan pembelajaran yang tertulis pada setiap awal bab, karena indikator belajar memberikan tujuan dan arah. Indikator belajar menetapkan apa yang harus Anda capai. 2. Pelajari setiap bab secara berurutan, mulai dari Bab I Pendahuluan sampai dengan Bab IV. 3. Laksanakan secara sungguh-sungguh dan tuntas setiap tugas pada setiap akhir bab. 4. Keberhasilan proses pembelajaran dalam mata Diklat ini tergantung pada kesungguhan Anda. Untuk itu, belajarlah baik secara mandiri maupun berkelompok secara seksama. Untuk belajar mandiri, Anda dapat melakukan seorang diri, berdua atau berkelompok dengan lain sedang mempelajari bagaimana membuat berita acara yang baik dan benar. 5. Anda disarankan mempelajari bahan-bahan dari sumber lain, seperti yang tertera pada Daftar Pustaka pada akhir modul ini, dan jangan segan-segan bertanya kepada siapa saja yang mempunyai kompetensi dalam penyusunan laporan. Baiklah, selamat belajar!, semoga Anda sukses menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang diuraikan dalam mata Diklat ini dalam upaya melakukan Tindakan Penyidikan Pidana Keimigrasian secara baik. E. Materi Pokok Materi pokok yang dibahas dalam modul ini adalah: 1. Pengertian tindak pidana keimigrasian 2. Ancaman tindak pidana keimigrasian 3. Ketentuan tindak pidana keimigrasian 4. Penerapan perkara ketentuan pidana keimigrasian 5. Prosedur tindak pidana keimigrasian 6. Hambatan proses pro-justitis keimigrasian F. Manfaat Manfaat yang dapat diperoleh dengan mempelajari modul ini adalah: 1. Peserta diklat dapat lebih memahami pengertian tindak pidana keimigrasian 2. Peserta diklat dapat lebih memahami ancaman tindak pidana keimigrasian 3. Peserta diklat dapat lebih memahami ketentuan tindak pidana keimigrasian 4. Peserta diklat dapat lebih memahami penerapan ketentuan pidana keimigrasian 5. Peserta diklat dapat lebih memahami prosedur tindak pidana keimigrasian 6. Peserta diklat dapat lebih memahami hambatan proses pro-justitis keimigrasian 7. 4 BAB II HUKUM PIDANA DAN TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN A. Asas-Asas Hukum Pidana 1. Pengertian Hukum Pidana Hukum pidana adalah hukum yang mengatur pelanggaran terhadap undang-undang, pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum dan barang siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana akan diancam dengan sanksi pidana tertentu. Adakalanya hukum pidana bermakna sebagai hukum pidana materiil (substantive criminal law), yaitu aturan hukum yang berisi ketentuan mengenai perbuatan yang dinyatakan terlarang, hal-hal atau syarat-syarat yang menjadikan seseorang dapat dikenai tindakan hukum tertentu berupa pidana atau tindakan karena telah melakukan perbuatan yang dilarang itu, dan berisi ketentuan mengenai sanksi hukum berupa ancaman pidana baik sanksi pidana maupun sanksi tindakan. Dalam teori hukum pidana, hal itu disebut dengan perbuatan pidana (criminal act), pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility), dan pidana atau tindakan (punishment atau treatment). Istilah hukum pidana juga bermakna sebagai hukum pidana formal (law of criminal procedure), yaitu aturan hukum yang berisi ketentuan mengenai tata cara atau prosedur penjatuhan sanksi pidana atau tindakan bagi seseorang yang diduga telah melanggar aturan dalam hukum pidana materiil. Pengertian inilah yang biasa disebut dengan hukum acara pidana. Hukum pidana juga diartikan sebagai hukum pelaksanaan pidana (law of criminal execution), yaitu aturan hukum yang berisi ketentuan mengenai bagaimana suatu sanksi pidana yang telah dijatuhkan terhadap seorang pelanggar hukum pidana materiil itu harus dilaksanakan. Hukum pidana juga sering dikonsepsikan sebagai hukum publik, yang sebenarnya hanya warisan dari ilmu hukum Romawi dan tidak dikenal dalam ilmu hukum Eropa Barat. Oleh karenanya, pembagian antara hukum publik dan hukum privat merupakan sekadar tradisi dan tidak lagi sesuai dengan keadaan yang sesuangguhnya. Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan pengertian hukum pidana, tindak pidana keimigrasian, asas-asas hukum pidana, hukum acara pidana, dan tindak pidana umum dengan tindak pidana imigrasi 8. 5 2. Asas-Asas Hukum Pidana Asas-asas hukum pidana dapat dibedakan berdasarkan tempat dan waktu. Dalam sisi tempat, maka dapat berupa asas teritorial, asas personal (nasional aktif), asas perlindungan (nasional pasif), dan asas universal. Sedangkan asas berdasarkan waktu dapat berupa asas legalitas, asas transitoir, dan asas retroaktif. Tabel Asas-Asas Hukum Pidana Penggolongan Asas Berdasarkan Keterangan Tempat asas teritorial Tindak pidana di Indonesia asas personal Tindak pidana di luar Indonesia, tapi pelakunya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia asas perlindungan tindakan-tindakan yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional indonesia yang karenanya harus dilindungi asas universal hukum pidana berlaku umum, melampaui batas ruang wilayah dan orang, yang melindungi kepentingan dunia Waktu asas legalitas perbuatan dapat di pidana, kecuali atas aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan asas transitoir berlakunya suatu aturan hukum pidana dalam hal terjadi atau ada perubahan undang-undang asas retroaktif hukum yang baru dibuat dapat diberlakukan untuk perbuatan pidana yang terjadi pada masa lalu a. Asas Teritorial Asas ini diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu dalam pasal 2 KUHP yang menyatakan: Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu tindak pidana di Indonesia. Perluasan dari Asas Teritorialitas diatur dalam pasal 3 KUHP yang menyatakan bahwaKetentuan pidana perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalan kendaraan air atau pesawat udara Indonesia. Tujuan dari pasal ini adalah supaya perbuatan pidana yang terjadi di dalam kapal atau pesawat terbang yang berada di perairan bebas atau berada di wilayah udara bebas, tidak termasuk wilayah territorial suatu negara, sehingga ada yang mengadili apabila terjadi suatu perbuatan pidana. 9. 6 b. Asas Personal (Nasional aktif) Apabila warganegara Indonesia melakukan kejahatan meskipun terjadi di luar Indonesia, pelakunya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia, yaitu jika pelaku kejahatan yang hanya dapat dikenakan hukum pidana Indonesia. Sedangkan perbuatan pidana yang dilakukan warganegara Indonesia di negara asing yang telah menghapus hukuman mati, maka hukuman mati tidak dapat dikenakan pada pelaku kejahatan itu, hal ini diatur dalam pasal 6 KUHP. c. Asas Perlindungan (Nasional Pasif) Titik pemikiran dari asas perlindungan adalah bahwa setiap negara yang berdaulat wajib melindungi kepentingan hukumnya atau kepentingan nasionalnya. Ciri utamanya adalah subjeknya berupa setiap orang tidak terbatas pada warga negara saja, selain itu tidak tergantung pada tempat, ia merupakan tindakan-tindakan yang dirasakan sangat merugikan kepentingan nasional Indonesia yang karenanya harus dilindungi. Kepentingan nasional tersebut ialah: 1. Keselamatan kepala/wakil Negara RI, keutuhan dan keamanan negara, serta pemerintah yang sah, keamanan penyerahan barang, angkatan perang RI pada waktu perang, dan keamanan martabat kepala negara RI 2. Keamanan ideologi negara, pancasila, dan haluan negara 3. Keamanan perekonomian 4. Keamanan uang negara, nilai-nilai dari surat-surat yang dikeluarkan RI 5. Keamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan d. Asas Universal Asas universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan pidana dapat dituntut undang-undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah negara untuk kepentingan hukum bagi seluruh dunia. Asas ini melihat hukum pidana berlaku umum, melampaui batas ruang wilayah dan orang, sehingga yang dilindungi ialah kepentingan dunia. Jenis kejahatan yang dicantumkan pidana menurut asas ini sangat berbahaya tidak hanya dilihat dari kepentingan Indonesia tetapi juga kepentingan dunia. e. Asas Legalitas Secara hukum, asas legaliatas terdapat di pasal 1 ayat (1) KUHP: Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang- undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan 10. 7 Dalam bahasa Latin: Nullum delictum nulla poena sine praevia legi poenali, yang dapat diartikan harfiah dalam bahasa Indonesia dengan: Tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana yang mendahuluinya. Sering juga dipakai istilah Latin: Nullum crimen sine lege stricta, yang dapat diartikan dengan: Tidak ada delik tanpa ketentuan yang tegas. Asas legalitas itu mengandung tiga pengertian: 1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. 2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (qiyas). 3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut. f. Asas transitoir Adalah asas yang menentukan berlakunya suatu aturan hukum pidana dalam hal terjadi atau ada perubahan undang-undang g. Asas retroaktif Asas retroaktif ialah suatu asas hukum dapat diberlakukan surut. Artinya hukum yang baru dibuat dapat diberlakukan untuk perbuatan pidana yang terjadi pada masa lalu sepanjang hukum tersebut mengatur perbuatan tersebut, misalnya pada pelanggaran HAM berat. B. Hukum Acara Pidana Hukum Acara Pidana memiliki ruang lingkup, yaitu mulai pada mencari kebenaran, penyelidikan, penyidikan, dan proses pelaksanaan putusan pengadilan (eksekusi) oleh Jaksa. Dengan telah dibentuknya KUHAP, maka diadakan kodifikasi dan unifikasi yang lengkap dalam arti meliputi seluruh proses pidana dari awal mencari kebenaran sampai pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, bahkan sampai kepada peninjauan kembali (herziening). Selain itu juga terdapat hal-hal yang perlu disesuaikan dengan perkembangan zaman, misalnya dalam hal pembuktian. Hukum acara pidana adalah suatu rangkaian peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa yaitu kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan menegakkan hukum pidana. Undang-undang Hukum Acara Pidana disusun dengan didasarkan pada falsafah dan pandangan hidup bangsa dan dasar negara, dimana penghormatan atas hukum menjadi sandaran dalam upaya perlindungan terhadap setiap warga negaranya. Sejalan dengan 11. 8 perkembangan pandangan bangsa ini terhadap hak asasi manusia maka materi pasal dan ayat harus mencerminkan adanya perlindungan, pemenuhan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Hal ini tergambar dari sejumlah hak asasi manusia yang terdapat dalam KUHAP yang pada dasarnya juga diatur dalam dua aturan perundang-undangan lainnya yaitu UU No. 4 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan Undang-undang No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 1. Asas-Asas Hukum Acara Pidana Asas-asas hukum acara pidana merupakan panduan penting dalam pelaksanaan berjalannya sistem peradilan pidana. Karenanya dengan asas-asas ini mekanisme pengawasan dan evaluasi terhadap berjalannya sistem ini dapat berjalan. a. Asas Legalitas KUHAP sebagai Hukum Acara Pidana adalah undang-undang yang asas hukumnya berlandaskan asas legalitas. Pelaksanaan penerapannya harus bersumber pada titik tolak the rule of law yang berarti semua tindakan penegakan hukum harus berdasarkan ketentuan hukum dan undang-undang serta menempatkan kepentingan hukum dan perundang-undangan di atas segala-galanya sehingga terwujud kehidupan masyarakat di bawah supremasi hukum (supremacy of law) yang harus selaras dengan ketentuan perundang-undangan dan perasaan keadilan bangsa Indonesia. Dengan demikian, setiap tindakan penegakan hukum harus tunduk di bawah ketentuan konstitusi undang-undang yang hidup di tengah kesadaran hukum masyarakat. Sebagai konsekuensi dari asas legalitas yang berlandaskan the rule of law dan supremasi hukum (supremacy of law), maka aparat penegak hukum dilarang atau tidak dibenarkan bertindak di luar ketentuan hukum (undue to law) maupun undue process, dan bertindak sewenang-wenang (abuse of law). Demikian juga setiap orang baik tersangka atau terdakwa mempunyai kedudukan yang sama sederajat di hadapan hukum atau equality before the law, mempunyai kedudukan perlindungan yang sama oleh hukum atau equal protection the law, dan mendapat perlakuan keadilan yang sama di bawah hukum, equal justice under the law. Sebagai pengecualian dari asas legalitas adalah asas opportunitas yang berarti meskipun seorang tersangka telah bersalah menurut pemeriksaan dan penyidikan dan kemungkinan dapat dijatuhkan hukuman, namun hasil pemeriksaan tersebut tidak dilimpahkan ke sidang pengadilan oleh penuntut umum atau dengan kata lain bahwa jaksa penuntut umum dapat mendeponir suatu perkara atas dasar pertimbangan demi kepentingan umum. 12. 9 Jika kita telusuri ketentuan-ketentuan yang ada dalam KUHAP, ternyata asas opportunitas tidak lagi berlaku efektif karena sebagaimana yang diatur dalam pasal 140 ayat (2) huruf (a) dihubungkan dengan pasal 14 KUHAP, yang menentukan semua perkara yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum, penuntut umum harus menuntutnya di muka pengadilan, kecuali terdapat cukup bukti bahwa peristiwa tersebut bukan tindak pidana atau perkaranya ditutup demi hukum. Sedangkan pasal 14 huruf (h) KUHAP hanya memberi wewenang kepada penuntut umum untuk menutup perkara demi kepentingan hukum. Dengan demikian, jaksa penuntut umum tidak mendeponir suatu perkara demi kepentingan umum. Namun demikian, pasal 32 huruf (c) Undang-Undang Kejaksaan RI Nomor 5 Tahun 1991 menentukan bahwa kejaksaan masih berwenang melakukan deponiring dan hal sedemikian itu masih juga dipertegas oleh Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang menentukan bahwa KUHAP mengakui eksistensi perwujudan asas opportunitas. Berdasarkan kenyataan ini, ada dualistis mengenai pelaksanaan asas opportunitas dalam KUHAP yaitu suatu sisi mengakui asas legalitas dan di sisi lain asas legalitas telah dikebiri oleh kenyataan dengan adanya pengakuan KUHAP terhadap eksistensi asas opportunitas. Keadaan ini akan membawa kesesatan dalam pelaksanaan KUHAP itu sendiri dan ada kemungkinan dalam praktek dengan alasan mempergunakan kepentingan umum sebagai kedok untuk mengenyampingkan suatu perkara. Terlebih lagi kepentingan umum sangat abstrak, kabur dan mengambang karena baik KUHAP maupun Undang- Undang Kejaksaan tidak ada merumuskannya secara tegas dan jelas tentang apa yang dimaksud dengan kepentingan umum. Akibatnya, dalam praktek penegakan hukum bisa terjadi nepotisme atau koncoisme dengan dalih demi kepentingan umum. b. Asas Keseimbangan (Balance) Aparat penegak hukum dalam melaksanakan fungsi dan wewenang penegakan hukum tidak boleh berorientasi pada kekuasaan semata-mata. Pelaksanaan KUHAP harus berdasarkan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat. Hal ini berarti bahwa aparat penegak hukum harus menempatkan diri pada keseimbangan yang serasi antara orientasi penegakan hukum dan perlindungan ketertiban masyarakat dengan kepentingan dan perlindungan hak-hak asasi manusia. Aparat penegak hukum dalam melakukan penegakan hukum harus menghindari perbuatan melawan hukum yang melanggar hak-hak asasi manusia dan setiap saat harus sadar dan berkewajiban untuk mempertahankan kepentingan masyarakat sejalan dengan 13. 10 tugas dan kewajiban menjunjung tinggi martabat manusia (human dignity) dan perlindungan individu (individual protection). c. Asas Praduga Tak Bersalah (Presumption of Innocence) Dalam penjelasan umum butir 3 huruf (c) KUHAP ditegaskan bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Asas praduga tak bersalah tersebut sebelumnya juga diatur dalam pasal 8 Undang-Undang Pokok Kehakiman Nomor: 14 Tahun 1970. Asas praduga tak bersalah ini jika ditinjau dari segi teknis juridis ataupun dari segi teknis penyidikan merupakan penerapan acquisitoir yaitu yang menempatkan kedudukan tersangka atau terdakwa dalam semua tingkat pemeriksaan adalah sebagai subyek bukan sebagai obyek pemeriksaan. Tersangka/terdakwa harus didudukkan dan diperlakukan dalam kedudukan manusia yang mempunyai harkat, martabat dan harga diri. Sedangkan obyek pemeriksaan dalam asas acquisitoir adalah kesalahan atau perbuatan pidana yang dilakukan oleh tersangka/terdakwa, maka ke arah itulah pemeriksaan harus ditujukan. Sebagai lawan atau pengecualian dari asas acquisitoir adalah asas inquisitoir yang menempatkan tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan sebagai obyek yang dapat diperlakukan secara sewenang-wenang. Sistem pemeriksaan seperti ini tidak dibenarkan dalam KUHAP karena tersangka/terdakwa tidak diberikan kesempatan secara wajar untuk mempertahankan hak dan kebenarannya. Mereka diperlakukan seolah-olah telah bersalah dan tersangka/terdakwa diperlakukan sebagai obyek tanpa memperdulikan hak- hak asasi manusia dan haknya untuk membela martabat serta kebenaran yang dimilikinya. Sebagai jaminan ditegakkan asas praduga tak bersalah dalam KUHAP, maka KUHAP telah memberikan jaminan yang tegas mengatur tentang hak-hak tersangka yaitu antara lain: 1. Pasal 50 ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa: Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan ke penuntut umum. 2. Pasal 50 ayat (2) KUHAP menegaskan bahwa: Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum dan Pasal 50 ayat (3) KUHAP menegaskan bahwa: Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan. 14. 11 3. Pasal 51 ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa: Tersangka berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang disangkakan kepadanya pada waktu pemeriksaan dimulai. 4. Pasal 51 ayat (2) KUHAP menegaskan bahwa: Terdakwa berhak untuk diberitahukan dengan jelas dalam bahasa yang dimengerti olehnya tentang apa yang didakwakan kepadanya. 5. Pasal 52 KUHAP menegaskan bahwa: Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka/terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim. 6. Pasal 53 ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa: Jika terdakwa atau saksi tidak paham bahasa Indonesia, hakim atau ketua sidang menunjuk seorang juru bahasa yang bersumpah atau berjanji akan menterjemahkan dengan benar semua yang harus diterjemahkan. 7. Pasal 54 KUHAP menegaskan bahwa: Guna kepentingan pembelaan, tersangka/terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tatacara yang ditentukan dalam undang-undang ini. 8. Pasal 55 KUHAP menegaskan bahwa: Untuk mendapatkan penasihat hukum tersebut dalam pasal 54, tersangka/terdakwa berhak memilih sendiri penasihat hukumnya. 9. Pasal 56 ayat (2) KUHAP menegaskan bahwa: Setiap penasihat hukum yang ditunjuk memberikan bantuannya dengan cuma-cuma. 10. Pasal 58 KUHAP menegaskan bahwa: Tersangka/terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadinya untuk kepentingan kesehatan baik yang ada hubungannya dengan pross perkara maupun tidak. 11. Pasal 59 KUHAP menegaskan bahwa: Tersangka/terdakwa yang dikenakan penahanan berhak diberitahukan tentang penahanan atas dirinya oleh pejabat yang berwenang, pada semua tingkat pemeriksaan dalm proses peradilan, kepada keluarganya atau orang lain yang serumah dengan tersangka/terdakwa ataupun orang lain yang bantuannya dibutuhkan oleh tersangka/terdakwa untuk mndapatkan bantuan hukum atau jaminan bagi penangguhannya. 12. Pasal 60 KUHAP menegaskan bahwa: Tersangka/terdakwa berhak menghubungi dan menerima kunjungan dari pihak yang mempunyai hubungan kekeluargaan atau 15. 12 lainnya dengan tersangka/terdakwa guna mendapatkan jaminan bagi penangguhan penahanan ataupun usaha mendapatkan bantuan hukum. 13. Pasal 61 KUHAP menegaskan bahwa: Tersangka/terdakwa berhak secara langsung atau dengan perantaraan penasihat hukumnya menghubungi atau menerima kunjungan sanak keluarganya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan perkara tersangka/terdakwa untuk kepentingan pekerjaan atau untuk kepentingan kekeluargaan. 14. Pasal 62 ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa: Tersangka/terdakwa berhak mengirimkan surat kepada penasihat hukumnya, dan menerima surat dari penasihat hukumnya dan sanak keluarga setiap kali yang diperlukan olehnya, untuk keperluan itu bagi tersangka/terdakwa disediakan alat tulis menulis. 15. Pasal 62 ayat (2) KUHAP menegaskan bahwa: Surat menyurat antara tersangka/terdakwa dengan penasihat hukumnya atau sanak keluarganya tidak diperiksa oleh penyidik, penuntut umum, hakim atau pejabat rumah tahanan negara kecuali jika terdapat cukup alasan untuk diduga bahwa surat menyurat itu disalahgunakan. 16. Pasal 64 KUHAP menegaskan bahwa: Terdakwa berhak untuk diadili di sidang pengadilan yang terbuka untuk umum. 17. Pasal 65 KUHAP menegaskan bahwa: Tersangka/terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. 18. Pasal 66 KUHAP menegaskan bahwa: Tersangka/terdakwa dibebani kewajiban pembuktian. 19. Pasal 68 KUHAP menegaskan bahwa: Tersangka/terdakwa berhak menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi. d. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi (Compensatory and Rehabilitate) Dalam pasal 95 sampai dengan pasal 97 KUHAP, sudah ada pedoman tata cara penuntutan ganti rugi dan rehabilitasi, yaitu alasan yang dapat dijadikan dasar tuntutan ganti rugi dan rehabilitasi disebabkan penangkapan atau penahanan antara lain: 1) Penangkapan atau penahanan secara melawan hukum. 2) Penangkapan atau penahanan tidak berdasarkan Undang-Undang. 3) Penangkapan atau penahanan untuk tujuan kepentingan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum 16. 13 4) Apabila penangkapan atau penahanan tidak mengenai orangnya (disqualification in person) artinya orang yang ditangkap atau ditahan terdapat kekeliruan, dan yang bersangkutan sudah menjelaskan bahwa orang yang ditangkap atau ditahan bukan dia, namun demikian tetap juga ditangkap atau ditahan dan kemudian benar-benar ternyata ada kekeliruan penangkapan atau penahanan itu. e. Ganti Rugi Akibat Penggeledahan dan Penyitaan Hal ini dapat terjadi karena tindakan memasuki rumah secara tidak sah menurut hukum atau perintah atau surat izin dari Ketua Pengadilan. Tuntutan ganti rugi dapat diajukan ke sidang pengadilan dalam hal perkaranya belum/tidak diajukan ke pengadilan, tetapi apabila perkaranya telah diajukan ke pengadilan, tuntutan ganti rugi diajukan ke pengadilan. f. Azas Penggabungan Pidana Dengan Ganti Rugi Azas penggabungan perkara pidana dengan ganti rugi yang bercorak perdata merupakan hal baru dalam praktek penegakan hukum di Indonesia. KUHAP memberi prosedur hukum bagi seorang korban tindak pidana untuk menggugat ganti rugi yang bercorak perdata terhadap terdakwa bersamaan dengan pemeriksaan perkara pidana yang sedang berlangsung, namun: 1) Terbatas kerugian yang dialami korban sebagai akibat langsung dari tindakan terdakwa. 2) Jumlah besarnya ganti rugi yang dapat diminta hanya terbatas sebesar kerugian materiil korban (pasal 98 KUHAP). 3) Penggabungan perkara pidana dan gugatan ganti rugi yang bersifat perdata diajukan korban sampai proses perkara pidana belum memasuki taraf penuntut umum memajukan rekuisitur atau tuntutan pidana. 4) Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan dilakukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan. 5) Putusan mengenai ganti rugi dengan sendirinya mendapat kekuatan hukum yang tetap apabila putusan pidananya juga mendapat kekuatan hukum yang tetap. 2. Hukum Acara Pidana Dalam Praktik Prosedur hukum acara pidana dalam KUHAP, setidaknya terkait atas proses pemanggilan, proses pemeriksaan, bantuan hukum, dan persidangan. a. Surat Panggilan Untuk melakukan pemeriksaan dalam tindak pidana, penyidik mempunyai wewenang melakukan pemanggilan terhadap: 17. 14 a) tersangka, yang karena perbuatannya atau keadaanya berdasarkan bukti permulaaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana b) saksi yang dianggap perlu untuk diperiksa guna mendapatkan keterangan lebih lanjut c) pemanggilan seorang ahli yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang sesuatu perkara pidana yang sedang diperiksa. Agar panggilan yang dilakukan oleh setiap aparat penegak hukum dapat dianggap sah dan sempurna, maka harus dipenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan undang-undang. Dalam pemanggilan pada tingkat pemeriksaan di penyidikan, yang diatur dalam pasal 112, 119 dan 227 KUHAP. Adapun bentuk dan cara pemangggilan berbentuk surat maka perlu memuat alasan pemanggilan secara jelas beserta statusnya, serta ditandatangani oleh pejabat penyidik (pasal 112 ayat 1). Demikian pula perlu memperhatikan tenggang waktu yang wajar dan layak dengan selambat-lambatnya surat pemanggilan sudah diberikan tiga (3) hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan dalam surat panggilan (penjelasan pasal 152 ayat 2 dan pasal 227 ayat 1 KUHAP). Hal tersebut perlu menjadi perhatian karena jika tenggang waktu tidak memenuhi pasal 227 ayat 1 KUHAP maka surat panggilan tidak memenuhi syarat untuk dianggap sah. Sehingga orang yang dipanggil dapat memilih apakah akan tetap hadir memenuhi panggilan ataukah tidak akan hadir. b. Bantuan Hukum. Sebelum memulai pemeriksaan, penyidik wajib memberitahukan kepada tersangka tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau tersangka wajib didampingi oleh penasehat hukumnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 KUHAP. Dalam hal ini terdapat 2 (dua) sisi tampilnya penasehat hukum mendampingi seorang tersangka, yaitu : a) Bantuan hukum dari tersangka dengan mencari sendiri penasehat hukum b) Pemberian bantuan hukum, bukan semata-mata hak dari tersangka akan tetapi sebagai kewajibandari penyidik untuk memberikan bantuan Kedudukan dan kehadiran penasehat hukum dalam mengikuti jalannya pemeriksaan penyidikan adalah secara fasif atau sekadar sebagai penonton dengan mengajukan surat kuasa. c. Surat Kuasa Khusus. Dalam mendampingi tersangka diperiksa oleh penyidikan, maka kehadiran penasehat hukum untuk bertindak haruslah berdasarkan dengan terlebih dahulu adanya surat kuasa atau penunjukan dari tersangka dimaksud. 18. 15 d. Berita Acara Pemeriksaan Saksi-Tersangka Adapun cara pemeriksaan terhadap tersangka di muka penyidik, antara lain: 1. Jawaban atau keterangan yang diberikan tersangka kepada penyidik, diberikan tanpa tekanan dari siapapun juga dan dengan bentuk apapun juga. 2. Penyidik mencatat dengan seteliti-telitinya keterangan tersangka, yang selanjutnya: - Dicatat dalam berita acara pemeriksaan (BAP) oleh penyidik - Setelah selesai, ditanyakan atau diminta persetujuan dari tersangka tentang kebenaran isi berita acara tersebut. Persetujuan ini bisa dengan jalan membacakan isi berita acara, atau menyuruh bacakan sendiri berita acara pemeriksaan kepada tersangka. - Apabila tersangka telah menyetujui isi keterangan yang tertera dalam berita acara, tersangka dan penyidik masing-masing membubuhkan tanda tangan dalam berita acara. - Apabila tersangka tidak mau membubuhkan tanda tangannya dalam berita acara pemeriksaan, penyidik membaut catatan berupa penjelasan atau keterangan tentang hal itu, serta menyebut alasan tersangka tidak mau menandatanganinya. Berita acara harus dibuat untuk setiap tindakan dan harus memenuhi syarat-syarat yang ditentukan undang-undang untuk itu. Tindakan tersebut adalah: a) Pemeriksaan tersangka b) Penangkapan, penahanan c) Penggeledahan, pemasukan rumah d) Penyitaan benda e) Pemeriksaan surat f) Pemeriksaan saksi g) Pemeriksaan di tempat kejadian h) Pelaksanaan penetapan dan lain tindakan yang secara khusus ditentukan oleh undang-undang e. Pencabutan Keterangan BAP Dalam persidangan di pengadilan, suatu keterangan yang diberikan dalam BAP penyidikan dapat juga dicabut oleh terdakwa. Keterangan terdakwa dalam BAP kepolisian misalnya, yang ditarik kembali dalam suatu persidangan dengan alasan terdakwa telah dipaksa dan dipukuli oleh penyidik, sedangkan alasan ini dibenarkan pula oleh saksi dan bukti baju yang bercak darah, maka penarikan keterangan yang demikian itu adalah sah karena didasari alasan yang logis sehingga keterangan terdakwa dalam BAP tidak mempunyai nilai pembuktian menurut KUHAP. 19. 16 f. Surat Penangguhan Penahanan. Menurut pasal 1 angka 21 KUHAP disebutkan penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serata menurut cara yang diatur dalam undang-undang hukum acara pidana. Adapun syarat penahanan menurut pasal 21 KUHAP, yaitu: 1. Terhadap tersangka atau terdakwa harus dengan bukti yang cukup ada dugaan keras bahwa ia telah melakukan tindak pidana. 2. Harus ada kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana dan 3. Tersangka atau terdakwa harus melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal: a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara selama lima tahun atau lebih b. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 282 (3), 296, 335 (1), 351(1), 353 (1), 372, 378, 379 a, 453, 545, 455, 459, 480, 506 KUHAP. Penahanan dilakukan terhadap tersangka dengan surat perintah penahanan yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang disangkalkan. Selanjutnya tembusan surat penahanan. Dalam hal terjadinya kesalahan yang dilakukan dalam penyidikan terhadap tersangka, maka terbuka peluang bagi tersangka atau keluarganya atau juga penasehat hukumnya untuk mengajukan yang dikenal dengan istilah praperadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 10 KUHAP, dan dipertegas dalam pasal 77 KUHAP yaitu praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang : a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka. b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan. c. Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan. C. Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Imigrasi Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Dan pelakunya dapat dikatakan sebagai subyek tindak pidana. Sedangkan jenis tindak pidana yang terdapat dalam KUHP dibedakan dalam 2 jenis, yaitu kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Penggolongan untuk kejahatan disusun di dalam buku II KUHP 20. 17 dan pelanggaran disusun buku III KUHP. Undang-undang hanya memberikan penggolongan kejahatan dan pelanggaran, namun tidak memberikan arti yang jelas. Oleh karena itu, pandangan yang membagi dua jenis tindak pidana menjadi tindak pidana umum dan tindak pidana khusus sebenarnya tidak ada definisi yang jelas, namun mendasarkan pada pengaturannya berada di dalam atau di luar KUHP. Hukum pidana khusus ialah hukum pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang yang tertentu, hukum pidana khusus sebagai perundang-undangan di bidang tertentu yang memiliki sanksi pidana, atau tindak pidana yang diatur dalam perundang-undangan khusus di luar KUHP baik perundang-undangan pidana maupun bukan pidana tetapi memiliki sanksi pidana. Tindak pidana umum adalah tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan merupakan perbuatan-perbuatan yang bersifat umum, dimana sumber hukumnya bermuara pada KUHP sebagai sumber hukum materiil dan KUHAP sebagai sumber hukum formil. Selain itu sistem peradilannya bersifat kovensional yaitu Polisi sebagai penyidik dan penyelidik, Jaksa sebagai penuntut umum,dan hakim adalah hakim peradilan umum bukan peradilan ad hoc. Contoh tindak pidana umum adalah tindak pidana pembunuhan pasal 338 KUHP, tindak pidana pencurian pasal 362 KUHP. Sedangkan, tindak pidana khusus adalah tindak pidana yang perundang-undangannya diatur secara khusus artinya dalam undang-undang yang bersangkutan dimuat antara hukum pidana materiil dan hukum acara pidana (hukum pidana formil) Bagi tindak pidana yang secara khusus dibuatkan UU tersendiri atau tindak pidananya diatur di dalam maupun di luar KUHP namun tata cara penanganannya memerlukan tata cara khusus atau hukum acara khusus yang memiliki perbedaan dari hukum acara yang berlaku umum, maka disebut tindak pidana khusus. Tindak Pidana bidang Keimigrasian, adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang, dan tercela dalam kaitan dengan kegiatan keimigrasian. Ketentuan tentang tindak pidana di bidang Keimigrasian, berjumlah 23 pasal, dan terdapat dalam pasal 113, sampai dengan pasal 136 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang KeImigrasian. Penggolongan pengaturan tindak pidana keimigrasian berdasarkan subyek pelaku dan berdasarkan pertanggungjawaban pidana. Pengaturan hukum keimigrasian tersebut menjadikannya tergolong juga sebagai hukum pidana khusus, yaitu adanya delik-delik khusus yang tersebar di luar KUHP. 21. 18 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian sampai saat ini sudah mencakupi pengaturan dari segala permasalahan yang muncul di bidang keimigrasian, seperti permasalahan imigran illegal, penyelundupan manusia, pemalsuan dokumen, pemalsuan visa- paspor. D. Latihan 1. Jelaskan tentang tindak pidana kemigrasian menurut pemahaman saudara! 2. Jelaskan perbedaan antara tindak pidana umum dan tindak pidana kemigrasian secara singkat! E. Rangkuman Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana. Dan pelakunya dapat dikatakan sebagai subyek tindak pidana. Sedangkan jenis tindak pidana yang terdapat dalam KUHP dibedakan dalam 2 jenis, yaitu kejahatan (misdrijven) dan pelanggaran (overtredingen). Bagi tindak pidana yang secara khusus dibuatkan UU tersendiri atau tindak pidananya diatur di dalam maupun di luar KUHP namun tata cara penanganannya memerlukan tata cara khusus atau hukum acara khusus yang memiliki perbedaan dari hukum acara yang berlaku umum, maka disebut tindak pidana khusus. Oleh karenanya, pengaturan hukum keimigrasian secara khusus dalam UU tersendiri menjadikannya tergolong juga sebagai hukum pidana khusus, yaitu adanya delik-delik khusus yang tersebar di luar KUHP. Di Kejaksaan pembagian perkara yang kemudian menjadi kewenangan Jaksa Bidang Pidana Khusus adalah perkara yang penyelidikan dan penyidikannya dapat dilakukan oleh Jaksa. Misalnya korupsi, tindak pidana ekonomi, Kejahatan HAM Berat dll. Sementara itu terorisme misalnya, walaupun diatur di luar KUHP dan memiliki kekhususan di bidang hukum acara tetap menjadi wilayah Jaksa Bidang Pidana Umum. Perkara yang oleh kejaksaan ditangani oleh Bidang Pidana Umum ketika perkara tersebut masuk ke Mahkamah Agung karena kasasi atau PK, bisa saja akan masuk ke kepaniteraan muda bidang tindak pidana khusus, sehingga kemudian diregister dengan kode Pid.Sus. Terorisme dan Pidana Anak misalnya. Dari penjelasan di atas terlihat bahwa apa yang dimaksud dengan Tindak Pidana Umum dan Khusus sebenarnya tidak ada patokan yang jelas. 22. 19 BAB III TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN DAN UNSUR-UNSURNYA A. Unsur-Unsur Tindak Pidana dalam UU Keimigrasian Tindak pidana bidang keimigrasian adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang, dan tercela dalam kaitan dengan kegiatan keimigrasian. Ketentuan tentang tindak pidana di bidang Keimigrasian, berjumlah 23 pasal, dan terdapat dalam pasal 113, sampai dengan pasal 136 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Sebagai dasar untuk pembuktian terjadinya tindak pidana keimigrasian, maka dapat menggunakan 3 (tiga) unsur. 1. Unsur Subyek Pelaku Tindak Pidana dalam UU Keimigrasian - Pelaku perseorangan - Pelaku kelompok orang - Badan swasta / badan publik - Badan pemerintah 2. Unsur Proses Tindak Pidana dalam UU Keimigrasian - Membuat secara tidak benar atau memalsu paspor jalan atau surat penggantinya, kartu keamanan, surat perintah jalan atau surat yang diberikan. - Menyuruh memberi surat serupa itu atas nama palsu, atas nama kecil yang palsu, atau dengan menunjuk pada keadaan palsu, dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat itu seolah-olah benar dan tidak palsu atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran. - Memakai surat yang tidak benar atau yang dipalsu tersebut dalam ayat pertama, seolah- olah benar dan tidak dipalsu, atau seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran 3. Unsur Tujuan Tindak Pidana dalam UU Keimigrasian Masuk dan keluar dari wilayah Indonesia yang membuat secara tidak benar berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan unsur-unsur hukum tindak pidana keimigrasian dan jenis ancaman tindak pidana imigrasi 23. 20 B. Jenis dan Ancaman Tindak Pidana dalam UU Keimigrasian Penggolongan pengaturan tindak pidana keimigrasian yang terdapat dalam pasal 113, sampai dengan pasal 136 pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dapat didasarkan atas subyek pelaku dan berdasarkan pertanggungjawaban pidana. 1. Subyek Pelaku Perseorangan, Kelompok Orang, dan Badan Swasta 1) Dipidana penjara dan denda, setiap orang yang sengaja keluar atau masuk wilayah Indonesia yang tidak melalui pemeriksaan oleh pejabat Imigrasi di tempat pemeriksaan Imigrasi, pemeriksaan mana meliputi pemeriksaan dokumen dan identias diri yang sah. 2) Dipidana penjara dan denda, penanggungjawab alat angkut yang masuk atau keluar wilayah Indonesia dengan alat angkutnya, tidak melalui pemeriksaan imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi, dan penanggungjawab alat angkut apabila membawa penumpang, hanya dapat menaikkan atau menurunkan penumpang di tempat pemeriksaan imigrasi 3) Dipidana kurungan atau denda, setiap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang tidak memenuhi kewajiban untuk memberikan keterangan yang diperlukan atas identitas diri atau keluarganya serta tidak melaporkan perubahan alamatnya kepada kantor imigrasi setempat. 4) Dipidana kurungan atau denda, pemilik atau pengurus penginapan yang tidak memberi keterangan atau data orang asing yang menginap di rumah atau tempat penginapannya setelah diminta oleh pejabat imigrasi yang bertugas. 5) Dipidana penjara dan denda, setiap penjamin yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar atau tidak memenuhi jaminan yang diberikannya atas keberadaan dan kegiatan orang asing yang dijaminnya selama tinggal di wilayah Indonesia termasuk perubahan status sipil dan keimigrasian 6) Dipidana penjara dan denda karena penyelundupan manusia, setiap orang yang melakukan perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan, baik langsung maupun tidak langsung untuk diri sendiri atau orang lain dengan membawa orang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi atau tidak terorganisasi, atau memerintahkan orang lain untuk membawa orang atau kelompok orang, baik terorganisasi atau tidak terorganisasi, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki wilayah Indonesia. 7) Dipidana penjara dan denda, setiap orang termasuk orang asing yang sengaja membuat dan menggunakan dokumen visa palsu atau izin tinggal palsu, untuk digunakan bagi diri sendiri atau orang lain, untuk dapat masuk atau keluar wilayah Indonesia. 24. 21 8) Dipidana penjara dan denda, setiap orang termasuk orang asing yang menyalagunakan izin tinggal atau menyuruh orang lain atau memberikan kesempatan untuk menyalahgunakan izin tinggal. 9) Dipidana penjara dan denda, setiap orang termasuk orang asing yang sengaja memberikan surat atau data palsu atau dipalsukan dengan maksud memperoleh visa atau izin tinggal orang asing bagi dirinya sendiri atau orang asing lainnya. 10)Dipidana penjara dan atau denda, setiap orang yang sengaja menyembunyikan atau memberi pemondokan atau memberi penghidupan atau pekerjaan kepada orang asing yang diketahui atau patut diduga berada di Indonesia secara tidak sah. 11)Dipidana penjara dan atau denda, setiap orang asing yang tanpa izin berada di daerah tertentu yang telah dinyatakan terlarang oleh menteri bagi orang asing yang telah diberi izin tinggal di daerah tertentu dalam wilayah Indonesia. 12)Dipidana penjara dan denda, setiap orang yang sengaja menggunakan dokumen perjalanan Republik Indonesia untuk keluar masuk wilayah Indonesia, tetapi diketahui atau patut diduga dokumen perjalanan RI itu palsu atau dipalsukan. 13)Dipidana penjara dan denda, setiap orang yang dengan sengaja menyimpan dokumen perjalanan RI palsu atau dipalsukan dengan maksud untuk digunakan bagi dirinya sendiri atau orang lain. 14)Dipidana penjara dan denda, setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mencetak, mempunyai, menyimpan atau memperdagangkan blanko dokumen perjalanan RI atau dokumen keimigrasian lainnya. Termasuk yang membuat, menyimpan mempunyai atau memperdagangkan cap atau alat lain yang digunakan untuk mengesahkan dokumen perjalanan RI atau dokumen keimigrasian lainnya. 15)Dipidana penjara dan denda, setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum, untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain, merusak, mengubah, menambah, mengurangi, memusnahkan atau menghilangkan baik seluruhnya atau sebagian keterangan atau cap yang terdapat dalam dokumen perjalanan RI atau dokumen keimigrasian lainnya 16)Dipidana penjara dan atau pidana denda, setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menguasai dokumen perjalanan RI atau dokumen keimigrasian lainnya milik orang lain. 17)Dipidana penjara dan pidana denda, setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak dan melawanhukum, memiliki, menyimpan, merusak, menghilangkan, mengubah, menggandakan, menggunakan dan mengakses data keimigrasian baik secara manual maupun elektronik, untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain. 25. 22 18)Dipidana penjara pejabat imigrasi atau pejabat lain yang ditunjuk, yang dengan sengaja dan melawan hukum memberikan dokumen perjalanan RI dan/ atau memberi atau memperpanjang dokumen keimigrasian kepada seseorang yang diketahuinya tidak berhak. 19)Dipidana penjara pejabat imigrasi atau pejabat lain, membiarkan seseorang melakukan tindak pidana keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 118 sampai dengan pasal 123, dan pasal 126 sampai dengan pasal 129, serta pasal 131 sampai dengan pasal 133 huruf b, juga pasal 134 huruf b dan pasal 135, yang patut diketahui olehnya. Juga dengan sengaja membocorkan data keimigrasian yang bersifat rahasia kepada pihak yang tidak berhak. Juga yang tidak menjalankan standar prosedur operasional yang berlaku dalam proses pemeriksaan kedatangan atau keberangkatan di tempat pemeriksaan imigrasi yang mengakibatkan masuknya orang asing ke wilayah Indonesia tanpa dokumen keimigrasian yang sah atau termasuk dalam daftar orang tercekal, atau tidak memiliki visa yang berlaku sah atau menderita penyakit menular berbahaya bagi kesehatan umum, atau terlibat kejahatan internasional atau tindak kejahatan transnasional yang terorganisasi atau termasuk daftara pencarian orang untuk ditangkap dari suatu Negara asing,atau terlibat kegiatan maker terhadap pemerintah RI,atau termasuk dalam jaringan praktek prostitusi, pedagangan orang dan penyelundupan manusia. juga yang dengan sengaja dan melawan hukum tidak menjalankan prosedur operasi standar penjagaan deteni di rumah detensi Imigrasi atau ruang dtensi Imigrasi yang mengakibatkan deteni melarikan diri. Juga dengan sengaja dan melawan hukum tidak memasukkan data kedalam sistem Manajemen keimigrasian. 20)Dipidana penjara setiap deteni yang dengan sengaja membuat, memiliki, menggunakan atau menditribusikan senjata juga melarikan diri dari rumah detensi imigrasi atau ruang detensi imigrasi. 21)Dipidana penjara dan pidana denda, setiap orang yang melakukan perkawinan semu dengan tujuan untuk memperoleh dokumen keimigrasian dan/ atau memperoleh status kewarganegaraan Republik Indonesia. 2. Pertanggungjawaban Pidana 1) Pidana penjara paling lambat 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah) 2) Pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) 3) Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah) 4) Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) 26. 23 5) Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah) 6) Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau pidana denda Rp 300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) 7) Pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun 8) Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 9) Pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 10) Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan 11) Pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 12) Penjatuhan pidana denda terhadap korporasi dengan besarnya denda 3 (tiga) kali lipat dari setiap pidana denda Bahwa pertanggungjawaban pidana dimaksud adalah kesalahan pelaku yang terdiri atas kesengajaan sebagai niat, dan sengaja karena insyaf akan kemungkinan terjadi atau tidak terjadinya sesuatu, demikian juga kelalaian serta sikap batin yang tercela maupun kekhilafan dari pelaku perbuatan yang diuraikan dalam peraturan pidana. C. Latihan 1. Jelaskan unsur-unsur tindak pidana kemigrasian menurut pemahaman saudara! 2. Jelaskan jenis dan pertanggungjawaban tindak pidana kemigrasian menurut pemahaman saudara! D. Rangkuman Penggolongan pengaturan tindak pidana keimigrasian yang terdapat dalam pasal 113, sampai dengan pasal 136 pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dapat didasarkan atas subyek pelaku dan berdasarkan pertanggungjawaban pidana. 27. 24 BAB IV TINDAK PIDANA KEIMIGRASIAN DAN IMPLEMENTASINYA A. Ketentuan Tindak Pidana Keimigrasian Pengaturan ketentuan tindak pidana keimigrasian diatur dalam pasal 113 sampai dengan pasal 136 pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Setiap orang yang dengan sengaja masuk atau keluar wilayah Indonesia yang tidak melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 2. Penanggung Jawab Alat Angkut yang masuk atau keluar Wilayah Indonesia dengan alat angkutnya yang tidak melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 3. Penanggung Jawab Alat Angkut yang sengaja menurunkan atau menaikkan penumpang yang tidak melalui pemeriksaan Pejabat Imigrasi atau petugas pemeriksa pendaratan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 4. Setiap Penanggung Jawab Alat Angkut yang tidak membayar biaya beban dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). 5. Setiap Orang Asing yang tidak melakukan kewajibannya dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). 6. Pemilik atau pengurus tempat penginapan yang tidak memberikan keterangan atau tidak memberikan data Orang Asing yang menginap di rumah atau di tempat penginapannya setelah diminta oleh Pejabat Imigrasi yang bertugas dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). Setelah membaca bab ini, peserta diharapkan dapat menjelaskan ketentuan pidana keimigrasian dan prosedur tindak pidana keimigrasian 28. 25 7. Setiap Penjamin yang dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar atau tidak memenuhi jaminan yang diberikannya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 8. Setiap Orang Asing yang masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 9. Setiap Orang Asing yang dengan sengaja menggunakan Dokumen Perjalanan, tetapi diketahui atau patut diduga bahwa Dokumen Perjalanan itu palsu atau dipalsukan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 10. Setiap orang yang melakukan perbuatan yang bertujuan mencari keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk diri sendiri atau untuk orang lain dengan membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, atau memerintahkan orang lain untuk membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki Wilayah Indonesia atau keluar dari Wilayah Indonesia dan/atau masuk wilayah negara lain, yang orang tersebut tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah, baik dengan menggunakan dokumen sah maupun dokumen palsu, atau tanpa menggunakan Dokumen Perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak, dipidana karena Penyelundupan Manusia dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) 11. Percobaan untuk melakukan tindak pidana Penyelundupan Manusia dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) 12. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): a. setiap orang yang dengan sengaja membuat palsu atau memalsukan Visa atau Tanda Masuk atau Izin Tinggal dengan maksud untuk digunakan bagi dirinya sendiri atau orang lain untuk masuk atau keluar atau berada di Wilayah Indonesia; 29. 26 b. setiap Orang Asing yang dengan sengaja menggunakan Visa atau Tanda Masuk atau Izin Tinggal palsu atau yang dipalsukan untuk masuk atau keluar atau berada di Wilayah Indonesia. 13. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): a. setiap Orang Asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian Izin Tinggal yang diberikan kepadanya; b. setiap orang yang menyuruh atau memberikan kesempatan kepada Orang Asing menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud atau tujuan pemberian Izin Tinggal yang diberikan kepadanya. 14. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): a. setiap orang yang dengan sengaja memberikan surat atau data palsu atau yang dipalsukan atau keterangan tidak benar dengan maksud untuk memperoleh Visa atau Izin Tinggal bagi dirinya sendiri atau orang lain; b. setiap Orang Asing yang dengan sengaja menggunakan Visa atau Izin Tinggal sebagaimana dimaksud dalam huruf a untuk masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia. 15. Setiap orang yang dengan sengaja menyembunyikan atau melindungi atau memberi pemondokan atau memberikan penghidupan atau memberikan pekerjaan kepada Orang Asing yang diketahui atau patut diduga: a. berada di Wilayah Indonesia secara tidak sah dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); b. Izin Tinggalnya habis berlaku dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). 16. Setiap Orang Asing yang tanpa izin berada di daerah tertentu yang telah dinyatakan terlarang bagi Orang Asing dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 17. Setiap orang yang dengan sengaja: a. menggunakan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia untuk masuk atau keluar Wilayah Indonesia, tetapi diketahui atau patut diduga bahwa Dokumen Perjalanan Republik Indonesia itu palsu atau dipalsukan dipidana dengan pidana penjara paling 30. 27 lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); b. menggunakan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia orang lain atau yang sudah dicabut atau yang dinyatakan batal untuk masuk atau keluar Wilayah Indonesia atau menyerahkan kepada orang lain Dokumen Perjalanan Republik Indonesia yang diberikan kepadanya atau milik orang lain dengan maksud digunakan secara tanpa hak dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); c. memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); d. memiliki atau menggunakan secara melawan hukum 2 (dua) atau lebih Dokumen Perjalanan Republik Indonesia yang sejenis dan semuanya masih berlaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); e. memalsukan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau membuat Dokumen Perjalanan Republik Indonesia palsu dengan maksud untuk digunakan bagi dirinya sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 18. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menyimpan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia palsu atau dipalsukan dengan maksud untuk digunakan bagi dirinya sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 19. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah): a. setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mencetak, mempunyai, menyimpan, atau memperdagangkan blanko Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau blanko dokumen keimigrasian lainnya; b. setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum membuat, mempunyai, menyimpan, atau memperdagangkan cap atau alat lain yang digunakan untuk mengesahkan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau dokumen keimigrasian lainnya. 20. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain merusak, mengubah, menambah, mengurangi, atau menghilangkan, baik 31. 28 sebagian maupun seluruhnya, keterangan atau cap yang terdapat dalam Dokumen Perjalanan Republik Indonesia atau Dokumen Keimigrasian lainnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 21. Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menguasai Dokumen Perjalanan atau Dokumen Keimigrasian lainnya milik orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 22. Setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak dan melawan hukum memiliki, menyimpan, merusak, menghilangkan, mengubah, menggandakan, menggunakan dan atau mengakses data Keimigrasian, baik secara manual maupun elektronik, untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 23. Pejabat Imigrasi atau pejabat lain yang ditunjuk yang dengan sengaja dan melawan hukum memberikan Dokumen Perjalanan Republik Indonesia dan/atau memberikan atau memperpanjang Dokumen Keimigrasian kepada seseorang yang diketahuinya tidak berhak dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. 24. Pejabat Imigrasi atau pejabat lain: a. membiarkan seseorang melakukan tindak pidana Keimigrasian yang patut diketahui olehnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun; b. dengan sengaja membocorkan data Keimigrasian yang bersifat rahasia kepada pihak yang tidak berhak dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun; c. dengan sengaja tidak menjalankan prosedur operasi standar yang berlaku dalam proses pemeriksaan pemberangkatan atau kedatangan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi yang mengakibatkan masuknya Orang Asing ke Wilayah Indonesia atau keluarnya orang dari Wilayah Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; d. dengan sengaja dan melawan hukum tidak menjalankan prosedur operasi standar penjagaan Deteni di Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi yang mengakibatkan Deteni melarikan diri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; e. dengan sengaja dan melawan hukum tidak memasukkan data ke dalam Sistem Informasi Manajemen Keimigrasian dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan. 32. 29 25. Setiap Deteni yang dengan sengaja: a. membuat, memiliki, menggunakan, dan/atau mendistribusikan senjata dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun; b. melarikan diri dari Rumah Detensi Imigrasi atau Ruang Detensi Imigrasi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. 26. Setiap orang yang melakukan perkawinan semu dengan tujuan untuk memperoleh Dokumen Keimigrasian dan/atau untuk memperoleh status kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). 27. Dalam hal tindak pidana keimigrasian dilakukan oleh Korporasi, pidana dijatuhkan kepada pengurus dan korporasinya 28. Penjatuhan pidana keimigrasian terhadap Korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan besarnya pidana denda tersebut 3 (tiga) kali lipat dari setiap pidana denda 29. Ketentuan pidana keimigrasian tidak diberlakukan terhadap korban perdagangan orang dan Penyelundupan Manusia. B. Prosedur Tindak Pidana Keimigrasian Dalam melakukan tindak pidana keimigrasian, prosedur yang dilakukan meliputi langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pengolahan hasil laporan kejadian maupun temuan Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti temuan adanya perbuatan melanggar hukum hasil pengawasan maupun adanya laporan pelanggaran, dilakukan pengolahan dan pemilahan sesuai sifat dan jenis pelanggaran untuk menentukan tindak pidana keimigrasian yang tepat sehingga dapat dilanjutkan atau tidak proses penyidikannya. 2. Penerbitan surat perintah tugas Tindakan ini untuk melakukan penanganan perkara di bidang Keimigrasian serta berkoordinasi dengan instansi lain, sehubungan dengan perkara dugaan pelanggaran tindak pidana keimigrasian. 3. Penerbitan surat perintah penyidikan Tindakan ini untuk melakukan tugas penyidikan perkara di bidang Keimigrasian serta berkoordinasi dengan instansi lain, dengan perkara dugaan pelanggaran tindak pidana keimigrasian. 4. Penerbitan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) Tindakan ini untuk memberitahukan sekaligus koordinasi dengan kepala kejaksaan setempat tentang dimulainya penyidikan perkara di bidang Keimigrasian. 33. 30 5. Pemanggilan saksi Tindakan ini memanggil seseorang dalam rangka penyidikan perkara tindak pidana untuk didengar keterangannya dalam pemeriksaan 6. Penerbitan Surat Penangkapan Tindakan hukum berupa penangkapan perlu dilakukan terhadap seseorang yang karena keadaannya dan atau perbuatannya diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup 7. Pembuatan Berita Acara Penangkapan Berita acara penangkapan ini untuk menggambarkan keadaan jalannya proses penangkapan. 8. Penerbitan Surat Perintah Penahanan Tindakan hukum berupa penahanan dilakukan terhadap seseorang yang karena keadaannya dan atau perbuatannya diduga keras melakukan tindak pidana agar tidak kabur atau menghilangkan diri dan barang bukti. 9. Pembuatan Berita Acara Penahanan Berita acara penahanan untuk menggambarkan jalannya proses penangkapan. 10. Pembuatan Berita Acara Penahanan Berita acara penahanan untuk menggambarkan jalannya proses penangkapan. Prosedur tindak pidana keimigrasian pada dasarnya tetap berdasarkan hukum acara pidana dalam KUHAP, yang terkait atas proses pemanggilan, proses pemeriksaan, bantuan hukum, dan persidangan. Oleh karena itu, dalam sisi administrasi maka tetap memperhatikan terpenuhinya atau terjadinya proses pemenuhan sebagai berikut: a. Surat Panggilan b. Bantuan Hukum c. Surat Kuasa Khusus d. Berita Acara Pemeriksaan Saksi-Tersangka d. Pencabutan Keterangan BAP e. Surat Penangguhan Penahanan. 34. 31 C. Format Administrasi Prosedur Tindak Pidana Keimigrasian 1. Contoh Laporan Kejadian KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI KANTOR WILAYAH DKI JAKARTA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN Jalan Warung Buncit Raya Nomor 207 Jakarta Selatan 12760 Tlp. 021-79170912, 021-79170913, 021-79170914 Fax. 021-79170907, 021-79170910 Website : jakartaselatan.imigrasi.go.id LAPORAN KEJADIAN . Nomor : LK /023/IX/2014/WASDAKIM/JAKSEL I. Pelapor : Nama : Umi Nadhira Umur/ Jenis Kelamin : 29 Tahun / Perempuan Pekerjaan : PNS Agama : Islam Kebangsaan : Indonesia Alamat : Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan Jl.Warung Buncit No.207 Jakarta Selatan II. Peristiwa yang dilaporkan : Waktu kejadian : Rabu, 17 September 2014, sekitar pukul 13.00 WIB Tempat kejadian : Kalibata City. Yang terjadi : Seseorang warga Negara Nigeria bernama Gabriel Njoku ditangkap Operasi bersama Tim Pengawasan Orang Asing, tidak memiliki paspor yang masih berlaku juga izin tinggalnya sudah habis masa berlakunya. Pasal : Pasal 119 Ayat (1) Undang-undang No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian Pelaku : Gabriel Njoku Modus Operandi : Berada di Indonesia tidak memiliki paspor yang masih berlaku juga izin tinggalnya sudah habis masa berlakunya. Saksi Pelapor : 1. Umi Nadhira (Perempuan), umur : 29 tahun, pekerjaan : PNS, Alamat Jl. Warung Buncit Raya No. 207. 2. Achmad Julianto (Laki-laki), umur : 26 tahun, pekerjaan : PNS, alamat : Jl. Warung Buncit Raya No. 207. III. Uraian singkat Kejadian : Pada saat Operasi Tim Pengawasan Orang Asing di Kalibata City, petugas menemukan Gabriel Njoku tidak memiliki paspor dan juga izin tinggal yang masih berlaku. Operasi dilakukan atas laporan dari saksi pelapor. IV. Tindakan yang diambil : 1. Melaporkan kepada pimpinan. 2. Membuat rencana tindak lanjut penyidikan. 3. Pelaku dibawa kekantor untuk diambil keterangan lebih lanjut. Demikian Laporan Kejadian ini dibuat dengan sebenarnya, kemudian ditutup dan ditangani di Jakarta pada tanggal 30 September 2014 . -------------------------------------------------------------------------- Mengetahui : An. Kepala Kantor, Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan Pelapor BAMBANG PERMADI, SH. UMI NADHIRA NIP. 19660501 199203 1 001 35. 32 2. Contoh Surat Perintah Tugas KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI KANTOR WILAYAH DKI JAKARTA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN Jalan Warung Buncit Raya Nomor 207 Jakarta Selatan 12760 Tlp. 021-79170912, 021-79170913, 021-79170914 Fax. 021-79170907, 021-79170910 Website : jakartaselatan.imigrasi.go.id SURAT PERINTAH TUGAS Nomor : Sprintgas/025/IX/2014/WASDAKIM/JAKSEL Pertimbangan : Guna kepentingan penyidikan tindak pidana Keimigrasian serta untuk melakukan tindakan upaya hukum lainnya, maka perlu mengeluarkan Surat Perintah Tugas. D a s a r : 1. Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 109 KUHAP; 2. Undang undang RI No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian; 3. Laporan Kejadian Nomor : LK/003/I/2013/WASDAKIM/JAKSEL tanggal 30 September 2014 D I P E R I N T A H K A N K e p a d a : 1. Nama : MUH. KHAMDAN NIP : 19850225 200901 1 005 Pangkat/Gol.Ruang : Penata Muda Tk. I (III/b) Jabatan : Pejabat Imigrasi Bidang Wasdakim Pada Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan 2. Nama : MURSALIM NIP : 19830305 200901 1 007 Pangkat/Gol.Ruang : Penata Muda Tk. 1 (III/b) Jabatan : Staff Wasdakim pada Kanim Kelas I Khusus Jakarta Selatan U n t u k : 1. Melakukan penanganan perkara di bidang Keimigrasian serta berkoordinasi dengan instansi lain, sehubungan dengan perkara dugaan setiap orang dengan sengaja memberikan data yang tidak sah atau keterangan yang tidak benar untuk memperoleh Dokumen Perjalanan Republik Indonesia bagi dirinya sendiri atau orang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 119 Ayat (1) Undang-undang No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian; 2. Surat Perintah ini berlaku sejak tanggal 17 September 2014 s/d selesainya penyidikan perkara dimaksud; 3. Melakukan Surat Perintah ini dengan penuh rasa tanggungjawab dan melaporkan perkembangan serta hasilnya pada pimpinan. S e l e s a i : - Dikeluarkan di : Jakarta Pada tanggal : 30 September 2014 Mengetahui, An. Kepala Kantor, selaku Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan BAMBANG PERMADI, SH. NIP.19660501 199203 1 001 PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL MUH. KHAMDAN NIP. 19850225 200901 1 005 36. 33 3. Contoh Surat Perintah Penyidikan KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI KANTOR WILAYAH DKI JAKARTA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN Jalan Warung Buncit Raya Nomor 207 Jakarta Selatan 12760 Tlp. 021-79170912, 021-79170913, 021-79170914 Fax. 021-79170907, 021-79170910 Website : jakartaselatan.imigrasi.go.id SURAT PERINTAH PENYIDIKAN . Nomor : Sprintdik/024/IX/2014/WASDAKIM/JAKSEL Pertimbangan : Guna kepentingan penyidikan tindak pidana Keimigrasian serta untuk melakukan tindakan upaya hukum lainnya, maka perlu mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan. D a s a r : 1. Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 109 KUHAP; 2. Undang undang RI No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian; 3. Laporan Kejadian Nomor : LK/023/IX/2013/WASDAKIM/JAKSEL tanggal 30 September 2014 D I P E R I N T A H K A N K e p a d a : 1. Nama : MUH KHAMDAN Pangkat/NIP : Penata Muda Tk.I (III/b) / NIP. 19850225 200901 1 005 Jabatan : PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL 2. Nama : MURSALIM Pangkat/NIP : Penata Muda Tk. 1 (III/b)/ 19830305 200901 1 007 Jabatan : PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL U n t u k : 1. Melakukan tugas penyidikan perkara di bidang Keimigrasian serta berkoordinasi dengan instansi lain, sehubungan dengan perkara dugaan setiap orang asing yang masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dengan pidana denda paling banyak Rp 500.000.000.00,. (lima ratus juta rupiah). Undang- undang No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian; 2. Surat Perintah ini berlaku sejak tanggal 30 September 2014 s/d selesainya penyidikan perkara dimaksud; 3. Melaporkan perkembangan serta hasilnya pada pimpinan. S e l e s a i : - Dikeluarkan di : JAKARTA Pada tanggal : 30 September 2014 Mengetahui : An. Kepala Kantor, Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BAMBANG PERMADI, SH. MUH. KHAMDAN NIP. 19660501 199203 1 001 37. 34 4. Contoh Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI KANTOR WILAYAH DKI JAKARTA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN Jalan Warung Buncit Raya Nomor 207 Jakarta Selatan 12760 Tlp. 021-79170912, 021-79170913, 021-79170914 Fax. 021-79170907, 021-79170910 Website : jakartaselatan.imigrasi.go.id Nomor : SPDP-026/IX/2014/WASDAKIM/Jakarta 30 September 2014 Klasifikasi : Biasa Lampiran : Satu Berkas Perihal : Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan. Kepada Yth. KEPALA KEJAKSAAN NEGERI JAKARTA Di Jakarta 1. Dengan ini diberitahukan bahwa pada hari Selasa tanggal 30 September 2014 telah dimulai penyidikan tindak pidana dugaan setiap orang asing yang masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam pasal 119 ayat (1) Undang-undang No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, atas nama tersangka : Nama : GABRIEL CHIMEZIE NJOKU Jenis kelamin : Laki - laki Tempat/ tanggal lahir : ABA, 20 Februari 1992 Pekerjaan : - Kewarganegaraan : Nigeria Agama : Kristen Tempat Tinggal : Kalibata City 2. Dasar penyidikan : a. Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (2) dan Pasal 109 KUHAP; b. Pasal 119 Ayat (1) Undang undang RI No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian; c. Laporan Kejadian Nomor : LK/003/I/2013/WASDAKIM/JAKSEL tanggal 30 September 2014; d. Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprintdik/024/9/2014/WASDAKIM/JAKSEL tanggal 30 September 2014. 3. Demikian untuk menjadi maklum. Mengetahui, An. Kepala Kantor, selaku Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan BAMBANG PERMADI, SH. NIP. 19660501 199203 1 001 PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL EKA HARYANI, SH. NIP. 19840123 200912 2 004 Tembusan : 1. Direktur Jenderal Imigrasi Up. Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian; 2. Korwas PPNS Polda Metro Jaya; 3. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 38. 35 5. Contoh Surat Panggilan Saksi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA R.I. KANTOR WILAYAH D.K.I. JAKARTA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN Jl. Warung Buncit Raya No. 207 Jakarta Selatan Telp. 021-79170910, Fax. 021-79170907 www.jakartaselatan.imigrasi.go.id ____ SURAT PANGGILAN __ . Nomor : SP/027/IX/2014/WASDAKIM/JAKSEL Pertimbangan : Bahwa untuk kepentingan pemeriksaan dalam rangka penyidikan perkara tindak pidana, perlu memanggil seseorang untuk didengar keterangannya. D a s a r : 1. Pasal 6 ayat (1) huruf b, pasal 112, dan Pasal 113 KUHAP; 2. Pasal 119 Ayat (1) Undang-Undang RI No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian; 3. Laporan Kejadian Nomor : LK /023/I/2014/WASDAKIM/JAKSEL tanggal 30 September 2014 M E M A N G G I L N a m a : BENJAMIN AHUNG Jenis Kelamin : Laki-laki Kewarganegaraan : Indonesia Pekerjaan : Direktur PT. ABUBWA Alamat (kantor) : Jl. Kangkung No. 21 Jakarta Selatan U n t u k : Datang pada hari Rabu, tanggal 1 Oktober 2014, Pukul 10.00 WIB ke Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan Lantai 3, Bidang Pengawasan dan Penindakan, guna didengar keterangannya sebagai saksi oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Eka Haryani, atas dugaan perkara pidana setiap orang asing yang masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 di pidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000.00,. (lima ratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 Ayat (1) Undang-undang No. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Apabila memiliki dokumen ataupun bukti yang berkaitan dengan perkara tersebut mohon untuk dibawa. Jakarta, 30 September 2014 Mengetahui .An. Kepala Kantor, selaku Kepala Bidang Pengawasan dan Peyidikan BAMBANG PERMAD, SH. NIP. 19660501 199203 1 001 PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL EKA HARYANI, SH., MH. NIP. 19840123 200912 2 004 Pada hari .......................... tanggal .........................................., 1 (satu) lembar Surat Panggilan ini telah diterima oleh yang bersangkutan. Yang menerima, Yang menyerahkan, (...........................) (...........................) Perhatian : Barang siapa yang dengan melawan hukum tidak datang sesudah dipanggil menurut Undang undang dapat dituntut berdasarkan ketentuan Pasal 216 KUHP. 39. 36 6. Contoh Surat Perintah Penangkapan KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI KANTOR WILAYAH DKI JAKARTA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN Jalan Warung Buncit Raya Nomor 207 Jakarta Selatan 12760 Tlp. 021-79170912, 021-7917013, 021-7917014 Fax. 021-79170907, 021-79170910 Website : jakartaselatan.imigrasi.go.id SURAT PERINTAH PENANGKAPAN . Nomor : Sprint.kap/028/X/2014/WASDAKIM/JAKSEL Pertimbangan : Bahwa untuk kepentingan penyidikan, perlu dilakukan tindakan hukum berupa penangkapan terhadap seseorang yang karena keadaannya dan atau perbuatannya diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup, maka perlu mengeluarkan Surat Perintah ini. D a s a r : 1. Pasal 7 ayat ( 1 ) huruf b angka 4, Pasal 7 ayat ( 1 ) huruf g, Pasal 11, Pasal 112 ayat (1) dan ayat ( 2 ) KUHAP; 2. Undang undang RI No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian; 3. Laporan Kejadian Nomor : LK /023/IX/2014/WASDAKIM/JAKSEL tanggal 30 September 2014; 4. Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprintdik/024/IX/2014/WASDAKIM/JAKSEL tanggal 30 September 2014. D I P E R I N T A H K A N K e p a d a: 1. Nama : MUH. KHAMDAN Pangkat/NIP : Penata Muda Tk.I (III/b) / NIP. 19850225 2009011005 Jabatan : PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL U n t u k : 1. Melakukan penangkapan terhadap : Nama : GABRIEL CHIMEZIE Alias NJOKU Jenis kelamin : Laki - laki Tempat/ tanggal lahir : Aba, 20 Februari 1992 Pekerjaan : wiraswasta Kewarganegaraan : Nigeria Agama : Kristen Tempat tinggal :Kalibata City Di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan, untuk segera dilakukan pemeriksaan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian karena diduga masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (1) Undang-undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. 2. Surat perintah ini berlaku dari tanggal 07 Oktober 2014, pada kesempatan pertama segera membuat Berita Acara Penangkapan. S e l e s a i : - Dikeluarkan di : JAKARTA Pada tanggal : 07 Oktober 2014 An. Kepala Kantor, Kepala Bidang Pengawasan dan Penindakan PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BAMBANG PERMADI, SH. MUH. KHAMDAN NIP. 19660501 199203 1 001 NIP. 19850225 200901 1005 40. 37 7. Berita Acara Penangkapan KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI KANTOR WILAYAH DKI JAKARTA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN Jalan Warung Buncit Raya Nomor 207 Jakarta Selatan 12760 Tlp. 021-79170912, 021-7917013, 021-7917014 Fax. 021-79170907, 021-79170910 Website : jakartaselatan.imigrasi.go.id BERITA ACARA PENANGKAPAN ---------- Pada hari ini Rabu tanggal 07 bulan Oktober tahun Dua Ribu Empat Belas pukul 14.00 WIB, saya : ---- --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- ------------------------------------: MUH KHAMDAN. :------------------------------------- Pangkat Penata Muda Tk.I (III/b) NIP. 19850225 200901 1 005, pada kantor tersebut di atas selaku Penyidik Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian berdasarkan : ----------------------------------------------- Surat Perintah Penangkapan Nomor : Sprint.kap/028/X/2014/WASDAKIM/JAKSEL, tanggal 07 Oktober 2014 telah melakukan penangkapan terhadap seorang laki laki yang mengaku bernama : --- Nama : GABRIEL CHIMEZIE Alias NJOKU Jenis kelamin : Laki - laki Tempat/ tanggal lahir : Aba, 20 Februari 1992 Pekerjaan : wiraswasta Kewarganegaraan : Nigeria Agama : Kristen Tempat tinggal : Kalibata City Yang bersangkutan ditangkap berdasarkan bukti permulaan yang cukup diduga masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (1) Undang-undang no. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.------------------------- ------------------------------------------------------------------------------------------- Adapun jalannya pelaksanaan penangkapan adalah sebagai berikut : -------------------------------------------- ---------Setelah Penyidik mendapatkan bukti permulaan yang cukup berkaitan dengan perbuatan pidana, Penyidik menunjukkan Surat Perintah Penangkapan dan melakukan penangkapan terhadap tersangka, lalu membuat Berita Acara Penangkapan ini. -------------------------------------------------------------- ----------Demikian Berita Acara Penangkapan ini dibuat dengan sebenar benarnya atas kekuatan sumpah jabatan, kemudian ditutup dan ditandatangani di Jakarta pada tanggal bulan dan tahun tersebut di atas.------------- ------------------------------------------------------------------------------------------------------- Tersangka, GABRIEL CHIMEZIE Alias NJOKU Yang melakukan penangkapan, PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL EKA HARYANI, SH., MH. NIP. 198401232009122004 41. 38 8. Surat Perintah Penahanan KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI KANTOR WILAYAH DKI JAKARTA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN Jalan Warung Buncit Raya Nomor 207 Jakarta Selatan 12760 Tlp. 021-79170912, 021-7917013, 021-7917014 Fax. 021-79170907, 021-79170910 Website : jakartaselatan.imigrasi.go.id SURAT PERINTAH PENAHANAN . Nomor : Sprint.han/029/X/2014/WASDAKIM/JAKSEL Pertimbangan : Bahwa untuk kepentingan penyidikan tindak pidana di bidang di bidang Keimigrasian dan berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh bukti yang cukup, tersangka diduga keras melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan, tersangka dikhawatirkan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, maka perlu dikeluarkan Surat Perintah ini. D a s a r : 1. Pasal 17 ayat (1) huruf 4, Pasal 11, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 24 ayat (1) KUHAP. 2. Undang undang RI No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian; 3. Laporan Kejadian Nomor : LK /023/IX/2014/WASDAKIM/JAKSEL tanggal 30 September 2014; 4. Surat Perintah Penyidikan Nomor : Sprintdik/024/IX/2014/WASDAKIM/JAKSEL tanggal 30 September 2014. D I P E R I N T A H K A N K e p a d a : 1. Nama : MUH. KHAMDAN Pangkat/NIP : Penata Muda Tk.I (III/b) / NIP. 19850225 200901 1005 Jabatan : PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL U n t u k : 1. Melakukan penahanan terhadap : Nama : GABRIEL CHIMEZIE Alias NJOKU Jenis kelamin : Laki - laki Tempat/ tanggal lahir : Aba, 20 Februari 1992 Pekerjaan : wiraswasta Kewarganegaraan : Nigeria Agama : Kristen Tempat tinggal :Kalibata City karena diduga diduga masuk dan/atau berada di Wilayah Indonesia yang tidak memiliki Dokumen Perjalanan dan Visa yang sah dan masih berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 119 ayat (1) Undang-undang no. 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian; 2. Menempatkan tersangka di Rumah Tahanan Negara Kelas I Cipinang Jakarta Timur untuk selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 07 Oktober 2014 s/d 26 Oktober 2014; 3. Melaksanakan perintah ini dan membuat berita acara penahanan. S e l e s a i : - Dikeluarkan di : JAKARTA Pada tanggal : 07 Oktober 2014 Mengetahui, Kepala Kantor, selaku ATASAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL BAMBANG PERMADI, SH., MH. NIP. 19660501 199203 1 001 42. 39 9. Berita Acara Penahanan KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI KANTOR WILAYAH DKI JAKARTA KANTOR IMIGRASI KELAS I KHUSUS JAKARTA SELATAN Jalan Warung Buncit Raya Nomor 207 Jakarta Selatan 12760 Tlp. 021-79170912, 021-79170913, 021-79170914 Website : jakartaselatan.imigrasi.go.id BERITA ACARA PENAHANAN ---------Pada hari ini Selasa tanggal 07 bulan Oktober tahun Dua Ribu Empat Belas jam 14.00 WIB, saya : - ------------------------------------: MUH. KHAMDAN :------------------------------------- Pangkat Penata Muda Tk.I (III/b) NIP. 19850225 200901 1005, pada kantor tersebut di atas selaku Penyidik Penyidik Pegawai Negeri Sipil Keimigrasian berdasarkan : ---------------------------------------------------------------- 1. Laporan Kejadian Nomor : LK /023/IX/2014/WASDAKIM/JAKSEL tanggal 30 September 2014;------- 2. Surat Perintah Penahanan Nomor : Sprint.han/029/X/2014/WASDAKIM/JAKSEL;------------------------- 3. Surat Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Jakarta Selatan Nomor : W10.IMI.IMI.3-GR.04.02- 030 tanggal 7 Oktober 2014, perihal Permohonan Penitipan Tahanan an. GABRIEL CHIMEZIE al.