TINDAK PIDANA KOROPSI.docx
Transcript of TINDAK PIDANA KOROPSI.docx
TINDAK PIDANA KOROPSI
MAKALAH
disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Kewirausahaan
yang dibimbing oleh Rokiyah, SH, MH
Oleh
Kelas 2E/(12)
Lusi Niyaga (1431120116)
POLITEKNIK NEGERI MALANGJURUSAN TEKNIK ELEKTRO
D3 TEKNIK LISTRIKNovember 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tindak pidana korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan
tindak pidana lain di berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat
dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang ditimbulkan dapat
menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana
ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan
pembangunan sosial ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai– nilai demokrasi
dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya. Korupsi
merupakan ancaman terhadap cita- cita menuju masyarakat adil dan makmur.
Pembicaraan tentang korupsi seakan tidak ada putus-putusnya. Fenomena ini memang
sangat menarik untuk dikaji, apalagi dalam situasi seperti sekarang ini, dimana ada
indikasi yang mencerminkan ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah. Tuntutan
akan pemerintahan yang bersih semakin keras, menyusul krisisi ekonomi akhir-akhir ini.
Hal ini sungguh masuk akal, sebab kekacauan ekonomi saat ini merupakan ekses dari
buruknya kinerja pemerintahan di Indonesia dan praktik korupsi inilah yang menjadi akar
masalah.
Masalah korupsi bukan lagi masalah baru dalam persoalan hukum dan ekonomi bagi
suatu negara karena masalah korupsi telah ada sejak ribuan tahun yang lalu, baik di
negara maju maupun di negara berkembang termasuk juga di Indonesia. Korupsi telah
merayap dan meyelinap dalam berbagai bentuk, atau modus operandi sehingga
menggerogoti keuangan negara, perekonomian negara dan merugikan kepentingan
masyarakat.
Korupsi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Baik dari
jumlah kasus yang terjadi maupun jumlah kerugian keuangan negara. Kualitas tindak
pidana korupsi yang dilakukan juga semakin sistematis dengan lingkup yang memasuki
seluruh aspek kehidupan masyarakat. Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor utama
penghambat keberhasilan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur sebagaiman diamanatkan oleh Undang-Undang dalam memberantas korupsi.
Korupsi juga semakin memperburuk citra pemerintah di mata masyarakat yang tercermin
dalam bentuk ketidakpercayaan dan ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum, bila
tidak ada perbaikan yang berarti, maka kondisi tersebut sangat membahayakan
kelangsungan hidup bangsa.
Salah satu agenda reformasi yang dicanangkan oleh para reformis adalah
memberantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Pada waktu digulirkannya
reformasi ada suatu keyakinan bahwa peraturan perundangan yang dijadikan
landasanlandasan untuk memberantas korupsi dipandang tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan masyarakat. Hal ini tersebut dapat di lihat dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/ MPR / 1998 Tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VIII / MPR/
2001 Tentang Rekomendasi Arah Kebijaksanaan Pemberantasaan dan Pencegahan
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan butir c konsideran Undang – undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dinyatakan sebagai
berikut : “Bahwa undang – undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam
masyarakat, karena itu perlu diganti dengan Undang – undang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yang baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan tindak pidana koropsi ?
2. Apa faktor penyebab tindak pidana koropsi ?
3. Bagaiman pencegahan dan strategi pemberantasa koropsi ?
4. Apa saja jenis dan sanksi dalam undang-undang ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Agar dapat mengetahui makna dan definisi dari tindak pidana koropsi.
2. Agar dapat mengetahui apa saja penyebab dan faktor terjadinya tindak pidana
koropsi.
3. Agar dapat memahami bagaimana pencegahan dari tindak pidana koropsi.
4. Agar dapat mengetahui jenis dan sanksi dalam undang-undang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Tindak Pidana Koropsi
Koropsi atau rasuah ( bahasa latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok ) adalah tindakan
pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam
tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan
publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dalam arti luas koropsi atau koropsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Menurut beberapa para ahli koropsi didefinisakan bermacam-
macam pengertian. Menurut Suyatno tindak pidana korupsi dapat didefiniskan ke
dalam 4 jenis yaitu :
1. Discritionery corruption adalah korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan
dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun nampaknya bersifat sah, bukanlah
praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi.
2. Illegal corruption merupakan jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa
atau maksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu.
3. Mercenry corruption adalah jenis tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk
memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
4. Ideological corruption yaitu suatu jenis korupsi illegal maupundiscretionery yang
dimaksudkan untuk mengejar tujuan kelompok.
Dalam realitas raung lingkup prototype atau bentuk dan jenis korupsi begitu luas
sehingga tidak mudah dihadapi sarana hukum semata. Menurut Prof Dr Syet Husein
Alatas, guru besar Universitas Singapurayang banyak menulis dan pakar perihal korupsi
menyebutkan terdapat 7 (tujuh) tipologi atau bentuk dan jenis korupsi yaitu :
1. Korupsi Transaktif (transactive corruption), jenis korupsi yang menunjuk adannya
kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan pihak penerima demi keuntungan
kepda kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan
kepada kedua belah pihak dan dengan aktif diusahakan tercapainya keuntungan yang
biasnnya melibatkan dunia usaha atau bisnis dengan pemerintah.
2. Orupsi perkerabatan (nepotistic corruption)yang menyangkut penyalahgunaan
kekuasaan dan wewenang untuk berbagai keuntungan bagi teman atau sanak saudara
dan krooni-kroninya.
3. Korupsi yang memeras (extortive corruption) adalah korupsi yang dipaksakan
kepada suatu pihak yang biasannya disertai ancaman, terror, penekanan (presur)
terhadap kepentingan orang-orang dan hal-hal yang dimilikinya.
4. Korupsi Investif (investive corruption), adalah memberikan suatu jasa atau barang
tertentu kepada pihaklain demi keuntungan dimasa depan.
5. Korupsi defensive (devensive corruption), adalah pihak yang akan dirugikan
terpaksa ikut terlibat didalamnya atau bentuk ini membuat terjebak bahkan menjadi
korban perbuatan korupsi.
6. Korupsi Otegenik (outogenic corruption), adalah korupsi yang dilakukan seorang
diri (single fighter), tidak ada orang lain atau pihak lain yang terlibat.
7. Korupsi Suportif (supportive corruption), adalah korupsi dukungan (support) dan
taka da orang atau pihak lain yang terlibat.
Jenis Praktik bisnis pada korupsi transaktif yaitu :
a) Korupsi epidemic (epidemic corruption). Jenis korupsi konvensional yang lebih
popular dengan korupsi public (public corruption) dan dengan cepat mewabah atau
“epidemic” yang pelaku biasanya masyarakat atau berbagai tingkat bawah dengan
pungutan “tidak resmi” atau pungutan liar, suap menyuap untuk urusan administrasi,
surat ijin atau lisensi, layanan dari pemerintah masih ada tambahan biaya petugas
pajak yang curang, tagihan rekening listrik, telepon yang merugikan masyarakat,
jadi benar-benar merupakan bentuk korupsi yang hamper sehari-hari terjadi pada
masyarakat.
b) Korupsi endemic (endemic corruption), merupakan bentuk korupsi antara kalangan
bisnis, pelaku bisnis dengan tindakan kolusi pada birokrat artinya krakter suap
antara kontraktor dengan aparat birokrat, sehingga jatah proyek pada yang tidak
berhak, komisi untuk pengadaan barang dan jasa oleh pemerintah daerah, melakukan
ruislag tukar guling dengan keputusan dipengaruhi unsur korupsi, menyalahgunakan
APBN dan berbagai bentuk penyelengan keunagan Negara dalam pengelolaan
keuangan dengan alas an kepentingan tugas padahal relative dan meragukan tapi
menguntungkan diri sendiri atau korupsi ditempuh dengan cara sistematis dengan
memanfaatkan peluang transaksi dalam dunia bisnis mulai proses perencanan atau
korupsiberencana, selanjutnya sejak awal kontraktor berusaha memperoleh proyek
melalui piminan proyek (pimpro) dan bekerja sama dengan rekanan pemborong atau
kontraktor, kerja sama dengan rekanan pemborong atau kontraktor, kerjasama dapat
terjadi mulai menyusun Rancangan Rencana Kerja dan Anggaran
(RENJA), Rencana Kerja Anggaran Kementerian Lembaga (RKA-KL) menjadi
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Biaya (RAB) suatu proyek pembnagunan dan
perencanan yang lain bahkan ikut menyusun memperjuangkan proyek tersebut agar
terbit DIPA, sedangkan rencana tentang pembagian keuntungan atau komisi telah
disusun rapi sejak awal. Modus korupsi sistematik melalui perencanaan sering
membuat biaya operasional proyek menjadi kecil misalnya pajak PPn PPh 12,5%,
Cost fee pemborong 10%, komisi pimpro 10%, beban servis pejabat 2,5%,
rendawals 4%, cadangan sussut/hangus sampai 6% sisanya antara 55% sampai 60 %
dan kualitas proyek menjadi buruk diluar spektek, bestek sehingga menjadi
bermasalah.
c) Korupsi transnasional (transnasional corruption), adalah bentuk korupsi dilakukan
oleh pelaku bisnis atau para elite birokrat dengan cara professional dengan
memanfaatkan hi-tech dan bentuk kejahatan dimensi baru (new dimention crime)
bahkan melibatkan investor asing, kontraktor asing dan oleh badan-badan usaha
besar yang berbentuk multi nasional corporation yang melakukan korupsi, serta
lebih popular disebut konglomerat hitam karena korupsi jenis ini langsung
berpengaruh kepada besar kecilnya APBN. Praktik jenis korupsi transnasional
misalnya dalam bentuk mark-up proyek pertambanagn emas, tembaga, minyak,
eksplorasi uap, batu bara dan lain-lain, manipulasi pengelolaan hutan disertai illegal
loging, komisi dalam jumlah besar pada proyek-proyek pemerintah, manipulasi
perpajakan dan manipulasi proyek-proyek pembangunan lainnya serta kerugian yang
ditimbulkan mencapai miliaran dolar atau triliun rupiah.
Jenis dan tipologi korupsi menurut bentuk-bentuk tindak pidana korupsi yang
dibuat dalam pasal-pasal UU Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dengan Undang-
undang nomor 20 tahun 2001 sebagai berikut :
a) Tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu
korporasi (pasal 2)
b) Tindak pidana korupsi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan,
sarana jabatan atau kedudukan (pasal 3)
c) Tindak pidana korupsi Suap dengan memberikan atau menjanjikan sesuatu
(pasal 5)
d) Tindak pidana korupsi dengan suap pada hakim dan advokad (pasal 6)
e) Tindak pidana korupsi dalam hal membuat bangunan dan menjual bahan
bangunan dan korupsi dalam hal menyerahkan alat keperluan TNI dan KNRI
(pasal 7)
f) Tindak pidana korupsi oleh Pegawai negeri mengelapkan uang dan surat
berharga (pasal 8)
g) Tindak pidana korupsi pegawai negeri memalsu buku-buku dan daftar-daftar
(pasal 9)
h) Tindak pidana korupsi Pegawai negeri merusakan barang, akta, surat atau
daftar (pasal 10)
i) Tindak pidana korupsi oleh Pegawai Negeri menerima hadiah atau janji yang
berhubungan dengan kewenangan jabatan (pasal 11)
j) Tindak pidana korupsi oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara atau
hakim dan advokat menerima hadiah atau janji; pegawai negeri memaksa
membayar, memotong pembayaran, meminta pekerjaan, menggunakan tanah
Negara dan turut serta dalam pemborongan (pasal 12)
k) Tindak pidana korupsi Suap Pegawai Negeri menerima gratifikasi (pasal 12b)
l) Tindak pidana korupsi suap pada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan jabatan (pasal13)
m) Tindak pidana korupsi yang berhubungan dengan hukum acara pemberantasan
korupsi
n) Tindak pidana pelanggaran terhdapa pasal 220, 231, 421, 429 dan 430 KUHP
(pasal 23).
2.1.1 Ciri-ciri Tindak Pidana Koropsi
Berbicara mengenai Ciri ciri korupsi, Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri
korupsi, sebagai berikut :
1. Ciri korupsi selalu melibatkan lebih dari dari satu orang. Inilah yang membedakan
antara korupsi dengan pencurian atau penggelapan.
2. Ciri korupsi pada umumnya bersifat rahasia, tertutup terutama motif yang
melatarbelakangi perbuan korupsi tersebut.
3. Ciri korupsi yaitu melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik.
Kewajiban dan keuntungan tersebut tidaklah selalu berbentuk uang.
4. Ciri korupsi yaitu berusaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum.
5. Ciri korupsi yaitu mereka yang terlibat korupsi ialah mereka yang memiliki
kekuasaan atau wewenang serta mempengaruhi keputusan-keputusan itu.
6. Ciri korupsi yaitu pada setiap tindakan mengandung penipuan, biasanya pada badan
publik atau pada masyarakat umum.
7. Ciri korupsi yaitu setiap bentuknya melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari
mereka yang melakukan tindakan tersebut.
8. Ciri korupsi yaitu dilandaskan dengan niat kesengajaan untuk menempatkan
kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi.
2.2 Faktor Penyebab Tindak Pidana Koropsi
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang PemberantasanTindak Pidana
Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiaporang yang dikategorikan
melawanan hukum, melakukan perbuatan memperkayadiri sendiri, menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatukorporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Berdasarkan Gone Theory yang dikemukakan oleh jeck bologne, ada beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya korupsi, yaitu :
1. Greeds (keserakahan)
2. Opportunities (kesempatan melakukan kecurangan)
3. Needs (kebutuhan hidup yang sangat banyak)
4. Exposures (pengungkapan) : tindakan atau konsekuensi yang dihadapi oleh pelaku
kecurangan apabila pelaku diketemukan melakukan kecurangan tidak begitu jelas.
Indonesia sendiri, korupsi dapat dengan mudah terjadi karena penegakan hukumnya yang
tidak konsisten. hukum yang ada hanya bersifat sementara dan selalu berubah tiap pergantian
pemerintahan. Hal ini membuat orang berani untuk melakukan tindak korupsi karena
konsekuensi bila ditangkap lebih rendah dari pada keuntungan korupsi. Saat tertangkap pun
bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan
hukumannya.
Agama telah gagal menjadi pembendung moral bangsa dalam mencegah korupsi karena
perilaku masyarakat yang memeluk agama itu sendiri. Pemeluk agama menganggap agama
hanya berkutat pada masalah bagaimana cara beribadah saja. Sehingga agama nyaris tidak
berfungsi dalam memainkan peransosial.
Sejak jaman penjajahan dulu, indonesia sudah terbiasa untuk memberi upeti, imbalan jasa
dan hadiah. Budaya ini terus dijalankan hingga sekarang sehingga suap menyuap bukan hal
yang aneh lagi. Selain itu, budaya serba membolehkan dan tidak mau tahu membuat orang
beranggapan bahwa korupsi adalah hal biasa karena sering ter!adi, bahkan sudah
membudaya.
Di dalam dunia politik, seseorang bisa dengan mudah terpengaruh untuk melakukan
tindak korupsi karena langkanya lingkungan yang antikorup. Sistem dan pedoman anti
korupsi hanya dilakukan sebatas formalitas. Ada juga yang takut dianggap bodoh bila tidak
menggunakan kesempatan untuk menyalahgunakan dan kekuasaan yang ada. Apalagi dengan
rendahnya pendapatan negara, korupsi semakin menjadi-jadi. Pedapatan yang diperoleh tidak
mampu memenuh ikebutuhan penyelenggara negara, tidak mampu mendorong penyelenggara
negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.
Kemiskinan membuat seseorang melakukan tindak korupsi dengan dalih mengalami
kesulitan dalam hal ekonomi. Keluarga yang terus-menerus mendesaknya untuk
menghasilkan uang lebih banyak, membuatnya gelap mata dan tidak takut lagi dengan dosa.
Namun, secara tidak sadar korupsi telah menyebabkan kemiskinan meningkat karena hal
tersebut membawa dampak buruk pada pembangunan sosial dan ekonomi.
Bukan hanya orang tidak mampu, orang yang sudah kaya raya pun memiliki
kecenderungan untuk melakukan tindak korupsi. Hal ini berkaitan dengan adanya perilaku
serakah yang ada di dalam setiap orang. Mereka orang yang tidak pernah puas dengan apa
yang dimiliki dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. Jadi, korupsi
tidak hanya disebabkan oleh sifat koruptor itu sendiri, tetapi lingkungan dimana mereka
tinggal yang dapat mempengaruhi terbentuknya sifat individu di dalam diri manusia.
Menurut Syed Hussein sebab-sebab terjadiny koropsi sebagai berikut :
1. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku antikorupsi
2. Kemiskinan
3. Kurangnya pendidikan
4. Tiadanya tindak hukum yang tegas
5. Struktur pemerintahan.
6. Perubahan radikal
7. Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika
8. Keadaan masyarakat.
Dampak terjadinya koropsi ada beberapa faktor yang mempengarui
1. Bidang Kehidupan
a) Hukum
Sistem hukum tidak lagi berdasarkan pada prinsip-prinsip keadailan hukum
Besarnya peluang eksekutif mencampuri badan peradilan.
Hilangnya kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat
Sistem hukum dan peradilan dapat dikendalikan dengan uang
Hilangnya perlindungan hukum terhadap rakyat terutama rakyat miskin
Peradilan dan kepastian hukum menjadi bertele-tele karena disalahgunakan oleh
aparat penegak hukum.
b) Politik
Terpusatnya kekuasaan pada pejabat negara tertentu (pemeritah pusat)
Daerah dan pemerintah daerah sangat bergantung pada pemerintah pusat.
Lemahnya sikap dan moralitas para penyelenggara Negara
Terhambatnya kaderisasi dan pengembangan sumber daya manusia indonesia.
Terjadinya ketidakstabilan politik karena rakyat tidak percaya terhadap pemerintah
Diabaikannya pembangunan nasional karena penyelenggara negara disibukkan
dengan membuat kebijakan popilis bukan realistis.
c) Ekonomi
Pembangunan dan sumber-sumber ekonomi dikuasai orang yang berada di lingkaran
kekuasaan.
Munculnya para pengusaha yang mengandalkan kebijakan pemerintah bukan
berdasarkan kemandirian.
Rapuhnya dasar ekonomi nasional karena pertumbuhan ekonomi bukan didasarkan
pada kondisi sebenarnya
Munculnya para konglomerat yang tidak memiliki basis ekonomi kerakyatan.
Munculnya spekulan ekonomi yang menjatuhkan ekonomi secara keseluruhan
Hilangnya nilai moralitas dalam berusaha, yakni diterapkannya sistem ekonomi
kapitalis yang sangat merugikan pengusaha menengah dan kecil.
Terjadinya tindak pencucian uang
d) Sosial Budaya
Hilangnya nilai-nilai moral social
Hilangnya figur pemimpin dan contoh teladan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
Berkurangnya tindakan menjunjung tinggi hukum, berkurangnya kepedulian dan
kesetiakawanan
Lunturnya nilai-nilai budaya bangsa.
2.3 Pencegah Dan Strategi Pemberantasan Koropsi
Menurut Andi Hamzah (2005:249), strategi pemberantasan korupsi bisa disusundalam
tigas tindakan terprogram, yaitu Prevention , Public Education dan Punishment. Prevention
ialah pencerahan untuk pencegahan. Publik Education yaitu pendidikan masyarakat untuk
menjauhi korupsi. Punishment adalah pemidanaan atas pelanggaran tindak pidana korupsi.
Strategi Preventif
Strategi Preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengancara
menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya
korupsi. Konvensi PBB Anti Korupsi, Uneted NationsConvention Against Corruption
(UNCAC), menyepakati langkah-langkahuntuk mencegah terjadinya korupsi. Masing-
masing negara setuju untuk: “...mengembangkan dan menjalankan kebijaksanaan anti-
korupsi terkoordinasi dengan mempromosikan partisipasi masyarakat danmenunjukkan
prinsip-prinsip supremasi hukum, manajemen urusan publik dan properti publik dengan
baik, integritas, transparan, dan akuntable, ...saling bekerjasama untuk mengembangkan
langkah-langkah yang efektif untuk pemberantasan korupsi”.
Public Education
Public Education atau pendidikan anti korupsi untuk rakyat perludigalakkan untuk
membangun mental anti-korupsi. Pendidikan anti-korupsi ini bisa dilakukan melalui
berbagai pendekatan, seperti pendekatan agama, budaya, sosioal, ekonomi, etika, dsb.
Adapun sasaran pendidikan anti-korupsi secara garis besar bisadikelompokkan menjadi
dua:
a) Pendidikan anti korupsi bagi aparatur pemerintah dan calon aparatur pemerintah.
b) Public education anti korupsi bagi masyarakat luas melalui lembaga-lembaga
keagamaan, dan tokoh-tokoh masyarakat. Semua itu dilakukanuntuk meningkatkan
moral anti korupsi. Publik perlu mendapatsosialisasi konsep-konsep seperti kantor
publik dan pelayanan publik berikut dengan konsekuensi-konsekuensi tentang biaya-
biaya sosial,ekonomi, politik, moral, dan agama yang diakibatkan korupsi.
Strategi Punishment
Strategi Punishment adalah tindakan memberi hukuman terhadap pelakutindak pidana
korupsi. Dibandingkan negara-negara lain, Indonesiamemiliki dasar hukum
pemberantasan korupsi paling banyak, mulai dari peraturan perundang-undangan yang
lahir sebelum era eformasi sampaidengan produk hukum era reformasi, tetapi
pelaksanaannya kurangkonsisten sehingga korupsi tetap subur di negeri ini.
Dari sekian banyak peraturan perundang-undangan anti-korupsi yang ada,salah satu
yang paling populer barangkali UU Nomor 30/2002 tentangKPK. KPK adalah lembaga
negara yang bersifat independen yang dalam pelaksanaan tugas dan kewenangannya
bebas dari kekuasaan manapun.
Tugas-tugas KPK adalah sebagai berikut:
a) Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasantindak
pidana korupsi,
b) Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasantindak
pidana korupsi,
c) Melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi,
d) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, danmelakukan
monitor terhadap penyelengaraan pemerintahan negara.
Upaya yang dapat dilakukan dengan langkah-langkah :
Pemberlakuan berbagai UU yang mempersempit peluang korupsi
Pembentukan berbagai lembaga yang diperlukan untuk mencegah korupsi
Pelaksanaan sistem rekruitmen aparat secara adil dan terbuka
Peningkatan kualitas kerja berbagai lembaga independen masyarakat untuk memantau
kinerja para penyelenggara Negara
Pemberian gaji dan kesejahteraan pegawai yang memadai.
Cara yang kedua yang ditempuh untuk menindak lanjuti korupsi adalah :
Pemberian hukum secara sosial dalam bentuk isolasi kepada para koruptor
Penndakan secara tegas dan konsisten terhadap setiap aparat hukum yang bersikap
tidak tegas dan meloloskan koruptor dari jerat hokum
Penindakan secara tegas tanpa diskriminasi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku terhadap para pelaku korupsi
Memberikan tekanan langsung kepada pemerintah dan lembaga-lembaga penegak
hukum untuk segera memproses secara hukum para pelaku korupsi.
Salah satu langkah nyata dalam upaya pemberantasan korupsi secara represif adalah
dengan ditetapkannya UU No. 46 Tahun 2003 tentang Pengendalian Tindak Pidana
Korupsi.Hakim dalam pengadilan tindak Pidana Korupsi terdiri dari hakim ad hoc yang
persyaratan dan pemilihan serta pengangkatannya berbeda dengan hakim pada umumnya.
Keberadaan hakim ad hoc diperlukan karena keahliannya sejalan dengan kompleksitas
perkara tindak pidana korupsi, baik yang menyangkut modus operandi, pembuktian, maupun
luasnya cakupan tindak pidana korupsi yang antara lain di bidang keuangan dan perbankan,
perpajakan, pasar modal , pengadaan barang dan jasa pemerintah.
2.4 Jenis dan Sanksi dalam UU No 20 Tahun 2001
Dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi Jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi, pertanggung jawaban pidana pada perkara tindak pidana korupsi yaitu:
a) Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik
merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
b) Pegawai Negeri adalah meliputi :
pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang
tentang Kepegawaian;
pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana;
orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah;
orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan
dari keuangan negara atau daerah; atau
orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan
modal atau fasilitas dari negara atau masyarakat.
c) Setiap orang adalah orang perseorangan atau termasuk korporasi.
PENJATUHAN PIDANA PADA PERKARA TINDAK PIDANA PADA PERKARA
TINDAK PIDANA KORUPSI
Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 jo undang-undang
nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap
terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut.
Terhadap Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi
1. Pidana Mati
Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang
dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang nomor
20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam
keadaan tertentu.
2. Pidana Penjara
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi
setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara
atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara (Pasal 3)
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikitRp.150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta) bagi setiap orang yang dengan
sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak
langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap
tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) bagi setiap orang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
3. Pidana Tambahan
Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang
tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi,
termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu
pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan
harta yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau
sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada
terpidana.
Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu)
bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang
pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar
uang pengganti maka terpidana dengan pidana penjara yang lamanya tidak
memenuhi ancaman maksimum dari pidana pokoknya sesuai ketentuan undang-
undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan
dalam putusan pengadilan.
Terhadap Tindak Pidana yang dilakukan Oleh atau Atas Nama Suatu Korporasi
Pidana pokok yang dapat dijatuhkan adalah pidana denda dengan ketentuan maksimal
ditambah 1/3 (sepertiga). Penjatuhan pidana ini melalui procedural ketentuan pasal 20 ayat
(1)-(5) undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah
sebagai berikut:
1) Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka
tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan/atau
pengurusnya.
2) Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut
dilakukan oleh orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan
hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun
bersama-sama.
3) Dalam hal ini tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi maka korporasi
tersebut diwakili oleh pengurus, kemudian pengurus tersebut dapat diwakilkan kepada
orang lain.
4) Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi menghadap sendiri di
pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya penguruh tersebut dibawa ke siding
pengadilan.
5) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk
menghadap dan menyerahkan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus
di tempat tinggal pengurus atau ditempat pengurus berkantor.
Unsur-unsur tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang nomor 20
tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah
a) Melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
b) Perbuatan melawan hukum;
c) Merugikan keuangan Negara atau perekonomian;
d) Menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan atas sarana yang ada padanya karena
jabatan dan kedudukannya dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain.
2.4.1 Gambaran Umum Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat
mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp
1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim
Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang
dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan “Operasi
Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib),
namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga
Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak
dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara
mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya
menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru
menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi &
Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara
yang Bersih & Bebas dari KKN.
Persepsi Masyarakat tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan memberikan
sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh.Namun yang paling menyedihkan adalah sikap
rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya praktik-praktik korupsi oleh be-berapa
oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan de-
monstrasi. Tema yang sering diangkat adalah “penguasa yang korup” dan “derita rakyat”.
Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas kepada para korup-tor.
Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas
terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin
berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan
secara menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.
Fenomena Korupsi di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya Indonesia ialah:
a) Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada
lembaga-lembaga politik yang ada.
b) Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-num”
lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-maan,
kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
c) Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak
di antara mereka yang tidak mampu.
d) Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
“kepentingan rakyat”.
Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi
Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-
upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas
korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para
pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good
governance.
Membangun kepercayaan masyarakat.
Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-
sia, antara lain sebagai berikut :
1. Upaya Pencegahan (Preventif)
Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan pengabdian pada
bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan agama.
Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki tang-gung
jawab yang tinggi.
Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa
tua.
Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi
dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
2. Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti melanggar dengan
dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat dan dihukum pidana.
3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait
dengan kepentingan publik.
Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga
ke tingkat pusat/nasional.
Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-
rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam
setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)
Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang meng-
awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia dan terdiri dari
sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk memberantas korupsi me-lalui
usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di
Jakarta pd tgl 21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki
pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan
memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba se-
karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju organisasi yang
demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global.
Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004
menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-sul Surabaya,
Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di
posisi keenam negara terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan
Azerbaijan, Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik
dari Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &
Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari teori yang telah disajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :1. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan
sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dishonest (ketidakjujuran).
2. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi.
3. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelom-pok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pri-badinya dengan dalih “kepentingan rakyat”.
4. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan memberantas korup-si.
5. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dlam memberantas tindak korupsi di Indonesia, antara lain :upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi LSM (Lembaga Swada-ya Masyarakat).
3.2 Saran
Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di Indo-nesia
agar mendapat informasi yang lebih akurat.
Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu mengaplikasi-kannya di dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Adenrabani. Pengertian Tindak Pidana Koropsi, (online),
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32981/4/Chapter%20I.pdf), diakses 17 Novembar 2015.
Sulisani. Pengertian Tindak Pidana Koropsi Menurut Pakar,(online),
(http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-tindak-pidana-korupsi.html#_), diakses 17 Novembar 2015.
Madiningrum. Tipologi Koropsi, (online),
(http://parismanalush.blogspot.co.id/2014/09/tipologi-korupsi.html), diakses 17 Novembar 2015.
Jur. Andi Hamzah, 2007. Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional. Penerbit PT Raja Grafindo Persada : Jakarta.
Tofiq Mohammad. Faktor Penyebab Tindak Pidana Koropsi, (online),
(http://www.academia.edu/7174050/FAKTORFAKTOR_PENYEBAB_TINDAK_KORUPSI) ), diakses 17 Novembar 2015.
Safira Mirani.Koropsi, (online),
(http://kumpulanmakalahku12.blogspot.co.id/2013/11/korupsi.html), diakses 17 Novembar 2015.
Nurinsany. Strategi Pemberantasan Koropsi Di Indonesia,(online),
(http://www.academia.edu/3097181/STRATEGI_PEMBERANTASAN_KORUPSI_DI_INDONESIA), diakses 17 Novembar
2015.
Kazarana. Tindak-Pidana-Korupsi-Di-Indonesia-Tinjauan-Uu-No-31-Tahun-1999-Jo-Uu-No-20-Tahun-2001-Tentang-Pemberantasan-Tindak-Pidana-Korupsi, (online),
(https://agusthutabarat.wordpress.com/2009/11/06/tindak-pidana-korupsi-di-indonesia-tinjauan-uu-no-31-tahun-1999-jo-uu-no-20-tahun-2001-tentang-pemberantasan-tindak-
pidana-korupsi/), diakses 17 Novembar 2015.