Tiket Masuk Dummy 2
description
Transcript of Tiket Masuk Dummy 2
DAFTAR ISI
Daftar Isi ............................................................................................................................. 1
Daftar Tabel ........................................................................................................................ 2
Daftar Gambar .................................................................................................................... 3
I. Pendahuluan .................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................5
1.2 Tujuan....................................................................................................................6
II. Tinjauan Pustaka.............................................................................................................12
2.1 Analisis Korelasi....................................................................................................12
4.1 Uji Normalitas........................................................................................................13
4.2 Regresi Linier.........................................................................................................14
4.3 Regresi Non Linier.................................................................................................16
IV Kesimpulan ....................................................................................................................18
Daftar Pustaka .....................................................................................................................19
Lampiran .............................................................................................................................20
1
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Data Luas Lahan dan Produksi Beras....................................................................12
Tabel 2. Uji Korelasi...........................................................................................................12
Tabel 3. Model Summary Regresi Linier............................................................................14
Tabel 4. Uji F Regresi Linier...............................................................................................15
Tabel 5. Uji T Regresi Linier...............................................................................................15
Tabel 6. Model Summary Regresi Non Linier....................................................................16
Tabel 7. Uji F Regresi Non Linier.......................................................................................16
Tabel 8. Uji T Regresi Non Linier.......................................................................................17
2
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram Keeratan Hubungan Korelasi..............................................................6
Gambar 2. Langkah ke-5 Korelasi.......................................................................................8
Gambar 3. Langkah ke-6 Korelasi.......................................................................................8
Gambar 4. Langkah Perhiungan Normalitas.......................................................................9
Gambar 5. Langkah-Langkah Regresi Linier......................................................................10
Gambar 6. Hasil Data Non Linier........................................................................................11
Gambar 7. Hasil Uji Normalitas Berdasar Grafik Q-Q Plot of PROD................................13
Gambar 8. Hasil Uji Normalitas Berdasar Grafik Q-Q Plot of Lahan.................................14
3
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini
hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-
rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1
tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra.
Rata-rata produktivitas tebu pada tahun 1990-an mencapai 7 t hablur/ha, namun
setelah itu hanya mencapai sekitar 5 t hablur/ha. Rendemen gula sebagai salah satu
indikator produktivitas juga mengalami penurunan sekitar -1,3%/tahun dalam periode
1990-2010 dan mencapai titik terendah pada tahun 1998 (5,49%) dengan produktivitas
hablur hanya mendekati 4 t /ha. Kondisi ini berubah setelah tahun 2005 di mana
rendemen gula mulai meningkat dan mencapai 7,67% pada tahun 2005. Pada tahun 2010
produktivitas mencapai 6,3 t hablur/ha, namun masih tetap di bawah produktivitas yang
pernah dicapai pada tahun 1990an (7 t/ha). Laju peningkatan produktivitas tebu dan
hablur selama kurun waktu lima tahun terakhir masih jauh lebih rendah dari yang pernah
dicapai pada kurun waktu 1930an. Pada saat itu, produktivitas tebu hampir mendekati 140
t/ha dan produktivitas hablur mendekati 18 t/ha, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
produktivitas tebu dan hablur saat ini yang hanya sekitar 78 t tebu/ha dan 6 t hablur/ha
(Deptan, 2013).
Saat ini pemerintah sedang menggalakkan penanaman tebu untuk mengatasi
rendahnya produksi tebu yang berpengaruh pada produksi gula di Indonesia.
Permasalahan produksi tersebut dapat diperbaiki dengan penerapan teknologi, pupuk dan
benih yang digunakan dalam budidaya tebu. Pupuk, benih dan penerapan teknologi dapat
membuat rendemen dalam tebu dan produksi tebu menjadi tinggi.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh teknologi, benih
berkualitas dan penambahan pupuk terhadap produksi tebu dengan menggunakan model
variabel dummy yang terbaik dan dapat menjelaskan model secara signifikan.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan teknologi terhadap produksi tebu.
4
2. Untuk mengetahui pengaruh peningkatan pupuk terhadap peningkatan produksi tebu.
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh peningkatan kualitas benih terhadap produksi
tebu.
4. Untuk mengetahui model terbaik dari model dummy yang dapat menjelaskan model
secara signifikan.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Tebu
Tebu merupakan jenis tanaman perdu, yang termasuk dalam golongan rumput-
rumputan dengan nama lain Saccharum officinarum. Tanah yang paling cocok untuk jenis
tanaman perdu adalah daerah dataran yang tingginya kurang dari 500 meter di atas
permukaan laut. Curah hujan yang cocok untuk tanaman tebu mempunyai curah hujan
tidak kurang dari 2000 mm per tahunnya. Keadaan iklim yang baik yaitu keadaan iklim
yang bergantian antara kemarau dan penghujan. Jadi tanah yang cocok untuk budidaya
tanam tebu adalah tanah yang memiliki sifat kering-kering basah. Iklim panas yang
lembab dengan suhu antara 25ºC-28ºC. Curah hujan kurang dari 100 mm/tahun. Tanah
tidak terlalu masam, pH diatas 6,4 dan ketinggian kurang dari 500 m dpl. Agar tanaman
tebu mengandung kadar gula yang tinggi, harus diperhatikan musim tanamnya. Pada
waktu masih muda tanaman tebu memerlukan banyak air dan ketika mulai tua
memerlukan musim kemarau yang panjang. Daerah penghasil tebu terutama di Jawa,
Sumatera Selatan, Sumateran Barat, Lampung, dan, NusaTenggara(Deptan, 2014).
2.2 Pengembangbiakan Tanaman Tebu
Untuk mengembangbiakan tanaman tebu ada dua macam cara yaitu yang pertama
adalah cara generative, khusus untuk mencari bibit-bibit unggul yang nantinya bisa
dipakai untuk mendapatkan jenis tebu baru yang mempunyai kadar gula lebih tinggi.
Kemudian cara berikutnya ialah cara vegetative untuk mendapatkan bibit-bibit yang kita
perlukan untuk ditanam.
1. Generative
Dengan cara mengawinkan bunga tebu secara silang, dan kemudian menanam biji dari
hasil perkawinan silang tersebut. Perkawinan jenis unggul akan menghasilkan jenis
tebu baru yang unggul.
2. Vegetative
Dilakukan dengan penyetekan. Caranya dengan mengumpulkan pucuk-pucuk pohon
tebu kurang lebih 3-4 ruas, kemudian bdaun-daun yang menutupi ruas-ruas tersebut
kita hilangkan. Karena pucuk ini biasanya masih tertutup daun dan masih agak muda,
untuk menghilangkan atau mencegah adanya hama yang nantinya menyerang,
6
sebelum kita tanam kita harus member racun anti hama. Untuk bibit-bibit seperti ini
sering dipakai trusi yang dioles-oleskan pada batang tebu yang akan ditanam sebagai
bibit. Bibit stek pucuk merupakan dengan bibit stek pucuk ini adalah bibit yamg kita
ambil dari pucuk tebangan tebu. Bibit rayungan adalah bibit tebu yang telah tumbuh.
3. Cara yang baik untuk menanam bibit ini adalah sebagai berikut:
Dari pinggir 1,30 m. Lebar parit keliling 0,70 m, dengan dalam juga 0,70 m. Panjang
parit malang 100 m, lebar 0,50 m, demikian juga dengan kedalamannya 0,50 m.
Kemudian lebar parit mujur 0,70 m, dengan dalasm 0,70 m. Dengan demikian, maka
setiap kotakan ini luasnya 0,10 Ha dengan perincian 100 x 10 m² = 1.000 m².
Kemudian untuk parit yang malang itu dengan panjang 100 m kita bagi lagi sebagai
berikut:
a. Untuk membuat parit 1 x 0,70 m = 0,70 m.
b. Jalan dan tempat pembuangan tanah dari hasil galian membuat parit tersebut kita
ambil 1,30 m.
c. Tempat guludan/galengan 0,58 x 100 m = 58 m.
d. Seperti juga jenis bibit yang lain-lain, lubang tanaman kita buat dalamnya 0,35 m.
e. Dengan demikian pada setiap lubang yang panjangnya 10 m ini memerlukan 20
bibit, dan tentu saja masih ditambah dengan dengan bibit sumpingan untuk
cadangan sebagai penyulam kalau ada bibit yang tidak baik.
f. Bibit Bonggol
Bibit ini kita ambil daribbagian bawah tebu yang habis ditebang. Biasanya berupa
batang yang masih terpendam di dalam tanah, untuk bibit bonggol ini, biasanya
mempunyai mata 2 atau 3, cara penanaman bibit jenis ini dilakukan dengan agak
miring sedikit.(Agriculture, 2013)
2.3 Budidaya Tanaman Tebu
1. Pembukaan Lahan
Sebaiknya pembukaan dan penanaman dimulai dari petak yang paling jauh dari
jalan utama atau lori pabrik. Ukuran got standar; Got keliling/mujur lebar 60 cm;
dalam 70 cm, Got malang/palang lebar 50 cm; dalam 60 cm. Buangan tanah got
diletakkan di sebelah kiri got. Apabila got diperdalam lagi setelah tanam, maka tanah
7
buangannya diletakkan di sebelah kanan got supaya masih ada jalan mengontrol
tanaman. Juringan/cemplongan (lubang tanam) baru dapat dibuat setelah got – got
malang mencapai kedalaman 60 cm dan tanah galian got sudah diratakan. Ukuran
standar juringan adalah lebar 50 cm dan dalam 30 cm untuk tanah basah, 25 cm untuk
tanah kering. Pembuatan juringan harus dilakukan dua kali, yaitu stek pertama dan stek
kedua serta rapi. Jalan kontrol dibuat sepanjang got mujur dengan lebar + 1 m. Setiap 5
bak dibuat jalan kontrol sepanjang got malang dengan lebar + 80 cm. Pada juring
nomor 28, guludan diratakan untuk jalan kontrol (jalan tikus)
2. Persiapan Tanam
a. Lakukan seleksi bibit di luar kebun
b. Bibit stek harus ditanam berhimpitan agar mendapatkan jumlah anakan
semaksimal mungkin. Bibit stek + 70.000 per ha.
c. Sebelum ditanam, permukaan potongan direndam dahulu dengan POC NASA
dosis 2 tutup + Natural GLIO dosis 5 gr per 10 liter air.
d. Sebelum tanam, juringan harus diari untuk membasahi kasuran, sehingga kasuran
hancur dan halus.
4. Cara Tanam
a. Bibit Bagal atau Generasi
Tanah kasuran harus diratakan dahulu, kemudian tanah digaris dengan alat
yang runcing dengan kedalaman + 5-10 cm. Bibit dimasukkan ke dalam bekas
garisan dengan mata bibit menghadap ke samping. Selanjutnya bibit ditimbun
dengan tanah.
b. Bibit Rayungan (bibit yang telah tumbuh di kebun bibit)
Jika bermata (tunas) satu: batang bibit terpendam dan tunasnya menghadap
ke samping dan sedikit miring, + 45 derajat. Jika bibit rayungan bermata dua;
batang bibit terpendam dan tunas menghadap ke samping dengan kedalaman + 1
cm. Sebaiknya, bibit bagal (stek) dan rayungan ditanam secara terpisah di dalam
petak-petak tersendiri supaya pertumbuhan tanaman merata.
8
5. Waktu Tanam
Berkaitan dengan masaknya tebu dengan rendemen tinggi tepat dengan timing
masa giling di pabrik gula. Waktu yang tepat pada bulan Mei, Juni dan Juli.
6. Penyiraman
Penyiraman tidak boleh berlebihan supaya tidak merusak struktur tanah. Setelah
satu hari tidak ada hujan, harus segera dilakukan penyiraman.
7. Penyulaman
a. Sulam sisipan, dikerjakan 5 – 7 hari setelah tanam, yaitu untuk tanaman rayungan
bermata satu.
b. Sulaman ke – 1, dikerjakan pada umur 3 minggu dan berdaun 3 – 4 helai. Bibit
dari rayungan bermata dua atau pembibitan.
c. Penyulaman yang berasal dari ros/pucukan tebu dilakukan ketika tanaman
berumur + 1 bulan.
d. Penyulaman ke-2 harus selesai sebelum pembubunan, bersama sama dengan
pemberian air ke – 2 atau rabuk ke-2 yaitu umur 1,5 bulan.
e. Penyulaman ekstra bila perlu, yaitu sebelum bumbun ke -2
6. Pemupukan
a. Sebelum tanam diberi TSP 1 kuintal/ha.
b. Siramkan pupuk SUPER NASA yang telah dicampur air secara merata di atas
juringan dosis ± 1 – 2 botol/1000 m² dengan cara :Alternatif 1 : 1 botol
SUPERNASA diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian
setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram juringan.
Alternatif 2 : setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan
SUPERNASA untuk menyiram 5 – 10 meter juringan.
c. Saat umur 25 hari setelah tanam berikan pupuk ZA sebanyak 0,5-1 kw/ha.
Pemupukan ditaburkan di samping kanan rumpun tebu.
d. Umur 1,5 bulan setelah tanam berikan pupuk ZA sebanyak 0,5 – 1 kw/ha dan
KCl sebanyak 1-2 kw/ha. Pemupukan ditaburkan di sebelah kiri rumpun tebu.
5. Untuk mendapatkan rendemen dan produksi tebu tinggi, semprot POC NASA
9
dosis 4 – 6 tutup dicampur HORMONIK 1 – 2 tutup per-tangki pada umur 1 dan
3 bulan
7. Pemanenan
Pelaksanaan panen pada tanaman tebu meliputi beberapa kegiatan utama, yaitu
taksasi hasil perencanaan tebang berdasarkan analisis pendahuluan kemasakan tebu
dan tebang angkut(Agriculture, 2013).
10
III.METODE
3.1 Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau
lebih variabel independen (X1, X2,….Xn) dengan variabel dependen (Y). Analisis ini
untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen
apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif atau negatif dan untuk
memprediksi nilai dari variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami
kenaikan atau penurunan. Data yang digunakan biasanya berskala interval atau rasio.
Persamaan regresi linear berganda sebagai berikut:
Y = a + b1X1+ b2X2+…..+ bnXn
Keterangan:
Y = Variabel dependen (nilai yang diprediksikan)
X1 dan X2 = Variabel independen
a = Konstanta (nilai Y’ apabila X1, X2…..Xn = 0)
b = Koefisien regresi (nilai peningkatan ataupun penurunan)(Duwi,
2011)
3.2 Variabel Dummy
Variabel dummy adalah variabel yang digunakan untuk mengkuantitatifkan
variabel yang bersifat kualitatif (contoh: jenis kelamin, ras, agama, perubahan kebijakan
pemerintah, perbedaan situasi dan lain-lain). Variabel dummy merupakan variabel yang
bersifat kategorikal yang diduga mempunyai pengaruh terhadap variabel yang bersifat
kontinue. Variabel dummy hanya mempunyai 2 (dua) nilai yaitu 1 dan nilai 0, serta diberi
simbol D. Variabel dummy (D) dapat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
perubahan dalam intersep, slope atau keduanya, dalam dua atau lebih situasi yang berbeda
sperti keadaan damai dan perang(Mareta, 2011).
Analisis regresi dapat menggunakan data ratio maupun data yang bersifat
nominal. Data nominal merupakan tingkat data yang paling rendah dan keberadaannya
dalam analisis regresi merupakan penanda dari sesuatu yang bersifat dikotomi, variabel
ini disebut variable boneka atau variable dikotomi atau variable dummy. Berikut ini
gambaran perubahan intersep dan slope dalam persamaan regresi dummy variable:
11
Analisis Dummy sebagai Dependent Variable
Binomial (or binary) logistic regression adalah bentuk regresi dimana digunakan ketika
dependen adalah variable dikotomi. Multinomial logistic regression merupakan
pengembangan dari binomial logit dengan menjelaskan kasus dependent variable lebih
dari dua criteria. Ketika criteria-kriteria dalam dependent variable dapat dirangking maka
kemudian digunakanlah ordinal logistic regression. Variabel yang kontinyu tidak
digunakan dalam dependent variable model logistic regression.
Logistic regression menerapkan pendugaan maximum likelihood. Dalam hal ini,
pendugaan logistic regression menunjukkan probablitas suatu event tertentu terjadi.
Sebagai catatan, dalam analisis logit perubahan sebaga efek dari perubahan independent
dilihat dari log odds – nya, bukan sebagaimana perubahan dalam intrepretasi yang
dilakukan dalam estimasi menggunakan OLS.
Model:
ln[p/(1-p)] = a + bX + ea. p adalah probabilitas terjadinya suatu yang diamati
b. p/(1-p) adalah "odds ratio"
c. ln[p/(1-p)] adalah log odds ratio, atau "logit"
Berikut adalah langkah-langkah pengaplikasian variabel dummy pada SPSS:
1. Dummy Intersep
Langkah-langkah model dummy intersep pada regresi linear berganda:
1. Menggunakan data pupuk, produksi dan benih pada excel serta dummy penerapan
teknologi.
12
2. Kemudian copy data dan paste pada tabel SPSS
3. Klik Analize => regresi => linear.
4. Masukkan variabel produksi pada kolom dependent dan variabel benih, pupuk,
dan Di pada kolom independent.
5. Klik Ok
6. Data akan muncul pada document output SPSS
7. Analisis model dummy intersep
2. Dummy Slope
1. Menggunakan data pupuk, produksi dan benih pada excel serta dummy penerapan
teknologi yang sama.
2. Klik transform => compute variable, kemudian akan muncul tampilan compute
variable
3. Tulis pada target variable dengan nama DiX( X=pupuk atau benih)
4. Tulis Di * X( X= benih atau pupuk) pada kolom numeric expression
5. Klik Ok
6. Kemudian akan muncul data baru yaitu DiX pada tabel SPSS
7. Klik Analize => regresi => linear.
8. Masukkan variabel produksi pada kolom dependent dan variabel benih, pupuk,
dan DiX pada kolom independent.
9. Klik Ok
10. Data akan muncul pada document output SPSS
11. Analisis model dummy intersep
3. Dummy Kombinasi
1. Menggunakan data tabel yang sama serta hasil dari transform data pada tabel SPSS
2. Klik Analize => regresi => linear.
3. Masukkan variabel produksi pada kolom dependent dan variabel benih, pupuk, Di,
dan DiX pada kolom independent.
4. Klik Ok
5. Data akan muncul pada document output SPSS
6. Analisis model dummy intersep
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
13
Produksi (kg) Benih (kg)Pupuk (kg)
Di Tekhnologi (1=menerapkan; 0=tidak
menerapkan)4800 40 250 12500 20 250 11500 9 150 01300 10 100 01400 10 20 03500 50 50 1900 6 50 02500 25 150 11000 7 150 06000 27 250 16200 30 325 11500 10 100 05400 40 225 16000 30 100 13000 20 100 1400 3 25 0400 3 25 0400 3 20 01300 7 150 01000 5 130 01200 5 100 05000 20 300 14900 20 300 13000 15 200 12000 10 125 01000 7 100 06500 40 450 16200 40 450 11250 10 150 02500 12 150 12800 10 150 11500 9 100 0
Tabel 1. Data Produksi, Benih, dan Pupuk
Ln PROD
Ln Benih
Ln Pupuk
8.48 3.69 5.52
14
7.82 3.00 5.527.31 2.20 5.017.17 2.30 4.617.24 2.30 3.008.16 3.91 3.916.80 1.79 3.917.82 3.22 5.016.91 1.95 5.018.70 3.30 5.528.73 3.40 5.787.31 2.30 4.618.59 3.69 5.428.70 3.40 4.618.01 3.00 4.615.99 1.10 3.225.99 1.10 3.225.99 1.10 3.007.17 1.95 5.016.91 1.61 4.877.09 1.61 4.618.52 3.00 5.708.50 3.00 5.708.01 2.71 5.307.60 2.30 4.836.91 1.95 4.618.78 3.69 6.118.73 3.69 6.117.13 2.30 5.017.82 2.48 5.017.94 2.30 5.017.31 2.20 4.61
Tabel 2. Data Produksi, Benih, dan Pupuk SPSS
Pada data tabel 2 merupakan hasil Ln dari data tabel 1. Hal tersebut dikarenakan
agar data dapat terdistribusi normal, dan pada uji normalitas sebaran data mendekati garis
diagonal, sehingga sebaran datanya hampir sesuai dengan teori yang diminta. Dapat pula
dikatakan sebaran data tersebut normal.
15
Gambar 1. Uji Normalitas
4.1 Dummy Intersep
1. Uji R
Tabel 3. Uji R Model Dummy Intersep
Uji Adj R2= 0,926
2. Uji F
16
Tabel 4. Uji F Model Dummy Intersep
Uji F=130,673
Dari hasil uji F diatas didapatkan Fhitung = 130,673, sedangkan Ftabel = 2.21. Dari
hasil tersebut menunjukkan jika Fhitung > Ftabel. Maka kesimpulan yang didapat adalah
terima H1, tolak H0 yang artinya penerapan teknologi berpengaruh secara signifikan
terhadap produksi tebu. Dengan demikian model tersebut dapat diterima sebagai
penduga yang baik dan layak untuk digunakan.
3. Uji T
Tabel 5. Uji T Model Dummy Intersep
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + c Di
Y = 4,652 + 0,618benih + 0,258pupuk + 0,323 Di
Untuk Di = 0
Y = 4,652 + 0,618benih + 0,258pupuk + 0,323(0)
Y = 4,652 + 0,618benih + 0,258pupuk
Untuk Di= 1
Y = 4,652 + 0,618benih + 0,258pupuk + 0,323(1)
Y = 4,652 + 0,618benih + 0,258pupuk + 0,323
Y = 4,975 + 0,618benih + 0,258pupuk
Pada model dummy intersep tersebut memiliki hasil perhitungan yaitu dengan
adanya petani tebu yang menerapkan teknologi (Di), maka dapat menghasilkan
produksi hingga 4,975, sedangkan yang tidak menerapkan teknologi atau D0
menghasilkan produksi sebesar 4,652, sehingga memiliki selisih 0,323.
Secara logika ekonomi, peningkatan produksi hingga 4,975 dapat diterima
karena penerapan teknologi pada usahatani tebu dapat meningkatkan produksi yang
17
peningkatannya tidak terlalu besar yaitu 32,3 %. Jadi model dummy intersep dapat
menjadi pertimbangan sebagai model yang baik dan rasional serta dapat menjelaskan
model secara signifikan.
4.2 Dummy Slope Bibit
1. Uji R
Tabel 6. Uji R Slope Benih
Uji Adj R2= 0,920
2. Uji F
Tabel 7. Uji F Slope Benih
Dari hasil uji F diatas didapatkan Fhitung = 120,296, sedangkan Ftabel = 2.21. Dari
hasil tersebut menunjukkan jika Fhitung > Ftabel. Maka kesimpulan yang didapat adalah
terima H1, tolak H0 yang artinya peningkatan kualitas dan kuantitas benih berpengaruh
secara signifikan terhadap produksi tebu. Dengan demikian model tersebut dapat
diterima sebagai penduga yang baik dan layak untuk digunakan.
18
3. Uji T
Tabel 8. Uji T Slope Benih
Uji t hitung benih= 4,925
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + c Di
Y = 4,611 + 0,612benih + 0,274pupuk + 0,089 DiBenih
Untuk Di = 0
Y = 4,611 + 0,612benih + 0,274pupuk + 0,089(0)Benih
Y = 4,611 + 0,612benih + 0,274pupuk
Untuk Di= 1
Y = 4,611 + 0,612benih + 0,274pupuk + 0,089(1)Benih
Y = 4,611 + 0,612benih + 0,274pupuk + 0,089benih
Y = 4,611 + 0,701benih + 0,274pupuk
Pada model dummy slope benih tersebut memiliki hasil perhitungan yaitu
dengan adanya petani tebu yang menerapkan teknologi (Di), maka dapat
meningkatkan benih menjadi 0,701, sehingga produksi ikut meningkat. Petani tebu
yang tidak menerapkan atau D0 menghasilkan benih 0,612, sehingga memiliki selisih
0,089.
Secara logika ekonomi, peningkatan produksi dengan adanya peningkatan
benih menjadi 0,701 dapat diterima karena penerapan teknologi pada usahatani tebu
dapat meningkatkan produksi, serta peningkatannya tidak terlalu besar atau sebesar
8,9 %. Benih untuk tumbuh menjadi bibit dan sampai panen memerlukan waktu yang
lama, dan belum tentu semua benih dapat tumbuh dengan adanya penerapan
teknologi, sehingga peningkatan benih pada peningkatan produksi tidak terlalu jauh.
Jadi model dummy slope benih dapat menjadi pertimbangan sebagai model yang baik
dan rasional serta dapat menjelaskan model secara signifikan. secara signifikan.
19
4.3 Dummy Slope Pupuk
1. Uji R
Tabel 9. Uji R Slope Pupuk
Uji Adj R2= 0,926
2. Uji F
Tabel 10. Uji F Slope Pupuk
Uji F=130,993
Dari hasil uji F diatas didapatkan Fhitung = 130,993, sedangkan Ftabel = 2.21. Dari
hasil tersebut menunjukkan jika Fhitung > Ftabel. Maka kesimpulan yang didapat adalah
terima H1, tolak H0 yang artinya peningkatan penggunaan pupuk berpengaruh secara
signifikan terhadap produksi tebu. Dengan demikian model tersebut dapat diterima
sebagai penduga yang baik dan layak untuk digunakan.
3. Uji T
Tabel 11. Uji T Slope Pupuk
20
Uji t hitung pupuk = 3,475
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + c DiX1
Y = 4,735 + 0,631benih + 0,233pupuk + 0,062DiPupuk
Untuk Di = 0
Y = 4,735 + 0,631benih + 0,233pupuk + 0,062(0)Pupuk
Y = 4,735 + 0,631benih + 0,233pupuk
Untuk Di= 1
Y = 4,735 + 0,631benih + 0,233pupuk + 0,062(1)Pupuk
Y = 4,735 + 0,631benih + 0,233pupuk + 0,062pupuk
Y = 4,611 + 0,631benih + 0,295pupuk
Pada model dummy slope pupuk tersebut memiliki hasil perhitungan yaitu
dengan adanya petani tebu yang menerapkan teknologi (Di), maka petani
meningkatkan pupuk yang digunakan menjadi 0,233, sehingga produksi ikut
meningkat. Petani tebu yang tidak menerapkan teknologi atau D0 tidak meningkatkan
penggunaan pupuk yaitu hanya sebesar 0,295, sehingga memiliki selisih 0,062.
Secara logika ekonomi, peningkatan produksi dengan adanya peningkatan
penggunaan pupuk menjadi 0,233 dapat diterima karena penerapan teknologi pada
usahatani tebu dapat meningkatkan produksi, seiring dengan ditambahnya
penggunaan pupuk. Peningkatannya tidak terlalu besar atau sebesar 6,2 %. Jadi model
dummy slope pupuk dapat menjadi pertimbangan sebagai model yang baik dan
rasional serta dapat menjelaskan model secara signifikan. secara signifikan.
4.4 Dummy Kombinasi Intersep dengan Slope Pupuk
1. Uji R
Tabel 11. Uji R Kombinasi Intersep dan Slope Pupuk
Adj R2 = 0,924
21
2. Uji F
Tabel 12. Uji F Kombinasi Intersep dan Slope Pupuk
Dari hasil uji F diatas didapatkan Fhitung = 94,849, sedangkan Ftabel = 2.21. Dari
hasil tersebut menunjukkan jika Fhitung > Ftabel. Maka kesimpulan yang didapat adalah
terima H1, tolak H0 yang artinya peningkatan penggunaan pupuk dan penerapan
teknologi berpengaruh secara signifikan terhadap produksi tebu. Dengan demikian
model tersebut dapat diterima sebagai penduga yang baik dan layak untuk digunakan.
3. Uji T
Tabel 13. Uji T Kombinasi Intersep dan Slope Pupuk
Uji t hitung pupuk= 2,846
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + c DiX1 + dD1
Y = 4,709 + 0,625benih + 0,242pupuk + 0,04DiPupuk + 0,12Di
Untuk Di = 0
Y = 4,709 + 0,625benih + 0,242pupuk + 0,04(0)Pupuk + 0,12(0)
Y = 4,709 + 0,625benih + 0,242pupuk
Untuk Di= 1
Y = 4,709 + 0,625benih + 0,242pupuk + 0,04(1)Pupuk + 0,12(1)
Y = 4,709 + 0,625benih + 0,242pupuk + 0,04Pupuk + 0,12
Y = 4,829 + 0,625benih + 0,282pupuk
22
Pada model dummy kombinasi, mempertimbangkan kombinasi antara model
intersep dengan model slope pupuk. Hal tersebut dikarenakan nilai Adj R2 pada slope
pupuk yaitu 0,926. Nilai tersebut lebih besar daripada model dummy slope benih.
Hasil perhitungan dari model dummy kombinasi tersebut yaitu dengan adanya petani
tebu yang menerapkan teknologi (Di), maka petani meningkatkan pupuk yang
digunakan menjadi 0,282 serta produksi bertambah menjadilebih besar dari 4,829
karena penambahan pupuk dan ditambah penerapan teknologi yang dilakukan. Petani
tebu yang tidak menerapkan teknologi atau D0 dan tidak meningkatkan penggunaan
pupuk yaitu hanya sebesar 0,242, sehingga memiliki selisih 0,04 serta produksi
memiliki selisih 0,12.
Secara logika ekonomi, peningkatan produksi dengan adanya peningkatan
penggunaan pupuk dan penerapan teknologi dapat diterima karena penerapan
teknologi dan pupuk pada usahatani tebu dapat meningkatkan produksi, seiring
dengan ditambahnya penggunaan pupuk. Peningkatannya tidak terlalu besar atau
sebesar 4% pada pupuk dan produksi sebesar 12%. Jadi model dummy kombinasi
intersep dengan slope pupuk dapat menjadi pertimbangan sebagai model yang baik
dan rasional serta dapat menjelaskan model secara signifikan. secara signifikan.
No Penentuan
model
Adj
R2
F Teori
ekonomi
Persamaan
1 Intersep 0,926 130,67
3
Diterima Di=0
Y = 4,652 + 0,618benih + 0,258pupuk
Di=1
Y = 4,975 + 0,618benih + 0,258pupuk
2 Slope Benih 0,920 120,29
6
Diterima Di=0
Y = 4,611 + 0,612benih + 0,274pupuk
Di=1
Y = 4,611 + 0,701benih + 0,274pupuk
3 Slope
Pupuk
0,926 130,993
Diterima Di=0
Y = 4,735 + 0,631benih + 0,233pupuk
Di=1
Y = 4,611 + 0,631benih + 0,295pupuk
4 Kombinasi
Intersep
0,924 94,849 Diterima Di=0
23
dengan
Slope
Pupuk
Y = 4,709 + 0,625benih + 0,242pupuk
Di=1
Y = 4,829 + 0,625benih + 0,282pupuk
Tabel 11. Model Dummy
Pada tabel tersebut merupakan hasil keseluruhan model dummy untuk menentukan
model yang terbaik dan dapat menjelaskan model. Jadi model terbaik dari model dummy
tersebut adalah model dummy slope pupuk. Karena model dummy slope pupuk mempunyai
nilai uji Adj R2 tertinggi yaitu 0,926. Dari hasil uji F diatas didapatkan Fhitung = 130,993,
sedangkan Ftabel = 2.21. Dari hasil tersebut menunjukkan jika Fhitung > Ftabel. Maka kesimpulan
yang didapat adalah terima H1, tolak H0 yang artinya peningkatan penggunaan pupuk
berkualitas berpengaruh secara signifikan terhadap produksi tebu. Dengan demikian model
tersebut dapat diterima sebagai penduga yang baik dan layak untuk digunakan.
Sehingga penerapan teknologi dengan meningkatkan pupuk pada usahatani tebu dapat
meningkatkan produksi tebu. Karena pupuk memiliki peranan penting dalam meningkatkan
produksi yang tinggi dan rendeman. Sebagai contoh yaitu pupuk Super NASA.
24
BAB V
KESIMPULAN
Dalam analisis regresi linier berganda dilakukan dengan variabel dummy intersep,
slope benih dan bibit serta variabel dummy kombinasi intersep dengan slope pupuk. Dalam
berbagai uji diatas dihasilkan suatu hasil model dummy yang dapat menjelaskan suatu model
dengan signifikan yaitu model dummy slope pupuk. Model dummy slope pupuk mempunyai
nilai uji Adj R2 tertinggi yaitu 0,926, secara teori ekonomi dapat diterima dan rasional. Pada
Di=0 diperoleh persamaan Y = 4,735 + 0,631benih + 0,233pupuk, sedangkan Di=1
diperoleh persamaan Y = 4,611 + 0,631benih + 0,295pupuk. Sehingga penerapan teknologi
dengan meningkatkan pupuk pada usahatani tebu dapat meningkatkan produksi tebu.
25
DAFTAR PUSTAKA
Agriculture. 2013. Jenis-Jenis Tebu. http://jambangofagriculture.wordpress.com/tag/jenis-
jenis-tebu/
Deptan, 2013. Produksi Tebu di Indonesia. http://perkebunan.litbang.deptan.go.id/wp-
content/uploads/2013/04/perkebunan_jurnal-littri_Vol18412_5_SriHS.pdf. Diakses
tanggal 31 Maret 2014.
Deptan. 2014. Budidaya Tebu. http://epetani.deptan.go.id/berita/budidaya-tebu-7825.
Diakses tanggal 31 Maret 2014.
Duwi, 2011. Analisis Regresi Linier Berganda.
http://duwiconsultant.blogspot.com/2011/11/analisis-regresi-linier-berganda.html.
Diakses tanggal 31 Maret 2014.
26
LAMPIRAN
1. Uji Normalitas
2. Analisis Model Dummy Intersep
27
3. Analisis Slope Bibit
4. Analisis Slope Pupuk
28
5. Kombinasi Intersep dengan Slope Pupuk
29