Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

19
ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN Para ilmuwan dan prktisi pendidikan di Indonesia sudah mengadopsi dan mengkaji filsafat pendidikan baik dari dunia barat/eropa maupun dunia islam. Filsafat dari dunia barat/eropa sudah mulai di transfer ke Indonesia semenjak sebelum abad ke 19, (Redja Mudyaharjo: 2004). Adapun filsafat barat yang diadopsi itu adalah: a. Filsafat naturalisme ( kenyataan yang sebenarnya adalah alam semesta fisik ini). b. Filsafat idealisme ( kenyataan itu tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan ide atau spirit). c. Filsafat realisme (kenyataan itu berbeda dengan jiwa. Kenyataan itu tidak sepenuhnya bergantung kepada jiwa yang mengetahui). Realisme termasuk bagian dari naturalisme. d. Filsafat pragmatisme ( kegunaan beserta kemampuan perwujudan nyata adalah hal-hal yang mempunyai kedudukan utama di sekitar pengetahuan mengenai sesuatu itu). Empat dasar filsafat tersebut, selanjutnya berkembang menjadi empat aliran filsafat pendidikan, seperti yang dijelaskan (Theodore Brameld, philisophies of education , ijn cultural perspective: 1958, hal. 73):

description

Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

Transcript of Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

Page 1: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Para ilmuwan dan prktisi pendidikan di Indonesia sudah

mengadopsi dan mengkaji filsafat pendidikan baik dari dunia

barat/eropa maupun dunia islam. Filsafat dari dunia barat/eropa sudah

mulai di transfer ke Indonesia semenjak sebelum abad ke 19, (Redja

Mudyaharjo: 2004). Adapun filsafat barat yang diadopsi itu adalah:

a. Filsafat naturalisme ( kenyataan yang sebenarnya adalah alam

semesta fisik ini).

b. Filsafat idealisme ( kenyataan itu tersusun atas substansi

sebagaimana gagasan-gagasan ide atau spirit).

c. Filsafat realisme (kenyataan itu berbeda dengan jiwa. Kenyataan itu

tidak sepenuhnya bergantung kepada jiwa yang mengetahui).

Realisme termasuk bagian dari naturalisme.

d. Filsafat pragmatisme ( kegunaan beserta kemampuan perwujudan

nyata adalah hal-hal yang mempunyai kedudukan utama di sekitar

pengetahuan mengenai sesuatu itu).

Empat dasar filsafat tersebut, selanjutnya berkembang menjadi

empat aliran filsafat pendidikan, seperti yang dijelaskan (Theodore

Brameld, philisophies of education , ijn cultural perspective: 1958, hal.

73):

a. Progresivisme: (menghendaki pendidikan yang padahakekatnya

progresif. Tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekontruksi

pengalaman yang terus menerus).

b. Esensialisme : (menghendaki pendidikan agar pendidikan yang

bersendikan atas nilai-nilai yamg tinggi yang hakiki kedudukannya

dalam kebudayaan).

c. Perenialisme: (menghendaki agar pendidikan kembali kepada jiwa

yang menguasai abad pertengahan tata kehidupan yang rasional).

Page 2: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

d. Rekonstruksionisme; (menghendaki agar anak didik dapat

dibangkitkan kemauannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri

dengan tuntutan perubahan dan perkembangan masyarakat).

Di dalam analisis ini penulis akan membahas tiga aliran filsafat

pendidikan, yaitu :

I. Aliran progressivisme

Progressivisme lahir sebagai pembaharuan dalam dunia (filsafat)

pendidikan terutama sebagai awan terhadap kebijaksanaan-

kebijaksanaan konvensional yang diwarisi dari abad kesembilan belas.

Progressivisme berkembang dalam permulaan abad 20 ini terutama di

Amerika serikat.

Pandangan-pandangan Progressivisme dianggap sebagai “the

liberal roadto culture”, dalam arti bahwa liberal dimaksudkan sebagai

fleksibel, berani, toleran dan bersikap terbuka. Dan liberal dalam arti

lainnya ialah bahwa pribadi-pribadi penganutnya tidak hanya memegang

sikap seperti tersebut di atas, melainkan juga selalu bersifat penjelajah,

peneliti secaa kontinyu demi pengembangan pengalaman. Mereka

mempunyai jiwa dan semanagat penyelidik yang terbuka sikapnya, yang

tak mengenal selesai, memiliki kemauan baik untuk mendengarkan kritik,

ide-ide lawan sambil memberi kesempatan kepada mereka itu untuk

membuktikan kebenaran ide mereka.

Tokoh-tokoh Progressivisme ini antara lain:

a. William James, menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu

dipelajari sebagai bagian mata pelajaran pokok dan ilmu

pengetahuan alam. Beliau juga mengatakan suatu sikap

memandang jauh terhadap benda-benda pertama, prinsip-prinsip

dan kategori-kategori yag dianggap sangat penting serta melihat

ke depan kepada benda-benda yang terakhir, buah-buah dan

fakta-fakta.

Page 3: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

b. John Dewey, mengembangkan Pragmatisme dalam bentuknya

yang orisinil, tapi meskipun demikian, namanya sering pula

dihubungkan terutama sekali dengan versi pemikiran yang

disebut instrumentalisme. Dewey menekankan fungsi berpikir

kreatif menganggap bahwa istilah-istilah penyelidikan, makna,

pertimbangan, logika dan verifikasi adalah asas-asas yang amat

berguna bagi efektivitas fungsi berpikir kreatif.

c. Hans Vaihinger, menurutnya tahu itu hanya mempunyai arti

praktis

d. Ferdinant Schiller dan Georges Santayana, kedua orang ini

digolongkan penganut pragmatisme. Tapi amat sukar untuk

memberikan sifat bagi hasil pemikiran mereka, karena amat

banyak pengaruh yang bertentangan dengan apa yang dialaminya

(Poedjawijatna, 1990: 133).

Progressivisme sebagai ajaran filsafat mempuyai watak yang digolongkan

sebagai :

1. Negative and Diagnostics yang berarti: bersikap anti terhadap

otoritarianisme dan absolutisme dalam segala bentuk baik yang

kuno, maupun yang modern, yang meliputi semua bidang kehidupan

terutama : agama, moral, sosial, politik, dan ilmu pengetahuan.

2. Positive and remedial , yakni suatu pernyataan dan kepercayaan

atas kemampuan manusia sebagai subyek yang memiliki potensi –

potensi alamiah, terutama kekuatan-kekuatan self-regenerative untuk

menghadapi dan mengatasi semua probem hidupnya.

A. Pandangan Ontologi Progressivisme

1. Asa Hereby atau asas keduniawian

Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

pengalaman manusia tentang penderitaan, kesedihan,

kegembiraan,keindahan, dan lain-lain adalah realita manusia hidup

sampai mati. Pengalaman adalah suatu sumber evolusi, yang

Page 4: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

berarti perkembangan, maju setapak demi setapak mulai dari yang

mudah-mudah menerobos kepada yang sulit-sulit (proses

perkembangan yang lama).

2. Pengalaman sebagai realita

Manusia dalam ontologi sesungguhnya mencari dan menghadapi

secara langsung suatu realita disini dan sekarang yakni sebagai

lingkungan hidup.

B. Pandangan Epistemologi Progressivisme

Pengetahuan adalah informasi, fakta, hukum prinsip, proses,

kebiasaan yang terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi

dan pengalaman. Pengetahuan diperoleh manusia baik secara langsung

melalui pengalaman dan kontak dengan segala realita dalam

lingkungannya, ataupun pengetahuan diperoleh langsung melalui catatan-

catatan. Pengetahuan adalah hasil aktifitas tertentu. Makin sering kita

menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman kita

dalam praktek, maka makin besar persiapan kita menghadapi tuntutan

masa depan. Pengetahuan harus disesuaikan dan dimodifikasi dengan

realita baru di dalam lingkungan. Kebenaran ialah kemampuan suatu ide

memecahkan masalah, kebenaran adalah konsekuen dari pada sesuatu

ide, realita pengetahuan dan daya guna dalam hidup (Noor Syam,

1986:2360).

C. Pandangan Aksiologi

Nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa, dengan demikian

adanya pergaulan. Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai.

Bahasa adalah sarana ekspedisi yang berasal dari dorongan, kehendak,

perasaan, kecerdasan dari individu-individu (Barnadib, 1997). Nilai itu

benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan ada bila menunjukkan

kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan

manusia.

Page 5: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

Progressivisme dan Pendidikan

Dalam banyak hal progressivisme indektik dengan pragmatisme

oleh karena itu apabila orang menyebut pragmatisme maka berarti sama

dengan progressivisme (Ali, 1990). Filsafat progressivisme memandang

tentang kebudayaan bahwa budayasebagai hasil budi manusia, dikenang

sepanjang sejarah yang tidak beku, melainkan selalu berkembang dan

berubah. Maka pendidikan sebagai usaha manusia yang merupakan

refleksi dari kebudayaan, haruslah sejiwa dengan kebudayaan itu

(Barnadib, 1992). Untuk pendidikan sebagai alat memproses dan

merekontruksi kebudayaan baru, harus dapat menciptakan situasi yang

yang edukatif yang dapat memberikan warna dan corak dari output

(keluaran). Sehingga keluaran (anak didik) adalah manusia-manusia yang

berkualitas unggul, kompetitif, inisiatif, adaptif dan kreatif, sanggup

menjawab tantangan zamannya.

1. Asas Belajar

John Dewey memandang, bahwa pendidikan sebagai proses dan

sosialisasi. Artinya disini sebagai proses dan proses dimana anak

didik dapat mengambil kejadian-kejadian dari pengalaman lingkungan

sekitarnya. Maka dari itu dinding pemisah antara sekolah dan

masyarkat perlu dihapuskan, sebab belajar yang baik tidak cukup

disekolah saja. Jadi sekolah yang ideal adalah sekolah yang isi

pendidikannya berinterasi dengan lingkungan sekitar.

2. Pandangan Kurikulum Progressivisme

Pendidikan dilaksanakan disekolah dengan anggapan bahwa sekolah

dipercaya oleh masyarakat, untuk membantu perkembangan pribadi

anak. Faktor anak merupakan faktor yang cukup urgen (penting),

karena sekolah didirikan untuk anak. Karena itu hak pribadi anak perlu

diutamakan, bukan diciptakan sekehendak yang mendidiknya. Dengan

Page 6: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

kata lain anak hendaknya dijadikan sebagai subyek pendidikan bukan

sebagai obyek pendidikan.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, maka filsafat progressivisme

menghendaki jenis kurikulum yang bersifat luwes (fleksibel) dan

terbuka. Jadi kurikulum diubah dan dibentuk sesuai zamannya.

3. Pandangan Progressivisme tentang Budaya

Manusia sebagai makhluk berakal dan berbudaya selalu berupaya

untuk mengadakan perubahan-perubahan. Dengan sifat yang kreatif

dan dinamis terus berevolusi meningkatkan kualitas hidup yang

semakin maju. Kenyataan menunjukkan bahwa pada zaman

purbakala manusia hidup dipohon-pohon atau gua-gua. Hidup hanya

bergantung dengan alam. Alamlah yang mengendalikan manusia.

Dengan sifat keingintahuannya yang terusberkembang makin lama

daya rasa, cipta, dan karsanya telah dapat mengubah alam menjadi

sesuatu yang berguna. Alamlah yang dikendalikan manusia. Sehingga

semakin tinggi tingkat berpikir manusia, maka semakin tinggi pula

tingkat budaya dan peradaban manusia. Akibatnya anak-anak

tumbuh menjadi dewasa, masyarakat yang sederhana dan

terbelakang manjadi masyarakat yang kompleks dan maju.

II. ALIRAN ESSENTIALISME

Essentialisme percaya bahwa pendidikan harus didasarkan kepada

nilai-nilai kebudayaanyang telah ada sejak awal peradapan umatanusia.

Kebuyaan yang mereka wariskan kepada kita hingga sekarang, telah teruji

dengan segala zaman, kodisi dan sejarah. Kebudayaan demikian, ialah

essensia yang mampu pula mengemban hari kini dan masa depan umat

manusia.

Pemikir-pemikir besar yang telah dianggap sebagai peletak dasar

asas-asas fisafat aliran ini, terutama yang hidup pada zaman klasik: plato,

Aristotreles, Democritus. Plato sebagai bapak objective idealisme adalah

Page 7: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

pula peletak teori-teori modern dalam essentialisme. Sedangkan

Aristoteles dan democritus, keduanya bapak objective realisme. Kedua ide

filsafat itulah yang menjadi latar belakang thesis-thesis essentialisme.

Tokoh-tokoh idealisme modern seperti Leibnits, Immanuel Kant,

Heegel dan Schopenhauer. Sesungguhnya keempat filosof besar ini

peletak segi idealisme alran essentialisme disamping tokoh-tokoh

realisme modern eperti: hobbes, locke, Berkeley, hume. Essentialisme

menterjemahkan ide-de mereka, yang telah disentesakan itu dalam dunia

pendidikan kerena meyakini kebaikan masing-masing konsepsi.

A. Pandangan Ontologi Esensialisme

Tujuan umum dari aliran essentialisme adalah membentuk pribadi

bahagia di dunia dan akirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu

pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan

kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi essensialisme semacam

miniatur dunia yang bisa dijadikan ukuran kenyataan, kebenaran dan

keagungan. Maka dalam sejarah perkembangannya, kurikulum

essensialisme menerapkan berbagai pola idealisme, realisme dan

sebagainya.

1. Realisme yaitu, suatu yang dapat ditafsirkan menurut hukum alam,

diantaranya daya tarik bumi. Sedangkan menurut Aristoteles, hakikat

alam ril adanya dalam kenyataan. Konsep-konsep umum yang

disusun oleh akal budi manusia sungguh-sungguh terdapat dalam

alam yang lepas dari pikiran manusia.

2. Idealisme, pandangan-pandangannya bersifat menyeluruh dikatakan

meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran, bahwa totalitas

dalam alam semesta ini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit,

idealisme menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang

ada ini adalah nyata.

Idealisme, juga menyatakan ukuran baik buruk ditentukan oleh sesuai

tidaknya suatu perbuatan dengan konsep ideal (rancangan bangun)

Page 8: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

pikiran manusia. Jika sesuai dengan konsep ideal, maka perbuatan

tersebut dianggap baik. Sebaliknya, jika tidak sesuai dianggap buruk.

Kant, tokoh idealisme modern, yang dikenal dengan teori “categorical

imperative” (kategori imperatf), hukum moral dimaksud menyatakan

bahwa tiap manusia harus selalu melakukan sesuatu oleh semua

manusia, tindakan itu wajib dilakukan dimana dan pada waktu

apapun. Misalnya, adalah kewajiban manusia untuk tetap honest

(tulus hati, jujur) sebab itu adalah kebaikan universal.

Menurut Plato, dibalik alam empiris ini terdapat dunia ide. Ide tidak

diartikan sebagai gagasan atau pemikiran, melainkan sebagai sebuah

dunia ril yang bereksintensi. Menurut teori ini, segala yang ada di

dunia ini telah ada gambaran (bayangannya) dalam dunia ideal,

sehingga dunia empiris tak lebih dari sekedar bayangan dunia ide

tersebut.

B. Pandangan Epsitimologi Esensialisme

Perbedaaan idealisme dan realisme adalah karena yang pertama

menganggap bahwa rohani adalah kunci kesadaran tentang realita.

Manusia mengetahui sesuatu hanya didalam dan melalui ide, rohaniah.

Kosekuensinya kedua unsur rohani dan jasmani adalah realita kepribadian

manusia. Untuk mengerti manusia, baik filosofiis maupun ilmiah haruslah

melalui hal tersebut dan pendekatan rangkap yang sesuai dalam

pelaksanaan pendidikan.

Di Amerika ada beberapa tipe epistimologi realisme:

a. Neo realisme

b. Kritikal realisme

Pandangan Aksiologi Esensialisme

I. Teori Nilai Menurut Idealisme

II. Teori Nilai Menurut Realisme

Page 9: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

Pandangan Esensialisme Mengenai Belajar

Bila orang berhadapan dengan benda-benda, tidak berarti bahwa

mereka itu sudah mempunyai bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk,

ruang, dan waktu sudah ada pada budi manusia sebelum ada

pengalaman atau pengamatan. Jadi, epriori yang terarah bukanlah budi

kepada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah kepada budi. Budi

membentuk, mengatur dalam ruang dan waktu. Dengan mengambil

landasan pikir tersebut pelajar dapat didefinisikan sebagai jiwa yang

berkembang pada sendirinya sebagai substansi spritual. Jiwa membina

dan menciptakan diri sendiri (Poedjawijatna, 1983).

Roose L. Finney mengatakan, mental adalah keadaan rohani yang

pasif dan berarti, bahwa manusia pada umumnya menerima apa saja

yang telah tertentu yang diatur oleh alam. Berarti pula bahwa pendidikan

itu adalah sosial. Jadi belajar adalah menerima dan mengenal secara

sungguh nilai-nilai sosial angkatan baru yang timbul untuk ditambah,

dikurangi dan diteruskan kepada angkatan berikutnya. Dengan demikian

realisme mencerminkan adanya dua jenis determinasi mutlak dan

determinasi terbatas.

Pandangan Esensialisme Mengenai Kurikulum

Herman Harrel Horne dalam bukunya mengatakan bahwa

hendaknya kurikulum itu bersendikan atas fundamen tunggal, yaitu watak

manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Sedangkan

Bogoslousky, mengutarakan disamping menegaskan supaya kurikulum

dapat terhindar dari adanya pemisahan mata pelajaran yang satu dengan

yang lain.

Robert Urlich berpendapat bahwa meskipun pada hakikatnya

kurikulum secara flleksibel karena perlu mendasar atau pribadi anak

Page 10: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

fleksibelitas tiidak tepat diterapkan pada pemahaman mengenai agama

dan alam semesta. Untuk itu perlu diadakan perencanaan dengan

keseksamaan dan kepastian.

Butler mengemukakan bahwa sejumlah anak untuk tiap angkatan

baru haruslah dididik untuk mengetahui dan mengagumi kitab suci.

Sedangkan Demihkevich menghendaki agar kurikulum berisi moralitas

yang tinggi.

Realisme mengumpamakan kurikulum sebagai balok-balok yang

disusun dengan teratur satu sama lain, yaitu disusun dari paling

sederhana sampai yang paling kompleks. Susunan ini dapat diutarakan

ibarat susunan dari alam, yang sederhana merupakan fundamen atau

dasar dari susunannnya yang paling kompleks. Jadi bila kurikulum

disusun atas dasar pikiran yang demikian akan bersifat harmonis.

Robert Hutchkins, mengatakan bahwa pendidikan tinggi sekarang

ini hendaklah berdasarkan pada filsafat metafisika yaitu filsafat yang

berdasarkan cinta itelektual dari Tuhan. Kemudian Robert Hutchkins,

mengatakan, manusia itu pada hakikatnya sama, maka perlulah

dikembangkan pendidikan umum (general education). Melalui kurikulum

yang satu serta proses belajar yang mungkin perlu disesuaikan dengan

sifat tiap individu, diharapkan tiap individu itu terbentuk atas dasar

landasan kejiwaan yang sama.

III. ALIRAN PERENNIALISME

Perenialisme merupakan aliran filsafat yang susunannya

mempunyai kesatuan, dimana susunannya merupakan hasil pikiran yang

memberikan kemungkinan bagi seseorang, untuk bersifat yang tegas dan

lurus. Perenialisme memandang bahwa kepercayaan-kepercayaan

aksiomatis zaman kuno dan abad pertengahan perlu dijadikan dasar

Page 11: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

penyusunan konsep filsafat dan pendidikan zaman sekarang. Sikap ini

bukanlah nostalgia (rindu akan hal yang sudah lampau semata-mata)

tetapi sudah didasarkan keyakinan bahwa kepercayaan-kepercayaan

tersebut berguna bagi abad sekarang. Jadi sikap untuk kembali ke masa

lampau itu merupakan konsep bagi perenialisme, dimana pendidikan yang

ada sekarang ini perlu kembali ke masa lampau dengan berdasarkan

keyakinan bahwa kepercayaan itu berguna bagi abad sekarang ini.

A. Pandangan Ontologi Perennialisme

Perennialisme berpendapat bahwa apa yang dibutuhkan manusia

terutama ialah jaminan bahwa reality is universal that is every where and

at every moment the same, Realita ini bersifat universal, bahwa realita itu

ada dimana saja dan sama di setiap waktu.

Segala yang ada di alam ini terdiri dari materi dan bentuk atau

badan dan jiwa yang disebut substansi, bila dihubungkan dengan

manusia maka manusia itu adalah potensialitas yang di dalam hidupnya

tidak jarang dikuasai oleh sifat eksistensi keduniaan, tidak jarang pula

dimilikinya akal, perasaan, dan kemauannya semua ini dapat diatasi.

Maka dengan suasana ini manusia dapat bergerak untuk menuju tujuan

(teleologis) dalam hal ini untuk mendekatkan diri pada supernatural

(Tuhan) yang merupakan pencipta manusia itu sendiri dan merupakan

tujuan akhir.

B. Pandangan Epistemologis Perennialisme

Tugas utama pendidikan adalah mempersiapkan anak didik ke arah

kemasakan. Masak dalam arti hidup akalnya. Jadi akal inilah yang perlu

mendapat tuntunan ke arah kemasakan tersebut. Sekolah rendah

memberikan pendidikan dan pengetahuan serba dasar. Dengan

pengetahuan tradisional seperti membaca, menulis, dan berhitung anak

didik memperoleh dasar penting bagi pengetahuan-pengetahuan yang

lain. Jadi keberhasilan anak dalam akalnya sangat tergantung kepada

guru, dalam arti orang yang telah mendidik dan mengajarkan.

Page 12: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

Tujuan pendidikan, baik yang bersifat menyeluruh dan umum

maupun jabarannya, terarah bagi terwujudnya kemanusiaan manusia,

melalui pengembangan dimensi-dimensi kemanusiaan serta panca

dayanya (daya taqwa, cipta, rasa, karsa, dan karya) (Prayitno, 2005 :13).

Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah terwujudnya sosok

manusia dengan perpaduan iman, budi, akhlak dan rasio pikiran. Aspek-

aspek kemanusiaan yang dimiilikinya tersebut dapat berfungsi secara

selaras, serasi, dan seimbang. Inilah ciri-ciri manusia Indonesia seutuhnya

yang hendak dicapai dengan pendidikan (Emil Salim, 1987:65).

Pada dasarnya tujuan pendidikan mengacu kepada tujuan hidup

manusia. Tujuan tersebut adalah kesempurnaan manusia sesuai dengan

harkat dan martabat serta ketinggian derajat yang dimilikinya sebagai

hamba Allah dan khalifah dimuka bumi ini (Muhammad Yasir, 1988:49).

C. Pandangan Aksiologi Perennialisme

Dalam bidang pendidikan perennialisme sangat dipengaruhi oleh

tokoh-tokohnya. Seperti Plato, Aristoteles, dan Thomas Equinas. Menurut

Plato, manusia secara kuadrat memiliki tiga potensi yaitu nafsu, kemauan

dan pikiran. Pendidikan hendaknya beroriantasi pada potensi itu dan

kepada masyarakat, agar supaya kebutuhan yang ada pada setiap lapisan

masyarakat bisa terpenuhi (proyek pembinaan prasarana dan sarana

perguruan tinggi agama Islam, 1987)

Ide-ide Plato, yang dikembangkan oleh Aistoteles, Zuhairini

Arikonto, Thomas Aquinas, bahwa tujuan pendidikan yang dikehendaki

adalah usaha untuk mewujudkan kapasitas yang ada dalam individu agar

menjadi aktualitas, aktif, dan nyata. Dalam hal ini peranan guru adalah

mengajar dan memberikan bantuan pada anak didik untuk

mengembangkan potensi-potensi yang ada padanya (Zuhairini, 1992).

Jadi dengan akalnya dikembangkan maka dapat mempertinggi

kemampuan akal pikirannya. Dari prinsip-prinsip pendidikan perennialisme

tersebut maka perkembangannya telah mempengaruhi sistem pendidikan

Page 13: Tiga Aliran Filsafat Pendidikan - Yeni

modern, seperti pembagian kurikulum untuk sekolah dasar, menengah,

perguruan tinggi dan pendidikan orang dewasa.

DAFTAR PUSTAKA

Frondizi Risieri. 2001. Pengantar Filsafat Nilai. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Gazalba, Sidi. 1991. Sistematika Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang

Hamka. 1987. Filsafat Ketuhanan. Surabaya: Karunia

Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama

Jalaluddin. 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Prayitno. 2009. Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo

Ravertz, Jerome R. 2004. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sudarsono. 1997. Filsafat Islam. Jakarta: PT Rineka Cipta

Sunoto. 1982. Mengenal Filsafat Pancasila III. Yogyakarta: PT Hanindita

Syam, Mohammad Noor. 1983. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional

Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM. 1996.Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta