TIFANI LI LBM 5
-
Upload
aldi-sadega -
Category
Documents
-
view
272 -
download
4
description
Transcript of TIFANI LI LBM 5
STEP 7
1. Kenapa pasien mengeluh sesak nafas terus menerus sejak satu minggu yang lalu - Bekerja didaerah industri dan perokok gangguan pembersihan paru
inflamasi bronkus dan bronkiolus obstruksi saluran nafas hipoventilasi (pertukaran gas menurun ) hipoksemi arterial
- Obstruksi sal. Nafas dinding alveolus lemah sal. Nafas yang kecil kolaps saat ekspirasi ekspirasi memanjang
2. Kenapa keluhan disertai batuk berdahak kental ?Bahan asing yang masuk sal. pernafasan (nikotin) peradangan dibronkus merangsang membran mukosa menyebabkan hiperplasi dan hipertrofi dari kelenjar mukus meningkatkan sekresi mukus pengeluaran tidak efektif ekspektorasi ( seperti batuk untuk mengeluarkan sputum )
3. Mengapa penderita tidak pernah merasa bebas dari sesak nafas dan semakin lama sesak bertambah berat?Fungsi silia menurun mukus meningkat obstruksi sal. Nafas dinding alveolus terekspansi paru paru dalam keadaan hiperekspansi dan adanya perubahan fungsi makrofag paru paru rentan terhadap infeksi terjadi perubahan paru yang irreversibel udara terperangkap sesak terus menerus
4. Apa hubungan pekerjaan dengan keluhan pasien atau sesak nafas ?Pekerjaan pasien yang sering berhubungan dengan polutan dan debu gangguan oembersihan silia menyebabkan radang bronkus dan bronkiolus obstruksi sal. Nafas kerusakan alveolus kolapsnya saluran nafas kecil saat ekspirasi emfisema penurunan elastic recoil sesak nafas
5. Apa hubungan merokok dengan keluhan yang diderita atau sesak nafas ?
secara patologis rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus bromkus.
Merokok dapat mengakibatkan respon peradangan sehingga menyebabkan pelepasan enzim proteolitik (protease). Sedangkan oksidan asap rokok menghambat alfa 1-anti protease.
- Alfa 1-antiprotease sangat penting sbg perlindungan terhadap protease yg terbentuk secara alami, dan kekurangan antiprotease ini memiliki peranan penting dlm patogenesis emfisema.
- Protease dihasilkan oleh bakteri, PMN, monosit, dan makrofag sewaktu proses fagositosis berlangsung dan mampu memecah elastin dan makromolekul lain pada jaringan paru
Pada orang sehat, kerusakan jaringan paru dicegah oleh kerja antiprotease, yg menghambat aktivitas
protease
Sumber :
Buku ajar Patologi edisi 7. Vol 2 . Robbins Kumar. EGC
Patofisiologi Sylvia. Edisi 6 . vol 2 . EGC
6. Mengapa pada pasien ditemukan dada berbentuk seperti tong ?
7. Mengapa di temukan bentuk dada tong pada pemeriksaan fisik ?
Merokok inflamasidefisiensi α1-antitripsin( fungsi normalnya untuk menjaga keseimbangan antara degradasi dan sintesis elastin dan untuk inhibitor protease yg dikeluarkan neutrofil selama peradangan)jika pada perokok protease meningkat krn jmlah leukosit dan makrofag meningkat kerusakan alveolus proteolisis/ degradasi elastin oleh enzim elastase( protease )
Kelainan struktur parenkim diawali inflamasi kronik terjadi destruksi jaringan elastin parenkim berakibat terjadi penurunan fungsi paru.
Bentuk kelainan struktur yang dijumpai berupa destruksi serat elastin septum interalveoler dan ditemukan peningkatan serat kolagen sebagai bentuk remodeling jaringan ikat paru.
Elastin dan kolagen merupakan komponen utama yang menyusun anyaman (network) jaringan ikat paru dan secara bersama menentukan daya elastisitas dan kekuatan tensil paru (Finlay, 1997, Senior, 1998). Destruksi serat elastin merupakan penyebab timbulnya hilangnya daya elastisitas dan tensil dindingalveoler, terjadi deposisi dan bentuk remodeling kolagen, terjadilah pembesaran ruang udara pada emfisema volume residu paru meningkat rongga dada membesar ( diameter AP > lateral ; sela iga melebar ) barel chest
Sumber : Prof. Dr. H. Suradi, dr. Sp. P (K), MARS.UNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA.2007. PENGARUH ROKOK PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIK (PPOK),TINJAUAN PATOGENESIS, KLINIS DAN SOSIAL dan Respirologi. Dr.R. Darmanto Djojodibroto, Sp.P,FCCP.EGC
Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi. Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
Orang yang merokok dapat mengakibatkan peradangan sehingga menyebabkan pelepasan enzim proteolitik (protease), sementara bersamaan dengan itu oksidan dan asap menghambat enzim alfa-1 antiprotease. Makrofag yang memfagositosis antigen mengeluarkan protease. Tetapi, karena enzim alfa-1 antiprotease yang
bertugas menghambat protease dihambat oleh oksidan dari asap tembakau, maka perusakan jaringan paru sekitar tidak dapat dicegah sehingga membawa penderita pada emfisema dan bronchitis kronis. Ini yang menyebabkan gambaran paru emfisematus.
Sumber : PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik), Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia, PDPI, Jakarta, 2003:1.
8. Mengapa pada pemeriksaan fisik ditemukan pulse lips breathing dan retraksi otot-otot thorax ?Pulse lips breathing( kompensasi dari ekspirasi yang memanjang) udara terjebak dialveolusRetraksi ( penarikan ) otot otot thorax kompensasi adanya obstruksi saluran nafas hiperekspansi kronik paru mengalami inflasi retraksi otot –otot thorax
9. Apa interpretasi dari pemeriksaan spirometri FEV1/FCV < 70 % ? Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
- Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%
10. Apa DD dan diagnosis kasus diskenario ?
perbedaan ASMA PPOK SOPT
Timbul diusia muda
++ + -
riwayat merokok +/- +++ -
Sakit mendadak ++ - -
Sesak dan mengi mendadak
+++ + +
Batuk kronik berdahak
+ ++ +
Diagnosis PPOK
11. Bagaimana patogenesis kasus diskenario baik kelainan restriktif dan obstruktif jaringan paru ?
Pathogenesis Inflamasi
Sumbatan mukus dalam berbagai derajat, metaplasia sel goblet, distorsi akibat fibrosis, reaksi inflamasi pada bronkeolus, respirasi dengan infiltrasi sel mononuklear disertai pembentukan skar progresif hilangnya struktur pendukung alveoli dan proses destruksi perburukan obstruksi, hiperinflasi, produksi sputum, infeksi saluran nafas berulang, dan gangguan pertukaran gas emfisema.PPOK penurunan faal paru yang patologik dan penurunan kapasiti otot-otot pernafasan dalam kaitannya dengan peningkatan beban mekanik sesak nafas serta keterbatasan aktiviti.Peningkatan kerja pernafasan dan hiperinflasi dinamik Keterbatasan aktivitas.Terpajan secara kronik oleh partikel atau gas yang merusak, seperti asap rokok destruksi jaringan paru dan sekaligus merusak pertahanan tubuh di organ paru. hipersekresi mukus, penyempitan aliran nafas dan fibrosis destruksi jaringan parenkim (emfisema) dan perubahan jaringan vaskular.Inflamasi kronis pada aliran udara pernafasan, jaringan parenkim dan vaskuler paru PPOK.
Ketidakseimbangan proteinase dan antiproteinase pada paru. Stress oksidatif.
Kedua proses ini dapat sebagai akibat inflamasi terdahulu atau dapat timbul dari lingkungan luar (komponen oksidan asap rokok) atau didapat dari faktor keturunan (defisiensi a1 antitripsin). polusi udara (termasuk asap rokok) dan reaksi peradangan sebelumnya produksi mukus yang berlebihan dan selanjutnya terjadi perubahan viskoelastisitas dan gangguan mukosilier adhesi dan kolonisasi bakteri yang memperberat reaksi peradangan antioksidan dapat menghilangkan/mengurangi.Stress oksidatif dapat diartikan sebagai meningkatnya pajanan terhadap oksidan dan atau menurunnya potensi antioksidan yang selama ini dikenal sebagai gambaran beberapa penyakit dan terbukti mempunyai hubungan dengan PPOK dengan meningkatnya stress oksidatif.sel makrofag, neutrofil, CD8+, limfosit, eosinofil, sel epitel dan fibroblas. Mediator yang dianggap berperan dalam patogenesis PPOK antara lain LTB4, IL-8, GRO-1a, MCP-1, MIP-1a, GM-CSF, endotelin dan substansi P interaksi antara sel-sel tubuh dengan mediatornya efek mukus, hipersekresi, fibrosis alveolar, dan destruksi dinding.
Asap rokok aktivasi proses inflamasi makrofag dan sel epitel dalam paru diaktifkan oleh asap rokok untuk menghasilkan sitokin pro-inflamasi kerusakan struktur paru.Sel inflamasi terutama netrofil dan makrofag kerusakan struktur paru.Asap rokok mengandung konsentrasi tinggi Reactive Oxygen Species (ROS) dan sel inflamasi yang mengaktifkan makrofag dan netrofil.Peningkatan stress oksidatif pada PPOK dilihat pada peningkatan konsentrasi hidrogen peroksida (H2O2) pada saat ekspirasi dan peningkatan 8-isoprostane di urin
dan saat ekspirasi. Isoprostane menyebabkan bronkokontriksi dan kebocoran plasma.Peningkatan stress oksidatif menyebabkan kerusakan pada oksidasi
antiproteinase yaitu a-1 antitripsin dan sekresi leokoprotease inhibitor yang menurunkan antiproteinase mengaktifkan metaloproteinase Hidrogen peroksida ontraksi otot polos saluran pernafasan secara in vitro dan radikal hidroksi (OH) menginduksi eksudasi plasma jalan nafas.Oksidan mengaktifkan transkripsi nuclear factor yang menyebabkan ekspresi gen inflamasi termasuk Interleukin-8 (IL-8) dan tumor necrosis factor a (TNF-a) migrasi netrofil ke dalam saluran pernafasan.Zat-zat berbahaya yang terkandung dalam asap rokok ketidakseimbangan antara elastin dengan enzim degradasi inhibitor.Oksidan dalam rokok mematikan kerja sejumlah enzim elastase inhibitor penurunan sejumlah antielastase aktif keseimbangan elastase-antielastase gangguan dinding alveoli dan elastin sangat berperan dalam kemunduran kerja elasitas paru-paru paru-paru membesar dan posisi dada secara mekanik tidak Menguntungkan lebih sulit pertukaran oksigen dari alveoli dengan karbon dioksida dari pembuluh kapiler.
Patofisiologi1. Barrel Chest
Obstruksi sal napas udara terperangkap di paru paru membesar
diaphragma mendatar kontraksi tidak efisien rongga thorax membesar otot
bantu pernafasan tidak efisien lagi napas pendek
2. Pursed-Lip Breathing
Alveoli kehilangan elastisitas udara yang keluar dari paru terbatas ekspirasi
diperpanjang meningkatkan tekanan di paru kolaps sal napas lebih cepat
menutup kompensasi memperlambat ekspirasi melalui mulut mengerutkan
kedua bibir
3. Productive Cough
Rokok nikotin peradangan di bronkus merangsang membran mukosa;
hiperplasi&hipertrofi mukus sekresi mukus >> pengeluaran mukus tidak efektif
ekspektorasi (pengeluaran dahak/sputum yg ↑ jumlahnya)
4. Cyanosis
Suplai O2 perifer ↓ kebiruan di kulit, bibir, kuku
5. Shortness of Breath (Dyspnea)
Dyspnea, gejala yang paling umum dari PPOK, datang secara bertahap dan
merupakan yang pertama melihat saat beraktivitas fisik atau selama eksaserbasi
akut. Hal ini biasanya dimulai ketika pasien berusia 60-an dan 70-an dan perlahan-
lahan menjadi lebih menonjol. Hal ini erat kaitannya dengan penurunan fungsi paru
dan tidak selalu berhubungan dengan oksigen rendah dalam darah.
6. Chronic Cough
Batuk kronis biasanya dimulai sebagai batuk pagi dan perlahan-lahan berkembang
menjadi sebuah batuk sepanjang hari. Batuk biasanya menghasilkan sejumlah kecil
dahak (kurang dari 60 mL / hari) dan jelas atau keputihan tetapi dapat berubah
warna.produksi dahak berkurang karena berhenti merokok.
7. Wheezing
Mengi adalah suara bernada tinggi dari udara yang melewati saluran udara
menyempit. Seseorang dengan PPOK bisa mengi selama eksaserbasi akut atau
kronis. Kadang-kadang mengi terdengar hanya pada malam hari atau dengan
tenaga.Bronkodilator bisa menghilangkan mengi dengan cepat.
8. Hemoptysis
Ini biasanya terjadi selama eksaserbasi akut, ketika ada banyak batuk dengan dahak
purulen (dahak mengandung nanah). Biasanya, hanya ada jumlah yang sangat kecil
darah melesat dahak. Hemoptysis mungkin tanda kanker paru-paru pada pasien
dengan COPD, sehingga setiap darah muncul di dahak harus dibawa ke perhatian
dokter.
9. Weight Loss
Pasien dengan kerja keras PPOK berat dan membakar banyak kalori hanya
bernapas. Pasien-pasien ini juga menjadi sesak napas dalam tindakan sangat makan,
sehingga tidak dapat makan cukup untuk mengganti kalori yang mereka gunakan.
10. Lower Extremity Edema
Dalam kasus PPOK yang parah, tekanan arteri pulmonal meningkat dan kontraksi
ventrikel kanan jadi kurang efisien. Ketika jantung tidak dapat memompa darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan ginjal dan hati, akan terjadi edema
(pembengkakan) pada kaki, pergelangan kaki. Hal ini juga dapat menyebabkan hati
menjadi bengkak dan cairan menumpuk di perut (ascites)..
http://www.pulmonologychannel.com/copd/symptoms.shtml
Perjalanan Klinis
Perjalanan klinis penderita COPD terbentang mulai dari apa yang dikenal sebagai pink
puffers sampai blue bloaters.
1. Pink Puffers :
Dispnea tanpa disertai batuk dan produksi sputum yang berarti muncul pada usia 30
– 40 tahun dan semakin lama semakin berat. Pada penyakit lanjut, pasien mungkin
kehabisan nafas sehingga tidak dapat makan dan tampak kurus tak berotot. Dada berbentuk
tong, diafragma terletak rendah dan bergerak tak lancar. Gangguan perfusi dan
keseimbangan minimal sehingga dengan hiperventilasi penderita pink puffers biasanya
dapat mempertahankan gas-gas darah dalam batas normal. Paru biasanya membesar sekali
sehingga kapasitas paru total dan volume residu sangat meningkat.
2. Blue Bloaters :
Batuk produktif dan berulang kali mengalami infeksi pernafasan. Akan tetapi
akhirnya timbul gejala dyspneu waktu pasien melakukan kegiatan fisik, namun pada
keadaan istirahat dia tidak sesak. Pasien mengalami hipoventilasi dan menjadi
hypoxia serta hiperkapnia. Rasio ventilasi / perfusi juga tampak sangat berkurang.
Hypoxia kronik merangsang ginjal untuk memproduksi eritropoetin merangsang
peningkatan pembentukan eritrosit polisitemia sekunder. Sianosis mudah tampak
karena Hb tereduksi mudah mencapai kadar 5gr/100ml. Kematian biasanya terjadi
akibat cor pulmonal.
Patofisiologi, Edisi 6, Volume 2, Sylvia A. Price
12. Apa saja faktor resiko dari kasus diskenario ?
Faktor resiko1. Kebiasaan merokok
Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat :>600
2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja
3. Hipereaktiviti bronkus
4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang
5. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan PPOK di Indonesia
Beberapa factor resiko tjdnya PPOK dan sering menyertai penderita2 PPOK yaitu :
1. merokok2. infeksi saluran nafas3. polusi udara4. factor genetic5. factor pekerjaan6. Faktor resiko lainnya, yaitu :
Umur, Mungkin perubahan degeneratif dgn adanya penambahan umur memegang perananJenis kelamin, laki-laki. hal ini hanya berdasarkan kenyataan bahwa frekuensi PPOK terdapat banyak pada laki-laki disbanding wanita utk segala umurEtnik atau ras
Sumber : Buku Ilmu Penyakit Paru
13. Bagaimana gambaran klinis pasien diskenario ?
Manifestasi klinik
Indicator kunci untuk mempertimbangkan diagnosis PPOK adalah sbb:
1. Batuk kronis : terjadi berselang/setiap hari, dan sering kali terjadi sepanjang
hari (tidak seperti asma yang terdapat gejala batuk malam hari)
2. Produksi sputum secara klinis : semua pola produksi sputum dapat
mengindikasikan adanya PPOK
3. Bronchitis kronik : terjadi secara berulang
4. Sesak nafas (dispnea) : bersifat progresif sepanjang waktu, terjadi setiap hari,
memburuk jika berolah raga, dan memburuk jika terkena infeksi pernafasan
5. Riwayat paparan terhadap factor resiko : merokok, partikel dan senyawa
kima, asap dapur
Adapun gejala klinik PPOK :
1. “smoker’s cough” (batuk khas perokok), biasanya hanya diawali sepanjang
pagi dingin, kemudian berkembang menjadi sepanjang tahun
2. Sputum, biasanya banyak dan lengket (mucoid), berwarna kuning, hijau /
kekuningan bila terjadi infeksi
3. Dispnea (sesak nafas), ekspirasi menjadi fase yang sulit pada saluran
pernafasan
Pada gejala berat dapat terjadi :
1. Cyanosis (kulit membiru), akibat terjadi kegagalan respirasi
2. Gagal jantung kanan (cor pulmonale) dan edema perifer
3. Plethoric complexion, yaitu pasien menunjukkan gejala wajah memerah yang
disebabkan polycytemia (eritrositosis, jumlah eritrosit yang meningkat), hal
ini merupakan respon fisiologis normal karena kapasitas pengangkutan O2
yang berlebih
Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan
14. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakan diagnosis ?
Penegakan diagnosis1. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir
rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan
polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
- Inspeksi
Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
Penggunaan otot bantu napas
Hipertropi otot bantu napas
Pelebaran sela iga
Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher
dan edema tungkai
Penampilan pink puffer atau blue bloater
- Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
- Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma
rendah, hepar terdorong ke bawah
- Auskultasi
suara napas vesikuler normal, atau melemah
terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
ekspirasi memanjang
bunyi jantung terdengar jauh
- Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed – lips breathing
- Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat
edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer
- Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi
yang memanjang.Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
- Faal paru
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP
( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai
beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE
meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
Uji bronkodilator
Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan
APE meter.
Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20
menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml
Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
- Darah rutin
Hb, Ht, leukosit
- Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :
Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar - Jantung menggantung (jantung pendulum /
tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :
Normal
Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
- Faal paru
Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru Total
(KPT), VR/KRF,
VR/KPT meningkat
DLCO menurun pada emfisema
Raw meningkat pada bronkitis kronik
Sgaw meningkat
Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %
- Uji latih kardiopulmoner
Sepeda statis (ergocycle)
Jentera (treadmill)
Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal
- Uji provokasi bronkus
Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK
terdapat hipereaktivititas bronkus derajat ringan
- Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison
atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu
peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK
umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
- Analisis gas darah
Gagal napas kronik stabil
Gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Radiologi
CT - Scan resolusi tinggi
Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau
bula yang tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos
Scan ventilasi perfusi
Mengetahui fungsi respirasi paru
- Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
- Ekokardiografi
Menilai funfsi jantung kanan
- bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi
diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang
tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan penyebab utama eksaserbasi
akut pada penderita PPOK di Indonesia.
- Kadar alfa-1 antitripsin
Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia
muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan PPOK di Indonesia
15. Bagaimana pencegahan penyakit dari diagnosis diskenario ?A. Penatalaksanaan umum PPOK
Tujuan penatalaksanaan : - Mengurangi gejala - Mencegah eksaserbasi berulang - Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru- Meningkatkan kualiti hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : 1. Edukasi 2. Obat - obatan 3. Terapi oksigen 4. Ventilasi mekanik5. Nutrisi 6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel, sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas (1) penatalaksanaan pada keadaan stabil dan (2) penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.
1. Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktiviti dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma.
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
- Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan - Melaksanakan pengobatan yang maksimal - Mencapai aktiviti optimal - Meningkatkan kualiti hidup
Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah 1. Pengetahuan dasar tentang PPOK 2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya3. Cara pencegahan perburukan penyakit 4. Menghindari pencetus (berhenti merokok) 5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut :
1. Berhenti merokok Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK ditegakkan
2. Pengunaan obat - obatan - Macam obat dan jenisnya- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau
kalau perlu saja )- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen - Kapan oksigen harus digunakan- Berapa dosisnya- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi : - Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah - Sputum berubah warna6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti
Sumber :
- Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( Ppok ) . Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia . Perhimpunan Dokter Paru Indonesia . 2003
- Prof. dr. H. Pasiyan Rachmatullah. Ilmu Penyakit Paru (Pulmonologi) jilid 1. FK Undip.
16. Bagaimana penatalaksanaan kasus diskenario ?
Penatalaksanakan
Penatalaksanaan pada penderita PPOK mempunyai tujuan untuk :
1. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala-gejala tidak hanya pada fase
akut, tapi juga pada fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari
sesuai dengan pola kehidupannya.
3. Mengurangi laju perkembangan penyakit apabila dapat dideteksi lebih awal.
Dasar-dasar penatalaksanaan PPOK secara umum adalah :
1. Usaha-usaha pencegahan, terutama ditujukan terhadap memburuknya penyakit.
2. Mobilisasi dahak.
3. Mengatasi bronkospasme.
4. Memberantas infeksi.
5. Penanganan terhadap komplikasi.
6. Fisioterapi, inhalasi terapi dan rehabilitasi.
Secara garis besar penatalaksanaan PPOK dapat dibagi atas 4 kelompok, yaitu :
1. Penatalaksanaan umum
- Pendidikan terhadap penderita dan keluarganya.
- Menghindari rokok dan zat-zat inhalasi lain yang bersifat iritasi.
- Menghindari infeksi.
- Lingkungan yang sehat.
- Kebutuhan cairan yang cukup.
- Imunoterapi.
2. Penggunaan obat-obatan
- Bronkodilator (untuk mengatasi obstruksi jalan nafas) : salbutamol 4x 0,25-
0,5mg/hari
- Ekspektoran
- Antibiotik, dll
3. Terapi respirasi.
Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sesitivitas terhadap CO2.
4. Rehabilitasi
pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan terisolasi, untuk
itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi untuk pasien PPOK adalah :
- Fisioterapi
- Rehabilitasi psikis
- Rehabilitasi pekerjaan
Farmakoterapi Penyakit Sistem Pernafasan
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit ( lihat tabel 2 ). Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta - 2 Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang.Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2 Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : - Lini I : amoksisilin
makrolid - Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
sefalosporin kuinolon
makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit : dapat dipilih - Amoksilin dan klavulanat - Sefalosporin generasi II & III injeksi - Kuinolon per oral
ditambah dengan yang anti pseudomonas - Aminoglikose per injeksi- Kuinolon per injeksi - Sefalosporin generasi IV per injeksi
d. Antioksidan Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif Diberikan dengan hati - hati
3. Terapi Oksigen Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ -organ lainnya.
Manfaat oksigen - Mengurangi sesak- Memperbaiki aktiviti- Mengurangi hipertensi pulmonal- Mengurangi vasokonstriksi- Mengurangi hematokrit- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri- Meningkatkan kualiti hidup
Indikasi - Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal, perubahan P pullmonal, Ht
>55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain
Sumber :
- Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( Ppok ) . Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia . Perhimpunan Dokter Paru Indonesia . 2003
- Prof. dr. H. Pasiyan Rachmatullah. Ilmu Penyakit Paru (Pulmonologi) jilid 1. FK Undip.
17. Apa komplikasi dari diagnosis diatas ?
KOMPLIKASI
1. Gagal napas
a. Gagal napas kronik
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan :
- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan terbentuk koloni
kuman, hal inI memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti
menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
3. Kor pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai gagal jantung
kanan
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan PPOK di Indonesia
18. Bagaimanakah hubungan paru dan jantung ?