Tibua Fibula Terbuka
-
Upload
indah-lestarini -
Category
Documents
-
view
142 -
download
14
Transcript of Tibua Fibula Terbuka
BAB I
REKAM MEDIS
IDENTIFIKASI
Nama : Tn. H
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 25 tahun
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Luar Kota
MRS : 18 Agustus 2006
ANAMNESIS (autoanamnesis)
Keluhan utama:
Nyeri dan sulit menggerakkan tungkai kanan setelah kecelakaan.
Riwayat perjalanan penyakit:
± 10 jam SMRS, motor yang dikendarai penderita ditabrak oleh motor dari arah yang
berlawanan sehingga penderita terjatuh dan tungkai kanannya membentur aspal dan
tertimpa motor.
PEMERIKSAAN FISIK
Survei Primer :
A : Baik
B : RR : 20 x/menit
C : TD : 110/80 mmHg
N : 80 x/menit
1
Survei Sekunder :
Status lokalis
Regio cruris dextra
Inspeksi : Tampak deformitas (+), luka robek ukuran 5x3 cm dan bone expose (+)
Palpasi : nyeri tekan (+), NVD baik
ROM aktif pasif terbatas
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan radiologi:
Roengent cruris dextra AP/lateral:
Fraktur tibia dextra 1/3 distal comminutive displaced + fraktur fibula dextra 1/3 distal
oblique displaced.
Pemeriksaan laboratorium (18 agustus 2006):
Hemoglobin : 9,8 gr/dl
Hematokrit : 32 vol%
Leukosit : 9300 /mm3
LED : 30 mm/jam
Hitung Jenis : 0/0/1/72/30/2
DIAGNOSA KERJA
Fraktur tibia dextra 1/3 distal comminutive displaced terbuka grade IIIA + fraktur
fibula dextra 1/3 distal oblique displaced terbuka grade IIIA.
2
PENATALAKSANAAN
IVFD
Antibiotik
Analgetik
ATS
Debridement
Imobilisasi fraktur dengan log leg back slab
Terapi definitif : fiksasi eksterna
PROGNOSA
Quo ad vitam : bonam
Quo ad functionam : bonam
3
BAB II
ANALISA KASUS
Seorang laki-laki berumur 25 tahun, alamat di luar kota, datang dengan keluhan
nyeri dan sulit menggerakkan tungkai kanan setelah kecelakaan lalu lintas. Dari
anamnesa didapat bahwa ± 10 jam SMRS, motor yang dikendarai penderita ditabrak
oleh motor lain dari arah yang berlawanan sehingga terjatuh dan tungkai kanan
kanan penderita membentur aspal dan tertimpa motor.
Dari riwayat perjalanan penyakit penderita tersebut memberikan gambaran
bahwa benturan yang kuat pada kaki kanan menyebabkan suatu trauma, dimana
benturan tersebut menyebabkan penekanan yang sangat kuat sehingga menyebabkan
fraktur. Pada penderita ini, proses trauma yang terjadi pada kaki kanannya adalah
trauma secara langsung.
Pada pemeriksaan survei primer didapatkan airway baik, breathing dan
circulation dalam batas normal. Dari status lokalis pada regio cruris dextra terdapat
deformitas (+), luka robek ukuran 5x3 cm dan bone expose (+), sedangkan pada
palpasi didapatkan nyeri tekan (+), NVD baik, ROM aktif pasif terbatas.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium
untuk melihat keadaan umum pasien. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
Hb : 9,8g/dl, hematokrit : 32 vol%, leukosit : 9300/mm3, LED : 30 mm/jam dan
hitung jenis : 0/0/1/72/30/2. Dari hasil pemeriksaan tersebut dapat dilihat hasilnya
masih dalam batas normal. Pemeriksaan radiologi didapatkan hasil Roengent cruris
dextra AP/lateral, yaitu fraktur tibia dextra 1/3 distal comminutive displaced + fraktur
fibula dextra 1/3 distal oblique displaced. Pasien ini di diagnosa dengan fraktur tibia
dextra 1/3 distal comminutive displaced terbuka grade IIIA + fraktur fibula dextra 1/3
distal oblique displaced terbuka grade IIIA. Penatalaksanaan yang dilakukan pada
pasien ini adalah IVFD, ATS untuk pemberian tetanus, antibiotik untuk pencegahan
infeksi, analgetik untuk mengurangi rasa sakit, imobilisasi fraktur dengan long leg
back slab dan dilakukan debridement cito dan rencana eksternal fiksasi. Debridement
4
dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi resiko infeksi, karena pada pasien ini
terdapat fraktur terbuka. Pada patah tulang terbuka, tetanus serum dan antibiotik (anti
stafilokokus) harus diberikan dan disarankan untuk dilakukan debridement dan irigasi
di ruang operasi.
Prognosis pada penderita ini adalah quo ad vitam adalah bonam dan quo ad
functionam adalah bonam.
5
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang
menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada
lengan bawah dapat menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa
trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan
tulang klavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantung pada jenis trauma, kekuatan, dan arahnya.
Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan
tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka.
Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang
disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dislokasi.
KLASIFIKASI PATAH TULANG
Patah tulang dapat dibagi menurut ada atau tidaknya hubungan antara patah
tulang dengan dunia luar, yaitu patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka yang
memungkinkan kuman dari luar dapat masuk ke dalam luka sampai ke tulang yang
patah. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat
ringannya luka dan berat ringannya patah tulang.
Tipe/derajat patah tulang terbuka:
Tipe I : fraktur terbuka dengan ukuran luka <1 cm dan luka relatif bersih. Tulang
menembus kulit tanpa kerusakan otot yg luas. Tipe II : fraktur terbuka dengan ukuran luka >1 cm dengan kerusakan jaringan
lunak tdk luas.
6
Tipe IIIA : fraktur terbuka yang biasanya disebabkan oleh trauma dengan
kecepatan tinggi, dimana jaringan lunak masih dapat menutup luka.
Tipe IIIB : fraktur terbuka akibat trauma dengan kecepatan tinggi, lebih banyak
kehilangan jaringan, bone exposure, serta luka dengan kontaminasi berat.
Tipe IIIC : fraktur terbuka yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah yang
memerlukan perbaikan.
Patah tulang juga dapat dibagi menurut garis frakturnya misalnya fisura, patah
tulang sederhana, patah tulang kominutif, patah tulang segmental, patah tulang green
stick, patah tulang impaksi, dan patah tulang patologis.
Ada jenis patah tulang yang patahnya tidak disebabkan oleh trauma tetapi
disebabkan oleh adanya proses patologis, misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis
tulang. Ini disebabkan karena kekuatan tulang berkurang, dan disebut patah tulang
patologis.
Ada juga patah tulang yang biasanya berupa fisura, yang disebabkan oleh beban
lama atau trauma ringan terus menerus yang disebut fraktur kelelahan. Ini misalnya
terjadi pada tungkai bawah di tibia atau tulang metatarsus pada tentara atau
olahragawan yang banyak berbaris dan berlari. Tetapi fisura tulang lebih banyak
disebabkan oleh cedera.
Dislokasi atau berpindahnya ujung tulang patah disebabkan oleh berbagai
kekuatan seperti cedera, tonus atau kontraksi otot, dan tarikan.
Sehubungan dengan patofisiologi dan perjalanan penyakitnya, patah tulang juga
dibagi atas dasar usia pasien, yaitu patah tulang pada anak, patah tulang pada orang
dewasa, dan patah tulang pada orang tua. Pola anatomis kejadian patah tulang dan
penanganannya pada ketiga golongan umur tersebut berbeda.
DESKRIPSI FRAKTUR
1. Letak Fraktur :
– Diafisis
– Metafisis
7
– Epifisis
2. Luas Fraktur:
– Komplit : garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang
– Inkomplit : garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti :
1. Hairline fracture (patah retak rambut)
2. Buckle fracture atau torus fracture (terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa dibawahnya). Fraktur ini umumnya terjadi
pada distal radius pada anak-anak.
3. Greenstick fracture (fraktur tangkai dahan muda). Mengenai satu korteks
dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak-
anak.
3. Konfigurasi / Garis #:
– Transverse
– Oblique
– Spiral
– Kominutif
4. Hubungan Antar Fragmen # :
– Undisplaced
– Displaced :
1. Over Riding
2. Angulasi
3. Rotasi
4. Distraksi
5. Impacted
6. Bergeser
8
5. Hubungan Antara Fraktur dengan Dunia Luar :
– Fraktur Tertutup : bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit
– Fraktur Terbuka :
Bisa karena tusukan fragmen tulang ( dari dalam ke luar)
Bisa dari luar ke dalam
DIAGNOSIS PATAH TULANG
Seringkali pasien datang dengan keluhan bahwa tulangnya patah karena
jelasnya keadaan tersebut bagi pasien. Sebaliknya juga mungkin, patah tulang tidak
di sadari oleh penderita dan mereka datang dengan keluhan “keseleo”, terutama patah
tulang yang disertai dislokasi fragmen yang minimal. Diagnosis patah tulang juga
dimulai dengan anamnesis; adanya trauma tertentu seperti jatuh, terputar, tertumbuk,
dan berapa kuatnya trauma tersebut. Dalam persepsi penderita, trauma tersebut bisa
dirasa berat meskipun sebenarnya ringan, sebaliknya bisa dirasa ringan meskipun
sebenarnya berat. Disamping riwayat trauma, biasanya didapati keluhan nyeri,
meskipun patah tulang yang fragmen patahannya stabil, kadang tidak menimbulkan
nyeri. Banyak patah tulang yang mempunyai cedera yang khas.
9
Pemeriksaan untuk patah tulang terdiri dari 4 langkah:
Tanyakan (Anamnesis)
Lihat (Look)
Raba (Feel)
Gerakkan (Move)
Pada pemeriksaan fisik mula-mula dilakukan inspeksi dan terlihat pasien
kesakitan, mencoba melindungi anggota badannya yang patah, terdapat
pembengkakkan, perubahan bentuk, terputar, pemendekkan, dan juga terdapat
gerakkan yang tidak normal. Nyeri yang secara subyektif dinyatakan dalam
anamnesis, juga didapat secara obyektif pada palpasi. Nyeri itu berupa nyeri tekan
yang sifatnya sirkuler dan nyeri tekan sumbu pada waktu menarik atau menekan
dengan hati-hati anggota tubuh yang patah searah dengan sumbunya.
Keempat sifat nyeri ini didapatkan pada lokalisasi yang tepat sama. Gerakan
antar fragmen harus dihindari pada pemeriksaan karena menimbulkan rasa nyeri dan
mengakibatkan cedera jaringan. Pemeriksaan gerak persendian secara aktif termasuk
dalam pemeriksaan rutin patah tulang.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah pemeriksaan klinik untuk mencari
akibat trauma seperti pneumotoraks atau cedera otak, serta komplikasi vaskular dan
neurologis dari patah tulang yang bersangkutan. Hal ini penting karena komplikasi
tersebut perlu penanganan yang segera.
Pada pemeriksaan radiologi dengan pembuatan foto Roentgen dua arah 900
didapatkan gambaran garis patah. Pada patah yang fragmennya mengalami dislokasi,
gambaran garis patah biasanya jelas. Dalam banyak hal, pemeriksaan radiologik
tidak dimaksudkan untuk diagnostik karena pemeriksaan klinisnya sudah jelas, tetapi
untuk menentukan pengelolaan yang tepat dan optimal.
Foto Roentgen harus memenuhi beberapa syarat, yaitu letak patah tulang harus
dipertengahan foto dan sinar harus menembus tempat ini secara tegak lurus sebab
foto Roentgen merupakan foto gambar bayangan. Bila sinar menembus secara
10
miring, gambar menjadi samar dan kurang jelas, dan lain dari kenyataan. Harus
selalu dibuat dua lembar foto dengan arah yang saling tegak lurus.
PENATALAKSANAAN PATAH TULANG
Pengelolaan patah tulang secara umum mengikuti prinsip pengobatan
kedokteran pada umumnya yaitu:
Pertama dan utama adalah jangan cederai pasien (primum non nocere).
Kedua, pengobatan didasari atas diagnosis yang tepat dan prognosisnya.
Ketiga, bekerja sama dengan hukum alam.
Keempat, memilih pengobatan dengan memperhatikan setiap pasien secara
individu.
Untuk patah tulangnya sendiri, prinsipnya adalah mengembalikan posisi
patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama
masa penyembuhan tulang (imobilisasi). Reposisi yang dilakukan tidak harus
mencapai keadaan sepenuhnya seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan
untuk menyesuaikan bentuknya kembali seperti bentuk semula (remodelling).
Kelayakan reposisi suatu dislokasi fragmen ditentukan oleh adanya dan besarnya
dislokasi ad axim, ad peripheriam, dan cum contractione, yang berupa rotasi, atau
perpendekan. Pemendekan anggota tubuh yang patah disebabkan oleh tarikan tonus
otot, sehingga fragmen patahan tulang berada sebelah menyebelah.
Penatalaksanaan dapat ditempuh dengan cara konservatif dan operatif. Tindakan
konservatif dilakukan pada fraktur tertutup yaitu reduksi fraktur dengan manipulasi
secara tertutup. Prinsip dari reposisi adalah fraktur tertutup, tidak ada angulasi dan
tidak ada rotasi. Immobilisasi dilakukan dengan gips, caranya adalah penderita tidur
terlentang diatas meja periksa. Kedua lutut dalam posisi fleksi 90o, sedang kedua
tungkai bawah menggantung di tepi meja. Tungkai bawah yang patah ditarik ke arah
bawah. Rotasi diperbaiki, setelah tereposisi barulah dipasang gips melingkar.
11
Tindakan operatif dilakukan pada fraktur terbuka, gagal dalam terapi
konservatif, fraktur yang tidak stabil dan adanya non union. Pada fraktur terbuka
penatalaksanaannya memiliki beberapa tahap, yaitu:
1. Pembersihan luka
2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridemen)
3. Pengobatan fraktur itu sendiri. Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan
suatu traksi skeletal atau reduksi terbuka dengan eksternal fiksasi. Pada
fraktur terbuka grade II dan III sebaiknya dilakukan fiksasi eksterna.
4. Penutupan kulit
5. Pemberian antibiotik
6. Pencegahan tetanus
Tindakan operatif antara lain adalah :
1. Traksi
2. Fiksasi interna
3. Fiksasi eksterna
Traksi
Comminuted fracture dan fraktur yang tidak sesuai untuk intramedullary nailing
paling baik diatasi dengan manipulasi dibawah anestesi dan balanced skeletal traction
yang dipasang melalui tibial pin. Traksi longitudinal yang memadai diperlukan
selama 24 jam untuk mengatasi spasme otot dan mencegah pemendekan, dan fragmen
harus ditopang di posterior untuk mencegah pelengkungan. Enam belas pon biasanya
cukup, tetapi penderita yang gemuk memerlukan beban yang lebih besar dari
penderita yang kurus membutuhkan beban yang lebih kecil. Lakukan pemeriksaan
radiologis setelah 24 jam untuk mengetahui apakah beban berat tetap; bila terdapat
overdistraction, berat beban dikurangi, tetapi jika terdapat tumpang tindih, berat
ditambah. Pemeriksaan radiologi selanjutnya perlu dilakukan 2x seminggu selama 2
minggu yang pertama dan setiap minggu sesudahnya untuk memastikan apakah posisi
12
dipertahankan. Jika hal ini tidak dilakukan, fraktur dapat terselip perlahan-lahan dan
menyatu dengan posisi yang buruk.
Fiksasi Interna
Fiksasi interna dapat dilakukan melalui tindakan operasi dengan
menggunakan alat-alat fiksasi seperti plate, screw, nail plate, wire. Operasi dipakai
berdasarkan berbagai alasan dan indikasi seperti penghindaran imobilisasi penderita
lama ditraksi. Indikasi lain ialah penderita cedera multipel dengan patah tulang. Bila
dilakukan osteosintesis pada patah tulang ekstremitasnya, penderita dapat dirawat
lebih baik untuk cedera lain seperti trauma otak, thorak dan perut.
Cara osteosintesis yang lazim dilakukan ialah cara AO, dimana dasar cara AO
adalah melakukan reposisi dislokasi tepat dan fiksasi ujung patah tulang dengan
tekanan tinggi sehingga luka patah tulang dapat sembuh per primam intentionem,
yaitu tanpa reaksi fibrosis dan tanpa penulangan melalui kalus.
Fiksasi Eksterna
Reduksi terbuka dengan alat fiksasi eksterna dapat mempergunakan kanselosa
screw dengan metalmetrakilat atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain misalnya
menurut AO atau inovasi sendiri dengan mempergunakan screw Schanz. Dengan
fiksator eksterna dapat juga dicapai fiksasi kuat sehingga, terutama pada patah tulang
terbuka perawatan luka mudah dilakukan dan penderita walaupun tidak dapat berdiri
di atas kaki yang bersangkutan, dapat berjalan dengan menggunakan tongkat ketiak.
Pengelolaan patah tulang terbuka perlu memperhatikan bahaya terjadinya
infeksi, baik infeksi umum (bakterimia) maupun infeksi terbatas pada tulang yang
bersangkutan (osteomyelitis). Untuk menghindarinya perlu ditekankan di sini
pentingnya pencegahan infeksi sejak awal pasien masuk rumah sakit, yaitu perlu
dilakukannya debridement yang adekuat sampai ke jaringan yang vital dan bersih.
Diberikan pula antibiotik profilaksis selain imunisasi tetanus. Selain itu lakukan
13
fiksasi yang kokoh pada fragmen patahan tulang. Dalam hal ini fiksasi dengan
fiksator eksterna lebih baik daripada fiksator interna.
Tujuan dilakukannya reposisi, imobilisasi, mobilisasi penderita, dan latihan
persendiannya ialah untuk mencapai penyembuhan tulang disertai faal yang optimal.
Yang paling penting pada imobilisasi adalah latihan aktif dan penggunaan sendi yang
tidak ikut diimobilisasi.
PENYEMBUHAN PATAH TULANG
Proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akan
terjadi pada setiap patah tulang, tidak peduli apa yang telah dikerjakan oleh dokter
pada patahan tulang tersebut.
Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar patahan tulang tersebut, yang
disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost. Fase ini
disebut fase hematoma.
Hematom tersebut kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan
fibrosis dan vaskuler sehingga hematom berubah menjadi jaringan fibrosis
dengan kapiler di dalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang
saling menempel. Fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan yang
menempelkan fragmen patahan tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa.
14
Ke dalam hematom dan jaringan fibrosis ini juga tumbuh sel jaringan mesenkim
yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang
membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan, sedangkan di
tempat yang jauh dari patahan tulang yang vaskularisasinya relatif banyak, sel ini
berubah menjadi osteoblast dan membentuk osteoid yang merupakan bahan dasar
tulang. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium hingga
tidak terlihat pada foto Roentgen. Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau
osifikasi. Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus
tulang. Pada foto Roentgen proses ini terlihat sebagai bayangan radio-opak tetapi
bayangan garis patah tulang masih terlihat. Fase ini disebut fase penyatuan klinis.
Selanjutnya terjadi penggantian sel tulang secara berangsur-angsur oleh sel
tulang yang mengatur diri sesuai dengan garis tekanan dan tarikan yang bekerja
pada tulang. Akhirnya sel tulang ini mengatur diri secara lameler seperti pada sel
tulang normal. Kekuatan kalus ini sama dengan kekuatan tulang biasa dan fase
ini disebut fase konsolidasi.
15
Penyembuhan patah tulang disertai faal memadai umumnya dapat dicapai
dengan:
Imobilisasi dengan gips dan/atau traksi.
Mempertahankan penjajaran.
Pencegahan rotasi.
Latihan persendian secara aktif.
Penggunaan keempat ekstrimitas kecuali bagian yang diimobilisasi.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan patah tulang:
1. Usia
Makin muda makin cepat.
Contoh :
# femur terjadi waktu lahir à union 3 mgg
# femur pada usia 8 thn à union 8 mgg
# femur pada usia 12 thn à union 12 mgg
# femur pada usia 20 th/> à union 20 mgg
2. Letak & Konfigurasi #
# pada tulang yang dikelilingi > otot à lebih cepat union
# pada tulang kanselous à lebih cepat union dibanding tlg kortikal
# oblique/spiral à lebih cepat union dibanding # transvers
3. Displacement Awal Fraktur:
# undisplaced, periosteum intact à sembuh 2 X > cepat dibanding #
displaced
4. Suplai Darah ke Fragmen #:
Bila ke 2 fragmen punya suplai darah baik à penyembuhan cepat
16
GANGGUAN PADA PENYEMBUHAN
Proses penyembuhan patah tulang dapat mengalami gangguan.
Perlambatan penyembuhan patah tulang (delayed union).
Waktu union > lama dari normal
Patah tulang tidak menyambung sama sekali meskipun ditunggu beberapa lama
(non-union).
# tidak menyambung, karena :
• Fibrous Union
• Pseudoarthrosis
Mal-union.
KOMPLIKASI PATAH TULANG
Komplikasi patah tulang dapat dibagi menjadi komplikasi segera, komplikasi
dini, komplikasi lambat atau kemudian. Komplikasi segera terjadi pada saat
terjadinya patah tulang atau segera sesudahnya, komplikasi dini terjadi dalam
beberapa hari setelah kejadian dan komplikasi kemudian terjadi lama setelah patah
tulang. Pada ketiganya dibagi lagi menjadi komplikasi umum dan komplikasi lokal.
Komplikasi segera
- Lokal
– Kulit: aberasi, laserasi, penetrasi
– Pembuluh darah: robek
– Sistem saraf: saraf tepi motorik dan sensorik
– Organ dalam: jantung, paru, hepar (pada fraktur kosta), kandung
kemih (pada fraktur pelvis)
- Sistemik
– Rudapaksa multipel
– Syok: hemoragik, neurogenik
17
Komplikasi dini
- Lokal
– Nekrosis kulit, gangren, sindrom kompartemen, trombosis vena,
infeksi sendi, osteomyelitis
- Sistemik
– ARDS, emboli paru, tetanus
Komplikasi lama
- Lokal
– Sendi: ankilosis fibrosa, ankilosis osal
– Tulang
– Otot/tendo: penulangan otot, ruptur tendon
– Saraf: kelumpuhan saraf
- Sistemik
– Batu ginjal (akibat imobilisasi lama di tempat tidur)
PATAH TULANG TIBIA DAN FIBULA
ANATOMI
Tibia adalah tulang medial besar tungkai bawah. Tibia berartikulasi dengan
condylus femoris dan caput fibulae di atas, dan dengan talus dan ujung distal fibula di
bagian bawah. Tulang tibia memiliki batas anteromedial berupa jaringan subkutan
dan dikelilingi oleh empat kompartemen fascia.
Pada regio cruris, terdapat 4 group yang penting yaitu :
I. otot ekstensor
II. otot abduktor
III. otot triceps surae
IV. otot flexor
18
Keempat group ini membentuk tiga kompartemen, yaitu :
Group I : kompartemen anterior
Group II : kompartemen lateral
Group III : kompartemen posterior yang terdiri dari kompartemen superfisial dan
kompartemen dalam.
Vaskularisasi tulang tibia terdiri atas:
Arteri nutrisi berasal dari arteri tibia posterior
Arteri tibia anterior, yang snagat rawan untuk cedera
Anostomosis periosteal yang mensuplai 1/3 distal tibia
19
Fibula adalah tulang lateral langsing pada tungkai bawah. Tulang ini tidak ikut
serta berartikulasi pada sendi lutut, namun dibawah membentuk malleolus lateralis
dari articulatio talocruralis (sendi pergelangan kaki). Fibula memiliki ujung atas yang
melebar, corpus dan ujung bawah.
Patah tulang tibia dan fibula yang lazim disebut patah tulang cruris merupakan
fraktur yang sering terjadi dibandingkan fraktur tulang panjang lainnya. Periost yang
melapisi tibia agak tipis, terutama daerah anterior yang hanya dilapisi kulit, sehingga
tulang mudah patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser. Karena berada
langsung di bawah kulit maka sering juga ditemukan fraktur terbuka.
Jika terjadi fraktur pada tulang tibia dan fibula, yang diperhatikan adalah
reposisi tibia. Angulasi dan rotasi yang paling ringan sekalipun dapat mudah terlihat
dan dikoreksi. Pemendekan kurang dari 1 cm tidak menjadi masalah karena akan
dikompensasi pada waktu pasien mulai berjalan. Walaupun demikian, pemendekan
sebaiknya dihindari.
20
DAFTAR PUSTAKA
ADAM, 2006. Bone Fracture Repair. http://adam.about.com/encyclopedia/100077.htm
ADAM, 2006. Broken Bone. http://adam.about.com/encyclopedia/002966.htm
Dieter, G. E, 11 June 2006. Fracture. http://en.wikipedia.org/wiki/Fracture
Norvell Jeffrey G, 2006. Fractures, Tibia and Fibula. http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/screen@d:/em/ga?book=emerg&authorid=11913&topicid=207
Price Sylvia, Wilson Lorraine, 1995. Patofisiologi; Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4, Jakarta; EGC.
Sjamsuhidajat, Wim De Jong, 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi, Jakarta; EGC.
Wikipedia, 8 July 2006. Bone Fracture. http://en.wikipedia.org/wiki/Category:Fractures
…., 1992. Lower extremity fracture fixation in head-injured patients. http://dukehealth1.org/surgery/div_orthopaedic.asp
…..,Lower Extremity Injuries among Restrained Vehicle Occupants. University of Maryland National Study Center for Trauma/EMS. http://www.umich.edu/~ciren/newjerse.html
…., 2000. Trauma History. http://www.fpnotebook.com/ER135.htm
21