THT hidung

41
1 EMBRIOLOGI Pengembangan embryologi rongga hidung dan sinus mengarah ke suatu pembentukan anatomi rumit sinonasal dan dapat dibagi menjadi dua proses yang sedang berlangsung. Pertama, embrio kepala berkembang menjadi struktur dengan dua rongga hidung yang berbeda; kedua, dinding lateral hidung kemudian berinvaginasi untuk membuat lipatan kompleks, yang dikenali sebagai turbinat, dan ruang, yang dikenal sebagai sinus. Selama kehamilan minggu keempat hingga kedelapan, embrio berkembang memisahkan rongga hidung sebagai frontonasal dan proses maksilaris berturut serta. Proses frontonasal tumbuh di atas otak depan yang sedang berkembang, memberikan kontribusi untuk pembentukan placodes penciuman hidung. Prominences hidung lateral dan medial berkembang di kedua sisi placode akhirnya menjadi nares. Placode hidung berinvaginasi untuk membentuk lubang hidung dan akhirnya hidung kantung. Gabungan dari prominences hidung medial dengan proses maksilaris membentuk rahang atas dan philtrum yang dari bibir atas (Gbr. 23.1). Septum muncul dari posterior pertumbuhan garis tengah proses frontonasal dan ekstensi garis tengah mesoderm dari proses rahang atas. Rak palatal primer dan sekunder bergabung dalam sebuah garis aksial untuk memisahkan rongga hidung dan nasofaring dari rongga mulut dan orofaring. Septum yang menurun menyatu dengan langit-langit untuk membentuk dua rongga hidung yang berbeda (Gambar. 23.1). Kegagalan fusi dari hidung medial menonjol dengan proses rahang atas atau kegagalan fusi hasil rak palatal di bibir sumbing atau deformitas langit-

description

hidung

Transcript of THT hidung

Page 1: THT hidung

1

EMBRIOLOGI

Pengembangan embryologi rongga hidung dan sinus mengarah ke suatu pembentukan

anatomi rumit sinonasal dan dapat dibagi menjadi dua proses yang sedang berlangsung. Pertama,

embrio kepala berkembang menjadi struktur dengan dua rongga hidung yang berbeda; kedua,

dinding lateral hidung kemudian berinvaginasi untuk membuat lipatan kompleks, yang dikenali

sebagai turbinat, dan ruang, yang dikenal sebagai sinus. Selama kehamilan minggu keempat

hingga kedelapan, embrio berkembang memisahkan rongga hidung sebagai frontonasal dan

proses maksilaris berturut serta. Proses frontonasal tumbuh di atas otak depan yang sedang

berkembang, memberikan kontribusi untuk pembentukan placodes penciuman hidung.

Prominences hidung lateral dan medial berkembang di kedua sisi placode akhirnya menjadi

nares. Placode hidung berinvaginasi untuk membentuk lubang hidung dan akhirnya hidung

kantung. Gabungan dari prominences hidung medial dengan proses maksilaris membentuk

rahang atas dan philtrum yang dari bibir atas (Gbr. 23.1). Septum muncul dari posterior

pertumbuhan garis tengah proses frontonasal dan ekstensi garis tengah mesoderm dari proses

rahang atas. Rak palatal primer dan sekunder bergabung dalam sebuah garis aksial untuk

memisahkan rongga hidung dan nasofaring dari rongga mulut dan orofaring. Septum yang

menurun menyatu dengan langit-langit untuk membentuk dua rongga hidung yang berbeda

(Gambar. 23.1). Kegagalan fusi dari hidung medial menonjol dengan proses rahang atas atau

kegagalan fusi hasil rak palatal di bibir sumbing atau deformitas langit-langit. Rhinoplasti untuk

mengoreksi deformitas hidung terkait sering teknis sulit. Selama minggu kehamilan keenam,

mesenkim membentuk dinding lateral hidung yang sederhana. Selama minggu ketujuh, tiga alur

aksial terbentuk, sehingga menimbulkan tiga turbinat (Gbr. 23.1). Selama minggu kesepuluh,

pengembangan sinus maksilaris dimulai dengan invaginasi dari meatus tengah. Pada saat yang

sama, proses uncinate dan ethmoidalis bulla membentuk alur sempit yang dikenal sebagai hiatus

semilunaris. Selama minggu ke-14, sel-sel ethmoidal anterior muncul karena beberapa invaginasi

dari meatus menengah ke atas dan sel ethmoidal posterior dari lantai superior meatus. Akhirnya;

pada minggu ke-36 dinding lateral hidung baik dikembangkan dan turbinat berada di proporsi

dewasa. Semua sinus paranasal terbentuk pada berbagai tingkat pada bayi baru lahir, tapi sinus

memiliki periode tertentu pertumbuhan yang signifikan. Sinus ethmoid adalah sinus yang

pertama berkembang sepenuhnya, diikuti oleh rahang atas; sphenoid, dan sinus frontal.

Page 2: THT hidung

2

Gambar 23.1 Embrio yang berusia minggu ketujuh dalam kehamilan. Penampang dibawah

menunjukkan pembentukkan turbinate dan pembagian rongga nasal oleh fusi septum nasal

dengan rak-rak palatal. Illustrasi oleh William E. Walsh, MD, CMI © 2004, digunakan atas

permisi.

ANATOMI

Rujuk Gambar 23.2 untuk ilustrasi anatomi sinus seperti yang dibahas.

Page 3: THT hidung

3

Sinus Ethmoidalis dan Dinding Lateral Nasal

Sinus ethmoidalis adalah struktur sentral nasal dengan anatomi yang kompleks; terbaik

divisualisasi struktur seperti sebuah kotak dengan bagian depan terbuka dan letak inferior.

Bagian lateral membentuk dinding medial orbita, spenoidalis membentuk muka posterior,

permukaaan superior dibentuk oleh basis cranii dari fossa kranial anterior, dan banyak struktur

penting dari dinding lateral nasal, berasal dari basis lamela, berlanjut secara posterior-inferior

dari basis cranii.

Dinding lateral sinus ethmoidalis, atau lamina papyracaea, membentuk dinding medial

orbital yang tipis. Garis tengah potongan vertical os ethmoidalis adalah terdiri dari bagian atas

dari fossa kranial anterior dikenali sebagai crista galli dan bagian inferior dalam rongga nasal

dikenali sebagai garis tegak lurus dari os ethmoid yang membentuk septum nasal. Bagian

anterior fossa kranial dipisahkan dari sel-sel udara ethmoid dari potongan horizontal os ethmoid

yang terdiri dari piring cribriform medial yang tipis, lebih lateral ke bagian atas dari os ethmoid.

Atap ethmoid berartikulasi dengan piring cribriform pada lamela lateral dari piring cribiform

dimana ini merupakan tulang yang paling tipis dari keseluruhan tulang tengkorak. Ukuran

panjang lamella lateral tergantung kedudukan piring cribriform. Pada basis kranii Keros tipe 1,

plate tersebut terletak 1hingga 3mm di bawah atap ethmoidalis, menjadikan lamella lateral

pendek atau tidak wujud.( Gambar 23.2B).Pada Keros Tipe 2, jaraknya adalah antara 4 dan 7mm.

Pada Keros tipe 3, jaraknya diantara 8 hingga 16mm, menjadikan senuah lamela lateral dengan

posisi vertikal yang terpanjang. Pasien dengan cribriform plate letal rendah, khususnya Keros 3,

yakni bahwa mempunyai resiko besar untuk terjadi kebocoran cairan serebrospinal semasa

tindakan pembedahan sinus endoskopi.

Sinus ethmoidalis dipisahkan oleh batas-batas lima bagian tulang atau lamela. Lamela-

lamela ini dinamai dari kedudukan paling anterior ke posterior: Pertama (Proses uncinate), kedua

(bulla ethmoidalis), ketiga (basal lamela), keempat (turbinate superior) dan kelima (turbinate

supreme). Bagian ini terisi dengan udara semasa perkembangan sel-sel udara ethmoid. Jika

pengisisan udara mengarah ke arah anterior mendekati turbinate tengah, sel-sel udara dikenali

sebagai sel nasi agger. Lanjut ke arah posterior, proses uncinate adalah tulang berbentuk L yang

berarah anterosoperior hingga posteroinferior. Margin posterosuperior uncinate terletak seiring

anterior dari batas bula ethmoidalis dan bagian posterior terlekat pada tulang palatina dan

Page 4: THT hidung

4

turbinate inferior. Bagian superior uncinate paling umum melekat pada lamina papyracaea tapi

bisa juga melekat pada dinding posteromedial dari sel-sel nasi agger, basis kranii, atau turbinate

tengah. Bulla ethmoidalis, atau lamea yang kedua, memberikan suatu sel-sel udara ethmoid yang

tetap dan paling besar. Ia melekat secara lateral pada lamela papyracaea dan pada beberapa

derajat posterior yang berbeda pada lantai lamela. Bagian superior, kemungkina besar bulla

mencapai atap ethmoid dan membentuk dinding posterior dari relung frontal. Lamela basal

menunjukan pembagian garis antara anterior dan posterior sinus-sinus ethmoid. Bagian inferior

basal lamela berhubung dengan turbinate tengah hingga dinding lateral nasal bertransitional

oblique dari plate koronal secara anterior hingga plane aksial secara posterior. Untuk memelihara

bagian terbawah dari lantai lamela semasa pembedahan sinus endoskopi memberikan suatu

kestabilan untuk turbinate tengah. Sel-sel ethmoid posterior umumnya besar dan bisa

berpneumatasi secara lateral dan superior pada sinus sphenoid. Varian perkembangan ini dikenali

sebagai sel Onodi, suatu faktor resiko yang berpotensial terjadi trauma pada syaraf optik semasa

pembedahan.

Sinus ethmoidalis dipisahkan oleh empat relung, yaitu, relung frontalis, infundibulum,

sinus lateralis dan relung sphenoethmoidalis. Relung frontalis mendrainase pada sinus frontalis,

anatominya sangat bervariasi dan tergantung pada corak pneumatisasi bulla ethmoidalis dan sel-

sel nasi agger. Infundibilum ethmoidalis adalah sebuah ruang tiga dimensional berada pada

lateral proses uncinate.

Antara margin posteror konkaf yang bebas proses uncinate dan permukaan konvex

anterior bulla ethmoidalis adalah pembelahan dua dimensi dikenali sebagai hiatus semilunaris

yang berfungsi sebagai pintu yang mengarah ke anterior infundibulum. Muara sinus maxilaris

terletak paling dalam di lateral infundibulum hingga proses uncinate. Anterior sinus ethmoidalis

hingga basal lamela sinus maxilaris dan sinus frontalis drainase tepat ke dalam atau dekat

infundibulum.

Kompleks Osteomeatal (KOM)

merupakan ke daerah yang dibatasi oleh turbinate tengah medial, lateral lamina

papyracea, lamella basal posterior, dan atap ethmoid superior (1). Sebuah sinus lateralis atau

relung retrobullar ada jika dinding posterior bula ethmoidalis yang berisi udara menjadi berbeda

dari basal lamella. relung sphenoethmoidal terletak di posterior dari meatus superior menguras

Page 5: THT hidung

5

ethmoid posterior dan sinus sphenoid secara terpisah, di luar KOM.

Arteri ethmoid anterior berasal dari mata yang arteri di orbit dan melewati anterior

foramen ethmoidal untuk masuk ke dalam sel ethmoidal anterior . Arteri ini biasanya melintasi

ethmoid sangat dekat tengkorak dasar di persimpangan atap ethmoid dan menandai posterior

perbatasan relung frontal ; artecy yang perjalanan dalam kanal tulang yang mungkin sebagian

atau seluruhnya berpecah pada 40% kasus (1). Daerah di mana ethmoid anterior arteri memasuki

fossa kranial anterior melalui lateral lamella merupakan bagian terlemah dari dasar tengkorak,

yang hanya sepersepuluh sekuat atap ethmoid (1).

Page 6: THT hidung

6

Gambar 23.2 Anatomi sinus. A: Potongan koronal dari kompleks osteomeatal dengan process

uncinate kiri melekat pada sisi medial pada septum. 1,proses uncinate kanan; 2, ostium sinus

maksilaris; 3,infundibulum ethmoidalis; 4, hiatus semilunaris; 5; bulla ethmoisalis; 6, garis tegak

lurus tulang ethmoidalis; 7, krista galli; 8, lamina papyracaea; 9, proses uncinate kiri; 10,

turbinate tengah; 11, sel Haler; 12, sinus maksilaris; 13, turbinate inferior B: Basis tengkorak

Keros tipe 1 dengan proses uncinate melekat pada superior pada basis kranii, proces uncinate

kiri. 14, proses unicate kirimelekat pada basis kranii pada sisi superior. C: Basis tengkorak Keros

tipe 3 dengan proses uncinate melekat pada lamina papyracaea pada sisi lateral. 15, piring

cribriform; 16, lateral lamela; 17, atap ethmoidalis;

18, proses uncinate kiri melekat pada lamina papyracaea pada sisi lateral. D: Potongan sagital

dinding lateral nasal. 19, turbinate inferior; 20, turbinate tengah; 21, sinus frontalis; 22, krista

galli; 23, turbinate superior; 24, sinus sphenoidalis. E: Pandangan dekat dari porongan sagital

Page 7: THT hidung

7

dinding lateral nasal dengan turbinate tengah diekstraksi. 25, proses uncinate; 26, sel nasi agger;

27, ostium frontal; 28, bulla ethmoidalis; 29, potongan tepi turbinate tengah; 30, potongan tepi

turbinate superior; 31, tonjolan syaraf optik dalam sinus sphenoidalis; 32, tonjolan arteri karotid

pada sinus sphenoidalis; 33, ostium sinus sphenoidalis; 34, potongan tepi turbinate inferior; 35,

duktus nasolakrimalis. F: Pandangan aksial. 36, septum; 37, sel ethmoidalis; 38,sel Onodi; 39,

syaraf optik; 40, arteri karotid; 41, sinus spenoidalis. Illustrasi oleh William E. Walsh, MD, CMI

© 2004, digunakan atas permisi.

Sinus Maksilaris

Sinus maksilaris adalah ruang berisi udara dalam tulang maxilaris dan merupakan yang

terbesar dari sinus paranasal. Dinding anterior berasal dari permukaan wajah rahang atas.

Dinding posterior berbatasan dengan fossa ptetygopalatine. Dinding medial merupakan dinding

lateral rongga hidung, lantai sinus adalah proses alveolar, dan dinding superior berfungsi sebagai

lantai orbital. Saraf infraorbital melintasi lantai orbita untuk keluar dari bagian anterior rahang

atas melalui foramen infraorbital. Kanal saraf infraotbital adalah berpecah ke dalam sinus

maksilaris dalam 14% kasus dan mungkin beresiko selama operasi sinus endoskopi. Molar akar

gigi yang pertama dan kedua berpecah ke dalam sinus maksilaris yang terjadi dalam 2% dari

kasus. Pasien-pasien ini berisiko untuk pengembangan fistula oroantral setelah pencabutan gigi

di situs tersebut. Ostium alami dari sinus maksilaris membuka ke aspek superior dari dinding

medial mengalir ke infundibulum ethmoidal. Aksesori ostia sinus maksilaris ditemukan pada

15% sampai 40% dari subyek, yang paling umum superior dan posterior proses uncinate atas

penyisipan konka inferior. Kadang-kadang Haller sel, atau sel ethmoidal yang berisi udara lateral

antara sinus maksilaris dan lantai orbit, mungkin ada. Kehadiran sel Haller berpotensi

mempersempit infundibulum rahang atas dan merusak drainase sinus (3).

Sinus Frontalis

Ukuran sinus frontalis bervariasi tergantung pada derajat dari pneumatisasi, mungkin

benar-benar tidak ada (5%), dan biasanya dibagi oleh septum intersinus. Tabel anterior sinus

frontal dua kali setebal tabel posterior, yang memisahkan sinus dari fossa kranial anterior. Lantai

sinus juga berfungsi sebagai atap supraorbital, dan jalur drainase terletak di posteromedial bagian

dari lantai sinus. Drainase sinus frontalis kompleks dengan saluran keluar yang menyerupai

Page 8: THT hidung

8

hourglassshaped struktur pada bidang sagital (1,2). Bagian superior melebar ke sinus frontal dan

bagian rendah berekspansi ke relung frontal. Variabilitas pola saluran drainase sinus frontal

keluar tergantung pada pneumatisasi dari sel udara ethmoid sekitarnya dan posisi proses

uncinate. Agger nasi sel atau bula ethmoidal dapat menghambat frontal drainase sinus dengan

mempersempit relung frontal. Dalam kebanyakan variasi umum, bagian anterosuperior dari

proses uncinate masuk ke papyracea lamina sehingga proses uncinate memisahkan infundibulum

ethmoidal dari relung frontal. Dalam pengaturan ini, relung frontal infundibulum, antara proses

uncinate dan konka (Gambar.23.2C). Ketika proses uncinate menyisip ke atap ethmoid

(Gambar.23.2B) atau bersisip ke konka (Gambar.23.2A), relung frontal terbuka langsung ke

infundibulum ethmoidal, dan diperkirakan untuk tunduk pada obstruksi di hadapan ethmoid

peradangan. Selama operasi sinus endoskopi, pembukaan sinus frontal sering lebih medial

daripada yang diantisipasi . Sinus frontal membuka ke meatus tengah medial proses uncinate di

88 % dari pasien dan lateral uncinate dalam 12 % sisanya dari pasien.

Sinus sphenoidalis

Sinus sphenoid memiliki banyak hubungan neovaskular yang penting. Arteri karotis

internal berada pada sisi lateral sinus sphenoid karena ia melalui sinus kavernosus menghasilkan

penonjolan dalam dinding lateral sinus sphenoid di 65% dari individu (3). Sekitar 25% dari

kapsul tulang memisahkan arteri karotis internal dari sinus sphenoid yang sebagiannya berpecah.

Visibilitas semua struktur yang terkait dengan dinding sinus sphenoid tergantung pada derajat

pneumatisasi sinus. Tingkat pneumatisasi diklasifikasikan menjadi tiga jenis: Jenis sellar (86%),

presellar (11%), dan tipe konka (3%) (3). Tipe presellar dan konka jenis lebih sering terjadi pada

anak-anak karena normal pengembangan sinus sphenoid seleasai pada usia 20 tahun. Dalam jenis

sellar sphenoid sinus, yang dinding superior pneumatisasi kearah inferior ke sela tursika dan

hipofisis kelenjar. Dinding posterior sinus sphenoid adalah dinding dival dan dinding tebal dari

sinus sphenoid.

Ostium sinus sphenoid membuka ke relung sphenoethmoidal. Sebuah studi anatomi sinus

sphenoid ostium mengidentifikasi ujung posteroinferior dari superior turbinate sebagai landmark

terbaik untuk mengidentifikasi ostium alami sinus sphenoid (5). Dalam kebanyakan kasus,

hujung posteroinferior konka superior terletak di bidang horizontal yang sama seperti lantai

sinus sphenoid. Ostium itu terletak medial ke superior turbinate dalam 83% kasus dan lateral

Page 9: THT hidung

9

dalam 17%. Septum sphenoid biasanya menyimpang posterior dari pemisah garis tengah sinus

menjadi dua bagian asimetris dan dapat memasukkan ke tonjolan tulang yang melapisi saraf atau

arteri karotis optik.

Konka Inferior

Turbinat rendah adalah pertumbuhan yang berlebih bilateral dari dinding lateral rongga

hidung terdiri dari tulang tengah kerangka ditutupi oleh lapisan mukosa . Setiap konka rendah

berartikulasi dengan pelat tegak lurus dari tulang palatine dan permukaan hidung rahang atas.

Konka rendah membengkak dan menyusut untuk mengatur suhu hidung dan humidifikasi

melalui vaskularisasi.

Nasal Septum

Septum memisahkan dua rongga hidung, menyediakan struktur dukungan untuk hidung

dan pengaruh aliran udara di rongga hidung. Septum terbuat dari piring sagital tulang rawan dan

tulang ditutupi oleh mukosa pernapasan. Septum membran menghubungkan columella ke tulang

rawan kuadrangularis tulang rawan berbentuk segi empat terdiri mayoritas anterior septum .

Pelat tegak lurus bentuk tulang ethmoid yang bertulang atas sepertiga dari septum hidung dan

vomer yang membuat sebagian posteroinferior tulangnya. Akhirnya; hidung, frontal , rahang ,

dan tulang palatine masing-masing menyumbangkan hidung puncak ke pinggiran septum

(Gambar.23,3).

Katup Nasal

Katup hidung adalah bagian dimana aliran udara yang diregulasi dari hidung yang

berfungsi sebagai jembatan antara kerangka tulang dan ujung hidung . Katup ini adalah bagian

tersempit dari aliran udara di hidung dan menimbulkan resistensi terbesar terhadap aliran udara.

Katup hidung meliputi wilayah antara hujung kaudal dari kartilago lateralis atas dan septum

superior. Segmen ini biasanya membentuk sudut 10 sampai 15 derajat (Gambar.23,4). Penurunan

derajat dapat menyebabkan turbulensi aliran udara dan obstruksi di hidung .Daerah katup nasal

berbatasan superolateral oleh kaudal tulang rawan lateralis atas Batas lateral meliputi aperture

tulang piriform dan jaringan fibro lemak dari ala. Katup nasal berakhir pada inferior di lantai

hidung. Akhirnya, kepala konka rendah membentuk batas posterior katup hidung (Gambar. 23,4).

Page 10: THT hidung

10

Gambar 23.3 Septum Nasal. 1, kartilage quadrangular; 2, tulang hidung; 3, garis tegak lurus

tulang ethmoidalis; 4, vomer; 5, tulang palatine; 6, tulang maksilaris, 7, septum membranous.

Illustrasi oleh William E. Walsh, MD, CMI © 2004, digunakan atas permisi.

Page 11: THT hidung

11

Gambar 23.4 Katup Nasal. Illustrasi oleh William E. Walsh, MD, CMI © 2004, digunakan atas

permisi.

Penyebab obstruksi nasal dari segi anatomi

Ujung saraf trigeminal di rongga hidung memberikan sensasi aliran udara hidung, dan

penyumbatan receptor ini menghasilkan sensasi sumbatan hidung (6). Berbagai kelainan

intranasal menyebabkan sumbatan hidung dan evaluasi dari masing-masing penyebab anatomi

memudahkan dokter bedah untuk memilih prosedur terbaik untuk memperbaiki obstruksi.

Evaluasi ini dimulai dengan mempelajari sejarah yang cermat dan pemeriksaan fisik. Pasien

mungkin melaporkan hidung tersumbat, kekakuan, atau penyumbatan; mereka juga melaporkan

kualitas tidur yang buruk atau kesulitan bernapas saat tidur. Sebagai penambahan untuk obstruksi

anatomis, dokter harus berhati- hati mencari penyebab lain obstruksi hidung seperti rhinitis alergi

Page 12: THT hidung

12

(AR), sinusitis akut atau kronis, atau rhinitis yang disebabkan obat - obatan. Pemeriksaan fisik

meliputi eksternal dan pemeriksaan hidung internal dengan rhinoskopi anterior dan endoskopi

hidung diikuti dengan pemeriksaan ulang setelah hidung tersumbat. Obstruksi yang

menghasilkan penyumbatan disebabkan oleh kelainan mukosa.

Deviasi septal

Pasien dengan deviasi septum mengeluhkan gejala obstruksi kronis yang sering

unilateral, mungkin dengan riwayat sebelumnya dengan trauma hidung. Mereka sering

menyadari siklus hidung. Anterior rhinoskopi dan endoskopi hidung mendokumentasikan

keadaan dan derajat deviasi septum. Selain itu, penilaian Columella dari bawah membantu

mengevaluasi defleksi septum bagian ekor, yang sering dianggap remeh pada rhinoskopi standar.

Rabaan hidung eksternal dan tes septum mendapat mendukung dari dorsum dan ujung.

Perawatan untuk sumbatan hidung dengan deviasi septum adalah septoplasty. Pasien dengan

cacat septum yang menjalani septoplasty umumnya melaporkan peningkatan signifikan pada

obstruksi hidung di bulan ke 3 dan 6 dengan menggunakan lebih sedikit obat (7). Sayangnya.

tidak ada tes tunggal yang dapat memprediksi hasil yang sukses sebelum operasi.

Rinomanometri telah digunakan sebagai alat penelitian ajuvan untuk mengetahui obstruksi dan

tingkat operasi perbaikan setelah bedah, tetapi tes ini tidak banyak digunakan dalam pengaturan

klinis. Tempat dari deformitas septum sangat berkorelasi dengan hasil bedah dan resistensi

saluran napas pasca operasi. Bahkan penyimpangan septum kecil di bagian anterior hidung di

wilayah katup hidung sering mengakibatkan sumbatan hidung signifikan karena katup hidung

adalah daerah resistif kritis rongga hidung; deviasi di posterior harus memiliki ukuran yang besar

untuk dapat terlihat pada obstruksi hidung.

Runtuhnya Katup Hidung

Katup hidung adalah bagian tersempit jalan nafas hidung bertanggung jawab untuk

sebagian besar resistensi terhadap aliran udara; abnormalitas di wilayah ini mudah menyebabkan

sumbatan hidung. Dua jenis disfungsi katup hidung dapat terjadi: satu melibatkan kegagalan

fungsidi wilayah katup hidung dan lainnya melibatkan runtuhnya dari struktur itu sendiri.

Page 13: THT hidung

13

Obstruksi di daerah katup hidung paling sering dari hipertrofi konka atau penyimpangan septum.

Tipe kedua dari sumbatan hidung dihasilkan oleh runtuhnya strukturitu sendiri. Sebagian besar

kasus iatrogenik dan runtuhnya katup hidung harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang

melaporkan obstruksi postrhinoplasty jangka panjang. Namun, sebagian kecil kasus merupakan

bawaan dari lahir. Temuan fisik biasanya meliputi penampilan jam pasir atau mencubit dari

segmen menengah hidung, runtuhnya tulang rawan medial di dalam inspirasi, atau alur alar

dalam. Dalam Rhinoplasty, disfungsi katup hidung berasal dari penyempitan agresif pada ujung

hidung, pada pemotongan kruris lateral, pemindahan dari kartilago alar lemah, penyempitan

berlebihan dari punggung, pemotongan kartilago lateralis atas, atau perpindahan tulang hidung

pendek. Berbagai teknik bedah telah dikembangkan untuk memperbaiki kelainan katup hidung

termasuk spreader graft, alar batten graft, flaring suture, overlay grafts, dan lateral suture

suspensions. Spraeder graft dapat dijahit sepanjang tulang rawan lateral yang atas untuk

meningkatkan luas penampang dari katup internal hidung dan untuk menambah struktur hidung

serta mencegah keruntuhan. Alar batten graft mendukung kartilago lateral yang lembek. Flaring

suture melebarkan margin ekor dari kartilago lateralis atas. Meskipun teknik ini memperbaiki

obstruksi katup hidung masing masing prosedur ini memiliki konsekuensi estetika.

The Cottle manuver adalah metode tradisional untuk mendiagnosa runtuh katup hidung.

Manuver ini melebar alae dengan menempatkan traksi lateral pada pipi Beberapa percaya bahwa

manuver Cottle adalah tes spesifik yang meningkatkan pernapasan bahkan ketika obstruksi

hidung adalah yang kedua dari deviasi septum atau hipertrofi konka. Untuk mengatasi hal ini,

sebuah Cottle manuver yang dimodifikasi telah dikemukakan untuk lebih spesifik mendiagnosa

runtuhnya katup hidung (8). Di manuver dimodifikasi ini, kuret telinga secara terpisah

mendukung kartilago bawah dan lateral atas untuk melihat apakah patensi hidung meningkat.

Hipertrofi konka

konka inferior juga mempengaruhi aliran udara di katup hidung tergantung

pada tingkat pembengkakan konka anterior. Selama inspirasi, ujung anterior

konka inferior di wilayah katup hidung menghasilkan hingga dua pertiga dari resistensi saluran

napas bagian atas (9). Pembesaran Konka inferior menunjukkan gejala sumbatan hidung dengan

meningkatkan resistensi. AR. rhinitis nonallergic, dan rhinitis medicamentosa dapat

Page 14: THT hidung

14

menyebabkan peradangan konka. Jika peradangan berlanjut, kelenjar mucous tumbuh membesar

dan kolagen terakumulasi di bawah mukosa hidung membran basement mengakibatkan hipertrofi

ireversibel.

Perawatan medis untuk konka inferiorhipertrofi termasuk semprotan hidung antihistamin,

dekongestan, kortikosteroid intranasal, stabilisator sel mast, dan imunoterapi. Berbagai teknik

bedah juga digunakan untuk mengobati obstruksi hidung yang timbul dari hipertrofi konka

dan masing-masing metodologi upaya untuk meminimalkan komplikasi seperti perdarahan,

ketidaknyamanan, dan rhinitis atrofi sementara memulihkan ukuran konka ke normal beserta

fungsi.

Konka Bulosa

Sebuah konka pneumatized, yang dikenal sebagai bulosa concha, merupakan salah satu

variasi anatomi yang paling umum dari meatus tengah dengan kejadian yang dilaporkan lebih

besar dari 25%. Interior sebuah bulosa concha mengandung lapisan epitel pernapasan dan

saluran air melalui ostium ke reses frontal, sinus lateralis adalah, atau hiatus semilunaris (1).

Konka dapat tumbuh sedemikian rupa sehingga mengisi ruang antara dinding lateral hidung dan

septum mengakibatkan obstruksi hidung dan predisposisi Infeksi sinus dengan menghalangi

OMC. Konka bulosa dicurigai ketika konka tengah membesar, hal ini diamatiselama endoskopi

hidung. Sebuah computed tomography (Cf) menunjukkan pneumatisasi dari konka

yangmenegaskan diagnosis. eksisi endoskopik lateral dinding konka pneumatized dapat

mengatasi jenis obstruksi.

Choanal Atresia

Choanal Atresia merupakan penyebab yang jarang dari sumbatan hidung yang disebabkan

oleh kegagalan choanae posterior untuk berkembang dengan baik. Kondisi ini terjadi pada 1 per

5.000 kelahiran dengan perbandingan wanita:laki-laki adalah 2: 1. Luasnya atresia tersebut

menentukan keparahan obstruksi. Karena bayi yang baru lahir wajib bernapas hidung, choana

bilateral menghasilkan obstruksi hidung yang parah dan tekanan saluran udara langsung lega

dengan menangis. Diagnosis dicurigai oleh ketidakmampuan kateter atau tabung nasogastrik

Page 15: THT hidung

15

melewati kedua sisi. Choana unilateral atresia tidak segera mengancam kehidupan anak dan

biasanya terjadi pada akhir masa kanak-kanak atau dewasa muda dengan obstruksi hidung

unilateral, rhinorrhea, atau obstruktif apnea tidur. Penilaian Endoskopi dan cr scanning atresia

choanal dapat menetapkan diagnosa, ciri komponen dinding lateral atresia, mengevaluasi tulang

atau komposisi membran, dan memantau sejauh mana koreksi bedah (10). Diagnosis atresia

choanal dapat disertai dengan adanya kondisi medis lain dan harus meminta evaluasi untuk otitis

media dengan efusi, penyakit saluran napas bagian atas dan bawah, kelainan jantung, dan

gangguan saluran gastrointestinal (GI). Atresia choanal bilateral dapat hidup berdampingan

dengan gangguan jantung, Sindrom CHARGE (colobomas, cacat jantung, choanal atresia,

pertumbuhan terbelakang, hipoplasia genitourinari, dan anomali telinga), obstruktif tidur apnea,

masalah- masalah hematologi, dan gagal tumbuh (10).

Sebagian besar anak-anak dirawat karena atresia choanal, mayoritas anak-anak menjalani

perbaikan transnasal dengan atau tanpa stenting. Prosedur lain yang dilakukan kurang sering

termasuk jendela septum posterior atau pelebaran atresia choanal unilateral, dan perbaikan

transpalatal dengan stenting atresia choana bilateral. Perbaikan atresia choana bilateral dengan

pelebaran dan penghapusan stent, hal ini rata-rata. memerlukan prosedur lebih dari atresia

choana unilateral untuk mendapatkan jalan napas hidung paten tanpa distress pernafasan (10).

Penggunaan penghambat fibroblast topikal mitomycin pada saat operasi dapat menyebabkan

peningkatan patensi.

Poliposis Hidung

Poliposis hidung (NP) diyakini menjadi kelainan multifaktoril yang ditandai oleh adanya

massa atau edema di rongga hidung dan sinus yang memicu drainase, kehilangan bau , dan

obstruksi. Penyebab spesifik NP masih belum diketahui namun alergi, asma, rinosinusitis kronis

(CRS), intoleransi aspirin. dan cystic fibrosis telah terdeteksi di berbagai penelitian. Mayoritas

polip hidung (80% -90%) menunjukkan eosinofilia pada jaringan dan faktor-faktor yang bisa

berpotensi memicu eosinofilia mukosa telah disarankan sebagai agen etiologi. Peradangan

sinonasal berdasarkan etiologi apapun diyakini dapat menyebabkan polip bertambah besar dan

jumlahnya, dengan sumbatan hidung yang dihasilkan dan penyumbatan sinus ostial sering

memicu infeksi sinusitis. Intranasal dan steroid sistemik perawatan yang paling umum untuk

Page 16: THT hidung

16

pengelolaan polip hidung. Jika bukti dari purulence terlihat pada endoskopi, antibiotik

ditambahkan ke rejimen pengobatan. Operasi endoskopi dicadangkan untuk sumbatan hidung

parah yang tahan terhadap terapi maksimal medis. Polip hidung cenderung lebih berat dan

refrakter untuk perawatan medis dan bedah, terutama di penderita asma sensitif aspirin(11).

FISIOLOGI

Tiga fungsi utama dari hidung adalah penciuman, pernafasan, dan perlindungan. Fungsi-

fungsi ini dibantu oleh anatomi yang berbelit-belit dari rongga hidung; sehingga menciptakan

area permukaan besar. Mukosa ini berjajar, lembab, permukaan bersilia pada rongga hidung

meningkatkan kontak dengan udara terinspirasi, sehingga memaksimalkan penciuman, dan

mengakibatkan efisiensi panas, pelembab, dan penyaringan udara terinspirasi sebelum mencapai

bagian pernafasan bawah.

Pernafasan

Sistem pembuluh darah dan sekresi rongga hidung dan sinus paranasal berfungsi untuk

menghangatkan dan melembabkan udara dalam persiapan untuk akses ke bagian pernafasan

bawah. Hidung menghangatkan udara yang terhirup ke 37 ° C sehingga memfasilitasi pertukaran

gas alveolar. Kapasitas pemanasan ini bahkan tidak terbebani pada 7 L per menit aliran udara

terinspirasi (12). Kelembaban lingkungan independent, Sistem sinonasal dapat meningkatkan

kelembaban udara inspirasi untuk kira-kira 85%, sehingga mengurangi efek pengeringan udara

terinspirasi dan secara signifikan menguntungkan pertukaran gas di saluran udara bawah (12).

Kelembaban ini berasal dari kandungan lendir air yang langsung dari pembuluh darah hidung

dan disuplai oleh kelenjar hidung.

Turbulent aliran udara merupakan pusat fisiologi hidung. Aliran turbulen terjadi bahkan

pada kecepatan udara rendah di sebagian besar rongga hidung dan meningkat dengan kecepatan

udara lebih tinggi (9). Turbulence meningkatkan kontak antara udara terinspirasi dan mukosa

hidung tidak hanya meningkatkan fungsi pernafasan tetapi juga penciuman dan perlindungan.

Aliran udara utama melewati kepala turbinate tengah melalui meatus tengah dengan perubahan

sedikit pola aliran sesuai dengan kecepatan yang meningkat. Persentase udara lewat melalui

Page 17: THT hidung

17

meatus tengah meningkat dengan peningkatan hidung tersumbat (9).

Resistensi saluran napas hidung dapat dibagi menjadi tiga bagian: ruang depan hidung,

katup hidung, dan rongga hidung turbinated. Ruang depan hidung berkontribusi sekitar sepertiga

resistensi hidung. Dinding compliant dari hidung vestibulum rentan runtuh dari tekanan negatif

yang dibuat selama inspirasi; Namun, otot-otot wajah yang melekat pada vestibule nasal

berkontraksi selama inspirasi mencegah keruntuhan. Seperti disebutkan sebelumnya , katup

hidung adalah bagian tersempit dari rongga hidung dengan resistensi tertinggi. Vena sinusoid

mengontrol aliran udara hidung; dengan demikian, vena sinusoid anterior bagian dari konka

inferior dan septum hidung di wilayah katup hidung yang paling signifikan berkontribusi

terhadap total resistensi aliran udara hidung. Rongga turbinated dari rongga hidung dengan luas

penampang yang lebih besar berkontribusi sedikit untuk resistensi saluran napas (6).

Submukosa dari hidung dengan pembuluh darah termasuk arteriol, kapiler, dan venula.

Mukosa konka inferior unik mengandung banyak pembuluh darah kecil, yang disebut sinusoid

vena. Untuk menyebabkan perluasan jaringan erektil ini yang membawa penyumbatan, sinusoid

dengan kapasitas tinggi untuk mengisi dengan darah; Sebaliknya, decongestion dari hidung

dengan kontraksi dari sinusoid mengosongkan darah. Vasokonstriktor simpatis menstimulasi

kontrol utama atas pengisian vena sinusoid dengan penurunan volume darah yang diadakan di

mukosa sehingga menyebabkan decongestion. Serat vasodilator parasimpatis hanya mengkontrol

sebagian kecil dari volume darah hidung tapi dapat menyebabkan kontrol sekresi hidung lebih

ampuh dengan merangsang pengeluaran air. Secara umum, kontrol persarafan simpatis mengatur

aliran udara hidung dan kontrol persarafan parasimpatis mengontrol sekresi hidung (6).

Selain regulasi otonom dari vaskuler hidung. aliran udara hidung juga dipengaruhi oleh

siklus hidung. kepala dan posisi tubuh, olahraga, dan nitrat oksida (NO). Siklus hidung mengacu

pada penyumbatan spontan dan decongestion bergantian antara dua bagian hidung. Siklus ini

terjadi pada sekitar 80% dari populasi dan diulangi setiap 0,5-3,0 jam. Hasil resistensi saluran

napas pada siklus hidung dan perubahan lebar hidung mempengaruhi aliran udara turbulensi.

Meskipun resistensi dan aliran udara bergantian antara kedua rongga hidung, siklus hidung tidak

secara signifikan mengubah resistensi kedua hidung dan jumlah aliran udara. Perubahan postural

dapat mengubah aliran hidung perubahan relatif tekanan vena. Olahraga dapat menyebabkan

pengeluaran epinefrin yang dapat menyebabkan dekongesti. Hormon seks mempengaruhi aliran

udara hidung; dengan demikian, kehamilan, pubertas, dan menstruasi dapat menyebabkan

Page 18: THT hidung

18

peningkatan obstruksi hidung (6). Terakhir, neurotransmitter NO berkontribusi untuk regulasi

aliran darah hidung dan produksi lendir. Konsentrasi Nasal NO tergantung pada aliran udara

hidung tapi tidak terdapat perubahan dalam rongga hidung yang disebabkan oleh siklus hidung

atau postur. Peningkatan aliran udara hidung dari dekongesti hidung dapat menghapus NO dari

rongga hidung dan mentransport ke paru paru di mana NO berfungsi sebagai gas vasodilator.

Sebaliknya, penurunan aliran udara hidung selama obstruksi menghasilkan peningkatan

konsentrasi NO hidung. Sementara itu di bagian jalan hidung, NO mempengaruhi silia hidung;

konsentrasi yang lebih tinggi dapat merangsang frekuensi silia hidung, sedangkan konsentrasi

rendah NO dapat menekan frekuensi ini. Frekuensi siliari hidung yang tinggi dapat membantu

melindungi jalan napas di hidung selama terjadi sumbatan seperti pada keadaan sinusitis.

Resistensi hidung dapat diukur dengan menggunakan rinomanometri. Rinomanometri

dapat mengukur aliran udara tetap pada perbedaan tekanan selama siklus pernapasan. Aliran

Udara diukur secara langsung dengan menggunakan masker. Tekanan transnasal adalah secara

bersamaan diukur dengan detektor tekanan pada lokasi yang berbeda-tergantung dengan teknik.

Rinomanometri anterior mengukur tekanan transnasal satu lubang hidung pada suatu waktu;

Rinomanometri posterior mengukur resistensi hidung dari kedua lubang hidung secara

bersamaan dengan detektor tekanan ditempatkan di mulut. Informasi ini direkam dan

ditampilkan pada kurva tekanan-aliran. Karena resistensi hidung adalah perbandingan tekanan

untuk aliran udara, kurva tekanan aliran akan menunjukkan bahwa pada saat tekanan transnasal

diberikan, semakin obstruksi hidung akan mencapai aliran udara kurang dan dengan demikian

menampilkan perlawanan lebih tinggi.

Luas penampang hidung dapat diukur dengan menggunakan acoustic rhinometry.

Acoustic rhinometry adalah cara non-invasif untuk mengukur luas penampang dari rongga

hidung dengan cara menganalisa gelombang suara yang tercermin dalam rongga hidung. Detak

Akustik masuk ke rongga hidung melalui bagian hidung, mempengaruhi struktur hidung, dan

dipantulkan kembali ke mikrofon. Detak yang tercermin disajikan sebagai plot daerah jarak.

Daerah penyempitan maksimal sesuai dengan hidung valve biasanya terletak dalam 2 cm

pertama dari ruang depan hidung. Defleksi kebawah selanjutnya pada akustik rhinometeri

biasanya sesuai dengan penyempitan yang disebabkan oleh kepala konka rendah di Piriform.

Menurut hukum Poiseuille itu, aliran udara hidung secara langsung sebanding dengan radius

dengan kekuatan keempat. Dengan demikian, setiap penyempitan di jalan napas hidung secara

Page 19: THT hidung

19

signifikan mengurangi aliran. Rhinometry akustik mempunyai ciri- ciri geometri rongga hidung,

mengkuantifikasi penghalang hidung, dan monitor hasil pengobatan medis atau bedah. Hasil

telah divalidasi dengan studi pencitraan. Daerah pengukuran rhinometry akustik yang paling

akurat untuk bagian anterior hidung, terutama daerah katup hidung (13).

Teknik-teknik rinomanometri dan rhinometri akustik memberikan informasi tambahan:

rhinomanometry menentukan resistensi atau bagaimana sulitnya untuk bernapas, sedangkan

rhinometry akustik memungkinkan lokalisasi abnormalitas. Kedua teknik telah digunakan secara

luas dalam Studi ilmiah hidung. meskipun mereka belum masuk ke dalam praktek sehari-hari

Rhinology. Beberapa penulis percaya bahwa teknik ini tidak praktis dalam praktek kantor sehari-

hari dan temuan sering tidak berkorelasi dengan persepsi pasien obstruksi nasal (8).

Penciuman

Penciuman dibahas secara rinci dalam Bab 24. Secara singkat, pusat penciuman yang

terletak di dalam saluran sinonasal. Secara anatomis, neuroepithelium penciuman tersebar

melalui bagian superior dari rongga hidung, yang terletak antara septum dan permukaan medial

superior konka bilateral. Penciuman neuroepithelium disepanjang anterior ke konka. Dengan

bagian bawah piring berkisi. Daerah ini dikenal sebagai kleft olfaktri. Stimulasi hidung sebagai

hasil perasaan konvensional dari penciuman, sedangkan stimulasi retronasal memainkan eran

penting dalam sensasi bau – bauan selama penyumbatan hidung.

Histologi dari neuroepithelium penciuman terdiri dari berbagai jenis sel. Terutama,

mukosa terdiri dari pseudoefedrin dostratified epitel kolumnar. Sel-sel basal di lapisan

menimbulkan saraf yang dibedakan dari nonneural elemen selular. Sel sustentacular Microvillar

berada di permukaan epitel dan memberikan dukungan metabolik dengan neuron. Kelenjar

Bowman memperpanjang saluran dari ruang membran bawah tanah ke permukaan epitel. Sel

neuron penciuman tubuh berada di bagian dangkal dari sel basal. Dendrit terminate pada ujung -

ujung permukaan epitel, mengandung reseptor penciuman. Akson melalui lamina propria dan

menyatu dengan akson lain untuk membentuk berkas saraf, atau fila olfactoria. Fila ini kemudian

melalui cribri- yang berbentuk piring dan membentuk orde pertama sinapsis di penciuman yang

seperti bola, bagian dari saraf kranial I. neuron ini unik karenakapasitas mereka untuk

berkomunikasi secara langsung antara eksternalitas lingkungan dan sistem saraf pusat, serta

Page 20: THT hidung

20

kemampuan mereka untuk regenerasi. Setiap reseptor penciuman merupakan reseptor yang

berbeda. Buck dan Axel mengidentifikasi gen yang mengkode hampir 1.000 gen yang memiliki

transmembran G-protein reseptor berbeda. Kelompok jenis reseptor tersebut akan disusun dalam

zona, meskipun distribusi dalam zona ini tampaknya acak. Akson akan bertemu dengan jenis

reseptor yang sama pada pendekatan ke glomeruli dalam olfactory bulb. Setiap bau

mengaktifkan reseptor dan glomeruli yang berbeda, sehingga pola unik aktivasi tercipta.

Perlindungan

Mukosa sinonasal yang normal terbuat dari lapisan epitel, lamina propria, submukosa,

dan periosteum. Sel-sel epitel Hidung yang bersilia, pseudo-berlapis, sel columnar dengan

sejumlah variabel sel goblet. Lapisan tipis membran basal acellular memisahkan lapisan epitel

dari lamina propria tebal. Di bawah epitel berada limfosit, sel plasma, dan makrofag sebagai

arcade pembuluh darah dan kelenjar. Interface aliran udara hidung dengan mukosa akan

mengekspos beban konstan. Semua aliran turbulen yang terinspirasi bersentuhan dengan

permukaan mukosa sebelum diteruskan ke saluran udara lebih rendah. Rambut hidung kasar,

vibrissae, terletak di fil- lubang hidung terdiri atas partikel besar masuk hidung. Partikel yang

lebih kecil pada mukosa sebagai akibat dari aliran turbulen dengan lendir hidung. Partikel lebih

kecil dari 0,5 1-1m dapat melalui filter hidung untuk saluran udara lebih rendah. Mucodliary

berfungsi untuk mengangkut partikel terperangkap termasuk patogen dari sinus dan hidung.

Lapisan awal dari mukosa dibagi ke dalam lapisan sol dalam dan lapisan gel luar. Glikoprotein

yang diproduksi sel goblet memberikan lapisan gel lendir hidung dengan viskositas dan

elastisitas. Lapisan gel berada di atas silia hidung, sedangkan lapisan sol mengelilingi silia.

Lapisan sol lendir jauh lebih kental sehingga gerakan silia dapat mendorong lapisan atasnya dari

lendir dan partikel yang terperangkap.

Dalam sinus, lendir bergerak menuju ostia. Maxillary sinus mucodliary dimulai pada

bagian bawah dan mengalir melawan gravitasi terhadap maxillary dibulum. Ethmoid anterior

mengalir ke meatus tengah dan sel ethmoid posterior mengalir ke meatus superior. Lendir di

saluran sinus frontal terhadap ostium hanya dari sisi lateral. Lendir medial jika ke ostium harus

melewati arah superior untuk bergabung dengan aliran lateral menuju ostium tersebut. Seperti

sinus maksilaris, sinus sphenoid mengalir melawan gravitasi terhadap ostium nya yang mengalir

Page 21: THT hidung

21

ke dalam reses sphenoethmoidal. Setelah lendir mengering dari sinus dan rongga hidung, aliran

lendir menuju nasofaring. Lendir dari sinus anterior melewati konka iatas nferior dan kemudian

anterior eustachian tabung orifice, sedangkan sekresi sinus posterior melewati tabung eustachius

posterio.

Lapisan awal dari mukosa dibersihkan mengarah ke arah nasofaring setiap 10 sampai 15

menit dengan gerakan silia dan oleh mukosa baru yang disekresikan oleh rongga hidung dan

mukosa sinus (1). Kegiatan silia dapat terganggu oleh kelembaban yang menurun, penurunan

suhu, atau kohesi yang diciptakan oleh permukaan berlawanan dari mukosa. Waktu transit

mukosiliar diukur dengan uji sakarin. Sebuah pelet sakarin ditempatkan di bagian anterior dari

rongga hidung, dan diangkut oleh sistem mukosiliar ke nasofaring, kemudian orofaring akan

mendeteksi mana rasa manis. Normal transportasi kurang dari 20 menit, dengan sebagian besar

dapat mendeteksi rasa dalam waktu 10 menit. Metode lain juga tersedia (12).

Infeksi sinus berulang akibat meningkatnya waktu transit mukosiliar yang paling sering

dikaitkan dengan disfungsi silia primer atau sekunder. Primer ciliary dyskinesia (PCD) adalah

kelainan autosomal resesif yang dihasilkan dari struktur dan fungsi silia yang rusak. Lima puluh

persen pasien dengan PCD memiliki sindrom Kartagener dengan bronkiektasis, sinusitis, dan

situs inversus. Penyakit Panrespiratory sangat terkait dengan PCD; Penyakit sinonasal

merupakan manifestasi yang paling umum, tetapi otitis media dan gangguan paru juga sangat

sering. PCD yang didiagnosa dengan menggunakan fitur klinis bersama-sama dengan

pengukuran hidung NO dan evaluasi ultrastruktur ciliary. Pada studi mikroskopis elektron, silia

dari pasien dengan PCD menunjukkan persentase yang tinggi dari anomali silia dengan

berkurang lengan dynein, radial absen jari-jari, translokasi doublet mikrotubular, atau diubah

pada bagian pusat. Siliaris ultrastructural dan studi fungsional mungkin normal dalam beberapa

kasus PCD ketika klinis dan fitur yang hadir kuat. Sebaliknya, PCD bisa dikesampingkan jika

gambaran klinis lemah dan tidak ada tingkat yang abnormal. Cystic fibrosis harus dikeluarkan

dalam semua kasus. PCD dan sekunder ciliary dyskinesia (SCD) secara fungsional berupa tetapi

ultra struktural berbeda. SCD biasanya terjadi selama atau setelah infeksi saluran pernapasan dan

sering reversibel. SCD mempunyai karakteristik dengan persentase silia anomali rendah dan

dengan pola perubahan ultrastruktur sekunder: senyawa silia mikrotubul, penambahan perifer

mikrotubule atau penghapusan, axonemes disorder, disorientasi silia, diskontinuitas membran

axoneme. dan silia yang bengkak akibat kelebihan sitokrom plasma (14).

Page 22: THT hidung

22

Interface mukosa hidung bagian lingkungan eksternal berinteraksi dengan bakteri, virus,

dan jamur. Dalam individu normal, Sistem kekebalan mukosa merespon rangsangan ini dengan

berfungsi sebagai garis pertahanan pertama terhadap patogen yang menyerang tanpa bereaksi

secara berlebihan dengan jaringan komprehensif atau kerusakan kolateral (15). Dua hal yang

berbeda, namun respon terpadu untuk mikroba patogen dan untuk protein telah dijelaskan:

diperoleh imunitas bawaan. Sistem kekebalan tubuh bawaan mengacu pada setiap

resistensibawaan yang sudah hadir sejak pertama kali patogen ditemui. Respon imun bawaan

dimodifikasi dalam hal kuantitatif daripada kualitatif setelah paparan berikutnya berulang. Epitel

pernapasan membentuk garis pertahanan pertama hidung dengan menciptakan penghalang fisik

yang terikat dengan persimpangan ketat. Mukosa hidung mengeluarkan enzim dan antibiotik

peptida dengan efek antimikroba lendir langsung. Neutrofil dan makrofag, merupakan fagosit

mikroba, membentuk baris berikutnya pertahanan. Epitelium dan fagosit membedakan dirinya

bukan oleh pola reseptor membran-terikat pengenalan yang mengakui patogen terkait pola

molekul (PAMPs) ditemukan dalam parasit, virus, bakteri, jamur, dan mycobacteria. Reseptor ini

melayani dua fungsi dasar. Pertama, mereka dapat mengenali dan mengikat patogen dalam lendir

jalan napas dan epitel memfasilitasi fagositosis (misalnya, macrophage reseptor mannose).

Kedua, mengikat reseptor seperti keluarga Tol memicu sekresi mediator langsung dan

mempengaruhi patogen (misalnya, interferon) dan menarik fagosit tambahan (16). Jika stimulasi

cukup kuat, akan diperoleh kekebalan sekunder.

Respon imun yang diperoleh di seluruh saluran sinonasal dimediasi oleh sel dendritik

(dol), Sel-sel antigen fagosit hadir dalam jumlah substansial pada mukosa hidung. Dalam saluran

pencernaan, DC membentuk fungsi sentinel dengan sampling lingkungan sekitarnya untuk

membedakan patogen invasif dari organisme commensal, tampaknya melalui pola molekular,

sehingga mengatur imunitas mukosa (17). Meskipun flora GI yang normal biasanya menginduksi

tanggapan toleransi. kekebalan yang berlebihan pada non patogen sehingga menyebabkan

inflamasi penyakit usus. Saluran pernapasan bagian atas, meskipun tidak steril. tidak

memperlihatkan tingkat komensal yang sama dari kolonisasi bakteri patogenik saluran

pencernaan ,bakteria patogen, dan jamur telah dibiakkan dari saluran pernafasan individu atas

tanpa gejala, tetapi tetap jelas apakah organisme tersebut selalu menghasilkan kekebalan atau

apakah toleransi dapat terkembangkan (18). Karakterisasi yang utama dari flora normal di

saluran pernapasan atas kurang dan tidak jelas apakah bakteri nonpatogenik berfungsi sebagai

Page 23: THT hidung

23

pelindung dengan menghambat pertumbuhan mikroba agen lainnya.

Respon imun yang diperoleh di pusat-pusat hidung sekitar memproses dan menyajikan

antigen oleh DCs ke sel T-helper (Th). Interaksi antara sel DCs, T, dan sel B dapat terjadi secara

lokal di mukosa agregat limfoid serta kelenjar getah bening (15). T dan Sel B melalui kelenjar

getah bening kering dan kembali ke situs efektor di mukosa melalui aliran darah. Sifat respon

efektor sangat tergantung pada kekuatan stimulus PAMP dalam menghasilkan sitokin

lingkungan. Dengan adanya stimulus PAMP yang kuat dan khas, respon Th1 dipicu dengan

menekankan respon yang diperantarai sel dengan efek antivirus dan antibakteri yang kuat (19).

Respon Th1. dengan sitokin petugas, memfasilitasi aktivitas makrofagosit dan sel-dimediasi

sitotoksisitas. Di sisi lain, rangsangan PAMP yang lemah (atau tipe 2 tertentu PAMPs yang

belum teridentifikasi ) menghasilkan respon Th2 yang menekankan IgE dan IgA sekretori (S-

IgA) antibodi dengan menarik sel mast, basofil, dan eosinofil (15, 19,20). Sel-sel Th2

memproduksi sitokin yang mempengaruhi sel-sel- spesifik antigen B, memicu Ig kelas switching

mengakibatkan IgE- dan IgA mensekresi sel plasma di mukosa hidung. S-IgA adalah

immunoglobulin utama dalam hidung sekresi berinteraksi dengan mikroorganisme dengan

langsung neutrofil tralizing beberapa virus, memulai sel-antibodi dimediasi sitotoksisitas, dan

campur dengan beberapa bakteri faktor pertumbuhan (20). Respon Th2 juga multicelparasit,

yang terlalu besar untuk ditelan oleh macrophages tetapi menunjukkan kerentanan terhadap

eosinofil. Th 17 memainkan peran dalam pertahanan terhadap bakteri ekstraseluler (20). Th1,

Th2, dan Th17 sebagai respon timbal balik menghambat satu sama lain; kronis khas in vivo

respon imun yang terpolarisasi ke satu atau yang lain. Sementara Itu. Sel-sel Treg telah

ditemukan untuk menekan Th1, Th2, dan Th17, membatasi kekebalan yang berlebihan akibat

perangsangan Th (21). Beberapa tingkat keseimbangan diperlukan dalam contrast untuk

melawan respon tipe 1 atau tipe 2 yang bermanifest penyakit pada hewan (19). Meskipun garis

besar kekebalan hidung digambarkan sebelumnya berasal dari bukti saat ini. kita harus ingat

bahwa data baru imunologi mukosa berkembang pesat akan mengubah konsep-konsep ini.

Secara khusus, nomor subset kemungkinan untuk memperluas.

Selain kekebalan protektif. Efek Th2 menangani kelainan akibat alergi. AR adalah

penyakit inflamasi dari mukosa hidung yang pelepasan mediator dari antigen perangsang sel-sel

kekebalan. Alergen biasanya protein dengan PAMPs lemah, berinteraksi dengan DC untuk

memicu respons Th2. Sel Th2 diaktifkan menginduksi konversi sel B dengan sel plasma yang

Page 24: THT hidung

24

memproduksi IgE spesifik terhadap alergen tersebut. Antibodi ini IgE spesifik menyajikan ke

permukaan sel mast di mukosa hidung. Pada paparan berikutnya, alergen crosslinks IgE spesifik

antibodies melekat pada sel mast dan menyebabkan sel-sel mast untuk melepaskan mediator

inflamasi preformed yang menghasilkan gejala awal fase dari AR Gejala akhir-fase berhubungan

dengan infiltrasi sel inflamasi berikutnya, termasuk eosinofil yang lebih memperkuat respon

alergi inflamasi. Banyak alergen signifikan secara klinis tidak bisa merupakan protease yang

menyerang pertahanan epitel termasuk tight junction, sehingga meningkatkan akses ke DCs dan

sensitif sel mast (22). In vivo dan tes in vitro digunakan untuk mendiagnosa AR menunjukkan

adanya IgE sistemik, yang berkorelasi dengan mekanisme imunologi untuk merespon Th2

dimediasi di mukosa hidung dan tempat lain (23). Laporan terbaru menunjukkan bahwa lokal

Th2-driven atau penyakit IgE-mediated yang ada di hidung tanpa adanya bukti sensitisasi

sistemik IgE (24,25). IMekanisme serta signifikansi klinis untuk proses ini masih belum jelas.

Saluran sinonasal berinteraksi dengan lingkungan eksternal; antigen asing ditemui dan

dibersihkan. Namun, lebih dari 10% dari populasi, stimulasi ini memicu peradangan kronis

yang menginfiltrasi mukosa hidung sehingga menghasilkan gejala klinis CRS (26). Rangsangan

antigenik imunodominan , mikroba, masih belum jelas meskipun kedua Alternaria jamur dan

Staphylococcus aureus telah diusulkan (27,28). Banyak penelitian saat ini di CRS, Namun, telah

memfokuskan perhatian jauh dari potensi patogenesis ke identifikasi respon imun yang gagal

terbentuk (29,30,31,32). Peningkatan pemahaman tentang respon imun normal hidung dan sinus

mukosa kemungkinan akan diperlukan untuk membuat kemajuan dalam pengelolaan gangguan

yang banyak terjadi.

Highlights

Embriologi sinonasal dapat dibagi menjadi 2 proses yang sedang berlangsung; pertama,

pembentukan embrio kepala kedalam struktur dengan 2 kaviti hidung yang terpisah; ke-

dua, dinding lateral hidung kemudian mengalami invaginasi untuk membentuk lipatan

yang kompleks, yang dikenal sebagai konka dan adanya rongga yang dikenal sebagai si-

nus.

Sinus Etmoidal, maksila, sphenoid, dan frontal membentuk sinus paranasal

Page 25: THT hidung

25

Kompleks dan anatomi variabilitas dari dinding lateral hidung mempengaruhi pendekatan

endoskopik dalam operasi sinus.

3 fungsi utama dari hidung adalah penciuman, pernafasan dan perlindungan; ketiga

fungsi ini dibantu oleh anatami dari rongga hidung yang menciptakan area yang luas.

Aliran udara dari hidung adalah hal yang paling utama dalam fisiologi hidung. Gerakan

tersebut meningkatkan kontak antara udara yang terinspirasi dan mukosa hidung sehingga

merangsang tidak hanya fungsi pernafasan namun juga penciuman dan perlindungan.

Katup hidung adalah bagian tersempit dari hidung dan merupakan bagian dengan re-

sistensi tertinggi; dengan demikian, sinusoid vena dari bagian anterior di konka inferior

dan septum hidung di bagian dari katup hidung berkontribusi paling banyak dari total re-

sisten aliran udara di hidung.

Rhinomanometeri menghitung resisten hidung; rhinometeri akustik menghitung area dari

luas penampang hidung.

Rambut hidung kasar, vibrissae, berlokasi di bagian orifisi dari hidung yang menyaring

partikel besar yang memasuki hidung, partikel kecil bersentuhan pada mukosa kemudian

menempel pada nasal mucous. Mucociliary clearance bertugas sebagai transport partikel

yang terjebak termasuk patogen keluar dari sinus dan hidung.

Infeksi sinus rekurent berdampak dari meningkatnya waktu transit mukosiliari adalah hal

yang paling sering berhubungan dengan disfungsi siliar pertama dan kedua.

Mukosa hidung berinteraksi dengan lingkungan luar, berinteraksi dengan jumlah bakteri

yang banyak, virus dan jamur. Pada orang normal, sistem imun di mukosa hidung respon

terhadap stimulasi dengan berfungsi sebagai lini pertama dari pertahanan melawan pato-

gen tanpa merusak jaringan sekitar.

Page 26: THT hidung

26

Page 27: THT hidung

27