This document has been created with TX Text Control Trial ... · PDF fileCekungan Air Tanah...
Transcript of This document has been created with TX Text Control Trial ... · PDF fileCekungan Air Tanah...
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
28
Bab III Gambaran Umum Wilayah
III.1 Batas Wilayah
Cekungan Air Tanah (CAT) Bandung atau Cekungan Bandung, atau sering juga
disebut dengan Bandung Metropolitan, merupakan salah satu cekungan dengan
sistem aliran sungai (DAS) terbesar di Pulau Jawa. Wilayah CAT Bandung
terletak pada latitude 7o19’ – 6o24” Lintang Selatan dan longitude 106o51” –
107o51” Bujur Timur.
Secara administratif CAT Bandung meliputi empat wilayah, termasuk dua
kabupaten (Kabupaten Bandung dan sebagian Kabupaten Sumedang) dan dua kota
(Kota Bandung dan Kota Cimahi) dengan total area 338.394,38 ha, yaitu :
1. Kota Bandung seluas 16.729,65 ha atau 4,94 %
2. Kabupaten Bandung seluas 307.307 ha atau 90,83%
3. Kota Cimahi seluas 4.036,73 ha atau 1,2 %
4. sebagian Kabupaten Sumedang (Kecamatan Jatinangor, Cimanggung dan
Kecamatan Tanjungsari) seluas 20.755 ha atau 5,88 %.
Cekungan Bandung merupakan satu wilayah yang secara ekologis berbatasan
dengan CAT Lembang di sebelah utara dan sebelah barat berbatasan dengan CAT
Batujajar, di bagian timur CAT Sumedang dan CAT Malangbong, di bagian
selatan berbatasan dengan CAT Garut, CAT Banjarsari dan CAT Cibuni. Daerah
ini dikelilingi kompleks pegunungan Tangkubanperahu di sebelah utara, dengan
puncak-puncaknya antara lain Gunung (G.) Burangrang 2076 m di atas muka laut
(aml), G. Tangkubanperahu (2064 m.aml), G. Manglayang (1800 m.aml), dan G.
Bukit Jarian (1282 m.aml). Sedangkan di bagian selatan oleh kompleks
pegunungan Patuha - Malabar, dengan puncak-puncaknya antara lain G. Malang
(1256 m.aml), G. Cakra (1807 m.aml), G. Malabar (2321 m.aml), dan G. Tanjak
Nangsi (1514 m.aml). Di bagian barat dibatasi oleh G. Lagadar, G. Lalakon dan G.
Padakasih yang memisahkan CAT Bandung – Soreang dan CAT Batujajar.
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
29
Komplek pegunungan Krenceng (1736 m.aml), dan G. Mandalawangi (1676
m.aml) membatasi cekungan ini di sebelah timur.
III.2 Tata Lingkungan
Topografi
CAT Bandung berupa suatu bentangan alam dengan ketinggian dataran antara 650
- 800 m di atas muka laut (aml) yang dikelilingi oleh rangkaian pegunungan
dengan ketinggian puncaknya antara 2000 - 2400 m.aml.
Kondisi Iklim
Daerah penelitian terletak di daerah ekuatorial tropikal yang dipengaruhi angin
monsun Barat dan angin monsun Timur, kedua monsun tersebut mempengaruhi
siklus hidrologi di CAT Bandung. Secara umum wilayah penelitian mempunyai
iklim tropis, dengan suhu udara antara 22,6 - 23,9 C, dan kelembaban antara 70 -
83 %. Data tersebut merupakan hasil pencatatan periode 1951 - 1976 dari stasiun
klimatologi Bandung. Suhu udara umumnya akan naik atau turun sesuai dengan
naik turunnya ketinggian, di daerah survei suhu udara tersebut akan berkurang
sekitar 0,55 C pada setiap penurunan beda tinggi 100 m.
Curah hujan rata-rata tahunan di daerah survei bervariasi, dari 1700 mm dibagian
tengah arah tenggara Kota Bandung, sampai lebih dari 3500 mm dibagian utara
dan kurang dari 3000 mm dibagian selatan dengan curah hujan rata-rata 2250
mm/tahun.
Curah hujan rata-rata bulanan yang relatif terbasah, yaitu di atas 200 mm terjadi
pada November-April, sedangkan curah hujan rata-rata bulanan yang relatif
kering, yaitu di bawah 200 mm terjadi pada Mei - Oktober.
Dari stasiun meteorologi Margahayu dengan ketinggian 1250 m.aml, tercatat
evaporasi Pan A menunjukkan 1259 mm/tahun. Dengan faktor koreksi antara
0,6-0,8 diperoleh angka evapotranspirasi sebesar 1007 mm/tahun.
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
30
Kondisi iklim sangat menentukan besarnya evaporasi, dan di samping
faktor-faktor lainnya seperti kondisi geologi serta tataguna lahan, sangat
berpengaruh terhadap pembentukkan airtanah di wilayah penelitian.
Limpasan Air
Koefisien limpasan air rata-rata di CAT Bandung bervariasi terhadap waktu akibat
pengaruh angin monsun, di mana nilai koefisien limpasan maksimum terjadi pada
bulan April sebesar 58 l/det/km2 dan minimum pada bulan September sebesar 10
l/det/km2, sedangkan koefisien limpasan rata-rata tahunan sebesar 36 l/det/km2.
Berdasarkan luas wilayah CAT Bandung dengan luas wilayah pengaliran sebesar
2283 km2 dan dengan curah hujan rata-rata wilayah 2250 mm/tahun (5200 juta
m3) diperoleh limpasan 1150 mm/tahun (2570 juta m3).
Geomorfologi
Penelitian geologi daerah Bandung telah dilakukan, antara lain oleh Klompe dan
Kusumadinata (1956), Silitonga (1973), Djoko Hartono (1989), dan Alzwar
(1989). Berdasarkan geomorfologinya, wilayah CAT Bandung dibagi menjadi
empat satuan geomorfologi, yaitu satuan danau yang meliputi dataran tinggi
Bandung, satuan kerucut gunung api yang melingkari cekungan di sebelah
Utara-Timur dan Selatan, serta satuan Pematang Homoklin yang membentuk
perbukitan Rajamandala dan menutup CAT Bandung di sebelah Barat.
Struktur yang berkembang di wilayah CAT Bandung didominasi oleh sesar
dengan arah utama Barat – Timur dan Baratlaut – Tenggara. Sesar Lembang yang
berarah Barat – Timur adalah sesar yang paling penting di daerah ini, terutama
dalam kaitannya dengan pasokan air ke dalam CAT Bandung. Adanya sesar dapat
memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap aliran tanah. Pengaruh positif
yaitu bahwa sesar dapat menyalurkan air, sedangkan pengaruh negatif bahwa sesar
dapat menahan gerakan air tanah dan sewaktu-waktu menimbulkan bencana.
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
31
Kondisi Hidrogeologi
Sistem akifer terbentuk karena adanya perbedaan kemampuan lapisan batuan
pembawa air. Kemampuan ini dicirikan oleh daya menyimpan/meloloskan air
yang ditentukan oleh sifat fisik batuan yaitu keterusan dan kelulusannya.
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
32
Gambar III.1 Peta Wilayah Cekungan Air Tanah Bandung(Distamben Prov. Jawa Barat, 2006)
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
33
Berdasarkan sifat fisik tersebut litologi akuifer di wilayah CAT Bandung dapat
dikelompokkan dalam 3 (tiga) sistem yakni :
Akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir.
Material penyusun akuifer terdiri dari lanau, pasir dan kerikil yang umumnya
belum padu dan mempunyai kesarangan dan kelulusan sedang hingga tinggi.
Akuifer dengan aliran melalui ruang antar butir dan rekahan
Litologi akuifer yang termasuk dalam sistem akuifer dengan aliran ruang antar
butir dan rekahan ini memiliki kesarangan dan kelulusan rendah hingga tinggi.
Akuifer dengan aliran melalui rekahan/celah.
Umumnya memiliki produktivitas akuifer rendah sampai langka airtanah.
Hidrogeologi daerah penelitian secara regional telah disusun oleh Soetrisno
(1983), CAT Bandung mempunyai produktivitas akuifer sedang sampai tinggi,
setempat-setempat di bagian selatan dijumpai daerah langka, demikian juga daerah
puncak bukit/gunung. Daerah yang berproduktivitas tinggi terletak di kota
Bandung sampai Cimahi.
Arah aliran air bawah tanah di CAT Bandung berasal dari sebelah utara mengalir
ke selatan, dari timur mengalir ke barat, dan dari selatan mengalir ke utara,
semuanya mengumpul di dataran Bandung sekitar sepanjang S. Citarum.
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu akuifer air bawah tanah yang terdapat di
wilayah CAT Bandung secara umum dapat dikelompokkan menjadi 5 (lima)
kelompok kedalaman sebagai berikut
1. Akuifer dangkal mengandung air bawah tanah bebas kedalaman kurang dari
10 m
2. Akuifer dangkal mengandung air bawah tanah bebas atau semi tertekan
kedalaman 10-45 m.
3. Akuifer dalam mengandung air bawah tanah tertekan kedalaman 45-95 m.
4. Akuifer dalam mengandung air bawah tanah tertekan kedalaman 95-210 m.
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
34
5. Akuifer dalam mengandung air bawah tanah tertekan kedalaman lebih dari 210
m.
Air bawah tanah pada akuifer dengan kedalaman kurang dari 45 m dialokasikan
untuk keperluan domestik atau rumah tangga penduduk. Sementara untuk
keperluan industri memanfaatkan air bawah tanah pada kedalaman akuifer lebih
dari 45 m. Kondisi air bawah tanah dinilai berdasarkan kondisi awal air bawah
tanah yang terdapat pada akuifer dengan kedalaman lebih dari 45 m.
Sungai utama yang mengalir pada satuan ini adalah Sungai (S.) Citarum dengan
anak sungai di bagian utara antara lain : S. Cimahi, S. Cibeureum, S.
Cikapundung, S. Cipamokolan, S. Cikeruh dan S. Citarik. Sedangkan di bagian
selatan antara lain : S. Ciwidey, S. Cisangkuy dan S. Citarum Hulu. Sungai-sungai
tersebut membentuk pola aliran mendaun (subdendritik).
Imbuhan Airtanah
Imbuhan terhadap akifer dangkal di CAT Bandung pada umumnya merupakan
proses langsung baik alamiah maupun buatan, dan berlangsung seketika paling
lama rentang mingguan. Sedangkan imbuhan terhadap akifer tengah dan akifer
dalam terjadi secara langsung dan tidak langsung. Proses langsung terjadi di
daerah imbuhan utama, dan proses tidak langsung terjadi hampir di seluruh daerah
cekungan. Kondisi tersebut terjadi karena pada saat ini tinggi pisometrik dari
airtanah dalam berada di bawah tingi preatik airtanah dangkal. Artinya, imbuhan
berlangsung pertama ke akifer dangkal dan karena adanya beda tinggi tersebut,
akifer dangkal mengimbuh ke akifer tengah/dalam melalui bocoran.
Berdasarkan pisometri asal penyusunan akifer Bandung, maka daerah Utara CAT
Bandung merupakan daerah imbuh utama. Pengujian Geyh (1990) terhadap isotop
stabil δ18O dan δ2H dari 44 conto airtanah yang berasal dari sumur bor dan mata
air yang tersebar di CAT Bandung membuktikan bahwa daerah imbuh terletak di
bagian Utara CAT Bandung pada ketinggian 1050-1300 m.dpl. waktu alir airtanah
dari daerah imbuh ke daerah luah berselang dalam beberapa dekade sampai sekitar
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
35
700 tahun. Sedangkan hasil uji isotop 14C menunjukkan bahwa airtanah menjadi
relatif lebih muda ke arah Barat cekungan, di bagian Timur umur airtanah 10.670
tahun sebelum hari ini. Angka-angka ini membuktikan bahwa meskipun airtanah
merupakan sumberdaya alam yang terbaharui, namun waktu pengisian kembali
(replenishment) sangat relatif.
Jumlah imbuhan sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik daerah imbuh seperti
rupabumi, jenis batuan, hidrogeolgi, curah hujan, sistim aliran permukaan dan
tutupan lahan. Berdasarkan hasil penelitian dari Pusat Penelitian Geoteknologi -
LIPI, 2007, dengan menggunakan metoda neraca kelembaban tanah, jumlah total
imbuhan potensial airtanah di CAT Bandung (dari data stasiun Nanjung)
diperkirakan sekitar 334,7 juta m3 atau sekitar 6,1 % dari total hujan. Jumlah ini
berbeda dengan hasil perhitungan dengan menggunakan metoda klasik
(Thornwaite) dimana hasil menunjukkan 8,6 % dari total hujan menjadi imbuhan
potensial (Ruchijat, 2000). Mengacu pada kondisi topografi dan geologi,
diprediksikan bahwa hanya 50 % dari potensi tersebut (sekitar 165 juta m3) yang
dapat secara efektif menjadi imbuhan ke akifer dalam. Laju imbuhan potensial
cenderung konstan, walaupun terjadi perubahan yang disebabkan oleh beberapa
faktor seperti perubahan tata guna lahan, dll.
III.3 Tata Ruang
Tataguna lahan di Kota Bandung sangat didominasi perdagangan dan jasa selain
permukiman, sedangkan kota-kota di sekitarnya masih didominasi pertanian,
perumahan serta industri.
Kawasan permukiman baik skala besar maupun kecil sampai sekarang tumbuh
dengan cepat. Sehubungan dengan itu salah satu dampak yang sangat dirasakan
semakin terancamnya daerah-daerah konservasi seperti di bagian Utara dan
Selatan.
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
36
Pertumbuhan lahan terbangun dalam kurun waktu 1994-2001 menunjukkan
kecenderungan penurunan dan kenaikan di jenis penggunaan lahan tertentu.
Secara luasan lahan, maka guna lahan kawasan dan zona industri meningkat
sebesar 5,2% serta pemukiman meningkat 10,40%. Kecenderungan tersebut
diperkirakan akan tetap meningkat sampai dengan tahun 2025. Sementara itu
untuk lahan sawah dalam kurun waktu tersebut memperlihatkan kecenderungan
yang terus menurun yaitu sebesar 19,01 %.
Sementara itu jika dikaitkan dengan kebijakan pola tata ruang Provinsi Jawa
Barat, maka di wilayah Metropolitan Bandung kawasan yang seharusnya berfungsi
lindung adalah seluas 144.269,7 ha atau sebesar 30,28 % yang tersebar terutama di
bagian Utara dan Selatan, dan kawasan budidaya seluas 195.461,1 ha. Lahan-lahan
yang seharusnya menjadi kawasan lindung tersebut dalam kurun waktu 1994-2001
mengalami kecenderungan yang terus menurun dan terkonversi menjadi lahan
terbangun terutama di kawasan lindung non-hutan. Berikut ini adalah tabel
kecenderungan lahan terbangun di kawasan lindung dan kawasan budidaya pada
kurun waktu 1994-2001.
Tabel III.1. Pergeseran penggunaan lahan 1994-2001
Penggunaan LahanLuas Lahan
1994(ha)
Luas Lahan2001 (ha)
Perubahan(ha)
Hutan PrimerHutan SekunderPerkebunanSawahPermukimanKebun CampuranLadang/tegalanKawasan & Zona IndustriKawasanPertambangan/galianSemak belukarPadang rumput/ilalangTanah kosong/terbukaSungai/Danau/Waduk
57294,439349,357680,865626,129914,942638,634656,62356,2461,8
2516,56427,81611,76767,1
55748,75541,9
55946,653147,433025,185889,637030,72478,8537,2
3138,56427,81611,76776,6
-1545,7-33807,4-1734,2
-12478,7+3110,2
+43251,2+2375,1+122,5+75,4
+622,000
+9,4
(Sumber : Bapeda Prov. Jawa Barat, 2004)
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
37
III.4 Kondisi Sosio-Ekonomi
Kependudukan
Jumlah penduduk di CAT Bandung yang terdiri dari wilayah administratif
Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kecamatan Jatinangor,
Cimanggung dan Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan dengan laju pertumbuhan berkisar antara 1,74 -
4,37%, dimana konsentrasi penduduk terdapat di kota Bandung yaitu sebanyak
34%. Populasi penduduk di wilayah CAT Bandung adalah 7.522.097 jiwa pada
tahun 2005 dan diprediksikan mencapai 14.561.965 jiwa pada 2025. kepadatan
penduduk rata-rata di wilayah CAT Bandung adalah 20 jiwa/ha, dimana kepadatan
penduduk kota Bandung adalah 139 jiwa/ha, kota Cimahi 105 jiwa/ha, dan
kabupaten Bandung 13 jiwa/ha. Sedangkan pada 3 (tiga) kecamatan di Kabupaten
Sumedang yang masuk ke dalam wilayah CAT Bandung yaitu kecamatan
Tanjungsari 16 jiwa/ha, kecamatan Cimanggung 16 jiwa/ha, dan kecamatan
Jatinangor 32 jiwa/ha.
Tabel III.2. Poyeksi penduduk CAT Bandung sampai dengan tahun 2025
(Sumber : Bapeda Prov. Jawa Barat, 2005, dengan perhitungan)
Perekonomian
Data tahun 2003, perdagangan dan industri tidak termasuk minyak dan gas bumi,
memberikan kontribusi terbesar terhadap PRDB (Produk Regional Domestik
Bruto) atas dasar harga berlaku. Dari sektor perdagangan terhitung Rp. 7.473.793
triliun dan dari sektor industri Rp. 7.225.546 triliun, atau sama dengan 31,91 %
dan 30,85 % dari total PDRB. Selanjutnya, sektor transportasi dan komunikasi
terhitung 11,64% dan sektor jasa 10,79 %.
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
38
Di Kabupaten Bandung, kontribusi terbesar diperoleh dari industri proses (53,66
%), diikuti oleh perdagangan (17,41 %) dan pertanian (9,53%). Pola yang sama
juga ditemukan di Kota Cimahi. Pada tahun 2003, atas dasar harga berlaku, sektor
industri memberikan kontribusi sebesar 68,08 % dari PDRB total, diikuti oleh
sektor perdagangan (15,19 %). Secara umum tinjauan perekonomian 3 (tiga)
kecamatan di Kabupaten Sumedang yang berada di wilayah CAT Bandung
(Kecamatan Tanjungsari, Cimanggung dan Jatinangor) dilihat dari nilai PDRB
Kabupaten Sumedang secara keseluruhan. Kontribusi terbesar diperoleh dari
sektor pertanian (32.65%), perdagangan (26,50%) dan industri (16,89%).
Aktivitas ekonomi di CAT Bandung terkonsentrasi di kedua kota dan Kabupaten
Bandung yang dapat dilihat dari perbandingan PDRBnya. Laju pertumbuhan
PDRB tahunan di CAT Bandung mencapai 15,66 %, di mana laju pertumbuhan
tertinggi terjadi di Kota Bandung dengan 19,56 %.
Pada tahun 2003, PDRB total untuk wilayah CAT Bandung adalah sebesar Rp.
56.262.565 triliun, yang terdiri dari :
1. Kota Bandung Rp. 23.420.125 triliun
2. Kab. Bandung Rp. 23.833.127 triliun
3. Kota Cimahi Rp. 5.172.022 triliun
4. Kabupaten Sumedang Rp. 3.837.289 triliun
(Sumber : BPS, 2003)
III.5 Kondisi Sumberdaya Air
III.5.1 Potensi
Potensi Air Permukaan
Wilayah CAT Bandung merupakan bagian dari aliran sungai (DAS) Citarum Hulu
yang bersumber di lereng Gunung Wayang bagian tenggara. Potensi air air yang
ditunjukkan dari aliran air permukaan rata-rata per tahun pada wilayah Sungai
Citarum mencapai 13,07 milyar m3/tahun. Dari potensi yang besar tersebut
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
39
kapasitas yang dapat ditampung melalui 3 (tiga) bendungan (Saguling, Cirata, dan
Jatiluhur) adalah sebesar 4,38 milyar m3 (6,8%).
Berdasarkan RTRWP Jabar 2010, aliran rata-rata yang diperoleh dari DAS
Citarum (luas 706.177,47 ha) mencapai 9,052 milyar m3/tahun, sedangkan aliran
mantap mencapai 3,9 milyar m3/tahun. Untuk sungai dan anak sungai yang berada
di wilayah CAT Bandung, potensi air permukaan yang ditunjukkan aliran rata-rata
mencapai 1,744 milyar m3/tahun dan aliran mantap sekitar 1,447 milyar
m3/tahun.
Potensi Mata Air dan Air Bawah Tanah
Mata air pada umumnya ditemukan di wilayah konservasi yang merupakan
recharge area. Total discharge dari mata air kurang dari 600 liter/detik. Jumlah
ini tidak stabil, melainkan berfluktuasi tergantung pada perubahan cuaca/musim.
Jumlah yang signifikan dari mata air digunakan sebagai sumber air alternatif,
terutama di daerah rural. Kebanyakan dari sumber mata air di CAT Bandung
terletak pada ketinggian lebih dari 750 m di atas permukaan laut. Potensi mata air
ini mencapai 2.785 liter/detik atau 87.859.296 m3/tahun (Gunawan 1995).
Mengacu pada Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No.
716.K/40/MEM/2003, berdasarkan potensinya, airtanah di CAT Bandung dibagi
kedalam tiga cekungan airtanah, yaitu Cekungan Lembang, Cekungan Batujajar
dan CAT Bandung-Soreang, yang diklasifikasikan sebagai airtanah terkekang dan
tidak terkekang (bebas).
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
40
Tabel III.3 Potensi Airtanah di DAS Citarum
Cekungan AirtanahNo Nama Area
(Km2)Tingkat
Investigasi
Jumlah cadangan airtanah(juta m3/tahun)
Takterkekang
Terkekang
1 Lembang 169 Diketahui 164 162 Batujajar 85 Diketahui 66 13 Bandung-Sorea
ng1716 Diperkirakan 369 117
Sumber : Keputusan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No. 716.K/40/MEM/2003,
Pasokan Air Bersih PDAM
Perusahaan daerah pengelola penyediaan air minum di Kota Bandung (PDAM)
menyediakan air untuk kebutuhan domestik di wilayah Kota dan Kabupaten
Bandung. Prosentase cakupan pelayanan di kota Bandung mencapai 52 % dengan
jumlah sambungan langsung sekitar 145.757 rumah tangga. Di Kabupaten
Bandung, PDAM baru melayani 23% dari total populasi dengan jumlah
sambungan langsung 34.381 rumah tangga. Di Kota Cimahi, cakupan pelayanan
PDAM 20% dengan jumlah sambungan langsung 24.752 rumah tangga.
III.5.2 Proyeksi dan Kebutuhan Air Bersih
Seiring dengan tekanan peningkatan populasi, kebutuhan air domestik mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Kebutuhan air domestik pada tahun 1995 adalah
227,08 juta m3 dan meningkat hingga 318 juta m3 pada tahun 2005. Kebutuhan
air industri pun cenderung meningkat dengan proyeksi laju peningkatan kebutuhan
air 10%, pada tahun 2005 kebutuhan air industri sebesar 134 juta m3.
III.5.3 Pengambilan Air Tanah
Pengambilan air tanah di daerah Bandung meningkat pesat antara tahun 1985
sampai 1996 yang mencapai 76,8 juta m3, kemudian menurun seiring dengan
krisis ekonomi dan mencapai jumlah terendah pada tahun 1998 sebesar 41,7 juta
m3, kemudian mulai meningkat lagi hingga diperkirakan pada tahun 2004
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
41
mencapai 58,5 juta m3. Demikian juga perkembangan jumlah sumur produksi
meningkat pesat antara tahun 1985 sampai 1996 yang mencapai 2628, kemudian
menurun hingga tahun 2004. Setelah keadaan ekonomi kembali teratasi,
kecenderungan penggunaan air tanah kembali meningkat.
Pengguna terbesar air bawah tanah di wilayah ini adalah domestik dan sektor
industri. Saat ini tercatat bahwa lebih dari 75% air yang digunakan oleh industri
untuk kegiatan prosesnya di Bandung Metropolitan diperoleh dari air tanah
(Asdak, PR 14 Juni 2007). Selain itu PDAM kabupaten dan kota di beberapa
daerah juga menggunakan air tanah untuk penyediaan air domestik.
Penggunan Airtanah Industri
Sekitar 50 % industri di CAT Bandung merupakan industri tekstil yang
membutuhkan jumlah air yang cukup banyak dalam proses kegiatannya. Banyak
dari industri ini berlokasi di wilayah yang tidak tercakup/memiliki
infrastruktur/sarana penyediaan air bersih, oleh karena itu air tanah dinilai
merupakan solusi yang murah dan efektif untuk mendukung kegiatannya.
Gambar III.2 Perkembangan Pengambilan Air Tanah di CAT Bandung(Sumber : Djaendi, Pusat Lingkungan Geologi, dari Trisno, 2007)
Penggunaan airtanah oleh industri pada tahun 1993 mencapai 59,55 % dari jumlah
total air yang dibutuhkan, dan meningkat hingga 66,34 % pada tahun 1995 dan
kemudian menurun sebesar 59,60 % pada tahun 1996. Krisis ekonomi yang terjadi
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
42
di Indonesia pada tahun 1997 turut memberikan dampak terhadap abstraksi
airtanah. Pada tahun 1999 penggunaan airtanah oleh industri menurun hingga
57,20 % dan kemudian meningkat 57,84% pada tahun 2000 dan mencapai hampir
70 % pada tahun 2004.
Penggunaan Airtanah Domestik
Saat ini, tidak ada data yang akurat mengenai jumlah (m3) yang telah diekstraksi
oleh masyarakat untuk keperluan domestiknya di CAT Bandung.
III.6 Laju Kerusakan Air Tanah
Eksploitasi sumberdaya airtanah yang tak terkendali merupakan permasalahan
berat yang dihadapi sehingga menyebabkan kondisi airtanah kian memburuk, hal
ini disebabkan antara lain akibat kebergantungan industri terhadap airtanah sangat
besar.
Gambar III.3 Proyeksi abstraksi airtanah oleh penggunaan domestik (1993-2000)(Sumber : Wangsaatmaja, 2006)
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
43
Kebergantungan terhadap airtanah tersebut antara lain disebabkan oleh
faktor-faktor :
Ekstraksi air tanah saat ini membutuhkan biaya yang jauh lebih murah
dibandingkan dengan menggunakan sumber air alternatif lainnya seperti air
permukaan, PDAM maupun waste water recycle, di mana penggunaan air
permukaan membutuhkan investasi yang lebih besar dalam penyediaan
konstruksi sarana pengolah air baku dibandingkan dengan infrastruktur untuk
pengambilan airtanah. Selain itu pembangunan sarana pengolah air baku
membutuhkan penyediaan lahan dan membutuhkan biaya yang cukup mahal
untuk operasional dan perawatannya,
Kualitas air tanah yang jauh lebih baik dibandingkan dengan sumber alternatif
seperti air permukaan yang membutuhkan pengolahan terlebih dahulu
untukmemperoleh air dengan kualitas setara dengan kualitas air tanah;
Kemudahan dan kepraktisan memperoleh sumber air tanah dibandingkan
dengan sumber air alternatif lain;
Ketidakmampuan PDAM sebagai pemasok kebutuhan air baku, baik untuk
keperluan rumah tangga maupun komersial, dan tidak ada institusi khusus
lainnya yang menyediakan air baku untuk industri, sehingga industri tidak
memiliki pilihan lain selain menggunakan air tanah untuk kegiatannya;
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
44
Gambar III.4. Peta sebaran sumur produksi di CAT Bandung (Sumber : Distamben Prov. Jabar, 2005)
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
45
Kontinuitas laju aliran airtanah tidak dipengaruhi oleh peak time, seperti pada
sistem penyedia air baku lainnya (PDAM) yang seringkali mengalami overload
pada waktu puncak;
Gambar III.5 Perubahan kondisi sumberdaya airtanah CAT Bandung 2002-2004(Distamben Prov. Jawa Barat, 2006)
Faktor lain penyebab semakin memburuknya kondisi airtanah adalah :
Perubahan fungsi dan Tata Guna Lahan daerah-daerah resapan akibat
pembangunan, di mana prosentase daerah resapan di CAT Bandung yang
sudah menjadi lahan tertutup: 47 %. Perubahan fungsi lahan ini akan
mempengaruhi sistem hidrologis terutama di wilayah hulu DAS Citarum.
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
46
Kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat maupun industri
terhadap bahaya yang ditimbulkan akibat kerusakan air tanah.
III.7 Dampak Akibat Pengambilan airtanah
Penurunan Muka Air Tanah
Berdasarkan data pemantauan sumur selama beberapa periode, terdapat
perubahan yang signifikan terhadap muka air tanah di wilayah CAT Bandung dari
artesis positif menjadi artesis negatif. Sebagai contoh, artesis positif teridentifikasi
di wilayah dayeuhkolot-Bojongsoang +4,0 m di atas permukaan tanah pada tahun
1920, tetapi pada tahun 1960 muka airtanah mengalami penurunan menjadi +3,9
m di atas permukaan tanah. Pada pertengahan tahun 1970-an, muka air tanah
menurun hingga -2,0 m di bawah muka tanah dan menjadi -40 dan -80 m di bawah
muka tanah pada 1990.
Gambar III.6. Penurunan Muka Air Tanah di beberapa sumur pantau (Sumber : DGTL,2004, dalam Wangsaatmaja, 2006)
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
47
Ketinggian muka air tanah juga dipantau dengan menggunakan automatic water
level recorder (AWLR) dan telemetry di kurang lebih 30 sumur pantau di wilayah
studi. Wilayah dengan penurunan muka air tanah terbesar sehingga membentuk
cone of Depression adalah Cijerah dengan penurunan hingga 20 m selama
1997-2004, Cimanggung dan Rancaekek lebih dari 60 m berdasarkan pemantauan
di sumur dalam PT. Kahatex. Di kawasan industri Leuwigajah penurunan
mencapai 40 m pada periode yang sama. Penurunan muka tanah juga memberikan
dampak terhadap sumur dalam milik PDAM. Dari 32 sumur dalam yang dimiliki
PDAM dengan volume ekstraksi 550 l/det pada tahun 1982-1983 menjadi 115
lt/det pada tahun 2004.
Penurunan muka air tanah, yang selain akan mengakibatkan masyarakat sekitarnya
menjadi kesulitan memperoleh air, juga akan mengancam kelangsungan usaha
atau kegiatan ekonomi di wilayah tersebut. Berdasarkan data di CAT Bandung
sebagai contoh, intensitas penurunan tertinggi umumnya terjadi pada lokasi-lokasi
dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi (pusat-pusat industri).
Tabel III.4. Tabel penurunan muka air tanah di wilayah CAT Bandung
N
oLokasi Penelitian Kedudukan
MAT (m BMT)Fluktuasi Penurunan
(m/tahun)
1 Daerah Cimahi 10-25 7,192 Leuwigajah,Cimindi,Utama,
Cibaligo41,05 - 71,4 3,11 - 15,12
3 Cijerah,Cibuntu,Garuda,Arjona,Maleber, Husen, Pasir Kaliki
29,9 - 51,54 1,27 - 4,32
4 Buah Batu.Kiaracondong,Kb.waru
22,7 - 49,5 1,61 - 3,1
5 Dayeuh Kolot 25,67 - 66,64 3,0 - 12,266 Jl.Moh.Toha 1,477 Cicaheum,Uj.berung,Gedebage,
Cipadung, Cibiru16 - 49,5 1,63 - 2,12
8 PT.Grandtex (AWLR) 1,639 PT. Bintang Agung (AWLR) 2,1210 Cikeruh,Rancaekek,Cimanggung,
Cikancung6,78 - 23,57 0,52 - 3,85
11 PT.Kewalram (AWLR) 2,01
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
48
12 Bojongsalam (AWLR) 0,4413 Sekitar Majalaya 31,72 - 50,17 0,32 - 3,914 Ciparay,Banjaran,Pamengpeuk 7,7 - 29,39 0,89 - 4,5715 Katapang,Soreang 1,51 - 30,85 0,38 - 1,616 Bojongkunci (AWLR) 0,7717 Cipedung (AWLR) 0,38
(Sumber : Hasjim, 2006)
Gejala Penurunan Muka Tanah (Land Subsidence)
Banyak faktor yang dimungkinkan dalam memberi dampak terhadap keterjadian
land subsidence di CAT Bandung, namun abstraksi airtanah yang intensif bagi
penggunaan industri, perdagangan maupun domestik, diyakini sebagai faktor
utama yang menyebabkan terjadinya land subsidence di CAT Bandung.
Penurunan permukaan tanah (amblesan), merupakan dampak lanjutan dari
penurunan muka air tanah, di mana terjadi kekosongan pori-pori pada lapisan
batuan atau tanah sehingga mengalami pemampatan akibat kehilangan tekanan
pori pada massa batuan. Pada daerah yang telah mengalami penurunan muka tanah
dapat dicirikan dengan semakin meluasnya wilayah yang mengalami bencana
banjir. Data sebagaimana tercantum pada Tabel III.6 berikut ini memperlihatkan
sebaran lokasi yang mengalami penurunan muka tanah.
Tabel III.5 Penurunan muka tanah di wilayah CAT Bandung
No DaerahBesar
Penurunan(cm)
Rata-rataPenurunan
(cm/th)1 Cimahi - Leuwigajah 84,5 21,12 Bojongsoang 83,9 20,93 Kopo 18,9 4,74 Banjaran 63,9 15,95 Dayeuhkolot 20,8 5,26 Gedebage 24,3 6,17 Ujungberung 20,6 5,28 Majalaya 8,4 2,19 Rancaekek 11,8 2,910 Cicalengka 44,5 11,1
(Sumber : Abidin, 2003)
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
49
Land subsidence telah dihitung dan dipantau secara berkala dengan menggunakan
Global Positioning System (GPS). Sesuai dengan data yang telah diperoleh, land
subsidence di beberapa lokasi telah mencapai penurunan 20 mm/bulan atau 24
cm/tahun, terutama di wilayah zona kritis seperti Cimahi, Rancaekek dan
Dayeuhkolot (Abidin,2003).
Penurunan Kualitas Airtanah
Terjadinya penurunan kualitas airtanah disebabkan oleh infiltrasi unsur-unsur
pencemar baik yang berasal dari limbah domestik maupun perembesan
unsur-unsur logam yang terdapat pada lapisan tanah atau batuan itu sendiri.
Pada 2004, kualitas air tanah telah diteliti terhadap sampel dari 25 sumur bor. Dari
sampel tersebut, 19 sumur bor (76 %) telah memiliki total coliform yang melebihi
standar 1000/100 ml, dan hanya 24 % yang memiliki nilai total coliform di bawah
standar. Delapan belas sumur bor dari 25 sampel (72 %) melebihi baku mutu fecal
coliform untuk standar kelas 1, yaitu 100/100 ml. Sedangkan hasil penelitian
laboratorium terhadap 50 sampel sumur bor pada tahun 2005, menyatakan bahwa
78 % sampel tidak memenuhi standar baku mutu dan 70 % sampel melebihi
standar fecal coliform (Wangsaatmaja, 2006).
Untuk parameter kadar residu terlarut, COD, NO3, Fe dan Mn, Dinas
Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat telah melakukan penelitian
terhadap 496 sampel dari sumur bor airtanah di wilayah CAT Bandung, dan
diperoleh hasil sebagai berikut :
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
50
Tabel III.6 Kualitas airtanah di CAT Bandung
(Sumber : Distamben Prov. Jawa Barat, 2005)
Data tersebut menunjukkan bahwa kualitas airtanah di wilayah CAT Bandung
pada umumnya telah mengalami pencemaran khususnya parameter COD serta
logam berat Fe dan Mn.
III.8 Pengelolaan Airtanah
Dari sektor kebijakan, upaya pengendalian pemanfaatan airtanah yang telah
dilaksanakan oleh Pemerintah antara lain :
1. Menerapkan instrumen perijinan
Pengambilan airtanah industri dilakukan melalui suatu prosedur perijinan.
Ijin diberikan dengan mempertimbangkan jumlah sumur bor yang
beroperasi, kedalaman pengambilan air tanah, serta debit pengambilan.
2. Implementasi pajak airtanah :
Pajak airtanah diperhitungkan berdasarkan NPA (Nilai Perolehan Air)
yang mencakup beberapa komponen, antara lain komponen sumberdaya,
komponen pemulihan dan komponen harga air baku. Selain itu penerapan
pajak air tanah juga ditentukan berdasarkan tarif progresif. Semakin
banyak air yang diambil, semakin besar faktor nilai indeks pengalinya
terhadap harga baku air.
3. Pengawasan dan penertiban pengambilan airtanah :
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
51
Antara lain dengan melakukan :
Pemantauan terhadap instrumentasi sumur bor industri (flow meter)
Pemetaan sumur bor yang beroperasi
Pemantauan muka air tanah
Penertiban sumur-sumur ilegal (tak berijin)
Dari segi teknologi, upaya konservasi airtanah yang telah dan dapat dilakukan
antara lain :
1. Pembuatan sumur-sumur resapan
Pembuatan sumur-sumur resapan dilakukan untuk membantu
meningkatkan kapasitas pengisian air air tanah dengan cara menampung
air hujan dan langsung mengalirkan ke dalam lapisan akifer yang kosong
(rusak). Selain membangun sumur resapan baru, juga dapat dilakukan
dengan mengalihfungsikan sumur-sumur bor produksi yang sudah tidak
aktif.
Implementasi kebijakan baru dalam bentuk pilot proyek pecontohan,
belum diberlakukan secara masal
2. Penghematan penggunaan airtanah
Penghematan penggunaan air tanah dilakukan untuk mengurangi konsumsi
airtanah industri melalui substitusi dengan sumberdaya air lainnya seerti
air permukaan, PDAM maupun tindakan konservasi mandiri pihak industri
seperti dengan melakukan recycle, reuse air sisa/bekas produksinya.
Khusus upaya substitusi penggunaan air permukaan, salah satunya adalah
pembuatan divertion tunnel untuk mengalihkan aliran sungai Cibatarua ke
DAS Citarum, dan sampai dengan saat ini, langkah tersebut masih dalam
tahap persiapan
Dalam jangka menengah, kebutuhan air di wilayah Cekungan Bandung
akan mendapatkan penambahan suplai air baku yang berasal dari
penyodetan S. Cibatarua dengan kapasitas aliran 600 lt/detik. Air tersebut
menjadi sumber air baku PDAM untuk memproduksi air bersih.
This document has been created with TX Text Control Trial Version 14.0 - You can use this trial version for further 59 days.
52
3. Perlindungan daerah resapan
Perlindungan daerah resapan dilaksanakan melalui program reboisasi dan
penghijauan. Walaupun aktivitas penghijauan telah banyak dilakukan
namun keberlanjutan fungsi-fungsi dari konservasi daerah resapan belum
dapat terevaluasi secara menyeluruh.