Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

87
PENGEMBANGAN SISTEM PENENTUAN POSISI MENGGUNAKAN BLUETOOTH LOW ENERGY (BLE) iBEACON Tesis untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2 Program Studi S2 Teknik Elektro Konsentrasi Teknologi Informasi Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi diajukan oleh Yusuf Eko Rohmadi 13 / 351588 / PTK / 08849 Kepada PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2015

description

There will explain how to use the iBeacon (brand-Kontakt) in development of indoor positioning system

Transcript of Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

Page 1: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

PENGEMBANGAN SISTEM PENENTUAN POSISI

MENGGUNAKAN BLUETOOTH LOW ENERGY (BLE) iBEACON

Tesis

untuk memenuhi sebagian persyaratan

mencapai derajat Sarjana S-2

Program Studi S2 Teknik Elektro

Konsentrasi Teknologi Informasi

Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi

diajukan oleh

Yusuf Eko Rohmadi

13 / 351588 / PTK / 08849

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2015

Page 2: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

ii

Page 3: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Tesis ini tidak mengandung karya yang diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya

juga tidak mengandung karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah

ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

2. Informasi dan materi tesis yang terkait hak milik, hak intelektual dan paten

merupakan milik bersama antara tiga pihak yaitu penulis, dosen pembimbing

dan Universitas Gadjah Mada. Dalam hal penggunaan informasi dan materi

tesis terkait paten maka akan didiskusikan lebih lanjut untuk mendapatkan

persetujuan dari ketiga pihak tersebut diatas.

Yogyakarta, 08 Mei 2015

Yusuf Eko Rohmadi

Page 4: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

iv

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala yang telah melimpahkan

rahmat dan barokahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul

“Pengembangan Sistem Penentuan Posisi Menggunakan Bluetooth Low Energy

(BLE) iBeacon”. Laporan tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

dalam memperoleh gelar Master of Engineering (M.Eng.) pada Program Studi S2

Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Dalam melakukan penelitian dan penyusunan laporan tesis ini penulis

telah mendapatkan banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Penulis

mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Widyawan, S.T., M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing utama, dan

Bapak Warsun Najib, S.T., M.Sc selaku dosen pembimbing pendamping,

yang telah dengan penuh kesabaran dan ketulusan memberikan ilmu dan

bimbingan terbaik kepada penulis.

2. Bapak Sarjiya, S.T., M.T., Ph.D selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro dan

Tekniknologi Informasi dan Dr.Eng. Suharyanto, S.T., M.Eng selaku Ketua

Program Studi S2 Teknik Elektro dan Teknologi Informasi Universitas

Gadjah Mada yang memberikan izin kepada penulis untuk belajar.

3. Para Dosen Program Studi S2 Teknik Elektro Universitas Gadjah Mada

yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis.

4. Para Karyawan/wati Program Studi S2 Teknik Elektro Universitas Gadjah

Mada yang telah membantu dan penulis dalam proses belajar.

5. Kopertis Wilayah VI Jawa Tengah yang telah memfasilitasi pengajuan

Beasiswa BPPDN Dikti 2013.

6. Bapak Drs. Ardi Widyatmoko, M.Eng selaku Direktur Politeknik Pratama

Mulia (Politama) Surakarta yang telah memberikan ijin belajar di

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Page 5: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

v

7. Para dosen dan karyawan Politama Surakarta yang telah membantu

kelancaran studi lanjut.

8. Rekan-rekan Mahasiswa TI angkatan 2013 yang senantiasa memberikan

semangat untuk menyelesaikan studi.

9. Ketiga orang tuaku yang selalu memberikan doa serta bantuan materi dalam

menempuh studi S2 dari awal hingga akhir.

10. Isriku Fitri Anita dan anakku Aabidah Syifa Al Husna yang menjadi

penyemangatku untuk bisa menempuh dan menyelesaikan studi S2.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan tesis ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu semua jenis saran, kritik dan masukan yang bersifat

membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga tulisan ini dapat

memberikan manfaat dan memberikan wawasan tambahan bagi para pembaca dan

khususnya bagi penulis sendiri.

Yogyakarta, 08 Mei 2015

Yusuf Eko Rohmadi

Page 6: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

vi

ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN

(xi,yi) = koordinat iBeacon (i = 1,2,3)

AOTG = All on The Ground

B1, B2, B3 = iBeacon 1 sampai 3

BIPS = Bluetooth Indoor Positioning System

BLE = Bluetooth Low Energy

BLPA = Bluetooth Local Positioning Application

Cell ID = Cell Identification

COO = Cell of Origin

d = distance (jarak)

di = jarak iBeacon dengan smartphone pada h=0 (i=1,2,3)

dri = jarak iBeacon dengan smartphone pada h>0 (i=1,2,3)

GPM = Global Positioning Module

h = tinggi iBeacon atau smartphone

iOS = iPhone Operating System

IR = Infra red Radiation

IrDa = Infrared Data Association

LBUS = Lower Beacon Upper Smartphone

LOS = Line of Sight

M(x,y) = koordinat awal smartphone

M’(x’,y’) = koordinat smartphone hasil pengukuran

OS = Operating System

RFID = Radio Frequency Identification

RSSI = Received Signal Strenght Indicator

Rx = Receiver

Tx = Transmitter

UBLS = Upper Beacon Lower Smartphone

UBS = Upper Beacon and Smartphone

UWB = Ultra Wide Band

Wi-Fi = Wireless Fidelity

Page 7: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

vii

ABSTRACT

Location based services is the implementation of a positioning system

which still to be an interesting topic to developed. GPS is very well known as

outdoor positioning systems and bad in indoor environment. Bluetooth is one of

the most ideal technologies among Wi-Fi, RFID and IrDA to replace GPS. The

RSSI information’s obtained from Bluetooth can be used to calculate an

estimation of the distance between transmitter and receiver. The objective of this

research is to develop a positioning system using Bluetooth generation 4,

Bluetooth Low Energy (BLE) based on to the distance measurement.

Trilateration is the positioning technique based on three reference points

which the coordinates has known. The measurement of the distance between

reference point and receiver then used to estimate the coordinates of the receiver.

In this research, Trilateration technique applied at 4 models: AOTG (All on the

Ground), UBS (Upper Beacon and Smartphone), UBLS (Upper Beacon Lower

Smartphone) and LBUS (Lower Beacon Upper Smartphone).

The best result from the four models is shown by LBUS models with the

direct line of sight between iBeacon and smartphone was fulfilled. With

Trilateration calculations, the average of error generated is ± 0.16 meters at the

farthest distance ± 4 meters.

Keywords: Bluetooth Low Energy (BLE), Positioning, iBeacon

Page 8: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

viii

INTISARI

Layanan berbasis lokasi merupakan salah implementasi dari sistem

positioning yang hingga sampai saat ini masih menjadi tema yang menarik untuk

dikembangkan. GPS adalah teknologi penentuan posisi yang handal digunakan

pada wilayah outdoor akan tetapi tidak bekerja dengan baik saat digunakan di

wilayah indoor. Bluetooth merupakan salah satu teknologi yang paling ideal

diantara Wi-Fi, RFID dan IrDa sebagai pengganti GPS. Informasi RSSI dari

Bluetooth bisa digunakan untuk mengetahui jarak antara transmitter dengan

receiver. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan sistem

penentuan posisi menggunakan teknologi Bluetooth generasi ke-4, Bluetooth Low

Energy (BLE) berdasarkan pada jarak yang terukur.

Estimasi posisi suatu objek (receiver) dapat diketahui dengan teknik atau

metode tertentu. Trilaterasi adalah teknik penentuan posisi berdasar pada 3 titik

referensi yang telah ditentukan koordinatnya. Dengan menggunakan perhitungan

trilaterasi, hasil pengukuran jarak antara titik referensi dan receiver digunakan

sebagai variabel untuk menghitung koordinat titik receiver. Pada penelitian ini

teknik Trilaterasi diterapkan pada 4 model yaitu: AOTG (All on the Ground), UBS

(Upper Beacon and Smartphone), UBLS (Upper Beacon Lower Smartphone) dan

LBUS (Lower Beacon Upper Smartphone).

Hasil terbaik dari keempat model tersebut ditunjukkan pada model LBUS

dengan syarat kondisi direct line of sight antara iBeacon dengan smartphone.

Melalui perhitungan trilaterasi, rata-rata error yang dihasilkan adalah ± 0,16 meter

pada jarak terjauh ± 4 meter.

Kata kunci – Bluetooth Low Energi (BLE), Positioning, iBeacon.

Page 9: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

ix

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ...................................................................................................... iii

PRAKATA .............................................................................................................. iv

ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN ................................................................ vi

ABSTRACT .......................................................................................................... vii

INTISARI ............................................................................................................. viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi

DAFTAR TABEL.................................................................................................. xii

1 BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ................................................................................... 4

1.3 Keaslian Penelitian..................................................................................... 4

1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 7

1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 7

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ................................. 8

2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 8

2.1.1 Positioning .......................................................................................... 8

2.2 Landasan Teori ......................................................................................... 15

2.2.1 Teknologi dalam Positioning ............................................................ 15

2.2.1.1 GPS ........................................................................................... 15

2.2.1.2 WLAN ...................................................................................... 16

2.2.1.3 Bluetooth ................................................................................... 16

2.2.1.4 RFID ......................................................................................... 18

2.2.2 BLE iBeacon ..................................................................................... 19

2.2.3 Mengukur Distance dalam iBeacon .................................................. 21

2.2.3.1 Received Signal Strenght Indicator (RSSI) .............................. 22

2.2.3.2 Radio Propagasi ........................................................................ 23

2.2.3.3 Time of Arrival (TOA) .............................................................. 24

2.2.3.4 Time Difference of Arrival (TDOA) .......................................... 25

2.2.3.5 Angle of Arrival (AOA) ............................................................ 25

2.2.4 Aplikasi iLoggy (Beacon Logger) .................................................... 26

2.2.5 Teknik Positioning ............................................................................ 28

2.2.5.1 Triangulasi dan Trilaterasi ........................................................ 28

2.2.5.2 Fingerprint ................................................................................ 30

2.3 Hipotesis .................................................................................................. 32

3 BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................................... 33

Page 10: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

x

3.1 Alat dan Bahan ......................................................................................... 33

3.1.1 Alat .................................................................................................... 33

3.1.2 Bahan ................................................................................................ 34

3.2 Jalannya Penelitian................................................................................... 35

3.2.1 Mengukur Karakteristik iBeacon Kontakt ........................................ 37

3.2.2 Lokasi Penelitian ............................................................................... 38

3.2.3 Menempatkan Titik Referensi dan Smartphone................................ 40

3.2.4 Mengukur 3 titik Referensi ............................................................... 41

3.2.5 Perhitungan Trilaterasi dan mencari Error ....................................... 43

3.3 Skenario Pengujian .................................................................................. 44

3.4 Cara Analisis ............................................................................................ 45

3.4.1 Analisis perhitungan Trilaterasi ........................................................ 45

3.4.2 Mencari Nilai Error .......................................................................... 47

3.4.3 Analisis pengukuran Realtime .......................................................... 47

4 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 49

4.1 Karakteristik iBeacon Kontakt ................................................................. 49

4.2 Pemetaan Lokasi Penelitian ..................................................................... 51

4.3 Koordinat iBeacon dan Koordinat Titik-titik Pengukuran ....................... 52

4.4 Rute Pengujian Skenario Kedua .............................................................. 53

4.5 Hasil Pengukuran ..................................................................................... 55

4.5.1 Pengukuran Skenario Pertama .......................................................... 55

4.5.1.1 Pengukuran Model AOTG ........................................................ 55

4.5.1.2 Pengukuran Model UBS ........................................................... 56

4.5.1.3 Pengukuran Model UBLS ......................................................... 57

4.5.1.4 Pengukuran Model LBUS ......................................................... 58

4.5.2 Pengukuran Skenario Kedua (realtime) ............................................ 61

4.6 Hasil Pengamatan..................................................................................... 63

4.6.1 Beberapa hal tentang iBeacon Kontakt ............................................. 63

4.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akurasi Pengukuran ................. 64

5 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 68

5.1 Kesimpulan .............................................................................................. 68

5.2 Saran ........................................................................................................ 68

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 70

LAMPIRAN ........................................................................................................... 73

Page 11: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Klasifikasi Teknologi dan Metode Positioning [17] ............................ 9

Gambar 2.2 Kit iBeacon Kontakt ........................................................................... 20

Gambar 2.3 Hubungan antara UUID Major dan Minor ......................................... 21

Gambar 2.4 Hubungan antara RSSI dengan GRPR ............................................... 23

Gambar 2.5 Pengukuran dengan TOA ................................................................... 24

Gambar 2.6 Penentuan Posisi dengan AOA [17] ................................................... 25

Gambar 2.7 Tampilan Menu Utama iLoggy Beacon Logger ................................. 26

Gambar 2.8 (a) iBeacon Terpindai (b) Salah satu iBeacon siap record ................. 27

Gambar 2.9 (a) Menu menampilkan data record (b) Proses record ....................... 27

Gambar 2.10 Estimasi Posisi 2-D dengan Trilaterasi............................................. 29

Gambar 2.11 Pengukuran RSSI dalam Fase off-line .............................................. 31

Gambar 3.1 Diagram alir jalannya penelitian ........................................................ 35

Gambar 3.2 Diagram alir Percobaan ...................................................................... 36

Gambar 3.3 Tampilan aplikasi Dartle.io ................................................................ 38

Gambar 3.4 Model pengukuran Karakteristik iBeacon Kontakt ............................ 38

Gambar 3.5 Denah Ruang Penelitian ..................................................................... 39

Gambar 3.6 Model peletakan Koordinat iBeacon dan Smartphone ....................... 40

Gambar 3.7 Model umum pengukuran 3 iBeacon dari 1 lokasi smartphone......... 42

Gambar 3.8 Sisi miring pada model UBLS dan LBUS ......................................... 42

Gambar 3.9 Model Pengukuran UBLS .................................................................. 43

Gambar 3.10 Model Pengukuran LBUS ................................................................ 43

Gambar 3.11 Model Rute uji secara Realtime ........................................................ 45

Gambar 3.12 Model pythagoras untuk mencari Error .......................................... 47

Gambar 4.1 Grafik Karakteristik iBeacon Kontakt berdasarkan Jarak ukur ......... 49

Gambar 4.2 Letak titik referensi iBeacon dan 17 titik pengukuran ....................... 53

Gambar 4.3 Rute pengujian secara realtime .......................................................... 54

Gambar 4.4 Pergeseran koordinat hasil pengukuran terhadap Koordinat Riil ....... 59

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian keempat Model ...................... 60

Gambar 4.6 Model Propagasi sinyal di dalam ruang tertutup [35] ........................ 65

Gambar 4.7 Ilustrasi sinyal yang diterima karena proses pantulan ........................ 65

Gambar 4.8 Objek yang bisa memblokir sinyal iBeacon [29] ............................... 66

Gambar 4.9 Ilustrasi sinyal diterima secara direct oleh smartphone ..................... 66

Gambar 4.10 Ilustrasi dua jalur proses perambatan sinyal [36] ............................. 66

Gambar 4.11 iBeacon dengan antena ekstensi ....................................................... 67

Page 12: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Positioning menggunakan Bluetooth ..................................................... 17

Tabel 2.2 Informasi dalam iBeacon [29] ................................................................ 20

Tabel 3.1 Informasi UUID, Major dan Minor dari iBeacon Kontakt ..................... 38

Tabel 3.2 Contoh Pengukuran Distance model AOTG dan UBS .......................... 45

Tabel 3.3 Contoh pengukuran Distance (dr) model UBLS dan LBUS.................. 46

Tabel 4.1 Karakteristik iBeacon Kontakt berdasarkan Jarak ukur (n=120) ........... 49

Tabel 4.2 Konversi nilai RSSI terhadap distance pada jarak 5 meter .................... 51

Tabel 4.3 Titik Referensi 3 iBeacon ....................................................................... 52

Tabel 4.4 Koordinat Smartphone sebagai Titik-titik Pengukuran .......................... 52

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Model AOTG ............................................................ 55

Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Model UBS ............................................................... 56

Tabel 4.7 Hasil Pengukuran UBLS ........................................................................ 57

Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Model LBUS ............................................................. 58

Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Pengujian keempat Model ..................................... 60

Tabel 4.10 Hasil Pengujian Realtime ..................................................................... 61

Page 13: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

1

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada era sekarang ini kebutuhan informasi bergeser kedudukannya, yang

semula merupakan kebutuhan sekunder atau tersier saat ini berubah

kedudukannya sebagai kebutuhan primer selain kebutuhan pokok manusia dalam

mempertahankan kehidupannya. Pergeseran ini membawa dampak kepada

bagaimana manusia bisa memperoleh informasi yang dibutuhkan saat itu, dapat

diperoleh dengan cepat dan mudah dimanapun dia berada. Hal ini berarti

kemudahan manusia dalam memperoleh informasi tersebut didukung oleh adanya

suatu teknologi yang bisa dikatakan “hidup berdampingan” dengan manusia.

Teknologi yang dimaksud adalah teknologi yang berbasis mobile. Tidak hanya

kemudahan memperoleh informasi saja yang dibutuhkan oleh manusia,

kemudahan pelayanan dalam berbagai bidang juga diperlukan oleh manusia

sebagai pengguna teknologi. Misalnya pelayanan dalam bidang bisnis, transaksi

perbankan, akademik dan lain sebagainya. Sekarang ini kemudahan-kemudahan

tersebut bisa diperoleh dengan sebuah perangkat berbasis seluler yang bisa dibawa

kemana-mana yaitu berupa mobile device, seperti smartphone dan tablet.

Pesatnya perkembangan perangkat mobile saat ini tidak menutup

kemungkinan bagi setiap orang untuk bisa memilikinya. Didukung oleh

banyaknya produsen perangkat mobile yang mengeluarkan produknya dengan

spesifikasi yang tinggi tetapi harga yang ditawarkan justru berbanding terbalik

dengan teknologi yang diterapkan. Fitur yang ditanamkan dalam perangkat

tersebut terbilang komplit ditambah dengan beberapa fitur lain yang bukan

merupakan fungsi utama perangkat tersebut sebagai pelengkap, seperti pemutar

musik, pemutar video dan lain sebagainya. Tidak semua fitur yang ditanamkan

dalam sebuah mobile device dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh

penggunanya. Misalnya fitur berbasis wireless seperti Bluetooth, kebanyakan fitur

Bluetooth digunakan hanya untuk keperluan transfer data antar device seperti

Page 14: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

2

handphone atau laptop. Sedangkan Bluetooth dapat dimanfaatkan untuk keperluan

yang lebih dari sekedar sebagai media transfer data, misalnya untuk keperluan

layanan berbasis service seperti positioning atau localization. Positioning berarti

menentukan posisi suatu objek berdasarkan referensi objek yang lain atau

berdasar pada konteks tertentu (context-aware).

Layanan berbasis context-aware berarti sebuah sistem komputerisasi yang

menyediakan layanan dan informasi yang relevan kepada pengguna sesuai dengan

kondisi atau kebutuhan mereka [1]. Positioning merupakan bentuk layanan

berbasis context-aware, salah satu contoh penerapannya yang terdapat pada

perangkat mobile adalah GPS (Global Positioning System). GPS adalah sistem

navigasi yang digunakan untuk mencari estimasi posisi suatu objek dalam bentuk

informasi koordinat lintang dan bujur [2]. Informasi yang diambil dari layanan

GPS tersebut mampu memberikan akurasi yang baik jika diterapkan pada

lingkungan terbuka (outdoor), sedangkan dalam lingkungan yang tertutup

(indoor) GPS akan memberikan informasi yang tidak baik dengan kata lain GPS

memberikan hasil yang buruk ketika digunakan dalam lingkungan tertutup, karena

dalam kinerjanya GPS membutuhkan kondisi lingkungan yang bebas halangan

(line of sight) [3].

Kaitannya dengan positioning, terdapat beberapa teknologi selain GPS

yang bisa diimplementasikan untuk keperluan penentuan posisi dalam lingkungan

tertutup, seperti Bluetooth, WLAN, RFID dan ZigBee [4]. Menurut [5], keempat

teknologi tersebut RFID tidak termasuk di dalamnya, sedangkan WLAN termasuk

dalam kategori Wi-Fi dan teknologi yang lain adalah UWB. Diantara Wi-Fi,

Bluetooth, Zigbee dan UWB yang mempunyai range atau jangkauan terluas

adalah Wi-Fi. Diantara teknologi tersebut, bluetooth merupakan teknologi yang

paling sedikit membutuhkan infrastruktur dan biaya saat dimanfaatkan sebagai

teknologi positioning. Modul Bluetooth yang ditanamkan dalam perangkat mobile

sudah bisa digunakan untuk keperluan positioning dengan memanfaatkan jaringan

Adhoc. Sedangkan modul Wi-Fi yang tertanam pada perangkat mobile tidak bisa

langsung digunakan untuk keperluan positioning, karena masih memerlukan

Page 15: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

3

beberapa infrastruktur seperti access point. Sehingga dengan kemudahan tersebut

penelitian dengan tema positioning ini berkonsentrasi pada teknologi Bluetooth.

Bluetooth adalah teknologi komunikasi wireless dengan jangkauan yang

terbatas yaitu dengan rentang hingga 100 meter [6]. Jangkauan atau range

Bluetooth dikategorikan menjadi tiga kelas yaitu kelas 1, 2 dan 3 dengan range

berturut-turut adalah 100m, 10m dan 5m [7]. Bluetooth yang ditanamkan di dalam

perangkat mobile merupakan Bluetooth kelas 2 atau kelas 3 karena dalam

kinerjanya membutuhkan daya rendah yang bisa dipenuhi oleh baterai sebuah

smartphone. Berbeda dengan bluetooth kelas 1 dengan jangkauan yang luas, maka

secara otomatis sumberdaya yang dibutuhkan juga tinggi. Biasanya Bluetooth

dengan kelas 1 adalah sebuah modul yang berdiri sendiri dan tidak ditanamkan

dalam perangkat mobile. Berdasarkan pengamatan pada beberapa perangkat

mobile sekarang ini perkembangan Bluetooth telah mencapai pada generasi 4 [8].

Bluetooth dengan generasi di bawah 4 dikenal sebagai Bluetooth klasik,

sedangkan Bluetooth generasi 4 dikenal dengan Bluetooth Low Energy (BLE).

Dengan adanya perkembangan Bluetooth hingga generasi 4 ini membuktikan

bahwa Bluetooth bukan teknologi yang sudah tertinggal seperti Infra Merah

(IrDa), bahkan saat ini banyak perangkat yang memanfaatkan Bluetooth sebagai

sarana komunikasi data. Beberapa contoh penggunaan teknologi Bluetooth ini

adalah perangkat audio seperti headset, keyboard dan mouse komputer, printer

dan lain-lain. Hal ini sekaligus menjawab opini bahwa Bluetooth adalah teknologi

yang mulai tertinggal merupakan opini yang tidak benar.

BLE dalam istilah lain Bluetooth Smart adalah Bluetooth yang dalam

kinerjanya membutuhkan daya yang rendah [9]. Perusahaan besar Apple

mengembangkan sebuah teknologi berbasis BLE dengan nama iBeacon. iBeacon

adalah sebuah modul atau perangkat keras yang memberikan beberapa informasi

seperti Tx Power (kuat daya yang dipancarkan), RSSI (Received Signal Strenght

Indicator) dan distance (jarak). Parameter-parameter ini akan bisa ditangkap dan

dibaca oleh perangkat mobile yang di dalamnya tertanam Bluetooth generasi 4.

Jika perangkat mobile adalah produk Apple maka iOS yang terinstal adalah iOS

Page 16: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

4

versi 7 ke atas, dan jika berbasis Android maka sistem operasi (OS) yang terinstal

mempunyai OS minimal Jelly Bean 4,3. Fungsi utama dari iBeacon digunakan

dalam layanan berbasis lokasi (location-based service). Sebagai contoh dalam

sebuah retail pakaian terpasang beberapa iBeacon, maka dengan mudah

pengunjung bisa mencari lokasi beberapa stand penjualan produk tertentu. Contoh

tersebut hanya menjelaskan posisi relatif objek/pengguna terhadap iBeacon, yaitu

posisi sangat dekat, dekat atau jauh dan tidak menjelaskan posisi secara fisik

mengenai letak lintang dan bujur seperti pada GPS. Sehingga pada penelitian ini

terapan teknologi Bluetooth yaitu Bluetooth Low Energy yang telah dikemas

dalam sebuah modul iBeacon akan dikembangkan sebagai penentu lokasi objek

dalam ruang tertutup berdasarkan peta lokasi tertentu yang hasil akhirnya berupa

posisi dalam bentuk koordinat.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasar latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya maka

dapat diambil perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

a. bagaimana sifat dan karakteristik iBeacon yang menjadi dasar dalam

menentukan lokasi dan cara memetakan ruangan dalam bentuk

koordinat;

b. bagaimana menentukan posisi suatu objek dalam lingkungan tertutup

menggunakan iBeacon berdasar pada parameter distance;

c. bagaimana akurasi estimasi posisi yang dihasilkan oleh metode

Trilaterasi menggunakan iBeacon.

1.3 Keaslian Penelitian

Telah banyak penelitian mengenai penentuan posisi objek di dalam

lingkungan tertutup (indoor) menggunakan teknologi WLAN maupun Bluetooth.

Beberapa cara dan metode yang digunakan oleh para peneliti bertujuan untuk

memperoleh akurasi keberadaan objek. Di bawah ini akan disampaikan beberapa

hasil penelitian mengenai positioning menggunakan teknologi bluetooth.

Page 17: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

5

Oleh Bruno dan Delmastro [10], mereka membuat sistem dengan nama

Bluetooth Indoor Positioning System (BIPS). Dalam sistemnya terdapat beberapa

Bluetooth Access Point (BAP) yang terpasang pada suatu gedung tertutup, dengan

radius 10 meter. Masing-masing BAP dihubungkan dengan kabel jaringan yang

kemudian tersentralisasi oleh satu buah mesin server. Saat terdapat device

bluetooth yang memasuki wilayah BAP maka akan ada proses pairing antara

device dengan BAP. Dengan menggunakan metode Time Division Duplex (TDD)

maka waktu pairing tersebut digunakan untuk menghitung jarak antara keduanya

dan selanjutnya digunakan untuk menghitung estimasi posisi.

Kotanen, dkk [11], membuat sistem Bluetooth Local Positioning

Application (BLPA). BLPA menggunakan parameter Rx Power Level (level daya

yang diterima) kemudian dengan menggunakan model propagasi sederhana

dikonversi dalam estimasi jarak. Berdasarkan hasil konversi tersebut dicari

estimasi posisi secara 3 dimensi (3D) menggunakan perhitungan Extended

Kalman Filter (EKF). Tingkat kesalahan yang diperoleh adalah 3,76 meter.

Akurasi estimasi posisi dapat diperbaiki jika pengukuran daya sinyal yang

diterima memberikan presisi yang baik.

Zhou dan Pollard [12], dengan menggunakan parameter RSSI estimasi

jarak antara transmitter dengan perangkat penerima (mobile receiver) dapat

dihitung menggunakan model radio propagasi dengan single cell. Syarat yang

ditetapkan dalam model ini adalah suatu kondisi yang bebas halangan (line of

sight). Implementasi model ini menghasilkan akurasi dengan kesalahan 1,2 meter.

Berdasarkan referensi yang diberikan oleh Mahtab dan Soh [13], bahwa

terdapat beberapa parameter yang bisa digunakan sebagai acuan untuk keperluan

Bluetooth Localization yaitu RSSI, LQ (Link Quality), Tx dan Rx power level.

Diantara beberapa parameter tersebut, Rx power level memberikan estimasi jarak

yang lebih baik diantara yang lain karena terdapatnya korelasi antara Rx power

level dengan jarak atau distance.

Subhan, dkk [14], menyajikan hubungan antara Rx power level dengan

jarak menggunakan model radio propagasi. Estimasi jarak yang diperoleh masih

Page 18: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

6

dipengaruhi oleh adanya halangan seperti tubuh manusia, temperatur, pengaruh

sinyal lain, pantulan dan lain sebagainya. Dengan perhitungan Trilaterasi

diperoleh akurasi hingga 5,87 meter. Kemudian dengan menggunakan Gradien

Filter kesalahan tersebut dapat diperkecil hingga 45% yaitu 2,67 meter.

Bekkelien [15], menggunakan paramater RSSI dan fingerprint untuk

melokalisasi keberadaan objek. Pengukuran posisi secara fisik ditunjukkan dalam

lintang dan bujur, yaitu perpaduan antara teknik positioning dalam ruang tertutup

dengan positioning dalam lingkungan terbuka. Dengan menggunakan algoritma

kNN, kNN Regression dan Naive Bayes hasil terbaik ditunjukkan oleh kNN yaitu

dengan akurasi 1,5 meter.

Liang Chen, dkk [16], mereka menggunakan parameter RSSI yang

digunakan pada metode fingerprint. Bayesian Fusion (BF) digunakan untuk

menghitung data statistik yang diperoleh dari pengukuran RSSI. Hasil yang

ditunjukkan dari algoritme BF adalah akurasi rata-rata hingga 4,7 meter pada

posisi horisontal. Hasil ini adalah perbaikan dari algoritme Bayes Static

Estimation (BSE) dan Point Kalman Filter (PKF), yaitu antara 6% hingga 7%.

Dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa para peneliti

menggunakan beberapa parameter seperti RSSI, Tx dan Rx Power Level yang

diperoleh dari bluetooth klasik yang merupakan generasi bluetooth di bawah 3

untuk keperluan positioning. Dengan cara tertentu parameter-parameter tersebut

diubah dalam satuan jarak atau distance yang kemudian digunakan untuk mencari

estimasi posisi. Sedangkan pada penelitian ini teknologi yang digunakan adalah

iBeacon yang merupakan bagian dari teknologi bluetoth BLE, generasi setelah

bluetooth klasik yaitu bluetooth generasi 4 yang belum pernah digunakan

sebelumnya oleh para peneliti. Parameter yang digunakan adalah distance yang

langsung bisa diukur melalui smartphone, sehingga tidak perlu adanya konversi

seperti ketika menggunakan parameter lain. Dengan menggunakan perhitungan

trilaterasi maka akan diketahui posisi objek/pengguna smartphone dalam bentuk

koordinat. Lokasi yang digunakan adalah ruang kuliah teori lantai 4 di Politeknik

Pratama Mulia (Politama) Surakarta yang sebelumnya telah dipetakan dalam

Page 19: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

7

bentuk koordinat. Selain tujuan akhir yang akan dicapai dalam penelitian ini,

kontribusi yang bisa diberikan dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang

iBeacon mengenai jangkauan efektif iBeacon serta aplikasi yang paling tepat yang

bisa diterapkan pada iBeacon.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Mengembangkan teknik menentukan posisi objek dalam gedung

menggunakan BLE iBeacon.

b. Mengukur dan menghitung akurasi menggunakan Trilaterasi

berdasarkan pada jarak (distance) yang terukur.

c. Mengevaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi akurasi pengukuran

jarak (distance) dari iBeacon terhadap smartphone.

1.5 Manfaat Penelitian

Selain menampilkan cara atau metode yang berbeda dari penelitian

sebelumnya, manfaat secara teknis bisa diterapkan dalam layanan yang

sesungguhnya, sebagai contoh layanan untuk mencari keberadaan dosen dalam

gedung kampus. Sehingga tentu saja hal ini memerlukan pengembangan aplikasi,

mengingat pada penelitian ini hanya menyajikan informasi berupa parameter-

parameter yang dijadikan acuan dalam positioning.

Manfaat lain adalah mengetahui beberapa macam teknik positioning yang

pernah diterapkan pada teknologi Bluetooth oleh para peneliti sebelumnya,

sehingga bisa diketahui metode seperti apakah yang paling mudah, cepat, dan

akurat yang bisa diterapkan untuk mencapai tujuan yaitu penentuan lokasi atau

posisi suatu objek.

Page 20: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

8

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Positioning

Positioning adalah menentukan posisi suatu objek berdasar pada referensi

tertentu yaitu adanya keterlibatan komponen lain dalam menentukan atau

mengetahui posisi suatu objek. Misalnya jika kita ingin mengetahui posisi

pengguna Wi-Fi dalam satu gedung kampus, maka salah satu komponen yang bisa

dijadikan referensi adalah Access Point (AP). AP yang terpasang di beberapa

lokasi mempunyai alamat dan nama yang berbeda-beda, sehingga dapat

digunakan untuk melokalisasi siapa saja pengguna yang sedang mengakses.

Dalam wilayahnya, positioning dibagi dalam dua bagian yaitu wilayah

outdoor dan indoor. Wilayah outdoor berarti mempunyai cakupan wilayah yang

luas atau global, misalnya posisi yang dinyatakan dalam lintang, bujur, derajad,

jam, menit dan detik atau posisi secara geografis. Positioning dalam wilayah

outdoor akan melibatkan beberapa infrastruktur yang kompleks dan

membutuhkan biaya tinggi, sebagai contoh untuk mengetahui posisi sebuah

pesawat harus membutuhkan peran serta satelit. Untuk wilayah indoor cakupan

wilayah terbatas pada ruang tertutup atau di dalam gedung. Dari segi infrastruktur

yang digunakan tentu saja tidak memakan biaya yang tinggi dan tidak sama

kompleksnya pada positioning wilayah outdoor.

Perbedaan wilayah positioning juga membedakan teknologi dan metode

yang digunakan, walaupun pada akhirnya teknik dan metode dalam penentuan

posisi terdapat beberapa kesamaan. Kesamaan teknik dan metode yang digunakan

tidak lantas memberikan hasil yang sama pula. Menurut survey yang telah

dilakukan dalam [17] terdapat beberapa teknologi dan metode yang digunakan

untuk keperluan positioning, ditunjukkan pada Gambar 2.1. Beberapa teknologi

yang digunakan untuk keperluan positioning adalah GPS, WLAN, Bluetooth,

RFID dan GSM. Dalam positioning beberapa teknologi tersebut bisa digunakan

Page 21: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

9

secara individu atau dengan menggabungan beberapa teknologi, seperti riset yang

telah dilakukan dalam [18] yaitu teknologi WLAN digabungkan dengan teknologi

GPS untuk memperoleh akurasi posisi.

Diantara teknologi wireless indoor yang mempunyai wilayah jangkauan

terluas adalah WLAN atau Wi-Fi. Dijelaskan dalam [19], bahwa Bluetooth

merupakan teknologi paling ideal untuk keperluan deteksi objek dalam gedung.

Walaupun dengan jangkauan terbatas Bluetooth bisa digunakan untuk keperluan

transfer data dan suara dengan konsumsi daya yang rendah [20], yang bisa

menjadi solusi pengganti GPS [14] yang mempunyai kelemahan di area indoor.

Sebagai penguat bahwa Bluetooth merupakan pilihan yang terbaik disebutkan

dalam referensi [19] yaitu perangkat IrDa (infra red) mempunyai keterbatasan

dalam jarak komunikasinya, selain itu dalam komunikasinya IrDa tidak boleh ada

penghalang (line of sight), maka dengan kelemahan ini IrDa tidak cocok untuk

keperluan positioning. Selanjutnya, Wi-Fi mempunyai kelebihan dalam jarak kerja

yang lebih jauh dengan kecepatan tinggi, sehingga cocok sekali digunakan untuk

keperluan positioning, tetapi Wi-Fi memerlukan konsumsi daya yang tinggi dan

tentu saja dengan biaya yang mahal. Sedangkan teknologi RFID memberikan

hasil yang tidak memuaskan dalam positioning.

Gambar 2.1 Klasifikasi Teknologi dan Metode Positioning [17]

Page 22: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

10

Menurut [18], informasi posisi secara geografis yang berbentuk sebuah

alamat, nama, perpotongan, letak koordinat, suatu deskripsi dan jarak

dikategorikan ke dalam tiga lokasi yaitu: lokasi absolut, lokasi relatif dan lokasi

secara simbolik. Lokasi absolut yaitu berupa koordinat yang merupakan titik

tengah bumi yang digunakan sebagai acuan dalam menentukan lokasi di

permukaan. Lokasi relatif yaitu koordinat yang menerangkan lokasi suatu tempat,

gedung atau bangunan yang merupakan wilayah secara lokal yang digunakan

untuk mengetahui lokasi objek dengan area yang terbatas. Lokasi secara simbolik

yaitu lokasi yang dapat dengan mudah dipahami oleh pengguna, seperti nama dan

alamat.

Dalam hal penentuan posisi diperlukan beberapa parameter yang

digunakan sebagai acuan. Pada teknologi wireless terdapat beberapa parameter

yang bisa digunakan dalam penentuan posisi di lingkungan tertutup, yaitu Tx/Rx

power level, RSSI dan distance. Parameter Tx/Rx power level dan RSSI terdapat

pada teknologi Wi-Fi dan Bluetooth, sedangkan parameter distance dimiliki oleh

teknologi Bluetooth dan RFID. Tetapi parameter distance yang terukur pada

Bluetooth atau teknologi yang lain mengacu pada nilai RSSI yang terukur dan

telah mengalami proses konversi perhitungan tertentu. Hal ini menunjukkan

bahwa RSSI adalah parameter yang paling umum digunakan sebagai acuan dalam

hal positioning. Penentuan posisi menggunakan RSSI ditunjukkan dalam

[10][12][15][16] sedangkan penentuan posisi menggunakan Rx power level

ditunjukkan dalam [11][13][14]. Jika parameter yang digunakan adalah distance

yang terukur, maka sensor yang digunakan adalah proximity. Proximity

menunjukkan posisi secara relatif dan tidak menunjukkan informasi posisi secara

pasti [17], yaitu berupa keterangan sangat dekat, dekat atau jauh. Sensor proximity

digunakan pada RFID, infra red radiation (IR), Cell ID dan Cell of Origin (COO).

Diantara beberapa parameter yang dipilih sebagai acuan dalam penentuan

posisi, tidak bisa secara langsung digunakan untuk memberitahukan letak posisi

suatu objek, karena terlebih dahulu harus melalui proses lain seperti perhitungan

dengan teknik-teknik tertentu. Untuk mendapatkan posisi suatu objek maka

Page 23: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

11

beberapa parameter seperti RSSI, Tx/Rx power level terlebih dahulu diubah dalam

bentuk distance. Sedangkan parameter distance yang langsung terukur bisa

digunakan dalam perhitungan positioning. Menurut [11] dan [12], untuk

mengubah besaran RSSI dan Tx level power ke dalam bentuk distance digunakan

model radio propagasi. Sedangkan menurut [21], hubungan antara RSSI dan Rx

level power untuk mencari jarak dilakukan dengan menggunakan persamaan Friis.

Selain model radio propagasi dan Friis, terdapat beberapa cara lain untuk

mengetahui distance antara transmitter dengan receiver yaitu Time of Arrival

(TOA) [17], Time Difference of Arrival (TDOA) [14][17][21], Roundtrip Time of

Flight (RTOF) [17], Receive Signal Phase Method (RSPM) [17] dan Angle of

Arrival (AOA) [17][21].

Berdasarkan pada nilai distance, estimasi posisi suatu objek dapat

dilakukan dengan cara-cara terentu berupa algoritme perhitungan. Teknik

perhitungan yang diterapkan pada positioning lingkungan outdoor bisa digunakan

pada lingkungan indoor. Dalam penelitian oleh [22], metode Triangulasi

digunakan untuk memperoleh estimasi posisi. Menurut survey [17], beberapa

algoritme yang digunakan untuk menghitung estimasi posisi antara lain

Probabilistic Methods, k-Nearest Neighbors (kNN), Neural Networks, Support

Vector Machine (SVM) dan Smallest M-vertex Pollygon (SMP). Dalam [14],

disebutkan dua algoritme penentuan posisi yaitu Kalman Filter (KF) dan

Extended Kalman Filter (EKF). Dalam penelitian [23], menggunakan algoritme

EKF untuk keperluan penentuan posisi.

Beberapa penelitian positioning menggunakan teknologi Bluetooth telah

disebutkan pada bab 1, diantaranya: Bruno dan Delmastro [10] dalam

penelitiannya yang berjudul “Design and analysis of a Bluetooth-based indoor

localization system” dimana teknologi Bluetooth dipilih untuk menggantikan

teknologi-teknologi sebelumnya yaitu infra merah, ultrasonik dan radio sensor

yang dirasa cukup memakan banyak biaya dan membutuhkan infrastruktur yang

kompleks untuk keperluan positioning. Mereka berpendapat bahwa Bluetooth

mempunyai beberapa keunggulan yaitu ketangguhan, kompleksitas yang

Page 24: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

12

sederhana, konsumsi sumberdaya yang rendah dan mempunyai jangkauan yang

pendek (kurang dari 10m) sehingga cocok digunakan di dalam ruang tertutup.

Dalam penelitiannya mereka membuat sistem dengan nama Bluetooth Indoor

Positioning System (BIPS). Terdapat beberapa Bluetooth Access Point (BAP) yang

terpasang dalam satu ruangan tertutup. Masing-masing BAP mempunyai jarak 10

meter, yang saling terhubung menggunakan kabel jaringan (LAN). BAP

dikendalikan oleh satu buah komputer server sekaligus menjadi titik pusat dari

BAP tersebut. Terdapat dua fase dalam BIPS yaitu inquiry dan page. Pada fase

inquiry terjadi pencarian identitas Bluetooth yang masuk pada wilayah BAP,

sedangkan fase page terjadi proses pairing yang akan sekaligus menyamakan

waktu diantara keduanya. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pairing

kemudian digunakan untuk menghitung jarak antara perangkat Bluetooth dengan

BAP menggunakan metode Time Division Duplex (TDD) dan selanjutnya

digunakan untuk mencari estimasi posisi.

Referensi [11], Kotanen dkk dalam penelitiannya “Experiments on local

positioning with Bluetooth” melakukan penelitian positioning menggunakan

teknologi Bluetooth dengan memanfaatkan daya sinyal yang diterima (Rx power

level). Nilai Rx power level diperoleh dari perhitungan konversi nilai RSSI yang

terukur. Sistem yang dibuat dalam penelitian ini adalah Bluetooth Local

Positioning Application (BLPA). Estimasi posisi yang dihasilkan dalam bentuk

3D (tiga dimensi) dengan cara merubah nilai Rx power level dalam bentuk satuan

jarak menggunakan model radio propagasi sederhana. Metode yang digunakan

untuk mencari estimasi posisi adalah Extended Kalman Filter (EKF) dengan

tingkat kesalahan 3,76 meter. Jika keakuratan pengukuran RSSI dapat diperoleh

maka tingkat kesalahan yang dihasilkan dapat diperkecil.

Referensi [12], Zou dan Pollard dalam judulnya “Position measurement

using Bluetooth” mengembangkan sistem penentuan posisi menggunakan

teknologi Bluetooth yang didasarkan pada pengukuran RSSI. Aplikasi yang

dikembangkan dinamakan Radio Frequency Command Line Interface (RFCLI).

Salah satu fungsinya yaitu untuk mempertahankan nilai pengukuran RSSI antara

Page 25: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

13

transmitter dengan receiver selalu berada dalam range GRPR (Golden Receiver

Power Range). Model yang digunakan adalah single cell dengan kondisi Line of

Sight (LOS). Untuk mengkonversi nilai RSSI ke dalam satuan jarak, peneliti

menggunakan model radio propagasi. Akurasi kesalahan dari estimasi posisi

adalah 1,2 meter. Dalam penelitian ini disampaikan beberapa faktor yang

mempengaruhi akurasi penentuan posisi berdasar pengukuran RSSI, diantaranya:

akurasi indikator daya yang diterima (RSS), ketepatan dalam memilih faktor

attenuation (n) dan gain antena (G) yang digunakan dalam model propagasi,

terakhir adalah mitigasi dari efek interferensi multipath.

Referensi [14], Subhan dkk dalam penelitiannya yang berjudul “Indoor

positioning in Bluetooth networks using fingerprinting and lateration approach”

yang menggunakan parameter Rx power level untuk keperluan penentuan posisi.

Peneliti menggunakan model radio propagasi untuk memperoleh konversi dalam

jarak. Dalam penentuan posisi peneliti mengemukakan dua macam metode,

pertama dengan metode Trilaterasi. Hasil yang diperoleh adalah akurasi sebesar

5,87 meter. Dikatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi hasil estimasi

adalah temperatur, pantulan, adanya hambatan, tubuh manusia dan pengaruh

sinyal lain, maka diperlukan cara untuk mengurangi atau menyaring adanya

gangguan-gangguan (noise) tersebut. Sehingga peneliti menampilkan cara yang

kedua yaitu dengan metode Gradien Filter. Akurasi dengan metode Trilaterasi

dapat diperbaiki menggunakan metode Gradien Filter, yaitu menjadi 2,67 meter

atau dapat diperkecil hingga 45%.

Referensi [15], Bekkelien dalam tesisnya yang berjudul “Bluetooth Indoor

Positioning” mengembangkan penelitian penentuan posisi dalam ruang tertutup

menggunakan parameter RSSI dan metode fingerprint menggunakan aplikasi

GPM (Global Positioning Module). Bentuk informasi posisi yang ditampilkan

adalah dalam bentuk lintang dan bujur. Menurut Bekkelien terdapat dua metode

penentuan posisi dalam gedung menggunakan Bluetooth, yaitu triangulasi dan

fingerprinting. Metode fingerprint dipilih karena memberikan hasil yang lebih

akurat dibandingkan dengan triangulasi. Fingerprint juga menunjukkan korelasi

Page 26: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

14

langsung antara RSSI dengan jarak (distance). Dalam penelitiannya digunakan

beberapa metode untuk mencari estimasi posisi, yaitu k-NN, k-NN Regression dan

Naive Bayes. Diantara ketiga metode tersebut k-NN menunjukkan hasil yang

terbaik yaitu akurasi hingga 1,5 meter.

Referensi [16], Chen dkk dalam judul “Bayesian fusion for indoor

positioning using bluetooth fingerprints” menyajikan penelitian penentuan posisi

dengan Bluetooth yang memanfaatkan pengukuran RSSI. Seperti halnya pada

referensi [15] pemetaan ruangan dilakukan dengan metode fingerprint, sedangkan

cara perhitungan estimasi posisi menggunakan algoritma Bayes Fusion (BF).

Dalam penelitiannya terdapat 13 bluetooth access point yang terpasang untuk dua

lantai. Terdapat dua data uji yang didapatkan yaitu estimasi berdasarkan

pengukuran RSSI dan estimasi yang diperoleh dari model motion. BF digunakan

untuk mengkombinasikan kedua data uji tersebut untuk mencari metode yang

paling efektif. Data uji tersebut masih dibandingkan dengan metode lain yaitu,

Bayes Static Estimation (BSE) dan Point Kalman Filter (PKF). Hasil terbaik

ditunjukkan pada algoritme BF dengan akurasi rata-rata 4,7 meter pada posisi

horisontal. Hasil ini merupakan perbaikan dari algoritme BSE dan PKF antara 6

sampai 7%.

Beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas menggunakan teknologi

bluetooth sebelum generasi 4 dalam menentukan posisi objek, sedangkan

parameter yang digunakan adalah RSSI dan Rx/Tx power level. Metode dan

algoritma yang digunakan untuk mencari estimasi posisi yaitu fingerprint, radio

propagasi, trilaterasi, single cell, gradien filter, k-NN, Naive Bayes, BF, KF, EKF,

BSE dan PKF. Yang membedakan antara penelitan sebelumnya dengan penelitian

yang dikerjakan ini terletak pada teknologi yang digunakan yaitu Bluetooth Low

Energy (BLE). BLE merupakan bluetooth generasi 4, generasi setelah bluetooth

klasik. Bentuk teknologi BLE yang digunakan berupa sebuah peripheral dengan

nama iBeacon. Teknik yang digunakan untuk mencari estimasi posisi adalah

trilaterasi. Walaupun telah ada peneliti yang menggunakan teknik ini, yang

membedakan adalah cara memperoleh variabel yang digunakan dalam metode

Page 27: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

15

trilaterasi ini. Jika pada penelitian sebelumnya memerlukan konversi parameter

tertentu ke dalam satuan jarak, misalnya dari RSSI menjadi distance

menggunakan model radio propagasi, maka pada iBeacon tidak memerlukan

konversi karena variabel distance bisa diketahui secara langsung dari pegukuran

menggunakan aplikasi.

2.2 Landasan Teori

Di bawah ini diuraikan teori-teori dasar kaitannya dengan penelitian

mengenai penentuan lokasi menggunakan Bluetooth Low Energy (BLE) iBeacon

yang secara umum telah diuraikan pada kajian pustaka, baik itu teori secara umum

sebagai referensi atau teori teknis yang digunakan dalam penelitian.

2.2.1 Teknologi dalam Positioning

2.2.1.1 GPS

Global Positioning System (GPS) adalah teknik yang cukup populer untuk

menentukan atau mengetahui posisi objek/lokasi pada wilayah outdoor. Informasi

yang bisa diperoleh dari GPS berupa posisi, kecepatan, percepatan dan waktu.

GPS memanfaatkan satelit dalam keperluan positioning, sehingga receiver dapat

mengetahui posisi dimana berada dengan memanfaatkan waktu tempuh sinyal dari

transmitter menuju receiver. Metode pendekatan untuk mencari distance ini

kemudian dikenal dengan Time of Arrivel (TOA) dan Time Difference of Arrival

(TDOA). Positioning menggunakan GPS minimal membutuhkan 3 satelit sebagai

titik referensi, kemudian koordinat receiver dapat dihitung dengan teknik

triangulasi [2].

Positioning berbasis teknologi GPS mempunyai kelemahan ketika

digunakan dalam wilayah yang tertutup (indoor). GPS yang melibatkan satelit

dalam kinerjanya membutuhkan hantaran yang bebas hambatan atau line of sight

[3] antara transmitter dengan receiver. Dalam [2] disebutkan, akurasi posisi yang

diperoleh adalah 5m-40m untuk kondisi yang bebas hambatan. Kelemahan GPS

pada lingkungan indoor tersebut telah digantikan dengan beberapa teknologi

wireless lain seperti Bluetooth, WLAN, RFID, ZigBee [4], Wi-Fi, UWB [5] dan

IrDa [19].

Page 28: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

16

Pemanfaatan teknologi GPS dapat ditemui pada layanan navigasi

lalulintas. Dengan mudah pengguna jalan raya dapat memilih jalur lalulintas yang

tidak padat lalulintasnya sehingga memudahkan pengguna jalan raya untuk tiba

sampai tujuan tanpa kendala kemacetan lalulintas. Contoh lain adalah wisatawan

yang ingin mencari lokasi wisata, dengan teknologi GPS maka wisatawan dengan

mudah dapat menemukan jalur menuju lokasi tujuannya.

2.2.1.2 WLAN

Wireless Local Area Network (WLAN) atau sering disebut dalam standar

IEEE yaitu 802.11 adalah teknologi nirkabel yang memungkinkan beberapa

perangkat komputer dan mobile device bisa saling berkomunikasi satu dengan

yang lain dan saling menggunakan sumberdaya yang dimilikinya. WLAN

mempunyai beberapa varian diantaranya seri 802.11b yang mempunyai

kemampuan transfer data hingga 11Mbps. Kemudian dalam perkembangannya

muncul seri 802.11g dengan kemampuan transfer data hingga 54Mbps.

Teknologi WLAN bisa digunakan untuk keperluan positioning. Jangkauan

area yang terbatas pada lingkungan tertutup membuat WLAN tidak cocok

digunakan dalam area yang terbuka seperti GPS sehingga sulit untuk

mendapatkan akurasi posisi [2]. Positioning menggunakan WLAN membutuhkan

referensi berupa access point yang terpasang pada beberapa titik. Titik yang

dimaksud adalah lokasi-lokasi yang membutuhkan adanya koneksi internet.

Referensi yang merupakan transmitter akan memancarkan sinyal kepada receiver

dalam bentuk kuat sinyal yang disebut dengan Received Signal Strenght Indicator

(RSSI). Dalam [18] disebutkan bahwa beberapa riset mengenai positioning

berbasis WLAN menggunakan teknik dan metode yang sama yaitu trilaterasi dan

fingerprint berdasarkan pada RSSI yang diterima.

2.2.1.3 Bluetooth

Dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa Bluetooth mempunyai 3 kelas

menurut wilayah jangkauannya (range), yaitu kelas 1 dengan range 100m, kelas 2

Page 29: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

17

dengan range 10m dan kelas 3 dengan range 5m [7] yang menggunakan spektrum

berlisensi 2,4GHz [6][24]. Bluetooth berupa chip kecil yang di dalamnya bisa

terdiri dari bermacam-macam sumber daya seperti processor. Dalam

hubungannya dengan perangkat Bluetooth yang lain, bentuk komunikasi yang

terjadi pada perangkat Bluetooth dinamakan dengan jaringan ad-hoc [24], yaitu

jaringan yang terbentuk ketika dibutuhkan dan tidak membutuhkan infrastruktur

yang kompleks. Beberapa penelitian yang menggunakan teknologi Bluetooth

ditunjukkan dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Positioning menggunakan Bluetooth

Peneliti Parameter Teknik/Algoritma Akurasi Keterangan

R. Bruno dan F.

Delmastro

RSSI TDD (Time Division

Duplex) - BIPS

A. Kotanen, dkk Rx power

level Radio Propagasi, EKF 3,76 m BLPA

K. Thapa dan S.

Case

RSSI Radio Propagasi -

Sheng Zhou dan J.

K. Pollard

RSSI Single Cell, Radio

Propagasi 1,2 m Line of Sight

A. K. M. M.

Hossain dan Wee

Seng Soh

Rx power

level - -

F. Subhan, dkk Rx power

level

Trilaterasi, Gradien

Filter 2,76 m

A. Bekkelien RSSI Fingerprint, k-NN 1,5 m GPM

Liang Chen, dkk RSSI Fingerprint, Bayes

Fusion 4,7 m

Hingga saat ini perkembangan Bluetooth telah mencapai generasi 4 [8],

yang dikenal dengan Bluetooth Low Energy (BLE). Nama lain dari BLE adalah

Bluetooth Smart, yaitu Bluetooth yang dalam kinerjanya tidak membutuhkan daya

yang tinggi [9] seperti teknologi Wi-Fi. Menurut [25] BLE merupakan teknologi

wireless Personal Area Network (PAN) yang memancarkan data dengan

jangkauan yang pendek. Sumberdaya yang dibutuhkan dalam kinerjanya bisa

dipenuhi oleh sebuah baterai berbentuk koin (seperti baterai BIOS) yang bisa

bertahan hingga 3 tahun [25]. Perangkat mobile yang telah memenuhi syarat

Bluetooth generasi 4 merupakan perangkat telah memiliki teknologi BLE. Jika

BLE lebih mengacu pada segi teknologi, maka terdapat sebuah modul yang

Page 30: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

18

merupakan implementasi dari BLE yang dikembangkan oleh Apple dengan nama

iBeacon. iBeacon diperuntukkan pada keperluan layanan berbasis lokasi, karena

data yang dikirimkan oleh iBeacon bisa berupa informasi tertentu. Misalnya jika

iBeacon digunakan pada sebuah department store maka informasi barang-barang

yang diperjualkan dapat dimasukkan sebagai data iBeacon yang bisa diakses oleh

pembeli.

2.2.1.4 RFID

RFID atau Radio Frequency Identification merupakan teknologi

komunikasi wireless yang memungkinkan identifikasi objek berdasar lokasi atau

posisi. Dalam komunikasinya untuk melakukan transfer data, RFID tidak

membutuhkan adanya interferensi secara manual atau sistem komunikasi yang

terjadi adalah secara contactless. Terdapat dua bagian penting dalam RFID yaitu

tag dan reader (atau interrogator) [26]. Sebuah tag mempunyai kode unik yang

bisa dibaca oleh reader. Untuk bisa mengolah data dari tag maka reader akan

dipasang dalam sebuah sistem komputer. Ketika terdapat satu atau lebih tag yang

terbaca oleh reader maka kode unik yang dimiliki oleh tag akan diterima oleh

reader. RFID bekerja pada empat frekuensi yaitu: Low Frequency (LF) 125 KHz,

High Frequency (HF) 13,56 MHz, Ultra High Frequency (UHF) 433 MHz, 868-

915 MHz dan Microwave 2,45 GHz dan 5,8 GHz [17].

Terdapat dua jenis RFID dalam sistem kerjanya yaitu aktif dan pasif. RFID

aktif berarti transponder dalam kinerjanya membutuhkan suplai tegangan dari

baterai, sedangkan tipe pasif adalah transponder yang kinerjanya tidak tergantung

dari suplai tegangan baterai melainkan dari sinyal (pulsa) yang diperoleh dari

reader [26]. Perbedaan kedua tipe RFID tersebut adalah dalam hal jangkauan

sinyal. RFID aktif lebih memiliki jangkauan yang jauh dibanding RFID pasif.

Pada RFID pasif jangkauan sinyal berkisar antara 1-2 meter sedangkan pada

RFID aktif jangkauan bisa mencapai 10 meter [17]. Selain kedua tipe tersebut

masih terdapat tipe RFID yang merupakan gabungan dari kedua tipe, yaitu tipe

RFID semi-pasif. Pada tipe ini, tag RFID mempunyai baterai internal sebagai

Page 31: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

19

sumberdaya untuk chip yang ada di dalamnya. Akan tetapi tag tidak akan

memberikan informasi kode unik kepada reader sebelum reader memberikan

respon kepada tag.

Positioning menggunakan RFID memanfaatkan kekuatan sinyal yang

dipancarkan atau RSSI. Tag merupakan titik-titik referensi, sedangkan reader

bertindak sebagai objek yang dicari posisinya. Positioning menggunakan RFID

ditunjukkan pada [27] yang digabungkan dengan teknik visual berupa gambar dan

video.

2.2.2 BLE iBeacon

BLE iBeacon bisa dimasukkan ke dalam kategori teknologi untuk

keperluan positioning walaupun termasuk bagian dari teknologi Bluetooth.

iBeacon adalah sebuah modul perangkat keras yang tersusun dari beberapa

komponen seperti chip processor yang berukuran kecil dengan baterai sebagai

sumberdayanya. Teknologi yang mendasari modul iBeacon ini adalah BLE yang

dikembangkan pada Juni 2010 [9]. Sebuah iBeacon bisa dibaca oleh perangkat

mobile yang mempunyai Bluetooth generasi 4. Perangkat mobile yang bisa

mendeteksi iBeacon ini sekaligus dapat mengetahui nilai proximity [28]. Tetapi

syarat itu saja tidak cukup untuk bisa mendeteksi iBeacon, karena perangkat

mobile juga harus mempunyai syarat sistem operasi tertentu. Dalam [9]

disebutkan, jika perangkat yang digunakan sebagai receiver merupakan produk

dari Apple maka iBeacon hanya bisa dibaca oleh device dengan iOS versi 7 atau

versi di atasnya. Beberapa contoh produk Apple yang bisa digunakan untuk

mendeteksi iBeacon adalah iPhone 4S atau di atasnya, iPod Touch (generasi ke-5),

iPad generasi ke-3 atau di atasnya dan iPad mini [29]. Perangkat berbasis Android

dengan Bluetooth generasi ke-4 yang didukung oleh OS versi 4.3 (Jelly Bean)

atau di atasnya juga bisa digunakan untuk mendeteksi modul iBeacon.

Menurut [30] dalam video presentasinya disebutkan bahwa terdapat 3

wilayah jangkauan sebuah iBeacon, diantaranya: immediate (sangat dekat) yaitu

antara iBeacon dengan receiver mempunyai jarak beberapa centimeter, near

(dekat) mempunyai jarak akurasi antara 1-3 meter, far (jauh) yaitu iBeacon bisa

Page 32: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

20

terdeteksi oleh receiver tetapi akurasi lemah dan unknown (tidak diketahui) yaitu

jarak atau sinyal iBeacon tidak bisa terbaca oleh receiver. Nilai proximity yang

terbaca oleh receiver tersebut berdasar pada nilai RSSI (Received Signal

Parameter Indicator) yang terukur. Gambar 2.2 di bawah ini adalah bentuk dari

modul iBeacon Kontakt. Dalam satu kit iBeacon terdapat satu buah board sirkuit

dan baterai sebagai sumberdaya yang kemudian dimasukkan dalam casing, ada

pula iBeacon yang tidak dibungkus dengan casing. Sedangkan baterai yang

digunakan pada iBeacon Kontakt adalah CR2477T dengan tegangan 3 volt.

Gambar 2.2 Kit iBeacon Kontakt

Sebuah modul iBeacon dapat diaktifkan dengan sebuah baterai berbentuk

koin atau juga bisa diberi sumberdaya tegangan dari luar untuk memperoleh umur

pemakaian yang lebih lama. Pada penelitian ini modul yang digunakan adalah

produk dari Kontakt dengan nama Kontakt iBeacon seperti yang terlihat pada

Gambar 2.2. Selain beberapa parameter yang dimiliki oleh sebuah iBeacon, juga

mempunyai beberapa informasi yang bisa diketahui melalui receiver, seperti

terlihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Informasi dalam iBeacon [29]

Nama Ukuran Keterangan

UUID 16 bytes Universally Unique Identifier, identitas yang

menunjukkan hardware beacon

Major 2 bytes Menunjukkan spesifikasi dari iBeacon

Minor 2 bytes Keterangan dari spesifikasi iBeacon atau keterangan

dari Major

Page 33: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

21

UUID yang dimiliki oleh beberapa iBeacon dengan brand yang sama akan

memberikan nilai yang sama pula. Yang membedakan adalah keterangan yang

berada dalam iBeacon tersebut sesuai dengan pengelolaan nilai dari Major dan

Minor. Gambar 2.3 menunjukkan gambaran hubungan antara UUID, Major dan

Minor.

Gambar 2.3 Hubungan antara UUID Major dan Minor

Analogi hubungan antara UUID, major dan minor dapat digambarkan

sebagai berikut: suatu perguruan tinggi misalnya UGM adalah alamat UUID,

beberapa fakultas yang ada di dalamnya adalah nilai major dan fakultas

mempunyai beberapa program studi adalah nilai minor. Sesuai dengan fungsi

iBeacon yaitu untuk keperluan location based service, informasi tersebut dapat

digunakan untuk membuat beberapa kombinasi isi layanan yang akan diberikan

dalam sebuah iBeacon. Jadi ketika terdapat lebih dari satu iBeacon dengan jenis

yang sama, maka iBeacon tersebut akan mempunyai UUID yang sama, sedangkan

yang membedakan adalah nilai dari major dan minor.

2.2.3 Mengukur Distance dalam iBeacon

iBeacon yang berbasis Bluetooth mempunyai beberapa parameter yang

bisa diukur melalui receiver, diantaranya RSSI, Tx Power dan distance. Untuk

mencari estimasi jarak antara iBeacon dengan receiver bisa menggunakan

parameter RSSI atau Tx Power, sedangkan untuk parameter distance yang bisa

langsung terbaca oleh receiver tidak lagi memerlukan perhitungan konversi.

UUID

iBeacon Brand A

Major 2

iBeacon Brand A

Minor 2-2

iBeacon Brand A

Major n

iBeacon Brand A Major 1

iBeacon Brand A

Minor 2-2

iBeacon Brand A

Minor 2-n

iBeacon Brand A

Page 34: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

22

Berikut ini adalah beberapa cara untuk mencari estimasi jarak antara iBeacon

dengan receiver seperti yang telah diterapkan pada beberapa teknologi

sebelumnya:

2.2.3.1 Received Signal Strenght Indicator (RSSI)

RSSI merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mencari jarak

atau distance (d) antara transmitter (Tx) dengan receiver (Rx). RSSI tidak hanya

ditemukan pada Bluetooth saja, teknologi WLAN atau Wi-Fi juga mempunyai

nilai RSSI saat digunakan untuk keperluan positioning. Nilai RSSI yang diterima

oleh antena penerima menunjukkan kuat daya sinyal (Rx power) yang dinyatakan

dalam dB (desibel). Untuk bisa membaca nilai RSSI dibutuhkan aplikasi yang

diinstal pada receiver, aplikasi bisa dibuat sendiri menggunakan sistem operasi

pada PC (Windows, MacOS, Unix) atau smartphone (android, iOS) atau cukup

dengan mengunduh aplikasi gratis yang disediakan oleh internet.

Dalam [11] dijelaskan, terdapat dua nilai RSSI yang bisa diterima oleh

receiver yaitu RSSI dengan nilai positif dan negatif. Saat nilai RSSI bernilai

positif maka nilai yang terukur berada di atas GRPR (Golden Receiver Power

Range) dan sebaliknya jika di bawah GRPR maka RSSI akan bernilai negatif.

Hubungan antara RSSI dan GRPR diperlihatkan dalam Gambar 2.4 [11]. Jika

batas atas dari RSSI (upper threshold) dan batas bawah (lower threshold)

diketahui, maka RSSI bisa dikonversi dalam bentuk daya sinyal yang diterima (Rx

power level) menggunakan model radio propagasi [11]. Pengukuran RSSI sangat

dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti benda-benda di sekitar transmitter dan

receiver yang bisa menjadi penghalang atau faktor lain yaitu pengaruh

(interferensi) sinyal lain yang berada di sekitar tempat pengukuran. Namun

demikian beberapa penelitian dalam [10][12][15][16] menunjukkan bahwa RSSI

merupakan salah satu parameter yang banyak dipilih oleh para peneliti sebagai

variabel dalam positioning. Dijelaskan dalam [31] bahwa secara teoretis hubungan

antara RSSI dengan jarak dapat diperhitungkan secara matematis dan mempunyai

hubungan yang liniear. Akan tetapi beberapa faktor seperti multipath akan

Page 35: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

23

membuat perolehan hasil perhitungan yang presisi tidak mungkin didapatkan.

Gambar 2.4 Hubungan antara RSSI dengan GRPR

2.2.3.2 Radio Propagasi

Model radio propagasi merupakan cara untuk mendapatkan distance (d)

dari pengukuran RSSI dan Tx power level. Menurut [21] berdasar pada [11] dan

[12] bahwa estimasi dapat dihitung dengan menggunakan persaaan Friis, seperti

tertulis pada Persamaan (2-1) berikut ini:

𝑃𝑅𝑥 = 𝑃𝑇𝑥 . 𝐺𝑇 . 𝐺𝑅 . 𝑑2

4𝜋𝑑 2 (2-1)

Dengan fungsi logaritmik pada kedua sisi pada Persamaan (2-1) maka jarak atau

distance (d) dapat dicari dengan Persamaan (2-2).

𝑑 = 10 𝑃𝑇𝑋 −𝑅𝑥 𝑖 +𝐺−20𝐿𝑜𝑔

𝑐4𝜋𝑓

10𝑛

(2-2)

Dimana:

PRx = daya yang diterima oleh receiver dalam dB

PTx = daya yang dipancarkan oleh transmitter dalam dB

GT = penguatan antena transmitter dalam dBi

GR = penguatan antena receiver dalam dBi

d = jarak atau distance dalam meter (m)

c = kecepatan cahaya 3x108 m/s

f = frekuensi 2,44 GHz

n = faktor rintangan (n = 1,5 untuk free space)

Page 36: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

24

2.2.3.3 Time of Arrival (TOA)

TOA (Time of Arrival) atau TOF (Time of Flight) adalah cara untuk

mengetahui jarak antara pemancar/transmitter (Rx) dan penerima/ receiver (Tx)

berdasarkan lamanya waktu yang ditempuh oleh sinyal radio dari transmitter

kepada receiver. Selain digunakan pada pengukuran sinyal wireless, teknik ini

dapat diterapkan pada pengukuran sinyal lain seperti Direct Squence Spread

Spectrum (DSSS) dan Ultra Wide Band (UWB) [17]. Dalam [17] juga disebutkan

bahwa pengukuran menggunakan teknik TOA sedikitnya harus ada 3 titik

referensi yang berfungsi sebagai transmitter, seperti yang ditunjukkan dalam

Gambar 2.5. Titik A, B dan C adalah Acces Point sebagai transmitter, titik P

adalah receiver yang mejadi target penentuan posisi, dan R adalah jarak antara

transmitter dengan receiver.

Kelemahan yang terdapat pada teknik pengukuran TOA adalah pertama,

harus ada sinkronisasi waktu antara transmitter dengan receiver secara presisi

[17], sinkronisasi waktu yang tidak sama akan menimbulkan kesalahan

perhitungan jarak [32]. Kedua, harus ada penandaan atau label waktu (time stamp)

pada transmitter kapan sinyal tersebut dikirimkan kepada receiver [17], kemudian

akan dikurangkan dengan waktu kapan tiba pada receiver. Jika dua hal ini

terpenuhi maka lama waktu sinyal yang datang dari transmitter menuju receiver

dapat diketahui. Beberapa algoritme yang bisa digunakan untuk mencari estimasi

posisi berpedoman pada TOA adalah least-square, closest neighbor (CN) dan

residual weighting (RWGH) [17].

Gambar 2.5 Pengukuran dengan TOA

Page 37: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

25

2.2.3.4 Time Difference of Arrival (TDOA)

TDOA merupakan teknik menentukan jarak antara pemancar dan penerima

dengan membandingkan perbedaan waktu sinyal yang diterima dari beberapa

transmitter oleh receiver. Dalam TDOA tidak memerlukan sinkronisasi antar

receiver, yang perlu adanya sinkronisasi waktu adalah di bagian transmitter [33].

Untuk memperoleh estimasi posisi yang akurat dibutuhkan sinkronisasi waktu

antar transmitter secara presisi. Jarak dapat dicari dengan mengalikan kecepatan

dengan waktu [14]. Skenario pengukuran dengan TDOA juga bisa menggunakan

model TOA pada Gambar 2.5 dimana titik A, B dan C harus sudah terjadi

sinkronisasi waktu satu dengan yang lain. Algoritme yang bisa digunakan untuk

mencari estimasi distance pada TDOA adalah Triangulasi atau Trilaterasi [14].

2.2.3.5 Angle of Arrival (AOA)

AOA juga disebut dengan Directional of Arrival (DOA) adalah cara untuk

menentukan posisi dengan mencari titik persimpangan antara dua atau lebih sinyal

yang dipancarkan dari transmitter yang membentuk sudut tertentu, seperti

diperlihatkan pada Gambar 2.6. Sudut diketahui berdasar pada garis yang ditarik

antara transmitter dengan receiver [17][33]. Dalam [17] disebutkan beberapa

keuntungan dan kerugian dari AOA, keuntungannya adalah AOA dapat digunakan

untuk menentukan posisi dalam dua dimensi (2D) dan tiga dimensi (3D),

keuntungan yang lain adalah tidak memerlukan sinkronisasi waktu. Sedangkan

kerugiannya adalah memerlukan hardware yang kompleks dan pergerakan dari

receiver mempunyai pengaruh yang besar terhadap akurasi.

Gambar 2.6 Penentuan Posisi dengan AOA [17]

Page 38: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

26

2.2.4 Aplikasi iLoggy (Beacon Logger)

Terdapat beberapa aplikasi yang bisa digunakan untuk membaca nilai

distance. Nilai distance yang ditunjukkan melalui aplikasi ini didasarkan pada

pembacaan RSSI yaitu dengan mengikuti salah satu cara konversi RSSI ke dalam

satuan jarak. Sebuah iBeacon dapat dideteksi baik smartphone berbasis Android

atau iOS. Pada penelitian ini media yang digunakan adalah smartphone berbasis

iOS yaitu iPhone 5. Beberapa aplikasi untuk keperluan pembacaan distance bisa

diunduh secara gratis atau berbayar melalui App Store atau iTunes Store. Aplikasi

yang digunakan pada penelitian ini adalah Beacon Logger (iLoggy) seperti yang

ditunjukkan pada Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Tampilan Menu Utama iLoggy Beacon Logger

Fungsi dari aplikasi Beacon Logger adalah untuk mendeteksi iBeacon

yang masuk dalam wilayahnya dan menampilkan parameter RSSI dan distance.

Hasil pengukuran dapat direkam untuk beberapa waktu tergantung kebutuhan dan

disimpan dalam format txt atau notepad. Data hasil record tersebut kemudian bisa

diambil melalui PC atau laptop, dengan bantuan software iTunes yang telah

terinstal di dalamnya.

Untuk mengetahui apakah iBeacon yang akan diukur terdapat dalam daftar

aplikasi tersebut, maka daftar iBeacon bisa dilihat pada menu Popular UUID’s

pada Gambar 2.7. Jika iBeacon yang digunakan tidak ada di dalam daftar maka

perlu menambahkan secara manual pada kolom di bawah menu Popular UUID’s.

Page 39: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

27

Alamat UUID sebuah iBeacon bisa diperoleh dengan menanyakan kepada

pembuatnya atau dengan aplikasi pembaca iBeacon yang lain seperti iBeacon

Scanner, iBeacon Scan, Locate Beacon, Dartle.io dan lain-lain yang bisa diperoleh

melalui App Store atau Play Store. iBeacon yang pernah diukur dengan aplikasi

iLoggy Beacon Logger ini akan ditampilkan dalam menu Recent Items.

Menu Go digunakan untuk memulai memindai iBeacon yang sedang aktif

memancarkan sinyalnya. Data yang bisa di-record dengan aplikasi ini adalah time

stamp, proximity (kategori 1, 2, 3 yaitu immediate, near dan far), RSSI dan

distance. Dalam me-record data-data iBeacon, aplikasi ini tidak bisa sekaligus

me-record data lebih dari satu iBeacon yang terdeteksi, melainkan harus

dilakukan satu persatu. Gambar 2.8 dan Gambar 2.9 menunjukkan beberapa

tampilan aplikasi Beacon Logger.

(a) (b)

Gambar 2.8 (a) iBeacon Terpindai (b) Salah satu iBeacon siap record

(a) (b)

Gambar 2.9 (a) Menu menampilkan data record (b) Proses record

Page 40: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

28

Beberapa aplikasi pembaca iBeacon tidak selalu menampilkan seluruh

parameter yang terdapat di dalamnya, seperti aplikasi iLoggy Beacon Logger

tidak menampilkan parameter Tx power. Dengan menggunakan aplikasi iLoggy

Beacon Logger karakteristik dari iBeacon bisa diketahui yaitu mengenai

jangkauan sinyal yang dipancarkan terhadap jarak.

2.2.5 Teknik Positioning

Setelah nilai distance diketahui maka dibutuhkan algoritme untuk mencari

estimasi posisi smartphone terhadap iBeacon. Menurut [22] algoritme untuk

menentukan posisi dengan teknologi wireless dibagi menjadi 3 yaitu: Cell ID

tracking, triangulation dan signal strenght probability. Dalam penelitian ini

algoritma yang digunakan adalah Trilaterasi.

2.2.5.1 Triangulasi dan Trilaterasi

Metode triangulasi dan trilaterasi mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama

mendasarkan pada titik referensi untuk menentukan posisi objek. Triangulasi

merupakan metode untuk menentukan posisi objek yang didasarkan pada distance

antara transmitter dengan receiver [22] menggunakan pendekatan geometri atau

pengukuran sudut. Sedangkan trilaterasi menggunakan pendekatan secara

trigonometri yang medasarkan pada pengukuran RSSI [14]. Dalam metode

trilaterasi titik referensi atau transmitter sudah ditentukan sebelumnya dalam

koordinat x dan y dengan jumlah minimal 3 titik referensi, sedangkan pada

triangulasi bisa hanya menggunakan 2 titik referensi. Estimasi posisi dengan

trilaterasi seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5, iBeacon B1, B2, dan B3 sebagai

transmitter akan mengirimkan sinyal kepada receiver M, titik perpotongan ketiga

transmitter menunjukkan posisi receiver.

Page 41: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

29

Gambar 2.10 Estimasi Posisi 2-D dengan Trilaterasi

Hasil pengukuran radius atau distance oleh receiver menggunakan sebuah

aplikasi tertentu, kemudian digunakan untuk menghitung estimasi menggunakan

algoritma trilaterasi, seperti simulasi pada Gambar 2.10. Jika koordinat 3

transmitter adalah B1(x1,y1), B2(x2,y2) dan B3(x3,y3), koordinat receiver adalah

M(x,y) dengan distance d1, d2 dan d3 maka dengan Persamaan (2-3) [22] dapat

dicari letak koordinat receiver berada.

Hubungan antara distance dam koordinat:

𝑑12 = 𝑥 − 𝑥1 2 + 𝑦 − 𝑦1

2

𝑑22 = 𝑥 − 𝑥2 2 + 𝑦 − 𝑦2 2

𝑑32 = 𝑥 − 𝑥3 2 + 𝑦 − 𝑦3 2

(2-3)

Dimana:

xi yi = koordinat titik transmitter

xy = koordinat titik receiver

di = jarak transmitter dengan receiver

Persamaan (2-3) dapat dijabarkan menjadi:

𝑑12 = 𝑥2 − 2𝑥𝑥1 + 𝑥1

2 + 𝑦2 − 2𝑦𝑦1 + 𝑦12 (2-4)

𝑑22 = 𝑥2 − 2𝑥𝑥2 + 𝑥2

2 + 𝑦2 − 2𝑦𝑦2 + 𝑦22 (2-5)

𝑑32 = 𝑥2 − 2𝑥𝑥3 + 𝑥3

2 + 𝑦2 − 2𝑦𝑦3 + 𝑦32 (2-6)

Page 42: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

30

Kemudian untuk mencari koordinat x dan y Persamaan (2-4), (2-5) dan (2-6)

saling disubstitusikan, yaitu Persamaan (2-4) dengan (2-5) dan Persamaan (2-4)

dengan (2-6), sehingga menghasilkan persamaan baru yaitu:

2 𝑥2 − 𝑥1 𝑥 + 2 𝑦2 − 𝑦1 𝑦

= 𝑑12 − 𝑑2

2 − 𝑥12 − 𝑥2

2 − 𝑦12 − 𝑦2

2 (2-7)

2 𝑥3 − 𝑥1 𝑥 + 2 𝑦3 − 𝑦1 𝑦

= 𝑑12 − 𝑑3

2 − 𝑥12 − 𝑥3

2 − 𝑦12 − 𝑦3

2 (2-8)

Dengan menggunakan perhitungan cramer, dapat dicari koordinat titik Mx adalah:

𝑀𝑥 ′ =

𝑑1

2 − 𝑑22 − 𝑥1

2 − 𝑥22 − 𝑦1

2 − 𝑦22 2 𝑦2 − 𝑦1

𝑑12 − 𝑑3

2 − 𝑥12 − 𝑥3

2 − 𝑦12 − 𝑦3

2 2 𝑦3 − 𝑦1

2 𝑥2 − 𝑥1 2 𝑦2 − 𝑦1

2 𝑥3 − 𝑥1 2 𝑦3 − 𝑦1

(2-9)

Dan koordinat titik My adalah:

𝑀𝑦 ′ =

2 𝑥2 − 𝑥1 𝑑1

2 − 𝑑22 − 𝑥1

2 − 𝑥22 − 𝑦1

2 − 𝑦22

2 𝑥3 − 𝑥1 𝑑12 − 𝑑3

2 − 𝑥12 − 𝑥3

2 − 𝑦12 − 𝑦3

2

2 𝑥2 − 𝑥1 2 𝑦2 − 𝑦1

2 𝑥3 − 𝑥1 2 𝑦3 − 𝑦1

(2-10)

2.2.5.2 Fingerprint

Fingerprint merupakan metode yang digunakan untuk memetakan lokasi

berdasar sinyal RSSI yang ditangkap oleh receiver [17]. Menurut [14], fingerprint

merupakan metode yang akurat dan sangat cocok untuk pelacakan objek pada

lingkungan tertutup (indoor). Dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa pengukuran

RSSI sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu halangan yang

berada di lokasi pengukuran. Perubahan kondisi ruang misalnya pengurangan atau

penambahan infrastruktur atau perubahan tata letak benda dalam lokasi

pengukuran akan mempengaruhi hasil pengukuran RSSI. Jika terjadi perubahan

Page 43: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

31

ini maka harus dilakukan pengukuran ulang terhadap RSSI. Hal tersebut menjadi

salah satu kelemahan dalam pengukuran RSSI.

Dalam [14] disebutkan, terdapat dua tahap dalam pengkuruan RSSI yaitu

fase off-line dan on-line. Fase off-line adalah cara memetakan ruangan ruangan

dilakukan dengan mengumpulkan informasi RSSI yang ada di setiap titik ruangan

tersebut. Titik ruangan tersebut dibagi dalam wilayah-wilayah kecil atau grid.

Nilai pengukuran RSSI pada setiap grid akan mempunyai besar yang berbeda-

beda karena dalam pengukuran tersebut tidak hanya terdapat satu titik referensi

atau access point saja. Gambar 2.11 menunjukkan contoh pengukuran RSSI untuk

memetakan satu ruangan sesuai dengan grid-nya. Setiap grid mempunyai nilai

RSSI lebih dari satu pengukuran sesuai dengan jumlah access point yang

terpasang. Hasil pengukuran tersebut kemudian dijadikan data utama sebagai

referensi untuk menjadi pembanding pada fase on-line.

Gambar 2.11 Pengukuran RSSI dalam Fase off-line

Fase on-line adalah melakukan pengukuran secara acak atau bebas pada

lokasi yang telah dipetakan sebelumnya. Selanjutnya hasil pengukuran tersebut

dibandingkan dengan data utama dari fase off-line untuk mendapatkan prediksi

dimanakah posisi grid-nya. Menurut [14], akurasi yang didapatkan dengan teknik

fingerprint berdasar RSSI lebih baik dibanding dengan teknik lain, akan tetapi

teknik ini membutuhkan waktu yang sangat lama atau panjang.

Page 44: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

32

2.3 Hipotesis

iBeacon merupakan peripheral yang bekerja baik di dalam lingkungan

tertutup. Jika kondisi line of sight di dalam lokasi penelitian terpenuhi maka

akurasi posisi smartphone dengan iBeacon sebagai titik referensinya akan

didapatkan. Sehingga kesalahan atau error antara hasil pengukuran dengan

algoritma trilaterasi mempunyai persentase kesalahan yang kecil.

Page 45: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

33

3 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian berupa beberapa perangkat keras

dan beberapa perangkat lunak aplikasi, diantaranya:

1. iBeacon Kontakt

iBeacon yang digunakan merupakan produk dari Kontakt.io sebanyak 3 buah

yang nantinya digunakan sebagai referensi/transmitter/access point yang

terpasang di dalam lokasi penelitian.

2. iPhone 5

Perangkat mobile smartphone yang digunakan adalah iPhone 5 dengan syarat

sistem operasi yang terinstal adalah iOS versi 7 atau versi di atasnya.

Beberapa aplikasi yang diinstal dalam penelitian ini yaitu:

a. Aplikasi iLoggy Beacon Logger

Merupakan aplikasi utama yang digunakan untuk mengukur dan merekam

data pengukuran dari iBeacon Kontakt, yang bisa diperoleh melalui iTune

Store atau App Store.

b. Aplikasi pendukung

Aplikasi pendukung adalah aplikasi selain iLoggy Beacon Logger yang

digunakan untuk mendeteksi iBeacon. Dalam aplikasi iLoggy Beacon

Logger tidak dicantumkan informasi UUID dari iBeacon Kontakt (UUID

iBeacon Kontakt tidak ada di dalam list iLoggy Beacon Logger) maka

perlu dituliskan secara manual. Sehingga dibutuhkan aplikasi lain yang

bisa digunakan untuk mengetahui informasi UUID dari iBeacon Kontakt.

Aplikasi pendukung yang digunakan adalah Dartle.io, yang juga bisa

diperoleh melalui iTunes Store atau App Store. Akan tetapi tidak menutup

kemungkinan untuk mengetahui informasi UUID ini bisa dilakukan pada

smartphone berbasis Android.

Page 46: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

34

3. Komputer/Laptop

Komputer atau laptop yang digunakan mempunyai sistem operasi Windows 8

dan tidak mengharuskan spesifikasi yang tinggi. Selain itu windows yang

digunakan tidak harus menggunakan Windows 8, bisa menggunakan versi

Windows yang lain. Karena komputer atau laptop hanya digunakan untuk

melakukan pengolahan data menggunakan aplikasi sederhana. Beberapa

aplikasi yang digunakan pada komputer atau laptop, diantaranya:

a. Software iTunes (Windows) atau aplikasi alternatifnya adalah Syncios.

Perangkat lunak aplikasi ini berfungsi sebagai perantara antara iPhone

dengan PC untuk mengambil data ukur melalui aplikasi iLoggy Beacon

Logger yang tersimpan pada iPhone.

b. Microsoft Excel 2007

Data-data yang terekam melalui aplikasi iLoggy Beacon Logger

berekstensi text pada notepad. Untuk bisa diolah data hasil rekamannya

maka dibutuhkan aplikasi Microsoft Excel. Aplikasi ini kemudian

digunakan untuk mengolah data pengukuran berupa pencarian nilai rata-

rata, membuat grafik, perhitungan algoritma posisi dan mencari error dari

data pengukuran.

3.1.2 Bahan

Beberapa bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Lokasi penelitian

Lokasi yang digunakan adalah Ruang Kuliah Teori lantai 4 Politeknik

Pratama Mulia (Politama) Surakarta yang dipetakan dalam bentuk koordinat.

2. Hasil pengukuran karakteristik iBeacon Kontakt

Hasil pengukuran karakteristik digunakan sebagai dasar peletakan titik-titik

referensi pada lokasi penelitian.

3. Hasil pengukuran

Hasil pengukuran titik-titik referensi-referensi melalui receiver (smartphone)

sebagai data primer.

Page 47: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

35

3.2 Jalannya Penelitian

Secara garis besar jalannya penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.1,

sedangkan teknis pelaksanaan penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 3.1 Diagram alir jalannya penelitian

Setelah menentukan tema penelitian, langkah pokok yang dikerjakan

adalah melakukan review beberapa literatur, baik jurnal atau penelitian yang telah

ada. Dari review tersebut diketahui hal-hal yang terkait dengan tema penelitian,

yaitu mengenai indoor positioning. Beberapa hal yang dihasilkan dari review

literatur adalah mengenai teknologi yang digunakan, metode dan algoritme

penyelesaiannya dalam indoor positioning. Review literatur tersebut juga

dimaksudkan untuk menemukan kebaruan yang bisa diangkat menjadi tema

penelitian. Dengan kebaruan atau state of the art tersebut maka dapat dirumuskan

tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian yang akan dilakukan. Hasil review

Mulai

Menentukan Tema

Penelitian

“indoor positioning”

Merumuskan tujuan

Penelitian

Melakukan review

literatur

Melakukan percobaan

Penelitian

Menarik kesimpulan

dari hasil penelitian

Selesai

Page 48: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

36

menunjukkan bahwa terdapat pengembangan teknologi indoor positioning

berbasis bluetooth yang bisa diangkat menjadi tema penelitian yaitu teknologi

bluetooth BLE (Bluetooth Low Energy) dengan sebuah peripheral yang

merupakan implementasi dari BLE dengan nama iBeacon. Sedangkan metode

perhitungan yang digunakan adalah Trilaterasi.

Gambar 3.2 Diagram alir Percobaan

Mulai

Menentukan lokasi dan

memetakan dalam

koordinat

Mencari Karakteristik

iBeacon

Menempatkan 3

iBeacon pada lokasi

penelitian (referensi)

Mengukur 3 referensi

dari smartphone

Melakukan perhitungan

trilaterasi

Mencari error

pengukuran

Selesai

Menempatkan

smartphone pada

beberapa koordinat

Estimasi posisi

smartphone

Page 49: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

37

3.2.1 Mengukur Karakteristik iBeacon Kontakt

Langkah pertama adalah mencari karakteristik dari ke-3 iBeacon.

Karakteristik yang dimaksud adalah hasil pengukuran distance iBeacon terhadap

jarak yang sesungguhnya (riil). Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu

dicari informasi dari ke-3 iBeacon mengenai alamat UUID, Major dan Minor

yang ditunjukkan pada Tabel 3.1. Ketiga iBeacon mempunyai nilai UUID yang

sama, dengan nilai Major dan Minor yang berbeda-beda. Hal ini dibutuhkan saat

menggunakan aplikasi iLoggy Beacon Logger ketika mengukur ketiga iBeacon,

baik saat mengukur karakteristik maupun saat pengukuran posisi. Untuk

mengetahui informasi-informasi tersebut dilakukan menggunakan aplikasi lain,

yaitu Dartle.io yang ditunjukkan pada Gambar 3.3. Model pengukuran

karakteristik iBeacon ditunjukkan pada Gambar 3.4. Pengukuran yang dilakukan

menggunakan aplikasi iLoggy Beacon Logger seperti ditunjukkan pada Gambar

2.7 s/d Gambar 2.9. Dalam melakukan pengukuran karakteristik dibutuhkan

kondisi yang bebas halangan atau line of sight (LOS). Pengukuran dilakukan

setiap 1 meter hingga 10 meter, hal ini mengingat bahwa rencana ruang penelitian

yang digunakan berukuran panjang di bawah 10 meter. Untuk mengetahui nilai

pengukuran stabil maka setiap satu titik pengukuran dilakukan selama 3 menit

dengan jumlah data pengukuran 180 data. Data yang terukur kemudian diambil

nilai rata-ratanya sebagai nilai karakteristiknya. Selain itu posisi iBeacon sebagai

transmitter terhadap smartphone sebagai receiver juga akan mempengaruhi

akurasi hasil pengukuran, yaitu posisi antena transmitter yang langsung mengarah

kepada smartphone akan lebih memberikan akurasi yang lebih baik. Pada

pengkuruan karakteristik ini posisi transmitter dengan receiver diusahakan selalu

berhadapan atau direct. Dengan cara seperti ini maka akan diketahui range terbaik

maksimal yang bisa dijangkau oleh iBeacon Kontakt, dan selanjutnya digunakan

sebagai acuan karakteristik dari iBeacon tersebut.

Page 50: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

38

Gambar 3.3 Tampilan aplikasi Dartle.io

Tabel 3.1 Informasi UUID, Major dan Minor dari iBeacon Kontakt

Penomoran

iBeacon UUID Major Minor

B1

F7826DA6-4E98-8024-BC5B71E0893E

42179 10686

B2 41228 3480

B3 40342 60843

Gambar 3.4 Model pengukuran Karakteristik iBeacon Kontakt

3.2.2 Lokasi Penelitian

Langkah ke-2 adalah menentukan lokasi yang akan menjadi tempat

penelitian. Lokasi yang digunakan adalah ruang kuliah teori lantai 4 Politama

Surakarta dengan ukuran ± 9,7 x 5,81 m2. Lokasi penelitian yang telah ditentukan

kemudian dipetakan dalam bentuk koordinat. Koordinat yang dibentuk didasarkan

pada jumlah lantai ubin persegi yang terpasang dalam ruang tersebut.

Pengkoordinatan berfungsi untuk memudahkan dalam menentukan dimana titik

referensi iBeacon dan smartphone ditempatkan. Di dalam ruang tersebut hanya

terdapat 3 infrastruktur yaitu meja dosen, loker (almari) dan kursi dosen. Denah

lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Page 51: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

39

ALMARIMEJA

20

51

82

113

144

175

206

237

268

299

330

361

392

423

454

485

516

547

578

609

640

702

733

764

795

826

857

888

919

970

54 85 116 147 178 209 240 271 302 333 364 395 426 457 488 519 550 58120

671

950

9,7

m

5,81m

PINTU

Gambar 3.5 Denah Ruang Penelitian

Page 52: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

40

3.2.3 Menempatkan Titik Referensi dan Smartphone

Referensi dalam hal ini adalah iBeacon yang difungsikan sebagai

transmitter. Jumlah titik referensi yang diletakkan adalah 3 buah iBeacon dengan

koordinat tertentu. Setelah diketahui luas lokasi penelitian pada Gambar 3.5 dan

hasil ukur karakteristik dari iBeacon pada Gambar 3.4, maka penentuan koordinat

dalam meletakkan titik-titik referensi didasarkan pada dua faktor tersebut.

Tujuannya adalah untuk mencari titik-titik dimana sebagian besar lokasi dalam

ruangan tersebut dapat dijangkau oleh sinyal iBeacon walaupun tidak seluruhnya

dapat terpenuhi. Selanjutnya adalah menempatkan smartphone pada beberapa

koordinat, tujuan dari penempatan ini adalah untuk memperoleh data pengukuran

yang nantinya akan diuji akurasinya terhadap koordinat riilnya dengan

perhitungan trilaterasi.

Untuk mempermudah dalam pengukuran, diberikan notasi pada ketiga

iBeacon. Nama yang diberikan adalah B1, B2 dan B3 dengan koordinat masing-

masing adalah (x1,y1) untuk B1, (x2,y2) untuk B2 dan (x3,y3) untuk B3. Sedangkan

untuk koordinat smartphone diberi notasi M (x,y). Model penentuan 3 titik

referensi dan smartphone ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Gambar 3.6 Model peletakan Koordinat iBeacon dan Smartphone

Page 53: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

41

Terdapat empat model dalam menempatkan iBeacon sebagai transmitter

serta cara pengukurannya menggunakan smartphone. Keempat model tersebut

adalah All on The Ground (AOTG), Upper Beacon and Smartphone (UBS),

Upper Beacon Lower Smartphone (UBLS) dan Lower Beacon Upper smartphone

(LBUS). AOTG adalah model penempatan iBeacon dan smartphone yang

keduanya menempel di atas lantai. UBS adalah model penempatan iBeacon dan

smartphone berada di atas lantai dengan ketinggian (h) tertentu. UBLS adalah

model penempatan iBeacon di atas lantai pada ketinggian tertentu dan smartphone

berada di lantai. LBUS adalah model penempatan iBeacon menempel pada lantai

dan smartphone di atas lanatai dengan ketinggian tertentu. Keempat model

tersebut dibuat untuk mendapatkan posisi terbaik dan mendapatkan hasil

pengukuran dengan tingkat kesalahan yang paling kecil antara iBeacon sebagai

transmitter dengan smartphone sebagai receiver.

3.2.4 Mengukur 3 titik Referensi

Perlu digaris bawahi bahwa koordinat iBeacon merupakan titik referensi

yang telah ditetapkan sebelumnya sedangkan koordinat smartphone merupakan

koordinat yang bersifat fleksibel. Dari koordinat smartphone yang telah

ditentukan sebelumnya, diukur distance dari ketiga iBeacon melalui smartphone.

Untuk model AOTG dan UBS besaran pengukuran distance yang dimiliki oleh

masing-masing iBeacon B1, B2, dan B3 dinotasikan dengan d1, d2 dan d3.

Sedangkan untuk model UBLS dan LBUS besaran pengukuran distance pada

masing-masing iBeacon dinotasikan dengan dr1, dr2 dan dr3. Contoh pengukuran

distance dengan model AOTG dan UBS pada salah satu koordinat smartphone

ditunjukkan pada Gambar 3.7 dan untuk model UBLS dan LBUS ditunjukkan

pada Gambar 3.9 dan Gambar 3.10. Pengukuran dilakukan menggunakan aplikasi

iLoggy Beacon Logger yang bisa mendeteksi secara langsung ketiga iBeacon

Kontakt. Sedangkan untuk merekam data pada masing-masing iBeacon harus

dilakukan satu persatu. Contoh rekaman data untuk satu iBeacon ditunjukkan

pada Gambar 2.9(b). Data pengukuran untuk setiap iBeacon dilakukan selama

minimal 20 detik (n=20) atau sampai ditunjukkan pengukuran dengan nilai yang

Page 54: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

42

stabil, karena aplikasi iLoggy Beacon Logger mampu memberikan data

pengukuran setiap satu detik.

Gambar 3.7 Model umum pengukuran 3 iBeacon dari 1 lokasi smartphone

Pengukuran pada Gambar 3.7 dapat diterapkan pada model AOTG dan

UBS karena posisi antara iBeacon dengan smartphone sejajar, sedangkan pada

model UBLS dan LBUS sedikit berbeda dalam hal perhitungannya karena

terdapat satu variabel berupa sisi miring yang dibentuk antara iBeacon dengan

smartphone. Pada Gambar 3.8 ditunjukkan variabel sisi miring yang dibentuk

dinotasikan dengan dr.

Gambar 3.8 Sisi miring pada model UBLS dan LBUS

Page 55: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

43

Gambar 3.9 Model Pengukuran UBLS

Gambar 3.10 Model Pengukuran LBUS

3.2.5 Perhitungan Trilaterasi dan mencari Error

Data pengukuran yang diperoleh pada langkah 3.2.4 kemudian dicari nilai

rata-ratanya untuk setiap koordinat smartphone. Hasil pengukuran distance (d1,

d2, d3) untuk AOTG dan UBS serta pengukuran distance (dr1, dr2, dr3) untuk

UBLS dan LBUS pada tahap tersebut kemudian digunakan untuk mencari

koordinat smartphone menggunakan perhitungan trilaterasi dengan persamaan

(2-9) dan (2-10). Notasi koordinat smartphone hasil perhitungan berdasarkan

pengukuran distance ditulis dengan M’ (x’,y’)

Hasil perhitungan koordinat M’(x’,y’) dari hasil pengukuran distance

kemudian dibandingkan dengan koordinat smartphone M(x,y) yang ditentukan

sebelumnya yaitu dengan saling mengurangkan variabel x dan y melalui

Page 56: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

44

perhitungan pythagoras. Pergeseran yang terjadi dari perhitungan pythagoras

merupakan nilai error.

3.3 Skenario Pengujian

Skenario pertama sistem yang dijalankan adalah sebagai berikut: 3

iBeacon terpasang pada koordinat tetap di dalam lokasi penelitian. Skenario

pengujian ditunjukkan pada Gambar 3.6 yang diterapkan pada keempat model

penempatan yaitu AOTG, UBS, UBLS dan LBUS. Untuk menguji akurasi

iBeacon dan algoritme trilaterasi maka koordinat smartphone M (x,y) telah

ditentukan sebelumnya pada beberapa titik. Selanjutnya pengukuran distance ke-3

iBeacon dilakukan menggunakan smartphone. Hasil pengukuran tersebut

kemudian digunakan untuk menghitung koordinat smartphone M’(x’,y’). Akurasi

dari estimasi posisi diperoleh dengan cara membandingkan antara koordinat

smarphone M(x,y) dengan koordinat smarphone M’ (x’,y’) hasil perhitungan dari

pengukuran distance.

Skenario kedua adalah uji secara realtime, yaitu dengan membuat sebuah

rute yang beraturan. Uji coba dilakukan dengan cara mengikuti rute yang telah

ditentukan sebelumnya. Sedangkan model penempatan iBeacon menggunakan

salah satu keempat model yang memberikan hasil akurasi yang paling baik. Gerak

langkah kaki dilakukan setiap satu detik dengan lebar 1 langkah kaki adalah 1

ubin lantai. Hasil uji secara realtime kemudian dihitung melalui perhitungan

trilaterasi dan dibandingkan dengan koordinat rute yang telah ditentukan

sebelumnya. Yang membedakan antara skenario kedua dengan skenario pertama

adalah data yang diambil pada skenario kedua merupakan data yang terekam pada

setiap detiknya tanpa ada jeda waktu untuk berhenti dari langkah/pergerakan atau

bukan berdasar pada rata-rata pengukuran dari sejumlah data. Model pengukuran

secara realtime ditunjukkan pada Gambar 3.11.

Page 57: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

45

Gambar 3.11 Model Rute uji secara Realtime

3.4 Cara Analisis

3.4.1 Analisis perhitungan Trilaterasi

Untuk memahami perhitungan trilaterasi dan error hasil pengukuran, dapat

dilihat melalui contoh pengukuran yang ditunjukkan pada Tabel 3.2 untuk model

AOTG dan UBS dan Tabel 3.3 untuk model UBLS dan LBUS. Koordinat

smartphone hasil perhitungan melalui trilaterasi dicari berdasarkan pengukuran

distance.

Tabel 3.2 Contoh Pengukuran Distance model AOTG dan UBS

Data

Ukur

ke

Koordinat iBecon Koordinat

Smartphone

(M)

Pengukuran

distance

Hitung

Koord

Smartphone

(M’) B1 B2 B3

x1 y1 x2 y2 x3 y3 x y d1 d2 d3 x’ y’

1 3,41 1,24 0,93 1,24 2,17 3,72 2,17 2,17 8,26 8,65 7,91 3,5 4,0

Koordinat iBeacon dan smartphone ditentukan sesuai dengan skenario

pertama, contoh pada Tabel 3.2 yaitu B1(3.41,1.24), B2(0.93,1.24), B3(2.17,3.72)

dan koordinat smartphone M(2.17,2.17). Kemudian pengukuran nilai d1, d2 dan

d3 dilakukan dari smartphone menggunakan aplikasi iLoggy Beacon Logger dan

Page 58: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

46

memberikan hasil pengukuran d1=8,26m; d2=8,65m dan d3=7.91m. Maka dengan

menggunakan persamaan (2-9) dan (2-10) koordinat smartphone M’ dari hasil

pengukuran distance dapat diketahui, yaitu:

𝑀𝑥 ′ =

𝑑1

2 − 𝑑22 − 𝑥1

2 − 𝑥22 − 𝑦1

2 − 𝑦22 2 𝑦2 − 𝑦1

𝑑12 − 𝑑3

2 − 𝑥12 − 𝑥3

2 − 𝑦12 − 𝑦3

2 2 𝑦3 − 𝑦1

2 𝑥2 − 𝑥1 2 𝑦2 − 𝑦1

2 𝑥3 − 𝑥1 2 𝑦3 − 𝑦1

𝑀𝑥 ′ = −17,39 011,01 4,96

−4,96 0−2,48 4,96

= 3,5

𝑀𝑦 ′ =

2 𝑥2 − 𝑥1 𝑑1

2 − 𝑑22 − 𝑥1

2 − 𝑥22 − 𝑦1

2 − 𝑦22

2 𝑥3 − 𝑥1 𝑑12 − 𝑑3

2 − 𝑥12 − 𝑥3

2 − 𝑦12 − 𝑦3

2

2 𝑥2 − 𝑥1 2 𝑦2 − 𝑦1

2 𝑥3 − 𝑥1 2 𝑦3 − 𝑦1

𝑀𝑦 ′ = −4,96 −17,39−2,48 11,01

−4,96 0−2,48 4,96

= 4,0

Sehingga koordinat M’ hasil perhitungan adalah (31/2 , 4).

Tabel 3.3 Contoh pengukuran Distance (dr) model UBLS dan LBUS

T

P

Koordinat iBecon Koordinat

Smartphone

Tinggi

Smart

phone

(h)

Pengukuran

distance

Hitung

Koord

Smartphone B1 B2 B3

x1 y1 x2 y2 x3 y3 x y dr1 dr2 dr3 x' y'

1 3,41 1,24 0,93 1,24 2,17 3,72 2,17 2,17 1,28 2,04 1,99 1,82 2,1 2,3

Berbeda dengan model AOTG dan UBS bahwa untuk contoh pada Tabel 3.3

terdapat tambahan variabel berupa tinggi (h) untuk iBeacon atau smartphone.

Dengan cara perhitungan yang sama maka koordinat titik M’ hasil perhitungan

berdasar pengukuran dr adalah (21/10 , 2

3/10).

Page 59: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

47

3.4.2 Mencari Nilai Error

Pengujian akurasi dari algoritme trilaterasi pada skenario pertama

dibuktikan dengan mencari error pengukuran. Untuk mencari nilai kesalahan

tersebut digunakan perhitungan pythagoras. Model pythagoras untuk mencari

error ditunjukkan pada Gambar 3.12.

Gambar 3.12 Model pythagoras untuk mencari Error

Perhitungan nilai error untuk keempat model penempatan menggunakan cara

yang sama, hanya saja untuk model UBLS dan LBUS terletak di atas lantai

dengan ketinggian h. Nilai error dapat dicari menggunakan persamaan (3-1).

𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = (𝑥′ − 𝑥)2 + (𝑦′ − 𝑦)2 (3-1)

Berdasarkan pada contoh Tabel 3.2 yaitu koordinat riil smartphone M (2.17, 2.17)

dan koordinat smartphone hasil perhitungan trilaterasi M’ (3.5 , 4.0), maka melalui

persamaan (3-1) error yang dihasilkan adalah 2,2 meter bergeser dari koordinat

sebenarnya.

𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = (3,5 − 2,17)2 + (4 − 2,17)2

𝑒𝑟𝑟𝑜𝑟 = 2,2 𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟

3.4.3 Analisis pengukuran Realtime

Pengukuran secara realtime didasarkan pada skenario kedua yaitu dengan

menetapkan rute yang menjadi titik-titik pengukuran, seperti dicontohkan pada

Gambar 3.11. Pengukuran distance berdasarkan rute tersebut dilakukan setiap satu

langkah dimana satu langkah kaki dihitung dalam satu detik. Untuk

Page 60: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

48

mempermudah berapa lebar satu langkah kaki, maka satu langkah kaki

disesuaikan dengan pemetaan yang telah dilakukan sebelumnya yaitu satu langkah

kaki diwakili oleh satu ukuran ubin.

Data pengukuran yang berhasil direkam dalam satu rute tersebut kemudian

dimasukkan ke dalam perhitungan trilaterasi untuk mendapatkan beberapa

koordinat titik M’, sesuai dengan jumlah data pengukuran yang diperoleh. Untuk

mengetahui tingkat error yang terjadi maka koordinat hasil pengukuran tersebut

divisualisasikan dalam bentuk koordinat kartesius. Dijelaskan sebelumnya bahwa

perbedaan yang mencolok antara skenario pertama dengan skenario kedua adalah

jumlah data pengukuran yang digunakan untuk mencari koordinat titik M’. Jika

pada skenario pertama, satu titik pengukuran diwakili oleh rata-rata dari minimal

20 data pengukuran, sedangkan pada skenario kedua satu titik pengukuran

diwakili oleh 1 data pengukuran, dikarenakan pengukuran realtime dilakukan

dengan cara berjalan.

Berdasarkan kedua hasil pengujian skenario pertama dan kedua akan

diketahui apakah akurasi yang diperoleh dari salah satu model penempatan

menggunakan skenerio pertama juga akan didapatkan pada skenario kedua, atau

justru menunjukkan hasil akurasi yang jauh berbeda. Jika dengan cara realtime

tidak didapatkan akurasi yang baik maka tentu saja terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhinya.

Page 61: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

49

4 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik iBeacon Kontakt

Sebelum iBeacon digunakan sebagai referensi dalam penentuan posisi,

terlebih dahulu perlu diketahui karakteristik dari iBeacon tersebut mengenai hasil

pengukuran distance terhadap jarak sesungguhnya dan bagaimana posisi iBeacon

terhadap smartphone, mengingat bahwa iBeacon tidak mempunyai antena

ekstensi yang digunakan untuk memancarkan sinyalnya. Nilai karakteristik ini

nantinya akan digunakan sebagai acuan dalam menentukan titik-titik referensi

iBeacon dalam lokasi penelitian, misalnya seberapa jauh wilayah lokasi penelitian

dapat dijangkau oleh iBeacon. Selain itu akan mempermudah nantinya dalam

menganalisa hasil pengukuran sesungguhnya sesuai dengan skenario yang telah

dirancang sebelumnya. Cara mengukur karakteristik iBeacon Kontakt dilakukan

sesuai dengan Gambar 3.4. Hasil pengukuran karakteristik iBeacon Kontakt

ditunjukkan pada Tabel 4.1 dan grafik karakteristiknya pada Gambar 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik iBeacon Kontakt berdasarkan Jarak ukur (n=120)

Jarak

Riil (m) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Pengukuran

(m) 0,004 1,068 2,084 3,072 4,049 4,971 5,514 5,807 3,345 6,975 8,208

RSSI (dBm) -34 -78 -83 -86 -88 -90 -91 -91 -87 -89 -87

Proximity 1 2 2/3 3 3 3 3 3 3 3 3

Gambar 4.1 Grafik Karakteristik iBeacon Kontakt berdasarkan Jarak ukur

Page 62: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

50

Berdasarkan pada Tabel 4.1 atau Gambar 4.1 bahwa iBeacon Kontakt

mempunyai akurasi pengukuran yang baik di bawah 6 meter pada kondisi yang

bebas halangan (LOS). Hal ini menunjukkan bahwa iBeacon mempunyai jarak

jangkauan atau range yang pendek. Pada jarak di atas 6 meter, kekuatan sinyal

yang diterima semakin menurun sehingga mengakibatkan akurasi distance yang

terukur semakin lemah. Namun demikian, masih terdapat parameter lain yaitu

RSSI yang bisa terdeteksi oleh smartphone di atas jarak 10 meter dengan

beberapa halangan yang mungkin berada di sekitarnya. Nilai proximity 1, 2 dan 3

adalah kategori yang diberikan oleh aplikasi iLoggy Beacon Logger. Nilai 1

berarti menunjukkan range sangat dekat (immediate), nilai 2 berarti dekat (near)

dan nilai 3 berarti jauh (far).

Karakteristik lain yang ditunjukkan dalam pengukuran ini adalah bahwa

sinyal yang diterima oleh smartphone tergantung pada posisi sumber sinyal

iBeacon. Tidak terdapat ekstensi antena yang terpasang pada board iBeacon,

sehingga untuk mendapatkan akurasi pengukuran distance yang baik maka

diperlukan posisi yang direct antara iBeacon dengan smartphone saat sinyal

dipancarkan oleh iBeacon dan diterima oleh smartphone. Ditunjukkan pada Tabel

4.1 bahwa dalam jarak riil 0 meter atau antara iBeacon dengan smartphone dalam

keadaan menempel, hasil pengukuran tidak menunjukkan angka 0 meter seperti

jarak riilnya, masih terdapat nilai error-nya. Begitu juga untuk jarak riil yang lain,

terdapat error yang dihasilkan.

Hasil pengukuran RSSI pada Tabel 4.1 bisa digunakan sebagai pedoman

konversi nilai RSSI terukur dalam satuan jarak. Tentu saja dengan syarat utama

yang harus dipenuhi yaitu kondisi LOS dan sifat direct antara iBeacon dengan

smartphone. Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 4.1 maka nilai pendekatan

konversi antara nilai RSSI terukur terhadap jarak riil ditunjukkan pada Tabel 4.2.

Page 63: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

51

Tabel 4.2 Konversi nilai RSSI terhadap distance pada jarak 5 meter

Jarak Riil (m) 0 - 0,9 1 – 1,9 2 – 2,9 3 – 3,9 4 -4,9 5 -5,9

RSSI (dBm) -34≤ d ≤-77 -78≤ d ≤-82 -83≤ d ≤-85 -86≤ d ≤-87 -88≤ d ≤-89 -90≤ d ≤-91

4.2 Pemetaan Lokasi Penelitian

Pada penelitian ini, hasil yang diperoleh juga tergantung pada lokasi yang

digunakan. Selain faktor infrastrukur yang terdapat di dalamnya, pemetaan ruang

juga merupakan hal yang penting. Mengingat pada penelitian ini menggunakan 3

buah iBeacon yang dipasang secara permanen pada koordinat tertentu. Bagaimana

koordinat bisa dikatakan valid atau pada posisi yang tepat tergantung pada

bagaimana cara memetakan ruangan tersebut. Pemetaan ruangan yang dilakukan

tentu saja akan mempunyai nilai yang tidak sempurna, karena beberapa hal yang

mempengaruhinya seperti kesalahan manusia ketika melakukan pemetaan secara

manual menggunakan alat bantu lain seperti rol meter atau sejenisnya.

Untuk meminimalisir kesalahan tersebut maka pemetaan lokasi penelitian

didasarkan pada ukuran dan jumlah ubin persegi yang terpasang di dalamnya.

Sesuai dengan Gambar 3.5, bahwa lokasi penelitian mempunyai ukuran lebar 581

cm dan panjang 970 cm atau sama dengan 5,81 x 9,7 m2. Lokasi dipetakan dalam

koordinat (x,y), dimana x menunjukkan arah horisontal atau lebar dan y

menunjukkan arah vertikal atau panjang. Untuk arah horisontal, tersusun atas 20

ubin persegi (1 ubin ukuran 20cm, 17 ubin ukuran 30cm, 2 ubin ukuran 15cm dan

19 jarak antar ubin atau nut ukuran 1cm). Untuk arah vertikal, tersusun atas 32

ubin persegi (2 ubin ukuran 20cm, 30 ubin ukuran 30cm dan 31 nut ukuran 1cm).

Koordinat titik 0 (nol) dimulai dari kiri-bawah, kemudian untuk nut

dijumlahkan dengan ukuran ubin di sebelah kirinya untuk arah horisontal (x) dan

dijumlahkan dengan ukuran ubin di bawahnya untuk arah vertikal (y). Hal ini

untuk memudahkan dalam menentukan dan mencari titik koordinat, sehingga

pemetaan berdasarkan ukuran ubin akan memberikan nilai yang sedikit kompleks

seperti ditunjukkan pada Gambar 3.5.

Page 64: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

52

4.3 Koordinat iBeacon dan Koordinat Titik-titik Pengukuran

Baik skenario pertama maupun kedua, 3 titik referensi iBeacon

mempunyai letak koordinat yang sama seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Koordinat ditunjukkan dalam satuan meter (m), dengan notasi B1 (x1,y1), B2

(x2,y2) dan B3 (x3,y3), dimana B1, B2 dan B3 mempunyai informasi seperti yang

disajikan dalam Tabel 3.1. Sedangkan untuk koordinat smartphone yang menjadi

titik pengukuran pada beberapa posisi dalam lokasi penelitian tersebut terdapat 17

titik pengukuran yang ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Sesuai dengan karakteristik iBeacon Kontakt pada Tabel 4.1 maka lokasi

penelitian dengan ukuran 9,7 x 5,81 m2

tidak semua digunakan, karena tidak

semua wilayah dalam lokasi penelitian tersebut dapat dijangkau oleh iBeacon.

Sehingga terdapat perubahan peletakan koordinat titik (0,0) pada lokasi penelitian.

Area yang digunakan dalam meletakkan 3 titik referensi iBeacon dan 17 titik

pengukuran tersebut mempunyai cakupan wilayah dengan luas 4,34 x 4,34 m2.

Penempatan titik referensi dan beberapa titik pengukuran ditunjukkan pada

Gambar 4.2.

Tabel 4.3 Titik Referensi 3 iBeacon

Koordinat B1 B2 B3

xi 3,41 0,93 2,17

yi 1,24 1, 24 3,72

Tabel 4.4 Koordinat Smartphone sebagai Titik-titik Pengukuran

Titik

Ukur ke-

Koordinat Smartphone (M)

x y

1 0,93 0,62

2 2,17 0,31

3 3,41 0,62

4 3,10 1,24

5 2,17 1,24

6 1,24 1,24

7 4,03 2,17

Page 65: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

53

8 3,10 2,17

9 2,17 2,17

10 1,24 2,17

11 0,31 2,17

12 3,10 3,10

13 2,17 3,10

14 1,24 3,10

15 3,41 3,72

16 2,17 4,03

17 0,93 3,72

1

2

456

10 9 8

121314

17 15B3

B2 B1

3

711

16

0 31 62 93 124 155 186 217 248 279 310 341 372 403 434

31

62

93

124

155

186

217

248

279

310

341

372

403

434

Gambar 4.2 Letak titik referensi iBeacon dan 17 titik pengukuran

4.4 Rute Pengujian Skenario Kedua

Pengujian pada skenario kedua yaitu pengujian secara realtime seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 4.3. Model penempatan iBeacon didasarkan pada

Page 66: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

54

hasil pengujian dari keempat model, model yang menunjukkan akurasi terbaik

digunakan dalam pengujian realtime.

B3

B2 B1

0 31 62 93 124 155 186 217 248 279 310 341 372 403 434

31

62

93

124

155

186

217

248

279

310

341

372

403

434

Start/Finish

Gambar 4.3 Rute pengujian secara realtime

Pada Gambar 4.3 terlihat bahwa titik dimulai dan diakhirinya pengujian secara

realtime terletak pada koordinat (403,62) dalam centimeter. Terdapat 3 titik belok

yaitu titik belok pertama pada koordinat (403,434), titik belok kedua pada

koordinat (31,434) dan titik belok ketiga pada koordinat (31,62). Lebar satu

langkah ditandai dengan lebar satu ubin. Sesuai dengan jumlah lantai ubin maka

rute pengujian realtime akan mempunyai jumlah data pengukuran sebanyak 49

data uji. Selama proses pengukuran diusahakan posisi smartphone dalam keadaan

tetap dan berada pada ketinggian ± 100 cm dengan cara dipegang. Hasil

pengukuran kemudian dimasukkan dalam perhitungan trilaterasi untuk

mengetahui koordinat hasil pengukuran sebagai rute realtime.

Page 67: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

55

4.5 Hasil Pengukuran

4.5.1 Pengukuran Skenario Pertama

Penggujian pada skenario pertama dilakukan untuk keempat model, yaitu

AOTG, UBS, UBLS dan LBUS. Tujuannya adalah mencari hasil pengujian yang

menunjukkan akurasi yang paling baik.

4.5.1.1 Pengukuran Model AOTG

Dengan model AOTG berarti iBeacon dan smartphone diletakkan di atas

lantai (h=0). Hasil pengukuran model AOTG pada Lampiran 1a ditunjukkan oleh

Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Pengukuran Model AOTG

TP

Koordinat

Smartphone Pengukuran distance

Hitung

Koord

Smartphone Error

(meter)

x y d1 d2 d3 x' y'

1 0,93 0,62 8,002 2,704 13,68 -9,3 -28,4 30,70

2 2,17 0,31 10,762 8,885 15,43 -5,3 -26,2 27,50

3 3,41 0,62 5,508 13,12 12,08 30,8 -6,8 28,40

4 3,10 1,24 2,288 15,1 8,66 47,1 10,6 44,90

5 2,17 1,24 10,691 8,735 9,838 -5,5 1,9 7,70

6 1,24 1,24 10,901 1,666 13,94 -21,2 -24,7 34,40

7 4,03 2,17 6,924 10,58 13,49 15,1 -18,4 23,40

8 3,10 2,17 5,254 9,08 12,09 13,2 -16,2 21,00

9 2,17 2,17 8,261 8,653 7,913 3,5 4,0 2,20

10 1,24 2,17 11,255 8,005 NA NA NA NA

11 0,31 2,17 14,678 6,856 11,4 -31,8 2,4 32,10

12 3,10 3,10 8,938 9,59 7,999 4,6 6,6 3,80

13 2,17 3,10 10,35 11,23 5,916 6,0 18,6 16,00

14 1,24 3,10 12,316 11,58 12,11 -1,4 1,4 3,10

15 3,41 3,72 11 12,5 8,283 9,3 16,3 13,90

16 2,17 4,03 10,234 12,33 4,622 11,7 23,7 21,90

17 0,93 3,72 11,345 11,47 6,822 2,7 19,0 15,40

Rata-rata error 20,4

Page 68: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

56

Berdasar tabel di atas terdapat hasil pengukuran yang menunjukkan nilai “NA”,

kondisi dimana sinyal dari iBeacon tidak bisa dibaca oleh smartphone. Salah satu

faktor yang menyebabkan terjadi hal demikian adalah posisi iBeacon dengan

smartphone yang sejajar di atas lantai, sedangkan posisi sumber sinyal

menghadap ke atas. Selanjutnya adalah error yang dihasilkan dari ke-17 titik

pengukuran mempunyai rata-rata error 20,4 meter, sebuah nilai error yang sangat

besar. Pengukuran distance (d) bisa memperoleh kesalahan yang tinggi dapat

dilihat pada ilustrasi Gambar 4.7. Dengan demikian model AOTG tidak cocok

digunakan sebagai model penempatan titik referensi iBeacon dalam positioning.

4.5.1.2 Pengukuran Model UBS

Model UBS berarti menempatkan iBeacon dan smartphone sejajar di atas

lantai dengan ketinggian tertentu (h=145cm) seperti ditunjukkan pada Lampiran

1b. Hasil pengukuran pada model UBS ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Hasil Pengukuran Model UBS

TP

Koord.

Smartphone Pengukuran distance

Hitung Koord

Smartphone Error

(m) x y d1 d2 d3 x’ y’

1 0,93 0,62 3,963 0,572 8,472 -0,9 -10,7 11,50

2 2,17 0,31 1,025 1,675 7,057 2,5 -7,5 7,80

3 3,41 0,62 0,998 4,11 6,213 5,4 -3,8 4,80

4 3,10 1,24 0,415 4,508 5,89 6,2 -2,8 5,10

5 2,17 1,24 2,482 2,324 2,871 2,0 1,7 0,50

6 1,24 1,24 6,562 0,554 5,577 -6,4 0,3 7,80

7 4,03 2,17 1,062 3,657 6,205 4,6 -4,1 6,30

8 3,10 2,17 1,88 2,853 2,438 3,1 2,1 0,00

9 2,17 2,17 3,377 3,457 3,922 2,3 1,4 0,80

10 1,24 2,17 4,23 0,703 4,78 -1,3 -0,6 3,80

11 0,31 2,17 1,939 2,238 5,009 2,4 -2,0 4,70

12 3,10 3,10 6,116 3,379 1,064 -3,1 6,9 7,20

13 2,17 3,10 3,296 4,861 1,795 4,7 5,0 3,20

14 1,24 3,10 5,596 3,067 5,504 -2,2 0,2 4,60

15 3,41 3,72 2,914 6,19 0,93 8,2 6,7 5,60

Page 69: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

57

16 2,17 4,03 5,593 5,946 0,385 3,0 8,9 4,90

17 0,93 3,72 7,368 1,706 4,19 -8,2 4,4 9,10

Rata-rata error 5,15

Pada ilustrasi Gambar 4.9 jika iBeacon diposisikan pada ketinggian (h) sama

dengan smartphone maka pantulan yang dihasilkan dari perjalanan sinyal iBeacon

menuju smartphone lebih pendek dibanding dengan model AOTG yang kedua

device berada di atas lantai. Sehingga menghasilkan pengukuran distance (d) yang

lebih baik dibanding model AOTG. Hasil pengukuran dengan error yang lebih

baik dibanding model AOTG ditunjukkan pada model UBS, yaitu dengan rata-rata

error 5,16 meter. Walaupun lebih kecil error-nya akan tetapi model UBS tidak

cocok sebagai model penempatan referensi iBeacon.

4.5.1.3 Pengukuran Model UBLS

Model UBLS adalah dengan cara menempatkan iBeacon di atas lantai

dengan ketinggian tertentu (h=145cm) dan smartphone tepat di atas lantai, seperti

ditunjukkan pada Lampiran 1c. Pada model UBLS sumber sinyal iBeacon

dihadapkan ke arah bawah. Ilustrasi pengukuran pada model UBLS ditunjukkan

pada Gambar 3.9. Hasil pengukuran model ini ditunjukkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil Pengukuran UBLS

TP

Koord

Smartphone

Tinggi

iBeacon

(h)

dalam

meter

Pengukuran distance

(dr)

Hitung Koord

Smartphone Error

(meter)

dr1 dr2 dr3 x’ y’

1 0,93 0,62 1,45 5,068 5,413 6,061 2,9 0,3 1,99

2 2,17 0,31 1,45 2,872 1,872 9,104 1,2 -13,4 13,7

3 3,41 0,62 1,45 3,523 2,334 10,91 0,8 -20,0 20,81

4 3,10 1,24 1,45 1,293 1,673 11,56 2,4 -24,3 25,59

5 2,17 1,24 1,45 3,174 1,254 4,64 0,5 -1,0 2,82

6 1,24 1,24 1,45 7,699 0,989 8,08 -9,6 -4,9 12,45

7 4,03 2,17 1,45 0,956 4,834 4,332 6,7 0,8 2,98

8 3,10 2,17 1,45 0,956 4,834 4,332 6,7 0,8 3,84

9 2,17 2,17 1,45 2,406 2,383 2,383 2,1 2,2 0,02

10 1,24 2,17 1,45 5,309 2,6 2,327 -2,1 4,6 4,17

Page 70: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

58

11 0,31 2,17 1,45 11,2 2,768 7,415 -21,6 4,5 22,02

12 3,10 3,10 1,45 1,451 6,359 2,184 9,9 5,5 7,21

13 2,17 3,10 1,45 3,152 7,956 0,971 12,9 9,4 12,45

14 1,24 3,10 1,45 4,865 5,531 1,182 3,6 7,4 4,85

15 3,41 3,72 1,45 2,025 6,264 1,514 9,3 6,1 6,3

16 2,17 4,03 1,45 3,828 5,344 1,127 5,0 6,3 3,59

17 0,93 3,72 1,45 5,146 8,302 1,845 10,7 11,1 12,27

Rata-rata error 9,24

Pada ujicoba model UBLS terdapat satu titik pengukuran yang arah

sumber sinyal dibuat direct dengan smartphone, yaitu pada titik pengukuran 9

sehingga menghasilkan error sebesar 0,02 meter. Sedang titik-titik yang lain

mengabaikan sifat direct antara iBeacon dengan smartphone, maka error yang

dihasilkanpun cukup besar. Dengan satu sampel data tersebut dapat disimpulkan

bahwa arah sumber sinyal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

akurasi dalam pengukuran.

4.5.1.4 Pengukuran Model LBUS

Model LBUS merupakan kebalikan dari model UBLS, yaitu menempatkan

iBeacon tepat di atas lantai dan smartphone di atas lantai dengan ketinggian

tertentu (h=128cm) seperti ditunjukkan pada Lampiran 1d. Dengan mengambil

simpulan pada uji UBLS (pada titik pengukuran nomor 9), maka pada uji model

LBUS diterapkan sifat direct antara iBeacon dengan smartphone pada setiap titik

pengukuran. Hasil yang diperoleh pada pengukuran model LBUS ditunjukkan

pada Tabel 4.8 dan grafik pada Gambar 4.4 yang menggambarkan pergeseran

koordinat hasil pengukuran dari koordinat riilnya.

Tabel 4.8 Hasil Pengukuran Model LBUS

TP

Koordinat

Smartphone

Tinggi

Smartphone

(h) dalam

meter

Pengukuran

distance

Perhitungan

Koord

Smartphone Error

(meter)

x y dr1 dr2 dr3 x' y'

1 0,93 0,62 1,28 2,956 1,38 3,827 0,8 0,3 0,358

2 2,17 0,31 1,28 2,362 2,393 3,904 2,2 0,2 0,079

Page 71: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

59

3 3,41 0,62 1,28 1,505 3,109 3,749 3,7 0,5 0,265

4 3,10 1,24 1,28 1,297 2,474 2,876 3,1 1,3 0,060

5 2,17 1,24 1,28 1,856 1,879 2,765 2,2 1,3 0,093

6 1,24 1,24 1,28 2,543 1,327 2,953 1,2 1,2 0,019

7 4,03 2,17 1,28 1,724 3,534 2,727 4,1 2,2 0,083

8 3,10 2,17 1,28 1,632 2,785 2,18 3,2 2,3 0,134

9 2,17 2,17 1,28 2,043 1,99 1,822 2,1 2,3 0,157

10 1,24 2,17 1,28 2,55 1,54 1,947 1,3 2,3 0,163

11 0,31 2,17 1,28 3,569 1,593 2,78 0,1 2,2 0,197

12 3,10 3,10 1,28 2,175 3,022 1,858 3,1 2,9 0,232

13 2,17 3,10 1,28 2,622 2,618 1,387 2,2 3,2 0,066

14 1,24 3,10 1,28 3,068 2,283 1,404 1,3 3,2 0,169

15 3,41 3,72 1,28 2,548 3,748 1,623 3,7 3,7 0,283

16 2,17 4,03 1,28 3,209 3,245 1,242 2,2 4,0 0,085

17 0,93 3,72 1,28 3,595 2,781 1,683 1,1 3,7 0,197

Rata-rata error 0,155

Gambar 4.4 Pergeseran koordinat hasil pengukuran terhadap Koordinat Riil

Berdasarkan hasil pengukuran pada Tabel 4.8 dengan 17 titik pengukuran

didapatkan rata-rata error yang dihasilkan adalah 0,155 meter atau ± 16

centimeter dengan jangkauan terjauh ± 4 meter. Akurasi dengan tingkat error yang

kecil ini diperoleh dengan syarat bahwa sinyal yang dipancarkan oleh iBeacon

kepada smartphone harus dalam keadaan line of sight atau sinyal yang

dipancarkan harus secara direct atau dihadapkan kepada smartphone. Dengan kata

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 170.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

Koord. Riil

Koord. Pengukuran

Titik Pengukuran

Page 72: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

60

lain posisi antena pemancar dari iBeacon terhadap penerima yaitu smartphone

sangat mempengaruhi hasil pengukuran baik RSSI maupun distance.

Dengan demikian dari keempat model yang diuji, model LBUS merupakan

model yang paling baik sebagai model untuk menempatkan iBeacon sebagai titik

referensi dengan syarat kondisi LOS (Line of Sight) dan sifat direct antara iBeacon

dengan smartphone terpenuhi. Dengan alasan ini maka masih perlu diadakan

penelitian pada model yang mirip dengan LBUS yaitu UBLS, dengan cara

menempatkan iBeacon pada langit-langit ruangan dan menambahkan antena

eksternal. Dengan tujuan bahwa syarat seperti LOS dan sifat direct pada model

LBUS dapat terpenuhi. Hal ini bisa dianalogikan sebagai sebuah lampu ruangan

yang terpasang pada langit-langit ruangan, sehingga cahaya yang dipancarkan

dapat menyebar keseluruh ruangan.

Dari keempat hasil pengujian, model dengan hasil akurasi yang baik akan

mempunyai keragaman pengukuran yang kecil. Sedangkan model dengan akurasi

yang buruk akan mempunyai keragaman hasil pengukuran yang tinggi. Pada Tabel

4.9 dan Gambar 4.5 ditunjukkan perbandingan hasil pengukuran keempat model

dengan standar keragamannya (standar deviasi).

Tabel 4.9 Perbandingan Hasil Pengujian keempat Model

AOTG UBS UBLS LBUS

Rata-rata Error 20,4 5,16 9,239 0,155

Standar deviasi 12,3 3,05 7,71 0,09

Gambar 4.5 Grafik Perbandingan Hasil Pengujian keempat Model

Page 73: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

61

4.5.2 Pengukuran Skenario Kedua (realtime)

Telah dijelaskan pada sub-bab 3.3 bahwa pengujian secara realtime

dilakukan dengan cara berjalan. Dari hasil pengujian skenario pertama dengan

model LBUS menghasilkan kesalahan rata-rata 0,16 meter dengan syarat posisi

antena atau sumber sinyal iBeacon bersifat direct terhadap smartphone.

Sedangkan pada pengujian skenario kedua (realtime) bersifat undirect, yaitu

dengan mengabaikan posisi antara iBeacon dengan smartphone dalam keadaan

direct atau tidak. Sehingga terdapat beberapa titik pengukuran yang bersifat direct

dan terdapat beberapa titik yang tidak bersifat direct (indirect). Dengan rute sesuai

Gambar 4.3 hasil pengujian secara realtime ditunjukkan pada Tabel 4.10. Baris

pada tabel yang ditandai dengan warna adalah titik-titik pengukuran yang

merupakan titik-titik belok.

Tabel 4.10 Hasil Pengujian Realtime

Step

Koordinat

Rute

Smartphone

(M)

Pengukuran

distance (meter)

Perhitungan

Koord M'

dengan

Trilaterasi

Error

(meter)

x y d1 d2 d3 x' y'

1 4,03 0,62 3,42 2,993 8,003 2,5 -6,0 9,59

2 4,03 0,93 3,527 3,017 8,196 2,3 -6,5 10,44

3 4,03 1,24 3,451 2,865 8,072 2,3 -6,3 10,51

4 4,03 1,55 2,336 2,754 8,048 3,4 -6,9 11,22

5 4,03 1,86 1,82 2,902 8,214 4,1 -7,6 12,14

6 4,03 2,17 1,782 2,809 8,337 4,0 -8,0 12,93

7 4,03 2,48 2,107 2,48 8,165 3,4 -7,5 12,77

8 4,03 2,79 2,479 2,33 8,001 2,9 -6,9 12,52

9 4,03 3,10 2,795 2,474 7,848 2,7 -6,2 12,14

10 4,03 3,41 3,194 2,662 7,256 2,4 -4,0 10,41

11 4,03 3,72 3,678 2,945 6,439 2,0 -1,3 8,18

12 4,03 4,03 4,142 3,37 5,301 1,9 2,1 5,55

13 4,03 4,34 4,421 3,835 4,7 2,0 3,8 4,25

14 3,72 4,34 4,826 4,282 3,685 2,0 6,3 2,65

15 4,41 4,34 5,274 4,699 3,069 1,9 8,0 2,58

16 3,10 4,34 5,5 5,08 2,661 2,1 9,1 2,75

Page 74: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

62

17 2,79 4,34 5,795 5,585 2,38 2,5 10,2 3,40

18 2,48 4,34 5,559 5,653 2,256 3,2 10,2 3,14

19 2,17 4,34 5,241 5,709 2,012 4,1 10,1 3,24

20 1,86 4,34 4,564 5,974 1,621 6,0 10,0 4,46

21 1,55 4,34 4,243 6,098 1,333 6,9 10,1 5,42

22 1,24 4,34 4,113 6,316 0,993 7,7 10,4 6,50

23 0,93 4,34 3,903 6,614 0,869 8,8 10,6 7,87

24 0,62 4,34 3,743 6,361 0,794 8,4 10,2 7,59

25 0,31 4,34 3,883 6,014 0,823 7,3 9,9 6,75

26 0,31 4,03 4,006 5,442 0,915 5,8 9,3 5,27

27 0,31 3,72 4,273 4,884 0,983 4,1 8,9 3,90

28 0,31 4,41 4,923 5,036 1,032 3,2 9,6 4,11

29 0,31 3,10 5,351 5,074 1,148 2,4 10,1 4,47

30 0,31 2,79 5,562 4,997 1,28 1,8 10,2 4,73

31 0,31 2,48 5,743 4,826 1,428 1,1 10,1 4,95

32 0,31 2,17 5,784 4,596 1,592 0,5 9,8 5,03

33 0,31 1,86 5,557 4,43 1,904 0,8 9,2 4,69

34 0,31 1,55 5,098 4,538 2,349 1,9 8,4 4,27

35 0,31 1,24 4,897 4,129 2,862 1,6 7,3 3,45

36 0,31 0,93 4,852 4,206 3,436 1,8 6,6 3,09

37 0,31 0,62 4,919 3,029 3,973 0,0 5,0 2,09

38 0,62 0,62 4,869 2,421 4,602 -0,6 3,6 2,06

39 0,93 0,62 4,934 1,964 5,155 -1,1 2,3 3,05

40 1,24 0,62 4,639 1,533 5,674 -0,8 0,8 3,88

41 1,55 0,62 4,292 1,13 6,325 -0,4 -1,2 5,34

42 1,86 0,62 3,79 0,944 6,853 0,3 -3,1 6,82

43 2,17 0,62 3,207 0,843 7,154 1,1 -4,4 7,90

44 2,48 0,62 2,726 0,806 6,918 1,7 -4,0 7,47

45 2,79 0,62 2,224 0,835 7,176 2,2 -5,0 8,39

46 3,10 0,62 1,837 0,873 7,114 2,5 -4,9 8,36

47 3,41 0,62 1,486 0,931 6,745 2,7 -4,0 7,47

48 3,72 0,62 1,301 1,051 6,467 2,9 -3,3 6,81

49 4,03 0,62 1,151 1,194 6,098 3,0 -2,4 5,96

Rata-rata error 6,38

Page 75: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

63

Pengujian secara realtime tidak menghasilkan pengukuran distance yang

baik sehingga error yang dihasilkan juga cukup besar. Seperti yang telah

disebutkan sebelumnya bahwa posisi direct antara sumber sinyal iBeacon dengan

smartphone akan sangat berpengaruh terhadap hasil ukur distance. Selain itu

untuk mendapatkan pengukuran yang stabil pada satu titik pengukuran dibutuhkan

beberapa detik dalam keadaan diam pada titik pengukuran tersebut, hal ini

berdasar pada hasil pegujian skenario pertama yaitu setiap titik pengukuran

membutuhkan minimal 20 detik untuk mencapai nilai pengukuran yang stabil.

Langkah atau step pada Tabel 4.10 adalah satu detik pengukuran, sehingga dengan

pengukuran satu detik tersebut tidak mewakili nilai stabil dari iBeacon.

Pergerakan dari smartphone juga menjadi faktor yang mempengaruhi hasil

pengukuran, baik pada skenario pertama atau kedua.

4.6 Hasil Pengamatan

4.6.1 Beberapa hal tentang iBeacon Kontakt

Berdasar pada hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya

kaitannya iBeacon Kontakt yang digunakan dalam positioning, maka terdapat

beberapa hasil pengamatan mengenai iBeacon Kontakt sebagai berikut:

a. Bentuk kemasan iBeacon Kontakt dari fabrikannya menyebabkan penyebaran

sinyal tidak merata. Dengan adanya lubang sebagai sumber sinyal,

menyebabkan hanya pada kondisi tertentu saja sinyal dapat diterima dengan

baik oleh receiver.

b. Kuat sinyal dari iBeacon yang diterima oleh receiver dipengaruhi oleh

kondisi di dalam ruangan, berupa infrastruktur bergerak atau diam.

c. iBeacon Kontakt mempunyai jangkauan sinyal yang pendek. Dengan

memperbanyak jumlah dan memperkecil jarak antar iBeacon sebagai titik

referensi maka akurasi posisi objek akan semakin baik.

d. iBeacon tidak cocok digunakan untuk tracking objek yang bergerak, karena

dalam pemancaran sinyalnya, receiver membutuhkan beberapa waktu untuk

mendapatkan nilai pengukuran yang stabil dari iBeacon.

Page 76: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

64

e. Dengan memanfaatkan parameter RSSI, iBeacon cocok digunakan dalam

deteksi objek, tempat atau ruang yang sifatnya diam. Sehingga keterangan

yang diberikan berupa nilai proximity sangat dekat, dekat dan jauh yang tidak

membutuhkan adanya informasi jarak.

4.6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Akurasi Pengukuran

Sinyal dalam perambatannya (propagasi sinyal) dari pemancar (Tx)

menuju penerima (Rx) akan mengalami beberapa gangguan sehingga kuat sinyal

yang dikirimkan akan mengalami pelemahan atau attenuation. Gangguan bisa

disebabkan oleh beberapa faktor yaitu suhu, interferensi gelombang lain, halangan

berbentuk fisik seperti tubuh manusia, tembok dan lain sebagainya, seperti

ditunjukkan pada Gambar 4.6. Dalam [34] terdapat 3 mekanisme yang bisa saja

terjadi saat proses propagasi sinyal, yaitu reflection, diffraction dan scattering.

Refleksi (reflection) merupakan gejala pantulan gelombang pada permukaan

benda padat yang halus yang dimensinya lebih besar daripada panjang gelombang

sinyalnya. Difraksi (difraction) merupakan pantulan gelombang pada permukaan

benda padat yang memiliki permukaan kasar yang dimensinya lebih besar dari

panjang gelombangnya. Hamburan (scattering) merupakan pancaran gelombang

ke segala arah karena adanya permukaan benda yang dimensinya sama besar

dengan panjang gelombang. Jika ketiga mekanisme ini tidak dialami maka

dikatakan bahwa sinyal dari Tx menuju Rx tidak mengalami adanya pantulan atau

sinyal merambat melalui jalur yang bebas halangan (free space), sehingga sinyal

diterima langsung oleh penerima, disebut dengan kondisi line of sight.

Diantara beberapa mekanisme yang terjadi pada proses propagasi sinyal,

pada penelitian ini salah satu faktor yang mempengaruhi adanya pelemahan sinyal

yang diterima oleh smartphone adalah pada mekanisme reflection. Hal ini

dikarenakan benda padat yang menjadi media pantul berupa dinding, langit-langit

dan lantai yang memiliki permukaan halus dan mempunyai dimensi yang besar.

Mekanisme ini diilustrasikan pada Gambar 4.7 yaitu proses sinyal dari iBeacon

yang diterima oleh smartphone pada jalur a-b-c-d. Dalam ilustrasi tersebut

digambarkan antara iBeacon dan smartphone pada posisi sejajar dengan jarak

Page 77: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

65

sesungguhnya yaitu d-riil. Akan tetapi tidak menunjukkan hasil pengukuran

distance sama dengan d-riil, hal ini dikarenakan bungkus (casing) dari iBeacon

yang menjadi penghalang antara iBeacon dan smartphone saat dalam kondisi

sejajar di atas lantai. Dalam [29] disebutkan bahwa ketika suatu objek

menghalangi lintasan sinyal dari iBeacon dengan penerima maka akan

menyebabkan lemahnya kuat sinyal yang diterima oleh smartphone. Objek yang

dimaksud bisa berupa material tertentu atau tubuh manusia, seperti ditunjukkan

pada Gambar 4.8.

Gambar 4.6 Model Propagasi sinyal di dalam ruang tertutup [35]

Gambar 4.7 Ilustrasi sinyal yang diterima karena proses pantulan

Page 78: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

66

Gambar 4.8 Objek yang bisa memblokir sinyal iBeacon [29]

Pelemahan sinyal yang terjadi akibat dari adanya proses pantulan akan

bisa dikurangi jika proses perambatan sinyal melalui lintasan yang bebas

halangan. Jika antara iBeacon dan smartphone terdapat suatu kondisi yang

memiliki lintasan yang bebas halangan (free space) maka akurasi pengukuran

akan bisa dicapai. Kondisi yang bebas halangan tersebut diilustrasikan pada

Gambar 4.9 dan Gambar 4.10. Diterangkan dalam [36], perambatan sinyal akan

mempunyai dua jalur, jalur pertama dengan cara refleksi karena permukaan suatu

benda atau objek dan jalur kedua secara langsung.

Gambar 4.9 Ilustrasi sinyal diterima secara direct oleh smartphone

Gambar 4.10 Ilustrasi dua jalur proses perambatan sinyal [36]

Page 79: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

67

Gambar 4.11 iBeacon dengan antena ekstensi

Menurut sifat pancaran sinyal dari iBeacon yang menyebar dan kondisi

ruangan yang memiliki beberapa objek di dalamnya, maka cara penempatan

iBeacon sebagai titik referensi juga merupakan faktor yang mempengaruhi akurasi

hasil pengukuran. Untuk mendapatkan jalur perambatan sinyal yang bebas

halangan, maka jika dimungkinkan dengan menambah antena eksternal pada

iBeacon, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.11. Dengan ilustrasi tersebut maka

kesalahan pengukuran bisa semakin diminimalisir.

Page 80: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

68

5 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

a. Informasi jarak (distance) yang terukur antara iBeacon dan smartphone

digunakan sebagai variable utama dalam menentukan estimasi posisi

menggunakan teknik Trilaterasi yang diterapkan dalam 4 macam model

yaitu AOTG, UBS, UBLS dan LBUS.

b. Hasil pengukuran dan perhitungan terbaik menggunakan teknik Trilaterasi

ditunjukkan pada model LBUS, yaitu dengan tingkat error sebesar ± 0,16

meter pada jarak terjauh ± 4 meter, sedangkan error terbesar ditunjukkan

pada model AOTG dengan nilai ± 20,4 meter.

c. Akurasi pengukuran jarak (distance) dipengaruhi oleh Faktor halangan.

Untuk mendapatkan pengukuran yang akurat membutuhkan kondisi yang

bebas halangan (line of sight) sehingga jalur pancaran sinyal dari iBeacon

kepada smartphone akan bersifat langsung (direct).

d. Pada frekuensi 1Hz saat iBeacon memancarkan sinyalnya, dibutuhkan

waktu ± 5 detik untuk bisa memberikan pancaran sinyal yang stabil kepada

penerima (smartphone). Sehingga hal ini memberikan hasil yang tidak

akurat ketika digunakan pada pengujian secara realtime.

5.2 Saran

Beberapa saran pengembangan yang bisa dilakukan untuk penelitian

berikutnya adalah:

a. Penelitian bisa dikembangkan untuk model UBLS (Upper Beacon Lower

Smartphone) yaitu dengan menambahkan antena ekstensi sehingga sinyal

yang dipancarkan bersifat divergen atau merata.

Page 81: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

69

b. Penelitian lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan memperbanyak

jumlah iBeacon sebagai titik referensi, yang bertujuan untuk memperoleh

akurasi posisi yang lebih baik.

c. Memanfaatkan parameter RSSI pada iBeacon sebagai variabel utama

dalam positioning.

d. Mengembangkan aplikasi berbasis Android sebagai pengganti aplikasi

sebelumnya yang berbasis iOS.

Page 82: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

70

DAFTAR PUSTAKA

[1] H. Chen, T. Finin, and A. Joshi, “An ontology for context-aware pervasive

computing environments,” Knowl. Eng. Rev., vol. 18, no. 03, pp. 197–207,

2003.

[2] Sheng-Cheng Yeh, Wu-Hsiao Hsu, Ming-Yang Su, Ching-Hui Chen, and Ko-

Hung Liu, “A study on outdoor positioning technology using GPS and WiFi

networks,” presented at the Networking, Sensing and Control, 2009. ICNSC

’09. International Conference on, 2009, pp. 597–601.

[3] G. Deak, K. Curran, and J. Condell, “A survey of active and passive indoor

localisation systems,” Comput. Commun., vol. 35, no. 16, pp. 1939–1954,

2012.

[4] M. Rodríguez-Damián, X. Vila Sobrino, and L. Rodríguez-Liñares, “Indoor

Tracking Persons Using Bluetooth: A Real Experiment with Different

Fingerprinting-Based Algorithms,” in Ambient Intelligence - Software and

Applications, vol. 219, A. van Berlo, K. Hallenborg, J. M. C. Rodríguez, D.

I. Tapia, and P. Novais, Eds. Springer International Publishing, 2013, pp. 25–

32.

[5] Jin-Shyan Lee, Yu-Wei Su, and Chung-Chou Shen, “A Comparative Study of

Wireless Protocols: Bluetooth, UWB, ZigBee, and Wi-Fi,” presented at the

Industrial Electronics Society, 2007. IECON 2007. 33rd Annual Conference

of the IEEE, 2007, pp. 46–51.

[6] F. Subhan and H. B. Hasbullah, “Minimizing discovery time in bluetooth

networks using localization techniques,” presented at the Information

Technology (ITSim), 2010 International Symposium in, 2010, vol. 2, pp.

648–653.

[7] S. . Li, B. . Liu, B. . Chen, and Y. . Lou, “Neural network based mobile

phone localization using Bluetooth connectivity,” Neural Comput. Appl., vol.

23, no. 3–4, pp. 667–675, 2013.

[8] Jia Liu, Canfeng Chen, Yan Ma, and Ying Xu, “Energy Analysis of Device

Discovery for Bluetooth Low Energy,” presented at the Vehicular

Technology Conference (VTC Fall), 2013 IEEE 78th, 2013, pp. 1–5.

[9] “Bluetooth Low Energy, Beacons and Retail - A VeriFone White Paper,” 9.

[10] R. Bruno and F. Delmastro, Design and analysis of a Bluetooth-based indoor

localization system, vol. 2775. 2003.

[11] A. Kotanen, M. Hannikainen, H. Leppakoski, and T. D. Hamalainen,

“Experiments on local positioning with Bluetooth,” presented at the

Information Technology: Coding and Computing [Computers and

Communications], 2003. Proceedings. ITCC 2003. International Conference

on, 2003, pp. 297–303.

Page 83: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

71

[12] Sheng Zhou and J. K. Pollard, “Position measurement using Bluetooth,”

Consum. Electron. IEEE Trans., vol. 52, no. 2, pp. 555–558, May 2006.

[13] A. K. M. M. Hossain and Wee-Seng Soh, “A Comprehensive Study of

Bluetooth Signal Parameters for Localization,” presented at the Personal,

Indoor and Mobile Radio Communications, 2007. PIMRC 2007. IEEE 18th

International Symposium on, 2007, pp. 1–5.

[14] F. Subhan, H. Hasbullah, A. Rozyyev, and S. T. Bakhsh, “Indoor positioning

in Bluetooth networks using fingerprinting and lateration approach,”

presented at the Information Science and Applications (ICISA), 2011

International Conference on, 2011, pp. 1–9.

[15] A. Bekkelien, “Bluetooth Indoor Positioning,” Thesis, University of Geneva,

2012.

[16] L. . b Chen, L. . b Pei, H. . b Kuusniemi, Y. . b Chen, T. . b Kröger, and R. . b

Chen, “Bayesian fusion for indoor positioning using bluetooth fingerprints,”

Wirel. Pers. Commun., vol. 70, no. 4, pp. 1735–1745, 2013.

[17] H. Liu, H. Darabi, P. Banerjee, and J. Liu, “Survey of wireless indoor

positioning techniques and systems,” IEEE Trans. Syst. Man Cybern. Part C

Appl. Rev., vol. 37, no. 6, pp. 1067–1080, 2007.

[18] L. . Reyero and G. . Delisle, “A pervasive indoor-outdoor positioning

system,” J. Networks, vol. 3, no. 8, pp. 70–83, 2008.

[19] J. Symonds, Emerging Pervasive and Ubiquitous Aspects of Information

Systems: Cross-Disciplinary Advancements. Idea Group Inc (IGI), 2011.

[20] Liang Chen, H. Kuusniemi, Yuwei Chen, Ling Pei, T. Kroger, and Ruizhi

Chen, “Information filter with speed detection for indoor Bluetooth

positioning,” presented at the Localization and GNSS (ICL-GNSS), 2011

International Conference on, 2011, pp. 47–52.

[21] F. Subhan, H. Hasbullah, A. Rozyyev, and S. T. Bakhsh, “Handover in

bluetooth networks using signal parameters,” Inf. Technol. J., vol. 10, no. 5,

pp. 965–973, 2011.

[22] Yapeng Wang, Xu Yang, Yutian Zhao, Yue Liu, and L. Cuthbert, “Bluetooth

positioning using RSSI and triangulation methods,” presented at the

Consumer Communications and Networking Conference (CCNC), 2013

IEEE, 2013, pp. 837–842.

[23] J. Yim, S. Jeong, K. Gwon, and J. Joo, “Improvement of Kalman filters for

WLAN based indoor tracking,” Expert Syst. Appl., vol. 37, no. 1, pp. 426–

433, Jan. 2010.

[24] C. Dethe, D. Wakde, and C. Jaybhaye, “Bluetooth Based Sensor Networks

Issues and Techniques,” presented at the Modelling & Simulation, 2007.

AMS ’07. First Asia International Conference on, 27, pp. 145–147.

[25] “What is iBeacon? A Guide to iBeacons,” iBeacon.com Insider. .

Page 84: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

72

[26] K. Finkenzeller, RFID Handbook - Fundamentals and Applications in

Conctactless Smart Card and Identification. England: Carl Hanser Verlag,

Munich/FRG, 2003.

[27] Ching-Sheng Wang and Li-Chieh Cheng, “RFID & vision based indoor

positioning and identification system,” presented at the Communication

Software and Networks (ICCSN), 2011 IEEE 3rd International Conference

on, 2011, pp. 506–510.

[28] C. Hocking, “The Beacon Experiments: Low-Energy Bluetooth Devices in

Action,” Shine Technologies, Feb-2014. .

[29] “Getting Started with iBeacon,” Jun. 2014.

[30] Proximity Marketing with iBeacon. 2014.

[31] K. Thapa and S. Case, “An indoor positioning service for bluetooth ad hoc

networks,” in Midwest Instruction and Computing Symposium, MICS, 2003.

[32] K. Stone and T. Camp, “A survey of distance-based wireless sensor network

localization techniques,” Int. J. Pervasive Comput. Commun., vol. 8, no. 2,

pp. 158–183, 2012.

[33] A. Roxin, J. Gaber, M. Wack, and A. Nait-Sidi-Moh, “Survey of Wireless

Geolocation Techniques,” presented at the Globecom Workshops, 2007

IEEE, 26, pp. 1–9.

[34] T. K. Sarkar, Zhong Ji, Kyungjung Kim, A. Medouri, and M. Salazar-Palma,

“A survey of various propagation models for mobile communication,”

Antennas Propag. Mag. IEEE, vol. 45, no. 3, pp. 51–82, Jun. 2003.

[35] H. Hashemi, “The indoor radio propagation channel,” Proc. IEEE, vol. 81,

no. 7, pp. 943–968, Jul. 1993.

[36] I. F. Akyildiz, Z. Sun, and M. C. Vuran, “Signal Propagation Techniques for

Wireless Underground Communication Networks,” Phys. Commun. J.

Elsevier, vol. 2, pp. 167–183, Sep. 2009.

Page 85: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

L73

LAMPIRAN

Page 86: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

L74

Lampiran 1a – Model AOTG (all on the ground)

Lampiran 1b – Model UBS (upper beacon and smartphone)

B1 B2

B3

smartphone

B2

B1 B3

smartphone

Page 87: Thesis - Development of Positioning System Using Bluetooth Low Energy (Ble) Ibeacon

L75

Lampiran 1c – Model UBLS (lower beacon upper smartphone)

Lampiran 1d – Model LBUS (lower beacon upper smartphone)

B1

B2 B3

smartphone

smartphone

B1

B2

B3