Thesis bakteriosin asal tambak udang

64
i POTENSI Bacillus sp. PENGHASIL SENYAWA BAKTERIOSIN ASAL TAMBAK UDANG SEBAGAI PENGHAMBAT Vibrio harveyi ASAHEDI UMORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

description

bakteriosin Bacillus sp. asal tambak udang

Transcript of Thesis bakteriosin asal tambak udang

Page 1: Thesis bakteriosin asal tambak udang

i

POTENSI Bacillus sp. PENGHASIL SENYAWA BAKTERIOSIN ASAL TAMBAK UDANG SEBAGAI PENGHAMBAT Vibrio harveyi

ASAHEDI UMORO

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2015

Page 2: Thesis bakteriosin asal tambak udang

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DANSUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Potensi Bacillus sp. Penghasil Senyawa Bakteriosin asal Tambak Udang Sebagai Penghambat Vibrio harveyi” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir ditesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2015

Asahedi Umoro

P051120111

Page 3: Thesis bakteriosin asal tambak udang

iii

RINGKASAN

ASAHEDI UMORO. Potensi Bacillus sp. Penghasil Senyawa Bakteriosin Asal Tambak Udang Sebagai Penghambat Vibrio harveyi Dibimbing oleh NISA RACHMANIA MUBARIK dan WIDANARNI.

Udang merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya, dengan permintaan dunia yang terus mengalami peningkatan. Tantangan terbesar bagi pembudidaya udang saat ini ialah serangan penyakit. Salah satu penyakit bakteria patogen penyebab kegagalan panen didalam budidaya udang ialah serangan Vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio harveyi. Adanya bakteri patogen Vibrio harvey ini dapat berakibat terhadap penurunan produksi udang dan kerugian ekonomi bagi pembudidaya udang. Aplikasi Bacillus sp. dapat digunakan sebagai alternatif solusi untuk mengontrol pertumbuhan bakteri patogen pada budidaya udang, dikarenakan bakteri Bacillus sp. dapat diaplikasikan sebagai probiotik dan biokotrol yang menghasilkan senyawa antimikrob polipeptida seperti bakteriosin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen.

Bakteriosin merupakan senyawa antimikrob polipeptida yang disintesis di ribosom, proses sintesis bakteriosin berlangsung selama masa pertumbuhannya mengikuti pola sintesis protein dan umumnya bakteriosin hanya menghambat galur-galur yang berkerabatan dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin. Sedangkan hampir seluruh patogen yang ada di budidaya perikan merupakan bakteri gram negatif sehingga galur Bacillus sp. terpilih harus mampu menghasilkan bakteriosin yang kemampuan spektrum penghambatan yang luas sehingga mampu menghambat bakteri Vibrio harveyi yang termasuk patogen gram negatif.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi Bacillus sp. penghasil bakteriosin asal tambak udang, Pangandaran, Jawa Barat dan melakukan pengujian aktifitas penghambatannya terhadap Vibrio harveyi. Metode penelitian yang dilakukan antara lain 1) isolasi Bacillus sp. dilakukan dengan pemanasan pada suhu ± 800C selama 15 menit untuk memberi peluang tertapisnya Bacillus sp. 2) Seleksi isolat Bacillus sp. yang mempunyai kemampuan antimikrob dilakukan dengan menggunakan metode doube layer dan uji aktivitas penghambat bakteriosin dilakukan dengan menggunakan kertas cakram pada media SWC padat yang berisi bakteri uji Vibrio harveyi, 3) isolat Bacillus sp. terpilih dilakukan identifikasi molekuler 16S rRNA, karakteristik morfologin , pewarnaan gram dan spora, 4) pengendapan protein dilakukan dengan menggunakan amonium sulfat bertingkat 10-80%, 5) perhitungan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode bradford dan perhitungan bobot molekul dengan metode SDS pages, serta 6) dilakukan penguji aktivitas penghambatan bakteriosin dan kompetisi Bacillus sp. terhadap Vibrio harveyi pada media tumbuh SWC cair.

Dari hasil isolasi sampel sendimen lumpur dan air tambak udang didapatkan 22 isolat Bacillus sp. yang memiliki aktivitas penghambatan dan dipilih Lima isolat potensial dengan aktivitas penghambatan tertinggi yang diduga sebagai penghasil bakteriosin yaitu: LTP 1, LTP 4, LTP 6, LTP 14, dan ATP 2. yang kemudian lima isolat tersebut diuji aktivitas penghambatan bakteriosinnya. Isolat LTP 1 merupakan isolat dengan aktivitas antimikrob terbesar dan dipilih untuk analisa molekuler dengan 16S

Page 4: Thesis bakteriosin asal tambak udang

iv

rRNA, produksi bakteriosin pada media pertumbuhan, dan uji antagonis penghambatan terhadap Vibrio harveyi.

Isolat Bacillus LTP 1 telah diidentifikasi sebagai Bacillus subtillis dengan tingkat kesamaaan 96%. Produksi antimikrob bakteriosin isolat LTP 1 terjadi selama fase pertumbuhan dengan aktivitas maksimal antimikrob bakteriosin terjadi pada fase stasioner dengan besar zona hambat 16 mm. Penurunan aktivitas antimikrob bakteriosin terjadi setelah dilakukan perlakuan dengan enzim protease K. Pengendapan bakteriosin dengan amonium sulfat 70% memiliki aktivitas penghambatan terbesar dengan indeks penghambatan 2,7; aktifitas unit penghambatan 2490 mm2/ml dan dapat meningkatkan zona penghambatan sebesar 142%. Isolat LTP 1 dapat digunakan sebagai penghasil bakteriosin yang potensial dan menekan pertumbuhan Vibrio harveyi.

Kata kunci: Bacillus sp., Bakteriosin, Antimikrob, Vibrio harveyi, udang

Page 5: Thesis bakteriosin asal tambak udang

v

SUMMARY

ASAHEDI UMORO. The Potency of Bacteriocin Compound Producing Bacillus from Shrimp Farm on Inhibiting Vibrio harveyi. Supervised by NISA RACHMANIA MUBARIK dan WIDANARNI.

Shrimp is one of the leading commodity aquaculture, with global demand continues to increase. The biggest challenge for shrimp farmers today are disease. One of the bacterial disease pathogens cause failures culture in shrimp farming is Vibriosis attack caused by the Vibrio harveyi. The presence of pathogenic bacteria Vibrio harveyi in shirmp culture cause a decrease in shrimp production and economic losses to shrimp farmers. Applications Bacillus sp. can be used as an alternative solution to control the growth of pathogenic bacteria in shrimp farming, because Bacillus sp. can be applied as probiotic and biocontrol that produce antimicrobial compounds such as bacteriocins polypeptide that can inhibit the growth of pathogenic bacterial.

Bacteriocin is a polypeptide antimicrobial compounds synthesis in ribosomes, bacteriocins synthesis process during the period of growth bacterial follows the pattern of protein synthesis, and generally only inhibit strains of closely related bacterial produce-bacteriocin. While almost all pathogens in the aquaculture is a Gram-negative bacterium that strains of Bacillus sp. selected should be able to produce bacteriocins with a broad inhibitory spectrum capabilities to inhibition against Vibrio harveyi including gram-negative bacteria.

The aim of study was to isolate Bacillus sp. producing bacteriocin origins shrimp farms, Pangandaran, West Java and examined their inhibitory activity against Vibrio arveyi. Method in this research 1) isolation of Bacillus sp. performed by heating at 800C for 15 minutes to give the opportunity selected Bacillus sp. 2) Antimicrobial activity of selected Bacillus sp. was determined using double layer method and test the inhibitory activity of bacteriocins by using paper disc at SWC solid media containing test bacteria Vibrio harveyi, 3) the selected of Bacillus sp. identification by molecular 16S rRNA, the morphological characteristic based on gram’s staining and spore’s staining, 4) protein precipitation by using multilevel ammonium sulfate 10-80%,5) calculation of the protein content by using the method of bradford and molecular weight using SDS pages, 6) testing inhibitory activity of bacteriocins and competition test Bacillus sp. against Vibrio harveyi at SWC liquid medium.

Isolation from sendiment and water from shrimp farms obtained 22 isolates of Bacillus which have inhibitory activity dan and selected five potential isolates with the highest inhibitory activity that is suspected as producing bacteriocins are: LTP 1, LTP 4, LTP 6, LTP 14, and ATP 2. The five isolates were then tested the inhibitory activity of bacteriocins. The LTP 1 isolate has the biggest antimicrobial activity and selected to identify using 16S rRNA, produce of bacteriocins on growth media culture, and test antagonistic to Vibrio harveyi.

The LTP 1 isolate was identified as Bacillus subtilis with the similarity level 96%. Production of bacteriocins antimicrobial from isolates LTP 1 occurs during the growth phase with maximum antimicrobial activity of bacteriocins occurs in the stationary phase with a large zone of inhibition of 16 mm. A reduction in antimicrobial

Page 6: Thesis bakteriosin asal tambak udang

vi

activity was recorded after treatment of bacteriocins with protease K. The 70% ammonium sulfate precipitate of bacteriocin is the highest inhibitory of activity with index inhibitory 2,7; Activity Unit 2490 mm2/ml and could increase 142 % than inhibitor zone. The LTP 1 isolate could be used as a potential bacteriocin and reduced growth of Vibrio herveyi.

. Keywords: Bacillus sp., bacteriocins, antimicrobial, Vibrio harveyi, shrimp

Page 7: Thesis bakteriosin asal tambak udang

vii

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 8: Thesis bakteriosin asal tambak udang

viii

POTENSI Bacillus sp. PENGHASIL SENYAWA BAKTERIOSIN ASAL TAMBAK UDANG SEBAGAI PENGHAMBAT Vibrio harveyi

ASAHEDI UMORO

Tesissebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Manajemen pada

Program Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2015

Page 9: Thesis bakteriosin asal tambak udang

ix

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Page 10: Thesis bakteriosin asal tambak udang

x

Judul Tesis : POTENSI Bacillus sp. PENGHASIL SENYAWA BAKTERIOSIN ASAL TAMBAK UDANG SEBAGAI PENGHAMBAT Vibrio harveyi

Nama : ASAHEDI UMORONIM : P051120111

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Nisa Rachmania Mubarik, M.Si

Ketua

Dr Ir Widanarni, M.Si

Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program StudiBioteknologi

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

a.n Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sekretaris Program Magister

Prof Dr Ir Nahrowi, MSc

Tanggal Pengesahan :

Page 11: Thesis bakteriosin asal tambak udang

xi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul “Potensi Bacillus sp. Penghasil Senyawa Bakteriosin asal Tambak Udang Sebagai Penghambat Vibrio harveyi”, ini ditunjukkan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi Sekolah Pascasarjana IPB Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr Nisa Rachmania Mubarik, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr Widanarni, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingannya dan motivasi yang diberikan kepada penulis. Kepada DIKTI atas Beasiswa Unggulan Dalam Negeri selama menempuh pendidikan pascasarjanan di IPB.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu tercinta dan Istri tersayang Fadlilah Purna Agustin atas doa dan kasih sayangnya,tim Biotek Hadi Susilo, Rike Tri Kumala Dewi dan Nutika Kurniati, staf Laboratorium Mikrobiologi IPB Ibu Heni dan Bapak Jaka, serta teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi IPB dan Teman-teman di Sekolah Pacasarjana Biotek angkatan 2012.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015

Asahedi Umoro

Page 12: Thesis bakteriosin asal tambak udang

xii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...........................................................................................................xiDAFTAR GAMBAR .......................................................................................................xiDAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................xi1.PENDAHULUAN..........................................................................................................1

Latar Belakang................................................................................................1Tujuan Penelitian............................................................................................2Manfaat Penelitian..........................................................................................2Hipotesis...........................................................................................................

2.TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................2Bacillus sp. dalam Akuakultur........................................................................2Bakteriosin......................................................................................................3Biosintesis Bakteriosin...................................................................................5Mekanisme Kerja Bakteriosin........................................................................5

3.METODE........................................................................................................................6Kerangka Penelitian........................................................................................7Waktu dan Tempat..........................................................................................7Bahan Penelitian.............................................................................................7Pengambilan Sampel......................................................................................7Seleksi Isolat Bacillus sp................................................................................7Uji Aktivitas Penghambatan Bacillus sp........................................................7Uji Aktivitas Penghambatan Bakteriosin........................................................8Kurva Tumbuh dan Penentuan Sintesis Bakteriosin......................................8Pengendapan Amoniumsulfat, perhitungan Kadar Protein, dan Penentuan Bobot Molekul Protein...................................................................................8Karakterisasi Isolat Bakteri.............................................................................9Indentifikasi Molekul Bakteri Terpilih...........................................................9Uji Penghambatan Bakteriosin dan Kompetisi Bacillus sp. terhadap Vibrio harveyi............................................................................................................9

4.HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................................10Hasil..............................................................................................................10Pembahasan..................................................................................................10

5.SIMPULAH............................................................................................................11117 Simpulan..................................................................................................1717

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................18LAMPIRAN....................................................................................................................22RIWAYAT HIDUP.........................................................................................................27

Page 13: Thesis bakteriosin asal tambak udang

xiii

DAFTAR TABEL

1.Jenis Bakteriosin dari Genus Bacillus............................................................................42.Kategori Kelas Senyawa Bakteriosin...........................................................................443.Karakteristik Morfologi Koloni dan Sel Isolat Bacillus sp. Terpilih...........................104.Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus sp. Terpilih....................................................11

DAFTAR GAMBAR

1.Kerangka Penelitian........................................................................................................62.Kurva Pertumbuhan Isolat LTP 1.................................................................................113.Hasil Pengendapan Amonium Sulfat............................................................................124.Penentuan Bobot Molekul Bakteriosin Isolat LTP1.....................................................125.Identifikasi Molekuler gen 16S rRNA..........................................................................136.Uji Kompetisi Penghambatan Vibrio harveyi...............................................................147. Pengamatan Optical Density pertumbuhan Vibrio harveyi.........................................14

DAFTAR LAMPIRAN

1.Komposisi Bahan yang Digunakan..............................................................................222.Data Indeks Penghambatan Isolat Bacillus sp..............................................................233.Pengujian antimikrob Bacillus sp.................................................................................244.Pengujian Bakteriosin...................................................................................................25

Page 14: Thesis bakteriosin asal tambak udang

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Udang merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan budidaya, dengan permintaan dunia yang terus mengalami peningkatan. Indonesia termasuk negara terbesar pengekspor udang vaname (Litopenaeus vannamei) didunia selain beberapa negara seperti Ekuador, Thailand, Vietnam, China,India dan Malaysia (FAO 2013). Sebagai salah satu negara pengekspor udang terbesar didunia dengan sistem budidaya intensif pada padat tebaran tinggi maka kebutuhan pakan yang dibutuhkan sebagai sumber energi bagi udang akan tinggi. Penggunan pakan pada saat budidaya udang tidak secara penuh diserap oleh udang, akan tetapi sebagian akan dilepas keperairan sebagai limbah yang berpotensi menurunkan kualitan air dan lingkungan sehingga pembudidaya udang akan dihadapkan pada tantangan serangan penyakit. Salah satu penyakit bakterial yang paling serius dan penyebabkan kematian masal pada udang adalah vibriosis yang disebabkan oleh bakteri patogen Vibrio harveyi (Zokaeifar et al. 2013). Bakteri ini merupakan penyebab kegagalan didalam budidaya udang akibat adanya kematian masal pada semua stadia udang mulai stadia nauplius, zoea, mysis dan postlarva sampai udang dewasa di tambak pembesaran (Saulnier et al. 2000), serta berdampak pada penurunan jumlah produksi dan menimbulkan kerugian ekonomi (Muliani et al. 2003, Nasi et al. 2007).

Berbagai upaya pengendalian penyakit vibriosis telah dilakukan salah satunya dengan penggunan antibiotik. Penggunaan antibiotik didalam pengendalian penyakit telah dilarang, karena dapat menyebabkan resistensi patogen terhadap antibiotik dan adanya akumulasi residu antibiotik pada udang sebagai bahan pangan. Oleh karena itu alternatif pengendalian penyakit udang yang disebabkan Vibrio harveyi secara biologi di tambak udang ialah dengan memanfaatkan Bacillus sp. bakteri ini diketahui sebagai bakteri probiotik yang dapat memberikan pengaruh menguntungkan pada inang dengan meningkatkan penyerapan nilai nutrisi sehingga meningkatkan pertumbuhan dan kelulus hidupan udang, memperbaiki kualitas lingkungan, memperbaiki respon inang terhadap penyakit dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan senyawa antimikrob peptida yang mampu untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen Vibrio harveyi (Irina et al. 2001, Nimrat et al. 2012 ,Widanarni et al. 2015).

Senyawa antimikrob peptida berupa bakteriosin dan BLIS (Bacteriosin like inhibitory substance) yang dihasilkan oleh Bacillus sp. memiliki efek bakterisida atau bakteriostatik yang efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen perikanan. Bakteri Bacillus kelompok ini umumnya ditemukan pada lingkungan perairan tawar hingga perairan laut (Ramachandran et al.2014, Rizvi et al. 2014).Senyawa antimikrob polipeptida bakteriosin umumnya disintesis di ribosom. Proses sintesis ini berlangsung selama masa pertumbuhannya mengikuti pola sintesis protein dan umumnya hanya menghambat galur-galur yang berkerabatan dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin. Sedangkan hampir seluruh patogen yang ada di perairan merupakan bakteri Gram negatif, sehingga perlu dipilih galur Bacillus sp. yang menghasilkan bakteriosin dengan dengan kemampuan spektrum antagonis yang luas, termasuk pada bakteri Gram negatif, mampu hidup pada kondisi pH rendah, dan tidak sensitif terhadap zat antibiotik (Ahern et al. 2013).

Page 15: Thesis bakteriosin asal tambak udang

2

Kemampuan bakteri Bacillus sp. untuk memproduksi senyawa bakteriosin dengan spektrum penghambatan yang lebih luas diharapkan dapat menekan Vibrio harveyi, penggunaan bakteriosin sebagai pengganti antibiotik memiliki keunggulan dimana tidak meninggalkan residu pada udang dan dapat terdegradasi oleh enzim protease karena merupakan senyawa peptida, sehingga aman digunakan dibandingkan dengan antibiotik. Mekanisme kerja penghambatan bakteriosin pertama, bakteriosin berinteraksi dengan struktur permukaan sel, seperti membran dan atau molekul reseptor. kedua bakteriosin membuat permeabilisasi membran melalui pembentukan lubang sehingga mampu membunuh target bakteri patogen (Nes et al. 2007).

Isolasi dan seleksi bakteri Bacillus sp. dari lingkungan perairan budidaya udang yang berpotensi menghasilkan senyawa antimikrob bakteriosin akan dilakukan dalam penelitian ini. Bakteriosin yang dihasilkan diharapkan dapat menekan dan mengendalikan bakteri patogen Vibrio harveyi yang menyerang udang dan penyebab kegagalan panen.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menseleksi isolat Bacillus sp. dari lingkungan tambak udang yang potensial menghasilkan senyawa antibakteri bakteriosin dalam menekan pertumbuhan Vibrio harveyi.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai isolat Bacillus sp. sebagai penghasil senyawa antibakteri bakteriosin yang pontensial bagi budidaya udang dan dapat menekan pertumbuhan Vibrio harveyi penyebabkan kegagalan panen pada budidaya udang vaname.

Hipotesis

Hipotesa yang dapat dikembangkan dalam peneltian ini adalah Bacillus sp. yang diisolasi dari tambak udang dapat menghasilkan senyawa antibakteri bakteriosin. yang dapat menghambat dan menekan pertumbuhan Vibrio harveyi.

TINJAUAN PUSTAKA

Bacillus sp. dalam Akuakultur

Spesies Bacillus adalah bakteri berbentuk batang, aerob atau fakultatif anaerob dan dapat membentuk endospora. Banyaknya spesies pada genus ini menunjukkan luasnya kemampuan fisiologi yang memungkinkan mereka untuk hidup pada setiap lingkungan alam. Bacillus sp. yang digunakan sebagai probiotik pada budidaya udang

Page 16: Thesis bakteriosin asal tambak udang

3

dapat ditemukan pada sedimen dan saluran pencernaan udang (Moriarty 1999). Penggunaan Bacillus sp. sebagai probiotik di tambak udang dapat menghambat bakteri patogen udang karena Bacillus sp. dapat menghasilkan zat antimikrob polipeptida yang disebut bakteriosin (Lisboa et al. 2006). Perkembangan saat ini penelitian mikroba yang menguntungkan bagi akuakultur mulai dicoba diisolasi dari banyak mikroba air laut, sedimen ataupun organ hewan yang mampu menghasilkan senyawa antimikrob yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen secara in vitro (Rengpipat et al.1998). Umumnya Bacillus sp. juga berperan sebagai probiotik sebagai biokontrol pada air yang dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen melalui berbagai mekanisme, misalnya memproduksi senyawa penghambat (Nimrat et al. 2012).

Probiotik ialah mikroba hidup yang memberikan pengaruh menguntungkan pada inang dengan memodifikasi komunitas mikroba,memperbaiki nilai nutrisi, memperbaiki respon inang terhadap penyakit, dan memperbaiki kualitas lingkungan. Secara umum probiotik untuk budidaya perairan diseleksi berdasarkan kemampuannya dalam memproduksi senyawa antibakteri. Mekanisme kerja bakteri probiotik dapat dibagi menjadi beberapa cara yaitu: (1) produksi senyawa inhibitor, (2) kompetisi terhadap senyawa kimia atau sumber energi, (3) kompetisi terhadap tempat pelekatan, (4) peningkatan respon immun,(5) perbaikan kualitas air, dan (6) interaksi dengan fitoplankton (Verschuere et al. 2000). Penggunaan probiotik pada pemeliharaan udang yang terinfeksi oleh Vibrio harveyi mampu meningkatkan sintasan kelulus hidupan udang vaname hingga 79.17% (Widanarni et al. 2014)

Beberapa probiotik Bacillus sp. yang telah digunakan dalam bidang akuakultur diantaranya B. subtilis, B. megaterium, B. polymyxa, B. Licheniformis, B. Pumilus yang diketahui berperan dalam pertumbuhan, merangsang sistem imun, meningkatkan kelulusan hidup, serta menghambat bakteri patogen seperti Vibrio harveyi (Newaj-Fyzul et al. 2014). Probiotik Bacillus sp. merupakan probiotik umum yang diaplikasikan dan selalu ada pada beberapa produk komersial di bidang akuakultur dikarenakan Bacillus sp. memiliki kemampuan yang efektif untuk daya pelekatan (adhesion) pada saluran cerna, menyediakan sistem imunostimulan, kemampuanya yang dapat membentuk spora untuk penyimpanan, serta mampu menghasilkan antimikrob peptida berupa bakteriosin (Irina et al. 2001 dan Watson et al. 2008).

Bakteriosin

Bakteriosin merupakan senyawa antimikrob polipeptida yang disintesis di ribosom oleh bakteri Gram positif atau Gram negatif, proses sintesis ini berlangsung selama masa pertumbuhannya dan umumnya hanya menghambat galur-galur yang berkerabatan dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin (Kone dan Fung 1992, Jack et al.1995, Drider et al. 2006). Senyawa antimikrob polipeptida tersebut merupakan senyawa antagonis heterogenus yang menunjukkan beragam berat molekul, sifat-sifat biokima, spektrum penghabatan, dan mekanisme kerjanya, serta tersusun dari 20 sampai 60 asam amino (Nes dan Holo. 2000; Prasad et al. 2005; Lisboa et al. 2006). Bakteriosin pada bakteri Gram positif umumnya berukuran kecil, stabil terhadap panas dan aktivitas antimikrobnya memiliki spektrum yang lebih luas dari pada bakteriosin dari bakteri Gram negatif (Jack et al. 1995). Beberapa senyawa antimikrob bakteriosin yang dihasilkan oleh Bacillus sp. dari beberapa penelitian disajikan pada tabel 1.

Page 17: Thesis bakteriosin asal tambak udang

4

Tabel 1 Jenis Bakteriosin dari genus Bacillus

No

Organisme Jenis BakteriosinBerat molekul

(kDa) Sumber

1 B.cereus Cerein GN105Cerein 7ACerein 7B

9,03,94,9

Naclerio et.al.(1993)Oscariz et.al.(1999)Oscariz et.al.(2006)

2 B.subtilis Subtilin

Subtilin BSubtilin AMersacidinEricin SEricin ABac 14BLFB112

3,2

3,43,41,83,42,9216,3

Benerjee dan Hansen. (1988)Chan et.al. (1993)Zheng et.al .(1999)Bierbaum et.al.(1999)Stein et.al. (2002)

Hammami et.al.(2009)Xie et.al.(2009)

3 B. Licheniformis Bacillocin 490Peptide A12CLichenin

1,40,71,4

Martirani et al.(2002)Galvez et.al. (1993)Pattnaik et.al.(2001)

4 B. amyloliquifaciens

BLIS 5006 5,0 Lisboa et.al (2006)

5 B.lentus BLIS 11 Sharma.et.al.(2009)6 B.megaterium Megacin 19

Megacin 223,5-6,53,5-6,5

Khalil et.al. (2009b)Khalil et.al.(2009a)

7 B.polyfermenticus Polyfermenticin SCD

14,3Lee et.al.(2001)

8 B.thuringiensis Thuricin 439Thuricin 17

2,93,2

Ahern et.al.2003Gray et.al.2006

Tabel 2 Katagori kelas senyawa bakteriosin

KatagoriKarakteristik Subkatagori Contoh Sumber

Kelas I

Merupakan peptida yang termodifikasi pada proses posttranslasi.

Tipe A (molekul panjang, < 4 kDa

Nisin (Lactococcus lactis)Subtilin (Bacillus subtilis)Epidermin (Staphylococcus epidermidis)

Drider et al.(2006)Cuesta et al.(2000)Teo & Tan (2005)

Tipe B (molekul bulat, 1,8 – 2,1 kDa)

Mersacidin (Bacillus sp. Galur HIL Y-85,54728)Mutacin B-Ny266 (Streptococcus mutans)

Hoffimann et al.(2004)Altena et al.(2000)

Kelas II

Bakteriosin tidak termodifikasi, stabil panas, mengandung peptidadengan BM < 10 kDa

Subkelas IIa (bakteriosin antisteril seperti pediocin)

Bavaricin A (Lactococcus sakei)Coagulin (Bacillus coagulans)Enterocin SE-K4 (Enterococus faecium)Lactoccoccin MMFII (L.Lactis)Leucocin A (Leuconostoc gelidium)

Heng et al.(2006)Subkelas II b (bakteriosin dua peptida)

Plantaricin EF (Lactobacillus plantarum)Plantaricin JK (L. plantarum)

Subkelas II c (bakteriosin peptida lain)

Lactococcin 972 (Lactococcus lactis)

Kelas III Bakteriosin dengan BM> 30 kDa,

Helveticin J (Lactococcus. helveticus)Millericin B (Streptococcus miler)

Motta -Meira et al. (2005)

Page 18: Thesis bakteriosin asal tambak udang

5

sensitif panas Mathot et al.(2003)Kriteria bakteriosin, ialah (1) memiliki spektra aktivitas yang lebih sempit, (2)

senyawa aktif merupakan polipeptida atau protein, (3) bersifat bakterisida, (4) mempunyai reseptor spesifik pada sel sasaran, dan (5) gen determinan terdapat pada plasmid, plasmid rekombinan episom, kromosom atau transposon yang berperan pada produksi dan imunitas (Tagg et al. 1976). Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri Gram positif biasanya merupakan polipeptida bermuatan positif yang dapat menembus membran sel dan tersusun kurang dari 60 residu asam amino. Berdasarkan katagorinya bakteriosin dapat dikelompokkan menjadi 3 kelas katagori (Tabel 2).

Biosintesis Bakteriosin

Biosintesis bakteriosin dapat dibedakan menjadi antibiotik atau antibakteri dari proses biosintesinya, dimana bakteriosin disintesis melalui jalur ribosom sedangkan antibiotik disintesis melalui jalur di luar ribosom dengan melibatkan multienzim. Kebanyakan bakteriosin disintesis dalam bentuk protein yang tidak aktif yang memiliki N-terminal leader sequence dan C-terminal prepeptida (Williams et al. 1996). Gen yang berperan pada proses produksi bakteriosin sering dihubungkan dengan elemen yang dapat bergerak atau pada kromosom yang terkait dengan trasposom atau plasmid. Bakteriosin dengan bobot molekul rendah dari bakteri Gram positif umumnya ditranslasi sebagai prepetida kemudian dimodifikasi menjadi bentuk molekul aktif secara biologis. Fungsi pelengkap spesifik diperlukan oleh sel penghasil bakteriosin termasuk mekanisme untuk translokasi ekstrasel bakteriosin dan imunitas terhadap aktivitas bakteriosin tersebut (Parada et al. 2007).

Biosintesis bakteriosin dengan berat molekul rendah yang dihasilkan oleh bakteri Gram positif diawali dengan pembentukan prepeptida yaitu bakteriosin yang belum aktif, dengan ujung N penutun (N-terminal leader sequence) yang pendek. Ujung ini terpisah pada saat pematangan dengan bantuan endopeptidase (de Vost et al. 1991). Contoh pada lantibiotk pemisahan terjadi pada asam amino prolin, sedangkan pada nonlantibiotik terjadi pada asam amino glisin. Pemisahan ini untuk mempermudah prepetida bergandengan dengan peptida lain yang tepat. Ujung penutun N ini berperan penting untuk mengarahkan proses pematangan berupa penggandengan prepetida dengan peptida lain untuk membentuk bakterioasin aktif, pelepasan bakteriosin aktif ke ekstraseluler dari model hipotesis biosintesis pediocin AcH yang berbentuk bebas atau terikat pada dinding sel (Jack et al. 1995).

Mekanisme Kerja Antibakteri Bakteriosin

Mekanisme kerja bakteriosin diketahui bergantung pada konsentrasi bakteriosin, kemampuan ionisasi, suhu, pH dan fase pertumbuhan sel target. Spektrum antimikrob didefinisikan sebagai satuan galur yang sensitif terhadap bakteriosin yang diberikan. Sensitivitas ini tergantung dua tahap pada model in vivo. Tahap pertama, bakteriosin berinteraksi dengan struktur permukaan sel, seperti membran dan atau molekul reseptor. Tahap kedua, bakteriosin membuat permeabilisasi membran melalui pembentukan lubang Pengikatan awal dipengaruhi oleh komposisi membran, muatan membran, dan adanya struktur molekul target (reseptor). Tahap kedua dipengaruhi oleh komposisi

Page 19: Thesis bakteriosin asal tambak udang

6

membran, struktur C terminal pada bagian membran yang terpemeabilisasi dan adanya protein imunitas (Drider et al. 2006)

Umumnya kebanyakan bakteriosin aktif di membran yang menyebabkan permeabillisasi dan kadang membunuh bakteri target. Beberapa lantibiotik jenis A dan B mampu membunuh sel target dengan menghentikan sintesis dending sel melalui ikatan dengan afinitas besar pada molekul lipid II, suatu molekul yang memainkan peran esensial pada sintesis lapisan peptidoglikan. Lantibiotik jenis A juga dapat membunuh bakteri dengan mekanisme tambahan, yaitu terikat pada molekul lipid II dan kemudian ,membuat lubang di membran sitoplasma target. Mekanisme pembentukan lubang pembemtukan lubang oleh lantibiotik jenis A adalah mekanisme pembunuhan yang paling penting. Mekanisme pembentukan lubang yang mirip juga ditunjukkan oleh lantibiotik dua peptida lacticin 3147 (Nes et al. 2007).

Vibrio harveyi

Bakteri Vibrio merupakan bakteri Gram negatif, sel tunggal, berbentuk batang pendek, yang bengkok (koma) atau lurus berukuran panjang 1,4-5,0 µm dan lebar 0,3-1,3µm, motil dan mempunyai flagela polar. Sedangkan sifat biokimianya adalah oksidasi positif, dan fermentatif terhadap glukosa. DNA genomnya mengandung 38%-51% mol guanin dan sitosol, tidak membentuk gas pada produksi asam dari flukosa dan dapat menggunakan sukrosa sebagai sumber energi. Bakteri ini selain ditemukan di perairan air laut juga dapat ditemukan pada perairan air payau (Logan, 1994).

Vibrio harveyi merupakan salah satu agen penyakit vibriosis yang banyak menyerang udang vaname, yang menyebabkan penyakit udang berpendar serta merupakan patogen oportunistik yang umum dijumpai dilingkungan pemeliharaan udang atau ikan laut. Jika kondisi kesehatan udang menurun maka bakteri ini akan bersifat patogen (Lavilla-Pitogo et al. 1990). Berdasarkan hasil penelitian Widanarni et al. (2012) tingkat kematian udang vaname yang diinfeksi V.harveyi dengan dosis 106

cfu/ml mencapai 31,67%. Vibrio dapat berperan sebagai patogen primer ataupun patogen sekunder, sebagai patogen primer Vibrio masuk melalui kontak langsung dengan organisme, sedangkan sebagai patogen sekunder, Vibrio menginfeksi organisme yang telah terlebih dahulu terinfeksi penyakit lain.

Lima tipe penyakit yang disebabkan oleh bakteri Vibrio diantaranya tail necrosis, shell disease, red disease, loose shell syndrome (LSS) and white gut disease (WGD) yang mana kelima penyakit itu dapat menyebabkan kematian pada udang. Infeksi Vibrio memungkin terjadi melalui infeksi lewat pakan, insan dan hepatopankreas. Vibrio akan berkoloni pada jaringan utama udang setelah Vibrio melewati jaringan epitel (Lightner 1993 dan Jayasree et al. 2006). Penyakit vibriosis yang disebabkan oleh Vibrio terjadi karena udang mengalami stres karena beberapa faktor seperti kualitas air yang jelek, kepadatan yang tinggi, temperatu air yang tinggi, rendanya oksigen, dan rendahnya pergantian air yang dilakukan selama budidaya (Brock and Lightner. 1990).

Page 20: Thesis bakteriosin asal tambak udang

7

METODE

Kerangka Penelitian

Kerangka penelitian meliputi: isolasi Bacillus sp dari air dan sendimen lumpur tambak udang daerah Pangandaran – Jawa Barat, seleksi isolat penghasil antimikrob, uji aktifitas bakteriosin, identifikasi isolat terpilih, Pengendapan bakteriosin dengan ammonium sulfat, uji kandungan protein dan SDS pages.

Gambar 1 Kerangka penelitian yang akan dilakukan

Seleksi dan Isolasi Isolat Bacillus sp.

Uji aktivitas antimikrob

Uji aktivitas bakteriosin

Isolat terpilih (aktivitas penghambatan tertinggi)

Pengendapan bertingkat amonium sulfat 30%-80%

Uji kompetisi bakteriosin dan Bacillus sp. Terhadap V.harveyi

pada media SWC cair

Air dan sendimen dari tambak udang daerah Pangandaran; Identifikasi morfologi , pewarnaan gram dan

spora; Uji patogen agar-agar darah

Indeks Penghambatan sel

Uji indek penghambatan supernatan bebas sel (pH 7)

Uji sensifitas proteolitik (protease K)Perhitungan AU (mm2/ml)

Penentuan kurva tumbuh dan sintesis bakteriosin

Identifikasi molekuler 16S rRNA

Uji aktifitas penghambatan Vibrio harveyi

Perhitungan kadar proteinPenentuan berat molekul (SDS

pages)

Page 21: Thesis bakteriosin asal tambak udang

8

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2014 sampai Maret 2015. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Bahan PenelitianBahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel air dan sendimen

lumpur yang diambil dari tambak udang daerah Pangandaran – Jawa Barat dengan koordinat 7°41'- 7°45"LS dan 108°30- 108°35'BT

Pengambilan Sampel

Sampel air tambak diambil sebanyak 100 ml sedangkan sedimen lumpur tambak diambil kira-kira 100 g kemudian dimasukkan ke dalam botol sampel. Semua sampel disimpan di dalam kondisi dingin hingga sampai di laboratorium (Jamilah et al.2011).

Seleksi Isolat Bacillus sp.

Sampel bakteri diencerkan dengan garam fisiologis hingga pengenceran 10-4- 10-6 kemudian dipanaskan di dalam penangas air pada suhu 80 0C selama 15 menit. Sebanyak 0.1 mL sampel kemudian disebar pada media agar-agar SWC (seawater complete) 50%. gliserol dalam campuran air laut dan akuades dengan perbandingan 3:1, kemudian diinkubasi pada suhu ruang (lampiran 1). Metode ini memberi peluang bagi tertapisnya Bacillus (Jamilah et al.2011).

Uji Aktivitas Penghambatan Antimikrob

Isolat bakteri Bacillus sp. dan bakteri V. harveyi diremajakan pada media SWC, kemudian diinkubasi selama ± dua hari untuk mengetahui kemampuan isolat bakteri Bacillus sp.yang menghasilkan zat antimikrob, dilakukan uji penghambatan terhadap V. harveyi. Sebanyak 50 µl biakan bakteri V.harveyi dengan kepadatan sel 106 CFU/ml disuspensikan dalam 50 ml SWC semipadat, kemudian dituang sekitar ± 10 ml pada permukaan SWC padat dan didiamkan beberapa saat hingga beku. Selanjutnya isolat bakteri Bacillus sp. yang berumur dua hari digores atau ditotolkan pada agar-agar SWC yang sudah berisikan bakteri V. harveyi dengan menggunakan jarum ose dan diinkubasi pada suhu ± 280C selama 24 jam. Bakteri yang memiliki kemampuan dalam menghasilkan senyawa antimikrob menunjukan adanya zona bening (zona penghambatan) di sekitar koloni dan dihitung indeks penghambatannya dengan menggunakan persamaan:

Indeks Penghambatan =

Page 22: Thesis bakteriosin asal tambak udang

9

Uji Aktivitas Penghambatan Bakteriosin

Isolat yang sudah diketahui indeks penghambatannya terhadap V. harveyi ditumbuhkan pada media SWC cair dan diinkubasi selama 24 jam pada inkubator bergoyang pada suhu ± 280 C, kemudian kultur bakteri disentrifuse pada kecepatan 10.000 rpm (Sentrifuge Hermle dengan rotor 220.97) selama lima menit. Supernatan dilakukan penetralan pada pH 7 dengan penambahan 0,1 M NaOH. Sebanyak 100 µl biakan bakteri V. harveyi dengan kepadatan sel 106 CFU/ml dituang pada media SWC agar dan dilakukan penggoresan dengan menggunakan cotton bud steril untuk meratakan. Sebanyak 50-100 µl supernatan diteteskan ke kertas cakram berukuran 5 mm. Kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu ± 280C dan zona bening (zona penghambatan) yang terbentuk dihitung (Sharma et al...2011) dan aktivitas unit (mm2/ml) penghambatan bakteriosin dihitung dengan persamaan (Usmiati dan Marwati, 2007).

Akitivitas unit (mm2/ml)=

Pengujian kepekaan enzim proteolitik terhadap supernatan bebas sel dilakukan untuk memastikan aktivitas penghambatan yang terjadi disebabkan oleh senyawa polipeptida bakteriosin, maka dilakukan uji kepekaan terhadap enzim proteolitik dengan menambahkan enzim protease K (1 mg/ml) dan supernatan dengan perbandingan 1:1 dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu ± 280C kemudian diuji aktivitas penghambatan terhadap V. harveyi (Nguyen et al.2014).

Kurva Tumbuh dan Penentuan Sintesis Bakteriosin

Satu lup isolat Bacillus sp. terpilih yang berumur 24 jam dan memiliki aktivitas penghambatan terbesar ditumbuhkan pada 10 ml media SWC cair kemudian ditumbuhkan selama 12 jam. Kemudian kultur dipindahkan sebanyak 1,5 ml ke dalam media cair 150 ml dan diinkubasi selama 24 jam untuk diamati pertumbuhan sel dengan mengukur absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm setiap 3 jam. Penentuan sintesis bakteriosin dilakukan setiap 3 jam selama 24 jam dengan diambil sebanyak 3 ml kultur ke dalam tabung mikro dan dilakukan sentrifuse pada kecepatan 10.000 rpm (Centrifuge Hermle dengan rotor 220,97) selama 5 menit kemudian supernatan bebas sel kita uji aktivitas antimikrobnya terhadap V. harveyi (Lisboa et al.2006) dan dihitung kadar proteinnya.

Pengendapan Amonium Sulfat, Perhitungan Kadar Protein dan Penentuan Bobot Molekul

Isolat Bacillus sp. terpilih ditumbuhkan di dalam kultur cair hingga memasuki fase awal stationer, lalu sel dipisahkan dengan sentrifugasi dan protein di dalam supernatan dilakukan presipitasi dengan penambahan 10% amonium sulfat secara bertingkat dari 30-80%. Kemudian presipitat dilarutkan ke dalam sodium phospate–buffer saline pH 7 (PBS). Hasil endapan protein kemudian dilakukan pengujian aktivitas

Page 23: Thesis bakteriosin asal tambak udang

10

antimikrob (Lisboa et al.2006) dan dihitung konsentrasi protein (Bradford 1976). Selanjutnya penentuan bobot molekul dengan metode SDS-pages. Penentuan bobot molekul ditentukan dengan menggunakan 12% gel pemisah dan 4% gel penumpuk. Kondisi elektroforesis ialah 50 mA, 100 volt selama 30 menit. Hasil elektroforesis diwarnai oleh Coomasie Brilliant Blue G-250 (CBB G-250). Bobot molekul sampel dihitung dengan menggunakan kurva standar bobot molekul protein (Oscariz et al.1999).

Karakterisasi Isolat Bakteri

Isolat Bacillus sp. dikarakterisasi berdasarkan ciri-ciri morfologi dan fisiologi berdasarkan: pewarnaan Gram, dan spora mengikuti Bergey’s Manual of Determintive Bacteriology.

Identifikasi Molekuler Bakteri Terpilih

Isolasi DNA genom dilakukan menggunakan Geneid Presto Mini gDNA Bacteria Kit. Primer yang digunakan ialah primer spesifik untuk prokariot, 63f (5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC-3’) dan 1387r (5’-GGG CGG WGT GTA CAA GGC-3’) (Marchesi et al.1998). Komposisi reaksi PCR dengan volume reaksi 50 µl yang mengandung 25 µl mix PCR, 0.8 µl DNA template, 0.5 µl primer forward (10 pmol), 0.5 µl primer reverse (10 pmol) dan 23.2 µl ddH2O steril. Kondisi PCR yaitu pra denaturasi (94 0C, 5 menit), denaturasi (94 0C, 1 menit), annealing (55 0C, 1 menit), elongation (72 0C, 1 menit), dan post elongation (720C, 7 menit) sebanyak 27 siklus. Elektroforesis dengan menggunakan agarosa 1% pada tegangan listrik 80 Volt selama 45 menit. Visualisasi DNA dilakukan di atas UV transluminator menggunakan pewarna Etidium Bromida (EtBr). DNA hasil amplifikasi disekuen untuk mengetahui urutan basa nukleotidanya. Urutan basa nukleotida hasil sekuen kemudian disejajarkan dengan data GeneBank menggunakan program BLASTN (Basic Local Alignment Search Tool-Nucleotida) dari situs NCBI (National Center for Biotechnology Information). Analisis filogenetik dilakukan menggunakan program MEGA 6 dengan metode Neighbour Joining (NJ) dengan bootstrap 1000x.

Uji Penghambatan Bakteriosin dan Kompetisi Bacillus sp. terhadap Vibrio harveyi

Bakteriosin hasil pengendapan ammonium sulfat diinokulasi bersama dengan bakteri Vibrio harveyi (106 CFU/ml) pada media SWC cair 50 ml dengan perbandingan bakteriosin : Vibrio harveyi 1:1 (50 µl : 50 µl) dan 2:1 (100 µl : 50 µl) dan satu erlemeyer digunakan sebagai kontrol (tanpa penambahan bakteriosin). Inkubasi dilakukan selama 24 jam pada suhu ±28 0C untuk menentukan kemampuan penghambatan bakteriosin terhadap Vibrio harveyi. Jumlah sel Vibrio harveyi yang tumbuh dihitung dengan metode cawan sebar pada media SWC padat. Sedangkan uji kompetisi Bacillus sp. dengan bakteri V. harveyi dilakukan dengan menginokulasikan Bacillus sp. dan V. harveyi dengan perbandungan 1:1 (50 µl : 50 µl) dan 1:2 (100 µl : 50 µl) diinkubasi selama 24 jam.

Page 24: Thesis bakteriosin asal tambak udang

11

Kemampuan kompetisi ditentukan dengan menghitung jumlah Vibrio harveyi dengan metode cawan sebar. Penentuan persentase penghambatan dihitung dengan persamaan.

Persen Penghambatan =

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Isolasi dan Identifikasi Bacillus sp. Penghasil Bakteriosin

Sebanyak 22 isolat Bacillus sp. diperoleh dari sampel sendimen lumpur dan air tambak udang Pangandaran, Jawa Barat. Dari 22 isolat yang didapat dilakukan seleksi penghambatan terhadap bakteri Vibrio harveyi dan diperoleh 12 isolat yang mempunyai aktivitas antimikrob. Dua belas isolat yang mempunyai kemampuan antimikrob kemudian di pilih lima isolat terbaik yaitu: LTP 1, LTP 4, LTP 6, LTP 14, dan ATP 2, yang memiliki indeks penghambatan terbesar untuk diamati karakteristik morfologi isolat dan diuji lanjut aktivitas antimikrob bakteriosin (Tabel 3).

Tabel 3 Karakteristik morfologi koloni dan sel isolat Bacillus sp. terpilih

No MorfologiIsolat Bacillus sp. Terpilih

LTP 1 LTP 4 LTP 6 LTP 14 ATP 2Koloni

1 Tepi Utuh Berombak Berombak Berombak Utuh2 Elevasi Timbul Rata Melengkung Melengkung Timbul3 Warna Putih susu Putih susu Putih susu Putih susu Putih susu

Sel4 Bentuk Batang Batang Batang Batang Batang5 Gram Positif Positif Positif Positif Positif6 Endospora Ada Ada Ada Ada Ada

Aktivitas Penghambatan Bacillus sp.

Hasil uji aktivitas penghambatan sel lima isolat Bacillus sp. penghasil antimikrob dari tambak udang terhadap V. harveyi (sel 106 cfu/ml) menunjukan bahwa indeks penghambatan yang didapat berkisar antara 1,07-1,77 dengan nilai tertinggi pada isolat LTP 1, aktivitas penghambatan supernatan bebas sel untuk kelima isolat berkisar antara 1,53 – 1,93 dengan nilai tertinggi pada isolat LTP 1, dan Aktivitas unit yang didapat dari kelima isolat Bacillus sp. berkisar antara 1063-1492 mm2/ml, dan berdasarkan pengujian kepekaan enzim proteolitik dengan menggunakan enzim protease K menunjukan bahwa kelima supernatan bebas sel ternyata sensitif terhadap enzim protease (Tabel 4).

Page 25: Thesis bakteriosin asal tambak udang

12

Tabel 4 Aktivitas penghambatan isolat Bacillus sp. terpilih.

No

Asal Isolat

Kode Isolat

Indeks Penghambatan Aktifitas Unit

mm2/ml

Protein mg/ml

Kepekaan Protease

Sel Supernatan

1 Sendimen LTP 1 1,77±0,93 1,93±0,12 1492 0,0834 +2 Sendimen LTP 4 1,26±0,16 1,67±0,31 1199 0,0697 +3 Sendimen LTP 6 1,22±0,38 1,53±0,31 1063 0,0661 +4 Sendimen LTP 14 1,07±0,81 1,8±0,20 1342 0,0796 +5 Air ATP 2 1,53±0,35 1,73±0,31 1270 0,0763 +

Kurva Tumbuh dan Sintesis Bakteriosin

Isolat LTP 1 yang merupakan isolat dengan kemampuan penghambatan terbaik yang dipilih untuk dilakukan pengamatan terhadap laju fase pertumbuhan, waktu sintesis bakteriosin, dan pengukuran kadar proteinnya. Sintesis bakteriosin sudah mulai terjadi pada fase logaritmik, dimana aktivitas penghambatan supernatan (bakteriosin) mulai terjadi pada waktu pengamatan jam ke-9 dengan zona hambat yang terjadi 8 mm sedangkan penghambatan sel bakteri Bacillus sp. terjadi pada jam ke 3 dengan zona hambat 7,3 dan nilai kadar protein selama fase pertumbuhan berkisar antara 16,7 10-2

mg/ml sampai 69,4 x 10-2 mg/ml.

Gambar 2 Kurva pertumbuhan isolat LTP 1 pada media pertumbuhan SWC cair a). aktivitas penghambatan dan b). kadar protein selama 24 jam pada suhu ±280C.

Pengendapan Amonium Sulfat dan Perhitungan Bobot Molekul Bakteriosin

Pengendapan dengan menggunakan amonium sulfat dilakukan secara bertingkat dengan penambahan amonium sulfat 10% mulai pengendapan 30%-80%. Hasil pengendapan 60-70% dan 70-80% menunjukan aktivitas penghambatan tertinggi dengan nilai penghambatan sebesar 18,5 mm dan 16,5 mm (Gambar 2). Peningkatan zona hambat sebesar 142 % terjadi pada pengendapan 60-70% dengan nilai AU sebesar 2490 (mm2/ml) dan peningkatan zona hambat sebesar 126 % untuk pengendapan 70-

a b

Page 26: Thesis bakteriosin asal tambak udang

a bb

13

80% dengan nilai AU 1941 (mm2/ml) jika dibandingkan dengan ekstrak kasar supernatan sebelum pengendapan (Tabel 3).

Gambar 3 Hasil pengendapan amonium sulfat a). Nilai kadar protein hasil pengendapan dan b). Penghambatan terhadap Vibrio harveyi.

Tabel 3 Perbandingan aktivitas penghambatan sebelum dan sesudah pengendapan

No PerbandinganZona hambat (mm)

Indeks Penghambatan

AU (mm2/ml)

Kadar protein(mg/ml)

Peningkatan zona hambat

1 Supernatan 13 1,6 1130 0,08112 60-70 % 18,5 2,7 2490 0,1225 142%3 70-80 % 16,5 2,3 1941 0,0986 126%

Hasil perhitungan bobot molekul protein hasil pengendapan bakteriosin dengan SDS-PAGE menunjukkan bahwa bobot molekul dari bakteriosin ekstrak kasar dan bakteriosin hasil pengendapan bervariasi antara 10,03 kDa hingga sekitar 22,46 kDa (Gambar 3).

Gambar 4 Penentuan bobot molekul bakteriosin isolat LTP 1 dengan SDS-PAGES. 1) Ekstrak kasar, 2) Pengendapan 70% bakteriosin, 3) Pengendapan 80% bakteriosin

1 2 3

10 kDa15 kDa20 kDa

25 kDa

200 kDa

10,03 kDa15,12 kDa18,75 kDa

kDakDa

22,46 kDa

Page 27: Thesis bakteriosin asal tambak udang

14

Identifikasi Molekuler

Daerah gen 16S rRNA merupakan daerah yang konservatif pada makhluk hidup dan menunjukkan ciri spesifik pada setiap spesies. Hasil visualisasi amplifikasi gen 16S rRNA pada gel agarose 1 % dihasilkan produk pita DNA dengan ukuran ± 1300 pasang basa (Gambar 4a). Analisa sekuen gen 16S rRNA dengan data pada Genbank pada program BLAST-N menunjukkan bahwa isolat Bacillus LTP1 termasuk dalam Bacillus subtilis dengan nilai kesamaan 96%, sedangkan berdasarkan kontruksi pohon filogenetik untuk mengetahui kekerabatan isolat LTP 1 dengan data pada GenBank menujukan isolat LTP 1 berada dalam satu klad atau group dengan Bacillus subtilus galur DSM 10 (Gambar 4b)

Gambar 5 Identifikasi molekuler gen 16S rRNA a). Hasil amplifkasi gen 16S rRNA dan b). kontruksi filogenetik isolat LTP 1.

Uji Penghambatan Bakteriosin dan Kompetisi Bacillus sp. terhadap V. Harveyi

Hasil uji kompetisi penghambatan bakteriosin dan Bacillus LTP 1 terhadap V. harveyi pada kultur cair selama 24 jam inkubasi menunjukkan adanya kemampuan penghambatan terhadap pertumbuhan V. harveyi. Persentase penghambatan bakteriosin tertinggi terjadi pada bakteriosin hasil pengendapan 70 % dengan perbandingan 2:1 yaitu sebesar 59,36 % sedangkan penghambatan untuk isolat Bacillus LTP 1 terhadap pertumbuhan V.harveyi terbesar terjadi pada perlakuan konsentrasi 2:1 dengan penghambatan 43,07 % (Gambar 5).

Pengamatan optical density (OD) pada pertumbuhan Vibrio harveyi selama 12 jam pengamatan didapatkan hasil bahwa penambahan bakteriosin hasil pengendapan amonium sulfat dapat menekan pertumbuhan Vibrio harveyi dibandingkan dengan kontrol tanpa adanya penambahan bakteriosin hasil pengendapan amonium sulfat (Gambar 6).

0.02

96

85

78

Page 28: Thesis bakteriosin asal tambak udang

15

Gambar 6 Uji kompetisi penghambatan Vibrio harveyi a). Isolat Bacillus sp. LTP 1 pada media SWC cair b). Bakteriosin hasil pengendapan.

Gambar 7 Pengamatan Optical Density pertumbuhan Vibrio harveyi pada perlakuan penambahan bakteriosin hasil pengendapan amonium sulfat.

PEMBAHASAN

Penapisan Bacillus sp. dari sendimen lumpur dan air tambak udang Pangandaran Jawa Barat dilakukan dengan cara memanaskan sampel dalam larutan garam fisiologis pada suhu 800 C selama 15 menit. Metode ini sudah menjadi cara yang umum dilakukan untuk menyeleksi Bacillus dari sampel alam, karena bakteri ini merupakan bakteri penghasil endospora. Endospora akan tahan terhadap suhu pemanasan dan bakteri yang tertapis ialah kelompok Bacillus, bakteri ini memiliki ciri-ciri koloni yang spesifik seperti permukaan yang berpati, umumnya berwarna krem keputihan atau kekuningan jika ditumbuhkan pada media padat. Bacillus sp. dari tambak udang diperkirakan termasuk kepada kelompok bakteri mesofilik. Suhu perairan tambak udang berkisar antara 26-320 C (Jamilah et al.2011). Pada penelitian ini, sendimen lumpur merupakan sumber Bacillus yang paling dominan dibandingkan dengan sampel air. Hal ini diduga

a b

Page 29: Thesis bakteriosin asal tambak udang

16

karena banyaknya nutrisi dari sisa pakan yang ikut terakumulasi pada sendimen sebagai sumber nutrisi bagi kelangsungan hidup Bacillus.

Lima isolat terpilih merupakan isolat yang memiliki aktifitas penghambatan terbesar yang ditandai dengan terbentuknya zona bening disekitar koloni pada media SWC padat yang mengandung bakteri uji Vibrio harveyi. Terbentuknya zona bening mengindikasikan isolat memiliki kemampuan menghasilkan senyawa antimikrob yang dapat menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi (lampiran 2 dan 3). Faktor yang mempengaruhi besar kecilnya aktivitas penghambatan zat antimikrob diantaranya adalah 1) jenis, umur dari bakteri penghasil bakteriosin dan bakteri uji, 2) konsentrasi zat antimikrob bakteriosin dan jumlah inokulum atau kepadatan bakteri uji 3) resistensi dari bakteri terhadap substansi zat antimikrob terkait dengan perbedaan dinding sel dari bakteri uji, 4) kadar substansi aktif atau gugus fungsi dari substansi senyawa antimikrob (Frazier dan Westhoff, 1981; Noaman et al.2014, Usmiati et al.2009).

Bakteriosin merupakan senyawa aktif antimikrob yang bersifat ekstraseluler yang disintesis keluar sel. Senyawa antimikrob selain terdapat di dalam sel, juga merupakan komponen permukaan sel yang di hasilkan pada kondisi tertentu dan dilepas dari sel ke dalam lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu sel bakteri yang telah ditumbuhkan didalam media cair akan melepaskan zat antimikrobnya ke dalam media. Fase cair yang diperoleh setelah dipisahkan dari sel merupakan antimikrob ekstraseluler sehingga pengujian supernatan bebas sel yang mengandung senyawa antimikrob bakteriosin dilakukan terhadap bakteri uji Vibrio harveyi. Kemampuan bakteriosin untuk menghabat bakteri Vibrio harveyi menunjukan bahwa bakteriosin yang dihasilkan memiliki sifat spektrum penghambatan yang luas, dikarenakan Bacillus sp. dari isolat terpilih dapat menghambat bakteri patogen Vibrio harveyi yang merupakan bakteri gram negatif. Menurut Nguyen et al.(2014) dan Sahoo et al.(2014). Bakteriosin dan BLIS (bakteriocin like inhibitory subtance) yang dihasilkan dari perairan umumnya memiliki sifat penghambatan narrow spektrum yang artinya kemampuan penghambatan hanya terjadi pada tingkat kekerabatan yang dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin sendiri, dan beberapa bakteriosin dari golongan gram positif (Bacillus sp.) memiliki aktifitas penghambatan broad spektrum atau penghambatan dengan spektrum yang luas dan dapat digunakan untuk mengatasi patogen pada budiaya perikanan.

Pengujian sensitivitas terhadap supernatan bebas sel yang mengandung bakteriosin dari kelima isolat dengan menggunakan enzim protease K menunjukan tidak adanya aktivitas penghambatan terhadap bakteri uji Vibrio harveyi ketika diuji pada media SWC padat (tabel 4, dan lampiran 4). Tidak adanya aktivitas penghambatan supernatan bebas sel yang terjadi akibat perlakuan enzim protease K menunjukan komponen utama senyawa antimikrob merupakan protein alami atau polipeptida, sehingga enzim protease K mampu mendegradasi senyawa protein polipeptida (He et al.2006). Bakteriosin merupakan senyawa antimikrob polipeptida yang tersusun dari 20 sampai 60 asam amino (Nes dan Holo 2000).

Isolat LTP 1 merupakan isolat dengan kemampuan penghambatan tertinggi yang memiliki nilai indeks penghambatan sel dan supernatan bebas sel sebesar 1,77±0,93 dan 1,93±0,12 dan dipilih untuk pengujian lanjut. Hasil identifikasi molekuler dengan menggunakan analisa molekuler 16S rRNA menunjukkan isolat LTP 1 memiliki kesamaan 96% dengan galur Bacillus subtilis. Galur Bacillus subtilis merupakan bakteri yang diketahui dapat menghasilkan bakteriosin jenis subtilosin A,ericin, sublacin 168 dan menghasilkan BLIS (Bacteriocin Like Inhibitory Subtance) jenis betacin (Sharma et al.2011 dan Abriouel et al.2011)

Page 30: Thesis bakteriosin asal tambak udang

17

Pengamatan kurva tumbuh isolat terpilih Bacillus LTP1 (Gambar 2a) menunjukan fase logaritmik terjadi pada pengamatan jam ke 3 dan fase stasioner terjadi pada jam ke 15. Sedangkan uji penghambatan Vibrio harveyi oleh sel Bacillus sp. mulai terjadi pada jam ke 3 dan penghambatan supernatan bebas sel (bakteriosin) terhadap Vibrio harveyi mulai terjadi pada waktu pengamatan jam ke 9. Hal ini menunjukan bakteriosin sudah mulai disintesis oleh Bacillus LTP 1 pada jam ke 3 dan mulai disekresikan keluar sel Bacillus sp. pada jam ke 9. Hal ini dapat dilihat dengan adanya aktifitas penghambatan pada Vibrio harveyi pada supernatan bebas sel pada jam ke 9. Pada kurva sintensis bakteriosin isolat Bacillus LTP1 mulai terjadi pada fase logaritmik dan aktifitas penghambatannya terus meningkat hingga memasuki fase stasioner, pola sintesis bakteriosin ini mirip dengan pola pertumbuhan bakteri dan pola sintesis protein, hasil penelitian ini mirip dengan beberapa penelitian yang dilakukan oleh Alam et al (2011) dan Xie et al (2009) bahwa produksi bakteriosin Bacillus subtilis terjadi pada fase eksponensial pertumbuhan bakteri.

Bakteriosin disintesis di ribosom dengan menghasilkan senyawa metabolit berupa protein atau polipeptida yang umunya disintesis selama fase pertumbuhan, bakteriosin mulai disintesis pada pertengahan fase ekponensial, hingga puncak maksimum terjadi pada awal fase stasioner dan menurun pada akhir stasioner, penurunan terjadi karena adanya enzim proteolitik yang dilepas keluar sel oleh bakteri (Drider et al.2006, Ray dan Daeschel 1992). Sintesis bakteriosin selama fase pertumbuhan menjadikan bakteriosin berbeda dengan senyawa metabolit sekunder antimikrob lainnya yang disintesis setelah fase stasioner (Martin dan Liras, 1989).

Ekstrak kasar bakteriosin dalam larutan yang bebas dari sel, kemudian dilakukan pengendapan. Tujuan dari pengendapan amonium sulfat adalah untuk meningkatkan konsentrasi protein sehingga mendapatkan konsentrasi senyawa antimikrob bakteriosin yang lebih tinggi. Bakteriosin hasil pengendapan amonium sulfat 30% hingga 80% menunjukan adanya peningkatan aktifitas penghambatan terhadap Vibrio harveyi, dengan nilai aktifitas penghambatan tertinggi pada pengendapan amonium sulfat 70% dan 80%. Pengendapan amonium sulfat 70% dapat meningkatkan zona hambat hingga 1,42 kali dan pengendapan amonium sulfat 80% dapat meningkatkan zona hambat sebesar 1,26 kali, jika dibandingkan dengan ektrak kasar bakteriosin sebelum dilakukan pengendapan (Tabel 3). Penelitan yang dilakukan oleh Alam et al.(2011) menunjukan bahwa pengendapan amonium sulfat dari BLIS (Bacteriocin Like Inhibitory Subtance) dari Bacillus subtilus BS15 telah berhasil meningkatkan total protein dan aktifitas penghambatan bakteriosin setelah dilakukan pengendapan dengan menggunakan amonium sulfat 80%. Pengendapan bakteriosin dengan menggunakan amonium sulfat hingga 80% telah banyak dilakukan dan berhasil untuk meningkatkan recovery protein, dan aktifitas penghambatan bakteriosin dari B. thuringensi, B. cereus dan B. subtilis ( Cherif et al.2008, Risoen et al.2004, Sharma et al.2012, Xie et al.2009).

Hasil perhitungan bobot molekul bakteriosin hasil pengendapan dengan menggunakan SDS Pages, didapatkan bobot molekul protein bervariasi antara 10,03 kDa hingga sekitar 22,46 kDa (Gambar 4). Bakteriosin dihasilkan oleh Bacillus subtilis umumnya subtilin yang memiliki bobot molekul rendah berkisar 3-14 kDa seperti subtilosin A, subtilin, Ericin (Sharma et al.2011) dan yang berjenis molekul besar seperti BILS dari Bacillus subtilis 14B yang berat molekulnya hingga 21 kDa (Hammami et al.2009)

Dari uji penghambatan bakteriosin dan kompetisi Bacillus LTP 1 terhadap Vibrio harveyi pada media SWC cair, persentase penghambatan dengan perbandingan

Page 31: Thesis bakteriosin asal tambak udang

18

rasio bakteriosin (1:1) dan rasio inokulum Bacillus LTP 1 (1:1) sudah cukup untuk menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi. Sedangkan dengan perbandingan rasio 2:1 bakteriosin pengendapan 70% memiliki aktifitas penghambatan terhadap Vibrio harveyi tebesar dengan persen penghambatan 59,36 % sedangkan penghambatan untuk isolat Bacillus LTP1 sebesar 43,07 %. Menurut Chotiah (2013) mekanisme utama penghambatan oleh bakteriosin bervariasi, yaitu pembentukan pori dalam membran sitoplasma atau penghambatan biosintesis dinding sel dan aktivitas enzim (RNase atau DNAse) dalam sel target. Umumnya, target dari aksi antimikroba bakteriosin adalah membran sel (Faheem et al.2007). Contoh subtilosin A yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis mampu berinteraksi dengan membran sel bakteri target. Tiga mekanisme antimikroba yang mungkin terjadi antara lain: (1). interaksi antara subtilosin A dengan membran yang berfungsi sebagai reseptor sehingga menyebabkan kematian sel (2). ikatan dengan membran luar sel target sehingga meningkatkan permeabilitas membran sel target (3). ion yang memediasi translokasi subtilosin A masuk ke dalam membran sel target kemungkinan dapat mengganggu proses kehidupan sel (Shelburne et al.2007).

Bakteriosin yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis LTP1 dapat diaplikasikan untuk menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi yang merupakan bakteri patogen yang menyerah udang selama proses budidaya. Menurut Nguyen et al.(2014) dan Gillor et al.(2008). Bakteriosin dengan aktifitas penghambatan yang luas pada banyak kasus dapat digunakan untuk mengganti penggunaan antibiotik pada bidang akuakultur, sehingga dapan menurunkan adanya mekanisme resistensi bakteri terhadap antibiotik dan menurunkan akumulasi residu bahan-bahan antibiotik yang ada dilingkungan yang dapat berpengaruh negatif jangka panjang terhadap manusia dan kesehatan hewan akuatik selain itu bakteriosin yang dihasilkan dari galur Bacillus mempunyai potensi sebagai probiotik karena kemampuan untuk memberikan keuntungan kesehatan bagi organisme sekitarnya.

SIMPULAN

Bakteriosin yang dihasilkan Bacillus LTP 1 memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan Vibrio harveyi, persentase penghambatan sebesar 59,36%. Sintesis bakteriosin mulai terjadi pada fase logaritmik dengan indeks penghambatan bakteriosin setelah diendapkan dengan ammonium sulfat 70 % yaitu 2,7 dan aktivitas unit 2490 mm2/ml. LTP 1 memiliki kemiripan 96% dengan Bacillus subtilis galur DSM 10 berdasarkan hasil identifikasi dengan gen 16S rRNA.

Page 32: Thesis bakteriosin asal tambak udang

19

DAFTAR PUSTAKA

Abriouel H, Franz CMAP, Omar NB, Galvez A. 2011. Diversity and application of Bacillus bacteriocin. FEMS Microbiol lett. 35. 201-232

Ahern M, Verschueren S, Van sinderen D. 2013. Isolation and characterisation of a novel bacteriocin produced by Bacillus thuringiensis strain B439. FEMS Microbiol lett. 220 (8):127-131.

Altena K,Guder A, Cramer C, Bierbaum G. 2000. Biosynthesis of the lantibiotic mersacidin: organization of a type B lantibiotic gene cluster. Appl Environ Microbiol. 66 (6):2565–2571.

Aymerich T, Holo H, Havarstein LS, Hugas M, Garriga M, Nes IF. 1996. Biochemical and genetic characterization of enterocin from Enterococcus faecium a new antilisterial bacteriocin in the pediocin family of bacteriocin. Appl Environ Microbio. 62(5):1676-1682.

Babasaki K, Takao T, Shimonishi Y, Kurasahi K. 1985. Subtilosin A, a new antibiotic peptide produced by Bacillus subtilis168: isolation, structural analysis, and biogenesis. J Biochem. 98(3):585-603.

Banerjee S, Hansen JN (1988): Structure and expression of a gene encoding the precursor of subtilin, a small protein antibiotic. Journal of Biological Chemistry 263: 9508–9514Brock, J.A. and Lightner, D.V. 1990. Chapter 3: Diseases of Crustacea. In: O. Kinne (ed.)

Diseases of Marine Animals Vol. 3, Biologische Anstalt Helgoland, Hamburg. pp. 245-424.Bierbaum G, Brotz H, Koller KP, Sahl HG (1995): Cloning, sequencing and production of the lantibiotic mersacidin. FEMS Microbiology Letters 127, 121–126Bizani D, Motta AS, Morrissy JAC, Terra RMS, Souto AA, Brandelli A. 2005.

Antibacterial activity ofcerein 8A, a bacteriocin-like peptide produced by Bacillus cereus. Int Microbiol. 8(2):125-131.

Bollag DM, Edelstein SJ. 1991. Protein Method. New York (US): A John Wiley & Sons.

Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing principels of protein-dye binding. Anal Biochem. 72(2): 248-254.

Chan WC, Bycroft BW, Leyland ML, Lian L-Y, Roberts GCK (1993): A novel posttranslational modification of the peptide antibiotic subtilin: isolation and characterization of a natural variant from Bacillus subtilis ATCC 6633. Journal of Biochemistry 291, 23–27Cherif A, Rezgui W, Raddadi N, Daffonchio D, Boudabous A. 2008. Characterization

and partial purification of entomocin 110, a newly identified bacteriocin from Bacillus thuringiensis subsp. entomocidus HD110. Microbiol Research 163, 684–692.

Chotiah, S. 2013. Potensi Bakteriosin Untuk Kesehatan Hewan Dan Keamanan Bahan Pangan. Balai Besar Penelitian Veteriner. Bogor.

Chythanya R, Indrani K, Iddya K. 2002. Inhibition of shrimp pathogenic vibrios by a marine Pseudomonas 1-2 strain. J Aquacul. 208(2):1- 14.

Page 33: Thesis bakteriosin asal tambak udang

20

Cuesta MCM, Kok J, Herranz E, Pelaez C, Requena T, Buist G. 2000. Requirement of autolytic activity for bacteriocin-induced lysis. Appl Environ Microbiol. 66(8) :3174–3179.

De Vos WM, Jung G, Sahl HG.1991. Appendix definition and nomenclature of lantibiotics. In: Jung G, Sahl H G, editor. Nisin and Novel Lantibiotics. Leiden (NL): Escom Publisher.

Drider D, Fimland G, Hechard Y, McMullen M, Prevost H. 2006. The continuing story of class IIa bacteriocins. Microbiol Mol Biol Rev. 70(2):564-582.

Effendy S, Rantetondok A, Tahir A. 2004. Peningkatan haemosit benur udang windu (Penaeus monodon Fab.) pasca perendaman ekstrak ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) pada konsentrasi yang berbeda. J Sains Tekno. 4(2):46-53.

Faheem F, Saeed S, Rasool SA. 2007. Study on Brevecin AF01: A Bacteriocin Like Inhibitory Substance Active Against Methicilin Resistant Staphylococcus aureus. J.Bontani 39 (4):1293-1302.

FAO., 2013. Market reports: Shrimp. FAO Globefish, September 2013, Rome, Italy.http://www.globefish.org/shrimp-september-2013.html.

Frazier WC, Wasthoff DC. 1981. Food Microbiology. New Delhi : Tata Mc Graw-Hill.

Galvez A, Valdivia E, Gonzalez-Segura A, Lebbadi M, Martinez Bueno M, Maqueda M (1993): Purification, characterization and lytic activity against Naegleria fowleri of two amoebicins produced by Bacillus licheniformis A12. Applied and Environmental Microbiology 59, 1480–1486.Gray EJ, Di Falco M, Souleimanov A, Smith DL (2006 a): Proteomic analysis of the bacteriocin thuricin 17 produced by Bacillus thuringiensis NEB17. FEMS Microbiology Letters 255, 27–32

Gillor O, Etzion A, Riley MA. The dial role of bacteriocin as anti- and probiotic. App Microbiol Biotechnol 81. 591-606.

Hammami I, Rhouma A, Jaouadi B, Rebai A, Nesme X .2009. Optimization and biochemical characterization of a bacteriocin from a newly isolated Bacillus subtilis strain 14B for biocontrol of Agrobacterium spp. strains. Letters in Applied Microbiology 48, 253–26

He L, Chen W, Yanglu. 2006. Production and partial characterization of bacteriocin like peptide by Bacillus licheniformis ZJU12. Microbiol Reserch 161. 321-326.

Hoffmann A, Schneider T, Pag U, Georg H. 2004. Localization and functional analysis of PepI, the immunity peptide of Pep5-producing Staphylococcus epidermidis strain 5. Appl Environ MicrobioI. (l70):3263-3271.

Irina VP, Philippe B, Bernard V, Bernard F. 2001. In vitro anti Helicobacter pylori activity of the probiotic strain B. subtilis 3 is due to secretion of antibiotic. J Antimicrob Agent Chemother. (45):3156-3161.

Jamilah IT, Meryandini A, Rusmana I, Suwanto A, Mubarik NR. 2009. Activity of Proteolytic and Amylolytic Enzymes from Bacillus sp. Isolated from Shrimp Ponds. Microbiol Indonies. ISSN 1978-3477

Jack RW, Tagg JR, Ray B. 1995. Bacteriocin of Gram positive bacteria. Microbiol Rev. (59): 171-200.

Jayasree, L., Janakiram, P and Madhavi, R. 2006. Characterization of Vibrio spp. Associated with Diseased Shrimp from Culture Ponds of Andhra Pradesh (India). Journal of the World Aquaculture Society, Volume 37 Issue 4 Page 523.

Page 34: Thesis bakteriosin asal tambak udang

21

Jinjin P, Yahong Y, Tianli Y.2013. Primary characterization of bacteriocin paracin C-A novel bacteriocin produced by Lactobacllus paracasei. J Food Cont. 10(34):168-176.

Joshi VK, Sharma S, Rana NS. 2006. Production, purification, stability and efficacy of bacteriocin from isolates of natural lactic acid fermentation of vegetables. J Food Technol Biotechnol.(44):435-439.

Khalil R, Djadouni F, Elbahloul Y, Omar S (2009 a): The influence of cultural and physical conditions on the antimicrobial activity of bacteriocin produced by a newly isolated Bacillus megaterium 22 strain. African Journal of Food Science 3, 011–022.Khalil R, Elbahloul Y, Djadouni F, Omar S (2009 b): Isolation and partial characterization of a bacteriocin produced by a newly isolated Bacillus megaterium 19 strain. Pakistan Journal of Nutrition 8, 242–250.KKP, 2014. Rencana Strategis 2011-2014. Kementrian Kelautan dan Perikanan. Jakarta

(ID). Kemetrian Kelautan Perikanan.Kone K, Fung YC. 1992. Understanding bacteriocins and their use in food. J Food

Environ.(12): 282-285.Lavilla-Pitogo CR, MCL Baticados, ER Cruz-Lacuerda, LD De La Pena. 1990.

Occurrence of luminous bacteria diseases of Penaeus monodon larvae in Philiphines. J. Aquacul (91) 1-13

Lazo GR, Roffey R, Gabriel DW. 1987. Conservation of plasmid DNA sequences and pathovar identification of strain Xanthomonas campestris. Pytopathology. (77): 1461-1467.

Lee KH, Jun KD, Kim WS, Paik HD (2001): Partial characterization of polyfermenticin SCD, a newly identified bacteriocin of Bacillus polyfermenticus. Letters in Applied Microbiology 32, 146–151.Lightner DV (1993) Diseases of cultured penaeid shrimp. In CRC Handbook of Mariculture, 2nd

edn, 1: 393-486. Edited by McVey JP. Boca Raton, FL: CRC Press.Lisboa MP, Bonatto D, Bizani D, Henriques JAP, Brandelli A. 2006. Characterization

of a bacteriocin-like substance produced by Bacillus amyloli quefaciens isolated from the Brazilian Atlantic forest. Int Microbiol (9):111-118.

Logan NA. 1994. Bacterial systematic. London: Blackwell Scientific Publication.Lopez J. 2000. Probiotics in animal nutrition: Recent advances in animal nutrition. J

Animal Sci. (13):12-36.Marchesi JR, Sato T, Andrew J W, Tracey A. M, Fry J C, Sarah J. H, dan Wade W G.

1998. Design and evaluation of useful bacteriumspecific PCR primer that amplify genes coding for bacterial 16S rRNA. Appl Environ Microbiol. 64 (2):795-799.

Martirani L, Varcamonti M, Naclerio G, De Felice M. 2002. Purification and partial characterization of bacillocin 490, a novel bacteriocin produced by a thermophilic strain of Bacillus licheniformis. Microb Cell Fact.(1):1-5.

Mathot AG, Beliard E, Thuault D. 2003. Streptococcus thermophilus 580 produces a bacteriocin potentially suitable for inhibition of Clostridium tyrobutyricumin hard cheese. J Dairy Sci. (86): 3068-3074.

Mota-Meira M, Morency H, Lavoie MC. 2005. In vivo activity of mutacin B-Ny266. J Antimicrob Chemother.56:869–871

Muliani, Nurbaya, Tompo A, Atmomarsono M. 2004. Eksplorasi bakteri filosfer dari tanaman mangrove sebagai bakteri probiotik pada budidaya udang windu, Penaeus monodon. J Penel Perikan Indones. (10):47-56.

Page 35: Thesis bakteriosin asal tambak udang

22

Moriarty DJW. 1999. Disease Control in Shrimp Aquaculture with Probiotic Bacteria. Proceedings of the 8th International Symposium on Microbial Ecology, Bell CR, Brylinsky M, Johnson-Green P (eds), Atlantic Canada Society for Microbial Ecology, Halifax, Canada, 1999. http://ag.arizona.edu/azaqua/tilapia/tilapia_ shrimp/ moriarty.PDF

Naclerio G, Ricca E, Sacco M, Felice M De (1993): Antimicrobial activity of a newly identified bacteriocin of Bacillus cereus. Applied and Environmental Microbiology 59, 4313- 4316

Nasi L, S B Prayitno, Sarjito. 2007. Kajian Bakteri Penyebab Vibriosis pada Udang Secara Biomolekuler. J Coastal Resources Mangement Vol 3.

Newah-fyzul A, A.H. Al-harbi, B.Austin. 2014. Review: developments in the use of probiotics for disease control in aquaculture. J.Aquacul (431) 1-11.

Noaman NH, Fattah A, Khaleata M, Zaky S H. 2004. Factor affecting antimicrob activity of Synechococus leopoliensis. Microbiol resech 395-402.

Nimrat S, Suksawat S, Boonthai T, Vuthiphandchai V. 2012. Potential Bacillus probiotics enhance bacterial numbers, water quality and growth during early development of white shrimp (Litopenaeus vannamei). J Veterinary Microbiol 443-450.

Nguyen DV, Pham T, Thanh Nguyen TH, Xuan Nguyen TT. 2014. screning of marine bacteria with bacteriocin – like activities and probiotik potential for ornate spiny lobster (Panuliris ornatus) juveniles. J Fish Shelfish Immun40 (2014) 49-60.

Nes IF, Holo H. 2000. Class II antimicrobial peptides from lactic acid bacteria. Biopolymer. (55):50–61.

Oscariz. JC, ILasa, AG. Pisabarro. 1999. Detection and characterization of cerein 7, a new bacteriocin produced by Bacillus cereus with a board spectrum of activity. FEMS Microbiol letter. 178:337-341.

Oscariz JC, Cintas L, Holo H, Lasa I, Nes IF, Pisabarro AG (2006): Purification and sequencing of cerein 7B, a novel bacteriocin produced by Bacillus cereusBc7. FEMS Microbiology Letters 254, 108–115Pattnaik P, Kaushik JK, Grover S, Batish VK (2001): Purification and characterization of a bacteriocin-like compound (lichenin) produced anaerobically by Bacillus licheniformis isolated from water buffalo. Journal of Applied Microbiology 91, 636–645.Parada JL, Caron CR, Medeiros ABP, Soccol CR. 2007. Bacteriocin from lactic acid

bacteria : purification, properties dan use as biopreservative. Braz Arch Biol Technol. (50):521-542.

Phister TG, O’Sullivan DJ, McKay LL. 2004. Identification of bacilysin, chlorotetaine, and iturin A produced by Bacillus sp. strain CS93 isolated from pozol, a Mexican fermented maize dough. Appl Env Microbiol.(70): 631–634.

Prasad S, Morris PC, Hansen R, Meaden PG, Austin B. 2005. A novel bacteriocin-like substance (BLIS) from a pathogenic strain of Vibrio harveyi. Microbiology. (151): 3051-3058.

Pridmore D, Rekhif N, Pittet AC, Suri B, Mollet B. 1996. Variacin, a new lanthyonine – containing bactericin produced by Micrococcus varians: comparison to laticin 481 of Lactococcus lactis. Appl Environ Microbiol 62(5):799 – 1802.

Page 36: Thesis bakteriosin asal tambak udang

23

Ramachandran R, AG Chalasani, R Lal, U Roy. 2014. A Broad-Spectrum Antimicrobial Activity of Bacillus subtilis RLID 12.1. J Scientific Word.DOI 10.1155/2014/968 487.

Ray B, Daeschel M. 1992. Food Biopreservative of Microbiol Origin. London: CRC Press.

Ravi AV, Musthafa KS, Jegathammbal G, Kathiresan K, Pandian S K. 2007. Screening and evaluation of probiotics as a biocontrol agent against pathogenic Vibrios in marine aquaculture. Lett in App Microbiol. 219-223.ISSN 0266-8254.

Rengpipat S, Rucpratanporn S, Piyatiratitivorakul S, Menasveta P. 1998. Probiotic in aquaculture: a case study of probiotic for larvae of the black tiger shrimp Penaeus monodon. Didalam Fegel, TW, editor. Advances in Shrimp biotechnology. National center for genetic engineering and biotechnology. 1998 Nov 11-14; Bangkok, Thailand. Bangkok (TH). hal 177-181

Risoen PA, P Ronning , IK Hegna, AB Kolsto.2004. Characterization of a broad range antimicrobial substance from Bacillus cereus. J of Applied Microbiol 96, 648-655.

Rizvi RZ, Wahab A, Pirzada ZA. 2014. Screening and identification of aquatic bakteriocinogenic Bacillus strains inhibiting clinical merhicillin resistant Staphylococcus aureus and vancomycin resistan Enterococcus from Pakistan. Asian J of Pharmaceu and Clinical Resech vol 7 issue 5.

Saulnier D, P Haffner, C Goarant, P Levy, D Ansquer. 2000. Experimental infection model for shirmp vibriosis studies: a review. J. Aquacul (191) 133-144.

Sahoo TK, PK Jena, AK Patel, S Seshadri. 2014. Bacteriocin and their application for the treatment of bacterial diseases in aquaculture : a review. Aquacult Reserch. 1-15. DOI 10.111/are12556.

Shelburne CE, FY Dolphe, V Ramamoorthy,A Lopatin, MS Lantz .2007.The Spectrum of Antimicrobial Activity of The Bacteriocin Subtilosin A.J of Antimicrob Chemo. 59: 297-300.

Sharma N, Kapoor R, Gautam N, Kumari R. 2011. Purification and characterization of bacteriocin produced by Bacillus subtilis R75 isolated from fermented chunks of mung bean (Phaseolus radiatus). Food Technol Biotechnol.49 (2) 1330-9862.

Stein T, Borchert S, Conrad B, Feesche J, Hofemeister B, Hofemeister J, Entian K-D (2002 a): Two different lantibiotic like peptides originate from the ericin gene cluster of Bacillus subtilis A1/3. Journal of Bacteriology 184, 1703–1711.Stein T, Borchert S, Kiesau P, Heinzmann S, Kloss S, Klein C, Helfrich M, Entian KD (2002 b): Dual control of subtilin biosynthesis and immunity in Bacillus subtilis. Molecular Microbiology 44, 403-416Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. MEGA4: Molecular evolutionary genetics

analysis (MEGA) software version 4.0. Mol Biol Evol. (124):1596–1599. Teo AYL, Tan HM. 2005. Inhibition of Clostridium perfringensby a novel strain of

Bacillus subtilis isolated from the gastrointestinal tracts of healthy chickens. Appl Environ Microbio. 71(4): 4185-4190.

Umar HR. 2009. Potensi isolat Bacillus sp. Lts 40 menghambat pertumbuhan vibrio harveyi penyebab vibriosis dan meningkatkan sintasan udang windu (Penaeus Monodon fab.) (disertasi) Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Usmiati S. MarwatiT.2007. Seleksi dan optimasi proses produksi bakteriosin dari Lactobacillus sp. J. Pascapanen 4(1) 27- 37

Page 37: Thesis bakteriosin asal tambak udang

24

Verschuere L, Rombaut G, Sorgeloos P, Verstraete W. 2000. Probiotic bacteria as biological control agents in aquaculture. J Mol Biol Biotechnol. (l64): 655-671.

Watson AK, H Kaspar, MJ Lategan, L Gibson. 2008. Probiotic in aquaculture: the need, principles and mechanism of action and screening processes. J. Aquacul (274) 1-14.

Widanarni, E. Ayuzar dan Sukenda, 2008. Inhibitory mechanism of robiotic bacteria on the growth of Vibrio harveyi in tiger shrimp (Penaeus monodon) larvae. J Akult Indones. 7(2): 179–188.

Widanarni, P Widagdo, D Wahjuningrum.2012. Aplikasi probiotik, prebiotik, dan sibiotik melalui pakan pada udang vaname Litopenaeus vannamei yang di infeksi Vibrio harveyi. J. Akuakul Indo (11) 54-63

Widanarni, JI Noermala, Sukenda. 2014. Pemberian prebiotik, probiotik, dan sinbiotik untuk pengendalian ko-infeksi Vibrio harveyi dan infectious myonecrosis virus pada udang vaname Litopenaeus vannamei. J Akuakul Indo (1) 11-20.

Widanarni, T Nopitawati, D Jusadi. 2015. Screening of probiotic bacteria candidates from gastrointestial tract of pasific white shrimp Litopenaeus vannamei and their effect on the growth performances. Resch J. Microbiol 10 (14) 145-157

William RAD, PA Lambert, P Singleton. 1996. Antimicrobial Drug Action. Oxford (UK). Scientific Publisher Ltd.

Xie J, Zhang R, Shang C, Guo Y.2009. Isolation and characterization of a bacteriocin produced by an isolated Bacillus subtilis LFB112 that exhibits antimicrobial activity against domestic animal pathogens. African J of Biotechnol 8, 5611–5619.

Zheng G, Slavik MF (1999): Isolation, partial purification and characterization of bacteriocins produced by newly isolated Bacillus subtilis strain. Letters in Applied Microbiology 28, 363-367Zokaifar H, Babaei N, Saad CR, Kamarudin MS, Sijam K, Balcazar JL. 2013.

Administration of Bacillus subtilisstrains in the rearing water enhances the water quality, growth performance, immune response, and resistance against Vibrio harveyi infection in juvenile white shrimp, Litopenaeus vannamei. J. Fish&shell Immoun 68-74.

Lampiran 1 Komposisi bahan yang digunakan

No Bahan Komposisi Jumlah

1Media Sea water

complete (SWC) 50 %

Air lautAkuadesGliserol

Ekstrak khamirAgar

Bacto pepton

750 ml250 ml1,5 ml0,5 g/l20 g/l2.5 g/l

2 Reagen (Bradford 1976)

Etanol 95%Coomassie Brilliant Blue G-250

Asam fosfatAquadest

50 ml100 mg100 ml

Ditera sampai

Page 38: Thesis bakteriosin asal tambak udang

25

1000ml

3Phosphate buffer salin

(pH 7)

1,3 M NaCl0,07 M KH2PO4

0,03 M Na2HPO4.H2OAkuades

7,6 g0,99 g0,41 g100 ml

Page 39: Thesis bakteriosin asal tambak udang

26

Lampiran 2 Data Indeks Penghambatan Sel isolat Bacillus sp.

No Jenis sampelKode Isolat

Ulangan 1 (Double layer) Ulangan 2 (Double layer) Ulangan 3 (swab) Rata-rata

Standart

deviasiØ

koloni (mm)

Ø zona hambat (mm)

Indeks

Ø koloni (mm)

Ø zona hambat (mm)

Indeks

Ø kolon

i (mm)

Ø zona hambat (mm)

Indeks

1Lumpur tambak (umur 65 hari)

LTP 1 9,5 21,5 3,26 4,5 15,00 4,33 6,3 23,5 4,73 4,11 0,76

2Lumpur tambak (umur 65 hari)

LTP 4 8,1 22,1 3,73 7 17,8 3,54 9,4 20,1 3,14 3,47 0,30

3Lumpur tambak (umur 65 hari)

LTP 6 3 8,3 3,77 5 10,1 3,02 6 11,2 2,87 3,22 0,48

4Lumpur tambak (umur 65 hari)

LTP 8 4,5 8 2,78 6,5 14,5 3,23 7 9 2,29 2,76 0,47

5Lumpur tambak (umur 80 hari)

LTP 11 3,5 4,5 2,29 5,6 7 2,25 8,3 15 2,81 2,45 0,31

6Lumpur tambak (umur 80 hari)

LTP 13 3,5 6 2,71 6 8,9 2,48 7,5 8,1 2,08 2,43 0,32

7Lumpur tambak (umur 80 hari)

LTP 14 7 11,5 2,64 5 14,1 3,82 8 13,4 2,68 3,05 0,67

8Lumpur tambak (umur 80 hari)

LTP 15 5 8 2,60 9,5 18,5 2,95 6,8 10,7 2,57 2,71 0,21

9Air tambak umur

(umur 65 hari)ATP 2 5,5 12,5 3,27 6,2 17,4 3,81 7,1 15,6 3,20 3,43 0,33

10Air tambak umur

(umur 65 hari)ATP 5 6,5 10 2,54 8,6 15,2 2,77 9,2 16,2 2,76 2,69 0,13

11Air tambak umur

(umur 85 hari)ATP 7 10 19 2,90 12,5 16,3 2,30 14,5 19,1 2,32 2,51 0,34

12Air tambak umur

(umur 85 hari)ATP 8 10 14,5 2,45 6 14,7 3,45 7,5 13,1 2,75 2,88 0,51

Page 40: Thesis bakteriosin asal tambak udang

27

Lampiran 3. Pengujian antimikrob Bacillus sp.

Hasil isolasi dan seleksi Bacillus sp. dari tambak udang Pangandaran Jawa Barat

Hasil pengujian aktivitas antimikrob Bacillus sp.

Page 41: Thesis bakteriosin asal tambak udang

28

Lampiran 4. Pengujian Bakteriosin

Hasil pengujian aktivitas crude bakteriosin (supernatan bebas sel)

Hasil pengujian sensivitas bakteriosin terhadap enzim protease K

Page 42: Thesis bakteriosin asal tambak udang

29

Lampiran 4 Hasil sekuensing isolat Bacillus LTP1

Hasil Sequencing 16S rRNA- 63 Forward NNNNNNNNGNCNNNNTNCNGCGGGCTGGCTCCTAAAAGGTTACCTCACCGACTTCGGGTGTTACAAACTCTCGTGGTGTGACGGGCGGTGTGTACAAGGCCCGGGAACGTATTCACCGCGGCATGCTGATCCGCGATTACTAGCGATTCCAGCTTCACGCAGTCGAGTTGCAGACTGCGATCCGAACTGAGAACAGATTTGTGGGATTGGCTTAACCTCGCGGTTTCGCTGCCCTTTGTTCTGTCCATTGTAGCACGTGTGTAGCCCAGGTCATAAGGGGCATGATGATTTGACGTCATCCCCACCTTCCTCCGGTTTGTCACCGGCAGTCACCTTAGAGTGCCCAACTGAATGCTGGCAACTAAGATCAAGGGTTGCGCTCGTTGCGGGACTTAACCCAACATCTCACGACACGAGCTGACGACAACCATGCACCACCTGTCACTCTGCCCCCGAAGGGGACGTCCTATCTCTAGGATTGTCAGAGGATGTCAAGACCTGGTAAGGTTCTTCGCGTTGCTTCGAATTAAACCACATGCTCCACCGCTTGTGCGGGCCCCCGTCAATTCCTTTGAGTTTCAGTCTTGCGACCGTACTCCCCAGGCGGAGTGCTTAATGCGTTAGCTGCAGCACTAAGGGGCGGAAACCCCCTAACACTTAGCACTCATCGTTTACGGCGTGGACTACCAGGGTATCTAATCCTGTTCGCTCCCCACGCTTTCGCTCCTCAGCGTCAGTTACAGACCAGAGAGTCGCCTTCGCCACTGGTGTTCCTCCACATCTCTACGCATTTCACCGCTACACGTGGAATTCCACTCTCCTCNTCTGCACTCAAGTTCCCCAGTTTCCAATGACCCTCCCCGGTTGAGCCGGGGGCTTTCACATCAGACTTAAGAAACCGCCTGCGAGCCCTTTACGCCCATAATTCCGGACNACGCTTGCCACCTACGTATTACCGCGGCTGCTGGCACGTAGTTAGCCGTGGCTTTCTGGTTAGNACCGTCAAGGNACCGCCCTATCGAACGGNACTGTCTNCCTACAACGANNTTACGATCCGGAAAANNNNTCACTTCNNCGCNTNNTNCGTCGACTTNGTCATGCGANATCNNNNNCTGCNTCCGANGANCNGGNCCNNNNNNNNNCCANNGNGNCCGANCACCCTNNTCCAG Hasil Sequencing 16S rRNA - 1387 Reverse NNNNNNNNNNNGGNNNNNTATAATGCAGTCGAGCGGACAGATGGGAGCTTGCTCCCTGATGTTAGCGGCGGACGGGTGAGTAACACGTGNGTAACCTGCCTGTAAGACTGGGATAACTCCGGGAAACCGGGGCTAATACCGGATGGTTGTTTGAACCGCATGGTTCAAACATAAAAGGTGGCTTCGGCTACCACTTACAGATGGACCCGCGGCGCATTAGCTAGTTGGTGAGGTAACGGCTCACCAAGGCGACGATGCGTAGCCGACCTGAGAGGGTGATCGGCCACACTGGGACTGAGACACGGCCCAGACTCCTACGGGAGGCAGCAGTAGGGAATCTTCCGCAATGGACGAAAGTCTGACGGAGCAACGCCGCGTGAGTGATGAAGGTTTTCGGATCGTAAAGCTCTGTTGTTAGGGAAGAACAAGTACCGTTCGAATAGGGCGGTACCTTGACGGTACCTAACCAGAAAGCCACGGCTAACTACGTGCCAGCAGCCGCGGTAATACGTAGGTGGCAAGCGTTGTCCGGAATTATTGGGCGTAAAGGGCTCGCAGGCGGTTTCTTAAGTCTGATGTGAAAGCCCCCGGCTCAACCGGGGAGGGTCATTGGAAACTGGGGAACTTGAGTGCAGAAGAGGAGAGTGGAATTCCACGTGTAGCGGTGAAATGCGTAGAGATGTGGAGGAACACCAGTGGCGAAGGCGACTCTCTGGTCTGTAACTGACGCTGAGGAGCGAAAGCGTGGGGAGCGAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGTAAACGATGAGTGCTAAGTGTTAGGGGGTTTCCGCCCCTTAGTGCTGCAGCTAACGCATTAAGCACTCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGACTGAAACTCAAGGAATTGACGGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGAAGAACCTTACCAGGTCTTGACATCCNCTGACAATCCTAGAGATAGGACGTCCCCTTTCGGGGCAGANNGACNGGNGTTGCANGNTGTCCGN

Page 43: Thesis bakteriosin asal tambak udang

30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujungpandang pada tanggal 21 September 1987 sebagai anak sulung dari tiga bersaudara dari pasangan ayah Ir. Sugeng Tolani (Alm) dan ibu Dra. Ika Rachmawati. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Antang II, Kec. Antang, Ujung Pandang, Sulawesi Selatan, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Kupang, NTT dan Sekolah Menengah Atas di SMA PGRI Lawang, Malang, Jawa Timur. Penulis meneruskan ke jenjang sarjana melalui program SMPTN di Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang, lulus tahun 2010. Pada tahun 2012, penulis diterima di Program Studi Bioteknologi, Sekolah Pascasarjana IPB dengan Beasiswa Unggulan Dalam Negeri DIKTI 2012.

Pada tahun 2014, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master sains (M.Si), penulis melakukan penelitian dengan judul “POTENSI Bacillus sp. PENGHASIL SENYAWA BAKTERIOSIN ASAL TAMBAK UDANG SEBAGAI PENGHAMBAT Vibrio harveyi ” di bimbing oleh Dr Nisa Rachmania Mubarik, M.Si dan Dr Widanarni, M.Si. Hasil penelitian ini akan diterbitkan di jurnal Indonesia Marine Scinece Universita Diponegoro.