thesis : ANALISIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK PENYUSUNAN ...

305
ANALISIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Oleh : ABDUL HAMID NPM : B2A009001 TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat ujian Dan untuk memperoleh gelar Magister Hukum Pada Pascasarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Bengkulu

Transcript of thesis : ANALISIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK PENYUSUNAN ...

Page 1: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

ANALISIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU

DENGAN TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Oleh :ABDUL HAMID

NPM : B2A009001

TESISDiajukan sebagai salah satu syarat ujian

Dan untuk memperoleh gelar Magister HukumPada Pascasarjana Ilmu Hukum

Fakultas Hukum Universitas Bengkulu

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS BENGKULU

BENGKULU2012

Page 2: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

ANALISIS PERATURAN DAERAHKABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU

DENGAN TEKNIK PENYUSUNAN PERATURANPERUNDANG-UNDANGAN

TESISDiajukan sebagai salah satu syarat ujian

dan untuk memperoleh gelar Magister Hukum

Oleh :ABDUL HAMID

NPM : B2A009001

Disetujui Oleh:

PembimbingUtama

Dr.ELEKTISON SOMI, S.H.,M.HNIP.19770426 200812 1 001

PembimbingPembantu

M.YAMANI KOMAR,S.H., M.HumNIP.19650310 199203 1 005

Mengetahui :

Ketua Program Pascasajana Ilmu HukumUniversitas Bengkulu

Prof. Dr. Herawan S., S.H, M.S.NIP. 19641211 198803 1 001

Page 3: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis tesis saya ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik (Sarjana, Magister dan atau Doktor) baik di

Universitas Bengkulu (UNIB) maupun diperguruan tinggi lainnya;

2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian saya sendiri

tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan dari Tim Pembimbing;

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat saya yang telah ditulis

atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas

dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang

yang dicantumkan dalam daftar pustaka;

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari

terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya

bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah saya

peroleh karena karya ini, serta sanksi lain sesuai dengan norma yang berlaku

diperguruan tinggi ini.

Bengkulu, 2012 Yang Membuat Pernyataan

ABDUL HAMID .NPM.B2A009001

iii

Page 4: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Ilmu Pengetahuan Bukanlah Tujuan, Melainkan Jalan Untuk

Mencapai Tujuan (Syeh Muhammad Abduh)

Kebenaran Itu Berada Di Dalam Hati Namun Untuk Menyadari Dan

Menggapai Kebenaran Itu Terkadang Memerlukan Langkah

Perjalanan Yang Jauh ( A. Hamid)

Kupersembahkan terindah untuk:

Ibu yang selalu mendoakan untuk kesuksesan penulis serta Almarhum Ayah

Dewi, istri tercinta yang selalu mendampingi memberikan dorongan dan semangat kepada penulis

Ghita Amirah Althaf dan Rashika Nabilah Hamid Anak-Anakku Tersayang

iv

Page 5: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Illahi Rabbi atas taufiq dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penulisan tesis ini dengan judul Analisi Paraturan Daerah Kabupaten

Rejang Lebong ditinjau dengan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-

Undangan sebagai salah satu syarat untuk mengikuti ujian guna memperoleh gelar

Magister Ilmu Hukum pada Program Pendidikan Magister Program Studi Ilmu

Hukum Bidang Kajian Utama Hukum dan Otonomi Daerah, Program

Pascasarjana Universitas Bengkulu. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof Ir. Zainal Muktamar, M.Sc.,Ph.D selaku Rektor Universitas

Bengkulu;

2. Bapak M. Abdi,SH.MH selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu;

3. Bapak Prof. Dr. Herawan Sauni, SH., MS selaku Ketua Program Studi

Pascasarjana Universitas Bengkulu;

4. Bapak Dr. Elektison Somi., SH., MH selaku Pembimbing Utama dalam

penulisan tesis ini;

5. Bapak M.Yamani Komar., SH., M.Hum selaku Pembimbing Pembantu dalam

penulisan tesis sini;

6. Para Guru Besar dan segenap Dosen Pascasarjana Universitas Bengkulu;

v

Page 6: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

7. Orang tua kandungku Ibu Maiyunah, yang selalu membimbing, memberikan

kasih sayang, teladan dan selalu mendoakan anak-anaknya ,

8. Dewi Wahyuni S.Pd. istriku yang setia mendampingiku, tulus memberikan

semangat dan dorongan untuk penulis

9. Rekan-rekan seperjuangan Program Pascasarjana Universitas Bengkulu;

10. Semua pihak yang yang telah membantu dengan memberikan dukungan moril

dan materil yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis minta

maaf dan mengucapkan terimakasih,

Akhirnya semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis oleh

pihak-pihak tersebut di atas akan mendapat balasan sesuai dengan amal

perbuatannya.

Bengkulu, 2012

Penulis

vi

Page 7: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

ABSTRAK

Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong dibentuk dan ditetapkan

dalam rangka untuk menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan

dan merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi, dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Oleh karena

itu Peraturan Daerah tersebut tidak boleh bertentangan dengan Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi. Namun kenyataannya masih dijumpai

pertentangan-pertentangan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong.

Melalui tesis ini akan dianalisis Peraturan Daerah tersebut dengan teknik

penyusunan Peraturan Perundang-undangan. Penelitian hukum ini termasuk

penelitian hukum bersifat normative yaitu dengan menggunakan metode

pendekatan yuridis formal untuk mengkaji konstruksi hukum dan pendekatan

perundang-undangan untuk menelaah konsistensi dan kesesuaian Peraturan

Daerah Kabupaten Rejang Lebong dengan Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, dijumpai permasalahan dan

bertentangan dari aspek teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan, baik

pada aspek Judul, yang belum mencerminkan substansi rumusan materi dalam

Peraturan Daerah, aspek pembukaan pada konsideran menimbang belum memuat

aspek sosiologis, filosofis dan aspek yuridis, belum memuat Pasal 18 ayat (6)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 sebagai Dasar Hukum.

Masih ada memasukkan dasar hukum yang tidak berkaitan secara langsung. Pada

batang tubuh dijumpai materi rumusan Pasal-Pasal yang tidak jelas kabur sulit

untuk diartikan secara normatif termasuk pada ketentuan pidana memuat rumusan

ancaman hukuman yang tidak jelas, oleh karena itu perlu pembenahan secara

struktural dan Kultural dalam pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Rejang

Lebong baik dalam hal teknik penyusunannya dan substansinya sehingga apa

yang dikehendaki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Rejang Lebong dalam

Peraturan Daerah tersebut dapat terwujud.

vii

Page 8: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

ABSTRACT

            Rejang Lebong District regulations established and defined in order to

implement regional autonomy and the duty of assistance and a further elaboration

of legislation higher, taking into account the characteristics of each region.

Therefore, the local regulation must not conflict with legislation which is higher.

But the fact remains found contradictions in Rejang Lebong District Regulations.

Through this thesis will analyze the regional regulation with the preparation

technique legislation. Legal research includes the study of law is normative

juridical approach to the use of formal methods to assess the legal construction

and regulatory approaches to examine the consistency and appropriateness of

District Regulations Rejang Lebong with legislation which is higher. Based on

research results, problems encountered and contradictory aspects of the

technique of preparation of legislation, both on aspects of title, which did not

reflect the substance of the material in the formulation of local regulation, aspects

of the opening of the preamble to weigh not contain aspects of sociological,

philosophical and juridical aspects, not to load the Article 18 paragraph (6) of the

Constitution of the Republic of Indonesia in 1945 as the Basic Law. There is still

no legal basis to enter directly related. Material found on the torso formulation of

Articles that are not clearly blurred difficult to be interpreted normatively include

the provision contains a criminal penalty formulation is not clear, therefore it

needs a structural reform in the formation of Regulation and Cultural District

Rejang Lebong both in terms of engineering formulation and the substance so that

what is desired by the District Government of Rejang Lebong in local regulation

can be realized.

viii

Page 9: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR ISIhlm

HALAMAN JUDUL..................................................................................... iHALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iiPERNYATAAN............................................................................................. iiiHALAMAN PERSEMBAHAN..................................................................... ivKATA PENGANTAR.................................................................................... vABSTRAK...................................................................................................... viiABSTRACT.................................................................................................... viiiDAFTAR ISI................................................................................................... ixDAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1A. Latar belakang.................................................................... 1B. Rumusan Masalah............................................................... 14C. Tujuan Penelitian................................................................ 14D. Manfaat Penelitian.............................................................. 15E. Keaslian Penelitian............................................................. 15F. Kerangka Pemikiran........................................................... 17

1. Teori norma Hukum..................................................... 172. Teori Desentralisasi...................................................... 233. Teori Perundang-Undangan......................................... 19

BAB II LANDASAN YURIDIS, TAHAPAN DAN TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH.............................. 47A. Landasan Yuridis Penyusunan Peraturan Daerah............... 47B. Tahapan Penyusunan Peraturan Daerah............................. 59C. Teknik Penyusunan Peraturan Daerah................................ 66

BAB III METODE PENELITIAN........................................................... 771. Jenis Penelitian............................................................. 772. Pendekatan Penelitian.................................................. 773. Teknik Pengumpulan bahan Hukum............................ 784. Teknik Analisa Bahan Hukum..................................... 80

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................... 82A. Konstruksi Peraturan Daerah Yang Bertentangan Dengan Teknik

Penyusunan Peraturan Daerah................................83

1. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 5 Tahun 2006 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik dan Tata Cara Pengajuan, Penyerahan Serta Pelaporan Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik Di Kabupaten Rejang Lebong............... 83

2. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 20 Tahun 2006 tentang Larangan Pelacuran dalam Kabupaten Rejang Lebong............................................ 93

3. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 23 Tahun 2006 Tentang KerjaSama Desa.................. 103

4. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 24 Tahun 2006 tentang Badan Permusyawaratan Desa............................................................................ 109

ix

Page 10: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

5. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 29 Tahun 2006 tentang Kepala Desa Sebagai Pemangku Kawasan Hutan........................................... 124

6. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Jalan Di Wilayah Kabupaten Rejang Lebong............. 137

B. Sebab-Sebab Tetap Diterapkannya Peraturan Daerah Labupaten Rejang Lebong Yang Bertentangan Dengan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan.......... 164

BAB V PENUTUP.................................................................................... 1761. Kesimpulan.......................................................................... 1762. Saran..................................................................................... 177

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………... 179LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

1. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 5 Tahun 2006 tentang

Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik dan Tata Cara Pengajuan,

x

Page 11: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Penyerahan Serta Pelaporan Penggunaan Bantuan Keuangan Partai Politik

Di Kabupaten Rejang Lebong.

2. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 20 Tahun 2006

tentang Larangan Pelacuran dalam Kabupaten Rejang Lebong.

3. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 23 Tahun 2006

Tentang KerjaSama Desa.

4. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 24 Tahun 2006

tentang Badan Permusyawaratan Desa.

5. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 29 Tahun 2006

tentang Kepala Desa Sebagai Pemangku Kawasan Hutan.

6. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 17 Tahun 2007

tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Jalan Di Wilayah Kabupaten Rejang

Lebong.

xi

Page 12: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan telah

diubah kembali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, telah menyebabkan perubahan yang mendasar dalam

tata kelola pemerintahan di daerah, baik pemerintahan di tingkat provinsi,

kabupaten/kota di Indonesia dalam hal kewenangan pemerintahan daerah

mengurus daerahnya sendiri.

Kewenangan pemerintah daerah untuk mengatur urusan pemerintahan

sendiri sebagaimana tertuang dalam Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004, secara hirarki merupakan implementasi secara

yuridis dari Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 NKRI setelah amandemen kedua,

yang berbunyi: ”Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota

mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi

dan tugas pembantuan.”

Tujuan otonomi daerah pada hakekatnya adalah memberikan

kewenangan kepada daerah untuk mengurus rumah tangga daerahnya

sendiri, dengan alasan bahwa Pemerintah Daerah yang lebih mengetahui

1

Page 13: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

2

keadaan dan kondisi di daerah. Namun demikian tidak semua kewenangan

pemerintah pusat diserahkan kepada pemerintah daerah. Kewenangan

pemerintah pusat yang tidak diserahkan atau dilimpahkan kepada

pemerintah daerah berdasar Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah meliputi : Politik Luar

Negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional dan

Urusan Agama.

Dengan adanya kewenangan untuk mengurus daerah sendiri

berdasarkan Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, mengharuskan

pemerintahan di daerah membentuk regulasi-regulasi dalam upaya

melaksanakan roda pemerintahan di daerah yaitu dengan melahirkan

peraturan daerah-peraturan daerah yang sesuai dengan kebutuhan dan

kondisi daerah. Kewenangan pemerintahan daerah dalam membentuk

peraturan daerah, mempunyai legitimasi/dasar yang kuat, yakni secara

yuridis formal didasari dalam UUD 1945 pada Pasal 18 ayat (6), yang

berbunyi: Pemerintahan daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan

peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas

pembantuan. Kemudian juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerinah Daerah pada Pasal 136 ayat (1), yang

berbunyi sebagai berikut: Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah

mendapatkan persetujuan bersama DPRD.

Page 14: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

3

Pemerintahan Daerah yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

1945 dalam Pasal (18) ini bukan saja Gubernur, Bupati dan Walikota, akan

tetapi termasuk di dalamnya adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD).

Peraturan daerah yang dibentuk oleh Pemerintahan Daerah baik

Gubernur, Bupati, Walikota bersama dengan Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah, pada dasarnya mempunyai fungsi:

a. sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah;

b. merupakan peraturan pelaksana dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi;

c. dalam fungsi ini, Peraturan Daerah tunduk pada ketentuan hierarki peraturan perundang-undangan, dengan demikian Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi;

d. sebagai penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap dalam koridor Negara kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; dan

e. sebagai alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan daerah.1

Kemudian, peraturan daerah merupakan fungsi yang bersifat atribusi

maksudanya bahwa Peraturan daerah melekat kewenangan-kewenangan

sebagaimana diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, terutama dalam Pasal 136 yaitu:

a. Menyelenggarakan pengaturan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan.

1 Dirjen Peraturan perundang undangan, Panduan Praktis Memahami Perancangan Peraturan Daerah, Penerbit Caplet Project 2008. hlm. 7.

Page 15: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

4

b. Menyelenggarakan pengaturan sebagai penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.

c. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

d. Menyelenggarakan pengaturan hal-hal yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Peraturan daerah yang dibentuk oleh Pemerintahan Daerah, apabila

dilihat dari hierarki peraturan perundang-undangan atau kedudukannya,

maksudnya jenjang tingkatan peraturan perundang-undangan, merupakan

salah satu jenis peraturan perundang-undangan dan merupakan bagian dari

sistem hukum nasional, mengandung makna bahwa Peraturan daerah tidak

dapat dipisahkan daris sistem hukum nasional, dimana keberadaan atau

keabsahannya Peraturan Daerah jelas ada landasan hukumnya yaitu

ditempatkannya Peraturan Daerah secara terhormat dalam Undang-Undang

Dasar 1945 setelah amandemen,2 sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat

(6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kemudian peraturan daerah secara hierarki juga diatur secara tegas

dalam Pasal 7 ayat (1) Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, dimana dalam Pasal 7 ayat

(1) menyebutkan : Jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan adalah

sebagai berikut :

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

2 H.M. Aziz, Dasar Dasar Konstitusional Pemerintah Daerah Dan Pembentukan Peraturan Daerah. Makalah disampaikan pada pendidikan dan pelatihan penyusunan perancangan peraturan perundang undangan, bulan Juni tahun 2010 di Jakarta Hlm 4.

Page 16: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

5

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undangan;

d. Peraturan Pemerintah;e. Peraturan Presiden;f. Peraturan Daerah Provinsi; dang. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Peraturan daerah dilihat dari jenis dan hierarki sebagaimana tersebut

di atas menunjukkan bahwa peraturan daerah kabupaten/kota menduduki

strata paling rendah dari peraturan perundang-undangan. Termasuk dalam

peraturan daerah berdasarkan Penjelasan Pasal 7 ayat (2) huruf a, yaitu

Qanun yang berlaku di Daerah Provinsi Aceh Darussalam dan Perdasus

serta Perdasi yang berlaku di Provinsi Papua.

Peraturan daerah merupakan penyelenggaraan dari ketentuan-

ketentuan atau penjabaran lebih lanjut dari peraturan yang lebih tinggi, hal

ini diatur di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah dalam Pasal 136 ayat (3), yang berbunyi: Perda

sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan penjabaran lebih

lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan

memperhatikan ciri khas masing masing daerah.

Peraturan Daerah bisa juga pelaksanaan dari peraturan menteri,

peraturan menteri itu lebih tinggi dari peraturan daerah, oleh karena

peraturan daerah lingkup berlakunya terbatas pada daerah yang

bersangkutan, sedangkan peraturan menteri ruang berlakunya mencakup

seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, maka secara hierarki,

peraturan menteri berada di atas peraturan daerah, meskipun peraturan

Page 17: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

6

menteri tidak secara tegas dicantumkan dalam hierarki peraturan perundang-

undangan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Akan tetapi imflisit

diakui sebagai salah satu jenis peraturan perundang undangan.

Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia telah Menetapkan di

dalam Surat Edaran Nomor M.UM.01.06-27 yang menyatakan bahwa

Keputusan Menteri yang bersifat mengatur merupakan salah satu jenis

Peraturan Perundang-undangan, dan secara hierarki terletak diantara

Keputusan Presiden dan Peraturan Daerah3. Namun demikian hal tersebut

untuk saat ini tidak menjadi landasan yang kuat karena Surat Edaran

tersebut dikeluarkan tanggal 23 Pebruari 2001 sebelum lahirnya Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan yang sebagaimana telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Selain dari itu peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga

resmi lainnya tetap diakui sebagai Peraturan Perundang-undangan

sebagaimana ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang

berbunyi:

“Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup Peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan

3 Maria Farida , Ilmu Perundang-Undangan, Jenis, Fungsi, dan MateriMuatan , Kanisius, yogyakarta 2007. hlm 94

Page 18: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

7

Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, Badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, kepala Desa atau yang setingkat.”

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 8 ayat (1) di atas, maka dapat

dinyatakan bahwa peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga, badan atau

komisi berupa peraturan dimasukkan dalam jenis peraturan perundang-

undangan. Hal ini tentu dapat menimbulkan kesulitan menentukan

hierarkinya karena peraturan yang dibentuk oleh suatu badan negara yang

diberikan atribusi kewenangan membentuk peraturan yang mengikat umum

belum secara tertulis dimasukkan dalam hierarki peraturan perundang-

undangan.

Lebih lanjut Peraturan Daerah secara yuridis ruang lingkup

keberlakuannya terbatas pada daerah yang bersangkutan dalam suatu

wilayah tertentu. Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota berdasarkan ketentuan Undang-Undang, maka peraturan

daerah itu harus jelas dalam pengertian tidak menimbulkan multi tafsir

karena merupakan penjabaran dan imflementasi dari peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah seharusnya tidak lagi

menimbulkan banyak penafsiran dari kaidah dan ketentuannya, karena

sudah bersifat teknis, jelas dan tinggal diterapkan di lapangan.

Tujuan pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana disebutkan di

atas tidak terlepas juga dari tugas pemerintah daerah untuk membina dan

Page 19: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

8

menciptakan kesejahteraan masyarakat daerah. Oleh karena itu Peraturan

Daerah yang dibuat haruslah sesuai dengan keadaan dan kondisi masyarakat

di mana peraturan daerah tersebut diberlakukan.

Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

harus mengandung asas-asas materi muatan sebagaimana ketentuan dalam

Pasal 138 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah yaitu materi muatan asas :

a. pengayoman;b. kemanusiaan;c. kebangsaan;d. kekeluargaan;e. kenusantaraan;f. bhineka tunggal ika;g. keadilan kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;h. ketertiban dan kepastian hukum; dan/ataui. keseimbangan ,keserasian ,dan keselarasan.

Namun demikian, berdasarkan pengamatan sebagaimana

dikemukakan di atas pada kenyataannya sampai saat belum banyak

Peraturan Daerah sesuai yang diharapkan, yang demikian ini ditunjukkan

dengan adanya ribuan peraturan daerah Provinsi dan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota yang sudah dibatalkan/direvisi oleh Pemerintah Pusat

karena menimbulkan permasalahan-permasalahan dan bertentangan dengan

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Berdasarkan data resmi

Departemen Dalam Negeri dari tahun 2002 sampai tahun 2007, Peraturan

Daerah yang dibatalkan adalah sebagai berikut:

1. Tahun 2002 : 19 Peraturan Daerah;2. Tahun 2003 : 105 Peraturan Daerah;

Page 20: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

9

3. Tahun 2004 : 236 Peraturan Daerah;4. Tahun 2005 : 136 Peraturan Daerah;5. Tahun 2006 : 114 Peraturan Daerah;6. Tahun 2007 : 173 Peraturan Daerah.4

Selanjutnya berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri

Republik Indonesia setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004, jumlah Peraturan Daerah yang dibatalkan sampai bulan Desember

Tahun 2009 sebanyak 1983. Pada tahun 2010 sampai bulan September,

Peraturan Daerah yang sudah dibatalkan 328 5.

Secara legalitas, dasar hukum pembatalan Peraturan Daerah tersebut

termuat di Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah dalam Pasal 145 ayat (2), yang berbunyi ”Perda sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) yang bertentangan dengan kepentingan umum

dan /atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan

oleh Pemerintah. Akan tetapi hal ini apabila dilihat dalam hal kesetaraan

tidak seimbang, karena pemerintah secara sepihak mempunyai kewenangan

untuk membatalkan Peraturan Daerah, padahal Peraturan Daerah tersebut

jelas diatur di dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar 1945, dengan

jelas menyatakan bahwa pemerintahan daerah berhak menetapkan Peraturan

Daerah dan peraturan lainnya untuk menyelenggarakan otonomi daerah dan

tugas pembantuan, dan di dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak diatur 4 Dirjen Peraturan Perundang Undangan, Panduan Praktis Memahami Perancangan

Peraturan Daerah, Penerbit Caplet Project 2008. hlm. vii5 Andrian Krisnawati,SH.MH. Permasalahan Hukum Dalam Perancangan Peraturan

Daerah , makalah yang disampaikan didalam diklat Penyusunan dan Perancangan Peraturan Perundang- Undangan pada bulan September 2010 di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Jakarta. hlm 33

Page 21: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

10

secara jelas (tersurat) bahwa pemerintah pusat diberi kewenangan

membatalkan Peraturan Daerah atau peraturan lainnya di daerah.

Seharusnya pembatalan Peraturan Daerah oleh peradilan yang netral dalam

hal ini Mahkamah Agung melalui Pengujian Judicial (judicial review)6

karena secara yuridis konstitusional ada dalam Pasal 24A ayat (1) Undang-

Undang Dasar 1945 yang berbunyi : Mahkamah Agung berwenang

mengadili pada tingkat kasasi, menguji Peraturan Perundang-undangan di

bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang, dan mempunyai

wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-Undang. Hal tersebut pun

sudah sesuai dengan ketentuan Pasal 9 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang

berbunyi: ”Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah

Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang,

Pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung”.

Berdasarkan pengamatan Penulis masih dijumpai Peraturan Daerah

Kabupaten Rejang Lebong, yang bermasalah atau bertentangan dari aspek

sistematika teknik penyusunan Peraturan Daerah yaitu bermasalah dalam

teknik dan metode perumusannya, penggunaan bahasa hukum, logika

hukum dan ketentuan normatifnya maupun dari aspek substansinya yang

bertentangan dengan Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi.

Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong tersebut antara lain yaitu:

6 H.M. Aziz, Dasar Dasar Konstitusional .........,Op.cit hlm 9

Page 22: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

11

1. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 5 Tahun 2006

tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik dan Tata Cara

Pengajuan, Penyerahan serta Pelaporan Penggunaan Bantuan Keuangan

Partai Politik Di Kabupaten Rejang Lebong.

2. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 20 Tahun 2006

tentang Larangan Pelacuran dalam Kabupaten Rejang Lebong.

3. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 23 Tahun 2006

Tentang Kerja Sama Desa.

4. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 24 Tahun 2006

tentang Badan Permusyawaratan Desa.

5. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 29 Tahun 2006

tentang Kepala Desa Sebagai Pemangku Kawasan Hutan.

6. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 17 Tahun 2007

tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Jalan di Wilayah Kabupaten

Rejang Lebong.

Peraturan Daerah Rejang Lebong tersebut di atas bermasalah Pada

aspek teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, banyak yang

belum sesuai dengan teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan,

dan pada aspek substansi bertentangn dengan Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi. Padahal tujuan dari diundangkannya Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan dan sebagaimana telah dicabut dan diganti dengan Undang-

Page 23: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

12

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan adalah agar ada tatanan yang tertib untuk membentuk Peraturan

Perundang-undangan, baik berkaitan dengan sistem, asas, tata cara

penyiapan dan pembahasan, teknik penyusunan, pemberlakuannya maupun

subtansinya agar ada pola, bentuk suatu ketentuan yang baku mengenai

tata cara pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Aspek-aspek di dalam Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong

yang bermasalah atau bertentangan menurut penulis yaitu pada aspek teknik

penyusunan dan aspek substansinya.

Pada aspek teknik penyusunan permasalahan yang ada, yaitu pada

bagian dari kerangka Peraturan Daerah baik itu pada Judul, Pembukaan

Batang tubuh, Penutup, Penjelasan maupun pada Lampiran. .

Sedangkan pada aspek substansinya masih ditemui muatan materi

atau isi Peraturan Daerah yang bertentangan dengan asas-asas pembentukan

Peraturan Daerah yang baik dan substansi materi muatan bertentangan

dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Sebagai akibatnya Peraturan Daerah yang bermasalah tersebut tidak

efektif dan tidak mencapai sasaran sebagaimana tujuan yang diinginkan oleh

pembentuk Peraturan Daerah tersebut. Hal tersebut sangat merugikan baik

dari aspek finansial, tenaga dan waktu yang telah dikeluarkan baik

Pemerintah ddaerah maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di dalam

membuat Peraturan Daerah tersebut. Di samping itu banyak berpengaruh

Page 24: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

13

terhadap pemerintahan di daerah itu sendiri, akan banyak program dan

rencana pemerintah daerah yang seharusnya tercapai menjadi terhambat

oleh karena banyaknya Peraturan Daerah yang bermasalah.

Berdasarkan latar belakang pemikiran tersebut di atas menarik untuk

dilakukan pengkajian/penelitian lebih lanjut terhadap Peraturan Daerah

Kabupaten Rejang Lebong yang bermasalah atau bertentangan yaitu dari

perspektif teknik penyusunannya, yakni dalam persepktif legislatif drafting

peraturan daerah yang terkait dengan masalah-masalah teknik dan metode

perumusannnya, penggunaan bahasa hukum, logika hukum dan ketentuan

normatif dalam peraturan daerah berdasarkan Peraturan Perundang

undangan. Pengkajian/penelitian Peraturan daerah ini didasari keinginan

adanya Pembentukan Peraturan Daerah yang baik.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka penulis perlu

melakukan penelitian Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong ke

dalam sebuah karya tulis Ilmiah berupa Tesis dengan diberi judul :

”ANALISIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG

LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK PENYUSUNAN

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

Page 25: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

14

1. Bagaimanakah konstruksi Peraturan Daerah Kabupaten Rejang

Lebong yang dinyatakan bertentangan dengan teknik penyusunan

Peraturan Perundang-undangan?

2. Mengapa Peraturan Daerah Kabupaten Rejang lebong yang

bertentangan dengan teknik Penyusunan Peraturan Perundang

undangan yang ada tetap diterapkan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum :

Untuk memberikan masukan dan sumbangan pemikiran dalam rangka

penyusunan Peraturan Daerah yang baik berdasarkan peraturan perundang

undangan .

2. Tujuan khusus:

a. Untuk mengetahui dan memahami kontruksi Peraturan Daerah

Kabuapten Rejang Lebong yang dinyatakan bertentangan atau

bermasalah dari teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan

b. Untuk mengetahui sebab dan alasan tetap diterapkannya Peraturan

Daerah Kabupaten Rejang Lebong yang bertentangan atau bermasalah

dari teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan.

D. Manfaat Penelitian

Page 26: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

15

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat secara teoritis

Secara teoritis penulisan ini diharapkan bermanfaat sebagai bagian

dari upaya pengembangan wawasan dan ilmu pengetahuan dalam lingkup

Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara khususnya pada

bagian Ilmu Perundang-Undangan yang berkaitan dengan dinamika

pembentukan Peraturan Daerah.

2. Secara Praktis

Secara praktis penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai

bahan kajian dan kontribusi dalam Pembentukan Peraturan Daerah

Kabupaten Rejang Lebong dalam perspektif teknik penyusunan peraturan

perundang-undangan dan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan

perbandingan dalam upaya Membentuk Peraturan Daerah Kabupaten

Rejang Lebong .

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran oleh penulis dari berbagai sumber yakni

Perpustakaan Universitas Bengkulu, Perpustakaan Fakultas Hukum

Bengkulu dan jaringan internet/website, memang sudah ada beberapa karya

tulis ilmiah berbentuk Tesis yang meneliti mengenai Peraturan Daerah,

yakni yang ditulis oleh Arief Wirawan dengan judul ”Pertimbangan

Perumusan Sanksi Pidana Dalam Peraturan Daerah dan Penerapannnya di

Kota Bengkulu,” yang substansi penelitian mengenai perumusan sanksi

Page 27: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

16

pidana dan penerapan sanksinya di kota Bengkulu. Kemudian Tesis karya

Rahmad Intihan dengan judul ”Pengawasan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu”, dan beberapa tesis

lainnya yaang substansi penelitian memfokuskan pada aspek pengawasan

pelaksanaan Peraturan Daerah oleh Pemerintah Provinsi Bengkulu. Namun

secara substansi, materi karya tulis yang berbentuk tesis tersebut di atas

berbeda dengan substansi yang penulis teliti. Para Penulis tesis sebelumnya

tidak ada yang membedah, mengkaji dan menganalisis mengenai Peraturan

Daerah yang bertentangan atau masalah dalam perspektif pembentukan

Peraturan Perundang-undangan. Begitu juga terhadap objek penelitian

dalam beberapa tesis tersebut yang juga berbeda. Kemudian berdasarkan

penelusuran melalui jaringan internet atau Website ada juga beberapa karya

tulis yang lain yang meneliti mengenai peraturan daerah akan tetapi

substansinya berbeda dan objek penelitiannya Peraturan Daerah di luar

wilayah Provinsi Bengkulu.

Berdasarkan pertimbangan dan alasan tersebut, dapat disimpulkan

bahwa Karya Tulis tentang analisis Peraturan Daerah Kabupaten Rejang

Lebong di tinjau dengan teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan

yang dibuat penulis ini adalah asli.

F. Kerangka Pemikiran

I Teori Norma Hukum

Page 28: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

17

Pemaknaan Norma dapat diartikan sebagai suatu ukuran yang harus

dipatuhi oleh seseorang dalam hubungan dengan sesamanya ataupun dengan

lingkungannya dan dapat juga diartikan sebagai suatu ukuran atau patokan

bagi seseorang dalam bertindak dan bertingkah laku dalam masyarakat, dan

norma itu banyak bentuknya, ada norma agama, norma adat, norma moral

dan norma lainnya. Jadi inti suatu norma adalah segala aturan yang harus

dipatuhi, akan tetapi tetap ada perbedaan antara norma hukum dan norma-

norma lainnya. Perbedaannya adalah pertama: norma hukum bersifat

heterogen artinya norma hukum datangnya dari luar diri seseorang, artinya

dari lembaga yang berwenang, sedangkan norma lainnya bersifat otonom

artinya datang dari diri seseorang untuk melaksanakan tergantung pada

kesadarannya contohnya berlaku baik dan sopan, kedua, norma hukum

dapat dilekati dengan sanksi pidana maupun sanksi pemaksaan secara pisik,

sedangkan norma lainnya tidak dapat dilekati dengan sanksi pidana. dan

sanksi pemaksa secara fisik. Ketiga norma hukum dalam hal pelaksanaan

sanksinya oleh aparat penegak hukum, polisi, jaksa dan hakim, sedangkan

norma-norma lainnya sanksinya berasal dari dirinya sendiri atau dikucilkan

dari masyarakat.7

Menurut Maria Farida, norma hukum itupun dapat dilihat dari

berbagai segi, apabila dilihat segi alamat yang dituju atau diperuntukkan,

maka norma hukum dapat dibedakan antara norma hukum umum dan

7 Maria Farida indrati, Ilmu Perundang-Undangan, Jenis, Fungsi Dan Materi Muatan,Cet,5, Kanisius, Yogyakarta, 2007,hlm 27

Page 29: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

18

norma hukum individu. Artinya norma hukum umum ditujukan kepada

semua orang, sedangkan norma hukum individu artinya ditujukan kepada

seseorang. Kemudian norma hukum dilihat dari hal yang diatur maka norma

hukum dibedakan antara norma hukum abstrak dan norma hukum yang

konkret. Norma hukum abstrak artinya norma hukum hanya merumuskan

perbuatan itu secara abstrak, rumusannya antara lain: .....mencuri.....,

membunuh dan seterusnya, sedangkan norma hukum konkret adalah norma

hukum yang melihat perbuatan seseorang secara nyata, contoh

rumusannya:

...mencuri mobil merek toyota...

...sibadu membunuh dengan sebuah parang..., dan seterusnya.

Kemudian norma hukum itu dapat dilihat dari segi daya lakunya,

maka norma hukum dibagi dua yaitu: norma hukum yang berlaku terus

menerus (dauerhaftig) dan norma hukum yang berlaku sekali-selesai

(einmahlig). Norma hukum yang berlaku terus menerus adalah norma

hukum yang berlakunya tidak dibatasi oleh waktu, berlaku terus menerus ,

sampai peraturan itu dicabut atau diganti. Sedangkan norma hukum yang

berlaku sekali-selesai adalah norma hukum yang berlakunya satu kali saja

dan setelah itu selesai, biasanya sifatnya penetapan, contohnya penetapan

seseorang diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil. 8

Suatu norma hukum dapat pula berupa norma hukum tunggal dan

norma hukum berpasangan. Norma hukum tunggal adalah norma hukum

8 Ibid hlm 30

Page 30: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

19

yang berdiri sendiri tidak diikuti suatu norma hukum lainnya isinya

merupakan suatu suruhan (das Sollen), sedangkan norma hukum

perpasangan adalah norma hukum yang terdiri atas dua norma hukum yaitu

norma hukum primer dan norma hukum sekunder.

Menurut D.W.P Ruiter, Sifat norma hukum dalam peraturan

perundang-undangan dapat berupa:

(1) Perintah ( gebod);

(2) Larangan ( verbod);

(3) Pengizinan (toestemming); dan

(4) Pembebasan ( vrijstelling) .9

Selanjutnya menurut Ruiter sebuah norma termasuk norma hukum

mengandung unsur-unsur berikut:

a. cara keharusan berprilaku (modus van behoren), disebut operator norma;

b. seseorang atau sekelompok orang adresat (norm adresaat) disebut subyek norma;

c. perilaku yang dirumuskan (normgedrag),disebut objek norma; d. syarat-syaratnya (normcondities) disebut kondisi norma10.

Lebih lanjut menurut Hans Kelsen, hukum termasuk dalam sistem

norma yang dinamik oleh karena itu hukum selalu dibentuk dan dihapus

oleh lembaga otoritas yang berwenang. Hans Kelsen mengemukakan teori

mengenai jenjang norma hukum (Stufentheorie) yaitu, bahwa :

9 Ibid hlm 3710 Ibid hlm 35

Page 31: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

20

”norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki (tata susunan), dalam arti suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan fiktif yaitu norma dasar ( Grundnorm)”11.

Kemudian menurut Adolf Merkl salah seorang murid Hans Kelsen

mengemukakan bahwa norma hukum itu mempunyai dua wajah (das

Doppelte Rechtsanlits) dalam arti bahwa suatu norma hukum itu ke atas

bersumber dari norma hukum diatasnya dan ke bawah menjadi sumber dan

menjadi dasar bagi norma hukum di bawahnya. Apabila norma hukum yang

berada di atasnya dicabut atau dihapus, pada dasarnya norma-norma hukum

yang berada di bawahnya akan tercabut atau terhapus pula.

Norma hukum itu menurut Benyamin Akzin dalam bukunya ”Law

state,and internasional legal order” ada dua yaitu:

”norma hukum publik dan norma hukum privat, norma hukum publik bentuk oleh lembaga lembaga negara (penguasa negara, wakil-wakil rakyat), sedangkan norma hukum privat dibentuk selalu sesuai dengan kehendak/keinginan masyarakat, oleh karena hukum privat ini dibentuk oleh masyarakat yang bersangkutan dengan perjanjian, oleh karena itu jika dilihat pada aspek struktur lembaga maka norma hukum publik lebih tinggi kedudukannya dibandingkan norma hukum privat”.12

Kemudian Teori norma hukum Negara dikemukakan oleh Hans

Nawiasky, (die Theorie vom Stufenornung der Rechtsnormen) salah seorang

murid Hans Kelsen, yang menyatakan bahwa sesuai dengan teori Hans

Kelsen, maka suatu norma hukum dari negara manapun selalu berlapis lapis

11 Ibid hlm 14112 Ibid hlm 43.

Page 32: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

21

dan berjenjang jenjang juga berkelompok kelompok. Hans Nawiasky

mengelompokkan norma hukum dalam suatu negara itu terdiri atas empat

kelompok besar yaitu;

1. Norms fundamental negara (Staatsfundamentalnorm) yaitu norma fundamental negara yang mempunyai ciri:

a. Bersifat presupposed dan aximatis;b. Norma tertinggi dalam tata susunan norma hukum negara;

c. Landasan filosofis bagi pengaturan lebih lanjut penyelenggaraan negara; dan

d. sumber dan dasar bagi pembentukan staagrunggesetz.2. Aturan dasar negara /aturan pokok negara ( Statsgrundgesetz); yaitu

norma/aturan dasar negara yang mempunyai ciri:a. Bersifat benegral dan garis besar;b. Berbentuk norma hukum tunggal;c. Aturan mengenai pembagian kekuasaan negara;d. Aturan mengenal hubungan antara negara dan warga negara;e. Sumber dan dasar bagi pembentukan foermell Gesetz.

3. Undang-Undang formal/formel gesetz yaitu undang-undang formal yang mempunyai ciri-ciri:

a. Bersifat spesifik dan rinci;b. Berbentuk norma tunggal atau berpasangan;c. Produk dari kewenangan legislatif;

d. Sumber dan dasar bagi pembentukan Verornung Satzung atau peraturan pelaksana.

4. Aturan pelaksana dan aturan otonom ( verordnung & autonome Satzung) yang mempunyai ciri:

a. Bersifat spesifik dan rinci;b. Dibentuk berdasarkan pelimpahan kewenangan pengaturan

(delegated legislation) dari undang-undang atau peraturan perundang-undangan di atasnya;

c. Merupakan aturan pelaksana dari aturan yang lebih tinggi bersifat imflementatifal 13.

Di dalam hubungannya terhadap Norma Hukum Negara Indonesia,

maka norma hukum yang tertinggi menurut Hamid S. Attamimi adalah

13 Sony Maulana. S. Norma Hukum Dasar Negara, makalah disampaikan dalam pelatihan jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan tahun 2010 Kemenkumham Depok, pada tanggal 01 Juni 2010 hlm 5

Page 33: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

22

norma fundamental negara ( Staatsfundamentalnorm) adalah norma yang

tidak dibentuk oleh norma yang lebih tinggi lagi, tetapi bersifat pre-

supposed atau ditetapkan terlebih dahulu, merupakan landasan dasar

filosofis yang mengandung kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara

lebih lanjut,14 yaitu Pancasila. Sedangkan aturan dasar/pokok negara adalah

UUD 1945.

Kemudian di bawah aturan dasar/pokok negara itu adalah undang

undang formal, merupakan norma hukum yang kongkrit dan terinci dan

sudah dapat langsung berlaku di dalam masyarakat, karena norma hukum ini

sudah dapat dicantumkan norma-norma yang bersifat sanksi, baik sanksi

pidana maupun sanksi pemaksaan.

Norma hukum di bawah Undang-Undang yaitu peraturan pelaksana

dan peraturan otonom. Peraturan Pelaksana bersumber dari kewenangan

delegasi sedangkan peraturan otonom bersumber dari kewenangan atribusi.

Kewenangan atribusi yaitu kewenangan untuk peraturan perundang

undangan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar atau undang-undang

kepada suatu lembaga negara /pemerintah. Kewenangan tersebut melekat

terus menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu

diperlukan, sesuai dengan batas-batas yang diberikan. Sedangkan

kewenangan delegasi ialah pelimpahan kewenangan membentuk

peraturan perundang-undangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi kepada peraturan perundang-undangan yang

14 Ibid ..hlm 47

Page 34: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

23

lebih rendah, baik pelimpahan dinyatakan dengan tegas maupun tidak.

Dimana kewenangan tersebut tidak diberikan tetapi diwakilkan, dan

kewenangan delegasi itu bersifat sementara dalam artian kewenangan ini

dapat diselenggarakan sepanjang pelimpahan tersebut masih ada, sebagai

contoh di dalam Pasal 146 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah yang merumuskan untuk

melaksanakan peraturan daerah dan atau kuasa peraturan perundang

undangan kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau

keputusan kepala daerah. 15

II . Teori Desentralisasi

Desentralisasi secara etimologis menurut RDH, koesoemahatmadja,

dalam bukunya Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintah Daerah di Indonesia ,

menjelaskan istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin yaitu ”de= lepas

dan ”centrum” = pusat. Jadi, berdasarkan peristilahannya desenteralisasi

adalah melepaskan dari pusat. Berkaitan dengan itu pula dikenal istilah

otonomi yang berasal dari istilah ”outonomie” berasal dari bahasa yunani

(autos= sendiri; nomos = undang undang) yang berarti perundang undangan

sendiri (zelfwetgeving).16

Namun demikian definisi desentraliasi itu sendiri mempunyai makna

yang beragam dari pemikiran para sarjana. Person mendefinisikan

15 Maria Farida Op.Cit hlm 56.16 Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD Dan Kepala Daerah PT Alumni Bandung 2008. hlm 21

Page 35: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

24

desentralisasi itu sebagai pembagian kekuasaan antara pemerintahan dari

pusat dengan kelompok lain yang masing- masing mempunyai wewenang

kedalam suatu daerah tertentu dari suatu negara17.

Selanjutnya menurut Rondinelli dan Cheema mendefinisikan

desentalisasi merujuk perspektif yang lebih luas, tetapi tergolong

persepektif administrasi, yaitu perpindahan, perencanaan, pengambilan

keputusan, atau kewenangan administrasi dari pemerintah pusat ke

organisasi bidangnya, unit administrasi daerah semi otonom dan organisasi

parasttal, pemerintah daerah atau organisasi-organisasi non pemerintah. 18

Rondenelli dan Chreema membagi empat tipe desentralisasi yaitu :19

a. desentralisasi yaitu : distribusi wewenang administrasi di dalam struktur pemerintahan ;

b. delegasi yaitu : mendelegasian otoritas manajemen dan pengambilan keputusan atas fungsi-fungsi tertentu yang sangat spesifik, kepada organisasi-organisasi yang secara langsung tidak di kontrol pemerintah;

c. devolusi yaitu: penyerahan fungsi dan otoritas dari pemerintah pusat kepada daerah otonom;

d. swastanisasi adalah penyerahan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab administrasi tertentu kepada organisasi swasta.

Kemudian Amrah Muslimin, membedakan desentralisasi menjadi

desentralisasi politik, desentralisasi fungsional, dan desentralisasi

kebudayaan, Desentralisasi politik adalah pelimpahan kewenangan dari

pemerintah pusat, yang menimbulkan hak mengurus kepentingan rumah

tangga sendiri bagi badan-badan politik di daerah-daerah, yang dipilih oleh

17 Ibid .hlm 116,18 Ibid hlm 116.19 Ibid hlm 117

Page 36: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

25

rakyat dalam daerah tertentu, sedangkan Desentralisasi fungsional adalah

pemberian hak dan kewenangan pada golongan-golongan mengurus suatu

macam atau golongan kepentingan dalam masyarakat, baik terikat ataupun

tidak pada suatu daerah tertentu. Selanjutnya Desentralisasi kebudayaan

yaitu memberikan hak pada golongan-golongan kecil dalam masyarakat

minoritas menyelenggarakan kebudayaan sendiri (mengatur pendidikan,

agama, dan lain lain)20.

Selanjutnya Menurut RDH.Koesoemahatmadja, menyatakan

lazimnya desentralisasi itu dapat dibagi ke dalam 2 macam :21

1. Dekonsentrasi (deconcentratie atau ”ambtelijke decentralisatie”, yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat kelengkapan negara tingkatan lebih atas kepada bawahnya guna melancarkan pekerjaan di dalam melaksanakan tugas pemerintahan, misalnya pelimpahan kekuasaan dan wewenang menteri kepada gubernur;

2. Desentralisasi ketatanegaraan ( staatkundige decentralisatie )atau disebut juga desentralisasi politik yaitu pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan (regelende en besturende bevoegheid) kepada daerah otonom di dalam lingkungannnya. Di dalam desentralisasi politik ini, rakyat dengan menggunakan saluran-saluran tertentu( perwakilan) ikut serta di dalam pemerintahan, dengan batas wilayah daerah masing masing.

Desentralisasi ketatanegaraan dapat dibagi lagi dalam 2 macam :

1. Desentralisasi teritorial ( terrioriale decentralisatie), yaitu

pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah

tangga daerah masing-masing (otonom);

20 Ibid hlm 11821 Ibid hlm 119-120

Page 37: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

26

2. Desentralisasi fungsional (fungtionale decentralisatie), yaitu

pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus sesuatu atau

beberapa kepentingan tertentu, didalam desentralisasi semacam itu

ini dikehendaki agar kepentingan-kepentingan tertentu tadi di

selenggarakan oleh golongan golongan yang bersangkutan

sendiri.22

Landasan konstitusional dari desentralisasi dalam tatanan Pemerintah

Indonesia adalah pada ayat (5) dan ayat (6) dalam Pasal 18 Undang-Undang

Dasar 1945 yang memberikan kewenangan pemerintah daerah

menjalankan otonomi seluas luasnya , kecuali urusan pemerintah yang oleh

undang undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat dan pemerintah

daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain untuk

melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

Sejak diberlakukannnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintah Daerah, banyak terjadi perubahan mendasar pada sistem

penyelenggaraan pemerintah di daerah, dengan konsekuensi

urusan/kewenangan pemerintah pusat yang telah dilimpahkan atau di

serahkan ke daerah, dan hubungan hierarki pemerintah kabupaten/kota

terhadap provinsi tidak lagi bersifat hieraki yang berjenjang tetapi, tetapi

setiap pemerintah daerah berkedudukan sebagai daerah otonom.23 Akan

tetapi apabila dilihat dari hubungan hirarki peraturan perundang-undangan,

22 Ibid hlm 12023 Baban Sumandi, Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah , cet. 1 Humaniora, Bandung 2005, hlm 28

Page 38: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

27

maka Peraturan Daerah Provinsi lebih tinggi dari Peraturan Daerah

kabupaten/kota, hal ini didasarkan pada BAB II Jenis , hierarki, dan materi

muatan Peraturan perundang-undangan dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Perundangan, dimana dalam Pasal 7 tersebut menentukan

Peraturan Daerah Provinsi pada urutan huruf “f” dan peraturan Daerah

Kabupaten/kota dibawahnya yaitu pada urutan huruf “g” . Ini berarti secara

eksplisit/tersurat telah menunjukkan bahwa Peraturan Daerah Provinsi lebih

tinggi satu tingkat dari Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Hal ini membawa

konsekwensi bahwa Peraturan daerah kabupaten/kota tidak boleh bertentang

dengan peraturan daerah provinsi.

Penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada

pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dalam sistem Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai

makna dari pengertian desentralisasi dalam Pasal 1 Butir 7 Undang Undang

Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, secara yuridis formal

mengandung makna bahwa Pemerintahan daerah berhak membentuk

Peraturan perundang-undangan baik dalam bentuk Peraturan daerah

Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Peraturan Gubernur, Peraturan

Bupati/Walikota dalam upaya untuk mengatur dan mengurus daerah

otonom dan menjalankan roda pemerintahan di daerah. Dengan ketentuan

bahwa dalam membuat peraturan, organ yang lebih rendah harus dan tentu

Page 39: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

28

saja tetap berada dalam batas-batas dan rambu yang telah ditetapkan oleh

peraturan yang lebih tinggi24

Di dalam otonomi daerah tidak saja kewenangan desentralisasi saja

yang diberikan , akan tetapi juga pemberian kewenangan dekonsentrasi

sebagaimana ketentuan dalam Pasal 1 butir 8 Undang Undang Nomor 32

Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang berbunyi : Dekonsentrasi

adalah Pelimpahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada

Gubernur sebagai wakil pemerintah dan /atau kepada Instansi Vertikal di

wilayah tertentu. Serta dalam Pasal I butir 9 yang berbunyi: tugas

pembantuan/Medebewind adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah

dan/atau desa,dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau

desa, serta dari pemerintah kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan

tugas tertentu.

III. Teori Peraturan Perundang-Undangan

Mengenai jenis peraturan perundang-undangan suatu negara dapat

berbeda-beda antara yang dikeluarkan pada satu masa tertentu dengan masa

yang lain, meskipun secara hirarki tetap ada tingkatan-tingkatan. Perbedaan

tersebut terjadi karena sangat ditentukan oleh suatu rezim yang berkuasa

saat itu. Rezim yang berkuasa sangat menentukan urutan tingkatan /jenjang

24 IC. Van Der Vlies, Hanboek Wetgeving ( Buku Pegangan Perancang Perundang Undangan ) Dirjen PP ,Jakarta 2005, hlm 34

Page 40: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

29

suatu peraturan perundang undangan yang ditentukan oleh sistem

ketatanegaraan suatu negara tersebut, termasuk di negara Indonesia.

Sistem ketatanegaraan suatu negara dapat diketahui dari undang

undang dasar negara bersangkutan, karena undang-undang dasar merupakan

bentuk peraturan perundang-undangan tertinggi dalam suatu negara, dan

secara teoritis semua peraturan perundang-undangan di bawah tingkatnya

tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dasar tersebut.

Menurut Maria Farida, bahwa Ilmu perundang-undangan

berorientasi kepada melakukan perbuatan, dalam hal ini melakukan

pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya proses

perencanaan dan penyusunannya serta bersifat normatif dan ke dalam teori

perundang-undangan yang berorientasi kepada mencari kejelasan dan

kejernihan dan dalam pengertian serta kognitif. Sedangkan teori perundang-

undangan menyangkut dasar-dasar bagi hukum dibidang perundang-

undangan positif sebagaimana yang diungkapkan.

Suatu undang-undang dapat saja dirumuskan secara ilmiah dari segi

yuridis, tetapi dari segi kemasyarakatan tidak dapat berfungsi sesuai dengan

tujuan. Oleh karena orang tidak atau kurang memperhatikan segi-segi non

yuridis. oleh karena itu diperlukan gagasan untuk mengembangkan ilmu

perundang-undangan25. Karena Hukum atau peraturan perundang-undangan

25 IC. Van der Vlies, Hanboek wetgeving ( Buku Pegangan Perancang Perundang Undangan ) Dirjen Peraturan Perundang-undangan ,Jakarta 2005 hlm 39

Page 41: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

30

itu bersifat dinamis dan erat kaitanya dengan perubahan-perubahan

kemajuan dan sosial kultur suatu masyarakat bangsa dan negara.

Untuk menguji suatu peraturan perundang-undangan bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi maka ada dua

lembaga negara yang mempunyai kewenangan tersebut berdasarkan

Undang-Undang dasar 1945, apabila Peraturan perundang-undangan di

bawah Undang-Undang, menjadi kewenangan Hakim di Mahkamah Agung,

namun untuk menguji suatu Undang-Undang bertentangan Undang-

Undang Dasar 1945, adalah kewenangan Hakim Mahkamah Konstitusi

untuk mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusanya bersifat

final sebagaimana diatur di dalam Pasal 10 Ayat (10) huruf a UU Nomor

24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

Jenis peraturan perundang-undangan Negara Indonesia sejak

merdeka 17 Agustus 1945 sampai perubahan /amandemen ke- 4 saat ini,

menurut Sri Hariningsih ,26 telah mengalami perbedaan baik mengenai

jenis dan hirarkinya, oleh karena telah mengalami 5 (lima) kali pergantian

Undang-Undang Dasar. Yaitu dimulai dari :

1. Masa dibawah Undang-Undang Dasar 1945 (sebelum perubahan).

2. Masa Republik Indonesia Serikat (Tahun 1949-Tahun 1950).

3. Masa Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.

26 Sri Hariningsih. Jenis Dan Fungsi Serta Materi Muatan Peraturan Perundang Undangan, makalah Disampaikan Tanggal 21 Juni 2010 Pada Pelatihan Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan Angkatan I Tahun 2010, Departemen Hukum Dan Ham RI hlm 5

Page 42: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

31

4. Masa setelah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli Tahun 1959.

5. Masa Pasca Perubahan UUD 1945 (Amandemen 1 – IV).

Pada masa Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amandemen,

tingkatan jenis Peraturan Perundang undangan terdiri dari :

a. Undang -Undang Dasar.

b. Undang –Undang.

c. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang.

d. Peraturan Pemerintah.

Meskipun dalam Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas disebut

hanya 3 (tiga) saja Jenis Peraturan Perundang-Undangan di bawah Undang-

Undang Dasar 1945, dalam prakteknya pemerintah mengeluarkan berbagai

jenis produk hukum yang lain yakni :

1) Penetapan Presiden;

2) Peraturan Presiden;

3) Penetapan Pemerintah;

4) Maklumat Pemerintah;

5) Maklumat Presiden; dan

6) Pengumuman Pemerintah.

Selanjutnya pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS) Jenis

Peraturan Perundang-undangan yaitu:

a. Undang-Undang Dasar 1950.

b. Undang-Undang

Page 43: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

32

c. Undang-Undang Darurat

d. Peraturan Pemerintah.

Pada masa RIS itu dijumpai pula produk hukum lain oleh

pemerintah yaitu:

1) Keputusan Presiden;

2) Peraturan Menteri;

3) Keputusan Menteri.

Pada masa setelah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, jenis

peraturan perundang-undangan terdiri dari :

a. Undang-Undang.

b. PERPU.

c. Peraturan Pemerintah.

d. Penetapan Presiden.

e. Peraturan Presiden.

f. Keputusan Presiden.

g. Peraturan Menteri Dan Keputusan Menteri.

Pada tahun 1966 dikeluarkan Tap MPRS Nomor XX/MPRS/1966

tentang Sumber Tertib Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-

Undangan Republik Indonesia yaitu :

a. UUD 1945.

b. TAP MPR.

c. Peraturan Pemerintah.

Page 44: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

33

d. Keputusan Presiden.

e. Peraturan pelaksana lainnya, seperti Peraturan Menteri, Instruksi

Menteri.

Pada masa Pasca Perubahan UUD 1945. Tata urutan atau jenis

Peraturan perundang-undangan berdasar TAP MPR Nomor III/MPR/2000

adalah:

a. Undang-Undang Dasar 1945.

b. TAP MPR-RI.

c. Undang-Undang.

d. Peraturan Pemerintah Penganti Undang-Undang.

e. Peraturan Pemerintah

f. Keppres.

g. Peraturan Daerah.27

Dengan ditetapkannya Tap MPR Nomor III/MPR/2000 banyak

menemui pertentangan/kontroversi dalam pelaksanaannya, karena :

1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diletakkan di bawah

Undang-Undang, padahal seharusnya sejajar, karena substansi yang

diatur memang substansi Undang-Undang.

2. Tidak mencantumkanya Peraturan Menteri, padahal Menteri yang

diberi tugas dan tanggung jawab untuk bidang tertentu dalam

penyelenggaraan pemerintahan, punya wewenang dan untuk

27 Ibid hlm 14

Page 45: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

34

mengatur hal-hal teknis yang menjadi lingkup tugas dan tanggung

jawabnya.28

Dalam Pasal 2 Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang

Sumber Sumber Hukum Dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan,

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditempatkan berada di

bawah Undang-Undang. Dengan logika seperti ini maka secara teoritis

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak dapat disetarakan

kedudukannnya dengan Undang-Undang, meskipun disebut sebagai

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang. Dengan posisi seperti ini

jika pemerintah menggunakan PERPU sebagai pengganti Undang

Undang , maka pemerintah dapat dikatakan bersalah karena menyimpang

dari apa yang ditetapkan oleh MPR. Namun bila dalam keadaan mendesak

pemerintah tidak menggunakan PERPU sebagai pengganti Undang-Undang,

maka pemerintah akan dianggap bersalah karena menyimpang dari

ketentuan Pasal 22 UUD 1945.29

Tap MPR Nomor III/PMR/2000 berdasarkan ketentuan Pasal 4 Tap

MPR/I/2003 dinyatakan tidak berlaku jika sudah ada Undang Undang yang

mengatur tentang Peraturan Perundang-Undangan30 . Setelah keluarnya

Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

28 Ibid hlm 829 Maqdir Ismail , Meningkatkan Kualitas Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Jurnal Legislasi Indoneisia, vol 4 no 2 juni 2007. Dirjen Peraturan Perundang undangan departemen Hukum dan HAM RI hlm 7830 Sri hariningsih, Op.Cit hlm 9

Page 46: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

35

Perundang-Undangan, maka posisi hierarki Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang berdasarkan Tap MPR Nomor III/PMR/2000 sudah

sejajarkan dengan Undang Undang .

Pada Pasal 7 ayat (1) Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, mengatur tata

urutan peraturan perundang-undangan adalah:

a. UUD Negara RI Tahun 1945.b. UU/PERPU.c. Peraturan Pemerintah.d. Peraturan Presiden.e. Peraturan Daerah.

Peraturan Daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun

2004 jelas merupakan bagian dari Peraturan Perundang undangan. Peraturan

Daerah tersebut berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2004 meliputi :

a. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi bersama gubernur;

b. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;

c. Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.

Namun demikian dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor

10 Tahun 2004 masih juga menimbulkan kontroversi karena :

1. Tidak dimasukkannya Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat dalam jenis dan hirarki Peraturan Perundang-Undangan.

Page 47: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

36

2. Tidak dicantumkannnya Peraturan Menteri atau peraturan

setingkat Peraturan Menteri yang kewenangan mengaturnya

diberikan Undang-Undang.

3. Dikelompokkanya ”Peraturan Desa ” sebagai Peraturan

Daerah.

Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah, maka Peraturan Desa/peraturan setingkat tidak

termasuk ”Peraturan Daerah” karena di dalam Pasal 1 angka 10 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 mendefinisikan Peraturan Daerah adalah

Peraturan Daerah Provinsi dan/atau Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota. Di dalam Undang-Undang tersebut tidak menyebutkan

dan tidak mendefinisikan secara tertulis Peraturan Desa/Peraturan

setingkat masuk dalam Peraturan Daerah. Dengan demikian secara formal

berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, dapat ditafsirkan bahwa Peraturan Desa tidak termasuk dalam

lingkup Peraturan Daerah. Di sini muncul perbedaan, pada satu sisi

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 secara jelas menyatakan bahwa

Peraturan Desa adalah termasuk Peraturan Daerah, sedangkan di dalam

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak

menyatakan bahwa Peraturan Desa termasuk pada Peraturan Daerah, maka

hal ini tentu dapat menimbulkan pemahaman yang berbeda bahkan

menimbulkan problematika tersendiri.

Page 48: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

37

Dalam hal Peraturan Perundang-undangan yang sederajad yang

mengatur bidang-bidang khusus, maka peraturan perundang-undangan yang

mengatur bidang umum yang berkaitan dengan bidang khsusus tersebut

dikesampingkan (lex specialis derpgat lex generalis)31

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 diakuinya

Peraturan-Peraturan yang lain sebagaimana tersebut pada penjelasan dari

Pasal 7 ayat (4) yang berbunyi:

Peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,nMahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksaa Keuangan,nBank Indonesia,nMenteri,nKepala Badan,nLembaga, atau Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau pemerintah atas perintah Undang-undang.Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi,nGubernur. dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.Bupati/Walikota Kepala Desa atau setingkat.

Akan tetapi di dalam penjelasan Pasal 7 ayat (4) tersebut diatas,

peraturan peraturan lainnya ini tidak jelas dibidang tata urutannya atau

hirarkinya dalam peraturan perundang undangan, sehingga masih

menimbulkan kontroversi .

Setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang mencabut dan

Mengganti Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan, maka beberapa permasalahan yang

disebutkan di atas sudah tidak menjadi permasalahan lagi.

31 Suhariyono AR (hand-Book/modu)l Pembentukan (perancangan) Peraturan Perundang-undangan, Makalah disampaikan dalam diklat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan tanggal 15 Mei 2009 di BPSDM Cinere Gandul, Jakarta hlm 3.

Page 49: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

38

Di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, tidak memasukkan lagi

Peraturan Desa sebagai Peraturan Daerah yang berarti tidak ada perbedaan

dengan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah yang tidak memasukkan Peraturan Desa dalam Jenis

dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Kemudian Dimasukkannya

kembali Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat ke dalam Jenis dan

hirarki Peraturan Perundang-undangan pada urutan kedua di bawah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Berdasarkan jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan

sebagaimana yang diuraikan di atas terlihat jelas bahwa jenis dan hirarki

suatu Peraturan Perundang-undangan tidak statis akan tetapi dinamis selalu

berubah tergantung dan sangat dipengaruhi politik pemerintahan yang

sedang berkuasa saat itu.

Setiap Peraturan Perundang-Undangan berisikan Pasal-Pasal yang

tersusun dari beberapa kata, frase yang membentuk kalimat-kalimat. Yang

mengandung makna perintah, larangan, kewajiban, biasa disebut norma

norma hukum. Norma-norma hukum yang termuat di dalam suatu Peraturan

Perundang-undangan. Norma-norma tersebut terkait dengan materi muatan,

jenis dan macam peraturan. Materi muatan adalah materi yang dituangkan

ke dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan fungsi dan

macamnya.32

32 Ibid hlm.15

Page 50: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

39

Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan diatur di dalam BAB

III Pasal 10 sampai Pasal 15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Materi muatan yang

harus diatur dengan undang-undang berisi:

a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-

Undang;

c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu;

d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau

e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)

sama dengan materi Undang-Undang. Materi muatan Peraturan Pemerintah

(PP) adalah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana

mestinya. Materi muatan Peraturan Presiden (PERPRES) berisi materi yang

diperintah oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan

Pemerintah. Materi Peraturan Daerah (PERDA) adalah seluruh materi

muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas

pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih

lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Materi yang dimuat di dalam Peraturan Perundang-undangan harus

juga mempunyai landasan atau alasan mengenai pokok-pokok pikiran yang

Page 51: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

40

menjadi latar belakang pembuatan peraturan perundang-undangan tersebut,

yaitu :

1. Landasan Filosofis,

Landasan Filosofis Memuat pandangan hidup kesadaran dan cita-cita

hukum serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana

kebatinan serta watak dari Bangsa Indonesia yang termaktub dalam

Pancasila dan Pembukaan UUD 1945,33 haruslah termuat dalam

Produk Peraturan Perundang-undangan, juga harus berlandaskan

pada kebenaran, cita rasa keadilan serta ditujukan untuk

kesejahteraan masyarakat, kelestarian ekosistem dan supremasi

hukum. Bangsa Indonesia telah sepakat bahwa Pancasila adalah

sumber dari segala sumber hukum, karena pancasila mengandung

nilai-nilai fundamental dari hukum Dasar Negara Indonesia. Oleh

karena itu substansi Peraturan Perundang-undangan harus memuat

dan mencerminkan unsur filosofis tersebut.

2. Landasan Sosiologis

Peraturan Perundang-undangan juga harus mencerminkan, Memuat

landasan atau alasan sosiologis-futuristik tentang sejauh mana

tingkah laku sosial sejalan dengan arah pembentukan suatu peraturan

Perundang-undangan34. Sebab Keberlakuan suatu Peraturan

33 .Materi Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.HH-01.PP.01 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang-Undangan hlm 7 BPHN . Jakarta 2009 34 Ibid hlm7

Page 52: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

41

Perundang-undangan akan efektif apabila muncul dari harapan ,

aspirasi masyarakat dan sesuai dengan konteks kebutuhan sosial

masyarakat, sebab pada kenyataannya masyarakat itu sudah

mempunyai norma-norma sosial dan pranata sosial yaitu sistem

norma-norma sosial dan hubungan hubungan yang menyatukan nilai-

nilai dan prosedur-prosedur tertentu dalam rangka memenuhi

kebutuhan masyarakat.35 Apabila Peraturan Perundang-undangan

tidak mendasari pada kenyataan sosial masyarakat yang ada, dapat

menyebabkan peraturan perundang-undangan yang dilahirkan itu

tidak menjadi efektif.

3. Landasan Yuridis

Landasan yuridis merupakan landasan hukum tertulis yang menjadi

alasan suatu Peraturan Perundang-undangan itu dibentuk. Suatu

Peraturan Perundang-undangan sudah tentu mempunyai dasar

hukum yang lebih tinggi atau sumber hukum yang di atasnya sampai

pada sumber hukum yang tertinggi, maka Peraturan Perundang-

undangan dibuat harus menjunjung tinggi nilai supremasi dan

kepastian hukum serta tindak bertentang dengan Peraturan

Perundang-undangan lainnya baik yang sederajat atau lebih tinggi

sebagai sumbernya.

35 Soerjono Soekanto, sosiologi suatu pengantar. Hlm 218. CV Rajawali, Jakarta 1986

Page 53: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

42

Kemudian yang tak terpisahkan dan berkaitan dengan Peraturan

Perundang-Undangan adalah mengenai Bahasa Peraturan perundang-

undangan. Bahasa Peraturan Perundang-undangan pada dasarnya tunduk

kepada kaidah Tata Bahasa Indonesia, baik mengenai pembentukan kata,

penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya, namun

demikian bahasa Peraturan Perundang-undangan berdasarkan ketentuan

dalam lampiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan bahwa: bahasa

Peraturan Perundang-undangan pada dasarnya tunduk pada kaidah tata

Bahasa Indonesia, baik pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik

penulisan, maupun pengejaannya, namun bahasa Peraturan Perundang-

Undangan mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau

kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas

sesuai dengan kebutuhan hukum baik dalam perumusan maupun cara

penulisan.36.

Di samping itu bahasa Peraturan Perundang-undangan tidak sama

dengan bahasa Indonesia. Tidak sama dengan dalam arti untuk hal

tertentu/istilah tertentu mempunyai ciri/terminologi tersendiri baik dalam

perumusan maupun cara penulisan.37.

Bahasa Peraturan Perundang-Undangan mempunyai ciri-ciri:

36 Angka 242 Lampiran II Undang Undang –Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan37 Kementerian Hukum dan HAM RI, Panduan Praktis Memahami Perancangan Peraturan Daerah, Cappler Project jakarta cet.ke I. hlm 69

Page 54: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

43

a. Lugas dan pasti untuk menghindari kesamaan arti atau kerancuan;b. Bercorak hemat hanya kata yang diperlukan yang dipakai;c. Objektif dan menekan rasa subjektif (tidak emosi dalam

mengungkapkan tujuan atau maksud);d. Membakukan makna kata, ungkapan atau istilah yang digunakan

secara konsisten;e. Memberikan definisi atau batasan pengertian secara cermat;f. Penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak selalu dirumuskan

dalam bentuk tunggal; dang. Penulisan huruf awal dari kata, frasa atau istilah yang sudah

didefinisikan atau diberikan batasan pengertian, nama jabatan, nama profesi, nama institusi/lembaga pemerintah/ketatanegaraan, dan jenis Peraturan Perundang-undangan atau rancangan Peraturan Perundang-undangan dalam rumuan norma ditulis dengan huruf kapital.38

Peranan bahasa sangat dibutuhkan di dalam merumuskan suatu norma

terutama bahasa hukum, karena bahasa hukum atau bahasa perundang-

undangan merupakan sarana di dalam merumuskan gagasan-gagasan dalam

bentuk tulisan, baik gagasan tersebut berasal dari dirinya maupun berasal

dari kebijakan-kebijakan yang datangnya dari penyelenggara negara39.

Bahasa Hukum dalam Peraturan Perundang-undangan terdiri dari

kalimat-kalimat yang merupakan gabungan beberapa frase atau kata yang

bertujuan untuk merumuskan norma hukum secara baik, maka pemilihan

frasa atau kata-kata yang tepat haruslah menjadi perhatian yang sangat

penting, karena apabila kata-kata tidak tepat di dalam merumuskan norma

hukum, maka akan menimbulkan interpretasi yang berbeda bagi pengguna

peraturan, bahkan dapat mengaburkan pengertian, pada akhirnya kepastian

hukum yang diinginkan Peraturan Perundang-undangan tidak tercapai.

38 Angka 243 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.39 Suhariyono. AR Op Cit hlm 7

Page 55: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

44

Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran dan kaburnya

pengertian, maka yang harus diperhatikan dalam penulisan dan

merumuskan norma hukum secara jelas yaitu:

1. Tulislah kalimat secara singkat;2. Letakkan setiap bagian kalimat pada urutan yang logis;3. Hindari penggunaan frasa dan klausula yang rancu;4. Uraikan kondisi yang komplek;5. Gunakan kalimat aktif sejauh memungkinkan;6. Gunakan klausula kata kerja dan kata sifat dari pada kata benda;7. Gunakan kata positif walaupun anda ingin menjelaskan yang

sifatnya negatif;8. Gunakan struktur yang paralel;9. Hindari kemaknagandaan dalam kata dan kalimat;10.Pilihlah perbendaharaan kata secara cermat;11.Hindari Penggunaan kata benda yang sambung menyambung;12.Kurangi kata-kata yang tumpang tindih dan asing (tak ada

hubungannya);13.Gunakan model/format yang tepat.40

Bahasa Peraturan Perundang-undangan selalu beriringan dan

menunjukkan cirinya terkait dengan materi muatan, norma, jenis dan macam

Peraturan Perundang-undangan. Bahasa, materi muatan, norma, jenis

dan macam Peraturan Perundang-undangan, sangat terkait satu sama

lain dan kelima variabel tersebut merupakan satu kesatuan yang akan

menunjukkan jenis dan macam Peraturan Perundang-undangan yang

diinginkan oleh pembentuk atau perancang peraturan perundang-undangan.

Asas-asas yang sangat terkait dengan kelima variabel di atas adalah asas

”kesesuaian antar jenis dan materi muatan”, ”asas dapat

dilaksanakan” dan asas kejelasan rumusan. Jika ketiga asas ini dipenuhi

dengan memperhatikan kelima variabel tersebut, setidak- tidaknya peraturan

40 Kementerian Hukum dan HAM RI, Panduan....Op.Cit hlm 67

Page 56: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

45

yang dibentuk oleh pembentuk peraturan perundang-undangan akan mudah

dilaksanakan dan ditegakkan41.

Hal yang penting terkait dengan bahasa peraturan perundang-

undangan di dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus:

1. secermat mungkin memilih kata-kata atau ungkapan agar tidak

menimbulkan pengertian ganda;

2. secermat mungkin menyesuaikan penyusunan kalimat dan kata-

kata yang akan disusunnya kedalam kalimat norma sesuai kaidah

Bahasa Indonesia yang baik dan benar;

3. secermat mungkin mengatur yang memang harus dilaksanakan,

dengan menghindari pengaturan delegasian karena hal ini akan

mengakibatkan peraturan yang dibuatnya tidak biasa dilaksanakan

karena menunggu peraturan pelaksanannya dibuat.

41 Suhariyono.AR Op.Cit hlm 10

Page 57: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB II

LANDASAN YURIDIS, TAHAPAN DAN TEKNIK PENYUSUNAN

PERATURAN DAERAH

A. LANDASAN YURIDIS PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Peraturan Daerah merupakan bagian dari Peraturan Perundang-

undangan yang mempunyai landasan yuridis di dalam pembentukannya,

yaitu landasan yuridis konstitusional yang kuat, sebagaimana diatur di

dalam Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar 1945. di dalam Pasal

tersebut menyebutkan bahwa: Pemerintahan Daerah berhak menetapkan

Peraturan Daerah dan peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas

pembantuan. Sedangkan Landasan Secara Yuridis di bawah Undang-

Undang Dasar 1945, diatur di dalam Pasal 136 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan ”

Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapatkan

persetujuan Bersama DPRD” dan di dalam Pasal 1 angka 7 dan angka 8

Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan, yang menyatakan bahwa Peraturan daerah Provinsi

adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur

dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-

Undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

46

Page 58: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

47

Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota. Selanjutnya

di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan

Daerah dalam Pasal 136 ayat (2) juga memuat ketentuan bahwa Peraturan

Daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah

provinsi/kabupaten/kota dan tugas pembantuan. 42 Ini berarti bahwa

Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah berhak,

berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-

undangan, dan untuk melaksanakan hak dan kewenangan tersebut

Pemerintah Daerah harus dilengkapi dengan atribut/kewenangan

membentuk Peraturan Perundang-undangan berupa Peraturan Daerah dan

peraturan lain dibawahnya untuk mengimplementasikan Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi dan melaksanakan otonomi daerah

tersebut.

Dari uraian di atas menunjukkan bahwa Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi dapat memberikan kewenangan mengatur lebih

lanjut kepada Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah 43.

Sebagai contoh suatu Undang-Undang yang mendelegasikan

kewenangannya kepada Peraturan Daerah, atau Peraturan Daerah

mendelegasikan kepada Kepala daerah untuk menetapkan Peraturan Kepala

42 Isi Pasal 136 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah43 angka 198 Lampiran UU nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Page 59: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

48

Daerah untuk melaksanakan Peraturan Daerah tersebut, Namun pengaturan

pendelegasian kewenangan tersebut harus menyebutkan dengan tegas ruang

lingkup materi yang diatur dan jenis Peraturan Perundang undangan44.

Dalam hal ini maka Peraturan Daerah yang dibentuk oleh

Pemerintahan Daerah tersebut haruslah menjadi Peraturan Daerah yang

baik, dalam arti materi muatan yang diatur memenuhi ketentuan-ketentuan

sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang tentang Pemerintahan

Daerah, yang menyatakan bahwa Peraturan Daerah dibentuk dalam rangka

penyelenggaraan Otonomi Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan tugas

pembantuan45 . Oleh karena materi muatan itu Peraturan Daerah yang

merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing masing, maka

Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum

dan/atau Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi sebagaimana di

tegaskan di dalam Pasal 136 ayat (4) Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 tentang Pemerintah Daerah.

Berkaitan dengan Peraturan Daerah, ada juga Peraturan Daerah

yang bersifat khusus yaitu yang biasa disebut Qanun Aceh dan Qanun

Kabupaten/Kota yang lahir berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewah Aceh

sebagai Provinsi Nangroe Aceh Darusalam, yang kemudian diganti dengan

44 Ibid. angka 166.45 Pasal 136 ayat (2) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Page 60: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

49

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2001 tentang Pemerintahan Aceh dan

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otonomi Khusus Bagi

Provinsi Papua.46 Lahirnya Peraturan Daerah yang bersifat khusus ini tidak

bertentangan dengan Peraturan Daerah pada umumnya hanya mempunyai

ciri khas tertentu, namun tingkatan atau hirarkinya sama derajadnya dengan

Peraturan Daerah lain baik pada tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota.

Peraturan Daerah yang bersifat khusus ini juga mempunyai landasan

konstitusional Negara Indonesia, di mana negara mengakui dan

menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur

dalam Undang-Undang47 .

Pemahaman mengenai Kedudukan Qanun, Peraturan Daerah

Khusus(Perdasus), dan Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) bertalian erat

dengan bagaimana memahami Peraturan Daerah sebagai bagian dari sistem

hukum nasional yang tercermin dalam konstruksi jenis dan hirarki Peraturan

Perundang-undangan. Yang dimaksud dengan jenis adalah macam

( Peraturan perundang-undangan), sedangkan hirarki adalah penjenjangan

setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas

bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh

46 Wahidudin Adam. Peraturan Daerah Yang bersifat Khusus (qanun, Perdasi,Perdasus), Makalah disampaikan dalam Pendidikan Pelatihan Tenaga Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan tingkat Pertama Angkatan III Tahun 2009 pada Tanggal 24 Juli di Badan Pengembangan SDM Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta 2009.

47 Ibid Hlm 3

Page 61: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

50

bertentangan dengan Peraturan-Perundang-undangan yang lebih tinggi,

karena suatu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah bersumber

dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Jenis dan hirarki Peraturan Perundang-Undangan diatur dalam

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan yaitu:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;b. Ketetapan Mejelis Permusyawaratan Rakyatc. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-

Undang;d. Peraturan Pemerintah;e. Peraturan Presiden;f. Peraturan Daerah Provinsi; dang. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Dalam Penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf “f” dinyatakan bahwa

termasuk dalam Jenis Peraturan Daerah Provinsi adalah Qanun yang berlaku

di Daerah Provinsi Nangroe Aceh Darusalam dan Peraturan Daerah Khusus

(Perdasus) serta Peraturan Daerah Provinsi (Perdasi) yang berlaku di

provinsi dan Provinsi Papua Barat. Demikian juga penjelasan huruf g yang

menjelaskan bahwa termasuk dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

adalah Qanun yang berlaku di Kabupaten/Kota Di Provinsi Aceh.

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, jelas bahwa Qanun Aceh

dan Qanun Kabupaten /Kota merupakan peraturan sejenis Peraturan Daerah

yang khusus berlaku di Aceh. Begitu juga dengan Perdasus dan Perdasi

Page 62: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

51

merupakan Peraturan Perundang-Undangan yang sejenis Peraturan Daerah

yang berlaku khusus di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.

Berdasarkan uraian diatas, Qanun, Perdasus dan Perdasi merupakan

Peraturan Perundang-undangan yang sejenis dan setingkat dengan Peraturan

Daerah yang umumnya, sebagai bagian integral dari sistem hukum nasional

dan hirarki Peraturan Perundang-undangan. Dengan demikian sesuai dengan

asas hirarki Peraturan Perundang-undangan maka Qanun, Perdasus dan

Perdasi tidak boleh bertentang dengan Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi, kecuali diatur lain oleh Peraturan Perundang-undangan yang

berifat khusus dapat menyampingkan Peraturan Perundang-undangan yang

bersifat umum ( lex specialis derogat lex generalis).

Materi atau substansi Peraturan Daerah adalah seluruh materi dalam

rangka menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan

menampung kondisi khsusus daerah serta menjabaran lebih lanjut Peraturan

Perundang- undangan yang lebih tinggi.48

Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah beberapa Pasal mengatur mengenai materi muatan

Peraturan Daerah. Ketentuan yang menjadi Landasan bagi Pengaturan

materi muatan Peraturan Daerah adalah Pasal 10 yang terdiri dari 5 (lima)

ayat sebagai berikut :

(1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan

48 Rumusan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang -undangan

Page 63: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

52

yang oleh Undang-undang ditentukan manjadi urusan Pemerintah.

(2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.

(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:1. Politik luar negeri;2. Pertahanan;3. Keamanan;4. Yustisi;5. Moneter dan fiskal nasional; dan6. Agama.

(4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat pemerintah atau Wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan kepada Pemerintahan Daerah dan/atau Pemerintahan Desa.

(5) Dalam urusan pemerintah yang menjadi kewenangan pemerintah, diluar urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah dapat:a. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan pemerintah;b. Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada

gubernur selaku wakil Pemerintahan; danc. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintah daerah

dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas pembantuan.

Ketentuan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersebut

merupakan aturan umum mengenai materi muatan Peraturan Daerah. Pasal

10 ayat (1) menentukan bahwa Pemerintah Daerah memiliki kewenangan

yang sangat luas, kecuali kewenangan yang menyangkut urusan politik luar

negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional dan

agama yang ditetapkan sebagai kewenangan Pemerintah Pusat.

Page 64: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

53

Selain materi muatan tersebut, di dalam Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 juga terdapat ketentuan yang menyebutkan secara tegas hal-hal

perlu diatur dalam suatu Peraturan Daerah, antara lain sebagai berikut49:

1. Pembentukan Peraturan Daerah Propinsi2. Pembentukan Peraturan Daerah kabupaten/Kota3. Pembentukan kecamatan;4. Pembentukan kelurahan;5. Perubahan/penyesuaian status desa menjadi kelurahan;6. Penetapan susunan organisasi perangkat daerah;7. Penetapan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

(RPJP Daerah) rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJM Daerah);

8. Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah;9. Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah;10. Pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah;11. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;12. Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan;13. Insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau

investor dalam meningkatkan perekonomian daerah;14. Penetapan pembentukan, penggabungan, pelepasan

kepemilikan, dan/atau pembubaran BUMD;15. Tata cara penyusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja

perangkat daerah serta tata cara penyusunan dokumen pelaksanaan anggaran satuan kerja perangkat daerah;

16. Tata ruang;17. Penyusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,

pengawasan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah;18. Kawasan perkotaan; desa dan pembangunan kawasan pedesaan;19. Syarat lanjutan dan tata cara pemilihan kepala desa;20. Tugas dan kewajiban kepala desa dalam mempimpin

penyelenggraaan pemerinahan desa :dan21. Syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan badan

permusyawaratan desa.

Sehubungan dengan dengan hal tersebut, Materi muatan Qonun,

Perdasus dan Perdasi yang kedudukannya sama dengan Peraturan Daerah

pada umumnya materi muatan Peraturan Daerah secara umum ditambah

49 Wahiddudin Adam, Op.Cit. Hlm 10.

Page 65: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

54

dengan materi muatan yang diperintahkan oleh masing-masing Undang-

undang tentang Pemerintah Daerah Khusus tersebut. Untuk Daerah

Pemerintahan Aceh diatur dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006

tentang Pemerintahan Aceh.

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 telah ditentukan

materi Muatan Qanun Aceh yakni antara lain :

1. Bendera daerah, lambang daerah, dan himne Aceh;2. Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan Syari’at Islam:3. Kewenangan dan hukum acara mahkamah syari’at;4. Majelis Permusyawaratan Ulama;5. Wali Nanggroe;6. Lembaga adat, pemberdayaan adat, dan adat istiadat;7. Mukim dan gampong;8. Pembagian urusan pemerintahan yang berkaitan dengan syari’at

Islam antara pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota;9. Pelaksanaan keistimewaan Aceh yang antara lain meliputi:

a. Penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup antar umat beragama;

b. Penyelenggaraan kehidupan adat yang bersendikan agama Islam;

c. Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam;

d. Peran ulama dalam penetapan kebijakan Aceh; dane. Penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah haji sesuai dengan

peraturan perundang-undangan; dan10. Kewenangan Pemerintah Aceh tentang pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 11 Tahun 2006.

Kemudian di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 juga

ditentukan materi muatan Perdasus yakni antara lain mengenai:

1. Lambang Daerah;2. Usaha-usaha perekonomian yang memanfaatkan sumber daya

alam;3. Pengembangan suku-suku terisolasi, terpencil, dan terabaikan; dan

Page 66: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

55

4. Pelaksanaan pengawasan sosial (pengawasan yang dilakukan masyarakat terhadap pelaksanaan tugas MRP. DPRD, Gubernur dan Perangkatnya dalam bentuk petisi, kritik, protes, saran dan usul).50

Dari uraian di atas, materi muatan Peraturan Daerah yang bersifat

khusus pada prinsifnya adalah sama dengan materi muatan Peraturan

Daerah sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 selama tidak diatur lain

oleh Undang-Undang Otonomi Khusus daerah terkait.

Berkaitan dengan uraian di atas, materi muatan Peraturan Daerah

harus pula mengandung asas materi muatan sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 138 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah yang substansinya sama seperti yang termuat dalam Pasal 6 (lebih

rinci dalam penjelasan Pasal 6) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yakni asas:

1. Pengayoman.Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat

2. Kemanusiaan.Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.

3. Kebangsaan.Setiap Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak Bangsa Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

4. Kekeluargaan.

50 Ibid Hlm 12

Page 67: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

56

Setiap Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.

5. Kenusantaraan.Setiap Materi muatan Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

6. Bhinneka Tunggal Ika.Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara

7. KeadilanSetiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara.

8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.Setiap Materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.

9. Ketertiban dan kepastian hukum.Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.

10.Keseimbangan, Keserasian, dan Keselarasan.Setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.

11.asas-asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan, antara lain:a. Dalam Hukum Pidana, misalnya asas legalitas, asas tiada

hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah.

b. Dalam Hukum Perdata, misalnya dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.

Page 68: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

57

Sehubungan dengan hal tersebut, di dalam Pasal 137 Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengatur

bahwa Peraturan Daerah dibentuk berdasarkan pada asas pembentukan

peraturan perundang-undangan, sebagaimana juga diatur dalam Pasal 5

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan, menyatakan bahwa membentuk Peraturan

Perundang-undangan harus berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan yang baik yang meliputi:

a. Kejelasan tujuan; Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (a) menyatakan bahwa Kejelasan

Tujuan adalah bahwa setiap pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (b) menyatakan bahwa setiap

jenis peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan. Dalam Penjelasan Pasal 5 huruf (c) menyatakan Maksudnya

bahwa dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar benar memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis dan hierarki Peraturan Perundang Undangan.

d. Dapat dilaksanakan Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (d) menyatakan bahwa maksud

dari dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis sosiologis, maupun yuridis

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan. Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (e) menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan asas kedayagunaan dan kehasilgunaan adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan yang dibuat karena

Page 69: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

58

memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

f. Kejelasan rumusan Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (f) menyatakan kejelasan

rumusan Adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-Undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaanya.

g. Keterbukaan Dalam penjelasan Pasal 5 huruf (g) menyatakan maksud

keterbukaan Adalah bahwa dalam proses pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan perundang-Undangan51

Di dalam pembentukan Peraturan Daerah harus mengikuti kaidah

kaidah yang sebagaimana diatur di dalam Peraturan Perundang-undangan

terutama yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana

dijelaskan di atas.

B. TAHAPAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Pembentukan Peraturan Daerah dimulai tahapan-tahapan yaitu

mulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan,

51 Rumusan Penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Page 70: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

59

pembahasan, pengesahan, pengundangan, dan penyebarluaan sebagaimana

dimaksudkan di dalam Pasal 1 angka 152.

Pada tahap perencanaan Pembentukan Peraturan Daerah dilakukan

dalam suatu Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda

baik itu Prolegda Provinsi dan Prolegda Kabupaten/kota. 53

Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program

pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.54

Prolegda Provinsi dilaksanakan oleh DPRD Provinsi dan Pemerintah

Daerah Provinsi, begitu juga Prolegda Kabupaten/Kota disusun oleh DPRD

Kabupaten/Kota dengan Pemerintah Daerah Kabutaen/Kota.

Program Legislasi daerah dimaksudkan untuk menjaga agar produk

Peraturan Perundang-undangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem

hukum nasional,55 karena arah dari pemberian otonomi yang luas kepada

daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan pelayanan pemberdayaan dan peran serta

masyarakat. Prolegda ditetapkan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun

berdasarkan skala prioritas Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah

52 Ibid, Pasal 1 angka 153 Pasal 32 dan pasal 39 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan54 Ibid .Pasal 1 angka 9.55 Wahiduddin Adam, Sinergis Pengaturan Undang Undang Nomor 10 tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dalam pembentukan Peraturan Daerah.. Makalah disampaikan dalam Diklat Tenaga Fungsional Perancang Peraturan Perundang Undangan Kementerian Hukum dan HAM angkatan ke I .di Badan Pengembangan SDM, Cinere Gandul bulan Mei Tahun 2009.

Page 71: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

60

Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Di samping itu melalui otonomi luas,

daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan

prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan

serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.56

Dengan demikian maka fungsi prolegda dikaitkan dengan tujuan

otonomi daerah adalah :

1. Memberikan gambaran objektif tentang kondisi umum mengenai permasalahan pembentukan Peraturan Daerah;

2. Menetapkan sekala prioritas penyusunan Rancangan Peraturan Daerah untuk jangka panjang, menengah atau jangka pendek sebagai pedoman bersama dalam pembentukan peraturan daerah;

3. Menyelenggarakan sinergi antar lembaga yang berwenang membentuk peraturan daerah;

4. Mempercepat proses pembentukan peraturan daerah dengan mempokuyskan kegiatan penyusuanan Rancangan Peraturan Daerah menurut skala priorotas yang ditetapkan;

5. Menjadi pengendali kegiatan pembentukan Peraturan daerah antar lembaga yang berwenang.57

Pada Program Legislasi ini pada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

dilaksanakan oleh Badan Legislasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2009 tentang MPR. DPR. DPD dan DPRD dan Peraturan Pemerintah

Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan

56 Penjelasan Umum Undang Undang nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah angka 1 huruf a. 57 Cahyani Suryandari, Tata Cara Dan Proses Penyusunan Peraturan Daerah. Makalah disampaikan dalam Diklat Tenaga Fungsional Perancang Peraturan Perundang Undangan Kementerian Hukum dan HAM angkatan ke I .di Badan Pengembangan SDM, Cinere Gandul bulan Mei Tahun 2009.

Page 72: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

61

Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah.

Badan Legislasi mempunyai tugas yaitu :

1. Menyusun Rancangan Program Legislasi Daerah yang memuat daftar urutan dan prioritas rancangan peraturan daerah beserta alasannya untuk setiap tahun anggaran dilingkungan DPRD;

2. Koordinasi untuk penyusunan program legislasi daerah antara DPRD dan Pemerintah Daerah;

3. Menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah usul DPRD berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan;

4. Melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan memantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan anggota, komisi dan/atau gabungan komisi sebelum Rancangan Peraturan Daerah tersebut disampaikan kepada pimpianan DPRD;

5. Memberikan pertimbangan terhadap Rancangan Peraturan Daerah yang diajukan oleh anggota, komisi, dan/atau gabungan komisi di luar prioritas rancangan daerah tahun berjalan atau di luar Rancangan Peraturan Daerah yang terdaftar dalam prolegda;

6. Mengikuti perkembangan dan melakukan evaluasi terhadap pembahasan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah melalui koordinasi dengan komisi dan/atau penilaian khusus;

7. Memberikan masukan kepada pimpinan DPRD atas Rancangan Peraturan Daerah yang ditugaskan oleh badan musyawarah;dan

8. Membuat laporan kinerja dan inventarisasi masalah di bidang Perundang-undangan pada akhir masa keanggotaan DPRD.58

Selanjutnya tahapan persiapan pembentukan Peraturan Daerah. Pada

tahap ini Rancangan Peraturan Daerah yang untuk selanjutnya disingkat

Raperda dapat berasal dari DPRD Provinsi atau Gubernur, dan DPRD

Kabupaten/Kota atau Bupati/Walikota, sebagaimana ketentuan Pasal 56

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang Undangan dan Pasal 140 Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah .

58 Ibid, Cahyani Suryandari Hlm 3

Page 73: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

62

Raperda yang merupakan inisiatif DPRD diatur juga dalam Pasal

141 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

yang tertulis:

(1) Rancangan perda dapat disampaikan oleh anggota, gabungan komisi,

atau kelengkapan DRPD yang khusus menangani bidang legislasi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan

Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata

Tertib DPRD.

Selanjutnya ketentuan yang mengatur mengenai Raperda yang berasal

dari DPRD Provinsi atau Gubernur diatur dalam Pasal 56 Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 mengharuskan disertai penjelasan atau keterangan

dan/atau Naskah Akademik. Naskah Akademik Rancangan Peraturan

Daerah Provinsi dilakukan sesuai dengan Teknik Penyusunan Naskah

Akademik59 yang termuat dalam lampiran I Undang-Undang tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dalam Penyusunan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sama dengan ketentuan Penyusunan

Peraturan Daerah Provinsi 60

Kemudian apabila dalam satu sidang, Gubernur Atau

Bupati/Walikota dan DPRD menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah,

mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah Rancangan

Peraturan Daerah yang disampaikan oleh DPRD, sedangkan Rancangan

59 Pasal 57 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Tentang Pembentukan Peraturan Pwrundang-Undangan60 Ibid Pasal l 63

Page 74: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

63

Peraturan Daerah yang disampaikan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota

digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.61 Selanjutnya Raperda

baik yang berasal dari Pemerintah Daerah maupun DPRD disebarluaskan.

Raperda yang berasal dari DPRD dilaksanakan oleh sekretariat DPRD,

sedangkan Raperda yang berasal dari Gubernur, Bupati/Walikota

dilaksanakan oleh Sekretaris Daerah.62

Kemudian tahap selanjutnya Raperda Provinsi yang telah

disosialisasikan tersebut dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

sebagaimana ketentuan Pasal 75 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

yang berbunyi:

(1) Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dilakukan oleh DPRD Provinsi bersama Gubernur;

(2) Pembahasan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan,

(3) Tingkat-tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD provinsi yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi diatur dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi.

Dalam hal pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/kota,

ketentuannya secara mutatis dan mutandis sama dengan Raperda Provinsi

sebagaimana ketentuan Pasal 77 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

61 Ibid Pasal 62 dan Isi pasal 31 dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 140 ayat (2) 62 Pasal 93 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Page 75: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

64

Setelah melalui masa pembahasan, Rancangan Peraturan Daerah yang

telah disetujui bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan

Gubernur atau Bupati/Walikota disampaikan oleh Pimpinan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah ke Gubernur atau Bupati/Walikota untuk

ditetapkan menjadi Peraturan Daerah. Penyampaian Rancangan Peraturan

Daerah dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung

sejak tanggal persetujuan bersama.63 Rancangan Peraturan Daerah tersebut

ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan membubuhkan

tanda tangan. Dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh hari) sejak

Rancangan Peraturan Daerah disetujui bersama, apabila Rancangan

Peraturan Daerah tidak ditandatangani oleh Kepala Daerah dalam waktu

paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak disetujui bersama, maka Rancangan

Peraturan Daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib

diundangkan dalam Lembaran Daerah.64

Tahapan selanjutnya dalam proses pembentukan Peraturan Daerah,

setelah ditanda tangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota yaitu tahap

pengundangan dan penyebarluasan. Peraturan Daerah harus di Undangkan

dalam Lembaran Daerah, hal ini berkaitan dengan kekuatan mengikat

Peraturan Daerah dan mulai berlakunya Peraturan Daerah.65 Kemudian

Peraturan Daerah yang telah di Undangkan di dalam Lembaran Daerah oleh

Sekretaris Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota, Dewan Perwakilan Rakyat

63 Ibid Pasal 78 ayat (2).64 Ibid Pasal 79 ayat (2)65 Ibid Pasal 87

Page 76: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

65

Daerah dan Pemerintah Daerah Provinsi Atau Kabupate/Kota

menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam

Lembaran Daerah 66 guna diketahui oleh seluruh warga masyarakat.

C TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH

Dalam Pembentukan Peraturan Daerah yang baik, diperlukan berbagai

persyaratan yang berkaitan sistem, asas, tata cara penyiapan dan

pembahasan, teknik penyusunan maupun pengundangan, agar tidak terjadi

tumpang tindih67. Mengenai Teknik penyusunan Peraturan Daerah diatur di

dalam Pasal 64 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 yang berbunyi:

(1) Penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dilakukan sesuai teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(3) Ketentuan mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.

Dari ketentuan di atas jelas bahwa penyusunan rancangan Peraturan

Daerah Provinsi, atau Kabupaten/Kota harus mengikuti kaidah-kaidah

ketentuan dalam lampiran dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Teknik Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Tujuan dari diaturnya teknik penyusunan Peraturan Perundang-

undangan itu adalah agar adanya cara dan metode yang pasti, baku, dan

66 Ibid, Pasal 9467 Ibid Penjelasan I umum….

Page 77: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

66

standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat Peraturan

Perundang-undangan.

Dalam pembentukan dan penyusunan Peraturan Daerah, selain harus

mempunyai landasan konstitusional, landasan yuridis, dan teknik

penyusunan, perlu memperhatikan juga menerapkan dan prinsip prinsip

pembentukan Peraturan Daerah yaitu :

1. Pancasila sebagai dasar filosofis dan sumber dari segala sumber hukum,

sesuai dengan pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan

idiologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara

sehingga setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-Undangan tidak

boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam

Pancasila.68;

2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai

hukum dasar negara yang tertulis dalam Peraturan Perundang-

undangan.

3. Tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi, sesuai hierarki Peraturan Perundang-undangan

sebagaimana di atur di dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2011, dimana Peraturan Daerah berada pada

urutan terbawah dalam hirarki Peraturan Perundang-undangan.

68 Lihat, Penjelasan Pasal 2 UU nomor 12/ 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Page 78: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

67

4. Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum,

maksudnya Peraturan Daerah tidak boleh terganggunya kerukunan antar

warga masyarakat, terganggunya pelayanan umum, dan terganggunya

ketentraman/ketertiban umum serta kebijakan yang bersifat destruktif.69

Peraturan Daerah harus memperhatikan keseimbangan berbagai

kepentingan dengan senantiasa mengutamakan kepentingan umum .

5. Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Daerah

lainnya (tumpang tindih).

6. Peraturan Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan

tugas pembantuan ,

7. Peraturan Daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan

tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah atau

karakteristik daerah dan penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-

Undangan yang lebih Tinggi, 70

Dengan Memperhatikan prinsip-prinsip tersebut di atas maka

pembentukan Peraturan Daerah mempunyai panduan/arah yang jelas.

Karena sudah ada rambu rambu yang menjadi alasan dan dasar dibentuknya

Peraturan Daerah.

69 Penjelasan Pasal 136 ayat 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.70 Op Cit, Pasal 14 Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011. tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Page 79: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

68

Pada dasarnya Peraturan Daerah itu berdasarkan sistematika

Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan mempunyai rangka

atau bagian bagian yang terdiri dari:

A. JUDUL

B. PEMBUKAAN

1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan

3. Konsideran Menimbang

4. Dasar Hukum

5. Diktum

C. BATANG TUBUH

1. Ketentuan Umum

2. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)

3. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)

4. Ketentuan Penutup

D. PENUTUP

E. PENJELASAN (jika diperlukan)

F. LAMPIRAN (jika diperlukan)71

Berdasarkan sistematika penyusunan peraturan tersebut di atas

maka yang perlu dipahami dengan sistematika Penyusunan Peraturan daerah

yaitu :

A. Judul

71 Ibid lampiran II.

Page 80: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

69

Didalam pemberian judul suatu Peraturan Daerah, Judul harus

singkat, jelas, mencerminkan norma yang diatur. Judul harus memuat

keterangan jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan dan nama

Peraturan Daerah.

B. Pembukaan

Pembukaan Peraturan Daerah terdiri atas: Frase Dengan Rahmat

Tuhan Yang Maha Esa, Jabatan Pembentuk Peraturan Daerah,

Konsideran, Dasar Hukum, dan Diktum.72

Pada Konsideran menimbang menunjukkan latar belakang

urgensinya dibuat suatu Peraturan Daerah yang harus disusun

sedemikian rupa untuk setiap pertimbangan yang satu dengan

pertimbangan berikutnya tidak boleh berdiri sendiri-sendiri maknanya,

tetapi alur pikirannya harus berkesinambungan secara renten, yang

memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi

latar belakang dan alasan pembuatan Peraturan Daerah, pokok-pokok

pikiran pada konsideran Peraturan Daerah memuat unsur filosofis,

unsur yuridis dan unsur sosiologis yang menjadi latar belakang

pembuatannya.

Unsur filosofis : Peraturan Daerah menggambarakan bahwa

peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup,

kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta

72 Ibid lampiran II angka 14

Page 81: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

70

falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari pancasila dan

pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun

1945. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang

dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam segala aspek.

Sedangkan Unsur Yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang

dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi

kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada,

yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian

hukum dan rasa keadilan masyarakat.73

Selanjutnya pada dasar hukum suatu Peraturan Daerah , harus

memuat dasar kewenangan pembuatan Peraturan Daerah dan Peraturan

Perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan Peraturan

Daerah. Dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah adalah Pasal 18

ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, sedangkan Peraturan Perundang-undangan yang digunakan

sebagai dasar hukum adalah Undang-Undang tentang Pembentukan

Daerah dan Undang-Undang Tentang Pemerintahan Daerah 74. Hanya

Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih

tinggi yang memerintahkan secara langsung Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan , yang dimuat di dalam dasar hukum . Sedangkan

Peraturan Perundang-Undangan yang akan dicabut dengan peraturan

73 Ibid. Lampiran II angka 1974 Ibid Lampiran II angka 39

Page 82: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

71

perundang-undangan yang dibentuk atau belum resmi berlaku tidak

boleh menjadi dasar hukum Peraturan Daerah. Apabila jumlah

Peraturan Perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari

satu, disusun secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau

penetapannya75.

Selanjutnya pada bagian Pembukaan Peraturan Daerah yaitu

Diktum, yang terdiri dari: Kata memutuskan, kata menetapkan dan jenis

dan nama peraturan perundang-undangan, yang semuanya ditulis

dengan huruf kapital tanpa spasi di antara suku kata dan diakhiri dengan

tanda titik dua (:) serta diletakkan ditengah marjin.76

C. Batang Tubuh

Pada Batang Tubuh Peraturan Daerah memuat semua substansi

Peraturan Daerah yang dirumuskan dalam pasal-pasal yang

dikelompokkan dari ketentuan umum, Materi yang diatur, Ketentuan

Pidana, (jika diperlukan), Ketentuan Peralihan (jika diperlukan) dan

ketentuan Penutup.

Pada Ketentaun Umum memuat batasan pengertian atau definisi,

singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau

definisi; dan/atau hal-hal lain bersifat umum yang berlaku bagi pasal

atau beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang

75 Ibid angka 42 dan 4376 Ibid Lampiran II angka 54

Page 83: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

72

mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri

dalam pasal atau bab77.

Sedangkan Materi pokok yang diatur di dalam batang tubuh suatu

Peraturan Daerah adalah ditempatkan langsung setelah bab ketentuan

umum, jika tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur

diletakkan setelah pasal-pasal ketentuan umum.

Peraturan Daerah boleh memuat ketentuan Pidana, akan tetapi

dibatasi sebagai berikut :

a. Lamanya pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan.

b. Banyaknya denda paling banyak Rp.50.000.000,(lima puluh juta

rupiah).78

c. Ketentuan Pidana tidak boleh berlaku surut.

d. Dalam merumuskan ketentuan pidana perlu diperhatikan asas-

asas umum ketentuan pidana yang terdapat dalam buku kesatu

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, karena Ketentuan dalam

Buku Kesatu berlaku juga bagi perbuatan yang dapat dipidana

menurut peraturan perundang-undangan lain, kecuali oleh

Undang-Undang ditentukan lain (Pasal 103 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana).79

77 Ibid Lampiran II angka 9878 Pasal 143 ayat (2) Undang Undang n Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah79 Op.Cit Lampiran II angka 113.

Page 84: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

73

e. Rumusan Ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas

norma larangan atau perintah yang dilanggar dan menyebutkan

pasal atau beberapa pasal yang memuat norma tersebut.80

f. Peraturan Daerah dapat memuat ketentuan pidana selain di atas

yaitu dengan mengacu pada peraturan Perundang-Undangan

lainnya.

Selanjutnya bagian dari batang tubuh suatu Peraturan daerah

adalah Ketentuan peralihan. Ketentuan peralihan memuat penyesuaian

terhadap Peraturan daerah yang sudah ada berdasarkan Peraturan daerah

yang lama terhadap peraturan daerah yang baru yang bertujuan untuk:

a. Menghindari terjadinya kekosongan hukum;

b. Menjamin kepastian hukum;

c. Memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang terkena

dampak perubahan ketentuan peraturan daerah ; dan

d. Mengatur hal-hal yang bersifat transsisional atau bersifat

sementara.

D. Ketentuan Penutup

Ketentuan penutup ditempatkan pada bagian terakhir , jika

tidak ada pengelompokkan bab, ketentuan penutup ditempatkan dalam

pasal–pasal terakhir. Pada umumya Ketentuan Penutup memuat

ketentuan mengenai :

80 Ibid Lampiran II angka 118.

Page 85: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

74

a. Penunjukan organ atau alat perlengkapan yang melaksanakan

Peraturan Daerah;

b. Nama singkatan Peraturan Daerah;

c. Status Peraturan Daerah yang sudah ada; dan

d. Saat mulai berlaku Peraturan Daerah,

E. Penutup

Penutup merupakan bagian akhir peraturan daerah yang memuat:

a. Rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan

daerah dalam lembaran Daerah;

b. Rumusan perintah Pengundangan dan penempatan Peraturan

Kepala Daerah dalam Berita Daerah;

c. Penandatanganan penetapan;

d. Pengundangan; dan

e. Akhir bagian penutup.81

Di dalam bagian penutup peraturan daerah pada bagian

penandatanganan penetapan peraturan daerah memuat :

a. tempat dan tanda tangan penetapan;

b. nama jabatan;

c. tanda tangan pejabat; dan

d. nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan

pangkat dan ditulis dengan hurup kapital82

81 Kemenkum dan HAM,Panduan praktis memahami Perancanangan peraturan daerah, Cappler Project.Jakarta 2008.82 Ibid Lampiran II angka 160-173

Page 86: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

75

F. Penjelasan (jika diperlukan)

Penjelasan Peraturan Daerah sebagai tafsiran resmi pembentuk

peraturan daerah atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena

itu penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau

padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan

contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam

batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari

norma yang dimaksud. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar

hukum untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh

mencantumkan rumusan yang berisi norma. Oleh karena itu, hindari

membuat rumusan norma di dalam bagian penjelasan. Dalam penjelasan

dihindari rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung terhadap

ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Dan judul penjelasan harus

sama dengan judul Peraturan Daerah.83

G. Lampiran (jika diperlukan)

Dalam hal peraturan memerlukan lampiran, hal tersebut harus

dinyatakan dalam batang tubuh dan pernyataan bahwa lampiran tersebut

merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan yang bersangkutan.

Pada akhir lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tangan pejabat

yang mengesahkan/menetapkan peraturan yang bersangkutan.84

83 Ibid lampiran II angka 176-17884 Ibid. Lampiran II angka 192

Page 87: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah termasuk jenis penelitian hukum normatif

atau juga disebut juga penelitian hukum yuridis normatif, karena yang

menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah bertujuan menganalisa

beberapa Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong yang bertentangan

atau bermasalah dalam perspektif teknik penyusunannya Peraturan-

Perundang- undangan.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan yuridis formal, sebagai pendekatan kajian ilmu hukum untuk

mengkaji konstruksi hukum terhadap Peraturan Daerah kabupaten Rejang

Lebong. Pendekatan lain dalam penelitian ini adalah pendekatan

perundang-undangan ( Statute Approach), untuk menelaah konsistensi dan

kesesuaian antara suatu peraturan perundang-undangan yang satu dengan

peraturan perundang-undangan yang lain dan peraturan perundang

undangan yang lebih tinggi.85

85 Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum ,Kencana Prenada Media Group, cet3, Juni 2007, Jakarta. Hlm 141-142.

76

Page 88: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

77

3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat yang

bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas kekuatan mengikat 86.

Bahan hukum primer berupa produk hukum yang berupa peraturan

perundang undangan, yaitu :

1. Undang-Undang Dasar 1945.

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

3. Undang-Undang No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

5. Undang-Undang Noor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi

Provinsi Papua.

6. Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan.

7. PERPRES Nomor 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan

Pengelolaaan Prolegnas.

8. PERPRES Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tentang Tata Cara

Mempersiapkan RUU. Rancangan PERPU RPP.Perpres.

9. PERPRES Nomor 1 Tahun 2007 tentang Pengesahaan, Pengundangan,

dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan;

86 Ibid hlm 141-142.

Page 89: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

78

10. PERMEN Hukum dan HAM Nomor M.01-HU.03.02 Tahun 2007

tentang Tata Cara Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan

Perundang-Undangan;

11. PERMEN Hukum dan HAM Nomor M.HH-01.PP.01.01 Tahun 2008

tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan

Perundang-Undangan;

12. PERMEN Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan

Bentuk Produk Hukum Daerah.

13. PERMEN Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur

Penyusunan Produk Hukum Daerah

14. PERMEN Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran

Daerah dan Berita Daerah;

15. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 5 Tahun

2006 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik dan Tata Cara

Pengajuan, Penyerahan Serta Pelaporan Penggunaan Bantuan Keuangan

Partai Politik Di Kabupaten Rejang Lebong

16. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 20 Tahun 2006

tentang Larangan Pelacuran dalam Kabupaten Rejang Lebong

17. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 23 Tahun 2006

Tentang KerjaSama Desa.

18. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 24 Tahun 2006

tentang Badan Permusyawaratan Desa

Page 90: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

79

19. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 29 Tahun

2006 tentang Kepala Desa Sebagai Pemangku Kawasan Hutan

20. Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 17 Tahun 2007

tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas Jalan Di Wilayah Kabupaten

Rejang Lebong

21. Peraturan Perundang-undangan lainnya yang terkait dengan substansi.

Kemudian bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang

memberikan penjelasan dan mendukung bahan hukum primer yang

meliputi teori-teori, prinsip-prinsip dasar ilmu hukum, doktrin-doktrin

hukum, asas- asas hukum, norma-norma hukum, Teknik Penyusunan

Peraturan perundang-undangan, pendapat dan pandangan para ahli hukum

yang berkaitan dengan analisis peraturan daerah serta bahan hukum tertier

berupa kamus hukum, jurnal, dan hasil kajian yang berkaitan dengan objek

penelitian.

4. Teknis Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum menggunakan metode yuridis analitis dengan

cara interpretasi87 yaitu metoda atau cara yang digunakan secara sistematis

untuk menganalisa terhadap bahan hukum, baik bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Penganalisaan dilakukan

baik dengan penafsiran gramatikal yaitu analisa berdasarkan ragam

87 Sunaryo Hartono, Penelitian Hukum Di Indonesia Pada Akhir Abad ke 20. Alumni Bandung 1994. hlm 22

Page 91: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

80

bahasa,kalimat dan pemaknaan huruf dan kata, penafsiran-penafsiran

historis yaitu penafsiran yang mendasari, berdasarkan latar belakang alasan

di bentuknya suatu peraturan perunang-undangan, penafsiran-penafsiran

sistematis dan penafsiran dengan perbandingan hukum yakni

membandingkan suatu peraturan perundang-undangan dengan perundangan

yang lain baik yang sederajat maupun yang hirarkinya lebih tinggi,

kemudian bahan-bahan hukum tersebut setelah dianalisa secara yuridis

disusun secara sistematis dan dihubungkan berdasar kerangka teori, konsep-

konsep hukum, pandangan hukum dan Peraturan Perundang- undangan,

untuk kemudian diambil kesimpulan atas tujuan yang diinginkan.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Page 92: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

81

A. Konstruksi Peraturan Daerah Yang Bertentangan Dengan Teknik

Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan

Peraturan Daerah adalah salah satu jenis Peraturan Perundang-undangan

dan Peraturan Daerah itu merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri-ciri kas

masing-masing daerah serta Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan

kementingan umum dan atau bertentangan dengan Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi.88 Oleh karena itu Peraturan Daerah tidak boleh

bertentangan pada asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan

dengan peraturan perundang undangan yang lebih tinggi yang menjadi dasar dan

sumbernya.

Untuk menilai suatu Peraturan Daerah, apakah bertentangan dari teknik

penyusunannya karena bertentangan dengan Peraturan Perundang- undangan yang

lebih tinggi, maka diperlukan pedoman yang baku dan metode yang pasti dan

standar untuk menilainya yaitu dengan berdasarkan pada Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Berdasarakan Kenyataannya Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong

masih banyak yang bertentangan dan bermasalah dari aspek teknik penyusunan

88 Pasal 136 ayat (3) dan (ayat (4) Undang Undang nomor 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daearah.

Page 93: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

82

Peraturan Daerah. Permasalahan-permasalahan yang ada pada beberapa Peraturan

Daerah Kabupaten Rejang Lebong tersebut adalah sebagai berikut :

1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 5

TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI

POLITIK DAN TATA PENGAJUAN, PENYERAHAN SERTA

PELAPORAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN PARTAI

POLITIK DI KABUPATEN REJANG LEBONG

1.1. Pembukaan

Pada Pembukaan konsideran menimbang bagian terakhir tertulis:

”bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun

2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai politik perlu ditetapkan

dengan Peraturan daerah”.

Sebaiknya :

Rumusan yang digunakan adalah:

bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun

2005 tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai politik perlu membentuk

Paraturan Daerah tentang Bantuan Keuangan Kepada Partai Politik dan

Tata Pengajuan, Penyerahan Serta Pelaporan Penggunaan Bantuan

Keuangan Partai Politik

Penjelasan :

Page 94: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

83

Konsideran tersebut tidak tepat kerena tidak memuat tentang judul

Peraturan Daerah tersebut. Kata/frasa ”ditetapkan” diganti dengan

kata/frase ”membentuk”, untuk menghindari kerancuan, karena Peraturan

Daerah itu merupakan suatu bentuk Peraturan (Regelling) bukanlah

suatu keputusan penetapan (Beschikking). Selanjutanya mengganti

imbuhan pasif di pada frase ”ditetapkan” menjadi imbuhan aktif me

pada kata ”menetapkan”, 89 sebaiknya hindari penggunaan kata-kata

pasif . kemudian tidak perlu memasukan kata/frasa “di kabupaten

Rejang Lebong90 karena Peraturan daerah tersebut sudah menunjukkan

Peraturan daerah Rejang Lebong dan ruang lingkup Peraturan Daerah

tersebut Hanya mempunyai yuridiksi Daerah Kabupaten Rejang Lebong.

1.2. Dasar hukum

Pada Dasar Hukum Pembukaan terdapat ketidakkonsistenan

penulisan Frase ”Lembaran Negara Republik Indonesia”. Yang masih

disingkat ”Lembaran Negara” Terutama pada dasar hukum angka

1,2,4,6,dan7.

Sebaiknya: Konsisten menulis frasa ”Lembaran Negara Republik

Indonesia”.91

Penjelasan:

89 Lampiran II BAB I angka 23 contoh 2 Konsideran Peraturan Daerah provinsi dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Menggunakan kata membentuk pada konsideran untuk Perda yang diperintahkan oleh Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari Undang- Undang atau peraturan Pemerintah yang memerintahkan Pembentukannnya.

90 Ibid Lampiran II Bab II Bentuk Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, 91 Ibid lampiran II.angka 40

Page 95: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

84

Kemudian pada dasar hukum juga tidak memasukkan Pasal 18 ayat

(6) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Pada hal dalam Pasal 18 Ayat (6) tersebut merupakan landasan

Konstitusional Pembentukan Peraturan Daerah. Seharusnya Pasal 18 ayat

(6) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

dicantumkan dan jadikan bagian pertama dasar hukum di dalam

pembentukan Peraturan Daerah sebagaimana ketentuan pada angka 39

Lampiran II Undang- Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. Kemudian baru Undang-

Undang tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang tentang

Pembentukan Wilayah tersebut. Peraturan Perundang-Undangan yang

digunakan sebagai dasar hukum hanya Peraturan perundang-undangan

yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.92 kemudian Dasar hukum

dibahwa Undang-Undang Dasar cukup di tulis jenis dan nama Peraturan

Perundang Undangan tanpa mencantumkan frasa Republik indonesia.93

1.3. Diktum

Pada Diktum Tertulis:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG

LEBONG TENTANG BANTUAN KEUANGAN

KEPADA PARTAI POLITIK DAN TATA CARA

PENGAJUAN, PENYERAHAN SERTA

92 Ibid Lampiran II angka 4193 Ibid Lampiran II angka 45

Page 96: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

85

PELAPORAN PENGGUNAAN BANTUAN

KEUANGAN PARTAI POLITIK DI KABUPATEN

REJANG LEBONG.

Sebaiknya :

pada diktum tersebut tidak memasukan nama ”KABUPATEN

REJANG LEBONG” lagi sebagaimana contoh ketentuan pada angka

59 pada lampiran II Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, penulisannya menjadi :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG BANTUAN

KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN

TATA CARA PENGAJUAN, PENYERAHAN

SERTA PELAPORAN PENGGUNAAN BANTUAN

KEUANGAN PARTAI POLITIK

1.4. Batang Tubuh

1.4.1. Dalam Pasal 2 ayat (3) tertulis kata : ”... sesuai peraturan-

perundang- undangan yang berlaku.”

Sebaiknya :

Rumusan yang benar adalah : ”...sesuai Peraturan Perundang-

Undangan.”

Penjelasan :

Page 97: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

86

Tidak perlu kata-kata ”yang berlaku”, karena yang

menjadi dasar hukum Peraturan Daerah adalah sudah pasti yang

masih berlaku karena mempunyai kekuatan hukum mengikat,

sedangkan Peraturan Perundang-undangan yang akan dicabut

dengan peraturan yang akan dibentuk atau peraturan perundang-

undangan yang sudah diundangan tetapi belum resmi berlaku

tidak dicantumkan sebagai dasar hukum94 karena tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat.

1.4.2. Pasal 3 terdapat kata pada ”...pasal 2 diatas”.

Sebaiknya :

tertulis”...Pasal 2 ”.

Kemudian tertulis ”...Peraturan Perundang-undangan yang

berlaku,”

Sebaiknya :

Hilangkan kata atau frase ”yang berlaku”.

Selanjutnya dalam Pasal 3 ayat (2) tertulis :

” Besaran Bantuan keuangan kepada Partai Politik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan Peraturan

Daerah Kabupaten Rejang Lebong Tentang APBD yang

selanjutnya diatur dengan Keputusan Bupati.”

Sebaiknya :

94 Ibid Lampiran II angka 42

Page 98: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

87

Rumusan yang tepat adalah ”Besaran bantuan keuangan kepada

Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan

dengan Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Tentang

APBD”.

Penjelasan :

Rumusan Pasal 3 ayat (2) ini tidak tepat karena Peraturan

daerah memang harus jelas tidak multi tafsir akan tetapi sifat

Pengaturan dan Objeknya masih bersifat umum, kepada

masyarakat luas, Sedangkan Putusan Bupati berupa

Keputusan/Beischikking yang biasanya objeknya, bersifat

konkrit, individual dan final. Jadi tidak tepat pendelegasian

wewenang bupati tersebut, sebaiknya tetap diatur dengan

Peraturan Daerah apabila memang ingin didelegasikan karena

bersifat teknis didelegasikan kepada aturan yang lebih rendah

dari Peraturan Daerah. diatur dengan Peraturan Bupati bukan

Keputusan Bupati.

1.4.3. Pasal 9 tertulis :

...sebagaimana dimaksud pada Pasal 8.

Sebaiknya :

...sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

Penjelasan :

Page 99: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

88

untuk teknik pengacuan untuk Pasal digunakan kata dalam

sedangkan untuk ayat digunakan pada. Untuk konsistensi

penulisan.

1.4.4. Pada BAB VII Tertulis :

KETENTUAN LAIN-LAIN

Sebaiknya :

KETENTUAN PENUTUP.

Penjelasan :

Karena Materi salah satunya memberikan kewenangan untuk

membuat peraturan pelaksanaan yaitu dalam Pasal 13 ayat (1).

Dari Peraturan daerah tersebut. Di dalam sistematika Teknik

Penyusunan Peraturan Perundang- undangan tidak dikenal

Ketentuan lain-lain yang ada adalah ketentuan penutup dan

Penutup. Ketentuan Penutup biasanya memuat ketentuan

mengenai penunjukan organ atau alat kelengkapan yang

melaksanakan peraturan perundang-undangan, nama singkatan

Peraturan perundang-Undangan, status Peraturan Perundang-

undangan yang sudah ada dan saat mulai berlakunya Peraturan

Perundang-undangan.95

Kemudian dalam Pasal 13 ayat (1) tertulis :

95 Ibid lampiran II angka 137.

Page 100: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

89

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang

mengenai pelaksanaannya akan ditetapkan oleh Keputusan

Bupati Rejang Lebong.

Sebaiknya :

Rumusan yang tepat Pasal 13 ayat (1) : Ketentuan lebih lanjut

mengenai tata cara pelaksanaanya diatur dengan “Peraturan

Bupati Rejang Lebong”

Penjelasan :

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat

mendelegasikan kewenangannnya lebih lanjut kepada Peraturan

Perundang undangan yang lebih rendah 96 . Termasuk dalam hal

ini Peraturan Daerah yang dapat mendelasikan kewenangnannya

kepada peraturan yang lebih rendah. Akan tetapi dalam hal ini

pendelegasian kewenangan di dalam Pasal 13 ayat (1) Peraturan

Daerah Kabupaten Rejang Lebong tersebut tersebut tidak tepat,

karena pendelegasian Peraturan Daerah tersebut ”Kepada

Keputusan Bupati”, yang seharusnya dilihat dari substansi

materi Muatannya Kepada ”Peraturan Bupati”. sebagaimana

ketentuan angka 201 lampiran II Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan.

1.4.5. Penutup

96 Ibid lampiran II angka 198

Page 101: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

90

Pada BAB IX Tertulis : KETENTUAN PENUTUP

Sebaiknya :

Di tulis “PENUTUP”.

Penjelasan :

Disebabkan karena materi dari BAB IX Peraturan Daerah

Rejang Lebong tersebut mengenai rumusan perintah

pengundangan dan penempatan Peraturan Daerah dalam

Lembaran Daerah Kabupaten Rejang Lebong. Penutup Pada

suatu Peraturan Daerah merupakan bagian akhir suatu Peraturan

Perundang-undangan yang memuat: rumusan perintah

pengundangan dan penempatan Peraturan Perundang-undangan

dalam lembaran Negara Republik indonesia, Berita Negara

Republik Indonesia, Lembaran Daerah Provinsi, Lembaran

Daerah Kabupaten/Kota, Berita Daerah Provinsi, Berita daerah

kabupaten/Kota, Penandatanganan pengesahan atau penetapan

peraturan Perundang-undangan, Pengundangan atau penetapan

Peraturan Perundang-undangan dan akhir bagian penutup.

Sedangkan Penggunaan Ketentuan Penutup sebagaimana

dijelaskan sebelumnya biasanya memuat ketentuan mengenai

penunjukan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan

peraturan perundang-undangan, nama singkatan Peraturan

perundang-Undangan, status Peraturan Perundang-undangan

Page 102: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

91

yang sudah ada dan saat mulai berlakunya Peraturan Perundang-

undangan97

Selanjutnya pada Bab IX Penutup dalam Pasal 14 ayat (2)

tertulis : Agar setiap orang dapat Mengetahuinya...

Sebaiknya :

Rumusan yang Benar :”Agar setiap orang mengetahuinya...”

Penjelasan :

Tidak menggunakan kata ”dapat”. karena apabila menggunakan

kata ”dapat” , akan menyebabkan kerancuan dan maknanya

berbeda. Kata ”dapat”, mengandung arti diskresi, kebolehan

kepada yang dituju, baik itu lembaga, atau seseorang. Apabila

kata ”dapat” dimasukkan dalam Pasal 14 ayat (2) ini

bermakna bahwa setiap orang boleh saja menolak dari ketentuan

yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong

ini dengan alasan belum mengetahuinya. Karena setiap orang

mempunyai alasan untuk tidak mematuhi dengan alasan tidak

dapat Mengetahuinya atau, belum dapat mengetahuinya.

Makna kata atau frase ”dapat” pada ayat (2) tersebut secara

normatif menimbulkan ketidakpastian keberlakuan Peraturan

Daerah tersebut terhadap setiap orang, oleh karena itu harus di

hilangkan penggunaan kata ”dapat” pada Pengundangan

Peraturan Daerah.

97 Ibid lampiran II angka 164

Page 103: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

92

2. PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 20

TAHUN 2006 TENTANG LARANGAN PELACURAN DALAM

KABUPATEN REJANG LEBONG

2.1. Judul

Pada aspek judul tertulis : ”Larangan Pelacuran Dalam Kabupaten

Rejang Lebong”

Sebaiknya :

Rumusan judul :”Larangan Pelacuran”

Penjelasan :

Tidak perlu kata ”Dalam Kabupaten Rejang Lebong”. Karena

Peraturan Daerah tersebut merupakan Peraturan Daerah Kabupaten

Rejang Lebong yang keberlakuannnya dan kekuatan hukum

mengikatnya terbatas hanya di wilayah Rejang lebong.

2.2. Pembukaan

Pada Konsideran Menimbang huruf c tertulis :

”bahwa untuk memuhi kepentingan sebagaimana dimaksud pada huruf

a dan b di atas, perlu diatur dan ditetapkan peraturan daerah mengenai

Larangan Pelacuran dalam Kabupaten Rejang Lebong”.

Sebaiknya :

Rumusan konsideran ditulis :

Page 104: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

93

”bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf

a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang larangan

Pelacuran”

Penjelasan :

Rumusan konsideran jangan ditulis huruf a, b. harus di tulis huruf a,

huruf b. Kemudian konsideran sebaiknya memuat landasan

sosiologis, landasan filosofis dan landasan yuridis. Tidak

menggunakan kata atau frase yang pasif yaitu ”ditetapkan”, melainkan

gunakan kata membentuk karena Peraturan Daerah itu dibentuk oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Rejang Lebong dan

Bupati Rejang Lebong. Disamping itu Peraturan Daerah dilihat dari

sifatnya adalah pengaturan secara umum(regelling), bukan merupakan

penetapan(beschikking). Sedangkan penggunaan kata/ frasa ditetapkan

lebih tepat digunakan untuk konsideran pada Peraturan Bupati, bukan

Peraturan Daerah.98

2.3. Dasar Hukum

Pada dasar hukum mengingat tertulis :”..Lembaran Negara tahun... dan

tambahan ”...Lembaran Negara...” pada dasar hukum pada angka 1

sampai angka 14.

Sebaiknya;

98 Ibid lihat contoh Lampiran II angka 24

Page 105: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

94

Penulisan yang tepat adalah :... Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun...”dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun....”

Kemudian pada dasar hukum angka 8 tertulis”

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 yang telah ditetapkan dengan

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 menjadi Undang-undang

(Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, tambahan Lembaran

Negara Nomor 4548)

Sebaiknya :

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125;

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 4493) yang

telah ditetapkan menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 2005 (Lebaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005

nomor 108; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4548);

Page 106: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

95

Penjelasan :

Pada Dasar Hukum Peraturan Daerah ini belum juga dimasukkan Pasal

18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945, seharusnya ia menjadi dasar hukum yang pertama dalam

Peraturan daerah ini99. Selanjutnya pada Penulisan Kata ”Negara

Republik Indonseia” tidak boleh dihilangkan. Penulisannya harus

lengkap termasuk juga penulisan Nomor dan Tahunnya ketika di

undangkan. Dasar hukum memuat : Dasar kewenangan pembuatan

Peraturan Perundang-Undangan Tingkat Daerah, Peraturan Perundang-

undangan yang memerintahkan pembentukan peraturan tersebut, dan

Undang-Undang yang menjadi dasar Pembentukan Daerah yang

bersangkutan serta dasar hukum hanya peraturan perundang-undangan

yang tingkatannya sama atau lebih tinggi. Kemudian apabila Peraturan

Perundang-undangan mengalami lebih dari satu kali perubahan, harus

ditulis seluruhnya secara lengkap.

2.4. Diktum

Tertulis kata : M E M U T U S K A N:

Sebaiknya :

99 Ibid Lihat Lampiran II angka 39

Page 107: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

96

Kata ”MEMUTUSKAN” di tulis seluruhya dengan huruf kapital

tanpa spasi diantara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua

(:) serta diletakkan di tengah marjin.100

Selanjutnya pula pada diktum Tertulis :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG

LEBONG TENTANG LARANGAN PELACURAN

DALAM KABUPATEN REJANG LEBONG

Sebaiknya :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG LARANGAN

PELACURAN

Penjelasan:

Pada diktum menetapkan, nama yang tercantum dalam judul

dicantumkan lagi setelah kata menetapkan dan didahului dengan

pencantuman jenis peraturan tanpa frasa Provinsi/kabupaten/kota, serta

ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan anda baca

titik. 101

2.5. Batang Tubuh.

2.5.1. Pasal 4 ayat (2) tertulis ”... sesuai dengan Ketentuan Peraturan

yang berlaku.”

100 Ibid Lampiran II angka 54101 Ibid lampiran II angka 59.

Page 108: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

97

Sebaiknya :

Rumusan ditulis : ”...sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang- undangan”.

2.5.2. Pasal 5 ayat (2) tertulis: ”Pemerintah Daerah Mempunyai

Kewenangan untuk mengadakan razia..”.

Sebaiknya :

Rumusan yang lebih baik : ”Pemerintah Daerah berwenang

untuk mengadakan razia...”

Penjelasan :

Dalam rumusan norma untuk kata/istilah tertentu harus

menggunakan pilihan kata yang telah ditetapkan walaupun

dalam Bahasa Indonesia artinya sama. Kata ”Mempunyai

Kewenangan”, apabila di pilah, maka kata/frasa ”mempunyai”

mengandung arti memiliki sesuatu atau mempunyai sesuatu dan

lebih mendekati makna berhak, sedangkan kata/frasa

”kewenangan” diartikan kekuasaan, maka apabila digabungkan

dapat mengandung makna bahwa ”mempunyai kewenangan” itu

adalah mempunyai hak atau memiliki hak, sedangkan maksud

dari mempunyai kewenangan yang dikehendaki dalam pasal

tersebut adalah ”Kewajiban yang harus dilaksanakan” Lembaga

Pemerintah Daerah. Oleh karena itu Kata/frasa ”Mempuyai

Kewenangan” secara tata kalimat lebih baik ditulis

Page 109: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

98

”berwenang” karena mengandung makna kewajiban yang harus

dilaksanakan.

2.5.3. Pasal 6 ayat (1) tertulis : ”setiap anggota masyarakat mempunyai

kewajiban untuk...”

Sebaiknya:

Rumusan kalimat yang tepat adalah ”setiap anggota masyarakat

berkewajiban untuk...” karena makna ”mempunyai” seolah

mengandung makna ”hak” sedangkan kata ”kewajiban”

mengandung makna untuk melakukan sesuatu, sebagaimana

yang dijelaskan diatas, sehingga kata/frasa ”mempunyai

kewajiban” mengandung makna kewajiban itu itu adalah hak

setiap orang, padahal makna yang dikehendaki dalam Pasal

tersebut adalah bahwa setiap anggota masyarakat untuk

melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh Peraturan Daerah.

Demikian juga dalam Pasal 8 tertulis : bagi anak-anak yang

melakukan ...sebaiknya cukup kata Bagi anak yang melakukan .

2.5.4 Pasal 10 ayat (1) tertulis ”Selain oleh pejabat Penyidik Umum.

Penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud Peraturan

Daerah ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri

Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Kabupaten Rejang

Lebong yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan

Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku”.

Page 110: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

99

Sebaiknya :

Pasal 10 ayat (1) tertulis ”Selain oleh pejabat Penyidik Umum.

Penyidikan atas tindak pidana sebagimana dimaksud peraturan

daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil

(PPNS) dilingkungan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong”.

Penjelasan :

Tidak perlu penambahan Kata/frasa ”yang pengangkatannya di

tetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang

berlaku”. Karena ketentuan Pengangkatan Penyidik Pegawai

Negeri Sipil sudah pasti ada dasar hukumnya, atau Peraturan

Perundang-undangan yang mengaturnya. Penghilangan Kalimat

”pengangkatannya di tetapkan sesuai dengan Peraturan

Perundang-undangan yang berlaku” dalam Pasal 10 Ayat (1)

Tidak mengubah isi dan makna Pasal tersebut, bahkan rumusan

Pasal tersebut menjadi baku dan efektif.

2.6. Ketentuan Penutup

2.6.1. Pasal 11 tertulis:

”Hal-Hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini

sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih

lanjut oleh Bupati”

Sebaiknya :

Page 111: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

100

”Hal-Hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini

sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih

lanjut dengan Peraturan Bupati”

Penjelasan :

Rumusan kata/frasa ”diatur lebih lanjut oleh Bupati”.dapat

menimbulkan ketidakpastian, karena produk hukum yang

dikeluarkan oleh Bupati dapat berupa: Peraturan Bupati,

Peraturan Kepala Daerah, Keputusan Bupati, Instruksi Bupati

dan yang lainnya. Oleh karena itu harus ditulis jelas

pendelegasian wewenang dari Peraturan Daerah tersebut oleh

Bupati. Kemudian sebaiknya Tidak digunakan pasal-pasal

Delegasi blanko seperti tersebut pada Pasal 11 diatas, karena

objek materi muatannnya menyangkut masyarakat umum.

Sebaiknya materi muatan teknis pelaksanaan suatu ketentuan

tetap diatur di dalam Peraturan Daerah juga. Apabila sangat

teknis, maka pendelegasian kewenangan oleh suatu Peraturan

Daerah ke Peraturan Bupati bukan pada keputusan bupati

karena masih mengenai objeknya pengaturan berkaitan dengan

masyarakat umum.

2.6.2. Pasal 12 tertulis: ”Agar setiap orang dapat mengetahuinya,

memerintahkan pengundangan peraturan ini dengan

Page 112: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

101

penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Rejang

Lebong”

Sebaiknya:

Rumusan kalimatnya : ”Agar setiap orang mengetahuinya,

memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan

penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Rejang

Lebong”

Penjelasan :

Hilangkan kata/frasa ”dapat”. Karena akan membuat

Peraturan Daerah itu tidak mempunyai kepastian hukum,

sebagaimana telah dijelaskan pada uraian sebelumnya di atas.

Memang bisa dimaklumi salah tulis tertulis kata ”dapat”,

namun dari aspek kebenaran Formil, maka kata ”Dapat” bisa

mengandung arti lain ketika sudah tertulis di dalam suatu

Peraturan Daerah yang sudah diundangkan dan bisa terjadi

permasalahan hukum diperadilan ketika ada pelanggaran

Peraturan Daerah yang ada kata ”Dapat” pada ketentuan

penutupnya.

3. PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 23

TAHUN 2006 TENTANG KERJASAMA DESA.

3.1. Pembukaan

3.1.1 Konsideran

Page 113: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

102

Pada konsideran hurup a tertulis :

”...maka Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 41

Tahun 2002 tentang Kerja sama antara Desa perlu dicabut.”

Sebaiknya :

Rumusan tersebut tidak perlu dimuat dalam konsideran , karena

telah di muat dalam BAB XI Ketentuan Peralihan Pasal 14 .

Kemudian konsideran huruf b tertulis:

”bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a diatas, maka perlu ditetapkan kembali dengan

Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong.”

Sebaiknya :

Rumusannya adalah :

” bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada

huruf a perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Kerjasama

Desa.

Penjelasan:

Peraturan Daerah tersebut diatas. Belum memuat landasan

sosiologis dan landasan filosofis, hanya memuat landasan

yuridis saja sebagaimana tertulis pada konsideran menimbang

huruf a. Sebaiknya Peraturan daerah bukan merupakan

pendelegasian wewenang Peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi untuk membentuknya maka sebaikny selain memuat

Page 114: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

103

landasan yuridis, juga harus memuat landasan filosofis dan

landasan sosiologis. Karena ketiga landasan tersebut merupakan

sebab yang melatar belakangi lahirnya Suatu Peraturan Daerah,

bukan hanya landasan yuridis saja sebagai implementasi

peraturan perundang undangan yang lebih tinggi. Karena materi

muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam

rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan

dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih

lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.102

Yang dimaksud kondisi khusus daerah adalah kondisi yang

meliputi lingkungan hidup daerah termasuk juga manusia dan

norma norma yang berlaku di masyarakat dalam wilayah

tertentu. Ini adalah landasan sosiologis yaitu kondisi nyata

masyarakat yang harus dimasukkan dalam konsideran

menimbang suatu Peraturan daerah.

Kemudian Peraturan daerah tersebut juga harus memuat

landasan filosofis, yaitu landasan yang berkaitan dengan

masalah keadilan, pemerataan dan tanggung jawab .kepada

masyarakat.

3.1.2 Dasar Hukum

102 Ibid Pasal 14 .

Page 115: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

104

Pada dasar hukum , mengingat : belum juga dimasukkannnya

Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar 1945 sebagai dasar

hukum konstitusional pada Peraturan Daerah.

Sebaiknya :

Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 tetap dimasukkan sebagai

dasar hukum di urutan pertama pada konsideran Mengingat pada

Peraturan Daerah .

Penjelasan :

Sebagaimana pada penjelasan-penjelasan sebelumnya bahwa

Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar 1945 adalah landasan

konstitusional yang memberikan kewenangan/hak kepada

Daerah Provinsi, kabupaten /kota untuk menetapkan Peraturan

Daerah.

Pada dasar hukum mengingat angka 1 sampai 9 masih tertulis

” Lembaran Negara...”

Sebaiknya:

Rumusan ”Lembaran Negara” ditulis lengkap Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun....”

Penjelasan :

Penulisan Dasar Hukum Peraturan Perundang-undangan yang

digunakan sebagai dasar hukum hanya peraturan perundang-

Page 116: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

105

undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi dan dasar

hukum peraturan daerah hanya memuat dasar kewenangan

3.1.3 Diktum

Pada diktum menetapkan tertulis: PERATURAN DAERAH

KABUPATEN REJANG LEBONG TENTANG KERJA SAMA

DESA

Sebaiknya :

Rumusan Diktum menetapkan adalah : PERATURAN

DAERAH TENTANG KERJA SAMA DESA.

Penjelasan:

Penulisan Diktum memuat kembali nama yang tercantum alam

judul setelah kata menetapkan dan didahului dengan

pencantuman jenis peraturan tanpa menyebutkan nama

Provinsi/Kabupaten/Kota, serta ditulis seluruhnya dengan huruf

kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik.

3.2. Batang Tubuh

3.2.1 Ketentuan umum

Dalam Bab I mengenai Ketentuan Umum dalam Pasal 1 angka

10 terdapat rumusan Alokasi dana Desa dan angka 11 rumusan

anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Sebaiknya:

Page 117: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

106

Rumuan Angka 10 dan angka 11 Pada Bab 1 dihilangkan saja.

Penjelasan :

Di dalam ketentuan umum berisi batasan pengertian atau

definisi, singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan

pengertian atau definisi; dan/atau hal hal lain yang bersifat

umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya

antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan

tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab .103

Sedang angka 10 dan angka 11 dalam Bab I Pasal 1 ketentuan

umum pada Peraturan Daerah tentang Kerja sama Desa tidak

termuat dalam materi pokok yang diatur di dalam Pasal-Pasal

dalam batang tubuh Peraturan Daerah tentang Kerja sama Desa.

Oleh karena itu sebaiknya dihilangkan saja.

3.2.2 Dalam BAB II Ruang lingkup Pasal 2 ayat (3) tertulis” Untuk

pelaksanaan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

dan ayat (3) dapat dibentuk Badan kerja sama.”

Sebaiknya :

Rumusan Pasal 2 ayat (3) adalah” untuk pelaksanaan kerja

sama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dapat

Membentuk Badan Kerjasama.”

Penjelasan:

103 Ibid Lampiran II angka 98 .

Page 118: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

107

Rumusan pengacuan untuk, sebelum Pasal gunakan kata

”dalam” dan untuk ayat gunakan Kata ”pada”, untuk

konsistensi sebagaimana dijelaskan pada uraian sebelumnya.

Juga gunakan kata aktif menggantikan kata pasif sehingga Kata

”dibentuk” menjadi ”Membentuk”.

3.3. Penutup

Pada BAB XII PENUTUP tertulis Rumusan : Agar setiap Orang dapat

mengetahuinya.

Sebaiknya :

Rumusan yang benar adalah : agar setiap Orang mengetahuinya,

memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan

penempatannya dalam Lebaran Daerah.

Penjelasan:

Sebagaimana ketentuan yang telah diuraikan sebelumnya di atas,

hilangkan Kata/Frasa ”Dapat” karena penggunaan kata ”dapat” akan

menimbulkan kerancuan dan ketidaktegasan makna Peraturan Daerah.

4. PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 24

TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA.

4.1. Judul

Page 119: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

108

Pada Judul tidak ada permasalahan karena judul sesuai dengan materi

atau substansi dari Paraturan Daerah, judul sudah mencerminkan materi

dari Peraturan daerah .

4.2. Pembukaan.

4.2.1. Konsideran

Pada konsideran hurup a tertulis :

”...maka Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 36

Tahun 2002 tentang Badan Perwakilan Desa, perlu dicabut.”

Sebaiknya :

Rumusan tersebut tidak perlu dimuat dalam konsideran , akan

tetapi dimasukkan pada bab ketentuan Peralihan.

Kemudian konsideran huruf b tertulis:

”bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a di atas, maka perlu ditetapkan kembali dengan

Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong.”

Sebaiknya :

Rumusannya adalah :

” bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada

huruf a perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Badan

Permusyawaratan Desa”.

Penjelasan:

Page 120: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

109

Peraturan Daerah tersebut di atas. Belum memuat landasan

sosiologis dan landasan filosofis, hanya memuat landasan

yuridis saja sebagaimana tertulis pada konsideran menimbang

huruf a. Sebaiknya Peraturan Daerah yang baik yang merupakan

perwujudan dari nilai nilai kearipan lokal yang diangkat menjadi

peraturan daerah selain memuat landasan yuridis, juga harus

memuat landasan filosofis dan landasan sosiologis. Karena

ketiga landasan tersebut merupakan sebab atau keharusan yang

melatar belakangi lahirnya Suatu Peraturan daerah, bukan hanya

landasan yuridis saja sebagai implementasi peraturan perundang

undangan yang lebih tinggi. Karena materi muatan Peraturan

Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka

penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan dan

menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut

peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Yang dimaksud kondisi khusus daerah adalah kondisi yang

meliputi lingkungan hidup daerah termasuk juga manusia dan

norma-norma yang berlaku di masyarakat dalam wilayah

tertentu. Ini adalah landasan sosiologis yaitu kondisi nyata

masyarakat yang harus dimasukkan dalam konsideran

menimbang suatu Peraturan daerah. Jadi Landasan Sosiologis

Page 121: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

110

sebagai sebab dibentuknya Peraturan Daerah Tentang Badan

Permusyawaratan Desa.

Kemudian Peraturan Daerah tersebut juga harus memuat

landasan filosofis, yaitu landasan yang berkaitan dengan

masalah keadilan, pemerataan dan tanggung jawab .kepada

masyarakat.

4.2.2 Dasar Hukum

Pada dasar hukum, mengingat : belum juga dimasukkannnya

Pasal 18 ayat (6) Undang Undang Dasar 1945 sebagai dasar

hukum konstitusional pada Peraturan Daerah.

Sebaiknya :

Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 tetap dimasukkan sebagai

dasar hukum di urutan pertama pada konsideran Mengingat pada

Peraturan Daerah .

Penjelasan :

Sebagaimana pada penjelasan terdahulu bahwa Pasal 18 ayat (6)

Undang-Undang Dasar 1945 adalah landasan konstitusional

yang memberikan kewenangan/hak kepada Daerah provinsi,

kabupaten /kota untuk menetapkan Peraturan Daerah.

Pada dasar hukum mengingat angka 1 sampai 9 masih tertulis

” Lembaran Negara nomor.....”

Sebaiknya:

Page 122: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

111

Rumusan ”Lembaran Negara” ditulis lengkap ”Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun....”

Penjelasan :

Penulisan Dasar Hukum Peraturan Perundang-undangan yang

digunakan sebagai dasar hukum, hanya peraturan perundang-

undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi .

4.2.3. Diktum

Pada diktum menetapkan tertulis: PERATURAN DAERAH

KABUPATEN REJANG LEBONG TENTANG BADAN

PERMUSYAWARATAN DESA

Sebaiknya :

Rumusan Diktum menetapkan adalah : PERATURAN

DAERAH TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN

DESA.

Penjelasan:

Penulisan Diktum memuat kembali nama yang tercantum alam

judul setelah kata menetapkan dan didahului dengan

pencantuman jenis peraturan tanpa menyebutkan nama

Provinsi/Kabupaten/Kota, serta ditulis seluruhnya dengan huruf

kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik .104

4.3. Batang Tubuh

104 Ibid Lampiran II angka 59.

Page 123: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

112

4.3.1 Di dalam BAB I KETENTUAN UMUM Pada Pasal 1 angka 9

tertulis:”Alokasi Dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh

Pemerintah Kabupaten untuk desa, yang bersumber dari bagian

dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima

oleh kabupaten”

Sebaiknya:

Pasal 1 angka 9 tersebut tidak dimasukkan atau dihilangkan

dalam BAB I

Penjelasan:

Ketentuan umum itu berisi Batasan atau definisi, singkatan atau

akronim yang digunakan dalam peraturan, hal-hal lain yang

bersifat umum yang berlaku bagi Pasal-(pasal) berikutnya

antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud dan

tujuan. kemudian kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan

umum hanyalah kata atau istilah yang digunakan berulang-ulang

di dalam pasal(-pasal) selanjutnya. Sedangkan Pasal 1 angka 9

tersebut tidak termasuk pada ketentuan ketentuan tersebut diatas

dan tidak ada mencerminkan dari substansi materi muatan dalam

batang tubuh atau pada pasal-pasal selanjutnya dalam Peraturan

Daerah Rejang Lebong tentang Badan Musyawarah Desa. Oleh

karena itu maka Pasal 1 angka 9 dalam ketetntuan umum

tersebut harus dihilangkan.

Page 124: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

113

Kemudian pada Pasal 1 angka 11 tertulis:

Peraturan Desa adalah Peraturan perundang-undangan yang

dibuat oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama Kepala Desa

Sebaiknya :

Rumusan Pasal 1 angka 11 tersebut diganti menjadi :

Peraturan kepala Desa adalah Peraturan yang dibuat oleh Badan

Permusyawaratan desa bersama Kepala Desa.

Penjelasan:

Berdasarkan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan pada Pasal 7

menyebutkan bahwa Peraturan daerah termasuk Peraturan Desa

akan tetapi Undang Undang nomor 10 tahun 2004 tersebut telah

dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,

dimana di batang tubuhnya tidak lagi memasukan Peraturan

Desa sebagai bagian dari Peraturan Daerah. Maka sebaiknya

Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong tentang Badan

Musyawarah Desa direvisi Kembali Menyesuaikan dengan

aturan hukum yang lebih tinggi. Namun demikian Peraturan

Desa yang sudah ada sebelum lahirnya Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 tersebut tetap diakui keberadaannya.

Page 125: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

114

4.3.2 Dalam Pasal 3 berbunyi ” BPD berfungsi menetapkan

Peraturan Desa bersama kepala Desa, menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat”

Sebaiknya

Rumusan Pasal 3 ini dihapuskan dan diganti dengan

Peraturan /Keputusan Kepala Desa saja

Penjelasan :

Peraturan Desa yang termasuk pada bagian dari Peraturan

Daerah, berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf a

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan, sudah dicabut tidak berlaku

lagi dan diganti dengan Undang-Undang Nomor Nomor 12

Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan. Di dalam Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang

tidak lagi Memasukkan Peraturan Desa kedalam Jenis, hirarki

Peraturan Perundang-Undangan., Sehingga Pengaturan

Mengenai Pemerintahan Desa cukup dengan Peraturan Kepala

Desa saja. Meskipun Sebelum ditetapkannnya Peraturan Kepala

Desa, di musyawarahkan terlebih dahulu dengan Badan

Musyawarah Desa.

4.3.3 Pada Pasal 4 tertulis: BPD mempunyai tugas dan wewenang:

Page 126: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

115

a. membahas rancangan Peraturan Desa bersama kepala desa;

b. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan

desa dan peraturan kepala desa;

Sebaiknya:

Rumusan Pasal 4 tersebut:

a. membahas rancangan Peraturan Kepala Desa.

membahas dihapuskan saja yang benar adalah :”BPD

berwenang...”

Penjelasan :

Pada BAB II mengatur tentang Kedudukan, Fungsi, wewenang,

hak dan Kewajiban, tidak menjelaskan atau tidak tertulis

Kata/frase ”Tugas”. Apabila memang memerlukan tugas pada

BPD, maka sebaiknya Frase Tugas dimasukkan dalam judul

BAB II. Disamping itu rumusan yang baik harus Wewenang

dulu baru tugas, karena tugas dan wewenang itu berbeda, pada

pasal 4 tersebut tidak dijelaskan mana yang dimaksud dengan

tugas dan mana yang dimaksud dengan wewenang. Wewenang

dapat diartikan kekuasaan yang ada pada BPD sedangkan Tugas

sebenarnya adalah serangkaian kegiatan kegiatan yang

dilaksanakan untuk mengimplementasikan dari suatu

wewenang.

4.3.4 Dalam Pasal 5 dan Pasal 6 tertulis Kata/frase ”mempunyai hak”

Page 127: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

116

Sebaiknya :

Rumusan kata yang tepat adalah ”berhak”

Penjelasan:

Dalam rumusan norma, untuk kata/istilah tertentu harus

menggunakan pilihan kata yang telah ditetapkan walaupun

dalam Bahasa Indonesia artinya sama misalnya: mempunyai hak

di tulis berhak, mempunyai wewenang di tuli berwenang, dan

mempunyai kewajiban di tulis wajib.105. kemudian penulisan

tersebut harus konsisten, walaupun Bahasa Indonesia variasinya

banyak dengan arti yang sama.

4.3.5. Dalam Pasal 7 dan Pasal 8 tertulis kata/frase ”Mempunyai

kewajiban.”

Sebaiknya ;

rumusan kata yang tepat : ”berkewajiban”.

Penjelasan:

penulisan tersebut harus konsisten, walaupun Bahasa Indonesia

variasinya banyak dengan arti yang sama, sebagaimana di

jelaskan di atas.

4.3.5. Pasal 9 ayat (3) huruf a tertulis: ”Pendidikan sekurang-

kurangnya...”

Sebaiknya:

105 . ______,Panduan praktis memahami perancangan peraturan daerah, cappler project hlm 71 Jakarta, 2008

Page 128: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

117

Rumusan yang tepat adalah : Pendidikan serendah rendahnya...”

Penjelasan:

Rumusan Pendidikan tidak tepat menggunakan kata sekurang-

kurangnya karena padanan kata sekurang-kurangnya adalah

selebih-lebihnya, sehingga tidak tepat. Untuk pendidikan

digunakan kata/frasa rendah dan tinggi.maka untuk menyatakan

pendidikan minimal atau yang paling rendah menggunakan kata

“serendah-rendahnya” atau untuk menyatakan pendidikan paling

tinggi “setinggi-tingginya.

4.3.6. Pada Pasal 13 ayat (3) tertulis kata : ”dalam hal tertentu rapat

BPD dinyatakan sah ...”

Sebaiknya:

Dalam rumusan Kata/ frasa ”dalam hal tertentu ” sebaiknya di

jelaskan atau diuraikan kriteria-kriterai dalam pengertian”

dalam Tertentu”

Penjelasan :

Apabila rumusan ”dalam hal tertentu ” tidak diuraikan, maka

akan menimbulkan multi tafsir yang berbeda, dan

penggunaannya bisa di salah tafsirkan karena makna ”Dalam

Hal tertentu” kriterianya tidak ada dan tidak di buat , baik itu di

dalam ketentuan umum maupun di dalam penjelaan Peraturan

Daerah tersebut.

Page 129: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

118

4.3.7. Pasal 19 ayat (3) tertulis:” Anggota BPD yang diberhentikan

harus mendapatkan persetujuan 2/3 jumlah anggota BPD”

Sebaiknya :

Rumusan yang tepat : Anggota BPD yang diusulkan untuk di

berhentikan harus mendapat persetujuan 2/3 anggota BPD”

Penjelasan :

Kata /frasa Anggota BPD yang diberhentikan” menunjukan

makna sudah berhenti atau pemberhentian itu sudah terjadi, jika

sudah berhenti tidak perlu lagi persetujuan 2/3 anggota BPD.

Dalam hal ini oleh Bupati, Padahal maksud dari ayat tersebut

adalah dalam tahap pengusulan, dimana ketentuannya harus

disetujui terlebih dahulu oleh 2/3 anggota BPD. Maka oleh

karena itu belum terjadi pemberhentian gunakan kata ”di

usulkan” untuk menunjukkan makna belum terjadi

pemberhentian.

4.4. Ketentuan Pidana

4.4.1. Dalam Pasal 24 ayat (1) tertulis;” Tindakan Penyidikan terhadap

anggota dan pimpinan BPD, dilaksanakan setelah adanya

persetujuan tertulis dari Bupati:

Sebaiknya :

Rumusan pasal 24 ayat (1) tersebut dihilangkan.

Penjelasan :

Page 130: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

119

Dasar hukum atau landasan pendelegasian wewenang dari

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi yang

mengharuskan anggota dan pimpinan BPD sebelum disidik

terlebih dahulu adanya persetujuan tertulis dari Bupati tidak ada

dasarnya, baik itu dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana , Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah. Pasal

tersebut bertentangan asas materi muatan Peraturan Perundang-

undangan , 106 bahkan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1)

UUD 1945 yang berbunyi: ”setiap Orang berhak atas perlakuan,

jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama dihadapan hukum. Oleh karena itu Pasal

24 ayat (1) Peraturan Daerah Rejang Lebong tentang Badan

Perwakilan Desa tidak perlu di muat dalam Peraturan Daerah

atau dihilangkan saja.

4.4.2. Di dalam Pasal 25 ayat (1) tertulis:” Ketentuan lebih lanjut

mengenai BPD ditetapkan dengan Peraturan Desa.

Sebaiknya:

Rumusan Pasal ini di hilangkan saja.

Penjelasan:

karena ketentuan mengenai BPD masih bersifat umum .tetap

dimasukkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Rejang

106 Pasal 6 ayat (1) huruf h Undang Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Page 131: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

120

Lebong . Apabila tetap di delegasikan ke Peraturan Desa,

disamping Peraturan Desa Tidak menjadi bagian dari Peraturan

Daerah lagi, maka akan menimbulkan perbedaan rumusan

pengaturan mengenai BPD di tiap tiap Desa dalam Wilayah

Kabupaten Rejang Lebong sedangkan desa tidak masuk daerah

yang otonom dalam pemerintahannya.

Kemudian dalam Pasal 25 ayat (2) huruf c sampai huruf e harus

dihapuskan karena sudah dimasukkan dalam Peraturan Daerah

saja, tidak tepat apabila dimasukkan dalam Peraturan Desa.

Karena sudah dimuat dalam Peraturan Daerah. Disamping itu

berdasarkan ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan, tidak dimasukkanya lagi Peraturan Desa sebagai

Bagian dari Hirarki, Jenis Peraturan Perundang-undangan,

namun demikian keberadaannya Peraturan Desa yang sudah ada

tetap diakui selagi tidak bertentangan dengan Peraturan

perundang-undangan .

4.4. Ketentuan peralihan

4.5.1. Dalam Pasal 28 , tidak dimasukkannya Peraturan Daerah

Nomor 36 Tahun 2002 tentang Badan Perwakilan Desa, yang

Page 132: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

121

dijadikan dasar pertimbangan dalam pembukaan Peraturan

Daerah.

Sebaiknya :

Rumusan Peraturan Daerah Nomor 36 Tahun 2002 dimasukkan

dalam salah satu pasal dalam Pasal 28 Perda Nomor 24 tahun

2006. Tentang Badan Permusyawaratan Desa.

4.5. 2 Di Dalam Pasal 29 ayat (1) tertulis :” pada saat berlakunya

Peraturan Daerah ini maka semua ketentuan yang bertentangan

dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku”

Sebaiknya:

Rumusan yang tepat adalah : ”pada saat berlakunya Peraturan

daerah ini, maka semua ketentuan dalam Peraturan Daerah

yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak

berlaku”.

Penjelasan:

Untuk menyatakan suatu ketentuan-ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan dinyatakan tidak berlaku lagi jika

bertentang dengan suatu Peraturan Perundang-undangan,

haruslah peraturan perundang-undangan yang sederajad atau

lebih rendah. Kekuatan hukum Peraturan Perundang-Undangan

adalah sesuai dengan hierarki.107 Secara normatif pun tidak

Mungkin Peraturan Daerah menyatakan ketentuan-ketentuan

107 Ibid Pasal 7 ayat (2)

Page 133: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

122

dalam Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi tidak

berlaku jika bertentang dengan Peraturan Daerah. Peraturan

Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan

ciri khas masing-masing Daerah.108

4.6.3. Dalam Pasal 29 ayat (2) tertulis:”Hal-hal belum cukup diatur

dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan

Keputusan Bupati sepanjang mengenai pelaksanaannya.

Sebaiknya:

Rumusan yang tepat : Hal-hal yang berkaitan dengan teknis

pelaksanan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati

Penjelasan :

Untuk mendelegasikan Peraturan Daerah Kepada peraturan

dibawahnya dalam suatu Kabupaten, yang paling tepat adalah

dengan Peraturan Bupati terutama yang masih bersifat

Pengaturan/regelling, bukan Keputusan/beschiking. Sebaiknya

tidak Perlu pendelegasian lagi dari Peraturan daerah ke tingkat

yang lebih rendah atau biasa disebut delegasi blanko, karena

Peraturan Daerah yang baik itu harus berdasarkan asas

pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik yaitu

108 Pasal 136 ayat (3) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Sinar Grafika Jakarta 2005

Page 134: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

123

Kejelasan tujuan, dan kejelasan rumusan109. Kecuali memang

yang bersifat teknis pelaksanaan.

5. PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 29

TAHUN 2006 TENTANG KEPALA DESA SEBAGAI PEMANGKU

KAWASAN HUTAN.

5.1. Judul.

Pada aspek judul mengenai tidak ada permasalahan karena judul sudah

memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan dan

nama peraturan daerah.

5.2 Pembukaan

5.2.1. Konsideran

Pada Konsideran menimbang Hurup b tertulis bahwa hutan adalah

sebagai salah satu penentu sistem penyanggah kehidupan dan

sumber kemakmuran rakyat, oleh karena itu keberadaannnya harus

dipertahanankan secara optimal,

Sebaiknya:

Rumusan Konsisderan huruf b tersebut dihilangkan saja karena

sudah termuat dalam konsideran huruf a.

Penjelasan :

109 Op.Cit Pasal 5

Page 135: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

124

Di dalam memuat dasar penulisan konsideran, disamping memuat

dasar filosofis dan sosiologis, juga memuat landasan yuridis,110 di

dalam pertimbangan Peraturan Daerah ini belum memuat alasan

yuridisnya, oleh karena itu harus memuat alasan aspek yuridisnya ,

karena konsideran itu merupakan uraian singkat yang menjadi

pertimbangan dan alasan didalam pembentukan Peraturan Daerah.

Disamping itu karena pokok pikiran lebih dari satu, maka setiap

pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang

merupakan satu kesatuan pengertian.111

Kemudian pada konsideran menimbang huruf d tertulis:

”bahwa untuk melaksanakan sebagaimana dimaksud pada huruf

a,b dan c di atas, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah”;

Sebaiknya:

Rumusan yang tepat :

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dengan

huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah

tentang Kepala Desa Sebagai Pemangku Kawasan Hutan; 112

Penjelasan:

Dalam penulisan konsideran menimbang, khususnya pada

konsideran menimbang pada pokok pikiran bagian terakhir harus

110 Ibid lampiran II angka 19111 Ibid lampiran II angka 21112 Ibid Lampiran II angka 23

Page 136: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

125

memuat tentang judul dari peraturan daerah agar lengkap, jelas dan

diakhiri dengan tanda baca titik koma.

5.2.2 Dasar Hukum

Pada dasar hukum mengingat : belum juga dimasukkannya Pasal

18 ayat (6) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Dasar Hukum

Konstitusional pada Peraturan Daerah.

Sebaiknya :

Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945

tetap dimasukkan sebagai dasar hukum diurutan pertama pada

konsideran Mengingat pada Peraturan Daerah .

Penjelasan :

Sebagaimana pada penjelasan terdahulu bahwa Pasal 18 ayat (6)

Undang-Undang Dasar 1945 adalah landasan konstitusional yang

memberikan kewenangan/hak kepada Daerah Provinsi, Kabupaten

/Kota untuk menetapkan Peraturan Daerah.113

Kemudian pada dasar hukum mengingat angka 1 sampai 13 masih

tertulis ” Lembaran Negara nomor....”

Sebaiknya:

Rumusan ”Lembaran Negara” ditulis lengkap menjadi “(Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun....Nomor...., Tambahan

Lembaran Negara Tahun...Nomor....)”

Penjelasan :

113 Ibid Lampiran II angka 39

Page 137: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

126

Penulisan dasar hukum Peraturan Perundang-undangan yang

digunakan sebagai dasar hukum Peraturan Daerah, adalah dasar

kewenangan pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah dan Undang-

Undang tentang Pemerintahan Daerah serta Peraturan Perundang-

undangan yang tingkatannnya sama atau lebih tinggi yang

memerintahkan secara jelas atau mendelegasikan kepada Peraturan

Daerah. Peraturan Perundang-undangan meskipun lebih tinggi dari

Peraturan Daerah, apabila tidak secara jelas memerintahkan atau

mendelegasikan kewenangannnya kepada Peraturan Daerah, maka

tidak dimasukkan sebagai dasar hukum pada pembukaan

Peraturan Daerah.

5.2.3. Diktum

Pada diktum Menetapkan tertulis:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG

TENTANG KEPALA DESA SEBAGAI PEMANGKU

KAWASAN HUTAN

Sebaiknya:

Rumusan yang tepat:

PERATURAN DAERAH TENTANG KEPALA DESA SEBAGAI

PEMANGKU KAWASAN HUTAN

Page 138: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

127

Penjelasan:

tidak perlu memasukkan lagi kata/Frasa ”KABUPATEN REJANG

LEBONG”114.

5.3. Batang Tubuh

5.3.1 Ketentuan Umum

Pada Ketentuan Umum Pasal 1 angka 13 tertulis:

Badan Perwakilan Desa (BPD) adalah badan yang dibentuk untuk

mengawasi jalannya pemerintahan ditingkat desa

Sebaiknya:

Badan Perwakilan Desa untuk selanjutnya disingkat BPD adalah

Badan yang dibentuk untuk mengawasi jalannya pemerintahan di

tingkat desa

Penjelasan :

Untuk penulisan selanjutnya di dalam Pasal cukup ditulis

kata/frasa ”BPD”. tidak perlu diuraikan lagi Badan Perwakilan

Desa. Hal ini untuk konsistensi dalam hal penulisan.

5.3.2 Pasal 6 tertulis:

(2) Kewajiban Kepala Desa adalah:

Sebaiknya :

Rumusan yang tepat : Kepala Desa berkewajiban :

Penjelasan:

114 Ibid lampiran II angka 59

Page 139: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

128

Tidak perlu ditulis ”ayat (2)” Karena Pasal 6 hanya satu ayat,

Kemudian rumusan Frasa yang baku dalam suatu kalimat adalah,

Subjek Predikat Objek dan Keterangan (SPOK), bukan PSOK

sehingga Penulisan yang tepat ”Kepala Desa berkewajiban, bukan

Kewajiban kepala desa adalah.

5.3.3. Pada Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) tertulis mengenai tugas Badan

Perwakilan Desa dan tugas camat yang berkaitan dengan

pengamanan hutan.

Sebaiknya :

Rumusan Pasal 7 ayat (2) dan ayat( 3) tersebut dihapuskan saja,

karena Substansi dari Peraturan Daerah ini adalah tentang Kepala

Desa Sebagai Pemangku Kawasan Hutan, tidak tepat atau tidak

sesuai dengan Judul Peraturan Daerah.

5.3.4. Pada Pasal 8 dan Pasal 10 tertulis: ”Kepala Desa dan camat

mempunyai wewenang”...

Sebaiknya :

Rumusan yang tepat adalah ”Kepala Desa berwenang”...,.

Penjelasan:

Untuk konsistensi penulisan Kata/Frasa ”Mempunyai Wewenang”

di tulis ”Berwenang”, Kata ”mempuyai hak” di tulis ”Berhak”

5.3.5. Pada BAB VIII tentang PENYIDIK dalam Pasal 15

tertulis: ”Kepala desa dan camat sebagai penanggung jawab

Page 140: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

129

pengamanan hutan diwilayahnya, diikutsertakan pula sebagai

penyidik dalam kasus-kasus kehutanan ditingkat desa dan

kecamatan dan Pasal 16 tertulis :”Penyidik ditingkat desa dan

kecamatan (kepala desa dan camat) memberitahu dimulainya

penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya kepada penuntut

umum, untuk diproses sesuai dengan Peraturan Perundang-

undangan.”

Sebaiknya:

Rumusan Pasal 15 dan Pasal 16 di hapuskan

Penjelasan:

Kepala Desa Bukanlah Pegawai Negeri Sipil dan tidak ada satupun

Undang-Undang yang mendelegasikan kepada Kepala Desa

sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau yang biasa di singkat

PPNS. Untuk menjadi PPNS, syaratnya harus Pegawai Negeri

Sipil, memiliki golongan tertentu, pangkat tertentu dan harus

sudah mengikuti Pendidikan dan latihan tertentu di bidang

penyelidikan. Harus diangkat terlebih dahulu oleh kementerian

yang berwenang dalam pengangkatan PPNS, yang saat ini

kewenangan tersebut berada di kementerian Hukum dan HAM RI.

Disamping itu PPNS memiliki harus memiliki Kartu Anggota

sebagai PPNS yang dikeluarkan oleh Instansi berwenang dan

memiliki jangka waktu keberlakuan kartu anggota dan bisa di

Page 141: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

130

perpanjang. Jadi Kepala Desa tidak bisa dijadikan Penyidik,

tertutama dalam dalam penegakan hukum /Pro Yustisia. Penyidik

adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat

Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh

Undang-Undang untuk melakukan penyidikan115 .

5.4. KETENTUAN PIDANA

5.4.1 Dalam BAB IX tertulis SANKSI seharusnya KETENTUAN

PIDANA .Selanjutnya dalam Pasal 17 tertulis:”barang siapa yang

dengan sengaja merusak hutan, maka akan diberikan sanksi sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”;

Sebaiknya:

Rumusan .Pasal 17 harus jelas dan konktit

Penjelasan:

Apa yang dimaksud dengan Merusak hutan, apa kriteria merusak

hutan, dan apa bentuk bentuk sanksi dalam peraturan daerah ini

harus dirinci sehingga tidak kabur. Apakah bentuk tindak pidana

kejahatan atau tindak Pidana pelanggaran dan sanksinya apa denda

atau kurungan.

5.4.2. Pada Pasal 18 tertulis: ”setiap perbuatan melanggar hukum yang

diatur dalam Peraturan Daerah ini, mewajibkan kepada pelanggar

untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat pencemaran dan

atau kerusakan hutan.

115 Isi BAB I Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

Page 142: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

131

Sebaiknya:

Rumusan pasal 18 harus jelas dan konkrit

Penjelasan:

Didalam Peraturan Daerah ini tidak menjelaskan mengenai hal hal

yang melanggar hukum dalam Peraturan Daerah tentang Kepala

desa sebagai pemanggku kawasan hutan secara jelas dan rinci,

hanya ada frasa mengenai Merusak Hutan dalam Pasal 17,

sedangkan pengertian merusak hutan itu sendiri tidak dijelaskan

secara jelas batasan mengenai merusak itu sejauh mana

pengertiannya didalam Peraturan Daerah ini. Seharusnya dalam

pembuatan mengenai sanksi pidana Pelanggaran harus jelas apakah

pelanggaran adminsitrasi, dan denda atau kurungan , harus dibuat

secara jelas dan rinci rumusan-rumusan, baik mengenai ketentuan-

ketentuan, unsur-unsur atau dalil-dalil yang menyatakan itu suatu

pelanggaran atau bukan pelanggaran melaui pasal-pasal yang

materi muatannnya jelas rumusannya. Ketentuan pidana memuat

rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran

terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau norma

perintah116. Kemudian rumusan ketentuan pidana harus

menyebutkan secara tegas norma larangan atau norma perintah

yang dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang

116 OP.Cit lampiran II angka 112

Page 143: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

132

memuat norma tersebut.117 Juga ketentuan pidana yang berlaku bagi

subyek tertentu, subyek itu dirumuskan secara tegas, misalnya

orang asing, pegawai negeri, saksi, atau setiap orang untuk yang

berlaku bagi siapapun118. Sehingga di dalam menerapannya baik di

pengadilan atau di luar pengadilan tidak menimbulkan kesulitan.

5.4.3. Pada Pasal 19 Tertulis:

”Bagi pemegang izin dibidang kehutanan diberi sanksi administrasi

apabila melanggar ketentuan yang telah ditetapkan.

Sebaiknya :

Rumusan Pasal 19 ini harus jelas memuat ketentuan-ketentuannya.

Penjelasan:

Pada Pasal 19 tidak memuat bentuk sanksi administrasi, padahal

sanksi administasi itu banyak macamnya, bisa mencabutan izin

yang diberikan, Penutupan usaha, dan denda. Oleh Karena itu

Bentuk sanksi administrasi yang dikenakan harus jelas kualifikasi

dan rumusannnya. Kemudian ketentuan ketentuan yang mengenai

pelanggaran pun harus dirumuskan dengan jelas pula di dalam

Pasal-Pasal dalam Peraturan Daerah ini.

5.5. KETENTUAN PERALIHAN

5.5.1. Pada Pasal 20 tertulis:

117 Ibid lampiran II angka 118.118 Ibid lampiran II angka 119

Page 144: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

133

Dengan ditetapkannnya Peraturan daerah ini, maka segala ketentuan

peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku

sepanjang belum diatur dalam peraturan ini.

Sebaiknya:

Rumusan yang baik adalah: dengan ditetapkannya Peraturan Daerah

ini, maka segala ketentuan dalam Peraturan Daerah yang ada masih

tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah

ini.

Penjelasan:

Rumusan Pasal 20 tersebut diatas , apabila diartikan mengandung

makna bahwa apabila ketentuan-ketentuan yang ada dalam peraturan

Perundang-undangan yang sudah ada diatur didalam peraturan

daerah ini, maka Peraturan Perundang-undangan tersebut tidak

berlaku, padahal yang termasuk dalam Peraturan Perundang-

Undangan adalah bisa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia. Ketetapan MPR, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan

Presiden, dan Peraturan Daerah Provinsi yang kedudukannnya lebih

tinggi dari Peraturan Daerah Kabupaten. Secara hirarki kekuatan

hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hieraki

sebagaimana dimaksud pada ayat (1)119. Berdasarkan ketentuan

tersebut jelaslah bahwa Peraturan Daerah Kabupaten tidak boleh dan

119 Ibid Pasal 7 ayat (1) dan ayat(2)

Page 145: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

134

tidak bisa membatalkan Peraturan Perundang-undangan di atasnya

yang secara hierarki lebih tinggi. Ketentuan Peralihan sebenarnya

memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan

hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Perundang-undangan

yang lama terhadap Peraturan Perundang-undangan yang baru, yang

bertujuan untuk : menghindari terjadinya kekosongan hukum,

menjamin kepastian hukum, memberikan perlindungan hukum bagi

pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan, dan mengatur hal-hal yang bersifat

transisional atau bersifat sementara120

5.6. KETENTUAN PENUTUP

5.6.1. Pada Pasal 21 tertulis :

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah tentang ini,

sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut

dengan Keputusan Bupati

Sebaiknya:

Rumusan Pasal 21 yang baik adalah : Hal-hal yang belum diatur

dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis

pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Penjelasan:

Sebagaimana penjelasan-penjelasan sebelumnya bahwa untuk aturan

yang bersifat pengaturan yang merupakan pendelegasian dari suatu

120 Ibid Lampiran II angka 127

Page 146: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

135

Peraturan Daerah kepada aturan di bawahnya yang menyangkut

objeknya yang masih bersifat umum menggunakan Peraturan

Bupati/Walikota. Bukan Keputusan Bupati/Walikota.

5.6.2 Pada Penutup tertulis :

”Disahkan di curup”

Sebaiknya:

Rumusan yang tepat adalah : ”Ditetapkan di Curup”

Penjelasan:

Untuk Undang-Undang digunakan kata/Frasa ”Disahkan”

sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan ,

Sedangkan rumusan Penutup pada Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota menggunakan Kata” ditetapkan”121. Hal ini demi

konsistensi sesuai Peraturan Perundang-undangan.

6. PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17

TAHUN 2007 TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN

DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG.

6.1.Judul

121 Ibid Lampiran II Bab II Bentuk Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Page 147: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

136

Pada Judul tertulis:

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG TENTANG

PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH

KABUPATEN REJANG LEBONG”

Seharusnya:

PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN LALU

LINTAS JALAN

Penjelasan :

Rumusan yang baik dan efektif tidak menyebutkan nama Daerah

Kabupaten lagi, karena sudah pasti bahwa Peraturan Daerah tersebut

adalah Peraturan Daerah Rejang Lebong.

6.2.Pembukaan

6.2.1. Konsideran

Pada konsideran menimbang huruf c tertulis:

”bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a

dan b di atas perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah”

Sebaiknya:

Rumusan yang tepat adalah :”bahwa berdasarkan pertimbangan

sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu

membentuk Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan lalu lintas

jalan”.

Page 148: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

137

Penjelasan:

Untuk pengacuan beberapa abjad diatas maka kata “Huruf” harus

ditulis di depan sitiap abjat dan sebaiknya gunakan kalimat aktif

bukan kalimat atau kata pasif “ me” bukan “di” .Kemudian Jika

Perda yang di bentuk tersebut merupakan perintah pembentukan dari

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi gunakan kata

“...Membentuk Peraturan Daerah tentang... ”. Jika merupakan

usulan inisiatif dari Pemerintahan Kabupaten Gunakan

“ ...Menetapkan Peraturan Daerah tentang...”

6.2.2 Dasar Hukum

Pada dasar hukum , mengingat : belum juga dimasukkannya Pasal 18

ayat (6) Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Dasar Hukum

Konstitusional pada Peraturan Daerah.

Sebaiknya :

Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945

tetap dimasukkan sebagai dasar hukum diurutan pertama pada

konsideran Mengingat pada Peraturan Daerah .

Penjelasan :

Sebagaimana pada penjelasan terdahulu bahwa Pasal 18 ayat (6)

Undang-Undang dasar 1945 adalah landasan konstitusional yang

memberikan kewenangan/hak kepada Daerah provinsi,

kabupaten /kota untuk menetapkan Peraturan Daerah.122

122 Ibid Lampiran II angka 39

Page 149: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

138

Pada dasar hukum mengingat angka 1 sampai angka 13 masih

tertulis ” ....Lembaran Negara nomor.....”

Sebaiknya:

Rumusanya ”....Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor....Tahun.... ,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor.... Tahun....”

Penjelasan :

Penulisan Dasar Hukum Peraturan Perundang-undangan yang

digunakan sebagai dasar hukum Peraturan Daerah, adalah dasar

kewenangan pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Undang-

Undang Tentang Pembentukan Daerah dan Undang-Undang tentang

Pemerintahan Daerah serta peraturan Perundang-undangan yang

tingkatannnya sama atau lebih tinggi yang memerintahkan secara

jelas atau mendelegasikan kepada Peraturan Daerah. Peraturan

Perundang-undangan meskipun lebih tinggi dari Peraturan Daerah,

apabila tidak secara jelas memerintahkan atau mendelegasikan

kewenangannnya kepada Peraturan Daerah, maka tidak boleh

dimasukkan sebagai dasar hukum pada pembukaan Peraturan

Daerah.

6.2.3. Diktum

Pada diktum Menetapkan tertulis:

Page 150: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

139

Menetapkan :PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG

LEBONG TENTANG PENYELENGGARAAN

LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH

KABUPATEN REJANG LEBONG”

Seharusnya :

Rumusan yang tepat adalah :

Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG

PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN”

Penjelasan:

Rumusan Jenis dan nama yang tercantum dalam judul Peraturan

Daerah dicantumkan lagi setelah kata menetapkan tanpa frasa

Provinsi, Kabupaten/Kota, serta ditulis seluruhnya dengan huruf

kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik.123

6.3. Batang Tubuh

6.3.1. di dalam Pasal 3 ayat (3), Pasal 4 ayat (3), Pasal 5 ayat (2) tertulis:

”...sebagaimana dimaksud ayat ......

Seharusnya

Rumusan yang tepat adalah

”...sebagaimana dimaksud pada ayat ....

Penjelasan:

Sebagaimana ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan , untuk

123 .Ibid Lampiran II angka 59

Page 151: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

140

penulisan Pengacuan gunakan kata/frasa ”Dalam ” untuk pengacuan

sebelum kata “Pasal”, dan Gunakan kata/frasa :”Pada” untuk

pengacuan di depan kata/frasa “ayat”. Hal ini menunjukkan bahwa

Makna bahwa Frasa/Kata ”dalam”, pada kata dalam Pasal masih

banyak berisi ayat- ayat atau bagian lainnya yang bisa saja berbeda

substansi ayat yang satu dengan ayat yang lain, sedangkan

Penggunaan Kata/Frasa ”Pada di depan Ayat Mengandung makna

bahwa pengacuan itu langsung pada ayat tersebut.

6.3.2.di dalam Pasal 3, Pasal4, Pasal 5, Pasal 7 Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10,

Pasal 11 dan Pasal 13 pada bagian ayat ayatnya tertulis:

”....diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati:

Sebaiknya:

Rumusan yang tepat adalah”..... diatur dengan Peraturan Bupati.”

Penjelasan:

Dalam hal pendelegasian wewenang dari suatu Peraturan Daerah

Kabupaten ke peraturan dibawahnya, jika memang dalam hal yang

bersifat mengenai pengaturan lebih lanjut, gunakan kata Peraturan

Bupati, tidak menggunakan kata Keputusan Bupati, karena yang

namanya Keputusan/beischiking adalah yang bersifat keputusan,

yang bersifat individual, konkrit dan final. Sedangkan untuk

pengatur masyarakat yang masih bersifat umum belum menjurus

Page 152: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

141

kepada orang atau badan hukum tertentu gunakan kata ”Peraturan”

bukan ”Keputusan”.

6.3.3.Dalam Pasal 25 ayat (1) mengenai ketentuan Pidana tertulis:

(1) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 20

ayat (2) huruf a,b,c dan d diancam dengan hukuman kurungan

dan/atau denda sesuai dengan ketentuan perundang-undangan

yang berlaku.

(2) Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 20 ayat (2) huruf e

dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan

atau denda sebanyak-banyaknya Rp.1.000.000,(satu juta rupiah)

Seharusnya:

Rumusan Pasal mengenai pelanggaran adalah dalam Pasal 21

bukan Pasal 20

Penjelasan:

Dalam merumuskan Ketentuan Pidana harus jelas rumusannya

tidak boleh kabur Pengertiannnya. Kemudian di dalam

merumuskan ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas

norma larangan atau norma pemerintah yang dilanggar dan

menyebutkan Pasal atau beberapa Pasal yang memuat norma

tersebut.124 .Selanjutnya rumusan ketentuan pidana harus

menyatakan secara tegas pula kualifikasi pidana yang dijatuhkan

124 Ibid lampiran II angka 120.

Page 153: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

142

bersifat kumulatif, alternatif atau kumulatif alternatif.125 Jadi

Rumusan Pasal 21 ayat (1) huruf a, hurub b, huruf c, dan

huruf d dirumuskan mengenai ancaman hukuman kurungan

dan/atau dendanya. Kemudian untuk penentuaan lamanya

pidana atau banyaknya denda perlu dipertimbangkan mengenai

dampak yang ditimbulkan oleh tindak pidana dalam masyarakat

serta kesalahan pelaku.126 Untuk rumusan sanksi kurungan pada

Peraturan Daerah sebaiknya tidak menggunakan kata ”sebanyak

banyaknya” akan tetapi menggunakan rumusan kata “Paling”,

untuk menyatakan pengertian maksimum, dalam menentukan

ancaman pidana atau batasan waktu, dan gunakan kata/frasa

paling singkat atau paling lama untuk menyatakan jangka

waktu127. Kemudian di dalam penentuan sanksi pidana dalam

suatu Peraturan Daerah tidak hanya batas hukuman kurungan

paling lama dan denda paling banyak saja, akan lebih baik juga

memuat ketentuan sanksi pidana kurungan paling singkat dan

sanksi pidana denda paling sedikit agar tuntutan hukuman

pidana yang dijatuhkan menjadi efektif.

6.4. Ketentuan Penutup

6.4.1.Dalam Pasal 26 tertulis :

125 Ibid lampiran II angka 122126 Ibid lampiran II angka 114.127 Ibid lampiran II angka 255-256

Page 154: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

143

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang

mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan

keputusan Bupati.

Sebaiknya:

Rumusan yang tepat adalah: Hal-hal yang belum diatur dalam

Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya

akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Penjelasan:

Untuk pendelegasian suatu kewenangan kepada aturan yang

lebih rendah, maka harus tepat. Untuk mendelegasikan

kewenangan Peraturan Daerah kepada Peraturan di bawahnya

sepanjang masih bersifat pengaturan Maka gunakan Peraturan

Gubernur, Bupati/walikota. Bukan keputusan Gubernur,

Bupati/Walikota. Jika Pendelegasian dari suatu peraturan

Daerah untuk menunjuk sesuatu yang sudah final, individual

dan konkrit maka gunakan Penetapan/beschikking baik itu

keputusan Guberur, Keputusan Bupati atau Keputusan Walikota.

Karena keputusan yang dikeluarkan oleh Gubernur,

Bupati/Walikota adalah suatu penetapan tertulis yang

dikeluarkan oleh Badan atau pejabat Tata Usaha Negara

berdasarkan Peraturan Perundang-undangan., yang bersifat

konkrit, indivudual dan final, yang menimbulkan akibat hukum

Page 155: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

144

bagi seseorang atau badan hukum perdata128. Oleh karena itu

tidaklah tepat apabila ada aturan yang didelegasikan yang

bersifat pengaturan yang objeknya bukan seseorang atau badan

hukum diatur di dalam suatu penetapan/beschikking. Akan teapi

yang tepat adalah dengan memasukkannya dalam Peraturan

Bupati apabila hal itu merupakan pelimpahan atau delegasi dari

Peraturan Daerah Kabupaten.

6.4.2.Dalam Pasal 27 pada bagian terakhir rumusan kata tertulis:

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan

Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan Penempatannya

dalam Lembaran Daerah Kabupaten Rejang Lebong.

Sebaiknya:

Rumusan yang tepat perintah Pengundangan dan penempatan

Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah yang tepat adalah:

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan Penempantannya

dalam Lembaran Daerah Kabupaten Rejang Lebong.129

Penjelaan:

128 Isi pasal 1Butir 3 Undang Undang Nomor 9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara129 Ibid Lampiran II angka 162.contoh rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Daerah atau Berita Daerah.

Page 156: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

145

Untuk tidak menimbulkan salah penafsiran dalam perintah

Pengundangan Peraturan daerah hindari penggunaan Kata

”Dapat” dalam kalimat bagian akhir Pengundangan, Kata atau

frasa ”dapat” pada kalimat tersebut membuat kalimat menjadi

tidak baku dan bertentangan dengan kaidah tata bahasa

Indonesia yang baku. Seharusnya tidak menggunakan kata atau

frasa yang artinya tidak menentu atau konteknya dalam kalimat

yang tidak jelas.130 . Penggunaan kata atau frasa ”dapat”

mengandung arti suatu diskresi/kewenangan tertentu yang

melekat kepada yang dituju baik pada lembaga, institusi,

jabatan atau yang lainnya. Apabila penggunaan kata ”dapat”

dalam suatu kalimat tertentu yang tidak tepat akan

mengaburkan makna atau keinginan yang dituju oleh Peraturan

Daerah menjadi tidak tercapai.

6.4.3.Pada rumusan penandatangan pengesahan Peraturan Daerah

tertulis:

Disahkan di curup

Pada tanggal 8 Obtober 2007

Sebaiknya :

Rumusan yang tepat adalah :

Ditetapkan di Curup

130 Ibid Lampiran II angka 246.

Page 157: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

146

Pada tanggal 8 Oktober 2007

Penjelasan:

Untuk konsistensi di dalam penulisan rumusan pengesahan

atau penetapan Peraturan Daerah gunakan kata ’”ditetapkan”

”bukan disahkan” . rumusan tempat dan tanggal penetapan

yang diletakkan sebelah kanan 131. Sesuai dengan ketentuan

BAB IV huruf L Bentuk rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota Pada Lampiran II Undang Undang Nomor 12

Tahun 2011.

MATRIK

ANALISIS PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG

YANG BERTENTANGAN DENGAN TEKNIS PENYUSUNAN PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

131 Ibid Lampiran II angka 165.

Page 158: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

147

No

Peraturan Daerah Tertulis Seharusnya keterangan

1 PERATURAN DAERAH NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN TATA PENGAJUAN ,PENYERAHAN SERTA PELAPORAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN PARTAI POLITIK DI KABUPATEN REJANG LEBONG

konsideran menimbang

bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik perlu ditetapkan dengan Peraturan daerah

konsideran menimbang

bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2005 tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Bantuan Keuangan kepada Partai Politik dan tata Pengajuan, penyerahan serta Pelaporan bantuan Keuangan Partai politik

Judul perda perda dimasukakan pada permbukaan konsideran menimbang agar substansi perda jelas

Pada Dasar hukum

(Lembaran Negara Tahun.....Nomor....)

Pada Dasar hukum

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun..... Nomor......,Tambahan lembaran Negara Tahun .......Nomor......)

Tidak memasukan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 sebagai dasar hukum.

memasukan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 sebagai dasar hukum

Sesuai Ketentuan angka 39 lampiran II Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011

Diktum:

.... Kabupaten Rejang Lebong...

Diktum:

Di hapus/tidak di masukkan

Pasal 2

...sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pasal 2

...sesuai Peraturan Perundang-undangan

Kata Yang berlaku di hapus

Pasal 3

...pada Pasal 2 diatas.

Pasal 3

...dalam Pasal 2

Untuk pengacuan Pasal sebelumnya,

Page 159: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

148

gunakan kata Dalam di depan Pasal dan untuk di depan ayat gunakan kata pada

Pasal 3

......sesuai dengan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

......sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.

Hilangkan kata-kata yang berlaku karena kata tersebut memuat kalimat menjadi tidak baku

Pasal 3 ayat (2)

Besaran bantuan keuangan kepada Partai politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini di tetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Tentang APBD yang selanjutnya di atur dengan Keputusan Bupati.

Pada pasal 3 ayat (2)

Besaran bantuan keuangan kepada Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong tentang APBD.

Pengaturan yang bersifat umum gunakan Perda dan bersifat khusus, individual dan final gunakan Keputusan.

Pasal 9....sebagaimana dimaksud pada Pasal 8

Pasal 9....sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8

BAB VII

KETENTUAN LAIN- LAIN

BAB VII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 13 ayat (1)

...akan ditetapkan oleh keputusan Bupati Rejang Lebong

Pasal 13 ayat (1)

...diatur dengan Peraturan Bupati Rejang Lebong

Pada Penutup

KETENTUAN PENUTUP

Pada Penutup

PENUTUPPasal 14 ayat (2)

Agar setiap orang dapat mengetahuinya....

Pasal 14 ayat (2)

Agar setiap orang mengetahuinya....

Hilangkan kata”dapat” karena akan menimbulkan ketidak pastian makna isi Pasal.

2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Pada JudulLARANGAN

Pada JudulLARANGAN

Tidak perlu memasukkan

Page 160: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

149

REJANG LEBONG NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTAG LARANGAN PELACURAN DALAM KABUPATEN REJANG LEBONG

PELACURAN DALAM KABUPATEN REJANG LEBONG

PELACURAN nama Kabupaten

Konsideran Hurup c

bahwa untuk memenuhi kepentingan sebagaimana dimaksud huruf a dan b di atas, perlu diatur dan ditetapkan Peraturan Daerah mengenai Larangan Pelacuran Dalam Kabupaten Rejang Lebong

Konsideran hurup c

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang larangan Pelacuran

Dasar hukum angka 1 s/d 14

...(Lembaran Negara Tahun...)

Dasar hukum angka 1 s/d 14

...(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun...nomor..... dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun....nomor...dan)

Dasar hukum

Tidak ada Pasal 18 ayat (6) UUD 1945

Dasar hukum

Memasukkan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945

Dasar hukum angka 8

Undang undang nomo 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 yang telah ditetapkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 menjadi Undang-undang ( Lembaran Negara Tahun 2005 nomor 108, Tambahan lembaran Negara Nomor 4548)

Dasar dukum angka 8

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah ( lembaran Negara Republik Indonesia

Penulisan Lembaran Negara Republik Indonesia dan tambahan lembaran Negara Republik Indonesia harus di tulis lengkap beserta nomornya.tidak boleh di potong-potong atau di dipenggal.

Page 161: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

150

Tahun 2005 Nomor 4493) yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548)

Diktum

M E M U T U S K A N

Diktum

MEMUTUSKAN

harus huruf kapital dan tidak boleh di beri spaci antar huruf

Diktum Menetapkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG TENTANG LARANGAN PELACURAN DALAM KABUPATEN REJANG LEBONG

Diktum menetapkan

PERATURAN DAERAH TENTANG LARANGAN PELACURAN

Tidak memasukkan nama Kabupaten

Pasal 4 ayat (2)

....sesuai dengan Ketentuan Peraturan yang berlaku

Pasal 4 ayat (2)

....sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

Pasal 5 ayat (2)

Pemerintah Daerah Mempunyai Kewenangan untuk mengadakan razia....

Pasal 5 ayat (2)

Pemerintah Daerah berwenang mengadakan razia....

Pasal 6 ayat (1)

Setiap anggota masyarakat mempunyai kewajiban untuk....

Pasal 6 ayat (1)

Setiap anggota masyarakat berkewajiban untuk.....

Pasal 10 ayat (1)

Selain oleh pejabat Penyidik Umum Penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud Peraturan Daerah

Pasal 10 ayat (1)

Selain oleh Pejabat Penyidik Umum Penyidikan atas tindak pidana

Page 162: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

151

ini dapat juga dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong yang pengangkatannnya ditetapkan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku

sebagaimana dimaksud Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( PPNS) dilingkungan Pemerintah Kabupaten Rejang Lebong.

Pasal 11

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati

Pasal 11

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Pasal 12

Agar setiap orang dapat mengetahuinya.....

Pasal 12

Agar setiap orang mengetahuinya....

Menghilang kan kata Dapat, untuk mempertegas dan menghilang kan kerancuan makna.

3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG KERJA SAMA DESA

Konsideran huruf a

.....maka Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong Nomor 41 Tahun 2002 tentang Kerja sama antara desa perlu dicabut

Konsideran huruf a

Rumusan tersebut tidak perlu di muat

Sudah di muat dalam BAB XI ketentuan Peralihan Pasal 14

Konsideran huruf b

bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a diatas, maka perlu ditetapkan kembali dengan Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong.

Konsideran huruf b

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu membentuk Peraturan Daerah tentang kerjasama Desa.

Dasar Hukum

Belum memasukkan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945

Dasar hukum

Memasukkan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945

Dasar Hukum angka 1- 9 Dasar Hukum angka

Page 163: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

152

(Lembaran Negara Tahun....nomor.....Tambah-an Lembaran Negara Tahun.....Nomor.....)

1- 9

(Lembaran Negara Republik Indonesia.... Tahun......Nomor.... Tambahan Lembaran Negara Tahun.....Nomor.....)

Diktum menetapkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG TENTANG KERJA SAMA DESA

Diktum menetapkan

PERATURAN DAERAH TENTANG KERJA SAMA DESA

Tidak perlu memasukkan nama daerah

Pasal 1 angka 10

Alokasi dana Desa adalah dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten untuk desa, yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima kabupaten.Pasal 1 Angka 11:Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APB Desa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, yang di tetapkan dengan Peraturan Desa

Pasal 1 angka 10 dan angka 11 sebaiknya di hapuskan/tidak di muat dalam perda

Ketentua umum tersebut tidak termuat dalam materi pokok yang diatur dalam pasal pasal selanjutnya.

Pasal 2 ayat (3)

....dalam ayat (2)

.....dapat dibentuk Badan Kerja sama Desa

Pasal 2 ayat (3)

......Pada ayat (2)

.....dapat membentuk Badan Kerja sama Desa

Penutup :Agar setiap orang dapat mengetahuinya....

Penutupsetiap orang mengetahuinya.....

4.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 24 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATA

Konsideran Huruf a

...maka peraturan daerah Kabupaten Rejang lebong Nomor 36 Tahun 2002 tentang Badan Perwakilan

Konsideran huruf a

rumusan tersebut tidak perlu dimuat dalam konsideran , akan tetapi

Page 164: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

153

N DESA Desa, perlu di cabut dimasukkan pada bab ketentuan Peralihan

Konsideran huruf b

bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a di atas, maka perlu ditetapkan kembali dengan Peraturan daerah Kabupaten Rejang Lebong

Konsideran huruf b

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu membentuk Peraturaan Daerah tentang Badan Permusyawaratan Desa

Konsideran tersebut baru memasukkan unsur yuridis seharus memasukkan unsur filosofis dan unsur sosilogis

Dasar hukum belum memasukkan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945

Memasukkan Pasal 18 ayat(6) sebagai dasar hukum bagian pertama

Pasal tersebut merupakan landasan konstitusional pembentukan PERDA

Dasar hukum 1-9

....(Lembaran Negara Tahun .....Nomor..... Tambahan Lembaran Negara Tahun......Nomor....)

Dasar hukum

....(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun....Nomor.....,Tam-bahan lembarana Negara Republik Indonesia Tahun..... Nomor.....)

Penulisan Lembaran Negara Republik Indonesia tidak boleh dihilang harus lengkap

Diktum

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

Diktum

PERATURAN DAERAH TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA.

Tidak perlu menyebutkan nama propinsi, kabupaten/ kota, serta penulisannya huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik

Pasal 1 angka 9

Alokasi dana desa adalah dana yang dialokasikan oleh pemerintah Kabupaten untuk desa, yang bersumber dari bagian dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten.

Pasal 1 angka 9

Dihilangkan saja dari Pasal 1

Tidak termasuk dalam pasal-pasal selanjutnya dan tidak mencerminkan substansi materi muatan dalam batang tubuh.

Pasal 1 angka 11

Peraturan Desa adalah

Pasal 1 ayat 11

Peraturan Kepala

Di dalam UU NO 10 tahun 2004 Peraturan

Page 165: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

154

Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama Kepala Desa

desa adalah keputusan yang dibuat oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama Kepala Desa.

desa Masuk dalam bagian dari Peraturan daerah, namun UU tersebut sudah di cabut dengan UU nomor 12 Tahun 2011, Peraturan Desa Tidak termasuk dalam hirarki Peraturan perundang Undangan.

Pasal 3

BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat

Pasal 3

BPD berfungsi menetapkan Peraturan kepala Desa bersama kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat

Pasal 4

BPD mempunyai tugas dan wewenang

Pasal 4

BPD bertugas dan berwenang

Gunakan kalimat aktif dan kata/frasa yang baku dan konsisten

Pasal 5

BPD mempunyai hak

Pasal 5

BPD berhak

Pasal 6

Anggota BPD mempunyai hak

Pasal 6

Anggota BPD berhak

Pasal 7

Anggota BPD mempunyai Kewajiban

Pasal 7

Anggota BPD berkewajiban

Pasal 8 ayat (1)

BPD Mempunyai Kewajiban menyampaikan....

Pasal 8 ayat (1)

BPD berkewajiban menyampaikan....

Pasal 9 ayat (3) huruf a

Pendidikan sekurang-

Pasal 9 ayat (3) huruf a

Ukuran Pendidikan yang ada :

Page 166: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

155

kurangnya.... Pendidikan serendah-rendahnya

rendah, menengah dan tinggi

Pasal 13 ayat (3)

Dalam hal tertentu rapat BPD dinyatakan sah....

Pasal 13 ayat (3)

Rumusan kata/frasa Dalam hal tertentu seharusnya di jelaskan atau diuraikan kriterianya

Bila tidak di uraikan atau dijelaskan maka makna hal tertentu tersebut menimbulkan multi tafsir.

Pasal 19 ayat (3)

Anggota BPD yang diberhentikan harus mendapatkan persetujuan 2/3 jumlah anggota BPD

Pasal 19 ayat (3)

Anggota BPD yang diusulkan untuk diberhentikan harus mendapatkan persetujuan 2/3 jumlah anggota BPD

Tafsir di berhentikan bmakna sudah terjadi rpemberhen tian ,sedangkan maksud pasal 19 tersebut masih dalam proses.

Pasal 24 ayat (1)

Tindakan Penyidikan terhadap anggota dan pimpinan, dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Bupati.

Pasal 24 ayat (1)

Dihilangkan/di hapus saja.

Tidak ada pendelegasian wewenang dari UU kepada Bupati mengenai persetujuan tertulis dari bupati terlebih dahulu dalam penyidikan anggota dan Pimpianan BPD

Pasal 25 ayat (1)

Ketentuan lebih lanjut mengenai BPD ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Rumusan pasal tersebut karena mengenai BPD masih bersifat umum, tetap diatur didalam perda Kabupaten Rejang Lebong.

Ketentuan Peralihan

Tidak dimasukkannnya penghapusan Perda Nomor 36 tahun 2002 tentang Badan Perwakilan Desa.

KetentuanPeralihan

Seharusnya Memasukkan dalam ketentuan peralihan mengenai pencabutan Perda Nomor 36 Tahun Tahun 2002 tentang Badan Perwakilan Desa.

Rumusan mengenai Pencabutan Peraturan Daerah tidak dimasukkan dalam konsideran. menimbang pada Peraturan

Page 167: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

156

daerah, melainkan dalam ketentuan peralihan.

Pasal 29

Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini maka semua ketentuan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku

Pasal 29

Pada saat berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua ketentuan dalam Peraturan Daerah yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 29 ayat (2)

Hal-hal belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati sepanjang mengenai pelaksanaanya.

Pasal 29 ayat (2)

Hal-hal yang berkaita dengan teknis pelaksanaan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati

Tidak tepat menggunakan kata/frasa Keputusan Bupati karena substansinya masih bersifat pengaturan,maka gunakan kata/Frasa Peraturan Bupati

5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 29 TAHUN 2006 TENTANG KEPALA DESA SEBAGAI PEMANGKU KAWASAN HUTAN

Konsideran huruf b

Hutan adalah sebagai salah satu penentu sistem penyanggah kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, oleh karean itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal

konsideran huruf b tersebut dihilangkan saja

Konsideran huruf b sudah termasuk dalam rumusan konsideran huruf a. Sebaiknya rumusan konsideran cukup 3 (tiga) alinia saja yang mengandung unsur sosiologis, filosofis dan yuridis serta setiap pokok pikiran dirumuskan dalam rangkaian

Page 168: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

157

kalimat satu kesatuan pemikiran

Konsideran huruf d

bahwa untuk melaksanakan sebagaimana pada huruf a,b dan c di atas, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

Konsideran huruf d

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai- mana dimaksud dengan huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Kepala Desa sebagai Pemangku Kawasan hutan;

Gunakan kalimat aktif di tetapkan menjadi menetapkan, dan juga substansi/materi Peraturan Daerah tetap di tulis

Dasar Hukum

Belum memuat Pasal 18 ayat (6) sebagai Dasar Hukum

Dasar Hukum

Memasukkan Pasal 18 Ayat (6) UUD 1945 sebagai dasar Hukum

Pasal tersebut adalah dasar hukum secara konstitusional yang mendelegasi kan kewenangan kepada daerah otonomi untuk menetapkan peraturan daerah

Dasar hukum angka 1-13

(Lembaran Negara Tahun.......Nomor.......).

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun...... Nomor.............., Tambahan Lembaran Tahun............Nomor...)

Diktum menetapkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG TENTANG KEPALA DESA SEBAGAI PEMANGKU KAWASAN HUTAN

Diktum menetapkan

PERATURAN DAERAH TENTANG KEPALA DESA SEBAGAI PEMANGKU KAWASAN HUTAN

Tidak perlu memasukan nama kabupaten

Pasal 1 angka 13 Pasal 1 angka 13 Untuk penulisan

Page 169: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

158

Badan Perwakilan desa (BPD) adalah badan yang dibentuk untuk mengawasi jalannnya pemerintahan ditingkat desa.

Badan Perwakilan Desa untuk selanjutnya disingkat BPD adalah Badan yang dibentuk untuk mengawasi jalannnya pemerintahan di tingkat desa.

telanjutnya dalam pasal- pasal selanjutnya cukup ditulis kata/frasa BPD

Pasal 6

(2)Kewajiban kepala desa..

Pasal 6

Kepala Desa berkewajiban....

Tidak perlu di tulis ayat (2). Konsisten menggunakan rumusan subjek –predikat- objek-keterangan (SPOK)

Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3)

tertulis mengenai tugas Badan Perwakilan Desa. dan tugas Camat yang berkaitan dengan Pengamanan hutan.

Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3)

harus dihilangkan atau di hapuskan saja.

Substansi Perda adalah mengenai. kepala Desa bukan tugas BPD dan tugas camat.

Pasal 8 dan Pasal 10

Kepala Desa dan camat mempunyai wewenang....

Pasal 8 dan pasal 10

Kepala desa Berwenang...

Untuk konsistensi kata mempunyai wewenang di tulis berwenang, kata mempunyai hak di tulis berhak.

Pasal 15

Kepala Desa dan Camat sebagai penanggung jawab pengamanan hutan diwilayahnya, dikut sertakan pula sebagai penyidik dalam kasus-kasus kehutanan ditingkat desa dan kecamatan.

Pasal 15

Dihapus.

Tidak ada pendelegasian dari UU (KUHAP) kepada Perda yang mengatur Kepala Desa sebagai penyidik atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

Pasal 16

Penyididk ditingkat desa dan kecamatan (kepala desa dan camat) memberitahu dimulainya penyidikan dan menyerahkan hasil penyidikannya kepada

Pasal 16

Dihapus

Page 170: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

159

penuntut umum, untuk diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17

Barang siapa yang dengan sengaja merusak hutan, maka akan diberikan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 17

Harus lebih jelas dan konkrit.

Harus jelas definisi merusak, kriterai merusak hutan agar tafsinta jelas tidak kabur

Pasal 18

Setiap perbuatan melanggar hukum yang diatur dalam peraturan. daerah ini, mewajibkan kepada pelanggar untuk membayar ganti rugi sesuai dengan tingkat pencemaran dan atau kerusakan hutan.

Pasal 18

harus jelas dan konkrit

Perbuatan melanggar hukum harus jelas rumusannnya dan harus di muat di dalam Perda tersebut.

Pasal 19

Bagi pemegang izin dibidang kehutanan diberi sanksi administrasi apabila melanggar ketentuan yang telah di tetapkan.

Pasal 19

Rumusan bentuk bentuk sanksi harus jelas dan rinci termasuk kriteria sanksi juga harus jelas diatur.

Bentuk sanksi administrasi itu banyak: bisa pencabutan izin, penutupan usaha , denda

Pasal 20

Dengan ditetapkannnya Peraturan daerah ini, maka segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang masih ada masih tetap berlaku sepanjang belum diatur dalam peraturan ini

Pasal 20

Dengan ditetapkannnya Peraturan Daerah ini, maka segala Peraturan Paerah yang ada masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini

Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dari perda itu banyak , tidak dapat dibatalkan oleh perda.

Pasal 21

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaanya di atur lebih

Pasal 21

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan daerah ini, sepanjang mengenai

Page 171: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

160

lanjut dengan Keputusan Bupati

teknis pelaksanaanya di atur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati Bupati

Ketentuan penutupPasal 22

Disahkan di Curup

Ketentuan penutupPasal 22

Ditetapkan di Curup

Untuk konsistensi:peraturan daerah gunakan fkata/frasa “ditetapkan”.

6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 17 TAHUN 2007TENTANG PENYELENGGRAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG

Judul

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG TENTANG PENYELENGGRAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG

Judul

PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI

Nama kabupaten tidak perlu di sebutkan

Konsideran

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b di atas perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah

Konsideran

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan huruf b perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang penyelenggaraan lalu Lintas jalan

Tidak memasukan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 sebagai dasar hukum;

memasukan Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 sebagai dasar hukum;

Sesuai Ketentuan angka 39 lampiran II Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dasar hukum

(Lembaran Negara angka 1sampai angka13 :Lembaran Negara tahun....Nomor.....

Dasar hukum(Lembaran Negara angka 1sampai angka13 :Lembaran Negara Republik Indonesia

Page 172: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

161

Tambahan Lembaran Negara Nomor......)

Tahun....Nomor..... Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor......)

Diktum menetapkan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG TENTANG PENYELELNGGARAAN LALU LINTAS JALAN DI WILAYAH KABUPATEN REJANG LEBONG

Diktum menetapkan

PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN LALU LINTAS JALAN

Pasal 3 ayat (3), pasal 4 ayat (3), pasal 5 ayat (2) :

...sebagaimana dimaksud ayat.....

Pasal 3 ayat (3), Pasal 4 ayat (3), pasal 5 ayat (2) :

.....sebagaimana dimaksud pada ayat....

Pengacuan Pasal gunakan kata/frasa “Dalam” di depan Pasal dan pengacuan ayat gunakan kata kata “Pada” di depan ayat

Pasal 3, pasal 4, Pasal 5, pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 11 dan Pasal 13 :

......diatur lebih lanjut dengan keputusan bupati

Pasal 3, pasal 4, Pasal 5, pasal 7, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 11 dan Pasal 13 :

......diatur dengan Peraturan bupati

Pasal 25 ayat (1)

Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) huruf a,b,c dan d diancam dengan hukuman kurungan dan/atau denda sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 25 ayat (1)

Rumusan pasal mengenai pelanggaran dalam Pasal 21 bukan Pasal 20

rumusan Pasal ini masih kabur apakah bentuk hukuman pelanggaran bersifat kumulatif atau alternatif,

Pasal 26

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan keputusan Bupati.

Pasal 26

Hal- hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis Pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.

Page 173: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

162

Pasal 27

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan Penempatannya dalam Lembaran daerah Kabupaten Rejang Lebong

Pasal 27

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan Pengundangan Peraturan Daerah ini dengan Penempatannya dalam Lembaran daerah Kabupaten Rejang Lebong

Bab V

Ketentuan PenutupDisahkan di Curup

Bab V

PENUTUPDitetapkan di Curup

Untuk konsistensi :Kata di sahkan untuk Undang Undang sedangkan kata Di tetapkan untuk PERPU.PP, PERPRES dan PERDA

Page 174: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

163

B. SEBAB-SEBAB TETAP DITERAPKANNYA PERATURAN

KABUPATEN REJANG LEBONG YANG BERTENTANGAN

DENGAN TEHNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN

Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong yang bertentangan

atau bermasalah dari aspek tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-

undangan masih tetap diterapkan atau diberlakukan. Adalah menjadi

penting untuk mengetahui mengapa Peraturan Daerah yang bertentangan,

bermasalah tersebut masih diterapkan dan belum diupayakan untuk

diadakan perubahan atau revisi oleh pemerintah Kabupaten Rejang lebong.

Pertentangan atau permasalahan yang ditemukan yakni pertentangan

dari aspek judul, pertentangan atau bermasalah dari aspek pembukaan yang

meliputi frase Dengan Rahmat Tuhan Yang maha Esa, jabatan pembentuk

peraturan perundang-undangan, konsideran, dasar hukum, diktum,

pertentangan dari batang tubuh meliputi permasalahan atau permasalahan

pada ketentuan umum, materi pokok yang diatur, ketentuan pidana,

ketentuan peralihan dan ketentuan penutup dan permasalahan pada bagian

penutup.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,

menyebutkan bahwa materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan

Page 175: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

164

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, berisi materi muatan dalam rangka

penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung

kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi. Selain dari itu, Peraturan Daerah

juga dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi.132 Berkaitan dengan hal tersebut,

maka semua Peraturan Daerah tak terkecuali Peraturan Daerah Kabupaten

Rejang Lebong tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi.

Untuk menghindari pertentangan yang timbul di dalam teknik

penyusunan Peraturan Daerah, maka yang menjadi dasar hukum secara

yuridis formal di dalam hal teknik penyusunan Peraturan Perundang-

Undangan adalah Pasal 64 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang tertulis sebagai berikut:

(1) Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dilakukan

sesuai dengan tehnik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan

(2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan Peraturan Perundang-

undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam

lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-

Undang ini.

132 Isi Pasal 136 ayat 4 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah .

Page 176: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

165

(3) Ketentuan mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan

Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diatur dengan Peraturan Presiden.

Berkaitan dengan itu, maka di dalam pembentukan Peraturan

Daerah Kabupaten Rejang Lebong, maka ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 64 menjadi dasar yang harus dipedomani yang jelas

mengatakan Bahwa lampiran II dari Undang-Undang tersebut merupakan

bagian yang tidak terpisahkan. Hal tersebut menjelaskan bahwa kedudukan

Lampiran II dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 adalah menjadi

satu kesatuan dengan Undang-Undang ini dan mempunyai kedudukan yang

sama dengan Undang-undangnya. Maka di dalam pembentukan Peraturan

Daerah Kabupaten Rejang Lebong, Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011

haruslah menjadi acuan, pedoman dan landasan secara yuridis di dalam

teknik penyusunan Peraturan Daerah.

Secara normatif teknik penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten

Rejang Lebong tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam lampiran

II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undanganan. Namun kenyataannya setelah dianalisis ditemui

pertentangan/ permasalahan dari aspek teknik penyusuanan Peraturan

Daerah sebagaimana yang ditentukan di dalam Peraturan Perundang-

Undangan .

Page 177: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

166

Selanjutnya yang perlu diketahui adalah bagaimana akibat hukum dari

penerapan Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong yang bermasalah

dari aspek tehnik penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan mengapa

masih tetap diterapkan.

Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong yang sudah ditetapkan

dengan ditandatangani oleh Bupati Kabupaten Rejang Lebong secara

Hukum Administrasi Negara adalah sah menjadi salah satu Peraturan

Perundang-Undangan, karena telah ditandatangani oleh Bupati. Bupati

berdasarkan Peraturan Perundang-undangan memiliki kewenangan atribusi

yang melekat pada jabatan tersebut yang salah satunya adalah menetapkan

Peraturan Daerah setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan

Rakyat Daerah atau DPRD133, Peraturan Daerah kabupaten Rejang lebong

itu secara formal menjadi Sah dalam hal ini bila telah ditandatangani oleh

Bupati Rejang Lebong sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2011 dalam Pasal 80 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-Undangan sebagaimana tertulis; ”Ketentuan mengenai penetapan

Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

78 dan Pasal 79 berlaku secara mutatis dan mutandis terhadap penetapan

Peraturan Daerah kabupaten/Kota.” Pada Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2)

tertulis :

“(1) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaiamana dimaksud dalam Pasal 78 ditetapkan oleh Gubernur dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

133 Isi pasal 136 ayat (1) Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Page 178: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

167

sejak Rancangan Peraturan Daerah provinsi tersebut disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan Gubernur”

(2) Dalam Hal Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) tidak di tanda tangani oleh Gubrnur dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui bersama, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut sah menjadi Peraturan Daerah provinsi dan wajib diundangkan. “

Pasal tersebut diatas berarti mengandung makna bahwa Rancangan

Peraturan Daerah Provinsi yang ditetapkan oleh Gubernur dengan

membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga

puluh) hari sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui

oleh DPRD Provinsi dan Gubernur. Berlaku juga ketentuan tersebut

terhadap Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang telah di tanda tangani oleh

Bupati/walikota, dan juga Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut

setelah lebih dari 30 (tiga puluh) hari belum juga di tanda tangani oleh

gubernur, sejak Rancangan Peraturan Daerah Provinsi tersebut disetujui

bersama, rancangan Peraturan daerah tersebut sah menjadi Peraturan daerah

Provinsi.134 ketentuan aturan tersebut secara mutatis dan mutandis berlaku

juga juga dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Peraturan Daerah baik itu Peraturan Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota

yang telah ditetapkan oleb Gubernur, Bupati/Walikota secara yuridis sah

menjadi Peraturan Perundang-Undangan, Kemudian harus diundangkan di

dalam Lembaran Daerah sebagaimana ketentuan yang mengaturnya, yaitu

dalam Pasal 1 butir 12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

134 Isi Pasal 79 ayat (2) Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Page 179: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

168

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, yang menyatakan bahwa

pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam

Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita

Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran

Daerah, atau Berita Daerah.

Fungsi Pengundangan adalah agar setiap orang mengetahuinya,135

artinya suatu Peraturan Perundang-undangan mempunyai kekuatan Hukum

Mengikat, maksudnya meskipun suatu Peraturan Perundang-undangan itu

secara materil belum diketahui oleh masyarakat, tetap masyarakat dianggap

mengetahuinya. Dengan demikian diundangkannya Peraturan Perundang-

undangan dalam lembaran resmi, setiap orang dianggap telah

mengetahuinya dan Peraturan Perundang-undangan tersebut telah memiliki

kekuatan hukum mengikat secara umum. Ketika suatu Peraturan

Perundang-Undangan tersebut telah diundangkan, tidak ada alasan bagi

seseorang yang terkait dengan suatu Peraturan Perundang-undangan untuk

mengelak atau menolak suatu Peraturan Perundang-Undangan dengan

alasan tidak mengetahuinya, meskipun dalam hal berhubungan kebenaran

materil hal tersebut masih dapat diperdebatkan.

Terhadap Peraturan Daerah Kabupeten Rejang Lebong yang

bermasalah dari aspek teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan,

dari aspek keberlakuannnya tidak ada pengaruh karena Peraturan Daerah

135 Ibid Pasal 81

Page 180: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

169

Kabupaten Rejang Lebong tersebut sah ditetapkan oleh pejabat yang

berwenang yaitu Bupati Rejang Lebong dan telah di undangkan dalam

Lembaran Daerah Kabupaten Rejang Lebong, artinya Peraturan Daerah

tersebut tetap memiliki kekuatan hukum mengikat. Meskipun secara teknik

terdapat permasalahan-permasalahan dari aspek tehnik perumusan terhadap

undang-undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Secara substansi bisa saja ketentuan Dalam peraturan Daerah tersebut

bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

Di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan, tidak ada Pasal atau Ayat yang

menyatakan bahwa apabila suatu Peraturan Perundang-Undangan

bertentangan dalam teknik penyusunan Peraturan perundang-undangan

dinyatakan batal, tidak sah, atau dinyatakan tidak berlaku. Kemudian di

dalam Undang-Undang tersebut tidak memuat ketentuan sanksi terhadap

Peraturan Perundangan yang bertentangan dengan teknik penyusunan

penyusunan peraturan perundang undangan. Namun demikian Peraturan

Daerah Kabupaten Rejang Lebong yang bertentangan Undang Undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan tetap menjadi permasalahan karena secara Subtansi Peraturan

daerah tersebut sudah Bertentangan dengan kaidah-kaidah atau ketentuan

ketentuan yang seharusnya dipedomani dalam pembentukan Peraturan

Daerah Kabupaten Rejang Lebong sebagaimana diatur di dalam Undang-

Page 181: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

170

Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan. Sanksinya adalah apabila substansinya bertentangan dengan

Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi , maka dapat

dikesampingkan dan diuji materil pada Mahkamah Agung sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang tersebut Pasal 9 ayat (2) yang

berbunyi :;”Dalam suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-

undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya

dilakukan oleh Mahkamah Agung.

Secara toritis bahwa suatu peraturan Perundang-undangan apabila

substansinya bertentangan dengan peraturan perundang undangan yang

lebih tinggi, maka peraturan yang lebih rendah tersebut dapat

dikesampingkan. Dapat di kalahkan karena Peraturan Perundang undangan

yang lebih rendah merupakan penjabaran atau tindak lanjut dari peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak boleh bertentangan dengan

Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Kekuatan hukum suatu

Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki dari Peraturan

Perundang-undangan itu sendiri sebagaimana ketentuan yang mengatur hal

tersebut di dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam hal Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong yang

bermasalah secara materil, materi muatan yang meliputi asas atau norma

normanya dalam Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong tersebut

Page 182: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

171

apabila bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi maka dapat dikalahkan/dikesampingkan. Karena kekuatan hukumnya

dibawah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. 136 Namun

demikian secara formil apabila bertentangan dengan Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi, maka keberlakuanPeraturan Daerah Kabupaten

Rejang Lebong tersebut tetap Sah karena ditetapkan oleh Lembaga

berwenang dalam hal ini ditetapkan Bupati dan telah diundangkan dalam

Lembaran Daerah Kabupaten Rejang Lebong.

Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong yang bermasalah dalam

aspek teknik Penyusunan, tidak dapat dibiarkan saja, karena hal ini

bertentangan dari tujuan yang diinginkan oleh Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan. ini didasarkan pada pemikiran bahwa Negara

Indonesia adalah Negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek

kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan

termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan

sistem hukum nasional.137 Oleh karena itu Peraturan Daerah Kabupaten

Rejang Lebong tidak boleh bertentangan baik dari aspek substansi materi

maupun dalam aspek tehnik penyusunannya.

Selain dari itu apabila Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong

bermasalah dari aspek teknik Penyusunan Peraturan perundang –undangan,

maka tujuan yang diinginkan baik dari asas, materi muatan dari Peraturan

136 Ibid isi Pasal 7 ayat (2)137 Ibid, isi Penjelasan umum

Page 183: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

172

Daerah tersebut tidak terarah tidak memenuhi sasaran, bahkan tidak mampu

memenuhi apa yang diinginkan dari pembentuk Peraturan Daerah tersebut.

Oleh karena itu di dalam pembentukan Peraturan Daerah haruslah sesuai

dengan ketentuan dan norma-norma yang telah diatur di dalam undang

undang tentang pembentukan peraturan perundang-undangan.

Hal lainnya yang perlu untuk diperhatikan adalah terhadap Peraturan

Daerah Kabupaten Rejang Lebong yang bertentangan /bermasalah, masih

tetap diterapkan dan diperlakukan dan sampai saat ini belum diperbaiki atau

direvisi.

Masih diterapkannya Peraturan Daerah yang bermasalah dari aspek

teknik penyusunan Peraturan Daerah dapat disebabkan oleh :

1. Lemahnya sumber daya manusia di daerah yang bertugas dan berkaitan

langsung dalam menangani penyusunan Peraturan Daerah.;

2. Lemahnya pembinaan dan sosialisasi dari pusat ke daerah mengenai

Peraturan Perundang-Undangan;

3. Kurangnya keterlibatan masyarakat dalam penyusunan Peraturan

Daerah.138

Berkaitan dengan hal tersebut diatas, Sebenarnya Lemahnya Sumber

Daya Manusia di daerah sebagai menyebab tetap diterapkannya Peraturan

Daerah yang bertentang atau bermasalah pada angka 1 (satu)Tidak tepat

138 DWI ANDAYANI BS. Permasalahan Hukum dalam perancangan Peraturan Daerah. Di sampaikan pada Diklat” Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan “ di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia .pada tanggal 10 bulan Desember Tahun 2010.

Page 184: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

173

karena banyak SDM yang mampu, akan tetapi belum dimanfaatkan secara

Optimal, kurangya koordinasi dan kerja sama dengan Para Akademis dan

peneliti dan pemerhati masalah Hukum. Begitu juga penyebab Kurangnya

Keterlibatan masyarakat dalam Penyusunan Peraturan Daerah pada angka 3

(tiga) diatas sebagai salah satu penyebab tetap diterapkannya Peraturan

Daerah yang bermasalah, adalah kurang tepat, karena masyarakat itu

banyak dan masyarakat yang mana, yang lebih tepat adalah para pemerhati

masalah hukum dan kalangan para ahli dan peneliti yang berkaitan dengan

Perundang-undangan.

Untuk Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong yang bertentangan

atau bermasalah namun masih diterapkan, berdasarkan penelitian

penyebabnya selain sama dengan apa yang diuraikan di atas, akan tetapi

juga disebabkan oleh :

1. ketidak tahuan bahwa Peraturan Daerah tersebut bermasalah,

2. menganggap bahwa Peraturan Daerah yang bermasalah tersebut tidak

membatalkan Keberlakuannya

3. kurangnya dilibatkannya Para Peneliti, para ahli hukum dari kalangan

akademisi Universitas Bengkulu dan Para perancang peraturan

perundang-undangan/legar drafater dari kantor Wilayah Kementerian

Hukum dan HAM Bengkulu.

4. Keterbatasan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) yang

dialokasikan untuk pembentukan Peraturan Daerah.

Page 185: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

174

Kurangnya Anggaran di daerah ini menjadi Faktor utama

penyebab lahirnya Peraturan daerah yang bertentangan dengan Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi. Leading sector Bidang Hukum

yang menangani dalam Pembentukan Rancangan Peraturan daerah, telah

berupaya memasukkan usulan anggaran yang representatif dalam

pembentukan daerah yang digunakan untuk penelitian Hukum di dalam

pembuatan Naskah akademik Raperda yang melibatkan para ahli dan

kalangan akademisi dan perancang Peraturan Perundang Undangan,

namun usulan tersebut tidak diakomodasikan dalam Perda Anggaran

Daerah. akibatnya Rancangan Peraturan Daerah tersebut tidak melalui

kajian akademisi dan tidak melibatkan Pakar, ahli hukum dan legal

drafter, sehingga Peraturan Daerah tersebut secara formal banyak

Bertentangan dengan teknik Penyusunan Peraturan perundang-

undangan dan secara subtansi bertentangan dengan Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi.

Page 186: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan.

Berdasarkan rumusan permasalahan dalam penelitian dan hasil

penelitian serta pembahasan dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Bahwa konstruksi Peraturan Daerah Kabupaten Rejang Lebong yang

bertentangan dengan teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan

terjadi pada sistem Penyusunan dan perumusan kata/frasa, kalimat pada

bagian judul, pembukaan, jabatan pembentuk peraturan daerah,

konsideran, dasar hukum, diktum, batang tubuh, ketentuan umum, materi

yang diatur, rumusan ketentuan pidana, ketentuan peralihan, dan

ketentuan penutup, serta pertentangan pada penutup, bahkan secara

substansi Peraturan Daerah tersebut dalam Pasal-Pasal tertentu

bermasalah dari materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang lebih

tinggi.

2. Bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Rejang lebong yang bertentangan

dengan teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan tetap

diterapkan karena secara legal formal Peraturan Daerah tetap sah karena

dibentuk, ditetapkan oleh lembaga yang berwenang dan telah diundangkan

dalam Lembaran Daerah, namun secara substansi ketentuan –ketentuan

bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi

175

Page 187: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

176

batal demi hukum. Masih diterapkannya Peraturan Daerah yang

bermasalah tersebut disebabkan beberapa faktor antara lain Sumber Daya

Manusia (SDM) aparatur yang menjadi ujung tombak /leading sector

pembentuk Peraturan Daerah yang menguasai teknik perancangan

Peraturan Daerah/legal drafter masih rendah, tingkat kesadaran dan

perhatian Para pemerhati dan peneliti masalah Perundang-undangan

dalam Pembentukan Peraturan Daerah masih rendah serta kurangnya

Anggaran yang dialokasikan dalam pembentukan Peraturan Daerah .

2. SARAN

Berdasarkan rumusan permasalahan dalam penelitian dan hasil

penelitian serta pembahasan dapat d tarik suatu saran sebagai berikut:

1. Perlunya pengkajian/analisis lebih lanjut terhadap Peraturan Daerah

Kabupaten Rejang Lebong, baik dari aspek yuridis, sosiologis, filosofis,

dan teknik penyusunan serta substansi materi muatan peraturan daerah,

agar setelah menjadi Peraturan Daerah, menjadi Peraturan Daerah yang

efektif, tidak menimbulkan pertentangan dan permasalahan baik dari aspek

Teknik Penyusunan, formil dan materil serta memenuhi kebutuhan dan

rasa keadilan masyarakat. Karena tujuan dari dibentuknya Peraturan

Daerah tidak hanya untuk kepastian hukum/rech matigheid saja akan

tetapi juga agar masyarakat tahu dan harus dilaksanakan dengan tujuan

untuk kemanfaatan/dooel matigheid bagi masyarakat .

Page 188: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

177

2. Dalam Perancangan Peraturan Daerah Kbupaten Rejang lebong

melibatkan peran serta masyarakat luas terutama para pemerhati masalah

hukum, Peneliti hukum, para ahli hukum dari Akademisi dan para

perancang Peraturan perundang Undangan/legal drafter, karena

masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis

dalam pembentukan peraturan Perundang-undangan, sebagaimana diatur

dalam ketentuan Pasal 96, Pasal 98 dan Pasal 99 Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

agar Peraturan Daerah yang telah diundangkan tersebut nantinya tidak

bermasalah.

Page 189: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

DAFTAR PUSTAKA

a. Buku-Buku

---------------, Panduan Praktis Memahami Perancangan Praturan Daerah, Cappler Project, Jakarta, 2008.

AA.Oka Mahendra ,Permasalahan dan Kebijakan Penegakan Hukum, (artikel) Jurnal Legislati, vol 1 no 4 Jakarta 2004;

AA.Oka Mahendra, Reformasi pembangunan hukum dalam perspektif peraturan Perundang Undangan, Dep Hukum dan HAM, Jakarta. 2006.

Ade Saptomo, Pokok-Pokok Metodologi Penelitian Empiris Murni Sebuah Alternatif, Universitas Trisakti, Jakarta, 2009;

Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum cet 5, raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Dydiet Hardjito, Pemecahan Masalah Yang Analitik Otonomi Daerah Dalam Kerangka NKRI, Predana, Jakarta 2003.

Harun Alrasid, Naskah UUD 1945, Sesuadah Empat Kali Diubah Oleh MPR. Universitas Indonesia (UI Pres) Jakarta, 2007.

L.C Van der Vlies, Handboek Wetgeving(Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang Undangan), Alih Bahasa Linus Doludjawa, Dirjen PP Jakarta, 2005.

Jimly Asshiddigie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2007.

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah, Pasang Surut Hubungan Kewenangan Antara DPRD Dan Kepala Daerah, Alumni Bandung, ed. kedua cet. pertama Bandung, 2008.

MA.Loth, Recht Taal Een Kleine Metthodologie(Bahasa dan hukum sebuah metodologi kecil, alih bahasa Linus Doludjawa), Dirjen PP Jakarta, 2007.

Machmud Aziz, Jenis Dan Hirarki Peraturan Perundang Undangan Menirut UUD RI Dan UU Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan (artikel) , Jurnal Legislati, vol 1 no 4 Dirjen PP Jakarta, 2004.

178

Page 190: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

179

Machmud Aziz, Landasan Formil Dan Materil Konstitusional Peraturan Perundang Undangan (Artikel) Jurnal Legislasi Indonesia, Dirjen PP. Jakarta, 2009.

Marbun, Deno Kamelus, Dimensi Dimensi Pemikiran Hukum Adminitrasi Negara; UII Pres Yogyakarta, 2001.

Maria farida, Ilmu Perundang –Undangan Jenis,Fungsi Dan Materi Muatan, Kanisius cet. ke 5 Yogyakarta, 2007.

Otje Salman dan Susanto, Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan Dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Bandung, 2007.

-----------Peningkatan Kualitas Peraturan Perundang-Undangan, (artikel Jurnal Vol 4 no 2) Dirjen PP Jakarta, 2006.

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum , ed,1 cet 3 ,Kencana Prenada Media group, Jakarta, 2007.

Sadu Wasistono dan ondo Riyani, Etika Hubunganm Legislatif eksekutif, Fokus Ed Revisi Bandung, 2003.

Sobandi,sedarmayati DKK,Desentralisasi Dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah, Humaniora, Bandung, 2005.

Suharyono Ar, Bahasa Peraturan Perundang Undangan (artikel), Jurnal Legislati, vol 1 no 4 Dirjen PP ,Jakarta, 2004.

Sunaryo Hartono. Penelitian Hukum di Indonesia Pada Akhir Abad ke -20. Alumni Bandung,1991.

Syprianus Aristeus, Hukum Nasional Pasca Amandemen UUD 1945.

Wahidudin Adam, Fasilitasi perancangan Peraturan Daerah dalam rangka Pelaksanaan Kebijakan dan Standarisasi Teknis di Bidang Peraturan perundang undangan (artikel), Jurnal Legislati, vol 1 no 4, Dirjen PP, Jakarta, 2004.

Page 191: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

180

Jurnal, Majalah dan makalah-Makalah :

Aisyah Lailiyah, Peran Naskah Akademik Dalam Penyususnan Rancangan Peraturan Perundang Undangan. Makalah yang disampaikan dalam pelatihan jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan tahun 2010 Kemenkumham Depok, Jakarta, 2010.

Cahayani Suryandari, Tata Cara Dan Prosese Penyusuanan Peraturan Daerah, makalah disampaikan dalam Diklat Fungsional Perancang Peraturan Perundang Undangan BPSDM, Jakarta, 2010.

HM. Aziz, Dasar Dasar Konstitusional Pemerintahan Daerah Dan Pembentukan Peraturan Daerah, Makalah disampaikan dalam diklat perancang peraturan perundang-undangan di BPSDM, Jakarta, 2010.

HM. Aziz, Metamorfosa Konstitusi Indonesia Dan Dampaknya Terhadap Pembentukan Dan Pengujian Peraturan Perundang –Undangan, sebuah makalah yang disampaikan dalam pelatihan jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Depok, pada bulan Juni 2010.

Machmud Azaz, Metamorfosis Konstitusi Indonesia Dan Dampaknya Terhadap Pembentukan Dan Pengujuan Peraturan Perundang-Undangan, makalah disampaikan dalam Diklat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan di BPSDM, Jakarta, 2010.

Made.karmini, Fungsi Pengundangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, makalah disampaikan dalam Diklat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan di BPSDM, Jakarta, 2010.

Maria Farida, Peraturan Perundang-Undangan Dalam Sistem Hukum Di Indonesia, makalah disampaikan dalam Diklat Fungsional Perancang Peraturan Perundang Undangan di BPSDM, Jakarta, 2010.

Purwanto, Penalaran hukum. makalah disampaikan dalam Diklat Fungsional Perancang Peraturan Perundang Undangan BPSDM, Jakarta, 2010.

Sadikin. Naskah Akademik Dan Kualitas Pembentukan Peraturan Perundang Undangan, makalah disampaikan dalam Diklat Fungsional Perancang Peraturan Perundang Undangan di BPSDM, Jakarta, 2010.

Sony Maulana.S, Norma Hukum dasar Negara, makalah yang disampaikan dalam Diklat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham Depok, Jakarta, 2010.

Page 192: thesis : ANALISIS  PERATURAN DAERAH  KABUPATEN REJANG LEBONG DITINJAU DENGAN TEKNIK  PENYUSUNAN  PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

181

Suharyono, Bahasa Peraturan Perundang Undangan, makalah disampaikan dalam Diklat Fungsional Perancang Peraturan Perundang Undangan di BPSDM, Jakarta, 2010.

Suharyono. AR, (Hand-Book/Modul) Pembentukan (Perancangan) Peraturan Perundang Undangan ,makalah disampaikan dalam Diklat Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan di BPSDM, Jakarta, 2010.

Wahiduddin Adam, Sinergi Pengaturan Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 dalam Pembentukan Peraturan Daerah, makalah disampaikan dalam Diklat Fungsional Perancang Peraturan Perundang Undangan di BPSDM, Jakarta, 2010.

Zafrullah Salim, Pengundangan Dan Penempatan Peraturan Perundang Undangan Dalam Lembaran Negara Dan Berita Negara, sebuah makalah disampaikan dalam Diklat Fungsional Perancang Peraturan Perundang Undangan di BPSDM, Jakarta, bulan Juni 2010.