THE ONLY TRUE GOD - Sebuah Kajian Monoteisme Alkitabiah (Versi Ringkas)

324

description

HARGA PROMOSIBuku Tercetak dapat dibeli dengan menghubungi 0813-8285-1058 atau email ke [email protected] Versi Ringkas: Rp 40,000Versi Lengkap: Rp 70,000(belum termasuk ongkir)Kunjungilah blog berikut untuk berdialog: http://yahwehallahkita.wordpress.com/

Transcript of THE ONLY TRUE GOD - Sebuah Kajian Monoteisme Alkitabiah (Versi Ringkas)

Prakata kepada Edisi Web “The Only True God” oleh Eric H.H. Chang adalah sebuah karya penting tentang monoteisme Alkitabiah. Monoteisme—kepercayaan pada satu-satunya Allah—merupakan doktrin dasar bagi iman Kristen. Namun jarang sekali doktrin ini diteliti dalam terang latarbelakang Yahudi dan pewahyuan Allah yang terkandung dalam Kitab Suci. Kurangnya pengajaran monoteisme yang tepat dan Alkitabiah memiliki konsekuensi-konsekuensi yang besar bagi kehidupan rohani kita, bahkan menghalang kita dari menaati perintah yang berulangkali ditekankan oleh Yesus: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.” Ketika Yesus memanggil Bapanya “satu-satunya Allah yang benar” di Yohanes 17:3, apakah ia sedang memanggil Bapanya sebagai satu dari tiga Pribadi dalam ke-Allahan, atau sebagai satu Pribadi yang sendiri merupakan satu-satunya Allah yang benar? Apa yang diajarkan oleh para rasul kepada kita tentang keesaan Allah? Bagaimana kita harus memahami pernyataan Yohanes yang mengagetkan bahwa Firman itu telah menjadi manusia? “The Only True God” menjawab semua pertanyaan ini dan yang lainnya dengan tajam dan jelas. Dalam semangat sola Scriptura—Kitab Suci sebagai satu-satunya otoritas bagi doktrin—penulis menyimak data-data Alkitabiah yang demikian banyak tentang monoteisme untuk dipelajari secara konstruktif. Walaupun buku ini mengandung banyak materi untuk perenungan intelektual, keprihatinannya yang utama adalah mengenai apa yang benar-benar dipertaruhkan: kehidupan rohani, kehidupan kekal, dan iman yang telah disampaikan kepada orang-orang kudus. Buku yang mengagumkan ini dapat dibaca secara gratis di http://www.TheOnlyTrueGod.org/id

Umpan Balik dan Komentar

Kami menyambut umpan balik dan komentar dari Anda tentang buku elektronik ini. Silakan mengirim respon Anda ke [email protected]

Buku Tercetak

Anda dapat membeli buku “The Only True God: Sebuah Kajian Monoteisme Alkitabiah” dari toko-toko buku di Indonesia, atau dengan menghubungi [email protected], atau sms ke 081382851058. Versi Ringkas Harga: Rp 60,000 (belum termasuk biaya kirim) Dimensi: 15 x 23 cm Tebal: 322 hlm. Versi Lengkap Harga : Rp 136,000 (belum termasuk biaya kirim) Dimensi : 15 x 23 cm Tebal : 715 hlm.

The Only True

God

Sebuah Kajian

Monoteisme Alkitabiah

Eric H.H. Chang

Dedikasi

Hormat dan kemuliaan

sampai selama-lamanya

bagi Raja segala zaman,

Allah yang kekal,

yang tidak nampak dan

yang esa!

(1Timotius 1:17)

Ucapan Terima Kasih

engan rasa penghargaan dan terima kasih yang mendalam, saya

ingin mengakui kelimpahan dorongan (secara langsung atau

tidak langsung) dari ratusan rekan sekerja dalam jemaat-

jemaat kami di seluruh dunia. Meskipun mereka terheran-heran dan

malah terkagum-kagum ketika saya mulai menguraikan Kitab-kitab Suci

di dalam cahaya monoteisme Alkitabiah, mereka tetap berpandangan

terbuka dan suportif, serta bertekad bulat mencari kebenaran menurut

Kitab-kitab Suci. Keterbukaan pikiran yang demikian, atau apa yang

dapat digambarkan sebagai ―keterbukaan hati‖, sungguh-sungguh bukan

sesuatu yang boleh dianggap enteng, khususnya di antara mereka

(termasuk diri saya) yang sejak semula telah diasuh dalam

trinitarianisme. ―Keterbukaan hati‖ di sini berarti: saya melihat di dalam

diri mereka bukan hanya keterbukaan pikiran secara mental atau

intelektual saja, tetapi juga suatu keterbukaan rohaniah yang lebih dalam

terhadap firman Allah dan, di atas segalanya, Allah yang hidup. Bagi

saya, kiranya tidak ada keterangan memadai atas sikap luar biasa ini,

kecuali kenyataan bahwa anugerah satu-satunya Allah yang benar

melimpah ke atas mereka dan memenuhi mereka dengan kasih supernal

(dari atas) kepada Dia dan kebenaran-Nya.

Saya berhutang terima kasih juga kepada Bentley Chan. Ia

merupakan salah satu contoh dari orang-orang yang saya rujuk di atas.

Dengan tidak tanggung-tanggung ia mencurahkan segenap tenaganya

selama proses penerbitan buku saya yang terdahulu, Becoming a New

Person. Sekarang, lebih dari semua itu, sekali lagi saya diberi

kehormatan memperoleh partisipasinya yang cakap dan kompeten.

Dengan senang hati ia menerima tugas sulit ini, yang antara lain, terdiri

dari: pengoreksian bacaan, pengaturan format, pemberian saran-saran

berguna, dan penyusunan Indeks Kitab Suci. Siapakah yang dapat

sepenuhnya membalas dia kecuali TUHAN sendiri?

Adalah kealpaan jika saya tidak memaktubkan rasa terima kasih

dan penghargaan atas dukungan ketabahan doa istri saya hari demi hari.

Saya kira hanya di alam baka saja saya baru mengetahui seberapa besar

hutang budi saya atas doa syafaat yang ia panjatkan dengan tiada putus.

D

Tentu saja, dukungan ini diberikan dengan limpah dalam kehidupan

rumah-tangga kami sehari-hari, antara lain, dalam hal menyiapkan

makanan. Ketika waktunya makan, seringkali saya hanya dapat datang

setelah makanannya dingin, oleh karena upaya merampungkan sebagian

naskah. Namun, tidak sekali pun ia menunjukkan kejengkelan karena

harus menghangatkan makanan itu kembali. Saya bersyukur karena

anugerah-Nya yang diwujudkan dalam kehidupan istri saya bagi

kemuliaan-Nya.

Akhirnya, seluruh proses penulisan buku ini, dari awal hingga akhir,

telah menjadi suatu pengalaman luar biasa akan Allah yang hidup. Hari

demi hari, sesudah dianugerahi tidur yang lelap dan segera setelah

terjaga (terkadang dimulai ketika saya belum sepenuhnya terjaga), saya

akan diberi sesuatu yang dapat digambarkan sebagai ―sebuah aliran

pemikiran‖ tentang apa yang harus saya tulis pada hari itu. Selanjutnya,

saya akan menghabiskan sebagian besar sisa hari itu untuk

menuangkannya ke dalam tulisan. Hal seperti ini tidak terjadi setiap

hari, tetapi saya rasa benar terjadi 50% atau lebih selama masa penulisan

yang sekitar satu tahun lamanya ini. Di samping itu, pada beberapa

kesempatan saya dituntun pada penemuan materi yang penting bagi

karya ini (yang membawa sukacita besar bagi saya), materi yang tanpa

saya sadari telah tersedia sebelumnya. Meskipun saya telah dianugerahi

kehormatan khusus mengalami Allah berulang-kali dalam pelbagai

situasi kehidupan saya, proses penulisan buku ini, meskipun seringkali

melelahkan secara mental dan fisik (saya juga masih harus

melaksanakan tanggung-jawab administratif selama periode itu),

terutamanya telah menjadi suatu pengalaman yang sungguh-sungguh

unik akan Allah yang hidup. Kepada Dia, TUHAN Allah saya itu, saya di

sini ingin memaktubkan pujian dan pemujaan sepenuh hati.

Teks Alkitab Terjemahan Baru (TB) © LAI 1974 dan Teks Perjanjian Baru (TB)

Edisi 2 © LAI 1997 merupakan versi yang paling banyak dipakai dalam buku ini.

Bila ada versi lain yang dipakai, versinya akan tercantum.

Daftar Isi

Ucapan Terima Kasih……………………………………. vii

Prakata............................................................................ xi

Prakata Editor.................................................................xiii

Pendahuluan................................................................... 1

Bab 1 Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan

Yesus Kristus dan Rasul-rasulnya.................39

Bab 2 Hanya Manusia Sempurna yang

dapat menjadi Juruselamat Dunia……...115

Bab 3 Perlunya Menilai Kembali Pemahaman

Kristen akan Manusia.................................157

Bab 4 Penuhanan Trinitaris akan Kristus..............197

Bab 5 Yahweh dalam Alkitab Ibrani...................257

Indeks Ayat ………………………………………………299

Prakata

uku ini ditulis bagi pembaca umum. Oleh sebab itu, istilah-istilah

teologis teknis sedapat mungkin dihindari. Tujuan karangan ini

adalah untuk mengkaji monoteisme dalam Alkitab, dengan

perhatian spesifik kepada ayat-ayat atau teks-teks yang dipergunakan

untuk menyangga doktrin trinitaris, guna melihat apa yang

sesungguhnya dikatakan oleh teks-teks ini bila tidak memasukkan

gagasan-gagasan ataupun memaksakan doktrin-doktrin kedalamnya.

Untuk mengerjakannya dengan baik, biasanya kita perlu mengkaji Kitab

Suci dalam bahasa-bahasa aslinya, dan bukan hanya melalui berbagai

terjemahan saja, karena terjemahan-terjemahan sangat jarang dapat

sepenuhnya mengeluarkan makna dan nuansa teks asli.

Ketika membahas bahasa aslinya, yaitu bahasa Ibrani dan Yunani,

setiap upaya akan dilakukan untuk menolong para pembaca yang tidak

terbiasa dengan bahasa tersebut supaya dapat memahami alur

pembahasannya. Kata-kata Ibrani dan Yunani akan ditransliterasikan

(kecuali jika kata-kata itu ada dalam teks karya referensi yang dikutip

dalam buku ini) sehingga sang pembaca mempunyai sedikit gambaran

tentang pelafalannya. Namun, eksegesis yang bersifat teknis sejauh

mungkin akan dihindari bila hal itu dipandang sulit diikuti oleh pembaca

umum. Namun, hal ini tidak selalu dapat dihindari karena para pakar,

dan orang lain yang lebih memahami Kitab-kitab Suci, juga memerlukan

materi yang relevan untuk melihat keabsahan eksegesis yang disajikan.

Sebagian dari materi ini barangkali terlalu teknis bagi pembaca biasa,

yang mungkin mau melompati bagian-bagian ini dan membaca bagian

selanjutnya. Catatan kaki akan dibuat seminimal mungkin.

Untuk mereka yang memiliki wawasan kajian Alkitabiah lebih luas,

mungkin berguna jika saya menyatakan bahwa pada umumnya saya

sependapat dengan karangan Prof. James D.G. Dunn dari Durham,

Inggris. Komitmennya kepada akurasi dalam eksegesis, bersama dengan

penolakannya untuk membiarkan dogma menguasai eksegesis, adalah

komitmen saya juga. Oleh sebab itu, tidak heran jika kesimpulan saya

sering kali tidak jauh berbeda dari kesimpulannya. Meskipun saya belum

membaca seluruh karangannya yang prolifik, materi yang relevan untuk

B

buku ini terutamanya dapat ditemukan dalam karangannya Christology

in the Making dan The Theology of Paul the Apostle. Akan tetapi,

pernyataan di atas semata-mata menyangkut metodologi, dan sama

sekali tidak bermaksud menyiratkan persetujuan total dalam intisarinya.

Prof. Dunn tidak melihat naskah ini sebelum diterbitkan.

Dalam pemberian frekuensi statistik kata-kata kunci tertentu,

statistik-statistik ini selalu berdasarkan bahasa Ibrani atau Yunani dari

teks-teks aslinya, bukan berdasarkan terjemahan-terjemahan Inggrisnya.

Akhirnya, penulis ini menganggap kajian ini sebuah kajian Alkitab

sebagai Firman Allah, bukan kajian Alkitab sebagai kajian akan gagasan

dan pendapat dari para pengarang keagamaan zaman purba semata-

mata. Oleh sebab itu, keyakinannya adalah: Allah berbicara kepada umat

manusia melalui orang-orang yang dipilih-Nya, yang dengan setia

menyampaikan pesan-Nya, kebenaran-Nya. Dan hal ini bersandar pada

keyakinan (yang berakar dari pengalaman personal) bahwa Allah itu riil,

dan bahwa Ia terlibat secara pribadi, dan aktif secara kuat dalam

segalanya yang diciptakan oleh-Nya. Keterlibatan dan kegiatan-Nya yang

personal terungkapkan dengan sepenuhnya dan secara unik di dalam

Yesus Kristus, baik dalam perkataan maupun perbuatan.

Prakata Editor

uku ini merupakan versi yang diperpendek dan disederhanakan

dari buku The Only True God: Sebuah Kajian Monoteisme

Alkitabiah (Versi Lengkap). Tujuan penerbitan buku yang lebih

singkat dan padat ini adalah untuk memastikan pesan penting dan urgen

yang ingin disampaikan penulis dapat menjangkau lebih banyak orang.

Pembahasan-pembahasan yang dinilai rumit bagi pembaca awam yang

tidak terlatih dalam bidang teologi tidak dicantumkan ke dalam versi ini.

Bagi pembaca yang lebih kompeten dalam bidang teologi, dan

menginginkan pembahasan yang lebih lengkap khususnya atas Yohanes

1:1,14, Anda didorong untuk membaca Versi Lengkap.

Dalam Versi Lengkap, kedua ayat ini yang merupakan ayat kunci

yang menyangga doktrin Trinitas dibahas dengan mendetail dari sudut

pandang Monoteisme Alkitabiah. Versi Lengkap mengandung Bab-bab

tambahan berikut:

Bab 6 Kekristenan telah Kehilangan Akar-akar Yahudinya

– Konsekuensi-konsekusensi Serius Bab 7 Asal Usul ―Firman itu‖ dalam Yohanes 1:1 dari

Perjanjian Lama Bab 8 ―Firman itu‖ adalah ―Memra itu‖ Bab 9 Memandang Lebih Dekat Yohanes 1:1 Bab 10 Yahweh ―turun‖ dan ―diam di antara kita‖ di dalam

Kristus

Versi Lengkap dapat dibeli dari toko buku terdekat atau Anda juga

dapat memesannya dengan mengirimkan email ke:

[email protected].

B

Pendahuluan

ebelum kita mulai mengkaji lebih lanjut monoteisme dalam

Alkitab, baiklah kiranya dinyatakan dari awal bahwa monoteisme

merupakan sesuatu yang sentral di dalam hati dan pikiran Yesus–

monoteismelah yang diajarkan Yesus, monoteismelah yang mendasari

ajarannya. Sebenarnya, kata ―monoteisme‖ muncul dalam Alkitab dari

perkataan Yesus sendiri, yang ia ucapkan dalam doanya kepada Allah,

sang Bapa, ―Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal

Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus

yang telah Engkau utus‖ (Yoh 17:3). Kata ―monoteisme‖ terdiri dari dua

kata Yunani: ―monos‖ (―satu-satunya, sendiri‖), dan ―theos‖ (―Allah‖).

Kedua kata inilah persisnya yang ditemukan dalam perkataan Yesus yang

diucapkan kepada Bapa, ―satu-satunya (monos) Allah (theos) yang

benar‖.

Penting pula diperhatikan dengan seksama bahwa perkataan Yesus

dalam Yohanes 17:3 bertalian dengan hidup kekal, dan ini mencakup dua

komponen esensial: (1) ―bahwa mereka mengenal Engkau, satu-

satunya Allah yang benar‖ dan (2) ―Yesus Kristus yang telah Engkau

utus‖. Memiliki hidup kekal bukanlah sekadar perkara ―percaya pada

Yesus‖, seperti yang dikatakan oleh sebagian pengkhotbah. Yesus sendiri

mengatakan bahwa seseorang pertama-tama harus mengenal satu-

satunya Allah yang benar, dan barulah mengenal dia (Yesus) juga sebagai

yang diutus oleh satu-satunya Allah itu. Perhatikan pula, Yesus tidak

berkata apa-apa tentang soal ―percaya‖ (yang oleh banyak pengkhotbah

didefinisikan dengan bebas sesuka hati mereka). Kata yang dipakai

adalah ―mengenal‖, yang mengandung makna jauh lebih kuat daripada

―percaya‖.

Secara statistik, ―mengenal‖ (ginōskō) adalah kata kunci dalam Injil

Yohanes (muncul 58 kali), hampir tiga kali lebih banyak daripada Injil

Matius (20 kali), hampir lima kali lebih banyak daripada Injil Markus (12

kali), dan lebih dari dua kali lipat lebih banyak daripada Injil Lukas (28

kali). Leksikon Perjanjian Baru Yunani-Inggris standar (BDAG) memberi

definisi primer atas ginōskō sebagai berikut: ―sampai kepada

pengetahuan akan seseorang atau sesuatu, tahu, tahu tentang,

berkenalan dengan.‖ Berkenalan dengan seseorang berarti menjalin

S

The Only True God 2

suatu hubungan personal dengan orang itu. Berapa banyakkah orang

Kristen yang bisa berkata bahwa mereka memiliki hubungan semacam

ini dengan satu-satunya Allah yang benar, dan dengan Yesus Kristus?

Menurut perkataan Yesus, hidup kekal bergantung persis kepada hal ini.

Oleh karena itu, ―percaya‖ (kata kunci lain dalam Injil Yohanes)

didefinisikan dalam pengertian ―mengenal‖ Allah dan Yesus Kristus.

Demikian pula, orang-orang yang mengira bahwa monoteisme Alkitabiah

tidak esensial untuk keselamatan sebaiknya membaca kembali kata-kata

Yesus dalam Yohanes 17:3 dengan lebih teliti.

Perkataan Yesus begitu terang hingga tidak perlu dijelaskan dengan

menggunakan teknik-teknik linguistik rumit. Yesus menyatakan dengan

gamblang bahwa hanya ada satu Allah, yang dia panggil ―Bapa‖, dan

menyuruh murid-muridnya memanggil Dia dengan cara yang sama

(―Bapa kami di surga‖). Yesus mengakui dirinya sebagai orang yang

diutus oleh ―satu-satunya Allah yang benar‖. Oleh karena itu, seharusnya

jelas nyata kepada siapa saja yang betul-betul mendengarkan ucapan

Yesus bahwa jika sang Bapa adalah satu-satunya Allah yang benar, maka

tidak ada yang lain yang juga dapat eksis sebagai Allah di samping-Nya.

Dari perkataan Yesus seharusnya jelas nyata bahwa ia dengan pasti

mengecualikan dirinya dari klaim ketuhanan (deity), baik melalui kata

―monos‖ yang absolut maupun dengan frase ―satu-satunya‖ yang

merujuk kepada sang Bapa. Fakta bahwa kita telah terbenam dalam

trinitarianisme seumur hidup kita itulah yang menghalangi kita

mendengar apa ia katakan. Umat Kristen sudah mencapai kondisi

spiritual di mana kita memanggil Yesus ―Tuhan, Tuhan‖ tetapi tidak

mendengar ataupun melakukan apa yang dikatakannya (Luk 6:46, bdk.

Mat 7:21,22). Kita telah terbiasa memaksakan doktrin-doktrin kita

sendiri ke dalam ajarannya, dan ketika doktrin-doktrin tersebut tidak

sesuai dengan perkataan Yesus, kita mengabaikan saja apa yang

sebenarnya dikatakan olehnya. Namun, suka atau tidak, dari sudut

pandang Kitab-kitab Suci, monoteisme terletak pada bagian akar

terdalam dari hidup dan ajaran Yesus. Kita akan mempertimbangkannya

dengan lebih matang dalam bagian berikut.

Yesus (dalam Mrk 12:29) juga secara eksplisit mengesahkan

deklarasi yang sentral kepada iman bangsa Israel (sejak awal sampai saat

ini): ―Dengarlah, Israel: Yahweh, Allah kita, adalah satu-satunya

Yahweh‖ (Ul 6:4 KSKK). Perkataan ini mengungkapkan monoteisme

iman Israel yang tidak mengenal kompromi tersebut. Ini segera diikuti

Pendahuluan 3

oleh perintah, ―Dan kamu harus mengasihi Yahweh, Allahmu, dengan

segenap hatimu, dengan segenap jiwamu dan dengan segenap

tenagamu.‖ (Ul 6:5 KSKK). Kata ―segenap‖ rangkap tiga ini mencakup

pengabdian total manusia terhadap Allah, menjadikan Dia satu-satunya

sasaran penyembahan dan cinta kasih. Menariknya, di dalam perintah

yang digambarkan oleh Yesus, kata ―segenap‖ itu menjadi rangkap

empat: ―Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan

segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap

kekuatanmu.‖ (Mrk 12:30). Penambahan ―dengan segenap akal budimu‖

di sini tampak sekali menunjukkan peningkatan intensitas pengabdian

terhadap Allah Yahweh. Yesus menggambarkan perintah ini (Ul 6:4,5)

sebagai perintah yang ―terutama‖ atau ―paling penting‖ (Mrk 12:29,31).

Ini menjadikan Yahweh satu-satunya sasaran pengabdian yang total,

―satu dan satu-satunya‖. Memang, dalam prakteknya, kita tidak mungkin

mengasihi lebih dari satu pribadi dengan keseluruhan diri kita.

Konsisten dengan ini, hendaknya dicatat bahwa dalam ajaran

Yesus, ia tidak pernah menjadikan dirinya sendiri fokus pengabdian

yang maha-melingkupi, sebab itu akan bertentangan dengan ajarannya

bahwa hanya Yahweh saja yang patut diberi dedikasi tunggal. Kehidupan

Yesus sendiri, sebagaimana dikabarkan dalam Injil-injil sepenuhnya

mengikhtisarkan dan meneladankan pengabdian yang total terhadap

Yahweh. Kehidupannya selalu konsisten dengan pengajarannya. Bahwa

murid-muridnya telah gagal menghayati teladan dan ajarannya, dan

justru malah menjadikan dia pusat peribadahan dan penyembahan

mereka, dan mengira bahwa dengan berbuat demikian mereka telah

menghormati dan menyenangkan hatinya, pastilah teramat

mengecewakan dan menyedihkan Yesus.

Monoteisme Yesus juga diungkapkan dengan jelas dalam Yohanes

5:44, ―Bagaimana kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat

seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang datang dari

Allah (theos) yang Esa (monos)?‖

Para penulis Perjanjian Baru, sebagai murid-murid sejati Yesus,

dengan setia menegaskan monoteismenya. Demikian Rasul Paulus

berkata dalam 1 Timotius 1:17, ―Hormat dan kemuliaan sampai selama-

lamanya bagi Raja segala zaman, Allah (theos) yang kekal, yang tidak

nampak dan yang esa (monos)! Amin.‖ Roma 16:27: ―bagi Dia, satu-

satunya (monos) Allah (theos) yang penuh hikmat, melalui Yesus

Kristus: Segala kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.‖ Demikian

The Only True God 4

pula dalam Surat Yudas: ―Allah (theos) yang esa (monos), Juruselamat

kita melalui Yesus Kristus, Tuhan kita, bagi Dialah kemuliaan,

kebesaran, kekuatan dan kuasa sebelum segala abad dan sekarang dan

sampai selama-lamanya. Amin.‖ (Yud 1:25) Apa yang menarik dan

signifikan diamati adalah cara jemaat awal mengungkapkan iman

monoteistiknya dalam doksologi-doksologi yang amat indah dan kuat,

atau dalam puji-pujian di muka umum yang dipersembahkan kepada

Allah.

Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa, tanpa diragukan,

Alkitab bersifat monoteistik, dan apa yang terutamanya signifikan bagi

umat Kristen adalah fakta bahwa Yesus sendiri hidup dan mengajar

sebagai seorang monoteis. Meskipun musuh-musuhnya berusaha keji

menghancurkannya dengan tuduhan palsu bahwa ia telah berhujat (yang

mendatangkan hukuman mati di Israel) oleh karena mengklaim

kesetaraan dengan Allah, fakta yang tercantum dalam kisah-kisah Injili

adalah: tidak sekali pun ia pernah mengklaim dirinya setara dengan

Allah. Sesungguhnya, bukti dalam Injil-injil menunjukkan bahwa

kesulitan terbesar yang dialami oleh musuh-musuhnya adalah membuat

Yesus secara terbuka mengakui dirinya sebagai Mesias (raja Mesianik

yang dinanti-nantikan), apalagi sebagai Allah! Sebagaimana dinyatakan

dalam Filipi 2:6, ia ―tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu

sebagai sesuatu yang harus dirampas (ESV)‖. Namun anehnya, inilah

tepatnya yang dilakukan oleh para Trinitarian atas nama Yesus! Kita

bersikeras memaksakan kepadanya apa yang ia sendiri tolak! Namun,

masalah dasariah yang ditimbulkan dengan mengangkat Yesus ke tingkat

ketuhanan (deity) adalah terciptanya satu situasi di mana paling sedikit

ada dua pribadi yang keduanya sama-sama Allah; ini membawa

trinitarianisme ke dalam konflik dengan monoteisme Alkitab.

Perkara untuk monoteisme Alkitabiah itu seteguh batu karang dan

tidak memerlukan pembelaan sama sekali. Berkenaan dengan Kitab-

kitab Suci, trinitarianismelah yang berada dalam posisi bagaikan telur di

ujung tanduk, sehingga tidak heran apabila buku demi buku bersubjek

Trinitas telah diterbitkan dalam usahanya menemukan semacam

pembenaran dari Kitab-kitab Suci. Untuk menggali keluar doktrin

trinitaris dari Alkitab monoteistik, para Trinitarian membutuhkan

sebanyak mungkin peranti hermenetis (sebagaimana dapat dilihat dari

buku-buku itu), karena ini merupakan suatu usaha membuat Alkitab

mengatakan apa yang tidak dikatakan olehnya. Saya tahu—saya sudah

Pendahuluan 5

melakukan hal ini hampir sepanjang hidup saya oleh karena

trinitarianisme yang telah ditanamkan ke dalam diri saya sejak masa bayi

rohani, dan yang saya telan mentah-mentah. Berikut ini kita akan

memeriksa argumen-argumen trinitaris yang utama di dalam cahaya

Kitab Suci. Terlebih pentingnya lagi, kita akan melihat apakah ajaran

trinitaris telah mengakibatkan hilangnya ajaran Alkitabiah yang benar

tentang Allah dan keselamatan manusia, sebab kekeliruan selalu

dipertahankan dengan mempertaruhkan kebenaran. Hanya ketika kita

telah melepaskan apa yang batil barulah kita dapat mulai melihat apa

yang benar.

Tentang buku ini

ebagian besar kajian ini tersita oleh pembahasan Injil Yohanes,

karena Injil tersebut merupakan Injil yang paling diandalkan oleh

trinitarianisme untuk mendukung argumen-argumennya. Hal ini

benar terutamanya untuk bagian teks yang oleh para pakar dianggap

sebagai himne yang tertanam dalam Prolog Injil Yohanes (Yoh 1:1-18),

secara khusus ayatnya yang pertama (Yoh 1:1). Nas lain dalam Perjanjian

Baru yang oleh beberapa pakar juga dianggap sebagai kidung tentang

Kristus, dan berkepentingan dengan trinitarianisme ditemukan dalam

Filipi 2 (ay.6-11). Kolose 1 (ay.13-20) dan Ibrani 1 merupakan nas lain

yang banyak dipergunakan oleh para Trinitarian. Nas-nas ini dan lainnya

akan dibahas lebih singkat karena penafsiran trinitaris atas semua nas-

nas ini bergantung secara implisit atau eksplisit pada penafsiran Yohanes

1:1. Sekali Yohanes 1:1 terlihat jelas tidak mendukung penafsiran

trinitaris, maka akan segera jelas pulalah bahwa teks-teks lainnya pun

tidak mendukung trinitarianisme. Namun, kita akan memeriksa

beberapa teks bukti trinitaris kunci, bahkan sebelum mengkaji Yohanes

1:1 dengan lebih mendalam dan rinci, untuk menyingkapkan kekeliruan

interpretatif dan eksegetisnya. 1

Mengenai Yohanes 1:1, perkara trinitarisnya bersandar pada asumsi

bahwa ―Firman itu‖ dalam ayat ini adalah Yesus Kristus (Firman = Yesus

Kristus). Oleh karena itu, pra-keberadaan Firman berarti pra-

keberadaan Yesus. Anehnya, tak seberkas bukti pun yang disodorkan

dari Injil Yohanes untuk membuktikan persamaan atau identifikasi ini

1 Yohanes 1:1,14 dibahas dengan mendetail di Versi Lengkap di Bab 7-9

S

The Only True God 6

yang begitu dasariah terhadap argumen trinitaris. Setelah diteliti lebih

lanjut, ternyata kegagalan serius dalam menyediakan bukti atas

persamaan tersebut sama sekali tidak mengherankan, sebab memang

tidak ada bukti semacam itu, dan tidak terdapat persamaan antara

Firman itu dengan Yesus Kristus dalam Injil Yohanes. Persamaan

tersebut hanya asumsi belaka. Adalah suatu kejutan besar ketika

menyadari bahwa dogma yang selama ini kita genggam dengan begitu

erat sebagai seorang Trinitarian, secara dasariah bersandar pada asumsi

tak beralasan.

Sesungguhnya, di luar Yohanes 1:1 dan 1:14, ―Firman itu‖ tidak lagi

dirujuk dalam Injil Yohanes, sedangkan ―Yesus Kristus‖ baru disebut

dalam 1:17 pada akhir Prolog (ay.1-18). Satu-satunya kaitan antara

―Firman itu‖ dengan Yesus Kristus ditarik dari Yohanes 1:14, ―Firman itu

telah menjadi manusia (―daging‖), dan tinggal di antara kita‖. ―Daging‖

dalam Alkitab merupakan suatu cara penggambaran hidup manusia.

Firman itu masuk ke dalam hidup manusia (―menjadi daging‖) dan

berdiam di antara kita. Namun, hal yang tidak dikatakan di sini adalah:

―Yesus Kristus menjadi manusia (―daging‖)‖; dan inilah tepatnya yang

diasumsikan oleh penafsiran trinitaris. Tentu saja, kita tahu bahwa

―Yesus‖ merupakan nama yang diberikan kepadanya pada saat

kelahirannya (Mat 1:21), tetapi, dasar apakah yang dipergunakan untuk

mengasumsikan bahwa ―Kristus yang pra-eksisten telah menjadi

daging‖? Gagasan ―Kristus yang pra-eksisten‖ ini didasari oleh asumsi

bahwa Yesus Kristus dan Firman yang pra-eksisten itu satu dan sama.

Namun, faktanya adalah: tidak di manapun dalam Injil Yohanes Firman

itu disamakan dengan Yesus. Dengan kata lain, Yesus dan Firman itu

tidak satu dan sama. Apakah atau siapakah Firman yang pra-eksisten

itu? Inilah pertanyaan yang ingin kita kaji dengan cermat.

Jika Yohanes bermaksud mengidentifikasikan Firman itu sebagai

Yesus, lalu kenapa ia tidak menjadikannya identifikasi yang maha-

penting (untuk mendukung trinitarianisme)? Jawaban atas pertanyaan

ini dapat ditemukan dari tujuan yang dipaparkan dalam Injil Yohanes.

Injil ini (berbeda dengan trinitarianisme) tidak bertujuan untuk

membuat orang mempercayai Yesus sebagai Firman yang pra-eksisten,

tetapi sebagai ―Kristus‖. Ini dapat dipastikan dengan mudah karena Injil

ini merupakan satu-satunya Injil yang tujuannya tertulis secara eksplisit:

―tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah

Mesias, Anak Allah, dan supaya karena percaya, kamu memperoleh

Pendahuluan 7

hidup dalam nama-Nya‖ (Yoh 20:31). Gelar ―Kristus‖ adalah padanan

Yunani untuk ―Mesias‖, sebuah gelar yang amat signifikan bagi orang

Yahudi, namun sayangnya, hampir tidak berarti apa-apa bagi orang non-

Yahudi.

“Anak Allah”

―Anak Allah‖ adalah gelar mesianik lain yang diturunkan dari Mazmur

mesianik: Mazmur 2 (khususnya ay.7,12), di mana raja Davidik yang

dijanjikan akan dianugerahi suatu hubungan dengan Allah seperti

hubungan antara seorang anak dengan ayahnya. Tepatnya, hubungan

yang intim antara Yesus dengan Allah dalam Injil Yohanes memberi

bukti yang tak bisa dipungkiri akan dirinya sebagai Mesias; dan

mempercayai Yesus sebagai Kristus/Mesias, ―Juruselamat dunia‖ yang

ditetapkan oleh Allah (Yoh 4:42) artinya ―memiliki hidup dalam nama-

Nya‖. Dengan demikian, dari tujuan yang dipaparkan dalam Injil

Yohanes jelas sekali bahwa mempercayai Yesus sebagai Firman yang pra-

eksisten itu bukan tujuan Injil ini. Jadi, kita masih harus

mempertimbangkan dengan seksama apa yang dimaksud dengan

―Firman itu‖, dan mengapa Injil Yohanes dimulai dengan merujuk

kepadanya.

Para penginjil pertama yang memberitakan kabar baik kepada

orang-orang kafir adalah orang Yahudi, sama seperti Rasul Paulus. Jadi,

mereka pasti sudah pernah menjelaskan arti istilah-istilah seperti

―Mesias/Kristus‖ kepada para pendengarnya. Seperti Yohanes, mereka

pun pasti pernah menjelaskan kabar baik sehubungan dengan istilah

―Juruselamat dunia‖ (Yoh 4:42), pemberi air hidup (Yoh 4:14) dsb., yang

dapat dipahami dengan mudah, baik oleh orang Yahudi maupun non-

Yahudi. Namun, sejalan dengan waktu dan dengan meluasnya jemaat-

jemaat ke seluruh penjuru dunia, dan jemaat Kristen yang hampir

secara eksklusif telah menjadi jemaat bukan Yahudi, arti konsep-konsep

kunci seperti ―Mesias‖ mulai menjadi kabur, atau malah terlupakan.

Banyak orang beriman non-Yahudi, malah sebagian besar dari mereka,

menganggap ―Kristus‖ hanya sebagai nama-diri lain dari Yesus. Tiga

abad kemudian, gelar Mesianik “anak Allah” itu dibalik sehingga

menjadi gelar ilahi “Allah-Anak”, sebuah istilah yang sama sekali tidak

dikenal oleh Yohanes, atau Paulus, atau setiap penulis Perjanjian Baru

lainnya!

The Only True God 8

Hanya sekitar seratus tahun setelah wafat dan kebangkitan Kristus,

pertumbuhan pesat jemaat di dunia telah memberikan satu hasil yang

tidak dihendaki: gereja tidak lagi mempertahankan pertaliannya

dengan akar-akar Yahudinya. Akibatnya, arti istilah-istilah dan konsep-

konsep yang dahulu amat dikenal baik oleh orang beriman Yahudi mula-

mula, sekarang menjadi kabur atau malah tidak lagi dikenal oleh rata-

rata orang Kristen. Terlepas dari istilah umum seperti ―Kristus‖, yang

sulit dijelaskan artinya oleh rata-rata orang Kristen dewasa ini, asal-usul

dan arti “Firman itu” kelihatannya telah menghilang dengan cepat.

“Firman itu”

al ini mengakibatkan spekulasi yang nyaris tidak habis-

habisnya tentang ―Firman itu‖ (Yunani: ―Logos‖) dan tentang

apakah Yohanes (atau siapa saja yang menulis himne yang

digabungkan ke dalam Prolog Injil itu) mengambilnya dari filsafat

Yunani atau ajaran Yahudi. Namun, para pakar Trinitarian mendapati

semuanya itu tidak menolong, karena baik dari sumber Yahudi maupun

Yunani tidak ditemukan "Firman” atau "Logos” sebagai tokoh ilahi

personal yang sesuai dengan "Allah-Anak”. Akhirnya, sebagian pakar

malah mengemukakan bahwa Yohanes sendirilah yang telah

menciptakan gagasan adanya suatu Logos personal; saran ini dibuat

bermartabat dengan diberi istilah cukup keren ―sintesis Yohanei‖, tetapi

tanpa mampu memberi bukti apa-apa atas keabsahannya. Ini dapat

dilihat dari banyaknya tafsir mengenai Injil Yohanes.

Buku ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa kita tidak perlu

berbuat nekat sampai mengarang-ngarang asal-usul Firman Yohanei

ini2.

Tema-tema dalam kajian ini

uku ini berbicara tentang tiga tema utama dalam Alkitab yang

paling berkepentingan bagi umat manusia:

(1) Hanya ada satu, dan satu-satunya, Allah yang benar, Pencipta

2 Asal-usul Firman itu dalam Yohanes 1:1 dijelaskan di Bab 7 dalam Versi

Lengkap

H

B

Pendahuluan 9

segala yang ada. Penyataan diri-Nya tercatat bagi kita pertama-tama

dalam Alkitab Ibrani (yang disebut ―Perjanjian Lama‖ oleh umat

Kristen), dan kemudian juga dalam Perjanjian Baru. Jemaat Kristen lahir

di Yerusalem, dan kelahirannya dideskripsikan dalam kitab Kisah Para

Rasul. Jemaat itu adalah jemaat Yahudi, dan oleh karenanya, bersifat

monoteistik keras. Namun, jemaat Kristen non-Yahudi, yang tidak

mempunyai komitmen demikian kepada monoteisme, dan yang sejak

sekitar pertengahan abad ke-2 telah lepas dari induk Yahudinya, mulai

mengembangkan suatu doktrin Allah yang lebih dari satu pribadi. Gereja

non-Yahudi telah mengambil satu langkah pertama amat besar yang

menjauhi monoteisme ketika di Nikea pada th. 325 sM mereka

mendeklarasikan bahwa doktrin ini mewakili iman gerejanya. Buku ini

bertujuan untuk menunjukkan bahwa, baik dalam Perjanjian Lama

maupun Baru, sama sekali tidak terdapat dasar untuk kompromi ini

dengan politeisme, yang mengklaim sebagai semacam ―monoteisme‖.

(2) ―Satu-satunya Allah yang benar‖, sebagaimana Yesus memanggil Dia

(Yoh 17:3), adalah Allah yang begitu intens mempedulikan ciptaan-Nya,

khususnya manusia dan kesejahteraannya. Ia menciptakan umat

manusia dengan suatu rencana kekal. Dengan demikian, sejak awal

penciptaan manusia kita melihat Dia terlibat secara intim dengan

manusia. Keterlibatan-Nya yang luar biasa dalam penyelamatan satu

umat yang terjerat dalam kesengsaraan perbudakan di Mesir; dan

pemeliharaan-Nya akan segala kebutuhan mereka selama 40 tahun

mengembara di padang gurun Sinai yang mengerikan, merupakan

sebuah kisah yang diceritakan berulang-ulang, bukan saja di Israel tetapi

juga di seluruh dunia. Dalam kisah tersebut kita juga mendapati Allah

sendiri tinggal bersama dengan umat Israel, hadirat-Nya diam di antara

mereka dalam kemah yang lebih dikenal dengan sebutan ―tabernakel‖

(atau ―Kemah Suci‖) (bdk. ―berdiam‖, ―berkemah‖). Ia hadir dengan

mereka dan memimpin mereka melewati padang gurun, dalam tiang

awan pada siang hari dan tiang api pada waktu malam. Melalui semua ini

Ia telah menunjukkan bahwa Ia bukan Allah yang transenden dalam arti

menjauhi manusia, melainkan melibatkan diri-Nya secara sangat

―bersahaja‖.

Tentu saja, Allah sebagai Pencipta seluruh umat manusia tidak

hanya peduli dengan bangsa Israel tetapi juga dengan umat manusia

lainnya. Oleh sebab itu, terdapat isyarat-isyarat penting, terutamanya

diberikan melalui nabi-nabi Perjanjian Lama, yang menunjukkan bahwa

The Only True God 10

pada suatu saat Ia akan datang sedemikian rupa sehingga ―seluruh umat

manusia akan melihat kemuliaan-Nya bersama-sama‖ (Yes 40:1-5).

Bahkan lebih mengagumkan lagi, Ia akan datang ke dunia dalam rupa

seorang manusia. Ini tampak jelas terungkapkan dalam pernyataan

profetis yang ditenarkan oleh kartu-kartu Natal (Yesaya 9:5, ―Sebab

seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah diberikan untuk

kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebut

orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja

Damai.‖).

Namun anehnya, gereja non-Yahudi Trinitarian telah memutuskan

bahwa Ia yang datang ke dunia ini bukanlah Dia yang disebut ―satu-

satunya Allah yang benar‖ oleh Yesus (Yoh 17:3), dan yang secara

konsisten dipanggil ―Bapa‖, melainkan seorang pribadi lain yang disebut

―Allah-Anak‖—sebuah istilah yang tidak dapat ditemukan di manapun

dalam Alkitab. Tujuan buku ini adalah untuk menunjukkan bahwa

sejumlah kecil ayat dalam Perjanjian Baru yang dikemukakan para

Trinitarian untuk mendukung doktrin mereka itu tidak memberikan

bukti eksistensi ―Allah-Anak‖, atau bahwa Yesus Kristus adalah Allah-

Anak. Tidak diragukan sama sekali bahwa para penulis Perjanjian Baru

adalah orang-orang monoteis. Jadi, tidak terdapat cara yang benar untuk

menggali keluar doktrin trinitaris dari karangan-karangan monoteistik—

kecuali dengan memaksakan penafsiran secara tidak benar ke dalam

teks.

(3) Rencana Allah untuk menyelamatkan manusia dari kesengsaraan (di

mana manusia telah jatuh karena kegagalannya mengakui Dia sebagai

Allah, Roma 1:21) tentu bukan suatu rencana yang dirancang begitu saja

ataupun yang muncul sesudahnya, melainkan, sesuatu yang dalam

pengetahuan Allah sebelumnya (God’s foreknowledge), telah terpadu ke

dalam rencana kekal-Nya yang menyeluruh bagi ciptaan-Nya. Ini berarti

bahwa rencana-Nya untuk menyelamatkan manusia sudah ada ―sebelum

permulaan zaman‖ (2Tim 1:9).

Dalam rencana ini Allah telah memilih seorang manusia sebagai

tokoh kuncinya dan dipilihkan-Nya nama ―Yesus‖ (Mat 1:21; Luk 1:31).

Nama ini signifikan karena artinya ―Yahweh menyelamatkan‖ atau

―Yahweh adalah keselamatan‖. Orang Kristen berbicara seolah-olah sang

penyelamat itu adalah Yesus seorang diri saja, tetapi sebenarnya ia

adalah penyelamat karena ―Allah ada di dalam Kristus ketika

mendamaikan dunia kepada diri-Nya sendiri‖ (2Kor 5:19, NAU). Yesus

Pendahuluan 11

sendiri terus mengulangi hal ini dengan berbagai cara dalam Injil

Yohanes, yakni, segala sesuatu yang ia katakan dan perbuat sebenarnya

dilakukan oleh ―sang Bapa‖ di dalam dia (Yoh 14:10, dsb.). Ini

disebabkan oleh kenyataan bahwa Allah hidup di dalam Yesus dengan

cara yang belum pernah dilakukan-Nya dalam sejarah manusia. Inilah

yang membuat Yesus betul-betul unik dibanding siapa saja yang pernah

hidup di muka bumi ini, dan itu juga sebabnya mengapa ia menikmati

suatu hubungan spiritual yang intim secara unik dengan Allah seperti

hubungan seorang anak dengan ayahnya. Itulah sebabnya ia disebut

―anak Allah‖, yang dalam Alkitab tidak pernah berarti ―Allah-Anak‖. Oleh

karena hubungannya yang unik dengan sang Bapa, tiga kali dalam Injil

Yohanes ia disebut ―satu-satunya Anak‖ Allah atau ―Anak‖ Allah ―yang

unik‖ (Yoh 1:14; 3:16,18).

Dalam hubungan yang tidak pernah terjadi sebelumnya ini, atas

ikhtiar Yesus sendiri, ia hidup dalam ketaatan penuh kepada Allah

sebagai Bapanya, dan memilih menjadi ―taat sampai mati, bahkan

sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8). Melalui ―ketaatan satu orang

banyak orang menjadi orang benar‖ (Rm 5:19), yang berarti bahwa dia

sudah menyelesaikan keselamatan manusia melalui kematiannya di kayu

salib. Dengan cara inilah Allah mendamaikan segalanya kepada diri-Nya

sendiri melalui Kristus. Juga, oleh karena ketaatan kepada-Nya, Allah

―sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas

segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di

langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala

lidah mengaku: ‗Yesus Kristus adalah Tuhan,‘ bagi kemuliaan Allah,

Bapa!‖ (Flp 2:9-11). Allah mengaruniakan kepada Yesus hormat setinggi-

tingginya. Inilah sebabnya kita menyebut dia ―Tuhan‖.

Pergeseran fokus yang serius dalam

Gereja non-Yahudi

Akan tetapi, gereja non-Yahudi yang kemudian, telah gagal (baik di

sengaja ataupun tidak) dalam membedakan tingkat signifikansi antara

kata ―Tuhan‖ yang disandangkan kepada Yesus dengan ―Tuhan‖ (atau

―TUHAN‖) yang disandangkan kepada Allah (kata Yunani kurios

digunakan dalam kedua kasus di atas), meskipun dalam bahasa Yunani

kata kurios mempunyai beberapa tingkatan makna: bisa digunakan

sebagai gelar kehormatan yang artinya kira-kira ―tuan‖, yaitu cara budak

The Only True God 12

memanggil majikannya, atau terkadang cara istri memanggil suaminya,

atau cara murid memanggil gurunya, sedangkan dalam Perjanjian Lama

Yunani (LXX) kata ini biasa digunakan untuk memanggil Allah. Dengan

demikian, gereja non-Yahudi yang kemudian dengan mudah beralih dari

berbicara tentang Yesus sebagai ―Tuhan‖ menjadi Yesus sebagai ―Allah‖.

Inilah salah satu alasan utama mengapa gereja non-Yahudi pada abad

ke-4 tidak mengalami banyak kesulitan dalam memproklamirkan Yesus

Kristus sebagai ―Allah-Anak‖, pribadi kedua dalam ―Ke-Allahan‖. Maka,

lahirlah ―trinitarianisme‖ sebagaimana dikenal dewasa ini.

Dari sudut pandang Alkitabiah, konsekuensi yang amat serius dari

semua ini adalah bahwa Allah (sang Bapa) telah dikesampingkan atau

dipinggirkan oleh penyembahan kepada Yesus sebagai Allah, yang telah

mendominasi gereja. Sekilas pandang buku-buku pujian Kristiani

modern langsung menyingkapkan siapakah sasaran utama dari doa dan

penyembahan Kristiani. ―Sang Bapa‖ telah dibiarkan memegang peranan

yang relatif sampingan. Yesus telah menggantikan Bapa dalam

kehidupan Kristiani, sebab bagi mereka, Yesuslah Allah itu. Rasul

Paulus, yang dalam surat-suratnya berulang-kali menulis tentang ―Allah

dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus‖ (Rm 15:6; 2Kor 1:3, dsb.), akan

gemetar dengan pemikiran bahwa gereja Kristen masa depan akan

mengganti ―Allah Tuhan kita Yesus Kristus‖ sebagai sasaran

penyembahan yang utama, dengan menyembah Yesus sendiri sebagai

Allah, malah dengan mengutip (atau lebih tepatnya, salah mengutip)

karangan-karangannya (khususnya Flp 2:6 dyb.)!

Jika Yesus dapat menjadi sasaran penyembahan, lalu mengapa

tidak ibunya, Maria, yang dideklarasikan menjadi ―bunda Allah‖ oleh

gereja non-Yahudi, dan yang benar-benar disembah sebagian besar

gereja Kristen? Sebab, jika Yesus adalah Allah, maka Maria bisa

sepantasnya disebut ―bunda Allah‖. Meskipun Maria belum

dideklarasikan menjadi Allah, kelihatannya ini tidak diperlukan

mengingat fakta bahwa sebagai ―bunda Allah‖ ia tampak berkedudukan

di atas Allah. Di dalam gereja ia biasanya digambarkan sedang

memangku bayi Yesus; gambaran yang menyindir seolah-olah sang ibu

lebih agung daripada bayinya, sekalipun bayi itu adalah Allah! Tidak

heran bila begitu banyak orang Kristen berdoa kepada Maria sebagai

orang yang memakai pengaruh yang amat besar selaku ibu atas anaknya.

Tujuan buku ini adalah untuk memberi peringatan bahwa gereja

Kristen telah menyimpang dari kebenaran yang ditemukan dalam firman

Pendahuluan 13

Allah, yakni Alkitab. Semua orang yang mengasihi Allah dan kebenaran-

Nya akan membaca kembali Kitab-kitab Suci dengan seksama untuk

mempertimbangkan kebenarannya bagi diri mereka, dan dengan

demikian kembali kepada ―Allah Penyelamat kita‖, ―yang telah

menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan

berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan

anugerah-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam

Kristus Yesus sebelum permulaan zaman‖ (2Tim 1:9). Oleh sebab inilah

kita menghormati Yesus sebagai ―Tuhan‖—tetapi selalu sedemikian rupa

"bagi kemuliaan Allah, Bapa kita” (Flp 2:11). Prof. Hans Küng

mengatakan hal yang sama dengan memakai istilah teologis,

―kristosentrisitas Paulus tetap berasaskan pada dan mencapai

puncaknya lagi dalam teosentrisitas keras‖ (Christianity, hlm.93).

Kesimpulan

ebagai kesimpulannya, maksud tujuan buku ini adalah untuk

menangkap makna ajaran Alkitabiah yang terangkum dalam

1Timotius 3:16, yakni, ―Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam

rupa manusia‖ dalam pribadi ―manusia Kristus Yesus‖ itu (1Tim 2:5).

Bahwa rujukan di sini adalah pada kenyataan Allah yang telah

menyatakan diri-Nya di dalam daging terlihat jelas dari fakta berikut:

Untuk mengatakan bahwa seorang manusia ―tampil‖ atau ―menyatakan

diri dalam rupa manusia‖ tidaklah terlalu masuk di akal. Lagipula,

Kristus tidak disebut dalam kedua ayat sebelum ini, tetapi Allah disebut

dua kali dalam ayat sebelumnya. Jadi, siapa lagi ―Dia‖ dalam 1 Timotius

3:16 itu kalau bukan Allah? Jika memang Allah itu yang tampil di dalam

rupa manusia, maka ini dengan tepat dapat digambarkan sebagai suatu

―rahasia (misteri) agung‖, sebagaimana tercantum dalam ayat itu.

Tepatnya rahasia inilah di mana Allah ―tinggal di antara kita‖ (Yoh

1:14) ―dalam Kristus‖, yang perlu kita pertimbangkan baik-baik. Allah

melakukan ini “di dalam Kristus ketika mendamaikan dunia kepada

diri-Nya sendiri” (2Kor 5:19: NAU). Tentu saja, trinitarianisme pun

percaya bahwa Allah ―telah dinyatakan di dalam daging‖, tetapi Allah

yang telah dinyatakan itu adalah ―Allah-Anak‖, tanpa mempedulikan

fakta tidak adanya pribadi seperti ini di manapun dalam Alkitab.

Akibatnya, mereka telah mengesampingkan satu-satunya Allah yang

benar (yang oleh Yesus dipanggil ―Bapa‖) sebagai Dia yang datang ke

S

The Only True God 14

dunia ―dalam Kristus‖ untuk keselamatan kita. Atau, dengan

menggunakan istilah-istilah teologis Prof. Küng, trinitarianisme telah

menggantikan ―teosentrisitas‖ Alkitabiah dengan bantuan

―kristosentrisitas‖ mereka.

Namun, apakah pengertian ―Allah (Yahweh) telah dinyatakan di

dalam daging‖ itu benar-benar tepat? Ini betul-betul suatu pernyataan

menakjubkan yang teramat signifikan, dan suatu pernyataan yang perlu

kita periksa dengan rinci dalam halaman-halaman berikut.

Apakah kita sungguh-sungguh orang monoteis,

sebagaimana yang kita duga?

Kita semua adalah orang-orang monoteis: umat Kristen menganggap

dirinya orang monoteis. Kekristenan mengklaim dirinya iman yang

monoteistik. Tapi kenapa? Bagaimana mungkin agama yang tidak

menaruh imannya semata-mata dan secara eksklusif pada satu Allah

yang personal, tetapi mempercayai tiga pribadi yang semuanya sama-

sama Allah, masih mengklaim dirinya iman yang monoteistik? Dari

definisinya, ―monoteisme‖ bermakna ―kepercayaan pada Allah yang

tunggal: kepercayaan bahwa hanya ada satu Allah‘ (Encarta

Dictionary). Definisi ini sama dalam setiap kamus. Namun, kepercayaan

pada tiga pribadi ilahi yang setara itu bukan kepercayaan pada ―Allah

yang tunggal‖, ataupun pada ―hanya ada satu Allah‖.

Sebagaimana telah kita catat, ―monoteisme‖ berasal dari kata

Yunani ―monos‖ (satu; esa) dan ―theos‖ (Allah). Allah yang telah

menyatakan diri-Nya dalam Alkitab Ibrani telah menyatakan diri-Nya

dengan Nama agung ―YHWH‖, yang disetujui oleh para pakar pada

umumnya dengan pelafalan ―Yahweh‖. Makna Nama-Nya selalu menjadi

pokok pembahasan, tetapi maknanya kira-kira ―Aku adalah Aku‖, atau

―Aku akan menjadi siapa Aku akan menjadi‖ (Lih. Kel 3:14), atau

menurut PL Yunani (LXX) nama itu mengandung makna ―Yang Eksis‖

(ho ōn), yang mengemukakan bahwa Ia eksis secara abadi dan bahwa Ia

adalah sumber segala yang eksis. Perjanjian Lama mengakui adanya satu

Allah yang personal saja, yaitu Yahweh, sebagai satu-satunya Allah yang

benar. Nama-Nya yang muncul 6828 kali itu adalah sentral kepada

keseluruhan Alkitab Ibrani. Namun, kebanyakan umat Kristen

tampaknya sama sekali tidak menyadari kenyataan sederhana ini.

Pendahuluan 15

Yahweh mutlak adalah satu-satunya (monos) Allah (theos) yang

dinyatakan dalam Alkitab. Barangkali ada ―banyak ilah dan banyak

tuhan‖ yang dipercayai orang (1Kor 8:5,6), tetapi sejauh wahyu

Alkitabiah, Yahweh adalah ―satu-satunya Allah yang benar‖. Yesus sudah

pasti mengajarkan monoteisme, tetapi pertanyaannya adalah: apakah

kita sebagai murid-muridnya sungguh-sungguh orang monoteis?

Perlu dipahami dengan terang bahwa monos bukan kata yang dapat

direntangkan maknanya menjadi sebuah kelompok yang terdiri dari

beberapa pribadi, suatu kumpulan yang terdiri dari beberapa entitas,

atau suatu golongan yang terdiri dari sejumlah tokoh. Beginilah definisi

monos menurut Kamus PB Yunani-Inggris BDAG yang berwenang: ―1.

sebagai satu-satunya entitas dalam suatu golongan, satu-

satunya, sendiri kata sifat a. dengan fokus sebagai satu-satunya entitas.

2. penanda batasan, satu-satunya, sendiri, mo,non [monon] jenis

netral, dipergunakan sebagai kata keterangan.‖

Kata ―Allah‖ dan istilah ―satu-satunya Allah‖ dalam Perjanjian Baru,

tanpa disangsikan selalu merujuk kepada Allah dalam Perjanjian Lama,

Yahweh. Namun, mengapa nama ―Yahweh‖ tidak lagi muncul dalam PB

padahal nama itu seringkali muncul dalam Alkitab Ibrani (tetapi tidak

dalam kebanyakan Alkitab Inggris, atau dalam kedua Alkitab Indonesia

yang populer itu)? Jawaban kepada pertanyaan ini terletak pada dua

kenyataan penting:

(1) Dampak yang meluluh-lantakkan dari Pembuangan ke atas Israel

sebagai suatu bangsa pada akhirnya membuat mereka insaf. Mereka

sampai memahami bahwa alasan dari pembuangan dahsyat itu serta

kehancuran sebagai bangsa bersandar pada fakta bahwa selama ini

mereka telah melakukan perzinahan rohaniah dengan bersikeras

menyembah ilah-ilah lain di samping Yahweh (salah satunya yang paling

dikenal ialah Ba‘al). Mereka melawan peringatan yang diberikan

berulang kali oleh nabi-nabi Yahweh, yang secara khusus menyatakan

bahwa Yahweh pasti akan mengirim mereka ke pembuangan karena

pemberontakan mereka terhadap-Nya dan penyembahan mereka kepada

berhala. Setelah mengalami fakta bahwa Yahweh telah menepati janji-

Nya, dan melihat dengan mata mereka sendiri apa yang Ia katakan akan

terjadi memang digenapi dengan tepat, dan setelah merasakan kerasnya

hukuman Allah, mereka kembali ke keruntuhan tanah Israel pasca masa

pembuangan sebagai umat terhukum yang mulai saat itu dan seterusnya

tidak akan lagi menyembah Allah lain selain Yahweh saja. Sekarang

The Only True God 16

mereka bahkan memuja Dia sampai-sampai tidak lagi mengucapkan

Nama-Nya yang agung. Sejak saat itu mereka hendak mencakapkan

Yahweh dengan sebutan ―Tuhan‖ (adonai)!

Lagipula, umat Yahudi tidak akan pernah lagi menyembah Allah

lain selain Adonai Yahweh, sekalipun jika Allah itu disebut ―Anak

Yahweh‖ yang tidak disebut di manapun dalam PL, ataupun jika Allah itu

disebut ―Roh Yahweh‖, yang disebut beberapa kali dalam PL tetapi tidak

pernah dianggap sebagai pribadi terpisah di samping Yahweh. Itu

sebabnya kita bisa memastikan bahwa para penulis PB berkebangsaan

Yahudi tidak mungkin orang Trinitarian; kita sudah melihat sejumlah

contoh dalam PB tentang semangat monoteisme mereka yang begitu

berapi-api.3

(2) Selama 70 tahun masa pembuangan (disebut Penawanan Babilonia)

ke negeri asing yang penduduknya berbahasa Aram, generasi baru orang

Yahudi berbahasa Aram setempat, bukan bahasa Ibrani (sama seperti

umat Yahudi yang hidup di AS atau Eropa saat ini berbahasa setempat

dan pada umumnya tidak bisa berbahasa Ibrani). Para ahli Taurat, para

pakar Alkitab, masih membaca Alkitab Ibrani (sama seperti kebanyakan

rabi di seluruh dunia saat ini), dan mengajar Alkitab di sinagoga, namun

kebanyakan orang awam tidak lagi memahami bahasa Ibrani, jadi

bagian-bagian Alkitab yang didaraskan di sinagoga harus diterjemahkan

ke dalam bahasa Aram. Beginilah penjelasan Encarta, ―Ketika

Penawanan Babilonia berakhir pada abad ke-6 sM, dan bahasa Aram

menggantikan bahasa Ibrani sebagai bahasa percakapan yang biasa,

timbul kebutuhan untuk menjelaskan makna bacaan-bacaan dari Kitab

Suci.‖ (Microsoft Encarta Reference Library 2005. © 1993-2004

Microsoft)

2 Untuk alasan ini juga, sejak berabad-abad yang lalu hingga kini umat

Yahudi tidak bisa menganggap umat Trinitarian sebagai orang-orang

monoteis sejati meskipun mereka mencoba untuk sedapat mungkin bersikap

damai. (Sebuah contoh bagus dari sikap damai mereka ditunjukkan dalam

buku Christianity in Jewish Terms (diedit oleh Tikva Frymer-Kensky dst.,

Westview Press, 2000), yang berupa dialog antara para pakar Muslim dan

Kristen. Sulit untuk membayangkan dialog pendamaian serupa antara pakar

Muslim dan Kristen dalam iklim keagamaan saat ini.)

Pendahuluan 17

Untuk kajian kita saat ini, penting untuk mencamkan fakta bahwa

dalam targum-targum (terjemahan-terjemahan) Aram dari Alkitab

Ibrani, Nama Allah yang kudus, ―Yahweh‖, oleh karena rasa takzim, telah

diganti dengan istilah ―Memra itu‖, yang dalam bahasa Aram bermakna

―Firman itu‖4. Dengan demikian, setiap orang Yahudi Palestina tahu

bahwa ―Memra‖ adalah rujukan metonimik5 untuk ―Yahweh‖. Memra

seringkali muncul dalam Targum-targum Aram.

Monoteisme dalam Alkitab

Monoteisme Alkitab mutlak tidak berkompromi. Saya tidaklah tahu

seorang pun pakar Alkitab yang menyangkali fakta ini. Oleh sebab itu,

kita tidak perlu membenarkan diri sewaktu mengajarkan monoteisme

Alkitabiah. Orang yang mempergunakan Alkitab untuk mengajarkan

sesuatu selain daripada monoteisme adalah orang yang perlu

mempertanggung-jawabkan perbuatan mereka.

Umat Kristen trinitaris cenderung mendudukkan diri di antara

umat Yahudi dan Muslim sebagai orang monoteis. Masalahnya adalah,

baik Yudaisme maupun agama Islam tidak mengakui Kekristenan

trinitaris sebagai agama yang betul-betul monoteistik, tanpa

menghiraukan klaim-klaim Kristiani. Apapun artinya ―monoteisme‖

Kristiani itu, baik umat Yahudi maupun Muslim tidak menerima agama

tersebut sebagai monoteistik menurut Kitab Suci mereka. Apakah

mereka bersikap keterlaluan?

Riwayat Personal

aya menulis sebagai seorang yang dahulunya seorang Trinitarian

sejak menjadi seorang Kristen di usia 19 tahun—suatu periode

yang menjangkau lebih dari lima puluh tahun lamanya. Selama

hampir empat dasawarsa melayani sebagai pendeta, pemimpin gereja,

dan guru banyak orang yang telah melayani purna waktu, saya

mengajarkan doktrin trinitaris dengan semangat berapi-api,

4 Bagian ini dijelaskan di Bab 8 dalam Versi Lengkap 5 Kata yang digunakan ganti orang atau hal yang dimaksudkan sesungguhnya.

S

The Only True God 18

sebagaimana dapat disaksikan oleh orang yang mengenal saya.

Trinitarianismelah yang saya minum bersama dengan susu spiritual

ketika saya masih seorang bayi rohani. Selanjutnya, dalam studi-studi

Alkitabiah dan teologis, minat saya terfokus kepada Kristologi yang saya

kejar dengan intensitas yang cukup tinggi. Hidup saya terpusat pada

Yesus Kristus. Saya belajar dan berupaya mempraktekkan pengajarannya

dengan pengabdian sedalam-dalamnya.

Artinya, dalam prakteknya saya merupakan seorang monoteis yang

mengabdi kepada suatu monoteisme di mana Yesus adalah Tuhan saya

dan Allah saya. Pengabdian yang intens kepada Tuhan Yesus ini mau

tidak mau menyisakan sedikit ruang baik untuk sang Bapa maupun Roh

Kudus. Jadi, meskipun dalam teorinya saya percaya akan adanya tiga

pribadi, dalam prakteknya sebenarnya hanya ada satu pribadi saja yang

sungguh-sungguh penting: Yesuslah. Saya memang menyembah satu

Allah, dan satu Allah itu adalah Yesus. Satu-satunya Allah yang

dinyatakan dalam Perjanjian Lama, yaitu Yahweh, dalam prakteknya

telah digantikan oleh Allah-Yesus Kristus, Allah-Anak. Sebagian besar

umat Kristen berbuat hal serupa dengan saya, jadi mereka dengan

mudah dapat memahami apa yang saya sedang katakan di sini.

Jika kita mempertimbangkan hubungan antara Islam dengan

Kekristenan dalam sejarah, kita ingat bahwa hanya tiga ratus tahun

setelah Syahadat Nikea ditetapkan dalam gereja (yang

memproklamirkan Allah terdiri dari tiga pribadi alih-alih satu), Islam

tampil ke atas pentas sejarah dunia. Sekali lagi Islam memproklamirkan

monoteisme radikal yang telah diproklamirkan dalam Alkitab Ibrani.

Sejak saat itu dan seterusnya, Kekristenan yang telah tersebar luas

dengan cepat ke segala penjuru dunia selama tiga abad pertama pada

zaman itu, sekarang terdorong mundur seiring dengan menyebarnya

kekuatan-kekuatan Islam yang monoteistik. Adakah pesan rohaniah

untuk kita di sini? Jika ada, dapatkah kita melihatnya?

Satu hal yang bisa saya lihat adalah: saya perlu menilai kembali

apakah kita sebagai orang Kristen sungguh-sungguh adalah orang

monoteis atau bukan. Apakah kita setia kepada wahyu Alkitabiah?

Banyaknya buku-buku yang dikarang oleh para teolog Kristen yang

mencoba untuk menerangkan serta membenarkan ―monoteisme

Kristiani‖ menandakan adanya persoalan: Mengapa begitu banyak upaya

yang dibutuhkan untuk menerangkan atau membenarkan ―monoteisme‖

macam ini? Pada saat saya sedang memikirkan kembali pertanyaan

Pendahuluan 19

―monoteisme Kristiani‖ ini saya membaca ulang sebuah monograf

akademik milik saya tentang hal tersebut. Monograf ini adalah koleksi

esei-esei para teolog Trinitarian baik yang Protestan maupun Katolik.

Saya segera melihat bahwa para penulis tersebut memiliki satu

persamaan: mereka jelas sekali terlihat tidak nyaman dengan

monoteisme; beberapa diantaranya memberi kritikan secara terbuka.

Ketika saya memeriksa pemikiran saya sendiri, saya pun menginsafi

bahwa pada dasarnya, trinitarianisme saya tidak mampu berdampingan

dengan monoteisme Alkitabiah. Maka saya perlu memeriksa kembali

perkara yang kritis ini. Bila kita mempercayai tiga pribadi yang terpisah,

berbeda dan setara satu sama lain, yang masing-masing adalah Allah

sepenuhnya, yang bersama-sama membentuk ―Ke-Allahan‖, bagaimana

mungkin kita masih bisa berbicara tentang iman pada ―Allah yang secara

radikal monoteistik‖ (Yahweh), yang dinyatakan dalam Alkitab Ibrani—

kecuali jika kita menggunakan istilah ―Allah yang secara radikal

monoteistik‖ dalam arti yang berbeda dengan pengertian yang

ditemukan dalam Alkitab? (Istilah ―Allah yang secara radikal

monoteistik‖ di sini dipinjam dari artikelnya Profesor David Tracy dari

Chicago dalam bukunya Christianity in Jewish Terms, 2000, Westview

Press.)

Sampai saat itu dengan penuh keyakinan saya percaya bahwa saya

mampu mempertahankan trinitarianisme berdasarkan teks-teks

Perjanjian Baru yang begitu saya kenal baik. Namun, pertanyaan yang

lebih mendesak sekarang adalah: Bagaimanakah caranya teks-teks ini

diterangkan kepada umat Muslim yang dengan tulus ingin mengenal Isa

(sebutan mereka untuk Yesus) dan yang bahkan bersedia membaca

kitab-kitab Injil, yang telah disahkan oleh Al-Qur‘an?! Yang mengejutkan

saya adalah: sekali saya mulai menyisihkan prasangka serta pra-konsepsi

dan menilai kembali setiap teks guna melihat apa yang sesungguhnya

dikatakan di situ, dan bukan dengan interpretasi kita sebagai seorang

Trinitarian, pesan yang muncul dari teks itu ternyata tidak sama dengan

perkiraan saya. Hal ini terutamanya benar untuk Yohanes 1:1. Oleh

karena trinitarianisme saya yang tertancap dalam, proses ini berakhir

dengan pergumulan panjang (yang disertai kerja sangat keras) untuk

memperoleh kebenaran pesan Alkitabiah. Beberapa dari hasil upaya itu

tertuang dalam buku ini. Biarlah setiap pembaca menilainya sendiri

dengan seksama, dan kiranya Allah mengaruniakan terang-Nya kepada

kita, yang tanpanya kita tidak dapat melihat.

The Only True God 20

Ketika saya pertama-tama menghadapi tantangan menilai kembali

trinitarianisme dalam terang Alkitab, dan kemudian membagikan terang

itu kepada siapa saja yang sudi menerimanya, saya mengira saya

sendirian merupakan orang yang mengambil pendirian demikian.

Namun, ketika saya sedang mempersiapkan penerbitan naskah ini, saya

terkejut ketika secara kebetulan menemukan karya teolog terkenal Hans

Küng, dan mendapati bila ia sudah terlebih dahulu menyatakan bahwa

doktrin Tritunggal itu ―tidak alkitabiah‖ dalam karyanya yang berjudul

Christianity: Essence, History, and Future, yang diterbitkan pada th.

1994. Sekarang saya tahu bahwa ia bukan satu-satunya teolog dogmatis

Katolik terkemuka yang membuat penegasan ini. Teolog sistematis K-J

Kuschel, dalam kajian mendalam berjudul Born Before All Time? The

Dispute over Christ’s Origin yang diterbitkan pada th. 1992, menyatakan

hal yang sama. Tentu saja, dengan ditemukannya dukungan yang tidak

diduga, terutamanya dari pakar yang memiliki kualitas dan keberanian

yang luar biasa ini sangatlah membesarkan hati.

Mengenai Tritunggal, misalnya, dalam satu bagian teks yang

berjudul ―Tidak ada doktrin Tritunggal dalam Perjanjian Baru‖, Prof.

Küng tanpa ragu menyatakan ―Memang, sementara di seluruh Perjanjian

Baru ada kepercayaan pada Allah sang Bapa serta Yesus sang Anak dan

Roh Kudus-nya Allah, namun tidak terdapat doktrin tentang satu Allah

dalam tiga pribadi (tiga mode/bentuk), tidak ada doktrin tentang ‗Allah

Tritunggal‘, ‗Trinitas‘.‖ (Christianity, hlm.95)

Rintangan-rintangan yang menghadapi kita ketika

mempertimbangkan Monoteisme Alkitabiah

(1) Perlunya membereskan setumpukan pra-konsepsi yang disebabkan

oleh indoktrinasi: Misalnya, kita yang berbahasa Inggris berbicara

tentang Roh dengan memakai kata ganti ―he‖ (kata Inggris yang berjenis

maskulin), karena ketika kita membaca Perjanjian Baru kita mendapati

Roh itu dirujuk demikian. Kebanyakan orang Kristen, karena tidak

mengenal bahasa Yunani dengan baik, tidak mengetahui bahwa kata

untuk Roh, pneuma, adalah kata yang berjenis netral, dan oleh sebab itu

harus diterjemahkan dengan kata ganti ―it‖ (kata Inggris yang berjenis

netral). Bahkan setelah mempelajari bahasa Yunani pun kita masih tetap

berbicara tentang Roh sebagai ―he‖, karena menurut doktrin trinitaris,

Roh itu adalah pribadi yang terpisah dan berbeda, yang setara dengan

Pendahuluan 21

kedua pribadi lainnya dalam Allah Tritunggal, yaitu Bapa dan Anak.

Tentu saja inilah sebabnya mengapa seluruh terjemahan Inggris

mengubah kata ―pneuma” yang berjenis netral menjadi ―he‖. Itu semua

tidak ada kaitannya sama sekali dengan tatabahasa yang baik, tetapi

terkait sepenuhnya dengan dogma Kristiani.

Hal yang sama juga berlaku untuk gagasan ―Trinitas‖. Di India

terdapat sejumlah besar dewa, namun ada tiga dewa yang menduduki

tempat teratas. Ketiga dewa itu saling berbagi ―zat/hakikat‖ kedewaan

yang sama; kalau tidak begitu mereka tidak akan dianggap dewa sama

sekali. Jika orang-orang di India yang menyembah ketiga dewa tertinggi

ini disebut orang politeis oleh umat Kristen, lalu dalam hal apa konsep

trinitaris Kristiani secara dasariah berbeda dari konsep trinitaris orang

India? Apakah hanya karena ketiga pribadi dalam Trinitas Kristiani itu

lebih dekat hubungannya satu sama lain, misalnya, antara ―Bapa‖ dan

―Anak‖ (bagaimana dengan ―Roh‖)? Indoktrinasi memberi efek kuat yang

membuat kita bersikeras bahwa trinitarianisme mewakili monoteisme—

sesuatu yang ditolak oleh orang-orang monoteis sejati seperti umat

Yahudi dan umat Muslim. Jika dalam diri kita masih tersisa sedikit akal

logis kita akan melihat bahwa seandainya Allah-Bapa, Allah-Anak, dan

Allah-Roh itu ada, maka menurut dogma ini jelas nyata ada tiga Allah.

Akan tetapi, tampaknya kita tidak mampu menghadapi fakta gamblang

ini secara jujur! Di sini kita melihat daya indoktrinasi dan

kemampuannya untuk menguasai pemikiran logis.

Untuk mereka yang pernah melihat cara kerja indoktrinasi, ini

bukan hal baru. Hal seperti ini sudah terjadi bahkan dalam sejarah baru-

baru ini: idealisme gila seperti Narzisme dan cita-citanya untuk

membangun suatu utopia seribu tahun lamanya, suatu cita-cita yang

mewajibkan pembasmian bangsa Yahudi, yang mereka anggap sampah

kemanusiaan yang menjangkiti ras manusia, atau paling tidak ras Arian.

Hanya indoktrinasi melalui propaganda intenslah yang dapat membujuk

orang berpikir segila itu.

Banyak pula orang yang pernah mengalami proses cuci-otak yang

diperkenalkan oleh komunisme Stalin. Mereka hanya diperbolehkan

berpikir dengan pola yang sudah ditetapkan sebelumnya; pola-pola pikir

lainnya akan mendatangkan hukuman yang berat sekali, termasuk

pengurungan dan hukuman mati.

Gereja sendiri memegang rekor panjang berkenaan dengan

pembatasan pemikiran bebas seperti ini. Begitu gereja menetapkan

The Only True God 22

doktrinnya, seperti Syahadat Nikea dan Syahadat Khalkedon pada abad

ke-4, perbedaan pendapat tidak lagi diperbolehkan dan diganjar dengan

ekskomunikasi, yang pada efeknya berarti mengutuk orang itu ke dalam

neraka. Tidak ada yang lain lebih serius dari itu, kematian jasmaniah pun

tidak. Penindasan gerejawi macam ini berkembang menjadi penyiksaan

badani yang kejam, kerapkali berpuncak pada kematian, yang dikenakan

oleh gereja kepada orang-orang yang telah mereka kutuk sebagai bidat

selama masa Inkuisisi yang terkenal kejinya.

Bahkan dewasa ini pun tidak sedikit orang Kristen yang mengira

bila mereka memiliki semacam hak ilahi untuk mencap orang Kristen

lainnya yang tidak sepaham dengan pandangan doktrinal mereka dengan

sebutan ―sesat‖, ―picik‖ atau, seperti sebelumnya, ―bidat‖. Dengan

demikian, orang-orang yang mengangkat dirinya sebagai pembela iman

ini melanjutkan tradisi panjang gereja non-Yahudi dengan konflik-

konflik doktrinal yang saling mematikan, yang di mata dunia nyaris

bukan demi kemuliaan Allah, belum lagi bagaimana pandangan Allah

atas semuanya ini!

Namun, terlepas dari tekanan-tekanan luar yang kuat yang

membuat kita menuruti dogma tertentu, kenyataannya kita sendiri telah

teryakinkan bahwa doktrin itu benar. Di dalam menjalani kehidupan

sebagai orang Kristen, kita telah belajar untuk membaca Alkitab dengan

cara tertentu yang diyakini sebagai satu-satunya cara yang benar. Jadi,

sekarang kita memahami Alkitab hanya dengan cara itu, dan sebaliknya,

apa saja yang kita baca semakin meyakinkan kita bahwa cara yang

diajarkan kepada kita itu adalah cara yang benar. Dengan demikian, kita

sendiri telah memaksakan iman kepercayaan kita ke dalam doktrin

tertentu itu, terutamanya di saat kita sendiri menjadi guru dan

mengajarkan doktrin itu kepada orang lain, malah dengan berusaha

mencari keterangan yang lebih meyakinkan ketimbang keterangan yang

sudah diajarkan kepada kita. Di sini saya berbicara dari pengalaman

personal saya sebagai seorang guru.

Akibat praktis dari semuanya ini adalah ketika saya membaca

Perjanjian Baru, mau tidak mau saya membaca setiap nas dengan cara

yang sudah saya pelajari, yang selanjutnya diperkuat dengan argumen-

argumen baru yang telah saya kembangkan sendiri. Sebagai halnya

setiap guru yang berusaha sungguh-sungguh, saya mencoba membuat

perkara trinitaris ini seyakin-yakinnya. Saya sudah mempelajari dan

Pendahuluan 23

mengajarkan Alkitab sebagai kitab trinitaris; jadi bagaimanakah

mungkin saya sekarang memahaminya di dalam cahaya monoteisme?

Ambillah contohnya, Filipi 2:6-11, teks terkenal yang terus-menerus

dipergunakan oleh para Trinitarian untuk membuktikan bahwa Kristus

adalah Allah-Anak. Prof. M. Dods merangkum teks itu sebagai berikut:

―Kristus digambarkan [dalam nas ini] meninggalkan kemuliaan yang

semula dinikmatinya dan kembali kepada kemuliaan itu ketika tugasnya

di bumi sudah diselesaikan olehnya dan sebagai buah hasil kerja itu‖

(The Gospel of John, The Expositor’s Greek NT). ―Kemuliaan‖ yang

ditinggalkan oleh Kristus itu adalah ―kemuliaan ilahi‖, sebagaimana

dinyatakan dalam kalimat berikutnya yang diulas oleh Dods.

Itulah cara kita semua memahami teks ini sebagai orang Trinitarian.

Tidak pernah terpikirkan oleh kita bahwa interpretasi tersebut adalah

hasil dari terlalu banyak membacakan ke dalam teks apa yang tak

tertulis. Kata ―kemuliaan‖, misalnya, tidak muncul di manapun dalam

teks ini (atau bahkan dalam pasal ini) sehubungan dengan Kristus,

apalagi istilah ―kemuliaan ilahi‖. Istilah ―kemuliaan ilahi‖ di sini bukan

berarti kemuliaan Allah Bapa (lih. Flp 2:11), melainkan ―Allah-Anak‖,

suatu istilah yang tidak muncul di manapun dalam Kitab Suci. Sekali

lagi, kata-kata kunci ―meninggalkan‖ dan ―kembali‖ yang dipergunakan

oleh Dods juga tidak ada dalam nas tersebut, tetapi dimasukkan

kedalamnya. Untuk mengatakan Yesus ―tidak menganggap kesetaraan

dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus dirampas‖ (ESV), seperti

dikatakan dalam Filipi 2:6, sama sekali berbeda dengan mengatakan

―meninggalkan kemuliaan ilahi‖-nya.

Lagipula, nas dalam Filipi 2:6-11 itu sama sekali tidak berkata apa-

apa tentang Kristus yang ―kembali‖ kepada ―kemuliaan yang semula

dinikmatinya‖ (Dods). Yang dikatakan adalah sesuatu yang sangat

berbeda, yang seharusnya dapat dilihat sendiri: ―Itulah sebabnya Allah

sangat meninggikan dia dan mengaruniakan kepadanya nama di atas

segala nama‖ (Flp 2:9). Di sini sama sekali tidak terdapat gagasan kalau

ia hanya sekadar menerima kembali apa yang pernah dimilikinya

semula; untuk berkata demikian artinya membuat tidak bermakna

dirinya yang ―sangat ditinggikan‖ oleh Allah ini.

Dengan demikian rangkuman Dods atas teks Filipi ini benar-benar

tidak memuat apapun yang berasal dari teks itu sendiri! Tanpa malu-

malu Trinitarianisme telah dibacakan ke dalamnya. Namun, sebagai

orang Trinitarian kita tidak memperhatikan ketidaksesuaian yang serius

The Only True God 24

ini antara penafsiran kita dengan teks-teks Alkitabiah yang semestinya

kita tafsirkan. Ini dikarenakan kita tidak tahu cara membaca teks selain

dengan cara yang telah diajarkan kepada kita. Di sini kita tidak akan

mengkaji Filipi 2 dengan rinci, tetapi beberapa butir yang terdapat dalam

nas terkenal ini akan dipakai sebagai contoh dari fakta bahwa membaca

Alkitab dengan kacamata trinitaris telah menjadi kebiasaan kita.

Terlepas dari tugas sulit mempelajari kembali cara membaca

Alkitab di dalam cahaya yang baru, cahaya monoteisme, ada lagi faktor

lain yang menurunkan motivasi, yaitu faktor tekanan-tekanan luar

seperti dijuluki ―bidat‖, yang menakutkan bagi kebanyakan orang

Kristen. Hanya karena menyatakan bahwa Alkitab bersifat monoteistik

karena Alkitab adalah firman dari ―satu-satunya Allah yang benar‖ orang

lantas bisa dijuluki ―bidat‖ oleh gereja non-Yahudi menunjukkan betapa

jauhnya gereja telah menyimpang dari firman Allah.

Hanya keberanian dari Allah untuk menghadapi kebenaran,

sesungguhnya, untuk mencintai kebenaran di atas segala-galanya, yang

akan memampukan kita mengenal Dia yang adalah ―Allah kebenaran‖.

Dengan demikian, saya akan mengakhiri bagian ini dengan kata-kata

dari Yesaya 65:16, ―Supaya siapa yang memberkati dirinya sendiri di atas

bumi, akan memberkati dirinya sendiri oleh Allah kebenaran, dan dia

yang bersumpah di bumi, akan bersumpah demi Allah kebenaran;

karena kesusahan yang dahulu telah dilupakan dan telah tersembunyi

dari mata-Ku.‖ (ESV)

(2) Terlepas dari masalah-masalah serius dari indoktrinasi dan tekanan

sebaya, ada masalah lain yang tak kalah seriusnya, yakni, kita tidak lagi

memiliki gagasan-gagasan dan konsep-konsep yang dikenal baik oleh

orang-orang pertama yang membaca PB: konsep-konsep umum seperti

Logos atau Memra, Syekinah, dan terutamanya Nama Allah, Yahweh.

Semuanya itu sekarang telah menjadi asing bagi kebanyakan orang

Kristen. Untuk memahami Alkitab, konsep-konsep ini perlu dipelajari

dan hal itu sendiri sudah menjadi tantangan bagi kebanyakan orang.

Dewasa ini hanya sedikit orang Kristen yang tahu akan sesuatu yang

mendasar seperti fakta bahwa Nama Allah dalam Alkitab Ibrani adalah

―Yahweh‖, yang karena rasa takzim orang Yahudi menyebut-Nya

―Adonai‖, yang artinya ―Tuhan‖. Biasanya kata ini diterjemahkan sebagai

―LORD‖ dalam kebanyakan Alkitab Inggris (dengan pengecualian New

Jerusalem Bible, ILT dan KSKK yang memakai ―Yahweh‖). Nyaris tak

satu pun orang Kristen yang tahu berapa kali Nama ―Yahweh‖ muncul

Pendahuluan 25

dalam Alkitab Ibrani. Mereka terkejut mendapati Nama itu muncul 6828

kali. Bila bentuk pendek dari Nama itu juga dihitung (seperti kata

Haleluyah, di mana ‗yah‘ adalah kependekan dari Yahweh yang artinya

―Memuliakan Yahweh‖), jumlah pemunculannya melonjak menjadi

sekitar 7000 kali. Tidak ada nama lain yang menyaingi frekuensi

pemunculan ini dalam Alkitab. Jelas sekali ini menunjukkan bahwa

Yahweh melingkupi baik pusat maupun lingkar Alkitab; pada

hakekatnya, Ia adalah ―semua dalam semuanya‖ (1Kor 15:28).

Perlu pula dicatat bahwa kata ―Yahweh‖ juga ditemukan dalam PB,

terutamanya dalam pelbagai tempat yang mengutip PL. Kata ―Adonai‖

(metonim Yahudi untuk ―Yahweh‖) muncul 144 kali dalam Complete

Jewish Bible. Dalam Salkinson-Ginsburg Hebrew New Testament,

―Yahweh‖ muncul 207 kali.

Namun, perkaranya jauh melampaui frekuensi statistik Nama

Yahweh dalam Alkitab. Keindahan karakter Yahweh yang luar biasa

sebagaimana dinyatakan dalam Alkitab hanya teramati oleh sedikit

orang Kristen. Keindahan karakter-Nya yang terlihat dari belas kasihan-

Nya, hikmat-Nya, dan kuasa-Nya yang dipakai untuk keselamatan

manusia, sudah dinyatakan dalam kitab Kejadian, di mana kita pun

dapat mengamati tingkat keintiman yang mengejutkan dari interaksi-

Nya dengan Adam dan Hawa, yang tampaknya dikunjungi secara teratur

oleh-Nya ―pada waktu hari sejuk‖ (Kej 3:8) di Taman Eden, yang telah Ia

―buat‖ (Kej 2:8) untuk mereka. Ketika mereka berdosa, Ia bahkan

membuatkan pakaian untuk menutupi mereka alih-alih penutup dari

daun-daun pohon ara yang rapuh buatan mereka sendiri (Kej 3:7,21).

Kasih sayang dan kuasa penyelamatan Yahweh terlihat dalam skala

besar ketika Ia menyelamatkan orang Israel dari perbudakan di Mesir. Ia

memimpin sekitar 2.000.000 orang Israel melalui padang gurun yang

mengerikan hingga tiba di tanah Kanaan, dan menyediakan segala

kebutuhan mereka selama 40 tahun. Kita akan mempertimbangkan hal-

hal tersebut dengan lebih menyeluruh dalam bab 5; di sini hanya

disinggung bahwa kualitas-kualitas yang sama dari karakter Yahweh

dinyatakan lagi dalam Injil-injil melalui kehidupan dan perbuatan Yesus

Kristus, yang dalam dirinya seluruh kepenuhan Yahweh diam. (Kol 1:19;

2:9)

(3) Berbicara tentang ―Allah‖ pun malah menjadi persoalan karena bagi

orang Trinitarian kata itu bisa merujuk kepada salah satu dari ketiga

pribadi, atau ketiganya sekaligus. Dengan demikian, Allah itu tiga

The Only True God 26

serangkai, yaitu, sebuah kelompok yang terdiri dari tiga entitas atau

pribadi. Kita bahkan tidak bisa berbicara tentang Allah sebagai Bapa

tanpa disertai asumsi orang Trinitarian bahwa kita sedang berbicara

tentang sepertiga dari Trinitas yang dipanggil ―Allah Bapa‖, atau bahkan

Yesus sebagai ―Bapa‖, karena banyak orang Kristen yang juga

menyandangkan gelar ini kepadanya. Lantas, bagaimana caranya kita

bisa berbicara tentang ―satu-satunya Allah yang benar‖ tanpa disalah-

pahami oleh orang Trinitarian? Tampaknya jalan keluar satu-satunya

ialah dengan memakai nama yang diwahyukan oleh-Nya sendiri:

―Yahweh‖, atau bahkan dengan ―Allah Yahweh‖ (YHWH Elohim), istilah

yang muncul 817 kali dalam PL.

Beberapa fakta sejarah yang penting

dalah fakta sejarah bahwa Syahadat trinitaris Nikea ditetapkan

pada th. 325 M (dan Syahadat Konstantinopel pada th. 381 M),

300 tahun setelah masa Kristus. Ini berarti trinitarianisme

menjadi syahadat resmi gereja tiga abad sesudah masa Tuhan Yesus

Kristus.

Begitu juga fakta sejarah yang sederhana bahwa Yesus dan para

rasulnya semua adalah orang Yahudi, dan bahwa jemaat awal yang

didirikan di Yerusalem (dikisahkan dalam kitab Kisah Para Rasul) adalah

jemaat Yahudi. Ini berarti bahwa jemaat yang paling mula-mula itu

semuanya terdiri dari orang-orang monoteis. Para pakar dengan jujur

mengakui ―monoteisme PB yang keras (dalam Injil Yohanes, lih.

khususnya Yoh 17:3)‖, meminjam kata-kata H.A.W. Meyer (Critical and

Exegetical Handbook to the Gospel of John).

Ini berarti bahwa ketika kita memahami PB secara monoteistik,

atau memaparkannya dengan cara itu, kita melakukannya sesuai dengan

ciri sejati PB. Begitulah PB semestinya dimengerti dan diuraikan. Oleh

karena itu, bila kita berbicara tentang Yohanes 1:1 atau bagian lain dari

PB dalam pengertian monoteistik, kita tidak perlu membenarkan apa-

apa, dan tidak ada perkara yang perlu dibela sama sekali.

PB bukanlah sebuah dokumen politeistik ataupun trinitaris yang

perlu diterangkan secara monoteistik. Jika ini yang kita lakukan maka

kita harus membuat pembenaran atas tindakan kita serta membela

perkara kita. Namun, kebalikannyalah yang benar. Berkenaan dengan

PB, trinitarianismelah yang sedang disidangkan: ia harus menerangkan

A

Pendahuluan 27

mengapa ia telah menginterpretasikan Firman Allah yang monoteistik

secara politeistik, sehingga sama sekali memutar-balikkan ciri

dasariahnya.

Bukankah umat Trinitarian adalah orang monoteis? Sebagai umat

Trinitarian kita berargumen bahwa kita adalah orang monoteis, bukan

orang politeis, karena kita percaya pada satu Allah dalam tiga pribadi.

Kita menutup mata dan telinga terhadap fakta yang seharusnya nyata-

nyata jelas: Jika Bapa adalah Allah, dan Anak adalah Allah, dan Roh

adalah Allah, dan ketiganya setara dan kekal bersama, maka kesimpulan

yang tak dapat dipungkiri adalah: ada tiga Allah. Jadi, bagaimanakah

kita bisa mengatakan bahwa kita masih percaya pada satu Allah? Hanya

dengan satu jalan: definisi kata ―Allah‖ harus diganti—dari ―Pribadi‖

menjadi ―Zat/Hakikat‖ ilahi (atau ―Kodrat‖) ilahi, yang dibagi sama rata

oleh ketiga pribadi tersebut.

Akan tetapi, fakta sederhananya adalah bahwa Allah dalam Alkitab

itu pastilah suatu Jatidiri yang sangat personal dan bukan sekadar

―zat/hakikat‖, tidak peduli zat/hakikat itu sehebat apa. Namun,

trinitarianisme telah mengubah konsep Alkitabiah akan Allah dengan

secara lancang memperkenalkan politeisme ke dalam gereja di balik

penyamaran ―monoteisme‖. Dengan berbuat demikian mereka telah

mengubah makna kata ―Allah‖.

Pergeseran Halus dari Monoteisme ke Triteisme Trinitaris

Kita sudah memperhatikan fakta sejarah bahwa sejak masa Kristus

hingga ke masa Syahadat Nikea terdapat selang waktu 300 tahun

lamanya. Selama tiga abad itu gereja mengalami perubahan dasariah

yang lambat namun pasti: perpindahan dari monoteisme ke politeisme.

Alasan historis atas perubahan ini tidak sulit dipahami. Ketika jemaat

awal, dengan kuasa Roh Allah, memproklamirkan Injil yang monoteistik

secara dinamis ke seluruh dunia Yunani-Romawi yang politeistik dan

banyak orang datang kepada Tuhan, banyak orang beriman non-Yahudi

yang datang di gereja tidak sepenuhnya menanggalkan cara berpikir

mereka yang politeistik. Dengan berkembangnya jemaat di seluruh

dunia, orang non-Yahudi mulai memainkan peranan utama dalam

gereja-gereja, hingga akhirnya orang Yahudi hanya menjadi kaum

minoritas di kebanyakan gereja di luar Palestina. Menjelang paro abad

ke-2, ketika Kekristenan berpisah dengan Yudaisme, pemutusan

The Only True God 28

hubungan dengan monoteisme Alkitabiah menjadi kenyataan dalam

faktanya jika bukan dalam namanya.

Menjelang awal abad ke-3 M sulit menemukan satu saja nama orang

Yahudi di antara para pemimpin gereja daerah (waktu itu disebut

―uskup‖). Gereja sekarang telah kokoh berada di bawah kepemimpinan

orang-orang non-Yahudi. Para pemimpinnya telah bertumbuh dalam

lingkungan beragama dan budaya di mana terdapat ―banyak ilah dan

banyak tuhan‖ (1Kor 8:5), dan ―ilah-ilah‖ serta ―tuhan-tuhan‖ agama

Yunani dan Romawi itu pada dasarnya menuhankan manusia yang

diagungkan oleh orang banyak sebagai pahlawan. ―Jadi, jiwa-jiwa yang

lebih baik akan melewati masa peralihan dari manusia menjadi

pahlawan dan dari pahlawan menjadi setengah ilah; dan dari setengah

ilah, sedikit di antaranya, setelah jangka pemurnian yang panjang, akan

sepenuhnya saling berbagi dalam keilahan‖ (Plutarch [c. th. 46-120 sM],

dikutip dari Greek-English Lexicon, BDAG, ). Aleksander Agung

dan beberapa kaisar Romawi dihormati sebagai ilah.6

Apapun alasan-alasan lain dari penyimpangan gereja dari

monoteisme, dengan diresmikannya Syahadat Nikea dan Syahadat

Konstantinopel tiga abad sesudah masa Kristus, jelaslah bahwa Kristus

sekarang dinyatakan sebagai Allah, setara dan kekal bersama dengan dua

pribadi lainnya dalam Ke-Allahan. Kini, Allah bukan lagi satu Jatidiri

yang personal tetapi satu kelompok yang terdiri dari tiga pribadi yang

sama-sama setara. Ini berarti makna sesungguhnya dari kata ―Allah‖

telah berubah dari satu Pribadi ilahi menjadi tiga pribadi ilahi yang

6 Dalam kenyataannya, sebagaimana dikenal luas, sebagian orang Romawi

juga tidak keberatan memasukkan Yesus sebagai ilah di antara begitu banyak

ilah di kuil Romawi. Hal yang membuat mereka marah ialah penolakan

orang Kristen mula-mula untuk mengakui kaisar sebagai ilah. Hal ini

berakibat kepada beberapa peristiwa penganiayaan orang Kristen, karena

penolakan mereka untuk menyembah kaisar dianggap sebagai bukti

ketidaksetiaan kepada pemerintahan Romawi. Namun, di pihak mereka,

orang Kristen sudah tentu, tidak terlalu merasa senang dengan sebagian

orang Roma yang tidak keberatan memuliakan Yesus sebagai ilah di samping

ilah-ilah mereka yang lain. Dan jika para pemuja berhala saja rela mengakui

keagungan Yesus dengan memberikannya tempat di antara ilah-ilah mereka,

mengapa orang Kristen (non-Yahudi) tidak rela memuliakan dia dengan cara

yang sama, yaitu, sebagai Allah? Hal ini memberi andil dalam

mempersiapkan jalan untuk trinitarianisme.

Pendahuluan 29

saling berbagi satu ―zat/hakikat‖ ilahi. Oleh sebab itu, pernyataan

Alkitabiah yang dasariah untuk iman Alkitabiah baik dalam PL maupun

PB, yang diungkapkan dengan jelas dalam kata-kata: ―Dengarlah hai

Israel, TUHAN (Yahweh) Allah kita, TUHAN (Yahweh) itu Esa‖ (Ul 6:4;

Mrk 12:29) pada hakikatnya telah diubah menjadi: ―Dengarlah, hai

Gereja, Tuhan Allahmu itu TIGA.‖

Dengan adanya perubahan ini maka seluruh ciri dari Monoteisme

Alkitabiah, yang menyatakan satu Allah yang personal, berubah menjadi

suatu ―monoteisme‖ di mana ―Allah‖ bukan lagi satu pribadi melainkan

satu ―zat/hakikat‖ yang dibagi bersama oleh tiga pribadi.

Sejak permulaan abad ke-3, Origenes, ―bapa‖ terkemuka Gereja

Yunani dan guru pada sekolah katekismus di Aleksandria, sudah

mendeklarasikan, ―Kami tidak takut berbicara tentang dua Allah dalam

satu pengertian, dan satu Allah dalam pengertian lain‖ (J.N.D. Kelly,

Early Christian Doctrines). ―Kami tidak takut berbicara...tentang dua

Allah‖: Betapa beraninya, atau mestikah kita berkata, betapa

lancangnya?! Pintu politeisme (dibalik samaran selubung tipis

―monoteisme trinitaris‖) sekarang telah terbuka lebar. Dalam kurun

waktu kurang dari 200 tahun semenjak masa Kristus, gereja non-Yahudi

dengan berani telah menentang monoteisme Alkitabiah, dan memulai

tradisi panjang menggunakan gaya bahasa ambigu (double-talk): ―dalam

satu pengertian...dalam pengertian lain‖. Pengertian yang mana? Allah

orang Kristen non-Yahudi, dari segi pribadi, ada dua (atau tiga, resmi

sejak th. 381 M); dari segi zat/hakikat: satu. Namun, biarlah dipahami

dengan jelas bahwa sejauh menyangkut penyingkapan Alkitabiah, entah

dalam Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru, tidak ada dua Allah (atau

tiga) dalam pengertian apa pun. Orang-orang yang peduli dengan

kebenaran Alkitabiah akan menolak gaya bicara trinitaris yang ambigu,

karena merasakan adanya kebohongan di situ. Hanya ada satu-satunya

Allah yang benar, dan Nama-Nya adalah Yahweh! Siapa saja yang

mengabarkan Allah lain di samping Dia pasti harus mempertangggung-

jawabkan perbuatannya pada Hari itu.

Meskipun mengubah definisi dan pengartian kata ―Allah‖ dengan

disengaja adalah perkara teramat serius, keseriusan perkara itu tidak

berakhir di situ. Yang terjadi pada deklarasi trinitaris itu sama sekali

bertolak-belakang dengan pernyataan ilahi bahwa ―Yahweh (TUHAN)

itu ESA‖, Ulangan 6:4 (ILT). Yahweh adalah satu Jatidiri, satu Entitas,

satu Pribadi, sebagaimana jelas terlihat dalam Alkitab Ibrani; dan dalam

The Only True God 30

Perjanjian Baru pun tidak ada bedanya. Oleh sebab itu, makna keesaan

Allah dalam Alkitab bukanlah sesuatu yang bisa ditawar-tawar atau

dikompromikan.

Makna keesaan Yahweh didefinisikan secara mutlak jelas, dan tidak

sudi berkompromi dengan macam gagasan yang mengemukakan bahwa

keesaan-Nya adalah ―kesatuan di dalam keragaman‖ yang membuka

kemungkinan mencakup satu atau dua pribadi lain di samping Yahweh.

Kitab Suci tanpa ragu menyatakan: ―TUHANlah Allah; tidak ada yang

lain kecuali Dia” (Ul 4:35). Atau, dengan kata-kata Yahweh sendiri,

―tidak ada Allah selain dari pada-Ku, Allah yang adil dan Juruselamat;

tidak ada yang lain kecuali Aku. Berpalinglah kepada-Ku dan

biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah

Allah, dan tidak ada yang lain‖ (Yes 45:21,22). Dalam dua ayat ini saja

―tidak ada yang lain‖ diulang tiga kali. Frase itu diulang berkali-kali lagi

di bagian lain Kitab Suci.

Paling khususnya, deklarasi trinitaris ini benar-benar bertolak-

belakang dengan penegasan Yesus sendiri dalam Ulangan 6:4 bahwa

Yahweh itu esa. Dalam kisah di mana seorang ahli Taurat menanyakan,

―Perintah manakah yang paling utama?‖ Yesus menjawab, ―Perintah

yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhanlah Allah kita,

Tuhan itu Esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan

dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu, dan dengan

segenap kekuatanmu.‖ (Mrk 12:28-30) Siapa yang dirujuk sebagai

―Tuhan Allahmu‖ ini mutlak jelas; dalam Perjanjian Lama frase tersebut

merupakan bentuk rujukan standar kepada Yahweh yang muncul lebih

dari 400 kali.

Akan tetapi, kelompok pemimpin gereja di Nikea itu, yang agaknya

mengakui Yesus sebagai ―Tuhan‖, tidak takut (seperti dinyatakan oleh

Origenes sebelumnya) menentang tuan mereka dan menuntut gereja

harus percaya bahwa Allah itu lebih dari satu pribadi. Ini mengingatkan

kita akan kata-kata Yesus, ―Dan mengapa kamu berseru kepada-Ku:

Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku katakan?‖

(Luk 6:46) Bila sang guru mengajarkan bahwa Allah itu esa,

bagaimanakah semestinya tanggapan murid-muridnya yang sejati? Dan

jika kita tidak melakukan apa yang ia katakan, tidakkah kita akan

mendengar ia berkata, ―Aku akan berterus terang kepada mereka dan

berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku,

kamu sekalian yang melakukan kejahatan!‖ (Mat 7:23). Atau, apakah kita

Pendahuluan 31

mengira bila ia akan merasa senang karena kita telah mengangkatnya

hingga setara dengan Yahweh, sama seperti orang-orang yang ingin

memahkotai dia dan menjadikannya raja dengan paksa dalam Yohanes

6:15: ―Karena Yesus tahu bahwa mereka hendak datang dan hendak

membawa Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir

lagi ke gunung, seorang diri.‖

Sebagai umat Trinitarian kita meninggikan Yesus hingga setara

dengan Yahweh walaupun ia sendiri tidak sekalipun pernah mengklaim

dirinya sebagai Allah, sama seperti yang diucapkan dalam Filipi 2:6

bahwa ia ―tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu

yang harus dirampas.‖ (ESV) Yang menariknya, kata yang diterjemahkan

sebagai ―dirampas‖ dalam ayat ini sama persis dengan kata yang

diterjemahkan sebagai ―membawa dengan paksa‖ (harpazo) dalam

Yohanes 6:15. Yesus tidak pernah berusaha mengambil dengan paksa,

atau merampas kesetaraan dengan Allah.

Trinitarianisme juga bersikeras menjadikan Roh Tuhan (Yahweh)

pribadi yang terpisah dan berbeda dari Yahweh. Siapapun yang

mengenal Perjanjian Lama dengan baik akan mendapati hal ini agak

aneh. Umat Yahudi pasti bertanya-tanya apakah umat Kristen sungguh-

sungguh memahami Alkitab atau tidak. Untuk memperdebatkan bahwa

Roh Yahweh, adalah pribadi yang berbeda dan terpisah dari-Nya adalah

sama dengan memperdebatkan bahwa ―roh manusia‖ (1Kor 2:11; Ams

20:27; Pkh 3:21; Za 12:1) adalah individu yang terpisah dan berbeda yang

hidup di dalam dia, atau hidup dengan dia sebagai pribadi yang lain!

Sayangnya, ini bisa dipandang benar untuk orang yang menderita

penyakit skizofrenia, tetapi untuk mengemukakan bila demikian halnya

dengan Allah adalah kegilaan, atau lebih parahnya, penghujatan.

―Allah itu Roh‖ (Yoh 4:24) sebagaimana dikatakan Yesus. Akan

tetapi, tanpa ragu kita menyatakan bahwa Roh Allah, Roh Tuhan, Roh

Kudus itu sebenarnya adalah pribadi yang berbeda dari-Nya. Malangnya,

sebagai orang Trinitarian, kita telah begitu terbiasa dengan pengajaran

seperti ini sehingga tidak lagi mampu melihat kekonyolannya

(absurdity). Kita meyakinkan diri sendiri bahwa kita tentu tidak sebodoh

itu. Masalahnya bukan kebodohan melainkan kebutaan—dan kita

mengira hanya orang Yahudi sajalah yang mengalami kebutaan (Ef 4:18;

Rm 11:25, khususnya berkenaan dengan Yesus sebagai Mesias)!

Oleh karena Alkitab itu nyata-nyata bersifat monoteistik—sehingga

sebuah uraian secara monoteistik atasnya tidak memerlukan

The Only True God 32

pembenaran apapun—maka berikut ini adalah suatu usaha untuk

mempelajari cara memahami Kitab Suci dengan semestinya—secara

monoteistik. Ini bukan tugas yang mudah untuk seorang yang telah

berkecimpung dalam trinitarianisme seperti diri saya. Akan tetapi, demi

menangkap kebenaran-Nya dan dengan anugerah Allah, hal ini harus

dilaksanakan. Sudah saatnya kita ―menyelidiki dan memeriksa hidup

kita, dan berpaling kepada TUHAN (Yahweh)‖ (Rat 3:40).

“Monoteisme” Trinitaris

atu-satunya jalan untuk ―monoteisme‖ trinitaris agar bisa

memenuhi syarat sebagai monoteisme adalah dengan mengubah

definisi kata ―monoteisme‖. Ini kurang lebih sama dengan

mengatakan kalau malaikat adalah manusia, dengan mengubah makna

kata ―manusia‖ sehingga juga mencakup malaikat. Ini ibarat mengubah

peraturan permainan dengan menaruh tiang-tiang gawangnya lebih jauh

sehingga kita bisa mencetak angka. Ini tidak bisa diterima oleh mereka,

seperti umat Yahudi (dan umat Muslim), yang tahu bahwa argumentasi

semacam ini adalah suatu penyangkalan akan monoteisme dari Firman

Allah, Kitab Suci, yang tidak mengenal kompromi, yang radikal.

Jadi, bagaimana mungkin trinitarianisme yang mengklaim bahwa

Allah itu bukan satu pribadi tetapi tiga pribadi yang sama-sama setara,

tetap mengklaim dirinya monoteistik? Jawaban sederhananya adalah

dengan mengubah makna kata ―monoteisme‖ sedemikian rupa sehingga

satu-satunya Allah itu tidak lagi dipahami sebagai satu Pribadi tetapi

sebagai satu ―zat/hakikat‖, zat/hakikat ketuhanan atau ―ke-allahan‖.

Kamus Encarta mendefinisikan ―ke-allahan‖ dengan ―keadaan sebagai

Allah atau ilah; kodrat atau esensi sebagai yang ilahi; juga disebut

‗kualitas ilahi‘‖. Setiap ilah dalam politeisme adalah ilah karena mereka

saling berbagi ―keadaan sebagai ilah‖, yakni, ―zat/hakikat‖ kualitas ilahi.

Jika tidak demikian, bagaimana lagi mereka bisa menjadi ilah? Begitu

juga, kita adalah manusia karena kita saling berbagi kualitas manusiawi;

kita berbagi ―zat/hakikat‖ kemanusiaan.

Jadi, apa yang telah diperbuat oleh trinitarianisme adalah

mengurangi arti kata ―Allah‖ dari sebuah rujukan kepada TUHAN Allah

dalam Alkitab menjadi suatu kelompok yang terdiri dari tiga tokoh yang

saling berbagi ―zat/hakikat‖ kualitas ilahi, agak seperti tiga orang

manusia yang saling berbagi ―zat/hakikat‖ manusiawi (―keberadaan

S

Pendahuluan 33

menjadi manusia‖, Encarta). Kata ―Allah‖ dikurangi artinya menjadi

suatu ―keberadaan diri‖, bukan suatu pribadi. Allah yang dinyatakan

dalam Alkitab telah dikurangi (de-personalized) menjadi ―zat/hakikat‖

ilahi agar bisa mencakup dua pribadi ilahi lainnya untuk saling berbagi

dalam ―satu zat/hakikat‖ itu. Satu zat/hakikat, atau satu kodrat inilah

yang dimaksud dengan ―monoteisme‖ trinitaris.

Entah sang Trinitarian menyadarinya atau tidak (dan besar

kemungkinannya tidak), ketika ia berdoa kepada ―Allah‖-nya ia tidak

berdoa kepada suatu pribadi khusus tetapi suatu ―keberadaan diri‖ yang

ia percayai terdiri dari tiga pribadi. Tidak heran kalau tidak banyak orang

yang berdoa kepada Bapa, dan kebanyakannya barangkali berdoa kepada

Yesus (seperti yang saya lakukan dahulu), dan banyak dari mereka yang

berdoa kepada Roh Kudus (seperti yang dilakukan oleh kaum

karismatik).

Lantas, dari mana datangnya konsep monoteisme yang telah

disimpangkan ini? Para Trinitarian sudah tentu mengklaim konsep itu

berasal dari Perjanjian Baru. Yohanes 1:1 adalah ayat tunggal terpenting

yang mereka gunakan untuk perkara mereka. Itu sebabnya kita akan

mengkaji ayat ini dengan sangat rinci 7 . Jika ayat ini tidak bisa

dipergunakan untuk mengesahkan trinitarianisme, maka perkara dengan

dogma ini akan runtuh. Ayat-ayat lain dalam PB yang diandalkan oleh

trinitarianisme juga akan kita selidiki. Ayat-ayat tersebut termasuk satu

bagian kecil dari Filipi 2, sebagian dari Kolose 1, beberapa ayat di Ibrani 1

dan dalam kitab Wahyu. Namun, penafsiran trinitaris atas nas-nas ini

bergantung erat pada penafsiran atas Yohanes 1:1, jadi sesudah makna

ayat ini menjadi jelas, makna dari nas-nas lainnya pun akan relatif lebih

mudah dimengerti.

Karya ini bertujuan jauh lebih penting daripada menggugurkan

dogma trinitaris. Pengguguran trinitarianisme itu akan membersihkan

jalan kepada pewartaan sebuah pewahyuan indah yang telah disamarkan

oleh doktrin trinitaris, yakni, satu-satunya Allah yang benar itu—yang

menyatakan Dirinya dengan Nama Yahweh (YHWH), ―Aku adalah Aku‖

(Kel 3:14), yang melalui nabi agung Yesaya menyatakan bahwa Ia akan

datang kepada umat-Nya (Yes 40), dan yang melalui nabi PL terakhir

Maleakhi, menyatakan bahwa Ia dengan tiba-tiba (tanpa terduga) akan

datang ke bait-Nya—Ia memang datang di dalam pribadi Yesus Kristus

7 Di Bab7-9 dalam Versi Lengkap

The Only True God 34

sebagaimana dinyatakan dalam seluruh kitab-kitab Injil. Penyataan yang

membuat kita tidak habis pikir inilah yang telah disamarkan oleh

trinitarianisme. Pribadi yang pertama (dan satu-satunya) itulah yang

telah datang ke dunia dalam Kristus, bukan ―pribadi kedua‖ sebagaimana

yang dibayangkan.

Mengapa orang Kristen percaya akan adanya Trinitas?

Seandainya dalam Alkitab terdapat satu ayat saja yang dengan gamblang

dan eksplisit menyatakan ―Yesus Kristus adalah Allah‖ maka semua

masalah ini jelas akan langsung terselesaikan, dan diskusi lebih lanjut

tidak lagi dibutuhkan. Namun, faktanya adalah: tidak ada pernyataan

yang demikian dalam Kitab-kitab Suci. Kalau begitu, kenapa kita tidak

tutup saja perkara tentang trinitarianisme ini oleh karena bukti yang

tidak memadai? Yah, hal tersebut tidak sesederhana itu; tradisi gerejawi

yang panjang dan rumit berperan di balik semua ini. Mengapa umat

Katolik Roma percaya pada Trinitas? Mereka mempercayainya karena

doktrin Tritunggal adalah doktrin resmi Gereja Katolik. Bagi umat

Katolik Roma gereja adalah suara Allah di muka bumi. Jika Anda

berharap untuk diselamatkan, Anda harus menelan mentah-mentah apa

yang diajarkan oleh gereja.

Bahwa pemimpin-pemimpin gereja Katolik adalah wakil-wakil Allah

di muka bumi, dan bahwa mereka berkuasa menjalankan apa yang

mereka anggap sebagai kehendak Allah dalam segala hal yang berkenaan

dengan iman dan prakteknya dalam gereja, sudah berlangsung lama

dalam tradisi dan sejarah gerejawi. Oleh sebab itu, sekelompok

pemimpin gereja (disebut ―uskup‖) berkumpul di Nikea pada th. 325 M

yang didanai oleh kaisar Roma Konstantinus (yang mengklaim sudah

menjadi seorang Kristen tetapi baru dibaptis menjelang detik-detik

wafatnya). Konstantinus memberikan kepada mereka tugas yang

mengandung signifikansi historis terbesar, yaitu membuat ketetapan atas

pandangan-pandangan tentang Yesus Kristus yang berbeda-beda dan

saling bertentangan itu serta menentukan bagaimana relasinya dengan

Allah, yang menjadi topik hangat dalam gereja saat itu dan mengancam

kesatuan dan ketentraman yang diharapkan oleh Konstantinus dalam

kekaisarannya.

Pendahuluan 35

Akhirnya para pemimpin gereja (yang sempat saling bersitegang) di

Nikea membuat ketetapan yang kita kenal sebagai Syahadat Nikea yang

mendeklarasikan bahwa ketuhanan (deity) Yesus wajib dipercayai oleh

umat Kristen. Atas dasar apa deklarasi ini dibuat? Inilah pertanyaan

penting yang perlu ditanyakan. Apakah didasari oleh Alkitab, atau paling

tidak oleh PB? Tidak, dalam syahadat ini tidak terdapat satu pun rujukan

kepada Alkitab. Jadi, berdasarkan wewenang dari siapa? Dari para

pemimpin gereja ini, yang menganggap diri mereka bertindak demi

Nama Allah untuk gereja-Nya.

Wewenang gereja semacam ini baru pertama kali ditantang

beberapa ratus tahun yang lalu (pada abad ke-16) oleh Martin Luther,

seorang Katolik Roma, dan juga seorang biarawan Agustinian. Betapa

lancangnya seorang biarawan rendahan bangkit melawan kekuatan

lembaga Katolik yang besar! Luther berani melakukan hal ini atas dasar

Perjanjian Baru yang telah ia pelajari dengan tekun. Ketika tengah

membaca surat-surat Paulus matanya menangkap kata-kata ―dibenarkan

oleh iman‖. Ia menyadari bahwa hal ini bertentangan dengan ajaran

gereja Katolik pada masa itu yang mengajarkan orang untuk mencari

―pahala‖ agar memperoleh pengampunan dosa. Berdasarkan kebenaran

ini, yaitu dibenarkan oleh iman, Luther mengambil pendirian yang

berani melawan seluruh kekuatan gereja; dan dari pendirian yang berani

ini lahirlah Reformasi.

Meskipun frase ―dibenarkan oleh iman‖ ini hanya muncul beberapa

kali dalam surat-surat Paulus (Rm 3:28; 5:1; Gal 2:16; 3:24), gagasan

yang dikemukakan oleh kata-kata itu mempunyai dasar yang lebih luas

dalam ajaran Paulus tentang keselamatan, dan juga dalam ajaran

Perjanjian Baru. Kepentingan yang amat besar dari pendirian Luther

yang berani ini adalah bahwa sejak saat itu ajaran-ajaran gereja bisa

ditantang berdasarkan Kitab Suci, yaitu firman Allah. Gereja dan para

pemimpinnya tidak lagi bisa menyombongkan diri dengan wewenang

mengajarkan segala hal yang berkenaan dengan iman dan prakteknya

tanpa perlu mempertanggung-jawabkannya pada firman Allah.

Sayangnya, situasi di dalam Gereja Katolik sampai saat ini tetap belum

berubah, karena wewenang gereja (yaitu para pemimpin dan tradisinya)

masih lebih diutamakan daripada Kitab Suci.

Seluruh perhatian Luther telah tersita dengan perkara ―dibenarkan

oleh iman‖. Mengingat komitmennya kepada Kitab Suci sebagai

wewenang tertinggi untuk gereja, kita hanya bisa bertanya-tanya apa

The Only True God 36

yang kira-kira muncul dalam benaknya atas pertanyaan yang mengawali

bagian ini: ―Mengapa orang Kristen mempercayai akan adanya Trinitas‖

bila di mana-mana dalam Kitab Suci tidak ditemukan frase ―Yesus adalah

Allah‖?

Dengan ketidakhadiran pernyataan-pernyataan eksplisit tentang

Yesus sebagai Allah, gereja hanya dapat mengggunakan ayat-ayat yang

tampaknya menyiratkan keilahian (divinity) Yesus untuk

memperdebatkan doktrin Tritunggal ini. Di atas dasar yang rapuh inilah

doktrin tersebut didirikan, dan ayat-ayat inilah yang perlu kita selidiki

selanjutnya. Lagipula, apa yang biasanya tidak diketahui oleh rata-rata

orang Kristen adalah bahwa tidak ada kekompakan di antara para pakar

mengenai makna dari banyak ayat kunci yang dipergunakan oleh

trinitarianisme. Bahasan-bahasan intelektual ini sering ditemukan dalam

buku-buku pintar dan artikel-artikel yang pada umumnya tidak

terjangkau dan/atau sebagian besarnya tidak dipahami oleh orang awam.

Kebanyakan orang Kristen menganggap bila perkara trinitarianisme ini

sudah ―lumrah‖, sudah dituntaskan sejak dahulu kala. Dengan demikian,

mereka akan terkejut bila membaca pernyataan berikut dalam Greek-

English Lexicon oleh Thayer: ―Entah Kristus disebut Allah harus

ditentukan dari Yoh 1:1; 20:28; 1Yoh 5:20; Rm 9:5; Tit 2:13; Ibr 1:8 dyb.,

dst.; masalah ini masih diperdebatkan di antara para teolog.‖ (Greek-

English Lexicon).

Namun, jika frase ―dibenarkan oleh iman‖ ini tertera secara eksplisit

dalam surat Roma dan Galatia sebagaimana dilihat oleh Luther, maka

pernyataan ―TUHAN itu esa‖ tentunya tidak kurang eksplisitnya, dan

frase itu bergema di seluruh Perjanjian Lama dan Baru. Yesus

menyebutnya perintah yang ―terutama‖ atau ―yang paling penting‖ (Mrk

12:29).

Kesimpulannya: Perbedaan dasariah antara

trinitarianisme dan monoteisme

ambil kita melanjutkan kajian Kitab Suci dalam buku ini, penting

sekali untuk dipahami dengan baik bahwa apa yang sedang kita

lakukan di sini bukan semata-mata suatu kajian tentang

penafsiran-penafsiran yang berbeda-beda melainkan tentang perbedaan

dasariah dalam cara-cara pemikiran di tingkat rohaniah, perbedaan

sudut pandang yang total dalam melihat Kitab Suci, dan sesungguhnya,

S

Pendahuluan 37

dalam melihat segala sesuatu. Kita bisa memandang segalanya secara

monoteistik, yakni dari kebenaran bahwa segala sesuatu berasal dari

satu-satunya Allah yang benar dan kembali kepada-Nya sedemikian rupa

di mana Ia menjadi titik pusat dan lingkar dari segalanya yang ada—

sehingga Ia menjadi titik fokus kehidupan kita; atau, kita memandang

segalanya secara politeistik, yakni, dari sudut pandang bahwa ada lebih

dari satu Allah atau lebih dari satu pribadi sebagai Allah—maka,

pertanyaannya sekarang: yang mana dari semuanya itu adalah fokus

kita? Oleh karena kita tidak bisa berpegang baik kepada lebih dari satu

titik fokus, maka tidak peduli titik fokus mana yang kita pilih, titik fokus

itu tidak akan bisa menjadi satu-satunya yang kita pilih, jadi tidak

pernah bisa sesuai dengan monoteisme Alkitabiah.

Trinitarianisme menyatakan tentang tiga pribadi yang tiga-tiganya

sama-sama Allah, kemudian mengklaim tempat dalam monoteisme

dengan mengubah definisi Allah menjadi ―kodrat ilahi‖, ―zat/hakikat‖

atau ―Ke-Allahan‖ di mana ketiga pribadi itu saling berbagi, yang artinya

tentu saja bahwa ―Ke-Allahan‖ ini sama sekali tidak identik dengan satu-

satunya Allah yang personal dalam Alkitab. Di mana ada kepercayaan

kepada lebih dari satu pribadi sebagai Allah, itulah politeisme menurut

definisinya. Hal yang perlu kita sadari adalah bahwa pada hakikatnya

trinitarianisme adalah iman yang berbeda dari monoteisme Alkitabiah.

Jadi di sini kita bukan tengah berurusan dengan masalah penafsiran

Alkitabiah yang relatif lebih sederhana, tetapi dengan masalah iman

Alkitabiah yang jauh lebih dalam. Dengan kata lain, yang menjadi

taruhan di sini adalah iman yang sejati atau palsu, bukan semata-mata

penafsiran yang benar atau salah. Iman sejati atau palsu, menurut Kitab

Suci, adalah perkara hidup atau mati.

Jika pengalaman umat Israel digunakan sebagai peringatan, maka

transisi dari politeisme dan penyembahan berhala ke monoteisme

bukanlah suatu hal yang mudah. Ini jelas melibatkan apa yang oleh Rasul

Paulus disebut ―pembaruan pikiran‖ (Rm 12:1,2). Hal ini tidak tercapai

semata-mata dengan mengubah cara berpikir kita di tingkat rasional

atau intelektual. Kalau ingin berdampak, harus terjadi perubahan di

tingkat rohaniah, dan ini hanya bisa dilakukan oleh pekerjaan Allah

sendiri di dalam diri kita.

Dari pengalaman kita tahu betapa sulitnya mengubah suatu

kebiasaan. Sebagai orang Trinitarian kita telah dilatih untuk memahami

nas apapun dalam Alkitab dari sudut pandang trinitaris, yang kerapkali

The Only True God 38

merupakan satu-satunya sudut pandang yang kita ketahui. Kita terbiasa

melihat setiap ayat dari sudut pandang penafsiran trinitaris. Sekalipun

pada akhirnya kita melihat bahwa penafsiran yang berbeda itu yang lebih

tepat, hal itu sendiri tidak menyelesaikan persoalan yang lebih

mendalam akan macam iman yang diungkapkan oleh penafsiran

tersebut. Jadi, sekali lagi, persoalannya bukan semata-mata penafsiran

mana yang benar, tetapi yang terutamanya, iman mana yang sejati.

Dalam bab-bab selanjutnya penafsiran trinitaris atas teks-teks itu

akan diambil dari karya-karya referensi trinitaris yang berwenang. Jelas

terlihat berkali-kali bahwa penafsiran atas teks-teks itu mau tidak mau

dikendalikan oleh iman kepercayaan dari para penulisnya. Dengan kata

lain, bukan Kitab Suci yang mengendalikan kepercayaan atau dogma,

tetapi dogmalah yang mengendalikan penafsirannya. Hal ini biasanya

dilakukan hampir tanpa disadari (sebagaimana saya ketahui dari

pengalaman) oleh karena kepercayaan bahwa hal itu harus dipahami

secara demikian, yakni, kita percaya bila ini adalah satu-satunya cara

yang benar untuk memahaminya. Tentu saja tidak ada niat sama sekali

untuk menyesatkan diri sendiri ataupun orang lain; iman kitalah yang

menetapkan cara pemahaman kita. Oleh sebab itu, sebagaimana telah

kita lihat, pada dasarnya ini adalah persoalan iman.

Bab 1

Monoteisme yang

Eksplisit dari Tuhan Yesus

Kristus dan Rasul-

rasulnya

“Syema” dalam ajaran Yesus—Markus 12:29

Jawab Yesus: ―Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai

orang Israel, Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu esa.‖ (Mrk 12:29)

i sini Yesus mengutip Syema dari Ulangan 6:4, yang didaraskan

oleh umat Yahudi setiap hari. Akan tetapi, bagaimanakah kata-

kata ―Tuhan itu esa‖ seharusnya dimengerti?

Saya akan mengutip diskusi dari karya referensi Theological

Wordbook of the Old Testament (TWOT) dengan entri dx;a , (‘ehad,

satu):

―Sebagian pakar merasa bahwa, meskipun kata ‗satu‘ berbentuk

tunggal (bentuk jamak, ’ahadim, mis. Kel 12:49; bdk. Bil 15:16),

penggunaan kata itu memperbolehkan adanya doktrin

Tritunggal. Sementara doktrin ini benar dipertandakan dalam

PL, ayat itu berpusat kepada kenyataan adanya satu Allah dan

bahwa Israel berhutang-budi kesetiaan eksklusifnya kepada Dia

(Ul 5:9; Ul 6:5). PB pun bersifat monoteistik keras sedangkan

pada saat yang sama mengajarkan keragaman di dalam kesatuan

(Yak 2:19; 1Kor 8:5-6).

―Berbagai kesulitan leksikal dan sintaktis atas Ulangan 6:4

terlihat dari banyaknya terjemahan yang diajukan untuk ayat

tersebut dalam terjemahan Inggris NIV. Pilihan ‗TUHAN adalah

Allah kita, TUHAN sendiri‘ menguntungkan baik dari segi

D

The Only True God 40

konteks luas kitab itu maupun konteks langsungnya. Ulangan

6:4 berperan sebagai kata pembukaan untuk menyemangati

bangsa Israel agar mematuhi perintah ―kasihilah (Tuhan)‖

(ay.5). Anggapan bahwa Tuhan adalah satu-satunya Allah Israel

cocok sekali dengan perintah itu (bdk. Kid 6:8 dyb.). Lagipula,

kedua anggapan ini, yakni, hubungan yang unik antara Tuhan

dengan bangsa Israel, dan kewajiban Israel untuk mengasihi Dia,

adalah keprihatinan sentral dari amanat-amanat Musa dalam

kitab itu (bdk. Ul 5:9 dyb.; Ul 7:9; Ul 10:14 dyb., 20 dyb., Ul 13:6;

Ul 30:20; Ul 32:12). Akhirnya, Zakharia mempergunakan teks

tersebut dengan arti di bawah ini, dan menerapkannya secara

universal sehubungan dengan eskaton [Zaman Akhir]: ―Maka

TUHAN akan menjadi Raja atas seluruh bumi; pada waktu itu

TUHAN adalah satu-satunya dan nama-Nya satu-satunya‘ (Za

14:9).‖

Dalam paragraf pertama dari TWOT yang dikutip di atas, ―sebagian

pakar‖ (tidak semuanya, atau mungkin malah tidak banyak) ―merasa‖

(apakah kealiman itu soal perasaan?) bahwa kata ―satu‖ dalam bentuk

tunggal ―memperbolehkan adanya doktrin Tritunggal berdasarkan

keragaman di dalam kesatuan‖. Persoalannya, PL sama sekali tidak

menyebutkan adanya keragaman apapun di dalam Yahweh. Jadi, atas

dasar apakah persisnya perasaan dari ―sebagian pakar‖ itu?

TWOT selanjutnya membuat pernyataan ―doktrin ini (yaitu, doktrin

Tritunggal) benar dipertandakan dalam PL‖, tetapi tak satu ayat pun

diberikan sebagai bukti atas pernyataan tersebut. Faktanya, jangankan

mempertandakan trinitarianisme dalam PL, menemukan bayang-

bayangnya saja pun sulitnya setengah mati! Saya sendiri sudah berupaya

menemukan bayang-bayang tersebut! Para Trinitarian telah mencobanya

dengan menunjuk kepada istilah-istilah seperti Syekinah, memra, dst.

yang seringkali muncul dalam sastra Yahudi, tetapi mengabaikan fakta

bahwa istilah-istilah itu bukanlah hypostasis-hypostasis atau pribadi-

pribadi dalam sastra tersebut; dengan demikian semuanya ini hanyalah

soal memasukkan trinitarianisme ke dalam gagasan-gagasan dan nama-

nama itu.

Eisegesis trinitaris jugalah yang harus dipergunakan jika kita ingin

menemukan ―keragaman di dalam kesatuan‖ (yaitu keserbaragaman

pribadi-pribadi di dalam satu Allah) dalam Yakobus 2:19 dan 1 Korintus

8:5-6 (yang dikutip oleh TWOT dalam paragraf pertama), dan di saat

yang sama bahkan mengakui ―PB pun bersifat monoteistik keras‖.

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 41

Tidaklah mengherankan bila TWOT tidak berusaha menerangkan

bagaimana PB bisa dibilang bersifat monoteistik ―keras‖ jikalau

mengajarkan keserbaragaman akan pribadi-pribadi di dalam Ke-Allahan.

TWOT menyadari bahwa sebagian besar para pembacanya adalah orang

Trinitarian yang toh tidak akan meminta keterangan!

Bahwa Yakobus 2:19 (―Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah

saja‖), yang jelas-jelas sekali menunjuk kepada Ulangan 6:4, justru bisa

digunakan sebagai bukti untuk ―keragaman di dalam kesatuan‖ dalam

membahas Ulangan 6:4 agak sulit dipahami. Untuk berharap bahwa

―satu‖ bukan berarti ―satu‖ secara harfiah, melainkan sesuatu yang

menyerupai ―kesatuan‖, yang didalamnya bisa terdapat keragaman atau

keserbaragaman pribadi-pribadi, sungguh-sungguh adalah harapan yang

sia-sia. Lagipula, persoalannya dengan trinitarianisme adalah bahwa kita

akan sulit menemukan bahkan satu pertanda dalam PL atas

keserbaragaman pribadi-pribadi di dalam Yahweh Sendiri, karena

Ulangan 6:4 berbicara tentang Yahweh (―TUHAN‖ dengan huruf

kapital); dan jika tidak terdapat keserbaragaman seperti itu, maka tidak

ada gunanya berbicara tentang ―kesatuan‖.

TWOT juga mengutip 1 Korintus 8:6 (‗namun bagi kita hanya ada

satu Allah saja, yaitu Bapa‘) yang, sama seperti Yakobus 2:19,

menggemakan Ulangan 6:4, dan oleh sebab itu, tidak bisa dikutip secara

sah sebagai bukti untuk mendukung apa yang disebut ―mengajarkan

keragaman di dalam kesatuan‖, atau akan menjadi debat kusir.

Di sisi lain, TWOT tidak memberi tahu pembacanya bahwa pesan

dari Ulangan 6:4 juga digemakan dalam ayat-ayat PB lainnya, misalnya,

Galatia 3:20 (‗sedangkan Allah adalah satu‘), Roma 3:30 (‗Allah memang

satu‘), dan 1 Timotius 2:5 (‗karena Allah itu esa‘). Ayat-ayat tersebut

menegaskan pernyataan yang diakui TWOT bahwa PB itu bersifat

―monoteistik keras‖.

Untuk bersikap adil kepada TWOT, setelah menyatakan bahwa

doktrin Tritunggal dipertandakan dalam PL, TWOT mengenyampingkan

doktrin itu dengan kata ―sedangkan‖, yang menunjukkan bahwa doktrin

itu tidak ada keterkaitannya dengan arti dalam Ulangan 6:4, malah

menyatakan bahwa ―ayat itu berpusat kepada kenyataan bahwa adanya

satu Allah‖. Pernyataan ini selanjutnya dikembangkan dalam paragraf

TWOT berikutnya yang memilih terjemahan untuk Ulangan 6:4 yang

berbunyi, ―TUHAN itu Allah kita, TUHAN sendiri‖. Yaitu, ungkapan

―TUHAN itu esa‖ dimengerti sebagai ―TUHAN sendiri‖.

The Only True God 42

―TUHAN sendiri‖ tentunya adalah terjemahan yang tepat karena

―TUHAN itu esa‖ sudah pasti tidak mungkin berarti ―satu dari sekian

banyak‖, ataupun suatu kesatuan dari keserbaragaman pribadi-pribadi.

―TUHAN sendiri‖ cocok sekali dengan konteks ayat ini yang intinya

adalah bahwa Yahweh, TUHAN, adalah satu-satunya Pribadi yang

kepada-Nya ―Israel berhutang-budi kesetiaan eksklusifnya‖ (TWOT).

―Anggapan bahwa Tuhan adalah satu-satunya Allah Israel cocok sekali

dengan perintah itu‖ (TWOT paragraf ke-2).

TWOT layak dipuji karena dalam kesempatan ini, alih-alih

kecondongannya pada pemahaman trinitaris, TWOT mencari eksegesis

yang setia kepada konteks Ulangan 6:4.

Namun, kekeliruan dasariah yang melekat pada seluruh diskusi

yang ada dalam TWOT, dan dalam diskusi atas Syema‘ oleh para

Trinitarian pada umumnya, adalah kegagalan dalam memandang apa

yang sebenarnya dinyatakan oleh Ulangan 6:4: ―TUHAN Allah

kita, TUHAN itu esa‖. Keprihatinan trinitarisnya adalah apakah Allah

dapat dimengerti sebagai ―satu/esa‖ dalam arti kesatuan yang multi-

pribadi. Akan tetapi, kata “esa” dalam Syema menerangkan kata

“Yahweh” (TUHAN), bukan kata “Allah”. Apakah trinitarianisme

ingin memperdebatkan Yahweh sebagai Jatidiri yang terdiri atas tiga-

pribadi? Kalau begitu, maka Yahweh itu bukan hanya Bapa saja, tetapi

juga tiga-tiganya di dalam Allah Tritunggal! Dengan demikian, ketiga

pribadi itu semuanya adalah penjelmaan dari satu Yahweh (yang dalam

teologi disebut ―Modalisme‖ atau ―Sabelianisme‖). Atau, apakah para

Trinitarian ingin tetap bersikeras bahwa Yahweh dalam Alkitab Ibrani

adalah Jatidiri yang multi-pribadi, suatu pernyataan yang bertentangan

dengan Alkitab sendiri? Jika tidak, lalu apa maksud seluruh diskusi

panjang lebar tentang ―kesatuan‖ dan ―keragaman‖ sehubungan dengan

yang ―esa‖ dalam Ulangan 6:4?

Argumen palsu tentang makna "Esa" sebagai

"kesatuan" dibanding "ketunggalan"

iskusi di atas merupakan argumen yang sering dipergunakan di

kalangan Trinitarian, dan yang saya pergunakan juga di masa

lalu, setelah menerimanya tanpa memeriksanya dengan teliti.

Argumen ini terdengar mengesankan bagi orang Kristen rata-rata karena

ini berdasarkan makna yang kononnya dari kata Ibrani untuk ―satu‖

D

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 43

(dx;a ,, ‘ehad) yang membuatnya kedengaran sarjanawi, dan karena

orang Kristen rata-rata tidak mengenal bahasa Ibrani, mereka tidak

dapat mengecek keabsahannya. Sebagaimana telah kita lihat di atas,

TWOT menyiratkan bahwa pengartian tentang ―satu‖ ini

―memperbolehkan‖ gagasan ―keragaman di dalam kesatuan‖ yang

bersifat trinitaris; tetapi TWOT tidak memberikan bukti leksikal apapun

atas pernyataan ini.

Oleh karena pentingnya argumen tersebut bagi banyak orang

Trinitarian, di sini saya akan melukiskan fitur-fitur yang menonjol dari

argumen ini. Intisarinya adalah sebagai berikut:

Dalam penggunaan bahasa Ibraninya kata ‘ehad menyiratkan

kesatuan, bukan penunggalan (singularity), karena ―esa/satu‖

mengandung lebih dari satu unsur, misalnya, ―Jadilah petang

dan jadilah pagi, satu hari‖ (Kej 1:5). Ayat yang penting untuk

argumen ini terutamanya adalah Kejadian 2:24 di mana Adam

dan Hawa bersama-sama membentuk ―satu daging‖ (tetapi bdk.

1 Korintius 6:16,17 yang diterapkan kepada kesatuan rohaniah

antara orang beriman dengan Tuhan). Kemah itu dibuat menjadi

sebuah struktur yang dipersatukan oleh sejumlah pengait:

Keluaran 36:18, ―Dibuat oranglah lima puluh kaitan tembaga

untuk menyambung tenda-tenda kemah itu, sehingga menjadi

satu.‖ (harfiah ―menjadi satu‖). Contoh lainnya dapat ditemukan

dalam nubuat Yehezkiel tentang penyatuan kerajaan utara dan

selatan menjadi satu (Yeh 37:15-22). Jadi, kesimpulannya adalah

bahwa mengatakan tentang Allah sebagai ―satu‖ menyiratkan Ia

adalah suatu kesatuan dari lebih daripada satu pribadi, dan

bahwa Yesus Kristus, ―Allah-Anak‖, tercakup dalam kesatuan itu,

menurut penafsiran trinitaris atas PB.

Pada hakikatnya, itu adalah argumen untuk Trinitas dari kata 'ehad.

Kelihatannya cukup mengesankan—sampai kita memeriksa rincian

leksikalnya. Kata Ibrani untuk ―satu‖ (atau prefiks ―se-‖ dalam bahasa

Indonesia) ini dipakai 971 kali dalam Alkitab Ibrani, jadi ada banyak

bahan yang tersedia untuk menilai argumen trinitarisnya. Bila kita

melakukan ini maka dalam waktu singkat kita akan menemukan bahwa

semua argumen tadi sepenuhnya semu; satu lagi kasus pembelaan

palsu—mengumpulkan bukti yang mendukung argumen sendiri dan

mengabaikan bukti kuat yang bertentangan dengannya. Kita tidak perlu

melihat setiap pemunculan dari 971 pemunculan itu karena dengan

The Only True God 44

memeriksa beberapa saja dari pemunculan tadi akan terbukti dengan

cepat bahwa kata 'ehad dengan pasti digunakan dalam arti

―ketunggalan‖. Satu cara yang cepat untuk melihat sendiri fakta ini

adalah dengan mencari kata ―satu‖ (atau ―se-‖) dan kemudian melihat

kata dalam bahasa Ibraninya yang diterjemahkan sebagai ―satu‖. Dalam

banyak kesempatan akan terlihat bahwa kata 'ehad-lah yang

diterjemahkan sebagai ―satu‖, tanpa menyiratkan gagasan adanya

kesatuan. Berikut ini adalah beberapa contoh:

Keluaran 10:19, ―tidak ada satu belalangpun yang tinggal di

seluruh daerah Mesir.‖ Atau ―Seekor pun tak ada yang tertinggal

di seluruh tanah Mesir‖ (BIS)

Keluaran 25:36, ―semuanya itu haruslah dibuat dari sepotong

emas tempaan yang murni‖; atau, ―cabang-cabangnya harus

dibuat dari satu potong emas tempaan murni‖ (BIS)

Ulangan 19:15, ―Satu orang saksi saja tidak dapat menggugat‖

atau ―Seorang saksi saja tidak cukup untuk menyatakan seorang

tertuduh bersalah‖ (BIS).

1Samuel 26:20, ―raja Israel keluar untuk mencabut nyawaku,

seperti orang memburu seekor ayam hutan‖; atau, ―raja Israel

datang untuk membunuh seekor kutu‖ (BIS).

Tidak satu pun dari contoh-contoh di atas memunculkan gagasan

kesatuan dalam kata ‘ehad; melainkan, suatu penunggalan yang

sederhanalah yang diungkapkan. Ada banyak contoh-contoh lain dari

kata ‘ehad, misalnya, Kej 27:38; 40:5; Kel 14:28; Yos 23:10; Hak 13:2;

Yes 34:16, dsb. Apa yang muncul dari kajian leksikal ini adalah bahwa

kata ‘ehad dipakai sebagai rujukan kepada struktur gabungan

(contohnya kemah suci) dan juga kepada penunggalan sederhana

(contohnya satu saksi atau seorang saksi). Gagasan “kesatuan” ini tidak

melekat pada kata itu sendiri tetapi ditentukan oleh konteksnya. Jadi,

pemeriksaan atas pemakaiannya dalam bahasa Ibrani menunjukkan

bahwa kata ―‘ehad‖ tidak berbeda dari pemakaiannya dalam bahasa

Indonesia (atau berbagai bahasa lainnya). Dengan demikian, ―satu‖

dalam bahasa Indonesia bisa dipakai dalam pengertian secara kolektif

seperti dalam ―satu keluarga‖, atau sebagai ketunggalan sederhana

seperti dalam ―satu individu‖. Baik dalam bahasa Ibrani, bahasa Inggris

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 45

maupun bahasa Indonesia, ciri keserbaragaman atau pun ketunggalan

ini tidak melekat pada kata ―satu‖; itu semua ditentukan dari konteks

atau cara pemakaian kata ―satu‖.

Lagipula, sementara kata ―satu‖ dapat dipakai dalam arti kolektif

seperti ―satu keluarga‖ atau ―satu perusahaan‖, hal itu sendiri tidak

menyiratkan kesatuan dalam keluarga atau perusahaan itu. Sebuah

keluarga bisa mengalami ketidak-harmonisan, dan sebuah perusahaan

malah dapat hancur karena perpecahan; jadi, istilah kolektif seperti ―satu

keluarga‖ atau ―satu perusahaan‖ dengan sendirinya tidak membuktikan

adanya kesatuan. Jika kata ‘ehad tidak membuktikan kesatuan bahkan

ketika dipakai sebagai istilah kolektif, maka ini semakin memperjelas

bahwa gagasan kesatuan tidak melekat pada kata ‘ehad itu ketika dipakai

sendirian (seperti dalam Ul 6:4), tetapi harus diberikan oleh kata-kata

lain baik secara eksplisit ataupun implisit. Misalnya, dalam kalimat

―mereka disatukan sebagai satu orang‖, kesatuan dibuat eksplisit dengan

kata ―disatukan‖, bukan dengan kata ―satu‖, yang di sini mengungkapkan

ketunggalan. Gagasan yang sama untuk kesatuan dapat diungkapkan

secara implisit dengan mengatakan ―semua rakyat bangun sebagai satu

orang‖ (Hak 20:8 ESV), di mana gagasan kesatuan diungkapkan dengan

keserbaragaman dari ―semua rakyat‖ yang bergabung bersama dalam

ketunggal-pikiran dari ―satu orang‖. Dalam kedua kesempatan di atas

kata ―satu‖ mengungkapkan ketunggalan, sedangkan gagasan

kesatuannya harus diperoleh dari kalimatnya secara keseluruhan.

Sekarang jelaslah bahwa memperdebatkan adanya semacam gagasan

istimewa tentang kesatuan yang melekat dalam kata Ibrani ‘ehad itu

sama sekali tidak sah.

Oleh karena itu, adalah sama sekali keliru untuk membangun

teologi berdasarkan penafsiran yang salah akan kata ‘ehad yang diartikan

sebagai kesatuan. Memperdebatkan ―Ke-Allahan‖ sebagai suatu kesatuan

entitas (terdiri atas lebih dari satu pribadi) berdasarkan ciri leksikal

'ehad adalah argumen yang palsu. Sayangnya, trinitarianisme didirikan

di atas argumen yang palsu seperti ini. Dalam Ulangan 6:4 Yahweh

dideklarasikan sebagai ‘ehad, dan baik konteks langsung maupun

konteks umum PL dua-duanya tanpa ragu menunjukkan bahwa Yahweh

adalah ―satu‖ dalam arti tunggal sebagai satu-satunya Allah. Di dalam PL

orang sulit menemukan bahkan bayangan dari individu ilahi lainnya

yang dikatakan eksis dalam ―hakikat‖ dari satu-satunya Allah—yang

tentu saja merupakan hal yang bertentangan: Jika ada pribadi lain dalam

The Only True God 46

―hakikat‖-Nya, maka Ia bukan satu-satunya Allah. Di sini kita melihat

kemustahilan dari usaha memeras keluar trinitarianisme dari

monoteisme sejati.

Ulangan 6:5 meniadakan apa saja selain monoteisme

Bahwa Yahweh saja adalah satu-satunya Allah telah ditegaskan tanpa

keraguan dalam Ulangan 6:4. Namun, apa yang biasanya terlewatkan,

terutamanya oleh para Trinitarian, adalah bahwa perintah yang

dikeluarkan segera sesudah penegasan itu semakin memperkuat

penegasan tersebut sedemikian rupa sehingga meniadakan pilihan-

pilihan lain selain monoteisme Alkitabiah yang ―radikal‖ yang ditegaskan

tanpa kompromi.

Ulangan 6:5, ―Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap

hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap

kekuatanmu.‖

Kata ―segenap‖ yang diulang tiga kali ini, yang meliputi diri manusia

secara keseluruhan, tidak lagi menyisakan apa-apa untuk mengasihi ilah

yang lain. Perintah ini tidak memungkinkan trinitarianisme untuk

berfungsi, karena seberapa pun besarnya usaha dan upaya kita, kita tidak

akan mungkin bisa mengasihi tiga pribadi yang terpisah dan berbeda

dengan ―segenap‖ kita secara serentak. Kita memang bisa mengasihi

banyak orang, namun tidak dalam cara yang dituntut di sini. Itu

sebabnya kenapa kebanyakan orang Trinitarian yang paling bersungguh-

sungguh (seperti saya dahulu) pada akhirnya mengasihi Yesus secara

intens dan terpusat, menjadikan dia sasaran sentral dari pengabdian dan

doa kita. Dalam prakteknya, adalah mustahil untuk mempersembahkan

pengabdian yang sama besarnya kepada Bapa dan kepada Roh.

Dengan demikian, tanpa disadari kita telah hidup dalam

ketidaktaatan langsung kepada perintah sentral dari pengajaran Kitab

Suci ini, karena Yesus Mesias bukanlah ―Yahweh Allahmu‖, yang

seharusnya menjadi sasaran pengabdian kita satu-satunya dan

sepenuhnya. Saya tidak tahu akan adanya gereja atau pakar yang

menegaskan, atau mau menegaskan bahwa Yesus adalah Yahweh.

Yang pentingnya, ketiga Injil Sinoptik semuanya mencatat bahwa

Yesus sendiri mengajarkan Ulangan 6:5 sebagai perintah agung dan

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 47

sentral dari ―Hukum Taurat dan Para Nabi‖: Matius 22:37; Markus

12:30; Lukas 10:27. Namun, bukannya mengasihi ―Yahweh Allahmu‖,

kita memilih untuk mengasihi Yesus sebagai sasaran sentral pengabdian

kita, tanpa mempedulikan pengajarannya. Tidakkah ini membuat kita

harus merenungkan kembali kata-katanya, ―Mengapa kamu berseru

kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan apa yang Aku

katakan?‖ (Luk 6: 46)

Syema

ita telah melihat bahwa Yesus sepenuhnya mengesahkan Syema.

Yang menarik adalah bagaimana ahli taurat yang bercakap-

cakap dengan Yesus memahami apa yang dikatakan Yesus,

―Tepat sekali, Guru, benar kata-Mu itu, bahwa Dia esa, dan bahwa tidak

ada yang lain kecuali Dia.‖ (Mrk 12:32) Perhatikan bahwa: ―Dia esa‖

disamakan dengan ―tidak ada yang lain kecuali Dia‖; pernyataan yang

satu menjelaskan pernyataan yang satunya lagi. Yesus sama sekali tidak

membantah interpretasi ahli taurat itu atas apa yang dikatakannya.

Sebaliknya, ia memuji ahli taurat tersebut, ―Engkau tidak jauh dari

kerajaan Allah!‖ (ay.34). Mengapa ahli taurat itu masih belum berada di

dalam kerajaan? Karena ia masih belum percaya bahwa Yesus adalah

sang Mesias, tanpa iman ini ia tidak bisa diselamatkan (Yoh 20:31).

Kata-kata ahli taurat dalam Markus 12:32 menggemakan Ulangan

4:35: ―TUHANlah (Yahweh) Allah; tidak ada yang lain kecuali Dia‖.

Bandingkan:

Yesaya 45:5, ―Akulah Yahweh, dan tidak ada yang lain; tidak

ada Allah selain Aku.‖ (KSKK)

Yesaya 45:14, ―tidak ada yang lain; di samping Dia tidak ada

Allah!

Yesaya 45:18, ―Akulah Yahweh, dan tidak ada yang lain.‖

(KSKK)

Yesaya 45:21b,22, ―Siapa yang mengumumkan ini sejak mula,

siapa yang menubuatkannya sejak dahulu kala? Bukankah Aku

Yahweh? Tidak ada Allah selain Aku, Penyelamat, Allah yang

adil – tidak ada yang lain kecuali Aku. Berpalinglah kepada-Ku

K

The Only True God 48

maka kamu akan diselamatkan, kamu semua dari ujung-ujung

bumi, sebab Akulah Allah, dan tidak ada yang lain.‖ (KSKK)

Yesaya 46:9, ―Ingatlah hal-hal yang dahulu dari sejak

purbakala, bahwasanya Akulah Allah dan tidak ada yang lain,

Akulah Allah, dan tidak ada yang seperti Aku‖.

Yesaya 46:5, ―Kepada siapakah kamu hendak menyamakan

Aku, hendak membandingkan dan mengumpamakan Aku,

sehingga kami sama?‖

Yesaya 40:25, ―Dengan siapa hendak kamu samakan Aku,

seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang Mahakudus.‖

Keluaran 8:10, ―tidak ada yang seperti TUHAN (Yahweh),

Allah kami.‖

Keluaran 9:14, ―bahwa tidak ada yang seperti Aku di seluruh

bumi.‖

1 Samuel 2:2, ―Tidak ada yang kudus seperti Yahweh; karena

tidak ada yang lain kecuali Engkau.‖ (ILT)

Yeremia 10:6, ―Sebab tidak ada yang seperti Engkau, ya

Yahweh, Engkau besar, dan Nama-Mu agung dalam

keperkasaan.‖ (ILT)

Daftar referensi yang panjang ini (meskipun tidak lengkap) tanpa

ragu meneguhkan dua hal: (1) Yahweh adalah satu-satunya Allah yang

benar; tidak ada Allah selain Dia; (2) Ia tidak ada bandingannya dan

tidak ada yang menyamai. Bandingkan kedua peneguhan ini dengan

deklarasi trinitaris bahwa ada dua pribadi ilahi lain selain Yahweh, dan

keduanya setara dengan-Nya. Lancang benar, orang-orang politeis

Trinitarian dari gereja non-Yahudi!

Tentu saja, penegasan-penegasan keras dalam Alkitab Ibrani ini

awalnya ditujukan kepada penyembahan berhala yang menjamur di

Israel, yang pada akhirnya membawa mereka kepada pemusnahan

sebagai suatu bangsa pada masa Pembuangan. Akan tetapi, gereja non-

Yahudi jelas-jelas tidak belajar apa-apa dari bencana yang menimpa

Israel itu. Namun, gereja non-Yahudi tidak bisa berdalih mengingat

banyaknya pernyataan-pernyataan monoteistik dalam PB, termasuk

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 49

pengajaran eksplisit dari Yesus sendiri (mis. Mrk 12:29 dyb.; Yoh 5:44;

17:3).

Sekali gereja non-Yahudi beranjak dari unsur sentral iman

Alkitabiah ini—yakni monoteisme Alkitab Ibrani—dengan secara resmi

memasang Allah yang multi-personal dalam Syahadat Nikea pada th. 325

M, di mana ―Allah‖ bukan lagi Pribadi tetapi sekarang menjadi

―hakikat‖—suatu pelukisan Allah yang sama sekali asing untuk Alkitab—

dengan cara demikian gereja itu telah menyangkal Syema‘, yakni, ―bahwa

Dia esa, dan tidak ada yang lain kecuali Dia‖. Dengan demikian, mereka

pun telah menyangkal ajaran Yesus. Apakah mereka yang menyangkal

ajaran tuan mereka itu betul-betul murid-muridnya? Oleh sebab itu,

barangkali tidak mengejutkan sama sekali bila dewasa ini tidak banyak

orang Kristen yang menyebut dirinya murid-murid Yesus.

Syema‘ (Ul 6:4) mendeklarasikan: ―Dengarlah, hai orang Israel:

TUHAN [Yahweh] itu Allah kita, TUHAN [Yahweh] itu esa!‖

Trinitarianisme mendeklarasikan: ―Dengarlah hai Jemaat, Tuhan

itu Allah kita, Tuhan itu tiga8!‖

Ini adalah dua pernyataan yang sama sekali berbeda, secara

dasariah tidak sesuai, dan eksklusif satu sama lain. Kesesuaian macam

apa yang mungkin ada antara suatu syahadat yang di satu sisi berbicara

tentang kesatuan suatu kelompok yang terdiri dari tiga pribadi yang

sama-sama setara, sama-sama kekal dalam Ke-Allahan, dan di sisi lain,

suatu deklarasi bahwa Yahweh adalah yang satu dan satu-satunya Allah

tanpa kesetaraan? Orang yang bersikeras akan adanya kesesuaian antara

syahadat yang berbeda-beda tentang Allah ini pasti sudah kehilangan

akal sehat.

Mengapa Syema‘ itu begitu relevan bagi kita? Pertama, karena ini

adalah deklarasi monoteisme yang dasariah, dan kedua, karena jemaat

Kristus sejati adalah perwujudan ―Israel milik Yahweh‖ (Gal 6:16);

―Lagipula, jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah

keturunan Abraham dan ahli waris menurut janji Allah.‖ (Gal 3:29);

―Sebab orang Yahudi sejati bukanlah orang yang lahiriah Yahudi dan

sunat sejati bukanlah sunat yang dilakukan secara lahiriah. Tetapi orang

8 Makna dasar kata ―Trinitas: 1. tiga: suatu kelompok yang terdiri dari tiga. 2.

ketigaan (Threeness): Keadaan keberadaan sebagai tiga pribadi atau tiga

benda [abad ke-13, Melalui bahasa Perancis Lama trinite, dari bahasa Latin

trinitas, dari trinus ‗lipat tiga‘]‖ Encarta Dictionary, demikian juga The

Concise Oxford Dictionary, dsb.

The Only True God 50

Yahudi sejati ialah orang yang tidak tampak keyahudiannya dan sunat

sejati ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara harfiah.

Pujian bagi orang seperti ini datang bukan dari manusia, melainkan dari

Allah.‖ (Rm 2:28,29)

Perintah Pertama

Keluaran 20:3 ―Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku.‖ ―Ku‖ yang

berbicara di sini diperkenalkan dalam dua ayat pertama:

Keluaran 20:1, Lalu Allah mengucapkan segala firman ini, 2

―Akulah TUHAN (Yahweh) Allahmu‖.

Seandainya, menurut para Trinitarian, Yesus adalah Allah dan Roh

Kudus adalah Allah, dan keduanya adalah pribadi sama seperti Bapa

(Yahweh), maka mereka telah mengakui dua pribadi lainnya sebagai

Allah di samping Yahweh. Ini jelas-jelas pelanggaran langsung dari

Perintah Pertama.

Kita sudah melihat bahwa Yesus dengan tegas mengesahkan Syema

yang mengandung semua perintah termasuk, tentunya, Perintah

Pertama. Namun Yesus tidak hanya menegaskan monoteisme yang

tercantum dalam Syema secara terbuka, monoteisme Yesus ini tidak

diungkapkan dengan lebih kuat di manapun juga selain dalam doanya

kepada Bapa di Yohanes 17: ―Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa

mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan

mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus.‖ (ay.3)

Gelar “Tuhan Yesus Kristus”

elar ini cukup dipastikan berasal dari pengajaran gereja paling

mula-mula. Gelar ini muncul dalam pesan yang dikotbahkan

oleh Petrus setelah Pentakosta dalam Kisah Para Rasul 2:36,

―Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti bahwa Allah

telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan dan

Kristus.‖ Perhatikan ketiga kata dalam huruf miring dan yang jika

digabungkan membentuk gelar ―Tuhan Yesus Kristus‖.

Jadi gelar ini bukanlah ciptaan Paulus melainkan merupakan salah

satu anugerah yang telah ia ―terima‖ (1Kor 15:3). Dari kitab Kisah Para

G

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 51

Rasul 2:36 kita melihat bahwa Allahlah yang menjadikan Yesus ―Tuhan‖;

oleh karena itu tidak ada soal tentang kesetaraan dengan Allah, baik

kesetaraan lahiriah atau pun hakiki.

Yesus tidak pernah mengklaim gelar “Allah” untuk

dirinya sendiri

.A.W. Meyer dalam Critical and Exegetical Handbook of the

Gospel of Matthew menegaskan: ―Ia (Yesus) tidak pernah

diketahui mengklaim nama qeo,j (theos, Allah) baik untuk

dirinya sendiri ataupun untuk Roh Kudus‖. Tidak ada pakar yang

mempertanyakan kebenaran dari ketegasan ini, karena pernyataan tadi

dengan tepat mencerminkan kebenaran Alkitabiah tentang perkara ini.

Kebenaran ini teramat penting dalam memahami Yesus beserta

pengajarannya dengan benar.

Tetapi jika Yesus sendiri tidak pernah mengklaim dirinya sebagai

Allah, umat Kristen tetap saja bersikeras memanggilnya ―Allah‖

sekalipun hal ini bertentangan dengan sikap dan pengajaran Yesus

sendiri. Seperti orang-orang dalam Yohanes 6 yang ingin menjadikan

Yesus raja dengan paksa, umat Kristen menjadikan dia Allah dengan

paksa.

Namun Yesus bukan saja tidak mengklaim dirinya sebagai Allah, ia

malah enggan berbicara tentang dirinya sebagai Mesias di depan umum.

Fakta ini jelas nyata dalam kitab-kitab Injil. Pakar Jerman Wrede

menyebutnya ―rahasia Mesianik‖, dan ―rahasia‖ ini menjadi topik dalam

begitu banyak diskusi terpelajar dalam buku-buku dan artikel-artikel.

Hal yang perlu kita perhatikan di sini adalah jika Yesus menolak

mengakui kemesiasannya di depan umum, terlebih lagi ia tidak akan

membuat klaim apapun sebagai Allah!

Namun, sementara mengakui bahwa Yesus tidak pernah

menerapkan kata ―Allah‖ kepada dirinya sendiri, orang Kristen

memperdebatkan bahwa beberapa dari ucapan-ucapannya mengandung

klaim-klaim implisit atas ketuhanan. Satu pernyataan seperti itu adalah:

―Aku dan Bapa adalah satu‖. Jika kita setia kepada sikap Yesus yang

menolak mengklaim status ilahi, maka jelaslah bila setiap interpretasi

atas kata-kata Yesus akan membuang klaim implisit atau klaim halus

sebagai Allah. Jika sekali saja kita berkemampuan melepaskan kebiasaan

memasukkan penafsiran trinitaris kita ke dalam teks yang kita baca

H

The Only True God 52

dalam kitab-kitab Injil, kita akan melihat bahwa ―kesatuan‖ dengan Allah

yang dibicarakan oleh Yesus bukanlah kesatuan eksklusif antara dia

dengan Bapa, tetapi suatu kesatuan yang mencakup semua orang

beriman; dan tepatnya kesatuan yang inklusif dari seluruh orang

beriman dengan dirinya dan dengan Allah inilah yang didoakan oleh

Yesus dalam Yohanes 17:11,22: ―supaya mereka menjadi satu, sama

seperti Kita adalah satu.‖ Jika kesatuan dengan Allah bertalian dengan

menjadi Allah, maka semua orang beriman sudah menjadi Allah melalui

kesatuan ini!

Antikristus: satu-satunya pribadi yang

mengklaim dirinya sebagai Allah

Yesus tidak pernah mengklaim dirinya sebagai Allah; hanya ada satu

pribadi saja yang disebut dalam Perjanjian Baru yang akan membuat

klaim ini: antikristus, si “manusia durhaka”.

Mengapa umat Trinitarian bersikeras mengatakan bila Yesus

mengklaim dirinya sebagai Allah, bila ia sama sekali tidak membuat

klaim seperti itu? Dalam 2 Tesalonika 2:3,4 dikatakan tentang ―manusia

kedurhakaan‖, bahwa ia akan ―menyatakan diri sebagai Allah‖—seorang

yang memproklamirkan dirinya sebagai Allah adalah tanda utama untuk

mengidentifikasikan dia. Apakah kita sungguh-sungguh ingin mengklaim

bahwa sebenarnya inilah yang dilakukan oleh Kristus sendiri, dan

―manusia durhaka‖ itu akan meneladaninya?

Jika Kristus tidak pernah membuat klaim semacam itu, maka

kepalsuan klaim dari ―manusia durhaka‖ itu akan dengan mudahnya

terbongkar. Namun, jika orang banyak sudah menerima klaim trinitaris

bahwa Yesus mengklaim dirinya sebagai Allah (atau sekalipun jika ia

sebenarnya tidak membuat klaim tersebut, bagaimanapun juga dalam

kenyataannya ia adalah Allah), maka tidaklah mengherankan bila banyak

orang akan beranggapan bahwa antikristus ini, yang pada akhir zaman

mengklaim dirinya sebagai Allah, boleh benar-benar jadilah Kristus yang

telah datang kembali seperti yang ia janjikan, dan oleh karenanya ditipu

oleh antikristus. Haruslah diingat bahwa antikristus jelas tidak akan

memproklamirkan dirinya sebagai ―manusia durhaka‖ atau ―pembinasa

keji‖ (keduanya adalah deskripsi Alkitabiah tentang dia), melainkan

sebagai Kristus sejati, sang juruselamat dunia, orang yang membawa

―damai dan aman‖ (1Tes 5:3) ke dunia ini.

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 53

Sekarang mari kita lihat lagi di 2 Tesalonika 2:4; yang seluruh

ayatnya berbunyi demikian: ―yaitu lawan yang meninggikan diri di atas

segala yang disebut atau yang disembah sebagai Allah hingga ia duduk di

Bait Allah dan mau menyatakan diri sebagai Allah.‖ Perhatikan bahwa

antikristus menentang semua ilah lain, sehingga meninggikan dirinya

sebagai satu-satunya sasaran penyembahan yang benar. Hal ini tidak

pernah dilakukan oleh Yesus, namun sebaliknya, pada waktu pencobaan

ia sudah mendeklarasikan, ―Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: ‗Engkau

harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah

engkau berbakti!‘‖. Betapa besar perbedaannya dengan antikristus!

Perhatikan juga bahwa ―ia duduk di Bait Allah‖ (ay.4) yang tentu

saja menegaskan klaimnya sebagai Allah; karena jika ia adalah Allah

maka di mana lagi tempat duduknya kalau bukan di dalam bait Allah?

Dari semuanya ini kita bisa melihat dengan mudah bahwa jika Kristus

mengklaim dirinya sebagai Allah, dan antikristus pun berbuat hal yang

sama, maka tanda pengenal utama dari antikristus itu akan hilang. Lalu

bagaimana antikristus bisa dikenali bila ia datang, terutamanya bila

kedatangannya akan disertai oleh ―tanda-tanda dan mujizat-mujizat‖? 2

Tesalonika 2:9: ―Kedatangan si pendurhaka itu adalah pekerjaan Iblis,

dan akan disertai berbagai perbuatan ajaib, tanda-tanda dan mujizat-

mujizat palsu‖.

Musuh-musuh Yesus menuduhnya mengklaim

kesetaraan dengan Allah

Ada dua nas utama dalam Injil-injil, keduanya ada dalam Injil Yohanes,

yang mencatat bahwa musuh-musuh Yesus menuduhnya telah

mengklaim kesetaraan dengan Allah. Keduanya merupakan ―nas konflik‖

yang mengungkapkan sikap permusuhan dari para musuh Yesus dengan

membuat tuduhan bahwa Yesus menyiratkan bila ia memiliki kesetaraan

dengan Allah. Tentu saja, itu adalah tuduhan yang sama dengan tuduhan

menghujat, yang dalam Hukum Yahudi diganjar dengan hukuman mati.

Sedemikian besar sikap permusuhan mereka terhadapnya karena tidak

menaati Hukum Taurat demi kepuasan mereka, khususnya hukum hari

Sabat yang penting itu, sehingga mereka berupaya mencari jalan untuk

membunuhnya.

Inilah konteks tuduhan penghujatan yang dilemparkan kepadanya.

Kita sudah berulangkali memperhatikan bahwa Yesus tidak pernah

The Only True God 54

mengklaim kesetaraan dengan Allah. Sebaliknya, ia sangat menekankan

ketergantungan dan ketundukannya kepada Allah. Tidak ada Injil yang

menonjolkan pengajarannya tentang hal ini dengan lebih kuat selain Injil

Yohanes. Maka jelas nyatalah seharusnya bagi siapa saja yang tanpa

prasangka membaca Injil Yohanes bahwa tuduhan menyetarakan dirinya

dengan Allah, yang merupakan penghujatan, adalah tuduhan yang nyata-

nyata palsu yang dirancang untuk memastikan kematiannya

sebagaimana dinyatakan dengan gamblang dalam Yohanes 5, bahwa para

musuhnya ―makin berusaha untuk membunuh-Nya‖ (ay.18). Namun hal

yang paling anehnya, dari sudut pandang eksegesis Alkitabiah, para

Trinitarian menganggap tuduhan palsu itu benar! Bagaimanapun juga,

inilah yang dituntut dari dogma trinitaris. Mereka tidak terlalu peduli

apakah Yesus sendiri menerima tuduhan itu atau tidak. Jawabannya atas

tuduhan tersebut cukup jelas untuk dilihat oleh semua orang.

Yohanes 5 15 Orang itu keluar, lalu menceriterakan kepada para pemuka

Yahudi, bahwa Yesuslah yang telah menyembuhkan dia. 16 Karena itu, para pemuka Yahudi berusaha menganiaya Yesus,

karena Ia melakukan hal-hal itu pada hari Sabat. 17 Tetapi Ia berkata kepada mereka: ―Bapa-Ku bekerja sampai

sekarang, maka Akupun bekerja juga.‖ 18 Sebab itu, para pemuka Yahudi makin berusaha untuk

membunuh-Nya, bukan saja karena Ia melanggar peraturan

Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah

Bapa-Nya sendiri dan dengan demikian menyamakan diri-Nya

dengan Allah. 19 Lalu (oun, ‗oleh karena itu‘) Yesus menjawab mereka,

―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat

mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak

melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa,

itu juga yang dikerjakan Anak.‖ (Yoh 5:15-19)

Lalu apa tanggapan Yesus atas gugatan yang dituduhkan kepadanya

bahwa ia ―menyamakan diri-Nya dengan Allah‖ (ay.18)? Hanya

kebutaanlah yang menghalangi kita untuk melihat bahwa jawabannya

adalah penolakan mentah-mentah atas tuduhan kesetaraan, karena

sebaliknya, ―Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya

sendiri‖; ia mengikuti Bapa dengan sepenuhnya, sebab ia melakukan

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 55

―semata-mata‖ ―apa yang dikerjakan Bapa‖. Bagaimanakah bisa suatu

penolakan atas tuduhan kesetaraan tersebut dibuat lebih kuat?

Berhubungan dengan Allah sebagai Bapa sesungguhnya adalah

unsur sentral dalam kehidupan dan pengajaran Yesus. Pada awal

pelayanannya ia mengajari murid-muridnya untuk berbicara kepada

Allah sebagai ―Bapa‖, mengajari mereka untuk berdoa, ―Bapa kami di

surga‖. Ini juga bukan sesuatu yang sama sekali unik untuk Yesus seolah-

olah suatu bentuk panggilan tidak dikenal untuk Allah; frase ini muncul

dalam PL: Yesaya 64:8, ―Tetapi sekarang, ya TUHAN (Yahweh),

Engkaulah Bapa kami! Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang

membentuk kami, dan kami sekalian adalah buatan tangan-Mu‖, dan

―Aku telah menjadi bapa Israel‖, Yer 31:9; bdk. Mal 1:6. Dan Israel

berkali-kali disebut sebagai ―anak‖ Allah (Kel 4:22,23; Ul 14:1 ―anak-

anak‖ dalam teks Ibrani dan Yunani; maka juga Yes 1:2).

Jika Allah adalah ―Bapa kami‖ secara kolektif, maka Ia pun

―Bapaku‖ secara individu; bagaimana mungkin Dia ―Bapa kami‖ jika Dia

bukan ―Bapaku‖? Jadi, Yesus yang menyebut Allah sebagai ―Bapanya‖

seharusnya tidak menjadi isu untuk orang Yahudi, selain daripada

anggapan bila ia terlalu menekankan bentuk sapaan untuk Allah seperti

ini yang bagi mereka dirasakan terlalu intim sehingga tidak takzim.

Namun, tak satu pun dari semuanya ini berhasil menahan tuduhan

mengklaim kesetaraan dengan Allah, yang berarti penghujatan. Ini

semua menunjukkan dengan amat nyata bahwa seluruh episode ini

adalah suatu usaha dari para pemimpin bangsa itu untuk dengan segala

cara mengarang tuduhan palsu atas Yesus agar ia terbunuh, dan

mengenyahkan orang yang mereka anggap pembuat keonaran besar,

sebuah duri dalam daging.

Yohanes 10 27 Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku

mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, 28 dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan

mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan

seorangpun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. 29 Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar

dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut

mereka dari tangan Bapa. 30 Aku dan Bapa adalah satu.‖

The Only True God 56

31 Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk

melempari Yesus. 32 Kata Yesus kepada mereka: ―Banyak pekerjaan baik yang

berasal dari Bapa-Ku yang Kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan

manakah di antaranya yang menyebabkan kamu mau melempari

Aku?‖ 33 Jawab orang-orang Yahudi itu: ―Bukan karena suatu pekerjaan

baik maka kami mau melempari Engkau, melainkan karena

Engkau menghujat Allah dan karena Engkau, sekalipun hanya

seorang manusia saja, menjadikan diri-Mu Allah.‖ 34 Kata Yesus kepada mereka: ―Bukankah ada tertulis dalam

kitab Tauratmu: Aku telah berfirman: Kamu adalah allah? [Mzm

82:6] 35 Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut

allah sedang Kitab Suci tidak dapat dibatalkan, 36 masihkah kamu berkata kepada Dia yang dikuduskan oleh

Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia: Engkau

menghujat Allah! Karena Aku telah berkata: Aku Anak Allah? 37 Jikalau Aku tidak melakukan pekerjaan-pekerjaan Bapa-Ku,

janganlah percaya kepada-Ku, 38 tetapi jikalau Aku melakukannya dan kamu tidak mau percaya

kepada-Ku, percayalah akan pekerjaan-pekerjaan itu, supaya

kamu boleh mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam

Aku dan Aku di dalam Bapa.‖ (Yoh 10:27-38)

Usaha yang kedua kalinya ini untuk mendakwakan tuduhan penghujatan

terhadap Yesus berangkat dari kegagalan mereka dalam memahami

kata-kata Yesus ―Aku dan Bapa adalah satu‖ (ay.30). Seperti para

Trinitarian, entah bagaimana, mereka mampu membaca adanya klaim

kesetaraan dengan Allah di dalam kata-kata ini, meskipun Yesus telah

berkata segera sebelum itu bahwa ―Bapa-Ku lebih besar dari pada

siapapun‖ (ay.29). Apakah kita mengira ―siapapun‖ di sini tidak

termasuk Yesus sendiri? Bukankah maknanya cukup jelas: Tak ada

seorang pun yang lebih besar daripada Bapaku? Atau dengan memakai

kata-kata Paulus, Bapa adalah Allah ―yang ada di atas segala sesuatu. Ia

adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya‖ (Rm 9:5).

Dengan berkata bahwa ―Bapa‖, bukan Anak, ―lebih besar dari pada

siapapun‖ berarti Yesus telah menutup segala klaim terhadap kesetaraan.

Ia telah menaruh hal ini di tempat yang tidak bisa diperdebatkan lagi

ketika mendeklarasikan, ―Bapa lebih besar daripada Aku‖ (Yoh 14:28).

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 57

Perhatikan bahwa seluruh isu dalam bagian teks ini dari Yohanes 10

berkisar seputar penghujatan: ―Bukan karena suatu pekerjaan baik maka

kami mau melempari Engkau, melainkan karena Engkau menghujat

Allah, karena Engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja,

menjadikan diri-Mu Allah‖ (ay.33); dan lagi, ―Engkau menghujat Allah‖

(ay.36), semuanya itu dengan niat yang dinyatakan di depan umum

untuk melempari dia dengan batu sampai mati. Yesus menolak tuduhan

mereka atas penghujatan tepatnya karena, bertentangan dengan tuduhan

mereka, ia belum pernah membuat klaim kesetaraan dengan Allah.

Yesus menjelaskan apa yang dimaksud oleh ucapannya ―Aku dan

Bapa adalah satu‖ dengan kata-kata berikut, ―supaya kamu boleh

mengetahui dan mengerti, bahwa Bapa di dalam Aku dan Aku di dalam

Bapa‖ (ay.38). Namun, penjelasan ini barangkali kurang terang untuk

mereka, setidaknya sampai mereka mendengar pengajarannya dalam

Yohanes 15:1 dyb. yang berkenaan dengan kesatuan hidup dengan Bapa

yang mencakup para murid.

Yesus juga menjelaskan bahwa dengan mengatakan ―Aku adalah

Anak Allah‖ ia menunjuk kepada dirinya sebagai dia ―yang dikuduskan

oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia‖ (ay.36) dan hal ini,

sebagaimana ditunjukkan olehnya, tidak bisa didakwa sebagai

penghujatan. Sebab dalam sejarah Israel ada orang-orang lain yang juga

telah dikuduskan dan diutus oleh Allah kepada umat-Nya, Musa yang

terutamanya. Akan tetapi, Hukum Taurat bahkan menyebut para

pemimpin yang lebih kecil daripada Musa sebagai ―para allah‖ di mana

mereka bertindak sebagai wakil Allah di bawah wewenang firman-Nya.

Yesus menunjukkan dengan jelas dan tajam bila tuduhan mereka sama

sekali tidak berdasar.

“Anak Allah”

stilah ―anak Allah‖ bukanlah hal baru bagi umat Yahudi. Istilah ini

ditemukan dalam PL, di mana Israel disebut ―anak‖ Allah (Kel

4:2,23; Yes 1:2; Yer 31:9; Hos 11:1, bdk. Mat 2:15). Jadi, apa

sebenarnya maksud tuduhan yang dibuat-buat ini? Sederhananya begini:

Yesus dituduh telah memakai istilah ―anak Allah‖ bukan dalam arti PL

yang lazim tetapi sebagai klaim kesetaraan dengan Allah—klaim yang

menghujat dan ganjarannya adalah hukuman mati menurut Hukum

Taurat (Yoh 19:7). Luar biasanya, trinitarianisme sependapat dengan

I

The Only True God 58

musuh-musuh Yesus bahwa ia membuat klaim tersebut! Oleh karena

tuduhan palsu inilah Yesus dihukum mati melalui penyaliban (ay.19:6,

juga ay.15 dyb. Mrk 14:64; Mat 26:65,66). Namun, menurut

trinitarianisme, tuduhan terhadap Yesus yang mengklaim kesetaraan

dengan Allah itu benar; jika memang demikian, maka menurut Hukum

Yahudi ia pantas disalib, karena klaim Yesus tidak memberikan pilihan

lain kepada Sanhedrin (Mahkamah Agama) selain menghukum mati

Yesus.

Namun, cerita-cerita Injili tentang pengadilan Yesus jelas

menunjukkan bahwa Yesus dihukum dan dieksekusi atas dasar tuduhan-

tuduhan palsu yang dibuat oleh saksi-saksi palsu. Kitab-kitab Injil tidak

ada yang menegaskan bila Sanhedrin berbuat hal yang benar menurut

Hukum Taurat. Matius menyatakan hal tersebut dengan sangat jelas:

59 Imam-imam kepala, malah seluruh Mahkamah Agama

mencari kesaksian palsu terhadap Yesus, supaya Ia dapat

dihukum mati, 60 tetapi mereka tidak memperolehnya, walaupun

tampil banyak saksi dusta. (Mat 26:59,60a)

Seharusnya jelas nyata bagi setiap orang yang perseptif bahwa jika Yesus

memang telah mengklaim kesetaraan dengan Allah, maka apa gunanya

mencari bukti palsu dan saksi-saksi palsu? Bahkan saksi-saksi palsu

tidak berhasil mengarang suatu perkara yang meyakinkan sebagaimana

ditunjukkan dalam Matius 26:60 dyb. Pada akhirnya, karena kecewa

tidak bisa menemukan tuduhan sah atas Yesus, mereka menuduhnya

telah menghujat oleh karena klaimnya sebagai Mesias—yang di bawah

Hukum Taurat tidak diganjar dengan hukuman mati! Berikut ini adalah

adegannya sebagaimana dilukiskan dalam Injil Matius (pasal 26):

62 Lalu Imam Besar itu berdiri dan berkata kepada-Nya:

―Tidakkah Engkau memberi jawaban atas tuduhan-tuduhan

saksi-saksi ini terhadap Engkau?‖ 63 Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepada-

Nya: ―Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah

Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.‖ 64 Jawab Yesus: ―Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku

berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak

Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di

atas awan-awan di langit.‖

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 59

65 Imam Besar itu mengoyakkan pakaiannya dan berkata: ―Ia

menghujat Allah. Untuk apa kita perlu saksi lagi? Sekarang telah

kamu dengar hujat-Nya. 66 Bagaimana pendapat kamu?‖ Mereka menjawab: ―Ia harus

dihukum mati!‖ (Mat 26:62-66)

Perhatikan bahwa Yesus diminta untuk mendeklarasikan di bawah

sumpah apakah ia ―Kristus‖, yaitu Mesias, Anak Allah (ini adalah gelar

lain untuk Mesias, yang akan dibahas dengan lebih menyeluruh berikut

ini). Mengapa imam besar itu tidak menanyakan saja kepadanya apakah

ia mengklaim kesetaraan dengan Allah, yang memang telah dituduhkan

kepadanya di depan umum? Jawabannya mudah, sebagaimana telah kita

lihat, mereka tidak bisa melemparkan tuduhan ini kepada Yesus

meskipun dengan memakai saksi-saksi palsu; jadi jelaslah bahwa ia tidak

pernah membuat klaim semacam itu, dan akan menyangkalnya lagi jika

ditanyai.

Luar biasanya, bahkan untuk pertanyaan apakah ia adalah Mesias

itu Yesus pun menolak memberikan jawaban langsung, menjawab hanya

dengan ―Engkau telah mengatakannya‖, yakni, itu adalah kata-katamu,

bukan kata-kataku. Dan berpaling dari gelar ―Anak Allah‖ ia malah

merujuk dirinya dengan gelar yang lebih ia sukai, yaitu ―Anak Manusia‖

(ay.64), menunjuk kepada nubuatan mesianik dalam Daniel 7:13: ―Aku

terus melihat dalam penglihatan malam itu, tampak datang dengan

awan-awan dari langit seorang seperti anak manusia‖. Tidak jelas sama

sekali bagaimana ini bisa menjadi hujatan di bawah Hukum Yahudi, dan

berjilid-jilid diskusi terpelajar tentang pengadilan Yesus tersedia bagi

mereka yang ingin mengejar perkara ini lebih jauh. Tapi yang jelas

Sanhedrin telah bertekad agar Yesus dieksekusi dengan atau tanpa bukti

yang diperlukan.

Satu-satunya hal yang amat penting untuk tujuan kita adalah

menunjukkan dari cerita-cerita Injili bahwa dakwaan-dakwaan yang

dituduhkan kepada Yesus bahwa ia mengklaim kesetaraan dengan Allah

tidak bisa bertahan sekalipun dalam persidangan yang bersikap sangat

bermusuhan dengannya, yakni Sanhedrin. Di dalam cahaya kisah-kisah

dalam Injil, tidak terpahami sama sekali bagaimana para trinitarian bisa

mengabaikan bukti dari kitab-kitab Injil dan bersikeras bahwa Yesus

memang mengklaim kesetaraan dengan Allah.

Tentu saja Yesus mengklaim keintiman istimewa dengan Allah

sebagai Bapa karena Logos Allah berinkarnasi di dalam dia (Yoh 1:14);

The Only True God 60

tetapi yang menjadi tujuannya, baik melalui kehidupannya ataupun

kematiannya, adalah untuk membawa murid-muridnya ke dalam

keintiman (atau kesatuan) yang serupa dengan Bapa, sehingga mereka

pun akan mengenal Dia sebagai Bapa dan hidup dalam hubungan Bapa-

anak dengan-Nya; ini adalah unsur sentral pengajaran Yesus dalam Injil

Yohanes.

Pelayanan Yesus dimaksudkan untuk membawa para murid ke

dalam hubungan yang serupa: ―kemuliaan, yang Engkau berikan kepada-

Ku, supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu: Aku di

dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka menjadi satu

dengan sempurna,‖ Yoh 17:22,23; bdk. 14:20). Pelukisan hubungan

rohaniah yang begitu mendalam dipakai untuk menjebaknya dengan

tuduhan menyetarakan dirinya dengan Allah.

Arti “Anak Allah” yang diterapkan

kepada Yesus dalam PB

ita sudah melihat bahwa Yesus tidak pernah mengklaim diri

sebagai Allah dalam semua kitab-kitab Injil, dan kata ―Allah‖

tidak dipakai sebagai rujukan kepadanya di bagian PB

selebihnya (kecuali dalam beberapa terjemahan Inggris modern, kata

―Allah‖ merujuk kepada Yesus dalam dua atau tiga ayat; kita akan

memeriksa terjemahan-terjemahan itu nanti9). Kita pun telah melihat

bahwa istilah trinitaris ―Allah-Anak‖ tidak ditemukan di manapun juga

dalam Alkitab. Jadi, dari mana datangnya istilah ini? Jawaban

singkatnya, tentu saja, adalah bahwa istilah itu adalah ciptaan trinitaris.

Istilah ini beredar karena kemiripannya yang menyesatkan dengan gelar

―anak Allah‖ yang memang muncul dalam PB; dalam benak orang-orang

yang tidak terlalu tajam pemikirannya, kedua istilah ini dapat dengan

mudah menjadi rancu dalam bahasa Inggris. ―God the son‖ membalikkan

―the son of God‖ dengan membuang kata depan ―of‖. Namun semirip-

miripnya ―the son of God‖ dengan ―God the son‖, makna keduanya sama

sekali berbeda. Tepatnya perbedaan inilah yang dengan mudahnya

dilewatkan (terutamanya oleh orang Kristen rata-rata), sehingga

berdampak kepada kekeliruan serius.

9 Silakan merujuk ke Versi Lengkap

K

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 61

Apa arti ―Anak Allah‖ dalam PB? Sekilas pandang bukti Alkitabiah

menunjukkan bahwa itu adalah sebuah gelar Mesias, Raja Israel yang

diharapkan, yang juga akan menjadi ―juruselamat dunia‖ (Yoh 4:42;

1Yoh 4:14). Gelar ini sama sekali tidak ada sangkut-pautnya dengan

gagasan trinitaris akan suatu tokoh ilahi yang disebut ―Allah-Anak‖.

Gelar Alkitabiah tersebut diturunkan dari mazmur Mesianik penting,

Mazmur 2, di mana Yahweh berbicara kepada raja Davidik, ―Anak-Ku

engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini (hari pengurapan dan

penobatan)‖. Frase Mesianik ―Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini‖

menandakan asal mula frase ―Anak Tunggal Allah‖ (Yoh 1:18; 3:16) yang

sering dikutip oleh para Trinitarian tanpa mempedulikan asal mulanya,

dan memaksakan makna dogmatis mereka sendiri kedalamnya. Faktanya

adalah Mazmur 2:7 berulang-kali diterapkan kepada Yesus dalam

Perjanjian Baru:

Kisah Para Rasul 13:33, ―telah digenapi Allah kepada kita,

keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang

tertulis dalam mazmur kedua: Engkaulah Anak-Ku! Aku telah

menjadi Bapa-Mu pada hari ini.‖

Apa yang menarik dan signifikan tentang ayat ini ialah bahwa

dibangkitkannya Yesus dari antara orang mati oleh Allah dilihat sebagai

titik penggenapan Mazmur 2:7, titik di mana ia ―diperanakkan‖ sebagai

―anak‖, ketika ia diurapi dan dinobatkan sebagai raja.

Menariknya, ayat yang sama diterapkan kepada Yesus dalam Ibrani

5:5 dalam kaitan dengan penunjukannya sebagai Imam Besar yang

diangkat sehingga, seperti Melkisedek (Ibr 7:1), ia adalah raja dan juga

imam:

Ibrani 5:5, Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya

sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia

yang berfirman kepada-Nya: ―Engkaulah Anak-Ku! Engkau telah

menjadi Anak-Ku pada hari ini‖,

Dari semuanya ini jelaslah bahwa ―Anak Allah‖ adalah sebuah gelar dari

sang Mesias dalam Alkitab, dan jangan dirancukan dengan ―Allah-Anak‖

trinitaris itu. Beberapa rujukan tambahan sudah cukup untuk

menetapkan fakta ini:

The Only True God 62

Yohanes 1:34, ―Aku telah melihat-Nya dan memberi kesaksian:

Ia inilah Anak Allah.‖

Apa maksud Yohanes Pembaptis dengan gelar ‗Anak Allah‘? Dari ay.41,

―Kami telah menemukan Mesias (artinya: Kristus)‖, murid-muridnya

jelas sekali memahami siapa yang dimaksud olehnya.

Yohanes 1:49, Kata Natanael kepada-Nya: ―Rabi, Engkau Anak

Allah, Engkau Raja orang Israel!‖

Kata-kata di atas menunjukkan bahwa untuk Natanael (dan umat Yahudi

umumnya), ‗Anak Allah‘ berarti ‗Raja orang Israel‘, satu lagi gelar lain

dari Mesias.

Kaitan antara Raja Davidik Israel yang dijanjikan dan dinanti-

nantikan, sang Mesias itu, dengan gelar ―Anak Allah‖ juga terlihat jelas

dari nas berikut ini dalam Matius 27:

41 Demikian juga imam-imam kepala bersama-sama ahli-ahli

Taurat dan tua-tua mengolok-olokkan Dia dan mereka berkata: 42 ―Orang lain Ia selamatkan, tetapi diri-Nya sendiri tidak dapat

Ia selamatkan! Jika Ia Raja Israel, baiklah Ia turun dari salib

itu, maka kami akan percaya kepada-Nya. 43 Ia mempercayakan diri-Nya pada Allah: Biarlah Allah

menyelamatkan Dia sekarang, jikalau Allah berkenan kepada-

Nya! Karena Ia telah berkata: Aku Anak Allah.‖

Hendaknya diingat bahwa nas di atas terdapat dalam Injil Matius, bukan

dalam Injil Yohanes. Jadi, ‗Anak Allah‘ di sini tidak mempunyai konotasi

atau makna yang sama dengan yang terdapat dalam Injil Yohanes, dan

tentunya dalam Injil Matius tidak terdapat pernyataan klaim kesetaraan

dengan Allah. Oleh sebab itu, kita harus menanyakan apa yang dipahami

oleh para imam kepala dan ahli Taurat dengan istilah tersebut, dan

mengapa mereka mengaitkannya secara sengaja dengan ‗Raja Israel‘,

meskipun dengan berolok-olok? Sekali lagi, jawabannya adalah: ‗Anak

Allah‘ dan ‗Raja Israel‘ keduanya adalah gelar mesianik. Namun, mereka

menolak Yesus sebagai Mesias Israel; mereka menganggapnya Mesias

palsu, dan secara politik mereka menganggapnya teramat berbahaya,

sebagaimana ditunjukkan oleh sambutan meriah orang banyak ketika

Yesus memasuki Yerusalem dengan jaya. Pemerintah Roma juga amat

takut akan pemberontakan politis, jadi para pemimpin Yahudi

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 63

memanfaatkan rasa takut orang-orang Roma itu, mendesak mereka

untuk menyalibkan Yesus.

Markus 15:32, ―Baiklah Mesias (Kristus), Raja Israel itu, turun

dari salib itu, supaya kita lihat dan percaya.‖ Bahkan kedua

orang yang disalibkan bersama-sama dengan Dia mencela Dia

juga.

Anak Allah, raja Mesianik Israel

ahwa gelar ―anak Allah‖ adalah gelar yang terkenal bagi sang

Mesias terlihat dari ayat-ayat berikut yang menunjukkan bahwa

kedua gelar ―Kristus‖ (atau ―Mesias‖) dan ―anak Allah‖ kerapkali

dipakai bersama: Mat 16:16; 26:63; Mrk 1:1; Luk 4:41; Yoh 11:27; 20:31;

Rm 1:4; 1Kor 1:9; 2Kor 1:19; Gal 2:20; Ef 4:13; 1 Yoh 5:20; 2Yoh 1:3,9—

semuanya 14 kali (atau 13 jika Mrk 1:1 tidak termasuk).

Dari ayat-ayat ini, dan terutamanya dari ayat-ayat dalam Injil-injil

di mana ―Kristus‖ dan ―anak Allah‖ diucapkan bersama sebagai dua

bagian dari satu gelar itu, semestinya amat jelas sekarang bahwa sang

Mesias disebut ―anak Allah‖, berdasarkan kata-kata ―anak-Ku engkau‖

dalam Mazmur 2:7 yang diucapkan kepada raja Davidik. Mengenai ayat

ini, Robert Alter, Professor of Hebrew and Comparative Literature pada

University of California, Berkeley, baru-baru ini menulis, ―adalah hal

biasa di Timur Dekat purba, yang dengan mudah diterima oleh umat

Israel, untuk membayangkan raja sebagai anak-nya Allah‖ (The Book of

Psalms, A Translation with Commentary).

Agar dapat mempertimbangkan makna gelar ―anak Allah‖ dengan

lebih seksama, saya mengutip dari artikel yang ditulis oleh James Stalker

dalam International Standard Bible Encyclopedia (ISBE):

‗Dalam Kitab Suci gelar tersebut dianugerahkan kepada

bermacam orang untuk pelbagai alasan. Pertama, gelar itu

diterapkan kepada para malaikat, seperti dalam Ayub 2:1

dikatakan ―datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN

(Yahweh)‖; mereka boleh jadi disebut demikian karena mereka

adalah makhluk ciptaan Allah, atau karena, sebagai makhluk

rohani, mereka menyerupai Allah yang adalah roh. Yang

kedua, dalam Lukas 3:38 gelar itu diterapkan kepada manusia

pertama; dan dari perumpamaan Anak yang Hilang bisa

B

The Only True God 64

diperdebatkan kalau gelar itu berlaku kepada semua orang.

Yang ketiga, gelar itu diterapkan kepada bangsa Ibrani, seperti

dalam Kel 4:22, Yahweh berkata kepada Firaun, ―Israel ialah

anak-Ku, anak-Ku yang sulung;‖ Alasannya karena Israel adalah

sasaran dari kasih Yahweh yang istimewa dan pilihan-Nya yang

murah hati. Yang keempat, gelar itu diterapkan kepada raja-

raja Israel, sebagai perwakilan dari bangsa yang terpilih. Dengan

demikian, dalam 2 Samuel 7:14, Yahweh berkata tentang

Salomo, ―Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-

Ku‖; dan, dalam Mazmur 2:7, penobatan seorang raja

diumumkan dalam sebuah ramalan dari surga, yang berkata,

―Anak-Ku engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini.‖

Akhirnya, dalam Perjanjian Baru, gelar tersebut diterapkan

kepada semua orang kudus, seperti dalam Yohanes 1:12, ―Tetapi

semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya

menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam

nama-Nya;‖ Bila gelar itu memiliki jangkauan aplikasi seperti

ini, Keilahian Kristus jelas tidak dapat disimpulkan semata-

mata dari fakta bahwa gelar tersebut diterapkan kepada

Yesus‘ .

Akhirnya, patut dicatat bahwa walaupun Al Qur‘an memang

berbicara tentang Yesus (Isa) sebagai Mesias (Masih), Al Qur‘an mutlak

menolak gelar Mesianik PB ―anak Allah‖. Alasannya mudah dilihat dari

artikel-artikel kaum Trinitarian yang selalu berusaha membalikkan

―anak Allah‖ menjadi ―Allah-Anak‖. Akibat yang menyedihkan dari

semua ini adalah bahwa umat Muslim menolak PB secara keseluruhan,

dan dengan demikian menolak pesan keselamatan yang ada dalam sang

Mesias (Kristus). Jika mereka bisa diyakinkan bahwa ―anak Allah‖ dalam

PB adalah sebuah gelar dari Mesias (Masih) dan tidak berarti ―Allah-

Anak‖, mereka tidak mempunyai alasan apapun untuk menolaknya. Kita

pun harus diingatkan lagi bahwa tidak di manapun dalam PB

kepercayaan pada ketuhanan Kristus diperlukan untuk keselamatan.

Itu adalah sesuatu yang dipaksakan oleh dogma Kristiani, bukan oleh

firman Allah.

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 65

Injil-injil Sinoptik

embaca PB yang jeli mau tidak mau akan memperhatikan bahwa

dalam tiga Injil pertama (disebut ―Injil-injil Sinoptik‖ karena

ketiganya tampak memiliki sudut pandang yang sama akan

pribadi dan pekerjaan Yesus) hampir tidak ada apapun yang bermanfaat

bagi trinitarianisme. Seharusnya menjadi keprihatinan serius bagi orang

Trinitarian bahwa tiga dari keempat Injil tersebut tidak dapat

dipergunakan untuk mendukung argumen ketuhanan Kristus yang

begitu sentral terhadap dogma mereka. Banyak di antara kita sebagai

orang Trinitarian melihat hal ini, dan meskipun agak dibingungkan

olehnya, dan sekalipun tidak mampu memberikan jawaban memuaskan

atas pertanyaan mengapa hal yang teramat penting ini (bagi kita), seperti

halnya ketuhanan Kristus, diabaikan begitu saja oleh Sinoptik, kita tidak

bisa berbuat banyak selain mengangkat bahu. Maka, Injil Yohanes

menjadi Injil kesayangan orang Trinitarian, karena kita mengira kita bisa

menggali teks-teks bukti dari dalam Injil ini sepuas hati kita. Itulah

sebabnya kita akan memfokuskan sebagian besar kajian kita kepada Injil

Yohanes.

Ucapan-ucapan “Aku ada(lah)” —Apakah Yesus

mengklaim sebagai Allah?

ebagai orang Trinitarian kita menggunakan ucapan-ucapan ―Aku

ada(lah)‖ dalam Injil Yohanes sebagai senjata ampuh untuk

―membuktikan‖ ketuhanan Kristus, yaitu, bahwa Yesus adalah

Allah. Kita gagal dengan menyedihkan dalam melihat bahwa ini

merupakan salah satu argumen paling serampangan yang bisa

dikembangkan. Mengapa? Karena hanya ada dua cara untuk memahami

ucapan ―Aku ada(lah)‖ dari Yesus ini:

(1) Yesus sedang memakai istilah itu secara biasa seperti yang digunakan

dalam percakapan sehari-hari (mis. ―Aku adalah seorang pelajar‖, ―Aku

adalah orang Indonesia‖, dst.), dan dengan demikian ia sedang

membuat pernyataan tentang dirinya sebagai sang Mesias, sang

Juruselamat, atau

(2) Yesus sedang memakai ―Aku ada(lah)‖ dalam arti khusus merujuk

kepada Keluaran 3:14 sebagai gelar dari Yahweh; dan jika demikian

P

S

The Only True God 66

halnya, maka kalau Yesus bukan sedang mengklaim sebagai Yahweh,

maka Yahwehlah yang sedang berbicara melalui dia.

Entah ―Aku ada(lah)‖ dipahami sebagai (1) atau (2), tak satu pun dari

kedua pilihan tersebut menyediakan bukti akan Yesus sebagai Allah

karena, secara pemakaian (1), cara biasa, ia berbicara selaku ―manusia

Kristus Yesus‖, dan secara pemakaian (2), rujukan khusus itu untuk

Yahweh, Allah Bapa. Oleh karena itu, ucapan-ucapan ―Aku ada(lah)‖-nya

Yesus sama sekali tidak menyodorkan bukti apa-apa tentang ketuhanan

Yesus sebagai Allah-Anak dalam skema trinitaris.

Sekarang kita akan mempertimbangkan (1) dan (2) dua-duanya

dengan lebih teliti di dalam cahaya bukti Injil.

Bagaimana memahami secara benar pemakaian

“Aku ada(lah)” oleh Yesus?

(1) ―Aku ada(lah)‖ sebagaimana dipakai dalam artinya yang normal

dalam percakapan sehari-hari, di mana Yesus berbicara sebagai seorang

manusia sejati, tetapi secara khususnya sebagai ―sang Kristus‖, yang

artinya ―sang Mesias.‖

―Aku ada(lah)‖ (egō eimi, tensa kini) muncul 24 kali dalam Injil

Yohanes, di mana 23 kalinya ada dalam kata-kata Yesus dan sekali dalam

kata-kata orang buta yang disembuhkan oleh Yesus (Yoh 9:9). Jadi,

sebenarnya bukan 7 ―Aku ada(lah)‖ (yang diketahui oleh kebanyakan

orang Kristen), tetapi 23 yang merujuk kepada Yesus. Secara statistik,

frekuensi ―Aku ada(lah)‖ menunjukkan bahwa frase itu termasuk

kosakata khusus dalam Injil Yohanes, yang terlihat jelas dari

perbandingan dengan kitab-kitab selebihnya dalam PB: Injil Matius 5

kali; Markus: 3; Lukas: 4; kitab Kisah Para Rasul: 7; Wahyu: 5: jumlah

seluruhnya = 24, jumlah yang sama dengan Injil Yohanes. Dengan kata

lain, separuh dari seluruh pemunculan egō eimi dalam Perjanjian Baru

ada dalam Injil Yohanes.

Lalu, apa tujuan dari sekian banyak ―Aku ada(lah)‖ dalam Injil

Yohanes? Jawabannya tentu saja ada dalam pernyataan tujuan Injil itu,

―tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya kamu percaya bahwa Yesuslah

Mesias, Anak Allah, dan supaya karena percaya kamu memperoleh hidup

dalam nama-Nya‖ (Yoh 20:31). Bukankah bentuk persona ke-3 dari ―Aku

ada(lah)‖ ialah ―dia ada(lah)‖? Jadi, tujuannya ialah untuk

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 67

mengumumkan bahwa ―dia ada(lah)‖, yaitu, Yesus adalah sang Kristus,

Anak Allah itu. Namun, ketika Yesus berbicara, ―dia ada(lah)‖ jelas harus

ada dalam bentuk ―Aku ada(lah)‖.

Kata ―Kristus‖ (―Mesias‖ dalam bahasa Yunani) muncul 18 kali

dalam Injil Yohanes, tetapi hanya keluar sekali dari mulut Yesus sendiri,

dan itu ada dalam doanya kepada Bapa dalam Yohanes 17:3. Ketika

diminta dalam Yohanes 10:24 untuk menyatakan secara gamblang

apakah ia Kristus, ia menjawab, ―Aku telah mengatakannya kepada

kamu, tetapi kamu tidak percaya; pekerjaan-pekerjaan yang Kulakukan

dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberikan kesaksian tentang Aku‖

(ay.25). Ia memang mengatakannya kepada mereka, tetapi tanpa

memakai gelar ―Kristus‖; ia membiarkan mukjizat-mukjizat

―memberikan kesaksian tentang Aku‖. Lagipula, alih-alih gelar ―Kristus‖,

ia mendeskripsikan pelayanan Kristus, sang Mesias, dengan istilah-

istilah metaforik seperti ―gembala domba-domba‖, ―terang dunia‖, dst.,

masing-masing diawali dengan ―Aku ada(lah)‖. Namun, hal yang jelas

adalah ia memang mengakui bahwa ia adalah Kristus, meskipun pada

umumnya ia menolak menyatakannya secara eksplisit.

―Sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia (egō eimi),

kamu akan mati dalam dosamu‖ (Yoh 8:24). Alasannya mengapa perlu

mempercayai bahwa dia adalah Mesias/Kristus yang dijanjikan adalah

―supaya karena percaya kamu memperoleh hidup dalam nama-Nya‖

(Yoh 20:31)—ini penting untuk keselamatan. Namun, mempercayai

bahwa Yesus adalah Allah bukan syarat untuk keselamatan di

manapun juga dalam Perjanjian Baru. Trinitarianisme telah

memaksakan kepada jemaat suatu persyaratan untuk keselamatan tanpa

pembenaran dari Firman Allah, dan ini adalah sebuah hal yang sangat

serius.

Dalam nas berikut dalam Yohanes 8 kita dapat melihat cara Yesus

yang khas dalam memakai ―Aku ada(lah)‖ (egō eimi), biasanya

diterjemahkan sebagai ―Akulah Dia‖ sebagaimana diharuskan oleh

kaidah linguistik Inggris:

24 ―Karena itu tadi Aku berkata kepadamu bahwa kamu akan

mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa

Akulah Dia (egō eimi), kamu akan mati dalam dosamu.‖ 25 Lalu kata mereka kepada-Nya: ―Siapakah Engkau?‖ Jawab

Yesus kepada mereka: ―Apa yang telah Kukatakan kepadamu

sejak semula?

The Only True God 68

26 Banyak yang harus Kukatakan dan Kuhakimi tentang kamu;

akan tetapi Dia yang mengutus Aku, adalah benar, dan apa yang

Kudengar dari Dia, itulah yang Kukatakan kepada dunia.‖ 27 Mereka tidak mengerti bahwa Ia berbicara kepada mereka

tentang Bapa. 28 Maka kata Yesus: ―Apabila kamu telah meninggikan Anak

Manusia, barulah kamu tahu bahwa Akulah Dia (egō eimi), dan

bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku

berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-

Ku.‖ (Yoh 8:24-28)

Perhatikan baik-baik, Yesus mengatakan kepada orang-orang bahwa

mereka harus percaya bahwa ―Akulah (Dia)‖ jika mereka tidak mau mati

dalam dosa-dosa mereka. Maka, sebagaimana bisa kita duga, mereka

segera menanyakan dia, ―Siapakah Engkau?‖ tetapi, sekali lagi, ia

menolak memberi jawaban langsung atau eksplisit atas pertanyaan

tersebut. Artinya, dia menolak untuk berkata ―Akulah Mesias‖ atau

―Akulah Anak Allah‖. Ia hanya menyatakan ―apa yang Kudengar dari Dia

(Bapa), itulah yang Kukatakan kepada dunia‖. Di sini, seperti di bagian

lain dalam Injil Yohanes, Yesus menekankan subordinasinya yang total

kepada Bapa, sampai-sampai ia tidak berkata apa-apa selain apa yang

disampaikan Bapa kepadanya.

Akan tetapi, dalam ayat 28 Yesus sekali lagi merujuk kepada dirinya

sebagai ―Akulah (Dia)‖, tetapi kali ini ia berbicara tentang dirinya sebagai

―Anak Manusia‖. Dalam bahasa Yunani gelar tersebut tidak ditulis

dengan huruf kapital; penulisan itu dilakukan oleh para penerjemah,

jelas-jelas dengan niat agar istilah tersebut dipahami sebagai sebuah

gelar mesianik. ―Anak manusia‖ jelas sekali merupakan gelar yang lebih

disukai oleh Yesus untuk dirinya sendiri dalam keempat Injil (semuanya

74 kali: Mat: 27 kali; Mrk:14; Luk:22; Yoh:11). Baik dalam bahasa Aram

maupun bahasa Ibrani (juga Ibrani modern) ―anak manusia‖ adalah

istilah yang lazim untuk ―manusia‖ (bdk. Ef 3:5). Hal ini tidak diketahui

oleh kebanyakan orang Kristen, sehingga mereka beranggapan bila itu

semestinya semacam gelar istimewa, dalam hal ini, sebuah gelar

mesianik. Padahal, secara linguistik sudah cukup tepat bila

menerjemahkan Yohanes 8:28 itu dengan ―Apabila kamu telah

meninggikan Manusia itu (atau, manusia), barulah kamu tahu, bahwa

Akulah Dia (egō eimi)‖. Entah ―anak manusia‖ itu sebuah gelar mesianik

atau bukan dibahas dalam sejumlah besar buku dan artikel, tetapi hal itu

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 69

tidak berkaitan secara langsung dengan kajian ini. Yang perlu kita

camkan di sini adalah bahwa Yesus jelas menginginkan para

pendengarnya memperhatikan dia mengatakan dirinya sebagai ―sang

manusia‖, atau ―sang Manusia‖.

Berdasarkan nas ini dalam Yohanes 8, sebagaimana juga dengan

pemakaian-pemakaian lain dari ―Aku ada(lah)‖ dalam ucapan-ucapan

Yesus, “Aku ada(lah)” dalam Injil Yohanes dengan sendirinya adalah

sebuah pernyataan mesianik tepatnya karena itu menggemakan ―dia

adalah‖ dari Yohanes 20:31: ―tetapi hal-hal ini telah dicatat, supaya kamu

percaya bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya karena

percaya kamu memperoleh hidup dalam nama-Nya‖—Dia adalah

Kristus. Dengan demikian, ―Aku ada(lah)‖ = ―dia ada(lah)‖. Jadi, dalam

Yohanes 8:28, misalnya, Yesus adalah Kristus/Mesias tanpa

menghiraukan apakah ―anak manusia itu‖ dimengerti sebagai sebuah

gelar mesianik atau bukan. Oleh karena itu, dalam Yohanes 8 ini, seperti

dalam sebagian nas-nas lain, “Aku ada(lah)” merupakan sebuah

penegasan mesianik yang implisit, bukan sebuah klaim terhadap gelar

milik Yahweh.

Adalah sebuah kesalahan, tentunya, untuk segera berasumsi bahwa

setiap pemunculan dari ke-23 ―Aku ada(lah)‖ dalam Injil Yohanes

hendaknya dimengerti secara mesianik. Prinsip dasar yang menguasai

semua eksegesis adalah bahwa konteks merupakan sebuah faktor

penentu dalam menetapkan arti dari nas yang sedang dipertimbangkan.

“Aku ada(lah)” dalam Yohanes 14:6

Ketundukan Kristus kepada Bapa menonjol dengan kejelasan yang

sempurna di seluruh Injil Yohanes. Melihat kembali saya sekarang

menginsafi betapa aneh untuk Yohanes 14:6 (―Akulah jalan dan

kebenaran dan hidup‖), misalnya, dikutip oleh para Trinitarian sebagai

bukti atas ketuhanan dan kesetaraan Kristus dengan Allah sang Bapa.

Orang tidak perlu menjadi pemikir yang mendalam atau luar biasa

perseptif untuk melihat bahwa ―jalan‖ adalah sarana untuk mencapai

tempat tujuan, bukan tempat tujuan itu sendiri; jalan adalah cara untuk

sampai ke tujuan, bukan akhir dari tujuan itu sendiri. Sewaktu kita

berada dalam perjalanan, apakah kita begitu terpikat dengan jalan itu

sampai kita tidak bisa melihat ke mana jalan itu membawa kita? Dan ke

manakah Kristus, Jalan itu, membawa kita? Ayat yang sama (Yoh 14:6)

The Only True God 70

memberi jawabannya: Membawa kita kepada Bapa, karena ―tidak ada

seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.‖

Kristuslah Jalan itu—‗melalui Aku‖—tempat tujuannya adalah ―Bapa‖:

―Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang

benar untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita

kepada Allah‖ (1Ptr 3:18).

Namun, mengapa setiap kali kita melihat atau mendengar

pernyataan Yesus dalam bentuk ―Akulah jalan…‖ kita beranggapan

bahwa ia sedang menyatakan, atau mengklaim, keilahian? Bukankah ini

disebabkan oleh karena kita telah dipenuhi oleh ajaran trinitaris

sehingga kita tidak dapat memahami kata-kata tersebut dengan cara

lain? Jika Yesus sekadar ingin mengatakan bahwa ia adalah jalan kepada

Allah, apakah ada cara lain untuk mengatakannya selain dengan ―Akulah

(egō eimi) jalan‖? Jika saya berkata ―Aku adalah orang Cina‖, apakah

―Aku ada(lah)‖ dalam kata-kata ini menyiratkan bahwa saya sedang

membuat klaim keilahian? Dalam Yohanes 9:9, ketika orang-orang

memperdebatkan apakah orang buta itu benar-benar orang yang

disembuhkan oleh Yesus, ia sendiri menegaskan fakta tersebut dengan

kata-kata ―Aku ada(lah) (egō eimi)‖, yang artinya mengatakan secara

tegas, ―Akulah orangnya dan bukan orang lain.‖ Adalah tidak masuk akal

bila mengemukakan bahwa dengan mengatakan ―Aku ada(lah)‖, orang

yang dulunya buta itu sedang membuat klaim implisit sebagai Allah!

Adalah benar bahwa dalam bahasa Yunaninya, ―Aku ada(lah)‖

dalam Injil Yohanes ini berciri penegas, yang menekankan bahwa Yesus

adalah satu-satunya jalan; sama seperti ―Akulah pintu‖ (Yoh 10:7,9) yang

berarti ―akulah orangnya, bukan orang lain, yang adalah pintu itu.‖

Namun, pintu itu, seperti jalan, merupakan sarana yang digunakan

orang untuk keluar masuk rumah. Pintu bukanlah rumah. Jika tidak ada

rumah, tidak perlu ada pintu. Demikian juga, bila tidak ada tempat

tujuan, tidak perlu ada jalan.

Mengingat pembahasan terdahulu, tidak bisa diragukan bahwa

―Aku ada(lah)‖ dalam ―Akulah jalan‖ dari Yohanes 14:6 berciri mesianik,

sama seperti Yohanes 8:24 dan 28; dan tentunya bukan merupakan

klaim terhadap keilahian.

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 71

“Akulah kebangkitan dan hidup” (Yoh 11:25)

Para Trinitarian tidak ragu mengutip kata-kata tersebut sebagai ―tanda

bukti‖ bahwa Yesus adalah Allah. Namun, seperti biasanya, mereka tidak

mau repot-repot memandang konteksnya. Kata-kata itu diucapkan

kepada Marta, ketika Yesus menanyakan apakah ia mempercayai

pernyataannya dan juga pernyataan-pernyataan mengejutkan lain yang

diucapkan segera sesudahnya. Yesus berkata: ―siapa saja yang percaya

kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, dan setiap orang yang

hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya.

Percayakah engkau akan hal ini?‖ Jawaban Marta bukanlah, ―Ya, aku

percaya engkau adalah Allah‖, melainkan ―Ya, Tuhan, aku percaya,

bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, yang akan datang ke dalam

dunia...‖ (Yoh 11:25-27). Dengan kata lain, Marta tidak melihat

perkataan Yesus sebagai suatu klaim terhadap keilahian melainkan

sebagai sebuah pernyataan mesianik. Sebagai seorang Yahudi Marta

tahu, tidak seperti kebanyakan orang non-Yahudi yang tidak tahu, bahwa

―Anak Allah‖ bukanlah sebuah gelar ilahi dalam Alkitab tetapi sebuah

gelar Mesias yang didasari oleh Mazmur 2:7.

Namun, bukankah Yesus mengatakan ini pada peristiwa

kebangkitan Lazarus? Tentu saja. Namun, jika pertanyaan ini

menyiratkan bahwa membangkitkan orang mati adalah bukti dirinya

sebagai Allah, ini memperlihatkan ketidak-tahuan yang luar biasa akan

Alkitab. Itu bukan satu-satunya peristiwa dalam kisah-kisah Alkitab

tentang orang mati yang dibangkitkan. Jauh sebelum masa Yesus, Elia

juga membangkitkan seorang anak yang sudah mati dan tidak satu pun

orang Yahudi yang pernah menganggap hal itu bisa digunakan sebagai

bukti bahwa Elia adalah tokoh ilahi! Kisah tentang perbuatan Elia itu

tercatat dalam 1 Raja-Raja 17:17 dst., dan luar biasa miripnya dengan

kisah Yesus yang membangkitkan anak seorang janda di kota Nain

sebagaimana dilukiskan dalam Lukas 7:11-17. Butir-butir utama dari

persamaannya adalah: (1) kedua contoh tersebut ada hubungannya

dengan kesedihan seorang janda; (2) kematian dari anak satu-satunya;

(3) kata-kata pada akhir kisah dalam Injil Lukas setelah orang mati itu

dihidupkan kembali, ―Yesus menyerahkannya kepada ibunya‖ (Luk 7:15),

yang menggemakan apa yang dilakukan Elia setelah anak itu

dibangkitkan: ia membawanya turun dari kamar atas, tempat di mana ia

membawa anak itu dan berdoa kepada Yahweh, dan mengembalikannya

kepada ibunya. Adalah mungkin bila kata-kata dalam Injil Lukas artinya

The Only True God 72

tidak lebih daripada Yesus mengembalikan anak itu kepada sang ibu,

tetapi tidak menutup kemungkinan bila Lukas juga memang berniat

menyiratkan suatu rujukan kepada nabi besar Elia itu. Kemungkinan ini

lebih besar sambil kita membaca kisahnya, sebab segera setelah

pernyataan tersebut dalam Lukas 7:15 kita membaca, ―Semua orang itu

ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: ‗Seorang nabi

besar telah muncul di tengah-tengah kita,‘ dan ‗Allah telah datang untuk

menyelamatkan umat-Nya‘‖.

Peristiwa kebangkitan orang muda dari antara orang mati itu tidak

menyebabkan orang Yahudi menganggapnya sebagai bukti keilahian

Yesus, melainkan sebagai bukti bahwa ―seorang nabi besar (seperti Elia)

telah muncul di tengah-tengah kita‖ dan bahwa ―Allah telah datang

untuk menyelamatkan umat-Nya‖, sama seperti ketika Ia

menyelamatkan Israel dari penyembahan berhala melalui Elia,

terutamanya melalui peristiwa masyhur di atas gunung Karmel. Para

Trinitarian terus-menerus memasukkan klaim-klaim mereka untuk

keilahian Yesus ke dalam ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan Yesus

padahal ia sama sekali tidak memaksudkannya demikian dan orang-

orang yang hadir ketika itu pun tidak menarik kesimpulan itu.

Apakah “Aku ada(lah)” dipakai dalam arti khusus

(yaitu, merujuk kepada Yahweh) dalam sebagian

ucapan-ucapan Yesus?

Yesus berulang-kali menegaskan bahwa Bapa adalah sumber dari segala

sesuatu yang dilakukannya. Ia tidak dapat mengerjakan dan mengatakan

―apapun dari diri-Nya sendiri‖. Apa lagi arti ucapannya itu kalau bukan

perbuatan dan perkataannya adalah apa yang diungkapkan oleh Bapa

(yang tinggal di dalam dia) melalui dia? Ini dinyatakan dalam Yohanes

5:19: ‗Lalu Yesus menjawab mereka, ―Sesungguhnya Aku berkata

kepadamu, Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya

sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang

dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak.‖‘ Juga Yohanes 5:30,

―Aku tidak dapat berbuat apa-pun dari diri-Ku sendiri‖. Yohanes 8:28,

―Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri, tetapi Aku berbicara

tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan Bapa kepada-Ku.‖ Ucapan-

ucapan itu jelas berarti bahwa sang Bapa Allah, Yahweh, bertindak dan

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 73

berbicara melalui Yesus. Apakah ada buktinya dalam perkataan Yesus?

Barangkali pernyataan berikut adalah satu contohnya:

Yohanes 8:58, Kata Yesus kepada mereka: ―Sesungguhnya Aku

berkata kepadamu, sebelum Abraham ada, Aku telah ada.‖

Untuk memahami ayat ini, ada dua pilihan: (1) Mengambil ―Aku

ada(lah)‖ dalam ayat ini sebagai rujukan kepada Keluaran 3:14 atau

kepada Yesaya 43:10,11. Kita harus menyadari bahwa ini berarti kita

mengatakan bahwa Yesus mengklaim dirinya sebagai Yahweh—suatu

klaim yang tidak ingin dibuat oleh para Trinitarian, karena jika Yahweh

memiliki kedudukan dalam Allah Tritunggal, kedudukannya haruslah

sebagai ―Allah Bapa‖, bukan sebagai ―Anak‖. (2) Mengambilnya dalam

arti Yahweh berinkarnasi di dalam ―manusia Kristus Yesus‖, dan di sini

Ia dengan gamblang tengah berbicara di dalam Yesus dan melalui Yesus.

Secara eksegetis pilihan yang terakhir ini tentu saja tidak mustahil; tetapi

tetap saja akan berlawanan dengan trinitarianisme (sama seperti pilihan

pertama).

Mengapa kita berkata bahwa pilihan alternatiflah yang mungkin,

yakni, bahwa Yahweh adalah Dia yang sedang berbicara melalui Yesus

dengan kata-kata, ―Sebelum Abraham ada, Aku ada‖? Kemungkinan ini

disebabkan oleh dua alasan yang saling berkaitan:

(1) Sang Bapa ―diam‖, ―tinggal‖ di dalam Kristus atau ―bersatu dengan‖

Kristus. Semua kata-kata tersebut pada dasarnya mengandung makna

yang sama, dan semuanya menerjemahkan kata menō dalam Yohanes

14:10 dan pada bagian lain dalam Injil Yohanes. ―Tidak percayakah

engkau bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku? Apa yang Aku

katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa,

yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-

pekerjaan-Nya.‖ (Yoh 14:10)

(2) Dengan berbagai cara Yesus menegaskan bahwa ―firman yang kamu

dengar itu bukanlah dari Aku, melainkan dari Bapa yang mengutus

Aku‖ (Yoh 14:24); ―Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri,

tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan Aku untuk

mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku sampaikan.‖ (Yoh

12:49)

The Only True God 74

Dengan menggabungkan kedua butir di atas, tentu bukan mustahil bila

Yohanes 8:58 adalah sebuah contoh di mana sang Bapa, Yahweh,

berbicara melalui Yesus dengan kata-kata ―Aku ada(lah)‖. Dan Ia

(Yahweh) tentu telah ada sebelum Abraham dalam pengertian apa pun

dari kata ―sebelum‖.

Contoh lain di mana kita mungkin dapat mendengar suara Yahweh

berbicara melalui Yesus adalah dalam Yohanes 10:11,14 ―Akulah gembala

yang baik‖, yang dengan jelas mencerminkan kata-kata masyhur dari

Mazmur ke-23, ―TUHAN (Yahweh) adalah gembalaku‖. Sulit untuk tidak

menyimpulkan adanya maksud pengidentifikasian yang disengaja.

Pengidentifikasian yang selanjutnya diperkuat oleh ayat masyhur dan

indah lainnya: ―Seperti seorang gembala Ia menggembalakan kawanan

ternak-Nya dan menghimpunkannya dengan tangan-Nya; anak-anak

domba dipangku-Nya, induk-induk domba dituntun-Nya dengan hati-

hati.‖ (Yes 40:11)

Kekeliruan penggunaan trinitaris “Aku ada(lah)”

sebagai bukti ketuhanan Yesus

Haruslah diingat bahwa dalam memperdebatkan ketuhanan Yesus,

mengatakan bahwa Yahweh, sang Bapa, berbicara melalui Yesus yang Ia

diami, adalah sangat berbeda dari penggunaan trinitaris atas frase ―Aku

ada(lah)‖. Apa yang perlu dimengerti oleh umat Trinitarian adalah:

Jika dengan “Aku ada(lah)” Yesus mengklaim dirinya sebagai Allah,

maka secara khusus ia mengklaim dirinya sebagai Yahweh!

Klaim trinitaris bahwa ―Aku ada(lah)‖ dalam Injil Yohanes harus

dimengerti sebagai klaim Yesus sebagai Allah, mengalami banyak

masalah. Apakah mereka ingin mengatakan bahwa Yesus, alih-alih Bapa,

adalah Yahweh? Atau, apakah mereka ingin mengatakan bahwa ada tiga

(atau dua?) pribadi yang adalah Yahweh? Hal ini melanggar pernyataan

monoteis PL. Namun, bukan itu saja, ini akan membuat perkataan Yesus

sendiri dalam Injil Yohanes tidak masuk akal, misalnya, ―Bapa lebih

besar daripada Aku‖ (Yoh 14:28), jika ―Aku‖ dimengerti sebagai ―Aku

ada(lah)‖ yang ilahiah itu. Dalam konteks Yohanes 14 kita harus percaya

pada Allah dan juga pada Yesus (14:1, bdk. ay.10,11); dan Yesus

menghendaki kita mengerti bahwa sebagai sasaran dari iman dan

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 75

kepercayaan kita, sang Bapa lebih besar daripada dia. Apa lagi

maksudnya kalau bukan itu?

Trinitarianisme, yang bersikeras pada pendirian dogmatisnya akan

kesetaraan dari ‗pribadi-pribadi‘ ilahi itu, telah sangat menyulitkan kita

dalam menerima pengajaran yang amat gamblang dan eksplisit dalam

Injil Yohanes tentang subordinasi Anak kepada Bapa. Kita dibuat merasa

telah mempermalukan atau menghina Anak dengan mengakui bahwa ia

adalah subordinat Bapa—meskipun Anak itu sendiri yang bersikeras

akan subordinasinya. Dengan mengsubordinasikan Yesus, sebenarnya

bukan kita yang lancang.

Akhirnya, orang-orang Trinitarian sepertinya tidak mampu

memutuskan apakah Yesus mengklaim sebagai Yahweh (sekalipun ia

bahkan tidak menyatakan dirinya sebagai Mesias secara terbuka) atau

sebagai anak Yahweh (―anak Allah‖). Banyak orang Trinitarian yang

begitu bingung dengan persoalan ini sehingga dalam kekaburan mereka

kelihatannya ingin mengambil semacam bentuk perpaduan dari

keduanya! Betapa pun tidak sesuainya dengan Kitab Suci, dogma

trinitaris sebenarnya rutin memanjakan gaya bicara bertentangan seperti

ini, yang sekarang menyatakan Yesus adalah Allah dan juga kemudian

menyatakan ia adalah Anak Allah—hal ini, tentu saja, adalah hal yang

kita kenal baik karena kita sendiri sebagai orang-orang Trinitarian juga

melakukannya.

Pengamatan lanjutan atas Yohanes 8:58

Adalah jelas bahwa ―Aku telah ada‖ berada pada posisi penegas. Apakah

―aku telah ada sebelum Abraham‖ dapat menjadi bacaan yang sepadan?

Ada dua ayat yang bersesuaian dengannya:

Yohanes 1:15

Yohanes bersaksi tentang Dia dan berseru, ―Inilah Dia, yang

kumaksudkan ketika aku berkata: ‗Kemudian daripada aku akan

datang Dia yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada

sebelum aku.‘‖

Kata-kata Yohanes Pembaptis ini diulangi verbatim dalam Yohanes 1:30.

Penjelasan mengapa ia (sang Mesias Yesus) ―mendahului aku‖ adalah

―sebab Dia telah ada sebelum (prōtos) aku‖. Kata prōtos di sini tentu saja

The Only True God 76

bisa mengacu kepada waktu, sama seperti ―sebelum‖ (Yun: prin) dalam

Yohanes 8:58. Yohanes (seperti Abraham) dilahirkan sebelum Yesus,

jadi, bagaimana mungkin Yesus telah ada sebelum dia? Ini sepertinya

menunjuk pada persepsi Yohanes tentang Yesus sebagai penjelmaan

Logos, Firman Allah. Kita bisa yakin bahwa Yohanes, sebagai seorang

Yahudi monoteistik, tidak akan pernah berpikir atau berbicara tentang

Yesus sebagai Allah.

Bagaimanapun, maksud dalam Yohanes 1:15,30 ialah, sang

Pembaptis mengakui bahwa Yesus lebih besar daripadanya. Demikian

juga, apa yang dinyatakan dalam Yohanes 8:58 berarti, setidak-tidaknya,

bahwa Yesus lebih besar daripada Abraham, bapa bangsa-bangsa dan

―sahabat Allah‖ itu. Bahwa pengertian ini benar ditegaskan oleh

kenyataan bahwa Yohanes 8:58 menjawab pertanyaan yang diajukan

dalam ay.53, ―Adakah Engkau lebih besar daripada bapak kita

Abraham?‖

Jika makna dasar Yohanes 8:58 adalah bahwa meskipun Abraham

itu besar, Yesus sang Mesias lebih besar lagi, maka hal ini bisa

didamaikan oleh sejumlah besar nas dalam Sinoptik yang menekankan

kebesaran Yesus: Lebih besar daripada Bait Suci, Matius 12:6; lebih

besar daripada Yunus, Matius 12:41; Lukas 11:32; lebih besar daripada

Salomo, Matius 12:42; Lukas 11:31.

Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus

―Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus‖ adalah sebuah bentuk rujukan

penting kepada Allah yang ditemukan dalam Roma 15:6; 2 Korintus 1:3;

11:31; Efesus 1:3; 1 Petrus 1:3. Kelima referensi ini menunjukkan bahwa

frase tersebut merupakan sebuah deskripsi Allah yang terkenal dalam

gereja PB, dan bahwa Allah yang mereka sembah itu memang adalah

―Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus‖.

Bagi kita yang dibesarkan dalam trinitarianisme, sang ―Bapa‖

langsung dihubungkan dengan ―Allah-Anak‖, sedangkan dalam PB,

―Bapa‖ adalah istilah yang dimengerti dalam kaitannya dengan ―anak

Allah‖, gelar sang Mesias atau Kristus. Gelar ini selanjutnya digabungkan

ke dalam gelar ―Tuhan Yesus Kristus‖, yang bagi seorang berbahasa

Ibrani adalah ―Tuhan Yesus sang Mesias‖ (lih. mis. Salkinson-Ginsburg

Hebrew NT). Bagi orang-orang yang tidak berbahasa Ibrani, gelar

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 77

―Kristus‖ itu telah menjadi semacam nama keluarga sehingga signifikansi

orisinilnya terhilang.

―Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi

Tuhan dan Kristus‖ (Kis 2:36) dan, tidak kalah pentingnya, untuk alasan

yang satu ini bahwa Ia adalah ―Allah dan Bapa dari Tuhan kita Yesus‖.

Hal ini jelas memperlihatkan bahwa gereja awal tidak memandang kata

―Tuhan‖ sebagai gelar ilahi dalam pengertian trinitaris. Betapa

berbedanya keadaan dewasa ini di mana orang Kristen tidak bisa

memikirkan Yesus sebagai ―Tuhan‖ kecuali dalam pengertian bahwa ia

adalah Allah. Ini memperlihatkan bagaimana pemikiran trinitaris telah

membuat kita hampir tidak mungkin bisa membaca PB kecuali di dalam

bahasa dan kategori-kategori trinitaris. Umat Kristen sudah terpaku

untuk membaca dengan kacamata trinitaris. Kecuali jika kita dibebaskan

dari belenggu ini oleh anugerah Allah, kita tidak akan mampu

memahami firman Allah dengan benar, selain hanya dengan istilah-

istilah yang disimpangkan secara serius. Seberapa besarkah dampak

yang diakibatkan oleh kondisi yang menyedihkan dan berbahaya ini atas

kondisi rohaniah gereja saat ini, bila gereja tidak lagi bisa memahami

firman Allah sebagaimana mestinya? Mereka menyembah tiga pribadi,

alih-alih satu, dan kebanyakannya menyembah satu pribadi—Yesus.

Bertolak-belakang tajam dengan ini, dalam PB jemaat menyembah

―Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus‖. Atau sebagaimana

dikemukakan oleh sang Rasul, ―aku sujud kepada Bapa‖ (Ef 3:14).

Namun, bagaimana kita dapat mendamaikan gagasan trinitaris

tentang Yesus yang setara dengan Yahweh, dan di sisi lain, fakta bahwa

Yahweh adalah Allahnya Yesus? Sekali lagi, apakah dengan cara lazim

memakai gaya bicara bertentangan (double-talk): dalam hal Yahweh

sebagai Allahnya Yesus, itu berlaku kepada Yesus sebagai manusia,

bukan sebagai Allah (jika tidak maka Yahweh akan menjadi Allah dari

Allah!)? Dengan kata lain, trinitarianisme melibatkan diperlukannya

Yesus untuk dibagi dua bila menyangkut eksegesis akan ayat-ayat dalam

Kitab Suci: Dalam satu bagian sesuatu dikatakan berlaku kepada Yesus

sebagai manusia, dan dalam bagian lain sesuatu dikatakan berlaku

kepadanya sebagai Allah. Dengan cara meloncat bolak-balik seperti

inilah dogma itu dipertahankan. Akan tetapi, pemisahan Allah dengan

manusia di dalam Kristus trinitaris sebenarnya tidak diizinkan oleh

syahadat trinitaris itu sendiri, karena pemisahan Allah dengan manusia

di dalam Kristus seperti inilah yang dikutuk sebagai bidat dalam nama

The Only True God 78

―Nestorianisme‖, yang mengakibatkan pengucilan. ―Eutikianisme dan

Nestorianisme akhirnya dikutuk pada Konsili Khalkedon (th. 451 M),

yang mengajarkan satu Kristus dalam dua kodrat dipersatukan dalam

satu pribadi atau hypostasis, akan tetapi tetap ‗tanpa kerancuan, tanpa

perubahan, tanpa pembagian, tanpa perpisahan!‘‖ (Evangelical

Dictionary of Theology, W.A. Elwell, Baker, Art. tentang Kristologi).

Dengan demikian, sifat pertentangan-diri dari trinitarianisme

terungkap oleh gaya bicara bertentangan (double-talk) yang trinitaris.

Karena, seandainya Allah dan manusia dalam Kristus dapat dipisahkan

dengan mengatakan ayat ini berlaku kepada Yesus sebagai manusia

tetapi ayat itu berbicara tentang Yesus sebagai Allah, maka Yesus bukan

lagi satu pribadi melainkan dua, dan ini bertentangan dengan dogma

trinitaris bahwa Yesus adalah ―Allah sejati, manusia sejati‖, keduanya

dalam satu pribadi. Namun, teori itu satu hal, prakteknya lain lagi.

Diperhadapkan dengan masalah-masalah yang tak teratasi dalam terang

Alkitab monoteistik yang tak kenal kompromi, para Trinitarian terpaksa

bermain sulap interpretatif untuk menyangga dogma mereka.

Mari kita ambil satu butir penting yang dasariah sebagai contoh.

Satu hal yang teramat sering dinyatakan tentang Yesus adalah tentang

kematiannya yang menebus. Namun, seandainya Yesus adalah Allah,

maka ia tidak bisa mati; jika ia bisa mati, maka ia bukan Allah. Karena,

satu kebenaran dasariah tentang Allah dalam Alkitab ialah bahwa Dia itu

abadi, kekal dan senantiasa ada (Ul 33:27; Mzm 90:2, dst.); Sejauh

Alkitab, tidak ada keraguan sama sekali akan hal ini. Paulus berbicara

tentang Allah sebagai Dia yang ―satu-satunya yang tidak takluk kepada

maut‖ (1Tim 6:16). Segala sesuatu akan berlalu, namun Allah tetap

selamanya, ―tahun-tahun-Mu (-Nya) tidak berkesudahan‖ (Mzm 102:25-

27).

Jadi trinitarianisme diperhadapkan kepada pertanyaan: Bagaimana

mungkin Yesus bisa mati tetapi dia juga adalah Allah? Untuk itu tidak

ada jawaban lain selain mengatakan: Yesus mati sebagai manusia, bukan

sebagai Allah. Inilah gaya bicara bertentangan yang tak terelakkan. Lalu,

apa jadinya dengan syahadat trinitaris yang dinyatakan di Khalkedon:

―Satu Kristus dalam dua kodrat (perhatikan bagaimana Allah disebut

dengan istilah ―kodrat‖) dipersatukan dalam satu pribadi…tanpa

pembagian, tanpa pemisahan‖? Jelaslah, dogma ini benar-benar

mustahil untuk dipertahankan dalam terang wahyu Alkitabiah akan

Allah.

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 79

Lagipula, seandainya Yesus adalah Allah, maka istilah ―Allah Tuhan

kita Yesus Kristus‖ itu tanpa bisa dipungkiri berarti bahwa Allah adalah

Allah dari Allah! Aduh, trinitarianisme! Karena, mau tidak mau, ini akan

membangkitkan pertanyaan: ―Allah‖ macam apa Yesus trinitarianisme

ini? Allah memang dikenal sebagai ―Allah segala allah‖ (Ul 10:17; Yos

22:22; Mzm 136:2; Dan 2:47; 11:36), tetapi siapa ―segala allah‖ ini harus

kita biarkan untuk ditemukan jawabannya oleh para Trinitarian.

Allah sebagai Allah dan Bapanya Yesus

—dan sebagai Allah dan Bapa kita; Yohanes 20:17

Istilah ―Allah dan Bapa‖ muncul 12 kali dalam PB; 6 darinya

berhubungan dengan Kristus, dan 6 selebihnya berhubungan dengan

orang-orang beriman. Semua 12 referensi tersebut dikutip lengkap di sini

untuk memudahkan dalam mereferensi:

Allah sebagai Allah Tuhan kita Yesus Kristus, atau ―Allahnya‖:

Roma 15:6, ―sehingga dengan satu hati dan satu suara kamu

memuliakan Allah dan Bapa Tuhan kita, Yesus Kristus.‖

2 Korintus 1:3, ―Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus

Kristus, Bapa yang penuh kemurahan dan Allah sumber segala

penghiburan‖.

2 Korintus 1:31, ―Allah, yaitu Bapa dari Yesus, Tuhan kita,

yang terpuji sampai selama-lamanya [bdk. Rm 9:5], tahu, bahwa

aku tidak berdusta.‖

Efesus 1:3, ―Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus

Kristus yang dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita

segala berkat rohani di dalam surga‖.

1 Petrus 1:3, ―Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus

Kristus, yang karena rahmat-Nya yang besar telah membuat kita

lahir kembali melalui kebangkitan Yesus Kristus dari antara

orang mati, kepada hidup yang penuh pengharapan‖.

The Only True God 80

Wahyu 1:6, ―dan yang telah membuat kita menjadi suatu

kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, bagi Dialah

kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.‖

Allah sebagai Allah dan Bapa kita:

Galatia 1:4, ―yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-

dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang

ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita‖.

Efesus 4:6, ―satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas

semua dan melalui semua dan di dalam semua.‖

Filipi 4:20, ―Dimuliakanlah Allah dan Bapa kita selama-

lamanya! Amin.‖

1 Tesalonika 1:3, ―Sebab kami selalu mengingat pekerjaan

imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada

Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita‖.

1 Tesalonika 3:11, ―Kiranya Dia, Allah dan Bapa kita, dan

Yesus, Tuhan kita, membukakan bagi kami jalan kepadamu‖.

1 Tesalonika 3:13, ―Kiranya Dia menguatkan hatimu, supaya

tak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada

waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita, dengan semua orang

kudus-Nya.‖

Para pakar Muslim telah menuduh Paulus sebagai orang yang

menuhankan manusia Yesus dengan menjadikan dia Allah-Anak, dan

dengan demikian, Paulus menjadi pendiri sejati agama Kristen

sebagaimana yang ada sekarang. Namun, terlepas dari fakta bahwa

istilah ―Allah-Anak‖ tidak pernah dipakai oleh Paulus, apa yang kita lihat

dari daftar ayat-ayat di atas tentang ―Allah dan Bapa‖ akan segera

menjadi jelas bahwa kebanyakan dari rujukan kepada Allah sebagai

―Allah dari Yesus Kristus‖ itu ditemukan dalam surat-surat Paulus (4

dari 6 referensi), dan ia menulis dengan cara yang persis sama tentang

Allah sebagai Allah kita (seluruh 6 referensi).

Yesus berbicara tentang Allah sebagai ―Allahku‖ (Yoh 20:17; Mat

27:46 = Mrk 15:34). Dalam Yohanes 20:17, Yesus berkata kepada Maria

Magdalena, ―Janganlah engkau memegang Aku terus, sebab Aku belum

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 81

naik kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan

katakanlah kepada mereka bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-

Ku dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu.‖ Hal ini tercermin

dengan kuatnya dalam Wahyu 3:12 di mana Kristus yang telah bangkit

itu berbicara tentang ―Allahku‖ sebanyak empat kali dalam satu ayat ini:

―Siapa yang menang, ia akan Kujadikan tiang di dalam Bait Suci

Allah-Ku, dan ia tidak akan keluar lagi dari situ; dan padanya

akan Kutuliskan nama Allah-Ku, nama kota Allah-Ku, yaitu

Yerusalem baru, yang turun dari surga dari Allah-Ku, dan nama-

Ku yang baru.‖ (Wahyu 3:12)

Arti ayat ini pada hakikatnya tidak akan terpengaruh jika alih-alih

―Allahku‖ cukup dibaca ―Allah‖ saja. Jadi, apa yang ditampilkan dengan

jelas sekali adalah penegasan dari Kristus bahwa Allah adalah Allahnya

yang dinyatakan dengan cara yang paling personal. Ini adalah hal

terpenting untuk memahami Kristologi kitab Wahyu (bdk. pula Why

3:2).

Sebagai orang Trinitarian kita menganjurkan bahwa ucapan

―Bapaku dan Bapamu‖, ―Allahku dan Allahmu‖, lebih membedakan

daripada menyatukan Yesus dengan kita karena ia tidak berkata ―Bapa

kita‖, ―Allah kita‖. Namun, kita mengabaikan kenyataan bahwa dalam

kalimat yang sama ia juga berkata ―pergilah kepada saudara-saudara-

Ku‖. Dengan demikian, apakah ia juga membedakan dirinya dari

saudara-saudaranya? Jika demikian, bagaimana? Bukankah ia juga

berkata bahwa semua orang yang melakukan kehendak Allah adalah

saudara-saudaranya (Mat 12:48,49; Mrk 3:33; Luk 8:21), yang berarti

bahwa semua orang yang melakukan kehendak Allah akan mengalami

Allah sebagai Bapa? Tidak bisa dipungkiri bila Yesus menggenapi

kehendak Bapa secara lebih penuh daripada saudara-saudaranya, tetapi

apakah itu membuat Allah menjadi Bapanya secara berbeda?

Namun, di sini sebagaimana di bagian lain, kita memasukkan

trinitarianisme kita ke dalam teks itu, dan dogma kita menuntut adanya

pembedaan antara kemanusiaan kita dengan kemanusiaan Kristus,

karena Kristus bukan manusia yang sama seperti kita. Ia adalah Allah-

manusia, Allah dan manusia di dalam satu pribadi. Ini berarti ia bukan

sungguh-sungguh manusia seperti kita. Lebih lanjut, ini berarti dalam

mentalitas trinitaris Yesus itu cenderung lebih sebagai Allah daripada

sebagai manusia; kemanusiaannya ternaungi oleh keilahiannya. Ini

The Only True God 82

menimbulkan pertanyaan apakah Yesus trinitaris itu hanyalah sekadar

sebuah tubuh manusia yang kepribadiannya digerakkan oleh kodrat

ilahinya. Kristus yang trinitaris adalah Allah, tetapi dapatkah dikatakan

dengan jujur bahwa ia ―benar-benar manusia‖? Allah-manusia, dalam

kasus seperti ini, bukan manusia seperti kita. Jadi, trinitarianisme harus

mengubah definisi ―Allah‖ dan ―manusia‖ untuk memuat Yesus yang

mereka tuhankan! Jika kita memberi kebebasan kepada diri kita sendiri

untuk mendefinisikan istilah-istilah Alkitabiah dengan cara apa saja

sesuai dengan tuntutan dogma kita, maka kita telah memilih untuk

memperlakukan Alkitab semau kita. Namun, apa lagi yang bisa

diharapkan bila dasar batu karang monoteisme Alkitabiah itu, di mana

Yahweh adalah satu-satunya Allah, telah ditolak karena lebih menyukai

tiga pribadi yang berbagi dalam satu zat/hakikat atau kodrat ilahi?

Sebagai akibatnya, ―eksegesis‖ trinitaris atas Yohanes 20:17

menengarai bahwa ―Bapa‖ juga semestinya dimengerti dalam arti yang

berbeda-beda. Jadi, ketika Yesus berkata ―Bapaku‖, ia kononnya dengan

sengaja membedakan hubungannya dengan Bapa dari hubungan murid-

muridnya dengan Bapa, dengan istilah ―Bapamu‖. Logika macam apa ini!

Namun, pembacaan teks secara gamblang (tanpa kacamata trinitaris)

mengindikasikan bahwa justru kebalikannyalah yang benar: apa yang

dimaksudkannya adalah bahwa mulai saat ini dan seterusnya, oleh kuasa

kebangkitan dan oleh Roh Kudus yang akan segera disalurkannya kepada

mereka (sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat kemudian, Yoh

20:22), murid-muridnya akan tahu bahwa ―Bapaku‖ adalah ―Bapamu‖.

Ini mengingatkan kita kepada kata-kata indah dalam Kitab Rut, di mana

Rut berkata kepada Naomi, ―Janganlah desak aku meninggalkan engkau

dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau

pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ

jugalah aku bermalam: bangsamulah bangsaku dan Allahmulah

Allahku.‖ (Rut 1:16)

Ini membawa kita kepada inti dari pelayanan Yesus, tujuan yang

digambarkan oleh Rasul Petrus sebagai ―untuk membawa kita kepada

Allah‖ (1Ptr 3:18). Untuk mencapai hal ini, Yesus melakukan dua hal

yang menuntut sebuah respon: yang pertama, Yesus memanggil

pendengarnya untuk ―datanglah kepada-Ku‖ (Mat 11:28; Yoh 1:39; 5:40;

6:44,65: BIS) dan, yang kedua, ia memanggil kita dengan kata-kata,

―mengikut Aku‖ (Mat 10:38; Mrk 8:34; Yoh 10:27, dst.); atau

sederhananya, ―datanglah ke mari dan ikutlah Aku‖ (Mat 19:21; Luk

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 83

18:22). Kedua langkah tersebut menentukan sifat dasar pemuridan

dalam Perjanjian Baru. Ucapan Rut kepada Naomi secara benar

dipandang mengekspresikan hakikat dan karakter dari pemuridan.

Hasil dari dibawa kepada Allah melalui Yesus adalah bahwa kita

mengenal Allah sebagai Bapa kita dengan cara yang sama seperti Yesus

mengenal Allah sebagai Bapa. Setiap orang Kristen telah mempelajari

doa ―Bapa Kami‖ (Mat 6:9-13) sejak masa kanak-kanak. Doa ini sering

didaraskan dalam ibadah gereja. Namun, berapa banyak orang Kristen

yang mengenal Allah sebagai Bapa? Apa maksud Yesus ―membawa kita

kepada Allah‖ kalau bukan membawa kita untuk mengenal Allah, agar

kita memanggil-Nya ―Abba, Bapa‖ dari hati kita (Gal 4:6; Rm 8:15),

persis seperti Yesus yang juga memanggil-Nya ―Ya Abba, ya Bapa‖ (Mrk

14:36)? Ia datang untuk menyelamatkan kita, dan inilah arti

―diselamatkan‖. ―Inilah hidup yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal

Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus

yang telah Engkau utus.‖ (Yoh 17:3)

Persoalan trinitaris polemis akan “dua kodrat” dalam

Kristus, sang “Allah-manusia”

alam teologi Kristen, topik yang mengandung kepentingan

khusus adalah ―Kristologi‖, yang terutamanya mengenai

persoalan polemis bagaimana memahami Yesus Kristus dengan

dua ―kodrat‖, Allah dan manusia, di dalam satu pribadi. Masalah ini

tidak berasal dari Perjanjian Baru, melainkan sejak Yesus dituhankan

sebagai Allah oleh gereja non-Yahudi. Mulai saat itulah masalah ini baru

menjadi kritis bagi Kekristenan. Mau tidak mau, penuhanan Yesus

menjadi Allah telah membawa konsekuensi serius: yaitu menyangsikan

monoteisme melalui terciptanya suatu situasi di mana sekarang ada lebih

dari satu pribadi sebagai Allah. Gereja non-Yahudi menyadari

sepenuhnya fakta bahwa Alkitab itu monoteistik, jadi bagaimana gereja

masih dapat mempertahankan suatu bentuk monoteisme, dan di saat

yang sama ketuhanan Kristus sebagai Allah-Anak? Sebagian pemimpin

gereja memiliki kepedulian lebih besar terhadap monoteisme; sebagian

lainnya bersikeras pada kedudukan Kristus sebagai Allah. Sebagai

akibatnya, sejarah Kristologi, sebagaimana dapat diduga, ditandai oleh

konflik, perpecahan, dan pengucilan (bahkan uskup-uskup saling

mengucilkan satu sama lain!) Pada akhirnya, pandangan bahwa Yesus

D

The Only True God 84

adalah Allah keluar sebagai pemenangnya dalam gereja non-Yahudi. Hal

seperti ini tidak mungkin terjadi kepada gereja Yahudi awal.

Lantas, bagaimana dengan monoteisme? Yah, Allah dikurangkan

dari satu Pribadi ke satu ―hakikat‖. Ini muncul cepat sekali dalam gereja

non-Yahudi, tidak lama setelah gereja terputus pertaliannya dengan

gereja induk Yahudinya. ―Bapa‖ Latin terkemuka, Tertullianus (th. 155-

220 M), menaruh perkara itu sebagai berikut, ―Allah adalah nama dari

hakikat itu, yaitu, keilahian‖ (J.N.D. Kelly, Early Christian Doctrines).

Tanpa membahas lebih jauh akan kerumitan, liku-liku sejarah Kristologi,

cukup untuk diketahui bahwa posisi doktrinal gereja dewasa ini pada

hakikatnya tetap sama seperti pada masa Tertullianus, yaitu, ―tiga

pribadi Ke-Allahan yang saling berbagi hakikat yang sama‖ (W.A. Elwell,

Evangelical Dictionary of Theology, “Substance”.)

Mengapa para Trinitarian berbicara tentang Yesus sebagai ―Allah-

manusia‖? Karena mereka mengklaim bahwa ia memiliki dua ―kodrat‖,

kodrat ilahi dan kodrat manusiawi: Bagaimanakah kedua kodrat tersebut

berhubungan satu sama lain di dalam dia? Jawaban yang diberikan pada

Konsili Khalkedon (th. 451 M) menyatakan bahwa kedua kodrat tersebut

eksis bersama ―tanpa kerancuan, tanpa perubahan, tanpa pembagian,

tanpa pemisahan‖ di dalam satu pribadi itu. Ini seakan-akan

menunjukkan adanya penggabungan (bukan kerancuan) dua kodrat yang

sama sekali berbeda dan terpisah di dalam pribadi Yesus. Bagaimana

―pribadi‖ seperti ini, yang pada dasarnya adalah dua pribadi, dapat

bertindak, sama sekali tidak diterangkan, dan tak pelak, tidak dapat

dijelaskan. Jadi, ini termasuk ke dalam alam ―rahasia-rahasia‖ teologis—

sesuatu yang mematahkan semangat orang untuk menyelidiki lebih

lanjut. Rupanya pribadi Yesus ini harus diterima sebagai suatu teka-teki

saja. Pribadi yang ada di tengah-tengah iman trinitaris itu harus tetap

dalam keadaan tidak dapat dipahami, setidaknya berkenaan dengan

bagaimana ia mampu bertindak sebagai yang disebut Allah dan manusia

sekaligus. Pernyataan Khalkedon tidak dapat dipahami jika pernyataan

tersebut dianggap memberi referensi yang berarti terhadap suatu pribadi

nyata. Pernyataan yang tertulis demikian itu tidak lebih daripada suatu

pernyataan dogmatis yang dibuat oleh sebuah majelis gereja di

Khalkedon pada abad ke-5. Penegasan ini tidak dapat memperlihatkan

adanya dasar-dasar kuat dari Kitab-kitab Suci, akan tetapi oleh gereja

Trinitarian dideklarasikan sebagai batu ujian Kristen yang ortodoks.

Namun, pertanyaan yang harus diajukan adalah, apakah ini pengajaran

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 85

Alkitabiah ataukah hasil kerancuan manusia yang berdampak pada

kegagalan dalam memahami pewahyuan Alkitabiah?

Dari abad ke abad, banyak orang Trinitarian yang berpikir merasa

tidak puas percaya pada ―suatu‖ Kristus yang pada dasarnya tidak

terpahami, suatu teka-teki. Banyak yang lebih menyukai gagasan Yesus

sebagai Allah yang berinkarnasi di dalam tubuh seorang manusia.

Setidaknya pandangan ini kelihatannya masuk di akal. Dalam pandangan

mereka tentang Kristus, Allah (Anak, bukan Bapa) telah mengambil-alih

kedudukan dalam konstitusi manusia yang biasanya ditempati oleh ―roh

manusia‖. Gagasan tersebut didukung oleh apa yang dalam teologi

dikenal sebagai ―Kristologi Aleksandrian‖. Menurut gagasan tersebut,

Yesus mempunyai tubuh sejati terbuat dari daging sama seperti kita,

akan tetapi pribadi yang bertindak di dalamnya adalah Allah-Anak (jika

tidak maka ada dua pribadi yang bertindak di dalam satu pribadi itu—

yang mirip dengan skizofrenia!). Di dalam Kristus, ―Allah-Anak‖ telah

mengambil alih (apapun artinya, atau, dari sudut pandang lain,

menggantikan) roh manusia. Dengan demikian, di tingkatan daging ia

sama seperti kita, akan tetapi ―Allah-Anak‖lah yang hidup di dalam

daging itu. Dengan cara ini ia bisa dianggap ―Allah sejati dan manusia

sejati‖. Di sini kita tidak akan membahas soal ―Allah sejati‖, tetapi

dapatkah orang yang konstitusinya seperti itu benar-benar seorang

―manusia sejati‖, sekalipun jika ia memiliki tubuh manusia yang nyata?

Tentunya tidak sulit untuk dilihat oleh siapapun (kecuali jika kita

sengaja bersikap buta) bahwa tidak ada manusia yang juga sekaligus

Allah dapat sungguh-sungguh disebut manusia tanpa mendefinisi ulang

istilah ―manusia‖ menjadi sesuatu yang berbeda dari arti sebenarnya.

Barangkali kita tidak tahu banyak, tetapi kita adalah manusia, jadi,

sekalipun jika kita tidak tahu apa-apa, setidaknya kita tahu betul

manusia itu seperti apa. Itulah sebabnya kita tahu bahwa tidak peduli

Allah-manusia itu apa, ia bukan manusia seperti kita, sama sekali bukan

salah satu dari kita.

Berbicara tentang Allah dan manusia dengan istilah ―kodrat‖ nyaris

bukan suatu cara yang baik untuk melanjutkan pemeriksaan kristologis.

Namun, tidak sulit untuk memahami mengapa para Trinitarian terpaksa

memakai istilah ini. Berbicara tentang Allah dan manusia hanya pantas

dalam pengertian ―pribadi‖. Berbicara tentang manusia dengan istilah

―kodrat‖ berarti berbicara tentang ciri-cirinya dan kualitasnya, bukan

tentang dirinya sebagai suatu ―pribadi‖. Namun, jelaslah dengan adanya

The Only True God 86

pemikiran trinitaris tentang Kristus sebagai ―Allah-manusia‖, tidaklah

mungkin berbicara tentang Allah dan manusia dalam pengertian

―pribadi‖, karena jika tidak, Kristus akan menjadi dua pribadi: Allah dan

manusia!

Namun, mengatakan bahwa Allah adalah ―zat/hakikat‖ atau

―kodrat‖ sesungguhnya merupakan penghinaan kepada Allah dalam

Alkitab, dan mereka yang berbuat demikian tanpa disadari sedang

bermain-main dengan ―api yang menghanguskan‖ (Ul 4:24; 9:3; Yes

33:14; Ibr 12:29). Di dalam Alkitab, Allah jelas bukan sekadar ―kodrat‖

atau ―zat‖. Lagipula, memiliki ―kodrat ilahi‖ tidak menjadikan Allah, jika

tidak, maka berdasarkan 2 Petrus 1:4 kita pun menjadi ilahi. Begitu juga,

hanya sekadar memiliki ―kodrat‖ atau ―hakikat/esensi‖ manusia tidaklah

menjadikan manusia; melainkan, oleh karena kita adalah manusia (atau

pribadi), itulah sebabnya kita memiliki kodrat manusia.

Sebenarnya, apa yang dimaksud dengan ―kodrat‖? Agaknya ini

merujuk kepada hal-hal seperti sifat intrinsik, perangai, atau kualitas

esential. ―Kualitas-kualitas‖ seperti itu yang ada pada manusia berasal

dari kemanusiaannya, tetapi keadaannya sebagai manusia tidak berasal

dari kualitas-kualitas tersebut. Dengan demikian, mendahulukan

―kodrat‖ daripada manusianya sama saja dengan ―mendahulukan kereta

daripada kudanya‖. Seekor binatang bisa saja memperlihatkan ciri-ciri

atau perilaku manusia (―nyaris manusia‖), tetapi itu tidak

menjadikannya manusia. Apa yang dimaksud dengan ―kodrat ilahi‖

dalam 2 Petrus 1:4 sangat jelas dari konteksnya, yang menerangkan

bahwa kualitas-kualitas moral dan spiritual Allah tersedia bagi kita (bdk.

―buah Roh‖, Gal 5:22) sebagai akibat menjadi manusia baru dalam

Kristus (2Kor 5:17).

Dengan demikian, mengatakan bahwa Yesus memiliki kodrat ilahi

tidak sama dengan mengatakan bahwa ia adalah Allah. Jelas sekali, apa

yang disebut ―kodrat‖ oleh para Trinitarian adalah sesuatu yang lebih

menyerupai ―hakikat‖. Namun, sekali lagi, Allah bukanlah hakikat, dan

manusia juga bukan hakikat. Seseorang itu lebih daripada sekadar

―hakikat‖nya, tidak peduli apapun artinya. Bisa dikatakan bahwa

seseorang itu lebih daripada jumlah hakikat-hakikatnya, atau kodrat-

kodratnya, atau ciri-cirinya.

Tidak heran bila dengan terminologi-terminologi yang kabur seperti

―kodrat‖ dan ―hakikat‖, doktrin dua-kodrat Kristus menjadi sebuah isu

polemis dalam gereja sejak periode Nikea dan seterusnya, yang berakibat

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 87

kepada kerancuan, perselisihan, konflik dan perpecahan. Adakah jalan

keluar untuk masalah yang diciptakan oleh gereja itu sendiri?

Kitab Suci berbicara tentang ―Roh Allah‖ dan juga ―roh manusia‖

(Ams 20:27; Pkh 3:21; Za 12:1, dst.). Dapatkah kita berbicara tentang

―roh‖ dengan istilah ―kodrat‖? Jika ya, maka ―roh manusia‖ akan sama

dengan ―kodrat‖ manusia, sebagai satu unsur dasariah pada konstitusi

manusia. Namun, sebagaimana diketahui setiap orang, dalam konstitusi

setiap manusia juga terdapat ―daging‖, dan ―daging‖ ini pun merupakan

unsur penting pada konstitusi manusia. Daging itu begitu

mendefinisikan manusia, dan begitu dasariah terhadap karakter dan

kodratnya, sehingga Alkitab berbicara tentang eksistensi manusia cukup

dengan ―daging‖ (mis. Yes 40:6; Yoh 1:14). Namun, jika ―daging‖

mendefinisikan kehidupan manusia, dan jika manusia juga memiliki

―roh‖ yang juga integral kepada ―kodrat‖nya sebagai manusia, maka

manusia memiliki dua ―kodrat‖: daging dan roh. Jika memang demikian

halnya, ini berarti bahwa untuk Yesus sebagai Allah-manusia, ia akan

memiliki tiga ―kodrat‖: daging manusia dan roh manusia ditambahkan

kepadanya sebagai Allah-Anak! Ini nyaris tidak bisa dianggap manusia

sejati tanpa mengubah definisi dari makna menjadi ―manusia‖.

Satu solusinya adalah dengan mengemukakan bahwa Allah-Anak,

sebagai Roh, telah menggantikan roh manusia di dalam Yesus. Namun,

ini tidak benar-benar menuntaskan masalah, karena sekarang manusia

itu minus ―roh‖ manusia, dan dengan demikian, tetap bukan manusia

sungguh-sungguh, bukan ―manusia sejati‖. Dari semuanya ini jelas

bahwa trinitarianisme, dengan menuhankan Kristus sebagai Allah, telah

menciptakan sebuah masalah yang jelas-jelas tidak ada jalan keluarnya.

Allah dan manusia tidak bisa sekadar dipersatukan atau digabungkan

seperti yang dibayangkan oleh trinitarianisme dengan gagasan ―Allah-

manusia‖. Seandainya mereka tidak menciptakan masalah ini, tidak ada

perlunya mencari solusi. Ini bukan masalah Perjanjian Baru,

sebagaimana yang akan kita lihat, melainkan sebuah masalah yang

diciptakan oleh gereja non-Yahudi.

The Only True God 88

Jika Yesus adalah Allah, lalu bagaimana dengan

keselamatan manusia?

asalahnya bahkan lebih rumit daripada itu: Seandainya Yesus

adalah Allah, maka mustahil untuk dia berdosa, karena Allah

bahkan tidak bisa digoda untuk berdosa (Yak 1:13).

Bagaimana mungkin dia yang tidak mampu berdosa beridentik dengan

orang-orang berdosa dan menjadi perwakilan mereka? Hanya dia yang

mampu berdosa (seperti Adam) tetapi tidak melakukannya—yang tanpa

dosa bukan dalam arti tidak mampu berdosa, melainkan tidak berbuat

dosa, yang berhasil sedangkan Adam gagal—hanya pribadi seperti inilah

yang dapat mati bagi orang-orang berdosa. ―Melalui ketaatan satu orang

banyak orang menjadi orang benar‖ (Rm 5:19), tetapi jika ia taat karena

ia tidak mampu tergoda, atau berbuat dosa, maka percuma saja

berbicara tentang ―ketaatan‖nya.

Hal yang menakjubkan tentang Yesus sebagai Juruselamat kita

adalah ini: bahwa ia bisa saja berbuat dosa, tetapi ia tidak

melakukannya; ia bisa saja tidak menaati Bapa, tetapi ia tetap taat dalam

segala hal. Jika itu bukan hal paling menakjubkan, lantas apa? Siapa saja

yang pernah dengan serius menghadapi tantangan-tantangan dalam

menjalani kehidupan yang berkenan kepada Allah pasti akan dibuat

kagum dengan keajaiban kehidupan Yesus yang sempurna. Bahkan

seorang dengan tingkat kerohanian seperti Paulus mengakui, ―Bukan

seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna,

melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya‖

(Flp 3:12).

Apakah ada jawaban dalam Kitab Suci untuk masalah ini? Petunjuk

pertama dapat ditemukan dalam Yohanes 1:18 ―di pangkuan Bapa‖ yang

mengatakan keakraban yang amat sangat akan hubungan Kristus dengan

Yahweh; dibandingkan dengan keakraban itu, Yohanes yang ada ―di

pangkuan‖ Yesus (Yoh 13:23), hanyalah cerminan redup. Ada suatu

kedalaman dari kesatuan dengan Yahweh yang diungkapkan lewat

ucapan: ―Engkau di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau‖, yang

diinginkan Yesus agar juga menjadi realitas dalam murid-muridnya.

Sebagian orang beriman pernah mengecap sedikit dari kenyataan yang

diungkapkan lewat ucapan, ―Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada

Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia‖ (1Kor 6:17), karena hal ini bukan

sekadar status melainkan sebuah realitas yang dialami (sama seperti

menjadi ―satu daging‖ melalui pernikahan bukan sekadar status

M

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 89

melainkan sebuah realitas yang dialami). Namun, kita hanya mempunyai

ide yang dangkal akan kesatuan macam itu dalam kesempurnaannya.

Akan tetapi, dalam hal Yesus kesatuan rohaniah dengan Yahweh ini

berakibat pada kedinamisan konstan dalam kehidupan yang dijalaninya

dan yang dibuktikan oleh kehidupannya yang sempurna tanpa dosa.

Seandainya gereja non-Yahudi mengerti bahwa realitas dalam

Kristus itu bukan semacam kesatuan metafisik lewat penggabungan dua

―hakikat‖ atau ―kodrat‖ dalam Kristus (terminologi trinitarisnya:

―kesatuan hipostatik‖), seandainya mereka dapat dibebaskan dari

pemikiran dalam kategori politeistik (―tiga Pribadi‖) dan filosofis Yunani,

dan menangkap semacam kedalaman dan kuasa dari kesatuan rohaniah

(―satu roh‖, 1Kor 6:17), maka mereka pasti akan dapat memahami

kebenaran Kitab Suci tentang pribadi Kristus dan kesatuannya dengan

sang Bapa.

Kata-kata indah dari Ulangan 33:12 berlaku kepada Yesus pada

kedalaman yang tidak dapat berlaku kepada siapa pun, ―Kekasih TUHAN

(Yahweh)… diam di antara bahu-bahu-Nya.‖ (NAU) Sesungguhnya itulah

artinya berada ―di pangkuan Bapa‖! Hidup ―di dalam Dia‖ menurut

ajaran Yesus.

Kristologi trinitaris: masalah yang

jauh lebih serius untuk dipikirkan

amun, masih ada sebuah masalah yang jauh lebih serius yang

ditimbulkan oleh kristologi trinitaris: kesatuan antara Allah

dengan manusia yang sedemikian rupa di mana Allah benar-

benar menjelma ke dalam sebuah tubuh manusia secara

permanen, dan dengan cara itu menjadi seorang manusia, sedemikian

rupa di mana Allah dapat disebut sebagai manusia—seorang manusia

istimewa bernama Yesus Kristus. Trinitarianisme disajikan sedemikian

rupa di mana Anselmus dapat berbicara tentang Allah yang menjadi

manusia (dalam bukunya yang terkenal Cur Deus Homo?). Ini jauh

melampaui antropomorfisme. Adalah satu hal untuk berkata bahwa

Allah tampil dalam bentuk manusia di Perjanjian Lama, akan tetapi

untuk berkata bahwa Allah menjadi seorang manusia sebagaimana yang

dipikirkan oleh trinitarianisme, adalah hal yang sama sekali berbeda.

Baik adanya untuk kita mempertimbangkan apakah kita telah

bersikap keterlaluan dengan dogma Kristiani kita, sampai-sampai

N

The Only True God 90

melanggar sifat Allah yang transenden; dan apakah imanensi-Nya telah

diseret ke tingkat di mana para teolog tidak ragu-ragu berbicara tentang

Allah yang abadi itu disalibkan dan mati di atas kayu salib (bdk. J.

Moltmann, The Crucified God). Sayangnya, trinitarianisme telah

memungkinkan cara bicara seperti ini tentang Allah. Batas yang

memisahkan keadaan sebagai Allah dan keadaan sebagai manusia bukan

saja telah dibuat kabur tetapi telah dibongkar. Ada beberapa hal yang

tidak bisa dibenarkan betapa pun besarnya rasa takzim kita. Siapa saja

yang sungguh-sungguh telah menangkap semangat pewahyuan Allah

dalam Perjanjian Lama pasti akan gemetar berbicara tentang Allah yang

disalibkan dan mati layaknya manusia fana. Namun, trinitarianisme

telah membuat kita begitu mati rasa sampai kita berani berbicara seperti

itu bahkan tentang Allah, yang menurut Kitab-kitab Suci dianggap

penghujatan. Kita berani menginjak tempat yang tidak berani didekati

oleh malaikat pun (Yudas 1:6).

Karena karya ini berciri eksegetis dan ekspositoris, serta tidak

dimaksudkan sebagai risalat teologis, pertanyaan di atas akan saya

tinggalkan sebagai bahan refleksi dengan akal sehat.

Kesatuan rohaniah—bentuk kesatuan tertinggi

arena tidak rohaniah, kita lamban menyadari bahwa kesatuan

rohaniah adalah bentuk kesatuan tertinggi; tidak ada kesatuan

lain yang lebih tinggi. Malah, sejak abad ke-5 (Konsili

Khalkedon, th. 451 M) dan seterusnya, gereja non-Yahudi secara resmi

meminta keyakinan dalam sebuah syahadat yang mendeklarasikan

―penyatuan dua kodrat, yakni kodrat ketuhanan dan kodrat

kemanusiaan, ke dalam satu hypostasis atau pribadi Yesus Kristus‖

(―Hypostatic Union”, Evangelical Dictionary of Theology, W.A. Elwell,

Ed.). Perhatikan bahwa apa yang ditegaskan secara eksplisit adalah

penyatuan Allah dengan manusia melalui penyatuan ―kodrat ketuhanan

dengan kodrat kemanusiaan‖.

Seandainya maksudnya adalah untuk menyatakan penyatuan Allah

(sekali pun jika yang dimaksud adalah ―Pribadi Kedua‖) dengan manusia

dalam Kristus, kenapa tidak dinyatakan saja dengan gamblang? Kenapa

harus dengan memakai istilah ―dua kodrat‖? Sebab, semestinya jelas

bahwa ―kodrat‖ seseorang bukanlah orang itu seutuhnya. Dan jika yang

dimaksud adalah orang itu seutuhnya, kenapa yang dibicarakan hanya

K

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 91

―kodrat‖nya saja? Dalam 2 Petrus 1:4 kita pun dinyatakan sebagai orang-

orang yang ―mengambil bagian dalam kodrat ilahi‖. Apakah memiliki

―kodrat ilahi‖ menjadikan kita Allah atau setara dengan Allah, atau

bagian dari ―Ke-Allahan‖? Tentu saja tidak. Lalu, kenapa memiliki

―kodrat‖ ilahi mengangkat Kristus menjadi Allah, atau menunjukkan

bahwa ia adalah salah satu anggota dari ―Ke-Allahan‖?

Dan oleh karena ―kodrat‖ itu tidak sama dengan pribadi itu

seutuhnya, maka bukankah akibat dari kesatuan ―dua kodrat‖ dalam satu

pribadi ini akan membuahkan satu pribadi yang sama sekali bukan Allah

dan juga sama sekali bukan manusia? Akan tetapi, dengan cara demikian

trinitarianisme ingin menandaskan bahwa ia itu ―sungguh-sungguh Allah

dan sungguh-sungguh manusia‖!

Bagaimana bisa gereja dibuat benar-benar bingung seperti itu? Ini

disebabkan kegagalan dalam mempersepsi kebenaran Kitab Suci bahwa

kesatuan rohaniah (―satu roh‖, 1Kor 6:17) adalah bentuk kesatuan yang

paling tinggi dan mendalam. Kegagalan tersebut menyebabkan mereka

mencari semacam bentuk kesatuan ―hakikat‖ atau ―kodrat‖ secara

metafisis dalam Kristus, sehingga terciptalah istilah ―kesatuan

hipostatik‖, yang dianggap semacam kesatuan yang lebih tinggi. Namun,

sebagaimana telah kita lihat, kesatuan dari ―dua kodrat‖, yaitu kodrat

Allah dan kodrat manusia, tidak bisa berarti lebih selain daripada suatu

pemilikan atribut-atribut yang diwakili oleh atau terkandung dalam

―kodrat-kodrat‖ tersebut.

Akan tetapi, apa yang ingin ditandaskan oleh syahadat Khalkedon

melalui doktrin ―kesatuan hipostatik‖ ini adalah Allah dan manusia

sungguh-sungguh dipersatukan di dalam Kristus sehingga ―kodrat

manusia secara tidak terpisahkan bersatu untuk selama-lamanya dengan

kodrat ilahi di dalam satu pribadi Yesus Kristus, tetapi masing-masing

kodrat itu tetap berdiri sendiri, seutuhnya dan tidak berubah, tanpa

campuran atau kerancuan sehingga pribadi yang satu itu, Yesus Kristus,

sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia‖ (―Hypostatic

Union”, Evangelical Dictionary of Theology, W.A. Elwell, Ed.).

Bagaimana mungkin seseorang memiliki kodrat yang ―seutuhnya‖ tanpa

memiliki pribadi yang seutuhnya?

Apa yang gagal dilihat oleh para Trinitarian ialah bahwa hanya

dalam hal kesatuan rohaniah sajalah Allah dan manusia bisa bersatu

sedemikian rupa dan tetap ―berdiri sendiri, seutuhnya dan tidak

berubah, tanpa campuran atau kerancuan‖ dalam pribadi yang satu itu: 1

The Only True God 92

Korintus 6:17 ―Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada Tuhan,

menjadi satu roh dengan Dia.‖

Lagipula, gagasan akan semacam ―kesatuan kodrat‖ metafisis

(apapun itu artinya) mau tidak mau mengkompromikan kemanusiaan

Kristus, dan ini menimbulkan konsekuensi soteriologis yang paling

serius.

Akan tetapi, Gereja bersikeras akan dogmanya, dan mengabaikan

fakta bahwa dengan bersikap demikian doktrin Alkitabiah tentang

keselamatan telah dikompromikan, tetapi kebanyakan orang Kristen

tidak menyadari hal ini. Adalah penting untuk kita menyadari bahwa

seorang Kristus yang bukan sungguh-sungguh manusia tidak dapat

menyelamatkan mereka yang sungguh-sungguh manusia. Justru karena

dalam Perjanjian Baru, Kristus Yesus adalah sungguh-sungguh manusia

maka ia dapat sungguh-sungguh menyelamatkan kita. Tak satu pun yang

―sungguh-sungguh Allah‖ dapat menjadi ―sungguh-sungguh manusia‖.

Itu juga sebabnya setiap bahasan tentang makna Logos dalam Injil

Yohanes pasal 1 harus selalu dengan mengingat kebenaran ini, dan tidak

membiarkan dirinya terbawa oleh gagasan-gagasan dan opini-opini

metafisis.

Gagasan Allah-manusia itu dikenal baik oleh bangsa Yunani yang

mitologinya sarat dengan dewa-dewi yang pada suatu ketika adalah laki-

laki atau perempuan. Tidak heran kalau bangsa Yunani, atau kaum

terpelajar bangsa Yunani, para pimpinan gereja non-Yahudi bisa

mencetuskan ide kesatuan kodrat ilahi dan manusiawi dalam satu

pribadi Yesus Kristus. Mereka hanya sekadar merumuskan ajaran

Alkitabiah dari segi ide-ide budaya Yunani, yang telah menjadi kebiasaan

mereka dalam berpikir dan mengungkapkan diri mereka. Tampaknya

kebanyakan dari mereka masih belum cukup mendalami ajaran

Alkitabiah untuk dapat menghayati semangat ajaran itu dan berpikir

sesuai dengan pola ajaran tersebut, bertolak-belakang dengan para orang

beriman Yahudi mula-mula.

Namun, dengan semakin dipenuhinya gereja oleh orang non-Yahudi

sebagai akibat dari penyebaran Injil yang efektif ke seluruh dunia, dunia

pun menyebar ke dalam gereja, dan pada saat Konsili Nikea pada th. 325

M, dunia (khususnya dalam bentuk Kaisar Konstantinus) mulai

mengambil kendali efektif atas gereja. Konstantinuslah yang menjadikan

agama Kristen agama utama dari Kekaisaran Romawi, dan dialah yang

mengundang Konsili Nikea.

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 93

“Rahasia Kristus”

pa maksud kita berbicara tentang Yesus sebagai ―Allah sejati dan

manusia sejati‖? Apa yang sebenarnya sedang kita bicarakan?

Kita tentu tidak bermaksud mengatakan bahwa ia adalah

sebagian Allah dan sebagian manusia. Akan tetapi, apa lagi artinya kalau

bukan itu? Bahwa ia adalah semuanya Allah dan semuanya manusia,

seutuhnya Allah dan seutuhnya manusia, 100% Allah dan 100% manusia

(sehingga jumlahnya 200%!)? Namun, ini bukan suatu kemungkinan

yang ontologis (malah tidak logis). Lantas, apa artinya ―Allah sejati dan

manusia sejati‖? Sebagaimana bisa diduga, cara yang mudah untuk

mengatasinya (dan satu-satunya cara) di sini adalah dengan bersurut ke

dalam ―rahasia/misteri‖. Akan tetapi, ini tentu bukan maksud Paulus

ketika ia berbicara tentang ―rahasia Kristus‖ (Ef 3:4; Kol 4:3), sebab

dengan istilah ini ia tidak merujuk kepada semacam teka-teki logis

ataupun ontologis, melainkan kepada rencana Allah yang indah akan

keselamatan yang tersembunyi berabad-abad yang lalu tetapi kini

diwahyukan dalam Kristus dan digenapi melalui kematiannya dan

kebangkitannya.

Namun, masalahnya bukan saja terletak pada pengangkatan Yesus

ke tingkatan ―Allah‖, tetapi juga pada konsekuensi dari menyembah

Yesus sebagai Allah, yang telah menurunkan ―Allah Bapa kita‖ ke

kedudukan sekunder di dalam hati dan pikiran kebanyakan umat

Kristen. ―Pribadi pertama‖ dari ―Ke-Allahan‖ dalam kenyataannya telah

menjadi ―pribadi kedua‖, sekalipun Ia masih dibiarkan memegang gelar

kehormatan ―Pribadi Pertama‖—yang ditulis dengan huruf kapital

supaya kelihatan lebih sedap dipandang. Sang Anak telah menggantikan

sang Bapa sebagai pusat pengabdian umat Kristen. Paulus, sebagaimana

juga seluruh pengarang PB lainnya, akan dibuat ngeri dengan kondisi

seperti ini. Saya sekarang mulai menginsafi bahwa Kristus sendiri

merasa jijik dengan hal ini. Ajarannya telah diselewengkan menjadi

sesuatu yang tidak diajarkan olehnya. Orang-orang terpilih pun malah

telah terkecoh (bdk. Mat 24:24). Sekarang kita bisa mengerti mengapa

penghakiman akan dimulai dari rumah Allah (1Ptr 4:17).

Begitu gereja mengambil posisi dogmatis bahwa Kristus adalah

Allah dan dengan demikian setara dengan Allah dalam segala hal, maka

kesimpulannya adalah bahwa menyembah Kristus artinya sama, sepadan

dengan menyembah Allah, Bapa kita. Dari menyembah Yesus beserta

Bapa, tanpa sepengetahuan kita tergelincir ke dalam penyembahan

A

The Only True God 94

kepada Yesus alih-alih sang Bapa. Lagipula, sekalipun ketika kata ―Bapa‖

dipakai dalam doa, sebenarnya Kristuslah yang dimaksud. Pembenaran

atas hal ini diklaim dari kitab Yesaya (Yes 9:5, ―Bapa Yang Kekal‖),

sedangkan perintah Yesus untuk tidak menyebut seorang pun selain

Allah sendiri sebagai ―Bapa‖ (Mat 23:9: ―karena hanya satu Bapamu,

yaitu Dia yang di surga‖), seperti biasanya, tidak diindahkan.

“Rahasia Kristus”, Berkat atau Kutuk—

bergantung pada sikap seseorang

Tidak diragukan ada berbagai aspek dari rahasia Kristus; suatu realitas

yang rumit ketimbang sederhana. Salah satu aspeknya melibatkan

prinsip bahwa realitas yang sama itu dapat menjadi berkat atau kutukan

bergantung pada sikap orang itu menghadapi kenyataan tersebut. Jadi, 2

Korintus 2:15, 16, ―Sebab bagi Allah kami adalah bau yang harum dari

Kristus di tengah-tengah mereka yang diselamatkan dan di antara

mereka yang binasa. Bagi yang terakhir kami adalah bau kematian yang

mematikan dan bagi yang pertama bau kehidupan yang

menghidupkan‖—aroma Kristus yang sama membawa hidup kepada

seseorang dan kematian kepada yang lainnya. Dalam Lukas 20:17 batu

penjuru dari bangunan ilahi bagi umat Allah (dalam ay.18) menjadi

sebab pembinasaan bagi mereka yang menolaknya dan yang jatuh di

bawah penghakiman. Dengan cara yang sama ―rahasia Kristus‖

mencakup kenyataan luar biasa yaitu dapat berarti keselamatan bagi

sebagian orang dan kebinasaan bagi sebagian lainnya. Oleh karena itu,

konsekuensi-konsekuensi dari menyalahtafsirkan ―rahasia‖ tersebut

amat sangat serius; ini adalah soal hidup dan mati.

Prinsip umum bahwa berkat dapat menjadi kutukan juga terlihat

dari prinsip, ―Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya

akan banyak dituntut‖ (Luk 12:48). Banyak diberi adalah suatu berkat,

tetapi menyalahgunakan berkat akan mendatangkan penghakiman. Dan

semakin besar berkatnya, semakin berat penghakimannya jika berkat itu

disalahgunakan. Berkat paling besar yang pernah diberikan kepada

manusia adalah ―karunia-Nya yang tak terkatakan itu‖ (2Kor 9:15)—

Kristus. Menyalahgunakan karunia ini juga akan membawa konsekuensi-

konsekuensi yang tak terkatakan.

Kitab Suci menerangkan bahwa Yesus adalah jalan kepada Allah,

bukan tempat tujuannya, yaitu Allah Sendiri. Yesus adalah sarananya,

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 95

bukan sasaran. Jika sekarang kita menjadikan dia sasaran ketimbang

sarana, maka kita telah menyimpangkan tujuan Allah, dan berkat dari

Kristus akan menjadi sebuah kutukan. Dengan menjadikan Kristus

setara dengan sang Bapa dalam pengertian trinitaris, dengan menjadikan

dia ―sekutu‖ Allah, berarti mendukung dwiteisme atau triteisme, dan

dengan demikian mendukung pemujaan berhala, yang mengakibatkan

terkena kutukan Allah. TUHAN telah memberi peringatan, ―Jangan ada

padamu allah lain di hadapan (atau di samping)-Ku‖ (Kel 20:3; Ul 5:7);

kita tidak menghiraukannya dan mengorbankan keselamatan kita

sendiri.

Yesus sendiri mengajar murid-muridnya untuk mengabdi

sepenuhnya kepada ―Allah yang Esa‖ (Yoh 5:44; Mrk 12:29,30), akan

tetapi kita (umat Kristen) memilih menyembah Yesus sebagai Allah!

Siapa saja yang mempelajari ajaran Yesus dengan cermat menyadari

bahwa hal itu akan membuatnya merasa sangat ngeri. Jika kita

berpegang pada monoteisme Alkitabiah dan menyembah hanya Allah

saja berarti kita sejalan dengan ajaran Yesus, dan kita pasti tidak akan

ada di jalan yang salah serta menuju ke arah yang salah, ke arah bencana

spiritual.

Sesuatu yang sangat menggelisahkan

al yang teramat menggelisahkan saya adalah bahwa yang telah

kita lakukan di dalam trinitarianisme adalah, kita telah

mengambil apa yang dengan sendirinya sangat baik, yakni,

pribadi dan karya Yesus Kristus, dan dengan itu menggeser sang

kebaikan mutlak, yakni, Tuhan Allah Yahweh Sendiri sebagai tumpuan

iman dan penyembahan kita. Tak pelak, hal ini dibuat karena kita telah

tertipu oleh si Jahat, dan bukan oleh niat yang disengaja untuk berbuat

jahat. Namun, bagaimanapun juga, mempergunakan kebaikan untuk

melawan sang Kebaikan tertinggi dengan mengganti yang terakhir

dengan yang terdahulu, adalah puncak kejahatan. Hal itu merupakan

kelicikan seperti iblis yang berfungsi sebagai metode penipuan paling

efektif yang diperhitungkan untuk memikat mereka yang menghasratkan

kebaikan, yakni, ―orang-orang kudus‖.

Tampaknya Yesus sendiri telah melihat hal ini sebelumnya secara

profetis ketika ia berkata, ―Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak

seorangpun yang baik selain Allah saja‖ (Mrk 10:18; Luk 18:19). Tentu

H

The Only True God 96

saja ia tidak memungkiri dirinya seorang yang baik, tetapi ia tidak

bermaksud digunakan sebagai yang ‗baik‘ untuk menggantikan Dia yang

adalah satu-satunya Kebaikan absolut, ataupun mengklaim dirinya

sebagai Kebaikan yang absolut itu. Yesus dengan kentara

mendeklarasikan bahwa ―kebaikan‖ adalah suatu kualitas yang hanya

dimiliki oleh Allah Yahweh saja dan tidak dimiliki oleh seorang pun.

Semuanya yang sungguh-sungguh baik berasal dari-Nya.

Dalam keadaan gereja yang suram saat ini, niscaya sudah saatnya

untuk mengeluarkan seruan untuk menghimpun seperti yang dilakukan

Musa ketika orang Israel berpaling dari Yahweh dan membuat ilah

mereka sendiri: ‗maka berdirilah Musa di pintu gerbang perkemahan itu

serta berkata: ―Siapa yang memihak kepada TUHAN (Yahweh) datanglah

kepadaku!‖ Lalu berkumpullah kepadanya seluruh bani Lewi‘ (Kel

32:26). Kita tidak lagi hidup di zaman Musa, jadi, perintah dalam ayat

berikutnya untuk ―Baiklah kamu masing-masing mengikatkan

pedangnya pada pinggangnya dan berjalanlah kian ke mari melalui

perkemahan itu dari pintu gerbang ke pintu gerbang…‖ (Kel 32:27) kini

tentunya bukan berarti menggunakan pedang secara harfiah, melainkan

menggunakan pedang Roh, yakni Firman Allah (Ef 6:17; Ibr 4:12).

Bahaya yang serius dari penyembahan berhala

Surat Yohanes yang Pertama (1 Yohanes) diakhiri secara mengejutkan

dan mendadak dengan peringatan: ―Anak-anakku, waspadalah terhadap

segala berhala‖ (1Yoh 5:21). Akhir surat yang mendadak dan singkat ini

tampaknya dirancang untuk meletakkan peringatan serius ini dengan

tegas di dalam hati dan pikiran kita. Namun, kita pasti mengira kalau

orang-orang Kristen ―sejati‖ tidak mungkin jatuh ke dalam ―dosa yang

mendatangkan maut‖ (1Yoh 5:16,17), yakni, dosa penyembahan berhala,

dan kalau hal ini tidak mungkin terjadi, maka peringatan itu berlebih-

lebihan. Namun, Allah pasti lebih mengenal kita daripada diri kita

sendiri, itulah sebabnya Ia mengeluarkan peringatan keras ini melalui

hamba-Nya. Tidak mengacuhkan peringatan itu sama artinya dengan

binasa.

Persisnya karena penyembahan berhalalah Israel binasa sebagai

satu bangsa ketika mereka dikirim ke Pembuangan. Kisah bagaimana

Israel membiarkan dirinya tergoda oleh penyembahan berhala

membentuk sebagian besar dari Perjanjian Lama. Israel telah

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 97

―dipesonakan‖ (Gal 3:1) oleh ilah-ilah lain dan para penyembahnya

sampai-sampai mereka bukan saja menutup telinga mereka terhadap

himbauan-himbauan dan peringatan-peringatan Yahweh yang mendesak

melalui para nabi-Nya, tetapi juga membungkamkan suara mereka

dengan membunuh mereka (bdk. Mat 23:34,35; dst.).

Ciri penyembahan berhala, pertama-tamanya, adalah dibuat oleh

manusia, dan bertentangan dengan apa yang telah diwahyukan oleh

Allah. Akan tetapi, orang bisa mengambil sesuatu yang telah

diwahyukan, misalnya Alkitab, dan menjadikannya sasaran

penyembahan. Ini disebut ―bibliolatri‖ (penyembahan Alkitab). Namun,

ini relatif jarang terjadi, karena biasanya unsur vital kedua dari

penyembahan berhala ada pada ciri yang menyerupai manusia, yaitu,

ilah yang dibuat manusia pada umumnya memiliki ciri-ciri manusiawi,

sehingga memudahkan manusia dalam beridentifikasi dengannya.

Dalam halnya dengan Yesus, sesuatu yang tidak kentara dan

berbahaya bisa terjadi (dan sudah terjadi). Jika ia adalah Allah sekaligus

manusia, maka ini berarti bahwa ia bukan saja manusia, tetapi ia lebih

daripada Allah, sebab Allah itu ―cuma‖ Allah, sedangkan Yesus itu Allah

dan manusia dua-duanya. Jelas akan lebih sulit untuk beridentifikasi

dengan Allah yang sepenuhnya transenden, tidak kelihatan, dan oleh

karenanya tidak terjangkau. Namun, jika Yesus adalah Allah yang

memiliki tubuh manusiawi yang nyata seperti yang kita miliki,

identifikasi kita dengannya akan jauh lebih mudah. Tidak heran kalau ia

dapat dengan mudahnya menggantikan Bapa dalam doa-doa dan

penyembahan kita.

Kita nyaris tidak memperhatikan bahwa dalam semuanya ini kita

telah melakukan sesuatu yang teramat serius, yakni, kini kita melihat

Allah sebagai Allah ―saja‖, tetapi Yesus adalah Allah tambah manusia.

Bagi kita, kesempurnaan Allah tidak lagi sempurna karena kekurangan

kualitas manusiawinya. Namun, kekurangan ini ditemukan dalam

kesempurnaan Kristus, yang adalah Allah sekaligus manusia dalam satu

pribadi. Trinitarianisme (tanpa disadari tentunya) telah membuahkan

seorang super-berhala, bahkan lebih hebat daripada Allah sendiri,

karena doktrin ini, nyaris hampir secara tidak kentara, menyiratkan

bahwa Allah ―disempurnakan‖ (dari sudut pandang manusiawi) oleh

penambahan kualitas manusiawi itu! Ini merupakan hasil yang pasti dari

sebuah doktrin yang bersikukuh akan Kristus yang 100% Allah (―Allah

sejati‖) dan 100% manusia (―manusia sejati‖) (200% (!), berlawanan

The Only True God 98

dengan Allah yang 100%, Allah ―saja‖—seberapa dekatnya semua ini

kepada penghujatan? Masih adakah rasa ―takut akan Allah‖ di dalam hati

manusia?). Dampaknya ialah Allah Bapa, yang semestinya menjadi

jantung dan pusat dari segalanya, telah dikesampingkan dalam

Kekristenan trinitaris.

Dengan menyatakan bahwa Yesus adalah Allah sejati dan manusia

sejati, trinitarianisme rupanya tidak mempertimbangkan sama sekali

apakah pernyataan yang tidak masuk akal seperti itu, mungkin atau

tidak. Apakah umat Kristen sungguh-sungguh merasa puas

memperlakukannya seperti ―rahasia/misteri‖ yang tak terselami oleh

nalar manusiawi? Adalah menyedihkan bagi kebenaran jika sesuatu yang

tidak masuk akal hanya dianggap sebagai ―rahasia/misteri‖. Ini jelas-

jelas bukan definisi kata ―rahasia‖ sebagaimana dipakai dalam Perjanjian

Baru.

Namun, bagi orang yang berhenti sejenak untuk memikirkan hal ini,

absurditas logis atas klaim bahwa suatu pribadi bisa menjadi ―100%‖

manusia dan juga ―100%‖ Allah, akan terlihat jelas dari fakta bahwa

―pribadi‖ semacam itu akan menjadi 200%, dan dengan demikian,

menjadi dua pribadi, bukan satu! 100% (padanan bahasa matematika

untuk ―sejati‖) tidak diartikan dengan makna yang murni kuantitatif,

tetapi dengan makna yang mencakup apa saja yang dibutuhkan oleh

kata ―sejati‖. Sebab, jika seseorang bukan 100% manusia, bagaimana

mungkin ia manusia sejati? Seekor simpanse dikatakan mempunyai kira-

kira 98% DNA manusia, apakah itu memenuhi syarat sebagai manusia?

Selain kekurangan 2% DNA manusia, tentu saja simpanse itu juga

kekurangan ―roh manusia‖. Siapa saja yang tidak memiliki roh bukanlah

manusia, dan ini jauh lebih penting daripada DNA.

Pada akhirnya, dogma trinitaris merepresentasikan kegagalan

dalam memahami baik Allah maupun manusia. Dalam diri-Nya Allah

mutlak sempurna dan tidak ada apa-apa yang dapat ditambahkan

kepada kesempurnaan-Nya. Sedangkan tentang Yesus sebagai Allah-

manusia, ―Allah sejati dan manusia sejati‖, jika kita berbicara dengan

memakai metafora matematis dalam bentuk persentase, dan mengakui

fakta bahwa di dalam berbicara mengenai makna menjadi satu

―pribadi‖—bukan performanya—tak seorang pun bisa menjadi lebih dari

100%. Maka bukankah ini berarti bahwa jika Yesus adalah ―Allah-

manusia‖ maka ia hanya bisa menjadi 50% Allah dan 50% manusia? Dan

itu juga berarti bahwa ia tidak bisa menjadi sungguh-sungguh Allah

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 99

ataupun manusia, bila Allah dan manusia dimengerti dalam terminologi

Alkitabiah. Namun, seperti yang telah kita lihat, gagasan Allah-manusia

adalah hal yang lazim dalam pemikiran Yunani yang mendominasi

budaya dunia orang Kafir. Kebanyakan dewa-dewi Yunani dan Romawi

adalah manusia yang didewakan dan dimuliakan; mereka telah menjadi

entitas mitologis, dan syarat-syarat atas kebenaran dan logika tidak

berlaku terhadap mitologi. Tak seorang pun dapat membaca sastra klasik

Yunani tanpa menjumpai nama-nama dari ―ilah-ilah‖ mereka yang

banyak, persis seperti yang digambarkan oleh Paulus (1Kor 8:5). Orang-

orang yang dibesarkan dalam budaya semacam ini tidak akan sulit

mempercayai Yesus sebagai Allah-manusia.

Disesatkan oleh ide-ide religius dan filosofis Yunani

Kita tidak menyadari bahwa kita sedang dikelirukan oleh ―hikmat‖ atau

sofistri teologis Yunani, dan sebagai akibatnya, kita dijauhkan dari

hikmat pewahyuan Alkitabiah (kedua hikmat yang berbeda dan saling

bertentangan ini dibahas dalam 1 Korintus 1:17-2:13). Dalam Alkitab,

misalnya, Allah (Yahweh) bukanlah suatu ―hakikat‖. Adakah orang yang

pernah menyodorkan sepotong bukti Alkitabiah untuk membenarkan

gagasan bahwa kita bisa berbicara tentang Allah dengan istilah ―hakikat‖

atau ―zat‖? Namun demikian, para pemimpin gereja Yunani tampaknya

tidak ragu menggunakan istilah ini. Setiap teolog semestinya menyadari

bahwa definisi Allah sebagai suatu ―hakikat‖ ini, di mana tiga pribadi

eksis bersama, adalah hasil dari sofistri teologis Yunani—sofistri yang

disahkan dengan memanfaatkan sekumpulan ayat-ayat dalam Kitab Suci,

dan yang telah berhasil menyesatkan kita semua. Spekulasi-spekulasi

filosofis Yunani telah menjauhkan kita dari firman Allah.

Namun, ada sesuatu yang lebih serius untuk dipertimbangkan:

Pernahkah terlintas dalam pikiran kita bahwa berbicara tentang Allah

sebagai ―hakikat‖ bisa jadi adalah perbuatan menghujat? Mungkinkah

pikiran dan roh kita telah menjadi begitu mati rasa oleh karena

―aklimatisasi‖ kultural sehingga kita telah menjadi terbiasa dengan

istilah tersebut sampai-sampai tidak lagi memperhitungkan

kemungkinan tersebut? Bukankah ini kurang lebih seperti orang yang

terbiasa mengumpat dan tidak menyadari betapa kasar perkataannya?

Akankah Allah menuntut pertanggungjawaban kita oleh karena

menggambarkan-Nya sebagai ―hakikat‖, atau ―zat‖ dari tiga pribadi ilahi?

The Only True God 100

Pencarian teks-teks bukti oleh para Trinitarian

Apa psikologi di balik tekad kita membuktikan ―Tuhan Yesus Kristus‖ itu

mutlak setara dalam segala hal dengan ―Allah Bapa kita‖? Di dalam

mengejar tujuan ini dengan penuh semangat kita tidak berhenti untuk

mempertimbangkan fakta bahwa tidak satu kitab pun dalam PB yang

memiliki tujuan tersebut dalam pandangannya, sehingga kita mendapati

diri kita menyimpang dari PB. Sebenarnya, tidak dapat diperlihatkan

kalau kata ―Allah‖ (dalam pengertian trinitarisnya, yakni, tokoh yang

setara bersama dengan Bapa) pernah diterapkan kepada Kristus dalam

PB. Jadi, usaha pembuktian akan ketuhanan Kristus terutamanya harus

bergantung pada jenis gelar-gelar yang telah kita lihat di atas, seperti,

―anak Allah‖.

Untuk saya, saya mengakui lagi bahwa setidaknya dalam hal

Kristologi, saya telah membiarkan trinitarianisme menguasai eksposisi

saya di masa lalu. Saya menyelidiki Kitab-kitab Suci untuk menemukan

teks-teks bukti atas ketuhanan Kristus. Saya masih memiliki Alkitab tua

yang ditandai pada setiap tempat yang memuat teks semacam itu, sering

kali dengan disertai banyak catatan. Sekarang saya merasa agak geli atau

bahkan tercengang tatkala mendengar orang mengutip teks-teks yang

sama itu kepada saya untuk mendukung trinitarianisme mereka.

Konsekuensi-konsekuensi praktis dari Trinitarianisme

Apakah konsekuensi-konsekuensi dari Kristologi trinitaris? Dengan

menuhankan Kristus ke kesetaraaan dengan Allah, ―Kristus‖ dan ―Allah‖

secara esensil memiliki arti yang sama. Akibatnya, berdoa dan

menyembah Yesus adalah berdoa dan menyembah Allah. Allah Bapa

dikurangi menjadi sekadar salah satu dari tiga, dan itu pun bukan

sebagai yang utama. Begitu sang Bapa dikesampingkan, terbukalah pintu

untuk menjadikan pribadi-pribadi lain sebagai sasaran utama dari doa

dan pengabdian itu. Akibatnya, Yesus menjadi sentral dalam

Protestanisme ―aliran utama‖; dalam Pantekostalisme, Roh adalah yang

utama; sedangkan untuk sebagian besar Katolikisme Roma, Perawan

Maria, yang diangkat statusnya ke tingkatan yang serupa, menggantikan

‗pribadi-pribadi‘ ilahi tersebut.

Seandainya mereka diminta berhenti berdoa dan beribadah kepada

sosok-sosok yang telah mereka tuhankan itu, mereka akan merasa sangat

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 101

bingung hingga nyaris tidak tahu harus berbuat apa. Tampaknya jelas

bahwa, oleh karena disesatkan oleh trinitarianisme, mereka nyaris tidak

tahu lagi bagaimana berdoa dan beribadah seandainya mereka harus

berhenti menyembah allah pilihan mereka. Mereka telah begitu

disesatkan sehingga bisa jadi mereka akan merasa kesulitan berdoa

kepada sang Bapa, sebab itu akan terasa seperti berdoa kepada sosok tak

dikenal.

Ajaran Perjanjian Baru sama sekali berbeda. Dalam PB jelas

diajarkan bahwa Allah Bapa (bukan dalam arti trinitaris) selalu

merupakan sasaran utama dari doa-doa dan ibadah kita. Begitulah

persisnya cara Yesus berdoa, dan ia mengajar murid-muridnya untuk

berbuat hal serupa. Ia selalu mengajar kita untuk berdoa kepada Bapa,

yang semestinya jelas terlihat dari ―Doa Bapa Kami‖. Tujuan pokok

pelayanannya sebenarnya adalah untuk membawa kita kepada suatu

hubungan langsung dengan Bapa yang dikenal dan dikasihi olehnya. Ia

ingin kita berdoa kepada ―Abba, Bapa‖ sama seperti yang ia lakukan. Ini

terlihat dari ajarannya, dari kematiannya (untuk membuka jalan kepada

perdamaian dengan-Nya), dan dari pengutusan Roh guna menginspirasi

serta menguatkan kita untuk berdoa kepada Abba.

Tak diragukan kalau Kristus yang telah bangkit itu pasti merasa

ngeri melihat ajarannya telah dicampakkan oleh sebuah doktrin yang

menyampingkan sang Bapa atas namanya. Alih-alih mengikuti ajaran

dan teladannya, murid-muridnya telah menaruh dia di tengah-tengah,

dan dengan demikian telah menggantikan sang Bapa dari kedudukan

yang jelas dimiliki-Nya dalam PB—dan selain itu, semuanya ini

dilakukan tanpa mengindahkan ajaran Yesus sama sekali. ―Mengapa

kamu berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, padahal kamu tidak melakukan

apa yang Aku katakan?‖ (Luk 6:46; bdk. Mat 7:21-23)

Jadi, apakah menjadi soal jika kita terus berpegang pada doktrin

Tritunggal? Akankah hal itu mempengaruhi keselamatan kita? Tidak—

jika tidak menjadi soal apakah kita mendengarkan dan menaati ajaran

Yesus atau tidak. Barangkali kita tidak pernah sungguh-sungguh mengira

bila kata-kata Tuhan dalam Matius 7:21-23 mungkin berlaku kepada kita.

Namun, alangkah baiknya kalau kita mencamkan nasihat Paulus untuk

―kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar‖, sesuatu yang

diyakinkan kepada kita oleh gereja Injili bahwa hal itu tidak perlu.

Menurut mereka, ―takut dan gentar‖ (2Kor 7:15; Flp 2:12) akan

mencerminkan kurangnya iman yang, mereka deklarasikan sebagai iman

The Only True God 102

yang berjalan dalam keberanian kudus! Paulus bisa mendapat sebuah

pelajaran iman dari para pengkhotbah yang berani ini!

Mungkinkah kita juga ―mendengar tetapi tidak mengerti‖? Apakah

hati kita pun agaknya telah dikeraskan karena kita telah berada di bawah

kuasa penipuan. Dapatkah kita melihat ajaran Tuhan dalam keempat

Injil itu dan tidak menangkap maksudnya? ―Kerajaan Allah‖,

sebagaimana kita seharusnya sudah tahu sekarang, adalah unsur utama

dalam pengajaran Yesus. Yang paling pentingnya, kerajaan itu adalah

milik Allah, sang Allah yang disapa oleh Yesus dengan ―Bapa‖. Namun,

kita ditipu oleh trinitarianisme yang mengatakan bahwa itu adalah

kerajaan milik Yesus, karena ia adalah Allah.

Nah, adalah benar bahwa dalam sebuah arti penting itu adalah

kerajaan milik Yesus. Dalam arti apa? Dalam arti bahwa Allah telah

mengangkat dia sebagai raja dalam kerajaan-Nya, dalam arti yang sama

di mana Daud, diurapi menjadi raja Israel, yang sebagai kerajaan

teokrasi, adalah kerajaan milik Allah. Campuran kebenaran dan

kepalsuan macam inilah yang dipergunakan oleh trinitarianisme untuk

mencengkram orang-orang. Namun, setiap orang yang membaca Inijl-

injil tanpa prasangka niscaya akan tahu bahwa ketika Yesus

mengumumkan Kerajaan itu, ia sedang mengumumkan kerajaan (milik)

Allah, bukan miliknya sendiri.

Unsur pokok lainnya dalam pelayanan Yesus, mengingat dekatnya

Kerajaan tersebut, adalah membawa orang-orang kepada suatu

hubungan yang menyelamatkan dengan Allah yang harus berpangkal

dari pertobatan. Begitu ada pertobatan, Yesus memanggil mereka ke

tahap selanjutnya: Sebuah hubungan yang penuh kepercayaan dan akrab

dengan Bapa sebagai ―Abba‖. Dalam Injil Yohanes, Yesus mengajarkan

murid-muridnya bahwa keakraban ini didasari oleh keberdiaman

(indwelling) yang timbal balik, dengan meminjam istilah teologis

―coinherence‖ untuk menggambarkan (―Aku di dalam mereka dan

Engkau di dalam Aku‖, Yoh 17:23, dst.). Dalam semuanya ini seharusnya

mutlak jelas, terutamanya dari pengajaran Yesus dalam Injil Yohanes,

bahwa Bapa adalah yang sentral dalam pelayanan Yesus.

Sentralitas sang Bapa dalam karangan Yohanes (dan sesungguhnya

juga dalam karangan Paulus dan yang lainnya di PB) membuat kita

berhenti sejenak dan merenungkan doktrin umum akan Allah (―theology

proper‖) dalam teologi Kristiani dewasa ini, dan semenjak abad ke-4.

Allah diajarkan sebagai, suatu Sosok transenden, di mana transendensi

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 103

berarti ―eksistensi di atas dan terpisah dari dunia materiil‖ (Encarta).

Allah Bapa, dalam doktrin trinitaris, sudah tentu adalah transenden;

sedangkan Anak Allah sepertinya adalah imanen, setidaknya berkaitan

dengan pelayanan bumiahnya. Dalam doktrin ini Bapa dan Anak benar-

benar bertindak dalam ruang-lingkup yang berbeda.

Hal yang perlu dipahami adalah bahwa doktrin transendensi ilahiah

ini berasal dari filsafat Yunani (Plato dan Aristoteles) dan bukan dari

Alkitab Ibrani. Ide Yunani tentang transendensi ilahiah ini dihancurkan

dalam pengajaran Yesus dalam Injil Yohanes, di mana ia menjelaskan

bahwa sang Bapa terlibat secara intim dalam setiap aspek kehidupan dan

pekerjaannya, dan dalam seluruh karya keselamatan umat manusia.

Ini juga muncul dalam ketiga Injil Sinoptik, di mana Kerajaan Allah

bukan sesuatu yang semata-mata ada di Surga atau hanya di masa

depan, tetapi sesuatu yang sudah berlangsung di dunia sekarang ini dan,

pada akhirnya, akan menang atas segala kuasa yang menentang di bumi.

Ini juga yang diajarkan oleh Paulus; dan perspektifnya hampir sama

dengan perspektif Yohanes. Kitab Wahyu menaruhnya demikian,

―Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang

diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai raja sampai selama-

lamanya‖ (Why 11:15). Namun, gagasan Yunani akan Allah yang

tertinggi, sang Bapa, sebagai yang sepenuhnya transenden dan tidak

peduli dengan urusan-urusan dunia, oleh karenanya, tidak sesuai dengan

Kitab-kitab Suci, dan secara efektif mengasingkan Dia dari kita sebagai

Sosok yang jauh dan cukup sulit dicapai.

Tidak heran, kita tidak benar-benar beridentifikasi dengan 1

Yohanes 1:3, ―Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa

dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus‖. Dengan adanya (dugaan) Bapa

yang begitu jauh yang disiratkan dalam ajaran Kristiani yang telah kita

terima, bagaimana kita dapat bersekutu dengan sang Bapa? Oleh

karenanya, hampir seluruh umat Kristen Injili sekarang ini bersekutu

dengan sang Anak sambil sesekali berbasa-basi (lip service) kepada Bapa

sebagai sikap sopan terhadap Dia. Semuanya ini lahir dari kegagalan kita

dalam mempersepsi ajaran Kitab Suci tentang imanensi Bapa dan

keterlibatan-Nya yang mendalam di dalam keselamatan kita. Akibatnya,

kehidupan rohaniah kita tidak lagi seimbang dan malah menyimpang

bila dilihat dalam terang firman Allah. Jika suatu hari nanti kita, berkat

kasih-karunia, dianugrahi kehormatan diizinkan masuk Surga,

barangkali kita akan langsung menuju kepada Yesus, dan menyembah

The Only True God 104

dia dengan rasa syukur dan pujian, dan tidak akan (seperti seluruh

kumpulan orang banyak surgawi yang berulang-kali dilukiskan dalam

Kitab Wahyu) menyembah yang terpenting, Bapa yang duduk di atas

takhta. Betapa tidak sesuainya kita dengan seluruh kumpulan orang

banyak itu di Surga—termasuk Tuhan Yesus Kristus kita!

Dan apa tujuan dari salib, yaitu, kematian Yesus? Apakah menjadi

tujuan utama Yesus untuk mendamaikan dunia dengan dirinya? Apakah

pengorbanan ―Anak Domba Allah‖ itu adalah untuk mendamaikan umat

manusia dengan Anak Domba alih-alih dengan Allah? Menanyakan

pertanyaan-pertanyaan seperti itu juga sudah menjawabnya, setidaknya

untuk siapa saja yang memiliki sedikit pemahaman akan Kitab-kitab

Suci. Lantas, apa yang begitu membutakan kita sehingga apa yang

seharusnya jelas tidak lagi jelas? Semoga Tuhan mengaruniakan belas-

kasih-Nya.

Yesus sebagai Tuhan

ituasi dengan trinitarianisme bukan soal sederhana yang bisa

diterima atau ditolak begitu saja, yaitu, tidak jadi soal apakah

Anda ingin berpegang kepadanya atau menolaknya. Sekarang

semestinya jelas nyata bahwa dogma ini merupakan sebuah pelanggaran

firman Allah. Secara harfiah dogma itu telah ―jauh melampaui‖

(―melanggar‖) firman-Nya. Tidak di mana pun dalam kotbah rasuli

dalam Kisah Para Rasul, dan dalam ajaran PB, kepercayaan pada Yesus

sebagai Allah menjadi syarat untuk keselamatan. Demikianlah sang rasul

merangkum iman yang dibutuhkan untuk keselamatan, ―Sebab jika

engkau mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan

percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari

antara orang mati, maka engkau akan diselamatkan‖ (Rm 10:9). Petrus

sudah menjelaskan arti kata ―Tuhan‖ dalam pesannya yang pertama

(pesan pertama yang diproklamirkan sesudah Pantekosta) dalam Kisah

Para Rasul 2:

34 ―Sebab bukan Daud yang naik ke surga, malahan Daud sendiri

berkata: Tuhan telah berfirman kepada Tuanku: 35 ‗Duduklah di sebelah kanan-Ku, sampai Kubuat musuh-

musuh-Mu menjadi tumpuan kaki-Mu.‘ [Mzm 110:1]

S

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 105

36 Jadi seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti bahwa Allah

telah membuat (poieō) Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi

Tuhan dan Kristus.‖ (Kis 2:34-36)

Peninggian Yesus sebagai ―Tuhan dan Kristus‖ berkaitan secara langsung

dengan dirinya yang telah ―dibangkitkan‖ pada kebangkitannya oleh

Allah (Kis 2:31-32).

Makna kata ―Tuhan‖ diuraikan dengan jelas dalam nas-nas ini. Kata

itu tidak dimaksudkan untuk dibaca sebagai ―pribadi kedua dari Ke-

Allahan‖. Berbuat demikian artinya tidak menghiraukan, dan dengan

demikian melanggar, firman Allah. Petrus menerangkan bahwa ―Tuhan

dan Kristus‖ hendaknya dipahami menurut latar Mazmur 110:1 yang

merujuk kepada raja Mesianik Davidik yang dijanjikan, yang sekarang

telah datang dalam Kristus. Akan tetapi, trinitarianisme menyatakan

dengan tegas bahwa jika Anda tidak percaya bahwa Yesus adalah Allah

menurut definisi mereka, maka Anda adalah seorang bidat, dan orang-

orang bidat tidak akan diselamatkan.

Akan tetapi anehnya, para penginjil yang memanggil orang-orang

untuk bertobat dan datang kepada keselamatan dalam Kristus biasanya

tidak menyebutkan bahwa Anda harus percaya kepada Yesus sebagai

Allah sebelum Anda dapat diselamatkan. Sebagian dari mereka hanya

mengatakan kalau ia harus diterima sebagai Juruselamat, dan sebagian

lagi memaksa kalau ia harus diterima juga sebagai Tuhan. Apakah

mereka berasumsi bahwa orang-orang non-Kristen (mis. di Asia) sudah

seharusnya tahu bahwa mereka diharapkan untuk percaya bahwa Yesus

adalah Allah? Lalu, mengapa keallahan Kristus tidak selalu dinyatakan

secara eksplisit dalam penginjilan? Apakah tujuannya adalah untuk

pertama-tama membuat orang-orang itu membuat suatu ―keputusan

untuk Kristus‖ dan sesudahnya baru memberitahu mereka bahwa

mereka harus percaya bahwa Yesus adalah Allah-Anak? Apakah ini

jujur? Atau, apakah para penginjil itu tidak sepenuhnya yakin bila

doktrin ini dibutuhkan untuk keselamatan?

Pemugaran terhadap Monoteisme Alkitabiah akan tercapai bila sang

Bapa dipuja sebagai pusat yang tak terbantahkan dari kehidupan Jemaat

sesuai dengan ajaran Yesus, yang oleh orang Kristen diakui sebagai

―Tuhan‖. Yaitu, bila semua orang yang mengaku sebagai murid-murid

dari Tuhan Yesus Kristus meneladani Tuhan mereka dengan mengikuti

contoh dalam berdoa kepada Bapa dan melakukan kehendak-Nya.

Kristus menguatkan murid-muridnya melalui Roh Allah untuk

The Only True God 106

melakukan apa yang tidak mampu mereka lakukan secara alamiah. Jika

pemuridan berarti mengikuti Yesus, maka pengikutan itu harus merujuk

kepada ajarannya dan teladan hidupnya yang mutlak mengabdi kepada

Allah Yahweh, sang Bapa, yang ia sapa dengan penuh kasih ―Abba‖. Ini

pasti yang sedang dilakukan oleh Yesus bahkan sekarang pun, menurut

Kitab Suci, menjadi pengantara atas nama semua orang yang beriman

dan mengikuti dia; sebab bukankah tertulis bahwa, ―Karena itu, Ia

sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang

melalui Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk

menjadi Pengantara mereka‖ (Ibr 7:25)? Ini memperlihatkan betapa

vital pelayanannya sebagai Pengantara untuk kita saat ini di hadapan

Bapa, Allah Yahweh, demi keselamatan kita.

Alkitab adalah Allah-sentris (God-centered)

ntuk memahami apa saja dengan benar dalam Kitab Suci, kita

harus mulai dengan memahami bahwa Kitab Suci itu Allah-

sentris, yang terungkap jelas dalam Efesus 4:6, ―satu Allah dan

Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan melalui semua dan di

dalam semua‖; perhatikan keempat ―semua‖. Ia adalah segalanya atau

semuanya dalam setiap hal yang dapat dibayangkan—Ia mutlak

segalanya.

Kesegalaan ini diungkapkan dengan cara lain dalam Roma 11:36,

―Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:

Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!‖ ―Dari‖, ―oleh‖, dan

―kepada‖—yang melingkupi segalanya.

Maksud dari semuanya ini adalah bahwa mutlak tidak ada apapun

dan siapapun yang berdiri di luar kesegalaan Allah. Apa saja yang ada,

eksis bagi Dia (―yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan‖,

Ibr 2:10), oleh karena Dia, dan bergantung kepada hadirat-Nya yang

menopang. Itu berarti, semuanya dan setiap makhluk, besar atau kecil,

eksis dalam hubungannya dengan Dia, berkenaan dengan Dia yang satu-

satunya yang absolut. Tidak ada dua (apa lagi tiga) absolut. Semuanya ini

berarti bahwa, sejauh penyataan Kitab Suci, Kristus haruslah dipahami

dalam hubungannya dengan ―satu Allah dan Bapa dari semua” (Ef 4:6),

sekalipun jika hubungannya dengan Dia ada pada tingkatan yang jauh

lebih tinggi dibandingkan dengan hubungan siapapun. Berbicara tentang

Kitab Suci sebagai ―Kristus-sentris‖ adalah keliru jika ini berarti bahwa

U

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 107

Kristus merupakan yang absolut dalam dirinya sendiri, yaitu Allah. Tidak

bisa ada dua yang absolut, kalau tidak, dua-duanya tidak absolut. Untuk

alasan yang sama, keabsolutan (absoluteness) tidak dapat dibagi antara

dua makhluk atau lebih. Dalam Kitab Suci, tidak ada contoh yang

memperlihatkan di mana ada satu ―Allah‖ (entah ia disebut ―Anak‖ atau

―Roh‖) yang eksis secara independen dari ―Allah dan Bapa yang satu itu‖

dan setara dengan-Nya. Segala makhluk eksis hanya dalam hubungannya

dengan Dia, dan secara mutlak tidak mempunyai eksistensi atau fungsi

terlepas dari-Nya.

Mengingat fakta-fakta ini, pembahasan tentang siapa Yesus dalam

dirinya sendiri adalah percuma karena jawabannya hanya bisa

ditemukan sehubungan dengan ―satu Allah dan Bapa dari semua‖ (Ef

4:6). Maksudnya, Kristologi itu hal mustahil terlepas dari doktrin umum

akan Allah (theology proper), dan tidak ada artinya terlepas darinya. Ini

terlihat jelas dari gelar-gelar yang dipakai untuk Kristus dalam PB. Gelar

Yesus yang tertinggi, ‗Tuhan‘ dan ‗Kristus‘, dua-duanya dianugrahkan

kepadanya oleh Allah, sebagaimana dibuat jelas dalam pesan pertama

yang dikotbahkan sesudah Pantekosta dan pencurahan Roh (Kis 2:36).

Gelar lainnya pun tidak ada yang terkecuali. Ini merupakan sebuah

kenyataan yang bukan saja diakui oleh Yesus sendiri tetapi juga

dirangkulnya dengan senang hati dan sukacita. Ia selalu menegaskan

ketergantungannya yang total, penundukannya, dan komitmennya

kepada sang Bapa (sebagaimana terlihat jelas dalam Injil Yohanes),

sambil terus-menerus mengajar murid-muridnya untuk mengikuti dia

dalam melakukan hal serupa.

Pernyataan dari kebenaran-kebenaran Alkitabiah ini tidak

bermaksud mencemarkan nama Yesus, tetapi untuk mengoreksi

perspektif-perspektif yang telah disimpangkan oleh trinitarianisme.

Allah telah memilih untuk meninggikan Yesus di atas segalanya,

memuliakan dia oleh karena penyangkalan-dirinya yang total di atas

salib (khususnya, Flp 2:6-11), dan kita tidak boleh (ataupun ingin)

mengurangi satu iota pun kemuliaan yang diberikan Allah. Di sisi lain,

kita tidak boleh memberikan kepada Kristus kemuliaan yang hanya

menjadi milik Allah dan Bapa yang esa itu sendiri.

Besarnya kemuliaan yang dikaruniakan Allah dengan senang hati ke

atas Yesus terungkap dengan hebatnya dalam Efesus 1:19-23:

19 dan betapa hebat kuasa-Nya bagi kita yang percaya, sesuai

dengan kekuatan kuasa-Nya yang besar,

The Only True God 108

20 yang dikerjakan-Nya di dalam Kristus dengan membangkitkan

Dia dari antara orang mati dan mendudukkan Dia di sebelah

kanan-Nya di surga, 21 jauh lebih tinggi dari segala pemerintah dan penguasa dan

kekuasaan dan kerajaan dan tiap-tiap nama yang dapat disebut,

bukan hanya di dunia ini saja, melainkan juga di dunia yang

akan datang. 22 Segala sesuatu telah diletakkan-Nya di bawah kaki Kristus dan

Dia telah diberikan-Nya kepada jemaat sebagai Kepala dari

segala yang ada. 23 Jemaat yang adalah tubuh-Nya, yaitu kepenuhan Dia yang

memenuhi semua dan segala sesuatu (bdk. 4:10).‖

Tujuan abadinya dinyatakan dalam 1 Korintus 15,

Karena ―segala perkara sudah ditaklukkan oleh Allah di bawah

kaki-Nya.‖ Tetapi walaupun sudah disebutkan bahwa segala

perkara sudah ditaklukkan kepada Al Masih (Kristus), jelas

bahwa Allah yang telah menaklukkan semuanya itu tidak

termasuk di dalamnya. Jadi, apabila segala perkara sudah

ditaklukkan kepada Al Masih (Kristus), maka Ia, yaitu Sang

Anak yang datang daripada-Nya, akan menaklukkan diri-Nya

juga kepada Allah, yang menaklukkan segala perkara di bawah

kaki-Nya, supaya Allah menjadi segala-galanya dalam semua

perkara.‖ (1Kor 15:27, 28, LAI-TL)

Monoteisme teguh dari Yesus berakar pada

Monoteisme yang tidak kenal kompromi dari PL

onoteisme dari PL dinyatakan dengan begitu jelas dan tanpa

keraguan hingga sama sekali tidak memberi ruang untuk

berargumen atau bersengketa tentangnya. Teks-teks

Alkitabiah dengan jelas sekali mengatakannya sendiri:

“Tidak ada allah lain”

Ulangan 4:35, Kamu melihat ini supaya kamu bisa mengetahui

bahwa Yahweh adalah Allah dan bahwa tiada Allah lain selain

Dia. (KSKK)

M

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 109

Ulangan 4:39, Oleh karena itu, yakinlah bahwa Yahweh adalah

Allah satu-satunya di langit dan di bumi, dan tiada Allah selain

Dia. (KSKK)

Keluaran 34:14, Sebab janganlah engkau sujud menyembah

kepada allah lain, karena TUHAN (Yahweh), yang nama-Nya

Cemburuan, adalah Allah yang cemburu.

1 Raja-Raja 8:60, supaya segala bangsa di bumi tahu, bahwa

TUHANlah (Yahweh) Allah, dan tidak ada yang lain,

Yesaya 45:5, Akulah Yahweh dan tidak ada yang lain; tidak ada

Allah selain Aku. (KSKK)

Yesaya 45:18, Sungguh, inilah yang dikatakan Yahweh, Dia

yang menciptakan langit, Dialah Allah yang membentuk bumi,

yang menjadikan dan menetapkannya, yang tidak

menciptakannya dalam kekacauan tetapi membentuknya untuk

didiami; Akulah Yahweh, dan tidak ada yang lain. (KSKK)

Yesaya 45:21b,22, Bukankah Aku Yahweh? Tidak ada Allah

selain dari Aku, Penyelamat, Allah yang adil - tidak ada yang

lain kecuali Aku. Berpalinglah kepada-Ku maka kamu akan

diselamatkan, kamu semua dari ujung-ujung bumi, sebab Akulah

Allah, dan tidak ada yang lain. (KSKK)

Mari kita perhatikan baik-baik bahwa dalam seluruh ayat tersebut yang

dinyatakan di atas bukan saja bahwa hanya ada satu Allah, tetapi bahwa

Allah yang satu ini adalah Yahweh, dan bahwa ―tidak ada yang lain selain

Dia‖. Ini membuat mustahil untuk berbicara tentang Allah sebagai suatu

―hakikat‖ atau ―zat‖ di mana tiga pribadi saling berbagi. Tak seorang pun

yang berakal sehat akan memperdebatkan bila Yahweh adalah suatu

hakikat, atau ada tiga pribadi yang disebut Yahweh. Konsekuensi

daripada menyembah dan mempersembahkan kurban kepada allah

manapun selain Yahweh dinyatakan dengan mutlak jelas:

Keluaran 22:20, ―Siapa yang mempersembahkan korban

kepada allah kecuali kepada TUHAN (Yahweh) sendiri, haruslah

ia ditumpas.‖

The Only True God 110

Sekali lagi, tidak ada ruang untuk memperdebatkan makna dari ―sendiri‖

(Ibrani: bd; Yunani: monos). Di mana terdapat dua atau tiga pribadi,

maka tidak ada individu dalam jumlah itu bisa dikatakan sendiri. Kata

yang sama, ―sendiri‖, sebagaimana dipakai dalam Keluaran 22:20 kerap

kali dipakai untuk Allah:

Ulangan 32:12, demikianlah TUHAN (Yahweh) sendiri

menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia.

2 Raja-Raja 19:15, Hizkia berdoa di hadapan TUHAN

(Yahweh) dengan berkata: ―Ya TUHAN (Yahweh) Allah Israel,

yang bertakhta di atas kerubim! Hanya Engkau sendirilah Allah

segala kerajaan di bumi; Engkaulah yang menjadikan langit dan

bumi (juga Yes 37:16).

2 Raja-Raja 19:19, ―Maka sekarang, ya TUHAN (Yahweh),

Allah kami, selamatkanlah kiranya kami dari tangannya, supaya

segala kerajaan di bumi mengetahui, bahwa hanya Engkau

sendirilah Allah, ya TUHAN (Yahweh).‖ (juga Yes 37:20)

Nehemia 9:6, Engkau sendirilah, ya Yahweh, hanya Engkau!

Engkau yang telah menjadikan langit, langit segala langit dengan

segala bala tentaranya, bumi dengan segala yang ada di atasnya,

dan laut dengan segala yang ada di dalamnya, dan Engkau

memelihara kehidupan mereka semua. Dan bala tentara langit

sujud menyembah-Mu. (ILT)

Mazmur 4:9, Dalam damai aku akan berbaring dan tidur

bersama-sama, karena Engkau sendiri, ya Yahweh, yang

membuat aku berdiam dengan aman. (ILT)

Mazmur 72:18, Terpujilah TUHAN (Yahweh), Allah Israel,

yang melakukan perbuatan yang ajaib seorang diri!

Mazmur 83:19, Dan biarlah mereka mengetahui, bahwa

Nama-Mu adalah Yahweh; bahwa Engkau sendirilah Yang

Mahatinggi atas seluruh bumi. (ILT)

Mazmur 148:13, Biarlah mereka memuji Nama Yahweh,

karena hanya Nama-Nya yang layak ditinggikan, keagungan-Nya

ada atas bumi dan langit. (ILT)

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 111

Yesaya 2:11, Mata manusia yang angkuh akan direndahkan,

dan kesombongan manusia akan ditundukkan, dan hanya

Yahweh sendiri yang akan ditinggikan pada hari itu. (ILT) (juga

Yes 2:17).

Yesaya 44:24, Beginilah Yahweh yang menebusmu dan

membentukmu sejak dari kandungan, berfirman, ―Akulah

Yahweh yang menjadikan segala sesuatu, yang membentangkan

langit, Aku sendiri yang menghamparkan bumi, siapakah

bersama dengan-Ku?‖ (ILT)

Bahwa Yesus sepenuhnya mengesahkan monoteisme yang dinyatakan

dengan kuat dan didefinisikan dengan jelas ini bisa dilihat langsung

sejak awal pelayanannya:

Matius 4:10, Lalu berkatalah Yesus kepadanya: ―Enyahlah,

Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan,

Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah (monos) engkau

berbakti!‖ {Ul 6:13} (juga Luk 4:8)

Hal mencolok mengenai Yesus yang mengutip dari Ulangan 6:13 menjadi

jelas ketika kita membandingkannya dengan ayat tersebut:

Ulangan 6:13, Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu;

kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya

haruslah engkau bersumpah.

Kata ―hanya/saja‖ tidak muncul baik dalam teks Ibrani maupun teks

Yunani dari ayat ini kendati, mengingat ayat-ayat PL sebelumnya dan

konteks PL secara keseluruhan, kata itu memang tersirat. Apa yang

dilakukan Yesus ialah menyatakan secara eksplisit dan otoritatif apa

yang disiratkan dengan menyisipkan kata kritis ―hanya/saja‖ (monos) ke

dalam ayat ini. Dengan demikian, monoteisme Yesus dibuat sangat jelas.

Sama juga halnya dengan Lukas 4:8, sehingga tidak bisa

berargumentasi bahwa kata ―hanya/saja‖ (monos) ditambahkan oleh

Matius karena Injilnya lebih berciri ―Yahudi‖ ketimbang Injil-injil

lainnya.

Lukas 4:8, Tetapi Yesus berkata kepadanya: ―Ada tertulis:

Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada

Dia sajalah (monos) engkau berbakti!‖

The Only True God 112

Harus diperhatikan juga bahwa ―Tuhan, Allahmu‖ baik dalam Injil

Matius maupun Injil Lukas adalah ―TUHAN (Yahweh) Allahmu‖ dalam

Kitab Ulangan. Yesus memilih sebuah ayat yang tidak sekadar berbicara

tentang melayani Allah saja, tetapi ayat yang secara khusus berbicara

tentang melayani hanya Yahweh saja. Fakta ini, diambil bersama dengan

penegasan monoteistik kuat dari Yesus dalam Yohanes 5:44 di mana ia

berbicara tentang Allah sebagai ―Allah yang Esa‖, dan sapaannya kepada

Bapa sebagai ―satu-satunya Allah yang benar‖ dalam Yohanes 17:3, tanpa

diragukan berarti bahwa Yesus tidak sekadar menganut ide umum

monoteisme yang mampu berpikir tentang Allah hanya sebagai

―hakikat‖, tetapi ia berkomitmen teguh kepada monoteisme akan

Yahweh, sebuah monoteisme di mana Yahweh sendiri adalah Allah ―dan

hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti‖ (Luk 4:8). Ini, sebenarnya,

adalah monoteisme Alkitabiah sejati; monoteisme Alkitabiah adalah

monoteisme akan Yahweh.

Butir penting lain yang perlu diperhatikan ialah bahwa pernyataan-

pernyataan monoteistik dari Yesus ini semuanya berciri “situasional”,

yang artinya bahwa semuanya itu tidak diucapkan sebagai bagian dari

pengajarannya di depan umum melainkan diucapkan dalam situasi

tertentu, merujuk pada peristiwa khusus. Orang Yahudi adalah monoteis

yang berapi-api; Yesus tidak perlu mengkotbahkan monoteisme kepada

mereka. Jadi, pernyataan-pernyataan situasional dari Yesus ini

mengatakan kepada kita tentang monoteismenya sendiri, ketimbang

monoteisme orang Yahudi pada umumnya. Untuk alasan inilah

pernyataan-pernyataan itu penting pada khususnya. Yang pertama dari

pernyataan tersebut, di mana ia mengutip Ulangan 6:13, adalah ketika ia

diperhadapkan pada godaan, dan kita telah melihat bahwa Yesus

memilih untuk menambahkan kata ―sendiri‖ (monos), yang sering

muncul dalam teks-teks PL yang lain dengan rujukan kepada Yahweh,

tetapi tidak dalam teks yang ini.

Yohanes 5:44 berada dalam konteks sebuah dialog dengan

pendengar yang tidak reseptif: ―Bagaimanakah kamu dapat percaya,

kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak

mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa?‖ Dua ayat sebelumnya

ia berkata, ―Tetapi tentang kamu, memang Aku tahu bahwa di dalam

hatimu kamu tidak mempunyai kasih akan Allah‖ (Yoh 5:42), bukti dari

tuduhan ini adalah bahwa mereka mencari pujian dari manusia, bukan

dari Allah. Dengan kata lain, manusia, bukan Allah, adalah fokus

Bab 1 - Monoteisme yang Eksplisit dari Tuhan Yesus Kristus 113

kehidupan mereka; mereka berorientasi kepada manusia, bukan kepada

Allah. Ini mengatakan sesuatu yang sangat penting kepada kita tentang

monoteismenya Yesus. Untuk dia, monoteisme bukan sekadar suatu

dogma keagamaan yang didukung seseorang, tetapi yang melibatkan

suatu gaya hidup yang sepenuhnya berorientasi kepada Allah, bukan

kepada manusia. Ini melibatkan komitmen untuk melakukan kehendak-

Nya, senantiasa berusaha untuk hidup berkenan kepada-Nya. Untuk

Yesus, mengakui monoteisme Yahweh akan tetapi hidup dengan

berpusatkan kepada diri sendiri adalah hal yang tak terpikirkan dan tak

dapat ditolerir; itu adalah kemunafikan belaka. Celaannya yang keras

dalam Matius 23 ditujukan kepada para pemuka agama yang pengakuan

monoteismenya tidak diragukan, tetapi kehidupan dan tingkah-laku

mereka bukan saja meragukan, tetapi lebih buruk dari itu. Monoteisme

sejati harus terungkapkan dalam suatu kehidupan yang menghormati

Yahweh, yang digerakkan oleh kasih untuk-Nya.

Hal ini muncul dengan kuat dalam situasi lain, yang disinggung

dalam ketiga Injil Sinoptik, di mana Yesus ditanyai tentang hukum mana

yang paling penting dari sekian banyak hukum.

Jawab Yesus: ―Perintah yang terutama ialah: Dengarlah, hai

orang Israel, Tuhanlah Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah

Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap

jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap

kekuatanmu. Perintah yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu

manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada perintah lain yang

lebih utama daripada kedua perintah ini‖ (Mrk 12:29-31).

Yesus menekankan fakta bahwa pengakuan monoteistik itu (―Tuhan

itu esa‖) terikat secara tak terpisahkan dengan kasih yang sepenuhnya

berkomitmen kepada Allah, yaitu, kasih yang melibatkan keseluruhan

diri orang itu, dan yang juga melibatkan kasih terhadap sesama. Ini

berarti bahwa monoteisme bukan sekadar sebuah pengakuan yang keluar

dari mulut saja, tetapi sebuah pengakuan yang dibuat dengan hati dan

yang menguasai seluruh pribadi dan gaya hidup orang itu. Ini

dicontohkan dengan sempurna dalam kehidupan Yesus sendiri.

Bab 2

Hanya Manusia

Sempurna yang dapat

menjadi Juruselamat

Dunia

Ajaran Alkitabiah tentang Satu Allah Sejati

dan Satu Manusia Sempurna

eberapa tahun yang lalu, ketika saya dan istri saya sedang

menjelajahi India, kami terkesan dengan begitu banyaknya

patung dewa-dewi yang ada di sana; meski hanya beberapa saja di

antara mereka yang tampak sebagai sasaran penyembahan yang lebih

menonjol. Kuil-kuil besar dan kecil terlihat di mana-mana, dan sering

kali dikerumuni para pemujanya. Mau tidak mau, sebuah pertanyaan

memasuki benak kami: Apakah perlunya keanekaragaman dewa-dewi

tersebut? Seandainya ada satu Allah Maha-mencukupi yang dapat

memenuhi kebutuhan semua orang, bukankah itu akan membuat semua

dewa-dewi lain mubasir? Apakah ini karena manusia masih belum

menemukan satu Allah yang Maha-mencukupi itu sehingga mereka

harus berpaling kepada pelbagai dewa atau ilah yang beranekaragam itu

demi memenuhi pelbagai kebutuhan mereka?

Memang, jika ada satu Allah personal yang Maha-mencukupi

seperti itu, maka pribadi ilahi kedua atau ketiga tidak lagi dibutuhkan.

Namun, tampaknya Allah itu tidak dikenal manusia, sehingga timbullah

kebutuhan untuk mencari yang lainnya. Hal ini mengingatkan kita pada

kata-kata Paulus di Atena tentang ―Allah yang tidak dikenal‖ (Kis 17:23).

Untuk seseorang seperti Paulus yang mengenal Allah Israel, Yahweh,

yang mengagumkan, kebutuhan akan ilah-ilah lain tersebut tidak masuk

B

The Only True God 116

akal. Apa yang akan dipikirkannya tentang trinitarianisme yang sampai

mengatributkan ajaran tentang pribadi ilahi yang kedua dan malah yang

ketiga selain Yahweh itu kepada dirinya (Paulus)? Semakin orang

memahami PL dengan 6828 rujukannya kepada Yahweh tanpa rujukan

apapun kepada pribadi ilahi lain yang diafiliasikan dengan-Nya, dan

semakin orang memahami pengajaran Paulus tentang keselamatan,

semakin mereka akan menyadari bahwa sugesti di mana ia telah

mengajar tentang Kristus sebagai pribadi ilahi kedua yang setara dengan

Yahweh akan menyulut murka besar darinya. Lebih parahnya, ini akan

menyulut murka besar dari Yahweh sendiri (Kel 32:10 dyb.). Namun,

oleh karena pengajaran trinitaris secara dasariah bertolak belakang

dengan pengajaran Yesus sendiri, hal yang paling tidak diduga oleh

mereka adalah bahwa pada Hari yang besar dan terakhir itu bukan

―Yesus yang lemah lembut‖ (yang dilukiskan dengan syahdunya dalam

sebuah lagu Kristiani terkenal) yang akan mereka temukan, tetapi

―murka Anak Domba‖ yang mengerikan (Why 6:16; bdk. Why 14:10).

Kekristenan non-Yahudi dewasa ini tidak lagi mengetahui kalau

―Kekristenan Yahudi selalu tetap bertahan pada fakta historis bahwa

Mesias dan Tuhan Yesus dari Nazaret itu bukanlah wujud ilahi, Allah

kedua, melainkan seorang manusia di antara umat manusia‖ (Hans

Küng, Christianity).

Tidak membutuhkan lebih banyak Allah, tetapi amat

sangat membutuhkan satu manusia sempurna

pakah intisari dari ajaran PB tentang keselamatan pada

umumnya, serta ajaran Paulus khususnya, yang begitu penting

bagi kesejahteraan abadi umat manusia? Seluruh ajaran

Perjanjian Baru tentang keselamatan bertalian dengan konsep esensial

akan manusia sempurna, yang tanpanya tidak akan ada keselamatan.

Apakah manusia sempurna itu? Ia adalah seorang manusia yang tak

bercela dan tak bersalah, tidak seperti Adam (―anak domba yang tak

bernoda dan tak bercacat‖ 1Ptr 1:19), dan untuk alasan yang satu itulah ia

dapat menjadi juruselamat dunia. Manusia tidak membutuhkan

tambahan Allah (Yahweh sudah lebih dari mencukupi). Jadi, manusia

tidak membutuhkan Yesus sebagai Allah, tetapi yang amat sangat

dibutuhkan olehnya, kalau benar-benar berharap untuk diselamatkan,

adalah seorang manusia sempurna.

A

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 117

Yesus dalam wujud Allah tidak menjadikan dia orang yang

sempurna; sebaliknya, Yesus dalam wujud Allah sama sekali tidak akan

menjadikan dia manusia sejati terlepas dari memiliki tubuh manusiawi.

Bukankah ini seharusnya betul-betul jelas? Atau, apakah trinitarianisme

telah mengaburkan pikiran kita sampai-sampai kita tidak lagi mampu

melihat hal yang nyata sekalipun? Yang dipertaruhkan di sini adalah:

Jika Yesus bukan seorang manusia seperti Adam—atau seperti kita—

maka seluruh harapan untuk keselamatan kita ini akan lenyap begitu

saja. Kita tidak memahami hal ini karena kita masih belum memahami

prinsip dasariah dari keselamatan menurut pewahyuan Alkitabiah.

Singkat kata, agar kita bisa diselamatkan, Allah harus menyediakan

seorang manusia sempurna yang dapat membatalkan dampak

mematikan dari dosa Adam (dan dosa manusia). Bagaimanakah caranya

Allah menyelamatkan kita melalui manusia sempurna ini? Paulus

mengatakannya dengan ringkas seperti berikut:

―Jadi, sama seperti melalui ketidaktaatan satu orang banyak

orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula melalui

ketaatan satu orang banyak orang menjadi orang benar.‖ (Rm

5:19)

Ayat yang satu ini merangkum doktrin keselamatan Perjanjian Baru

secara singkat. Memahami ayat tersebut secara menyeluruh artinya

memahami jalan keselamatan itu dengan sepenuhnya. Sejumlah besar

materi rohaniah telah dikemas dan dipadatkan ke dalam ayat tersebut.

―Ketaatan satu orang‖ ini, yang olehnya ―banyak orang menjadi

orang benar‖ adalah sesuatu yang dibangun ―melalui penderitaan‖:

Ibrani 2:10, Sebab memang sepantasnya Allah [yaitu Bapa]

yang bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, yaitu Allah

yang membawa banyak orang kepada kemuliaan -- juga

menyempurnakan Perintis [Kristus, sang Anak] yang memimpin

mereka kepada keselamatan melalui penderitaan.

Ibrani 5:8-9, Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat

dari apa yang telah diderita-Nya dan sesudah Ia disempurnakan,

Ia menjadi sumber keselamatan yang abadi bagi semua orang

yang taat kepada-Nya…

The Only True God 118

Ibrani 7:28, …Anak, yang telah dijadikan sempurna sampai

selama-lamanya.

Ayat-ayat penting di atas adalah masalah serius bagi trinitarianisme

karena orang Trinitarian telah terindoktrinasi memasukkan ―Allah-

Anak‖ ke dalam setiap rujukan kepada ―Anak‖. Dengan demikian,

gagasan bahwa sang Anak itu tidak sempurna, dan bahwa sang Bapa

harus menyempurnakan dia—dan menyempurnakan dia khususnya

melalui penderitaan—adalah hal yang tidak tercernakan secara teologis

oleh si Trinitarian. Setiap argumen yang kurang lebih mengatakan hal ini

mengacu kepada Anak sebagai manusia mengalami permasalahan

Kristologis yang serius dalam pemisahan atas ―kedua kodrat‖ untuk

membuat mereka bertindak secara mandiri, yang dengan demikian

meragukan kesatuan dari kedua kodrat itu. Dan jika kedua kodrat itu

tidak bisa dipisahkan cukup jauh sehingga lolos dari ketajaman

pernyataan-pernyataan dalam Kitab Ibrani ini, hal itu membangkitkan

pertanyaan tajam tentang Anak ilahi: Anak macam apa ini yang masih

belum belajar untuk taat kepada bapanya? Bahwa seorang anak manusia,

anak yang baik sekalipun, butuh belajar untuk taat kepada ayahnya

dapat dimengerti sepenuhnya; dan kebaikan anak itu terlihat justru dari

ketaatannya. Namun, bagaimana kita menerangkan perkara Anak yang

pra-eksisten dan kekal yang masih belum belajar untuk taat kepada sang

Bapa, dan baru mempelajarinya ketika ia datang ke bumi?!

Hal yang perlu juga diamati tentang ayat-ayat dalam Surat Ibrani ini

ialah bahwa secara konsisten dinyatakan bahwa Allah Bapalah, Yahweh,

yang menyempurnakan Anak; bukan Anak yang menyempurnakan

dirinya sendiri. Jadi, rujukan kepada yang ditengarai sebagai ―dua

kodrat‖ itu tidak relevan. Jadi, dalam Ibrani 2:10, kata

―menyempurnakan‖ dalam bahasa Yunaninya berbentuk aktif, karena

Allah Yahwehlah yang aktif dalam menyempurnakan sang Anak. Dalam

dua ayat lainnya, ―dijadikan sempurna‖ berbentuk pasif karena sang

Anak, bukan sang Bapa, adalah subyeknya. Penyempurnaan Kristus

adalah kehendak Bapa, dan diprakarsai oleh Dia demi keselamatan umat

manusia.

Pentingnya ketiga nas dalam Kitab Ibrani yang dikutip di atas,

ditemukan dalam kenyataan bahwa ketiga nas itu menerangi kebenaran

bahwa Allah menjadikan sang Anak, Mesias Yesus, sempurna melalui

proses penderitaan agar ia dapat menjadi ―Perintis yang memimpin

mereka kepada keselamatan‖ (Ibr 2:10). Ini berarti bahwa

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 119

penyempurnaan ―manusia Kristus Yesus‖ mutlak esensial untuk

keselamatan manusia. Hanya Mesias sebagai manusia sempurnalah

yang dapat menjadi ―juruselamat dunia‖ (Yoh 4:42; 1Yoh 4:14).

Dengan memakai gambaran persembahan kurban, hanya jika

hewan yang dipersembahkan di atas mezbah itu ―tidak bercela‖, yaitu,

sempurna, maka kurban tersebut berkenan kepada Allah. Tidak ada

hewan yang tidak sempurna, dengan cacat sekecil apapun, yang dapat

dipersembahkan. Butir ini berulang-kali ditekankan dalam Taurat

Perjanjian Lama. Bahkan orang yang tidak berbahasa Ibrani pun dapat

melihat sendiri bahwa frase ―tidak bercela‖ muncul dalam 18 ayat di

Kitab Imamat dan dalam 17 ayat di Kitab Bilangan yang berkenaan

dengan hewan-hewan yang dipersembahkan sebagai kurban. Dalam

beberapa ayat frase itu muncul lebih dari sekali: mis. Bilangan 6:14, ―dan

ia harus mempersembahkan sebagai persembahannya kepada TUHAN

(Yahweh) seekor domba jantan berumur setahun yang tidak bercela

untuk korban bakaran dan seekor domba betina berumur setahun yang

tidak bercela untuk korban penghapus dosa dan seekor domba jantan

yang tidak bercela untuk korban keselamatan‖.

Sesuai dengan itu, Tuhan Yesus Kristus, Manusia Sempurna itu,

mampu mempersembahkan dirinya untuk keselamatan dunia. Dalam

kata-kata Ibrani 9:14, ―terlebih lagi (daripada kurban-kurban hewan,

ay.13) darah Kristus, yang melalui Roh yang kekal telah

mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan

yang tidak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-

perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang

hidup‖, dan 1 Petrus 1:18,19, ―Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah

ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek

moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan

perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah

Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak

bercacat.‖

Keunikan sang Manusia Sempurna, Yesus Kristus

Manusia sempurna adalah seorang manusia yang sempurna dalam

ketaatannya kepada Allah. Manusia seperti itu belum pernah ada

dalam sejarah dunia. Inilah yang ditekankan oleh Rasul Paulus dalam

Roma 3:10, ―seperti ada tertulis: ‗Tidak ada yang benar, seorang pun

The Only True God 120

tidak‘‖, ayat yang sering kali disalahgunakan untuk memperdebatkan

―kebejatan total‖ manusia, tanpa mengindahkan fakta bahwa Paulus

mengakui adanya orang-orang yang saleh dan baik di dunia ini,

sebagaimana terlihat dari pernyataan berikut, ―Sebab tidak mudah

seorang mau mati untuk orang yang benar tetapi mungkin untuk orang

yang baik ada orang yang berani mati.‖ (Rm 5:7)

Walaupun barangkali ada ―orang-orang baik‖ di dunia ini, tetapi

belum pernah ada seorang manusia sempurna yang diukur berdasarkan

persyaratan Allah Yahweh. Akan tetapi, seorang manusia sempurna

seperti itu setidaknya diperlukan untuk keselamatan manusia. Hanya

jika Yesus adalah manusia yang demikian maka barulah ia dapat

menyelamatkan kita. Seandainya para teolog Trinitarian memahami

soteriologi Alkitabiah (doktrin keselamatan) dengan lebih baik lagi,

tentunya mereka akan terhindar dari kekeliruan terus-terusan berbicara

tentang Yesus sebagai Allah. Perjanjian Baru sama sekali tidak

menyatakan bila kepercayaan pada Yesus sebagai Allah diperlukan

untuk keselamatan. Namun, adalah esensial untuk percaya bahwa

―manusia Kristus Yesus‖ adalah satu-satunya perantara yang ditunjuk

oleh Allah untuk keselamatan kita (1Tim 2:5,6). Ia adalah satu-satunya

manusia sempurna yang pernah tampil di atas muka bumi ini; Allah

telah melakukan sesuatu yang baru demi keselamatan umat manusia.

Kesempurnaan Yesus persisnya terkandung dalam ketundukannya

yang sama sekali rela dan ketaatannya yang total kepada Allah Bapa,

Yahweh. Oleh sebab inilah subordinasinya kepada kehendak Bapa itu

dengan begitu konstan, nyaris berulang-ulang, ditekankan oleh Yesus

sendiri sebagaimana dilukiskan secara ekstensif dalam Injil Yohanes, hal

yang akan kita kaji nanti dalam karya ini.

Namun, hal ini menyebabkan kita mempertimbangkan pertanyaan:

Apakah yang tersirat dalam istilah ―manusia sempurna‖? Yang perlu

dipahami dalam kaitan ini adalah bahwa kesempurnaan dalam arti

mutlak merupakan sebuah atribut dari Allah Yahweh, bukan atribut dari

manusia (―Bapamu yang di surga sempurna‖ Mat 5:48). Dengan

demikian, dijadikan sempurna artinya menjadi seperti Dia; memperoleh

karakter-Nya. Namun, apakah penderitaan itu sendiri, sekalipun

diperlukan dalam proses penyempurnaan, dapat menjadikan seseorang

sempurna? Penderitaan, bagaimanapun juga, adalah suatu hal yang

dialami oleh sebagian besar umat manusia, dan banyak di antara mereka

yang memikulnya dengan dignitas dan bahkan dengan heroisme yang

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 121

luar biasa, tetapi apakah itu akan menjadikan mereka orang-orang yang

sempurna sesuai dengan pengertian pengarang Kitab Ibrani? Sebagian

orang yang pernah menderita barangkali bisa mencapai tingkatan

keunggulan moral yang tinggi; tetapi mencapai kesempurnaan Kristus

itu tidak ada dalam alam jangkauan manusia.

Kesempurnaan Kristus bersandar pada fakta akan keterlibatan

ilahiah yang unik dalam pribadinya sebagai dia di mana Firman

berinkarnasi atau ―menjadi manusia (‗daging‘)‖ (Yoh 1:14); ―Karena

seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam Dia‖ (Kol 1:19);

―Sebab dalam Dialah berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan

keilahian‖ (Kol 2:9). Ini berarti bahwa kesempurnaan Kristus tercapai

melalui hadirat dan kuasa Allah yang secara unik berdiam di

dalamnya. Allah Yahweh membangun satu kesatuan dengan Kristus

pada bagian terdalam dari dirinya (―Aku dan Bapa adalah satu‖, Yoh

10:30); dalam kesatuan ini Kristus diberdayakan untuk mencapai apa

yang tidak tercapai oleh manusia dengan dirinya sendiri. Oleh karena

itulah ia disebut ―anak tunggal‖, atau ―anak tunggal yang diperanakkan‖

(Yoh 1:14; 3:16,18; 1Yoh 4:9); inilah yang membedakan dia dari Adam,

manusia ―dari debu tanah‖, sebagai ―manusia berasal dari surga (yaitu

dari Allah)‖ (1Kor 15:47). Tanpa hadirat Allah Yahweh yang berdiam

secara unik di dalam Kristus, kesempurnaan yang diperlukan itu tidak

mungkin akan tercapai. Manusia sempurna ialah manusia yang didiami

oleh kepenuhan Yahweh secara jasmani di bumi ini, di antara manusia,

untuk menyelesaikan keselamatan umat manusia.

Namun, perlu ditekankan bahwa kesempurnaan Kristus sebagai

manusia tidak menjadikan Kristus sekadar peserta pasif. Karena Ibrani

5:8 berkata, ―Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat dari apa

yang telah diderita-Nya.‖ Kata ―belajar‖ berbentuk aktif dalam bahasa

Yunani. Ini bukan sekadar sikap tunduk yang pasif, melainkan ketaatan

yang sepenuh hati kepada Bapa; Yesus mengungkapkannya seperti ini,

―Aku senantiasa berbuat apa yang berkenan kepada-Nya‖ (Yoh 8:29). Ia

dapat sepenuhnya menggemakan emosi sang Pemazmur, ―aku suka

melakukan kehendak-Mu, ya Allahku; Taurat-Mu ada dalam dadaku‖

(Mzm 40:8); ia dapat berbicara tentang kehendak Allah sebagai

makanannya (Yoh 4:34), yang memperlihatkan bahwa ia tentunya tahu

arti ―nikmatkanlah dirimu pada Yahweh‖ (Mzm 37:4; Yes 58:14, ILT).

The Only True God 122

Manusia sempurna sebagai guru sempurna

Sering kali kita berbicara tentang ―ajaran Yesus‖ tanpa mencatat fakta

bahwa ajarannya berasal dari Bapa, bukan dari dirinya sendiri. Apa yang

diajarkan oleh Yesus adalah ajaran sang Bapa, di mana ia menjadi

sarana dari ajaran itu sebagaimana ditegaskannya dalam Yohanes 7:16,

―Ajaran-Ku tidak berasal dari diri-Ku sendiri, tetapi dari Dia yang

telah mengutus Aku.‖ Bapalah yang berbicara kepada kita dalam seluruh

ajaran Yesus. Yesus mengulangi butir ini berkali-kali. Selain Yohanes

7:16, ada lagi yang berikut:

3:34, Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang

menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan

Roh-Nya dengan tidak terbatas.

12:49, Sebab Aku berkata-kata bukan dari diri-Ku sendiri,

tetapi Bapa, yang mengutus Aku, Dialah yang memerintahkan

Aku untuk mengatakan apa yang harus Aku katakan dan Aku

sampaikan.

14:10, Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan

dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam Aku,

Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya.

14:24, Siapa saja yang tidak mengasihi Aku, ia tidak menuruti

firman-Ku; dan firman yang kamu dengar itu bukanlah dari

Aku, melainkan dari Bapa yang mengutus Aku.

17:8, Sebab segala firman yang Engkau sampaikan kepada-Ku

telah Kusampaikan kepada mereka.

Yesus adalah manusia sempurna juga oleh karena alasan ini, yakni, ia

selalu ―menyampaikan firman Allah‖ (Yoh 3:34), dan, oleh karena itu,

sempurna dalam perkataannya. Sebagaimana tertulis dalam Yakobus

3:2, ―Sebab kita semua bersalah dalam banyak hal; siapa tidak bersalah

dalam perkataannya, ia orang yang sempurna, yang dapat juga

mengendalikan seluruh tubuhnya.‖

Tanpa Yesus kita tidak akan memiliki ajaran Bapa; oleh karena itu

kita bersyukur kepada Bapa dari lubuk hati kita atas Yesus. Namun, kita

tidak boleh lupa bahwa pesan Yesus adalah Firman Allah, Allah yang

berulang-kali dirujuk oleh Yesus sebagai ―Bapa‖.

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 123

Firman yang dikabarkan Yesus dan terwujud di dalam dia adalah

kebenaran dan hidup tepatnya karena itu adalah Firman Allah, sang

Bapa. Firman Allah adalah pewahyuan-diri Allah, yang menjadi sarana

untuk menarik semua orang kepada-Nya. Sang Bapa menarik kita

melalui firman-Nya. Hal ini sesuai dengan apa yang telah kita lihat

sebelumnya, yakni, Yesus sebagai perwujudan firman Allah itu adalah

Jalan kepada sang Bapa. Dengan memakai gambar lain, ia adalah Roti

yang diturunkan oleh Bapa agar orang dapat memperoleh hidup melalui

proses ―memakan‖nya. Semua metafora lainnya dengan cara yang sama

melukiskan Yesus sebagai alat atas karya Bapa yang mewahyukan dan

menyelamatkan. Hal ini khususnya muncul dengan kuat dalam Injil

Yohanes, di mana kebenaran bahwa Yesus adalah yang satu itu yang

diutus oleh sang Bapa, dan bertindak dengan subordinasi total serta

bergantung kepada Bapa, ditekankan lebih kuat di sini daripada di

bagian lain dalam PB. Sekarang kita akan mempertimbangkan bukti atas

pernyataan tadi.

Penegasan Yesus bahwa ia telah diutus oleh Bapa dan

oleh karena itu ia bertindak di bawah wewenang Bapa

dalam setiap perbuatannya

entang Bapa yang mengutus Yesus, sekilas pandang kepada

statistik akan segera menyatakan pentingnya hal ini dalam Injil

Yohanes. Dua kata Yunani diterjemahkan sebagai ―mengutus‖:

apostellō

Injil Matius: 3

Injil Markus: 2

Injil Lukas: 4

Injil Yohanes: 17

pempō

Injil-injil Sinoptik: 0

Injil Yohanes: 24

Apostellō dan pempō, berkenaan dengan Bapa yang mengutus Anak,

semuanya dijumlahkan menjadi 41 kali dalam Injil Yohanes.

Penegasan ini mencolok. Hal yang mencolok juga adalah bahwa

kedua kata itu bukan saja muncul dalam Injil Yohanes, tetapi seluruh

T

The Only True God 124

referensinya ada dalam ajaran Yesus sendiri di dalam Injil tersebut. Dan

seolah-olah ingin memastikan bahwa kita tidak melewatkan butir ini,

Yesus berkata dalam Yohanes 13:16, ―Sesungguhnya Aku berkata

kepadamu: seorang hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya,

ataupun seorang utusan daripada orang yang mengutusnya‖; dengan

demikian, ―Bapa lebih besar daripada Aku‖ (Yoh 14:28).

Jumlah 41 rujukan yang sangat besar dari ucapan-ucapan Tuhan

dalam Injil Yohanes ini menunjukkan bahwa butir tersebut mendasari

pokok dan intisari dari ajarannya.

Ketergantungan Yesus yang sepenuhnya kepada

Bapa sebagaimana terlihat dalam ajarannya

rang yang mengutus jelas lebih besar daripada orang yang

diutus olehnya. Oleh sebab itu, hal diutus dengan sendirinya

mengungkapkan subordinasi orang yang diutus terhadap orang

yang mengutusnya (Yoh 13:16). Namun, Yesus menegaskan lebih

daripada itu: Ia mengungkapkan dirinya sebagai orang yang bergantung

sepenuhnya kepada sang Bapa. Yohanes 6:57 ―Sama seperti Bapa yang

hidup mengutus Aku dan Aku hidup oleh Bapa, demikian juga siapa saja

yang memakan Aku, akan hidup oleh Aku.‖ Hubungan kita dengan

Yesus, ketergantungan kita kepada Yesus untuk hidup, mencerminkan

ketergantungan Yesus kepada sang Bapa untuk hidup.

Menurut pengajaran Yesus sendiri dalam Yohanes 6:57, sama

seperti kita tidak dapat hidup tanpa Yesus, demikian pula Yesus tidak

dapat hidup tanpa sang Bapa. C.K. Barrett (The Gospel According to St.

John, Commentary and Notes on the Greek Text, SPCK) mengatakannya

demikian, ―Hidup sang Anak sepenuhnya bergantung pada sang Bapa, ia

tidak memiliki hidup ataupun wewenang yang mandiri, dan oleh karena

ia tinggal di dalam Bapa, dengan demikian manusia dapat hidup dengan

tinggal di dalam dia‖. M. Dods berkata, ―Bapa adalah sumber hidup yang

absolut; Anak adalah pembawa hidup itu kepada dunia; bdk. 5:26, yang

mengungkapkan ketergantungan yang sama dari Anak pada Bapa untuk

hidup‖ (Expositor’s Greek Testament).

Yohanes 5:26: ―Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam

diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup

dalam diri-Nya sendiri.‖ Sang Anak memiliki hidup dalam dirinya

sendiri, tetapi hanya karena sang Bapa telah memberikan hidup itu

O

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 125

kepada Anak. Dan oleh karena Bapa telah memberikan hidup kepada

Anak, maka Anak pun dapat memberikannya kepada yang lainnya:

―Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan

menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan siapa saja yang

dikehendaki-Nya‖ (Yoh 5:21). Sang Anak telah dianugrahi wewenang

penuh untuk menyalurkan hidup yang telah diberikan oleh Sang Bapa

kepadanya.

Didōmi dalam Injil Yohanes

Secara statistik kata didōmi (memberi) merupakan kata signifikan yang

lain dalam Injil Yohanes; kata ini lebih kerap muncul dalam Injil

Yohanes daripada dalam kitab-kitab lain di PB.

Bagi kebanyakan orang Kristen, barangkali contoh yang paling

dikenal tentang ―memberi‖ dalam Injil Yohanes ditemukan dalam 3:16,

―Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah

mengaruniakan (didōmi) Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang

yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang

kekal.‖ Inilah yang digambarkan oleh Paulus sebagai ―karunia-Nya yang

tak terkatakan itu‖ (2Kor 9:15) untuk kita. Allahlah yang memberikan

Yesus kepada kita, tidak lain dan tidak bukan karena Ia mengasihi kita.

Untuk orang-orang yang pada dasarnya egois seperti kita ini, adalah

cukup sulit dipahami apabila seseorang mengasihi kita dengan sangat

mendalam dan tulus, tetapi kenyataan bahwa Allah mempunyai alasan

untuk mengasihi kita adalah hal yang hampir tidak dapat dimengerti.

Namun, maksud ayat ini adalah bahwa bukan saja Allah mengasihi kita,

tetapi Ia mengasihi kita sampai-sampai memberikan Anak-Nya.

Ungkapan terima kasih apa yang bisa kita balaskan kepada sang Bapa?

Kita mengasihi sang Anak (sudah semestinya), tetapi kita

menyampingkan sang Bapa seolah-olah Ia kurang terlibat di dalam

menyelamatkan kita.

Yesus menegaskan ketaatannya kepada sang Bapa

ata Yesus kepada mereka: ‗Jikalau Allah adalah Bapamu,

kamu akan mengasihi Aku, sebab Aku datang dari Allah

dan sekarang Aku ada di sini. Lagi pula Aku datang bukan “K

The Only True God 126

atas kehendak-Ku sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku‘‖ (Yoh

8:42). Seperti telah kita lihat, Yesus bukan saja menekankan

subordinasinya kepada Bapa sebagai orang yang diutus oleh-Nya, tetapi

juga ketergantungannya yang sepenuhnya kepada Bapa untuk hidup.

Dalam ayat ini (Yoh 8:42) ia menggarisbawahi ketaatannya pada Bapa:

bahwa kedatangannya ke dunia ini terutamanya bukan karena

pilihannya atau atas inisiatifnya sendiri, melainkan karena ketaatan pada

kehendak Bapa. Tentang ayat tadi C.K. Barrett (The Gospel According to

St. John) mengulas, ―Sekali lagi misi Yesus dikosongkan dari segala

sugesti akan kehendak-diri atau kepentingan-diri. Ini adalah tekanan

Yohanei yang sangat umum dan esensial; lih. terutamanya 5:19-30.

Yesus tidak datang ke dunia atas kemauannya sendiri; ia datang karena

diutus. Pelayanan Yesus bersignifikansi bukan dalam hikmat atau

kebajikan dari dirinya sendiri, tetapi dalam fakta bahwa ia adalah duta

dari Allah sendiri.‖

Jelas bahwa melalui kata-kata ―Aku datang bukan atas kehendak-Ku

sendiri, melainkan Dialah yang mengutus Aku‖ (Yoh 8:42), Yesus tegas-

tegas mengasaskan bahwa kedatangannya merupakan sebuah tindakan

ketaatan pada Bapa, bukan tindakan atas kehendaknya sendiri. Agaknya,

ia bisa saja tidak menaati, dan dalam tindakan ketidaktaatan itu (seperti

Adam) mencengkeram kesetaraan dengan Allah. Akan tetapi, bukankah

kita membaca Filipi 2:6 dsb. seakan-akan kedatangannya itu atas

inisiatifnya sendiri, suatu tindakan dari kemauannya sendiri?

Pemahaman yang demikian itu ternyata salah, dan mendistorsikan

pengertian kita dari nas yang penting itu.

Ketaatan harus melibatkan pilihan. Yesus berulang-kali

menegaskan bahwa ia telah membuat keputusan untuk menaati Bapa:

Yohanes 5:30, ―Aku tidak menuruti kehendak-Ku sendiri, melainkan

kehendak Dia yang mengutus Aku.‖ Yohanes 6:39, ―Dan Inilah kehendak

Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah

diberikan-Nya kepada-Ku jangan ada yang hilang, tetapi supaya

Kubangkitkan pada akhir zaman.‖

Subordinasinya serta ketergantungannya

Yohanes 14:10, ―Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku

katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam

Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya.‖

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 127

Yohanes 5:19, Lalu Yesus menjawab mereka, kata-Nya:

―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat

mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak

melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa,

itu juga yang dikerjakan Anak.‘‖

Yohanes 12:49, ―Sebab Aku tidak berbicara dari diri-Ku

sendiri, melainkan Dia yang telah mengutus Aku; Bapa sendiri

telah memberikan (didōmi) perintah (entolē) kepada-Ku, apa

yang harus Kuucapkan, dan apa yang harus Kukatakan.‖ (ILT)

Dalam ayat terakhir di atas Yesus menerangkan bahwa ia selalu hidup

menurut perintah-perintah (entolē) yang telah diberikan (didōmi) oleh

Bapa kepadanya. Kini kita seharusnya dapat menduga bahwa, kata

―perintah‖ (entolē) lebih sering muncul dalam Injil Yohanes dibanding

Injil-injil Sinoptik (Yoh: 10 kali; Mat: 6; Mrk: 6; Luk: 4). Yesus berulang-

kali merujuk pada perintah-perintah Bapa:

Yohanes 10:18, ―Tidak seorang pun mengambilnya dari Aku,

melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri.

Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya

kembali. Inilah perintah yang Kuterima dari Bapa-Ku.‖

Yohanes 15:10, ―Jikalau kamu menuruti perintah-Ku, kamu

akan tinggal di dalam kasih-Ku, seperti Aku menuruti perintah

Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.‖

Bandingkan ini dengan ayat berikut:

Yohanes 14:31, ―tetapi dunia harus tahu bahwa Aku mengasihi

Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang

diperintahkan (entellomai) Bapa kepada-Ku.‖

Yesus selalu melakukan kehendak Bapa

Kehendak (thelēma) sang Bapa adalah kata kunci lain dalam Injil

Yohanes, lagi-lagi lebih sering muncul dalam Injil ini daripada dalam

Injil-injil lain (Yoh: 11 kali; Mat: 6; Mrk: 1; Luk: 4). Terlepas dari

Yohanes 4:34 yang dikutip terdahulu, ada ayat-ayat berikut:

The Only True God 128

Yohanes 5:30, ―Aku tidak dapat berbuat apa pun dari diri-Ku

sendiri; Aku menghakimi sesuai dengan apa yang Aku dengar,

dan penghakiman-Ku adil, sebab Aku tidak menuruti kehendak-

Ku sendiri, melainkan kehendak Dia yang mengutus Aku.‖

Yohanes 6:38, ―Sebab Aku telah turun dari surga bukan untuk

melakukan kehendak-Ku, melainkan kehendak Dia yang telah

mengutus Aku.‖

Yohanes 7:17, ―Siapa saja yang mau melakukan kehendak-Nya,

ia akan tahu entah ajaran-Ku ini berasal dari Allah, entah Aku

berkata-kata dari diri-Ku sendiri.‖ Hanya orang-orang yang

hidup menurut kehendak Allah akan dianugerahi untuk

mengenal Yesus—yang mengajar dan hidup menurut kehendak

Allah. Firman Allah dan kehendak Allah tidak bisa dipisah.

Injil Yohanes ditulis dengan gaya yang jelas dan tidak rumit. Jika

kita tetap tidak bisa memahami pesan yang terkandung di dalamnya,

maka kita harus memeriksa kondisi rohani kita (―hendaklah tiap-tiap

orang menguji dirinya sendiri‖, 1Kor 11:28). Mereka yang mencari teks-

teks bukti dari Injil ini, yang mereka pindahkan dari konteks asli untuk

menyangga gagasan dan doktrin mereka yang tidak Alkitabiah, harus

mempertimbangkan konsekuensinya yang serius: ―Inilah hukuman itu:

Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih menyukai

kegelapan daripada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat‖

(Yoh 3:19). ―Perbuatan-perbuatan mereka jahat‖ tidak semestinya berarti

mereka itu perampok atau pezinah, tetapi mereka hidup menurut

kehendak mereka itu sendiri, ketimbang hidup sepenuhnya dalam

ketaatan kepada kehendak Allah. Dalam pengajaran Yesus, melakukan

atau tidak melakukan kehendak Bapalah yang mendefinisikan kebaikan

atau kejahatan; bagaimana setiap orang hidup dalam hubungan dengan

kehendak Allah itulah yang menentukan apakah akan dinilai baik atau

buruk, apakah cara hidup orang itu akan membawa kepada kehidupan

atau kematian.

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 129

Kemanusiaan Kristus yang sejati dan lengkap

adalah esensial bagi keselamatan manusia

da pengamatan penting lain yang perlu kita camkan mengingat

butir-butir terdahulu: Jika kemanusiaan Kristus bagaimanapun

juga disangsikan atau dikompromikan, kita pun

mengkompromikan keselamatan kita, sebab, jika Kristus bukan

sungguh-sungguh manusia maka ia tidak bisa menjadi juruselamat kita.

Namun, justru itulah yang telah dilakukan oleh trinitarianisme;

mengkompromikan kemanusiaan Kristus dengan menandaskan secara

dogmatis bahwa Kristus itu ―sungguh-sungguh manusia dan sungguh-

sungguh Allah‖ kedua-duanya. Jika kita belum dibutakan oleh logika

trinitarianisme yang berbelit-belit, kita tidak perlu waktu lebih dari

sekejap untuk melihat bahwa ini adalah logika omong kosong. Fakta

gamblangnya adalah tak satu pun yang dapat menjadi sungguh-

sungguh manusia yang adalah sungguh-sungguh Allah. Tak satu pun

yang dapat menjadi 100% manusia dan juga 100% Allah, karena jumlah

keduanya akan menjadi 200%—dua pribadi.

Adakah sesuatu yang mustahil bagi Allah? Jawabannya ‗Ya‘, jika

yang terlibat adalah pertentangan logis atau omong kosong. Ini sama

seperti menanyakan: apakah Allah bisa membuat sesuatu menjadi 100%

hitam dan 100% putih semuanya sekaligus? Dapatkah 100% garam juga

menjadi 100% gula? Intinya adalah omong kosong yang bertentangan-

diri tidak pernah bisa diatributkan kepada Allah; Ia adalah Allah

kebenaran, bukan Allah irasional dan palsu.

Akan tetapi, Kristologi yang bertentangan-diri macam inilah

tepatnya yang mengakibatkan orang-orang Kristen berkata ―Yesus

adalah Allah‖; pada umumnya orang-orang Kristen itu memiliki konsep

yang lemah tentang kemanusiaan Yesus. Faktanya adalah kita tidak bisa

memegang dengan seimbang dua pemikiran tentang Yesus yang saling

bertolak-belakang tanpa yang satu mendominasi yang lainnya, dan

karena Allah harus menjadi yang Satu itu yang mendominasi, maka

kemanusiaan Kristus dipudarkan oleh dominasi tersebut.

Juga, gagasan Allah-manusia yang dogmatis tentang Yesus ini

mengakibatkan orang Kristen harus terlibat dalam seni gaya bicara

bertentangan (double-speak): di satu saat kita berbicara tentang dia

sebagai Allah, di lain saat kita berbicara tentang dia sebagai manusia,

sama sekali tanpa memperhatikan pertentangan yang terlibat. Kita

nyaris tidak menyadari pengayunan kesana kesini ini, karena sudah

A

The Only True God 130

kebal dengan pertentangan-diri di dalam suatu alam pikiran di mana

kebenaran dan kepalsuan, nalar dan irasionalitas, dipaksakan ke dalam

eksistensi bersama.

―Prestasi‖ mental ini harus dibayar dengan harga yang amat

mengerikan: kita hanya perlu memandang ke sekeliling dunia dan

melihat bahwa, jauh dari menjadi ―terang dunia‖ (Mat 5:14) yang

semestinya, jemaat telah menjadi tidak relevan, karena jemaat sendiri

telah jatuh ke dalam kegelapan kepalsuan. Bagaimanakah jemaat dapat

berfungsi sebagai terang kecuali jika ia dilepaskan dari belenggu

kepalsuan? Mengingat jahatnya kepalsuan, relevansi kata-kata yang

diajarkan Yesus kepada murid-muridnya untuk berdoa, ―lepaskanlah

kami dari pada yang jahat‖, mulai menjadi jelas secara mencolok.

Mari kita ambil sebuah contoh: penggodaan Kristus dalam Matius 4

dan Lukas 4. Bagaimanakah trinitarianisme menjelaskan nas ini dalam

cahaya prinsip yang tercantum dalam Yakobus 1:13, ―Allah tidak dapat

digoda oleh yang jahat‖? Ini berarti bahwa jika Yesus betul-betul tidak

bisa digoda, maka ia bukan seorang manusia; dan jika ia bisa digoda,

ia bukan Allah. Untuk memperdebatkan bahwa ia dapat digoda sebagai

manusia, tetapi tidak sebagai Allah, dengan memakai gaya bicara

bertentangan (double-talk) yang lazim dilakukan oleh para Trinitarian

tanpa rasa malu, artinya mengubah apa yang masuk akal menjadi tidak

masuk akal, dan kebenaran menjadi kepalsuan, sebab ketika berkenaan

dengan godaan, ia bukan Allah—tetapi jika ia adalah Allah, maka ia tidak

dapat tergoda dan godaan Kristus akan menjadi suatu latihan yang tidak

berarti. Bagaimana dengan klaim bahwa ia adalah 100% Allah (Allah

sejati) dan 100% manusia sekaligus? Bagaimanakah kita dapat

menafsirkan Kitab-kitab Suci dengan benar dan secara bertanggung-

jawab kalau pengajarannya seperti itu?

Trinitarianisme ingin bersikeras bahwa Yesus memiliki identitas

ganda, sang Allah-manusia, adalah satu pribadi, akan tetapi secara

fungsional, ia benar-benar adalah dua pribadi sekaligus, yaitu Allah dan

manusia. Jadi, berkenaan dengan hal menghadapi godaan, Yesus yang

adalah Allah, sekejap mata beralih menjadi manusia. Peralihan yang

bolak-balik terus-menerus sesuai dengan tuntutan situasi ini adalah cara

yang tak terelakkan di mana Kristus trinitaris bekerja, tetapi dengan

segera menunjukkan kenyataan bahwa ia tidak dapat menjadi Allah dan

manusia dua-duanya sekaligus. Sebab, tak seorang pun bisa tergoda dan

sekaligus tidak tergoda, karena itu mustahil secara logis dan faktual, dan

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 131

untuk tetap berpendapat bahwa itu hal yang mungkin hanyalah

bersikeras untuk berbicara omong kosong. Apakah sungguh-sungguh

begitu sulit untuk melihat bahwa pernyataan apa pun yang kurang lebih

mengatakan bahwa Yesus bisa tergoda tetapi pada saat yang sama tidak

bisa tergoda adalah hal yang tidak masuk akal? Akan tetapi, gaya bicara

bertentangan (double talk) seperti inilah yang harus dipakai para

Trinitarian dalam memperdebatkan doktrin Allah-manusia. ―Ya‖ mereka

adalah ―tidak‖, dan ―tidak‖ mereka adalah ―ya‖ (bdk. Mat 5:37; 2Kor

1:17,19; Yak 5:12)—apa saja yang cocok dengan tujuan mereka guna

mempertahankan sebuah dogma yang pada akhirnya terbukti tidak bisa

dipertahankan baik oleh Kitab Suci maupun oleh logika.

Asal-usul Trinitarianisme

alam terang Kitab Suci, asal-usul dan perkembangan kekeliruan

trinitaris dapat dianalisa dalam tiga langkah:

(1) Salah penafsiran tentang ―Firman itu‖ dengan merujuk

kepada ―Allah-Anak‖, yang tidak ditemukan dalam Kitab-kitab Suci (atau

di manapun), akan tetapi diciptakan oleh trinitarianisme sebagai hasil

dari salah penafsiran, khususnya mengenai Yohanes 1:1. Oleh karena

pentingnya hal ini serta konsekuensi-konsekuensinya yang serius

terhadap jemaat, perhatian yang seksama akan diberikan dalam

memeriksa hal ini dalam bab-bab berikut10.

(2) ―Inkarnasi‖ ditafsirkan sebagai dua pribadi yang berbeda dan

terpisah, yang satu disebut ―Allah‖—yakni, ―Allah-Anak‖—dan manusia

yang bernama Yesus, yang secara harfiah dimampatkan atau dipadatkan

menjadi satu pribadi, satu individu. Dua pribadi dijadikan satu pribadi!

Penyatuan seperti itu tidak sama dengan penyatuan metaforis seperti

penyatuan suami dan istri yang menjadi ―satu daging‖ (Kej 2:24; Mat

19:5, dst.), tetapi sungguh-sungguh menjadi satu pribadi! Melalui

doktrin ini dua pribadi terpadu menjadi satu—tanpa mempedulikan

sama sekali apakah hal ini mungkin secara logis atau faktual. Namun, ini

menimbulkan masalah di mana ―pribadi‖ seperti itu akhirnya menjadi

sesuatu yang bukan manusiawi ataupun ilahi, yaitu, menjadi semacam

kombinasi dari keduanya. Namun celakanya, dalam Kitab Suci sama

10 Bab 7-9 di Versi Lengkap

D

The Only True God 132

sekali tidak terdapat dasar apapun atas hal ini. Ini tidak lebih dan tidak

kurang hanyalah sebuah pembuatan trinitaris yang tersesat. Akan tetapi,

doktrin macam inilah yang diharapkan untuk dipercayai oleh umat

Kristen!

(3) Gereja Barat telah gagal melihat bahwa yang ada ―di dalam Kristus

ketika mendamaikan dunia dengan diri-Nya‖ (2Kor 5:19, ILT) adalah

Allah Yahweh, sebagaimana Yesus sendiri telah menyatakannya dengan

jelas, sang Bapa, Yahweh, adalah ―satu-satunya Allah yang benar‖ (Yoh

17:3), ―Allah yang Esa‖ (Yoh 5:44); siapa lagi yang ada ―di dalam Kristus

ketika mendamaikan dunia‖ kalau bukan Dia? Akan tetapi, teologi Barat

telah menutup pilihan ini, karena di bawah pengaruh filosofi Helenistik

(Yunani) yang berpendapat bahwa Allah itu transenden, mereka telah

membuatnya mustahil untuk berpikiran bahwa Yahweh bisa datang ke

dunia di dalam Kristus.

Pengajaran Yesus sendiri

ernyataan ―Allah ada di dalam Kristus ketika mendamaikan dunia

dengan diri-Nya‖ (2Kor 5:19 NAU) bukanlah ciptaan Paulus

(Paulus sering salah dituduh sebagai pencetus doktrin-doktrin

Kristen yang kemudian); tak pelak, itu adalah ajaran Yesus sendiri.

Secara konsisten Yesus menegaskan bahwa Bapalah, yang merupakan

kuasa dinamis yang bekerja di dalam dia, yang memampukan dia

menggenapi misinya untuk menyelesaikan keselamatan umat manusia.

Ini bisa dilihat dengan jelas dalam kata-kata berikut: ―Bapa, yang tinggal

di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya‖ (Yoh

14:10).

Dalam pengajaran Yesus tidak terdapat ide kalau transendensi

Yahweh menghalangi-Nya datang ke dunia di dalam Yesus; Yesus

bahkan dapat berbicara secara metaforis tentang bumi sebagai

―tumpuan‖ kaki Yahweh (Mat 5:35)—kaki-Nya berdiri kokoh di bumi

yang Ia ciptakan! Tidak filosofi manapun, Yunani atau lainnya, akan

diizinkan melarang Dia datang ke dunia-Nya, di mana Ia memerintah

atasnya. ―Kerajaan Allah‖ adalah salah satu unsur sentral dalam

pengajaran Yesus.

Dengan demikian, dalam cahaya pengajaran Yesus dengan mudah

dapat dilihat bahwa ketiga butir yang menjadi dasar dogma trinitaris

tersebut tidak mendapat dukungan di dalam pengajarannya. Berkenaan

P

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 133

dengan butir pertama, ―Firman itu‖ sebagai sebuah metonim untuk

―Yahweh‖ adalah sesuatu yang akrab untuk Yesus dan orang-orang

Yahudi pada zamannya karena itu berakar dalam PL dan Alkitab Aram

(Targum-targum) yang umum dipakai di sinagoga di Israel. Ini akan

dibahas dengan lebih rinci dalam bab-bab berikut11.

Berkenaan dengan butir kedua, di mana di dalam Yesus, Allah dan

manusia ―dipadatkan‖ menjadi satu (bagaimana lagi kita

menggambarkan dua pribadi yang berkurang menjadi satu pribadi?!),

gagasan macam itu sama sekali asing dalam ajaran Yesus, dan

bertentangan dengan ajarannya. Pada saat kita memahami sedikit dari

inti-inti dasariah ajaran Yesus kita mulai merasakan kemuakkan yang

tidak enak dengan gagasan trinitaris tentang pengurangan Allah dan

manusia menjadi satu pribadi; ini tampaknya nyaris mendekati

penghujatan. Namun, bagaimana lagi kita dapat mengatasi kepalsuan ini

tanpa menyebutkannya? Anehnya, sebagai orang Trinitarian, kita tidak

merasa keberatan dengan dogma yang menggabungkan Allah dan

manusia menjadi satu pribadi ini. Barangkali ini dikarenakan sedikit dari

kita yang betul-betul menyadari apa sesungguhnya arti dan dampak dari

penggabungan seperti itu; konsep tersebut amat sangat kabur bagi kita,

sehingga implikasi-implikasi yang sebenarnya tidak memukul kita.

Namun, alasan lainnya adalah karena kebanyakan orang mempunyai

konsep Allah yang teramat dangkal; keagungan yang membangkitkan

rasa hormat akan Allah yang hidup itu teramat sangat jauh dari

pemikiran kebanyakan orang tentang Dia. Jadi, benar-benar tidak

pernah terpikirkan oleh kita bahwa boleh jadi kita tengah mengatakan

sesuatu yang sangat tidak menyenangkan Dia. Lagipula, jika orang-orang

mempercayai apa saja tentang Allah, sering kalinya adalah gagasan

bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah, dan ini menjadikannya

mungkin untuk berbicara bahkan tentang absurditas-absurditas seolah-

olah hal-hal ini bisa juga menjadi mungkin bagi Allah.

Yesus memperingatkan kita tentang cara kita merujuk kepada

Allah. Berikut ini, misalnya, adalah alasan di balik peringatannya untuk

tidak bersumpah:

―Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali

bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah,

maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya,

11

Bab 7-9 di versi Lengkap

The Only True God 134

ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja

Besar; janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena

engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai

rambutpun. Jika ya, hendaklah kamu katakan: Ya, jika tidak,

hendaklah kamu katakan: Tidak. Apa yang lebih daripada itu

berasal dari si jahat‖ (Mat 5:34-37).

Apa yang mencolok dari perkataan Yesus di sini adalah peringatannya

bahwa meskipun rujukan langsung kepada Allah dihindari ketika

bersumpah ―demi langit‖, atau ―demi bumi‖, dll, sumpah Anda tanpa

terelakkan tetap bereferensi kepada Allah, maka, Anda tetap harus

mempertanggung-jawabkannya di hadapan Dia, dan Anda boleh jadi

―dihukum‖ atau bahkan dibuang ke ―neraka yang menyala-nyala‖ (Mat

5:22) karena itu ―berasal dari si jahat‖ (Mat 5:37). Ini adalah derajat

penghormatan kepada Allah dalam kehidupan dan percakapan sehari-

hari yang jauh di luar jangkauan konsep orang Kristen rata-rata, dan

yang nyaris tak terpikirkan olehnya. Oleh karena itu, sulit untuk

menggambarkan apa yang terpikir oleh Yesus tentang penggabungan

Allah dengan manusia ke dalam satu pribadi sebagaimana didefinisikan

secara dogmatis oleh trinitarianisme!

Pengurangan trinitaris dari dua pribadi menjadi satu ini sama sekali

tidak mewakili apa yang dimaksud oleh Yesus dengan menjadi ―satu‖

dengan sang Bapa, serta kita yang menjadi ―satu‖ dengan dia dan Bapa

melalui penyatuan yang serupa. Penyatuan ini selalu dibicarakan dalam

arti ―tinggal‖ atau ―diam‖ di dalam satu sama lain, bukan semacam

penyerapan yang kabur di tingkatan jasmaniah satu sama lain. Identitas

diri masing-masing pribadi sepenuhnya dipastikan dalam penyatuan ini,

dan sesungguhnya diperkaya dan ditingkatkan olehnya.

Yesus tidak pernah ikutserta dalam ‗gaya bicara bertentangan

(double-talk)‘, yaitu, kadang berbicara sebagai manusia dan kadang

sebagai Allah. Siapapun yang berbuat demikian sudah sebenarnya bisa

dianggap menderita schizofrenia, kalau bukan lebih parah dari itu.

Namun, di sepanjang Injil Yohanes, dengan konsisten ia berbicara

sebagai ―anak‖ yang hidup dalam kasih dan ketaatan total kepada

Bapanya. Namun, trinitarianisme, dalam tekadnya untuk

mempertahankan gagasan yang tidak dapat dipertahankan secara

Alkitabiah (dan secara logis) tentang Yesus sebagai ‗Allah sejati dan

manusia sejati‘, mendapati bahwa mereka tidak dapat berbuat demikian

tanpa menengarai bahwa dalam satu situasi Yesus berbicara sebagai

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 135

Allah namun dalam situasi lain sebagai manusia (mis. ―Aku haus‖, Yoh

19:28). Dengan demikian, mereka mengakui bahwa ia berfungsi secara

schizofrenis, dengan tak terelakkan, oleh karena kodrat rangkapnya.

Dalam Injil-injil sama sekali tidak terdapat dasar untuk ide macam itu.

Hendaknya diingat baik-baik bahwa, dari sudut pandang

keselamatan umat manusia, ketuhanan Kristus tidak menjadi masalah,

tetapi realitas dari kemanusiaan Kristus adalah hal yang paling

penting. Jika kita tidak ingin disesatkan, kita harus mengingat hal ini:

Tidak di manapun juga dalam PB iman pada ketuhanan Kristus

diwajibkan untuk keselamatan. Fakta-fakta ini akan menjadi lebih jelas

bagi pembaca tatkala kita melanjutkan dengan kajian ini.

Manusia Sempurna sebagai Pengantara

―Karena Allah itu esa dan esa pula pengantara antara Allah dan

manusia, yaitu manusia Kristus Yesus‖ (1Tim 2:5).

usa melayani secara efektif sebagai seorang pengantara antara

Israel dan Yahweh. Dalam beberapa kesempatan Israel yang

memberontak diselamatkan dari murka Allah melalui doa

syafaat Musa. Namun, siapakah yang berdiri di antara umat manusia dan

Allah? ―Semua orang telah berbuat dosa‖ (Rm 3:23), semua orang tidak

menaati Allah, semua orang ada dalam cengkeraman maut dan

hukuman; siapakah yang akan berbicara atas nama umat manusia sama

seperti yang dilakukan Musa untuk bangsa Israel? Perlunya pelayanan

Kristus sebagai ―satu pengantara‖ itu menjadi nyata di sini. Maka, tidak

heran kalau Kristus dibandingkan dengan Musa sebagai pengantara (Gal

3:19-22). Bahkan dalam Prolog Injil Yohanes terdapat rujukan kepada

Musa (Yoh 1:17), sebab melalui dia, Firman (logos) Allah datang kepada

Israel dalam bentuk Hukum Taurat.

Surat kepada Orang Ibrani membahas dengan rinci peranan

perantaraan Yesus sebagai imam agung yang besar. Fungsi imam agung

itu dijelaskan dalam Ibrani 5:1, ―Karena setiap Imam Besar yang dipilih

dari antara manusia, ditetapkan untuk mewakili manusia dalam

hubungan mereka dengan Allah (yaitu bertindak sebagai pengantara). Ia

bertugas untuk mempersembahkan berbagai persembahan dan kurban

oleh karena dosa.‖ ―Dan tidak seorangpun yang mengambil kehormatan

itu bagi dirinya sendiri, melainkan dipanggil oleh Allah untuk itu‖ (ay.4).

M

The Only True God 136

―Demikian pula Kristus tidak memuliakan diri-Nya sendiri dengan

menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepada-

Nya, ―Engkaulah Anak-Ku! Engkau telah menjadi Anak-Ku pada hari ini‖

[Mzm 2:7]‖ (ay.5). ―Sebab Kristus tidak masuk ke Ruang Suci buatan

manusia, yang hanya melambangkan Ruang Suci yang sebenarnya.

Kristus masuk ke surga sendiri; di sana Ia sekarang menghadap Allah

untuk kepentingan kita (huper hēmōn)‖ (Ibr 9:24, BIS).

―Untuk kepentingan kita‖ merealisasikan karakter dari peranan

sang pengantara, dan terutamanya peranan imam besar itu sebagai

pengantara. Namun, ―untuk kepentingan kita‖ hanyalah salah satu

terjemahan dari huper hēmōn, yang secara harfiah berarti: ―untuk kita‖.

Kata-kata ini muncul berkali-kali dengan merujuk kepada pekerjaan

Kristus sebagai imam besar dan juruselamat; ada terlalu banyak

referensi untuk dikaji di sini, tetapi berikut ini adalah ayat-ayat yang

muncul dalam Kitab Roma:

―Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita

orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.‖

(Rm 5:6)

―Akan tetapi, Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita dalam

hal ini: Ketika kita masih berdosa, Kristus telah mati untuk kita.‖

(Rm 5:8)

―Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang

menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia

tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama

dengan Dia?‖ (Rm 8:32)

―Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: Yang telah

bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah

menjadi Pembela bagi kita?‖ (Rm 8:34)

Dari referensi-referensi di atas penting untuk diperhatikan bahwa Allah

Yahweh-lah yang menyediakan pengantara itu dengan menetapkan

Yesus sebagai imam besar (Ibr 5:5), dan Ia jugalah yang menyediakan

kurban dosa dengan menyerahkan Anak-Nya sendiri (Rm 8:32),

sehingga ―Kristus telah mati untuk kita‖ (Rm 5:8). Itulah alasannya

mengapa Yahweh disebut ―Allah Juruselamat kita‖ (1Tim 1:1; 2:3; dst.).

Penyediaan untuk keselamatan manusia ini mengingatkan kita pada

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 137

kejadian pengurbanan Ishak oleh Abraham. Ketika Ishak menanyakan

ayahnya di mana hewan untuk kurban itu, Abraham, ―bapa semua orang

percaya‖ (Rm 4:11), menjawab, ―Allah yang akan menyediakan anak

domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.‖ (Kej 22:8). Ini

menandakan terlebih dahulu iman yang percaya pada Yahweh yang akan

menyediakan ―Anak Domba Allah‖ (Yoh 1:29,36; dan, dalam kitab

Wahyu); frase tersebut artinya: seekor Anak Domba yang disediakan

oleh Allah Sendiri—untuk memungkinkan keselamatan umat manusia.

“Yeshua”, nama pemberian Allah kepada Yesus

ebagaimana diketahui pada umumnya, nama Ibrani Yesus adalah

Yeshua. Dalam bahasa Inggris ia disebut ―Jesus‖, mengikuti

bentuk nama Yunaninya, bukan Ibraninya. ―Yeshua‖ berarti

―Yahweh menyelamatkan‖ atau ―Yahweh adalah Juruselamat‖. Akan

sangat aneh jika orang yang nama-dirinya memberitakan Yahweh

sebagai Juruselamat menggantikan Dia sebagai juruselamat! Memang,

bukan saja aneh tetapi salah, dan malah jahat.

Nama ―Yeshua‖ jelas berarti Yahweh akan menyelamatkan kita di

dalam dan melalui orang yang diberi nama tersebut. Pada berbagai

kesempatan dalam sejarah Israel Yahweh menyelamatkan umat-Nya

melalui para penebus atau penyelamat yang dibangkitkan oleh-Nya.

Contohnya:

Nehemia 9:27, ―Lalu Engkau menyerahkan mereka ke tangan

lawan-lawan mereka, yang menyesakkan mereka. Dan pada

waktu kesusahan mereka berteriak kepada-Mu, lalu Engkau

mendengar dari langit dan karena kasih sayang-Mu yang besar

Kauberikan kepada mereka orang-orang yang menyelamatkan

mereka dari tangan lawan mereka.‖

Obaja 1:21, ―Penyelamat-penyelamat akan naik ke atas gunung

Sion untuk menghukumkan pegunungan Esau; maka Tuhanlah

yang akan empunya kerajaan itu.‖

Yesus pun adalah seorang Penyelamat yang diutus oleh Allah, seperti

tertulis dalam 1 Yohanes 4:14, ―Dan kami telah melihat dan bersaksi,

bahwa Bapa telah mengutus Anak-Nya menjadi Juruselamat dunia.‖

Lagipula, Yesus terus-menerus menegaskan bahwa Bapalah yang bekerja

S

The Only True God 138

melalui dia: ―Bapa, yang tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan

pekerjaan-pekerjaan-Nya‖ (Yoh 14:10; bdk. Yoh 5:19); ―Pekerjaan-

pekerjaan-Nya‖ di sini adalah apa yang perlu dilakukan demi

keselamatan umat manusia.

―Allah Juruselamatku‖ kerap muncul dalam PL. Kata ―Allah‖

(elohim) dan ―selamat‖ (Yasha, akar kata Ibrani yang membentuk nama

―Yeshua‖) muncul bersama-sama tidak kurang dari 70 kali dalam PL;

dan kata ―Yahweh‖ muncul bersama dengan ―selamat‖ sebanyak 131 kali.

Pada akhirnya, terlepas dari Yahweh tidak ada penyelamat lain: ―Tidak

ada Allah selain dari pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak

ada yang lain kecuali Aku!‖ (Yes 45:21)

Kemuliaan Kristus—sebagai manusia

emuliaan Kristus tidak terkandung dalam dia yang kononnya

adalah ―Allah‖, melainkan dalam dia sebagai ―Adam yang akhir‖

(1Kor 15:45), puncak dari ciptaan Allah: manusia baru. Manusia

baru Yesus ini adalah ―buah sulung‖ (1Kor 15:23) yang juga adalah buah

terakhir, puncaknya, sang ―manusia sempurna‖ (Ef 4:13), yang

―perawakan‖nya mesti kita capai. Itulah sebabnya ia adalah ―Yang Awal

dan Yang Akhir‖ (Why 1:17; 2:8), yang permulaan dan puncak dari

ciptaan baru.

Referensi kepada Efesus 4:13 memerlukan penguraian lebih

lengkap. Demikian bunyi ayat ini: ―sampai kita semua telah mencapai

kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah,

kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan

kepenuhan Kristus‖. Frase ―kedewasaan penuh‖ diterjemahkan sebagai

―manusia sempurna‖ oleh New King James Bible. Sekilas pandang

kepada terjemahan-terjemaham lain akan menunjukkan bahwa

kebanyakan darinya menerjemahkan ―manusia sempurna‖ sebagai

―manusia dewasa‖ atau ―kedewasaan penuh‖. Kata yang terdapat dalam

teks bahasa Yunaninya adalah dua kata ―anēr‖ dan ―teleios‖. Makna

dasar dari anēr adalah ―seorang pria dewasa, laki-laki, suami” (BDAG);

jadi, kata tersebut bukan anthrōpos, kata yang berarti manusia. Lantas,

mengapa dalam Kitab Efesus di sini memakai kata khusus untuk pria

dewasa, dan bukannya kata untuk manusia dalam arti umum?

Jawabannya semestinya nyata: ―manusia sempurna‖ di sini mempunyai

referensi khusus kepada Kristus, yang ditegaskan oleh kalimat yang

K

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 139

segera mengikutinya: ―tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan

kepenuhan Kristus‖. Sedangkan untuk ―teleios‖, makna utamanya adalah

―1. tentang mencapai standar tertinggi, sempurna‖, namun dapat juga

berarti ―2. tentang hal menjadi dewasa, tumbuh menjadi besar, matang,

dewasa” (kedua kutipan tersebut diambil dari BDAG). Inti dari Efesus

4:13 tentu saja bukannya kita mesti bertumbuh kepada kedewasaan

dalam arti umum, tetapi khususnya untuk bertumbuh kepada

kedewasaan penuh Kristus sebagai ―manusia sempurna‖.

Butir lain yang mencolok untuk diamati dari ayat ini dalam surat

Efesus adalah cara pemahaman ―Anak Allah‖. ―Anak Allah‖ itu tidak lain

dan tidak bukan adalah sang ―manusia sempurna‖! Kedua frase tersebut

jelas berkaitan satu sama lain dalam teksnya, dan tidak dapat dipahami

dengan benar secara terpisah.

Manusia sempurna itu bukan sekadar boneka manusia, melainkan

seorang yang dalam ketaatan dan pengabdian penuh kepada Yahweh

melaksanakan tujuan-tujuan-Nya yang menyelamatkan dalam sukacita

ketundukan (―yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib

ganti sukacita yang disediakan bagi Dia‖, Ibr 12:2). Kita dapat bersyukur

dari dalam hati, ―Sungguh seorang penyelamat!‖ Terlebih lagi ketika kita

memahami bahwa adalah tidak mustahil bagi dia untuk tergoda dan

jatuh sama seperti cara Adam tergoda dan jatuh (yang adalah mustahil

seandainya ia adalah Allah), tetapi ia ―menang atas mereka‖ (Kol 2:15;

bdk. Why 5:5) dalam ketabahan ketaatannya kepada sang Bapa yang

tinggal di dalam dia, yang memelihara dia, yang terus-menerus

memberdayakannya di dalam setiap yang ia katakan dan lakukan,

dengan demikian memastikan sukses kemenangannya.

Pandangan negatif Kekristenan akan manusia

emerosotan manusia oleh Augustinus dan Kalvinus sehingga ia

tidak lebih daripada seorang berdosa yang hina, ―bejat‖, membuat

Yesus tampak tidak layak sebagai manusia ―semata-mata‖. (Ia

tidak bisa sebagai malaikat atau penghulu malaikat, atau akan dikatakan

bahwa manusia diselamatkan oleh seorang malaikat!) Dan jika Kristus—

begitulah logikanya—harus lebih daripada manusia dan lebih daripada

malaikat, bagaimana bisa ia kurang daripada Allah? Pengajaran Paulus

tentang manusia sebagai ―gambaran dan kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7)

tersisihkan oleh dogmatisme non-Yahudi Kristen ini yang dengan selektif

P

The Only True God 140

mengutip ayat-ayat seperti yang ditemukan dalam Roma 3:10-18, yang

merupakan sekumpulan ayat-ayat PL yang melukiskan tingkat kekejian

di mana orang-orang yang memilih menjadi jahat bisa, dan memang,

merosot. Namun, dengan mengemukakan bahwa limbah dari

kemanusiaan adalah representatif dari seluruh umat manusia itu tidak

sesuai dengan kenyataan (sebagaimana banyak contoh orang-orang

seperti para petugas pemadam kebakaran, yang sekalipun bukan orang

Kristen, mempertaruhkan nyawa mereka, dan bahkan tewas, demi

menyelamatkan orang lain di saat bencana alam dan malapetaka

lainnya), dan juga tidak sesuai dengan pernyataan Paulus tentang

manusia sebagai ―kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7)—sebuah pernyataan yang

agak kuat, bukan? Lantas, mengapa berbicara tentang Kristus sebagai

manusia itu sesuatu yang merendahkannya?

“Kemuliaan” dalam Injil Yohanes: Yesus tidak

menerima kemuliaan dari manusia—menampik

dijadikan raja dengan paksa

Orang yang menjadikan kehendak Allah sebagai keprihatinan satu-

satunya yang maha-meliputi, sama sekali tidak peduli dengan

penerimaan kemuliaan dari manusia. Yesus memulai pelayanan

pengajarannya dengan Ucapan Bahagia (Matius 5); ini adalah cara-cara

utama yang melukiskan cara fungsi orang yang hidup menurut kehendak

Allah dalam kehidupannya sehari-hari. Orang seperti inilah yang

menjadi sasaran berkat-berkat Allah. Dalam bagian terakhir Ucapan

Bahagia Yesus berkata:

―10 Berbahagialah orang yang dianiaya karena melakukan

kehendak Allah, karena merekalah yang punya Kerajaan Surga. 11 Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan

dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. 12 Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di

surga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang

sebelum kamu.‖ (Mat 5:10-12)

Orang-orang yang mencari pahala atau kemuliaan yang datang dari Allah

sendiri tidak peduli dengan permusuhan dari manusia, sebab hasrat

mereka satu-satunya adalah hidup untuk Allah dan menyenangkan Dia.

Dicaci dan dianiaya menjadi sebab untuk ―bersorak-sorak dan

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 141

bersukacita‖. Pada bagian akhir Injil pembaca melihat bahwa bukan saja

para nabi yang dianiaya, tetapi di atas segalanya, Yesus sendiri; dan

demikian juga dengan semua orang yang melakukan kehendak Bapa dan

mencari kemuliaan-Nya semata.

Sekilas pandang pada tempat kata ―kemuliaan‖ (doxa) dalam

pengajaran Yesus membeberkan suatu hal yang amat penting tentang

pikiran Kristus yang teramati oleh sedikit orang:

Yohanes 5:41, Aku tidak menerima kemuliaan dari manusia.

(ILT)

Yohanes 5:44, Bagaimana kamu dapat percaya jika kamu

mencari kehormatan satu dari yang lain, dan tidak mencari

kemuliaan dari Allah satu-satunya? (KSKK)

Yohanes 7:18, Orang yang berbicara atas namanya sendiri

mencari kemuliaan bagi dirinya sendiri. Tetapi orang yang

mencari kemuliaan bagi Dia yang mengutusnya adalah orang

yang jujur, dan dalam dirinya tidak ada ketidakbenaran.

Yohanes 8:50, Aku tidak mencari kemuliaan untuk diri

sendiri. Ada Satu yang mengusahakannya, yaitu Dia yang akan

menghakimi. (LAI-TL)

Yohanes 8:54, Jawab Yesus: ―Jikalau Aku memuliakan diri-Ku

sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikitpun tidak ada artinya.

Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata:

‗Dia adalah Allah kami‘‖.

Yohanes 12:43: Sebab mereka lebih menyukai kehormatan

manusia daripada kehormatan Allah.

Semuanya ini dirangkum dalam tindakan Yesus dalam Yohanes 6:15,

―Karena Yesus tahu bahwa mereka hendak datang dan hendak membawa

Dia dengan paksa untuk menjadikan Dia raja, Ia menyingkir lagi ke

gunung, seorang diri.‖

Barangkali kita pernah membaca Injil Yohanes berulang-kali, tetapi

sudahkah kita sungguh-sungguh memahami pesan dari Injil tersebut

dan, khususnya, signifikansi dari kata-kata itu serta tindakan-tindakan

Yesus? Apakah kita mengira bahwa kita menyenangkan Yesus dengan

memahkotai dia secara paksa sebagai raja kita, sama seperti yang

The Only True God 142

dilakukan orang-orang dalam Yohanes 6 karena mereka mengenali dia

sebagai ―nabi yang akan datang ke dalam dunia‖ (Yoh 6:14), sang Mesias

agung yang mereka nanti-nantikan? Mereka mungkin ingin

memakotainya karena melihat bahwa ia bisa memenuhi kebutuhan

jasmaniah mereka; namun, apakah kita lebih baik daripada mereka

karena kita tidak mempunyai kebutuhan material yang mendesak (‗roti‘

atau makanan) seperti mereka, tetapi menginginkan roti yang memberi

hidup kekal itu untuk kita sendiri? Apakah hasrat-hasrat rohaniah mesti

tidak seegois hasrat-hasrat material? Apakah hasrat memperoleh

kebahagiaan, misalnya, mesti tidak seegois hasrat memperoleh

makanan?

Namun, intisarinya di sini adalah bahwa Yesus menolak untuk

dimahkotai sebagai raja oleh siapapun—kecuali oleh Allah sendiri. Kita

menyanyikan himne-himne seperti ―Mahkotai Dia, Mahkotai Dia‖

dengan penuh antusiasme seolah-olah ini sesuatu yang memuliakan dan

menyenangkan dia. Namun, apakah mungkin ia tidak akan menerimanya

dari kita sama seperti ia tidak menerimanya dari mereka dalam Yohanes

6:15? Hal ini tak pernah terlintas dalam benak kita karena kita masih

belum memahami pikirannya—―pikiran Kristus‖ (1Kor 2:16). Hasratnya

yang terutama sekali adalah agar Allah Bapa dimuliakan, dan bahwa ia

tidak pernah boleh dimuliakan terlepas dari sang Bapa. Ini juga suatu hal

yang terungkapkan dengan jelas dalam Kitab Wahyu. Yesus menerima

kemuliaan kekuasaan sebagai raja hanya dari Sang Bapa, dan mutlak

tidak dari siapapun juga. Sungguh sedikit kita mengerti dia.

Kekeliruan Kristiani malah lebih serius daripada itu

alam Yohanes 6:15 orang-orang ingin menjadikan Yesus

sebagai raja ―dengan paksa‖. Apakah seorang raja Israel dapat

diangkat dengan sambutan populer, atau apakah ia diangkat

oleh Allah saja? Apakah umat Allah dapat merebut wewenang untuk

memilih raja mereka sendiri dalam kerajaan Allah? Dalam sejarah

bangsa Israel mereka pernah berbuat ini sebelumnya ketika memilih

Saul sebagai raja mereka—dengan konsekuensi-konsekuensi yang

mencelakakan. Beranikah kita berbuat hal yang sama seperti mereka?

Apakah kita mengira Kerajaan Allah itu pemerintahan demokrasi

ketimbang teokrasi? Jika demikian, maka kita bahkan masih belum

menangkap makna hakikat keselamatan yang tak terpisahkan dari

D

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 143

kekuasaan Allah sebagai raja. Kita pun masih belum betul-betul

menangkap fakta bahwa Yesus mengumumkan Kerajaan Allah, yaitu

kekuasaan-Nya sebagai raja, sebagai pesan sentral dalam ajarannya,

sebagaimana dapat dilihat dari Injil-injil Sinoptik. Menurut rencana

Allah yang kekal, Yesus diangkat oleh Allah sebagai raja di dalam

kerajaan-Nya dan dengan demikian, seperti dengan semua raja Israel, ia

akan menjadi (dan sekarang adalah) wakil penguasa Allah.

Patut dicatat bahwa dalam Kitab Wahyu, yang teragung di antara

makhluk-makhluk rohaniah melemparkan mahkota mereka di bawah

kaki TUHAN (Yahweh). Tidak seperti kita, mereka tidak begitu congkak

sampai membayangkan kalau mereka memiliki hak (oleh karena status

rohaniah mereka) untuk memahkotai siapa saja, paling tidak Tuhan

Yesus Kristus. Jika Yesus adalah raja, atau bahkan raja dari segala raja,

itu adalah semata-mata karena Yahweh yang meninggikan dia ke

kedudukan itu, bukan karena ia merampas kedudukan itu untuk dirinya

sendiri, terlebih lagi bukan karena kita yang memberikan martabat itu

kepadanya.

Namun, Kekristenan trinitaris telah melakukan jauh lebih banyak

daripada yang pernah dilakukan orang Yahudi dalam Yohanes 6. Kita

telah menuhankan Yesus sampai ke tingkat kesetaraan dengan Allah

sang Bapa, Yahweh Sendiri—dan penegasan Yesus sendiri tentang Bapa

sebagai ―satu-satunya Allah yang benar‖ diabaikan. Sebagai akibatnya,

kita telah membuat Yesus menjadi sasaran penyembahan dan doa-doa

kita. Alhasil, sang Bapa telah agak dikesampingkan baik dalam

penyembahan maupun doa. Memang, untuk kebanyakan orang Kristen

kata ―Bapa‖ malah merupakan sebuah bentuk sapaan untuk Yesus

(Yesaya 9:5 dipergunakan untuk membenarkan perbuatan tersebut).

Jika Israel yang merebut hak untuk memilih raja mereka sendiri,

sebagaimana dilakukan oleh bangsa-bangsa tetangganya, dianggap suatu

tindakan penolakan akan Yahweh (―tetapi Akulah yang mereka tolak,

supaya jangan Aku menjadi raja atas mereka‖, 1Sam 8:7), lantas, kata-

kata apa lagi yang bisa digunakan untuk melukiskan apa yang telah

diperbuat oleh jemaat non-Yahudi atas Yahweh?!

Yesus sebagai “Tuhan” sekaligus “hamba”

Adalah prinsip Yesus untuk tidak pernah mencari ataupun menerima

kemuliaan dari manusia. Ia tidak pernah mengajar murid-muridnya

The Only True God 144

untuk menghormati dirinya lebih dari sekadar guru mereka karena ia

bertujuan mengajarkan kata-kata hidup kekal kepada mereka dan

menjadi seorang teladan untuk mereka, sebuah perwujudan yang hidup,

dari segalanya yang ia ajarkan. Ini nyaris tidak mengherankan tatkala

kita menyadari bahwa ia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk

melayani (Mrk 10:45); ia mengambil ―rupa seorang hamba‖ (Flp 2:7) dan

menunjukkannya dengan mencuci kaki murid-muridnya (Yoh 13:1 dyb.).

Akan terlihat sangat tidak sesuai untuk seseorang yang datang untuk

menjadi hamba menuntut kehormatan bagi dirinya sendiri. Ia pun

mengajarkan bahwa yang terbesar dalam kerajaan Allah harus menjadi

hamba dari semua (Mrk 10:42-44; Mat 20:25 dyb.; Luk 22:25 dst.). Ini

semua mengungkapkan prinsip pokok kehidupannya dan pikirannya.

“Raja di atas segala raja” sebagai teks-bukti untuk

ketuhanan Kristus

alah satu dari ―teks-teks bukti‖ kesayangan kita sebagai orang

Trinitarian adalah gelar ―raja di atas segala raja, dan tuan di atas

segala tuan‖. Dalam Wahyu 17:14 gelar ini disandangkan kepada

Anak Domba, dan dalam Wahyu 19:16 kepada Firman Allah; tetapi

dalam 1 Timotius 6:15 gelar itu dipakai dengan rujukan kepada Allah.

Jadi, dengan mudah dapat ditarik kesimpulan bahwa Anak Domba itu

adalah Allah dalam arti ia sederajat dengan Allah, sesuatu yang tidak

disokong oleh Kitab Wahyu.

Ketika saya mengecek Alkitab tua saya, saya menemukan bahwa 1

Timotius 6:15 memang adalah rujukan silang yang saya tuliskan di

bagian samping Wahyu 17:14. Namun, sesuai dengan ciri khas

penggunaan Kitab Suci secara trinitaris, saya lalai untuk menyertakan

rujukan-rujukan lain kepada gelar ―raja di atas segala raja‖ dalam Alkitab

secara keseluruhan. Faktanya, dalam Kitab Suci, gelar ini juga dipakai

untuk para penguasa manusia. Dalam Ezra 7:12, gelar tersebut dipakai

untuk Artahsasta; dan dalam Yehezkiel 26:7, Allah Sendiri berbicara

tentang Nebukadnezar sebagai ―raja di atas segala raja‖; demikian juga

dalam Daniel 2:37. Jadi, argumen untuk ketuhanan Kristus di sini

tercapai melalui penggunaan teks-teks secara selektif, dengan

mengabaikan teks-teks yang bertentangan dengan argumen tersebut.

Bukankah ini menandakan kurangnya kejujuran yang spiritual dan

intelektual, kurangnya keterbukaan terhadap kebenaran?

S

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 145

Dalam Matius 28:18, Kristus yang telah bangkit itu mengumumkan

kepada para murid bahwa ―kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di

surga dan di bumi‖. Kalau begitu, maka seyogyanyalah ia disebut ―Raja di

atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan‖. Namun, yang perlu

diperhatikan adalah: hal ini tidak dapat dipergunakan sebagai argumen

untuk kesetaraan Kristus dengan Allah Bapa karena kedaulatan itu

diberikan kepadanya oleh Allah sebagai yang satu-satunya yang berhak

mengaruniakannya, karena kedaulatan itu adalah milik-Nya berdasarkan

hak-Nya sebagai Allah. Namun, entah kenapa kita tidak merasa puas

dengan fakta bahwa Yesus telah ―dimahkotai dengan kemuliaan dan

hormat‖ oleh Allah (Ibr 2:9), kita tidak bersedia menerima apa saja yang

kurang dari kemuliaan ilahi atau ketuhanan yang adalah pembawaannya

(berlawanan dengan dikaruniakan), yakni, bahwa ia setara secara kekal

dengan Allah Bapa dalam segala pengertian, meskipun tidak ada

pembenaran Alkitabiah apapun untuk hal tersebut. Gelar ―Raja di atas

segala raja‖ yang dipakai oleh Paulus sekali saja itu ada dalam 1 Timotius

6:15, dan dengan gelar itu pastilah ia merujuk kepada Allah Bapa kita,

sebagaimana diterangkan dengan sempurna oleh ayat itu sendiri.

Kristus sebagai kurban maha-mencukupi yang

disediakan bagi kita oleh Allah (Yahweh)—

dipergunakan sebagai argumen untuk

ketuhanan Kristus

ulu saya pernah memperdebatkan ketuhanan Kristus dengan

alasan bahwa satu orang bisa mati hanya untuk satu orang lain

saja; jika Kristus cuma manusia, bagaimana mungkin

kematiannya menguntungkan seluruh umat manusia? Argumen ini

kedengarannya meyakinkan oleh karena buktinya sendiri yang nyata:

bagaimanakah kematian satu individu manusia dapat menebus dosa

semua orang? Namun, hikmat Allah tidak ditetapkan oleh kebijaksanaan

atau nalar manusia. Kekeliruan dari pemikiran macam ini menjadi nyata

ketika saya melihat kebenaran dalam Yohanes 3:14,15, ―sama seperti

Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia

harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh

hidup yang kekal.‖

Ayat di atas merujuk kepada peristiwa yang tercatat dalam Bilangan

21:7-9, di mana orang-orang tewas karena pagutan ular-ular berbisa.

D

The Only True God 146

Musa diperintahkan oleh Allah untuk membuat seekor ular tedung dan

menaruhnya di atas tiang agar terlihat oleh semua orang; mereka yang

percaya ketika memandangnya akan selamat dari racun ular itu. Yesus

membandingkan peristiwa ini dengan hal percaya kepada dia: ―Dan

sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga

Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya

kepada-Nya beroleh hidup yang kekal‖ (Yoh 3:14,15). Intinya di sini

semestinya amat sangat jelas: penyelamatan ribuan orang yang

memandang kepada ular tedung itu tidak ada hubungannya sama sekali

dengan apapun yang terkandung di dalam ular itu—mereka

diselamatkan oleh Allah melalui iman kepada janji-Nya bahwa siapa

saja yang memandang akan diselamatkan: ―Maka berfirmanlah TUHAN

(Yahweh) kepada Musa: ‗Buatlah ular tedung dan taruhlah itu pada

sebuah tiang; maka setiap orang yang terpagut, jika ia melihatnya, akan

tetap hidup.‘‖ (Bil 21:8) Ayat berikutnya menegaskan bahwa orang-orang

yang mempunyai iman untuk memandang akan hidup. Hal yang sama

juga benar bagi mereka yang memandang kepada Yesus untuk

memperoleh keselamatan melalui iman (Ibr 12:1,2); kuasa penyelamatan

Allah dalam Kristuslah yang menyelamatkan mereka dari dosa dan

maut. Dengan demikian, bukan sesuatu yang terkandung di dalam

konstitusi Kristus yang menyelamatkan, melainkan Allah Bapa kitalah

(Yahweh) yang menyelamatkan kita melalui Kristus. Karena keselamatan

adalah karya Allah sepenuhnya; keselamatan tercapai oleh iman dan

melalui anugerah-Nya semata-mata.

Seluruh mukjizat Yesus dilakukan oleh Allah (Yahweh)

melalui dia

ukjizat-mukjizat Yesus terus-menerus dipergunakan oleh para

Trinitarian untuk memperdebatkan ketuhanan Kristus.

Namun mukjizat-mukjizat itu tidak ―membuktikan‖ bahwa

Yesus adalah Allah, tetapi jika mukjizat-mukjizat itu membuktikan

sesuatu, itu semua akan membuktikan salah satu dari dua pilihan

berikut, yaitu bahwa Yesus adalah Yahweh, atau bahwa Yahweh tinggal

di dalam Yesus secara jasmaniah (Yoh 1:14) dan melakukan pekerjaan-

Nya melalui Yesus. Pilihan mana yang benar dijelaskan dengan

sempurna oleh Yesus sendiri dan dalam PB. Bahwa Allah Israel, Yahweh,

yang melakukan pekerjaan-Nya di dalam Kristus dinyatakan secara

M

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 147

gamblang dalam Kisah Para Rasul 2:22, ―Hai orang-orang Israel,

dengarlah perkataan ini: Yesus dari Nazaret adalah orang yang telah

ditentukan Allah dan dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan

dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah

dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu

ketahui.‖

Yesus sendiri menegaskan hal ini: ―Apa yang Aku katakan

kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang

tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-

pekerjaan-Nya.‖ (Yoh 14:10) Kata ―pekerjaan‖ dapat mencakup

rujukan tertentu kepada mukjizat, yaitu pekerjaan-pekerjaan adikodrati.

Yohanes 5:36, ―segala pekerjaan yang diserahkan Bapa kepada-Ku,

supaya Aku melaksanakannya. Pekerjaan itu juga yang Kukerjakan

sekarang, dan itulah yang memberi kesaksian tentang Aku bahwa Bapa

telah mengutus Aku‖‖; Yohanes 10:25, ―pekerjaan-pekerjaan yang

Kulakukan dalam nama Bapa-Ku, itulah yang memberi kesaksian

tentang Aku [yaitu bahwa akulah sang Mesias, ay.24]‖; Yohanes 10:32,

―Kata Yesus kepada mereka: Banyak pekerjaan baik yang berasal dari

Bapa-Ku‖. Kepada ini dapat ditambahkan Yohanes 5:19, ―Lalu Yesus

menjawab mereka, ―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak

dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya sendiri‖‖. ―Kekuatan-kekuatan

dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda‖ (Kis 2:22) itu semua merupakan

sebagian dari pekerjaan Allah untuk menyelamatkan umat manusia,

karena ―Allah ada di dalam Kristus mendamaikan dunia dengan diri-

Nya sendiri‖ (2Kor 5:19, NAU).

Ini berarti bahwa menggunakan mukjizat-mukjizat sebagai bukti

atas ketuhanan Kristus adalah keliru sama sekali. Sebab, entah itu

memberi makan ribuan orang, berjalan di atas air, atau membangkitkan

orang mati, semuanya itu adalah karena, seperti kata Yesus, ―Bapa, yang

tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya‖

(Yoh 14:10). Kenapa kita tidak mendengarkan dia ketika ia berkata, ―Aku

tidak dapat berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri‖ (Yoh 5:30), alih-alih

mengarang-ngarang doktrin-doktrin kita sendiri?

The Only True God 148

Allah ada di dalam Kristus

ahwa Yesus adalah manusia, atau ―anak manusia‖, sama sekali

jelas dalam Alkitab. Signifikansinya yang tertinggi bagi kita ada

pada fakta bahwa ―Allah (yaitu Yahweh) ada di dalam Kristus

mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri‖ (2Kor 5:19 NAU). Namun,

sejauh trinitarianisme, ayat itu bisa sama saja dibaca Allah adalah

Kristus (atau, Kristus adalah Allah). Apakah perubahan tersebut berarti?

Apa yang telah mereka ubah? Yang diubah adalah, kalau dalam 2

Korintus 5:19 ALLAH-lah yang mendamaikan, sekarang KRISTUS-lah

selaku Allah yang melakukan tindakan pendamaian itu. Yahweh telah

dikesampingkan oleh Kristus yang diwartakan sebagai Allah. Dengan

demikian, monoteisme Yahweh telah ditumbangkan—sungguh suatu hal

yang teramat serius, sejauh firman Allah.

Semestinya sangat jelas bahwa ―Allah ada di dalam Kristus‖ dan

―Allah adalah Kristus/Kristus adalah Allah‖ merupakan dua proposisi

yang berbeda secara dasariah. ―Allah ada di dalam Kristus‖ juga berarti

bahwa meskipun Allah dan Kristus keduanya dapat sepantasnya disebut

―juruselamat kita‖, peranan mereka dalam proses keselamatan kita pada

dasarnya berbeda: Kristus adalah wakil utusan yang mutlak dibutuhkan,

yang di dalam dia dan melalui dia Allah melaksanakan tujuan-tujuan

penyelamatannya bagi kita; tetapi, Allah Sendirilah yang menjadi

Penggerak Utama dari proses keselamatan itu. Apa jadinya dengan

keselamatan kita jika Allah tidak mengutus Kristus ke dunia? Dan apa

jadinya dengan keselamatan jika Ia tidak membangkitkan Yesus dari

antara orang mati? Belum lagi Bapa yang terus-menerus

memberdayakan Kristus selama masa pelayanannya: pengajarannya

serta tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban yang bekerja melalui dia

memastikan kesudahan yang berkemenangan atas karya

penyelamatannya.

Di sisi lain, peranan Kristus tentunya bukan sekadar pasif, tetapi

dilakukan dengan ketaatan yang bertekad, setia dan rela kepada Bapa

selama masa pelayanannya. Dalam tujuan-tujuan Allah, Ia adalah ―Adam

akhir‖ yang unik, yang baru, yang mutlak diperlukan bagi penebusan

umat manusia. Namun, haruslah dipahami dengan baik bahwa, dalam

pesan PB, peranan Kristus dalam penyelamatan umat manusia, selalu

dan mutlak, adalah sebagai manusia, dan ALLAH yang ada di dalam

MANUSIA Kristus Yesus itulah yang mendamaikan dunia dengan diri-

Nya Sendiri. Penyimpangan dari hal ini adalah penyimpangan dari

B

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 149

firman Allah sebagaimana diwartakan dalam PB, dan yang berakibat

kepada konsekuensi serius di mana Allah Bapa, Yahweh, telah

dikesampingkan dari kedudukan sebagai Pusat absolut dari pesan Injil.

Seterusnya, mau tidak mau ini pasti membawa konsekuensi-konsekuensi

mengerikan.

Psikologi apa yang bekerja dalam pemikiran trinitaris?

pakah Yesus hanya berharga bagi kita jika ia adalah Allah?

Sebagai manusia, apakah ia kurang berharga bagi kita? Dengan

demikian, apakah kasih kita kepadanya akan berkurang jika ia

―cuma‖ manusia? Apakah keberhargaan dirinya terletak pada ―kodrat

ilahi‖nya, sehingga hanya jika ia adalah Allah maka barulah ia dihargai?

Atau, apakah ia berharga karena ia ―telah mengasihi aku dan

menyerahkan diri-Nya untuk aku‖ (Gal 2:20) tanpa menghiraukan apa

―kodrat hakiki‖-nya? Apakah status menentukan nilai kasih? Apakah

kasih seorang raja lebih berharga daripada kasih ibu saya hanya karena

ia seorang raja? Akan berbeda soalnya seandainya mungkin bila kasih

raja itu lebih murni jenisnya (mis. kurang egois) daripada kasih ibu saya,

tetapi itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan statusnya.

Yesus, oleh karena keadaannya yang tanpa dosa, dapat (dan

memang) mengasihi dengan kemurnian yang melampaui seluruh kasih

manusiawi sejauh yang pernah kita alami, sebab itu kualitas kasihnya tak

tertandingi oleh seorang manusia pun, bahkan seorang ibu pun tidak.

Apakah kasih dari dia yang ―menyerahkan diri-Nya untuk aku‖ (yaitu,

bagi keselamatan dan hidup kekal saya) kurang berharga karena kasih

itu adalah kasih ―manusia Kristus Yesus‖ alih-alih ―Allah Kristus Yesus‖?

Dan, bicara soal keadaan tanpa dosa, apakah Yesus tanpa dosa

karena ia adalah Allah? Jika demikian adanya, maka ia tanpa dosa secara

hakiki (sebab Allah tidak dapat berbuat dosa), dan bukan karena

kemenangan atas dosa dan daging. Dengan demikian, ajaran Kitab Suci

dinyatakan salah, sebab akan bertentangan dengan fakta yang

diikhtisarkan dalam pernyataan di Roma 5:19, ―Jadi, sama seperti

melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah menjadi orang

berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang [Yesus] banyak

orang menjadi orang benar.‖ Ini adalah prinsip dasariah soteriologi PB,

dasar yang pokok dari keselamatan kita: ketaatan dari ―satu orang‖ itu.

A

The Only True God 150

Segalanya bertumpu pada ketaatan Kristus sebagai manusia. Ini

bukan soal ketaatan Allah kepada Allah yang dibutuhkan untuk

keselamatan manusia. Ini adalah perkara ketaatan manusia kepada

Allah yang digenapi oleh Kristus dengan ―taat sampai mati, bahkan

sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8). Jadi, hendaknya dipahami dengan

baik bahwa kasih dari dia ―yang telah mengasihi aku dan menyerahkan

diri-Nya untuk aku‖ adalah kasih dari manusia Kristus Yesus. Kembali

kita menanyakan: Apakah kasih ini berkurang nilainya karena itu adalah

kasih dari manusia Kristus Yesus? Bagi saya tentu saja tidak berkurang

nilainya; Yesus tidak menjadi kurang berharga bagi saya jika ia ―cuma‖

seorang manusia. Kasihnya untuk kita mutlak amat dibutuhkan demi

keselamatan kita.

Yesus dapat tetap tanpa dosa tentunya bukan semata-mata karena

upayanya sendiri tanpa bantuan siapa pun, tetapi karena kepenuhan

Yahweh yang tinggal atau ―bertabernakel (berkemah, Yoh 1:14: ESV)‖ di

dalam dirinya secara jasmaniah (Kol 2:9). Kita pun, dengan cara yang

kurang lebih sama, dapat menang atas dosa melalui hadirat Allah yang

tinggal di dalam kita yang menjadi bait-Nya (1Kor 3:16; 6:19). Dalam 1

Yohanes 3:9 kita membaca, ―Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak

terus menerus berbuat dosa; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan

ia tidak dapat terus menerus berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah.‖

Jika ayat ini beraplikasi kepada kita, betapa terlebih lagi ayat itu berlaku

kepada Kristus, sang ―Anak tunggal‖?

Trinitarianisme telah membutakan mata kita terhadap apa yang

bisa kita gambarkan sebagai ―fenomena mengagumkan akan Kristus‖,

yakni, bahwa seorang manusia sejati telah berhasil menjadi tanpa dosa

walaupun ia ―sudah dicobai dalam segala hal, sama seperti kita sendiri;

hanya Ia tidak berbuat dosa‖ (Ibr 4:15, BIS). Realitas yang

mencengangkan dari kemenangan yang ajaib atas dosa ini terhilang

dalam trinitarianisme karena, sebagai Allah, Kristus tidak mungkin bisa

berdosa—sebab jika ia bisa berdosa, ia tidak akan menjadi Allah. Jika ia

tidak bisa berdosa oleh karena menjadi Allah, maka ini membuat Ibrani

4:15 tidak berarti—demikian pula dengan godaan di padang gurun (Mat

4; Luk 4). Keadaan tanpa dosa yang hakiki (oleh karena keadaannya

sebagai Allah) akan mendiskualifikasikan Yesus sebagai Kurban tebusan

untuk dosa (yang mengharuskan ketaatan dari ―satu orang‖, Rm 5:19);

itu pun akan membuat dia tidak sanggup tergoda ―sama seperti kita‖,

sehingga dengan demikian, ia tidak dapat bertindak sebagai Imam Besar

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 151

yang berbelas-kasih atas nama kita (lagi-lagi bertentangan dengan Ibr

4:15).

Namun, mari kita kembali ke pertanyaan tentang psikologi

pemikiran trinitaris yang menyiratkan bahwa nilai Kristus terutamanya

ada pada ketuhanannya, dan dengan mengemukakan bahwa ia ―cuma‖

manusia berarti nilainya telah berkurang. Sebab, ―apakah manusia itu?‖

yang, bila dianggap sebuah pertanyaan retorik, jawabannya pasti, ―Tidak

lebih dari sekadar debu‖. Hal ini mungkin berlaku di tingkatan

jasmaniah, tetapi tidak berlaku padanya di tingkatan rohaniah.

Pemikiran kita dikuasai oleh konsep manusia yang tidak Alkitabiah,

maka tidak heran bila pandangan yang mengatakan bahwa Yesus itu

manusia, bukan Allah, akan ditentang keras sebagai suatu penurunan

nilai pribadinya.

Namun, mari kita tanyakan lagi: apakah nilai Yesus untuk kita ada

pada ketuhanannya? Ataukah ada pada apa yang telah ia selesaikan

untuk kita sebagai Juruselamat dan Tuhan kita? Untuk mencapai

pengertian yang lebih jelas akan perkara ini, kita dapat menanyakannya

seperti ini: Dalam ajaran Kitab Suci, keselamatan kita persisnya

bergantung pada apa? Apakah pada ―hakikat‖-nya (entah ia itu Allah

atau manusia), ataukah pada ―karya‖nya (fungsinya)? Yesus menunjuk

kepada ―karya‖nya sebagai bukti dari ketulenannya (Yoh 10:25,37,38).

Kita bisa menanyakannya secara kurang abstrak dengan memakai

sebuah gambaran: Pada apakah terletak kepentingan sebuah kunci?

Apakah pada bahannya (―hakikat‖nya), yaitu, apakah terbuat dari

semacam logam mulia seperti emas atau platinum, ketimbang besi atau

baja? Atau, apakah pada fungsinya, yakni, untuk membuka pintu rumah?

Apakah penting kunci itu terbuat dari apa selama kunci itu dapat

memberi kita akses masuk ke dalam rumah? Bukankah nilainya terletak

pada apa yang dihasilkannya untuk kita, ketimbang pada jenis

logamnya?

Adalah hal yang menarik dan juga signifikan bahwa Yesus berbicara

tentang ―mutiara yang sangat berharga‖ (Mat 13:46). Pada apa tepatnya

nilai sebutir mutiara itu? Apakah pada bahan yang membentuknya

(―hakikat‖nya)? Jika mutiara itu ditumbuk hingga menjadi bubuk,

apakah masih cukup bernilai? Jika bubuknya dibuat menjadi pasta

kosmetik, ia akan sedikit bernilai, tetapi tidak banyak dibandingkan

dengan mutiara yang berharga ini. Jadi, apa pun alasannya mengapa

The Only True God 152

sebutir mutiara bernilai, nilainya jelas tidak terletak pada ―hakikat‖nya

atau komposisi kimianya.

Bukankah sungguh berbeda halnya dengan emas? Apakah satu ons

bubuk emas berkurang nilainya daripada satu ons emas batangan? Tentu

saja sama nilainya. Namun, akan lain halnya jika seorang seniman yang

mahir menciptakan sesuatu yang sangat indah dengan emas itu, karena

ciptaannya itu sekarang memiliki nilai yang berbeda sekali; kini,

ciptaannya itu telah menjadi (atau, kita bisa katakan ―berfungsi‖ sebagai)

sebuah karya seni. Seorang pelukis besar bahkan dapat menggunakan

bahan-bahan yang tidak bernilai tinggi (cat kanvas, minyak atau air), dan

dengan bahan-bahan tersebut ia menciptakan sebuah adikarya yang

nilainya jutaan dolar.

Bahan-bahan pembentuk bukanlah soal penting dalam perkara ini,

yang maha-penting adalah apa yang diperbuat (atau dihasilkan, atau

dicapai) dengan bahan-bahan itu. Demikian juga, Kitab Suci

terutamanya tidak mempedulikan ―kodrat hakiki‖ Kristus, seolah-olah ia

haruslah sesuatu yang lebih daripada ―sekadar manusia‖; tema

sentralnya adalah tentang apa yang telah diselesaikan oleh Allah Yahweh

dalam anugerah-Nya melalui Kristus Yesus untuk keselamatan kita.

Apakah keselamatan yang disediakan Allah bagi kita itu berkurang

nilainya jika Kristus tidak dapat diperlihatkan dari Kitab Suci sama-sama

setara dengan Allah Yahweh dalam setiap aspek? Apakah karya

penyelamatan Kristus melalui pemberdayaan Allah berkurang nilainya

jika ketuhanannya tidak dapat diperlihatkan dari Kitab Suci? Tentu saja

tidak. Sebab, sebagaimana telah kita lihat, hal yang penting bagi kita

adalah apa yang telah diselesaikan untuk kita oleh Allah dalam Kristus;

sedangkan untuk hal-hal lainnya kita akan ―mengenal dengan sempurna‖

(1Kor 13:12) pada Hari itu.

Dari semuanya ini jelas bahwa mentalitas trinitaris tidak sesuai

dengan pewahyuan PB. Namun, bagaimanapun juga, dengan gigihnya

mereka bersikeras bahwa Yesus adalah Allah, malahan sampai

―menerjemahkan‖ Kitab Suci sesuai dengan tafsiran mereka sendiri,

dengan begitu mereka menyediakan sendiri ayat-ayat yang mereka

gunakan untuk menyangga doktrin mereka! 12 Semoga Allah berbelas-

kasihan kepada mereka—dan kepada kita yang melakukan hal serupa.

12 Contohnya: Titus 2:13, 2 Petrus 1:1, Yudas 4. Untuk penjelasan, silakan

merujuk kepada versi lengkap hlm. 200-206

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 153

Soal penting: Apakah sesungguhnya pewahyuan

Alkitabiah tentang pribadi dan karya Yesus Kristus?

ahkan sebelum mulai menjawab pertanyaan ini, kita diharuskan

untuk pertama-tama meluruskan argumen-argumen trinitaris

tentang ketuhanan Kristus, klaim bahwa ia adalah ―Allah-Anak‖.

Sejauh Alkitab, Yesus Kristus tegas-tegas ada dalam alam manusia,

seorang manusia tulen. Adalah mustahil, baik dalam terang Kitab Suci

maupun nalar, untuk Yesus menjadi seorang manusia sebenarnya seperti

kita jika ia juga ―sungguh-sungguh Allah‖. Tentu kita menjadi orang-

orang bodoh dan berbicara omong kosong tatkala kita menyimpang dari

Kitab-kitab Suci.

Kita dapat yakin bahwa kita berada di atas dasar Kitab Suci yang

teguh tatkala menegaskan bahwa Yesus itu sungguh-sungguh dan pasti

adalah seorang manusia. Apakah ini sama dengan mengatakan bahwa ia

―cuma‖ seorang manusia sama seperti kita? Sama sekali tidak. Tidak?

Namun, bukankah kita baru saja berkata bahwa ia sungguh-sungguh

seorang manusia? Tentu saja, tetapi siapa di antara kita yang bisa

dilukiskan sebagai seorang ―manusia sempurna‖ atau ―manusia tanpa

dosa‖? Tak seorangpun dari kita. Jadi, jelaslah bahwa dalam arti paling

penting ini ia tidak sama seperti kita. Oleh karena dia sajalah seorang

manusia yang sempurna, bukankah itu kemudian berarti bahwa hanya

dialah manusia secara sempurna? Bukankah itu juga kemudian berarti

bahwa dalam pengertian kesempurnaan Yesus yang unik, seluruh umat

manusia harus mengakui bahwa mereka bukan manusia secara

sempurna? Dengan demikian, manusia itu bukan sungguh-sungguh

manusia sebagaimana yang dimaksudkan sampai pada akhirnya mereka

juga ―dijadikan sempurna‖ (bdk. Ibr 5:9; 7:28; 11:40; 12:23). Sang Rasul

jelas tidak menganggap hal ini suatu kemungkinan dalam hidup ini

ketika ia berkata, ―Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau

telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga

menangkapnya, karena akupun telah ditangkap oleh Kristus‖ (Flp 3:12).

Ini berarti bahwa Yesus adalah satu-satunya manusia sejati yang

pernah ada di atas bumi ini, karena ia adalah satu-satunya pribadi

yang sempurna dan tanpa dosa yang pernah hidup.

Dengan demikian, sejauh Kitab Suci, tidak ada keraguan sama sekali

tentang Yesus sebagai manusia dan, memang, sebagai satu-satunya

pribadi manusia sungguh-sungguh. Disinilah letak keunikan mutlaknya;

ia tak terbandingkan. Inilah persisnya mengapa hanya dia saja yang bisa

B

The Only True God 154

menjadi juruselamat dunia. Sebab, masalah dengan manusia adalah

keegoisan dan dosanya yang kerap kali membuat mereka berkelakuan

kurang dari manusia, kurang dari apa yang diniatkan Allah untuknya.

Sayangnya, ini adalah hal yang dialami dengan amat menyakitkan oleh

banyak orang di tingkatan personal dan sosial, demikian juga di

tingkatan internasional—di mana setiap harinya kita diingatkan kepada

hal ini melalui tayangan berita dunia serta mendengar tentang konflik

dan peperangan tak berkesudahan yang sedang berkecamuk di dunia.

Namun, dalam Kristus ada harapan, karena di dalam dia Allah Yahweh

akan mendamaikan segala sesuatu dengan Diri-Nya (Kol 1:20).

Pewahyuan Alkitabiah membawa kita kepada kesadaran bahwa

hanya ada satu Allah sejati dan juga hanya ada satu manusia sejati.

Lagipula, sebagaimana dapat diduga, di antara mereka terdapat suatu

hubungan kesatuan yang unik, yang berulang-kali dibicarakan oleh

Yesus. Kesatuan atau persatuan ini dilukiskannya dengan gambaran

―tinggal‖ atau berdiam secara timbal balik: ―Aku di dalam Bapa dan Bapa

di dalam Aku‖ (Yoh 14:11). Karena hanya Yesus saja yang tanpa dosa,

hanya dia sajalah ―tempat‖ (Yoh 2:19) di mana Allah yang kudus bisa

tinggal dalam kepenuhan-Nya. Kepenuhan ilahi ini diwakili oleh Firman

Allah (Yoh 1:1) yang, sebagaimana kata-kata, bisa digambarkan sebagai

sesuatu yang melimpah keluar dari kedalaman yang paling dalam dari

diri-Nya dan tampil kemuka untuk berdiam di dalam satu manusia sejati

itu, dan di dalam Kristus untuk berdiam di antara kita (Yoh 1:14).

Dalam jemaat awal ada sebuah deskripsi tentang kesatuan Allah

dalam Kristus ini dalam bentuk gambaran sepotong besi yang

dimasukkan ke dalam api hingga besinya berpijar di dalam api itu;

dengan begitu, besinya ada di dalam api, dan apinya ada di dalam besi,

akan tetapi, apinya tetap api dan besinya tetap besi, yang satu tidak

berubah menjadi yang lain, dan ini melukiskan perkataan Yesus dengan

indah dan efektif, ―Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku‖ (Yoh

14:11). Persatuan itu sedemikian rupa di mana Yahweh bisa berbicara

dan bekerja dengan bebas melalui Kristus untuk menyelesaikan tujuan-

tujuan kekal-Nya di dunia, dan Kristus bisa berbicara dan bertindak

untuk Yahweh sebagai wakil penguasa-Nya yang diberdayakan dengan

penuh (plenipotentiary). Itu sebabnya ada beberapa nas dalam Kitab

Suci yang tidak selalu tampak jelas apakah rujukannya itu bertalian

dengan Yahweh atau dengan Kristus. Akan tetapi, hendaknya diingat

bahwa persatuan dari besi dengan api itu bukan berarti besinya menjadi

Bab 2 - Hanya Manusia Sempurna yang dapat 155

api, atau apinya menjadi besi; keduanya bersatu tetapi tetap berbeda dan

terpisah. Begitu juga, persatuan Yahweh dengan Kristus bukan berarti

Kristus adalah Yahweh atau Yahweh adalah Kristus.

Jadi, pewahyuan Alkitabiah bukan saja menyatakan bahwa Yesus

adalah satu-satunya manusia sejati, yang dengan sendirinya sudah cukup

mengagumkan, tetapi, sama-sama menakjubkannya, bahwa Allah

Yahweh datang ke dunia dalam Kristus untuk mendamaikan dunia

dengan Dirinya, yaitu, untuk menyelamatkannya. Jadi, yang datang ke

dunia untuk menyelamatkan kita itu bukan suatu sosok ilahi tak dikenal

yang disebut ―Allah-Anak‖; tetapi tak lain dan tak bukan adalah Yahweh

Sendiri yang datang ke dunia demi keselamatan kita. Kebenaran yang

indah dan dasariah dari pewahyuan Alkitabiah inilah yang disimpangkan

dan dihilangkan oleh trinitarianisme yang menggantikan Yahweh dengan

―Allah-Anak‖ sebagai sosok yang datang ke dunia. Sungguh besar

kerugian itu!

Dengan demikian, Yesus adalah ―bait‖-nya Yahweh secara unik (Yoh

2:19) di dunia di mana penebusan untuk dosa dibuat melalui darahnya

yang sungguh-sungguh darah manusiawi dan yang tanpa dosa, dan

darinya kebenaran Allah Yahweh diwartakan hingga ke ujung bumi. Dan

oleh karena ia adalah satu-satunya manusia sejati, ia menjadi satu-

satunya pengantara yang bertindak atas nama manusia (1Tim 2:5), sama

seperti Musa yang mengantarai atas nama bangsa Israel. Nama Yesus

pun menjadi satu-satunya nama yang efektif untuk keselamatan umat

manusia; sebab ―tidak ada keselamatan di dalam siapa pun juga selain di

dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang

diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan‖ (Kis

4:12). ―Diberikan‖ oleh siapa? Oleh siapa lagi kalau bukan oleh Allah

Yahweh Sendiri?

Dari kajian kita akan Kitab-kitab Suci terlihat bahwa, sementara di

satu sisi trinitarianisme sudah keliru, akan tetapi, di sisi lain ajaran dari

berbagai macam kelompok Kristen, baik yang purba maupun modern

(mis. golongan Arian, Unitarian, dll), yang mengajarkan bahwa Yesus

hanyalah seorang yang luar biasa, seorang nabi besar, dan ―anak‖ angkat

Allah, sama sekali tidak memadai, sama sekali kehilangan unsur

terpenting dari kemanusiaan Kristus, yaitu kesempurnaannya yang unik,

dan dengan tepat ditolak oleh jemaat awal.

Karena Allah Yahweh, sang Bapa, berkenan meninggikan Yesus di

atas segala makhluk lain, sedemikian rupa sehingga setiap lidah harus

The Only True God 156

mengakui dia sebagai ―Tuhan‖, maka begitulah semestinya ia

diperlakukan dan dihormati ―bagi kemuliaan Allah, Bapa‖ (Flp 2:10,11).

Namun, kesulitannya bagi kita sekarang adalah bahwa sebagai orang

Trinitarian, kita adalah orang-orang yang Kristus-sentris, kita

melakukan segalanya demi kehormatan dan kemuliaan Kristus, dan

karena kita berpikiran Yesus adalah Allah, kita mengira bahwa dengan

memuliakan dia kita sedang memuliakan Allah. Jadi, gagasan

menghormati Kristus ―bagi kemuliaan Allah, Bapa (Yahweh)‖ sebenarnya

adalah konsep asing bagi kita. Dalam benak kita, Yahweh nyaris tidak

diperhitungkan sama sekali, dan bahkan ―Allah-Bapa‖ trinitaris

sekalipun memiliki sedikit, jika ada, signifikansi nyata dalam cara

berpikir kita yang Kristus-sentris. Disinilah perlunya suatu perubahan

radikal, pembaharuan budi (Rm 12:2), jika kita ingin kembali kepada

monoteisme Alkitabiah.

Namun, masa lalu kita yang trinitaris tidak akan membuat hal ini

mudah; adalah sulit untuk melepaskan sesuatu yang telah begitu lama

ada pada pusat kehidupan dan pikiran kita. Sulit untuk kita menyadari

bahwa dengan menuhankan dan mengidolakan Yesus (bagaimana lagi

kita harus menyebutnya?), kita tidak menaati baik Allah Yahweh

maupun Kristus-Nya. Kita telah gagal dalam melihat bahwa Yesus adalah

jalan, bukan tempat tujuan; ia adalah seorang perantara, imam agung

yang mempersembahkan kurban kepada Yahweh atas nama kita, tetapi

ia bukan Allah Yahweh yang dengan-Nya kita perlu berdamai. Untuk

selamanya kita bersyukur bahwa ia adalah manusia sempurna yang

―telah mengasihi kita dan menyerahkan diri-Nya untuk kita‖ untuk

―membawa kita kepada Allah‖ (1Ptr 3:18). Dan sekarang, kita

dipersatukan dengan Allah dan Kristus secara kekal di dalam ―tubuh

Kristus‖, yaitu jemaat Allah, di mana Kristus adalah kepalanya dan kita

anggota tubuhnya. Dalam hidup baru ini sekarang kita belajar untuk

menjalin hubungan dengan Allah Yahweh sebagai pusat dari kehidupan

kita, dan di saat yang sama selalu mengingat dan menghormati Kristus

dengan rasa syukur, sang kurban sempurna (seperti dalam Perjamuan

Kudus, atau Ekaristi) yang disediakan oleh Yahweh bagi kita. Kristus

Yesus, satu-satunya manusia sempurna, yang membuat penyelamatan

umat manusia menjadi sesuatu yang mungkin.

Bab 3

Perlunya Menilai

Kembali Pengertian

Kristen akan Manusia

Pandangan rendah akan manusia dalam

trinitarianisme versus ajaran Alkitabiah tentang

manusia sebagai “gambaran dan kemuliaan Allah”

(1Kor 11:7)

ebuah rintangan serius untuk kita menerima Yesus sebagai

manusia sejati dan manusia sempurna adalah teramat rendahnya

pandangan akan manusia dalam pemikiran Kristen, terutamanya

semenjak masa Augustinus, sekitar empat abad setelah masa Kristus.

Pendapat mengenai kerusakan total manusia itu, yang mulai

mendominasi pengajaran Kristen sejak saat itu dan seterusnya,

menurunkan manusia ke keadaan kemerosotan moral yang total.

Semuanya ini dilakukan atas nama meninggikan anugerah Allah sebagai

satu-satunya harapan keselamatan manusia.

Belum cukup untuk para dogmatis ini menunjukkan bahwa

kebenaran atau kesalehan manusia, entah setinggi apa tingkat kebenaran

yang bisa ia capai, tidak pernah bisa memadai untuk patut mendapat

keselamatan, karena tak seorang pun dapat dengan sendirinya mencapai

standar yang dituntut Allah. Itu sebabnya keselamatan tersedia hanya

karena anugerah oleh iman. Tidak, berdasarkan beberapa ayat yang

dikutip di luar konteks, mereka merasa perlu bersikeras bahwa semua

orang itu benar-benar dan sepenuhnya rusak, sama sekali busuk,

kebenaran mereka itu tidak lebih daripada ―kain kotor‖.

S

The Only True God 158

Apakah para dogmatis tersebut sungguh-sungguh ingin

menegaskan, misalnya, bahwa perbuatan orang-orang yang

mengorbankan nyawa mereka dengan beraninya demi menyelamatkan

orang lain (yang banyak terjadi hampir setiap harinya, seperti contoh

baru-baru itu dengan para anggota pemadam kebakaran yang tewas

dalam usaha menyelamatkan orang dari kobaran api di Menara Kembar

pada 9/11) bukanlah perbuatan saleh, bahkan di mata Allah sekalipun,

dan adakah orang yang berani mengatakan kebenaran seperti itu ibarat

―kain kotor‖? Pernyataan-pernyataan Alkitabiah tentang kebenaran yang

bersifat munafik atau yang ―dipamerkan‖, yang dicela oleh Yesus,

disalahterapkan oleh para dogmatis menjadi kebenaran manusia secara

umum. ―Berilah hormat kepada orang yang berhak menerima hormat.‖

Namun, jika semua orang itu rusak, lantas untuk apa memberi hormat

kepada siapa pun? Paulus berbicara tentang ―orang yang baik‖; akankah

kita bersikeras bahwa maksud Paulus dengan ―baik‖ itu hanya di mata

manusia saja? Dan apakah ―orang yang suka damai‖ (Lukas 10:6 BIS) itu

seorang yang saleh atau bukan?

Lagipula, jika pencabutan frase ―kain kotor‖ di luar konteks Yesaya

64:6 dengan tujuan untuk menajiskan seluruh kebenaran manusia ini

berfungsi sebagai contoh ―eksegesis‖ Kristiani atas Kitab Suci, maka

penyalahtanganan Kitab Suci dalam ―eksegesis‖ trinitaris tidaklah

mengherankan. Melihat sepintas nas dalam Kitab Yesaya dengan cepat

akan memperlihatkan bahwa para dogmatis itu sama sekali tidak peduli

dengan inti perkataan dalam kitab itu. Ucapan ―segala kesalehan kami

seperti kain kotor‖ adalah sebuah pengakuan dosa dari hati yang remuk

di hadapan Allah atas nama bangsa Israel, sebuah pengakuan akan

kosongnya ibadat keagamaan mereka, karena kenyataannya adalah

―tidak ada yang memanggil nama-Mu atau yang bangkit untuk

berpegang kepada-Mu‖ (ay.7); dan oleh sebab itu, ―Engkau

menyembunyikan wajah-Mu terhadap kami, dan menyerahkan kami ke

dalam kekuasaan dosa kami‖ (ay.7). Namun, ayat-ayat yang

mendahuluinya menerangkan dengan sangat jelas bahwa tak satu pun

darinya dimaksudkan untuk menyangkali bahwa ada orang-orang di

Israel yang ―menanti-nantikan‖ Tuhan dan yang ―melakukan yang benar

dengan sukacita‖: ―Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada

mata yang melihat seorang allah yang bertindak bagi orang yang

menanti-nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian. Engkau

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 159

menyongsong mereka yang melakukan yang benar dan yang

mengingat jalan yang Kautunjukkan…sejak dahulu kala‖ (Yes 64:4,5).

Cara para dogmatis itu memperlakukan Kitab Suci secara

serampangan dalam dalam rangka menggenapi sasaran dogmatis mereka

dengan melukiskan seluruh umat manusia dalam warna-warni

kerusakan yang mengerikan demi membangun doktrin anugerah mereka

pastilah mencengangkan setiap ekseget Alkitab yang bertanggung-jawab.

Dengan demikian, manusia yang dilukiskan sebagai ―hampir sama

seperti Allah, dan telah memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat‖

(Mzm 8:6) kini nyaris dilukiskan tidak lebih baik daripada si Iblis!

Seorang penulis Kristen mengutip penulis Austria, Karl Kraus (1874-

1936), dengan sedikit nada persetujuan tatkala Kraus menulis, ―Si Iblis

sangat optimis jika mengira ia dapat membuat manusia lebih buruk

daripada keadaan sebenarnya.‖

Kita enggan berbicara tentang

Kristus sebagai manusia

Begitu banyak ajaran Kristiani yang didasari oleh suposisi bahwa Allah

dimuliakan dan keselamatan-Nya dibesarkan dengan merendahkan

manusia sebagai makhluk yang merosot atau rusak. Biasanya, dalam

buku teologi Kristiani, misalnya, penulis menyusun daftar ayat yang

berbicara tentang kefasikan dan kerusakan manusia, sedangkan tujuan

Allah yang mulia untuk manusia nyaris tidak disinggung. Kata-kata

dalam Mazmur 8, ―apakah manusia…?‖ dalam tulisan-tulisan dan lagu-

lagu diperlakukan seolah-olah menyampaikan pertanyaan retoris yang

mengharapkan jawaban negatif, ―Ia bukan apa-apa‖. Jelas, tak seorang

pun mau repot-repot melihat seluruh ayatnya: ―apakah manusia,

sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga

Engkau mengindahkannya?‖ (Mzm 8:5; 144:3) Jauh dari pertanyaan

retoris, sebenarnya ayat itu merupakan ungkapan rasa heran, pujian, dan

syukur, yang digerakkan oleh keprihatinan dan kepedulian Allah kepada

manusia!

Ayub, bahkan dalam rasa ketidakpuasannya pun mengakui hal ini:

―Apakah gerangan manusia, sehingga dia Kauanggap agung, dan

Kauperhatikan, dan Kaudatangi setiap pagi, dan Kauuji setiap saat?‖

(Ayb 7:17,18) Allah telah menjatuhkan pilihan-Nya kepada manusia! Ia

mencurahkan begitu banyak perhatian dan kepedulian kepadanya!

The Only True God 160

Pertanyaan Ayub ―Apakah gerangan manusia?‖ tidak menyodorkan

jawaban seperti ―bukan apa-apa‖, atau ―hanya seorang berdosa yang

rusak‖, melainkan ―seorang yang berharga bagi Allah‖, ―seorang yang

kepadanya Allah telah menjatuhkan pilihan-Nya‖.

Alkitab tentu saja tidak melabur dosa-dosa manusia, tetapi Alkitab

tidak pernah mengemukakan bahwa umat manusia telah rusak dan tidak

bernilai oleh sebab dosa. Keberhargaan manusia bagi Allah, malah

sebagai orang berdosa sekalipun, harus selalu diingat sekalipun

keseriusan dosanya tidak diabaikan; ini adalah sudut pandang

Alkitabiah. Anak yang hilang itu masih tetap anak, setidaknya dalam

pengertian sebagai Adam (yang secara harfiah berarti manusia) (Luk

3:38), sekalipun masih belum dalam pengertian seorang anak Allah di

dalam Kristus.

Tanpa diragukan, dosa telah menurunkan umat manusia kepada

kemiskinan rohaniah, dan lebih buruk lagi, kepada konsekuensi-

konsekuensi mengerikan dari perbudakan di bawah kuasa dosa dan

maut. Namun, bukti bahwa Allah sama sekali tidak pernah meninggalkan

rencana kekal yang telah ditentukan-Nya dari semula untuk manusia

dinyatakan dengan jelas oleh rencana penebusan manusia yang telah

ditetapkan-Nya ―sebelum fondasi dunia‖ melalui ―manusia Kristus

Yesus‖.

Namun, pandangan rendah akan manusia yang begitu tersebar luas

di dalam jemaat Kristen membuat orang-orang Kristen enggan berbicara

tentang Kristus sebagai manusia, kecuali sebagai konsesi bahwa hanya

jika Kristus itu manusia ia tidak bisa menjadi juruselamat manusia. Ia

dilukiskan sebagai seorang yang merendahkan dirinya dengan murah

hati sampai pada kedudukan yang rendah ini sebagai manusia demi

keselamatan kita, walaupun dalam kenyataannya ia adalah Allah, bukan

manusia, sebab dalam jati-dirinya ia adalah ―Allah-Anak‖. Ini adalah

jenis pemikiran yang menguasai pikiran orang Kristen dan, sayangnya,

tidak lagi berhubungan dengan antropologi Alkitabiah serta rencana-

rencana kekal yang mulia dari Allah untuk manusia yang diwahyukan di

dalamnya.

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 161

Pandangan luhur akan manusia dalam Kitab Suci

encana-rencana dan tujuan-tujuan mulia Allah untuk manusia

diwahyukan dengan terang dalam Kitab Suci, tidak

disembunyikan, sehingga tidak ada alasan untuk tidak

melihatnya. Kita sudah mencatat kenyataan bahwa dalam Kejadian 2:7,

Yahweh menghembuskan nafas ke dalam hidung manusia sehingga ia

menjadi makhluk hidup. Apakah yang dilimpahkan Allah kepada

manusia dengan menghembuskan nafas ke dalam hidungnya? Udara

atau oksigen? Tentu saja bukan! Banyak makhluk ciptaan lain yang Ia

bentuk juga menghirup udara dan oksigen, tetapi Ia tidak

menghembuskan nafas-Nya ke dalam mereka. Yang dihembuskan ke

dalam manusia adalah nafas-Nya, atau roh-Nya sendiri. Baik dalam

bahasa Ibrani maupun Yunani, ―nafas‖ dan ―roh‖ adalah kata yang sama,

yaitu, kata Ibrani ruach dan kata Yunani pneuma dapat diterjemahkan

sebagai ―nafas‖ atau ―roh‖. Pada saat seseorang mati, ―roh(nya) kembali

kepada Allah yang mengaruniakannya‖ (Pkh 12:7).

Justru karena manusia memiliki roh yang diberikan kepadanya oleh

Allah, maka dalam arti ini, ia adalah makhluk ilahi. Mungkin saja Yesus

pun tengah menarik perhatian kita kepada fakta tersebut dalam Yohanes

10:34-36. Nas ini adalah kutipan dari Kitab Mazmur: ―Aku sendiri telah

berfirman: ‗Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang Mahatinggi kamu

sekalian. Namun seperti manusia kamu akan mati dan seperti salah

seorang pembesar kamu akan tewas‘‖ (Mzm 82:6,7). Di luar

kemungkinan rujukan kepada orang-orang yang berkuasa dan

berwenang yang disebut ―para allah‖, mungkinkah Yesus bermaksud

lebih dalam lagi dengan menunjukkan bahwa manusia itu ilahi dalam

arti ia telah menerima rohnya dari Allah? Jika demikian, betapa terlebih

lagi Yesus itu ilahi sebagai orang yang didiami Allah dalam kepenuhan-

Nya sebagai Logos (firman) yang berinkarnasi? Sebenarnya, kita tidak

dapat mengucapkan sepatah kata pun tanpa nafas atau roh.

Sedemikianlah dekatnya hubungan antara nafas atau roh itu dengan kata

(yaitu firman).

Jika Mazmur 8:6 dapat berbicara tentang manusia bahkan dalam

keadaannya sekarang ini sebagai telah dimahkotai ―dengan kemuliaan

dan hormat‖, maka akan terlebih besar lagi hormat dan kemuliaannya

tatkala Yahweh telah menyelesaikan penebusan-Nya atas manusia! Dan

kemuliaan serta hormat manusia itu persisnya mencakup apa? ―Engkau

membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah

R

The Only True God 162

Kauletakkan di bawah kakinya‖ (ay.6). Dan sejauh apa persisnya

jangkauan kekuasaan yang telah diberikan Allah kepada manusia dengan

menaruh ―segala-segalanya…di bawah kakinya‖? Jawaban yang

mengejutkan adalah bahwa ―segala-segalanya‖ itu mencakup segala

sesuatu secara mutlak kecuali Allah saja!

―Sebab segala sesuatu telah ditaklukkan-Nya di bawah kaki-Nya.

Tetapi kalau dikatakan, bahwa ‗segala sesuatu telah ditaklukkan‘,

maka teranglah, bahwa Ia sendiri yang telah menaklukkan segala

sesuatu di bawah kaki Kristus itu tidak termasuk di dalamnya‖

(1Kor 15:27).

Ini berarti bahwa tujuan Allah di dalam Kristus adalah untuk

menjadikan manusia wakil penguasa-Nya atas seluruh penciptaan,

penguasa kedua setelah Allah di seluruh alam semesta ini! Semuanya ini

akan dilaksanakan oleh Allah melalui Kristus—sebagai manusia, sebab

kata-kata dalam Mazmur 8 menyangkut manusia dan tujuan luhur

Yahweh baginya.

Hal ini diilustrasikan dengan baik dalam kisah Yusuf yang terkenal

itu, di mana ia diangkat menjadi penguasa atas segala-galanya di Mesir

oleh Firaun—segala-galanya, kecuali Firaun sendiri (Kej 45:26), sehingga

dirinya menjadi orang kedua setelah Firaun di seluruh negeri itu.

Demikianlah rencana mulia yang telah ditentukan Allah untuk manusia

di dalam Kristus. Peninggian Kristus dalam Filipi 2:9-11 dapat

diilustrasikan dengan peninggian Yusuf sebagai penguasa Mesir seperti

berikut, ―Sesudah itu Firaun menanggalkan cincin meterainya dari

jarinya dan mengenakannya pada jari Yusuf; dipakaikannyalah kepada

Yusuf pakaian dari pada kain halus dan digantungkannya kalung emas

pada lehernya‖ (Kej 41:42). Perlakuan itu bukan sekadar tata upacara,

karena dengan ini Firaun menganugerahkan otoritasnya serta

kemuliaannya sendiri kepada Yusuf, yang paling khususnya adalah

dengan memberikan kepada Yusuf cincin meterainya yang memuat

stempel pribadi Firaun, yang digunakan untuk menyegel surat-surat

perintah resmi dari raja. Itu berarti bahwa Firaun telah mempercayakan

seluruh otoritas pribadinya kepada Yusuf, dengan demikian

memberdayakan dia untuk bertindak atas nama Firaun. Dengan cara

yang sama, dalam Filipi 2:9-11, Yahweh menganugerahkan kemuliaan

dan otoritas ilahi-Nya Sendiri kepada Yesus. Sama seperti cincin meterai

yang memuat nama Firaun (nama di atas segala nama di Mesir),

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 163

demikian pula, Yahweh menganugerahkan nama di atas segala nama

kepada Yesus, dan dengan demikian sepenuhnya memberdayakan Yesus

untuk bertindak atas nama-Nya.

Namun demikian, kenyataan bahwa dari semua ciptaan, manusia

Kristus Yesus itu (dan kita di dalam Kristus) akan menjadi penguasa

kedua setelah Allah Yahweh sepertinya masih belum cukup untuk para

Trinitarian. Berangkat dari semangat yang menyesatkan untuk

―sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar‖

(Rm 10:2; yang juga pernah saya lakukan) mereka bersikeras bahwa

Kristus harus mutlak setara dengan Allah dalam segala-galanya—sesuatu

yang ditolak oleh Kristus sendiri (Flp 2:6). Untuk alasan tertentu yang

aneh (mungkin juga sesat?) mereka tidak mau menerima kalau Yahweh

sajalah yang ―semua di dalam semua‖ (1Kor 15:28), sekalipun hal ini

ditegaskan oleh sang Anak sendiri dengan ketaklukkannya kepada Allah,

yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawahnya (ay.28). Baik

adanya untuk kita berhati-hati kalau-kalau kita membiarkan semangat

kita yang menyesatkan membawa kita kepada penghukuman.

Nilai manusia dalam Cerita Kitab Kejadian

Cerita dalam Kitab Kejadian memberikan penandasan tersendiri yang

kuat akan nilai manusia bagi Allah. Melihat kisah penciptaan dengan

seksama, tepat sekali untuk kita mengatakan bahwa sebuah label bisa

dipasangkan kepada manusia dengan tulisan, ―Buatan tangan Allah‖. Ini

dikarenakan secara jasmaniah manusia dilukiskan telah ―dibentuk‖ satu

per satu oleh Allah secara personal (tidak melalui tangan ketiga); dan

secara rohaniah, manusia adalah ―hembusan nafas Allah‖: ―TUHAN

(Yahweh) Allah… menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya‖

(Kej 2:7). Apakah terlalu sulit untuk melihat di sini sebuah gambaran

yang sedikit banyak mirip dengan ―resusitasi mulut ke mulut‖? Atau,

apakah itu yang memang dimaksud oleh deskripsi yang gamblang ini?

Apapun keadaannya, manusia diciptakan sebagai gambaran atau citra

Allah yang personal (Kej 1:26,27), yang dirancang agar kemuliaan-Nya

dikenal oleh seluruh ciptaan.

Dasar apa yang digunakan untuk berbicara tentang Adam sebagai

―buatan tangan‖-nya Allah? Dasar yang digunakan adalah kata

―membentuk‖ dalam Kejadian 2:7, ―TUHAN (Yahweh) Allah membentuk

manusia itu dari debu tanah‖. Kata tersebut digunakan untuk

The Only True God 164

menggambarkan seorang tukang periuk, yang dengan tangannya,

membentuk bejana dari tanah liat di atas jentera pembuat periuk.

Dalam Kejadian 2:19 disebutkan bahwa Allah juga membentuk

makhluk-makhluk ciptaan lain, tetapi bukan untuk menjunjung

gambaran atau citra-Nya, sebagaimana halnya manusia. Juga, tidak

disebutkan tentang Allah yang menghembuskan nafas ke dalam mereka

seperti yang Ia lakukan kepada Adam. Ini tampaknya menunjukkan

bahwa Yahweh bisa menghidupkan Adam tanpa harus menghembuskan

nafas ke dalam lubang hidungnya, tetapi Ia khusus memilih untuk

berbuat demikian demi alasan-alasan ilahi-Nya sendiri .

Si perempuan pun secara khusus adalah ―buatan tangan‖ Allah

sebagaimana dinyatakan dalam Kejadian 2:21,22: ―Dan dari rusuk yang

diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang

perempuan‖. Oleh karena Hawa dibuat dari rusuk dan daging Adam yang

hidup, Yahweh tidak perlu menghembuskan nafas ke dalam hidungnya

secara terpisah, seperti yang Ia lakukan dengan debu tak bernyawa dari

mana Adam terbentuk. Dan, sama seperti Adam, ia pun seorang

penjunjung citra Allah (Kej 1:27).

Citra Allah

yat-ayat yang berbicara tentang Yesus sebagai ―gambaran Allah‖

seringkali dikutip seolah-olah ayat-ayat itu membuktikan

ketuhanannya. Namun, manusia demikian juga disebut

―gambaran Allah‖, tetapi tak seorang Trinitarian pun akan mengutipnya

sebagai bukti ketuhanan manusia. Lagipula, berbicara soal gambaran

atau citra yang dipuja atau disembah menimbulkan pertanyaan berikut:

Apakah arti pemberhalaan? Bukankah artinya penyembahan kepada

citra? Jika Yesus adalah citra Allah, sebagaimana dinyatakan berulang-

kali dalam PB, bukankah penyembahan kepadanya berarti

pemberhalaan? Jika diperdebatkan bahwa dalam halnya dengan Yesus

itu tidak apa-apa karena ia adalah Allah, maka yang terjadi adalah Yesus

sebagai Allah tengah disembah sebagai gambaran Allah. Dapatkah Allah

disamakan dengan citra-Nya sendiri?

Kalau tidak, apakah tengah dikemukakan bahwa pribadi ke-2 dari

Trinitas ini adalah citra dari pribadi pertama, yaitu, Anak adalah

gambaran dari Bapa? Namun, dalam Kitab Suci, gambaran, menurut

definisinya, adalah suatu turunan atau citra dari yang aslinya, misalnya

A

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 165

foto atau patung; dan jika Anak adalah turunan dari Bapa sehingga

menjadi gambaran-Nya, maka jelas ia lebih rendah tingkatannya

ketimbang Bapa. Lantas, atas dasar apa para Trinitarian menolak

subordinasi sang Anak? Begitu pula, sepatah kata diturunkan dari

pembicaranya, jadi, bagaimana mungkin Firman (yang secara harfiah

berarti kata) Allah bisa setara dengan Allah Sendiri?

Penting untuk diperhatikan bahwa tulisan-tulisan Yohanei, yang

menjadi sumber favorit teks-teks bukti trinitaris, menutup surat

pertamanya dengan sebuah peringatan tentang penyembahan berhala

dalam ayat penutupnya: ―Anak-anakku, waspadalah terhadap segala

berhala‖ (1Yoh 5:21). Dengan sukacita dan rasa syukur kita harus

menghormati dan mencintai, memuji dan memuja Tuhan kita Yesus

Kristus, tetapi ada garis pembatas yang bila kita lampaui akan

menjatuhkan kita ke dalam dosa pemberhalaan yang menjijikkan.

Kita telah melampaui garis pembatas itu tatkala kita mewartakan

Kristus sebagai Allah, setara dalam setiap aspek dengan sang Bapa, dan

yang harus disembah seyogyanya Allah. Dalam Kitab Wahyu, kitab yang

memuat tentang Allah yang disembah sebagai Wujud yang tertinggi,

Allah (Yahweh) secara mutlak menjadi Pusat dan satu-satunya Sasaran

penyembahan, sedangkan Yesus diberi pemujaan dan pujian di beberapa

tempat, dan selalu sebagai ―Anak Domba‖.

Yesus sebagai Citra Allah

alam Kejadian 1:26,27; 9:6, kita melihat bahwa manusia

diciptakan dalam ―gambar‖ Allah. Gambar atau citra adalah

gambaran, rupa, atau perwakilan dari seseorang atau sesuatu.

Dalam Kejadian 5:3 dikatakan bahwa Set ada dalam ―rupa‖ dan ―gambar‖

ayahnya, Adam, yaitu, ia mempunyai kemiripan secara jasmaniah, dan

barangkali juga dalam karakternya, dengan sang ayah. Bukankah ini

berarti bahwa sudah sepantasnya Set bisa berkata, ―Barangsiapa telah

melihat aku, ia telah melihat bapaku‖? Ini mengingatkan kita kepada

ucapan Yesus dalam Yohanes 14:9, ―Siapa saja yang telah melihat Aku, ia

telah melihat Bapa.‖ Yesus jelas tengah berbicara tentang dirinya sebagai

citra Allah. Ini bukan klaim bahwa ia adalah Allah, melainkan

sebaliknya, klaim bahwa ia adalah manusia sejati itu, ―Adam yang akhir‖

(1Kor 15:45), dia yang betul-betul mewakili umat manusia sebagaimana

D

The Only True God 166

manusia sesungguhnya dimaksudkan oleh Allah, yakni, sebagai

gambaran atau citra yang melaluinya Allah mewahyukan Dirinya.

Kedua kata ini, ―rupa‖ dan ―gambar‖, diterapkan kepada manusia

dalam Kejadian 1:26; dan seperti yang telah kita lihat, keduanya bisa

merujuk kepada kemiripan antara anak dengan ayahnya, sebagaimana

halnya Set. Bukankah ini menerangkan mengapa Adam, karena ia

diciptakan dalam gambaran Allah, disebut ―anak Allah‖ (Luk 3:38)?

Manusia sekurang-kurangnya adalah perwakilan Allah akan Dirinya

untuk dilihat oleh seluruh penciptaan, di surga dan di bumi. Betapa

luhurnya tujuan Allah bagi manusia!

Dalam Bilangan 33:52 kata Ibrani yang sama untuk ―gambar‖

(seperti dalam Kej 1:26,27) dipakai untuk berhala-berhala yang terbuat

dari logam yang mewakili ilah yang disembah oleh penduduk setempat.

Kata tersebut kerap dipakai untuk ―gambaran-gambaran‖ berupa

patung-patung ilah (2Raj 11:18; 2Taw 23:17; Yeh 7:20; Am 5:26), dan

untuk ―gambaran-gambaran manusia‖ atau ―berhala-berhala laki-laki‖

(Yeh 16:17; 23:14). Dari sini kentara bahwa ―gambaran-gambaran‖ itu

sering berada dalam bentuk manusiawi. Yesaya 44:13 melukiskan

seorang pengrajin yang sedang membuat berhala semacam itu, ―Tukang

kayu merentangkan tali pengukur dan membuat bagan sebuah patung

dengan kapur merah; ia mengerjakannya dengan pahat dan

menggarisinya dengan jangka, lalu ia memberi bentuk seorang laki-laki

kepadanya, seperti seorang manusia yang tampan, dan selanjutnya

ditempatkan dalam kuil‖. Kata-kata ―bentuk seorang laki-laki‖ dalam

bahasa Yunani adalah morphē dan anēr, yang berarti ―rupa seorang laki-

laki‖ sama seperti dalam Yehezkiel 16:17.

Semua ini memperlihatkan bahwa ―gambar‖ dan ―rupa‖ pada

dasarnya bermakna sama. Namun, apa yang signifikan untuk

penyelidikan kita di sini adalah bahwa kata morphē (―rupa/bentuk‖)

adalah kata yang dipakai dalam Filipi 2:6, ―rupa Allah‖, yang

menunjukkan bahwa ―gambaran Allah‖ dan ―rupa Allah‖ jelas-jelas

bersinonim. Ini berarti bahwa frase ―rupa Allah‖ harus dipahami sesuai

dengan gagasan gambar Allah seperti dalam Kejadian 1:26,27; 9:6.

Manusia sebagaimana diciptakan dalam gambaran dan rupa Allah dapat

dengan pantas digambarkan berada dalam ―rupa Allah‖. Namun, sebagai

orang-orang Trinitarian kita tidak ragu memasukkan penafsiran kita

sendiri ke dalam frase ini, padahal kenyataannya kita tidak mampu

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 167

menyodorkan sepotong bukti Alkitabiah apa pun yang mendukung

penafsiran kita atas frase tersebut yang mengartikan Yesus sebagai Allah.

Sekarang kita harus mengajukan pertanyaannya: apakah kita

sebenarnya melihat citra dan kemuliaan Allah dalam manusia

sebagaimana manusia itu saat ini? Barangkali hampir semua orang akan

menjawab tidak. Mengapa? Bukankah ini jelas-jelas karena

ketidaksempurnaan manusia saat ini? Hanya manusia sempurnalah

yang dapat benar-benar mencerminkan kemuliaan Allah. Sekarang kita

mulai memahami signifikansi Yesus sebagai satu-satunya manusia yang

sempurna.

Bahwa Yesus adalah citra Allah yang sejati ditandaskan tanpa

ambiguitas dalam PB:

2 Korintus 4:4, ―yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang

pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka

tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus yang

adalah gambaran Allah.‖

Kolose 1:15, ―Dialah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang

sulung, lebih utama dari segala yang diciptakan.‖

Sebuah gambaran atau citra merupakan representasi dari yang aslinya.

Gambaran tersebut harus menjunjung rupa atau bentuknya. Dengan

demikian, kecuali jika Kristus ada dalam ―rupa13‖ Allah (Flp 2:6,), ia

tidak bisa menjadi citra Allah.

Akan tetapi, Paulus pun melihat manusia pada umumnya sebagai

citra Allah. Berlawanan dengan ajaran Kristiani, Alkitab tidak

menganggap manusia telah kehilangan citra Allah oleh karena dosa

Adam, ataupun mengemukakan bahwa citra tersebut telah dihancurkan

atau dirusak oleh dosa Adam. Ini bukan murni masalah doktrin,

melainkan sesuatu yang secara serius berkonsekuensi praktis terhadap

manusia. Sebab, jika manusia dalam arti apa pun tidak lagi berada dalam

citra Allah, maka prinsip yang diucapkan dalam Kejadian 9:6 tidak lagi

akan sah, ―Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan

tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut

gambar-Nya sendiri.‖ Kesakralan hidup manusia berakar dalam

keberadaannya dalam citra Allah. Karena itu, membunuh seseorang

13 morfh,, morphē, ―rupa, penampilan luar, bentuk‖, BDAG

The Only True God 168

membawa konsekuensi serius. Namun, jika manusia tidak lagi berada

dalam citra Allah, maka membunuh manusia tidak akan jauh berbeda

dengan membunuh binatang. Pengesahan Yesus atas Kejadian 9:6

tercermin dalam perkataannya kepada Petrus, ―Masukkan pedang itu

kembali ke dalam sarungnya, sebab semua orang menggunakan

pedang, akan binasa oleh pedang.‖ (Mat 26:52). Hal ini menunjukkan

bahwa Yesus tidak sependapat dengan doktrin Kristen saat ini yang

disetujui secara umum. Ini juga menunjukkan bahwa ketika Paulus

berbicara mengenai manusia sebagai ―gambaran dan kemuliaan Allah‖

(1Kor 11:7), perkataannya itu sesuai sepenuhnya dengan PL dan dengan

ajaran tuannya.

Namun begitu, citra Allah dalam manusia tetap harus

disempurnakan tatkala Kristus tampil, sebab hanya ketika itulah kita

akan menjadi serupa dengan dia yang adalah citra Allah yang sempurna,

sebagaimana dinyatakan dalam ayat berikut ini:

1 Yohanes 3:2, ―Saudara-saudaraku yang terkasih, sekarang

kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita

kelak; akan tetapi, kita tahu bahwa apabila Kristus dinyatakan,

kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia

dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.

Citra Allah di dalam Kristus itu jelas jauh lebih unggul ketimbang citra

Allah dalam manusia pada umumnya; tetapi, oleh karena Kristus dan

manusia keduanya adalah penjunjung citra Allah, dan karena itu,

memiliki ―rupa‖-Nya (sekalipun dalam derajat keunggulan yang

berbeda), Filipi 2:6 tidak bisa dipergunakan untuk mendukung

ketuhanan Kristus dalam arti trinitaris menjadi setara dengan Allah

secara mendasar atau hakiki.

“Baiklah Kita menjadikan manusia”

Beberapa dari kaum Trinitarian yang lebih terpelajar menyadari bahwa

kurangnya bukti PL untuk doktrin ini menimbulkan masalah serius atas

keabsahannya; mereka menyadari fakta bahwa nyaris tidak ditemukan

sepotong bukti pun di situ. Jadi, sebagian orang Trinitarian

mencengkram apa saja yang dirasa mampu memberi sedikit dukungan.

Yang menyedihkannya, mereka bahkan menunjuk pada tiga kali kata

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 169

kudus dalam Yesaya 6:3, seolah-olah mereka tidak tahu bila pemberitaan

kata ―Kudus‖ rangkap-tiga itu dimaksudkan untuk mengungkapkan

kekudusan pada tingkatan tertinggi, sebagaimana kita berbicara tentang

tiga tingkatan dari agung, lebih agung, paling agung; atau tinggi, lebih

tinggi, paling tinggi; begitu juga dengan kudus, lebih kudus, paling

kudus. Ini kurang lebih mirip dengan cara Yesus memakai frase

―Sesungguhnya, sesungguhnya‖ (―Truly, truly‖) guna penekanan lebih

besar.

Bahwa Kitab Kejadian memakai bentuk persona pertama jamak

dalam Kejadian 1:26 (―Baiklah Kita menjadikan manusia menurut

gambar dan rupa Kita‖), terus-menerus digunakan untuk mengusulkan

Trinitas. Masalah dengan argumen itu adalah, pertama, kata ―Kita‖ tidak

menyatakan apa-apa tentang jumlah dari pribadi-pribadi yang

dimaksud, karena jumlahnya bisa berapa saja. Kedua, kata itu tidak

membuktikan apa pun tentang kesetaraan dari pribadi-pribadi yang

dipahami dalam bentuk persona pertama pluralis. Misalnya, seorang

panglima angkatan bersenjata sebuah negara bisa berkata, ―Bersama-

sama kita akan memenangkan peperangan ini‖; kata persona pertama

jamak ―kita‖ dalam pernyataan di atas tidak memberikan petunjuk apa

pun mengenai jumlah prajurit yang akan bertempur di bawah

perintahnya, apalagi mengemukakan bila setiap orang di antara mereka

itu setara dengannya.

Jadi, apa lagi yang dapat dicapai dengan memakai ―Kita‖ dalam

Kejadian 1:26 selain berusaha membangun sebuah perkara untuk

politeisme, di mana jumlah maupun kedudukan para allah itu tidak

penting? Namun, dalam konteks monoteisme Alkitab, perkara seperti itu

tidak dapat dibangun karena Alkitab hanya mengakui ―satu-satunya

Allah‖ (Yoh 5:44). Lagipula, di dalam konteks PL, dari Amsal 8:20 kita

melihat bahwa Hikmat digambarkan secara metaforis sebagai satu

pribadi, yang bekerja-sama dengan Allah dalam penciptaan. Jadi, cara

paling gamblang untuk memahami Kejadian 1:26 adalah bahwa ―Kita‖

merujuk kepada Allah dan Hikmat-Nya. Kata ini pun bisa merujuk

kepada Firman-Nya jika ―firman TUHAN (Yahweh)‖ dalam Mazmur 33:6

ini dipersonifikasikan.

Mengenai bentuk jamak dalam ―baiklah Kita menjadikan manusia

menurut gambar dan rupa Kita‖ (Kej 1:26), hal yang tidak diketahui oleh

kebanyakan orang Kristen adalah bahwa, ketika sampai pada penciptaan

manusia dalam ayat berikutnya, kata kerja untuk ―cipta‖ semuanya

The Only True God 170

berbentuk tunggal dalam bahasa Ibrani, yang berarti hanya Allah

Sendirilah yang terlibat dalam penciptaan manusia ini. Demikian bunyi

ay.27: ―Maka Allah menciptakan [bentuk tunggal t.] manusia itu menurut

gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan[t.]-Nya dia; laki-laki dan

perempuan diciptakan[t.]-Nya mereka‖. Kata kerja ―cipta‖ muncul 3 kali

dalam bentuk tunggal—seolah-olah untuk menekankan! Hal yang sama

juga benar dalam teks Yunaninya. Namun, dari berbagai terjemahan

Inggris dan terjemahan Indonesia orang tidak akan tahu karena ―mereka

menciptakan‖ atau ―ia menciptakan‖ tidak ada bedanya dalam kedua

bahasa itu untuk bentuk kata kerja ―cipta‖. Dalam Kejadian 9:6, ―Allah

membuat [t.] manusia itu menurut gambar-Nya sendiri‖, ―membuat‖ di

sini sama dengan kata kerja yang ada dalam Kejadian 1:26 dan berbentuk

tunggal. Juga, dalam seluruh referensi berikutnya tentang tindakan

Allah yang menciptakan manusia, Kitab-kitab Suci selalu menyatakannya

dalam bentuk tunggal baik dalam Kitab Kejadian (5:1; 9:6) maupun

dalam bagian Kitab Suci selebihnya (Ayb 35:10; Mzm 100:3; 149:2; Yes

64:8; Kis 17:24; dst.).

Menariknya, kata kerja yang sama ―menjadikan‖ yang dipakai

dalam Kejadian 1:26 dalam bentuk jamak ini dipakai dalam Kejadian 9:6

dalam bentuk tunggal. Jadi, barangkali kata ―Kita‖ dalam Kejadian 1:26

itu yang memungkinkan Amsal 8:30 berbicara tentang Hikmat yang

terlibat dalam pembuatan serta pembentukan segala sesuatu yang

diciptakan.

Yesaya 9:5

―Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah

diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas

bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah

yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai.‖

egitu sedikit teks dalam PL yang berguna bagi trinitarianisme

sehingga kita terpaksa membuat loncatan besar dari Kitab

Kejadian ke Kitab Yesaya! Yesaya 9:5 adalah salah satu dari

begitu sedikit teks-teks PL yang dapat ditemukan oleh para Trinitarian

untuk dipergunakan sebagai ―bukti‖ atas ketuhanan Kristus, tetapi

seperti biasanya, dengan tidak mempedulikan konteksnya. Sekilas

B

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 171

pandang kepada ayat berikutnya serta-merta menunjukkan bahwa kata-

kata itu menyatakan raja Davidik yang dijanjikan, sang Mesias:

―Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan

berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya,

karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan

dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya.

Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.‖

(Yes 9:6)

Jadi, ―anak‖ atau ―putera‖ dalam 9:5 ini adalah pewaris takhta Daud

sebagaimana dijelaskan oleh ay.6. Kepada pewaris yang dijanjikan inilah

kata-kata dalam Mazmur 2:7 ditujukan, ―Anak-Ku engkau! Engkau telah

Kuperanakkan pada hari ini.‖

―Allah yang Perkasa‖: Bahwa sang raja bisa disapa dengan ―Allah

(elohim)‖ terlihat dalam Mazmur 45:7 (ILT). Dalam ayat yang tepat

selanjutnya, Mazmur 45:8, Yahweh dinyatakan sebagai ―Allahmu‖:

―Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu Allah,

Allahmu, telah mengurapi engkau dengan minyak sebagai tanda

kesukaan, melebihi teman-teman sekutumu‖. Pembukaan dari Mazmur

ini pun dengan gamblang menyatakan, ―aku hendak menyampaikan

sajakku kepada raja‖ (Mzm 45:2). Lihat pula dalam Mazmur 82:6,7, ―Aku

sendiri telah berfirman: ‗Kamu adalah allah, dan anak-anak Yang

Mahatinggi kamu sekalian. Namun seperti manusia kamu akan mati dan

seperti salah seorang pembesar kamu akan tewas.‘‖ Yesus mengutip ayat

ini dalam Yohanes 10:34. Intinya adalah bahwa kata ―allah‖ kadang

dipakai dalam PL dengan rujukan kepada seseorang yang memiliki

kekuasaan, seperti seorang pembesar atau raja, tetapi tidak menyiratkan

kalau orang tersebut ilahi. Namun, ―Allah yang Perkasa‖ juga dapat

dimengerti dalam gambaran peninggian yang dianugerahkan kepada

Yesus sebagaimana dilukiskan dalam Filipi 2:9.

―Bapa yang Kekal‖: Seorang raja yang baik dianggap sebagai bapa

oleh rakyatnya; dan oleh karena kerajaannya tidak akan pernah berakhir

(―dari sekarang sampai selama-lamanya‖, 9:6), ia bisa sepantasnya

disebut ―bapa yang kekal‖. Dalam Daniel 7 Allah memberikan kerajaan

yang kekal kepada ―anak manusia‖: ―Lalu diberikan kepadanya (―anak

manusia‖, ay.13) kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja,

maka orang-orang dari segala bangsa, suku bangsa dan bahasa mengabdi

kepadanya. Kekuasaannya ialah kekuasaan yang kekal, yang tidak akan

The Only True God 172

lenyap, dan kerajaannya ialah kerajaan yang tidak akan musnah.‖ (Dan

7:14)

―Penasihat Ajaib‖ dan ―Allah yang Perkasa‖ menerangkan alasan

atas ―besar kekuasaannya‖. Besar kekuasaannya dan damai sejahtera,

sebagai ―yang kekal‖ dan ―yang tidak akan lenyap‖, pada gilirannya

menerangkan mengapa ia akan disebut ―bapa yang kekal‖ dan juga

―Raja Damai‖.

Pemberian huruf kapital pada keempat julukan itu dalam

terjemahan Inggris berdampak pada pengangkatan mereka ke status

ilahi; demikianlah dampaknya pada pembaca atas pemberian huruf

kapital pada kata-kata tersebut! Tentu saja, huruf kapital tersebut ada

dalam teks Inggris, bukan dalam teks Ibrani.

Mengingat PB, tak diragukan sama sekali bila nubuatan-nubuatan

ini mencapai penggenapannya di dalam Kristus. Nubuatan-nubuatan itu

juga tergenapi dalam fakta bahwa pencapaiannya dilaksanakan oleh

Allah Sendiri, yang ada di dalam Kristus melaksanakan semuanya. Hal

ini diungkapkan dalam bagian terakhir dari nubuatan tersebut,

―Kecemburuan TUHAN semesta alam akan melakukan hal ini.‖ Yahweh

Sendirilah yang akan memastikan kesuksesannya.

Namun, masih ada kemungkinan lain yang tidak ditiadakan oleh

uraian yang mendahuluinya: Yesaya 9:5 bisa jadi merupakan sebuah

nubuatan mengenai Yahweh Sendiri yang datang di dalam pribadi

Mesias Yesus dalam arti yang dinyatakan dalam Kolose 2:9. Barangkali

ini adalah cara paling sederhana dan gamblang dalam memahami

nubuatan tersebut, sekalipun tanpa mengesampingkan uraian

sebelumnya sebagaimana berlaku pada sang Mesias, anak Daud, sebagai

manusia.

Penerapan Yesaya 9:5 kepada Yahweh bisa ditegaskan dalam gelar

―Ajaib‖ atau ―Penasihat Ajaib‖, sebab dalam Yesaya 28:29 Yahweh

dilukiskan sebagai ―ajaib dalam keputusan‖. Dalam Hakim-Hakim 13:18

―malaikat TUHAN‖ memberitahu Manoah dan isterinya (orang-tua

Samson) bahwa namanya adalah ―Ajaib‖, dan kemudian pasangan

tersebut menyadari bahwa mereka telah ―melihat Allah‖ (Hak 13:22).

Gelar ―Allah yang Perkasa‖ mempunyai kesejajaran dengan Mazmur

50:1, dan ―Raja Damai‖ diilustrasikan dengan lukisan indah dalam

Yesaya 11:6-9.

Kesimpulan: Sementara keempat gelar dalam Yesaya 9:5 dapat dan

memang berlaku kepada Mesias yang dijanjikan itu, adalah benar juga

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 173

bahwa gelar-gelar itu bahkan lebih baik diterapkan kepada Yahweh

Sendiri. Dengan mendiami Mesias selama masa pelayanannya, kualitas-

kualitas ilahi itu terungkapkan dalam kehidupan Mesias Yesus

sedemikian rupa sehingga kemuliaan ilahi itu diwahyukan melalui dia

sebagai ―gambar Allah yang tidak kelihatan‖ (Kol 1:15).

Apakah Allah berkenan jika kita

menyembah citra-Nya?

ita harus kembali kepada bahasan tentang manusia yang telah

diciptakan sebagai ―gambaran Allah‖. Kita pun telah melihat

bahwa Kristus adalah citra Allah par excellence karena hanya

dia sajalah manusia yang sempurna itu. Namun, kini kita harus

menanyakan pertanyaan yang berbobot: Apakah firman Allah

memperbolehkan penyembahan kepada ―gambaran Allah‖ atau ―citra

Allah‖? Dalam kaitannya dengan trinitarianisme, jelas bukanlah

pertanyaan yang murni akademis untuk menanyakan apakah kita boleh

menyembah citra Allah alih-alih Allah Sendiri, atau bahkan

berdampingan dengan Allah Sendiri.

Deskripsi Kristus sebagai ―gambaran Allah‖ (eivkw.n tou/ qeou/, eikōn

tou theou), ditemukan dalam 2 Korintus 4:4; Kolose 1:15; Ibrani 1:3; dan

sementara istilahnya tidak dipakai dalam Injil Yohanes, gagasannya

terungkapkan dalam banyak pernyataan penting, khususnya dalam

Yohanes 14:9, dan dalam Yohanes 1:14,18; 12:45; 14:10; 15:24. Gambar

kepala kaisar pada sekeping mata uang disebut eikōn (gambaran/citra),

yaitu rupa atau potret (Mat 22:20 dan ayat sejajar lain). Citra kaisar jelas

bukan kaisar, jadi, bukankah jelas bahwa Kristus sebagai citra Allah itu

bukan Allah? Apa susahnya memahami fakta ini? Akan tetapi, sebagai

umat Trinitarian tampaknya kita tidak mampu membedakan citra

dengan yang diwakili olehnya karena penalaran dogma trinitaris yang

telah diputarbalikkan.

Namun, pertanyaan yang ingin kita jawab adalah: Apakah Allah

berkenan bila kita menyembah citra-Nya? Jika jawabannya ―Ya‖, maka

tidak ada alasan untuk kita tidak dapat menyembah manusia, sebab ia

diciptakan dalam citra Allah. Akan tetapi, Kitab Suci bukan saja

melarang menyembah manusia, siapapun dia, tetapi juga citra manusia,

patung lelaki atau patung orang (Yeh 16:17). Oleh karena itu, Rasul

Paulus mencela orang-orang yang berpaling dari Allah dan ―berbuat

K

The Only True God 174

seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh.

Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan

gambaran (eikōn) yang mirip dengan manusia yang fana‖ (Rm 1:22,23).

Perhatikan bahwa kata ―gambaran‖ adalah kata yang sama dengan kata

yang dipakai oleh sang Rasul untuk Kristus dan manusia pada umumnya

sebagai citra Allah. Setiap orang itu fana, dan Kristus pun tidak

terkecuali, jika tidak maka ia tidak bisa mati untuk dosa-dosa umat

manusia. Ia telah dibangkitkan dari antara orang mati, dan demikian

juga akan terjadi dengan semua umat beriman; apakah itu berarti bahwa

orang yang sudah dibangkitkan dari kematian diizinkan untuk

disembah? Dan malahan dalam halnya dengan seorang Allah-manusia,

atau manusia ilahi, dapatkah orang menyembah dia tanpa menyembah

yang lainnya?

Larangan menyembah citra dari apa saja diabadikan dalam Ulangan

4:15-19. Kita hanya perlu melihat dua ayat pertamanya,

15 ―Hati-hatilah sekali sebab kamu tidak melihat sesuatu rupa

pada hari TUHAN (Yahweh) berfirman kepadamu di Horeb dari

tengah-tengah api 16 supaya jangan kamu berlaku busuk dengan

membuat bagimu patung yang menyerupai berhala apapun: yang

berbentuk laki-laki atau perempuan.‖

Ada dua hal yang serta-merta menonjol: (1) Yahweh tidak memiliki

―rupa‖ yang dapat dilihat (2) Empat kata dipakai dalam ayat selanjutnya

untuk mencakup seluruh pilihan: ―patung‖, ―berhala‖, ―menyerupai‖, dan

―berbentuk‖. Tidak ada bentuk atau bayangan yang luput dari larangan

menciptakan sasaran penyembahan apapun selain Allah yang hidup,

Yahweh.

Yang perlu disadari adalah bahwa di sini kita sedang membahas

Perintah pertama dari Sepuluh Perintah; hal ini dijabarkan dalam

Ulangan 5:

6 ―Akulah TUHAN (Yahweh), Allahmu, yang membawa engkau

keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. 7 Jangan ada padamu allah lain di hadapan-Ku. 8 Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun

yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau

yang ada di dalam air di bawah bumi. 9 Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah

kepadanya, sebab Aku, TUHAN (Yahweh) Allahmu, adalah Allah

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 175

yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-

anaknya dan kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari

orang-orang yang membenci Aku, 10 tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang,

yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada

perintah-perintah-Ku.‖

Hendaknya diamati bahwa ―kesalahan‖ yang dibicarakan di sini (ay.9)

bukanlah dosa pada umumnya, tetapi merujuk kepada hal yang baru saja

disebut, yakni, ―sujud menyembah‖ kepada ―gambaran‖ atau ―rupa‖ apa

pun. Yahweh adalah satu-satunya sasaran penyembahan sejati karena

hanya Dialah sang Pencipta dan Penyelamat (ay.6).

Gagasan yang mengemukakan adanya ―allah‖ lain (ay.7) yang dapat

disembah alih-alih, atau berdampingan dengan Yahweh, adalah

penghinaan bagi-Nya: ―Jadi dengan siapa hendak kamu samakan Allah,

dan apa yang dapat kamu anggap serupa dengan Dia?‖ (Yes 40:18).

Kaum Trinitarian tampaknya tidak mampu menangkap sifat monoteisme

Alkitabiah, oleh karena itu timbul kesan adanya pribadi-pribadi lain

selain Yahweh sebagai sasaran penyembahan. ―Dengan siapa hendak

kamu samakan Aku, seakan-akan Aku seperti dia? firman Yang

Mahakudus‖ (Yes 40:25). Untuk pertanyaan tersebut para Trinitarian

dengan berani menjawab, ―Yesus, Allah-Anak‖. Mereka sebaiknya

mempertimbangkan Perintah Pertama dengan seksama, dan mengingat

bahwa Yesus sendiri dengan tegas mengesahkan pewartaannya dalam

Ulangan 6:4: ―Dengarlah, hai orang Israel, TUHAN (Yahweh) Allah kita,

Tuhan itu esa!‖

Larangan atas penyembahan kepada citra apa saja

akan dilawan

Tidak mengherankan bila ada satu individu yang dengan sengaja akan

melawan larangan atas penyembahan kepada citra: Antikristus.

Kata ―eikōn‖ (yang umumnya diterjemahkan menjadi ―gambar(an)‖,

misalnya Roma 1:23) dipakai 10 kali dalam Kitab Wahyu; semuanya

merujuk kepada patung binatang (Why 13:14,15 (x3); 14:9,11; 15:2; 16:2;

19:20; 20:4). ―Patung‖ atau ―gambaran/citra‖ (eikōn) adalah kata kunci

dalam Kitab Wahyu, yang jauh lebih sering muncul daripada dalam kitab

PB lain—3 kali lebih banyak daripada kitab-kitab lain dalam PB.

The Only True God 176

Dalam Wahyu 13:15 citra binatang itu diberi nafas hidup, artinya,

citra itu dibuat hidup dan tampil sebagai gambaran hidup dari binatang

itu; ini jelas suatu tiruan yang disengaja dari kenyataan bahwa manusia

(dan Kristus ―manusia terakhir‖) adalah gambaran Allah yang hidup (Kej

1:26,27; 1Kor 11:7; bdk. 2Kor 3:18 dan 1Kor 15:49). Penyembahan kepada

binatang dan/atau citranya adalah pemberhalaan yang dipaksakan

kepada umat manusia oleh si binatang sebagai suatu ekspresi

pemberontakan terbesar melawan Allah sang Pencipta dan Penebus.

Wahyu 14 ayat 9 dan 11 berbicara tentang penyembahan binatang

dan citranya. Wahyu 16:2 dan 19:20 berbicara tentang citra itu sendiri

sebagai sasaran penyembahannya; menerima tanda dari si binatang dan

menyembah citranya itu tak terpisahkan. Menolak menyembah citra

binatang itu akan diganjar dengan hukuman mati, 13:15. Wahyu 20:4

menunjukkan bahwa penyembahan kepada binatang ataupun citranya

sebenarnya adalah sama. Dari semuanya ini jelas bahwa memaksa orang

ke dalam pemberhalaan merupakan tujuan pokok pengenaan ―tanda dari

si binatang‖, dan hal itu meringkaskan tujuan kampanye anti-Allahnya si

binatang. Mereka yang belum disesatkan ke dalam pemberhalaan akan

dipaksa masuk ke dalam pemberhalaan tersebut, atau dibunuh.

Dalam Kitab Wahyu orang-orang yang menyembah binatang

ataupun citranya sama-sama layak dihukum di depan Allah, dan akan

menerima murka-Nya. Menyembah citra si binatang atau menyembah

binatang itu sendiri pada hakikatnya adalah hal yang sama. Apakah itu

juga benar dalam prinsip penyembahan kepada Allah ataupun

penyembahan kepada citra-Nya (sekalipun sasaran penyembahannya

berbeda)? Maksudnya: Apakah menyembah Allah dan menyembah citra-

Nya itu pada hakikatnya adalah hal yang sama, setidaknya kalau citra itu

adalah Kristus dan bukan manusia lain?

Bolehkah Yesus disembah karena ia adalah citra Allah?

ita sudah mencatat bahwa Kristus adalah citra Allah (demikian

pula manusia pada umumnya). Apakah ini berarti bahwa

melakukan penyembahan kepada citra Allah dan juga kepada

Allah itu Sendiri secara Alkitabiah bisa diterima, karena betapa pun juga,

citra itu adalah citra Allah, bukan citra si binatang? Dan oleh karena

manusia juga adalah citra Allah, lantas apakah kita boleh menyembah

manusia sebagai citra Allah? Jika jawabannya adalah tidak, lantas

K

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 177

mengapa kita boleh menyembah ―manusia Kristus Yesus‖ (1Tim 2:5)?

Bukankah penyembahan kepada citra apa pun merupakan

pemberhalaan? Bukankah Yesus sendiri dengan tanpa kompromi

memberitakan, ―Sebab ada tertulis: ‗Engkau harus menyembah Tuhan,

Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah (atau, sendiri, monos) engkau

berbakti!‘‖; ―menyembah‖ (proskuneō) dan ―berbakti‖ (latreuō) adalah

kata sinonim (Mat 4:10; Luk 4:8). Apakah kita menyebut diri kita murid-

muridnya akan tetapi tidak mengindahkan ajarannya? Jika kita telah

memutuskan bahwa kita boleh menyembah Yesus yang merupakan citra

Allah, maka bukankah ini berarti kita telah jatuh ke dalam pemberhalaan

sebelum dipaksa jatuh ke dalam bentuk pemberhalaan lain? Apakah

barangkali ada bentuk pemberhalaan lain yang lebih bisa diterima? Jika

orang-orang terpilih sudah disesatkan ke dalam satu bentuk

pemberhalaan (Mat 24:24), apakah keadaan mereka akan jauh lebih

buruk jika dipaksa masuk ke dalam bentuk pemberhalaan lain?

Bisakah Yesus menjadi berhala?

Pertanyaannya bisa diajukan dengan cara lain: Apakah mungkin

menjadikan Yesus Kristus berhala? Dan apakah hal itu suatu

pengecualian terhadap larangan penyembahan berhala? Atau apakah

menyembah Yesus itu bukan pemberhalaan? Tentu saja, kaum

Trinitarian akan bersikeras bahwa Yesus adalah Allah-Anak, tetapi

dapatkah mereka menyangkali kemanusiaannya? Jika tidak, maka

bukankah ini berarti bahwa menyembah Yesus artinya menyembah

manusia, sekalipun kita bersikeras bahwa ia adalah manusia ilahi? Jadi,

apakah menyembah manusia tertentu ini dapat diterima? Dapat diterima

di mata siapa? Di mata kaum Trinitarian atau Allah? Mengapa sulit

untuk menemukan bukti dalam PB akan adanya penyembahan kepada

Yesus (yang berbeda dari memberikan penghormatan tertinggi

kepadanya yang layak ia terima)? Doksologi-doksologi dalam PB

ditujukan kepada satu-satunya Allah, tanpa menyebut Yesus. Misalnya, 1

Timotius 1:17 ―Hormat dan kemuliaan sampai selama-lamanya bagi Raja

segala zaman, Allah yang kekal, yang tidak nampak dan yang esa!‖

Demikian pula, dalam Kitab Wahyu kata ―sembah‖ (proskuneō) tidak

pernah dipakai untuk merujuk kepada Yesus, ―sang Anak Domba‖, tetapi

hanya dan selalu kepada Allah Yahweh.

The Only True God 178

Dan jika menyembah ―manusia Kristus Yesus‖ itu diperbolehkan,

mengapa salah untuk menyembah ibunya, Maria? Kenapa tidak sekalian

saja menyembah semua santo lainnya, sebagaimana dilakukan umat

Katolik? Jika manusia adalah ―gambaran dan kemuliaan Allah‖, maka

sekali kita memperbolehkan menyembah satu manusia, lantas

berdasarkan prinsip apa kita mengecualikan manusia lain, dan siapakah

yang memutuskan prinsip pengecualian tersebut? Di manakah kita akan

menarik garis pembatas terhadap pemberhalaan tatkala pintu airnya

terbuka? Demi kesejahteraan kita yang kekal, sebaiknya kita memegang

kata-kata terakhir Surat 1 Yohanes di dalam hati dan pikiran kita, ―Anak-

anakku, waspadalah terhadap segala berhala‖ (5:21).

Jadi, kita perlu terus melanjutkan pertanyaan penting ini: Dalam

Kitab Suci, apakah pernah ada pembenaran untuk menyembah citra itu?

Citra Allah itu bukan Allah. Jika citra itu adalah Allah maka kita hanya

perlu menyembah citra tersebut; mengapa kita masih perlu menyembah

Allah? Citra Bapa bukanlah sang Bapa, melainkan sang Anak. Sekalipun

saya mempunyai saudara kembar yang sama persis dengan saya sehingga

orang lain yang melihat saudara kembar saya mengira bahwa dia adalah

saya, saudara kembar itu tetap bukan saya. Namun demikian, bukankah

itu yang justru dilakukan oleh trinitarianisme dengan menyembah citra

Allah selaku Allah ?

Apakah Filipi 2:10 membenarkan kita

menyembah Kristus?

9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan

mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, 10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di

langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, 11 dan segala lidah mengaku: ―Yesus Kristus adalah Tuhan,‖ bagi

kemuliaan Allah, Bapa!

esus tidak meninggikan dirinya; Allah-lah yang sangat

meninggikan dia dan mengaruniakan kepadanya nama di atas

segala nama. Para pakar tidak yakin apakah ini artinya bahwa

nama ―Yesus‖ untuk selanjutnya ditinggikan sebagai nama di atas segala

nama, seperti tampak ditunjukkan oleh ayat berikutnya; tetapi

kemungkinan yang lebih besar adalah bahwa nama atau gelar yang

diberikan kepadanya adalah ―Tuhan‖, karena segala lidah akan

Y

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 179

mengakuinya sebagai Tuhan (ay.11). ―Tuhan‖ di sini bukan ―TUHAN‖

(Yahweh), melainkan yang diberitakan oleh Rasul Petrus dalam Kisah

Para Rasul 2:36, ―Jadi, seluruh kaum Israel harus tahu dengan pasti

bahwa Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi

Tuhan dan Kristus.‖ ―Allah telah membuat Yesus…menjadi Tuhan‖ sama

persis mencerminkan apa yang dikatakan dalam Filipi 2:11.

Bagaimanapun juga, nyaris tidak mungkin kalau Yahweh akan

berbagi nama-Nya sendiri dengan Yesus, sebab jika demikian maka akan

ada dua pribadi dengan nama yang sama, yang membuat mereka praktis

tidak dapat dibedakan! Lagipula, perkataan Yahweh dalam Yesaya 48:11

membuang kemungkinan itu, ―Aku akan melakukannya oleh karena Aku,

ya oleh karena Aku sendiri, sebab masakan nama-Ku akan dinajiskan?

Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain.‖ Dalam

Kitab Suci, ―kemuliaan‖ dan ―nama‖ seringkali bersinonim. Yang perlu

diingat di sini adalah bahwa Allahlah yang meninggikan Yesus dan

bahwa ini dilakukan bagi kemuliaan Allah Bapa (ay.11). Maksudnya,

Allah adalah pemrakarsa (yang awal) dan sasaran (yang akhir) dari

peninggian Yesus. Kegagalan dalam memahami hal ini berakibat pada

penyalahtafsiran bagian teks ini dari himne tersebut.

Filipi 2:10-11 dikenal berasal dari Yesaya 45:23, ―dan semua orang

akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan bersumpah setia dalam

segala bahasa.‖ Untuk memahami hal ini dengan tepat kita perlu melihat

konteksnya dalam Yesaya 45,

21 ―Bukankah Aku, TUHAN (Yahweh)? Tidak ada yang lain, tidak

ada Allah selain dari pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat,

tidak ada yang lain kecuali Aku! 22 Berpalinglah kepada-Ku dan biarkanlah dirimu diselamatkan,

hai ujung-ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang

lain. 23 Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulut-Ku telah

keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik kembali:

dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan

bersumpah setia dalam segala bahasa, 24 sambil berkata: Keadilan dan kekuatan hanya ada di dalam

TUHAN (Yahweh).‖

Nas ini dimulai dan diakhiri dengan Yahweh, ―TUHAN‖, dan tidak ada

yang lain yang disebut dalam keempat ayat ini. Perhatikan juga bahwa

The Only True God 180

persisnya kata-kata, ―semua akan bertekuk lutut…semua lidah

mengakui‖ muncul dalam Surat Filipi. Namun, kata-kata ini adalah isi

dari sumpah yang diucapkan oleh Yahweh Sendiri, yang tidak dapat

berlaku kepada siapa pun juga selain Yahweh. Lalu, bagaimana ayat-ayat

ini bisa bersangkutan dengan Yesus dalam Surat Filipi? Jawabannya

tidak sulit ditemukan jika kita tidak membiarkan dogma kita

mengaburkan persepsi kita. Perbandingan yang cermat antara nas dalam

Surat Filipi dengan nas dalam Kitab Yesaya memberikan jawabannya.

Ada sebuah perbedaan yang penting sekali antara kedua nas tersebut:

Dalam Kitab Yesaya tertulis ―dihadapan-Ku (yaitu Yahweh)‖ semua

orang akan bertekuk lutut, tetapi dalam Filipi 2:10 tertulis ―pada nama

Yesus‖, di mana dalam bahasa Yunaninya tertulis secara harfiah ―dalam

nama Yesus (en tō onomati Iēsou)‖. Kini, maknanya menjadi jelas:

Dalam, oleh, atau pada saat menyebutkan nama Yesuslah segala lutut

akan bertekuk kepada Yahweh, ―dihadapan-Ku‖. Demikian pula, ―segala

lidah mengaku: ―Yesus Kristus adalah ‗Tuhan‘,‖ bagi kemuliaan Allah,

Bapa (yaitu, Yahweh)‖ (Flp 2:11).

Bukan kepada Yesus segala lutut akan bertekuk, melainkan kepada

Yahweh segala lutut akan bertekuk ―dalam nama Yesus‖, atau pada saat

nama Yesus disebut. Demikianlah BDAG Leksikon Yunani-Inggris

(onoma) menerjemahkan kalimat ini, ―bahwa ketika nama Yesus

disebut, segala lutut harus bertekuk”. BDAG memberikan banyak contoh

tentang ini; salah satunya adalah, ―Bersyukur kepada Allah evn ovn. VIhsou/ Cr. sewaktu menyebut nama Yesus Kristus, Efesus 5:20‖, yang pada

hakikatnya berarti bersyukur kepada Allah oleh karena Yesus. BDAG

juga memberi komentar menarik tentang ―melalui‖ atau ―oleh nama‖:

―dampak yang ditimbulkan oleh nama itu disebabkan oleh

pengucapannya‖. Maka, dampak yang ditimbulkan dengan mengucapkan

nama Yesus adalah segala lutut akan bertekuk di hadapan Yahweh, sama

seperti yang disumpahkan Yahweh akan terjadi.

Sekarang semestinya mulai terlihat jelas dari Filipi 2:6-11 dan PB

secara keseluruhan bahwa nilai yang tak terbandingkan dari nama Yesus

tidak bersandar pada dirinya yang kononnya ―Allah-Anak‖, tetapi lebih

pada dirinya sebagai manusia sempurna di mana hanya dia saja yang

mampu berkata, ―Aku senantiasa melakukan apa yang berkenan kepada-

Nya‖ (Yoh 8:29), dan yang tentangnya Yahweh berfirman, ―Inilah Anak-

Ku yang terkasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan‖ (Mat 3:17; 17:5). Tidak

heran Yesus dapat berkata, ―Sesungguhnya Aku berkata kepadamu:

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 181

Segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya

kepadamu dalam nama-Ku‖ (Yoh 16:23; 15:16). Apa pun yang dilakukan

oleh Yesus, tujuannya selalu dan semata-mata untuk memuliakan Bapa,

―Dan apa pun yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan

melakukannya, supaya Bapa dimuliakan di dalam Anak‖ (Yoh 14:13).

“Rupa Allah” dan “gambaran Allah”; Filipi 2:6

―(Yesus) yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap

kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus

dirampas‖ (Flp 2:6 ESV)

Yesus merupakan citra Allah sebagai manusia, karena ―Dialah

gambar Allah yang tidak kelihatan‖ (Kol 1:15), yakni, sifat Allah yang

tidak kelihatan dibuat kelihatan di dalam Yesus. Kenyataan bahwa ia

adalah citra Allah pada masa kehidupannya di bumi itu (―Siapa saja yang

telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa‖, Yoh 14:9) menunjukkan bahwa

ia telah memiliki kedudukan di hadapan Allah yang mungkin

menyebabkan dia berpikiran untuk merampas kesetaraan dengan Allah.

Mungkinkah ini unsur pokok dalam kisah pencobaan di Matius 4 dan

Lukas 4? Bukankah dalam hal ini Adam gagal, ―kamu akan menjadi

seperti Allah‖ (Kej 3:5)?

Maka, persisnya dalam hal Adam gagal oleh karena ketidaktaatan,

Kristus harus berhasil agar menjadi Juruselamat kita (Rm 5:19, ―Jadi

sama seperti melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah

menjadi orang berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang

banyak orang menjadi orang benar‖). Namun, jika ketaatan ini (menolak

merampas kesetaraan dengan Allah) ada dalam keadaan pra-eksisten,

maka itu bukan sebagai manusia, bukan sebagai ―Adam yang akhir‖, dan

dengan demikian tidak dapat membatalkan ketidaktaatan Adam, karena

sebagaimana tertulis dalam Roma 5:19: ―melalui ketaatan satu orang‖.

Ini berarti Filipi 2:6 tidak dapat dipikirkan sehubungan dengan keadaan

pra-eksistensi tanpa meniadakan keselamatan umat manusia. Untuk

alasan tersebut pandangan James Dunn bahwa nas dalam Filipi 2 ini

harus dipahami sehubungan dengan ―Kristologi Adam‖ dapat dihargai

(The Theology of Paul the Apostle). 14 Adam gagal justru karena

14 Kristologi Adam mewakili usaha mempelajari Kristus sebagai manusia,

The Only True God 182

ketidaktaatannya, dan ketidaktaatan itu pada hakekatnya adalah suatu

tindakan pemberontakan, dan pemberontakan sebagai penolakan

otoritas adalah klaim implisit terhadap kesetaraan dengan otoritas itu.

Dalam hal inilah Adam menyatakan klaim terhadap kesetaraan dengan

Allah. Namun, Kristus, ―Adam yang akhir‖ (1Kor 15:45) menolak

merampas kesetaraan dengan Allah. Ia puas dengan peranan yang

diberikan Allah kepadanya selaku ―Adam yang akhir‖, yang

mengakibatkan Allah dapat menjadikan dia ‗juruselamat dunia‖ (Yoh

4:42; 1Yoh 4:14).

Dan berbicara tentang peranan yang diberikan Allah, kata ―rupa‖

muncul lagi dalam ayat berikutnya (Flp 2:7) yang biasanya

diterjemahkan menjadi ―mengambil rupa seorang hamba‖, di mana

―mengambil‖ adalah terjemahan untuk kata lambanō. Namun, lambanō

dapat berarti ―mengambil‖ atau ―menerima‖. Jadi, frase itu bisa juga

diterjemahkan menjadi ―menerima rupa seorang hamba‖, peranan yang

diberikan kepadanya oleh Allah.

Penafsiran trinitaris atas Filipi 2:6dyb. tidak meyakinkan sama

sekali. Satu alasan utamanya adalah karena istilah ―rupa Allah‖

merupakan batu sandungan besar bagi mereka. Perkaranya akan tuntas

bagi mereka seandainya ayat itu hanya mengatakan, ―Walaupun ia

adalah Allah…‖ Namun, kasihan untuk trinitarianisme, bukan itu yang

dikatakan. Dengan menolak makna kata ―rupa‖ yang cukup berdasar

kuat sebagai sebuah representasi atau citra, mereka gagal memberikan

penafsiran yang semestinya mengungkapkan apa yang dikatakan oleh

teksnya, maka, dengan beraninya mereka memasukkan penafsiran

mereka sendiri kedalamnya.

Secara dogmatis BDAG menyatakan bahwa ―rupa‖ adalah

―ungkapan ilahi dalam Kristus yang pra-eksisten‖, tetapi tidak

memberikan penjelasan apa pun tentang bagaimana kata tersebut secara

leksikal dapat berarti demikian. Karenanya, leksikon trinitaris itu

tampak terlibat dalam penyebarluasan trinitarianisme ketimbang setia

―Adam‖, yang adalah kata Ibrani untuk ―manusia‖. Namun, pandangan

rendah akan manusia yang pada umumnya dianut oleh umat Kristen berarti

bahwa Kristologi macam ini tidak disambut oleh kebanyakan dari mereka.

Dalam percakapan saya dengan seorang profesor teologi beberapa waktu

yang lalu, ia mendeskripsikan Kristologi Prof. Dunn sebagai ―rendah‖. Ini

dikarenakan manusia dalam teologi Kristiani itu ―rendah‖.

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 183

kepada ilmu leksikografinya. Oleh karena itu, kita sering kali perlu

meminta tolong kepada leksikon Yunani-Inggris sekuler dan otoritatif

seperti yang dikarang oleh Liddell and Scott guna mencari pandangan

yang tidak memihak. Dengan sia-sia saya memeriksa Greek-English

Lexicon saya yang sangat besar dan lengkap (2042 halaman dalam

cetakan kecil, tanpa menghitung Lampiran yang terdiri dari 153

halaman) karangan Liddell, Scott, dan Jones (Oxford, 1973), guna

menemukan semacam petunjuk adanya kaitan antara morphē dengan

gagasan pra-eksistensi dalam bentuk atau rupa apa pun (mohon maaf

atas permainan katanya!). Oleh karena alasan ini pula, tidak terdapat

kaitan yang hakiki antara morphē dengan kata ―Allah‖. Ditambah dengan

fakta bahwa morphē berarti ―penampilan luar, bentuk, bentuk badani‖

(atas definisi BDAG sendiri), dan jelas bahwa tak satu pun dari semua itu

berlaku untuk Allah karena ―Allah itu Roh‖ (Yoh 4:24). Itulah sebabnya

mengapa kita sama sekali tidak terdapat mengaitkan ―rupa‖ dengan

―Allah‖ kecuali melalui pengajaran Alkitabiah tentang manusia sebagai

―gambaran Allah‖. Dalam bahasa Alkitabiah, “rupa Allah” berarti

“gambar Allah”, yang tak pelak merujuk kepada manusia sebagai citra

Allah (Kej 1:26,27, dll).

Analisa Filipi 2:6-7

―(Yesus) yang, walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap

kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus

dipertahankan‖ (Flp 2:6)

Bandingkan dengan:

―(Yesus) yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap

kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus

dirampas‖ (Flp 2:6 ESV)

ekali kita terbebaskan dari indoktrinasi trinitaris yang bersikeras

bahwa ―dalam rupa Allah‖ sama dengan ―sebagai Allah‖, dan sekali

kita memperoleh kembali kejernihan pikiran, kita semestinya

dapat melihat kekeliruan dari penggunaan kata ―dipertahankan‖ dalam

ayat di atas. Jelas sekali kita hanya mempertahankan apa yang sudah

menjadi kepunyaan kita. ILT edisi-2 patut dipuji untuk terjemahannya

yang memang jauh lebih akurat tetapi dengan pembacaan yang agak

S

The Only True God 184

berbeda, ―Dia, yang meskipun ada dalam rupa Elohim (Allah), tidak

menganggap bahwa menjadi setara dengan Elohim (Allah) adalah

sesuatu yang harus dirampas.‖ (Flp 2:6; ILT ed. 2) Dalam terjemahan

ILT ini semestinya dengan mudah kita dapat melihat bahwa seandainya

Yesus adalah Allah, maka sama sekali tidak ada alasan atau perlunya

untuk kesetaraan dengan Allah itu “dirampas” (harpagmos) olehnya,

karena ia sudah memilikinya. Hanya orang yang tidak memiliki

kesetaraan dengan Allah (seperti halnya Adam) yang bisa berkeinginan

merampasnya (bdk. Kej 3:5,6). Oleh karena itu, untuk membuat ayat ini

mengatakan bahwa ―sebagai Allah ia (Yesus) tidak merampas kesetaraan

dengan Allah‖ artinya membuat Kitab Suci itu tidak berarti,

sesungguhnya, nyaris tidak masuk akal. Ini tentunya suatu pelanggaran

serius terhadap Tuhan dan firman-Nya.

Para Trinitarian menolak kenyataan bahwa ayat ini jelas-jelas

menyatakan bahwa Yesus bukan Allah dan, tidak seperti Adam dan

Hawa, ia tidak berusaha merampas kesetaraan dengan Dia. Tak

mengherankan, beberapa orang Trinitarian, tidak segan untuk sampai

mencoba mengartikan kata yang diterjemahkan dengan ―grasp‖ dalam

sejumlah terjemahan Inggris menjadi kurang lebih seperti berikut: ia

tidak ―berpegang pada‖ atau ―mempertahankan‖-nya. Namun, kata

Yunani harpagmos tidak menerima pemutarbalikan seperti itu. Berikut

ini adalah maknanya dalam BDAG Greek-English Lexicon, ―1. suatu

perampasan harta milik dengan kekerasan, perampokan 2.

sesuatu yang mana orang dapat mengklaim atau

mempertahankan gelar dengan mencengkeram atau

merampas‖. Namun, mengenai definisi kedua ini Lexicon mengakui

bahwa ―Makna tersebut tidak dapat dikutip dari kesusastraan non-

Kristen, tetapi secara gramatikal dapat dibenarkan‖. Makna kedua

tersebut tidak diberikan dalam leksikon Yunani-Inggris lainnya seperti

yang dikarang oleh Liddell dan Scott, atau Thayer. Makna utama kata

harpagmos, ―perampokan‖, adalah merampas apa yang bukan milik

kita. Makna kedua yang diberikan BDAG bertujuan untuk meniadakan

sifat kekerasan dari tindakan ―perampokan‖, dan membuatnya merujuk

semata-mata kepada pengklaiman sesuatu dengan mencengkeram atau

merampasnya. Namun, makna yang telah diperlunak ini bahkan tidak

membuang fakta bahwa yang dimaksud adalah merampas sesuatu yang

bukan milik orang yang merampasnya.

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 185

Semuanya ini memperlihatkan bahwa makna Filipi 2:6 sangat jelas:

ayat ini menyatakan kebalikan persis dari apa yang coba diperdebatkan

oleh trinitarianisme dari ayat ini. Apa yang memang dikatakan oleh ayat

ini adalah bahwa Yesus, sekalipun sebagai citra Allah yang tertinggi,

sebagai ―rupa Allah‖, tidak berusaha merampas atau mengklaim

kesetaraan dengan Allah. Ia sama sekali bertolak-belakang dengan

Adam. Ia tidak berdosa seperti halnya Adam. Sebagai manusia sempurna

ia bisa menggenapi peran luhur sebagai Juruselamat dunia.

Jauh dari keinginan mengklaim kesetaraan dengan Allah, ia

―mengosongkan‖ (kenoō) dirinya. Mengingat pembahasan terdahulu,

kita tidak perlu membuang waktu membahas spekulasi-spekulasi

trinitaris tentang Yesus yang kononnya di dalam pra-eksistensinya,

mengosongkan dirinya dari hak-hak prerogatif ilahinya. Jika mereka

lebih memperhatikan apa yang sebenarnya dikatakan oleh nas ini, alih-

alih berupaya sekuat tenaga membacakan penafsiran mereka sendiri ke

dalam teksnya, mereka akan melihat bahwa makna ―mengosongkan

dirinya‖ dijelaskan dalam himne ini melalui paralelisme puitis yang

ditemukan tepat dalam baris kalimat berikutnya: ―ia merendahkan

dirinya‖ (Flp 2:7), yang merupakan padanan puitis dari ―mengosongkan

dirinya‖.

Dengan menolak merebut, atau bahkan mengklaim, kesetaraan

dengan Allah (sama sekali berkebalikan dari Adam dan Hawa), maka,

tanpa disangsikan ditetapkanlah bahwa Yesus adalah citra Allah yang

unggul. Namun, ia berbuat lebih daripada tidak mengklaim kesetaraan

itu—―Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan

sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8).

Maksud tujuan Filipi 2:6-8 yang spiritual

akan tetapi praktis

Di dalam menafsirkan ―himne Kristus‖ ini (Flp 2:6-11), para Trinitarian

tidak lagi dapat melihat alasan mengapa Rasul Paulus menempatkan

himne itu dalam surat kepada jemaat di Filipi ini. Namun, tujuannya

dinyatakan secara eksplisit dalam kalimat sebelum himne itu:

―Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan

perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus‖ (ay.5). Himne ini tidak

ditempatkan di tengah-tengah wacana teologis. Tujuan utamanya adalah

untuk mengarahkan kepada Yesus sebagai teladan untuk ditiru oleh

The Only True God 186

setiap orang beriman. Oleh karena itu, tujuan Paulus sangatlah praktis.

Di sini ia tidak berniat mengajarkan apa yang oleh teologi kemudian hari

disebut ―Kristologi‖. Dengan demikian, jika pendapat umum para pakar

itu benar (yaitu bahwa Paulus di sini tengah mengutip himne yang

digunakan dalam gereja awal), maka ia bukan pengarang himne itu

melainkan mengutipnya, karena sangat cocok dengan tujuan praktis

yang ada dalam benaknya.

Kita telah menyimpang dari tujuan semula seluruh nas ini tatkala

kita hanyut ke dalam spekulasi-spekulasi teologis, sementara tidak lagi

dapat melihat panggilan untuk menjalani kehidupan seperti Kristus. Jika

Kristus itu Allah, sebagaimana ingin ditegaskan oleh para Trinitarian

dengan nas itu, bagaimanakah persisnya ia dapat berfungsi sebagai

teladan untuk manusia? Kita tidak memiliki ―hak-hak prerogatif ilahi‖

untuk kita tanggalkan, dan sesungguhnya kebanyakan orang tidak

memiliki hak prerogatif yang nyata atau bahkan hak istimewa untuk

dilepaskan, sekalipun mereka ingin melepaskannya. Sebagian dari

mereka yang termasuk ke dalam kelas terpandang boleh jadi berpikiran

untuk melepaskan sebagian dari hak istimewa mereka, tetapi bagaimana

dengan mayoritas rakyat? Penerapan praktis apa yang ada dalam benak

Paulus, melihat terutamanya kebanyakan orang beriman pada masanya

bisa digolongkan ke dalam kelas ―rakyat biasa‖?

Kaitan penting antara Flp 2:17 (―dicurahkan‖) dan 2:7 inilah yang

biasanya luput dari perhatian, meskipun kaitan semantis antara

―dikosongkan‖ (kenoō) dan ―dicurahkan‖ (spendomai) semestinya cukup

jelas, karena sebuah bejana yang telah dicurahkan akan menjadi kosong.

Paulus selalu memastikan ia mengajar sebagai teladan untuk orang lain;

apa yang dikatakannya tentang Kristus dalam 2:7 ia terapkan kepada

dirinya sendiri dalam jangkauan 10 ayat tersebut!

Namun, sama juga pentingnya, Filipi 2:17 menerangkan makna

ay.7, karena dalam arti ―dicurahkan‖ inilah makna ―mengosongkan

dirinya‖ menjadi jelas, terlebih lagi karena, maknanya diterangkan

dalam ay.8, ―ia telah merendahkan dirinya dan taat sampai mati‖.

Ketaatan sampai mati inilah, pencurahan diri inilah yang persisnya ditiru

oleh Paulus dalam kesiapannya untuk membiarkan darahnya dicurahkan

demi Allah dan jemaat-Nya. Dalam 2 Timotius 4:6, ia ―sudah mulai

dicurahkan (spendomai, kata yang sama dalam Flp 2:17)…saat

kematianku sudah dekat‖. Tujuan praktis yang hendak ditekankan oleh

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 187

Paulus dalam Filipi 2 dapat diringkas dalam perkataannya, ―Ikutilah

teladanku, sama seperti aku juga mengikuti teladan Kristus‖ (1Kor 11:1).

Sekarang semestinya jelas bagi kita bahwa spekulasi trinitaris

tentang Yesus yang ―mengosongkan‖ diri dari keilahiannya, atau dari

hak-hak prerogatifnya, adalah gagasan yang dibacakan ke dalam teks itu.

Dengan demikian, hal itu benar-benar tidak mungkin untuk kita samai

atau kita tiru—―Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh

pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus‖ (Flp 2:5).

Lagipula, sekalipun kata ―mengosongkan‖ di sini tidak merujuk kepada

hak-hak istimewa ilahi, melainkan kepada hak-hak istimewa manusia

saja, nyaris tidak ada apa-apa untuk ditiru oleh jemaat di Filipi, karena

mereka termasuk ke dalam kelas sosial yang lebih rendah (seperti halnya

kebanyakan orang beriman pada masa itu, 1Kor 1:26), yang pada

umumnya sangat miskin (2Kor 8:2). Hak-hak apa yang mereka miliki

yang bisa mereka kosongkan? Akan tetapi, mereka bisa setia dan taat

sampai mati (Why 2:10). Mereka dapat siap ―dicurahkan‖ seperti halnya

Paulus sendiri (2Tim 4:6; Kis 20:24). Paulus menulis surat ini dari dalam

penjara, dan ia selalu hidup dengan prospek maut di ambang pintu demi

kepentingan Injil. Kaum beriman pun, terus-menerus hidup di bawah

ancaman ataupun realitas penganiayaan. Oleh karena itu, Paulus berseru

kepada orang-orang beriman terutamanya untuk mengenang teladan

Kristus, yang sekarang diteladankan untuk mereka dalam kehidupannya

sendiri.

Filipi 2:6-11

enafsiran trinitaris nas ini didasari oleh penafsiran trinitaris atas

Yohanes 1:1dyb. Dengan demikian, Filipi 2:6dyb. dianggap

merujuk kepada Logos pra-eksisten yang ditafsirkan sebagai

Allah-Anak. Buang anggapan tersebut, dan penafsiran Filipi 2:6

berkenaan dengan Yesus Kristus yang pra-eksisten itu tidak akan dapat

bertahan karena itu bergantung pada persamaan Logos = Yesus Kristus

yang keliru, yang sebagaimana telah kita lihat, tidak berdasar dalam Injil

Yohanes.

Lagipula, Surat Filipi ditulis sebelum Injil Yohanes (menurut

pendapat kebanyakan pakar, sekitar 30 tahun sebelum Injil itu). Jadi,

apakah ada alasan untuk berpikir bahwa jemaat di Filipi memahami

surat Paulus kepada mereka dalam istilah Yohanes 1:1, belum lagi

P

The Only True God 188

penafsiran trinitaris atasnya? Mereka telah diajar oleh Rasul Paulus

secara personal; di manakah dalam ajarannya ia berbicara tentang

Kristus yang pra-eksisten? Dan dalam nas Surat Filipi ini tidak terdapat

apa-apa yang membuatnya mesti dipahami dalam pengertian pra-

eksistensi. Pra-eksistensi dibacakan ke dalam teksnya, bukan

dikeluarkan dari teksnya (eisegesis, bukan eksegesis). Dan ini termasuk

istilah ―rupa Allah‖.

Sekalipun kita berusaha menafsirkan Filipi 2 dengan Hikmat yang

pra-eksisten, kita akan terbentur dengan pertanyaan: Kapankah Hikmat

pernah berusaha merampas kesetaraan dengan Allah? Tak satu pun

―entitas‖ metaforis lain seperti Taurat atau Logos berbuat hal itu. Ini

berarti bahwa sekalipun Kristus dianggap Logos yang pra-eksisten dalam

Filipi 2:6, merampas kesetaraan dengan Allah itu tidak bereferensi.

Fakta gamblangnya adalah bahwa hanya Adam saja yang melalui

ketidaktaatannya berbuat hal semacam itu, dan hanya Adam saja yang

relevan berkenaan dengan kristologi Paulin di mana Kristus adalah

―manusia kedua‖ (1Kor 15:47), ―Adam yang akhir‖ (1Kor 15:45).

Filipi 2:6-8

Sebagai orang-orang Trinitarian yang dibesarkan dalam doktrin dosa

asali dan kerusakan total manusia, kita sangat bingung dengan cara

memahami pernyataan Paulus bahwa ―manusia menyinarkan gambaran

dan kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7). Kata ―menyinarkan‖ dalam teks

Yunani ada dalam kala masa kini, bukan kala masa lalu (yaitu sebelum

―Kejatuhan Manusia‖)! Tentu saja, kita tidak beralasan mengatakan

Paulus telah berbuat kesalahan, ataupun adanya bukti kekeliruan dalam

tradisi tekstualnya.

Seandainya Paulus hanya berkata ―manusia menyinarkan gambaran

Allah‖, itu sudah cukup bermasalah, karena menurut doktrin dosa asali

citra itu paling sedikitnya telah ternoda, atau malah hancur sama sekali,

sebagai dampak dari dosa Adam. Namun, Kitab Suci mengatakan lebih

jauh dengan pernyataan ―berlaras dua‖ bahwa, bahkan pada saat ini pun

manusia itu adalah ―gambaran dan kemuliaan Allah‖. Hal itu semestinya

membuat doktrin kita runtuh sama sekali. Akan tetapi, tanpa rasa takut

kita mengabaikan Kitab-kitab Suci (seperti biasanya) tatkala Kitab-kitab

Suci tersebut bertentangan dengan doktrin-doktrin kita.

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 189

Seandainya kita tidak mengabaikan Kitab-kitab Suci kita tidak akan

mengalami kesulitan dalam memahami istilah ―rupa Allah‖ dalam apa

yang disebut ―himne pra-Paulin‖ dalam Filipi 2:6-11; sebab ―rupa Allah‖

adalah istilah yang tidak muncul di tempat lain dalam Alkitab, akan

tetapi, istilah ini adalah cara yang sangat pantas untuk berbicara tentang

―gambaran dan kemuliaan Allah‖ dalam bahasa puitis, seperti cara yang

digunakan dalam lagu atau himne. Hal ini akan dibahas lebih lengkap di

bawah ini.

Allah itu Roh (Yoh 4:24), dan oleh karenanya, Ia tidak memiliki

bentuk yang terlihat oleh mata lahiriah. Namun demikian, Ia membuat

Dirinya ―kelihatan‖ dengan menyatakan kemuliaan-Nya. Kitab Suci

berulang-kali berbicara tentang kemuliaan-Nya yang kelihatan: Kel

16:10; Im 9:23; Bil 14:10; 16:19,42; 20:6; Mzm 102:16; Yeh 1:28; 3:23;

8:4; Kis 7:2,55. Jadi, kemuliaan-Nya adalah ―bentuk, penampilan luar‖-

Nya yang kelihatan, yang adalah arti kata morphē. Karenanya, Kristus

sebagai manusia dan, oleh sebab itu, sebagai ―gambaran dan kemuliaan

Allah‖ (1Kor 11:7) ada ―dalam rupa Allah‖ yang menyatakan Allah kepada

dunia—Ia adalah ―terang dunia‖ (Yoh 8:12; 9:5; akan umat beriman, Mat

5:14).

Mempertimbangkan lebih jauh pertanyaan tentang ―keadaan tak

nampak‖ dan ―rupa‖ dalam berbicara tentang Allah, kita mungkin

menanyakan: Mengapa Allah dikatakan ―tak nampak‖ (1Tim 1:17)?

Bukankah karena Allah sebagai Roh (Yoh 4:24) tidak memiliki ―rupa‖?

Lantas, bagaimanakah orang dapat berbicara tentang ―rupa Allah‖?

Pilihan kita hanya dua: ―rupa‖ dimengerti sebagai ―gambaran‖, atau,

istilah ―rupa Allah‖ adalah suatu kontradiksi-diri. Oleh karena itu, secara

eksegetis, kita hanya mempunyai pilihan pertama. Sebagaimana telah

kita catat sebelumnya, istilah ―rupa Allah‖ tidak muncul di mana pun

dalam Kitab Suci selain dalam frase puitis di Filipi 2:6 ini.

Filipi 2: 6 (Kristus) yang, meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap

kesetaraan dengan Allah itu sebagai sesuatu yang harus

dirampas (ESV) 7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan

mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan

manusia. 8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan

diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.

The Only True God 190

Seluruh nas itu adalah puisi: sebuah kidung tentang Kristus/Mesias

Yesus sebagai ―Manusia Kedua‖ (1Kor 15:47).

Prof. James D.G. Dunn, dalam The Theology of Paul the Apostle

menulis, ―Debat panas masih berlanjut seputar himne ini. Namun

demikian, usulan bahwa himne itu telah dikarang dengan kiasan kuat

kepada Adam atau bahkan meniru pola kristologi Adam masih

meyakinkan.‖ (Paul, hlm.282.)

―Di dalam menilai Filipi 2:6-11 tidaklah terlalu sulit untuk

mengidentifikasi empat atau lima titik kontak dengan tradisi dan

kristologi Adam, yang sekarang kita sudah akrab dengannya.

―2:6a—dalam rupa Allah;

(Bdk. Kej 1:27—―menurut gambar-Nya.‖)

―2:6bc—dicobai untuk merampas kesetaraan dengan Allah;

(Bdk. Kej 3:5—―kamu akan menjadi seperti Allah.‖)

―2:7— mengambil rupa seorang hamba [kepada kebinasaan dan

dosa];

(Bdk. Hik 2:23; Rm 8:3,18-21; 1Kor 15:42,47-49; Gal 4:3-4; Ibr

2:7a,9a,15.)

―2:8— taat sampai mati;

(Bdk. Kej 2:17; 3:22-24; Hik 2:24; Rm 5:12-21; 7:7-11; 1Kor

15:21-22.)

―2:9-11—ditinggikan dan dimuliakan.

(Bdk. Mzm 8:5b-6; 1Kor 15:27,45; Ibr 2:7b-8,9b.)‖

(Paul, hlm.283-4 dan catatan kaki 78-82 dalam kurung)

Mengenai Filipi 2:6a Dunn menulis,

‗Himne tersebut memakai istilah ―rupa (morphē)‖ alih-alih

istilah yang dipakai dalam Kejadian 1:27, ―gambaran (ikōn).‖

Namun demikian, dalam sebuah pembahasan tentang kiasan,

argumen [keberatan] itu tidak berbobot. Istilah-istilah tersebut

dipakai sebagai sinonim berdekatan, dan tampaknya si penulis

lebih menyukai ―rupa Allah‖ karena istilah itu bersejajaran dan

berkontras sesuai dengan ―rupa seorang hamba.‖ Fungsi ganda

yang demikian dari sebuah istilah itulah persisnya yang bisa

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 191

diharapkan orang dalam gaya puitis.‘ (The Theology of Paul the

Apostle, 284-285)

Kesalahtafsiran yang diakibatkan oleh dogma trinitaris

amun, doktrin kerusakan total manusia telah membutakan kita

dari melihat bahwa ―rupa Allah‖ merupakan suatu cara puitis

yang ekspresif berbicara tentang manusia sebagai ―gambaran

dan kemuliaan Allah‖ (1Kor 11:7). Akibatnya, kita, sebagai orang

Trinitarian, berjerih untuk ―membuktikan‖ ketuhanan Kristus dari kata-

kata ―rupa Allah‖. Seringkali kita mendapati lebih mudah untuk tidak

berjerih dalam mengejar suatu usaha yang sia-sia, dan cukup

mengasumsikan ―rupa Allah‖ itu sama dengan ―Allah‖, sekalipun kita

tidak dapat memperlihatkan hal itu benar adanya. Toh kebanyakan

orang Kristen adalah orang Trinitarian, jadi apa perlunya bukti?

Bagaimanapun juga, kita hanya ―berkotbah kepada orang-orang yang

sudah percaya‖.

Untuk alasan ini juga, nyaris tidak ada artinya mengomentari

beberapa tafsiran atas ayat ini karena sulit dipercaya bila apa yang

tertulis di situ dapat dianggap karya kesarjanaan serius. Dengan

demikian penilaian apa pun atas tafsiran-tafsiran tersebut akan tampak

kasar. Untuk mengilustrasikan butir di atas, sebuah tafsiran terpelajar

(The Expositor’s Greek Testament), tidak mampu menetapkan makna

morphē (rupa) selain daripada sesuatu yang diakuinya sebagai

―kemungkinan‖ semata, yang meskipun demikian menyimpulkan tanpa

bukti dalam kalimat berikutnya bahwa ―Maksud dia (Paulus), tentu saja

[!], dalam arti paling tegas [!] adalah bahwa Kristus yang pra-eksisten itu

Ilahi‖ (tanda seru dari saya). Frase ―tentu saja‖, meskipun tidak

berhubungan, digunakan untuk mendukung pendapat mereka karena

kurangnya bukti. Dengan kata lain, frase ―tentu saja‖ itu digunakan

sekadar menggantikan bukti yang dibutuhkan! Dalam bidang studi

akademis lain, cara penyajian seperti ini akan dibuang dengan cibiran.

N

The Only True God 192

Kristus, “manusia kedua”, ada dalam

rupa dan citra Allah

agasan rupa dan gambaran tersebut saling berkaitan dengan

begitu jelasnya bahkan dalam definisi kata morphē itu sendiri,

hingga nyaris tidak perlu ditunjukkan sekali lagi bila Rasul

Paulus berulang-kali berbicara tentang Yesus sebagai ―gambaran Allah‖

(2Kor 4:4; Kol 1:15). Alasan mengapa trinitarianisme sulit sekali

menerima makna ini dalam Filipi 2:6 adalah sebagai berikut:

Trinitarianisme tidak mempunyai banyak pegangan dalam PB, sehingga

harus mencoba membuat ―rupa Allah‖ berarti sesuatu yang dapat

digunakan untuk menyangga dogmanya.

Meringkas pembahasan terdahulu, yang dimaksud dalam Filipi 2:6-

11 adalah bahwa Kristus, ―manusia kedua‖ itu (1Kor 15:47), sama seperti

Adam pertama, ada dalam ―rupa‖ atau ―gambaran‖ Allah, tetapi tidak

seperti yang pertama, ia tidak merampas kesetaraan dengan Allah atau

memegang kuat keadaan menjadi ―seperti Allah‖ (Kej 3:5). Sebaliknya,

―ia taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8), dan

inilah persisnya cara ia ―dijadikan sempurna‖ (Ibr 5:9; 7:28), menjadikan

dia manusia sempurna yang perlu demi keselamatan umat manusia.

Ketaatan Kristus

Penafsiran trinitaris untuk Filipi 2:6 adalah bahwa pada suatu ketika

dalam kekekalan Kristus yang pra-eksisten menolak ―mempertahankan‖

kesetaraan dengan Allah, melainkan mengosongkan, atau merendahkan,

dirinya sehingga menjadi manusia. Pengosongan-diri atau merendahkan

diri ini merupakan inti dari ketaatan, ketaatan yang tunduk bahkan

sampai mati di atas salib kayu. Nah, jika Yesus sudah sempurna dalam

ketaatannya di surga, ketaatan yang berakhir dan mencapai puncaknya

di atas salib kayu, lalu mengapa Kitab Ibrani berbicara tentang dia yang

―telah belajar taat dari apa yang telah diderita-Nya‖ (Ibr 5:8), dan

―menyempurnakan Yesus…melalui penderitaan‖ (Ibr 2:10)? Ini jelas

menunjukkan bahwa Kitab Ibrani sangat berbeda dalam pemahamannya

akan hal ini dibanding pemahaman para Trinitarian. Kitab Ibrani

menunjukkan bahwa Yesus belajar ketaatan di bumi. Hal ini bukan

sesuatu yang sudah dimiliki di surga oleh Kristus yang kononnya pra-

eksisten. Cerita-cerita Injil menegaskan hal ini tatkala melukiskan

G

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 193

ketundukan Yesus kepada Allah di taman Getsemani dengan kata-kata,

―Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau berkenan, ambillah cawan ini dari

hadapan-Ku; tetapi jangan kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah

yang jadi‖ (Luk 22:42).

Lagipula, pengamatan yang seksama atas seluruh nas Surat Filipi

(2:6-11) memperlihatkan bahwa satu-satunya unsur yang mencirikan

kehidupan dan kematian Yesus adalah ketaatannya. Dan sejauh

pelayanan penyelamatannya, tidak ada apa-apa lagi yang dibutuhkan:

―Jadi, sama seperti melalui ketidaktaatan satu orang banyak orang telah

menjadi orang berdosa, demikian pula melalui ketaatan satu orang

banyak orang menjadi orang benar.‖ (Rm 5:19). ―Ketaatan satu orang‖

inilah, bukan ketaatan satu wujud ilahi, yang mutlak penting untuk

keselamatan umat manusia. Dengan demikian, ketaatan inilah

merupakan unsur kunci dari kehidupan dan kematian Yesus di bumi. Ini

berarti bahwa penolakannya untuk merampas kesetaraan dengan Allah

(Flp 2:6) berhubungan dengan kehidupannya di bumi, dan bukan

dengan pra-eksistensinya yang ditengarai. Kini, semestinya juga jelas

bahwa menyatakan Yesus benar-benar mengklaim kesetaraan dengan

Allah dalam Injil Yohanes merupakan penyalahtafsiran serius akan Injil

tersebut.

Filipi 2:9-11 9 Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan

mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, 10 supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di

langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, 11 dan segala lidah mengaku: ―Yesus Kristus adalah Tuhan‖, bagi

kemuliaan Allah, Bapa!

Pertama-tama, nama yang ditinggikan itu diberikan kepada Yesus oleh

Allah Bapa. Charizomai artinya ―memberi secara cuma-cuma oleh

anugerah‖ (BDAG). Jika kemuliaan ilahi itu telah menjadi milik Yesus

dalam pra-eksistensinya sebagai haknya, kemuliaan tersebut tidak bisa

dianugerahkan kepadanya sebagai suatu tindakan berdasarkan kasih

karunia atau anugerah. Sebab, untuk sekadar mengembalikan apa yang

sebelumnya sudah menjadi miliknya tidak dapat dilukiskan dengan tepat

sebagai memberikan sesuatu kepadanya ―secara cuma-cuma oleh

anugerah‖.

The Only True God 194

Yang kedua, oleh karena penganugerahan nama yang ditinggikan

itu, setiap lutut bertekuk dan setiap lidah mengaku ―Yesus adalah Tuhan‖

(ay.10,11a; bdk. Yes 45:23). Dari sini jelas bahwa gelar ―Tuhan‖ (kurios)

juga ―diberikan secara cuma-cuma oleh anugerah‖ (BDAG) kepadanya

oleh ―Allah Bapa‖ (ay.11). Di sini lagi-lagi bukan miliknya berdasarkan

hak. Ia disebut ―Tuhan Yesus Kristus‖ tepatnya karena gelar itu

diberikan kepadanya oleh Allah. Itu sebabnya Petrus mewartakan bahwa

―Allah telah membuat Yesus, yang kamu salibkan itu, menjadi Tuhan

dan Kristus.‖ (Kis 2:36).

Perhatikan lagi bahwa Allahlah yang telah menjadikan dia Tuhan.

Kedudukan sebagai Tuhan ini dianugerahkan kepadanya oleh Allah, dan

hal yang sama berlaku juga kepada kedudukannya sebagai Mesias

(Kristus). Hal yang luar biasa tentang Yesus adalah bahwa segalanya

yang ia miliki diberikan kepadanya oleh sang Bapa, termasuk nama

―Yesus‖ (Mat 1:21). Yesus bahkan rela berbuat lebih jauh dengan

mengatakan ―Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diri-Nya

sendiri‖ (Yoh 5:19,30). Apa yang biasanya gagal untuk kita lihat adalah

bahwa disinilah persisnya letak rahasia kebesaran Yesus—yang bertolak

belakang dengan merampas kesetaraan dengan Allah. Dan untuk alasan

inilah tepatnya Yahweh, sang Bapa, menganugerahkan hormat yang

setinggi-tingginya kepadanya.

Yang ketiga, peninggian atas Yesus ini adalah ―bagi kemuliaan

Allah, Bapa‖ (Flp 2:11). Tindakan yang mengherankan ini, yang

menyatakan kebaikan dan kemurahan Allah yang tak terucapkan itu,

menyebabkan setiap orang memuji dan memuliakan Dia. Sebab ―Allah

Bapa kita‖, dengan melimpahkan ―nama itu‖ kepada Yesus, secara

signifikan melimpahkan kepadanya kedudukan terhormat yang praktis

menempatkan dia sederajat dengan diri-Nya.

Di sini ditetapkan prinsip penting: Yesus barulah ditinggikan

dengan selayaknya bila peninggiannya membawa kemuliaan kepada

Bapa; ini merupakan tujuan segenap pelayanannya yang juga adalah

tujuan pengajaran PB. Namun, meninggikan Yesus dengan

mengorbankan kemuliaan Bapa, khususnya meninggikan Yesus alih-alih

meninggikan Bapa—menjadikan Yesus sebagai pusat, sebagai Allah

Kekristenan—sudah tentu palsu dan oleh karena itu, ―berciri bidah‖

sejauh Kitab Suci secara keseluruhan. Prinsip Alkitabiah ini—bahwa

segala sesuatunya adalah ―bagi kemuliaan Allah, Bapa‖—sudah pasti

tidak dapat diperdebatkan.

Bab 3 – Perlunya Mengevaluasi Kembali Pemahaman 195

Sebagai citra Allah, Yesus adalah perwujudan kemuliaan Allah

sebagaimana dinyatakan dengan hebatnya dalam Ibrani 1:3: ―Dialah

cahaya kemuliaan Allah dan gambar keberadaan Allah yang

sesungguhnya.‖ Oleh karena itu, adalah tidak mungkin untuk

memuliakan Yesus tanpa memuliakan Allah Bapa yang kemuliaan-Nya

diwakili oleh Yesus—kecuali Yesus lain dan Injil lain yang diwartakan.

Jika kita ingin terhindar dari ajaran yang keliru maka kita mutlak perlu

menuruti prinsip yang diucapkan dengan jelas di sini: seluruh ajaran

yang benar adalah ―bagi kemuliaan Allah, Bapa‖, ―Bapa‖ yang tidak lain

adalah Allah Yahweh, TUHAN Allah.15

1 Korintus 15:45-47, 49,

“rupa dari yang surgawi”

45 Seperti ada tertulis: ―Manusia pertama, Adam menjadi

makhluk yang hidup‖ [Kej 2:7], tetapi Adam yang terakhir

menjadi roh yang menghidupkan. 46 Tetapi yang mula-mula datang bukanlah yang rohaniah, tetapi

yang alamiah; kemudian barulah datang yang rohaniah. 47 Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat

alamiah, manusia kedua berasal dari surga.

Frase ―manusia kedua berasal dari surga‖ ini telah menyebabkan

sebagian orang beranggapan bahwa Yesus, ―manusia kedua‖ itu, di sini

disebut pra-eksisten. Namun, Prof. Dunn telah menunjukkan makna

tersebut diingkari oleh pernyataan dalam ayat sebelumnya bahwa

manusia alamiah ―adalah yang pertama‖, yaitu, ia eksis sebelum manusia

rohaniah (The Theology of Paul the Apostle). Bahkan, terlepas dari

15 Bagaimanakah trinitarianisme memuliakan Allah dengan

mempertahankan bahwa Yesus sebagai sang Anak setara dalam segala hal

dengan sang Bapa sepanjang kekekalan, dan sekadar menyerahkan

kemuliaannya untuk sementara waktu pada saat inkarnasinya? Sebab, jika

demikian halnya, sang Bapa cuma mengembalikan kepada sang Anak apa

yang memang sudah menjadi miliknya sejak kekekalan. Bagaimana hal ini

dapat memuliakan Bapa? Namun, bagaimanapun juga, si Trinitarian tidak

terlalu peduli dengan kemuliaan Bapa karena ia sudah menggantikan Bapa

dengan Anak sebagai pusat sejati Kekristenan, yang mereka deklarasikan

sebagai Kristosentris.

The Only True God 196

pengamatan yang benar ini, ―dari surga‖ tidak memberikan bukti pra-

eksistensi sebagaimana terlihat dari cara pemakaian istilah itu dalam PB.

Misalnya, Matius 21:25, ―Dari manakah baptisan Yohanes? Dari surga

atau dari manusia?‖ Jelas, pertanyaannya di sini adalah apakah baptisan

Yohanes berasal dari Allah atau manusia. Makna ini sesuai dengan ―dari

surga‖ dalam Yohanes 6:31, ―Nenek moyang kami telah makan manna di

padang gurun, seperti ada tertulis: Mereka diberi-Nya makan roti dari

surga.‖ Di sini tidak terdapat tanda-tanda manna sebagai sesuatu yang

pra-eksisten melainkan yang diturunkan dari Allah. Demikian pula,

Yesus adalah ―roti yang benar dari surga‖ (ay.32,33, dll).

Frase ―dari surga‖ juga dapat berarti ―rohaniah‖ yang berbeda dari

―duniawi‖ atau ―alamiah‖. Oleh karena itu, 2 Korintus 5:2, ―Selama kita

di dalam kemah [tubuh duniawi] ini, kita mengeluh, karena kita rindu

mengenakan tempat kediaman surgawi‖, yaitu tubuh rohaniah kita,

tubuh yang akan dibangkitkan. Jadi, ―dari surga‖ di sini berarti, pada

hakikatnya, ―rohaniah‖. Makna ini juga sesuai sekali dengan 1 Korintus

15:47: Manusia pertama bersifat alamiah, manusia kedua bersifat

rohaniah. Ini persis bergema dengan ay.46 and 48.

Semua yang berhubungan dengan kita di sini teringkas dalam ay.49,

―Sama seperti kita telah memakai rupa dari yang alamiah, demikian pula

kita akan memakai rupa dari yang surgawi‖; karena kita akan menjadi

seperti dia secara sempurna, sebagaimana dikatakan dalam 1 Yohanes

3:2. Namun, kita telah mengambil langkah pertama ke arah ini: ―kamu

telah menanggalkan manusia lama serta kelakuannya, dan telah

mengenakan manusia baru yang terus-menerus diperbaharui untuk

memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Penciptanya‖

(Kol 3:9,10). Maka, menjadi serupa dengan rupa-Nya adalah suatu

proses yang telah dimulai melalui pembaharuan budi kita (Rm 12:2).

Jika kita berada di dalam Kristus, kita semestinya ―mengenakan manusia

baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran

dan kekudusan yang sesungguhnya‖ (Ef 4:24). Kita adalah ―manusia

baru‖ yang dirujuk dalam Efesus 2:10, ―Karena kita ini buatan Allah,

diciptakan dalam Kristus Yesus‖. Jadi, saat ini kita sudah mulai

―memakai rupa dari yang surgawi‖. Dan, sebagaimana dikatakan sang

Rasul, ―Mengenai hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai

pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada

akhirnya pada hari Kristus Yesus‖ (Flp 1:6).

Bab 4

Penuhanan Trinitaris

akan Kristus

enilaian rendah akan manusia dalam pemikiran umat Kristen

non-Yahudi memperkuatkan tekad untuk mengangkat Yesus ke

tingkat Allah, bahkan sampai pada kesetaraan dengan Yahweh!

Yesus, sasaran iman Kristen itu, tidak mungkin hanya seorang manusia

biasa atau bahkan manusia luar biasa sekalipun, ia harus lebih daripada

manusia, ia haruslah Allah! Jadi, gereja menetapkan hal tersebut melalui

sebuah keputusan yang dibuat di Nikea. Entah Kitab-kitab Suci

memberikan pembenaran atas hal ini atau tidak, jelas-jelas adalah

pertanyaan sekunder bagi mereka. Tidak ada Kitab Suci yang dikutip

untuk mendukung keputusan mereka di Nikea. Mereka menganggap

berhak menentukan keyakinan gereja, tanpa mempedulikan Kitab-kitab

Suci.

Namun demikian, beberapa upaya telah dibuat untuk membacakan

keyakinan trinitaris ke dalam beberapa nas PB melalui penafsiran dan

bahkan, di sejumlah tempat, jelas-jelas dengan mengutak-atik teks PB.

Salah satu nas kunci yang digunakan oleh trinitarianisme, Filipi 2:6-11,

telah kita pertimbangkan dengan cukup rinci. Kita telah mengkajinya

dalam konteks yang wajar tentang Kristus sebagai citra Allah. Kini kita

akan melanjutkan pemeriksaan beberapa teks PB penting lainnya yang

digunakan sebagai teks bukti oleh para Trinitarian. Gagasan Kristus

sebagai citra Allah itu begitu pokok dalam pemahaman PB tentang

Kristus sehingga lagi-lagi menjadi kunci untuk nas penting lain yang

digunakan dalam trinitarianisme, yaitu, Kolose 1, di mana Kristus

sebagai citra Allah muncul lagi dalam Kolose 1:15. Agar dapat melihat

konteksnya, kami mengutip nas relevan itu:

P

The Only True God 198

Kolose 1 12 dan mengucap syukur dengan sukacita kepada Bapa, yang

melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang

ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam terang. 13 Ia (Bapa, ay.12) telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan

dan memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang

kekasih; 14 di dalam Dia (Anak) kita memiliki penebusan kita, yaitu

pengampunan dosa. 15 Dialah (Anak) gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung,

lebih utama dari segala yang diciptakan, 16 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang

ada di surga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak

kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah,

maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk

Dia. 17 Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu

menyatu di dalam Dia. 18 Dialah kepala tubuh, yaitu jemaat. Dialah yang sulung, yang

pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Dialah yang

lebih utama dalam segala sesuatu. 19 Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam

Dia, 20 dan melalui Dialah Allah memperdamaikan segala sesuatu

dengan diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di

surga, sesudah Ia mengadakan pendamaian dengan darah salib

Kristus.

Masalah besar dalam memahami teks ini adalah kenyataan bahwa

setelah disebutkan kata ―Bapa‖ dalam ay.12 dan kata ―Anak‖ dalam ay.13,

kemudian disusul oleh banyaknya kata ganti ―dia‖ dan ―-nya‖ yang tidak

menetapkan apakah referensi itu kepada Bapa atau Kristus. Hal tersebut

harus ditentukan oleh konteksnya, yang dalam banyak kasus

menjelaskan siapa yang tengah dirujuk di situ—yaitu, jika pembacanya

seorang monoteis yang dibesarkan dalam Kitab-kitab Suci Ibrani.

Namun, berbeda situasinya dengan seorang yang dibesarkan dalam

trinitarianisme. Khususnya inilah halnya dengan ay.16 di mana ―di dalam

(atau, oleh) dia‖ itu oleh para Trinitarian dianggap merujuk kepada

Kristus sebagai pencipta segalanya. Perhatikan terjemahan trinitaris

berikut:

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 199

16 sebab oleh Dia segala sesuatu telah diciptakan, yang ada di

dalam surga dan yang ada di atas bumi, yang kelihatan dan yang

tidak kelihatan, baik takhta-takhta atau para pemegang

kekuasaan, atau penguasa-penguasa atau otoritas-otoritas;

segala sesuatu diciptakan melalui Dia dan bagi Dia. (ILT)

Namun, itu berarti mengabaikan fakta-fakta berikut:

(1) Penafsiran ini berlawanan dengan PL di mana, Allah, sang Bapa,

tanpa diragukan adalah sang pencipta;

(2) Ayat sebelumnya (ay.15) berbicara tentang Kristus sebagai ―gambar

Allah‖, dan tidak di manapun dalam Kitab Suci diperlihatkan bila

gambaran Allah menciptakan segala sesuatu;

(3) Hal yang sama juga benar dengan ―yang sulung, lebih utama dari

segala yang diciptakan‖: tidak di manapun dinyatakan bahwa yang

sulung membawa alam semesta ke dalam keberadaan;

(4) Rasul Paulus kurang lebih memakai istilah atau ekspresi yang sama

dalam Roma 11:36 dengan yang ada dalam Kolose 1:16, dan sama sekali

tidak disangsikan bila ia sedang merujuk kepada Allah Yahweh

sebagaimana terlihat jelas dari ayat-ayat sebelumnya (Rm 11:34dyb.).

Roma 11:36: ―Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan

kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.‖

(5) Demikian pula Ibrani 2:10, ―Sebab memang sepantasnya Allah—yang

bagi-Nya dan oleh-Nya segala sesuatu dijadikan, yaitu Allah yang

membawa banyak orang kepada kemuliaan—juga menyempurnakan

Perintis yang memimpin mereka kepada keselamatan (Kristus) melalui

penderitaan.‖

(6) Bahwa Allah Yahweh, sang Bapa, adalah pencipta segala sesuatu

bukan saja merupakan ajaran dalam PL tetapi juga dalam PB: Wahyu

10:6 ―dan ia bersumpah demi Dia yang hidup selama-lamanya, yang

telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya,

dan laut dan segala isinya, katanya, ‗Tidak akan ada penundaan lagi!‘‖.

Allah Yahweh adalah tokoh sentral dalam Kitab Wahyu; secara konsisten

Yesus dirujuk sebagai ―Anak Domba‖.

(7) Usaha menafsirkan Kolose 1:16 sebagai ―oleh dia‖ sehubungan

dengan Yohanes 1:3 didasari oleh asumsi trinitaris bahwa Firman itu

adalah individu yang terpisah dari Yahweh, serta asumsi selanjutnya

bahwa individu ini adalah Kristus yang pra-eksisten. Itu artinya

The Only True God 200

membuat banyak asumsi yang, seperti telah kita lihat dalam karya ini

sebelumnya, tidak berdasar.

Akan tetapi, jika kita membuang penafsiran trinitaris atas Kristus

sebagai dia yang olehnya segala sesuatu telah diciptakan, serta

memahami bahasa Yunaninya sebagai ―di dalam dia‖ segala sesuatu telah

diciptakan, maka gambaran itu berubah sama sekali, dan keberatan-

keberatan tadi tidak berlaku untuk pemahaman itu. Hal ini dikarenakan

―di dalam dia‖ adalah konsep yang begitu sentral dalam ajaran Paulus

tentang keselamatan, dan juga kepada efek kosmis (―segala sesuatu‖)

keselamatan Allah ―di dalam Kristus‖. Pertimbangkanlah, misalnya, ayat

berikutnya:

Efesus 2:10, ―Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam

Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang

dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di

dalamnya.‖

Apakah makna dari ―yang dipersiapkan Allah sebelumnya‖? Ini

hendaknya dipahami dalam hubungan dengan ayat-ayat pembuka di

Surat Efesus, dan khususnya dengan 1:4: ―Sebab di dalam Dia (Kristus)

Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan

tak bercacat di hadapan-Nya (-Allah).‖

Lingkup kosmis dari keselamatan di dalam Kristus dilukiskan

dengan kuat dalam Kolose 1:19,20 : ―Karena seluruh kepenuhan Allah

berkenan tinggal di dalam Dia (Kristus), dan melalui Dialah Allah

memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-Nya (Allah), baik yang ada

di bumi, maupun yang ada di surga, sesudah Ia mengadakan

pendamaian dengan darah salib Kristus.‖ (Lih. juga Ef 1:10). Di sini kita

melihat lagi istilah ―melalui dia‖, di dalam konteks keselamatan

sebagaimana dalam ay.16.

Penebusan dan pendamaian dengan Allah adalah fokus Kolose 1:13-

22: ―13 Ia (sang Bapa) telah melepaskan kita dari kuasa kegelapan dan

memindahkan kita ke dalam Kerajaan Anak-Nya yang terkasih; 14 di

dalam Dia (sang Anak) kita memiliki penebusan kita, yaitu

pengampunan dosa... 20 dan melalui Dialah Allah memperdamaikan

segala sesuatu dengan diri-Nya... 22 sekarang diperdamaikan-Nya, di

dalam tubuh jasmani Kristus oleh kematian-Nya.‖

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 201

Penciptaan dan Penebusan

enciptaan dan penebusan, tidak dapat dipertimbangkan secara

terpisah dalam Kolose 1:12-22, seperti yang sering dilakukan.

Penebusan, di pihak Allah, bukan hanya suatu pemikiran yang

muncul kemudian seolah-olah dosa manusia di Taman itu mengejutkan

Dia sehingga dengan tergesa-gesa Ia harus membuat suatu rencana

penebusan. Rencana Allah untuk keselamatan manusia sudah ditetapkan

―sebelum dunia dijadikan‖. Hal ini dinyatakan dengan terang-benderang

dalam Efesus 1:4, ―Sebab di dalam Dia (Kristus) Allah telah memilih kita

sebelum dunia dijadikan‖.

Begitu halnya, penciptaan terlaksana melalui keenam hari dalam

Kejadian 1 dengan mengingat penebusan dari semula. Ini berarti bahwa

―Anak Domba yang disembelih sejak permulaan dunia ini‖ (Why 13:8

ILT) adalah sentral untuk rencana Allah bagi penciptaan sama seperti ia

itu sentral untuk rencana keselamatan Allah. Jika, dalam rencana Allah

yang kekal, tidak ada penebusan tanpa Kristus, maka tanpa dia tidak

akan ada penciptaan juga. ―Di dalam dia (Kristus)‖ (Kol 1:16),

sehubungan dengannya, segala sesuatu telah diciptakan. Ini berarti

bahwa semua pernyataan yang ada dalam nas di Surat Kolose ini harus

dipahami sehubungan dengan konsep penebusan.

“Sejak permulaan (atau fondasi) dunia ini”

Frase ―sejak permulaan dunia ini‖ muncul 7 kali dalam PB, dan ―sebelum

permulaan dunia ini‖ 3 kali. Yang menjadi keprihatin kita di sini adalah

frase ―Anak Domba yang disembelih sejak permulaan dunia ini‖ (Why

13:8 ILT): apakah ini harus diartikan bahwa Kristus benar-benar

disalibkan di surga sebelum penciptaan? Saya rasa tak ada seorangpun

yang cukup bodoh untuk mengira begitulah frase itu semestinya

dipahami.16

16 BIS dan beberapa terjemahan Inggris lain menerjemahkan Wahyu 13:8

seperti ini, ―kecuali orang-orang yang namanya sudah terdaftar sebelum

dunia diciptakan, di dalam buku orang hidup milik Anak Domba yang

sudah disembelih.‖ Ini berarti bahwa nama-nama orang beriman telah

tertulis dalam kitab kehidupan sebelum mereka ada di dunia ini. Ini berarti

mengatakan sesuatu yang mirip dengan Efesus 1:4. Namun, bagaimanakah

versi-versi itu sampai pada terjemahan ini? Caranya adalah dengan

P

The Only True God 202

Lantas, apa arti frase itu? Tentu saja, satu-satunya kemungkinan

artinya adalah bahwa Anak Domba itu disembelih dalam rencana abadi

Allah sebelum Ia menjadikan alam semesta ke dalam keberadaan.

Namun, jika kita bersikeras memahaminya secara harfiah, maka dapat

ditunjukkan sebagaimana frase itu adanya, memang dikatakan bila

Anak Domba itu sebenarnya disembelih sebelum dunia diciptakan! Jika

satu-satunya cara yang benar untuk memahami pernyataan penebusan

yang begitu penting tentang: ―Anak Domba yang disembelih sejak

permulaan dunia ini‖ bukanlah secara harfiah melainkan dalam terang

rencana kosmik penebusan Allah, bukankah hal yang sama juga benar

dalam memahami nas penebusan seperti yang ada dalam Kolose 1:15-17?

Sebuah kejadian historis yang menentukan—penyaliban Kristus

(Kol 1:20, 22)—disebut seolah-olah telah terjadi dalam keabadian.

Apakah pernyataan ini satu-satunya pernyataan sejenis dalam PB?

Tidak, seperti yang telah kita lihat, ―Allah telah memilih kita sebelum

dunia dijadikan‖ (Ef 1:4) jauh sebelum kita ada secara jasmaniah sebagai

manusia, sebelum kita mendengar pewartaan Injil, dan sebelum kita

berpaling dari dosa dan membuat komitmen iman! Jemaat, yang

kepalanya adalah Kristus, sudah ada dalam rencana kekal Allah jauh

sebelum jemaat itu menjadi nyata, dan karenanya bisa disebut ―dipilih‖

tatkala ia masih belum ada di bumi.17

Pengamatan-pengamatan lebih lanjut

atas Kolose 1:12-20

Jika kita mengamati dengan cermat Kolose 1:12-20 maka kita akan

melihat sesuatu yang signifikan: Semua kata kerja aktif digunakan

sehubungan dengan sang Bapa (Yahweh), sedangkan peran sang Anak

secara konsisten bersifat pasif, mis. ―di dalam dia‖ yang diulangi.

(Bahasa Yunaninya memperlihatkan hal ini secara lebih tajam lagi

menyisipkan padanan sejenis koma ke dalam teks Yunani sesudah kata

―disembelih‖; pembacaan seperti ini tampaknya serampangan.

17 Apakah kita dapat membangun pra-eksistensi Anak Domba berdasarkan

Wahyu 13:8? Jika ya, maka kita pun dapat menetapkan pra-eksistensi kita

sendiri berdasarkan Efesus 1:4 (dan Wahyu 13:8, jika kita menerima

terjemahan BIS).

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 203

daripada bahasa Inggrisnya.) Peran aktif Bapa dalam penebusan kita ini,

dan peran Anak yang relatif pasif vis-à-vis dengan peran Bapa, adalah

sesuatu yang diajarkan oleh Yesus sendiri dalam Injil Yohanes.

Kenyataan penting ini menonjol dengan begitu jelas dalam nas Surat

Kolose sehingga nyaris tidak perlu dijabarkan secara rinci di sini.

Butir yang muncul paling jelas dari kenyataan ini adalah bahwa

Allah Bapalah (Yahweh) Penebus/Juruselamat kita di dalam dan melalui

Kristus. Dialah yang ―dalam Kristus mendamaikan dunia dengan

Dirinya‖ (2Kor 5:19 dan Kol 1:22). Kristus adalah Juruselamat kita dalam

arti seluruh karya penyelamatan Allah terjadi di dalam dia dan melalui

dia. Untuk berbicara tentang Kristus seolah-olah ia adalah Juruselamat

kita yang terutama (kalau bukan satu-satunya) berarti kita telah gagal

total dalam memahami pewahyuan PB, termasuk ajaran Yesus sendiri.

Itulah sebabnya mengapa Rasul Paulus memulai nas dalam Surat Kolose

ini dengan kata-kata, ―mengucap syukur dengan sukacita kepada

Bapa…‖ (ay.12)—malah dengan tidak menyebut sang Anak sebagai

sasaran dari ucapan syukur itu (yang mengejutkan kita). Hal ini

disebabkan oleh karena, sebagaimana diuraikan lebih lanjut oleh nas itu,

prime mover (penggerak yang terutama) dalam karya keselamatan

kita adalah Bapa, yang bekerja ―di dalam Kristus‖—salah satu istilah

favorit Paulus.

TUHAN (Yahweh) sebagai Penebus atau Penyelamat umat-Nya

seringkali muncul dalam Perjanjian Lama. Yahweh sebagai Penebus

Israel disebut 16 kali dalam Kitab Yesaya, dan merupakan konsep sentral

dalam kitab itu. Satu ayat yang sejajar secara menyolok dengan Kolose 1,

yang juga menggabungkan penebusan dengan penciptaan, adalah Yesaya

44:24, ―Beginilah firman TUHAN, Penebusmu, yang membentuk engkau

sejak dari kandungan; ‗Akulah TUHAN, yang menjadikan segala sesuatu,

yang seorang diri membentangkan langit, yang menghamparkan bumi

siapakah yang mendampingi Aku?‘‖.

Mari kita perhatikan pula dengan saksama kalimat terakhir yang

memberitakan bahwa di dalam karya penciptaan itu Yahweh Sendiri

yang membentangkan langit, dan menghamparkan bumi ―seorang diri‖.

Pernyataan tersebut tanpa ragu memberitahukan bahwa Yahweh tidak

mempunyai ―sekutu‖ tatkala Ia menciptakan alam semesta. Akan tetapi,

dalam eksegesis kita atas beberapa ayat Perjanjian Baru, tanpa ragu-ragu

kita mengabaikan pemberitaan ini demi mendukung penafsiran

trinitaris.

The Only True God 204

Hikmat dan Logos

amun, tidakkah akan ditanyakan lagi: Bukankah Amsal 8

berkata bahwa hikmat bekerja-sama dengan Yahweh dalam

karya penciptaan? Apakah Kitab Amsal bertentangan dengan

Kitab Yesaya, sehingga Kitab Suci itu bertentangan dengan dirinya

sendiri? Di sini kita melihat bahayanya mengabaikan kenyataan bahwa

Kitab Amsal berbicara tentang hikmat secara metaforis sebagai

seseorang (jenis kelamin feminin). Kitab Amsal, kitab yang berbicara

tentang pentingnya hikmat, menekankan pentingnya hikmat dengan

menunjukkan bahwa Allah Sendiri menggunakan hikmat ketika Ia

menciptakan alam semesta.

Namun, para Trinitarian begitu ingin ―membuktikan‖ doktrin

mereka dari Kitab Suci sampai-sampai mereka tidak ragu mengabaikan

kenyataan yang jelas (atau semestinya jelas) bahwa ini adalah

hypostatisasi hikmat secara metaforis, dan juga fakta bahwa hikmat itu

adalah kata yang bersifat feminin, walaupun tidak tampak jelas dari kata

bahasa Inggris ―wisdom‖, sekalipun masih terlihat dalam pronomina

femininnya (Ing.: ―she‖) yang digunakan dalam terjemahan-terjemahan

guna merujuk kepadanya. Begitu kita memahami bahwa apa yang ada

dalam Kitab Amsal adalah metafora, maka tidak lagi ada kontradiksi

dengan Kitab Yesaya.

Di sini kita tidak bisa memilih dua-duanya: Kita harus mengakui

hikmat dalam Kitab Amsal itu sebagai apa adanya, yaitu, ―personifikasi‖,

atau, memungkiri kebenaran pernyataan dalam Kitab Yesaya bahwa

Yahweh menciptakan langit dan bumi tanpa bantuan siapapun.

Pernyataan yang saling bertentangan tidak bisa dua-duanya benar.

Namun, jika hikmat bukan pribadi, maka sudah pasti tidak ada

masalah apa-apa dengan mengatakan Yahweh mempergunakan hikmat

untuk menghasilkan karya ciptaan-Nya, tidak berbeda dengan

mengatakan bila seseorang yang membangun rumah mempergunakan

pengetahuannya dalam membangun rumah itu. Jika orang itu berkata

bahwa ia mempergunakan pengetahuannya untuk memandu dia

selangkah demi selangkah di dalam proses pembangunan itu, tak

seorangpun yang berakal sehat akan beranggapan bila ia tengah

berbicara secara harfiah tentang seseorang yang disebut Pengetahuan

yang memandu dia di dalam pekerjaannya, sekalipun dari cara

penyampaiannya memang kedengarannya seolah-olah pengetahuan itu

dipersonifikasikan.

N

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 205

Metafora semacam ini lazim dipakai dalam pembicaraan sehari-

hari, dan tampaknya sering tak terelakkan. Jika seseorang berkata, ―Sakit

di punggungku ini sedang membunuh aku‖, tak seorangpun akan

beranggapan kalau yang dimaksud adalah sesuatu atau seseorang yang

disebut Sakit yang tinggal di punggungnya dan tengah mencoba

membunuhnya!

Akan tetapi, tampaknya di dalam usaha mendukung satu dogma

tertentu nyaris segala macam penafsiran berlaku—sekalipun dengan

bersikeras bahwa yang metaforis itu mesti diartikan secara harfiah,

seperti halnya Hikmat dalam Kitab Amsal yang ditafsirkan sebagai nama

lain untuk ―pribadi‖ dari Firman/Logos. Dulu saya tidak pernah

mempertimbangkan bagaimana interpretasi kata Firman yang

dipersonifikasikan dalam Yohanes 1 dapat didamaikan dengan

monoteisme PL, atau dengan pernyataan dalam Yesaya 44:24 bahwa, di

tingkat personal, Yahweh menciptakan segala sesuatu ―oleh-Nya‖, Dia

―Sendiri‖—perhatikan penandasan rangkap dua ini.

Sebab, tak seorangpun yang telah mempelajari PL secara serius

dapat mengklaim kalau PL mengajarkan bahwa Yahweh adalah suatu

―zat‖ atau ―hakikat‖ (memakai istilah atau bahasa trinitaris)

multipersonal ilahi, apalagi untuk membuktikan klaim seperti itu.

Demikian halnya, semestinya jelas bahwa wahyu PL tentang Yahweh

tidak mungkin didamaikan dengan pandangan trinitaris bahwa Firman

adalah pribadi ilahi yang setara dengan Bapa (Yahweh) di dalam ―zat‖

ilahi yang disebut ―Allah‖—seolah-olah ada sesuatu yang disebut ―Allah‖

selain Yahweh akan tetapi termasuk Yahweh!

Tampaknya trinitarianisme telah mengajarkan kita seni memelintir

batin, sampai-sampai kita mengira (sebagai ekseget) telah berhasil

memelintir kontradiksi menjadi paradoks, dan kemudian merasa puas

bahwa ―paradoks‖ ini mewakili kebenaran. Bahkan lebih sederhananya

lagi, kita mengabaikan kontradiksi yang ada, biasanya dengan cara

melewatkan konteks langsungnya dan/atau konteks umumnya.

Namun, hendaknya dinyatakan dengan jelas bahwa semuanya ini

tidak dilakukan dengan niat yang disengaja untuk menyesatkan,

melainkan karena kita telah disesatkan. Dengan demikian, kita berusaha

sekuat tenaga untuk melihat trinitarianisme di dalam teks-teks di depan

kita, bahkan ketika terkadang sulit mendamaikan apa yang kita kira

benar-benar trinitarianisme di dalam teks itu dengan teks-teks lain yang

tampaknya mengatakan sesuatu yang berbeda. Betapa sulit meloloskan

The Only True God 206

diri dari jerat-jerat kekeliruan! Namun, kalau bukan karena anugerah

Allah hal itu pasti mustahil.

Keselamatan adalah pesan sentral dari Kolose 1:12-20

Perhatikan bagaimana semua kata dan konsep kunci PB yang

berhubungan dengan keselamatan muncul bersama-sama dalam nas ini:

melepaskan, penebusan, pengampunan (ay.13,14), memperdamaikan

(ay.20,22), mengadakan pendamaian melalui darahnya yang tercurah di

atas salib (ay.20), dan ―menempatkan kamu kudus dan tak bercela dan

tak bercacat di hadapan-Nya‖ (ay.22).

Sekarang, mari kita perhatikan pula bahwa ada lima ayat (ay.15-19),

semuanya berhubungan dengan penciptaan, yang ―tersisip‖ di antara

ayat-ayat yang berhubungan dengan keselamatan. Dengan kata lain,

bagian teks itu dimulai dengan karya keselamatan Allah, berlanjut

dengan karya penciptaannya, dan diteruskan dengan karya-Nya yang

menyelamatkan. Dengan demikian, hal ini menunjukkan dengan jelas

bahwa semuanya itu terhubungkan secara tak terpisahkan; yaitu,

semuanya itu merupakan bagian dari ―paket‖ yang satu itu. Dalam

rencana dan tujuan Allah yang kekal, Kristus itu sentral untuk kedua

bagian yang saling berkaitan secara tidak terpisahkan sama sekali.

Namun, kita tidak boleh pernah mengabaikan kenyataan bahwa Allah

(Yahweh) adalah Penggerak yang Terutama dalam kedua bagian itu, yang

melaksanakan tujuan-tujuan-Nya di dalam dan melalui Kristus: ―Karena

seluruh kepenuhan Allah berkenan tinggal di dalam Dia‖ (ay.19). Hal ini

ditandaskan kembali dalam 2:9.

Kegagalan dalam melihat dengan jelas kenyataan (baik dalam

Kolose 1 maupun dalam keseluruhan PB) bahwa Allah adalah Penggerak

yang Terutama akan menimbulkan kesan bahwa PB bersifat

―Kristosentris‖, dan selanjutnya akan membawa kita kepada kekeliruan

trinitarianisme. Sebagai seorang Trinitarian, dulu saya selalu

menekankan Kristosentrisitas ini, senantiasa mengira bila ini adalah

penekanan dalam PB. Seperti yang dapat kita lihat sekarang, penekanan

ini tidak sesuai dengan PB.

Oleh karena kelima ayat yang berhubungan dengan penciptaan ini

―tersisip‖ di antara ayat-ayat tentang keselamatan, tentu saja pantas

ditanyakan apakah ayat-ayat itu semestinya dipahami sehubungan

dengan karya penebusan Allah di dalam Kristus.

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 207

“Gambar Allah yang tidak kelihatan”

yat pertama dari kelima ayat itu (ay.15) berbunyi, ―Dialah

gambar Allah yang tidak kelihatan‖. 2 Korintus 4:4 juga

menandaskan bahwa Kristus adalah gambaran Allah.

Pernyataan-pernyataan tersebut identik dengan 1 Korintus 11:7 di mana

dikatakan bahwa manusia adalah ―gambaran dan kemuliaan Allah‖.

Allah itu tidak kelihatan untuk mata manusia, tetapi manusia adalah

gambaran-Nya. Jadi, Kristus, seperti setiap orang, adalah gambar Allah.

Karena itu, di dalam menandaskan Kristus adalah gambar Allah, di situ

ditandaskan bahwa ia adalah manusia. Ini dikarenakan kecuali jika ia

adalah manusia, ia tidak dapat menjadi juruselamat umat manusia.

Namun, bagaimanakah orang dapat berargumen untuk pra-eksistensinya

berdasarkan dirinya sebagai gambar Allah? Jika sebagai gambar Allah

melibatkan pra-eksistensi, maka manusia itu pun pra-eksisten!

Masalah Kristologi trinitaris terkait dengan masalah antropologi

dari Kristologi itu. Signifikansi pernyataan tegas dalam 1 Korintus 11:7

bahwa manusia adalah ―kemuliaan Allah‖ belum pernah dimengerti.

Menjadi ―kemuliaan Allah‖ artinya adalah bahwa dengan melihat

manusia berarti melihat Allah, sebab dalam Kitab Suci, melihat

kemuliaan-Nya berarti melihat Dia (khususnya Yes 6; Yeh 1, dan juga

dengan Manoah, dst.).

Namun ketika kita melihat manusia sekarang ini, kita biasanya sulit

(dengan beberapa pengecualian) melihat kemuliaan Allah. Mengapa?

Karena, seperti diuraikan dalam Surat Roma, umat manusia ada di

bawah perbudakan dosa, dan hingga proses penebusan itu selesai,

kemuliaan Allah tidak akan terlihat jelas di dalam mereka. Namun, pada

hari itu ketika kita akan menjadi ―kudus dan tak bercela dan tak bercacat

di hadapan-Nya‖ (Kol 1:22) maka, sesungguhnya, kita akan benar-benar

menjadi ―kemuliaan Allah‖. Dengan demikian, ketika Paulus berbicara

tentang manusia sebagai kemuliaan Allah (1Kor 11:7), tampaknya ia

tengah berbicara tentang manusia dalam rencana dan tujuan Allah

sebagaimana manusia itu dimaksudkan Allah, bukan sebagaimana ia

pada saat ini.

Namun, ini sama sekali berbeda dengan Kristus, karena ―sama

dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa‖. Dengan

keadaannya yang tanpa dosa ia benar-benar ―kudus dan tak bercela dan

tak bercacat di hadapan-Nya (Allah)‖. Itu sebabnya ia adalah kemuliaan

Allah, dan itu sebabnya dengan melihat dia kita melihat Allah dalam

A

The Only True God 208

kemuliaan-Nya. Justru dalam kenyataan inilah trinitarianisme telah

merancukan kristologinya dengan anthropologi PB. Kini kita dapat

melihat bahwa inilah alasan mengapa trinitarianisme telah gagal

memahami kebenaran PB yang vital bahwa manusia adalah kemuliaan

Allah.

Pewahyuan Kitab Suci juga memperlihatkan bahwa manusia tidak

pernah dapat menjadi kemuliaan Allah terlepas dari Dia. Justru ketika

manusia memaksakan kebebasannya dan berusaha menjadi ―seperti

Allah‖, dengan cara demikian memperoleh semacam kebebasan dari-

Nya, ia tidak lagi mengejawantahkan kemuliaan-Nya. Manusia adalah

kemuliaan Allah dan menikmati kemuliaan itu hanya melalui kesatuan

atau penyatuan dengan Dia, dan ini hanya dapat terealisasi melalui

kepenuhan hadirat-Nya yang mendiami, sebagaimana didemonstrasikan

secara sempurna dalam kasus Kristus: ―Karena seluruh kepenuhan Allah

berkenan tinggal di dalam Dia‖ (Kol 1:19). Dan ini menjadi suatu realitas

dalam Kristus hanya karena ia tunduk secara total dan dengan sukacita

kepada Bapa (Yahweh).

Hal ini juga berdampak pada pemahaman kita akan soteriologi PB,

yaitu doktrin keselamatan. Sebab, jika Kristus bukan sepenuhnya dan

benar-benar manusia, maka kita tidak akan selamat. Sebab, oleh karena

dosa satu manusia maut masuk ke dalam dunia, dan oleh karena

ketaatan satu manusia kita dibenarkan (Rm 5:15-19). Oleh karena

harapan keselamatan untuk kita itu ada hanya jika Kristus itu manusia,

mengapa trinitarianisme selalu mendukung ketuhanan Kristus bila hal

itu tidak ada keterkaitan sama sekali dengan keselamatan umat

manusia? Tidak di manapun dalam Perjanjian Baru dinyatakan bila

keyakinan pada ketuhanan Kristus diperlukan demi keselamatan. Akan

tetapi, jemaat trinitaris, dengan sikap menentang Firman Allah, berani

menjuluki bidat kepada siapa saja yang menolak kristologi mereka.

Anda masih ingat bahwa sebagai seorang Trinitarian saya

merasionalkan kaitan soteriologis antara kemanusiaan dan ketuhanan

dengan memperdebatkan bahwa jika Yesus hanyalah seorang manusia,

kematiannya tidak bisa menguntungkan seluruh umat manusia, tetapi

sebagai Allah ia tak terbatas, dan ketakterbatasan dapat mencakup

jumlah apa saja, tidak peduli seberapa besar jumlahnya. Argumen ini

bukannya tidak logis; setidaknya berlandasan matematika. Namun,

masalahnya hanyalah argumen yang tidak Alkitabiah, sebab dalam Kitab

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 209

Suci, logika soteriologis itu bukan logika matematis, tetapi logika yang

bekerja dengan prinsip yang sama sekali berbeda.

Misalnya, ketika umat Israel berdosa besar di padang gurun dan

tengah dibinasakan oleh karena gigitan ular berbisa, Allah

menginstruksikan Musa untuk menaruh seekor ular tembaga di atas

tiang. Dengan demikian, siapa saja yang memandang ular tembaga yang

tergantung di atas tiang itu akan hidup (Bil 21:7-9). Hanya ada satu ular

tembaga, akan tetapi tidak peduli berapa banyak orang yang

memandangnya, mereka diselamatkan dari maut. Jelas sekali,

matematika bukanlah faktor. Ketaatan pada panggilan untuk

memandang ular itu, di satu sisi, serta anugerah pengampunan Allah, di

sisi lain, adalah satu-satunya prinsip yang beroperasi di sini. Dengan

insiden genting inilah Kristus membandingkan pelayanan

keselamatannya, dan khususnya kepada dirinya yang ―ditinggikan‖ di

atas salib: ―Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun,

demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang

yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal‖ (Yoh 3:14,15).

Demikian juga, ketaatan Kristus telah menghapus ketidaktaatan

Adam untuk semua orang yang ada di dalam Kristus. Memang, ketaatan

tersebut berbuat lebih daripada itu, sebenarnya, ―jauh lebih banyak‖

sebagaimana dinyatakan lagi dalam Roma 5:9,10,15,17. Di sini ―lagi-lagi‖

itu tidak ada kaitannya sama sekali dengan logika matematika, tetapi

berkaitan segalanya dengan anugerah dan hikmat Allah.

Gambaran lain dari keselamatan yang diperoleh dari perjalanan

orang Israel di padang gurun adalah manna, yang disediakan Yahweh

untuk mereka setiap hari dari langit. Yesus merujuk kepada penyediaan

surgawi yang luar biasa ini dalam Yohanes 6 di mana ia menyatakan

bahwa ia adalah roti yang benar dari surga. Yesus adalah roti surgawi

yang disediakan Yahweh untuk keselamatan umat manusia yang, ketika

mereka memakannya, tidak akan binasa. Jika Yahweh bisa menyediakan

untuk khalayak Israel di padang gurun yang jumlahnya sekitar 2 juta

orang, apakah sang Pencipta akan lebih sulit menyediakan untuk 2

milyar atau 2 trilyun orang? Jumlah demikian mungkin sangat

mengejutkan untuk kita, tetapi sama sekali tidak untuk Dia yang

menciptakan Adam dan Hawa (dan juga kita semua) dengan trilyunan

The Only True God 210

sel dalam masing-masing tubuh mereka! Yahweh dapat memberi hidup

kepada orang berapa pun jumlahnya melalui Yesus, sang ―roti hidup‖.18

Dalam 1 Korintus 10:3,4, dengan gaya midrash (―midrash‖ adalah

teknik yang digunakan para Rabi dalam menafsirkan Kitab Suci) Paulus

menulis, ―mereka semua (yang ada di padang gurun) makan makanan

rohani yang sama dan mereka semua minum minuman rohani yang

sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti

mereka, dan batu karang itu ialah Kristus.‖ Manna tersebut dilukiskan

sebagai ―makanan rohani‖ karena bukan berasal dari sumber duniawi,

melainkan disediakan secara khusus oleh Yahweh. Sama juga halnya

dengan air; air itu disebut ―minuman rohani‖ karena bukan berasal dari

mata air di padang gurun bebatuan melainkan disediakan secara khusus

oleh Yahweh. Paulus, yang di sini menulis dalam gaya midrash

(sebagaimana para pakar pada umumnya sependapat), menunjukkan

bahwa batu itu adalah sebuah penggambaran atau ―tipe (lambang)‖

Kristus, yang kemudian akan menjadi mata air hidup untuk dunia (Bdk.

Yoh 4:13,14). Dan sama seperti air yang mencukupi orang banyak di

padang gurun, air itu mencukupi jumlah orang berapa pun karena

Yahweh, yang tak terbatas itu, adalah sumbernya.

Kini kita memahami bahwa Kristus tidak perlu menjadi tak terbatas

untuk dapat menyelamatkan dunia, sebab keselamatan memuat

sumbernya yang tak terbatas di dalam Yahweh Sendiri. Air

melambangkan hidup, dan Yesus adalah ―batu karang‖ itu atau mata air

yang melaluinya air itu mengalir. Pemberi air yang utama itu, dan

pemberi dari ―setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang

sempurna‖, adalah Yahweh Sendiri (Yak 1:17).

Yesus dilukiskan sebagai kurban untuk dosa, sebagai ―Anak Domba

Allah‖, atau sederhananya, ―Anak Domba‖ dalam Kitab Wahyu. Tapi

janganlah dilupakan bahwa ia adalah ―Anak Domba Allah‖ justru karena

dialah Anak Domba yang disediakan Yahweh untuk dosa manusia: ―Ia,

yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-

Nya bagi kita semua‖ (Rm 8:32). Apakah penyediaan Yahweh untuk dosa

bisa tidak mencukupi?

18 Wikipedia, di bawah ―Cell (biology) {Sel [biologi]})‖, mengatakan bahwa

tubuh manusia diperkirakan memiliki 100 trilyun sel.

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 211

“Yang sulung dari segala yang diciptakan” (Kol 1:15)

aik dalam Kolose 1:18 maupun Wahyu 1:5 Kristus disebut sebagai

―yang sulung…dari antara orang mati‖, sebagai yang pertama

bangkit dari antara orang mati oleh kuasa sang Bapa; dan karena

sang Bapa akan membangkitkan lebih banyak lagi setelah dia dan

melalui dia, ―Dialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang

mati‖ (Kol 1:18). Dalam jemaat, Kristus adalah ―yang sulung di antara

banyak saudara‖ (Rm 8:29).

Beginilah bunyi keseluruhan Kolose 1:18, ―Dialah kepala tubuh,

yaitu jemaat. Dialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara

orang mati, sehingga Dialah yang lebih utama dalam segala sesuatu.‖

Satu hal akan menjadi lebih terang bagi kita tatkala memahami dengan

lebih baik tujuan-tujuan mulia Allah bagi manusia sebagaimana

diajarkan dalam PB, dan juga di sini dalam Kolose 1, yaitu, bahwa Kristus

yang adalah kepala jemaat adalah pula kepala atas semua penciptaan,

atau dengan memakai gambaran dari 1:15, ―yang sulung dari segala yang

diciptakan‖.

Tujuan-tujuan Allah yang kekal untuk manusia, dengan Kristus

sebagai kepala dari umat manusia yang ditebus, tidak dilukiskan secara

rinci, tetapi menimbulkan rasa heran bahkan dari sedikit berkas cahaya

yang dinyatakan dalam Kitab Suci. Misalnya, ―Hari Sabat diadakan

untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat‖ (Mrk 2:27).

Apakah implikasi dari pernyataan ini? Jika hari Sabat yang suci pun

diperuntukkan bagi manusia, lantas apa yang tidak dibuat bagi manusia?

―Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang

menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimana mungkin Ia tidak

mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?‖

(Rm 8:32) Pertanyaan retorik ini bukan saja menandakan kesediaan

Allah tetapi juga niat-Nya untuk memberikan segala sesuatu kepada kita!

Demikianlah Ibrani 1:2 berbicara tentang Kristus sebagai orang yang

telah Allah ―tetapkan sebagai ahli waris segala sesuatu‖, dan inilah yang

dikatakan dalam Roma 8:17, ―Jika kita adalah anak, maka kita juga

adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-

janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus‖. Ini

berarti bahwa kita adalah sesama ahli waris dengan dia yang adalah ahli

waris dari segala sesuatu! Paulus memakai frase ―tuan dari segala

sesuatu‖ dalam Galatia 4:1 di dalam konteks tentang kita sebagai ahli

waris (lih. seluruh bagian teks dari 3:29-4:7).

B

The Only True God 212

Dalam kaitan ini, pertimbangkan pernyataan berikut yang

mengejutkan: ―Karena itu janganlah ada orang yang memegahkan

dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adalah milikmu: baik Paulus,

Apolos, maupun Kefas, baik dunia, hidup, maupun mati, baik waktu

sekarang, maupun waktu yang akan datang. Semuanya milikmu. Tetapi

kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah‖ (1Kor 3:21-

23).

Pertimbangkan baik-baik apa yang termasuk ke dalam ―segala

sesuatu‖ yang adalah milik Anda: Itu termasuk bahkan para Rasul

(Kefas, tentunya adalah Rasul Petrus); ―dunia‖ menerjemahkan kosmos,

yang dalam konteks ayat ini mencakup segala sesuatu dari kehidupan ke

kematian, dari masa kini ke masa depan, yang mempunyai arti, ―jumlah

total dari segala sesuatu di sini dan saat ini, dunia, alam semesta (yang

teratur)‖ (BDAG). Kata ―segala‖ yang komprehensif ini tidak menyisakan

apa-apa, kecuali Kristus dan Allah, yang meskipun begitu adalah milik

kita, sekalipun dalam arti berbeda, sebab masing-masing mereka adalah

Tuhan kita (Kristus) dan Allah kita (Yahweh). Namun, perhatikan juga

bahwa ―Kristus adalah milik Allah‖ secara hampir sama dengan ―kamu

adalah milik Kristus‖ (1Kor 3:23). Pertanyaan tentang kesetaraan Kristus

dengan Allah tidak pernah ditemukan dalam PB: Kristus adalah milik

Allah—seperti kita adalah milik Kristus, dan segala sesuatu adalah milik

kita.

Dapatkah kita memaklumi implikasi dari semuanya ini? Dapatkah

kita mulai memahami maksud dari apa yang tengah diwahyukan?

Bukankah itu teringkas dalam kalimat terakhir di Kolose 1:16? ―segala

sesuatu diciptakan…untuk Dia‖—untuk Dia, bukan sebagai satu pribadi

―individu‖, tetapi sebagai kepala dan wakil dari umat manusia yang

ditebus. Artinya, Allah telah menciptakan segala sesuatu untuk manusia

dengan Kristus sebagai kepalanya. Itu sebabnya Paulus dapat berkata,

―segala sesuatu adalah milikmu‖ (1Kor 3:21)! Dapatkah kita benar-benar

memaklumi pewahyuan yang mengejutkan dan mengagumkan ini:

Yahweh tidak menciptakan segala-galanya untuk Dirinya Sendiri belaka,

tetapi untuk kita?! Kita, makhluk-makhluk egois ini, dapatkah kita mulai

memahami satu Allah yang menjadikan segala sesuatu bukan untuk

Dirinya Sendiri, tetapi untuk para ciptaan-Nya, khususnya, kita! Yang

diwahyukan adalah satu Allah yang sama sekali tanpa pamrih dalam

perbuatan-Nya, dan ini memberi suatu makna yang sama sekali baru dan

mendalam atas pernyataan ―Allah adalah kasih‖ (1Yoh 4:8,16).

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 213

Dalam kaitan ini, pertimbangkan juga 1 Timotius 6:17, ―Allah yang

dalam kekayaan-Nya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk

dinikmati.‖ Apakah kita mengira bila Allah menciptakan pelbagai jenis

bunga yang menghiasi bumi, semuanya cemerlang dalam berbagai

macam warna-warni, bentuk, dan aroma, untuk dinikmati sendiri oleh-

Nya? Sedemikian megahnya mereka sampai-sampai Yesus berkomentar

bahwa Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian

seindah salah satu dari bunga itu (Mat 6:28,29). Pernahkah kita

merenungkan pelbagai jenis pepohonan yang menghasilkan buah lezat,

bunga-bunga yang sedap dipandang, kayu untuk segala macam kegunaan

dan, tak kalah pentingnya, oksigen yang esensial untuk manusia?

Semestinya jelas bahwa Allah tidak menciptakan pepohonan hanya

untuk kesenangan-Nya Sendiri atau untuk Kristus semata.

Dan mestikah kita melanjutkan berbicara tentang aneka ragam

sayur-mayur yang menyediakan gizi esensial bagi umat manusia?

Apakah kita mengira bila ini semua diciptakan untuk nutrisi-Nya

sendiri? Atau tentang sungai, danau, dan lautan yang diisi dengan

berbagai jenis ikan oleh Allah? Kita tidak perlu melanjutkan, intinya

semestinya sudah cukup jelas: Allah ―dalam kekayaan-Nya memberikan

kepada kita segala sesuatu untuk dinikmati‖ (1Tim 6:17). Ini pun cukup

membuktikan apa yang kita lihat dalam pewahyuan PB, yaitu, bahwa

Allah menciptakan segala sesuatu untuk manusia, bukan hanya untuk

―manusia Kristus Yesus‖ saja, yang dijadikan kepala jemaat oleh Allah—

tetapi apa artinya kepala tanpa tubuh? Dan dalam hal ini pun, ―tidak

baik, kalau manusia itu (Kristus) seorang diri saja‖ (Kej 2:18)! Tidakkah

Paulus menandaskan bahwa cerita dalam Kitab Kejadian ini berbicara

secara proleptis atau secara tipologis mengenai Kristus dan jemaat (Ef

5:32)?

Meskipun secara periodik beberapa wilayah dunia menderita

kelaparan terutamanya karena peperangan, salah kelola, korupsi, dst.,

bumi ini sekarang menyediakan makanan untuk 6 milyar orang!19 Allah

dengan kasih sayang menyediakan segala sesuatu untuk umat manusia

walaupun manusia itu pada umumnya tak berterimakasih. Terlebih lagi,

Allah adalah Allah yang realitasnya dapat dialami dalam hidup ini bila

19 6,6 milyar pada awal 2007, Wikipedia, ―World Population (Populasi

Dunia)‖.

The Only True God 214

kita mencari Dia dengan hati terbuka dan rendah hati, Allah yang telah

datang kepada kita di dalam Kristus.

Bertolak-belakang sama sekali dengan pewahyuan yang luar biasa

ini bahwa Allah di dalam kasih-Nya menciptakan segalanya yang baik

untuk umat manusia, gambaran Kristus macam apa yang muncul dari

terjemahan yang menerjemahan kalimat di Kolose 1:16 itu sebagai,

―segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia‖. Apa lagi artinya

ini kalau bukan Kristus menciptakan segala sesuatu untuk dirinya

sendiri? Sungguh suatu gambaran yang sama sekali berbeda dari

gambaran Allah yang tanpa pamrih yang terlihat dalam paragraf-

paragraf sebelumnya!

Rencana kekal Allah untuk manusia

encana-rencana Allah untuk manusia bahkan jauh lebih besar

daripada yang dapat kita bayangkan, ―Tetapi seperti ada tertulis:

‗Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah

didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati

manusia: semua yang disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi

Dia‘‖ (1Kor 2:9). Salah satunya disampaikan Paulus dalam bentuk

sebuah pertanyaan, ―Tidak tahukah kamu, bahwa kita akan menghakimi

malaikat-malaikat?‖ (1Kor 6:3). Malaikat adalah makhluk rohani,

―pahlawan-pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya‖ (Mzm

103:20). Bagaimana mungkin seseorang menghakimi malaikat kecuali

jika ia diberi otoritas atas mereka? Lantas apa artinya ini kalau bukan

manusia yang ditebus itu akan dianugerahi otoritas atas makhluk-

makhluk tertinggi dalam penciptaan! Dan oleh karena malaikat tidak

berdiam di bumi melainkan di surga, apa artinya ini kalau bukan

manusia yang ditebus itu akan dianugerahi otoritas baik di surga

maupun di bumi! Otoritas tersebut sudah dianugerahkan kepada Yesus

dalam rangka menyempurnakan karya keselamatan Allah (Mat

28:18dyb.).

Jika ada masalah yang muncul dalam memahami Kolose 1 di dalam

terang Kristus yang sungguh-sungguh manusia, masalah ini timbul

karena kegagalan dalam melihat peranan luhur mengagumkan yang

telah dibayangkan dan direncanakan Allah untuk manusia ―sebelum

dunia dijadikan‖ (Ef 1:4; dst.). Dalam hubungan dengan manusialah—

dengan Kristus sebagai kepala dan wakilnya dan dengan demikian,

R

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 215

―dalam dia‖ (yaitu, dalam hubungan dengan Kristus)—Allah menjadikan

seluruh penciptaan. Begitu kita terlepas dari pandangan negatif atas

manusia yang sepenuhnya rusak (yang mendominasi teologi Kristiani)

dan, begitu kita terpulihkan dari rasa heran kita terhadap kemegahan

mengagumkan atas apa yang dikehendaki Allah untuk manusia (dan

yang tengah dalam proses penggenapan oleh-Nya), sama sekali tidak

akan sulit untuk kita memahami apa yang diwahyukan di dalam nas

menakjubkan dari Kitab Suci ini.

“Ia ada terlebih dahulu dari segala sesuatu” (Kol 1:17)

ebagai ―yang sulung...dari segala yang diciptakan‖ (Kol 1:15), dan

juga ―yang sulung...dari antara orang mati‖ (Kol 1:18), benar-benar

dapat dikatakan bahwa ―Ia ada terlebih dahulu dari segala

sesuatu‖ (Kol 1:17). Dengan demikian, ia adalah tujuan Allah baginya

―sehingga Ia yang lebih utama dalam segala sesuatu‖ (ay.18). ―Terlebih

dahulu dari segala sesuatu‖ digunakan untuk mendukung pra-eksistensi

Kristus dalam trinitarianisme, tetapi ini tidak banyak menolong dogma

trinitaris sebab pra-eksistensi tidak membuktikan ketuhanan,

membuktikan pra-eminensi pun tidak. Misalnya, tidak banyak orang

yang akan memungkiri bila Iblis (―si ular‖, Kej 3:1dyb.; Why 12:9) sudah

ada sebelum penciptaan dalam Kejadian 1, ketika segala sesuatu

diciptakan ―sungguh amat baik‖. Namun, ia sudah tampil dalam

Kejadian 3 untuk menggoda Adam dan Hawa agar berbuat dosa.

Demikian pula, tak seorang pun peduli untuk mengusulkan bila Iblis

menikmati preeminence (keunggulan) karena pra-eksistensinya.

Keunggulan yang diberikan kepada Kristus adalah sesuatu yang

diberikan kepadanya oleh Bapa. Dalam Kitab Suci, keunggulan biasanya,

tetapi tidak mesti, adalah konsequensi dari senioritas. Misalnya,

walaupun Yusuf adalah anak ke-11 dari 12 anak laki-laki Yakub, dan

dengan demikian menjadi anak termuda kedua di antara saudara-

saudaranya, Allah meninggikan dia ke tingkat keunggulan bukan saja

atas mereka tetapi juga atas tanah Mesir yang jaya (Kej 30-50). Yesus

berkata bahwa ―banyak orang yang terdahulu akan menjadi yang

terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang terdahulu‖ (Mat 19:30).

Demikianlah ―yang sulung dari segala yang diciptakan‖ berbicara

tentang Kristus sebagai yang pertama, yang unggul, dalam umat

manusia Allah yang baru, ciptaan baru itu (2Kor 5:17).

S

The Only True God 216

Di sisi lain, ―yang sulung dari antara orang mati‖ mengingatkan kita

bahwa ―Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan

sampai mati di kayu salib‖ (Flp 2:8). Tanpa itu tidak ada kemungkinan

menjadi ―yang sulung dari antara orang mati‖. Dengan kata lain, hanya

dengan menjadi yang akhir, merendahkan diri sendiri sampai kepada

bentuk kematian terendah—kematian di kayu salib—ia dibangkitkan oleh

Allah Yahweh untuk menjadi yang pertama, bukan saja atas orang mati

tetapi juga atas seluruh alam semesta (Flp 2:9-11). Mungkin juga untuk

alasan ini Yesus adalah ―Yang Awal dan Yang Akhir‖ (Why 1:17; 2:8).

“Segala sesuatu menyatu di dalam Dia” (Kol 1:17) atau

“karena Dialah juga maka segala sesuatu berada

pada tempatnya masing-masing” (Kol 1:17 BIS)

pa arti pernyataan itu? Oleh karena ―manusia Kristus Yesus‖

adalah pusat, hub (pusat kegiatan), dari tujuan Allah baik untuk

penciptaan maupun penebusan, maka bukankah itu berarti

bahwa ia memberikan koherensi kepada segala sesuatu, atau segala

sesuatu itu menemukan koherensinya ―di dalam dia‖? Yaitu, segala

sesuatu mempunyai tujuan dan makna mereka oleh karena dia dan

dalam hubungan dengan dia; mereka ―saling bercocokan untuk

membentuk suatu keseluruhan yang harmonis dan kredibel‖

(sebagaimana Encarta Dictionary mendefinisikan ―koherensi‖ dengan

baik)—tetapi, senantiasa dan hanya dalam hubungan dengan dia saja.

Maka kita bisa berkata bahwa Allah menghimpun segala sesuatu,

atau ‗mempersatukan segala sesuatu‘, di dalam Kristus, yang memang

adalah pokok untuk tujuan-tujuan penebusan-Nya bagi seluruh ciptaan-

Nya. Pertimbangkan nas yang luar biasa dalam Efesus 1 berikut ini:

7 Sebab di dalam Dia kita beroleh penebusan oleh darah-Nya,

yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan anugerah-Nya, 8 yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan

pengertian. 9 Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendak-Nya kepada kita,

sesuai dengan rencana kerelaan-Nya, yaitu rencana kerelaan

yang dari semula telah ditetapkan-Nya di dalam Kristus 10 sebagai persiapan kegenapan waktu untuk mempersatukan di

dalam Kristus sebagai Kepala segala sesuatu, baik yang di surga

maupun yang di bumi.

A

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 217

Mari kita amati bahwa (1) di sini, penciptaan dan penebusan pun

berhubungan secara tak terpisahkan, dan (2) semua ini ada ―di dalam

dia‖ atau ―di dalam Kristus‖ (muncul 3 kali dalam 4 ayat ini).

Oleh karena itu, di dalam Kristus, segala sesuatu dalam penciptaan

dipersatukan ke dalam suatu keseluruhan yang koheren. Seperti itulah

kuasa, kodrat serta lingkup, dari kesatuan di ―dalam Kristus‖!

2 Korintus 8:9

―Karena kamu telah mengenal anugerah Tuhan kita Yesus

Kristus bahwa sekalipun Ia kaya, oleh karena kamu Ia menjadi

miskin, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-

Nya.‖

enafsiran trinitaris atas ayat ini tergantung pada penafsiran atas

Filipi 2:6dyb.: Yesus kaya di surga tetapi memilih kemiskinan

duniawi sehingga kita bisa menjadi kaya. Namun, jika penafsiran

nas di Surat Filipi itu salah, maka ayat itu tidak bisa digunakan di

sini. Lagipula, dalam Surat-surat Korintus tidak terdapat apa-apa yang

membenarkan pemahaman itu atas ayat ini.

Pertama-tama, kita perlu menanyakan kekayaan dan kemiskinan

macam apa yang tengah dipertimbangkan di sini. ―Supaya kamu menjadi

kaya‖ pasti bukan rujukan kepada kekayaan materiil sebagaimana sudah

jelas dari kedua ayat pertama pasal ini:

―Saudara-saudara, kami hendak memberitahukan kepada kamu

tentang anugerah yang diberikan kepada jemaat-jemaat di

Makedonia. Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai

penderitaan, sukacita mereka meluap dan meskipun mereka

sangat miskin, namun mereka kaya dalam kemurahan‖ (2Kor

8:1,2).

Jemaat-jemaat di Makedonia adalah penerima anugerah Allah, dan bukti

dari anugerah ini adalah kedermawanan mereka alih-alih penderitaan

yang tengah mereka alami dan ―sangat miskin‖. Anugerah Allah tidak

membuat mereka kaya secara materiil tetapi telah membuat mereka

bersukacita dan dermawan di tengah-tengah pencobaan dan kemiskinan

mereka—di situlah letak kebesaran anugerah Allah. Demikian juga,

kekayaan yang akan diterima jemaat di Korintus jelas adalah kekayaan

P

The Only True God 218

rohani dari anugerah Allah dalam Kristus yang sama seperti yang

diterima oleh jemaat di Makedonia. Hal ini merupakan sesuatu yang

jauh lebih bernilai (yaitu, kekal) untuk Paulus daripada kekayaan

materiil. Nyaris tak terpikirkan oleh Paulus bila Kristus menjadi miskin

untuk membuat kita kaya secara materiil.

Ketika Paulus mengatakan Kristus ―kaya‖ apakah maksudnya kaya

secara materiil? Bahkan kekayaan surgawi pun sudah tentu bukan

kekayaan materiil. Arti kekayaan ini telah didefinisikan dengan baik

dalam 2 Korintus 8:2: ―sukacita yang meluap‖ dan ―kaya dalam

kemurahan‖ di mana entah ―dicobai berat dalam pelbagai penderitaan‖

maupun ―sangat miskin‖ bisa mempengaruhi dalam cara apapun.

Sesungguhnya inilah kekayaan sejati, terutamanya ketika beberapa di

antara kita secara pribadi telah menyaksikan kesengsaraan para

milyuner, di sisi lain, sukacita orang tidak beruang yang berjalan dengan

Allah dan setiap hari mengalami pemeliharaan-Nya, kasih-Nya dan

perawatan-Nya.

Lantas, apa artinya ―oleh karena kamu menjadi miskin‖? Paulus,

sebagai seorang yang ―mengikuti teladan‖ Kristus (1Kor 11:1),

mengilustrasikan hal ini dalam kehidupannya sendiri: ―Karena Dialah

aku telah melepaskan semuanya itu‖ (Flp 3:8). Kini, tanpa apa-apa lagi,

ia masih mempunyai satu pemilikan terakhir untuk ditawarkan:

hidupnya—―Tetapi sekalipun darahku dicurahkan pada kurban dan

ibadah imanmu, aku bersukacita dan aku bersukacita dengan kamu

sekalian‖ (Flp 2:17). Ia menggunakan ilustrasi ―dicurahkan sebagai

persembahan‖ ini sekali lagi ketika saatnya tiba untuk dia menyerahkan

nyawanya: ―Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai

persembahan dan saat kematianku sudah dekat‖ (2Tim 4:6).

―Dicurahkan‖ artinya benar-benar ―dikosongkan‖ (bdk. kenoō, Flp 2:7),

dan di sini kita melihatnya dalam dua tahap: pertama adalah niat, suatu

ungkapan hati dan kehendak, seperti diungkapkan dalam Filipi 2:17

(juga Kis 20:24), dan kemudian pada aktualisasinya di saat ia ―akan

meninggalkan dunia‖ seperti dalam 2 Timotius 4:6. Tampaknya

demikian juga ―pengosongan‖ dalam halnya Kristus di Filipi 2:7 paling

baik dipahami karena hidup Paulus berpolakan kepada hidup Kristus; ia

memiliki ―pikiran‖ Kristus (Flp 2:5).

Semuanya ini menerangkan bahwa Kristus yang menjadi ―miskin‖

bereferensi terutamanya kepada kematiannya di kayu salib (Flp 2:8). Di

kayu salib ia menanggung derita ―oleh karena kamu‖ (2Kor 8:9), suatu

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 219

kemiskinan yang tidak bisa ditanggung oleh siapa pun karena, seperti

yang dikatakan Paulus sebelumnya, ―Dia yang tidak mengenal dosa telah

dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan

oleh Allah‖ (2Kor 5:21). Menjadi ―kebenaran Allah‖ untuk kita artinya

memang menjadi kaya untuk seterusnya, sebab itu berarti pendamaian

dengan Allah dan hidup kekal sebagai akibatnya (2Kor 5:17-20). Namun,

untuk memperoleh ―kekayaan‖ seperti itu bagi kita, Kristus rupanya

mengalami tingkat kemiskinan terendah bukan saja dalam penderitaan

jasmaniah dan kematian tetapi juga dalam pengalaman batiniah akan

perampasan hadirat Bapa sebagaimana terungkapkan dalam kata-kata

pedih dari Mazmur 22:1, ‗―Eli, Eli, lama sabakhtani?‖ Artinya: Allah-Ku,

Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?‖‘ (Mat 27:46; Mrk

15:34). Ia, yang menikmati kekayaan rohaniah dari keakraban dengan

Bapa, sebagaimana dilukiskan dalam Injil Yohanes, kini ―karena kamu‖

menanggung rasa sakit tak terkatakan dari perpisahan itu sebagai

penanggung-dosa, dosa yang berdampak kepada pemisahan dari Allah:

―tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala

kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap

kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu‖ (Yes 59:2).

Prospek mengerikan dari perpisahan dengan Allah inilah yang

dengan kentara menjelaskan keringat dan air matanya di Taman

Getsemani. Namun, oleh karena ―kesalehan-Nya‖ doanya didengar:

―Dalam hidupnya sebagai manusia, Ia mempersembahkan doa dan

permohonan dengan ratap tangis dan air mata kepada Dia, yang sanggup

menyelamatkannya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah

didengarkan‖ (Ibr 5:7). Untuk Yesus yang telah mengenal hidup yang

―kaya‖ akan persekutuan dengan Bapa—yang bisa dilukiskan dengan

menjadi ―satu‖ dengan Dia—tidak ada deprivasi kemiskinan yang bisa

dibandingkan dengan keadaan deprivasi akan hadirat-Nya bahkan untuk

sekejap, dan saat sekejap seperti itu pasti terasa seperti kekekalan.

Sebagian orang pernah menanggung untuk sesaat lamanya deprivasi

macam itu yang dilukiskan oleh Yohanes Salib dengan ―Malam Kelam

Bagi Jiwa‖, tetapi tentu saja tak seorang pun bisa mengalaminya sedalam

Yesus, dan semuanya itu adalah ―demi kamu‖.

The Only True God 220

1Yohanes 5:7,8

―Sebab ada tiga yang memberi kesaksian: Rohk dan air dan darah

dan ketiganya adalah satu‖. (1Yoh 5:7,8)

Di sini diberikan versi NIV karena versi ini memperlihatkan sisipan

trinitaris yang kemudian, seperti dijelaskan dalam catatan kaki NIV

berikut ini: ―7,8 Naskah-naskah Vulgate yang belakangan di dalam

surga: Bapa, Firman dan Roh Kudus, dan ketiganya adalah satu. 8Dan

ada tiga yang memberi kesaksian di bumi: (tidak dijumpai dalam

naskah Yunani mana pun sebelum abad ke-16)‖.

Tentang nas ini komentar-komentar Prof. Küng sudah mencukupi,

―Dalam Surat 1 Yohanes konon ada sebuah kalimat (comma johanneum)

yang terkait dengan ucapan tentang Roh, air dan darah, yang selanjutnya

berbicara tentang Bapa, Firman, dan Roh, yang, dikatakannya, adalah

‗satu‘. Namun, riset historis-kritikal telah membuka kedok kalimat ini

sebagai pemalsuan yang terjadi di Afrika Utara atau Spanyol pada abad

ke-3 atau 4.‖ (H. Küng, Christianity, hlm.95)

Dalam catatan kaki tentang nas itu, Küng menjelaskan maksud ayat

tersebut: ―Teks asli 1 Yohanes 5:7dyb. itu berbicara tentang roh, air

(=baptisan) dan darah (=ekaristi) yang ‗setuju‘ atau ‗adalah satu‘ (kedua

sakramen memberi kesaksian untuk kuasa dari satu roh).‖

1 Yohanes 5:20

1 Yohanes 5:20, ―Akan tetapi, kita tahu bahwa Anak Allah

telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita,

supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang

Benar, di dalam Anak-Nya Yesus Kristus. Dialah Allah yang

benar dan hidup yang kekal.‖

Yesus datang untuk mengaruniakan pengertian kepada kita. Pengertian

apakah ini? Yaitu mengenal ―(Allah) Yang Benar‖ dan berada ―di dalam

(Allah) Yang Benar‖. Bagaimanakah kita bisa berada ―di dalam‖ Dia?

Melalui ―di dalam Anak-Nya Yesus Kristus‖ (juga 1Yoh 2:24). Dalam

kata-kata yang segera mengikutinya, ―Dialah Allah yang benar‖ sudah

pasti merujuk pada kata ―Dia‖ yang disebut dua kali dan juga pada kata

―-Nya‖ dalam kata ―Anak-Nya‖ yang disebut dalam kalimat terdahulu.

Bahwa ―Allah yang benar‖ merujuk kepada Allah Yahweh dan bukan

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 221

kepada Kristus sama sekali tidak dapat disangsikan dengan adanya fakta

di mana Allah dilukiskan sebagai ―Yang Benar‖ dalam kalimat terdahulu

dari ayat yang sama.

Biasanya, tanpa mengindahkan sintaksis ayat tersebut, banyak

orang Trinitarian yang tetap bersikeras bila ―Allah yang benar‖ merujuk

kepada Yesus Kristus. Dengan berbuat demikian mereka juga tidak

mengindahkan apa yang dikatakan oleh Yesus sendiri: ―Inilah hidup

yang kekal, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah

yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus‖ (Yoh

17:3). Perhatikan bagaimana kata-kata itu persis bersesuaian dengan 1

Yohanes 5:20 di mana keduanya berbicara tentang ―Allah yang benar‖

dan ―hidup yang kekal.‖

Ucapan-ucapan tentang Yahweh dalam PL yang

diterapkan kepada Yesus dalam PB

ita sudah melihat sebuah contoh ucapan-ucapan tentang

Yahweh dalam PL yang diterapkan kepada Yesus dalam PB di

Filipi 2:10-11, di mana terdapat referensi yang jelas kepada

Yesaya 45:22,23. Bagaimanakah ayat-ayat itu semestinya dimengerti?

Jawaban atas pertanyaan ini relatif mudah karena sangat terbatasnya

pilihan-pilihan logis yang tersedia: (a) ―Manusia Kristus Yesus‖ (1Tim

2:5; Rm 5:15,17; Kis 4:10) adalah Yahweh—identifikasi yang mustahil

sebab Yahweh adalah ―Allah, bukan manusia‖ (Hos 11:9; 1Sam 15:29; Ayb

9:32; dst.), atau (b) Yesus adalah penjelmaan kemuliaan Allah (Ibr 1:3;

Yoh 1:14, dst.), kepenuhan Allah (Kol 2:9; 1:19; Yoh 2:21, dst.). Dengan

demikian, ia adalah seorang di mana sang Bapa tinggal dan bekerja (Yoh

14:10). Jelaslah, (b) merupakan satu-satunya pilihan yang tepat.

Namun, jika Yesus bukan (a) ataupun (b) maka penerapan ayat-ayat

mengenai Yahweh dalam PL kepada Yesus akan berarti bahwa ia adalah

Yahweh kedua yang, menurut Alkitab, betul-betul mustahil; malah lebih

buruknya, sudah pada tempatnya jika dianggap penghujatan. Lagipula,

mengidentifikasi Yesus sebagai Yahweh tidak menolong trinitarianisme

sedikit pun karena Yahweh adalah sang Bapa, bukan sang Anak. Jadi,

bagaimana pun juga, ayat-ayat yang terkait dengan Yahweh itu tidak bisa

membuktikan eksistensi ―pribadi ilahi kedua‖.

Penerapan ayat-ayat yang terkait dengan Yahweh kepada Yesus

lebih jauh memberikan penegasan kuat bahwa ―kepenuhan‖ Allah datang

K

The Only True God 222

ke dunia secara jasmaniah, dan ―Allah ada di dalam Kristus ketika

mendamaikan dunia dengan diri-Nya sendiri‖ (2Kor 5:19 ESV).

“Aku telah melihat sang Bapa”:

bukti pra-eksistensi?

Dalam Yohanes 12:41, ―Yesaya… telah melihat kemuliaan-Nya 20

(Yahweh)‖; ―melihat‖ adalah kata horaō. Inilah kata yang sama yang

digunakan dalam penglihatan Yesus akan Bapa:

Yohanes 3:32, ―Ia bersaksi tentang apa yang dilihat-Nya dan

yang didengar-Nya, tetapi tidak seorangpun yang menerima

kesaksian-Nya itu.‖

Yohanes 6:46, ―Hal itu tidak berarti bahwa ada orang yang

telah melihat Bapa. Hanya Dia yang datang dari Allah, Dialah

yang telah melihat Bapa.‖

Yohanes 8:38, ―Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang

Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang

kamu dengar dari bapakmu.‖

Namun, apakah kita perlu berasumsi bahwa referensi-referensi ini

merujuk kepada ―penglihatan‖ dalam keadaan pra-eksistensi? Atau,

apakah hal itu terjadi setelah ia lahir? Perhatikan kala kini dalam kata-

kata Yesus di Yohanes 5:19, ―Lalu Yesus menjawab mereka,

‗Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, Anak tidak dapat mengerjakan

sesuatu dari diri-Nya sendiri, jikalau Ia tidak melihat Bapa

mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang

dikerjakan Anak.‘‖ Ini menunjukkan bahwa ―penglihatan‖ Yesus akan

Bapa adalah sesuatu yang dialaminya di bumi, dan tentunya bukan

hanya ketika Yesus mengucapkan Yohanes 5:19, tetapi selama bertahun-

tahun kehidupannya di bumi. Jadi, ini murni perkara membacakan

dogma trinitaris kita sendiri ke dalam teks itu untuk berargumentasi

bahwa kala perfect dalam ―Apa yang Kulihat pada Bapa‖ (Yoh 8:38)

mesti terjadi dalam keadaan pra-eksistensi Yesus. Berdasarkan logika

20 Ayat ini sering dipakai untuk membuktikan ketuhanan dan pra-eksistensi

Kristus. Namun, kemuliaan yang dilihat Yesaya itu kemuliaan Allah atau

kemuliaan Kristus? Jawaban dan penjelasannya ada di Versi Lengkap.

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 223

argumen ini kita pun terpaksa harus menerima pra-eksistensi Yesaya,

sebab ia berkata ―Aku melihat Tuhan‖, ―namun mataku telah melihat

Sang Raja, yakni TUHAN (Yahweh) semesta alam‖ (Yes 6:1,5)!21

Yohanes 16:15, “Segala sesuatu yang Bapa miliki

adalah milik-Ku”—bukti keilahian?

ni sesuai dengan Yohanes 17:10, ―dan segala milik-Ku adalah milik-

Mu dan milik-Mu adalah milik-Ku.‖ Ini jelas merupakan sebagian

dari maksud menyatu dengan Bapa, suatu kesatuan di mana umat

beriman dipanggil untuk berpartisipasi, ―supaya mereka menjadi satu,

sama seperti Kita adalah satu‖ (17:22b). Sedangkan untuk bagian kedua

dari 17:10 (―dan milik-Mu adalah milik-Ku‖), kita menjumpai gema yang

mencolok dalam kata-kata Paulus, ―Karena itu janganlah ada orang yang

memegahkan dirinya atas manusia, sebab segala sesuatu adalah

milikmu: baik Paulus, Apolos, maupun Kefas, baik dunia, hidup, maupun

mati, baik waktu sekarang, maupun waktu yang akan datang. Semuanya

milikmu, tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik

Allah‖ (1Kor 3:21-23).

Namun, ―segala sesuatu‖ tentu saja adalah milik Allah, sebab tidak

ada satu pun yang bukan milik-Nya. Akan tetapi, sebagai akibat dari

penyatuan kita dengan diri-Nya melalui Kristus sekarang, segala

sesuatu—termasuk para Rasul, dunia, kehidupan, kematian, masa kini

dan masa yang akan datang (daftar yang sungguh mencengangkan!)—

semuanya itu menjadi milik kita, dan hal itu diulangi lagi: ―Semuanya

milikmu‖, untuk memastikan hal luar biasa itu tidak terlewatkan oleh

kita!

Butir ini dengan tegas ditandaskan dalam ayat lain yang menonjol:

Roma 8:17, ―Jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris,

maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang

akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita

menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan

bersama-sama dengan Dia.‖

21 Di sisi lain, ucapan-ucapan tentang ―melihat‖ itu bisa juga dianggap

contoh-contoh peristiwa Logos (seperti Hikmat, Mat 11:19; Luk 7:35 bdk.

11:49) yang berbicara melalui Kristus.

I

The Only True God 224

Segala sesuatu adalah milik Allah, karenanya, menjadi ―ahli waris

Allah‖ artinya menjadi ahli waris segala sesuatu dan ―ahli waris bersama-

sama dengan Kristus‖. Kini kita mengerti mengapa Yesus dapat berkata,

―Segala sesuatu yang Bapa miliki adalah milik-Ku‖—sebab ia adalah ahli

waris Allah oleh karena menjadi Anak-Nya. Nah, karena kasih sayang

Allah, kita dapat berkata dengan Kristus, ―Segala sesuatu yang Bapa

miliki adalah milikku‖ karena Ia telah menjadikan kita ahli waris

bersama-sama dengan Kristus. Melalui dia kita menjadi ahli waris Allah!

Seluruh kebenaran yang menakjubkan dan penting ini

memampukan kita untuk lebih memahami signifikansi perkataan Yesus

dalam Yohanes 16:15, yang jelas memperlihatkan bahwa ayat tersebut

tidak membuktikan kesetaraan Kristus yang hakiki dengan Bapa. Yang

dibuktikan adalah kasih Bapa kepadanya, sama seperti 1 Korintus 3:21

yang sudah tentu membuktikan kasih Bapa yang luar biasa untuk kita.

Hal yang biasanya juga terlewatkan adalah bahwa untuk

mengatakan Kristus merupakan ahli waris yang ditetapkan Allah adalah

sama dengan mengatakan bahwa segala sesuatu yang dimiliki Kristus

diberikan kepadanya oleh Bapa, dan bahwa ia tidak memiliki apa-apa

selain dari apa yang diberikan Bapa. Justru hal inilah persisnya yang

ditandaskan oleh Yesus sendiri dalam pengajarannya kepada murid-

muridnya: Yohanes 17:7 ―Sekarang mereka tahu bahwa semua yang

Engkau berikan kepada-Ku itu berasal dari Engkau.‖ Barrett menulis

bahwa hal itu bisa diungkapkan dengan ―‗Semua yang kumiliki berasal

dari-Mu‘… Yohanes begitu teguh menekankan ketergantungan Yesus,

dalam misinya yang inkarnat, kepada Bapa‖ (tentang Yoh 17:7).

Demikian pula, mengatakan bahwa kita adalah ahli waris bersama-sama

dengan Kristus, sama juga dengan mengatakan bahwa apa pun yang kita

miliki, kita terima dari Bapa oleh karena kasih-Nya yang tidak terduga

untuk kita. Kita, dengan sendirinya, tidak memiliki apa-apa sama sekali.

Yohanes 17:5

―Dan sekarang, ya Bapa, muliakanlah Aku di hadirat-Mu sendiri

dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu sebelum dunia

ada.‖

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 225

ni merupakan salah satu ayat yang dengan cepat ditunjuk oleh kaum

Trinitarian untuk menyiratkan ketuhanan Yesus. Ada dua unsur

dalam ayat ini yang mereka kira mendukung pandangan mereka: (1)

―kemuliaan‖: ―kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu‖ dan (2) pra-

eksistensi: ―sebelum dunia ada‖. Kekeliruan argumen trinitaris ini

bersandar pada kenyataan bahwa gagasan-gagasan mereka sendiri telah

dibacakan ke dalam makna kedua unsur itu, karena mereka gagal

memahami maksud unsur-unsur dalam Injil Yohanes dan PB. Dengan

kata lain, ini merupakan satu lagi dari sekian banyak contoh eisegesis

trinitaris: membacakan ke dalam teks apa yang tidak ada di dalam teks

dan yang tidak dimaksud oleh teks itu.

Mengenai (1), ―kemuliaan‖, kaum Trinitarian sekadar berasumsi

bahwa kemuliaan yang tengah dirujuk di sini adalah kemuliaan ilahi,

meskipun tidak ada bukti untuk itu dalam teksnya sendiri. Jadi, gagasan

kemuliaan ilahi itu sekadar dibacakan ke dalamnya. Paulus berbicara

tentang adanya berbagai jenis kemuliaan (1Kor 15:40-43).

Namun, kenyataannya adalah bahwa dalam Injil Yohanes,

―kemuliaan‖ memiliki makna yang tidak lazim dan, karena itu, tidak

terduga. Adalah ciri khas injil ―spiritual‖ ini di mana nilai-nilai manusia

dibalikkan, sehingga apa yang tidak mulia di mata manusia adalah mulia

di mata Allah. Sama seperti tertulis dalam Kitab Yesaya, ―Sebab

rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku,

demikianlah firman TUHAN‖ (Yes 55:8). Demikian pula, dalam Ucapan

Bahagia Yesus memberitahu murid-muridnya bahwa penganiayaan

merupakan sumber sukacita besar (Mat 5:10-12). Namun, sukacita nyaris

bukan reaksi biasa umat Kristen dalam menghadapi penganiayaan. Tidak

banyak orang menganggap pengalaman penganiayaan sebagai

pengalaman mulia. Akan tetapi, dalam Injil Yohanes, Yesus berbicara

tentang penyalibannya justru sebagai peninggiannya, keadaannya yang

dimuliakan.

Sifat khusus kemuliaan dalam Yohanes—―ditinggikan‖:

Yohanes 3:14,15, ―Dan sama seperti Musa meninggikan ular

di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus

ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya

beroleh hidup yang kekal.‖

I

The Only True God 226

Yohanes 8:28, ―Maka kata Yesus: ‗Apabila kamu telah

meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu bahwa Akulah

Dia, dan bahwa Aku tidak berbuat apa-apa dari diri-Ku sendiri,

tetapi Aku berbicara tentang hal-hal, sebagaimana diajarkan

Bapa kepada-Ku.‘‖

Yohanes 12:32-33, ―‗dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari

bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.‘Ini

dikatakan-Nya untuk menyatakan bagaimana caranya Ia akan

mati.‖

Yohanes 13:31, ―Sesudah Yudas pergi, berkatalah Yesus:

‗Sekarang Anak Manusia dimuliakan dan Allah dimuliakan di

dalam Dia.‘‖

Yohanes 7:39, ―Yesus belum dimuliakan‖—pada saat itu ia

masih belum ―ditinggikan‖.

Yohanes 12:23,24, ―Kata Yesus kepada mereka, ‗Telah tiba

saatnya Anak Manusia dimuliakan. Sesungguhnya Aku berkata

kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan

mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan

menghasilkan banyak buah.‘‖

Kaitan antara Yesus yang ―dimuliakan‖ dengan biji gandum yang

―menghasilkan banyak buah‖ diterangkan secara eksplisit. Kematian

merupakan ―kemuliaan‖ biji gandum justru karena melalui kematian itu

biji tadi menghasilkan banyak buah, dan hanya oleh sarana itu saja

untuk sebuah biji berbuah banyak dan berlipatganda. Pepatah kuno

―darah para martir merupakan benih jemaat‖ mewartakan kebenaran

yang sama.

Gagasan kematian sebagai sesuatu yang memuliakan Allah terlihat

pula dalam Yohanes 21:19, ―Dan hal ini dikatakan-Nya (Yesus) untuk

menyatakan bagaimana Petrus akan mati dan memuliakan Allah.‖

Namun, bagaimana mungkin penderitaan dan penyaliban dipahami

sebagai ―kemuliaan‖ yang dimiliki Yesus dengan Bapa sebelum dunia

ada? Ini membawa kita kepada unsur kedua: ―pra-eksistensi‖.

(2) ―Sebelum dunia ada‖ (Yoh 17:5)

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 227

Kaum Trinitarian beranggapan bahwa kata-kata ini berbicara tentang

pra-eksistensi Yesus, tetapi secara ekesegetis hal ini problematis karena

(a) berdasarkan prinsip bahwa Kitab Suci merupakan penafsirnya sendiri

yang terbaik, maka tidak ada kesejajaran langsung dengan kata-kata

dalam Yohanes 17:5 ini di tempat lain dalam Kitab Suci (untuk saat ini

tidak termasuk penafsiran trinitaris atas Yohanes 1 dan Filipi 2). Jadi,

tidak ada bukti Alkitabiah yang dapat dikemukakan untuk mendukung

gagasan pra-eksistensi Kristus di sini. (b) Namun sekalipun diasumsikan

bahwa ayat ini berbicara tentang kemuliaan Kristus yang pra-eksisten,

hal itu tidak membuktikan ketuhanannya sama sekali. Pra-eksistensi

bukanlah bukti ketuhanan. Malaikat-malaikat dan makhluk rohaniah

lain pun pra-eksisten dalam arti mereka eksis sebelum dunia diciptakan,

sebagaimana terlihat dari fakta bahwa mereka tidak disebut tercipta

sebagai bagian dari ciptaan yang materiil pada saat itu dalam Kejadian 1.

Dalam rangka menghindari pembacaan gagasan-gagasan kita

sendiri ke dalam teks itu, kita perlu memeriksa dengan hati-hati konsep

pra-eksistensi sebagaimana muncul dalam PB. Rasul Paulus

menyatakannya dengan jelas dan ringkas seperti berikut dalam Roma 8

(ILT):

29 Sebab, mereka yang telah Dia kenal sebelumnya, juga telah Dia

pratetapkan serupa dengan gambar Putra-Nya, sehingga Dia

menjadi yang sulung di antara banyak saudara. 30Dan mereka

yang telah Dia tetapkan sebelumnya, mereka juga telah Dia

panggil, dan mereka yang telah Dia panggil, mereka juga telah

Dia benarkan, dan mereka yang telah Dia benarkan, mereka juga

telah Dia muliakan.

Serangkaian peristiwa dipaparkan di sini sebagai berikut: kenal

sebelumnya pratetapkan (menjadi serupa dengan gambaran Anak-

Nya) panggil benarkan muliakan. Perhatikan bahwa Allah

Yahweh adalah pengarang dari kelima kejadian itu, yang semuanya

dimulai dengan pra-pengetahuan-Nya sebagai Pribadi Yang mahatahu.

Apa yang harus diingat adalah adanya selang waktu yang lama, atau

kesenjangan waktu, antara Yahweh yang mengetahui segala sesuatu

―sebelum dunia ada‖ dan saat si orang beriman dipanggil serta

dibenarkan. Dan masih ada selang atau kesenjangan waktu lain (yang

mungkin lama) dari saat panggilan serta pembenaran si orang beriman

sampai kepada saat ketika ia akan dimuliakan pada hari kebangkitan dari

The Only True God 228

antara orang mati dan masuk ke dalam kepenuhan hidup kekal. Artinya,

dari ―kenal sebelumnya‖ sampai pada ―dimuliakan‖ dalam Roma 8:29,30

meliputi pra-eksistensi dalam keabadian yang meluas ke masa lalu

hingga kepada keabadian yang meluas ke masa depan: seperti ada

tertulis ―dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah‖

(Mzm 90:2).

Konsep Alkitabiah akan pra-eksistensi adalah bahwa Allah Yahweh

telah mengenal si orang beriman itu sebelumnya jauh sebelum ia ada,

sesungguhnya, ―sebelum dunia ada‖. Dengan demikian, si orang beriman

telah ada dalam pengetahuan Allah yang mahatahu terlebih dahulu jauh

sebelum kehadirannya yang nyata ke dunia. Hal ini, tentu saja, persis

sama dengan ―manusia Kristus Yesus‖. Orang-orang dan kejadian-

kejadian sudah ada dalam pengetahuan Allah terlebih dahulu, dan

dengan demikian, Ia mampu bertindak berdasarkan pra-pengetahuan

itu, sehingga setiap orang yang Ia panggil akan menjadi serupa dengan

citra Anak-Nya menurut rencana keselamatan-Nya bagi umat manusia

yang telah ditentukan sebelumnya.

Hal ini ditegaskan dengan mempertimbangkan referensi Yohanei

yang lain, yang ada dalam Kitab Wahyu:

Wahyu 13:8, ―Dan semua orang yang diam di atas bumi akan

menyembah si binatang—setiap orang yang namanya tidak

tertulis di dalam kitab kehidupan milik Anak Domba yang telah

disembelih sejak dunia dijadikan. {Atau, tidak tertulis sejak

dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan milik Anak Domba

yang telah disembelih}‖ (NIV).

Sintaksis atau susunan kalimat dari teks Yunaninya lebih mendukung

terjemahan NIV daripada pilihan lain yang ada dalam tanda kurung.

Dalam pembacaan ini, Anak Domba, Yesus, telah disembelih pada saat

penciptaan dunia, yaitu, di dalam benak dan tujuan penyelamatan Allah,

jauh sebelum ia dilahirkan di Israel. Kini kita dapat melihat bagaimana

kemuliaan ―peninggian‖ Yesus di atas kayu salib terkait dengan ―sebelum

dunia ada‖ dalam kata-kata Yesus di Yohanes 17:5—suatu pernyataan

dengan kedalaman rohaniah yang mencengangkan.

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 229

Pra-eksistensi rencana Allah untuk keselamatan umat

manusia di dalam Kristus

eselamatan merupakan sesuatu yang sudah ada dalam

perencanaan Allah sebelum dunia ada. Dalam ayat-ayat berikut

kita akan melihat lebih jauh contoh-contoh penerapan ―sebelum

dunia ada‖ kepada seluruh orang beriman:

Matius 25:34, ―Lalu Raja itu akan berkata kepada mereka yang

di sebelah kanan-Nya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh Bapa-

Ku, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak

dunia dijadikan.‖ Kerajaan itu disediakan bagi ―kamu‖ jauh

sebelum ―kamu‖ ada, sesungguhnya, sudah ―sejak dunia

dijadikan‖!

Wahyu 13:8, ―Semua orang yang tinggal di atas bumi akan

menyembahnya (si binatang), yaitu setiap orang yang namanya

tidak tertulis sejak dunia dijadikan di dalam kitab kehidupan

dari Anak Domba, yang telah disembelih.‖ Ini adalah

kemungkinan cara lain dalam menerjemahkan teks Yunani ayat

ini. Jadi, ―sejak dunia dijadikan‖ merujuk baik kepada orang-

orang beriman maupun kepada sang Anak Domba, tetapi yang

mana pun dari keduanya itu ada dalam rencana Allah Yahweh

sebelum mereka memasuki dunia ini. Jika terjemahan ini

diterima, maka itu berarti bahwa mereka yang tidak menyembah

binatang itu adalah mereka yang nama-namanya tertulis dalam

kitab kehidupan dari Anak Domba sejak dunia dijadikan.

2 Timotius 1:9, ―Dialah (Allah) yang menyelamatkan kita dan

memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan

perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan anugerah-

Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus

Yesus sebelum permulaan zaman‖.

Tentang Kristus itu sendiri dikatakan bahwa ia, ―yang memang telah

diketahui terlebih dahulu sebelum permulaan dunia, tetapi baru

dinyatakan pada masa yang terakhir bagi kamu‖ (1Ptr 1:20, ILT; bdk.

2Tim 1:9,10). Ia telah ―diketahui terlebih dahulu‖ oleh Allah, tetapi tidak

disebut tentang pra-eksistensi. Ayat berikutnya berkata, ―Melalui Dialah

kamu percaya kepada Allah yang telah membangkitkan Dia dari antara

orang mati dan telah memuliakan-Nya, sehingga imanmu dan

K

The Only True God 230

pengharapanmu tertuju kepada Allah‖. Di sini, kemuliaan yang diberikan

kepada Kristus oleh Allah bukanlah kemuliaan yang pra-eksisten

melainkan diberikan kepadanya setelah Allah membangkitkan dia dari

antara orang mati.

Roma 4:17—Allah “memanggil hal-hal yang tidak ada

seolah-olah ada” (NIV)

llah yang…memanggil hal-hal yang tidak ada seolah-olah

ada‖ (Roma 4:17, NIV). James Dunn (Word Biblical

Commentary, Roma) sependapat bila terjemahan ini

benar, tetapi menganggapnya terlalu ―lemah‖, dan lebih menyukai ―yang

memanggil hal-hal yang tidak ada menjadi ada‖. Tentu saja kedua

terjemahan itu mungkin, dan tidak eksklusif secara mutual. Namun

demikian, terjemahan yang disukai Dunn terutamanya berfungsi untuk

menggaris-bawahi pernyataan yang mendahuluinya (―Allah yang

menghidupkan orang mati‖). Meskipun demikian, terjemahan NIV

mengungkapkan suatu kebenaran yang mendalam: Menurut Allah, hal-

hal yang belum ada, bagi Dia, ―seolah-olah sudah ada‖, yaitu sudah

bereksistensi.

Misalnya, bagaimana mungkin Ia telah bertindak demi

keselamatan kita sebelum dunia dijadikan ketika kita masih belum

ada? Jawabannya ditemukan dalam Roma 4:17: Dalam benak dan pra-

pengetahuan-Nya, kita telah ada, dan Ia bertindak sesuai dengan pra-

pengetahuan itu melalui langkah-langkah konkrit sehubungan dengan

kita, bahkan sebelum dunia diciptakan! Bukankah ini tepatnya yang

dikatakan Paulus, ―Mereka yang telah Dia kenal sebelumnya…juga telah

Dia panggil‖ (Rm 8:29,30, ILT)? Ayat-ayat yang kita pertimbangkan

dalam paragraf terdahulu, seperti Matius 25:34; 2 Timotius 1:9; dan

Wahyu 13:8, semuanya menunjukkan kebenaran yang sama ini tentang

Allah, yang memberikan kita anugerah keselamatan-Nya di dalam

Kristus ―sebelum permulaan zaman‖ (2Tim 1:9).

Ini berarti bahwa sebuah tujuan yang terbentuk dalam benak Allah

itu sama artinya seolah-olah tujuan itu telah tergenapi atau telah ada.

Dalam arti ini, kita telah ada ―sebelum dunia dijadikan‖, dan ―mereka

yang telah Dia kenal sebelumnya…Dia muliakan‖ (Rm 8:29,30, ILT)—

Allah telah memuliakan kita sebelum alam semesta dijadikan!

Demikianlah kepastian tak tergoyahkan dari penggenapan tujuan-tujuan

“A

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 231

Yahweh, tanpa menghiraukan betapa dekat atau jauh di masa depan,

kata-kata (dipanggil, dibenarkan, dimuliakan) itu semuanya ada dalam

kala lalu (kala Yunani: aorist)! Paulus dikaruniai pemahaman mendalam

akan Allah. Atas dasar inilah ia dapat membuat pernyataan-pernyataan

luar biasa seperti itu. Tatkala diterapkan kepada dirinya, ia memahami

bahwa Allah dalam kasih dan anugerah-Nya telah memilih dia dan

memuliakan dia sejak kekekalan.

Jika Paulus memahami hal ini, tidakkah Yesus juga tahu tentang hal

itu? Tentu saja. Ini terlihat dalam Yohanes 17:5, ―Dan sekarang, ya Bapa,

muliakanlah Aku di hadirat-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki

di hadirat-Mu sebelum dunia ada‖, jika kata-kata itu dipahami dengan

benar. Mengingat pembahasan terdahulu, sekarang kita sampai kepada

kesimpulan kajian atas ucapan Yesus yang signifikan ini:

(1) ―Dan sekarang, ya Bapa, muliakanlah Aku di hadirat-Mu sendiri‖,

yang mengawali kalimat itu, jelas menunjukkan bahwa Yesus sedang

bersiap-siap memasuki hadirat Bapa melalui kematiannya dan

kebangkitannya: Bdk. ―Aku pergi kepada Bapa‖ (Yoh 16:10), ―Aku pergi

ke situ untuk menyediakan tempat bagimu‖ (Yoh 14:2,3), ―Aku belum

naik kepada Bapa‖ (Yoh 20:17), tetapi ia akan segera naik.

(2) ―Muliakanlah Aku‖; kita telah melihat makna khusus dari

―kemuliaan‖ dan ―mempermuliakan‖ dalam Injil Yohanes. Hal yang

perlu diamati di sini adalah, ―muliakanlah‖ berbentuk aktif,

menunjukkan bahwa pemuliaan ini merupakan tindakan Bapa: Yesus

yang ―ditinggikan‖, kematiannya di kayu salib untuk dosa adalah, pada

akhirnya, hasil usaha Allah, bukan manusia. Kematian Kristus demi

keselamatan kita adalah rencana Allah, bukan rencana manusia. Yesus

adalah ―Anak Domba Allah”. Imam di bait suci yang menyembelih anak

domba itu sekadar bertindak atas nama orang yang mempersembahkan

anak domba itu. Anak domba itu bukan milik imam. ―Anak Domba

Allah‖ disebut demikian karena dipersembahkan oleh Allah untuk

keselamatan kita: ―Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi

Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan mengutus Anak-Nya

sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita‖ (1Yoh 4:10). Oleh karena itu,

kematian Kristus sebagai kurban pendamaian bagi kita terutamanya

adalah perbuatan Allah. Bila kita gagal melihat ini kita telah keliru dalam

menyalahkan orang-orang Romawi atau Yahudi atas kematiannya yang

hanya berfungsi sebagai alat dalam rencana Allah demi keselamatan

umat manusia.

The Only True God 232

(3) Rencana-rencana keselamatan ini bukan semacam hasil pemikiran

yang timbul kemudian di pihak Allah, tetapi telah dipersiapkan dalam

kekekalan ―sebelum dunia ada‖ dan sekarang tengah diterapkan melalui

kasih, kuasa, dan hikmat Allah. Mempertimbangkan hal-hal tersebut,

sang Rasul berseru, ―O, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan

pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya

dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya!‖ (Rm 11:33)

Akhirnya, kebenaran bahwa Allah ―memanggil hal-hal yang tidak ada

seolah-olah ada‖ (Rm 4:17, NIV) bukan sekadar soal teologi untuk

menumbuhkan rasa ingin tahu intelektual kita. Kebenaran itu tertulis

demi suatu tujuan sangat praktis, yakni, memperlihatkan bahwa iman

bukanlah suatu bentuk impian khayal melainkan bersandar pada dasar

batu karang karakter Allah Sendiri, dan yang rencana serta tujuan-Nya

tidak mungkin gagal. Iman, bahkan di hadapan rintangan-rintangan

yang tampaknya tak tertanggulangi sekalipun, pasti akan menang, bukan

karena apa-apa yang hakiki di dalam iman itu sendiri, tetapi karena Dia

yang kepada-Nya iman itu bergantung. Inilah sebabnya mengapa

konteks Roma 4 terutamanya prihatin dengan aplikasi praktis iman

dalam kehidupan kita bahkan dalam berbagai keadaan yang tampak

berlawanan, dan Abraham diangkat sebagai teladan dari hal ini:

19 Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui bahwa

tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira

seratus tahun, dan bahwa rahim Sara telah tertutup. 20 Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena

ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia

memuliakan Allah, 21 serta berkeyakinan penuh bahwa Allah berkuasa untuk

melaksanakan apa yang telah Ia janjikan. 22 Karena itu hal ini diperhitungkan kepadanya sebagai

kebenaran.‖

Bahkan terlebih luar biasanya adalah keyakinan Yesus yang tak

tergoyahkan atas rencana Bapa akan keselamatan yang sedang

dilaksanakan melalui dia saat itu, terlebih-lebih kini di mana dirinya

yang akan segera ―ditinggikan‖ merupakan peristiwa yang langsung

membayangi di depannya. Dari sudut pandang inilah kita mulai

memahami kedalaman dan kuasa kata-katanya dalam Yohanes 17:5.

Dengan tekad yang tabah Yesus memohon kepada Bapa untuk

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 233

―memuliakan Aku‖ sekarang, dan kemuliaan apa lagi yang bisa diberikan

kepadanya di saat krusial dalam ―sejarah keselamatan‖ itu selain

―peninggian‖ dia melalui kematiannya di kayu salib, yang selanjutnya

akan dibuktikan tidak bersalah melalui dirinya yang ―dibangkitkan dari

antara orang mati‖ (Rm 6:4)? Di sini kita melihat kelayakkan Kristus

untuk menerima hormat dari khalayak di surga yang memberitakan,

―Anak Domba yang disembelih itu layak untuk menerima kuasa, dan

kekayaan, dan hikmat, dan kekuatan, dan hormat, dan kemuliaan, dan

puji-pujian!‖ (Why 5:12)

Yohanes 17:22—kesatuan Yesus dengan Bapa

Yohanes 17:22, ―Dan Aku telah memberikan kepada mereka

kemuliaan yang Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka

menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu‖.

Kesatuan Yesus dengan Bapa merupakan argumen lain yang digunakan

oleh trinitarianisme, yang beranggapan bahwa kesatuan membuktikan

kesetaraan. Padahal, sebenarnya sama sekali tidak membuktikan hal itu.

Ini semestinya jelas terlihat dalam terang 1 Korintus 6:16,17, tetapi kita

tidak mengindahkannya:

1 Korintus 6:17, ―Tetapi siapa yang mengikatkan dirinya pada

Tuhan, menjadi satu roh dengan Dia.‖

Ikatan kesatuan antara orang beriman dengan Tuhan pada hakikatnya

sama artinya dengan yang ada dalam Yohanes 17:22, akan tetapi tak

seorang pun akan begitu congkak sampai mengira bila ikatan kesatuan

dengan Tuhan ini menyiratkan kesetaraan orang beriman dengan Dia.

Yohanes 17:23—Yesus berkata bahwa Bapa mengasihi

kita sama seperti Ia mengasihi dia

ari kita pertimbangkan pernyataan Yesus yang

mencengangkan dalam Yohanes 17:23 bahwa Bapa mengasihi

kita sama seperti Ia telah mengasihi Yesus sebagai Anak-Nya,

dan bahwa ini adalah sesuatu yang harus dinyatakan kepada dunia.

Setiap orang beriman sangat mengenal Yohanes 3:16, ―Karena Allah

M

The Only True God 234

begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya

yang tunggal‖, tetapi berapa banyak orang yang mengetahui 17:23,

―Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku‖? Bapa

mengasihi dunia sampai-sampai mengorbankan apa yang paling

dikasihi-Nya Sendiri, Anak-Nya. Dan terlebih lagi, betapa Ia mengasihi

mereka yang telah berpaling dari dunia sekarang ini dan disatukan

dengan Dia dalam Kristus? Jawaban yang kita temukan adalah bahwa Ia

mengasihi mereka sama seperti Ia mengasihi Kristus!

Bahwa Allah mengasihi mereka yang ada di dalam Kristus, sama

seperti Ia mengasihi Kristus, sudah tentu menjadi penyebab untuk

bersukacita—bersukacita di dalam Tuhan yang mengasihi kita itu. Kasih-

Nya yang tak terkatakan inilah yang menjadi penyebab untuk kita

bersukacita di dalam Dia dalam segala kondisi hidup yang harus kita

alami di dunia. Hal ini pasti merupakan alasan nasihat Paulus untuk

―Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan:

Bersukacitalah!‖ (Flp 4:4). Paulus sudah menasihati jemaat di Filipi

―bersukacitalah dalam Tuhan‖ dalam Filipi 3:1. Namun, frase ini tidak

muncul di manapun dalam PB. Akan tetapi, frase itu muncul 9 kali (4

kali dalam Kitab Mazmur) dalam PL, yang cukup pasti merupakan

sumber dari mana Paulus memperoleh kata-kata ini. Hendaknya

diperhatikan pula bahwa dalam setiap pemunculan PL, ―Tuhan‖ adalah

―TUHAN‖, yaitu Yahweh. Surat Filipi ditulis dalam kerasnya kondisi

penjara Romawi, maka sangat mungkin bila Paulus teringat akan Kitab

Habakuk 3 khususnya:

17 Sekalipun pohon ara tidak berbunga, pohon anggur tidak

berbuah, hasil pohon zaitun mengecewakan, sekalipun ladang-

ladang tidak menghasilkan bahan makanan, kambing domba

terhalau dari kurungan, dan tidak ada lembu sapi dalam

kandang, 18 namun aku akan bersorak-sorak di dalam TUHAN,

beria-ria di dalam Allah yang menyelamatkan aku.

Bahkan ketika tidak ada apa-apa untuk disoraki dalam situasi kehidupan

kita, Yahweh Sendiri senantiasa menjadi penyebab dari sukacita kita,

karena Ia telah mengasihi kita sama seperti Ia mengasihi Anak-Nya yang

terkasih, dan kita adalah yang terkasih di dalam Kristus Yesus, yang

adalah ―pujian kemuliaan anugerah-Nya, yang dengannya Dia telah

merahmati kita di dalam Yang Terkasih‖ (Ef 1:6, ILT)—kita adalah yang

terkasih di dalam Yang Terkasih!

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 235

Yang Terkasih merupakan kepala komunitas orang-orang terkasih,

yaitu jemaat. Akibatnya, kita menganggap pasti istilah ―jemaat Kristus‖.

Saya sungguh terkejut ketika mendapati istilah ini tidak ada dalam PB!

Alih-alih, istilah ―jemaat Allah‖ dijumpai 7 kali dalam PB. Konsep bahwa

jemaat merupakan kepunyaan Allah sebagai milik-Nya yang unik telah

menjadi tidak akrab untuk kebanyakan dari kita, sebab kita pun agaknya

telah lupa bahwa Kristus sendiri adalah milik Allah (1Kor 3:23). Di sini

kita bisa melihat contoh lain bagaimana trinitarianisme mempengaruhi

pemahaman kita akan penyataan Alkitabiah, dalam contoh ini konsep

kita tentang sesuatu yang begitu dasariah seperti jemaat. Kita terus-

menerus berbicara tentang ―jemaat Kristus‖ sedangkan dalam PB tidak

terdapat satu pun contoh pemunculan dari istilah ini!

Pelayanan Kristus dan jemaat mencapai puncaknya

dalam peninggian Allah Yahweh sebagai “semua di

dalam semua”

alah satu tempat di mana Paulus membuat referensi kepada

―Jemaat Allah‖ adalah dalam pasal penting ke-15 dari Surat 1

Korintus (ay.9). Banyak kebenaran yang sangat penting dinyatakan

secara unik dalam pasal ini. Di sini, kebenaran bahwa Allah (Yahweh)

sendiri adalah yang tertinggi di atas segalanya, termasuk sang Anak,

dinyatakan dengan terang-benderang. Beralih dari satu butir penting ke

butir penting lainnya kita tiba pada ay.28: ―Tetapi kalau segala sesuatu

telah ditaklukkan di bawah Kristus, maka Ia sendiri sebagai Anak akan

menaklukkan diri-Nya di bawah Dia (Allah, sang Bapa, ay.24), yang telah

menaklukkan segala sesuatu di bawah-Nya, supaya Allah menjadi semua

di dalam semua.‖ Ayat ini sangat problematis untuk saya selaku seorang

Trinitarian, demikian juga untuk semua orang Trinitarian, karena di situ

dinyatakan dengan gamblang bahwa otoritas yang diterapkan oleh Anak

hingga saat itu akan dikembalikan kepada Bapa, Allah Yahweh, dan ―Ia

sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah Dia‖.

Tentu saja, cara yang lazim digunakan untuk keluar dari kesulitan

adalah dengan memakai ―gaya bicara bertentangan‖ yang dikenal baik

oleh kita semua, yakni, dengan berargumentasi bila hal itu tidak berlaku

kepada Yesus sebagai Allah, tetapi hanya sebagai manusia saja. Namun,

argumen ini setidaknya mengabaikan dua permasalahan serius: (1)

meskipun istilah ―Anak‖ tidak muncul di tempat lain dalam pasal ini,

S

The Only True God 236

istilah itu justru muncul dalam ayat krusial ini! Hal ini terjadi seolah-

olah Allah dapat meramalkan gaya bicara bertentangan ini! ―Anak‖

persisnya merupakan gelar yang digunakan oleh para Trinitarian untuk

merujuk kepada ―Allah-Anak‖; (2) ayat ini berbicara tentang masa

depan, bukan masa lalu, sewaktu ―Anak‖ (dalam arti trinitaris)

menaklukkan dirinya sendiri kepada Allah sang Bapa sebagai manusia

Kristus Yesus itu (Flp 2:6-8). Lagipula, hal yang menariknya adalah

bahwa sekalipun Kristus ditinggikan oleh Allah Bapa setelah kematian

dan kebangkitannya (Flp 2:9-11), akan tetapi dalam tatanan hal-hal yang

kekal ―Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diri-Nya di bawah

Dia‖; sebab pada hakikatnya Allah sajalah yang ―semua di dalam semua‖

(1Kor 15:28). Allah Yahweh yang dari-Nya segala sesuatu berasal, dan

yang kepada-Nya segala sesuatu akan kembali, pada akhirnya akan

diakui dan dimuliakan sebagai yang mutlak segalanya bagi setiap orang

dalam setiap aspek—―semua di dalam semua‖.

Dalam PB, sasaran tunggal dari pelayanan Kristus adalah

peninggian Allah Yahweh sendiri sebagai yang tertinggi di atas segalanya.

Ketika tujuan ini berhasil dicapai, selesai pulalah pelayanannya. Ini

berarti bahwa pelayanannya yang mulia dan berjaya itu terbatas oleh

waktu. Pelayanannya tidak terus-menerus berlanjut tanpa mencapai

suatu akhir: ada satu sasaran khusus yang hendak dicapainya dan,

tatkala telah tercapai, karya Kristus akan berakhir dengan jaya pada saat

itu. Karya yang terus-menerus berlanjut adalah karya yang tidak pernah

mencapai suatu akhir. Namun, tidak demikian halnya dengan Kristus.

Sekali umat manusia berhasil ditebus, maka jelaslah, karya penebusan

dan keselamatan telah berakhir. Sekali dosa telah ditebus untuk

selamanya, karya imam besar kita Yesus Kristus telah selesai, dan

pelayanan pengorbanannya di Bait Allah tidak lagi diperlukan. Imam

besar tidak lagi mempunyai tugas lebih lanjut. Namun, oleh karena kita

belum mencapai kesempurnaan (Flp 3:12) dan oleh karena itu, bisa

bersalah karena melakukan dosa yang tidak disengaja, imam besar kita

terus-menerus bersyafaat untuk kita (Ibr 7:25; 1Yoh 2:1), dan ia akan

terus berbuat demikian hingga kita disempurnakan pada hari di mana

―kita akan menjadi sama seperti Dia‖ (1Yoh 3:2).

Demikian pula, sekali pendamaian itu tercapai maka tidak lagi ada

perlunya seorang pengantara (1Tim 2:5). Lagipula, keselamatan dalam

PB itu melampaui pendamaian kepada anugerah yang menjadikan kita

―anak-anak Allah‖ (Rm 8:16). Tentu saja tidak ada anak yang

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 237

membutuhkan pengantara untuk datang kepada ayahnya. Jadi, seorang

pengantara yang baik (seperti dokter yang baik) berhasil ―membuat

dirinya kehilangan pekerjaan‖ dengan mengakibatkan perdamaian.

Inilah kemuliaan dan keindahan Kristus sebagai pengantara yang sukses,

yang kepadanya semua orang yang telah didamaikan akan tetap

bersyukur selamanya, memuji Allah yang menyediakan seorang

pengantara ajaib seperti itu bagi umat manusia.

―Anak‖ dalam 1 Korintus 15:28 itu tentunya digunakan secara biasa

sebagai gelar sang Mesias, atau ―Kristus‖, dan dalam arti ini tidak

menimbulkan masalah apa-apa. Sebaliknya, gelar demikian menekankan

kejayaan penggenapan pelayanan Mesianik Kristus Yesus, sama seperti

yang dinyatakan dalam ay.24, ―Kemudian tiba kesudahannya, yaitu

bilamana Ia menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa, sesudah Ia

membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan‖, yaitu,

seluruh kuasa yang telah menolak untuk takluk kepadanya. Semuanya ini

mempunyai sasaran terakhir agar ―supaya Allah (Bapa) menjadi semua

di dalam semua‖. Monoteisme Perjanjian Baru yang mutlak ini nyaris

tidak dapat dibuat lebih jelas daripada ini.

Yohanes 20:28

aum Trinitarian terus-menerus menunjuk kepada Tomas yang

menyembah Yesus dengan ucapan, ―Tuhanku dan Allahku‖.

Barangkali mereka menyangka Tomas tidak mengetahui atau

mempedulikan apa yang telah dikatakan Yesus kepada si iblis ketika ia

dicobai: ―Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah

Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti‘‖,

Matius 4:10; Lukas 4:8? Atau mungkin Tomas tidak tahu ajaran Yesus,

atau doanya yang dipanjatkan kepada ―satu-satunya Allah yang benar‖

(Yoh 17:3)? Mungkinkah umat Trinitarian beranggapan Tomas bukan

seorang Yahudi atau monoteis? Apakah Yesus sudah melupakan

ajarannya sendiri dan, karena itu, tidak menegur Tomas? Pemikiran

seperti ini tidak sesuai dengan fakta-fakta Alkitabiah. Masalah dasariah

dengan penafsiran trinitaris adalah pengabaian secara terus-menerus

kepada konteks dari ayat yang digunakan, atau lebih tepat,

disalahgunakan. Adalah fakta mendasar di dalam ilmu penafsiran bahwa

―teks yang diartikan di luar konteksnya merupakan dalih.‖ Perkataan

Tomas hanya dapat dipahami secara tepat di dalam keseluruhan konteks

K

The Only True God 238

Injil Yohanes. Di sini kita hanya bisa mempertimbangkan beberapa butir

yang secara langsung relevan:

Percakapan mengesankan antara Yesus dengan murid-muridnya

tidak lama sebelum penyalibannya tak pelak telah terpatri dalam ingatan

Tomas, yaitu tentang melihat Bapa, yang tak lain dan tak bukan adalah

Yahweh:

Yohanes 14: 8 Kata Filipus kepada-Nya: ―Tuhan, tunjukkanlah

Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.‖ 9 Kata Yesus kepadanya: ―Telah sekian lama Aku bersama-sama

kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Siapa saja

yang telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana

engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. 10 Tidak percayakah engkau bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa

di dalam Aku? Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku

katakan dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa, yang tinggal di dalam

Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya. 11 Percayalah kepada-Ku bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di

dalam Aku; atau setidak-tidaknya, percayalah karena pekerjaan-

pekerjaan itu sendiri.‖

Mengingat wacana di atas, ketika Tomas melihat Kristus yang tersalib—

yang kini ―telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan

Bapa‖ (Rm 6:4)—berdiri di hadapannya, kata-kata Yesus ―siapa saja yang

telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa‖ secara harfiah kini ―menjadi

hidup‖ di hadapan matanya. Kini ia melihat sang Bapa di dalam Kristus

dan berseru ―Tuhanku dan Allahku!‖, sebuah ucapan yang siap keluar

dari mulut seorang Yahudi ketika melihat penglihatan seperti itu. Ini

menggemakan kata-kata Yesaya, ―Namun mataku telah melihat Sang

Raja, yakni TUHAN (Yahweh) semesta alam! (Yes 6:5). Tidak diragukan

bila ucapan Tomas itu mewakili semua rasul lain di dalam ruangan itu.

Hendaknya juga diperhatikan bahwa alasan yang diberikan Yesus

atas ucapan bahwa siapa saja yang telah melihat dia telah melihat Bapa

terungkap dalam kata-kata, ―Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku‖

yang dinyatakan dua kali (Yoh 14:10,11), dengan demikian menekankan

pentingnya ayat-ayat itu. Pernyataan yang diulangi ini tidak dimaksud

untuk menandaskan keakraban hubungannya dengan Bapa dalam

bahasa metaforis tetapi untuk menyatakan suatu kenyataan rohaniah

sejati, yaitu, bahwa sang Bapa hidup di dalamnya dan bahwa ―Bapa, yang

tinggal di dalam Aku, Dialah yang melakukan pekerjaan-pekerjaan-Nya‖

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 239

(ay.10). Dengan kata lain, kediaman Bapa di dalamnya merupakan

realitas rohaniah yang dinamis dari hidup dan pelayanan Yesus. Dari

pihak Yesus, ia hidup sepenuhnya di dalam sang Bapa yang dalam

pelaksanaannya berarti hidup sepenuhnya di bahwa otoritas-Nya: ―Apa

yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diri-Ku sendiri‖

(ay.10).

Berdiamnya Bapa di dalam Yesus ini merupakan sesuatu yang

disebut Yesus bukan saja pada akhir pelayanannya di bumi tetapi sudah

sejak permulaan. Tomas pasti teringat bahwa Yesus sudah berbicara

tentang tubuhnya sebagai bait Yahweh (Yoh 2:19), terlebih lagi karena

apa yang dikatakan oleh Yesus itu dikutip di sidang pengadilan untuk

mencelakakan dia (Mat 26:61; Mrk 14:58). Dan oleh karena tubuh Yesus

adalah bait suci Yahweh, jelaslah Yahweh tinggal di dalam dia secara

jasmaniah (Kol 2:9). Berkenaan dengan kebangkitan, dalam Yohanes

2:22 dinyatakan secara rinci bahwa ―Karena itu, sesudah Ia bangkit dari

antara orang mati, murid-murid-Nya teringatlah bahwa hal itu telah

dikatakan-Nya, dan mereka pun percaya kepada Kitab Suci dan kepada

perkataaan yang telah diucapkan Yesus.‖ Bukankah Tomas salah satu

murid yang teringat dengan hal itu? Dan bukankah pengalaman

mengejutkan akan Kristus yang berdiri di depan dia karena telah

dibangkitkan oleh kuasa Yahweh—seperti yang dikatakan Yesus akan

terjadi—akan menyebabkan Tomas melontarkan pujian dan pujaan

kepada Yahweh dengan kata-kata yang kerap ditujukan kepada-Nya oleh

umat-Nya, ―Tuhanku dan Allahku‖? Mengingat fakta-fakta tersebut,

mana yang lebih mungkin: bahwa Tomas menyembah Yesus, ataukah

Allah yang telah membangkitkan Yesus menurut firman-Nya?

Sebagai seorang monoteis, Tomas hanya sepatutnyalah menujukan

kata-kata ―Tuhanku dan Allahku‖ itu kepada Yahweh. Namun,

signifikansi pengakuan itu terletak pada kenyataan berikut: Tomas kini

menyadari bahwa Yahweh memang telah datang ke dunia secara

jasmaniah di dalam manusia Yesus sang Mesias, dan ―tinggal di antara

kita‖ (Yoh 1:14, BIS). Frase ―Yahweh (TUHAN) Allahku‖ dijumpai tidak

kurang dari 36 kali dalam PL. Oleh karena itu, frase tersebut merupakan

suatu bentuk sapaan kepada Yahweh yang kerap digunakan, dan dengan

demikian, gampang sekali keluar dari mulut seorang Yahudi.

Pertimbangkan pula fakta bahwa orang-orang Yahudi berdoa

menghadap bait suci (ketika masih berdiri di Yerusalem) dan ―tempat

maha kudus‖nya. Fakta ini sesuai dengan Kitab-kitab Suci, seperti

The Only True God 240

terlihat dalam doa Solomo pada saat pentahbisan bait suci itu seperti

tercatat dalam 2 Tawarikh 6 (BIS):

20 ―Semoga dari tempat kediaman-Mu di surga Engkau

mendengar dan mengampuni aku serta umat Israel, umat-Mu

itu, apabila kami menghadap rumah ini dan berdoa kepada-

Mu.‖

26 ―Apabila umat-Mu berdosa kepada-Mu dan Engkau

menghukum mereka dengan tidak menurunkan hujan, lalu

mereka bertobat dari dosa mereka dan menghormati Engkau

sebagai TUHAN, kemudian menghadap ke Rumah-Mu ini serta

berdoa kepada-Mu, 27 ya TUHAN di surga, dengarkanlah

mereka. Dan ampunilah dosa hamba-hamba-Mu umat Israel.‖

29 ―semoga Engkau mendengarkan doa mereka. Kalau dari

antara umat-Mu Israel ada yang dengan bersedih hati berdoa

kepada-Mu sambil menengadahkan tangannya ke arah

Rumah-Mu ini, 30 kiranya Engkau di dalam kediaman-Mu di

surga mendengar serta mengampuni mereka. Hanya Engkaulah

yang mengenal isi hati manusia. Sebab itu perlakukanlah setiap

orang setimpal perbuatan-perbuatannya‖.

Ketika umat Yahudi memanjatkan doa-doa mereka dengan menghadap

bait suci, apakah mereka sedang berdoa kepada bait suci itu atau kepada

Dia yang Hadirat-Nya ada di dalam bait suci (2Taw 6:2)? Tomas

akhirnya memahami kebenaran yang dikatakan oleh Yesus dalam

Yohanes 2:19 tentang dirinya sebagai bait Allah, dan pengajarannya

tentang Bapa sebagai yang berbicara dan bertindak di dalam dirinya.

Kini, setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri penggenapan bait

suci (Yesus) setelah dibangkitkan oleh kuasa Allah Yahweh dan sekarang

berdiri di hadapannya, apakah aneh bagi dia untuk berseru ―Tuhanku

dan Allahku‖? Lantas, mengapa umat Trinitarian harus beranggapan

bahwa kata-kata Tomas itu tidak dialamatkan kepada Yahweh, yang kini

telah menjadi Tuhan dan Allahnya melalui Yesus secara teramat

eksperiensial?

Hal lain yang tampaknya tidak sanggup dimengerti oleh pikiran

trinitaris yang telah terindoktrinasi, sekalipun terlihat dengan gamblang

di sepanjang PL, adalah bahwa gelar ―Tuhan Allah‖ merupakan cara

lazim untuk menyebut Yahweh. Tanpa mesti merujuk kepada teks

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 241

Ibrani, siapa pun bisa melihat bahwa ―TUHAN Allah‖ atau ―Tuhan

ALLAH‖ (di mana kata yang tertulis dalam huruf kapital mewakili nama

―Yahweh‖) muncul dalam 383 ayat di ESV (210 kali dalam Kitab

Yehezkiel saja!).

Semua ini berarti bahwa seruan Tomas merupakan sesuatu yang

datang langsung dari Alkitab Ibrani, dan yang secara spontan akan

keluar dari mulut siapa saja yang menekuni PL. Hal yang juga jelas

adalah bahwa ―Tuhan‖ dan ―Allah‖ merupakan gelar yang dikenakan

kepada Yahweh, terutamanya ketika dipakai secara tergabung. Oleh

karena itu, menerapkan gabungan gelar tersebut kepada Yesus tidak

membuktikan Yesus itu Allah (sebagaimana dengan sia-sia dikira oleh

banyak orang Trinitarian oleh karena ketidaktahuan), tetapi hanya akan

membuktikan bahwa Yesus adalah Yahweh. Akan tetapi, ini bukan

―bukti‖ yang ingin dicapai oleh kaum Trinitarian karena akan

merancukan ―Allah-Bapa‖ dengan ―Allah-Anak‖.

Singkatnya, Yohanes 20:28 sama sekali tidak bernilai untuk

trinitarianisme. Namun, apa yang memang diberitakan adalah bahwa

Tomas telah menyadari realitas Yahweh di dalam dan melalui Kristus. Ia

melihat ―kemuliaan TUHAN, semarak Allah kita” (Yes 35:2). Kata-kata

yang diucapkan Tomas mengingatkan kita pada kata-kata dalam Kitab

Mazmur seperti, ―Terjagalah dan bangunlah membela hakku, membela

perkaraku, ya Allahku dan Tuhanku! Hakimilah aku sesuai dengan

keadilan-Mu, ya TUHAN Allahku‖ (Mzm 35:23,24).

Mengingat bukti Alkitabiah, apakah kita masih bersikeras bahwa

ucapan dalam Yohanes 20:21 ini merujuk kepada Yesus? Atau, apakah

kata-kata itu dialamatkan kepada Allah sebagai respon atas penampilan

Yesus kepada Tomas, yang merupakan suatu pengalaman teramat luar

biasa? Dalam dunia sekular dewasa ini, adalah hal biasa untuk orang

berteriak ―My God (Allahku)‖ ketika terkejut. Kita merasa muak dengan

teriakan macam ini yang keluar dari mulut orang tidak beriman. Namun,

tidakkah ada situasi-situasi di mana seorang beriman boleh membuat

seruan seperti itu kepada Allah, terutamanya ketika—dalam perkataan

C.S. Lewis—―dikejutkan oleh kegembiraan‖?

Yohanes 21:17, “Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu”

‗Kata Yesus kepadanya untuk ketiga kalinya: ―Simon, anak

Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?‖ Petrus pun merasa

The Only True God 242

sedih karena Yesus berkata untuk ketiga kalinya: ―Apakah

engkau mengasihi Aku?‖ Dan ia berkata kepada-Nya: ―Tuhan,

Engkau tahu segala sesuatu, Engkau tahu bahwa aku mengasihi

Engkau.‖ Kata Yesus kepadanya: ―Peliharalah domba-domba-

Ku.‖‘

Kata-kata ―Tuhan, Engkau tahu segala sesuatu‖ telah digunakan oleh

sejumlah Trinitarian untuk mendukung kemaha-tahuan Yesus. Hal ini

bisa dianggap sebuah contoh trinitarianisme yang berusaha membuat

―sekepal menjadi gunung‖, karena dalam konteks ini arti kata-kata itu

tidak lebih dari sekadar ―Tuhan, Engkau mengetahui aku luar dalam;

Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau‖. Mengubah sebuah

pernyataan yang berkepentingan dengan Petrus menjadi sebuah

pernyataan akan pengetahuan absolut adalah ciri khas argumentasi

trinitaris. Itu juga berlawanan dengan pernyataan Yesus sendiri bahwa

memang ada sesuatu yang penting yang tidak diketahuinya, yakni, saat

akhir zaman dan kedatangan anak manusia. Hal tersebut hanya

diketahui oleh Bapa, Dia sajalah yang memiliki pengetahuan absolut

akan segala sesuatu:

Matius 24:36-37, ―Tetapi tentang hari dan saat itu tidak

seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di surga tidak, dan

Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri. Sebab sebagaimana halnya

pada zaman Nuh, demikian pula halnya kelak pada kedatangan

Anak Manusia [yaitu kedatangannya tidak akan terduga, ay.38].‖

Elisa dihormati karena mengetahui segala sesuatu yang dibicarakan oleh

raja Siria berkenaan dengan rencananya melawan Israel. Akibatnya,

Israel terus-menerus diperingati sebelumnya oleh nabi itu dan mereka

siap menghadapi serangan-serangan Siria kapan pun juga. Dibingungkan

oleh kenyataan tidak pernah bisa mendapatkan Israel dalam situasi

lengah, raja itu berusaha mencari tahu apakah ada orang dalam yang

tengah mengkhianati rencananya melawan Israel. Kemudian ia

diberitahu apa yang menjadi sumber masalah sebenarnya, ―Elisa, nabi

yang di Israel, dialah yang memberitahukan kepada raja Israel tentang

perkataan yang diucapkan oleh tuanku di kamar tidurmu.‖ (2Raj 6:12)

Sungguh indah bahwa Allah dapat berbuat apa saja melalui manusia

yang sepenuhnya tunduk kepada Dia, dan Alkitab memberikan banyak

contoh akan apa yang telah digenapi Allah melalui orang-orang yang

setia. Tak pelak, Yesus dikaruniai pengetahuan akan segalanya yang

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 243

diperlukan untuk menunaikan misinya demi mendamaikan umat

manusia dengan Allah. Jadi, tidak diragukan bila apa yang diwahyukan

kepadanya itu jauh lebih banyak daripada yang diwahyukan kepada

Elisa. Yesus, sebagai satu-satunya manusia sempurna tentu saja unik di

antara manusia, dan melalui dia Allah sanggup menggenapi karya tak

tertandingi untuk ―mendamaikan dunia dengan diri-Nya‖ (2Kor 5:19),

―sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib Kristus‖ (Kol

1:20).

Pentingnya Pengajaran tentang Kristus

dalam Kitab Kisah Para Rasul

esan-pesan dalam Kitab Kisah Para Rasul diberikan segera setelah

pencurahan Roh pada hari Pantekosta, dan karena itu

disampaikan sebagai akibat langsung pemenuhan Roh Kudus—

jadi, pesan-pesan itu haruslah determinatif guna memahami pribadi

Kristus. Akan tetapi, sulit menemukan isyarat sedikit pun atas ketuhanan

Kristus dalam Kitab Kisah Para Rasul, sementara kemanusiaannya

terlihat jelas. Oleh karena ketuhanan Kristus yang ditengarai itu bukan

faktor dalam khotbah apostolik paling awal dalam Kitab Kisah Para

Rasul, dan sesungguhnya, tidak di manapun dalam Kitab Kisah Para

Rasul, maka secara khusus tidak ada apa-apa yang relevan terhadap

trinitarianisme untuk dibahas dalam kitab penting ini.

Namun, ada suatu pengamatan terkait yang penting yang

hendaknya dipertimbangkan baik-baik: Jemaat diperlengkapi dengan

kuasa dari atas pada hari Pantekosta, dan keluar memberitakan Injil

dalam kuasa itu hingga ke ujung bumi. Kuasa itu tidak lagi tampak dalam

jemaat-jemaat dewasa ini, dan ini jelas berkaitan dengan kenyataan

bahwa sekarang ini jemaat memberitakan pesan yang dilandasi oleh

teologi dan Kristologi yang berbeda dengan yang diwartakan dalam Kitab

Kisah Para Rasul.

Roma 9:5

arena tidak adanya pembubuhan tanda baca dalam teks Yunani,

maka makna yang berasal dari teks itu bergantung pada cara si

penerjemah memilih tempat untuk membubuhkan tanda

P

K

The Only True God 244

bacanya. Cara-cara yang mungkin dalam penerjemahan Roma 9:5 dibuat

amat jelas dalam NIV:

―Theirs (i.e. of the Jews) are the patriarchs, and from them is

traced the human ancestry of Christ, who is God over all, forever

praised! {Or Christ, who is over all. God be forever praised! Or

Christ. God who is over all be forever praised!} Amen.‖

Merekalah (yakni, orang Yahudi) yang empunya bapa-bapa

leluhur, dan dari mereka ditelusuri jalur keturunan Kristus, yang

adalah Allah di atas segalanya, terpujilah selama-lamanya!

{Atau, Kristus yang di atas segalanya. Terpujilah Allah selama-

lamanya! Atau, Kristus. Allah yang di atas segalanya terpujilah

selama-lamanya} Amin.‖

Kedua terjemahan alternatif itu, yang pada hakikatnya tidak berbeda

karena keduanya mengatributkan pujian kepada Allah, bukan Kristus,

tertulis dalam tanda-kurung untuk Roma 9:5. Sebagai terjemahan

trinitaris, NIV menempatkan terjemahan yang mereka sukai pada teks

pokok. Versi Alkitab trinitaris lainnya jelas-jelas mengikuti pilihan sama

ini, dengan pengecualian yang patut dicatat untuk RSV: ―to them belong

the patriarchs, and of their race, according to the flesh, is the Christ.

God who is over all be blessed for ever. Amen (Merekalah yang empunya

bapa-bapa leluhur, dan dari ras mereka, yang menurut daging, adalah

Kristus. Allah yang di atas segala sesuatu terpujilah selama-lamanya.

Amin).‖

Terjemahan RSV (dan terjemahan-terjemahan dalam tanda-kurung

NIV) sudah pasti merupakan terjemahan yang tepat karena tiga alasan

yang amat kuat:

(1) Paulus jelas-jelas telah mendeklarasikan monoteismenya di beberapa

tempat, dan dalam 1 Korintus 8:6 ia menyatakan dengan gamblang

bahwa ―namun bagi kita hanya ada satu Allah saja, yaitu Bapa, yang dari

Dia berasal segala sesuatu dan yang untuk Dia kita hidup, dan satu

Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang melalui Dia segala sesuatu telah

dijadikan dan yang karena Dia kita hidup‖. Karena itu, Paulus tidak akan

pernah mendeskripsikan Yesus sebagai ―Allah‖. Yesus adalah ―Tuhan‖

secara konsisten dalam tulisan-tulisan Paulin. Berikut ini adalah contoh-

contoh lain dari monoteisme Paulus:

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 245

1 Timotius 1:17, ―Hormat dan kemuliaan sampai selama-

lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tidak

tampak dan yang esa (monos)! Amin.‖

1 Timotius 6: ―15 yaitu saat (kedatangan Kristus yang kedua,

ay.14) yang akan ditentukan oleh Penguasa yang satu-satunya

(monos) dan penuh berkat, Raja di atas segala raja dan Tuan di

atas segala tuan. 16 Dialah satu-satunya (monos) yang tidak

takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak

terhampiri. Tidak seorangpun pun pernah melihat Dia dan

memang manusia tidak dapat melihat Dia. Bagi-Nyalah hormat

dan kuasa yang kekal!‖

(2) Kata-kata pujian yang persis sama seperti dalam Roma 9:5, ―yang

harus dipuji sampai selama-lamanya‖, merujuk kepada Allah Yahweh

dalam teks Yunani dari 2 Korintus 11:31 (ESV), ―Allah dan Bapa Tuhan

Yesus, yang terpuji sampai selama-lamanya‖. Oleh karena itu, kata-kata

tersebut tidak ditujukan kepada Yesus dalam Roma 9:5; Yesus adalah

penyebab pujian itu, bukan sasaran. Agar mudah membandingkan,

kedua teks tersebut dicantumkan berdampingan:

Roma 9:5, ho ōn (epi pantōn theos) eulogētos eis tous aiōnas

2 Korintus 11:31, ho ōn eulogētos eis tous aiōnas

Terlepas dari kata-kata yang ditempatkan dalam tanda-kurung guna

memudahkan perbandingan, frase ―yang terpuji sampai selama-

lamanya‖ itu persis sama dalam kedua ayat tersebut. Dalam 2 Korintus

11:31 (ESV) rujukan kepada Allah sebagai ―Allah dan Bapa Tuhan Yesus‖

dibuat sebelum frase ini, sedangkan dalam Roma 9:5 rujukan kepada

Allah ditempatkan di dalam frase itu sebagai Dia yang ―di atas segala

sesuatu…Allah‖ (epi tantōn theos). Oleh karena sang Rasul

menggunakan frase ini khususnya untuk ―Allah dan Bapa Tuhan Yesus‖

dalam 2 Korintus 11:31 (ESV), tidak ada alasan untuk mengira ia merujuk

kepada Yesus sebagai ―Allah di atas segala sesuatu‖ dalam Roma 9:5,

frase yang bisa dipastikan tidak akan diterapkan kepada siapa pun juga

oleh orang Yahudi mana saja, termasuk Paulus, selain kepada Yahweh.

(3) Memeriksa soal tersebut di dalam Surat Roma itu sendiri, hal yang

membuatnya tidak terbantahkan adalah (a) bahwa frase yang sama yang

The Only True God 246

diterjemahkan di sini sebagai ―dipuji selama-lamanya‖ (eulogētos eis

tous aiōnas) juga diterapkan kepada Allah Yahweh sebagai sang Pencipta

―yang harus dipuji selama-lamanya. Amin‖ (Rm 1:25). Dan (b) kata

penutup ―Amin‖ merupakan fitur istimewa dari pujian kepada Allah

Yahweh dalam Surat Roma yang muncul lima kali. Terlepas dari Roma

1:25 dan 9:5, ada pula berikut ini:

Roma 11:36, ―Sebab segala sesuatu adalah dari Dia (Allah

Yahweh, bdk. ay.33dyb.), dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi

Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin.‖

Roma 15:33, ―Allah, sumber damai sejahtera, menyertai kamu

sekalian! Amin.‖

Roma 16:27, ―bagi Dia, satu-satunya Allah yang penuh hikmat,

melalui Yesus Kristus: Segala kemuliaan sampai selama-

lamanya! Amin.‖

Dalam semua ayat di Surat Roma ini, Allah Yahweh adalah sasaran

pujian, dan tidak ada alasan apa pun untuk menduga bila Roma 9:5

merupakan pengecualian.

Surat kepada Orang Ibrani

mat Israel juga dikenal sebagai ―umat Ibrani‖ atau ―umat

Yahudi‖, jadi, Surat kepada orang Ibrani ini ditulis untuk orang

Yahudi. Surat itu ditulis oleh orang Yahudi untuk orang Yahudi.

Apa yang tampak nyaris tidak mampu dipahami oleh kaum Trinitarian

adalah bahwa orang Yahudi, terutamanya pada abad ke-1, adalah orang-

orang monoteis sejati. Jadi, baik para penulisnya maupun pembacanya

tidak punya urusan apa-apa dengan trinitarianisme, yang tidak bisa

didamaikan dengan monoteisme Alkitabiah. Oleh karena itu, sia-sialah

untuk mencoba menggali keluar teks bukti trinitaris dari Kitab Ibrani.

Hal ini jugalah yang saya coba pada waktu dulu, dan dengan demikian

mengetahui secara langsung akan hal tersebut. Ini hanya dapat tercapai

melalui penyalahtafsiran yang bebal atau dengan eisegesis, yang

merupakan praktik lazim trinitaris yaitu dengan membacakan dogma

mereka sendiri ke dalam teksnya.

U

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 247

Pasal pertama Surat Ibrani—tempat para Trinitarian berusaha

menghimpun teks-teks bukti—terutamanya merupakan koleksi nas-nas

Mesianik dari PL yang digunakan oleh orang-orang beriman Yahudi

untuk meyakinkan sesama orang Yahudi bahwa Yesus adalah sang

Mesias. Tentu saja nas-nas PL ini umumnya dikenal baik oleh orang

Yahudi dan, oleh karena itu, sangat berguna sebagai sarana dalam

membahas kemesiasan Yesus. Jadi, Surat kepada Orang Ibrani ini jelas

mempunyai sasaran yang sama dengan Injil Yohanes, yakni untuk

meyakinkan orang Yahudi (dan orang lain) bahwa ―Yesuslah Kristus,

Anak Allah‖ (Yoh 20:31). ―Anak‖ sudah tampil di awal Surat Ibrani (1:2).

Namun, surat ini memiliki tema-tema penting lain yang sama dengan

Injil Yohanes, khususnya tema Kristus sebagai ―anak domba Allah, yang

menghapus dosa dunia‖ (Yoh 1:29,36). Kristus sebagai kurban

penghapus dosa yang abadi merupakan tema utama Surat Ibrani. Tema

sentral lainnya, yang berkaitan erat dengan tema terdahulu, adalah

kenyataan unik bahwa Kristus merupakan kurban sekaligus imam besar!

Yohanes 17 kerapkali disebut sebagai ―doa keimaman Yesus.‖

Titik temu lainnya yang kuat antara Surat Ibrani dengan Injil

Yohanes adalah penekanan kepada kepercayaan atau iman. ―Percaya‖

adalah kata kunci dalam Injil Yohanes (pisteuō, 98 kali, jauh lebih sering

daripada kitab PB mana pun), sedangkan ―iman‖ merupakan kata kunci

dalam Surat Ibrani (pistis, 32 kali), khususnya berfokus pada pasal 11, di

mana setiap pemunculan adalah tentang iman pada Yahweh. Tidak

diragukan bahwa Surat Ibrani dan Injil Yohanes bukan saja memiliki

persamaan dalam tema-tema utamanya, tetapi juga bersatu dalam

komitmennya kepada monoteisme.

Istilah ―Anak‖ dalam bahasa Ibrani merujuk kepada sang Mesias

tetapi, tiada gunanya dikatakan, kaum Trinitarian ingin mengartikannya

―Allah-Anak‖, yang tak pernah terbersit dalam benak orang Yahudi, dan

tentunya bukan itu maknanya dalam Surat Ibrani ataupun surat-surat

lainnya dalam Alkitab. Namun, sebagai orang Trinitarian kita mengira

bahwa Ibrani 1:8 menyediakan teks bukti yang bagus sekali atas

ketuhanan Yesus. Kita tidak mempedulikan fakta bahwa itu adalah

kutipan dari Mazmur 45:7, dan kita pun tidak terlalu peduli dengan

makna kata-kata itu dalam konteks mazmur tersebut:

8 ―Tetapi tentang Anak Ia berkata: ‗Takhta-Mu, ya Allah, tetap

untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaan-Mu

adalah tongkat kebenaran.

The Only True God 248

9 Engkau mencintai keadilan dan membenci kefasikan; sebab itu

Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau dengan minyak sebagai

tanda kesukaan, melebihi teman-teman sekutu-Mu.‘‖ (Ibr 1:8,9;

Mzm 45:7,8)

Jika kita simak Ibrani 1:9 kita melihat bahwa di situ dikatakan—tentang

Anak—―Allah, Allah-Mu telah mengurapi Engkau‖. Kata ―mengurapi‖

adalah makna kata ―Mesias‖ dalam bahasa Ibrani, dan makna kata

―Kristus‖ dalam bahasa Yunani. Jadi, ciri Mesianik nas ini (dan Mazmur

45 secara keseluruhan) dinyatakan secara eksplisit. Mazmur 45

merupakan sebuah kidung tentang penobatan raja Israel, yang sesudah

diurapi oleh Yahweh, bertindak sebagai hamba dan wakil-penguasa

Yahweh. Jadi, jika kata-kata dalam Ibrani 1:8, ―Takhta-Mu, ya Allah‖,

diterapkan kepada raja Mesianik itu, maka kata ―Allah‖ semestinya dieja

dengan ―allah‖ dan dipahami dalam arti penggunaannya oleh Yesus

dalam Yohanes 10:34,35 (mengutip Mzm 82:1,6,7) di mana kata tersebut

merujuk kepada para hamba dan perwakilan Allah. Para pakar PL sangat

menyadari kenyataan bahwa dalam terang monoteisme PL, ―ya Allah‖

dalam Mazmur 45:7 hanya bisa diterapkan dalam arti itu, yang tercermin

dalam sebagian dari terjemahan:

Takhtamu kepunyaan Allah, tetap untuk seterusnya dan

selamanya, dan tongkat kerajaanmu adalah tongkat kebenaran.‖

Robert Alter (Professor of Hebrew and Comparative Literature pada

University of California, Berkeley) menerjemahkan baris pertama

menjadi ―Takhtamu dari Allah ada selama-lamanya‖ dan berkomentar,

―Sebagian orang mengartikan bahasa Ibrani di sini sebagai ―Takhta-Mu,

ya Allah,‖ tetapi akan ganjil tampaknya untuk menyapa Allah di tengah-

tengah puisi karena seluruh mazmur itu ditujukan kepada raja atau

mempelainya‖ (The Book of Psalms, A Translation with Commentary,

Norton, 2007, tentang Mzm 45:7).

Di sisi lain, kemanusiaan Kristus lebih ditekankan dalam Surat

Ibrani ketimbang dalam surat-surat PB lain. Ibrani 1:3 juga berbicara

tentang Yesus yang ―mengadakan penyucian dosa‖. Terdapat penekanan

kuat kepada darah pengorbanan dalam Surat Ibrani: ―darah‖ dalam arti

ini adalah salah satu kata kunci dalam surat itu, dan jauh lebih sering

muncul di sini daripada dalam kitab-kitab PB lainnya: muncul 21 kali.

(―Darah‖ muncul 19 kali dalam Kitab Wahyu, tetapi sebagian besar

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 249

darinya merujuk kepada darah sebagai konsekuensi dari penghakiman

ilahi atas dunia ini.) ―Darah dan daging‖ merupakan cara yang lazim

digunakan oleh Kitab Suci untuk merujuk kepada manusia (Ibr 2:14; Mat

16:17; 1Kor 15:50; Ef 6:12). Dari sini terlihat jelas bahwa kemanusiaan

Kristus secara mutlak esensial untuk ―mengadakan penyucian dosa‖

demi keselamatan umat manusia. Bertolak-belakang dengan ini, tidak

pernah dikatakan di manapun dalam Surat Ibrani, ataupun dalam PB,

bahwa Yesus harus menjadi Allah dalam rangka mengadakan penyucian

dosa atau ―memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang‖

(Mat 20:28; Mrk 10:45).

Monoteisme Kitab Wahyu

itab Wahyu Yohanei dianggap memiliki ―Kristologi tinggi‖,

terutamanya karena apa yang tampak seperti gelar-gelar ilahi

yang diberikan kepada Kristus dalam kitab itu. Sebagai tulisan

PB terkini, kitab itu diperkirakan mengandung Kristologi PB yang paling

maju. Kita akan melihat ciri-ciri kuncinya dengan cermat. Hal pertama

yang mencolok bagi pembaca Kitab Wahyu adalah kenyataan bahwa

gelar yang diberikan kepada Yesus melebihi semua gelar lain adalah

―Anak Domba‖ (arnion). Kata tersebut muncul 29 kali dalam Kitab

Wahyu, tetapi ada satu rujukan kepada antikristus yang juga muncul

sebagai anak domba (Why 13:11), atau bisa disebut ―anti anak-domba‖.

Ini berarti bahwa terdapat 28 (= 4x7) rujukan kepada Anak Domba, dan

jumlah ini cocok sekali dengan pola angka 7 yang terpasang tetap dalam

Kitab Wahyu. Dengan demikian, Anak Domba adalah deskripsi Yesus

yang paling sentral dalam kitab itu. Dalam kitab itu juga diberikan

penjelasan secara eksplisit, sebab Anak Domba dilukiskan sebagai dia

yang ―disembelih‖ dan, oleh darahnya, telah menebus orang-orang kudus

(Why 1:5).

Hal yang diketahui oleh setiap orang beriman Yahudi adalah bahwa

kurban anak domba itu haruslah ―tidak bercacat atau bercela‖ jika ingin

dipersembahkan di dalam Bait Allah. Artinya, kurban itu haruslah

sempurna agar memenuhi syarat sebagai kurban. Apa arti semuanya ini

semestinya terang-benderang: Yesus adalah kurban sempurna itu untuk

umat manusia. Dengan kata lain, pokok utama Kitab Wahyu adalah

Kristus sebagai manusia sempurna. Anak Domba adalah lambang

sempurna dari manusia sempurna itu!

K

The Only True God 250

Karenanya, ketuhanan Kristus bukanlah sesuatu yang muncul

dalam Kitab Wahyu. Hal ini terlihat sangat jelas dari fakta bahwa ―Anak

Domba‖ itu tidak pernah menjadi satu-satunya sasaran pemujaan atau

pujian; ia selalu dan hanya dipuja bersama-sama dengan Allah, dan

sekalipun demikian, hal itu hanya muncul dalam 2 atau 3 peristiwa.

Dalam satu peristiwa kelihatannya seolah-olah Anak Domba itu adalah

satu-satunya sasaran pemujaan meskipun kata ―menyembah‖ tidak

dipakai (5:8dyb.). Namun, dalam ay.13 Allah dipuja bersama dengan

Anak Domba itu, dan pada akhir bagian teks itu kata ―menyembah‖

kemungkinan besar digunakan dalam hubungannya dengan Allah

bersama dengan Anak Domba (ay.14, tetapi bdk. paragraf berikutnya).

Adalah signifikan bahwa kata ―menyembah‖ (proskuneō) dipakai 8

kali dalam Kitab Wahyu berkenaan dengan Allah saja, dan tidak pernah

dengan Anak Domba saja. Hanya dalam satu peristiwa kata tersebut

bisa, dan memang mungkin, merujuk kepada Allah dan Anak Domba

bersama-sama (5:14). Ketidakpastian yang diungkapkan dengan kata

―bisa‖ itu dalam kalimat terdahulu didasari oleh cara penggunaan kata

―menyembah‖ dalam Kitab Wahyu secara keseluruhan: Pertimbangkan

saja misalnya, pemandangan penyembahan dalam Wahyu 7:9-12 di

mana khalayak yang tidak terhitung jumlahnya itu mempersembahkan

pemujaan dan pujian ―bagi Allah kami yang duduk di atas takhta dan

bagi Anak Domba‖ (ay.10). Kemudian, tepat dalam ayat berikutnya

(ay.11)—sebuah kejutan besar untuk saya—semua makhluk rohaniah dari

tingkatan tertinggi di surga ―tersungkur di hadapan takhta itu dan

menyembah Allah” (tanpa rujukan kepada Anak Domba yang baru saja

disebut dalam ayat sebelumnya), dan mempersembahkan sebuah

doksologi rangkap-tujuh kepada Dia saja (―Allah kita sampai selama-

lamanya‖, ay.12).

Hebatnya, meskipun Anak Domba itu dikatakan mempunyai

semacam posisi sentral berkenaan dengan takhta Allah (7:17), hal ini

kemungkinan besar dimengerti sebagai implementasi pemerintahan dan

otoritas Allah atas segala sesuatu sebagai perwakilan-Nya yang diberikan

kuasa sepenuhnya, seperti juga disinggung di tempat lain dalam PB (Mat

28:18; 1Kor 15:25-28). Meskipun demikian, ia tidak pernah menjadi

satu-satunya sasaran penyembahan. Bahkan tepat dalam nas di mana

ayat ini (Why 7:17) muncul, kita membaca (ay.15), ―mereka (umat kudus)

berdiri di hadapan takhta Allah dan melayani (latreuō) Dia siang malam

di Bait Suci-Nya. Ia yang duduk di atas takhta itu akan membentangkan

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 251

kemah-Nya di atas mereka‖. Dalam bagian pertama ay.17 disinggung

tentang Anak Domba, tetapi bagian teks itu diakhiri dengan referensi

yang kembali kepada Allah semata.

Sesuatu yang sangat mirip dengan contoh-contoh sebelumnya

dijumpai dalam Wahyu 22:3, ―Tidak akan ada lagi yang terkutuk. Takhta

Allah dan takhta Anak Domba akan ada di dalamnya dan hamba-hamba-

Nya akan beribadah (latreuō) kepada-Nya.‖ Ini adalah satu-satunya

tempat lain dalam Kitab Wahyu di mana kata latreuō (berbakti dalam

arti religius dan karenanya dapat berarti ‗menyembah‘, mis. Rm 12:1)

muncul. Tempat lainnya ada dalam 7:15 yang dikutip dalam paragraf

sebelumnya. Dalam kedua ayat itu kita membaca kata-kata ―beribadah

(latreuō: tunggal) kepada-Nya‖ Berkenaan dengan 7:15 tidak terdapat

masalah karena hanya Allah yang disebut di situ. Namun, perhatikan

bahwa dalam 22:3 terdapat rujukan kepada Allah dan Anak Domba,

maka perhatikan kata tunggal ganda: ―hamba-hamba-Nya (t.) akan

beribadah kepada-Nya (t.)‖ Karena hal ini nyata sekali adalah gema dari

7:15, maka tidak diragukan bahwa rujukan itu adalah kepada Allah. Jadi,

meskipun Anak Domba itu dikaruniai tempat di atas takhta Allah (Why

3:21), Allah masih tetap Satu-satunya yang disembah. Pola ini dalam

Kitab Wahyu memperlihatkan betapa Allah-sentrisnya kitab itu.

Di seluruh Wahyu 4, Tuhan Allah Mahakuasa (ay.8) adalah satu-

satunya sasaran penyembahan. Pasal 5 adalah kelanjutan atau perluasan

dari pemandangan surgawi dalam pasal 4. Hal ini berarti bahwa

pemujaan Anak Domba terjadi di dalam konteks penyembahan kepada

Dia yang duduk di atas takhta yang disebut dalam 4:2 dan 5:13, dan

bukan kejadian terpisah.

Jika seluruh bukti kuat akan teosentrisitas dalam Kitab Wahyu ini

masih belum cukup mengejutkan saya—oleh karena latar belakang dan

penekanan trinitaris saya yang kuat kepada Kristosentrisitas—dalam

proses penyelidikan saya menemukan lebih banyak kejutan lagi.

Misalnya, melihat pemandangan penyembahan dalam Wahyu 15:1dyb.,

―Tuhan, Allah, Yang Mahakuasa… Raja segala bangsa‖ sekali lagi adalah

satu-satunya sasaran penyembahan, tetapi hal yang mengagetkan saya

adalah bahwa nyanyian penyembahan ini adalah ―nyanyian Anak

Domba‖, yang dibandingkan dengan ―nyanyian Musa‖ (ay.3)—nyanyian

yang diajarkan Musa kepada umat Israel untuk memuji dan menyembah

Yahweh (Kel 15:1-18). Dengan kata lain, Anak Dombalah yang mengajar

The Only True God 252

umat kudus untuk menyembah (proskuneō muncul dalam ay.4) “Tuhan,

Allah, Yang Mahakuasa”!

Ini bukan satu-satunya contoh. Pada akhir Kitab Wahyu, kita

mendapati bahwa Yohanes merasa begitu meluap dengan segala-galanya

yang telah diwahyukan kepadanya melalui malaikat istimewa itu (yang

telah ditugasi untuk melayani dia sebagai pemandu surgawi) hingga ia

―sujud di depan kaki malaikat, yang telah menunjukkan semuanya itu

kepadaku, untuk menyembahnya. Tetapi ia berkata kepadaku: ‗Jangan

berbuat demikian... Sembahlah Allah!‘‖ (22:8,9). Tidak ada apa-apa yang

luar biasa khususnya tentang kata-kata malaikat itu sampai kita

membaca ―Aku, Yesus, telah mengutus malaikat-Ku untuk bersaksi

tentang semuanya ini kepadamu bagi jemaat-jemaat‖ (22:16). Apakah

artinya ini? Ini berarti bahwa malaikat ini bukan hanya salah satu dari

banyak malaikat di surga melainkan malaikat Yesus, yang diutus secara

khusus olehnya. Secara signifikan, malaikat Yesus inilah yang

memerintahkan Yohanes untuk menyembah Allah semata. Instruksi

tersebut konsisten dengan penggunaan kata ―menyembah‖ (proskuneō)

dalam Kitab Wahyu secara keseluruhan, di mana Tuhan Allah

Mahakuasa selalu menjadi sasaran sentral dari penyembahan (4:10; 7:11;

11:16; 14:7; 15:4; 19:4,10; 22:9). Monoteisme Kitab Wahyu yang

konsisten itu kini semestinya terlihat sangat jelas untuk kita. Dan kita

tidak seharusnya terkejut ketika menjumpai hal yang sama juga benar

dengan semua tulisan Yohanei.22

22 Catatan atas Wahyu 22:8: Kita sudah melihat bahwa dalam Kitab Wahyu

kata ―menyembah‖ tidak pernah digunakan kecuali sehubungan dengan

Allah semata. Namun, anehnya Yohanes berkata: ―aku sujud di depan kaki

malaikat, yang telah menunjukkan semuanya itu kepadaku, untuk

menyembahnya‖ (Why 22:8). Hal ini tampaknya nyaris tidak terpahami,

terutamanya mengingat fakta bahwa penyembahan malaikat adalah salah

satu dari hal-hal yang dikutuk dalam Kolose 2:18,19; tetapi itu pun sama

sekali tidak cocok dengan monoteisme Kitab Wahyu sendiri. Tampaknya

satu-satunya cara hal itu bisa dipahami dalam konteks ini adalah dalam

cahaya yang dikatakan segera sebelum ini, ―Tuhan, Allah yang memberi roh

kepada para nabi, telah mengutus malaikat-Nya untuk menunjukkan kepada

hamba-hamba-Nya apa yang harus segera terjadi‖ (Why 22:6). Tampaknya

Yohanes mungkin mengira bahwa apa yang ditunjukkan oleh kata-kata itu

adalah bahwa malaikat yang berdiri di depan dia itu tidak lain dan tidak

bukan adalah ―malaikat Yahweh‖, yang sering disebut dalam PL, yang

merupakan pengejawantahan dari Yahweh Sendiri. Sekitar 8 ayat

kemudian barulah diwahyukan kepada Yohanes bahwa malaikat itu

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 253

“Aku mengangkat engkau sebagai Allah” (Keluaran

7:1)—seorang manusia yang dilantik untuk berfungsi

sebagai wakil Allah untuk melaksanakan tujuan-Nya

alam suasana surgawi Kitab Wahyu terdapat sesuatu yang

tampak ilahi tentang Yesus sang Anak Domba. Barangkali

inilah yang memberikan kesan bahwa kita bisa dengan

mudahnya menemukan materi untuk memperlihatkan doktrin trinitaris

akan ketuhanannya. Kita sekadar beranggapan bahwa gelar-gelar yang

disandangkan kepadanya adalah gelar-gelar ilahi, seperti ―Aku adalah

Yang Awal dan Yang Akhir‖ (Why 1:17, yang sudah kita bahas di tempat

lain dalam kajian ini), dan terkejut ketika setelah dianalisa ternyata

gelar-gelar itu tidak mesti ilahi. Hal ini menimbulkan pertanyaan

berikut: ―Apakah pengaruniaan gelar-gelar ilahi kepada Yesus, seperti

‗Tuhan‘, berarti bahwa ia harus disembah setingkat dengan Allah

Yahweh?‖ Kita mengira jawabannya harus ―ya‖, tetapi dengan

mengejutkan kita mendapati bahwa jawaban yang diberikan Kitab

Wahyu tidak sesuai dengan dugaan kita.

Nyata sekali, ada sesuatu mengenai pewahyuan tentang Yesus yang

telah gagal kita lihat, dan oleh karena itu, memahaminya secara salah.

Berkenaan dengan soal rupa Allah, ada persamaan yang menyolok

dengan perihal Musa di mana Allah berkata, ―Aku akan menjadikan

engkau seperti Allah di hadapan raja‖ (Kel 7:1; BIS) atau, ―Aku

mengangkat engkau sebagai Allah bagi Firaun‖. Status ilahi Allah sendiri

dan otoritas-Nya dianugerahkan kepada Musa, sehingga interaksi antara

Musa dan Firaun kini menjadi interaksi antara Allah dan Firaun, yang

adalah raja dunia sejauh umat Israel yang hidup di Mesir. Kini Musa

datang kepada Firaun bukan hanya sebagai seorang hamba atau nabi

Allah (seperti seseorang yang memiliki kuasa dan otoritas untuk

bertindak dalam Nama Allah), tetapi ia adalah Allah sejauh Firaun.

Namun, hal yang sama juga benar dengan hubungan antara Musa dan

Harun di Keluaran 4:16, ―Ia harus berbicara bagimu kepada bangsa itu,

dengan demikian ia akan menjadi penyambung lidahmu dan engkau

akan menjadi seperti Allah baginya.‖ Dengan demikian,

penganugerahan status ilahi kepada seseorang sama sekali bukanlah

sebenarnya adalah malaikat yang diutus oleh Yesus (Why 22:16). Jadi

malaikat ini tentu saja adalah salah satu dari malaikat Allah tetapi bukan

―malaikat Yahweh‖ itu yang terkenal dalam PL.

D

The Only True God 254

gagasan baru dalam Kitab Suci. Yesus justru menegaskan fakta ini dalam

Yohanes 10:34,35 dengan mengutip Mazmur 82:6.

Kita sudah mempertimbangkan Mazmur 45 di mana sang raja (ay.2)

disebut sebagai ―Allah‖ dalam ay.7. Namun, ayat yang tepat sesudahnya

menerangkan bahwa ―Allah‖ atau ―allah‖ ini bukan Allah tertinggi, sebab

―Allah Yang Mahatinggi‖ itu adalah ―Allahmu‖ yang telah

menganugerahkan kedudukan yang ―melebihi teman-teman sekutumu‖

(Mzm 45:8) kepada ―allah‖ ini. Deskripsi atau gelar ―Mahatinggi‖

dikenakan kepada Yahweh 53 kali dalam PL, 22 kalinya terdapat dalam

Kitab Mazmur. Tidak pernah terdapat kemungkinan akan penyembahan

kepada raja Israel yang duniawi, juga tidak kepada yang terbesar dari

umat Israel sekalipun, Musa. Hal ini dikarenakan pada akhirnya,

Yahweh sendiri adalah Raja yang sebenarnya dari umat Israel dan,

sebagai Yang Mahatinggi, Ia sajalah sasaran dari penyembahan itu. Lihat

saja, misalnya, deklarasi agung ini: ―Beginilah firman TUHAN (Yahweh),

Raja dan Penebus Israel, TUHAN (Yahweh) semesta alam: ‗Akulah yang

terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari

pada-Ku.‘‖ (Yes 44:6); dan lagi-lagi: ―TUHAN (Yahweh) telah

menyingkirkan hukuman yang jatuh atasmu, telah menebas binasa

musuhmu. Raja Israel, yakni TUHAN (Yahweh), ada di antaramu;

engkau tidak akan takut kepada malapetaka lagi.‖ (Zef 3:15) Mungkin

semua ini akan membantu kita untuk lebih memahami fakta bahwa

dalam monoteisme Alkitabiah, tak seorangpun, tidak peduli betapa

tingginya ia diagungkan oleh Allah—dan Yesus pasti lebih ditinggikan

daripada siapa pun juga—bisa pernah menjadi sasaran penyembahan

alih-alih Yahweh.

Semua contoh ini memperlihatkan bahwa Allah yang transenden

menjalankan karya penyelamatan-Nya secara imanen melalui bejana

kudus yang telah Ia pilih. Yesus adalah yang dipilih-Nya (―Yang Kupilih‖,

Luk 9:35; bdk. Luk 23:35) dari semua orang. Dalam PB kita melihat

bahwa Allah melakukan segala sesuatu di dalam dan melalui Tuhan

Yesus Kristus, oleh karena itu muncul istilah lazim ―di dalam Kristus‖

dan ―melalui Kristus‖ yang kerapkali dijumpai dalam surat-surat Paulus.

Akan tetapi, kita cenderung lupa bahwa Kristus adalah bejana pilihan

Allah untuk menjalankan tujuan-tujuan kekal Allah (bukan Kristus).

Persoalannya bagi kita adalah kita telah begitu terindoktrinasi oleh

trinitarianisme sehingga kita merasa lebih mudah untuk menerima

diteisme atau triteisme, berkenaan dengan Kristus, daripada menerima

Bab 4 – Penuhanan Trinitaris akan Kristus 255

monoteisme. Pikiran kita telah begitu terbelenggu oleh bentuk politeisme

trinitaris itu sehingga, ketika telah terbebaskan, kita malah tidak tahu

apa yang harus kita pikirkan. Sama seperti para narapidana yang

menghabiskan sebagian besar hidup mereka di dalam penjara sehingga,

ketika dibebaskan, mereka tidak tahu harus ke mana dan, oleh karena

itu, memilih untuk kembali ke penjara sebagai satu-satunya tempat

tinggal yang mereka kenal. Untuk menghindari kekeliruan yang sama,

melalui anugerah dan kekuatan Allah, kita perlu mengasihi kebenaran-

Nya berapa pun harganya, karena jalan yang sempit dan sulit itulah yang

membawa kita kepada hidup.

Apa yang dapat kita perbuat dalam situasi saat ini

dengan jemaat?

pakah ada sesuatu yang dapat kita lakukan untuk mencegah

agar kita tidak tergelincir kembali ke dalam kekeliruan? Oleh

anugerah Allah, ada. Sebagai murid Yesus, kita bisa belajar

menjadi seperti dia dalam pengabdiannya yang tulus iklas kepada

Bapanya. Seluruh PB tanpa ragu-ragu menyaksikan akan kenyataan

bahwa ia mengasihi Bapanya dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan

kekuatannya (Mat 22:37; Mrk 12:30; Luk 10:27). Apa yang diajarkannya

untuk kita lakukan, ia lakukan sendiri terlebih dahulu. Tatkala kita

mengasihi Allah, Bapa kita, dengan cara ini kita akan mendapati hati kita

sepenuhnya dipersatukan dengan Kristus, karena dialah yang

mengajarkan dan mempraktekannya. Lagipula, mengasihi sang Bapa

semestinya tidak sulit bila kita menyadari bahwa Dialah yang terlebih

dahulu mengasihi kita (1Yoh 4:19) dan mengasihi kita hingga ―Ia, yang

tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya

bagi kita semua‖ (Rm 8:32; bdk. Yoh 3:16). ―Lihatlah, betapa besarnya

kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-

anak Allah!‖ (1Yoh 3:1)—―Kita telah mengenal dan telah percaya akan

kasih Allah kepada kita‖ (1Yoh 4:16).

Sedangkan untuk doa, kita bisa belajar untuk berseru kepada Allah,

Bapa kita, dengan mengucapkan ―Abba, Bapa‖ sama seperti Yesus sendiri

berdoa (Mrk 14:36), dan sebagaimana Roh Allah, ―Roh yang menjadikan

kamu anak Allah‖, memampukan kita untuk berdoa (Rm 8:14,15).

Galatia 4:6 berbunyi, ―Karena kamu adalah anak, maka Allah telah

menyuruh Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru (kata yang

A

The Only True God 256

kuat, mengungkap intensitas): ‗ya Abba, ya Bapa!‘‖ Kata-kata ini

menerangkan bahwa jika Roh Kristus ada di dalam kita, kita akan

memanggil atau berseru dari hati kita, ―ya Abba, ya Bapa‖. Barangkali

juga ada signifikansinya bahwa ayat ini menyatakan bahwa bukan Anak

yang mengutus Roh-Nya ke dalam hati kita, tetapi Allah Bapa kita

Sendirilah yang melakukan hal ini.

Lebih lanjut, kita bisa belajar merenungkan hal-hal surgawi dengan

merenungkan, misalnya, peristiwa surgawi yang dilukiskan dalam

Wahyu 4 dan 5, dengan memperhatikan bagaimana khalayak di surga

menyembah ―Dia yang duduk atas takhta‖ (Allah Yahweh, sang Bapa,

dilukiskan dalam cara ini, atau padanannya, 12 kali dalam Kitab Wahyu).

―Takhta‖ adalah salah satu kata kunci dalam Kitab Wahyu, yang muncul

47 kali (dari semuanya itu, 14 kali dalam Wahyu 4, dan 5 kali dalam

Wahyu 5). Sebagaimana disebutkan di atas, Anak Domba dikaruniakan

untuk duduk dengan Allah Bapa kita di atas takhta-Nya, sama seperti

para pemenang akan dikaruniakan untuk berbagi takhta Kristus dengan

dia (Why 3:21). Sesudah pembukaan meterai dalam Wahyu 5, Anak

Domba dipuji dan dipuja bersama-sama dengan Allah. Dengan

membayangkan peristiwa penyembahan yang indah itu, dan dengan

mempelajari makna doksologi dalam peristiwa itu, kita bisa belajar

untuk menyembah dengan cara surgawi itu, sebab bukankah hal-hal ini

tertulis untuk instruksi kita? Paulus menasihati kita untuk memikirkan

perkara yang di atas (Kol 3:2). Wahyu 4 dan 5 tentu saja bisa menbantu

kita melakukan hal ini secara lebih mendalam.

Mungkin penglihatan surgawi tentang penyembahan seperti itulah

yang mengihami Paulus untuk bersorak-sorai di dalam intensitas

doksologinya yang indah, ―Hormat dan kemuliaan sampai selama-

lamanya bagi Raja segala zaman, Allah yang kekal, yang tidak tampak

dan yang esa! Amin‖ (1Tim 1:17). Kita mungkin bertanya-tanya apa yang

menyebabkan dia tiba-tiba melontarkan doksologi ini di tengah-tengah

penulisan suratnya. Apakah barangkali karena rujukan kepada hidup

kekal dalam ayat sebelumnya? Akankah hati kita juga melonjak memuji

Allah Bapa kita begitu teringat akan hidup kekal? Janganlah kita juga

mengabaikan penandasan monoteistisnya yang kuat tentang ―satu-

satunya Allah‖ pada pokok doksologi itu.

Bab 5

Yahweh dalam Alkitab

Ibrani

“Yahweh” dalam Alkitab Ibrani

(“Perjanjian Lama”)

ama Yahweh (hwhy, YHWH) muncul 6828 kali dalam PL.

Jumlah ini tidak termasuk 49 kemunculan ―Yah‖, seperti dalam

Keluaran 15:2, Mazmur 68:5, dan juga banyaknya ungkapan

―Haleluya‖ atau Halelu-Ya (―memuji-muji Yahweh‖) dalam Kitab

Mazmur. (Jika kita mencakupkan sufiks–ya (=Jah atau Yah) dalam

nama-nama seperti Yesaya dan Yeremia, serta prefiks Ye- atau Yo- (mis.

Yehu, dan Yosafat ―Yahweh menghakimi‖), jumlahnya akan jauh

meningkat.) Oleh karena itu, seluruh rujukan kepada Yahweh dalam PL

itu berjumlah kira-kira 7000.

Kata ―Allah‖, Elohim (~yhla), ditemukan 2600 kali. Namun,

sebagian besar dari jumlah itu merujuk kepada banyak ilah lain yang

disebut dalam PL. Jadi, rujukan kepada ―Allah‖ dalam PL itu

(terutamanya jika tidak mencakup rujukan kepada ilah lain) semuanya

berjumlah sedikit di atas 1/3 dari rujukan kepada ―Yahweh‖. Keunggulan

jumlah dari nama ―Yahweh‖ itu terlihat nyata sama sekali. Kombinasi

―Yahweh (‗TUHAN‘) Allah (Elohim)‖ (~yhla hwhy) muncul 891 kali

dalam 817 ayat.

Dari angka-angka ini jelaslah Yahweh merupakan Nama utama

dalam PL. Lagipula, tidak di manapun juga terdapat tanda adanya

pribadi lain yang setara dengan Yahweh, atau lebih dari satu pribadi di

dalam Yahweh Sendiri.

N

The Only True God

258

Apa yang akan dilakukan oleh kaum Trinitarian

dengan Yahweh?

al yang sungguh menakjubkan adalah: Sekalipun dengan

jumlah rujukan yang sangat besar kepada Yahweh dalam

Alkitab Ibrani itu, Nama-Nya tidak muncul dalam versi-versi

utama Alkitab Inggris. Alhasil, nama itu justru telah tersisihkan dari

seluruh versi tersebut! (Versi New Jerusalem Bible (NJB) merupakan

satu pengecualian khusus.) Situasi ini sangat mendukung tujuan

trinitaris karena dengan demikian, ia dapat menghindari pertanyaan

krusial berikut ini: Bagaimana persisnya trinitarianisme dapat selaras

dengan Yahweh? Hal yang sebenarnya adalah: trinitarianisme tidak

memiliki jawaban atas pertanyaan tadi! Ini dikarenakan Yahweh—yang

secara konsisten dinyatakan sebagai satu-satunya Allah yang benar, yang

berarti bahwa selain Dia tidak ada yang lain—tidak dapat dipaksakan

agar cocok dengan rencana-rencana dan tujuan-tujuan trinitaris. Usaha

untuk mengidentifikasikan Yahweh sebagai ―Bapa‖ dalam Allah

Tritunggal, yang selain Dia masih ada dua pribadi lain yang setara

dengan-Nya merupakan suatu tipuan belaka—suatu kekejian untuk

Yahweh, sebagaimana semestinya diketahui oleh setiap orang yang

pernah membaca PL tetapi, karena dibutakan oleh dogma trinitaris,

gagal untuk melihatnya atau mempedulikannya.

Seorang Trinitarian harus menghadapi kenyataan bahwa ia

diperhadapkan kepada sebuah pilihan sukar: Yahweh, atau Allah

Tritunggal, tidak bisa dua-duanya. Allah itu esa, atau tiga.

Trinitarianisme berusaha memiliki kedua-duanya, monoteisme dan

trinitarianisme, dengan mengurangkan ―Allah‖ menjadi ―kodrat ilahi‖ di

mana ketiga pribadi yang sama-sama setara itu saling berpartisipasi.

Hasil akhir dari usaha menunggangi dua kuda sekaligus itu tidak sulit

dibayangkan; dan dampak rohaniah untuk mereka yang mengira dapat

memperoleh yang terbaik dari dua dunia yang sama sekali bertentangan

itu (monoteisme lawan politeisme trinitaris) juga semestinya tidak sulit

diramal. Dari sudut pandang Kitab Suci, adalah bodoh sama sekali jika

mengira dapat terhindar dari pilihan itu, karena hasil akhirnya akan

berdampak celaka. Elia meletakkan pilihan itu di hadapan umat Israel di

atas gunung Karmel: ―Berapa lama lagi kamu berlaku timpang dan

bercabang hati? Kalau TUHAN (Yahweh) itu Allah, ikutilah Dia, dan

kalau Baal, ikutilah dia.‖ (1Raj 18:21) Namun, jauh sebelum kejadian luar

H

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

259

biasa di atas gunung Karmel itu, Yosua sudah memanggil umat Israel

untuk berhadapan dengan pilihan yang sama, ―pilihlah pada hari ini

kepada siapa kamu akan beribadah‖ (Yos 24:15). Ia membuat

pendiriannya sendiri terang-benderang di hadapan semua orang, ―Tetapi

aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN (Yahweh)!‖

Semoga Tuhan mengaruniakan keberanian kepada kita untuk membuat

pendirian yang sama hari ini.

Nama “Yahweh”

ada masa PB, kaum Yahudi (termasuk anggota jemaat Yahudi)

kebanyakannya sudah mengenal Alkitab Ibrani karena dibaca

secara teratur di sinagoga (Luk 4:16dyb.). Namun, kaum Yahudi

Helenistik (orang Yahudi yang dididik dalam masyarakat dan budaya

Yunani) kurang fasih berbahasa Ibrani, sehingga harus bergantung pada

Septuaginta (LXX) di mana YHWH (Yahweh) diterjemahkan sebagai

―Tuhan‖ (kurios). Hal ini sesuai dengan praktik Pembuangan dan pasca-

Pembuangan untuk tidak mengucapkan atau melafalkan Nama Allah

karena rasa takut Nama-Nya diperlakukan ―dengan sembarangan‖ (Kel

20:7). Alkitab-alkitab Inggris (kecuali New Jerusalem Bible) mengikuti

Septuaginta dalam menerjemahkan YHWH dengan ―TUHAN‖, tetapi

dengan perbedaan kata itu ditulis dalam huruf kapital (yang menjadi

tidak relevan bila diucapkan). The Theological Wordbook of the Old

Testament (TWOT) menyatakan, ―Hanya dalam masa pra-PB nama Allah

yang personal [Yahweh] itu digantikan dengan gelar yang kurang akrab

ădōnāy (Yun.: kurios) ‗Tuhan‘.‖

Dampak dari rasa takut bangsa Yahudi untuk melafalkan Nama

Allah adalah bahwa pelafalan Nama-Nya tidak lagi dikenal seiring

dengan waktu, atau, setidaknya, menjadi tidak pasti. Kini, Nama Allah

itu umumnya tidak dikenal oleh kebanyakan orang Yahudi dan umat

Kristen. Bagi mereka, kini Allah tidak bernama! Namun, Kitab Suci

berkata, ―Dan barangsiapa yang berseru kepada nama TUHAN (Yahweh)

akan diselamatkan‖ (Yl 2:32; Kis 2:21; Rm 10:13). Maka, tidakkah

semestinya kita menanyakan: Bagaimanakah mereka akan berseru

kepada Nama-Nya bila mereka tidak tahu nama itu? Sebab, ayat tersebut

tidak hanya berkata, ―Berseru kepada Allah‖, melainkan berseru kepada

―Nama-Nya‖. Frase ―Nama Yahweh‖ (shem YHWH) muncul 97 kali

P

The Only True God

260

dalam Alkitab Ibrani. Jika berseru kepada nama-Nya adalah soal yang

berkenaan dengan keselamatan manusia, maka menghilangkan nama-

Nya dari pemakaian sehari-hari adalah nyaris suatu kegilaan. Lagipula,

siapakah yang mula-mula mengizinkan untuk tidak melafalkan Nama

Ilahi itu? Siapakah yang berotoritas untuk melarang penggunaan Nama-

Nya? Tampaknya mustahil untuk melacak asal-usul larangan

penggunaan Nama Yahweh. Perkembangannya terjadi seperti cara

menyebarnya kabar angin, asal-usulnya tidak lagi diketahui—meskipun

salah, tetap dipercaya!

Namun, penyebaran ―desas-desus‖ atau, lebih tepatnya,

kebohongan ini (karena bukan saja tidak mendapat pengesahan di dalam

firman Allah, tetapi bertentangan dengannya), membawa konsekuensi-

konsekuensi rohaniah yang mencelakakan, khususnya bagi jemaat.

Untuk sekarang ini, satu-satunya Allah yang benar itu telah dihilangkan

Nama-Nya, sesungguhnya, dirampok! Paling tidak orang Yahudi masih

menyapa Dia dengan gelar ―Adonai‖ (―Tuhan‖). Namun, bagi orang

Kristen, ―Tuhan‖ terutamanya adalah bentuk sapaan untuk Yesus

Kristus, sehingga Yahweh betul-betul dibiarkan tanpa satu gelar tertentu!

Sebagian orang Kristen barangkali merujuk kepada-Nya sebagai ―Bapa‖

tetapi, tentu saja, dalam arti trinitaris di mana ―Bapa‖ adalah salah satu

dari tiga pribadi, dan dengan demikian, membentuk sepertiga dari Allah

Tritunggal. Namun, bahkan penggunaan ―Bapa‖ ini pun tidak perlu

diterapkan secara konsisten karena sebagian orang Kristen juga

menggunakan istilah itu untuk Yesus, menurut penafsiran mereka atas

―Bapa yang kekal‖ dalam Yesaya 9:5. Jadi, Yahweh dibiarkan tanpa

Nama atau gelar tertentu di dalam jemaat! Sungguh suatu situasi yang

mengejutkan! Akan tetapi, tampaknya hanya beberapa orang, jika ada, di

dalam jemaat yang telah mengamati parahnya kondisi rohaniah jemaat

sebagaimana dinyatakan dengan situasi yang mengerikan ini.

Tampaknya ini mengindikasikan adanya semacam kekebasan rohaniah,

kebutaan rohaniah, atau bahkan kelumpuhan rohaniah yang telah

menguasai jemaat. Kita barangkali bertanya-tanya: Di manakah orang-

orang milik Yahweh, yang peduli dengan Nama-Nya dan kemuliaan-

Nya?

Umat Kristen dapat menyanyikan himne, ―How sweet the name of

Jesus sounds in a believer’s ear (Betapa manisnya nama Yesus terdengar

di telinga seorang beriman)‖ tanpa pernah merasa terganggu bila Nama

Yahweh yang mulia dan indah itu telah diasingkan ke tempat terlupakan.

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

261

Adalah juga suatu misteri mengapa terjemahan-terjemahan Inggris

(kecuali Jerusalem Bible) memilih untuk mengikuti Septuaginta

sedangkan yang tengah mereka terjemahkan itu bukan Septuagina

melainkan Alkitab Ibrani?! Lagipula, saya tidak menyadari adanya orang

Kristen yang pernah menganggap diri mereka terikat dengan penolakan

orang Yahudi dalam melafalkan Nama itu. Septuaginta adalah

terjemahan Yunani dari Perjanjian Lama yang ditulis oleh para

penerjemah Yahudi di Aleksandria (Mesir) selama abad ke-2 sM guna

memenuhi kebutuhan orang Yahudi berbahasa Yunani yang tidak lagi

dapat berbicara dalam bahasa Ibrani. Juga terdapat tujuan lebih jauh

untuk memperkenalkan Kitab-kitab Suci mereka kepada dunia non-

Yahudi. Para penerjemah ini, terikat dengan tabu pasca-Pembuangan di

antara orang Yahudi yang melarang pelafalan Nama ―Yahweh‖ itu,

menggantikannya dengan ―Adonai‖ (Tuhan). Apa alasan atau dalih

penerjemah Kristen mengikuti tabu ini? Apakah karena kebetulan lebih

sesuai dengan trinitarianisme?

Sedangkan untuk nama Yesus yang ―indah‖ itu, sebenarnya

Yahwehlah yang membuat nama itu indah, karena ―Yesus‖ dalam bahasa

Ibrani berarti ―Yahweh menyelamatkan‖ atau ―Yahweh adalah

keselamatan‖, atau ―keselamatan‖ yang disediakan Yahweh. Jadi, secara

tidak langsung, berseru kepada nama Yesus artinya berseru kepada

Nama Yahweh. Namun, umat Kristen tidak memikirkan Yahweh ketika

berdoa kepada Yesus, jadi itu tidak akan sama dengan berseru kepada

Nama Yahweh. Akan tetapi, umat Kristen memang mengira bahwa ketika

mereka berdoa kepada Yesus mereka tengah berdoa kepada Allah, yaitu,

kepada ―Allah-Anak‖ dalam istilah trinitaris. Dan karena bagi mereka

Yesus adalah Allah, apa perlunya mereka mempunyai Yahweh?

Sedangkan untuk kata ―Yehovah‖, BDB (Hebrew and English

Lexicon of the Old Testament) menerangkan asal-usul kata itu di gereja

Barat: ―Pelafalan Yehovah tidak dikenal hingga th. 1520, ketika

diperkenalkan oleh Galatinus. Namun kata itu disanggah oleh Le

Mercier, J. Drusius, dan L. Capellus, sebagai bertentangan dengan

kelayakan gramatikal dan historikal.‖ Walaupun demikian, terjemahan

Darby, yang dibuat pada akhir abad ke-19, memakai kata ini untuk

menggantikan ―Yahweh‖, demikian juga dengan terjemahan bahasa Cina

(Union).

The Only True God

262

“Antropomorfisme” Alkitabiah lawan

Kristologi Trinitaris

ita sering melihat bahwa Alkitab Ibrani dapat berbicara tentang

―tangan‖ Allah, atau ―kaki‖-Nya, dan bahkan ―wajah‖-Nya dalam

melukiskan Allah dengan apa yang disebut bentuk

―antropomorfis‖. Sesungguhnya, Yahweh Semesta Alam itu bahkan

digambarkan sebagai ―pahlawan perang‖ (Kel 15:3). Dia tampak kepada

Abraham dalam rupa manusia. Mungkin Dia juga tampak sebagai

―malaikat Yahweh‖, yang umumnya dikenal sebagai teofani, yang terlihat

dalam rupa manusia. Penampakan Yahweh dalam rupa manusia berkali-

kali tercatat dalam Kitab Suci, terutamanya dalam Pentateukh. Dengan

demikian, imanensi Yahweh secara kuat ditekankan dalam kitab-kitab

Perjanjian Lama yang lebih terdahulu. Akan tetapi, transendensi-Nya

tidak terhilang. Tatkala umat manusia, umat Israel khususnya, semakin

tenggelam dalam ketidaktaatan dan dosa, jarak antara manusia dengan

Allah menjadi semakin lebar; dan kita melihat dalam Perjanjian Lama

bahwa Allah tampak menjadi semakin jauh, dan hadirat-Nya secara

bersamaan menjadi lebih sulit ditemukan: ―Sungguh, Engkau Allah yang

menyembunyikan diri, Allah Israel, Juruselamat‖ (Yes 45:15).

Namun, hal ini berubah dengan kedatangan Yesus Kristus. Allah

datang untuk menyelamatkan umat-Nya seperti yang dikatakan-Nya

melalui hamba-hamba-Nya para nabi. Pesan yang mengejutkan dari

Injil-injil dan PB itu adalah bahwa Allah telah melakukan apa yang telah

Ia janjikan: Yahweh Sendiri datang di dalam Kristus ―supaya dunia

diselamatkan melalui Dia (Yesus)‖ (Yoh 3:17). Namun, Ia datang ke

dunia incognito, yaitu tanpa menyatakan identitas-Nya, maka ―dunia

tidak mengenal-Nya‖ (Yoh 1:10).

Yohanes, khususnya dalam Prolognya (1:1-18), menyatakan hal ini

dengan sejelas mungkin dan sesederhana mungkin. Pesannya adalah

bahwa Allah, di dalam penyataan diri-Nya yang dinamis yang disebut

Firman itu, datang ke dunia dalam wujud manusia Yesus sang Mesias.

―Daging‖ atau tubuh Yesus itu adalah Bait di mana Allah berdiam, itulah

sebabnya Yesus bisa berbicara tentang tubuhnya sebagai bait Allah,

Yohanes 2:19. Allah, datang ke dunia di dalam Kristus agar

mendamaikan dunia dengan Dirinya melalui Kristus (2Kor 5:19). Dan

manusia sejati Kristus Yesus itu, hidup dan mati untuk membawa kita

kepada Allah.

K

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

263

Untuk menajamkan seluruh hal ini sejelas mungkin, kita bisa

mengatakannya seperti ini: Sebagai orang Trinitarian kita percaya bahwa

―Allah-Anak‖ menjadi seorang manusia yang disebut ―Yesus Kristus‖

dalam rangka menyelamatkan kita. Ajaran Alkitabiah, yang sama sekali

bertolak-belakang, mengatakan bahwa Allah Bapa kita (Yahweh) datang

ke dunia dengan mendiami ―manusia Kristus Yesus‖ sebagai bait-Nya

yang hidup. Hal ini Ia lakukan dalam rangka menyelamatkan kita dengan

menyatukan kita dengan Kristus melalui iman supaya kita sendiri

menjadi bait-bait yang hidup melalui penyatuan itu dengan Kristus (1Kor

3:16,17; 6:19). Pendek kata, trinitarianisme mengajarkan inkarnasi

Pribadi Kedua dari Allah Tritunggal. Tujuan kajian ini adalah untuk

memperlihatkan bahwa PB memberitakan kedatangan Pribadi ―Pertama‖

dan Yang Satu-satunya, Allah yang satu-satunya, Yahweh, ke dalam

Tubuh Kristus.

Transendensi-imanensi

ini mari kita mempelajari beberapa contoh di mana Allah

mendekat kepada manusia. Dalam bagian berikut ini saya

mengutip sebagian petikan dari transkrip sebuah pesan yang

saya berikan sekitar setahun yang lalu kepada sekelompok pemimpin

jemaat. Petikan dari pesan tersebut berikut ini disunting dan diringkas

untuk dimasukkan ke dalam kajian ini, namun gaya bahasa

percakapannya tetap dipertahankan.

— Awal Petikan Transkrip —

Sekarang mari kita berusaha memahami Allah Yahweh sebagai yang

imanen dan juga transenden menurut pemahaman Alkitabiah, bukan

transenden menurut pengertian orang Yunani: Allah yang ―unsur-unsur

kemanusiaannya dihilangkan‖. Cobalah memahami Dia sebagai yang

imanen dalam arti ―Allah sangat dekat‖, atau dengan perkataan Yakub

dalam pengalamannya yang mempesonakan dalam Kitab Kejadian 28:16

(ILT), ―Sesungguhnya, Yahweh ada di tempat ini, tetapi aku tidak

mengetahuinya.‖ Cobalah membaca kembali Alkitab sekali lagi, tanpa

konsep lama Anda akan Allah transenden yang tinggi dan jauh di surga.

K

The Only True God

264

Bacalah kembali dan lihatlah apa yang sedang Anda baca. Ketika saya

membacanya kembali, saya terkejut dengan apa yang saya baca. Mari

kita coba membaca sedikit dari Kitab Kejadian. Mari kita kembali ke

Kitab Kejadian dan melihat apakah Anda sungguh-sungguh mengenal

Alkitab Anda sebaik yang Anda kira. Bagaimana pun juga, Anda sudah

melayani selama ini. Anda pasti mengenal Alkitab Anda, bukan?

Kembalilah ke Kejadian 1 untuk melihat apakah Allah itu sedemikian

terpencilnya, sedemikian transendennya, sedemikian jauhnya. Nah,

dalam ay.27 dikatakan:

Kejadian 1:27, ―Maka Allah menciptakan manusia itu menurut

gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-

laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.‖

“Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya”. Mengapa Anda

menciptakan seseorang menurut citra Anda? Agaknya, agar Anda dapat

berkomunikasi dengan orang itu, bukan? Dapatkah Anda memikirkan

sebab-sebab lain mengapa Allah menciptakan kita menurut citra-Nya?

Untuk apa lagi kalau bukan untuk bersekutu dengan kita?

Dan demikian seterusnya. Hal berikutnya yang sangat menyentuh

dan tidak pernah teramati sebelumnya oleh saya adalah ini: Setelah Allah

menciptakan manusia, apa yang pertama-tama Ia lakukan? Ia

memberkati mereka. Hal ini tidak pernah saya perhatikan sebelumnya;

seolah-olah saya belum pernah melihat ayat ini sebelumnya. Ia

memberkati mereka! Itulah hal pertama yang dilakukan Allah untuk

manusia. Ia memberkati kita. Lihat ay.28:

Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:

―Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan

taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-

burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di

bumi.‖ (Kej 1:28)

Apakah Allah sangat terpencil? Apakah Allah jauh? Menurut gagasan

Yunani tentang Allah, Ia tidak terlalu peduli dengan perkara-perkara

duniawi. Sama sekali tidak! Setelah menciptakan mereka, hal pertama

yang Ia lakukan adalah memberkati mereka. Sesudah itu, Ia terus-

menerus berbicara kepada mereka. Pernahkan Anda perhatikan itu?

Nah, apakah Allah yang terpencil ingin bersusah-payah berbicara dengan

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

265

makhluk-makhluk yang telah Ia buat? Dalam ayat berikutnya kita

membaca:

Berfirmanlah Allah: ―Lihatlah, Aku memberikan kepadamu

segala tumbuh-tumbuhan yang berbiji di seluruh bumi dan

segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji; itulah akan

menjadi makananmu.‖ (Kej 1:29)

―Berfirmanlah Allah…‖ dan tahukah Anda? Saya menandai setiap

tempat dalam Kitab Kejadian di mana dikatakan, ―berfirmanlah Allah”,

dan saya tercengang. Kitab itu mulai berubah warna menjadi merah

dengan penandaan yang saya buat atas frase ―berfirmanlah Allah.‖ Allah

banyak berbicara kepada manusia! Apakah ada yang mendengarkan Dia?

Allah masih berbicara kepada kita hari ini. Jadi, sejak permulaan Ia

memberkati kita dan berbicara kepada kita. Dalam ay.7 pasal berikutnya,

diberikan lebih banyak detil:

Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu

tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;

demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. (Kej 2:7)

Perhatikan kata-kata ―itulah TUHAN (YHWH) Allah‖—itulah TUHAN

Allah. Pemunculan Yahweh yang pertama terlihat dalam ay.4,

―…TUHAN Allah menjadikan bumi dan langit‖— Yahweh Allah. Nah,

kini Anda bisa belajar untuk berhenti mengatakan Tuhan saja, karena

dengan mengatakan ―Tuhan‖ Anda tidak tahu siapa yang dimaksud,

apakah sang Bapa atau sang Anak atau yang lainnya. Ingat bahwa setiap

pemunculan kata TUHAN dalam huruf kapital adalah Yahweh. ―Ketika

TUHAN (Yahweh) Allah menjadikan...”. Jadi, Allah yang mana yang kita

maksud? Allah yang tengah dirujuk di sini adalah Yahweh. Mengapa

menggunakan dua kata ―Yahweh, Allah‖ sekaligus? Karena Kitab Suci

ingin menetapkan secara khusus Allah yang mana yang kita maksud:

bukan allah orang-orang Babel, atau allah orang-orang Asyur, akan

tetapi Allah Yahweh.

Pasal 2 ay.7, ―Ketika itulah TUHAN (Yahweh) Allah membentuk

manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam

hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.‖

Perhatikan kata ―membentuk‖. Apa arti kata itu? Untuk memberi bentuk

kepada sesuatu. Ini merupakan kata yang digunakan dalam Perjanjian

The Only True God

266

Lama Ibrani untuk seorang tukang periuk yang sedang membentuk

sesuatu dari tanah liat. Pikirkan ini: Allah tidak sekadar mengucapkan

kata-kata, ―Manusia, jadilah!‖, yang membawa dia kepada keberadaan

oleh sebuah kata perintah (sebagaimana dilakukan oleh-Nya dengan hal-

hal lain dalam Kejadian 1) sehingga manusia itu segera menjadi seorang

manusia yang berjalan-jalan dengan dua mata, hidung dan mulut, dan

rambut yang tegak berdiri karena ia belum sempat menyisirnya. Tidak,

Allah mengambil tanah liat ini, lumpur ini, dan membentuknya dengan

tangan-Nya sendiri. Bagaimanakah seorang tukang periuk membentuk

sesuatu dari tanah liat? Dengan tangannya sendiri! Di sini kata

―membentuk‖ dipilih secara khusus dan dengan suatu tujuan. Ia

membentuk manusia itu. Bentuk atau rupa manusia itu dibentuk oleh

jari-jemari Allah dan jika kita masih belum memahaminya, hal ini

diulangi lagi pada akhir ay.8:

Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah

timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya

itu. (Kej 2:8)

―…disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya itu.” Kata

itu muncul lagi di situ. Pasal 1 memberikan pernyataan umum bahwa

Allah menjadikan manusia. Namun, sekarang pernyataan itu

mengatakan kepada kita apa yang terlibat dalam penciptaan manusia:

Yahweh mengambil lumpur itu, dan layaknya seorang seniman, dengan

hati-hati membentuk hidungnya, matanya, telinganya. Setiap bagian

tubuhnya dibuat dengan jari-jemari Allah. Dan Adam pun terbentuk. Di

dalam Adam, kita pun dibentuk oleh jari-jari Allah. Pikirkanlah hal ini.

Tidak ada satu kata pun dalam Alkitab yang sia-sia. Tidak ada sepatah

kata yang ditaruh di situ tanpa alasan. Dan jika kita tidak mau susah-

susah mencari arti katanya; kita tidak akan memperoleh maksudnya.

Rambut kita tidak mendadak muncul di kepala kita. Anda ingat apa yang

dikatakan Tuhan Yesus? “Namun tidak sehelaipun dari pada rambut

kepalamu akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu”. Ia

menciptakan setiap helai rambut yang ada di kepala kita. Dan ada berapa

helai rambut yang rontok setiap harinya sewaktu kita menyisirnya?

Seberapa besar kepedulian Allah? Seberapa besar kepedulian Yahweh?

Barangkali kita tidak terlalu mempedulikan hal-hal kecil seperti burung

pipit (Mat 10:29), atau helai rambut yang rontok, tetapi Allah peduli.

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

267

Apakah Allah itu transenden dalam arti Ia jauh? Tidak menurut

Alkitab. Yahweh peduli dengan kita karena Dialah yang membentuk kita.

Itulah keindahannya. Apakah manusia sangat berharga? Yah, Allah

mengambil waktu untuk membentuk manusia. Berapa lama waktu yang

dibutuhkan seorang tukang periuk untuk membuat sebuah bejana? Tidak

terlalu lama sebenarnya, karena bejana itu cukup mudah dibuat. Namun,

pernahkah Anda melihat sebuah pahatan rumit di mana sang seniman

membutuhkan waktu beberapa minggu atau beberapa bulan untuk

memahatnya?

Ketika berada di Cina saya menonton sebuah program tentang

keahlian yang dibutuhkan dalam memahat gading gajah (yang diperoleh

secara legal, kalau tidak barangkali program itu tidak akan ditayangkan

di TV pemerintah). Karya seni yang begitu indah dan elok ini hampir bisa

disebut ‗fantastis‘. Satu karya seperti itu bisa memakan waktu mingguan

atau bulanan, tergantung seberapa mendetilnya dan berapa banyak bola-

bola yang harus dipahat, satu bola di dalam bola selanjutnya. Semuanya

itu terbentuk dari sepotong gading. Saya tidak tahu bila di dalam satu

bola bisa terdapat 34 bola. Dapatkah Anda bayangkan keahlian dan

pekerjaan pemahatan bola ini—34 lapisan—satu lapisan di dalam lapisan

berikutnya, masing-masing dapat berputar di dalam yang berikutnya?

Saya diberitahu bahwa 34 adalah jumlah maksimum yang sudah pernah

tercapai. Karya yang kurang bagus mungkin hanya mempunyai 4 atau 5

bola yang lepas mengapung di dalamnya. Sehebat-hebatnya hal ini,

pikirkan betapa kompleksnya tubuh manusia yang dibuat Allah Yahweh.

Pembuatannya bisa jadi memakan waktu yang cukup lama. Detil-detil

yang rumit! Keahlian yang ajaib!

Dengan merenungkan hal-hal ini, sang Pemazmur berseru, ―Aku

bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib

apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya.‖ (Mzm

139:14) Kita bisa membacanya sebagai sebuah ungkapan pujian dan

pujaan yang menggirangkan hati untuk karya Yahweh, atau, pada

tingkatan lebih tinggi, bisa mengungkapkan ketinggian tingkatan roh

seseorang yang dibawa ke dalam persekutuan yang akrab dengan

Yahweh melalui pengaruniaan suatu persepsi yang mendalam akan

keajaiban Pribadi-Nya sebagaimana dinyatakan dalam karya-karya-Nya.

Saya berkata demikian karena saya pernah diberi pengalaman

seperti itu—secara tak terduga—akan hadirat Yahweh, di mana pada

suatu ketika, saya sedang merenungkan manusia ciptaan-Nya dan

The Only True God

268

beberapa perbuatan-Nya yang lain yang ajaib. Saya rasa inilah yang ingin

dicapai oleh Firman-Nya untuk setiap dari kita, yaitu, memimpin kita ke

dalam satu pengalaman akan Dia sebagai Allah yang hidup, yang

mengasihi dan kreatif.

Jika Allah tidak peduli dengan manusia, lantas mengapa Ia

menghabiskan waktu-Nya untuk kita? Mengapa Ia tidak mengucapkan

perkataan-Nya yang mahakuasa saja, dan sim salabim, jadilah seorang

manusia? Akan tetapi, itu bukan arti kata ―membentuk‖. Agaknya, Ia bisa

saja berbuat demikian, tetapi Ia memilih untuk tidak melakukannya.

Cerita dalam Kitab Kejadian itu jelas memperlihatkan betapa pedulinya

Allah dengan umat manusia.

Untuk alasan ini, pula, Allah tidak putus-putusnya berbicara kepada

manusia, dan perhatikan di sini, “TUHAN Allah”—Yahweh Allah—

―memberi perintah”:

Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia:

―Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya

dengan bebas‖ (Kej 2:16).

Yahweh menyediakan makanan yang dibutuhkan manusia. Ia peduli

akan apa yang baik bagi manusia, maka Ia menyediakan seorang

pendamping baginya:

TUHAN Allah berfirman: ―Tidak baik, kalau manusia itu seorang

diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan

dengan dia.‖ (Kej 2:18)

Lebih dari itu, Yahweh Sendiri datang mengunjungi mereka, berada

bersama mereka.

Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang

berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk,

bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN

Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. (Kej 3:8)

Allah berjalan-jalan dalam taman itu. Sungguh sebuah pernyataan yang

menakjubkan! Untuk apa Ia berjalan-jalan dalam taman itu? Maksud

saya, Dia mempunyai seluruh surga di mana Ia tinggal tetapi Ia memilih

untuk berjalan-jalan dalam taman itu. Mengapa? Yah, kalau bukan untuk

bersekutu dengan manusia, Ia tidak akan mempunyai apa-apa untuk

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

269

dikerjakan di taman itu. Dia, Allah yang mahakuasa itu, memang

transenden tetapi bukan transenden semata. Dalam Perjanjian Lama,

transendensi Allah dibicarakan jauh kemudian, sebagaimana akan kita

lihat nanti. Akan tetapi, hal ini dimulai dengan imanensi-Nya. Ia

berjalan-jalan dalam taman itu—kita membacanya dan tidak

memahaminya. Dikatakan bahwa Adam dan Hawa telah berdosa, dan

tiba-tiba menyadari bahwa mereka telanjang. Mereka mencoba

menyemat daun-daun pohon ara, bukan suatu karya seni saya rasa,

tetapi cara berpakaian yang cukup menarik. Dan kemudian, “Ketika

mereka mendengar… Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu”.

Perhatikan teks ini dengan cermat: “Ketika mereka mendengar bunyi

langkah TUHAN (Yahweh) Allah”.

Mari kita berhenti sejenak dan memikirkannya. Pernahkah kita

membaca Alkitab kita dengan seksama? Dapatkah Anda

membayangkannya? Dewasa ini kita memakai sepatu yang nyaris tidak

mengeluarkan bunyi. Dengan sepatu yang saya pakai sekarang ini, saya

bisa mendatangi seseorang dan orang itu tidak akan mendengar

kedatangan saya. Namun, mereka mendengar Yahweh—―bunyi langkah

TUHAN (Yahweh) Allah‖—berjalan-jalan dalam taman itu. Bagaimana

mereka bisa mendengar Dia? Sudah pasti Yahweh tidak berjalan

perlahan-lahan, perlahan-perlahan, lalu tiba-tiba muncul di depan

mereka sambil berkata ―Dor!‖ dan mereka terlompat! Anda dapat benar-

benar mendengar-Nya datang. Mungkin itu bunyi dedaunan. Mungkin

itu bunyi rumput yang terinjak oleh-Nya. Saya rasa di Taman Eden tidak

ada jalanan beraspal, di mana Anda bisa berjalan-jalan dengan sepatu

karet tanpa mengeluarkan bunyi sedikitpun. Ia berjalan-jalan, dan

mereka mendengar kedatangan-Nya.

Nah, Allah yang transenden dan yang ―ringan seperti bulu ayam‖ itu

pasti tidak akan mengeluarkan bunyi sedikitpun tatkala berjalan di atas

permukaan tanah, bukan? Dapatkah Anda membayangkan hantu yang

berjalan-jalan dan mengeluarkan bunyi bum-bum? Hantu istimewa

macam apa itu? Anda mungkin mengira Allah melayang-layang di udara,

tidak, Ia berjalan di atas permukaan tanah sedemikian rupa sehingga

menyentuh tanah. Dan ini menciptakan bunyi sesuatu yang bergerak,

entah itu semak-semak, atau mungkin daun-daun pada pohon. Mereka

mendengar-Nya datang lalu mereka bersembunyi. Seandainya Allah

diam-diam menyelinap di belakang mereka, maka mereka tidak akan

mempunyai kesempatan untuk bersembunyi. Ini sama dengan

The Only True God

270

memperlakukan mereka seperti anak kecil—amat menggemaskan dan

manis. Apakah Anda mengira Allah tidak tahu di mana Anda berada, dan

Anda bisa bermain petak umpet dengan-Nya? Ia datang dan, ibarat

seorang ayah, Ia berkata, ―Adam! Hawa! Di manakah kalian?‖ Allah yang

mahatahu itu tidak mengetahui keberadaan mereka? Ini pasti lelucon.

Namun, Ia berhubungan dengan kita pada tingkatan kita, seolah-olah

memainkan permainan kita, seolah-olah berkata, ―Kalian mau ngumpet?

Oke, saya akan menjadi pencarinya.‖ Sungguh luar biasa. Dan, jangan-

jangan kita melewatkan pernyataan tentang “mendengar bunyi langkah

TUHAN Allah ”, pernyataan itu ditekankan lagi dalam ay.10:

Dan dia menjawab, ―Aku mendengar suara-Mu di taman, aku

merasa takut karena aku telanjang, maka aku bersembunyi.‖ (Kej

3:10, ILT)

Mereka bisa mendengar Allah berjalan-jalan di taman itu? Pernahkah

kita memikirkan hal ini? Tidak, kita diajari bahwa Allah itu transenden

dan kita tidak semestinya membacanya secara harfiah. Semuanya adalah

metafora dan bahasa simbolis. Namun, simbol dari apa? Dapatkah Anda

mengatakan kepada saya simbol dari apa ini? Jika ini sebuah simbol,

maka ini pastilah melambangkan sesuatu. Mengapa kita tidak bisa hanya

membaca saja apa yang tertulis di situ?

Kembali ke pasal 2 ay.8, kita mungkin tidak memperhatikan hal

yang lain di situ. Dikatakan di situ, “TUHAN (Yahweh) Allah membuat

taman”. Pikirkanlah itu. Ia mengerjakan tugas seorang tukang kebun

atau petani! Allah Yahweh membuat sebuah taman. Taman itu tidak

terjadi hanya dengan ―firman yang diucapkan‖-Nya. Ia menjadikan

terang, Ia menjadikan alam semesta, dengan sepatah kata, tetapi kini Ia

tengah bekerja di taman itu. Sungguh menakjubkan! Jika ini

melambangkan sesuatu, tolong katakan melambangkan apa? Dan untuk

siapa Ia membuat taman itu? Untuk manusia! Ia menjadikan manusia,

lalu membuat taman yang indah baginya. Namun, kita diberitahu bahwa

semua yang kita baca tentang Allah dan perbuatan-Nya tidak boleh

diartikan secara harfiah. Allah itu maha-transenden dan oleh sebab itu Ia

ada di tempat lain. Transenden? Apa yang sedang kita perbuat? Apakah

kita membuangkan Allah dari ciptaan-Nya? Itulah sebenarnya yang telah

kita lakukan selama ini oleh karena ajaran sesat yang telah kita terima.

Allah membuat sebuah taman (atau dibantu oleh para malaikat,

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

271

sebagaimana dikatakan sebagian orang)—dapatkah Anda

membayangkannya? Ini artinya Ia harus membuat perencanaan dan pola

untuk taman itu. Ia membuat sebuah taman dan menaruh manusia di

situ agar manusia bisa menikmatinya:

Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di sebelah

timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya

itu. (Kej 2:8)

Kemudian kita sampai pada bagian tentang Allah yang berjalan-jalan

dalam taman itu serta usaha mereka untuk menyembunyikan diri dari-

Nya, sebagaimana terlihat dalam pasal 3 ay.8:

Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang

berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk,

bersembunyilah manusia dan istrinya itu terhadap TUHAN

Allah, di antara pohon-pohonan dalam taman. (Kej 3:8)

Bagaimanakah Anda bersembunyi dari Allah yang mahahadir? Akan

tetapi, mereka tetap berusaha menyembunyikan diri dari-Nya. Apakah

mereka mengira Allah itu transenden, jauh di atas langit, dan tidak

menyadari apa yang telah mereka lakukan di bumi, jadi, mereka masih

bisa berusaha bersembunyi dari-Nya? Mereka belum membaca Mazmur

139!

Ke mana aku dapat pergi menjauhi roh-Mu, ke mana aku dapat

lari dari hadapan-Mu? Jika aku mendaki ke langit, Engkau di

sana; jika aku menaruh tempat tidurku di dunia orang mati, di

situpun Engkau. (Mzm 139:7-8)

Orang-orang berdosa, meski mereka percaya kepada Allah sekalipun, tak

pelak akan lebih memilih untuk mempercayai bahwa Ia transenden, jauh

sekali dari urusan-urusan manusia, dan tidak mempedulikan Dirinya

dengan dosa-doa mereka. Gagasan transendensi seperti itu merupakan

cara yang baik untuk bersembunyi dari Allah, paling tidak dalam benak

orang-orang berdosa. Namun, bahkan setelah Adam dan Hawa berdosa,

kita terus melihat kata-kata ―Yahweh berfirman‖. Ia terus berbicara

kepada pasangan itu. Allah masih berbicara kepada manusia setelah

mereka berdosa. Dalam belas-kasihan-Nya Ia tidak sepenuhnya menutup

pintu komunikasi dengan manusia.

The Only True God

272

Dan kemudian, apakah yang terjadi dalam pasal 4? Kain membunuh

Habel oleh karena rasa cemburu sebab kurban Habel diterima sedangkan

kurbannya tidak. Ketika saya memikirkan kembali seluruh nas ini,

dengan melepaskan konsep-konsep teologis yang telah diajarkan kepada

saya sejak semula, saya mulai melihat hal-hal yang tidak saya lihat

sebelumnya. Misalnya, kita membaca,

Firman TUHAN kepada Kain: ―Mengapa hatimu panas dan

mukamu muram?‖ (Kej 4:6)

Di sini tidak dikatakan ―TUHAN Allah‖ tetapi ―TUHAN‖ (Yahweh).

Firman Yahweh kepada Kain, ―Mengapa hatimu panas dan mukamu

muram?‖ Kemudian Ia melanjutkan dengan memperingatkan Kain

bahwa jika ia berbuat baik, ia akan diterima. Akan tetapi, jika tidak,

maka hasratnya akan menguasai dia. Lalu Kain memberitahu Habel apa

yang telah dikatakan Allah kepadanya. Ceritanya berlanjut dengan Kain,

yang berada di tengah padang di mana ia mengira tak seorang pun

memperhatikan, membunuh Habel. Orang jahat! Si pembunuh pertama.

Namun, tunggu dulu, ada sesuatu yang lain. Selanjutnya diceritakan

bahwa bahkan setelah Kain membunuh saudaranya, Yahweh terus

berbicara kepada dia. Apakah Anda memperhatikan hal ini? Jika Kain

seorang yang begitu jahat, mengapa Yahweh berbicara kepadanya?

Dalam nas berikut kita melihat bahwa Yahweh (lagi-lagi kata ―Allah‖

tidak muncul) berbicara kepada Kain:

Firman TUHAN (Yahweh) kepada Kain: ―Di mana Habel,

adikmu itu?‖ Jawabnya: ―Aku tidak tahu! Apakah aku penjaga

adikku?‖ Firman-Nya: ―Apakah yang telah kauperbuat ini?

Darah adikmu itu berteriak kepada-Ku dari tanah.‖ (Kej 4:9-10)

Itu percakapan yang cukup luar biasa dengan Kain. Dan yang

menakjubkan adalah Yahweh melindungi Kain sehingga ia tidak

terbunuh. Mengapa Yahweh berbuat demikian? Tidakkah Hukum Taurat

berkata bahwa jika Anda membunuh seseorang, Anda harus

membayarnya dengan nyawa Anda sendiri? Itulah Hukum Taurat

Yahweh. Namun, Yahweh melindungi Kain dari kematian, dengan

menaruh tanda padanya sehingga tak seorang pun akan membunuhnya:

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

273

Firman TUHAN kepadanya: ―Sekali-kali tidak! Barangsiapa yang

membunuh Kain akan dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat.‖

Kemudian TUHAN menaruh tanda pada Kain, supaya ia jangan

dibunuh oleh barangsiapapun yang bertemu dengan dia. (Kej

4:15)

Yahweh berbicara kepada Kain. Lagi-lagi perhatikan bahwa kata ―Allah‖

tidak muncul, sehingga fokusnya adalah kepada nama ―Yahweh‖ semata.

Firman Yahweh kepada Cain: ―Barangsiapa yang membunuh Kain akan

dibalaskan kepadanya tujuh kali lipat‖. Sungguh suatu perlindungan

hebat yang Ia berikan kepada Kain! Namun, Kain adalah seorang

pembunuh. Mengapa di Sekolah Minggu tidak ada yang menerangkan

kepada kita mengapa Kain dilindungi? Namun, ini mengingatkan kita

akan seorang yang, dalam Perjanjian Baru, disebut sahabat orang

berdosa, agaknya termasuk para pembunuh. Yesus memang disebut

sahabat orang berdosa (Mat 11:19; Luk 7:34). Sungguh menakjubkan!

Yahweh menanyakan kepada Cain, ―Mengapa hatimu panas dan

mukamu muram?‖ Allah telah menolak persembahannya dan hal itu

begitu menggelisahkan dia. Ia tidak bisa menerima penolakan Yahweh.

Kain menganggap penolakan persembahannya itu sebagai indikasi

bahwa Yahweh sama sekali telah menolak dia. Ia tidak bisa menerima

penolakan Yahweh. Ia begitu putus-asa sampai membuatnya hampir gila,

sehingga ia membunuh Habel. Apakah Anda mengerti maksud saya? Jika

Allah menolak Anda, apakah itu mencemaskan Anda? Mungkin ya,

mungkin tidak. Kebanyakan orang di luar sana nyaris tidak cemas bila

ditolak oleh Allah. Namun, Kain begitu gelisah dengan penolakan

Yahweh hingga ia tidak bisa menerimanya.

Mengapa ia harus digelisahkan dengan Yahweh yang tidak

menerima dia? Adakah alasan lain kecuali bahwa ia mengasihi Yahweh?

Dapatkah Anda memikirkan alasan lain? Anda tidak akan tahan ditolak

oleh orang yang Anda cintai, bukan? Jika Anda ditolak oleh orang yang

membenci Anda, Anda tidak akan peduli; Anda akan berbalik menolak

dia. Namun, jika Anda ditolak oleh orang yang mencintai Anda atau yang

Anda cintai, Anda tidak dapat menerima penolakan itu. Sebagian orang

bunuh diri oleh karena ditolak. Kain tidak membunuh diri, tetapi ia

membunuh adiknya. Ia cemburu karena Habel diterima. Namun,

kecemburuan berasal dari cinta, bukankah begitu?

The Only True God

274

Dengan kata lain, Kain membunuh oleh karena cinta, hal yang

masih dilakukan orang hingga hari ini. Jika seseorang mencintai gadis

yang Anda cintai, Anda mungkin ingin membunuh orang itu agar Anda

dapat memiliki gadis itu sepenuhnya untuk diri sendiri. Kain

menginginkan kasih dan penerimaan Yahweh, tetapi Yahweh tidak

menerima dia. Ia justru menerima Habel! Itu tidak bisa ditolerir. Jadi,

singkirkan Habel! Saya tidak dapat memikirkan penjelasan lain akan

kenyataan Allah membiarkan Kain hidup. Allah mengetahui isi hatinya.

Ia tahu bahwa Kain mencintai Dia, tetapi Kain mencintai Dia dengan

cara yang salah. Jika tidak, Allah barangkali sudah menjatuhkan

hukuman mati kepadanya karena telah membunuh adiknya. Namun,

Allah melindungi dia sedemikian rupa hingga siapa saja yang berani

menyentuh Kain akan dibalaskan tujuh kali lipat. Itu mengerikan. Untuk

apa Kain dibiarkan hidup kalau bukan untuk memberinya kesempatan

bertobat atas apa yang telah diperbuatnya, dan dengan demikian,

diselamatkan? Yahweh peduli bahkan dengan orang paling berdosa

sekalipun.

Mari kita mundur sedikit. Adam dan Hawa pun telah berdosa besar.

Dan apa yang dilakukan Yahweh? Mengapa Ia tidak segera menjatuhkan

hukuman mati? Bagaimana pun juga, Ia telah memperingatkan mereka,

―pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati‖. Namun

demikian, Ia tidak membuat mereka mati. Bahkan sebaliknya, apa yang

dilakukan-Nya? Ia melakukan sesuatu yang luar biasa. Saya tidak tahu

mengapa saya tidak bisa melihat itu semua dahulu.

Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk

manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada

mereka. (Kej 3:21)

Bacalah sekali lagi: Yahweh sendiri membuat pakaian! Pertama, Ia

seorang tukang kebun, sekarang Ia seorang penjahit! Namun, Ia lebih

daripada seorang penjahit. Dengan cara apa Anda mendapatkan kulit

binatang? Anda harus membunuh binatang itu untuk memperoleh

kulitnya. Anda harus mengucurkan darahnya. Apakah Anda mendapat

gambarannya? Yahweh Sendirilah imam itu! Binatang yang telah Ia

ciptakan, Ia sembelih untuk diambil kulitnya. Sebagai penjahit dan imam

Ia membuat pakaian dari binatang itu, dan menutupi Adam dan Hawa.

Menutupi! Tahukah Anda apa arti kata pendamaian dalam Perjanjian

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

275

Lama? Artinya adalah ―menutupi‖. Kata Ibrani untuk ―menutupi‖ adalah

kata yang kita terjemahkan dengan ―pendamaian, untuk mengadakan

pendamaian‖. Ia menutupi dosa-dosa mereka dengan darah binatang itu,

mengambil kulitnya dan menutupi mereka.

Yahweh itu mencengangkan. Namun, apakah hal itu terlalu sulit

untuk ditelan? Terlalu praktis dan grafik? Kita diberitahu bahwa Ia itu

transenden, bahwa Ia tidak akan melakukan hal-hal seperti membunuh

binatang. Namun, jika Anda tidak membunuh binatang, bagaimana Anda

dapat memperoleh kulit untuk dijadikan pakaian? Darah binatang harus

tercurah guna memperoleh kulitnya. Tentu saja tak seorang pun merasa

senang membunuh binatang tak bersalah. Namun, itulah yang dilakukan

para imam di dalam bait suci. Mereka menyembelih binatang-binatang

itu dan mempersembahkan pendamaian (penutup) untuk dosa umat

dengan darah binatang-binatang tersebut.

Semua ini sudah terlihat dalam cerita mula-mula Alkitab ini.

Hukum Taurat dan sistim kurban dalam Perjanjian Lama itu tidak

seolah-olah muncul begitu saja, tetapi sudah ada dalam Kitab Kejadian

dalam bentuk bibit. Bahkan lebih mencengangkan lagi, sekarang kita

menyadari bahwa semua ini mempertandakan rencana keselamatan

Allah yang telah dicapai oleh-Nya untuk umat manusia ketika Ia

―menyerahkan-Nya (Yesus) bagi kita semua‖ (Rm 8:32), dengan

membebaskan kita oleh ―darah Kristus yang sama seperti darah anak

domba yang tak bernoda dan tak bercacat‖ (1Ptr 1:19).

Apakah air mata kita mengalir memikirkan Adam dan Hawa—yang

dibentuk Yahweh dengan jari-jari-Nya sendiri, dan demi mereka Ia

membuat taman dan memberikan kehidupan indah di taman itu—

mereka bisa berbuat dosa? Seandainya Yahweh itu seperti kebanyakan

orang (jadi mungkin Ia transenden dalam arti bukan seperti sifat

kebanyakan orang), Ia sudah meledak dalam kemarahan: ―Baiklah, Aku

sudah tidak tahan dengan kalian berdua!‖ Tidak! Sebaliknya, Ia

mengambil seekor binatang, menyembelihnya, dan mengambil kulitnya

untuk menutupi Adam dan Hawa. Menakjubkan! Namun, bukankah kita

membacanya dengan terlalu harfiah? Dapatkah kita membacanya secara

non-harfiah atau simbolis dan tetap mengeluarkan makna kaya dari

dalam nas itu? Saya belum menemukan cara lain, bagaimana dengan

Anda?

Apa yang dilakukan Yahweh untuk menutupi serta melindungi Kain

dari maut bukanlah suatu hal baru. Ia sudah melakukan hal semacam ini

The Only True God

276

untuk orang-tua Kain. Ia telah menyediakan sebuah penutup, sebuah

pendamaian, untuk Adam dan Hawa. Tentu saja Ia tidak bisa

membiarkan mereka tetap tinggal di taman itu. Mereka harus

menanggung konsekuensi serius dari dosa mereka. Mereka harus

meninggalkan taman itu, tetapi mereka meninggalkan taman itu dengan

mengenakan penutup yang telah diberikan Yahweh. Selama sisa hidup

mereka pakaian itu akan mengingatkan mereka, ―Yahweh mengasihani

kami. Kami tidak mati pada hari kami berbuat dosa; melainkan Yahweh

mengenakan pakaian kepada kami dan menutupi kami dalam belas

kasih-Nya.‖

Apakah Anda mengira Yahweh itu sangat jauh, terpencil di suatu

tempat di surga? Atau, hanya Yesus saja yang sangat dekat? Apa yang

telah kita pelajari tentang Allah? Apa yang telah kita pelajari tentang

Yahweh? Tidak banyak? Dapat seberapa dekatkah Yahweh? Kasih-Nya

untuk orang-orang berdosa bukanlah suatu hal baru. Kasih itu tidak

pertama-tama datang dengan Yesus. Kasih itu datang jauh, jauh

sebelumnya, sejak dari Taman Eden. Itulah keindahan Yahweh. Mengapa

semuanya ini tersembunyi dari kita? Apakah karena kita mengira Yesus

sajalah sahabat orang-orang berdosa yang menyelamatkan kita dari

Allah yang pemurka? Jika begitu, apakah istilah ―Allah Juruselamat kita‖

itu (1Tim 1:1; Tit 1:3, dst.) ada artinya bagi kita? Kita mulai melihat

betapa berbedanya konsep kita dari konsep Yahweh dalam Perjanjian

Lama, Allah yang sangat dekat dan sangat peduli, yang menjaga kita.

Dan ketika kita berbuat dosa, Ia tidak selalu menghukum kita, bukan? Ia

sendiri mempersiapkan sebuah jalan dengan mana Ia menutup dosa-

dosa kita.

Ketika kita sampai ke pasal 6 Kitab Kejadian, kita melihat bahwa

umat manusia tengah sepenuhnya dirusakkan oleh dosa-dosa mereka.

Namun, masih ada satu orang di mana Yahweh masih dapat

berkomunikasi dengannya, yaitu Nuh. Dengan semakin jatuhnya umat

manusia ke dalam perbudakan dosa, Yahweh masih mencoba

berkomunikasi dengan manusia, tetapi Ia hanya bisa melakukannya

dengan individu-individu tertentu yang terbuka kepada-Nya, yang

mendengarkan Dia, yang hatinya disebut sempurna sehubungan dengan

Dia—sempurna dalam keterbukaan penuh kepada-Nya. Ay.8 pasal 8

berbunyi: ―Namun, Nuh mendapat kasih karunia di mata Yahweh‖ (ILT).

Dan selanjutnya dikatakan bahwa Yahweh berbicara kepada Nuh.

Dan oh, Ia banyak berbicara dengan Nuh. Saya menghitung ada 30 ayat

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

277

lebih di mana Yahweh berbicara dengan Nuh. Yahweh terus-menerus

berkomunikasi dengan Nuh. Bukankah ini mengatakan kepada kita

betapa dekatnya Dia dengan Nuh, dan Nuh dengan Dia?

Kemudian air bah itu datang menyapu kerusakan parah yang telah

mencemarkan bumi. Ya, Yahweh itu kudus. Ia akan mengampuni dosa

tetapi ada suatu ukuran dosa di mana, sekali Anda telah mengisinya

sampai penuh, Ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Tidak bisa

diselamatkan lagi. Dan bila orang sudah tidak bisa diselamatkan lagi,

tidak ada apa-apa yang bisa diperbuat oleh Yahweh kecuali

menghukumnya. Namun, bahkan dalam penghukuman pun Ia

memperlihatkan belas kasihan: masih ada Nuh dan keluarganya. Anda

ingat Nuh yang membangun bahtera besar itu yang kelihatan seperti

kotak besar, yang mengambang di atas air dengan berbagai macam

binatang di dalamnya. Cerita yang menarik, bukan? Namun, apakah

Anda melihat apa yang dilakukan Yahweh ketika Nuh dan semua

binatang itu telah memasuki bahtera dan siap berhadapan dengan air

bah?

Dan yang masuk itu adalah jantan dan betina dari segala yang

hidup, seperti yang diperintahkan Allah kepada Nuh; lalu

TUHAN menutup pintu bahtera itu di belakang Nuh. (Kej 7:16)

Yahweh menutup pintu bahtera di belakang Nuh itu. Pernahkah Anda

memperhatikan kata-kata ini? Menakjubkan! Ia membuat taman, Ia

membuat pakaian. Seperti seorang imam Ia mengadakan pendamaian

untuk dosa-dosa Adam dan Hawa. Seperti seorang ahli bangunan Ia

merancang bahtera untuk dibangun oleh Nuh, dalam rangka

menyelamatkan Nuh, keluarganya, dan sekumpulan besar binatang.

Namun, siapakah yang menutup pintu bahtera? Mengapa tidak

membiarkan Nuh saja yang menutup pintu? Apakah pintu itu terlalu

besar dan berat bagi Nuh? Apa pun alasannya, Yahweh memberi

sentuhan terakhir dalam operasi penyelamatan besar-besaran ini: Ia

sendiri yang menutup pintu bahtera itu. Atau apakah kita berpikir bahwa

akan lebih pantas seandainya Ia menunjuk seorang malaikat untuk

melakukan hal semacam ini, ketimbang melakukannya Sendiri?

Pemikiran macam itu menunjukkan bahwa kita belum benar-benar

mengenal Yahweh yang dinyatakan dalam Alkitab. Para raja dan

presiden di dunia ini tidak membuka atau menutup pintu untuk

The Only True God

278

bawahan mereka, tetapi justru itulah intinya: Yahweh tidak sama dengan

mereka. Karakter-Nya dicontohkan di dalam Yesus secara sempurna

(―gambaran Allah itu‖, 2Kor 4:4), yang tidak saja membasuh kaki murid-

muridnya dan membuat sarapan untuk mereka di tepi Danau Galilea

setelah kebangkitannya (Yoh 21:9,12,13), tetapi juga mempersembahkan

dirinya di atas kayu salib demi keselamatan mereka. Sedangkan dengan

menutup pintu bahtera, itu ibarat seorang ayah yang berdiri di pintu

mengucapkan selamat jalan kepada anak-anaknya yang berangkat ke

sekolah di pagi hari.

Detil-detil kecil ini memperlihatkan sesuatu yang indah tentang

Yahweh. Tidak ada apa-apa yang terlewatkan oleh-Nya. Ia peduli.

Mengapa ayat ini menyebutkan Yahweh menutup bahtera itu? Karena

itulah yang Dia lakukan! Dan mengapa Ia melakukannya? Karena Ia

peduli! Apakah ada alasan lain untuk perbuatan-Nya? Mungkin Ia ingin

memastikan airnya tidak memasuki bahtera dan menenggelamkan

mereka, jadi Ia harus memastikan pintunya tertutup rapat. Seperti ketika

Anda membawa anak-anak Anda ke dalam mobil, Anda memastikan

pintunya tertutup rapat demi keamanan mereka. Jika kita boleh berkata

dengan sopan, semuanya ini menyatakan sesuatu yang manis sekali

tentang Yahweh. Cara Dia mengerjakan berbagai hal sungguh

menakjubkan. Seandainya Alkitab itu murni berasal dari manusia, sulit

membayangkan ada orang yang berani melukiskan Allah dengan cara ini.

Selanjutnya dalam Kitab Kejadian, siapakah orang berikutnya yang

diajak berbicara oleh Allah? Ada orang-orang lain yang berjalan dengan

Allah. Kita tidak akan membahas dengan rinci tentang Henokh, yang

berjalan dengan Allah selama 300 tahun dan diangkat oleh-Nya. Bagi

Henokh, apa artinya berjalan dengan Allah? Berjalan selama 300 tahun!

Bukan hanya beberapa hari saja. Selama 300 tahun ia berjalan dengan

Yahweh. Sungguh suatu pengalaman, sungguh suatu petualangan! Tidak

heran bila ia diangkat!

Kemudian Abraham tampil, dan ia dikenal sebagai sahabat Yahweh.

Apakah Allah membutuhkan seorang sahabat? Apakah Ia membutuhkan

Anda dan saya? Tidak, Ia tidak membutuhkan kita, tetapi Ia ingin kita

menjadi sahabat-Nya; bukan karena Ia membutuhkan kita. Allah

menemukan seorang sahabat di dalam diri Abraham. Seluruh kisah ini

betul-betul indah: Abraham tengah duduk di pintu kemahnya waktu hari

panas terik (Kej 18). Ia mungkin sedang berusaha menyejukkan dirinya

dengan tiupan angin sepoi-sepoi di depan pintu kemah itu. Dan ia

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

279

melihat tiga lelaki berjalan ke arahnya. Sebagai seorang yang ramah, ia

keluar dari kemahnya dan sujud dengan mukanya sampai ke tanah,

kurang lebih sama seperti kaum Muslim dewasa ini tatkala mereka

berdoa. Abraham bersujud dengan mukanya sampai ke tanah tatkala ia

menyambut ketiga lelaki tadi. Dan salah satu dari mereka ternyata

adalah Yahweh, sebagaimana dinyatakan oleh kisah itu.

Kemudian diceritakan kisah menakjubkan di mana Abraham tawar-

menawar dengan Yahweh mengenai kota Sodom yang akan segera

dihancurkan. ―Jika ada 50 orang saleh, akankah Engkau mengampuni

Sodom?‖ ―Maaf, jangan marah denganku, Yahweh, tetapi bagaimana

kalau 40?‖ Ia tawar-menawar dengan Yahweh seperti di pasar

tradisional. Dan dengan sabar Yahweh menuruti dia. ―Yahweh,

kumohon, jangan marah denganku. Akankah Engkau mengampuni

Sodom dengan 30?‖ Yahweh berkata, ―Ya, 30, akan Kuampuni.‖ Satu kali

lagi: ―20?‖ ―Oke.‖ ―Kumohon, tolonglah, bersabarlah denganku, tapi

bagaimana kalau 10?‖ Ia berkata, ―Ya, 10.‖ Kasihan, Abraham tidak

berani menawar lebih sedikit daripada sepuluh. Bahkan ketika Anda

tawar-menawar di pasar pun, Anda harus pantas. Maksud saya, jika ia

meminta satu juta rupiah, apakah Anda memberinya 20,000 rupiah?

Ayolah, jangan konyol. Anda dapat menawar dari 50 menjadi 30 dan 20

dan akhirnya 10. Ayolah, ini adalah seluruh kota—Anda tidak bisa

menawar lebih rendah daripada 10, bukan? Namun, Yahweh berkata,

―Ya, bahkan 10‖. Abraham berpikir, ―Baiklah, aku puas. Setidaknya pasti

ada sepuluh orang baik di kota Sodom.‖

Namun, sepuluh pun tidak ada. Dan sekalipun Abraham menawar

lebih rendah, hal itu tidak akan menolong karena yang ada hanya satu

orang saja: Lot. Itu tidak berkata hal baik tentang istri Lot. Ia berubah

menjadi tiang garam. Tidak ada seorang pun yang baik tersisa di seluruh

Sodom kecuali satu. Dapatkah Anda membayangkan hal itu? Kisah yang

indah tentang Abraham yang tawar-menawar dengan Yahweh ini

menunjukkan kesabaran-Nya yang luar biasa! Apa yang membuat kita

mengira Ia hakim yang pemarah, Allah yang pemurka di surga di atas,

yang siap menghancurkan semua orang berdosa? Lagipula, apakah orang

berdosa justru bertobat karena ditakut-takuti oleh kotbah kita tentang

murka Allah? Atau, apakah Allah tidak menarik kita dengan kasih-Nya,

sebagaimana terlihat dalam Injil-injil? Ia sama sekali tidak berusaha

menakut-nakuti kita dengan kuasa-Nya. Apakah orang berdosa benar-

benar merasa takut, atau lebih tertarik oleh kasih?

The Only True God

280

Tatkala kita melihat gambaran Yahweh yang sepenuhnya dalam

hubungan-Nya dengan manusia sebagaimana terlihat dalam Alkitab, kita

mulai mendapati bahwa, seperti halnya kota Sodom, hanya terdapat

begitu sedikit orang benar hingga nyaris tak ada yang bisa diajak

berbicara oleh Yahweh. Tidak ada sama sekali! Kemudian tampillah

Musa, dan dikatakan bahwa Allah berbicara dengannya ―muka dengan

muka‖ (Kel 33:11; Ul 34:10 ILT). Bukankah itu hal yang indah? Dan di

situ Anda melihat cerita bagaimana Allah Yahweh membawa umat-Nya—

umat Israel—keluar dari Mesir. Lagi-lagi yang Anda lihat bukanlah Allah

yang transenden dalam arti terpencil, melainkan Allah yang terus-

menerus berhubungan dengan umat Israel. Di mana? Dalam tiang awan,

dalam tiang api, Ia berjalan dengan mereka di padang gurun. Sementara

mereka berjalan, Ia berjalan dengan mereka di padang gurun, seperti

seorang gembala dengan domba-dombanya sebagaimana dilukiskan

dalam Mazmur ke-23, ―TUHAN adalah gembalaku‖. Ia membawa

mereka melalui padang gurun seperti seorang gembala membimbing

domba-dombanya. Jika Anda pergi ke padang gurun di Timur Tengah

dewasa ini, Anda masih dapat melihat para gembala menuntun kawanan

domba mereka.

Kemudian Ia bertemu dengan umat Israel untuk bersekutu dengan

mereka. Ingatkah Anda bagaimana Yahweh turun ke atas Gunung Sinai?

Seluruh gunung itu menyala dengan api! Ia menyatakan kebesaran

keagungan-Nya dan kuasa-Nya kepada khalayak—sekitar dua juta orang

Israel di padang gurun—sehingga para tunawisma yang mengembara di

padang gurun itu tidak perlu merasa takut akan masa depan mereka di

saat mereka bergerak maju di bawah pimpinan Yahweh dan di bawah

pemeliharaan-Nya dan penyediaan-Nya yang terus-menerus dalam

mencukupi kebutuhan mereka sehari-hari (―berikanlah kami pada hari

ini makanan kami yang secukupnya‖). Bagaimanakah Anda memberi

makan dua juta orang di padang gurun? Yahweh menyediakan roti,

manna, setiap hari. Bagaimana lagi caranya dua juta orang bisa diberi

makan di padang gurun? Dari sudut pandang manusia, logistik untuk

memenuhi kebutuhan orang banyak seperti itu mengejutkan pikiran.

Bagaimana dengan air? Hal yang paling dibutuhkan di padang gurun

adalah air, kalau mereka tidak mau mati kehausan di bawah terik panas

matahari. Dan Yahweh juga memenuhi kebutuhan itu. Ia melakukan hal

ini dalam kurun waktu 40 tahun! Cobalah memimpin dua juta orang

melewati padang gurun sekarang ini dan lihat sejauh mana Anda

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

281

berhasil. Anda akan segera menyadari bahwa Yahweh melakukan

mukjizat yang menakjubkan, bukan hanya selama beberapa hari tetapi

selama 40 tahun. Apalagi, Ia melakukan semua ini untuk umat yang

keras kepala dan durhaka yang tak henti-hentinya mencobai kesabaran-

Nya. Nabi Mikha mengatakannya dengan indah: ―Siapakah Allah seperti

Engkau yang mengampuni dosa, dan yang memaafkan pelanggaran dari

sisa-sisa milik-Nya sendiri; yang tidak bertahan dalam murka-Nya untuk

seterusnya, melainkan berkenan kepada kasih setia?‖ (Mi 7:18)

Hal ini jelas digemakan dalam Perjanjian Baru. Ketika Yesus

memberi makan 5,000 orang—mengingatkan kita kepada apa? Ini

mengingatkan kita kepada apa yang dilakukan Yahweh untuk umat-Nya

di padang gurun. Dan Yesus melakukan hal yang persis sama dengan apa

yang telah dilakukan Yahweh dalam Perjanjian Lama. Atau lebih

tepatnya, Yahweh melakukan apa yang telah Ia lakukan dalam Perjanjian

Lama melalui Yesus. Ajaib! Hal yang sama tentang air juga benar, tetapi

pada tingkatan rohaniah. Yesus berkata kepada perempuan Samaria,

―Seandainya engkau meminta minum dari-Ku, Aku akan memberikan

kepadamu air untuk diminum, yang akan menjadi mata air di dalam

dirimu, yang terus-menerus memancar sampai kepada kehidupan kekal‖

(bdk. Yoh 4:10,14). Air tersebut akan terus mengalir seperti sungai. Luar

biasa! Yohanes 6 merujuk kepada kejadian-kejadian di padang gurun,

―Akulah roti (manna) yang turun dari surga. Jika kamu memakan roti

ini, kamu tidak akan mati. Namun, orang-orang di padang gurun itu

mati. Jika kamu memakan roti rohaniah yang diberikan Yahweh

kepadamu itu—Aku inilah roti itu—kamu akan hidup selama-lamanya.‖

(bdk. Yoh 6:51,58) Ia tetap menyediakan manna kehidupan bagi orang-

orang yang, pada saat ini, mengharapkan penyediaan makanan itu dari

Dia.

Di padang gurun, mukjizat terjadi setiap hari di mana umat Israel

bisa melihatnya. Jadi, cerita-cerita mukjizat dalam injil-injil bukanlah

suatu hal baru walaupun pada umumnya mukjizat-mukjizat itu terjadi

dalam skala yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan apa yang terjadi

di padang gurun (mis. memberi makan 5000 orang dibandingkan

dengan dua juta orang). Ini tidak dimaksudkan untuk menandingi skala

kejadian di padang gurun, tetapi untuk mengingatkan orang tentang hal

yang telah dilakukan Yahweh untuk umat-Nya di masa lalu. Dengan

demikian, hal ini menunjukkan bahwa secara signifikan Yahweh lagi-lagi

datang kepada umat-Nya di dalam diri Yesus Kristus, dan lagi-lagi

The Only True God

282

melakukan hal-hal yang pernah mereka dengar dilakukan oleh Dia

sebelumnya.

Tatkala kita menelusuri Kitab Kejadian hingga kitab terakhir

Perjanjian Lama, kita melihat bahwa semakin lama semakin sedikit

orang yang bersekutu dengan Yahweh. Itu bukan dikarenakan Yahweh

cenderung semakin kurang berkomunikasi dengan orang-orang, tetapi

karena orang-orang kelihatannya semakin tidak peka terhadap Dia.

Setelah Musa terdapat selang waktu yang lama sebelum muncul seorang

nabi dengan sosok rohaniah cukup besar, tetapi tak seorang pun

bersekutu dengan Yahweh dalam keakraban (―muka dengan muka‖) yang

menjadi ciri hubungan Musa dengan Dia—yaitu, sampai kedatangan

Yesus.

Mengenai Musa, saya ingin memperlihatkan sentuhan kecil lain

yang cukup mencengangkan. Anda tahu bahwa Taurat, kelima kitab

Hukum Taurat, berakhir dengan Kitab Ulangan. Cerita meninggalnya

Musa ditambahkan pada bagian akhir Kitab Ulangan. Usianya 120 tahun,

tetapi ia masih sehat dan kuat, dan tidak sakit. Agaknya, umat Allah

tidak selalu mesti jatuh sakit untuk bisa mati. Bila saatnya tiba, mereka

sekadar ―tertidur‖, sebagaimana dikatakan seorang pengkhotbah tentang

ayahnya, seorang hamba Tuhan yang setia. Ia tidak diketahui menderita

penyakit apa pun, tetapi ketika saatnya tiba, ia hanya terduduk di

kursinya. Kepalanya tertunduk dan ia pergi untuk bersama dengan

Tuhan. Itu hal yang indah.

Maka demikian pula, ―Musa berumur seratus dua puluh tahun,

ketika ia mati; matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang‖ (Ul

34:7). Tugasnya sudah selesai. Waktunya telah tiba, maka, Musa

meninggal atau ―tertidur‖. Namun, perhatikan bahwa ada sentuhan

istimewa tentang Yahweh yang cenderung kita lewatkan. Apakah

sentuhan kecil itu? Ia mengambil Musa, tetapi tentu saja tubuhnya tetap

ada di bumi. Jadi, apa yang terjadi dengan tubuh itu? Anda ingat bahwa

Musa meninggal sendirian, di atas Gunung Pisga di mana dari sana ia

melihat Tanah Perjanjian tetapi tidak diizinkan masuk oleh karena satu

saja kegagalan serius dalam hidupnya. Akan tetapi, Musa tidak sendirian,

sebab Yahweh menyertai hamba-Nya yang setia sampai pada akhirnya.

Dikatakan dalam Ulangan 34:6,

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

283

Dan dikuburkan-Nyalah dia di suatu lembah di tanah Moab, di

tentangan Bet-Peor, dan tidak ada orang yang tahu kuburnya

sampai hari ini.

Pernahkah Anda memperhatikan keempat kata kecil ini: ―Dan

dikuburkan-Nyalah dia.‖ Siapakah ―Nya‖ itu? Siapa lagi kalau bukan

Yahweh? Ini luar biasa. Pikirkan lagi hal ini: Ia membentuk Adam dan

Hawa ibarat seorang tukang periuk; Ia membuat taman ibarat seorang

tukang kebun; Ia menyembelih binatang ibarat seorang imam; Ia

membuat pakaian ibarat seorang penjahit dan menutupi Adam dan

Hawa, dan seterusnya. Pada akhirnya secara personal Ia mengubur

sahabat-Nya di atas gunung—sebuah tindakan kasih dan penghormatan

terakhir atas pelayanan Musa di bumi.

Tentu saja kita dapat membaca seluruh cerita ini secara simbolis

atau metaforis, seperti yang biasa dilakukan, dengan bersikeras bahwa

Yahweh itu transenden dan tak satu cerita pun dari semuanya itu

semestinya dipahami secara harfiah. Namun, apa arti cerita itu secara

non-harfiah? Hal apa persisnya yang tengah dicapai dengan bersikeras

pada dogma teologis kita tetapi dengan menghilangkan keindahan yang

menyentuh dari karakter Yahweh sebagaimana dinyatakan dalam cerita-

cerita ini? Saya membaca kata-kata itu dan merasa sangat tersentuh.

Musa diberi penguburan tersendiri. Ini jelas dimaksudkan untuk

mencegah dia dijadikan berhala oleh orang-orang yang telah dipimpin

olehnya untuk waktu yang lama, karena jika hal itu terjadi, Musa akan

berakhir sebagai batu sandungan ketimbang berkat bagi umatnya.

Namun, Yahweh juga telah menyatakan Dirinya secara terbuka dan di

depan umum kepada bangsa Israel seperti, misalnya, ketika Ia turun ke

atas Gunung Sinai dan orang banyak di situ melihatnya. Sebenarnya para

tua-tua melihat kemuliaan Tuhan dengan mata kepala mereka sendiri.

Anda lihat misalnya dalam Keluaran 24:10-11 di mana dikatakan bahwa

para tua-tua Israel ―melihat Allah Israel; kaki-Nya berjejak pada sesuatu

yang buatannya seperti lantai dari batu nilam dan yang terangnya seperti

langit yang cerah. Tetapi kepada pemuka-pemuka orang Israel itu

tidaklah diulurkan-Nya tangan-Nya; mereka memandang Allah, lalu

makan dan minum.‖

Mereka melihat Allah dan hidup. Ay.16 berkata, ―Kemuliaan

TUHAN diam di atas gunung Sinai, dan awan itu menutupinya enam

hari lamanya; pada hari ketujuh dipanggil-Nyalah Musa dari tengah-

The Only True God

284

tengah awan itu.‖ Dan ay.17: ―tampaknya kemuliaan TUHAN (Yahweh)

sebagai api yang menghanguskan di puncak gunung itu pada

pemandangan orang Israel.‖ Di situ, kita mendapati frase ―api yang

menghanguskan‖ (Ibr 12:29). Di satu sisi Ia api yang menghanguskan.

Di sisi lain, dengan lemah-lembut Ia mengambil Musa sahabatnya dan

menguburkan dia, seperti menanamkan benih. Dan Musa akan bangkit

kembali! Yahweh akan memanggil dia untuk bangkit dari antara orang

mati; tetapi untuk saat ini, ia harus beristirahat.

Apa yang kita temukan dalam perkembangan narasi Alkitabiah

adalah bahwa, meskipun Tuhan masih berbicara kepada orang-orang,

jarak antara Allah dan manusia berangsur-angsur menjadi semakin

melebar. Namun, jarak antara Allah dan manusia itu bertambah bukan

karena Allah ingin menjauh, tetapi karena manusia tidak lagi peduli

untuk mencari Dia. Akhirnya, mereka malah tidak lagi menyebut Nama-

Nya. Namun, Yahweh masih bersekutu dengan beberapa orang seperti

sang nabi Samuel, yang hatinya terbuka kepada-Nya dan yang masih

berbicara untuk Allah. Kemudian ada Yesaya yang, ketika sedang berada

di dalam bait suci, dikaruniai penglihatan kemuliaan Allah. Yehezkiel,

juga melihat penglihatan kemuliaan Allah. Apa yang dilihatnya adalah

seseorang yang berpenampilan manusia. Penting untuk mencatat fakta

ini: Yahweh menyatakan Dirinya kepada Yehezkiel dalam rupa manusia

(Yeh 1:26,28).

Para teolog telah memperdebatkan bahwa Allah disampaikan

dengan istilah-istilah antropomorfis dalam Perjanjian Lama, yaitu, Allah

disampaikan seolah-olah Ia adalah seorang manusia, atau dengan kata-

kata yang digunakan untuk melukiskan manusia. Tampaknya,

kemungkinan besar kita telah memutarbalikkan kenyataan. Menurut

Kitab Suci, manusia itu teomorfis; hal itu demikian karena manusia

diciptakan dalam citra Allah. ―Teomorfis‖, secara harfiah, berarti ada

dalam bentuk (morphē) atau citra Allah (theos). Ini adalah ajaran

Alkitabiah. Alasannya manusia diciptakan secara teomorfis—dalam citra

Allah—adalah agar ia dapat bersekutu dengan Allah. Itulah sebabnya

Allah menciptakan dia. Seorang besar terakhir yang secara akrab

bersekutu dengan Allah adalah Musa. Allah berbicara dengannya

―berhadapan muka‖ (Ul 34:10). Berhadapan muka! Betapa dekatnya

persekutuan mereka!

Selanjutnya, sang nabi besar Yesaya masih mengucapkan firman

Allah dan masih melihat kemuliaan Tuhan. Masih ada rasa kagum tetapi

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

285

tidak dengan keakraban sebagaimana dinikmati Musa. Setelah Musa,

semuanya ini berangsur-angsur menghilang. Semakin Anda meneruskan

ke dalam PL, jarak itu semakin melebar. Setelah Yehezkiel, kita

mendengar adanya penglihatan-penglihatan; kita masih mendengar

tentang firman Tuhan yang diucapkan melalui orang-orang, tetapi

keakraban antara sang nabi dengan Yahweh sudah tidak ada lagi. Setelah

nabi terakhir, Maleakhi, yang ada hanya kesunyian—400 tahun

kesunyian. Firman Tuhan tidak lagi berbicara. Agaknya, tidak ada siapa

pun sama sekali yang bisa diajak berkomunikasi oleh Yahweh. Adakah

seseorang dalam generasi ini yang bisa diajak berkomunikasi oleh

Yahweh? Namun, janji-janji itu tetap ada:

Ada suara yang berseru: ―Sediakanlah di hutan belantara satu

jalan untuk Yahweh. Luruskanlah jalan raya di padang gurun

untuk Allah kita.‖ (Yes 40:3, KSKK)

Mengapa Anda mau mempersiapkan jalan raya di padang gurun? Jalan

raya ini dinyatakan khusus ―untuk Yahweh‖, ―untuk Allah kita‖.

Mengapa? Karena Ia akan datang. ―Kemuliaan Yahweh akan dinyatakan,

dan semua manusia akan melihatnya, demikianlah sabda dari mulut

Yahweh‖ (Yes 40:5 KSKK). Yahweh akan datang!

Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu

suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda

mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia

akan menamakan Dia Imanuel. (Yes 7:14)

Seorang anak akan lahir tetapi, secara signifikan, anak itu menjunjung

nama-nama ilahi:

Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah

diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas

bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah

yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. (Yes 9:5)

Nama-nama Ilahi menunjuk pada pribadi ilahi. Tentu saja, tidak semua

nama dalam ayat ini mesti ilahi, tetapi ada beberapa yang lebih sulit

diterangkan dengan istilah non-ilahi, terutamanya ―Bapa yang Kekal‖.

Sebagai kaum Trinitarian kita menerapkan ayat ini kepada Yesus.

Namun, berbuat ini artinya merancukan Bapa dengan Anak, dan juga

The Only True God

286

menentang ajaran Yesus di mana ia sudah berkata, ―Janganlah kamu

menyebut siapapun ‗bapak‘ di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu

Dia yang di surga.‖ (Mat 23:9) Kita dapat yakin bahwa Yesus tidak

pernah menyuruh siapapun memanggilnya ―Bapa‖. Namun, jika ―Bapa

yang Kekal‖ merujuk kepada Yahweh sebagaimana semestinya, maka

kita diperhadapkan dengan pemikiran yang mengejutkan bahwa Yahweh

akan datang ke dunia ini di dalam pribadi Yesus, dan Ia sudah datang

pada saat kelahiran Yesus. Bagaimana lagi ayat ini bisa dipahami

sebagaimana adanya?

Dalam Kitab Maleakhi, kitab terakhir dalam Perjanjian Lama, Allah

berkata:

―Lihatlah Aku menyuruh utusan-Ku dan dia akan

mempersiapkan jalan di hadapan-Ku. Dan dengan tiba-tiba

Tuhan yang sedang kamu cari, akan datang ke dalam bait-Nya,

yaitu Utusan Perjanjian yang kamu rindukan. Lihatlah Dia sudah

datang,‖ Yahweh Tsebaot berfirman. (Mal 3:1 ILT)

Lagi-lagi, sebuah janji: ―Dengan tiba-tiba (mendadak) Tuhan yang

sedang kamu cari, akan datang ke dalam bait-Nya‖ di Yerusalem.

Siapakah ―Tuhan‖ itu kalau bukan Yahweh, mengingat bait yang dirujuk

itu adalah ―bait-Nya‖.

Namun, kapan hal ini terjadi? Sebagaimana telah saya katakan,

terdapat 400 ratus tahun kesunyian. Kapankah kesunyian itu akan

berakhir dan Allah berfirman lagi? Nubuatan dalam Kitab Maleakhi

berkata bahwa, pertama, Yahweh akan mengutus seorang utusan ke

―hadapan-Ku‖. Yesus menunjuk kepada Yohanes Pembaptis sebagai

utusan itu (mis. Mat 11:9-11; Luk 7:26-28). Kesunyian yang panjang itu

tiba-tiba berakhir, dengan tak diduga-duga, dan Yahweh datang ke bait-

Nya seperti yang dijanjikan. Kita akan melihat hal ini dengan lebih

menyeluruh berikut ini.

— Akhir dari Kutipan yang ditranskrip —

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

287

Pengamatan lanjutan atas

imanensi-transendensi Allah

manensi Yahweh terlihat jelas bukan saja dalam Taurat dan PL

secara keseluruhan, tetapi khususnya dalam PB, misalnya:

Kisah Para Rasul 17:28, ―Sebab di dalam Dia kita hidup, kita

bergerak, kita ada‖.

Matius 10, ―29 Bukankah burung pipit dijual dua ekor seharga

satu receh terkecil? Namun seekor pun tidak akan jatuh ke bumi

di luar kehendak Bapamu. 30 Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya. 31 Karena itu, janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga

daripada banyak burung pipit.‖ (Mat 10:29-31)

Lukas 12:7, bahkan rambut kepalamu pun terhitung semuanya

[oleh Allah]. Karena itu, jangan takut, karena kamu lebih

berharga [pada Allah] daripada banyak burung pipit.

Namun, inkarnasi Firman itu di dalam Mesias Yesus, di mana Yahweh

hidup di dalam dia secara jasmaniah, adalah contoh unggul dari pilihan-

Nya untuk menjadi imanen, walaupun ini sama sekali tidak meniadakan

transendensi-Nya. Justru, apa yang telah gagal kita pahami adalah

bahwa di dalam Kitab Suci, transendensi Allah itu melibatkan, atau

bahkan memerlukan, imanensi-Nya:

1 Raja-Raja 8:27, ―Tetapi benarkah Allah hendak diam di atas

bumi? Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi

segala langitpun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi

rumah yang kudirikan ini.‖

Transendensi Yahweh merupakan semacam hal yang mustahil untuk

kategorisasi teologis, sebab transendensi-Nya itu sedemikian rupa hingga

―langit yang mengatasi segala langit‖ sekali pun tidak dapat memuat

Dia—dengan demikian, transendensi-Nya bisa dikatakan ―berlimpah-

limpah‖, keluar dari cakrawala melingkupi bumi. Dalam Kitab Suci Allah

tidak pernah dapat dianggap terbatas pada langit. Menurut Kitab Suci,

adalah keliru untuk mengira bahwa ―langit‖ merujuk kepada

transendensi-Nya, sementara bumi menyatakan ―imanensi‖-Nya seperti

I

The Only True God

288

yang biasanya kita kira. Pemikiran ini juga diruntuhkan oleh ayat seperti

berikut:

Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhta-Ku dan bumi

adalah tumpuan kaki-Ku. (Yes 66:1, dikutip dalam Kis 7:49)

Kata-kata itu menghadirkan gambar Yahweh yang duduk di atas takhta-

Nya di surga dengan kaki-Nya bertumpu di bumi. Gambar tentang

transendensi-imanensi Yahweh ini disatukan ke dalam kata-kata Yesus

di Khotbah di Bukit: ―Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-

kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah,

maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya, ataupun

demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar.‖ (Mat

5:34,35)

Oleh karena kaki-Nya bertumpu di bumi, frase ―Bapa di surga‖ tidak

semestinya diartikan sebagai Ia jauh dari bumi; melainkan berfungsi

untuk membedakan Dia dari bapa-bapa duniawi. ―Bapa di surga‖ muncul

14 kali dalam Injil Matius, sekali dalam Injil Markus, dan sekali dalam

Injil Lukas, menandakan pentingnya frase itu dalam pengajaran Jesus

dalam Injil Matius. Misalnya, Doa Bapa Kami (Mat 6:9-13) dimulai

dengan ―Bapa kami yang di surga‖, akan tetapi Ia cukup dekat untuk

mendengar bisikan doa-doa kita dan bahkan permohonan-permohonan

yang tidak terucapkan dari hati kita. Kata ―Bapa‖ dalam pemikiran Yesus

berbicara tentang Dia yang mendengar dan peduli: ―Adakah seorang dari

antara kamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti,

atau memberi ular, jika ia meminta ikan?‖ (Mat 7:9,10)

Lagipula, gagasan Allah sebagai Bapa itu bukan sesuatu yang

pertama-tama muncul dalam PB. Dalam PL setidaknya ada 6 lelaki dan 2

perempuan yang bernama Abia (Ing.: Abijah). ―Abi‖ artinya ―bapaku‖

dan ―Jah‖ adalah bentuk pendek dari ―Yahweh‖. Berikut ini adalah

definisi yang diberikan dalam International Standard Bible

Encyclopedia: ―Abia, Ibr.: ’abhiyah atau Ibr.: ’abhiyahu (2Taw 13:20,21),

‗bapaku adalah Yahweh,‘ atau ‗Yahweh adalah bapa‘‖.

Gagasan tentang surga sebagai suatu tempat transenden jauh di atas

bintang-bintang adalah gagasan lain yang keliru. Dalam Kitab Suci, yang

surgawi adalah yang rohaniah, berlawanan dengan yang duniawi atau

yang jasmaniah dan materiil. Yang jasmaniah mempunyai lokasi

geografis, sedangkan yang rohaniah tidak. ―Allah adalah Roh‖ seperti

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

289

dikatakan Yesus, dan roh tidak dibatasi oleh lokasi duniawi ataupun

kosmik. Memahami hal ini berarti memahami bahwa lokasi geografis itu

tidak penting, yang penting adalah ―Allah itu Roh dan siapa saja yang

menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran‖

(Yoh 4:24). Transendensi-imanensi Allah menghapus kesan Dia yang

jauh dan tak terjangkau di tempat surgawi yang jauh.

Namun, trinitarianisme telah memperhadapkan kita dengan kesan

bahwa Bapa itu jauh di surga sementara ―Yesus sangat dekat‖ (dalam

lirik sebuah lagu yang pernah populer). Tidak heran bila umat Kristen

lebih suka berdoa kepada Yesus, walaupun tidak ada pembenaran

Alkitabiah untuk berbuat demikian. Bagi umat Kristen, Yesus yang

―dekat‖ menjadikan dia lebih dapat diakses. Meskipun Bapa mungkin

mampu mendengar kita, jika Ia bersedia melakukannya, akan tetapi,

bukankah Yesus yang memberi kita jaminan bahwa ―Aku tidak akan

menolak siapa pun yang datang kepada-Ku‖ (Yoh 6:37, BIS)? Kata-kata

itu ditafsirkan sedemikian rupa sehingga menyiratkan bahwa kita dapat

lebih meyakini penerimaan oleh Yesus daripada oleh Bapa; hal ini

dikarenakan Bapa (Yahweh) adalah Allah yang transenden, sedangkan

Yesus adalah Allah yang imanen, yang oleh sebab itu lebih mudah

didatangi. Ini adalah penggambaran Allah yang keliru yang kita pelajari

dari trinitarianisme. Semuanya ini sangat jauh dari kebenaran tentang

Allah yang diwahyukan dalam Kitab-kitab Suci, sebagaimana telah kita

lihat dalam paragraf-paragraf terdahulu.

Kasih Yahweh

pa yang dinyatakan oleh Kitab Kejadian (dan kitab-kitab

selebihnya dalam Kitab Suci) tentang sikap Yahweh terhadap

manusia? Sebuah jawaban dapat ditemukan dari perkataan

Yesus dalam Yohanes 17:23: ―Aku di dalam mereka dan Engkau di dalam

Aku supaya mereka menjadi satu dengan sempurna, agar dunia tahu,

bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi

mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku‖. Pikirkan implikasi

mengejutkan dari pernyataan terakhir dalam ayat ini, ―Engkau (Bapa)

mengasihi mereka sama seperti Engkau mengasihi Aku‖! Apakah

mungkin Bapa (Yahweh) mengasihi kita sama seperti Ia mengasihi orang

A

The Only True God

290

yang disebut-Nya, ―Inilah Anak-Ku yang Kukasihi‖, yang adalah ―satu-

satunya yang diperanakkan oleh Bapa‖?

Kasih Yahweh terlihat dalam kedatangan-Nya untuk berada dengan

kita, sebagaimana diungkapkan dalam nama ―Imanuel‖: Yesaya 7:14,

―Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu

pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan

akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia

Imanuel. {Imanuel artinya Allah menyertai kita.}‖.

Kedatangan Yahweh yang dinubuatkan serta hadirat-Nya yang

diakibatkan oleh kedatangan-Nya sehubungan dengan pengandungan

dan kelahiran Yesus terlihat dalam Matius 1:

21 ‗Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan

menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan

umat-Nya dari dosa-dosa mereka.‘ 22 Hal itu terjadi supaya digenapi yang difirmankan Tuhan

melalui nabi: 23 ―Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan

melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan

menamakan Dia Imanuel‖ (Yang berarti: Allah menyertai kita.)

[Yes 7:14]

Mengingat rujukan eksplisit kepada Yahweh dalam Yesaya 40:3-5, dan

mengingat ―Allah menyertai kita (Imanuel)‖ melalui kelahiran Kristus,

sepantasnya dapat disimpulkan dari ayat-ayat tersebut bahwa

Yahwehlah yang dinubuatkan datang ke dunia di dalam Kristus. Jika

kesimpulan ini ditolak maka satu-satunya pilihan yang tersisa adalah

menghilangkan makna subtantif ―Imanuel‖ dengan membuatnya

terdengar sebagaimana sering digunakan dalam sapaan-sapaan yang

artinya kurang lebih ―Semoga Allah menyertai kita‖. Dalam arti itu

―Imanuel‖ tidak lebih berarti daripada ―Allah akan menyertai Yesus

secara sedikit khusus‖. Namun, kata itu bukan berarti bahwa Allah akan

beserta dengan Yesus melainkan, di dalam Yesus, Allah akan beserta

“dengan kita”. Dengan kata lain, Allah akan hadir di dalam Yesus

sedemikian rupa sehingga Ia menjadi Allah yang hadir dengan kita.

Kaum Trinitarian, tentu saja, menerima pemahaman ―Imanuel‖ ini,

tetapi mereka mengartikan ―Allah‖ sebagai ―Allah-Anak‖, bukan ―satu-

satunya Allah yang benar‖, Yahweh. Namun, pilihan itu tidak tersedia

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

291

bagi mereka dengan alasan yang sekarang semestinya terang-benderang:

dalam Kitab-kitab Suci tidak ada pribadi yang disebut ―Allah-Anak‖.

Malaikat Tuhan

asih Yahweh untuk umat-Nya, kepedulian serta keprihatinan-

Nya yang praktis untuk mereka, terlihat melalui hadirat-Nya

yang menyertai mereka di setiap krisis dalam kehidupan

mereka. Sang Pemazmur mengungkapkannya seperti ini, ―Allah itu bagi

kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai penolong dalam

kesesakan sangat terbukti‖ (Mzm 46:1). Kata-kata ini merupakan sebuah

pernyataan berdasarkan pengalaman, bukan sekadar pernyataan

berdasarkan keyakinan religius. Salah satu cara Yahweh berinteraksi

dengan umat-Nya adalah melalui sosok atau bentuk (atau rupa) seorang

―malaikat Yahweh‖. Dalam bagian teks berikut kita akan sering merujuk

kepada ―malaikat Yahweh‖ hanya dengan kata ―Malaikat‖.

―Malaikat TUHAN (Yahweh)‖ (hwhy %a;l.m ;, malach Yahweh)

merupakan sebuah istilah yang muncul 52 kali dalam PL23. Namun, tidak

semuanya merujuk kepada apa yang dilukiskan oleh International

Standard Bible Encyclopedia sebagai ―Malaikat Teofani‖. Beberapa

darinya merupakan malaikat ―biasa‖ yang diutus oleh Allah untuk

menggenapi tugas khusus (mis. Zakharia 1:12). Di sisi lain, terdapat

sejumlah besar pemunculan ―malaikat Yahweh‖ di mana permunculan-

permunculan itu, tak pelak, adalah teofani, yaitu, Allah yang muncul

dalam bentuk yang kelihatan. Malaikat biasanya muncul dalam rupa

manusia (lih. di bawah). Jadi, ―malaikat Yahweh‖ memberi contoh lain

yang amat signifikan dari teofani ―antropomorfis‖. Dengan demikian,

―Malaikat‖ ini bisa dilukiskan sebagai ―rupa‖ Allah yang kelihatan.

Penyataan-diri Yahweh dalam Keluaran 3:14 itu sangat penting, di

mana telah kita bahas terdahulu. Persisnya dalam kaitan inilah terdapat

pemunculan ―malaikat TUHAN‖. Di sini kita perlu mengamati

bagaimana seluruh kejadian itu dilukiskan dalam Keluaran 3:

23 Terdapat 54 pemunculan; tetapi rujukan dalam Hagai 1:13 terkait kepada

nabi sebagai utusan Yahweh, dan dalam Maleakhi 2:7 terkait kepada imam

yang adalah utusan-Nya.

K

The Only True God

292

1 Adapun Musa, ia biasa menggembalakan kambing domba Yitro,

mertuanya, imam di Midian. Sekali, ketika ia menggiring

kambing domba itu ke seberang padang gurun, sampailah ia ke

gunung Allah, yakni gunung Horeb. 2 Lalu Malaikat TUHAN (Yahweh) menampakkan diri

kepadanya di dalam nyala api yang keluar dari semak duri. Lalu

ia melihat, dan tampaklah: semak duri itu menyala, tetapi tidak

dimakan api. 3 Musa berkata: ―Baiklah aku menyimpang ke sana untuk

memeriksa penglihatan yang hebat itu. Mengapakah tidak

terbakar semak duri itu?‖ 4 Ketika dilihat TUHAN (Yahweh), bahwa Musa

menyimpang untuk memeriksanya, berserulah Allah dari

tengah-tengah semak duri itu kepadanya: ―Musa, Musa!‖ dan ia

menjawab: ―Ya, Allah.‖ 5 Lalu Ia berfirman: ―Janganlah datang dekat-dekat:

tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana

engkau berdiri itu, adalah tanah yang kudus.‖ 6 Lagi Ia berfirman: ―Akulah Allah ayahmu, Allah Abraham,

Allah Ishak dan Allah Yakub.‖ Lalu Musa menutupi mukanya,

sebab ia takut memandang Allah.

Dari nas tersebut sama sekali tidak diragukan bila pemunculan ―malaikat

Yahweh‖ itu tidak lain dan tidak bukan adalah pemunculan Yahweh

Sendiri, jadi, istilah ―Malaikat Teofani‖ itu di sini betul-betul pantas.

Percakapan yang panjang dan penting antara Yahweh dan Musa tentang

menyelamatkan bangsa Israel dari belenggu perbudakan di Mesir

terpapar dari Keluaran 3:7 sampai ke pasal berikutnya. Dalam konteks

inilah diberikan pewahyuan-diri Allah sebagai ―Aku adalah Aku‖ (Kel

3:14). Akan terlihat pula bahwa pemunculan-Nya dalam rupa ―malaikat

TUHAN‖ secara konsisten terjadi pada saat-saat krusial dalam sejarah

Israel. Lagi-lagi ini secara kuat menyatakan karakter Yahweh sebagai Dia

yang sangat peduli dengan keadaan dan kebutuhan dari umat-Nya.

Sebagai tambahan kepada ke 52 referensi ―malaikat Yahweh‖ ada 9

referensi lain yang merujuk kepada ―malaikat Allah‖ yang, setidaknya

dalam beberapa peristiwa, tidak lain dan tidak bukan adalah ―malaikat

Yahweh‖. Hakim-Hakim 6:20 berbicara tentang ―malaikat Allah‖,

sedangkan dalam dua ayat berikutnya ia dirujuk sebagai ―malaikat

Yahweh‖. Hal ini juga terlihat jelas dalam Hakim-Hakim 13 di mana ay.6

dan 9 berbicara tentang ―malaikat Allah‖ yang dalam ay.13-22

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

293

merupakan ―malaikat Yahweh‖. Lebih dari itu, dari ay.8-11 kita melihat

bahwa Manoah dan isterinya, mengira bahwa apa yang mereka lihat

adalah seorang ―manusia ilahi‖ (ILT), jadi, ia dengan jelas terlihat

dalam rupa manusia. Hal ini juga benar setelah rujukan itu diubah

menjadi ―malaikat Yahweh‖ (dari ay.13 dan seterusnya). ―Manoah tidak

mengetahui, bahwa Dia (―manusia ilahi‖) itu Malaikat TUHAN

(Yahweh)‖ (ay.16), tetapi ia dan isterinya kemudian menyadari bahwa

mereka telah melihat Allah dalam rupa manusia dan merasa sangat takut

dengan konsekuensinya: ―Berkatalah Manoah kepada isterinya: ‗Kita

pasti mati, sebab kita telah melihat Allah‘‖ (ay.22).

―Malaikat‖ itu muncul pada saat-saat penting dalam ―sejarah

keselamatan‖ PL. Pemunculan-Nya yang pertama kali tercatat adalah

pada masa Abraham ketika ia menyatakan diri kepada Hagar, ibu dari

orang Arab, dan menetapkan sebuah perjanjian yang amat mirip dengan

janji Yahweh kepada Abraham (Kej 16:7-11; bdk. Kej 13:16). Keadilan

Yahweh dinyatakan dengan jelas di sini.

―Malaikat‖ itu muncul kepada Abraham pada saat penting ketika

Abraham nyaris mengurbankan anaknya Ishak dalam pengabdian dan

ketaatannya yang mutlak kepada Yahweh (Kej 22:11dyb.). Namun,

Yahweh dengan penuh belas-kasihan menghentikan Abraham yang

benar-benar hendak mengorbankan anaknya. Akan tetapi, demi

keselamatan umat manusia, Yahweh Sendiri ―tidak menyayangkan Anak-

Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya bagi kita semua‖ (Rm 8:32).

Pilihan kata-kata Paulus yang mengherankan dalam Roma 8:32

tampaknya menunjukkan bahwa ia tengah memikirkan tentang kurban

yang dipersembahkan oleh Abraham, yang merupakan tindakan sangat

signifikan dalam Yudaisme.

Bagaimana bangsa Israel menerima namanya diceritakan dengan

menarik dalam Kejadian 32:24-30, di mana Yakub, bapak bangsa itu,

bergumul dengan seorang ―manusia‖ semalaman dan menjadi timpang

karena sendi pinggul yang terkilir; namun, ―manusia‖ ini dengan ramah

berkata bahwa Yakub telah ―menang‖ (ay.28) dan memberikannya nama

baru ―Israel‖: ―Lalu kata orang itu: ‗Namamu tidak akan disebutkan lagi

Yakub, tetapi Israel, {Israel artinya ia bergumul melawan Allah } sebab

engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau

menang.‘‖ (ay.28). Maka Yakub menyadari bahwa ia telah ―berhadapan

muka‖ dengan Allah: ―Yakub menamai tempat itu Pniel {Peniel artinya

muka Allah }, sebab katanya: ‗Aku telah melihat Allah berhadapan muka,

The Only True God

294

tetapi nyawaku tertolong!‘‖ (ay.30). Dalam nas tersebut tidak disebut

tentang ―malaikat Tuhan‖, tetapi ―manusia‖ yang ―bergumul‖ dengan

Yakub itu jelas-jelas berbentuk manusia, bentuk yang dipilih Allah untuk

menyatakan dirinya kepada Yakub.

Ini menyadarkan kita bahwa terlepas dari sejumlah besar rujukan

kepada ―Malaikat‖ terdapat kejadian-kejadian penting lain di mana

―Malaikat‖ boleh jadi telah tampil tetapi tidak dinamai. Salah satu

contohnya bisa dijumpai dalam kisah luar bisa yang tercatat dalam Yosua

5:13-15 di mana, pada malam sebelum penyerangan kota Yerikho pada

awal penaklukan Tanah Perjanjian, Yosua melihat seorang ―manusia‖

dengan pedang terhunus di tangannya. Ketika Yosua, yang telah diangkat

oleh Musa sebagai penggantinya untuk memimpin tentara Israel,

menanyakan ―manusia‖ itu ia ada di pihak siapa, ia diberitahu bahwa

―manusia‖ itu, bukan Yosua, adalah ―Panglima balatentara Yahweh‖;

Yosua langsung bersujud di hadapan-Nya. Ini pasti disebabkan karena

sekarang Yosua menyadari siapa ―manusia‖ itu sesungguhnya.

―Balatentara Yahweh‖ tidak diketahui memiliki panglima lain selain

Yahweh Sendiri. Di sini istilah ―balatentara Yahweh‖ boleh jadi

dimaksudkan untuk mencakup balatentara Israel yang akan memasuki

Kanaan.

Penegasan lain bahwa sebenarnya Yahwehlah yang menyatakan diri

kepada Yosua terlihat dalam kenyataan bahwa Yosua diperintahkan

untuk ―tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat engkau berdiri

itu kudus‖ (5:15)—yang sama persis dengan apa yang diperintahkan

kepada Musa oleh malaikat Tuhan dari semak duri, ―tanggalkanlah

kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri itu, adalah

tanah yang kudus‖ (Kel 3:5).

Malaikat Tuhan itu muncul dengan pedang terhunus dalam

Bilangan 22. Ada 10 rujukan kepada ―Malaikat‖ dalam pasal ini, dan kita

barangkali bertanya-tanya mengapa mesti ada begitu banyak rujukan

kepada kejadian yang kelihatannya relatif sepele tentang Balaam.

Namun, tatkala kita memahami bahwa apa yang dipermasalahkan di sini

adalah pengutukan Israel oleh Balaam (ay.17), maka kita melihat bahwa

hal tersebut sama sekali bukan perkara sepele di mata Allah. Seluruh

kejadian itu terpapar dari ay.22-35. Dalam ay.23 kita menjumpai frase

yang persis sama dengan frase yang ditemukan dalam Kitab Yosua,

Malaikat itu berdiri dengan ―pedang terhunus di tangan-Nya‖, dan lagi-

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

295

lagi dalam ay.31 (contoh lainnya adalah kejadian mengerikan yang

tercatat dalam 1Taw 21:16).

2 Raja-Raja 19:35 menyebutkan tentang penjatuhan hukuman

mengerikan lainnya, kali ini kepada tentara Asyur yang datang untuk

menghancurkan Yerusalem dan menaklukan Israel. Untuk

menyelamatkan Israel, malaikat Yahweh membunuh 185,000 orang

Asyur dalam satu malam, yang mengakibatkan mundurnya tentara

Asyur. Walaupun kata ―pedang‖ tidak muncul dalam nas ini, tak pelak,

yang dimaksudkan adalah pedang penghukuman (dan keselamatan bagi

bangsa Israel).

―Malaikat‖ tersebut terlibat dalam kejadian-kejadian sangat penting

dalam sejarah PL. Oleh karena ―Malaikat‖ itu adalah suatu teofani,

apakah makna kegiatannya kalau bukan kepedulian dan keprihatinan

Yahweh yang intens untuk umat-Nya, yaitu, ―bagi mereka yang

terpanggil sesuai dengan rencana Allah‖ (Rm 8:28)?

Mengingat apa telah kita pelajari, pada umumnya kita dapat

menyetujui pengamatan-pengamatan yang dibuat oleh International

Standard Bible Encyclopedia:

―Diyakini bahwa sejak semula Allah memakai malaikat dalam

rupa manusia, dengan suara manusia, dalam rangka

berkomunikasi dengan manusia. Penampakan-penampakan

malaikat Tuhan, khususnya dalam hubungan yang bersifat

menebus dengan umat Allah, menunjukkan kegiatan dari cara

Ilahi akan penyataan-diri yang berpuncak pada kedatangan sang

Juruselamat, dan dengan demikian menjadi sebuah bayangan,

dan persiapan, dari pewahyuan Allah sepenuhnya di dalam

Yesus Kristus.‖ (ISBE ―Malaikat‖, di bawah bagian ―Malaikat

Teofani‖)

Prof. E.R. Wolfson, dengan merujuk kepada banyak nas dalam Alkitab

Ibrani yang berbicara tentang Malaikat Tuhan, berkata bahwa ―Allah

menampakkan diri dengan berkedokkan malaikat‖ dalam nas-nas itu.

Selanjutnya ia berkata, ―Satu ayat menurut kitab suci yang teramat

signifikan dalam memahami konsepsi kuno umat Israel adalah

pernyataan Allah bahwa umat Israel harus mendengarkan malaikat yang

telah ia utus dan jangan mendurhaka kepadanya, karena nama-Nya ada

di dalam dia (Kel 23:21). Pembatas yang memisahkan malaikat dengan

Allah itu secara substansil menjadi kabur, sebab dengan menjunjung

The Only True God

296

nama itu, yang menandakan kuasa dari kodrat ilahi itu, malaikat tersebut

menjadi penjelmaan kepribadian Allah. Memiliki nama bukan sekadar

dianugerahi dengan otoritas ilahi, tetapi itu berarti bahwa secara

ontologis malaikat tersebut adalah hadirat inkarnasional dari yang Ilahi

dalam pemeliharaan Allah atas umat Israel.

―Kepercayaan purba mengatakan bahwa Allah bisa menyatakan

diri sebagai hadirat malaikat kepada manusia, dan bentuk

hadirat ini adalah bentuk seorang antropos [manusia]. Dengan

demikian, rupa malaikat ini adalah pakaian (sebagaimana

diekspresikan oleh para kabalis yang kemudian) yang dikenakan

oleh yang ilahi ketika ia menjelma ke dunia dalam bentuk

seorang antropos.‖ (Wolfson, bab tentang ―Yudaisme dan

Inkarnasi‖, Christianity in Jewish Terms, hlm.244)

Sesaat sebelum naskah buku ini tiba di tangan penerbit, saya beruntung

sekali menemukan buku yang berwawasan serta merangsang pikiran

yang ditulis oleh Profesor James Kugel berjudul ―The God of Old”. Di sini

saya memasukkan sebagian dari pengamatan penutupnya setelah

kajiannya atas teks-teks Alkitabiah tentang malaikat Tuhan:

―Dengan demikian, di sini terdapat butir terpenting tentang

malaikat itu dalam seluruh teks ini. Ia bukan semacam duta,

atau utusan, dari Allah melainkan Allah Sendiri dalam rupa

manusia‖.

―Dengan kata lain, malaikat itu bukan makhluk ilahi yang

berkedudukan lebih rendah; malaikat itu adalah Allah Sendiri,

tetapi Allah yang tidak dikenali, Allah yang mencampuri urusan

sehari-hari‖

―Malaikat itu kelihatan seperti manusia biasa untuk sementara,

hanya sementara saja, lalu disusul dengan saat pengenalan, di

mana ternyata, oh ya, itulah Allah dan bukan manusia biasa.‖

(The God of Old, 2003; James L. Kugel adalah Starr Professor of

Hebrew Literature pada Harvard University.)

Bab 5 – Yahweh dalam Alkitab Ibrani

297

Belas-kasih Yahweh

engan demikian, ini berarti bahwa gagasan Yahweh yang datang

ke dunia dalam rupa manusia itu bukan suatu hal yang aneh

atau asing dalam Alkitab. Malahan, gagasan akan campur

tangan personal Allah, yang sering muncul dalam rupa manusia pada

saat-saat krusial dalam sejarah umat-Nya, adalah sesuatu yang sering

disebut dalam Kitab-kitab Suci. Dapat sepantasnya dikatakan bahwa,

karena sifat dan karakter-Nya sebagaimana dinyatakan dalam Kitab-

kitab Suci, Yahweh tidak akan, dan tidak bisa, bersikap acuh tak acuh

atau tak ambil pusing dengan umat manusia serta kebutuhan mereka,

dan terutamanya dengan penderitaan mereka, sekalipun penderitaan itu

ditimbulkan oleh dosa-dosa manusia itu sendiri.

Salah satu kata yang paling sering dipakai dalam Alkitab Ibrani

sehubungan dengan karakter Yahweh adalah hesed. Kata itu muncul 251

kali, yang sebagian besar darinya bertalian dengan Yahweh. Sulitnya

menerjemahkan kata ini terlihat dari pelbagai cara yang diberikan dalam

berbagai terjemahan: ―lovingkindness‖ (NASB), ―mercy‖ (KJV),

―steadfast love‖ (ESV), ―unfailing love‖ (NIV), ―faithful love‖ (NJB),

―loyal love‖ (NET). Semua variasi ini dijumpai dalam terjemahan-

terjemahan untuk Keluaran 15:13. Terjemahan untuk kata itu bahkan

berubah-ubah dalam versi yang sama. Namun, dari pelbagai kata-kata

yang dipakai itu jelaslah ada satu hal: kasih merupakan unsur yang sama

yang ada dalam semua kata itu. Demikianlah Theological Wordbook of

the Old Testament meringkas bahasan akademis panjang tentang hesed:

―...kata itu merujuk kepada sikap serta tindakan. Sikap ini sejajar

dengan kasih, rahûm, kebaikan, tôb, dst. Ia adalah semacam

kasih, termasuk belas kasihan, hannûn, bila objeknya ada dalam

kondisi menyedihkan. Acapkali menggunakan kata-kata kerja,

‗berbuat,‘ ‗memelihara,‘ dengan demikian merujuk kepada

tindakan-tindakan kasih serta atributnya. Kata ‗lovingkindness‘

dalam KJV adalah kata yang arkais, tetapi tidak jauh dari

kepenuhan makna kata tersebut.‖

Karakter Yahweh diungkapkan secara indah dalam kata-kata yang

lemah-lembut ini, ―Aku mengasihi engkau dengan kasih yang kekal,

sebab itu Aku melanjutkan kasih setia-Ku (hesed) kepadamu.‖ (Yer 31:3).

D

Indeks Ayat

Kej 1:26 ..................... 166, 169, 170 Kej 1:26,27 ... ....163, 165, 166, 176,

183 Kej 1:27 ............................. 164, 264 Kej 1:28 ..................................... 264 Kej 1:29 ..................................... 265 Kej 2:7 ....................... 161, 163, 265 Kej 2:8 ......................... 25, 266, 271 Kej 2:16 ..................................... 268 Kej 2:18 ............................. 213, 268 Kej 2:19 ..................................... 164 Kej 2:21,22 ................................ 164 Kej 2:24 ..................................... 131 Kej 3:5 ............................... 181, 192 Kej 3:5,6 .................................... 184 Kej 3:7,21 .................................... 25 Kej 3:8 ......................... 25, 268, 271 Kej 3:10 ..................................... 270 Kej 3:21 ..................................... 274 Kej 4:6 ....................................... 272 Kej 4:9-10 .................................. 272 Kej 4:15 ..................................... 273 Kej 5:3 ....................................... 165 Kej 7:16 ..................................... 277 Kej 9:6 ............... 165, 166, 167, 170 Kej 13:16 ................................... 293 Kej 16:7-11 ................................ 293 Kej 18 ........................................ 278 Kej 22:8 ..................................... 137 Kej 22:11 ................................... 293 Kej 28:16 ................................... 263 Kej 32:24-30 .............................. 293 Kej 41:42 ................................... 162 Kej 45:26 ................................... 162 Kel 3:14 ............. 14, 33, 65, 73, 291

Kel 3:1-6.................................... 291 Kel 3:5 ....................................... 294 Kel 4:16 ..................................... 253 Kel 4:2,23 .................................... 57 Kel 4:22 ....................................... 64 Kel 4:22,23 .................................. 55 Kel 7:1 ....................................... 253 Kel 8:10 ....................................... 48 Kel 9:14 ....................................... 48 Kel 10:19 ..................................... 44 Kel 15:1-18 ............................... 251 Kel 15:2 ..................................... 257 Kel 15:3 ..................................... 262 Kel 15:13 ................................... 297 Kel 16:10 ................................... 189 Kel 20:1 ....................................... 50 Kel 20:3 ................................. 50, 95 Kel 20:7 ..................................... 259 Kel 22:20 ................................... 109 Kel 23:21 ................................... 295 Kel 24:10-11 ............................. 283 Kel 25:36 ..................................... 44 Kel 32:10 ................................... 116 Kel 32:26-27 ............................... 96 Kel 33:11 ................................... 280 Kel 34:14 ................................... 109 Im 9:23...................................... 189 Bil 6:14 ...................................... 119 Bil 14:10 .................................... 189 Bil 21:7-9 .......................... 145, 209 Bil 21:8 ...................................... 146 Bil 33:52 .................................... 166 Ul 4:15-19 ................................. 174

300

Ul 4:24 ......................................... 86 Ul 4:35 ........................... 30, 47, 108 Ul 4:39 ....................................... 109 Ul 5:6-10 ................................... 174 Ul 5:7 ........................................... 95 Ul 5:9 ........................................... 39 Ul 6:4 ... .....2, 29, 30, 39, 40, 41, 42,

45, 49, 175 Ul 6:4,5 .......................................... 3 Ul 6:5 ................................. 3, 39, 46 Ul 6:13 ............................... 111, 112 Ul 10:17 ....................................... 79 Ul 14:1 ......................................... 55 Ul 19:15 ....................................... 44 Ul 32:12 ..................................... 110 Ul 33:12 ....................................... 89 Ul 33:27 ....................................... 78 Ul 34:6-7 ................................... 282 Ul 34:10 ............................. 280, 284

Yos 5:13-15 ............................... 294 Yos 22:22..................................... 79 Yos 24:15................................... 259 Hak 6:20 .................................... 292 Hak 13:6,9 ................................. 292 Hak 13:18 .................................. 172 Hak 13:22 .................................. 172 Rut 1:16....................................... 82 1Sam 2:2 ..................................... 48 1Sam 8:7 ................................... 143 1Sam 15:29 ............................... 221 1Sam 26:20 ................................. 44 2Sam 7:14 ................................... 64 1Raj 8:27 ................................... 287 1Raj 8:60 ................................... 109 1Raj 17:17 ................................... 71 1Raj 18:21 ................................. 258

2Raj 6:12 ................................... 242 2Raj 11:18 ................................. 166 2Raj 19:15 ................................. 110 2Raj 19:19 ................................. 110 2Raj 19:35 ................................. 295 2Taw 6:2 ................................... 240 2Taw 6:20,26,29 ....................... 240 2Taw 13:20,21 .......................... 288 2Taw 23:17 ............................... 166 Ezr 7:12 ..................................... 144 Neh 9:6 ..................................... 110 Neh 9:27 ................................... 137 Ayb 2:1........................................ 63 Ayb 7:17,18 .............................. 159 Ayb 9:32 ................................... 221 Mzm 2:7 ..... 61, 63, 64, 71, 136, 171 Mzm 2:7,12................................... 7 Mzm 4:9 .................................... 110 Mzm 8:5-6 ........................ 159, 161 Mzm 22:1.................................. 219 Mzm 33:6.................................. 169 Mzm 35:23,24........................... 241 Mzm 37:4.................................. 121 Mzm 40:8.................................. 121 Mzm 45:2.................................. 171 Mzm 45:7.......................... 171, 247 Mzm 45:7,8............................... 248 Mzm 45:8.................................. 171 Mzm 46:1.................................. 291 Mzm 50:1.................................. 172 Mzm 68:5.................................. 257 Mzm 72:18................................ 110 Mzm 82:1,6,7............................ 248 Mzm 82:6.................................. 254 Mzm 82:6,7....................... 161, 171 Mzm 83:19................................ 110 Mzm 90:2............................ 78, 228 Mzm 102:16.............................. 189

301

Mzm 102:25-27 ........................... 78 Mzm 103:20 .............................. 214 Mzm 136:2 .................................. 79 Mzm 139:7-8 ............................. 271 Mzm 139:14 .............................. 267 Mzm 144:3 ................................ 159 Mzm 148:13 .............................. 110 Ams 8:20 ................................... 169 Ams 8:30 ................................... 170 Ams 20:27 ............................. 31, 87 Pkh 3:21 ................................ 31, 87 Pkh 12:7 .................................... 161 Yes 1:2 ......................................... 57 Yes 2:11 ..................................... 111 Yes 6:1,5 .................................... 223 Yes 6:3 ....................................... 169 Yes 6:5 ....................................... 238 Yes 7:14 ............................. 285, 290 Yes 9:5 ... 10, 94, 170, 172, 260, 285 Yes 9:6 ....................................... 171 Yes 11:6-9 ................................. 172 Yes 28:29 ................................... 172 Yes 33:14 ..................................... 86 Yes 35:2 ..................................... 241 Yes 40:1-5 ................................... 10 Yes 40:3 ..................................... 285 Yes 40:3-5 ................................. 290 Yes 40:6 ....................................... 87 Yes 40:11 ..................................... 74 Yes 40:18 ................................... 175 Yes 40:25 ............................. 48, 175 Yes 43:10,11 ................................ 73 Yes 44:6 ..................................... 254 Yes 44:13 ................................... 166 Yes 44:24 ................... 111, 203, 205 Yes 45:5 ............................... 47, 109 Yes 45:14 ..................................... 47 Yes 45:15 ................................... 262 Yes 45:18 ............................. 47, 109 Yes 45:21 ................................... 138

Yes 45:21,22 ....................... 30, 109 Yes 45:21-24 ............................. 179 Yes 45:21b,22 ............................. 47 Yes 45:22,23 ............................. 221 Yes 45:23 .................................. 194 Yes 46:5 ...................................... 48 Yes 46:9 ...................................... 48 Yes 55:8 .................................... 225 Yes 58:14 .................................. 121 Yes 59:2 .................................... 219 Yes 64:4,5 ................................. 159 Yes 64:6 .................................... 158 Yes 64:8 ...................................... 55 Yes 65:16 .................................... 24 Yes 66:1 .................................... 288 Yer 10:6 ...................................... 48 Yer 31:3 .................................... 297 Yer 31:9 ................................ 55, 57 Rat 3:40 ...................................... 32 Yeh 1:26,28 ............................... 284 Yeh 1:28 .................................... 189 Yeh 7:20 .................................... 166 Yeh 16:17 .................................. 173 Yeh 23:14 .................................. 166 Yeh 26:7 .................................... 144 Dan 2:37 ................................... 144 Dan 2:47 ..................................... 79 Dan 7:13 ..................................... 59 Dan 7:14 ................................... 172 Hos 11:1 ...................................... 57 Hos 11:9 .................................... 221 Yl 2:32 ....................................... 259 Am 5:26 .................................... 166 Ob 1:21 ..................................... 137

302

Mi 7:18 ...................................... 281 Hab 3:17-18 .............................. 234 Zef 3:15......................................254 Za 12:1 .................................. 31, 87 Mal 1:6 ........................................ 55 Mal 3:1 ...................................... 286 Mat 1:21 ......................... 6, 10, 194 Mat 1:21-23 .............................. 290 Mat 2:15 ..................................... 57 Mat 4:10 ................... 111, 177, 237 Mat 5:10-12 ...................... 140, 225 Mat 5:14 ........................... 130, 189 Mat 5:22 ................................... 134 Mat 5:34,35 .............................. 288 Mat 5:34-37 .............................. 134 Mat 5:35 ................................... 132 Mat 5:37 ........................... 131, 134 Mat 5:48 ................................... 120 Mat 6:9-13 .......................... 83, 288 Mat 6:28,29 .............................. 213 Mat 7:9,10 ................................ 288 Mat 7:21,22 .................................. 2 Mat 7:21-23 .............................. 101 Mat 7:23 ..................................... 30 Mat 10:29 ................................. 266 Mat 10:29-31 ............................ 287 Mat 10:38 ................................... 82 Mat 11:9-11 .............................. 286 Mat 11:19 ................................. 273 Mat 11:28 ................................... 82 Mat 12:48,49 .............................. 81 Mat 13:46 ................................. 151 Mat 16:16 ................................... 63 Mat 16:17 ................................. 249 Mat 17:5 ................................... 180 Mat 19:5 ................................... 131 Mat 19:21 ................................... 82 Mat 19:30 ................................. 215

Mat 20:25 ................................. 144 Mat 20:28 ................................. 249 Mat 21:25 ................................. 196 Mat 22:20 ................................. 173 Mat 22:37 ................................. 255 Mat 23:34,35 .............................. 97 Mat 23:9 ............................. 94, 286 Mat 24:24 ........................... 93, 177 Mat 24:36-37 ............................ 242 Mat 25:34 ......................... 229, 230 Mat 26:52 ................................. 168 Mat 26:59,60a ............................ 58 Mat 26:61 ................................. 239 Mat 26:62-66 .............................. 59 Mat 26:63 ................................... 63 Mat 26:65,66 .............................. 58 Mat 27:41-43 .............................. 62 Mat 27:46 ................................. 219 Mat 28:18 ................. 145, 214, 250 Mrk 1:1 ....................................... 63 Mrk 2:27 ................................... 211 Mrk 3:33 ..................................... 81 Mrk 8:34 ..................................... 82 Mrk 10:18 ................................... 95 Mrk 10:42-44 ............................ 144 Mrk 10:45 ......................... 144, 249 Mrk 12:28-30 .............................. 30 Mrk 12:29 .............. 2, 29, 36, 39, 49 Mrk 12:29,30 .............................. 95 Mrk 12:29,31 ................................ 3 Mrk 12:29-31 ............................ 113 Mrk 12:30 ............................. 3, 255 Mrk 12:32 ................................... 47 Mrk 14:36 ........................... 83, 255 Mrk 14:58 ................................. 239 Mrk 14:64 ................................... 58 Mrk 15:32 ................................... 63 Mrk 15:34 ................................. 219 Luk 1:31 ...................................... 10 Luk 3:38 ...................... 63, 160, 166 Luk 4:8 ...............111, 112, 177, 237

303

Luk 4:41....................................... 63 Luk 6: 46 ...................................... 47 Luk 6:46........................... 2, 30, 101 Luk 7:11-17 ................................. 71 Luk 7:15....................................... 71 Luk 7:26-28 ............................... 286 Luk 7:34..................................... 273 Luk 8:21....................................... 81 Luk 9:35..................................... 254 Luk 10:6..................................... 158 Luk 10:27................................... 255 Luk 12:7..................................... 287 Luk 12:48..................................... 94 Luk 18:19..................................... 95 Luk 18:22..................................... 83 Luk 20:17..................................... 94 Luk 22:25................................... 144 Luk 22:42................................... 193 Luk 23:35................................... 254 Yoh 1:1 ...... 5, 33, 36, 131, 154, 187 Yoh 1:1,14 ..................................... 6 Yoh 1:1-18 ............................. 5, 262 Yoh 1:3 ...................................... 199 Yoh 1:10 .................................... 262 Yoh 1:12 ...................................... 64 Yoh 1:14 ..... ..6, 11, 13, 59, 87, 121,

146, 150, 154, 221, 239 Yoh 1:14,18 ............................... 173 Yoh 1:15 ...................................... 75 Yoh 1:17 .................................... 135 Yoh 1:18 ................................ 61, 88 Yoh 1:29,36 ....................... 137, 247 Yoh 1:34 ...................................... 62 Yoh 1:39 ...................................... 82 Yoh 1:49 ...................................... 62 Yoh 2:19 .... 154, 155, 239, 240, 262 Yoh 2:21 .................................... 221 Yoh 2:22 .................................... 239 Yoh 3:14,15 ....... 145, 146, 209, 225 Yoh 3:16 .............. 61, 125, 233, 255 Yoh 3:16,18 ................................. 11 Yoh 3:17 .................................... 262

Yoh 3:19 .................................... 128 Yoh 3:32 .................................... 222 Yoh 3:34 .................................... 122 Yoh 4:13,14 ............................... 210 Yoh 4:14 ........................................ 7 Yoh 4:24 ...............31, 183, 189, 289 Yoh 4:34 .................................... 121 Yoh 4:42 ................... 7, 61, 119, 182 Yoh 5:15-19 ................................ 54 Yoh 5:19 ...............72, 127, 147, 222 Yoh 5:19-30 ...................... 126, 194 Yoh 5:21 .................................... 125 Yoh 5:26 .................................... 124 Yoh 5:30 ...............72, 126, 128, 147 Yoh 5:36 .................................... 147 Yoh 5:41 .................................... 141 Yoh 5:42 .................................... 112 Yoh 5:44 ...... ......3, 49, 95, 112, 132,

141, 169 Yoh 6:14 .................................... 142 Yoh 6:15 ...................... 31, 141, 142 Yoh 6:31 .................................... 196 Yoh 6:37 .................................... 289 Yoh 6:38 .................................... 128 Yoh 6:39 .................................... 126 Yoh 6:46 .................................... 222 Yoh 6:57 .................................... 124 Yoh 7:16 .................................... 122 Yoh 7:17 .................................... 128 Yoh 7:18 .................................... 141 Yoh 7:39 .................................... 226 Yoh 8:12 .................................... 189 Yoh 8:24 ...................................... 67 Yoh 8:24,28 ................................. 70 Yoh 8:24-28 ................................ 68 Yoh 8:28 ................... 68, 69, 72, 226 Yoh 8:29 ............................ 121, 180 Yoh 8:38 .................................... 222 Yoh 8:42 .................................... 126 Yoh 8:50 .................................... 141 Yoh 8:54 .................................... 141 Yoh 8:58 ................................ 73, 74 Yoh 9:5 ...................................... 189

304

Yoh 9:9 .................................. 66, 70 Yoh 10:7,9 ................................... 70 Yoh 10:11,14 ............................... 74 Yoh 10:18 .................................. 127 Yoh 10:24 .................................... 67 Yoh 10:25 .................................. 147 Yoh 10:25,37,38 ........................ 151 Yoh 10:27 .................................... 82 Yoh 10:27-38 ............................... 56 Yoh 10:30 .................................. 121 Yoh 10:32 .................................. 147 Yoh 10:34 .................................. 171 Yoh 10:34,35 ..................... 248, 254 Yoh 10:34-36 ............................. 161 Yoh 11:25-27 ............................... 71 Yoh 11:27 .................................... 63 Yoh 12:23,24 ............................. 226 Yoh 12:32-33 ............................. 226 Yoh 12:43 .................................. 141 Yoh 12:45 .................................. 173 Yoh 12:49 .................... 73, 122, 127 Yoh 13:1 .................................... 144 Yoh 13:16 .................................. 124 Yoh 13:23 .................................... 88 Yoh 13:31 .................................. 226 Yoh 14:2,3 ................................. 231 Yoh 14:6 ................................ 69, 70 Yoh 14:8-11 ............................... 238 Yoh 14:9 .................... 165, 173, 181 Yoh 14:10 ..... 11, 73, 122, 126, 132,

138, 147, 173, 221 Yoh 14:10,11 ............................. 238 Yoh 14:11 .................................. 154 Yoh 14:13 .................................. 181 Yoh 14:24 ............................ 73, 122 Yoh 14:28 ...................... 56, 74, 124 Yoh 14:31 .................................. 127 Yoh 15:1 ...................................... 57 Yoh 15:10 .................................. 127 Yoh 15:16 .................................. 181 Yoh 15:24 .................................. 173 Yoh 16:10 .................................. 231 Yoh 16:15 .......................... 223, 224

Yoh 16:23 .................................. 181 Yoh 17:3 ...... ..1, 2, 9, 10, 49, 67, 83,

112, 132, 221, 237 Yoh 17:5 .................... 224, 226, 231 Yoh 17:7 .................................... 224 Yoh 17:8 .................................... 122 Yoh 17:10 .................................. 223 Yoh 17:11,22............................... 52 Yoh 17:22 .......................... 223, 233 Yoh 17:22,23............................... 60 Yoh 17:23 .................. 102, 233, 289 Yoh 19:7 ...................................... 57 Yoh 19:28 .................................. 135 Yoh 20:17 ................. 79, 80, 82, 231 Yoh 20:22 .................................... 82 Yoh 20:28 .................................... 36 Yoh 20:31 ...... ..7, 47, 63, 66, 67, 69,

247 Yoh 21:9,12,13.......................... 278 Yoh 21:17 .................................. 241 Yoh 21:19 .................................. 226 Kis 2:21 ..................................... 259 Kis 2:22 ..................................... 147 Kis 2:31-32 ................................ 105 Kis 2:34-36 ................................ 105 Kis 2:36 .......... 50, 77, 107, 179, 194 Kis 4:10 ..................................... 221 Kis 4:12 ..................................... 155 Kis 7:2,55 .................................. 189 Kis 7:49 ..................................... 288 Kis 13:33 ..................................... 61 Kis 17:23 ................................... 115 Kis 17:28 ................................... 287 Kis 20:24 ........................... 187, 218 Rm 1:4 ........................................ 63 Rm 1:21 ...................................... 10 Rm 1:22,23 ............................... 174 Rm 1:23 .................................... 175 Rm 1:25 .................................... 246 Rm 2:28,29 ................................. 50 Rm 3:10 .................................... 119

305

Rm 3:10-18................................ 140 Rm 3:23 ..................................... 135 Rm 3:28; 5:1 ................................ 35 Rm 3:30 ....................................... 41 Rm 4:11 ..................................... 137 Rm 4:17 ............................. 230, 232 Rm 4:19-22................................ 232 Rm 5:6 ....................................... 136 Rm 5:7 ....................................... 120 Rm 5:8 ....................................... 136 Rm 5:9,10,15,17 ........................ 209 Rm 5:15,17 ................................ 221 Rm 5:15-19................................ 208 Rm 5:19... ..... 11, 88, 117, 149, 150,

181, 193 Rm 6:4 ............................... 233, 238 Rm 8:14,15 ................................ 255 Rm 8:15 ....................................... 83 Rm 8:16 ..................................... 236 Rm 8:17 ............................. 211, 223 Rm 8:28 ..................................... 295 Rm 8:29 ..................................... 211 Rm 8:29,30 ................................ 230 Rm 8:29-30................................ 227 Rm 8:32 .... 136, 210, 211, 255, 275,

293 Rm 8:34 ..................................... 136 Rm 9:5 ........................... 36, 56, 244 Rm 10:2 ..................................... 163 Rm 10:9 ..................................... 104 Rm 10:13 ................................... 259 Rm 11:25 ..................................... 31 Rm 11:33 ................................... 232 Rm 11:36 ................... 106, 199, 246 Rm 12:1,2 .................................... 37 Rm 12:2 ..................................... 156 Rm 15:6 ........................... 12, 76, 79 Rm 15:33 ................................... 246 Rm 16:27 ............................... 3, 246

1Kor 1:9 ....................................... 63 1Kor 1:17-2:13 ............................ 99 1Kor 1:26 ................................... 187

1Kor 2:9 .................................... 214 1Kor 2:11 .................................... 31 1Kor 2:16 .................................. 142 1Kor 3:16 .................................. 150 1Kor 3:16,17 ............................. 263 1Kor 3:21 .......................... 212, 224 1Kor 3:21-23 ..................... 212, 223 1Kor 3:23 .......................... 212, 235 1Kor 6:3 .................................... 214 1Kor 6:16,17 ............................. 233 1Kor 6:17 ................... 88, 89, 91, 92 1Kor 6:19 .......................... 150, 263 1Kor 8:5 ................................ 28, 99 1Kor 8:5-6 ........................ 15,39, 40 1Kor 8:6 .............................. 41, 244 1Kor 10:3,4 ............................... 210 1Kor 11:1 .......................... 187, 218 1Kor 11:7 ...... ....139, 140, 168, 176,

188, 189, 191, 207 1Kor 11:28 ................................ 128 1Kor 13:12 ................................ 152 1Kor 15:23 ................................ 138 1Kor 15:25-28 ........................... 250 1Kor 15:27 ........................ 108, 162 1Kor 15:28 .................. 25, 163, 236 1Kor 15:40-43 ........................... 225 1Kor 15:45 .........138, 165, 182, 188 1Kor 15:45-47, 49 ..................... 195 1Kor 15:47 ...... ..121, 188, 190, 192,

196 1Kor 15:49 ........................ 176, 196 1Kor 15:50 ................................ 249 2Kor 1:3 .......................... 12, 76, 79 2Kor 1:17,19 ............................. 131 2Kor 1:19 .................................... 63 2Kor 1:31 .................................... 79 2Kor 2:15, 16 .............................. 94 2Kor 3:18 .................................. 176 2Kor 4:4 .............167, 173, 192, 207 2Kor 5:2 .................................... 196 2Kor 5:17 ............................ 86, 215 2Kor 5:17-20 ............................. 219

306

2Kor 5:19 ...... 10, 13, 132, 147, 148, 203, 222, 243, 262

2Kor 5:21 ................................... 219 2Kor 7:15 ................................... 101 2Kor 8:1,2 .................................. 217 2Kor 8:2 ..................................... 187 2Kor 8:9 ............................. 217, 218 2Kor 9:15 ............................. 94, 125 2Kor 11:31........................... 76, 245 Gal 1:4 ......................................... 80 Gal 2:16; 3:24 .............................. 35 Gal 2:20 ............................... 63, 149 Gal 3:1 ......................................... 97 Gal 3:19-22 ................................ 135 Gal 3:20 ....................................... 41 Gal 3:29 ....................................... 49 Gal 4:1 ....................................... 211 Gal 4:6 ................................. 83, 255 Gal 5:22 ....................................... 86 Gal 6:16 ....................................... 49 Ef 1:19-23 .................................. 107 Ef 1:3 ..................................... 76, 79 Ef 1:4 ......................... 200- 202, 214 Ef 1:6 ......................................... 234 Ef 1:7-10 .................................... 216 Ef 2:10 ............................... 196, 200 Ef 3:4 ........................................... 93 Ef 3:5 ........................................... 68 Ef 3:14 ......................................... 77 Ef 4:6 ................................... 80, 106 Ef 4:13 ......................... 63, 138, 139 Ef 4:18 ......................................... 31 Ef 4:24 ....................................... 196 Ef 5:20 ....................................... 180 Ef 5:32 ....................................... 213 Ef 6:12 ....................................... 249 Ef 6:17 ......................................... 96 Flp 1:6 ....................................... 196 Flp 2:5 ............................... 187, 218

Flp 2:6 ..... 4, 31, 126, 163, 166, 167, 168, 181, 192, 193

Flp 2:6-11 .... 23, 107, 180, 187, 189, 192, 193, 197

Flp 2:6-7 .................................... 183 Flp 2:6-8 .................... 185, 189, 236 Flp 2:7 ............................... 182, 218 Flp 2:8 .......... 11, 150, 192, 216, 218 Flp 2:9 ....................................... 171 Flp 2:9-11 .... 11, 162, 178, 193, 216,

236 Flp 2:10-11 ................ 156, 179, 221 Flp 2:11 ......................... 13, 23, 194 Flp 2:12 ..................................... 101 Flp 2:17 ............................. 186, 218 Flp 3:8 ....................................... 218 Flp 3:12 ....................... 88, 153, 236 Flp 4:4 ....................................... 234 Flp 4:20 ....................................... 80 Kol 1:12-20 ............................... 198 Kol 1:15 ..... 167, 173, 181, 192, 197,

211 Kol 1:15-17 ............................... 202 Kol 1:16 ..............199, 201, 212, 214 Kol 1:17 ............................. 215, 216 Kol 1:18 ..................................... 211 Kol 1:19 ............................. 121, 208 Kol 1:19,20 ................................ 200 Kol 1:19; 2:9 ........................ 25, 221 Kol 1:20 ............................. 154, 243 Kol 1:22 ............................. 203, 207 Kol 2:15 ..................................... 139 Kol 2:9 ................121, 150, 172, 239 Kol 3:2 ....................................... 256 Kol 3:9,10 .................................. 196 Kol 4:3 ......................................... 93 1Tes 1:3 ...................................... 80 1Tes 3:11 .................................... 80 1Tes 3:13 .................................... 80

307

2Tes 2:3,4 ............................... 52-53 2Tes 2:9 ....................................... 53 1Tim 1:1 .................................... 136 1Tim 1:17 ...... 3, 177, 189, 245, 256 1Tim 2:3 .................................... 136 1Tim 2:5.. ..... 13, 41, 135, 155, 177,

221, 236 1Tim 2:5,6 ................................. 120 1Tim 3:16 .................................... 13 1Tim 6:15 .......................... 144, 145 1Tim 6:15-17 ............................. 245 1Tim 6:16 .................................... 78 1Tim 6:17 .................................. 213 2Tim 1:9 ................ 10, 13, 229, 230 2Tim 1:9,10 ............................... 229 2Tim 4:6 .................... 186, 187, 218 Tit 2:13 ........................................ 36 Ibr 1:2 ................................ 211, 247 Ibr 1:3 ........................ 173, 195, 221 Ibr 1:8 .................................. 36, 247 Ibr 1:8,9 ..................................... 248 Ibr 2:9 ........................................ 145 Ibr 2:10 ...... 106, 117, 118, 192, 199 Ibr 2:14 ...................................... 249 Ibr 4:12 ........................................ 96 Ibr 4:15 .............................. 150, 151 Ibr 5:1 ........................................ 135 Ibr 5:5 .................................. 61, 136 Ibr 5:7 ........................................ 219 Ibr 5:8 ................................ 121, 192 Ibr 5:8-9 .................................... 117 Ibr 5:9 ................................ 153, 192 Ibr 7:1 .......................................... 61 Ibr 7:25 .............................. 106, 236 Ibr 7:28 ...................... 118, 153, 192 Ibr 9:14 ...................................... 119 Ibr 9:24 ...................................... 136 Ibr 11:40 .................................... 153 Ibr 12:1,2 ................................... 146

Ibr 12:2 ..................................... 139 Ibr 12:23 ................................... 153 Ibr 12:29 ............................. 86, 284 Yak 1:13 .............................. 88, 130 Yak 1:17 .................................... 210 Yak 2:19 .......................... 39, 40, 41 Yak 3:2 ...................................... 122 Yak 5:12 .................................... 131 1Ptr 1:3 ................................. 76, 79 1Ptr 1:18,19 .............................. 119 1Ptr 1:19 ........................... 116, 275 1Ptr 1:20 ................................... 229 1Ptr 3:18 ....................... 70, 82, 156 1Ptr 4:17 ..................................... 93 2Ptr 1:4 ................................. 86, 91 1Yoh 1:3 .................................... 103 1Yoh 2:1 .................................... 236 1Yoh 2:24 .................................. 220 1Yoh 3:1 .................................... 255 1Yoh 3:2 .................... 168, 196, 236 1Yoh 3:9 .................................... 150 1Yoh 4:8,16 ............................... 212 1Yoh 4:9 .................................... 121 1Yoh 4:10 .................................. 231 1Yoh 4:14 .............61, 119, 137, 182 1Yoh 4:16 .................................. 255 1Yoh 4:19 .................................. 255 1Yoh 5:7,8 ................................. 220 1Yoh 5:16,17............................... 96 1Yoh 5:20 ...................... 36, 63, 220 1Yoh 5:21 .................... 96, 165, 178 2Yoh 1:3,9 ................................... 63 Yud 1:25 ........................................ 4 Why 1:5 ............................ 211, 249 Why 1:6 ...................................... 80 Why 1:17 .......................... 216, 253

308

Why 1:17; 2:8 ............................ 138 Why 2:8 ..................................... 216 Why 2:10 ................................... 187 Why 3:12 ..................................... 81 Why 3:21 ................................... 256 Why 5:5 ..................................... 139 Why 5:12 ................................... 233 Why 5:14 ................................... 250 Why 6:16 ................................... 116 Why 7:9-12 ............................... 250 Why 7:17 ................................... 250 Why 10:6 ................................... 199 Why 11:15 ................................. 103 Why 13:8 ........... 201, 228, 229, 230 Why 13:11 ................................. 249 Why 13:14,15 ............................ 175

Why 13:15 ................................ 176 Why 14:9,11 ............................. 175 Why 14:10 ................................ 116 Why 15:1 .................................. 251 Why 15:2 .................................. 175 Why 16:2 .................................. 175 Why 17:14 ................................ 144 Why 19:16 ................................ 144 Why 19:20 ................................ 175 Why 20:4 .................................. 175 Why 22:3 .................................. 251