The Light of Faith

download The Light of Faith

of 132

Transcript of The Light of Faith

THE LIGHT OF FAITH : SEBUAH PERTUNJUKAN PARIWISATA DI KUTA THEATER

NI KOMPYANG SETIAWATI NIM : 2007 01 026

PROGRAM STUDI S-1 SENI TARI JURUSAN SENI TARI

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2011

THE LIGHT OF FAITH : SEBUAH PERTUNJUKAN PARIWISATA DI KUTA THEATER

Skripsi telah disetujui untuk diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S1)

NI KOMPYANG SETIAWATI NIM : 2007 01 026

PROGRAM STUDI S-1 SENI TARI JURUSAN SENI TARI

FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN INSTITUT SENI INDONESIA DENPASAR 2011

i

SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenihi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S1)

MENYETUJUI

PEMBIBING I

PEMBIMBING II

(Ni Nyoman Manik Suryani, SST., M.Si) NIP. 19590521 198603 2 002

(Dra. Dyah Kustiyanti, M.Hum) NIP. 19581215 198902 2 001

ii

Skipsi ini telah diuji dan dinyatakan sah oleh Panitia Ujian Akhir Sarjana (S1) Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar. Pada : Hari/ Tanggal : Selasa/ 31 Mei 2011

Ketua

: I Ketut Garwa, S.Sn, M.Sn NIP.19681231 199603 1 007

(.)

Sekretaris

: I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M. Hum NIP. 19641231 199002 1 040

()

Dosen Penguji : 1. Prof. Dr. I Nyoman Sedana, SSP., MA NIP. 19621231 198703 1 025 2. I Gede Arya Sugiartha, SSKar., M.Hum NIP. 19661201 199103 1 003 3. Dra. Dyah Kustiyanti, M.Hum NIP. 19581215 198902 2 001 () () ()

Disahkan pada tanggal : Mengetahui : Dekan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua Jurusan Tari

I Ketut Garwa, S.Sn, M.Sn NIP. 19681231 199603 1 007 iii

I Nyoman Cerita, SST., M.FA NIP. 19611231 199103 1 008

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kehadapat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya skripsi berjudul The Light of Faith : Sebuah Seni Pertunjukan Pariwisata Di Kuta Theater dapat diselesaikan. Skipsi ini merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Seni pada jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan Indonesia, Institut Seni Indonesia Denpasar. Kemampuan dan pengalaman penulis dalam bidang ini sangat terbatas, sehingga menyebabkan banyak hambatan dan kesulitn yang dialami dalam proses penyelesaian skipsi ini. Berkat bimbingan dan pengarahan dosen pembimbing serta bantuan dari berbagai pihak, kesulitan-kesulitan itu dapat diatasi, sehingga penelitian ini berhasil disusun menjadi sebuah laporan yang berwujud skripsi. Atas semua bantuan itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. I Wayan Rai S., MA, sebagai Rektor Institut Seni Indonesia Denpasar atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti kuliah di Jurusan Seni Tari, Fakultas Seni Pertunjukan Indonesia, Institut Seni Indonesia Denpasar. 2. Bapak I Ketut Garwa, S.Sn, M.Sn, sebagai Dekan Fakultas Seni Pertunjukan yang telah memberikan dorongan dan semangat sehingga skripsi ini bisa disusun.

iv

3. Bapak I Nyoman Cerita,SST., MA, sebagai Ketua Jurusan Seni Tari yang telah mengizinkan penulis melaksanakan penelitian. 4. Ibu Ni Nyoman Manik Suryani, SST., M.Si, sebagai Pembimbing I yang telah mengarahkan penulis dengan teliti dalam penyusunan skipsi ini. 5. Ibu Dra. Dyah Kustiyanti, M.Hum. , sebagai Pembimbing II yang telah membimbing sampai skripsi ini selesai. 6. Semua dosen pada Jurusan Seni Tari yang telah memberikan pemikiran, baik di dalam kuliah maupun diluar kuliah. 7. Pihak Manajemen Kuta Theater yang telah memberikan data yang diperlukan dalam penyusunan skipsi ini. 8. Semua anggota keluarga yang telah memberikan dukungan serta bantuan material demi kelancaran penyusunan skripsi ini. 9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah berperan serta di dalam upaya penyelesaian skripsi ini. Penulis panjatkan doa semoga budi baik mereka senantiasa mendapatkan phala yang setimpal dengan amal baktinya. Akhirnya penulis sangat mengharapkan saran-saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan penulisan selanjutnya. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan, khususnya dalam Seni Tari dan Sei Pertunjukan pada umumnya. Denpasar, Mei 2011 Penulis,

v

ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk memahami fenomena seni pertunjukan wisata di Gedung Kuta Theater. Kuta Theater yang lebih dikenal dengan nuansa magic dan ramai dikunjungi wisatawan. Kuta Theater adalah tempat untuk menyaksikan Balinese Illusion Opera yang berjudul The Light of Faith. Pertunjukan bernuansa baru dan unik, karena seni pertunjukan wisata ini memadukan seni sulap dengan Tari Bali. Sebagai sebuah penelitian ilmiah, dalam menganalisis permasalahan yang diajukan, digunakan teori sebagai pisau bedah yaitu teori Estetika, teori Inkulturasi dan teori Seni Pertunjukan Pariwisata. Semua data yang disajikan dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, interview dan pencatatan dokumen. Data yang kemudian diolah dan disajikan dalam penyajian deskriptif kualitatif. Adapun hasil penelitian ini yaitu, asal mula terciptanya The Light of Faith di Kuta Theater dan bentuk pertunjukan The Light of Faith di Kuta Theater. Faktor penyebab terciptanya The Light of Faith di daerah kawasan Kuta, karena Kuta merupakan daerah tujuan wisata yang sangat ramai dikunjungi wisatawan mancanegara. The Light of Faith merupakan satu-satunya pertunjukan pariwisata yang menggabungkan seni sulap dengan seni Tari Bali. Seni pertunjukan ini sangat digemari wisatawan mancanegara, dapat diketahui bahwa banyaknya wisatawan mancanegara yang tertarik dengan pertunjukan ini, antara lain : Korea, Jepang, Australia, Rusia, Itali dan Malaysia. Kata kunci : Pertunjukan pariwisata, The Light of Faith dan bentuk pertunjukan.

vi

DAFTAR ISIJUDUL.. LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI. KATA PENGANTAR.. ABSTRAK DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN MOTTO BAB I PENDAHULUAN.. 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah... 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Manfaat Hasil Penelitian. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian.. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI.. 2.1 Kajian Pustaka. 2.2 Landasan Teori. 2.2.1 Teori Estetika.. 2.2.2 Teori Inkulturasi.. 2.2.3 Teori Seni Pertunjukan Wisata. i ii iii iv v vi x xi xii 1 1 7 7 8 8 10 10 14 14 16 18

vii

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tahap Penentuan Subjek Penelitian... 3.2 Tahap Pengumpulan Data.. 3.2.1 Jenis dan Sumber Data.. 3.2.2 Metode Pengumpulan Data.... 3.2.3 Instrumen Pengumpulan Data 3.3 Tahap Pengolahan/ Analisis Data... 3.4 Penyajian Hasil Analisis Data.

21 22 23 23 23 25 25 26

BAB IV

Asal Mula, Bentuk, Fungsi dan ...

28

4.1 Asal Mula Petunjukan The Light of Faith... 28 4.2 Bentuk Penyajian The Light of Faith.. 30 4.2.1 Struktur Pertunjukan The Light of Faith 32 4.3 Tata Rias Wajah dan Tata Busana.. 70 4.3.1 Tata Rias Wajah. 70 4.3.2 Tata Busana.. 4.4 Tempat Pertunjukan dan Tata Cahaya 94 4.5 Musik Iringan.. 96 4.6 Fungsi Pertunjukan The Light of Faith . 4.7 Pengelolaan ManagemenPertunjukan The Light of Faith . 99 BAB V PENUTUP. 104 97 72

5.1 Kesimpulan 104 5.2 Saran-saran 105 DAFTAR PUSTAKA. 107

viii

GLOSSARIUM. LAMPIRAN.....

109 112

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman 1. Pertunjukan The Light of Faith 2. Tata rias wajah penari dan pesulap The Light of Faith ... 3. Tata busana penari dan pesulap The Light of Faith. 31 71 72

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar informan 2. Pedoman wawancara 3. Foto 4. Peta Pulau Bali 5. Lokasi penelitian 6. Player pertunjukan The Light of Faith 7. Tiket pertunjukan The Light of Faith

xi

MOTTO :

KESEMPATAN UNTUK SUKSES DI SETIAP KONDISI SELALU DAPAT DIUKUR OLEH BESARNYA KEPERCAYAAN

xii

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Tari merupakan bagian dari kehidupan masyarakat Bali, yang hingga kini masih tetap dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakatnya. Walaupun tengah berada di era globalisasi, namun bentuk-bentuk tari yang diwarisi oleh para leluhurnya itu hingga kini masih dipelihara dengan baik, karena masyarakat Bali yang dominan beragama Hindu itu selalu menampilkan seni pertunjukannya di setiap aktivitas kehidupannya. Hampir tidak ada satu pun upacara keagamaan yang dilakukan masyarakat setempat tanpa disertai gamelan maupun tarian.1 Tari selalu hadir baik untuk kepentingan agama, sosial, hiburan maupun untuk kepentingan ekonomi pariwisata. Berkesenian merupakan rutinitas keseharian masyarakat Bali pada umumnya. Panorama alam yang menawan dan kesan relegius yang begitu kental dalam keseharian masyarakat, membuat Bali menjadi terkenal di dunia internasional sebagai daerah tujuan wisata. Sejak Bali dibuka menjadi salah satu daerah tujuan wisata di Indonesia pada akhir tahun 1960-an, banyak kesenian Bali ditampilkan dalam konteks pariwisata. Sebagaimana tari Barong di Batubulan, Cak di Uluwatu, Legong di Nusa

1

I Made Bandem, 1983. Ensiklopedi Tari Bali. Denpasar: PT Bali Post Offset, p.1.

2

Dua, Seni Kemasan Baru di Taman Ayun Mengwi,2 dan kini ada pertunjukan The Light of Faith di Kuta Theater di daerah wisata Kuta, Badung. The Light of Faith merupakan sebuah inkulturasi antara seni pertunjukan Bali dengan seni sulap Barat menjadi sebuah dramatari sulap kontemporer untuk pariwisata. Inkulturasi adalah proses penerimaan yang tampak pada awal permulaan budaya baru suatu bangsa masuk ke dalam kehidupan bangsa setempat. Proses ini terjadi pada pertemuan dua kebudayaan atau lebih. Dalam pertemuan antara dua kebudayaan ini terjadi pertukaran wujud dan gaya, tukar menukar pandangan, penilaian dan mengada, dimana tradisi seluruhnya akan dipengaruhi dan diolah kembali atau mungkin diperkuat atau diubah.3 Inkulturasi terjadi melalui

persyaratan-persyaratan, sehingga kebudayaan tersebut mengalami perkembangan. Dalam inkulturasi, nilai-nilai baru yang diterima dalam kelompok budaya itu akan diperkaya, diperkuat, diterima, dihayati, dan membudaya dalam kebudayaan tersebut.4 Seni pertunjukan wisata merupakan seni pertunjukan yang dikemas sedemikian rupa sesuai dengan selera estetis wisatawan dan memilki mutu dalam pertunjukan tersebut. Di beberapa kalangan, bentuk pengembangan seperti ini menimbulkan pro dan kontra. Masyarakat secara umum mendukung pertumbuhan ini, karena dengan adanya seni pertunjukan wisata sebagai pendukung dari industriNi Made Ruastiti. 2005. Seni Pertunjukan Bali dalam Kemasan Pariwisata. Denpasar: Bali Mangsi Press, p.1.3 4 2

Sukatmi Susantina. 2001 Inkulturasi Gamelan Jawa, Yogyakarta : Philosophy Press, p. 20. Ibid, p. 20

3

pariwisata yang berwawasan budaya,

membuka lahan pekerjaan yang baru dan

menjanjikan bagi masyarakat seni yang ada di Bali. Tentu hal ini sangat membantu mengangkat perekonomian Bali pada khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Begitu juga halnya dengan sekaa-sekaa yang ada di Bali, tanpa adanya seni pertunjukan wisata maka sekaa-sekaa tersebut akan mengalami kesulitan di dalam pencarian dana guna kelangsungan sekaa tersebut, seperti halnya untuk biaya pelatihan dan biaya perawatan peralatan. Di sisi lain kekhawatiran muncul dalam diri para mengamat seni lainnya. Menurut Fred Wibowo penanggalan akan aspek sakral dan magis di dalam suatu kesenian tidak akan terasa secara fisik, namun secara psikologis telah menjadi erosi spiritualitas dan tata nilai di dalam masyarakat dimana kesenian itu hidup.5 Banyak pakar budaya yang menganggap bahwa bisnis pariwisata berdampak kurang baik bahkan merusak perkembangan seni pertunjukan di negara berkembang. Bisnis pariwisata dikatakan merusak, mendesakralisasikan, mengkomersialisasikan seni pertunjukan tradisional.6 Di tengah dunia yang serba materialistik, kekhawatiran seperti itu ditepis oleh beberapa seniman karena tari-tarian upacara tetap ada dan masih tetap digunakan sebagai pelengkap upacara. Hadirnya pariwisata budaya mendorong masyarakat seni untuk ikut terlibat dan memanfaatkan peluang yang dihasilkan oleh kehadiran industri pariwisata. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya5

Fred Wibowo. 2007. Kebudayaan Menggugat, Yogyakarta: Pinus, p.87.

R.M Soedarsono. 2003. Seni Pertunjukan Dari Persepektif Politik, Sosial dan Ekonomi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, p. 238.

6

4

sekaa-sekaa/group kesenian yang lahir guna mengejar atau memenuhi permintaan yang datang dari industri pariwisata. Sebagai sebuah seni pertunjukan pariwisata baru, The Light of Faith ini sangat diminati wisatawan (penonton). Hal itu dapat dilihat dari kuantitas penyajian The Light of Faith ini, yang di setiap malamnya pertunjukan ini dipentaskan dua hingga tiga kali sehari. Seni sulap Barat yang disajikan dalam balutan koreografi seni pertunjukan pariwisata ini berpolakan dramatari sulap kontemporer. Hal itu bisa dilihat dari struktur dan tata penyajian pertunjukannya yang selalu ditampilkan berbeda (tidak sama), penuh variasi, misteri, dan susah ditebak namun sangat menghibur (mudah dicerna). Penonton terkadang dibuat tegang, tersenyum, dan terkesima. Strategi penyajian ini tampaknya sengaja dilakukan oleh Albertus

Kunjoro sebagai penggagas pertunjukan ini agar wisatawan yang datang menonton pertunjukan ini berkali-kali tidak merasa bosan. Mengingat Kuta sebagai salah satu sentral dari pariwisata Bali, dan wisatawan yang datang mengunjungi Kuta, berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, berasal dari berbagai macam negara yang bisa mewakili seluruh lapisan masyarakat

internasional. Peneliti Prancis Michel Picard menyebutkan bahwa percampuran dalam ruang yang sama dari berbagai kelompok wisatawan, migran penduduk setempat yang masing-masing membawa tujuan sendiri, telah menjadikan Kuta sebagai suatu tempat yang heterogen, melebihi Sanur.77

Michel Picard, 2006. Bali Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia), p. 116.

5

Desa Kuta, Kabupaten Badung merupakan daerah tujuan wisata yang sangat ramai dikunjungi wisatawan mancanegara. Selain terkenal dengan pantainya berpasir putih bersih juga diwarnai dengan permainan selancar para wisatawan yang datang di daerah tersebut. Desa Kuta juga menjadi tempat berkembangnya berbagai jenis

hiburan atau pertunjukan wisata, baik hiburan dari Barat maupun hiburan dari daerah setempat. Dilihat dari sekian banyak jenis hiburan yang berkembang di daerah tujuan wisata Desa Kuta ini, The Light of Faith merupakan salah satu model hiburan untuk wisatawan yang paling unik dan digemari wisatawan manca negara. The Light of Faith merupakan salah satu hiburan yang sangat menarik,

dengan penataan yang sangat rapi dan dikemas dalam bentuk pertunjukan sulap yang sangat berbeda dari sekian banyak pertunjukan sulap yang pernah mereka saksikan di negara mereka. Dalam pertunjukan ini mereka dapat menikmati dua unsur

kebudayaan yang berbeda, yaitu seni sulap (budaya Barat) dan Tari Bali (budaya Timur). Pertunjukan The Light of Faith memiliki kelebihan dan memliki ciri khas tersendiri di antara pertunjukan sulap yang pernah ada, di antaranya; mampu menciptakan produk baru dengan mempersatukan dua unsur kebudayaan yang berbeda.8 The Light of Faith adalah sebuah seni pertunjukan pariwisata yang menggabungkan seni sulap aliran modern (Western style) dengan seni Tari Bali. Seni pertunjukan ini muncul dan berkembang di daerah tujuan wisata Kuta pada tahun

8

Noel Stapes . Wawancara langsung 25 Januari 2011, di Kuta Theater.

6

2010, tepatnya di gedung Kuta Theater sebagai tempat pertunjukannya. Seni pertunjukan ini sangat digemari wisatawan mancanegara. Hal ini dapat diketahui dengan banyaknya wisatawan mancanegara yang tertarik dengan pertunjukan ini berasal dari: Korea, Jepang, Australia, Itali, Malaysia, dan lain sebagainya. Menonton sulap bagi mereka barangkali merupakan sesuatu hal yang biasa, namun jika ada pertunjukan sulap yang dipadukan dengan tari-tarian daerah setempat adalah sesuatu hal yang menarik, yang belum pernah mereka lihat di tempat lain. Gagasan menciptakan pertunjukan The Light of Faith ini pertama kali dicetuskan oleh Albertus Kunjoro pada tahun 2010. Gagasan untuk menciptakan The Light of Faith berawal dari kesuksesan Albertus dalam menampilkan seni sulap modern di beberapa negara seperti: Amerika, Singapore, Hawaii. Banyaknya minat wisatawan menonton pertunjukan ini, membuat

penyelenggara acara mempertunjukan pertunjukan wisata ini dua hingga tiga kali dalam sehari, yakni mulai pukul 17.00-18.00 WITA dan 20.00-21.00 WITA, di gedung Kuta Theater. Walaupun tergolong baru, pertunjukan The Light of Faith ini tampak sangat memikat hati wisatawan, karena pertunjukan The Light of Faith merupakan suatu pertunjukan pariwisata kemasan baru, dan hanya satu-satunya yang ada di Bali. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk menelusurinya lebih mendalam.

7

1.2 Rumusan Masalah Pengaruh pariwisata terhadap kebudayaan Bali telah memberikan dorongan positif terhadap kreativitas seni, khususnya di lingkungan Kuta. Dampak pariwisata terhadap perkembangan seni pertunjukan wisata di daerah ini dapat dikatakan sebagai suatu hal yang positif dilihat dari gagasan yang telah ditawarkan dalam Seni Pertunjukan Pariwisata. Seni pertunjukan pariwisata memang merupakan salah satu komoditi yang paling menjanjikan, akan tetapi semua tergantung kepada sedikit banyaknya kunjungan wisata yang datang ke Bali. Banyak hal-hal menarik yang patut diungkap dari pementasan Light of Faith ini, namun untuk membatasi pembahasan maka dalam penelitian ini, masalah yang akan diungkap adalah hanya sebagai berikut. 1. Bagaimana asal mula terciptanya pertunjukanThe Light of Faith di Kuta Theater ? 2. Bagaimana bentuk pertunjukan The Light of Faith di Kuta Theater ? 3. Apa fungsi pertunjukan The Light of Faith di Kuta Theater ? 4. Bagaimana pengelolaan Managemen di Kuta Theater ?

1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memecahkan permasalahan seperti apa yang dipaparkan di depan. 1. Untuk mengetahui asal mula terciptanya The Light of Faith di Kuta Theater.

8

2. Untuk mengetahui bentuk pementasan The Light of Theater.

Faith di Kuta

3. Untuk mengetahui fungsi pertunjukan The Light of Faith di Kuta Theater. 4. Untuk mengetahui pengelolaan managemen di Kuta Theater. 1.4 Manfaat Hasil Penelitian 1. Hasil penelitian ini secara akademik diharapkan dapat bermanfaat memberikan gambaran yang jelas tentang sebuah model pengembangan baru dalam seni pertunjukan pariwisata Bali. 2. Dapat memberikan informasi baru, pengetahuan baru tentang sebuah model pertunjukan pariwisata baru yang menggabungkan seni sulap aliran modern dengan Tari Bali. 3. Sebagai sumbangan literatur untuk mengetahui suatu bentuk pertunjukan baru yang bernama The Light of Faith, yang kini sedang berkembang dalam industri pariwisata Bali. 4. Secara praktis, hasil penelitiaun ini diharapkan bermanfaat sebagai masukan bagi pengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan pengembangan seni pertunjukan pariwisata. 1.5 Ruang Lingkup Seni pertunjukan pariwisata adalah seni pertunjukan yang sengaja dikemas dan ditampilkan dalam konteks pariwisata. Seni pertunjukan ini tumbuh subur di daerah-daerah kawasan wisata seperti di Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kota Denpasar. Muncul dan berkembangnya seni pertunjukan ini sangat dipengaruhi

9

oleh berbagai hal yang sifatnya sangat kompleks. Mengingat bahwa permasalahan dalam penelitian ini begitu kompleks, yang mesti harus dirampungkan dalam waktu yang singkat, maka ruang lingkup penelitian ini akan dibatasi hanya pada hal-hal yang terkait dengan bentuk pertunjukan The Light of Faith dan faktor-asal mula tercipta The Light of Faith yang dipentaskan di Kuta Theater.

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka Seni pertunjukan pariwisata telah banyak ditulis oleh para peneliti lain, namun sejauh ini belum ada tulisan yang membahas tentang The Light of Faith: Sebuah Seni Pertunjukan Pariwisata di Kuta Theater yang berlokasi di jalan Kartika Plaza Desa Kuta, Kecamatan Badung. Berikut ini adalah beberapa sumber yang memaparkan tentang seni pertunjukan dan industri pariwisata Bali yang merupakan embrio dari terwujudnya The Light of Faith. I Made Bandem dalam Etnologi Tari Bali (1996) menyatakan, bahwa pariwisata menyebabkan motivasi penciptaan seni pertunjukan Bali mengalami pergeseran, dari persembahan ritual ke persembahan kepada pariwisata . pertunjukan untuk persembahan tetap saja bertahan karena kehidupan beragama masyarakat di Bali tidak berubah secara mendasar. Seni pertunjukan yang dipentaskan di hotel-hotel adalah seni pertunjukan tradisi yang dikemas sesuai dengan permintaan konsumen, sebagaimana The Light Of Faith yang diciptakan untuk menarik minat konsumen. Oka A. Yoeti dalam bukunya yang berjudul Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya (2006) menjelaskan, bahwa perkembangan pariwisata sebagai suatu industri selain menimbulkan dampak positif terhadap pembangunan dan perolehan devisa negara, ternyata banyak pula menimbulkan dampak negatif terhadap seni Seni

11

budaya. Kebanyakan para pelaku pariwisata hanya memikirkan segi komersial belaka tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku, sehingga dapat menimbulkan pencemaran dan pengikisan terhadap seni budaya, khususnya bagi kesenian tradisional. Dalam buku ini juga dipaparkan beberapa solusi untuk mengatasi hal tersebut, jadi dalam penulisan nanti buku ini menjadi pedoman di dalam mencari strategi atau solusi untuk menjaga eksistensi dari seni pertunjukan pariwisata pada dewasa ini, khususnya The Light of Faith, agar tidak sampai kehadirannya menimbulkan pencemaran dan pengikisan seni budaya setempat. Tim Peneliti Universitas Udayana dalam laporan penelitian Dampak Pariwisata terhadap Kesenian Etnis Bali dan Prilaku Masyarakat Bali di Daerah Propinsi Tk. I Bali (1991) menjelaskan, bahwa pariwisata mempunyai dampak positif maupun dampak negatif dan pengaruh negatifnya belum dirasakan oleh masyarakat Bali, karena kuatnya seni budaya Bali yang berpedoman pada Tri Hita Karana. Pariwisata telah merangsang timbulnya gejala revitalisasi (penghidupan kembali) seni tari dan tabuh yang dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perubahan. Hasil penelitian ini sangat berguna sebagai pedoman dalam mengamati dampak dari pariwisata terhadap seni pertunjukan yang terjadi akhir-akhir ini. Ni Made Ruastiti dalam bukunya Seni Pertunjukan Bali dalam Kemasan Pariwisata (2005) menjelaskan, bahwa berkembangnya industri pariwisata telah membuat seni pertunjukan daerah ini mengalami perubahan, baik dari segi bentuk, fungsi, maupun maknanya. Sebagaimana halnya seni pertunjukan pariwisata yang ditampilkan di Pura Taman Ayun, Mengwi yang dikatakannya sebuah kemasan

12

baru, karena dikemas dan ditampilkan dengan cara baru dan berbeda dibandingkan seni pertunjukan pariwisata Bali pada umumnya. Seni pertunjukan di Taman Ayun ini dikemas dari berbagai jenis seni pertunjukan dan prosesi ritual upacara keagamaan (yang direkayasa) sebagai sebuah seni pertunjukan pariwisata berskala besar ditinjau dari segi materi, ruang, dan waktu penyajiannya. Seni pertunjukan yang melibatkan ratusan orang pelaku di setiap penyajiannya ini ditampilkan secara berkesinambungan dari awal hingga akhir acara dinner. Seni pertunjukan ini hingga kini dikatakannya masih tetap eksis karena berdampak simbiosis-mutualistis bagi puri, masyarakat, seniman, pariwisata dan bermakna pengayaan bagi khasanah kesenian Bali. Pendapat Ruastiti tersebut sangat berguna dalam memahami arti dari seni pertunjukan wisata dan sebagai bahan pertimbangan nantinya di dalam melakukan penelitian. I Gde Pitana dan Putu G.Gayatri dalam bukunya yang berjudul Sosiologi Pariwisata (2005) menyatakan, bahwa pariwisata telah menjadi sektor andalan di dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara. Berdasarkan berbagai indikator perkembangan dunia, di tahun-tahun mendatang peranan pariwisata diprediksi akan semakin meningkat, namun di balik semua itu juga terdapat aspek negatif dari pariwisata yang perlu diwaspadai. Dalam buku ini juga dibahas mengenai interaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal, dampak sosial budaya pariwisata, pariwisata sebagai wahana pelestarian, dan kebudayaan dan dinamika masyarakat Bali. Buku ini sangat bermanfaat sebagai pegangan di dalam mengamati dampak dari pariwisata yang berkembang di daerah Kuta dengan mengadakan penelitian terhadap The Light of Faith.

13

Michel Picard dalam bukunya yang berjudul Bali Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata (2006) memaparkan bagaimana kita memahami batasan antara yang merupakan kebudayaan, dan apa yang berkenaan dengan pariwisata, antara ritual dan komersial. Dalam tulisan ini juga disebutkan bagaimana orang Bali menampilkan kebudayaannya kepada wisatawan dan bagaimana mereka memandang kebudayaan ketika berbicara tentang pariwisata, kebudayaan oleh masyarakat Bali telah dijadikan identitas budaya. Buku ini sangat berguna karena di dalamnya juga memaparkan tentang perkembangan pariwisata dari tahun 1974 sampai 1994. Ini bisa dijadikan tolok ukur perkembnangan pariwiasata dan seni pertunjukan pariwisata sekarang ini. A.A Made Djelantik dalam bukunya yang berjudul Estetika Sebuah Pengantar (2004) menyatakan, bahwa ilmu estetika adalah suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan serta mempelajari semua aspek dari apa yang disebut dengan keindahan. Lebih lanjut dikemukakan juga bahwa ilmu estetika mengandung dua aspek, yaitu aspek ilmiah dan aspek filosofis. Manfaat ilmu estetika dalam penelitian ini adalah untuk mengamati unsur-unsur keindahan yang terkandung dalam The Light of Faith, yang membuat seni pertunjukan ini sangat digemari penonton. R.M. Soedarsono dalam Seni Pertunjukan dan Pariwisata (1999) menyatakan bahwa kemasan seni pertunjukan wisata menurutnya harus berdasarkan selera estetis wisatawan. Maquet dalam Soedarsono menyatakan bahwa konsep seni pertunjukan wisata dikategorikan sebagai seni akulturasi (art of acculturation), yang merupakan

14

perpaduan antara nilai estetis murni pertunjukan itu sendiri dengan nilai industry pariwisata, dan seni pertunjukan yang telah berakulturasi ini kemudian lazim disebut sebagai seni wisata. Kebanyakan struktur seni pertunjukan wisata merupakan kemasan tari tradisi yang telah ada tetapi nilai sakralnya sudah ditiadakan. Oleh karena itu seni pertunjukan wisata ini juga dikatakan sebagai pseudo traditional art, yang mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: (1) tiruan dari tari tradisi, (2) penyajiannya singkat dan padat, (3) penuh variasi, (4) tidak sakral, (5) disajikan secara menarik, (6) murah menurut ukuran tamu, dan (7) mudah dicerna.

4.2

Landasan Teori Dalam sebuah penelitian, peranan teori sangat diperlukan untuk memecahkan

permasalahan yang diajukan. Untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini akan dipergunakan beberapa teori yang memiliki relevansi terhadap permasalahan yang telah dirumuskan. Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori estetika, teori inkulturasi, dan teori seni pertunjukan pariwisata.

2.2.1 Teori Estetika Estetika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan. Keindahan itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan rasa senang, rasa puas, rasa aman, dan bahagia, dan bila perasaan itu sangat kuat, kita merasa terpaku, terharu, terpesona serta menimbulkan keinginan

15

untuk mengalami kembali perasaan itu walaupun sudah menikmati berkali-kali.9 Baumergarten menjelaskan teori estetika meliputi seluruh bidang pengalaman dan pengenalan yang bersifat indrawi dan bertujuan pada keindahan. Lebih lanjut dijelaskan sederetan pengalaman, memiliki susunan atau struktur yang paling rinci serta bersatu dalam seni.10 Djelantik juga mengungkapkan sebuah teori estetika yang memaparkan tiga aspek dasar yang terdapat dalam sebuah peristiwa kesenian, yaitu wujud atau rupa (appearance), bobot atau isi (content, substance), penampilan atau penyajian (presentation). Wujud lebih mengacu kepada kenyataan baik yang dilihat oleh mata (visual), maupun yang dapat didengar oleh telinga (akustis). Dalam wujud terdapat bentuk (form) atau susunan yang mendasar, susunan atau strukur (structure). Bobot meliputi apa yang bisa dirasakan atau dihayati sebagai makna dari wujud kesenian tersebut. Dalam bobot terdapat tiga aspek dasar yaitu suasana (mood), gagasan ( idea), ibarat atau pesan (massage). Penampilan mengacu pada bagaimana cara kesenian itu disajikan atau disuguhkan kepada penikmatnya. Tiga unsur yang berperan dalam penampilan adalah bakat (talent), ketrampilan (skill), sarana atau media.11 Dalam penelitian ini teori-teori estetika digunakan untuk membedah kualitas dari seni pertunjukan The Light Of Faith yang ditampilkan sebagai seni pertunjukan wisata.A.A.M. Djelantik. 2004. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, p.1-2 Mudji Sutrisno dan Christ Verhaak. 1993. Estetika Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Kanisius, p. 46.11 10 9

A.A.M Djelantik, Op, Cit, p. 15.

16

2.2.2 Teori Inkulturasi Inkulturasi merupakan proses penerimaan yang tampak pada permulaan ketika sesesorang masuk dalam kehidupan suatu bangsa atau budaya baru. Proses demikian juga terjadi pada pertemuan dua kebudayaan atau lebih. Pertemuan antara dua kebudayaan tersebut akan terjadi pertukaran wujud dan gaya, tukar menukar pandangan, penilaian dan mengada dimana tradisi seluruhnya akan dipengaruhi dan diolah kembali atau mungkin diperkuat atau diubah pula.12 Dalam proses inkulturasi terjadi kontak dan komunikasi antar kebudayaan itu sendiri. Seperti diketahui bahwa setiap kebudayaan mempunyai karakter komunikatif (terjadi komunikasi relasi antar kebudayaan). Pertemuan dan kontak antar kebudayaan ini akan memperkaya, namun di sisi lain dapat juga saling menghancurkan. Prinsip-prinsip inkulturasi menurut Bakker dapat diuraikan dalam empat saluran secara ringkas sebagai berikut: 1. Saluran inkulturasi adalah suatu jaringan padat dari macam-macam pengaruh yang mengelilingi seorang individu untung menyalurkannya, agar memenuhi kaidah-kaidah dari kelompok sosial dimana dia bergerak. Hal demikian dapat melalui latihan, pendidikan bimbingan, pergaulan, sehingga individu dapat keluar dari kedirian yang terbatas dan mampu mencapai kedewasaan atau bertanggung jawab.

12

Sukatmi Susantini, Op, Cit, p.20.

17

2. Struktur kepribadian dasar merupakan alat konsepsional yang dihayati oleh individu sebagai cara eksistensi dan pengalamannya sendiri. Aktualisasi sesesorang mewarnai hidupnya, serta memproyeksikannya ke dalam objekobjek yang dihadapinya. Untuk itulah kepribadian dasar merupakan objek legitimasi dari inkulturasi yang menentukan keanekaragaan dan eksistensi berbagai kebudayaan. 3. Inkulturasi perlu bimbingan dan kontrol, sehingga berjalan sesuai dengan makna kebudayaan. Nilai budaya direalisasi dengan budi dan batin manusia. Saluran penertiban berbeda-beda menurut sikap dan nilai masing-masing dan bergantung pula dari derajat pelembagaan nilai tersebut. Pada umumnya saluran kontrol budaya didapat dalam proses kritik serta pujian dan penghargaan. 4. Inkulturasi mencapai hasil terbaik jika berjalan lancar dan bebas. Pertimbangan harus menggunakan tradisi dengan daya cipta agar dapat diasimilasikan secara dinamis dan terbuka bagi peningkatan lebih lanjut. Warisan kebudayaan tidak dipartisipasikan sebagai beban, melainkan sebagai modal individu. Pengertian inkulturasi pada hakikatnya tidak sekedar pertemuan ataupun kontak budaya saja melainkan haruslah melalui persyaratan-persyaratan, sehingga

kebudayaan akan mengalami perkembangan yang mendasar. Dalam inkulturasi nilai-

18

nilai baru yang diterima

dalam kelompok berbudaya tertentu akan diperkaya,

diperkuat, diterima, dihayati, dan membudaya dalam kebudayaan kemudian.13 Dalam penelitian ini, teori Inkulturasi digunakan untuk menganalisis perpaduan antara dua kebudayaan dalam pementasan The Light of Faith.

4.2.3 Teori Seni Pertunjukan Pariwisata Sementara, untuk mengkaji bentuk dan penyajian The Light of Faith dipergunakan teori seni pertunjukan pariwisata (J.Wimsatt) yang menyatakan bahwa seni pertunjukan pariwisata merupakan perpaduan seni pertunjukan lokal dan selera wisatawan. Untuk mengkaji dan menjelaskan bentuk pementasan The Light of Faith ini dipergunakan Teori Seni Pertunjukan Pariwisata yang dikemukakan oleh J. Wimsatt, yang intinya menyatakan bahwa seni pertunjukan pariwisata merupakan perpaduan nilai estetis seni pertunjukan daerah setempat dengan nilai-nilai yang dibutuhkan oleh industri pariwisata. Karena genre seni pertunjukan ini sengaja dikemas dan

ditampilkan untuk pariwisata, maka banyak kalangan menyebut seni pertunjukan ini sebagai seni wisata (tourist art). Perpaduan dua nilai dalam seni pertunjukan ini dapat digambarkan dalam diagram sebagai berikut di bawah ini.

13

Ibid, p. 20

19

Gambar 2.1.

A

C

B

Diagram seni pertunjukan pariwisata Bali.14 Keterangan : A : Seni pertunjukan Bali B : Pariwisata C : Seni pertunjukan pariwisata Bali

Diagram ini berguna untuk mengetahui seberapa besar pengaruh seni wisata terhadap tradisi, dan seberapa besar seni tradisi dipergunakan dalam seni pertunjukan pariwisata. Teori seni pertunjukan wisata dari J. Maquet dan J. Wimsatt menyatakan bahwa konsep seni pertunjukan wisata dikategorikan sebagai seni akulturasi (art of acculturation) yang merupakan perpaduan antara nilai estetis murni pertunjukan itu sendiri dengan nilai industri pariwisata. Seni akulturasi kemudian lazim disebut sebagai seni wisata (tourist art). Mengingat wisatawan yang berkunjung di sebuah daerah tujuan wisata hanya dalam rentang waktu singkat dan mereka menginginkan bisa menikmati sebanyak-banyaknya produk budaya masyarakat yang mereka datangi, maka produk-produk seni wisata mempunyai cirri-ciri sebagai berikut; (1)

Michel Pichard, 1996. Bali, Cultural Tourism and Touristic Culture. Singapore: Archipelagp Press.

14

20

bentuk mini, (2) bentuk tiruan, (3) penuh variasi, (4) tidak sakral, (5) pendek pelaksanaanya, (6) murah harganya menurut ukuran kocek wisatawan.15 Senada dengan hal tersebut di atas, Soedarsono menegaskan kembali bahwa seni wisata (tourist art) kebanyakan kemasan dari tradisi yang telah ada tetapi nilai sakral dan ritualnya telah ditinggalkan, maka seni wisata juga sering disebut sebagai seni pseudo tradisional (pseudo-traditional art).16 Dalam penelitian ini, teori seni pertunjukan wisata digunakan untuk menganalisis jenis-jenis tarian yang dipentaskan pada The Light of Faith. Di samping itu, teori ini juga dijadikan dasar pijakan dalam menganalisis fenomena seni pertunjukan wisata sekarang ini.

R.M Soedarsono. 1999. Seni Pertunjukan Pariwisata (Rangkuman Esai Tentang Seni Pertunjukan Indonesia dan Pariwisata). Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta, p. 155-156.16

15

Ibid, p. 125.

21

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian adalah metode ilmiah yang bersifat formal dan sistematis untuk mempelajari sebuah fenomena alam atau sosial guna mendapatkan jawaban atau penjelasan atas berbagai permasalahan yang terjadi dalam kehidupan.17 Metode memegang peranan penting dalam suatu penelitian sebagai pedoman agar semua terlaksana secara sitematis. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. John W. Creswell sebagaimana yang dikutip Hamid Patalima, mendefinisikan pendekatan kualitatif sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia, berdasakan pada penciptaan gambar holistik dan bentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.18 Adapun pendekatan kuantitatif merupakan cara penelitian tradisional, yang prosedur dan aturan main penelitiannya disusun secara cermat dan data yang dikumpulkan berbentuk angka-angka statistik. Penelitian kualitatif secara fundamental tergantung pada pengamatan objek dalam kawasannya sendiri yang berhubungan dengan masyarakat lingkungannya dalam bahasa dan peristilahannya.19

Secara keseluruhan penelitian ini dilaksanakan

18

Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: ANDI, p. 1.

Krik and M.L.Miller.1986. Reliability and Validity in QualitativeResearch (Vol.1). Baverly Hill : SAGE Publication, p.9.

19

22

melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : (1) tahap penentuan subjek penelitian, (2) tahap pengumpulan data, (3) tahap analisis data, (4) tahap penyajian hasil anlisis data. 3.1 Tahap Penentuan Objek Penelitian Di dalam menentukan subjek penelitian, digunakan metode purposive sampling. Metode didasarkan kepada purposive sampling adalah cara pengambilan sample yang informasi-informasi yang mendahului sebagian bahan

pertimbangan atau argumentasi.20 J. Supranto dalam Marzuki menyatakan bahwa purposive sampling adalah suatu teknik pengambilan sampling dimana pengambilan elemen-elemen yang dimasukkan dalam sampel dilakukan dengan sengaja, dengan catatan bahwa sampel tersebut representive atau mewakili populasi.21 Setelah mendata tempat pertunjukkan yang ada di daerah Kuta, dicari informasi tentang pementasan seni pertunjukan wisata yang ada di daerah kawasan Kuta. Dari informasi tersebut akhirnya dipilih seni pertunjukan The Light of Faith yang ada di Kuta Theater sebagai subjek penelitian. Hal ini dilakukan mengingat jenis perrtunjukan yang dipentaskan secara rutin dilakukan setiap hari. Para wisatawan yang datang untuk menyaksikan pertunjukan The Light of Faith setiap harinya dikunjungi wisatawan dari berbagai negara yang berbeda.

I Nengah Sarwa. 2004. Modul Pengajaran Metodelogi Penelitian II. Denpasar: Sekolah Tinggi Seni Indonesia, p. 5.

20

23

3.2 Tahap pengumpulan Data 3.2.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data ada dua yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah jenis data berupa kalimat dan ungkapan, sedangkan data kuantitatif adalah data-data yang berupa angka-angka statistik. Sumber data dapat dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Data yang diperoleh langsung dari lapangan termasuk laboratorium disebut sumber data primer, sedangkan data yang diperoleh dari hasil pengumpulan oleh orang lain dengan maksud tersendiri dan mempunyai kategorisasi atau klasifikasi menurut keperluan mereka disebut sumber data sekunder.22 Jenis data dalam penelitian ini adalah, data kualitatif. Data kualitatif merupakan hasil dari wawancara dengan informan yang terkait dengan masalah penelitian. 3.2.2 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data adalah cara yang dipergunakan dan telah disusun secara sistematis dalam pengumpulan data penelitian. Di dalam penelitian ini, digunakan metode sebagai berikut. a. Metode Observasi adalah suatu cara untuk mendapatkan data dengan jalan mengadakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis. Dalam hal ini,

22

S. Nasution. 2007. Metode Research. Jakarta: Bumi Aksara, p. 143

24

metode observasi yang digunakan adalah observasi kuasi partisipasi (quasi participant observation) yaitu observasi dimana para petugas observasi dalam melakukan partisipasi itu hanya pada beberapa situasi tertentu saja (patial participation). Pada saat-saat atau waktu-waktu yang lain petugas observasi berada di luar lingkungan orang-orang yang diselidiki. Awal bulan Januari tepatnya tanggal 01 Januari sampai 28 Mei 2010 peneliti ikut terlibat secara aktif di dalam suatu pementasan (ikut menari) dan terkadang peneliti hanya mengamati dari sebagai penonton ketika pementasan sedang berlangsung. b. Metode Interview/ wawancara adalah suatu cara untuk mendapatkan data dengan melakukan tanya jawab. Untuk menghasilkan data yang sistematis, sebelum interview dilakukan, peneliti terlebih dahulu menyiapkan rancangan pertanyaan sesuai dengan data atau informasi yang dibutuhkan. Untuk memperoleh data, peneliti juga melakukan wawancara dengan informaninforman seperti, pihak Kuta Theater, diantaranya : Robert Stacky Sidharta sebagai C E O Kuta Theater, Albertus Kuntjoro sebagai Stage Director Kuta Theater dan Tawang Brata Laksana sebagai Of Stage Manager Kuta Theater. c. Metode Pencatatan dokumen adalah suatu cara untuk mendapatkan data yang dilakukan dengan pengumpulan segala macam dokumen serta mengadakan pencatatan.23 Metode pencatatan dokumen dilakukan pada saat peneliti melakukan studi pustaka.

23

I Nengah Sarwa. Passim, p. 15-23

25

3.2.3 Instrumen Pengumpulan Data Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dalam melakukan penelitian di lapangan, maka perlu diadakan antisipasi dengan menyediakan berbagai alat bantu berupa: a. Daftar pertanyaan yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan interview dengan nara sumber. Daftar pertanyaan akan membantu

mengarahkan wawancara yang dilakukan untuk menghindari obrolan yang tidak terarah (keluar dari tujuan). b. Alat perekam berupa tape recorder dan handycam. Tape recorder digunakan sebagai alat perekam informasi pada waktu wawancara berlangsung, sedangkan berlangsung, handycam sehingga digunakan bisa untuk merekam pertunjukan yang

membantu

dalam menganalisis

kualitas

pertunjukan tersebut. c. Camera yang digunakan sebagai alat pendokumentasian gambar ketika melakukan observasi. 3.3 Tahap Pengolahan Data/ Analisis Data Untuk menunjang metode pendekatan tersebut di atas akan dilakukan analisis data kualitatif (qualitatif data analysis). Analisis data adalah salah satu tahapan yang sangat penting dalam suatu penelitian. Analisis data merupakan proses menelaah

26

seluruh data yang telah tersedia yang diperoleh melalui pengamatan, wawancara, pencatatan, perekaman, dokumen, dan segainnya.24 3.3.1 Metode Analisis Deskriptif Kualitatif Metode analisis deskriptif kualitatif adalah suatu cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan memaparkan secara sistematis, sehingga diperoleh suatu kesimpulan umum. Metode ini digunakan untuk memaparkan secara sitematis dan kualitatif yang diperoleh di lapangan, sehingga peneliti memperoleh kesimpulan yang bersifat umum dari semua data yang ada. 3.4 Penyajian Hasil Analisis Data Hasil analisis data disajikan dengan menggunakan analisis kualitatif. Analisis kualitatif hasil analisis adalah data yang disajikan melalui kata-kata yang dirangkai sedemikian rupa sesuai dengan ketentuan penulisan ilmiah. Di samping itu, penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini juga mengacu pada system penulisan sesuai dengan buku pedoman tugas akhir Fakultas Seni Pertunjukan ISI Denpasar tahun 2009. Terakhir, pelaporan hasil penelitian ini disajikan dalam 5 bab, yakni: Bab I Pendahuluan, berisi uraian yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta ruang lingkup penelitian.Lexy J. Moleong. 1998. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda Karya,p. 190.24

27

BAB II Kajian Sumber dan Landasan Teori. Kajian Sumber berisi telaah pustaka yang ada relevansinya dengan penelitian yang dilakukan. Landasan Teori berisi teori-teori yang dipakai untuk menganalisis permasalahan yang dirumuskan. BAB III Metode Penelitian, berisi penjelasan mengenai rancangan penelitian, penyajian hasil analisis data, dan sistematika penulisan. BAB IV Pembahasan, berisi bahasan tentang bentuk pertunjukan The Light of Faith, serta asal mula munculnya The Light of Faith. BAB V Penutup, berisi uraian tentang kesimpulan dan saran.

28

BAB IV ASAL MULA, BENTUK, FUNGSI DAN PENGELOLAAN MANAGEMEN

4.1 Asal Mula Pertunjukan The Light Of Faith Periwisata adalah aktivitas bepergian orang-orang dalam jangka waktu yang pendek ke tempat-tempat tujuan di luar tempal tinggal dan kegiatan sehari-harinya, tanpa mencari nafkah di tempat yang dikunjungi sambil menikmati kunjungan mereka.25 Pengembangan industri pariwisata untuk menunjang pembangunan perekonomian Bali sangat tepat, mengingat bahwa Bali tidak memiliki sumber daya, satu-satunya yang dapat dikelola masyarakat Bali adalah kebudayaan, dan jenis satusatunya produk yang dapat dipasarkan adalah produksi-produksi seni dan upacara. Produk-prpduk ini yang telah mengangkat reputasi pulau Bali di mata pengunjungpengunjung di masa lalu.26 The Light of Faith adalah suatu produk seni yang sengaja diciptakan untuk sajian pariwisata. The Light of Faith yang dipentaskan di Kuta Theater yang terletak di Jl. Kartika Plaza-Kuta, didirikan pada tanggal 25 Desember tahun 2010, oleh Robert Stacy Sidharta, seorang wiraswasta muda asal Surabaya yang berusia 29 tahun. Pada awalnya Kuta Theater sengaja diciptakan hanya sebagai tempatNyoman S. Pendit. 2002. Ilmu Pariwisata : Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: Pradnya Pramita, p. 33-3626 25

Michel Picard. Op. Cit. p. 194.

29

pertunjukan tanpa adanya Bar maupun restaurant. Minimnya fasilitas yang ada membuat manajemen untuk Kuta Theater yang sebenarnya belum bisa diterapkan. Oleh sebab itu untuk kegiatan operasionalnya diadakan Familly Sistem Managemen.27 Kuta Theater didirikan di Kuta oleh Robert Stacy dan diberi gagasan Albertus Kunjoro karena Kuta merupakan salah satu sentral pariwisata Bali. Pada masa penjajahan, Kuta adalah sebuah desa yang miskin dan berdebu yang terletak di dekat sebuah pantai yang indah. Pada tahun 1960-an wisatawan memilih menginap di Denpasar, menjadikan Pantai Kuta sebagai tempat mereka menanti terbenamnya matahari sambil menikmati jamur gila oong. Pada waktu itulah petani-petani setempat memulai menyewakan kamar dan warung-warung juga memulai menyesuaikan masakannya untuk selera tamu mancanegara. Pengunjung Kuta kebanyakan dari wisatawan muda, sebagian besar dari Australia, yang datang untuk menikmati liburan pinggir pantai dengan harga murah. Seiring dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Kuta, makin banyak pula bermunculan hotel-hotel mewah di tengah-tengah homestay dan losmen. 28 Kuta Theater dibangun di atas tanah seluas 4 are memiliki keistimewaan daya tarik Bali, fasilitas yang modern, ruang tunggu menggunakan tempat duduk spon dengan bentuk persegi panjang, dan ditata secara rapi. Kuta Theater berada dilantai II

27

Robert Stacy Sidharta. Wawancara langsung ,1 Januari 2010, di Kuta Theater.

2 8

Ibid. p. 111-114.

30

dari bangunan Kuta Centre, tepatnya di jalan Kartika Plaza, Desa Kuta Kabupaten Badung. Kuta Theater dapat ditempuh dengan 20 menit dari Bandara Internasional Ngurah Rai, 20 menit dari pusat Kota Denpasar dan 10 menit menuju pusat perbelanjaan Kuta Sequare. Kuta Theater didirikan karena besar keinginan pemilik untuk menciptakan suatu tempat pertunjukan pariwisata dan menciptakan produk pertunjukan pariwisata yang berbeda dengan produk pertunjukan pariwisata yang sudah ada di Bali, mengingat di Bali memiliki beraneka ragam pertunjukan yang disajikan untuk para wisatawan. Pementasan The Light of Faith dilakukan pada setiap hari, jam 17.00 -18.00 dan 20.00-21.00 WITA, dengan menyajikan: Welcome Dance, Bench, Phantom, Trapezoid, Swing Lady, Escape, Cutting Head, Legong Dance, Osmosis, dan Dlight. Musik iringan dalam pertunjukan The Light of Faith tidak menggunakan musik secara live, melainkan dengan cara play list. Pertunjukan

dilakukan di atas panggung yang berbentuk prosenium dan menghadap ke Timur. Terciptanya pertunjukan The Light of Faith yang merupakan trobosan baru dalam meraih pasar ini dilakukan oleh travel agent atau Biro Perjalanan Wisata (BPW) dan pihak Kuta Theater dengan menonjolkan daya tarik dan keunikan produk.

4.2 Bentuk Penyajian The Light of Faith di Kuta Theater Djelantik mengungkapkan sebuah teori estetika yang memaparkan tiga aspek dasar yang terdapat dalam sebuah peristiwa kesenian, yaitu wujud atau rupa (appearance), bobot atau isi (content, substance), penampilan atau penyajian

(presentation). Wujud lebih mengacu kepada kenyataan baik yang dilihat oleh mata

31

(visual), maupun yang dapat didengar oleh telinga (akustis). Dalam wujud terdapat bentuk (form) atau susunan yang mendasar, susunan atau strukur (structure). Struktur atau susunan mengacu pada bagaimana cara unsur-unsur dasar masing-masing kesenian tersusun hingga terwujud. Bobot meliputi apa yang bisa dirasakan atau dihayati sebagai makna dari wujud kesenian tersebut. Dalam bobot terdapat tiga aspek dasar yaitu suasana (mood), gagasan ( idea), ibarat atau pesan (massage). Penampilan mengacu pada bagaimana cara kesenian itu disajikan atau disuguhkan kepada penikmatnya. Tiga unsur yang berperan dalam penampilan adalah bakat (talent), ketrampilan (skill), sarana atau media.29 Sejalan dengan teori di atas bahwa pertunjukan The Light of Faith ini secara fisik adalah suatu seni pertunjukan campuran karena memang paket seni pertunjukan ini mencangkup beberapa komponen, yaitu (1) Welcome Dance, (2) Bench, (3) Phantom, (4) Trapezoid, (5) Sawing Lady, (6) Escape, (7) Cutting Head, (8) Legong Dance, (9) Osmosis, (10) Dlight. Seluruh komponen pendukung paket seni pertunjukan ini disajikan dengan durasi waktu 50 menit. Bentuk pertunjukan ini merupakan tarian kelompok kecil yang ditarikan oleh 4 orang wanita dan 1 orang pesulap. Pertunjukan The Light of Faith sebuah Operet Drama Illusi yang terinspirasi dari kisah nyata persahabatan sejati anak Bali yang bernama Gusti Atmaja dan Ni Ulantari. Pertunjukan ini dibuka dengan sebuah tari penyambutan, tari tradisi Bali.

29

Ibid. p. 15-17.

32

4.2.1 Struktur Pertunjukan The Light of Faith Struktur dari Karya Seni adalah menyangkut keseluruhan yang meliputi peranan masing-masing bagian untuk mencapai sebuah bentuk karya seni yang saling terkait antara yang satu dengan yang lainnya. Drama illusi yang berjudul The Light of Faith mengisahkan Gusti Atmaja dengan Ni Ulantari. Awal tahun 2008 Hotel Bulgary menyewa tanah seluas 350 are milik keluarga Gusti Atamaja. Gusti Atmaja adalah anak tunggal keluarga terhormat di desa Sanghyang. Gusti Atmaja menjadi OKB (Orang Kaya Baru) dan hanyut dalam gaya hidup foya-foya. Berganti-ganti pasangan, alkohol, dan narkotika menjadi bagian dari hidupnya kini. Dia bahkan ikut membahayakan nyawa teman- temannya, dengan memberi barang-barang haram tersebut secara gratis. Gusti tidak takut lagi akan karma. Ia hidup untuk hari ini tanpa memikirkan apa yang akan terjadi esok. Suatu ketika ia sedang merindukan saat-saat indahnya bersama Ni Ulantari yang dianggap sebagai sahabat sejatinya. Ni Ulantari telah pergi meninggalkan dirinya setahun yang lalu untuk merantau. Gusti Atmaja tahu kalau Ni Ulantari merantau bukan untuk mencari pengalaman seperti yang dikatakan oleh Ni Ulantari, tetapi lebih karena lelah dengan sifat Gusti Atmaja. Untuk mengusir rasa sepi itu, dengan imajinasinya Gusti Atmaja mewujudkan sosok Ni Ulantari menjadi kenyataan. Bercengkrama bersama dan memerangkap wujud tersebut dalam sebuah gubug kecil agar abadi. Sayangnya, hal tersebut tidak bertahan lama, karena celuluk (sisi gelap) Gusti Atmaja kembali muncul dalam diri Gusti Atmaja, sehingga menyebabkan bayangan Ni Ulatari kembali menghilang. Meski jauh di perantauan Ni Ulantari

33

setiap hari berdoa memohon keselamatan untuk Gusti Atmaja. Dewa Siwa mendengar dan melihat kesungguhan hati Ni Ulantari. Dewa Siwa kemudian mengutus Legong untuk menyelamatkan Gusti Atmaja dari keterpurukan. Legong memerangi sisi buruk Gusti Atmaja yang berwujud celuluk. Usaha Ni Ulantari tersebut berhasil, dan dengan keyakinan yang mendalam Gusti Atmaja pun kembali menjadi Gusti Atmaja Sejati. Pertunjukan The Light of Faith berlangsung selama 55 menit dalam pertunjukan tersebut terdapat 3 babak, yaitu babak I menceritakan kisah pertemanan Gusti dengan Ni Ulantari, babak II menceritakan Gusti terpengaruh dengan obat-obatan terlarang, dan babak III menceritakan Gusti kembali dengan kehidupan yang normal, lima menit sebelum pintu theater dibuka musik Orchestra Sanctuary berjudul Adiemus dimainkan secara play list, pintu theater dibuka oleh security dan para penonton dipersilahkan masuk untuk menduduki tempat masing-masing. Setelah penonton memasuki theater, pintu ditutup kembali oleh security.

Gambar 1 Suasana tirai tertutup (Foto: Andika) Setelah musik Orchestra Sanctuary

Gambar 2 Suasana tirai terbuka (Foto : Andika) berjudul Adiemus dimatikan secara

perlahan, tirai panggung dibuka secara perlahan. Pada layar panggung terdapat

34

gambar yang bertuliskan, dilarang merokok, dilarang membawa makanan dan minuman, dilarang membawa senjata tajam, dilarang mencuri, dilarang berciuman, dan dilarang membawa binatang peliharaan. Gambar tersebut ditayangkan secara bergantian dan dimainkan secara slide show pada layar panggung.

A. Welcome Dance Pertunjukan The Light of Faith diawali dengan tari penyambutan yang diberi namawelcome dance. Tarian ini ditarikan oleh 4 penari wanita yang dipakai untuk menyambut tamu, yang perbendaharaan geraknya diambil dari taria-tarian penyambutan seperti Rejang, Pendet,dan Gabor.

Gambar 3 Pertunjukan Welcome dance (Foto : Andika)

Adapun gerakan yang dipergunakan oleh penari welcome dance adalah : Ngegol : Gerakan ayunan pantat ke kanan dan ke kiri

35

bergantian dan berulang ulang mengikuti maat lagu gambelan. Agem : Sikap atau cara pokok berdiri dalam tari Bali. Agem kanan berat badan akan bertumpu pada kaki kanan, sedangkan agem kiri berat badan akan bertumpu pada kaki kiri. Sledet : Gerakan mata yang dapat dilakukan ke samping kanan dan kiri dan merupakan ekspresi pokok dalam tari Bali. Ngepik Ngelung : Gerakan leher direbahkan ke kanan dan ke kiri. : Gerakan badan dan tangan direbahkan ke kanan dan ke kiri Ngeregah : Gerakan tangan dengan badan ditarik bersamaan ke samping. Ngutek Ngembat : Gerakan tangan dan kaki bersama-sama dihentakkan. : Tangan kiri di tekuk sirang susu dan tangan kanan ngembat ke samping memanjang (begitupun sebaliknya).

B. Babak I Pada babak pertama terdapat 2 adegan yang menceritakn Gusti Atmaja adalah anak tunggal dari keluarga terhormat di desa Sanghyang. Ia sedang merindukan saat-

36

saat indahnya bersama Ni Ulantari yang dianggap sebagai sahabat sejatinya. Ni Ulantari telah pergi meninggalkan dirinya setahun yang lalu. Gusti Atmaja tahu kalau Ni Ulantari merantau bukan untuk mencari pengalaman seperti yang dikatakan oleh Ni Ulantari, tetapi lebih karena lelah dengan sifat Gusti Atmaja. Untuk mengusir rasa sepi itu, dengan imajinasinya Gusti Atmaja mewujudkan sosok Ni Ulantari menjadi kenyataan. Bercengkrama bersama dan memerangkap wujud tersebut dalam sebuah gubug kecil agar abadi. Sayangnya, hal tersebut tidak bertahan lama karena celuluk (sisi gelap) Gusti Atmaja kembali muncul dalam diri Gusti Atmaja, sehingga menyebabkan bayangan Ni Ulatari kembali menghilang. B.1 Adegan Bench Bench merupakan alat yang berbentuk tempat duduk besi berwarna coklat yang bisa memunculkan seorang manusia yang ada dalam sebuah frame photo.

Gambar 4 Alat Bench dalam adegan 1 (Foto : Andika)

Gambar Alat Elevator dalam adegan 1 (Foto : Andika)

37

Pada illussi bench, Gusti Atmaja (pesulap) turun dari sebuah alat yang bernama elevator yang datang dari atas, elevator menyerupai sebuah kamar kecil yang berbentuk persegi panjang. Elevator turun dari atas dengan keadaan kosong, lampu menyala dan pesulap sudah ada di dalam elevator tersebut secara tiba-tiba

Gambar 6 Pesulap keluar dari Elevator disambut oleh 2 penari wanita (Foto : Andika) Pesulap membuka pintu elevator kemudian muncul 2 orang penari wanita dari samping-samping panggung dengan membawa canang sari. Para penari melakukan gerakan metayungan sampai mendekati pesulap. Setelah pesulap dan kedua penari berada di depan cetre stage penari melakukan gerakan piles kanan dan agem kanan sambil memberikan bunga yang berada di canang sari kepada pesulap, yang akan ditaburkan oleh pesulap ke hadapan penoton sebagai ungkapan selamat datang kepada para penonton. Setelah pesulap menaburkan bunga ke arah penonton, penari dipersilahkan masuk oleh pesulap, dan penari melakukan gerakan ngegol masuk ke dalam.

38

Gambar 7 Suasana alat Bench dalam keadaan kosong (Foto : Andika)

Gambar 8 Proses pesulap memunculkan wanita (Foto : Andika )

Gambar 9 Seorang wanita muncul secara tiba-tiba dari kain berwarna merah (Foto : Andika)

Pesulap sudah disediakan tempat duduk yang berwarna coklat, bingkai (frame) foto yang berisi foto seorang wanita (Ni Ulantari), dan sebuah kain dalam keadaan terlipat berwarna merah dan dihiasi prada berwarna emas. Pesulap mendekati tempat duduk dan mengambil frame photo. Pesulap memandangi foto yang ada dalam frame tersebut sambil duduk di tempat duduk. Pesulap mengambil

39

kain yang berwarna merah, yang berda di depan tempat duduk. Pelan-pelan kain dibentangkan, dan tiba-tiba dari kain tersebut muncul seorang wanita (Ni Ulantari) dan duduk dikursi yang digunakan oleh pesulap. Kain merah dilemparkan oleh pesulap dan frame tersebut diperlihatkan kepada wanita itu (Ni Ulantari) dan kepada penonton.

Gambar 10 Penari kipas dalam adegan Bench (Foto : Andika )

Gambar 11 Proses Pesulap menuju alat Phantom. (Foto : Andika)

Ketika Ni Ulantari dan Gusti duduk berdua, muncul tiga orang penari wanita yang membawa kipas yang berukuran yang sangat besar, berwarna merah dan ungu. Adapun gerakan yang dipakai oleh penari kipas anatara lain : Trisig : Gerakan berjalan dengan menggunakan tumit kaki dilakukan dengan tempo yang sangat cepat, ruang gerak kaki sangat kecil. Mengibaskan kipas : Gerakan membuka kipas, kipas diayunkan ke kanan dan kekiri. Berputar : Gerakan berputar dilakukan oleh penari adalah

40

bergerak berputar di tempat dengan merebahkan badan. Gerakan berputar biasanya dilakukan setelah kipas ditutup. Setelah penari meninggalkan Ni Ulantari dan Gusti, Gusti bergegas untuk mengajak Ni Ulantari ke dalam gubuk kecil. Gusti dan Ni Ualantari berjalan kedepan menuju kotak phantom dan tirai ditutup.

B.2 Adegan Phantom Phantom adalah salah satu alat sulap yang menyerupai gubuk kecil yang beratapkan alang-alang.

Gambar 12 Alat Phantom (Foto : Andika )

Gambar 13 Suasana adegan Phantom (Foto : Andika)

Phantom sudah disediakan oleh stage crew di depan tirai. Pesulap membawa wanita tersebut (Ni Ulantari) untuk masuk ke dalam Phantom. Pesulap membuka pintu dan mempersilahkan Ni Ulantari masuk ke dalam kotak phantom. Setelah Ni Ulanatri masuk ke dalam kotak, pesulap menutup kotak tersebut. Setelah kotak

41

tertutup rapat, pesulap mengambil tabung besar dimasukkan ke dalam kotak phantom. Tabung besar dimasukan pada bagian atas dan bagian bawah phantom. Setelah memasukkan ke 2 tabung, pesulap mengambil pisau besar dan dimasukkan ke dalam phantom. Setelah ke 2 tabung dimasukkan dan sebilah pedang besar yang berbentuk segi empat itu dimasukkan ke dalam phantom, phantom dipisahkan dan dibelah menjadi 2 bagian.

Gambar 14 Alat Phantom di Zig Zag oleh pesulap (Foto : Andika) Setelah menjadi 2 bagian phantom diputar oleh pesulap secara perlahan, dan diperlihatkan kepada penonton bahwa tidak ada celah sedikitpun untuk wanita yang masuk ke dalam phantom tersebut. Setelah alat diputar dan dikembalikan pada posisi awal, pesulap mengeluarkan tabung pada bagian atas dan bagian bawah phantom, pesulap terjatuh, pedang yang berbentuk persegi muncul dengan sendirinya dari kotak phantom tersebut. Tiba-tiba muncul tangan wanita tersebut dari lobang pintu phantom yang dimasukkan ke dalam phantom, dan membuka pintu phatom. Wanita itu

42

bergegas keluar dari kotak phantom untuk menyelamatkan diri dan wanita tersebut berjalan meninggalkan pesulap.

Gambar 15 Celuluk menyerang pesulap pada adegan Phantom (Foto : Andika) Setelah Ni Ulantari keluar dari kotak phantom, pesulap dihampiri oleh

celuluk dan diserang oleh celuluk, pesulap terjatuh dan menyalamatkan diri berjalan meninggalkan celuluk. Celuluk berjalan-jalan di atas panggung dengan menutupi giginya yang berukuran sangat besar dibandingkan dengan ukuran gigi biasa. Setelah berjalan dan manari-nari celuluk masuk ke dalam tirai untuk meninggalkan panggung.

C.

Babak II Pada babak kedua terdapat 4 adegan menggambarkan Gusti Atmaja menjadi

OKB (Orang Kaya Baru) dan hanyut dalam gaya hidup foya-foya. Berganti-ganti pasangan, alkohol dan narkotika menjadi bagian dari hidupnya kini. Dia bahkan ikut

43

membahayakan nyawa teman- temannya, dengan memberi barang-barang haram tersebut secara gratis. Gusti tidak takut lagi akan karma. Ia hidup untuk hari ini tanpa memikirkan apa yang akan terjadi esok. C.1 AdeganTrapezoid Trapesoid adalah alat sulap yang berbentuk trapezium yang dihiasi prada berwarna emas dan warna merah.

Gambar 16 Alat Trapezoid dan seorang penari wanita (Foto : Andika)

Trapezoid dimainkan oleh seorang pesulap dan 3 orang penari wanita. Tarpesoid berada dalam keadaan on stage yang sudah disiapkan oleh stage crew.

44

Gambar 17 Gusti belajar menari Bali dengan Ni Ulantari pada adegan Trapezoid (Foto : Andika) Setelah musik tradisional bali di mainkan, Seorang wanita (Ni Ulantari) keluar dari arah sebelah kanan depan dan memperagakan dasar dasar tari Bali seperti ; agem kanan, agem kiri, nyalud, nyeledet, dan metayungan. Kemudian Gusti

menghampiri Ni Ulanatri dan mengikuti gerakan tarian yang diperagakan oleh Ni Ulantari. Pada saat Gusti menirukan gerakan Ni Ulantari, tirai dibuka secara pelanpelan dan pergantian musik dari tradisional menjadi musik modern.

45

Gambar 18 Gusti lebih tertarik menari modern dibandikan dengan menari Bali (Foto : Andika) Tirai terbuka, di atas kotak trapezoid terdapat seorang penari wanita menduduki trapezoid dengan pose mengangkang, penari wanita pelan-pelan berjalan ke arah depan sambil melihat Gusti dan Ni Ulantari. Penari melakukan tarian modern yang sangat menggoda, yaitu penari melakukan gerakan: Kaki kanan dan kaki kiri menyilang depan secara bergantian dan posisi tangan ditekuk sirang susu. Penari mendorong badan ke kiri dan tangan kanan diluruskan ke samping kanan. Tangan kanan dan tangan kiri penari sejajar dijulurkan ke atas, kaki kanan dan kaki kiri bergantian lurus ke samping kanan dan samping kiri. Tangan kanan penari menyilang ke kekiri dan tarik ke kanan.

46

-

Badan penari menghadap kanan, kaki kanan menyilang ke kiri, tangan kanan dan tangan kiri sejajar dan sirang mata.

-

Badan penari diputar ke kiri, kaki kiri lurus ke samping kiri tangan kiri panjang dan diikuti oleh tangan kanan dan mengibaskan rambut. Kemudian Gusti menghampiri dan melakukan gerakan yang bersamaan.

Gerakan yang dilakukan Gusti dan penari modern: Tangan kiri panjang ke atas, tangan kanan di tekuk memegang tangan kanan dan diayunkan secara berbalik arah menjadi tangan kanan panjang ke atas dan tangan kiri di tekuk memegang tangan kanan. Kedua tangan memegang pinggul kiri dan diayunkan ke pinggul kanan. Kaki bersilang dan dilanjutkan kaki kiri maju ke depan dan kaki kanan menutup kemudian sambil berhadapan saling menatap mata.

Gambar 18 Proses Gusti menghilangkan penari (Foto : Andika )

Gambar 19 Ulantari berusaha menghentikan Gusti (Foto : Andika)

Ni Ulantari terus menari, tanpa disadari Gusti telah berpaling pada tarian modern. Beberapa saat kemudian Gusti menuntun penari modern menuju kotak

47

trapezoid, si pesulap (Gusti) dan penari naik di atas kotak trapezoid sambil terus menggoyangkan pinggang. Gusti membentangkan kain berwarna merah menutupi badan penari modern dan kotak trapezoid. Penari perlahan lahan masuk dan kemudian menghilang dalam kotak trapezoid. Kemudian Gusti turun dari kotak trapezoid sambil membuang kain merah yang dibawanya untuk menghilangkan penari tersebut. Gusti menusuk-nusuk kotak trapezoid, menggunakan pedang besi yang menyerupai pipa berukuran panjang. Selama pedang besi ditusukkan ke dalam kotak trapezoid , Ni Ulantari melarang Gusti dan berusaha menghentikan Gusti, tetapi Gusti tetap menusukkan pedang tanpa memperdulikan Ni Ulantari. Setelah semua pedang besi ditusukkan ke dalam kotak trapezoid, kemudian pedang tersebut didiatrik secara perlahan dari kotak trapezoid satu persatu.

Gambar 20 Gusti memunculkan 2 penari (Foto : Andika )

Gambar 21 Gusti memunculkan 3 penari pada saat adegan Trapezoid (Foto : Andika)

Setelah semua pedang besi dicabut dari kotak, Gusti kembali membentangkan kain yang berwarna merah di depan kotak trapezoid, perlahan penari modern yang dimasukkan ke dalam kotak trapezoid keluar dari kotak, dengan gemulai penari

48

menggoyangkan pinggulnya di samping Gusti. Kemudian Gusti melempar kainnya ke arah kanan , tiba-tiba muncul satu orang penari lainnya sedang duduk membentangkan kaki kanannya di atas kotak trapezoid, kemudian kedua penari tersebut turun dari kotak trapezoid. Ke 2 penari modern menari-nari di samping kotak trapezoid dan membantu pesulap membuka kotak trapezoid, tiba- tiba muncul seorang penari sedang membungkuk.

Gambar 22 Pose terakhir pada adegan Trapezoid (Foto : Andika)

Penari tersebut turun dari kotak trapezoid dan kemudian ikut menari di depan kotak trapesoid, bersamaan dengan Gusti dan dua orang penari lainnya, dengan melakukan gerakan: menyilangkan kaki kiri dan kanan, berputar ke arah kiri dan kanan. Membentuk pose, Gusti berada di tengah ke dua penari yang berada di kanan dan kiri. Gusti memegang penari ke 2 dan penari ke 2 merebahkan badan menghadap

49

arah penonton. Penari 1 dan 3 berada di samping kanan dan kiri Gusti melakukan pose kaki kanan disilang dan tangan kiri dan kanan ditekuk ditaruh di pinggang dan memegang pundak Gusti. C.2 Adegan Sawing Lady Sawing Lady adalah alat yang berbentuk persegi panjang yang berwarna hitam, dan dihiasi gambar kotak-kotak yang berwana hitam dan putih. Pada adegan ini alat sawing lady digambarkan sebagai tempat tidur.

Gambar 23 Alat Sawing Lady dan proses pembayaran dari lelaki hidung belang kepada wanita malam (Foto : Andika) Alat ini dimainkan oleh seorang pesulap dan seorang penari wanita. Pada adegan ini menggambarkan Gusti melakukan transaksi pembayaran obat-obatan terlarang kepada wanita malam, Gusti juga mengajak wanita tersebut untuk bermalam dengannya. Adegan ini dimainkan setelah 3 orang penari trapezoid melakukan pose, salah seorang penari yang berada paling depan, yaitu penari 2 menari dengan pesulap

50

(Gusti). Mereka menari dengan gerakan modern, yaitu melakukan gerakan sebagai berikut: pesulap dan penari merentangkan tangan kanan, kemudian tangan kiri penari ditarik, penari dipeluk oleh pesulap, kaki kiri penari lurus mengarah ke atas, dan penari dilepaskan kembali, kemudian penari berjalan bersama dengan pesulap dengan bergandengan tangan menuju kotak sawing lady. Setelah pesulap dan penari sampai di depan kotak sawing lady, pesulap mempersilahkan penari duduk didepan kotak sawing lady. Penari melakukan gerakan yang menggambarkan seorang melakukan traksaksi obat-obatan terlarang dan transaksi pembayaran terhadap penari tersebut. Sawing lady yang digambarkan sebagai tempat tidur, kemudian penari masuk ke dalam kotak sawing lady tersebut dengan membawa uang dengan jumlah yang sangat banyak.

Gambar 24 Ni Ulantari memperhatikan Gusti (Foto : Andika )

Gambar 25 Proses Gusti memotong badan wanita malam (Foto : Andika) muncul menghampiri pesulap

Dalam transaksi pembayaran, Ni Ulantari

(Gusti) dengan maksud mengingatkan Gusti, bahwa apa yang dilakukan itu salah, akan tetapi Gusti marah dan mengambil sebilah pisau yang sangat besar ditujukan

51

kepada Ni Ulantari. Ni Ulantari pergi meninggalkan Gusti., kemudian Gusti memotong badan penari yang masuk ke dalam kotak sawing lady dan dijadikan 2 bagian.

Gambar 26 Badan wanita dipotong menjadi 2 (Foto : Andika)

Gambar 27 Badan wanita dipersatukan kembali (Foto : Andika)

Setelah badan terpotong kotak potong badan dipisah oleh stage crew dengan arah yang berbeda. Di sebelah kanan panggung terdapat bagian badan penari dan di sebelah kiri terdapat bagian kaki dari penari. Kotak sawing lady dibuka oleh stage crew dalam hitungan 5x8, penari terbangun dan sadar pada bagian badan, pelanpelan penari menoleh ke bagian kaki. Ekspresi penari sangat terkejut karena badannya dipotong menjadi 2, kemudian bagian badan dan kaki begerak-gerak mengikuti alunan musik selama hitungan 3x8. Setelah musik berhenti penari kembali tidak sadarkan diri, bagian tubuh penari dan bagian kaki dipersatukan kembali oleh stage crew. Setelah kotak sawing lady bersatu kembali, kemudian kotak sawing lady dibuka oleh stage crew, tiba-tiba badan penari sudah menjadi satu kembali. Penari terbangun dari pingsan dan berdiri di atas kotak sawing lady dan memberi hormat kepada penonton.

52

Gambar 28 Wanita malam ditangkap oleh polwan (Foto : Andika) Pada saat penari dan pesulap memberi hormat kepada penonton tiba seseorang polisi wanita (untuk seterusnya disebut polwan) menghampiri mereka, dan menangkap penari sebagai salah satu tersangka bandar narkotika dan sebagai wanita malam. Tirai ditutup.

C.3 Adegan Escape Escape adalah alat sulap yang berbentu pesegi empat yang berwarna coklat dan dihiasi dengan warna kuning emas.

53

Gambar 29 Alat Escape (Foto : Andika) Alat ini dimainkan oleh seorang pesulap dan seorang penari wanita yang berperan sebagai polisi wanita (polwan). Dalam keadaan tirai tertutup, kotak escape ditunkan dari atas, hingga kotak escape berada di depan tirai.

Gambar 30 Pesulap bermain Escape dengan penonton (Foto : Andika)

54

Pesulap turun panggung untuk mencari salah satu penonton untuk dimintai bantuan memborgol dirinya. Sebelum memborgol, pesulap member sebilah tali kecil yang berwarna putih untuk dikalungkan di leher penonton. Setelah penonton naik ke panggung, penonton diajarkan untuk berimajinasi bahwa ada sebuah tape reorder di atas meja yang ditaruh oleh pesulap. Sesungguhya tape recorder hanya bayangan dan tidak pernah ada di atas meja, melainkan hanya terdapat meja yang kosong di atas panggung. Penonton diarahkan oleh pesulap pada hitungan ke 3 disuruh untuk

menjulurkan jari telunjuk di atas tape khayalan. Dalam hitungan ke 3 berikutnya penonton disuruh memainkan tape khayalan atau menekan tombol play pada tape. Setelah musik dimainkan, ternyata musik yang dimainkan salah dan tidak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pesulap. Kemudian penonton disuruh mengulang kembali, dalam hitungan ke 3 tombol play ditekan oleh penonton dan musik yang dimainkan sesuai dengan keinginan pesulap.

Gambar 31 Pesulap diborgol oleh polwan (Foto : Andika)

Gambar 32 Pesulap dimasukkan kedalam karung, dan kotak Escape dikunci oleh polwan (Foto : Andika)

55

Selanjutnya pesulap menyuruh penonton untuk memborgol dirinya, ketika penonton melepaskan kunci borgol tiba-tiba muncul seorang wanita, yang menggambarkan sebagai polwan dengan berseragam lengkap, yaitu seragam polwan. Polwan memborgol tangan pesulap dan pesulap dimasukkan ke dalam kotak, selanjutnya kotak dimasukkan ke dalam karung yang ada di dalam kotak escape. Setelah pesulap dimasukkan ke dalam karung oleh polwan, pesulap menyuruh penonton mendekati dirinya dan penonton diarahkan oleh pesulap untuk mengikatkan tali putih yang dikalungkan di lehernya untuk diikatkan di bagian atas sarung yang terletak pada kepala pesulap. Setelah karung terikat dengan tali dan diikat dengan sangat kuat, kotak escape ditutup oleh polwan, kemudian polwan mengunci kotak

dengan 2 gembok besi. Kunci dari ke 2 gembok besi tersebut dilepas dan diatruh di depan kotak escape.

Gambar 33 Polwan membentangkan kain Escape (Foto : Andika )

Gambar 34 Polwan dalam keadaan terborgol (Foto : Andika)

Setelah kunci dari gembok ditaruh, polwan mengambil tali berukuran sangat panjang yang berwana merah dan diikatkan pada bagian sisi dari kotak escape tersebut. Setelah kotak escpe terkunci dan terikat oleh tali, polwan naik di atas kotak

56

escape dengan menaruh kain panjang dan besar yang berwarna hitam dan silver di atas kotak escape secara perlahan. Kain besar tersebut dibentangkan oleh polwan, tiba-tiba pesulap muncul dari kain tersebut dan polwan menghilang dari atas kotak escape. Pesulap turun dari kotak escape, dan membuka tutup kotak escape dengan membuka kunci gembok dan tali merah yang mengikat bagian sisi dari kotak escape. Kotak escape terbuka, di dalam kotak escape terdapat sarung yang masih diikat penonton, kemudiaan ikatan itu dibuka oleh pesulap. Dari sarung tersebut muncul seorang polwan yang telah hilang pada saat pesulap muncul, polwan dalam keadaan terborgol diarak ke luar dari kotak escape oleh pesulap. Polwan dan pesulap berada di samping kanan kotak escape, pesulap melepaskan bogol dari tangan polwan. Setelah borgol terlepaskan, polwan dan pesulap memberi hormat kepada penonton, dan polwan meninggalkan panggung.

B. 4 Adegan Cutting Head Cutting head adalah alat sulap yang berbentuk pesegi panjang (tempat bagian badan) dan persegi sama sisi yang menyerupai sebuah meja (tempat bagian kepala) dengan hiasan warna coklat dan warna hijau. Alat ini dimainkan oleh seorang pesulap dan seorang penari.

57

Gambar 35 Suasana adegan Cutting Head saat tirai terbuka (Foto : Andika) Tirai dibuka, di atas panggung terdapat 2 penari wanita yang sedang duduk sebagai tamu, suasana panggung ditata menyerupai Bar, dalam Bar tersebut terdapat seorang bartender dan 2 tamu wanita dan seoarng tamu pria (Gusti). Pada adegan ini Gusti sebagai tamu Bar, menduduki tempat yang sudah disediakan oleh bartender. Bartender menghampiri Gusti dengan memberikan minuman yang sudah dipesan Gusti.

Gambar 36 Penari mengisap narkotika (Foto : Andika )

Gambar 37 Posisi penari dalan keadaan utuh pada adegan Cutting Head (Foto : Andika)

58

Sambil menikmati minuman, Gusti melihat ke arah 2 tamu wanita. Gusti menghampiri tamu wanita tersebut, dan memberikan narkotika secara gratis kepada salah seorang tamu wanita. Setelah penari menghirup narkotika, beberapa detik kemudian pesulap ikut menghirup narkotika tersebut, dengan sebuah sedotan kuning yang berukuran besar. Kemudian penari diantar oleh pesulap menuju kotak badan yang sudah tersedia di atas panggung. Badan penari masuk ke dalam kotak dan pesulap menutup kotak kecil pada bagian kepala penari, kemudian pesulap mengambil sebilah samurai yang terdapat di samping kotak. Samurai diperlihatkan ke hadapan penonton dan samurai mulai dimasukkan dan menebas kepala penari.

Pesulap kembali memasukkan sebilah pisau besar yang direkatkan pada bagian leher.

Gambar 38 Gambar 39 Kepala dan badan penari terpisah Bagian badan dan kepala ditempatkan pada (Foto : Andika ) tempat yang bebeda (Foto: Andika) Kepala penari sudah terpotong, kemudian pesulap memindahkan dan memisahkan bagian kepala dengan badan. Bagian kepala dipisahkan oleh pesulap dan ditaruh di atas sebuah meja. Setelah menaruh kepala di atas kotak yang menyerupai meja, tutup kotak kecil pada kepala dibuka oleh pesulap. Kepala tanpa badan

59

diarahkan oleh pesulap untuk menoleh ke kanan. Saat kepala menoleh kekanan, tangan kanan dari badan penari yang sudah terpisah dan berada dalam kotak sebelah kanan panggung, melakukan gerakan melambaikan tangan kanan. Begitu pula sebaliknya, kepala tanpa badan diarahkan ke kiri penonton. Tangan kiri dari badan penari kembali melambaikan tangan kirinya. Setelah kepala tanpa badan menoleh kanan dan menoleh kiri, kepala penari yang berada di atas meja diputar 360o oleh pesulap. Setelah diputar kepala kembali menghadap depan, kemudian kepala digeserkan ke kanan dan ke kiri oleh pesulap sebanyak 1 kali. Setelah pesulap berjalan menuju ke sebelah kanan, tiba-tiba kepala bergeser sendiri ke arah tangan kanan pesulap.

Gambar 40 Proses pesulap mengembalikan (Foto : Andika)

Gambar 41 Kepala dan badan penari kepala penari menjadi utuh (Foto : Andika )

Selanjutnya bagian kepala diangkat, bagian kepala ditaruh kembali di atas bagian badan yang berada di sebelah kanan panggung yang berbentuk persegi panjang. Kotak kecil pada bagian kepala dibuka, dan sebilah pisau besar ditarik ke luar oleh pesulap. Setelah Pisau besar ditarik oleh pesulap, perlahan kotak bagian

60

kepala dibuka, dan tiba-tiba kepala sudah menyatu kembali. Perlahan pesulap mengajak penari keluar dari kotak dan memberi hormat kepada penonton. Setelah melakukan hormat tirai mulai ditutup.

D. Babak III Dalam babak 3 menggambarkan Ni Ulantari jauh di perantauan dan selalu berdoa, memohon kepada Dewa Siwa untuk memberi ampunan atas segala dosa yang telah dilakukan oleh Gusti. Dewa Siwa mendengar dan melihat kesungguhan hati Ni Ulantari. Dewa Siwa kemudian mengutus Legong untuk menyelamatkan Gusti Atmaja dari keterpurukan. Legong memerangi sisi buruk Gusti Atmaja yang berwujud celuluk. Usaha Ni Ulantari tersebut berhasil, dan dengan keyakinan yang mendalam Gusti Atmaja pun kembali menjadi Gusti Atmaja Sejati.

D.1 Adegan Legong Dance Legong dance dalam pertunjukan The Light of Faith menggambarkan utusan dari Dewa Siwa untuk menyelamatkan Gusti Atmaja.

61

Gambar 43 Legong Dance ( Tari legong ) (Foto : Andika) Tirai dalam keadaan tertutup muncul Ni Ulantari dari tengah-tengah tirai melakukan persembahyangan selama 20 detik, dengan tujuan memohon kepada Dewa Siwa untuk menyadarkan Gusti dari kegelapan.

Gambar 44 Ni Ulantari melakukan persembahyangan (Foto : Andika)

62

Setelah Ni Ulantari masuk ke dalam tirai kemudian muncul 2 penari legong dari samping kanan dan kiri panggung. Dua penari legong dari samping kanan dan samping kiri depan pada stage. Adapun gerakan yang digunakan oleh penari legong adalah: Jalan Miles : Gerakan berjalan menuju centre stage. : Tumit diputar ke dalam (kanan atau kiri). Gerakan ini biasanya terjadi pada saat pertukaran agem. Agem : Sikap atau cara pokok berdiri dalam tari Bali. Agem kanan berat badan akan bertumpu pada kaki kanan, sedangkan agem kiri berat badan akan bertumpu pada kaki kiri. Seledet : Gerakan mata yang dapat dilakukan ke samping kanan dan kiri dan merupakan ekspresi pokok dalam tari Bali. Ngumbang : Gerakan berjalan pada tari wanita dengan jatuhnya tari menurut gending atau pukulan kajar. Ngeseh : Gerakan kedua bahu dan diikuti gerakan piles pada kaki. Ngenjet : Gerakan leher dan badan disertai posisi tangan sirang pinggang. Nyalud : Gerakan tangan ke samping bawah dengan posisi jari ngemudra

63

-

Ngejer pala Ngeregah

: Gerakan bahu bergetar pelan dan bahu bergerak cepat. : Gerakan tangan dengan badan ditarik bersamaan ke samping.

-

Ngumad

: Gerakan menarik kaki yang disertai dengan gerakan tangan ke arah sudut belakang. Gerakan ini dipakai pada waktu akan ngangsel maupun ngumbang.

-

Ngutek Ngepel Ngeliput

: Gerakan tangan dan kaki bersama-sama dihentakkan. : Pegangan kipas yang mengarah ke samping luar. : Pegangan kipas di ujung jari tangan (nyungsung) dengan gerakannya yang bernama utul-utul, yaitu pergelangan tangan diputar (terdapat pada tari Legong Kraton).

Gambar 46 Gambar 45 Adegan penari menantang Celuluk Adegan penari melakukan peperangan (Foto : Andika ) dengan Celuluk (Foto : Andika) Pada waktu legong melakukan gerakan nuding, tiba-tiba celuluk muncul dari arah penonton dan berjalan mendekati penari legong. Celuluk melakukan pesiat

64

dengan penari legong yang berada di sebelah kanan, dan celuluk juga diserang oleh penari legong sebelah kiri. Celuluk terjatuh kalah dan kedua penari pergi

meninggalkan celuluk. Celuluk masuk ke dalam tirai dan tiba-tiba celuluk berubah menjadi pesulap.

D.2 Adegan Osmosis Osmosis adalah alat sulap yang berupa sebuah ruangan kosong yang kecil, di samping kanan dan kiri kotak dihiasi oleh kain putih yang sangat besar, yang berbentuk pesegi sama sisi.

Gambar 47 Alat Osmosis (Foto : Andika) Osmosis ditata menyerupai sebuah diskotik, di dalam osmosis terdapat sebuah meja yang berwarna coklat, dan 2 buah tempat duduk yang berwarna putih. Alat ini dimainkan seorang pesulap, 2 orang wanita yang digambarkan sebagai wanita malam dan 1 orang pria yang digambarkan sebagai lelaki hidung belang.

65

Gambar 48 Adegan aksi para wanita malam dan lelaki hidung belang disebuah diskotik dan Gusti merintih kesakitan. (Foto : Andika) Setelah celuluk melakukan peperangan dengan penari legong, celuluk terjatuh dan masuk ke dalam tirai, tiba-tiba celuluk berubah menjadi Gusti (pesulap). Kotak osmosis sudah disedikan dalam keadaan on satage oleh stage crew. Setelah tirai terbuka didalam osmosis terdapat 2 orang wanita dan 1 orang pria, yang menggambarkan suasana discotik dan juga menggambarkan sedang melakukan proses transaksi dari seorang penjual wanita malam yang seterusnya akan disebut germo, wanita malam yang seterusnya akan disebut pecun, dan seorang laki-laki hidung belang. Germo, pecun dan laki-laki hidung belang berjoged-joged bersama di dalam kotak osmosis, mereka melakukan gerakan yang menggambarkan menghitung uang, minum bir, dan lain sebagainya yang dilakukan dalam sebuah club malam.

66

Gambar 49 Proses pesulap memusnahkan pecun (Foto : Andika )

Gambar 50 Pecun berhasil dimusnahkan (Foto : Andika)

Gusti yang melihat hal tersebut ingin sekali memusnahkan mereka yang ada dalam discotik tersebut. Gusti berteriak kepada pecun, germo, dan lelaki hidung belang yang turun dari kotak osmosis membawa semua uang dan minuman-minuman mereka, dan pergi berlarian tanpa arah. Gusti naik ke dalam kotak osmosis yang digambarkan sebagai discotik.. Gusti melempar satu persatu meja dan tempat duduk yang ada di dalam kotak osmosis tersebut. Karena kesal Germo mencoba memukul Gusti (pesulap), kemudian Gusti mengibaskan jubah putihnya, dan tiba-tiba laki-laki hidung belang tersebut menghilang. Selanjutnya Gusti menunjuk germo, germo

diangkat dan dibawa ke dalam kota osmosis, pesulap mengibaskan jubahnya ke hadapan germo. Germo tiba-tiba hilang dari kotak osmosis. Setelah laki-laki hidung belang dan germo menghilang pecun ingin melarikan diri, tetapi pesulap berhasil mengambil pecun tersebut, pecun dikibas dengan jubah pesulap dan kemudian pecun menghilang. Kain putih besar yang ada pada bagian sisi kanan dan kiri kotak

osmosis, kemudian ditutup oleh stage crew. Pesulap turun dari kotak osmosis, tirai ditutup dan tiba-tiba pesulap terjatuh di depan tirai.

67

D.3 Adegan DLight Dlight adalah cahaya yang berwarna biru yang diyakini sebagai cahaya keyakinan.

Gambar 51 Adegan Gusti dan Ni Ulantari memunculkan cahaya pada adegan DLight (Foto : Andika)

Gambar 52 Adegan Ni Ulantari menghampiri Gusti (Foto : Andika)

68

Gusti terjatuh dan mengharapkan kehadiran Ni Ulantari, dengan penuh keyakinan dan keiklasan, tiba-tiba Ni Ulantari muncul dari kanan depan stage. Gusti memperlihatkan cahaya kepada Ni Ulantari dan Ni Ulantari juga memperlihatkan cahaya yang sama, mereka bermain cahaya-cahaya yang menyerupai bintang. Tirai dibuka. ada 3 orang penari wanita, dalam keadaan on stage dengan pose berdiri dengan menundukkan kepala.

Gambar 53 Suasana pertunjukan pada adegan DLight (Foto : Andika) Gusti memberi cahaya kepada salah satu penari, kemudian 1 cahaya dibelah 2, diberikan kepada penari yang di sebelah kanan, dan cahaya juga dibelah, kemudian cahaya diberikan kepada penari disebelah kiri, hal yang sama dilakukan dengan membelah cahaya. Setelah gusti, Ni Ulantari dan 3 orang penari mempunyai cahaya masing-masing, cahaya mulai ditarikan. Setelah menarikan cahaya, 3 penari, Ni Ulantari dan Gusti berputar ke kanan tiba-tiba cahaya menghilang.

69

Gambar 54 Suasana pertunjukan berakhir (Foto : Andika) Pertunjukkan terakir dengan hilangnya cahaya-cahaya tersebut. Penari, stage crew dan Pesulap memberi hormat kepada penonton dan tirai ditutup. Sesuai dengan diagram Wimsatt, maka dalam pertunjukan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

A

C

B

Keterangan : A : Seni pertunjukan Bali B : Pariwisata C : Seni pertunjukan The Light of Faith

70

Diagram ini menunjukkan bahwa seni pertunjukan pariwisata lebih unggul dibandingkan dengan seni pertunjukan Bali dan pariwisata. Diihat dari pertunjukan The Light of Faith, seni pertunjukan Bali hanya dipergunakan dalam beberapa adegan. Hal ini disebabkan dalam pertunjukan The Light of Faith yang ingin ditonjolkan adalah illusi.

4.3

Tata Rias Wajah dan Tata Busana Dalam setiap pertunjukan, tata rias dan tata busana merupakan salah satu

bagian penting dari pementasan. Tata rias merupakan serangkaian perlengkapan yang dipakai oleh penari untuk mempertegas karakter pada wajah, untuk peran yang dibawakan di atas panggung oleh penari. Tata rias tersebut dapat berupa riasan pada wajah.adapun tata busana berupa balutan kain yang telah dirancang sedemikian rupa sesuai karakter yang dibawakan oleh penari.

4.3.1 Tata Rias Wajah Tata rias wajah merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan sebagai unsur penunjang yang bertujuan untuk mempertegas garis-garis wajah, mempercantik

penampilan, dan untuk mendukung ekspresi wajah para penari. Dalam karya tari ini, pemakaian tata rias wajah disesuaikan dengan karakter tari dan dibuat sama antara penari yang satu dengan yang lainnya. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal sesuai dengan harapan, dalam pemakaian tata rias wajah sangat memperhatikan teknik merias wajah yang benar, penataan warna dan proporsinya. Hal ini akan

71

berpengaruh terhadap hasil secara visual ketika terkena pantulan cahaya lampu, sehingga ekspresi wajah penari dapat terlihat jelas oleh penonton. Untuk itu, diperlukan perlengkapan merias wajah atau make up yang baik, sesuai dengan fungsinya. Dalam pertunjukan The Light Of Faith, tata rias yang dipergunakan semua penari wanita dari awal sampai akhir pertunjukan penari menggunakan rias cantik. Tata rias wajah ini dipergunakan untuk menonjolkan garis-garis wajah, untuk mempertegas karakter dan untuk mempercantik. Begitu juga pesulap, tata rias yang dipergunakan dari awal sampai akhir pertunjukan, pesulap menggunakan tata rias gothic minimalis. Tata rias ini dipergunakan untuk mempertegas karakter pada setiap adegan.

Gambar 55 Tata rias penari wanita (Foto : Andika)

Gambar 56 Tata rias pesulap (Foto : Andika)

72

4.3.2 Tata Busana Busana adalah faktor yang sangat penting dalam tari yang berfungsi untuk menutupi organ tubuh penari, dan sekaligus memperindah penampilan. Adapun tata busana yang dipergunakan dalam pertunjukan The Light of faith adalah sebagai berikut : 1. Tata Busana Penari Welcome Dance, Kipas dan Pembawa Canang

Gambar 57 Tata busana penari pada adegan welcome dance, penari kipas, dan pembawa canang sari (Foto : Andika)

73

-

Hiasan kepala menggunakan gelungan sisya cantik yang terdiri dari bunga imitasi berwarna putih dan merah.

-

Badong dari bahan kulit berwarna kuning emas. Angkin merah muda dengan kombinasi warna kuning emas. Gelang mote berwarna hitam. Selendang berwarna hijau muda dan orange. Kamen rok berwarna hijau muda dengan kombinasi warna kuning emas, di depan menggunakan lelacingan.

Alasan memilih kombinasi warna dan menggunakan tata busana tersebut, karena ingin memunculkan suasana yang ceria pada awal pertunjukan.

74

2. Tata Busana Ni Ulantari Pada Adegan Bench dan Phantom

Gambar 58 Tata busana Ni Ulantari pada adegan Bench dan Phantom (Foto : Andika)

-

Penari menggunakan bunga imitasi berwarna merah di bagian telinga. Penari menggunakan kamben / kain berwana kuning emas, dihiasi tepi dengan warna ungu, dan menggunakan lelancingan di samping kiri.

-

Ankin berwarna merah muda dengan kombinasi prada berwa kuning emas. Badong dari kulit. Gelang mote berwarna hitam.

75

Alasan penari menggunakan kombinasi warna berwarna kuning emas karena ingin memunculkan kesan mewah. Pada adegan ini Ni Ulantari sebagai khayalan Gusti, dalam khayalan Gusti Ni Ulantari dibayangkan sebagai putri yang sangat cantik. 3. Tata Busana Ni Ulantari Pada Adegan Trapesoid, Sawing Lady, Legong Dance dan DLight

Gambar 59 Tata busana Ni Ulantari pada adegan Trapezoid, Sawing Lady, Legong Dance dan Dlight (Foto : Andika) Penari menggunakan kamben / kain berwarna putih

76

-

Baju kebaya ( baju adat Bali ) berwarna putih Selendang berwarna merah

Alasan Ni Ulantari menggunakan busana tersebut adalah untuk menunjukkan bahwa dia seorang gadis Bali yang sederhana, lemah lembut dalam kesehariannya. Untuk rias kepala Ni Ulantari hanya menggunakan bunga imitasi yang berwarna merah dan putih, sebagai identitas seorang gadis Bali. 4. Tata Busana Gusti Atmaja (Pesulap) Pada Adegan Elevator, Bench dan Phantom

Gambar 60 Tata busana Gusti Atmaja pada adegan Elevator, Bench dan Phantom (Foto : Andika)

77

-

Rias kepala, pesulap menggunakan gelungan Panji pada dramatari gambuh.

-

Pesulap menggunakan kamben / kain berwarna hitam dan kuning emas. Baju kaos berwarna abu-abu. Baju rompi berwana hitam dan bercorak bunga berwarnakuning emas. Selendang berwarna merah. Badong beludru.

Alasan pesulap menggunakan gelungan Panji dalam Dramatari Gambuh sebagai tata rias kepala, karena ingin menonjolkan karakter yang mempunyai watak polos, budi pekerti luhur, pribahasa halus, rupanya tam