the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

38
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Di atas tanah manusia mencari nafkah, di atas tanah pula manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun berbagai bangunan untuk perkantoran dan sebagainya. Tanah juga mengandung berbagai macam kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan manusia. 1 Secara hakiki makna dan posisi strategis tanah dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tidak saja mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, pertahanan keamanan dan aspek hukum. Tanah bagi masyarakat memiliki makna multidimensi. Dari sisi ekonomi, tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat dan sebagai budaya yang dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial pemiliknya. 2 Sebagai negara yang berlatar belakang agraris, tanah merupakan sesuatu yang memiliki nilai yang sangat penting didalam kehidupan masyarakat di Indonesia, terlebih lagi bagi petani di pedesaan. Tanah berfungsi sebagai tempat 1 Adrian Sutedi, 2007, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan , Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disebut Adrian Sutedi I) h. 45. 2 Husein Alting, 2010, Dinamika Hukum Dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum Adat Tanah (Masa Lalu, Kini dan Masa Mendatang) , Lembaga Penerbitan Universitas Khairun, Ternate, h. 6

Transcript of the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

Page 1: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Di atas tanah

manusia mencari nafkah, di atas tanah pula manusia membangun rumah sebagai

tempat bernaung dan membangun berbagai bangunan untuk perkantoran dan

sebagainya. Tanah juga mengandung berbagai macam kekayaan alam yang dapat

dimanfaatkan manusia.1

Secara hakiki makna dan posisi strategis tanah dalam kehidupan

masyarakat Indonesia, tidak saja mengandung aspek fisik, tetapi juga aspek sosial,

ekonomi, budaya, politik, pertahanan keamanan dan aspek hukum. Tanah bagi

masyarakat memiliki makna multidimensi. Dari sisi ekonomi, tanah merupakan

sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Secara politis tanah

dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat dan

sebagai budaya yang dapat menentukan tinggi rendahnya status sosial

pemiliknya.2

Sebagai negara yang berlatar belakang agraris, tanah merupakan sesuatu

yang memiliki nilai yang sangat penting didalam kehidupan masyarakat di

Indonesia, terlebih lagi bagi petani di pedesaan. Tanah berfungsi sebagai tempat

1Adrian Sutedi, 2007, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum dalam Pengadaan Tanah

Untuk Pembangunan, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disebut Adrian Sutedi I) h. 45. 2Husein Alting, 2010, Dinamika Hukum Dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak

Masyarakat Hukum Adat Tanah (Masa Lalu, Kini dan Masa Mendatang), Lembaga Penerbitan

Universitas Khairun, Ternate, h. 6

Page 2: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

2

dimana warga masyarakat bertempat tinggal dan tanah juga memberikan

penghidupan baginya.3

Tanah mempunyai fungsi yang sangat strategis, baik sebagai sumber daya

alam maupun sebagai ruang untuk pembangunan. Ketersediaan tanah yang relatif

tetap sedangkan kebutuhan akan tanah terus meningkat seiring pertumbuhan

penduduk dan kegiatan pembangunan yang terus meningkat pula, sehingga

pengelolaannya harus berdayaguna untuk kepentingan sebesar-besar kemakmuran

rakyat.

Prinsip dasar itu sudah ditetapkan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut UUD

NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa : “Bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat”. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

yang selanjutnya disebut UUPA, disebutkan, bahwa : “Atas dasar ketentuan dalam

Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam

Pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, sebagai organisasi

kekuasaan seluruh rakyat”.

Hak menguasai negara tersebut, menurut Pasal 2 ayat (2) UUPA,

memberikan wewenang kepada negara untuk tiga hal :

3Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, 2001, Hukum Adat Indonesia, Cetakan

Keempat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.172

Page 3: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

3

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang

dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang

angkasa. 4

Berdasarkan hak menguasai dari negara seperti ditegaskan dalam Pasal 2 UUPA,

maka menurut ketentuan dalam Pasal 4 UUPA yang selanjutnya dirinci dalam

Pasal 16 ayat (1) UUPA, kepada perseorangan atau badan hukum diberikan

beberapa macam hak atas tanah. Hak-hak tersebut antara lain hak milik, hak guna

usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, hak sewa, hak membuka

tanah dan hak memungut hasil hutan serta hak-hak lainnya yang tidak termasuk

dalam hak-hak tersebut di atas dan hak-hak yang sifatnya sementara.

Bagi tanah yang belum ada hak atas tanahnya, tetapi ada dasar

penguasaannya, penggunaan atas tanah tersebut harus dilandasi dengan sesuatu

hak atas tanah yang harus sesuai dengan ketentuan Pasal 4 juncto Pasal 16 UUPA.

Oleh karena itu orang atau badan hukum yang telah memperoleh dasar

penguasaan atas tanah, baik dengan pengadaan tanah itu dari hak orang lain,

memperoleh penunjukan dari pemegang hak pengelolaan, karena memperoleh izin

lokasi, atau memperoleh keputusan pelepasan kawasan hutan berkewajiban

memelihara tanahnya, mengusahakannya dengan baik, tidak menelantarkannya,

4Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya edisi revisi, Djambatan, Jakarta, h. 220

Page 4: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

4

serta mengajukan permohonan untuk mendapatkan hak atas tanah. Meskipun yang

bersangkutan belum mendapat hak atas tanah, apabila menelantarkan tanahnya

maka hubungan hukum yang bersangkutan dengan tanahnya akan dihapuskan dan

ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 6 UUPA). Fungsi

ini pada intinya memberikan pengaturan tentang larangan penggunaan tanah untuk

semata-mata kepentingan perseorangan tanpa mengindahkan kepentingan

masyarakat dan negara. Kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan

haruslah saling mengimbangi hingga akhirnya akan tercapai tujuan pokok yaitu

kemakmuran, keadilan dan kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya.

Perlu ditegaskan bahwa pemanfaatan sumber daya agraria sebagaimana

tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945 yaitu untuk sebesar-

besarnya kesejahteraan rakyat. Dalam rangka untuk mencapai tujuan tersebut

maka UUPA juga mengatur berakhirnya hak-hak atas tanah yang antara lain

karena ditelantarkan. Hak Milik berakhir karena ditelantarkan pada Pasal 27

UUPA, HGU Pasal 34 UUPA dan HGB Pasal 40 UUPA. Artinya, setiap

pemberian hak oleh negara kepada perorangan atau badan-badan hukum haruslah

bersama-sama dengan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

pemegang hak sesuai dengan peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan

dalam keputusan pemberian haknya.5

Dalam perkembangannya hak-hak atas tanah yang telah diberikan untuk

berbagai keperluan sebagaimana tersebut di atas, tidak selalu diikuti dengan

5Suhariningsih, 2009, Tanah Terlantar : Asas dan Pembaharuan Konsep Menuju

Penertiban, Penerbit Prestasi Pustaka Raya, Jakarta, h. 14

Page 5: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

5

kegiatan fisik penggunaan tanah tersebut sesuai dengan sifat dan tujuan haknya

atau rencana tata ruang dari penggunaan dan peruntukkan tanah, baik karena

pemegang hak belum merasa perlu menggunakan tanah tersebut atau pemegang

hak belum memiliki dana yang cukup untuk melaksanakan pembangunan atau

penggunaan tanah atau karena hal-hal lainnya.6 Akibat belum terlaksananya

pembangunan atau penggunaan tanah tersebut sesuai dengan peruntukkannya,

maka tanah yang bersangkutan dapat dianggap sebagai tanah yang ditelantarkan

oleh pemegang hak.7

Berdasarkan data Badan Pertanahan Nasional pada tahun 2012, dari total

7.196 kasus penelantaran tanah sebanyak 4.291 kasus telah diselesaikan yang

menyatakan 51.976 Hektar merupakan tanah terlantar.8 Sedangkan menurut

menteri pertanian Suswono, tanah yang terindikasi terlantar di Indonesia

mencapai 4.8 Juta Hektar.9 Di Bali, dapat diambil contoh dua buah kasus indikasi

penelantaran tanah yaitu indikasi penelantaran tanah hak guna bangunan yang

dilakukan oleh PT. Citra Tama Selaras seluas 174 Hektar di Jimbaran Kabupaten

Badung dan indikasi penelantaran tanah hak guna usaha yang dilakukan oleh PT.

Margarana seluas 642 Hektar di Sumberklampok Kabupaten Buleleng.

Tanah PT. Citra Tama Selaras terindikasi terlantar karena sejak

dikuasainya tanah tersebut tidak dipergunakan, dikelola dan diusahakan sesuai

6Maria S.W. Sumardjono. 2001, Kebijakan Tanah: Antara Regulasi dan Implementasi,

cetakan 1, Kompas, Jakarta, (selanjutnya disebut Maria S.W. Sumardjono I) h. 50

7Ibid, h. 52

8BPN Nyatakan 51976 hektar tanah di Indonesia sebagai tanah terlantar

http://news.detik.com/read/2013/02/16/174657/2171970/10/bpn-nyatakan-51976-hektar-tanah-di-

indonesia-sebagai-tanah-terlantar diakses pada tanggal 31 agustus 2014 pukul 16.00 wita.

9Dari 4,8 juta Hektar Lahan Terlantar Baru 13.000 Hektar yang dipakai

http://finance.detik.com/read/2013/07/02/210025/2290788/4/dari-48-juta-hektar-lahan-terlantar-

baru-13000-hektar-yang-dipakai diakses pada tanggal 31 agustus 2014 pukul 16.10 wita.

Page 6: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

6

izin prinsip membangun usaha kawasan pariwisata yang diberikan melalui Surat

Gubernur Bali Nomor 556.2/11308/Bina Ek tertanggal 28 agustus 1999. Tanah

yang dikuasai oleh PT. Citra Tama Selaras tersebut sama sekali tidak terdapat

pembangunan yang menunjukan tanah tersebut dipergunakan sesuai izin

prinsipnya.10

Pada tahun 2011 Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali

juga telah mengeluarkan Surat Keputusan No. 0929/1651.100/14/2011 yang

menyatakan tanah yang dikuasai oleh PT. Citra Tama Selaras terindikasi

terlantar.11

Walaupun sudah ada surat keputusan tersebut, sampai sekarang tanah

yang terindikasi ditelantarkan tersebut belum jelas statusnya.

Sedangkan tanah PT. Margarana terindikasi terlantar karena Hak Guna

Usaha yang diberikan oleh pemerintah Provinsi Bali tidak dipergunakan

sebagaimana mestinya sehingga warga Sumberklampok kabupaten Buleleng

menuntut Badan Pertanahan Nasional menetapkan tanah yang selama ini

ditempati oleh warga sebagai tanah terlantar. Awalnya Badan Pertanahan

Nasional telah menyatakan bahwa tanah di Sumberklampok tersebut terindikasi

terlantar sesuai surat keputusan Kanwil Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali

tertanggal 14 juli 2011. Berdasarkan surat tersebut Badan Pertanahan telah

melakukan tindakan sampai tahapannya menuju proses penetapan sebagai tanah

terlantar dengan membentuk panitia C hingga mengirimkan surat peringatan

kepada perusahaan pemegang hak guna usaha yaitu PT. Margarana. Namun

sampai saat ini sama seperti kasus indikasi penelantaran tanah yang dilakukan

10

Walhi Minta DPRD tinjau ulang lahan BIP http://www.balebengong.net/kabar-

anyar/2011/07/14/walhi-minta-dprd-tinjau-ulang-lahan-bip.html diakses pada tanggal 1 september

2014 pukul 16.30 wita. 11

Pos Bali, 2014, PT Jimbaran Hijau Intimidasi Petani Dompe, http://posbali.com/pt-

jimbaran-hijau-intimidasi-petani-dompe/ diakses pada tanggal 1 september 2014 pukul 16.20 wita

Page 7: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

7

oleh PT. Citra Tamas Selaras, indikasi penelataran tanah oleh PT. Margarana juga

tidak jelas kelanjutan kasusnya.12

Pengaturan mengenai penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar diatur

secara khusus kedalam Peraturan Presiden No. 36 tahun 1998 yang kemudian

digantikan oleh Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan

Pendayagunaan Tanah Terlantar. Dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 11

Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar yang

selanjutnya disebut PP No. 11 Tahun 2010 menyatakan objek penertiban tanah

terlantar meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh negara. Hak-hak tersebut

dapat berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak

pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak

dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan

tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.

Sedangkan Pasal 3 PP No. 11 Tahun 2010 menyatakan, tidak termasuk

objek penertiban tanah terlantar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah :

a. tanah hak milik atau hak guna bangunan atas nama perseorangan yang

secara tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau

sifat dan tujuan pemberian haknya; dan

b. tanah yang dikuasai pemerintah baik secara langsung maupun tidak

langsung dan sudah berstatus maupun belum berstatus Barang Milik

12

Status Tanah Sumberklampok Bali Semakin Kabur, Komitmen BPN RI dan DPRD Bali

Dipertanyakan, diakses dari http://www.kpa.or.id/?p=2894 pada tanggal 1 september 2014 pada

pukul 16.30 wita

Page 8: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

8

Negara/Daerah yang tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan

keadaan atau sifat dan tujuan pemberian haknya.

Menurut penjelasan Pasal 3 huruf a PP No. 11 Tahun 2010 yang dimaksud dengan

tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan

pemberian haknya dalam ketentuan ini adalah karena pemegang hak perseorangan

dimaksud tidak memiliki kemampuan dari segi ekonomi untuk mengusahakan,

mempergunakan, atau memanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan

tujuan pemberian haknya. Sedangkan penjelasan Pasal 3 huruf b menyatakan yang

dimaksud dengan tidak sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau

sifat dan tujuan pemberian haknya dalam ketentuan ini adalah karena keterbatasan

anggaran negara/daerah untuk mengusahakan, mempergunakan, atau

memanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian haknya.

Dalam melakukan penertiban tanah terlantar melibatkan berbagai pihak

yaitu Badan Pertanahan Nasional dan unsur instansi terkait sebagaimana diatur

dalam Pasal 5 ayat (1) yang menentukan bahwa identifikasi dan penelitian

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilaksanakan oleh Panitia.

Kemudian dalam Pasal 5 ayat (2) ditentukan susunan keanggotaan Panitia

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur Badan Pertanahan Nasional

dan unsur instansi terkait yang diatur oleh Kepala.

Penelitian ini beranjak dari kekaburan norma yang penulis temukan dalam

Pasal 3 PP No. 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah

Terlantar khususnya huruf a karena tidak mencantumkan secara jelas kualifikasi

pengecualian objek tanah dari segi ekonomi. Dengan adanya kekaburan norma

Page 9: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

9

tersebut ditakutkan nantinya para pemegang hak atas tanah yang secara nyata

tanahnya telah terindikasi terlantar dapat mengelak dengan alasan segi ekonomi

tersebut. Selain itu dalam Pasal 5 masih belum jelas siapa saja unsur instansi

terkait yang mempunyai kewenangan untuk ikut serta melakukan penertiban tanah

terlantar.

Dari uraian di atas penulis tertarik untuk menulis tentang Wewenang

Badan Pertanahan Dalam Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Dari

penelusuran kepustakaan, ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan Tanah

terlantar yaitu:

1. Tesis atas nama Luh Putu Suryani, NIM 0890561039, mahasiswa Program

Studi Magister Ilmu Hukum Universitas Udayana dengan judul

“Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah Terlantar Dalam Rangka

Penatagunaan Tanah Di Kota Denpasar”. Adapun yang menjadi pokok

permasalahannya adalah bagaimanakah kewenangan dan mekanisme

penertiban tanah terlantar yang melibatkan berbagai instansi baik

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dan bagaimanakah

Pendayagunaan tanah terlantar dalam rangka penatagunaan tanah di kota

Denpasar.

Hasil penelitian dari tesis tersebut menyimpulkan, kewenangan penertiban

tanah terlantar merupakan kewenangan delegasi dimana pemerintah

(Presiden) mendelegasikan kewenangannya kepada Kepala Badan

Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk melakukan penertiban

tanah terlantar. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 17 PP No.11 Tahun 2010.

Page 10: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

10

Dalam rangka penatagunaan tanah di Kota Denpasar, tanah tanah Negara

bekas tanah terlantar yang akan didayagunakan untuk kepentingan

masyarakat disesuaikan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota

Denpasar yang diatur dalam Perda No.10 Tahun 1999.

2. Tesis atas nama Ardi Suryadin, mahasiswa Program Studi Magister

Kenotariatan Universitas Padjajaran dengan judul “Penertiban dan

Pendayagunaan Tanah Terlantar Terhadap Lahan Berstatus Hak Guna

Bangunan Di Kota Bandung Dikaitkan Dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penertiban Dan Pendayagunaan Tanah

Terlantar”. Adapun yang menjadi pokok permasalahannya adalah

Bagaimanakah pelaksanaan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar

berstatus Hak Guna Bangunan Di Kota Bandung serta Kendala-kendala

apa yang dihadapi Kantor Pertanahan Kota Bandung dalam menetapkan

tanah terlantar berstatus tanah Hak Guna Bangunan di Kota Bandung dan

bagaimana upaya untuk mengatasi masalah tersebut.

Hasil penelitian dari tesis tersebut menyimpulkan, pelaksanaan penertiban

dan pendayagunaan tanah terlantar berstatus Hak Guna Bangunan di Kota

Bandung belum berjalan sepenuhnya sesuai Peraturan Pemerintah Nomor

11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar.

Adapun kendala-kendala yang ditemui oleh pihak kantor pertanahan kota

Bandung dalam proses identifikasi dan penelitian lapangan adalah pemilik

hak guna bangunan tidak mengakui tanahnya sebagai tanah terlantar dan

Page 11: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

11

upaya yang dilakukan adalah memberikan peringatan kepada pemegang

Hak Guna Bangunan.

3. Tesis atas nama Alifnu Pangripta Damai, NIM B4B004063, mahasiswa

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponogoro dengan

judul “Peranan Kantor Pertanahan Terhadap Penertiban Dan

Pendayagunaan Tanah Terlantar Di Kabupaten Pekalongan”. Adapun

pokok permasalahannya adalah Mengapa terdapat tanah terlantar dan

bagaimana peran Kantor Pertanahan di dalam melaksanakan penertiban

dan pendayagunaan tanah terlantar di wilayah Kabupaten Pekalongan serta

Kendala apakah yang timbul dan bagaimana penyelesaiannya di dalam

pelaksanaan penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar di wilayah

Kabupaten Pekalongan.

Hasil penelitian dari tesis tersebut menyimpulkan, faktor-faktor penyebab

penelantaran tanah di wilayah Kabupaten Pekalongan disebabkan oleh

faktor intern antara lain seperti kondisi manajemen perusahaaan yang

kurang baik dan dari faktor ekstern seperti keadaan alam yang tidak

memungkinkan, sedangkan peran Kantor Pertanahan Kabupaten

Pekalongan terhadap Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar di

wilayah Kabupaten Pekalongan antara lain adalah melakukan kegiatan

sebagaimana diamanatkan dalam PP No. 11 Tahun 2010 tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Kendala-kendala di

dalam melaksanakan Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar di

wilayah Kabupaten Pekalongan antara lain adalah sulitnya mengetahui

Page 12: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

12

domisili ataupun keberadaan dari Pemegang Hak Atas Tanah yang

diindikasikan sebagai tanah terlantar.

Apabila disimak ketiga hasil penelitian tersebut tidak dijumpai penelitian

yang sama dengan penelitian ini. Selain itu, penelitian ini mengambil

permasalahan yang berbeda dari ketiga penelitian tersebut di atas, yang artinya

penelitian ini mengangkat sebuah topik permasalahan dengan mengupas sisi lain

dari suatu objek penelitian yang memang belum tereksplorasi, sehingga penelitian

ini dapat dipertanggungjawabkan keorisinalannya atau keasliannya.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka yang menjadi

pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini, yaitu:

1. Apakah yang menjadi kriteria, objek dan subjek penertiban tanah terlantar

ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan?

2. Bagaimanakah kewenangan Badan Pertanahan Nasional dalam penertiban

dan pendayagunaan tanah terlantar ditinjau dari Peraturan Perundang-

undangan?

1.3. Tujuan Penelitian

Mengacu pada judul dan rumusan permasalahan dalam penelitian ini maka

dapat dikemukakan tujuan penelitian yang dikualifikasikan menjadi tujuan umum

dan tujuan khusus, lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut:

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk pengembangan ilmu hukum

khususnya di bidang hukum pertanahan yaitu untuk memecahkan permasalahan

Page 13: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

13

terkait dengan kriteria, objek dan subjek penertiban tanah terlantar dan

kewenangan Badan Pertanahan Nasional dalam melakukan penertiban dan

pendayagunaan tanah terlantar ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun yang menjadi tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk

menjawab rumusan masalah yakni:

a. Untuk mengetahui dan menganalisa yang menjadi kriteria, objek dan

subjek penertiban tanah terlantar menurut Peraturan Perundang-undangan.

b. Untuk mengetahui dan menganalisa kewenangan yang dimiliki oleh Badan

Pertanahan Nasional dalam penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar

ditinjau Peraturan Perundang-undangan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis

maupun secara praktis, sebagai berikut :

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya dalam bidang hukum

pertanahan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis yaitu dengan

memberikan gambaran atau informasi yang jelas kepada masyarakat, pengusaha,

dan pemerintah tentang kriteria, objek dan subjek tanah terlantar serta

Page 14: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

14

kewenangan Badan Pertanahan Nasional dalam penertiban tanah terlantar ditinjau

dari Peraturan Perundang-undangan.

1.5. Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir

1.5.1. Landasan Teoritis

Setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis, oleh

karena ada hubungan timbal balik yang erat antara teori dengan kegiatan

pengumpulan dan pengolahan data, analisa, serta konstruksi data.13

Dengan

demikian, landasan teoritis merupakan upaya untuk mengidentifikasi teori hukum

umum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum,

norma-norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas

permasalahan penelitian. Hal itu dimaksud untuk mewujudkan kebenaran ilmu

hukum yang bersifat konsensus yang diperoleh dari rangkaian upaya penelusuran

(controleur baar). Berhubungan dengan itu maka harus dihindari teori-teori

(ajaran atau doktrin), konsep, asas yang bertentangan satu sama lain. Semakin

banyak teori, konsep, asas yang berhasil diidentifikasi semakin tinggi derajat

kebenaran (konsensus) yang bisa dicapai.

Teori diperlukan untuk menerangkan dan menjelaskan secara spesifik

suatu proses tertentu yang terjadi, dan suatu teori harus diuji dengan

menghadapkannya pada fakta–fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.

Teori juga merupakan alur penalaran atau logika (flow of reasonic/logic), yang

terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, definisi dan proposisi yang disusun

13

Program Magister Kenotariatan Universitas Udayana, 2013, Buku Pedoman Pendidikan

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, Denpasar, h.58.

Page 15: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

15

secara sistematis.14

Sementara itu, kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau

butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang

menjadi bahan perbandingan atau pegangan teoritis dalam penelitian.15

Oleh

karena itu, perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,

aktifitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.

Otje Salman dan Anton F. Susanto dalam hal ini menyimpulkan teori

adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping mencoba secara

maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meskipun hanya memberikan

kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum.16

Suatu kerangka teori

bertujuan untuk menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan

mengimplementasikan hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan

hasil-hasil terdahulu.17

Sedangkan dalam kerangka konsepsional diungkapkan

beberapa konsepsi atau pengertian yang akan dipergunakan sebagai dasar

penelitian hukum.18

Landasan teoritis yang dijadikan dasar dalam mengkaji secara teoritis atas

permasalahan penelitian ini adalah seperti berikut ini :

1. Teori Negara Hukum

Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 menyebutkan Indonesia adalah negara

hukum (rechtstaat).19

Dalam negara hukum, negara mengakui dan melindungi hak

14

J. Supranto, 2003, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, h. 194 15

M. Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, h. 80 16

Otje Salman dan Anthon F. Susanto, 2007, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, h.

29. 17

Burhan Ashsofa, 2003, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, h. 23 18

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan

Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 7 19

Sjahran Basah,1997, Eksistensi dan Tolok Ukur Badan Peradilan Administrsi di

Indonesia,Cetakan Ketiga, Alumni Bandung, h. 2

Page 16: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

16

asasi manusia setiap individu tanpa membedakan latar belakangnya, sehingga

semua orang memiliki hak untuk diperlakukan sama dihadapan hukum.20

Negara hukum yang dianut negara Indonesia tidaklah dalam artian formal,

melainkan dalam artian material yang juga diistilahkan dengan negara

kesejahteraan (Welfare State).21

Ada beberapa konsekuensi yang muncul dalam

suatu negara hukum material atau negara kesejahteraan, diantaranya adalah :22

a. Semakin banyak tindakan pemerintahan yang dilakukan organ-organ

pemerintah;

b. Tugas-tugas negara menjadi semakin kompleks;

c. Badan pembuat undang-undang mempunyai kecendrungan kurang mampu

mempertimbangkan situasi-situasi konkrit yang akan terjadi;

d. Badan-badan legislatif akan memberikan lebih banyak kebebasan kepada

pemerintah untuk melaksanakan pemerintahan;

e. Dikaitkan dengan aspek perlindungan hukum bagi rakyat akan

memungkinkan lahirnya sengketa antara rakyat dan pemerintah sebagai

akibat kekosongan aturan hukum.

Untuk mewujudkan adanya kesejahteraan rakyat, negara dan pemerintah

Indonesia tidak hanya bertugas memelihara ketertiban masyarakat, akan tetapi

dituntut untuk turut serta secara aktif dalam semua aspek kehidupan dan

penghidupan rakyat. Konsekuensinya, lapangan pemerintahan yang diemban

pemerintah menjadi sangat luas. Lemaire mengemukakan Pemerintah mengemban

tugas “Bestuurszorg” yaitu tugas dan fungsi menyelenggarakan kesejahteraan

umum. 23

20

Adnan Buyung Nasution, 2007, Bantuan Hukum, Akses Masyarakat Marginal Terhadap

Keadilan (Tinjauan, Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan dan Perbandingan di Berbagai

Negara), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, h. 97. 21

Joeniarto, 1968, Negara Hukum, Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada, Yogyakarta,

h. 21-22. 22

Ibid. h. 28. 23

Bachsan Mustafa, 1990, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara, Citra Aditya Bakti,

Bandung, h. 40.

Page 17: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

17

Semakin banyaknya campur tangan pemerintah dalam kehidupan

masyarakat, bagi negara hukum modern seperti Indonesia tindakan pemerintah

tersebut jelas harus dilandasi aspek-aspek hukum agar tindakan pemerintah

tersebut tidak menimbulkan konflik dikemudian hari. John Austin menyatakan

bahwa : “The most essential characteristic of positive law, consists in it’s

imperative character. Law is conceived as a command of the sovereign”.24

Bahwa

hukum adalah perintah dari penguasa negara dimana hakikat dari hukum itu

sendiri terletak pada unsur perintah.

Secara normatif, campur tangan pemerintah dimaksud dituangkan kedalam

berbagai peraturan perundang-undangan, baik ditingkat pusat maupun ditingkat

daerah. Melalui peraturan perundang-undangan tersebut maka kekuasaan

pemerintah menjadi dibatasi didalam bertindak dan sekaligus memberi pedoman

bagi masyarakat didalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Fungsi dari

peraturan perundang-undangan seperti dikemukakan oleh Sudargo Gautama

sebagai berikut : “Peraturan-peraturan perundang-undangan yang telah diadakan

lebih dahulu merupakan batas kekuasaan bertindak negara. Undang-Undang Dasar

yang memuat asas-asas hukum dan peraturan-peraturan hukum harus ditaati, juga

oleh pemerintah atau badan-badannya sendiri”. 25

Teori tentang negara hukum sudah dicetuskan sejak abad ke 17 dan 18

untuk menentang kekuasaan yang tidak terbatas dari penguasa. Para pemikir

mencoba menjawab persoalan yang berkaitan dengan hakekat, asal dan tujuan

negara, khususnya adalah berkaitan dengan dari mana negara mendapat

24

H.Mc.Coubrey and N.D.White, 1993, Text Book On Jurisprudensi, Blakstone Press

Limited, London, Page.14. 25

Sudargo Gautama, 1983, Pengertian Tentang Negara Hukum, Alumni, Bandung, h. 3.

Page 18: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

18

kekuasaan, karena itulah muncul 2 teori besar tentang negara dan hukum yaitu

Teori Kedaulatan (Souverenete) dan Teori Asal Mula Negara, yang menghasilkan

2 pola negara yaitu negara kekuasaan (machstaat) dan negara hukum

(rechstaat).26

Dalam negara hukum, apa yang menjadi dasar pembentukan suatu

pemerintahan didasarkan atas hukum yang berlaku. Sampai saat ini ada dua cara

yang dapat dipergunakan untuk menelusuri suatu negara dikatakan sebagai negara

hukum, yaitu yang pertama melalui konstitusi dari negara yang bersangkutan. Hal

ini seperti yang diungkapkan oleh K.C. Wheare yang menyatakan “what should a

constitution contains? The very minimum, and minimum to be rules of law” (isi

minimum suatu konstitusi adalah tentang negara hukum)27

. Kedua berdasarkan

pandangan ilmiah dari para ahli, yang dalam konteks ini berusaha memberikan

unsur-unsur/ciri-ciri dari suatu negara hukum. 28

Philipus M Hadjon mengemukakan 3 (tiga) macam konsep negara hukum

yakni: rechtstaat, the rule of law dan negara hukum Pancasila.29

Secara

konseptual ide negara hukum lahir pada abad ke 19 dan abad ke 20 yang ditandai

dengan dikemukakannya istilah Recht Staat, oleh ahli-ahli hukum Eropa Barat

Kontinental atau oleh kalangan ahli Anglo Saxon menyebutnya dengan istilah

Rule Of Law (negara berdasarkan kekuasaan hukum). Friedrich Julius Stahl

mengemukakan ciri-ciri negara hukum yaitu :

26

Mukthi Fajar, 2005, Tipe Negara Hukum, Cet. Kedua, Bayumedia Publishing, Malang,

h. 11.

27

K. C. Wheare, 1975, Modern Constitution, Oxford University Press, New York, Page.

33-34 28

Juniarto, Op.cit., h. 36 29

Philipus M. Hadjon, 2007, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, Bina Ilmu,

Surabaya h. 69.

Page 19: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

19

1. Adanya pengakuan akan hak asasi manusia;

2. Adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia

berdasarkan trias politika;

3. Pemerintahan dijalankan berdasarkan kepada Undang-Undang; dan

4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.30

Saat yang bersamaan muncul pula teori negara hukum (rule of law) dari

A.V. Dicey, yang lahir dalam naungan sistem hukum anglo-saxon. Dicey

mengemukakan unsur-unsur rule of law yang mencakup: 31

1. Supremasi aturan-aturan hukum, yaitu tidak adanya kekuasaan sewenang-

wenang dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau

melanggar hukum.

2. Kedudukan yang sama di depan hukum. Dalil ini berlaku baik untuk orang

biasa maupun untuk pejabat.

3. Terjaminnya hak-hak manusia dalam undang-undang atau keputusan-

keputusan pengadilan.

Teori negara hukum digunakan dalam penelitian ini, karena unsur pertama, kedua,

dan ketiga dari teori negara hukum tersebut tepat digunakan sebagai pisau analisa

permasalahan pertama dan permasalahan kedua penelitian tesis ini yaitu

mensyaratkan setiap tindakan pemerintah dalam hal untuk menetapkan dan

menertibkan tanah terlantar harus berdasarkan atas hukum.

30

Mukthi Fajar, Op.Cit. h. 42. 31

Hilaire Barnett, 2011, Constitutional & Administrative Law, Eight Edition, Routledge,

London and New York, h. 52

Page 20: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

20

2. Teori Kepastian Hukum

Menurut teori konvensional, tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan

(rechtgerechtigheid), kemanfaatan (rechtsutiliteit) dan kepastian hukum

(rechtszekerheid).32

Teori kepastian hukum dihubungkan dengan penelitian ini

digunakan sebagai pisau analisa permasalahan yang pertama yaitu apakah yang

menjadi objek dan seperti apa kriteria tanah terlantar ditinjau dari Peraturan

Perundang-undangan sehingga nantinya dapat diketahui secara pasti objek dan

kriteria tanah seperti apa yang dapat dikatakan tanah terlantar.

Menurut Radbruch sebagaimana dikutip oleh Theo Huijbers Teori

kepastian hukum adalah : Hubungan antara keadilan dan kepastian hukum perlu

diperhatikan. Oleh sebab itu kepastian hukum harus dijaga demi keamanan

negara. Hukum positif harus selalu ditaati, walaupun isinya kurang adil, atau juga

kurang sesuai dengan tujuan hukum. Namun terdapat pengecualian, yakni

bilamana pertentangan antara isi tata hukum dan keadilan menjadi begitu besar,

sehingga tata hukum itu nampak tidak adil pada saat itu tata hukum itu boleh

dilepaskan.33

Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama

adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa

yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kedua berupa keamanan hukum bagi

individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang

bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau

32

Achmad Ali, 2002, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), PT.

Gunung Agung Tbk, Jakarta, h. 85. 33

Theo Huijbers, 1990, Filsafat Hukum Dalam Lintasan Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, h.

163.

Page 21: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

21

dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa

Pasal-Pasal dalam Undang-Undang melainkan juga adanya konsistensi antara

putusan hakim yang satu dengan putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa

yang telah diputuskan.34

Tujuan utama dari hukum itu ada ialah kepastian hukum, keadilan bagi

sebagian besar masyarakat, dan yang terakhir memberi manfaat bagi masyarakat

itu sendiri. Hukum diciptakan bukan untuk memperburuk keadaan, melainkan

memberikan ketiga poin dari tujuan hukum di atas. Ada empat hal yang

berhubungan dengan makna kepastian hukum yaitu :

1. Hukum itu positif yaitu bahwa telah ada peraturan perundangan-undangan

yang mengatur tentang suatu hal tertentu;

2. Hukum tersebut harus berdasarkan fakta, bukan suatu rumusan tentang

penilaian yang nanti akan dilakukan oleh seseorang;

3. Hukum itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga

menghindari kekeliruan dalam pemaknaan; dan

4. Hukum Positif tidak boleh sering diubah-ubah.35

3. Teori Kewenangan

Teori kewenangan dalam penelitian ini digunakan sebagai pisau analisis

permasalahan yang kedua yaitu bagaimanakah kewenangan Badan Pertanahan

Nasional dalam penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar ditinjau dari

Peraturan Perundang-undangan. Istilah kewenangan dan wewenang dalam Hukum

Administrasi Negara terdapat perbedaan pandangan dari beberapa literatur yang

34

Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Pranada Media Group,

Jakarta, (selanjutnya disebut Peter Mahmud Marzuki I), h. 158. 35

Achmad Ali, Op.Cit., h. 180

Page 22: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

22

ada. Secara konseptual istilah kewenangan sering disebut authority, gezag atau

yuridiksi dan istilah wewenang disebut dengan competence atau bevoegdheid.36

Juanda menyatakan bahwa “kewenangan adalah kekuasaan formal yang

berasal dari atau diberikan oleh Undang-Undang misalnya kekuasaan legislatif,

kekuasaan eksekutif, kekuasaan yudikatif. Dengan demikian dalam kewenangan

terdapat kekuasaan dan dalam kewenangan lahirlah wewenang”.37

Sedangkan

menurut pendapat Philipus M. Hadjon memakai istilah wewenang yang dapat

dipertukarkan dengan istilah kewenangan, kedua istilah itu sering disejajarkan

dengan istilah bevoegheid dalam bahasa belanda.38

Menurut Atmosudirdjo antara

kewenangan (authority) dan wewenang (bevoegheid) perlu dibedakan, walaupun

dalam praktik pembedaanya tidak selalu dirasakan perlu.39

Kewenangan memiliki kedudukan yang penting dalam menjalankan roda

pemerintahan, dimana didalam kewenangan mengandung Hak dan Kewajiban

dalam suatu hubungan hukum publik. Menurut H.D Stout yang mengatakan

bahwa:

Bevoegdheid is een begrip uit het bestuurlijke organisatierecht, wat kan

worden omschreven als het geheel van regels dat betrekking heeft op de

verkrijging en uitoefening van bestuursrechtelijke bevoegdheden door

publiekrechtelijke rechtssubjecten in het bestuursrechtelijke rechtsverkeer.40

(wewenang merupakan pengertian yang berasal dari organisasi

pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai sebagai keseluruhan aturan-

36

SF. Marbun, dan Moh. Mahfud MD, 2009, Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara,

cet. V, Liberty, Yogyakarta, h. 153 37

Juanda, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah Pasang Surut Hubungan Kewenangan

Antara DPRD dan Kepala Daerah, Alumnni, Bandung, h. 265. 38

Philipus M. Hadjon, dkk, 2008, Pengantar Hukum Administrasi Negara (Introduction to

the Indonesia Administrative Law), Cet. Kesepuluh, Gajah Mada University Press, Yogyakarta,

(untuk selanjutnya disebut Philipus M. Hadjon, dkk I) h. 74. 39

Prajudi Atmosudirjo,1994, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Kesepuluh, Ghalia

Indonesia, Jakarta, h.78 40

Ridwan HR, 2008, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

h.101.

Page 23: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

23

aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang

pemerintahan oleh subjek hukum publik didalam hubungan hukum publik).

Pemerintah dalam mengambil suatu tindakan, harus didasarkan pada

hukum yang berlaku, oleh karena itu agar suatu tindakan pemerintah dikatakan

sah, maka hukum memberikan suatu kewenangan kepada pemerintah untuk

bertindak maupun tidak. Menurut Philipus M. Hadjon, Kewenangan membuat

keputusan hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu dengan atribusi atau

dengan delegasi.41

Senada dengan hal tersebut, menurut pendapat F.A.M Stroink

dan J.G Steenbeek yang dikutip oleh Sajidjono, mengatakan bahwa hanya ada dua

cara organ pemerintahan memperoleh wewenang yakni atribusi berkenaan dengan

penyerahan suatu wewenang baru, sedangkan delegasi adalah menyangkut

pelimpahan wewenang yang telah ada, untuk wewenang mandat dikatakan tidak

terjadi perubahan wewenang apapun, yang ada hanyalah hubungan internal.42

Namun secara teoritis pemerintah memperoleh kewenangan dari tiga

sumber yaitu, atribusi, delegasi dan mandat. Menurut H.D Van Wijk/Willem

Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut:

a. Atrtibutie: toekenning van een bestursbevoegheid door een wetgever

aan een bestursorgaan, (atribusi adalah pemberian wewenang

pemerintah oleh pembuat Undang-Undang kepada organ pemerintah).

b. Delegatie:overdracht van een bevoegheid van het ene het

bestuursorgaan aan een ander, (delegasi adalah pelimpahan

wewenang pemerintah kepada organ pemerintahan lainnya).

c. Mandaat: een bestuursorgaan ;aat zijn bevoegheid namens hem

uitoefenen door een ander, (mandat terjadi ketika organ pemerintahan

mengijinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lainnya).43

41

Philipus M. Hadjon, dkk I, Op.Cit., h. 130. 42

Sadjijono, 2011, Bab-Bab Pokok Hukum Administrasi, Cetakan ke II, Laksbang

Pressindo, Yogyakarta, h. 65. 43

Ridwan HR, Op.cit, h.104-105.

Page 24: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

24

Kewenangan yang diperoleh secara atribusi menunjukkan pada

kewenangan asli yaitu bahwa adanya pemberian kewenangan oleh pembuat

Undang-Undang kepada suatu organ pemerintah. Suatu atribusi merupakan

wewenang untuk membuat keputusan (besluit) yang langsung bersumber kepada

suatu peraturan Perundang-Undangan. Delegasi dapat diartikan adanya

penyerahan/ pelimpahan wewenang oleh pejabat pemerintah (delegans) kepada

pihak lain yang menerima wewenang tersebut (delegatoris). Dan kewenangan

yang diperoleh secara mandat tidak terjadi pergeseran kompetensi antara pemberi

mandat dengan penerima mandat.

Dalam kajian hukum Administrasi Negara, sumber wewenang bagi

pemerintah dalam menyelenggarakan suatu pemerintahan sangatlah penting. Hal

ini disebabkan karena dalam penggunaan wewenang tersebut selalu berkaitan

dengan pertanggungjawaban hukum. Dalam pemberian kewenangan kepada setiap

organ atau pejabat pemerintahan tertentu tidak terlepas dari pertanggungjawaban

yang ditimbulkan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan

wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan

tanggungjawab intern ekstern pelaksaanaan wewenang yang distribusikan

sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris).44

Dalam wewenang delegasi sifat wewenanganya adalah penyerahan atau

pelimpahan wewenang yang bersumber dari wewenang atribusi. Akibat hukum

ketika wewenang dijalankan menjadi tanggungjawab penerima delegasi

(delegataris).45

Mandat merupakan bentuk pelimpahan kekuasaan, tetapi tidak

44

Ibid, h.108 45

Sadjijono, Op. cit, h. 66.

Page 25: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

25

sama dengan delegasi, karena mandataris (penerima mandat) dalam melaksanakan

kekuasaannya tidak bertindak atas namanya sendiri, tetapi atas nama si pemberi

kuasa, karenanya yang bertanggungjawab adalah si pemberi kuasa.46

Badan Pertanahan Nasional (BPN) merupakan Lembaga Pemerintahan

Nonkementrian yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Presiden,

serta dipimpin oleh seorang Kepala, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan

Pasal 1 Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan

Nasional. Selanjutnya dalam Pasal 2 menetapkan bahwa “Badan Pertanahan

Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang

pertanahan secara nasional, regional, dan sektoral.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 tersebut, maka hal-hal yang berkaitan

dengan pertanahan merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Badan Pertanahan

Nasional, yang kewenangannya diperoleh dari adanya pendelegasian wewenang

dari Presiden. Begitu juga berkaitan dengan produk hukum yang dihasilkan oleh

Badan Pertanahan Nasional adalah dalam bentuk regulasi, yaitu salah satu dalam

bentuk Peraturan Kepala Badan. Fungsi regulasi kekuasaan eksekutif dapat dilihat

dari; (a) pendelegasian Undang-Undang; (b) Peraturan kebijaksanaan.47

Dalam kaitannya dengan penertiban tanah terlantar Badan Pertanahan

Nasional sebagaimana disebut dalam Pasal 9 PP No. 11 Tahun 2010 mempunyai

kewenangan untuk mengindentifikasi serta menetapkan tanah terlantar.

Berdasarkan hal tersebut, Peraturan Kepala Badan merupakan salah satu bentuk

46

Jum Anggriani, 2012, Hukum Adminsitrasi Negara, Graha Ilmu, Yogyakarta, h. 92. 47

Yudhi Setiawan, 2009, Instrumen Hukum campuran (gemeenscapelijkrecht) Dalam

Konsolidasi Tanah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, (selanjutnya disebut Yudhi Setiawan I), h.

25.

Page 26: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

26

Peraturan Kebijakan, dimana dalam hal kewenangan untuk membuat Peraturan

Kebijakan berupa Peraturan Kepala Badan diperoleh berdasarkan adanya delegasi

wewenang salah satunya dikeluarkanya Peraturan Kepala Badan Pertanahan

Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 yang mengatur tentang tata

cara penertiban tanah terlantar

4. Konsep Tanah Terlantar

Dasar pijakan merumuskan konsep hukum tanah terlantar adalah

menggunakan konsep hukum tanah adat yang mempunyai sifat komunalistik,

yang mengenal hak bersama anggota masyarakat adat. A.P. Parlindungan

mengemukakan konsep tanah terlantar dengan merujuk pada hukum adat yaitu

sesuai dengan karakter tanah terlantar (kondisi fisik) yang telah berubah dalam

waktu tertentu (3,5 sampai 10 tahun) maka haknya gugur, tanah kembali pada hak

ulayat, istilah ditelantarkan diartikan sebagai keadaan jika tanah yang tak dipakai

sesuai dengan keadaannya, sifat atau tujuannya.48

Berdasarkan pendapat tersebut

maka tanah terlantar lebih mengarah pada kondisi fisik tanah yang sudah tidak

produktif dan tidak bertuan (ditinggalkan oleh pemegang haknya).

Melalui penjelasan dalam Pasal 27 UUPA dapat ditemukan pengertian

tanah terlantar yaitu tanah yang sengaja tidak dipergunakan sesuai dengan

keadaan atau sifat dan tujuan daripada haknya. Hal tersebut dapat disebut konsep

hukum tanah terlantar tetapi berdasarkan kajian atas terbentuknya konsep hukum

yang jelas, pengertian tersebut di atas belum menggambarkan makna konsep tanah

terlantar, karena secara nyata tanah tidak dikerjakan sesuai dengan peruntukannya.

48

A.P. Parlindungan, 1990, Berakhirnya Hak-Hak Atas Tanah (Menurut Sistem UUPA),

Mandar Maju, Bandung, (selanjutnya disebut A.P. Parlindungan I), h. 7.

Page 27: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

27

Menurut PP No. 11 tahun 2010 pasal 2 menyatakan Objek penertiban

tanah terlantar meliputi tanah yang sudah diberikan hak oleh Negara berupa Hak

Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan,

atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau

tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak

atau dasar penguasaannya. Guna memperoleh kejelasan pengertian dengan

menganalisa terhadap persamaan dan perbedaan unsur-unsur tanah terlantar

menurut hukum adat dan peraturan perundang-undangan, Suhariningsih

memberikan rumusan konsep tanah terlantar, yaitu : Tanah yang dengan sengaja

tidak dipergunakan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan daripada haknya

dalam waktu tertentu dan kepada pemegang hak akan kehilangan hak atas

tanahnya, karena pencabutan hak atas tanah dan selanjutnya tanah dikuasai

kembali oleh negara.49

Pasal 6 UUPA menyebutkan bahwa semua hak atas tanah mempunyai

fungsi sosial. Hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidaklah dapat

dibenarkan bahwa tanahnya itu dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-

mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi kalau hal itu merugikan masyarakat.

Penggunaan tanah itu harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya, hingga

bermanfaat bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun

bagi masyarakat dan negara. 50

Tanah harus dipelihara baik-baik agar bertambah kesuburan serta dicegah

kerusakannya. Kewajiban memelihara ini tidak saja dibebankan kepada pemegang

49

Suhariningsih, Op.Cit., h. 252. 50

Urip Santoso, 2005, Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah Edisi pertama, Prenada

Media, Jakarta, h. 60.

Page 28: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

28

haknya melainkan menjadi beban bagi setiap orang, badan hukum, atau instansi

yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan tanah itu.

5. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik.

Istilah asas umum pemerintahan yang baik pertama diperkenalkan oleh De

Monchy di Belanda dalam laporan itu dipergunakan istilah Algemene Beginselen

Van Behoorlijke Bestuur yang berkenaan dengan usaha peningkatan perlindungan

hukum bagi rakyat terhadap pemerintah.51

Asas-asas ini harus diperhatikan oleh

pemerintah karena asas-asas ini diakui dan diterapkan dalam penyelenggaraan

pemerintahan dan dalam proses Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) yakni

setelah adanya Undang Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha

Negara, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Serta terdapat juga

dalam Pasal 58 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

yang menyatakan “Penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas-asas

umum penyelenggaraan negara yang terdiri dari : asas kepastian hukum, asas

tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan umum, asas keterbukaan, asas

proporsionalitas, asas profesionalitas, asas akuntabilitas, asas efisiensi, asas

efektivitas dan asas keadilan”.

Crince Le Roy mengemukakan sebelas (11) butir asas-asas umum

pemerintahan yang baik yaitu :52

51

Amrah Muslimin, 1982, Beberapa Asas-Asas Dan Pengertian-Pengertian Pokok

Tentang Administrasi dan Hukum Administrasi, Alumni, Bandung, h. 140. 52

SF. Marbun, 2003, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di

Indonesia, Liberty, Yogyakarta, h. 386

Page 29: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

29

1. Asas Kepastian Hukum (principle of legal security)

asas ini menghendaki setiap keputusan badan atau pejabat tata usaha

negara yang dikeluarkan dianggap benar menurut hukum, selama belum

dibuktikan sebaliknya atau dinyatakan sebagai keputusan yang

bertentangan dengan hukum oleh hakim adminstrasi.

2. Asas Keseimbangan (principle of proportionality)

asas ini menghendaki adanya kriteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau

kualifikasi pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan sehingga

memudahkan penerapannya dalam setiap kasus yang ada.

3. Asas Bertindak Cermat (principle of carefulness)

asas ini menghendaki agar pemerintah bertindak cermat dalam melakukan

aktivitas sehingga tidak merugikan bagi warga negaranya.

4. Asas Motivasi Dalam Setiap Keputusan (principle of motivation )

asas ini menghendaki setiap keputusan badan pemerintahan harus

mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai dasar dalam

menerbitkan keputusan.

5. Asas Larangan Mencampuradukan Kewenangan (principle of non misuse

of competence )

dalam asas ini aspek wewenang tidak dapat dijalankan melebihi apa yang

sudah ditentukan dalam undang-undang artinya pejabat tata usaha negara

tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain selain yang

ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenang

melampaui batas.

6. Asas Kesamaan Dalam Mengambil Keputusan (principle of equality)

asas ini menghendaki badan pemerintah mengambil tindakan yang sama

atas kasus yang faktanya sama

7. Asas Permainan Yang Layak (principle of fair play)

asas ini menghendaki agar setiap warga diberikan kesempatan seluas-

luasnya untuk mencari kebenaran dan keadilan serta membela diri sebelum

dijatuhkan putusan.

8. Asas Keadilan atau kewajaran (principle of reasonable of prohibition of

arbitrariness)

asas ini menghendaki pejabat tata usaha negara harus proporsional, sesuai,

seimbang, selaras dengan hak setiap orang dengan memperhatikan nilai-

nilai yang berlaku ditengah masyarakat.

9. Asas Menanggapi Pengharapan Yang Wajar (Principle of meeting raised

expectation )

asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah

harus mengabulkan harapan wargaNegara walaupun tidak menguntungkan

bagi pemerintah.

10. Asas Meniadakan Akibat Keputusan Yang Batal (principle of undoing the

consequences of unneled decision )

asas ini menghendaki jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan maka

yang bersangkutan atau yang terkena keputusan haru diberikan ganti rugi

atau kompensasi atau pengembalian nama baik.

Page 30: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

30

11. Asas perlindungan atas Pandangan Hidup Pribadi (principle of protetcting

the personal way of life )

asas ini menghendaki pemerintah melindungi hak setiap warga negara

yang merupakan konsekuensi negara hukum demokratis yang menjunjung

tinggi dan melindungi hak asasi setiap warga negara.

Selain kesebelas asas yang telah dikemukan oleh Crince Le Roy tersebut,

Kuntjoro Purbopranoto menambahkan dua (2) asas lagi yaitu :53

1. Asas kebijaksanaan (principle of sapiently)

asas ini menghendaki pemerintah dalam melaksanakan tugas dan

pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan

kebijaksanaan tanpa harus terpaku pada peraturan perundang-undangan

formal atau hukum tertulis.

2. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum (principle of public service )

asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya

selalu mengutamakan kepentingan umum.

Tindakan pemerintah dalam penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar harus

memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik sehingga tindakan

pemerintah dalam penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak merugikan masyarakat

atau pihak-pihak yang terkena tindakan tersebut.

53

Riawan Tjandra, 2008, Hukum Administrasi Negara, Universitas Atmajaya Yogyakarta,

Yogyakarta, h. 75.

Page 31: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

31

1.5.2. Kerangka Berpikir

WEWENANG BPN DALAM PENERTIBAN DAN PENDAYAGUNAAN

TANAH TERLANTAR

KONSEP TINDAK

PEMERINTAHAN

TEORI

KEWENANGAN

ASAS-ASAS UMUM

PEMERINTAHAN

YANG BAIK

Latar

Belakang

Rumusan Masalah

1. Jenis Penelitian :

Normatif

2. Jenis Pendekatan :

Pendekatan Perundang-

undangan dan Pendekatan

Konsep

3. Sumber Bahan Hukum

:

Bahan Hukum Primer ,

Bahan Hukum Sekunder,

Bahan Hukum Tertier.

4. Teknik Pengumpulan

Bahan Hukum : Studi Dokumen

5. Teknik Analisis Bahan Hukum :

Teknik Deskriptif dan

Teknik Interpretasi

1. Apakah yang menjadi

kriteria, objek dan

subjek tanah terlantar

ditinjau dari Peraturan

Perundang-undangan?

Konsep Tanah

Terlantar

2. Bagaimanakah

kewenangan Badan

Pertanahan Nasional

dalam penertiban dan

pendayagunaan tanah

terlantar ditijau dari

Peraturan Perundang-

undangan?

Teori Negara

Hukum

Teori Kepastian

Hukum

Landasan

Teoritis

Metode Penelitian

Kekaburan

Norma pada

Pasal 3 PP No.

11 Tahun 2010

terkait dengan

kriteria, objek

dan subjek

tanah terlantar

dan Pasal 5 PP

No. 11 Tahun

2010 terkait

dengan

kewenangan

BPN dalam

penertiban

tanah terlantar

Teori

Kewenangan

Kesimpulan

1. Kriteria tanah yang dapat diidentifikasi tanah terlantar adalah pemegang hak atas tanah dengan

sengaja tidak memelihara hak atas tanah tersebut dengan baik dalam jangka waktu tertentu

sehingga kualitas kesuburan tanahnya menjadi menurun dan tidak produktif lagi. Sedangkan

Objek penertiban tanah terlantar adalah Tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna

Bangunan, Hak Pakai, Hak Pengelolaan dan atau yang telah memiliki dasar penguasaan atas

tanah dan subjeknya adalah Perseorangan, Badan Hukum Privat maupun Badan Hukum Publik.

2. Kewenangan Badan Pertanahan Nasional dalam penertiban tanah terlantar merupakan

kewenangan delegasi dari pemerintah (Presiden), sedangkan Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional, Kantor Pertanahan, Pemerintah Daerah dan instansi yang berkaitan dengan

peruntukan tanah yang tergabung dalam panitia C adalah memperoleh kewenangan subdelegasi

dari Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia . Adapun mekanisme dalam

penertiban tanah terlantar dengan melakukan inventarisasi tanah yang terindikasi terlantar,

melakukan identifikasi dan penelitian tanah terindikasi terlantar, memberikan peringatan

terhadap pemegang hak, dan terakhir apabila pemegang hak tidak mengindahkan peringatan

yang diberikan akan mengeluarkan penetapan tanah terlantar.

Asas-Asas

Umum

Pemerintahan

Yang Baik

Page 32: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

32

Adapun dari bagan kerangka berpikir tersebut di atas dapat dideskripsikan

sebagai berikut:

Penelitian dengan judul Wewenang Badan Pertanahan Nasional Dalam

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar ini beranjak dari kekaburan

norma yang penulis temukan dalam Pasal 3 dan Pasal 5 PP Nomor 11 Tahun

2010. Dalam penelitian ini mengambil dua rumusan masalah yaitu apakah yang

menjadi kriteria, objek dan subjek penertiban tanah terlantar serta bagaimana

kewenangan Badan Pertanahan Nasional dalam penertiban dan pendayagunaan

tanah terlantar ditinjau dari Peraturan Perundang-undangan. Dalam penelitian ini

digunakan tiga teori hukum sebagai pisau analisa untuk menjawab dari dua

permasalahan tersebut, yaitu Pertama Teori Negara Hukum dalam penelitian ini

digunakan sebagai pisau analisa permasalahan pertama dan permasalahan kedua

yaitu mensyaratkan setiap tindakan pemerintah dalam hal untuk menetapkan dan

menertiban tanah terlantar harus berdasarkan atas hukum; Kedua yaitu Teori

Kepastian Hukum dihubungkan dengan penelitian ini digunakan sebagai pisau

analisa permasalahan yang pertama yaitu apakah yang menjadi kriteria, objek dan

subjek penertiban tanah terlantar ditinjau dari peraturan perundang-undangan.

Ketiga Teori kewenangan dalam penelitian ini digunakan sebagai pisau analisis

permasalahan yang kedua yaitu tindakan yang dapat dilakukan oleh Badan

Pertanahan Nasional terhadap tanah yang ditelantarkan, terkait dengan

kewenangannya untuk menetapkan dan menertibkan tanah terlantar. Selain

menggunakan ketiga teori tersebut, dalam penelitian ini juga memakai konsep

tanah terlantar serta asas-asas umum pemerintahan yang baik.

Page 33: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

33

1.6. Metode Penelitian

Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu

pengetahuan maupun teknologi. Hal ini disebabkan, oleh karena penelitian

bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologi dan

konsisten. Melalui proses penelitian tersebut diadakan analisa dan kontruksi

terhadap bahan hukum yang telah dikumpulkan dan diolah.54

Oleh karena penelitian merupakan suatu saran (ilmiah) bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka metodologi penelitian yang

ditetapkan harus senantiasa di sesuikan dengan ilmu pengetahuan yang menjadi

induknya dan hal ini tidaklah selalu berarti metodologi yang dipergunakan

berbagai ilmu pengetahuan pasti akan berbeda secara utuh. Berdasarkan hal-hal

tersebut di atas, metodologi penelitian hukum juga mempunyai ciri-ciri tertentu

yang merupakan identitasnya, oleh karena ilmu hukum dapat dibedakan dari ilmu-

ilmu pengetahuan lainnya. Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan yang

terencana dilakukan dengan metode ilmiah bertujuan untuk mendapatkan data

baru guna membuktikan kebenaran ataupun ketidakbenaran dari suatu gejala atau

hipotesa yang ada.55

Secara khusus menurut jenis, sifat, dan tujuannya suatu penelitian hukum

dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum

empiris.56

Penelitian hukum normatif adalah penelitian doktriner, juga disebut

sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen. Disebut penelitian hukum

doktriner, karena penelitian ini dilakukan atau ditunjukan hanya pada peraturan-

54

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., h. 11. 55

Bambang Waluyo, 1991, Penelitian hukum dalam praktek, Sinar grafika, Jakarta, h. 6. 56

Ibid. h. 13.

Page 34: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

34

peraturan yang tertulis atau bahan-bahan hukum yang lain. Sebagai penelitian

ataupun studi dokumen, penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap bahan

hukum yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan. Dalam penelitian hukum

yang normatif biasanya hanya dipergunakan sumber-sumber bahan hukum

sekunder saja, yaitu buku-buku, peraturan perundang-undangan, putusan-putusan

pengadilan, teori-teori hukum dan pendapat para sarjana hukum terkemuka.57

Metode penelitian hukum adalah sebagai cara kerja ilmuan yang salah

satunya ditandai dengan penggunaan metode (Inggris method, Latin methodus,

Yunani methodos, meta berarti di atas, sedangkan thodos berarti suatu jalan, suatu

cara). Van Peursen menerjemahkan pengertian metode secara harfiah, mula-mula

metode diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh menjadi penyelidikan

atau penelitian berlangsung menurut suatu rencana tertentu.58

1.6.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah penelitian

hukum normatif karena penelitian ini berangkat dari adanya kekaburan norma

dalam Pasal 3 PP Nomor 11 Tahun 2010 berkaitan dengan kriteria, objek dan

subjek penertiban tanah terlantar serta Pasal 5 PP Nomor 11 Tahun 2010 berkaitan

dengan kewenangan Badan Pertanahan Nasional dalam penertiban tanah terlatar.

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara

mengkaji bahan-bahan yang berasal dari berbagai peraturan perundang-undangan

dan bahan lain dari berbagai literatur.59

57

Ibid. h. 14. 58

Johny Ibrahim, 2006, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu

Publishing, Malang, h. 26. 59

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.Cit., h. 93.

Page 35: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

35

1.6.2. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian hukum normatif terdapat beberapa pendekatan, yaitu :

pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan fakta (fact

approach), pendekatan konsep (conseptual approach), pendekatan analisis

(analitical approach), pendekatan frasa (words and pharase approach),

pendekatan perbandingan (comperative approach), pendekatan sejarah

(historical approach), pendekatan filsafat (philosophical approach), dan

pendekatan kasus (case approach).60

Dalam membahas permasalahan yang

dikemukakan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan yang

berdasar pada pendekatan Perundang-undangan (Statute Approach) dan

Pendekatan konseptual (conseptual approach).

Pendekatan peraturan perundang-undangan dalam penelitian ini digunakan

untuk menelaah aspek pengaturan hukum tentang identifikasi, penelitian dan

penetapan sebagai tanah terlantar. Sedangkan pendekatan Konseptual (conceptual

approach) yaitu pendekatan yang dilakukan untuk menemukan konsep-konsep

yang berkaitan dengan tanah terlantar, kriteria tanah terlantar, kewenangan dan

tindakan dalam penertiban dan pendayagunaan tanah terlantar.

1.6.3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, bahan hukum tertier serta data penunjang. Bahan hukum primer

sebagai bahan penelitian dalam penelitian ini antara lain :

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

60

Johny Ibrahim, Op.Cit., h. 93-95.

Page 36: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

36

2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria;

3. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah;

4. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah;

5. Peraturan Pemerintah No.11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan

Pendayagunaan Tanah Terlantar;

6. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2013 tentang Badan Pertanahan

Nasional;

7. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 2010 tentang

Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar.

Sedangkan bahan hukum sekunder yang dipakai adalah buku-buku hukum

termasuk tesis, disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum yang berkaitan dengan

hukum pertanahan. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberi

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Dalam

penelitian ini digunakan kamus hukum dan kamus besar Bahasa Indonesia dalam

rangka mencari definisi operasional.

1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan

melakukan studi dokumen yaitu bahan hukum dikumpulkan melalui studi

dokumentasi, yakni dengan melakukan pencatatan terhadap hal-hal yang relevan

dengan masalah yang diteliti yang ditemukan dalam bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder ataupun bahan hukum tertier.

Page 37: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

37

1.6.5. Teknik Analisis Bahan hukum

Teknik analisis yang digunakan terhadap bahan-bahan hukum yang telah

terkumpul untuk menyelesaikan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini

adalah dilakukan dengan teknik deskriptif dan teknik interpretasi yaitu sebagai

berikut :

1. Teknik deskriptif merupakan langkah pertama yang dipergunakan dalam

menganalisa, karena teknik deskriptif adalah teknik dasar analisis yang

tidak dapat dihindari penggunaannya. Deskriptif berarti menguraikan apa

adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum

atau non hukum.

2. Teknik interpretasi (penafsiran) menurut Sudikno Mertokusumo

merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberikan

penjelasan gamblang tentang teks undang-undang, agar ruang lingkup

kaidah dalam undang-undang tersebut dapat diterapkan pada peristiwa

hukum tertentu.61

Teknik interprestasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

interpretasi gramatikal dan inteprestasi sistematis. Interpretasi gramatikal

yaitu dengan menafsirkan kata-kata dalam undang-undang sesuai kaidah

bahasa dan kaidah hukum tata bahasa. Bahasa merupakan sarana yang

dipakai pembuat undang-undang untuk menyatakan kehendaknya, oleh

karena itu pembuat undang-undang harus memilih kata-kata yang jelas dan

tidak dapat ditafsirkan berbeda-beda.

61

Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif,

Sinar Grafika, Jakarta, h. 61.

Page 38: the authority of national land agency in controlling and utilizing the ...

38

Sedangkan interprestasi sistematis adalah dengan melihat hubungan

diantara aturan dalam suatu peraturan perundang-undangan yang saling

bergantungan karena suatu peraturan tidak dapat berdiri sendiri, tetapi

saling terkait dengan peraturan hukum lain