Th. 1985-1986

334
NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN 1985/1986 REPUBLIK INDONESIA

Transcript of Th. 1985-1986

Page 1: Th. 1985-1986

NOTA KEUANGAN

DAN

RANCANGAN ANGGARAN

PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

TAHUN 1985/1986

REPUBLIK INDONESIA

Page 2: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

BAB I

UMUM

Telah merupakan suatu kenyataan sejarah bahwa perkembangan yang terjadi dalam

kehidupan masyarakat yang mengarah kepada kemajuan suatu bangsa, senantiasa mensyaratkan

adanya perjuangan dan membawa serta perubahan-perubahan dalam berbagai segi dan dimensi

kehidupan. Sebagai suatu rangkaian pembaharuan pada berbagai tingkat perimbangannya,

perjuangan yang merupakan pengejawantahan ideologi negara dan pandangan hidup bangsa

selalu menuju ke suatu bentuk, dan tatanan kehidupan masyarakat yang dinamis dan lebih baik.

Sejarah telah mengajarkan bahwa perjuangan untuk mencapai kehidupan berbangsa dan

bernegara yang makmur dan sejahtera, bukanlah suatu perjuangan tanpa pengorbanan.

Mengikuti liku-liku perjalanan sejarah Indonesia akan terlihat betapa generasi demi

generasi telah menyemarakkan persada nusantara dengan berbagai pengorbanan, mulai dari

perjuangan untuk menghimpun rakyat Indonesia menjadi satu bangsa, bersatu padu dalam

menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan menjamin kelestarian eksistensinya,

sampai kepada usaha besar bangsa Indonesia untuk membangun suatu masyarakat sejahtera

yang berkeadilan, masyarakat Pancasila.

Limabelas tahun yang lalu, bangsa Indonesia telah memancangkan tonggak sejarah

bagi dimulainya suatu babak baru dalam kelanjutan perjuangannya. Bagi bangsa Indonesia,

babak itu merupakan garis pemisah antara kecenderungan yang serba sepihak, liberal ataupun

terpimpin, dengan sikap yang mengacu kepada keseimbangan, keserasian dan keselarasan yang

bersumber pada pemahaman Pancasila secara utuh dan menyeluruh. Alur perjalanan sejarah

yang demikian itulah yang terus diusahakan agar menjelma menjadi kenyataan tahap demi

tahap sesuai dengan rencana, dan pengutamaan yang selaras dengan perkembangan

kesanggupan bangsa.

Kini bangsa Indonesia tengah berada diambang pintu tahun kedua Repelita IV, suatu

tahap pembangunan yang telah semakin mendekatkan rakyat Indonesia kepada cita-cita

perjuangan. Repelita IV bukanlah semata merupakan kelanjutan dan peningkatan dari Pelita-

Pelita sebelumnya, melainkan juga mempunyai posisi yang penting dan menentukan bagi

terciptanya kerangka landasan pembangunan nasional. Keberhasilan Repelita IV akan

memungkinkan terlaksananya tahap pemantapan kerangka landasan dalam Repelita V dan tahap

tinggal landas dal3:m Repelita VI, untuk memacu pembangunan menuju masyarakat adil dan

Departemen Keuangan RI 2

Page 3: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

makmur berdasarkan Pancasila. Untuk menciptakan kerangka landasan pembangunan tersebut,

perlu diupayakan terciptanya kondisi nasional yang memberikan rangsangan serta peluang

seluas-luasnya bagi potensi pembangunan agar dapat berperan serta dalam usaha pembangunan

nasional. Dengan segenap potensi pembangunan, dana dan daya yang dapat digali dan

dikerahkan dari dalam negeri akan semakin meningkatkan dan memantapkan ketahanan

ekonomi terhadap pengaruh dari berbagai kemungkinan gejolak atau krisis ekonomi dunia.

Pembangunan dengan asas kepercayaan pada diri sendiri, merupakan kekuatan yang tidak

ternilai harganya bagi bangsa yang sedang membangun. Kepercayaan pada diri sendiri

bertambah penting artinya, karena dalam tahun-tahun yang akan datang pembangunan posti

bertambah berat, karena masalah yang ditangani makin besar, dan aspirasi masyarakat pun

bertambah luas. Oleh sebab itu perlu dikembangkan kebijaksanaan ekonomi yang bertumpu di

atas Trilogi Pembangunan, suatu kebijaksanaan yang telah dianut Pemerintah sejak

pembangunan nasional dicanangkan raJa 1 April 1969.

Prioritas pembangunan dalam Repelita IV, sesuai dengan Pola Umum Pembangunan

Jangka Panjang, tetap menempatkan sektor pertanian sebagai sektor yang akan terus dikem-

bangkan dan ditingkatkan menuju swasembada pangan, serta pengembangan sektor industri,

balk industri berat maupun industri ringan. Dalam hubungan ini, apabila dikaji dan ditelusuri

kembali rangkaian kebijaksanaan ekonomi yang telah ditempuh Pemerintah selama ini hingga

tahun kedua Repelita IV, maka tampak jelas kesinambungan usaha menuju kepada memperluas,

meningkatkan dan sekaligus memperkuat landasan kegiatan ekonomi melalui pengembangan

industri di atas sektor pertanian yang mandiri. Kebijaksanaan juga ditujukan kepada perluasan

kesempatan kerja, mengutamakan penggunaan hasil produksi dalam negeri, dan peningkatan

ekspor. Kesemuanya itu ditunjang oleh kebijaksanaan di bidang fiskal yang lebih mengarah

pada asas keadilan, dan kebijaksanaan moneter yang diupayakan untuk merangsang kegiatan

dunia usaha, dan memantapkan kestabilan. Tujuan tersebut dan kebijaksanaan penunjangnya

mengisi dan menyatu secara terpadu dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi yang

memadai, pemerataan pembangunan dan hasilnya, dan pemeliharaan kestabilan. Diharapkan

pada akhimya tercipta strnktur perekonomian yang lebih seimbang dan mantap, dengan tingkat

kelenturan produksi yang tinggi yang dalam batasbatas tertentu, mampu meredam setiap

kegoncangan ekonomi baik dalam maupun luar negeri. Dengan perkembangan yang mengarah

kepada terciptanya keadaan tersebut, perekonomian Indonesia yang modern, tangguh dan

demokratis berdasarkan Pancasila akan menopang terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil

dan makmur berdasarkan Pancasila.

Departemen Keuangan RI 3

Page 4: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Sejalan dengan cita pembangunan tersebut, sertadengan memperhatikan perkembangan

keadaan perekonomian dunia yang masih belum sepenuhnya pulih dari resesi, pada tahun

pertama pelaksanaan Repelita IV oleh Pemerintah telah diambil beberapa langkah

kebijaksanaan ekonomi yang penting. Langkah nyata dalam rangka menegakkan kemandirian

dalam pembiayaan pembangunan tampak lebih jelas dengan telah disahkannya tiga undang-

undang perpajakan baru yang baik semangat maupun pengaturannya lebih sesuai dengan

tuntutan pembangunan yang semakin berkembang. Di bidang moneter, tanggung jawab yang

diberikan kepada bank-bank Pemerintah dalam menentukan suku bunga simpanan maupun

pinjaman, telah merangsang dunia perbankan untuk mengerahkan dana-dana masyarakat,

terlebih karena pada saat yang sama ketentuan pagu kredit perbankan ditiadakan. Bagi

masyarakat, adanya kenaikan dalam tingkat pendapatan, terpeliharanya kestabilan harga, dan

terkendalinya nilai tukar devisa te1ah semakin meningkatkan hasratnya untuk menabung, yang

dilakukan diantaranya melalui sektor perbankan maupun lembaga keuangan lainnya. Dengan

demikian terdapat titik temu aliran dana yang menghasilkan kegunaan bagi berbagai pihak,

yakni antara masyarakat penabung, sektor perbankan dan tersedianya sumber dana

pembangunan. Dan dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor Indonesia, serta mengurangi

tekanan yang berat terhadap neraca pembayaran, pada bulan Maret 1983 te1ah diadakan

penyesuaian nilai tukar rupiah terbadap dollar Amerika Serikat.

Agar supaya pengerahan dana pembangunan, baik yang bersumber dari dalam negeri

maupun dari luar negeri, memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pembangunan, usaha

pengendalian dan penghematan penggunaan dana harus terus ditingkatkan. Oleh karena itu

penge1uaran rutin diusahakan dapat ditekan, dan dikendalikan tanpa mengurangi fungsi

pe1ayanan kepada masyarakat, serta pemeliharaan terhadap hasil pembangunan yang telah

dicapai. Namun demikian, mengingat pentingnya peningkatan pendayagunaan aparatur negara,

maka dalam tahun 1985/1986 direncanakan suatu kenaikan gaji bersih pegawai negeri sebesar

20 persen dan pensiun antara 27 - 59 persen. Di lain pihak prioritas pembangunan dipertajam

agar penge1uaran pembangunan dapat memberikan hasil guna dan daya guna yang lebih besar,

disertai dengan pengurangan, atau penghapusan terhadap berbagai subsidi sejauh yang dapat

dilakukan tanpa mengorbankan kepentingan stabilisasi, serta kebutuhan masyarakat banyak.

Pemberian subsidi ditata sedemikian rupa agar terdapat alokasi sumber ekonomi secara lebih

efisien, dan terhindar dari adanya distorsi harga-harga yang tidak wajar. Sejalan dengan hal

tersebut, maka pengeluaran untuk subsidi bahan bakar minyak dalam tahun 1985/1986 te1ah

Departemen Keuangan RI 4

Page 5: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dapat ditekan lebih lanjut, yang terutama disebabkan karena adanya peningkatan efisiensi dalam

pengolahan bahan bakar tersebut. Di lain pihak subsidi untuk pupuk diperkirakan akan

meningkat lebih besar, yang berkaitan erat dengan semakin intensifnya penggunaan pupuk

dalam rangka mempertahankan, dan meningkatkan kemajuan yang te1ah dicapai di bidang

pengadaan pangan, dan produksi komoditi pertanian lainnya.

Adapun penjadwalan kembali beberapa proyek renting dan pengendalian impor secara

se1ektif, te1ah dilaksanakan dalam rangka penghematan di bidang devisa, dan upaya untuk

mengurangi tekanan terhadap neraca pembayaran. Sedangkan di bidang moneter, kebijaksanaan

moneter dan perkreditan tetap ditujukan kepada penggunaan dana yang terarah dan produktif.

Perimbangan yang belum memadai antar berbagai sektor kegiatan dalam pereko-

Damian, serta sifat perekonomian terbuka yang sangat dipengaruhi oleh hambatan dalam

kegiatan ekspor, dan resesi perekonomian dunia yang be1um sepenuhnya pulih, menimbulkan

akibat yang tak terhindarkan terhadap perekonomian Indonesia dalam tahun-tahun terakhir

Pelita III, yang masih berasa pengaruhnya hingga diambang tahun kedua Repelita IV. Agar

perkembangan pembangunan waktu lalu lebih dapat dipahami dalam ruang lingkup keadaan

yang melatarbelakanginya, dan terlebih renting dadpada itu, agar supaya permasalahan yang

dihadapi dalam masa pembangunan yang akan datang dapat ditanggulangi dengan tanggap,

serta dapat memanfaatkan peluang yang mungkin tercipta, maka keadaan ekonomi dunia perlu

dan senantiasa secara cermat terus diikuti perkembangannya.

Tanda-tanda perbaikan ekonomi dunia yang mulai tampak pada tahun akhir Pelita III

belum sepenuhnya menunjukkan perkembangan yang diharapkan. Bahkan akhir-akhir ini

diperkirakan terdapat kecenderungan gejala perlambatan kembali dari kegiatan ekonomi negara

industri utama, yaitu Amerika Serikat, yang dalam tahun 1984 diperkirakan mengalami

kenaikan pertumbuhan ekonomi tertinggi diantara negara-negara industri lainnya, yakni sebesar

7,3 persen. Perekonomian dunia yang belum sepenuhnya bangkit ke arab pemulihan

sebagaimana yang diharapkan, hanya memberikan pengaruh yang terbatas manfaatnya bagi

perkembangan ekonomi negara-negara berkembang. Pertumbuhan ekonomi negara-negara

industri secara. keseluruhan dalam tahun 1984 diperkirakan menunjukkan kenaikan rata-rata

sebesar 4,9 persen, atau 2,3 persen lebih tinggi dibandingkan kenaikan tahun lalu, dimana

Jepang dan Kanada diperkirakan mengalami kenaikan tertinggi setelah Amerika Serikat, yakni

sebesar 5,0 persen dan 4,6 persen, sedangkan negara-negara industri lainnya dalam kelompok

tujuh negara industri besar diperkirakan menunjukkan kenaikan rata-rata sekitar 2,5 persen.

Departemen Keuangan RI 5

Page 6: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Pertumbuhan ekonomi yang dicapai negara-negara industri utama tersebut, erat

kaitannya dengan menurunnya tingkat pengangguran serta laju inflasi. di negara-negara

tersebut. Tingkat pengangguran rata-rata di negara-negara industri tersebut diperkirakan telah

dapat ditekan menjadi 7,6 persen dalam tahun 1984 dibandingkan 8,3 persen dalam tahun 1983,

sedangkan laju inflasi diperkirakan menunjukkan sedikit penurunan dari sebesar 5,0 persen

dalam tahun 1983 menjadi 4,3 persen dalam tahun 1984. Sisi lain perkembangan perekonomian

dunia yang pada umumnya menunjukkan perbaikan, telah ditandai dengan makin meningkatnya

suku bunga riil di Amerika Serikat yang bertahan pada tingkat yang relatif tinggi, sebagai

akibat dari pelaksanaan kebijaksanaan moneter yang ketat di negara tersebut. Suku bunga untuk

nasabah-nasabah utama (US Prime Rate) di Amerika Serikat mencapai tingkatan yang tinggi,

sekitar 13 persen pada bulan September 1984. Perbedaan dalam tingkat produktivitas serta laju

pertumbuhan perekonomian, dan tingkat inflasi antara berbagai negara di dunia, serta tingginya

suku bunga riil di Amerika Serikat, telah mengakibatkan masuknya modal dari negara-negara

lain ke Amerika Serikat, yang kemudian mengakibatkan naiknya nilai tukar mata uang Amerika

Serikat terhadap pelbagai macam mata uang asing. Meningkatnya nilai tukar mata uang dollar

Amerika selanjutnya telah mengakibatkan kegoncangan posar valuta internasional di berbagai

negara, serta kemerosatan yang cukup besar pada nilai tukar mata uang - mata uang penting

dunia. Ketidakstabilan nilai tukar valuta asing, kebijaksanaan moneter yang ketat, tingginya

suku bunga menimbulkan rangkaian akibat berupa naiknya defisit transaksi berjalan negara-

negara industri. Usaha mengatasi defisit tersebut telah menimbulkan dampak sampingan yang

kurang menguntungkan, khususnya bagi perkembangan ekspor negara-negara berkembang,

karena adanya langkah-langkah proteksionisme yang dilakukan oleh negara-negara industri

dalam rangka melindungi hasil produksi dalam negeri mereka.

Perkembangan perekonomian dunia telah dipengaruhi pula oleh ketidakstabilan dalam

posar minyak dunia. Meningkatnya produksi serta peleposan cadangan minyak negara-negara

di luar OPEC, dan upaya penghematan penggunaan energi minyak telah menyebabkan

terganggunya keseimbangan posar, dan kecenderungan terjadinya penurunan harga minyak

dunia. Menghadapi keadaan demikian, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC)

dalam sidangnya bulan Oktober 1984 di Geneva memutuskan untuk tetap mempertahankan

tingkat harga yang berlaku sekarang, dengan jalan mengurangi produksi dari batas tertinggi

17,5 juta barrel menjadi sebesar 16,0 juta barrel per hari, serta menetapkan kuota baru bagi

negara-negara anggotanya.

Departemen Keuangan RI 6

Page 7: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Setetah mengalami defisit dalam neraca pembayaran yang cukup besar dalam tahun

1982/1983, dengan latar belakang perkembangan keadaan perekonomian dunia yang

menunjukkan adanya sedikit perbaikan, dalam tahun 1983/1984 neraca pembayaran Indonesia

menunjukkan keadaan yang lebih baik yaitu surplus sebesar US $ 2.070 juta, meskipun

transaksi berjalan masih mengalami defisit sebesar US $ 4.151 juta. Namun demikian, defisit

tersebut apabila dibandingkan dengan defisit tahun 1982/1983, memperlihatkan adanya

perbaikan yang berarti. Kemajuan di bidang neraca pembayaran tersebut tidak terlepos dari

perkembangan ekspor bukan minyak yang menunjukkan kenaikan sebesar 36,6 persen, dimana

dalam tahun sebelumnya mengalami penurunan. Oleh karena penerimaan ekspor minyak

mengalami penurunan, walaupun penurunan tersebut jauh lebih rendah dari tahun 1982/1983,

kenaikan penerimaan ekspor keseluruhan dalam tahun 1983/1984 hanya sebesar 6,1 persen.

Dalam tahun 1984/1985 perkembangan neraca pembayaran diperkirakan masih akan

mengalami surplus sungguhpun tidak sebesar dalam tahun 1983/1984.

Berbagai langkah kebijaksanaan di bidang perdagangan luar negeri, khususnya dalam

rangka mendorong ekspor, terus dilakukan oleh Pemerintah mengingat peranannya sebagai

salah satu sumber pembiayaan pembangunan, serta sebagai sektor pendorong gerak

perekonomian nasional yang penting. Menghadapi situasi perekonomian internasional yang

tidak menentu, serta guna mengurangi ketergantungan pada ekspor minyak dan gas bumi,

kebijaksanaan mendorong ekspor secara menyeluruh melalui pola pengembangan ekspor

terpadu terus ditingkatkan. Usaha tersebut meliputi peningkatan dan diversifikasi ekspor di luar

minyak dan gas bumi, perluasan kemudahan dibidang perpajakan dan perkreditan, perbaikan

mutu barang ekspor, pelaksanaan sistem imbal beli, pengembangan ekspor barang-barang

produksi hasil industri dan perluasan posaran di luar negeri ke negara-negara selain rekan

dagang. Dalam rangka memperluas ekspor Indonesia, maka telah dijajagi kemungkinan

peningkatan perdagangan dengan negara-negara Eropa Timur. Ternyata negara-negara tersebut

sangat membutuhkan komoditi ekspor Indonesia seperti karet, timah, kopi, teh, minyak kelapa

sawit dan sebagainya. Juga terlihat peluang untuk mengekspor barang-barang manufaktur ke

Eropa Timur sepanjang harganya mampu bersaing di posaran internasional. Selain dari itu juga

meliputi penyesuaian nilai tukar mata uang dollar Amerika, pengendalian impor, serta

pengelolaan bantuan dan pinjaman luar negeri secara lebih cermat. Dalam rangka pengelolaan

bantuan yang lebih berdaya guna, maka telah dikeluarkan Inpres No.8 Tahun 1984 yang

menegaskan ketentuan tentang pengendalian dalam penggunaan kredit ekspor luar negeri, agar

pembayaran kembali dikemudian hari tetap dalam batas kemampuan keuangan negara.

Departemen Keuangan RI 7

Page 8: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Pelaksanaan berbagai kebijaksanaan di bidang ekspor tersebut tertuang antara lain dalam

Peraturan Pemerintah No.1 bulan Januari 1982 yang menyangkut pengaturan jual beli devisa,

tata cara ekspor dan sebagainya.

Di bidang prosedur ekspor, telah diadakan penyederhanaan perizinan, dan

penghapusan izin yang meliputi berbagai bidang antara lain bidang kehutanan, pertanian,

perhubungan, dan perdagangan. Di bidang perpajakan, sejak 1 Januari 1984 pungutan MPO

ekspor atas eksportir telah dihapuskan, dan untuk beberapa komoditi tertentu yang semula

dikenakan pajak ekspor sebesar 10 persen diturunkan menjadi 0 persen, serta penurunan pajak

ekspor tambahan atas jenis komoditi tertentu lainnya. Selain itu, sejak 10ktober 1984 pungutan

langsung oleh Pemerintah Daerah terhadap beberapa komoditi ekspor penting telah pula

dihapuskan. Sejalan dengan usaha meningkatkan mutu barang-barang ekspor, sampai dengan

Agustus 1984 telah ditetapkan standar mutu untuk 165 jenis barang-barang perdagangan,

dimana dari jumlah tersebut standar mutu dari 38 jenis barang sudah dilaksanakan.

Memantapkan ekspor, dan memperluas posarannya, memerlukan kerja keras baik dari

Pemerintah maupun masyarakat, khususnya dunia usaha. Pemerintah telah berusaha dengan

sungguh-sungguh untuk meniadakan berbagai hambatan yang dapat mengurangi daya saing

komoditi ekspor Indonesia di posaran internasional.

Kebijaksanaan di bidang impor selain ditujukan kepada memperlancar pengadaan

bahan baku/penolong, dan barang modal dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan pokok

yang diperlukan masyarakat, dan pemeliharaan kestabilan, juga merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari program pembangunan jangka panjang sektor industri. Melalui kebijaksanaan

impor yang mendukung pertumbuhan sektor industri, sektor tersebut didorong untuk mencapai

tahap perkembangan yang efisien melalui persaingan yang sehat, dan selanjutnya meningkat

menuju tahapan perluasan ekspor hasil produksinya, suatu keterpaduan langkah yang tidak

hanya mengarah kepada penghematan devisa, akan tetapi juga sekaligus meningkatkan

penerimaannya, serta sejalan dengan usaha peningkatan penggunaan produksi dalam negeri.

Dalam hubungan ini, Pemerintah telah mengusahakan untuk sejauh mungkin tidak memberi

keringanan bea masuk, tetapi sekaligus menyesuaikan tarif bea masuk dan pajak penjualan

impor terhadap impor barang-barang yang telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti kertas

untuk jenis tertentu, pipa besi dan produk polyvinyl chloride (PVC), aluminium sheet dan fuli

aluminium jenis-jenis tertentu. Demikian pula terhadap beberapa produk yang telah dapat

dirakit di dalam negeri telah diberlakukan tarif bea masuk, dan pajak penjualan impor yang

baru. Dengan berlakunya Undang-Undang Pajak Penghasilan pada tanggal 1 Januari 1984,

Departemen Keuangan RI 8

Page 9: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pungutan MPO atas barang-barang impor dihapuskan, sedangkan pungutan baru dikenakan

terhadap impor barang yang dilakukan oleh importir yang menggunakan API, APIS atau APIT

yaitu sebesar 2,5 persen dari nilai dasar impor (cif). Terhadap impor barang yang dilakukan

oleh importir yang tidak menggunakan sistem perijinan impor, dikenakan pungutan sebesar 7,5

persen dari nilai dasar impor (cif).

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara ditetapkan, bahwa pembangunan industri

ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja, memeratakan kesempatan berusaha,

meningkatkan ekspor, menghemat devisa, menunjang pembangunan daerah, dan memanfaatkan

sumber alam dan energi serta sumber daya manusia. Dengan demikian pembangunan industri

selain diharapkan dapat mewujudkan struktur ekonomi yang seimbang antara industri dan

pertanian, juga diarahkan agar di dalam sektor industri sendiri semakin terwujud keseimbangan

dan keserasian antara industri besar/sedangdan industri kecil, antara industri hilir dan industri

hulu, antara industri padat modal dan industri padat karya, serta harus mampu meningkatkan

keahlian dan ketrampilan masyarakat, dan mempertinggi sikap mental pembaharuan. Dengan

arah kebijaksanaan tersebut, dan dengan Pancasila sebagai dasar perjuangan bangsa, tahap

industrialisasi yang merupakan tahap yang sulit, dan mengandung kerawanan kiranya dapat

dilalui tanpa menimbulkan ketegangan sosial.

Apabila dalam Pelita I dan II sektor industri telah tumbuh rata-rata sebesar 13,0 persen

dan 13,7 persen, maka dalam Pelita III turun menjadi 8,9 persen setahun. Pertumbuhan sektor

industri pengolahan, dilihat sebagai komponen produk domestik bruto, dalam tahun 1983 secara

riil menunjukkan kenaikan sebesar 2,2 persen, setelah mengalami titik kenaikan yang terendah

dalam tahun 1982. Sejak awal Pelita I, sektor tersebut hingga tahun-tahun pertama Pelita III

telah berkembang tidak kurang dari 9 persen. Kelambanan yang terjadi dalam pertumbuhan

sektor industri dipenghujung tahun Pelita III, tidak terlepos dari adanya pengaruh resesi

ekonomi dunia, serta adanya kekurangserasian pertumbuhan antarsektor industri. Industri hilir,

yang pada umumnya merupakan industri substitusi impor, telah berkembang relatif lebih pesat

dibanding industri hulu, sehingga menyebabkan lemahnya kaitan antarindustri, baik vertikal

maupun horizontal, dan belum dapat memberikan kemantapan pada struktur industri yang ada.

Sehubungan dengan hat tersebut, untuk memantapkan dan memperkokoh struktur industri

nasional, telah ditempuh kebijaksanaan program terpadu, yaitu dengan mengembangkan

industri yang saling menunjang dengan sektor lainnya. Program tersebut terdiri dari rangkaian

usaha berupa peningkatan keterkaitan antara berbagai jenis industri secara vertikal dan

horizontal, pembinaan industri kecil, peningkatan peranan bangsa Indonesia sendiri dalam

Departemen Keuangan RI 9

Page 10: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pembangunan industri, serta peningkatan ekspor hasil produksinya. Dengan berbagai usaha

tersebut akan tercipta keserasian yang memberi kekuatan pada keseluruhan pertumbuhan

industri.

Kemajuan yang dapat dicapai oleh sektor industri pada tingkat akhir berkaitan erat

dengan kemantapan pertumbuhan, dan perkembangan produktivitas sektor pertanian, dimana

peningkatan daya beli sebagian besar masyarakat beserta pemerataan pendapatan yang

berlangsung di sektor ini, merupakan faktor yang sangat menunjang tegak tahannya sektor

industri.

Pembangunan sektor pertanian berdasarkan Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang

tidak hanya menyangkut peningkatan produksi semata, akan tetapi meliputi pula usaha

mengangkat kehidupan sosial, pendidikan dan tingkat kehidupan para petani di pedesaan pada

umumnya. Dengan demikian pembangunan pertanian diharapkan memberikan arti yang utuh

bagi peningkatan sebagian besar kesejahteraan bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan tujuan

tersebut, pembangunan pertanian dilaksanakan dengan berlandaskan Trimatra Pembangunan

Pertanian, yaitu keterpaduan dalam usaha tani, dalam komoditi, dan dalam pengembangan

wilayah dengan sasaran sebagaimana yang tercakup dalam Sapta Karya Pembangunan

Pertanian, dan dengan menerapkan Panca Usaha Tani. Sungguhpun pertumbuhan sektor

pertanian sejak Pelita I setiap tahunnya menunjukkan tingkat kenaikan yang berbeda, akan

tetapi sumbangannya terhadap produk domestik bruto riil terus mengecil, sementara nilai

produksinya terus meningkat. Apabila pada awal Pelita I, sumbangan sektor pertanian masih

sebesar 46,9 persen dari produk domestik bruto riil, maka pada akhir Pelita III diperkirakan

menurun menjadi hanya sekitar 29 persen.

Produksi tanaman pangan sebagai komponen produksi pertanian terpenting menun-

jukkan perkembangan yang mengesankan. Dalam Pelita III produksi beras menunjukkan

pertumbuhan sebesar 6,5 persen pertahun, dimana dalam Pelita I dan II pertumbuhan

produksinya adalah sebesar 4,7 persen dan 3,8 persen pertahun. Di samping produksi beras,

produksi palawija dan hortikultura telah memainkan peran yang cukup penting pula dalam

pemenuhan kebutuhan bahan pangan yang meningkat. Agar peningkatan produksi beras dapat

pula meningkatkan tarat hidup petani lebih layak, tingkat harga dasar gabah yang diterima oleh

petani setiap tahunnya selalu ditinjau kembali, dan dinaikkan. Untuk itu pada bulan Pebruari

1985, harga dasar gabah kering giling di KUD dinaikkan menjadi Rp 175,00 perkilogram.

Didukung oleh besarnya peranan nilai tambah yang diciptakan oleh sektor

perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya, serta sektor-sektor lainnya, produk domestik

Departemen Keuangan RI 10

Page 11: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

bruto riil secara keseluruhan dalam tahun 1983 diperkirakan menunjukkan adanya kemajuan

yang cukup berarti, yakni kenaikan sebesar 4,2 persen. Sungguhpun kenaikan tersebut masih

lebih kecil dari rata-rata pertumbuhan per tahun dalam periode 1970 - 1982, akan tetapi masih

lebih tinggi dari yang dicapai dalam tahun 1982. Pertumbuhan ekonomi yang tercermin dari

perkembangan produk domestik bruto sangat dipengaruhi, dan ditentukan oleh perimbangan-

perimbangan yang terjadi di dalam tingkat pembentukan modal, serta tingkat produktivitas

modal, dan tenaga kerja yang .ada. Produk domestik bruto, alas dasar harga konstan tahun

1973, dari tahun 1969 sampai dengan tahun 1983 telah meningkat rata-rata sebesar 7,2 persen

pertahun. Kenaikan ini terutama disebabkan oleh meningkatnya pembentukan modal domestik

bruto rata-rata sebesar 15,2 persen pertahun dalam periode tersebut. Pembentukan modal

domestik bruto yang dalam tahun 1969, alas dasar harga konstan 1973, baru berjumlah 11,2

persen dari produk domestik brutonya, dalam tahun 1983 diperkirakan telah meningkat menjadi

30,5 persen. Hal ini tiada lain menunjukkan adanya kemajuan di dalam pembentukan atau

penanaman modal, baik yang dilakukan oleh masyarakat, dunia usaha, maupun Pemerintah.

Kegiatan penanaman modal yang dilakukan oleh dunia usaha, sejalan dengan terpeliharanya

kestabilan, dan prospek yang baik dari perkembangan pembangunan, terus menunjukkan

peningkatan. Penanaman modal yang dilakukan melalui fasilitas penanaman modal dalam

negeri (PMDN) sampai dengan bulan Agustus 1984 telah disetujui sebesar Rp 20.632,4 milyar,

sedangkan penanaman modal asing (PMA) dalam periode yang sama, rencana investasinya

mencapai nilai sebesar US $ 14.915,2 juta. Dalam rangka meningkatkan penanaman modal,

oleh Pemerintah telah diberikan berbagai rangsangan antara lain dalam bentuk penyederhanaan

prosedur penanaman modal, fasilitas pengampunan pajak, penetapan tarip penyusutan yang

lebih tinggi, serta ketentuan bahwa perorangan dapat melaksanakan penanaman modal melalui

fasilitas PMDN tanpa harus berbentuk badan hukum. Berbagai fasilitas tersebut diberikan agar

tercipta iklim penanaman modal yang menarik, meskipun fasilitas bebas pajak, dan pemutihan

modal bagi penanam modal di Indonesia dihapuskan. Sebagai kompensasi, semacam pemutihan

modal masih dimungkinkan, yakni segala dana yang ditabung dalam deposito tidakakan diusut

asal usulnya.

Sumber pembentukan modal yang terpenting adalah dana-dana yang dapat dikerahkan

dan disalurkan melalui APBN. Sebagai piranti anggaran dalam melaksanakan Repelita demi

Repelita, sejak Pelita I, volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) telah

berhasil ditingkatkan terus dalam jumlah yang cukup besar. Volume APBN pada awal Pelita I

yang berjumlah Rp 334,7 milyar, telah berkembang menjadi hampir lima puluh lima kali dalam

Departemen Keuangan RI 11

Page 12: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

tahun terakhir Pelita III. Perkembangan APBN terus diusahakan agar tetap berimbang dan

dinamis, sehingga peranannya sebagai stabilisator, dan akselerator pembangunan tetap dapat

dipertahankan. Resesi ekonomi dunia yang telah mempengaruhi perekoDamian Il}donesia pada

gilirannya telah mempengaruhi penyusunan RAPBN 1985/1986. Dengan latar belakang

kebijaksanaan dan perkembangan perekonomian baik nasional maupun internasional, serta

usaha untuk tetap terpeliharanya kesinambungan pembangunan, maka volume RAPBN tahun

anggaran 1985/1986 direncanakan berimbang pada tingkat sebesar Rp 23.046,0 milyar. Di sisi

penerimaan negara, rencana tersebut terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 18.677,9

milyar, dan penerimaan pembangunan sebesar Rp 4.368,1 milyar, sedangkan di sisi

pengeluaran negara rencana tersebut terdiri dari pengeluaran rutin sebesar Rp 12.399,0 milyar,

dan pengeluaran pembangunan sebesar Rp 10.647,0 milyar. Pengeluaran pembangunan selain

dialokasikan untuk berbagai sektor, juga diserasikan dengan pembiayaan pembangunan

regional dan perluasan kesempatan kerja melalui berbagai program Inpres, dalam rangka

pemerataan pembangunan dan hasilnya. Dengan demikian pemerataan, pertumbuhan dan

stabilitas memperoleh gambaran yang lebih nyata, utuh dan menyeluruh melalui peranan ganda

dari pengeluaran pembangunan.

Dalam tahun 1985/1986 bantuan pembangunan Dati I adalah sebesar Rp 280,0 milyar.

Bantuan tersebut dimaksudkan untuk pemeliharaan jembatan dan jalan propinsi, perbaikan dan

penyempumaan irigasi, eksploitasi dan pemeliharaan pengairan, pembangunan daerah minus

serta pengembangan perkotaan. Sedangkan bantuan pembangunan bagi Dati II antara lain

adalah untuk proyek-proyek prasarana dan produksi yang dapat memperluas lapangan kerja dan

proyek padat karya. Untuk mempedancar distribusi hasil-hasil produksi, kepada Dati II juga

diberikan bantuan pembangunan prasarana jalan. Gambaran perkembangan volume APBN yang

terus meningkat, memberikan harapan yang besar untuk tetap berlangsungnya pembangunan

nasional guna mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Namun

demikian, di balik kemajuan tersebut berbagai tantangan dan hambatan, serta upaya

pemecahannya telah pula menjadi bahagian dari pelaksanaan APBN, khususnya dalam

beberapa tahun terakhir ini.

Seperti yang telah dikemukakan perekonomian dunia yang dilanda krisis, dan

berlangsung berkepanjangan telah memberikan dampak yang tidak diinginkan terhadap

perekonomian Indonesia. Dalam usaha untuk memperkecil pengaruh yang ditimbulkan resesi

duma tersebut, terutama dalam mengamankan penerimaan negara melalui APBN, oleh

Pemerintah telah diambil berbagai langkah kebijaksanaan untuk meningkatkan ketahanan

Departemen Keuangan RI 12

Page 13: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

ekonomi nasional, serta menciptakan landasan yang kuat guna berlangsungnya kelancaran

proses pembangunan. Salah satu kebijaksanaan yangtelah diambil adalah dengan disahkannya

beberapa undang-undang perpajakan yang baru, yang merupakan perbaikan secara mendasar

terhadap undang-undang perpajakan yang lama. Dengan kebijaksanaan tersebut Pemerintah

bukan saja berupaya untuk lebih menyeimbangkan struktur penerimaan negara, yang sebagian

besar masih bergantung pada penerimaan dari minyak bumi dan gas alam, akan tetapi juga

berusaha untuk meningkatkan rasa keikutsertaan masyarakat secara aktif dalam memberikan

andil dan peranannya di dalam pembangunan melalui bidang perpajakan. Langkah-Iangkah

untuk menegakkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan, khususnya melalui usaha

peningkatan penerimaan dalam negeri di luar minyak, telah dilaksanakan ketika memasuki

tahun pertama Repelita IV, yakni dengan diberlakukannya UndangUndang tentang Ketentuan

Umum dan Tata Cara Perpajakan serta Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan sejak

tanggal 1 Januari 1984. Sedangkan Undang-Undang tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang

dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sedianya berlaku pada tanggal 1 Juli

1984, dengan Undang-Undang No.8 Tahun 1984 telah ditangguhkan berlakunya sampai

selambat-Iambatnya tanggal 1 J anuari 1986. Namun demikian mengingat pentingnya peranan

pajak tersebut, Pemerintah bertekad untuk melaksanakannya pada 1 April 1985. Dalam rangka

pelaksanaan undang-undang ini, maka mulai tahun anggaran 1985/ 1986 dalam penerimaan

pajak pertambahan nilai, termasuk di dalamnya pajak pertambahan nilai atas penjualan bahan

bakar minyak (BBM) sebesar 10 persen. Berlainan dengan undang-undang perpajakan yang

lama yang mempunyai sistem, prosedur dan pentaripan yang rumit, undang-undang perpajakan

yang baru tersebut lebih mencerminkan kesederhanaan, serta lebih mendorong pemerataan, dan

memberikan kepostian hukum. Di samping Undang-Undang Perpajakan tersebut, Pemerintah

kini tengah mempersiapkan perundang-undangan mengenai pabean, pajak kekayaan, dan iuran

pembangunan daerah, guna lebih memantapkan peningkatan penerimaan dalam negeri. Untuk

mewujudkan kebijaksanaan yang lebih realistis dengan keadaan perekonomian nasional, serta

guna meningkatkan kesadaran para wajib pajak dalam menaati pembayaran pajaknya, maka

sejak 1 Januari 1985 tarip pajak kekayaan telah diturunkan dari 1 persen menjadi 0,5 persen,

sedangkan batas kekayaan yang tidak kena pajak telah dinaikkan dari Rp 14 juta menjadi Rp 80

juta.

Sumber penting lainnya dari penanaman modal adalah tabungan masyarakat yang antara

lain terkumpul melalui sektor perbankan dan lembaga keuangan lainnya. Sejak dilaksanakannya

kebijaksanaan moneter 1 Juni 1983, dana-dana yang berasal dari masyarakat yang dapat

Departemen Keuangan RI 13

Page 14: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dihimpun oleh sektor perbankan menunjukkan kenaikan yang mengesankan. Sampai dengan

bulan September 1984, dana perbankan telah mencapai jumlah sebesar Rp 14.705,8 milyar,

diantaranya sebesar Rp 7.905,2 milyar atau 53,8 persen merupakan dana deposito dan tabungan

yang merupakan sumber dana yang renting bagi pembentukan modal untuk disalurkan berupa

kredit bagi kegiatan usaha. Sementara itu dalam periode Juni 1983 - Juni 1984, volume deposito

berjangka telah menunjukkan kenaikan sebesar Rp 2.787;2 milyar. Meningkatnya dana-dana

masyarakat yang terhimpun oleh sektor perbankan menunjukkan adanya kestabilan ekonomi,

dan iklim terse but harus dipertahankan agar upaya pembangunan dengan kekuatan sendiri

secara bertahap dapat terwujud menjadi kenyataan. Terpeliharanya kestabilan ekonomi

mencerminkan terselenggaranya pengendalian jumlah uang beredar yang sesuai dengan

kebutuhan perekonomian. Sungguhpun jumlah uang beredar terus meningkat, diusahakan agar

pengaruhnya terhadap tingkat harga senantiasa dalam batas-batas yang aman, namun

mendorong kegiatan pembangunan. Dalam tahun 1984, laju inflasi menunjukkan peningkatan

sebesar 8,8 persen, sedangkan pada tahun sebelumnya menunjukkan kenaikan sebesar 11,5

persen.

Pelaksanaan pembangunan nasional senantiasa diupayakan berjalan seirama dengaIi

pembinaan dan pemeliharaan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis, baik di bidang

ekonomi, sosial maupun politik. Tegaknya demokrasi Pancasila merupakan syarat mutlak bagi

terjaminnya stabilitas nasional, dan kesinambungan pembangunan. Oleh sebab itu,

pembangunan politik dan pendidikan politik seperti yang digariskan oleh GBHN terus menerus

dilaksanakan. Dalam rangka pembaharuan, dan penyederhanaan kehidupan politik, maka

kepada DPR telah diajukan lima RUU masing-masing tentang: Perubahan UU Pemilu,

Perubahan UU tentang Susunan dan Kedudukan MPR/DPR/DPRD, Perubahan UU tentang

Parpol dan Golkar, Organisasi Kemasyarakatan, dan tentang Referendum. Kelima RUU

tersebut kini dalam pembahasan, dan diharapkan pada waktunya akan mendapat persetujuan

akhir dari Dewan Perwakilan Rakyat.

Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya

dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian manusia Indonesia yang

sehat, cerdas dan berbudi luhur merupakan modal pembangunan yang sangat menentukan.

Dalam kaitan ini unsur terpenting di dalam pengembangan sumber daya manusia adalah

pendidikan. Sehubungan dengan itu dalam tahun pertama Repelita IV kebijaksanaan di bidang

pendidikan terutama ditekankan dan diarahkan pada peningkatan dan pemerataan mutu

pendidikan, peningkatan dan pemerataan kesempatan belajar dalam rangka pelaksanaan wajib

Departemen Keuangan RI 14

Page 15: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

belajar, serta penyesuaian pendidikan dengan kebutuhan pembangunan nasional, baik secara

kualitatif maupun kuantitatif. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap generasi muda

dalam tugasnya sebagai penerus perjuangan bangsa, dan pembangunan nasional, serta

pengelolaan pendidikan yang lebih berdaya guna dan berhasil guna. Guna meningkatkan mutu

pendidikan, telah dilaksanakan penataran guru/pembina pada berbagai tingkat pendidikan, yang

meliputi berbagai bidang studi dan pengelolaan, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di

daerah, sementara kesejahteraan para guru dan dosen tetap menjadi perhatian Pemerintah.

Untuk itu Pemerintah dalam tahun 1985/1986, merencanakan untuk memberikan tunjangan

jabatan fungsional kepada guru sekolah tingkat dasar dan menengah.

Pembangunan juga mengusahakan agar setiap warga negara dapat memperoleh derajat

kesehatan yang tinggi menuju terbentuknya keluarga yang sehat dan sejahtera. Oleh karena

manusia merupakan modal terpenting dan menentukan dalam pembangunan nasional, serta agar

pembangunan dan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan baik, maka perlu

terus ditingkatkan pembangunan kesehatan dan pengaturan pertumbuhan jumlah penduduk.

Untuk itu sejak Pelita I telah dan terus dilaksanakan pembangunan di bidang kesehatan, antara

lain berupa pembangunan Puskesmas dan rumah sakit, pengadaan tenaga dokter dan tenaga

medis, penyuluhan kesehatan, pemberantasan penyakit menular, peningkatan gizi masyarakat,

dan alih teknologi di bidang kesehatan dan peralatan kesehatan. Bersamaan dengan itu terus

diusahakan pula peningkatan program keluarga berencana (KB) nasional yang pelaksanaannya

ditempuh melalui pendekatan kemasyarakatan baik melalui jalur formal maupun informal, dan

mengarah kepada pengalihan tanggung jawab pengelolaan dari Pemerintah kepada masyarakat.

Di samping itu juga dilaksanakan norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS)

melalui program lintas sektoral agar terwujud keluarga yang sehat, makmur dan sejahtera.

Terciptanya kerangka landasan seperti yang diamanatkan oleh GBHN harus benar-

benar dapat diwujudkan, agar tempat beranjak pembangunan bertambah kuat sehingga bangsa

Indonesia dapat terus tumbuh dan berkembang. Dengan penuh kepercayaan pada kemampuan

sendiri, dan hanya dengan persatuan yang makin kukuh segala rintangan dan tantangan yang

berat dalam tahun-tahun mendatang akan teratasi, serta cita dan harapan dapat menjadi

kenyataan. Maka teramat penting bagi segenap aparatur negara, dan masyarakat untuk

menghayati dan mengamalkan Pancasila, agar arah dan pelaksanaan pembangunan tetap benar,

dan tujuannya tidak tersimpangkan.

Departemen Keuangan RI 15

Page 16: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

BAB II

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

2.1. Pendahuluan

Sejak pembangunan nasional dirimlai pada tahun 1969/1970, tahun pertama

pelaksanaan Pelita pertama hingga memasuki tahun kedua Pelita IV, kebijaksanaan keuangan

negara tetap diarahkan, dan berpegang teguh pada kebijaksanaan yang bertujuan untuk

meningkatkan tarat hidup, kecerdasan, dan kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia, guna

mewujudkan amanat yang terkandung di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dan

ditegaskan kembali di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Apa yang ditetapkan

dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dijabarkan di dalam Repelita, dan secara operasional

setiap tahun diwujudkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi yang memadai serta

kestabilan nasional yang sehat dan dinamis, sebagai suatu rangkaian tak terpisahkan dari Trilogi

Pembangunan, tetap menjadi dasar kebijaksanaan bagi pengelolaan keuangan negara. Dengan

demikian penerimaan negara beserta pengalokasiannya kepada seluruh sektor pembangunan,

diarahkan kepada terwujudnya Trilogi Pemba.i1gunan tersebut secara optimal. Dalam

memelihara pengaruh APBN terhadap perkembangan moneter, khususnya terhadap

meningkatnya laju inflasi, keseimbangan antara penerimaan negara, dan pengeluaran negara

sebagai pelaksanaan prinsip-prinsip anggaran yang berimbang dan dinamis, tetap

dipertahankan. Hal demikian merupakan salah satu upaya pemantapan stabilitas ekonomi, yang

berarti pula menjaga sendi-sendi kestabilan kehidupan masyarakat.

Kemajuan pembangunan nasional yang dilaksanakan sejak tahun 1969 itu tercermin

tidak hanya dari terus meningkatnya volume APBN. Beberapa indikator seperti bertambah

luasnya prasarana dan sarana seperti perhubungan, pendidikan, kesehatan serta penciptaan

lapangan kerja diseluruh pelosok tanah air telah ikut mendorong laju pertumbuhan, dan

memperluas usaha pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, sehingga menambah

kemantapan iklim perekonomian nasional secara menyeluruh dan terpadu. Hal demikian

sangatlah diperlukan untuk menjamin terus berlangsungnya pembangunan nasional secara

berkesinambungan. Meningkatnya taraf hidup, kecerdasan serta kesejahteraan seluruh rakyat,

sebagai tujuan utama dari pembangunan merupakan babagian yang tak dapat dipisahkan dari

ukuran keberhasilan pembangunan secara menyeluruh.

Departemen Keuangan RI 16

Page 17: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Perkembangan volume APBN, hila dalam tabun pertama Pelita I jumlah penerimaan

baru sebesar Rp 334,7 milyar, maka dalam tabun terakhir Pelita III realisasinya telah meningkat

menjadi Rp 18.315,1 milyar, yang berarti meningkat sebesar hampir 55 kali lipat dalam jangka

waktu lima betas tahun. Bila dibandingkan dengan rencana anggaran penerimaan dalam

Repelita, maka realisasinya selalu melampaui rencana dalam setiap Repelita. Dalam Repelita I

dan II anggaran penerimaan yang direncanakan berjumlah Rp 2.463,0 milyar dan Rp 12.467,6

milyar, dalam realisasinya masing-masing mencapai jumlah sebesar Rp 3.283,2 milyar dan

Rp18.019,4 milyar, sehingga dengan demikian masing-masing melampaui rencananya sebesar

Rp 820,2 milyar dan Rp 5.551,8 milyar. Demikian pula rencana anggaran penerimaan dalam

Repelita III sebesar Rp 43.510,6 milyar ternyata dalam pelaksanaannya telah dilampaui sebesar

Rp 22.883,1 milyar, yaitu dengan realisasi penerimaannya sebesar Rp 66.393,7 milyar.

Dalam Repelita III anggaran yang direncanakan berimbang pada jumlah sebesar

Rp43.510,6 milyar, yang terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 34.273,1 milyar, dan

penerimaan pembangunansebesar Rp 9.237,5 milyar, sedangkan pengeluaran negara terdiri dari

pengeluaran rutin sebesar Rp 21.661,2 milyar, dan pengeluaran pembangunan sebesar

Rp21.849,4 milyar. Di dalam pelaksanaannya selama lima tahun Pelita III, yakni dari tahun

1979/1980 sampai dengan tahun 1983/1984, realisasi penerimaan negara telah dapatn mencapai

Rp 66.393,7 milyar, terdiri dari penerimaan dalam negeri sebesar Rp 55.987,4 milyar, dan

penerimaan pembangunan sebesar Rp 10.406,3 milyar. Dengan demikian dibandingkan dengan

rencananya, masing-masing lebih besar dengan Rp 21.714,3 milyar dan Rp 1.168,8 milyar.

Adapun pengeluaran rurin dan pengeluaran pembangunan dalam lima tahun pelaksanaan Pelita

III terse but dicapaijumlah sebesar Rp 32.247,5 milyar dan Rp 34.129,2 milyar, sehingga

masing-masing mengalami kenaikan sebesar Rp 10.586,3 milyar dan Rp 12.279,8 milyar dari

yang direncanakan.

Dibalik kemajuan tersebut, dalam beberapa tahun terakhir, berbagai tantangan dan

hambatan, telah mempengaruhi perkembangan APBN, khususnya di bidang penerimaan negara.

Perekonomian dunia yang dilanda krisis, dan berlangsung berkepanjangan telah memberikan

dampak yang kurang menguntungkan bagi perekonomian Indonesia. Adapun usaha untuk

memperkecil pengaruh yang di timbulkan resesi dunia tersebut, terutama untuk mengamankan

penerimaan negara melalui APBN, Pemerintah telah mengambil berbagai kebijaksanaan antara

lain berupa pembaharuan di bidang perpajakan, penyesuaian nilai tukar dollar Ametika terhadap

rupiah, penjadwalan kembali proyek-proyek, dan kebijaksanaan moneter 1 Juni 1983.

Oleh sebab itu upaya peningkatan penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas

Departemen Keuangan RI 17

Page 18: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

alam, seperti penerimaan dari sumber-sumber perpajakan, bea dan cukai, serta penerimaan

bukan pajak, telah dan akan terus dilaksanakan. Adanya potensi perpajakan yang masih besar

dalam masyarakat, yang berkembang sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi,

memerlukan penanganan dan pendayagunaan yang cermat dan secara berencana terus

dikembangkan agar tujuan mencapai kemandirian dalam pembiayaan pembangunan secara

bertahap dapat menjadi kenyataan. Untuk itu mulai akhir tahun anggaran 1983/1984 telah

diberlakukan beberapa undang-undang perpajakan yang baru dengan perbaikan secara

mendasar terhadap sistem perpajakan lama yang antara lain meliputi dasar pengenaan pajak,

tarip pajak serta tata cara pembayaran pajaknya. Dalam undang-undang perpajakan rang baru

tersebut, unsur-unsur kesederhanaan, pemerataan atau keadilan dan kepostian mendapat

pengaturan yang lebih sesuai dengan perkembangan pembangunan. Sebagai peralatan fiskal,

kebijaksanaan perpajakan diarahkan bukan saja untuk meningkatkan penerimaan negara, akan

tetapi juga dimaksudkan untuk menciptakan iklim yang memungkinkan terwujudnya beberapa

sasaran pembangunan nasional, seperti pemerataan pendapatan dan beban pembangunan,

perluasan kesempatan kerja, serta membantu terciptanya suasana yang lebih sesuai dengan pola

hidup sederhana. Iklim tersebut selanjutnya akan mendorong pertumbuhan industri dalam

negeri, perdagangan, kestabilan barga, serta menunjang upaya stabilisasi ekonomi nasional.

Dalam melaksanakan undang-undang perpajakan yang baru, diperlukan disiplin dari berbagai

pihak, baik dari pengelola pajak maupun dari masyarakat wajib pajak. Dalam hubungan ini

pembenahan aparatur perpajakan, baik yang menyangkut prosedur dan tata kerja administrasi

perpajakan, maupun peningkatan disiplin dan pembinaan mental aparat pemungut pajak, terus-

menerus dilaksanakan. Agar pelaksanaan undang-undang pajak dapat berjalan lancar telah dan

terus diadakan penyuluhan terhadap pengusaha, badan-badan usaha, asosiasi-asosiasi, serta para

wajib pajak pada umumnya. Selanjutnya agar penerimaan dan pengeluaran negara dapat diurus

secara efisien dan efektif, maka perlu ditingkatkan pengawasan, dan terus disempurnakan baik

tata cara pengelolaannya, maupun ketrampilan petugas yang bersangkutan. Kebijaksanaan yang

ditempuh untuk melaksanakan hal tersebut antara lain dengan meningkatkan efisiensi

penggunaan dana., serta mengarahkan kegiatan pembangunan pada proyek-proyek yang

berprioritas tinggi. Di sektor pengeluaran rutin, pengendalian dan penghematan dalam

menyelenggarakan kegiatan Pemerintah terus dilakukan. Pengurangan dan penghapusan

berbagai subsidi, sedikit demi sedikit telah dilaksanakan seiring dengan meningkatnya

perekonomian pada umumnya, tanpa harus mengorbankan kebutuhan dan kesejahteraan dari

sebagian besar masyarakat, dan agar terdapat alokasi sumber-sumber ekonomi yang sehat.

Sementara itu pengeluaran pembangunan tetap diarahkan untuk membiayai proyek-proyek yang

Departemen Keuangan RI 18

Page 19: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas, baik sarana maupun prasarana, guna

menumbuhkan seluruh sektor perekonomian masyarakat.

2.2. Pelaksanaan APBN 1984/1985 ( Semester I )

2.2.1. Ringkasan

Pelaksanaan APBN dalam tahun anggaran 1984/1985 ditandai oleh perkembangan

keadaan ekonomi nasional yang relatif lebih baik, dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Berbagai usaha dan langkah kebijaksanaan yang telah diambil, baik untuk memperkecil

pengaruh resesi dunia, maupun dalam rangka pemulihan perekonomian di dalam negeri, pada

hakekatnya memerlukan penyesuaian sikap, dan kerja keras, baik dari masyarakat, khususnya

dunia usaha, maupun segenap aparat negara, khususnya aparat penge1ola keuangan negara.

Se1ama semester I tahun anggaran 1984/1985, realisasi penerimaan dan pengeluaran negara

masing-masing dapat mencapai Rp 8.546,6 milyar dan Rp 8.540,4 milyar, yang berarti masing-

masing meningkat dengan 6,7 persen bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode

yang sarna tahun anggaran sebe1umnya. Jumlah penerimaan dan pengeluaran negara dalam

semester I 1984/1985 tersebut berarti masing-masing mencapai 41,6 persen dan 41,5 persen

dari rencana APBN 1984/1985 yang berimbang pada jumlah Rp 20.560,4 milyar. Dalam

semester I 1984/1985, realisasi penerimaan dalam negeri mencapai jumlah sebesar Rp 7.390,6

milyar yang terdiri dari penerimaan minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 4.971,8 milyar, dan

penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 2.418,8 milyar. Jumlah penerimaan

dalam negeri tersebut berarti 45,8 persen dari jumlah yang direncanakan dalam APBN

1984/1985. Apabila dibandingkan dengan penerimaan dalam negeri dalam semester I

1983/1984 sebesar Rp 6.372,7 milyar, maka te1ah terjadi kenaikan sebesar 16,0 persen.

Kenaikan tersebut terutama disebabkan karena meningkatnya penerimaan dari sektor minyak,

penerimaan cukai, dan penerimaan bukan pajak.

Kebijaksanaan penge1uaran rutin dalam tahun anggaran 1984/1985 diarahkan untuk

mencapai efisiensi dan efektivitas yang lebih tinggi, terutama dalam memberikan pe1ayanan

kepada masyarakat, serta merawat sarana dan prasarana hasil pembangunan. Adapun realisasi

pengeluaran rutin dalam semester I 1984/1985 mencapai Rp 4.295,9 milyar, yang berarti 42,5

persen dari penge1uaran rutin yang direncanakan dalam APBN 1984/1985. Dibandingkan

dengan pengeluaran rutin dalam semester I 1983/1984, terdapat peningkatan sebesar 19,1

persen.

Departemen Keuangan RI 19

Page 20: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Meningkatnya kemampuan sumber-sumber dana dari dalam negeri guna membiayai

pembangunan nasional, terlihat dari meningkatnya tabungan Pemerintah yang merupakan

se1isih an tara penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin. Dalam semester I 1984/1985

telah berhasil dihimpun tabungan Pemerintah sebesar Rp 3.094,7 milyar. Dibandingkan dengan

tabungan Pemerintah semester I 1983/1984 yang berjumlah sebesar Rp 2.764,3 milyar maka

terdapat peningkatan sebesar 12,0 persen. Realisasi penerimaan pembangunan yang bersumber

dari luar negeri dalam semester I 1984/1985 menunjukkan jumlah sebesar Rp 1.156,0 milyar.

Dana ini dibutuhkan guna menambah dana pembiayaan pembangunan agar sasaran

pembangunan dapat tercapai. Bila dibandingkan dengan penerimaan pembangunan dalam

semester I tahun sebe1umnya sebesar Rp 1.634,5 milyar, maka berarti terdapat penurunan

sebesar 29,3 persen. Penerimaan pembangunan bersama tabungan Pemerintah berjumlah

Rp3.094,7 milyar, membentuk dana pembangunan sebesar Rp 4.250,7 milyar pada semester I

1984/1985. Dalam semester I 1984/1985, realisasi pengeluaran pembangunan mencapai jumlah

sebesar Rp 4.244,5 milyar. Jumlah tersebut terdiri dari realisasi pembiayaan pembangunan

sektoral yang dilaksanakan oleh departemen/lembaga sebesar Rp 1.552,7 milyar, pembiayaan

pembangunan regional berupa bantuan pembangunan daerah (program Inpres) dan Ipeda

sebesar Rp 844,1 milyar, realisasi penge1uaran pembangunan lainnya sebesar Rp 714,9 milyar,

dan penge1uaran pembangunan dalam bentuk bantuan proyek sebesar Rp 1.132,8 milyar.

Dengan demikian dari dana pembangunan sebesar Rp 4.250,7 milyar tersebut te1ah digunakan

untuk membiayai penge1uaran pembangunan sebesar Rp 4.244,5 milyar.

2.2.2. Penerimaan dalam negeri

Dalam rangka menunjang kegiatan pembangunan yang semakin meningkat dan meluas,

baik segi perencanaan maupun pelaksanaan operasionalnya, maka diperlukan tersedianya dana

pembangunan yang semakin meningkat pula. Sejalan dengan semakin ineningkatnya kebutuhan

dana pembangunan yang hams disediakan, upaya penyediaannya haruslah selalu diusahakan

terutama dari sumber dalam negeri. Dengan demikian pembangunan yang dilaksanakan untuk

se1anjutnya akan dapat lebih tumbuh dan berkembang di atas kemampuan sendiri. Sehubungan

dengan itu, upaya untuk meningkatkan penerimaan dalam negeri dalam tahun 1984/1985 terus

dilakukan seraya diarahkan untuk menunjang peningkatan produksi dan investasi, memperluas

kesempatan kerja, serta lebih mengusahakan pemerataan pembangunan dan pemeliharaan

kestabilan.

Dengan berbagai kebijaksanaan dan usaha yang te1ah dijalankan, maka dalam semester

Departemen Keuangan RI 20

Page 21: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

I tahun anggaran 1984/1985 realisasi penerimaan dalam negeri mencapai jumlah sebesar

Rp7.390,6 milyar. Jumlah realisasi penerimaan dalam negeri semester I 1984/1985 tersebut

terdiri dari penerimaan minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 4.971,8 milyar dan penerimaan

di luar minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 2.418,8 milyar. Realisasi penerimaan minyak

bumi dan gas alam dalam semester I 1984/1985 sebesar Rp 4.971,8 milyar tersebut adalah 48,0

persen dari yang direncanakan dalam APBN. Apabila dibandingkan dengan realisasi

penerimaan dalam semester I tahun sebe1umnya yang sebesar Rp 4.206,7 milyar, berarti

mengalami kenaikan sebesar Rp 765,1 milyar atau 18,2 persen. Peningkatan penerimaan ini

antara lain disebabkan oleh adanya penyesuaian nilai tukar dollar Amerika terhadap rupiah,

serta meningkatnya volume ekspor dari gas alam. Realisasi penerimaan di luar minyak bumi

dan gas alam sebesar Rp 2.418,8 milyar tersebut berarti telah mencapai 41,8 persen dari jumlah

seluruhnya yang direncanakan dalam APBN. Penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam

tersebut telah meningkat sebesar Rp 252,8 milyar atau 11,7 persen hila dibandingkan dengan

realisasinya dalam semester I tahun 1983/1984 sebesar Rp 2.166,0 milyar. Adapun penerimaan

di luar minyak bumi dan gas alam terdiri dari penerimaan pajak penghasilan sebesar Rp 875,0

milyar, pajak penjualan sebesar Rp 272,2 miyar, pajak penjualan impor sebesar Rp 125,9

milyar, bea masuk sebesar Rp 276,5 milyar, cukai sebesar Rp 375,5 milyar, pajak ekspor

sebesar Rp 38,8 milyar, penerimaan Ipeda sebesar Rp 68,2 milyar, penerimaan pajak lainnya

sebesar Rp 33,5 milyar, dan penerimaan bukan pajak sebesar Rp 353,2 milyar. Langkah-

langkah kebijaksanaan yang diambil dalam rangka meningkatkan penerimaan negara di luar

minyak bumi dan gas alam antara lain berupa pelaksanaan undang-undang perpajakan yang

baru.

Undang-Undang Pajak Penghasilan tahun 1984 yang sudah berlaku sejak bulan Januari

1984 mengandung berbagai kebijaksanaan yang pada prinsipnya mendorong kegiatan dunia

usaha dan pembangunan nasional, dengan senantiasa berusaha untuk menciptakan iklim

perpajakan yang menjamin keadilan, pemerataan dan kepostian hukum. Upaya ke arah

pemungutan pajak yang lebih adil dan merata tercermin dengan semakin ringannya beban pajak

bagi golongan masyarakat berpendapatan rendah melalui peningkatan penghasilan tidak kena

pajak (PTKP). PTKP yang sebelumnya dikenal dengan istilah BPBP (batas pendapatan bebas

pajak), yang semula untuk satu keluarga terdiri dari suami, isteri, serta tiga orang anak adalah

sebesar Rp 1.050.000,- kini telah ditingkatkan menjadi Rp 2.880.000,-. Sedangkan lapisan kena

pajak, dan penggolongan tarip lebih sederhana, dan terdiri dari tiga lapisan tarip, yaitu 15

persen untuk penghasilan sampai dengan Rp 10 juta, 25 persen untuk penghasilan di atas Rp 10

Departemen Keuangan RI 21

Page 22: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

juta sampai dengan Rp 50 juta, dan 35 persen untuk penghasilan di atas Rp 50 juta. Adapun

pengampunan pajak yang ditentukan sejak 18 April 1984 akan memberikan pengaruh positif

terhadap kejujutan dan keterbukaan wajib pajak, sehingga dengan pengampunan pajak terse but

diharapkan akan dapat memperluas jumlah wajib pajak. Pengampunan pajak diberikan atas

pendapatan yang diperoleh dalam tahun 1983, dan sebelumnya yang belum pernah, atau belum

sepenuhnya dikenakan atau dipungut pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan

berbagai kebijaksanaan dan usaha-usaha tersebut di atas, dalam semester I tahun anggaran

1984/1985 realisasi penerimaan pajak penghasilan telah mencapai Rp 875,0 milyar. Jumlah

terse but adalah 35,7 persen dari yang direncanakan dalam APBN.

Undang-Undang Pajak Penjualan 1951 sebenarnya tidak berlaku lagi setelah disah-

kannya Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas

Barang Mewah yang semula direncanakan untuk diberlakukan pada tanggal 1 Juli 1984. Tetapi

sehubungan dengan penundaan pelaksanaan Undang-Undang PPN 1984 tersebut hingga

selambat-lambatnya tanggal 1 Januari 1986, maka Undang-Undang Pajak Penjualan 1951

masih berlaku hingga tanggal berlakunya undang-undang baru tersebut.

Dalam semester I 1984/1985, penerimaan pajak penjualan dan pajak penjualan impor

adalah sebesar Rp 272,2 milyar, dan Rp 125,9 milyar. Apabila dibandingkan dengan realisasi

penerimaan pajak penjualan dan pajak penjualan impor dalam semester I 1983/1984 yaitu

masing-masing sebesar Rp 252,7 milyar dan Rp 122,5 milyar, terlihat adanya.kenaikan sebesar

7,7 persen dan 2,8 persen.

Sejalan dengan kebijaksanaan umum di bidang perpajakan, kebijaksanaan di bidang

bea masuk di samping dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan negara, juga diarahkan

kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat banyak, serta mendorong perkembangan industri

dalam negeri. Sehubungan dengan itu Pemerintah tetap memberikan keringanan tarip, maupun

beberapa pembebasan sebagian bea masuk atas sejumlah bahan baku dan barang-barang

tertentu, yang dimaksudkan untuk memelihara dan menunjang perkembangan industri di dalam

negeri. Dalam rangka menjamin kelancaran arus dokumen dan pengeluaran barang, telah pula

dilaksanakan penyempurnaan tala laksana pabean di bidang impor. Realisasi penerimaan bea

masuk dalam semester I tahun 1984/1985 mencapai Rp 276,5 milyar, yang berarti 40,6 persen

dari yang direncanakan dalam APBN. Bila dibandingkan dengan penerimaan bea masuk

semester I tahun anggaran sebelumnya sebesar Rp 267,3 milyar, maka terdapat kenaikan

sebesar 3,4 persen.

Realisasi penerimaan cukai dalam semester I 1984/1985 adalah sebesar Rp 375,5

Departemen Keuangan RI 22

Page 23: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

milyar, yang berarti mencapai 51,6 persen dari yang direncanakan dalam APBN. Apabila

dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sarna tahun anggaran sebelumnya yang

besamya Rp 334,4 milyar, berarti mengalami kenaikan sebesar 12,3 persen. Kenaikan ini

terutama berasal dari kenaikan penerimaan cukai tembakau dengan meningkatnya produksi

rokok.

Keadaan perekonomian yang masih belum sepenuhnya pulih dari resesi, membawa

pengaruh yang kurang menguntungkan terhadap perkembangan harga barang-barang ekspor

non migas di posaran dunia. Di samping itu timbul pula hambatan yang dikenakan negara-

negara maju terhadap barang-barang ekspor negara dunia ketiga, termasuk Indonesia, berupa

pembatasan (kuota) impor terbadap berbagaijenis komodiri. Hal tersebut telab berpengaruh

kepada volume maupun nilai ekspor Indonesia dalam semester I 1984/1985. Untuk me-

ningkatkan ekspor non migas di tengah perkembangan perekonomian dunia yang masih

lamban, Pemerintah telah menurunkan tarip pajak ekspor terhadap beberapa komoditi tertentu,

antara lain bauksit dan pekatannya. Sejalan dengan perkembangan tersebut, realisasi

penerimaan pajak ekspor untuk semester I 1984/1985 hanya mencapai sebesar Rp 38,8 milyar

atau 31,4 persen dari rencananya dalam APBN. Apabila dibandingkan dengan penerimaan yang

sarna dalam semester I tahun sebelumnya sebesar Rp50,6 milyar, berarti terdapat penurunan

sebesar 23,3 persen.

Penerimaan Ipeda dalam semester I tahun 1984/1985 adalah sebesar Rp 68,2 milyar,

yang berarti mengalami kenaikan sebesar 28,2 persen bila dibandingkan dengan penerimaan

dalam semester I tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 53,2 milyar. Upaya peningkatan

penerimaan jenis ini selalu diusahakan dengan lebih meningkatkan kualitas petugas pelaksana

melalui pendidikan dan latihan, serta penyuluhan kepada masyarakat luas, sehingga dapat

meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar iuran tersebut.

Realisasi penerimaan pajak lainnya yang terdiri dari pajak kekayaan, bea meterai, dan

bea lelang, dalam semester I 1984/1985 mencapai Rp 33,5 milyar. Jumlah tersebut berarti 44,4

persen dari yang dianggarkan dalam APBN 1984/1985. Apabila dibandingkan dengan

realisasinya dalam semester I tahun sebelumnya sebesar Rp 23,6 milyar, berarti mengalami

kenaikan sebesar 41,9 persen.

Dalam semester I 1984/1985 penerimaan bukan pajak realisasinya mencapai Rp 353,2

milyar, atau 57,4 persen dari yang dianggarkan dalam APBN 1984/1985. Apabila dibandingkan

dengan realisasinya dalam semester I tahun sebelumnya sebesar Rp 205,5 milyar, maka terdapat

kenaikan sebesar Rp 147,7 milyar atau 71,9 persen. Penerirnaan bukan pajak terdiri dari

Departemen Keuangan RI 23

Page 24: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

berbagai jenis penerimaan negara, antara lain berupa bagian Pemerintah atas laba perusahaan

negara, dan bank negara, serta berbagai jenis penerimaan departemen dan lembaga Pemerintah

lainnya, seperti iuran hak pengusahaan hutan (IHPH), uang pendidikan, bea nikah dan akte

kelahiran pada catatan sipil, hasil penjualan barang milik negara, sewa rumah dinas, dan

sebagainya. Perbandingan penerimaan dalam negeri, semester I 1983/1984 dan 1984/1985

dapat dilihat dalam Tabel II.2

.Semester I Semester 11) Kenaikan /1983/1984 1984/1985 Penurunan

(%)

1. Pajak penghasilan 856,2 875 2,22. Pajak penjualan 252,7 272,2 7,73. Pajak penjualan impor 122,5 125,9 2,84. Bea masuk 267,3 276,5 3,45. Cukai 334,4 375,5 12,36. Pajak ekspor 50,6 38,8 -23,37. Ipeda 53,2 68,2 28,28. Pajak lainnya 23,6 33,5 41,99. Penerimaan bukan pajak 205,5 353,2 71,9

Jumlah 6.372,70 7.390,60 6,0

4.971,80 18,2

B.Penerimaan di luar minyakbumi dan gas alam 2.166,00 2.418,80 11,7

A.Penerimaan minyak bumi dangas alam 4.206,70

Tabel II.2PENERIMAAN DALAM NEGERI, SEMESTER 1 1983/1984 DAN 1984/1985

(dalam milyar rupiah)

Jems penerimaan

2.2.3. Penerimaan pembangunan

Untuk memungkinkan ekonomi nasional dapat tumbuh dan berkembang di atas kemampuannya

sendiri, penerimaan dalam negeri senantiasa diusahakan peningkatan dan peranannya di dalam

penyediaan dana pembangunan yang diperlukan. Namun upaya memobilisasikan dana

pembangunan tersebut harus diusahakan tidak melampaui kekuatan ekonomi yang ada. Oleh

karena itu dana yang berasal dari luar negeri masih diperlukan sebagai pelengkap untuk

membiayai berbagai kegiatan pembangunan. Penerimaan pembangunan, yaitu dalam bentuk

bantuan program dan bantuan proyek, dalam semester I 1984/1985 realisasinya masing-masing

sebesar Rp 23,2 milyar dan Rp 1.132,8 milyar. Pengelolaan sumber dana yang berasal dari luar

negeri tersebut senantiasa diarahkan seefisien mungkin untuk membiayai proyek-proyek

pembangunan yang produktif dan berprioritas tinggi.

2.2.4. Pengeluaran rutin

Kebijaksanaan Pemerintah di bidang pengeluaran rutin tidak terlepos dari upaya untuk

Departemen Keuangan RI 24

Page 25: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

meningkatkan tabungan Pemerintah, yang merupakan sumber utama bagi pembiayaan

pembangunan, di samping berhubungan erat dengan pengamanan dan pemeliharaan hasilhasil

pembangunan. Oleh sebab itu setiap kegiatan pengeluaran harus dipertimbangkan agar selalu

berlandaskan pada prinsip-prinsip hemat, tidak mewah, serta lebih efektif dan efisien sehingga

pelaksanaannya dapat lebih terarah dan terkendali. Dalam pedoman pelaksanaan APBN yang

tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 29 tahun 1984 dinyatakan bahwa pelaksanaan

APBN diarahkan kepada penggunaan kemampuan dan hasil produksi dalam negeri sejauh

mungkin, sebagai upaya untuk lebih mendorong peningkatan produksi dalam negeri. Seiring

dengan itu, dalam rangka meningkatkan kelancaran, dayaguna dan hasilguna serta pengamanan

pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, telah ditetapkan pula Keputusan Presiden Nomor 30

tahun 1984 tentang Tim Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah di

Departemen/Lembaga.

Dalam semester I 1984/1985, realisasi pengeluaran rutin diperkirakan mencapai jumlah

sebesar Rp 4.295,9 milyar, yang terdiri dari belanja pegawai sebesar Rp 1.602,3 milyar, belanja

barang sebesar Rp 406,9 milyar, subsidi daerah otonom sebesar Rp 913,0 milyar, pembayaran

bunga dan cicilan hutang sebesar Rp 1.238,1 milyar, dan lain-lain pengeluaran rutin sebesar

Rp135,6 milyar. Realisasi pengeluaran rutin sebesar Rp 4.295,9 milyar tersebut merupakan 42,5

persen dari rencananya dalam APBN 1984/1985 dan menunjukkan peningkatan sebesar 19,1

persen hila dibandingkan dengan semester I 1983/ 1984. Perkembangan realisasi pengeluaran

rutin dalam sem(.ster I 1984/1985 dapat diikuti dalam Tabel II.3 Realisasi belanja pegawai

sebesar Rp 1.602,3 milyar selama semester I 1984/1985 merupakan peningkatan sebesar 14,2

persen dari realisasi dalam semester I tahun sebelumnya, dan berarti pula telah menyerap 50,2

persen dari dana yang dianggarkan dalam APBN 1984/1985, Peningkatan re'alisasi belanja

pegawai ini antara lain sebagai akibat diberikannya kenaikan gaji sebesar 15 persen dari gaji

yang dibayarkan kepada pegawai negeri sipil/ ABRI dan pensiunan, Pemberian kenaikan gaji

itu sendiri merupakan langkah yang ditempuh Pemerintah dalam usaha meningkatkan

kesejahteraan pegawai negeri sipil/ ABRI dan pensiunan, sehingga dapat bekerja lebih baik dan

dengan demikian akan meningkatkan produktivitas kerja. Kenaikan realisasi belanja pegawai

juga disebabkan meningkatnya realisasi tunjangan beras, dari Rp 137,7 milyar dalarn semester I

1983/1984 menjadi Rp 255,2 milyar dalarn semester I 1984/1985 yang berarti meningkat

sebesar 85,3 persen.

Departemen Keuangan RI 25

Page 26: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Kenaikan Kenaikan(%) (%)

1. Belanja pegawai 1.402,90 1.602,30 14,2 1. Pembiayaan Departemen/Lembaga 1.609,40 1.552,70 -3,5a. Tunjangan beras 137,7 255,2 85,3 a. Departemen/lembaga 1.369,70 1.348,90 -1,5b. Gaji dan pensiun 1.051,30 1.123,70 6,9 b. H a n k a m 239,7 203,8 -15c. Biaya makan (lauk pauk) 147,7 151 2,2 2. Pembiayaan bagi daerah 603,2 844,1 39,9d. Lain-lain bel. peg. dalam negeri 42,7 41 -4 a. Bantuan pembangunan desa 24 92,8 286,7e. Belanja pegawai luar negeri 23,5 31,4 33,6 b. Bantuan pembangunan kabupaten 30,1 194,2 545,22. Belanja barang 369,9 406,9 10 1) c. Bantuan pembangunan Dati I 59,7 57,7 -3,4a. Dalam negeri 357,5 391,6 9,5 d. Bantuan sekolah dasar 330 311,1 -5,7b. Luar negeri 12,4 15,3 23,4 e. SalaDa kesehatan / Puskesmas 9,1 21,5 136,33. Subsidi daerah otonom 722,7 913 26,3 f. Bantuan pembangunan dan pemugaran - 8,4 -a. .Belanja pegawal 641,5 828,8 29,2 g. Bantuan penghijauan dan reboisasi 51,3 32,2 -37,2b. Non belanja pegawai 81,2 84,2 3,7 h. Prasarana jalan 45 57,1 26,94. Bunga dan cicilan hutang 623 1.238,10 98,7 i. Pembangunan Timor Timur 0,8 0,9 12,5a. Dalam negeri 0,9 0,4 -55,6 j. Ipeda 53,2 68,2 28,2b. Luar negeri 622,1 1.237,70 99 3. Pembiayaan Lain-lain 548,6 714,9 30,35. Lain -lain 489,9 135,6 -72,3 a. Subsidi pupuk 176,2 237,3 34,7a. Subsidi BBM 483,6 126,4 -73,9 b. Penyertaan modal pemerintah 197,6 260,6 31,9b. Lain - lain 6,3 9,2 46 c. Lain - lain 174,8 217 24,1Jumlah 3.608,40 4.295,90 19,1 Jumlah 2.761,20 3.111,70 12,7

1) Di luar bantuan proyek2) Angka sementara

1983/84 1984/85 2)

1) Angka sementara

Jenis Pengeluaran 1983/84 1984/85 1) Jenis pengeluaran

Tabel II.4PENGELUARAN PEMBANGUNAN, SEMESTER I 1983/1984

DAN 1984/1985 1)(dalam milyar rupiah)

Tabel II.3PENGELUARAN RUTIN, SEMESTER I 1983/1984

DAN 1984/1985(dalam milyar rupiah)

Hal ini terutama disebabkan perhitungan harga beras untuk pegawai Degen, yang

semula Rp 327,-/kg dinaikkan menjadi Rp 366,-/kg sejak 1 April 1984. Se1anjutnya,

penyesuaian harga beras ini mempengaruhi pula pembayaran uang makan/lauk pauk. Agar

pe1aksanaan penge1uaran rutin dapat berjalan secara hemat dan efisien, penge1uaran untuk

belanja barang harus dilakukan secara selektif dan terkendali. Dengan berpedoman kepada

ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Keputusan Presiden Nomor 30 tahun 1984,

pe1aksanaan be1anja barang dalam semester I 1984/1985 mencapai jumlah sebesar Rp 406,9

milyar, yang berarti suatu kenaikan sebesar 10 persen dan realisasi dalam periode yang sama

tahun sebelumnya. Pengeluaran rutin untuk subsidi daerah otonom dalam semester I 1984/1985

mencapai jumlah sebesar Rp 913,0 milyar, yang berarti meningkat sebesar 26,3 persen

dibandingkan dengan semester I tahun sebelumnya. Kenaikan realisasi subsidi daerah otonom

ini disebabkan adanya kenaikan gaji pegawai daerah otonom sebesar 15 persen dari gaji yang

dibayarkan tahun sebe1umnya. Realisasi pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam semester

I 1984/1985 sebesar Rp 1.238,1 milyar terdiri dari pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam

negeri sebesar Rp 0,4 milyar, dan untuk pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri

sebesar Rp 1.237,7 milyar. Bila dibandingkan dengan realisasi dalam semester I 1983/1984

terdapat kenaikan sebesar Rp 615,1 milyar. Lain-lain pengeluaran rutin, yang antara lain

menampung pengeluaran untuk subsidi bahan bakar minyak, penggantian biaya pengiriman

surat dinas bebas porto, biaya giro pos dan lain-lain, se1ama semester I 1984/1985 mencapai

realisasi sebesar Rp 135,6 milyar, yang berarti 72,3 persen lebih rendah dibandingkan dengan

realisasi dalam semester I 1983/1984. Hal ini disebabkan terutama oleh lebih rendahnya

realisasi subsidi bahan bakar minyak.

Departemen Keuangan RI 26

Page 27: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

2.2.5. Tabungan Pemerintah

Usaha untuk meningkatkan tabungan Pemerintah, yang merupakan sumber utarna bagi

pembiayaan pembangunan, dilakukan dengan meningkatkan jumlah penerimaan dalam negeri

bersamaaan dengan penghematan dalam pengeluaran rutin. Upaya peningkatan penerimaan

dalarn negeri ditempuh antara lain dengan penyempurnaan perundang-undangan pajak,

intensifikasi dan extensifikasi pungutan pajak, penyempurnaan administrasi serta pembenahan

aparatur perpajakan, sedang di bidang penge1uaran rutin antara lain dengan jalan

menyempurnakan pedoman pe1aksanaan APBN di samping peningkatan mutu aparat

pe1aksanaannya. Selama semester I 1984/1985 te1ah berhasil dihimpun tabungan Pemerintah

sebesar Rp 3.094,7 milyar, yang berarti telah mencapai 51,2 persen dan yang direncanakan

dalam APBN 1984/1985. Bila dibandingkan dengan realisasi dalam semester I 1983/1984,

jumlah tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp 330,4 milyar atau 11,9 persen.

2.2.6. Pengeluaran pembangunan

Berbagai langkah dan kebijaksanaan yang telah diambil Pemerintah selama

pelaksanaan Repelita I, II dan III, telah meletakkan landasan yang lebih kuat bagi pelaksanaan

Repelita IV. Dalam tahun anggaran 1984/1985, yang merupakan tahun pertama pelaksanaan

Repelita IV, kebijaksanaan yang dijalankan berkenaan dengan pelaksanaan anggaran telah

dituangkan dalam Keputusan PresideD Nomor 29 tahun 1984 tentang Pelaksanaan APBN.

Dengan tetap berlandaskan pada Trilogi Pembangunan, serta selalu berpedoman kepada

Keputusan Presiden tersebut diatas, pelaksanaan pengeluaran pembangunan selama semester I

1984/1985 mencapai jumlah sebesar Rp 4.244,5 milyar. Jumlah tersebut meliputi pembiayaan

rupiah sebesar Rp 3.111,7 milyar, dan pengeluaran pembangunan dalam bentuk bantuan proyek

sebesar Rp 1.132,8 milyar. Pengeluaran pembangunan berupa pembiayaan rupiah sebesar

Rp3.111,7 milyar tersebut terdiri dari pengeluaran pembangunan untuk proyek-proyek sektoral

yang dikelola departemen/lembaga sebesar Rp 1.552,7 milyar, pengeluaran pembangunan bagi

daerah sebesar Rp 844,1 milyar, dan sisanya berupa pengeluaran pembangunan lainnya sebesar

Rp 714,9 milyar. Pengeluaran pembangunan bempa pembiayaan pembangunan bagi daerah

merupakan bantuan yang diberikan Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah untuk

menjalankan pembangunan yang meliputi program-program Inpres, Ipeda dan pembiayaan bagi

Timor Timur. Selama semester I 1984/1985, telah berhasil direalisasikan bantuan sebesar

Departemen Keuangan RI 27

Page 28: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Rp844,1 milyar, yang berarti telah menyerap sebesar 55,7 persen dari dana yang direncanakan

dalam tahun 1984/1985. Jumlah tersebut meliputi pembiayaan bagi program bantuan

pembangunan desa sebesar Rp 92,8 milyar, bantuan pembangunan kabupaten sebesar Rp 194,2

milyar, dan bantu.an pembangunan Dati I sebesar Rp 57,7 milyar. Di samping itu jumlah

tersebut juga meliputi program bantuan pembangunan sekolah dasar sebesar Rp 311,1 milyar,

sarana kesehatan/Puskesmas sebesar Rp 21,5 milyar, bantuan pembangunan posar sebesar

Rp8,4 milyar, bantuan penghijauan dan reboisasi sebesar Rp 32,2 milyar, serta bantuan bagi

prasarana jalan sebesar Rp 57,1 milyar. Selebihnya adalah realisasi program bantuan

pembangunan Timor Timur sebesar Rp 0,9 milyar, dan program pembangunan dengan dana

Ipeda sebesar Rp 68,2 milyar.

Realisasi bantuan pembangunan desa dan bantuan pembangunan kabupaten masing-

masing sebesar Rp 92,8 milyar dan Rp 194,2 milyar dalam semester I 1984/1985 merupakan

realisasi dari anggaran yang disediakan dalam tahun anggaran 1984/1985. Bantuan

pembangunan Dati I, yang diberikan dalam rangka meningkatkan keselarasan pembangunan

sektoral dan regional, meratakan hasil-hasil pembangunan, serta meningkatkan partisiposi

daerah dalam pembangunan, dalam semester I 1984/1985 telah direalisasikan sebesar Rp 57,7

milyar yang berarti 3,4 persen di bawah realisasi semester I 1983/1984. Demikian pula halnya

dengan program pembangunan sekolah dasar, realisasinya menunjukkan penurunan sebesar 5,7

persen dibandingkan dengan semester I tahun lalu. Tetapi realisasi sebesar Rp 311,1 milyar ini

telah menyerap dana sebesar 53,6 persen dari yang direneanakan dalam tahun 1984/1985.

Realisasi program-program pembangunan sarana kesehatan/Puskesmas, prasarana jalan dan

program pembangunan Timor Timur dalam semester I 1984/1985 telah menunjukkan

peningkatan dibandingkan dengan realisasi dalam periode yang sarna tahun sebelumnya. Begitu

pula halnya dengan pengeluaran pembangunan dengan dana Ipeda, realisasinya sebesar Rp 68,2

milyar dalam semester I 1984/1985 menunjukkan peningkatan sebesar 28,2 persen bila

dibandingkan dengan realisasi dalam semester I tahun sebelumnya. Bantuan pembangunan dan

pemugaran pasar, yang diberikan Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah dalam rangka

melindungi para pedagang kecil golongan ekonomi lemah, dalam semester I 1984/1985 telah

direalisasikan sebesar Rp 8,4 milyar, sedangkan bantuan penghijauan dan reboisasi yang

bertujuan untuk menyelamatkan kelestarian sumber-sumber alam, dalam waktu yang bersamaan

telah direalisasikan sebesar Rp 32,2 milyar. Pengeluaran pembangunan lainnya, yang terdiri

dari subsidi pupuk, penyertaan modal Pemerintah dan lain-lain pembangunan, dalam semester I

1984/1985 telah direalisasikan masing-masing sebesar Rp 237,3 milyar, Rp 260,6 milyar, dan

Departemen Keuangan RI 28

Page 29: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Rp 217,0 milyar. Dibandingkan dengan semester I 1983/1984, realisasi tersebut menunjukkan

peningkatan masingmasing sebesar 34,7 persen, 31,9 persen dan 24,1 persen. Pengeluaran

pembangunan dalam rangka penyertaan modal Pemerintah antara lain dipakai untuk

pembiayaan PT Dok Perkapalan Tanjung Priok, PT GIA/Cengkareng, PT PINDAD, PT Industri

Mesin Produksi Indonesia (IMPI) dan PT PAL Indonesia. Sedangkan pengeluaran

pembangunan lainnya terutama digunakan untuk meningkatkan pelaksanaan program keluarga

berencana, pengembangan statistik, sertifikat ekspor, lingkungan hidup, proyek sumber daya

laut dan lain-lainnya. Perbandingan antara realisasi pengeluaran pembangunan di luar bantuan

proyek dalam semester I 1984/1985 dengan semester I 1983/1984 ditunjukkan dalam Tabel

II.4.

2.3 Rencana APBN 1985/1986

Berbagai program dan proyek pembangunan yang disusun dalam reneana APBN

1985/1986 merupakan pelaksanaan operasional tahun kedua Reneana Pembangunan Lima

Tahun keempat (Repelita IV). Seperti halnya pada tahun-tahun yang lampau, landasan

kebijaksanaan raneangan APBN 1985/1986 tetap bertumpu pada Trilogi Pembangunan, yakni

pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh

rakyat, pertumbuhan ekonomi yang eukup tinggi, dan stabilitas nasional yang sehat dan

dinamis. Demikian pula prinsip-prinsip anggaran berimbang yang dinamis tetap pula

dipertahankan dalam penyusunan rancangan APBN 1985/1986.

Situasi perekonomian intemasional yang belum sepenuhnya pulih dari resesi, malah

ditandai dengan mulai melambannya kembali pertumbuhan ekonomi negara-negara industri,

rendahnya permintaan akan komoditi-komoditi ekspor dari negara-negara sedang berkembang,

serta meningkatnya langkah-langkah proteksionisme dari negara-negara maju, telah

mempengaruhi perkembangan perekonomian negara-negara dunia ketiga, termasuk Indonesia.

Demikian pula posaran dan harga minyak bumi dalam beberapa tahun terakhir ini menunjukkan

keadaan labil, yaitu sejak diberlakukannya kuota produksi sebesar 1,3 juta barrel pada bulan

April 1982, dan penurunan harga minyak dari US $ 34,00 menjadi US $ 29,00 pada tanggal14

Maret 1983. Dari keadaan tersebut diperkirakan masa-masa sulit sebagai akibat dari resesi

ekonomi dunia dan perkembangan harga minyak bumi masih akan dirasakan dalam tahun

anggaran 1985/1986. Di bidang keuangan negara, akan tetap dilaksanakan berbagai langkah

kebijaksanaan untuk meningkatkan efisiensi dan penghematan, serta mengarahkan penggunaan

Departemen Keuangan RI 29

Page 30: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

keuangan negara untuk bidang-bidang yang mempunyai prioritas yang tinggi. Di samping itu,

dengan pembaharuan-pembaharuan di bidang perpajakan, diharapkan penerimaan dalam negeri

di luar minyak bumi dan gas alam akan dapat lebih ditingkatkan.

Dalam tahun 1985/1986, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara direncanakan

berimbang pada jumlah sebesar Rp..23.046,0 milyar. Di sisi penerimaan negara, jumlah

tersebut terdiri dari penerimaan minyak bumi dan gas alam, dan penerimaan di luar minyak

bumi dan gas alam, yang masing-masing direncanakan sebesar Rp 11.159,7 milyar dan

Rp7.518,2 milyar, serta penerimaan pembangunan yang direncanakan sebesar Rp 4.368,1

milyar. Di sisi pengeluaran negara, jumlah tersebut terdiri dari pengeluaran rutin dan penge-

luaran pembangunan yang ,masing-masing direncanakan sebesar Rp 12.399,0 milyar dan

Rp10.647,0 milyar. Dengan demikian tabungan Pemerintah yang direncanakan adalah sebesar

Rp 6.278,9 milyar. Tabungan Pemerintah tersebut bersama-sama dengan penerimaan

pembangunan akan membentuk dana pembangunan yang direncanakan akan mencapai

Rp10.647,0 milyar. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai berbagai jenis pengeluaran

pembangunan sektoral yang dilaksanakan oleh Departemen/Lembaga Negara sebesar

Rp3.644,3 milyar, pembangunan regional berupa proyek-proyek Inpres, dana Ipeda, serta

bantuan pembangunan Timor Timur sebesar Rp 1.643,5 milyar, dan berbagai pembiayaan

pembangunan lainnya seperti penyertaan modal Pemerintah, subsidi pupuk, dan lain-lain

pengeluaran yang seluruhnya direncanakan berjumlah sebesar Rp 1.062,0 milyar. Dalam

pengeluaran pembangunan termasuk didalamnya pengeluaran pembangunan dalam bentuk

bantuan proyek yang direncanakan 3ebesar Rp 4.297,2 milyar.

2.3.1. Penerimaan dalam negeri

Kebijaksanaan untuk menciptakan landasan yang kuat guna mempercepat proses

pembangunan yang selama ini dijalankan, pada hakekatnya mempunyai arah dan tujuan untuk

meningkatkan penerimaan dalam negeri terutama dari sumber-sumber di luar minyak bumi dan

gas alam. Dengan kebijaksanaan ini Pemerintah bukan saja berupaya untuk lebih

menyeimbangkan struktur penerimaan negara yang sebagian besar masih tergantung pada

penerimaan dari minyak bumi dan gas alam, akan tetapi juga berusaha-untuk meningkatkan

rasa keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan melalui bidang perpajakan. Langkah-

Iangkah umuk menegakkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan, khususnya melalui

usaha peningkatan penerimaan dalam negeri di luar minyak, telah dilaksanakan ketika

memasuki tahun awal Pelita IV, yakni dengan disahkannya beberapa undang-undang

Departemen Keuangan RI 30

Page 31: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

perpajakan baru sebagai penggami dari undang-undang perpajakan lama warisan kolonial yang

dirasakan telah tidak sesuai lagi dengan alam dan gerak pembangunan sekarang ini. Undang-

Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan serta Undang-Undang temang

Pajak penghasilan telah diberlakukan sejak tanggal 1 Januari 1984, sedangkan Undang-Undang

tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang Mewah

direncanakan akan berlaku pada tanggal 1 April 1985. Berlainan dengan undang-undang

perpajakan yang lama yang mempunyai sistem, prosedur dan penaripan yang rumit, undang-

undang perpajakan yang baru lebih mencerminkan kesederhanaan serta lebih mendorong

pemerataan dan memberikan kepostian hukum. Di samping undang-undang perpajakan

tersebut, kini tengah dipersiapkan beberapa rancangan undang-undang, antara lain mengenai

pabean, pajak kekayaan, dan iuran pembangunan daerah, guna lebih memantapkan peningkatan

penerimaan di dalam negeri.

Sejak berlakunya undang-undang perpajakan yang baru, berbagai perubahan dalam

teknis pelaksanaan pemungutan pajak telah pula dilaksanakan.. Hal itu meliputi perubahan-

perubahan prosedur dan administrasi perpajakan, pembaharuan bemuk-bentuk formulir, serta

pendataan dan pemberian nomor pokok wajib pajak (NPWP) sesuai dengan perundang-

undangan yang baru. Sejalan dengan itu, telah pula dilaksanakan penataran untuk seluruh aparat

perpajakan, baik untuk meningkatkan pengetahuan teknis di lapangan, maupun umuk

meningkatkan disiplin serta mental aparat perpajakan. Akan tetapi usaha tersebut akan kurang

bermanfaat tanpa keikutsertaan serta kesadaran .dari seluruh wajib pajak. Untuk itu

penyuluhan-penyuluhan juga telah diberikan kepada wajib pajak guna meningkatkan kesadaran,

serta pemahaman tentang arti pentingnya undang-undang perpajakan tersebut dalam era

pembangun. Namun Pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa pembinaan yang dilakukan, baik

terhadap aparat perpajakan maupun para wajib pajak, memerlukan waktu umuk mencapai

mekanisme yang diinginkan oleh undang-undang perpajakan yang baru, terutama dalam

tujuannya meningkatkan peranan penerimaan dalam negeri di luar minyak bumi dan gas alam

sebagai sumber utama penerimaan negara.

Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 1985/1986,

penerimaan dalam negeri direncanakan mencapai Rp 18.677,9 milyar, yang terdiri dari

penerimaan minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 11.159,7 milyar dan penerimaan di luar

minyak bumi dan gas alam sebesar Rp 7.518,2 milyar. Perkembangan penerimaan dalam negeri

sejak 1969/1970 sampai dengan 1985/1986 dapat dilihat pada Tabel II.6

Departemen Keuangan RI 31

Page 32: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Jumlah PersentasePELITA I1969/1970 243,71970/1971 344,6 100,9 41,41971/1972 428 83,4 24,21972/1973 590,6 162,6 381973/1974 967,7 377,1 63,9PELITA II1974/1975 1.753,70 786 81,21975/1976 2.241,90 488,2 27,81976/1977 2.906,00 664,1 29,61977/1978 3.535,40 629,4 21,71978/1979 4.266,10 730,7 20,7PELITA III1979/1980 6.696,80 2.430,70 571980/1981 10.227,00 3.530,20 52,71981/1982 12.212,60 1.985,60 19,41982/1983 12.418,30 205,7 1,71983/1984 14.432,70 2.014,40 16,2PELITA IV1984/19851) 16.149,40 1.716,70 11,91985/19862) 18.677,90 2.528,50 15,7

1) APBN 2) RAPBN

Tabe1 II. 6PENERIMAAN DALAM NEGERI, 1969/1970 -1985/1986

( dalam milyar rupiah)

Tahun anggaran JumlahKenaikan

2.3.1.1. Penerimaan minyak bumi dan gas alam

Dari keseluruhan penerirnaan negara yang bersurnber dari dalam negeri, penerimaan

yang berasal dari sektor minyak bumi dan gas alam masih tetap merupakan sumber penerimaan

yang penting dalam tahun 1985/1986. Namun demikian, melihat perkembangan harga dan

permintaan minyak mentah di posaran dunia yang masih diliputi kelesuan akibat keadaan

perekonomian negara-negara industri yang belum sepenuhnya bangkit dari kemelut resesi,

penerimaan dari sektor ini tidak dapat diharapkan akan mengalami lonjakan yang besar seperti

yang terjadi dalam Pelita II dan permulaan Pelita III. Adapun penerimaan dari sektor gas alam

(LNG) diperkirakan mengalami kenaikan. Gas alam yang rnerupakan salah satu sumber energi

alternatip bagi industri-industri besar sebagai pengganti minyak bumi, dalam masa.masa

terakhir ini menghadapi permintaan yang meningkat dengan cukup berarti. Pembatasan

produksi yang disepakati bersama oleh negara-negara anggota OPEC baru-baru ini diharapkan

akan membawa pengaruh yang positif terhadap perkembangan tingkat harga minyak mentah di

posaran dunia. Dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 1985/1986

penerimaan rninyak bumi dan gas alarn direncanakan sebesar Rp 11.159,7 milyar. Apabila

Departemen Keuangan RI 32

Page 33: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

penerimaan minyak bumi dan gas alam tersebut dibandingkan dengan rencana dalam APBN

tahun 1984/1985 yang berjumlah Rp 10.366,6 milyar, berarti terdapat peningkatan sebesar

Rp793,1 rnilyar atau 7,7 persen. Penerimaan rninyak bumi dan gas alam tersebut terdiri dari

penerimaan minyak bumi yang direncanakan sebesar Rp 9.479,6 milyar, dan penerirnaan gas

alam sebesar Rp 1.680,1 milyar. Perkembangan penerimaan pajak penghasilan rninyak bumi

dan gas alam sejak tahun 1969/1970 sampai dengan tahun 1985/1986 dapat dilihat dalam Tabel

II.7.

Pajak penghasilan Penerimaanminyak bumi minyakdan gas alam lainnya Jumlah Persentase

PELITA I1969/1970 48,3 17,5 65,81970/1971 68,8 30,4 99,2 33,4 50,81971/1972 112,5 28,2 140,7 41,5 41,81972/1973 198,9 31,6 230,5 89,8 63,81973/1974 344,6 37,6 382,2 151,7 65,8PELITA II1974/1975 973,1 -15,9 957,2 575 150,41975/1976 1.249,10 -1,1 1.248,00 290,8 30,41976/1977 1.619,40 15,9 1.635,30 387,3 311977/1978 1.948,70 - 1.948,70 313,4 19,21978/1979 2.308,70 - 2.308,70 360 .+ 18,5PELITA III1979/1980 4.259,60 - 4.259,60 1.950,90 84,51980/1981 7.019,60 - 7.019,60 2.760,00 64,81981/1982 8.627,80 - 8.627,80 1.608,20 22,91982/1983 8.170,40 - 8.170,40 -457,4 -5,31983/1984 9.520,20 - 9.520,20 1.349,80 16,5PELITA IV1984/1985 1) 10.366,60 - 10.366,60 846,4 8,9

.11.159,70

1) APBN2) RAPBN

PENERIMAAN MINYAK BUMI DAN GAS ALAM, 1969/1970 -1985/1986( dalam milyar rupiah )

Tahun anggaran Jumlah

Tabel II. 7

Kenaikan

1985/1986 2) 11.159,70 - 793,1 7,7

2.3.1.2. Penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam

Untuk membiayai pelaksanaan pembangunan yang sernakin meningkat dalam Pelita

IV, Pemerintah tidak lagi sepenuhnya dapat bertumpu pada penerimaan yang berasal dari

minyak bumi dan gas alam. Menyadari hat tersebut, upaya peningkatan penerimaan negara di

luar minyak bumi dan gas alam, baik pajak langsung maupun tidak langsung, merupakan suatu

langkah keharusan bagi berhasilnya pembangunan yang akan dilaksanakan untuk waktu-waktu

mendatang, khususnya pada tahun kedua pelaksanaan Pelita IV ini.

Departemen Keuangan RI 33

Page 34: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Sebagai tindak lanjut ditetapkannya beberapa undang-undang perpajakan baru, sejak

18 April 1984 diambil pula kebijaksanaan untuk memberi pengampunan pajak. Kebijaksanaan

ini tiada lain dimaksudkan untuk menunjang dan melengkapi pelaksanaan sistem perpajakan

yang baru, dengan jalan menciptakan pangkal tolak yang bersih yang berlandaskan pada

kejujutan dan keterbukaan dari masyarakat. Pengampunan pajak ini diberikan kepada wajib

pajak perorangan atau badan, dengan nama dan dalam bentuk apapun baik yang telah maupun

yang belum terdaftar sebagai wajib pajak. Untuk itu atas pendapatan yang diperoleh dalam

tahun 1983 dan sebelumnya dan kekayaan yang dimiliki pada 1 Januari 1984 dan sebelumnya,

yang belum pernah atau belum sepenuhnya dikenakan pajak sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, diberikan pengampunan pajak. Pengampunan ini juga

diberikan terhadap pajak perseroan atas laba yang diperoleh dalam tahun 1983 dan sebelumnya,

pajak atas bunga, dividen, dan royalty (PBOR) yang terhutang atas bunga, dividen, dan royalty

yang dibayarkan atau disediakan untuk dibayarkan sampai dengan 31 Oesember 1983, serta

terhadap MPO wapu yang terhutang dalam tahun 1983 dan sebelumnya. Sementara itu terhadap

pajak pendapatan buruh yang terhutang dalam tahun pajak 1983 dan sebelumnya, serta terhadap

pajak penjualan yang terhutang dalam tahun 1983 dan sebelumnya, juga diberikan

pengampunan pajak. Terhadap pajak-pajak yang belum pernah atau belum sepenuhnya

dikenakan atau dipungut yang dimintakan pengampunan pajak, dikenakan tebusan dengan tarip

1 persen dan 10 persen dari jumlah kekayaan yang dijadikan dasar untuk menghitung jumlah

pajak yang dimintakan pengampunan. Di samping itu kepada wajib pajak yang mengajukan

permintaan pengampunan pajak akan dibebaskan dari pengusutan fiskal, dan laporan tentang

kekayaannya tidak akan dijadikan dasar penyidikan dan penuntutan pidana dalam bentuk

apapun. Untuk memberi peluang agar wajib pajak memperoleh informasi lebih jelas dan

mempunyai waktu cukup untuk mengisi laporan kekayaannya, maka batas waktu pengampunan

pajak diperpanjang dari akhir Desember 1984 menjadi 30 Juni 1985.

Upaya yang dilakukan Pemerintah di bidang penerimaan negara di luar minyak bumi

dan gas alam tersebut di samping diarahkan bagi peningkatan pendapatan negara juga

diusahakan agar lebih dapat menciptakan iklim dan gairah usaha dalam negeri, melancarkan

perdagangan dalam dan luar negeri, melindungi barang-barang yang sudah dapat diproduksi di

dalam negeri, meningkatkan diversifikasi ekspor, melindungi golongan ekonomi lemah,

menciptakan suasana pola hidup sederhana, sehingga dapat lebih menjamin pemerataan

pendapatan. Selanjutnya untuk lebih mendorong tumbuhnya industri dalam negeri, serta untuk

lebih meningkatkan dampak positif di bidang ekonomi dari sistem perpajakan nasional, maka

Departemen Keuangan RI 34

Page 35: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sejak 9 Agustus 1984 telah ditetapkan tarip penyusutan baru yang lebih tinggi. Penyusutan yang

lebih tinggi tersebut diberikan antara lain kepada mesin-mesin pertanian, mesin-mesin yang

mengolah produk asal binatang atau nabati, mesin-mesin tekstil dan lainnya. Tarip penyusutan

yang dipercepat tersebut diharapkan akan merangsang tumbuhnya investasi baru yang

selanjutnya akan memperkokoh kemandirian perekonomian nasional. Di dalam RAPBN tahun

1985/1986, penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas alam terbagi atas penerimaan pajak

penghasilan, penerimaan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas

barang mewah, penerimaan bea masuk, penerimaan cukai, penerimaan pajak ekspor,

penerimaan Ipeda, penerimaan pajak lainnya, dan penerimaan bukan pajak.

Di dalam perkembangannya, penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas :rlam

senantiasa menunjukkan adanya peningkatan sejalan dengansemakin baiknya pengelolaan

keuangan negara, serta semakin meningkatnya partisiposi masyarakat di dalam pembangunan.

Apabila dalam tahun 1969/1970, yaitu tahun pertama Pelita I, besarnya penerimaan ini baru

mencapai Rp 177,9 milyar: maka dalam tahun terakhir Pelita III, yaitu tahun 1983/1984, jumlah

tersebut telah meningkat menjadi Rp 4.912,5 milyar, atau suatu kenaikan lebih dari 27 kali.

Mengingat perkembangan perekonomian, serta dengan memperhitungkan pengelolaan sistem

perpajakan yang semakin baik, atas dasar undang-undang perpajakan yang bam beserta

kelengkapannya, maka penerimaan negara di luar minyak bumi dan gas alam untuk tahun

1985/1986 direncanakan sebesar Rp 7.518,2 milyar. Penerimaan ini terdiri dari penerimaan

pajak penghasilan sebesar Rp 3.074,0 milyar, yakni pajak penghasilan perseorangan sebesar

Rp797,3 milyar dan pajak penghasilan badan sebesar Rp 2.276,7 milyar, penerimaan pajak

pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah sebesar Rp 1.666,4

milyar, bea masuk sebesar Rp 717,1 milyar, cukai sebesar Rp 963,3 milyar, pajak ekspor

sebesar Rp 101,7 milyar, Ipeda sebesar Rp 167,4 milyar, pajak lainnya sebesar Rp 96,4 milyar,

dan penerimaan bukan pajak sebesar Rp 731,9 milyar. Apabila dibandingkan dengan

penerimaan tahun sebelumnya, yaitu tahun 1984/ 1985, penerimaan di luar minyak bumi dan

gas alam tersebut mengalami peningkatan sebesar Rp 1.735,4 milyar atau 30,0 persen.

Perkembangan penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam sejak tahun 1969/1970 sampai

tahun 1985/1986 dapat dilihat pada Tabel II.8.

Departemen Keuangan RI 35

Page 36: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Jumlah PersentasePELITA I1969/1970 177,91970/1971 245,4 37,91971/1972 287,3 17,11972/1973 360,1 25,31973/1974 585,5 62,6PELITA II1974/1975 796,5 361975/1976 993,9 24,81976/1977 1.270,70 27,81977/1978 1.586,70 24,91978/1979 1.957,40 23,4PELITA III1979/1980 2.437,20 24,51980/1981 3.207,40 31,61981/1982 3.584,80 11,81982/1983 4.247,90 18,51983/1984 4.912,50 15,6PELITA IV1984/1985 1) 5.782,80 17,71985/1986 2) 7.518,20 30 1) APBN 2) RAPBN

870,31.735,40

Tabel II. 8

(dalam milyar rupiah)

PENERIMAAN DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM 1969/1970 - 1985/1986

770,2t377,4663,1664,6

Tahun anggaran JumlahKenaikan

67,541,972,8

225,4

211197,4276,8

316370,7

479,8

Berlakunya Undang-Undang Pajak Penghasilan sejak 1 Januari 1984 yang

menggantikan Undang-Undang Pajak Pendapatan 1944, Undang-Undang Pajak Perseroan 1925,

Undang-Undang PBDR 1970 dan Un dang-Un dang No.8 Tahun 1967 tentang MPO/MPS,

diharapkan akan menciptakan iklim dan gairah usaha yang lebih baik yang akan mendorang

kegiatan Junia usaha dan perekonomian nasional umumnya. Hal ini pada gilirannya akan

meningkatkan penerimaan pajak sehingga memperkokoh kemandirian dalam penyediaan

sumber dana yang dibutuhkan oleh pembangunan. Dengan undang-undang pajak penghasilan

ini diharapkan akan lebih diwujudkan prinsip kesederhanaan, prinsip kepostian dan prinsip

pemerataan, yang berarti di samping ditujukan bagi penambahan pengumpulan dana sebesar-

besarnya, undang-undang ini juga dimaksudkan untuk menciptakan suasana kehidupan dan

berusaha yang lebih adil dan merata dalam kepostian hukum yang berlaku. Kesederhanaan

daripada tarip pajak, yang hanya terdiri atas tiga tingkat dan tarip rata-rata yang lebih rendah

dari tarip rata-rata dalam undang-undang perpajakan sebelumnya, diharapkan akan lebih

merangsang para wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Di

samping itu lebih luasnya dasar pengenaan pajak, terutama dengan dimasukkannya semua jenis

pendapatan ke dalam dasar pengenaan pajak, diwajibkan kepada pegawai negeri untuk mengisi

Departemen Keuangan RI 36

Page 37: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

surat pemberitahuan (SPT) pajak penghasilan, serta dihapuskannya segala bentuk fasilitas dan

pembebasan pajak, diharapkan akan semakin memperluas potensi penerimaan pajak ini.

Sebagai perwujudan dari pemerataan pendapatan dan beban pembangunan, agar perkembangan

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai selama ini dapat dinikmati oleh

seluruh lapisan masyarakat, walaupun tarip pajak lebih rendah serta lebih sederhana, unsur

progresivitas tidaklah diabaikan akan tetapi sekaligus dilaksanakan untuk pengumpulan dana

bagi pembangunan. Tarip pajak tersebut adalah sebesar 15 persen, 25 persen dan 35 persen,

masing-masing untuk penghasilan kena pajak sampai dengan Rp 10 juta, antara Rp 10 juta

sampai Rp 50 juta, dan lebih dari Rp 50 juta. Di samping itu lebih tingginya batas pendapatan

tidak kena pajak (PTKP) dari batas pendapatan bebas pajak (BPBP) yang dulu terdapat dalam

sistem perpajakan yang lama, diharapkan dapat lebih melindungi golongan ekonomi lemah dan

masyarakat yang berpendapatan rendah .

Penerimaan pajak penghasilan perseorangan dalam RAPBN tahun 1985/1986

direncanakan meningkat dari tahun sebelumnya. Kalau dalam APBN 1984/1985 penerimaan

pajak penghasilan perseorangan aclalah sebesar Rp 577,6 milyar, maka dalam RAPBN tahun

1985/1986 diharapkan bisa mencapai Rp 797,3 milyar, yang berarti terdapat peningkatan

sebesar Rp 219,7 milyar atau 38,0 persen. Peningkatan tersebut berlangsung sejalan dengan

meningkatnya penghasilan para pegawai negeri dan karyawan swasta, meningkatnya dasar

pemungutan pajak dari karyawan asing, serta semakin efektifnya pemotongan oleh benda-

harawan Pemerintah atas pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan tetap, dan pembayaran

lain sehubungan dengan pekerjaan dan jabatan yang dibebankan kepada keuangan negara.

Keputusan PresideD Domer 26 tahun 1984 tentang Pengampunan Pajak diharapkan akan

mempercepat proses terciptanya sikap jujur dan terbuka para pemberi kerja untuk melakukan

pemotongan dan penyetoran pajaknya, sehingga untuk masa mendatang akan meningkatkan

efektifitas pemungutan pajak. Adanya perluasan perusahaan dan munculnya penanaman modal

baru, sebagai hasil nyata dari kebijaksanaan penyesuaian tarip penyusmall baru yang lebih

menguntungkan para pengusaha, diharapkan akan membawa pengaruh positif terhadap

perluasan dan peningkatan kesempatan kerja baru. Di samping hat ini akan menambah

kapositas efektif pemungutan pajaknya, diharapkan pula dapat lebih mendorong gairah usaha

yang pada gilirannya akan memperluas tersedianya barang-barang produksi dalam negeri.

Upaya peningkatan penerimaan pajak penghasilan badan diusahakan melalui

kebijaksanaan tarip yang lebih sesuai dengan perkembangan dunia usaha, di samping

ditekankan pula untuk memperluas dasar pengenaan pajaknya. Menyadari pentingnya perluasan

Departemen Keuangan RI 37

Page 38: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dasar pengenaan pajak tersebut bagi peningkatan penerimaan pajak penghasilan, Pemerintah

melalui kebijaksanaan di bidang perpajakan telah memberikan kesempatan kepada para

penanam modal untuk menggunakan fasilitas pengampunan pajak. Di samping itu apabila

penanam modal lebih dulu menyimpan dananya melalui deposito berjangka sekurang-

kurangnya selama tiga bulan, maka penanam modal tersebut akan dibebaskan dari kemungkin-

an pengusutan perpajakannya. Sejalan dengan kebijaksanaan tersebut, telah dilakukan

penyesuaian atas tarip penyusutan yang ditetapkan lebih tinggi sehingga penyusutan dapat lebih

dipercepat. Kebijaksanaan ini diharapkan akan lebih meringankan beban pajak penghasilan

yang harus dibayar oleh pengusaha, yang selanjutnya akan mendorong investasi baru dan pada

gilirannya akan meningkatkan jumlah dan potensi wajib pajak. Sehubungan dengan semakin

pentingnya mobilisasi sumber dana dari dalam negeri, Pemerintah berupaya dengan sungguh-

sungguh melaksanakan pengawasan terhadap perusahaan negara. Pengawasan ini dilakukan

untuk lebih meningkatkan produktivitas dan efisiensinya sehingga akan meningkatkan

penghasilan perusahaan negara tersebut, untuk selanjutnya diharapkan akan meningkatkan

penerimaan pajak serta ketertiban pembayaran pajaknya. Di dalam perkembangannya,

penerimaan pajak penghasilan badan ini terus mengalami pertumbuhan yang menggembirakan.

Dalam RAPBN tahun 1985/1986 penerimaan pajak penghasilan badan direncanakan sebesar

Rp2.276,7 milyar. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp 1.873,5

milyar, maka berarti meningkat sebesar Rp 403,2 milyar atau 21,5 persen.

Peningkatan kegiatan ekonomi nasional khususnya pengembangan dunia usaha

senantiasa mendapat perhatian Pemerintah. Upaya Pemerintah menciptakan peraturan

perundangundangan yang lebih luas dimensi cakupannya, lebih sederhana, dan lebih tegas

menjamin kepostian hukum, yang mendorong lahirnya Undang-Undang Pajak Pertambahan

Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah dalam rangka

menunjang perkembangan dunia usaha. Dari padanya diharapkan berlanjut akan meningkatnya

kegiatan dunia usaha, serta kesadaran melaksanakan kewajiban di bidang perpajakan. Dalam

undangundang tersebut hanya terdapat dua tarip yaitu 0 persen dan 10 persen, sedangkan bagi

barang mewah dikenakan tambahan pajak sebesar 10 persen dan 20 persen. Namun untuk

menunjang perkembangan perpajakan dalam memenuhi kebutuhan dana yang diperlukan

pembangunan serta untuk membantu menciptakan suasana pola hidup sederhana, tarip pajak

pertambahan nilai terse but dapat diubah menjadi serendah-rendahnya 5 persen, dari setinggi-

tingginya 15 persen, serta tarip pajak penjualan khusus atas barang mewah dapat diubah

menjadi setinggi-tingginya 35 persen. Dalam rangka lebih mendorong upaya peningkatan

Departemen Keuangan RI 38

Page 39: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

ekspor, terutama komoditi non migas, serta untuk lebih menunjang upaya diversifikasi ekspor,

dalam undang-undang yang baru ini tarip pajak penjualan atas barang-barang ekspor adalah 0

persen. Kesederhanaan dalam tarip pajak pertambahan nilai akan lebih dapat dirasakan bila

dibandingkan dengan sistem yang lama dengan tarip yang bervariasi antara delapan jenis tarip.

Jumlah tarip tersebut diperbanyak lagi dengan diberikannya berbagai pembebasan sebagian atas

produk-produk tertentu. Tarip yang lebih sederhana yang diterapkan dalam sistem baru ini akan

sangat membantu pe1aksanaannya karena akan mudah dipahami baik oleh pemungut maupun

pembayar pajaknya. Untuk lebih mendorong kepatuhan membayar pajak dengan jalan

memberikan rasa aman bagi para wajib pajak, terutama mereka yang merasa telah membayar

pajak lebih daripada yang seharusnya, maka dalam sistem baru ini diatur dengan je1as

ketentuan mengenai pembayaran kembali daripada ke1ebihan dalam pembayaran pajak.

Sedangkan sebagai upaya untuk menghilangkan pengarub pajak berganda yang terdapat Facia

sistem yang lama, dalam Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1984 ditentukan

adanya sistem kredit. Sistem kredit ini menetapkan, bahwa beban pajak yang telah ada Facia

bahan baku yang dipakai perusahaan dapat diperhitungkan/dikurangkan dari pajak pertambahan

nilai yang terhutang alas hasil produksi perusahaan itu. Di samping itu dapat dihilangkan pula

kemungkinan adanya usaha-usaha untuk me1akukan integrasi vertikal antara dua perusahaan

alan lebih, yang semata-mata untuk menghindari pajak dengan mengorbankan efisiensi. Dalam

hubungannya dengan perdagangan luar negeri, sistem baru ini mengintegrasikan bea masuk

yang dikenakan atas barang-barang impor dengan pajak pertambahan nilai yang dikenakan atas

barang-barang perdagangan dalam negeri. Sedangkan bagi pajak pertambahan nilai yang

dikenakan atas bahan baku yang digunakan untuk memproduksi barang-barang ekspor secara

periodik dapat dimintakan pengembaliannya. Kebijaksanaan ini bersama-sama dengan

kebijaksanaan lamnya, terutama kebijaksanaan pajak pertambahan nilai sebesar 0 persen atas

barang-barang ekspor, diharapkan akan semakin mendorong ekspor, khususnya komoditi non

migas baik dalam hal kualitas, volume maupun pengembangan diversifikasinya. Di samping itu

sistem baru ini juga menciptakan ik!im usaha yang lebih menarik bagi golongan ekonomi

lemah. Hal ini disebabkan karena adanya batasan yang jelas mengenai jenis perusahaan yang

dapat digolongkan sebagai perusahaan kecil, sehingga akan menciptakan kepostian bagi upaya

penyeragaman beban pajaknya. Dalam pada itu mulai tahun anggaran 1985/1986 di dalam

penerimaan pajak pertambahan nilai termasilk didalamnya pajak pertambahan nilai atas

penjualan bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri.

Berdasarkan pertimbangan bahwa pelaksanaan Undang-Undang Pajak Pertambahan

Departemen Keuangan RI 39

Page 40: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Nilai tahun 1984 yang ditunda sampai selambat-lambatnya 1 Januari 1986 dapat dilaksanakan

pada awal tahun anggaran 1985/1986, maka penerimaan pajak pertambahan nilai barang dan

jasa dan pajak penjualan atas barang mewah dalam RAPBN tahun 1985/1986 direncanakan

sebesar Rp 1.666,4 milyar.

Di bidang penerimaan bea masuk, dilanjutkan dan ditingkatkan usaha-usaha yang

diarahkan bagi penciptaan iklim dan gairah usaha yang mendorong terlaksananya pembangunan

industri dalam negeri yang efisien, tangguh dan memiliki daya saing yang kuat. Sehubungan

dengan hal rersebut, kebijaksanaan tarip bea masuk selalu diusahakan agar mampu memberikan

perhitungan yang wajar bagi industri dalam negeri, tanpa melupakan kepentingan konsumen,

pengamanan penerimaan negara, serta menunjang peiaksanaan kebijaksanaan perdagangan luar

negeri. Dalam rangka memberikan perlindungan dan mendorong pertumbuhan industri dalam

negeri, terutama industri yang menghasilkan nilai tambah yang tinggi, menyerap tenaga kerja

yang banyak, menggunakan sumber daya dalam negeri, .serta mampu menyediakan barang-

barang yang diminta konsumen baik di dalam maupun di luar negeri dengan harga yang

memadai, maka kepada industri tersebut diberikan beberapa keringanan pembebanan taripnya.

Untuk itu dalam mendorong pertumbuhan industri : perakitan di tanah air, kepada sektor

industri tersebut diberikan perlindungan dengan tarip I CKO yang lebih rendah dari tarip

produk yang sama yang diimpor dalam keadaan built up/non-KO. Sedangkan untuk

memberikan perlindungan bagi semakin tumbuhnya industri pengolahan di dalam negeri, impor

terhadap produk-produk sejenis dikenakan tarip yang lebih tinggi. Sebagai upaya menunjang

pengembangan industri di dalam negeri, telah pula ditetapkan kebijaksanaan yang memberikan

keringanan pembebanan impor atas pemasukkan bahan baku/bahan penolong yang digunakan

dalam proses produksi. Sesuai dengan kebijaksanaan yang digariskan dalam Repelita IV,

kebijaksanaan tarip senantiasa diusahakan agar dapat berjalan seirama dengan kebijaksanaan

pengaturan tata niaga, di dalam memberikan perlindungan bagi industri di dalam negeri, dan

upaya pengutamaan penggunaan barang-barang hasil produksi dalam negeri. Diharapkan kedua

kebijaksanaan tersebut dapat saling mengisi dan melengkapi secara harmonis. Berkenaan

dengan program wajib belajar, telah diberikan beberapa bentuk keringanan bea masuk atas

kertas tulis dan kertas cetak serta beberapa buku ilmu pengetahuan tertentu. Selanjutnya untuk

menunjang kebijaksanaan Pemerintah di bidang pentaripan, usaha penanggulangan

penyelundupan terus ditingkatkan dengan meningkatkan ketrampilan aparat pabean serta

memperlancar arus dokumen, baik impor maupun ekspor. Untuk itu, dalam rangka

penyempumaa dan penertiban sistem administrasi pabean telah dilaksanakan persiapan-

Departemen Keuangan RI 40

Page 41: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

persiapan kearah penerapan sistem komputer di bidang operasional pabean dari pengumpulan

data.

Berdasarkan langkah-Iangkah yang telah dilaksanakan di bidang bea masuk, maka

dalam RAPBN tahun 1985/1986 penerimaan bea masuk direncanakan sebesar Rp 717,1 milyar.

Apabila dibandingkan dengan rencana penerimaan bea masuk dalam APBN 1984/ 1985, maka

terlihat peningkatan sebesar Rp 35,7 milyar.

Kebijaksanaan. cukai yang se1ama ini dijalankan , di samping diarahkan kepada

fungsinya sebagai penghimpun dana, juga dimaksudkan guna mencapai sasaran-sasaran tertentu

lainnya. Penerimaan cukai ini terdiri dari cukai tembakau, cukai gula, cukai bir, dan cukai

alkohol sulingan. Di dalam perkembangannya, penerimaan cukai dipengaruhi antara lain oleh

perkembangan pertumbuhan produksi, penyesuaian harga pita dengan harga jualnya,

peningkatan daya beli masyarakat konsumen, serta intensifikasi dan verifikasi pemungutannya.

Dalam rangka lebih mendorong perkembangan industri rokok dan hasil tembakau dalam negeri

terutama bagi produsen yang tergolong pengusaha lemah, dan banyak menyerap tenaga kerja,

maka pada 1 April 1984 telah ditetapkan pembebasan sebagian tarip cukai terhadap hasil

tembakau buatan dalam negeri. Fasilitas tersebut diberikan kepada perusahaan sigaret kretek

tangan (SKT), dengan ketentuan bahwa perusahaan yang produksinya lebih dari 4 milyar

batang setahun dikenakan tarip 25 persen diri harga pita cukai, yang produksinya antara 750

juta batang sampai 4 milyar batang setahun dikenakan ta.rip 22,5 persen dari harga pita cukai,

yang produksinya antara 100 juta sampai 750 juta batang setahun dikenakan tarip 20 persen dari

pita cukai, dan bagi perusahaan yang produksinya 100 juta batang atau kurang setahun

dikenakan tarip 15 persen dari pita cukainya. Sedangkan bagi jenis produksi sigaret buatan

mesin, baik sigaret putih mesin (SPM) maupun sigaret kretek mesin (SKM) dikenakan tarip

tunggal yang besarnya 40 persen dari harga pita cukainya. Di samping itu untuk memberikan

kesempatan bagi berkembangnya produksi tembakau di dalam negeri, sejak 1 April 1984 tidak

lagi diberikan pembebasan sebagian cukai terhadap impor hasil tembakau. Terhadap impor

hasil tembakau dipungut cukai sepenuhnya, yaitu 70 persen dari pita cukainya untuk sigaret

buatan mesin dan tembakau iris, 50 persen untuk sigaret kretek bukan buatan mesin, serta 40

persen untuk jenis cerutu.

Sebagaimana halnya dengan cukai tembakau, kebijaksanaan di bidang cukai lainnya

juga disempurnakan sesuai dengan perkembangan ekonomi. Sehubungan dengan itu, guna

mempertahankan harga yang lebih sesuai dengan daya beli masyarakat dan menjamin

kelayakan tingkat pendapatan petani tebu, sejak 1 Mei 1984 diadakan penyesuaian harga dasar

Departemen Keuangan RI 41

Page 42: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pemungutan cukai gula, yaitu untuk jenis SHS I, SHS II, dan HS I, masing-masing sebesar

Rp40.000,- per kuintal, Rp 39.850,- per kuintal, dan Rp 39.700,- per kuintal. Di samping itu

telah pula diadakan penertiban penanaman tebu, baik tebu rakyat bebas.(TRB) maupun tebu

rakyat intensifikasi (TRI). Sehubungan dengan perlunya pengawasan terhadap minuman keras,

produksi bir diperkirakan tidak akan mengalami kenaikan yang berarti. Demikian juga terhadap

alkohol sulingan, diperkirakan produksinya akan sedikit mengalami penurunan. Berdasarkan

pertimbangan atas langkah-langkah yang sedang, dan akan dilaksanakan terutama dengan

semakin efektifnya pemungutan cukai, prospek produksi, dan penyesuaian tarip cukai terutama

untuk tembakau dan gula, maka dalam RAPBN tahun 1985/1986 penerimaan cukai

direncanakan sebesar Rp 963,3 milyar. Apabila rencana penerimaan cukai tersebut

dibandingkan dengan yang direncanakan dalam tahun anggaran sebelumnya, berarti meningkat

dengan Rp 235,8 milyar.

Adapun penerimaan pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan, akhir-akhir ini

mengalami sedikit penurunan di dalam realisasinya. Penurunan tersebut bukan saja disebabkan

karena menurunnya nilai maupun volume ekspor beberapa komoditi tertentu, melainkan

diakibatkan pula oleh adanya penurunan dan pembebasan pajak ekspor, serta pajak ekspor

tambahan terhadap berbagai barang-barang ekspor dalam rangka mendorong ekspor yang

selama ini terus diusahakan peningkatannya. Untuk itu, kebijaksanaan di bidang pajak ekspor

dalam tahun anggaran 1985/1986 akan tetap diarahkan agar selalu menunjang berbagai usaha

dan kebijaksanaan Pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing komoditi ekspor

Indonesia di posaran intemasional. Segi lain dari kebijaksanaan tersebut adalah, bahwa barang-

barang yang dianggap penting bagi konsumsi dalam negeri, serta untuk menjaga kelestarian

lingkungan alam, seperti minyak kelapa sawit dan hasil-hasilnya, serta beberapa jenis kayu

gergajian mewah, sejak Januari 1984 telah diadakan pengenaan kembali tarip pajak ekspor

tambahannya. Di samping itu sebagai upaya penyediaan bahan bagi industri pengolahan kayu

dalam negeri, sejak Mei 1980 telah diadakan pembatasan ekspor terhadap kayu gelondongan.

Berdasarkan berbagai langkah kebijaksanaan yang dilaksanakan Pemerintah di bidang

ekspor, yang pada pokoknya mengarah pada upaya penciptaan iklim yang lebih mendorong

gairah usaha untuk rnempertahankan dan mendorong nilai maupun volume ekspor, maka dalam

RAPBN 1985/1986 penerimaan pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan diperkirakan akan

mengalami sedikit penurunan dibandingkan dengan yang tertera dalam APBN 1984/1985.

Dalam RAPBN 1985/1986 penerimaan pajak ekspor dan pajak ekspor tambahan tersebut

direncanakan akan mencapai sebesar Rp 101,7 milyar.

Departemen Keuangan RI 42

Page 43: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Kebijaksanaan di bidang Ipeda pada dasamya tetap diarahkan bagi terciptanya sasaran

pertumbuhan, dan gerak pembangunan ekonomi daerah yang lebih merata me1alui upaya

peningkatan penerimaannya. Dalam rangka meningkatkan potensi penerimaan Ipeda, terus

dibina kerjasama yang lebih baik dengan Pemerintah Daerah, di samping secara terus menerus

diadakan pembinaan terhadap administrasi pendataannya, penetapan dan penagihannya, serta

penyuluhan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadarannya dalam membayar Ipeda.

Dalam RAPBN 1985/1986, penerimaan Ipeda direncanakan sebesar Rp 167,4 milyar yang

berarti meningkat sebesar Rp 16,8 milyar dari yang direncanakan dalam APBN 1984/1985.

Kebijaksanaan Pemerintah di bidang penerimaan pajak lainnya untuk tahun 1985/ 1986

masih merupakan kelanjutan dan peningkatan dari kebijaksanaan yang sudah diambil pada

masa sebelumnya. Kebijaksanaan tersebut di samping ditujukan untuk menghimpun dana

pembangunan yang bersumber dari dalam negeri, juga diarahkan untuk menciptakan iklim

dunia usaha yang lebih sehat, serta untuk mempercepat proses pemerataan pendapatan guna

lebih memantapkan stabilitas perekonomian nasional. Penerimaan negara yang berasal dari

penerimaan pajak lainnya, yaitu pajak kekayaan, bea meterai dan bea lelang, menunjukkan

perkembangan yang memadai. Hal ini menunjukkan semakin membaiknya kesadaran

masyarakat dalam rangka memenuhi kewajiban pajaknya, terutama terhadap kekayaan yang

dimilikinya, serta transaksi perekonomian yang lebih bertanggung jawab. Untuk mendorong

perkembangan yang lebih realistis seirama dengan keadaan perekonomian nasional, dewasa ini

sedang dibahas Rancangan Undang-Undang Pajak Kekayaan dan Ipeda.

Batas kekayaan yang tidak terkena pajak mulai 1 Januari 1985 dinaikkan dari Rp 14

juta menjadi Rp 80 juta, sedang taripnya diturunkan dari 1 persen menjadi 0,5 persen. Dengan

kebijaksanaan tersebut diharapkan kesadaran para wajib pajak untuk memenuhi kewajiban

pajaknya akan meningkat. Tarip bea meterai yang berlaku sekarang dirasakan sudah tidak

sesuai lagi dengan keadaan. Untuk itu mulai 1 Maret 1985 terhadap tarip bea meterai juga

diadakan beberapa penyesuaian, antara lain atas kuitansi atau tanda penerimaan uang,

konosemen-konosemen, dan polis asuransi jiwa, yang saat ini adalah Rp 10,-, akan dinaikkan

menjadi Rp 100,-. Sedangkan untuk promes, aksep, dan surat-surat berharga lainnya tarip

meterainya juga diadakan penyesuaian dari Rp 25,- menjadi Rp 500,-. Kuitansi yang memuat

angka penjualan di atas Rp 50.000,- baru dikenakan bea meterai, sedangkan sebelumnya

kuitansi yang bernilai di atas Rp 5.000,- sudah dikenakan bea meterai. Sehubungan dengan

semakin banyaknya kegiatan le1ang, dan semakin meningkatnya mutu para juru lelang,

penerimaan di bidang ini untuk masa-masa mendatang diharapkan akan mengalami

Departemen Keuangan RI 43

Page 44: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

peningkatan. Berdasarkan langkah-Iangkah yang sedang dan akan dilaksanakan Pemerintah,

terutama dengan kebijaksanaan pengampunan pajak serta dengan semakin membaiknya

perekonomian di tanah air, dalam RAPBN 1985/1986 besarnya penerimaan pajak lainnya

direncanakan sebesar Rp 96,4 milyar. Apabila penerimaan tersebut dibandingkan dengan

rencana penerimaan tahun 1984/1985 yaitu sebesar Rp 75,4 milyar, berarti meningkat sebesar

Rp 21,0 milyar atau 27,9 persen.

Penerimaan bukan pajak oleh Pemerintah senantiasa diusahakan pula peningkatan

sumbangannya bagi penerimaan negara. Untuk itu langkah-Iangkah kebijaksanaan yang sudah

dirintis sejak awal Pelita I akan terus dikembangkan. Penerimaan bukan pajak yang terdiri dari

penerimaan berbagai departemen/lembaga non departemen, seperti penerimaan pendidikan,

penerimaan jasa, penerimaan kejaksaan dan pengadilan serta penerimaan lainnya, baik yang

berasal dari dalam negeri maupun luar negeri, dalam perkembangannya te1ah mengalami

peningkatan. Dalam penerimaan bukan pajak tersebut termasuk pula penerimaan dari bagian

Pemerintah atas laba perusahaan negara/bank negara serta iuran hasil hutan dan royaltynya.

Dalam RAPBN 1985/ 1986 penerimaan bukan pajak direncanakan sebesar Rp 731,9 milyar.

Apabila penerimaan tersebut dibandingkan dengan APBN 1984/1985 berarti terdapat

peningkatan sebesar Rp 116,9 milyar atau 19,0 persen.

2.3.2. Penerimaan pembangunan

Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan bangsa Indonesia sejak Pelita I hingga

sekarang te1ah memberikan hasil nyata berupa semakin meningkatnya taraf hidup dan

kesejahteraan se1uruh rakyat. Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan, baik jenis

maupun kualitasnya dalam dimensi yang semakin me1uas, di satu sisi meningkatkan kesejah-

teraan rakyat, tetapi di sisi lain menambah tanggung jawab Pemerintah dalam menyediakan

dana bagi pembangunan yang terus berkembang. Usaha pengerahan dana pembiayaan

pembangunan, sesuai dengan yang diamanatkan dalam GBHN, senantiasa harus terus diupa-

yakan terutama dengan menggalinya dari sumber-sumber dana dalam negeri, baik yang berasal

dari tabungan Pemerintah maupun dari tabungan masyarakat. Sedangkan dana bantuan yang

berasal dari luar negeri yang diterima sebagai penerimaan pembangunan, digunakan sebagai

pe1engkap. Dengan demikian untuk masa-masa selanjutnya, pembangunan yang dilaksanakan

adalah pembangunan yang dilandasi oleh kemampuan bangsa Indonesia sendiri yang bertumpu

kepada kepercayaan diri, menuju perekomomian nasional yang mandiri, dinamis, dan stabil.

Oleh sebab itu,dana yang bersumber dari bantuan luar negeri barus senantiasa diarahkan bagi

Departemen Keuangan RI 44

Page 45: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pembiayaan kegiatan-kegiatan pembangunan yang bersifat produktif dan berprioritas tinggi,

dalam rangka memperluas kesempatan kerja dan memperlancar proses pemerataan

pembangunan dan hasilnya. Dalam RAPBN tahun 1985/1986, penerimaan pembangunan

direncanakan sebesar Rp 4.368,1 milyar, yang terdiri dari bantuan program sebesar Rp 70,9

milyar, dan bantuan proyek sebesar Rp 4.297,2 milyar. Perkembangan penerimaan

pembangunan se1ama tahun 1969/1970 hingga tahun 1985/1986 dapat dilihat dalam Tabel II.9.

Bantuan Bantuanprogram proyek Jumlah Persentase

PELITA I1969/1970 65,7 25,3 911970/1971 78,9 41,5 120,4 29,4 32,31971/1972 90,5 45 135,5 15,1 12,51972/1973 95,5 62,3 157,8 22,3 16,51973/1974 89,8 114,1 203,9 46,1 29,2PELITA II1974/1975 36,1 195,9 232 28,1 13,81975/1976 20,2 471,4 491,6 259,6 111,91976/1977 10,2 773,6 783,8 292,2 59,41977/1978 35,8 737,6 773,4 -10,4 -1,31978/1979 48,2 987,3 1.035,50 262,1 33,9PELITA III1979/1980 64,8 1.316,30 1.381,10 345,6 33,41980/1981 64,1 1.429,70 1.493,80 112,7 8,21981/1982 45,1 1.663,90 1.709,00 215,2 14,41982/1983 15,1 1.924,90 1.940,00 231 13,51983/1984 14,9 3.867,50 3.882,40 1.942,40 100,1PELITA IV1984/1985 1) 39,5 4.371,50 4.411,00 528,6 13,61985/1986 2) 70,9 4.297,20 4.368..1 -42,9 -11) A P B N2) RAP B N

Tahun anggaran Jumlah

Kenaikan

BANTUAN LUAR NEGERI, 1969/1970 - 1985/1986(dalam milyar rupiah)

Tabe1 II. 9

2.3.3. Pengeluaran rutin

Sasaran kebijaksanaan penge1uaran rutin, tidak bisa dipisahkan dari sasaran

kebijaksanaan anggaran secara kese1uruhan yang mencakup ketiga unsur Trilogi

Pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju terciptanya

keadilan sosial bagi se1uruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, dan stabilitas

nasional yang sehat dan dinamis. Peningkatan tabungan Pemerintah tidak mungkin dapat

terlaksana hanya dengan peningkatan penerimaan negara saja, tetapi harus pula disertai

tindakan penghematan, serta pengarahan penge1uaran rutin untuk mencapai sasaran-sasaran

yang te1ah ditentukan. Penge1uaran rutin yang me1iputi be1anja pegawai, be1anja barang,

subsidi daerah otonom, pembayaran bunga dan cicilan hutang, serta penge1uaran rutin lainnya,

Departemen Keuangan RI 45

Page 46: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dalam perkembangannya te1ah menunjukkan peningkatan selaras dengan tingkat

perkembangan pembangunan yang dicapai. Apabila pada tahun pertama Pelita I realisasi

penge1uaran rutin baru mencapai Rp 216,5 milyar, raJa akhir tahun Pelita II meningkat menjadi

Rp 2.743,7 milyar, dan pada akhir tahun Pelita III meningkat lagi menjadi Rp 8.411,8 milyar.

Dalam APBN 1984/1985, pengeluaran rutin direncanakan sebesar Rp 10.101,1 milyar. Perkem-

bangan pengeluaran rutin tersebut dapat diikuti pada Tabel II.10

Uang Lain-lain Belanja makan bel. l.n

Jumlah Persentase peg. d.n.PELITA I PELITA I1969/1970 216,5 - - 1969/1970 28,8 10,7 3,8 103,81970/1971 288,2 71,7 33,1 1970/1971 33,5 11,7 10,8 131,41971/1972 349,1 60,9 21,1 1971/1972 31,9 12,1 14,5 163,41972/1973 438,1 89 25,5 1972/1973 31,3 14,6 17,3 200,41973/1974 713,3 275,2 62,8 1973/1974 50,6 16,8 20,2 268,9PELITA II PELITA II1974/1975 1.016,10 302,8 42,5 1974/1975 59,5 24,4 24,7 420,11975/1976 1.332,60 316,5 31,1 1975/1976 111,9 43,5 25,8 593,91976/1977 1.1>29,8 297,2 23,3 1976/1977 114,9 45,7 36,9 636,61977/1978 2.148,90 519,1 31,9 1977 /1978 126,2 47,8 31,5 893,21978/1979 2.743,70 594,8 27,7 1978/1979 132,8 51,2 33,6 1.001,60PELITA III PELITA III1979/1980 4.061,80 1.318,10 48 1979/1980 179,9 109,9 47,1 1.419,901980/1981 5.800,00 1.738,20 42,8 1980/1981 252 193,2 61,2 2.023,301981/1982 6.977,60 1.177,60 20,3 1981/1982 253,3 240,5 79,5 2.277,101982/1983 6.996,30 18,7 0,3 1982/1983 289,9 254,9 78,6 2.418,101983/1984 8.411,80 1.415,50 20,2 1983/1984 346,1 261,3 87,6 2.757,00PELITA IV PELITA IV1984/1985 1) 10.101,10 1.689,30 20,1 1984/19851) 415,7 286,6 99,9 3.189,501985/19862) 12.399,00 2.297,90 22,7 1985/19862) 482,5 313,3 116,6 4.117,301) Angka APBN2) Angka RAPBN

1) Angka APBN2) Angka RAPBN

2.307,90 79,43.115,80 89,1

1.996,00 66

1.660,40 43,41.749,00 45,7

1.053,90 29,11.482,90 34

760,3 23,7

424,8 14,3672,9 14,8

301,7 9,8400 12,7

173,9 7,4

99,7 5,2131,6 5,6

56,4 4,170,6 4,8

Gaji dan pensiun Jumlah

Tab e I II. 10 Tabel II. 11BELANJA PEGAWAI, 1969/1970 - 1985/1986

( dalam milyar rupiah)

Tahun anggaran JumlahKenaikan

TahunTunjangan

beras

PENGELUARAN RUTIN, 1969/1970 - 1985/1986(dalam milyar rupiah)

Dalam tahun anggaran 1985/1986, yang merupakan tahun kedua pelaksanaan Repelita

IV, sasaran utama kebijaksanaan pengeluaran rutin adalah peningkatan dana tabungan

Pemerintah, di samping usaha-usaha untuk mengurangi secara bertahap pemberian subsidi

dalam berbagai bentuknya. Selanjutnya juga diusahakan peningkatan peranan golongan

ekonomi lemah, produksi dalam negeri, serta perluasan kesempatan kerja seperti yang telah

dijalankan dalam tahun-tahun sebelumnya. Usaha-usaha tersebut diwujudkan antara lain dengan

diberlakukannya Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 yang merupakan penyempurnaan

lebih lanjut daripada Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun 1980 dan Keputusan Presiden

Nomor 18 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan APBN. Dalam Keputusan Presiden Nomor 29

tersebut, golongan ekonomi lemah diberi kesempatan berusaha yang lebih luas lagi, yaitu dalam

rangka membantu dan membimbing pertumbuhan, serta meningkatkan kemampuan yang lebih

besar bagi mereka untuk berperanserta dalam proses pembangunan. Demikian pula penggunaan

barang dan jasa produksi dalam negeri makin digalakkan, dan ditingkatkan untuk lebih

mendorong peningkatan produksi dalam negeri. Rangkaian kebijaksanaan yang telah dijalankan

Pemerintah di bidang pengeluaran rutin tersebut frat kaitannya dengan usaha-usaha peningkatan

Departemen Keuangan RI 46

Page 47: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

kegiatan pembangunan dan pelayanan Pemerintah kepada masyarakat, serta dalam rangka

mengamankan dan memelihara kekayaan negara yang diperoleh sebagai hasil kegiatan

pembangunan.

Dalam tahun anggaran 1985/1986, anggaran untuk pengeluaran rutin direncanakan

sebesar Rp 12.399,0 milyar, yang berarti Rp 2.297,9 milyar atau 22,7 persen di atas anggaran

pengeluaran rutin dalam APBN 1984/1985. Jumlah tersebut meliputi pengeluaran untuk belanja

pegawai sebesar Rp 4.117,3 milyar, belanja barang sebesar Rp 1.529,9 milyar, subsidi daerah

otonom sebesar Rp 2.590,4 milyar, pembayaran bunga dan cicilan hutang sebesar Rp 3.559,1

milyar, dan lain-lain pengeluaran rutin sebesar Rp 602,3 milyar.

2.3.3.1. Belanja pegawai

Kebijaksanaan belanja pegawai yang akan dijalankan Pemerintah dalam tahun

1985/1986 adalah dalam rangka meningkatkan kualitas pelaksanaan tugas Pemerintah, yang

dicerminkan antara lain dalam bentuk peningkatan jumlah, dan mutu aparatur negara beserta

perlengkapannya, pembinaan dan penertiban aparatur negara, di samping dilakukan pula

penyempurnaan di bidang organisasi dan administrasinya. Langkah-langkah tersebut telah

dimulai dengan usaha peningkatan kesejahteraan pegawai negeri/ ABRI dan pensiunan dalam

tahun-tahun yang lalu, antara lain dalam bentuk kenaikan gaji.

Perkembangan realisasi be1anja pegawai sejak Pe1ita I menunjukkan, bahwa pada awal

Pe1ita I realisasinya baru mencapai jumlah sebesar Rp 103,8 milyar, sedangkan pada akhir

Pe1ita II mencapai jumlah sebesar Rp 1.001,6 milyar. Pada akhir Pe1ita III jumlah realisasi

belanja pegawai mencapai jumlah sebesar Rp 2.757,0 milyar, yang berarti meningkat 2,75 kali

hila dibandingkan dengan realisasi pada akhir Pe1ita II. Kenaikan ini adalah karena se1ama

Pelita III te1ah beberapa kali dilakukan perbaikan penghasilan pegawai negeri/ ABRI dan

pensiunan, antara lain dalam bentuk pemberian gaji bulan ke 13 dan 14 dalam tahun 1979/1980,

pemberian tunjangan perbaikan penghasilan (TPP) dalam tahun 1.980/ 1981 dan 1981/1982,

dan berupa pemberian gaji bulan ke 13 dalam tahun 1983/1984. Usaha perbaikan penghasilan

pegawai negeri/ ABRI se1alu dilakukan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara

setiap tahunnya, dan pada awal Pe1ita IV usaha perbaikan tersebut diwujudkan dengan

diberikannya kenaikan sebesar 15 persen dari gaji yang dibayarkan. Dalam tahun 1985/1986

be1anja pegawai direncanakan meningkat sebesar Rp 927,8 milyar karena ditetapkannya

kebijaksanaan untuk meningkatkan penghasilan pegawai negeri/ABRI sebesar 20 persen, dan

Departemen Keuangan RI 47

Page 48: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pensiunan sebesar 27 - 59 persen. Dalam tahun anggaran 1985/1986, anggaran untuk be1anja

pegawai direncanakan sebesar Rp 4.117,3 milyar, yang terdiri dari tunjangan beras sebesar Rp

482,5 milyar, gaji dan pensiun sebesar Rp 3.115,8 milyar, uang makan/lauk pauk sebesar

Rp313,3 milyar, lain-lain be1anja pegawai dalam negeri sebesar Rp 116,6 milyar, dan be1anja

pegawai luar negeri sebesar Rp 89,1 milyar. Perkembangan realisasi be1anja pegawai dapat

dilihat pada Tabel II.11.

2.3.3.2. Belanja barang

Dalam rangka menunjang kegiatan usaha golongan ekonomi lemah serta menunjang

perluasan kesempatan kerja, maka kebijaksanaan 'be1anja barang dalam tahun anggaran

1985/1986 akan lebih diarahkan pada pembe1ian barang-barang dan jasa produksi dalam negeri

yang kebanyakan dihasilkan oleh golongan tersebut. Untuk menjamin lebih terlaksananya

kebijaksanaan dimaksud, dalam tahun 1984 telah dikeluarkan pula Keputusan Presiden Nomor

30 Tahun 1984 tentang Tim Pengendali Pengadaan Barang/Peralatan Pemerintah di

Departemen/Lembaga, di samping Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 tentang

Pelaksanaan APBN. Dalam Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 1984 dinyatakan bahwa

untuk pembelian/pemborongan barang dan jasa Pemerintah dengan nilai kontrak sebesar Rp200

juta ke atas harus me1alui Tim Pengendali dan Pengadaan. Penurunan batas nilai kontrak dari

Rp 500 juta dalam Keputusan Presiden Nomor 14A Tahun 1980 menjadi Rp 200 juta tersebut

adalah dalam rangka penghematan dan rasionalisasi dunia usaha. Selanjutnya dengan

dike1uarkannya Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1984, ke1ancaran dan kehasilgunaan

dalam pengadaan barang/peralatan dan jasa di lingkungan departemen/lembaga diharapkan

dapat lebih ditingkatkan lagi. Dalam melaksanakan tugasnya, kepada Tim pengendali dan

Pengadaan ditekankan agar memperhatikan harga dan kualitas yang paling menguntungkan

negara, di samping pengutamaan penggunaan barang dan jasa produksi dalam negeri. Dengan

diberlakukannya kedua Keputusan Presiden tersebut, pengadaan atau pembelian barang dan

jasa yang diperlukan akan sesuai dengan prioritas, dan anggaran yang disediakan, sehingga

dengan demikian dapat lebih terkendali dan terarah, serta dicapai penghematan dalam

pelaksanaan anggaran belanja barang.

Pengeluaran rutin melalui belanja barang yang pada awal Pelita I baru mencapi sebesar

Rp 50,3 milyar, pada akhir Pelita II meningkat menjadi Rp 419,5 milyar, dan pada akhir Pelita

III mencapai jumlah sebesar Rp 1.057,1 milyar. Dalam RAPBN 1985/1986, anggaran untuk

belanja barang direncanakan sebesar Rp 1.529,9 milyar, yang terdiri dari belanja barang dalam

Departemen Keuangan RI 48

Page 49: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

negeri sebesar Rp 1.451,8 milyar dan belanja barang luar negeri sebesar Rp 78,1 milyar.

2.3.3.3: Subsidi daerah otonom

Pengeluaran untuk subsidi daerah otonom erat kaitannya dengan kebijaksanaan belanja

pegawai, oleh karena pemberian subsidi daerah otonom sebagian besar digunakan untuk

pembayaran gaji pegawai negeri sipil dalam lingkungan daerah otonom. Di samping itu makin.

meningkatnya kegiatan pembangunan, khususnya pembangunan SD Inpres dan Puskesmas, ikut

mempengaruhi besarnya subsidi daerah otonom, karena didalamnya ditampung pula

pembiayaan untuk tambahan guru-guru SD Inpres dan tenaga medis. Selanjutnya dalam subsidi

daerah otonom ditampung pula penggantian biaya akibat dihapuskannya sumbangan pembinaan

pendidikan (SPP) sekolah dasar kelas satu sampai dengan kelas enam, pembayaran gaji lurah

dan perangkatnya, serta tunjangan pamong desa. Dalam rangka pemerataan memperoleh

pendidikan dan pelayanan kesehatan, maka dalam tahun anggaran 1985/1986 direncanakan pula

untuk menambah jumlah guru sekolah dasar Inpres, tenaga paramedis dan tenaga medis

Puskesmas di daerah-daerah. Pengeluaran subsidi daerah otonom dalam tahun anggaran

1985/1986 direncanakan sebesar Rp 2.590,4 milyar, untuk belanja pegawai sebesar Rp 2.349,0

milyar, dan belanja non pegawai sebesar Rp 241,4 milyar. Dengan demikian hila dibandingkan

dengan APBN 1984/1985, rencana pembiayaan subsidi daerah otonom sebesar Rp 2.590,4

milyar tersebut berarti meningkat sebesar Rp 805,8 milyar atau 45,2 persen, oleh karena

ditetapkannya kebijaksanaan meningkatkan penghasilan pegawai negeri dan pensiunan.

2.3.3.4. Bunga dan cicilan hutang

Dana yang dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek pembangunan, selain berupa

dana yang dihimpun dari dalam negeri, juga berupa dana pinjaman dari luar negeri.

pengembalian pinjaman yang dipergunakan untuk membiayai pembangunan proyek-proyek

pada waktu jatuh tempo adalah dalam bentuk pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri.

Seiring dengan makin meningkatnya kemampuan keuangan negara, yang antara lain didukung

oleh hasil-hasil yang diperoleh dari proyek-proyek yang telah menghasilkan, realisasi

pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri yang jatuh tempo makin meningkat pula

setiap tahunnya. Hal ini didasarkan pada perhitungan, bahwa setiap penambahan hutang luar

negeri harus sesuai dengan kemampuan pengembaliannya, di samping pemanfaatan bantuan

luar negeri tersebut harus benar-benar untuk proyek-proyek, dan kegiatan yang produktif,

Departemen Keuangan RI 49

Page 50: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sehingga tidak sangat memberatkan beban keuangan negara. Di samping untuk pembayaran

bunga dan cicilan hutang luar negeri, terdapat pula pembayaran bunga dan cicilan hutang dalam

negeri, yaitu untuk pembayaran tagihan jasa umum seperti bunga atas uang muka Bank

Indonesia kepada Pemerintah.

Realisasi pembayaran bunga dan cicilan hutang pada permulaan Pelita I baru mencapai

Rp 14,4 milyar, pada akhir Pelita II meningkat menjadi Rp 534,5 milyar, dan meningkat lagi

menjadi sebesar Rp 2.102,6 milyar pada akhir Pelita III. Dalam APBN 1984/1985, untuk

pembayaran bunga dan cicilan hutang direncanakan sebesar Rp 2.686,1 milyar, sedangkan

dalam tahun anggaran 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 3.559,1 milyar, yang terdiri dari

pembayaran bunga dan cicilan hutang luar negeri sebesar Rp 3.529,1 milyar, dan pembayaran

bunga dan cicilan hutang dalam negeri sebesar Rp 30,0 milyar. Dengan demikian bila

dibandingkan dengan APBN 1984/1985, rencana pembayaran tersebut mengalami kenaikan

sebesar Rp 873,0 milyar atau 32,5 persen.

2.3.3.5. Lain-lain pengeluaran rutin

pembiayaan rutin yang ditampung dalam lain-lain pengeluaran rutin antara lain terdiri

dari pengeluaran untuk subsidi pangan, subsidi bahan bakar minyak dan Pemilu. Di samping

itu, melalui lain-lain pengeluaran rutin dibebankan pula pembiayaan yang bersifat non

departemental seperti biaya sural menyurat melalui pos dan giro pos. Dalam perkembangannya,

realisasi lain-lain pengeluaran rutin selama Pelita III menunjukkan peningkatan yang sangat

besar dibandingkan dengan Pelita I dan II. Hal ini terutama disebabkan meningkatnya

pengeluaran subsidi bahan bakar minyak sehubungan dengan kenaikan-kenaikan harga minyak

mentah di posaran internasional, di samping juga. disebabkan pengeluaran untuk subsidi impor

pangan terutama beras, gandum, dan gula dalam rangka kebijaksanaan stabilisasi harga pangan

di dalam negeri. Dalam APBN 1984/1985, lain-lain pengeluaran rutin dianggarkan sebesar

Rp1.177,0 milyar, sedangkan dalam tahun anggaran 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 602,3

milyar, yang berarti lebih rendah hila dibandingkan dengan anggaran tahun sebelumnya.

Rencana anggaran sebesar Rp 602,3 milyar tersebut disediakan untuk subsidi bahan bakar

minyak sebesar Rp 532,3 milyar, dan penge1uaran rutin lainnya antara lain untuk biaya sural

menyurat me1alui pos, giro pos dan bebas porto sebesar Rp 30,0 milyar, dan persiapan Pemilu

sebesar Rp 40,0 milyar.

Departemen Keuangan RI 50

Page 51: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

2.3.4.Tabungan Pemerintah

Sesuai dengan kebijaksanaan anggaran berimbang yang dinamis, tabungan Pemerintah

sebagai unsur utama dalam dana pembangunan tetap memegang peranan yang sangat penting

dalam Pelita IV. Usaha-usaha untuk meningkatkan dana pembangunan melalui tabungan

Pemerintah terus dilakukan setiap tahunnya dengan jalan meningkatkan penerimaan negara,

baik melalui peningkatan sumber-sumber penerimaan yang sudah ada, maupun dengan mencari

sumber-sumber penerimaan yang baru. Usaha tersebut harus diikuti pula dengan tindakan

penghematan dalam pengeluaran rutin, sehingga dapat diperoieh selisih yang lebih besar antara

penerimaan dalam negeri dan pengeluaran rutin untuk menambah besar tabungan Pemerintah.

Perkembangan realisasi tabungan Pemerintah selama ini menunjukkan peningkatan-

peningkatan, yaitu dari Rp 27,2 milyar pada awal Pelita I, menjadi Rp 1.522,4 milyar pada

akhir Pelita II, dan menjadi Rp 6.020,9 milyar pada akhir Pelita III. Pada APBN 1984/1985,

tabungan Pemerintah diharapkan dapat dihimpun sebesar Rp 6.048,3 mitral. Selanjutnya dalam

tahun anggaran 1985/1986, tabungan Pemerintah direncanakan dapat dihimpun sebesar

Rp6.278,9 milyar, yang merupakan selisih antara penerimaan dalam negeri sebesar Rp l8.677,9

milyar dan pengeluaran rutin sebesar Rp 12.399,0 mitral. Perkembangan realisasi tabungan

Pemerintah dapat diikuti pada Tabel II.12, Tabel II.13

Anggaran (milyar Tabungan Bantuan

Pemerintah luar negeriJumlah Persentase (%) (%)

PELITA I PELITA I:1969/1970 27,2 - - 1969/1970 118,2 23 771970/1971 56,4 29,2 107,4 1970{1971 176,8 31,9 68,11971/1972 78,9 22,5 39,9 1971{1972 214,4 36,8 63,21972/1973 152,5 73,6 93,3 1972{1973 310,3 49,1 50,91973/1974 254,4 101,9 66,8 1973/1974 458,3 55,5 44,5PELITA II PELITA II :1974/1975 737,6 483,2 189,9 1974{1975 969,6 76,1 23,91975/1976 909,3 171,7 23,3 1975/1976 1.400,90 64,9 35,11976{1977 1.276,20 366,9 40,3 1976{1977 2.060,00 62 381977{1978 1.386,50 110,3 8,6 1977{1978 2.159,90 64,2 35,81978{1979 1.522,40 135,9 9,8 1978{1979 2.557,90 59,5 40,5PELITA III : PELITA III :1979{1980 2.635,00 1.112,60 73,1 1979{1980 4.016,10 65,6 34,41980{1981 4.427,00 + 1. 792,0 68 1980{1981 5.920,80 74,8 25,21981{1982 5.235,00 808 18,3 1981{1982 6.944,00 75,4 24,61982{1983 5.422,00 187 3,6 1982{1983 7.362,00 73,6 26,41983{1984 6.020,90 598,9 11 1983{1984 9.903,30 60,8 39,2PELITA IV: PELITA IV :1984{1985 1) 6.048,30 27,4 0,5 1984{19852) 10.459,30 57,8 42,21985{1986 2) 6.278,90 230,6 3,8 1985{19863) 10.647,00 59 41

(dalam milyar rupiah)

Tab el II.13PERBANDINGAN TABUNGAN PEMERINTAH DAN BANTUAN

LUAR NEGERI TERHADAP ANGGARAN PEMBANGUNAN1969/1970 - 1985/1986

2) Angka RAPBNI) Termasuk saldo anggaran lebih2) APBN3) RAPBN

Tahun anggaran Jumlah Kenaikan Tahun anggaran

Dibiayai oleh

Tab e I II. 12TABUNGAN PEMERINTAH, 1969/1970 - 1985/1986

I) Angka APBN

Departemen Keuangan RI 51

Page 52: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

2.3.5. Pengeluaran pembangunan

Dalam perjalanannya menuju suatu masyarakat arlit makmur melalui pembangunan

nasional, bangsa Indonesia telah berhasil menyelesaikan serangkaian program pembangunan

yang dituangkan dalam tiga Repelita yaitu Repelita I, II dan III. Pelita III yang telah herakhir

pada tahun 1983/1984 telah memberikan hasil-hasil yang positif, sehingga tercapailah keadaan

yang mantap untuk melanjutkan pembangunan dalam Repelita IV sebagai pelaksanaan tahap

keempat dari Pola Umum Pembangunan Jangka Panjang. SelaI1)a Pelita III, dana yang telah

dibelanjakan untuk pembiayaan pembangunan mencapai jumlah sebesar Rp 34.129.,2 milyar,

yang terdiri dari pembiayaan rupiah sebesar Rp 23.926,9 milyar, dan bantuan proyek sebesar

Rp 10.202,3. milyar. Bila dibandingkan dengan anggaran yang direncanakan dalam Repelita III,

maka jumlah pengeluaran pembangunan sebesar Rp 34.129,2 milyar tersebut menunjukkan

kenaikan sebesar Rp 12.279,8 milyar, atau 56,2 persen dari yang direncanakan dalam Repelita

III.

Pembiayaan pembangunan sebesar Rp 34.129,2 milyar selama Pelita III telah

menghasilkan berbagai macam program pembangunan yang ditujukan kepada usaha pening-

katan kesejahteraan rakyat, pembagian pendapatan yang makin merata, dan perluasan

kesempatan kerja, baik melalui pembangunan sektaral yang dilaksanakan oleh departemen/

lembaga maupun melalui pembangunan regional dalam berbagai bentuk program Inpres dan

bantuan pembangunan melalui Ipeda. Dalam pelaksanaannya, berbagai kebijaksanaan dan

program pembangunan sektaral yang didasarkan kepada unsur prioritas, penyebaran serta

pemerataan pembangunan itu diselaraskan dengan pembangunan regional, sehingga pem-

bangunan sektaral yang berlangsung di daerah benar-benar sesuai dengan potensi dan per-

masalahan masing-masing daerah. Di lain pihak pelaksanaan pembangunan regional dalam

berbagai bentuk program Inpres dan bantuan pembangunan melalui Ipeda, juga merupakan

usaha untuk tercapainya keserasian laju pertumbuhan antar daerah menuju kepada pemerataan

pembangunan.

Ditinjau secara sektoral, pengeluaran pembangunan selama Pelita III digunakan antara

lain untuk membiayai program-program pembangunan bidang ekonomi, terutama di sektor

pertambangan dan energi, sektor perhubungan dan pariwisata serta sektor pertanian dan

pengairan, dengan jumlah pengeluaran masing-masing sebesar Rp 5.175,0 milyar, Rp 4.457,0

milyar dan Rp 4.235,2 milyar. Hal ini berarti bahwa tiap sektor pembangunan tersebut telah

menyerap dana masing-masing sebesar 15,2 persen, 13,1 persen dan 12,4 persen dari seluruh

jumlah pengeluaran pembangunan dalam Pelita III. Pengeluaran pembangunan lainnya yang

Departemen Keuangan RI 52

Page 53: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

menyerap dana cukup besar dalam Pelita III adalah sektor pendidikan, generasi muda,

kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sektor pembangunan

daerah, desa, dan kota, serta sektor tenaga kerja dan transmigrasi, dengan alokasi dana masing-

masing sebesar Rp 3.397,1 milyar, Rp 2.894,2 milyar dan Rp 1.797,5 milyar, atau masing-

masing telah menyerap dana sebesar 9,9 persen, 8,5 persen dan 5,3 persen dari seluruh jumlah

pengeluaran pembangunan selama Pelita III. Dengan demikian keenam sektor pembangunan

bidang ekonomi yang sebagian besar dananya dikelola departemen/lembaga itu telah menyerap

dana sebesar Rp 21.956,0 milyar atau 64,3 persen dari seluruh /pengeluaran pembangunan

selama Pelita III. Sesuai dengan arab dan kebijaksanaan Pelita III, penggunaan dana di keenam

sektor .pembangunan bidang ekonomi tersebut ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan yang

makin merata bagi seluruh rakyat, yang berarti pula makin memperkokoh ketahanan nasional.

Melalui pembangunan sektor pertambangan dan energi, telah dilaksanakan inventarisasi dan

pemetaan, serta ditingkatkap eksplorasi dan exploitasi kekayaan alam berupa sumber mineral

dan energi, sehingga penerimaan negara dari produksi ekspor pertambangan dapat bertambah.

Dalam kegiatan ini pula peranserta swasta nasional lebih ditingkatkan, terutama dalam

pertambangan rakyat. Selanjutnya melalui pembangunan sektor perhubungan dan pariwisata,

pembangunan prasarana angkutan dan perhubungan lebih ditingkatkan, sehingga dapat

memperlancar arus barang/jasa dan manusia ke seluruh daerah, terutama daerah pedesaan dan

daerah terpencil, serta dalam kota, dan dengan demikian merangsang dan menunjang

pencapaian sasaransasaran pembangunan. Melalui pembangunan sektor perhubungan dan

pariwisata ini pula telah ditingkatkan, dan diperluas kepariwisataan dalam rangka

meningkatkan penerimaan devisa, perluasan lapangan kerja, di samping untuk memperkenalkan

kebudayaan bangsa. Pemhangunan sektor pertanian dan pengairan yang telah dilaksanakan

selama Pelita III, merupakan kelanjutan dalam rangka meningkatkan produksi pangan yang

diarahkan untuk memperbaiki tingkat hidup petani, memperluas kesempatan kerja, dan

menjamin penyediaan panganuntuk masyarakat pada tingkat harga yang layak. Di samping itu

juga te1ah diarahkan agar dapat menunjang pembangunan industri pertanian, serta dapat

meningkatkan ekspor non migas. Pembiayaan pembangunan sektor pendidikan, generasi muda,

kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam Pelita III

diarahkan kepada usaha-usaha peningkatan kecerdasan bangsa. Rangkaian kebijaksanaan pokok

yang telah dirumuskan dalam Repelita III adalah dalam rangka tercapainya tujuan

pembangunan di bidang pendidikan dan pengembangan generasi muda. Kegiatan-kegiatan

tersebut ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, kesempatan belajar yang dikaitkan

dengan aspek pemerataan, peranan pendidikan dalam pembangunan, serta mempersiapkan

Departemen Keuangan RI 53

Page 54: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

generasi muda sebagai penerus perjuangan dan pembangunan nasional. Pembangunan regional

dalam Pelita III yang dilaksanakan melalui sektor pembangunan daerah, desa dan kota

merupakan kelanjutan kegiatan yang telah dilaksanakan dalam Pelita II. Peranan pembangunan

daerah dalam Pelita III semakin bertambah besar karena dalam melanjutkan pelaksanaan

Trilogi Pembangunan, tekanan lebih diberikan kepada usaha pemerataan khususnya pemerataan

pembangunan di seluruh wilayah tanah air. Masalah-masalah yang menonjol dalam sektor

tenaga kerja dan transmigrasi selama Pelita III di bidang ketenagakerjaan adalah pertambahan

penduduk yang tinggi sehingga menimbulkan kelebihan tenaga kerja, kekurangseimbangan

dalam susunan unsur tenaga kerja dan penyebaran tenaga kerja, serta adanya

kekurangseimbangan antara tenaga kerja terdidik dan tak terdidik, di samping juga belum

tersedianya posar tenaga kerja yang menyalurkan tenaga kerja secara efektif dan efisien. Untuk

memecahkan masalah-masalah yang dihadapi, selama Pelita III telah ditempuh berbagai

langkah dan kebijaksanaan di bidang tenaga kerja yang bersifat menyeluruh, dan terpadu,

dengan sasaran perluasan serta pemerataan kesempatan kerja produktif dan numeratif, sehingga

dengan demikian dapat meningkatkan pemerataan pembagian pendapatan.

Dengan memperhatikan hasil-hasil pembangunan yang dicapai selama Pelita III maka

dalam RAPBN 1985/1986, yang merupakan pelaksanaan tahun kedua Pelita IV, arah dan

kebijaksanaan pembangunan yang ditempuh selama Pelita III terus dilanjutkan dan ditingkatkan

agar peningkatan tarat hidup, kecerdasan dan kesejahteraan yang makin merata dan adil bagi

seluruh rakyat dapat tereapai, dan pada gilirannya dapat merupakan landasan yang kuat untuk

tahap pembangunan berikutnya. Sementara itu makin meningkatnya program-program

pembangunan yang akan dijalankan hams diimbangi pula dengan pengerahan dana

pembangunan yang lebih besar. Seperti halnya dengan Repelita-repelita sebelumnya,

pengerahan dan penggunaan dana pembangunan dalam RAPBN 1985/1986, yang merupakan

reneana operasional tahunan daripada Repelita IV tetap berlandaskan pada Trilogi

Pembangunan. Dengan demikian di dalam pengerahan dan penggunaan dana tersebut,

keserasian antara pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi serta

stabilitas nasional akan tetap menjadi pertimbangan pokok.

Dengan berlandaskan pada arah dan sasaran serta berpedoman kepada kebijaksanaan

yang telah ditetapkan, pengeluaran pembangunan dalam tahun anggaran 1985/1986

direncanakan sebesar Rp 10.647,0 milyar, yang terdiri dari pembiayaan rupiah sebesar Rp

6.349,8 milyar dan bantuan proyek sebesar Rp 4.297,2 milyar. Bila dibandingkan dengan

APBN 1984/1985, pembiayaan rupiah sebesar Rp 6.349,8 milyar tersebut menunjukkan

Departemen Keuangan RI 54

Page 55: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Rp262,0 milyar alan 4,3 persen lebih besar. Perkembangan pengeluaran pembangunan di luar

bantuan proyek sejak pelaksanaan Repelita I hingga sekarang dapat diikuti pada Tabel II.14

Jumlah PersentasePELITA I:1969/1970 92,9 -1970/1971 128,1 35,2 37,91971/1972 150,9 22,8 17,81972/1973 235,9 85 56,31973/1974 336,8 100,9 42,8PELITA II1974/1975 765,9 429,1 127,41975/1976 926,3 100,4 20,91976/1977 1.280,90 354,6 38,31977/1978 1.419,20 138,3 10,81978/1979 1.568,30 149,1 10,5PELITA III :1979/1980 2.697,90 1.129,60 721980/1981 4.486,40 1.788,50 66,31981/1982 5.276,20 789,8 17,61982/1983 5.434,70 158,5 31983/1984 6.031,70 597 11REPELITA IV1984/1985 2) 6.087,80 56,1 0,91985/19863) 6.349,80 262 4,3

1) Di luar bantuan proyek2) Angka APBN3) Angka RAPBN

Tabel II.14

Tahun anggaran JumlahKenaikan

PENGELUARAN PEMBANGUNAN, 1969/1970 -1985/1986 1)( dalam milyar rupiah)

Penggunaan anggaran pembangunan yang direncanakan sebesar Rp 10.647,0 milyar

tersebut akan lebih dipertajam prioritasnya dalam Repelita IV, yaitu diarahkan kepada proyek-

proyek yang secara langsung alan tidak langsung meningkatkan pemerataan kegiatan

pembangunan baik dalam bidang ekonomi, sosial, kebudayaan, politik maupun penahanan dan

keamanan. Di samping itu diarahkan pula kepada proyek-proyek yang dapat meningkatkan laju

pertumbuhan terutama sektor pertanian dalam rangka swasembada pangan, sektor industri yang

menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, sena pada sektor-sektor lain yang menunjang

tereapainya sasaran pertumbuhan dan keseimbangan struktur perekonomian. Pengarahan

pengeluaran pembangunan kepada proyek-proyek yang diprioritaskan untuk pertumbuhan dan

pemerataan tersebut pada gilirannya akan menunjang tereapainya sasaran kestabilan

perekonomian. Dalam reneana anggaran pembangunan tersebut telah termasuk pula

peningkatan bantuan pembangunan daerah, dengan tujuan lebih meningkatkan peranserta

Departemen Keuangan RI 55

Page 56: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

masyarakat dalam kegiatan pembangunan.

Berdasarkan pada kebijaksanaan yang telah digariskan, anggaran pembangunan sebesar

Rp 10.647,0 milyar tersebut dialokasikan pada sektor pendidikan, generasi muda, kebudayaan

nasional dan kepereayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebesar Rp 1.510,8 milyar, sektor pertanian

dan pengairan sebesat Rp 1.430,4 milyar, dan sektor perhubungan dan pariwisata sebesar Rp

1.425,4 milyar. Selanjutnya untuk anggaran sektor pertambangan dan energi direncanakan

sebesar Rp 1.301,7 milyar, sektor pembangunan daerah, desa dan kota sebesar Rp 868,2 milyar

dan sektor tenaga kerja dan transmigrasi sebesar Rp 676,8 milyar. Selebihnya dialokasikan

kepada dua belas sektor pembangunan lainnya. Dengan demikian keenam sektor pembangunan

yang telah disebutkan masing-masing mendapat alokasi sebesar 14,2 persen, 13,4 persen, 13,4

persen, 12,2 persen, 8,2 persen dan 6,4 persen dari anggaran yang direncanakan dalam tahun

1985/1986.

Pembangunan sektor pendidikan, generasi muda, kebudayaan nasional dan kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terutama dititik beratkan pada peningkatan mutu dan

perluasan pendidikan dasar dalam rangka mewujudkan dan memantapkan pelaksanaan wajib

belajar, serta meningkatkan perluasan kesempatan belajar pada tingkat pendidikan menengah.

Pelaksanaan wajib belajar ini dituangkan dalam program Inpres sekolah dasar, yang diberikan

dalam rangka mempercepat penuntasan keikutsertaan anak usia sekolah pada pendidikan dasar.

Untuk mendukung tercapainya perluasan kesempatan kerja yang merupakan kebutuhan yang

makin mendesak, berbagai tingkat dan jenis pendidikan ketrampilan serta latihan kejuruan yang

dapat menciptakan kegiatan kerja, lebih diperluas dan ditingkatkan.

Pembangunan sektor pertanian dan pengairan dalam tahun 1985/1986 merupakan

kegiatan yang diarahkan kepada usaha untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi

kebutuhan pangan, kebutuhan in du stri dalam negeri serta meningkatkan ekspor, meningkatkan

pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja, mendorong pemerataan kesempatan

berusaha, mendukung pembangunan daerah, serta meningkatkan kegiatan transmigrasi. Dengan

demikian sektor pertanian akan makin kuat guna mendorong perkembangan industri dalam

rangka mencapai keseimbangan ekonomi.

pembangunan sektor perhubungan dan pariwisata yang meliputi perhubungan darat,

lalit, dan udara, serta pembangunan pos dan telekomunikasi, dalam RAPBN 1985/ 1986 tetap

mendapatkan perhatian sesuai dengan prioritas yang telah digariskan dalam GBHN. Termasuk

didalamnya usaha peningkatan dalam pengembangan jasa meteorologi dan geofisika untuk

menunjang keselamatan masyarakat pada umumnya, keselamatan pelayaran dan penerbangan

Departemen Keuangan RI 56

Page 57: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pada khususnya, serta untuk kepentingan pembangunan di berbagai sektor. Demikian juga

pembangunan pariwisata terus ditingkatkan melalui kebijaksanaan terpadu, antara lain berupa

peningkatan kegiatan promosi dan pendidikan kepariwisataan, penyediaan sarana dan

prasarana, serta peningkatan mutu dan kelancaran pelayanan.

Di sektor pertambangan dan energi, usaha-usaha untuk meningkatkan produksi dan

ekspor hasil pertambangan, terutama sektor minyak bumi dan gas alam yang merupakan

sumber penerimaan negara yang terbesar selama ini, akan dilanjutkan dan diperluas. Oleh sebab

itu kegiatan pembangunan sektor pertambangan yang meliputi inventarisasi dan pemetaan,

eksplorasi dan eksploitasi kekayaan alam berupa sumber mineral dan energi dalam tahun

1985/1986 terus ditingkatkan dengan memanfaatkan teknologi tepat guna, sehingga produksi

dan ekspor pertambangan serta penerimaan negara akan dapat meningkat pula. Demikian pula

dengan pembangunan tenaga listrik yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat kota dan

desa, serta mendorong kegiatan ekonomi khususnya industri, terus dilanjutkan dan

ditingkatkan.

Kegiatan pembangunan dalam sektor pembangunan daerah, desa dan kota tetap

diarahkan kepada perluasan kesempatan kerja, pembinaan dan pengembangan lingkungan

pemukiman pedesaan dan perkotaan yang sehat, serta peningkatan kemampuan penduduk untuk

memanfaatkan sumber-sumber kekayaan alam. Untuk terlaksananya sasaran ini, bantuan

pembangunan yang diberikan kepada daerah berupa program-program Inpres dan bantuan

pembangunan lainnya makin ditingkatkan dan disempurnakan. Diberikannya berbagai program

bantuan pembangunan kepada daerah selama ini, telah memberikan kesempatan kepada daerah

untuk merencanakan dan )11elaksanakan pembangunan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas

masing-masing daerah.

Selanjutnya bantuan proyek yang dalam RAPBN 1985/1986 disediakan sebesar

Rp4.297,2 milyar, direncanakan untuk membiayai berbagai macam proyek prasarana serta

sektor-sektor produktif dan bermanfaat, yang tersebar dalam delapan belas sektor

pembangunan.

Perincian pengeluaran pembangunan secara sektoral dalam RAPBN 1985/1986 adalah

sebagai berikut :

Departemen Keuangan RI 57

Page 58: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

( dalam ribuan rupiah)

1. SEKTOR PERTANIAN DAN PENGAIRAN 1.430.363.000 Sub Sektor Pertanian 900.971.000

Sub Sektor Pengairan 529.392.000 2. SEKTOR INDUSTRI 655.141.000

Sub Sektor Industri 655.141.000 3. SEKTOR PERT AMBANGAN DAN ENERGI 1.301.679.000 Sub Sektor Pertambangan 275.975.000 Sub Sektor Energi 1.025.704.000

4. SEKTOR PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA 1.425.350.000

Sub Sektor Prasarana Jalan 621.658.000 Sub Sektor Perhubungan Darat 238.095.000 Sub Sektor Perhubungan Laut 274.739.000 Sub Sektor Perhubungan Udara 190.365.000 Sub Sektor Pos dan Telekomunikasi 71.580.000 Sub Sektor Pariwisata 28.913.000

5. SEKTOR PERDAGANGAN DAN KOPERASI 128.830.000

Sub Sektor Perdagangan 60.012.000

Sub Sektor Koperasi 68.818.000

6. SEKTOR TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI 676.788.000

Sub Sektor Tenaga Kerja 98.531.000 Sub Sektor Transmigrasi 578.257.000

7. SEKTOR PEMBANGUNAN DAERAH, DESA DAN KOTA 868.219.000

Sub Sektor Pembangunan Daerah, Desa dan Kota 868.219.000

8. SEKTOR AGAMA 63.595.000

Sub Sektor Agama 63.595.000

9. SEKTOR PENDIDIKAN, GENERASI MUDA, KEBUDAYAAN NASIONAL DAN KEPERCAYAAN TERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA 1.510.846.000 Sub Sektor Pendidikan Umum dan Generasi Muda 1.361.126.000 Sub Sektor Pendidikan Kedinasan 102.092.000 Sub Sektor Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa 47.628.000

Departemen Keuangan RI 58

Page 59: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

10. SEKTOR KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL, PERANAN W ANITA, KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA 413.362.000

Sub Sektor Kesehatan 254.962.000 Sub Sektor Kesejahteraan Sosial dan Peranan Wanita 58.308.000 Sub Sektor Kependudukan dan Keluarga Berencana 100.092.000

11. SEKTOR PERUMAHAN RAKY AT DAN PEMUKIMAN 437.641.000

Sub Sektor Perumahan Rakyat dan Pemukiman 437.641.000 12. SEKTOR HUKUM 80.720.000

Sub Sektor Hukum 80.720.000 13. SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANAN NASIONAL 714.064.000

Sub Sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional 714.064.000 14. SEKTOR PENERANGAN, PERS DAN KOMUNlKASI SOSIAL 67.687.000

Sub Sektor Penerangan, Pers dan Komunikasi Sosial 67.687.000 15. SEKTOR ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI DAN PENELITIAN 207.938.000

Sub Sektor Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 74.383.000 Sub Sektor Penelitian 133.555.000

16. SEKTOR APARATUR PEMERINTAH 176.441.000

Sub Sektor Aparatur Pemerintah 176.441.000 17. SEKTOR PENGEMBANGAN DUNIA USAHA 229.147.000

Sub Sektor Pengembangan Dunia Usaha 229.147.000 18. SEKTOR SUMBER ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP 259.189.000

Sub Sektor Sumber Alam dan Lingkungan Hidup 259.189.000 JUMLAH 10.647.000.000

Pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan rupiah diperinci atas tiga bagian

besar, yaitu pengeluaran pembangunan departemen/lembaga termasuk di dalamnya departemen

Hankam, bantuan pembangunan bagi daerah, dan lain-lain pengeluaran pembangunan.

Pengeluaran pembangunan melalui departemen/lembaga merupakan pembiayaan yang

disediakan untuk pembangunan sektoral dan dikelola oleh departemen/lembaga, sedangkan

Departemen Keuangan RI 59

Page 60: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pengeluaran pembangunan berupa bantuan pembangunan bagi daerah merupakan bantuan yang

diberikan Pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan

sesuai dengan potensi dan prioritas daerah masing-masing dalam bentuk program Inpres,

bantuan Ipeda dan bantuan pembangunan Timor Timur. Dalam perkembangannya, program-

program Inpres yang terdiri dari bantuan pemb:mgunan desa, bantuan pembangunan kabupaten,

bantuan pembangunan Dati I, bantuan pembangunan sekolah dasar, bantuan pembangunan

sarana kesehatan, bantuan pembangunan/pemugaran posar, bantuan penghijauan/rebuisasi, dan

bantuan pembangunan prasarana jalan, menunjukkan hasil-hasil yang nyata.

Bantuan pembangunan desa, yang diberikan untuk mendorong dan mengarahkan usaha-

usaha swadaya gotongroyong masyarakat dalam membangun desanya, pada awal Pelita I baru

diberikan kepada 44.478 desa dengan jumlah bantuan sebesar Rp 2,6 milyar. Pada akhir Pelita

II telah meningkat menjadi Rp 24,0 milyar dengan jumlah desa sebanyak 60.645 buah, dan

pada akhir Pelita III meningkat lagi menjadi Rp 91,6 milyar dengan jumlah desa sebanyak

66.437 buah. Dalam APBN 1984/1985, jumlah bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp 92,8

milyar untuk 67.448 desa, sedang dalam RAPBN 1985/1986 bantuan terse but ditingkatkan

menjadi Rp 98,6 milyar, berhubung dengan bertambahnya jumlah bantuan menjadi Rp 1.350

ribu tiap desa.

Sementara itu bantuan pembangunan kabupaten yang besarnya didasarkan atas jumlah

penduduk, dimaksudkan untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja, serta

meningkatkan partisiposi penduduk dalam pembangunan. Oleh sebab itu selain bantuan berupa

uang, kepada seBap kabupaten diberikan juga bantuan peralatan berupa satu buah mesin gilas

jalan. Adapun proyek-proyek yang dapat dibiayai oleh dana bantuan pembangunan kabupaten

meliputi proyek/kegiatan yang bersifat pemeliharaan jalan dan jembatan yang sudah ada, serta

proyek peningkatan dan pembangunan jalan yang dapat membuka daerah terisolasi sehingga

dapat mengembangkan perekonomian daerah dan memperluas kesempatan berusaha. Di

samping itu dapat juga dipergunakan untuk membiayai proyekproyek yang bersifat

meningkatkan ketrampilan penduduk pedesaan, dalam rangka memanfaatkan dan memelihara

sumber alam, dan pemeliharaan prasarana pedesaan. Dengan makin bertambahnya jumlah

penduduk dan kemampuan keuangan negara, bantuan yang diberikan terus meningkat pula

setiap tahunnya. Dalam tahun 1970/1971, bantuan yang diberikan baru mencapai jumlah

sebesar Rp 5,6 milyar, kemudian menjadi Rp 42,5 milyar dan Rp 87,1 milyar masing-masing

pada awal Pelita II dan Pelita III. Dalam RAPBN 1985/1986 yang merupakan tahun kedua

Pelita IV bantuan yang diberikan direncanakan sebesar Rp 215,9 milyar alas dasar perhitungan

Departemen Keuangan RI 60

Page 61: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Rp 1.250,- bantuan per jiwa dan bantuan minimum yang diberikan adalah sebesar Rp 170,0 juta

untuk kabupaten.

Dalam rangka meningkatkan keselarasan pembangunan sektoral dan regional,

meratakan hasil-hasil pembangunan, dan untuk meningkatkan keserasian laju pertumbuhan

antar daerah serta meningkatkan peranserta daerah dalam pembangunan, bantuan pembangunan

Dati I dalam RAPBN 198511986lebih ditingkatkan penggunaannya. Program Inpres Dati I ini

terdiri dari bantuan yang ditetapkan penggunaannya, dan diarahkan penggunaannya. Bantuan

yang ditetapkan digunakan untuk membiayai perbaikan jalan dan jembatan, perbaikan dan

peningkatan irigasi, serta biaya eksploitasi dan pemeliharaan pengairan. Sedangkan bantuan

yang diarahkan, digunakan untuk pembiayaan proyek-proyek yang meningkatkan taraf hidup

rakyat serta untuk mengembangkan daerah-daerah minus di daerah kritis. Dalam APBN

1984/1985, bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp 253,0 milyar dengan bantuan minimum

untuk liar propinsi sebesar Rp 9,0 milyar, sedangkan dalam RAPBN 1985/1986 direncanakan

sebesar Rp 280,0 milyar dengan bantuan minimum sebesar Rp 10,0 milyar, dan bantuan

maksimum Rp 12,0 milyar.

Adapun bantuan pembangunan sekolah dasar yang bertujuan untuk memperluas

kesempatan belajar, terutama bagi anak-anak usia sekolah pada pendidikan dasar yang berada

di pedesaan, daerah terpencil, daerah transmigrasi, dan pemukiman baru, dalam tahun

1985/1986 lebih ditingkatkan lagi. Pada mulanya bantuan pembangunan sekolah dasar ini

diberikan untuk pembangunan dan rehabilitasi gedung-gedung sekolah dasar, penyediaan buku-

buku pelajaran, serta buku bacaan bagi anak-anak sekolah dasar saja. Selanjutnya ditingkatkan

dengan pembangunan penambahan ruang kelas baru, dan kemudian diperluas lagi pada tahun

berikutnya dengan pembangunan rumah bagi kepala sekolah dan guru yang bertugas di daerah

terpenci1. Dalam tahun 1982/1983, bantuan pembangunan sekolah dasar lebih ditingkatkan

lagi, yaitu ditambah dengan penyediaan paket peralatan olah raga untuk sekolah dasar negeri

dan swasta, serta madrasah ibtidaiyah. Adapun jumlah bantuan yang telah diberikan dalam

tahun 1973/1974 adalah sebesar Rp 17,2 milyar, kemudian ditingkatkan menjadi Rp 19,7

milyar pada awal Pelita II, dan ditingkatkan lagi menjadi Rp 155,8 milyar pada awal Pelita III.

Dalam APBN 1984/1985, yang merupakan permulaan Pelita IV, bantuan yang diberikan adalah

sebesar Rp 580,8 milyar, dan dalam RAPBN 1985/1986 direncanakan sebesar Rp 617,0 milyar.

Jumlah tersebut meliputi antara lain pembangunan gedung sekolah baru, pembangunan rumah

guru dan kepala sekolah di daerah terpencil, perbaikan gedung-gedung sekolah yang sudah ada,

penyediaan buku-buku pelajaran dan buku bacaan, serta penyediaan alat-alat olah raga dalam

Departemen Keuangan RI 61

Page 62: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

bentuk paket.

Sebagaimana halnya dalam Pelita III, sasaran peningkatan pelayanan kesehatan dan

perbaikan gizi dalam Pelita IV tetap diutamakan kepada golongan masyarakat yang ber-

penghasilan rendah, baik di desa maupun di kota. Untuk keperluan itu dalam tahun 1985/ 1986

bantuan pembangunan yang diberikan melalui Inpres Sarana Kesehatan lebih ditingkatkan lagi

jumlahnya. Bila dalam APBN 1984/1985 jumlah bantuan yang diberikan sebesar Rp 98,4

milyar maka dalam RAPBN 1985/1986 disediakan sebesar Rp 114,5 milyar yang direncanakan

dipergunakan antara lain untuk pembangunan puskesmas baru, puskesmas pembantu,

puskesmas keliling, dan pernmahan untuk dokter dan paramedis.

Untuk membantu para pedagang kecil golongan ekonomi lemah, yang sebagian besar

berpenghasilan rendah, melalui bantuan pembangunan dan pemugaran posar diberikan

kesempatan kepada Pemerintah daerah untuk menyediakan tempat berjualan/posar dengan sewa

semurah mungkin. Dalam tahun 1978/1979, bantuan yang diberikan baru sebesar Rp 1,2 milyar,

sedangkan dalam APBN 1984/1985 disediakan sebesar Rp 10,6 milyar. Untuk tahun 1985/1986

anggaran yang direncanakan untuk program Inpres ini adalah sebesar Rp 11,5 milyar.

Kelestarian sumber alam dan lingkungan hidup tetap mendapat perhatian yang besar

dalam Repelita IV. Sehubungan dengan itu anggaran bagi bantuan penghijauan dan reboisasi,

yang bertujuan untuk menyelamatkan kelestarian sumber-sumber alam, tanah hutan, dan air,

lebih ditingkatkan lagi. Kegiatan penghijauan meliputi penanaman tanaman tahunan,

pembuatan hutan rakyat, pembuatan bangunan pencegah erosi, percontohan pertanian terpadu,

dalam pelaksanaannya banyak melibatkan aparatur Pemerintah desa serta berbagai lembaga

yang ada di desa. Pada awal pelaksanaannya tahun 1976/1977, anggaran yang diberikan untuk

program Inpres ini baru sebesar Rp 16,0 milyar. Dalam tahun 1984/ 1985 disediakan anggaran

sebesar Rp 39,8 milyar, dan dalam tahun 1985/1986 anggaran untuk program Inpres ini

direncanakan sebesar Rp 42,3 milyar.

Dengan diberikannya bantuan penunjangan jalan kabupaten sejak 1979/1980, selama

Pelita III telah berhasil diperbaiki jalan sepanjang 33.021 km dan jembatan sebanyak 62.383

buah dengan jumlah biaya sebesar Rp 200,7 milyar. Sedangkan dalam APBN 1984/ 1985

disediakan bantuan sebesar Rp 80,1 milyar untuk memperbaikijalan sepanjang 7.500 km dan

jembatan sebanyak 19.050 buah. Bantuan ini sangat bermanfaat bagi Dati II dalam rangka

pembangunan daerah, khususnya dalam membuka daerah yang masih terisolasi,

menghubungkan daerah produksi hasil pertanian dengan daerah pemasarannya. Oleh sebab itu

dalam tahun 1985/1986 bantuan yang direncanakan untuk program bantuan penunjangan jalan

Departemen Keuangan RI 62

Page 63: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

ditingkatkan menjadi Rp 87,5 milyar.

Bantuan pembangunan kepada daerah Timor Timur diberikan sejak tahun 1977/1978.

Bantuan yang diberikan dalam rangka memberi kesempatan kepada propinsi termuda ini agar

dapat sejajar dengan tingkat kemajuan daerah-daerah lainnya di Indonesia, digunakan untuk

membiayai berbagai kegiatan pembangunan, terutama pada sektor pendidikan, kesehatan, dan

sektor pemerintahan. Dalam tahun 1977/1978, bantuan yang diberikan adalah sebesar Rp 3,5

milyar, kemudian Rp 4,5 milyar dalam tahun 1978/1979, dan se1ama Pelita III telah diberikan

bantuan sebesar Rp 30,7 milyar. Dalam APBN 1984/1985, bantuan pembangunan untuk daerah

Timor Timur adalah sebesar Rp 8,5 milyar, sedangkan dalam RAPBN 1985/1986 disediakan

bantuan sebesar Rp 8,8 milyar.

Pembiayaan pembangunan lainnya dalam RAPBN 1985/1986 disediakan sebesar

Rp1.062,0 milyar, yang terdiri dari pembiayaan subsidi pupuk sebesar Rp 557,8 milyar,

penyertaan modal Pemerintah sebesar Rp 255,6 milyar, dan pembiayaan lain-lain pembangunan

sebesar Rp 248,6 milyar. Pemberian subsidi pupuk oleh Pemerintah pada hakekatnya bertujuan

untuk mendukung program swasembada pangallo Dengan diberikannya subsidi ini, harga

pupuk akan dapat disesuaikan dengan clara beli rakyat dan petani kecil, sehingga mereka dapat

membe1i pupuk sesuai dengan yang diperlukan. Bila dalam APBN 1984/1985 anggaran untuk

subsidi pupuk disediakan sebesar Rp 458,7 milyar, maka dalam tahun 1985/1986 direncanakan

untuk ditingkatkan menjadi Rp 557,8 milyar. Pembangunan melalui sektor pengembangan

dunia usaha dilakukan Pemerintah me1alui penyertaan modal Pemerintah pada perusahaan-

perusahaan negara yang bergerak di berbagai sektor, diantaranya sektor pertanian, industri,

pertambangan, perhubungan, dan perkreditan. Realisasi pengeluaran pembangunan bagi

penyertaan modal Pemerintah disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara setiap

tahunnya. Dalam APBN 1984/1985 anggaran yang disediakan adalah sebesar Rp 359,6 milyar,

sedangkan dalam RAPBN 1985/1986 disediakan sebesar Rp 255,6 milyar, yang direncanakan

antara lain untuk pembiayaan proyek-proyek pabrik pupuk, tambang batu bara, dan proyek-

proyek perkebunan tanaman komoditi ekspor. Selanjutnya penge1uaran pembangunan lainnya

yang dianggarkan sebesar Rp 248,6 milyar dalam RAPBN 1985/1986, ditujukan kepada

program pembangunan yang menyangkut kepentingan masyarakat umum yang dilakukan oleh

perusahaan-perusahaan negara, dan lembaga Pemerintah lainnya. Program-program

pembangunan tersebut diantaranya adalah program pembinaan keluarga berencana, program

pengembangan statistik/sensus, dan pengembangan program perumahan rakyat. Rencana

penge1uaran pembangunan dalam tahun 1985/1986 dapat dilihat pada Tabel II.15 dan Tabel

Departemen Keuangan RI 63

Page 64: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

II.16.

Penerimaan Pengeluaran Jumlah

A. PEN. DALAM NEGERI 18.677,90 A. PENG. RUTIN 12.399,00I. Penerrmaan minyak bumi dan gas alam 11.159,70 I. Belanja pegawai 4.117,30

1. Tunjangan beras 482,5II. Penerimaan di luar minyak bumi dan gas alam 7.518,20 2. Gaji/pensiun 3.115,80

3. Biaya makan (lauk-pauk) 313,34. Lain-lain belanja pegawai dalam negeri 116,6

1. Pajak penghasilan 3.074,001.666,40 5. Belanja pegawai luar negeri 89,1

II. Belanja baraag1.529,90

1. Dalam negeri 1.451,803. Bea masuk dan cukai 1.680,40 2. Luar negeri 78,14. Pajak ekspor 101,7 III. Subsidi daerah otonom 2.590,405. Ipeda 167,4 1. Belanja pegawai 2.349,006. Pajak lainnya 96,4 2. Belanja non pegawai 241,47. Penerimaan bukan pajak 731,9 IV. Bunga dan cicilan hutang 3.559,10

1. Dalam negeri 302. Luar negeri 3.529,10V. Lain-lain 602,3

B. PEN. PEMBANGUNAN 4.368,10 B.PENG. PEMBANGUNAN 10.647,00I. Bantuan program 70,9 I. Pembiayaan dalam rupiah 6.349,80II. Bantuan Proyek 4.297,20 II. Bantuan proyek 4.297,20Jumlah 23.046,00 Jumlah 23.046,00

Tabel II. 15

2. Pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah

RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA, 1985/1986( dalam milyar rupiah)

Jenis Pengeluaran 1984/1985 1985/1986 APBN RAPBN

I. Pembiayaan Departemen/Lembaga 3.510,00 3.644,301. Departemen/Lembaga 3.129,80 3.249,102. Departemen Hankam 380,2 395,2II. pembiayaan bagi daerah 1.516,50 1.643,501. Bantuan pembangunan desa 92,8 98,62. Bantuan pembangunan kabupaten 201,9 215,93. Bantuan pembangunan Dati I 253 2804. Pembangunan SD 580,8 6175. Pelayanan kesehatan/Puskesmas 98,4 114,56. Bantuan pembangunan posar 10,6 11,57. Bantuan penghijauan 39,8 42,38. Pembangunan prasarana jalan 80,1 87,59. Timor Timur 8,5 8,810. I P e d a 150,6 167,4III. Pembiayaan lain-lain 1.061,30 1.062,001. Subsidi pupuk 45'8,7 557,82. Penyertaan modal pemerintah 359,6 255,63. Lain-lain 243 248,6IV. Bantuan proyek 4.371,50 4.297,20Jumlah 10.459,30 10.647,00

Tabel II. 16RENCANA ANGGARAN PEMBANGUNAN, 1985/1986

(dalam milyar rupiah)

Departemen Keuangan RI 64

Page 65: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

2.3.6. Pengawasan pembangunan

Fungsi pengawasan keuangan negara memegang peranan yang makin penting, terutama

dengan makin meningkatnya volume anggaran yang dikelola sebagai konsekuensi dari makin

meluasnya kegiatan pembangunan yang dilaksanakan selama Pelita I, II dan III. Dalam Pelita

IV, fungsi pengawasan makin ditingkatkan dan disempumakan lagi, serta disesuaikan dengan

sasaran-sasaran pembangunan yang hendak dicapai. Peningkatan pengawasan pertama-tama

mempunyai arti peningkatan aparatur pengawasan, baik organisasi maupun kegiatannya.

Peningkatan organisasi tersebut meliputi peningkatan kedudukan, penyesuaian besarnya

organisasi dan personil, peningkatan tatakerja keterampilan serta keahlian, sedangkan

peningkatan kegiatan berarti perluasan ruang lingkup dan luasnya jangkauan pengawasan.

Selanjutnya peningkatan pengawasan adalah juga menggerakkan seluruh aparatur pelaksana

untuk secara aktif melaksanakan pengawasan terhadap bawahannya, yang biasa disebut

pengawasan atasan langsung. Akibat dari peningkatan pengawasan atasan langsung maka

timbul kebutuhan akan peningkatan media yang akan dipergunakan dalam pengawasan

tersebut. Oleh karenanya perlu diciptakan dan ditingkatkan mutu sistem pengendalian

manajemen dalam tiap aparatur Pemerintah. Peningkatan penggunaan hasilhasil pengawasan

oleh seluruh aparatur yang berwenang, yaitu peningkatan pelaksanaan tindak lanjut, baik itu

berupa tinda._an terhadap para pelaku, maupun berupa tindakan penyempumaan kelembagaan,

kepegawaian, dan ketatalaksanaan, juga merupakan salah satu aspek dari peningkatan

pengawasan. Langkah-langkah yang diambil dalam usaha peningkatan pengawasan serta

peningkatan penggunaan hasil-hasil pengawasan oleh seluruh aparatur yang berwenang itu

hams diikuti pula dengan usaha peningk::ttan pengertian dan kesadaran akan pengawasan dari

seluruh masyarakat, baik aparatur Pemerintah maupun masyarakat umum, atau dengan kala lain

peningkatan pemasyarakatan pengawasan.

Pada akhir tahun Pelita III telah ditempuh kebijaksanaan untuk melaksanaka_ sistim

pengawasan terpadu secara struktural. Untuk mewujudkan integrasi secara struktural di bidang

pengawasan seperti dim aksu d, telah diterbitkan Keputusan PresideD Nomor 31 tahun 1983

tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Keputusan Presiden Nomor

32 Tahun 1983 tentang Kedudukan, Tugas pokok, Fungsi dan Tatakerja, serta Struktur

Organisasi Menko Ekuin dan Pengawasan Pembangunan, dan Inpres No. 15 tahun 1983 tentang

Pedoman Pelaksanaan Pengawasan, yang berlaku sebagai landasan operasional pengawasan.

Pelaksanaan pengawasan di bidang anggaran dilakukan dengan cara pemeriksaan secara

Departemen Keuangan RI 65

Page 66: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

rutin, dan pemeriksaan secara serentak pada akhir tahun anggaran terhadap proyekproyek Pelita

dan proyek-proyek pembangunan daerah. Adapun jumlah laporan pemeriksaan terhadap

realisasi APBN/APBD selama tahun keempat Pelita III adalah sebanyak 11.590 laporan, yang

meliputi laporan hasil pemeriksaan penerimaan, pengeluaran rutin dan pengeluaran

pembangunan. Sedangkan pemeriksaan serentak terhadap proyek-proyek Pelita, yang pada

akhir tahun Pelita I baru mencapai 1.956 proyek, pada akhir Pelita II telah mencakup 3.178

proyek dan selanjutnya pada tahun keempat Pelita III bertambah lagi menjadi 5.211 proyek.

Hasil pemeriksaan tersebut menggambarkan kemajuan di dalam disiplin administrasi para

pelaksana proyek, yang tercermin dari perkembangan jumlah berita acara yang tidak benar dan

realisasi fisik yang tidak sesuai dengan DIP. Berita acara yang tidak benar pada periode tersebut

masing-masing adalah 0,20 persen, 0,14 persen dan 0,03 persen dari nilai yang diperiksa.

Sedangkan jumlah kejadian realisasi fisik yang tidak sesuai dengan DIP pada akhir Pelita I,

Pelita II, dan pada tahun keempat Pelita III masing-masing adalah sebanyak 0,19, 0,04 dan 0,08

kejadian per proyek. Perkembangan hasil pemeriksaan khusus proyekproyek Pelita dapat diikuti

pada Tabel II.17. Mulai tahun terakhir Pelita III, pemeriksaan serentak atas proyek-proyek

Repelita tidak lagi dilaksanakan tiap tahun tetapi akan dilakukan sewaktu-waktu bilamana

dianggap perlu. Hal ini adalah karena berdasarkan hasil-hasil pengawasan sejak Pelita I sampai

dengan akhir tahun keempat Pelita III, disiplin administrasi proyek-proyek Pelita secara

keseiuruhan bertambah baik.

1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/19831. Jumlah Proyek Pelita 759 992 1.483 1.791 1.956 2.100 2.512 2.783 2.940 3.178 4.024 4.262 4.821 5.211Yang dipcriksa -20,18% -42,26% -71,60% -80,89% -80% -79,06% -81,21% -88,74% -89,66% -90,10% -96,45% -88,39% -90,88% -93,33%2. Nilai DIP yang diperiksa data-data tak 58.475 87.756 138.784 146.851 222.104 355.103 507.867 647.025 846.773( jutaan rupiah) dijumpai ka-

rena sasaranpemeriksaanada1ah Kas

Opname3. Nilai SKO yang diperiksa s.d.a 51.599 85.639 137.410 145.703 213.694 350.173 501.445 632.544 834.956 - - 3) - 3) - 3)4. Fenerbitan SPMU oleh KPN:(Murni) (jutaan Rp)- beban tetap s.d... 18.514 48.408 70.057 80.157 97.038 154.759 207.011 226.171 246.333 362.421 676.024 857.295 1.054.011- beban sementara s.d... 20.276 16.089 27.620 30.782 44.634 66.740 97.140 129.233 159.682 261.639 491.214 616.065 718.567- jumlah s.d... 38.790 64.497 97.677 110.939 141.672 221.499 304.151 355.404 406.015 624.060 I.l67.238 1.473.360 1.772.5785. Penerbitan SPMU oleh KPN :(dalam pcrsentase)- beban tetap s.d... 47 % 75% 72 % 72% 68,49% 69,86% 68,06% 63,63% 60,67% 58,07% 57,92% 58,19% 59,46%- bcban sementara s.d... 53% 25% 28% 28% 31,51% 30,14% 31,94% 36,37% 39,33% 41,93% 2,08% 41,81% 40,54%6. Berita acorn yang tidakbenar (jutaan RP)I) 1.151 248 111 108 306 368 273 260 979 1.214 3.398 828 3.123 1.098- jumlab kejadian - 106 52 78 144 78 95 66 173 122 157 - 268 3667. Realisasi pisik yang taksesuai dengan DIP(jumlah kejadian) - 129 201 88 354 215 234 224 277 126 282 364 361 4108. Nilai SlAP yang dipcriksaper 1 April tahun berikutnya(jutaan Rp) 12-375 23.221 27.324 38.370 41.142 86.683 160.789 251.326 369.361 566.015 704.540 969.814 1.180.162 1.647.101

Tabel II.17HASIL PEMERIKSAAN KHUSUS PROYEK.PROYEK PELlTA, 1969/1970 - 1982/1983

PEL1TA I PEL ITA II

1) Daiam Pelita I terdiri atas pcnerbitan SPMU murni SlAP: dalam Pelita II khusus penerbitan SPMU murni saja2) Jumlab anggaran yang diperiksa

PEL ITA III

1.687.5402) 1.912.8172) 3.246.9192) 4.116.729

3) Mulai tabun anggaran 1979/1980 DIP berfungsi sebagai SKO

Dalam tahun 1983/1984, telah dilakukan pemeriksaan serentak terhadap belanja

pegawai daerah otonom dan pegawai pusat pada 27 propinsi, dalam rangka memperoleh

gambaran mutakhir mengenai jumlah pegawai Pemerintah serta permasalahannya. Dari hasil

pemeriksaan belanja pegawai tersebut, ditemukan hal-hat mengenai ketertiban administrasi

Departemen Keuangan RI 66

Page 67: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

kepegawaian maupun hal-hal yang merugikan negara, diantaranya ialah pembayaran gaji

pegawai fiktif, pembayaran gaji kepada pegawai yang belum/tidak berhak, pembayaran rangkap

kepada pegawai berupa pembayaran dari perusahaan dan dari Pemerintah daerah, pembayaran

rangkap kepada pegawai berupa pembayaran dari dua instansi Pemerintah, kelebihan

pembayaran tunjangan keluarga, kelebihan pembayaran kepada pegawai yang tidak patuh

kepada disiplin kepegawaian (meninggalkan tugas lebih dari 2 bulan tanpa alasan), kesalahan

perhitungan yang mengakibatkan pembayaran gaji lebih besar dari seharnsnya, kesalahan

perhitungan yang mengakibatkan pembayaran pensiunan lebih besar dari yang seharnsnya, dan

sebagainya.

Pemeriksaan secara rutin juga dilakukan terhadap Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), yang meliputi pemeriksaan atas Persero, Perum, Perjan, dan perusahaan-perusahaan

negara yang didirikan dengan undang-undang tersendiri, seperti Pertamina dan bank-bank milik

negara. Terhadap BUMN ini pada umumnya dilakukan pemeriksaan terhadap neraca dan

perkiraan rugi laba, yang diakhiri dengan pernyataan akuntan yang dapat dipergunakan untuk

menilai kemajuan dan ketertiban perianggungjawaban keuangan. Pernyataan akuntan

"menyetujui tanpa syarat" (yaitu pernyataan terhadap laporan keuangan BUMN jang disajikan

sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi) dari tahun ke tahun terus meningkat jumlahnya. Hal ini

menunjukkan bahwa administrasi pertanggungjawaban keuangan perusahaan semakin

bertambah baik. Pada akhir Pelita II, dari selurnh BUMN yang diperiksa terdapat 79 perusahaan

yang memperoleh pernyataan "menyetujui tanpa syarat", sedang dalam tahun terakhir Pelita III

terdapat kenaikan jumlah pernsahaan yang mendapat pernyataan "menyetujui tanpa syarat

menjadi 230 perusahaan.

Pengeluaran negara yang menyangkut subsidi BBM mengalami kenaikan karena

meningkatnya biaya pokok BBM dan semakin naiknya permintaan masyarakat akan BBM.

Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian atas pengetrapan prinsip-prinsip perhitungan

biaya BBM yang telah ditetapkan. Usaha-usaha Pertamina di dalam mencapai accountability

dan auditability di bidang tata usaha keuangannya meliputi pula anak-anak perusahaan/joint

venture Pertamina. Selain itu dilakukan pula pemeriksaan terhadap para kontraktor minyak

asing yang mengadakan kerja sama dengan Pertamina dalam bentuk Kontrak Bagi Hasil, dan

Kontrak Karya. Pemeriksaan tersebut dilakukan terhadap selurnh kontraktor minyak asing yang

telah berproduksi secara komersial. Pada umumnya hasil pemeriksaaan terhadap kontraktor

minyak asing tersebut menguntungkan Pemerintah karena terdapat koreksi-koreksi perhitungan

biaya, yang mengakibatkan bertambahnya bagian Pemerintah berupa pajak dan minyak mentah.

Departemen Keuangan RI 67

Page 68: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Sejak tahun 1979/1980 tahap pengawasan ditingkatkan dengan pemeriksaan

operasional, yang berarti adanya perluasan sasaran pemeriksaan. Kalau dalam Pelita I dan Pelita

II pemeriksaan hanya ditujukan terntama kepada segi keuangan saja, maka pada Pelita III

sasaran diperluas sampai kepada pemeriksaan untuk melihat apakah suatu kegiatan/program

dilaksanakan dengan menggunakan dana yang tersedia secara efisien, dan apakah hasil atau

manfaat yang diinginkan dari suatu kegiatan/program telah diperoleh secara efektif.

Pemeriksaan operasional ini dilaksanakan baik terhadap kegiatan/program yang dibiayai

dengan dana-d.ana yang berasal dari APBN/APBD, maupun terhadap badan-badan usaha

negara. Pemeriksaan operasional tersebut belum dapat menjangkau seluruh bidang kegiatan

pemerintahan umum dan pembangunan, melainkan baru terbatas kepada sasaran-sasaran yang

diprioritaskan.

Di bidang penerimaan negara, pemeriksaan operasional dilakukan terhadap pene-

rimaan pajak/lpeda serta bea dan cukai. Sedangkan untuk program pembangunan, pemeriksaan

operasional dilakukan terhadap program transmigrasi termasuk program pemukiman daerah

transmigrasi, program peningkatan produksi tanaman pangan program pembangunan jaringan

irigasi baru, program perbaikan dan peningkatan irigasi, program pengembangan daerah rawa,

program rehabilitasi dan. pemeliharaan jalan dan jembatan, program pembangunan jalan dan

jembatan. Selanjutnya terhadap program pembangunan daerah, pemeriksaan operasional

dilakukan antara lain terhadap proyek-proyek Inpres pembangunan kabupaten, sarana

kesehatan, sekolah dasar, serta reboisasi dan penghijauan. Sementara itu terhadap Badan Usaha

Milik Negara, pemeriksaan operasional dilakukan antara lain terhadap perkreditan , penyaluran

pupuk, telekomunikasi, serta pos dan giro. Dari hasil pemeriksaan operasional tersebut, telah

ditemukan beberapa bidang yang dipandang masih dapat ditingkatkan dayaguna dan

hasilgunanya; kepada para pejabat yang bertanggungjawab telah disarnpaikan saran-saran

penyempumaan lebih lanjut.

Dalam tahun 1983/1984 telah dilakukan pula pemeriksaan khusus terhadap kasuskasus

penyimpangan, dan pengawasan terhadap kelancaran pelaksanaan pembangunan. Dari hasil

pemeriksaan khusus tersebut ditemukan 147 kasus yang diduga mengandung unsur tindak

pidana, terdiri dari 106 kasus yang menyangkut APBN/APBD, dan 41 kasus yang menyangkut

BUMN/BUMD. Selanjutnya sebanyak 28 kasus yang menyangkut APBN/ APBD, dan

sebanyak 8 kasus yang menyangkut BUMN/BUMD telah disampaikan kepada Kejaksaan

Agung. Dalam triwulan I tahun 1984/1985, dari hasil pemeriksaan khusus ditemukan 47 kasus

yang mengandung unsur tindak pidana, terdiri dari 43 kasus yang menyangkut APBN/ APBD,

Departemen Keuangan RI 68

Page 69: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dan 4 kasus yang menyangkut BUMN. Dari kasus yang menyangkut APBN/APBD, sebanyak

14 kasus telah diteruskan ke Kejaksaan Agung, sedangkan terhadap 2 kasus yang menyangkut

BUMN telah dilakukan tindak lanjutnya berupa tindakan administratif dan tuntutan ganti rugi

kepada yang bersangkutan. Semua kasus yang disampaikan kepada Kejaksaan Agung telah

diteruskan pula kepada Kejaksaan Tinggi di masing-masing daerah.

Dalam rangka meningkatkan jumlah aparat pengawasan, melalui pendidikan pembantu

akuntan, ajun akuntan dan akuntan, yang diselenggarakan pada Sekolah Tinggi Akuntansi

Negara telah dihasilkan tenaga-tenaga pemeriksa. Dewasa ini Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan (BPKP) telah memiliki 3.239 orang tenaga pemeriksa yang terdiri dari 1.190

orang akuntan, 1.473 orang ajun akuntan, dan 309 orang pembantu akuntan, ditambah pula

dengan 267 orang tenaga-tenaga sarjana dan sarjana muda jurusan non akuntan yang dijadikan

tenaga pemeriksa setelah mendapatkan pendidikan tambahan. Sernentara itu jumlah tenaga

pemeriksa pada aparat pengawasan fungsionallainnya seperti Inspektorat Jenderal, Inspektorat

Wilayah Propinsi, dan Inspektorat Wilayah Kabupaten/ Kotarnadya berdasarkan data sementara

adalah sebanyak 7.370 orang. Bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, jumlah

tenaga pemeriksa tersebut menunjukkan adanya kenaikan. Di samping usaha-usaha

meningkatkan jumlah aparat pengawasan, dilakukan pula usaha untuk meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan teknis dari tenaga-tenaga yang sudah ada melalui penataran-

penataran, baik yang diselenggarakan oleh BPKP maupun oleh departemen , atau Pemerintah

Daerah. Selanjutnya untuk menciptakan keseragaman mutu hasil pemeriksaan, kepada para

pemeriksa dibekali norma pemeriksaan, yaitu standar-standar keahlian para pelaksana,

pelaksanaan tugas, dan pelaporan yang harns dipenuhi. Sedangkan sebagai petunjuk

pelaksanaan pengawasan secara lebih teknis, kepada para pengawas dibekali pula dengan tata

cara pelaksanaan pemeriksaan. Meskipun usaha-usaha peningkatan aparat pengawasan secara

kualitas maupun kuantitasnya terus dijalankan, tetapi jumlah dan kondisi aparat pengawas yang

ada saat ini masih belum memadai bila dibandingkan dengan makin kompleks dan luasnya

ruang lingkup pengawasan, serta makin banyaknya objek pemeriksaan yang hams ditangani.

Sehubungan dengan itu agar dapat mendukung tercapainya sasaran strategis pengawasan pada

masa mendatang, dalam tahun 1985/1986 Pemerintah terus berusaha meningkatkan serta

menyempurnakan fungsi pengawasan. Di samping itu dilanjutkan usaha untuk meningkatkan

mutu sistem pengendalian manajemen, sehingga dapat menghasilkan mekanisme pengawasan

terhadap bawahan, dalam arti bahwa pengawasan atasan bukan lagi merupakan pekerjaan

terpisah dari fungsi pimpinan. Selanjutnya hasil-hasil pengawasan aparat pengawasan

Departemen Keuangan RI 69

Page 70: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

fungsional diharapkan akan menjadi bagian dari informasi untuk pengambilan keputusan dan

perumusan kebijaksanaan. Sejalan dengan itu pendidikan dan latihan tenaga pengawas, serta

pengembangan petunjukpetunjuk tatacara pelaksanaan pemeriksaan terus dilanjutkan untuk

lebih meningkatkan mutu aparat pengawasan fungsional. Seluruh kebijaksanaan dan langkah-

Iangkah di bidang pengawasan tersebut diarahkan agar pada akhir Repelita IV terbentuk sistem

pengendalian manajemen yang mampu mencegah secara dini terjadinya pemborosan,

kebocoran, dan penyimpangan. Sistem pengendalian manajemen tersebut akan ikut

mewujudkan aparatur Pemerintah yang berdayaguna dan berhasilguna, karena berkembangnya

standar dan norma untuk mengukur efisiensi, di samping pelaksanaan rencana memiliki

pengendalian yang menjamin tercapainya tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam rencana.

Departemen Keuangan RI 70

Page 71: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

BAB III

HARGA, GAJI DAN UPAH

3.1. Pendahuluan

Stabilitas ekonomi yang cukup mantap merupakan landasan yang menjamin lancarnya

pembangunan tahap berikutnya. Oleh karena itu senantiasa diusahakan tercapainya kestabilan

harga di dalam negeri melalui penyediaan bahan kebutuhan pokok yang cukup, dan penyaluran

yang cepat bagi masyarakat. Melalui program stabilisasi senantiasa diusahakan agar laju inflasi

dapat dikendalikan, sehingga dapat memperkuat landasan bagi pelaksanaan Repelita

selanjutnya. Dari perkembangan laju inflasi selama Pelita I sampai dengan Pelita III, terlihat

bahwa rata-rata laju inflasi dalam Pelita I (1969/1970-1973/1974) adalah sebesar 17,48 persen

setahun, sedang dalam Pelita II (1974/1975-1978/1979) dan Pelita III (1979/1980-1983/1984)

laju inflasi menurun masing-masing menjadi rata-rata sebesar 14,77 persen dan sebesar 13,16

persen per taboo. Selanjutnya selama sembilan bulan dalam tahun pertama pelaksanaan

Repelita IV atau tepatnya sampai dengan bulan Desember 1984, laju inflasi adalah sebesar 3,46

persen atau rata-rata 0,38 persen sebulan. Untuk periode yang sarna tahun sebelumnya, laju

inflasi adalah sebesar 7,33 persen atau rata-rata 0,81 persen per bulan. Apabila diteliti barang

dan jasa yang mempengaruhi tingkat kenaikan barga-barga, bahan pangan merupakan salah

sarti kelompok barang yang terrenting. Oleh karena itu Pemerintah senantiasa menjaga

stabilitas harganya agar tetap dalam jangkauan daya beli masyarakat. Dengan produksi beras

dalam tahun 1984 yang diperkirakan lebih tinggidari tahun sebelumnya, secara umum harga

beras di beberapa kota selama bulan April-Oktober 1984 telah mengalami penurunan.

Perbedaan harga rata-rata terendah, dan harga rata-rata tertinggi di beberapa kota adalah sekitar

2,8 persen. Harga-harga di dalam negeri juga dipengaruhi oleh harga-harga di luar negeri,

seperti misalnya dengan emas, komoditi ekspor dan lain-lain., Dalam bulan-bulan terakhir

tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Nopember, harga emas di bursa internasional cenderung

mengalami penurunan, dan hal itu telah mengakibatkan harga emas di pasar Jakarta mengalami

penurunan pula. Dilain pihak menguatnya nilai dollar Amerika telah menyebabkan kurs

matauang terse but terus meningkat di posaran. Namun matauang lainnya secara umum tidak

mengalami gejolak harga yang cukup besar. Sementara itu perkembangan harga komoditi

ekspor di pasar internasional selama tahun anggaran 1984/1985 sampai dengan bulan

Nopember menunjukkan perkembangan yang agak baik, khususnya dalam hal lada putih, lada

Departemen Keuangan RI 71

Page 72: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

hitam, kopi robusta eks Lampung dan timah putih. Sebaliknya penurunan harga telah terjadi

pada karet jenis RSS III, dan perkembangan harga yang tak menentu telah terjadi pada kopra

serta minyak sawit. Perkembangan indeks harga perdagangan besar Indonesia dalam tahun

1984 sampai dengan bulan Agustus telah meningkat sebesar 11,5 persen, sebagai akibat

meningkatnya indeks harga pada sektor-sektor pertanian sebesar 12,0 persen, pertambangan dan

penggalian sebesar 8,6 persen, industri sebesar 12,3 persen, serta sektor impor dan ekspor

masingmasing sebesar 10,7 persen dan 11,9 persen. Dalam periode yang sarna, indeks harga

sektor perdagangan besar bahan bangunan dan konstruksi telah meningkat pula sebesar 7,2

persen.

Tahun Persentase kenaikanREPELITA I 1)1969/1970 + 10,65 %1970/1971 + 7,78 %1971/1972 + 0,81 %1972/1973 + 20,79 %1973/1974 + 47,35 %

REPELITA II 1)1974/1975 + 20,10 %1975/1976 + 19,77 %1976/1977 + 12,12 %1977/1978 + 10,08 %1978/1979 + 11,79 %

REPELITA III 2)1979/1980 + 19,13 %1980/1981 + 15,85 %1981/1982 + 9,80 %1982/1983 + 8,40 %1983/1984 + 12,63 %

REPELITA IV1984/1985 (sampai dengan bulan Desember) + 3,46 %

1) Repelita I dan II berlaku Indeks Biaya Hidup di Jakarta2) Repelita III mulai diguruikan Indeks Barga Konsumen Indonesia

Tabe1 III. 1PERSENTASE KENAlKAN INDEKS BIAYA HIDUP DI JAKARTA DAN

INDEKS HARGA KONSUMEN INDONESIA 1969/1970 - 1984/1985

3.2. Perkembangan harga

3.2.1. Indeks harga konsumen Indonesia

Berdasarkan perkembangan indeks harga 150 macam barang dan jasa di 17 kala

propinsi, yang digunakan sebagai pengukur perkembangan laju inflasi, terlihat bahwa laju

Departemen Keuangan RI 72

Page 73: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

inflasi selama tahun anggaran 1984/1985 sampai dengan bulan Desember, adalah sebesar 3,46

persen atau rata-rata 0,38 persen per bulan. Pada periode yang sarna tahun sebelumnya, laju

inflasi adalah sebesar 7,33 persen, atau rata-rata 0,81 persen. perkembangan yang lebih

terperinci menunjukkan bahwa dalam bulan Agustus dan September 1984 telah terjadi deflasi

masing-masing sebesar 0,15 persen dan 0,10 persen, sedang dalam bulan-bulan April, Mei,

Juni, Juli dan Desember 1984 laju inflasi masing-masing sebesar 1,31 persen, 0,65 persen, 0,28

persen, 0,37 persen dan 1,04 persen, serta dalam bulan Oktober dan Nopember 1984laju inflasi

adalah sarna, yaitu sebesar 0,03 persen.

Bila dilihat faktor penyebab laju inflasi selama periode April-Desember 1984 berdasarkan

kelompok maupun sub kelompok barang dan jasa, terlihat bahwa laju inflasi sebesar 3,46

persen tersebut disebabkan oleh meningkatnya indeks harga kelompok makanan dan kelompok

perumahan, masing-masing sebesar 2,64 persen dan 2,30 persen, indeks harga kelompok

sandang dan kelompok aneka barang dan jasa masing-masing sebesar 2,49 persen dan 7,16

persen. Kenaikan indeks harga kelompok makanan sebesar 2,64 persen antara lain disebabkan

naiknya indeks harga sub kelompok daging dan hasil-hasilnya sebesar 7,45 persen, indeks harga

sub kelompok ikan segar sebesar 7,71 persen, indeks harga sub kelompok kacang-kacangan

sebesar 6,97 persen dan indeks harga sub kelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar

6,38 persen. Sementara itu penurunan indeks harga sub kelompok lainnya dalam kelompok

makanan terjadi pada indeks harga sub kelompok lemak dan minyak yaitu sebesar 3,98 persen

dan indeks harga sub kelompok bumbu-bumbuan sebesar 5,17 persen. Bila diteliti lebih

lanjut,kenaikan yang cukup besar pada kelompok makanan terjadi pada bulan Desember 1984

yaitu sebesar 2,47 persen yang disebabkan naiknya indeks harga sub kelompok padi-padian,

ubi-ubian dan hasil-hasilnya sebesar 4,03 persen, indek harga sub kelompok telur, susu dan

hasil-hasilnya sebesar 5,79 persen dan indeks harga sub kelompok bumbu-bumbuan sebesar

9,76 persen. Dalam indeks harga kelompok perumahan, peningkatan sebesar 2,30 persen yang

terjadi selama periode April-Desember 1984 adalah akibat meningkatnya indeks harga sub

kelompok biaya tempat tinggal, dan indeks harga sub kelompok biaya penyelenggaraan rumah tangga,

masing-masing sebesar 2,43 persen dan 5,74 persen. Kenaikan yang cukup besar pada indeks harga sub

kelompok biaya penyelenggaraan rumah tangga pada bulan April dan Nopember 1984 masing_masing

sebesar 1,88 persen dan 1,33 persen adalah sebagai akibat meningkatnya upah pembantu di 10

dari 17 .kota propinsi di Indonesia.

Departemen Keuangan RI 73

Page 74: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Tahun anggaran/rata-rata bulan Sandang

1979/1980 Maret 144,82 146,70 173,82 139,58 147,141980/1981 Maret 172,60 171,83 192,82 161,88 172,141981/1982 Juni 174,35 176,86 194,43 163,47 174,73

September 177,38 178,32 197,28 166,70 177 Desember 179,34 182,26 198,19 168,76 179,82

Maret 183,38 200,12 200,27 183,90 189,631982/1983 Juni 183,42 202,01 202,03 184,93 190,49 September 186,29 204,96 204,48 187,73 193,41 Desember 192,72 209,76 205,02 189,32 197,85 Maret 189,70 228,76 204,60 210,57 205,991983/1984 Juni 205,23 234,86 210,18 217,18 216,19 September 210,48 236,45 212,96 219,51 219,61 Desember 212,70 238,08 214,04 221,54 221,53 Maret 220,54 263,88 215,14 229,77 233,42198411985 April 221,16 265,64 215,72 240,34 236,48 Mei 224,27 265,88 216,03 240,87 238,02 Juni 225,29 266,14 217,50 240,93 238,69 Juli 225,93 267,34 218,77 241,68 239,58 Agustus 223,20 267,94 219,68 244,14 239,22 September 222,45 267,95 219,77 244,57 238,98 Oktober 221,52 268,53 220,34 246,03 239,06 Nopember 220,90 269,46 220,46 246,35 239,14 Desembe

,40

r 226,35 269,99 220,58 246,54 241,63

Makanan Perumahan Umum

Tabel III. 2INDEKS HARGA KONSUMEN INDONESIA, 1979/1980 - 1984/1985

( 1977/1978 = 100)

Tahun anggaran/rata-rata bulan Yogyakarta Surabaya

1979/1980 Maret 149,51 148,09 156,98 143,02 147,,21 149,10 147,571980/1981 Maret 171,33 177,61 188,24 160,77 175,19 179,89 177,621981/1982 Maret 183,30 191,30 204,08 175,99 194,21 197,24 208,571982/1983 Maret 199,93 210,58 223,02 189,84 214,79 218,28 239,331983/1984 Juni 211,37 214,69 237,59 197,40 227,93 224,46 September 213,27 221,68 242,29 200,11 233,21 231,53 Desember 214,89 226,33 243,75 200,65 234,70 233,51 Maret 227,01 238,88 257,37 215,22 243,86 239,781984/1985 April 230,64 238,52 255,12 219,48 244,05 243,17

Mei 232,45 238,11 256,52 220,39 246,25 244,48Juni 231,33 240,46 258,46 220,89 246,72 245,18Juli 234,08 240,48 257,55 221,73 247,57 246,40

Agustus 233,18 240,08 258,03 221,67 247,09 245,43September 233,19 238,55 259,55 221,34 246,29 245,73Oktober 232,90 238,11 258,60 221,59 247,36 245,65

Nopember 233,03 238,78 257,49 221,61 247,90 245,78Desember 236,52 239,65 259,20 224,25 252,34 247,31

Medan Padang BandungPalembang Jakarta Semarang Denpasar

INDEKS UMUM HARGA KONSUMEN DI 17 KOTA DI INDONESIA, 1979/1980 -1984/1985

152,82 148,73183,09 185,29203,58 206,45220,98 223,79236,02 237,43 245,14237,77 241,52 240,40242,56 245,34255,48 255,28255,67 259,72258,H 261,47

262,82272,00

242,12

275,91257,08 262,93 275,07258,82 263,62 276,91258,08 263,08 276,97258,12 263,43 273,51258,08 263,02 273,45257,40 263,36 274,69262,13 265,16 274,56

Tabel III. 3

( 1977/1978 = 100 )

Departemen Keuangan RI 74

Page 75: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Tahun anggaran/rata-rata bulan

1979/1980 Maret 148,29 150,42 148,55 163,97 149,2 145,24 135,52 128,931980/1981 Maret 175,17 175,51 161,45 191,49 179,67 164,46 144,37 157,351981/1982 Maret 192,53 193,91 180,95 208,81 193,53 191,42 160,28 180,661982/1983 Maret 214,57 218,04 197,81 219,97 209,31 201,52 177,7 214,871983/1984 Juni 214,67 223,8 205,68 243,27 216,92 206,96 192,2 231,22 September 218,25 219,76 210,65 242,5 221,09 208,25 200,3 233,63 Desember 222,9 218,37 212,56 244,17 225,27 212,72 206,01 227,18 Maret 230,55 227,47 223,4 253,95 235,81 223,56 216,13 231,681984/1985 April 232,65 227,9 225,36 255,21 241,19 224,39 217,11 231,02 Mei 234,56 230,84 225,95 258 247,81 226,7 219,65 229,43 Juni 236,1 231,44 228,83 257,23 246,33 228 227,17 236,62 Juli 236,56 231,15 226,55 257,97 246,12 228,79 232,09 237,19 Agustus 235,44 232,09 228,62 259,71 242,63 227,72 224,74 241,57 September 232,6 232,05 228,54 259,55 238,78 227,09 215,79 244,06 Oktober 231,82 231,33 228,65 258,92 241,19 227,68 212,4 253,81 Nopember 232,66 229,84 228,9 259,46 241,17 227,55 211,15 249,35 Desember 236,21 229,65 229,09 260,84 241,01 230,39 212,73 242,03

Tabel III. 3 (lanjutan)

Mataram Kupang PontianakBanjarmasi

n ManadoUjung pandang

Ambon Jayapura

Indeks harga kelompok sandang selama bulan April-Desember 1984 telah meningkat sebesar

2,49 persen. Peningkatan terse but disebabkan oleh naiknya indeks harga sub kelompok san dang laki-

Iaki, sub kelompok sandang anak-anak, dari sub kelompok sandang wanita masing-masing sebesar 3,62

reIsen, 3,52 persen dan 1,97 persen, serta kenaikan indeks harga sub kelompok barang pribadi, dan

sandang lainnya sebesar 1,49 persen. Bila dilihat perkembangan per bulannya, peningkatan yang cukup

besar dari indeks harga ketiga jenis sandang yaitu sandang laki-Iaki, sandang wanita, dan sandang anak-

anak telah terjadi dalam bulan Juni dan Juli 1984, yaitu pada saat-saat menjelang Idul Fitri, sedapg

dalam bulan-bulan lainnya hanya mengalami peningkatan yang relatif rendah. Indeks harga kelornpok

aneka barung dan jasa yang meningkat sebesar 7,16 persen, antara lain disebabkan naiknya indeks harga

sub kelompok transpor sebesar 10,13 persen, indeks harga sub kelompok pendidikall sebesar 8,61

persen, dan indeks harga sub kelompok kesehatan sebesar 5,35 persen. Kenaikan yang cukup besar dari

biaya angkutan umum dalam bulan April 1984, kenaikan harga alar-alar tulis dan buku tulis, yang

termasuk pada indeks harga sub kelompok pendidikan, dalam bulan Juli dan Nopember 1934, serta

meningkatnya harga obat tanpa resep adalah merupakan faktor penyebab meningkatnya beberapa

indeks harga tersebut di atas. Perkembangan indeks harga konsumen beserta komponennya dapat

dilihat dalam Tabel III.1

Laju inflasi di 17 kota selama sembilan bulan tahun anggaran 1984/1985 telah menunjukkan

perkembangan yang relatif besar untuk kota Jayapura, Denpasar, Medan, dan DKI Jakarta yaitu masing-

masing sebesar 4,57 persen, 4,45 persen, 4,15 persen dan 4,13 persen, sedangkan laju penurunan harga

terjadi di kota Ambon sebesar 1,35 persen . Laju inflasi di kota-kota lainnya hanya berkisar antara 0,33

persen sampai 3,44 persen. Perkembangan indeks harga konsumen di setiap kala dapat dilihat dalam

Tabel III. 3.

Departemen Keuangan RI 75

Page 76: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

3.2.2. Harga beberapa barang konsumsi utama

Perkembangan harga beras di beberapa kala di Indonesia selama periode April sampai dengan

Oktcber 1984 secara umum relatif stabil. Produksi beras dalam tahun 1984 yang diperkirakan lebih

tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya, serta penyaluran yang cukup lancar ke pasaran telah

menyebabkan stabilnya harga beras dalam periode tersebut. perkembangan harga beras yang

relatif stabil antara lain terjadi di kola Semarang, Medan dan Banjarmasin, masing-masing pada

tingkat harga Rp 291,67, Rp 348,02 dan Rp 333,46 per kilogram. Sedangkan harga yang

bervariasi antara Rp 263,36 sampai Rp 425,- per kilogram terjadi di kola Bandung, Yogyakarta,

Surabaya, Ujungpandang dan Denposar. Perbedaan harga rata-rata terendah, dan harga rata-rata

tertinggi di beberapa kola adalah sebesar 2,8 persen. Harga tepung terigu di beberapa kola di

Indonesia dalam periode April-Oktober 1984 berkisar antara Rp 275,- sampai Rp 395,- per

kilogram. Peningkatan yang cukup tinggi telah terjadi hampir di semua kola dalam bulan

Agustus 1984, dengan peningkatan terbesar terjadi di kola Ujungpandang yaitu sebesar 13,8

persen. Sedangkan dalam bulan-bulan lainnya harga tepung terigu tidak mengalami

peningkatan yang berarti, bahkan di kota Banjarmasin selama periode April-Oktober 1984

mengalami kestabilan, yaitu tetap pada tingkat harga Rp 275,- per kilogram

1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979Maret Maret Maret Maret Maret Maret

Bandung Beras ( Rp{kg ) 103,33 103,33 146,25 150,-- 157,71 172,78Tepung terigu ( Rp{kg) 81,66 100,-- 125,-- 123,33 125,-- 166,89Gula posir ( Rp{kg ) 135,-- 170,-- 185,-- 193,33 215,84 262,5Tekstil (Rp{m) 241,66 220,-- 200,-- 250,-- 250,-- 311,11

Yogyakarta Beras ( Rp{kg ) 82,17 90,-- 120,-- 115,- 128,06 153,89Tepung terigu ( Rp{kg ) 75,-- 95,-- 120,-- 130,-- 125,-- 166,11Gula posir ( Rp{kg ) 125,67 159,5 175,-- 185,-- 226,39 261,67Tekstil (Rp{m) 250,-- 246,67 235,-- 235,-- 250,- 250,--

Semarang Beras ( Rp{kg ) 91,67 103,33 143,33 150,-- 159,79 170,09Tepung terigu ( Rp{kg ) 75,-- 96,67 125,-- 125,-- 125,-- 160,--Gula posir ( Rp{kg ) 125,-- 165,-- 176,67 180,-- 218,88 244,34Tekstil (Rp{m) 180,-- 193,33 183,33 221,67 242,08 273,96

Surabaya Beras ( Rp{kg) 89,-- 104,-- 135,-- 150,-- 160,88 173,33Tepung terigu ( Rp{kg ) 79,-- 90,-- 120,-- 125,-- 124,13 157,5Gula posir ( Rp{kg ) 129,-- 160,-- 180,-- 180,-- 217,33 255,81Tekstil (Rp{m) 250,-- 245,-- 215,-- 200,-- 213,75 300,--

Medan Beras ( Rp{kg ) 103,75 105,-- 125,-- 135,- 139,63 165,--Tepung terigu ( Rp{kg) 85,-- 100,-- 130,-- 140,-- 135,-- 173,33Gula posir (Rp{kg) 140,-- 170,-- 190,-- 190,-- 230,-- 257,25Tekstil (Rp{m) 200,-- 200,-- 200,-- 200,-- 200,-- 325,--

Banjarmasm Beras ( Rp{kg ) 133,75 93,75 135,94 132,18 131,85 191,84Tepung terigu ( Rp{kg) 84,17 100,-- 125,-- 125,-- 135,44 175,83Gula posir ( Rp{kg ) 137,5 165,-- 188,75 190,-- 235,62 278,54Tekstil (Rp{m) 206,67 175,-- 175,-- 176,25 201,25 265,62

Ujungpandang Beras ( Rp{kg) 95,-- 105,-- 125,-- 130,-- 135,-- 155,--Tepung terigu ( Rp{kg) 75,-- 90,-- 120,-- 120,-- 120,-- 168,33Gula posir ( Rp{kg) 140,-- 165,- 190,-- 190,-- 223,75 252,5Tekstil (Rp{m) 200,-- 200,-- 250,-- 250,-- 200,-- 425,--

Denpasar Beras ( Rp{kg) 80,-- 92,5 145,-- 155,-- 156,67 182,5Tepung terigu ( Rp{kg ) 90,-- 100,-- 125,-- 135,-- 135,-- 175,--Gula posir ( Rp{kg ) 140,-- 165,-- 185,- 190,-- 215,-- 262,5Tekstil (Rp{m) - 210,-- 180,-- 200,-- 225,-- 275,-

Tabel III.4HARGA RATA-RATA BERAS MUTU MENENGAH, TEPUNG TERIGU, GULA PASIR DAN

TEKSTIL DI BEBERAPA KOTA BESAR DI INDONESIA, 1973/1974 - 1984/1985

Kota jenis barang

-

Departemen Keuangan RI 76

Page 77: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/19851)Maret Maret Maret Maret Maret s/d Oktober

Bandung Beras ( Rp/kg) 219,94 252,97 281,88 319,22 272,16 315,63Tepung terigu (Rp/kg ) 193,74 226,46 250,-- 275,67 330,83 375,33Gula pasir ( Rp/kg) 287,92 481,63 527,87 540,-- 564,17 626,67Tekstil (Rp/m) 571,67 600,- 590,8 541,67 649,75 714,--

Y ogyakarta Beras ( Rp/kg ) 183,07 196,3 208,55 271,99 221,33 269,35Tepung terigu ( Rp/kg ) 178,34 225,-- 252,75 273,83 321,67 373,39Gula pasir (Rp/kg ) 272,5 511,-- 514,-- 527,33 542,42 599,56Tekstil (Rp/m) 437,5 500,- 500,-- 500,-- 500 633,33

Semarang Beras ( Rp/kg ) 206,71 226,38 239,89 288,36 236,08 291,67Tepung terigu ( Rp/kg ) 188,54 225,33 260,-- 265,33 323,17 386,33Gula pasir ( Rp/kg ) 278,12 473,97 503,8 518,83 542,25 621,67Tekstil (Rp/m) 326,46 351,67 400,-- 400,-- 567,58 762,5

Surabaya Beras ( Rp /kg ) 214,68 205,51 206,34 274,21 217,25 275,;nTepung terigu ( Rp/kg ) 175,19 216,82 250,-- 261,84 319,08 377,--Cula posir ( Rp/kg ) 269,34 486,83 516,4 528,48 550,25 610,72Tekstil (Rp/m) 400,-- 450,- 415,2 423,04 461,25 702,52

Medan Beras ( Rp /kg ) 206,5 236,16 246,25 315,-- 289,75 349,43Tepung terigu ( Rp/kg ) 195,5 250,-- 275,-- 275,-- 342,58 395,--Gula pasir ( Rp/kg ) 290,75 503,-- 510,-- 550,-- 576,25 625,--Tekstil (Rp/m) 400,-- 425,-- 425,-- 425,-- 430,42 900.--

Banjarmasin Beras ( Rp/kg) 219,38 210,41 242,91 268,65 260,5 332,55Tepung terigu ( Rp/kg) 176,11 224,22 265,-- 272,-- 275,-- 275,-Gula pasir ( Rp/kg ) 281,57 529,57 550,-- 563,-- 575,33 635,--Tekstil (Rp/m) 400,-- 475,-- 500,-- 525,-- 525,-- 740,--

Ujungpandang Beras ( Rp/kg) 200,-- 222,-- 230,-- 385,-- 322,92 280,6Tepung terigu ( Rp/kg ) 178,75 228,34 250,-- 267,-- 327,42 393,34Gula pasir ( Rp/kg ) 278,75 510,-- 550,- 550,-- 584,92 650,--Tekstil (Rp/m) 400,-- 600,-- 600,-- 700,-- 500,-- 650,--

Denposar Beras ( Rp/kg) 245,-- 285,-- 315,-- 381,-- 267,5 425,--Tepung terigu ( Rp/kg) 190,-- 255,-- 255,-- . 271,- 327,75 375,--Gula pasir ( Rp/kg) 273,75 555,-- 525,-- 536,-- 559,67 615,--Tekstil (Rp/m) 300,-- 350,-- 350,-- 350,-- 407,08 500,--

Tabel 111.4(lanjutan)

K o t a / Jenis barang

1) Sampai dengan Oktober 198

Kebijaksanaan Pemerintah dalam usaha meningkatkan produksi gula pasir antara lain

dilaksanakan melalui rehabilitasi pabrik-pabrik gula, pembangunan pabrik-pabrik baru, dan

penyesuaian harga provenue gula pasir. Di sam ping itu dalam rangka menunjang program tebu

rakyat intensifikasi, mulai bulan Oktober 1980'Pemerintah menjamin pemasaran seluruh gula

rani baik yang merupakan bagian petani, maupun yang merupakan bagian pabrik. Dengan

demikian petani dapat menerima harga yang ditetapkan, dan konsumen terhindar dari gejolak

kenaikan harga. Berdasarkan perkembangan harga gula posir di beberapa kota selama periode

April-Oktober 1984 sebagaimana terlihat dalam Tabel III.4, kenaikan harga yang cukup tinggi

terjadi dalam bulan Mei dan Agustus 1984 yang berkisar antara 0,3 persen sampai 6,3 persen.

Kenaikan harga tepung terigu yang terjadi pada bulan Agustus 1984 telah pula mempengaruhi

perkembangan harga gula pasir, sehingga dalam bulan tersebut terjadi peningkatan di kota

Ujungpandang, Semarang dan Surabaya, masing-masing sebesar 4,0 persen, 2,6 persen dan 2,3

persen.

Produksi tekstil yang mencukupi telah menyebabkan perkembangan harga tekstil di

Departemen Keuangan RI 77

Page 78: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

beberapa kota relatif stabil. Dalam bulan-bulan menjelang Idul Fitri, yaitu bulan Juni dan Juli

1984, harga tekstil tidak mengalami kenaikan yang berarti, bahkan di kota Semarang dalam

bulan Juli 1984 harga menurun sebesar 0,3 persen. Selama periode April-Oktober 1984, harga

tekstil di beberapa kota berkisar antara Rp 500,- sampai Rp 900,- per meter. Harga terendah

terjadi di kola Denpasar dengan tingkat harga Rp 500,- per meter, sedang harga tertinggi terjadi

di kota Medan dengan harga Rp 900,- per meter. perkembangan harga barang-barang konsumsi

Utama dapat dilihat dalam Tabel IlI.4.

1969/1970 Maret 379,-- - 858,5 63,- 123,-1970/1971 Maret 378,- - 882,- 62,- 123,-1971/1972 Maret 413,-- - 1.035,- 72,5 146,- 127,- - 125,--1972/1973 Maret 414,-- - 980,-- 80,- 162,- 140,- - 140,--1973/1974 Maret 415,-- 1,25 920,-- 81,- 166,- 153,- 110,-- 143,-1974/1975 Maret 416,- 1,25 950,- 83,-- 173,-- 160,- 125,- 153,-1975/1976 Maret 415,-- 1,25 830,- 82,- 165,- 153,- 130,- 147,--1976/1977 Maret 415,- 1,25 690,- 88,- 167,- 167,-- 145,- 157,--1977/1978 Maret 412,- 1,6 780,- 89,-- 179,- 196,- 205,- 184,--1978/1979 Maret 627,8 3,15 1.302,40 134,- 291,8 341,6 376,-- 323,21979/1980 Maret 632,5 2,57 1.422,50 129,75 289,75 347,25 365,25 314,51980/1981 Maret 632,- 3,09 1.431,25 123,5 304,75 302,75 335,25 274,--1981/1982 Maret 653,75 2,81 1.197,50 115,5 312,- 276,5 348,75 251,251982/1983 Maret 761,8 3,25 1.151 ,-- 11 7,40 366,8 318,4 370,-- 284,81983/1984 Juni 979,2 4,16 1.527,- 139,- 461,6 383,4 463,4 341,6

September 989,8 4,12 1.488,- 130,6 461,21 370,6 455,2 329,8Desember 996,6 4,31 1.443,- 131,4 469,6 365,8 456,2 324,--Maret 1.020,- 4,47 1.465,- 131,2 478,2 386,- 465,2 341,--

1984/1985 April 1.006,-- 4,52 1.443,75 131,75 483,75 383,-- 461,25 338,5Mei 1.011,60 4,46 1.418,- 132,4 482,6 370,2 448,-- 328,8Juni 1.015,-- 4,4 1.408,75 133,- 481,75 372,-- 444,75 330,25Juli 1.024,- 4,28 1.373,75 133,75 478,- 362,75 427,5 322,-Agustus 1.041,20 4,33 1.390,- 13 5 ,80 486,6 363,6 432,-- 322,2September 1.062,50 4,39 1.365,- 139,- 492,25 354,75 426,25 312,5Oktober 1.064,- 4,36 1.326,25 139,25 491,5 349,25 422,5 308,-Nopember 1.067,20 4,41 1.345,-- 138,8 496,- 357,- 433,2 316,4

Tabel III.5HARGA BEBERAPA VALUTA ASING DI JAKARTA, 1969/1970 -1984/1985

(hargajual/dalam rupiah per satuan)Tahun anggaran/

US $ Yen £ HK$ Sing $ DMrata-rata bulan Swiss F NFL

3.2.3. Indeks harga emas dan valuta asing

Fluktuasi kurs matauang dollar Amerika telah mempengaruhi perkembangan harga

emas, baik di posaran lokal maupun di posaran internasional. Selama tahun anggaran

1984/1985 sampai dengan bulan Nopember, harga emas 24 karat, 23 karat dan 22 karat di pasar

Jakarta telah menurun masing-masing sebesar 7,2 persen, 7,5 persen dan 5,7 persen. Dalam

periode yang sarna di pasaran London, harga emas menurun sebesar 15,8 persen. Bila

dibandingkan penurunan harga emas di pasar Jakarta dengan di pasar London, maka terlihat

bahwa di pasaran Jakarta harga emas mengalami penurunan yang relatif lebih kecil diban-

dingkan dengan penurunan yang terjadi di pasar London. Hal ini memperlihatkan bahwa minat

masyarakat terhadap logam mulia emas masih cukup besar. Di samping itU penurunan harga

Departemen Keuangan RI 78

Page 79: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

emas tersebut juga merupakan akibat bertambahnya permintaan terhadap matauang dollar

Arnerika. Bila dilihat perkembangannya setiap bulan, harga emas 24 karat, 23 karat dan 22

karat selama tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Nopember 1984 umumnya mengalami

penurunan. Khususnya dalam bulan Juli 1984, masing-masing mengalami penurunan sebesar

4,6 persen, 4,5 persen dan 4,1 persen. Sedangkan selama empat bulan terakhir yaitu bulan

Agustus, September, Oktober dan Nopember 1984, harga emas 24 karat, 23 karat dan 22 karat

relatif stabil yaitu tetap raJa harga Rp 11.500,-, Rp 11.000,- dan Rp 10.500,- per gram.

perkembangan harga emas dapat dilihat dalam Tabel III.6.

London24' 23 ' 22' US $/ 1 fine oz

1969/1970 Maret 490,-- 470,-- 450,-- 35.321970/1971 Maret 510,- 480,- 450,-- 37.381971/1972 Maret 620,-- 580,- 450,-- 48.40

1972 / Maret 1.050,- 1.000,- 950,-- 90.001973/1974 Maret 1.775,-- 1.675,- 1.575,-- 111.751974/1975 Maret 2.312,50 2.212,50 2.100,-- 177.50

1975 / Maret 1.837,50 1.737,50 1.637,50 129.551976/1977 Maret 2.050,- 1. 950,-- 1.850,- 149.131977/ 1978 Maret 2.350,-- 2.260,-- 2.150,-- 179.751978/1979 Maret 5.080,-- 4.880,- 4.680,- 239.751979/1980 Maret 10.750,- 9.750,-- 9.000,- 547.251980/ 1981 Maret 10.100,- 9.593,75 9.100,-- 576.75

1981 / Maret 7.150,-- 6.725,-- 6.375,- 316.251982/1983 Maret 9.980,- 9.534,- 9.048,- 413.001983/1984 Juni 12.580,- 11.940,-- 11.320,-- 415.00

September 12.800,-- 12.000,-- 11.500,-- 385.00Desember 12.340,-- 11.690,-- 11.090,- 375.00Maret 12.390,- 11.890,-- 11.140,- 393.00

1984/1985 April 12.237,50 11.662,50 11.025,-- 383.75Mei 12.080,- 11.480,- 11.860,- 384.70Juni 12.300,- 11.750,- 11.000,- 371.50Juli 11.737,50 11.225,- 10.550,- 336.10Agustus 11.500,-- d.OOO..- 10.500,- 347.11September 11.500,-- 11.000,-- 10.500,-- 346.68Oktober 11.500.- 11.000,- 10.500,- 336.00Nopember 11.500,-- 11.000,- 10.500,- 330.80

Tahun anggaran /

Tabel III. 6HARGA EMAS DI PASAR JAKARTA DANDI PASAR LONDON, 1969/1970 - 1984/1985

( dalam rupiah per gram)Jakarta

rata-rata bulan

Meningkatnya kurs matauang dollar Amerika sejak awal tahun anggaran 1984/1985

masih terus berlangsung sampai dengan bulan Nopember 1984. Selama periode April-

Nopember 1984, kurs matauang tersebut meningkat sebesar 4,6 persen yaitU dari Rp 1.020,-

menjadi Rp 1.067,20 per dollarnya. Dari perkembangan kurs dollar setiap bulannya terlihat

bahwa kurs dollar Amerika telah mengalami peningkatan tertinggi dalam bulan September

1984 yaitu sebesar 2,1 persen, sedangkan dalam bulan-bulan lainnya selama periode tersebUt

Departemen Keuangan RI 79

Page 80: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

hanya meningkat antara 0,1 sampai 1,7 persen. Kurs dollar Hongkong terus meningkat dengan

peningkatan terbesar terjadi dalam bulan September 1984, yaitu sebesar 2,4 persen. Secara urn

urn dapat dikatakan bahwa peningkatan yang cukup besar raJa kurs dollar Amerika, maupun

pada kurs dollar Hongkong dalam bulan tersebut disebabkan permintaan dalam jumlah yang

relatif besar di posaran. Keadaan sebaliknya telah terjadi pada harga matauang Asia yaitu Yen,

dollar Singapura dan beberapa matauang Eropa Barat, yang permintaannya tidak menentu

sehingga berakibat tidak stabilnya kurs matauang tersebut di pasaran. Bila dilihat

perkembangan kurs Yen setiap bulan, maka selama delapan bulan dalam tahun anggaran

1984/1985 atau dalam periode April-Nopember 1984, telah terjadi penurunan dalam bulan-

bulan Mei, Juni, Juli dan Oktober 1984, sedangkan sebaliknya dalam bulan-bulan lainnya

terjadi peningkatan antara 1,1 sampai 1,5 persen. Pola yang hampir sarna terjadi raJa kurs dollar

Singapura yang mengalami kenaikan kurs tertinggi dalam bulan Agustus 1984 yaitU sebesar

1,8 persen, sedangkan dalam bulan Juli 1984 mengalami penurunan sebesar 0,8 persen. Secara

keseluruhan selama periode April-Nopember 1984, kurs Yen menurun sebesar 1,3 persen,

sedang kurs dollar Singapura meningkat dengan 3,7 persen. Perkembangan beberapa matauang

Eropa Barat yaitu Poundsterling Inggris, Mark Jerman, Franc Swiss dan Guilder Belanda dalam periode

yang sarna secara umum menunjukkan penurunan masingmasing sebesar 8,2 peTscH, 7,5 persen, 6,9

per:sen dan 7,2 persen. Penurunan kurs matauang Poundsterling Inggris dalam bulan Oktober 1984

sebesar 2,8 persen merupakan penurunan yang terbesar diantara penurunan yang terjadi selama kurun

waktu April-Nopember 1984. Sedangkan kurs matauang Mark Jerman dan Franc Swiss mengalami

penurunan terbesar dalam bulan Juli 1984 masing-masing sebesar 2,5 persen dan 3,9 persen, demikian

pula kurs Guilder Belanda mengalami penurunan terbesar dalam bulan September 1984 sebesar 3,0

persen. Perkembangan kurs beberapa valuta asing di pasar Jakarta dapat dilihat dalam Tabel III.8

3.2.4. Harga barang-barang ekspor

Memasuki tahun pertama Repelita IV, atau tepatnya pada tahun anggaran 1984/1985

sampai dengan bulan Nopember, harga komoditi ekspor di posar lokal Jakarta yaitu lada putih

dan kopi robusta telah mengalami peningkatan masing-masing sebesar 5,6 persen dan 2,0

persen, sedangkan komoditi karet dan kopra selama periode terse bUt telah menurun sebesar

23,8 persen dan 16,7 persen. Secara umum dapat dikatakan bahwa peningkatan dan penurunan

harga yang terjadi di posaran lokal adalah akibat perkembangan harga yang terjadi di pasaran

internasional.

Mengamati perkembangan harga di posaran internasional dalam kaitannya dengan

Departemen Keuangan RI 80

Page 81: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

ekspor beberapa komoditi Indonesia, terlihat bahwa beberapa komoditi mempunyai prospek

yang baik sekali dalam usaha pengembangan ekspor. Hal ini tercermin pada Tabel 111.8,

dimana komoditi lada putih, lad a hiram, kopi robusta eks Lampung, dan timah putih selama

tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Nopember 1984 mengalami pemasaran yang

makin baik. Selama periode April-Nopember 1984, harga lada putih di posar London, dan lada

biram di posar New York telah meningkat masing-masing sebesar 21,9 persen dan 21,0 persen.

Menguatnya harga lada putih dan lada biram tersebut adalah akibat menurunnya persediaan,

karena memburuknya panen lada dunia dalam tahun 1983/1984 yang diperkirakan masih terus

berkelanjutan dalam tahun pallen 1984/1985. Harga kopi robusta eks Lamrung di posar

Singapura dalam periode yang sarna naik sebesar 14,1 persen, walaupun di pasar New York

sebagai pusat pemasaran kopi dunia dalam periode terse but mengalami penurunan sebesar 5,3

persen. perkembangan harga timah putih di posar London selama periode April-Nopember

1984 menunjukkan kenaikan sebesar 13,5 persen. Peningkatan tersebut bukan merupakan

akibat dari meningkatnya permintaan, akan tetapi akibat menurunnya nilai Pound sterling

Inggris di pasaran moneter internasional. Perkembangan yang sebaliknya telah terjadi pada

harga kopra di posar Manila, dan di posar London serta minyak sawit eks Malaysia di pasar

London, yang selama periode April-Nopember 1984 mengalami penurunan masing-masing

sebesar 17,0 persen, 17,8 persen dan 15,7 persen. Demikian pula halnya dengan harga karet

RSS III di posar New York, London dan Singapura, selama periode tersebut telah mengalami

penurunan masing-masing sebesar 27,7 persen, 17,2 persen dan 28,2 persen. Penurunan harga

karet sintetis, sehubungan dengan menurunnya harga minyak bumi, merupakan salah sarli

sebab menurunnya harga karet tersebut. perkembangan harga komoditi di posar lokal, dan di

posar internasional dapat dilihat pada Tabel III.7, Tabel III.8

Departemen Keuangan RI 81

Page 82: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Tahun anggaran/ Koprarata-rata bulan (Sulawesi)

1969/1970 Maret 125,66 50,18 295,-- 126,571970/1971 Maret 106,1 65,4 199,25 156,-1971 /1972 Maret 103,12 58,2 257,6 120,621972/1973 Maret 199,77 79,7 431,4 293,091973/1974 Maret 305,56 192,43 752,19 360,461974/1975 Maret 178,35 94,51 526,25 245,821975/1976 Maret 243,59 89,18 455,37 507,-1976/1977 Maret 278,29 215,5 1.100,- 2.090,-1977/1978 Maret 306,47 233,33 917,5 862,51978/1979 Maret 626,66 256,67 1.276,25 1.169,-1979/1980 Maret 777,94 242,26 1.162,50 1.225,-1980/1981 Maret 690,21 263,4 822,5 968,751981/1982 Maret 508,48 243,8 880,-- 783,61982/1983 Maret 701,09 219,8 956,-- 1.025,-1983/1984 Juni 1.041,64 313,26 1.270,- 1.200,-- September 992,74 363,78 1.450,- 1.150,- Desember 1.103,43 467,32 2.510,- 1.250,- Maret 1.006,25 535,07 2.665,- 1.275,-1984/1985 April 939,44 560,38 2.540,- 1.300,- Mei 889,84 540,65 2.660,- 1.325,-- Juni 791,42 577,25 2.670,- 1.300,- Juli 795,54 543,48 2.440,- 1.300,- Agustus 820,36 493,15 2.600,- 1.325,- September 853,37 432,74 2.925,- 1.350,- Oktober 797,9 445,77 2.850,- 1.235,- Nopember 766,78 445,77 2.815,- 1. 300,-

Lada putih Kopi robusta

Tabel III. 7HARGA BEBERAPA BARANG EKSPOR DI JAKARTA, 1969/1970 - 1984/1985

( dalam rupiah per kilogram)

RSS I

Lada putih-

US $ ct/lb Brp I kg Str $ ct/kg US $/lt US $flt Str $1 pic us $ ct/lb Br tIlt US $ ct/!b Br £ I mt Br tIltYork) (London) (Singapnra) (Manila) (London) Lampung (New York) (London) Malaysia

(Singapura) (New York) (London)1969/1970 Maret 20,88 20,65 59,35 205,-- 240,53 82,38 33,65 49,77 57,72 1.578,54 109,581970/1971 Maret 17,08 14,6 98,83 176,28 208,55 117,13 39,28 42,73 55,6 1.472,20 117,61971/1972 Maret 16,01 12,6 83,2 115,92 141,84 95,5 36,43 47,4 45,- 1.477,60 81,351972/1973 Maret 26,4 24,59 137,45 201,5 221,21 90,-- 42,28 60,5 52,25 1.736,50 115,--1973/1974 Maret 42,43 39,98 203,96 767,67 899,6 165,93 62,31 98,93 79,92 3.524,-- 276,871974/1975 Maret 27,83 24,89 117,8 258,93 304,6 118,53 42,86 88,3 90,-- 3.043,26 197,851975/1976 Maret 35,88 41,22 179,05 178,46 192,5 215,38 78,15 102,55 79,14 3.594,051976/1977 Maret 39,67 38,86 186,44 456,76 551,5 815,23 294,56 164,6 117,31 6.155,94 591,741977/1978 Maret 43,52 48,34 196,43 437,06 280,-- 188,75 116,67 5.917,50 319,51978/1979 Maret 51,7 59,87 247,44 664,5 796,45 285,-- 120,67 150,62 86,52 7.328,- 679,611979/1980 Maret 69,43 66,35 300,91 520,76 516,75 395,-- 154,75 139,-- 95,67 7.906,83 612,-1980/1981 Maret 65,06 57,25 240,63 406,25 389,43 399,-- 104,52 100,-- 83,-- 6.084,13 602,331981/1982 Maret 43,24 48,24 163,5 327,05 330,25 356,94 114,48 128,88 73,-- 7.070,78 505,171982/1983 Maret 54,36 73,58 200,56 329,58 321,69 292,5 114,69 132,-- 64,"- 8.957,10 376,51983/1984 Juni 53,29 71,81 219,33 479,01 472,92 332,5 117,49 126,56 71,63 8.581,41 400,66

September 58,11 75,48 221,23 645,-- 638,01 362,5 117,42 135,-- 66,84 8.506,16 648,85Oesember 57,2 81,21 228,53 655,33 653,4 480,5 126,04 243,-- 98,7 8.616,20 705,79Maret 56,84 80,2 225,31 747,- 744,15 487,5 128,15 244,8 90,07 8.523,48 739,5

1984/1985 April 54,54 77,64 215,08 726,83 735,75 487,5 127,45 245,-- 92,45 8.762,42 767,23Mei 50,7 73,41 198,55 800,17 487,5 133,5 245,- 96,8 9.055,25 905,63Juni 47,01 68,01 182,17 845,-- 829,4 551,37 132,75 245,-- 97,6 9.170,38 817,33Jull 45,47 70,07 179,2 723,25 728,- 551,-- 127,66 245,- 92,5 9.412,60 590,28Agustus 45,59 70,3 180,04 658,5 682,6 551,-- 127,2 241,01 91,88 9.352,08 566,6September 45,58 71,38 179,78 648,54 642,13 562,25 128,2 274,5 105,1 9.594,25 616,--Oktober 42,33 68,59 167,30' 703,13 747,63 566,- 122,26 317,5 114,8 9.596,50 631,75Nopember 41,1 66,41 161,87 620,- 611,54 556,-- 121,42 298,5 108,94 9.676,94 623,39

rata-rata bulan

Tabel III..8HARGA BEBERAPA BARANG EKSPOR UTAMA DI PASAR INTERNASIONAL, 1969/1970 - 1984/1985

Tahun anggaran/ RSS III Kopra Kopi robusta Lada hitam Timah putih Minyak

eks Palembang (London)

Departemen Keuangan RI 82

Page 83: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

3.2 .5 .Indeks harga perdagangan besar Indonesia

Dalam tahun 1983, indeks harga perdagangan besar meningkat sebesar 18,2 persen, atau

dari indeks 302 dalam tahun 1982 menjadi 357 dalam tahun 1983. Kenaikan tersebut

disebabkan oleh meningkatnya indeks harga sektor pertanian sebesar 13,7 persen, sektor per-

tambangan dan penggalian sebesar 9,0 persen, sektor industri sebesar 17,1 persen, sektor impor

sebesar 20,9 persen, dan sektor ekspor sebesar 19,5 persen. Dalam perkembangannya yang

terakhir, yaitu dalam tahun 1984 sampai dengan bulan Agustus, indeks harga perdagangan

besar terse but meningkat sebesar 11,5 persen, sebagai hasil dari kenaikan indeks harga sektor

pertanian sebesar 12,0 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 8,6 persen, sektor

industri sebesar 12,3 persen, serta indeks sektor impor dan sektor ekspor masing-masing

sebesar 10,7 persen dan 11,9 persen. Peningkatan indeks harga sektor pertanian terjadi pada

indeks harga masing-masing sub sektor tanaman perdagangan, bahan makanan, peternakan,

perikanan, serta sub sektor perkayuan dan hasil-hasil hutan. Indeks harga sektor pertambangan

dan penggalian meningkat karena peningkatan yang terjadi antara lain pada indeks harga sub

sektor batubara, sub sektor penggalian, dan sub sektor garam. Pada indeks harga sektor industri,

peningkatan telah terjadi pada indeks harga semua sub sektornya, yaitu antara lain sub sektor

industri minyak nabati dan lemak, serta sub sektor industri pengilangan minyak dan hasil-

hasilnya. Di sektor impor, kenaikan terjadi pada indeks harga sub sektor hasil industri

pemintalan, perajutan, tekstil dan lainnya, sub sektor hasil industri kertas dan hasil-hasilnya,

serta sub sektor hasil industri pengilangan minyak. Demikian pula halnya dengan indeks harga

perdagangan besar bahan ekspor, peningkatan terjadi pada indeks harga masing-masing sub

sektor bahan makanan dan sejenisnya, biji logam bukan besi, serta sub sektor hasil-hasil

tanaman perdagangan dan ternak. Perkembangan Indeks harga perdagangan besar Indonesia

dapat dilihat dalam Tabel III.9.

S e k tor 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1)I. Pertanian 145 162 213 262 302 336 382 4282. Pertambangan dan penggalian 130 144 175 218 266 311 339 3683. In d u s t r i 128 139 178 210 234 257 301 3384. Impor 108 118 153 174 191 201 243 2695. E k s p o r 116 127 246 375 414 430 514 575Indek Umum 122 114 195 253 282 302 357 398Kenaikan indeks (%) - -6,56 71,05 29,74 11,46 7,09 18,21 11,48

1) Sampai dengan buIan Agustus

1977 -1984 ( 1975 = 100 )

Tabel III. 9ANGKA INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR INDONESIA,

Departemen Keuangan RI 83

Page 84: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

3.2.6. Indeks harga perdagangan besar bahan bangunan/konstruksi

Perkembangan indeks umum harga perdagangan besar bahan bangunan dan konstruksi

dalam tahun 1983 telah menunjukkan peningkatan sebesar 11,8 persen. Kenaikan tersebut

tercermin dati kenaikan yang terjadi pada masing-masing indeks harga jenis bangunan tempat

tinggal sebesar 11,0 persen, jenis bangunan bukan tempat tinggal sebesar 12,3 persen, jenis

pekerjaan umum untuk pertanian sebesar 13,0 persen, jenis pekerjaan umum untuk jalan dan

jembatan sebesar 11,5 persen, jenis bangunan listrik dan transmisinya sebesar 12,2 persen,

bangunan dan konstruksi lainnya sebesar 11,9 persen, sella indeks harga untuk jenis perbaikan

bangunan sebesar 12,5 persen. Pada perkembangannya yang terakhir yaitu pada tahun 1984

sampai dengan bulan Agustus, indeks umum harga perdagangan besar bahan bangunan dan

konstruksi telah meningkat sebesar 7,2 persen. Peningkatan terse but disebabkan oleh

peningkatan masing-masing pada indeks harga jenis bangunan pekerjaan umum untuk pertanian

sebesar 8,9 persen, jenis bangunan pekerjaan uIhum untuk jalan dan jembatan sebesar 7,5

persen, serta indeks harga jenis bangunan lainnya yang berkisar antara 5,9 persen dan 7,4

persen. perkembangan angka indeks harga perdagangan besar bahan bangunan/konstruksi dapat

dilihat pada Tabel III.10.

1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984

1. Bangunan tempat tinggal 114 123 149 175 191 209 232 2482. Bangunan bukan temp at tinggal 113 124 152 177 193 211 237 254

109 120 146 192 213 239 270 1944. Pekerjaan umum untuk jalan dan jembatan 112 123 151 183 205 226 252 2715. Bangunan listrik dan transmisinya 106 116 142 160 170 181 203 2156. Bangunan dan konstruksi lainnya 111 123 154 182 200 219 245 2617. Perbaikan bangunan 113 122 151 179 196 216 243 261

Umum 112 122 150 177 194 212 237 254

Persentase perubahan 8,93 22,95 18 9,6 9,28 11,79 7,17

Tabel III. 10ANGKA INDEKS HARGA PERDAGANGAN BESAR BAHAN BANGUNAN/KONSTRUKSI

Jenis

3. Pekerjaan umum untuk pertanian

DI INDONESIA MENURUT lENIS, 1977 -1984( 1975 = 100 )

1) Sampai dengan bulan Agustus

3.3. Gaji dan upah di berbagai sektor ekonomi

Peraturan pengupahan secara regional, sektoral, maupun sub sektoral senantiasa

mengalami peningkatan dati tahun ke tahun. Sampai dengan tahun _pertama pelaksanaan

Repelita IV sampai dengan bulan September, secara kumulatif telah dihasilkan 16 buah

peraturan pengupahan secara regional, 58 buah peraturan pengupahan secara sektoral, dan 300

Departemen Keuangan RI 84

Page 85: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

buah peraturan pengupahan secara sub sektoral. Pada Tabel III.11 dapat dilihat bahwa dalam

tahun 1983 upah minimum di semua sektor telah meningkat antara 4,5 sampai 18,6 persen.

Demikian pula halnya dengan upah maksimum dalam tahun 1983 meningkat antara 3,0 sampai

32,4 persen, kecuali pada sektor pegawai negeri yang tidak mengalami perubahan dalam upah

minimum maupun upah maksimum. Sampai dengan semester I tahun 1984, upah minimum di

semua sektor mengalami peningkatan yaitu pada sektor bangunan, sektor listrik, dan sektor

perkebllnan masing-masing sebesar 36,7 persen, 19,7 persen dan 17,5 persen. Sedangkan

peningkatan upah maksimum terjadi disektor perhubungan, sektor bangunan, dan sektor

perdagangan/bank/asuransi masing-masing sebesar 24,3 persen, 23,1 persen dan 18,9 persen.

Bila perkembangan upah selama periode Januari-Juni 1984 dibandingkan dengan periode

Januari-Juni 1983, kenaikan upah minimum terjadi terutama pada sektor bangunan dan sektor

perkebunan yaitu masing-masing sebesar 38,5 persen dan 22,6 persen, sedangkan sektor-sektor

lainnya hanya meningkat antara 2,0 persen sampai 12,2 persen. Dalam hal upah maksimum,

kenaikan terjadi pada sektor perdagangan/bank/asuransi sebesar 43,5 persen, sektor

perhubungan sebesar 28,4 persen dan sektor bangunan sebesar 24,1 persen, sedangkan sektor

perkebunan, sektor industri, sektor jasa dan sektor lainnya meningkat sekitar 4,5 persen sampai

18,2 persen. Dilain pihak penurunan terjadi pada sektor pertambangan sebesar 0,6 persen,

sedangkan sektor listrik tidak mengalami perubahan.

Sektor 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 19841)( Rata-rata upah minimum)1. Perkebunan 8.429 9.101 10.932 12.993 14.919 17.606 21.877 25.485 27.207 31.9742. Pertambangan 32.452 37.187 41.061 44.118 46.826 60.069 64.510 69.423 72.540 73.3623. Industri 25.099 28.589 29.178 34.720 36.255 42.137 46.299 57.278 65.570 72.2354. Bangunan 17.742 20.665 24.498 25.881 26.381 29.105 29.893 35.025 36.718 50.2095. Listrik 14.262 14.262 14.262 17.318 20.494 21.050 27.279 33.843 40.121 48.0396. Perdaganganlbank/asuransi 19.182 25.782 29.754 32.914 34.681 42.112 53.245 63.009 67.283 70.1857. Perhubungan 22.606 23.114 27.051 35.128 36.116 41.972 50.517 60.662 69.475 72.0568. Jasa-jasa 27.837 29.158 29.158 29.158 30.977 33.270 39.391 50.927 56.491 58.1939. Lain-lain/pegawai negeri 13.300 14.300 16.280 16.280 16.280 26.500 32.400 32.400 32.400 35.760( Rata-rata upah maksimum )1. Perkebunan 118.314 138.214 150.211 172.530 176.036 191.411 262.721 277.328 289.408 295.7452. Pertambangan 158.178 209.827 269.179 280.337 309.528 448.725 550.025 554.975 620.200 712.6503. Industri 251.242 297.238 333.647 409.246 442.956 496.738 556.348 672.658 712.165 834.8894. Bangunan 117.039 173.590 205.778 287.166 294.840 370.994 455.424 509.021 524.395 645.6065 Listrik 89.595 89.595 135.046 150.196 219.832 231.719 320.299 351.723 465.520 465.5206. Perdaganganlbank/asuransi 174.181 189.030 250.416 297.695 320.799 361.254 440.503 532.146 656.676 780.9287. Perhubungan 171.991 172.419 205.527 248.405 268.536 382.665 492.624 527.361 554.632 689.6188. Jasa-jasa 125.287 227.235 228.752 228.752 275.233 322.339 359.035 381.078 393.412 415.0789. Lain-Iain/pegawal negeri 83.500 84.700 241.200 241.200 241.200 291.500 307.400 307.400 307.400 342.550

Tabel III. 11UPAH MINIMUM DAN MAKSIMUM DI BERBAGAI SEKTOR, 1975 -1984

( rupiah per bulan)

Departemen Keuangan RI 85

Page 86: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

BAB IV

MONETER DAN PERKREDITAN

4.1. Pendahuluan

Kebijaksanaan moneter dalam Repelita IV, yang mempunyai kaitan erat dengan

kebijaksanaan fiskal dan perkembangan neraca pembayaran, bertujuan untuk meneruskan usaha

kearah tercapainya sa saran pembangunan sesuai dengan trilogi pembangunan. Beberapa tujuan

pokok yang akan dicapai adalah peningkatan usaha mobilisasi tabungan masyarakat melalui

bank dan lembaga keuangan bukan bank, meningkatkan usaha pemerataan pembangunan

dengan meningkatkan golongan ekonomi lemah, memelihara kestabilan perekonomian dengan

menjaga kestabilan harga, serta meningkatkan efisiensi dan peranan lembaga-lembaga

keuangan. Dalam tahun pertama Rep.dita IV, kebijaksanaan moneter telah memasuki tahun

kedua penataan kembali sistem perbankan Indonesia, yang pada dasarnya bertujuan untuk

ineningkatkan pengerahan dana masyarakat melalui pemberian tanggung jawab yang lebih

besar kepada bank-bank untuk menetapkan sendiri persyaratan-persyaratan penghimpunan dana

dari dan pemberian kredit kepada masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, pagu kredit

perbankan dihapuskan, dan kredit likuiditas Bank Indonesia kepada bank-bank untuk sektor

ekonomi yang bukan prioritas dihentikan.

Untuk lebih menunjang usaha peningkatan dana masyarakat, telah diambil

kebijaksanaan untuk tidak memungut atau menangguhkan pemungutan pajak penghasilan atas

pendapatan bunga deposito berjangka, dan tabungan lainnya. Di samping itu penerbitan

sertifikat deposito terus dilanjutkan, sebagai salah satu pilihan bagi masyarakat untuk me-

nanamkan kelebihan dananya.

Transaksi di pasar uang antar bank melalui kliring di Jakarta, senantiasa disempurnakan

dengan ikut sertanya Bank Indonesia untuk menjaga perkembangan suku bunga antar bank.

Sedangkan untuk mengembangkan jual beli surat berharga di posar modal, tatacara

penyelesaian transaksi effek di bursa telah disederhanakan, dan keringanan pajak atas pen-

dapatan bunga dividen dan royalty (PBDR) juga berlaku bagi pembelian obligasi. Selanjutnya

dalam rangka meningkatkan usaha pemerataan pembangunan, Pemerintah senantiasa

mendorong peningkatan produksi barang-barang kebutuhan rakyat, serta pengembangan usaha

golongan ekonomi lemah. Untuk itu fasilitas kredit likuiditas tetap disediakan untuk pinjaman

yang berprioritas tinggi, dengan beberapa penyesuaian dalam ketentuan dan persyaratan.

Departemen Keuangan RI 86

Page 87: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Sebagai sarana pengendalian moneter, di samping ketentuan untuk memelihara

cadangan wajib minimum bank-bank yang sejak 1 Januari 1978 besarnya adalah 15 persen dari

kewajiban y;mg dapat dibayar, sejak 1 Pebruari 1984 telah diterbitkan Sertifikat Bank

Indonesia (SBI). SBI ini dapat digunakan (melalui operasi posar terbuka) untuk menanamkan

kelebihan dana likuiditas dari bank yang belum dioperasikan. Sebaliknya sebagai sarana untuk

menanggulangi kekurangan likuiditas, Bank Indonesia menyediakan fasilitas diskonto yang

merupakan upaya terakhir bagi bank-bank dalam usahanya untuk memperoleh tambahan dana.

Usaha untuk meningkatkan peranan pembiayaan pembangunan dengan dana dari

masyarakat, pembinaan lembaga-lembaga keuangan senantiasa ditingkatkan, dan meliputi

pembinaan terhadap lembaga perbankan, lembaga keuangan bukan bank, dan perasuransian,

serta peningkatan peranan pasar uang dan modal. Pembinaan disektor perbankan diarahkan

untuk mengembangkan sistem perbankan yang sehat, baik bank Pemerintah maupun bank

swasta nasional. Pembinaan bank pembangunan daerah dilaksanakan melalui program

pemberian bantuan teknis dan pendidikan, serta perluasan jaringan kliring lokal di tempat-

tempat yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia. Terhadap bank umum swasta nasional juga

diberikan keringanan dalam persyaratan pembukaan kantor cabang. Sementara itu peranan

lembaga keuangan bukan bank (LKBB) ditingkatkan dengan diberikannya fasilitas diskonto

ulang dalam perdagangan surat-surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan.

4.2. Jumlah uang beredar dan sehab-sehab perubahannya

Jumlah uang beredar selama 6 bulan pertama tahun anggaran 1984/1985 telah

mengalami peningkatan sebesar Rp 38,3 milyar (0,5 persen), yaitu dari posisinya sebesar

Rp8.054,7 milyar pada akhir bulan Maret 1984, menjadi Rp 8.093,0 milyar pada akhir bulan

September 1984. Peningkatan tersebut terdiri dari peningkatan uang kartal sebesar Rp 10,4

milyar, dan uang giral sebesar Rp 27,9 milyar. Dengan demikian secara keseluruhan sampai

dengan bulan September 1984, posisi uang kanal adalah sebesar Rp 3.563,9 milyar atau 44

persen dari jumlah uang beredar, dan uang giral sebesar Rp 4.529,1 milyar atau 56 persen dari

jumlah uang beredar. Peranan uang giral yang cukup tinggi di dalam komponen uang beredar

tersebut menunjukkan tingkat kepercayaan masyarakat di dalam menggunakan jasa-jasa

perbankan.

Departemen Keuangan RI 87

Page 88: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Uang Uang Persentasekartal giral Perubahan

1969/1970 Maret 126,3 60 84,4 40 210,7 79,9 61,11970/1971 Maret 166,8 62 103,4 38 270,2 59,5 28,21971/1972 Maret 210,3 58 150 42 360,3 90,1 33,31972/1973 Maret 291,1 55 239,2 45 530,3 170 47,21973/1974 Maret 421,1 54 363,2 46 784,3 254 47,91974/1975 Maret 538,5 52 488,6 48 1.027,10 242,8 311975/1976 Maret 659,3 46 768,6 54 1.427,90 400,8 391976/1977 Maret 853,4 47 962 53 1.815,40 387,5 27,11977/1978 Maret 1.035,80 49 1.075,10 51 2.110,90 295,5 16,31978/1979 Maret 1.368,70 49 1.431,20 51 2.799,90 689 32,61979/1980 Maret 1.773,90 47 2.023,20 53 3.797,10 997,2 35,61980/1981 Maret 2.228,70 43 2.985,50 57 5.214,20 1.417,10 37,31981/1982 Maret 2.541,30 38 4.233,40 62 6.774,70 1.560,50 29,91982/1983 Maret 3.000,70 41 4.378,70 59 7.379,40 604,7 8,91983/1984 Joni 3.283,80 44 4.221,60 56 7.505,40 126 1,7

September 3.306,50 43 4.409,40 57 7.715,90 210,5 2,8Desember 3.333,30 44 4.235,90 56 7.569,20 -146,7 -1,9Maret 3.553,50 44 4.501,20 56 8.054,70 485,5 6,4Kumulatif - - - - - 675,3 9,2

1984/1985 April 3.508,90 43 4.563,70 57 8.072,60 17,9 0,2Mei 3.572,70 45 4.410,30 55 7.983,00 -89,6 -1,1Juni 4.046,70 49 4.136,20 51 8.182,90 199,9 2,5Juli I) 3.615,20 45 4.420,90 55 8.036,10 -146,8 -1,8Agustus 1) 3.631,60 46 4.302,70 54 7.934,30 -101,8 -1,3September 1) 3.563,90 44 4.529,10 56 8.093,00 158,7 2

Tabel IV. 1JUMLAH UANG BEREDAR, 1969/1970 - 1984/1985

( dalam milyar rupiah)

Akhir Waktu % % Jumlah Perubahan

I) Angka sementara

1969/1970 Maret -7 -4,1 151,1 -27,5 -32,6 79,91970/1971 Maret -4,7 -16,2 127,6 -39,8 -7,4 59,51971/1972 Maret 153,1 53 100,1 -92,9 -123,2 90,11972/1973 Maret 124,4 -25,3 227,5 -50,8 -105,8 1701973/1974 Maret 154,2 -13,9 458,6 -180,4 -164,5 2541974/1975 Maret 1 23,3 549,5 -138,1 -192,9 242,81975/1976 Maret -319,6 -418 1.273,10 -277,2 142,5 400,81976/19.77 Maret 476,2 -417,9 718,6 -195 -194,4 387,51977/1978 Maret 441,1 -143,9 307,7 -134,4 -175 295,51978/1979 Maret 985,1 -445,9 1.605,80 -190,7 -1.265,30 6891979/1980 Maret 2.497,30 -1.099,60 809,4 -650,4 -559,5 997,21980/1981 Maret 2.296,40 -1.825,50 1.836,20 -686,2 -203,8 1.417,101981/1982 Maret -67,6 -72,3 2.605,00 -684,5 -220,1 1.560,501982/1983 Maret 16,4 697,1 3.036,10 -1.491,40 -1.653,50 604,71983/1984 Juni 429 -347,9 361,8 -596,7 279,8 126

September 671 -871 608,4 -654,9 457 210,5Desember 406,4 -395 810,1 -973,8 5,6 -146,7Maret 1.178,50 -105,2 853,1 -610,1 -830,8 485,5Kumulatif 2.684,90 -1.719,10 2.633,40 -2.835,50 -88,4 675,3

1984/1985 April 130,1 -369,2 158,4 -374 472,6 17,9Mei 160,6 -83,9 395,7 -65 -497 -89,6Juni 241,3 -312,2 353 -124,5 42,3 199,9Juli 2) -35,7 -471,3 332,5 -162,4 190,1 -146,8Agustus 2) -35,6 -266 527,8 -170,2 -157,8 -101,8September 2) -215,8 112,2 198 -123,9 188,2 158,7

SEBAB - SEBAB PERUBAHAN JUMLAH UANG BEREDAR, 1969/1970 - 1984/1985Tabel IV. 2

Pemerintah pusat

Lainnya bersih Perubahan

Aktiva Luar negeri

1) Termasuk tagihan pada badan/lembaga dan perusahaan Pemerintah2) Angka sementara

Akhir waktu Tagihan pada perusahaan & Perorangan l)

Simpanan berjangka &

Tabungan

(dalam milyar rupiah)

Departemen Keuangan RI 88

Page 89: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Jika dilihat dari sektor-sektor yang mempengaruhi jumlah uang beredar, dalam periode

April-September 1984, sektor tagihan pada perusahaan dan perorangan memberikan pengaruh

menambah yang cukup besar, yaitu sebesar Rp 1.965,4 milyar. Di samping itu sektor aktiva luar

negeri bersih, dan sektor lainnya bersih juga memberikan pengaruh menambah pada jumlah

uang beredar, masing-masing sebesar Rp 244,9 milyar dan Rp 238,4 milyar. Pengaruh

menambah sektor tagihan pada perusahaan dan perorangan tersebut menunjukkan suatu

perkembangan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan periode yang sarna tahun lalu, yaitu

sebesar Rp 970,2 milyar. Peningkatan yang cukup besar pada sektor tagihan pada perusahaan

dan perorangan ini, satu dan lain adalah karena peningkatan kredit untuk pembiayaan di bidang

perindustrian dan jasa-jasa. Sektor Pemerintah pusat selama semester pertama tahun anggaran

1984/1985 menunjukkan pengaruh mengurang, pada jumlah uang beredar sebesar Rp 1.390,4

milyar, sedangkan dalam periode yang sama tahun yang lalu, sektor Pemerintah pusat tersebut

memberikan pengaruh mengurang sebesar Rp 1.218,9 milyar. Usaha untuk meningkatkan

tabungan masyarakat yang terus dilakukan Pemerintah tercermin dari besarnya pengaruh

mengurang pada jumlah uang beredar yang ditimbulkan oleh sektor simpanan berjangka dan

tabungan. Dalam periode April-September 1984, sektor tersebut memberikan pengaruh

mengurang sebesar Rp 1.020,0 milyar. 'Perkembangan jumlah uang beredar, dan sebab-sebab

perubahannya secara lengkap dapat diikuti pada Tabel lV.l dan Tabel IV.2.

4.3. Dana dan Kredit Perbankan

4.3.1. Dana perbankan

Kebijaksanaan di bidang mobilisasi. dana perbankan senantiasa mengalami

penyempurnaan sesuai dengan perkembangan. Sejak Juni 1983, kepada bank-bank Pemerintah

telah diberikan tanggung jawab yang lebih besar di dalam usaha pengerahan dana, serta

sekaligus mengurangi ketergantungan bank-bank kepada dana likuiditas Bank Indonesia.

Bankbank Pemerintah diberi kebebasan dalam menentukan tingkat suku bunga deposito dan

tabungan lainnya, kecuali terhadap deposito berjangka waktu 24 bulan yang bunganya

ditetapkan sekurang-kurangnya 12 persen per tahun. Sampai dengan akhir bulan September

1984, dana perbankan mencapai jumlah sebesar Rp 14.705,8 milyar. Dari jumlah tersebut,

sebesar Rp 6.800,6 milyar (46,3 persen) adalah dana giro, sedangkan dana deposito dan ,

tabungan masing-masing adalah sebesar Rp 7.266,9 milyar (49,4 persen), dan Rp 638,3 milyar

(4,3 persen). Dana giro sebesar Rp 6.800,6 milyar terse but sebagian besar berasal dari dana

giro bank-bank Pemerintah, yaitu sebesar Rp 5.034,6 milyar, sedangkan dana giro bank-bank

Departemen Keuangan RI 89

Page 90: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

swasta nasional adalah sebesar Rp 1.252,6 milyar, dan dana giro cabang bank-bank asing

adalah sebesar Rp 513,4 milyar. Dari dana yang dihimpun dalam bentuk deposito sebesar

Rp7.266,9 milyar, Rp 4.122,1 milyar merupakan dana yang berhasil dihimpun oleh bank-bank

Pemerintah, Rp 1.908,2 milyar oleh bank-bank swasta nasional, dan Rp 1.236,6 milyaroleh

cabang bank-bank asing. Sedangkan dana tabungan yang berhasil dihimpun oleh bank-bank

Pemerintah adalah berjumlah Rp 531,3 milyar, oleh bank-bank swasta nasional sebesar

Rp106,8 milyar dan oleh cabang bank-bank asing sebesar Rp 0,2 milyar, sehingga secara

keseluruhan jumlah dana tabungan mencapai Rp 638,3 milyar.

1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember Desember,

I. Bank-bank Pemerintah 381,8 !i31,7 890,1 1.181,10 1.618,30 1.853,40 2.254,40 3.180,40 4.927,00 6.033,10Giro 186,2 255 363 464,4 680,7 804,7 1.034,80 1.888,10 3.449,00 4.266,70Deposito 168,9 244 482,3 645,4 831,2 901,9 1.035,20 1.086,60 1.196,70 1.399,60c Tabllngan 26,7 32,7 44,8 71,3 106,4 146,8 184,4 205,7 281,3 366,8

II. Bank-bank swasta nasional 50,1 79,6 112,3 159,3 238,7 303,8 436,3 604,6 930,2 1.210,80Giro 29,9 55,9 80,1 110,1 164,7 20'\,2 302,6 431,7 666,6 740,8,Deposito 18,5 21,1 28,9 44,3 66 89 117,7 153,1 231,3 417,4Tabungan 1,7 2,6 3,3 4,9 8 11,6 16 19,8 32,3 '52,6

90,7 145,2 187,1 203,3 224 255,6 333,1 458,6 553,7 765;2Giro 44,7 71,4 117,1 132,8 141 142,6 198;5 240 330,8 372,2Deposito 46 73,8 70 70,5 83 113 134;5 218,5 222,8 392,9Tabungan - - - - - - 0,1 0,1 0,1 0,1

140,8 224,8 299,4 362,6 462,9 559,4 769,4 1.063,20 1.483,90 1.976,00Giro 74,6 127,3 197,2 242,9 305,7 345,8 501,1 671,7 997,4 1.113,00Deposito 64,5 94,9 98,9 114,8 149,2 202 252,2 371,6 454,1 810,3Tabungan 1,7 2,6 3,3 4,9 8 11,6 16,1 19,9 32,4 52,7

V. Jumlah besar (I + IV ) 1) 522,6 756,5 1.189,50 1.543,70 2.081,20 2.412,80 3.023,80 4.243,60 6.410,90 8.009,10Giro 260,8 382,3 560,2 703,3 986,4 1.150,50 1.535,90 2.559,80 4.446,40 5.379,70Deposito 2) 233,4 338,9 581,2 760,2 980,4 1.103,90 1.287,40 1.458,20 1.650,80 2.209,90Tabungan 3) 28,4 35,3 48,1 76,2 114,4 158,4 200,5 225,6 313,7 419,5

Tabel IV. 3DANA PERBANKAN RUPIAH DAN V ALUTA ASING, 1972 - 1984

III. Cahang bank-bank asing

IV. Sub total (II + III)

( dalam milyar rupiah )

1) Terdiri atas dana bank-bank umum, bank pembangunan dan bank tabungan termasuk dana milik pemerintah pusat dan bukan penduduk.2) Termasuk sertifikat deposito.3) Termasuk tabungan pegawai dan setoran ongkos naik hajj.

Desember Maret Juni Sept. Des. Maret April Me i Juni Juli Agust. Sept. 4)I. Bank-bank Pemerintah 6.168,40 7.106,60 7.195,50 7.917,00 8.381,40 9.080,60 9.111,70 9.250,20 .9.167,9 9.106,90 9.200,80 9.688,00

G ir 0 4.028,50 4.485,40 4.325,10 4.471,40 4.260,80 4.660,60 4.471,10 4.502,10 4.451,40 4.426,90 4.525,10 5.034,60Deposito 1. 718,2 2.154,90 2.356,40 2.988,70 3.63.1,2 3.882,30 4.074,40 4.163,10 4.133,30 4.109,40 4.131,90 4.122,10Tabungan 421,7 466,3 514 456,9 489,4 537,7 566,2 585 583,2 570,6 543,8 531,3

II. Bank-bank swasta nasional 1.695,20 1.707,90 2.058,00 2.343,50 2.616,80 2.736,70 2.888,80 2.927,20 3.068,60 3.156,20 3.239,70 3.267,60Giro 954,6 869,6 1.047,70 1.170,10 1.230,20 1.173,40 1.259,00 1.233,70 1.270,50 1.293,60 1.272,00 1.252,60Deposito 672,6 765,6 933,2 1.086,40 1.292,30 1.463,30 1.526,80 1.590,10 1.693,10 1.756,80 1.858,30 1.908,20Tabungan 68 72,7 77,1 87 94,3 100 103 103,4 104,9 105,8 109,4 106,8

1.003,70 1.376,30 1.378,50 1.398,80 1.398,30 1.519,80 1.555,60 1.543,20 1.582,20 1.599,90 1.657,10 1.750,20Giro 412,8 559,4 568,3 552,9 539,8 516,4 543,2 508,5 521,7 541,2 505,2 513,4Deposito 590,8 816,7 810 845,7 858,3 1.003,20 1.012,20 1.034,50 1.060,40 1.058,50 1.151,70 1.236,60Tabungan 0,1 0,1 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

2.698,90 3.084,20 3.436,50 3.742,30 4.015,10 4.256,50 4.444,40 4.470,40 4.650,80 4.756,10 4.896,80 5.017,80Giro 1.367,40 1.429,00 1.616,00 1. 723,0 1. 770,0 1.689,80 1.802,20 1.742,20 1.792,20 1.834,80 1.777,20 1.766,00Deposito 1.263,40 1.582,30 1. 7 43,2 1.932,10 2.150,60 2.466,50 2.539,00 2.624,60 2.753,50 2.815,30 3.010,00 3.144,80Tabungan 1) 68,1 72,9 77,3 87,2 94,5 100,2 103,2 103,6 105,1 106 109,6 107

8.867,30 10.190,80 10.632,00 11.659,30 12.396,50 13.337,10 13.556,10 13.720,60 13.818,70 13.863,00 14.097,60 14.705,80Giro 5.395,90 5.914,40 5.941,10 6.194,40 6.030,80 6.350,40 6.273,30 6.244,30 6.243,60 6.261,70 6.302,30 6.800,60Deposito 2) 2.981,60 3.737,20 4.099,60 4.920,80 5.781,80 6.348,80 6.613,40 6.787,70 6.886,80 6.924,70 7.141,90 7.266,90Tabungan 3) 489 539,2 591,3 544,1 583,9 637,9 669,4 688,6 688,3 676,6 653,4 638,3

1984

III. Cabang bank-bank asing

IV. Sub total (II + III )

V. Jumlah besar( I + IV)

1) Terdiri atas dana bank-bank umum, bank pembangunan dan bank tabungan termasuk dana milik pemerintah pusat dan bukan penduduk.2) Termasuk sertifikat deposito.3) Termasuk tabungan pegawai dan setoran ongkos naik haji.4) Angka sementara.

19831982

Departemen Keuangan RI 90

Page 91: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981Desember Desember Desember Desember Desember Desember

Deposito berjangka 233,4 338,9 581,2 760,2 980,4 1.103,90 1.287,40 1.458,20 1.650,80 2.209,9024 bulan 94,1 136,6 234,2 306,4 522,8 605,5 612,2 612,2 679,5 833,712 bulan 32,8 47,6 81,7 106,8 117,6 90,7 111,4 127,4 141,4 244,76 bulan 61,1 88,7 152,1 199 234,8 264,5 359,5 471,9 476,3 5373 bulan 22,1 32,1 55,1 72 53,4 59,2 80,1 74,3 136,4 191,81 bulan 1) 11,5 16,8 28,8 37,6 47,1 81,2 122,2 152,9 195,5 361,6Lainnya 2) 11,8 17,1 29,3 38,4 4,7 2,8 2 19,5 21,7 41,1TABANAS 25,6 32,5 43,9 70 109,1 153,6 191,5 212,6 291,7 384,3TASKA 99 84 74 115 158 138 120 112 122 168

Tabel IV.4DEPOSITO BERJANGKA RUPIAH DAN VALUTA ASING SELURUH BANK,

TABANAS DAN TASKA, 1972 - 1984( dalam milyar rupiah, kecuali dalam juta rupiah untuk Taska)

Desember Desember Deserrtber

1) Termasuk deposito yang sudahjatuh waktu dan deposit on call 2) Termasuk deposito berjangka waktu 9 dan 18 bulan

1982Desember Maret Juni Sept Des Maret April Mei Juni Juli Agust Sept 3)

Deposito berjangka 2.981,60 3.737,20 4.099,60 4.920,80 5.781,70 6.348,80 6.613,40 6.787,70 6.886,80 6.924,70 7.141,90 7.266,9024 Bulan 967,3 950,9 897,9 785,5 684 591,4 569,6 519 480,8 450,6 418,7 407,812 bulan 342,8 370,5 492,8 844,5 1.316,20 1.669,80 1. 788,5 1.839,50 2.045,10 2.194,20 2.335,40 2.357,006 bulan 694,9 1.001,50 1.059,60 1.262,60 1.540,90 1.609,90 1.697,20 1.693,40 1.842,10 1.732,10 1.714,70 1.723,303 bulan 253,4 372,2 544,1 685,8 750 819,3 879,5 986 998,6 960,4 1.081,80 990,31 bulan 1) 640,3 937,9 1.031,90 1.225,10 1.379,40 1.489,60 1.550,90 1.618,00 1.401,40 1.459,40 1.461,80 1.668,80Lainnya 2) 82,9 104,2 73,3 117,3 111,2 168,8 127,7 131,8 118,8 128 129,5 119,7TABANAS 445,8 399,5 460,7 483,9 531,9 575,7 584,9 580,7 572,2 574 580,3 585,5TASKA 307 303 317 366 331 357 343 357 372 391 421 413

1) Termasuk deposito yang sudah jatuh waktu dan deposit on call 2) Termasuk deposito berjangka waktu 9 dan 18 bulan.3) Angka sementara.

1983 1984

Dengan demikian bila pada akhir tahun 1983/1984 jumlah dana perbankan secara

keseluruhan baru sebesar Rp 13.33 7,1 milyar, maka raJa akhir September 1984 dana ter-

tersebut terdiri dari deposito berjangka waktu 1 bulan sebesar Rp 1.668,8 milyar (23,0 persen),

berjangka waktu 3 bulan sebesar Rp 990,3 milyar (13,6 persen), berjangka waktu 6 bulan

sebesar Rp 1.723,3 milyar (23,7 persen), berjangka waktu 12 bulan sebesar Rp 2.357,0 milyar

(32,4 persen), berjangka waktu 24 bulan sebesar Rp 407,8 milyar (5,6 persen), dan deposito

lainnya sebesar Rp 119,7 milyar (1,7 persen). Perkembangan deposito berjangka dapat diikuti

pada Tabel IV.4.

4.3.1.2. Tabanas dan Taska

Tabungan pembangunan nasional (Tabanas), dan tabungan asuransi berjangka (Taska)

adalah saran a penghimpun dana masyarakat yang lebih menonjolkan segi pendidikan kepada

masyarakat terutama generasi muda untuk hidup berhemat. Jenis tabungan ini diikuti oleh para

pelajar, pramuka, pegawai, dan masyarakat pada umumnya. Sejak 1 Juni 1983, kebijaksanaan

mengenai Tabanas telah memberikan kesempatan bagi para penabung untuk menikmati tingkat

suku bunga yang lebih tinggi dari pada sebelumnya. Jika semula saldo Tabanas yang diberikan

Departemen Keuangan RI 91

Page 92: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

bunga 15 persen setahun hanyalah sampai dengan jumlah maksimum Rp 200.000, sedang

selebihnya diberikan bunga 6 persen setahun, maka dalam kebijaksanaan yang bam saldo ini

telah ditingkatkan menjadi Rp 1.000.000, dan selebihnya bersuku bunga 12 persen setahun.

Sedangkan suku bunga Taska tidak mengalami perubahan, yaitu tetap 9 persen setahun. Sampai

dengan akhir September 1984, jumlah Tabanas telah mencapai sebesar Rp 585,5 milyar dengan

12.087 ribu penabung. Bila dibandingkan dengan posisinya pada akhir Maret 1984 sebesar

Rp575,7 milyar, tercatat adanya kenaikan sebesar Rp 9,8 milyar (1,7 persen). Kenaikan jumlah

penabung Tabanas pada periode April-September 1984 mencapai 613 ribu penabung,

sedangkan pada periode yang sarna tahun lalu kenaikan jumlah penabung adalah sebanyak 387

ribu penabung.

Posisi Taska sebesar Rp 413 juta pada bulan September 1984 menunjukkan adanya

peningkatan sebesar Rp 56 juta (15,7 persen) hila dibandingkan dengan posisinya pada akhir

bulan Maret 1984 sebesar Rp 357 juta. Pada periode April-September tahun sebelumnya,

kenaikan Taska mencapai Rp 63 juta (20,8 persen). Selanjutnya perkembangan Tabanas dan

Taska dapat diikuti pada Tabel IV.4.

4.3.1.3. Sertifikat Deposito

Sertifikat deposito semula diterbitkan oleh Bank Indonesia dengan nama Sertifikat Bank

Indonesia (SBI), dalam rangka me intis terbentuknya pasar uang di Indonesia, di samping

sebagai wadah penghimpun dana masyarakat. Kemudian dalam tahun 1971 program SBI

tersebut diikuti oleh bank-bank Pemerintah, dan cabang bank asing, dan selanjutnya dikenal

sebagai sertifikat deposito. Untuk lebih meningkatkan peranan sertifikat deposito diperluas lagi

dengan penerbitan sertifikat deposito atas unjuk dalam rupiah bagi bank-bank umum, dan bank-

bank pembangunan. Jangka waktu sertifikat deposito ini ditetapkan sendiri oleh bank-bank

penerbit dengan ketentuan tidak kurang dari 15 (lima belas) hari. Bank-bank penerbit adalah

bank-bank yang secara berturut-turut selama dua tahun terakhir telah memenuhi persyaratan

yang ditentukan, serta mempunyai kewajiban untuk menjamin pelunasan sertifikat deposito

yang diterbitkannya sesuai dengan jangka waktunya. Selain itu bank penerbit dapat memiliki

sertifikat deposito yang diterbitkan oleh bank-bank lain dalam jumlah tidak melebihi 7,5 persen

dari jumlah pinjarnan yang diberikannya. Sampai dengan akhir September 1984, posisi

sertifikat deposito yang diterbitkan oleh bank-bank Pemerintah, dan cabang bank-bank asing

mencapai Rp 224,0 milyar, yang terdiri atas sertifikat deposito bank-bank Pemerintah sebesar

Rp 189,1 milyar (84,4 persen), dan sertifikat deposito cabang bank-bank asing sebesar Rp 34,9

Departemen Keuangan RI 92

Page 93: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

milyar (15,6 persen). Selama periode April-September 1984, sertifikat deposito bank-bank

Pemerintah menunjukkan penurunan sebesar Rp 157,1 milyar, sedangkan sertifikat deposito

cabang bank-bank asing meningkat sebesar Rp 4,9 milyar. Dengan demikian secara

keseluruhan sertifikat deposito selama periode tersebut menurun sebesar Rp 152,2 milyar.

Penurunan tersebut pada umumnya karena setelah sertifikat deposito jatuh waktu, para

penabung kemudian memilih jenis tabungan lain yang lebih menarik. Dibandingkan dengan

periode yang sarna tahun lalu, sertifikat deposito meningkat sebesar Rp 127,4 milyar.

Perkembangan sertifikat deposito dapat diikuti pada Tabel IV.5.

Bank-bank Bank-bankPemerintah Asing

1970/1971 Maret - 0,3 0,3197111972 Maret 1,3 0,8 2,11972/1973 Maret 6,2 1,5 7,71973/1974 Maret 48,6 8,1 56,71974/1975 Maret 70 9,5 79,51975/1976 Maret 70 24,4 94,41976/1977 Maret 14,5 32,2 46,71977/1978 Maret 13,7 43,9 57,61978/1979 Maret 15,7 14,1 29,81979/1980 Maret 28 18,8 46,81980/1981 Maret 55,9 26,6 82,5198111982 Maret 51,2 22,8 741982/1983 Juni 53,4 16,6 70

September 62,4 4,1 66,5Desember 59,3 12,3 71,6Maret 91,2 10,9 102,1

1983/1984 April 133,1 39,7 172,8M ei 165,2 31,3 196,5Juni 212,1 32,4 244,5Juli 202,6 29,9 232,5Agustus 213,1 31,2 244,3September 204,7 24,8 229,5Oktober 329,2 34,7 363,9Nopember 373,8 42,1 415,9Desember 352,2 21,4 373,6J anuari 358,7 26,9 385,6Pebruari 369,5 26,9 396,4Maret 346,2 30 376,2

1984/1985 April 390,4 35,8 426,2Me i 294,7 37 330,7Juni 260,4 41,4 301,8Juli 231 28,8 259,8Agustus 222,1 28,7 250,8September 1) 189,1 34,9 224

dalam memupuk pembiayaan pembangunan, sejak 22 Oktober 1984 program tersebut

Akhir waktu J umlah

1) Arigka sementara

Tabel IV.5SERTIFlKAT DEPOSITO BANK-BANK, 1970/1971 - 1984/1985

( dalam milyar rupiah)

Departemen Keuangan RI 93

Page 94: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

4.3.2. Pemberian kredit perbankan

Kebijaksanaan perkreditan dalam tahun 1983/1984 dan 1984/1985 adalah sejalan dengan

kebijaksanaan moneter pada umumnya yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi dan pemerataan kesempatan berusaha dengan tetap memelihara kestabilan. Melalui

kebijaksanaan 1 Juni 1983, bank-bank didorong untuk meningkatkan kemampuannya di dalam

melaksanakan pemberian kredit dengan dana yang berasal dari masyarakat. Dengan berlakunya

kebijaksanaan tersebut, kredit perbankan dapat dikelompokkan ke dalam dua jenis, yaitu kredit

yang berprioritas tinggi, dan kredit yang bukan prioritas. Bagi kredit bukan prioritas, sejak

Agustus 1982 tidak lagi disediakan fasilitas kredit likuiditas Bank Indonesia, sedangkan untuk

kredit yang berprioritas tinggi, yaitu dalam rangka tetap mendorong kegiatan pengusaha

golongan ekonomi lemah, serta produksi dalam negeri, fasilitas kredit likuiditas tetap diberikan.

Sebagai tindak lanjut dari kebijaksanaan pembebasan pagu kredit perbankan, serta untuk

menjaga likuiditas bank-bank dalam melaksanakan pemberian kredit sehari-hari, sejak Pebruari

1984 Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan mengenai fasilitas diskonto. Jangka waktu

maksimal diskonto pertama adalah 15 hari, yang dapat diperpanjang maksimal 7 hari untuk

setiap kali perpanjangan, dengan jangka waktu seluruhnya tidak melebihi 29 hari. Jumlah dasar

kredit yang disediakan adalah 5 persen dari jumlah dana pihak ketiga. Fasilitas diskonto kedua

disediakan untuk memudahkan bank dalam mengatasi kesulitan pendanaan hila rencana

penarikan dana tidak sesuai dengan reo ncana penarikan kredit jangka menengah, dan jangka

panjang. Jangka waktu dasar ditetapkan maksimal 60 hari, yang dapat diperpanjang maksimal

30 hari untuk setiap kali perpanjangan, sehingga jangka waktu seluruhnya tidak melebihi 120

hari. Jumlah fasilitas kredit adalah maksimal sebesar 3 persen dari jumlah dana pihak ketiga.

4.3.2.1. Pemberian kredit menurut sektor perbankan

Perkembangan pemberian kredit perbankan yang senantiasa menunjukkan peningkatan

dari tahun ke tahun, merupakan pencerminan dari semakin besarnya peranserta sektor

perbankan dalam pembiayaan pembangunan. Jika pada akhir tahun 1982/1983 posisi pemberian

kredit perbankan adalah sebesar Rp 13.705 milyar, pada akhir tahun 1983/1984 posisinya telah

meningkat menjadi Rp 16.135 milyar atau mengalami peningkatan sebesar Rp 2.430 milyar

(17,7 persen). Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan akhir September, jumlah tersebut

meningkat menjadi sebesar Rp 18.043 milyar, yang berarti dalam periode I April-$eptember

1984 teIjadi peningkatan sebesar Rp 1.908 milyar (11,8 persen). Jumlah tersebut adalah lebih

besar jika dibandingkan dengan peningkatannya dalam periode yang sarna tahun 1983/1984

Departemen Keuangan RI 94

Page 95: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

yang berjumlah sebesar Rp 900 milyar (6,6 persen).

Jika dilihat perkembangannya menurut kelompok bank penyelenggara, tercatat bahwa

jumlah pemberian kredit yang disalurkan melalui bank-bank umum Pemerintah tetap

mengambil bagian yang terbesar. Hal ini sejalan dengan luasnya bidang usaha yang dapat

dijangkau dengan lokasi cabang bank Pemerintah yang terse bar di seluruh Indonesia sampai

ketingkat kecamatan. Penyaluran. kredit melalui bank-bank umum Pemerintah, termasuk kredit

likuiditas Bank Indonesia sampai dengan akhir Sep1Jember 1984 mencapai Rp 12.773 milyar

atau 70,8 persen dari kesduruhan ktedit perbankan. Sedangkan posisi pemberian kredit bank

umum swasta nasional, kredit cabang bank asing, dan kredit langsung Bank Indonesia pada saat

yang sarna masing-masing mencapai Rp 3.269 milyar (18,1 persen), Rp 1.095 milyar (6,1

persen), dan sebesar Rp 906 milyar (5,0 persen). Kenaikan pemberian kredit perbankan sebesar

Rp 1.908 milyar dalam periode April-September 1984 tersebut disebabkan oleh kenaikan kredit

bank-bank umum Pemerintah sebesar Rp 2.490 milyar (24,2 persen), kredit bank-bank umum

swasta nasional sebesar Rp 686 milyar (26,6 persen), dan kredit cabang bank-bank asing

sebesar Rp 118 milyar (12,1 persen), walaupun terjadi penurunan kredit langsung Bank

Indonesia sebesar Rp 1.386 milyar (60,5 persen).

4.3.2.2. Pemberian kredit menurut sektor Pemerintah dan sektor swasta

Kredit perbankan sebagai somber pembiayaan pembangunan dapat diperinci menurut

kredit yang diberikan di sektor Pemerintah, dan kredit yang diberikan di sektor swasta.

Kegiatan yang dibiayai dengan kredit di sektor Pemerintah diantaranya adalah usaha di bidang

perindustrian, pertambangan, dan prasarana listrik, serta kegiatan perekonomian lain yang

dilaksanakan oleh lembaga-Iembaga negara. Adapun kegiatan di sektor swasta yang dibiayai

kredit perbankan adalah semua kegiatan yang diselenggarakan oleh perusahaan swasta,

yayasan, koperasi, perorangan, dan lembaga-Iembaga bukan bank milik swasta.

Posisi pemberian kredit perbankan sebesar Rp 18.043 milyar pada akhir September

1984 digunakan untuk membiayai kegiatan di sektor Pemerintah sebesar Rp 5.505 milyar (30,5

persen), dan di sektor swasta sebesar Rp 12.538 milyar (69,5 persen). Penyaluran kredit untuk

sektor Pemerintah dalam periode April-September 1984 meningkat sebesar Rp 117 milyar, atau

2,2 persen terhadap posisinya sebesar Rp 5.388 milyar pada akhir Maret 1984. Kenaikan terse

but berasal dari peningkatan kredit pada bank umum Pemerintah sebesar Rp 1.514 milyar,

bank-bank umum swasta nasional sebesar Rp 5 milyar, dan cabang bank asing sebesar Rp 3

Departemen Keuangan RI 95

Page 96: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

milyar, walaupun terdapat penurunan kredit yang disalurkan melalui kredit langsung Bank

Indonesia sebesar Rp 1.405 milyar.

Dalam perkembangannya selama periode April-September 1984, pembiayaan kredit di

sektor swasta mengalami peningkatan sebesar Rp 1.791 milyar (16,7 persen), sehingga

posisinya meningkat dari Rp 10.747 milyar pada akhir bulan Maret menjadi Rp 12.538 milyar

pada akhir September 1984. Kenaikan pemberian kredit di sektor swasta tersebut sebagian

besar berasal dari kenaikan kredit bank-bank umum Pemerintah, yaitu sebesar Rp 976 milyar,

dari bank umum swasta nasional sebesar Rp 681 milyar, cabang bank asing sebesar Rp 115

milyar, dan dari Bank Indonesia sebesar Rp 19 milyar. Perkembangan kredit perbankan

menurut sektor Pemerintah dan sektor swasta dapat diikuti pada Tabel IV.6.

1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1077/1978 1978/1979Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret

Bank Indonesia 1) 71 81 86 126 136 177 264 345 343 1.968Sektor Pernerintah 2) 69 78 83 122 132 174 260 342 339 1.948Sektor Swasta 2 3 3 4 4 3 4 3 4Bank-bank Urnurn Pernerintah 163 253 374 470 815 1.111 1.516 1.869 2.187 2.696Likuiditas sendiri 72 138 221 302 538 686 1.008 1.174 1.542 1.883Sektor Pernerinta

20

h 7 21 46 11 38 71 104 119 199 207Sektor Swasta 65 117 175 291 500 615 904 1.055 1.443 1.676Likuiditas Bank Indonesia 91 115 153 168 277 425 508 695 545 813Sektor Pernerintah 50 39 57 59 104 203 312 428 411 559Sektor Swasta 41 76 96 109 173 222 196 267 134 254Bank-bank Urnurn Swasta Nasional 22 28 35 55 72 98 149 211 286 382Likuiditas sendiri 21 24 28 49 67 93 140 199 274 347Sektor Pernerintah - - 2 3 3 4 4 4 5Sektor Swasta 21 24 28 47 64 90 136 195 270 342Likuiditas Bank Indonesia 1 4 7 6 5 5 9 12 12Sektor Swasta 1 4 7 6 5 5 9 12 12Cabang Bankotiank asing 3) 4 11 15 34 64 63 76 99 144 207Sektor Pernerinta

3535

h - - - 2 1 -Sektor Swasta 4 11 15 34 64 63 74 98 144Jurnlah kredit perbankan 4) 260 373 510 685 1.087 1.449 2.005 2.524 2.960 5.253Sektor Pernerinta

2205

h 126 138 184 194 277 451 682 894 953 2.721Sektor Swasta 134 235 326 491 810 998 1.323 1.630 2.007 2.532Kredit dalarn valuta aging - 6 24 85 127 305 984 1.193 1.115 387

Tabel IV.6KREDIT PERBANKAN DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING MENURUT SEKTOR PEMERINTAH DAN SEKTOR SWASTA, 1969/1970 – 1984/1985

(dalam milyar rupiah)

Sektor

1). Kredit langsung Bank Indonesia2). Sejak Maret 1979 terrnasuk pinjarnan valuta aging kepada Pertarnina yang dinyatakan dalarn rupiah3). Likuiditas sendiri4). Kredit dalarn rupiah, terrnasuk kredit investasi, KIK dan KMKP

4.3.2.3. Pemberian kredit perbankan menurut sektor ekonomi

Menurut sektor ekonomi, pemberian kredit perbankan sebesar Rp 18.043 milyar pada akhir

September 1984 digunakan untuk kegiatan di sektor produksi sebesar Rp 8.018 milyar (44,4

persen), di sektor perdagangan sebesar Rp 6.227 milyar (34,5 persen), dan untuk kegiatan di

sektor lainnya sebesar Rp 3.798 milyar (21,1 persen). Jumlah pemberian kredit untuk kegiatan

di sektor produksi sampai dengan bulan September 1984 sebesar Rp 8.018 milyar tersebut

digunakan untuk bidang perindustrian sebesar Rp 6.293 milyar, bidang pertanian sebesar Rp

Departemen Keuangan RI 96

Page 97: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

1.347 milyar, dan bidang pertambangan sebesar Rp 378 milyar. Selama periode April-

September 1984 pemberian kredit untuk kegiatan produksi meningkat sebesar Rp 329 milyar

(4,3 persen) yang berasal dari kenaikan kredit di bidang perindustrian sebesar Rp579 milyar,

dan di bidang pertanian sebesar Rp 42 milyar, di samping penurunan di bidang pertambangan

sebesar Rp 292 milyar. Sementara itu posisi pemberian kredit untuk ,egiatan di sektor

perdagangan sampai dengan bulan September 1984 adalah sebesar lp 6.227 milyar, ini berarti

bahwa selama periode April-September 1984 telah meningkat sebesar Rp 930 milyar.

Sedangkan kredit untuk sektor ekonomi lainnya dalam periode yang iama telah meningkat

sebesar Rp 649 milyar. Pemberian kredit di sektor perdagangan sebagian besar digunakan untuk

pembiayaan pengadaan pangan. Di samping itu tercatat beberapa kegiatan lainnya yang dibiayai

oleh kredit di sektor perdagangan, yaitu antara lain lsaha pengumpulan barang-barang dalam

negeri, impor pupuk dan batu bara, distribusi kebutuhan pokok, dan perdagangan eceran.

1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret

Bank Indonesia 1) 71 81 86 126 136 177 264 345 343 1.968Produksi 2) - - - 18 21 17 104 206 166 1.735Perdagangan - - - 105 112 158 149 130 165 202Lain-lain - - - 3 3 2 11 9 12 3Bank-bank Umum Pemerintah 163 253 374 470 815 0,11875 1.516 1.869 2.187 2.696Produksi - - - 223 390 468 719 979 1.165 1.565Perdagangan - - - 149 247 388 528 530 602 679Lain-lain - - - 98 178 255 269 360 420 452Bank-bank Umum SwastaNasional 22 28 35 55 72 98 149 211 286 382Produksi - - - 15 21 29 45 64 82Perdagangan - - - 22 23 29 62 94 130 181Lain-lain - - - 18 28 40 42 53 74 90Cabang Bank-bank asing 4 11 15 34 64 63 76 99 144 207Produksi - - - 13 25 22 33 42 75Perdagangan - - - 14 15 15 27 39 47 71Lain-lain - - - 7 24 26 16 18 22 3Jumlah kredit perbankan 3) 260 373 510 685 1.087 1.449 2.005 2.524 2.960 5.253Produksi - - - 269 457 536 901 1.291 1.488 3.515Perdagangan - - - 290 397 590 766 793 944 1.133Lain-lain - - - 126 233 323 338 440 528 605Kredit dalam valuta asing - 6 24 85 127 305 984 1.193 1.193 387

1) Kredit langsung Bank Indonesia2) Sejak Maret 1979 termasukpinjaman valuta asing kepada Pertamina yang dinyatakan dalam rupiah3) Termasuk kredit investasi, KIK dan KMKP, sampai dengan akhir Maret 1980 adalah posisikredit dalam rupiah 4) Angka sementara

Tabel IV.7KREDIT PERBANKAN DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING MENURUT SEKTOR EKONOMI, 1969/1970 – 1984/1985

(dalam milyar rupiah)

SEKTOR

1

111

104

2

Departemen Keuangan RI 97

Page 98: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

1979/80 1980/81 1981/82 1982/83Maret Maret Maret Maret Juni Sept. Des. Maret April Me i Juni Juni

Bank Indonesia 1) 2.009 2.314 2.632 2.388 2.293 2.362 2.356 2.292 1.084 1.081 895 923 938 906Produksi 2) 1. 784 1.795 1.592 1.139 1.027 930 720 574 521 501 301 304 274 273Perdagangan 178 402 813 821 837 955 1.110 1.169 -- - - - - -Lain-lain 47 117 227 428 429 477 526 549 563 580 594 619 664 633Bank-bank Umum Pemerintah 3.114 4.620 6.353 8.854 9.062 9.542 12.773Produksi 1.842 2.526 3.325 4.970 5.116 5.164 5.405 5.854 5.860 5.908 6.071 6.064 6.131 6.253Perdagangan 762 1.121 1.678 2.293 2.353 2.757 2.757 2.712 3.902 4.139 4.328 4.502 4.728 4.477Lain-lain 510 973 1.350 1.591 1.593 1.621 1.625 1.717 1.750 1.735 1.708 1.726 1.785 2.043Bank-bank Umum Swasta Nasional 508 784 1.163 1.726 1.784 1.966 2.295 2.583 2.701 2.808 2.917 3.039 3.177 3.269Produksi 148 178 261 450 466 541 645 718 775 780. 811 827 870 905Perdagangan 232 382 580 780 785 849 990 1.127 1.165 1.216 1.249 1.318 1.399 1.427Lain-lain 128 224 322 496 533 576 660 738 761 812 857 894 908 937Cabang Bank-bank asing 284 436 587 737 661 735 861 977 981 1.004 1.039 1.031 1.068 1.095Produksi 159 273 344 412 384 416 470 543 547 555 561 542 560 587Perdagangan 76 121 192 241 212 240 275 289 292 296 311 312 323 323Lain-lain 49 42 51 84 65 79 116 145 142 153 167 177 185 185Jumlah kredit perbankan 3) 5.915 8.111 10.735 13.705 13.800 14.605 15.299 16.135 16.278 16.675 16.958 17.285 17.827 18..043Produksi 3.933 4.772 5.522 6.971 6.993 7.051 7.240 7.689 7.703 7.744 7.744 7.737 7.835 8.018Perdagangan 1.248 2.026 3.263 4.135 4.187 4.801 5.132 5.297 5.359 5.651 5.888 6.132 6.450 6.227Lain-lain 734 1.356 1.950 2.599 2.620 2.753 2.927 3.149 3.216 3.280 3.326 3.416 3.542 3.798(Kredit da1am valuta asing) 412 359 462 901 827 939 987 1.065 1.017 1.006 1.115 1.127 1.136 1.146

1) Kredit langsung Bank Indonesia2) Sejak Maret 1979 termasuk pinjaman valuta asing kepada Pertamina yang dinyatakan dalam rupiah3) Termasuk kredit investasi, KIK dan KMKP, sampai dengan akhir Maret 1980 adalah posisikredit dalam rupiah 4) Angka sementara

9.787 10.283 11.512 11.782 12.107 12.292 12.644

S e k t o.r1983/84 1984/85

Agost. 4) Sept. 4)

4.2.4. Pemberian kredit perbankan menurut Dati I

Pemerataan sarana dan hasil pembangunan juga diusahakan melalui pemberian fasilitas

kredit perbankan untuk membiayai kegiatan perekonomian di berbagai sektor yang dialokasikan

sesuai dengan kebutuhannya di masing-masing daerah tingkat I di Indonesia. Sampai dengan

akhir bulan September 1984, pemberian kredit perbankan untuk seluruh Dati I di Indonesia,

tidak termasuk kredit langsung Bank Indonesia, telah mencapai jumlah sebesar Rp 16.582,3

milyar. Kredit tersebut digunakan untuk berbagai kegiatan perekonomian yang dapat diperinci

sebagai berikut. Untuk membiayai kegiatan di sektor produksi telah dipergunakan kredit

sebesar Rp 7.303,0 milyar (44,0 persen), bidang pertanian sebesar Rp 1.347,3 milyar, bidang

pertambangan sebesar Rp 104,4 milyar, dan bidang perindustrian sebesar Rp 5.851,3 milyar.

Untuk sektor perdagangan telah disalurkan sebesar Rp 6.167,6 tnilyar (37,2 persen), dan di

sektor lain-lain sebesar Rp 3.111,7 milyar (18,8 persen) termasuk kredit untuk bidang jasa-jasa

sebesar Rp 2.768,8 milyar. Secara keseluruhan, dalam periode ]anuari-September 1984 telah

terjadi peningkatan pemberian kredit di seluruh Dati I sebesar Rp 4.626,5 milyar (38,7 persen),

yang berasal dari kenaikan pemberian kredit di sektor produksi sebesar Rp 604,9 milyar (9,0

persen), sektor perdagangan sebesar Rp 2.496,8 milyar (68,0 persen), dan sektor lain-lain

sebesar Rp 1.524,8 milyar (96,1 persen).

Bila dilihat pemberian kredit di tiap-tiap Dati I, terlihat perkembangan yang cukup

menggembir_kan, karena daerah di luar pulau Jawa telah menikmati pemberian kredit yang

lebih meningkat. Di Dati I Sumatera Utara terdapat peningkatan volume kredit yang cukup

besar, yaitu sebesar Rp 165,1 milyar (20,7 persen), disusul kemudian oleh Dati I Sumatera

Selatan dengan Rp 115,6 milyar (49,4 persen), Dati I Kalimantan Barat dengan Rp 67,0 milyar

Departemen Keuangan RI 98

Page 99: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

(32,6 persen), Dati I Sumatera Barat dengan Rp 51,4 milyar (26,5 persen), dan di Dati I

Kalimantan Timur meningkat dengan Rp 50,7 milyar (24,0 persen). Posisi penyaluran kredit di

Dati I DKI Jakarta raJa akhir bulan September 1984 menunjukkan jumlah sebesar Rp8.351,1

milyar. Dengan demikian selama sembilan bulan dalam tahun 1984, penggunaan kredit di DKI

Jaya telah meningkat sebesar Rp 3.183,3 milyar (61,6 persen) terhadap posisinya sebesar Rp

5.167,8 milyar raJa akhir bulan Desember 1983. Peningkatan tersebut tersalur ke sektor

produksi sebesar Rp 278,2 milyar (9,5 persen), ke sektor perdagangan sebesar Rp1.932,7 milyar

(25,8 persen), dan ke sektor lain-lain sebesar Rp 972,4 milyar (35,4 persen). Dati I Jawa Timur

telah menggunakan kredit sebesar Rp 1.839,2 milyar, yang berarti meningkat sebesar Rp355,3

milyar (23,9 persen) terhadap posisinya sebesar Rp 1.483,9 milyar raJa akhir bulan Desember

1983. Pertambahan tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan di sektor produksi sebesar Rp 169,8

milyar (19,2 persen), sektor peraagangan sebesar Rp 124,6 milyar (25,6 persen), dan sektor

lain-lain sebesar Rp 60,9 milyar (53,3 persen). Kenaikan kredit yang cukup tinggi di sektor

produksi terutama digunakan untuk kegiatan perindustrian. Dalam periode yang sarna, Dati I

Jawa Tengah telah menggunakan kredit scbesar Rp 978,6 milyar, yang berarti meningkat

sebesar Rp 147,4 milyar (17,7 persen) dari posisinya sebesar Rp 831,2 milyar raJa akhir bulan

Desember 1983. Jumlah pertambahan tersebut dipergunakan ulltuk membiayai usaha di sektor

produksi sebesar Rp 38,4 milyar (8,3 persen), di sektor perdagangan sebesar Rp 66,8 milyar

(23,2 persen), dan di sektor lain-lain sebesar Rp 42,2 milyar (50,8 persen). Dati I Jawa Barat

sampai dengan akhir bulan September 1984 telah menggunakan kredit sebesar Rp 1.297 milyar,

atau selama sembilan bulan terse but telah meningkat sebesar Rp 185,5 milyar (16,7 persen).

Jumlah peningkatan terse but dipergunakan untuk kegiatan di sektor produksi sebesar Rp 12,5

milyar (2,1 persen), di sektor perdagangan sebesar Rp 72,0 milyar (25,7 persen), dan di sektor

lain-lain sebesar Rp 101,0 milyar (41,0 persen). Jumlah pemberian kredit di Dati I lainnya,

sampai dengan akhir bulan September 1984 adalah sebesar Rp 4.115,9 milyar. Dengan

demikian sejak akhir bulan Desember 1983 telah meningkat sebesar Rp 755,0 milyar (22,5

persen). Seperti halnya raJa Dati I-Dati I terse but di atas, kenaikan pemberian kredit sebagian

besar berasal dari penggunaan kredit di sektor produksi sebesar Rp 106,0 milyar (5,7 persen),

perdagangan sebesar Rp 300,7 milyar (27,8 persen), dan di sektor lain-lain sebesar Rp 348,3

milyar (82,0 persen). perkembangan pemberian kredit perbankan menurut Dati I sampai dengan

akhir bulan Agustus 1984, dapat diikuti pada Tabel IV.8.

Departemen Keuangan RI 99

Page 100: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Des. Sept. Des. Sept. Des. Sept. Des. Sept. 21. DKl Jaya 2.913,40 3.191,60 1.536,20 3.468,90 718,2 1.690,60 5.167,80 8.351,102. Jawa Timur 882,5 1.052,30 487,1 611,7 114,3 175,2 1.483,90 1.839,203. Jawa Barat 585,7 598,2 279,9 351,9 246,4 347,4 1.112,00 1.297,504. Jawa Tengah 460,5 498,9 287,6 354,4 83,1 125,3 831,2 978,65. Sumatera Utara 522,9 589,8 208,9 238,2 66,1 135 797,9 9636. Sumatera Selatan 112,3 112,5 85 175,5 36,6 61,5 233,9 349,57. Sulawesi Selatan 117 118,6 106,9 126,9 48 69,8 271,9 315,3

203,5 44,2 40 17,6 29,1 205,6 272,69. Kalimantan Timur 152,7 169,8 38,2 56,5 20,3 35,6 211,2 261,910. Sumatera Barat 104,4 116,9 52,9 70,6 36,4 57,6 193,7 245,111. Lampung 82,5 83,8 81,3 113,9 18,8 34 182,6 231,712. Kalimantan Selatan 124,4 114,4 48,9 73,8 16,5 35 189,8 223,213. Maluku 86,1 101,2 48 62,1 7 20,2 141,1 183,514. Ria u 85,8 88 33,1" 47,3 17,3 42,5 136,2 177,815. B a l i 48,8 47,1 55,9 65,8 23,2 32,4 127,9 145,316. D.I. Yogyakarta 51,8 53,9 40,4 51 24 30,7 116,2 135,617. D.I. Ace h 41,2 24,5 54 59 15,9 41,8 111,1 125,318. Sulawesi Utara 43,5 34 53,5 53,7 13,7 26,6 110,7 114,319. Jam b i 29,2 36,7 21,2 25 8,6 13,7 59 75,:1-20. Sulawesi Tengah 25 14,9 24,1 25,2 9,6 21,9 58,7 6221. Nusa Tenggara Barat 25,2 20,6 23,2 25,7 10,1 15,1 58,5 61,422. Kalimantan Tengah 15,5 13,4 15,1 18,9 4,5 10,4 35,1 42,723. Nusa Tenggara Timur 15,1 9,2 15 18,3 8,4 12,6 38,5 40,124. IrianJaya 10,3 2,1 10,2 11,3 8,3 18,6 28,8 3225. Sulawesi Tenggara 8,9 2,6 13,4 14,3 5,5 13,1 27,8 3026. Bengkulu 8,9 4,2 5,9 6,9 7,7 14,6 22,5 25,727. Timor Timur 0,7 0,3 0,7 0,8 0,8 1,4 2,2 2,5Jumlah 6.698,10 7.303,00 3.670,80 6.167,60 1.586,90 3.111,70 11.955,80 16.582,30

D ati I

(dalam milyar rupiah)

Produksi

Tabel IV. 8.KREDIT RUPIAH PERBANKAN MENURUT DATI I DAN SEKTOR EKONOMI

TIDAK TERMASUK KREDIT LANGSUNG BANK INDONESIA 1)DESEMBER 1983 - SEPTEMBER 1984

Perdagangan Lain-lain Jumlah

8. Kalimantan Barat

1) Termasuk Bapindo dan Bank Pembangunan Daerah2) Angka sementara

)

4.3.2.5. Pemberian kredit investasi

Kegiatan investasi terus berkembang sejalan dengan kegiatan pembangunan yang

semakin meningkat. Sehubungan dengan itu, Pemerintah senantiasa menyempurnakan

ketentuan-ketentuan yang menunjang pelaksanaan investasi, alltara lain bank-bank Pemerintah

dapat memberikan fasilitas kredit investasi ulltuk industri perkayuan yang berintikan kayu lapis.

Demikian pula bank-bank swasta nasional, dan bank asing yang memenuhi persyaratan, dapat

pula berperan serta memberikan kredit untuk pembiayaan investasi dengan jumlah maksimum

masing-masing sebesar 20 persen dan 35 persen dari baki debet pinjaman, dan sebanyak

mungkin dipergunakan untuk proyek-proyek yang menggunakan hasil produksi dalam negeri.

Jumlah maksimum pinjaman untuk setiap nasabah bank umllm swasta nasional adalah 10

persen dari modal sendiri, dan tidak lebih dari Rp 1 milyar. SelanjUtnya bank-bank umum

Departemen Keuangan RI 100

Page 101: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

swasta nasional, dan bank-bank asing diberikan kesempatan melakukan penyertaan modal

dalam perusahaan-perusahaan yang potensial, dengan jangka waktu maksimum 8 tahun.

Sampai dengan akhir bulan September 1984, pinjaman investasi perbankan dalam

rupiah dan valuta asing yang disetujui telah mencapai jumlah sebesar Rp 6.199 milyar. Jumlah

terse but telah disalurkan oleh bank-bank Pemerimah sebesar Rp 4.674 milyar, oleh Bank

Indonesia sebesar Rp 1.371 milyar, oleh bank-bank umum swasta nasional sebesar Rp 152

milyar, dan oleh cabang bank-bank asing sebesar Rp 2 milyar. Keseluruhan jumlah kredit

sebesar Rp 6.199 milyar tersebut dipergunakan untuk kegiatan di bidang perindustrian sebesar

Rp 2.766 milyar (44,6 persen), jasa-jasa sebesar Rp 1.004 milyar (16,2 persen), pertanian

sebesar Rp 891 milyar (14,4 persen), pertambangan sebesar Rp 734 milyar (11,8 persen),

perdagangan sebesar Rp 223 milyar (3,6 persen), dan di bidang lain-lain sebesar Rp 581,0

milyar (9,4 persen). Dibandingkan dengan posisinya pada bulan Maret 1984, dalam periode

April-September 1984 telah terjadi peningkatan yang cukup berarti terutama di bidang

perindustrian, dan di bidang jasa-jasa, yaitu masing-masing meningkat dcngan Rp 193 milyar

(7,5 persen), dan Rp 114 milyar (12,8 persen). Menyusul kemudian peningkatan di bidang

pertanian st;besar Rp 99 milyar (12,5 persen), perdagangan sebesar Rp 73 milyar (48,7 persen),

dan di bidang lain-lain sebesar Rp 49 milyar (9,2 persen). Dilain pihak terdapat penurunan di

bidang pertambangan sebesar Rp 19 milyar (2,5 persen). Dengan demikian secara keseluruhan

dalam periode April-September 1984, te12h terjadi peningkatan sebesar Rp 509 milyar (8,9

persen) atau rata-rata perbulan sebesar Rp 85 milyar. Kenaikan dalam periode 1984/1985

tersebut adalah lebih baik dari yang terjadi dalam periode 1983/1984 yang mengalami

penurunan sebesar Rp 306 milyar (5,1 persen).

Ada pun posisi kredit investasi yang telah direalisasikan sampai dengan akhir bulan September

1984 adalah sebesar Rp 4.795 milyar. Dengan demikian, dalam periode AprilSeptember 1984

telah terjadi peningkatan sebesar Rp 63 milyar (1,3 persen) terhadap posisinya sebesar Rp 4.732

milyar pada akhir bulan Maret 1984. Peningkatan tersebut hemal dari kenaikan kredit di

berbagai sektor ekonomi, terutama di bidang jasa-jasa, dan di bidang pertanian, yaitu masing-

masing sebesar Rp 132 milyar (17,6 persen), dan sebesar Rp 92 milyar (18,6 persen). Juga

terjadi kenaikan di bidang perdagangan sebesar Rp 61 milyar (57,5 persen), dan di bidang -lain-

lain sebesar Rp 82 milyar (19,0 persen), di samping penurunan di bidang pertambangan sebesar

Rp 292 milyar (46,2 persen), dan di. bidang perindustrian sebesar Rp 12 milyar (0,5 persen).

Departemen Keuangan RI 101

Page 102: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

1978/1979Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret Maret

Yang disetujui perbankan 32 78 115 147 175 198 270 343 362 448Pertanian 8 20 11 12 18 19 36 48 69 86Industri 11 35 61 75 84 100 110 137 143 154Pertambangan 1 - - 1 1 - 5 5 5 10Jasa-jasa 2) 11 22 40 54 62 66 104 137 127 185Lain - lain 1 1 3 5 10 13 15 16 18Realisasi 17 49 77 107 119 143 196 263 288 343Pertanian 6 13 6 8 10 13 29 41 57 71Industri 5 20 45 58 61 73 82 97 109Pertambangan 1 - - - - - 5 4 3 2Jasa - jasa 2) 5 15 25 39 41 47 70 111 107Lain -lain - 1 1 2 7 10 10 10 12 91) Sampai dengan Maret 1980, adalah posisi kredit investasi dalam rupiah pada bank-bank Pemerintah

Tabel IV. 9KREDIT INVESTASI PERBANKAN DALAM RUPIAH DAN VALUTA ASING

MENURUT SEKTOR EKONOMI, 1) 1969/1970 - 1984/1985( dalam mityar rupiah )

1969/1970 1970/1971 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977

2) Termasuk kredit untuk sektor perdagangan

1977/1978

13

118

143

1979/80 1980/81 1981/82 1982/83Maret Maret Maret Maret Juni Sept Des Maret April Mei Juni Juli

Yang disetujui perbankan 662 3.752 4.571 5.996 5.393 5.650 5.793 5.690 5.755 5.762 5.681 5.794 6.054 6.199Pertanian 114 243 355 644 617 713 734 792 815 831 852 878 875 891lndustri 212 968 1.314 2.164 2.304 2.359 2.480 2.573 2.579 2.602 2.643 2.669 2.722 2.766Pertambangan 6 1.973 2.002 1.934 1.092 1.040 837 753 753 737 562 564 736 734Perdagangan - 49 84 121 121 138 129 150 158 160 167 184 177 223Jasa-jasa 2) 306 485 661 800 894 984 1.141 890 916 899 925 963 975 1.004Lain -lain 24 34 155 333 365 416 472 532 534 533 532 536 569 581Realisasi 463 3.311 3.759 4.605 4.455 4.579 4.648 4.732 4.670 4.668 4.658 4.630 4.694 4.795Pertanian 78 117 219 389 416 438 477 495 509 522 539 583 586 587lndustri 158 917 1.190 1.958 1.894 2.003 2.176 2.316 2.248 2.222 2.340 2.225 2.242 2.304Pertambangan 2 1.806 1.623 1.182 1.073 983 769 632 579 563 366 367 340 340Perdagangan 39 67 99 101 117 115 106 121 123 134 139 150 167Jasa-jasa 2) 207 361 521 676 645 663 716 752 765 773 813 827 870 884Lain - lain 18 71 139 301 326 375 395 431 448 465 466 489 506 513

3) Angka sementara.

1) Sampai dengan Maret 1980, adalah posisi kredit investasi dalam rupiah pacta bank-bank Pemerintah.2) Sampai dengan Maret 1980, termasuk kredit untuk sektor perdagangan

Sektor1983/1984 1984/1985

Agust 3) Sept 3)

4.3.2.6. Program kredit untuk golongan ekonomi lemah

Untuk mendorong peranan pengusaha golongan ekonomi lemah dalam meningkatkan

produksi dalam negeri, kebijaksanaan moDeler perbankan 1 Juni 1983 tetap memberikan

bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, melalui pemberian fasilitas kredit

perbankan untuk jenis usaha yang berprioritas tinggi. Sehubungan dengan hat itu,

pembiayaannya tetap disediakan melalui fasilitas kredit likuiditas Bank Indonesia, di samping

keringanan suku bunga, dan kemudahan-kemudahan untuk memperoleh kredit yang diperlukan.

Beberapa jenis kredit berprioritas tinggi tersebut antara lain adalah Kredit Investasi Kecil

(KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Kredit Kecil (KK), Kredit Umum Pedesaan

(Kupedes), Kredit Koperasi, Kredit Bimas, kredit investasi sampai dengan Rp 75,0 juta, Kredit

Pemilikan Rumah (KPR), dan Kredit Candak Kulak (KCK).

Pemberian fasilitas kredit melalui Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredit Modal Kerja

Permanen (KMKP) kepada pengusaha kecil yang dilaksanakan sejak akhir tahun 1973, te1ah

mengalami beberapa penyempurnaan, baik mengenai besarnya volume kredit yang diberikan

maupun mengenai bagian pembiayaan pinjaman, suku bunga serta jangka waktu pinjamannya.

Departemen Keuangan RI 102

Page 103: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Jika pada awal dilaksanakannya, jumlah maksimum KIK adalah sebesar Rp 5 juta setiap

nasabah dengan suku bunga 12 persen setahun, dan jangka waktu maksimum 5 tahun, maka

dalam perkembangannya hingga bulan September 1980 jumlah maksimum KIK te1ah menjadi

Rp 10 juta, dapat diberikan tambahan plafon sebesar Rp 5 juta, suku bunga 10,5 persen setahun

dengan jangka waktu maksimum menjadi 10 tahun. Sejak tanggal 1 Juni 1983, bat as tertinggi

KIK dinaikkan lagi menjadi Rp 15 juta, tanpa adanya tambahan plafon, daD dengan suku bunga

12 persen setahun. Selanjutnya pada bulan Juli 1984 diadakan penyesuaian dalam

kebijaksanaan KIK/ KMKP. Jumlah kredit likuiditas Bank Indonesia untuk program kredit ini

yang semula ditetapkan 80 persen, di tUrunkan menjadi 55 persen, sedang sisanya sebesar 25

persen akan dibiayai dengan dana yang berasal dari Bank Dunia, sedangkan bagian dana dari

bank pelaksana tetap 20 persen. Jangka waktu KIK adalah 8 tahun dengan masa tenggang 4

tahun, serta plafon kredit yang dapat disesuaikan dengan kemampuan pelunasan pinjaman oleh

nasabah. Ketentuan jumlah maksimum KMKP pada awal diselenggarakannya program ini

adalahsebesar Rp 5 juta rupiah, dengan suku bunga 15 persen setahun, danjangka waktu

maksimum 3 tahun. Selanjutnya sejak September 1980 plafon KMKP te1ah menjadi Rp 10 juta,

dan diberikan tambahan plafon sebesar Rp 5 juta, sehingga jumlah maksimum kredit menjadi

Rp 15 jtita, dengan jangka waktu 3 tahun (yang setiap saat dapat diperpanjang), dan suku bunga

12 persen setahun. Mulai 1 Juni 1983 jumlah kredit tersebut ditingkatkan menjadi Rp 15 juta

tanpa tambahan plafon, dengan suku bunga tetap sebesar 12 persen setahun. Dalam bulan Juli

1984, jangka waktu KMKP ditetapkan 5 tahun dengan masa tenggang 1 tahun, dan plafon

kredit yang senantiasa disesuaikan dengan kemampuan pelunasan pinjaman oleh nasabah.

Jumlah KIK dan KMKP yang disetujui sampai dengan bulan September 1984 tercatat sebesar

Rp 2.945 milyar, dengan jumlah 1.956 ribu pemohon. Jumlah-jumlah tersebut terdiri dari KIK

yang disetujui sebesar Rp 872 milyar (29,6 persen) dengan 238 ribu pemohon, dan KMKP yang

disetujui sebesar Rp 2.073 milyar (70,4 persen) dengan 1.718 ribu pemohon. Dalam periode

April-September 1984, jumlah KIK mengalami peningkatan sebesar Rp 47 milyar (5,7 persen)

dengan pyningkatan nasabah sebesar 10 ribu pemohon (4,4 persell), sedangkan KMKP

meningkat sebesar Rp 212 milyar (11,4 persen) dengan peningkatan nasabah sebesar 97 ribu

pemohon (6,0 persen). Dengan demikian posisi KIK dan KMKP dalam 6 bulan pertama tahun

anggaran 1984/1985 (April-September 1984) menunjukkan pertambahan sebesar Rp 259 milyar

(9,6 persen), dengan peningkatan permohonan sebanyak 107 ribu pemohon, atau rata-rata setiap

bulannya meningkat sebesar Rp 43,2 milyar dengan 18 ribu pemohon.,Perkembangan KIK dan

KMKP dapat dilihat pada Tabel IV.10.

Departemen Keuangan RI 103

Page 104: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

KIK KMKP1973/1974 Maret 6 41974/1975 Maret 19 181975/1976 Maret 34 411976/1977 Maret 55 751977/1978 Maret 79 1241978/1979 Maret 113 1881979/1980 Maret 190 3491980/1981 Maret 366 6561981/1982 Juni 421 799

September 477 958 .Desember 528 1.062Maret 571 1.178

1982/1983 Juni 608 1.300September 648 1.378Desember 685 1.454Maret 723 1.542

1983/1984 April 732 1.578Mei 741 1.605Juni 749 . 1.627Juli 756 1.657Agustus 766 1.679September 778 1.697Oktober 783 1.725Nopember 790 1. 761Desember 799 1.798J anuari 805 1.814Pebruari 819 1.830Maret 825 1.861

1984/1985 April 835 1.888Mei 847 1.938Juni 882 1.961Juli 857 1.998Agustus 860 2.022September 1) 872 2.073

Periode

Tabel IV. 10

1) Angka sementara

VESTASI KECIL DAN KREDIT MODAL KERJA PYANG DISETUJUI 1973/1974 - 1984/1985

(dalam milyar rupiah)

Pemberian Kredit Kecil (KK) yang diselenggarakan sejak tahun 1974, senantiasa

ditingkatkan dari waktu kewaktu sesuai dengan perkembangan. Di samping Kredit Kecil, sejak

tahun 1978 telah pula diselenggarakan program kredit Midi untuk pengusaha yang memerlukan

kredit dalam jumlah maksimum sampai dengan Rp 500 ribu. Berbeda dengan Kredit Kecil yang

sumber dananya berasal dari APBN, Kredit Midi dananya sebagian berasal dari kredit likuiditas

Bank Indonesia, dan sebagian lagi dari bank pelaksana. Selanjutnya sejak Januari 1984 telah

Departemen Keuangan RI 104

Page 105: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

diselenggarakan program kredit baru yang merupakan pengganti dari program Kredit Kecil, dan

Kredit Midi. Fasilitas kredit untuk pengusaha kecil ini dikenal dengan Kredit Umum Pedesaan

(Kupedes). Kredit ini dananya berasal dari kredit likuiditas Bank Indonesia, dana perbankan

yang berhasil dihimpun dari masyarakat, dan dana APBN yang telah disalurkan dalam rangka

penyelenggaraan program Kredit Keci!. Sampal dengan akhir September 1984, posisi Kredit

Kecil tercatat sebesar Rp 14,4 milyar atau suatu penurunan sebesar Rp 22,1 milyar ( 60,5 persen

) terhadap posisinya pada akhir bulan Maret 1984 sebesar Rp 36,5 milyar. Penurunan tersebut

terdiri dari penurunan kredit untuk usaha investasi sebesar Rp 1,5 milyar, dan untuk usaha

eksploitasi sebesar Rp 20,6 milyar, yang disebabkan karena selain makin banyak para nasabah

mengembalikan kredit dalam periode tersebut, juga disebabkan beralihnya nasabah Kredit Kecil

ke Kredit Umum Pedesaan. Dengan dikeluarkannya fasilitas Kupedes ini, fasilitas Kredit Mini

dan Kredit Midi masih diteruskan sampai dengan jatuh tempo kredit masing-masing, sedangkan

permintaan kredit baru dialihkan ke Kupedes. Fasilitas kredit ini dimaksudkan untuk

mengembangkan, dan meningkatkan usaha-usaha kecil di pedesaan, baik usaha-usaha yang

sebelumnya pernah dibantu dengan fasilitas Kredit Kecil/Kredit Midi, maupun usaha calon

nasabah baru. Jumlah pinjaman yang diberikan kepada nasabah Kupedes adalah minimum

sebesar Rp 25.000,- dan maksimum sebesar Rp 1.000.000,-. Kredit tersebut dapat digunakan

untuk investasi dengan bunga 12 persen setahun, dan jangka waktu maksimum 3 tahun. Dalam

hal Kupedes dipergunakan untuk modal kerja dikenakan suku bunga 18 persen setahun, dan

jangka waktu maksimum 2 tahun. Bagi nasabah yang menunggak pengembalian pinjamannya,

suku bunga_ya akan dinaikkan masing-masing menjadi 18 persen setahun untuk kredit

investasi, dan 24 persen setahun untuk kredit modal kerja. Sampai dengan akhir September

1984, posisi Kupedes yang diselenggarakan sejak Januari 1984 telah mencapai Rp 88,6 milyar,

atau rata-rata Rp 9,8 milyar setiap bulan. Perkembangan Kredit Kecil dan Kupedes dapat dilihat

pada Tabel IV.11.

Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan pemberian kredit kepada pengusaha kecil,

PT Askrindo dalam kegiatannya telah menyediakan jasa pertanggungan atas kredit perbankan

yang diberikan. Dalam tahun 1984 sampai dengan bulan September 1984, jumlah per-

tanggungan yang diberikan terhadap. Kredit Investasi Kecil (KIK) adalah sebesar Rp 71,2

milyar untuk 13 ribu nasabah, terhadap Kredit Modal Kerja Perman en (KMKP) sebesar

Rp236,2 milyar untuk 176 ribu nasabah, dan terhadap kredit eksploitasi biasa sebesar Rp 36,9

milyar untuk 62 ribu nasabah. Secara keseluruhan, jumlah pertanggungan yang diberikan

kepada KIK, KMKP, dan kredit eksploitasi biasa adalah sebesar Rp 344,3 milyar untuk 251

Departemen Keuangan RI 105

Page 106: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

ribu nasabah. Menurut sektor ekonomi, dari keseluruhan jumlah pertanggungan tersebut di atas,

sebesar Rp 11,7 milyar merupakan jumlah pertanggungan yang diberikan secara masal kepada

124 ribu nasabah, dan Rp 332,6 milyar merupakan pertanggungan kredit yang diberikan secara

individual kepada 127 ribu nasabah. Secara terperinci pemberian pertanggungan secara masal

meliputi sektor pertanian sebesar Rp 8,5 milyar untuk 122 ribu nasabah, perdagangan sebesar

Rp 1,4 milyar untUk 389 nasabah, dan sektor jasa-jasa sebesar Rp 1,8 milyar untuk 1.682

nasabah. Pemberian pertanggungan secara individual terdiri dari nilai pertanggungan di sektor

pertanian sebesar Rp 10,0 milyar untuk 5 ribu nasabah, industri sebesar Rp 23,2 milyar untuk 5

ribu nasabah, perdagangan sebesar Rp 231,4 milyar untuk 68 ribu nasabah, jasa-jasa sebesar

Rp49,1 milyar untuk 9 ribu nasabah, dan di sektor ekonomi lainnya sebesar Rp 18,9 milyar

untuk 40 ribu nasabah. Di dalam keseluruhan kredit yang dijamin PT Askrindo, termasuk kredit

sebesar Rp 0,2 juta untuk satU BUUD/KUD.

Guna mendorong kegiatan para pengusaha kecil, PT Bahana sejak tahun 1974 telah

pula memberikan bantUan dalam bentuk penyertaan modal, pemberian kredit penjembatan,

maupun dalam bentuk penanaman lainnya. Sampai .dengan bulan September 1984, PT Bahana

telah melakukan penanaman dana sebesar Rp 4.285,0 juta yang terdiri dari kredit penjembatan

sebesar Rp 3.612,0 juta, penyertaan modal sebesar Rp 662,1 juta kepada 39 buah perusahaan

dan penanaman dana lainnya sebesar Rp 10,9 juta. Bantuan tersebut terutama dipergunakan

untuk usaha di sektor perdagangan dan industri.

Di samping program-program kredit diatas, maka untuk meningkatkan pendapatan

serta menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat pedesaan dan kota-kota kecamatan, sejak

tahun 1976 Pemerintah menyelenggarakan program Kredit Candak Kulak untuk para

bakul/pedagang kecil di pedesaan. Pada waktu dimulainya program kredit tersebut, jumlah

pinjaman yang dapat diberikan kepada seorang peminjam maksimum adalah Rp 15.000,-, yang

sejak bulan Juli 1982 ditingkatkan menjadi Rp 30.000,-. Sampai dengan akhir bulan September

1984, perputaran KCK telah mencapai sebesar Rp 162 milyar yang meliputi 13.588 peminjam,

sedangkan pada akhir bulan Maret 1984 jumlahnya baru mencapai Rp 150 milyar dengan

jumlah 12.956 peminjam. Hal ini berarti bahwa dalam periode AprilSeptember 1984 perputaran

KCK mengalami peningkatan sebesar Rp 12 milyar (8,0 persen), dengan peningkatan sebanyak

632 nasabah. Kredit ini disalurkan oleh Bank Rakyat Indonesia dengan syarat lunak, dan bunga

yang rendah melalui 4.964 BUUD/KUD yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.

Departemen Keuangan RI 106

Page 107: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Jumlah pinjaman Jumlah pinjamanpeminjam rupiah ) peminjam rupiah)

1974/1975 Maret 61.824 2.1371975/1976 Maret 131.603 5.0291976/1977 Maret 207.773 8.1921977/1978 Maret 252.810 11.0581978/1979 Maret 342.246 15.7541979/1980 Maret 407.266 20.3981980/1981 Maret 618.229 41.3221981/1982 Juni 665.708 47.162 September 710.290 50.879 Desember 750.822 54.414 Maret 744.740 56.9681982/1983 Juni 760.659 60.256 September 758.040 59.065 Desember 756.806 59.641 Maret 766.208 62.9321983/1984 April 757.601 62.673 Mei 756.509 63.592 Juni 749.503 63.925 Juli 741.159 62.088 Agustus 723.855 59.902 September 716.597 58.533 Oktober 702.934 57.281 Nopember 695.438 57.204 Desember 687.340 57.911 Januari 603.741 4-9.220 13.104 2.880 Pebruari 566.404 ,44.306 57.467 12.172 Maret 491.130 36.518 161.406 30.6621984/1985 April 445.294 31.689 224.519 45.332 Mei 393.474 26.411 296.783 58.579 Juni 353.920 22.991 359.981 71.230 Juli 313.829 19.670 398.974 75.280 Agustus 272.250 16.599 450.553 82.708 September l) 234.972 14.416 498.277 88.624

Tabel IV. 11KREDIT KECIL DAN KREDIT UMUM PEDESAAN, 1974/1975 -

1984/1985

Periode

Kredit Kecil Kredit Umum Pedesaan

1) Angka sementara.

Guna membantu mengatasi kebutuhan akan perumahan, Pemerintah sejak tahun 1976

menyediakan fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang disalurkan melalui Bank Tabungan

Negara. Sampai dengan akhir bulan September 1984, posisi pemberian KPR mencapai jumlah

sebesar Rp 721 milyar, yang digunakan untuk membangun 215.613 unit rumah yang terdiri dari

92.417 unit dibangun oleh rerum Perumnas, dan 123.196 unit dibangun oleh non Perumnas.

Bila dibandingkan dengan posisinya pada bulan Maret 1984 sebesar Rp 620 milyar, selama

Departemen Keuangan RI 107

Page 108: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

periode April-September 1984 pemberian KPR telah mengalami peningkatan sebesar Rp 101

milyar (16,3 persen) untuk membangun 19.778 unit rumah. Dari jumlah tersebut, sebanyak

3.882 unit dengan nilai sebesar Rp 8 milyar dibangun oleh rerum Perumnas, dan 15.896 unit

dengan nilai Rp 93 milyar dibangun oleh non Perumnas. Kredit untuk pembangunan rumah

oleh rerum Perumnas dananya berasal dari APBN, sedangkan kredit untuk pembangunan rumah

non Perumnas dananya berasal dari dana perbankan.

4.4. Lembaga-lembaga keuangan

4.4.1. Lembaga keuangan perbankan

Kebijaksanaan Pemerintah untuk mengembangkan dan membina sektor perbankan

dalam tahun 1984/1985 merupakan kelanjutan dari kebijaksanaan dalam tahun anggaran

sebelumnya yang diarahkan untuk menumbuhkan sistem perbankan yang sehat, dan berhasil

guna dalam menunjang pembangunan nasional. Untuk tetap meningkatkan keikutsertaan

masyarakat dalam membiayai pembangunan, dalam Repelita IV sasaran kebijaksanaan moDeter

diarahkan untuk meningkatkan efisiensi kerja, serta menyempurnakan organisasiorganisasi

lembaga keuangan. Hal itu dimaksudkan agar lembaga-lembaga keuangan lebih efektif

menjalankan fungsinya sebagai perantara keuangan dalam bentuk mobilisasi daD penyaluran

dana-dana masyarakat. Lembaga-Iembaga keuangan perbankan akan dikembangkan dan

diperluas agar pelayanannya dapat menjangkau ke seluruh daerah kabupaten, kecamatan, dan

pedesaan. Pembinaan yang telah dilakukan selama ini terutama diarahkan kepada usaha untuk

lebih mengembangkan bank pembangunan daerah (BPD), bank perkreditan rakyat (BPR), dan

bank pembangunan koperasi.

Usaha memperkuat permodalan BPD serta pembinaannya dalam bentuk pemberian

bantuan teknis dan pendidikan tetap dilanjutkan. Dalam tahun 1983/84 bantuan tersebut

diberikan kepada 2 BPD, sehingga sampai saar ini telah dicakup 27 buah BPD yang tersebar

merata di setiap ibukota propinsi. Di samping itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat akan

jasa perbankan terutama di daerah-daerah, Pemerintah telah memperlunak persyaratan

pendirian kantor cabang, dan kantor cabang pembantu BPD. Usaha untuk meningkatkan bank

perkreditan rakyat di dalam rangka membantu pengusaha golongan ekonomi lemah yang berada

di pedesaan terus dilakukan dengan pemberian fasilitas kredit likuiditas yang disalurkan melalui

Bank Rakyat Indonesia (BRI). Jumlah kredit yang diperoleh daTi BRI adalah antara 1,5 sampai

3 kali modal sendiri, dengan suku bunga 13,5 persen per rabun, dan jangka waktu satu tahun.

Departemen Keuangan RI 108

Page 109: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Demikian pula sejak Pebruari 1983 tata kerja bank-bank umum yang berbadan hukum koperasi,

disesuaikan dengan tempat dimana bank didirikan terutama mengenai besarnya modal koperasi.

Usaha menciptakan pertumbuhan yang lebih seimbang diantara bank-bank umum

swasta nasional (BUSN), dilaksanakan melalui pemberian kemudahan untuk membuka kantor

cabang, dan kantor cabang pembantu, sedangkan himbauan untUk melakukan penggabungan

usaha (merger) terus dilanjutkan. Dalam tahun 1983/1984, dan semester I 1984/1985, sebanyak

2 bank telah melakukan penggabungan usahanya, sehingga BUSN yang telah mengadakan

merger sampai dengan AgustUs 1984 berjumlah 94 bank. Berdasarkan Keppres nomor 29 tahun

1984 sebagai pengganti Keppres no. 14A tahun 1980, bank-bank dan lembaga-Iembaga

keuangan bukan bank masih tetap dapat menerbitkan surat jaminan bank dalam rangka

memberikan kesempatan lebih luas bagi masyarakat, dan pengusaha ekonomi lemah.

Dalam rangka memperluas dan memperlancar lalu lint as uang giral, perluasan kliring

lokal di wilayah, yang tidak terdapat kantor Bank Indonesia terus ditingkatkan. Dalam tahtm

terakhir ini, jumlah tempat penyelenggara kliring lokal tersebut telah bertambah dengan 3

tempat sehingga menjadi 24 tempat. Jumlah kantor cabang pembantu sebagai peserta tidak

langsung dari kliring lokal telah bertambah dengan 24 kantor, sehingga jumlahnya menjadi 80

kantor pacta akhir Juli 1984.

4.4.2. Lembaga-Iembaga keuangan bukan bank

Lembaga-Iembaga keuangan bukan bank (LKBB) mempunyai peranan penting dalam

menunjang pengerahan dana dari masyarakat untuk kemudian menyalurkan dana tersebut bagi

kegiatan yang produktip. Ada 3 macam jenis LKBB, yaitu jenis yang bergerak di bidang

pembiayaan pembangunan, jenis investasi, dan jenis lainnya. Tugas LKBB jenis pembiayaan

pembangunan terutama adalah memberikan. kredit jangka menengah atau jangka panjang, dan

melakukan penyertaan modal dalam perusahaan-perusahaan. LKBB jenis investasi terutama

melakukan usaha sebagai perantara dalam menerbitkan surat-surat berharga, dan menjamin

serta menanggung terjualnya surat-surat berharga (underwriter). Sedangkan tugas LKBB jenis

pembiayaan lainnya adalah memberikan pinjaman kepada masyarakat golongan berpenghasilan

menengah untuk memiliki rumah. Untuk lebih meningkatkan peranan LKBB di dalam

pengembangan posar uang dan modal, serta agar peranannya selaras dengan kebijaksanaan

ekonomi keuangan, tugas pembinaan dan pengawasan LKBB yang semula dilaksanakan oleh

Bank Indonesia, sejak tahun 1982 dilakukan oleh Departemen Keuangan. Di samping itu

Departemen Keuangan RI 109

Page 110: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pendirian LKBB tetap hanya diberikan untuk kantor perwakilannya saja. Demikian pula untuk

lebih meningkatkan peranan LKBB dalam perdagangan surat-surat berharga, Bank Indonesia

telah memberikan fasilitas diskonto ulang. Surat berharga yang dapat didiskonto ulangkan

kepada Bank Indonesia telah diperluas dengan obligasi. Untuk tahap pertama, jumlah obligasi

yang dapat didiskonto ulangkan kepada Bank Indonesia ditetapkan sebesar 70 persen dari nilai

nominalnya. Dalam tahun 1983/1984, surat-surat berharga yang didiskontokan kepada Bank

Indonesia berjumlah sebesar Rp 156 milyar, dan jumlah surat berharga yang dibeli kembali oleh

LKBB adalah sebesar Rp 197 milyar. Posisi fasilitas diskonto ulang pada akhir Maret 1983

tercatat sebesar Rp 43 milyar. Dengan adanya pembelian kembali suqtt-surat berharga yang

lebih besar sejumlah Rp 41 milyar, berarti posisi fasilitas diskonto ulang menurun menjadi Rp 2

milyar pada akhir Maret 1984. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 (sampai dengan Juli 1984),

telah dijual surat-surat berharga kepada Bank Indonesia sebesar Rp 57 milyar, dan dibeli

kembali sebesar Rp 51 milyar. Dengan demikian posisi fasilitas diskonto ulang pada akhir Juli

1984 naik menjadi Rp 8 milyar.

Adapun penanaman dana dari LKBB secara keseluruhan selama periode April-

September 1984 mengalami kenaikan sebesar Rp 65.milyar (6,0 persen), sehingga posisinya

menjadi Rp 1.155 milyar. Sementara itU jumlah dananya pada periode yang sarna telah

meningkat sebesar Rp 58 milyar atau 5,2 persen, sehingga posisinya menjadi sebesar Rp 1.162

milyar. Penanaman dana dari LKBB sebesar Rp 1.155 milyar pada akhir September 1984 terse

but terdiri dari penanaman dana LKBB jebis investasi sebesar Rp 917 milyar (79,4 persen) dan

jenis pembangunan sebesar Rp 238 milyar (20,6 persen). Kedua jenis penanaman dana tersebut,

dalam periode April-September 1984 mengalami kenaikan masing-masing sebesar 5,2 persen,

dan 9,2 persen. Di lain pihak jumlah dana yang berhasil dihimpun oleh LKBB jenis investasi

sampai dengan September 1984 berjumlah sebesar Rp 919 milyar atau 4,2 persen lebih tinggi

dari posisinya sebesar Rp 882 milyar pada akhir Maret 1984. Sedangkan jumlah dana LKBB

jenis pembangunan berjumlah sebesar Rp 243 milyar, yang berarti mengalami kenaikan sebesar

9,5 persen dalam periode yang sarna.

Dengan berkembangnya perekonomian Indonesia, maka mulai ditempuh pula cara

pernbiayaan alternatip melalui leasing, yang secara formal mulai diperkenalkan oleh Pe-

merintah sejak tahun 1974. Leasing adalah kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk

penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan dalam jangka waktu

tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala, disertai dengan. hak pilih (optie)

bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan, atau

Departemen Keuangan RI 110

Page 111: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersarna.

Sejak diselenggarakannya sampai dengan akhir semester I 1984, jumlah perusahaan leasing

telah mencapai 41 perusahaan yang terdiri dari 1 perusahaan milik negara, 14 perusahaan milik

swasta nasional, dan 26 perusahaan leasing patungan.Kegiatan usaha leasing antara lain dapat

dilihat dari besarnya nilai kontrak leasingnya, yang selama April-Juni 1984 mencapai sebesar

Rp 108,5 milyar. Dibandingkan dengan nilai kontrak leasing dalam periode yang sarna tahun

lalu sebesar Rp 47,2 milyar, maka dalam tahun 1984 terdapat peningkatan kegiatan leasing

yang cukup besar.

4.4.3. Perasuransian

Perkembangan perekonomian dalam lahar pernbangunan yang semakin meningkat akan

memperluas bidang-bidang usaha perasuransian, yang pada gilirannya akan membawa

kernajuan kegiatan di bidang perasuransian. Kegiatan asuransi meliputi pemberian pertang-

gungan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat kebakaran, pengangkutan, kesehatan

tenaga kerja, pensiunan, kematian, dan bea siswa. Kegiatan ini di Indonesia dapat digolongkan

ke dalam 3 golongan, yaitu asuransi kerugian dan reasuransi, asuransi jiwa, dan asuransi sosial.

Industri asuransi mempunyai beberapa fungsi, antara lain menanggung resiko, sebagai alar

pernupukan modal, sebagai salah satu sumber pendapatan Pemerintah, maupun sebagai

penyerap tenaga kerja. Sampai dengan tahun 1983, jumlah dana investasi dari sektor asuransi

telah mencapai jumlah sebesar Rp 900,2 milyar, yang berasal dari dana-dana investasi asuransi

kerugian, dan reasuransi sebesar Rp 159,9 milyar, asuransijiwa sebesar Rp 169,9 milyar, dan

asuransi sosial sebesar Rp 570,4 milyar. Bila hal ini dibandingkan dengan dana investasi dari

sektor asuransi dalam tahun 1982, berarti telah terjadi kenaikan sebesar Rp 225,5 milyar (33,4

persen). peningkatan ini disebabkan adanya peningkatan dana-dana investasi dari sektor-sektor

asuransi kerugian dan reasuransi, asuransi jiwa, serta asuransi sosial, masingmasing sebesar

Rp8,2 milyar (5,4 persen\ Rp 58,8 milyar (52,9 persen), dan Rp 158,5 milyar (38,5 persen).

Berdasarkan perkembangan sampai dengan semester I 1984/1985, jumlah perusahaan asuransi

kerugian, dan reasuransi kerugian adalah sebanyak 68 buah, 3 buah diantaranya merupakan

perusahaan milik negara, 53 buah milik swasta nasional, dan 12 buah milik patungan. Jumlah

premi bersih yang diterima selama semester f1984/1985 adalah sebesar Rp 52,1 milyar

sedangkan jumlah tagihan bersih yang harus dibayar dalam periode yang sarna hanya berjumlah

sebesar Rp 21,1 milyar. Asuransi jiwa bertalian dengan pemberian jaminan terhadap resiko

yang timbul terhadap kematian, dan masa pensiun. Sampai saat ini jumlah perusahaan asuransi

Departemen Keuangan RI 111

Page 112: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

jiwa yang ada di Indonesia, termasuk Koperasi Asuransi Indonesia (KAI), adalah sebanyak 15

perusahaan. Pemerintah telah memberikan kesempatan kepada pengusaha nasional untuk men-

dirikan perusahaan asuransi jiwa baru, sedangkan pengusaha asing dapat melakukan usaha

patungan dengan perusahaan asuransi jiwa nasional yang ada. Perkembangan usaha asuransi

jiwa pada saat ini terlihat pada jumlah polis yang dalam tahun 1983 berjumlah 2.259.760 buah,

sedangkan pada tahun 1978 baru mencapai 1.817.906 buah. Dengan demikian selama 5 tahun

terse but terjadi kenaikan sebesar 24,4 persen, atau rata-rata setiap tahun sebesar 4,9 persen.

Dalam periode yang sarna, jumlah uang pertanggungan asuransi jiwa telah meningkat sebesar

Rp 1.741,8 milyar (195,3 persen), sehingga jumlahnya menjadi sebesar Rp 2.633,8 milyar

dalam tahun 1983, atau rata-rata setiap tahunnya mengalami peningkatan sebesar Rp 348,4

milyar (39,1 persen). Dalam tahun 1983 saja jumlah pertanggungan meningkat sebesar Rp699,0

milyar (36,1 persen).

Sementara itu jumlah dana investasi asuransi jiwa yang ditanam dalam bentuk

deposito, pinjaman polis, dan jenis-jenis investasi lainnya, sampai dengan tahun 1983 mencapai

sebesar Rp 169,9 milyar. Dari jumlah tersebut Rp 80,4 milyar diantaranya diinvestasikan dalam

deposito, dan Rp 38,0 milyar diinvestasikan dalam pinjaman polis. Kalau dibandingkan dengan

jumlah dana investasi dalam tahun 1978, investasi perusahaan asuransi jiwa telah meningkat

sebesar Rp 140,9 milyar (484,7 persen), atau rata-rata Rp 28,2 milyar (96,9 persen) setiap

tahunnya. Sedangkan dalam tahun 1983 tercatat peningkatan sebesar Rp 58,8 milyar (52,9

persen).

Perkembangan perusahaan asuransi so sial menunjukkan gambaran adanya pembinaan

serta penyempurnaan yang dilakukan terhadap perusahaan tersebut. Jumlah peserta asuransi

sosial sejak tahun 1978 sampai dengan 1983 naik rata-rata 21,8 persen setiap tahunnya. Jika

dalam tahun 1978 pesertanya adalah sebanyak 2.308 ribu orang, dalam tahun 1983 telah

meningkat menjadi sebanyak 4.821 ribu orang. Jumlah nilai pertanggungannya dalam periode

yang sarna juga menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 58,7 persen setiap tahunnya,

sehingga posisinya dalam tahun 1983 menjadi Rp 1.969 milyar. Jumlah premi dalam periode

yang sarna mengalami kenaikan dengan 59,1 persen pertahun, sehingga jumlah premi untuk

tahun 1983 berjumlah Rp 114,3 milyar. Perkefnbangan dana investasi yang dilakukan

perusahaan asuransi sosial juga meningkat. Selama periode 5 tahun, dana investasi meningkat

sebesar Rp 95,7 milyar setiap tahunnya, sedangkan dalam tahun 1983 saja tercatat peningkatan

sebesar Rp 158,5 milyar (38,5 persen), yakni dari posisinya sebesar Rp 411,9 milyar dalam

tahun 1982, menjadi Rp 570,4 milyar pada tahun 1983. Perkembangan dana investasi dari

Departemen Keuangan RI 112

Page 113: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sektor asuransi dapat diikuti dalam Tabel IV.12.

kerugian Asuransi Asuransireasuransi jiwa sosial

1969 1.103 30 1.560 2.6931970 2.073 222 2.631 4.9261971 4.344 404 3.163 7.9111972 5.475 961 3.756 10.1921973 8.889 2.051 4.872 15.8121974 12.827 2.527 8.188 23.5421975 18.322 7.743 21.333 47.3981976 25.247 11.264 36.198 72.7091977 32.530 18.085 60.267 110.8821978 39.481 29.064 92.004 160.5491979 54.983 40.609 126.939 222.5311980 77.246 59.405 177.531 314.1821981 105.288 83.560 296.405 485.2531982 151.629 111.182 411.903 674.7141983 1) 159.861 169.946 570.391 900.198

1) Angka sementara

Tabel IV.DANA INVESTASI DARI SEKTOR ASURANSI, 1969 - 1983

Periode Jumlah

( dalam juta rupiah)

4.4.4. Pasar Modal

Dalam rangka meningkatkan peranserta masyarakat dalam pemilikan saham, dan

obligasi yang diterbitkan perusahaan atau badan usaha, Pemerintah senantiasa berusaha untuk

menyempurnakan tala cara perdagangan efek di bursa. Sejak bulan Juli 1983 telah dipercepat

tala cara penyelesaian transaksi efek di bursa dari 14 hari menjadi 4 hari. Di samping itu guna

meningkatkan kegiatan perdagangan efek, sejak Juni 1983 bank dan LKBB yang ingin menjadi

pedagang efek diwajibkan menyisihkan modal usaha sekurang-kurangnya Rp 250 juta.

Sedangkan bagi badan hukum lainnya yang berbentuk PT, dan perorangan harus mempunyai

modal disetor atau modal sendiri sekurang-kurangnya Rp 100 juta. Sejak Januari 1983 telah

diadakan penyempurnaan ketentuan mengenai pemberian keringanan perpajakan bagi

perorangan, dan badan usaha yang membeli obligasi yang telah memperoleh ijin dari Menteri

Keuangan tidak dilakukan pengusutan fiskal. Pembelian obligasi tidak dapat dipergunakan baik

secara langsung maupun tidak langsung sebagai dasar pengenaan pajak mengenai masa

sebelum pembelian. Pajak alas bunga, dividen dan royalty yang terhutang alas pembayaran

bunga dan hadiah obligasi diberikan keringanan berupa tidak ditagihnya sebesar 50 persen,

sehingga tarip pengenaan efektip adalah 10 persen yang bersifat pungutan final. Selanjutnya

Departemen Keuangan RI 113

Page 114: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

tidak dilakukan lagi penagihan pajak penjualan dan pajak perseroan yang terhutang dari hasil

penerimaan bunga dan hadiah obligasi. Di samping itu Pemerintah telah membebaskan pajak

penghasilan alas dana pensiun yang ditanam dalam bentuk saham, dan sertifikat dana yang

diperdagangkan di luar bursa, serta obligasi yang dikeluarkan oleh badan usaha milik negara.

Berbagai kegiatan promosi dan penelitian telah ditingkatkan untuk menjadikan pasar

modal sebagai sarana pembiayaan yang potensial, dan efektif. Dalam tahun 1983/1984 dan

semester I 1984/1985, telah disetujui permohonan 8 perusahaan untuk memasarkan sahamnya,

dan 1 perusahaan untuk memasarkail obligasi melalui posar modal. Dengan demikian, sejak

diaktipkannya kembali bursa efek di Indonesia pada bulan AgustUs 1977, maka sampai dengan

Agustus 1984, jumlah perusahaan yang telah terdaftar adalah sebanyak .26 buah, 23 buah

diantaranya menerbitkan saham sejumlah 57,2 juta lembar saham dengan nilai emisi

. Rp 130,8 milyar, dan 3 buah badan usaha menerbitkan obligasi sebanyak 263.230 lembar

dengan nilai Rp 154,7 milyar. Berdasarkan harga penawaran perdana, kedua puluh enam

perusahaan, dan badan usaha itu telah menyerap dana masyarakat melalui pasar modal sebesar

Rp 285,5 milyar. Perkembangan perusahaan-perusahaan/badan-badan usaha yang telah

memasyarakatkan saham dan obligasi melalui posar modal dapat diikuti dalam Tabel IV.13

dan Tabel IV.14. Dengan mulai diterbitkannya obligasi, berarti pasar modal di Indonesia mulai

memasuki tahap lanjut dalam perluasan transaksi modalnya. Adapun perusahaan/badan usaha

yang menerbitkan obligasi sampai dengan Agustus 1984 adalah PT Jasa Marga (di bidang jalan

tol), Bank Pembangunan Indonesia (di bidang perbankan), dan PT Papan Sejahtera (di bidang

perumahan).

Penerbitan berbagai jenis sertifikat saham PT Danareksa berkaitan erat dengan tujuan

menyebarluaskan pemilikan sertifikat kepada masyarakat, terutama yang berpenghasilan

rendah, dan menengah. Sampai dengan Agustus 1984, PT Danareksa telah menerbitkan dua

jenis sertifikat yaitu sertifikat saham dan sertifikat dana, yang seluruhnya berjumlah 7.420 ribu

sertifikat dengan nilai Rp 72,3 milyar. Jumlah sertifikat saham dan sertifikat dana yang berada

di masyarakat sampai dengan akhir tahun 1983/1984 adalah sebanyak 6.115 ribu lembar dengan

nilai sebesar Rp 60,5 milyar.

Departemen Keuangan RI 114

Page 115: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Perusahaan

(lembar) (lembar) (Rp/lembar) (Juta Rp) (Juta Rp)1. PT Semen Cibinong- Emisi I 342.116 342.116 10.000 3.421,20 3.421,20- Emisi II 214.980 557.096 16.750 3.600,90 7.022,102. PT Centex- Emisi I 116.000 673.096 5.500 638 7.660,10- Emisi II 584.000 1.257.096 5.000 2.920,00 10.580,103. PT BAT Indonesia 6.600.000 7.857.096 2.500 16.500,00 27.080,104. PT Tificorp 1.100.000 8.957.096 7.250 7.975,00 35.055,105. PT Richardson Vicks Indonesia 360.000 9.317.096 3.000 1.080,00 36.135,106. PT Goodyear Indonesia 6.150.000 15.467.096 1.250 7.687,50 43.822,607. PT Merck Indonesia 1.680.000 17.147.096 1.900 3.192,00 47.014,608. PT Multi Bintang Indonesia 3.520.012 20.667.108 1.570 5.526,40 52.541,009. PT Unilever Indonesia 9.200.000 29.867.108 3.175 29.210,00 81.751,0010. PT Sepatu Bata Indonesia 1.200.000 31.067.108 1.275 1.530,00 83.281,0011. PT Unitex 733.500 31.800.608 1.475 1.081,90 84.362,9012. PT Sucaco 4.800.000 36.600.608 1.100 5.280,00 89.642,9013. PT Bayer Indonesia 2.324.100 38.924.708 1.325 3.079,40 92.722,3014. PT Panin Bank Indonesia- Emisi I 1.637.500 40.562.208 3.475 5.690,30 98.412,60- Emisi II 3.162.500 43.724.708 3.550 11.226,90 109.639,5015. PT Squibb Indonesia 972.000 44.696.708 1.050 1.020,60 110.660,1016. PT Asuransi Jiwa Panin Putra 1.020.000 45.716.708 2.950 3.009,00 113.669,1017. PT Sari Husada 1.000.000 46.716.708 1.850 1.850,00 115.519,1018. PT Panin Union Insurance Ltd 765.000 47.481.708 1.150 879,8 116.398,9019. PT Regnis Indonesia 523.500 48.005.208 1.540 806.2 117.205,1020. PT Pfizer Indonesia 600.000 48.605.208 1.425 855 118.060,1021. PT Delta Jakarta 347.400 48.952.608 2.950 .1.024,8 119.084,9022. PT Hotel Prapatan 1.665.976 50.618.584 1.050 1.749,30 120.834,2023. PT Jakarta International Hotel 6.618.600 57.237.184 1.500 9.927,90 130.762,10.

Jumlah emisi Kumulatif

Harga penawaran

Nilai pasar Perdana Kumulatif

PERUSAHAAN-PERUSAHAAN/BADAN USAHA YANG TELAH MEMASYARAKATKAN SAHAM MELALUI PASAR MODAL SAMPAI DENGAN AGUSTUS 1984

Tabel IV. 13

Departemen Keuangan RI 115

Page 116: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Jumlah emisi Pecahan Harga nominal Perusahaan (lembar) Harga Perdana Nilai Harga

(ribu Rp) (juta Rp)

PT Jasa Marga I46.000 50 2.300,0024.080 100 2.408,00

2.960 1.000 2.960,00960 5.000 4.800,00

1.000 10.000 10.000,00Bank Pembangunan 15.000 10 150

6.000 100 6004.500 500 2.250,005.500 1.000 5.500,001.650 10.000 16.500,00

PT Papan Sejakhtera 1.000 10 101.000 50 501.000 100 1001.680 500 8401.000 1.000 1.000,00

400 5.000 2.000,00200 10.000 2.000,00

PT Jasa Marga II 1. 300 50 652.600 100 2602.250 500 1.125,006.550 1.000 6.550,004.800 5.000 24.000,006.800 10.000 68.000,00

Jumlah 263.230 154.718,00

125.000 10 1.250,00

Tabel IV. 14PERUSAHAAN-PERUSAHAAN/BADAN USAHA YANG TELAHMEMASYARAKATKAN OBLIGASI MELALUI PASAR MODAL

(Januari 1983 sId Agustus 1984)

4.5. Perkiraan jumlah uang beredar dan kredit perbankan tahun 1985/1986

Perkiraan jumlah uang beredar didasarkan pada anggapan-anggapan, bahwa kenaikan

Darga dalam tahun 1985/1986 tidak banyak berbeda dibandingkan dengan tahun 1984/1985.

Pada akhir tahun 1984/1985 jumlah uang beredar dan kredit perbankan diperkirakan sebesar

Rp8.943,0 milyar, dan Rp 19.845,0 milyar. Dalam tahun 1985/1986 jumlah uang beredar

diperkirakan akan bertambah dengan Rp 1.221,0 milyar (13,7 persen), sedangkan kredit

perbankan bertambah dengan Rp 4.565,0 milyar (23,0 persen). Dengan demikian posisi jumlah

uang beredar, dan kredit perbankan pada akhir tahun 1985/1986 diperkirakan mencapaijumlah

Rp 10.164,0 milyar dan Rp 24.410,0 milyar.

Departemen Keuangan RI 116

Page 117: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

BAB V

NERACA PEMBAYARAN DAN

PERDAGANGAN LUAR NEGERI

5.1. Pendahuluan

Memasuki tahun pertama Repelita IV, perkembangan ekonomi dunia belum

sepenuhnya pulih dan resesi yang berkepanjangan, sehingga pengaruh positifnya masih

dirasakan terbatas bagi kemajuan ekonomi negara-negara berkembang. Tanda-tanda perbaikan

ekonomi yang telah mulai tampak dalam tahun terakhir Pelita III belumlah sepenuhnya

berkembang seperti yang diharapkan. Sebagai akibatnya, proses peningkatan kegiatan yang

berlangsung dalam tahun 1984 belum secara merata terjadi pada semua negara industri.

Amerika Serikat, Kanada dan Jepang mengalami peningkatan kegiatan yang lebih tinggi,

sementara kegiatan di negara-negara industri lainnya hanya menunjukkan sedikit perbaikan.

Dengan dicapainya perluasan kegiatan tersebut, Amerika Serikat, Jepang dan Kanada dalam

tahun 1984 berhasil mempertahankan momentum pertumbuhan ekonominya, sehingga kalau

diukur dan pertambahan produk nasional bruto (GNP), masing-masing diperkirakan mengalami

kenaikan sebesar 7,3 persen, 5,0 persen dan 4,6 persen. Keadaan ini menempatkan mereka

sebagai negara-negara yang mempunyai laju pertumbuhan yang relatif lebih cepat di antara

kelompok negara-negara industri utama. Sementara itu negara-negara industri lainnya seperti

Jerman Barat, Italia dan Perancis diperkirakan sedikit mengalami peningkatan yaitu masing-

masing sebesar 2,7 persen, 2,5 persen dan 1,3 persen. Sebaliknya Inggris diperkirakan justru

mengalami penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi menjadi 2,4 persen, dari sebesar 3,2

persen dalam tahun 1983. Dengan tingkat pertumbuhan yang dicapai oleh masing-masing

negara industri tersebut, secara keseluruhan produk nasional bruto (GNP) negara-negara

industri dalam tahun 1984 diperkirakan dapat meningkat kembali menjadi 4,9 persen, setelah

dalam tahun sebelumnya mengalami perbaikan dari sebesar negatif 0,2 persen dalam tahun i982

menjadi 2,6 persen daiam tahun 1983. Sejalan dengan pertumbuhan yang dicapai negara-negara

industri, produk nasional bruto negara-negara berkembang pada pelbagai belahan bumi seperti

di Asia, Afrika dan Amerika Latin juga mengalami peningkatan, masing-masing diperkirakan

sebesar 5,6 persen, 3,4 persen dan 2,1 persen dan sebesar 5,5 persen, 1,1 persen dan nol persen

dalam tahun 1983. Di kawasan Asia Tenggara, negara-negara ASEAN seperti Thailand,

Departemen Keuangan RI 117

Page 118: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Malaysia dan Singapura diperkirakan berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya

masing-masing dari sebesar 5,8 persen, 5,8 persen dan 7,9 persen dalam tahun 1983 menjadi

sebesar 6,0 persen, 6,7 persen dan 8,0 persen dalam tahun 1984. Sedangkan Philipina justru

diperkirakan mengalami penurunan dalam tingkat pertumbuhan ekonominya dari 1,4 persen

dalam tahun 1983 menjadi negatif 6,0 persen dalam tahun 1984.

Pertumbuhan ekonomi dunia tersebut dapat dicapai dengan adanya perluasan kegiatan

investasi, peningkatan produksi, serta perkembangan aktivitas di bidang perdagangan

antarnegara. Peningkatan kegiatan-kegiatan tersebut se1anjutnya mendorong perluasan

kesempatan kerja, sehingga angka pengangguran dapat lebih dikendalikan selaras dengan

kemajuan ekonomi yang dicapai masing-masing negara. Dalam tahun 1984, Jepang dengan

penurunan angka pengangguran yang diperkirakan menjadi 2,6 persen, dari 2,7 persen dalam

tahun 1983, masih tetap merupakan negara dengan tingkat pengangguran terendah di antara

ke1ompok negara-negara industri utama. Penurunan yang sarna dialami pula oleh Amerika

Serikat dan Kanada masing-masing diperkirakan menjadi 7,5 persen, dan 11,3 persen dalam

tahun 1984, dari 9,6 persen, dan 11,9 persen dalam tahun sebe1umnya. Sementara itu Jerman

Barat be1um dapat menurunkan angka pengangguran dari tingkat 8,2 persen. Sebaliknya

Inggris, Italia, dan Perancis justru sedikit mengalami kenaikan dalam tingkat penganggurannya,

yaitu masing-masing menjadi 12,6 persen, 9,9 persen dan 10,0 persen. Dengan arah

perkembangan tersebut, tingkat pengangguran rata-rata di tujuh negara industri utama

diperkirakan menurun, yaitu menjadi 7,6 persen dalam tahun 1984 dibandingkan dengan 8,3

persen dalam tahun 1983.

Terpeliharanya stabilitas, dan terciptanya iklim usaha yang menguntungkan hanya

mungkin dicapai jika laju inflasi dapat dipertahankan pada tingkat yang terkendali. Melalui

kebijaksanaan pengendalian moneter, tingkat inflasi rata-rata dalam tahun 1984 di negara-

negara industri secara keseluruhan diperkirakan dapat diturunkan menjadi 4,3 persen dari 5,0

persen dalam tahun sebelumnya. Di antara negara-negara industri tersebut, Jepang dengan laju

inflasi yang diperkirakan sebesar 0,8 persen, merupakan negara yang paling berhasil

mempertahankan tingkat stabilitas ekonominya. Sedangkan negara-negara lainnya seperti

Jerman Barat, Kanada, dan Inggris te1ah dapat menu runkan tingkat inflasinya di bawah lima

persen, dengan masing-masing diperkirakan sebesar 2,3 persen, 4,0 persen dan 4,9 persen.

Sementara itu meskipun masih merupakan negara dengan tingkat inflasi tertinggi di antara

negara-negara industri, Italia dengan berbagai upaya diperkirakan telah berhasil menurunkan

laju inflasi ke tingkat 11,9 persen dari 15,0 persen dalam tahun sebelumnya. Sebaliknya

Departemen Keuangan RI 118

Page 119: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Amerika Serikat sekalipun tingkat inflasinya masih di bawah lima persen, diperkirakan justru

mengalami sedikit kenaikan yaitu diperkirakan menjadi 3,9 persen dari 3,8 persen dalam tahun

sebe1umnya. Sepadan dengan hasil pengendalian yang dicapai oleh negara-negara industri, laju

inflasi negara-negara berkembang di Afrika, Asia dan Amerika Latin diperkirakan dapat

dikendalikan masing-masing ke tingkat sebesar 12,0 persen, 7,1 persen dan 12,0 persen.

Adapun tingkat inflasi negara-negara ASEAN seperti Malaysia, dan Singapura

diperkirakan sedikit mengalami kepaikan, masing-masing menjadi 4,5 persen dan 3,0 persen,

dari sebesar 3,7 persen dan 1,2 persen dalam tahun 1983. Philipina diperkirakan mempunyai

angka inflasi yang paling tinggi, yaitu 45,0 persen dalam tahun 1984 dibandingkan dengan 10,3

persen dalam tahun 1983. Sementara itu Thailand diperkirakan mampu mengendalikan angka

inflasinya pada tingkat 3,5 persen.

Terkendalinya laju inflasi bagi terciptanya iklim usaha yang mendukung peningkatan

kegiatan ekonomi tersebut diusahakan dengan pengendalian jumlah uang beredar.

Kebijaksanaan ini yang dipertajam oleh upaya pemerintah negara-negara industri, terutama

Amerika Serikat, untuk menarik dana masyarakat sebagai cara menutup defisit anggaran

belanjanya telah mengakibatkan bertahannya suku bunga riil pada tingkat yang cukup tinggi.

Suku bunga nasabah utama di Amerika Serikat (US Prime Rate) mengalami peningkatan lebih

tinggi dibanding dengan kenaikan suku bunga antar bank baik di London (LIBOR) maupun di

Singapura (SIBOR). Sekalipun tidak sebesar ketika suku bunga mencapai tingkat tertinggi yaitu

sekitar 20,5 persen dalam bulan Juli 1981, US Prime Rate tetap bertahan pada tingkat yang

cukup tinggi, yaitu sebesar 13 persen jika dibanding dengan tingkat sebesar 11,5 persen, seperti

yang dicapai oleh LIBOR maupun SIBOR dalam bulan September tahun 1984. Perbedaan yang

terdapat pada perkembangan tingkat suku bunga ini mengakibatkan mengalirnya dana investasi

masuk ke Amerika Serikat, yang pada gilirannya telah mempercepat tingkat perluasan kegiatan

ekonomi negara terse but, dan mendorong timbulnya kesenjangan yang makin lebar dengan

negara-negara industri terkemuka lainnya.

Perbedaan tingkat kegiatan ekonomi di satu pihak, dan tingginya tingkat suku bunga

yang timbul sebagai akibat kebijaksanaan yang diambil dalam proses penyesuaian oleh

beberapa negara industri di lain pihak, mendorong semakin kuamya nilai tukar matauang

Amerika Serikat terhadap pelbagai macam matauang asing (currency) lainnya. Keadaan ini

menimbulkan ketidakstabilan pasar valuta internasional, baik di Eropa, Amerika Serikat,

Hongkong, maupun Singapura, dan mengakibatkan berbagai matauang kuat dunia seperti Mark

Jerman, Pound Sterling-Inggris, Yen Jepang, Franc Perancis, Guilder Belanda, Dollar

Departemen Keuangan RI 119

Page 120: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Singapura dan Dollar Kanada mengalami kemerosotan nilai (depresiasi) yang cukup besar. Di

lain pihak hal ini mengakibatkan beberapa negara yang sampai sekarang masih mendasarkan

nilai tukar tetapnya terhadap dollar Amerika Serikat, seperti Thailand, terpaksa menempuh

kebijaksanaan devaluasi sekaligus melakukan pengambangan atas dasar sekelompok matauang

asing (currency-basket) negara-negara rekan dagangnya yang utama.

Ketidakstabilan kurs dollar Amerika, tindakan penyesuaian nilai tukar matauang, makin

ketatnya pengendalian moneter, besarnya defisit anggaran belanja, dan tingginya tingkat suku

bunga, di samping mewarnai ketidakpostian situasi moneter intemasional juga telah

mengakibatkan terganggunya keseimbangan sistem moneter, dan mekanisme pembayaran

dunia. Kecenderungan tersebut menimbulkan rangkaian akibat terhadap perkembangan

perdagangan dunia dalam tahun 1984. Volume impor negara-negara industri dalam tahun 1984

diperkirakan meningkat dengan 11,9 persen, sedangkan volume ekspornya dalam periode terse

but hanya meningkat sebesar 8,6 persen, sehingga defisit neraca perdagangan mereka menjadi

semakin besar. Besamya defisit neraca perdagangan di satu pihak, serta perkembangan yang

terdapat pada lalu lintas transfer, dan jasa-jasa di lain pihak, mengakibatkan defisit transaksi

berjalan negara-negara industri secara keseluruhan dalam tahun 1984 diperkirakan mengalami

kenaikan, yaitu menjadi US $ 52,5 milyar dari sebesar US $ 18,9 milyar dalam tahun

sebelumnya. Melihat perkembangan transaksi berjalan negara-negara industri tersebut, Amerika

Serikat diperkirakan mengalami kenaikan defisit yang cukup besar, yaitu dari US $ 41,6 milyar

dalam tahun 1983 menjadi sebesar US $ 90,0 milyar dalam tahun 1984. Sementara itu, Jepang

diperkirakan mengalami kenaikan surplus, daTi US $ 20,5 milyar dalam tahun 1983 menjadi

US $ 35,0 milyar dalam tahun 1984, sedangkan negara-negara industri lainnya seperti Jerman

Barat, Inggris dan Kanada diperkirakan mengalami penurunan surplus, masing-masing menjadi

sebesar US $ 3,7 milyar, US $ 2,2 milyar dan Dol milyar dollar Amerika, dari sebesar US $ 3,9

milyar, US $ 4,4 milyar dan US $ 1,4 milyar dalam tahun sebelumnya. Di lain pihak defisit

transaksi berjalan Perancis diperkirakan sedikit dapat diperbaiki dari US $ 3,8 milyar dalam

tahun 1983 menjadi sebesar US $ 2,4 milyar dalam tahun 1984. Usaha mencegah semakin

besarnya defisit transaksi berjalan ke arah keseimbangan neraca pembayaran, menimbulkan

kecenderungan makin meningkatnya tindakan proteksionisme yang dilakukan oleh negara-

negara industri sebagai upaya untuk melindungi industri dalam negeri masing-masing terhadap

persaingan barang-barang sejenis daTi negara lain. Upaya tersebut dilakukan baik dalam bentuk

kenaikan tarif maupun dalam bentuk kebijaksanaan bukan tarif, seperti penentuan kuota impor,

persetujuan pembatasan ekspor, persyaratan mutu, peraturan kesehatan dan lain-lain.

Departemen Keuangan RI 120

Page 121: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Proteksionisme dalam segala bentuknya ini merupakan penghambat bagi dayaguna (effisiensi)

perdagangan antarnegara, dan sangat membatasi ekspor dari negara-negara berkembang, yang

selanjutnya mengakibatkan tertekannya pertumbuhan perdagangan dunia dalam tahun 1984.

Meskipun demikian, adanya sedikit peningkatan kegiatan ekonomi di pelbagai negara industri,

dan beberapa negara berkembang, telah mendorong harga beberapa barang primer non minyak

tetap ke arab yang lebih baik, walaupun tidak sebaik dalam tahun 1983, sedangkan di lain

pihak, sekalipun harga kelompok barang-barang industri mengalami perbaikan, namun masih

lebih rendah dad harga yang dicapai oleh kelompok barang primer non minyak. Perkembangan

ini menjadikan posisi perbandingan pertukaran (terms of trade) negara-negara berkembang

mengalami peningkatan dari negatif 3,5 persen dalam tahun 1983 menjadi sebesar 0,1 persen

dalam tahun 1984. Sebaliknya negara-negara industri diperkirakan mengalami penurunan dari

sebesar 2,2 persen dalam tahun 1983 menjadi 0,3 persen dalam tahun 1984.

Kesenjangan yang masih terdapat antara permintaan dan penawaran minyak dunia,

dipertajam pula oleh peleposan cadangan, dan penawaran minyak hasil produksi negaranegara

di luar OPEC, serta berhasilnya penghematan (konservasi) energi minyak. Kesemuanya itu

telah menyebabkan terganggunya keseimbangan posar, dan mengakibatkan timbulnya

penurunan harga seperti yang telah dilakukan oleh Norwegia, Inggris dan Nigeria. Menghadapi

situasi demikian, dalam rangka menjaga kestabilan harga minyak, Organisasi Negara-negara

Pengekspor Minyak (OPEC) dalam sidang daruratnya yang berlangsung dalam bulan Oktober

1984 di Jenewa, memutuskan untuk tetap mempertahankan harga pada tingkat yang berlaku

sekarang, dengan jalan mengurangi produksi dari batas tertinggi 17,5 juta barrel menjadi

sebesar 16,0 juta barrel per hari, serta menetapkan ketentuan kuota baru bagi negara-negara

anggotanya. Berdasarkan perkembangan barga, dan perbandingan pertukaran serta keadaan

posaran minyak seperti yang diuraikan di atas, volume, dan nilai ekspor maupun impor negara-

negara berkembang secara keseluruhan, sekalipun diperkirakan mengalami sedikit peningkatan,

tetapi masih belum seperti yang diharapkan. Dengan perkembangan ekspor, dan impor di

negara-negara industri, dan negara-negara berkembang tersebut, maka volume perdagangan

dunia dalam tahun 1984 diperkirakan mengalami sedikit peningkatan.

Perkembangan perdagangan dunia, dan kecenderungan yang terjadi pada moneter

internasional, di samping memperlangka dana yang dapat dipinjamkan, juga mempermahal

biaya peminjaman di berbagai pusat keuangan internasional. Besarnya kebutuhan dana untuk

membiayai pembangunan, dan menutup defisit neraca pembayaran, serta lesunya ekspor

kebanyakan negara-negara berkembang, menyebabkan menumpuknya beban hutang negara

Departemen Keuangan RI 121

Page 122: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

berkembang yang meningkat secara cepat dari US $ 478,6 milyar dalam tahun 1979 menjadi

US $ 830,1 milyar dalam tahun 1984. Dari jumlah tersebut, US $ 728,9 milyar di antaranya

merupakan hutang negara-negara berkembang bukan pengekspor minyak. Sementara itu

besarnya kewajiban pengembalian bunga maupun cicilan hutang di satu pihak, serta turunnya

ekspor di lain pihak telah menyebabkan debt-service-ratio (DSR) negara-negara terse but

menjadi semakin tinggi. Keadaan ini mengakibatkan beberapa negara berkembang mengalami

kesulitan dalam melunasi kembali hutang-hutangnya, yang pada gilirannya telah menimbulkan

masalah likuiditas perbankan internasional, dan membahayakan operasi bank-bank pemberi

pinjaman, sehingga mereka lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman baru.

Kecenderungan ini diperkirakan masih akan terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang,

dan akan merupakan salah satu penghambat ke arah pemulihan ekonomi dunia.

Pelbagai indikator ekonomi, dan moneter internasional tersebut di atas menimbulkan

kesadaran akan semakin tingginya tingkat ketergantungan timbal balik, baik antarnegara

industri, antarnegara berkembang, maupun antara negara industri dan negara berkembang.

Kesadaran itu menempatkan masalah pemulihan kembali ekonomi dunia menjadi tanggung

jawab bagi semua negara sehingga upaya pemecahannya memerlukan kerjasama yang sungguh-

sungguh, serta penanganan secara tuntas melalui berbagai perundingan yang sedang

berlangsung. Dengan diawali oleh Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) tujuh negara industri

terkemuka, yang berlangsung dalam bulan Juni 1984 di London, upaya mencari jalan keluar

dari resesi ke arah pemulihan kembali ekonomi dunia secara menyeluruh, tuntas dan mantap

terus diusahakan melalui perundingan-perundingan, dan kerjasama dalam berbagai forum

internasional. Forum perundingan dan kerjasama intemasional seperti dalam pertemuan Bank

Dunia (IBRD), Dana Moneter Internasional (IMF), Konperensi Perserikatan Bangsa-bangsa

dalam Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD), Persetujuan Umum ten tang Tarif dan

Perdagangan (GATT), maupun Dialog Utara-Selatan, menjadi teramat penting sebagai sarana

perjuangan bagi semua negara untuk menegakkan tatanan ekonomi dunia baru yang lebih adil.

Terciptanya Tata Ekonomi Dunia Baru (TED B) merupakan kebutuhan mendesak, baik untuk

kestabilan ekonomi dunia yang lebih mantap, maupun sebagai jawaban terhadap tuntutan

keadilan sosial dalam hubungan ekonomi antarbangsa. Hal tersebut disebabkan karena resesi

yang timbul dewasa ini an tara lain bersumber dari kerawanan dan ketidakseimbangan

struktural di semua aspek yang berakar pada tatanan lama, yang dirasakan sudah tidak sesuai

dalam menjawab masalah, dan tantangan yang dihadapi. Namun demikian kenyataan saling

ketergantungan antara negara-negara maju, dan berkembang, yang merupakan dasar untuk

Departemen Keuangan RI 122

Page 123: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dialog, dan kerjasama internasional, belum dengan sepenuh hati diikhtiarkan oleh negara-

negara maju. Hal ini mengakibatkan kelambanan terus mewarnai berbagai negosiasi yang

sudah, dan sedang berjalan bagi terwujudnya TEDB. Dalam hubungan ini, kecuali komitmen

politik untuk memperbaharui tekad dalam usaha mempertahankan pemulihan ekonomi agar

bertambah mantap, dan bertahan lama, KTT tidak menghasilkan kesepakatan mengenai

tindakan penyelesaian terhadap masalah-masalah proteksionisme, tingkat suku bunga yang

tinggi, dan defisit anggaran belanja khususnya di Amerika Serikat, yang merupakan

penghambat usaha mempercepat dan mempertahankan pemulihan ekonomi dunia. Ini berarti

bahwa lalu lint as perdagangan internasional sebagai salah satu syarat mendasar dalam

meningkatkan, dan mempertahankan laju pemulihan ekonomi dunia akan tetap mengalami

hambatan.

Dalam hubungan dengan penyelesaian hutang luar negeri negara-negara berkembang,

KTT sepakat untuk mendesak agar bank-bank komersial, dan lembaga-Iembaga internasional

memberi kelonggaran waktu bagi negara-negara peminjam untuk membayar kembali

hutangnya. Di lain pihak upaya mencari jalan penyelesaian dari krisis hutang negara-negara

"berkembang, menimbulkan dorongan kepada sebelas negara di Amerika Latin yaitu Mexico,

Brasilia, Chili, Bolivia, Costarica, Equador, Peru, Argentina, Venezuela, Colombia dan

Republik Dominika, mengadakan pertemuan untuk membicarakan masalah hutang luar negeri

mereka di Cartagena, Colombia pada tanggal 21 sampai dengan 22 Juni 1984. Pertemuan ini

menghasilkan kesepakatan untuk mendesak negara, dan lembaga pemberi pinjaman agar

memberikan kelonggaran waktu bagi pembayaran hutanghutang mereka melalui penjadwalan

kembali (rescheduling), menurunkan tingkat suku bunga, dan menghapuskan kebijaksanaan

yang bersifat protektif dan restriktif dalam perdagangan.

Sementara itu untuk memperkuat kedudukan negara-negara berkembang dalam proses

pengambilan keputusan politik tentang masalah-masalah ekonomi global, pengembangan

kerjasama ekonomi antarnegara berkembang (kerjasama selatan-selatan) lebih diarahkan untuk

mencapai kemandirian individual, dan kolektif sebagai strategi perjuangan untuk mewujudkan

TEDB. Usaha peningkatan kerjasama tersebut dilakukan melalui berbagai forum internasional

pada tingkat bilateral dan multilateral, baik di dalam maupun di luar forum PBB, seperti

gerakan Non blok, Kelompok 77, Organisasi Konperensi Islam (OKI), kelompok regional

seperti ASEAN, dan lain sebagainya. Kerjasama ekonomi ini meliputi kegiatan-kegiatan di

bidang pangan dan pertanian, perdagangan, moneter dan keuangan, industri, ilmu pengetahuan

dan teknologi, pengangkutan dan komunikasi, energi, ketrampilan teknik, dan lain sebagainya.

Departemen Keuangan RI 123

Page 124: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Sebagai bagian dari strategi untuk menciptakan kemandirian individual dan kolektif dalam KTT

terakhir di New Delhi, gerakan non blok telah menggariskan suatu pendekatan baru yang

bertujuan untuk menanggulangi krisis ekonomi dunia dengan tindakan-tindakan darurat jangka

pendek, baik di bidang keuangan dan moneter, perdagangan, dan energi maupun di bidang

pangan dan pertanian. Pendekatan ini juga dimaksudkan sebagai usaha untuk memberikan

dorongan bagi terlaksananya negosiasi global yang masih tetap mengalami kemacetan dalam

Dialog Utara-Selatan. Di samping merupakan upaya merealisasikan konsep kemandirian

kolektif, program ini juga merupakan suatu pedoman bagi pembangunan ekonomi untuk

dikembangkan pada tingkat sub-regional, regional dan global. Dalam kerangka kerjasama

ekonomi regional, usaha meningkatkan pertumbuhan ekonomi ke arah pemulihan, dan

memperkuat kerjasama antar negara-negara anggota ASEAN telah menunjukkan perkembangan

yang sangat pesat. Pelbagai kemajuan telah dapat dicapai dalam kerjasama ekonomi tersebut,

yang meliputi sektor-sektor pertanian, industri, perdagangan, keuangan dan perbankan. Di

bidang perdagangan, hasil kerjasama tersebut tercermin dalam perluasan jumlah barang yang

tercakup dalam perjanjian perdagangan preferensial. Sedangkan di bidang industri, melalui

dana pembiayaan bersama telah dibangun proyek-proyek ASEAN,dan didirikan proyek-proyek

industri komplementer.

Ikhtiar politik untuk secara aktif memantapkan pemulihan ekonomi dunia yang

menyeluruh dan merata, telah pula diupayakan oleh Bank Dunia (IBRD) dan Dana Moneter

Internasional (IMF) melalui sidang-sidangnya yang berlangsung dalam bulan September 1984.

Dalam sidang tersebut diadakan pengkajian terhadap pelbagai indikator serta masalah-masalah

mendasar yang masih mewarnai situasi ekonomi dan moneter internasianal, seperti berbagai

aspek pemulihan ekonomi dunia, kekurangan likuiditas, dan beban hutang negara-negara

berkembang, tingkat suku bunga, masalah proteksi, defisit anggaran belanja, serta gejolak kurs

matauang. Sidang berhasil mencapai kesepakatan, bahwa agar pemulihan kembali ekonomi

dunia dapat bersifat tetap dan pesat, diserukan kepada negara-negara industri untuk terus

melaksanakan strategi kebijaksanaan moneter yang tidak menimbulkan pengaruh inflatoir,

mengurangi defisit anggaran belanja, melakukan usaha-usaha untuk mengatasi masalah

struktural dengan cara mendorong mobilitas tenaga kerja, serta meniadakan indeksasi dalam

kontrak-kontrak. Sedangkan negara-negara berkembang perlu pula melaksanakan penyesuaian

yang efektif, mempertahankan stabilitas dalam negeri, melaksanakan kebijaksanaan harga yang

fleksibel dan realistis, menekan defisit anggaran belanja, serta mengawasi pengeluaran

Pemerintah ke arab penggunaan yang produktif. Untuk memungkinkan negara-negara

Departemen Keuangan RI 124

Page 125: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

berkembang dapat membayar kembali hutang-hutang luar negerinya, dan melaksanakan

pembangunan ekonomi negaranya, negara-negara industri dihimbau untuk tetap

mempertahankan pertumbuhan ekonominya pada tingkat yang memadai, membuka posar bagi

ekspor negara-negara berkembang, menghindari kebijaksanaan yang terlalu bersifat

proteksionistis, serta perlu menurunkan tingkat suku bunga. Sedangkan negara-negara debitur

perlu melaksanakan kebijaksanaan penyesuaian yang mantap, yaitu yang dapat memperkuat

posisi ekonomi luar negeri mereka, sehingga pada akhirnya dapat memulihkan kepercayaan

untuk memperoleh pinjaman (credit worthiness), serta memungkinkan seger a meningkatkan

kembali pertumbuhan ekonominya. Sehubungan dengan masalah hutang luar negeri negara-

negara berkembang, sidang menegaskan sikapnya bahwa masalah hutang luar negeri negara-ne-

gara berkembang hanya dapat diselesaikan sebaik-baiknya melalui kerjasama yang frat antara

negara-negara debitur dan negara-negara kreditur. Kerjasama internasional yang ditekankan

oleh IMF tersebut meliputi bidang pembiayaan bersyarat lunak (concessional financing),

kebijaksanaan perdagangan serta pengawasan (surveillance) efektif terhadap kebijaksanaan

yang ditempuh beberapa negara untuk mencegah terjadinya gejolak kurs :matauang secara

tajam. Dalam hubungan ini sidang menyambut baik penjadwalan kembali pembayaran hutang-

hutang luar negeri untuk jangka waktu beberapa tahun, dan mengharapkan agar IMF tetap dapat

memainkan peranannya dalam pelaksanaan strategi pengelolaan hutang luar negeri secara

terkoordinir. Dalam hubungannya dengan proteksionisme yang masih terus berlangsung, sidang

menyatakan keprihatinannya, karena hila hal ini tidak segera diatasi, akan dapat membahayakan

proses pemulihan kembali perekonomian, serta dapat menghambat kelancaran bekerjanya

sistem keuangan dan perdagangan internasional. Oleh sebab itu sidang menyambut baik

komitmen-komitmen kearah kebijaksanaan perdagangan terbuka, dan menyerukan perlunya

ditingkatkan, dan dikembangkan disiplin dalam sistem perdagangan intemasional kepada semua

negara anggota, dengan tindakantindakan yang nyata untuk mencegah timbulnya

proteksionisme baru, dan menghapuskan kebij aksanaan -ke bij aksanaan proteksionistis.

Tantangan politik untuk menghentikan dan memutar balik kecenderungan ke arah

proteksionisme, menjadikan pertemuan para menteri dalam GATT (Persetujuan Umum tentang

Tarif dan Perdagangan) forum paling tepat dalam mengadakan perundingan terusmenerus untuk

mengurangi rintangan-rintangan terhadap perdagangan. Dari hasil pertemuan, sidang telah

menghasilkan kesepakatan untUk memberikan wewenang kepada "suatu kelompok" guna

mengadakan pengkajian mengenai masalah-masalah di bidang perdagangan, seperti faktor-

faktor penghambat proses penyesuaian struktural, baik di bidang produksi maupun

Departemen Keuangan RI 125

Page 126: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

perdagangan, mengurangi proteksionisme, dan menghilangkan tindakan meayimpang dari

prinsip-prinsip GATT lainnya, serta mencari upaya penyelesaian dari masalah-masalah yang

belum terselesaikan dalam perundingan perdagangan multilateral (MTN). Di samping itu

lembaga ini juga diminta untuk meneliti pelaksanaan prinsip-prinsip GATT, guna membantu

negara-negara berkembang dalam meningkatkan perdagangan internasionalnya dengan tidak

mengabaikan prinsip "special and differential treatment". Dalam hubungan ini partisiposi yang

lebih aktif dari negara-negara berkembang untuk menegakkan sistem perdagangan intemasional

yang lebih adil dan seimbarlg dirasakan makin penting, terutama dalam menghadapi sikap dan

kecenderungan proteksionisme negara-negara industri sebagai tindakan yang menyimpang dari

prinsip multilateralisme, non-diskriminasi, dan transparansi sebagai prinsip dasar sistem

perdagangan intemasional.

Untuk meningkatkan kerjasama perdagangan internasional atas dasar keuntungan

bersama, resiprositas dan non diskriminasi, dalam rangka UNCTAD dikembangkan diver-

sifikasi perdagangan antara negara-negara industri dan berkembang di satU pihak, dengan

negara-negara sosialis Eropa Timur di lain pihak. Di samping itu usaha peningkatan kegiatan

perdagangan juga dilakukan melalui pembentukan/perbaikan instrumen-instrumen perdagangan

yang ada, untUk meningkatkan aliran sumber keuangan ke negara-negara berkembang. Dalam

hubungan ini berbagai usaha telah dilakukan untuk menjadikan Generalized System of

Preferences (GSP) bukan saja sebagai "hasil sementara" akan tetapi merupakan "hasil

permanen" dalam sistem perdagangan internasional.

Pola perkembangan ekonomi dan moneter internasional, komitmen politik negara-

negara industri terhadap hasil-hasil negosiasi global, serta masih sulitnya dicapai kesepakatan

dalam berbagai kerjasama antarnegara yang masih terus berlangsung dewasa ini, menjadikan

perlunya pengamatan dan kewaspadaan terhadap berbagai kemungkinan yang dapat meng-

hambat pelaksanaan pembangunan. Dengan menyadari keterkaitan ekonomi Indonesia dalam

hubungan ekonomi internasional, maka dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi

terhadap tantangan-tantangan yang mungkin akan terjadi, perlu ditempuh langkah-langkah

untuk meningkatkan penerimaan devisa, dan menghemat penggunaannya melalui pelbagai

kebijaksanaan, baik di bidang perdagangan luar negeri, maupun lalu lintas devisa.

5.2. Kebijaksanaan di bidang perdagangan luar negeri

Dalam tahun pertama Repelita IV, kebijaksanaan neraca pembayaran dan perdagangan

Departemen Keuangan RI 126

Page 127: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

luar negeri ditujukan untuk meningkatkan laju perkembangan ekspor, sehingga tersedia devisa

untuk mendukung pembiayaan impor bahan baku, bahan penolong, dan barang modal yang

dibutuhkan, sesuai dengan sasaran investasi dalam sektor-sektor pembangunan. Sehubungan

dengan itu untuk mengurangi ketergantungan pada hasil minyak bumi, maka peningkatan

pengembangan ekspor lebih diarahkan kepada ekspor di luar minyak dan gas alam, yang

diupayakan melalui perluasan posar dan peningkatan clara saing barang-barang ekspor

Indonesia di luar negeri. Namun demikian sebagai akibat belum mantapnya usaha pemulihan

ekonomi dunia, dan adanya berbagai hambatan dalam perdagangan internasional, maka dalam

rangka mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran telah diusahakan penghematan

dalam penggunaan devisa, pengendalian impor yang lebih diarahkan kepada pengembangan

produksi dalam negeri, serta pemanfaalan pinjaman dan penanaman modal luar negeri.

5.2.1.Kebijaksanaan di bidang ekspor

Usaha mengurangi ketergantungan pacta sektor minyak terus dilaksanakan, lebihlebih

pada tahun 1984 di mana situasi minyak dunia semakin memburuk. Hal ini terjadi karena

meningkatnya produksi minyak dari negara-negara di luar OPEC, yang kemudian diikuti

dengan diturunkannya harga minyak oleh Inggris, Norwegia dan Nigeria pada pertengahan

Oktober 1984. Keadaan ini memaksa OPEC untuk mengadakan sidang di Jenewa pada tanggal

29 Oktober 1984 dengan keputusan untuk mengurangi produksinya dari 17,5 juta barrel

menjadi 16 juta barrel per hari dan tetap mempertahankan harga patokan minyaknya sebesar US

$ 29 per barrel. Dengan penurunan produksi tersebut, Indonesia mendapat pengurangan kuota

produksi sebesar 111.000 barrel per hari yang berarti penerimaan dari sektor minyak agak

berkurang. Mengingat situasi perminyakan yang tidak menentu tersebut, telah diambil

kebijaksanaan untuk lebih meningkatkan penerimaan devisa dari hasil ekspor di luar minyak

dan gas, antara lain dengan melalui usaha diversifikasi, peningkatan daya saing barang-barang

ekspor serta perluasan pasaran di luar negeri. Di samping itu peranan ekspor barang-barang

industri diusahakan pula peningkatannya.

Serangkaian tindakan Pemerintah untuk meningkatkan ekspor di luar minyak dan gas

diawali dengan kebijaksanaan ekspor yang tertuang dalam PP No.1 bulan Januari 1982, yang

kemudian dilanjutkan dengan tindakan devaluasi rupiah terhadap matauang dollar Amerika

pada bulan Maret 1983. Dalam tahun pertama Pelita IV ini Pemerintah tetap melanjutkan

kebijaksanaan ekspor sebagaimana yang tertuang dalam PP No.1 tahun 1982 beserta peraturan-

peraturan pelaksanaannya, seperti pemberian sertifikat ekspor, kredit ekspor, pajak ekspor dan

Departemen Keuangan RI 127

Page 128: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pajak ekspor tambahan, penyederhanaan dan penyempurnaan prosedur ekspor, serta sistem

imbal beli di mana pembelian barang-barang Pemerintah dari luar negeri yang memakai dana

APBN dikaitkan dengan ekspor di luar minyak dan gas. Dalam pemberian fasilitas sertifikat

ekspor, prosentasenya yang semula ditetapkan setiap 6 bulan, mulai tanggal 1 Juli 1984

ditetapkan setiap 12 bulan. Sampai dengan bulan November 1984, terdapat 2.144 jenis barang

yang sudah memperoleh tasilitas sertifikat ekspor, meliputi berbagai macam barang yang tidak

terbatas pada produk tekstil saja, tetapi juga produk-produk lainnya.

Mengenai prosedur ekspor, telah dilakukan penyederhanaan perizinan yang berlaku dan

penghapusan izin-izin yang dapat menghambat ekspor, di antaranya telah dicabut 16 perizinan

di bidang pengusahaan hutan, 12 perizinan di bidang pertanian, 12 perizinan di sektor perhu

bungan, dan 17 perizinan di sektor perdagangan. Demikian juga mulai 1 Oktober 1984

dihapuskan pungutan langsung dari Pemerintah Daerah terhadap beberapa komoditi ekspor

yaitu plywood, kayu gergajian, rotan, karet, kelapa sawit, kopi, udang, ikan tuna, gaplek, dan

jagung. Sementara itu mum barang yang diekspor harus memenuhi standar mutu yang

ditetapkan dan selalu ditingkatkan. Untuk itu sampai dengan Agustus 1984 telah ditetapkan

standar mutu untuk 165 jenis barang-barang perdagangan, dan dari jumlah terse but baru 38

jenis barang yang sudah dilaksanakan. Sistem imbal beli, yang telah dilaksanakan sejak bulan

Januari 1982 sampai 3 Oktober 1984, mencakup kontrak yang sudah ditandatangani dengan 21

negara sebesar US $ 937,0 juta, sedangkan realisasinya mencapai US $ 465,6 juta. Di antara 21

negara tersebut, negara yang paling besar melaksanakannya adalah Republik Federasi Jerman,

disusul kemudian oleh Jepang.

Di bidang perpajakan, mulai t;mggal 1 Januari 1984 pungutan MPO ekspor atas

eksportir telah dihapuskan. Selanjutnya tarif pajak ekspor yang dikenakan atas beberapa

komoditi seperti bauksit dan pekatannya, serta biji nikel dan pekatannya diturunkan dari 10

persen menjadi nol persen. Begitu pula untuk refined bleached deodorized stearin dan crude

stearin, pajak ekspor tambahannya diturunkan. Sedangkan untUk mencegah penyalahgunaan

fasilitas sertifikat ekspor bagi hasil industri tekstil yang diekspor ke Hongkong, Singapura,

Malaysia dan Taiwan, para eksportir diharuskan menyertakan laporan surveyor yang

dikeluarkan oleh PT Sucofindo, sedang sistem pembayaran yang dapat digunakan hanyalah

irrevocable letter of credit, yang nilainya sarna dengan harga jual sebenamya. Dalam ekspor

produk tekstil, juga ditetapkan bahwa setiap eksportir barus menyerahkan bukti pembayaran

iuran ekspor produk tekstil untuk mendapatkan surat keterangan asal, lisensi ekspor, dan surat

persetujuan ekspor produk tekstil. Selanjutnya untuk memperluas pemasaran pakaian jadi,

Departemen Keuangan RI 128

Page 129: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

terutama ke negara-negara Eropa dan Amerika, telah dilakukan beberapa pendekatan dengan

negara-negara tersebut, antara lain dengan mengirimkan misi-misi dagang agar memperoleh

kuota yang lebih besar. Sebagai hasilnya telah dicapai persetujuan bilateral dengan negara-

negara yang tergabung dalam masyarakat ekonomi Eropa (MEE), Swedia dan Amerika Serikat,

sehingga Indonesia memperoleh kuota ekspor sebanyak 12 juta potong ke negara MEE, 3 juta

potong ke Swedia dan 11 juta potong ke Amerika Serikat. Dalam rangka memperlancar

pelaksanaan, dan mengambil manfaat sebesar-besamya dari kuota ekspor tekstil tersebut,

Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai kuota ekspor produk tekstil, dan peratUran

pelaksanaannya, di mana kuota tersebut diberikan kepada eksportir terdaftar yang secara

berkala barus melaporkan kegiatan ekspomya. Eksportir yang telah menerima kuota harus

melaksanakan sendiri ekspomya, kecuali dengan persetujuan Departemen Perdagangan untuk

bisa mengalihkan sebagian atau seluruh kuotanya kepada eksportir lainnya.

Selanjutnya untuk memantapkan pemasaran tembakau di pasaran internasional,

Pemerintah dalam tahun ini menyesuaikan kembali ketentuan ekspor tembakau. Karena udang

dipandang mempunyai potensi yang besar untuk menambah penerimaan devisa hasil ekspor,

maka Pemerintah mulai bulan Maret 1984 menggalakkan pembudidayaan udang tambak, antara

lain dengan mengadakan Proyek Tambak Inti Rakyat di atas tanah seluas 350 ha di desa Pusaka

Jaya Utara, Karawang, dengan tujuan meningkatkan produksi udang untuk memenuhi

kebutuhan dalam negeri, dan untuk diekspor. Kemudian dilanjutkan dengan program

intensifikasi tambak musim tanam tahun 1984/1985, yang dimulai tanggal 4 Januari 1984,

dengan tujuan untuk lebih memantapkan peningkatan produksi udang/bandeng, pendapatan

petani tambak, dan peningkatan devisa negara dari hasil ekspor udang dan bandeng. Sementara

itu untuk menghindarkan persaingan yang tidak sehat di antara eksportir kayu lapis yang dapat

mempengaruhi harganya, maka Asosiasi Panel Kayu Indonesia telah membentuk 7 kelompok

pemasaran kayu lapis sebagai Badan Pemasaran Bersama Ekspor Kayu Lapis, yang dikukuhkan

Menteri Perdagangan pada tanggal 15 Oktober 1984. Dengan adanya badan ini, kontrak-

kontrak penjualan untuk ekspor kayu lapis harns mendapat persetujuan daTi badan terse but.

Kemudian pada tanggal 13 September 1984 juga telah dikeluarkan ketentuan mengenai

pengawasan mutu kayu lapis untuk ekspor. Sementara itu kegiatan ekspor beberapa jenis

komoditi meliputi pupuk, semen, besi beton, ban mobil, kertas, aspal, minyak sawit dan inti

sawit, diawasi karena kebutuhan di dalam negeri semakin meningkat.

Dalam rangka kerjasama regional, sidang Menteri-menteri ASEAN ke-16 bulan Mei

1984 dalam rangka ASEAN Preferential Trading Arrangement telah menyetujui pemb_rian

Departemen Keuangan RI 129

Page 130: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

preferensi tarif antara 20 persen sampai maksimum 50 persen. Di antara barang-barang yang

mendapat preferensi tersebut Indonesia dapat mengekspor 8.283 jenis ke negara-negala

ASEAN lainnya. Selain kerjasama dengan negara-negara ASEAN, usaha meningkatkan

pemasaran komoditi di luar minyak juga terus dikembangkan baik melalui kerjasama bilateral,

regional maupun multilateral. Dalam hubungan ini di samping telah diadakan pernndingan

bilateral dengan negara-negara anggota MEE, Swedia, dan Amerika Serikat di bidang tekstil,

juga terus ditingkatkan kerjasama dalam Organisasi Kopi Internasional (ICO), Dewan Timah

Internasional (ITC), Perjanjian Timah Internasional (ITA), Asosiasi Negara-negara Produsen

Timah (ATPC), Perjanjian Karet Alam Internasional (INRA), dan organisasi-organisasi lainnya

yang berhubungan dengan kerjasama perdagangan barangbarang di luar minyak. Di samping itu

pada saat ini juga sedang dijajagi oleh Pemerintah kemungkinan untuk mengadakan hubungan

dagang langsung dengan RRC tanpa melalui pihak ketiga. Sedangkan untuk meningkatkan

hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara-negara Eropa Timur, telah dikirim delegasi

ekonomi Indonesia ke negara-negara Uni Soviet, Hongaria, Cekoslowakia dan Jerman Timur,

dan sebagai kelanjutannya telah dibentuk team koordinasi dalam bidang kerja sarna ekonomi

dan perdagangan dengan Eropa Timur. Untuk mempermudah hubungan dagang ini, kedutaan

Republik Indonesia setempat diberi wewenang oleh Pemerintah untuk mengeluarkan visa bagi

importir-importir negara-negara tersebut yang akan melakukan penjajagan ke Indonesia. Selain

itu telah ditunjuk pula perusahaan pelayaran swasta dan Pemerintah untuk melaksanakan

keagenan umum perkapalan ke negara-negara Eropa Timur. Dalam hubungan. ASEAN dengan

negara-negara MEE, Indonesia sebagai negara anggota ASEAN turut memperjuangkan

kepentingan-kepentingan ASEAN dalam bentuk penyampaian beberapa masalah yang berkaitan

dengan adanya hambatan-hambatan di bidang tarif maupun non tarif. Di samping itu, MEE juga

memberikan bantuan teknis kepada negara-negara ASEAN termasuk Indonesia, dengan

memberikan kursus-kursus untuk meningkatkan kemampuan ekspor negara-negara tersebut.

Selain mengadakan hubungan dengan MEE, ASEAN juga telah mengadakan hubungan

kerjasama perdagangan dengan Amerika Serikat, jepang, Kanada, Australia dan New Zealand,

yang kesemuanya merupakan upaya untuk meningkatkan pemasaran barang-barang ASEAN ke

negara-negara tersebut, serta berusaha untuk menghilangkan atau mengurangi hambatan-

hambatan yang sebelumnya terjadi.

Selanjutnya dalam rangka lebih meningkatkan ekspor di luar minyak dan gas,

Pemerintah mengaktifkan fungsi dari atase-atase perdagangan Indonesia di luar negeri, antara

lain dengan mengadakan pertemuan rutin antara pengusaha/eksportir-eksportir di dalam negeri

Departemen Keuangan RI 130

Page 131: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dengan para atase perdagangan di luar negeri. Dengan pertemuan-pertemuan tersebut para

eksportir dapat menyampaikan informasi tentang produk mereka, dan sebaliknya para atase

perdagangan dapat memberikan informasi kepada eksportir tentang permintaan konsumen di

luar negeri. Dengan demikian diharapkan barang-barang produksi Indonesia akan dapat lebih

mudah masuk ke posar internasional. Selain itu Pemerintah telah memperbanyak pusat-pusat

promosi dagang di luar negeri, serta memperbanyak pengiriman misi-misi dagang ke luar

negeri yang dipimpin langsung oleh Menteri Perdagangan.

Sementara itu kegiatan Bursa Komoditi yang diresmikan pada bulan Desember 1982

dalam waktu dekat akan dimulai. Oleh karena sampai sekarang baru asosiasi pengusaha di

bidang karet (Gapkindo) yang telah menyatakan dukungannya terhadap pemasaran karet

melalui bursa, maka Pemerintah menetapkan bahwa karet merupakan komoditi pertama yang

diperniagakan di bursa. Untuk itu dibentuk Komite Karet yang bertugas menyusun ketentuan-

ketentuan perniagaan karet di bursa tersebut.

5.2.2.Kebijaksanaan di bidang impor

Kebijaksanaan di bidang impor ditujukan untuk menunjang pertumbuhan industri

dalam negeri dengan memperlancar pengadaan beberapa bahan baku/penolong dan barang

modal, serta untuk menjaga kestabilan harga beberapa bahan pokok yang diperlukan

masyarakat. Dalam rangka lebih memberikan kepostian berusaha, dan mendorong industri

dalam negeri, Pemerintah telah memperluas pemberian fasilitas berupa pembebasan sebagian

dan/atau seluruh bea masuk dan pajak penjualan impor terhadap pemasukan bahan

baku/penolong serta barang modal, seperti kacang kedele, peralatan laboratorium, peralatan

pertukangan, permesinan, perkakas tangan, serta elektro motor. Di lain pihak, dalam rangka

memberikan perlindungan terhadap barang-barang yang telah dapat dihasilkan, dan mencukupi

kebutuhan di dalam negeri, serta untuk menciptakan persaingan yang sehat dan wajar antara

produksi dalam negeri dengan produksi eks impor sejalan dengan usaha peningkatan

penggunaan/pemakaian produksi dalam negeri, Pemerintah telah mencabut

keringanan/pembebasan, dan sekaligus menaikkan tarif bea masuk dan pajak penjualan impor

terhadap impor barang-barang seperti kertas untuk jenis tertentu, pipa besi dan produk

polyvinyl chloride (PVC), aluminium sheet dan fuli aluminium jenis-jenis tertentu. Demikian

pula terhadap beberapa produk yang telah dapat dirakit di dalam negeri, seperti me sin penggali

(hydraulic excavator) dan wheel loader, juga telah diberlakukan tari( bea masuk dan pajak

penjualan impor yang baru. Sedangkan untuk menjaga kestabilan harga minyak goreng di

Departemen Keuangan RI 131

Page 132: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dalam negeri pada tingkat yang dapat dijangkau oleh masyarakat, Pemerintah telah

membebaskan bea masuk dan pajak penjualan impor terhadap minyak goreng segala jenis yang

diimpor dalam jumlah yang diatur oleh Menteri Perdagangan.

Guna menjamin kelancaran pengadaan bahan baku/penolong yang masih harns

diimpor dari luar negeri untuk proses produksi industri dalam negeri, Pemerintah telah

mengeluarkan peraturan pelaksanaan mengenai tataniaga impor barang-barang yang termasuk

kelompok produk industri. Dengan demikian, barang-barang yang telah dimasukkan ke dalam

kelompok produk industri hanya dapat diimpor oleh importir produsen terdaftar bagi masing-

masing kelompok produksi yang diakui oleh Menteri Perdagangan, dan importir terdaftar, yang

dapat terdiri dari pernsahaan negara, perusahaan swasta nasional dan pernsahaan dalam rangka

penanaman modal. Dalam rangka memanfaatkan kapositas industri, produk baja lembaran,

gulungan dan pelat yang digiling pada suhu tinggi dan rendah, diatur dalam tataniaga ekspor

dan impor secara terpadu. Dengan pengaturan tersebut, PT Krakatau Steel atau PT Giwang

Selogam ditunjuk sebagai eksportir baja lembaran, gulungan dan pelat yang digiling pada suhu

tinggi, dan sekaligus sebagai importir baja lembaran dan gulungan tertentu yang digiling pada

suhu rendah. Untuk lebih memantapkan pelaksanaan tataniaga impor produk baja lembaran dan

gulungan yang digiling pada suhu rendah, maka jenisnya diperluas lagi dengan menunjuk PT

Krakatau Steel atau PT Tambang Timah sebagai importirnya. Demikian juga terhadap impor

produk aluminium dan barang logam tidak inulia, telah diatur dalam tataniaga impor dengan

menunjuk PT Tambang Timah sebagai importirnya. Sehubungan dengan berlakunya Undang-

Undang Pajak Penghasilan 1984, maka pungutan MPO atas barang-barang impor dihentikan,

dan sebagai gantinya dipungut pajak penghasilan (PPh). Besarnya pungutan ditetapkan sebesar

2,5 persen bagi imp or barang yang menggunakan API, APIS atau APIT, dan sebesar 7,5 persen

bagi impor barang yang tidak menggunakan API, APIS atau APIT masing-masing dihitung dari

nilai dasar impor (cif).

Adapun untuk mengurangi ketergantungan terhadap barang-barang impor, telah

dilakukan usaha-usaha untuk mengarahkan penggunaan devisa dalam rangka menggalakkan

penggunaan produksi industri di dalam negeri. Sehubungan dengan itu, beberapa peralatan yang

digunakan untuk industri perminyakan telah dapat diproduksi di dalam negeri, walaupun untuk

memproduksi peralatan tersebut sekitar 30 persen bahan bakunya masih perlu diimpor.

Sementara itu. proyek Aromatik Plaju di Sumatera Selatan telah dilanjutkan pembangunannya

sesuai dengan rencana penjadwalan kembali (rephasing). Untuk tahap pertama pembangunan

proyek ini dibatasi pada perangkat hilir yang terdiri dari pabrik Pure Terepthalic Acid (PTA)

Departemen Keuangan RI 132

Page 133: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dengan kapositas 150.000 ton per tahun. PTA akan diproses lebih lanjut menjadi polyester oleh

industri hilir, sedangkan bahan bakunya yang berupa paraxylene masih perlu diimpor. Dengan

dilanjutkannya pembangunan proyek ini maka diharapkan akan lebih mendorong dan

memantapkan industri sandang di dalam negeri.

5.3. Perkembangan neraca pembayaran dalam tahun 1984/1985

Walaupun berbagai hambatan telah mempengaruhi usaha pemulihan ekonomi dunia,

namun dengan adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan baik di bidang ekspor, impor maupun lalu

lintas devisa, neraca pembayaran Indonesia dalam tahun 1984/1Y85 diperkirakan masih

mengalami surplus walaupun tidak sebesar tahun sebe1umnya. Jumlah penerimaan devisa dari

hasil minyak dan gas bersih, dan ekspor bukan minyak dan gas dalam tahun 1984/1985

diperkirakan mencapai US $ 13.099 juta, sedangkan jumlah penge1uaran devisa untuk

membiayai imp or dan jasa-jasa bukan minyak dan gas dalam periode yang sarna diperkirakan

mencapai US $ 16.345 juta. Dengan deniikian realisasi transaksi berjalan dalam periode terse

but diperkirakan akan mengalami defisit sebesar US $ 3.246 juta. Sedangkan lalu lintas modal

bersih, yaitu jumlah pemasukan modal Pemerintah, dan pemasukan modal lainnya dikurangi

dengan pembayaran kembali angsuran pokok hutang luar negeri, dalam tahun 1984/1985

diperkirakan mencapai sebesar US $ 3.191 juta. Sete1ah memperkirakan adanya selisih yang

be1um diperhitungkan sebesar positif US $ 698 juta, neraca pembayaran dalam tahun

1984/1985 diperkirakan mengalami surplus sebesar US $ 643 juta. Perincian perkembangan

neraca pembayaran dapat dilihat dalam Tabe1 V.l.

5.3.1.Ekspor

Realisasi nilai ekspor minyak dan gas maupun bukan minyak dan gas dalam tahun

1984/1985 diperkirakan berjumlah sebesar US $ 19.779 juta, dibandingkan dengan nilai ekspor

tahun 1983/1984 sebesar US $ 19.816 juta, berarti terdapat penurunan sebesar US $ 37 juta.

Dari jumlah ekspor kese1uruhan tahun 1984/1985, nilai ekspor minyak dan gas berjumlah

sebesar US $ 13.729 juta. Sedangkan ekspor bukan minyak dan gas diperkirakan mengalami

kenaikan sebesar US $ 683 juta, yaitu dari US $ 5.367 juta dalam tahun 1983/1984 menjadi US

$ 6.050 juta dalam tahun 1984/1985.

Departemen Keuangan RI 133

Page 134: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Tabel V.l

NERACA PEMBAYARAN, 1969/1970 - 1984/1985 ( dalam jutaan US $ )

I. Barang.barang don jasa.jasa1. Ekspor, fob + 1.204 + 15,3 + 1.374 + 14,1 + 1.939 + 41,1 + 86,3minyak dan gas + 384 + 443 + 15,4 + 590 + 33,2 + 965 + 63,6 + 1. 708 + 77tanpa minyak dan gas + 660 + 761 + 15,3 + 784 + 3 + 974 + 24,2 + 95,6

2. Impor, fob + 0,5 + 13,2 + 32,3 + 86,2minyak dan gas - 88 - 94 + 6,8 - 132 + 40,4 - 159 + 20,5 - 461 + 189,9tanpa minyak dan gas - 0,1 + 10,7 + 33,7 + 75,13. Jasa-jasa 448 - 490 + 9,4 - 574 + 17,1 - 845 + 47,2 + 53,3minyak dan gas 204 - 214 + 4,9 - 254 + 18,7 - 407 + 60,2 - 606 + 48,9tanpa minyak don gas 244 - 276 + 13,1 - 320 + 15,9 - 438 + 36,9 - 689 + 57,34. Transaksi berjalan 501 - 388 - 22,6 - 448 + 15,5 - 557 + 24,3 - 756 + 35,7minyak dan gas + 92 + 135 + 46,7 + 204 + 51,1 + 399 + 95,6 + 641 + 60,7tanpa minyak dan gas - 593 - 523 - 11,8 - 652 + 24,7 - 956 + 46,6 + 46,1H. S D R + 35 + 28 - 20 + 30 + 7,1 - - - -HI. Pemasnkan modal Pemerintab + 371 + 369 - 0,5 + 400 + 8,4 + 481 + 20,3 + 643 + 33,71. Bantuan program + 308 + 283 - 8,1 + 286 + 1,1 + 336 + 17,5 + 281 - 16,42. Bantnan prorok dan lain-lain + 63 + 86 + 36,5 + 114 + 32,6 + 145 + 27,2 + 362 + 149,7IV. Lain lintas modallainnya + 27 + 115 + 190 + 65,2 + 480 + 152,6 + 549 + 14,4V. Pembayaranhntang pokok 31 - 47 + 51,6 - 78 + 66 - 66 - 15,4 - 81 + 22,7VI. Jumlah I sId V 99 + 77 + 94 + 338 + 355VII. Sensih yang belum dapat diperhitungkan + 56 - 95 + 6 + 87 + 5VIII. Lain lintas moneter + 43 + 18 - 100 - 425 - 360

1969/1970 1970/1971persentase

1971/1972persentase

1972/1973perubahan perubabanpersentase

1973/1974persentase

pernbahan perubahan

-1.009 -1.008 -1.116 -1.492

325,9

1.044 3.613

1.905

-1.097 -1.102 -1.248 -1.651 -3.074

-2.613-1.295

-1.397

I. Barang.barang don jasa.jasa1. Ekspor, fob + 3.613 + 7.186 + 98,9 + 7.146 - 0,6 + 9.213 + 28,9 + 10.860 + 17,9 + 11.353 + 4,5minyak dan gas + 1.708 + 5.153 + 201,7 + 5.273 + 2,3 + 6.350 + 20,4 + 7.353 + 15,8 + 7.374 + 0,3tanpa minyak dan gas + 1.905 + 2.033 + 6,7 + 1.873 - 7,9 + 2.863 + 52,9 + 3.507 + 22,5 + 3.979 + 13,52. Impor, fob + 65,8 + 6,1 + 32,6 - 7.866 + 9,7 - 8.443 + 7,3minyak dan gas 461 + 176,6 930 - 27,1 1.753 + 88,5 1.490 - 15 1.711 + 14,8tanpa minyak dan gas + 46,3 + 17,2 + 21 - 6.376 + 17,6 - 6.732 + 5,63. Jasa-jasa + 72 + 16,3 + 9,7 - 3.684 + 29,6 - 4.065 + 10,3minyak dan gas - 606 + 104,6 2,8 - 887 - 26,4 - 1.418 + 59,9 - 1.653 + 16,6tanpa minyak don gas - 689 987 + 43,3 + 40,4 + 41,1 - 2.266 + 15,9 - 2.412 + 6,44. Transaksi berjalan 756 - 138 81,7 854 + 518,8 802 - 6,1 - 690 - 14 1.155 + 67,4minyak dan gas + 641 + 2.638 + 311,5 + 3.138 + 19 + 3.710 + 18,2 + 4.445 + 19,8 + 4.010 - 9,8tanpa minyak dan gas + 98,7 + 43,8 + 13 - 5.135 + 13,8 - 5.165 + 0,6H. S D R - - - - - - - - - + 64HI. Pemasnkan modal Pemerintab + 643 + 660 + 2,6 + 1.995 + 202,3 + 1.823 - 8,6 + 2.106 + 15,5 + 2.208 + 4,81. Bantuan program + 281 + 180 - 35,9 + 74 - 58,9 + 147 + 98,6 + 157 + 6,8 + 94 - 40,12. Bantnan prorok dan lain-lain + 362 + 480 + 32,6 + 1.921 + 300,2 + 1.676 - 12,8 + 1.949 + 16,3 + 2.114 + 8,5IV. Lain lintas modallainnya + 549 131 + 720,6 + 38 + 103,5 + 176 + 363,2 + 392 + 122,7V. Pembayaranhntang pokok - 81 - 89 + 9,9 - 77 - 13,5 - 166 + 115,6 761 + 358,4 - 632 - 17VI. Jumlah I sId V + 355 + 302 11 + 893 + 831 + 877VII. Sensih yang belum dapat diperhitungkan + 5 - 311 - 353 + 108 180 - 169VIII. Lain lintas moneter - 360 + 9 + 364 - 651 708

1973/1974 1974/1975persentase

1975/1976persentase

1976/1977perubahan perubabanpersentase

1977/1978persentase

1978/1979pernbahan perubahanpersentaseperubahan

-3.074 -5.097 -5.409 -7.173-1.275

-2.613 -3.822 -4.479 -5.420-1.295 -2.227 -2.591 -2.842

-1.240 -1.205-1.386 -1.955

-1.397 -2.776 -3.992 -4.512

-123,9 -1.075

-1.001

-

Realisasi nilai ekspor secara kese1uruhan dalam periode April-Agustus 1984

menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan realisasi nilai ekspor dalam periode yang

sama tahun 1983, yaitu dari sebesar US $ 7.937,6 juta rnenjadi sebesar US $9.100,4 juta.

Realisasi nilai ekspor sebesar US $ 9.100,4 juta tersebut terdiri dari nilai ekspor minyak dan gas

sebesar US $ 6.765,5 juta, dan nilai ekspor di luar rninyak dan gas sebesar US $ 2.334,9 juta.

Bila dibandingkan dengan realisasinya selarna periode April-Agustus 1983 sebesar US $5.959,8

juta, berarti nilai ekspor rninyak dan gas tersebut rnengalami kenaikan sebesar 13,5 persen.

Peningkatan ini terjadi antara lain karena adanya peningkatan yang cukup besar dalarn

ekspor gas alarn cairo Nilai ekspor di luar rninyak dan gas selarna periode April-Agustus 1984

tersebut berarti rneningkat sebesar US $ 357,1 juta atau 18,1 persen dibandingkan dengan nilai

ekspornya dalarn periode yang sarna tahun 1983 sebesar US $ 1.977,8 juta. Peningkatan

tersebut tidak terlepos dari adanya perbaikan dalarn perekonornian dunia, yang pada gilirannya

Departemen Keuangan RI 134

Page 135: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

rneningkatkan perrnintaan negara-negara industri terhadap barang-barang ekspor negara

berkernbang, terrnasuk dari Indonesia. Sebagai salah satu komoditi dalarn kelornpok barang

utama, ekspor kayu dalarn periode April-Agustus 1984 rnencapai nilai sebesar US $ 438,4 juta,

yang berarti US $ 7,2 juta lebih rendah dari nilai ekspor pada periode yang sarna tahun

sebelurnnya sebesar US $ 445,6 juta.

Penurunan ini disebabkan oleh rnenurunnya harga kayu, rneskipun pernasanin kayu

lapis ke beberapa negara sernakin rneningkat, diantaranya ke beberapa negara Asia, Tirnur

Tengah, Eropa dan Arnerika Serikat. Ekspor karet yang dalarn periode April-Agustus 1983

realisasinya mencapai US $ 343,4 juta, dalam periode yang sarna tahun 1984 menunjukkan

peningkatan rnenjadi sebesar US $ 373,4 juta, Meningkatnya nilai ekspor ini disebabkan oleh

rneningkatnya perrnintaan Amerika Serikat akan karet alam untuk rnenambah cadangan

strategisnya, dan perrnintaan dari Jepang karena meningkatnya kebutuhan untuk mermnuhi

pesanan dari luar negeri, meskipun dalarn periode tersebut harga karet rnengalarni penurunan,

Sebaliknya nilai ekspor tirnah yang dalam lima bulan pertama tahun 1984/1985 berjumlah

sebesar US $ 103,9 juta, menunjukkan adanya penurunan sebesar US $ 30,8 juta bila

dibandingkan dengan nilai ekspornya dalam periode yang sama tahun 1983/1984 yang

berjumlah sebesar US $ 134,7 juta.

Penurunan ini terjadi karena meskipun harga naik tetapi volume ekspornya menurun

sebagai akibat pembatasan ekspor timah oleh Dewan Timah Internasional, dan adanya

penggunaan bahan-bahan lain pengganti timah, sehingga pemakaian timah berkurang.

Demikian pula nilai ekspor minyak sawit telah menurun dari sebesar US $40,2 juta dalarn

periode April-Agustus 1983, rnenjadi sebesar US $ 9,8 juta dalarn periode yang sama tahun

1984, Menurunnya ekspor minyak sawit ini disebabkan oleh karena adanya pembatasan ekspor

untuk memenuhi kebutuhan dalarn negeri, meskipun harganya di posar internasional mulai

rnembaik. Sedangkan nilai ekspor biji sawit yang mencapai sebesar US $0,8 juta untuk periode

April-Agustus 1983, dalam periode 1984 belum ada realisasinya, karena ada penundaan dalarn

pelaksanaan ekspornya, Sebaliknya .nilai ekspor kopi yang pada lima bulan pertama tahun

1983/1984 mencapai US $ 203,6 juta, dalam periode yang sama tahun 1984/1985 meningkat

menjadi US $ 233,4 juta. Kenaikan tersebut terjadi selain disebabkan oleh kenaikan harga kopi

di posar internasional, juga disebabkan oleh naiknya kuota ekspor kopi.

Kenaikan harga ini timbul karena adanya pembelian secara besar-besaran yang

berlangsung setelah tersiar kabar kemungkinan rusaknya panen kopi Brazil tahun 1985 akibat

hawa beku yang akan melanda negara tersebut, serta berkurangnya penawaran kopi robusta dari

Departemen Keuangan RI 135

Page 136: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Pantai Gading. Adapun barang lainnya seperti hewan dan hasilnya, lada, bungkil kopra, bahan

makanan, barang tambang, dan lain-Iainnya termasuk kerajinan tangan dan pakaian jadi, selama

lima bulan pertama 1984/1985 mencapai nilai ekspor sebesar US $ 1.067,5 juta atau US $ 338,0

juta lebih tinggi hila dibandingkan dengan nilai ekspornya dalam periode yang sarna tahun

1983/1984 sebesar US $ 729,5 juta. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya nilai ekspor

komoditi lada, bahan makanan, barang tamba.p.g dan lain-lain, termasuk tekstil dan pakaian

jadi. Nilai ekspor lada dan bahan makanan termasuk tapioka, kalau dalam lima bulan pertama

tahun 1983/1984 masing-masing berjumlah sebesar US $ 17,4 juta dan US $ 34,2 juta, dalam

jangka waktu yang sarna tahun 1984/1985 meningkat masing-masing menjadi sebesar US $

22,7 juta dan US $ 50,2 juta. Selanjutnya barang tambang yang dalam periode April-Agustus

1983 nilai ekspornya sebesar US $ 175,6 juta, dalam periode yang sarna tahun 1984 meningkat

sebesar US $ 94,7 juta, sehingga menjadi sebesar US $ 270,3 juta. Meningkatnya nilai ekspor

barang tambang ini disebabkan oleh meningkatnya ekspor aluminium dan tembaga. Demikian

pula nilai ekspor lain-lain meningkat dalam periode yang sarna dad sebesar US $ 378,6 juta

dalam tahun 1983, menjadi US $ 626,1 juta untuk tahun 1984, yang disebabkan an tara lain

oleh meningkatnya ekspor kerajinan tangan termasuk pakaian jadi, semen dan alat-alat listrik.

5.3.2. Impor

Rangkaian kebijaksanaan di bidang impor yang telah dan sedang dilaksanakan dalam

beberapa periode ini banyak mempengaruhi perkembangan impor dalam tahun 1984/1985.

Berkaitan dengan itu, nilai impor bukan minyak dan gas dalam tahun 1984/1985 diperkirakan

berjumlah sebesar US $ 12.169 juta, yang berarti US$ 646 juta atau 5,0 persen lebih rendah bila

dibandingkan dengan realisasi nilai impor bukan minyak dan gas dalam tahun 1983/1984 yang

berjumlah sebesar US $ 12.815 juta. Lebih rendahnya nilai impor tersebut terutama disebabkan

karena menurunnya impor yang dilakukan dalam rangka bantuan proyek. Sementara itu nilai

impor minyak dan gas dalam tahun 1984/1985 diperkirakan berjumlah sebesar US $ 3.269 juta,

yang berarti mengalami penurunan sebesar US $ 220 juta bila dibandingkan dengan realisasi

nilai impor minyak dan gas pacta tahun sebelumnya yang berjumlah sebesar US $ 3.489 juta.

Penurunan ini terutama disebabkan karena menurunnya impor peralatan untuk keperluan

eksplorasi minyak sejalan dengan telah dapat diproduksinya beberapa perala tan pengeboran

minyak oleh industri dalam negeri.

Dilihat dari golongan barangnya, realisasi impor bukan minyak dan gas dalam periode

April-Agustus 1984 berjumlah sebesar US $ 4.427,6 juta atau US $ 320 juta (6,7 persen) lebih

Departemen Keuangan RI 136

Page 137: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

rendah hila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sarna tahun 1983 yaitu

sebesar US $ 4.747,6 juta. Lebih rendahnya nilai impor tersebut terjadi alas imp or semua

golongan barang, baik barang konsumsi, bahan baku/penolong maupun barang modal.

Sementara nilai impor kelompok barang konsumsi dalam tahun 1984 berjumlah sebesar US

$314,6 juta. Hal ini berarti terdapat penurunan sebesar US $ 60,3 juta atau sebesar 16,1 persen

hila dibandingkan dengan nilai impornya dalam periode yang sarna tahun 1;183 sebesar US

$374,9 juta. Penurunan nilai impor ini terjadi alas impor hampir semua jenis barang konsumsi,

dan telah menyebabkan menurunnya peranan impor barang konsumsi terhadap nilai impor

bukan minyak dan gas secara keseluruhan dari 7,9 persen menjadi 7,1 persen. Selanjutnya

realisasi impor bahan baku/penolong dalam periode April-Agustus 1984 juga menunjukkan

adanya penurunan bila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun

sebelumnya. Apabila realisasi nilai impor bahan baku/penolong dalam periode April-Agustus

1984 berjumlah sebesar US $ 2.168,0 juta, dalam periode yang sama tahun 1983 realisasi

impornya berjumlah sebesar US $ 2.258,5 juta. Hal ini berarti lebih rendah sebesar US $ 90,5

juta, atau sebesar 4,0 persen. Lebih rendahnya nilai impor tersebut disebabkan karena

menurunnya impor bahan kimia, bahan obat-obatan, pupuk, bahan-bahan kertas, bahan

bangunan serta semen, kapur, dan bahan bangunan buatan pabrik lainnya. Namun demikian

apabila dilihat dari peranan impor bahan baku/penolong terhadap impor bukan minyak dan gas

seC(I,ra keseluruhan, persentasenya mengalami peningkatan dari 47,6 persen dalam periode

April-Agustus 1983, menjadi sebesar 49,0 persen dalam periode yang sarna tahun 1984.

Adapun realisasi nilai impor barang modal dalam periode April-Agustus 1984 berjumlah

sebesar US $ 1.945,0 juta. Apabila dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sarna

tahun 1983 yang berjumlah sebesar US $ 2.114,2 juta, berarti telah terjadi penurunan sebesar

US $ 169,2 juta atau 8,0 persen. Penurunan ini terjadi pacta impor mesin-mesin, generator

listrik, peralatan listrik dan lainnya. Penurunan dalam realisasi nilai impor ini telah

mengakibatkan pula menurunnya persentase impor kelompok barang modal terhadap realisasi

nilai impor bukan minyak dan gas secara keseluruhan, yaitu dari sebesar 44,5 persen dalam

periode April-Agustus 1983, menjadi sebesar 43,9 persen dalam periode yang sarna tahun 1984.

Gambaran yang terperinci mengenai impor bukan minyak dan gas dapat diikuti dalam Tabel

V.3.

Departemen Keuangan RI 137

Page 138: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

persentase persentase persentase persentase persentaseJenis barang 1969/1970 dari 1970/1971 dari 1971/1972 dari 1972/1973 dari 1973/1974 dari

jumlah jumlah jumlah jumlah jumlahI. Barang konsumsi 180,7 22,1 178,1 17,7 157 13,2 293,7 16,2 544,1 18,91. Beras 46,9 44,1 27,3 132,6 367,82. Tekstil 28,3 16 11,9 23 13,23. Susu, makanan, minuman danbuah - buahan 23,7 34 31,9 22,3 48,64. Tembakau daD olahannya 7,3 1,8 2,6 4,1 6,35. Sabun dan kosmetik 1 1,4 1,7 3,5 7,76. Alat-alat rumah tangga 10,9 12,3 15,8 6,7 24,67. Lainnya 62,6 68,5 65,8 101,5 75,9ll. Bahan baku/penolong 399,7 48,8 475,6 47,3 562,3 47,3 790,4 43,7 1.257,90 43,71. Bahan kimia 60,3 69,6 80 115,2 1712. Bahan obat-obatan 12,9 14,3 13,6 18,8 31,63. Pupuk 27,6 19,5 35,2 46,2 68,84. Bahan-bahan kertas 21,3 26,9 25,2 30,1 53,35. Benang tenun 54,3 55,3 56,5 106,2 206,56. Semen. kapur dan bahanbangunan buatan pabrik 11,3 13,8 18,2 25,8 46,57. Besi baja dan logam 61,5 72,6 113,2 186,6 351,48. Bahan-bahan karet dan plastik 1,3 1,2 1,1 19 78,39. Bahan bangunan 6,1 10,8 16,3 25,7 5610. Alat-alat listrlk 1 1,2 ' 0,9 5,7 2311. Lainnya 142,1 190,4 202,1 211,1 171;5III.Barang modal 238,7 29,1 352,6 35 470,6 39,5 724,5 40,1 1.079,00 37,41. Mesin-mesin 115,8 183,8 247,8 373,2 588,42. Generator listrik 5,3 7,6 10,9 31,9 87,13. Alat telekomunikasi 16,9 19,2 21 32,4 46,94. Peralatan listrik 7,2 11 12,3 16,4 31,35. Alat pengangkutan 44,7 62,9 81,4 141,2 301,36. Lainnya 48,8 68,1 97,2 129,4 24Jumlah 819,1 100 1.006,30 100 1.189,90 100 1.808,60 100 2.881,00 100

Tabel V.3NILAI IMPOR TANPA MINY AK DAN GAS MENURUT GOLONGAN BARANG, 1969/1970 - 1984/1985

(df, dalam jutaan US $)

persentase persentase persentaseJenis barang 1974/1975 dari 1975/1976 1976/1977 dari 1977/1978 dari 1978/1979 dari

jumJah jum1ah jum1ah jumJahI. Barang konsumsi 659 16,9 519 831,2 15,3 1.176,40 21,3 1.202,90 19,51. Beras 426,8 234,7 408,4 677,7 592,32. Tekstil 15,9 13,5 21,6 26,6 23,93. SolO, makanan, minuman danbuah-buahan 77,7 130,7 173,4 238,1 256,14. Tembakau dan olahannya 11,6 7,9 13,5 15,3 165. Sabun dan kosmetik 7,4 8,6 17,1 19,5 20,56. Alat-alat rumah tangga 31,9 27,8 42,5 43,5 56,97. Lainnya 87,7 95,8 154,7 155,8 237,2n. Bahan bakufpenolong 1.816,00 46,5 2.151,10 2.156,40 39,6 2.185,10 39,6 2.616,10 42,51. Bahan kimia 239,9 273,4 332,3 392,5 461,92. Bahan obat-obatan 33,8 33 45,4 42,1 48,33. Pupuk 305,6 316,5 22,1 31,9 55,24. Bahan-bahan kertas 58,9 70,7 109,6 117,2 123,25. Benang tenon 229,5 254,2 307,8 322,5 293,36. Semen, kapur dan bahanbangunan buatan pabrik 76,2 61,9 60,4 29,4 23,77. Besi baja dan logam 467,8 585,2 587,7 597,4 760,48. Bahan-bahan karet dan plastik 99,9 128,9 165,4 175,3 223,59. Bahan bangunan 77,4 111 165,7 155,4 115,710. Alat-alat listrik 38,4 62,7 97,6 84,2 90,311. Lcinnya 188,6 253,6 262,4 237,2 420,6ill.Barang modal 1.430,40 36,6 1.730,10 2.453,60 45,1 2.152,90 39,1 2.335,40 381. Mesin-mesin 738,7 804,9 1.125,80 944,7 1.113,102. Generator listrik 141 167,2 264,2 203,2 187,23. Alat telekomunikasi 60,7 122 355,4 200,9 122,54. Peralatan listrik 45,3 61,7 131,2 125,3 134,15. Alat pengangkutan 415,2 530,4 531,5 615,8 734,66. Lainnya 29,5 43,9 45,5 63 43,9Jumlah 3.905,40 100 4.400,20 5.441,20 100 5.514,40 100 6.154,40 100

jum1ah11,8

48,9

100

Berdasarkan PPUD yang diolah Biro Pusat Statistik

persentase persentasedari

39,3

5.3.3.Pengeluaran jasa-jasa (netto)

Usaha-usaha meningkatkan penerimaan devisa dan penghematan penggunaan devisa

dalam bidang jasa-jasa terus digalakkan. Berkaitan dengan itu, fasilitas bebas visa selama dua

bulan yang telah diberikan sejak 1 April 1983 kepada wisatawan dari 26 negara, mulai 1

September 1984 juga diberikan kepada para pengusaha dari negara-negara tersebut, bahkan

telah ditambah dua negara lagi sehingga meliputi 28 negara. Demikian pula pembangunan

Departemen Keuangan RI 138

Page 139: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

industri dan sarana pariwisata dirangsang dengan memberikan keringanan bea masuk dan pajak

penjualan impor atas barang-barang tertentu yang masih dibutuhkan dan belum dihasilkan di

dalam negeri. Sementara itu kebijaksanaan pengiriman tenaga kerja Indonesiake luar negeri

(Timur Tengah) terus digalakkan, dengan harapan dapat menambah penerimaan devisa yang

berasal dari uang kiriman para tenaga kerja ke tanah air (remittance). Pengendalian tata

pelaksanaan pengerahan tenaga kerja dewasa ini mencakup juga penentuan upah terendah, dan

kewajiban mentransfer paling sedikit lima puluh persen penghasilan yang diterima. Selanjutnya

usaha penghematan penggunaan devisa di bidang jasa-jasa dilaksanakan dengan tetap

menerapkan bea fiskal perjalanan luar negeri sebesar Rp 150.000,- bagi setiap orang yang

bepergian ke luar negeri. Pengeluaran devisa untuk jasa-jasa setelah dikurangi dengan

penerimaan devisa dari jasa-jasa, baik minyak dan gas maupun di luar minyak dan gas, dalam

tahun 1984/1985 diperkirakan berjumlah sebesar US $ 7.587 juta. Jumlah ini berarti lebih

rendah sebesar US $ 76 juta hila dibandingkan dengan realisasinya dalam tahun sebelumnya

yang berjumlah sebesar US $ 7.663 juta. Perkiraan penge1uaran devisa untuk jasa-jasa tersebut

terdiri dari pengeluaran jasa-jasa bukan minyak dan gas sebesar US $ 4.176 juta, yang berarti

lebih tinggi sebesar US $ 102 juta atau 2,5 persen hila dibandingkan dengan realisasi tahun

sebelumnya yang berjumlah sebesar US $ 4.074 juta. Lebih tingginya pengeluaran jasa-jasa

tersebut terutama disebabkan karena meningkatnya pembayaran bunga pinjaman luar negeri. Di

lain pihak pengeluaran jasa-jasa minyak (termasuk LNG) menunjukkan penurnnan sebesar US$

178 juta atau sebesar 5,0 persen, yaitu dari US $ 3.589 jut3 dalam tahun 1983/1984 menjadi US

$ 3.411 juta dalam tahun 1984/1985.

5.3.4. Lalu lintas modal dan transfer

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan pembiayaan dan terbatasnya penerimaan

devisa yang dapat dihimpun, pemasukan modal baik dalam bentuk pemasukan modal

Pemerintah maupun modallainnya tetap diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan

neraca pembayaran, dan kelangsungan pembangunan ekonomi nasional. Namun demikian sikap

berhati-hati dalam meminjam, dan selektif dalam pemilihan proyek-proyek yang dibiayai dari

dana luar negeri tersebut lebih diperhatikan, sehingga penggunaannya dapat meningkatkan

kemampuan pengembangan industri dalam negeri, dan mendorong perluasan lapangan kerja,

serta pacta akhirnya tidak akan menyulitkan posisi neraca pembayaran dimasa yang akan

datang. Sehubungan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut, lalu lintas modal, yang

merupakan hasil bersih pemasukan modal Pemerintah dan pemasukan modal lainnya setelah

dikurangi dengan pembayaran angsuran pokok hutang luar negeri, dalam tahun 1984/1985

Departemen Keuangan RI 139

Page 140: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

diperkirakan berjumlah sebesar US $ 3.191 juta. Jumlah tersebut terdiri dari pemasukan modal

Pemerintah sebesar US $ 4.359 juta, dan pemasukan modallainnya sebesar US $ 341 juta.

Apabila dibandingkan dengan realisasi tahun 1983/1984, masing-masing menurun sebesar US $

1.434 juta atau 24,8 persen, dan sebesar US $ 850 juta atau 71,4 persen. Sedangkan realisasi

pelunasan hutang pokok luar negeri dalam tahun 1984/1985 diperkirakan meningkat dari tahun

sebelumnya sehingga mencapai jumlah sebesar US $ 1.509 juta. Peningkatan terse but adalah

sejalan dengan semakin bertambah besarnya kewajiban penyelesaian hutang dari tahun-tahun

sebelumnya yang telah jatuh tempo.

5.4. Perkiraan neraca pembayaran dalam tahun 1985/1986

Atas dasar perkiraan realisasi dalam tahun 1984/1985, dan dengan memperhitungkan

perkembangan yang diperkirakan akan terjadi baik terhadap ekspor, impor maupun lalu lintas

modal dalam periode berikutnya, neraca pembayaran Indonesia dalam tahun 1985/1986

diperkirakan masih akan mengalami surplus meskipun tidak sebesar dalam tahun 1984/1985.

Keadaan ini diperkirakan terjadi karena di satu pihak realisasi transaksi berjalan diperkirakan

akan mengalami defisit sebesar US $ 3.409 juta, dan di lain pihak lalu lintas modal bersih, baik

yang berasal. dari pemasukan modal Pemerintah maupun pemasukan modal lainnya, setelah

dikurangi angsuran pokok hutang luar negeri, dalam periode tersebut mencapai US $ 3.682 juta.

Dengan demikian neraca pembayaran tahun 1985/1986 diperkirakan surplus sebesar US $ 273

juta.

5.4.1. Perkiraan nilai ekspor bukan minyak dan gas

Kalau dalam tahun 1984/1985 nilai ekspor di luar minyak dan gas realisasinya

diperkirakan mencapai US $ 6.050 juta, maka dalam tahun 1985/1986 nilai ekspornya

diperkirakan mencapai sebesar US $ 7.009 juta, yang berarti meningkat sebesar. US $ 959 juta

atau 15,9 persen. Adapun perkiraan kenaikan nilai ekspor di luar minyak dan gas terse but

didasarkan pacta pertimbangan-pertimbangan :

(1) Mulai pulihnya perekonomian negara-negara industri dari pengaruh resesi, sehingga

harga-harga komoditi di luar minyak dan gas di posaran internasional diharapkan akan

meningkat, disertai dengan meningkatnya permintaan negara-negara tersebut terhadap

komoditi di luar minyak dan gas;

(2) Penanganan ekspor komoditi di luar minyak dan gas secara terpadu dan efisien;

(3) Ditingkatkannya usaha perluasan posar antara lain dengan' mengadakan hubungan

dagang dengan negara-negara Eropa Timur.

Departemen Keuangan RI 140

Page 141: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

5.4.2. Perkiraan nilai impor bukan minyak dan gas

Pengduaran devisa untuk impor bukan minyak dan gas dalam tahun 1985/1986

diperkirakan akan berjumlah sebesar US $ 13.342 juta. Jumlah ini adalah US $ 1.173 juta atau

9,6 persen lebih besar bila dibandingkan dengan perkiraan realisasi nilai impor bukan minyak

dan gas dalam tahun 1984/1985 sebesar US $ 12.169 juta. Nilai impor bukan minyak dan gas

tahun 1985/1986 didasarkan atas perkiraan-perkiraan sebagai berikut :

(1) Kebijaksanaan kurs devisa untuk menjaga keseimbangan perdagangan luar negeri masih

tetap dipertahankan.

(2) Keadaan resesi ekonomi dunia yang menunjukkan pemulihan akan mempengarnhi

perekonomian Indonesia khususnya di bidang produksi industri dalam negeri, sehingga

untuk keperluan industri dalam negeri t_rsebut diperlukan impor bahan baku/penolong serta

barang modal yang lebih tinggi.

(3) Pemerintah masih tetap menjaga kestabilan harga barang-barang kebutuhan masyarakat

sehingga terhadap barang yang belum mencukupi atau belum diproduksi di dalam negeri

tetap dilakukan impor.

(4) Pemakaian produksi dalam negeri terus digalakkan.

(5) Impor dalam rangka bantuan proyek dan bantuan program masih tetap diperlukan

sesuai dengan kebutuhan pembangunan.

(6) Kebijaksanaan penjadwalan kembali (rephasing) yang telah dilaksanakan untuk

proyek proyek tertentu yang banyak menggunakan barang-barang impor masih tetap

dipertahankan.

5.4.3.Perkiraan penerimaan minyak bersih termasuk LNG

Situasi posaran minyak dunia sampai saat ini belum memperlihatkan tanda-tanda

perbaikan seperti yang diharapkan. Situasi yang demikian ini sangat frat hubungannya dengan

proses pemulihan ekonomi yang berjalan lamban, sehingga adanya kelebihan produksi minyak

dunia tidak segera diikuti oleh penambahan permintaannya. Di samping itu harga minyak tunai

(spot) diposaran dunia terus mengalami posang surut bersamaan dengan posang surntnya

pemulihan perekonomian dunia, terntama di negara-negara industri, perubahan musim di

belahan bumi non tropis, serta peleposan/penambahan cadangan (stock) minyak oleh negara-

negara industri. Situasi yang demikian itu telah memaksa OPEC mengambil keputusan untuk

memperbaiki situasi minyak yang ternyata sampai akhir tahun 1984 belum menunjukkan hasil

yang memuaskan. Bahkan sesuai dengan hasil pertemuan OPEC bulan Oktober 1984 telah

diputuskan bahwa kuota produksi diturunkan dari 17,5 juta barrel menjadi 16 juta barrel per

Departemen Keuangan RI 141

Page 142: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

hari, sedangkan harga patokan minyak mentah masih tetap dipertahankan sebesar US $ 29 per

barrel. Dengan adanya ketentuan kuota produksi minyak tersebut, maka kuota produksi minyak

Indonesia harns diturunkan sebanyak 111.000 barrel per hari selama bulan November dan

Desember 1984. Sementara itu dengan telah diproduksinya beberapa peralatan pengeboran

minyak oleh industri dalam negeri, maka akan mempengaruhi penghematan penggunaan devisa

untuk impor di sektor minyak. Di lain pihak devisa hasil ekspor gas alam yang dicairkan (LNG)

diperkirakan akan mengalami peningkatan dalam tahun 1985/1986. Atas dasar perkiraan

realisasi penerimaan minyak bersih termasuk LNG dalam tahun 1984/1985, serta perkiraan

situasi pasaran minyak dunia yang akan terjadi, maka dalam tahun 1985/1986 penerimaan

minyak bersih (termasuk LNG) diperkirakan berjumlah sebesar US $ 7.299 juta.

5.4.4. Perkiraan pos lainnya

Pengeluaran devisa untuk pembayaran jasa-jasa. dalam tahun 1985/1986 diperkirakan

masih akan lebih besar dari penerimaannya, sehingga sektor jasa masih menunjukkan hasil

bersih yang negatif bagi penerimaan devisa negara. Sehubungan dengan itu, usaba peningkatan

penerimaan devisa, dan penghematan penggunaannya di bidang jasa-jasa akan terus dilakukan

melalui pengembangan sektor kepariwisataan, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri,

pembatasan perjalanan ke luar negeri, pengurangan secara bertahap penggunaan tenaga kerja

asing/konsultan di Indonesia, serta peningkatan peranan armada niaga nasional dalam

pengangkutan barang ekspor dan impor. Dalam tahun 1985/1986 hasil bersih untuk jasa-jasa

diperkirakan berjumlah sebesar US $ 8.102 juta. Selanjutnya pemasukan modal Pemerintah

dalam tahun 1985/1986 diperkirakan akan berjumlah sebesar US $ 4.974 juta, termasuk bantuan

proyek sebesar US $ 4.016 juta. Sedangkan pemasukan modallainnya diperkirakan akan

mencapai sebesar US $ 406 juta. Di lain pihak, pembayaran kembali hutang pokok luar negeri

dalam tahun 1985/1986 diperkirakan sebesar US $ 1.698 juta.

Departemen Keuangan RI 142

Page 143: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

BAB VI

PENDAPATAN NASIONAL

6.1. Pendahuluan

Sebagai suatu negara yang sedang berkembang, Indonesia sejak tahun 1969 dengan

giat melaksanakan pembangunan nasional secara berencana dan bertahap serta berpegang teguh

pada kebijaksanaan Trilogi Pembangunan. Tanpa mengabaikan usaha pemerataan dan

kestabilan, pembangunan nasional mengusahakan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

cukup tinggi, yang pada gilirannya memungkinkan terwujudnya peningkatan tarat hidup dan

kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam kurun waktu 14 tahun, yakni sejak tahun 1969 sampai

dengan tahun 1983 pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur melalui produk domestik

bruto atas dasar harga yang berlaku telah berhasil ditingkatkan dengan rata-rata sebesar 26,2

persen per tahun. Sedangkan apabila diukur atas dasar harga konstan tahun 1973, maka dalarn

periode tersebut telah terjadi kenaikan rata-rata sebesar 7,2 persen per tahun. Di samping telah

dicapainya penmgkatan produk domestik bruto dari tahun ke tahun, telah terjadi pula perubahan

struJ<:.tural yang penting; di satu pihak peranan sektor pertanian menurun sedangkan di lain

pihak peranan sektor lainnya seperti sektor industri, sektor perdagangan, lembaga keuangan dan

jasa lainnya, sektor bangunan, serta sektor listrik, gas dan air minum telah semakin meningkat.

Keadaan tersebut merupakan suatu petunjuk terjadinya suatu proses keseimbangan yang lebih

baik dalam struktur ekonomi, yaitu ke arab suatu perekonomian industri yang didukung oleh

sektor pertanian yang tangguh.

6.2. Perkembangan pendapatan nasional menurut lapangan usaha dan kontribusinya

Hasil pembangunan ekonomi antara lain dicerminkan dari pendapatan nasional yang

senantiasa meningkat dalarn kurun waktu 14 tahun terakhir ini, yaitu dari periode tahun 1969

sampai dengan tahun 1983. Berdasarkan harga yang berlaku, pendapatan nasional sebagaimana

tercermin dari perkembangan nilai produk domestik bruto dari tahun 1969 sarnpai dengan tahun

1983 telah menunjukkan jumlah yang semakin besar, yakni dari sebssar Rp 2.718,0 milyar

menjadi sebesar Rp 71.214,7 milyar. Hal ini berarti bahwa selama kurun waktu tersebut, produk

domestik bruto atas dasar harga yang berlaku mengalami kenaikan rata-rata sebesar 26,2 persen

per tahun (Tabel VI.1).

Departemen Keuangan RI 143

Page 144: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Lapangan usaha 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 19831. Pertanian, kehutanan, perikanan 1.339,00 1.575,00 1.646,00 1.837,00 2.710,00 4.003,40 4.003,40 4.812,00 5.905,70 6.706,00 8.995,70 11.290,30 13.642,50 15.668,30 18.771,50a. Tanaman bahan makanan 823 962 961 1.071,00 1.573,00 2.096,00 2.554,80 3.043,90 3.659,90 3.991,40 4.892,00 6.357,60 8.101,80 9.961,00 12.380,90b. Lainnya 516 613 685 766 1.137,00 1.401,00 1.448,60 1.768,10 2.245,80 2.714,60 4.103,7' 4.932,70 5.540,70 5.707,30 6.390,602. Pertambangan & penggalian 129 173 294 491 831 2.374,00 2.484,80 2.930,00 3.599,70 4.357,60 6.979,80 11.672,50 12.970,60 1l.707,8 13.823,603. industri pengolahan 251 293 307 448 650 890 1.123,70 1.453,30 1.816,90 2.420,40 3.310,60 5.287,90 5.821,70 7.680,70 8.918,004. Listrik, gas, dan air minum 13 15 18 20 30,4 52 69,8 98,1 105,6 118,3 148,8 225,1 288,2 380,3 305,25. Bangunan 75 100 128 174 262 406 589,6 812,6 1.023,30 1.242,10 1.789,70 2.523,80 3.117,80 3.507,20 4.433,706. Pengangkutan dan komunikasi 77 96 162 182 257 442 521,1 662,6 842,9 1.031,60 1.421,50 1.965,30 2.353,20 2.795,20 3.325,007. Perdagangan, lembaga keuangandan jasa lainnya 834 986 1.117,00 1.412,00 2.013,00 3.047,00 3.850,00 4.698,10 5.738,90 6.870,00 9.379,30 12.480,80 15.833,00 17.893,10 21.437,70

PRODUK DOMESTIK BRUTO, 1969 - 1983 (dalam milyar rupiah atas dasar harga yang berlaku)Tab e 1 VI. 1

Dalam periode yang sama, produk domestik bruto yang dihitung atas dasar harga

konstan tahun 1973, juga mengalami peningkatan dari sebesar Rp 4.820,5 milyar menjadi Rp

12.842,2 milyar, atau naik rata-rata sebesar 7,2 persen per tahun. Dengan demikian apabila

perkembangan tersebut dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk yang diperkirakan sekitar

2,2 persen per tahun, maka terlihat bahwa upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

selama kurun waktu memperihatkan hasil yang nyata. Produk domestik bruto sebesar Rp

12.842,2 milyar tersebut terbentuk dari nilai tambah bruto di semua sektor, antara lain sektor

pertanian sebesar Rp 3.845,6 milyar, sektor industri pengolahan sebesar Rp 1.942,5 milyar serta

sektor perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya sebesar Rp 4.427,8 milyar.

Perkembangan secara lebih terperinci dapat diikuti pada Tabel VI.2.

Lapangan usaha 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983

1. Pertanian, kehutanan, perikanan 2.263,00 2.356,00 2.441,00 2.479,00 2.710,00 2.811,00 2.811,20 2.943,70 2.981,30 3.134,80 3.255,60 3.424,90 3.593,50 3.669,80 3.845,60a. Tanaman bahan makanan 1.373,00 1.402,00 1.436,00 1.415,00 1.573,00 1.681,00 1.696,10 1.755,50 1.734,20 1.835,80 1.908,80 2.073,40 2.261,20 2.294,40 2.412,30b. Lainnya 890 954 1.005,00 1.064,00 1.137,00 1.1 30,0 1.115,10 1.1 88,2 1.247,10 1.299,00 1.346,80 1.351,50 1.332,30 1.375,40 1.433,302. Pertambangan & penggalian 452 522 551 674 831 859 828,1 952,3 1.070,00 1.048,80 1.046,90 1.034,60 1.069,10 939,8 956,53. Industri pengolahan 399 435 490 564 650 755 847,9 930 1.057,70 1.235,60 1.395,30 1.704,60 1.877,80 1.900,70 1.942,504. Listrik, gas, don al£ minum 19,6 22,5 24,7 26,2 30,4 37 41,2 46,3 49 56,9 68,6 77,9 89,9 105,5 112,85. Bangunan 114 143 171 222 262 320 364,8 384,5 463,8 528,9 562,8 639,3 720,2 757,8 804,56. Pengangkutan don komunikasi 158 165 210 229 257 288 302,7 342,6 438,7 514,2 559,8 609,4 676,9 716,6 752,57. Perdagangan, 1embaga keuangan danjasa lainnya 1.414,90 1.538,50 1.657,00 1.873,00 2.013,00 2.199,00 2.434,90 2.556,90 2.821,50 3.047,30 3.275,90 3.678,50 4.027,20 4.235,20 4.427,80

Jumlah 4.820,50 5.182,00 5.544,70 6.067,20 6.753,40 7.269,00 7.630,80 8.156,30 8.882,00 9.566,50 10.164,90 11.169,20 12.054,60 12.325,40 12842,2

Tabel VI.2PRODUK DOMESTIK BRUTO, 1969 -1983 (dalam milyar rupiah, atas dasar harga konstan tahun 1973)

Setelah mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah dalam tahun 1982 yakni

sebesar 2,2 persen, maka ekonomi mulai membaik dan dalam tahun 1983 telah mencapai

sebesar 4,2 persen, suatu pertumbuhan yang dimungkinkan di samping oleh kebijaksanaan

Pemerintah dan upaya masyarakat, juga karena adanya kebangkitan kembali ekonomi dunia.

Dengan demikian selama Pelita III telah terjadi peningkatan rata-rata sebesar 6 persen per

tahun. Sebagaimana terlihat pada Tabel VI.3, laju pertumbuhan produk domestik bruto sebesar

7,2 persen selama kurun waktu 14 tahun tersebut terutama didukung oleh sektor bangunan yang

mempunyai tingkat pertumbuhan paling tinggi yaitu rata-rata sebesar 14,9 persen per tahun.

Departemen Keuangan RI 144

Page 145: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Rata-rata 3)1970 - 1973

( Atas dasar harga yang berlaku )1. Pertanian, kehutanan, perikanan 17,6 4,5 11,6 47,5 29 14,5 20,2 22,7 13,6 34,1 25,5 20,8 14,8 19,8 20,72. Pertambangan & penggalian 34,1 69,9 67 69,2 185,7 4,7 17,9 22,9 21,1 60,2 67,2 11,1 -9,7 18,1 39,63. lndustri pengolahan 16,7 4,8 45,9 45,1 36,9 26,3 29,3 25 33,2 36,8 59,7 10,1 31,9 16,1 294. Listrik, gas daft air minum 15,4 20 11,1 52 71,1 34,2 40,5 7,6 12 12 51,3 28 32 32,8 29,85. Bangunan 33,3 28 35,9 50,6 55 45,2 37,8 25,9 21,4 48,4 41 23,5 12,5 26,4 33,86. Pengangkutan daft komunikasi 24,7 68,8 12,3 41,2 72 17,9 27,1 27,2 22,4 37,8 38,3 19,7 18,8 19 30,87. Perdagangan, 1embaga keuangandan jasa 1ainnya 18,2 13,3 26,4 42,6 51,4 26,4 22 22,2 19,7 36,5 33,1 26,9 13 19,8 26,1Produk Domesdk Bruto 19,1 13,4 24,3 48 58,6 18,1 22,3 23,1 19,5 40,8 41,9 18,9 10,4 19,4 26,2( Atas dasar harga konstan 1973 )1. Pertanian, kehutanan, perikanan 4,1 3,6 1,6 9,3 3,7 0,01 4,7 1,3 5,2 3,9 5,2 4,9 2,1 4,8 3,82. Pertambangan & penggalian 15,5 5,6 22,3 23,3 15 3,3 -12,1 1,8 5,53. lndustri pengolahan 9 12,6 15,1 15,2 16,2 12,3 9,7 13,7 16,8 12,9 22,2 10,2 1,2 2,2 11,94. Listrik, gas daft air minum 14,8 9,8 6,1 16 21,7 11,4 12,4 5,8 16,1 20,6 13,6 15,4 17,4 6,9 13,35. Bangunan 25,4 19,6 29,8 18 22,1 14 5,4 20,6 14 6,4 13,6 12,7 5,2 6,2 14,96. Pengangkutan dan komunikasi 4,4 27,3 9 12,2 12,1 5,1 13,2 28,1 17,2 8,9 8,9 11,1 5,9 5 11,77. Perdagangan, 1embaga keuangandan jasa lainnya 8,7 7,7 13 7,5 9,2 10,7 5 10,3 8 7,5 12,3 9,5 5,2 4,5 8,4Produk Domestik Bruto 7,5 7 9,4 11,3 7,6 5 6,9 8,9 7,7 6,3 9,9 7,9 2,2 4,2 7,2

Lapangan ulaha 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2)

3,4 - 3,6 12,4 - 2,0 -1,4

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Dihitung dengan compound rate

( persentase kenaikan )PRODUK DOMESTIK BRUTO, 1970.1983

Tabel VI.3

Hal tersebut sejalan dengan makin meningkatnya kegiatan pembangunan di berbagai

bidang seperti perumahan, jalan, jembatan dan irigasi. Di samping itu sektor listrik, gas dan air

minum, sektor industri pengolahan serta sektor pengangkutan dan komunikasi juga cukup besar

peranannya, yakni masing-masing dengan kenaikan rata-rata sebesar 13,3 persen, 11,9 persen

dan 11,7 persen per tahun. Di samping itu sektor perdagangan, lembaga keuangan dan jasa

lainnya serta sektor pertambangan dan penggalian masing-masing mengalami kenaikan rata-

rata sebesar 8,4 persen dan 5,5 persen per tahun. Sementara itu walaupun laju pertumbuhan

sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, yaitu meningkat rata-

rata sebesar 3,8 persen per tahun, namun sumbangannya terhadap pembentukan produk

domestik bruto masih tetap besar. Dari perbedaan laju pertumbuhan antarsektor tersebut dapat

dilihat bahwa telah terjadi proses perubahan di dalam komposisi produk domestik bruto, yaitu

ke arab struktur ekonomi yang lebih seimbang dengan sektor industri yang maju dan didukung

oleh sektor pertanian yang tangguh. Hal ini pada gilirannya diharapkan dapat mengacu kepada

perimbangan yang serasi dan sesuai dengan sasaran pembangunan ekonomi jangka panjang.

Seperti terlihat pada Tabel VI.4, peranan sektor pertanian dalam tahun 1969 tampak menonjol,

yaitu sebesar 46,9 persen dari seluruh nilai produk domestik bruto. Namun peranan tersebut

berangsur-angsur menurun menjadi sebesar 29,9 persen dalam jangka waktu 14 tahun

kemudian. Di lain pihak, peranan sektor-sektor lainnya di luar sektor pertanian pada umumnya

menunjukkan tendensi yang semakin meningkat, seperti halnya sektor industri pengolahan,

sektor bangunan serta sektor pengangkutan dan komunikasi, yang masing-masing meningkat

dari sebesar 8,3 persen, 2,4 persen dan 3,3 persen dalam tahun 1969 menjadi sebesar 15,1

persen, 6,3 persen dan 5,8 persen dalam tahun 1983. Di samping itusektor perdagangan,

lembaga keuangan dan jasa lainnya juga meningkat yaitu dari sebesar 29,3 persen dalam tahun

1969 menjadi sebesar 34,5 persen dalam tahun 1983.

Departemen Keuangan RI 145

Page 146: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2)

1. Pertanian, kehutanan, perikanan 49,3 48,6 44,8 40,3 40,1 32,7 31,7 31,1 31 29,5 28,1 24,8 25,3 26,3 26,42. Pertambangan & penggalian 4,7 5,3 8 10,8 12,3 22,2 19,7 18,9 18,9 19,2 21,8 25,7 24 19,6 19,43. Industri pengolahan 9,2 9 8,4 9,8 9,6 8,3 8,9 9,4 9,5 10,6 10,3 11-Jun 10,8 12,9 12,54. Listrik, gas dan air milIum 0,5 0,5 0,5 0,4 0,5 0,5 0,5 0,6 0,6 0,5 0,5 0,5 0,5 0,65. Bangunan 2,8 3,1 3,5 3,8 3,9 3,8 4,7 5,3 5,4 5,5 5,6 5,6 5,8 5,96. Pengangkutan dan komunikasi 2,8 3 4,4 4 3,8 4,1 4,1 4,3 4,4 4,5 4,4 4,3 4,4 4,77. Perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya 30,7 30,5 30,4 30,9 29,8 28,4 30,4 30,4 30,2 30,2 29,3 27,5 29,2 30 30,1Produk Domestik Bruto 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

1. Pertanian, kehutanan, perikanan 46,9 45,5 44 40,8 40,1 38,7 36,8 36,1 33,6 32,8 32 30,7 29,8 29,8 29,92. Pertambangan & penggalian 9,4 10,1 9,9 11,1 12,3 11,8 10,9 11,7 12 11 10,3 9,3 8,9 7,6 7,43. lndustri pengolahan 8,3 8,4 8,8 9,3 9,6 10,4 11,1 11,4 11,9 12,9 13,7 15,3 15,6 15,4 15,14. Listrik, gas dan air milIum 0,4 0,4 0,5 0,4 0,5 0,5 0,5 0,6 0,6 0,6 0,7 0,7 0,7 0,95. Bangunan 2,4 2,7 3,1 3,7 3,9 4,4 4,8 4,7 5,2 5,5 5,6 5,7 6 6,16. Pengangkutan dan komunikasi 3,3 3,2 3,8 3,8 3,8 4 4 4,2 4,9 5,4 5,5 5,4 5,6 5,87. Perdagangan, lembaga keuangan dan jasa lainnya 29,3 29,7 29,9 30,9 29,8 30,2 31,9 31,3 31,8 31,8 32,2 32,9 33,4 34,4 34,5Produk Domestik Bruto 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

PERANAN MASING-MASING LAPANGAN USAHA DALAM PROD UK DOMESTIK BRUTO, 1969 - 1983 ( persentase )TabeI VI. 4

(Atas dasar harga konstan 1973)

(Atas dasar harga yang berlaku)

Lapangan usaha

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

0,76,24,7

0,96,35,9

6.3. Perkembangan pendapatan nasional menurut jenis penggunaan

Perkembangan ekonomi nasional sarnpai dengan tahun 1983 selain ditunjukkan oleh

kenaikan per sektor, dapat pula dilihat dari perkembangan masing-masing komponen

penggunaannya seperti terlihat pada Tabel VI.5 dan Tabel VI.6. Meningkatnya produk

domestik bruto, alas dasar harga konstan tahun 1973, dari tahun 1969 sampai dengan tahun

1983 dengan rata-rata sebesar 7,2 persen per tahun, terutama disebabkan oleh meningkatnya

pembentukan modal domestik bruto yaitu dari sebesar Rp 537,8 milyar dalam tahun 1969

menjadi sebesar Rp 3.921,2 milyar dalam tahun 1983, alan suatu kenaikan sebesar rata-rata

15,2 persen per tahun dalarn periode tersebut.

Hal ini berarti bahwa kenaikan riil sebesar 7,2 persen per tahun selama 14 tahun tersebut

terutarna berasal dari semakin tingginya kegiatan investasi, baik yang dilakukan oleh

Pemerintah maupun oleh swasta. Selanjutnya di samping meningkatnya pembentukan modal

domestik bruto, dalam periode yang sarna pengeluaran konsumsi pemerintah dan pengeluaran

konsumsi rumah tangga juga telah menunjukkan peningkatan, yaitu masing-masing dari sebesar

Rp 414,0 milyar dan Rp 3.791,5 milyar dalam tahun 1969 menjadi sebesar Rp 1.758,9 milyar

dan Rp 11.501,1 milyar dalam tahun 1983, alan suatu kenaikan rata-rata sebesar 10,9 persen

dan 8,2 persen per tahun. Terlihat bahwa peranan masing-masing jenis penggunaan produk

domestik bruto dalarn periode tahun 1969 sarnpai dengan tahun 1983 telah menunjukkan

perubahan dalam komposisi penggunaannya. Apabila dalam tahun 1969 peranan pembentukan

modal domestik bruto atas dasar harga yang berlaku terhadap produk domestik bruto baru

mencapai sebesar 11,7 persen, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 24,1 persen.

Jika dihitung alas dasar harga konstan tahun 1973, pembentukan modal domestik bruto tetap

menunjukkan kenaikan yaitu dari sebesar 11,2 persen dalam tahun 1969 menjadi 30,5 persen

Departemen Keuangan RI 146

Page 147: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dalam tahun 1983. Demikian pula halnya untuk konsumsi pemerintah, baik alas dasar harga

yang berlaku maupun atas dasar harga konstan tahun 1973 dalam periode yang sarna,

peran:annya narnpak semakin meningkat, yaitu dari masing-masing sebesar 7,3 persen menjadi

sebesar 10,9 persen jika dihitung alas dasar harga yang berlaku, dan dari sebesar 8,6 persen

menjadi sebesar 13,7 persen jika dihitung alas dasar harga konstan tahun 1973. Di lain pihak

peranan konsumsi rumah tangga mengalarni penurunan yaitu dari sebesar 84,5 persen dalam

tahun 1969 menjadi sebesar 69,1 persen dalam tahun 1983 bila dihitung atas dasar harga yang

berlaku, walaupun alas dasar harga konstan tahun 1973 peranannya menunjukkan peningkatan

dari sebesar 78,6 persen dalarn tahun 1969 menjadi sebesar 89,5 persen dalam tahun 1983.

Dalam pada itu ekspor netto juga mengalmi perubahan, yaitu apabila dihitung atas dasar

harga yang berlaku telah menurun dari negatif 3,5 persen dalam tahun 1969 menjadi negatif 4,1

persen dalam tahun 1983, sedangkan atas dasar harga konstan tahun 1973 menunjukkan suatu

penurunan dari positif 1,6 persen dalam tahun 1969 menjadi negatif 33,8 persen dalam tahun

1983.

Jenis penggunaan 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2)1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga 3) 2.297,80 2.578,70 2.847,70 3.308,70 4.804,10 7.343,80 8.731,50 10.572,30 12.481,00 15.184,50 19.513,70 27.502,90 35.560,00 41.670,30 49.231,002. Pengeluaran konsumsi pemerintah 199 293 341 414 716 84-1,0 1.253,70 !.590, 2.077,30 2.658,90 3.733,40 4.688,20 5.787,90 6.831,70 7.791,303. Pembentukan modal domestik bruto 317 455 580 857 1.208,00 1.797,00 2.511,70 3.204,90 3.826,40 4.670,70 6.704,30 9.485,20 1l.553,4 13.467,10 17.187,904. Ekspor barang daD jasa 328,4 434 526,8 762,4 1.356,10 3.044,50 2.897,20 3.621,30 4.512,80 4.973,90 9.628,70 13.849,20 14.927,90 13.345,20 17.732,905". Dikurangi: Impor barons don jasa 424 522,7 623,5 778,1 1.330,80 2.318,30 2.811,60 3.522,30 3.864,50 4.742,00 7.554,70 10.079,80 13.802,20 15.681,70 20.728,206. Produk domestik bruto 2.118,00 3.238,00 3.672,00 4.564,00 6.753,40 10.708,00 12.642,50 15.466,70 19.033,00 22.746,00 32.025,40 45.445,70 54.027,00 59.632,60 71.214,707. Pendapatan netto terhadap luar negeri dari faktor produksi - 34,9 - 48,5 - 67,9 -144,2 -254,4 -498,6 -556,8 -482,5 -677,8 -866,7 -1.484,40 -2.010,70 -1.924,90 -1.957,50 -3.035,908. Produk nasional bruto 2.683,10 3.189,50 3.604,10 4.419,80 6.508,10 10.209,40 12.085,70 14.984,20 18.355,20 21.879,30 30.541,00 43.435,00 52.102,10 57.675,10 68.178,809. Dikurangi: Pajak tak langsung nella 135 188 229 236 328 447 519,2 690,5 845,6 1.028,90 1.304,80 1.634,60 1.752,20 2.132,50 2.280,6010. Dikurangi: Penyusutan 176 219 238,7 296,7 439 696 821 1.006,30 1.235,70 1.482,80 2.089,40 2.962,10 3.511,80 3.876,10 4.629,0011. Produk nasional netto alas dasar biaya faktor produksi 2.372,10 2.782,50 3.136,40 3.887,10 5.741,10 9.066,40 10.745,80 13.287,40 16.273,90 19.367,60 27.146,80 38.838,30 46.838,10 51,666,5 61.269,20

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Residual

PENGGUNAAN PRODUK DOMESTIK BRUTO, 1969 -19( daiam milyar rupiah atas dasar harga yang beriaku )

Tabel VI.5

Jenis penggunaan 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2)

1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga 3) 3.791,50 3.904,60 4.088,00 4.323,50 4.804,10 5.502,10 5.699,20 6.153,50 6.399,60 6.879,50 7.865,80 8.867,70 10.349,50 10.697,50 11.501,102. Pengeluaran konswnsi pemerintah 414 483,9 518,3 560,9 716 641 835,5 896,7 1.044,40 1.228,20 1.345,00 1.489,60 1.641,00 1.776,10 1.758,903. Pembentukan modal domestik bruto 537,8 715,3 866,9 1.032,00 1.208,00 1.440,00 1.650,20 1.749,20 2.027,50 2.332,90 2.436,00 2.896,00 3.218,50 3.636,70 3.921,204. Ekspor barang dan jasa 746 834 942,7 1.143,40 1.356,10 1.445,00 1.410,10 1.650,20 1.805,80 1.824,30 1.822,00 1.719,30 1.678,20 1.444,30 1.535,005. Dikurangi: Impor barang dan jasa 668,8 755,8 871,2 992,6 1.330,80 1.759,10 1.964,20 2.293,30 2.395,30 2.698,40 3.303,90 3.803,40 4.832,60 5.229,20 5.874,006. Produk domestik bruto 4.820,50 5.182,00 5.544,70 6.067,20 6.753,40 7.269,00 7.630,80 8.156,30 8.882,00 9.566,50 10.164,90 11.169,20 12.054,60 12.325,40 12.842,207. Pendapatan netto terhadap luar negeri dari faktor produksi - 55,0 - 70,2 - 94,8 -183,9 -245,4 -378,3 -389 -314,1 -420,1 -493,2 -649,2 -758,7 -673,7 -652,7 -835,18. Produk nasional bruto 4.765,50 5.111,80 5.449,90 5.883,30 6.508,00 6.890,70 7.241,80 7.842,20 8.461,90 9.073,30 9.515,70 10.410,50 11.380,90 11.672,70 12.007,109. Dikurangi: Pajak tak langsung netto 234,1 251,7 271,9 294,5 328 351,7 370,6 399,1 430,8 466,2 495,7 544,3 587,4 600,6 625,810. Dikurangi: Penyusutan 313,3 336,8 360,3 394,2 439 472,5 496 530,8 576,6 624 663,5 728,5 786,2 803,9 837,611. Produk nasional netto atas dasar biaya faktor produksi 4.218,10 4.523,30 4.817,70 5.194,60 5.741,00 6.066,50 6.375,20 6.912,30 7.454,50 7.983,10 8.356,50 9.137,70 10.007,30 10.268,20 10.534,70

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara 3) Residual

( dalam milyar rupiah atas dasar harga konstan tahun 1973 )Tab e I VI. 6

Departemen Keuangan RI 147

Page 148: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

BAB VII

PERKEMBANGAN USAHA DAN

HASIL-HASIL PEMBANGUNAN EKONOMI

7.1. Pendahuluan

Sampai dengan tahun pertama Repelita IV, berbagai kegiatan pembangunan yang telah

dilaksanakan Pemerintah bersama-sama seluruh rakyat Indonesia telah mencapai hasil-hasil

yang positif. Hal itu tercermin pada peningkatan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan

seluruh rakyat, yang pada gilirannya menjadi kerangka landasan yang kokoh untuk melanjutkan

pembangunan dalam masa-masa mendatang. Oleh karena itu dalam Repelita IV akan terus

dilakukan pembangunan ekonomi yang berlandaskan Trilogi Pembangunan, yang pelaksanaan

operasionalnya senantiasa disusun dalam kerangka kebijaksanaan ekonomi secara terpadu.

Sehubungan dengan hal itu akan terus dilakukan upaya-upaya peningkatan hasil produksi

barang dan jasa di berbagai bidang meliputi penanaman modal, pembinaan dunia usaha,

pertanian, kehutanan, pertambangan dan energi, industri, perhubungan, telekomunikasi, pos dan

pariwisata, pekerjaan umum, serta kependudukan dan transmigrasi. Adapun hasil-hasil

pembangunan yang telah dicapai selama ini dapat diikuti melalui uraian daripada masing-

masing bidang di bawah ini.

7.2. Penanaman modal

Strategi dasar pembangunan nasional diarahkan pada pemanfaatan sebesar-besarnya dari

seluruh potensi yang ada untuk tercapainya tujuan pembangunan. Dalam hal ini, sesuai dengan

arab dan sasaran Repelita IV, peranan swasta dan kopeiasi akan lebih ditingkatkan guna

mencapai tingkat pertumbuhan seperti yang direncanakan. Oleh karena itu pengerahan dana

daTi sektor swasta, baik nasional maupun asing dalam penanaman modal terus digairahkan

melalui penciptaan prasarana dan sarana yang memungkinkan kegiatan pembangunan ekonomi

dapat bergerak ke arab yang direncanakan. Berkenaan dengan arab dan tujuan pengembangan

penanaman modal yang sesuai dengan strategi pokok pembangunan, kegiatan penanaman

modal baik penanaman modal dalam negeri (PMDN) maupun penanaman modal asing (PMA)

antara lain diarahkan untuk meningkatkan dan memperluas kapositas produksi nasional,

menciptakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan penerimaan devisa

Departemen Keuangan RI 148

Page 149: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

serta mengusahakan perluasan kesempatan kerja.

Dari segi pemerataan pembangunan, telah ditempuh berbagai kebijaksanaan untuk

menyebar proyek-proyek ke seluruh wilayah Indonesia sejauh faktor-faktor ekonomis masih

memungkinkan. Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka kebijaksanaan tersebut adalah

mendekatkan lokasi proyek dengan bahan baku. Di samping itu juga telah dilaksanakan

kebijaksanaan yang mendukung adanya kerjasama antara proyek penanaman modal, baik asing

maupun dalam negeri dengan para pengusaha, koperasi ataupun para petani setempat, baik

dalam rangka partisiposi permodalan, sub-kontrak, maupun penampungan hasil-hasil usahanya.

Dalam hal ini masyarakat umum telah diberikan kesempatan yang luas untuk berperanserta

dalam perusahaan-perusahaan baik PMDN maupun PMA dengan memiliki saham dari

perusahaan-perusahaan yang telah memasyarakatkan sahamnya. Penanaman modal juga

diarahkan untuk meningkatkan penerimaan devisa antara lain dapat terlihat dalam

perkembangan sektor perkayuan terutama kayu olahan, industri tekstil dan pakaian jadi sebagai

komoditi ekspor. Di samping itu telah banyak pula diusahakan produk lain yang berorientasi

pada ekspor seperti udang, kodak, ikan tuna, dan ikan cakalang dari sektor perikanan, serta

coklat, teh, kepi, karel, ubi kayu dan kelapa sawit dari sektor perkebunan. Sejalan dengan itu

sektor-sektor lain seperti industri makanan telah pula diarahkan pada ekspor.

Dalam rangka perencanaan dan sebagai pedoman bagi penanaman modal telah

diterbitkan daftar skala prioritas (DSP) yang penyusunannya dikaitkan dengan programprogram

yang direncanakan. DSP menggambarkan suatu rencana penanaman modal yang terpadu,

dengan sasaran pokok tercapainya peningkatan pendapatan, kesempatan kerja, kesempatan

berusaha serta pemerataan pembangunan di daerah-daerah dalam rangka pemanfaatan sumber

kekayaan alam. Pada dasarnya kesempatan penanaman modal diberikan lebih banyak kepada

swasta nasional dengan peran yang lebih besar kepada koperasi dan golongan ekonomi lemah,

sedangkan swasta asing diarahkan kepada usaha patungan yang memerlukan modal besar,

teknologi tinggi dan belum dapat diusahakan oleh swasta nasional. Sementara itu dalam rangka

pengembangan dan pembinaan proyek prioritas sesuai dengan sasaran dalam Repelita IV,

investasi di bidang industri logam dan mesin telah digalakkan secara khusus. Investasi yang

telah disetujui di bidang tersebut antara lain meliputi bidang usaha pembuatan mesin

automotive dan non-automotive, pembuatan komponen automotive, pengilangan baja (cold

rolling mill) dan sebagainya. Untuk proyekproyek penting tersebut disusun suatu ketentuan

teknis berupa kerangka acuan yang mengikat para investor dalam pelaksanaan proyek. Adapun

guna meningkatkan pelayanan kepada investor telah pula dikembangkan berbagai pra-studi

Departemen Keuangan RI 149

Page 150: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

kelayakan, dan penyiapan informasi proyek yang lebih sempurna, sehingga proyek-proyek

dapat dipromosikan secara lebih konkrit. Dalam hubungan ini kegiatan promosi penanaman

modal ditempuh melalui pendekatan yang optimal kepada para investor dengan cara promosi

investasi langsung, serta dengan cara membantu mempertemukan berbagai unsur masyarakat

yang ikut serta dalam bidang penanaman modal, baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu

telah dibuka 3 perwakilan BKPM di luar negeri, yakni di New York, Paris dan Frankfurt,

sebagai sarana memperlancar pemberian informasi penanaman modal ke negara-negara di

Amerika Serikat dan Eropa. Demikian pula telah diadakan kerjasama dengan berbagai pihak,

yang antara lain bertujuan mengidentifikasi proyek-proyek yang diperkirakan akan menarik

minat para calon investor, dan selanjutnya mempertemukan para peminat tersebut dalam suatu

temu-usaha ke arab kerjasama yang lebih konkrit.

7.2.1. Penanaman modal dalam negeri

Investasi melalui PMDN yang telah mendapat persetujuan Pemerintah sampai dengan

bulan Agustus 1984 adalah sebanyak 4.248 proyek, dengan nilai rencana investasi sebesar

Rp20.632,4 milyar. Jumlah tersebut termasuk proyek yang mengadakan perluasan/penambahan

modal, serta proyek-proyek yang beralih status dari PMA menjadi PMDN, tetapi tidak termasuk

proyek yang mengundurkan diri atau dibatalkan. Dari jumlah yang telah disetujuai tersebut

sampai dengan bulan Maret 1984 telah direalisasikan sebesar Rp 6.037,7 milyar atau 29,3

persen dari rencana investasi sampai dengan bulan Agustus 1984. Sektor industri sebagaimana

dalam tahun-tahun sebelumnya masih tetap merupakan sektor yang paling banyak menarik

minat para investor dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 13.540,9 milyar, meliputi

sebanyak 2.948 proyek. Sedangkan realisasinya sampai dengan bulan Maret 1984 mencapai

Rp4.078,4 milyar atau 30,1 persen dari nilai rencana investasi sampai dengan bulan Agustus

1984. Kegiatan di sektor-sektor lain yang juga cukup menonjol adalah sektor

pertanian/peternakan dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 1.645,5 milyar dengan 215

proyek, sektor kehutanan dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 1.564,9 milyar dengan 502

proyek, serta sektor pertambangan dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 1.178,3 milyar

dengan 54 proyek (Tabel VII.1).

Adapun mengenai lokasi, sampai saat ini pulau Jawa masih tetap merupakan daerah

yang paling banyak menyerap proyek-proyek PMDN sebagai lokasi usahanya. Sampai dengan

bulan Agustus 1984, dari sebanyak 4.259 proyek PMDN, 2.766 proyek (64,9 persen) di

antaranya berlokasi di pulau Jawa dengan nilai rencana investasi sebesar Rp 13.270,2 milyar,

Departemen Keuangan RI 150

Page 151: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

atau 64,3 persen dari seluruh rencananya. Perkembangan proyekproyek PMDN yang telah

disetujui Pemerintah menurut lokasi usaha dapat diikuti pada Tabel VII. 2.

1968 - 1982/1983 1983/1984 1984/1985 1968 - Realisasi 3)Bidang Usaha Jum1ah Modal Jumlah Modal Jum1ah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal ( Rp juta )

Proyek (Rp juta) Proyek (Rp juta) Proyek (Rp juta) Proyek (Rp juta) Proyek (Rp juta)1. Pertanian IPeternakan 167 580.375 13 445.732 31 460.211 4 159.148 215 1.645.466 693.4132. Perikanan 33 48.161 - 15.147 16 208.387 2 4.383 51 276.078 33.7463. Kehutanan 481 1.175.304 6 147.252 13 214.815 2 27.491 502 1.564.862 491.9134. Pertarnbangan 27 145.106 8 892.317 18 139.027 1 1.800 54 1.178.250 234.2895. Perindutrian 2.623 6.257.774 124 1.811.980 173 4.949.220 28 521.905 2.948 13.540.879 4.078.3586. Perhubungan/Pariwisata 275 404.656 21 144.800 27 322.788 6 198.941 329 1.071.181 232.4997. Perumahan/perkantoran 44 197.662 11 81.673 15 206.699 5 44.229 75 530.263 87.9018. Prasarana 9 21.777 - - 16 196.385 1 31.099 26 249.261 65.2629. Usaha-usaha lainnya 29 49.857 9 54.428 6 38.743 3 14.579 47 157.607 120.30910. Tenaga listrik 1 418.585 - - - - - - 1 418.585Jumlah 3.689 9.299.257 192 3.593.329 315 6.736.275 52 1.003.575 4.248 20.632.432 6.037.690

2) Jumlah proyek dan investasi berasal dari proyek baru, perluasan.perubahan, alih status dan yang dibatalkan/mengundurkan diri 3) Sampai dengan bulan Maret 1984.

PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI YANG TELAH DlSETUJUI PEMERINTAHTab e I VII. 1

MENURUT BIDANG USAHA, 1968 - 1984/1985 1)

1) Sampai dengan bulan Agustus 1984

Realisasi 3)Jumlah Modal Jumlah Modal Modal Modal Jumlah Modal ( Rp juta)proyek (Rpjuta) proyek (Rpjuta) (Rp juta) proyek (Rpjuta)

781 1.350.692 18 296.068 36 730.512 838 2.863.180 718.260829 3.179.665 43 655.098 97 154.990 985 5.836.600 1.492.651316 362.622 17 151.1 00 29 118.634 368 1.980.163 345.99354 49.922 3.792 4 58 80.255 47.959

446 952.802 29 594.736 35 92.790 517 2.509.954 692.73338 82.149 3 14.746 6 11.152 48 411.991 49.236

202 343.776 6 88.950 15 63.153 223 769.445 412.52352 168.053 7 53.099 7 8.899 67 263.435 92.70982 234.042 6 464.809 11 73.996 102 852.575 122.36246 59.868 4 21.042 3 6.202 53 114.147 118.39468 307.828 7 466.995 3 716 78 855.202 314.96814 18.512 1 5.679 3 8.795 19 81.800 8.27463 161.891 1 65.988 10 43.517 79 393.041 93.008

95" 128.919 9 144.124 10 19.017 114 433.455 420.334196 854.026 13 159.471 11 31.087 223 1.203.796 481.666104 157.715 3 32.435 4 1.800 112 232.027 123.95360 180.342 6 22.742 - 66 213.203 93.62227 40.984 1 5.090 9 2.673 38 194.332 20.273

8 46.296 2 6.947 4 1.190 15 78.117 8.33724 67.623 4.263 2 -2.352 26 113.325 46.75277 112.797 10 218.460 4 44.347 94 409.705 89.83145 113.923 6 85.346 6 3.370 57 250.663 107.99431 70.320 254 5 11.590 40 160.467 31.326

6 44.522 2 6.954 2 1.767 11 56.904 7.6997 15.932 2 26.140 - 1.794 10 44.145 7.724

18 194.036 -1 -1.000 2 -26.064 18 167.305 89.1093.689 9.299.257 195 3.593.329 318 57 1.003.575 6.037.690

1968 - 1981/1982 1982/1983Lokasi usaha 1983/19842) 1984/1985 1) 1968 - 1984/1985'Jumlah Jumlah

proyek (Rp juta) proyek1. DK1Jaya 885.908 32. Jawa Barat 1.846.847 163. Jawa Tengah 1.347.807 64. D1 Yogyakarta 26.5415. Jawa Timur 869.626 76. D1 Aeeh 303.944 17. Sumatera Vtara 336.7198. Sumalera Barat 33.434 19. Ri au 79.728 310. Jam b i 27.035 -11. Sumatera Selatan 79.663 -12. Bengkulu 48.814 113. Lampung 121.645 514. Kalimantan Barat 141.395 -15. Kalimantan Timur 159.212 316. Kalimantan Tengah 40.077 117. Kalimantan Selatan 10.11918. Sulawesi Vtara 145.585 119. Sulawesi Tenggara 23.684 120. Sulawesi Tengah 43.791 -21. Sulawesi Selatan 34.101 322. M a I u k u 48.02423. B a Ii 78.303 424. Nusa Tenggara Barat 3.661 125. Nusa Tenggara Timur 279 126. lrianJaya 333 -1

JUMLAH 6.736.275 4.259 20.632.432Keterangan: 1) Sampai dengan bulan Agustus 1984

2) Jumlah proyek don investasi berasal dari proyek baru, perluasan, perubahan, alih statusdaD yang dibatalkan/mengundurkan diri

3) Sampai dengan bulan Maret 1984

Tabel VII.2PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI YANG TELAH DISETUJUI PEMERINTAH

MENURUT LOKASI USAHA, 1968 - 1984/1985 1)

7.2.2. Penanaman modal asing

Keikutsertaan pihak swasta asing dalam kegiatan investasi di Indonesia diatur dengan Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1967. PMA yang telah disetujui Pemerintah sampai dengan bulan

Agustus 1984 telah mencapai sebanyak 795 buah proyek dengan nilai rencana investasi sebesar

US $ 14.915,2 juta. Jumlah tersebut sudah termasuk proyek yang mengadakan

perluasan/penambahan modal, setelah diperhitungkan dengan proyek yang mengundurkan diri

atau dibatalkan dan yang melakukan pengalihan status dari proyek PMA menjadi proyek

PMDN. Realisasi penanaman modal asing sampai dengan bulan Maret 1984 mencapai US $

6.472,5 juta atau 43,4 persen dari rencana investasi sampai dengan bulan Agustus 1984.

Sebagaimana dapat diikuti pada Tabel VII.3, sektor perindustrian merupakan sektor yang

Departemen Keuangan RI 151

Page 152: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

paling banyak menarik minat para investor, baik dalam hal jumlah proyek maupun nilai rencana

investasinya hila dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Realisasi PMA yang terbesar

sampai dengan bulan Maret 1984 adalah sektor perindustrian, yaitu berjumlah US $ 3.845,0 juta

atau 59,4 persen dari seluruh nilai realisasinya. Adapun sektor-sektor lain yang juga cukup

dominan adalah sektor pertambangan dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 1.451,4 juta

meliputi 9 proyek, sektor jasa, perumahan/perkantoran sebesar US $ 659,3 juta dengan 54

proyek, dan sektor perhubungan/pariwisata sebesar US $ 421,4 juta dengan 28 proyek.

ReaJisasi Bidang usaha JumIah Modal Modal Modal Modal Jumlah Modal Modal

Proyek (US $ ribu) (US $ ribu) (US $ ribu) (US $ ribu) Proyek (US $ ribu) (US $ juta)1. Perindustrian 477 7.135.373 2.192.932 1.289.899 765.045 497 11.383.249 3.845,002. Pertanian 59 239.215 8.026 -2.224 -10.000 53 235.017 237,43. Kehutanan 69 582.731 -74.944 -87.691 -24.848 57 395.248 504,14. Peri k a n a n 24 147.970 3.737 5.449 - 4.874 24 162.030 340,75. Pertambangan 10 1.444.983 6.422 - - - - 9 1.451.405 969,96. Perhubungan/Pariwisata 31 352.172 - 67.771 - 1.500 28 421.443 160,57. Perdagangan 3 11.672 - - - - - - 3 11.6728. Konstruksi 63 93.924 29.950 57.715 14.276 70 195.865 120,69. Jasa lainnya *) 51 362.430 247.613 63.519 -14.250 54 659.312 294,3Jumlab 787 10.370.470 2.413.736 1.394.438 736.597 795 14.915.241 6.472,50

1967 - 1981/1982 1982/1983 1983/1984Jumlah Jumlah Jumlah

-3

1984/1985 1967 - 1984/1985

proyek Proyek Proyek

-1-1

-8 -3

-3-1

-412 -4

*) Jasa.jasa lain + Perumahan/Perkantoran1) Sampai dengan bulan Agustus 19842) Jumlah proyek dan investasi berasal dari proyek baru, perluasan, perubahan, aIih status PMA ke PMDN dan yang dibatalkan/mengundurkan diri3) Sampai d..ngan bulan Maret 1984

Tabel VII.3PROYEK - PROYEK PENANAMAN MODAL ASING YANG TELAH DlSETUJUI PEMERINTAH

15-1 -2

MENURUT BIDANG USAHA, 1967 -1984 / 19851)

-

Lokasi Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Modalproyek (US S ribu) proyek proyek (US S ribu) proyek proyek (US S ribu)

JAW A1. DKIJakarta 282 1.829.936 18 997.934 -1 -5 294 3.554.136 869,22. Jawa Barat 159 2.112.983 6 9 4 178 4.359.086 1.664,703. Jawa Tengah 21 233.010 1 9.496 - - 22 250.182 333,94. D.L Yogyakarta 3 8.385 - 120 -1 - 2 3.655 7,45. Jawa Timur 70 520.577 -1 38.646 -2 - 67 665.932 359,8LUARJAWA6. D.L Aceh 6 435.910 - - 1 -2 5 843.823 125,77. Sumatera Utara 46 1.939.404 - -1 - 45 1.937.773 524,28. Sumatera Barat 4 55.393 - - - - 4 41.700 40,99. Ria u 23 320.227 - 123.740 -4 1 20 491.535 100,310. Jam b i 5 28.405 - - - 1 6 32.656 5,411. Bengkulu - - - - - - - -12. Lampung 8 85.551 -1 5.641 -2 -2 3 64.360 54,213. Sumatera Selatan 14 73.490 -1 2.346 - - 13 74.855 134,614. Kalimantan Bara

-

t 7 15.053 - - -2 - 5 10.001 24,515. Kalimantan Timur 22 235.497 -5 -3 - 14 130.317 331,316. Kalimantan Tengah 17 125.956 -1 - - 16 96.383 85,617. Kalimantan Selatan 7 66.654 -1 3.500 -1 - - 5 52.100 57,218. Sulawesi Utara 3 77.893 - - - - 3 77.893 11,719. Sulawesi Tengah 6 78.937 -1 -2 -1 2 30.593 228,520. Sulawesi Tenggara 3 29.655 - - - - 3 29.655 6,721. Sulawesi Selatan 6 28.086 -1 8.307 - - 5 20.199 381,622. Mal u k u 7 46.916 -1 - - 6 36.916 25,723. B a 1 i 5 47.440 - 1.463 1 - 6 78.977 65,824. Nusa Tenggara Barat 1 3.499 - - - -1 - - 3,525. Nusa Tenggara Timur 2 3.828 - - 1 - 3 5.518 0,426. IrianJaya 15 309.625 2 34.483 -2 1 16 368.836 253,127. Beberapa Daerah Lainnya 45 1.658.160 - - - - 45 1.658.160 776,6

JUMLAH 787 10.370.470 14 -9 -4 788 14.915.241 6.472,50

2) Jumlah proyek daD investasi berasal dari proyek baru, perluasan, perubahan, a1ih status daD yang dibatalkan/mengundurkan diri3) SampaidenganimlanMaret 1984

PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL ASING YANG TELAH DISETUJUI PEMERINTAH

1967 - 1981/1982 1982/1983

239.279 652.543

-4.850

420.392 -12.479

-13.693

--5.550

-5.052-57.917

-9.810

-27.433

1.394.4381) Sampai dengan bulan Agustus 1984

Tabel VII.4

MENURUT LOKASI USAHA, 1967 - 1984/1985 1)1983/1984 2) 1984/1985 1) 1967 - 1984/1985 Realisasi 3)

(US S (US S juta)

656.627

-10.000

-6.630

-3.499

736.597

Departemen Keuangan RI 152

Page 153: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

1967-1981/1982 1982/1983 1983/19842) 1) 1984/1985 Realisasi

Negara Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah Modal Modalproyek (US $ ribu) proyek (US $ ribu) proyek (US $ ribu) proyek (US $ ribu) proyek (US $ ribu) ( US $ juta)

I. Amerika Serikat 72 456.958 - 62.364 -3 484.392 2 17.679 71 1.021.393 582,22. Canada 3 10.733 - - - - - 3 10.733 5,53. Jepang 205 3.746.945 10 667.611 -1 442.599 -4 62.602 210 4.919.757 2.160,804. Korea Se1atan 18 143.006 2 45.047 -1 12.954 -1 -2.244 18 172.855 93,55. Hongkong 127 1.178.297 - 31.962 -5 58.269 -1 614.507 121 1.883.035 677,66. Taiwan 5 146.230 - -1 7.052 - 4 139.178 219,67. Singapore 34 167.698 -2 3.105 -1 5.569 -2 -1.653 29 174.719 102,58. Malaysia 14 19.384 -1 -3.000 -2 -908 -1 -2.016 10 13.460 229. Philipina 8 45.646 -1 -12.066 -1 9.810 - - 6 23.770 30,110. India 7 112.612 7.353 16.593 - - 7 136.558 3,211. Australia 36 283.241 -1 -776 - -12.810 - 2.652 35 272.307 205,812. New Zealand 2 900 - - - - 2 900 0,313. Be1gia 16 123.635 - 802.876 - - - 16 926.511 166,514. Denmark 4 33.351 - 897 1 38.276 5 72.524 14,415. Perancis 9 48.576 - - 47.977 - 7.079 9 103.632 35,816. Italia 1 4.552 1 12.240 -2 -16.792 - - -17. Netherland 44 482.760 -3 13.900 -1 79.892 2 17.263 42 593.815 196,318. Jerman Barat 24 266.244 - 139.963 3 7.807 - - 27 414.014 172,419. Inggris 44 130.840 2 165.550 5 71.272 - -15.190 51 352.472 107,820. Switzerland 15 76.727 1 96.710 762 2 28.978 18 201.653 10721. Swedia - - 1 2.073 - - - 1 2.07322. Panama 6 29.095 - 15.777 1 61.795 -1 -5.492 6 101.175 21,223. Brunei 3 15.800 - -1 -500 - - 2 15.300 2,424. Spanyol - - - - 1 25.000 - - 1 25.000 -25. Lichentein 4 12.694 - - -1 -2.000 - - 3 10.694 4,726. Norwegia 2 16.675 - - 1 5.686 - - 3 22.361 8,727. Gabungan Negara 76 2.780.197 3 362.150 - 111.895 - 12.432 79 3.266.674 1.507,4028. Negara Lainnya 8 37.674 - - -

4,3

-

1.004 - - 8 38.678 20,5JUMLAH 787 10.370.470 12 2.413.736 -8 1.455.594 -4 736.597 787 14.915.241 6472,5

1) Sampai dengan bulan Agustus 19842) Jumlah proyek dan investasi berasal dari proyek baru, perluasan, perubahan, alih status dan yang dibatalkan/mengundurkan diri3) Sampai dengan bulan Maret 1984

PROYEK-PROYEK PENANAMAN MODAL ASING YANG TELAH DISETUjUl PEMERINTAH

MENURUT NEGARA ASAL, 1967 - 1984/1985 1)

Tabel VII.5

Seperti halnya dengan PMDN, maka jumlah investasi PMA yang terbanyak juga

berlokasi di pulau Jawa. Sebagaimana terlihat pada Tabel VII. 4, maka sejumlah 563 proyek

atau 71,4 persen daTi 788 buah proyek PMA, dengan nilai rencana investasi sebesar US $

8.832,9 juta atau 59,2 persen dari jumlah keseluruhan. rencana investasi berlokasi di pulau

Jawa. Selanjutnya bila ditinjau dari segi besarnya nilai rencana investasi untuk tiap-tiap

propinsi, maka Jawa Barat, DKI Jakarta dan Sumatera Utara merupakan daerah yang cukup

menonjol. Nilai rencana investasi untuk ketiga wilayah tersebut masing-masing adalah sebesar

US $ 4.359,1 juta meliputi sebanyak 178 proyek, US $ 3.554,1 juta dengan 294 proyek, dan US

$ 1.937,8 juta dengan 45 proyek. Demikian pula dari segi negara asal investor, Jepang

merupakan negara yang paling besar melakukan investasi di Indonesia. Sampai dengan bulan

Agustus 1984, Jepang telah membangun 210 proyek dengan nilai rencana investasi sebesar US

$ 4.919,8 juta, yang berarti 26,7 persen daTi jumlah proyek yang ada, dan 33,0 persen dari

seluruh rencana investasi PMA. Selain itu beberapa negara lain yang juga cukup menonjol

adalah Hongkong dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 1.883,0 juta dan meliputi 121

proyek, Amerika Serikat dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 1.021,4 juta meliputi 71

proyek, dan Belgia dengan nilai rencana investasi sebesar US $ 926,5 juta meliputi 16 proyek

(Tabel VII. 5).

Departemen Keuangan RI 153

Page 154: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

7.3. Pembinaan dunia usaha

Pelaksanaan pembangunan ekonomi antara lain diarahkan untuk menumbuhkan

peranan dan tanggung jawab masyarakat pedesaan agar secara aktif ikut berperanserta dalam

pembangunan desa, sehmgga pada gilirannya dapat memetik dan menikmati hasil

pembangunan guna menaikkan taraf hidupnya. Dalam hubungan ini koperasi merupakan salah

satu wahana utama dalam membina kemampuan golongan ekonomi lemah, yang meliputi

pedagang kecil, pengrajin yang menggunakan peralatan tradisional, serta pengusaha industri

rumah. Dalam rangka pengembangan usaha koperasi/KUD tersebut, maka selain terus

ditingkatkan pembinaan, juga telah diberikan sarana dan prasarana antara lain berupa bantuan

permodalan serta latihan keterampilan baik administratif, maupun teknis, manajemen dan

pemasaran. Hal tersebut dimaksudkan untuk memantapkan dan menumbuhkan swadaya

koperasi/KUD, sehingga mampu menjadi pusat pelayanan kegiatan perekonomian pedesaan

yang mandiri.

Dalam Pelita III peningkatan dan pengembangan dunia usaha pada umumnya dan

koperasi khususnya, antara lain diarahkan untuk meningkatkan kemampuan KUD dan koperasi

primer dalam berprakarsa dan berswakarya. Dewasa ini KUD dan koperasi primer antara lain

telah mampu melayani kepentingan anggota, sekaligus memajukan usaha anggotanya di

berbagai sektor, seperti sektor perdagangan, sektor pertanian, sektor perkebunan, sektor

industri, sektor perlistrikan desa, sektor perkreditan dan sektor pengangkutan. Untuk lebih

memperkok6h kemampuan KUD dan koperasi primer maka dilakukan suatu kerjasama yang

lebih erat, baik dengan koperasi primer lainnya maupun dengan usaha-usaha bukan koperasi di

wilayah atau di daerahnya masing-masing. Sementara itu agar koperasi-koperasi primer dapat

memainkan peranannya dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya yang

berpendapatan rendah, maka selama Pelita III telah dltingkatkan pembinaan kelembagaan

koperasi yang mencakup organisasi, tatalaksana dan pengawasan. Sehubungan dengan itu maka

pembinaan kelembagaan koperasi diarahkan untuk meningkatkan penghayatan terhadap fungsi

koperasi bagi setiap anggota, serta mempertinggi kemampuan para anggota dan petugas

koperasi dalam berkoperasi. Hal ini diharapkan akan meningkatkan partisiposi dan kesediaan

anggota antara lain untuk mengikuti rapat tahunan para anggota, rapat pengurus dan badan

pemeriksa, yang pada gilirannya akan mempertinggi kemampuan para anggota, pengurus,

pemeriksa, manajer dan pembantu manajer dalam mengelola koperasi sesuai dengan tugasnya

masing-masing. Di samping itu juga dilakukan penyempurnaan organisasi dan tatalaksana

koperasi, mendorong pembentukan dan pengembangan unit-unit organisasi, serta meningkatkan

Departemen Keuangan RI 154

Page 155: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

usaha di masing-masing wilayah koperasi sesuai dengan kebutuhan para anggotanya. Sejalan

dengan itu maka dilakukan pula penyempurnaan iklim perkoperasian melalui peningkatan

kesadaran masyarakat, mengenai besarnya peranan koperasi bagi para anggota khususnya dan

masyarakat pada umumnya.

Sementara itu guna meningkatkan kelancaran usaha koperasi unit desa (KUD), serta

untuk memantapkan pertumbuhan dan pengembangannya, maka melalui Keppres Nomor 4

Tahun 1984 di setiap KUD dibentuk Badan Pembimbing dan Pelindung Koperasi Unit Desa

(BPP-KUD), yang beranggotakan tokoh-tokoh yang berada di pedesaan dan atas usul camat

setempat. Tugas daripada BPP KUD tersebut adalah memberikan bimbingan, ballman, saran

dan nasehat kepada pengurus KUD, serta melindungi KUD daTi hal-hal yang dapat merusak

citra dan kelangsungan hidupnya. Namun BPP KUD tersebut tidak boleh mencampuri kegiatan

usaha KUD, tidak boleh melakukan usaha sendiri, serta tidak boleh melakukan kegiatan yang

dapat membebani atau menyaingi kegiatan KUD yang bersangkutan. Sedangkan biaya

pembinaan yang dilakukan oleh BPP KUD dibebankan kepada Pemerintah Daerah Tingkat II

yang bersangkutan.

Hasil-hasil yang telah dicapai selama pelaksanaan Repelita III menunjukkan

peningkatan yang menggembirakan. Dalam tahun 1983 jumlah koperasi adalah sebanyak

24.791 buah, yang terdiri dari 6.327 buah KUD dan 18.464 buah non KUD, sedangkan dalam

tahun 1984 telah meningkat menjadi sebanyak 25.956 buah, yakni 6.546 buah KUD dan 19.410

buah non KUD. Adapun jumlah KUD model dalam tahun 1984 meliputi sebanyak 3.701 buah

yang tersebar di seluruh propinsi kecuali DKI Jakarta. Dalam pada itu jumlah anggota koperasi

primer dalam tahun 1983 adalah sebanyak 9.539 ribu orang pada KUD dan 4.073 ribu orang

pada non KUD, sedangkan dalam tahun 1984 telah terjadi peningkatan yaitu menjadi sebanyak

9.614 ribu orang pada KUD dan 4.290 ribu orang pada non KUD. Dengan meningkatnya

jumlah baik lembaga maupun anggota koperasi tersebut, berarti bahwa wadah koperasi telah

menyebar luas ke hampir seluruh lapisan masyarakat. Perkembangan jumlah BUUD dan KUD

yang menyebar di seluruh Indonesia dapat dilihat pada Tabel VII.6.

Jumlah simpanan anggota koperasi juga mengalami peningkatan yaitu dan Rp 103,1

milyar dalam tahun 1982 menjadi Rp 125,0 milyar dalam tahun 1983. Demikian pula halnya

jumlah usaha koperasi telah bertambah dari Rp 2.322,1 milyar menjadi Rp 2.714,4 milyar.

Kenaikan jumlah simpanan anggota dan jumlah nilai usaha koperasi tersebut menunjukkan

meningkatnya partisiposi masyarakat terhadap kegiatan dan kelangsungan hidup wadah

koperasi, yang sekaligus berarti pula bertambahnya kepercayaan masyarakat kepada

Departemen Keuangan RI 155

Page 156: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

koperasiJKUD dalam menyimpan dan mengelola uang anggotanya. Perkembangan jumlah dan

simpanan koperasi dapat dilihat pada Tabel VII.7.

1974 1975 1976 1977 1978 1979No. Propinsi BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD BUUD KUD1. D.L Aceh 27 22 31 48 27 57 7 83 12 103 12 103 12 103 12 103 - 843 48 296 15 2982. Sumatera Utara - 205 - 261 - 284 - 288 - 297 - 307 7 311 5 342 - 350 133 413 114 4283. Sumatera Barat 57 100 53 133 7 185 21 185 7 232 7 232 7 232 4 235 4 234 233 276 274 2814. Riau 9 11 12 11 11 22 5 57 7 47 7 47 7 48 7 47 7 47 33 170 113 175. Jambi 6 40 10 50 5 57 9 24 - 99 - 99 - 99 - 99 - 118 34 148 155 1636. Sumatera Selatan 12 15 13 20 33 53 48 38 78 36 37 81 21 108 16 144 16 177 16 295 47 3107. Bengkul

8

u 1 15 - 25 1 43 - 49 - 56 - 57 - 66 6 68 - 103 500 154 115 1568. Lampung 20 52 5 83 5 101 - 112 - 118 - 118 - 118 1 156 - 147 51 199 87 2099. Jawa Barat 250 342 261 530 267 629 226 682 195 731 195 731 195 731 196 750 132 871 872 994 1.019 99310. Jawa Tengah 206 282 118 402 93 437 88 454 80 471 86 492 86 492 67 522 67 521 584 586 588 59911. D1 Yogyakarta 45 10 3 54 - 57 - 57 - 57 - 62 - 62 - 62 - 61 61 62 61 6212. Jawa Timur 634 13 572 91 570 113 577 116 526 189 526 189 486 231 199 538 48 695 490 731 672 73613. B a Ii 5 46 8 52 5 55 - 61 - 63 - 67 2 69 - 72 - 72 72 84 81 814. Nusa Tenggara Barat 9 5 9 5 2 12 24 16 25 16 25 16 25 16 9 92 57 66 115 145 144 14715. Nusa Tenggara Timur 23 45 23 51 25 55 15 71 8 84 8 84 9 92 57 66 8 116 8 101 50 11016. Timor Timur - - - - - - - - - - - - - 1 - 1 10 18 - 61 1417. Kalimantan Barat 2 32 4 44 - 52 - 78 - 80 - 80 - 154 - 154 1 26 1 203 92 20418. Kalimantan Tengah 7 4 7 19 11 19 11 19 10 39 10 39 4 64 4 64 4 64 8 133 - 13919. Kalimantan Selatan 11 47 7 79 5 99 3 106 2 116 2 115 1 117 3 119 - 130 66 160 110 16420. Kalimantan Timur - 2 - 2 6 4 4 6 4 10 1 26 1 26 1 27 - 153 158 43 221. Sulawesi Utara 26 4 19 12 20 14 28 15 6 83 1 90 1 90 1 90 - 105 122 123 32 12322. Sulawesi Tengah 6 7 12 15 9 20 18 17 69 17 69 17 - 91 92 - 90 19 126 83 12723. Sulawesi Selatan 228 69 141 172 106 229 68 288 71 302 71 302 71 302 71 302 71 301 71 399 316 41724. Sulawesi Tenggara - 34 - 40 1 56 1 63 3 73 11 75 11 77 15 79 14 79 37 120 65 14025. Maluk

4

67

06

u 2 - - 2 - 2 - - 4 - 4 - 24 - 26 - 70 - 120 31 12326. IrianJaya 5 - 5 - 4 2 6 3 10 8 18 8 27 15 27 15 47 30 47 69 78

JUMLAH 1.591 1.402 1.313 2.201 1.213 2.657 1.159 2.888 1.113 3.331 1.086 3.441 973 3.739 701 4.265 486 5.487 3.621 6.326 4.321 6.5421) Angka sementara

1980 1982 1984 1)

JUMLAH BUUD DAN KUD SELURUH INDONESIA MENURUT PROPINSI. 1974 - 1984Tabel VIl.6

1981 1983

Tahun Primer Pusat Gabungan Induk Jumlah Gabungan Induk Jumlah1969 13.315 548 78 8 13.949 71,8 522,8 1.750,501970 15.445 698 105 15 16.263 185,3 1.237,90 3.276,101971 15.941 675 124 15 16.775 357,7 1.531,00 4.678,901912 17.261 659 119 15 18.054 222,8 1.118,10 4.977,401973 18.970 683 127 15 19.795 189 1. 797,5 6.788,101974 22.404 655 126 15 23.200 353,2 1.797,50 8.766,501975 22.864 666 137 12 23.679 345 2.844,80 13.386,701976 22.394 678 130 12 23.214 365,4 1.139,80 14.766,401977 18.652 638 128 12 19.430 156,2 781,9 15.623,601978 16.693 593 113 31 17.430 200,7 1.003,50 20.074,201979 16.933 543 118 31 17.625 220,8 1.104,00 22.081,601980 18.450 548 99 39 19.136 51.097,90 1628,7 273,1 1.639,20 54.638,901981 20.456 571 113 44 21.184 74.191,00 2831,2 634,4 3.235,60 80.892,201982 22.714 532 60 19 23.325 2) 2) 2) 2) 103.071,001983 24.180 532 60 19 24.791 - 2) - 2) 124.991.01984 1) 25.323 533 60 19 25.935 - 2) - 2) - 2)

1) Angka sementara

Jumlah koperasi (buah )JUMLAH DAN SIMP ANAN KOPERASI, 1969 - 1984

Tabel VII.7

Simpanan koperasi ( Rp juta)Primer Pusat

940,5 215,41.521,60 331,32.344,50 445,73.344,90 291,64.516,90 284,76.282,30 333,59.683,10 513,8

12.741,80 519,414.060,70 624,818.067,20 802,819.873,60 883,2

2) - 2)- 2) - 2)

Bidang perkreditan juga mengalami perkembangan, yaitu hila dalam tahun 19811 1982

jumlah KUD penerima kredit yang dijamin oleh Perum PKK (Perusahaan Umum

pengembangan Keuangan Koperasi) baru sebanyak 7.435 buah KUD dengan kredit sebesar

Rp209,5 milyar, maka dalam tahun 1982/1983 telah meningkat menjadi sebanyak 11.334 buah

KUD dengan kredit senilai Rp 270,9 milyar. Jumlah kredit candak kulak (KCK) melalui

koperasi selama pelaksanaan Repelita III menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, yakni

apabila dalam tahun 1982 jumlah koperasi yang ikut menyelenggarakan KCK baru sebanyak

3.621 buah KUD denganjumlah perputaran kredit senilai Rp 113,7 milyar, maka dalam tahun

1983 telah meningkat menjadi 4.286 buah KUD dengan perputaran kredit sebesar Rp 145,7

milyar. Dalam tahun 1984 sampai derigan bulan April 1984, jumlah koperasi yang ikut

menyelenggarakan KCK adalah sebanyak 4.131 buah KUD, dengan perputaran kredit senilai

Departemen Keuangan RI 156

Page 157: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Rp 12,5 milyar. Adapun jumlah KUD yang ikut serta dalam pengadaan beras untuk stok

nasional dalam tahun 1982/1983 adalah sebanyak 3.191 buah, dengan jumlah beras yang

disediakan sebanyak 1.932,7 ribu ton, sedangkan dalam tahun 1983/1984 jumlah KUD adalah

sebanyak 3.391 buah dengan beras sebanyak 851,7 ribu ton. Selanjutnya dalam tahun

1984/1985 sampai dengan bulan Mei 1984 jumlah KUD adalah sebanyak 2.054 buah dengan

jumlah beras yang tersedia sebanyak 1.036,6 ribu ton. Dalam rangka melaksanakan tugasnya,

setiap KUD wajib membeli gabah/beras dari para petani dengan harga dasar yang berlaku.

Beras/gabah yang telah dibelinya kemudian dijual kepada Sub Dolog setempat dengan harga

yang telah ditetapkan, sedangkan sisanya dijual ke posaran umum. Sehubungan dengan itu

dalam tahun 1982/ 1983 sebanyak 1.107 buah KUD telah menyiapkan pengadaan beras untuk

posaran umum sebanyak 64,5 ribu ton, yang meningkat dalam tahun 1983/1984 masing-masing

menjadi 1.519 buah KUD dan 69,4 ribu ton beras. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai

dengan bulan Mei 1984 masing-masing telah mencapai sebanyak 2.054 buah KUD dan 7,6 ribu

ton beras.

Di bidang penyaluran sarana produksi pertanian, khususnya pupuk dan obat-obatan,

jumlah KUD penyalur dalam musim tanam (MT) 1983 adalah sebanyak 3.332 buah yang

menyalurkan bahan-bahan sebanyak 251.237 ton pupuk, dan 2.996.078 kg/liter obat-obatan.

Kemudian dalam MT 1984 baik jumlah KUD, pupuk maupun obat-obatan telah meningkat

masing-masing menjadi sebanyak 3.699 buah, 490.357 ton dan 3.419.550 kg/liter. Sedangkan

pemasaran palawija yang meliputi jagung, kedelai dan kacang hijau dalam tahun 1982/1983

berjumlah masing-masing sebanyak 23,2 ribu ton, 229,0 ton dan 308,0 ton. Dalam tahun

1983/1984 sampai dengan November masing-masing telah mencapai 46,9 ribu ton, 8 ton dan

306 tOll. Sementara itu kegiatan koperasi/KUD di bidang perkebunan rakyat yang meliputi

kopra, cengkeh dan tebu rakyat nampak semakin meningkat. Dalam tahun 1982, koperasi yang

ikut memasarkan kopra berjumlah 126 buah KUD, dengan jumlah kopra yang dibeli sebanyak

29,9 ribu ton seharga Rp 5,5 milyar, sedangkan jumlah kopra yang telah terjual mencapai 27,6

ribu ton seharga Rp 5,5 milyar: dalam tahun 1983 masing-masing telah meningkat menjadi 184

buah KUD, pembelian kopra sebanyak 54,4 ribu ton seharga Rp 7,9 milyar, serta penjualan

kopra sebanyak 50,1 ribu ton seharga Rp 8,5 milyar.

Di bidang tataniaga cengkeh, hasil usaha yang dilakukan oleh KUD sampai dengan

akhir Pelita III telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan. Dalam tahun 1982 telah

terbentuk koperasi pengelola cengkeh sebanyak 138 buah, dan jumlah cengkeh yang dapat

dibeli seluruhnya sebanyak 24.609,9 ton seharga Rp 84,6 milyar. Dalam tahun 1983 jumlah

Departemen Keuangan RI 157

Page 158: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

koperasi telah bertambah menjadi sebanyak 264 buah KUD, dengan pembelian cengkeh

seluruhnya sebanyak 20.380,5 ton seharga Rp 152,9 milyar. Dari cengkeh yang tdah dibeli

tersebut, yang terjual dalam tahun 1982 berjumlah sebanyak 18.788,1 ton seharga Rp 150,3

milyar, sedangkan yang terjual dalam tahun 1983 mencapai sebanyak 19.130,4 ton seharga

Rp157,4 milyar.

Pemberian kesempatan kepada KUD untuk mengelola tebu rakyat intensifikasi (TRI)

dimaksudkan untuk melayani para petani tebu, terutama dalam hal perkreditan dan pemasaran

gula tebu yang dihasilkannya. Kredit yang disalurkan KUD merupakan kredit yang diperlukan

oleh petani tebu untuk penggarapan tanah, pembibitan, penebangan, dan biaya angkut dari areal

penebangan ke pabrik gula. Dalam tahun 1983 jumlah kredit mencapai sebesar Rp 211,5 milyar

yang disalurkan oleh 675 buah KUD, sedangkan dalam tahun 1984 sampai dengan bulan April

1984 jumlah kredit telah mencapai sebesar Rp 199,7 milyar yang disalurkan oleh 714 buah

KUD.

Jumlah gula tani yang dapat ditampung KUD dalam tahun 1982/1983 adalah sebanyak

556.900 ton, koperasi yang menampung sebanyak 651 buah, dan kredit yang disalurkan kepada

petani sebesar Rp 241,2 milyar. Dalam tahun 1983/1984 jumlah gula telah mencapai sebanyak

652.200 ton, ditampung oleh 621 buah KUD, dengan kredit yang disalurkan kepada petani

sebesar Rp 179,7 milyar.

Penggabungan industri kecil yang memproduksi tahu dan tempe ke dalam wadah

koperasi tabu dan tempe Indonesia (KOPTI) telah menjadi kenyataan. Dalam tahun 1982

jumlah KOPTI baru mencapai sebanyak 36 buah, dengan jumlah anggota sebanyak 12.277

orang, modal sebesar Rp 743,9 juta, dan jumlah kedelai yang dapat disalurkan sebanyak

26.292,2 ton, dalam tahun 1983 jumlahnya telah meningkat masing-masing menjadi sebanyak

67 buah, 18.286 orang, Rp 1,6 milyar, dan 53.175,6 ton kedelai.

Perkembangan usaha koperasi di bidang perikanan rakyat selama Pelita III telah dapat

menunjukkan hasil yang cukup baik. Dalam tahun 1982, jumlah koperasi perikanan baru

sebanyak 585 buah, dengan jumlah anggota sebanyak 120.414 orang dan modal senilai Rp 71,4

milyar, sedangkan dalam tahun 1983 masing-masing telah mencapai 615 buah, 133.802 orang

dan modal senilai Rp 70,0 milyar.

Kegiatan koperasi di bidang peternakan meliputi pengadaan bibit sapi unggul impor,

penyediaan makanan ternak, penyediaan obat-obatan ternak, serta pemasaran hasil temak.

Dalam tahun 1982, jumlah koperasi petemakan baru sebanyak 469 buah, dengan jumlah

Departemen Keuangan RI 158

Page 159: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

anggota sebanyak 45.281 orang dan nilai usaha sebesar Rp 40.969,8 juta. Sedangkan dalam

tahun 1983 jumlah tersebut telah meningkat menjadi 491 buah, dengan anggota sebanyak

48.383 orang, dan nilai usaha sebesar Rp 61.046 juta. Demikian juga jumlah koperasi susu yang

dalam tahun 1982 baru mencapai 162 buah dengan anggota sebanyak 38.630 peternak, dalam

tahun 1983 telah meningkat menjadi 173 buah dengan jumlah anggota sebanyak 41.732 orang.

Adapun jumlah sapi betina yang dimiliki oleh anggota koperasi yang dalam tahun 1982 baru

sebanyak 140.000 ekor, dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 161.000 ekor. Adapun

jumlah susu yang dapat ditampung dan dipasarkan oleh koperasi dalam tahun 1982 adalah

sebanyak 108,1 juta liter atau 92,6 persen dari seluruh produksi susu dalam negeri yang

berjumlah 116,7 juta liter. Dalam tahun 1983 jumlah susu yang ditampung oleh koperasi telah

meningkat menjadi 130 juta liter atau 89,9 persen dari seluruh produksi susu dalam negeri yang

berjumlah 144,6 juta liter.

Keberhasilan koperasi di dalam membantu para anggotanya telah membuat para

pengrajin di daerah-daerah pedesaan terangsang untuk bergabung di dalam wahana koperasi.

Sehubungan dengan itu dalam tahun 1982 jumlah koperasi yang mengelola dan mengkoordinir

para pengrajin adalah sebanyak 348 buah, beranggotakan sebanyak 59.536 orang, dan dengan

usaha senilai Rp 208,2 milyar. Selanjutnya dalam tahun 1983 jumlah koperasi telah meningkat

menjadi 675 buah, dengan jumlah anggota sebanyak 65.201 orang, dan dengan nilai usaha

sebesar Rp 210,1 milyar.

Pembinaan koperasi yang menangani jasa angkutan juga terus digalakkan sejak awal

Pelita III, yakni mencakup koperasi angkutan darat, koperasi angkutan sungai dan

penyeberangan serta koperasi angkutan laut. Dalam tahun terakhir Pelita III, jumlah koperasi

jasa angkutan adalah sebanyak 165 buah yang tersebar di beberapa wilayah Indonesia, dengan

jumlah anggota sebanyak 29.362 orang, dan memiliki kendaraan sebanyak 7.352 buah, yang

terdiri dari 5.550 buah kendaraan angkutan darat dan sungai, serta 1.802 buah kendaraan

angkutan laut.

Keberhasilan proyek perintis perlistrikan di daerah pedesaan yang dikelola oleh

koperasi, secara bertahap telah pula merangsang masyarakat pedesaan untuk menjadi anggota

koperasi perlistrikan desa. Beberapa koperasi telah berperan sebagai distributor listrik di

pedesaan, yang dilakukan melalui pemanfaatan tenaga listrik yang dibangkitkan dan disediakan

oleh PLN. Dalam tahun 1982, jumlah koperasi di bidang perlistrikan desa meliputi 118 buah

yang tersebar di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Sumatera Barat. Dalam

tahun 1983 jumlah terse but telah meningkat menjadi 298 buah yang tersebar di 20 propinsi.

Departemen Keuangan RI 159

Page 160: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Sampai dengan bulan Maret 1984 jumlah koperasi perlistrikan desa telah mencapai 313 buah,

melayani pelanggan sebanyak 202.208 kepala keluarga pada 1.504 desa. Selain itu sejumlah 38

buah koperasi di bidang perlistrikan desa telah mampu untuk berswadaya melayani para

anggotanya, hal ini berarti bahwa koperasi tersebut selain dapat membantu perekonomian

masyarakat kecil di pedesaan, telah pula bermanfaat bagi sektor-sektor sosiallainnya.

7.4. Pertanian

Dalam kurun waktu antara tahun 1969 sampai dengan tahun 1983 pembangunan di bidang

pertanian yang diarahkan dan dilaksanakan melalui Sapta Karya Pembangunan Pertanian, telah

menunjukkan perkembangan yang positif. Hal ini terlihat dari meningkatnya produksi bahan

makanan sehingga memantapkan usaha swasembada pangan, meningkatnya tarat hidup petani,

meluasnya kesempatan kerja yang mendorong tumbuhnya kesempatan untuk berusaha di

bidang pertanian, meningkatnya produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan industri dalam

negeri, serta meningkatnya ekspor dan berkurangnya impor produksi pertanian. Perkembangan

terse but juga tercermin dari adanya proyek-proyek besar di bidang pertanian yang membantu

usaha pertanian rakyat dengan sistem perusahaan inti rakyat (PIR), serta adanya dukungan

untuk pembangunan daerah yang tetap memperhatikan kelestarian sumber daya alam.

Jenis hasil 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2) 1984 2)1. Bera. 12.249 13.140 13.724 13.183 14.607 15.276 15.185 15.845 15.876 17.525 17.872 20.163 22.286 22.837 23.961 24.7012. Jagung 2.292 2.825 2.606 2.254 3.690 3.011 2.903 2.572 3.143 4.029 3.606 3.991 4.509 3.235 5.095 5.4123. Ubi kayu 10.917 10.478 10.690 10.385 11.186 13.031 12.546 12.191 12.488 12.902 13.751 13.726 13.301 12.988 11.651 14.7024. Ubi ja1ar 2.260 2.175 2.211 2.066 2.387 2.469 2.433 2.381 2.460 2.083 2.194 2.079 2.094 1.676 2.044 2.2575. Kede1ai 389 498 516 518 541 589 590 522 523 617 680 653 704 521 568 7836. Kacang tORah 267 281 284 282 290 307 380 341 409 446 424 470 475 437 469 5357. Ikan lout 785 808 820 836 889 949 997 1.082 1.158 1.227 1.318 1.395 1.408 1.491 1.600 1.6708. Ikan darat 429 421 424 433 389 388 393 401 414 420 430 455 506 507 520 5499. Daging 309 314 332 366 379 403 435 449 468 475 486 571 596 629 671 69410. Telur 58 59 68 78 81 98 112 116 131 151 164 259 275 297 316 32911. Susu 29 29 36 38 35 57 51 58 61 62 72 78 86 117 143 17012. Karet 778 802 804 808 845 817 782 856 838 844 898 1.020 963 899 1.230 1.10713. Minyak sawit 189 217 249 270 289 348 397 431 483 532 642 701 748 884 907 1.03814. Inti ,awit - - - - - 94 108 126 135 157 161 14115. Kelapa/kopra 1.221 1.200 1.149 1.311 1.237 1.341 1.375 1.532 1.518 1.575 1.582 1.759 1.812 1. 723 1.607 2.01516. K 0 P i 175 185 196 214 150 149 160 194 197 223 228 285 295 281 302 30917. T e h 62 64 71 51 67 65 70 73 76 91 125 106 110 93 113 118. Cengkeh 12 15 14 13 22 15 15 20 39 21 35 39 40 33 45 519. Lad a 17 17 24 18 29 27 23 37 43 46 47 37 39 34 40 420. Tembakau 84 78 76 79 80 77 82 89 84 81 87 116 118 106 120 12121. Gula tebu 922 873 1.041 1.133 1.010 1.237 1.227 1.319 1.438 1.516 1.601 1.831 1.700 1.618 1.693 1.769

1661

22. K a pos 3 3 2 1,5 1,1 2,9 2,4 0,9 0,9 0,5 0,6 6 10 14,7 7,7 401) Angka diperbaiki2) Angka semen tara

T abel VII.8PRODUKSI BEBERAPA HASIL PERTANIAN TERPENTING, 1969 - 1984

(dalam ribu ton, kecuali dalam juta liter untuk susu)

Bila dikaji kembali hasil pembangunan di bidang pertanian, maka akan tampak

peranan cukup besar dari sektor negara dalam menggerakkan dan mendorong kegiatan yang

bersifat produktif di bidang pertanian. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa masih

Departemen Keuangan RI 160

Page 161: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

banyak masalah yang dihadapi serta diperlukan hasil-hasil yang lebih mantap dan merata.

Sehubungan dengan itu Pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan dasar pembangunan di

bidang pertanian yaitu berdasarkan Trimatra Pembangunan Pertanian. Kebijaksanaan tersebut

meliputi kebijaksanaan usaha tani terpadu, komoditi terpadu dan wilayah terpadu, sedangkan

upaya-upaya yang dilaksanakan untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan tersebut ditempuh

melalui empat usaha pokok yaitu intensifikasi, perluasan areal, diversifikasi dan rehabilitasi.

Tataurut kebijaksanaan dan upaya-upaya tersebut semata-mata dimaksudkan untuk tercapainya

komoditi pertanian yang tangguh sesuai dengan kadar dan perimbangan yang wajar dalam

struktur perekonomian nasional. Pertanian yang tangguh adalah pertanian yang dinamis dan

kokoh, optimal dalam memanfaatkan sumberdaya alam, tenaga, modal dan teknologi serta

sekaligus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani. Di dalam pengertian tersebut

terkandung makna masyarakat petani yang mampu mengatasi tantangan, ancaman, hambatan

dan gangguan terhadap eksistensi serta kelestarian sumberdaya alamnya. Di samping itu juga

tercermin pengertian rota dan struktur produksi pertanian yang mampu mengikuti dinamika

perubahan permintaan industri hilir dan konsumsi akhir, yang dapat memberikan umpan batik

bagi pengembangan industri dan jasa, serta dapat berperan dalam pembangunan regional dan

nasional yang serasi dan seimbang. Gambaran daripada hasil-hasil pembangunan di bidang

pertanian sampai dengan tahun pertama Repelita IV dapat diikuti melalui Tabel VII.8.

7.4.1. Tanaman pangan

Produksi beras selama Pelita I, Pelita II dan Pelita III menunjukkan kenaikan yang

mantap. Apabila selama Pelita I dan Pelita II pertumbuhan produksinya masing-masing

mencapai 4,7 persen dan 3,8 persen per tahun, maka selama Pelita III telah meningkat menjadi

6,5 persen per tahun. Tingkat pertumbuhan rata-rata sebesar 6,5 persen per tahun tersebut

dimungkinkan karena didukung oleh produksi beras per hektar dalam tahun 1983 yang

mencapai rata-rata sebesar 2,6 ton, yang dalam tahun sebelumnya baru mencapai rata-rata

sebesar 2,5 ton per hektar. Atas dasar itu maka produksi beras dalam tahun 1983 telah mencapai

23,9 juta ton, atau mengalami kenaikan sekitar 4,9 persen di atas produksi tahun 1982 yang

baru berjumlah 22,8 juta ton (Tabel VII.9). Selanjutnya produksi beras sampai dengan bulan

September 1984 telah meningkat lagi menjadi sekitar 24,7 juta ton atau sebesar 3,3 persen lebih

tinggi dibandingkan dengan tahun 1983. Hasil dari kenaikan produksi beras tersebut selain

disebabkan oleh adanya peningkatan luasareal pallen dalam tahun 1984, juga karena tetap

dilakukannya penggunaan pupuk, insektisida dan bibit unggul secara efektif, serta keberhasilan

Departemen Keuangan RI 161

Page 162: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dalam mengatasi serangan hama/penyakit. Peningkatan tersebut juga ditunjang oleh keadaan

iklim dan curah hujan yang normal serta adanya perbaikan irigasi, baik perbaikan terhadap

saluran tersier, maupun dalam penggunaannya melalui organisasi pemakai air yang semakin

efisien. Apabila dalam tahun 1982 luas areal panen yang dapat dicapai baru seluas 8.988 ribu

hektar, maka dalam tahun 1983 telah bertambah menjadi seluas 9.102 ribu hektar, suatu

kenaikan sebesar 1,3 persen. Luas areal panen yang dapat dicapai sampai dengan bulan

September 1984 telah meningkat lagi menjadi 9.179 ribu hektar, atau meningkat dengan 77 ribu

hektar dibandingkan tahun sebelumnya. Pertambahan luas areal panen tersebut terutama

disebabkan meningkatnya luas areal panen intensifikasi sebesar 4,4 persen terhadap tahun

sebelumnya, yaitu dad 6.343 ribu hektar dalam ta:.;un 1982 menjadi 6.623 ribu hektar dalam

tahun 1983. Sedangkan pertambahan luas areal panen intensifikasi tersebut terutama

disebabkan oleh meningkatnya luas areal panen Inmas seluas 175 ribu hektar atau sebesar 3,5

persen dari tahun sebelumnya, yaitu dari 5.047 ribu hektar dalam tahun 1982 menjadi 5.222

ribu hektar dalam tahun 1983 (Tabel VII.I0). Selanjutnya luas areal panen Bimas yang sebagian

besar bergeser ke areal Inmas, dalam tahun 1983 meningkat sebesar 8,1 persen atau seluas 105

ribu hektar, yaitu dari seluas 1.296 ribu hektar dalam tahun 1982 menjadi 1.401 ribu hektar

dalam tahun 1983.

Sementara itu dalam rangka meningkatkan mutu intensifikasi, maka sejak tahun 1979

Pemerintah telah mengadakan pola kegiatan baru yang telah dikenal dengan intensifikasi

khusus (Insus). lusus adalah suatu bentuk intensifikasi yang dilaksanakan oleh petani secara

berkelompok sehamparan, yang bertujuan memanfaatkan potensi setiap lahan yang

memungkinkan. Kerjasama kelompok petani tersebut diarahkan pada terwujudnya partisipasi

dari semua petani untuk menerapkan sepenuhnya Panca Usaha Tani. Sedangkan sebagai

pendorong agar sebanyak mungkin kelompok tani dapat lebih berpartisiposi dan ikut serta

dalam intensifikasi khusus, maka diadakan perangsang, yaitu denl!an menyelenggarakan

perlombaan antarkelompok intensifikasi khusus. Di samping lusus, Pemerintah juga

melaksanakan operasi khusus (Opsus) yang merupakan penerapan intensifikasi khusus untuk

daerah/lahan tadah hujan yang potensial dan dilakukan dengan lebih menggiatkan baik para

petani maupun para petugas penyuluh yang ditunjang dengan penyediaan sarana produksi yang

memadai.

Departemen Keuangan RI 162

Page 163: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Areal panen Produksi Rata-rata (ribu ha) ( ribu ton) ( ton/ha )

19691970 8.135 13.140 1,621971 8.324 13.724 1,651972 7.898 13.183 1,671973 8.403 14.607 1,741974 8.509 15.276 1,81975 8.495 15.185 1,791976 8.369 15.845 1,891977 8.360 15.876 1,91978 8.929 17.525 1,961979 8.803 17.872 2,031980 9.005 20.163 2,341981 9.382 22.286 2,381982 1) 8.988 22.837 2,541983 2) 9.102 23.961 2,631984 2) 9.179 24.701 2,691) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

Tahun

8.014 12.249 1,53

.Tabel VII. 9AREAL PANEN DAN PRODUKSI BERAS, 1969 - 1984

Tahun... Biasa Baru Biasa Baru1969 926 383 722 99 2.1301970 803 445 571 334 2.1531971 827 569 867 525 2.7881972 621 582 1.166 800 3.1691973 662 1.170 1.076 1.080 3.9881974 474 2.202 410 638 37241975 425 2.258 343 611 3.6371976 321 2.103 370 .819 3.6131977 272 1. 797 669 1.512 4.2501978 236 1.724 800 2.088 4.8481979 197 1.374 851 2.601 5.0231980 125 1.249 858 3.284 5.5161981 2) 119 1.265 868 3.934 6.1861982 2) 77 1.219 701 4.346 6.3431983 3) 63 1.338 619 4.603 6.623

JumlahBimas In mas

1) Tidak termasuk Insus

( dalam ribu hektar )LUAS PAN EN BIMAS DAN INMAS PADI, 1969 -19831)

Tabel VII. 10

2) Angka diperbaiki3) Angka sementara

Usaha ekstensifikasi dilakukan melalui perluasan areal tanam yaitu berupa pembukaan

persawahan pasang surut atau pencetakan sawah baru,di samping pengkaitannya dengan usaha

transmigrasi. Selama Pelita III, sawah yang sudah selesai dicetak meliputi 178.719 hektar dan

areal yang sudah ditanami mencapai 153.934 hektar. Di samping itu penambahan areal

pertanian di daerah transmigrasi mencapai 551.801 hektar, yang terdiri dari lahan pekarangan

Departemen Keuangan RI 163

Page 164: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

seluas 98.814 hektar, lahan usaha seluas 377.605 hektar dan lahan yang. dibuka dengan cara

swadaya transmigrasi sendiri seluas 75.382 hektar. Dari luas lahan yang telah dibuka tersebut,

lahan yang sudah diusahakan penggunaannya mencapai seluas 366.779 hektar, atau 66,4 persen

dari luas seluruh lahan yang sudah dibuka. Oleh karena peningkatan produksi pangan sangat

ditentukan oleh kegiatan para petani, maka Pemerintah terus memberikan penyuluhan pertanian

agar mereka mampu menggunakan teknologi baru. Di samping itu Pemerintah juga

memberikan pelayanan kepada petani secara kontinyu dengan berbagai sarana produksi dan

kredit, sehingga petani dapat meningkatkan produksi pangallo Demikian pula terus ditingkatkan

kegiatan kursus tani, peragaan, informasi pertanian, pembinaan kelompok dan himpunan petani,

serta penyelenggaraan perlombaan antarhimpunan petani. Untuk menunjang usaha tersebut,

sampai dengan tahun 1983 telah terdapat 14.044 orang tenaga penyuluh pertanian lapangan

(PPL), 3.071 orang penyuluh pertanian madya (PPM) dan 606 orang tenaga penyuluh pertanian

spesialis (PPS) yang tersebar di wilayah kerja penyuluh pertanian (WKPP) di 26 propinsi.

Dalam pengembangan produksi pangan, baik melalui program intensifikasi maupun

dengan program Bimas dan Inmas yang masih memerlukan tersedianya sarana yang cukup,

maka kepada para petani peserta tetap disediakan bantuan kredit untuk pengadaan sarana

produksi yang dibutuhkan. Sebagaimana terlihat dalam Tabel VII.11, maka dalam tahun

1984/1985 sampai dengan bulan September 1984, jumlah petani peserta Bimas dan Inmas telah

mencapai sebanyak 43.900 orang dengan realisasi penyaluran kredit sebesar Rp 1,4 milyar.

Sementara itu produksi palawija sampai dengan bulan September tahun 1984, seperti halnya

dengan produksi padi, juga mengalami peningkatan yang mantap apabila dibandingkan dengan

tahun sebelumnya. Kenaikan tersebut antara lain disebabkan adanya pengembangan produksi

palawija melalui pusat pengembangan pertanian palawija, di samping adanya pembinaan bagi

daerah yang telah melaksanakan Bimas palawija serta adanya penyebaran bibit unggul. Untuk

menunjang pelaksanaan kegiatan Bimas palawija, sebagaimana halnya dengan Bimas padi,

Pemerintah juga menyediakan kredit bagi petani untuk pengadaan sarana produksi. Sehubungan

dengan itu dari Tabel VII.12 dapat dilihat bahwa produksi jagung meningkat sebesar 57,5

persen, yaitu dari 3.235 ribu ton dalan tahun 1982 menjadi 5.095 ribu ton dalam tahun 1983.

Produksi ubi jalar meningkat dengan 21,9 persen, yaitu dari 1.676 ribu ton dalam tahun 1982

menjadi 2.044 ribu ton dalam tahun 1983. Produksi kacang tanah dan. kedelai juga meningkat,

yaitu masing-masing dari 437 ribu ton dan 606 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 469 ribu ton

dan 633 ribu ton dalam tahun 1983, atau masing-masing mengalami kenaikan sebesar 7,3

persen dan 9,0 persen. Selanjutnya Pemerintah juga menyediakan kredit bagi petani untuk

Departemen Keuangan RI 164

Page 165: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pengadaan sarana produksinya. Oalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan September 1984,

realisasi penyaluran kredit telah mencapai sekitar Rp 0,4 milyar, dengan jumlah petani peserta

sebanyak 8.600 orang. Perkembangan mengenai penyaluran kredit Bimas palawija dapat diikuti

dalam Tabel VII.13.

Realisasi Pengembaliankredit kredit Jumlah petani

1971/1972 9.815,10 9.458,90 1.538,401972/1973 15.330,80 14.557,10 2.071,401973/1974 36.492,30 33.584,30 3.106,901974/1975 53.096,50 48.301,60 3.603,201975/1976 72.288,50 64.573,40 3.581,901976/1977 71.314,30 60.682,40 3.004,101977/1978 62.515,10 51.173,50 2.470,501978/1979 60.282,90 49.548,30 2.151,101979/1980 49.503,90 41.846,10 1.605,501980/1981 50.115,20 39.633,70 1.519,801981/1982 62.501,80 42.794,60 1.740,201982/1983 59.353,70 29.353,70 1.391,901983/1984 23.493,20 11.011,90 5631984/1985 1) 1.417;4 158,1 43,91) Posisi 30 September 1984

Tabel VII. 11PENYALURAN KREDIT BlMAS DAN INMAS PADI, 1971/1972 - 1984/1985

Tanun

(dalam jutarupiah dan ribu orang)

Kredit lomas padi mulai berIangsung MT 1977/1978

Tahun Luas Produksi Luas Luas Luaspanen panen panen

1969 2.435 2.292 1.467 10.917 369 372 267 554 3891910 2.939 2.825 1.398 10.471 357 380 281 695 4981971 2.626 2.606 1.406 10.690 357 376 284 680 5161972 2.160 2.254 1.468 10.385 338 354 282 697 5181973 3.433 3.690 1.429 11.186 379 416 290 743 5411974 2.667 3.011 1.509 13.031 330 411 307 768 5891975 2.445 2.903 1.410 12.546 311 475 380 752 5901976 2.095 2.572 1.353 12.191 301 414 341 646 5221977 2.567 3.143 1.364 12.488 326 507 409 646 5231978 3.025 4.029 1.383 12.902 301 506 446 733 6171979 2.594 3.606 1.439 13.751 287 473 424 784 6801980 2.735 3.991 1.412 13.726 276 506 470 1) 732 653 1)1981 2.955 4.509 1.388 13.301 275 508 475 810 7041982 1) 2.061 3.235 1.324 12.988 220 461 437 606 5211983 2) 3.018 5.095 1.185 11.651 261 484 469 633 5681984 2) 1.966 5.412 297 14.702 37 419 535 666 783

Ubi jalar Kacang tanah KedelaiLuas

panen Produksi Produksi

2.1942.0792.0941.6762.0442.257

2.2602.1752.2112.0662.3872.4692.4332.3812.4602.083

1) Angka diperbaiki

Jagung Ubi kayo

Produksi Produksi

( dalam ribu hektar untuk luas panen, dan ribu ton untuk produksi )LUAS PANEN DAN PRODUKSI PALAWI]A, 1969 - 1984

Tabel VII. 12

Departemen Keuangan RI 165

Page 166: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Realisasi Pengembaliankredit kredit Jumlah petani

143,81974/1975 5.393,70 4.356;6 360,71975/1976 9.073,80 7.325,70 442,51976/1977 8.917,30 7.048,10 348,71977/1978 6.893,10 5.445,80 235,71978/1979 6.480,50 5.007,90 1951979/1980 5.226,80 4.215,20 159,71980/1981 6.215,30 4.058,40 146,71981/1982 9.204,00 4.788,60 261,61982/1983 11.306,10 5.361,70 245,81983/1984 4.007,40 1.204,40 77,61984/1985 1) 390 15,9 8,61) Posisi 30 September 1984Sejak MT 1978/1979 termasuk Bimas Palawija tumpangsari

Tabel VII.13PENYALURAN KREDIT BIMAS PALAWIjA, 1973/1974 - 1984/1985

(dalamjuta rupiah dan ribu orang)

1.277,30 1.191,90

Ta h u n

1973/1974

Luas panen Produksi Luas panen Produksi1969 600 1.791 488 2.2721970 641 1.832 533 3.3321971 715 2.067 554 3.4351972 694 2.120 666 3.9061973 676 2.295 696 4.2491974 647 2.293 614 4.7311975 531 1.889 623 3.7431976 459 1.641 528 2.7251977 558 1.833 445 3.6241978 642 1.927 436 2.7091979 660 1.861 529 3.5121980 673 2.127 541 4.2061981 921 2.068 561 4.33619821) 632 2.038 560 4.2261983 2) 787 3.117 618 5.3481984 2) - 5.517 - 8.0301) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

Sayuran Buah-buahanTahun

LUAS PANEN DAN PRODUKSI HORTIKULTURA, 1969 - 1984Tabel VII. 14

(dalam ribu hektar dan ribu ton)

Departemen Keuangan RI 166

Page 167: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Tahun N P205 K20

1969 155,2 36,2 11970 162,1 31,3 3,61971 219,2 24,2 11972 262,3 43,5 2,31973 312 65,3 1,91974 290,8 95,7 6,81975 311,3 110,2 11976 313,3 99,3 31977 442,4 104,7 9,71978 478,9 126,9 11,71979 550,9 129,9 17,81980 . 787,3 210,9 13,91981 946 299,2 14,91982 1) 1.060,10 354,6 43,31983 2) 973,4 317,3 54,31) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

PENGGUNAAN PUPUK UNTUK TANAMAN PANGAN, 1969 -1983Tabel VII. 15

( dalam ribu ton kadar pupuk )

Tahun Insektisida Rodentisida 1)

1969 1.209,30 33,71970 1.075,60 52,41971 1.555,60 531972 1.410,00 531973 1.504,20 1161974 1.638,00 46,81975 2.464,00 841976 3.432,50 581977 4.268,10 1131978 4.165,00 1211979 4.191,10 791980 6.386,90 78,11981 8.943,20 109,51982 2) 11.254,80 94,71983 3) 13.982,40 171,21) Ekivalen Zinkphospide2) Angka diperbaiki3) Angka sementara

PENGGUNAAN PESTISIDA UNTUK TANAMAN PANGAN, 1969 - 1983Tabel VII. 16

( dalam ton)

Sejalan dengan usaha pengembangan tanaman pangan, maka selain dilakukan

peningkatan produksi beras dan produksi palawija, digiatkan pula peningkatan produksi

hortikultura. Hal ini mengingat bahwa hasil-hasil produksi hortikultura sangat penting artinya

dalam menunjang perbaikan gizi dan pola konsumsi masyarakat, di samping berperan pula

Departemen Keuangan RI 167

Page 168: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dalam intensitas penggunaan tanah dan tenaga kerja. Sehubungan dengan itu maka

pengembangan produksi hortikultura ditekankan pada pengembangan sayur-sayuran dan buah-

buahan di sekitar kota yang pemasarannya dapat lebih cepat. Sebagaimana terlihat dalam Tabel

VII.14, hasil produksi hortikultura secara keseluruhan sampai dengan tahun 1983 telah

mengalami peningkatan sebesar 35,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal

tersebut terutama disebabkan karena terjadinya peningkatan produksi sayur-sayuran sebesar

52,9 persen, yaitu dari 2.038 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 3.117 ribu ton dalam tahun

1983.

Meningkatnya hasil produksi tanaman pangan sangat erat kaitannya dengan

penggunaan pupuk dan pestisida, karena semakin luasnya areal panen dan meningkatnya mutu

Insus. Meningkatnya penggunaan pupuk dan pestisida tersebut secara keseluruhan dapat diikuti

melalui Tabel VII.15 dan Tabel VII.16. Kenaikan penggunaan pupuk terutama disebabkan

oleh meningkatnya penggunaan pupuk jenis K20, yaitu dari sebanyak 43,3 ribu ton dalam tahun

1982 menjadi 54,3 ribu ton dalam tahun 1983. Meningkatnya penggunaan pestisida disebabkan

oleh bertambahnya penggunaan pestisida dari jenis insektisida dan rodentisida. Kenaikan

insektisida dan rodentisida masing-masing adalah sebesar 24,2 persen dan 80,8 persen, yaitu

masing-masing dari 11.254,8 ton dan 94,7 ton dalam tahun 1982 menjadi 13.982,4 ton dan

171,2 ton dalam tahun 1983.

7.4.2. Tanaman perkebunan

Perkebunan merupakan salah satu sektor yang terpenting dalam menunjang

perekonomian Indonesia. Hal ini terutama terlihat dari besarnya sumbangan devisa melalui

ekspor hasil-hasil produksinya. Menjelang akhir tahun 1983/1984, lebih dari US $ 1,5 milyar

nilai ekspor berasal dari sektor perkebunan. Walaupun dalam pelaksanaanya dialami banyak

tantangan, namun mengingat bahwa peranan sektor perkebunan yang demikian besar dalam

menunjang pembangunan umumnya dan bagi peningkatan sumber pendapatan devisa atau

rupiah khususnya, maka selama pelaksanaan Pelita telah dilaksanakan berbagai kebijaksanaan

dan kegiatan yang diarahkan untuk meningkatkan produksi hasil perkebunan. Dalam

pembahasan selanjutnya, perkebunan digolongkan atas perkebunan rakyat, perkebunan negara

dan perkebunan besar swasta. Selanjutnya perkebunan negara dan perkebunan besar swasta

disebut juga sebagai perkebunan besar.

Sampai dengan tahun terakhir pelaksanaan Pelita III, perkebunan rakyat telah

Departemen Keuangan RI 168

Page 169: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

mendapat prioritas utama dalam pengembangan usaha perkebunan. Hal tersebut berdasarkan

kenyataan bahwa sebagian besar areal dan hasil perkebunan yang ada selama ini adalah milik

dan hasil produksi perkebunan rakyat, yang mutu dan produktivitasnya relatif masih rendah.

Oleh karena itu penyuluhan bagi perkebunan rakyat ditujukan untuk meningkatkan pendapatan

petani melalui modernisasi usaha perkebunan, pengorganisasian usahapemasaran serta

pengelolaannya melalui wadah KUD. Sedangkan pengembangan dan pembinaannya tidak lagi

dilakukan secara partial, akan tetapi melalui pola pembinaan terpadu. Pola pembinaan terpadu

tersebut dilaksanakan secara menyeluruh, baik secara vertikal yaitu berupa kegiatan

penyuluhan, penyediaan sarana produksi dan kredit, maupun secara horisontal yang dilakukan

sejak mulai penanaman, pemeliharaan tan am an, pengolahan hasil produksi dan pemasaran

hingga pengembangan manajemen. Realisasi daripada pembinaan terpadu diwujudkan dalam

bentuk unit pelaksana proyek (UPP), yang meliputi pembinaan untuk berbagai

komoditi/budidaya perkebunan, terutama tanaman karet, kelapa, kopi, cengkeh, lada, kelapa

sawit dan teh.

Selama Pelita III areal tanaman Y.lng telah berhasil diremajakan adalah tanaman karet,

kelapa, kopi, teh, lada dan coklat yang telah mencapai areal seluas 306.626 hektar, sedangkan

untuk tanaman cengkeh mencapai areal seluas 3.000 hektar. Adapun perkehunan rakyat yang

telah dibina melalui UPP meliputi 880 unit dengan areal tanam seluas 2.482 ribu hektar.

Sementara itu upaya lainnya untuk lebih mengembangkan perkebunan rakyat adalah dengan

menerapkan pola perkebunan inti. Dalam pola tersebut perkebunan besar milik Pemerintah,

yakni Perusahaan Negara Perkebunan/PT Perkebunan (PNP/PTP), berfungsi sebagai inti atau

pusat pengembangan perkebunan rakyat sekitarnya. Pada gilirannya perkebunan rakyat tersebut

diharapkan dapat berkembang menjadi koperasi perkebunan rakyat. Pengembangan pola

perkebunan inti tersebut, yang disebut proyek NES (nucleus estate smallholders) atau proyek

perkebunan inti rakyat (PIR) meliputi budidaya karet, kelapa hibrida, kelapa sawit dan tebu.

Perkebunan besar dalam NES/PIR tersebut berfungsi sebagai penyuluh, penyalur sarana

produksi kepada perkebunan rakyat, pengolah hasil yang berasal dari rakyat/petani dan sebagai

pemasar hasil produksinya. Sedangkan perkebunan rakyat hams menyediakan tanah dan tenaga

kerja. Sampai dengan tahun 1983, realisasi luas areal hasil pembinaan pola NES/PIR adalah

seluas 188.067 hektar untuk jenis tanaman kafer, kelapa sawit dan kelapa. Dari Tabel VII.17

dapat dilihat bahwa berhasilnya usaha pembina an perkebunan rakyat sampai dengan tahun

1983 tersebut ditandai dengan meningkatnya hasil kafer, teh dan cengkeh, masing-masing

sebesar 55,6 persen, 47,1 persen dan 37,5 persen apabila dibandingkan dengan tahun 1982.

Departemen Keuangan RI 169

Page 170: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Dalam waktu yang sarna hasil produksi perkebunan rakyat lainnya seperti lada, tembakau, kopi

dan gula tebu juga mengalami peningkatan produksi, yaitu masing-masing sebesar 17,6 persen,

14,4 persen, 8,8 persen dan 2,1 persen.

Sejalan dengan usaha dan kegiatan dalam bidang perkebunan rakyat, maka pembinaan

dan pengembangan perkebunan besar swasta juga terus ditingkatkan. Hasil produksi usaha

perkebunan besar swasta selama ini, khususnya sampai dengan tahun 1983, belum

menunjukkan peningkatan seperti yang diharapkan. Hal ini antara lain karena berbagai jenis

tanam_n seperti kafer, kelapa dan coklat yang telah diremajakan belum menunjukkan

produktivitasnya, di samping masih adanya gangguan hama terhadap tanaman-tanaman terse

but. Dalam tahun 1983, produksi kopi mengalami kenaikan sebesar 26,3 persen dibandingkan

dengan tahun sebelumnya, yakni dari 5,7 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 7,2 ribu ton dalam

tahun 1983. Sedangkan untuk produksi cengkeh dan teh, dalam tahun 1983 masing-masing

telah meningkat sebesar 50,0 persen dan 5,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Perkembangan selanjutnya daripada hasil produksi perkebunan besar swasta dapat diikuti dalam

Tabel VII.18.

Sementara itu perkebunan besar negara (PNP/PTP) dalam Pelita III juga telah banyak

mendapat perhatian dari Pemerintah. Hal ini dimasudkan agar perkebunan besar negara dapat

mengimbangi tuntutan perkembangan dan kemajuan teknologi moderen serta permintaan

posaran intemasional. Untuk itu ditempuh serangkaian kebijaksanaan yang ditujukan terutama

untuk meningkatkan budidaya pengusahaan tanaman dan bentuk usahanya. Di samping

menyangkut segi pengelolaan perkebunan/perusahaan, maka aspek sosial ekonomi khususnya

pemberian imbalan kepada tenaga kerja juga diperhatikan sebaik-baiknya. Berbagai kegiatan

yang dilakukan di bidang perkebunan negara tersebut ditandai dengan meningkatnya produksi

beberapa hasil perkebunan negara dalam tahun 1983, seperti antara lain terlihat dan

meningkatnya produksi kafer, minyak sawit dan teh, masing-masing sebesar 4,2 persen, 3,7

persen dan 18,0 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hasil-hasil yang dicapai di

bidang perkebunan negara dapat diikuti melalui Tabel VII.19. Dari Tabel VII.20 dapat dilihat

bahwa dengan berhasil ditingkatkannya produksi perkebunan dalam tahun 1983, baik

perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta maupun perkebunan negara, serta ditunjang pula

oleh adanya kebangkitan kembali ekonomi dunia, maka volume ekspor hasil perkebunan telah

meningkat pula. Apabila dalam tahun 1982 volume ekspor hasil utama perkebunan secara

keseluruhan adalah sebesar 1.763,6 ribu ton, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi

1.990,5 ribu ton, atau suatu kenaikan sebesar 12,8 persen dibandingkan dengan tahun

Departemen Keuangan RI 170

Page 171: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sebelumnya. Kenaikan tersebut terutama didukung oleh meningkatnya volume ekspor minyak

sawit, lada dan karet, masing-masing sebesar 33,3 persen, 23,9 persen dan 20,2 persen. Oi

samping itu juga disebabkan oleh meningkatnya volume ekspor tembakau, teh dan kopi,

masing-masing sebesar 18,3 persen, 7,7 persen dan 6,3 persen dibandingkan dengan tahun

sebelumnya.

Kelapa/ Gula Temba-kopra Tebu kau

1969 220 162 22 220 75 17 2,41970 1.198 170 21 196' 69 17 2,61971 1.147 178 24 221 69 24 1,31972 1.308 196 7 247 74 18 1,51973 1.233 140 14 199 69 29 1,11974 1.335 132 14 250 69 27 2,91975 1.370 144 14 223 74 23 2,41976 1.527 178 13 267 78 37 0,91977 1.513 181 14 352 72 43 0,91978 1.554 206 17 485 68 46 0,51979 1.561 209 17 498 73 47 0,61980 1) 1.630 276 21 1.203 69 37 31981 1) 1.765 290 24 1.364 100 40 111982 1) 1.707 262 17 1.352 97 34 17,71983 2) 1.592 285 25 1.380 111 40 6,1

Teh Lada

1514132215151737

Tahun

571

( dalam ribu ton)PRODUKSI BEBERAPA HASIL PERKEBUNAN RAKYAT, 1969 - 1983

Tabel VII. 17

Karet

559599571536610584612 21616 35715 34642 29585 32910 44

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

Kopi Cengkeh558 11

572

Kapas

Gula MinyakTebu sawit

1969 110 5 9 72 601970 113 6 9 74 701971 114 7 10 122 791972 128 6 7 130 811973 109 4 10 118 821974 108 7 11 127 1041975 109 6 10 126 1261976 104 6 11 152 1451977 107 6 11 162 1471978 110 7 15 71 1651979 112 8 16 73 16819801) 120 6 18 84 2211981 1) 127 9 14 116 2661982 1) 125 6 16 72 28519832) 124 7 16 72 286

Tabel VII. 18PRODUKSI BEBERAP A HASIL PERKEBUNAN BESAR SWASTA, 1969 - 1983

( dalam ribu ton)

Tahun KaretKe1apa/

kopra Kopi122346555

2121332511

TehInti

sawit1315181718212427292223384147

11 471) Angka diperbaiki2) Angka sementara

Departemen Keuangan RI 171

Page 172: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Tahun Karet Teh Kopi Gula tebu1969 110 129 28 31 9 6301970 118 147 33 34 9 6031971 118 170 39 37 7 7081972 121 189 42 37 5 7561973 137 207 46 43 11 2931974 138 244 52 40 8 8601975 137 271 57 46 8 8781976 142 286 56 49 11 9021977 147 338 64 51 12 9241978 162 367 72 59 13 9601979 170 474 85 92 14 1.030

19801) 186 499 90 68 15 2731981 1) 193 533 100 72 9 22019821) 189 599 110 61 9 19519832) 197 621 115 72 8 191

1011

Tembakau

( dalam ribu ton)

13

10

89

11126

101010]0

1613

Inti sawitMinyak sawit

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

Tabel VII. 19PRODUKSI BEBERAPA HASIL PERKEBUNAN NEGARA, 1969 - 1983

Kopra danbungkil

1969 857,5 179,1 42,7 36,1 127,1 5,7 16,7 349,11970 790,2 159,2 42,4 41,1 104,3 11 2,6 393,11971 789,3 209 48,6 44,8 74,3 18,3 24,2 322,5'1972 774,6 236,5 51,4 44 107 26,2 25,7 327,11973 890,2 262,7 39,2 39,6 100,8 33,3 25,6 2821974 840,4 281,2 28,5 55,7 111,8 33,6 15,7 252,6 2)1975 788,3 386,2 21 45,9 128,4 19,6 15,2 329,11976 811,5 405,6 25,6 47,5 136,4 20,5 28,8 396,71977 800,2 404,6 25,2 51,3 160,4 25,9 30,9 335,91978 918,2 412,3 7,3 61,6 222,8 27,3 38 324,4 2)1979 967,3 437,8 33,1 65,9 230,7 24,9 25,7 381,4 2)1980 I)' 981 502,9 42,9 74,2 238,7 28,3 29,7 430,119811) 812,8 196,4 22,7 71,3 210,6 25,3 34 321,819821) 797,6 259,5 6,9 63,7 227 20,2 36,3 352,419833) 958,9 345,8 2,2 68,6 241,2 23,9 45 304,9

Tabel VII. 20VOLUME EKSPOR HASIL UTAMA PERKEBUNAN, 1969 - 1983

( dalam ribu ton)

KaretMinyak

sawit Kopi LadaTahun Inti sawit TembakauTeh

1) Angka diperbaiki2) Hanya bungkil kopra3) Angka sementara

Jenis komoditi 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1) 1983 2)Kare t 220,7 260,9 222.2 195,9 395 487,3 365,U 535,1 593,8 720,5 1.002,40 1.174,20 835,8 602,1 802,3Kopra dan bungkil kopra 20,6 35,1 26,2 17,6 23.6 23,2 28,9 31.2 38.1 35 41,3 52,1 32,4 38 46,4Ko p i 51,3 65,8 55.4 72.4 77,4 1UI,3 101.1 250 634.0 509,7 655.4 656 345,9 341,7 427,3Tcmbakau 13,8 11,5 19,9 30.0 44.9 35,5 37,8 39,2 61,1 59,3 60,3 58,b 53,1 38,9 47,6Minyak sawit 22,2 36,5 46.3 42.0 72,5 Ibb,U 158,1 142 192,8 208,3 253,7 254,7 106,9 64,4 111,5Inti sawlt 4 5.U 5,5 3,7 4.8 8.4 5.1 3,7 5.8 1,5 7.2 8.1 4,4 2,2 0,4Lada 10,4 2.9 24.7 20.5 28.0 24.6 22.8 46,2 65,6 69,8 47,3 58,1 47,2 44,9 5Teh 9,7 17,3 28,7 31.4 30,2 43,6 53,1 55 121.0 92,3 91,7 112,7 100.8 89,5 120,4Bunga, biji pala dan ccngkch 1.6 2.1 1.8 2.1 1.7 2,5 5.0 9,7 10,9 11.2 10,9 27,9 80,3 0,33) 0,43)

2

Rcmpah-rcmpah lainnya 4) 3,5 4,3\ 4.4 3.4 6.5 6,1 3,7 5,6 7,8 9.0 0.3Jumlah 357,8 441.4 435.1 419.0 684.6 898,5 78U,6 1.117,70 1.730,90 1.716,60 2.170,50 2.402,40 1.606,80 1.222,00 L608,3

Tabel VII. 21NILAI EKSPOR HASIL UTAMA PERKEBUNAN, 1969 - 1983

( dalam US $ juta )

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara3) Hanya cengkeh4) Scjak tahun 1980 tidak ada nilai ckspor

Departemen Keuangan RI 172

Page 173: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Meningkatnya volume ekspor beberapa hasil perkebunan tersebut disertai pula dengan

kenaikan nilai ekspor hasil perkebunan dalam tahun 1983. Nilai ekspor keseluruhan dari

beherapa komoditi perkehunan dalam tahun 1983, yang terdiri atas jenis komoditi karet, kelapa

sawit, kopi, teh, lada dan tembakau, telah mencapai US $ 1.608,3 juta. Apabila dibandingkan

dengan tahun 1982 dengan nilai sebesar US $ 1.222,0 juta, maka terdapat kenaikan sebesar 31,6

persen. Gambaran selanjutnya mengenai nilai ekspor beberapa hasil utama perkebunan dapat

diikuti melalui Tabel VII.21.

7.4.3. Peternakan

Salah satu masalah yang dihadapi di bidang peternakan sebelum Pelita berlangsung

adalah rendahnya tingkat populasi ternak dengan perkembangan yang tidak merata. Hal ini

antara lain disebabkan karena hampir 60 persen dari seluruh jenis ternak terkonsentrasi di pulau

J awa yang justru luasnya hanya sebesar 7 persen dari luas seluruh daratan Indonesia, kecuali

untuk jenis ternak babi yang sebagian besar dipelihara secara tradisional di Sumatela Utara,

Sulawesi Utara, Bali dan Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu sejak dilaksanakannya

pembangunan nasional, kegiatan di bidang peternakan diarahkan kepada peningkatan dan

penyebaran populasi ternak, dan sekaligus juga untuk meningkatkan pendapatan para peternak

dan memperluas kesempatan berusaha. Sehubungan dengan itu langkah-Iangkah telah dan terus

dilakukan terutama dengan penyebaran bibit unggul ke daerah-daerah dalam usaha untuk

mengatasi masalah kelahiran dan produktivitas ternak yang rendah, serta peningkatan

pemotongan ternak jenis betina. Bibit unggul ternak tersebut disebarkan dari wilayah/propinsi

sumber-sumber bibit ternak sapi seperti Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,

Sulawesi Selatan dan Jawa Timur, ke wilayah/ propinsi lainnya yang potensial. Sedangkan

untuk meningkatkan kualitas bibit-bibit sapi lokal, telah dikembangkan usaha pembinaan

sumber bibitnya, misainya sapi Bali dikembangkan di pulau Bali, Sumbawa, dan beberapa

lokasi di Sulawesi Selatan. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap para peternak

sapi Ongole di pulau Sumba dengan jalan mendatangkan sapi jenis unggul dari luar negeri,

antara lain seperti sapi jenis Brahman. Sedangkan dalam rangka meningkatkan mutu bibit sapi,

maka dalarn tahun 19831 1984 te1ah disebar sebanyak 28.129 ekor bibit sapi. Demikian pula

untuk bibit ternak kerb au , karnbingldomba dan kuda, dalarn waktu yang sarna te1ah disebar

masing-masing sebanyak 6.452 ekor, 12.910 ekor dan 2.633 ekor. Berkaitan dengan usaha

Pemerintah di bidang transmigrasi, bidang peternakan telah ditingkatkan peranannya untuk

mendukung usaha pengembangan lokasi baru tersebut. Dalarn rangka menunjang program

Departemen Keuangan RI 173

Page 174: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

tersebut, sampai dengan Pelita III telah disebarkan sekitar 4.000 ekor dari berbagai jenis ternak,

terutarna sapi dan kerbau, melalui dana transmigrasi. Di samping itu melalui dana bantuan

Presiden juga telah diimpor berbagai jenis temak unggul seperti sapi jenis Brahman, Santa,

Gertrudis dan Bilmon Red yang selanjutnya disebar ke daerah-daerah. Sedangkan untuk

penyebaran bibit ternak jenis lainnya yaitu seperti bibit ayam DOC (day old chick) dari Pusat

Pembibitan Cisarua juga terus dilaksanakan dan selanjutnya disalurkan ke seluruh propinsi

Indonesia. Upaya lainnya yang telah dilakukan adalah dengan teknik inseminasi buatan (IB),

yaitu suatu cara perkawinan pada hewan betina dengan alat berupa split pipet (insemination

gun) yang telah diisi dengan semen dari pejantan. IB merupakan sarana untuk

mengembangbiakkan ternak dengan cepat, teratur dan murah yang dapat memperkecil

kemajiran serta tidak perlu memelihara pejantan, sehingga dengan demikian dapat dicegah

adanya penyebaran penyakit dari satu hewan ke hewan lainnya sebagai akibat daripada

perkawinan. Teknik IB di Indonesia telah dipergunakan sejak tahun 1970, namun baru dalam

tahun 1973 dipergunakan semen beku, serta dalarn tahun 1975 dibangun laboratorium yang

dapat memproduksi semen beku tersebut di Lembang dan Bandung. Sehubungan dengan ire

dapat dikemukakan bahwa apabila se1arna Pelita II baru disalurkan sebanyak 67.000 dosis

semen beku kepada 18 propinsi, maka pada akhir Pelita III telah berhasil disalurkan sebanyak

396.817 dosis semen beku untuk keperluan IB ke seluruh propinsi di Indonesia. Tenaga-tenaga

untuk menangani pelaksanaan IB tersebut juga telah ditingkatkan, dan dalam rangka

meningkatkan keterampilannya sudah banyak yang dikirim ke luar negeri antara lain ke New

Zealand. Sebagai hasilnya, jumlah tenaga khusus untuk IB yang selama Pelita II baru berjumlah

295 orang telah berhasil ditingkatkan menjadi sebanyak 595 orang pada akhir Pelita III.

Mengingat bahwa persediaan makanan ternak, baik kualitas maupun kuantitasnya,

yang berasal dari hijauan makanan ternak masih dirasakan kurang terutama untuk daerahdaerah

di pulau Jawa, maka telah dilaksanakan pembinaan terhadap kegiatan-kegiatan penyediaan

makanan ternak. Adapun makanan ternak tersebut dapat dibedakan atas makanan hijauan yang

terdiri dari rumput, leguminosa dan lain-lain, serta makanan penguat yang terdiri atas

konsentrat. Sejalan dengan program penghijauan, maka kini telah dilakukan penanaman

makanan hijauan ternak pada daerah/tanah-tanah kritis dan terlantar.

Sedangkan dalam hal makanan temak jenis konsentrat, penyediaannya dilakukan oleh

pihak swasta dengan pengawasan mutu oleh Pemerintah. Sementara itu di kebun-kebun bibit

pusat di Cisarua dan Cisereuh, yang dilengkapi dengan laboratorium pemeriksaan bibit rumput

dan bahan rerumputan. telah berhasil dikembangbiakkan jenis rerumputan atau makanan

Departemen Keuangan RI 174

Page 175: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

hijauan temak baru serta memperbaiki jenis yang ada untuk disebarkan ke kebun-kebun bibit di

berbagai propinsi. Di kebun bibit ditingkat propinsi tersebut, bibit-bibit diperbanyak, diamati

daya adaptasi dan daya tumbuhnya untuk kemudian disebarkan ke tiap kabupaten. Selanjutnya

dari kebun-kebun bibit tingkat kabupaten dan tingkat kecamatan disalurkan kepada peternak di

kecamatan, desa dan kampung sampai ke padang penggembalaan. Dengan demikian akan

tercapai upaya dalam mendapatkan rumput alam yang bermutu tinggi di samping usaha

budidaya rumput.

Walaupun selama sepuluh tahun terakhir ini serangan penyakit pada temak pada umumnya

dapat diatasi dan dikendalikan, namun tidak dapat diabaikan adanya beberapa penyakit yang

berasal dari virus seperti penyakit tetelo, penyakit mulut dan kuku pada sapi, penyakit jembrana

di Bali dan penyakit zoonosa rabies. Di samping itu juga telah dapat ,ditanggulangi penyakit

asal bakteri antara lain seperti penyakit ngorok, penyakit antrax, radang paba dan keluron

menular (brucellosis), -parasit darah (surra, bebesiosis), dan penyakit kulit menular (scabies).

Selama lima tahun pelaksanaan Repelita III telah dilakukan kegiatan pengamanan ternak

dengan mengaktitkan fungsi penyidikan, penolakan, pencegahan dan pemberantasan penyakit.

Dalam hubungan ini telah selesai dibangun dan berfungsi 5 buah Balai Penyidikan Hewan, 2 di

antaranya berada di Denposar dan Ujungpandang yang dibangun alas ban_an FAa (Food

Agriculture Organisation) dan TJNDP (United Nation Development Program). Sebuah balai

dibangun di Bukittinggi dengan bantuan dari pemerintah j erman Barat, sedangkan 2 buah lagi

berada di Medan dan Tanjung Karang yang dibangun alas bantuan dari pemerintah jepang. Di

samping itu juga telah dibangun 3 buah Laboratorium Penyidikan Penyakit Hewan jenis A di

tingkat pusat, dan laboratorium jenis B di setiap propinsi serta laboratoriumjenis C di setiap

kabupaten. Selanjutnya dalam rangka pencegahan penyakit ternak, dewasa ini juga telah

direhabilitir beberapa karantina hewan serta vaksinasi massal yang\ditangani secara khusus.

Dalam tahun 1983/1984 telah dapat disediakan dan disebarkan vaksin dan obat- obatan

darijenis ND Kumarov, Fowl Pox F, SE, Anthrax, Brucella dan Rabies, masing-masing

sebanyak 50.000 ribu dosis, 13.500 ribu dosis, 4.000 ribu dosis, 1.550 ribu dosis, 20 ribu dosis

dan 522 ribu dosis. Guna menanggulangi wahab yang tidak dapat diduga baik mengenai keja-

dian maupun waktunya, maka Pemerintah telah mempersiapkan baik alat-alat ataupun

tenaganya. Sehubungan dengan itu, penyediaan tenaga penyuluh, kader peternak, petugas

laboratorium diagnostik dan tenaga vaksinator terus ditingkatkan. Apabila dalam tahun

1982/1983 jumlah tenaga penyuluh petemakan spesialis (PPS) dan tenaga penyuluh peternakan

lapangan/demonstrator masing-masing baru berjumlah 368 orang dan 936 orang, dalam tahun

Departemen Keuangan RI 175

Page 176: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

1983/1984 telah meningkat masing-masing menjadi 428 orang dan 1.407 orang. Selanjutnya

jumlah petugas laboratorium diagnostik dan petugas vaksinator yang dalam tahun 1982/1983

masing-masing baru sebanyak 312 orang dan 1.130 orang, dalam tahun 1983/1984 juga telah

meningkat masing-masing menjadi 313 orang dan 5.436 orang.

Sapiperahan

1969 6.447 52 2.976 2.998 2.878 642 7.2691970 6.130 59 2.976 3.362 3.169 692 7.3701971 6.245 66 2.976 3.146 3.382 665 10.4161972 6.286 68 2.822 2.996 3.350 693 12.4041973 6.637 78 2.489 3.457 2.768 645 11.1241974 6.380 86 2.415 3.403 2.906 600 13.6201975 6.242 90 2.432 3.374 2.707 627 14.1251976 6.237 87 2.284 3.603 2.947 631 15.1821977 6.217 91 2.292 3.804 2.979 659 16.0321978 6.330 93 2.312 3.611 2.902 615 17.5411979 6.362 94 2.432 4.071 3.183 596 18.0891980 6.440 103 2.457 7.691 4.124 3.155 616 21.0781981 6.516 113 2.488 4.177 3.364 637 22.4261982 6.594 140 2.513 4.231 3.587 658 23.8611983 1) 6.660 162 2.538 4.316 3.677 665 25.43619841) 6.751 169 2.533 4.343 4.079 704 27.014

Tabel VII. 22POPULASI TERNAK, 1969 - 1984

( dalam ribu ekor)

Tahun Sapi Kerbau Kambing Domba Babi Kuda Ayam Itik7.544 62.4766.336 63.4386.943 75.6407.189 82.6276.793 84.3806.517 93.1006.315 98.4756.906 102.3827.232 107.4938.051 114.9877.659 121.357

7.790 184.5567.891 197.1328.049 211.3028.098 232.687

1) Angka sementara

Sapi Kerbau S api Kerbau Kambing Domba1969 38,2 18,7 3,4 0,6 1,8 1 10,61970 59,4 29,1 2,8 0,7 1,5 0,6 8,11971 50,6 22,4 2,4 0,5 1,3 0,7 8,11972 54,2 28 3,3 0,6 1,4 0,8 9,51973 51,1 11,5 2,6 0,5 1.1 0,7 5,61974 45 13,2 1,5 0,4 0,8 0,9 9,21975 31,9 4,2 0,4 0,1 1,5 0,9 7,21976 24,5 2,1 1,4 0,1 2,3 0,8 9,41977 9 0,2 1,1 0,2 2,1 0,9 81978 0,4 0 1,4 0,1 2,3 1 7,91979 0 0 2,1 0,1 2,6 0,9 9,21980 0 0 0,4 193 1) 2,3 0,5 5,21981 0 0 0,6 28 1) 3,6 0,7 4,41982 0 0 0,7 187 1) 3 0,9 2,519832) 0 0 1,2 97 1) 3,4 0,8

Tahun TulangKulit

Tabel VII. 24VOLUME EKSPOR TERNAK DAN HASIL-HASILNYA, 1969 -1983

( dalam ribu ekor untuk temak, dalam ribu ton untuk kulit dan tulang )Ternak

1) Angka dalam ton2) Angka sementara

Departemen Keuangan RI 176

Page 177: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Sapi Kerbau Sapi Kerbau Kambing Domba1969 596 251 1.134,40 170,3 1.985,60 693,6 52,5 4.883,401970 1.391,00 698,3 1.560,60 385,5 2.412,50 652 172,5 7.272,401971 1.262,50 485,8 1.691,20 237,1 2.243,70 1.046,70 255,6 7.222,601972 2.315,10 1.226,80 3.193,00 398 3.196,90 1.401,20 169 11.900,001973 3.636,20 813,6 3.341,70 398,1 4.704,00 2.308,40 105,8 15.307,801974 7.471,30 1.658,30 1.790,30 395,1 3.010,30 2.248,30 195,9 16.769,501975 5.824,90 712,9 425,9 109,2 5.433,90 3.087,40 164,5 15.758,701976 3.949,30 299,1 1.922,20 147 11.421,30 4.423,00 590,5 22.752,401977 1.582,90 26 1.672,90 157,4 9.926,70 6.083,80 393,9 19.843,601978 70,3 0 2.516,80 139 11.810,20 7.677,80 524,1 22.738,201979 0 0 5.368,40 299,7 24.843,30 10.843,90 626,6 41.981,901980 0 0 990,4 69 18.026,50 6.822,60 615,3 26.523,801981 0 0 1.800,00 30 14.974,50 7.792,80 535,2 25.132,501982 0 0 2.246,30 154,6 14.694,70 7.966,10 124,6 25.186,3019831) 0 0 3.662,80 83,2 13.007,10 7.245,30 0 23.998,40

KulitTulang JumJahTahun

T ernak

1) Angka sementara

Tabel VII.25NILAI EKSPOR TERNAKDAN HASIL-HASILNYA, 1969 -1983

(dalam US $ ribu)

Berbagai cara telah dilaksanakan untuk meningkatkan populasi ternak. Hasil-hasil

yang dicapai di bidang peningkatan populasi ternak sampai dengan tahun pertama Repelita IV

dapat diikuti melalui Tabel VII.22. Dari tabel tersebut terlihat bahwa apabila dibandingkan

dengan tahun 1982, maka populasi ternak jenis sapi, sapi perahan dan kambing dalam tahun

1983 telah menunjukkan kenaikan dari masing-masing sebanyak 6.594 ribu ekor, 140 ribu ekor

dan 7.891 ribu ekor dalam tahun 1982, menjadi 6.660 ribu ekor, 162 ribu ekor dan 8.049 ribu

ekor dalam tahun 1983. Disusul kemudian kenaikan populasi ternak domba, babi dan kuda,

yaitu dari masing-masing sebanyak 4.231 ribu ekor, 3.587 ribu ekor dan 658 ribu ekor dalam

tahun 1982, meningkatkan menjadi 4.316 ribu ekor, 3.677 ribu ekor dan 665 ribu ekor dalam

tahun 1983. Demikian juga populasi ternak Ryall dan itik menunjukkan kenaikan masing-

masing sebesar 7,2 persen dan 6,6 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sejalan

dengan meningkatnya hasil-hasil yang dicapai di bidang pengembangan populasi ternak, maka

produksi daging, telur dan susu juga menunjukkan peningkatan yang cukup mantap. Dalam

tahun 1983, ketiga jenis produk tersebut masing-masing telah mencapai sebanyak 671,0 ribu

ton, 316,0 ribu ton dan 142,9 juta liter (Tabel VII.23). Apabila dibandingkan dengan produksi

tahun 1982 yang masing-masing baru berjumlah 628,6 ribu ton, 297,0 ribu ton dan 117,6 juta

liter, maka produksi daging telah meningkat sebesar 6,7 persen, produksi telur 6,4 persen dan

produksi susu 21,5 persen.

Sementara itu sebagaimana terlihat dalam Tabel VII.24 dan Tabel VII.25, volume dan

nilai ekspor ternak dan hasil-hasilnya tidak lagi mengalami kenaikan bahkan kegiatan ekspor

Departemen Keuangan RI 177

Page 178: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

ternak sapi dan kerbau telah dihentikan sejak tahun 1979, meskipun jumlah populasi ternak

secara keseluruhan meningkat setiap tahunnya. Dengan demikian dalam tahun 1983 sebagian

besar ekspor hasil ternak adalah berupa kulit sapi, kerbau, kambing dan domba dengan nilai

ekspor sebesar US $ 23,9 juta. Apabila dibandingkan dengan nilai ekspor tahun 1982 yang

berjumlah US $ 25,1 juta, maka nilai ekspor hasil ternak turun sebesar 4,4 persen. Penurunan

tersebut disebabkan karena meningkatnya permintaan daging dan protein hewani, serta kulit

dan tulang di dalam negeri sebagai akibat dari berkembangnya sektor industri.

7.4.4. Perikanan

Indonesia dikenal sebagai suatu negara maritim yang terdiri dari pulau-pulau dengan

perairan yang me1iputi tiga perempat bagian dari se1uruh wilayah negara. Dengan letak

geografis yang ada sella ditunjang oleh iklim tropis sepanjang tahun, keadaan tersebut sangat

menguntungkan produktivitas dan pengembangan budidaya ikan di Indonesia. Namun

mengingat bahwa penangkapan ikan memerlukan tatacara yang benar agar pelaksanaannya

dapat produktif dan efisien, maka selama Pelita III telah ditempuh usaha-usaha intensifikasi

penangkapan sekaligus pengembangbiakan daTi berbagai jenis ikan dan udang di samping juga

dilakukan usaha pengembangan perikanan darat. Titik berat pembangunan di bidang perikanan

dalam Repelita IV ditujukan pada pembinaan dan pengembangan perikanan rakyat. Hal ini

dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan para nelayan, memperluas kesempatan berusaha,

mempertinggi produksi, meningkatkan mutu gizi pangan dan sekaligus untuk meningkatkan

ekspor. Sementara itu hasil-hasil yang telah dicapai di bidang perikanan dalam tahun 1983

antara lain tercermin pada produksi ikan yang telah mencapai 2.120 ribu ton, atau 6,1 persen

lebih tinggi dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya yakni sebanyak 1.998 ribu ton.

Hasil produksi ikan dalam tahun 1983 tersebut sebagian besar merupakan produksi ikan lalit,

yaitu sebanyak 1.600 ribu ton atau 75,5 persen dari hasil keseluruhan, sedangkan sisanya

sebanyak 520 ribu ton adalah ikan darat. Produksi ikan sampai dengan tahun 1983 telah

meningkat menjadi sekitar 2.120 ribu ton atau sebesar 6,7 persen lebih tinggi dibandingkan

dengan tahun 1982. Kenaikan produksi ikan tersebut selain disebabkan peningkatan produksi

ikan taut sebesar 7,3 persen, juga karena meningkatnya produksi ikan darat sebesar 2,6 persen

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dapat diketengahkan bahwa besarnya peningkatan

produksi ikan taut tersebut terutama karena bertambahnya kapal-kapal perikanan bermotor dan

meningkatnya penggunaan alat-alat penangkap ikan moderen seperti jaring jenis gill net,

purseseine, pole and line, dan long line. Di lain pihak, penggunaan perahu tanpa motor dan alat-

Departemen Keuangan RI 178

Page 179: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

alat penangkap ikan tradisional te1ah menurun yang menunjukkan te1ah terjadinya pergeseran

dan pergantian dari alat-alat penangkapan tradisional ke alat-alat penangkapan yang lebih

produktif. Sementara itu walaupun pertumbuhan produksi ikan darat tidak secepat produksi

ikan laut, namun produksi ikan darat juga menunjukkan jumlah yang terus meningkat, terutama

yang terdiri dari hasil tambak, kolam dan sawah. Dalam tahun 1983, produksi budidaya

perikanan darat mengalami kenaikan sebesar 5,4 persen dibandingkan dengan tahun

sebe1umnya, yaitu dari 241 ribu ton dalam tahun 1982 menjadi 254 ribu ton dalam tahun 1983.

Sampai dengan bulan September tahun 1984, produksinya te1ah meningkat lagi sehingga

mencapai 279 ribu ton, atau suatu kenaikan sebesar 9,8 persen bila dibandingkan dengan tahun

sebe1umnya. Meningkatnya produksi budidaya perikanan darat tersebut terutama disebabkan

intensifikasi budidaya tambak di samping adanya perluasan arealnya. Apabila luas areal

budidaya tambak dalam tahun 1982 baru mencapai 400,5 ribu hektar, maka dalam tahun 1983

telah mencapai 405,6 ribu hektar atau suatu kenaikan 1,3 persen dibandingkan dengan tahun

sebelumnya.

Meningkatnya penggunaan perahu/kapal motor serta alat-alat penangkap ikan moderen

terlihat dari jumlah perahu/kapal motor yang dalam tahun 1982 baru sebanyak 85.083 buah,

dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 94.300 buah, yang berarti peningkatan sebesar 10,8

persen. Sebaliknya dalam periode yang sarna jumlah perahu tanpa motor telah menurun dari

215.466 buah dalam tahun 1982 menjadi 212.400 buah dalam tahun 1983, atau suatu penurunan

sebesar 1,4 persen.

Selanjutnya guna menunjang dan mempercepat pertumbuhan produksi perikanan lalit,

terutama perikanan rakyat, maka sejak Pelita III telah dilaksanakan rehabilitasi dan

pembangunan pangkalan pendarat ikan (PPI) serta pelabuhan perikanan (PP). PPI dan PP

tersebut dilengkapi dengan tempat pelelangan, pabrik es, gudang pendingin dan lain-lain

fasilitas yang diperlukan untuk mengembangkan produksi, pemasaran dan pengolahan hasil-

hasil perikanan. Dalam hubungan ini, sampai dengan tahun 1983/1984 telah dibangun 149 buah

PPI yang tersebar di 25 propinsi kecuali untuk DI Yogyakarta dan Timor Timur. Di samping itu

juga telah dibangun 24 buah PP, yang terdiri alas 21 buah PP pantai, 2 buah PP nusantara dan

sebuah PP samudera. Sedangkan untuk mendukung pengembangan budiclara tambak dan

perikanan darat lainnya, telah dibangun saluran tambak di Daerah Istimewa Aceh, Sumatera

Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, Kalimantan Timur dan

Sulawesi Selatan yang keseluruhannya mencapai sepanjang 590 km.

Tersedianya benih dan induk ikan dalam jumlah dan mutu yang memadai sangat

Departemen Keuangan RI 179

Page 180: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

menentukan berhasilnya usaha perikanan budidaya. Untuk mengatasi hal tersebut, selain

mengandalkan benih dari sumber alam, ditingkatkan pula peranan yang lebih aktif dari balai

benih ikan (BBl). Sampai dengan tahun 1983/1984 telah direhabilitasi dan dibangun BBI

sebanyak 43 unit. Dalam waktu yang sarna telah dibangun sebanyak 3 unit balai benih udang

(BBU) dan 3 unit balai benih udang galah (BBUG).

Pemasaran ikan, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri, sampai dengan tahun

1983 telah menunjukkan peningkatan yang mantap. Dilihat dari segi konsumsinya, rata-rata

konsumsi ikan segar per kapita per tahun dalam negeri dari tahun 1978 sampai dengan tahun

1983 terus menunjukkan peningkatan. Apabila dalam tahun 1978 konsumsi ikan baru mencapai

11,4 kg per kapita, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 13,1 kg per kapita, atau

mengalami kenaikan rata-rata 2,8 persen per tahun. Dalam waktu yang sama, ekspor hasil-hasil

perikanan juga menunjukkan perkembangan yang sangat menggembirakan.

Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai Volume Nilai1969 5.637 878 2.332 326 28 9 42 20 13.387 1.111 21.426 2.4441970 7.333 4.278 1.247 169 652 286 104 38 12.724 2.188 22.060 6.9591971 15.319 14.697 4.118 892 568 384 103 29 10.648 2.992 30.756 18.9941972 23.411 29.809 3.865 471 867 749 190 37 12.823 3.875 41.156 34.9411973 28.787 57.562 5.868 678 2.867 3.774 286 56 14.370 6.115 52.178 68.1851974 32.721 84.571 7.106 1.145 1.182 1.258 305 54 13.639 5.316 54.953 92.3441975 25.121 78.431 4.693 1.505 1.553 2.768 321 92 9.050 5.395 40.738 88.1911976 31.463 116.991 7.041 2.378 3.160 3.924 350 61 12.375 8.026 54.389 131.3801977 31.627 140.233 11.049 5.154 1.980 5.355 358 65 12.496 12.211 57.510 163.0181978 32.620 161.955 13.907 7.851 2.325 6.236 359 96 14.274 17.286 63.486 193.4241979 34.943 200.483 16.810 10.334 2.657 7.184 399 114 13.655 18.712 68.464 236.8271980 31.934 180.904 31.308 19.373 1.612 4.754 473 136 13.378 21.187 7S.705 226.3541981 24.971 162.827 29.540 21.163 2.778 9.431 364 114 1 i .625 31.852 75.178 225.3871982 2) 25.575 181.640 45.114 29.838 1.517 3.585 217 98 17.195 34.255 89.618 249.41619833) 26.170 194.450 33.910 19.820 3.300 8.750 200 170 24.720 32.410 88.300 255.600

TahunIkan segar Katak Ikan hias Lain-lain Jumlah

I) Segar dan awetan

Udang 1)

2) Angka diperbaiki3) Angka sementara

Tabel VII.28VOLUME DAN NILAI EKSPOR HASIL-HASIL PERIKANAN, 1969 - 1983

(Volume dalam ton, nilai dalam US $ ribu)

Ekspor ikan selama Pelita III, baik volume maupun nilainya telah mengalami kenaikan, yakni

masing-masing dengan rata-rata sebesar 6,8 persen dan 5,7 persen per tahun. Selanjutnya untuk

tahun 1983, sebagaimana terlihat pada Tabel VII.28, pemasaran hasil ikan ke luar negeri telah

mencapai 83.550 ton dengan nilai sebesar US $ 247.420 ribu. Apabila dibandingkan dengan

tahun 1982 dengan volume ekspor sebesar 61.805 ton senilai US $ 244.959 ribu, maka berarti

volume dan nilai ekspornya telah meningkat masing-masing sebesar 35,2 persen dan 1,0 persen.

Volume dan nilai ekspor hasil ikan dalam tahun 1983 tersebut belum termasuk ekspor uhlir-

uhlir yang berjumlah 4.750 ton senilai US $ 8.180 ribu. Ekspor hasil-hasil perikanan dalam

tahun 1983 sebagian besar adalah berupa udang segar dan awetan, yang mencapai 29,6 persen

dari seluruh volume, dan 76,1 persen dari seluruh nilai ekspor hasil perikanan. Pada urutan

Departemen Keuangan RI 180

Page 181: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

kedua adalah ekspor ikan segar yang mencapai 38,4 persen dari volume atau 7,7 persen dari

seluruh nilai ekspor hasil perikanan. Sedangkan negara-negara tujuan utama ekspor hasil

perikanan adalah ]epang, Singapura, Hongkong, Negeri Belanda, Amerika Serikat, Belgia dan

Luxemburg.

7.4.5. Pangan dan gizi

Pembangunan di bidang pangan dan gizi sampai dengan akhir Pelita III dititikberatkan

pada peningkatan penyediaan pangan secara merata, di samping tercukupinya kebutuhan gizi

yang sesuai dengan daya beli masyarakat banyak. Di samping itu, maka juga ditujukan untuk

meningkatkan gizi masyarakat melalui penganekaragaman pola konsumsi pangan masyarakat,

sehingga konsumsi bahan pangan bukan beras terus meningkat. Dalam menunjang usaha

tersebut, Pemerintah melakukan kebijaksanaan barga, peningkatan jumlah sarana penyangga,

melancarkan penyaluran bahan pangan, serta pembangunan gudanggudang pangan di seluruh

pelosok tanah air. Sehubungan dengan kegiatan tersebut, telah dilakukan peningkatan produksi,

memperbaiki sarana distribusi dan pemasaran, memantapkan harga serta memperbaiki

pengolahan dan penyimpanan hasil produksi pangan.

Sejalan dengan kebijaksanaan yang berorientasi pada harga, Pemerintah mengusahakan

terwujudnya harga pangan yang stabil pada tingkat yang wajar, baik bagi kepentingan produsen

maupun konsumen. Untuk itu secara berkala Pemerintah telah menetapkan harga dasar yang

diterima oleh petani produsen dan harga batas tertinggi yang dibayar oleh konsumen. Penentuan

harga yang wajar bagi produsen terutama ditujukan untuk memberikan dorongan kepada petani

produsen meningkatkan hasil produksinya. Sedangkan penetapan harga batas tertinggi yang

dibayar oleh konsumen dimaksudkan agar harga pangan dapat terjangkau oleh masyarakat

banyak, sehingga usaha perbaikan dan peningkatan gizi masyarakat dapat tercapai. Penetapan

harga dasar dan harga batas tertinggi tersebut tidak hanya berlaku terhadap bahan pangan pokok

beras saja, melainkan juga untuk beberapa jenis palawija, antara lain jagung, kedelai, dan

kacang hiiau. Sedangkan khusus harga dasar kacang tanah sejak tahun 1982/1983 telah

dihapuskan karena harga kacang tanah di posaran sudah tinggi sehingga tidak perlu lagi

ditetapkan harga dasarnya. Sehubungan dengan harga dasar gabah/beras dapat dikemukakan

bahwa pada awal Pe1ita III harga dasar gabah kering giling di tingkat BUUD/KUD adalah

sebesar Rp 85,- per kilogram. Agar petani produsen padi lebih bergairah dalam meningkatkan

produksinya, maka harga dasar gabah/beras tersebut te1ah ditingkatkan sehingga sampai

dengan akhir tahun Pe1ita III mencapai sebesar Rp 145,- per kilogram. Mulai awal Pebruari

Departemen Keuangan RI 181

Page 182: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

1984 harga dasar gabah/beras telah ditingkatkan lagi menjadi Rp 165,- per kilogram (Tabel

VII.29). Demikian pula untuk tahun 1985, terhitung mulai tanggal1 Pebruari 1985 te1ah

diputuskan untuk menaikkan lagi harga dasar gabahlberas giling di tingkat BUUD/KUD

menjadi Rp 175,- per kilogram.

Untuk menjamin agar para petani produsen benar-benar dapat menerima harga penjualan hasil

produksinya sesuai dengan harga dasar yang telah ditetapkan, maka pembelian gabah dan hasil

palawija dari petani dilaksanakan terutama melalui koperasi unit desa (KUD). Untuk lebih

meningkatkan keterkaitan kebijaksanaan pangan dengan koperasi baik di bidang pengadaan

maupun penyalurannya, maka sejak tanggal 1 Juni 1983 kepada koperasi diberikan kredit

dengan suku bunga rendah, yakni sebesar 12 persen per tahun., dan diikutsertakan dalam

penyediaan sarana lepas panen: Di samping itu untuk memperkuat daya saing dan membantu

pemupukan modal bagi KUD, maka dalam pengadaan gabah/beras te1ah diberikan pula margin

tataniaga yang lebih besar dari yang diberikan kepada pihak swasta non KUD. Sebagai

perbandingan dapat dikemukakan bahwa pengadaan gabahlberas yang berasal dari kUD dalam

tahun 1983/1984, te1ah mencapai sebanyak 1.037,6 ribu ton alan sebesar 89 persen dari

se1uruh pengadaan gabahlberas dalam negeri, sedangkan sisanya sebanyak 137,0 ribu ton atau

sebesar 11 persen berasal dari non KUD. Selain mendorong perkembangan KUD, Pemerintah

juga terus memperbaiki sarana distribusi dan pemasaran serta pengolahan dan penyimpanan

hasil pertanian pangan. Hal ini antara lain terlihat dari pembangunan gudang-gudang pangan

Pemerintah di se1uruh pe1osok tanah air. Sampai dengan bulan Juli 1984, jumlah gudang

Pemerintah yang te1ah selesai dibangun dan dapat berfungsi mencapai 1.118 buah dengan

kapasitas tampung se1uruhnya sebesar 2.467,2 ribu ton. Jumlah gudang tersebut terdiri atas

gudang Bulog baru sebanyak 599 buah dengan kapositas tampung sebanyak 1.901,8 ribu ton,

gudang semi permanen sebanyak 430 buah dengan kapositas tampung sebanyak 397,0 ribu ton,

dan gudang Bulog lama sebanyak 89 buah dengan kapositas tampung sebanyak 168,4 ribu ton.

Dengan tersedianya gudanggudang penyimpanan tersebut diharapkan pengadaan pangan untuk

sarana penyangga dapat berjalan lancar. Dalam tahun 1983/1984 pembelian beras (berupa

gabah setara beras) yang berasal dari dalam negeri adalah sebanyak 1.210,8 ribu ton, sedangkan

dalam tahun 1984 sampai dengan bulan Agustus jumlah terse but telah meningkat menjadi

sekitar 2.250,0 ribu ton, atau 85,8 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1983/1984.

Agar persediaan beras berada dalam jumlah yang cukup, maka dalam tahun 1983/1984 telah

dilakukan impor beras sebanyak 1.109,6 ribu ton. Dari jumlah impor beras dalam tahun

1983/1984 tersebut, sebanyak 81,5 persen dilakukan melalui impor komersial, sedangkan

Departemen Keuangan RI 182

Page 183: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sisanya dalam rangka bantuan pangallo Pengadaan beras dalam negeri dan impor dapat diikuti

melalui Tabel VII.30. Dengan adanya beras dalam jumlah yang cukup, maka perkembangan

harga beras di posaran umum dapat dikendalikan dalam batas-batas yang wajar. Pengendalian

harga tersebut antara lain dilakukan melalui penyaluran beras ke seluruh pelosok tanah air, baik

untuk memenuhi kebutuhan pegawai dan karyawan tertentu maupun untuk umum melalui

operasi posar. Secara keseluruhan, beras yang disalurkan dalam tahun 1983/1984 adalah 1.866

ribu ton atau 36,6 persen lebih rendah dibandingkan dengan penyaluran beras dalam tahun se-

belumnya yang mencapai jumlah 2.944 ribu ton. Gambaran dari perkembangan harga beras di

beberapa kola besar dari tahun 1974/1975 sampai dengan tahun 1983/1984 dapat diikuti melalui

Tabel VII.31.

Tabel VII. 29

HARGA DASAR PADI DAN GABAH, 1974/1975 - 1985/1986 ( dalam rupiah per kilogram )

Tahun Padai kering Padi kering Gabah kering Gabah kering Gabah kering Lumbung giling lumbung giling giling di desa di desa di desa di desa di BUUD/KUD 1974/1975 30,00 31,30 38,50 40,60 42,30 1975/1976 42,00 44,50 54,50 57,50 58,50 1976/1977 50,00 52,50 64,00 67,50 68,50 1977/1978 51,00 54,00 66,50 70,00 71,00 1978/1979 54,00 57,00 70,50 74,00 75,00 1979/1980 85,00

95,00 1980/1981 105,00 1981/1982 120,00 1982/1983 135,00 1983/1984 145,00 1984/1985 165,00 1) 1985/1986 175,00 2) I) BerIaku mulai I Pebruari 1984 s/d 31 Januari 1985 2) BerIaku mulai 1 Pebruari 1985

Departemen Keuangan RI 183

Page 184: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

April Mei Juni Juli Oktober Nopember Maret1974/1975 84,63 77,94 76,59 76,88 76,74 76,76 75,88 82,12 90,/6 93,1 95,58 99,531975/1976 96,52 91,87 91,98 96,52 101,34 108,83 110,25 120,07 126,87 126,87 125,21 120,351976/1977 119,22 111,28 115,14 11 7,80 121,19 121,91 121,49 121,85 123,31 126,13 125,93 126,021977/1978 125,41 125,66 125,93 126,32 125,24 125 125,74 132,69 133,54 134,91 135,01 137,081978/1979 128,9 128,55 128,35 129,72 129,15 128,36 135,55 140,29 140,32 140,56 144,58 152,11979/1980 151),36 159,99 178,64 185,78 185,1 183,6 187,43 187,55 187,27 140,56 188,28 184,021980/1981 128,17 185,34 184,46 184,14 183,82 186,6 208,22 212,03 213,41 213,94 214,74 215,421981/1982 215,88 213,88 213,28 213,28 213,56 213,56 215,5 225 224,43 228,28 234,36 232,51982/1983 230,36 230,36 230,36 230,36 230,36 232,99 233,42 242,53 253,62 270,69 268,6 261,731983/1984 259,04 285,87 285,87 285,87 286,45 288,39 ,288,39 292,01 300,16 321,35 322,19 318,811974{1975 80,46 77,99 75,32 75,4 76,75 75,37 75 79,77 88,42 87,22 90,46 93,991975{1976 86,69 80,22 85,3 93,98 95,79 102,72 107,31 127,68 127,68 125,18 124,33 120,031976{1977 109,25 109,08 117,8 123,57 124,56 125,18 125 125 125 125 125 124,421977{1978 118,03 124 126,34 127,02 126,82 125 127,11 132,64 134,11 134,79 132,5 131,791978{1979 122,15 124,6 124,42 129,48 133,88 127,72 136,53 141,84 141,6 140,79 146,41 146,921979{1980 140,21 153,46 171,7 180,53 179,33 175 179,33 180 180 182,26 180,66 180,661980{1981 172,98 177,71 179,77 186,68 180,01 181,39 203,02 221,03 221,03 216,42 215,37 203,731981{1982 200 198,75 202,87 202,04 209,13 202,37 224,56 228,76 231,17 230,83 228,15 221,191982{1983 210,38 207,62 206,48 211,96 212,13 236,53 252 263,65 260 261 255,83 243,71983{1984 230,1 223,04 220,83 232,81 285,03 313,53 318,17 317,08 325,98 313,77 334,22 310,471974{1975 75,06 74,78 75,08 77,32 75,05 76,51 77,97 84,75 88,27 90,55 85,15 901975{1976 85,69 86,59 92,31 97,67 101,39 111,86 119,45 120,07 122,18 125,71 124,61 123,091976{1977 111,97 111,63 119,34 120 128,53 128,43 124,12 124 124 124,79 123,7 116,631977{1978 111,72 118,5 120,0(1 120 126,48 128,02 129,5 132,48 132,14 131,01 130,92 124,691978{1979 120,3 123,91 125,1:3 127,53 129,48 132,25 138,9 140,91 139,88 139,69 144,58 148,931979{1980 153,61 159,25 171,06 172,7 174,27 178,72 180,51 183,3 186,91 189,85 184,63 175,821980{1981 175,43 179,91 180,9'! 180,34 179,95 185,56 208,46 216,59 217,78 218,49 215,71 199,521981{1982 195,52 194,17 193,68 194,85 196,81 201,64 224,18 231,7 236,56 243,94 244,16 225,591982{1983 207,46 196,22 99,OO 206,04 211,93 241,63 256,96 259,86 264,96 275 271,29 267,291983{19H 243,41 234,54 235,33 295,6 254,42 286,86 285,32 299,78 301,66 324,04 313,05 283,79

Tahun

BANDUNG

K o t aB u l a n

Agustus September Desember Januari Pebruari

Tabel VII.31HARGA BERAS KUALITAS MENENGAH DI BEBERAPA KOTA BESAR, 1974/1975 - 1983/1984

( dalam rupiah per kilogram)

JAKARTA

SEMARANG

1) Angka sementara

April Mei Juni Juli Oktober Pebruari Maret1974/1975 66,09 66,8 66,92 69,18 68,37 67,65 68,64 77,74 85,65 84,48 79,64 80,691975/1976 73,37 77,12 84,81 91,16 96,02 103,44 107,48 120,15 123,19 123,68 120,58 117,21976/1977 107,36 108,16 115,3 117,8 124,15 125 122,78 122,5 123,64 125,OG 123,66 114,61977/1978 113,98 114,36 115,15 119,06 125,59 127,42 125 125 125 125 125 125

YOGYAK 1978/1979 120 120,12 121,92 125,4 124,61 127,08 133,46 135 133,95 134,52 146,41 1451979/1980 145 157,31 178,97 167,5 167,5 167,5 169,1 172,4 172,5 172,5 172,5 172,51980/1981 172,57 176,37 178,81 180 178,3 181,31 212,96 226 227,5 229,9 226,67 199,041981/1982 190,38 195,6 200 199,4 197,41 200,38 217,78 225,59 233,19 245,28 233,53 209,191982/1983 183,31 189,48 191,46 197,6 202,29 247,15 217,06 279,96 281,83 291,25 289,62 274,921983/1984 245,96 241,88 239,88 247,15 257,94 283,53 296,21 297,13 304,68 312,76 334,9 319,91974/1975 69 71,46 72,35 74,32 74,03 74,58 73,73 85,58 89,19 90,62 90,37 88,651975/1976 83,65 81,85 86,9 90,19 96,48 109,17 109,99 112,9 124,88 126,28 125,96 117,811976/1977 109,18 109,18 111,71 112,05 122,12 125,25 126,55 128,43 128,9 127,97 125,86 121,131977/1978 114,72 118,75 122,71 125,84 128,42 131,2 132,59 136,59 132,53 128,78 128,56 130.00

SURABAY 1978/1979 122,52 121,43 128,25 133,3 134,81 136,78 139,57 142,46 139,39 141,41 144,63 148,221979/1980 145,61 156,24 164,56 167,6 165,96 165,26 169,2 172,87 178,67 184,66 186,2 181,771980/1981 180 184,23 185 179,83 178 182,15 204,11 212,1 212,9 212,68 212,84 206,511981/1982 194,76 195,8 195,23 198,13 199,46 199,19 205,2 212,72 221,48 230,72 229,34 207,711982/1983 200,28 201,57 208,96 209,99 211,12 247,06 253,91 257,5 283,23 292,36 280,98 273,11983/1984 257,07 252,36 252,11 255,29 262,46 268,52 274,28 277,5 279,42 320,5 290,36 283,981974/1975 101,55 97,88 97,76 93,6 90,6 85,18 85,6 102,17 108,07 110,17 107,55 104,251975/1976 141,03 115,71 114,54 116,83 125,4 128,71 133,84 132,87 133,47 129,66 199,88 116,751976/1977 118,2 126,58 128,25 130 125,9 125 129,19 137,77 135,2 133,12 130,42 127,281977/1978 135,16 138,76 135 137,72 139,12 139,23 140,18 144,42 144,5 143,94 134,41 133

MEDAN 1978/1979 128,26 130,73 134,27 146,1 144,65 144,66 145,15 154,54 161,17 162,9 156,33 1501979/1980 150 162,5 169,08 183 181,25 184,6 185,15 189,32 190,6 190 189,64 185,311980/1981 185 197,1 198,81 198,81 205,41 202,69 206,31 223,64 225 222,53 218,15 216,581981/1982 213,02 212,8 212,8 211,87 210 208,98 211,38 231,57 245,5 252,54 250,63 234,511982'/1983 232,69 234,32 234,62 225 222,6 220 226,1 235,16 269,35 280 280 2801983/1984 288,4 297,83 302,31 304,59 315 363,85 338,2 315 315 310,77 303,4 300

Tabel VII.31( lanjutan)

K o t a TahunB u l a n

Agustus September Nopember Dcsember Januari

1) Angka sementara

Departemen Keuangan RI 184

Page 185: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

April Mei Juni Juli Oktober Januari Pebruari Maret1974{1975 116,56 112,1 115,92 112,83 112,01 109,69 102,95 90,79 101,32 106,95 113,78 105,2

19750976 119,29 118,79 11 7 ,99 115,58 111,26 105,23 105,23 107,5 122,38 129,13 130,16 134,591976{1977 130,2 132,28 132,86 134,53 137,85 139,66 133,62 139,1 139,04: 142,44 142,73 142,51977{1978 142,34 142,34 142,13 142,1 142,23 142,33 142,26 146,47 147,23 146,36 152,65 149,71

PALEMBANG 1978{1979 151,6 151,83 152,43 152,46 147,86 141,91 145,06 151,04 152,94 155,12 164,11 164,961979{1980 164,96 173.,10 180,01 187,69 189,26 186,36 181,68 183,19 183,04 183,41 185,09 185,051980{1981 186 198,08 197,71 195 195 196,15 200 207,2 219,61 215 215 2151981{1982 216,27 217,25 228 231,66 231,66 230,83 229,99 229,99 227,09 226,61 226,61 229,661982{1983 238,77 239,1 239,1 239,1 239,1 247,2 265,67 265,67 273,31 293,12 297,24 297,241983{1984 297,02 297 297 297 297,08 299,12 335 334,42 303,52 298,32 337,69 349,991974{1975 106,25 106,25 106,25 106,25 90,33 77,61 75 79,44 101,41 97,87 95,73 92,821975{1977 88,58 87,82 94,42 103,39 . 89,92 83,06 85,05 100,88 106,13 121,67 128,2 130,141976{1977 131,47 131,25 130,39 121,21 110,28 112,91 121,95 120,58 125,53 124,7 125,32 132,431977{1978 132,25 133,2 133,75 133,2 126,58 118,75 121,92 130,2 130 131,25 131,25 131,39

BANJARMASIN 1978{1979 132 132,45 131,69 133,77 134,05 127,08 126,68 131,25 147,76 157,33 170,46 157,341970{1980 155 158,55 168,12 173,17 175,13 179,72 178,46 185,87 184,1 182,5 186,6 1871980{1981 201,98 214,37 206,26 205,95 205,95 205,64 205,51 205,51 206,64 206,74 208,68 209,191981{1982 209,83 211,27 216,48 220,47 221,31 221,31 221,31 221,31 232,79 239,46 242,43 242,911982{1983 242,91 242,91 242,91 242,91 242,91 242,91 246,98 250,66 256,66 266,41 260,65 268,651983{1984 308,52 312,31 312,31 312,31 312,31 312,31 316,79 318,55 323,22 356,92 332,11 333,461974{1975 78,76 75 75 89,44 94,06 92,5 89,4 89,03 100 95,8 97,29 97,51975{1976 99,8 92,12 88,6 90 90 97,4 96,5 96 107,5 112,08 115 1151976{1977 120,4 120 115 120 120 120 120 120,19 122,5 125 125 119,51977{1978 115 115 113,46 109 110 110 110,96 11 7 ,60 126,75 125 127,07 127,11

UJUNG 1978{1979 126 127,21 125 125 125 121,45 120 123,8 125 130,77 142,39 1401979{1980 140 145,38 148,6 156,54 160,83 165 165 174,2 181 185 185 1851980{1981 185 185 180,62 180 180 180 182,03 185 190,77 200 206,25 206.151981{1982 200 200 191,54 194,07 200 200 202 206,4 220,19 230 226,04 2251982{1983 255 225 225 225 225 229 234,2 247,69 275,2 275,5 277,29 276,111983{1984 273,6 273,69 270 270 270 270 274,4 275 285,58 298,65 299,6 294,81

1) Angka sementara

K o t a Tahun

Tabel VII. 31 ( lanjutan)B u 1 a n

Agustus September Nopember Desember

Dalam rangka penganekaragarnan konsumsi masyarakat agar tidak hanya tergantung

pada beras, serta untuk meningkatkan gizi masyarakat, telah dilaksanakan pula pengadaan dan

penyaluran tepung terigu yang bahan bakunya berupa gandum yang diperoleh dari impor.

Dalam hubungan ini maka dalam tahun 1983/1984 telah diimpor gandum sebanyak 1.722 ribu

ton atau 10,6 persen lebih banyak dibandingkan dengan impor dalam tahun 1982/1983 yang

sebanyak 1.557 ribu ton. Dari jumlah impor gandum dalam tahun 1983/1984 tersebut, dan

ditambah lagi dengan sebanyak 118 ribu ton dari sisa stok tahun sebelumnya, telah dapat

disalurkan kepada masyarakat sebanyak 1.648 ribu ton atau sebesar 89,6 persen. Usaha-usaha

lain yang telah dilakukan dalam rangka perbaikan gizi masyarakat antara lain ditempuh melalui

penyuluhan, fortifikasi bahan raTIgan, usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK), usaha-usaha

khusus lainnya, dan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG). Dalam hal penyuluhan gizi,

khususnya masyarakat petani produsen telah diarahkan untuk meningkatkan intensifikasi

tanaman palawija di tanah kering dan penganekaragaman usaha pertanian dengan cara

tumpangsari antara jenis tanaman kacangkacangan dengan sayur-sayuran. Selanjutnya kegiatan

fortifikasi bahan pangan, UPGK dan usaha-usaha khusus lainnya, masing-masing diwujudkan

melalui peningkatan jumlah produksi garam beryodium, perluasan jangkauan UPGK sampai ke

pelosok tanah air, serta penanggulangan kekurangan vitamin A dan zat besi. Sedangkan dalam

hal SKPG, pada akhir Pelita III telah dikembangkan suatu sistem untuk mencegah terjadinya

krisis pangan yang antara lain sebagai akibat daripada bencana alam dan musim kering yang

berkepanjangan. Upaya-upaya tersebut telah mulai dilaksanakan di daerah-daerah pemanduan

Departemen Keuangan RI 185

Page 186: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

seperti Lombok Tengah di NTB, Karang Asem di Bali dan Boyolali di Jawa Tengah. Dalam

tahun 1983/1984, kegiatan SKPG telah dikembangkan lagi ke daerah Lombok Timur,

pekalongan, Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara Timur.

7.5. Kehutanan

Hutan sebagai sumber kekayaan alam dan merupakan salah satu unsur pertahanan

nasional, harus dilindungi kelestariannya, daD dimanfaatkan guna meningkatkan kesejahteraan

rakyat secara optimal. Dalam Repelita IV pembangunan di bidang kehutanan ditujukan dan

dilaksanakan melalui Sapta Karya Pembangunan Kehutanan, yang ditempuh melalui berbagai

kegiatan antara lain meliputi pelestarian, perlindungan, serta pengawetan sumberdaya alam dan

lingkungan hidup. Hal tersebut dilakukan dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan

kelestariannya, sehingga akan tetap bermanfaat bagi generasi yang akan datang. Selain itu juga

ditujukan pada pengusahaan sumberdaya bulan, yang meliputi peningkatan produksi hutan

berupa kayu dan hasil hutan ikutan. Untuk itu terus dilakukan kegiatan rehabilitasi sumberdaya

alam, melalui pemulihan kemampuan dan produktivitas sumberdaya bulan, tanah dan air yang

kritis sehingga dapat memenuhi fungsinya secara maksimal sebagai produsen, pengatur tata air,

pencegah erosi, pelindung, pengawet dan pelestari alam, serta sebagai penunjang peningkatan

so sial. Sasaran pembangunan di bidang kehutanan diharapkan dapat terwujud melalui

peningkatan inventarisasi dan tataguna bulan, perlindungan dan pelestarian alam, reboisasi,

penghijauan dan rehabilitasi lahan serta pengusahaan hutan. Di samping itu juga dilakukan

peningkatan bidang-bidang lain seperti penelitian dan pengembangan, pendidikan dan latihan,

pengawasan dan pendayagunaan aparatur, serta sarana penunjang.

7.5.1. Inventarisasi dan tataguna hutan

Kegiatan di bidang inventarisasi hutan yang telah dicapai selama Pelita III dan tahun

pertama Repelita IV, antara lain meliputi survai udara, lapangan dan penggunaan jasa satelit,

masing-masing meliputi areal kawasan hutan seluas 5.029 ribu hektar, 1.977,5 ribu hektar dan

36.060 ribu hektar. Dari hasil survai tersebut telah diperoleh potret kawasan hutan sebanyak

22.726 lembar dengan skala 1:100.000. Sementara itu dalam rangka penataan batas kawasan

hutan yang terdiri alas hutan lindung, hutan pendidikan dan hutan penelitian, maka sejak Pelita

I sampai dengan Pelita III telah berhasil dibuat tatabatas kawasan hutan sepanjang 31.400

kilometer. Hasil kegiatan tersebut baru sebesar 21,3 persen dari seluruh panjang batas kawasan

Departemen Keuangan RI 186

Page 187: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

hutan yang diperkirakan sepanjang 147.000 kilometer. Sejalan dengan kegiatan tersebut, sejak

tahun 1981 sampai dengan bulan Juni 1984 telah dilaksanakan tatabatas dalam rangka

pengukuhan areal reboisasi pada bekas tanah negara bebas, yang mencakup areal seluas 260,4

ribu hektar. Dalam waktu yang sarna, juga telah berhasil dicapai pengukuhan dan penatagunaan

hutan lindung seluas 24.569,5 ribu hektar, hutan suaka alam dan hutan wisata seluas 15.891,0

ribu hektar, hutan produksi terbatas seluas 22.939,2 ribu hektar, hutan produksi bebas seluas

25.905,8 ribu hektar dan hutan produksi yang dapat dikonversi seluas 24.317,4 ribu hektar.

Dalam rangka pengelolaan hutan yang meliputi peningkatan pembinaan sumber daya

alam dan lingkungan hidup, maka diperlukan adanya tataguna hutan. Sampai dengan bulan Juni

1984 telah dapat disusun dan diselesaikan pola tataguna hutan kesepakatan (TGHK) di 19

propinsi di luar pulau Jawa. Dari hasil TGHK tersebut telah dapat diidentifikasikan luas areal

hutan di Indonesia sekitar 147 juta hektar. Sementara itu pemetaan yang mempunyai peranan

penting di bidang kehutanan, sampai dengan bulan Juni 1984 telah dapat memenuhi semua

kebutuhan peta dasarnya. Jenis peta dasar yang telah selesai dibuat antara lain berupa peta

topografi, peta TPC (Tactical Pilotage Chart), peta JOG Qoint Operation Graffic Ground), peta

lalit, peta geologi, peta land-use, peta tanah, peta daerah aliran sungai (DAS) di 27 propinsi,

peta ketinggian dan peta thematic. Sedangkan untuk kegiatan pendataan kehutanan yang

meliputi pengumpulan data dan pengolahannya, maka dalam tahun pertama Repelita IV telah

dapat diwujudkan suatu sistem informasi yang dipusatkan pada suatu basis data dan sistem

informasi, sehingga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dalam pengumpulan, pengolahan,

pengamanan dan penyimpanan data, di samping juga akan memudahkan pelayanan, informasi

dan menjaga konsistensi data.

Dalam rangka peningkatan penyempurnaan aparatur dan sarana penunjang telah

dilakukan peningkatan aparatur pelaksana inventarisasi dan tataguna bulan, melalui pendidikan

tenaga ukur, tenaga gambar dan tenaga penafsir potret udara. Sejak tahun 1981 sampai dengan

bulan Agustus 1984, jumlah tenaga juru ukur, juru gambar dan tenaga penafsir potret udara,

masing-masing telah berjumlah 604 orang, 87 orang dan 176 orang. Sebagai sarana penunjang

telah dibangun balai inventarisasi dan pemetaan bulan, berikut sub balainya, masing-masing

sebanyak 10 balai dan 31 sub balai.

7.5.2. perlindungan hutan dan pelestarian alam

Pada hakekatnya perlindungan hutan dan pelestarian alam dalam rangka konservasi

Departemen Keuangan RI 187

Page 188: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sumberdaya alam dan lingkungan hidup, ditujukan untuk menjaga keberadaan plasma nutfah

dan kelestarian potensi sumberdaya alam beserta ekosistemnya dari kemungkinan bahaya

kerusakan dan penurunan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Usaha perlindungan hutan dan

pelestarian alam dilaksanakan melalui beberapa kelompok kegiatan, antara lain meliputi

pengembangan taman nasional, pengelolaan hutan lindung, pembinaan wisata alam, pembinaan

pencinta alam, monitoring dampak lingkungan serta kegiatan pengamanan hutan. Konservasi

kawasan hutan antara lain ditempuh melalui kegiatan pengalokasian, pengelolaan dan

pembinaan hutan suaka alam, hutan wisata dan taman nasional sebagai model ekosistem, gejala

alam, sumber plasma nutfah, keanekaragaman dan keunikan jenis flora dan fauna, serta

keindahan alam, baik di daratan maupun di perairan. Guna menunjang berbagai kegiatan

tersebut, maka selama Pelita III telah dilakukan penunjukan atau penetapan suaka alam dan

hutan wisata yang mencapai 12.076,2 ribu hektar dan tersebar pada 306 lokasi diseluruh

Indonesia. Suaka alam dan hutan wisata tersebut terdiri atas hutan cagar alam seluas 6.784,3

hektar, suaka margasatwa seluas 4.784,4 ribu hektar, taman wisata seluas 172,8 ribu hektar,

taman baru seluas 326,4 ribu hektar, dan taman laut seluas 8,4 ribu hektar, yang tersebar di 5

lokasi. Sedangkan konservasi di luar kawasan bulan, antara lain ditempuh melalui inventarisasi

dan identifikasi berbagai jenis tumbuhan dan satwa liar yang populasinya diancam kepunahan,

di samping juga melalui kegiatan yang berorientasi pada masalah botani, serta pengamanan

terhadap daerah pengungsian dan daerah perlindungan satwa baik di darat maupun di laut.

Selama Pelita III, antara lain telah dilakukan studi dan inventarisasi flora dan fauna di 20 lokasi

yang mencakup kawasan seluas 2,1 juta hektar, penetapan sebanyak 521 jenis satwa dan 36

jenis flora yang dilindungi peraturan perundang-undangan, serta inventarisasi sebanyak 20 jenis

kekayaan laut. Di samping itu juga dilakukan pembinaan terhadap populasi jenis satwa langka,

antara lain berupa rehabilitasi orang hutan di Tanjung Puting (Kalimantan Tengah) dan

Bahorok (Sumatera Utara), gajah di pinggiran Air Sugihan (Sumatera Selatan), Riau dan

Sumatera Utara, burung muho di Sulawesi Utara, burung jalak di Bali Barat, dan rusa di pulau

Bawean. Sejalan dengan kegiatan tersebut, ditingkatkan pula pembinaan dan pengembangan

kebun binatang dan oceanorium di 21 lokasi, dengan jumlah koleksi sebanyak 500 jenis satwa,

di mana 50 jenis di antaranya termasuk jenis satwa yang dilindungi.

Dalam rangka menunjang pelestarian jenis-jenis satwa yang tidak dilindungi, maka telah

ditingkatkan penertiban perburuan, selain sebagai obyek olah raga dan wisata, melalui

penetapan 11 lokasi taman baru. Sedangkan upaya konservasinya dilakukan melalui pembinaan

dan pengembangan taman nasional, yang selama Pelita III telah berhasil mencapai 16 lokasi

Departemen Keuangan RI 188

Page 189: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dengan luas areal seluruhnya 4.626,5 ribu hektar. Dari 16lokasi tersebut, 5 lokasi di antaranya

telah ditetapkan pada tanggal16 Maret 1980 bertepatan dengan dicanangkannya World

Conservation Strategy, yaitu di gunung Leuser, Ujung Kulon, gunung Gede-Pangrango, gunung

Baluran dan pulau Komodo. Sedangkan 11 lokasi lainnya, yaitu di gunung Kerinci, gunung

Seblat, Bukit Barisan Selatan, Kepulauan Seribu, gunung Tengger-Semeru, gunung Meru-

Betiri, Bali Barat, daerah Kutai, Tanjung Puling, Dumoga Bone, serta Lore Lindu-Manusela

telah ditetapkan pada tanggal14 Oktober 1982, bertepatan dengan Kongres Taman Nasional

Sedunia ke III di Bali.

Dalam rangka pembinaan populasi satwa liar, selain dilakukan usaha pemanfaatan juga

tetap diperhatikan kelestariannya melalui pengurangan populasi yang telah melampaui

keseimbangan ekosistemnya, baik untuk kepentingan konsumsi dalam negeri maupun untuk

ekspor. Sumbangan devisa dari ekspor satwa liar dalam tahun 1983/1984 mencapai US

$5.934,3 ribu, yang berasal dari berbagai jenis satwa liar sebanyak 1.688,1 ribu ekor. Bila

dibandingkan dengan tahun 1982/1983 dengan nilai ekspor sebesar US $ 4.884,3 ribu yang

berasal dari 1.234,2 ribu ekor, berarti masing-masing telah meningkat sebesar 21,5 persen dan

36,8 persen. Dalam pada itu sejalan dengan upaya-upaya dalam bidang perlindungan hutan dan

pelestarian alam, pembinaan terhadap pencinta alam juga dilaksanakan dan ditingkatkan. Untuk

itu selama Pelita III telah diadakan penyuluhan, bimbingan dan pendidikan yang dimaksudkan

untuk meningkatkan kesadaran dan kecintaan masyarakat terhadap wisata alam.

7.5.3. Reboisasi, penghijauan dan rehabilitasi lahan

Dalam rangka pelaksanaan program penyelamatan hutan, tanah dan air, maka setiap

tahunnya terus ditingkatkan kegiatan di bidang reboisasi, penghijauan dan rehabilitasi lahan.

Hal ini dimaksudkan untuk mengimbangi kerusakan kawasan hutan sebagai akibat dari

perladangan berpindah, penggarapan lahan yang keliru, kebakaran hutan dan penggembalaan

ternak secara liar. Oleh karena itu dalam tahun 1983/1984 berbagai usaha penunjang telah

dilaksanakan, antara lain dengan dipekerjakannya sebanyak 7.432 orang petugas lapangan

penghijauan dan reboisasi, serta 169 orang petugas khusus penghijauan. Dan kegiatan yang

telah dilakukan tersebut, hasil reboisasi dalam tahun 1983/1984 telah meningkat sebesar 57,3

persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu dari 118.400 hektar menjadi 186.300

hektar (Tabel VII.32). Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni 1984

realisasinya telah mencapai 75.434 hektar. Di samping kegiatan-kegiatan tersebut, maka dalam

rangka reboisasi lahan kritis juga telah dilakukan persiapan-persiapan kearah pembangunan

Departemen Keuangan RI 189

Page 190: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

hutan jenis kayu indah dan langka, antara lain berupa studi-studi dan penyiapan rencana

pengembangannya pada areal seluas 720.000 hektar, yang tersebar di 15 propinsi. Sedangkan

dalam rangka pengembangan dan pembenihan, antara lain telah dilakukan pengembangan

teknologi benih dan pemulihan jenis pohon. Dalam hubungan ini, selama Pelita III telah

dibangun somber benih seluas 4.600 hektar, dan untuk menunjang kegiatan tersebut telah

dibangun Pusat Teknologi Benih di Bogor, Pusat Pemulihan Pohon di Yogyakarta dan Unit

Pengembangan Teknologi Persemaian di Benahat, Sumatera Selatan.

Sejak tahun 1976/1977 kegiatan penghijauan, seperti halnya reboisasi dilakukan

melalui dana Inpres bantuan penghijauan dan reboisasi. Dalam pelaksanaannya kegiatan

tersebut dilakukan melalui metoda sipil teknis, yaitu kegiatan yang dikaitkan dengan pern-

bangunan irigasi, dan dengan metoda vegetatif yang antara lain dilakukan melalui pembuatan

kebun-kebun rakyat. Selama Pelita III, melalui metoda sipil teknis telah berhasil clibangun

sebanyak 2.390 unit checkdam, yang sarna dengan luas kawasan penghijauan seluas 579.500

hektar, pembuatan beras dan saluran air seluas 184.576 hektar, serta pembuatan petak

percontohan penghijauan sebanyak 2.753 unit yang masing-masing luasnya antara 10 sampai 20

hektar. Sedangkan melalui metoda vegetatif telah berhasil dibuat kebun rakyat seluas 1.613,6

ribu hektar. Dari hasil-hasil yang telah dicapai tersebut, maka selama Pelita III realisasi

kegiatan penghijauan secara keseluruhan telah meningkat sebesar 44,2 persen bila

dibandingkan dengan Pelita II, yaitu dari rata-rata seluas 364.360 hektar per tahun, menjadi

525.400 hektar per tahun. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni I 1984

juga telah berhasil dilakukan penghijauan seluas 311.000 hektar. Dalam rangka kegiatan

rehabilitasi lahan, maka dilakukan upaya pemukiman kembali bagi para peladang berpindah

untuk mencegah rusaknya sumberdaya alam berupa hutan, yang pelaksanaannya dilakukan baik

di dalam maupun di luar kawasan hutan. Sehubungan dengan itu, sampai dengan tahun

1982/1983 telah dilaksanakan pemukiman kembali terhadap para peladang berpindah sebanyak

6.262 kepala keluarga (KK), yang kemudian ditingkatkan lagi dalam tahun 1983/1984 menjadi

7.210 KK. Di samping itu dilakukan juga pengelolaan daerah aliran sungai (DAS) secara

terpadu, serta penyuluhan guna peningkatan partisiposi masyarakat dalam pemeliharaan

kelestarian sumberdaya alam.

Departemen Keuangan RI 190

Page 191: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Tabel VII. 32

AREAL PENGHIJAUAN DAN REBOISASI, 1969 - 1984 ( dalam hektar )

Tahun Penghijauan Reboisasi

1969 149.578 33.174 1970 98.681 35.315 1971 102.259 22.118 1972 107.855 35.650 1973 104.500 53.402 1974 149.802 50.682 1975 70.623 89.658 1976 302.697 170.543 1977 632.689 204.148 1978 665.991 276.544 1979 578.400 213.000 1980 558.100 179.700 1981 501.900 147.000 1982 378.600 118.400 1983 610.000 186.300 1) 1984 2) 311.000 75.434

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

Tabel VII. 33

PENGUSAHAAN HUTAN SAMPAI DENGAN MARET 1984 1)

Jenis dan sifat usaha Jumlah (unit)

Luas areal (ribu ha)

Investasi ( US$ juta)

1.Perusahaan yang merupakan usaha nasional 457 45.032,9 1.971,1

2.Perusahaan patungan 61 7.840,7 240,3

3.Peruasahaah dalam rangka PMA 2 126,0 8,1

Jumlah perusahaan yang telah memperoleh HPH 520 52.999,6 2.219,5 1) Angka sementara

7.5.4. Pengusahaan hutan

Berdasarkan tataguna hutan kesepakatan luas kawasan hutan produksi di Indonesia

adalah sekitar 70 juta hektar, yang pengusahaannya di luar Jawa selain dilakukan oleh Perum

Perhutani juga dilaksanakan oleh pemegang hak pengusahaan hutan (HPH). Dalam hubungan

ini, sampai dengan akhir bulan Maret 1984 telah dilakukan pengusahaan hutan sebanyak 520

unit dengan areal konsesi seluas 52,9 juta hektar dan investasi yang ditanam senilai US $

2.219,5 juta (Tabel VII.33). Apabila ditinjau dari status dan sumber permodalannya, dari 520

Departemen Keuangan RI 191

Page 192: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

unit perusahaan yang telah memperoleh HPH tersebut, sebanyak 457 unit di antaranya adalah

perusahaan nasional dengan areal pengusahaan seluas 45,0 juta hektar dan investasi senilai US

$ 1.971,1 juta. Sedangkan selebihnya sebanyak 61 unit merupakan perusahaan patungan dan 2

unit lagi berupa penisahaan asing dalam rangka PMA. Luas areal hutan dan besarnya investasi

yang ditanam oleh kedua jenis perusahaan tersebut masingmasing adalah 7,8 juta hektar dan US

$ 240,3 juta, serta 0,1 juta hektar dan US $ 8,1 juta.

Sejalan dengan pengaturan melalui HPH, hasil produksi kayu dalam tahun 1983 berjumlah

sebesar 9.702 ribu meterkubik yang terdiri atas 8.986 ribu meter kubik kayu rimba, dan 716

ribu meterkubik kayu jati. Jumlah tersebut apabila dibandingkan dengan tahun 1982 yang telah

mencapai sebesar 13.015 ribu meter kubik, berarti mengalami penurunan sebesar 3.313 ribu

meterkubik atau sebesar 25,4 persen. Hal tersebut disebabkan terutama karena adanya

kebijaksanaan untuk mengurangi secara bertahap ekspor kayu bulat guna lebih mendorong

industri pengolahan kayu dalam negeri. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan

bulan Maret 1984, produksinya telah mencapai sebesar 1.204 meterkubik, yang terdiri atas 754

ribu meterkubik kayu rimba dan 450 ribu meterkubik kayu jati. Walaupun produksi kayu da\am

tahun 1983 telah menurun, namun hasil volume dan nilai ekspornya telah meningkat

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dalam tahun 1982 volume dan nilai ekspor kayu yang

terdiri atas kayu rimba dan kayu jati baru sebanyak 5.980 ribu meterkubik senilai US $ 849,6

juta, sedangkan dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 6.613 ribu meterkubik senilai US $

891,3 juta.

Kayu Kayu Volume % Nilaijati rimba (ribu m3 produksi (US$juta)

1969 520 7.587 8.107 3.596 44,3 261970 568 11.856 12.424 7.412 59,6 100,61971 770 12.968 13.738 10.760 78,3 168,61972 597 17.120 17.717 13.981 78,4 230,71973 676 25.124 25.800 19.488 75,5 583,91974 620 22.660 23.280 18.448 79,2 725,71975 595 15.701 16.296 13.921 85,4 501,61976 480 20.947 21.427 18.521 86,4 783,81977 573 22.366 22.939 19.806 86,3 961,41978 475 25.781 26.256 20.262 65,2 1.008,701979 575 24.490 25.065 19.610 74,2 1.786,601980 500 21.240 21.740 14.327 65,9 1.805,701981 578 15.376 15.954 8.425 52,8 1.035,401982 692 12.323 13.015 5.980 45,9 849,61983 1) 716 8.986 9.702 6.613 68,2 891,31984 2) 450 754 1.204 2.123 76,3 385

Tabel VII. 34

PRODUKSI DAN EKSPOR KAYU, 1969 - 1984

Tahun

Produksi (ribu m3) Ekspor

J umIah

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

Departemen Keuangan RI 192

Page 193: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Kapur/keruing

1970 68,5 9,3 5,8 0,6 1,6 1,1 13,1 1001971 62,7 10,4 2,9 0,3 0,2 0,1 22,6 1001972 62,7 11,9 2,5 0,4 0,4 1,1 21 1001973 58 8,8 3,9 0,8 1,7 6,9 19,9 1001974 64,3 5 6 0,2 2,2 8,9 13,4 1001975 68 6 3 0,3 1 10 11,7 1001976 64,5 6,9 2,2 0,3 2,9 10,2 13 1001977 63,4 5,s 1,9 0,4 4 10,1 14,4 1001978 66 5,5 1,8 0,2 2,3 10,6 13,6 1001979 58,9 3,9 1,9 0,2 1,8 11,7 21,6 1001980 57,8 3,8 1,7 0,1 2,7 10,7 23,2 1001981 54,1 3,2 2 0,2 2,9 10,8 26,8 1001982 56,7 14,6 1,2 0,7 0,7 14,4 11,7 10019831) 70,2 14,6 2,7 0,8 1,7 4,5 5,5 100

Tahun Meranti Ramin Aglutis Jati Pulai

1) Angka sementara

Lain-lain Jumlah

Tabel VII. 35JENIS-JENIS KAYU DALAM PERSENTASE DARIPADA VOLUME EKSPOR KAYU,

1970 - 1983

Hal ini berarti telah terjadi peningkatan volume dan nilai ekspor masing-masing sebesar

10,6 persen dan 4,9 persen. perkembangan volume dan nilai ekspor kayu dapat diikuti melalui

Tabel VII.34. Dilihat dari sudut permintaan, beberapa jenis kayu dari Indonesia cukup dikenal

dan mempunyai posaran yang mantap di luar negeri. Jenis kayu tersebut antara lain adalah kayu

meranti, ramin, kruing, agatbis, pulai dan jati. Sebagaimana terlihat Facia Tabel VII. 35, sejak

lima tahun terakhir jenis kayu meranti merupakan bagian terbesar dalam komposisi ekspor kayu

Indonesia, yaitu dari 58,9 persen dalam tahun 1979 meningkat menjadi 70,2 persen dalam tahun

1983. Demikian pula jenis kayu ramin, agatbis dan jati peranannya telah meningkat masing-

masing dari 3,9 persen, 1,9 persen dan 0,2 persen menjadi 14,6 persen, 2,7 persen dan 0,8

persen. Walaupun jenis-jenis kayu tersebut pemasarannya ke luar negeri telah mantap, namun

beberapa jenis kayu lainnya masih harus dikembangkan dan dipromosikan agar dapat

memasuki posaran dunia. Oleh karena itu guna mencegah kemungkinan melemahnya ekspor

kayu di posaran internasional, antara lain telah dilakukan diversifikasi komoditi dan

pemasarannya melalui pengembangan pemasaran ekspor hasil olahan/industri dan perluasan

negara tujuan ekspor. Akibat positif daripada kebijaksanaan tersebut ditandai dengan

berkembangnya industri kayu gergajian dan kayu lapis di dalam negeri, yang sampai dengan

bulan Maret 1984 jumlahnya telah mencapai 412 unit dengan kapositas produksi sebanyak 11,9

juta meterkubik. Sedangkan jumlah industri kayu lapis, dalam waktu yang sarna telah

berjumiah sebanyak 162 unit dengan kapositas produksi sebanyak 8,0 juta meterkubik.

Departemen Keuangan RI 193

Page 194: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

7.6. Pertambangan dan energi

Selama Pelita III, peranan bidang pertambangan dan energi masih tetap besar dalam

menunjang pertumbuhan ekonomi Indonesia, walaupun dalam kurun waktu tersebut hampir

seluruh komoditi tambang yang diekspor mengalami kesulitan pemasaran. Namun demikian

produksi beberapa bahan tambang masih menunjukkan peningkatan apabila dibandingkan

dengan tahun terakhir Pelita II, khususnya di sektor minyak dan gas bumi. Perekonomian dunia

yang tidak menentu bagi Indonesia merupakan hambatan utama dalam mencapai peningkatan

produksi bahan-bahan tambang utama, yang tercermin dari pembatasan produksi minyak bumi

sebagaimana telah disepakati oleh negara-negara penghasil minyak OPEC dan pernbatasan

ekspor timah dari Dewan Timah Internasional terhadap anggota-anggotanya. Sehubungan

dengan itu telah dilakukan upaya-upaya antara lain berupa pengembangan inventarisasi dan

eksploitasi berbagai sumberdaya mineral dan energi, serta pengembangan teknologi

pertambangan yang mencakup pula pengolahannya. Upaya-upaya tersebut selain dimaksudkan

untuk menjamin kelangsungan dan peningkatan produksi, juga ditujukan untuk

penganekaragaman hasil-hasil pertambangan, baik untuk keperluan ekspor maupun guna

memenuhi kebutuhan bahan baku industri di dalam negeri. Sampai dengan tahun terakhir Pelita

III telah dapat diselesaikan perluasan kilang minyak Cilacap serta pembangunan unit hydro

cracker di Dumai dan di Balikpapan dalam rangka pemehuhan BBM dalam negeri, di sam ping

perluasan kilang LNG (liquified natural gas) Arun dan kilang LNG Badak. Dengan hasil-hasil

terse but Indonesia telah dapat mengurangi ketergantungannya terhaclap impor bahan bakar

minyak (BBM), LNG dan LPG (liquified petroleum gas). Selama Pelita III, perkembangan

yang paling menonjol di sektor pertambangan antara lain ditandai oleh keberhasilan dalam

meningkatkan produksi batu bara, sebagai langkah persiapan menuju pengembangan dan

pemanfaatan batU bara secara besar-besaran di masa datang.

7.6.1. Minyak dan gas bumi

Hasil produksi minyak bumi dalam tahun kelima Pelita III mencapai 517,6 juta barrel,

yang terdiri dari 477,9 juta barrel minyak mentah, dan selebihnya sebanyak 39,7 juta barrel

berupa kondensat. Jumlah terse but menunjukkan peningkatan sebesar 12,7 persen apabila

dibandingkan dengan produksi tahun keempat Pelita III yang berjumlah 459,0 juta barrel.

Dengan melemahnya posaran minyak dunia akhir-akhir ini dan pembatasan produksi yang

disepakati oleh para anggota OPEC sebagai salah satu upaya untuk mempertahankan tingkat

harga yang kini berlaku, maka perkembangan produksi minyak bumi menjadi kurang

Departemen Keuangan RI 194

Page 195: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

menggembirakan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka ditempuh kebijaksanaan untuk

meningkatkan eksplorasi, antara lain dengan menggiatkan survai selsmik dan pemboran sumur

minyak. Kegiatan eksplorasi yang dilaksanakan dari tahun ke tahun telah memperlihatkan hasil

yang meningkat. Jika dalam tahun terakhir Pelita II baru dilaksanakan survai seismik sepanjang

21.000 kilometer lintasan, dan pemboran sebanyak 141 sumur minyak, maka dalam tahun

terakhir Pelita III telah berhasil dilakukan survai seismik sepanjang 56.944 kilometer lintasan

dan pemboran sumur minyak sebanyak 250 sumur. Dalam tahun 1983 telah dilakukan

eksplorasi terhadap 4 lokasi baru yang meliputi daerah Riau, Melawai Barat, Melawai Timur

dan Sumatera Selatan. Adapun produksi minyak bumi dalam tahun 1984/1985 sampai dengan

bulan Juni 1984 telah mencapai sekitar 259 juta barrel, yang terdiri alas 237 juta barrel minyak

mentah dan 22 juta barrel kondensat. Perubahan situasi posaran minyak bumi internasional

yang terjadi selama Pelita III, selain berpengaruh terhadap produksi minyak bumi juga

menghambat usaha peningkatan ekspor. Realisasi ekspor minyak bumi Indonesia selama Pelita

III, kecuali tahun terakhir Pelita III yang sedikit meningkat, dari tahun ke tahun menunjukkan

kecenderungan menurun hila dibandingkan dengan tahun terakhir Pelita II. Volume ekspor

minyak bumi dan hasil minyak dalam tahun 1983/1984 telah mencapai sebanyak 413,1 juta

barrel atau sebesar 22,9 persen lebih tinggi jika dibandingkan dengan tahun 1982/1983 yang

baru mencapai sebanyak 336,1 juta barrel (Tabel VII.36). Sedangkan volume ekspornya dalam

tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni 1984 telah mencapai sekitar 215 juta barrel.

Sementara itu meningkatnya kebutUhan terhadap BBM dalam negeri telah diimbangi

dengan pengadaan dan peningkatan produksi BBM yang berasal dari kilang minyak dalam

negeri. Dalam hubungan ini selama Pelita III khususnya dalam tahun 1983/1984 telah

ditingkatkan kapositas pengilangan minyak di kilang Balikpapan dan Cilacap, masing-masing

sebanyak 200 ribu barrel per hari. Di samping itu juga dilakukan pembangunan unit hydro-

cracker kilang Dumai, yang dapat mengolah bahan residu berkadar belerang rendah, dengan

kapositas 85 ribu barrel per hari. Dengan ditingkatkannya kapositas pengilangan di dalam

negeri tersebUt, maka produksi minyak bumi yang telah dapat diolah dalam tahun 1983/1984

mencapai 99 juta barrel atau 10 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dengan demikian secara keseluruhan produksi pengilangan minyak bumi dalam tahun terakhir

Pelita III telah mencapai 198 juta barrel, yang terdiri atas 99 iuta barrel hasil kilang dalam

negeri dan sebanyak 99 juta barrel dari hasil kilang luar negeri (Tabel VII.37). Selanjutnya dari

jumlah BBM hasil kilang dalam negeri terse but telah diposarkan untuk keperluan di dalam

negeri sebanyak 161 juta barrel, atau 2 juta barrel lebih banyak jika dibandingkan dengan tahun

Departemen Keuangan RI 195

Page 196: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sebelumnya.

Berbeda dengan minyak bumi, gas bumi tetap dapat ditingkatkan produksinya selama

Pelita III. Produksi gas bumi dalam tahun 1983/1984 mencapai sebanyak 1.278 milyar

kakikubik, dan yang telah dimanfaatkan adalah sebanyak 1.123 milyar kakikubik atau 87,9

persen. Apabila dibandingkan dengan produksi dan pemanfaatan dalam tahun 1982/1983 yang

masing-masing berjumlah 1.100 milyar kakikubik dan 932 milyar kakikubik, maka berarti telah

terjadi peningkatan masing-masing sebesar 16,2 persen dan 20,5 persen. Sedangkan apabila

dibandingkan dengan produksi dan pemanfaatan gas bumi dalam tahun terakhir Pelita II yang

masing-masing baru mencapai 868,2 milyar 'kakikubik dan 650,6 milyar kakikubik, maka

terdapat kenaikan sebesar 47,2 persen dan 76,6 persen. Peningkatan pemanfaatan gas bumi

tersebut antara lain disebabkan karena adanya peningkatan pemanfaatan gas bumi untuk LNG,

pembuatan pupuk urea, energi pengganti BBM bagi kilang minyak dan pabrik semen Cibinong,

serta bagi perusahaan gas negara (PGN) di kota Jakarta dan Bogor. Perkembangan produksi dan

pemanfaatan gas bumi sampai dengan tahun 1983/1984 dapat diikuti melalui Tabel VII.38.

Tabel VII. 37

VOLUME PENGILANGAN MINYAKMENTAH, 1969/1970 -1983/1984 ( dalam juta barrel )

Tahun Minyak mentah yang diolah Persentase

( in-take) kenaikan

1969/1970 75,8 1970/1971 86,0 – 13,5 1971/1972 93,1 8,3 1972/1973 103,0 10,6 1973/1974 128,9 25,1

1974/1975 115,5 - 10,4 1975/1976 117,8 2,0 1976/1977 116,6 1,1 1977/1978 161,3 38,3 1978/1979 158,2 - 2,0

1979/1980 195,0 23,3 1980/1981 189,9 – 3,3 1981/1982 191,0 0,6 1982/1983 183,1 – 4,1 1983/19841) 198,0 8,1

1) Angka sementara

Departemen Keuangan RI 196

Page 197: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Tabel VII. 38 PRODUKSI DAN PEMANFAATAN GAS BUMI, 1974/1975 - 1983/1984

( milyar kaki kubik )

Tahun Produksi Pemanfaatan

1974/1975 206,2 78,4 1975/1976 239,2 85,2 1976/1977 344,4 148,1 1977/1978 633,1 366,7 1978/1979 868,2 650,6 1979/1980 1.028,8 795,1 1980/1981 1.042,2 813,1 1981/1982 1.136,2 914,8 1982/1983 1) 1.100,0 932,0 1983/1984 2) 1.278,0 1.123,0

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

Bijih

1969/1970 17,9 - 16,41970/1971 19,1 - 17,41971/1972 20,5 - 19,11972/1973 21,5 - 20,71973/1974 22,9 14,8 211974/1975 25,5 15 23,61975/1976 25,1 18,8 20,71976/1977 23,3 23,2 26,51977/1978 26,2 24,6 24,31978/1979 27,4 24,3 25,61979/1980 30,2 28,4 27,21980/1981 33,6 31,2 31,31981/1982 35,9 33 32,81982/1983 33 30,2 27,71983/1984 1) 25,4. 25,8 25

1) Angka sementara

Tahun EksporProduksi

Logam timah

Tabe1 VII. 39PRODUKSI DAN EKSPOR TIMAH, 1969/1970 -1983/1984

(dalam ribu ton),

Produksi LNG di Indonesia baru mulai dilakukan sejak Pelita II, yakni di LNG Plant

Badak dan LNG Plant Arun. Dalam tahun 1983/1984, jumlah produksi LNG telah mencapai

11,0 juta ton sarna dengan sebanyak 569,3 juta MMBTU, yang berarti mengalami kenaikan

sebesar 17,2 persen dibandingkan dengan tahun 1982/1983 yang berjumlah 9,4 juta ton sarna

dengan 485,1 juta MMBTU. Sejalan dengan meningkatnya produksi LNG tersebut, maka

ekspor LNG yang telah dimulai sejak tahun 1977 juga terus menunjukkan peningkatan. Apabila

dalam tahun 1982/1983 baru diekspor sebanyak 477,8 juta MMBTU, maka dalam tahun

Departemen Keuangan RI 197

Page 198: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

1983/1984 telah meneapai sebanyak 555,5 juta MMBTU yang berarti terjadi peningkatan

sebesar 16,3 persen.

Produksi LPG yang berasal dari kilang minyak Plaju, Sungai Gerong, LPG Plant

Rantau di Sumatera Utara, Mundu di Cirebon, Lex Plant Union Oil Samail di Kalimantan

Timur dan LPG Plant Areo di J awa Barat, sampai dengan tahun terakhir Pelita III terus

mengalami peningkatan. Produksi LPG dalam tahun 1983/1984 meneapai sebanyak 514.198

metrik ton atau 5,6 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1982/1983 yang berjumlah

486.834 metrik ton. Dalam waktu yang sarna, volume ekspor LPG telah menurun sebesar 1,0

p_rsen, yaitu dari sebesar 461.559 metrik ton dalarn tahun 1982/1983 menjadi sebesar 456.952

metrik ton dalam tahun 1983/1984. Di lain pihak nilai ekspornya telah menunjukkan

peningkatan, yaitu dari US $ 86,4 juta dalam tahun 1982/1983 menjadi US $ 108,1 juta dalarn

tahun 1983/1984, atau suatu peningkatan sebesar 25,1 persen.

7.6.2. Timah

Hasil produksi timah dalam tahun 1982/1983 meneapai sebanyak 33,0 ribu ton bijih

timah dan 30,2 ribu ton logam timah. Dalam tahun 1983/1984 terjadi penurunan produksi

menjadi sebanyak 25,4 ribu ton bijih .timah dan 25,8 ribu ton logam timah. Adapun volume

ekspor tin:ah dalam 2 tahun yang sarna juga mengalami penurunan, yaitu jika dalam tahun

1982/1983 meneapai sebanyak 27,7 ribu ton senilai US $ 351.997 juta, maka dalam tahun

1983/1984 menjadi sebanyak 25,0 ribu ton senilai US $ 309.505 juta. Penumoan tersebut antara

lain disebabkan oleh adanya kemerosotan harga timah di posaran internasional, kesulitan

pemasaran di luar negeri, serta pembatasan kuota ekspor yang dikenakan oleh Dewan Timah

Internasional kepada negara-negara pengekspor timah. Sedangkan penjualan logam timah di

dalam negeri dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/ 1984 masing-masing meneapai sebanyak

464,2 ton dan 406,1 ton. Perkembangan produksi dan ekspor logam timah dapat dilihat pada

Tabel VII.39.

7.6.3. Nikel

Jumlah ekspor hasil tambang nikel selama 2 tahun terakhir Pelita III berturut-turut mengalami

penurunan, yaitu apabila dalam tahun 1982/1983 berjumlah sebanyak 897,5 ribu ton senilai US

$ 19.566 juta, maka dalam tahun 1983/1984 telah turun menjadi 810,7 ribu ton senilai US $

15.870 juta. Penurunan tersebut disebabkan karena berkurangnya jumlah permintaan nikel di

posaran dunia.

Departemen Keuangan RI 198

Page 199: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Tabel VII. 40

PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL, 1969/1970 -1983/1984 (dalam ribu ton)

Tahun Produksi Ekspor

1969/1970 311,0 232,0 1970/1971 689,0 538,4 1971 /1972 850,0 764,7 1972/1973 971,5 737,5 1973/1974 989,9 830,4

1974/1975 781,1 853,2 1975/1976 751,2 707,6 1976/1977 1.177,4 924,5 1977/1978 1.316,7 830,0 1978/1979 1.778,0 887,6

1979/1980 853,2 1.192,4 1980/1981 707,6 1.238,7 1981/1982 924,5 1.207,5 1982/1983 830,0 897,5 1) 1983/1984 2) 887,6 810,7

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

Tabel VII. 41

PRODUKSI DAN EKSPOR KONSENTRAT TEMBAGA, 1972/1973 - .1983/1984 (dalam ribu ton kering)

Tahun Produksi Ekspor

1972/1973 9,7 8,3 1973/1974 125,9 114,2 1974/1975 212,6 207,2 1975/1976 201,3 194,2 1976/1977 223,3 216,8 1977/1978 189,1 220,6 1978/1979 184,9 167,8 1979/1980 188,5 187,1 1980/1981 178,3 176,6 1981/1982 197,5 209,7 1982/1983 225,4 1) 211,6 1983/1984 2) 199,7 202,8

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

Departemen Keuangan RI 199

Page 200: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Persentasekenaikan

1969/1970 176 -1970/1971 53,8 - 1970/1971 175,4 -0,41971 /1972 298,2 242,7 1971/1972 196,8 12,21972/1973 237,6 276,2 1972/1973 177,2 -101973/1974 321,7 283,6 1973/1974 145,9 -17,71974/1975 349,2 348,6 1974/1975 171,6 17,61975/1976 346,2 290,1 1975/1976 204 18,91976/1977 299,7 276,9 1976/1977 183,3 -10,11977/1978 317,2 291,2 1977/1978 248,5 35,61978/1979 120,2 66,5 1978/1979 256 31979/1980 78,5 9,5 1979/1980 267,3 4,41980/1981 68,3 35,1 1980/1981 329,3 23,21981/1982 105,6 25,5 1981/1982 376,2 14,21982/1983 135,7 1) 10,3 1982/1983 456,5 21,31983/1984 2) 122,1 12 1983/19841) 614,7 34,6

1) Angka diperbaiki 2) Angka sementara1) Angka sementara

Tahun Produksi Ekspor Tahun Produksi

Tabel VII. 42PRODUKSI DAN EKSPOR P ASIR BESI,

1970/1971 - 1983/1984( dalam ribu ton)

Tabel VII. 43PRODUKSI BATU BARA, 1969/1970 -

( dalam ribu ton)

Jumlah feronikel yang diekspor dalam tahun 1982/1983 dan 1983/1984 masingmasing

mencapai sebanyak 4.923,1 ton senilai US $ 21.274 juta dan 4.935,1 ton senilai US $ 23.001

juta. Dalam tahun 1982/1983 telah di ekspor nikel matte sebanyak 15.876 ton senilai US

$100.624,4 ribu, dan dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 22.443 ton senilai US $

42.248,5 ribu. Perkembangan jumlah produksi dan ekspor bijih nikel dapat dilihat dalam Tabel

VII.40.

7.6.4. Tembaga

Produksi tembaga dalam tahun 1981/1982 telah mencapai 197,5 ribu ton, dari dalam

tahun 1982/1983 meningkat menjadi sebanyak 225,4 ribu ton. Sedangkan dalam tahun

1983/1984 jumlahnya mengalami penurunan menjadi sebanyak 199,7 ribu ton. Adapun jumlah

ekspornya dalam tahun 1981/1982 telah mencapai sebanyak 209,7 ribu ton senilai US $130.536

juta, dan kemudian dalam tahun 1982/1983 meningkat menjadi sebanyak 211,6 ribu ton senilai

US $ 114.130 juta. Namun dalam tahun 1983/1984 menurun menjadi sebanyak 202,8 ribu ton

senilai US $ 130.469 juta. Perkembangan jumlah produksi dan ekspor konsentrat tembaga dapat

dilihat pada Tabel VII.41.

Departemen Keuangan RI 200

Page 201: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

7.6.5. Pasir besi

Penambangan pasir besi sejak 1 Maret 1982 hanya dilakukan di daerah Cilacap, karena

daerah penambangan di daerah Pelabuhan Ratu telah habis cadangannya. Sedangkan

pengembangan cadangan pasir besi di daerah pantai selatan Yogyakarta masih terbatas dalam

studi kelayakan, dan sedang dilakukan penelitian lanjutan guna mencari metode pemrosesan

lainnya dalam rangka pemanfaatan pasir besi Yogyakarta menjadi bahan baku bagi pabrik besi

baja PT Krakatau Steel. Hasil produksi pasir besi yang dalam tahun 1981/1982 sebanyak 105,6

ribu ton, dalam tahun 1982/1983 meningkat menjadi 129,9 ribu ton, sedangkan dalam tahun

1983/1984 mengalami penurunan menjadi 122,1 ribu ton. Dalam tahun 1982/1983 dan

1983/1984 telah diekspor masing-masing sebanyak 10,3 ribu ton senilai US $ 123,1 ribu dan

12,0 ribu ton senilai US $ 119,9 ribu. Perkembanganjumlah produksi dan ekspor pasir besi

dapat dilihat pada Tabel VII.42.

Tahun Produksi Penjualan Tahun Produksi Penjualan Ekspor1969/1970 261 - 1969/1970 10,51970/1971 255,4 - 1970/1971 9,21971/U)72 343,4 - 1971/1972 8,11972/1973 332,3 288,4 1972/1973 9,2 2,6 6,71973/1974 327,3 324 1973/1974 8,4 3,8 7,31974/1975 260 262,5 1974/1975 6,1 2,1 41975/1976 321,5 290 1975/1976 4,2 0,3 11976/1977 349,2 398 1976/1977 3,1 3,91977/19'18 252,3 269 1977/1978 2,8 3,11978/1979 220,3 250,9 1978/1979 2,2 2,41979/1980 197,4 186,2 1979/1980 1,8 1,81980/1981 224,7 246,1 1980/1981 2,3 2,41)1981/1982 172,6 170,7 1981/1982 1,9 1,91982/1983 262,4 251,2 1982/1983 3,1 2,9 I)1983/1984 1) 265,1 261 1983/1984 1,7 1,7

I) Angka sementara1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

Tabel VII. 44PRODUKSI DAN PENJUALAN DALAM NEGERI LOGAM

1969/1970 - 1983/1984(dalam kilogram)

T a bel VII. 45PRODUKSI, PENJUALAN DALAM NEGERI DAN EKSPOR

LOGAM PERAK, 1969/1970 - 1983/1984(dalam ton)

7.6.6. Batu bara

Dalam tahun 1983/1984 produksi batu bara berjumlah 614,7 ribu ton, yang berarti

peningkatan sebanyak 158,2 ribu ton atau 34,7 persen dibandingkan dengan produksi tahun

1982/1983 yang baru mencapai 456,5 ribu ton. Selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan

bahan bakar di dalam negeri, maka sebagian daripada produksi batu bara tersebut telah pula

diekspor. Dalam tahun 1983, jumlah ekspor batu bara Indonesia mencapai sebanyak 283,8 ribu

ton, yang berarti suatu kenaikan sebanyak 162,5 ribu ton atau 133,9 persen bila dibandingkan

dengan tahun 1982 yang baru mencapai 121,3 ribu ton. Perkembangan produksi batu bara dapat

dilihat pada Tabel VII.43.

Departemen Keuangan RI 201

Page 202: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

7.6.7. Emas dan perak

Penambangan emas dan perak yang dilakukan di penambangan Cikotok, Banten

Selatan, Jawa Barat telah semakin dalam, sehingga kadar emas dan perak dari bijih yang

dihasilkan menjadi semakin rendah, sedangkan kadar logam timbal dan seng semakin tinggi.

Melalui proses yang telah disempurnakan, selain dihasilkan konsentrat emas dan perak juga

diperoleh konsentrat timbal dan seng yang dapat diekspor walaupun saat ini jumlahnya masih

kecil. Selain itu emas dan perak juga dihasilkan oleh Freeport Indonesia Inc berupa logam

ikutan dalam konsentrat tembaga, dan oleh sejumlah pertambangan rakyat yang dilaksanakan

dengan peralatan dan teknik yang sederhana serta dengan hasil produksi yang tidak teratur.

Selama tahun 1983/1984 hasil produksi dan penjualan emas di dalam negeri, masing-masing

meneapai 266,1 kilogram dan 261,0 kilogram, yang berarti telah terjadi peningkatan sebanyak

3,7 kilogram untuk produksi dan sebanyak 9,8 kilogram untuk penjualannya, masing-masing

bila dibandingkan dengan tahun 1982/1983. Sedangkan produksi dan penjualan logam perak

dalam tahun 1983/1984 masing-masing meneapai 1,7 ton dan 1,7 ton, yang berarti mengalami

penurunan sebanyak 1,4 ton atau 45,2 persen untuk produksi dan sebanyak 1,2 ton atau 41,4

persen untuk penjualannya hila dibandingkan dengan tahun 1982/1983. Perkembangan produksi

dan penjualan logam emas dan perak dapat dilihat pada Tabel VII.44 dan Tabel VII.45.

7.6.8. Bauksit

Penambangan bauksit di Indonesia dilakukan di daerah pulau Bintan dan sekitarnya,

yaitu di pulau Tembiling, pulau Kelong dan pulau Dendang, yang masing-masing dilengkapi

dengan instalasi pencucian. Sementara itu penambangan di pulau Angkut telah dihentikan

karena cadangan bauksitnya telah habis. Penambangan di pulau Koyang sejak tahun 1982 telah

dihentikan, walaupun cadangan bauksitnya masih ada, yang disebabkan karena penambangan

tersebut tidak menguntungkan. Dalam tahun 1982/1983 jumlah produksi dan ekspor bauksit

masing-masing berjumlah sebanyak 721,0 ribu ton dan 792,6 ribu ton, sedangkan dalam tahun

1983/1984 masing-masing telah meningkat menjadi sebanyak 841,9 ribu ton dan 861,2 ribu ton,

atau suatu peningkatan sebesar 17 persen dan 9 persen. Perkembangan produksi dan ekspor

bauksit dapat dilihat pada Tabel VII.46. Dari tabel tersebut terlihat bahwa produksi dan ekspor

bauksit dalam tahun terakhir Pelita III mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun

terakhir Pelita II, yang terutama disebabkan karena pemasaran bauksit Indonesia hanya tertuju

ke Jepang, sedangkan di Jepang telah terjadi restrukturisasi dalam industri, sehingga

menurunkan permintaan bauksit di negara tersebut.

Departemen Keuangan RI 202

Page 203: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

7.6.9. Granit

Dewasa ini penambangan batu granit dilaksanakan di pulau Karimun, Riau. Dalam

pada itu penjualan batu granit dilaksanakan baik untuk keperluan ekspor khususnya ke

Singapura dan Malaysia, maupun untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Dalam tahun

1982/1983, jumlah produksi dan ekspor granit mencapai 2.307,0 ribu ton dan 713,6 ribu ton,

sedangkan dalam tahun 1983/1984 telah terjadi penurunan masing-masing menjadi 2.190,7 ribu

ton dan 1.390,4 ribu ton. Hal ini berarti produksi granit mengalami penurunan sebanyak 116,3

ribu ton atau 5 persen, sedangkan ekspornya telah meningkat sebanyak 676,80 ribu ton atau

sebesar 95 persen. Perkembangan produksi dan ekspor granit dapat dilihat pada Tabel VII.47.

7.6.10. Bahan-bahan tambang lainnya

Bahan-bahan tambang lainnya, yang termasuk dalam bahan galian industri atau bahan

galian golongan C, terdiri alas kaolin, mangaan, aspal, yodium, belerang, fosfat, ashes, posir

kuarsa, marmer, gamping lempung, peldspar, bentonit, yarosit dan kalsit. Kegiatan

penambangan bahan-bahan tambang tersebut dilakukan oleh badan usaha milik negara

(BUMN) dan perusahaan swasta nasional. Pada umumnya bahan tambang ini diperuntukkan

bagi konsumsi dalam negeri, walaupun di antaranya telah ada yang diekspor dalam jumlah

relatif kecil dan secara tidak teratur. Perkembangan produksi tambang lainnya dapat dilihat

pada Tabel VII.48.

J e n i s 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 19834)1. Bahan - bahan semena. Gamping 411.976 995.767 1.114.079 1.374.433 2.120.909 3.724.575 1.657.528 2.690.439 7.605.644 3.360.484 9.753.942 6.865.621b. Lempung 76.610 164.287 219.066 '270.893 379.569 653.782 332.152 583.522 1. 716.811 524.643 1.266.078 907.7712. Marmer 9.717 12.232 13.520 19.828 25.944 35.216 33.496 25.216 25.315 28.842 1.603 2203. Aspal 115.580 95.149 75.170 115..697 104.990 138.739 161.817 80.601 173.018 276.626 192.563 725.7524. Yodium 9,6 19,4 25,9 33,1 27 11,9 7,3 25,3 29,3 25,3 28,9 25,25. Mangaan 7.522 15.965 18.228 14.192 8.780 6.847 5.889 6.909 4.196 2.639 17.894 7.7836. BeIerang 900 1.951 2.349 3.944 3.483 1.697 1.7633) 1803) 1973) 4973) 1.144 3.6397. Fosfat 1.320 819 5.563 7.902 7.465 3.598 6.071 5.323 11.111 7.295 5.631 2.9498. As b e s 223 283 92 - 50 31 - 15 103) 253) 749. K a 0 1 i n 12.906 29.609 25.971 30.528 29.323 38.006 37.115 58.529 75.647 80.904 75.870 _2)10. Posir kwarsa 44.148 64.161 62.688 85.979 110.809 221.441 310.051 106.244 260.074 155.730 938.618 _2)11. Feldspar 2.756 1.648 6.616 13.721 12.266 16.750 13.345 11.93912. K a Is it - 3.485 2.764 1.704 784 1.241 _2)13. Yarosit - - 274 341 1.196 148 147 _2)14. Bentonit - - 4.191 2.847 6.396 3.973 7.597 _2)15. G ips - - - 290 453 855 570 _2)

2) Data tidak terscdia3) Angka diperbaiki4) Angka scmcntara

PRODUK BAHAN GALIAN 1), 1972 - 1983( dalam ton kecuali marmer dalam m2 slabs)

Tabel VII.48

1) Mcrupakan hasil usaha swasta nasional, pcrusahaan daerah dan lain-lain

7.6.11. Listrik

Pembangunan di bidang kelistrikan ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh

masyarakat, baik masyarakat pedesaan maupun perkotaan, serta untuk mendorong dan

Departemen Keuangan RI 203

Page 204: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

merangsang kegiatan ekonomi. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang demikian pesat di

segala bidang, maka peranan listrik semakin mempunyai arti penting, baik sebagai sarana

kehidupan sehari-hari maupun sebagai sarana produksi. Hal ini terlihat antara lain dari

permintaan tenaga listrik yang semakin meningkat yang diakibatkan oleh terus bertambahnya

tingkat kebutuhan masyarakat. Oleh sebab itu pembangunan di bidang kelistrikan terus

dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik

tersebut didasarkan pada kebijaksanaan yang menyatukan seluruh sektor tenaga listrik dalam

satu kesatuan perencanaan yang menyeluruh, serta diarahkan pada pendekatan secara regional,

dengan maksud agar tercapai suatu sistem interkoneksi regional, lengkap dengan pembarigkit

transmisi dan distribusi. Selanjutnya dalam rangka diversifikasi penggunaan sumber energi dan

penghematan bahan bakar minyak, rencana dan pembangunan tenaga listrik dikaitkan dengan

kebijaksanaan umum bidang energi, yaitu sejauh mungkin memanfaatkan potensi sumber

energi non minyak dan penghematan bahan bakar minyak. Selama Pelita III, pembangunan dan

rehabilitasi tenaga listrik secara bertahap telah dapat meningkatkan baik clara terposang

pembangkit tenaga listrik maupun jaringan listriknya. Dalam tahun 1982/1983, rehabilitasi dan

pembangunan yang dilakukan pada pusat pembangkit tenaga listrik mencakup kapositas sebesar

355,720 MW, sedangkan dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi sebesar 501,800

MW, atau suatu peningkatan sebesar 41 persen. Di samping itu dalam tahun yang sarna juga

telah dilakukan rehabilitasi dan pembangunan jaringan transmisi, gardu induk dan jaringan

distribusi.

Dengan peningkatan rehabilitasi dan pembangunan di bidang kelistrikan tersebut,

maka telah dibuka peluang yang lebih besar dalam pengusahaan tenaga listrik. Dalam tahun

1982/1983 jumlah produksi tenaga listrik, penjualan tenaga listrik, daya tersambung dan daya

terpasang, masing-masing mencapai 11.843,151 MWH, 9.072,596 MWH, 5.269,251 KVA dan

3.405,980 MW. Sedangkan dalam tahun 1983/1984 masing-masing telah berkembang menjadi

sebesar 13.296,410 MWH, 10.023,619 MWH, 6.126,669 KV A dan 3.924,41 MW, yang berarti

terjadi peningkatan masing-masing sebesar 12 persen, 10 persen, 16 persen dan 15 persen.

Perkembangan produksi, penjualan, daya tersambung dan daya terpasang tenaga listrik dapat

diikuti pada Tabel VII.50. Di samping itu dengan meningkatnya pembangunan tenaga listrik,

maka telah meningkat pula kebutuhan tenaga-tenaga terampil. Untuk itu selama Pelita III telah

dilakukan pendidikan dan latihan di bidang teknis dan administratif baik di pusat pendidikan

dan latihan PLN, maupun pada lembaga-lembaga pendidikan dan latihan di luar PLN.

Departemen Keuangan RI 204

Page 205: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Uraian 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984

Produksi tenaga listrik (MWH) 2.494.477 3.006.669 3.345.241 3.770.294 4.127.390 4.740.660 5.722.816 7.004.288 8.420.386 10.137.910 11.846.151 13.296.410Penjualan tenaga listrik (MWH) 1.892.609 2.214.950 2.444.107 2.803.613 3.081.817 3.532.027 4.286.921 5.343.406 6.473.026 1) 7.845.466 9.072.596 10.023.619Daya tersambung (KVA) 934.617 1.076.264 1.261.&15 1.426.376 1.594.482 1.933.511 2.459.052 3.063.354 1) 3.744.236 4.502.788 5.269.251 6.126.669Daya terposang (MW) 850,16 970,77 1.116,84 1.129,40 1.376,50 2.862,74 2.413,38 2.535,92 1) 2.554,801) 3.032,49 3.405,98 3.924,41

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

PRODUKSI, PENjUALAN, DAY A TERSAMBUNGDAN DAYA TERPOSANG TENAGA LISTRIK, 1972/1973 -1983/1984

TABELVII.50

Sejalan dengan peningkatan permjntaaan tenaga listrik yang terus berkembang, telah

ditingkatkan pula pembangunan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik dengan tetap didasarkan

pada diverifikasi energi. Selama Pelita III telah dapat diselesaikan pembangunan sejumlah pusat

pembangkit tenaga listrik di beberapa lokasi, antara lain pusat listrik tenaga air (PLTA)

Maninjau, PLTA Wonogiri, PLTA Lodoyo, pusat listrik tenaga uap (PLTU) Semarang Unit III,

pusat listrik tenaga' gas (PLTG) Semarang Unit IV, PLTG Padang Unit III, PLTG Palembang

Unit III, PLTG Para Posir (Medan) Unit V, dan PLTG Ujungpandang unit II. Oemikian juga

beberapa pusat listrik tenaga disel (PLTD) yang tersebar di kala-kola dan di daerah pedesaan.

Selanjutnya kini juga sedang diselesaikan pembangunan beberapa pusat pembangkit tenaga

listrik, antara lain meliputi PLTU Suralaya Unit I, PLTU Belawan Unit I dan II, PLTG

Ujungpandang, PLTG Gresik Unit III, PLTG Denpasar, PLTD Bukit Asam, PLTD Tarakan,

PLTD Pontianak dan PLTD Ujungpandang. Dalam rangka pemerataan pembangunan, program

kelistrikan desa telah ditingkatkan melalui partisiposi masyarakat setempat dan pihak Pemda.

Adapun jumlah desa yang mendapat aliran listrik telah meningkat dari sebanyak 2.244 desa

pada akhir Pelita II menjadi sebanyak 8.051 desa pada akhir Pelita III. Di samping itu sekitar

2.000 ibukota kecamatan dari sejumlah 3.340 ibukota kecamatan yang ada juga telah mendapat

aliran listrik.

7.7. Industri

Pertumbuhan sektor industri yang telah dicapai selama ini adalah cukup tinggi, yaitu

mencapai rata-rata 13,0 persen per tahun dalam Pelita I, 13,7 persen per tahun dalam Pelita II

dan 8,9 persen per tahun dalam Pelita III. Sejalan dengan pembangunan yang dilakukan di

sektor industri, maka terus ditingkatkan pula keterpaduan antarsektor sehingga lebih

memantapkan proses industrialisasi. Dalam pada itu pemanfaatan kekayaan alam yang

merupakan potensi u'tama bidang industri, dalam Pelita III telah banyak menunjukkan

peningkatan. Hal ini terlihat dari perkembangan industri LNG, meningkatnya penggunaan dan

pengolahan gas alam untuk industri baja, pupuk urea dan petro kimia, pengolahan kapur dan

tanah liat untuk industri semen, serta penggunaan kayu gelondongan untuk industri kayu

Departemen Keuangan RI 205

Page 206: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

gergajian dan kayu lapis. Oleh karena pembangunan sektor industri memerlukan mobilitas yang

tinggi, maka selama Repelita IV akan terus dilakukan pengamanan terhadap penyediaan sarana

angkutan, baik di dalam negeri maupun untuk angkutan komoditi ekspor, seperti angkutan

semen, pupuk, baja, kertas, dan kayu lapis. Dalam hubungan ini akan terus dilakukan

peningkatan penyediaan prasarana, terutama di wilayah pengembangan industri seperti zona

industri Cikampek, Cibinong, Gresik, Cilacap, Cilegon, Lhok Seumawe dan Indarung.

Jenis produksi 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/853)1969/70 1982/83

1. Tekstil (juta meter) 449,8 598,3 732 852 926,7 974 1.017,10 1.247,00 1.332,50 1.576,00 1.910,00 1.027,30 2.094,00 1. 708,9 1.995,10 737,3 343,5 16,82. Benang tenun (ribu ball 182,1 217 239 262 316,2 364 445,4 662,9 678,3 837,3 998 1.184,00 1.223,00 1.370,00 1.662,00 663 813,2 21,33. Assembling mobil (ribu buah) 5 2,9 16,9 23 36,7 65,6 78,9 75,3 83,9 108,7 102,5 172,51) 209,9 188,4 155,8 39,8 3.016,00 -17,54. Assembling sepeda motor(ribu buah) 21,4 31,1 50 100 150 251 300 167,6 271,8 330,5 221,6 410 503,3 377,4 379,3 193,4 1.672,40 -34,35. Pup uk- Urea (ribu ton) 85,4 102,9 108,4 120,0 115,7 209,1 387,4 406,0 990,0 1.437,2 1.827,0 1.985,1 2.006,7 1.944,1 2,204,8 - 2) 2.481,70 13,4- Z A (ribu ton) - - - 49,7 122,8 129,1 113,8 105,2 93,3 141,0 147,8 180,8 195,2 209,6 208,0 - 2) - -0,56. Semen (ribu ton) 542 568,4 530,4 722,3 819 828,9 1.241,40 1.979,30 2.878,60 3.629,00 4.705,10 5.851,80 6.844,20 7.650,00 8.078,10 - 2) 1.390,40 -5,67. Ban kendaraanbermotor (ribu buah) 366,4 401,5 507,7 857,6 1.796,00 1.883,30 2.339,10 2.540,40 2.898,40 3.320,00 3.816,90 3.885,60 3.673,30 - 2) 902,5 -5,48. Gelas/botol (ribu ton) 12,2 11 7,4 16,6 37,2 34,8 32,3 36,4 59,9 63,7 68,4 77,3 84,8 93,1 102 - 2) 736,1 9,69. Kaca polos (ribu ton) - - - - 22,3 21,6 29,5 30,9 43,6 51,4 67,3 106,2 89,9 100,7 110,9 - 2) - 10,110. Aluminium sulfat (ribu ton) - 3 7,2 11,6 17,2 14,3 13,7 15,1 18,5 18,8 12,9 15,4 17,7 17,8 26,8 - 2) - 52,911. Asam sulfat (ribu ton) - 3,6 8,6 11,2 17,7 8,6 15,3 18,9 19,8 24,5 50,9 39,8 37,2 32,2 44,9 - 2) - 37,512. Kertas (ribu ton) 17 22,2 30,1 39,6 47,2 43,2 46,7 54,4 83,5 155,2 214,2 232 246,6 296,9 369,2 - 2) 2.071,70 24,613. Minyak kelapa (ribu ton) 263 258,2 260,7 264,5 264,5 265 268,4 276,2 276,3 319,1 452 610 480,01) 442,1 381,7 127,3 45,1 -13,814. Minyak goreng (ribu ton) 27 26 27,2 28,8 28,7 29,4 30,6 32,6 31,3 37,8 266,2 278,9 326,4 326.21) 342 114 1.166,60 4,915. Sabun cuci (ribu ton) 133 132,2 132,4 132 131,3 148,9 164,6 175,5 194,9 218,5 202,9 213 207,8 213,01) 199 100,8 49,6 -6,516. Rokok kretek (milyar batang) 19 20,5 21,4 23,7 30,2 30,6 . 33,3 37,9 40,9 43,5 41,5 50,5 55,6 61,11) 68,2 23,8 258,9 11,617. Rokokputih (milyarbatang) 11 13,7 14,7 16,8 20,4 21,9 23,5 22,6 23,1 25,7 28,6 33,4 28,4 27,1 28,01) 9,9 144,5 -0,718. Korek api (juta kotak) 269 322 348 475,3 566 707 780 772 506,1 539,8 553 586,2 664,8 681,4 817 272,3 203,7 19,91) Angka diperbaiki2) Data tidak tersedia3) Angka sementara

1.351,5 1.704,0

TabeI VII.51BEBERAPA HASIL INDUSTRI, 1969/1970 - 1984/1985

Persentase perubahan1983/84 terbadap 3)

Jenis produksi 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1980/81 1981/82 1982/83

19. Tapal gigi (juta tube) 15 25 26 30 32 46 104 109 114 123 138 145 165 55 1.001 1420. Deterjen (ribu ton) - 4 6 5 7 7 39 44 47 54 64 67 75;5 39 1321. Accu (ribubuab) 32 56 262 130 140 180 575 690 1.747 3.320 4.080 2.135 12.400 1622. Radio (ribubuah) 364 393 416 700 900 1.000 1.000 1.536 1.019 1.111 1.155 1.590 1.503 529 314 - 5,423. Televisi (ribu buah) 5 5 65 60 70 135 460 733 660 730 847 654 623 264 13.740 -4,724. Assembling mesin jabit

(ribu buab) 14 14 262 340 800 400 484 600 478 525 552 394 290 97 1.971 -26,225. Baterai keriog (juta buah) 54 55 72 72 132 144 442 420 462 527 554 577 634 287 1.873 1026. Plat song (ribu ton) 9 34 67 70 70 70 185 185 250 294 302 317 419 175 4.829 3327. Kawat baja (ribu ton) - - 15 30 30 98 100 108 143 160 126 147 62 - 1528. Besi spons (n"bu ton) - - - - - 100 282 385 391 800 350 - 10529. Lampu pijarJTL (juta buah) 4 6 6 12 18 19 25 30 30 34 37 36 55 27 - 5430. Besi beton (ribu ton) 5 10 74 75 120 115 240 300 500 641 672 744 1.026 500 22.700 3831. Air conditioner (ribu buah) 5 5 32 20 20 24 29 26 47 74 54 55 69 26 1.431 2532. Kabellistrik/telekom (ribu ton) 1 4 6 7 9 13 16 17 19 19 47 50 26 4.900 633. Kapal baja baru (ribu BRT) 1) 7 15 15 15 23 25 19 17 35 40 41 32 12 6 70 -634. Sprayer (ribubuah) - - - - 40 20 15 37 78 134 154 160 170 67 - 635. Vet sin (ribu ton) - - - 7 7 10 22 20 26 34 33,41) 36 12 - 636. Mesin dise1 (ribu boob) - 2 8 25 30 25 34 69 65 59 26 - 937. Susu kental manis (juta peti) - - 2 2 2,21) 4 4 5 6 5 93,8 *) 101,3 *) 37,9 *) - 8

108 10435 34

220

2,6

( j )

1983/84 1984/852)Presentase perobahan

1978/79 1979/80 1983/84 tedtadap 2)1969/70 1982/83

480 3.651,6 3.521,01.000 1.100

166 210

520 400240 420145 156

43 85

21 26202 296

23 309 9

22 2715 20

8 88 243 4

*) Da1am ribu ton1) Angka dipedtaiki2) Angka smentara

Untuk memantapkan struktur industri, maka terus dilakukan pengembangan industri

berskala besar, yang didukung dan diperkuat oleh industri berskala menengah dan kecil.

Walaupun produksi dan nilai tambah industri kecil selama ini masih sangat rendah, clara

serapnya terhadap tenaga kerja cukup besar sehingga dalam Repelita IV akan terus diusahakan

peningkatan peranannya di dalam struktur industri nasional. Dari segi penyebaranura, sampai

dengan akhir Pelita II sebagian besar pembangunan industri masih berlokasi di pulau Jawa,

sedangkan untuk daerah-daerah di luar Jawa jumlahnya masih terbatas. Dalam Pelita III telah

dimulai dengan pembangunan industri-industri dasar/hulu yang mengolah sumberdaya alam

dan energi, yang sebagian berlokasi di luar pulau Jawa. Berdirinya industri dasar/hulu tersebut

telah mampu menggerakkan pembangunan wilayah, baik industri hilir dan industri kecil

Departemen Keuangan RI 206

Page 207: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

maupun kegiatan ekonomi lainnya. Namun mengingat bahwa industri dasar/hulu mempunyai

ciri padat modal, berskala besar, menggunakan teknologi tinggi, serta berlokasi di daerah yang

berdekatan dengan sumberdaya alam dan energi yang pada umumnya belum berkembang, maka

timbul masalah regional baru yang memerlukan pemecahan secara konsepsional dan terpadu.

Permasalahan tersebut antara lain berupa pengaturan tataruang pemukiman, lingkungan hidup,

penyediaan sarana dan prasarana, pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja siap pakai, serta

pengembangan kehidupan perekonomian daerah. Perkembangan sektor industri yang cukup

pesat selama Pelita III selain karena adanya peranserta masyarakat, juga disebabkan oleh

dorongan sektor-sektor lainnya di samping juga melalui pembinaan terhadap industri itu sendiri

(Tabel VII. 51). Gambaran yang lebih terperinci tentang berbagai aspek perkembangan

kegiatan industri beserta hasil-hasilnya dapat diikuti melalui uraian berikut ini.

7.7.1. Industri logam dasar

Kelompok industri mesin dan logam dasar meliputi industri logam dan produk dasar,

industri mesin, industri motor dan perlengkapan pabrik, industri peralatan listrik dan

elektronika profesional, serta industri alat angkut. Hasil produksi kelompok industri tersebut

sebagian besar merupakan barang modal yang sangat diperlukan dalam kegiatan di berbagai

sektor ekonomi. Oleh karena itu laju pertumbuhan kelompok industri mesin dan logam dasar

senantiasa sejalan dengan perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya, terutama yang menjadi

konsumen dari kelompok industri tersebut. Dalam Pelita III pengembangannya mulai bergeser

ke arah hulu, yaitu industri yang menghasilkan bahan baku, komponen dan peralatan mesin.

Sedangkan dalam Repelita IV pengembangannya ditekankan pada industri yang dapat

menghasilkan mesin-mesin industri, baik industri berat maupun ringan.

Jenis produksi 1969/70 1970/71 1971/72 1972/78 1978/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85 3)1. Assembling mobil (ribu buah) 5 2,9 16,9 28 36,7 65,6 78,9 75,8 83,9 108,7 102,5 172,51) 209,9 188,4 155,8 39,82. Plat seng (ribu ton) 8,5 84,4 66,6 69,6 70 70 145 156 185 185 250 294,2 301,5 816,7 419 174,68. Besi spons (ribu ton) - - - - - - - - - - 99,6 281,9 884,5 891 800 8504. Besi beton (ribu ton) 4,5 10 74 75 120 115 202 296,3 240 300 500 640,5 671,8 748,8 1.026,00 5005. Kapal baja ba:ru (ribu BRT) 1) 7,1 15 15 15 22,9 25,4 22 27,2 19,4 16,9 85,2 40,4 41,3 82,4 12,1 6,16. Mesin penggilas jalan (buah) 200 200 200 200.0 860 575 475 546 400 120 450 816 431 404 423 1777. Huller (ribu buah) 2,2 - - 2,5 3,5 3,5 4 1 0,8 2,2 2,5 1,8 1,1 1,7 0,5 0,78. Kawat baja (ribu ton) - - - 15 80 80 48,4 84,6 98 100 108 148,2 159,7 128,8 147,3 629. ,Mesin disel (ribu buah) - - - - 2 8 8 24 25,8 80,4 25 84,1 69,4 64,6 58,6 26,210. Ekstrusi aluminium (ribu ton) - ,.- - - - 4 2,4 2,4 2,6 2,8 6,1 8,2 10,7 12,8 16 711. Aluminium sheet (ribu ton) - - - - - 8 5,2 6,5 9,7 9,7 9,5 11,8 18,7 15,1 8 8,412. Pesawat terbang (buah) - - - - - - 2 8 7 16 16 12 17 21 15 418. Pesawat helikopter (buah) - - - - - - - 18 6 16 16 12 12 21,01) 18 614. Ingot baja (ribu ton) - - - - - - 116 186 67,2 80 122,4 897,1 486 698 762 888,815. Pipa air/gaJI/minyak (ribu ton) - - - - - - 85 88 45 47,8 47,8 68,1 102 122,2 178,4 7516. Pipa listrik . (ribu ton) - - - - - - 50 55 60 66 75,8 60,2 109,6 114,1 1) 166,6 69,417. Pipa bajaspiral (ribu ton) - - - - - - 12 18,5 15 5 7 80,5 81,4 46,2 50 2518. Radiator (ribu bush) - - - - - - 15 17,8 27 52 100 160,4 178,1 170,7 41,8 17,519. Piston (ribubuah) - . - - - - - 50 57,5 180 185 135 140 81,1 125 60 3020. Tabung gambar (ribu buah) - - - - - - - 12,5 26,7 55 25 59,8 73,2 - 2) - 2) - 2)21. Transformator (ribu bush) - - - - - - 0,8 1,2 1,2 1,4 1,4 2,8 3,9 4,7 9,8 4,822. Traktor tangan (buah) - - - - - - 30 80 44 280 550 877 1.074,00 1.271,00 1.065,00 62523. Traktor mini (buah) - - - - - - - - - 25 150 192 65 116 68 4824. Generator set (unit) - - - - - - - - - - 8.279,00 8.820,00 16.875,00 20.859,00 45.215,00 18.850,001) Angka diperbaiki2) Data tidak tersedia3) Angka sementara

Tab e I VII. 52BEBERAPA HASIL INDUSTRI LOGAM DASAR, 1969/1970 - 1984/1985

Departemen Keuangan RI 207

Page 208: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Perkembangan yang telah dicapai di bidang industri logam dasar dalam pelaksanaan

Repelita III pada umumnya cukup menggembirakan. Sebagai hasilnya, saat ini industri mesin

dan peralatan pabrik sudah mampu membuat komponen-komponen mesin/peralatan untuk

pabrik gula, kelapa sawit, kafer, semen, kopi, teh, mesin tenun, mesin plastik dan komponen-

komponen pabrik lainnya. Dalam tahun 1983/1984 telah dihasilkan motor disel sebanyak 58,6

ribu unit, sedangkan dalam tahun 1978/1979 baru berjumlah 30,4 ribu unit. Hal ini berarti

bahwa selama periode tersebut telah terjadi peningkatan rata-rata sebesar 18,6 persen per tahun.

Sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dihasilkan lagi sebanyak 26,2 ribu unit. Adapun

produksi ingot baja/billet yang dalam tahun 1978/1979 mencapai sebanyak 80 ribu ton, dalam

tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 762 ribu ton, suatu kenaikan rata-rata sebesar 56,9

persen per tahun. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dapat

diproduksi sebanyak 333,3 ribu ton. Adapun produksi besi heron dalam waktu yang sarna telah

meningkat dari 300 ribu ton menjadi 1.026 ribu ton, yang berarti telah terjadi peningkatan rata-

rata sebesar 27,9 persen setahun, sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan

Agustus 1984 telah dapat dihasilkan sebanyak 500,0 ribu ton. Produksi industri transformator,

yang dalam tahun 1982/1983 baru mencapai 4,7 ribu buah, dalam tahun 1983/1984 telah

meningkat menjadi 9,8 ribu buah, atau suatu kenaikan sebesar 108,5 persen. Untuk tahun

1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dapat diproduksi sebanyak 4,3 ribu buah.

Namun untuk produksi aluminium sheet, yang dalam tahun 1978/1979 berjumlah 9,7 ribu ton

dan kemudian terus meningkat menjadi sebanyak 15,1 ribu ton dalam tahun 1982/1983, dalam

tahun 1983/ 1984 telah menurun menjadi sebanyak 8,0 ribu ton. Adapun dalam tahun

1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah diproduksi sebanyak 3,4 ribu ton.

Walaupun perkembangan beberapa hasil industri logam dasar cukup baik sebagaimana dapat

dilihat pada Tabel VII.52, namun masih banyak dihadapi hambatan-hambatan. Hal tersebut

antara lain menyangkut masalah ketergantungan akan bahan baku yang sampai saar ini masih

harus diimpor, belum cukup berkembangnya industri hulu atau industri barang antara, resesi

dunia yang belum sepenuhnya pulih, serta masih lemahnya keterkaitan industri baik secara

horizontal maupun vertikal.

7.7.2. Industri kimia dasar

Dalam Pelita III telah diusahakan tercapainya sa saran di bidang industri kimia dasar,

yang meliputi penguatan struktur industri dan peningkatan pertumbuhan industri nasional. Hal

ini antara lain ditandai oleh tumbuhnya wilayah-wilayah/zona industri yang tersebar di

Departemen Keuangan RI 208

Page 209: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

beberapa wilayah seperti di Aceh, Sumatera Barat, Riau, Sumatera bagian selatan, pulau Jawa,

Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur. Hasil pengembangan tersebut

telah terlihat pada peningkatan kegiatan sektor-sektor ekonomi ,lainnya yang berkaitan dengan

kelompok industri kimia dasar. Hal ini telah menimbulkan dampak yang positif berupa

pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja dan lalu lintas ekonomi antarwilayah,

pemerataan pembangunan, serta peningkatan kemampuan teknologi industri. Dalam Repelita

IV akan terus ditingkatkan upaya pengembangan industri-industri yang mempunyai dampak

pengembangan wilayah.

Kelompok industri kimia dasar, yang antara lain menghasilkan pupuk, kertas, semen,

ban kendaraan bermotor, pestisida, kaca palos, asam sulfat, dan serat sintetis, dalam tahun

terakhir Pelita III secara umum menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Jika

dalam tahun 1982/1983 produksi pupuk urea mengalami sedikit penurunan hila dibandingkan

dengan tahun 1981/1982, maka dalam tahun 1983/1984 telah dapat meningkat menjadi

sebanyak 2.204,8 ribu ton yang berarti sebesar 13,4 persen di alas tahun sebelumnya. Hal ini

antara lain disebabkan karena makin meningkatnya permintaan masyarakat akan pupuk.

Demikian pula halnya dengan pupuk TSP, dalam tahun 1983/1984 produksinya telah mencapai

sebanyak 783,0 ribu ton, atau 35,6 persen lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 1982/1983

yang baru berjumlah 577,4 ribu ton. Di lain pihak terjacli sedikit penurunan produksi pupuk

ZA, dari 209,6 ribu ton dalam tahun 1982/1983 menjacli 208,0 ribu ton dalam tahun 1983/1984.

Walaupun demikian hal ini tidak akan berpengaruh terhadap kapositas produksi petani pemakai

pupuk. Dengan meningkatnya produksi dan kebutuhan pupuk, maka terus dilaksanakan usaha-

usaha untuk menunjang kelancaran distribusinya. Proyek sarana distribusi pupuk Pusri IV (PSD

IV), yang l?erupakan lanjutan daripada PSD III, merupakan salah satu langkah yang ditempuh

Pemerintah dalam memperlancar distribusi pupuk. Adapun kegiatannya mencakup pengadaan

kapal curah dan suku cadang, pembangunan unit pengantongan pupuk di Ujungpandang, serta

pengadaan gerbong kereta api dan pembangunan gudang-gudang pupuk. Sementara itu jumlah

produksi berbagai jenis kertas dalam tahun 1983/1984 juga telah mengalami peningkatan. Jika

dalam tahun 1982/1983 baru dihasilkan sebanyak 296,6 ribu ton kertas, maka dalam tahun

1983/1984 produksinya meningkat menjadi 369,2 ribu ton, atau kenaikan sebesar 24,5 persen.

Di lain pihak produksi berbagai jenis ban luar kendaraan bermotor dan ban luar sepeda motor

telah mengalami sedikit penurunan. Dalam tahun 1982/1983 produksinya masing-masing

berjumlah 3.885,6 ribu buah dan 2.567,1 ribu buah, namun dalam tahun 1983/1984 hanya

mencapai sebanyak 3.673,3 ribu buah ban kendaraan bermotor dan 2.438,5 ribu ban sepeda

Departemen Keuangan RI 209

Page 210: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

motor, suatu penurunan masing-masing sebesar 5,5 persen dan 5,0 persen.

Cabang industri anorganik dan industri bahan-bahan kimia organik dasar, yang antara

lain menghasilkan semen, kaca palos, asam sulfat dan zink oksida, dalam tahun terakhir Pelita

III telah berkembang dengan baik. Apabila dalam tahun 1982/1983 produksi semen baru

berjumlah 7.650,0 ribu ton, maka dalam tahun 1983/1984 telah mencapai sebanyak 8.078,1 ribu

ton, yang berarti telah terjadi peningkatan sebesar 5,6 persen di bandingkan dengan tahun

sebelumnya. Demikian pula halnya dengan produksi kaca palos, dalam waktu yang sama telah

meningkat dari 100,7 ribu ton menjadi 110,9 ribu ton, atau suatu kenaikan sebesar 10,1 persen.

Perkembangan beberapa hasil industri kimia dasar dapat diikuti pada Tabel VII. 53.

1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 3)1. a. Urea (ribu ton) 102,9 108,4 120 115,7 209,1 387,4 406 990 1.437,20 2.204,80

b. ZA (ribu ton) - - - 49,7 122,8 129,1 113,8 105,2 93,3 141 147,8 180,8 195,2 209,6 208c. TSP (ribu ton) - - - - - - 114,4 465 559,3 577,4 783

22,2 30,1 39,6 47,2 43,2 46,7 54,4 83,5 155,2 214,2 232 246,6 296,9 369,2568,4 530,4 722,3 819 828,9 1.241,40 1.979,30 2.878,60 3.629,00 4.705,10 5.851,80 6.844,20 7.650,00 8.078,10401,5 507,7 857,6 1.351,50 1.704,00 1.796,00 1.883,30 2.339,10 2.540,40 2.898,40 3.320,00 3.816,90 3.885,60 3.673,30

- - - - - 792 1.432,80 1.200,00 1.520,00 1.658,20 2.070,50 2.319,70 2.801,30 2.567,10 2.438,50- - 22,3 21,6 29,5 30,9 43,6 51,4 67,3 106,2 89,9 100,7 110,9

- 3 7,2 11,6 17,2 14,3 13,7 15,1 18,5 18,8 12,9 15,4 17,7 17,8 26,83,6 8,6 11,2 17,7 8,6 15,3 18,9 19,8 24,5 50,9 39,8 37,2 32,2 44,90,9 1,8 2,8 2,9 4,2 8,8 8,8 9,5 8,5 17,6 18,8 15.6 29 _2)2,8 3,5 3,7 4,6 4,8 4,9 6,3 6,8 7,2 8,21) 8,1 9,5 9,5 9,8

- - 2,1 0,8 2,5 2,3 2,8 3,5 2,2 4,7 4,9 4,6 3,9- - - 99,2 123,8 241,2 289,1 305 335 246,7 511,6 534,5 600 244,2- - - - 0,4 1 2,3 2,5 10,2 9,1 20,8 25,7 33,6 48 36,6

- 0,5 1,9 3,2 31,3 14 31 51,2 57,2 81 _2)- - - - 509,5 532,2 527 627 4.460,00 6,557,5 11.800,00 25.392,0 45069,0 1) 43.898,00

- - - - 0,1 471,4 801,7 810 7:)1,0 970 980- - - - 1.150,00 1.189,00 1.154,00 1.550,00 1.870,00 718 480 614 541

0,9 1,2 3,7 4,5 2.2 3,9 4 4,3 5,3 11 10,9 9,6 10,5 10,7- - - - - 72,9 89 112 113,7 118,3

1)Angka diperbaiki 2) Data tidal tersedia 3) Angka sementara

Tab e I VII. 53

1.827,0 1.985,1 2.006,71) 1.994,1

BEBERAPA HASIL INDUSTRI KIMIA DASAR, 1969/1970 - 1983/1984Jenis produksi

1.127.0 1.329,01.284,0 1.250,0

19. Serat sintetis (ribu ton)

85,4

2. K e r t a s (ribu ton) 173.Semen(ributon) 5424. Ban kendaraan bermotor (ribu ton) 366,45. Ban sepeda motor (ribu ton)6. Kaca palos (ribu ton)7. Aluminium sulfat (ribu ton)8. Asam sulfat (ribu ton)9.Soda(ributon) 0,410. Zat asam (iuta M3) 2,211. Asam arang (ribu ton) 0,512.Acety1ene (ribu M3)13. Pestisida (ribu ton)14. Synthetic resin (ribu ton)15. Bahan kimia tekstil (ton)16. Zink oksida (ton)17. Bahan peledak (ribu ton)18. Asam chlorida (ribu ton) 0,4

7.7.3. Aneka industri

Kelompok aneka industri (industri hilir) mempunyai peranan yang cukup besar dalam

pembangunan industri secara keseluruhan. Hal ini antara lain karena aneka industri dapat

merupakan jembatan antara kelompok industri hulu (dasar) dengan ke1ompok industri kecil,

dan sekaligus mempererat keterkaitan antara industri besar dengan industri kecil, sehingga

dapat memperkokoh struktur industri nasional. Di samping itu dalam menyerap tenaga kerja,

ke1ompok aneka industri ini lebih besar peranannya apabila dibandingkan dengan kelompok

industri hulu yang re1atif lebih padat modal. Aneka industri yang meliputi industri pangan,

tekstil, kimia, alar listrik dan logam serta bahan bangunan dan umum, dalam tahun terakhir

Pelita III menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Dalam tahun 1983/1984

produksi margarine te1ah mencapai 85,5 ton, sedangkan dalam tahun 1982/1983 baru

berjumlah 30,1 ton, atau suatu kenaikan sebesar 184,0 persen. Selanjutnya dalam tahun

1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 te1ah dihasilkan sebanyak 28,3 ton. Demikian

pula halnya dengan produksi susu kental manis, te1ah terjadi kenaikan sebesar 8,0 persen, yaitu

Departemen Keuangan RI 210

Page 211: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dari 93,8 ribu ton dalam tahun 1982/1983 menjadi 101,3 ribu ton dalam tahun 1983/1984.

Kemudian dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dapat diproduksi

sebanyak 37,9 ribu ton. Produksi rokok kretek dan susu cair te1ah meningkat masing-masing

sebesar 11,6 persen dan 67,9 persen, yakni dari 61,1 milyar batang dan 11,1 juta ]iter dalam

tahun 198211983, menjadi 68,2 milyar batang dan 18,6 juta liter dalam tahun 1983/1984.

Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah

dihasilkan masing-masing sebanyak 23,8 milyar batang dan 6,6 juta liter. Dalam periode yang

sarna produksi minyak ke1apa mengalami penurunan sebesar 13,7 persen, yakni dari 442,1 ribu

ton dalam tahun 1982/1983 menjadi 381,7 ribu ton dalam tahun 1983/1984. Produksi industri

tekstil seperti benang tenun, tekstil dan pakaian jadi telah menunjukkan peningkatan bila

dibandingkan dengan tahun sebe1umnya. Produksi tekstil, meningkat sebesar 16,8 persen,

yakni dari 1.708,9 juta meter dalam tahun 19821 1983 menjadi 1.995,1 juta meter dalam tahun

1983/1984, sedangkan dalam tahun pertama Repe1ita IV sampai dengan bulan Agustus 1984

telah dapat dihasilkan sebanyak 737,3 juta meter. Bersamaan dengan itu produksi benang tenun

dan pakaian jadi juga te1ah menunjukkan suatu peningkatan, yakni dari 1.551,0 ribu bal dalam

tahun 1982/1983 menjadi 1.662,0 ribu bal dalam tahun 1983/1984, yang berarti meningkat

sebesar 7,2 persen.

Adapun industri kimia seperti tapal gigi dan diterjen juga mengalamj peningkatan

produksi yang cukup besar. Jika dalam tahun 1982/1983 baru dihasilkan sebanyak 145,0 juta

tube tapal gigi dan 66,8 ribu ton diterjen, maka dalam tahun 1983/1984 telah meningkat

menjadi 165,1 juta tube dan 75,5 ribu ton, suatu peningkatan sebesar 13,9 persen dan 13,0

persen. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 masing-masing

telah berjumlah 55,0 juta tube dan 39,2 ribu ton. Industri alat listrik dan logam, yang antara lain

menghasilkan televisi, radio, sepeda motor, dan baterai kering, secara keseluruhan me-

nunjukkan sedikit penurunan apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Namun khusus

untuk baterai kering telah terjadi peningkatan sebesar 9,9 persen, yakni dari 576,6 juta buah

dalam tahun 1982/1983 menjadi 633,6 juta buah dalam tahun 1983/1984, dan dalam tahun

1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dihasilkan sebanyak 287,2 juta buah.

Perkembangan beberapa hasil aneka industri dapat diikuti melalui Tabel VII.54.

Departemen Keuangan RI 211

Page 212: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Jenis produksi 1969/70 19670/197 1971/1972 1972/1973 1973/1974 1974/1975 1975/1976 1976/1977 1977/1978 1978/1979 1979/1980 1980/1981 1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/19851. Tekstil (juta meter) 449,8 598,3 732 852 926,7 974 1.017,00 1.247,00 1.332,50 1.576,00 1.910,00 2.027,30 2.094,00 1.708,90 1.995,10 737,32. Benang tenon (ribu ba1) 182,1 217 239 262 316,2 364 445,4 622,9 678,3 837,3 998 1.184,00 1.233,00 1.551,00 1.662,00 6333. Margarine (ton) 7,5 7 7,5 7,3 8,1 10,7 10,7 13,1 15,3 17,7 18,5 19,3 19,6 30,1 85,5 28,34. Minyak kelapa (ribu ton) 263 258,2 260,7 264,5 264,5 265 268,4 276,3 319,1 319,1 452 610 480,0 1) 442,1 381,7 127,35. Minyak goreng (ribu ton) 27 26 27,2 28,8 28,7 29,4 30,6 32,6 31,3 37,8 266,2 278,9 326,4 326,21) 342 1146. Sabun cuei (ribu ton) 133 132,2 132,4 132 131,3 148,9 164,6 175,5 194,9 218,5 202,9 213 207,8 213 199 100,87. DeteIjen (ribu ton) - 4 5,6 5,2 6,6 7 34,9 33,4 38,5 44,2 46,5 54,4 63,9 66,8 75,5 39,28. Rokok kretek (milyar batang) 19 20,5 21,4 23,7 30,2 30,6 33,3 37,9 40,9 43,5 41,5 50,5 55,6 61,1 68,2 23,89. Rokok putih (milyar batang) 11 13,7 14,7 16,8 20,4 21,9 23,5 22,6 23,1 25,7 28,6 33,4 28,4 27,1 28 9,910. Korek api (juta kotak) 269 322 348 475,3 566 707 780 772 506,1 539,8 553 586,2 664,8 681,4 817 272,311. Tapal gigi (juta tube) 15 25 26 30 32 46 107,8 103,6 104,4 108,5 113,9 123 137,5 145 165,1 5512. Assembling sepeda motor (ribu buah) 21,4 31,1 50 100 150 261 300 267,6 271,8 330,5 221,6 410 503,3 577,4 379,3 193,413. A c c u (ribu buah) 32 56,2 262 130 140 180 220 480 575 690 1.747,20 3.319,70 3.651,60 3.521,00 4.080,00 2.135,0014. Radio (ribubuah) 363,5 393,3 416 700 900 1.000,00 1.000,00 1.100,00 1.000,00 1.536,00 1.018,80 1.110,50 1.154,90 1.589,90 1.503,10 52915. Televisi (ribu buah) 2) 4,5 4,7 65 60 70 135 166 210 260 733,2 659,8 730,1 846,9 653,5 622,8 263,716. Assembling mesin jahit (ribu bubo) 14 13,5 262 340 800 400 520 400 484 600 477,6 525,4 531,6 393,5 290,2 96,717. Baterai kering (juta buah) 54 55,2 72 72 132 144 240 420 442 420 462 526,7 553,6 576,6 633,6 287,'218. Lampu pijar/TL (juta buah) 3,5 5,5 6 12,3 18 18,9 21 26 24,8 30,4 29,9 33,8 36,5 35,7 55,1 27,119. Air Conditioner (ribu buah) 4,5 4,7 31,8 20 20 24 23 30 29,3 26,4 47,4 73,5 53,6 55 68,9 26,420. Kabellistrik/telekom (ribu.ton) 1 4 6 9 9 9 9 12,5 15,7 17,4 19,1 18,7 47 5021. Susu bubuk (ribu ton) - - - - - 1,7 3,8 9,6 13,5 16,8 26,5 28,3 27,6 27,9 9,822. Susu kenta! manis (juta peti) - - 1,5 2,4 2,2 2,5 3,5 4,4 4,1 4,8 5,5 5,2 93,8*) 101,3*) 37,9*)

26,3

23. Susu cair (juta liter) - - - - - 2,5 4 3,9 3,6 5,9 8,5 9,2 11,1 18,6 6,6*) Dalam ribu ton1 ) Angka diperbaiki

3) Angka sementara

Tabel VII.54BEBERAPA HASIL ANEKA INDUSTRI, 1969/1970 - 1984/1985

2) Mu1ai tahun 1978/1979, terdiri dari TV hitam putih dan TV berwarna

7.7.4. Industri kecil

Pembangunan di bidang industri kecil ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja,

memeratakan kesempatan berusaha, meningkatkan ekspor, menghemat devisa, menunjang

pembangunan daerah serta memanfaatkan sumberdaya alam, energi dan manusia. Dalam

hubungan ini diusahakan untuk terciptanya kaitan yang erat antara industri kecil, industri

menengah dan industri besar, sehingga dapat diharapkan pembangunan industri besar dan

menengah secara langsung akan merangsang pembangunan sektor industri keci!. Untuk itu

telah digariskan pokok-pokok kebijaksanaan di bidang pembangunan industri kecil yang antara

lain bertujuan menciptakan iklim usaha melalui penetapan skala prioritas, meningkatkan

pembangunan di daerah, meningkatkan ekspor serta meningkatkan pengetahuan para

pengusaha/pengrajin. Mengingat lokasi usaha industri kecil tersebar di seluruh wilayah tanah

air bahkan sampai ke pedalaman, maka pengembangannya lebih dikaitkan dengan potensi

setempat, yaitu melalui pengembangan wilayah-wilayah pusat pertumbuhan industri (WPPI).

Oleh karenanya. salah satu prioritas pengembangan wilayah dalam kelompok industri kecil

berorientasi kepada pengembangan zona dan kawasan industri, terutama melalui penciptaan

usaha industri kecil baru yang dinamis di samping optimalisasi usaha industri kecil yang telah

ada. Untuk lebih mendukung terciptanya sa saran pengembangan industri kecil, maka ditempuh

beberapa kebijaksanaan sektoral, antara lain berupa pemberian prioritas pengembangan kepada

industri kecil yang hasilnya dapat memenuhi kebutuhan orang banyak, mempunyai keterkaitan

dengan sektor-sektor lain, serta produksinya berorientasikan kepada komoditi ekspor. Semen

tara itu di bidang kelembagaan telah didirikan sarana pembinaan, yakni meliputi 9 pusat

pengembangan industri kecil (PPIK), 7 pusat pelayanan informasi, 80 unit pelayanan teknis dan

13 pusat pelayanan promosi yang penyebarannya hampir merata di seluruh wilayah tanah air.

Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah berhasil diresmikan

penggunaan buah lingkungan industri kecil (UK), yang tersebar di Yogyakarta, Magetan,

Departemen Keuangan RI 212

Page 213: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Semarang, Bandung, Tegal, Sidoarjo, Tasikmalaya dan Sukabumi. Di samping itu juga telah

dilaksanakan pembangunan 6 buah perkampungan industri kecil (PIK) masing-masing di

Jakarta yang meliputi Pulogadung, Tebet dan Tangerang, di Sukabumi (Jawa Barat), di Gunung

Sempu (Yogyakarta), serta di Pare-Pare (Sulawesi Selatan). Sejalan dengan itU telah dibangun

pula saran a usaha industri kedl (SUlK) yang terletak di dalam kawasan-kawasan industri

Pulogadung (Jakarta), Medan, Cilacap dan Surabaya.

Tenaga penyuluh lapangan (TPL) terus pula ditingkatkan, baik jumlah maupun

mutunya. Apabila dalam tahun 1979/1980 jumlah TPL yang berhasil dididik baru sebanyak 93

orang, maka dalam tahun 1983/1984 telah bertambah menjadi 2.151 orang. Sedangkan jumlah

tenaga penyuluh lapangan spesialis (TPLS), yang merupakan peningkatan dari TPL, dalam

tahun 1982/1983 telah berjumlah 438 orang. Dengan bertambahnya sarana pembina tersebut

maka kemampuan pembinaan juga telah meningkat, yakni apabila dalam tahun 1979/1980

jumlah sentra industri kecil yang dibina baru sebanyak 281 buah, maka dalam tahun 1983/1984

telah meningkat menjadi 690 buah, yang tersebar di hampir seluruh propmsl.

7.8. Perhubungan, telekomunikasi, pos dan kepariwisataan

Pelaksanaan pembangunan perhubungan, pos dan telekomunikasi serta kepariwisataan

sampai dengan tahun pertama Pelita IV ditekankan pada kegiatan rehabilitasi dan peningkatan

prasarana serta sarana yang ada, sehingga dapat menyediakan kapositas jasa yang semakin baik

bagi masyarakat. Di samping itu terus dilakukan pula pembangunan prasarana dan sarana baru

sesuai dengan pertumbuhan jasa perhubungan, telekomunikasi, pos dan kepariwisataan yang

setiap tahunnya terus meningkat. Dengan adanya peningkatan pembangunan tersebut, telah

dapat diperluas jangkauan pelayanan perhubungan, arus barang dan jasa, serta komunikasi dan

mobilitas penduduk ke seluruh pelosok wilayah Nusantara. Usaha tersebut juga telah

dapat'menembus isolasi dan mendorong laju pertumbuhan daerahdaerah terpencil serta

meningkatkan perdagangan antardaerah yang lebih seimbang dan lancar. Dengan pembangunan

perhubungan, maka wilayah Nusantara telah dapat dihubungkan oleh suatu sistem perhubungan

yang semakin terpadu dan teratur.

Dewasa ini peningkatan kapositas di bidang perhubungan telah mampu melayani

kenaikan permintaan masyarakat dengan tingkat pertumbuhan sekitar 12 persen per'tahun.

Selain itu hasil-hasil yang dicapai juga telah dapat menjangkau dan memenuhi pelayanan

kebutuhan masyarakat luas. Hal ini terwujud dari meningkatnya pemerataan pembangunan

Departemen Keuangan RI 213

Page 214: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

perhubungan secara menyeluruh, baik secara nasional maupun regional, sehingga semakin

memantapkan perwujudan stabilitas nasional dalam bidang ekonomi, politik, sosial dan

ketahanan nasional.

7.8.1. Perhubungan darat

Program pembangunan di bidang perhubungan darat, sampai dengan tahun pertama

Repelita IV, pada umumnya telah dapat dilaksanakan sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.

Hal tersebut telah ditunjang pula dengan usaha-usaha yang dapat meningkatkan efisiensi

pelayanan jasa perhubungan, pengaturan pengoperasian dan keselamatan lalu lintas, serta

pembinaan dan pengembangan usaha angkutan darat termasuk peningkatan pendidikan,

keterampilan dan latihan bagi petugas. Pembangunan di bidang perhubungan darat tetap

ditujukan untuk lebih meningkatkan pemanfaatan jalan raya, kereta api, serta angkutan sungai,

danau dan penyeberangan. Selama Pelita III telah dilakukan peningkatan fasilitas keselamatan

jalan raya berupa pembangunan rambu-rambu lalu lintas, lampu pengatur lalu lintas dan pusat-

pusat pengujian kendaraan bermotor. Pelayanan angkutan kola, angkutan antarkota . dan

angkutan bis perintis ke daerah terpencil juga telah ditingkatkan guna melancarkan arus

penumpang, angkutan pariwisata, angkutan transmigrasi dan angkutan ke seluruh daerah

terpencil yang secara ekonomis potensial.

Hasil pembangunan yang telah dicapai di bidang perhubungan darat, khususnya

angkutan jalan raya, ditandai dengan meningkatnya jumlah armada angkutan jalan raya yang

telah mencapai 1.748.073 buah dalam tahun 1983. Apabila dibandingkan dengan tahun 1982

yang baru berjumlah 1.582.5 5 3 buah, armada angkutan jalan raya telah meningkat 10,5 persen

atau sebanyak 165.520 buah (Tabel VII.55). Dalam periode yang sarna, angkutan sungai,

danau dan penyeberangan telah mengalami kenaikan angkutan barang sebesar 21 persen dan

angkutan penumpang sebesar 21,7 persen, yaitu masing-masing dari 3.928.651 ton menjadi

4.752.761 ton, dan dari sebanyak 14.796.574 orang menjadi 18.004.915 orang. Sedangkan

bidang perkeretaapian dalam tahun 1983 telah mengalami kenaikan sebesar 9,7 persen untuk

angkutan penumpang dan 1,9 persen .untuk angkutan barang hila dibandingkan dengan tahun

1982, yaitu dari masing-masing 43,2 juta orang menjadi sebanyak 47,4 juta orang, dan dari 5,3

juta ton barang menjadi sebanyak 5,4 juta ton barang.

Dalam rangka mengatasi kebutuhan angkutan umum dalam kola, serta guna me-

ngurangi kepadatan lalu lintas dalam kola, maka jumlah angkutan armada bis bertingkat dan

Departemen Keuangan RI 214

Page 215: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

tidak bertingkat terus ditambah. Jika dalam tahun 1982 jumlah armada bis kota di beberapa kota

besar di luar Jakarta baru sebanyak 604 buah, yang terdiri alas 85 bis bertingkat dan 519 buah

bis tidak bertingkat, maka dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi sebanyak 680 buah bis,

yang terdiri alas 105 buah bis bertingkat dan 575 buah bis tidak bertingkat. Dalam hal ini

Surabaya mempunyai bis kota sebanyak 208 buah, Medan 117 buah, Semarang 134 buah, Solo

15 buah, Tanjung Karang 42 buah, Bandung 144 buah, dan Ujungpandang 20 buah. Adapun

jumlah armada bis kota yang ada di Jakarta dalam tahun 1983 adalah sebanyak 1.609 buah.

Tahun Bis Mobil Mobil Jumlah1969 20.497 95.660 -212.123 328.2801970 23.451 99.814 235.816 359.0811971 22.562 112.878 256.988 392.4281972 26.488 131.175 277.210 434.8731973 30.368 144.060 307.739 482.1671974 31.439 166.356 337.701 535.4961975 35.900 189.480 377.990 603.3701976 39.389 220.692 419.240 679.3211977 46.644 268.098 471.099 785.8411978 57.835 328.022 531.206 917.0631979 69.545 383.648 5.815.311 1.034.7241)1980 86.166 478.066 639.464 1 1.203.6961)19811) 112.078 590.538 722.441 1.425.05719821) 134.430 657.104 791.019 1.582.55319832) 160.260 717.873 869.940 1.748.073

Tab e I VII. 55ARMADA ANGKUTAN JALAN RAY A, 1969 -1983

(dalam satuan)

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

Tahun Penumpang BarangJ umlah km J umlah Ian

Outa orang) (orang) Outa ton) (ton)1969 55,4 3.422 4 8591970 52,4 3.466 3,9 8551971 50,9 3.623 4,2 9491972 40,1 3.352 4,6 1.0381973 29,4 2.727 5 1.0691974 25,4 3.466 4,5 1.1161975 23,8 3.534 3,9 9591976 20,1 3.371 3,3 7011977 21 3.082 3,3 8141978 29,2 4.751 4,2 1.0221979 37,7 5.981 4,2 1.0161980 40,7 6.229 4,3 9801981 39,9 6.080 4,8 1.01619821) 43,2 6.271 5,3 1.06319832) 47,4 6.313 5,4 951,2

2) Angka sementara1) Angka diperbaiki

Tab e I VII. 56PEMAKAIAN JASA KERETA API, 1969 - 1983

Departemen Keuangan RI 215

Page 216: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Untuk menjaga kelancaran , ketertiban dan keselamatan lalu lintas angkutan jalan raya

telah dikembangkan pula fasilitas pengaturan dan pengawasan, yang antara lain meliputi

pembangunan alat pengujian, rambu jalan, tanda jalan, pagar pengaman jalan, lampulampu

pengatur lalu lintas dan kendaraan patroli. Dalam waktu yang sama telah dibangun pula pusat

pengujian kendaraan bermotor di Bekasi, Jawa Barat yang bertujuan untuk menguji kendaraan

laik darat. Dalam rangka mengembangkan armada angkutan kota telah ditingkatkan pula sistem

dan fasilitas angkutan dalam kota, antara lain berupa terminal dan shelter. Sedangkan guna

memperlancar angkutan kota, khususnya angkutan umum di kota-kota besar, sistem angkutan

disusun secara terpadu antara angkutan bis dengan angkutan kereta api kota.

Pengembangan pedesaan yang sekaligus berfungsi sebagai angkutan perintis dan

melayani daerah-daerah terpencil, telah diusahakan dalam bentuk angkutan campuran antara

barang dan penumpang. Armada bis perintis tersebut terus ditingkatkan jumlahnya, sehingga

apabila dalam tahun 1982 jumlah bis perintis baru mencapai sebanyak 142 buah, dalam tahun

1983 telah meningkat menjadi 165 buah. Bis-bis perintis terse but melayani daerahdaerah

terpencil dengan perincian untuk stasiun Ujungpandang sebanyak 7 bis, Pangkal Pinang 6 bis,

Kupang 6 bis, Ambon 5 bis, Bengkulu 23 bis, Mataram 5 bis, Sumbawa 8 bis, Jayapura 11 bis,

Sarong 7 bis, Manokwari 4 bis, Biak 6 bis, Merauke 4 bis, Dilli 18 bis, Balik papan 4 bis, Palu

8 bis, Padang 10 buah bis, Lubuk linggau 9 bis, Banda Aceh 14 bis dan Palembang 10 bis.

Selain itu telah dilengkapi pula pengadaan terminal angkutan, bengkel kendaraan dan tempat

tunggu bis.

Angkutan kereta api mempunyai peranan semakin penting, baik kini maupun di masa

mendatang, dalam menunjang laju pembangunan nasional. Hal ini disebabkan karena jenis

angkutan ini selain lebih hemal dalam pemakaian bahan bakar, juga lebih kecil tingkat

pencemarannya dibandingkan dengan angkutan jalan raya lainnya. Angkutan kereta api juga

sangat efektif dan efisien dalam memperlancar distribusi beberapa hasil produksi, seperti

minyak, batu bara, besi beton, semen, pupuk dan kelapa sawit, serta untuk pengangkutan

transmigrasi dan pariwisata. Demikian pula bagi kota-kota besar yang telah mendesak

keperluan jasa angkutan masalnya, telah dilakukan peningkatan penggunaan jasa kereta api

kala, sehingga arus penumpang akan lebih lancar, lebih cepat dan lebih teratur di samping juga

dapat mengurangi kemacetan lalu lintas. Sampai dengan tahun pertama Repelita IV, peranan

angkutan kereta api terus meningkat dalam melayani angkutan penumpang dan barang.

peningkatan tersebut disebabkan oleh bertambahnya permintaan untuk jasa angkutan hasil-hasil

industri, pertambangan, perkebunan dan pertanian, di samping juga melayani angkutan

Departemen Keuangan RI 216

Page 217: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pariwisata, transmigrasi dan angkutan kala. Untuk dapat meningkatkan kapositas angkutan dan

mutu pelayanan kereta api tersebut, antara lain telah dilakukan peningkatan jalan kereta api

serta rehabilitasi dan penambahan lok uap, lok disel, lok listrik, kereta penumpang dan gerbong

barang. Sebagian daripada kebutuhan prasarana dan sarana kereta api tersebut telah pula

diproduksi di dalam negeri, yang menunjukkan peningkatan operasianal perusahaan sehingga

mampu beroperasi secara efektif dan efisien. Dalam tahun 1982, jumlah angkutan penumpang

kereta api adalah sebanyak 43,2 juta orang atau 6,2 juta penumpang per kilometer, sedangkan

dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 47,4 juta orang atau 6,3 juta orang per kilometer.

Demikian pula angkutan barang dalam waktu yang sarna telah mengalami peningkatan dari 5,3

juta ton dalam tahun 1982 menjadi 5,4 juta ton dalam tahun 1983. Sedangkan angkutan barang

dalam ton per kilometer mengalami penurunan hila dibandingkan dengan tahun sebelumnya,

yaitu dari 1.063,0 ton per kilometer dalam tahun 1982 menjadi sebesar 951,2 ton per kilometer

dalam tahun 1983. Perkembangan jumlah angkutan penumpang dan barang dapat diikuti

melalui Tabel VII.56.

Sementara itu pembuatan sarana dan suku cadang kereta api terus dikembangl)an

sehingga kebutuhan sarana dan prasarana kereta api dapat dipenuhi dari hasil produksi dalam

negeri. Sejak tahun 1981 sampai dengan tahun 1983, PT Inka (Industri Kereta Api) teiah

merakit 400 gerbong dari bahan complete manufacturing (CM) keluaran Sumitomo Jepang.

Hasil yang teiah dicapai di bidang saran a dan prasarana kereta api selama 5 tahun pelaksanaan

Pelita III antara lain meliputi rehabilitasi lok uap sebanyak 38 buah, lok disel sebanyak 590

buah, kereta penumpang sebanyak 1.623 buah, gerbong sebanyak 10.070 buah, serta

rehabilitasi/peningkatan jalan kereta api sepanjang 2.329 kilometer. Selain itu telah pula

dilakukan penambahan lok disel sebanyak 75 buah, kereta rei listrik (KRL) sebanyak 60 buah,

kereta rei disel (KRD) sebanyak 112 buah, kereta penumpang sebanyak 360 buah dan gerbong

sebanyak 400 buah. Hasil rehabilitasi di bidang perkeretaapian dapat diikuti pada Tabel VII.57.

Dalam pada itu Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) juga mempunyai proyek-

proyek pembangunan kereta api yang cukup besar, antara lain proyek pengembangan

pengangkutan batu bara Bukit Asam dengan kereta api (P3Baka) dari Tanjung Enim ke

Tarahan, yang bertujuan untuk mengangkut batu bara sebanyak 3 ton setahun sebagai sumber

energi bagi PLTU di Suralaya. Di samping itu juga telah dilakukan pembangunan lintas kereta

api antara Meneng-Kabat di Jawa Timur yang ditujukan untuk memperlancar distribusi pupuk

di wilayah tersebut. Dalam rangka mengatasi masalah angkutan masal di wilayah Jabotabek,

teiah dilakukan peningkatan kapositas dan mutu pelayanan angkutan kereta api kala melalui

Departemen Keuangan RI 217

Page 218: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

penambahan sarana angkutan dan peningkatan prasarananya. Adapun tujuan proyek kereta api

Jabotabek tersebut antara lain untuk mengurangi beban jalan raya, penghematan energi bahan

bakar minyak melalui sistem propulsi kereta api dengan listrik dari PLN, penghematan waktu,

meningkatkan kapasitas angkut serta menciptakan sistem transportasi yang terpadu antara

kereta api dan jalan raya. Selanjutnya juga telah dilakukan penelitian terhadap penggunaan

angkutan kereta api untuk angkutan petikemas serta penelitian pembangunan lintasan baru bagi

pengembangan industri semen di pulau Jawa dan Sumatera.

Uraian 1969/70 1970/71 1971/12 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84

94,6 124,6 513,7 578,8 620 968 164 732,7 565,3 326,4 349,7 354,940,2 280,3 - 232,2 298,7 294,2 296,2 351,2 397,2 207 164,5 295,7

5.243 7.943 191 1.606 81 301 2) 190 140 42 2) 55 4) 99 79(ton) - - - - 973 - - 1.382,40 - 422 762 ,3 - - -

1.376,60 7.701 38 1) 58 1) 39 I) 15 1) 67 1) 115 1) 2.906 3.675 11.514 15.05515 - 10 23 69 68 48 31 28 7 3 -13 16 40 91 103 111 111 107 118 163 128 387

- - - 2 - - - 2 - 8 - -20 65 62 176 390 444 635 406 256 246 328 38725 680 714 2.772 2.960 3.120 2.253 2.272 1.825 1.583 2.223 2.112

135 - - - - 130 - 42 20I 1. a. beton (buah) - - 69 196 111 93 259 34 22 42

-

-

b. baja(buah) - - - 56 - - - - 83 38 - 21 389 3) 1.136,5 5) 1.341 5)

1. Unit 2. Buah 3. Angka diperbaiki 4. Angka sementara 5. Ton

1. Penggantian rei (km) 126,1 150,3 2722. Penggantian bantalan(ribu bt) 188,4 218,4 180,9

3.359 2.474 14.385,50

REHABILITASI DI BIDANG PERKERETAAPIAN, 1969/1970 - 1983/1984TabelVII. 57

4. Bangunan operasional (m2) 4.038,30 3.371 3.4695. Lok uap (buah)6. Lok disel (buah) 157. Lok listrik (buah)8. Kereta (buah) 92 52 58

3. Perbaikan pilar jembatan(m 3)

9. Rehabilitasi gerbong (buah) 301 236 45510. Assembling gerbong (buah) 15 15

34

Perkembangan di bidang angkutan sungai dan danau sampai dengan tahun pertama

Repelita IV sangat dirasakan manfaatnya dalam memperlancar angkutan daerah pedalaman dan

daerah terpencil, terutama bagi penduduk di tepi sungai dan danau yang belum dilayani oleh

jenis angkutan lain. Di samping itu pembangunan angkutan penyeberangan juga telah dapat

meningkatkan hubungan penyeberangan sungai dan selat, serta beberapa lokasi sarana angkutan

jalan. Dengan demikian, baik pelayanan angkutan jalan raya maupun angkutan sungai, danau

dan penyeberangan telah dapat ditingkatkan menjadi satu kesatuan hubungan yang terpadu.

Pelaksanaan pembangunan angkutan sungai, danau dan penyeberangan, sampai dengan tahun

pertama Repelita IV telah ditempuh beberapa kebijaksanaan antara lain mengutamakan proyek

lanjutan agar segera dapat terwujud dan langsung dapat beroperasi, serta penyediaan jasa

angkutan sepanjang tahun secara tetap dan teratur. Dalam hubungan ini, penyediaan jasa

angkutan diarahkan agar pihak swasta dan koperasi khususnya golongan ekonomi lemah dapat

turut berperanserta, di samping dimaksudkan juga untuk memekarkan bidang usaha pelayanan

tradisional.

Hasil-hasil yang dicapai selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III antara lain meliputi

pembangunan 25 buah dermaga sungai, danau dan penyeberangan, 5 buah terminal, 11 buah

gedung kantor, pengadaan 15 buah kapal dan 4.379 buah rambu-rambu, pembersihan alur

sepanjang 1.096 kilometer dan pengerukan sekitar 300.000 meterkubik. Di samping itu

Departemen Keuangan RI 218

Page 219: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

angkutan penyeberangan juga telah dapat beroperasi di 19 lintasan yang dilayari oleh 62 kapal,

di mana setiap lintasan dilayari oleh lebih dari 2 kapal penyeberangan baik milik swasta,

koperasi maupun Pemerintah. Sedangkan dalam tahun pertama Repelita IV telah dilakukan

peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana angkutan sungai, danau dan

penyeberangan berupa rehabilitasi dan penambahan kapal, pembangunan dermaga dan terminal,

penambahan fasilitas keselamatan pelayaran serta pembersihan dan pengerukan alur pelayaran.

Selain itu juga telah dilakukan peningkatan pelayaran operasional, penyempurnaan

kelembagaan serta pembinaan \ terhadap usaha masyarakat di bidang angkutan sungai, danau

dan penyeberangan. Hasil-hasil yang dicapai dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni

tahun 1984 adalah meliputi pembangunan 9 buah dermaga penyeberangan, 2 buah dermaga

sungai, 4 buah terminal penyeberangan, 2 buah terminal sungai dan 291 buah rambu sungai.

Selanjutnya telah pula dilakukan penambahan 2 buah sarana angkutan sungai dan danau, 11

buah kapal inspeksi serta pengerukan sebanyak 113.211

meterkubik. Sementara itu akan terus ditingkatkan pembangunan lintas dari Sabang sampai ke

Los Palos, lintas angkutan sungai, danau dan penyeberangan di Sulawesi dan pulau-pulau di

sekitarnya, lintas-lintas di kepulauan Maluku dan Irian Jaya, serta lintas-lintas perairan

dipedalaman Kalimantan, di samping juga sedang diselesaikan sebanyak 8 buah lintasan baru.

7.8.2. Perhubungan taut

pembangunan di bidang perhubungan taut ditandai dengan meningkatnya penyediaan

jasa angkutan taut baik oleh sektor Pemerintah, swasta maupun koperasi. Hal tersebut antara

lain meliputi peningkatan kapositas angkutan armada pelayaran dan mutu pelayanan dalam

negeri yang terdiri atas armada pelayaran nusantara, armada pelayaran lokal, armada pelayaran

rakyat dan armada pelayaran perintis. Selain itu terus dilakukan pula peningkatan kapositas

armada pelayaran dan mutu pelayanan luar negeri yang meliputi armada pelayaran samudera

umum dan armada pelayaran samudera khusus. Untuk dapat meningkatkan jasa perhubungan

taut secara keseluruhan, dilakukan peningkatan fasilitas armada taut, peralatan pelabuhan,

pengerukan kolam pelabuhan, alur pelayaran, keselamatan pelayaran, kesyahbandaran,

telekomunikasi pelayaran, fasilitas pengamanan taut dan pantai, pengembangan jasa industri

maritim dan pekerjaan bawah air, serta peningkatan kapositas galangan kapal. pengembangan

armada angkutan taut terse but dilakukan oleh pihak swasta nasional, di samping juga usaha

patungan antara pihak swasta nasional dengan swasta asing. Dalam hal ini partisiposi

Pemerintah dibatasi pada kegiatan pelayaran tertentu saja, dengan menciptakan iklim usaha

Departemen Keuangan RI 219

Page 220: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

yang ditujukan untuk merangsang pihak swasta dalam menunjang pengembangan armada

nasional. Peranan perhubungan laut secara keseluruhan terus ditingkatkan untuk mencapai

keterpaduan berbagai jenis pelayaran, sehingga dapat meningkatkan pelayaran antarpulau yang

lebih efektif, efisien, teratur, dapat menjangkau daerah-daerah terpencil dan dapat

meningkatkan kegiatan ekspor. Selain itu juga dilakukan pembinaan pelayaran rakyat sebagai

modal angkutan tradisional yang potensial, dan diarahkan pada usaha wiraswasta bahari

nasional dengan mendorong perusahaan-perusahaan kecil untuk bergabung dalam bentuk

koperasi, serta pembinaan sistem organisasi, manajemen dan diversifikasi usaha. penyediaan

jasa perintis diselenggarakan oleh Pemerintah, sedangkan pelaksanaan angkutan transmigrasi

diselenggarakan oleh Pemerintah dan swasta.

Armada pelayaran Nusantara dan pelayaran lokal sebagai jaringan utama angkutan taut

dalam negeri telah dan terus ditingkatkan melalui penambahan kapositas armada pelayaran,

penyempurnaan sistem trayek pelayaran,. serta pembinaan perusahaan-perusahaan pelayaran.

Kegiatan-kegiatan tersebut dimaksudkan agar sistem angkutan taut dapat meningkatkan

kegiatan pemasaran, pengembangan daerah terutama di Indonesia bagian timur, serta

memperlancar arus barang dan penumpang, termasuk transmigrasi. Selanjutnya pola jaringan

pelayaran Nusantara telah dipadukan dengan jaringan yang dilayani kapal pelayaran lokal,

sehingga terwujud suatu sistem pelayaran terpadu yang menunjang kelancaran arus barang dan

penumpang dengan aman, cepat dan teratur, serta tarip jasa yang terjangkau. Dalam tahun

1982/1983, jumlah muatan yang diangkut oleh armada pelayaran Nusantara meliputi barang

sebanyak 7.457.610 ton dan 4.376 unit petikemas penumpang sebanyak 475.896 orang, dengan

memakai karat sebanyak 397 buah dengan kapositas seluruhnya 503.375 DWT. Sedangkan

dalam tahun 1983/1984 jumlah muatan yang diangkut telah meningkat menjadi 8.423.463 ton

barang dan 1_.927 unit petikemas, 495.245 penumpang, dengan memakai karat sebanyak 387

buah dengan kapositas 486.824 DWT. Dalam periode tersebut telah terjadi peningkatan muatan

barang dan petikemas sebesar 13 persen dan 218 persen, serta penumpang sebesar 4 persen.

Sebaliknya jumlah dan kapositas armada mengalami penurunan, karena pada akhir Pelita III

sebanyak 62 karat dengan clara muat 60'.690 DWT telah berusia di alas 30 rabun, sehingga

tidak dapat lagi beroperasi sepenuhnya. Namun .untuk lebih meningkatkan lagi produktivitas

angkman lalit, maka karat-karat tersebut secara bertahap sampai dengan bulan Agustus 1984

diganti dengan karat-karat produk,si dalam negeri. Perkembangan armada niaga Nusantara

dapat dilihat pada Tabel VII.58. Sejalan dengan meningkatnya angkutan transmigrasi dari

tempat asal ke tempat tujuan, armada pelayaran Nusantara telah memanfaatkan prasarana dan

Departemen Keuangan RI 220

Page 221: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sarana perhubungan taut yang ada tanpa mengganggu fungsi mama kegiatan pelayarannya.

Dalam kaitan ini juga telah dilaksanakan peningkatan fasilitas pelabuhan, baik di daerah asal

transmigrasi maupun di pelabuhan kecil yang melayani daerah-daerah pemukiman transmigrasi.

Selama ini armada pelayaran Nusantara telah melaksanakan pengangkutan transmigrasi dari

beberapa pelabuhan asal yaitu Tanjung Priok, Semarang, Surabaya, Benoa dan Lembar ke

berbagai daerah tujuan pemukiman transmigrasi di Sumatera, Riau, Jambi, Kalimantan Barat,

Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah,

Sulawesi Tenggara, Maluku dan Irian Jaya.

Pelayaran lokal sebagai unsur penunjang pelayaran Nusantara Regular Liner Service

(RLS), telah berkembang adalah seperti yang diharapkan terutama dalam mengumpulkan

barang-barang ke pelabuhan pengumpul. Untuk menunjang perkembangan armada pelayaran

lokal tersebut, terus dilakukan peningkatan dan pembangunan beberapa prasarana dan sarana

pelabuhan perahu layar, antara lain di Sibolga, Palembang, Sunda Kelapa, Cirebon, Tegal,

Semarang, Gresik, Kendari, Bitung, Paotere, Donggala, Idi dan Ternate. Dalam tahun

1982/1983, jumlah armada pelayaran lokal baru sebanyak 1.049 buah karat dengan kapasitas

129.400 DWT, serta mengangkut barang dan penumpang masing-masing seberat 2.444.677 ton

dan sebanyak 610.747 orang. Walaupun dalam tahun 1983/1984 jumlah karat telah menurun

menjadi 1.025 buah, namun kapasitasnya telah meningkat menjadi 133.138 DWT, serta

mengangkut 2.481.347 ton barang dan 653.496 orang. Perkembangan jumlah armada pelayaran

lokal dapat dilihat pada Tabel VII.59.

Bidang pelayaran rakyat selain merupakan jenis angkutan laut penunjang pelayaran

Nusantara yang melayari daerah-daerah terpencil, juga merupakan pelayaran yang sesuai

dengan potensi angkutan laut tradisional sehingga terus dikembangkan dan dibina. Pem binaan

pelayaran rakyat dimaksudkan untuk membantu meningkatkan kehidupan so sial ekonomi

masyarakat dan sekaligus memberikan kesempatan untuk berkembang bagi golongan ekonomi

lemah. Untuk menunjang pelayaran terse but, terus dilakukan pembinaan melalui usaha

koperasi dan motorisasi perahu layar dengan mengutamakan golongan ekonomi lemah. Dalam

tahun 1982/1983, kapositas armada pelayaran rakyat baru sebesar 180.477 DWT dengan jumlah

muatan sebanyak 2.155.600 ton, sedangkan dalam tahun 1983/ 1984 masing-masing telah

meningkat menjadi 195.460 DWT dan 2.294.436 ton, atau suatu kenaikan masing-masing

sebesar 8,3 persen dan 6 persen. Di samping itu dalam tahun yang sarna juga telah

dimotorisasikan sebanyak 1.390 kapal melalui dana Bantuan Presiden, usaha koperasi serta

usaha swadaya masyarakat.

Departemen Keuangan RI 221

Page 222: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

TahunKapal DWT Kapal DWT

1969 182 184.350 130 138.0041970 273 267.759 232 234.6851971 282 321.669 215 238.5351972 282 321.669 282 321.6691973 267 284.931 267 284.9311974 300 272.411 300 272.4111975 305 311.950 305 311.9501976 340 330.419 340 330.4191977 316 310.570 316 310.5701978 322 312.000 322 312.0001979 373 386.954 373 386.9541980 390 406.378 390 406.3781981 361 425.428 361 425.4281982i) 397 503.375 397 503.3751983 387 486.824 387 4.824

ARMADA PELAYARAN NIAGA NUSANTARA, 1969 - 1983

1) Angka sementara

Tab e 1 VII. 58

Kapal-k.apal yang beroperasiJumlah kapal

Kapositas Muatan yang ( ribu DWT ) ( ribu ton)

1969 803 60,7 1.1621970 777 90 1.2781971 623 83 1.4791972 679 86 1.5431973 980 92,6 1.2081974 965 92,6 9381975 858 92,8 1.2781976 1.277 132,1 1.3821977 1.348 147,9 1.8221978 1.448 155,6 1.8991979 1.389 163,2 1.9701980 1.081 154,8 2.2001981 1.090 161,4 2.2711982 1.144 129,41) 2.4451983 2) 1.025 133,1 2.481

T abel VII. 59ARMADA DAN MUATAN PELAYARAN LOKAL, 1969 -1983

Tahun Jumlah kapal

1) Angka diperbaiki2) Angka sementara

Pembangunan di bidang pelayaran perintis juga terus ditingkatkan, antara lain melalui

perluasan hubungan angkutan laut ke daerah-daerah terpencil dan terisolir, penambahan

pe!abuhan yang disinggahi, pengaturan pelayaran serta penambahan frekuensi. Di samping itu

Departemen Keuangan RI 222

Page 223: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

terus dilakukan pula pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaannya, dengan sejauh

mungkin memanfaatkan usaha pelayaran swasta setempat terutama pengusaha golongan

ekonomi lemah. Demikian pula pembinaan pelayaran diarahkan pad a sistem angkutan laut

yang teratur, tetap, cepat, murah dan aman. Dalam tahun 1982/1983, jumlah armada pelayaran

perintis yang telah dioperasikan adalah sebanyak 36 kapal, yang melayari 35 trayek dan

menyinggahi sebanyak 214 pelabuhan, dengan muatan yang diangkut seberat 53.166 ton barang

dan 161.387 orang. Sedangkan dalam tahun 1983/1984, telah terjadi penurunan yaitu jumlah

armada yang dioperasikan menjadi 31 kapal, melayari 29 trayek, menyinggahi 177 pelabuhan

dengan muatan seberat 31.200 ton barang dan 127.848 penumpang. Berkurangnya jumlah kapal

yang digunakan dan trayek yang dilayari terse but adalah karena telah banyaknya trayek-trayek

ekonomi yang dapat dilayari pelayaran lokal dan pelayaran rakyat, antara lain di pantai barat

Aceh, pantai barat Sumatera, Riau dan Banjarmasin.

Pe1ayaran samudera telah pula meningkat karasitasnya, di samping telah dilakukan

pula penyesuaian terhadap perkembangan teknologi, baik semi container (petikemas) maupun

full container. Di samping itu setiap tahun kaposltas dan jumlah kapalnya juga telah disesuaikan

dengan pertumbuhan permintaan akan jasa angkutan laut. Adanya peningkatan penggunaan

angkutan petikemas pada gilirannya teiah meningkatkan kapositas angkut disamping lebih

efisien pula penggunaannya. Dalam tahun 1983/1984, kapositas yang tersedia telah mencapai

sebesar 732.052 DWT, bermuatan nasional seberat 6.270.000 ton dan bermuatan asing seberat

12.694.000 ton. Dengan adanya usaha peningkatan angkutan petikemas, sampai dengan bulan

Agustus tahun 1984 PT Jakarta Lloyd telah memiliki serta mengoperasikan sebanyak 7 buah

kapal, yang terdiri atas 3 buah kapal full container, dan 4 buah kapal semi container dengan

clara angkut seluruhnya masing-masing 61.500 DWT dan 61.200 DWT. Jumlah dan kapositas

kapal petikemas tersebut telah mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan akhir Pelita

III yang berjumlah 11 buah kapal dengan kapositas seluruhnya 130.325 DWT, oleh karena

kapal petikemas konvensional tidak dioperasikan lagi. Jumlah muatan yang diangkut kapal

nasional dalam taliun 1982/1983 adalah sebanyak 18.465 ribu ton, sedangkan dalam tahun

1983/1984 telah meningkat menjadi 18.964 ribu ton. Perkembangan jumlah armada dan muatan

pelayaran samudera dapat dilihat pada Tabel VII.60.

Pelayaran khusus, yang antara lain mengangkut minyak bumi, minyak kelapa sawit,

kayu, nikel, bauksit, posir besi, pupuk, aspal, dan semen, sampai dengan akhir Pelita III telah

meningkat, baik jumlah armada maupun daya angkutnya. Dalam tahun 1982/1983, jumlah

armada pelayaran khusus baru mencapai 2.501 buah kapal dengan kapositas seluruhnya

Departemen Keuangan RI 223

Page 224: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

2.267.740 DWT, 649.489 BRT dan 361.408 HP, serta mengangkut muatan non migas dan

migas masing-masing seberat 14.772.041 ton/meterkubik dan 39.682.628 liter/ton. Sedangkan

dalam tahun 1983/1984 telah meningkat menjadi 2.542 buah kapal, dengan kapositas 2.240.215

DWT, 606.489 BRT dan 425.587 HP, serta mengangkut muatan nonmigas dan migas sebanyak

36.981.535 ton/meterkubik dan 95. 784.541 liter/ton. Hal ini berarti telah terjadi peningkatan

masing-masing sebesar 1,6 persen, 17,7 persen, 150 persen dan 141 persen. Kenaikan muatan

tersebut antara lain disebabkan karena meningkatnya produksi di bidang industri semen, pupuk,

minyak kelapa sawit, kayu olahan, bijih tambang serta minyak dan gas bumi. Adanya

peningkatan pelayaran khusus dalam negeri tersebut juga telah memperlancar distribusi bahan

pangan serta bahan 'bakar minyak (BBM) ke seluruh pelosok tanah air.

Untuk memelihara dan meningkatkan kelancaran lalu lintas kolam pelabuhan dan alur

pelayaran!- pengerukan kolam pelabuhan dan alur pelayaran telah dan terus ditingkatkan.

Dalam tahun 1983/1984 telah berhasil dilakukan pengerukan lumpur sebanyak 15,71juta

meterkubik, yang dilakukan di pelabuhan-pelabuhan dan alur pelayaran Belawan, Bengkulu,

Pulau Batam, Jambi, Palembang, Tanjung Priok, Sunda Kelapa, Cirebon, Semarang, Tegal,

Gresik, Probolinggo, Panarukan, Tanjung Petak, Sei Barito, Sei Kahayan, Sei Mahakam,

Ujungpandang, Kendari, Manado dan Bitung. Pengerukan tersebut dilakukan oleh 39 buah

kapal keruk dengan kapositas 39 juta meterkubik. Hasil-hasil pengerukan pelabuhan dapat

dilihat pada Tabel VII.61.

Pengembangan fasilitas pelabuhan merupakan salah satu penunjang kegiatan pelayaran,

terutama dengan semakin meningkatnya standar kapal dan bongkar muat barang. Oleh sebab itu

pembangunan fasilitas pelabuhan terus ditingkatkan sesuai dengan pertumbuhan lalu limas

pelayaran dan arus bongkar muat barang yang terjadi di masing-masing pelabuhan. Kegiatan

tersebut dilakukan melalui rehabilitasi, pembangunan baru dan peningkatan fasilitas dermaga,

fasilitas gudang dan lapangan penumpukan, serta peningkatan peralatan bongkar muat barang.

Di samping itu dilakukan pula peningkatan operasional melalui pembentukan perusahaan

umum pelabuhan dan pengelompokan pelabuhanpelabuhan dalam 4 Perum pelabuhan yang

berpusat di Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Ujungpandang. Keempat pelabuhan

tersebut ditunjang oleh 14 pelabuhan kolektor sebagai pengumpul dan pengirim barang ekspor.

Sedangkan untuk kegiatan angkutan laut domestik, disediakan sebanyak 25 pelabuhan Utama

yang tersebar di seluruh wilayah tanah air. Selain itu juga telah dilakukan peningkatan

keterampilan tenaga kerja dan buruh pelabuhan agar pengoperasiannya dapat dilaksanakan

Departemen Keuangan RI 224

Page 225: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dengan lebih. baik. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam tahun 1983/1984, antara lain meliputi

rehabilitasi dan peningkatan dermaga seluas 5.917 meter persegi, pembangunan dermaga baru

seluas 54.026 meterpersegi, pembangunan penahan gelombang seluas 8.186 meter persegi serta

pembangunan lapangan penumpukan seluas 41.145 meter persegi. Dengan pembangunan

tersebut, produktivitas rata-rata dermaga pelabuhan telah mencapai 700-800 ton/meter per

tahun. Perkembangan fasilitas pelabuhan dapat diikuti melalui Tabel VII.62.

Tahun JumIah Kapositas Muatan yang kapal (ribu DWT) ( ribu ton)

1969 39 318 1.3431970 48 386 1.9131971 59 489 2.6501972 53 467 6.9231973 41 387 9.9171974 45 339 5.9671975 47 412 5.4061976 50 450 10.4521977 54 491 12.1211978 52 513 12.1201979 50 513 14.0951980 58 668 16.7521981 61 802 16.6361982 62 827 18.4651983 51 732 18.9641) Angka sementara

Tabel VII. 60ARMADA DAN MUATAN PELAYARAN SAMUDERA, 1969 -1983

Tahun Target Realisasi Persentaseterhadap target

1969/1970 11.0 16.0 1451970/1971 10.0 11,5 1151971/1972 15,6 16,6 1061972/1973 16 16 1001973/1974 16 16 1001974/1975 16 16 1001975/1976 16 16,7 1041976/1977 16 17,5 1091977/1978 19 21,4 1031978/1979 20,1 16,7 831979/1980 15 15 1001980/1981 17,2 17,2 1001981/1982 17,2 17,2 1001982/19831) 14,7 14,7 1001983/1984 15.7 15,7 100

Tab e I VII. 61

( dalam juta m3 )

Ketelangan : JumIah lumpur yang dikeruk dinyatakan dalam juta m 3 hopper ( lumpur bercampur air )

HASIL PENGERUKAN PELABUHAN, 1969/1970 - 1983/1984

1) Angka sementara

Departemen Keuangan RI 225

Page 226: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah JumlahFisik Fisik Fisik Fisik

pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan1. Kade / dennaga- Rehabilitasi (m2) 29.764 27 2 4 2.550 4 10 14.473 6 11.690- Penambahan (m2) 18.921 17 15 18 33.878 17 17 14.455 15 15.942

- Rehabilitasi (m2) 6.455 6 - - 1 2.732 4 3 515 3 2.700- Penambahan (m2) 135 1 2 5 230 8 4 - 3 3.2533. G u d a n g- Rehabilitasi (m2) 48.334 15 1 2 5.928 1 6 7.175 5 12.425- Penambahan (m2) 11.700 9 4 6 1.960 1 11 2.242 6 3.8044. Lis t ri k

299 6 - - - - - - - 800 5 -60 3 1 2 2 55 6 5 320 5 300

5. Fasilitas air - Rehabilitasi (ton/hari) 3.399 16 - - - - 360 1 - - - - - - Penambahan (ton/h..n) 2.035 4 - 4 500 4 6 2.025 8 155.340

- Rehabilitasi (ton) 6 2 - - - - - - - - - -- Penambahan (ton) 25 1 4 3 3 unit 2 10 756 7 31.218 m2 -

(hp)

Tabel VII.62REALISASI FISIK PEMBANGUNAN FASILITAS PELABUHAN, 1969/1970 -1984/1985

PELITA I 1974/1975 1975/1976 1976/1977

2.310

Fisik Fisikpelabuhan pelabuhan

21.19022.680

2. Penahan gelombang

3.720

2.1901.500 1.800

53.281

- Rehabilitasi (kva)- Penambahan (kva)

150 1.700 400 3

1977/1978 1978/1979 1979/1980Jumlah

Fisikpelabuhan

9.25722.750 23.206 15

1.5211.075

10.72511.946 11.650 8.007 3

6. AJat bongkar moat5 unit -

900! 2 unit 40 unit1.000

Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah J um1ah

Fisik Fisikpe1abuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan pelabuhan

1. Kode / dermaga- Rehabilitasi (m2) 5 6 2.325 4 3 - 8.216- Penambahan (m2) 64 47 24.270 31 35 17.497

- Rehabilitasi (m2) 1 2 45 1 1 0- Penambahan (m2) 6 4 3.100 1 2 03. G u d an g- Rehabilitasi (m2) 1 2 11.465 4 - - 0- Penambahan (m2) 2 4 5.255 5 800 04. Listrik

- - -90 4 1

5. Fasilitas air- - -

1 1 1 400

- Rehabilitasi (ton) - -- Penambahan (ton) 6

(hp)

1980/1981

Fisik Fisik

2.145 3.29611.535

1981/1982 1982/1983 1983/1984 1984/1985 1)

Fisik

2.51431.368 54.026

2. Penahan gelombang260 1.066

1.810 1.246 8.186

4.800 17.79422.500 2.600

- Rehabilitasi (kva) -- Penambahan (kva) 200

- Rehabilitasi (ton/hari) -- Penambahan (ton/hari) 2006. AIat bongkar muat

59.070

Jenis sarana 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1) 1984/85 2)L Pcrambuan daft pencrangan pantai :1. Elektrifikasi menara suar 10 4 12 7 9 11 10 12 12 26 112. Rambu suax 13 9 17 5 13 25 11 18 38 39 23 253. Pelampung sua

6

r 8 6 - - - 20 1 7 - 24. ADak pelampung - - - 10 7 - 6 15 7 27 235. Lampu peIabuhan 1 2 5 - 5 14 7 10 12 5 3 46. Buoy tende

-

r - 2 - 2 1 27. Supply Vessel - - 1 1 28. Kapal rambu (watch boat) 2 29. Pangkalan bantu sarana navigasi 110. Ben g k e I 2 - - 1 4 - 511. Dermaga - - 800 m2 1) 700 m2 1) - - 2 - - 1.100 m2. IL Telekomunikasi:1. Stasiun radio kelas I - - - - - - - 42. Stasiun radio kelas II - - - - - - - - -3. Stasiun radio kelas III 1 7 1 - - - - - 64. Stasiun radio kelas IV - - 5 23 - - 1 26 8 11 61) Masing-masing adalah merupakan bagian dari 2) Angka sementara

T abe I VII. 63REHABILITASIIPEMBANGUNAN FASILITAS KESELAMATAN PELAY ARAN, 1972/1973 - 1984/1985

111326

-

1

( dalam satuan )

Di bidang jasa maritim, dewasa ini telah dapat ditingkatkan kemampuan perawatan,

perbaikan dan pembangunan kapal- kapal serta pembersihan alur dan daerah perairan dari

kerangka- kerangka kapal, karang dan ranjau. Dalam hubungan ini terus ditingkatkan perawatan

dan perbaikan kapal nasional, di samping juga kemampuan dan fasilitas galangan kapal dalam

negeri. Dalam tahun 1983/1984, jumlah kapositas galangan kapal telah mencapai 163.700 DWT

dengan produksi doking sekitar 127 juta DWT. Sampai dengan bulan Agustus tahun 1984,

sebanyak 60 persen dari armada pelayaran nasional yang berukuran di bawah 10.000 DWT

telah dapat diperbaiki oleh galangan kapal dalam negeri. Di samping itu juga telah dilakukan

Departemen Keuangan RI 226

Page 227: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pembersihan alur-alur pelayaran dan daerah pelabuhan dari kerangka kapal dan ranjau, terutama

di pelabuhan Sunda Kelapa dan Cilacap. Selanjutnya untuk meningkatkan kemampuan

perusahaan dok/galangan kapal dalam negeri, dilakukan pembinaan di bidang manajemen

keuangan serta pembentukan usaha patungan perusahaan dok/galangan kapal dalam negeri

dengan perusahaan dok/galangan kapalluar negeri. Demikian pula dalam rangka keselamatan

dan keamanan pelayaran, dalam waktu yang sama telah dapat ditingkatkan kemampuan dan

modernisasi sarana keselamatan dan keamanan pelayaran di perairan Indonesia, antara lain

berupa pembangunan fasilitas navigasi, menara suar, rambu suar, radio pantai, peningkatan

kesyahbandaran, pcnjagaan laut dan pantai serta jasa klasifikasi. Sedangkan guna meningkatkan

pengawasan teknis pembangunan reparasi kapal, terus dilakukan pembinaan klasifikasi

Indonesia dan penambahan sarana laboratorium. Hasil rehabilitasi fasilitas keselamatan dan

keamanan pelayaran dapat diikuti melalui Tabel VII.63.

7.8.3. Perhubungan udara

Kegiatan pembangunan sektor perhubungan udara sampai dengan tahun pertama Pelita

IV ditandai antara lain oleh usaha pemenuhan kebutuhan masyarakat di bidang jasa angkutan

udara yang semakin meningkat. Selain itu juga oleh adanya peningkatan frekuensi

penerbangan, perluasan jaringan penerbangan, penambahan jumlah dan komposisi armada,

peningkatan kemampuan landasan udara serta penambahan peralatan keselamatan penerbangan.

Sejalan dengan itu ditempuh usaha-usaha untuk menciptakan kemudahan-kemudahan bagi lalu

lintas penumpang, barang, hewan, tanaman dan pos melalui udara, serta dapat menjangkau ke

se1uruh tanah air. Se1ain diusahakan pertumbuhan angkutan komersial dalam dan luar negeri,

te1ah pula dilakukan peningkatan pe1ayanan angkutan perintis di daerah-daerah terpencil, serta

peningkatan pe1ayanan angkutan transmigrasi dan pelayanan angkutan haji.

Selama Pelita III, pertumbuhan prasarana, sarana dan angkutan udara mengalami

kenaikan, walaupun pada tahun terakhir Pelita III tingkat pertumbuhannya tidak setinggi awal

Pelita III. Sehubungan dengan itu terus dilaksanakan proyek-proyek lanjutan dalam masa Pelita

IV, termasuk di dalamnya pembangunan dan peningkatan beberapa pe1abuhan udara dan

lapangan terbang, serta peningkatan kemampuan pegawai melalui pendidikan dan latihan.

Sampai dengan tahun pertama Repe1ita IV, telah dapat dikembangkan sebanyak 5 buah

pe1abuhan udara, yaitu di Medan, Surabaya, Denpasar, Ujungpandang, dan Biak guna

menampung pesawat berbadan lebar tipe B-747, A-300 dan DC-lO. Di samping itu juga te1ah

dilaksanakan pembangunan landasan udara baru sesuai dengan pertumbuhan lalu lintas udara,

Departemen Keuangan RI 227

Page 228: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

antara lain di Meulaboh, Pulau Batam, Pangkalan Bun, Kota Baru, Samarinda, Timika, Nabire,

Poso, Waingapu, Ampenan, Bima, Ruteng, Waikabubak dan Baucau. Dalam pada itu telah pula

dibangun dan ditingkatkan pe1abuhan udara perintis di 75 lokasi yang tersebar di 27 propinsi di

Indonesia. Sehubungan dengan akan diproduksinya pesawat CN-235, maka pelabuhan udara

yang semula direncanakan menjadi pelabuhan udara yang dapat dioperasikan dengan pesawat

Fokker 27 (F-27), disesuaikan menjadi pelabuhan udara yang dapat dioperasikan untuk pesawat

CN-235.

Hasil pembangunan yang telah dicapai dalam tahun pertama Repelita IV antara lain

te1ah terdapatnya 9 landasan yang dapat didarati oleh pesawat tipe C-l60 dan CN-235, 3

landasan oleh pesawat Hercules tipe L-I00-300, 20 landasan oleh F-28, 7 landasan oleh DC-9, 2

landasan oleh DC-lO dan A-300 serta 2 landasan yang dapat didarati oleh B-747. Adapun

pelabuhan udara internasional di Cengkareng sedang dalam taraf penyelesaian, dan sesuai

dengan jadwal akan beroperasi penuh dalam bulan April 1985. Uji coba pendaratan dan lepas

landas telah dilakukan, sedangkan penyelesaian pekerjaan akan dilanjutkan dengan

penyempurnaan gedung terminal dan fasilitas peralatan kese1amatan penerbangan.

Di bidang keselamatan penerbangan, hingga tahun pertama Repelita IV juga telah

ditingkatkan fasilitasnya, antara lain bahwa semua pelabuhan udara yang melayani pesawat jet

secara bertahap diperlengkapi dengan instalasi peralatan navigasi DVOR (Doppler Very High

Omni Range). Di samping itu juga telah dilakukan pemasangan alat bantu pendaratan ILS

(Instrumen Landing System) di 7 pelabuhan udara yaitu Polonia di Medan, Talangbetutu di

Palembang, Halim Perdanakusumah di Jakarta, Juanda di Surabaya, Samsudin Noor di

Banjarmasin, Hasanuddin di Ujungpandang dan Mokmer di Biak, sedangkan pada 6 pelabuhan

udara lainnya sedang dalam persiapan pemasangan instalasi. Demikian pula telah dilakukan

pemasangan fasilitas radar di 7 pelabuhan udara, fasilitas telekomunikasi di 46 pelabuhan

udara, fasilitas pengangkat pesawat di 3 pelabuhan udara dan fasilitas pemadam kebakaran di

48 pelabuhan udara. Selain itu sesuai dengan sa saran yang hendak dicapai, jumlah pelabuhan

udara yang beroperasi lebih dari 12 jam telah menjadi 20 buah pelabuhan udara.

Kegiatan penerbangan perintis terus ditingkatkan pula melalui penambahan frekuensi

penerbangan dan lapangan terbang perintis. Sampai dengan tahun pertama Repelita IV, jumlah

lapangan terbang perintis telah berhasil ditambah menjadi 95 buah yang dilayani oleh 19 buah

pesawat DHC-6 dan 16 buah pesawat C-212. Dalam rangka meningkatkan pemanfaatan

pelabuhan udara, fasilitas dan pesawat terbang, serta untuk mengurangi kepadatan arus lalu

lintas udara dari pemakaian jasa terminal pelabuhan udara, telah dilakukan pembukaan

Departemen Keuangan RI 228

Page 229: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

beberapa pelabuhan udara bagi penerbangan malam, dengan mengusahakan agar perusahaan-

perusahaan penerbangan memanfaatkan fasilitas tersebut. Dalam hubungan ini baru sepuluh

buah pelabuhan udara (Pelud) yang dioperasikan secara penuh melalui perpanjangan jam

operasi dan dilengkapi dengan fasilitas penerbangan malam, yaitu Medan, Palembang,

Kemayoran Jakarta, Halim Perdanakusumah Jakarta, Semarang, Surabaya, Bali, Banjarmasin,

Ujungpandang dan Biak. Selanjutnya telah direncanakan pula sebanyak 42 Pelud untuk

melayani penerbangan malam, dimana 30 buah di antaranya telah siap dengan fasilitas

penerbangan malam.

Sejalan dengan pembangunan pelabuhan udara dan fasilitas keselamatan penerbangan,

telah ditingkatkan pula sarana angkutan udara yaitu pesawat udara bermesin turbo-prop dan

pesawat bermesin turbo-jet. Hal ini dimaksudkan untuk menunjang kemajuan teknologi

angkutan udara agar dapat memenuhi dan melayani permintaan angkutan udara baik di dalam

maupun di luar negeri. Dalam tahun pertama Repelita IV, angkutan udara dalam negeri telah

dilayani oleh sebanyak 768 buah pesawat, ,yang terdiri alas 231 buah pesawat yang mempunyai

kapositas tinggallandas di alas 10 ton, 353 buah pesawat dengan kapositas tinggal landas di

bawah 10 ton dan 184 buah pesawat helikopter. Dari jumlah tersebut, sebanyak 188 buah di

antaranya dipergunakan untuk melayani penerbangan berjadwal, 250 buah pesawat untuk

melayani penerbangan tidak berjadwal ,dan sisanya sebanyak 330 buah lagi dipergunakan untuk

melayani penerbangan umum. Di samping itu penggunaan pesawat hasil rakitan PT Nurtanio

juga telah meningkat, yaitu bila dalam tahun 1978 baru sebanyak 2 buah pesawat, maka dalam

tahun 1983 telah meningkat menjadi sebanyak 16 buah pesawat dan dipergunakan untuk

melayani penerbangan perintis. Jumlah pesawat yang digunakan untuk masing-masing armada

penerbangan telah pula meningkat. Dalam tahun pertama Repelita IV, PT Garuda Indonesian

Airways (GIA) telah menggunakan 86 buah pesawat, PT Merpati Nusantara Airways (MNA)

menggunakan 57 buah pesawat, Mandala menggunakan 15 buah pesawat, Bouraq

menggunakan 26 buah pesawat dan Seulawah menggunakan 4 buah pesawat.

Adapun dalam menunjang program transmigrasi dan pelaksanaan angkutan haji, telah

dapat ditingkatkan baik kapositas angkutan maupun mutu pelayanannya. Untuk melaksanakan

angkutan transmigrasi, Pelita Air Service sebagai pengelolanya telah memiliki 6 buah pesawat

udara tipe Hercules (L-I00-300) dan 3 buah pesawat udara tipe Transall (C-I00). Dalam tahun

1983/1984, angkutan transmigrasi udara telah diangkut melalui udara adalah sebanyak 28.921

kepala keluarga (KK), sedangkan dalam waktu yang sarna jemaah haji udara telah dapat

diangkut sebanyak 49.943 orang dari 4lokasi penerbangan. Di samping itu, usaha untuk

Departemen Keuangan RI 229

Page 230: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

menunjang keberhasilan program pariwisata, baik di dalam maupun di luar negeri, antara lain

dilakukan melalui reduksi harga tiket untuk wisata remaja dan paket wisata (package tour),

serta meningkatkan penerbangan borongan dari luar negeri langsung ke tempat-tempat obyek

pariwisata tanpa mengganggu penerbangan berjadwal. Sejalan dengan itu telah pula dilakukan

peningkatan fasilitas terminal di beberapa pelabuhan udara guna melayani arus wisatawan yang

langsung ke tempat-tempat obyek wisata. Apabila pada akhir Pelita II jumlah penumpang

dalam negeri yang diangkut baru sebanyak 4.711.000 orang dan 45.884 ton barang/pos, maka

pada akhir Pelita III telah meningkat menjadi 5.292.000 orang dan 49.790 ton barang/ pos, atau

masing-masing telah mengalami kenaikan sebesar 12 persen dan 9 persen. Angkutan

penerbangan sipil ke luar negeri juga mengalami peningkatan, yaitu dari sebanyak 733.839

penumpang dan 9.884 ton barang/pos menjadi 1.047.113 penumpang dan 28.366 ton

barang/pos, yang berarti masing-masing mengalami kenaikan sebesar 43 persen dan 187 persen.

Perkembangan penerbangan sipil di dalam negeri dan ke luar negeri dapat diikuti melalui Tabel

VII.64 dan Tabel VII.65.

Hasil pembangunan yang telah dicapai di bidang meteorologi dan geofisika selama

Pelita III antara lain ditandai dengan bertambahnya jaring-jaring stasiun, dan digantinya hampir

semua peralatan lama dengan yang baru sesuai dengan kemajuan teknologi. Di samping itu

sebagian besar stasiun yang ada juga sudah mampu beroperasi selama 24 jam sehari. Jumlah

stasiun-stasiun meteorologi, geofisika, klimatologi dan iklim serta stasiun penguapan dan hujan,

sejak tahun 1969 sampai dengan tahun 1984 selalu mengalami kenaikan, yaitu masing-masing

dari sebanyak 56 buah menjadi 107 buah, dari 6 buah menjadi 27 buah, dari 92 buah menjadi

324 buah dan dari 2.320 buah menjadi 4.024 buah yang berani masing-masing mengalami

peningkatan sebesar 91,1 persen, 350 persen, 252 persen dan 74 persen. Dalam periode yang

sama data meteorologi dan geofisika yang dihasilkan meningkat dengan sekitar 90 persen per

tahun, sedangkan pelayanan jasanya rata-rata naik sebesar 30 persen per tahun. Sampai dengan

bulan Juni tahun 1984, telah selesai dibangun dan dioperasikan stasiun geofisika Tanjung

Pandan di Sumatera Selatan, stasiun geofisika Saumlaki di Maluku, serta stasiun Klimatologi

Sicincin, Pulau Baai dan Lasiana Kupang, masing-masing di Sumatera Barat, Bengkulu dan

Nusa Tenggara Timur. Adapun hasil penelitian yang telah diterbitkan dalam publikasi, antara

lain meliputi penelitian mengenai standardisasi pengumpulan dan penyebaran data/informasi,

penelitian kartografi normal yang bertipe hujan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan daerah

ramalan cuaca, serta penelitian sistematika gempa dan polusi udara. Kenyataan bahwa sebagian

besar areal pertanian masih merupakan daerah tadah hujan, menunjukkan bahwa keadaan iklim

Departemen Keuangan RI 230

Page 231: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

yang tidak menentu pada suatu periode dapat memberikan pengaruh yang besar pada produksi

pertanian, yaitu berupa banjir atau merajalelanya hama tanaman. Oleh karenanya informasi dari

meteorologi dan geofisika bagi sektor pertanian harus dapat dipercaya dan tepat pada waktunya.

Hal ini akan terpenuhi apabila data hujan yang dikumpulkan dari 4.204lokasi dapat diterima

tepat pada waktunya. Kenyataan menunjukkan bahwa sebagian besar data hujan masih meng-

alami keterlambatan yang disebabkan karena banyak lokasi renakar hujan yang letaknya sangat

terpencil dan jauh dari sarana komunikasi. Untuk itu ditempuh kebijaksanaan dengan

mendirikan lebih kurang 750 stasiun hujan utama sistem telemetry di seluruh wilayah

Indonesia. Stasiun hujan utama ini dilengkapi pula dengan sensor lain seperti suhu, ke-

lembaban, radiasi matahari dan arab angin. Di samping itu untuk setiap balai penyuluhan

pertanian juga dibangun stasiun meteorologi pertanian khusus, lengkap dengan sarana tele-

komunikasinya.

Tahun Km pesawat Penumpang Barang Tonjkm TonJkm(ribu) (ribu) (ton) (ribu) (ribu)

1969 12.162 499 4.129 52.506 34.9201970 16.480 770 4.940 80.185 51.0451971 20.458 993 7.015 102.494 68.5011972 26.942 1.235 11.094 125.502 82.2091973 33.194 1.649 13.790 213.925 115.0621974 42.448 2.126 19.252 264.461 114.4011975 46.972 2.323 22.619 302.570 164.9551976 55.377 2.782 28.781 378.925 196.6021977 59.142 3.373 32.908 396.519 1) 233.29019781) 85.578 4.711 45.884 950.167 457.45919791) 70.150 4.246 39.560 463.918 279.25019801) 78.439 4.664 45.268 521.483 321.2331981 87.546 5.5881) 50.459 616.433 373.1661982 1) 87.626 5.538 56.834 800.589 387.59719832) 89.180 5.292 49.790 809.023 374.671

Tabel VII 64PENERBANGAN SIPIL DALAM NEGERI, 1969 - 1983

2271) Angka diperbaiki2) Angka sementara

176190212223

116137151196

Jam terban g(ribu)

106

Tabel VII.65

Tahun Km pesaat Penumpang Barang TonJkm TonJkm (ribu) (orang) (ton) (ribu) (ribu)

1969 5.385 98.937 3.326 46.302 31.4511970 6.883 79.287 4.019 84.549 40.8311971 6.555 80.651 7.354 102.815 47.1511972 7.237 85.963 2.304 122.427 56.0731973 7.340 97.098 3.125 127.384 62.6741974 7.506 109.840 3.574 180.340 80.6201975 8.779 134.675 3.635 216.824 87.9141976 10.696 169.985 3.318 291.371 97.4121977 14.115 245.217 3.953 369.607 146.3531978 1) 19.424 733.839 9.884 526.918 193.5431979 1) 22.136 748.378 10.042 653.135 240.8041980 1) 24.341 923.057 17.791 731.272 335.5101981 1) 24.240 1.158.743 20.562 1.166.893 449.3291982 1) 26.302 1.083.269 22.718 1.348.512 531.4041983 2) 23.991 1.047.113 28.366 1.175.027 545.76036.7581) Angka diperbaiki2) Angka sementara

34.10137.62434.74134.499

11.79114.37717.01629.480

Jam terbang

10.45110.34010.429

PENERBANGAN SIPIL KE LUAR NEGERI, 1969 -1983

Departemen Keuangan RI 231

Page 232: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

7.8.4. Telekomunikasi, pos dan giro

Telekomunikasi sebagai salah satu pendorong dan penggerak pembangunan nasional

terus ditingkatkan kemampuannya guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus

meningkat setiap tahun, baik yang menyangkut hubungan komunikasi di dalam maupun di luar

negeri. Dalam tahun pertama pelaksanaan Repelita IV, pembangunan di bidang telekomunikasi

ditujukan untuk menciptakan kerangka landasan bagi pembangunan tahap-tahap Pelita

berikutnya. Untuk itu terus ditingkatkan sistem jaringan transmisi, fasilitas telepon otomat,

telepon umum, telegrap dan telex, sehingga memungkinkan hubungan telekomunikasi yang

lebih luas dan cepat.

Melalui serangkaian pembangunan yang dilaksanakan selama ini telah berhasil

dilakukan peningkatan fasilitas telepon, telegrap, telex dan jaringan transmisi, serta

penambahan sejumlah stasiun bumi. Kesemuanya itu dimaksudkan untuk memperluas pe-

manfaatan satelit Palapa dan sejumlah fasilitas penunjang lainnya. Di bidang telekomunikasi

dalam negeri, sampai dengan bulan Agustus tahun 1984, antara lain telah dapat diselesaikan

pembangunan telepon otomat sebanyak 152.000 satuan sambungan (SS), sambungan telex

sebanyak 2.850, alur telegrap sebanyak 1.380 SS, sirkit tandem sebanyak 1.080 SS, alur

transmisi teresterial sebanyak 15.070 alur dan stasiun bumi kecil (SBK) sebanyak 10 buah. Di

samping itu telah diselesaikan pula program ekstra sebanyak 75 buah SBK, sambungan

kontener sebanyak 900 SS, sambungan telepon manual sebanyak 7.150 SS, telepon umum

sebanyak 3.500 buah, serta sentral sambungan telepon jarak jauh (STJJ) sebanyak 14 buah

dengan kapositas masing-masing 50 SS. Sementara itu dalam periode yang sarna telah di-

selesaikan pula sambungan telepon sebanyak 26.000 SS, sentral transit perluasan sambungan

langsung jarak jauh (SLJJ) 7.583 sirkit, transmisi teresterial 11.819 alur, serta STJJ sebanyak

1.854 SS. Dengan adanya kegiatan tersebut, maka dalam tahun 1983 jumlah sentral telepon

otomat (STO) telah mencapai 170 buah dengan kapositas seluruhnya 576.797 SS, sampai

dengan bulan Agustus tahun 1984 telah dapat ditingkatkan lagi menjadi 173 buah dengan

kapositas seluruhnya 583.947 SS. Demikian pula halnya kapositas telepon manual, yaitu

sebanyak 86.579 SS dalam tahun 1983 dan bertambah lagi menjadi 91.54855 dalam tahun

1984. Perkembangan jumlah sentral dan kapositas telepon dapat diikuti pada Tabel VII.66.

Departemen Keuangan RI 232

Page 233: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Tahun Otomat ManualSentral Kapasitas Sentral Kapasitas

1969 26 84.660 506 122.7181970 28 90.660 504 102.1671971 33 95.300 496 96.1421972 33 110.860 506 101.7821973 34 121.460 504 101.9201974 37 125.500 507 104.0921975 39 144.100 507 99.5631976 45 160.600 507 104.8961977 54 218.320 503 107.2921978 69 367.200 493 108.2531979 101 460.100 468 87.7721980 137 524.860 457 73.7621981 156 549.520 469 1) 79.0541982 164 557.963 503 1) 86.5791983 1) 170 576.797 509 89.3361984 2) 173 583.947 509 91.5481) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

TabeI VII. 66JUMLAH SENTRAL DAN KAPASITAS TELEPON, 1969 -1984

( sentral dalam buah, kapositas dalam satuan sambungan )

Sistem yang digunakan dalam bidang telekomunikasi telah mengalami banyak

perkembangan, antara lain teiepon lokal dengan sistem manual secara bertahap telah diganti

dengan sistem otomat walaupun baru menjangkau di kala-kala. Pada awal Pelita I, jumlah

sentral manual adalah sebanyak 506 buah, sedangkan pada awal Repelita IV adalah sebanyak

509 buah. Kenyataan ini menunjukkan bahvva selama periode tersebut tidak mengalami banyak

perubahan. Di lain pihak jumlah sentral telepon otomat telah meningkat dengan pesat, yaitu dari

26 sentral pada awal Pelita I menjadi sebanyak 173 sentral pada awal Repelita IV. Di samping

itu, hubungan telepon interlokal dengan sistem manual secara bertahap juga telah diganti

dengan sistem otomat dan dimasukkan ke dalam jaringan SLJJ. Pada awal Repelita IV, jumlah

kala yang sudah masuk jaringan SLJJ mencapai sebanyak 104 kala, sedangkan yang mendapat

hubungan SLJJ terbatas adalah sebanyak 20 kala. Di samping itu hubungan telepon

internasional dengan sistem manual dan semi otomatis secara bertahap juga telah diganti

dengan sambungan langsung internasional (SLI). Sampai dengan bulan Agustus tahun

1984/1985, telah dapat dilakukan hubungan melalui SLI ini dengan sebanyak 58 negara. Di

bidang telex, telah dilakukan peningkatan jaringan pada 4 buah sentral tandem nasional yang

berlokasi di Medan, Jakarta, Surabaya dan Ujungpandang.

Selanjutnya masing-masing sentral tandem tersebut dihubungkan dengan sentral lokal

yang tersebar di beberapa kota. Selama Pelita III, kapositas sentral yang terposang telah

mencapai 15.840 satuan sambungan yang melayani 24 kota di Indonesia. Selain itu juga telah

Departemen Keuangan RI 233

Page 234: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dilakukan peningkatan sistem telegrap teleprinter sebagai pengganti sistem morse dan di-

gunakan untuk menghubungkan telegrap pada 400 lokasi di kota-kota besar, ibukota kabupaten

dan beberapa kota kecamatan. Adapun lalu lintas telepon internasional telah pula meningkat

dari sebanyak 2.622,3 ribu permintaan dalam tahun 1982 menjadi 3.120,1 ribu dalam tahun

1983. Hal ini berarti bahwa dalam periode tersebut telah terjadi suatu kenaikan sebesar 19

persen. perkembangan jasa telekomunikasi dapat diikuti melalui Tabel VII.67.

1969 1970 1971 1972 1973 1974 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 19831) 19842).. Lalu lintas telepon international:- Banyak pennintaan (ribu) 62,4 151,3 202,3 208,8 257,8 331,1 629,3 772,0 964,5 1.094,4 1.396,0 2.376,7 2.622,2 3.120,1 1.775,3#NAME? 277,0 1.190,8 1.249,1 1.364,8 1.219,1 2.302,1 4.431,1 5.426,8 6.619,9 7.446,1 8.864,4 12.480,1 16.849,5 18.793,1 9.988,0b. Lalu lintas telepon dalam negeri:- Lokal (jumlahpulsa) 1) 176.513,9 157,463,7 182.426,7 217.776,1 240.865,3 758.760,2 2.527,8,.- Sambungan langsung jarak jaub: -Jumlah paisa (ribu ) 5.877,0 6.419,1 7.558,1 7.916,6 9.427,9 10.096,9 11.011,9 13.741,0 14.830,4 12.114,8 10.868,5 10.212,6 10.632,3 10.038,2 5.027,8Jumlah call (ribu) 30.532,5 30.579,6 . 30.233,3 39.332,5 50.889,2 51.430,9 58.718,8 72.083,1 75.753,3 70.315,2 63.158,8 64.174,5 67.621,5 53.551,8 26.631,0Co Telegrap dalam negeri:- Jumlah telegrap (ribu) 2.084,8 2.133,0 2.389,9 2.696,5 3.459,0 3.776,1 4.070,4 4.403,6 4.905,4 5.503,5 6.452,4 6.920,6 7.141,8 7.958,94 4.064,5. - Jumlahkata (ribu) 55.817,0 60.059,0 62.827,0 74.576,0 105.247,0 113.527,5 124.244,1 134.402,2 150.103,1 167.885,3 191.073,1 240.073,6 122.156,5d. Telegrap luar negeri:- Jumlah telegrap (ribu) 389,4 391,0 379,2 411,4 488,3 493,7 400,3 351,3 307,6 267,7 231,6 205,9 140,7 104,6 40,2- Jumlah kata (ribu) 12.663,6 11.990,3 11.381,3 11.961,1 15.023,1 15.419,7 13.239,2 11.529,4 9.682,4 7.930,3 6.790,4 7.271,6 4.548,1 3.327,5 1.263,9e. Telex dalam negeri :- Jumlah pulsa (ribu) 3.701,1 4.934,0 6.786,7 7.876,2 9.925.3 12.684,7 23.321,9 27.926,3 35.894,3 43.297,1 56.903,7 82.479,7 271.864,0 336.399,6 181.237,6f.Telex luar negeri :- Jumlah call (ribu) 25.7 68,3 124,8 185,7 - 276,4 368,8 663,0 992,2 1.284,0 1.673,1 2.190,5 2.735,7 3.294,51) 3.656,9 2.103,31) Angka diperbaiki2) Angka sementara

563,4

PEMAKAIAN ]ASA TELEKOMUNIKASI, 1969 - 1984TabeI VII.67

205.372,51)

470,114.730,8

17.164,9

10.013,248.950,1

3.574,1106.345,6

414,33.196,2

796.918,5 1.136.158,0 1.543.184,7 2.169.647,9 2.524.807,4 3.353.442,0 4.297.047,0 4.949.036,0

1975

Sementara itu telah dilakukan pula penambahan jaringan transmisi, yang merupakan

salah satu unsur renting dalam peningkatan jasa telekomunikasi baik di dalam maupun di luar

negeri, dengan kabel kawat masa ganda (multi-pairs wire), kabel koaksial dan kabel optek. Di

samping itu telah dipakai pula sistem gelombang mikro (GM) teresterial, yang meliputi GM

Lintas-Sumatera dengan 693 aluran, GM Jawa-Bali dengan 2.206 saluran yang dirangkaikan

dengan sistem transmisi hambur-tropo (tropos catter), GM SurabayaBanjarmasin dengan 48

aluran dan GM Indonesia Timur dengan 196 aluran. Sedangkan perluasan sistem gelombang

radio frekuensi tinggi HF, VHF, dan UHF telah mencapai sebanyak 197 stasiun. Penggantian

Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa Al yang dalam operasi pertama baru

mempunyai 12 transponder telah diganti, dengan satelit Palapa generasi kedua Bl dan B2 yang

mempunyai 24 transponder. Peningkatan hubungan internasional dilaksanakan melalui sistem

komunikasi intelsat yang mencakup dua kawasan, yaitu kawasan Samudera Hindia (Indian

Ocean Region) dengan kemampuan up-link 6 aluran dan down-link 14 aluran, serta kawasan

Samudera Posifik (Posific Ocean Region) dengan kemampuan up-link 5 aluran dan-down link

14 aluran. Dalam rangka peningkatan sarana telekomunikasi internasional, sampai dengan

bulan Agustus 1984 telah dapat diselesaikan pembangunan sistim komunikasi kabel laut

(SKKL) Asean antara Indonesia-Singapura sebanyak 480 kallal, SKKL Medan-Penang dan

stasiun kabel sebanyak 480 kallal, SKKL Medan-Singapura 1.260 kallal, sentral telepon di_ital

di Medan sebanyak 2.100 kallal, stasiun referensi time division multiple accses (TDMA) dan

terminal TDMA di Jatiluhur sebanyak 240 kanal, mikrowave link Jakarta-Jatiluhur sebanyak

Departemen Keuangan RI 234

Page 235: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

572 kanal, pengadaan uninterruptible power supply (UPS) 200 KVA dan 1 unit antena track

telemetry command and monitoring (TTCM) di Jatiluhur, pengadaan peralatan VFT-MUX

sebanyak 48 terminal, penambahan trafo tegangan tinggi 3x250 KVA, sirkit sewa telegrap

sebanyak 120 kanal, sirkit sewa suara/data sebanyak 20 kallal, serta 4.096 trunks telepon

internasional dan nasional. Demikian pula industri telekomunikasi PT Inti, telah berkembang

dalam meningkatkan kemampuannya di bidang usaha telekomunikasi dan elektronika.

Selanjutnya guna menertibkan penggunaan frekuensi radio serta persiapan keanggotaan

Indonesia dalam sistem monitoring radio internasional, kini te1ah dioperasikan 1 buah stasiun

monitor bergerak, 3 buah stasiun tetap yakni di Cakung, Ulan Kayu dan Samarinda, serta telah

siap untuk dioperasikan sebanyak 18 buah stasiun monitoring bergerak.

Pembangunan di bidang pos dan giro sampai dengan tahun 1984/1985 dimaksudkan

untuk memperluas fasilitas pos dan giro dan meningkatkan jasa pelayanannya, sehingga dapat

menjangkau kecamatan-kecamatan di wilayah Nusantara termasuk daerah-daerah pemukiman

transmigrasi. Untuk menunjang hal tersebut, telah dilakukan pembangunan kantor pos dan

kantor pos pembantu di kecamatan-kecamatan, serta kantor pus tambahan, kantor pos besar dan

kantor pos ke1as I di ibukota propinsi dan kala-kala lainnya. Di samping itu juga te1ah

dilakukan penambahan, dan perluasan jasa pos ke1iling kala dan jasa pos ke1iling desa,

sehingga pe1ayanan pos dapat menunjang kegiatan so sial ekonomi masyarakat. Di samping itu,

dari segi operasi te1ah pula berhasil ditingkatkan mutu pe1ayanan pos dan giro, antara lain

dengan memperpendek waktu tempuh surat, penambahan jaringan dan perluasan pe1ayanan.

Selain itu te1ah berhasil pula ditetapkan sistem kode pos untuk se1uruh Indonesia guna

mendukung kelancaran operasi. Hasil-hasil yang te1ah dicapai sampai dengan bulan Mei 1984

meliputi pembangunan kantor pos pembantu/kantor pos tambahan sebanyak 485 buah, kantor

pos sebanyak 30 buah, kantor pos besar/ kantor pos ke1as I sebanyak 21 buah, kantor kepala

daerah pos sebanyak 3 buah, kendaraan bermotor roda 4 sebanyak 48 buah serta bis sural

sebanyak 1.214 buah. Dengan peningkatan fasilitas pos dan giro tersebut, kini pelayanannya

te1ah mampu menjangkau 3.103 ibukota kecamatan dari sejumlah 3.488 ibukota kecamatan

yang ada, sebagai sentral pos desa sekitarnya. Jangkauan pelayanan pos dan giro ke desa-desa

te1ah mencapai 60.232 desa dari sejumlah 66.159 desa yang ada di Indonesia. Hal ini berarti

pelayanan pos dan giro telah dapat melayani 91,3 persen dari seluruh ibukota kecamatan yang

ada dan 91,0 persen dari selruh desa di Indonesia. Se1ama Pelita III hingga tahun pertama

Repelita IV, te1ah banyak kemajuan yang dapat dicapai, baik dari segi kuantitas maupun

kualitasnya. Dari segi kuantitas, telah berhasil diletakkan dasardasar kebijaksanaan untuk

Departemen Keuangan RI 235

Page 236: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

djadikan program pengembangan tahun-tahun berikutnya, yakni berupa perluasan jangkauan

pelayanan sampai ke desa-desa, daerah-daerah pemukiman trasmigrasi serta daerah terpencil,

yang antara lain dilakukan dengan memperbanyak unitunit pelayanan pos bergerak. Sedangkan

dari segi kualitas antara lain ditandai dengan berhasilnya diadakan ikatan kontrak dengan

perusahaan angkutan umum, sehingga dapat mengatasi kemungkinan hambatan-hambatan yang

mengganggu ke1ancaran pos dan giro. Dengan adanya peningkatan kualitas tersebut, angkutan

pos me1alui darat pada umumnya lancar. Guna menambah fasilitas alat angkutan pos untuk

pemantapan waktu tempuh, telah diadakan perjanjian kerjasama angkutan pos dengan

perusahaan swasta. Adapun angkutan pos laut pada umumnya tidak ada hambatan, karena

frekuensi dan jumlah kapal sudah semakin bertambah dan daerah yang dilintasi juga semakin

luas.

Demikian pula angkutan pos udara semakin lancar, dengan lebih seringnya frekuensi

penerbangan dan adanya tambahan trayek baru sehingga hampir menjangkau seluruh pelosok

Nusantara. Di samping itu dalam kedudukannya sebagai anggota UPU (United Post Union) dan

APPU (Asia Posific Post Union), Indonesia telah banyak memperoleh manfaat dari kedua

organisasi tersebut dalam mencapai kemajuan di bidang pos dan giro. Dalam pada itu telah

dilakukan pula pemasyarakatan kode pos, yang untuk tahap pertamanya dimulai di wilayah

DKI Jakarta dan kemudian disusul oleh propinsi-propinsi lairmya. Pelayanan pos dan giro

selain berpedoman kepada volume lalu lintas pos dan perhitungan biaya, juga ditujukan untuk

meningkatkan jangkauan pelayanan ke daerah-daerah terpencil dan daerah-daerah transmigrasi.

Dalam tahun 1983 telah disampaikan surat pos sebanyak 348 juta buah, weselpos senilai Rp

445,80 milyar, peredaran giro dan cekpos sebesar Rp 2.569,41 milyar serta jumlah tabungan

pada BTN sebesar Rp 81.063,60 juta. Sedangkan sampai dengan bulan Mei 1984, surat pos

yang disampaikan berjumlah sebanyak 27,74 juta buah, weselpos senilai Rp 163,70 milyar,

peredaran giro dan cekpos sebesar Rp 967,50 milyar, serta jumlah tabungan BTN sebesar Rp

23.795,90 juta. Perkembangan arus lalu lintas pos dan giro dapat diikuti melalui Tabel VIII.68.

Departemen Keuangan RI 236

Page 237: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Peredaran Tabungan Tahun Surat pos dan cekpos Bank

(juta ) ( mityar ( juta 1969 147 97,63 59,371970 159 106,65 146,051971 181,9 124,3 317,651972 196 157,26 499,521973 176,5 204,19 1.414,981974 187,23 325,61 2.325,821975 199,84 426,43 4.358,181976 200,56 471,45 7.042,171977 236,7 660,59 10.908,801978 252,29 840,34 15.526,001979 265,86 1.113,16 20.705,8011980 276,2 1.558,70 32.338,061981 1) 272,75 1.933,42 42.850,291982 299,23 2.208,42 58.064,311983 348 2.569,41 81.063,601984 2) 27,74 967,5 23.795,901) Angka diperbaiki2) Angka sementara

152,08183,771)

445,8163,7

45,6563,3

81,2999,48

Weselpos( mityar

14,920,8126,4832,53

121,71138,81174,56126,94

Tabel VII.68ARUS LALU LINTAS POS DAN GIRO, 1969 -1984

7.8.5. Kepariwisataan

Pembangunan di bidang pariwisata diarahkan selain untuk meningkatkan dan

memperluas kesempatan kerja serta kesempatan berusaha, juga dimaksudkan untuk me-

ningkatkan penerimaan devisa, serta pengenalan alam dan kebudayaan Indonesia. Selama Pelita

III telah dilakukan langkah-Iangkah pembinaan dan pengembangan pariwisata, antara lain

berupa peningkatan dan pembangunan daerah-daerah tujuan wisata, serta pengembangan mutu

produk wisata Indonesia, dan wisata remaja. Untuk lebih meningkatkan arus wisatawan dari

luar negeri, telah dilakukan berbagai usaha antara lain pembebasan visa selama 2 bulan bagi

wisatawan dari 26 negara posaran wisatawan yang potensial, kemudahan keimigrasian,

peningkatan pelayanan bagi wisatawan asing serta peningkatan keahlian dan keterampilan

petugas-petugas yang menangani pariwisata.

Pembinaan dan pengembangan obyek wisata sejak Pelita III hingga tahun pertama

Repelita IV terutama ditujukan pada 10 daerah tujuan wisata (DTW) yaitu propinsi Sumatera

Utara, Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Daerah Istimewa

Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Dalam upaya mengembangkan obyek

wisata yang tersebar di 10 DTW dan beberapa propinsi lainnya tersebut, dalam tahun

1984/1985 sampai dengan bulan Agus.tus tahun 1984 telah dilaksanakan studi perencanaan

pengembangan, baik yang berupa rencana induk perencanaan, tapak kawasan dan detil desain

Departemen Keuangan RI 237

Page 238: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

maupun lanjutan pembangunan fasilitas obyek-obyek wisata di DTW yang te1ah mantap

pengembangannya. Dalam rangka perintisan pengembangan obyek-obyek wisata di luar 10

DTW, dalam tahun pertama Repe1ita IV te1ah dipersiapkan pengembangan pariwisata di tiga

propinsi yaitu Riau, Bengkulu dan Kalimantan Tengah. Sed:mgkan guna menunjang

ke1ancaran arus wisatawan sampai ke DTW, diusahakan peningkatan prasarana, sarana dan

penunjang lainnya seperti tempat penginapan, jasa biro perjalanan, penerbangan borongan yang

langsung ke tempat obyek wisata, serta pemandu wisata. Kegiatan di DTW tersebut telah

menghasilkan peningkatan arus wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia. Dalam tahun

1982, jumlah wisatawan asing yang datang ke Indonesia baru sebanyak 592.046 orang,

sedangkan dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 638.855 orang, yang berarti mengalami

kenaikan sebesar 7,9 persen. Sedangkan lama tinggal di Indonesia ratarata bagi wisatawan asing

dalam tahun 1983 adalah 11,7 malam per kunjungan, dengan pengeluaran rata-rata sebesar US

$ 58,8 per malam sehingga jumlah seluruh pengeluaran wisatawan asing mencapai sekitar US $

439,5 juta. Perkembangan bidang kepariwisataan dapat diikuti melalui Tabe1 VII.69.

Wisatawan Kamar hotel Penerimaan Tenaga kerja(orang) (buah ) (juta US $) (orang)

1969 86.100 2) 297 10,8 7.2331970 129.319 359 16,2 8.2781971 178.781 2) 545 22,6 10.0481972 221.179 242 27,6 - 1)1973 270.303 2) 253 40,9 - 1)1974 313.452 414 54,4 48.3001975 366.293 437 62,3 53.9601976 401.237 453 70,6 - 1)1977 433.393 2) 464 81,3 - 1)1978 468.614 467 94,3 - 1)1979 501.430 295 250,7 2) 86.3981980 561.178 3) 330 289,0 2 94.3601981 600.151 3) 409 309,1 112.156 )1982 3) 592.046 426 358,8 1.139.2821983 638.855 436 439,5 113.928

1) Data tidak tersedia 2) Angka diperbaiki 3) Angka sementara

TahunBiro

(kamar)2.972

31.406 2)34.300 2)38.308 2)

38.627

5.51011.00012.76621.92542.356

42.575 2)

Tabel VII.69PERKEMBANGAN DI BIDANG PARIWISATA, 1969 - 1983

38.621

3.3903.6714.850

Untuk meningkatkan arus wisatawan baik asing maupun domestik, dalam tahun 1983

telah dilakukan usaha-usaha dan kegiatan pemasaran melalui koordinasi dan kerjasama terpadu

guna menghadapi persaingan yang cukup ketat di pasaran pariwisata internasional. Kegiatan

dan upaya tersebut antara lain meliputi pemasangan iklan pada media internasional, untuk

mempromosikan dan menjual produk wisata Indonesia. Selain itu juga dilakukan pembuatan

bahan promosi/cetakan yang bertemakan "Indonesia destination of endless diversity" (Indonesia

Departemen Keuangan RI 238

Page 239: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

adalah tempat tujuan yang beraneka ragam tanpa putus-putusnya), yaitu meliputi sejarah,

budaya dan alam serta wisata marina. Sementara itu untuk memperkenalkan secara lebih

mendalam mengenai atraksi dan fasilitas wisata Indonesia, telah diselenggarakan widya wisata.

Melalui kerjasama dengan KBRI di luar negeri, Garuda Indonesian Airways, hotel-hotel dan

biro perjalanan di dalam negeri. Program tersebut ditujukan antara lain bagi kalangan

pengusaha/pedagang dan wartawan dengan cara peninjauan langsung ke obyek-obyek wisata,

untuk mengetahui fasilitas, pelayanan, prosedur dan unsur-unsur lainnya yang berkaitan dengan

kedatangan wisatawan asing di Indonesia. Di samping itu perwakilan Pusat Promosi Pariwisata

Indonesia (P3I) di luar negeri juga telah berperanserta, secara aktif, dalam setiap kesempatan

untuk memperkenalkan Indonesia sebagai negara tujuan wisata. Hal itu sekaligus merupakan

kesempatan bagi industri dan perusahaanperusahaan untuk melakukan kontak dagang dengan

industri pariwisata dari berbagai negara yang ikut serta.

Kegiatan bina masyarakat dimaksudkan untuk membimbing, dan mengarahkan

masyarakat untuk mendukung kebijaksanaan, program dan kegiatan yang dilakukan Pemerintah

di bidang kepariwisataan. Untuk menunjang kegiatan tersebut, dilakukan peningkatan

kerjasama dengan media masa guna menyebarkan informasi kepariwisataan dan hasil-hasilnya,

serta meningkatkan sadar wisata dari para pejabat, dan pemuka-pemuka organisasi dan

masyarakat. Selain itu telah pula digalakkan wisata di kalangan para remaja melalui pengadaan

bahan-bahan informasi berupa buku petunjuk perjalanan wisata remaja, yang selalu diterbitkan

setiap tahun. Di samping itu juga dilakukan monitoring, pengendalian, pembinaan dan

pengembangan wisata remaja di empat daerah, yaitu Kalimantan Barat, Jawa Timur, Sulawesi

Tengah dan Maluku.

Dalam tahun 1983, jumlah tempat menginap yang telah mendapatkan klasifikasi hotel

mencapai sebanyak 283 buah hotel berbintang dengan kamar sebanyak 20.090 buah, sedangkan

yang belum diklasifikasikan berjumlah sebanyak 792 buah dengan kamar sebanyak 18.537

buah. Posisi ini tidak berbeda dengan keadaan tahun 1982, oleh karena dalam tahun 1983

pelaksanaan klasifikasi hotel terpaksa ditunda yang disebabkan adanya resesi dunia. Demikian

pula dengan biro perjalanan, yang memperoleh ijin usaha dalam tahun 1983 tercatat sebanyak

436 perusahaan, yang terdiri atas biro perjalanan umum (BPU) sebanyak 185 buah perusahaan,

cabang biro perjalanan umum (CBPU) 108 buah perusahaan, dan agen perjalanan (AP)

sebanyak 143 buah perusahaan. Bila dibandingkan dengan tahun 1982 yang baru mencapai 426

buah perusahaan, maka berarti terdapat peningkatan usaha baru sebanyak 10 buah perusahaan

atau sebesar 2,3 persen.

Departemen Keuangan RI 239

Page 240: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Pariwisata dalam negeri pada tahun pertama Repelita IV mengalami peningkatan yang

cukup tinggi, yang antara lain disebabkan adanya kebijaksanaan Pemerintah untuk

meningkatkan biaya fiskal perjalanan ke luar negeri. Di lain pihak, kebijaksanaan tersebut telah

menurunkan jumlah wisatawan Indonesia yang berkunjung ke Singapura sebesar 38 persen

dalam tahun 1983, bila dibandingkan dengan tahun 1982. Selanjutnya kegiatan pemasaran dan

promosi baik di dalam maupun ke luar negeri semakin ditingkatkan melalui pemasangan iklan

dan penyebaran informasi mengenai atraksi dan fasilitas wisata Indonesia. Sementara itu guna

membantu kelancaran arus wisatawan asing clari luar negeri, dilakukan peningkatan pemasaran

dan promosi yang terpadu dan agresif berdasarkan penelitian yang menyeluruh, antara lain

berupa penambahan pintu masuk penerbangan dan pintu masuk pelabuhan laut, serta pelayanan

telekomunikasi di tempat menginap. Selain itu telah pula disempurnakan koordinasi

pemanfaatan obyek wisata, dan peningkatan atraksi wisata yang akan dapat meningkatkan clara

saing produk wisatawan Indonesia. Berbagai kebijaksanaan tersebut diharapkan akan dapat

meningkatkan arus wisatawan pada waktu yang akan datang. Untuk menunjang perkembangan

pariwisata, kini sedang dipersiapkan Rancangan Undang-undang Kepariwisataan Nasional.

7.9. Pekerjaan umum

Pembangunan di bidang pekerjaan umum yang meliputi bidang pengairan, cipta karya

dan bina marga telah menunjukkan hasil yang semakin nyata di dalam menunjang dan

mendukung keberhasilan pembangunan sektor-sektor lain. Hal tersebut tercermin antara lain

dari tercapainya sasaran fisik sejak tahun pertama Pelita I sampai dengan Pelita III. Pelaksanaan

pembangunan yang dilakukan dalam tahun pertama Repelita IV merupakan kesinambungan

dari tahap-tahap Repelita sebelumnya, dan sekaligus dimaksudkan untuk memperkokoh

kerangka landasan dalam pencapaian sasaran Repelita IV.

7.9.1. Pengairan

Pembangunan di bidang pengairan dititikberatkan pada peningkatan produksi pangan

terutama beras, yakni melalui usaha intensifikasi dan ekstensifikasi areal persawahan. Dalam

rangka itu antara lain dilakukan pembukaan areal persawahan baru terutama di luar pulau J

awa, sehingga dengan peningkatan produksi padi tersebut pada gilirannya pendapatan para

petani juga dapat ditingkatkan. Di samping itu bidang pengairan telah pula menunjang kegiatan

sektor- sektor lainnya, seperti pembangunan waduk serba guna yang dapat dimanfaatkan untuk

Departemen Keuangan RI 240

Page 241: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pembangunan areal pertanian, pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan penyediaan air

industri. Sedangkan untuk menunjang peningkatan kesejahteraan masyarakat, telah disediakan

air baku yang memenuhi syarat-syarat kesehatan bagi daerah pemukiman. Program

pembangunan di bidang pengairan yang dilaksanakan dalam Pelita III mencakup masalah

perbaikan dan peningkatan irigasi, pembangunan jaringan irigasi baru, pengembangan daerah

rawa, serta penyelamatan hutan, tanah dan air. Untuk menunjang kegiatan tersebut, dilakukan

pula penelitian, survai, penyelidikan dan perancangan pengembangan sumber-sumber air, guna

mempercepat jangkauan fungsional pelayanan produksi dalam kawasan yang telah

dikembangkan. Hal itu dilakukan dengan meningkatkan pelayanan produksi, sehingga mampu

memberikan pelayanan yang le.bih cepat dan tepat melalui pemanfaatan sumber-sumber clara

alam yang ada. Selain itu guna melindungi kawasan pemukiman masyarakat pedesaan dan

masyarakat lainnya, telah dilakukan pengamanan terhadap daerah yang peka terhadap bencana

banjir.

Dalam tahun 1982/1983 telah dilakukan perbaikan dan peningkatan areal irigasi seluas

72.468 hektar, dan kemudian dalam tahun 1983/1984 telah mencapai seluas 88.561 hektar.

Adapun hasil-hasil yang telah dicapai selama pelaksanaan Pelita III meliputi perbaikan dan

peningkatan irigasi seluas 386.651 hektar, pembangunan jaringan irigasi baru seluas 437.271

hektar, pengembangan daerah rawa seluas 437.271 hektar, serta penyelamatan hutan, tanah dan

air seluas 587.100 hektar. Sedangkan proyek-proyek yang sampai dengan akhir Pelita III sudah

atau hampir terselesaikan antara lain berupa rehabilitasi jaringan irigasi utama Cisadane seluas

40.600 hektar, Ciujung seluas 24.300 hektar, Sedeku seluas 30.000 hektar, Gambarsari seluas

20.000 hektar, Pamali Carnal seluas 30.000 hektar, Pekalen Sampean seluas 229.000 hektar,

Delta Brantas seluas 32.000 hektar dan Tabo-tabo seluas 11.500 hektar. Sementara itu dalam

tahun pertama Repelita IV te1ah dimulai pembangunan irigasi tersier dan drainase di daerah

irigasi Cirebon, Madiun, Serayu, Jawa Timur, serta Lombok Se1atan. Se1ain itu secara intensif

juga mulai dilaksanakan rehabilitasi jaringan irigasi di daerah Semarang Barat dan Simalungun,

yang masing-masing mencakup wilayah se1uas 19.400 hektar dan 45.000 hektar. Dalam waktu

yang sarna, pembangunan jaringan irigasi baru dititikberatkan pada pembangunan irigasi

sedang dan kecil, dengan prioritas utama pada lokasi-lokasi yang memenuhi persyaratan yang

ditentukan. Persyaratan dimaksud adalah se1ain lokasi yang bersangkutan sangat memerlukan

pembangunan irigasi guna menunjang peningkatan produksi pertanian, para pemilik tanahnya

juga harus menunjukkan partisiposi yang tinggi dalam program irigasi dan pencetakan sawah

baru. Hal ini terutama diterapkan pada areal transmigrasi, sehingga program pembangunan

Departemen Keuangan RI 241

Page 242: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

jaringan irigasi terse but sekaligus dapat menunjang keberhasilan program transmigrasi.

Se1ain dilakukan pengembangan irigasi sedang, kecil dan sederhana, juga dilanjutkan

pembangunan prasarana irigasi baru yang lebih besar. Selama masa Pelita III te1ah dibangun

jaringan irigasi baru pada areal se1uas 437.271 hektar antara lain me1iputi proyek irigasi

Krueng Jrue Kiri se1uas 2.500 hektar, Gumbasa seluas 7.200 hektar, Cidurian se1uas 9.900

hektar, Lodoyo se1uas 12.400 hektar, Be1itang se1uas 19.500 hektar, Way Jepara se1uas 6.600

hektar dan Way Pangubuan seluas 5.000 hektar. Untuk seluruh proyek terse but sudah dapat

dise1esaikan jaringan irigasi utamanya, sedangkan jaringan tersier dan drainasenya sedang

dalam tarat penyelesaian. Adapun proyek-proyek yang masih terus ditingkatkan

pembangunannya me1iputi proyek irigasi Krueng Baro, Jambu Aye, Batang Gadis, Way

Rarem, Teluk Lada, Ciletuh, Pada Waras, Kedu Selatan, Bali, Wawotobi, Sungai Dareh Sitiung,

dan Dumoga. Kegiatan lain daripada program ini adalah pengembangan air tanah bagi daerah-

daerah pertanian yang berlahan kering dan rawan yang langka air permukaan, seperti daerah

Yogyakarta Se1atan, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Lombok, dan Timor. Hasil-hasil yang

te1ah dicapai di bidang pembangunan irigasi baru se1ama dua tahun terakhir pe1aksanaan

Pe1ita III, yaitu dalam tahun 1982/1983 dan 1983/1984, masing-masing adalah se1uas 108.607

hektar dan 39.680 hektar.

Dalam tahun pertama Repe1ita IV pembangunan daerah rawa masih me1anjutkan

kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan se1ama Pe1ita III, antara lain berupa penyempurnaan

jaringan reklamasi daerah rawa serta perluasan dan penambahan areal pertanian baru. Dalam

hubungan ini standar prasarana reklamasi daerah rawa te1ah ditingkatkan, agar dapat dilakukan

pengaturan air dengan lebih baik, dan dengan biaya peme1iharaan yang lebih rendah.

Pemanfaatan daerah rawa selain ditujukan untuk memperluas areal pertanian yang ada, juga

dimaksudkan untuk memperluas dan memperbaiki daerah pemukiman penduduk, te1ah

dilaksanakan melalui kegiatan pengembangan pengairan posang surut di daerah Riau, Jambi,

Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Kegiatan

tersebut juga mencakup proyek reklamasi rawa bukan posang surut yang terdapat di daerah

Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu,

Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Hasil yang telah dicapai dalam

tahun terakhir Pelita III di bidang pengembangan daerah rawa meliputi areal seluas 86.729

hektar, yang sebagian besar merupakan lahan yang potensial untuk usaha tani. Sedangkan hasil

yang dicapai selama Pelita III meliputi areal seluas 456.189 hektar.

. Penyelamatan hutan, tanah dan air dimaksudkan guna meningkatkan pengamanan

Departemen Keuangan RI 242

Page 243: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

daerah produksi pertanian, daerah pemukiman penduduk, dan daerah industri terhadap

gangguan bencana banjir. Di samping itu juga ditujukan untuk mengembangkan pemanfaatan

sumber-sumber air sungai yang memiliki potensi tinggi dalam memenuhi keperluan sektor

pertanian, kebutuhan air bersih untuk pemukiman penduduk, keperluan air industri untuk

pembangkit tenaga listrik serta kebutuhan air di pelabuhan. Untuk menanggulangi bencana

banjir lahar sebagai akibat dari meletusnya gunung-gunung berapi seperti di sekitar daerah-

daerah gunung Merapi, gunung Kelud, gunung Semeru, gunung Agung dan gunung Ga-

lunggung, maka dilakukan pembangunan dan pengendalian kantong posir (check dam) serta

tanggul. Selain itu program ini juga dimaksudkan untuk mengamankan sungai-sungai yang

merupakan sumber-sumber air bagi jaringan irigasi yang telah ada. Kegiatan-kegiatan tersebut

meliputi pengaturan dan pengamanan sungai, yaitu berupa pengerukan dasar sungai, perluasan

aliran, pembuatan sudetan, perlindungan dan perkuatan tebing, pembuatan tanggul, pembuatan

saluran banjir, pembuatan pintu-pintu banjir, serta latihan penanggulangan banjir, baik bagi

para petugas maupun bagi penduduk setempat. Selama 5 tahun Pelita III telah berhasil

dilakukan penyelamatan hutan, tanah dan air seluas 587.100 hektar, di antaranya yang

dilakukan dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/1984 masing-masing seluas 248.601 hektar

dan 63.698 hektar, yang dilaksanakan secara khusus melalui proyekproyek pengaturan dan

pengamanan sungai besar. Proyek-proyek terse but terdiri atas proyek Bengawan Solo,

Citanduy, Cisanggarung, sungai Arakundo, sungai Ular, sungai Brantas dan pengendalian banjir

Jakarta. Selain untuk pengendalian banjir, proyek itu juga dimaksudkan untuk menunjang

sektor industri, seperti pembangunan pembangkit tenaga listrik dan penyediaan air, baik untuk

keperluan industri maupun rumah tangga. Dalam hubungan ini, telah dilaksanakan pula

pembangunan waduk-waduk besar, seperti waduk Wonogiri yang sudah berfungsi dan Wadas

Lintang yang sedang dalam tahap penyelesaian.

Pengutamaan kegiatan pada program jaringan tersier, dalam Pelita III telah me-

perlihatkan hasil yang cukup menggembirakan, yaitu tercapainya areal seluas 1.680.573 hektar.

Pembangunan jaringan tersier dilaksanakan melalui pemanfaatan jaringan-jaringan irigasi yang

telah dibangun, dan dewasa ini secara langsung telah dapat menunjang program intensifikasi

produksi pertanian.

7.9.2. Perumahan rakyat dan pemukiman

Salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dilakukan melalui

peningkatan pembangunan di bidang perumahan rakyat dan pemukiman. Sehubungan dengan

Departemen Keuangan RI 243

Page 244: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

itu, pembangunan perumahan rakyat dan pengembangan pemukiman penduduk diarahkan untuk

dapat tersebar ke berbagai lokasi pemukiman yang meliputi sekitar 6.000 desa pada 200 kota.

Pembangunan perumahan rakyat dan pemukiman tersebut pada dasarnya merupakan tanggung

jawab masyarakat itu sendiri dengan mendapatkan bantuan dan pembinaan dari Pemerintah,

terutama yang menyangkut peningkatan mutu kehidupan masyarakat banyak yang

berpenghasilan rendah. Sehubungan dengan itu kini sedang dikembangkan suatu sistem yang

lebih terarah dan terpadu, terutama yang berkaitan dengan masalah pembiayaan, perluasan

kesempatan kerja, kesehatan lingkungan, produksi bahan bangunan lokal, keserasian

pembangunan daerah, pemukiman serta tataguna tanah perkotaan dan pedesaan.

Pembangunan perumahan rakyat terutama ditujukan untuk meningkatkan perbaikan

kampung/lingkungan pemukiman kota, pemugaran perumahan desa dan pembinaan yang

menunjang kegiatan tersebut. Kebijaksanaan pembangunan di bidang pemukiman rakyat sangat

erat kaitannya dengan kebijaksanaan di sektor lainnya seperti kependudukan, pertanahan,

perkreditan, serta riset dan teknologi. Program perumahan rakyat mencakup perintisan

pemugaran perumahan desa, perintisan perbaikan lingkungan perumahan kota, perbaikan

kawasan pusat kota bagi kota-kota sedang dan kecil termasuk lingkungan kawasan posarnya,

perintisan peremajaan kota, pembangunan perumahan rakyat, serta pengembangan kredit

pemilikan rumah (KPR). Kebijaksanaan umum yang ditempuh di bidang ini antara lain dengan

melibatkan masyarakat sebanyak mungkin, di samping tetap memperhatikan aspek-aspek

pemerataan dan keterjangkauan khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan

menengah.

Kegiatan perbaikan kampung di daerah perkotaan mencakup bina lingkungan, bina

usaha dan bina manusia, yang antara lain berupa perbaikan jalan lingkungan dan jalan setapak,

penanggulangan sampah lingkungan, perbaikan saluran pembuangan air hujan, pembuangan air

limbah rumah tangga dan pengadaan air bersih. Kegiatan tersebut juga berupa pengadaan

sarana fasilitas sosial lainnya seperti Puskesmas, gedung sekolah dasar, pembinaan

kesejahteraan ibu dan anak (PKK), serta kegiatan-kegiatan lainnya yang ditujukan untuk lebih

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah perkotaan, yang sebagian besar penduduknya

berpenghasilan rendah. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 telah dilakukan

perbaikan kampung pada 190 kala, meliputi areal seluas 3.701 hektar yang dapat memberikan

manfaat bagi 1.183.220 orang penduduk kampung. Adapun secara keseluruhan selama 5 tahun

pelaksanaan Pelita III telah berhasil dilaksanakan perbaikan kampung seluas 17.980 hektar,

yang dapat memberikan manfaat langsung kepada 5.436.600 penduduk di berbagai propinsi.

Departemen Keuangan RI 244

Page 245: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Hal ini berarti bahwa selama periode tersebut pelaksanaan program perbaikan kampung telah

dapat melampaui target yang direncanakan dalam Repelita III seluas 15.000 hektar.

Pengadaan perumahan rakyat bagi masyarakat berpenghasilan rendah selama ini telah

dilaksanakan melalui Perum Perumnas yakni berupa pemberian fasilitas KPR dari Bank

Tabungan Negara (BTN). Selain dengan Perum Perumnas, BTN juga mengadakan kerjasama

dengan perusahaan pembangunan perumahan swasta, yang bertujuan untuk membangun

perumahan rakyat bagi mereka yang berpenghasilan menengah dan tinggi. Dalam tahun

1983/1984, Perum Perumnas telah membangun sebanyak 12.963 rumah siap huni yang terdiri

atas 3.680 unit rumah sederhana, 8.523 unit rumah inti dan 760 unit rumah susun. Adapun

selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III, jumlah keseluruhan rumah siap huni yang telah selesai

dibangun mencapai 81.323 unit, terdiri atas 28.030 unit rumah sederhana, 50.269 unit rumah

inti dan 3.024 unit rumah susun. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juni 1984 juga

telah seksai dibangun sebanyak 1.537 unit, terdiri atas 787 unit rumah inti, 110 unit rumah

sederhana, dan 640 unit rumah susun. Perkembangan jumlah perumahan yang dibangun oleh

Perum Perumnas dapat dilihat pada Tabel VII.71.

1978/1979 1979/1980 1982/1983Rumah Rumah Rumah Rumah Rumah3) Rumah Rumah 3) Rumah Rumahh3) Rumah Rumah 4) Rumah

sederhana inti Jumlah sederhana inti Jumlah sederhana inti Jumlah sederhana inti sederhana inti Jumlah sederhana inti JumlahI. - - - - - - 388 - 388 388 388 - 3882. 3.948 898 4.846 1.412 2.479 3.891 2.342 1.252 3.594 1.734 7.552 5.457 13.009 - 606 6063. 368 - 368 500 500 1.192 - 1.192 - 1.764 - 1.7644. - - - - 400 600 1.000 612 612 600 1.2125. - - - - - - - 500 - - - 1'49 638 7876. - - - 90 450 540 306 680 986 148 406 1.094 1.5007. - - - - - - 158 286 444 - 286 158 4448. - - - - - 522 300 822 522 140 58 1989. 11.216 12.018 23.234 2.186 7.200 9.386 1.8642) 522 2.386 - 12.212 9.087 21.299 935 - 93510. 5.250 4.230 9.480 1.020 3.576 4.596 1.190 1.666 2.856 746 9.606 15.098 24.704 1.620 706 2.32611. 1.946 1.230 3.176 8 2.500 2.508 830 - 830 4.400 4.584 3.730 8.314 333 727 1.06012. 1.166 - 1.166 34 34 64 - 64 - - - 1.230 - 1.230 200 1.518 1.71813. 3.046 1.222 4.268 400 3.500 3.900 194 1.542 1.736 1.200 4.872 6.264 11.136 478 2.988 3.46614. - - - - - 240 1.774 2.014 - - - - 10 148 15815. - - - - 100 100 508 354 862 514 500 764 1.26416. - - - 140 140 324 - 324 534 - 534 - 53417. 1.078 - 1.078 1.078 - 1.078 - 200 - - -18. - - - - - - - 216 216 21619. - - - - - - 216 - 216 - 300 - 300 502 304 80620. 200 - 200 - - 502 304 806 - 200 - 200 - 432 48221. - - - 120 120 656 - 656 32 688 - 688 43 238 28122. - 340 340 400 - 400 - - 400 - 400 - -23. 1.070 768 1.838 134 134 480 - 480 - 2.504 - 2.504 171 218 38924. - - - 250 250 282 - 282 4 - 278 - 27825. - - - 300 200 500 300 300 200 50026. - - - 200 - 20027. - - - 356 216 572

29.288 20.366 49.654 7.712 19.805 27.517 13.914 9.696 23.610 12.050 49.580 42.510 92.090 4.441 8.523 12.964

4) Sejak tahun 1983/1984 rumah sederhana terma,uk rumah susun don RKTM

Jumlah

Propinsi

D.l. Ace hSumatern UtaraSumatern Barat

Tab eI VII. 71PEMBANGUNAN PERUMAHAN RAY AT OLEH PERUMNAS, 1978/1979 - 1983/1984

( dalam unit rumah )1980/1981 1981/1982

Jawa TengahD.l. YogyakartaJawa TImurB a I i

Jumlah388

1.742

1983/1984 1)

Ria u 600 1.212J ambi 200 700Swnatern Selatan 452 600BengkuluLampung 510 1.032DK1JakartaJawa Barat 882 1.628

2.500 6.900

1.300 2.500

Nusa Tenggara Barut 500 1.014Nusa Tenggara Timur 534Kalimantan Barat 300 500Kalimantan Tengah 216Kalimantan Belatan 500 500Kalimantan TimurSulawesi Utara 32Sulawesi TengahSulawesi SelatanSulawesi TenggaraMaluku 200 500Irian JayaTimor Timor

7.953 20.003I) Angkadiperbaiki2) Termasuk Tangerang dan Depok3) Sejak tahun 1980/1981 pada rumah sederhana termasuk rumah susun

Pembangunan rumah dengan dukungan KPR dari BTN telah pula ditingkatkan dan

dikembangkan hampir di seluruh ibukota propinsi dan ibukota kecamatan. Selama Pelita III,

hasil yang telah dicapai oleh Perum Perumnas dan non Perumnas yang mendapat dukungan

KPR masing-masing sebanyak 88.289 unit rumah dan 104.563 unit rumah, sehingga seluruhnya

berjumlah 192.852 unit rumah. Sedangkan yang dibangun tanpa dukungan KPR masing-masing

telah mencapai sebanyak 81.323 unit rumah dan 104.563 unit rumah, sehingga keseluruhannya

berjumlah 185.886 unit rumah. Di samping itu terdapat pula perumahan yang dibangun oleh PT

Departemen Keuangan RI 245

Page 246: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Papan Sejahtera atas dukungan KPR, yang selama Pelita III telah mencapai sebanyak 1.243 unit

rumah. Adapun perusahaan-perusahaan pembangunan perumahan swasta yang tergabung dalam

perusahaan Real Estate Indonesia (REI), juga telah banyak memberikan sumbangannya dalam

pembangunan perumahan, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas.

Pemugaran perumahan pedesaan dimaksudkan agar sebanyak mungkin rakyat desa

dapat mendiami rumah dan lingkungan yang sehat, dengan mengarahkan agar dapat dilakukan

secara mandiri melalui rumah percontohan dan penyuluhan yang diberikan. Pada dasarnya

kegiatan tersebut merupakan usaha gotong royong masyarakat desa yang bersangkutan dengan

mendapatkan bantuan dan bimbingan dari Pemerintah. Kegiatannya selain mencakup

pemugaran rumah-rumah desa, juga meliputi perbaikan jalan lingkungan desa, penyediaan air

bersih, pengadaan sarana mandi-cuci-kakus (MCK), serta perintisan unit produksi bahan

bangunan setempat. Selama Pelita III telah dilaksanakan pemugaran perumahan di 4.923 desa

yang terse bar di 25 propinsi kecuali propinsi OKI Jakarta dan Irian Jaya, di samping juga telah

dilakukan di 120 desa dalam rangka penanggulangan bencana alam atau penanggulangan

darurat. Sedangkan pembangunan jalan lingkungan desa telah diselesaikan sepanjang 990.214

meter, pengadaan sarana air bersihsebanyak 1.281 unit, pembuatan saluran pembuangan air

kotor sepanjang 25.444 meter, pembangunan sarana MCK sebanyak 993 unit, dan pengadaan

peralatan penukangan sebanyak 1.281 unit.

Selain pengadaan perumahan rakyat, perbaikan kampung dan pemugaran perumahan

desa, maka dilakukan pula kegiatan-kegiatan penunjang yang bertujuan untuk memudahkan

pelaksanaan program perumahan rakyat secara keseluruhan. Kegiatan terse but antara lain

berupa pembinaan umum pembangunan perumahan rakyat, perintisan pengadaan produksi

bahan-bahan bangunan setempat, peningkatan keterampilan, serta penelitian perumahan rakyat

baik yang bersifat nasional maupun regional. Pembinaan di bidang pembangunan perumahan

rakyat tersebut telah dilaksanakan melalui Pusat Informasi Teknik Bangunan (PITB), dengan

tujuan untuk meningkatkan kesadaran, pengetahuan, motivasi, kemampuan dan keterampilan

masyarakat luas, dan juga aparat Pemerintah daerah. Selain itu juga dimaksudkan untuk

menunjang pelaksanaan proyek perintis perbaikan lingkungan perumahan desa (P3LPD),

proyek perintis perbaikan lingkungan perumahan kota (P3LPK), serta usaha-usaha lain di

bidang pemukiman. Kegiatan penelitian di bidang air bersih dan kesehatan lingkungan

pemukiman, telah dilaksanakan dengan pembuatan model bangunan sederhana pengolah air

yang disebut embung-embung, yang dimaksudkan untuk mencukupi keperluan air bersih di

propinsi Nusa Tenggara Timur. Adapun unit usaha pengolahan air bersih yang menggunakan

Departemen Keuangan RI 246

Page 247: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

tanah gambut sebagai bahan pengolahannya, telah dibangun di propinsi Kalimantan Selatan.

Sejalan dengan makin meningkatnya kebutuhan air bersih, terus dilakukan upaya

pengadaan dan penyediaan air bersih yang dapat menjangkau baik kota-kota-besar, rnaupun

kota-kota kecil, termasuk ibukota kecamatan (IKK) yang terdapat di seluruh propinsi. Dalam

tahun terakhir pelaksanaan Pelita III, telah dapat dilakukan penambahan kapositas produksi air

bersih sebesar 5.082,5 liter per detik untuk kota. Sedangkan selama 5 tahun pelaksanaan Pelita

III kapositas produksi air bersih, telah mencapai 18.254 liter per detik, tersebar di 710 kota

besar, sedang dan kecil termasuk IKK. Di samping itU selama periode tersebut juga telah

berhasil dilakukan pengadaan air di 627 IKK, 390 di antaranya ditangani dengan sistem IKK

sepenuhnya, 139 dengan sistem BNA (basic need approach), dan 98 sisanya melalui Inpres

kesehatan. Sejalan dengan itu, dalam Pelita III telah dilakukan peningkatan dan pemerataan

pelayanan air bersih, khususnya bagi penduduk yang berpenghasilan rendah. Hal itu

dilaksanakan melalui peningkatan penyediaan dan pemasangan hidran umum, serta sambungan

ke rumah-rumah guna mencapai tingkat pelayanan penduduk semaksimal mungkin. Dalam

tahun 1983/1984 telah dapat diposang sambungan rumah sebanyak 69.146 buah dan 2.651

hidran umum yang mampu melayani 1.221.660 jiwa penduduk di 357 kota. Dengan demikian,

selama lima tahun pelaksanaan Repelita III jumlah sambungan rumah yang telah dipasang

mencapai 227.309 buah, dan hidran umum sebanyak 9.322 buah, yang dapat melayani

penduduk sebanyak 4.137.520 jiwa di 25 propinsi kecuali Sumatera Barat dan Jawa Barat.

Kegiatan program penunjang air bersih dilakukan untuk mempersiapkan, mengendalikan dan

mengawasi pelaksanaan proyek air bersih di berbagai kala di seluruh propinsi, sehingga dapat

melayani penduduk dengan baik terutama berdasarkan kemampuannya sendiri. Sehubungan

dengan itu, dalam tahun 1983/1984 telah dibentuk 28 badan pengelola air minum (BPAM),

sedangkan sampai dengan tahun terakhir pelaksanaan Pelita III jumlah seluruh BPAM telah

mencapai 150 buah. Peningkatan status BPAM menjadi Perusahaan Daerah Air Minum

(POAM), terus diusahakan, dan sejalan dengan itu dilakukan pula usaha peningkatan

keterampilan tenaga-tenaga teknisi air bersih.

Pembangunan di bidang sanitasi lingkungan meliputi kegiatan kebersihan kala, serta

pembangunan sarana pembuangan air kotor dan saluran pembuangan air hujan. Kegiatan terse

but ditujukan untuk meningkatkan mutu lingkungan pemukiman terutama dalam mencegah

berjangkitnya penyakit. Dalam hubungan ini, selama Pelita III telah dilaksanakan perbaikan

sarana lingkungan kota termasuk persampahan di 15 kala, sedangkan untuk pembangunan

sarana pembuangan air kotor telah selesai dibangun instalasi pengolahan air kotor, termasuk

Departemen Keuangan RI 247

Page 248: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

jaringan pipanya di Tangerang. Selain itu kini sedang dilakukan juga pembangunan sarana

pembuangan air kotor di kota Bandung, Jakarta dan Medan. Sampai dengan tahun 1983/1984

telah dibangun saluran pembuangan air hujan di 25 kala yang tersebar di berbagai daerah.

Mengingat bahwa pembangunan gedung-gedung, baik yang dilaksanakan oleh

Pemerintah maupun swasta, semakin meningkat, maka diperlukan pengaturan dan pem-

binaannya agar pelaksanaan dan pemanfaatannya dapat berdaya guna dan berhasil guna. Untuk

itu terus ditingkatkan keselamatan bangunan-bangunan umum agar tidak cepat rusak, tidak

mudah runtuh, aman dari bahaya kebakaran, bebas dari genangan banjir, dan mendapatkan sinar

matahari yang cukup. Di lain pihak, dalam rangka tertib bangunan telah disusun berbagai

peraturan antara lain mengenai standar, pedoman pelaksanaan, prosedur pengadaan bangunan

negara, peraturan bangunan nasional, serta model peraturan setempat di kola kabupaten dan

kotamadya. Selama Pelita III telah disusun rencana tataruang kala sebanyak 176 kota, serta

rencana tataruang daerah yang diperuntukkan bagi sebanyak 61 daerah yang tersebar di

berbagai propinsi di seluruh Indonesia.

7.9.3. Prasarana jalan dan jembatan

Pelaksanaan pembangunan jalan selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV

ditujukan untuk meningkatkan kemampuan pelayanan jaringan jalan yang tersebar di seluruh

Indonesia agar dapat melayani lalu lintas yang semakin berkembang, terutama arus-arus jalan

yang mempunyai nilai sosial dan ekonomi yang tinggi. Di sam ping itu pembinaan jaringan

jalan ditujukan untuk meningkatkan pengangkutan barang dan jasa dari pusat-pusat produksi ke

daerah-daerah pedesaan, serta untuk mendorong mobilitas manusia sekaligus mengembangkan

dan meratakan pembangunan beserta hasil-hasilnya di seluruh nusantara. Dengan demikian

prioritas utama kegiatannya diberikan kepada perbaikan dan peningkatan jalan yang

menghubungkan antara pusat-pusat produksi dengan daerah-daerah pemasaran dan pelabuhan,

serta jalan-jalan yang membuka daerah-daerah yang potensial tetapi masih terisolir. Di daerah-

daerah yang telah menunjukkan perkembangan yang relatif tinggi, masyarakat pemakai jalan

ikut membiayai jalan-jalan baru melalui sistem tol. Kegiatan yang telah dilakukan sampai

dengan tahun pertama Repelita IV meliputi programprogram rehabilitasi dan pemeliharaan

jalan dan jembatan, penunjangan jalan dan jembatan, peningkatan jalan dan penggantian

jembatan, serta program pembangunan jalan dan jembatao baru. Bidang rehabilitasi dan

pemeliharaan jalan dan jembatan telah dapat memperbaiki kerusakan-kerusakan setempat pacta

ruas-ruas jalan arteri dan kolektor yang telah mempunyai kondisi fisik yang mantap, sehingga

Departemen Keuangan RI 248

Page 249: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

jalan terse but tetap terpelihara. Hasil yang dicapai dalam program tersebut selama Pelita III

meliputi jalan sepanjang 31.971 km, termasuk di antaranya yang dicapai dalam tahun

1982/1983 sepanjang 9.414 km dan dalam tahun 1983/1984 sepanjang 4.841 km. Sedangkan

kegiatan rehabilitasi dan pemeliharaan jembatan selama Pelita III telah mencapai 41.059 meter,

termasuk di antaranya yang dicapai dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/1984 masing-

masing sepanjang 8.212 meter dan 10.749 meter. Kegiatan yang dilakukan di bidang

penunjangan jalan dan jembatan telah dapat memperbaiki kondisi jalan yang tidak mantap dan

kritis menjadi baik, sehingga dapat melayani pertumbuhan lalu lintas dalam jangka pendek

sebelum jalan tersebut ditingkatkan luasnya. Hasil yang telah dicapai selama Pelita III meliputi

peningkatan jalan sepanjang 90.547 km, di antaranya dalam tahun 1982/1983 sepanjang 18.381

km, dan dalam tahun 1983/1984 sepanjang 15.943 km, sedangkan beberapa ruas jalan telah

beberapa kali mengalami perbaikan. Adapun di bidang penunjangan jembatan, selama 5 tahun

pelaksanaan Pelita III telah mencapai 141.308 meter, di antaranya dalam tahun 1982/1983 dan

tahun 1983/1984, masing-masing mencapai 36.488 meter dan 24.0'55 meter. Sementara itu

program peningkatan jalan dan penggantian jembatan telah dapat meningkatkan jumlah

jaringan jalan arteri dan jalan kolektor ke dalam kondisi mantap, sehingga mampu memenuhi

kebutuhan pertumbuhan lalu lintas yang terus meningkat pada arus-arus jalan tersebut. Selama

Pelita III telah dapat ditingkatkan jalan sepanjang 10.708 km, diantaranya dalam tahun

1982/1983 telah dilaksanakan sepanjang 3.272 km, dan dalam tahun 1983/1984 sepanjang

2.448 km. Sedangkan peningkatan jembatan selama Pelita III telah mencapai sepanjang 14.412

meter, yaitu sepanjang 4.393 meter telah dilaksanakan dalam tahun 1982/1983 dan 3.887 meter

daiam tahun 1983/1984. Dalam tahun 1982/1983 dan tahun 1983/1984 telah dilakukan

penggantian jembatan sepanjang 8.768 meter dan 7.527 meter, sedangkan secara keseluruhan

selama 5 tahun pelaksanaan Pelita III mencapai 42.848 meter.

Pembangunari jalan baru ditujukan untuk dapat melayani pertumbuhan lalu lintas baik

di daerah perkotaan, maupun dalam rangka pembukaan hubungan lalu lintas ke daerah yang

terpencil, terisolir dan daerah pemukiman transmigrasi. Hasil yang telah dicapai selama Pelita

III adalah meliputi pembangunan sepanjang 1.384 km jalan dan 6.868 meter jembatan. Hasil

yang cukup baik tersebut tampak pada kenyataan bahwa jalan kritis yang pada akhir Pelita II

masih sekitar 22 persen, maka pada akhir Pelita III telah dapat diatasi seluruhnya. Di lain pihak

jalan mantap dan tidak mantap yang pada akhir Pelita II masing-masing adalah sebesar 13

persen dan 65 persen, maka pada akhir Petitt III jalan mantap telah meningkat menjadi sebesar

36 persen dan jalan tidak mantap berkurang menjadi 64 persen. Apabila dalam tahun 1982/1983

Departemen Keuangan RI 249

Page 250: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

jumlah jalan mantap mencapai 12.392 km, maka dalam tahun 1983/1984 telah ditingkatkan

menjadi 13.956 km. Di lain pihak, dalam periode yang sarna jumlah jalan tidak mantap telah

diturunkan dari sepanjang 25.208 km dalam tahun 1982/1983 menjadi sepanjang 25.044 km

dalam tahun 1983/1984. Sedangkan jumlah jalan kritis yang dalam tahun 1982/1983 mencapai

sepanjang 900 km, dalam tahun 1983/1984 telah dapat diperbaiki seluruhnya.

Sementara itu penggunaan aspal Buton terus dikembangkan, selain untuk

meningkatkan produksi aspal dalam negeri, juga ditujukan untuk mengadakan penelitian

mengenai peningkatan mUlti produksi dalam negeri, sistem distribusi, dan sistem

pengelolaannya. Hasil penelitian yang dilakukan selama Petita III, telah dapat digunakan untuk

peningkatan jaringan jalan antara lain meliputi lapisan tipis aspal Buton murni (Latasbum) dan

lapisan aspal Buton dengan batu pecah agreget (Lasbutag). Kedua lapisan aspal tersebut

digunakan untuk kondisi jalan dengan kepadatan lalu lintas sekitar 3.000 kendaraan per hari,

dengan lebar perkerasan jalan sekitar 7 meter. Sedangkan jalan agreget padat tahan cuaca

(Japat) digunakan untuk kegiatan penunjangan jalan, terutama untuk menghapuskan ruas-ruas

jalan pada kondisi kritis dengan kepadatan lalu lintas yang relatif rendah. Dengan penggunaan

cara/sistem tersebut maka dalam tahun 1982/1983 dan 1983/1984 masingmasing telah

digunakan aspal Buton sebanyak 452.943 ton dan 453.383 ton dan untuk seluruh Pelita III

sebanyak 1.399.633 ton.

Sementara itu guna memperlancar pemasaran hasil produksi pertanian, perkebunan dan

industri kecil di pedesaan, telah dilakukan bantuan penunjangan jalan kabupaten. Selama 5

tahun pelaksanaan Pelita III telah berhasil ditingkatkan penunjangan jalan kabupaten sepanjang

40.326 km, dan penunjangan jembatan sepanjang 51.781 meter. Hasil yang dicapai dalam tahun

1983/1984 di bidang penunjangan jalan kabupaten meliputi sepanjang 7.418 km, penunjangan

jembatan sepanjang 19.396 meter dan penggantian gorong-gorong sepanjang 59.568 meter.

Kegiatan tersebut ditingkatkan melalui penyediaan peralatan jalan dan peningkatan kemampuan

teknis di lapangan. Berhasilnya pembangunan jalan dan jembatan terse but pada gilirannya

telah dapat meningkatkan kelancaran mobilitas antardaerah, baik yang menyangkut kegiatan

perdagangan dan produksi, maupun dalam rangka penyebaran penduduk dan penghapusan

isolasi daerah-daerah terpencil. Pembangunan di bidang jalan dan jembatan dapat dilihat pada

Tabel VII. 72.

Departemen Keuangan RI 250

Page 251: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85J a I a n (km)

- 10.482 30.034 23.745 18.730 10.419 8.887 8.982 9.956 8.858 4.889 5.673 7.154 9.414 4.841 157920 1.387 1.544 1.605 994 1.779 829 1.294 1.356 2.226 - - - - -746 735 507 920 684 546 757 916 1.165 1.262 936 1.685 2.367 3.272 2.448 3.502

27 47 - 111 51 230 145 148 110 60 68 221 521 400 174 331- - - - - - - 21.074 18.583 16.566 18.381 15.943 1.128

Jembatan (m)- - - - - 2.464 2.390 2.782 5.526 12.602 6.075 8.013 8.010 8.212 10.749

4.825 6.399 2.482 3.894 4.029 3.502 3.515 6.789 5.317 - - - -1.580 1.579 4.928 3.700 2.916 2.132 3.502 4.787 4.224 4.560 2.610 3.397 125 4.393 3.887 1.8341.500 1.579 4.928 3.700 688 1.305 840 1.514 1.199 913 375 1.454 2.105 2.108 826 115

- - - - - - - - - 28.011 27.651 25.103 36.488 24.055 26.

1) Dalam Pelita llI, pemeliharaan menjadi satu dengan rehabilitasi2) Dalarn Pelita I dan ll, penunjangan menjadi satu dengan peningkatan

1. Pemeliharaan 1)2. Rehabilitasi3. Peningkatan4. Pembangunan baru5. Penunjangan 2)

1. Pemeliharaan 1)2. Rehabilitas!3. Peningkatan4. Pembangunan baru5. Penunjangan 2)

PEMBANGUNAN DI BIDANG PRASARANA

775

301

jALAN DAN jEMBATAN, 1969/1970 - 1984/1985T abe I VII.72

3) Angka sementara

7.10. Kependudukan dan transmigrasi

7.10.1. Kependudukan

Masalah pokok di bidang kependudukan dalam tahun kedua Repelita IV terutama

ditandai oleh besarnya jumlah penduduk, pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran yang

kurang merata. Di samping itu juga oleh adanya struktur umur yang kurang seimbang serta

kualitas penduduk yang relatif masih rendah. Keadaan penduduk tersebut secara tidak langsung

akan mempengaruhi perkembangan bidang ketenagakerjaan, terutama dalam mewujudkan

lapangan kerja baru bagi angkatan kerja, yang setiap tahun jumlahnya diperkirakan bertambah

sekitar 1,5 juta orang selama kurun waktu tersebut. Oleh karena itu di dalam melaksanakan

pembinaan dan penempatan tenaga kerja, telah ditetapkan kebijaksanaan yang bersifat

menyeluruh dan terpadu dan dititikberatkan pada perluasan kesempatan kerja yang produktif

dan renumeratif, dan sekaligus bertujuan untuk meningkatkan pemerataan pendapatan dan

kegiatan pembangunan. Jumlah penduduk Indonesia dalam tahun 1980 adalah sebanyak 147,5

juta, dan dalam tahun 1983 telah meningkat menjadi 158,1 juta. Kenaikan tersebut terutama

disebabkan karena masih tingginya tingkat pertumbuhan penduduk. Jika dalam periode 1960-

1971 tingkat pertambahan penduduk adalah sebesar 2,1 persen, dalam periode 1971-1980

meningkat menjadi sebesar 2,3 persen, sedangkan dalam periode 1980-1990 diperkirakan

menurun menjadi sekitar 2,0 persen. Dengan pertumbuhan yang relatif masih cukup tinggi

ter3ebut, jumlah penduduk Indonesia dalam tahun 1985, tahun 1990 dan tahun 2000

diperkirakan akan meningkat masing-masing menjildi 165 juta jiwa, 184 juta jiwa dan 223 juta

jiwa. Guna mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk tersebut, diusahakan untuk

mempercepat turunnya tingkat kelahiran, antara lain melalui perluasan dan intensifikasi

pelaksanaan program keluarga berencana ke seluruh wilayah dan lapisan masyarakat, termasuk

daerah-daerah pemukiman baru.

Sementara itu dengan adanya penyebaran penduduk yang kurang merata, sebanyak

Departemen Keuangan RI 251

Page 252: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

98,7 juta orang, atau 61,1 persen dari sebanyak 161,6 juta penduduk dalam tahun 1984, berada

di pulau Jawa yang luas wilayahnya hanya sekitar 7 persen dari seluruh wilayah Indonesia.

Sebagai akibatnya, di samping dialaminya tekanan penduduk yang mencapai kepadatan 747

orang per kilometer persegi, diperkirakan sebanyak 41,2 juta jiwa atau 62,9 persen dari seluruh

angkatan kerja juga berada di pulau Jawa. Di lain pihak, di wilayah Sumatera, Kalimantan dan

Sulawesi, yang masing-masing luasnya sekitar 26,6 persen, 27,8 persen, dan 9,7 persen dari

seluruh wilayah Indonesia, jumlah penduduknya hanya sebanyak 31,9 juta, 7,6 juta dan 11,3

juta. Dengan demikian kepadatan penduduknya hanya mencapai 67 orang, 14 orang dan 60

orang per kilometer persegi. Dengan adanya ketimpangan penyebaran penduduk tersebut, maka

di satu pihak sumber daya alam di daerah padat penduduk mengalami tekanan eksploitasi yang

berlebihan, di lain pihak di daerah yang jarang penduduknya, sumber daya alam tidak dapat

dikelola secara efektif. Oleh karena itu guna memungkinkan pendayagunaan sumber daya alam

secara optimal, penyebaran penduduk terutama ditujukan pada tercapainya perimbangan yang

lebih serasi antara sumber daya alam dan sumber daya manusia. Selain itu dalam rangka

meningkatkan kesadaran serta pengetahuan di bidang kependudukan, dikembangkan pula

penelitian di bidang kependudukan yang sekaligus dimaksudkan untuk memanfaatkan sumber

daya manusia melalui berbagai kegiatan pembangunan. Perkembangan penduduk Indonesia,

kepadatan serta proyeksinya sampai dengan tahun 1984 dapat dilihat pada Tabel VII.73.

Masalah lain di bidang kependudukan adalah kurang seimbangnya struktur umur

penduduk, yang ditandai dengan besarnya jumlah penduduk berusia muda. Hal ini terutama

disebabkan karena masih cukup tingginya tingkat kelahiran, yaitu apabila dalam periode 1981-

1985 tingkat kelahiran mencapai 33,72 per seribu, dalam periode 1986-1990 dan 1990-1995

masing-masing diperkirakan sebesar 31,26 per seribu dan 28,90 per seribu. Sebagai akibatnya

apabila dalam tahun 1980 jumlah penduduk yang berumur 0-14 tahun baru mencapai sebanyak

59,7 juta, dalam tahun 1985, tahun 1990 dan tahun 2000, masing-masing diperkirakan akan

meningkat menjadi 64,7 juta orang, 69,1 juta orang dan 76,2 juta orang. Demikian pula halnya

dengan jumlah angkatan kerja, apabila dalam tahun 1983 baru mencapai 63,9 juta orang, dalam

tahun 1988 diperkirakan akan meningkat menjadi 71,7 juta orang atau suatu kenaikan rata-rata

sebesar 2,5 persen per tahun. Tingkat kenaikan tersebut berarti masih di alas pertumbuhan

penduduk dalam periode 1980-1990 yang diperkirakan mencapai sekitar 2,0 persen per tahun.

Sementara itu dengan adanya peningkatan penyediaan fasilitas pendidikan, terutama pada

seko}ah dasar (SD) dan sekolah menengah tingkat pertama (SMTP), jumlah angkatan kerja

dalam kelompok umur 10-14 tahun diperkirakan akan terus menurun baik secara proposional

Departemen Keuangan RI 252

Page 253: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

maupun secara absolut. Apabila dalam tahun 1983 jumlah angkatan kerja dalam kelompok

umur 10-14 tahun mencapai 2,0 juta orang, dalam tahun 1988 diperkirakan akan menurun

menjadi 1,6 juta orang. Namun sebaliknya untuk angkatan kerja muda dalam kelompok umur

15-24 tahun, dalam periode yang sarna jumlahnya diperkrakan masih cukup besar, yaitu dari

sebanyak 16,8 juta orang meningkat menjadi 17,9 juta orang. Selanjutnya apabila dilihat dari

tingkat pendidikannya, dalam tahun 1983 diperkirakan 41,2 juta orang atau 64,5 persen dari

seluruh angkatan kerja yang ada masih belum tamat SD, sedangkan yang telah menamatkan

perguruan tinggi hanya mencapai 657.200 orang atau 1,0 persen. Dalam tahun 1985, per-

kembangan angkatan kerja yang belum tamat SD diperkirakan masih cukup besar, yaitu akan

meningkat menjadi 42,5 juta orang, sedangkan yang tamat perguruan tinggi hanya sebanyak

754.000 orang.

Guna menanggulangi permasalahan tersebut, antara lain telah ditempuh kebijaksanaan

di bidang ketenagakerjaan, yakni meliputi peningkatan informasi posar kerja, perluasan

kesempatan kerja, produktivitas tenaga kerja, serta peningkatan penyaluran, penyebaran dan

pemanfaatan tenaga kerja khususnya tenaga kerja usia muda. Untuk itu pelaksanaan

operasionalnya akan dituangkan ke dalam berbagai program, meliputi program pembangunan

desa, program penyebaran tenaga kerja, program latihan, program generasi muda dan program

peranan wanita.

Program pembangunan desa terutama ditujukan untuk mengatasi masalah kekurangan

kesempatan kerja bagi tenaga-tenaga penganggur atau penganggur musiman yang kurang

terampil di daerah pedesaan. Dalam jangka pendek, program ini ditujukan untuk perluasan

kesempatan kerja bersamaan dengan dilaksanakannya suatu proyek, sedangkan dalam jangka

panjang, perluasan kesempatan kerja terutama dihubungkan dengan kebutuhan tenaga kerja

setelah selesainya atau berfungsinya proyek tersebut. Dalam pelaksanaannya, program

pembangunan desa dilakukan melalui proyek padat karya gaya baru (PPKGB) dan proyek padat

karya jaringan tersier (PPKJT). Melalui PPKGB, antara lain dilakukan pembangunan jalan-

jalan desa dan prasarana desa lainnya, di samping juga ditanggulangi kekurangan kesempatan

kerja sebagai akibat terjadinya bencana alam di beberapa daerah. Sedangkan melalui PPKJT,

dilaksanakan pembangunan/rehabilitasi terhadap saluran air dan jaringan tersier, dengan tujuan

untuk memberikan kesempatan kerja terutama bagi penduduk yang tinggal di daerah kecamatan

miskin dan padat penduduk. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1982/1983 melalui PPKGB

dan PPKJT telah dapat diserap tenaga kerja sebanyak 21.801.325 hari kerja. Tenaga kerja

tersebut dipekerjakan pada pembangunan jalan desa, saluran air, pembuatan beras dan

Departemen Keuangan RI 253

Page 254: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

prasarana desa lainnya, yang terse bar di 1.096 buah kecamatan miskin dan padat penduduk.

Kemudian dalam tahun 1983/1984, melalui pembangunan/rehabilitasi jalan desa sepanjang

3.693 kilometer dan saluran tersier sepanjang 3.940,7 kilometer yang tersebar pada 1.084

kecamatan miskin dan padat penduduk, tenaga kerja yang diserap telah meningkat menjadi

sebanyak 26.720.721 hari kerja. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli

1984, dari pembangunan/rehabilitasi prasarana dan sarana yang tersebar di 96 kecamatan

miskin dan padat penduduknya telah dapat diserap tenaga kerja sebanyak 342.892 hari kerja.

Sementara itu pelaksanaan pogram penyebaran tenaga kerja terutama ditujukan untuk

menyebarkan dan memanfaatkan tenaga kerja terdidik ke daerah pedesaan, baik tenaga kerja

sarjana maupun sarjana muda. Melalui proyek pengerahan tenaga kerja sukarela, mereka

diaktifkan sebagai pelopor pembaharuan dan pembangunan di daerah pedesaan yang tersebar di

seluruh propinsi. Dalam lokasi baru tersebut, para tenaga kerja sukarelalbadan usaha tenaga

sarjana Indonesia (TKS/BUTSI) bertugas di berbagai bidang pembangunan, antara lain sebagai

tenaga penyempurna administrasi desa, pelaksana program kejar paket A, penyuluh di bidang

kesehatan, gizi dan keluarga berencana, serta kegiatan lain yang menunjang pembangunan, di

samping juga ikut membantu menyebarkan teknologi tepat guna dan sistem padat karya.

Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 jumlah TKS/ BUTSI yang dikerahkan ke

daerah-daerah pedesaan di seluruh Indonesia telah mencapai 5.480 orang, yang berarti telah

meningkat dengan 82,1 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang baru mencapai

3.010 orang. Di samping melalui program TKS/BUTSI, program penyebaran tenaga kerja juga

dilaksanakan melalui kegiatan antarkerja yang ditunjang oleh informasi posar kerja yang akurat.

Dengan demikian mobilitas tenaga kerja baik antar jabatan maupun antarlokasi dapat

ditingkatkan. Melalui informasi pasar kerja, .antara lain dapat diketahui jumlah tenaga kerja

yang dibutuhkan menurut jenis pekerjaan, keterampilan dan imbalan jasa yang, diberikan.

Dalam hubungan ini, dalam tahun 1983/1984 dengan jumlah pencari kerja yang terdaftar

sebanyak 498.302 orang dan jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia seb:inyak 112.815

orang, telah dapat ditempatkan sebanyak 84.836 tenaga kerja. Sedangkan daJam tahun

1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984, dengan jumlah pencari kerja sebanyak 104.941

orang dan jumlah lowongan pekerjaan yang tersedia sebanyak 23.221 orang, telah dapat

ditempatkan sebanyak 15.635 orang. Di samping itu usaha penyebaran tenaga kerja juga

dilaksanakan melalui program antarkerja antar lokal (AKAL), antarkerja antardaerah (AKAD)

dan antarkerja antarnegara (AKAN). Dengan semakin meningkatnya pembangunan,

pelaksanaan program AKAD diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang semakin

Departemen Keuangan RI 254

Page 255: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

meningkat di luar Jawa. Sedangkan guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja di luar negeri,

terutama dengan terbukanya kesempatan kerja di Timur Tengah, pengelolaannya dilaksanakan

melalui program AKAN. Melalui program antarkerja tersebut, dalam tahun 1983/1984 telah

dapat disalurkan tenaga kerja sebanyak 135.209 orang, dengan perincian sebanyak 84.836

orang disalurkan melalui AKAL, 19.583 orang melalui AKAD dan sebanyak 30.790 orang

melalui AKAN. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984, penyaluran tenaga

kerja melalui AKAL mencapai sebanyak 15.635 orang, sedangkan melalui AKAD dan AKAN

masing-masing mencapai 9.427 orang dan 11.346 orang.

Sementara itu guna meningkatkan produktivitas tenaga kerja, diberikan program

latihan dan keterampilan tenaga kerja khususnya kepada tenaga kerja usia muda dan wanita

pedesaan yang belum memiliki pengalaman dan keterampilan. Di samping itu juga diberikan

kepada beberapa tenagakerja yang sudah mendapatkan lapangan kerja tertentu, terutama yang

sudah mandiri, tetapi produktivitas kerjanya masih rendah. Untuk menunjang kegiatan tersebut,

selain melalui pembangunan/rehabilitasi balai latihan kejuruan (BLK), juga diberikan

bimbingan kepada kursus-kursus swasta sebagai bagian dari sistem latihan nasional. Dalam

tahun 1983/1984, jumlah tenaga kerja yang telah dilatih melalui BLK Industri (BLKI), BLK

Pertanian (BLKP), Balai Pengembangan Manajemen dan Produktivitas (BPMP), Unit

Produktivitas Nasional (UPN) dan Mobile Training Unit (MTU) seluruhnya mencapai 98.193

orang. Hal ini berartitelah terjadi kenaikan sebanyak 16.005 orang atau 19,6 persen

dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang baru mencapai 82.138 orang. Kenaikan ini selain

disebabkan karena adanya penambahan tenaga instruktur dan perluasan clara tampung daripada

BLK-BLK, juga karena semakin meningkatnya minat para pencari kerja untuk mengikuti

latihan. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984, telah dapat dilatih

tenaga kerja sebanyak 1.734 orang melalui BLKI, 880 orang melalui BPMP dan sebanyak

1.120 orang melalui MTU.

Departemen Keuangan RI 255

Page 256: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Pulau J awa IndonesiaJumlah penduduk19711) 76.086 20.808 5.155 8.527 8.632 119.2091976 85.289 24.282 5.924 9.812 9.888 135.1901977 87.076 24.989 6.079 10.070 10.128 138.3421978 88.904 25.724 6.240 10.334 10.377 141.57919801) 91.269 28.016 6.723 10.410 11.072 147.4901981 93.340 29.028 6.942 10.665 11.340 151.3151982 95.103 29.962 7.143 10.887 11.567 154.6621983 96.893 30.929 7.350 11.112 11.799 158.0831984 98.700 31.927 7.563 11.341 12.048 161.579Kepadatan / Km 219711) 576 44 10 45 15 621976 633 45 11 43 17 671977 650 46 11 44 18 681978 663 47 11 46 18 701980 1) 690 59 12 55 19 771981 706 61 12 56 19 791982 719 63 13 58 20 811983 733 65 13 59 20 831984 747 67 14 60 20 84Perkembanganrata - rata pertahun 1971 - 1984 2,13% 3,48% 3,34% 2,70% 2,28% 2,78%1) Angka sensus

PENDUDUK INDONESIA DAN KEPADATANNYA PADA TAHUN 1971SERTA PROYEKSINYA SAMPAI DENGAN TAHUN 1984

Tabel VII. 73

( dalam ribu jiwa)Sumatera Kalimantan Sulawesi Lainnya

7.10.2. Transmigrasi

Program transmigrasi terutama ditujukan untuk memperbaiki penyebaran penduduk

dan tenaga kerja, untuk membuka dan mengembangkan daerah pertanian baru, serta untuk

menunjang pembangunan daerah, khususnya di luar pulau Jawa dan Bali. Usaha-usaha tersebut

pada gilirannya diharapkan akan dapat menjamin peningkatan tarat hidup, baik bagi para

transmigran maupun bagi masyarakat sekitarnya. Untuk tersedianya prasarana, sarana dan

fasilitas secara memadai bagi tumbuhnya kegiatan masyarakat baru, maka di daerah

pemukiman transmigrasi antara lain telah dibangun jalan penghubung, jalan desa, lahan

pertanian, serta perumahan berikut salafia air minum dan jamban keluarga. Guna melayani

kegiatan. sosial-ekonomi para transmigran telah dibangun pula sarana penunjang seperti gedung

sekolah, gedung koperasi/KUD, balai pengobatan, balai pertemuan/balai desa, rumah ibadah,

rumah petugas dan rumah pos, yang kesemuanya disertai dengan perlengkapan dan peralatan.

Di lain pihak, bagi daerah asal transmigran, pelaksanaan transmigrasi terutama ditujukan untuk

pembangunan dan rehabilitasi daerah asal, serta mendorong masyarakat agar berperanserta

Departemen Keuangan RI 256

Page 257: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dalam bidang transmigrasi. Oleh karena itu penentuan daerah asal bagi para calon transmigran

terutama diprioritaskan pada daerah yang terlalu padat, dae(ah aliran sungai (DAS) yang akan

dihijaukan, daerah yang terkena proyek-proyek pembangunan serta daerah yang perlu

dilestarikan.

Selama Pelita III pelaksanaan transmigrasi dari tahun ke tahun selalu menunjukkan

peningkatan. Apabila dalam tahun 1979/1980 jumlah transmigran yang ditempatkan baru

mencapai sebanyak 51.985 kepala keluarga (KK), dalam tahun 1980/1981 telah meningkat

menjadi 78.359 KK. Kemudian dalam tiga tahun terakhir Pelita III masing-masing telah

meningkat menjadi 100.552 KK, 127.970 KK dan 169.010 KK. Dengan demikian selama 5

tahun pelaksanaan Repelita III telah dapat ditempatkan transmigran sebanyak 527.876 KK,

yang terdiri atas 367.127 KK transmigran umum dan 160.749 KK transmigran swakarsa.

Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984 telah dapat ditemp

atkan sebanyak 48.055 KK, yang terdiri atas 29.263 KK transmigran umum, 736 KK

transmigran swakarsa berbantuan dan sebanyak 18.056 KK transmigran swakarsa murni.

Perkembangan hasil penempatan transmigran dapat diikuti dalam Tabel VII.74.

PersentaseTahun Target Realisasi realisasiPelita I 46.566 46.268 99,41969/1970 4.489 3.933 87,61970/1971 3.865 4.338 112,21971/1972 4.600 4.171 90,71972/1973 11.200 11.414 101,91973/1974 22.412 22.412 100Pelita II 82.959 82.959 1001974/1975 11.000 11.000 1001975/1976 8.100 8.100 1001976/1977 13.910 13.910 1001977/1978 22.949 22.949 1001978/1979 27.000 27.000 100Pelita III 1) 500.000 527.876 105,61979/1980 50.000 51.985 1041980/1981 75.000 78359 104,51981/1982 100.000 100.552 100,61982/1983 125.000 127.970 102,41983/1984 150.000 159.010 106Pelita IV1984/1985 2) 125.000 48.055 38,4Jumlah 754.425 705.158 93,5

1) Angka diperbaiki, termasuk transmigran swakarsa 2) Angka sementara

TabeI VII. 74

( kepala keluarga )HASIL PENEMPATAN TRANSMIGRAN, 1969/1970 - 1984/1985

Departemen Keuangan RI 257

Page 258: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Sejalan dengan telah berhasilnya pelaksanaan program transmigrasi dalam Pelita III,

maka dalam Pelita IV pelaksanaan program transmigrasi akan lebih dipadukan dengan

pembangunan sektor-sektor lainnya, seperti sektor pertanian, perkebunan, peternakan,

perikanan, perindustrian, pendidikan dan kesehatan. Di sektor pertanian, pelaksanaan

transmigrasi ditujukan untuk memperluas areal pertanian baru, serta meningkatkan produksi

dari berbagai komoditi pertanian. Oleh karena itu pelaksanaan kegiatan ini langsung dikaitkan

dengan pemindahan penduduk dan tenaga kerja dari daerah yang radar ke daerah yang jarang

penduduknya. Dengan demikian diharapkan penyebaran potensi sumber daya manusia akan

lebih seimbang dengan penyebaran potensi sumber alam, terutama untuk lahan pertanian. Bagi

sektor industri, usaha di bidang transmigrasi akan lebih menjamin tersedianya tenaga kerja dan

bahan baku, sehingga membuka kemungkinan yang lebih luas bagi pengolahan hasil-hasil

pertanian di daerah transmigrasi. Sedangkan untuk sektor perdagangan, kegiatan transmigrasi

akan memberikan kesempatan yang luas pada usaha-usaha penyalur hasil produksi dari daerah

transmigrasi ke pasaran, baik di pasaran lokal maupun nasional. Sebaliknya pembangunan yang

dilakukan di daerah transmigrasi akan memberikan peluang bagi usaha penyalur barang dan

jasa yang dibutuhkan bagi pembangunan daerah transmigrasi itu sendiri.

Dalam pelaksanaannya, program transmigrasi masih banyak mengalami hambatan-

hambatan, seperti terlihat dari pelaksanaan dalam tahun pertama Repelita IV sampai dengan

bulan Oktober 1984 yang baru mencapai 38,4 persen dari target yang telah ditetapkan dalam

tahun 1984/1985 yaitU sebanyak 125.000 KK. Hambatan-hambatan tersebut antara lain berupa

kurangnya tenaga penyuluh yang terampil, belum memadainya sarana penerangan yang ada,

belum terarahnya materi atau informasi yang disampaikan, serta masih lemahnya pelayanan

dalam angkutan, kesehatan dan makanan bagi para transmigran. Di samping itu juga belum

memadainya perkembangan KUD, sebagai lembaga yang diharapkan dapat mengembangkan

perekonomian bagi daerah transmigrasi. Demikian juga sektor swasta belum memadai

peranannya dalam menunjang perkembangan perekonomian daerah transmigrasi, khususnya

yang menyangkut masalah pengelolaan dan perdagangan hasil-hasil pertanian.

Guna mengatasi hambatan-hambatan tersebut, khusus kepada para petugas pengawal

transmigran telah diberikan berbagai penataran, yang dimaksudkan untuk meningkatkan

pelayanan di bidang keamanan dan kesehatan para transmigran. Di samping itu guna

melancarkan angkutan bagi para transmigran, khususnya untuk daerah-daerah kosentrasi

pengumpulan yakni di kabupaten-kabupaten, telah dilakukan penambahan angkutan transite.

Sedangkan untuk memenuhi kecepatan waktu dan meningkatkan mutu makanan yang lebih

Departemen Keuangan RI 258

Page 259: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sempurna, maka di beberapa lokasi dan daerah asal telah diadakan dapur lapangan yang mobil.

Sementara itu guna meningkatkan pengelolaan dan pemasaran hasil-hasil produksi dari daerah

transmigrasi, telah ditingkatkan pula peranan koperasi dan usaha swasta. Khusus kepada

daerah-daerah yang terkena musim kering dan beberapa daerah yang memerlukan perawatan

kesehatan, telah diberikan bantuan bibit tanaman dan bantuan pangan. Demikian pula bagi

lokasi-lokasi yang kurang subur telah dilaksanakan upaya penanggulangan, yaitu dengan

memberikan pengapuran, mengadakan konservasi laban, serta intensifikasi dan diversifikasi

usaha tani.

Guna meningkatkan dan mendorong pelaksanaan transmigrasi swakarsa, kepada para

caton transmigran swakarsa telah diberikan berbagai kemudahan, baik yang menyangkut

masalah pengurusan pelaksanaan administrasi, ijin dan penyediaan fasilitas di daerah

penerimaan, maupun mengenai kelancaran hub_mgan antara daerah asal dan daerah penerima.

Selanjutnya usaha peningkatan transmigrasi swakarsa dilaksanakan pula dengan jalan

mengikutsertakan para transmigran pada kegiatan perkebunan inti rakyat (PIR) khusus. Sejalan

dengan itu dalam tahun pertama Pelita IV, sampai dengan bulan Oktober 1984, telah dapat

dilaksanakan pengadaan tenaga pembina sebanyak 6.458 orang, yang terdiri dari 956 tenaga

medis, 55 dokter, 2.631 guru SO, 1.622 guru SMTP, 534 penyuluh pertanian lapangan (PPL)

dan 660 pembina koperasi. Selain ittt juga telah dilaksanakan rehabilitasi terhadap 67 lokasi

lahan usaha yang kurang berhasil, dan pembinaan terhadap transmigran lama sebanyak 592.381

KK.

Departemen Keuangan RI 259

Page 260: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

BAB VIII

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN SOSIAL

DAN PEMBANGUNAN DAERAH

8.1. Pendahuluan

Laju pembangunan yang telah dicapai sekarang ini tidak terlepas dari peranan manusia

yang berfungsi sebagai pelaksana pembangunan. Oleh karena itu walaupun prioritas

pembangunan masih ditekankan pada sektor ekonomi, namun unsur manusia dan unsur-unsur

lainnya tetap mendapat perhatian yang seimbang. Oengan demikian dalam proses'pembangunan

selanjutnya diharapkan akan dapat tercipta suatu strata masyarakat Indonesia yang

berkepribadian kokoh, dan mempunyai etik moral yang kuat. Selaras dengan itu, pembangunan

di bidang agama antara lain bertujuan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia

'yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta mampu menciptakan

keselarasan, keserasian dan keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi, maupun

dalam hubungannya dengan masyarakat dan alam sekitarnya. Pembinaan di bidang agama, baik

melalui pendidikan formal maupun non formal, terus pula dikembangkan seiring dengan

bidang-bidang lainnya. Dalam kaitannya dengan pembangunan di bidang pendidikan,

jangkauannya tidak hanya terbatas pada pendidikan formal melainkan meliputi pula pendidikan

luar sekolah yang menuntut peran serta aktif pihak swasta. Sasaran yang ingin dicapai di bidang

ini antara lain adalah meningkatkan kecerdasan serta menumbuhkan semangat kebangsaan yang

tinggi, yang pada gilirannya diharapkan akan menumbuhkan manusia Indonesia yang mampu

membangun dirinya sendiri, serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

Untuk itu berbagai sarana dan fasilitas pendidikan secara bertahap dan pasti terus ditingkatkan.

Tersedianya gedung-gedung sekolah terutama di tingkat dasar yang menyebar di seluruh

pelosok tanah air, serta semakin meningkatnya kesejahteraan dan mutu para pendidik,

sebagaimana telah dapat dirasakan dewasa ini, merupakan wujud nyata dari upaya tersebut.

Sejalan dengan upaya meningkatkan kualitas manusia Indonesia tersebut, pembangunan bidang

kesehatan yang merupakan salah satu kebutuhan dasar setiap manusia terus pula dilaksanakan.

Hal ini ditandai dengan makin berkembangnya berbagai fasilitas dan saran a kesehatan, yang

berarti pula makin banyak anggota masyarakat yang mempunyai kesempatan untuk

mendapatkan fasilitas dan pelayanan kesehatan. Di samping itu, keberhasilan upaya

Departemen Keuangan RI 260

Page 261: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak terlepas pula dari kemampuan dan kesadaran

masyarakat itu sendiri. Untuk itu berbagai upaya dan penyuluhan, yang bertujuan

membangkitkan motivasi serta kesadaran masyarakat akan arti pentingnya kesehatan dan

keluarga berencana (KB), terus digalakkan. Norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera

sudah dapat dirasakan oleh sebagian anggota masyarakat, terutama para peserta KB. Dalam

rangka memantapkan usaha tersebut, pelayanan kepada para akseptor KB terus ditingkatkan, di

samping penyediaan sarana dan fasilitas yang memadai.

Pembangunan bidang kesejahteraan sosial yang merupakan bagian integral daripada

kesatuan sistem pembangunan nasional, diarahkan guna meningkatkan tarat kesejahteraan

sosial masyarakat secara adil dan merata, terutama bagi para penyandang perrnasalahan sosial.

Hal ini tidak terlepas dari usaha untuk mewujudkan kondisi sosial yang dinamis dalam

kehidupan individu, keluarga dan masyarakat, agar tercipta rasa amall, tertib serta tenteram

lahir dan batin. Dalam hubungannya dengan usaha untuk rnenciptakan suasana tersebut,

pembangunan di bidang hukum berasa semakin penting. Adanya kepastian hukum yang dapat

rnenjamin hak-hak setiap warga negara, di samping aparat penegak hukum yang bersih dan

berwibawa, serta ditunjang oleh kesadaran hukum masyarakat yang tinggi merupakan salah satu

tujuan di bidang pembinaan hukum. Dengan bertumpu pada landasan tersebut, serta diiringi

dengan penyediaan fasilitas yang memadai, diharapkan akan tercipta suatu kondisi sosial

rnasyarakat sebagaimana diidam-idamkan. Kesemuanya itu akan terwujud apabila keutuhan

bangsa serta integritas teritorial terus ditingkatkan pula. Maka dari itu, pembangunan di bidang

pertahanan dan keamanan juga semakin berasa sebagai suatu kebutuhan yang mutlak. Berbagai

langkah pembinaan telah dilakukan, demi terbentuknya suatu angkatan bersenjata yang tangguh

serta mampu rnelindungi seluruh turnpah darah dan segenap bangsa Indonesia. Hal ini pada

akhirnya diharapkan akan mampu menjamin kelangsungan pembangunan yang merata di

seluruh wilayah tanah air serta kemajuan yang nyata dan ternikmati oleh segenap lapisan

masyarakat. Di bidang pembangunan daerah, perlu ditingkatkan laju pertumbuhan daerah, serta

pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air. Selaras dengan itu, terus

ditingkatkan upaya guna menjabarkan asas Trilogi Pembangunan ke dalam konsepsi yang

bersifat operasional, dinamis, serta mampu mengikuti laju pertumbuhan-daerah.

8.2. Agama

Memasuki tahun pertarna Pelita IV, pembangunan di bidang agama terutama ditandai

dengan semakin terbinanya hidup rukun di antara sesama umat beragama. Dengan demikian

Departemen Keuangan RI 261

Page 262: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

kesatuan dan persatuan bangsa dapat diperkokoh dan peranserta umat beragama dalam

pembangunan dapat ditingkatkan pula. Untuk itu telah dikembangkan kehidupan keagamaan,

khususnya di bidang pendidikan, yang dilakukan dengan cara memasukkan pendidikan agama

ke dalam kurikulum, mulai dari sekolah dasar sampai dengan universitas. Usaha tersebut

terutama ditujukan untuk meningkatkan dan menyelaraskan pembinaan antara pendidikan dan

perguruan agarna dengan pendidikan umurn, serta menciptakan suasana yang mendorong ke

arah berkembangnya pola berpikir secara ilmiah, agar tercapai tujuan pendidikan nasional yang

berlandaskan Pancasila. Adapun pembinaan yang dilakukan terhadap para penganut

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, selain ditujukan agar dalam pengembangannya

tidak mengarah kepada adanya pembentukan agama baru, juga dimaksudkan agar pelaksanaan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa benar-benar sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang

Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

8.2.1. Pembinaan tata kehidupan beragama

Pembinaan tata kehidupan beragama antara lain mencakup peningkatan sarana

kehidupan beragarna, penerangan dan bimbingan hidup beragama serta peningkatan pelayanan

ibadah hajj. Salah sarti perwujudan nyata dari pada upaya tersebut adalah dilakukannya

pembangunan/rehabilitasi gedung balai nikah dan gedung pengadilan agama. Hal ini secara

tidak langsung akan menunjang suksesnya program nasional kependudukan dan keluarga

berencana, karena melalui gedung balai nikah ini kepada para calon suami istri dapat dibina dan

diberikan penyuluhan mengenai kesejahteraan keluarga sesuai dengan undang-undang

perkawinan. Sejalan dengan itu, selama 5 tahun pelaksanaan Repelita III telah dibangun balai

nikah sebanyak 1.572 buah, dengan perincian masing-masing setiap tahunnya sebanyak 296

buah, 320 buah, 290 buah, 316 buah dan 350 buah. Sedangkan untuk tahun pertama Pelita IV

sampai dengan bulan Agustus 1984, pembangunan balai nikah telah mencapai sebanyak 587

buah atau 237 buah lebih banyak hila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dalam waktu

yang sarna juga telah ditingkatkan pembangunan gedung pengadilan agarna, yakni apabila

dalarn tahun 1983/1984 telah dibangun 15 buah gedung pengadilan agama tingkat pertarna,

maka dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dibangun 17 buah

gedung pengadilan agama tingkat pertama dan 4 buah gedung pengadilan agama tingkat

banding. Dalam pada itu telah dilakukan pula rehabilitasi terhadap 27 buah gedung pengadilan

agama tingkat pertama dan sebuah gedung pengadilan agama tingkat banding.

Guna mendorong para pemeluk agarna untuk mempelajari dan mendalami agamanya,

Departemen Keuangan RI 262

Page 263: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

maka terus ditingkatkan usaha penerbitan kitab suci dari berbagai agama. Jika dalam tahun

1983/1984 telah diterbitkan sebanyak 1.183.000 buah kitab suci dari berbagai agama, dalam

tahun 1984/1985 sarnpai dengan bulan Agustus 1984, telah diterbitkan sebanyak 1.228.800

buah, yang terdiri atas 844.000 buah kitab suci agama Islam, 148.500 buah kitab suci agama

Protestan, 132.000 buah kitab .suci agarna Katolik, 89.300 buah kitab suci agama Hindu dan

15.000 buah kitab suci agama Budha.

Dalam rangka meningkatkan sarana kehidupan beragama maka telah dilaksanakan

bantuan pembangunan/rehabilitasi tempat-tempat ibadah, terutarna terhadap kelompok

masyarakat yang masih lemah sosial ekonominya, daerah pemukiman baru, daerah

transmigrasi, daerah-daerah yang mempunyai nilai sejarah dan yang terletak di daerah strategis,

serta tempat-tempat ibadah yang rusak karena bencana alam. Bantuan tersebut pada umumnya

diberikan dalam bentuk biaya pembangunan/rehabilitasi, sarana ibadah serta buku-buku

keagamaan. Dampak positif dari bantuan tersebut adalah terangsangnya masyarakat untuk

berswadaya dalam membangun tempat ibadah sesuai dengan kebutuhannya, seperti terlihat

dengan semakin banyaknya jumlah tempat ibadah dari tahun ke tahun. Apabila pada akhir

Pelita II baru terdapat sebanyak 471.433 buah tempat ibadah, maka pada akhir Pelita III telah

meningkat menjadi 577.660 buah, atau rata-rata 21.245 buah setiap tahunnya. Di samping itu

jumlah tempat ibadah yang diberikan bantuan setiap tahunnya juga mengalami peningkatan.

Apabila dalam tahun 1983/1984 bantuan pembangunan/rehabilitasi diberikan kepada 2.821

temp at ibadah, dalafu tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah diberikan

kepada 3.715 tempat ibadah, yang terdiri dari 2.834 mesjid, 335 gereja Protestan, 267 gereja

Katolik, 221 pura Hindu dan 58 buah wihara Budha.

Pemberian penyuluhan agama, sebagai salah satu pelaksanaan daripada program

penerangan dan bimbingan hidup beragama, telah diberikan kepada masyarakat dari berbagai

golongan agama, terutama masyarakat suku berasing, para transmigran, narapidana, dan

kelompok khusus lainnya seperti tunasusila. Sehubungan dengan itu dalam tahun pertama

Repelita IV telah diberikan penyuluhan agama kepada 2.790 kelompok pemeluk agama Islam,

yang terdiri dari para karyawan instansi Pemerintah/swasta, suku berasing, para transmigran

dan kelompok khusus lainnya, dan disertai pula dengan pengadaan 652.000 buah brosur agama

dan 36.384 paket penyuluhan. Dalam periode yang sarna telah diberikan pula penyuluhan

kepada para pemeluk agama Protestan dan Katolik masing-masing sebanyak 300 kelompok dan

185 kelompok yang terdiri dari suku berasing, para transmigran, narapidana dan kelompok

lainnya, disertai pula dengan penyediaan brosur agama masing-masing sebanyak 60.000 buah

Departemen Keuangan RI 263

Page 264: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dan 22.000 buah, serta paket penyuluhan masing-masing sebanyak 4.200 buah dan 22.000

buah. Sedangkan untuk agama Hindu dan Budha telah diberikan penyuluhan kepada 25

kelompok transmigran dan suku berasing dengan disertai 32.000 buah brosur agama.

Usaha peningkatan kerukunan hidup beragama dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan

Agustus 1984 telah dilaksanakan dengan berbagai kegiatan, seperti musyawarah intern umat

beragama, antarumat beragama, pekan orientasi kerjasama antarumat beragama dengan

Pemerintah, dan pengadaan buku pedoman kerukunan hidup beragama. Musyawarah intern

umat beragamatelah dilaksanakan pada 13 lokasi dengan peserta sebanyak 1.300 orang,

sedangkan musyawarah antarumat beragama telah diikuti oleh 540 orang dan dilaksanakan

pada 6 lokasi. Dalam periode yang sama telah dilaksanakan pekan orientasi kerjasama

antarumat beragama dengan Pemerintah pada 3 lokasi dengan peserta sebanyak 360 orang, di

samping telah diberikan pula buku pedoman kerukunan hidup beragama sebanyak 17.200 buah.

Peningkatan pelayanan ibadah haji terutama ditujukan untuk meningkatkan

pengelolaan dan pelayanan kepada masyarakat dalam melaksanakan ibadah haji. Guna

menunjang program tersebut, an tara lain telah dilaksanakan pembangunan/rehabilitasi asrama

haji, baik untuk pelabuhan-pelabuhan pemberangkatan maupun pelabuhan-pelabuhan transit. Di

samping itu juga telah diberikan penataran, baik kepada para petugas maupun jemaah,

disediakan buku pedoman perjalanan dan ibadah haji, serta sarana lainnya seperti pembuatan

film haji. Pada awal Pelita III pembangunan asrama haji dititikberatkan pada 4 kola pelabuhan

udara tempat pemberangkatan jemaah, yaitu Jakarta, Surabaya, Ujungpandang, dan Medan.

Untuk tahun 1983/1984 pembangunan asrama haji telah pula menjangkau beberapa pelabuhan

transit yang jumlah jemaahnya sudah cukup banyak, seperti Banjarmasin dan Pontianak dengan

luas masing-masing 1.200 meter persegi dan 2.400 meter persegi. Sedangkan untuk tahun

1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, pembangunan asrama haji telah dapat

ditingkatkan menjadi 7.695 meter persegi, dengan perincian 2.180 meter persegi untuk

pelabuhan Surabaya, 2.800 meter persegi untuk Banjarmasin dan 2.715 meter persegi untuk

pelabuhan.Pontianak. Sementara itu jika dilihat daerah asal daripada para jemaah, maka dalam

tahun 1984/1985 jumlah jemaah haji yang paling banyak berasal dari Jawa Barat, Jawa Timur,

Sulawesi Selatan, DKI Jakarta dan Jawa Tengah, dengan jumlah jemaah masing-masing

sebanyak 7.008 orang, 5.097 orang, 3.907 orang, 3.615 orang dan 2.783 orang. Perkembangan

jumlah jemaah haji dapat diikuti pada Tabel VIII.1.

Departemen Keuangan RI 264

Page 265: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Haji HajiTahun melalui laut melalui udara Jumlah1969/1970 8.681 611 9.2921970/1971 12.845 1.227 14.0721971/1972 19.781 2.511 22.2921972/1973 16.039 6.305 22.3441973/1974 17.071 23.449 40.5201974/1975 15.575 53 .828 69.4031975/1976 9.612 45.366 54.9781976/1977 7.351 18.238 25.5891977/1978 12.124 23.146 35.2701978/1979 - 73.035 73.035197971980 - 41.697 41.6971980/1981 - 74.897 74.8971981/1982 - 66.961 66.9611982/1983 - 55.246 55.2461983/1984 - 48.317 48.3171984/19851) - 38.126 38.126Jumlah 119.079 572.960 692.039

1) Angka sementara

JUMLAH JEMAAH HAJI, 1969/1970 -1984/1985(orang)

Tab e I VIII. 1

8.2.2. Pembinaan pendidikan agama

Pembinaan pendidikan agama dalam pelaksanaannya mencakup pendidikan agama

tingkat dasar, menengah dan tingkat tinggi. Usaha ini ditujukan untuk meningkatkan mutu

pendidikan umum pada pendidikan dan perguruan agama, serta mutu pendidikan agama pada

sekolah umum. Untuk itu telah dilaksanakan berbagai kegiatan seperti pembangunan/

rehabilitasi gedung sekolah, penyempurnaan kurikulum, pemberian alat peraga dan olah raga

serta penataran guru dan tenaga pembina. Dalam rangka meningkatkan mutu madrasah

ibtidaiyah negeri (MIN) sebagai pendidikan agama tingkat dasar, dalam tahun 1983/ 1984 telah

dilaksanakan penataran terhadap 3.500 guru, pembangunan/rehabilitasi gedung MIN sebanyak

83 buah, serta pengadaan buku pedoman bagi guru sebanyak 5,8 juta buah. Demikian pula

dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, masing-masing telah mencapai

1.500 guru, 51 buah dan 5 juta buah.

Sejalan dengan pembinaan MIN, telah dilakukan pula pembinaan terhadap madrasah

ibtidaiyah swasta (MIS). Apabila dalam tahun 1983/1984 dilaksanakan pembangun-

an/rehabilitasi terhadap 6.000 MIS, maka dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus

telah meningkat menjadi 10.760 MIS. Sedangkan guna meningkatkan mutu pendidikan agama

Departemen Keuangan RI 265

Page 266: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pada sekolah dasar, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah

dilaksanakan penataran terhadap 1.280 orang guru agama, pengadaan buku sebanyak 3,2 juta

buah dan pengadaan alat peraga sebanyak 2.000 set.

Pembinaan terhadap pendidikan agama tingkat menengah pertama terutama ditujukan

untuk meningkatkan multi pendidikan umum pada madrasah tsanawiyah negeri (MTsN) dan

pondok pesantren, serta pendidikan agama pada sekolah menengah tingkat pertama (SMTP).

Khusus kepada MTsN, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah

dilaksanakan pembangunan/rehabilitasi gedung sebanyak 154 buah, penataran terhadap 1.200

guru dan pengadaan buku sebanyak 1,2 juta buah. Sedangkan guna meningkatkan mutu

pendidikan agama bagi SMTP, dalam periode yang sarna juga telah disediakan buku pelajaran

dan pedoman bagi guru sebanyak 706.250 buah, dan diberikan penataran kepada 160 orang

guru agama. Sementara itu terhadap pondok pesantren telah dilaksanakan pembinaan dan

pengembangan melalui penataran tenaga pembina, penyediaan buku pelajaran dan

perpustakaan, penyediaan alat-alat keterampilan dan alat-alat praktek, serta

pembangunan/rehabilitasi gedung dan bengkel kerja. Untuk itu dalam tahun 1984/1985 sampai

dengan bulan Agustus 1984, di samping telah dilaksanakan penataran terhadap 4.200 tenaga

pembina, juga telah diberikan bantuan kepada 534 pondok pesantren, terdiri dari penyediaan

buku pelajaran dan perpustakaan kepada 397 pondok pesantren, pemberian alar-alar

keterampilan dan praktek kepada 66 pondok pesantren, serta pembangunan/rehabilitasi gedung

dan bengkel kerja pada 71 pondok pesantren. Dengan demilGan secara keseluruhan mulai awal

Pelita III sampai dengan tahun pertama Repelita IV, telah dilakukan pembinaan dan

pengembangan terhadap 3:734 buah pondok pesantren yang meliputi penyediaan buku

pelajaran dan perpustakaan bagi 2.030 pondok pesantren, penataran terhadap 6.163 tenaga

pembina, penyediaan alar-alar keterampilan dan praktek untuk 891 pondok pesantren dan

pembangunantrehabilitasi gedung dan bengkel kerja terhadap 813 pondok pesantren. Kegiatan

pondok pesantren yang banyak mendapat perhatian, baik dari masyarakat maupun dari

Pemerintah, dan dinilai telah berhasil adalah kegiatan terapi non medis yang agamis terhadap

korban narkotika, yang antara lain dilakukan oleh pondok pesantren Suryalaya (Jawa Barat).

Pondok pesantren tersebut sampai saar ini telah berhasil menyantuni korban narkotika sebanyak

100 orang, sehingga dapat kembali menjadi remaja yang baik, bergairah serta mempunyai

kepercayaan kepada diri sendiri.

Pembinaan terhadap pendidikan agama tingkat menengah alas terutama ditujukan

untuk meningkatkan pendidikan pada madrasah aliyah negeri (MAN), pendidikan guru agarna

Departemen Keuangan RI 266

Page 267: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

(PGA), serta peningkatan mutu pendidikan agarna pada sekolah menengah tingkat atas

(SMTA). Dalam tahun 1983/1984, kepada MAN telah dilakukan pengadaan buku sebanyak

462.850 buah, penataran 7.500 guru dan pembangunan/rehabilitasi gedung MAN sebanyak 45

buah. Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan

pengadaan buku sebanyak 358.000 buah, dan pembangunan/rehabilitasi gedung MAN sebanyak

67 buah. Dalam periode yang sama telah ditingkatkan pula mutu madrasah aliyah swasta

(MAS), yaitu dengan memberikan bantuan rehabilitasi terhadap 50 buah gedung MAS, dan

pengadaan buku pelajaran sebanyak 239.800 buah. Adapun pembinaan terhadap PGAN

terutama ditujukan agar lulusan PGAN benar-benar dapat dimanfaatkan sebagai tenaga guru

yang baik dan mampu. Untuk itu dalam tahun 1983/1984 telah dilakukan penataran terhadap

7.500 guru agama, pengadaan buku pelajaran dan pedoman bagi guru sebanyak 650.000 buah

serta pembangunan/perluasan 35 buah gedung PGAN Islam, Protestan, Katolik dan Hindu.

Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dilaksanakan penataran

kepada 355 guru serta penyediaan buku pelajaran dan buku pedoman guru sebanyak 270.000

buah. Dalam periode yang sarna juga telah dilaksanakan pembinaan pendidikan agama pada

SMTA yang meliputi penataran guru agama dan pengadaan buku, masing-masing sebanyak 160

orang dan 358.000 buah.

Guna meningkatkan mutu perguruan tinggi agama, telah dilaksanakan berbagai

kegiatan, antara lain pembangunan prasarana dan penyediaan sarana pendidikan, peningkatan

mutu tenaga pengajar serta kegiatan penelitian. Dalam Pelita III telah dilaksanakan

pembangunan/perluasan gedung Institut Agama Islam Negeri (lAIN) seluas 56.087 meter

persegi, yang terdiri dari ruang kuliah, ruang kantor dan ruang perpustakaan. Di samping itu

juga dilakukan penyediaan buku-buku ilmiah dan perpustakaan sebanyak 221.150 buah.

Selanjutnya dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dilakukan

pembangunan/perluasan gedung IAIN seluas 10.440 meterpersegi, dan disediakan buku-buku

ilmiah dan perpustakaan sebanyak 6.750 buah. Hasil lain yang telah dicapai dalam periode yang

sarna antara lain meliputi pelaksanaan kuliah kerja nyata (KKN) yang diikuti oleh 2.688

mahasiswa, serta penelitian di berbagai daerah mengenai masalah-masalab keagarnaan dan

kemasyarakatan sebanyak 29 kali. Untuk meningkatkan mutu para pengajar dan tenaga

administrasi, maka telah diberikan kesempatan kepada 117 dosen untuk mengikuti program

posca sarjana dan program doktor.

Departemen Keuangan RI 267

Page 268: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

8.3. Pendidikan dan kebudayaan

8.3.1. Pembinaan pendidikan formal dan nonformal

Salah satu tujuan dari kemerdekaan bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan

bangsa, yang perumusannya dilakukan melalui serangkaian kebijaksanaan pokok pembangunan

di bidang pendidikan. Dalam tahun pertama Repelita IV kebijaksanaan di bidang pendidikan

terutama ditekankan dan diarahkan pada peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan,

peningkatan dan pemerataan kesempatan belajar dalam rangka pelaksanaan wajib belajar, serta

penyesuaian pendidikan dengan kebutuhan pembangunan nasional, baik secara kualitatif

maupun kuantitatif. Di samping'itu juga dilakukan persiapan terhadap generasi muda dalam

tugasnya sebagai penerus perjuangan bangsa dan pembangunan nasional, serta pengelolaan

pendidikan yang lebih berdaya guna dan berhasil guna. Sejak Pelita III sampai dengan bulan

Agustus 1984 telah dan sedang dilaksanakan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan,

yang antara lain dilakukan melalui penataran guru/ pembina, pengadaan buku pelajaran, buku

bacaan dan buku perpustakaan, pengadaan laboratorium dan peralatan belajar, peningkatan

keterampilan serta penyempumaan kurikulum. Penataran guru/pembina dilaksanakan pada

berbagai tingkat pendidikan, yang meliputi berbagai bidang studi dan pengelolaan, baik yang

dilaksanakan di pusat maupun di daerah. Sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984,

telah dan sedang ditatar sebanyak 2.291.039 orang untuk pendidikan dasar, 74.250 orang untuk

pendidikan menengah umum, 20.706 orang untuk pendidikan menengah kejuruan dan

teknologi, serta 20.509 orang untuk pendidikan guru termasuk penataran dosen. Buku pelajaran

yang disediakan untuk tingkat pendidikan dasar adalah sebanyak 260.195.917 eksemplar, untuk

sekolah menengah umum sebanyak 82.699.700 eksemplar, untuk sekolah menengah tingkat

pertania (SMTP) kejuruan dan teknologi sebanyak 96.000 eksemplar, untuk sekolah menengah

tingkat atas (SMTA) kejuruan dan teknologi sebanyak 6.671.945 eksemplar, serta untuk

sekolah pendidikan guru/sekolah guru olah raga (SPG/SGO) sebanyak 7.350.963 eksemplar. Di

samping buku pelajaran, telah disediakan pula buku perpustakaan untuk tingkat pendidikan

dasar sebanyak 119.700.000 eksemplar, untuk SMP dan SMA sebanyak 14.048.235 eksemplar,

untuk SPG/SGO sebanyak 1.367.240 eksemplar serta untuk pendidikan tinggi sebanyak

333.292 eksemplar.

Sejalan dengan pengadaan buku pelajaran dan buku bacaan, maka telah dibangun pula

sebanyak 1.782 ruang perpustakaan dan 1.816 ruang laboratorium untuk tingkat SMP, yang

disertai dengan penerbitan 3.892.500 eksemplar buku Sistem Pengajaran Modul untuk SMP

terbuka. Di samping itu untuk tingkat SMA juga dibangun 317 ruang perpustakaan, dan 367

Departemen Keuangan RI 268

Page 269: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

ruang laboratorium serta 25 ruang laboratorium bahasa. Sedangkan untuk perguruan tinggi telah

dibangun )7.467 meter persegi ruang perpustakaan dan 237.163 meterpersegi ruang

laboratorium yang masing-masing dilengkapi dengan 305.611 eksemplar buku-buku

perpustakaan dan 1.810 perangkat alat laboratorium. Selain itu juga telah dibangun sebanyak

1.310 buah perumahan dosen, dilakukan penelitian sebanyak 7.793 judul, dan diberikan

bantuan kepada perguruan tinggi swasta .

Dalam rangka peningkatan mutu di bidang pendidikan luar sekolah termasuk

kepemudaan dan keolahragaan, telah diselenggarakan pendidikan dan latihan bagi tenaga

pendidik termasuk tutor, monitor, pelatih, penggerak olah raga dan pembina/pemuka pemuda.

Sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah ditatar sebanyak 383.936 tenaga teknis

termasuk tutor, monitor, pembina dan instruktur serta diadakan buku paket A sebanyak

71.610.390 eksemplar. Guna menunjang kegiatan.kegiatan tersebut dalam waktu yang sama

telah dibangun dan direhabilitasi, masing-masing sebanyak 56 buah dan 37 buah sanggar

kegiatan belajar untuk tempat latihan tenaga teknis dan pengembangan sarana belajar. Dalam

peningkatan mutu pendidikan di luar sekolah ini termasuk juga usaha mengintegrasikan

kelompok belajar (Kejar) paket A dengan pendidik. an mala pencaharian serta pendidikan

politik dan latihan kepemimpinan/keterampilan bagi generasi muda. Perkembangan

peningkatan pendidikan dapat diikuti pada Tabel VIII.2.

. Kegiatan 1973/74 1976/77 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/854)

- Pendidikan dasar 8.053 372.600 364.521 385.157 479.524 547.467 299.393 304.018 275.480- Pendidikan menengah 5.284 6.565 6.376 18.032 23.512 25.177 25.744 17.292 6.238- Pendidikan tinggi (dosen) 945 1.505 489 4.812 3.879 4.140 10.000 10.360 2.855

- Pendidikan dasar 25.840 60.000 105.811 41.468 68.800 31.840 45.400 56.488 16.200106 11.048 29.441 19.946 17.813 18.717 20.884 18.0043) 13.300

- - - - - - - - -

6.600 8.600 8.500 12.500 14.000 15.000 30.000 32.000 16.200- Pendidikan menengah 422 1.000 1.095 424 226 1.000 1.538 11.133- Pendidikan tinggi 11 30

-

6 61 51 28 36 40 46 105

ketarampilanflaboratorium (unit)- Pendidikan dasar - - - 20.000 22.150 116.000 88.580 110.000 80.420 5.531 6.600- Pendidikan menengah 65(SMP) 424 3.023 2.307 4.258 5.795 7.513 4.262- Pendidikan tinggi 19 35 3 39 76 50 273 270 724 417

PEMBINAAN MUTU PENDIDIKAN DI BERBAGAI TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL, 1973/1974 -1984/19851974/75 1975/76

Tab e I VIII. 2

1977/781. Penataran guru/pembinaan (orang)

105.994 231.200 369.1612.072 5.675 7.1761.084 1.088 1.015

2. Pengadaan buku pelajaran( ribu eksemplar ) 1)

4.544 43.823 58.960- Pendidikan menengah 1.606 2.407 21.400- Pendidikan tinggi 2)3. Pengadaan buku perpustakaan( ribu eksemplar )- Pendidikan dasar 6.900 7.316 7.314

413 979 1.040

4. Pengadaan alat peraga/praktek/

24.9602.852 2.271 104(SMP)

1) Sejak tahun 1979{1980 termasuk buku PMP dan kurikulum2) Termasuk dalam buku perpustakaan3) Angka diperbaiki4) Angka sementara

Usaha peningkatan kesempatan belajar yang dikaitkan dengan pemerataan memperoleh

pendidikan, antara lain dilaksanakan melalui pembangunan gedung sekolah baru, penambahan

ruang belajar pada sekolah yang ada, rehabilitasi gedung sekolah, serta peng. angkatan guru

baru. Sehubungan dengan hal itu, untuk mewujudkan pelaksanaan wajib belajar pada tingkat

pendidikan dasar, sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dan sedang dibangun

melalui program bantuan Inpres sebanyak 76.940 unit gedung SD, penambahan ruang kelas

Departemen Keuangan RI 269

Page 270: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

baru sebanyak 129.800 buah, serta rehabilitasi sebanyak 134.500 sekolah termasuk SD swasta

dan madrasah ibtidaiyah. Dalam waktu yang sarna telah dilaksanakan pengangkatan 439.580

guru, termasuk guru agarna dan tenaga teknis. Seperti diketahui, Pemerintah juga telah

menghapuskan sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) untuk SD dan sebagai gantinya

diberikan subsidi/bantuan pembiayaan penyeleng. garaan untuk SD negeri. Perkembangan

pendidikan dasar telah menunjukkan hasil yang nyata seperti tercermin pada kenaikan angka

partisiposi pendidikan. Dalam tahun 1979/ 1980 baru mencapai 83,8 persen sedangkan pada

awal Repelita IV sarnpai dengan bulan Agustus 1984, telah meningkat menjadi 97,2 persen.

Sebagai kelanjutannya, pada Hari Pendidikan Nasional (Harpenas) tanggal2 Mei 1984, Presiden

telah mencanangkan gerakan wajib belajar untuk seluruh Indonesia.

Adapun pendidikan bagi anak-anak yang mengalami cacat fisik, mental dan sosial,

dilakukan melalui lembaga pendidikan khusus, yaitu sekolah luar biasa (SLB). Sejak tahun

1979/1980 sampai dengim bulan Agustus 1984, selain disediakan buku, alat peraga dan

penataran guru/pembina, juga dibangun sejumlah gedung SLB baru dengan asramanya, serta

dila:kukan rehabilitasi terhadap sejumlah SLB yang telah ada. Sedangkan pengembangan

pembinaan taman kanak-kanak (TKK) dalam Pelita III, dan tahun pertama Pelita IV telah

ditingkatkan dengan membangun TKK pembina, baik di tingkat nasional, tingkat propinsi

maupun tingkat kabupaten/kotamadya, sebagai TKK percontohan.

Sejalan dengan perkembangan tingkat pendidikan dasar serta perluasan dan

pemerataan kesempatan belajar pada tingkat SMTP, maka selmna Pelita III, dan tahun pertama

Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah diusahakan pula peningkatan daya

tampungnya. Untuk itu telah dibangun 2.919 unit sekolah baru, 18.054 ruang kelas baru, dan

dilakukan rehabilitasi terhadap 1.598 gedung sekolah yang telah ada. Bersamaan dengan itu

telah dikembangkan pula sebanyak 165 buah SMTP kejuruan yang tidak diintegrasikan ke

dalam SMP, baik yang baru maupun lanjutan. Perluasan dan pemerataan kesempatan belajar

pada tingkat SMTP tersebut telah memperlihatkan hasil yang baik. Hal ini tercermin pada

kenaikan jumlah murid yang selama 5 tahun terakhir telah meningkat sebesar 79,1 persen atau

rata-rata 15,8 persen per tahun. Apabila pada awal Pelita III jumlah murid baru sebanyak

2.983.000 orang, maka sampai dengan bulan Agustus 1984 telah meningkat menjadi sebanyak

5.342.200 orang. Hal ini disebabkan karena terjadinya kenaikan jumlah lulusan SD yang

melanjutkan ke SMP yakni dari sebanyak 1.156.000 orang dalam tahun 1979/1980 menjadi

4.732.000 orang sampai dengan bulan Agustus 1984. Selanjutnya guna menunjang

Departemen Keuangan RI 270

Page 271: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

perkembangan kegiatan belajar pada tingkat SMTP, maka dalarn waktu yang sarna juga telah

dilakukan perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada tingkat SMTA. Untuk itu telah

dibangun sebanyak 517 unit gedung SMA baru, 5.085 ruang kelas baru, dan dilakukan

rehabilitasi terhadap 460 sekolah yang telah ada. Bersamaan dengan itu pada SMTA kejuruan

telah direhabilitasi/dikembangkan pula sebanyak 145 buah STM 3 tahun, serta dilakukan

pembangunan/pembinaan terhadap 8 STM Pembangunan, 289 buah STM 3 tahun, 44 buah

SMT pertanian/khusus, SMEA, sekolah menengah tehnologi kerumahtanggaan (SMTK),

sekolah menengah kesejahteraan keluarga (SMKK), sekolah menengah pekerjaan sosial

(SMPS), sekolah menengah industri kerajinan (SMIK), sekolah menengah seni rupa (SMSR),

sekolah menengah karawitan indonesia (SMKI), dan sekolah menengah musik (SMM).

Sedangkan untuk pendidikan guru, telah dilakukan pembangunan gedung baru, serta

pembangunan ruang kelas dan rehabilitasi sejumlah SPG, SGO dan SGPLB. Kegiatan

perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada tingkat SMTA telah menunjukkan hasil

yang cukup menggembirakan. Hal ini tercermin dari meningkatnya daya tampung SMTA yang

dalam tahun 1979/1980 baru berjumlah 1.574.000 orang, dalam tahun 1984/1985 sampai

dengan bulan Agustus 1984 telah mencapai 2.733.200 orang. Hal ini berarti suatu peningkatan

sebesar 70,6 persen selama periode tersebut atau rata-rata sebesar 14,7 persen per tahun.

Guna menghadapi meningkatnya jumlah mahasiswa yang ingin melanjutkan pelajaran

pada perguruan tinggi, maka selama Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah

dibangun 765.547 meterpersegi ruang kuliah dan kantor, serta merehabilitasi gedung seluas

233.085 meterpesegi. Usaha perluasan dan pemerataan kesempatan belajar pada tingkat

pendidikan tinggi, telah dapat meningkatkan daya tampung bagi lulusan SLTA yang akan

me1anjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Dalam tahun 1979/1980 jumlah mahasiswa

baru adalah sebanyak 424.700 orang, yang meningkat menjadi 803.776 orang dalam tahun

1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984. Hal ini berarti peningkatan sebesar 89,3 persen

dalam periode tersebut, atau rata-rata sebesar 22,3 persen per tahun.

Pembinaan perguruan tinggi swasta juga terus ditingkatkan, antara lain me1alui

penataan dan pemberian bantuan prasarana serta sarana. Untuk memperlrias kesempatan belajar

kepada siswa dan mahasiswa yang berbakat dan berprestasi, juga telah diberikan sejumlah bea

siswa. Se1ama Pe1ita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah diberikan bea siswa kepada

63.400 siswa SD, 39.927 siswa SLTP, 37.373 siswa SMTA, 22.424 mahasiswa dari berbagai

perguruan tinggi, 160 putra Nusa Tenggara Timur, 130 putra Irian Jaya dan 320 putra Timor

Timur. Perkembangan kesempatan belajar diberbagai tingkat pendidikan formal dapat dilihat

Departemen Keuangan RI 271

Page 272: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pada Tabel VIII.3. Se1anjutnya dalam rangka meningkatkan pendidikan masyarakat te1ah pula

ditingkatkan kegiatan pendidikan di luar sekolah. Usaha ini dilakukan melalui Kejar pendidikan

dasar (Paket A), yang telah diikuti oleh 7.404.547 warga pe1ajar selama Pelita III dan tahun

pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984. Adapun lembaga pendidikan luar

sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat (PLSM), jumlahnya te1ah mencapai 8.000 buah,

dan menampung sebanyak 1.338.000 orang.

o Kegiatan 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85 4)

- Pendidikan dasar (a 3ruang kelas) 6.000 6.000 10.000 10.000 15.000 15.000 10.000 14.000 15.000 22.600 13.140 2.200- Pendidikan menengah - - - 125 135 155 162 246 390 1.150 878 610- Pendidikan tinggi - - - - - 6 10 11 11 11 11

- Pendidikan dasar (ruang) - - 15.000 15.000 15.000 20.000 25.000 35.000 15.700 19.100- Pendidikan menengah (ruang) 1) - - 1.200 1.300 1.205 1. 725 1.900 2.202 1.614 6.000 6.003 5.420

23.261 14.051 16.192 30.000 37.207 52.334 54.500 89.750 123.767

- - 10.000 16.000 15.000 15.000 15.000 20.000 25.000 25.000 21.000 28.500- 1.219 703 179 103 92 286 608 923 1.154 1.202 784

4.610 7.151 8.105 9.194 27.225 24.380 24.435 29.629 67.080 48.020 50.184 14.085

18.000 18.000 50.000 60.000 60.000 75.000 50.000 50.000 103.350 121.100 91.830 23.300- - - 8.460 7.390 5.320 10.480 12.600 19.672 28.488- - - - - 10.500 21.000 32.946 33.790 36.144 36.845

1. Terdiri dari SMP & SMA, tennasuk ruang laboratorium, ruang ketrampilan dan ruang perpustakaan 2. Meliputi SD Negeri, SD Swasta, MI Swasta3. Termasuk guru agama daD tenaga teknis lainnya4. Angka sementara.

103.500 175.347 218.683

- Pendidikan tinggi (m 2)4. Pengangkatan/penempatan guru (orang)

- Pendidikan menengah 4.075 36(SPG)- Pendidikan tinggi (dosen)

T abel VIII. 3PENYEDIAAN SARAN A GEDUNG DAN GURU BAGI PENDIDIKAN FORMAL, 1973/1974 -1984/1985

1. Pembangunan gedung (unit)

2. Pembangunan ruang kelas baru

- Pendidikan tinggi (m 2)3. Rehabilitasi/pengembangan (sekolah)- Pendidikan dasar 2)- Pendidikan menengah

- Pendidikan dasar 3)

Untuk meningkatkan sistem pendidikan agar lebih sesuai dengan kebutuhan

pembangunan, telah dilakukan berbagai kegiatan seperti penyempurnaan kurikulum tingkat

pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah alas, penyempurnaan sistem pendidikan

nasional, dan perluasan sekolah kejuruan. Penyempurnaan kurikulum dilaksanakan melalui

perbaikan kurikulum lama (1975) menjadi kurikulum baru (1984) yang merupakan bagian

penting dari perkembangan sistem pendidikan nasional guna memenuhi tuntutan pembangunan

nasional. Sedangkan dalam rangka penyempurnaan sistem pendidikan nasional, telah disiapkan

RUU sistem pendidikan nasional yang kini telah mencapai tahap penyelesaian terakhir. Guna

memenuhi kebutuhan tenaga-tenaga kejuruan/teknik yang terdidik dan terampil, dewasa ini

te1ah dikembangkan sekolah menengah kejuruan tingkat atas (SMTA-AKT) yang meliputi

berbagai bidang dan 7 politeknik, dan sampai dengan bulan Agustus 1984 telah mempunyai

7.400 orang mahasiswa.

Pembinaan dan pengembangan generasi muda sebagai kader-kader penerus perjuangan

dan pembangunan nasional, selain dilakukan melalui pendidikan formal di sekolah-sekolah dan

perguruan tinggi juga dilaksanakan melalui berbagai kegiatan yang bersifat informal. Kegiatan-

kegiatan tersebut diarahkan pada pengembangan kepemimpinan dan keterampilan, kesegaran

jasmani dan daya kreasi, patriotisme dan idealisme, kesadaran berbangsa dan bernegara,

Departemen Keuangan RI 272

Page 273: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

kepribadian dan budi pekerti luhur, serta partisipasi generasi muda dalam pembangunan.

Sehubungan dengan itu, selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan

Agustus 1984 telah dilaksanakan penataran P4, penataran pemuda tingkat perintis, penataran

pengelola gelanggang, dan penataran tenaga teknis penilik generasi muda, yang masing-masing

diikuti oleh 2.799 orang, 22.556 orang, 325 orang dan 2.192 orang. Selain itu juga telah

dilakukan latihan pemuda tingkat pemuka yang diikuti oleh 6.480 orang dan latihan

pendamping pembina pemuda yang diikuti oleh 210 orang. Sementara itu dalam rangka

pembinaan serta pengembangan keterampilan dan daya kreasi generasi muda antara lain

dilakukan pertukaran pemuda dengan luar negeri dan antarpropinsi, yang masing-masing diikuti

3.576 orang dan 4.855 orang, pembinaan terhadap 8.970 anggota Pasukan Pengibar Bendera

Pusaka (Poskibraka) dan Caraka Muda tingkat propinsi, penyelenggaraan festival pemuda yang

mengikutsertakan 44.270 orang, perkemahan kerja pemuda yang diikuti oleh 3.057 orang,

pembinaan unit kerja produktif terhadap 1.204 orang serta pembinaan terhadap 5.400 orang

satuan tugas sukarela pemuda. Selain itu bantuan kepada KNPI juga telah dimanfaatkan guna

meningkatkan aktivitas, fungsi, mutu, pemantapan organisasi, serta pengadaan prasarana dan

sarana. Untuk itu telah dilakukan pengembangan desa pemuda di beberapa daerah/propinsi,

lomba kreativitas pemuda, latihan instruktur terhadap 3.280 orang, serta latihan kepemimpinan

manajemen yang mengikutsertakan 1.330 orang. Bantuan kepada pramuka dilakukan dengan

menyelenggarakan latihan terhadap 30.955 orang, pembangunan gedung Cadika seluas 16.718

meterpersegi serta pengadaan buku pramuka sebanyak 310.185 eksemplar. Selanjutnya dalam

rangka peningkatan/pengembangan wanita telah dilakukan latihan pengembangan belajar

wanita yang diikuti 24.795 orang, serta lomba desa binaan keluarga sehat dan sejahtera di 26

propinsi.

Untuk peningkatan pengelolaan pendidikan agar lebih berdaya guna dan berhasil guna,

selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah

dilaksanakan kegiatan-kegiatan, yang antara lain meliputi penataran tenaga nonedukatif,

pembinaan dan peningkatan perencanaan serta penyempurnaan pengawasan. Penataran tenaga

non edukatif telah dilakukan melalui sekolah star dan pimpinan administrasi (Sespa), sekolah

pimpinan administrasi tingkat madya (Sepadya) dan sekolah pimpinan administrasi tingkat

lanjutan (Sepala), yang masing-masing diikuti 300 orang, 260 orang, 150 orang, dan 805 orang,

penataran tingkat menengah nasional dan regional terhadap 600 orang, penataran tingkat

pelaksana terhadap 1.360 orang, pendidikan dan latihan kegrafikaan yang diikuti 6.519 orang

serta penataran tenaga teknis kebudayaan yang diikuti 2.825 orang. Adapun pembinaan dan

Departemen Keuangan RI 273

Page 274: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

peningkatan perencanaan dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, antara lain penyempurnaan

teknik dan metodologi perencanaan, pemantapan sistem dan mekanisme perencanaan terpadu,

serta peningkatan mutu aparat perencanaan baik di pusat maupun di daerah melalui penataran

perencanaan P2 dan P1 tertulis yang masing-masing diikuti oleh 60 orang dan 1.360 orang.

Adapun peningkatan pengawasan dilakukan melalui penyempumaan sistem dan prosedur

pengawasan terpadu, penyempurnaan sistem pelaporan, serta peningkatan mutu aparat

pengawasan. Guna menunjang berbagai kegiatan tersebut, selama Pelita III dan tahun pertama

Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pembangunan/rehabilitasi

gedung kantor pusat dan kantor wilayah, masing-masing seluas 25.054 meterpersegi dan 30.982

meterpersegi, gedung kotamadya/kabupaten sebanyak 117 unit, gedung kantor kecamatan

sebanyak 8 unit, rumah dinas sebanyak 37 buah, serta pengadaan peralatan kantor kecamatan

dan sarana mobilitas.

Pembinaan di bidang olah raga ditujukan untuk mengolahragakan masyarakat, dan

memasyarakatkan olah raga, selama Pelita III dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan

bulan Agustus 1984 antara lain telah diwujudkan pembangunan gedung olahraga dan kolam

renang, masing-masing seluas 9.175 meter persegi dan 6.657 meter persegi, pengadaan

peralatan olah raga sebanyak 52.583 paket, serta pengadaan buku-buku olah raga sebanyak

143.000 eksemplar. Berkaitan dengan itu juga telah dilaksanakan penataran terhadap 8.243

orang guru, pelatih, dan pembina, penyelenggaraan pemasalan olahraga yang mengikutsertakan

1.065.573 orang pelajar, mahasiswa, masyarakat dan penyandang cacat, serta pembinaan

olahraga berbakat terhadap 18.658 orang.

8.3.2 Pembinaan kebudayaan

Usaha pembinaan dan pengembangan budaya bangsa senantiasa ditujukan untuk

menunjang pembangunan nasional. Hal ini dimaksudkan untuk mengatasi dan menjawab

tantangan zaman dalam berbagai bidang, antara lain bidang ekonomi, teknologi dan ilmu

pengetahuan, serta mempercepat alih teknologi yang semakin tinggi. Untuk itu, nilai-nilai dan

norma budaya yang dinamis, selaras dgn memberi arah pacta pembangunan harus dibina dan

dikembangkan guna memperkuat penghayatan dan pengamalan Pancasila, memperkuat

kepribadian bangsa, mempertebal rasa harga diri dan kebanggaan nasional, serta memperkokoh

jiwa persatuan. Sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilaksanakan berbagai

program yang antara lain berupa program kepurbakalaan, kesejarahan, dan permuseuman.

Untuk itu telah dilakukan survai dan perencanaan koleksi di 92 lokasi yang tersebar di 26

Departemen Keuangan RI 274

Page 275: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

propinsi, pengadaan koleksi sebanyak 6 jenis di 26 propinsi, pameran dalam rangka

pemantapan fungsi eksistensi museum dengan segenap aspeknya sebanyak 183 kali di 26

propinsi, pemberian bantuan kepada 60 museum daerah, pengadaan peralatan teknis.museum

sebanyak 549 unit, serta pengadaan peralatan kantor museum sebanyak 872 unit. Dalam waktu

yang sama juga telah dilakukan pemugaran peninggalan sejarah dan purbakala di 379 lokasi,

studi kelayakan di 133 lokasi, pemeliharaan dan penyelamatan 1.564 situs, melanjutkan

pemeliharaan Candi Borobudur serta rehabilitasi Monumen Nasional (Monas).

Pengembangan dalam bidang seni budaya ditujukan untuk meningkatkan kreativitas

seniman yang sehat, dan lebih memperkaya kesenian Indonesia yang beraneka ragam. Untuk itu

telah dilakukan berbagai kegiatan, antara lain meliputi pembinaan sosio drama, penyuluhan

teknis kesenian, pengembangan organisasi kesenian dan penyebarluasan kesenian. Di samping

itu juga dilakukan peningkatan penghayatan seni oleh masyarakat yang mencakup 4 bidang

seni, serta studi kelayakan di daerah tingkat II di 127 lokasi, yang tersebar di seluruh nusantara.

Kemudian dilakukan juga penanggulangan terhadap pengaruh kebudayaan yang negatif,

peningkatan apresiasi sastralseni, penyelesaian rencana induk Wisma Seni Nasional, serta

pemberian bantuan peralatan kesenian pada kabupaten/kodya, kecamatan, dan daerah

transmigrasi. Untuk pengembangan kebahasaan, kesusastraan, perbukuan, dan perpustakaan,

maka sejak Pelita III dan tahun pertama Repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah

dilakukan pengembangan bahasa serta sastra Indonesia dan daerah. Kegiatan tersebut antara

lain berupa penyusunan/penerbitan perkamusan sebanyak 29 naskah, terjemahan 16 naskah,

sayembara mengarang, pengembangan media kebahasaan sebanyak 30 naskah, penerbitan

majalah, serta pembinaan bahasa Indonesia melalui TVRI dan RRI. Demikian pula

dilaksanakan penambahan tenaga, pengadaan peralatan kantor, serta pengadaan buku sebanyak

1.351.636 eksemplar untuk perpustakaan wilayah, perpustakaan umum, perpustakaan keliling,

perpustakaan desa dan perpustakaan perintis sekolah. Sejalan dengan itu telah dilakukan pula

penulisan dan penerbitan naskah buku bacaan populer sebanyak 720.500 eksemplar, serta

sayembara mengarang bacaan populer sebanyak 56 judul. Selain itu dalam bidang perpustakaan

nasional juga telah dilaksanakan rekatalogisasi koleksi pustaka Indonesia dan asing, penerbitan

pedoman penyuluhan perpustakaan sebanyak 6 naskah, serta pengembangan perpustakaan

nasional.

Kegiatan inventarisasi dan dokumentasi kebudayaan nasional ditujukan untuk membina

Wawasan Nusantara. Sejak tahun 1979/1980 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah diadakan

penilaian, penyempumaan, dan editing dari 800 naskah, penyusunan naskah kebudayaan daerah

Departemen Keuangan RI 275

Page 276: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dalam 5 aspek dengan ps:nerbitan sebanyak 372 judul, serta pembinaan bimbingan teknis

operasional penelitian yang mengikutsertakan 457 orang. Selain itu juga telah diselenggarakan

penataran tenaga teknis dokumentasi dan informasi kebudayaan yang diikuti 130 orang, dan

penyusunan naskah dad 117 penelitian. Sejalan dengan usaha inventarisasi dan dokumentasi

sejarah nasional, maka dilakukan penelitian, penulisan, dan penyusunan naskah biografi

pahlawan nasional yang meliputi caton pahlawan sebanyak 36 judul, tokoh nasional sebanyak

120 judul, sejarah pahlawan sebanyak 26 judul serta biografi nasional sebanyak 17 judul. Usaha

lain yang dilakukan adalah meliputi penelitian bahasa dan sastra Indonesia dan daerah sebanyak

665 naskah, penelitian purbakala sebanyak 5 aspek serta penerbitan majalah arkeologi.

8.4. Kesehatan dan keluarga berencana

Sebagai kelanjutan dari tahun-tahun sebelumnya, pembangunan di bidang kesehatan

dalarn tahun pertama Repelita IV diarahkan pada peningkatan kemarnpuan masyarakat untuk

hidup sehat dan mengatasi sendiri masalah kesehatan yang sederhana, terutama melalui

pencegahan dan penyembuhan. Selain itu juga ditujukan pada peningkatan kesehatan

lingkungan terutama penyediaan sanitasi dasar guna perbaikan mutu lingkungan. Selanjutnya

juga diarahkan pada pengurangan kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh penyakit yang

banyak diderita rakyat banyak, terutama penyakit menular, penyakit yang hanya dapat dicegah

dengan imunisasi, serta penyakit yang disebabkan oleh pengaruh buruk dari bahan yang

berbahaya bagi kesehatan. Kegiatan ini ditunjang dengan pengadaan obat yang cukup dan

terjangkau oleh masyarakat, serta peningkatan pendidikan, latihan dan pengelolaan tenaga

kesehatan masyarakat. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, pembangunan di bidang

kesehatan dilakukan secara terpadu dengan bidang-bidang lainnya ke dalam suatu sistem

kesehatan nasional.

8.4.1. Pelayanan kesehatan

Kegiatan yang dilakukan di bidang pelayanan kesehatan ditujukan untuk memberikan

pelayanan kesehatan secara lebih merata dan lebih dekat kepada masyarakat, terutama yang

berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota. Peningkatan dan pemerataan pelayanan

kesehatan tersebut antara lain dilakukan melalui puskesmas, usaha kesehatan sekolah (UKS),

pemerataan kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan gigi dan jiwa, serta peningkatan

pelayanan laboratorium kesehatan. Selain itu telah dilakukan peningkatan pelayanan rumah

Departemen Keuangan RI 276

Page 277: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sakit, penarnbahan persediaan bahan-bahan dan obat-obatan, pembangunan kesehatan

masyarakat desa, serta peningkatan pelayanan instalasi kesehatan. Untuk itu, seluruh sarana

kesehatan diusahakan berada dalarn suatu sistem jaringan hubungan yang serasi dan efektif,

yang dilakukan melalui sistem rujukan antara masyarakat, puskesmas dan rumah sakit di semua

tingkat. Selanjutnya agar pelayanan kesehatan kepada rakyat dapat dilaksanakan dengan lebih

baik dan merata, maka jumlah dan fungsi puskesmas terus ditingkatkan, sehingga sarnpai

dengan bulan Agustus 1984 jumlahnya telah mencapai 5.453 buah. Untuk mendukung tugas

puskesmas tersebut, dalam waktu yang sarna telah dibangun pula puskesmas pembantu dan

puskesmas keliling, masing-masing sebanyak 15.136 buah dan 2.979 buah. Sedangkan bagi

daerah-daerah terpencil yang jauh dari pelayanan rumah sakit, serta daerah perbatasan atau

daerah yang angka kecelakaan lalu lintasnya tinggi, telah dibangun puskesmas perawatan

sebanyak 158 unit, yang masing-masing dilengkapi 10 tempat tidur. Selain pembangunan

puskesmas, telah dilakukan pula perbaikan 5.826 puskesmas dan penggantian peralatan medis

sebanyak 2.702 set. Sejalan dengan semakin meningkatnya jumlah puskesmas, telah disediakan

pula 19.787 tenaga kesehatan melalui program Inpres. Untuk meningkatkan keterampilan dan

kemampuan tenaga kesehatan di puskesmas, telah dilaksanakan penataran tenaga kesehatan

terhadap 2.600 dokter puskesmas, 5.828 staf puskesmas, 3.076 tenaga laboratorium dan 3.691

tenaga record and report (RR) terpadu. Sedangkan dalam rangka memenuhi kekurangan tenaga

di puskesmas, telah diadakan latihan cepat bagi pembantu paramedis sebanyak 1.416 orang,

serta latihan klinis bagi 155 orang dokter dan 185 orang paramedis yang bekerja di puskesmas.

Perkembangan sarana pelayanan kesehatan masyarakat dapat diikuti pada Tabel VIII.4.

1984/855) 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85

1. Puskesmas 2.343 3.113 3.443 3.893 4.053 4.353 4.553 4.753 4.953 5.153 5.353 5.4532. Puskesmas Pembantu 2) - - - - - - 7.342 8.342 10.342 12.342 13.6364) 15.1363. Puskesmas Ke1iling - - - - - 604 729 979 1.479 1.979 2.479 2.9794. BaJai Pengobatan 3) 7.124 7.124 4.602 4.180 4.180 4.1805. B K I A 3) 6.801 6.928 2.744 2.412 2.412 2.412

1). Angka kumuIatif2). Merupakan peningkatan dari BKlA dan Ba1ai Pengobatan

JUMLAH SARAN A PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT, 1973/1974 -1984/1985 1)Tabel VIII. 4

3). Sejak 1975/1976 berkurangnya jumlah BKIA dan Balai Pengobatan karena diintegrasikan 4). Angka diperbaiki 5). Angka sementara

Sampai dengan bulan Agustus 1984, pengobatan mala telah dikembangkan di 250

puskesmas yang tersebar di 24 propinsi, dan diperlengkapi dengan 167 set peralatan kesehatan

mata dan obat-obatan mata. Di samping itu telah diselenggarakan pula latihan kesehatan mala

bagi 221 paramedis dan 1.670 kader/pemuka masyarakat. Selanjutnya di bidang kesehatan olah

raga telah dikembangkan pusat kesehatan olah raga di 8 propinsi. Dalam rangka pencegahan

Departemen Keuangan RI 277

Page 278: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dan pengobatan penyakit pada anak-anak sekolah, telah dilakukan usaha kesehatan sekolah

(UKS) melalui kunjungan berkala petugas puskesmas ke sekolah-sekolah. Selain dilakukan

pemeriksaan guna menemukan kelainan-kelainan kesehatan yang ada sedini mungkin, dan

pengobatan pertama bagi yang memerlukan, juga diberikan penyuluhan kesehatan kepada anak-

anak sekolah, imunisasi, serta pembinaan kesehatan lingkungan. Selama Pelita III telah dapat

dicakup sebanyak 95.404 SD, 9.280 SLP dan 3891 SLA. Di samping itu dalam rangka UKS

juga telah dilakukan penataran terhadap105.191 guru yang terdiri dati 97.620 guru SD, 5.224

guru SLTP dan 2.347 guru SLTA.

Program perawatan kesehatan masyarakat sampai dengan bulan Agustus tahun 1984,

telah dilaksanakan di 2.254 puskesmas dengan membina 82.426 keluarga, di samping juga

terhadap golongan khusus yang berada di 52 panti dan tersebar di 24 propinsi. Bersamaan

dengan itu, ditingkatkan pula pelayanan kesehatan gigi kepadamasyarakat. Dalam Pelita III,

melalui usaha kesehatan gigi sekolah (UKGS) telah dilaksanakan pemanduan UKGS selektif

bagi 108 SD, dan pengembangan pelayanan kesehatan gigi integrasi terhadap 258 SD di 139

daerah tingkat II. Sedangkan dalam rangka kesehatan gigi masyarakat desa, telah ditempatkan

sebanyak 1.250 orang tenaga perawat gigi di 402 puskesmas. Selanjutnya dalam upaya

kesehatan gigi sekolah telah dilakukan penempatan sebanyak 62 set klinik gigi lapangan

(KGL), serta peningkatan pelayanan gigi di 104 RSU kelas D yang dilengkapi dengan 104 unit

klinik gigi basis, di 40 RSU kelas C yang dilengkapi dengan peralatan bedah mulut

sederhana,dan di 30 rumah sakit yang dilengkapi dengan peralatan rehabilitasi gigi (unit teknik

gigi). Di samping itu juga dilakukan survai epidemiologi terhadap 11.500 orang, survai

pengumpulan data kadar flour dalam posta gigi, standarisasil metodologi terhadap' 10 daerah

pelayanan, dan UKGS di puskesmas-puskesmas, serta pemantapan standarisasi pelayanan di

rumah sakit.

Dalam Pelita III, telah dilakukan juga pelayanan kesehatan jiwa yang dititikberatkan

pada upaya pencegahan, penyembuhan, rehabilitasi mental, serta penanggulangan penderita

mental khususnya psikotik, gelandangan dan posung. Adapun pelaksanaannya dilakukan

melalui rumah soot jiwa (RS jiwa), serta integrasi kesehatan jiwa ke puskesmas dan rumah sakit

umum (RS umum). Untuk itu fungsi rumah sakit jiwa sebagai pusat rujukan pelayanan

kesehatan jiwa semakin ditingkatkan. Selama Pelita III telah dilakukan integrasi kesehatan jiwa

ke 560 puskesmas, dengan jumlah kunjungan posien mental sekitar 40.000 per tahun.

Sedangkan melalui RSU, sejak tahun 1980/1981 sampai dengan akhir Pelita III, telah

diintegrasikan kesehatan jiwa ke 90 RSU.

Departemen Keuangan RI 278

Page 279: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Sementara itu guna menunjang peningkatan pelayanan kesehatan secara keseluruhan,

terus ditingkatkan pula pelayanan laboratorium kesehatan, yakni melalui pemeriksaan

laboratorium baik secara kualitatif maupun kuantitatif, di bidang mikrobiologi, patologi, kimia

dan imunologi. Untuk itu baik sarana maupun peralatan laboratorium, terutama di daerah-

daerah terpencil semakin ditingkatkan. Dalam hubungan ini selama Pelita III telah dilaksanakan

pembangunan gedung dan penambahan ruang pemeriksaan di 27 balai laboratorium kesehatan,

serta penambahan alat-alat laboratorium di 26 balai laboratorium dan 137 laboratorium

kabupaten rumah sakit C. Sedangkan untuk meningkatkan pelayanan laboratorium di

puskesmas, sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah ditatar sekitar 3.076 tenaga

laboratorium puskesmas.

Guna meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, pelayanan melalui rumah

sakit juga terus ditingkatkan dengan penyempurnaan sistem rujukan, baik antarberbagai tingkat

rumah sakit maupun antara puskesmas dengan rumah sakit. Untuk lebih meningkatkan fungsi

rujukan tersebut, dokter-dokter ahli dari rumah rumah sakit yang tingkatannya lebih tinggi telah

dikirim ke tingkatan yang lebih rendah. Selain itu pengiriman penderita dari puskesmas ke

rumah sakit kabupaten dan rumah sakit yang lebih tinggi semakin ditingkatkan. Untuk itu

selama Pelita III telah ditingkatkan pula baik sarana fisik maupun tenaga kesehatannya melalui

pemban_nan 11 RSU baru sebagai pengganti RSU yang telah ada. Dalamwaktu yang sarna

telah dilakukan pula rehabilitasi terhadap 192 buah RSU kabupaten/kotamadya, 20 buah RSU

di ibukota propinsi, 13 buah RS vertikal, 5 buah RS khusus vertikal dan sebuah Palang Merah

Indonesia (PMI). Sejalan

Departemen Keuangan RI 279

Page 280: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dengan meningkatnya sarana fisik tersebut, diberikan pula bantuan berupa peralatan medis dan

non medis kepada 135 RSU propinsi/kabupaten, dan 5 RS khusus vertikal. Peningkatan

pembangunan sarana pelayanan kesehatan tersebut telah diikuti pula dengan peningkat an

jumlah tenaga kesehatan. Untuk itu selama Pelita III telah ditempatkan di 133 RS sebanyak 263

tenaga dokter, yang memiliki keahlian dasar bedah, kesehatan anak, kebidanan dan kandungan

serta penyakit dalam. Perkembangan tenaga kesehatan dapat diikuti pada Tabel VIII.5.

J enis Tenaga 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 2) 1983/84 3)

1. D okter 6.221 7.644 8.279 8.977 9.805 10.456 11.681 12.931 15.400 16.000 17.6472. Per a w a t 1) 7.736 8.066 9.856 ) 28.926 27.711 31.061 32.854 35.520 37.693 40.000 44.1133. Bid ani) 8.323 9.160 10.720 )4. Penjenang kesehatan 24.248 26.262 28.707 30.972 33.237 35.577 35.361 35.698 35.678 35.679 35.679

1) Sejak tahun 1976/1977 perawat dan bidan ditetapkan menjadi tenaga perawat kesehatan.2) Angka diperbaiki3) Angka sementara

JUMLAH BEBERAPAjENIS TENAGA KESEHATAN, 1973/1974 -1983/1984Tabel VIII. 5

Sementara itu guna memenuhi kebutuhan obat dalam masyarakat, selama Pelita III

telah disediakan obat-obatan dan bahan-bahan obat antara lain untuk RSU khusus pusat,

penanggulangan bencana alam, AMD (ABRI Masuk Desa) serta kegiatan sosial lainnya.

Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus telah diberikan bantuan obat-

obatan kepada 40 RS propinsi. Adapun untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam

peningkatan derajat kesehatannya, dibentuk Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa

(PKMD), melalui latihan dan bimbingan tenaga sukarelawan kesehatan desa, yang disebut

promotor kesehatan desa (Prokesa). Sampai dengan akhir Pelita III, PKMD tersebut telah

dikembangkan di 7.693 desa meliputi sebanyak 1.678 kecamatan, dan 269 Dati II yang tersebar

di seluruh propinsi. Dari jumlah tersebut, yang dikembangkan melalui bantuan Pemerintah

meliputi sebanyak 1.698 desa, di 410 kecamatan dan 101 Dati II, sedangkan sisanya. sebanyak

5.985 desa, di 1.268 kecamatan, dan 168 Dati II merupakan hasil swadaya masyarakat.

8.4.2. Pemberantasan penyakit menular

Pemberantasan penyakit menular mempunyai peran yang cukup penting dalam

menunjang pembangunan. Usaha pencegahan dan pemberantasan penyakit menular ditujukan

khususnya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit menular, dengan

pemutusan matarantai penularan penyakit. Kegiatan tersebut merupakan kelanjutan daripada

upaya-upaya yang telah dilakukan dalam tahun sebelumnya dan didasarkan atas ketentuan

Departemen Keuangan RI 280

Page 281: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

prioritas jenis penyakit yang telah ditetapkan. Sehubungan dengan itu, pemberantasannya

diprioritaskan pada penyakit malaria melalui penurunan jumlah penderita, dan penanggulangan

wabah yang terjadi di Jawa dan Bali, melindungi penduduk yang telah kebal dan berpindah dari

Jawa dan Bali, serta menurunkan jumlah penderita di daerah yang keadaan sosial ekonominya

rendah termasuk pemukiman transmigran dan pemukiman baru. Dalam tahun 1984/1985

sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dilakukan pengumpulan dan pemeriksaan terhadap

sekitar 749 ribu sediaan darah penderita, pemberian obat kepada sekitar 798 ribu orang

penderita, dan penyemprotan terhadap sekitar 75 ribu buah rumah. Dengan demikian sejak

Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pengumpulan dan pemeriksaan

terhadap 48,3 juta sediaan darah, pengobatan alas 45 juta orang dan penyemprotan 17 juta buah

rumah. Pemberantasan penyakit demam berdarah (arbovirosis) dalam tahun pertama Repelita

IV sampai dengan bulan Agustus 1984, dilakukan melalui pemberantasan jentik nyamuk pada

sekitar 200 ribu rumah dan penanggulangan fokus pada 800 lokasi. Dengan demikian selama

Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pemberantasan jentik nyamuk

terhadap 528.516 buah rumah dan penanggulangan 11.632 fokus. Pemberantasan penyakit kaki

gajah (filariasis) dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 dilakukan melalui

pemeriksaan terhadap 146.778 sediaan darah malam dan pengobatan terhadap 200.557 orang

penderita. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah diperiksa

sebanyak 737.702 sediaan darah malam, dan diobati sebanyak 1.136.573 orang penderita.

Dalam waktu yang sama untuk pemberantasan penyakit rabies dan pes telah dilakukan

pengumpulan dan pemeriksaan terhadap 200 sediaan darah tersangka rabies dan pengobatan

terhadap 1.700 orang yang digigit oleh hewan tersangka rabies. Sejak Pelita III sampai dengan

bulan Agustus tahun 1984, telah dikumpulkan dan diperiksa sebanyak 8.970 sediaan darah

tersangka rabies, dan diobati sebanyak 66.408 orang penderita gigitan hewan tersangka rabies.

Adapun dalam rangka pemberantasan penyakit pes, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan

bulan Agustus 1984 telah diobati sebanyak 70 orang tersangka pes, sehingga sejak tahun

1979/1980 sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah diobati sebanyak 1.424 orang

tersangka penderita pes. Pemberantasan penyakit demam keong (scbistosomiasis) dilakukan

melalui survai terhadap tikus, keong dan specimen tinja, sella pengobatan selektif terhadap

penderita di daerah endemis, yaitu di sekitar danau Lindu (Sulawesi Tengah). Selama Pelita III

telah dilaksanakan survai di 15 lokasi dan pengobatan terbatas terhadap 12.799 orang penderita.

Di samping itu dilakukan juga pemberantasan terhadap penyakit anthrax, yakni penyakit

menularyang bersumberdari binatang. Untuk itu dalam tahun 1984/1985 sampai dengan buIan

Agustus 1984 tdah dilakukan pengumpulan dan pemeriksaan terhadap 10 sediaan dan

Departemen Keuangan RI 281

Page 282: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pengobatan terhadap 30 orang tersangka penderita anthrax. Pemberantasan penyakit tersebut

dilakukan di daerah endemis yaitu Nusa Tenggara Barat, Jawa Barat dan Timor Timur,

sehingga sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pengumpulan dan

pemeriksaan terhadap 361 sediaan dan pengobatan terhadap 844 orang penderita tersangka

anthrax.

Selain pemberantasan terhadap penyakit menular yang bersumber dari binatang, telah

dilakukan pula pemberantasan penyakit yang menular secara langsung. Dalam tahun 1984/1985

sampai dengan bulan Agustus 1984, pemberantasan terhadap TBC paru dilakukan melalui

pemeriksaan dahak dari 19.000 orang penduduk dan pengobatan kepada 2.000 orang penderita,

baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan

bulan Agustus 1984 telah. diadakan pemeriksaan dahak terhadap 1.255.846 orang tersangka

TBC, dan diobati sebanyak 141. 300 orang penderita, baik dengan streptomycin maupun

rifampisin. Jumlah penderita yang diobati tersebut belum termasuk penderita yang diobati oleh

BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru) dan dirumah-rumah sakit. Untuk pemberantasan

penyakit frambosia juga te1ah dilakukan pemeriksaan terhadap sekitar 231.000

orangpendudukdan pengobatan terhadap 4.500 orang penderita, sehingga sejak Pelita III sampai

dengan bulan Agustus tahun 1984 telah diperiksa sebanyak 37.268.231 orang penduduk dan

diobati sebanyak 534.903 orang..penderita. Untuk pemberantasan penyakit ke1amin, dalam

tahun pertama Repe1ita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pemeriksaan

darah terhadap sekitar 20.500 orang, pemeriksaan gonorhoe terhadap 800 orang, dan

pengobatan terhadap 17.500 orang penderita. Secara keseluruhan, sejak Pe1ita III sampai

dengan bulan Agustus 1984 te1ah dilakukan pemeriksaan darah terhadap 916.940 orang,

pemeriksaan gonorhoe terhadap 271.079 orang, dan pengobatan terhadap 287.893 orang

penderita. Se1anjutnya untuk pemberantasan penyakit kusta yang mempunyai angka kesakitan

tinggi, antara lain di daerah Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya, dalam tahun 1984 te1ah diperiksa

sekitar 25 ribu anak sekolah, dan 24.900 orang kontak (orang yang mempunyai hubungan

dengan penderita). Dari hasil pemeriksaan tersebut, te1ah diobati secara teratur sebanyak

15.200 orang penderita, sehingga dengan demikian secara kese1uruhan sejak Pelita III sampai

dengan bulan Agustus tahun 1984 te1ah diperiksa sebanyak 20.608.702 anak sekolah dan

2.134.183 orang kontak, serta pengobatan terhadap 467.510 orang penderita. Dalam tahun yang

sarna juga te1ah dilakukan pemberantasan terhadap penyakit cacing tambang dan parasit

lainnya, melalui pemeriksaan sediaan darah dan sediaan tinja dari 105.153 orang, serta

pengobatan terhadap sekitar 5.200 orang penduduk. Dengan demikian sejak tahun 1979/1980

Departemen Keuangan RI 282

Page 283: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah dilakukan pemeriksaan sediaan darah dan tinja

terhadap 105.153 orang, dan pengobatan terhadap 646.722 orang penduduk, Berkaitan dengan

pemberantasan penyakit kholera, te1ah dikembangkan 482 puskesmas menjadi pusat rehidrasi,

serta te1ah ditemukan dan diobati sebanyak 246.000 orang penderita diare dan 4.100 orang

penderita tersangka kholera. Sehubungan dengan itu, sejak awal Pelita III sampai dengan bulan

Agustus tahun 1984 te1ah dikembangkan sebanyak 811 puskesmas menjadi pusat rehidrasi,

serta telah diobati penderita diare dan kholera masing-masing sebanyak 4.006.583 orang dan

1.205.192 orang.

Dalam program pemberantasan penyakit menular te1ah dikembangkan pula berbagai

konsep pengembangan kesehatan, antara lain kegiatan imunisasi dan epidemiologi. Berkaitan

dengan kegiatan imunisasi, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 te1ah

dilakukan vaksinasi BCG pertama kepada 299.000 anak, vaksinasi TT (tetanus toxoid) kepada

282.000 ibu hamil dan anak, vaksinasi DPT (deptherina pertusis tetanus) kepada 282.000 anak,

vaksinasi DT (depthelina tetanus) kepada 233.000 anak, vaksinasi polio kepada 97.000 anak,

serta vaksinasi pencegahan penyakit campak (morbili) kepada 57.000 anak. Dengan demikian

sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 telah diberikan vaksinasi BCG

pertama kepada 5.298.918 anak, vaksinasi IT kepada 282.000 ibu hamil dan anak, vaksinasi

DPT kepada 6.32L529 anak, vaksinasi DT kepada 2.064.482, anak, vaksinasi polio kepada

1.103.652 anak serta vaksinasi pencegahan penyakit campak kepada sebanyak 470.612 anak.

Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyakit menular termasuk penyebaran penyakit

dari satu tempat ke tempat lainnya, telah dilakukan peningkatan kesehatan terhadap pelabuhan

karantina haji, pengamanan kesehatan dalam perpindahan penduduk serta isolasi penderita

penyakit menular. Guna menunjang kegiatan tersebut, maka fasilitas sarana kerja dan

keterampilan petugasnya terus ditingkatkan. Dalam waktu yang sarna juga telah diadakan

persiapan pengamanan terhadap terjangkitnya penyakit menular di 10 lokasi transmigrasi baru,

terutama penyakit malaria. Dengan demikian selama Pelita III dan tahun 1984/1985 sampai

dengan bulan Agustus 1984, kegiatan tersebut secara keseluruhan telah mencakup 203 lokasi

transmigrasi baru, di samping telah dilakukan pengamatan kesehatan bagi seluruh jemaah haji.

Selain itu dalam tahun 1984 teiah dikembangkan pula isolasi penderita penyakit menular

terhadap 11 rumah sakit di beberapa daerah, yang selain ditujukan pada penyakit yang nyata-

nyata menimbulkan masalah, juga terhadap penyakit menular yang sewaktu-waktu dapat

menimbulkan masalah. Untuk itu dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984

telah dilaksanakail pengamatan (surveillance) penyakit menular melalui survai terhadap 500

Departemen Keuangan RI 283

Page 284: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

kejadian luar biasa (KLB), survai penyakit-penyakit tertentu di 255 rumah sakit, pengambilan

900 sampel, penyebaran data dalam bentuk bulletin epidemologi sebanyak 4.400 eksemplar,

serta pelaksanaan survai entomologis serangga penular penyakit pada 200 lokasi. Sejak Pelita

III dan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984, secara keseluruhan telah

dilaksanakan penyelidikan terhadap 21.520 KLB, survai beberapa penyakit menular di 2.418

rumah sakit, pengambilan 741.495 sampel, dan penyebaran data dalam bentuk bulletin

epidemiologi sebanyak 217.214 eksemplar.

Untuk menunjang penurunan angka kematian anak balita dan peningkatan kemampuan

masyarakat dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, terutama bagi golongan rawan

dan masyarakat yang berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota, telah dilaksanakan

usaha perbaikan gizi. Kegiatan ini diarahkan untuk melanjutkan dan meningkatkan status gizi

masyarakat, serta pencegahan dan penanggulangan masalah gizi khususnya terhadap penderita

kurang kalori protein (KKP), kurang vitamin A, anemia gizi besi serta gondok endemik melalui

peranserta aktif masyarakat. Pencegahan dan penanggulangan KKP terutama ditujukan pada

anak pra-sekolah, wan ita hamil, wanita menyusui serta penduduk di daerah rawan pangan dan

bencana alam. Untuk menurunkan jumlah anak yang menderita KKP, baik dalam tingkat ringan

maupun sedang, telah dilakukan peningkatan dan perluasan usaha perbaikan gizi keluarga

(UPGK). Sehubungan dengan usaha peningkatan pelayanan kesehatan bagi anak-anak penderita

gizi buruk, kaitan antara UPGK dengan puskesmas juga semakin ditingkatkan. Kegiatan UPGK

yang dilaksanakan secara terpadu di sektor kesehatan, pertanian, agama dan keluarga

berencana, serta swadaya masyarakat tersebut antara lain mencakup penimbangan anak balita,

penyuluhan gizi, pemberian paket pertolongan gizi, pemanfaatan tanaman pekarangan dan

pemberian makanan tambahan. Dalam tahun pertama Repelita IV selain dilanjutkan pembinaan

pada desa UPGK lama, juga te1ah dikembangkan UPGK pada 3.000 desa baru, sehingga sejak

tahun 1979/1980 sampai dengan bulan Agustus tahun 1984/1985 kegiatan tersebut te1ah

mencakup sebanyak 43.085 desa. Penanggulangan dan pencegahan kekurangan vitamin A pada

aDak balita dalam tahun 1984/1985 sampai dengan Agustus 1984, telah dilaksanakan khusus

untuk 15 propinsi rawan vitamin A yang desa-desanya belum terjangkau oleh UPGK melalui

pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi terhadap 1.550 orang anak balita. Dengan demikian

sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus tahun 1984 melalui kegiatan tersebut telah dicapai

sebanyak 15.017.061 orang anak balita. Se1anjutnya guna menanggulangi dan mencegah

gondok endemik, dalam waktu yang sarna telah dilakukan penyuntikan larutan radium dalam

minyak terhadap daerah endemik berat meliputi 1.663.000 orang, sehingga dengan demikian

Departemen Keuangan RI 284

Page 285: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sejak Pelita III hingga bulan Agustus 1984 te1ah dilakukan penyuntikan terhadap 6.279.815

orang penduduk yang tinggal di daerah-daerah pegunungan. Sedangkan untuk menanggulangi

dan mencegah anemia gizi besi telah dilakukan pemberian pil zat besi, penyuluhan gizi dan

pemanfaatan tanaman pekarangan, yang pelaksanaannya diintegrasikan ke dalam UPGK,

sehingga me1alui paket tersebut se1ama Pelita III telah dicukupi kebutuhan zat besi terhadap

1.790.650 orang ibu hamil Adapun sistem kewaspadaan pangan dan gizi yang se1ama Pelita III

baru dilaksanakan di beberapa daerah pemanduan di 5 propinsi, dalam tahun 1984/1985 sampai

dengan bulan Agustus 1984 telah diperluas ke 2 propinsi baru yaitu Jawa Barat dan Jawa

Timur.

Salah satu syarat penting untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dalam

masyarakat adalah tersedianya air bersih yang cukup dan memenuhi syarat kesehatan, terutama

bagi penduduk yang berpenghasilan rendah baik di daerah pedesaan maupun di daerah

perkotaan. Untuk itu se1ain disediakan sarana dan teknologi sederhana, terus dilakukan pula

penyuluhan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam

memelihara sarana air bersih, serta pengawasan kualitas air minum dan pencemaran

lingkungan. Adapun penentuan lokasi sarana air tersebut diprioritaskan pada daerah-daerah

yang sulit memperoleh air bersih dan daerah yang tinggi angka kesakitan terhadap penyakit

kholera dan penyakit perut lainnya. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1984/1985 sampai

dengan bulan Agustus 1984 te1ah dibangun berbagai jenis sarana air minum meliputi 3 buah

penampungan mata air dengan perpipaan (PP), 7 buah sumur artesis (SA), 16 buah sumur gali

(SGL), 1.277 buah sumur pompa tangan dangkal (SPT DK) dan 431 buah sumur pompa tangan

dalam (SPT DL). Selanjutnya dalam waktu yang sama telah dibangun pula saringan pasir

sederhana sebanyak 3 buah, sarana pengolahan Fe dan Mn sebanyak 7 buah dan kran umum

sebanyak 40 buah. Selain telah dibangun berbagai sarana fisik tersebut, dilakukan pula

pelaksanaan survai di 146 lokasi. Dengan demikian sejak Pelita III sarnpai dengan bulan

Agustus tahun 1984 telah dibangun sebanyak 628 buah PP, 250 buah SA, 13.741 buah SGL,

244.411 buah SPT DK dan 27.160 buah SPT DL. Sejalan dengan itu, telah dibangun pula

saringan posir sederhana, sarana pengolahan Fe dan Mn serta kran umum, masing-masing

sebanyak 3 buah, 26 buah dan 40 buah, dan juga dilakukan survai di 800 lokasi.

Untuk menciptakan lingkungan pemukiman yang sehat terutama bagi masyarakat kota

dan masyarakat desa yang berpenghasilan rendah, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan

Agustus 1984 telah dilakukan pemeriksaan umum di 129lokasi, pembangunan multiple latrine

sebanyak 10 buah, peningkatan sanitasi perumahan dan lingkungan di 93 lokasi, pengamatan

Departemen Keuangan RI 285

Page 286: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida di 1.660 lokasi, serta grading tempat

pembuatan dan penyimpanan makanan (TP2M) sebanyak 1.180 buah. Dengan demikian sejak

Pelita III sarnpai dengan bulan Agustus 1984 telah dilakukan pemeriksaan umum, peningkatan

sanitasi perumahan dan lingkungan, serta pengarnatan pencemaran lingkungan akibat

penggunaan pestisida, masing-masing di 77.271lokasi, 413 lokasi dan 1.660 lokasi, di samping

juga pembangunan multiple latrine dan grading TP2M, masing-masing sebanyak 428 buah dan

5.977 buah.

8.4.3. Pengadaan dan pengawasan obat, makanan dan minuman

Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam tahun terakhir Pelita III di bidang

pengadaan dan pengawasan obat, makanan serta minuman pada dasarnya merupakan kelanjutan

dan peningkatan dari kegiatan yang dilakukan dalam tahun sebelumnya. Upaya ini meliputi

pengawasan dalam produksi, distribusi dan penggunaan obat, termasuk obat tradisional,

makanan dan minuman, kosmetika dan alat-alat kesehatan, serta pengawasan terhadap

penyalahgunaan narkotika dan bahan obat.berbahaya lainnya. Untuk menunjang kegiatan

tersebut telah ditetapkan daftar obat esensial (DOE) yang dipakai oleh semua unit kerja

kesehatan dalam pengadaan obat di sektor Pemerintah. Obat yang dihasilkan di sektor

Pemerintah besamya sekitar 5 persen dari seluruh obat yang beredar, sedangkan sisanya

merupakan produksi sektor swasta. Selanjutnya untuk memperlancar distribusi obat, dilakukan

penataan kembali pola distribusi obat, baik terhadap sektor Pemerintah maupun sektor swasta.

Sejalan dengan peningkatan produksi obat, selama Pelita III telah dibangun sebanyak 134 buah

gudang farmasi di seluruh kabupaten dan kotamadya, di sarnping juga telah tersedia sebanyak

283 buah pabrik farmasi. Adapun jumlah pedagang besar farmasi dan jumlah apotik masing-

masing telah mencapai 912 buah dan 1.717 buah. Dalam rangka pembinaan di bidang produksi

dan distribusi obat, dilakukan pengambilan 76.305 sample obat untuk seluruh propinsi dan

47.430 sample obat untuk tingkat pusat. Untuk melestarikan dan mengembangkan obat-obatan

tradisional, dilakukan pengawasan melalui pendaftaran, pemberian informasi dan penyuluhan,

serta evaluasi terhadap kegunaannya. Berkaitan dengan itu selama Pelita III telah terdaftar

sebanyak 2.3 88 buah produk obat tradisional dari 370 buah perusahaan. Selain itu telah pula

diterbitkan buku-buku dan pedoman penyuluhan yang bersifat teknis terutama mengenai jamu

gendong, pemanfaatan tanaman obat tradisional dan obat keluarga serta pertemuan-pertemuan

ilmiah dalam bentuk seminar dan lain-lain.

Selanjutnya untuk mendapatkan keposrian mengenai keamanan, khasiat, nilai gizi,

Departemen Keuangan RI 286

Page 287: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

kegunaan, standar mutu dan persyaratan lain yang telah ditetapkan, kegiatan pendaftaran obat,

makanan, alat kesehatan dan sebagainya semakin ditingkatkan. Berkaitan dengan itu selama

Pelita III telah terdaftar produksi obat dalam dan luar negeri masing-masing sebanyak 4.516

macam dan 48 macam, serta produksi makanan dalam dan luar negeri sebanyak 8.467 macam

dan 1.054 macam. Selain itu telah dilakukan pula pendaftaran terhadap produk kosmetika

dalam dan luar negeri sebanyak 3.195 macam dan 3.146 macam, serta alat-alat kesehatan

produksi dalam dan luar negeri masing-masing sebanyak 1.425 macam dan 2.256 macam.

Dalam hal narkotika dan obat-obatan berbahaya lainnya, pengawasannya dilakukan melalui

pengaturan izin impor bagi apotik atau badan usaha yang akan mengimpor dan

mengedarkannya, di samping melalui wajib daftar dan pemeriksaan laboratorium terhadap

sampel narkotika dan obat-obatan berbahaya lainnya yang telah beredar. Sementara itu untuk

mendukung kegiatan pengujian obat dan makanan, sampai dengan akhir Pelita III telah

dilakukan perluasan dan pembangunan gedung laboratorium pengujian obat dan makanan di 26

propinsi, yang terdiri dari laboratorium tipe B di 8 propinsi dan laboratorium tipe C di 18

propinsi. Sedangkan untuk menjamin keselamatan pemakaian obat, makanan dan lainnya,

selama Pelita III antara lain telah diterbitkan dan diundangkan peraturan tentang bahan

berbahaya, penandaan obat, kriteria obat jadi, serta kadaluwarsa makanan yang berasal dari

susu dan makanan-makanan bayi.

8.4.4. Keluarga berencana

Faktor penduduk merupakan salah satu modal dasar dan sekaligus sebagai faktor

dominan dalam pembangunan nasional. Namun demikian, agar pembangunan ekonomi dan

peningkatan kesejahteraan rakyat dapat terlaksana dengan cepat, maka perlu adanya pengaturan

pertumbuhan jumlah penduduk. Untuk itu sejak Pelita I sampai dengan Pelita III telah

dilaksanakan program keluarga berencana (KB) nasional, yang ditempuh atas dasar sukarela.

Sejalan dengan perkembangan waktu dan pertimbangan hasil-hasil yang telah dicapai selama

ini, tujuan secara kuantitatif demografis semakin dipercepat. Penurunan fertilitas sebesar 50

persen dari keadaan tahun 1971, yang semula direncanakan dapat dicapai dalam tahun 2000,

dipercepat untuk dapat dicapai dalam jangka waktu 10 tahun lebih awal yaitu dalam tahun

1990. Oleh karena itu dalam memasuki tahun kedua Repelita IV ini, usaha percepatan program

KB nasional ditempuh melalui pendekatan kemasyarakatan baik melalui jalur formal maupun

informal, dan mengarah kepada pengalihan tanggung jawab pengelolaan dari Pemerintah

kepada masyarakat. Selain itu guna melaksanakan norma keluarga kecil yang bahagia dan

Departemen Keuangan RI 287

Page 288: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

sejahtera (NKKBS), juga telah diusahakan percepatan peningkatan kesejahteraan peserta KB

yang dilakukan melalui program lintas sektoral dan pembangunan daerah. Program KB yang

sebelumnya baru meliputi 16 propinsi, pada saat ini telah mampu menjangkau seluruh pelosok

tanah air Indonesia. Pelaksanaan program KB atas dasar hasil sensus penduduk Indonesia tahun

1980, penggarapannya dilakukan menurut pembagian wilayah yang didasarkan pada klasifikasi

propinsi sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah. Atas dasar penggarapan tersebut,

propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur yang jumlah penduduknya banyak,

dijadikan sebagai propinsi penyangga utama. Kemudian propinsi Sumatera Utara, Sumatera

Barat, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat dan

Nusa Tenggara Timur yang pasangan usia suburnya besar, dikategorikan sebagai propinsi

penyangga. Propinsi Aceh, Riau dan Kalimantan Barat yang mempunyai dampak politis

psikologis dinyatakan sebagai propinsi khusus. Propinsi Kalimantan Timur, Bengkulu,

Sulawesi Tengah, Jambi, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Maluku, Irian J aya dan Timor

Timur ditetapkan sebagai propinsi penerima transmigran. Sedangkan propinsi DI Yogyakarta,

Bali dan Sulawesi Utara ditetapkan sebagai pengembang program kependudukan. Dengan cara-

cara penggarapan yang taktis menurut spesifikasi propinsi tersebut, maka setiap propinsi mene-

ruskan cara-cara tersebut kepada daerah-daerah tingkat kabupaten/kotamadya yang strategis

potensial, dan dari kebupaten/kotamadya selanjutnya diteruskan pula ke tingkat kecamatan

yang potensial tanpa meninggalkan kecamatan lainnya.

Penggunaan alat kontrasepsi diarahkan pada alat kontrasepsi yang selain lebih murah

juga mempunyai clara lindung yang efektif, seperti spiral atau IUD. Untuk itu telah dilakukan

berbagai kegiatan program KB, antara lain Safari Spiral, Safari Catur Warga dan terakhir

dikenal pula Safari KB Senyum (sungguh enak dan nyaman untuk masyarakat) Terpadu.

Pelaksanaan program KB ini apabila dilihat dari dimensi perluasan jangkauan kuantitatifnya

yaitu jumlah peserta KB baru, telah memberikan hasil yang cukup menggembirakan. Dalam

tahun terakhir Pelita III telah diperoleh peserta KB baru sebanyak 5,2 juta, sehingga jumlah

seluruhnya dari awal Pelita III sampai dengan bulan Juli 1984 telah mencapai sebanyak 18,4

juta peserta KB baru. Jika dalam tahun-tahun sebelumnya lebih dari 50 persen peserta KB baru

menggunakan kontrasepsi pil, pada akhir Pelita III dan awal Pelita IV telah menurun sampai di

bawah 50 persen. Di lain pihak, jumlah peserta KB baru yang menggunakan kontrasepsi IUD

memperlihatkan kecenderungan meningkat yaitu dari sekitar 16 persen dalam tahun 1980/1981

menjadi sekitar 27 persen pada akhir Pelita III dan awal Pelita IV. Demikian pula halnya

dengan peserta KB baru yang menggunakan metode suntikan telah meningkat dari sekitar 3

Departemen Keuangan RI 288

Page 289: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

persen pada awal Pelita III menjadi sekitar 28 persen pada awal Pelita IV. Di samping terjadi

peningkatan dalam jumlah peserta KB baru, dari segi kualitas pun menunjukkan kenaikan, yaitu

sebagian besar peserta KB baru tersebut berumur di bawah 30 tahun dan berasal dari keluarga

petani. Hal ini berarti bahwa penggarapan program KB telah dapat diarahkan kepada sasaran

yang mempunyai potensi melahirkan yang tinggi, dan merupakan mayoritas daripada

masyarakat yang berasal dari kalangan berpenghasilan rendah. Perkembangan jumlah peserta

dan metode kontrasepsi yang digunakan dapat diikuti pada Tabel VIII.6.

Tahun Pil IUD Lain -lain Jumlah1969/1970 14,6 29 9,5 53,11970/1971 79,8 76,4 24,9 181,11971/1972 281,8 212,7 24,9 519,41972/1973 607 380,3 91,6 1.078,901973/1974 857,7 293,2 218,2 1.369,101974/1975 1.087,80 187,2 317,9 1.592,901975/1976 1.330,30 252 384,3 1.966,601976/1977 1.481,70 400,2 330,9 2.212,801977/1978 1.593,90 366,5 286;1 2.246,501978/1979 1.524,50 405,7 285,7 2.215,901979/1980 1.550,90 398,2 280,5 2.229,701980/1981 2.120,80 496,8 433,5 3.051,101981/1982 1.908,60 596,8 461,4 2.966,801982/1983 2.055,20 892,4 937,6 3.885,201983/1984 2.316,20 1.424,50 1.505,40 5.246,101984/1985 1) 382,6 265,9 335 983,5

1) Angka sementara sampai dengan bulan Juli 1984

Tabel VIII. 6

JUMLAH AKSEPTOR BARU Y Al'TG DICAPAI MENURUT METODE KONTRASEPSI, 1969/1970 - 1984/1985 ( ribu orang)

Keberhasilan pelaksanaan program KB nasior.al ini selain didukung oleh kegiatan para

petugas KB dan kesadaran masyarakat, ditunjang pula oleh penyediaan sarana pelayanan yang

memadai, baik berupa klinik KB maupun tenaga medis dan administrasinya. Sejalan dengan

meningkatnya kegiatan KB, jumlah klinik KB selama ini juga terus bertambah, sehingga

sampai dengan bulan Juli 1984 telah mencapai 7.220 buah klinik yang tersebar sampai ke

kecamatan-kecamatan dan desa-desa. Menurut statusnya, klinik tersebut terdiri dari 5.911 buah

klinik milik Departemen Kesehatan, 480 buah klinik milik ABRI, 246 buah klinik milik instansi

lainnya dan 583 buah klinik milik swasta. Selain melalui klinik KB, untuk menjangkau

pelayanan KB yang lebih luas kepada masyarakat dikembangkan juga kegiatan pelayanan KB

melalui till KB keliling. Di daerah perkotaan, pelayanan KB kepada masyarakat didukung oleh

meningkatnya partisiposi para dokter dan bidan praktek swasta, selain juga dari dukungan

pelayanan dan penanggulangan efek sampingan yang dilakukan di klinik dan di rumah sakit

Departemen Keuangan RI 289

Page 290: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

yang menjadi pusat rujukan. Sedangkan untuk daerah pedesaan, pelayanan kegiatan KB ini

dilakukan melalui pembantu pembina keluarga berencana desa (PPKBD) dan sub-PPKBD.

Sedangkan jumlah tenaga medis yang mendukung pelayanan KB sampai dengan bulan Juni

1984 telah mencapai sebanyak 16.435 orang, yang terdiri dari 4.653 orang dokter, 6.584 orang

bidan dan 5.198 orang pembantu bidan. Adapun jumlah tenaga administrasi klinik dan petugas

lapangan masing-masing adalah sebanyak 4.722 orang dan 12.041 orang. Perkembangan KB

dan tenaga pendukungnya dapat diikuti pada Tabel VIII.7.

TenagaTahun Dokter Bidan administtasi

klinik bidan klinik lapangao

1969/1970 727 421 855 75 - 1) - 2)1970/1971 1.465 556 1.678 580 322 - 2)1971/1972 1.861 791 1.758 605 1.275 1.9301972/1973 2.137 883 1. 776 1.143 1.646 3.7741973/1974 2.235 1.186 2.241 1.959 1.970 q.9Q.91974/1975 3.018 1.956 3.421 2.657 2.609 6.6391975/1976 3.343 2.316 3.919 3.098 2.995 6.5781976/1977 3.620 2.569 4.213 3.349 3.232 6.4451977/1978 3.791 2.750 4.436 3.532 3.392 6.6821978/1979 4.134 2.882 4.568 3.715 3.504 6.9991979/1980 5.118 3.594 5.476 4.319 3.927 7.0001980/1981 5.609 3.808 5.707 4525 4.096 7.0001981/1982 6.129 3.975 5.974 4.661 4.242 9.9641982/1983 6.586 4.303 6.239 4.920 3) 4.478 11.4251983/1984 7.064 4.601 6.544 5.141 4.667 12.0411984/19854) 7.220 4.653 6.584 5.198 4.722 12.041

1) Pekerjaan administrasi dirangkap pembantu bidan 2) Belum ada tenaga PLKB (Petugas Lapangan KB )3) Angka diperbaiki4) Angka sementara sid bulanJuli 1984

Jumlah Pembantu Petugas

JUMLAH KLINIK, PERSONALIA DAN PETUGAS LAPANGAN KELUARGA BERENCANA, 1969/1970 - 1984/1985Tab el VIII. 7

( dalam jumlah orang, kecuali untuk klinik KB dalam satuan )

Sejalan dengan perluasan jangkauan program KB, pembinaannya pun menunjukkan

kemajuan. Hal ini dapat diukur melalui indikator kuantitatif, baik terhadap peserta KB aktif

maupun peserta KB yang diaktifkan kembali setelah beristirahat menggunakan kontrasepsinya.

Sampai dengan bulan Juli 1984, jumlah peserta KB yang telah dibina mencapai 14,1 juta

peserta KB aktif atau sebesar 57,1 persen dari seluruh posangan usia subur, dan yang tetap setia

menggunakan kontrasepsi secara berlanjut. Adapun menurut metode kontrasepsi yang dipakai,

54,8 persen dari peserta KB aktif tersebut memakai kontrasepsi pil, 28,3 persen memakai IUD,

9,3 persen memakai suntikan dan sisanya memakai alat kontrasepsi lainnya. Peningkatan

jumlah peserta KB aktif telah diikuti pula dengan peningkatan usaha pembinaan melalui

program integrasi gizi, yang dilakukan sampai ke desa-desa di seluruh wilayah Indonesia.

Departemen Keuangan RI 290

Page 291: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Selain itu, dengan mengikuti program KB, maka peranan dan status wan ita akan lebih potensial

baik sosial maupun ekonomis. Maka dari itu dikembangkan suatu usaha bersama dalam

program peningkatan pendapatan yang dilakukan melalui kelompok-kelompok peserta KB.

Apabila dilihat dari dimensi pelembagaan/pembudayaan, keberhasilan program KB

ditandai dengan makin berkembangnya partisiposi, baik dari masyarakat maupun instansi

Pemerintah yang semula belum turut menjadi pelaksana, dan pengelola program KB. Selain itu

keterlibatan perusahaan-perusahaan untuk memberikan dukungan yang positif terhadap

pelaksanaan program KB bagi buruh dan karyawannya juga semakin meningkat. Proses

pelembagaan di dalam masyarakat ditandai dengan terus meningkatnya lembaga-Iembaga

masyarakat seperti PPKBD, Sub PPKBD atau paguyuban-paguyuban akseptor. Sampai dengan

bulan Agustus 1984, jumlah PPKBD dan paguyuban telah mencapai 184.191 buah. Melalui

lembaga masyarakat ini selain dilakukan kegiatan pemberian kontrasepsi, telah pula

dilaksanakan kegiatan-kegiatan lain yang berada dalam naungan program-program kepen-

dudukan yang sifatnya mendukung program kependudukan dan keluarga berencana (KKB).

Kegiatan-kegiatan ini antara lain mencakup peningkatan gizi keluarga, yang salah satu

kegiatannya adalah berupa penimbangan terhadap anak berumur di bawah lima tahun (balita),

dan penyuluhan makanan sehat. Program gizi yang dilakukan melalui jalur program KKB ini

dalam tahun 1984 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah mencakup 27.022 desa yang

tersebar di seluruh wilayah tanah air dan telah memiliki 63.731 buah pos penimbangan balita.

Di samping itu telah dilakukan pula program peningkatan pendapatan keluarga yang pada saat

ini telah dilaksanakan di 8.138 kelompok akseptor KB, serta pemberian bib it kelapa hybrida

kepada 500 ribu peserta KB lestari. Sementara itu dalam rangka program peningkatan usia

perkawinan dan program pendidikan kependudukan, telah dilakukan pendekatan kepada para

pemuda, pelajar dan mahasiswa. Sedangkan untuk lebih memberikan dukungan psikologis bagi

peserta KB, telah dilakukan pemberian piagam penghargaan bagi peserta KB lestari 5 tahun, 10

tahun dan 16 tahun serta kepada lembaga masyarakat pengelola program KB di tingkat

pedesaan.

8.5. Kesejahteraan sosial

Pembangunan di bidang kesejahteraan sosial merupakan bagian yang tak terpisahkan

dari pembangunan nasional, dan pelaksanaannya dilakukan searah, saling menunjang dan saling

mengisi dengan bidang-bidang pembangunan lainnya. Setiap tahap pembangunan di bidang

kesejahteraan sosial diarahkan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat'

Departemen Keuangan RI 291

Page 292: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

secara adil dan merata, terutama bagi para penyandang permasalahan sosial. Sejak tahun

pertama Repelita IV, pembangunan di bidang kesejahteraan sosial di samping diarahkan pada

kelanjutan perbaikan dan perluasan segala kegiatan yang berfungsi pelayanan, juga lebih

diutamakan pada kegiatan yang berfungsi pencegahan dan pengembangan. Sehubungan dengan

itu, partisipasi sosial masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan sosial semakin

dikembangkan.

8.5.1. Pembinaan kesejahteraan sosial

Pelaksanaan pembangunan bidang kesejahteraan sosial dilakukan melalui berbagai

program pembinaan, salah satu daripadanya adalah pembinaan generasi muda yang kegiatannya

meliputi pembinaan Karang Taruna. Melalui wadah ini telah dilakukan pembinaan terhadap

remaja, yang tujuannya untuk memberikan bimbingan agar dapat menyadari peranan dan

tanggung jawabnya dalam menyongsong hari depan. Selain itu para remaja juga dibimbing

dalam berbagai kegiatan yang meliputi keterampilan ekonomis produktif, penyuluhan dan

bimbingan sosial. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai penanaman rasa tanggung jawab sosial

yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan rasa kebersamaan masyarakat dalam

kesetiakawanan sosial, yang pada gilirannya akan mampu mengatasi atau menanggulangi

berbagai permasalahan sosial di kalangan pemuda dan masyarakat. Melalui wadah Karang

Taruna dimaksudkan pula untuk terwujudnya penghayatan dan pengamalan Pancasiladi

kalangan remaja, agar dapat mencegah dan membatasi timbulnya masalah kenakalan atau

kelainan tingkah laku remaja. Untuk menunjang kegiatan-kegiatan terse but, telah dilakukan

pembinaan dalam bidang kepemimpinan sosial, pembinaan jasmani dan rohani serta kegiatan

yang bersifat rekreatif. Dalam hubungan ini, sampai dengan bulan Oktober 1984 telah berhasil

dibina sebanyak 13.450 karang taruna dan 14.800 remaja.

Program lainnya adalah pembinaan kesejahteraan sosial, yang bertujuan memberikan

bimbingan kepada para keluarga yang kondisi sosial dan ekonominya berada di batas rawan,

yang bertempat tinggal di daerah minus, serta yang tinggal di daerah perkotaan yang padat dan

miskin. Kegiatan ini meliputi bimbingan dan penyuluhan sosial, latihan usaha swadaya sosial

masyarakat, pemberian bantuan stimulan berupa modal dan bahan usaha produktif, serta

pengadaan pusat-pusat latihan kerja sebagai tempat kegiatan kerja produktif. Dengan bantuan

ini diharapkan dapat tumbuh dan berkembang kesadaran dan rasa tanggung jawab sosial,

sehingga pada gilirannya mereka akan mampu berusaha secara swaclara, swakarsa dan

swasembada dalam memenuhi kebutuhan dasar hidupnya semaksimal mungkin. Sejak awal

Departemen Keuangan RI 292

Page 293: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Pelita III sampai dengan akhir 1983/1984, melalui stimulan sarana produksi telah berhasil

dibina dan ditingkatkan taraf hidup para keluarga yang berpenghasilan rendah sebanyak

242.709 keluarga bina swadaya. Di samping itu dalam waktu yang sama te1ah diberikan pula

7.908 unit stimulan dana kesejahteraan sosial yang te1ah melibatkan 79.080 kepala keluarga

(KK).

Se1ain bimbingan dan pengembangan kesejahteraan masyarakat, dalam waktu yang

sarna juga te1ah diadakan pembinaan swadaya masyarakat di bidang perumahan dan

lingkungan. Kegiatan ini antara lain meliputi penye1enggaraan latihan bagi ke1uarga miskin di

bidang pembangunan perumahan secara gotong royong dengan semaksimal mungkin meng-

gunakan potensi manusia dan alam yang ada. Selain itu juga berupa penanaman pengetahuan

dan keterampilan dalam memelihara, pengembangan peranserta fungsi lingkungan bagi

kesejahteraan sosial masyarakat, penggalakan penghijauan, pengaturan saluran air, pe1estarian

sumber-sumber alam lainnya, serta pemberian stimulan bahan bangunan bukan lokal dan

peralatan kerja. Sampai dengan akhir tahun 1983/1984, telah dapat dibina me1alui stimulan

bahan bukan lokal sebanyak 24.399 KK, me1alui stimulan perbaikan lingkungan sebanyak 716

unit yang me1ibatkan 7.160 KK, serta melalui stimulan peralatan bangunan lokal sebanyak 697

unit yang me1ibatkan 6.970 KK. Dalam tahun 1984/1985 sarnpai dengan bulan Oktober 1984,

telah berhasil dilakukan pembinaan me1alui potensi kesejahteraan sosial terhadap sebanyak

28.114 orang. Sedangkan dalam rangka pembinaan swadaya masyarakat di bidang perumahan

dan lingkungan, melalui stimulan bahan bukan lokal sebanyak 18 unit telah berhasil dibina

6.384 perumahan warga binaan yang meliputi 17 desa.

Usaha peningkatan peranan dan fungsi wanita ditujukan untuk mengembangkan

kesejahteraan sosial wanita, khususnya dalam pemantapan kemampuan dan keterarnpilan, agar

dapat berperan serta dalam proses pembangunan tanpa mengurangi peranannya dalam

pembinaan keluarga sejahtera. Usaha-usaha tersebut terutarna diarahkan pada wanita yang

kondisi kehidupannya tergolong miskin, khususnya yang bertempat tinggal di daerah pedesaan.

Sarnpai dengan tahun 1983/1984 telah berhasil dibina 35.935 Dalam bina swadaya, dan 5.160

wanita dalam kepemimpinan. Dalam tahun 1984/1985 sarnpai dengan bulan Oktober 1984,

telah berhasil dibina sebanyak 1.567 wanita dalam bina swadaya.

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam pembinaan kesejahteraan masyarakat berasing

ditujukan pada peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat yang hidup terpencil, terbelakang

dan berpindah-pindah. Kegiatan tersebut berupa pembinaan dan bimbingan agar mereka

memiliki kern au an dan kemarnpuan untuk mengembangkan kondisi sosial dan budayanya ke

Departemen Keuangan RI 293

Page 294: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

arah kehidupan sosial yang selaras dengan masyarakat Indonesia pada umumnya. Selain itu

diberikan pula bimbingan mental, sosial dan berbagai keterampilan dalam bidang-bidang usaha

kesejahteraan sosial. Sarana lain untuk membina masyarakat berasing adalah melalui

pemukiman di suatu lokasi yang terletak pada jalur komunikasi dan ekonomi, yang dilengkapi

dengan sarana umum seperti tempat ibadah, balai sosial dan sekolah sederhana. Sejalan dengan

itu, kepada setiap keluarga diberikan bantuan rumah sederhana, dan tanah seluas 2 hektar

sehingga diharapkan taraf hidup mereka akan dapat lebih ditingkatkan. Sampai dengan akhir

bulan Oktober 1984 melalui kegiatan ini telah dapat dibina sebanyak 13.449 KK.

Dalarn rangka mcngembangkan, menyebarluaskan dan melembagakan partisiposi

sosial masyarakat dalam pembangunan di bidang kesejahteraan sosial, telah dilakukan

peningkatan mutu dan kemarnpuan operasional organisasi sosial, baik yang berbadan hukum

maupun yang tidak berbadan hukum. Untuk itu kepada para pengurus dan anggota organ isasi

sosial diberikan latihan keterampilan dalam bidang manajemen dan prinsip-prinsip tehnik

pendekatan sosial menurut bidang sasaran organisasi sosial. Sampai dengan akhir tahun

1983/1984, melalui kegiatan ini telah dapat dibina sebanyak 14.115 orang. Dalam tahun

1984/1985 sarnpai dengan bulan Oktober 1984, telah dapat dibina sebanyak 164 organisasi

sosial. Sedangkan untuk menunjang kelancaran kegiatan di bidang kesejahteraan sosial, telah

dibentuk tenaga kesejahteraan sosial sukarela (TKSS), yang terdiri atas para tokoh masyarakat

dari berbagai profesi. Kegiatan ini dilakukan melalui pendekatan dan bimbingan sosial, serta

latihan keterampilan dalam penanganan dan penanggulangan permasalahan sosial dalam

masyarakat, yang sampai dengan akhir tahun 1983/1984 telah mencapai 5.490 orang.

Sedangkan dalam rangka memantapkan keserasian dan kesetiakawanan masyarakat dalam

mengatasi berbagai masalah, dalam waktu yang sarna telah dibina pula sebanyak 8.350 orang

kader keserasian sosial. Kemudian untuk tercapainya hasil-hasil pembangunan kesejahteraan

sosial secara luas dan merata, melalui latihan dan praktek lapangan di bidang kesejahteraan

sosial te1ah dibina pekerja sosial masyarakat (PSM). Tenaga yang dipilih dari anggota

masyarakat setempat, ditugaskan sebagai penggerak dan pelaksana dari peningkatan

kesejahteraan sosial di lingkungan tempat tinggalnya, yang sekaligus sebagai pendorong

kegiatan yang semakin meluas secara swadaya di kalangan masyarakat. Melalui kegiatan ini

sarnpai dengan bulan Oktober 1984, telah berhasil dibina 70.088 orang PSM yang tersebar di

seluruh propinsi. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984, telah diadakan

penyuluhan sosial terhadap 5.347 orang. Sementara itu telah dilakukan pula pembinaan

terhadap keluarga dan remaja yang mengalami permasalahan sosial psikologis, sehingga

Departemen Keuangan RI 294

Page 295: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

melalui kegiatan ini sampai dengan akhir tahun 1983/1984 telah dibina sebanyak 8.833 KK dan

14.822 remaja putus sekolah.

8.5.2. Bantuan dan penyantunan sosial

Dalam rangka memelihara dan meningkatkan kesejahteraan sosial bagi para

penyandang masalah kesejahteraan sosial, telah dilakukan berbagai kegiatan yang bertujuan

agar mereka mempunyai kepercayaan terhadap diri sendiri, tidak menggantungkan pada

bantuan orang lain dan dapat ikut serta dalam proses pembangunan. Terhadap anak terlantar,

yang meliputi anak-anak yatim piatu terlantar, anak-anak putus sekolah dan anak-anak dari

keluarga miskin yang terhambat perkembangan sosialnya, telah diberikan bantuan dan

penyantunan, baik melalui sistem paoli maupun sistem luar panti. Selama Pelita III, melalui

sistem rami telah dapat dibina sebanyak 15.222 anak, sedangkan melalui sistem luar panti

sebanyak 221.220 anak. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984, telah

diberikan bantuan penyantunan dan pengentasan sosial terhadap 4.873 anak. Selain kepada

anak terlantar, telah dilakukan pula pemberian bantuan dan penyantunan kepada para

penyandang cacat, baik melalui sistem panti maupun sistem luar panti. Sampai dengan Pelita

III, melalui sistem panti dan luar panti telah berhasil dibina masing-masing sebanyak 29.010

orang dan 105.900 orang, sedangkan melalui Loka Bina Karya (LBK) telah dibina sebanyak

300 orang. Dalam tahun. 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984, telah diberikan

bantuan penyantunan dan pengentasan so sial terhadap 2.597 orang cacat.

Untuk memulihkan kembali rasa harga diri, serta membangkitkan minat dan kecintaan

bekerja bagi para gelandangan dan pengemis, kepada mereka telah diberikan bimbingan sosial,

mental dan agama. Selain itu kepada mereka diberikan pula keterampilan yang bersifat

ekonomis produktif, sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing. Setelah

mendapatkan bimbingan dan keterampilan tersebut, para gelandangan dan pengemis itu

disalurkan melalui kegiatan transmigrasi sosial, pemukiman lokal, pola swakarya dan pola

pondok so sial. Sampai dengan akhir 1983/1984, melalui kegiatan ini telah dapat dibina

sebanyak 13.745 KK, yaitu melalui swakarya sebanyak 4.835 KK, melalui transmigrasi sosial

sebanyak 5.765 KK, melalui pemukiman lokal sebanyak 2.545 KK serta melalui pondok sosial

sebanyak 600 KK. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984,

telah diberikan bantuan penyantunan dan pengentasan kepada 561 orang dan 41 KK fakir

miskin.

Departemen Keuangan RI 295

Page 296: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Selanjutnya untuk menanggulangi kehidupan yang sesat dari kelompok wanita

tunasusila (WTS), telah dilakukan usaha rehabilitasi, baik melalui sistem panti maupun sistem

luar paoli. Dalam kegiatan ini kepada WTS tersebut diberikan pendidikan budi pekerti dan

berbagai keterampilan agar dalam kehidupan bermasyarakat kelak mereka dapat berdiri sendiri

dengan menjunjung harga dirinya. Sampai dengan akhir tahun 1983/1984, telah berhasil dibina

sebanyak 6.610 orang, dengan perincian melalui sistem panti sebanyak 3.600 orang dan melalui

sistem luar panti sebanyak 3.010 orang. Selain usaha rehabilitasi para WTS, telah dilakukan

pula rehabilitasi bagi para bekas tahanan. Dalam hal ini kegiatan yang dilakukan melalui LBK

bertujuan agar setelah mereka dianggap mampu untuk terjun ke dalam masyarakat, selanjutnya

dapat disalurkan ke pasaran kerja sesuai dengan bakat dan jenis keterampilannya. Sampai

dengan akhir tahun 1983/1984, melalui kegiatan ini telah berhasil dibina sebanyak 1.757 bekas

narapidana. Dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Oktober 1984, telah diberikan

penyantunan dan pengentasan kepada 1.177 orang tuna sosial. Selanjutnya telah dilakukan pula

usaha rehabilitasi bagi para remaja yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, yang

pelaksanaannya dilakukan melalui sistem panti dan luar panti. Untuk itu telah dibangun panti

rehabilitasi sosial korban narkotika di Jakarla, Surabaya dan Medan, sedangkan untuk

rehabilitasi anak nakal telah dibangun panti rehabilitasi di Jakarta, Palembang dan Semarang.

Melalui panti-panti tersebut, sampai dengan Oktober tahun 1984 telah berhasil dibina sebanyak

4.411 anak korban narkotika dan anak nakal. Dalam hal pemberian bantuan dan penyantunan

bagi para lanjut usia/jompo yang terlantar atau kurang terurus, telah dilaksanakan pembangunan

panti baik di tingkat propinsi maupun di tingkat kabupaten. Melalui panti tersebut diberikan

pembinaan dan pengembangan yang bersifat spiritual, kemasyarakatan dan rekreasi, serta

kegiatan yang produktif bagi yang masih potensial. Sampai dengan akhir Pelita III, guna

melayani sebanyak 430 orang lanjut usia, telah dibangun 43 buah wisma, yang terdiri dari 11

wisma tingkat propinsi, dan 32 wisma tingkat kabupaten. Selain itu telah dilakukan pula

pembinaan terhadap para lanjut usia/jompo melalui sistem luar panti dan Sasana Tresna

Wredha, masing-masing sebanyak 242.350 orang dan 2.720 orang. Sedangkan dalam tahun

1984/1985 sarnpai dengan bulan Oktober 1984, telah diberikan penyantunan dan pembinaan

terhadap 4.765 orang lanjut usia.

Untuk menimbulkan kesadaran masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap arti

dan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan para pahlawan dan perintis kemerdekaan, telah

dilakukan penyebarluasan gambar-garnbar dan buku-buku sejarah serta penulisan autobiografi

para pahlawan dan perintis kemerdekaan. Di samping itu untuk maksud yang sama telah

Departemen Keuangan RI 296

Page 297: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dilakukan pemeliharaan dan pemugaran makarn perintis kemerdekaan, makam pahlawan dan

taman makam pahlawan (TMP), serta pembangunan monumen kepahlawanan. Selama Pelita III

telah dibangun dan dipugar sebanyak 157 buah TMP dan 9 buah makam pahlawan nasional

serta penulisan buku perjuangan sebanyak 10.000 eksemplar. Selain itu juga telah diberikan

bantuan dan penyantunan perintis/pejuang kemerdekaan, antara lain berupa bantuan usaha

produktif kepada 1.165 orang, bantuan perbaikan rumah kepada 165 orang, dan bantuan

pemugaran makam sebanyak 280 buah. Sampai kini jumlah perintis/pejuang kemerdekaan yang

masih hidup dan yang jandanya telah mendapat pengakuan, masing-masing adalah sebanyak

2.525 orang dan 4.292 orang.

Usaha yang berkaitan dengan pemberian bantuan dan penyantunan kepada para korban

bencana alam pada dasarnya bersifat darurat, dan merupakan rehabilitasi agar kondisi sosial

ekonomi para korban dapat menjadi lebih baik. Kegiatan ini antara lain dilakukan melalui

pengadaan panti persinggahan pada daerah-daerah rawan bencana, seperti propinsi Aceh, Riau,

Sulawesi Utara, Maluku dan Bali, di samping juga dilaksanakan melalui pemberian bantuan

berupa beras, obat-obatan dan pakaian. Bersamaan dengan itu diusahakan pula peningkatan

tarat hidup melalui bimbingan, motivasi dan berbagai .macam latihan keterampilan yang

ekonomis produktif. Selain itu melalui pemukiman lokal dan transmigrasi sosial, para korban

telah dipindahkan pula ke temp at lain. Sejak awal Pelita III sampai dengan bulan Oktober

1984, telah dilakukan rehabilitasi sosial korban bencana alam sebanyak 35.606 KK. Sedangkan

selama Pelita III telah dilakukan pemberian bantuan bahan bangunan rumah kepada 2.075 KK,

latihan pembimbing dan petugas lapangan sebanyak 540 orang, serta penyediaan panti

persinggahan sebanyak 28 buah. Adapun jumlah para korban bencana alam yang

ditransmigrasikan ke luar pulau Jawa dan Bali mencapai 3.840 KK dan yang ditempatkan pada

pemukiman lokal di luar pulau Jawa dan Bali adalah sebanyak 3.388 KK.

8.6. Hukum dan perundang-undangan

8.6.1. Pembinaan dan pembaharuan hukum

Pembinaan hukum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembangunan

yang tengah berlangsung. Sehubungan dengan itu, kebijaksanaan pokok dalam pembangunan

dan pembinaan hukum diarahkan agar hukum mampu memenuhi kebutuhan sesuai dengan

tingkat dan perkembangan pembangunan di berbagai bidang. Dengan demikian dapat

diciptakan ketertiban dan kepostian hukum yang pada gilirannya dapat memperlancar

Departemen Keuangan RI 297

Page 298: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pembangunan. Untuk itu telah dilaksanakan pembaharuan dan pembentukan perangkat hukum

nasional. Dalam tahun 1983/1984 telah dihasilkan 7 buah undang-undang, yang terdiri dari

Undang-Undang tentang Tambahan dan Perubahan Atas Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara Tahun Anggaran 1982/1983, Undang-Undang tentang Perhitungan Anggaran Negara

Tahun 1979/1980, Undang-Undang ten tang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Un dang-Un

dang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Undang-Undang tentang Pajak

Penghasilan, Undang-undang tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas

Barang Mewah, serta Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Tahun 1984/1985. Sementara itu dalam waktu yang sarna juga telah disahkan sebanyak 44 buah

peraturan Pemerintah, antara lain Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang

Pajak Penghasilan 1984, Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai 1984, Pendaftaran, Pemberian

Nomor Wajib Pajak, Penyampaian Surat Pemberitahuan, dan Persyaratan Pengajuan Keberatan,

serta Peraturan Pemerintah tentang Pajak Atas Bunga Deposito Berjangka dan Tabungan-

tabungan lainnya. Selain itu juga telah dihasilkan Peraturan Pemerintah ten tang Dewan Pers,

Pelaksanaan KUHP, Asuransi Sosial Tenaga Kerja, Badan Administrasi Kepegawaian Negara,

Pemberian Tunjangan Perbaikan Penghasilan Pensiun Bagi Penerima Pensiun/Tunjangan Yang

Bersifat Pensiun, serta Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan Masyarakat. Sementara itu

telah pula dihasilkan sejumlah Keputusan Presiden antara lain Keppres tentang Rencana

pembangilnan Lima Tahun Keempat (Repelita IV) tahun 1984/1985-1988/1989, Jam Krida

Olah Raga, Penangguhan Pajak Penghasilan Atas Bunga Pinjaman Yang Diterima Pemerintah

Dalam Rangka Pinjaman Luar Negeri, Daftar Skala Prioritas Bidang Usaha Penanaman Modal

Tahun 1983/ 1984, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Koordinasi Usaha

Kesejahteraan Sosial Bagi Penderita Cacat, Koordinasi Penanggulangan Gelandangan dan

Pengemis, serta Keppres ten tang Dewan Standardisasi Nasional. Sedangkan yang berupa

Instruksi Presiden, antara lain Inpres tentang Pelaksanaan Penjadwalan Kembali Proyek-proyek

di lingkungan Departemen Pertambangan dan Energi, Penjadwalan Kembali Proyek-proyek

Pembangunan yang Pembiayaannya Menggunakan Devisa Negara atau Kredit Komersial Luar

Negeri, serta Inpres tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Selanjutnya dalam tahun

1983/1984 telah dibahas pula sejumlah rancangan undang-undang, antara lain meliputi

Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Hukum Pidana, Perbendaharaan Negara, Grasi,

Hukum Perdata Internasional, serta RUU tentang Pelimpahan Teknologi.

Dalam rangka menunjang perancangan perundang-undangan, telah dilakukan

kerjasama antara berbagai instansi yang ada hubungannya dengan bidang hukum. Kerjasama ini

Departemen Keuangan RI 298

Page 299: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

berbentuk kegiatan ilmiah, antara lain berupa penelitian hukum, pertemuan ilmiah dalam

bentuk lokakarya, seminar dan simposium serta penulisan karya ilmiah dalam berbagai bidang

hukum. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 telah dilaksanakan berbagai penelitian

antara lain atas pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, (KUHAP), aspek

hukum perlindungan berkenaan dengan perluasan lokasi industri, masalah yang timbul

sehubungan dengan pelaksanaan RUU Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, perlindungan

hukum terhadap konsumen jasa angkutan, aspek hukum dalam praktek pertanggungan

perbankan umuk usaha pemborongan bangunan, serta kejahatan akibat teknologi modem.

Sedangkan pertemuan ilmiah yang diselenggarakan antara lain meliputi evaluasi terhadap

pembangunan hukum Pelita III menjelang Pelita IV, harmonisasi hukum di negaranegara

ASEAN, penanggulangan kejahatan dan pembinaan narapidana, serta hukum kedokreran. Di

samping itu dalam waktu yang sarna juga telah dihasilkan penulisan karya ilmiah dengan judul

Perlindungan hak-hak azasi manusia dalam KUHAP serta Politik hukum baru mengenai

kedudukan dan Peranan hukum adat dan hukum Islam dalam pembinaan hukum.

8.6.2. Penegakan hukum

Kegiatan yang dilakukan dalam penegakan hukum pada dasarnya diarahkan untuk

meningkatkan ketertiban dan kepostian hukum dalam masyarakat. Untuk itu telah dilakukan

pemantapan kedudukan dan wewenang badan-badan penegakan hukum, pemantapan sikap,

perilaku dan kemampuan para penegak hukum, peningkatan operasi yustisi untuk pengamanan

hasil-hasil dan pelaksanaan pembangunan yang sedang berjalan, serta penyempurnaan

koordinasi dan kerjasama fungsional, baik antarsesama aparatur penegak hukum maupun

dengan instansi-instansi lain. Selanjutnya untuk menunjang peningkatan dan penyempurnaan

penegakan hukum, khususnya dalam' pembinaan peradilan, terus diusahakan agar proses

peradilan lebih sederhana, cepat, jujur dan dengan biaya yang terjangkau oleh pencari keadilan

dalam berbagai lapisan masyarakat. Dalam hubungan ini, dalam tahun 1983/1984 telah

dibentuk 7 pengadilan negeri yang terletak di Garut, Pacitan, Kotacane, Sungai Liat, Putusibau,

Gorontalo dan Watampone. Dengan demikian sampai dengan bulan Agustus tahun 1984/1985

telah dibangun 291 pengadilan negeri yang tersebar di hampir setiap kabupaten/kotamadya, dan

26 pengadilan tinggi yang terdapat pacta setiap propinsi kecuali Propinsi Timor Timur. Selain

itu guna meningkatkan pemerataan kesempatan dalam memperoleh keadilan, di daerah-daerah

yang wilayah pengadilan negerinya sangat luas dan sulit komunikasinya, telah diadakan tempat-

tempat sidang pengadilan sehingga pelaksanaan tugas hakim keliling dapat berjalan lancar, di

Departemen Keuangan RI 299

Page 300: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

samping telah dipercepatnya proses penyelesaian perkara di temp at kasus/sengketa. Sementara

itu dalam waktu yang sarna juga telah diadakan pembinaan personal peradilan, yang

dilaksanakan dengan pemutasian hakim, baik secara regional maupun nasional. Sampai dengan

bulan Agustus tahun 1984/1985 jumlah hakim telah mencapai 2.238 orang.

Dalam rangka menunjang pembinaan peradilan, telah dilakukan peningkatan dalam

penyediaan prasarana dan sarana hukum. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 telah

dibangun 7 gedung pengadilan negeri, 45 tempat sidang dan 11 gedung kejaksaan negeri/tinggi.

Di samping itu juga telah dilakukan rehabilitasi dan perluasan/penyempurnaan 19 gedung

pengadilan negeri dan pengadilan tinggi, serta 79 gedung kejaksaan negeri/tinggi. Dengan

demikian, sampai dengan tahun terakhir Pelita III telah dilakukan pembangunan 127 gedung

baru pengadilan negeri, 12 gedung baru pengadilan tinggi dan 373 buah tempat sidang, serta

rehabilitasi/penyempurnaan/perluasan 160 gedung pengadilan negeri daD gedung pengadilan

tinggi serta 244 gedung kejaksaan tinggi/negeri. Di samping itu, untuk menunjang pembinaan

dan pelaksanaan tugas-tugas penegak hukum, telah disediakan pula sebanyak 111 kendaraan

yang terdiri atas berbagai jenis. Guna meningkatkan kesadaran hukum dalam masyarakat, telah

dilaksanakan pula berbagai kegiatan penyuluhan hukum. Kegiatan tersebut dalam tahun

1983/1984 telah dilakukan di 2.915 desa, berupa penerangan tentang fungsi dan tugas

pengadilan, antara lain melalui brosur-brosur yang disebarluaskan ke daerah-daerah,

penyuluhan pacta masyarakat dalam bentuk ceramah, wawancara di TVRI/RRI, radio swasta

serta tempat- tempat umum dan publikasi media cetak lainnya. Sedangkan penyuluhan hukum

yang dilaksanakan melalui program jaksa masuk desa, sampai dengan bulan Agustus tahun

1984/1985 telah menjangkau 9.527 desa.

Dalam rangka peningkatan pemerataan kesempatan untuk memperoleh keadilan bagi

masyarakat, terutama bagi golongan yang kurang atau tidak mampu, terus dilakukan pemberian

bantuan hukum. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984 telah diberikan bantuan

hukum terhadap 4.496 perkara, sehingga sampai dengan akhir Pelita III telah diberikan bantuan

hukum bagi pencari keadilan yang kurang mampu sebanyak 17.858 kasus pidana, yang tersebar

di 26 pengadilan tinggi. Di samping itu, sejak tahun 1981/1982 telah dilakukan pula

konsultasilbantuan hukum melalui 24 fakultas hukum negeri yang tersebar di seluruh Indonesia.

Kegiatan tersebut sampai dengan tahun 1983/1984 telah meliputi sebanyak 45.440 kasus

konsultasi hukum dan 2.450 perkara bantuan hukum, baik yang bersifat pidana maupun perdata.

Sementara itu guna meningkatkan pelaksanaan penegakan hukum, telah ditingkatkan

juga penyelesaian perkara. Dalam tahun 1983/1984, dari 766.880 perkara yang ada di

Departemen Keuangan RI 300

Page 301: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

pengadilan negeri, telah dapat diselesaikan 747.705 perkara atau sekitar 97 persen. Sedangkan

dari 7.297 perkara yang ada pada pengadilan tinggi, telah dapat diselesaikan 5.184 perkara atau

sekitar 71 persen. Selain itu dari 14.746 perkara yang ada di mahkamah agung, telah dapat

diselesaikan sebanyak 7.729 perkara at au sekitar 52 persen, dan dari 703.042 perkara yang ada

di kejaksaan telah dapat diselesaikan 698.336 perkara atau sekitar 99 persen. Selanjutnya dalam

rangka meningkatkan kemampuan dan keterampilanaparat penegak hukum, serta guna

pemantapan sikap dan kepekaannya terhadap perkembangan kesadaran hukum dan rasa

keadilan masyarakat, telah diselenggarakan berbagai kegiatan pendidikan, latihan dan

penataran. Kegiatan ini dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus telah diikuti oleh

3.816 orang, yang meliputi penataran administrasi kepegawaian, keuangan dan perlengkapan

sebanyak 570 orang, penataran panitera/panitera pengganti sebanyak 150 orang, pendidikan

calon hakim sebanyak 210 orang, pendidikan tenaga peneliti hukum sebanyak 30 orang, serta

pendidikan perancang perundang-undangan sebanyak 70 orang.

Berkaitan dengan pembinaan pemasyarakatan, sistem pemasyarakatan yang ada

diarahkan agar narapidana dan anak didik setelah selesai menjalani hukumannya, mampu

melanjutkan kehidupannya dengan wajar dan layak dalam masyarakat, dan agar dapat menjadi

warga negara yang kreatif, produktif, taat serta menghormati hukum dan norma-norma

pergaulan hidup yang berlakudalam masyarakat. Adapun pembinaan narapidana dan anak didik

dilakukan melalui pembinaan spiritual, pendidikan umum, keterampilan perawatan dan

pelayanan masyarakat, bimbingan sosial, serta program rekreasi/olahraga, keamanan dan

ketertiban. Sementara itu guna meningkatkan bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan

anak, telah diadakan pendidikan di sekolah, pendidikan keammaan, pembinaan pramuka, serta

keterampilan bertani, beternak dan berwiraswasta.

Untuk menunjang sistem tersebut maka ditingkatkan pula pembangunan sarana

penunjangnya. Dalam tahun 1983/1984 dan tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus

1984, telah dilaksanakan pembangunan prasarana fisik berupa pembangunan baru/lanjutan

masing-masing 22 dan 51 gedung lembaga pemasyarakatan (LP), perluasan/rehabilitasi masing-

masing 24 dan 25 gedung LP, serta renovasi LP menjadi rumah tahanan (Rutan) masing-masing

73 dan 79 gedung. Di samping itu dalam waktu yang sarna juga telah dilakukan pembangunan

balai bimbingan kemasyarakatan dan pengentasan anak (Bispa) masingmasing 5 dan 9 gedung.

Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan bulan Agustus 1984, telah dilaksanakan

pembangunan, baik baru maupun lanjutan, serta perluasan/rehabilitasi gedung LP masing-

masing sebanyak 162 gedung dan 224 gedung. Selain itu dalam periode yang sarna juga telah

Departemen Keuangan RI 301

Page 302: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dibangun 38 gedung Bispa dan renovasi LP menjadi Rutan sebanyak 152 gedung.

8.6.3. Keimigrasian

Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan hubungan antar negara, pengembangan

pariwisata, ketenagakerjaan, serta pelaksanaan ibadah keagamaan (haji dan umroh), maka baik

frekuensi maupun volume lalu lintas orang dari dan ke luar negeri dari tahun ke tahun terus

mengalarni peningkatan. Berkaitan dengan itu penanganan bidang keimigrasian diarahkan

untuk menunjang perkembangan yang terjadi di bidang-bidang tersebut, tanpa mengabaikan

segi pengawasannya agar tidak mengganggu stabilitas nasional. Dalam rangka menanggulangi

subversi, pengawasan orang asing dan lalu lintas ke dan dati luar negeri terus ditingkatkan.

Untuk mewujudkan usaha tersebut diperlukan prasarana dan sarana yang dati tahun ke tahun

terus meningkat. Dalam tahun 1983/1984 telah dilaksanakan pembangunan 8 gedung kantor

imigrasi yang terletak di pelabuhan-pelabuhan Cengkareng, Tanjung Priok, Surakarta, Tanjung

Petak, Banda Aceh, Padang, Jambi dan Banjarmasin. Dalam waktu yang sarna telah dibangun

pula 11 pos imigrasi yang terletak di Sinabi, Aruk, Liku, Jagoi Babang, Siding, Sebatik, Ubruk,

Bupul, Senggih, Sentani dan Kabil. Demikian juga telah dilakukan rehabilitasi dan perluasan

kantor imigrasi dan asrama tahanan imigrasi, masing-masing sebanyak 12 gedung dan 1

gedung.

Dalam tahun 1983/1984, orang yang masuk ke Indonesia adalah sebanyak 1.011.379

orang, terdiri 286.030 orang Indonesia dan 725.349 orang asing. Sedangkan yang berangkat ke

luar negeri berjumlah sebanyak 1.034.713 orang, terdiri dari 323.666 orang Indonesia dan

711.047 orang asing.

8.7. Pertahanan dan keamanan

Pembangunan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sampai dengan Pelita

III telah mampu meletakkan dasar-dasar yang kokoh dalam menuju angkatan bersenjata yang

modern, baik masa sekarang maupun di masa yang akan datang. Di samping itu ABRI juga

telah mampu mengamankan pembangunan nasional dan kedaulatan Negara RI, sehingga

pembangunan ABRI akan selalu selaras dengan tingkat kemajuan pembangunan nasional.

Pembangunan di bidang pertahanan dan keamanan telah berkembang terus, sehingga dapat

menjadi kerangka landasan yang dapat diandalkan dan tahan uji. Kerangka landasan tersebut

mempunyai pengertian yang seluas-luasnya, di mana tiap-tiap warga negara berhak dan wajib

Departemen Keuangan RI 302

Page 303: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Dwi fungsi ABRI harus dilaksanakan sebaik-baiknya,

agar ABRI dapat terus memikul tugas sejarahnya sebagai stabilisator dan dinamisator, termasuk

di dalamnya sebagai kekuatan yang menjaga dan sekaligus menyegarkan demokrasi Pancasila.

Politik pertahanan dan keamanan dimaksudkan untuk menjamin keamanan negara

serta turut memelihara perdamaian dunia pada umumnya dan keamanan di kawasan Asia

Tenggara khususnya, sedangkan strategi pertahanan dan keamanan ditujukan untuk mencegah

dan menangkal gangguan keamanan dalam negeri. Adapun pembangunan kekuatan pertahanan

dan keamanan yang telah dilaksanakan adalah berupa peningkatan mutu personal, peralatan,

komando dan pengendalian, serta penyempumaan sistem dan manajemen. Konsep pertahanan

yang dikembangkan menyangkut pertahanan dan konsentrasi selektif sesuai dengan perkiraan

keadaan, yang disertai dengan penyebaran kekuatan penangkal dan penempatan perbekalan

dalam upaya menyesuaikan luas wilayah ke dalam strategi pagelaran kekuatan. Sesuai dengan

doktrin dasar nasional Wawasan Nusantara, kekuatan yang dibangun tetap dikonsentrasikan

pada kekuatan kewilayahan yang lebih mempertegas dan memantapkan prinsip kesatuan

wilayah Nusantara, dengan inti kekuatan darat yang didukung kekuatan laut dan kekuatan

udara. Di samping itu dalam rangka ketertiban masyarakat dan penegakan hukum, maka telah

ditingkatkan mutu aparat kepolisian agar mampu hadir secara fisik, sekaligus sebagai

pengayom dan pencipta rasa tenteram dan aman bagi lingkungan masyarakat.

Selama Pelita III telah berhasil dicapai tonggak baru dalam sejarah perkembangan

ABRI, yaitu dengan telah disahkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang

Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, yang memberikan

landasan hukum yang bersumber pada Undang-Undang Dasar 1945. Dengan adanya undang-

undang tersebut, ABRI menjadi seinakin mantap dalam mengemban tugas pokoknya, yaitu

menjamin tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan

Undang-Undang Dasar 1945. Implementasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 dalam

bidang organisasi telah dilaksanakan melalui Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 1983

tentang Pokok-Pokok dan Susunan Organisasi Departemen Pertahanan dan Keputusan Presiden

Nomor 60 Tahun 1983 tentang Pokok-Pokok Susunan Organisasi Angkatan Bersenjata

Republik Indonesia. Dalam hubungan ini masalah utama yang telah mendapat perhatian semua

pihak adalah pendayagunaan sumber daya nasional bagi upaya pertahanan keamanan negara,

yang memerlukan koordinasi yang terus menerus antara semua pihak yang berkepentingan.

Selama dua Pelita yang lalu, pembangunan ABRI masih dipusatkan pada

pembangunan personalnya, yakni mencakup usaha untuk mendapatkan prajurit ABRI yang

Departemen Keuangan RI 303

Page 304: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

mewarisi jiwa dan semangat pejuang.Angkatan 1945, dan yang memiliki kemampuan

profesional yang cukup tinggi dalam bidangnya. Hal tersebut dimaksudkan agar mampu

mengemban tugas pokok ABRI dalam lingkungan yang terus bergerak dinamis guna mengikuti

gerak pertumbuhan pembangunan nasional. Untuk menunjang usaha tersebut telah dilakukan

kegiatan-kegiatan pokok, yang antara lain meliputi penyempurnaan sistem penerimaan anggota

baru ABRI, agar mampu menjangkau seluruh pelosok tanah air. Selanjutnya dilakukan juga

penyempurnaan sistem pendidikan dan latihan ABRI, mulai dari pendidikan tamtama hingga

pendidikan tinggi perwira, serta penyempurnaan fasilitas perawatan personal melalui

pembangunan sistem pangkalan. Adapun kekuatan personal militer yang telah dimiliki sampai

dengan triwulan IV tahun 1983/1984 adalah sebanyak 411.833 orang, yang terdiri dari 216.003

orang TNI-AD , 36.944 orang TNI-AL, 25.098 orang TNI-AU, dan 133.838 orang Polri.

Pembangunan kekuatan ABRI tersebut dilaksanakan untuk mewujudkan ABRI sebagai

kekuatan yang kecil tetapi efektif, yaitu kecil dalam jumlah dan sederhana dalam organisasi,

namun mampu melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kewajibannya. Hal ini memerlukan

daya pukul dan kecepatan bergerak yang tinggi, sehingga tingkat teknologi maju yang terus

berkembang hams dapat dikuasai. Untuk menunjang usaha tersebut, maka secara bertahap

beberapa peralatan utama ABRI telah mulai diganti dengan yang lebih maju tingkat

teknologinya. Sampai dengan akhir tahun 1983/1984, telah dilakukan peningkatan kekuatan

operasi untuk masing-masing angkatan dan Polri. Adapun kekuatan operasi tersebut meliputi 2

Brigif Linud, 82 Yonif, 53 Yonban, 2 Grup Sandha, 2 Grup Parako, 16 Kodam, 41 Korem, 292

Kodim dan 3215 Koramil untuk TN I-AD , 58 kapal, 25 pesawat udara (Pesud), 14 Heli, 6

Yonif Mar dan 10 Yonban Mar untuk TNI-AL, serta 102 Pesud, 47 Heli, dan 1 Yon Posgat

untuk TNI-AU. Sedangkan untuk Polri adalah mencakup 17 Kodak, 33 Kowil, 281 Kores,

3.233 Kosek dan 56 Sat Brimob.

Untuk mengurangi ketergantungan peralatan ABRI pada luar negeri, maka telah

digalakkan industri nasional dalam pembuatan komponen atau suku cadang peralatan utama

ABRI, sehingga pada akhirnya mampu berswasembada secara keseluruhan. Usaha-usaha

tersebut meliputi pengembangan Unit Industri Bahan Peledak TNI-AU menjadi Perum Dahana,

Unit Survai dan Pemetaan TNI-AU menjadi Perum Penas, Lembaga Industri Penerbangan

Nurtanio TNI-AU menjadi PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio, Penataran TNI-AL Surabaya

menjadi PT Pabrik Kapal Indonesia, Perindustrian TNI-AD (Pindad) menjadi PT Pindad, serta

Pabrik Roket Menang TNI-AU menjadi bagian dari divisi senjata PT Industri Pesawat Terbang

Nurtanio. Di samping itu koordinasi antardepartemen, yang sangat penting bagi pengembangan

Departemen Keuangan RI 304

Page 305: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

industri pertahanan keamanan, juga telah dimantapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 59

Tahun 1983 tentang Pembentukan Dewan Pembina dan Pengelola Industri-industri Strategis

dan Industri Pertahanan Keamanan.

8.8. Penerangan

Pembangunan di bidang penerangan terutama ditujukan untuk meningkatkan

penerangan sampai ke desa-desa, dengan lebih meningkatkan pendayagunaan sarana

penerangan seperti radio, televisi, film, pees, pameran dan media tradisional. Untuk itu telah

dilaksanakan berbagai kegiatan penerangan terutama yang bersifat menggelorakan semangat

pengabdian dan perjuangan bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional,

memasyarakatkan kebudayaan dan kepribadian Indonesia serta menggairahkan partisiposi

masyarakat dalam pembangunan. Guna meningkatkan peranan pers dalam pembangunan, terus

ditingkatkan pengembangan pers yang sehat, bebas dan bertanggung jawab, sehingga dapat

menjalankan fungsinya dalam menyebarkan informasi yang obyektif, melakukan kontrol sosial

yang konstruktif, menyalurkan aspirasi rakyat, serta memperluas komunikasi dan partisiposi

masyarakat.

8.8.1. Operasional penerangan

Pembangunan operasional bidang penerangan dalam pelaksanaannya mencakup

peningkatan peranan pusat penerangan masyarakat (Puspenmas), dan peningkatan jumlah

frekuensi dari berbagai jenis kegiatan penerangan umum, baik yang diarahkan untuk memenuhi

kebutuhan penerangan di dalam negeri maupun di luar negeri. Sejalan dengan itu, telah

ditingkatkan pula peranserta masyarakat pedesaan dalam pembangunan, yang dilakukan melalui

penambahan sarana dan prasarana penerangan. Untuk itu melalui Puspenmas diberikan

penerangan dan bimbingan, antara lain dengan memperkenalkan teknologi yang layak dan

sesuai dengan perkembangan daerah pedesaan, mengembangkan sistem perekonomian yang

lebih baik dengan mengutamakan asas gotong royong, mengembangkan usaha bersama melalui

sistem koperasi, serta meningkatkan pemeliharaan kesehatan bagi lingkungan. Dengan adanya

kegiatan tersebut, masyarakat pedesaan diharapkan akan dapat menggali dan memanfaatkan

sumber-sumber kekayaan yang ada di daerahnya, yang pada gilirannya akan meningkatkan pula

pendapatan atau kesejahteraannya. Hal ini secara tidak langsung akan mendidik masyarakat

pedesaan agar tidak mudah terpengaruh pada keinginan untuk melakukan urbanisasi. Guna

Departemen Keuangan RI 305

Page 306: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

menunjang usaha tersebut, dalam pembangunan gedung Puspenmas selalu dilengkapi dengan

ruang aula, ruang perpustakaan, alat-alat duplikasi dan sarana mobilitas penerangan.

Sehubungan dengan itu apabila dalam tahun 1983/1984 pembangunan gedung Puspenmas baru

mencapai sebanyak 11 buah, dalarn tahun 1984/1985 sarnpai dengan bulan Agustus 1984 telah

menjadi sebanyak 25 buah yang tersebar pada 11 ibukota propinsi meliputi propinsi Jawa

Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Timor Timur, Nusa Tenggara Barat, Riau,

Jambi, Sumatera Selatan, Bali dan Sulawesi Utara. Dengan demikian sampai dengan tahun

pertama repelita IV sampai dengan bulan Agustus 1984 pembangunan gedung Puspenmas telah

mencapai 275 buah yang mencakup 27 ibu kota propinsi.

Sebagaimana halnya dengan Puspenmas, dalam meningkatkan mutu dan peranan juru

penerang (Jupen) yang bertugas di kecamatan, juga dilengkapi dengan berbagai sarana

penerangan antara lain berupa radio kaset. Hal ini dimaksudkan agar para Jupen tersebut dapat

memonitor siaran-siaran Pemerintah, yang untuk selanjutnya dapat menyebarluaskan materi

siaran tersebut kepada masyarakat sebelum diterima dokumen lengkapnya. Di samping itu guna

menunjang kelancaran pelaksanaan penerangan sampai ke desa-desa, telah ditingkatkan pula

penyediaan sarana mobilitas bagi para Jupen, yaitu meliputi mobil unit penerangan, mobil unit

suara, mobil unit panggung, serta mobil unit visual mini yang terdiri alas muviani darat dan

muviani air. Sampai dengan bulan Agustus 1984 tahun pertama Repelita IV, penyediaan

muviani darat dan muviani air masing-masing telah berjumlah sebanyak 3.135 unit dan 300

unit. Dalam waktu yang sama juga telah dilaksanakan usaha peningkatan mutu dan peranan

daripada Jupen wanita, terutarna dalam rangka meningkatkan peranserta wanita dalam

pembangunan. Sarnpai dengan akhir Pelita III, jumlah Jupen wanita yang secara aktif ikut

memberikan penerangan kepada kaum wanita di daerah-daerah pedesaan mencapai 380 orang,

sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 sebanyak 110 orang.

Salah satu kegiatan penerangan yang dilaksanakan secara langsung adalah pameran

pembangunan, yang antara lain meliputi peragaan visual, hiburan dan sarasehan/pentaloka. Hal

ini merupakan suatu kegiatan terpadu antara Pemerintah dengan unsur-unsur swasta, yang

dalarn penyelenggaraannya terutarna disesuaikan dengan momentum hari-hari bersejarah.

Selain itu kegiatan tersebut juga berfungsi sebagai salah satu promosi hasil-hasil industri,

terutama industri kecil, baik melalui pameran di tingkat pusat, maupun di daerah-daerah sampai

dengan tingkat kecarnatan yang dilaksanakan dengan pameran keliling. Pameran pembangunan

di tingkat pusat dilakukan pada setiap tanggal 20 Mei, yaitu bertepatan dengan hari

Kebangkitan Nasional, dan pada periode antara tanggal 21 Juni sarnpai dengan tanggal 21 Juli

Departemen Keuangan RI 306

Page 307: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

berupa Pekan Raya Jakarta. Sedangkan untuk tingkat propinsi, pameran pembangunan

dilaksanakan pada setiap tanggal 17 Agustus, bersamaan dengan peringatan hari Proklamasi

Kemerdekaan Republik Indonesia. Selanjutnya pada setiap tanggal 1 Oktober, yang bersamaan

dengan dilakukannya peringatan hari Kesaktian Pancasila, dilakukan pula pameran

pembangunan untuk tingkat kabupaten/kotamadya.

Dalam rangka meningkatkan citra Indonesia di luar negeri, terus diusahakan

peningkatan mutu, isi, jumlah serta frekuensi paket penerangan ke luar negeri yang disalurkan

melalui perwakilan-perwakilan Indonesia yang berada di luar negeri. Demikian pula halnya

kepada masyarakat Indonesia di luar negeri, dan masyarakat asing yang tinggal di Indonesia,

telah diberikan pembinaan, baik melalui forum pertemuan/sarasehan maupun dengan

pengadaan buku/brosur tentang pelaksanaan/perkembangan pembangunan di Indonesia. Hal ini

dimaksudkan untuk meningkatkan kerjasama dan persahabatan bagi bangsa-bangsa di kawasan

ASEAN khususnya, dan dunia internasional pada umumnya, terutama yang mempunyai

pengaruh langsung terhadap pembangunan di Indonesia. Dengan demikian minat luar negeri

terhadap pelaksanaan pembangunan di Indonesia diharapkan akan semakin meningkat. Guna

menunjang kebijaksanaan tersebut, dalarn tahun 1983/1984 antara lain telah diterbitkan majalah

Indonesia Today sebanyak 48.000 eksemplar, Indonesia Elyoum sebanyak 18.000 eksemplar

dan Indonesia Spotlight On Event sebanyak 72.000 eksemplar. Sedangkan khusus untuk Timor

Timur, guna meningkatkan peranserta masyarakat dalam pembangunan maka dalam waktu

yang sama telah diberikan 48.000 eksemplar brosur/ majalah yang terdiri atas 25 judul.

8.8.2. Pengembangan sarana penerangan

8.8.2.1. Radio

Dalarn rangka meningkatkan frekuensi dan mutu siaran RRI, dalam tahun pertama

Pelita IV antara lain telah dilaksanakan peningkatan sarana penyiaran, yang meliputi alat-alat

studio/pemancar, OB Van dan gedung studio/pemancar. Di sarnping itu juga telah diadakan

kompetisi siaran pedesaan, perekaman, penyebaran kaset penerangan dan penyuluhan ke

daerah-daerah, perlombaan bintang radio dan televisi, serta penyelenggaraan siaran wanita

dalam pembangunan. Selanjutnya guna meningkatkan kekuatan pemancar RRI, terutama yang

ditujukan ke daerah-daerah Indonesia bagian timur dan Posifik Selatan, dewasa ini telah

dilaksanakan pengudaraan pemancar gelombang pendek dengan kekuatan 250 kilowatt. Dengan

demikian sampai dengan bulan Agustus 1984, RRI telah memiliki 301 buah pemancar yang

Departemen Keuangan RI 307

Page 308: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

tersebar pada 49 stasiun di seluruh Indonesia dengan kekuatan terpasang sekitar 2.997 kilowatt.

Untuk meningkatkan peranserta masyarakat pedesaan dalam pembangunan, terus

ditingkatkan siaran pedesaan baik mengenai mutu maupun isinya. Untuk itu dalam tahun

1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984, jumlah jam siaran pedesaan telah ditingkatkan

sehingga mencapai 484 jam dalam satu minggu, terdiri dari 244 jam per minggu yang disiarkan

melalui 48 buah Radio Republik Indonesia (RRI) dan 240 jam per minggu yang disiarkan

melalui 108 buah Radio Pemerintah Daerah (RPD). Dalam pada itu jumlah pendengar siaran

pedesaan juga telah meningkat sebesar 5,4 persen, yaitu dari 39.000 orang dalam tahun

1983/1984 menjadi 41.325 orang dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984.

Dari jumlah tersebut, kelompok dewasa merupakan kelompok pendengar yang paling banyak

yakni 28.609 orang, kemudian diikuti oleh kelompok pemuda dan kelompok wanita yang

masing-masing mencapai 6.814 orang dan 5.902 orang. Kegiatan pembinaan kelompok

pendengar siaran pedesaan, dilakukan secara terpadu dengan kelompok pembaca dan pemirsa

(Kelompencapir). Dengan demikian dalam pembinaan selanjutnya akan terus diusahakan agar

di setiap desa di seluruh Indonesia terdapat sekurang-kurangnya 1 kelompok pendengar yang

tergabung dalam Kelompencapir, sehingga pada gilirannya RRI akan dapat menyatu dan akrab

dengan khalayak pendengarnya.

8.8.2.2. Televisi

Dalam rangka meningkatkan daya jangkau penerangan dan pengembangan siaran di

seluruh pelosok tanah air melalui televisi, terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan, baik

mengenai mutu, isi maupun persentase siarannya. Di samping itu juga telah dilaksanakan

intensifikasi penggunaan stasiun produksi keliling dalam bentuk mobil unit, terutama dalam

rangka menggali potensi seni budaya bangsa yang tersebar di berbagai daerah. Selanjutnya

untuk meningkatkan sarana produksi dan jangkauan siaran TVRI, sampai dengan akhir Pelita

III telah dapat diselesaikan pengembangan tahap pertama studio produksi TVRI di Jakarta,

pembangunan studio warna di Ujungpandang, Medan dan Palembang, pengadaan 10 unit

stasiun produksi keliling, serta pembangunan 189 stasiun pemancar. Dalam tahun 1984/1985

sampai dengan bulan Juli 1984, telah dibangun lagi 10 buah stasiun pemancar. Dengan

demikian secara keseluruhan jumlah stasiun pemancar TVRI yang berhasil dibangun sampai

dengan periode tersebut telah mencapai 199 buah. Sehubungan dengan perluasan jangkauan

siaran TVRI, apabila dalam tahun 1983/1984 luas daerah jangkauannya baru mencapai 495.609

kilometer, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah meningkat menjadi

Departemen Keuangan RI 308

Page 309: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

534.808 kilometer. Demikian pula jumlah penduduk yang telah terjangkau oleh siaran TVRI,

dalam periode yang sama telah meningkat dari 95,5 juta orang menjadi 115,2 juta orang.

Sedangkan jumlah pesawat televisi yang terdaftar pada kantor pos dan giro dalam tahun yang

sama telah mencapai 5.433.740 buah, yang berarti telah meningkat dengan 90.432 buah atau

sebesar 1,6 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Perkembangan sarana dan jumlah

jam siaran TVRI menurut jenis siaran dapat diikuti pada Tabel VIII.8 dan Tabel VIII.9.

Jam siaran 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85 1)

Hiburan 680 800 900 930 2.610 3.020 1.740 4.420 3.439 5.508 5.915 5.519 6.944 6.906 7.011 7.011Berita/penerangan/ 800 800 800 800 1.700 2.410 4.680 7.030 11.461 17.026 17.232 17.232 18.261 18.160 18.435 18.435pendidikan /kebudayaanLain - lain 260 300 270 270 470 600 560 650 731 2.504 2.572 2.572 514 512 519 519

Jumlah 1.740 1.900 1.970 2.000 4.780 6.030 6.980 12.100 15.631 25.038 25.719 25.323 25.719 25.578 25.965 25.965

1) Angka sementara

JUMLAH JAM SIARAN TELEVESI MENU RUT JENIS SIARAN, 1969/1970 - 1984/1985TabeI VIII. 8

Uraian 1969/70 1970/71 1971/72 1972/73 1973/74 1974/75 1975/76 1976/77 1977/78 1978/79 1979/80 1980/81 1981/82 1982/83 1983/84 1984/85 2)

1. Studio (buah) 2 3 4 4 6 6 6 6 9 9 9 9 9 9 92. Stasion pemancar (buah) 4 4 8 10 22 23 26 34 70 82 89 107 124 186 189 1993. Pesawat televisi (buah) 80.000 135.000 190.000 220.000 351.470 410.000 542.430 632.940 895.180 1.100.000 1.405.000 2.126.000 2.599.827 2.971.890 5.343.308 5.433.740

24.500 34.500 36.500 72.100 72.900 75.600 174.100 229.000 400.000 406.000 419.000 427.500 495.600 495.600 534.8085. Penduduk dalam daerah pancaran (juta orang) 22,5 26,5 36,5 40 40,5 42 73 80,9 82 82 85 87 90 95,5 95,5 115,21 ) Angka diperbaiki 2) Angka sementara

JUMLAH STUDIO, STASI_N PEMANCAR, PESAWAT TELEVISI, LUAS DAERAH DAN JUML_H PENDUDUK DALAM DAERAHPANCARAN TVRI, 1969/1970 - 1984/1985Tabel VIII. 9

4. Luas dalam jangkauan (Km2) 18.500

9

8.8.2.3. Perfilman nasional

Peningkatan dan pembinaan bidang perfilman nasional terutama ditujukan untuk

meningkatkan citra, mutu, jumlah produksi serta kelancaran peredaran dan pemasaran fIlm

Indonesia, baik dalam memenuhi kebutuhan di dalam negeri maupun di luar negeri. Guna

mewujudkan iklim yang sehat bagi perkembangan industri perfilman dan rekaman video, terus

diusahakan terciptanya mekanisme kerjasama, saling pengertian, rasa persatuan dan tanggung

jawab di antara organisasi profesi. Selanjutnya dalam rangka peningkatan produksi film, yang

sekaligus terkandung penertiban judulnya, pelaksanaannya diarahkan pada tercapainya suatu

keseimbangan di antara tema-tema fIlm yang diproduksi, seperti film drama, komedi, action

serta film khusus untuk anak-anak dan remaja. Sehubungan dengan itu, agar film/rekaman

video produksi nasional dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sedangkan film/rekaman

video impor hanya berfungsi sebagai pelengkap, maka kemampuan mekanisme tata peredaran

film/rekaman video nasional terus ditingkatkan.

Sehubungan dengan usaha regenerasi pewarisan nilai-nilai sejarah perjuangan bangsa,

di Pusat Produksi Film Negara (PPFN) pada saat ini telah dan sedang di produksi film-film

sejarah seperti Serangan Fajar, Kartini, Jaka Sembung, Lebak Membara, Nopember 1828,

Departemen Keuangan RI 309

Page 310: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Kamp Tawanan Wanita, Kereta Api Terakhir dan Sejarah Orde Baru. Adapun film Sejarah

Orde Baru dimaksudkan untuk meningkatkan kewaspadaan nasional terhadap bahaya laten PKI,

di samping juga sebagai film pendidikan bagi generasi muda. Selanjutnya agar film tersebut

dapat mencapai peredaran di dalam negeri selama dua tahun, disediakan 30 copy dengan

perincian 27 copy untuk Daerah Tingkat I dan 3 copy untuk arsip nasional. Sedangkan untuk

peredaran di luar negeri me1alui 59 kedutaan besar Republik Indonesia (KBRI) telah

disediakan 60 copy. Dengan te1ah dilaksanakannya peningkatan di bidang pertunjukan, sejak

tahun 1983/1984 PPFN telah diperkenalkan film Cinerama, yaitu suatu film yang dalam

penyajiannya menggunakan layar lebar dan membentuk 180?, sehingga dapat menampung

penonton sebanyak 3 kali lebih besar dibandingkan dengan pertunjukan film yang dalam

penyajiannya menggunakan teknik biasa. Se1anjutnya dalam rangka meningkatkan mutu

penyajian film, sejak tahun 1984/1985 diproduksikan fIlm dengan menggunakan sistem Imax

yaitu suatu teknologi perfilman yang menggunakan sistem proyektor 70 mm/6 sound track.

Selama Pelita III, te1ah diproduksi film ceritera nasional sebanyak 337 judul yang

berarti rata-rata dapat diproduksi sebanyak 67 judul per tahun. Sedangkan dalam tahun

1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984 telah dihasilkan 46 judul, di sampingjuga telah

diproduksi film iklan, film dokumenter nasional dan film dokumenter/iklan yang dibuat orang

asing, masing-masing sebanyak 16 judul, 76 judul dan 40 judul. Sementara itu guna

meningkatkan usaha promosi dan pemasaran film Indonesia ke luar negeri, film-film Indonesia

telah diikutsertakan dalam festival dan pekan film internasional, di samping setiap tahun juga

diikutsertakan dalam Festival Film Asia dan Festival Film ASEAN secara rutin. Dalam

hubungan ini, selama Pelita III telah diikuti festival dan pekan film internasional di Manila,

Hongkong, Berlin, Cannes, London, Los Angeles dan Milano. Sedangkan dalam tahun 1984

antara lain telah diselenggarakan Festival Film Indonesia (FFI) di Yogyakarta dan Festival Film

ASEAN XIV di Jakarta. Selanjutnya untuk lebih memperkenalkan budaya bangsa Indonesia di

luar negeri, terus ditingkatkan usaha menghidupkan film produksi nasional. Selama Pelita III,

jumlah ekspor film Indonesia ke luar negeri telah mencapai sebanyak 22 judul, yaitu ke

Malaysia, Singapura dan Brunai.

8.8.2.4. Pers

Peningkatan pembinaan di bidang pers terutama ditandai dengan telah ditetapkannya

Undang-Undang No. 21 Tahun 1982, yang merupakan perubahan alas Un dangUndang No. 11

Tahun 1966 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pers sebagaimana telah diubah dengan

Departemen Keuangan RI 310

Page 311: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Undang-Undang No. 44 Tahun 1967. Selanjutnya sebagai pelaksanaannya telah dikeluarkan

Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1984 tentang Dewan Pers, yaitu sebuah lembaga yang akan

mendampingi Pemerintah dalam membina dan mengembangkan pers nasional. Selain itu sesuai

dengan ketentuan Undang-Undang No. 21 Tahun 1982, saat ini sedang dilaksanakan

pembahasan rancangan perubahan mengenai Sural Ijin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) oleh

Dewan Pers. Sedangkan guna mengembangkan kebutuhan informasi, serta dalam rangka

pelaksanaan interaksi positif, terutama dalam mewujudkan adanya pers yang bebas dan

bertanggung jawab, terus ditingkatkan penyelenggaraan forumforum dialog antara Pemerintah,

pers dan masyarakat.

Sementara itu guna meningkatkan pemerataan informasi ke daerah-daerah pedesaan,

secara bertahap telah ditingkatkan pelaksanaan program koran masuk desa (KMD) baik kualitas

maupun kuantitas. Dari segi kualitas dicerminkan dalam peningkatan kemampuan mengelola

KMD melalui penataran-penataran, sehingga dengan adanya KMD tersebut benar-benar akan

dapat memberikan motivasi kepada masyarakat pedesaan untuk ikut berpatisiposi dalam

pembangunan, sedangkan dari segi kuantitas peningkatannya nampak dari penambahan jumlah

oplag. Di samping itu guna meningkatkan pelaksanaan KMD telah dibentuk pula kelompok-

kelompok pembaca di daerah pedesaan, yang kemudian ditingkatkan melalui kegiatan

kerjasama dengan berbagai lembaga, khususnya yang mempunyai hubungan secara langsung

dengan tugas di bidang pembangunan desa. Sehubungan dengan itu, dalam tahun 1983/1984

melalui program KMD telah dapat diedarkan koran sebanyak 8.675.000 eksemplar dari 50

penerbit dan tersebar pada 26 propinsi, sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan

Juli 1984 telah dapat diedarkan sebanyak 397.000 eksemplar melalui 16 penerbit.

8.9. Bantuan pembangunan daerah

8.9.1. Pembangunan desa, daerah tingkat I dan daerah tingkat II

Kebijaksanaan yang ditempuh di bidang pembangunan daerah dalam tahun 1983/ 1984

merupakan kelanjutan dan peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Sejalan dengan Trilogi

Pembangunan, kegiatan tersebut antara lain ditujukan pada pemerataan penyebaran

pembangunan di seluruh tanah air, serta peningkatan laju pertumbuhan setiap daerah, di

samping itu juga untuk mempertebal semangat dan gairah partisiposi masyarakat dalam

meningkatkan hasil guna dan clara guna kegiatan pembangunan di daerah. Sesuai dengan arab

pembangunan daerah tersebut, maka dalam Pdita IV pembangunan pedesaan ditujukan untuk

Departemen Keuangan RI 311

Page 312: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

mempercepat pertumbuhan desa, yang merupakan satu sistem terkecil dalam administrasi

pemerintahan dan ekonomi, menjadi desa swasembada. Dengan demikian kedudukan desa

sebagai obyek pembangunan berubah menjadi subyek pembangunan yang berketahanan di

semua bidang, yang pada gilirannya akan dapat memantapkan ketahanan nasional. Untuk itu

telah dilakukan evaluasi terhadap tingkat perkembangan desa, karena dalam jangka panjang

desa-desa di seluruh Indonesia akan dikembangkan menjadi desa swasembada. Hasil evaluasi

dan monitoring di bidang perkembangan desa sampai dengan tahun 1984/1985 menunjukkan

adanya 16.385 desa yang telah menjadi desa swasembada, atau suatu peningkatan rata-rata

sebesar 3,5 persen per tahun. Sedangkan untuk mendorong desa-desa agar lebih giat

melaksanakan pembangunan desanya, telah diselenggarakan perlombaan desa. Kepada desa-

desa yang mencapai prestasi tinggi dan menjadi pemenang perlombaan diberikan penghargaan

dan hadiah dalam bentuk proyek. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan yang

positif bagi desa-desa lainnya agar lebih giat melaksanakan pembangunan. Sebagai hasilnya,

desa-desa di 27 propinsi yang telah menjadi pemenang perlombaan desa kini dapat

mengembangkan desanya secara lebih cepat dan baik. Sampai dengan tahun 1983/1984, jumlah

desa yang telah menjadi pemenang perlombaan desa, baik di tingkat kabupaten/kotamadya

daerah tingkat II maupun di tingkat propinsi daerah tingkat I, berjumlah 11.757 desa.

Sejalan dengan pemerataan pembangunan ke seluruh wilayah tanah air, dilakukan juga

pembangunan desa melalui sistem Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP). Usaha ini

merupakan penerapan sistem penyusunan rencana daTi bawah, yang disesuaikan dengan

kebutuhan dasar masyarakat desa yang berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan.

pembangunan di wilayah kecamatan melalui sistem UDKP tersebut diutamakan pada

kecamatan yang tergolong miskin, rawan, minus, terbelakang, serta berada di wilayah

perbatasan/kepulauan dan radar penduduk, agar kecamalan-kecamatan tersebut dapat

berkembang sesuai dengan kecamatan lainnya. Sampai dengan tahun 1983/1984, sistem UDKP

ini telah dilaksanakan pada 2.045 kecamatan yang tersebar di 27 propinsi daerah tingkat I.

Selain itu di wilayah kecarnatan UDKP telah dilaksanakan pula berbagai kegiatan, antara lain

penataran terhadap 1.093 orang camat UDKP, serta kursus bagi 3.429 kepala urusan

pembangunan. desa tingkat kecamatan dari 27 propinsi. Sejalan dengan itu telah dilaksanakan

pula penempatan 1.183 TKS-BUTSI, musyawarah LKMD, diskusi UDKP dan temu karya

LKMD di tingkat ke carnatan , serta rapat koordinasi pembangunan, baik di tingkat

kabupaten/kotamadya maupun di tingkat propinsi. Melalui sistem UDKP, jumlah desa

swasembada pada. kecamatan UDKP rata-rata meningkat 6,7 persen per tahun, sedangkan pada

Departemen Keuangan RI 312

Page 313: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

kecamatan non UDKP rata-rata hanya b.ertambah dengan sebesar 3,2 persen per tahun. Dalam

pada itu peningkatan jumlah proyek/program sektoral, regional, Inpres, dan swadaya

masyarakat yang mengisi kecarnatan dengan sistem UDFY terse but rata-rata adalah sebanyak

25 proyek. Melalui inpres bantuan pembangunan desa, sampai dengan tahun 1983/1984 telah

diberikan dana paket UDKP kepada 1.876 kecamatan. Dalam sistem UDKP tersebut, juga

terkait kegiatan penerapan pola tatadesa dan pengembangan teknologi pedesaan. Berkaitan

dengan itu telah dilakukan survai pendahuluan tatadesa pada 1.040 kecamatan, penerapan pola

tatadesa di 672 desa, survai/pengkajian identifikasi masalah tatadesa di 6 kecarnatan yang

meliputi 90 desa dan penyuluhan mengenai teknis pola tatadesa terhadap 216 tokoh masyarakat

desa. Sedangkan guna penerapan dan pengembangan teknologi pedesaan telah dilakukan

identifikasi spesifik terhadap 46 jenis teknologi pedesaan yang telah berhasil diterapkan dan

dikembangkan, yakni meliputi bidang energi, pangan, pertanian, konstruksi dan material, di

samping juga penetapan dan pemilihan 63 orang perugas teknologi pedesaan (PL TP) dan 345

orang kader teknologi pedesaan.

Untuk menumbuhkan dan mengembangkan peranserta aktif swadaya masyarakat

dalam peningkatan kesejahteraan hidup dan pembangunan desanya, telah dibentuk pula

lembaga ketahanan masyarakat desa (LKMD). Sampai dengan tahun 1983/1984, telah dibentuk

sebanyak 63.698 LKMD atau sekitar 94,4 persen dari 66.448 desa yang ada di Indonesia.

Jumlah tersebut menurut tingkat perkembangannya dapat dike1ompokkan ke dalam 3 kategori,

yaitu kategori posif sebanyak 10.207 LKMD, kategori berkembang sebanyak 25.297 LKMD

dan kategori aktif berfungsi sebanyak 28.194 LKMD. Selain itu guna mempercepat

terwujudnya LKMD yang aktif berfungsi dalam pelaksanaan pembangunan, telah

dikembangkan pula sebanyak 4.755 LKMD percontohan yang diharapkan akan menjadi LKMD

teladan. Selanjutnya dalam rangka meningkatkan fungsi LKMD, telah dilaksanakan latihan bagi

pelatih/instruktur PL-LKMD yang diikuti 6.488 orang, dan bagi kader LKMD-KPD yang

diikuti 57.237 orang. Adapun untuk pengembangan teknologi desa telah diberikan latihan

kepada 734 orang anggota masyarakat, sedangkan latihan guna meningkatkan keterampilan

dalam pembangunan/pemugaran perumahan desa, pemukiman kembali penduduk dan

penciptaan lapangan kerja, telah diikuti oleh 42.315 orang. Selain kegiatan tersebut, telah

dilaksanakan pula penyuluhan dan peningkatan motivasi, terutama untuk desa-desa yang

terbelakang. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam bentuk latihan sosio drama yang diikuti oleh

9.575 peserta dan kelompok kesenian rakyat, pementasan kegiatan LKMD melalui TVRI,

siaran pedesaan melalui RRI dengan 41.380 kelompok pendengar, serta melalui penerbitan dan

Departemen Keuangan RI 313

Page 314: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

penyebaran folder/poster/brosur-brosur penyuluhan. Kegiatan lain yang erat kaitannya dengan

pembinaan LKMD adalah pembinaan kesejahteraan keluarga (PKK). Untuk itu dibentuk kader-

kader PKK melalui penyelenggaraan kursus-kursus PKK, yang sampai dengan tahun 1983/1984

telah diikuti oleh 290.598 orang. Sedangkan dalam tahun 1984/1985 sampai dengan' bulan

Agustus 1984 telah dilaksanakan latihan/kursus bagi tim penggerak PKK tingkat propinsi dan

kabupaten/kotamadya, yang diikuti oleh 2.430 orang meliputi 27 propinsi dan terdiri dari 54

kabupaten/kotamadya. Berkaitan dengan pemukiman kembali penduduk desa, sejak tahun

1972/1973 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah dimukimkan kembali penduduk sebanyak

29.669 KK pada 5'Ollokasi di 21 propinsi. Sedangkan sejak dimulainya kegiatan pemugaran

perumahan dan lingkungan desa, yakni dalam tahun 1976/1977 sampai dengan bulan Agustus

1984, telah dilaksanakan pemugaran 46.890 rumah yang tersebar pada 1.896 lokasi/desa di 26

propinsi. Di samping itu guna meningkatkan peranan masyarakat dalam menunjang program

dasawarsa air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman, telah dilakukan pula penyuluhan

dan latihan bagi 21 orang petugas lapangan di Tangerang, Jawa Barat dan 32 orang di DI

Yogyakarta. Untuk meningkatkan taraf hidupdan kesejahteraan penduduk di pedesaan serta

guna mempercepat pembangunan pedesaan, terus ditingkatkan jumlah bantuan yang diberikan

kepada setiap desa, sehingga dalam tahun 1983/1984 sebanyak 66.437 desa telah memperoleh

bantuan sebesar Rp 91,6 milyar. Dalam waktu yang sarna hasil pelaksanaan Inpres

pembangunan desa telah mencakup 106.441 proyek, yang terdiri atas prasarana produksi,

perhubungan, pemasaran dan sosial, masing-masing sebanyak 30.935 buah, 17.831 buah, 3.583

buah dan 54.092 buah. Proyek-proyek tersebut dibangun melalui bantuan Pemerintah pusat,

Pemerintah daerah dan swadaya masyarakat, masing-masing sebesar 61,4 persen, 0,3 persen

dan 38,3 persen.

Untuk membantu pelaksanaan pembangunan di daerah tingkat II, telah diberikan

bantuan yang besarnya didasarkan atas jumlah penduduk. Bantuan tersebut ditujukan untuk

penciptaan dan perluasan lapangan kerja di daerah-daerah, yakni melalui usaha perbaikan,

peningkatan dan pembangunan berbagai jenis prasarana fisiko perekonomian dan lingkungan,

'yang sangat bermanfaat bagi masyarakat di daerah-daerah bersangkutan. Untuk mencapai

tujuan tersebut, bantuan diarahkan pada pembangunan baik prasarana fisik, seperti jalan,

jembatan, gorong-gorong, bendungan, dan saluran pembawa, maupun proyek-proyek lain

seperti pengembangan potensi yang dimiliki oleh daerah yang bersangkutan. Untuk daerah

perkotaan, penggunaan bantuan tersebut diarahkan pada proyekproyek yang dapat memperbaiki

lingkungan hidup perkotaan, terutama lingkungan hidup masyarakat yang berpenghasilan

Departemen Keuangan RI 314

Page 315: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

rendah. Dalam tahun 1983/1984 telah dibangun prasarana perhubungan meliputi jalan

sepanjang 17.393,3 kilometer, dan jembatan sepanjang 27.227 meter, serta prasarana pengairan

bernpa bendungan sejumlah 121.487 meterkubik, saluran pembawa sepanjang 13.741,9

kilometer dan bangunan pengairan lainnya sebanyak 664 buah yang dapat mengairi areal seluas

44.928 hektar. Selain itu juga telah dibangun pasar seluas 77.315 meterpersegi, riol sepanjang

434.415 kilometer, stasiun bus dan pelabuhan sungai, masing-masing sebanyak 23 buah dan 11

buah, serta penghijauan dan pencegahan banjir, masing-masing seluas 38.174 hektar dan

6.916,4 hektar.

Di samping bantuan pembangunan daerah tingkat II tersebut, mulai tahun 1979/1980

diberikan pula bantuan penunjangan jalan kabupaten,. yang ditujukan untuk membantu daerah

tingkat II untuk membangun jalan yang menghubungkan daerahdaerah terpencil, yang jumlah

penduduk dan tingkat produktivitasnya cukup tinggi. Dengan bantuan tersebut, dalam tahun

1983/1984 telah berhasil dilaksanakan penunjangan jalan sepanjang 7.414 kilometer,

penunjangan jembatan sepanjang 5.707 meter, pembangunan jembatan sepanjang 14.022 meter,

serta penggantian gorong-gorong sepanjang 59.658 meter. Dengan semakin meningkatnya

bantuan kepada Dati I, maka pelaksanaan pembangunan daerah lebih meningkat lagi sesuai

dengan prioritas kebutuhannya. Bantuan tersebut antara lain digunakan untuk pemeliharaan

jalan dan jembatan, masing-masing sepanjang 7.352,8 kilometer dan 8.321,5 meter, selain juga

untuk perbaikan dan penyempurnaan irigasi yang terdiri dari bendungan sebanyak 56 buah dan

saluran sepanjang 280,7 kilometer. Sementara itu dalam rangka pemeliharaan pengairan antara

lain telah dilakukan pembangunan bangunan air sebanyak 112.082 buah, serta saluran pembawa

dan pembuang, masing-masing sepanjang 61.748,2 kilometer dan 16.880,6 kilometer. Sejalan

dengan itu telah dibangun pula fasilitas eksploitasi sebanyak 3.907 buah, serta tanggul banjir

dan jaringan telepon, masing-masing sepanjang 5.225,1 kilometer dan 3.728,2 kilometer.

Sedangkan melalui dana Inpres bantuan pembangunan daerah tingkat I sebesar Rp 253.000,-

juta telah dibangun sebanyak 2.604 buah proyek.

8.9.2. Tatakota dan tatadaerah

Sejalan dengan proses pembangunan yang terus berlangsung, peranan kota sebagai

pusat pemukiman, kegiatan ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, administrasi, jasa dan pusat

pemerintahan juga semakin besar. Oleh schab itu, telah dilakukan usaha pembinaan dan

pengembangan perkotaan yang bertujuan, selain untuk pembangunan dan pengembangan

terhadap kota tersebut, juga dimaksudkan untuk peningkatan pelayanan umum dan perbaikan

Departemen Keuangan RI 315

Page 316: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

kondisi lingkunganpemukiman yang aman, tertib da sehat bagi seluruh warganya. Untuk

mencapai tujuan tersebut, ditempuh kebijaksanaan yang antara lain meliputi pembinaan reneana

kota, pembinaan pengelolaan air minum dan pembinaan pemerim:ahan kota. Dalam rangka

pembinaan pengelolaan air minum, telah dilaksanakan pengumpulan data/bahan-bahan yang

meneakup masalah air minum di seluruh Indonesia. Atas dasar hasil pengumpulan data tersebut,

dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Agustus 1984 telah terdapat sebanyak 136 buah

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), 75 buah Badan Pengelola Air Minum (BPAM), 30

buah Dinas Air Minum dan 27 buah Seksi Air Minum. Sementara itu dalam pembinaan reneana

kota telah dilakukan kegiatan pengembangan kota Metropolitan Jakarta yang meliputi

penyusunan rencana induk kota DKI Jakarta tahun 1985 - 2.005, serta rencana induk kota

Tangerang, Cibinong, dan Bekasi, yang pengembangannya disesuaikan dengan pokok-pokok

kebijaksanaan pengembangan wilayah Jabotabek. Selain itu juga telah disusun kerangka acuan

kerja bantuan teknik bagi kota Semarang (Semarang Raya), Ujungpandang (Mamimasa Ora)

dan Denpasar. Sejalan dengan itu dilakukan pula persiapan penyusunan rencana kota yang

dikaitkan dengan program bantuan bagi 57 kota, pemberian bantuan teknis dan biaya dalam

jumlah terbatas kepada daerah tingkat II yang akan melakukan reneana induk kotanya. Di

samping itu juga dilakukan peningkatan kemampuan di bidang perencanaan kota melalui kursus

yang diselenggarakan oleh Badan kerjasama Antar Kota Seluruh Indonesia (BKS-AKSI).

Berkaitan dengan pembinaan pemerintahan kota, telah dilakukan pula pembentukan kota

administratif sebanyak 28 buah di seluruh Indonesia, penyusunan raneangan peraturan

Pemerintah mengenai pembentukan kota administratif Kota Bumi, Metro, Lahat, Palopo,

Watampone, Bima, Lhokseumawe dan Pariaman. Selain itu telah dilakukan penelitian tentang

reneana pembentukan kota administratif Sarong, Kuala Kapuas, Sampit, Pangkalan Brandan,

Kota Banjar, Curup, Langsa, Bontang, Rantau Prapat, Kota Baru dan Amuntai. Selanjutnya

dalam rangka pengembangan perkotaan telah dilakukan pula pembinaan kerjasama antara kota-

kota di dalam negeri, baik dengan kota-kota di luar negeri maupun dengan organisasillembaga

intemasional perkotaan di luar negeri.

8.9.3. Tata agraria dan tataguna tanah

Kegiatan program tataagraria seiring dengan program tataguna tanah ditujukan untuk

meneiptakan tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah,

serta tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan. Untuk itu telah dilakukan penertiban dan

peningkatan pengurusan hak-hak atas tanah, pendaftaran tanah, pengembangan landreform serta

Departemen Keuangan RI 316

Page 317: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

proyek operasi nasional agraria (Prona). Adapun dari hasil penertiban dan peningkatan

pengurusan hak-hak atas tanah, dalam tahun 1984/1985 sampai dengan bulan Juli 1984 telah

diselesaikan sebanyak 34.302 surat keputusan hak tanah, dengan jumlah pemasukan uang

kepada negara sebesar Rp 1.833.281.652,-. Dengan demikian sejak Pelita III sampai dengan

bulan Juli 1984 telah diselesaikan sebanyak 171.053 sural keputusan hak tanah dengan

penerimaan negara sebesar Rp 6.512.716.611,-. Sedangkan hasil-hasil yang telah dicapai dalam

kegiatan pengembangan land reform sampai dengan akhir Pelita III antara lain meliputi

identifikasi penguasaan pemilikan tanah pertanian pedesaan di 21 desa, pelaksanaan redistribusi

tanah seluas 665.094 hektar, penertiban perjanjian bagi hasil pada 52 kabupaten, penyelesaian

sengketa sebanyak 114 kasus, serta peningkatan tertib administrasi landreform terhadap 80.078

KK.

Program pembangunan tataguna tanah terutama diarahkan pada daerah-daerah minus

dan padat penduduknya, serta ditujukan untuk peningkatan pelayanan terhadap penyiapan

daerah transmigrasi. Selain itu juga mencakup peningkatan inventarisasi dan evaluasi

sumberdaya alam dan lingkungan hidup, penyediaan sarana dan cara penataan kembali,

penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah, serta pengendalian penggunaannya. Dalam

tahun 1983/1984, pengembangan tataguna tanah pada umumnya merupakan kelanjutan

daripada kegiatan tahun sebelumnya yang meliputi pembuatan peta kerja, pemetaan

kemampuan tanah, pemetaan penggunaan tanah pedusunan, pemetaan penggunaan tanah

perkotaan, perencanaan tataguna tanah Dati II, perhitungan produktivitas tanah, monitoring

lokasi daerah miskin, serta monitoring rencana tataguna tanah Dati II. Hasil yang dicapai di

bidang pengembangan tataguna tanah sampai dengan Pelita III meliputi pembuatan peta kerja

dengan skala 1:25 ribu seluas 7.760 ribu hektar, pemetaan kemampuan tanah dengan skala 1:

100 ribu dan 1:50 ribu, masing-masing seluas 9.088 ribu hektar dan 44.960 ribu hektar, serta

pemetaan penggunaan tanah pedusunan dengan skala 1:200 ribu, 1: 100 ribu, 1:50 ribu dan 1:25

ribu, masing-masing seluas 11.264 ribu hektar, 78.592 ribu hektar, 14.494 ribu hektar dan

70.160 ribu hektar. Sementara itu telah dilakukan pemetaan penggunaan tanah perkotaan pada

64 kotamadya/kota administratif, 194 kota kabupaten dan 485 kola kecamatan. Di samping

pemetaan penggunaan tanah, juga telah diselesaikan penyusunan rencana tataguna tanah Dati II

di 250 kodya/kabupaten, perhifungan produktivitas tanah di 199 kabupaten, monitoring lokasi

daerah miskin di 246 kabupaten, dan monitoring rencana tataguna tanah Dati II di 250

kabupaten/kodya.

Departemen Keuangan RI 317

Page 318: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

A. PENERIMAAN DALAM NEGERI 18.677.900I. Penerimaan Minyak Bumi dan Gas Alam 11.159.700 1. Pajak Penghasilan Minyak Bumi 9.479.600 2. Pajak Penghasilan Gas Alam 1.680.100II. Penerimaan di Luar Minyak Bumi dan Gas Alam 7.518.2001. Pajak Penghasilan 3.074.000 1.1. Pajak penghasilan perseorangan 797.300 - Hasil potongan penghasilan Pekerjaan -570.700

- Usaha dan pekerjaan -226.600 1.2. Pajak penghasilan badan 2.276.700 - Badan usaha milik negara -658.000 - Badan usaha swasta -1.010.100 - Hasil pungutan kegiatan usaha -314.400 - Hasil potongan bunga deviden, royalty -294.200 Dan sebagainya.

2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah 1.666.400

3. Bea Masuk dan Cukai 1.680.400 3.1. Bea Masuk 717.100 3.2.Cukai 963.300 - Cukai tembakau -865.000 - Cukai lainnya -98.3004. Pajak Ekspor 101.7005.Ipeda 167.4006. Pajak Lainnya 96.4007. Penerimaan Bukan Pajak 731.900

B. PENERIMAAN PEMBANGUNAN 4.368.1001. Bantuan Program 70.9002. Bantuan Proyek 4.297.200JUMLAH 23.046.000

JENIS PENERIMAAN JUMLAH

Lampiran 1

PERKIRAAN PENERIMAAN NEGARA TAHUNANGGARAN 1985/1986

(dalam jutaan rupiah)

Departemen Keuangan RI 318

Page 319: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

DASAR PERHITUNGAN UNTUK PERKlRAAN PENERIMAAN NEGARA RAPBN 1985/1986

A. PENERIMAAN DALAM NEGERI

I. PENERIMAAN MINYAK BUMI DAN GAS ALAM Faktor-faktor yang diperhitungkan :

- produksi minyak diperkirakan sebesar 1,3 juta barrel minyak mentah sehari, dan 100 ribu barrel kondensat sehari

- harga rata-rata ekspor minyak mentah Indonesia diperkirakan sebesar US $ 29,50 per barrel.

Berdasarkan pertimbangan di atas, maka penerimaan minyak bumi dan gas alam diperkirakan sebesar Rp'11.1S9,7 milyar.

II. PENERIMAAN DI LUAR MINYAK BUMI DAN GAS ALAM

1. Pajak penghasilan

1.1. Pajak penghasilan perseorangan Faktor-faktor umum yang diperhitungkan : - perluasan dasar pengenaan pajak, - penertiban dan perluasan wajib pajak, - peningkatan penghasilan masyarakat, - timbulnya perusahaan-perusahaan baru dan perluasan perusahaan yang

ada sehingga memperluas lapangan kerja, - berkembangnya kegiatan usaha produksi dan perdagangan, - peningkatan mutu aparat pajak.

1.1.1. Pajak hasil potongan penghasilan pekerjaan Faktor-faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi penerimaan : - perluasan dasar pengenaan pajak, - penertiban dan perluasan wajib pajak, - peningkatan verifikasi sehingga dapat ditagih pajak yang

seharusnya dipungut, - penagihan yang lebih intensif atas tunggakan-tunggakan

pajak, - peningkatan kesadaran dari para wajib pajak, - batas pendapatan tidak kena pajak sesuai dengan Undang-

Undang Pajak Penghasilan. Berdasarkan hal-hat tersebut, maka diperkirakan penerimaan yang berasal dari pajak hasil potongan penghasilan pekerjaan dapat mencapai Rp 570,7 milyar.

1.1.2. Pajak penghasilan usaha dan pekerjaan Faktor-faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi penerimaan : - perluasan dasar pengenaan pajak, - peningkatan penghasilan dan kegiatan usaha perseorangan, - penertiban dan perluasan jumlah wajib pajak dengan

intensifikasi pemungutan melalui verifikasi yang mendalam, - peningkatan kegiatan penagihan atas tunggakan-tunggakan

pajakpenghasilan,

Departemen Keuangan RI 319

Page 320: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

- pemeriksaan pembukuan yang lebih intensif atas jumlah laba perusahaan,

- batas PTKP sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, diperkirakan penerimaan pajak penghasilan usaha dan pekerjaan dapat mencapai jumlah Rp 226,6 milyar.

1.2. Pajak penghasilan badan

Faktor-faktor umum yang diperhitungkan : - perluasan dasar pengenaan pajak, - penertiban dan perluasan wajib pajak, - berkembangnya kegiatan usaha produksi dan perdagangan, - timbulnya perusahaan-perusahaan baru, - naiknya penghasilan perusahaan-perusahaan. 1.2.1. Pajak penghasilan badan usaha milik negara Faktor-faktor yang

diperhitungkan : - penertiban administrasi dan organisasi perusahaan - perusahaan negara, - peningkatan keuntungan daripada perusahaan negara, - intensifikasi pemungutan pajak. Berdasarkan faktor-faktor tersebut di atas diperkirakan pajak penghasilan badan usaha milik negara sebesar Rp 658,0 milyar.

1.2.2. Pajak penghasilan badan usaha swasta Dalam penerimaan ini termasuk pula pajak penghasilan atas laba yang/diperoleh badan aging yang ada di Indonesia. Faktor-faktor yang diperhitungkan akan mempengaruhi penerimaan : - peningkatan penghasilan dari badan-badan usaha swasta, - penertiban dan perluasan jumlab wajib pajak, - pemeriksaan pembukuan yang lebih intensif atas jumlah laba

perusahaan, - penagihan yang lebih intensif atas tunggakan-tunggakan

pajak, - kesadaran wajib pajak yang semakin baik yang mendorong

perusahaan untuk lebih terbuka dalam pembukuannya. Berdasarkan faktor-faktor di atas, diperkirakin pajak penghasilan badan usaha swasta sejumlah Rp 1.010,1 milyar.

1.2.3. Pajak hasil pungutan kegiatan usaha Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan : - kegiatan usaha di bidang impor, - kegiatan usaba yang memperoleh pembayaran untuk barang

dan jasa dari anggaran belanja negara. Berdasarkan faktor-faktor di atas, maka diperkirakan dapat diperoleh pajak hasil pungutan kegiatan usaha sebesar Rp 314,4 milyar.

1.2.4. Pajak hasil potongan bunga, dividen, royalty dan sebagainya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan : - berkembangnya kegiatan ekonomildunia usaha,

Departemen Keuangan RI 320

Page 321: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

- verifikasi yang intensif terhadap perusahaan-perusahaan dalam hal pembagian dividen, pembayaran bunga dan royalty.

Berdasarkan faktor-faktor di atas maka penerimaan pajak hasil potongan bunga, dividen, royalty dan sebagainya diperkirakan akan mencapai sebesar Rp 294,2 milyar.

2. Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak penjualan atas Barang

Mewah. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan adalah : - perkembangan perekonomian khususnya pacta sektor pertanian, industri,

perdagangan dan jasa, - perluasan jumlah wajib pajak dan intensifikasi pemungutan melalui

verifikasi yang lebih ketat atas penyerahan barang-barang dan jasa, - pengenaan pajak pertambahan nilai atas penjualan bahan bakar minyak

(BBM), - perkembangan tata niaga impor. Berdasarkan hal-hal tersebut maka penerimaan pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang mewah diperkirakan mencapai Rp 1.666,4 milyar

3. Bea Masuk dan Cukai

3.1. Bea masuk

Perkiraan penerimaan bea masuk didasarkan alas hal-hat sebagai berikut: - impor yang dapat dikenakan bea masuk diperkirakan sekitar US $ 5,1

milyar, - tarip rata-rata bea masuk diperkirakan sebesar 13,0 persen. Berdasarkan hal-hat tersebut, maka penerimaan bea masuk diperkirakan dapat mencapai Rp717,1 milyar.

3.2. Cukai

3.2.1. Cukai tembakau

Hal-hal yang dapat mempengaruhi penerimaan cukai tembakau adalah : - peningkatan produksi rokok dan hasil-hasil tembakau lainnya, - peningkatan clara beli masyarakat dengan naiknya

pendapatan nasional, - peningkatan usaha pemungutan cukai berupa penyerasian pita

cukai dengan perkembangan harga jualnya, - verifikasi yang lebih cermat alas perusahaan-perusahaan

rokok, - pencegahan dan pemberantasan pita rokok palsu dan rokok

tidak berpita cukai, - penyelesaian tunggakan-tunggakan cukai. Berdasarkan hal-hat tersebut di alas, diharapkan dapat diterima cukai tembakau sebesar Rp 865,0 milyar

3..2.2. Cukai lainnya Cukai lainnya terdiri dari cukai gula, cukai bir dan cukai alkohol sulingan.

Departemen Keuangan RI 321

Page 322: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Hal-hal yang dapat meningkatkan penerimaan adalah : - peningkatan produksi gula, - intensifikasi pemungutan cukai dan penyesuaian harga dasar

sesuai dengan perkembangan ekonomi. Berdasarkan hal-hal tersebut, maka cukai lainnya diperkirakan akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 98,3 milyar.

4. Pajak Ekspor

Dasar perhitungan pajak ekspor adalah sebagai berikut : - ekspor di luar minyak diperkirakan sebesar US $ 7,0 milyar. Dengan dasar perhitungan tersebut, maka penerimaan pajak ekspor diperkirakan sebesar Rp 101,7 milyar.

5. luran Pembangunan Daerah

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan : - peningkatan daripada nilai obyek Ipeda sejalan dengan kegiatan

pembangunan, - intensifikasi pemungutan meliputi pokok pengenaan dalam tahun berjalan

dan penagihan atas tunggakan hutang Ipeda tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka penerimaan Ipeda diperkirakan akan mencapai jumlah sebesar Rp 167,4 milyar.

6. Pajak Lainnya

Jenis penerimaan ini meliputi pajak kekayaan, bea meterai dan bea lelang. Perkiraan penerimaannya didasarkan atas hal-hal sebagai berikut : - naiknya nilai kekayaan sejalan dengan naiknya penghasilan, - berkembangnya kegiatan ekonomi, - perluasan wajib pajak dan intensifikasi pemungutan pajak, - peningkatan batas kekayaan yang tidak kena pajak, - penyesuaian tarip pajak kekayaan dan bea meterai, - peningkatan kegiatan dan transaksi ekonomi yang dapat dikenakan bea

meterai, - pengawasan yang lebih ketat atas pemakaian bea meterai, - penyempurnaan dan peningkatan efektivitas dalam penggunaan kantor

lelang. Dengan memperhitungkan hal-hal tersebut maka penerimaan pajak lainnya diperkirakan mencapai jumlah sebesar Rp 96,4milyar.

7. Penerimaan Bukan Pajak

Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan adalah : - penertiban administrasi perusahaan negara dan bank milik negara dalam

rangka meningkatkan penerimaan, - verifikasi dan pengawasan yang lebih baik atas penyetoran daripada

penerimaan departemen-departemen, - usaha intensifikasi dan ekstensifikasi daripada sumber-sumber penerimaan. Dengan faktor-faktor tersebut diperkirakan akan diterima penerimaan bukan pajak sebesar Rp731,9 milyar.

Departemen Keuangan RI 322

Page 323: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

B. PENERIMAAN PEMBANGUNAN

Perkiraan penerimaan bantuan program dan bantuan proyek adalah sebagai berikut :

- bantuan program dalam tahun anggaran 1985/1986 diperkirakan sebesar Rp 70,9 milyar,

- realisasi (disbursement) dalam tahun 1985/1986 dari komitmen bantuan proyek tahun-tahun yang lalu dan tahun 1985/1986 diperkirakan sebesar Rp 4.297,2 milyar.

NomorKode1 SEKTOR PERTANIAN DAN PEN GAl RAN 50.979.646,001.1 Sub Sektor Pertanian 42.377.534,001.2 Sub Sektor Pengairan 8.602.112,002 SEKTOR INDUSTRI 6.754.440,002.1 Sub Sektor Industri 6.754.440,003 SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI 15.542.550,003.1 Sub Sektor Pertambangan 14.952.170,003.2 Sub Sektor Energi 590.380,004 SEKTOR PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA 83.132.160,004.1 Sub Sektor Prasarana Jalan 5.100.398,004.2 Sub Sektor Perhubungan Darat 13.665.920,004.3 Sub Sektor Perhubungan Laut 40.893.355,004.4 Sub Sektor Perhubungan Udara 21.075.122,004.5 Sub Sektor Pos dan Telekomunikasi 405.446,004.6 Sub Sektor Pariwisata 1.991.919,005 SEKTOR PERDAGANGAN DAN KOPERASI 31.237.523,005.1 Sub Sektor Perdagangan 15.990.298,005.2 Sub Sektor Koperasi 15.247.225,006 SEKTOR TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI 36.368.563,006.1 Sub Sektor Tenaga Kerja 22.715.685,006.2 Sub Sektor Transmigrasi 13.652.878,00

SEKTOR REGIONAL DAN DAERAH/PEM-BANGUNAN DAERAH, DESA DAN KOTA

ANGGARAN BELANJA RUTIN 1985/1986DIPERINCI MENU RUT SEKTOR 1 SUB SEKTOR

( dalam ribuan rupiah)

Sektor/Sub Sektor J umlah

7 2.636.464.408,00

Lampiran 2

Departemen Keuangan RI 323

Page 324: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

NomorKode7.1 Kota 2.636.464.408,008 SEKTOR AGAMA 34.662.521,008.1 Sub Sektor Agama 34.662.521,00

SEKTOR PENDIDIKAN, GENERASI MUDA,KEBUDAYAAN NASIONAL DAN KEPERCAYAANTERHADAP TUHAN YANG MAHA ESA

9.1 Sub Sektor Pendidikan Umum dan Generasi Muda 642.453.941,009.2 Sub Sektor Pendidikan Kedlinasan 16.331.196,009.3 Sub Sektor Kebudayaan Nasional dan Kepercayaan

Terhadap Tuhan Yang Maha Esa 6.685.158,00SEKTOR KESEHATAN, KESEJAHTERAANSOSIAL, PERANAN WANITA, KEPENDUDUKANDAN KELUARGA BERENCANA

10.1 Sub Sektor Kesehatan 74.778.604,0010.2 Sub Sektor Kesejahteraan Sosial dan Peranan Wanita 17.848.155,0010.3 Sub Sektor Kepencluclukan dan Keluarga Berencana 23.447.510,0011 SEKTOR PERUMAHAN RAKY AT DAN PEMUKIMAN 4.596.316,0011.1 Sub Sektor Perumahan Rakyat dan Pemukiman 4.596.316,0012 SEKTOR HUKUM 129.928.154,0012.1 Sub Sektor Hukum 129.928.154,00

SEKTOR PERTAHANAN DAN KEAMANANNASIONAL

13.1 Sub Sektor Pertahanan dan Keamanan Nasional 1.600.392.500,00SEKTOR PENERANGAN, PERS DANKOMUNlKASI SOSIAL

14.1 Sub Sektor Penerangan, Pers dan Komunikasi Sosial 50.803.850,0015 PENELITIAN 46.943.618,0015.1 Sub Sektor Penelitian 46.943.618,0016 SEKTOR APARATUR PEMERINTAH 6.889.649.187,0016.1 Sub Sektor Aparatur Pemerintah 618.500.453,0016.2 Sub Sektor Lembaga Tertinggi Tinggi Negara 9.930.100,0016.3 Sub Sektor Keuangan Negara 6.261.218.634,00

JUMLAH 12.399.000.000,00

9 665.470.295,00

Sektor/Sub Sektor Jumlah

10 116.074.269,00

13 1.600.392.500,00

14 50.803.850,00

Departemen Keuangan RI 324

Page 325: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Nilai RupiahProyek/

Teknis, KreditEkspor dan

Nomor obligasiKode1 SEKTOR PERTANIAN DAN PENGAIRAN 957.831.000 472.532.000 1.430.363.0001.1 Sub Sektor Pertanian 691.931.000 209.040.000 900.971.0001.2 Sub Sektor Pengairan 265.900.000 263.492.000 529.392.0002 SEKTOR INDUSTRI 111.518.000 543.623.000 655.141.0002.1 Sub Sektor Industri 111.518.000 543.623.000 655.141.0003 SEKTORPERTAMBANGAN DAN ENERGI 258.359.000 1.043.320.000 1.301.679.0003.1 Sub Sektor pertambangan 58.850.000 217.125.000 275.975.0003.2 Sub Sektor Energi 199.509.000 826.195.000 1.025.704.0004 SEKTORPERHUBUNGAN DAN PARIWISATA 635.486.000 789.864.000 1.425.350.0004.1 Sub Sektor Prasarana Jalan 365.469.000 256.189.000 621.658.0004.2 Sub Sektor Perhubungan Darat 68.050.000 170.045.000 238.095.0004.3 Sub Sektor Perhubungan Laut 95.545.000 179.194.000 274.739.0004.4 Sub Sektor perhubungan Udara 80.903.000 109.462.000 190.365.0004.5 Sub Sektor Pos dan Telekomunikasi 9.289.000 62.291.000 71.580.0004.6 Sub Sektor Pariwisata 16.230.000 12.683.000 28.913.0005 SEKTOR PERDAGANGAN DAN KOPERASI 76.294.000 52.536.000 128.830.0005.1 Sub Sektor Perdagangan 45.800.000 14.212.000 60.012.0005.2 Sub Sektor Koperasi 30.494.000 38.324.000 68.818.000

SEKTOR TENAGA KERJADAN TRANSMIGRASI

6.1 Sub Sektor Tenaga Kerja 70.000.000 28.531.000 98.531.0006.2 Sub Sektor Transmigrasi 469.795.000 108.462.000 578.257.000

( dalam ribuan rupiah )

Rupiah Jumlah

ANGGARAN BELANJA PEMBANGUNAN 1985/1986DIPERINCI MENURUT SEKTOR/SUB SEKTOR

Sektor/Sub Sektor

6 539.795.000 136.993.000 676.788.000

Lampiran 3

Departemen Keuangan RI 325

Page 326: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Nilai RupiahProyek/

Kode Sektor/Sub Sektor Teknis, KreditEkspor dan

obligasi7 SEKTORPEMBANGUNAN

DAERAH, DESA DAN KOTA 842.334.000 25.885.000 868.219.0007.1 Sub Sektor Pembangunan Daerah,

Desa dan Kota 842.334.000 25.885.000 868.219.0008 SEKTOR AGAMA 63.595.000 63.595.0008.1 Sub Sektor Agama 63.595.000 63.595.0009 SEKTOR PENDlDlKAN, GENERASI

MUDA, KEBUDAYAAN NASIONALDAN KEPERCAYAAN TERHADAPTUHAN YANG MAHA ESA 1.273.001.000 237.845.000 1.510.846.000

9.1 Sub Sektor Pendidikan Umum danGenerasi Muda 1.158.006.000 203.120.000 1.361.126.000

9.2 Sub Sektor Pendidikan Kedinasan 83.860.000 18.232.000 102.092.0009.3 Sub Sektor Kebudayaan Nasional

dan Kepercayaan Terhadap TuhanYang Maha Esa 31.135.000 16.493.000 47.628.000

10 SEKTOR KESEHATAN, KESEJAH-TERAAN SOSIAL, PERANAN WA-NITA, KEPENDUDUKAN DANKELUARGABERENCANA 303.540.000 109.822.000 413.362.000

10.1 Sub Sektor Kesehatan 189.553.000 65.409.000 254.962.00010.2 Sub Sektor Kesejahteraan Sosial

dan Peranan Wanita 55.987.000 2.321.000 58.308.00010.3 Sub Sektor Kependudukan dan

Keluarga Berencana 58.000.000 42.092.000 100.092.00011 SEKTORPERUMAHAN RAKYAT

DAN PEMUKIMAN 273.867.000 163.774.000 437.641.00011.1 Sub Sektor Perumahan Rakyat

dan Pemukiman 273.867.000 163.774.000 437.641.00012 SEKTOR HUKUM 79.903.000 817.000 80.720.00012.1 Sub Sektor Hukum 79.903.000 817.000 80.720.000

Rupiah Jumlah

Nomor

Departemen Keuangan RI 326

Page 327: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Nomor Nitai RupiahKode Bantuan Proyek/

Teknis, KreditEksgor dan

obligasiSEKTOR PERTAHANAN DANKEAMANAN NASIONALSub Sektor Pertahanan danKeamanan NasionalSEKTOR PENERANGAN, PERSDAN KOMUNIKASI SOSIALSub Sektor Penerangan, Persdan Komunikasi SosialSEKTOR ILMU PENGETAHUAN,TEKNOLOGI DAN PENELITIANSub Sektor Pengembangan IlmuPengetahuan dan Teknologi

15.2 Sub Sektor Penelitian 99.242.000 34.313.000 133.555.000SEKTOR APARATURPEMERINTAH

16.1 Sub Sektor Aparatur Pemerintah 174.327.000 2.114.000 176.441.000SEKTORPENGEMBANGANDUNIA USAHASub Sektor Pegembangan DuniaUsahaSEKTOR SUMBER ALAM DANLINGKUNGAN HIDUPSub Sektor Sumber Alam danLingkungan HidupJUMLAH 6.349.800.000 4.297.200.000 10.647.000.000

395.210.000

17.111.274.000

Sektor/Sub Sektor Rupiah J umlah

13318.854.000 714.064.000

13.1395.210.000 318.854.000 714.064.000

1449.115.000 18.572.000 67.687.000

14.149.115.000 18.572.000 67.687.000

15138.523.000 69.415.000 207.938.000

15.139.281.000 35.102.000 74.383.000

16174.327.000 2.114.000 176.441.000

1711.274.000 217.873.000 229.147.000

217.873.000 229.147.00018.

165.828.000 93.361.000 259.189.00018.1

165.828.000 93.361.000 259.189.000

Departemen Keuangan RI 327

Page 328: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN

TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN

1985/1986

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/

1986 pada dasarnya merupakan rencana kerja Pemerintah dalam rangka pelaksanaan tahun kedua rencana tahunan Pembangunan Lima Tahun IV dan di samping itu dimaksudkan pula untuk memelihara dan meneruskan hasil-hasil yang telah dicapai dalam pelaksanaan pembangunan sejak Pembangunan Lima Tahun I sampai dengan tahun pertama Pembangunan Lima Tahun IV, dan sekaligus untuk meletakkan landasan bagi usaha-usaha pembangunan selanjutnya;

b. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk Tahun Anggaran 1985/1986 sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun kedua dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun IV, tetap disusun dengan mengikuti prioritas nasional sebagaimana ditetapkan di dalam Pola Umum Pembangunan Lima Tahun IV yang tercantum dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;

c. bahwa sehubungan dengan itu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 perlu diatur dengan Undang-undang, dan untuk lebih menjaga kelangsungan jalannya pembangunan maka dalam Undang-undang tersebut diatur pula ten tang saldo-anggaran-Iebih dan sisa kredit anggaran proyek-proyek pada anggaran pembangunan Tahun Anggaran 1985/1986;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang

Dasar 1945; 2. Indische Comptabiliteitswet (Staatsblad tahun 1925 Nomor 448) se-

bagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 tentang Perubahan Posal 7 Indische Comptabili-teitswet (Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 53);

Departemen Keuangan RI 328

Page 329: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ANGGARAN

PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1985/ 1986.

Pasal l

(1) Pendapatan Negara Tahun Anggaran 1985/1986 diperoleh dari :

a. Sumber-sumber Anggaran Rutin; b. Sumber-sumber Anggaran Pembangunan.

(2) Pendapatan Rutin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a menurut perkiraan

berjumlah Rp 18.677.900.000.000,00.

(3) Pendapatan Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b menurut perkiraan berjumlah Rp 4.368.100.000.000,00.

(4) Jumlah seluruh pendapatan Negara Tahun Anggaran 1985/1986 menurut perkiraan

berjumlah Rp 23.046.000.000:000,00.

(5) Perincian pendapatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) berturut-turut dimuat dalam Lampiran I dan Lampiran II.

Pasal 2

(1) Anggaran Belanja Tahun Anggaran 1985/1986 terdiri atas :

a. Anggaran Belanja Rutin; b. Anggaran Belanja Pembangunan.

(2) Anggaran Belanja Rutin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a menurut perkiraan berjumlah Rp 12.399.000.000.000,00.

(3) Anggaran Belanja Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b menurut perkiraan berjumlah Rp 10.647.000.000.000,00.

(4) Jumlah seluruh Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 menurut perkiraan berjumlah Rp 23.046.000.000.000,00.

(5) Perincian pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Jan ayat (3) berturut-turut dimuat dalam Lampiran III dan Lampiran IV.

(6) Perincian dalam Lampiran III sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) memuat sektor dan sub sektor, sedangkan perincian lebih lanjut sampai pada kegiatan ditentukan dengan Keputusan Presiden.

Departemen Keuangan RI 329

Page 330: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

(7) Perincian dalam Lampiran IV sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) memuat sektor dan sub sektor, sedangkan perincian lebih lanjut sampai pada proyek-proyek ditentukan dengan Keputusan Presiden.

Pasal 3

(1) Pada pertengahan Tahun Anggaran dibuat

a. Anggaran Pendapatan Rutin; b. Anggaran Pendapatan Pembangunan; c. Anggaran Belanja Rutin; d. Anggaran Belanja Pembangunan.

(2) Pada pertengahan Tahun Anggaran dibuat laporan realisasi mengenal :

a. Kebijaksanaan Perkreditan; b. Perkembangan Lalu-lintas Pembayaran Luar Negeri.

(3) Dalam laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) disusun prognosa

untuk 6 (enam) bulan berikutnya.

(4) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dibahas bersama oleh Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

(5) Penyesuaian anggaran dengan perkembangan/perubahan keadaan dibahas bersama oleh

Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 4 (1) Kredit anggaran proyek-proyek pada Anggaran Belanja Pembangunan Tahun Anggaran

1985/1986 yang pada akhir Tahun Anggaran menunjukkan sisa, dengan Peraturan Pemerintah dipindahkan kepada Tahun Anggaran 1986/1987 dengan menambahkannya kepada kredit anggaran Tahun Anggaran 1986/1987.

(2) Saldo-anggaran-Iebih Tahun Anggaran 1985/1986 ditambahkan kepada anggaran Tahun Anggaran 1986/1987 dan dipergunakan untuk membiayai Anggaran Belanja Pembangunan Tahun Anggaran 1986/1987.

(3) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyatakan pula, bahwa sisa kredit anggaran yang ditambahkan itu dikurangkan dari kredit anggaran Tahun Anggaran 1985/1986.

(4) Sisa kredit anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebelum ditambahkan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1986/1987 terlebih dahulu diperiksa dan dinyatakan kebenarannya oleh Menteri Keuangan.

(5) Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Pemeriksa Keuangan selambat-Iambatnya pada akhir triwulan I Tahun Anggaran 1986/1987.

Departemen Keuangan RI 330

Page 331: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Pasal 5 Selambat-Iambatnya pada akhir Tahun Anggaran 1985/1986 oleh Pemerintah diajukan Rancangan Undang-undang tentang Tambahan dan Perubahan alas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 berdasarkan tambahan dan perubahan sebagai hasil penyesuaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) untuk mendapatkan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 6 (1) Setelah Tahun Anggaran 1985/1986 berakhir dibuat perhitungan anggaran mengenai

pelaksanaan anggaran yang bersangkutan. (2) Perhitungan Anggaran Negara sebagaimana dim.aksud dalam ayat (1) setelah diperiksa

oleh Badan Pemeriksa Keuangan disampaikan oleh Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun setelah Tahun Anggaran yang bersangkutan berakhir.

Pasal 7 Ketentuan-ketentuan dalam Indische Comptabiliteitswet (Undang-undang Perbendaharaan) yang hertentangan dengan bentuk, susunan, dan isi Undangundang ini dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 8

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal l April 1985.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indoneia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI/SEKRET ARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, SUDHARMONO, SR.

Departemen Keuangan RI 331

Page 332: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

RANCANGAN PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TEN TANG

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

TAHUN ANGGARAN 1985/1986

UMUM

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 adalah anggaran pendapatan dan belanja negara tahun kedua dalam rangka pelaksanaan REPELITA IV. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 mengikuri prioritas nasional sebagaimana ditetapkan di dalam Pola Umum Pelita Keempat, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/1983 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara. Prioritas diletakkan pada pembangunan di bidang ekonomi dengan ririk berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha memantapkan swasembada pangan, dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun industri ringan, yang akan terus dikembangkan dalam Pelitaj'elita selanjutnya. Sejalan dengan prioritas pembangunan di bidang ekonomi, pembangunan di bidang polirik, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan lain-lain, makin diringkatkan sepadan, dan agar saling menunjang dengan kemajuan-kemajuan yang dicapai oleh pembangunan bidang ekonomi.

Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, khususnya Pola Umum Pelita

Keempat, kebijaksanaan dalam pelaksanaan pembangunan didasarkan kepada Trilogi Pem-bangunan, yakni pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat, pertumbuhan ekonomi yang cukup ringgi, dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. Keriga unsur Trilogi Pembangunan tersebut saling kait-mengkait, dan perlu tetap dikembangkan secara serasi agar saling memperkuat.

Anggaran berimbang yang dinamis perlu disertai penyempurnaan pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara agar penerimaan negara makin meningkat, sedangkan pengeluaran negara makin terkendali dan terarah, sehingga peranan Tabungan Pemerintab di dalam anggaran pembangunan dapat lebih ditingkatkan lagi. Peningkatan penerimaan negara diutamakan dari sumber-sumber di luar miIiyak bumi dan gas alam, antara lain melalui penyempurnaan sistem perpajakan, yang disertai dengan pemungutan pajak yang lebih intensif, dan ap;1fat yang makin mampu dan bersih.

Di bidang pengeluaran, maka pengeluaran terutama ditujukan untuk menyelesaikan proyek-proyek, dan tahun berjalan, maupun dari tahun-tahun sebelumnya, di samping memelihara hasil-hasil pembangunan. Selanjutnya diperlukan pula pengeluaran untuk tugas umum Pemerintahan, antara lain untuk terus mendayagunakan aparatur negara agar lebih mampu melaksanakan tugas yang kian meningkat sesuai dengan perkembangan pelaksanaan pembangunan.

Adapun bantuan pembangunan kepada Desa, Daerah Tingkat II, dan Daerah Tingkat I,

serta bantuan pembangunan lainnya, seperti pengembangan sarana kesehatan, prasarana jalan,

Departemen Keuangan RI 332

Page 333: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

dan penghutanan kembali tanah kritis, dilanjutkan sehingga secara keseluruhan dapat terus menggerakkan dan meratakan pembangunan daerah, serta mengurangi tekanan pengangguran. Di samping itu, terus pula dilaksanakan pembangunan di bidang pendidikan, serta bidang-bidang lainnya, agar tercapai keserasian dan keselarasan pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah, yang diharapkan dapat menambah penyediaan dan perluasan lapangan kerja.

Selanjutnya, agar biaya yang tersedia dapat dimanfaatkan secara maksimal sesuai

dengan kebijaksanaan anggaran, maka penggeseran antar program dan antar kegiatan dalam anggaran belanja rutin, serta antar program dan antar proyek dalam anggaran belanja pem-bangunan, dilakukan dengan persetujuan Presiden, sedangkan penggeseran antar sektor dan antar sub sektor, baik dalam anggaran belanja rutin, maupun dalam anggaran belanja pem-bangunan, dilakukan dengan Undang-undang.

Dalam rangka kesinambungan kegiatan pembangunan, sisa kredit anggaran proyek-

proyek pada anggaran pembangunan dan saldo-anggaran-Iebih Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 ditambahkan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 1986/1987. .

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara Tahun Anggaran 1985/1986 disusun berdasarkan asumsi-asumsi umum sebagai berikut :

a. bahwa keadaan perekonomian Indonesia khususnya sektor perdagangan internasional, dan sektor penerimaan negara masih dipengaruhi oleh perekonomian dunia yang belum menunjukkan kepulihan yang berarti.

b. bahwa kestabilan moneter, tersedianyabarang-barang kebutuhan pokok sehari-hari yang cukup tersebar merata dengan harga yang stabil dan terjangkau oleh rakyat banyak, dapat terus dipertahankan

c. bahwa penerimaan negara, khususnya yang berasal dari sektor perdagangan internasional dapat mencapai target yang telah ditetapkan. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Masalah kebijaksanaan kredit dan lalu lintas pembayaran luar negeri sebagian besar berada di sektor bukan Pemerintah. Oleh sebab itu penyusunan kebijaksanaan kredit dan devisa dalam benruk dan ani seperti anggaran rutin dan anggaran pembangunan sukar untuk dilaksanakan, sehingga untuk itu dibuat dalam bentuk prognosa.

Departemen Keuangan RI 333

Page 334: Th. 1985-1986

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1985/1986

Departemen Keuangan RI 334

Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5

Pasal ini menentukan bahwa jika diperlukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tambahan dan Peru bahan, maka pengajuannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat dilakukan selambat-lambatnya pada akhir Tahun Anggaran 1985/1986.

Pasal 6

Perhitungan Anggaran Negara sebagaimana dimaksud dalam Posal ini disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dalam benruk dan susunan yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas.