Tgs Farmasi Industri, Kel.1, CPKB OK!

download Tgs Farmasi Industri, Kel.1, CPKB OK!

of 39

Transcript of Tgs Farmasi Industri, Kel.1, CPKB OK!

TUGAS FARMASI INDUSTRI PROSES PRODUKSI KOSMETIK PADA INDUSTRI

Disusun Oleh : Timbul Manahan PS Efrazim Ponco OWP Theresia Yohana 06334040 06334048 07334035

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL JAKARTA

2012 KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya tugas makalah yang diberikan oleh dosen mata kuliah Farmasi Industri sebagai syarat untuk menunjang nilai mata kuliah tersebut. Makalah ini ditulis berdasarkan materi-materi yang telah dipelajari selama penulisan ini. Penulisan makalah ini tentu tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan berbagai pihak, oleh karena itu ucapan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu DR. Teti Indrawati, M,S. Apt., selaku dosen mata kuliah Farmasi Industri atas pengarahan dan bimbingannya selama penulisan makalah ini, serta rekan-rekan Mahasiswa/i Fakultas MIPA pragram studi Farmasi Institut Sains dan Teknologi Nasional. Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan rekanrekan sehingga dapat dijadikan pedoman bagi kami dalam penulisan makalah yang berikutnya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaaat bagi kita semua pada umumnya dan kami pada khususnya, Amin.

Jakarta, Februari 2012

Penulis

2

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................1 DAFTAR ISI ...........................................................................................................2 BAB I I.A I.B I.C BAB II PENDAHULUAN ...............................................................................4 Latar Belakang .....................................................................................4 Rumusan Masalah ................................................................................5 Tujuan Penulisan ..................................................................................5 TINJAUAN PUSTAKA......................................................................6

II.A Kosmetik ...............................................................................................6 II.B Bahan Kosmetik.7 II.C Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik...9 II.D Izin Edar Kosmetik. .. .11 BAB III PEMBAHASAN13

III.A Aspek-aspek Panduan CPKB ..............................................................13 III.A.1 Pendahuluan.................................................................................14 III.A.2 Personalia.....................................................................................14 III.A.3 Bangunan dan Fasilitas.................................................................15 III.A.4 Peralatan.......................................................................................15 III.A.5 Sanitasi dan Higiene......................... ...........................................16 III.A.6 Produksi ......................................................................................16 III.A.7 Pengawasan Mutu........................................................................19 III.A.8 Dokumentasi19 III.A.9 Audit Internal...21 III.A.10 Penyimpanan22 III.A.11 Kontrak Produksi dan Pengujian..22 III.A.12 Penanganan Keluhan23 III.B. Proses Pembuatan Kosmetik...24

3

III.B.1 Pemilihan Formula.....24 III.B.2 Pemilihan Metode Pembuatan..25 III.B.3 Rencana Pembesaran Batch....25 III.B.4 Proses Produksi..27 III.B.5 Pembuatan Kosmetik Cair, Semi padat dan Padat.....29 III.B.6 Kontrol Kualitas Produk berdasarkan CPKB.....32 BAB IV KESIMPULAN .................................................................................36 DAFTAR PUSTAKA................37

4

BAB I PENDAHULUAN I.A Latar Belakang Kosmetik saat ini telah menjadi kebutuhan manusia yang tidak bisa dianggap sebelah mata lagi. Jika disadari bahwa wanita maupun pria, sejak dari bayi hingga dewasa, kelahiran hingga kematian, semua membutuhkan kosmetik. Lotions untuk kulit, powder, sabun, depilatories, deodorant merupakan salah satu dari sekian banyak kategori kosmetik. Dan sekarang semakin terasa bahwa kebutuhan adanya kosmetik yang beraneka bentuk dengan ragam warna dan keunikan kemasan serta keunggulan dalam memberikan fungsi bagi konsumen menuntut industri kosmetik untuk semakin terpicu mengembangkan teknologi yang tidak saja mencakup peruntukkannya dari kosmetik itu sendiri namun juga kepraktisannya didalam penggunaannya. Sebagai contoh, keberadaan sabun cair dalam kemasan yang unik dan praktis dibawa atau dari sisi formulasinya seperti sediaan tabir surya telah ada kandungan pelembabnya sehingga bagi pengguna terasa praktis dan hal ini akan menjadi alternatif bagi masyarakat yang senang bepergian. Perkembangan kosmetik yang demikian pesat dan semakin tingginya tingkat kritisi dari masyarakat, membuat pemerintah khususnya Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia untuk dapat membuat kebijakan dan aturan-aturan tentang kosmetik yang tidak saja mampu mengkomodasi kemauan dan keinginan industri kosmetik dari sisi inovasi dan kreativitasnya namun juga harus dapat

5

mengajak industri kosmetik untuk dapat menghasilkan kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat.

I.B Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan beberapa masalah sebagai berikut: 1. 2. Apa yang dimaksud dengan Kosmetik dan bahan Kosmetik ? Bagaimana Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik ?

I.C Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui Bagaimana Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. A Kosmetik Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, dinyatakan bahwa definisi kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Ini berarti bahwa sesuatu dimasukkan ke dalam kosmetik jika memenuhi maksud dan fungsi sebagaimana tersebut di atas (1). Untuk mengenali kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat, masyarakat harus membaca semua keterangan pada label kosmetik. Label atau penandaan kosmetik sekurang-kurangnya mencantumkan nama dan alamat produsen, nama kosmetik, kegunaan kecuali untuk kosmetik yang sudah jelas kegunaannya (contoh : lipstik), cara penggunaan kosmetik kecuali untuk kosmetik yang sudah jelas cara penggunaannya (contoh: bedak), komposisi bahan penyusun kosmetik tersebut dengan menggunakan nama International Nomenclature Cosmetic Ingredient (INCI) (contoh aqua dan bukan water) dan diurutkan dari persentase besar ke kecil, nama dan alamat perusahaan yang bertanggung jawab terhadap peredaran kosmetik, netto atau berat bersih, no batch dan tanggal

7

daluwarsa serta peringatan bila ada (contoh : bahan aluminum fluorida untuk sediaan hygiene mulut pada penandaannya harus dicantumkan mengandung aluminium fluorida). Hal lain yang juga wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, adalah pengaturan untuk klaim pada kosmetik. Kosmetik hanya dapat mengklaim manfaat sebagai kosmetik. Dan tidak mengklaim pengobatan ataupun terapetik. Klaim manfaat kosmetik harus secara internasional dapat diterima dan didasarkan pada data dan / atau sesuai dengan formulasi kosmetik. Perusahaan atau orang yang bertanggungjawab pada peredaran kosmetik dapat mengklaim manfaat kosmetik tersendiri dengan menggunakan protokol yang secara ilmiah dapat diterima disertai data teknis dan data klinis yang pasti (1).

II. B Bahan Kosmetik (2,3,4) Bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik. Maksud dan tujuan adanya peraturan bahan kosmetik antara lain bahwa kosmetik yang beredar di wilayah Indonesia harus menggunakan bahan kosmetik yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat. Di dalam peraturan ini tercakup daftar bahan kosmetik yang dilarang digunakan sebagai bahan kosmetik, daftar bahan yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan, daftar bahan pewarna yang diizinkan digunakan dalam kosmetik, daftar bahan pengawet yang diizinkan digunakan dalam kosmetik, dan daftar bahan tabir surya yang diizinkan digunakan dalam kosmetik.

8

a. Daftar bahan kosmetik yang dilarang Daftar ini memuat semua bahan kosmetik yang dilarang digunakan sebagai kosmetik, antara lain antibiotik, hormon, minyak atsiri yang menimbulkan alergen, distilasi petroleum, dll. b. Daftar bahan yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan Di dalam daftar bahan ini, memuat semua bahan yang dilakukan pembatasan baik kegunaannya maupun kadar maksimumnya disertai penandaan peringatan bila ada. Batasan kegunaan dan kadar maksimum yang tercantum pada daftar ini bersifat saling mengikat satu dengan lainnya. Contoh : hidrokuinon batasan kegunaan sebagai bahan pengoksidasi warna pada rambut dengan batasan kadar maksimum 0.3% dengan peringatan yang harus dicantumkan pada label kosmetik tersebut yaitu jangan digunakan untuk mewarnai bulu mata atau alis, bilaslah mata segera dengan air jika kosmetik tersebut kontak dengan mata dan mengandung hidrokuinon. c. Daftar bahan pewarna yang diizinkan digunakan dalam kosmetik Daftar ini mencantumkan semua nama bahan pewarna yang boleh digunakan dalam kosmetik disertai area penggunaannya dan kadar maksimumnya. Contoh: CI 20040 area penggunaannya untuk bahan pewarna yang diizinkan khusus pada sediaan kosmetik yang tujuan penggunaannya kontak dengan kulit dalam waktu singkat dengan kadar maksimum 3.3-dimetilbenzidindalam bahan pewarna 5 ppm. d. Daftar bahan pengawet yang diizinkan digunakan dalam kosmetik

9

Maksud ditambahkan bahan pengawet pada kosmetik adalah untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Daftar ini mencantumkan semua nama bahan pengawet yang boleh digunakan dalam kosmetik disertai kadar maksimum dan batasan penggunaannya serta peringatan bila ada. Contoh : chlorobutanol digunakan sebagai bahan pengawet pada kosmetik dengan kadar maksimum 0.5% dan batasan penggunaannya dilarang digunakan dalam sediaan aerosol (spray) serta pada penandaannya dicantumkan mengandung clorobutanol. e. Daftar bahan tabir surya yang diizinkan digunakan dalam kosmetik Dalam hal ini yang dimaksud dengan bahan tabir surya adalah bahan yang digunakan dalam sediaan kosmetik tabir surya untuk melindungi kulit dari efek yang merugikan akibat radiasi sinar ultra violet. Daftar ini mencantumkan semua nama bahan tabir surya yang boleh digunakan dalam kosmetik disertai kadar maksimum dan batasan penggunaannya serta peringatan bila ada. Contoh: bahan tabir surya oxybenzone dengan kadar maksimum 10% dan pada penandaannya dicantumkan mengandung oxybenzone Peraturan bahan kosmetik ini diterbitkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, nomor HK.00.05.42.1018 pada tanggal 25 Februari 2008

II. C Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (5) Cara pembuatan yang baik atau good manufacture practices (GMP) merupakan tool untuk pembuatan produk sehingga dihasilkan produk yang aman, bermutu dan bermanfaat. Prinsip yang diterapkan di dalam GMP adalah mencegah terjadinya kontaminasi silang baik dari sisi kimia, fisika maupun mikrobiologi dan

10

konsistensi produk terjamin baik keamanan, mutu dan manfaatnya. Di bidang kosmetik, dikenal dengan sebutan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik atau CPKB. Kualitas produk kosmetika sangat bergantung pada kualitas bahan bakunya. Panduan CPKB mencakup persyaratan yang harus dimiliki oleh bahan baku yang harus sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dan memiliki kualitas yang konsisten. Persyaratan ini memerlukan kesetaraan pada parameter kimiawi dan fisika dan kemurnian mikroba. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahan baku kosmetik dan bahan campuran memerlukan perlindungan dari kontaminasi mikroba selama transportasi, penyimpanan dan produksi. Bahan baku yang terkontaminasi akan mengintroduksi mikroba ke dalam proses sehingga produk dapat memiliki muatan mikroba berlebih (overload), akhirnya bahan pengawet yang diberikan ke dalam produk tidak memadai dan tidak efektif lagi. Oleh karena itu, kondisi esensial bagi manufaktur kosmetik adalah dengan menggunakan bahan baku yang memiliki kemungkinan terkecil muatan kontaminasi mikrobanya, jika memungkinkan hanya 10 CFU (Colony Forming Unit) per gram. Lebih lanjut lagi, spesifikasi yang harus diterima oleh pemasok dapat menjamin ketiadaan mikroorganisme patogen potensial dan material bioaktif lainnya, sebagaimana disebutkan dalam Tabel 1.

Kompatibilitas ingredient (bahan baku) dengan pengemas haruslah dipastikan. Wadah yang tersedia haruslah dapat diidentifikasi secara jelas dan memiliki informasi berikut : nama produk, nomor batch, nomor item, berat kotor (gross) dan bersih.

11

Dari persyaratan yang berkaitan erat dengan kualitas, pengemasan dan pelabelan ini, telah jelas bahwa produsen bahan baku kosmetik haruslah memenuhi prinsip-prinsip dan panduan CPKB. Aspek semisal kualitas ingredient kosmetik, produk, stabilitas penyimpanan, pengawetan yang memadai dan kompatibilitas bahan baku kosmetik dengan pengemas, haruslah diperiksa selama tahap pelaksanaan dan spesifikasi yang tepat bagi bahan baku kosmetik haruslah terdefinisi dengan jelas. Produksi haruslah berjalan selaras dengan CPKB untuk menjamin bahwa tingkat kualitas tertentu dapat terperlihara dan tidak rusak dengan sebab proses produksi manapun. Pokok-pokok CPKB di Indonesia tercantum di dalam Keputusan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, No. HK.00.05.4.3870 tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik. Hal-hal yang menjadi perhatian di dalam pedoman CPKB yaitu sistem manajemen mutu, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, internal audit, penyimpanan, kontrak produksi dan analisis, penanganan keluhan serta penarikan produk.

II. D Izin Edar Kosmetik (2,3,4) Sebagaimana diketahui bahwa salah satu maksud diberlakukannya izin edar atau persetujuan pendaftaran produk di Indonesia adalah untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan kemanfaatannya.

12

Untuk mengeluarkan nomor izin edar atau nomor persetujuan pendaftaran, Pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia melakukan evaluasi dan penilaian terhadap produk tersebut sebelum diedarkan. Tak terkecuali dengan kosmetik. Hal ini sebagaimana diamanatkan pada UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 41 yang berbunyi sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dengan penjelasannya bahwa sediaan farmasi dan alat kesehatan yang dapat diberi izin edar dalam bentuk persetujuan pendaftaran harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Menurut Pasal 1 nomer 9 pada UU tersebut dikatakan bahwa yang termasuk sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik Dasar hukum untuk melaksanakan pendaftaran kosmetik di Indonesia adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 326/ Menkes/Per/XII/1976 tentang Wajib Daftar Kosmetika dan Alat Kesehatan yang diubah menjadi Peraturan Menteri Kesehatan RI No 140/MenKes/Per/III/1991 tentang Wajib Daftar Alat Kesehatan, Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan pada tahun 2003 dikeluarkanlah Keputusan Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik dan Keputusan Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen No. PO.01.04. 42.4082 tentang Pedoman Tata Cara Pendaftaran dan Penilaian Kosmetik.

BAB III PEMBAHASAN

13

Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia Internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasioanal (6). Agar proses produksi kosmetik berjalan dengan baik, yang perlu diperhatikan bukan hanya pada proses kerja saja, akan tetapi juga harus memperhatikan dari pemilihan formula yang tepat hingga kontrol kualias.

III. A Aspek-aspek panduan CPKB III. A.1 PENDAHULUAN A.1.1 Latar Belakang CPKB merupakan salah satu factor penting untuk menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standart mutu dan keamanan. Mutu produk tergantung dari awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personaliayang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu.

14

Penerapan CPKB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industry kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Mengantisipasi pasar bebas diera globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari Negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional

A.1. 2 Sistem Management Mutu Sistem manajemen mutu merupakan penjelasan struktur organisasi, tugas dan fungsi, tanggungjawab, prosedur, instruksi, proses dan sumber daya untuk menerapkan manajemen mutu. Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan tanggungjawab satu dengan lainnya.

III. A. 2 Personalia Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Panduan CPKB mengindikasikan bahwa produksi seharusnya dijalankan oleh personil yang memiliki kualifikasi yang sesuai dengan bidangnya dan dengan peralatan yang tepat.

III. A. 3 Bangunan dan Fasilitas Persyaratan tentang Gedung Produksi

15

Gedung yang digunakan untuk produksi ingredient kosmetik, area produksinya haruslah terpisah secara jelas dari seluruh area penyokong. Semua permukaan di area produksi haruslah rata sehingga mudah dan efektif dibersihkan dan didisinfeksi. Jendela dan pintu yang ada haruslah dalam keadaan tertutup untuk menghindari debu, tanah, burung, rodent (binatang pengerat semisal tikus), insekt (serangga, dll. Sistem ventilasi eksternal haruslah cocok dengan filter yang tepat dan diinspeksi secara rutin berkala. Secara khusus, dianjurkan untuk menguji kandungan mikroorganisme udara secara rutin. Untuk hampir keseluruhan area produksi, perhitungan mikroba yang diterima adalah kurang dari 500 cfu/m3. untuk sistem ventilasi pada tangki penyimpanan, dianjurkan untuk menggunakan filter yang tidak permeabel terhadap debu dan mikroorganisme. Sebagai tambahan, drum dan kontainer-kontainer kecil pada area filling harus dilindungi dari debu dan tanah selama penyimpanan dan proses filling berlangsung. Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun dan dipelihara sesuai kaidahnya yaitu mencegah kontaminasi silang dari lingkungan sekitarnya dan juga hama.

III. A. 4 Peralatan Peralatan yang digunakan dalam pembuatan kosmetik hendaklah memiliki rancang bangun yang tepat, ukuran memadai dan sesuai dengan ukuran bets yang dikendaki.Peralatan tidak boleh bereaksi dengan produk,mudah dibersihkan,serta diletakan pada posisi yang tepat,sehingga terjamin keamanandan keseragamn mutu produk yang dihasilkan serta aman bagi personil yang mengoperasikan.

16

III. A. 5 Sanitasi dan Higiene Sanitasi dan higiene penting bertujuan untuk menghilangkan sumber potensial kontaminasi dan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang disemua area yang dapat berisiko pada kualitas produk. Ruang lingkup sanitasi dan higiena meliputi personalia, bangunan, bahan awal, lingkungan, bahan pembersih dan sanitasi . Pelaksanan pembersihan dapat dibagi menjadi 3 yaitu: 1. Pembersihan rutin 2. Pembersihan dengan lebih teliti menggunakan banyuan bahan pembersih dan sanitasi 3. Pembersihan dalam rangka pemeliharan

III. A. 6 Produksi A. 6. 1 Bahan Awal Bahan baku sangat peka terhadap serangan mikroba,telah diketahui bahwa berdasarkan asal dan cara prosesnya, bahan baku dapat memiliki tingkat kontaminasi yang tinggi atau rendah atau sensitif terhadap kontaminasi mikroba selanjutnya. Air yang bebas bahan padat sintetik biasanya mengalami problem pembusukan mikroba yang rendah. Hal yang sama juga terjadi pada air bebas minyak, lilin dan lemak sintetik, sebagaimana pula pengemulsi, surfaktan dan agen aktif-permukaan (surface agent), yang sepertinya tidak mendukung kemampuan mikroorganisme untuk berkembang. Kondisi ini dapat berubah secara dramatis dengan segera apabila mereka dicampur dengan bahan baku bersifat cair (aqueous). Bahkan bahan baku alami

17

dalam bentuk air yang bebas serbuk atau granula, dapat menjadi tempat tumbuhnya mikroorganisme, virus ataupun toksin mikroba. Analisa terhadap materi/bahanbahan ini, dapat menunjukkan keberadaan bakteri, spora Clostridium,

Staphylococci, kapang dan khususnya toksik fungi/jamur. Lebih jauh lagi, kemungkinan keberadaan spora bakteri tidak dapat dihindari, karena keberadaan mereka bisa jadi telah ada semenjak tahap persiapan produksi dengan prosentase alkohol yang tinggi. Bahan mentah alami yang diekstrak, diproduksi ataupun disediakan dalam bentuk cairan, juga sensitif terhadap kontaminasi mikrobial. Cara pengawetan yang kurang tepat ketika digunakan untuk menghasilkan produk dalam bentuk larutan, dispersi ataupun emulsi, dapat menyebabkan bahan baku ini mendukung pertumbuhan mikroorganisme gram negatif, semisal Enterobacter spp., Escherichia coli, Citrobacter spp., Pseudomonas spp., dan lainnya. Bahan baku kosmetik juga harus diproses di dalam lingkungan yang bersih dan higinis untuk menghindarkan terjadinya segala bentuk kontaminasi. Gedung produksi, peralatan, instrumen, tangki penyimpanan, kontainer dan selainnya haruslah dipelihara benar-benar berdasarkan standart kebersihan yang tinggi. Peralatan, kontainer dan tangki penyimpanan yang digunakan untuk produksi haruslah diberi label secara jelas untuk menghindari dan meminimalisir resiko terjadinya percampuran antar bahan baku atau batch. Yang perlu diperhatikan pada produksi dimulai dari bahan awal yang meliputi air yang digunakan harus sekurang-kurangnya berkualitas air minum, verifikasi bahan sesuai dengan spesifikasi standar yang ditetapkan dan bila tidak sesuai maka dilakukanreject terhadap bahan tersebut, pencatatan bahan, sistem

18

pemberian nomor bets, penimbangan dan pengukuran, prosedur dan pengolahan sesuai dengan bentu kosmetik yang dibuat, pelabelan dan pengemasan, serta produk jadi, karantina dan pengiriman ke gudang produk jadi. A. 6. 2 Kualitas Bahan Baku dan Penyimpanannya Perhatian khusus perlu diberikan terhadap produksi ingredient kosmetik yang sangat peka terhadap serangan mikrobial. Ingredient ini haruslah ditangani dengan penanganan khusus. Dikarenakan ingredient ini biasanya diawetkan, maka proses produksi haruslah didesain sedemikian rupa untuk menjamin bahwa aksi bahan pengawet ini tidak mudah rusak pada setiap tahap produksi atapun selama masa penyimpanan. Persyaratan krusial produksi ingredient kosmetik dengan kandungan mikroorganisme rendah adalah dengan menggunakan bahan baku yang memiliki kandungan mikroorganisme rendah pula. Pengujian selanjutnya adalah haruslah memeriksa kandungan mikroorganisme pada bahan kritis sebagaimana pemeriksaan kesesuaian bahan dengan spesifikasi kimia dan fisika yang telah ditentukan. Area penyimpanan haruslah bersih dan kering dan bahan yang disimpan haruslah dapat diidentifikasi dengan jelas. Panduan CPKB juga mengindikasikan bahwa bahan yang dikarantina dan yang dikeluarkan haruslah dipisahkan dan diberi label. Berikutnya, bagi bahan baku yang tersedia, penghitungan mikroorganisme pada produksi air secara khusus merupakan suatu hal yang krusial dan penting. Di dalam istilah volume, produksi air seringkali menjadi komponen utama bagi suatu formulasi dan oleh karena alasan inilah air haruslah diuji kandungan mikrobanya secara rutin. Apabila memungkinkan, sejumlah pengukuran (filtrasi bakteri,

19

irradiasi ultaviolet, ozonisasi, dll) dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga dapat mencapai level yang dapat diterima.

III. A. 7 Pengawasan Mutu Pengawasan mutu merupakan jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang dihasilkan, yang meliputi antara lain pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan, pengujian dan program pemantauan lingkungan, tinjauan dokumentasi bets, dan pemantauan mutu produk di peredaran.Bila belum tersedia fasilitas uji, dapat dilakukan pengujian dengan menunjukan laboratium yang

terakredetasi.Untuk menjamin kebebasan dalam menetapkan kebebasan dalam menetapkan keputusannya, maka bagian pengawasan mutu merupakan bagian yang terpisah dari bagian produksi. Pengukuran dan pengontrolan terhadap instrumen alat haruslah dikalibrasi dan diservis secara rutin. Sebuah sistem pencatatan yang komprehensif haruslah diterapkan untuk menyediakan dokumentasi konsistensi kualitas produksi, penyimpanan dan pengujian.

III. A. 8 Dokumentasi Sistem dokumentasi merupaka riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal sampai produk jadi, spesifikasi bahan baku dan bahan pengemas, spesifikasi produk ruahan dan produk jadi, dokumen produksi yang meliputi dokumen induk, catatan pembuatan bets, catatan pengawasan mutu. Dokumen yang jelas dapat mencegah kesalahan yang mungkintimbul dari komunikasi lisan ataupun yang tertulis dengan bahasa sehari- hari. Semua aktivitas selama produksi dan pengujian haruslah dicatat untuk setiap produk dan batch. Dokumentasi yang komprehensif pada tahapan

20

operasi preparasi (persiapan) dan filling (pengisian) pada tiap batch dan hasil pengujian kualitas pada produk antara, ruahan dan jadi, termasuk juga persediaan sample (contoh) yang tepat, haruslah dapat ditelusuri histori produksinya dengan mudah pada tiap batch apabila terjadi komplain. Secara umum,semua dokumen yang berhubungan dengan mutu dapat digolongkan menjadi: a. Pedoman mutu merupakan dokumen strategis yang menggambarkan system organisasi dalam memberikan jaminan mutuuntuk mencapai kepuasan pelanggan b. Prosedur Mutu merupan dokumen taktis yang menggambarkan kegiatan suatu organisasi dalam menetapkan kebijaksanaan mutu yang telah ditetapkan . c. Dokumen penunjang atau Intruksi Kerja merupakn dokumen

operasional yang merinci langkah langkah bagaimana kegiatan harus dilakukan atau bagaimana produk dapat diterima . d. Catatan Mutu merupakan catatan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan dapat berupa bagan dan data yang berhubungan dengan desain, produksi , inspeksi, pengujian, survey, audit, tinjauan atau hasil-hasil yang terkait.

III. A. 9 Audit Internal Audit internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem mutu. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pihak luar, atau

21

auditor profesional atau tim internal yang dirancang oleh manajemen untuk keperluan ini. Audit internal dilakukan oleh tim internal perusahaan beranggotakan minimal 3 orang atau oleh auditor professional independent yang ditunjuk oleh perusahan. Anggota tim audit internal perusahan sebaiknya dari bagian yang

berbeda. Semua kegiatan ini harus didokumentasikan, dilaporkan dan ditindak lanjuti.Ruang Lingkup audit internal yaitu ; 1. Personalia 2. Bangunan dan fasilitas 3. Peralatan 4. Sanitasi dan higiena 5. Produksi 6. Pengawasan mutu 7. Dokumentasi 8. Audit Internal 9. Penyimpanan 10. Kontrak Produksi dan Pengujian 11. Penanganan keluhan dan penarikan Produk

III. A. 10 Penyimpanan Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan

penyimpanan bahan baku, produk jadi, produk karantina, produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan atau ditarik dari peredaran. Untuk produk yang dikarantina,

22

diluluskan, ditolak dan dikembalikan hendaklah diberi batas yang jelas. Pemisahan ini dapat berupa sekat, tali dan rantai, penandaan jalur pada tali dan sebagainya yang berfungsi sebagai sekat.

III. A. 11 Kontrak produksi dan pengujian Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian dijabarkan, disepakati dan diawasi sedemikian rupa sehingga semua aspek pekerjaan yang dikontrakkan diPeraturan Kosmetik di Indonesia tetapkan secara rinci pada dokumen kontrak. Dalam hal kontak pengujian, keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk, tetap merupakan tanggungjawab pemberi kontrak. Penerima kontrak hanya bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil pengujian. Kontrak produksi merupakan salah satu upaya kemudahan bagi setiap pelaku uasaha di bidang kosmetik karena memungkinkan untuk memproduksi kosmetik berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

III. A. 12 Penanganan keluhan A. 12. a Keluhan

23

Adalah laporan ketidakpuasan pelanggan atau pihak lain (internal atau ekternal ) tentang cacat produk efek yang tidak diinginkan atau efek merugikan atau kejadian merugikan terkait dengan produk yang dipasarkan Penanganan keluhan harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang harus diambil termasuk perlunya tindakan penarikan kembali (recall) dan harus dicatat secara rinci lengkap dengan hasil penyelidikannya. Dari hasil evaluasi dan penyelidikan atas keluhan hendaklah dilakukan tindak lanjut antara lain a. Perbaikan kualitas bahan baku b. Kualitas bahan pengewas c. Tehknologi pembuatan d. Kondisi Penyimpanan e. Penanganan transportasi A. 12. b Penarikan produk Penarikan produk adalah proses eleminasi produkdari semua jaringan distribusi yang dilakukan oleh perusahan yang bertanggung jawab menempatkan produk dipasar. Penarikan produk dapat disebabkan karena ; a. Cacat kualitas estetika adalah cacat yang secara langsung tidak membahayakan konsumen tetapi harus ditarik dari peredaran , misalnya kerusakan label. b. Cacat kualitas tekhnik produksi adalah cact kualitas yang menimbulkan risiko yang merugikan konsumen , misalmya salah isi, salah kadar atau salah label.

24

c. Reaksi yang merugikan, reksi yang merugikan dari produk jadi adalah reaksi yang menimbulkan resiko serius terhadap kesehatan atau terjadi peningkatan frekwensi efeksamping produk jadi yang dikeluhkan. Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap produk yang diketahui atau diduga bermasalah yang tertuang dalam prosedur tetap yang secara periodik ditinjau kembali.Penarikan produk dapat dilakukan oleh perusahan itu sendiri atau atas instruksi dari instansi yang berwenang.

III.B Proses Pembuatan Kosmetik III.B.1 Pemilihan Formula Mengingat keterbatasan bahan baku, peralatan, serta waktu, sementara kosmetik harus segera diproduksi untuk mengejar musim, tren, fashion dan lainlain, kita harus pandai memilih formulasi agar kosmetik itu dapat segera diproduksi dan dapat memenuhi tujuan tertentu. Sebelum pemilihan terakhir atas suatu formulasi (setelah melewati percobaan-percobaan klinis kecil-kecilan atas keamanan formulasi beserta bahanbahan baku di dalamnya), kita harus secara realistis yakin bahwa formulasi kita memang akan dapat di produksi secara besar-besaran dengan menggunakan alat-alat pabrik yang telah ada. Bahkan pada saat itupun, bahan-bahan baku yang terkandung dalam formulasi itu masih harus secara kritis diteliti kembali sebelum betul-betul dipilih untuk digunakan (7). III.B.2 Pemilihan Metode Pembuatan

25

Tujuan dari proses kosmetik adalah untuk menghasilkan suatu produk yang seragam serta memiliki keawetan yang panjang, maka pemilihan metode pembuatan yang tepat dengan menggunakan peralatan yang tersedia itu esensial. Produksi besar-besaran umumnya didasarkan pada hasil pengamatan produksi percobaan (clinical batch). Selama pembuatan cilnical batches, perlu dilakukan pengamatan parameter-parameter kritis yang mempengaruhi kinerja produk, antara lain: a. b. c. Langkah-langkah kritis dalam metode pembuatan. Sifat-sifat produk yang kritis, seperti viskositas, dll. Bahan-bahan baku inti, seperti surfaktan, lubrikan, bahan pensuspensi, bahan pembuat gel, atau bahan-bahan alam atau sintetik yang menentukan. Setelah mengidentifikasi, parameter-parameter kritis tersebut, perlu memilih cara pembuatan yang paling tepat dan peralatan yang paling cocok agar menghasilkan produk yang ideal. Karena pembesaran produksi dari clinical batch ke pilot size batches dan akhirnya ke produksi besar-besaran mungkin harus mengkompromikan hal-hal tertentu dalam produksi, diharuskan untuk memilih metode khusus atau peralatan yang paling memenuhi standar selama pembuatan clinical batch agar kompromi tersebut tidak terlalu menyimpang (8). III.B.3 Rencana Pembesaran Batch Pembesaran produk dari laboratory size bathces (clinical bathces), yang umumnya sampai 25 kg, ke pilot plant bathces (25-200 kg) disebut scale-up formulasi atau produksi. Untuk produksi kosmetik yang masih baru, scale-up dapat diselesaikan dalam 2 fase: Pembuatan Clinical Batch

26

Pengalaman pertama dengan batch ukuran agak besar umumnya ditemui disini. Karena itu, formulator produk itu sebaiknya hadir menyaksikan pembuatan clinical batch tersebut untuk menghindari masalah yang mungkin timbul akibat tidak tersedianya metode pembuatan yang kurang terperinci. Setelah beberapa clinical batch sukses dibuat, suatu pembuatan umumnya sudah bisa dituliskan dalam format tertulis yang dapat dengan mudah dilanjutkan ke produksi pilot plant batches. Pembuatan Pilot Plant Batch Umumnya pembuatan batch dalam fase pilot plant batches disarankan untuk dilanjutkan sebelum tes keamanan klinis fase III mulai dilakukan untuk produk hasil metode pembuatan pilihan terakhir. Kebutuhan produksi untuk tes klinis demikian umumnya membutuhkan batches ukuran agak besar (200 kg). Penelitian terhadap produksi pilot plant juga disebut penelitian

perkembangan proses yang diadakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok berikut dan untuk mengidentifikasi langkah-langkah inti dalam proses pembuatan yang perlu disahkan atau ditolak: a. b. Formulasi itu bisa diproduksi lebih banyak atau tidak Apakah metode produksi itu sesuai dengan kemempuan produk yang diharapkan dan dengan peralatan yang ada c. d. e. Apakah diperlukan peralatan baru atau pabrik ke tiga Apakah langkah-langkah pokok proses pembutan telah teridentifikasi Apakah studi untuk validitas telah didesain dengan baik Penelitian terhadap produksi pilot plant perlu diarahkan untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut secara memuaskan. Jika timbul

27

pertanyaan apakah produk itu fleksible untuk diproduksi, maka sebaiknya produk itu diproduksi dengan menggunakan peralatan dan ukuran batch yang akan dipakai secara rutin. Puncak kegiatan scale-up biasanya berupa produksi yang memuaskan dalam bentuk production demonstration batch yang kemudian digunakan untuk mengisi kebutuhan packaging demonstration run yang menghasilkan produk akhir yang telah dikemas. Study validasi biasanya dijalankan selama pembuatan production demonstration batch dan packaging demonstration run (9). III.B.4 Proses Produksi Produk kosmetik dibuat di dalam batch, di bawah pengawasan pengaturan Pemerintah, yaitu Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) atau Good Manufacturing Practices (GMP) di A.S.. Peralatan yang digunakan dapat diklasifikasikan sebagai berikut: mixing, dispersing, homogenizers, filling equipment. 1. a. Proses dan tujuan Pencampuran (mixing) Tujuan dari pencampuran antara lain: 1) 2) 3) 4) 5) b. Mencampur cairan yang sulit tercampur Mempercepat pemanasan bahan-bahan Melarutkan lemak-lemak dan bahan-bahan lainnya Untuk emulsifikasi atau dispersi Untuk pendahuluan pendinginan (10) Pemompaan Ada dua jenis pompa yang digunakan di dalam produksi kosmetik, yaitu:

28

1)

Positive displacement pump Bekerja dengan menarik cairan ke dalam suatu rongga, kemudian mendesaknya keluar pada sisi yang lain.

2)

Centrifugal pumps Pada pompa ini, cairan dimasukkan di titik pusat propeler yang berputar cepat.

c.

Pemindahan panas Dalam banyak proses pembuatan kosmetik, bahan baku sering harus dipanaskan samapai suhu 70-80OC, dicampur, dan kemudian didinginkan sampai sekitar 3040OC sebelum produk akhir dapat dipompa dan disimpan (11).

d.

Filtrasi Umumnya, filtrasi hanya diperlukan dalam memurnikan air dan untuk penjernihan losion, dimana bahan-bahan baku produk-produk ini sering berisi sejumlah kecil kontaminan yang akan mengganggu penampilan produk akhir jika tidak dihilangkan.

e.

Pengisian (filling) Pengisian untuk kosmetik yang berbentuk cair dapat menggunakan sistem vakum pada botol-botol yang berderet-deret. Pengisian cream dapat memakai filteram type, dimana cream dimasukkan ke dalam tube silindris dengan bantuan suatu plunger.

III.B.5 Pembuatan Kosmetik cair, Semipadat dan Padat (12). a. Kosmetik cair

29

Pembuatan produk kosmetik cair mencakup pelarutan atau dispersi yang baik, serta penjernihan. Untuk sejumlah produk kosmetik cair, parfum atau bahan yang berminyak mungkin perlu dilarutkan terlebih dahulu. Ini umumnya dilakukan dalam pembuatan shampo. Karena kejernihan suatu losion sangat penting, maka kemasannya juga harus jernih. Untuk itu perlu pencucian dengan udara bertekanan atau air panas yang di ikuti dengan pembilasan dan pengeringan. b. Gel Produk kosmetik dalam bentuk gel berkisar dari losion yang kental, misalnya roll-ball antiperspirant sampai gel thixotropik yang sangat kental dan tidak bisa mengalir, yang dapat digunakan sebagai kosmetik hairdressing dan hair setting. Losion kental lebih mudah dibuat yaitu dengan menambahkan sedikit demi sedikit gellant padat ke dalam fase cair yang diaduk terus-menerus dengan cepat memakai propeler yang di gerakkkan turbin. Cara pembuatan gel kental yang tidak bisa mengalir lebih sulit karena pada produk akhirnya udara tidak bisa keluar dari dalamnya seperti halnya pada losion kental. Gel kental harus di buat dalam ruang hmapa udara atau di lakukan melalui proses pembuangan udara yang rumit. c. Mikroemulsi Mikroemulsi terbentuk melalui sistem yang spontan, pembuatannya cukup dengan alat pencampur yang sederhana, jadi tidak memerlukan alat pencampur rumit berkecepatan tinggi. Pada umumnya dalam pembuatan mikroemulsi fase minyak dengan suhu sekitar 800C ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase air dalam suhu yang sama, sambil di aduk secara pelan. Untuk sementara produk dipertahankan pada suhu di atas setting point-nya agar udara naik dan keluar. Ini

30

berarti bahwa pipa-pipa dan alat pengisi perlu dipanaskan dengan air panas atau uap bercampur air. d. Emulsi Proses pembuatan emulsi mencakup tiga hal, diantaranya: 1. Emulsifikasi awal Emulsifikasi awal biasanya dijalankan pada suhu yang lebih tinggi untuk menjamin bahwa kedua fase serta hasil emulsi cukup mobil geraknya sewaktu diaduk. Intensitas dan lama pengadukan tergantung efisiensi dispersi emulsifator. Cara pembuatan emulsi yang baik adalah dengan menuangkan serentak proporsi kedua fase yang sama pada setiap waktu ke dalam mixer yang terus berputar sehingga emulsi terus-menerus terbentuk, tetapi ini hanya dapat di lakukan dalam pabrik besar. 2. Pendinginan Mendinginkan emulsi merupakan proses yang sangat penting, terutama dalam produk yang berisi bahan-bahan mirip lilin yang berharga. Selama pendinginan biasanya emulsi terus di aduk untuk mengurangi lamanya proses serta untuk menghasilkan produk yang homogen. 3. homogenisasi Pada suhu yang tinggi, kebanyakan emulsi tidak stabil dan selama pendinginan dalam batch terbentuk butiran-butiran emulsi atau pada produk yang memiliki fase minyak dengan titik leleh tinggi, pada proses pendinginan terjadi pengerasan produk. Karena itu, diperlukan pencampuran tambahan untuk memperoleh produk seperti yang diinginkan.

31

Pencampuran tambahan ini bervariasi, mulai dari pelewatan produk melalui pompa bergir berputar dengan tekanan rendah dari belakang, misalnya 50 psig atau penghancuran agregat-agregat kristal lilin, atau pelewatan katub homogenizer dengan tekanan tinggi 5000 psig. e. Pasta Pasta, terutama pasta gigi, umunya dapat dibuat dengan menambahkan komponen-komponen padat yang mungkin sudah dicampur sebelumnya ke dalam komponen-komponen cair yang mungkin mencakup bahan-bahan yang larut dalam air. Pencampuran dapat dilakukan dalam mixer terbuka atau mixer vakum. Mixing dalam keadaan panas, di ikuti dengan pendinginan memakai alat Votator atau metode serupa lainnya juga dapat dilakukan. Metode alternatif penyiapan pasta yang terbuat dari bubuk padat di dalam suatu cairan adalah melalui pencampuran awal yang kasar dan campuran ini di masukkan ke dalam triple roller mill yang diberi berbagai tekanan dan pemutaran sampai pasta yang di inginkan terbentuk. f. Sticks Pada umumnya pembautan lipstick meliputi 3 tahap, yaitu: 1. Penyiapan campuran komponen, yaitu campuran minyak-minyak, campuran zatzat warna, dan campuran wax. 2. 3. Pencampuran semua itu membentuk massa lipstick. Pencetakan massa lipstick menjadi batangan-batangan lipstick. Deodorant stick, pembuatanya mirip dengan pembautan emulsi, yaitu suatu fase minyak (fatty acid) diadukkan dalam suatu fase larutan dalam air pada suhu sekitar

32

700C. gel panas yang terbentuk diisikan ke dalam cetakan pada suhu sekitar 60650C dan dibiarkan memadat. g. Powder Pencampuran powder biasanya dijalankan di dalam satu wadah semi bundar yang dilengkapi pengaduk spiral yang memiliki dua pita sehingga campuran itu bergerak dalam dua arah yang berbeda. Mixer tipe ini sangat baik untuk bath salts dan bahan-bahan kristal lainnya dan sering digunakan untuk pembuatan face powder.

III.B.6 Kontrol Kualitas (13). Fungsi utama kontrol kualitas atau quality assurance adalah menjamin agar perusahaan memenuhi standar tertinggi dalam setiap fase produksinya. Faktor faktor yang tercakup dalam kontrol kualitas adalah: 1. Personalia 2. Fasilitas 3. Spesifikasi Produk Fungsi kontrol kualitas, antara lain: 1. Kontrol dalam proses (in- process control) 2. Pengujian spesifikasi bahan baku (raw material specification testing) 3. Pengujian spesifikasi produk(product specification testing) 4. Pengawasan fasilitas penyimpanan dan distribusi (storage and distribution facilities control) 5. Pengawasan tempat yang mungkin sebagai produsen pihak ketiga (site inspection of potential third party manufacture)

33

6. Pengawasan terhadap kontaminasi mikrobiologis (mikrobiological surveillance) 7. Kemungkinan memperpanjang tanggal kadaluwarsa produk (product exspiration dating extension) Cara pembuatan kosmetik yang baik (CPKB) yang ditetapkan oleh pemerintah adalah: 1. Ketentuan umum a) Pada pembuatan kosmetik, pengawasan menyeluruh sangat esensial untuk menjamin bahwa konsumen menerima kosmetik yang bermutu tinggi dan aman digunakan. b) Tidaklah cukup jika produk jadi kosmetik hanya sekedar lulus dari serangkaian pengujian, tetapi yang sangat penting adalah bahwa mutu harus dibentuk dalam produk tersebut. 2. Personalia Jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah memadai serta memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai tugasnya. Mereka hendaklah juga memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik, sehingga mampu melaksanakan tugas secara profesional dan sebagaimana mestinya. 3. Bangunan Bangunan untuk pembuatan kosmetik hendaklah memiliki ukuran, rancangan, konstruksi, serta letak yang memadai untuk memudahkan pelaksanaan kerja, pembersihan, dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja hendaklah memadai, sehingga setiap resiko kekeliruan, pencemaran silang, dan pelbagai kesalahan lain yang dapat menurunkan mutu kosmetik dapat dihindarkan. 4. Peralatan

34

Peralatan yang digunakan dalam pembuatan kosmetik hendaklah memiliki rancang bangun dan konstruksi yang tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap produk kosmetik terjamin seragam dari batch ke batch, serta untuk memudahkan pembersihan dan perawatannya. 5. Sanitasi dan Higiene Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap pembuatan kosmetik. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan, peralatan, dan perlengkapan,bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan melalui program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu. 6. Produksi Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan, yang dapat menjamin produksi barang jadi yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan 7. Pengawasan Mutu Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan kosmetik yang baik agar tiap kosmetik yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaannya. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur dalam semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan kosmetik yang bermutu mulai dari saat kosmetik dibuat sampai distribusi kosmetik. Untuk keperluan itu, harus ada suatu bagian pengawasan mutu yang berdiri sendiri 8. Inspeksi diri

35

Tujuan inspeksi diri adalah untuk melaksanakan penilaian secara teratur tentang keadaan dan kelengkapan fasilitas pabrik kosmetik dalam memenuhi persyaratan cara pembuatan kosmetik yang baik 9. Penanganan terhadap hasil pengamatan,keluhan dan laporan kosmetik yang beredar

BAB IV KESIMPULAN

36

Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik. Ada fase yang harus dilewati dalam memproduksi kosmetik sebelum kosmetik itu dipasarkan. Fase itu dikategorikan ke dalam 5 kelompok, yaitu: pemilihan formula, pemilihan metode pembuatan, rencana pembesaran batch, proses produksi, kontrol kualitas. Pada proses produksi kosmetik pada umumnya menggunakan alur, yaitu: pencampuran, pemompaan, pemindahan panas, filtrasi, pengisian. Akan tetapi tidak semua kosmetik dengan cara sperti itu, ada juga pembuatan produk-produk khusus.

DAFTAR PUSTAKA

37

1. Direktorat Standarisasi Obat Tradisional , Kosmetik dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan Repubilk Indonesia, Petunjuk Operasional Pedoman cara Pembuatan Kosmetik yang Baik , 2010

2. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik, Jakarta, 2003

3. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.4.3870 Tentang Petunjuk Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, Jakarta, 2003

4. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.03.42.06.10.4556 Tentang Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, Jakarta, 2010

5. Scholtyssek, Regine., Good Manufacturing Practice for Producers of Cosmetic Ingredients, Microbiological Expert for Cosmetic, Department of Biology/Product Safety, Henkel KgaA, 1996. 6. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik

38

,http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/ pdf/BUKU %20POM_011210. pdf, 2010 7. http://books.google.co.id/books? id=1Pu7FYDfTNoC&pg=PA4&dq=ilmu+kosmetik&h l=id&ei=RrUTsrOFZDJrAfRg-yeDg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum =1&sqi=2&ved =0CDIQ6AEwAA#v=onepage&q=ilmu %20kosmetik&f=false 8. Dr. Retno Iswari Tranggono, SpKK., dkk., Buku Pegangan Ilmu Kosmetik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 180 9. Ibid., hlm. 181 10. BSI, Kwality Engg Corporation http://reactorvesselsindia.com/Planetary %20Mixers.htm 11. BSI, Kwality Engg Corporation http://reactorvesselsindia.com/Heat %20Exchangers.htm 12. Dr. Retno Iswari Tranggono, SpKK., Buku Pegangan Ilmu Kosmetik, hlm. 184 13. http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/BUKU %20POM_011210.pdf, di akses 19 Februari 2012, 14.47 WIB 14. http://www.mediaindonesia.com/data/pdf/pagi/2008-06/2008-06-04_19.pdf, di akses 19 Februari 2012, 15.02 WIB

39