Test Diagnostik Cepat Untuk Demam Tifoid

download Test Diagnostik Cepat Untuk Demam Tifoid

of 38

Transcript of Test Diagnostik Cepat Untuk Demam Tifoid

BAB 1

PENDAHULUANAkhir-akhir ini WHO telah melaporkan 6 golongan penyakit infeksi yang sangat mematikan di dunia antara lain adalah pnemounomia, tuberculosis, diare, malaria, campak (measles), dan HIV/AIDS. Demam Tifoid merupakan penyakit endemik yang masih menjadi persoalan besar di negara-negara berkembang, umumnya di daerah tropis dan khususnya di Indonesia dengan salah satu tanda klinisnya adalah diare. Sejak tahun 1989, 11 negara telah terserang oleh suatu epidemik demam tifoid yang multidrug-resistant dan tanpa suatu pengobatan yang adekuat, 10% penderitanya meninggal oleh penyakit tersebut5 .penyakit tersebut dapat menyerang anank-anak maupun orang dewasa dan telah di laporkan sejak 240 tahun yang lalu oleh Willis di literatur kedokteran Inggris 1 . Selain memerlukan hari perawatan dan masa pemulihan cukup lama, tidak jarang penyakit tersebut disertai komplikasi dan berakhir dengan kematian 2 .

Pengobatan dengan chloramphenicol telah sedemikian efektif sebagaimana dianjurkan oleh pang RTL dalam Conn Curret Treatment 1963 3 sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian. Meskipun demikian, adanya penggunaan dan pemberian chloramphenicol yang kurang tepat terhadap infeksi lainya menyebabkan kuman tifoid berkembang resisten terhadap berbagai anti biotik padanan choramphenicol seperti ampicillin dan obat-obatan lainya 4 .

Demam tifoid mempunyai variasi klinis yang luas dari sub klinik, ringan, sedang dan berat. Sebagaimana penyakit infeksi pada umumnya. Berat ringannya penyakit tergantung pada interaksi antigen (kuman), pasien (host), obat/cara pengobatan yang semuanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan 6 .variasi klinis yang lebar dan tidak selalu khas tersebut seringkali menyulitkan penatapan secara klinis diagnosis demam tifoid, karena menyerupai penyakit febris yang lainya, seperti malaria dan enyakit demam degue 2, 6, 7, 15. Oleh karena itu tes laboratorium merupakan sarana yang sangat berarti dalam mendiagnosis penyakit ini.

Diagnosa definitif dan merupakan baku emas diagnosa penyakit ini adalah berdasarkan pada isolasi kuman S.typhi dari beberapa jenis spesimen klinis yang berasal daripenderita. Masalah isolasi kuman S.typhi tidak selalu berhasil dengan baik karena berbagai faktor bisa mempengaruhi penemuan kuman dari spesimen klinis tersebut 17 . Sementara uji widal tunggal yang banyak digunakan ternyata kurang bermakna, teknik DNA probe dan PCR yang juga memiliki nilai diagnostik tinggi saat ini hanya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan penunjang laboratprium yang sensitif, spestifik, praktis dan tidak mahal bilamana gejala klinis tidak khas 2 . Salah satu tes diagnostik cepat untuk demam tifoid adalah TUBEXTF.

TUBEXTF adalah suatu assay (pemeriksaan) diagnostik in vitro semikuantitatif 10 menit untuk mendeteksi demam tifoid akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi, melalui deteksi spesifik adanya serum anti bodi lgM terhadap antigen S. Typhi O9 lipopolisakarida dengan cara mengukur kemampuan serum anti bodi lgM tersebut dalam menghambat (inhibisi) reaksi antara antigen dan monoklonal antibodi.

BAB IIDEMAM TIFOID2.1 PREVALENSI PENYAKITDiperkirakan ada 20 juta kasus tiap tahun diseluruh dunia, dengan kematian lebih dari 200.000; Di India dan Asia Tenggara angka insiden demam tifoid 100/100.000 populasi per tahun.

Sesuai laporan departemen keseharan RI telah terjadi peningkatan incidence rate antara tahun 1990 dan 1994 dari 9,2 menjadi 15,41 per 10.000 penduduk. Laporan kejadian demam tifoid dari rumah sakit dan pusat kesehatan juga meningkat dari 92 kasus (1994) menjadi 125 kasus (1996) per 10.000 orang per tahun. Sebagai penyebab perawatan di rumah sakit Demam Tifoid menduduki urutan ke 4 dengan rata-rata masa perawatan 8-21 hari dan masa rehabilitasi kesenmbuhan antara 3-7 hari 8-12.

2.2 ETIOLOGIInfeksi Demam Tifoid (Enteric fever) Tifus Abdominalis) disebabkan oleh kuman Salmonella, dan dari genus Salmonella tersebut terdapat lebih dari 17 serotipe. Salmonella adalah kuman geram negatif dan kurang lebih 100 diantaranya adalah patogen terhadap manusia 4. Penyebab utama dan yang paling banyak adalah salmonella typhi atau salmonella enterica subsp. Enterica serotype typhi 14,17 sedangkan penyebab lainya adalah Salmonella paratyphi A, B dan C Kuman ini adalah sangat patogen terhadap manusia, kecuali S.paratyphi C yang juga bisa menjangkiti hewan. Infeksi dengan penyebab kuman salmonella paratyphi, didapat agak jarak (10-15%) namun gejala klinisnya sulit dibedakan dari infeksi yang disebabkan oleh salmonella typhi 16. Sehingga secara laboratoris kedua jenis kuman tersebut panjang sering di deteksi.

2.3 PENULARANPenularan demam tifoid berawal dari seorang carierr yang memegang suatu makanan, kemudian makanan tersebut di konsumsi atau tidak mencuci tanganya dengan bersih setelah pergi ke toilet langsung menelan suatu makanan 18. Sehingga perisip penularanya adalah berawal dari intake makanan atau air yang terkontaminasi faeces, danm manusia adalah satu-satunya pejamu (host) dari kuman ini. Ice cream diketahui sebagai resiko yang signifikan terhadap penular demam tifoid tersebut.

Insiden yang sangat tinggi bisa terjadi karena suplai air ke penduduk telah telah terkontaminasi oleh faeces suatu penelitian di Santiago, Cili di era endemisitas tifoid yang tinggi telah menyimpulkan bahwa kronik carrier tidak berperan penting didalam penularan tersebut. Sedangkan yang berperanan dalam endemisitas tifoid yang tinggi tersebut adalah saluran irigasi tanaman salad disana terkontaminasi oleh pembuangan kotoran. Di negara-negara berkembang selain transmisi Water-Dome maka transmisi food-bom juga dapa terjadi, yaitu penularan yang terjadi akibat seorang kronik carrier mengkontaminasi makanan, dimana kontaminasi itu di sebabkan oleh penanaman makanan yang tidak sehat 17 .

2.4 PATOGENESISSelama infeksi akut, S.typhi bermultifikasi dalam sel pagosit mononuclear sebeum menyebar ke dalam aliran darah. Setelah intake melalui makanan atau minuman, selanjutnya organisme tifoid melewati pilorus dan mencapai usus kecil. Dengan cepat mereka masuk ke dalam mucosal epithelium yang dikenal sebagai peyers patch 19, melalui cell microfold lainya atau eritrositbdan berhenti di lamina propria, dimana mereka dengan cepat menemukan sesuatu celah macropage (Mp) dan Mp menelanya tapi tidak seluruhnya dimatikan.

Beberapa kuman tetap berdiam di dalam Mp di jaringan limpoid usus kecil. Kuman tifoid lainya dikeluarkan kedalam nudol limfe mesenteric dimana terjadi multiplikasi lanjut dan penelanan oleh Mp. Dipercaya bahwa kuman tifoit tersebut mencapai aliran darah melalui drainase limfoid dari nudokl mesenteric, selanjutnya mereka memasuki saluran thoracic dan bersiskulasi secara luas. Pencapaian kuman secara intraseliular dalam waktu 24 jam setelah penelanan melalui organ-organ retikuloendotelial (empedu, hati, sumsum tulang, dll), dimana mereka tetap disana selama masa inkubasi biasanya 8-14 hari. Gejala klinis diikuti dengan suatu level rendah bakteremia (~1-10 bakteri /ml darah) 18 .2.5 RESPON KEKEBALANTahapan respon immun terhadap infeksi S.typhi diperkirakan sebagai berikut :

Sekresi antibodi intestinal yang menolak invasi mukosal

Antibodi sirkular menetralisir bkteri dalam aliran darah

Mekanisme Cell-Mediated Immune (CMI) yang menyerang bakteri intraselular.Anti bodi spesifik dapat dideteksi baik dalam serum maupun di intestinal. Sebagai dampak imunisasi per-oral dengan S.typhi (Ty21a) yang dilemahkan, dapat nmenimbulkan aktifitas Cytotoxic T-lmypocyte (CTL), hal inimenunjukkan peran CTL dalam perlindungan melawan demam tifoid. Biasanya demam tifoid menghasilkan kekebalan seumur hidup, dan infeksi u;lang jarang terjadi. Meskipun demikian beberapa pasien yang sembuh dari demam tifoid hanya mendapatkan kekebalan terbatas, yang mungkin tidak cukup sejumlah besar inoculum S.typhi 17, 24, 27.

2.6 RESPON ANTIBODI IgM & IgG

2.7 SITUASI DIAGNOSTIKKlasifikasi kasus Demam Tifoid menurut WHO :

a) Contirmend case of typhoid fever : Pasien dengan demam (38oC atau lebih) yang berlangsung 3 hari, dan di konfirmasi oleh tes laboratoriumserodiagnosis positif S.typhi (darah, sumsum tulang, urin)b) Probable case of typhoid fever : pasien dengan demam (38oC atau lebih) yang berlangsung 3 hari, dan dikonfirmasi oleh tes laboratorium-serodiagnosis positif atau deteksi antigen tetapi tanpa isolasi S.typhic) Chronic carrier: Ekskresi kuman S.typhi di urin atau fases (atau diulang dengan kultur empedu atau duodenal tetap positif) selama lebih dari 1 tahun setelah terjangkit demam tifoid akut. Beberapa pasien yang mengekresikan S.typhi, ternyata tidak mempunyai catatan penyakit demam tifoid.

Dalam praktek sehari-hari di Indonesia, klinisi pada umumnya ( 20-50%) menegakkan diagnosa demam tifoid menggunakan standar kriteria klinisi didukukng pemeriksaan laboratorium yaitu pengujian gall culture dan Widal-Slide dalam satu paket pemeriksaan 6.2.8 DIAGNOSA KLINIS DAN KETERBATASANNYAA. GEJALA KLINIS DEMAM TIFOID

Manifastasi klinis Demam Tifoid bervariasi mulai dari sub-klinik ringan derajat demam rendah, malaise, dan batuk ringan ke suatu gambaran klinik berat dengan gastroen teritis akut dan komplikasi ganda.

Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi keparahan dan keseluruhan gambaran klinis yang ditimbulkan oleh infeksi tersebut antara lain adalah 17, 24, 25, 26 :

Lama periode penyakit sebelum diberikan poengobatan yang sesuai

Pemilihan antibiotik

Umur

Riwayat vakssinasi atau pernah/tidak menderita penyakit tersebut

Virulensi strain kuman

Jumlah inoculum yang tertelan

Host faktor (mis: tipe HLA, AIDS atau immonosupressan lainya)

Apakah penderita pernah menerima pengobatan lain seperti H2-blocker atau antasid untuk penghilang asam lambung

Pasien yang terinfeksi HIV secara bermakna meningkatkan resiko infeksi klinis dengan S.typhi dan S.paratypi 23 Infeksi H.phylori juga mewakili peningkatan resiko kejangkitan Demam Tifoid.Keparahan infeksi ini dapat digolongkan sebagai: 17, 24,251. Infeksi Akut-non komplikasi : Yaitu infeksi Demam Tifoit akut yang ditandai dengan demam berkepanjangan, gangguan buang air besar (sembelit pada orang dewasa, diare pada anak-anak), sakit kepala, malaise dan anoreksia. Batuk bronchitis sreing juga terjadi diawal penyakit. Selama periode demam, >25% pasien memperhatikan exanthem (rose sport) di dada, perut dan punggung. Secara khas infeksi Demam Tifoid melalui empat fase yaitu : Inkubase, Fase Invasi, Periode Status dan EvolusiIncubationInvasion phaseStatus periodEvolution

Asymtomatic Intermitten fever Headache

Cough

Tiredness

Abdominal discomfort

Constipation

Constant fever Bradycardia

Dicrotic pulse

Hepatomegaly

Splenomegaly

Rose spots

Constipation

Diarrhoea Long convalescence Intestinal perforation

Chronic carrier

DAY-15DAY 0DAY 7DAY 21

Inkubasi : Demam Tifoid biasannya mempunyai periode mempunyai periode inkubasi sekitar 1-2 minggu setelah kuman S.typhi tertelan, tetapi bisa juga dalam waktu 3 hari atau 2 bulan tergantung pada besarnya inoculum (dosis kuman yang tertelan). 17, 24, 25

Fase Invasi : Gejala klinis yang pertama kali muncul biasanya adalah demam intermiten diikuti dengan nyeri kepala persistent, batuk non-produktif, lemas, insomnia, kehilangan nafsu makan dan rasa tiidak enak di bagian perut yang seringkali disertai dengan sembelit.

Periode Status : Setelah beberapa minggu berikutnya demam pasien berkembang menetap. Detak jantung lambat (bradycardia) dan nadi berdenyut cepat (dicrotic pulse) dapat juga terjadi pembengkakan hati (hepatomegaly) atau pembesaran empedu (splenomegaly). Hepatomegaly dan jaundice terjadi pada 1/3 kasus. Kadang muncul gejala predominan respiratory di awal demam tifoid yang yang kemungkinanya adalah patchy pneumonia. Pada beberapa pasien terlihat sebagai proses pulmonary primer. Seringkali pasien mempunyai keluhan pada bagian perut yaitu konstipasi (terutama dewasa), diare ( terutama pada anak-anak), nyeri perut, dan ileus atau abdominal tenderness. Darri 50% pasien ras kaukasia, timbul gejal klinis yang dinamakan rose-spot (bercak warna pink pada permukaan kulit) di ulu hati dengan diameter sekitar 2-4 mm. Tenggorokan kering, merah dan lidah kadang terlihat berwarna merah strawberry. Karena penyakit berlanjut, panas tinggi menetap dan pasien menjadi lemah, bingung, nafas cepat dan nadi melemah. Perut mual dan diare, sering direferensikan sebagai jus melon diare 26, 27.

Evolusi : pasien tanpa pengobatan biasanya mulai sembuh sekitar 4 minggu. Demam turun perlahan lebih dari 2-3 minggu, tetapi gangguan grastrointestinal tetap bertahan. Penyembuhan total memerlukan waktu 3-4 bulan. Relapse terjadi pada 5-12% kasus tanpa pengobatan antibiotik. Biasanya, onset daripada relapse terjadi sekitar seminggu setelah penghentian pengobatan, tetapi setelah diobservasi terjadi paling lambat 70 hari sesudahnya2. Infeksi-Akut Komplikasi : yaitu infeksiu demam tifoit akut berat. Tergantung pada penatapan klinis dan kwalitas layanan kesehatan yanng tersedia, < 10% pasien tifoid ini dapat berkembang menjadi komplikasi serius. 10-20% pasien dilaporkan disertai dengan occultblood positif di fesesnya, < 30% dengan melena. Perforasi intestinal juga telah dilaporkan hingga < 30% kasus yang dirawt inap. Gangguan pencernaan berkembang dan meningkat.

3. Pasien Carrier : 1-5% pasien (tergantung umur) dapat menjadi carrier kronis, dengan menempatkan (dormant), S.typhi dikandung empedu.B. KETERBATASAN DIAGNOSA KLINIS

Banyak klinisi yang kesulitan menegakkan diagnosis berdasarkan gejala klinis walaupun gejalanya jelas mengingat, bahwa terdapat variasi klinis yang lebar dan tidak selalu khas, sehingga sering sulit dibedakan dengan demam oleh sebab lain seperti malaria atau demam dengue 6, 7, 15. Hal ini mendorong beberapa ahli di Indonesia untuk membuat kriteria klinis demam tifoid: antara lain kriteria iskandar20 dan sistem skor menurut Nelwan. Namun menurut iskandar 6 kriteria yang lama dan tercantum dalam text-book kedokteran tropis, yaitu five Cardinal Signs tetap perlu di perhatikan. Salah satu kriteria penting yang dapat membedakan demam tifoid dengan penyakit demam lainya adalah: demam dengan onset insidious dan naik bertangga (step-ladder) 21 22. Keterlambatan diagnosis merupakan salah satu penyebab kegagalan pemutusan rantai poenularan serta poencegahan terjadinya konplikasi. Masalahnya tidak jarang di temui kesulitan menegakkan diagnosis demam tifoid dengan tepat dan cepat dengan atas dasar gejala klinis saja 2 2.9 DIAGNOSA LABORATORIUM DAN KETERBATASANNYAPemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosis demem tifoid dalam garis besarnya dapt digolongkan dalam tiga kelompok besar antara lain sebagai berikut :

a) Kelompok pertama adalah isolasi kuman penyebab yaitu Salmonella typhi, dari b eberapa s[pesimen klinis seperti darah, sumsum tulang, urin atau tinja

b) Kelompok kedua adalah uji serologi untuk melacak peningkatyan kadar antibodi terhadap antigen S. typhi atau melacak adanya antigen spesifik S.typhi dalam spesimen penderita.

c) Kelompok ketiga berupa usaha pelacakan DNA spesifik S.typhi dari spesimen penderita yang dapat di lakukan dalm 2 teknik, yakni Hibridisasi dengan pelacak DNA (DNA probe) dan dengan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). I. ISOLASI KUMAN

Pemahaman Umum : Diagnosa definitif demam tifoid berdasarkan pada isolasi kuman S.Typhin dari spesimen klinis yang berasal dari penderita yaitu darah, sumsum tulang, urin, veses atau cairan tubuh lain. Timbulnya gejala klinis yang khas demam tifoid atau deteksi respon antibodi spesifik hanya memberikan sugestif diagnosis dan bukan definitif dioagniosis demam tifoid. Biakan darah merupakan baku emas diagnosis penyakit ini 17 . masalahnya usaha ini tidak selalu berhasil dengan baik karena berbagai faktor yang bisa mempengaruhi penemuan kuman dari spesimen klinis tersebut. Metode ini adalah pengujian yang paling sering di minta, dan pengambilan darah yang dianjurkan adalah sebanyak dua kali atau lebih dengan jarak 1 jam 28 . isolasi S.typhi dari pasien tifoid : diperlukan 10-15 ml pada pasien remaja dan dewasa untuk mendapatkan derajat isolasin yang optimal sedangkan pada belita dan anak-anak pra sekolah di oerlukan 2-4 ml volume darah 29-30. Hal ini disebabkan anak-anak mempunyai tingkat bakterenia yang lebih tinggi di bandingkan pada orang dewasa. Dibeberapa wilayah tampaknya akan sulit mendapatkan volume darah sebesar itu dan karenanya metode diagnostik alternatif diperlukan untuk kasus dimana biakan darahnya adalah negatif. Sebab dengan kurangnya volume darah maka akan juga mengurangi sensitifitas biakan darah. Sebagaimana di kemukakan oleh Koneman pengambilan spesimen darah sebaiknya dilakukan pada minggu pertama karena kemungkinan untuk positif mencapai 80-90% khususnya pada pasien yang belum mendapat terapi anti biotik. Sedangkan pada minggu ke tiga menjadi 20-25% dan minggu ke empat hanya 10-15% 31.

Keterbatasan Isolasi Kuman

Ditemukanya kuman salmonella dalam darah penderita dengan biakan empedu (gail culture), masih di anggap cara untuk memastikan diagnosis demam tifoid walaupun angka keberhasilanya rendah. Rendahnya angka keberhasilan biuakan darah seringkali di sebabkan oleh 15 :

Pemberian antibiotik

Waktu pengambilan yang tidak tepat

Volume darah yang kurang atau bahan yang terlanjur di biarkan menggumbal.

Sedangkan kelemahan isolasi kuman tersebut antara lain :

Vecal carrier dapat menyebabkan positif palsu pada kultur tinja, sehingga uji laboratorium tersebut harus disertai dengan gejala klinis yang khas 32 Sentifitas rendah (4-60%).

Ab Complemen atau faktor lain dalam serum bisa menghambat pertumbuhan kuman.

Pemberian antibiotik atau pengobatan sendiri juga bisa mempengaruhi pertumbuhan kuman.

Hasilnya memerlukan waktu berhari-hari bahkan minggu.

Sensitifitas yang tinggi di dapatkan dari spesimen biobsi sumsum tulang akan tetapi prosedurnya sangat infaif dan hanya bisa dilakukan di rumah sakit besar.

Fariasi sensitifitas sangat besar, diduga hal ini disebabkan sebagian besar hasil yang terdapat dalam sirkulasi berada di intraselular.

Fasilitas pendukung pengujian ini tidak tersedia luas di daerah-daerah yang sudah endemis.

II. SEROLOGI

Pemahaman umum : hasil pemeriksaan serologis belum cukup untuk dapat digunakan sebagai sarana tunggal pendukung diagnostik demam tifoid. Meskipun demikian, serologi dapat bermanfaat terutama di daerah yang tidak dapat, menggunakan metode diganostik yang lebih mahal 27 . metode tes velix-widal tradisional telah memberikan suatu dukungan terhadap diagnosa demam tifoid (dan para tifoid), tetapi seringkali menjadi misleading akibat tingginya angka positif palsau dan negatif palsu .

Uji serologi meliputi dua kelompok uji laboratorik yaitu pelacakan antibodi spesifik terhadap S.typhi dan pelacakan adanya antigen spesifik S.typhi dalam darah ataucairan tubuh lain 28 . salmonellae dapat di deteksi melalui antigen somatik (o) dan antigen flagelanya (H). Beberapa salmonella juga mempunyai antigen envelope yang disebut Vi (virulence). Salmonellae yang menhyebabkan demam tifoid dan demam paratifoid mempunyai komposisi antigen dan termasuk dalam golongan serogrup (tabel di bawah). Komposisi antigen dan golongan serogroup SalmonellaSerotypeO antigenH antigenSerogroup Phase 1:2

S. typhi9.12d:Group D 1

S. paratyphi A.1.2.12a : (1.5)Group A

S. paratyphi B.1.4.(5).12b : 1.2Group B

S. paratyphi C.6.7.(Vi)c : 1.5Group C1

Faktor antigen O spesifik pada Salmonella typhi dan paratyphi

OrganismSpesicific O antigen factor

S. typhi9

S. paratyphi A.2

S. paratyphi B.4

S. paratyphi C.6/7

Antigen H spesifik pada Salmonella typhiOrganismPhase 1 H antigen

S. typhiD

S. paratyphi A.A

S. paratyphi B.B

S. paratyphi C.C

Deteksi Antibodi :

Felix-Widal test

Uji serologi yang tertua dalam rangka melacak kenaikan kadar antidi terhadap estyphi adalah uji widal. Tes tersebut telah dipakai sejak tahun 1896 oleh Felix Widal, dimana prinsipnya adalah terjadinya reaksi algutinasi antara antigen S.typhi dengan algutinin penderita atau dengan kata lain berupa penentuan kadar aglutinasi antibodi terhadap antigen O (somatik) dan H (flagellar) S.typhi kadar aglutinin tersebut diukur dengan menggunakan pengenceran serum berulang dalam dua cara, yaiyu uji widal tabung reaksi besar yang membutuhkan waktu inkubasi semalam dan uji widal slide yang hanya 5-30 menit.

Menurut pembagian patologi klinik FKUI tidak ada perbedaan sensitifitas dan spesifisitas antara uji widal tabung dengan slide. Umumnya sekarang lebih banyak digunakan uji widal cara slide karena alat yang dibutuhkan lebih sedikit dan pemeriksaanya lebih cepat. Biasanya antibodi O meningkat dihari 6-8 dan antibodi H di hari ke 10-12 sejak awal serangan penyakit. Interpreetasi uji Widal harus dilakukan harus dilakukan dengan cermat karena banyak faktor yang memprngaruhinya antara : stadium penyakit, pemberian antibiotik, teknik laboratorium, gambaran immunologis masyarakat setempat dan immunisasi demam tifoid. Uji ini mempunyai sensifitas dan spesifitas moderat dimana kualitasnya amat dipengaruhi oleh jenis antigen yang dipakai. Widal bisa memberikan hasil negatif hingga 30% dari sampel biakan positif demam tifoid 17, 28, 31Oleh karena itu hampir semua ahli sepakat bahwa kenaikan titer aglukinin 4X (dari serum ganda), terutama aglutinin H dalam jangka waktu 5-7 hari mempunyai nilai diagnostik yang sangat penting untuk demam tifoid, sedangkan peningkatan titer aglutinin yang tinggi pada satu kali pemeriksaan widal terutama aglutinin widal terutama aglutinin H masih kontroversi.dimana penelitian yang menyetujuinya menetapkan titer aglutinin O bervariasi antara titer > 1/160 sampai titer > 1/320 atau titer H > 1/800 dengan catatan 8 bulan terakhir tidak mendapatkan vaksinasi atau baru sembuh dari demam tifoid. Penelitian lain menmbahkan syarat titer aglutinin rata-rata orang sehat di daerah endemis tersebut harus diketahiu lebih dulu, agar nilai tunggal mempunyai nilai diagnostik. Sementara kelompok lain menganggap hasil satu kali uji widal saja tidak mempunyai arti penting 33, 34Hasil pengujian widal negatif bukan berarti bahwa dipastikan tidak terjadi infeksi. Hasil tersebut sebaiknya digunakan sebagai referensi untuk analisa subsekuensi komparatif 34.

Penyebab Pengujian Widal menjadi Negatif :

Tidak terjadi S.typhi

Pasien carrier

Inoculum antigen kuman di dalam pejamu tidak adekuat mempengaruhi pembentukan antibodi

Adanya kesalahan atau kesulitan teknis dalam melakukan pengujian

Pemberian antibiotik sebelumnya

Adanya variabilitas antigen yang tersedia komersial

Suatu hasil positif tes aglutinasi di sisi lain dapat juga memberikan beberapa interpretasi yang berbeda.

Penyebab Pengujian Widal Menjadi Positif :

Pasien memang menderita demam tifoid

Immunisasi dengan antigen Salmonella sebelumnya.

Reaksi silang dengan non-typhoidal Salmonella.

Variabilitas dan buruknya standarisasi pembuatan antigen komersial

Inverksi dengan malaria atau enterobacteriaceae lainya

Penyakit lainya seperti dengue Keterbatasan Felix-Widal Test :

Di area endemis tifoid, suatupengujian menggunakan spesimen serum tunggal untuk memeriksa aglutinin widal tidak dapat memberikan pelayakan diagnosis disebabkan oleh :

Serangan ulah oleh S.typhi innocula kecil atau Salmonella sp lainya yang mengandung jenis antigen 9 atau 12.

Immunisasi demam tifoid sebelumya

Infeksi lainya seperti malaria

Sulitnya menetapkan baseline standar titer patologis terhadap suatu populasi tertentu

Konsistensi hasil rendah

III. IMMUNO-SEROLOGI

Pemahaman Umum

Banyak penelitian telah berusaha untuk mendapatkan suatu tes demam tifoid yang lebih sensitif dan spesifik lebih dari dua dekade terakhir, metode yang paling umum digunakan adalah dan enzyme-linked immunosorbent assay (ELIZA). Pemeriksaan ini dapat menemukan adanya antibodi igM maupun igG soesifik pada pasien demam tifoid, dan antigen deteksi yang digunakan adalah ekstrak sel S.typhi hasil pemurnian. Antigen dipisahkan dari berbagai struktur subselular organisme antara lain adalah : lipopolisakarida (LPS), outer membrane,protein (OMP), flagella (d-H), dan kapsul (virulense) [Vi] antigen ) 37. Seperti yang diharapakan ELISA yang berbasis Ag-lipopolisakarida (LPS) 38-42 dan berbasis OMP 43-45 dibuktikan lebih superior dibandingkan tes Widal. Rodriguez et al 45 mendapatkan sensifitas dan spesifisitas sebesar 100% pada penderita demam tifoid dengan biekan darah positif terhadap S.typhi.

Keterbatasan tes ELISA

Selain memerlukan multi terhadap prosedur sehingga tidak praktis, ELISA juga butuh berbagai peralatan, instrumen reader dan sumber listrik, dimana instrumen dan enzyme konjugat sebagai bahan reagen masih mahal disamping itu hasilnya juga tidak dapat diharapakan segera (rapid) karena rata-rata memerlukan waktu > 1 jam 13.VI. PELACAKAN DNA Pemahaman Umum

Pelacakan DNA S.typhi dari spesimen pasien saat ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : hibridisasi dengan pelacak DNA (DNA probe) dan penggandaan untaian asam nukleat dan S.typhi dengan teknik polymerase Chain Reaction (PCR).

Hibridisasi dengan pelacak DNA

Dasar reaksi hibridisasi adalah kemampuan molekul asam nukleat rantai tunggal untuk mendeteksi dan membentuk ikatan hidrogen (hibridisasi) dengan asam nukleat rantai tunggal yang mengandung urutan asam nuleat komplementernya. Reaksi hibridisasi merupakan reaksi kinetik yang effisien dan dapat mendeteksi asam nukleat dalam jumlah yang sangat kecil dan dalam waktu pendek 47.

Keterbatasan Hibridisasi dengan pelacak DNA

Teknik ini terbukti mempunyai spesifisitas yang tinggi, tepi sayangnya masalah sensifitas masih belum terpecahkan. Karena ternyata DNA probe tidak cukup sensitif untuk mendeteksi kuman S.typhi dalam darah yang berjumlah sangat rendah. Cutt-off DNA probe adalah 500 bakteri/ml, sedangkan spesimen pasien umunya hanya 10-15 kuman. Disamping itu cara tersebut masih dianggap terlalu lama, karena memerlukan biakan selama untuk menumbuhkan koloni diindentifikasi.Polymerase Chain Reaction

Metode PCR merupakn pengembangan dari pada metode DNA probe guna menggantikan prosedur biakan semalam tersebut. Prinsipnya adalah melakukan perbanyakan DNA target secara in-vitro dengan menggunakan enzim DNA polimerase di dalam alat thermocycler melalui siklus yang berulang-ulang, sehingga dihasilkan berjuta-juta rantai DNA baru yang serupa dengan DNA yang diacak 2. Diperkiran bahwa uji PCR dapat melacak sampai sedikitnya 10 sel S.typhi, dan waktunya lebih baik dibandingkan dengan kultur (6 jam) begitu pula hasilnya 48.

Keterbatasan PCR

Kelemahan metode ini adalah mudah terkontaminasi, baik dari peralatan maupun ruangan di sekitar yang dapat mengakibatkan positif palsu. Untuk saat ini baik DNA maupun PCR bahan dan materialnya masih cukup mahal, dan belum dapat untuk pelayanan kesehatan secara luas (terbatas untuk penelitian).BAB IIIREFERENSI KEBUTUHAN LABORATORIUM DIAGNOSTIK

Berbagai Statemen refleksi Kebutuhan Diagnostik Demam Tifoid :

Diagnosis dini demam tifoid sangat berperan dalam pencegahan komplikasi dan pemutusan mata rantai penularan, sementara uji Widal tunggal yang banyak ternyata kurang bermakna, teknik DNA probe dan PCR yang juga memiliki nilai diagnostik tinggi saat ini hanya bisa dimanfaatkan untuk ke[pentinga penelitian. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan penunjang laboratorium yang sensitif, spesifik, praktis dan mahal bilamana gejala klinis tidak khas 2.

Melihat pengalaman selama ini banyak sekali kasus infeksi yang dikirim ke rumah sakit dengan diagnosa demam tifoid dan sudah mulai diberikan obat antibiotika, yang kemudian ternyata suatu demam karena virus antara lain dengue 6.Tabel 5 : Profil asumsi nilai diagnostik berbagai metode pengujian

Profil Asumsi Nilai Diagnostik Berbagai Metode

MetodeSensSpesCepatPraktisResiko KontaminasiVariasi hasilTanpa tambahan alatTotal

Isolasi (Kultur)***********1,6

Widal/ Slide Aglutinasi*****************2,4

ELISA*******************2,7

PCR**************2

DIAGNOSIS VALUE REQUIREEMENT

Berdasarkan cara tabel prifil Assumsi Nilai Diagnostik Berbagai Metode tersebut, berikut adalah uraian kelebihan dari metode eksisting yang paling bernilai yaitu Widal/slide Aglutinasi dan ELISA.

KelemahanKelebihan

Menggunakan Whole Antigen (Crude) Salmonella Typhi

Mendeteksi Antigen S.typhi non-spesifik

Menggunakan sampel serum ganda (sampling kesatu setalah 5-7 hari)

Sensitifitas & Spesifisitas rendah (< 70%)

Hasil bervariasi antar laboratorium

Hasil tidak stabil, sehingga harus secepat mungkin diidentifikasikan

Prosedur praktis

Hasil dalam beberapa menit

Tidak perlu tambahan peralatan

Tidak perlu listrik

Investasi murah

ELISA IgM/IgGKelemahanKelebihan

Prosedur rumit (multi step)

Hasil dalam beberapa jam s/d hari

Memerlukan ELISA reader, Washer, incubator dll

Memerlukan listrik

Investasi mahal

Menggunakan Antigen purifikasi murni (LPS, OMH, Flagella & Capsule/Vi)

Mendeteksi Antibodi S.typhi spesifik (IgM, IgG atau IgA)

Menggunakan sempel serum tunggal (S1)

Sensitifitas & spesifitas tinggi (> 90%)

Variasi hasil antar laboratorium minimal

Hasil cukup stabil s/d 30 menit, sehingga leluasa melakukan interpretasi

Sehingga dapat disimpulkan disini bahwa apa yang menjadi kebutuhan pasar paling mendasar dan mendesak atau kita sebut sebagai diagnostic Value Requirement (DVR) untuk deteksi demam Tifoid, yang secara optimal dapat dieksloirasi adalah gabungan kelebihan dari pada metode Widal dan ELISA, dimana uraian DV\R tersebut sangat cocok gengan pertanyaan kebutuhan yang dari beberapa ahli pada bagian sebelumnya. Diantaranya adalah pertanyaan singkat dari djoko Widodo et al, 1999 sebagai berikut : di butuhkan pemeriksaan penunjang laboratorium yang sensitif, spesifik, praktis dan tidak mahal bilamana gejala klinis tidak khas.

BAB IVTUBEXTF 4.1 DEFINISI TUBEXTFTUBEXTF adalah suatu assay (pemeriksaan) diagnostik in vitro semikuantitatif 10 menit untuk mendeteksi demam tifoid akud yang disebabkan oleh salmonella typhi, melalui deteksi spesifik adanya serum antibodi igM terhadap antigen S.typhi O9 lipopolisakarida dengan cara mengukur kemampuan serum antibodi igM tersebut dalam menghambat (inhibisi) reaksi antara antigen berlabel pertikel partikel lekeks magnetik (reagen warna coklat) dan monoklonal antibodi berlabel lateks warna (reagen warna biru), selanjutnya ikatan inhibisi tersebut diserapkan pleh suatu daya magnetik. Tingkat inhibitas yang dihasilkan adalah setara dengan konsentrasi antibodi IgM S.typhi dalam sempel. Hasil dibaca secara visual dengan membandingkan warna akhir reaksi terhadap skala warna 50.4.2 SEJARAH PENCIPTAAN

Format pemeriksaan TUBEXTF Berdasarkan pada metode ELISA inhibitas yang dikembangkan oleh Lim PL et al 22 tahun yang lalu (1983) 51. Reagen TUBEXTF menggunakan jenis antigen dan antigen yang sama dengan ELISA tersebut, dimana telah terbikti mempunyai sensifitas dan spesifitas yang tinggi sebagai suatu tes demam tifoid. Transformasi dari ELISA ke tes TUBEXTF dapat dimingkinkan dengan menunjukkan bahwa partikel latex indikator 52, 53 dan yang lebih penting serta mutakhir, dengan pengembangan suatu well khusus yang berdampak kepada pereaksian yang lebih efisien.

4.3 PROFIL DAN KOMPOSISI BAHAN PRODUK TUBEXTFA. PROFIL DAN SPESIFIKASI TEKNIK

ProduksiIDL Biotech, Swedia

Didistribusikan olehPT Pacific Biotekindo

Deteksi PenyakitDemam Tifoid

Marker yang dideteksiAntibodi IgM S. Typhi

MetodeImmunoassay Magnetic Binding inhibition (IMBI)

Jenis AntigenPurified LPS-O9 S. typhi

Media reaksiV-Shape Wells

Marker penanda hasil reaksiPurified anti -O9 Mab

SampelSerum

HasilSemi-kuantitatif

Volume sampel45 ul

Waktu pengerjaan s/d hasil10 menit

Spesifisitas> 93%

Sensitivitas> 95%

Kemasan30 tes

B. KOMPOSISI BAHAN REAKSI (UTAMA)

Gb8. : botol kontrol negatif dan kontrol positif

C. KOMPOSISI BAHAN NON-REAKSI (PENDUKUNG)

D. KONSEP PENGGUNAAN ANTIGEN LPS 0.9 S. TYPHI DAN DETEKSI ANTIBODI IgM

a. Beberapa alasan yang mendasari penggunaan antigen LPS-09 S.Typhi di dalam TUBEXTF antara lain adalah :1) Berdasarkan sifat dan daya imunitas, antigen O9 adalah immunodominant dan robust 17 .

2) Tidak seperti antigen capsular (Vi) dan flagellar yang merupakan tipe thymus-independendent II di alam ini dan daya imunitas yang rendah pada bayi, antigen O9 (atau LPS secara umum) adalah tipe tyhmus-independent I, bersifat imunogenik pada bayi dan suatu mitogen sel B potensial 17 .

3) Dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T (tidak seperti antigen protein) dan dengan demikian, respon anti O9 sangat cepat 17.

4) LPS merupakan bagian integral dari dinding sel salmonella 56 yang mampu menghasilkan respon antibodi cepat dan kuat melalui aktivitas sel B yang sesuai melalui kedua reseptor lain dari sstem sinyal primordial yang disebut toll-like receptor 4 57

5) Berdasarkan teori, spesifitasnya adalah tinggi (< 90%), karena sangat jarang ditemui antigen O9 ini di alam atau diantara mikrogenisme lainya dan fakta bahwa LPS S.typhi ELISA diketahui sangat spesifik, 40, 58, 58, 60.

6) Antigen O9 memiliki sifat sangat spesifik pada salmonella serogrup D karena mengandungh gula yang sangat jarang di alam yaitu -D-tyvelose 13. Struktur imia salmonella LPS sebenarnya telah dikenal secara baik 61, 37 . dibentuk dari pengulangan kompleks unit rantai oligosaccharide (O) yang terikat pada polysaccharide-lipid A.backbone. rantai O S.typhi yang memiliki sub antigen 09 dan O12 merupakan pembeda organisme ini dari 99% subtipe lainya (serotypes) salmonella, sedangkan kelompok dengan S.typhi berdasarkan antigen flager dan capsular.

b. Deteksi antigen IgM spesifik terhadap salmonella typhi dipilih dan digunakan sebagai maker/penanda TUBEX TF berdasarkan konsep sebagai berikut :

1) Kadar ketiga kelas (IgA, IgG dan IgM) imunoglobin anti-lipopolisakarida lebih tinggi pada pasien tifoid dibandingkan dengan kontrol ; pengujian anti-lipopolisakarida IgM memberikan hasil yang berbeda bermakna antara tifoid dan non tifoid 60.

2) Pada diagnosis serologis demam tifoid, deteksi antibodi IgM lebih baik karena tidak hanya mengikat lebih awal tetap juga lebih cepat menurun sesuai dengan fase akut infeksi,sedangkan antibodi IgM tetap bertahan pada fase penyembuhan 36.

3) TUBEX TF hanya mendeteksi antibodi IgG. Hal ini membuat tes ini sangat bernilai dalam menunjang diagnosis infeksi akut 17. 4.4 MEKANISME REAKSI

REAKSI NEGATIF :

Apabila tidak terdapat Human Ab IgM S,Typhi (Ab penghambat) dalam sampai serum, maka pertikel indikator (blue) yang berlabel MAb LPS-O9 langsung berkaitan dengan partikel magnetik berlabel Ag LPS-O9 9 (brow) dan mengalami ko-sedimensi akibat tertarik magnet didalam boks skala warna. Proses tersebut terlihat secara visual melalui perubahan warna dari biru ke merah (pink), back-ground warna merah muda merupakan partikel lateks berlabel BSA campuran dari reagen biru (blue) yang tidak bereaksi dengan partikel apapun.

REAKSI POSITIF :

Apabila terdapat Human Ab IgM S.tyhi (Ab penghambat) di dalam sempel serum, maka Ab IgM S. typhi akan menghambat ikatan antara partikel indikatpor (blue) berlabel Mab LPS-O9 dengan pertikel magnetik yang berlabel Ag LPS O9 (brown) dengan mengikat pertikel magnetik klebih dulu, kemudian ikatan Ab IgM S.typhi dengan Ag LPS-O9 (brow) engalami ko-sedimentasi akibat tertarik magnet di dalam books skala warna. Banyaknya koefisien Ab IgM S.typhi yang menghambat ikatan antara Ag LPS O9 (brow) dengan pertikel indikator (blue) berlabel MAb LPS O9 yang tidak tertarik oleh medan magnet.

4.5 PROSEDUR PENGUJIAN

4.6 INTERPRETASI HASIL

< 2NEGATIVETidak menunjukkan infeksi Demam Tifoid aktif

3BorderlinePengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian, apabila masih meragukan, lakukan sampling ulang beberapa hari kemudian

4-5POSITIVEMenunjukkan infeksi demam Tifoid aktif

> 6POSITIVE -Indikasi kuat infeksi demam Tifoid aktif

INDETERMINATEKetidakjelasan pengukuran diakibatkan oleh :

1. Protokol pengujian tidak diikuti dengan baik. Ulangi pengujian

2. Kualitas sampel kurang baik. Lakukan sampling dan pengujian ulang

4.7 KINERJA PENGUJIAN TUBEXTF

A. SENSITIFITAS & SPESIFITAS

Telah dilakukan evaluasi klinis dan kinerja penguji TUBEXTF di berbagai negara sejak tahun 1998, sedangkan di Indonesia juga sudah pernah dilakukan tahun 2003-2004 oleh NAMRU 2 bersama-sama dengan puslitbang Depkes. Berikut adalah tabel data Sensitifitas dan Spesifitas TUBEXTF di bebarapa penelitian 13, 35, 54, 55. Tabel 8 : Sensitifitas & Spesifitas TUBEXTF dengan berbagai penelitianPeneliti/ NegaraMetodeTahunSensitivitasSpesifitas

Lim PL et al ,TUBEX1998100 (16)100 (69)

MalaysiaInh-ELISA100 (15)96,8 (62)

Inh-slide38,5 (13)100 (20)

IgM ELISA100 (15)96,9 (64)

IgG ELISA86,7 (15)95,3 (64)

Agg-well31,3 (16)100 (55)

Agg-slide18,2 (11)91,3 (23)

Widal (TO+TH)81,3 (16)43,3 (30)2

Grzegorz Oracz et al,TUBEX200392,694,83

Polandia (Ped)

Sonja J. Olsen et al,TUBEX200478 (43/55)94 (17/18)

Vietnam

Razel L. Kawano, RMTTUBEX200594,780,4

Philipines

B. SENSITIVITAS TUBEXTF vs PROFIL RESPON ANTIBODI S.TYPHI DAN PERIODE FASE DEMAM

BAB V

RANGKUMAN

Demam tifoid mempunyai variasi klinis yang luas dari sub klinik, ringan, sedang dan berat. Sebagaimana penyakit infeksi pada umumnya. Berat ringannya penyakit tergantung pada interaksi antigen (kuman), pasien (host), obat/cara pengobatan yang semuanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan .variasi klinis yang lebar dan tidak selalu khas tersebut seringkali menyulitkan penatapan secara klinis diagnosis demam tifoid, karena menyerupai penyakit febris yang lainya, seperti malaria dan enyakit demam degue. Oleh karena itu tes laboratorium merupakan sarana yang sangat berarti dalam mendiagnosis penyakit ini.

Diagnosa definitif dan merupakan baku emas diagnosa penyakit ini adalah berdasarkan pada isolasi kuman S.typhi dari beberapa jenis spesimen klinis yang berasal daripenderita. Masalah isolasi kuman S.typhi tidak selalu berhasil dengan baik karena berbagai faktor bisa mempengaruhi penemuan kuman dari spesimen klinis tersebut . Sementara uji widal tunggal yang banyak digunakan ternyata kurang bermakna, teknik DNA probe dan PCR yang juga memiliki nilai diagnostik tinggi saat ini hanya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan penunjang laboratprium yang sensitif, spestifik, praktis dan tidak mahal bilamana gejala klinis tidak khas . Salah satu tes diagnostik cepat untuk demam tifoid adalah TUBEXTF.

TUBEXTF adalah suatu assay (pemeriksaan) diagnostik in vitro semikuantitatif 10 menit untuk mendeteksi demam tifoid akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi, melalui deteksi spesifik adanya serum anti bodi lgM terhadap antigen S. Typhi O9 lipopolisakarida dengan cara mengukur kemampuan serum anti bodi lgM tersebut dalam menghambat (inhibisi) reaksi antara antigen dan monoklonal antibodi.Dengan adanya tes diagnostik cepat seperti TUBEX ini, diharapkan mampu memberikan banyak manfaat tentang tata laksana dan penegakkan diagnosa demam tifoid serta meningkatkan pengetahuan mengenai pemahaman tehnik tes diagnostik terkini demam tifoid mengunakan metode IMBI ( Inhibition Manetic Binding immunoassay ) yang terdapat dalam TUBEX TF.Gb1 Peta endemisitas dunia demam tifoid

Gb. 2 : Penampang flagella- berbeda disetiap Salmonella, ada yang hanya diujung badan kuman atau tedapat diseluruh badan kuman

Gb. 3 : Rantai Penularan Demam Tifoid

Gb. 4 : Mekanisme Patogenesis Demam Tifoid

Gb. 5 : Chart for Ab response vs Salmonella typhi infection

Gb. 6: Profil asumsi situasi share utilitas diagnostic di Indonesia

Gb. 7: Evolusi Klinis Demam Tifoid

40 0C

37 0C

Sedangkan faktor antigen O spesifik pada salmonella typhi dan paratyphi adalah sebagaimana ditunjukkan pada tabel disamping

Antigen O9 (LPS) Salmonella typhi adalah sangat spesifik karena epitope immunodominan-nya sangat jarang terdapat di deoxyhexose sugar sebagaimana yang ada di nature. Antigen ini ditemukan dalam serogrup D salmonellae dan tidak ditemukan di mikroorganisme lainnya17.

BROWN REAGENT (A) : Magnetic particle coated with S.typhi LPS Antigen by passive adsorption

BLUE REAGENT (B) : Blue carboxylated latex perticle coated with mouse anti LPS 09 Mab by using carbodiimide & added with BSA-coated red latex particles

NEGATIVE CONTROL : Protein stabilized buffer

POSITIVE CONTROL : Control Ab in protein stabilized buffer

Gb. V-Shape wells

V-SHAPE WELLS : A Vessel Shape micro tube plastic for reaction (US Patent 367932, uk Reg.2037508 and Aus. Patent 640346).

MAGNETIC + COLOR SCALE : Strong Magnets which embedded inside on plastic color-scale block

Gb. : Magnetic Color scale

Gb 9 : Mekanisme reaksi Negatif

Gb.10 : Mekanisme reaksi Positif

GAMBAR 11

Table 7 : Interpretasi Hasil TUBEXTF

Gb.12: Profil respon antibody S. Typhi dan periode fase demam

3