TESIS - sinta.unud.ac.id · vi UCAPAN TERIMAKASIH Pertama - tama penulis memanjatkan Puji syukur ke...

133
TESIS EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9 BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK HERLINA EKA SHINTA PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016

Transcript of TESIS - sinta.unud.ac.id · vi UCAPAN TERIMAKASIH Pertama - tama penulis memanjatkan Puji syukur ke...

TESIS

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9

BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI

ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK

HERLINA EKA SHINTA

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

i

TESIS

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9

BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI

ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK

HERLINA EKA SHINTA

NIM 1214098201

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

ii

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9

BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI

ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

HERLINA EKA SHINTA

NIM 1214098201

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2016

iii

Lembar Persetujuan Pembimbing

TESIS INI TELAH DISETUJUI

PADA TANGGAL 25 NOVEMBER 2016

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof.dr.I Gst Alit Artha,MS,SpPA(K),MIAC dr. Herman Saputra, SpPA(K)

NIP. 1946040319790310001 NIP. 197303112002121002

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Pendidikan Dokter Spesialis-1 Patologi Anatomi

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA(K)

NIP. 196502011996012001

iv

Lembar Penetapan Panitia Penguji

Tesis Ini Telah Diuji pada

Tanggal 30 Nopember 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,

Nomor. 6011/UN 14.4/HK /2016,

Tertanggal : 25 Nopember 2016

Penguji : 1. Prof.dr.I Gst Alit Artha,MS,SpPA(K),MIAC

2. dr. Herman Saputra, SpPA(K)

3. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA(K)

4. dr. Moestikaningsih, SpPA(K)

5. Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH

v

vi

UCAPAN TERIMAKASIH

Pertama - tama penulis memanjatkan Puji syukur ke hadirat Tuhan Yesus Kristus,

karena hanya atas anugerah dan perkenaanNya, tesis ini dapat diselesaikan.

Penulis juga menyadari bahwa sepenuhnya tesis ini tidak dapat diselesaikan tanpa

bantuan dan dukungan berbagai pihak.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih

tak terhingga kepada Prof. dr. I Gusti Alit Artha MS., SpPA(K), MIAC., selaku

pembimbing I dan dr. Herman Saputra, SpPA(K) selaku pembimbing II, yang

telah memberikan bimbingan, arahan dan saran dari awal sampai tesis ini

terselesaikan.

Pada kesempatan ini pula penulis sampaikan rasa terima kasih yang dalam

kepada tim penguji, Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH., Dr. dr. I

Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA(K) dan dr.Moestikaningsih SpPA(K) yang

telah memberikan masukan dan saran pada penulisan tesis ini.

Ucapan yang sama juga kami sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana

Prof. DR. dr. I Ketut Suastika SpPD-KEMD, FINASIM, Dekan Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K), Direktur

Program Pascasarjana, Prof. DR. dr. Raka Sudewi, SpS(K), serta Ketua Program

Studi Ilmu Biomedik, Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc., SpGK, yang

telah memberikan kesempatan kepada penulis menjadi mahasiswa pada program

pascasarjana Universitas Udayana. Kepada dr. I Wayan Sudana, M.Kes, Direktur

Utama Rumah Sakit Sanglah Denpasar, terima kasih karena telah memberikan

vii

kesempatan dan fasilitas kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Rumah

Sakit Sanglah. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr Luh Putu Iin

Indrayani Maker, SpPA(K) sebagai Kepala Instalasi laboratorium Patologi

Anatomi Rumah Sakit Sanglah dan dr. AAAN Susraini SpPA(K) sebagai Kepala

Bagian lab Patologi Rumah Sakit Sanglah Denpasar, dan dr. I Wayan Juli Sumadi,

SpPA selaku Sekretaris Program Studi Patologi Anatomi Fakutas Kedokteran

Udayana/RSUP Sanglah Denpasar yang telah memberikan fasilitas dan

kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian. Ucapan terimakasih juga

disampaikan kepada pembimbing akademik penulis, dr. I Made Gotra, SpPA, juga

seluruh Staf pengajar di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah, atas

bimbingan dan pengajaran selama masa pendidikan. Ucapan terimakasih yang

tulus untuk teman-teman seperjuangan, dr. IB Caka Gunantara, dr. Yolanda

Isabella Simon dan dr. Putu Ratna Darmayani, serta semua rekan residen Patologi

Anatomi dan seluruh karyawan di laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah,

atas dukungan, semangat dan kerjasamanya selama masa pendidikan dan saat

menyelesaikan tesis ini.

Rasa syukur yang terdalam penulis persembahkan kepada yang tercinta, dr.

Bayu Setia, M.Biomed., SpJP-FIHA, serta kedua putra terkasih, Benedict Markus

Setia dan Nathanael Teras Setia, terimakasih sebesar-besarnya karena telah

menjadi sumber kebahagiaan dan inspirasi dalam hidup ini. Akhirnya, kepada

orang tua tercinta, Drs. Teras Bahan dan Hartati Sosiawaty dan ibu mertua,

Rambu Lewi, serta seluruh keluarga besar, penulis ucapkan terimakasih tak

terhingga atas perhatian, kasih sayang, doa dan dukungannya. Demikian pula

viii

kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan

terimakasih. Semoga tesis ini bermanfaat bagi perkembangan pelayanan di

Laboratorium Patologi Anatomi. Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan

rahmatNya kepada kita semua.

Denpasar, Nopember 2016

Penulis

ix

ABSTRAK

EKSPRESI MATRIKS METALLOPROTEINASE-9

BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI

ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK

Karsinoma kolorektal masih merupakan keganasan penyebab kematian di dunia,

termasuk di Indonesia. Kedalaman invasi merupakan salah satu gambaran

prognostik mayor yang penting dalam menentukan progresifitas dan prognostik

penyakit. Matriks metaloproteinase-9 adalah salah satu komponen yang penting

pada proses invasi sel tumor, karena memegang peranan penting dalam

mendegradasi matrik ekstraseluler. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui

peranan MMP-9 terhadap kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak

spesifik. Penelitian ini menggunakan metode potong lintang. Besar sampel adalah

50 yang berasal dari blok parafin pasien adenokarsinoma kolorektal dari tahun

2012 sampai 2016 di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar.

Dilakukan diagnosis ulang faktor prognosis kedalaman invasi pada invasi pada

pulasan Hematoxyline-Eosin (HE) dan kemudian dilakukan pulasan

imunohistokimia matriks metaloproteinase-9 (MMP-9). Hasil uji korelasi

Spearman menunjukkan terdapat korelasi antara ekspresi MMP-9 dengan

kedalaman invasi ( r= 0.435; r2= 0.189; p=0.002).). Penelitian ini membuktikan

bahwa ekspresi MMP-9 berhubungan positif dengan kedalaman invasi

adenokarsinoma kolorektal, sehingga dapat digunakan sebagai marker tambahan

untuk memprediksi prognostik pasien adenokarsinoma kolorektal.

Kata Kunci: MMP-9, kedalaman invasi, adenokarsinoma kolorektal, tidak spesifik

x

ABSTRACT

EXPRESSION OF MATRIX METALLOPROTEINASE-9 HAS

POSITIVE CORRRELATION WITH DEPTH OF INVASION IN

COLORECTAL ADENOCARCINOMA

NOT OTHERWISE SPECIFIED

Colorectal carcinoma is still one of the most deadly malignancy in the world,

including Indonesia. The depth of invasion is one of the major prognostic factors

to determine disease progression and outcome. Matrix metalloproteinase-9 is one

of the important components in the process of tumor cell invasion, because it

plays an important role in degrading the extracellular matrix. The purpose of this

study was to determine the role of MMP-9 in depth of invasion of colorectal

carcinoma. This study used cross-sectional method using 50 samples were taken

from paraffin block of patient with colorectal adenocarcinoma not otherwise

specified from 2012 until 2016 at the Pathology Anatomy Laboratory, Sanglah

Hospital, Denpasar. Re-diagnosis of prognostic factors was carried out to

determine depth of invasion, followed by immunohistochemical staining of matrix

metalloproteinase-9 (MMP-9). Spearman correlation test results showed there was

a correlation between expression of MMP-9 and the depth of invasion (r= 0.435;

r2= 0.189; p=0.002). This study proved that there is positive correlation between

expression of MMP-9 and depth of invasion in colorectal adenocarcinoma not

otherwise specified, so it can be use as a adjuvant marker to predict patient

prognostic with colorectal adenocarcinoma.

Keywords: matrix metalloproteinase-9, depth of invasion, colorectal

adenocarcinoma not otherwise specified

xi

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ......................................................................................... i

PRASYARAT GELAR .................................................................................. ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................ iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................... v

UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................... vi

ABSTRAK ..................................................................................................... ix

ABSTRACT ................................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi

DAFTAR TABEL ........................................................................................... xviii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xxi

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 4

1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 4

1.3.1 Tujuan Umum .................................................................... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 4

xii

1.4.1 Manfaat Akademik ........................................................... 4

1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................. 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 6

2.1 Karsinoma Kolorektal ................................................................. 6

2.1.1 Klasifikasi Karsinoma Kolorektal .................................... 6

2.1.2 Epidemiologi ..................................................................... 8

2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko ................................................ 9

2.1.4 Lokasi ................................................................................ 11

2.1.5 Gejala Klinis ..................................................................... 13

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang .................................................... 14

2.1.7 Gambaran Mikroskopis dan Derajat Diferensiasi

Karsinoma ......................................................................... 16

2.1.8 Stadium Patologis ............................................................. 21

2.1.9 Karsinogenesis Karsinoma Kolorektal ............................. 27

2.1.10 Faktor-faktor Prognosis Karsinoma Kolorektal ............... 33

2.2 Matriks Metalloproteinase -9 (MMP-9/Gelatinase) ................... 40

2.2.1 Struktur, Jenis dan Bioavaibilitas Matriks Metalloproteinase

(MMP) ..................................................................................... 40

2.2.2 Struktur, Jenis dan Bioavaibilitas Matriks Metalloproteinase-9

(MMP-9/Gelatinase) ................................................................... 45

2.2.3 Peranan Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase)

Ekspresi MMP-9 Karsinoma Kolorektal .................................... 51

2.2.4 Peranan Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase)

xiii

Pada Invasi dan Motilitas Karsinoma Kolorektal ....................... 57

2.2.5 Peranan Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase)

Sebagai Therapeutic Target ........................................................ 60

2.2.6 Ekspresi MMP-9 pada Karsinoma Kolorektal................... 63

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

PENELITIAN .................................................................................. 67

3.1 Kerangka Berpikir ...................................................................... 67

3.2 Konsep Penelitian ...................................................................... 69

3.3 Hipotesis Penelitian ................................................................... 70

BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................. 71

4.1 Rancangan Penelitian ................................................................. 71

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 71

4.3 Ruang Lingkup Penelitian ......................................................... 71

4.4 Penentuan Sumber Data ............................................................. 72

4.4.1 Populasi Penelitian ............................................................ 72

4.4.1.1 Populasi target ...................................................... 72

4.4.1.2 Populasi Terjangkau ............................................. 72

4.4.2 Sampel Penelitian ............................................................. 72

4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................ 72

4.4.3.1 Kriteria inklusi ...................................................... 72

4.4.3.2 Kriteria eksklusi ................................................... 73

4.4.4 Besar Sampel .................................................................... 73

4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel ............................................ 74

xiv

4.5 Variabel Penelitian ..................................................................... 74

4.5.1 Klasifikasi Variabel .......................................................... 74

4.5.2 Definisi Operasional Variabel .......................................... 75

4.6 Bahan Penelitian ....................................................................... 77

4.7 Instrumen Penelitian .................................................................. 78

4.8 Prosedur Penelitian .................................................................... 79

4.8.1 Cara Pengumpulan Data ................................................... 79

4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan ............................................ 80

4.8.3 Alur Penelitian .................................................................. 83

4.9 Analisis Data .............................................................................. 86

BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 87

5.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Umur Pasien, Jenis Kelamin, dan

lokasi tumor .............................................................................. 87

5.1.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Umur Pasien dan Kedalaman

invasi .......................................................................................... 87

5.1.2. Distribusi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin dan Kedalaman

Invasi .......................................................................................... 89

5.1.3. Distribusi Kasus Berdasarkan Lokasi Tumor dan Kedalaman

Invasi ........................................................................................... 90

5.2. Distribusi Kasus Berdasarkan Kedalaman Invasi

dengan Ekspresi MMP-9 .......................................................... 90

5.3. Gambaran Ekspresi MMP-9 ..................................................... 92

xv

BAB VI. PEMBAHASAN ............................................................................... 94

6.1. Distribusi Kasus Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin, dan Lokasi

Tumor ........................................................................................ 94

6.2. Ekspresi MMP-9 pada Adenokarsinoma Kolorektal Tipe

Tidak Spesifik Berdasarkan Kedalaman Invasi ........................ 95

BAB. VII. SIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 100

7.1. Simpulan ................................................................................... 100

7.2. Saran ......................................................................................... 100

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 101

LAMPIRAN ................................................................................................. 107

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1 Pembagian Lokasi Anatomis Kolon .................................................... 12

2.2 Tipe diferensiasi Karsinoma Kolorektal ............................................. 17

2.3 Karsinoma Kolorektal ......................................................................... 17

2.4 Tipe Karsinoma Kolorektal .................................................................. 20

2.5 Karsinoma Serrated .............................................................................. 21

2.6 Sistem stadium kanker oleh Duke tahun 1932 ................................... 22

2.7 Skematis Stadium Patologis Menurut AJCC ...................................... 26

2.8 Model Molekuler Evolusi Kanker Kolorektal Melalui

Adenoma-Carcinoma Sequence .......................................................... 28

2.9 Struktur Matriks Metalloproteinase .................................................... 42

2.10 Fungsi Seluler Matriks Metalloproteinase-9 (MMP-9)

Selama Perkembangan dan Fisiologis Normal .................. .................. 43

2.11 Struktur MMP-9 .................................................................................. 47

2.12 Peranan MMP-9 yang Tidak Terikat TIMP yang Berasal dari Sel

Radang PMN Sel Tumor ...................................................................... 50

2.13 Transisi Epithelial menjadi Mesenkim (EMT) yang dipicu MMP-9 .. 52

2.14 Peranan MMP-9 Bebas TIMP dari Sel Radang PMN ........................ 53

2.15 Kaitan MMP-9 dengan Kemampuan Metastasis

Tumor ................................................................................................... 54

2.16 Kaitan MMP-9 dengan Kemampuan Metastasis

xvii

Tumor ................ ................................................................................... 55

2.17 Gambaran peran penting dari polymorphonuclear leucocyte (PMN)

berasal dari Tissue Inhibitor of metalloproteinase (TIMP)

bebas, MMP-9 yang berasal dari stroma dan tumor ............................ 58

2.18 Ekspresi MMP-9 pada Jaringan Karsinoma Kolon............................. . 64

2.19 Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9................................................... 65

2.20 Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9 Pada Adenocarcinoma............. 66

2.21 Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9 pada Sel Tumor Stroma............ 66

2.22 Pewarnaan Imunohistokimia MMP-9 Pada Adenocarcinoma............. 67

3.1 Bagan Konsep Penelitian ..................................................................... 70

4.1 Bagan Rancangan Penelitian ............................................................... 72

4.2 Skema Alur Penelitian ......................................................................... 86

5.1 Grafik Distribusi Adenokarsinoma KKR berdasarkan Kelompok

Umur dan Kedalaman Invasi .............................................................. 88

5.2. Grafik Distribusi Adenokarsinoma KKR berdasarkan Kelompok

Jenis kelamin dan kedalaman invasi .................................................. 90

5.3. Grafik Distribusi Adenokarsinoma KKR berdasarkan Kelompok

Lokasi tumor dan kedalaman invasi ................................................... 91

5.4. Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan

Intensitas lemah .................................................................................. 93

5.5 Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan

Intensitas sedang ................................................................................ 93

5.6. Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan

xviii

Intensitas kuat ..................................................................................... 9

DAFTAR TABEL

Halaman

2.1 Klasifikasi Tumor-tumor Kolon dan Rektum berdasarkan WHO ...... 7

2.2 Faktor-faktor risiko KKR .................................................................... 10

2.3 Lokalisasi dan Jumlah Kasus KKR .......................................................... 13

2.4 Klasifikasi Histologis dan Frekuensi Terjadinya KKR ........................ 18

2.5 Stadium Patologik KKR menurut Duke ............................................... 23

2.6 Jenis Matriks Metaloproteinase ........................................................ 44

2.7 MMP dan TIMP pada KKR ............................................................... 63

4.1 Perhitungan besar sampel berdasarkan prevalensi per variabel

Penelitian dengan menggunakan rumus Araoye ( 2003 ) ................... 75

5.1. Distribusi kasus berdasarkan kedalaman invasi dan ekspresi MMP-9.. 90

xix

DAFTAR SINGKATAN

AJCC : American Joint Commission on Cancer

EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor

Bcl-xL : B-cell leukemia / lymphoma

BS : Buffer saline

CAP : The College of American Pathologists

CD : Chron disease

CEA : Carcinoembryonic Antigen

CIMP : CpG island methylator phenotype

CIMP-H : CpG island methylator phenotype frekuensi tinggi

CIMP-L : CpG island methylator phenotype frekuensi rendah

CIN : Chromosomal instability

CXCCR4 : CXC chemokin receptor-4

DAB : 3,3'- diaminobenzidine

ECM : Extracellular Matrix

FAP : Familial Adenomatous Polyposis

HE : Hematoksilin Eosin

HNPCC : Hereditary Non Polyposis Colon Cancer

IAP : Inhibitor of Apoptotic Protein

IBD : Inflammatory Bowel Disease

IHK : Imunohistokimia

IL : Interleukin

xx

KGB : Kelenjar getah bening

KKR : Karsinoma kolorektal

MMP : Matriks Metalloproteinase

MMR : Mismatch Repair

MSI : Microsatellite Instability

NPV : Negative Predictive Value

PARP : poly-ADP-ribose-polymerase

PBS : Phosphate Buffer Saline

PMN : Polimorfonuklear

PN-1 : Serpin Protease Nexin-1

PPV : Positive Predictive Value

TIMP : Tissue Inhibitors of Matrix Metalloproteinases.

TNF-α : Tumor necrosis factor- α

UC : Ulcerative Colitis

uPA : Urokinase Plasminogen Activator

WHO : World Health Organization

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) ................................... 108

2. Surat Ijin Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah Denpasar ...................................................... 109

3. Rekapitulasi Sampel Penelitian ........................................................... 110

4. Statistik uji korelasi Spearman Ekspresi MMP-9 Terhadap

Kedalaman Invasi ............................................................................... 111

1

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kanker usus besar atau kanker kolorektal merupakan keganasan yang terjadi pada

usus besar dan rektum, sehingga sering disebut dengan karsinoma kolorektal

(KKR). Karsinoma kolorektal sendiri menduduki peringkat ke empat penyebab

kematian terbanyak akibat keganasan di dunia dan lebih 90 % kasus KKR adalah

adenokarsinoma.

Di Amerika, KKR merupakan kanker ketiga tersering dan merupakan

penyebab kematian ketiga karena kanker. Diperkirakan sekitar 71.830 ribu pada

laki-laki dan 65.000 pada wanita (Siegel et al., 2014). Di Indonesia sendiri,

berdasarkan data dari Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan

Kesehatan RI tahun 2006 KKR merupakan jenis keganasan ketiga terbanyak. Pada

tahun 2011 terdapat peningkatan kasus KKR, pada laki-laki 1.200 kasus dan 1.142

kasus pada wanita (DitjenYanMed, 2011). Di Bali, insiden KKR menempati

urutan ketiga setelah karsinoma payudara dan servik pada wanita, serta

menempati urutan ketiga pada laki-laki setelah keganasan nasofaring dan prostat

(DitjenYanMed, 2008), dengan jumlah kasus 103 pada laki-laki dan 81 pada

perempuan.

Pedoman klinis yang digunakan sebagai dasar menentukan penatalaksanaan

dan prognosis KKR merujuk pada pedoman yang ditetapkan oleh American Joint

Commission on Cancer (AJCC) berdasarkan klasifikasi Tumor Nodul Metastasis

2

(TNM) (Kostova et al., 2014). Kedalaman invasi ditandai dengan derajat

invasi lokoregional sel tumor primer yang ditunjukkan oleh komponen T (Farina

dan Mackay, 2014).

Invasi sel kanker merupakan suatu proses bergeraknya sel dari tumor primer

dan berjalan menuju jaringan yang lebih dalam. Keadaan ini memungkinkan sel

bergerak menuju pembuluh darah dan ditransportasikan kebagian tubuh yang lain.

Kedalaman invasi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

prognosis dari KKR, termasuk dalam faktor prognosis kategori I, dan merupakan

gambaran biologikal mayor dari suatu neoplasma ganas sebagai penyebab utama

morbiditas dan mortalitas pada suatu keganasan (Kostova et al., 2014).

Proses invasi tumor melibatkan matriks metaloproteinase (MMP) sebagai

salah satu komponen ekstraseluler melalui efek proteolitik yang dimilikinya

(Farina dan Mackay, 2014). Salah satu jenis MMP yang menarik dibicarakan

adalah MMP-9. Sejak diidentifikasikan sebagai leucocyte gelatinase/type V

collagenase dan tumour type IV collagenase, MMP-9 mendapat perhatian khusus

sebagai penanda tumor potensial karena berperan utama dalam mendegradasi

kolagen IV dan merupakan kunci yang berperan dalam proses invasi, metastasis,

adhesi sel, penyebaran, migrasi dan angiogenesis (Lubbe dan Pitari, 2009; Farina

dan Mackay, 2014).

Terdapat pendapat yang bervariasi mengenai peran prognostik MMP-9 pada

KKR. Namun masih terdapat perbedaan pendapat mengenai peran prognostik

MMP-9 pada KKR. Penelitian Buhmeida et al., 2009, dari 48% sampel KKR

dengan MMP-9 positif tidak menunjukkan adanya korelasi dengan umur,

3

kedalaman invasi, dan status KGB. Hal ini disebabkan karena kadar MMP-9 tidak

dipengaruhi oleh perbedaan stadium menurut Duke. Beberapa penelitian lainnya

yang menunjukkan peran MMP-9 pada kedalaman invasi KKR, ekspresi MMP-9

yang tinggi berkorelasi dengan kedalaman invasi (Kostova et al., 2014), demikian

pula dengan penelitian dari Yang et al., 2015, didapatkan bahwa ekspresi MMP-9

berhubungan dengan kedalaman invasi, serta dapat berguna sebagai marker

independen dalam menentukan prognosis yang buruk pada pasien KKR (Yang et

al., 2015). Matriks metalloproteinase-9 juga berperan penting pada proses invasi

dan metastasis KKR (Lubbe dan Pitari, 2009; Chu et al., 2012). Pada

pertumbuhan dan progresi KKR serta invasi sel tumor, MMP-9 berperan pada

degradasi jaringan membran basal laminin dan kolagen tipe IV secara spesifik.

Interaksinya dengan VEGF berperan penting pada invasi tumor dan angiogenesis

(Lubbe dan Pitari, 2009). Selain itu terdapat interaksi komplek antara aktivitas

MMP-9, dynamic membrane regions, sinyal oleh molekul adesi yang meregulasi

migrasi sel tumor pada proses invasi dan metastasis (Zuzga et al., 2008). Hal ini

menunjukkan peranan penting MMP-9 pada proses invasi dan metastasis sehingga

dapat menjadi parameter agresivitas tumor (Bouchet dan Bauvois., 2014).

Beberapa penelitian yang telah disebutkan diatas dalam menilai ekspresi

MMP-9 pada kedalaman invasi KKR, namun masih terdapat perbedaan pendapat,

sehingga menarik untuk diteliti agar dapat memahami mengenai hubungan positif

ekspresi MMP-9 pada kedalaman invasi KKR.

4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah: Apakah ekspresi MMP-9 berhubungan positif dengan

kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik ?

1.3 Tujuan Penelitian

Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini

adalah:

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui peranan MMP-9 terhadap kedalaman invasi adenokarsinoma

kolorektal yang nantinya dapat dipakai sebagai faktor prognostik dan tata laksana

pada pasien.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk membuktikan ekspresi MMP-9 berhubungan positif dengan kedalaman

invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademik

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka

manfaat dari penelitian ini dari segi pengembangan ilmu pengetahuan, diharapkan

dapat memberikan informasi data epidemiologi mengenai hubungan positif

ekspresi MMP-9 dengan kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak

spesifik serta mengetahui peranan MMP-9 sebagai marka biologi prediktif

agresifitas.

5

1.4.2 Manfaat Praktis

Apabila dalam penelitian ini terbukti terdapat hubungan positif ekspresi MMP-9

dengan kedalaman invasi adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik, maka

MMP-9 :

1. Dapat dipakai sebagai faktor prognostik.

2. Dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tata laksana

penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik.

6

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Karsinoma Kolorektal

2.1.1 Klasifikasi Karsinoma Kolorektal

Secara definisi karsinoma kolon dan rektal merupakan tumor ganas epitelial yang

berasal dari usus besar. Dimana penggunaan istilah karsinoma, mengharuskan

adanya invasi sel ganas melewati lapisan muskularis mukosa dan mencapai

lapisan submukosa. Lebih dari 90% karsinoma kolorektal merupakan suatu

adenokarsinoma (Hamilton et al., 2010). Lebih dari 90% KKR adalah

adenokarsinoma yang berasal dari sel-sel epitelial mukosa kolorektal dan

menunjukkan diferensiasi kelenjar (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012).

Dalam pengklasifikasian tumor-tumor pada kolon dan rektum memakai

sistem klasifikasi oleh WHO tahun 2010 (World Health Organization

Classification of Tumours of the Digestive System), sistem ini yang paling banyak

digunakan dan dianut secara luas. Menurut WHO, klasifikasi tumor primer pada

kolon dan rektum dibagi menjadi kategori epitelial dan nonepitelial, jinak atau

ganas, serta kategori limfoma dan keganasan lainnya (Tabel 2.1) (Hamilton et al.,

2010). Klasifikasi tipe histologis menurut WHO pada tabel diatas juga

direkomendasikan oleh The College of American Pathologist (CAP) (Washington

et al., 2011). Klasifikasi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi

berdasarkan WHO.

7

Tabel 2.1

Klasifikasi Tumor Kolon dan Rektum berdasarkan WHO

(Hamilton et al., 2010)

I. Tumor-tumor Epitelial

Lesi-lesi premaligna

Adenoma

Displasia (neoplasia intraepitelial) derajat rendah

Displasia (neoplasia intraepitelial) derajat tinggi

Lesi-lesi serrated

Polip hiperplastik

Sessile serrated adenoma/polyp

Traditional serrated adenoma

Hamartoma

Cowden-associated polyp

Juvenile polyp

Peutz-Jeghers polyp

Karsinoma

Adenokarsinoma

Adenokarsinoma tipe kribriform-komedo

Karsinoma Meduler

Karsinoma Mikropapiler

Adenokarsinoma Musinus

Adenokarsinoma Serrated

Karsinoma sel cincin

Karsinoma Adenoskuamus

Karsinoma Sel Spindel

Karsinoma Sel Skuamus

Karsinoma tidak berdiferensiasi

Neoplasma-neoplasma neuroendokrin

II. Tumor-tumor Mesenkimal

III. Limfoma

IV. Tumor-tumor Sekunder

2.1.2 Epidemiologi

Karsinoma kolorektal merupakan keganasan keempat tersering pada laki-laki dan

ketiga tersering pada perempuan di dunia, menyebabkan lebih dari 630.000 kasus

kematian akibat kanker per tahun (Moghimi dan Safaee., 2012). Secara

menyeluruh, KKR merupakan penyebab kematian urutan empat akibat kanker

8

sebanyak 8%. Sekitar 60% kasus terjadi di negara Eropa dan Amerika dengan

perbedaan sebanyak 20 kali lipat dibandingkan dengan negara-negara Asia dan

Afrika. Di negara-negara Asia, seperti China, Jepang, Korea Selatan, dan

Singapura, kasus KKR saat ini menjadi masalah kesehatan yang penting dimana

terjadi peningkatan angka kejadiaan KKR, terdapat adanya peningkatan 2-4 kali

lipat kasus KKR dari beberapa dekade yang lalu (Moghimi dan Safaee., 2012).

Di Indonesia belum tersedia data yang pasti mengenai insiden KKR.

Berdasarkan data registrasi kanker tahun 2008, kasus KKR di Indonesia

ditemukan pada laki-laki 1.021 kasus dan pada perempuan 839 kasus. KKR

menempati urutan ketiga, dengan jumlah kasus 103 pada laki-laki, 81 pada

perempuan (DitjenYanMed, 2008). Pada tahun 2010 terjadi peningkatan insiden

kasus KKR di Indonesia menjadi 1.278 kasus pada laki-laki dan 1.172 kasus pada

perempuan dengan total seluruhnya 2.450 kasus (9,89%). Sedangkan di Bali,

KKR menempati urutan keempat, dengan jumlah kasus 52 pada laki-laki, 35 pada

perempuan (DitjenYanMed, 2010). Data tahun 2011 yang tercatat, menunjukkan

bahwa di Indonesia didapatkan 1.200 kasus KKR baru pada laki-laki dan 1.142

pada perempuan. Pada tahun 2011 di Bali, KKR menempati urutan keempat

setelah karsinoma payudara, servik, dan nasofaring sebagai tumor primer, dengan

jumlah kasus baru 60 pada laki-laki, 53 pada perempuan (DitjenYanMed, 2011).

2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Penyakit inflamasi kronik usus dan genetik merupakan faktor etiologi signifikan

pada terjadinya KKR. Penyakit inflamasi kronik termasuk ulcerative colitis,

9

Chron’s disease (CD), dan infeksi schistosoma mansoni. Ulcerative colitis (UC)

merupakan lesi premaligna dan faktor risiko mayor yang meningkatkan risiko

terjadinya KKR sampai 20 kali lipat di atas normal. Risiko KKR akan meningkat

sebanyak 3% pada penyakit Chron (Hamilton et al., 2010; Fenoglio, 2009).

Terdapat dua kelompok sindrom pada kelainan genetik yang menyangkut KKR

dan bersifat dominan autosomal yaitu, yaitu Familial Adenomatous Polyposis

(FAP) dan Hereditary Non Polyposis Colon Cancer (HNPCC). Pada FAP terjadi

mutasi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC) pada kromosom 5 sedangkan

HNPCC/sindrom Lynch mutasi ditemukan pada gen hMSH2, hMLH1, hPMS1,

hPMS2 dan hMSH6 (Zahari, 2010; Redston dan Driman, 2015).

Dalam perkembangan KKR merupakan interaksi berbagai faktor yaitu faktor

endogen (genetik) dan eksogen (lingkungan) (Tabel 2.2) (Redston dan Driman,

2015). Faktor risiko genetik dan penyakit inflamasi usus kronik (inflammatory

bowel disease = IBD) memiliki pengaruh klinik langsung. Faktor risiko kuat

lainnya adalah umur, karena KKR terutama terjadi pada umur paruh baya dan

lanjut (Homick dan Odze., 2011; Washington et al., 2011; Redston dan Driman,

2015). Laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan perempuan.

Perbedaan jenis kelamin ini diperkirakan berhubungan dengan perbedaan kondisi

hormonal (Redston dan Driman, 2015).

Faktor risiko diet telah diteliti secara meluas. Masih terdapat sedikit kontro-

versi bahwa peningkatan risiko konsisten dengan pola diet tipe Western dengan

pola makan kalori yang tinggi, makanan yang kaya akan lemak hewani, terutama

daging merah dari binatang, serta rendah serat berhubungan dengan peningkatan

10

insiden KKR (Hamilton et al., 2010; Redston dan Driman, 2015). Mekanisme ini

meliputi produksi amin heterosiklik, stimulasi asam empedu yang berlebihan,

produksi spesies oksigen reaktif, dan meningkatnya kadar insulin.

Tabel 2.2

Faktor-faktor risiko KKR (Redston and Driman, 2015)

Faktor Risiko relatif

Riwayat keluarga (tingkat pertama) 1,8

Aktivitas fisik (< 3 jam/minggu) 1,7

IBD (Crohn’s disease, ulcerative colitis, atau pancolitis) 1,5

Obesitas 1,5

Konsumsi daging merah 1,5

Merokok (> 1 bungkus/hari) 1,5

Alkohol (> 1 minuman/hari) 1,4

Pemakaian kontrasepsi oral (≥ 5 tahun) 0,7

Terapi penggantian estrogen (≥ 5 tahun) 0,8

Konsumsi tinggi sayur (≥ 5 sajian/hari) 0,7

Multivitamin mengandung asam folat 0,5

Terdapat faktor-faktor risiko lainnya seperti konsumsi alkohol, kurangnya

aktivitas fisik, obesitas, riwayat kolesistektomi, serta riwayat keluarga turut

berperan terjadinya KKR walaupun terdapat angka yang bervariasi pada

penelitian berbeda. Terdapat hubungan terbalik antara risiko KKR dengan

penggunaan obat anti inflamasi non steroid dan terapi penggantian estrogen pada

perempuan (Hamilton et al., 2010; Redston dan Driman, 2015). ER dan PR telah

diidentifikasi pada sel epitelial kolon. Penurunan level ER bertepatan dengan

hilangnya diferensiasi keganasan sel-sel epitelial kolon (Johnson et al., 2009;

Zervoudakis et al., 2011). Meskipun terdapat hubungan terbalik antara terapi

penggantian estrogen dengan kejadian KKR, akan tetapi manfaat ini diikuti efek

yang tidak baik yaitu meningkatnya penyakit jantung koroner, stroke, emboli

paru, dan kanker payudara (Zahari et al., 2010).

11

2.1.4 Lokasi

Secara anatomi, kolon dibagi menjadi bagian sisi kanan, yang terdiri dari caecum,

kolon asenden, fleksura hepatika, dan kolon transversum. Sisi kiri terdiri dari

fleksura splenika, kolon desenden, dan kolon sigmoid (Washington et al., 2011;

Redston dan Driman, 2015). Kolon kanan berasal dari midgut dan kolon kiri

berasal dari hindgut. Setelah kolon sigmoid dilanjutkan rektum. Transisi dari

sigmoid ke rektum ditandai oleh fusi taenia coli sigmoid yang membentuk otot

longitudinal sirkumferensial dari dinding rektum, sekitar 12 sampai 15 sentimeter

dari linea dentata (Gambar 2.1) (Washington et al., 2011).

Gambar 2.1

Pembagian lokasi anatomis kolon (Alteri et al., 2014)

Distribusi lokasi berdasarkan insidensi terjadinya KKR adalah caecum dan

kolon asenden 25%, kolon transversum 15%, kolon desenden 5%, kolon sigmoid

25%, rektosigmoid 10%, dan rektum 20% (Rubin dan Hansen, 2012). Sebagian

besar KKR berlokasi pada kolon sigmoid dan rektum. Seiring dengan peningkatan

12

umur terbukti terjadi perubahan lokasi dengan meningkatnya proporsi karsinoma

pada bagian yang lebih proksimal (Tabel 2.3) (Hamilton et al., 2010; Kostova, et

al., 2014).

Tabel 2.3

Lokalisasi dan jumlah kasus KKR (Kostova, et al., 2014)

2.1.5 Gejala Klinis

Pada beberapa pasien awalnya tidak menunjukkan gejala yang jelas dan

neoplasma teridentifikasi pada saat skrining (Hamilton et al., 2010). Pada

umumnya gejala awal bersifat tidak khas dan sebanyak 5–20% pasien dapat

asimptomatis. Gejala klinis sangat bergantung pada lokasi tumor dan derajat lesi

pada saat dilakukan diagnosis. Pada beberapa pasien terdapat adanya perubahan

pada bowel habits, terutama berupa adanya konstipasi, karena adanya feces yang

solid pada kolon kiri yang sering terhambat oleh adanya massa, juga terdapat

adanya distensi pada abdomen serta obstruksi dan perforasi. Lesi pada

rektosigmoid akan menyebabkan adanya tenesmus dan perdarahan rektum.

(Hamilton, et al., 2010). Perdarahan anus terjadi pada 50% kasus dan 70% lesi

sisi kiri. Dapat ditemukan adanya perdarahan minimal dan ditandai oleh adanya

13

anemia defisiensi besi, demam, malaise, penurunan berat badan, dan nyeri

abdomen. Nyeri abdomen terjadi pada kira-kira 50% kasus dan cenderung lebih

banyak pada kanker kolon daripada kanker rektum. Nyeri sering terjadi pada

tahap lanjut dimana tumor telah menginvasi serosa atau jaringan sekitarnya

(Hamiton et al., 2010; Fenoglio, 2009).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dilakukan untuk menunjang diagnosis KKR mulai dari

pemeriksaan yang non-invasif sampai invasif.

a. Tes darah samar dan imunokimia pada feses

Tes darah samar pada feses salah satu pemeriksaan skrining yang paling

sering dilakukan. Dari beberapa studi menunjukkan bahwa tes darah samar ini

dapat menurunkan mortalitas KKR sebesar 15-33%. Namun, tes ini memiliki

sensitivitas hanya 50-60% untuk sekali pemeriksaan, dan akan meningkat

sampai 90% jika dilakukan secara rutin setiap tahun dalam periode yang lama

(Hamilton et al., 2010; Siew dan Wong, 2013).

b. Endoskopi

1. Kolonoskopi

Spesifisitas dan sensitivitas kolonoskopi dalam mendeteksi polip dan

kanker sangat tinggi (sedikitnya 95% untuk polip besar). Kolonoskopi

memungkinkan deteksi dan pengangkatan polip serta pengambilan

jaringan biopsi pada seluruh kolon. Skrining polip yang gagal terdeteksi

mencapai 15-25% untuk adenoma yang berukuran kurang dari lima

14

milimeter, 0-6% untuk adenoma yang berukuran 10 milimeter atau lebih

(Hamilton et al., 2010; Siew dan Wong, 2013).

2. Sigmoidoskopi fleksibel

Teknik ini berguna untuk mendeteksi adanya polip dan KKR dan dapat

dipakai untuk mengambil sampel jaringan yang berguna dalam

pemeriksaan histologis. Pada pemeriksaan ini memungkinkan untuk

melihat permukaan dalam usus besar sampai sejauh 60 sentimeter dari

anus. Spesifisitas prosedur ini mencapai 98-100%, tetapi sensitivitasnya

rendah mencakup 35-70% untuk seluruh kolon, oleh karena pemeriksaan

ini hanya di kolon sisi kiri (mencapai 95%, sehingga tidak mendeteksi

adanya lesi pada kolon sisi kanan (Hamilton et al., 2010; Tang et al.,

2015). Tingkat sensitivitas untuk kolon distal mencapai 95% (Siew dan

Wong, 2013).

c. Prosedur pemeriksaan radiografi.

1. Barium enema dengan dobel kontras

Prosedur ini memungkinkan evaluasi pada seluruh kolon. Namun,

sensitivitas dan spesivisitasnya lebih rendah dibandingkan kolonoskopi

dan CT scan kolonografi. Pasien dengan hasil barium enema yang

abnormal, memerlukan pemeriksaan kolonoskopi sebagai lanjutannya

(Hamilton et al., 2010; Siew dan Wong, 2013).

2. CT scan kolonografi

Studi meta-analisis yang mempergunakan CT kolonografi dalam

mendeteksi polip dan KKR menunjukkan sensitifitas 93% dan spesifisitas

15

97%. Tingkat sensitifitasnya akan menurun menjadi 86% dan spesifisitas

86%, pada polip yang berukuran sedang sampai besar (enam milimeter

atau lebih) (Hamilton et al., 2010 ; Siew dan Wong, 2013).

2.1.7 Gambaran mikroskopis dan Derajat Diferensiasi Karsinoma

Kolorektal.

Adenokarsinoma merupakan tipe KKR yang tersering, mencakup lebih dari 90%

dan sebagian besar berupa gambaran glanduler dengan sedikit stroma (Hamilton

et al., 2010). Terdapat beberapa sistem derajat keganasan histologis KKR yang

pernah dikemukakan. Sistem two-tiered grading system direkomendasikan oleh

CAP untuk menilai system dengan melihat bentukan glanduler sebagai dasar

penentuan derajat, berdasarkan pada perbandingan area antara gambaran glanduler

dan area solid atau kelompok sel-sel tanpa lumen.

Derajat keganasan dibedakan menjadi diferensiasi baik, sedang, dan buruk.

Diferensiasi baik jika menunjukkan struktur glanduler lebih dari 95% tumor,

berbentuk simple atau kompleks dengan polaritas sel yang baik dan inti sel yang

relatif uniform (Gambar 2.2A). Berdiferensiasi sedang jika memiliki 50-95%

struktur glanduler dengan bentuk ireguler dan polaritas inti yang berkurang

(Gambar 2.2B). Berdiferensiasi buruk jika memiliki 5-50% struktur glanduler

yang ireguler, disertai hilangnya polaritas inti sel (Gambar 2.2C) (Fenoglio, 2009).

16

Gambar 2.2

Tipe diferensiasi karsinoma kolorektal. A. Diferensiasi baik. B diferensiasi

sedang. C. Diferensiasi buruk (Fenoglio, 2009)

Sel tumor berbentuk kolumnar tinggi dan berubah menjadi kuboid pada

diferensiasi yang lebih buruk. Mitosis mudah ditemukan. Lumen kelenjar berisi

bahan mukus eosinofilik dan debris inti dari sel yang disebut sebagai nekrosis

kotor (Gambar 2.3 A). Gambaran nekrosis kotor ini dapat menjadi petunjuk untuk

primer kolorektal. Selain itu dapat ditemukan reaksi stroma desmoplastik yang

disebabkan oleh hialinisasi stroma di sekitar sel tumor yang invasif (Gambar

2.3B) (Fleming et al., 2012).

Gambar 2.3

Karsinoma kolorektal. A. Nekrosis kotor (nekrosis debris) di dalam lumen

kelenjar yang mengalami adenokarsinoma. B. Reaksi desmoplastik di sekitar

kelenjar sel tumor (Fleming et al., 2012)

A B

17

Menurut WHO adenokarsinoma kolorektal diklasifikasikan menjadi beberapa

tipe. Klasifikasi histologis KKR yang tipe-tipenya dengan perkiraan persentasenya

(Redston dan Driman, 2015) ditampilkan pada tabel 2.4.

Tabel 2.4

Klasifikasi histologis dan frekuensi terjadinya KKR (Redston dan Driman, 2015)

Tipe histologis Perkiraan persentase (%)

Adenokarsinoma 75-80

Adenokarsinoma musinus (colloid) 8-10

Adenokarsinoma serrated 10

Karsinoma sel cincin 2

Karsinoma meduler 1,0

Karsinoma adenoskuamus < 1,0

Karsinoma sel skuamus < 1,0

Karsinoma sel kecil (neuroendokrin) < 1,0

Karsinoma tidak berdiferensiasi < 1,0

Campuran adenokarsinoma-karsinoid < 1,0

Karsinoma musinus dapat terjadi pada kolon sisi kiri maupun kanan dengan

proporsi lebih banyak pada sisi kanan. Pada makroskopis jaringan tumor, tumor

terkesan lunak seperti gelatin dan mengandung jaringan ikat yang sebagian

menyerupai koloid. Jenis ini didiagnosis secara histopatologis bila ditemukan

komponen musin ekstraselular lebih dari 50%. Pada pemeriksaan mikroskopis

menunjukkan gambaran banyak struktur kelenjar berukuran besar di antara

genangan musin (Gambar 2.4A) (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012).

Bila ditemukan komponen musin signifikan lebih dari 10% namun kurang dari

50% dinyatakan sebagai suatu adenokarsinoma dengan komponen musin

(Hamilton et al, 2010). Akan tetapi pada kasus adenokarsinoma dengan

komponen musinus lebih memerlukan tindakan operatif yang agresif bila

dibandingkan dengan KKR tipe musinus, hal ini disebabkan karena terdapat

18

kecenderungan keterlibatan kelenjar getah bening (KGB) di luar regio perikolika,

sehingga menempel di peritoneal dan menginvasi organ viseral sekitarnya

(Homick, 2011).

Secara definisi karsinoma cincin sebagai tumor yang terdiri atas sel tumor

yang berbentuk seperti sel cincin dan menunjukkan vakuola musin pada

sitoplasma sehingga mendorong inti ke perifer, dengan komponen sel cincin lebih

dari 50% keseluruhan sel-sel tumor (Gambar 2.4B). Sering ditemukan pada laki-

laki, dengan angka kejadian kurang dari 40 tahun ( 50% kasus) dan sering terjadi

pada kolitis ulseratif (30% kasus). Adenokarsinoma tipe ini sering menunjukkan

pola pertumbuhan yang infiltratif diantara gambaran musin ekstraseluler

disekitarnya (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012).

Tipe KKR sel cincin ini memiliki prognosis yang buruk. Pada saat pasien

terdiagnosis sebagai adenokarsinoma sel cincin, sekitar 80% kasus ditemukan

berada pada stadium III atau IV, dan bila dibandingkan dengan KKR tipe lainnya

lebih sering mengalami penetrasi pada seluruh lapisan muskularis propria dan

penyebaran ke peritoneal. Hal ini mengakibatkan reseksi operatif menjadi

cenderung lebih sulit. Angka kesembuhan 5 tahun dilaporkan kurang dari 5%

(Homick, 2011; Fleming et al., 2012).

19

Gambar 2.4

Tipe karsinoma kolorektal. A. Adenokarsinoma musinus. B. Karsinoma sel cincin.

C. Karsinoma meduler (Fleming et al., 2012)

Karsinoma meduler merupakan tumor yang sangat jarang terjadi, terdapat

sekitar 5-8 kasus setiap 10.000 KKR yang terdiagnosis. Insiden rerata tahunannya

3,47 per 10 juta populasi. Tumor ini ditandai oleh lembaran sel-sel epitelioid

neoplastik dengan inti besar dan vesikuler, anak inti menonjol, dan sitoplasma

yang luas. Tumor ini umumnya mempunyai prognosis yang baik meskipun secara

histologis menunjukkan diferensiasi yang buruk (Gambar 2.4 C) (Hamilton et al.,

2010; Fleming et al., 2012).

Adenokarsinoma tipe kribriform-komedo, merupakan varian tumor yang

jarang. Tumor ini ditandai dengan gambaran kelenjar-kelenjar yang kribriform

ekstensif luas dengan nekrosis pada bagian tengahnya (Hamilton et al., 2010).

Adenokarsinoma mikropapiler merupakan salah satu varian jarang dari KKR,

ditandai dengan kelompok-kelompok kecil sel tumor di dalam ruang stroma

sehingga menyerupai gambaran saluran vaskuler. Pola tersebut dapat terlihat

sebagai komponen dari adenokarsinoma yang konvensional. Imunohistokimianya

menunjukkan pola karakteristik pewarnaan MUC1 (Hamilton et al., 2010).

A B C

20

Adenokarsinoma serrated juga merupakan salah satu varian yang cukup

jarang, dijumpai bersamaan dengan komponen musinus, kribriform, dan

trabekular. Gambaran arsitektur pada adenokarsinoma serrated memiliki (Gambar

2.5A dan B) (Hamilton et al., 2010).

Gambar 2.5

Karsinoma serrated. A. Bentukan kelenjar pada adenokarsinoma ini menunjukkan

infolding disertai komponen musin yang prominen. Tampak kelompok sel-sel

tumor di dalam genangan musin. B. Sel tumor dengan sitoplasma eosinofilik luas

dengan inti vesikuler dan anak inti prominen (Redston dan Driman, 2015)

Bila pada satu kasus terdapat berbagai diferensiasi pada KKR, maka derajat

diferensiasi yang dipilih akan ditentukan berdasarkan komponen diferensiasi yang

paling buruk (Fenoglio, 2009; Hamilton et al., 2010).

2.1.8 Stadium Patologis

Pada perkembangannya stadium kanker rektal mengalami evolusi yang panjang.

Tahun 1926, Lockhart-Mummery mengemukakan sistem penilaian stadium untuk

kanker rektal. Pada sistem ini kedalaman invasi dan struktur KGB yang positif

merupakan faktor prognostik yang penting. Pada tahun 1932, Duke menyatakan

pada stadium awal, perkembangan kanker rektal diawali oleh suatu adenoma (Wu,

2007). Karsinoma yang terbatas pada dinding rektum dikategorikan sebagai A.

21

Bila kanker sudah menyebar secara langsung keluar jaringan rektal dikategorikan

sebagai B. Jika terdapat metastasis pada KGB regional dikategorikan sebagai C

(Gambar 2.6).

Gambar 2.6

Sistem stadium kanker rektum yang dikemukakan oleh Duke tahun 1932 (Wu,

2007)

Pada tahun 1949, Kirklin, Dockerty dan Waugh mengemukakan modifikasi

klasifikasi Duke. Pada modifikasi ini penulis menambahkan keterangan angka ‘1’

untuk lesi yang telah mengalami perluasan, namun belum melewati muskularis

propria dan angka ’2‘ untuk sel tumor yang telah berpenetrasi ke muskularis

propria. Pada tahun 1954, Astler dan Coller melaporkan hasil operasi spesimen

kolon dan rektum menggunakan klasifikasi Duke yang telah dimodifikasi oleh

Kirklin.

22

Adapun modifikasi menurut Astler-Coller (MAC) :

Tipe A : Lesi terbatas pada mukosa.

Tipe B1 : Lesi meluas ke muskularis propria tetapi belum sampai penetrasi,

dengan nodul negatif.

Tipe B2 : Lesi berpenetrasi ke muskularis propria, dengan nodul negatif.

Tipe C1 : Lesi meluas sampai ke muskularis propria, tetapi tidak

berpenetrasi, dengan nodul positif.

Tipe C2 : Lesi berpenetrasi ke muskularis propria dengan nodul yang

positif.

Tabel 2.5

Stadium Patologik KKR menurut Duke (Weber, 2007)

Pada tahun 1963, Turnbull mengemukakan stage D untuk mengidentifikasi

tumor yang telah bermetastasis ke hati, paru-paru, tulang, dan organ yang

berdekatan. Pada tahun 1987, American Joint committee on Cancer (AJCC) dan

the International Union Against Cancer (IUCC) memperkenalkan sistem staging

23

kanker yang berdasarkan atas kedalaman invasi tumor lokal (T), keterlibatan dan

jumlah metastasis KGB (N), serta adanya metastasis jauh (M) (Wu, 2007).

Stadium patologis (pathologic staging) merupakan suatu metode untuk

mengevaluasi progresi dari kanker dan prediktor prognosis yang paling penting

untuk menentukan perangai tumor dan outcome pasien dengan KKR. Sistem

staging yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem TNM dari AJCC

berdasarkan evaluasi terhadap tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N)

dan metastasis jauh (M). Pemeriksaan histopatologis dari spesimen reseksi

pembedahan memberikan peran yang tidak tergantikan dalam menentukan

kedalaman invasi tumor (T) dan perluasan/metastasis KGB (N) (Fenoglio, 2009;

Fleming et al., 2012).

Ukuran dan kedalaman invasi tumor primer ditunjukkan oleh komponen T.

Perluasan invasi tumor melewati muskularis propria berpengaruh kuat terhadap

prognosis. Tumor yang melewati muskularis propria dapat menyebabkan perforasi

peritoneum atau menginfiltrasi struktur viseral sekitarnya (Fenoglio, 2009;

Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012). Berdasarkan klasifikasi sistem

TNM :

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai.

T0 : Tidak ada bukti adanya tumor primer.

Tis : Karsinoma in situ: intraepitelial atau invasi ke lamina propria.

T1 : Tumor menginvasi submukosa.

T2 : Tumor menginvasi muskularis propria.

24

T3 : Tumor menginvasi subserosa atau ke dalam jaringan perikolika

atau perirektal non-peritonealisasi.

T4 : Tumor memperforasi peritoneum viseral dan atau secara langsung

menginvasi organ atau struktur lain.

T4a : Tumor memperforasi peritoneum viseral.

T4b : Tumor secara langsung menginvasi organ atau struktur

lain (Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012).

Komponen N menunjukkan keterlibatan tumor pada KGB regional. Jumlah

total KGB merupakan penentu penting untuk adekuasi pemeriksaan

histopatologik. Jumlah KGB positif bergantung pada jumlah yang diperiksa.

Disarankan untuk mencari dan memeriksa KGB sebanyak-banyaknya (Fenoglio,

2009). Berdasarkan rekomendasi AJCC dan CAP, disarankan jumlah 12 KGB

sebagai jumlah minimal yang dapat diterima melalui spesimen reseksi

(Washington et al., 2011).

Menurut klasifikasi TNM :

Nx : Kelenjar getah bening regional tidak dapat dinilai.

N0 : Tidak tampak metastasis ke kelenjar getah bening regional.

N1 : Metastasis pada 1 sampai 3 kelenjar getah bening regional.

N1a : Metastasis pada 1 kelenjar getah bening regional.

N1b : Metastasis pada 2 sampai 3 kelenjar getah bening regional.

25

N1c : Infiltrasi sel tumor, antara lain: satelit-satelit pada lapisan

subserosa, atau non-peritonealized pericolic atau jaringan

lunak perirektal tanpa metastasis pada kelenjar getah

bening regional.

N2 : Metastasis pada 4 atau lebih kelenjar getah bening regional.

N2a : Metastasis pada 4 sampai 6 kelenjar getah bening regional.

N2b : Metastasis pada 7 atau lebih kelenjar getah bening

regional (Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012).

Komponen M menggambarkan metastasis. M0 menunjukkan tumor tidak

meluas ke organ lain, dan M1 menunjukkan tumor telah meluas ke organ lain di

dalam tubuh (Gambar 2.7) (Hamilton et al., 2010; Rubin dan Hansen, 2012).

Gambar 2.7

Skematis stadium patologis menurut AJCC (Rubin dan Hansen, 2012)

26

2.1.9 Karsinogenesis Karsinoma Kolorektal

Karsinoma kolorektal merupakan salah satu jenis kanker yang paling banyak

diteliti secara mendalam. Penelitian sebelumnya menyatakan tumor kolorektal

berkembang dari epitel normal yang kemudian diikuti oleh adanya peningkatan

derajat displasia adenomatous dan akhirnya menjadi karsinoma. Adenoma

merupakan displasia bukan merupakan massa maligna pada kolon dengan

karakteristik pada ukurannya, tipe histologiknya, dan displasianya. Sebagian besar

KKR berkembang dari adenoma sebagai lesi prekursornya, baik itu adenoma

konvensional, sessile serrated adenomas/polyps, atau traditional serrated

adenomas. Residu adenoma masih bisa ditemukan pada 10-30% kasus KKR,

sedangkan sisanya, adenoma tersebut diyakini berkembang menjadi kanker.

Terdapat hubungan antara tipe histologis yang berbeda dengan lesi prekursornya.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat dua jalur utama yang melibatkan progresi

KKR, yaitu: jalur adenoma konvensional dan jalur serrated adenoma/polyp

(Redston dan Driman, 2015).

Karsinoma kolorektal juga dapat berkembang dari area displastik dari

pasien dengan IBD. Jalur adenoma konvensional diperkirakan sebesar 70-80%

dari seluruh KKR dan jauh lebih banyak prevalensi pada kolon kiri dan rektum

dibandingkan kolon kanan. Adenoma konvensional secara tipikal mendahului

kanker sekitar 15 tahun. Jalur serrated adenoma diketahui mengalami

peningkatan dalam 10 tahun terakhir, dan diperkirakan sekitar 20-30% dari

seluruh KKR. Biasanya KKR yang melalui jalur ini berlokasi di kolon kanan.

Traditional serrated adenoma juga bisa mendahului KKR. Akan tetapi, lesi ini

27

jauh lebih jarang terjadi dan risiko progresinya lebih rendah (Redston dan Driman,

2015). Adenoma dapat terjadi secara sporadik atau sebagai bagian dari sindroma

poliposis. Fearon dan Volgenstein tahun 1990 mengemukakan mekanisme transisi

epitel normal kolorektal kemudian diikuti peningkatan derajat displasia

adenomatous dan akhirnya menjadi karsinoma (Gambar 2.8) (Aoki dan Taketo,

2007).

Gambar 2.8

Model molekuler evolusi kanker kolorektal melalui adenoma-carcinoma sequence

(Kumar et al., 2015)

Sebagaimana kanker pada umumnya, KKR juga melalui tahapan

karsinogenesis yang bertahap pada proses pembentukannya. Kanker pada manusia

dikarakteristikkan sebagai akumulasi berbagai perubahan genetik, termasuk

mutasi yang mengaktivasi onkogen atau menginaktivasi tumor suppressor genes.

Akumulasi perubahan genetik ini merupakan proses penting pada progresi

adenoma menjadi karsinoma (Redston dan Driman, 2015). Patogenesis KKR

merupakan peristiwa yang komplek, terdiri dari proses dengan banyak tahap,

mencakup transformasi sel normal menjadi neoplastik, invasi ke jaringan, ekstra

28

dan intravasasi, dan akhirnya bermetastasis ke organ lain terutama hati. MMP

secara ekstensif berguna sebagai mediator kunci dari degradasi matriks

ekstraseluler dan proses lain dari molekul bioaktif (Said et al., 2014).

Terdapat 3 jalur karsinogenesis yang telah dikenal luas, yaitu jalur instabilitas

kromosom (chromosomal instability = CIN), jalur instabilitas mikrosatelit

(microsatellitte instability = MSI), dan jalur epigenetik/metilasi (CpG island

methylator phenotype = CIMP) (Antonia et al., 2010; Arends, 2013; Redston dan

Driman, 2015).

Chromosomal instability dikarakteristikkan oleh adanya peningkatan laju

penambahan dan pengurangan materi kromosom yang terjadi terus-menerus.

Jalur ini ditemukan pada 70-80% KKR. Perolehan abnormalitas jumlah

keseluruhan kromosom menghasilkan aneuploidi. CIN merupakan perubahan

genetik yang mayoritas mendasari jalur progresi adenoma-KKR, oleh karena itu

bentuk instabilitas dominan terjadi pada neoplasma kolon kiri (Redston dan

Driman, 2015).

Pada model ini, terjadinya karsinoma kolorektal melalui proses perubahan

molekuler yang bertahap, sekurang-kurangnya melewati 4 kali mutasi gen dalam

urutan tertentu. Tahap pertama adalah mutasi pada gen adenomatous polyposis

coli (kromosom 5q) yang menyebabkan sel kehilangan kontrol pertumbuhan.

Tahap kedua adalah aktivasi onkogen KRAS yang menyebabkan sel kehilangan

fungsi kontrol proliferasi, dan diikuti oleh tahap ketiga, yaitu inaktivasi gen

DCC/SMAD4 (kromosom 18q), mutasi gen p53 (kromosom 17p) dan TGFBR2

29

serta aberant E-cadherin yang pada akhirnya terjadi kanker (Antonia et al., 2010;

Arends, 2013)

Adenomatous polyposis coli merupakan tumor supressor gen yang terlibat

pada jalur CIN. Umumnya pada mutasi gen adenomatous polyposis coli terjadi

trunkasi protein pada gugus karboksil sehingga adenomatous polyposis coli tidak

dapat berikatan dengan protein beta catenin. Dalam keadaan normal, ikatan

adenomatous polyposis coli dengan beta catenin akan menekan jalur sinyal WNT.

Jalur sinyal WNT berfungsi untuk mengatur pertumbuhan, apoptosis, dan diferen-

siasi. Mutasi adenomatous polyposis coli ditemukan pada 60% kanker kolon dan

82% kanker rektal serta 80% adenoma (Arends, 2013).

KRAS (12p12) merupakan gen yang terlibat pada jalur CIN namun berperan

pula pada jalur CIMP. Aktivasi mutasi KRAS terjadi pada 35 - 42% karsinoma

kolorektal dan adenoma. Kehilangan alel pada DCC, SMAD2 dan SMAD4 yang

berlokasi pada kromosom 18q21.1 ditemukan pada 60% karsinoma kolorektal.

SMAD2 dan SMAD4 terlibat pada jalur sinyal TGF-β yang mengatur

pertumbuhan dan apoptosis. Kehilangan fungsi TP53 umumnya merupakan

peristiwa terakhir pada transisi adenoma-karsinoma melalui jalur CIN.

Abnormalitas TP53 ditemukan pada 4-26 % adenoma, 50 % adenoma dengan

fokus invasif, dan 50 – 75% karsinoma kolorektal. Protein p53 berperan dalam

mengatur siklus sel dan apoptosis. Mutasi pada E-Cadherin lebih berhubungan

dengan kemampuan metastasis tumor kolorektal (Antonia et al., 2010; Arends,

2013).

30

Microsatellite instability dikarakteristikkan oleh perubahan yang meluas

dalam hal ukuran rangkaian DNA repetitif. Hal ini diperkirakan berperan pada

10-15% KKR. MSI disebabkan oleh defek mismatch repair (MMR) DNA. Selain

perubahan ukuran rangkaian DNA repetitif, MSI mengakibatkan peningkatan laju

mutasi rangkaian koding (hipermutasi somatik). Pada umumnya, KKR dengan

MSI tidak mempunyai abnormalitas dalam jumlah kromosom seperti yang

ditemukan pada jalur CIN. Pada sebagian besar kasus KKR dengan MSI,

penyebab yang mendasari defek fungsi MMR adalah epigenetik yaitu

hipermetilasi pulau CpG pada area promoter gen MLH1. Hal ini merupakan

gambaran karakteristik KKR yang berasal dari lesi neoplastik serrated, dan

kanker-kanker ini menunjukkan frekuensi CIMP yang tinggi. MSI juga menjadi

mekanisme dasar progresi kanker pada Lynch syndrome, yang disebabkan oleh

defek MMR DNA bawaan. Pada Lynch syndrome, MSI berkembang dari

traditional adenomas dan menunjukkan progresi yang cepat menjadi kanker

(Redston dan Driman, 2015).

CpG island methylator phenotype (CIMP) adalah penambahan hipermetilasi

dinukleotida CpG pada area promoter suatu gen. Hal ini mengacu pada perubahan

epigenetik (karena tidak mengubah rangkaian DNA). CIMP adalah mekanisme

mayor dari inaktivasi tumor suppressor genes seperti TP16, CDH1, dan MLH1.

Frekuensi tinggi CIMP (CIMP-H) merupakan gambaran karakteristik dari KKR

yang berasal dari lesi neoplastik serrated, dan terjadi pada 20-30% kasus KKR,

mencakup hampir seluruhnya KKR yang juga mengalami MLH1

hypermethylation silencing. Penyebab dasar genetik dari fenotip CIMP-H tidak

31

dipahami, tetapi ada bukti bahwa faktor-faktor genetik dan paparan lingkungan

(merokok, withdrawal estrogen) mungkin berhubungan dengan perkembangan

karsinoma jalur serrated. Rangkaian perkembangan karsinomanya dikenal sebagai

adenokarsinoma serrated, dan sering dijumpai dengan MSI yang tinggi atau

CIMP-H, atau keduanya (Redston dan Driman, 2015).

Pasien dengan IBD mempunyai risiko peningkatan displasia dan KKR

sebesar 0,5-1,0 % dalam waktu 8-10 tahun. Diduga hal ini mempunyai kaitan

yang kuat dengan kolitis kronis yang berkepanjangan. Mekanisme karsinogenesis

pada IBD sebenarnya menyerupai yang terjadi pada KKR yang sporadik tapi

berbeda pada waktu terjadinya perubahan molekuler. Selama periode kolitis

kronis terjadi aktivasi NF-ĸB pada epitel. NF-ĸB ini akan mengaktivasi COX2,

beberapa sitokin proinflamasi termasuk IL-1, TNFα (Tumor Necrosing Factor α),

IL-12p40 dan IL-23p19, faktor antiapoptosis inhibitor of apoptotic protein (IAP),

dan B-cell leukemia/lymphoma (Bcl-xL). Prostaglandin dan beberapa sitokin

termasuk IL-6 dilepaskan ke lingkungan inflamasi dan mengaktifkan jalur

signaling intraselular serinine threonine AKT kinase yang menghambat faktor

proapoptotik termasuk p53 dan BAD yang akhirnya meningkatkan masa hidup

sel. Instabilitas genetik seperti CIN dan MSI juga terjadi pada karsinogenesis yang

berkaitan dengan inflamasi. Mutasi adenomatous polyposis coli terjadi 14-33%

pada karsinogenesis inflamasi tapi pada karsinogenesis sporadik mencapai 80%

dan terjadi pada awal proses karsinogenesis. Mutasi p53 terjadi pada fase displasia

hal ini disebabkan terjadinya kerusakan inflamasi yang berhubungan dengan

reaksi oksidasi dari radikal bebas. Semua jalur karsinogenesis ini akan

32

menghasilkan replikasi yang tak terkendali dari sel tumor (Antonia et al., 2010;

Arends, 2013).

2.1.10 Faktor-faktor Prognosis Karsinoma Kolorektal

Prognosis KKR dipengaruhi banyak faktor baik itu parameter-parameter klinis

maupun patologis. Sangatlah sulit untuk menentukan faktor mana yang lebih

penting dari faktor lainnya oleh karena tidak semua faktor telah diteliti mendalam

(Rosai, 2010). Angka kelangsungan hidup lima tahun untuk KKR setelah

dilakukan reseksi kuratif berkisar antara 40% sampai 60%. Rekurensi ditemukan

dua pertiga kasus dalam dua tahun pertama dan menjadi 91% dalam lima tahun.

Parameter-parameter klinis maupun patologis yang menjadi faktor-faktor

prognosis KKR dapat diklasifikasikan dalam empat kategori sesuai dengan

konsensus dari CAP pada tahun 1999 yang dipublikasi ulang oleh Gomez et al.

pada tahun 2011. Keempat kategori tersebut yaitu:

1. Kategori I : Sudah terbukti dengan pasti, penting dalam prognosis,

berdasarkan bukti-bukti berbagai penelitian, umumnya

dipakai dalam penatalaksanaan pasien (Gomez et al.,

2011).

2. Kategori IIA : Sudah dipelajari dengan luas secara biologis dan atau

klinis. Bernilai prognosis untuk terapi, perlu diperhatikan

dalam laporan patologis (Gomez et al., 2011).

33

3. Kategori IIB : Sudah dipelajari dengan baik tetapi belum bisa

ditegakkan, masih belum cukup data untuk

memasukkannya dalam kategori I atau IIA (Gomez et

al., 2011).

4. Kategori III : Faktor-faktor potensial yang masih kurang dipelajari

dengan baik dan belum bisa ditegakkan nilai

prognosisnya (Gomez et al., 2011).

5. Kategori IV : Sudah dipelajari dengan baik dan dibuktikan tidak

mempunyai signifikansi prognosis yang konsisten

(Gomez et al., 2011).

Faktor-faktor prognosis yang termasuk dalam kategori I antara lain:

1. Kedalaman invasi tumor berdasarkan penilaian patologis (pT).

Karsinoma kolorektal dengan kedalaman invasi tumor yang terdalam

yaitu T4 yang melibatkan peritoneum parietal (serosa) dan perluasan ke

organ sekitar, menunjukkan angka kelangsungan hidup yang lebih

pendek. Tingkat kedalaman invasi tumor memberikan efek berlawanan

dengan outcome, dimana T4 menunjukkan prognosis terburuk (Gomez et

al., 2011; Marzouk dan Schofield, 2011).

2. Metastasis ke kelenjar getah bening regional (pN).

Rekomendasi jumlah minimal KGB yang diambil adalah 12 KGB. Guna

mengkonfirmasi negativitas KGB regional, haruslah didapatkan minimal

12 KGB yang negatif. Apabila kurang dari 12 KGB, maka dinyatakan

34

insufisien. Pasien-pasien tersebut mempunyai insiden kematian setelah

operasi akibat kanker yang lebih tinggi daripada pasien-pasien dengan

diseksi KGB yang mencukupi (Gomez et al., 2011). Pada suatu studi,

jika didapatkan lebih dari enam KGB yang mengandung metastasis sel

ganas, kurang dari 10% pasien yang mampu bertahan hidup lebih dari

lima tahun. Dan jika didapatkan lebih dari 16 KGB mesenterik yang

mengandung karsinoma, semua pasien meninggal dalam waktu lima

tahun. Terdapat korelasi antara derajat keterlibatan KGB dengan ukuran

tumor (Rosai, 2010; Marzouk dan Schofield, 2011).

3. Ada tidaknya invasi pembuluh darah dan pembuluh limfatik

Kehadiran invasi pembuluh limfovaskuler berhubungan secara signifikan

dengan peningkatan risiko metastasis ke KGB regional. Invasi pada

sistem vena submukosa berhubungan dengan peningkatan metastasis ke

hati (Gomez et al., 2011; Washington et al., 2011; Lauwers, 2012).

4. Residu tumor pada tepi reseksi.

Temuan jaringan tumor pada tepi reseksi mengindikasikan bahwa tumor

belumlah dioperasi secara komplet. Status tepi reseksi haruslah diperiksa

dan dilaporkan, oleh karena residu tumor berhubungan dengan prognosis

yang buruk dan kejadian rekurensi yang tinggi (Gomez et al., 2011).

5. Peningkatan kadar serum carcinoembryonic antigen (CEA)

Marka tumor CEA dipakai secara global sebagai penanda tumor kolon.

Nilai ambang batas CEA secara standard yaitu 2,0–2,5 ng/ml, tergantung

pada alat pengukurnya. Peningkatan kadar serum CEA > 5,0 ng/mL

35

menunjukkan efek kebalikan terhadap prognosis yang independen

dengan stadium tumor (Rosai, 2010; Gomez et al., 2011). Kadar serum

CEA yang tinggi juga meningkatkan risiko rekurensi. Prognosis buruk

juga ditemukan pada pasien dengan klirens CEA yang menurun setelah

reseksi tumor (Marzouk dan Schofield, 2011).

Faktor-faktor prognosis yang termasuk dalam kategori IIA antara lain:

1. Kehadiran residu tumor pada spesimen reseksi setelah mendapatkan terapi

tambahan (ypTNM). Masih adanya sel-sel tumor yang viabel pada

spesimen reseksi setelah mendapatkan terapi tambahan berhubungan

dengan prognosis yang buruk (Gomez et al., 2011; Sjo, 2012).

2. Tepi reseksi radial / sirkumferensial

Tepi reseksi radial mewakili batas jaringan lunak adventisia terdekat

dengan penetrasi terdalam tumor dan dihasilkan dari diseksi aspek

retroperitoneal atau subperitoneal pada saat operasi. Keterlibatan tumor

pada tepi reseksi radial bisa menjadi satu-satunya faktor kritis dalam

memprediksi rekurensi lokal pada karsinoma rektal. Sebagai tambahan,

risiko rekurensi lokal adenokarsinoma rektal setelah total reseksi

mesorektal akan lebih tinggi jika tumor berjarak kurang dari dua

milimeter dari batas reseksi sirkumferensial (Gomez et al., 2011;

Marzouk dan Schofield, 2011; Washington et al., 2011; Lauwers, 2012)

36

3. Derajat histologis

Berbagai analisis multivariate menunjukkan bahwa derajat histologis

memberikan signifikansi prognosis yang independen. Tumor-tumor yang

berdiferensiasi buruk dan tidak berdiferensiasi memberikan prognosis

yang buruk. Oleh karena adanya perbedaan penilaian inter-observer,

maka penetapan sistem derajat menjadi dua kelompok yaitu derajat tinggi

dan derajat rendah lebih banyak dipergunakan (Gomez et al., 2011; Sjo,

2012).

4. Konfigurasi pinggiran tumor

Pola pertumbuhan tumor pada bagian tepinya menunjukkan signifikansi

prognosis yang independen terhadap stadium. Pada berbagai analisis

univariate dan multivariate menunjukkan bahwa pola pertumbuhan yang

infiltratif dan ireguler memberikan prognosis lebih buruk dibandingkan

pola pushing border (Gomez et al., 2011; Lauwers, 2012). Karsinoma

kolorektal dengan tepi yang non polipoid tampaknya mempunyai

prognosis yang lebih buruk dibandingkan tumor yang polipoid (Rosai,

2010).

Faktor-faktor prognosis yang termasuk dalam kategori IIB antara lain:

1. Infiltrasi limfositik pada jaringan tumor dan peritumoral

Infiltrasi limfositik pada suatu tumor merupakan pertanda adanya respon

imunologis. Infiltrasi limfositik mungkin memiliki signifikansi

prognosis. Beberapa studi menunjukkan hal ini berhubungan dengan

37

prognosis yg lebih baik. Infiltrasi limfosit khususnya sel T berperan

dalam mencegah rekurensi dan metastasis tumor (Marzouk dan

Schofield, 2011). Pada bagian selanjutnya akan dibahas lebih jelas

mengenai hal ini.

2. Tipe histologis

Karsinoma sel cincin dan neuroendokrin (karsinoma sel kecil) adalah tipe

histologis KKR yang menunjukkan prognosis yang buruk secara

independen dalam berbagai analisis multivariat. Keduanya termasuk

dalam derajat histologis tinggi (Gomez et al., 2011; Marzouk dan

Schofield, 2011).

3. Marka-marka molekuler jaringan tumor

Mutasi KRAS pada kodon tertentu ditemukan lebih banyak pada pasien

dengan penyakit yang rekuren. Ketetapan status mutasi gen KRAS

diperlukan pada pasien KKR yang telah lengkap menerima terapi

antiepidermal growth factor receptor (anti-EGFR), oleh karena

kehadiran mutasi KRAS (sekitar 30-40% kasus) sebagai prediktor

kurangnya respon terapi. Pada satu study, ekspresi yang berlebihan dari

p53 mempunyai risiko relatif yang lebih besar terhadap kematian pasien

dibandingkan pasien lainnya, meskipun pada faktanya tidak ada korelasi

antara ekspresi p53 dengan derajat histologis atau stadium. Pada studi

lainnya, ekspresi yang berlebihan dari p53 ditemukan sebagai prediktor

independen kelangsungan hidup. Ekspresi onkogen CMYC didapatkan

berhubungan dengan derajat diferensiasi tumor. Kehadiran tumor dengan

38

MSI menunjukkan kelangsungan hidup pasien yang meningkat. Ekspresi

yang berlebihan dari thymidylate synthase mRNA atau protein

berhubungan dengan prognosis yang buruk dan resistensi terhadap

kemoterapi. Kurangnya ekspresi p27 (sebuah inhibitor siklus sel dengan

fungsi supresor tumor yang potensial) berhubungan dengan prognosis

yang buruk (Rosai, 2010; Gomez et al., 2011; Sjo, 2012).

Faktor-faktor prognosis yang termasuk dalam kategori III meliputi kandungan

DNA, marka molekuler lainnya (kecuali loss of heterozygosity 18q/DCC dan

MSI-H), invasi perineural, densitas microvessel, tumor cell-associated proteins

atau karbohidrat, fibrosis peritumoral, respon inflamasi peritumoral, fokal

diferensiasi neuroendokrin, nuclear organizing region dan indeks proliferasi.

Semua faktor-faktor tersebut masih belum cukup data untuk memberikan

rekomendasi spesifik (Gomez et al., 2011).

Berdasarkan jurnal-jurnal yang ada, tidak ada bukti mengenai hubungan

antara ukuran tumor dan outcome yang telah dilaporkan. Ukuran tumor maupun

tipe histologis karsinoma musinus tidak menunjukkan signifikansi prognosis pada

pasien KKR sehingga masuk dalam kategori IV (Gomez et al., 2011).

2.2 Matriks Metaloproteinase-9

2.2.1 Struktur, Jenis dan Fungsi Umum Matriks Metalloproteinase (MMP)

Matriks metaloproteinase pertama kali ditemukan oleh Jerome Gross dan Charles

Lapiere pada tahun 1962, ketika mengetahui adanya aktivitas enzimatik selama

39

metamorfosis ekor kecebong. Mereka menemukan bahwa triple helix kolagen

didegradasi jika ekor kecebong ditempatkan pada matriks kolagen kecebong yang

bermetamorfosis (Ansari et al., 2013; Loffek et al., 2011). MMP merupakan

famili endopeptida yang tergantung pada zinc. Disebut juga sebagai kelompok

protease metzincin karena selalu menyediakan corak pengikat zinc yang tersimpan

ada bagian katalitik aktifnya.

Pada keadaan fisiologi dan patologis, MMP terlibat dalam degradasi matiks

ekstraseluler. Pada keadaan fisiologis MMP berperan pada proses morfogenesis,

angiogenesis, dan perbaikan jaringan, sedangkan pada keadaan patologis non

neoplastik dan neoplastik, MMP terlibat dalam terjadinya asthma, atherosclerosis,

sirosis, arthritis, dan kanker.

Secara umum MMP diekspresikan dalam jumlah yang kecil. Regulasi

transkripsi MMP oleh berbagai sitokin dan faktor pertumbuhan, seperti

inflammatory interleukin (IL-6, TNF) atau transforming growth factors. Sitokin

inflamatori akan menyebabkan disfungsi dari proteinase, sedangkan aktifitas

enzym proteolitik akan meningkatkan proses inflamasi di jaringan. Selektif

proteinase akan mendegradasi berbagai komponen ECM dan melepaskan faktor-

faktor pertumbuhan dan sitokin-sitokin yang terletak pada ECM, karena itu enzim

proteolitik seperti sistein dan proteinase serine mempunyai peran tidak hanya

pada proses invasi kanker gastrointestinal (GI) atau pada progresi prekanker lesi-

lesi GI menjadi kanker tetapi terlibat pula pada proses inflamasi pada GI,

perbaikan jaringan, angiogenesis dan penyembuhan luka (Herszenyi et al., 2012).

40

MMP dilepaskan sebagai proenzim yang tidak aktif, tetapi selanjutnya

diaktifkan oleh berbagai faktor yang dikendalikan oleh TIMP (tissue inhibitors of

matrix metalloproteinases). Tissue inhibitors of matrix metalloproteinases akan

mengontrol sekresi MMP. Kondisi patologis akan timbul jika terjadi

ketidakseimbangan tingkat MMP dan TIMP (Herszenyi et al., 2012). Berbagai

penelitian melaporkan bahwa peningkatan ekspresi MMP memicu berbagai

penyakit inflamasi, keganasan dan degeneratif. Disinilah pentingnya aktivitas

penghambat MMP dalam terapi (Ansari et al., 2013). Seperti yang tampak pada

gambar 2.8, MMP memiliki tiga domain utama, yaitu :

1. Pro-peptida yang berperan menjaga enzim dalam bentuk tidak aktif.

Domain ini mengandung “Cystein switch” yakni residu cystein unik dan

selalu terjaga, yang berinteraksi dengan zinc pada bagian aktif. Saat

aktivasi enzim, bagian ini akan dipecah secara proteolitik oleh furin secara

intraseluler atau MMP lainnya dan protease serin secara ekstraseluler.

2. Domain katalitik yang menjadi penanda struktural corak pengikat zinc. Ion

Zn2+, diikat oleh tiga residu histidin membentuk area aktif. Area aktif ini

berjalan secara horizontal melewati molekul sebagai celah dangkal dan

berikatan dengan substrat.

3. Bagian penghubung (hinge region) merupakan sebuah jembatan lentur

atau bagian penghubung yang terbuat dari 75 rantai asam amino berfungsi

untuk menghubungkan domain katalitik dengan domain terminal-C.

Bagian ini sangat penting untuk menjaga stabilitas enzim.

41

4. Domain terminal-C yang menyerupai hemopexin merupakan domain yang

rangkaiannya menyerupai protein serum hemopexin. Rantai polipeptida

domain ini tersusun dalam empat lembaran β yang simetris. Permukaan

datar yang disediakan oleh struktur ini dipercaya terlibat dalam interaksi

antar protein dan merupakan penentu spesifisitas substrat, contohnya:

TIMP berinteraksi pada area ini (Gambar 2.9).

Gambar 2.9

Struktur Matriks Metaloproteinase (Ansari et al., 2013)

Kemampuan MMP dalam menghancurkan berbagai komponen matriks

ekstraseluler (ECM) menunjukkan bahwa berperan utama dalam remodeling ECM

yang signifikan selama perkembangan embryogenik karena remodeling ECM

merupakan bagian penting dalam pertumbuhan dan morfogenesis jaringan.

Matriks metaloproteinase juga meregulasi growth factor pada permukaan sel

dengan melepaskan beberapa protein seperti growth factors, kemokin, dan

42

molekul adhesi. Secara sistematis, beberapa fungsi seluler MMP selama

perkembangan dan fisiologis normal, yaitu (gambar 2.10) (Ansari et al., 2013) :

1. Membantu migrasi sel melalui degradasi molekul ECM.

2. Mengubah perangai seluler dengan mengubah lingkungan mikro ECM.

3. Membantu aktivitas molekul aktif secara biologis dengan pemecahan

langsung, pelepasan dari simpanan, atau memodulasi aktivitas

penghambatnya.

Gambar 2.10

Fungsi seluler MMP selama perkembangan dan fisiologis normal (Ansari et al.,

2013).

Peranan MMP mendegradasi semua komponen dari matriks ekstraselular.

Berdasarkan spesifisitas MMP terhadap komponen ECM, MMP dibagi menjadi

empat kelompok, archetypal MMPs, matrilysins, gelatinases dan furin-activatable

(Said et al., 2014). Sedangkan diantara delapan kelas struktural MMP, 5

disekresikan dan 3 lainnya merupakan MMP tipe membran (MT-MMP) (Ansari et

al., 2013). Jenis dari MMP dapat dilihat pada tabel 2.6.

43

Tabel 2.6

Jenis Matriks Metaloproteinase (Ansari et al., 2013)

Jenis MMP Kelas struktural Nama umum

MMP-1 Simple hemopexin domain Kolagenase-1, interstitial Kolagenase,

fibroblast kolagenase, tissue kolagenase

MMP-2 Gelatin-binding Gelatinase A, 72-kDa gelatinase, 72-kDa

typeIV kolagenase, neutrophil gelatinase

MMP-3 Simple hemopexin domain Stromelysin-1, transin-1, proteoglikanase,

protein pengaktivasi prokolagenase

MMP-7 Minimal domain Matrilysin, matrin, PUMP1, small uterine

metalloproteinase

MMP-8 Simple hemopexin domain Kolagenase-2, kolagenase neutrophil,

kolagenase PMN, kolagenase granulosit

MMP-9 Gelatin-binding Gelatinase B, gelatinase 92-kDa,

kolagenase 92-kDa tipe IV

MMP-10 Simple hemopexin domain Stromelysin-2, transin-2 MMP-11 Furin-

activated dan Stromelysin-3

MMP-12 Simple hemopexin domain Metalloelastase, elastase makrofag,

metalloelastase makrofag

MMP-13 Simple hemopexin domain Kolagenase-3

MMP-14 Transmembrane MT1-MMP, MT-MMP1

MMP-15 Transmembrane MT2-MMP, MT-MMP2

MMP-16 Transmembrane MT3-MMP, MT-MMP3

MMP-17 GPI-linked MT4-MMP, MT-MMP4

MMP-18 Simple hemopexin domain Kolagenase-4 (Xenopus)

MMP-19 Simple hemopexin domain RASI-1, MMP-18

MMP-20 Simple hemopexin domain Enamelysin

MMP-21 Vitronectin-like insert Homolog dari Xenopus XMMP

MMP-22 Simple hemopexin domain CMMP (pada ayam)

MMP-23 Type II transmembrane Cysteine array MMP (CA-MMP),

femalysin, MIFR,MMP-21/MMP-22

MMP-24 Transmembrane MT5-MMP, MT-MMP5

MMP-25 GPI-linked MT6-MMP, MT-MMP6, leukolysin

MMP-26 Minimal domain Endometase, matrilysin-2

MMP-27 Simple hemopexin domain

MMP-28 Furin-activated and

secreted

Epilysin

Tanpa nama Simple hemopexin domain Mcol-A (pada tikus)

Tanpa nama Simple hemopexin domain Mcol-B (pada tikus)

Tanpa nama Gelatin-binding Gelatinase 75-kDa (pada ayam)

44

Dalam proses keganasan, peranan MMP menyerupai proses fisiologis namun

pada keganasan terjadi ketidakseimbangan dengan aktivitas penghambatnya.

Invasi melalui ECM mengawali kaskade metastasis dan merupakan proses aktif

yang melibatkan beberapa tahap, diantaranya perubahan interaksi antara sel tumor

dengan sel, degradasi ECM, perlekatan ke komponen terbaru ECM ( Herszenyi et

al., 2012; Kumar et al., 2010).

2.2.2 Struktur, Fungsi dan Bioavaibilitas Matriks Metaloproteinase-9

(MMP-9/Gelatinase)

Diantara seluruh MMP, salah satu kelompok gelatinase yaitu MMP-9 (gelatinase

B) mendapat perhatian pada beberapa penelitian terkait kemampuannya dalam

mendegradasi kolagen IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan

vaskuler dalam proses invasi dan metastasis. Interaksi antara komponen radang,

stroma dan tumor mempengaruhi aktivasi dan produksi MMP-9/ gelatinase B.

Gen MMP-9/gelatinase B berlokasi pada kromosom 20q11.2-q13.1, terdiri dari

7.654 basa dan ditranskripsikan sebagai 2.4 kb mRNA tunggal (Bouchet et al.,

2014; Marecko et al., 2014).

Protein MMP-9 merupakan enzim metallo-multidomain, dengan catalytic site

tersusun atas domain pengikat logam yang dipisahkan dari active site oleh ulangan

tiga fibronektin yang memfasilitasi degradasi substrat besar seperti elastin dan

penghancuran kolagen. Dalam regio ini, asam amino Asp309, Asn319, Asp232,

Tyr320 dan Arg3076 penting untuk pengikat gelatin. Catalytic site tetap

dipertahankan dalam bentuk tidak aktif oleh amino-terminal pro-peptide

45

PRCGXPD, dengan koordinasi cysteine bersama katalitik Zn2+. Ujung terminal

COOH dari MMP-9 mengandung domain hemopexin yang mengatur ikatan

dengan substrat, berinteraksi dengan inhibitor dan membantu ikatan ke permukaan

sel. Domain O-glycosylated sentral memberikan fleksibilitas molekuler, mengatur

spesifisitas substrat MMP-9 invasi yang bergantung MMP-9, interaksi dengan

TIMP dan lokalisasi permukaan sel. Domain ini membantu pergerakan MMP-9

sepanjang substrat makromolekuler dan melepaskan ikatan kolagen sebelum

dipecahkan oleh enzim lainnya (Gambar 2.11) ( Loffek et al., 2011; Farina dan

Mackay, 2014 ).

Gambar 2.11

Struktur MMP-9 (Gelatinase B) (Loffek et al., 2011)

Pada pasien tumor kolorektal menunjukkan adanya overexpression MMP-9

bila dibandingkan dengan jaringan mukosa kolon normal. Peningkatan level

MMP-9 pada jaringan tumor berhubungan dengan stadium lanjut dari KKR.

Secara spesifik peranan MMP-9 pada KKR diketahui sebagai critical pro-

metastatic protease yang meregulasi pertumbuhan sel tumor, mobilitas dan

survival (Zuzga, 2008).

46

Pada awal perkembangan tumor sel-sel sel-sel neoplastik membutuhkan

modifikasi dinamik pada lingkungan mikronya yang mendukung dalam proses

invasi dan metastasis. Pada peristiwa tersebut terjadi efek saling mempengaruhi

antara aktifitas MMP-9, dynamic membrane regions dan sinyal-sinyal oleh

molekul yang meregulasi adhesi molekul sel tumor saat migrasi, invasi dan

metastasis. Selain itu MMP-9 mendukung neovaskularisasi oleh faktor-faktor

aktivasi angiogenik yang spesifik. Hal ini sesuai dengan dengan hipotesis bahwa

MMP-9 merupakan regulator kunci pada fenotip malignansi.

Pada tumor kolorektal primer, sel-sel stromal berperan penting dalam

menghasilkan dan mendorong adanya invasi dan metastasis oleh sel-sel kanker.

Selain itu sel-sel kanker kolorektal pada manusia juga memiliki kemampuan

untuk mensintesis dan mensekresi MMP-9, dan efek ini berasosiasi dengan

induksi MMP-9 dalam fungsinya sebagai proteolitik yang tergantung pada ruang

periselular yang memperantarai metastasis. Secara prinsipal, MMP-9 pada sel

epithelial tumor dapat berguna sebagai diagnostik yang spesifik dan terapi target

pada KKR yang bermetastasis.

Ekspresi MMP-9 dihasilkan dari up-regulated oleh sitokin proinflamasi dan

aktifator PKC pada berbagai jenis keganasan dan pada kolon oleh growth factors

HGF fibroblas pada kelinci. Aktivitas enzym MMP-9 ditekan oleh sistem

protease inhibitor α2-macroglobulin, anggota dari inhibitor pada jaringan MMP

(Tissue inhibitors of Metalloproteinases/TIMPs), dan mempunyai fungsi

antagonis terhadap isolated hemopexin domain itu sendiri. Terdapat interaksi yang

unik antara pro-form MMP-9 dan TIMP-1. Tissue inhibitors of

47

Metalloproteinases-1 akan berikatan pada keadaan afinitas yang tinggi dengan

MMP-9 dan disekresikan sebagai TIMP-1/gelatinase B/MMP-9 komplek. Tissue

inhibitors of Metalloproteinases-1 muncul pada pada domain C-terminal yang

pada fungsinya kemudian dapat ditekan oleh MMP lainnya. Interaksi antara pro-

form MMP-9 dan TIMP-1 terjadi pada domain terminal C dan memungkinkan

TIMP-1 ditekan oleh MMPs. Saat aktivasi MMP-9, TIMP-1 akan ditekan oleh

aktivasi katalitik MMP-9 yang terjadi pada terminal N dan berinteraksi dengan

catalytic site MMP-9. Inhibisi diperantarai oleh MMP-9 pada C-terminal (Farina

dan Mackay, 2014).

MMP-9 dihasilkan oleh sel tubuh manusia, seperti sel fibroblast stroma, sel

endotelial, sel polimorfonuklear (PMN), keratinosit, makrofag dan beberapa sel

epitel. Aktivitas enzimatik MMP-9 dihambat oleh inhibitor protease sistemik α2-

makrogloblin, anggota famili TIMP dan antagonis terhadap domain

hemopexinnya sendiri. Inhibisi terhadap aktivitas MMP-9 dilakukan oleh inhibitor

protease sistemik α2-makroglobulin, anggota famili TIMP dan antagonis terhadap

domain hemopexin itu sendiri (Vempati et al., 2007; Farina dan Mackay, 2014).

MMP-9 mendapat perhatian khusus karena ekspresi basalnya rendah secara

normal, sedangkan pada kondisi kanker MMP-9 terekspresi kuat akibat respon

terhadap berbagai faktor pertumbuhan dan sitokin. Melalui penelitian

eksperimental terhadap tikus dengan defisiensi MMP-9 menunjukkan kegagalan

metastasis dan pertumbuhan tumor (Farina dan Mackay., 2014). Invasi dari KKR

ke jaringan sekitarnya umumnya disertai oleh adanya aktivasi yang jelas dari

48

jaringan stromal sekitar yang mengarahkan kepada adanya reaksi inflamasi,

desmoplasia dan neovaskularisasi (Illeman et al., 2006).

Matrik metaloproteinase-9 memiliki potensi proonkogenik, karena tidak

hanya mampu mendegradasi kolagen tipe IV, komponen utama dari membran

basalis epitel dan vaskular, juga berkaitan dengan transformasi neoplastik, inisiasi

dan promosi tumor serta instabilitas genetik. MMP-9 dapat menempati inti sel,

meskipun memiliki sinyal lokalisasi inti klasik yang rendah dan aktivitas

gelatinase inti menyatu dengan peningkatan fragmentasi DNA. Gelatinase inti ini

mendegradasi matriks protein inti yaitu PARP (poly-ADP-ribose-polymerase),

menghindarkannya dari proses perbaikan DNA (Gambar 2.12) (Farina dan

Mackay., 2014).

Gambar 2.12

Peranan MMP-9 yang tidak terikat TIMP yang berasal dari sel radang PMN sel

tumor maupun stroma dalam inisiasi tumor dan promosi instabilitas genetik.

Melalui degradasi matriks ekstraseluler (ECM), dan aktivitas kemokin, sitokin

dan growth factor (Farina dan Mackay., 2014).

49

Sel-sel kanker bersama dengan sel-sel stroma akan menginvasi jaringan

normal dengan adanya peningkatan aktivitas proteolitik. Peranan MMP-9 yang

berasal dari sel radang neutrofil juga tampak pada inisiasi adenoma intestinal. Hal

tersebut dibuktikan terhadap penurunan lesi adenoma sebanyak 40% pada

heterozygous APC (APC-min) knockout mice yang mengalami defisiensi MMP-9.

Peningkatan aktivitas MMP-9 yang ditunjang oleh PMN neutrofil selanjutnya

juga meningkatkan penarikan neutrofil melalui degradasi yang dimediasi MMP-9

dan superaktivasi IL-8, meningkatkan instabilitas genetik. Selanjutnya MMP-9

terlibat dalam ekspansi klonal yang merupakan tahap penting pada progresi tumor

dengan melibatkan keseimbangan antara proliferasi, apoptosis dan angiogenesis.

Kanker yang berhubungan dengan inflamasi akan ditandai dengan adanya sel-

sel inflamatori yang spesifik dan mediator-mediator inflamasi, termasuk sitokin

dan kemokin. Pada pertumbuhan dan progresi tumor terdapat peran yang

mendasar untuk mempertahankan inflamasi dan menghambat pengawasan

terhadap immune mediated tumor. Peristiwa-peristiwa diatas dipicu oleh aktifitas

sitokin pro inflamatori, seperti interleukin-6 (IL-6) atau tumour necrosis factor

(TNF), TNF α yang mendasari inisiasi pada inflamasi kronis akan mengaktifasi

nuclear factor-kß pathway yang berperan pada adaptasi respon imun, proliferasi

sel, apoptosis dan karsinogenesis (Herzsenyi et al., 2012).

50

2.2.3 Peranan Matriks Metaloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase) pada

Karsinoma Kolorektal

Matriks Metaloproteinase-9 merupakan protein penting yang berkaitan dengan

proses transisi epitel menjadi mesenkimal (EMT) dan bahkan penyebab EMT

(Gambar 2.13) (Gialeli et al., 2010; Antonietta et al, 2014). Transisi epitelial

menjadi mesenkimal (EMT) merupakan kemampuan perubahan sel epitel yang

awalnya tidak dapat bergerak menjadi sel progenitor mesenkimal yang dapat

bergerak. Mekanisme ini penting untuk perkembangan (tipe 1), proses

penyembuhan normal atau fibrosis patologis (tipe 2), dan transformasi metastatik

sel kanker (tipe 3). EMT tipe 3 sangat fundamental pada progresi tumor untuk

bermetastasis, dan baik sel kanker yang mengalami reaktivasi ataupun

dediferensiasi atau teraktivasi ini akan terinduksi menjadi fenotip yang invasif dan

memiliki kemampuan motilitas. Matriks metaloproteinase-9 juga terlibat pada

angiogenesis melalui regulasi dari VEGF serta memecah ikatan matriks

VEGF(Herszenyi et al., 2012)

51

Gambar 2.13

Transisi epitelial menjadi mesenkimal (EMT) yang dipicu MMP-9 (Farina dan

Mackay., 2014).

Neovaskularisasi tumor merupakan proses penting untuk ekspansi tumor

primer, progresi metastatik dan pertumbuhan metastatik, terjadi melalui beberapa

proses meliputi permulaan angiogenesis, vaskulogenesis, gabungan intersusepsi

dan/atau menyerupai vaskuler. Tidak seperti pembuluh darah normal, pembuluh

darah pada tumor bersifat abnormal dan imatur. Pada kanker MMP-9 terlibat

dalam angiogenesis oleh regulasi bioavabilitas vascular endothelial growth factor

(VEGF), dan memecah ikatan matriks VEGF (Herszenyi et al., 2012). Selain itu

MMP-9/ gelatinase B merupakan molekul proangiogenik dan memicu aktivasi

angiogenik pada pembuluh darah tua dengan cara mengatur proliferasi perisit,

apoptosis dan penarikan perisit selama angiogenesis serta memobilisasi

perekrutan prekursor angiogenik sumsum tulang ke stroma tumor untuk

meningkatkan proses angiogenik dan vaskulogenik tumor (Gambar 2.14). MMP-9

52

juga memicu aktivasi angiogenik dengan memobilisasi mitogen angiogenik

seperti FGF and VEGF. Selain itu hipoksia karena tumor merupakan stimulus

angiogenesis dan berperan meningkatkan ekspresi MMP-9 vaskuler (Farina dan

Mackay., 2014).

Gambar 2.14

Peranan MMP-9 bebas TIMP dari sel radang PMN, MMP-9 tumor/ stroma

onkogen dan hipoksia dalam mengaktifkan angiogenesis (Farina dan Mackay.,

2014)

Keterlibatan MMP-9 dengan proses metastasis merupakan kolaborasi proses

ekspansi, EMT dan angiogenesis. Khusus mengenai invasi ke limfonodi dikaitkan

dengan keterlibatan interaksi antara kemokin dengan reseptor kemokin CCR7

yang sebelumnya berfungsi meningkatkan ekspresi MMP-9 (Farina dan Mackay,

2014). Keterlibatan MMP-9 yang berasal dari neutrofil berhubungan dengan

intravasasi tumor dan hal ini membutuhkan daya tarik dari neurofil pada

permukaan sel endotel yang teraktifasi, aktivasi neutrofil dan pelepasan MMP-9

yang bebas TIMP-1. Aktivasi dari MMP-9 yang bebas TIMP-1 akan melepaskan

53

penyimpanan faktor-faktor angiogenik pada matriks ekstraselular, yang akan

mendorong pembentukkan tunas dan pembuluh darah baru (Gambar 2.15) (Farina

dan Mackay, 2014)

Gambar 2.15

Kaitan MMP-9 dengan kemampuan metastasis tumor (Farina dan Mackay.,

2014)

Penelitian dari Yang et al., 2015, dideteksi adanya keterlibatan dari integrin

αVß6 dalam dalam menyokong proses invasi tumor KKR melalui mekanisme self-

perpetuating. Integrin αVß6 akan memediasi sekresi MMP-9 yang berperan dalam

degradasi matrik periselular, yang menjadi dasar pertumbuhan invasif pada KKR.

Seperti yang dijelaskan pada gambar 2.16.

54

Gambar 2.16

Model infiltrating growth dari sel tumor, dimana integrin αvß6 mendorong self-

perpetuating pada progresi KKR (Yang et al., 2015).

Pada salah satu penelitian ditemukan bahwa tingkat MMP-9 yang

diekspresikan secara signifikan memiliki lebih tinggi dalam serum orang dengan

KKR dibandingkan dengan kontrol normal. Beberapa jalur sinyal berperan dalam

aktivasi gelatinases. Adanya protein Smad terlibat dalam sinyal TGF-β sinyal dan

berfungsi dalam regulasi siklus sel, diferensiasi dan apoptosis. SMAD4 berikatan

dengan receptor-regulated SMADs, dan suppressor karsinoma kolon akan

bermigrasi oleh regulasi aktifitas MMP-9. Pada kanker usus besar, terdapat

peningkatan ekspresi p38 gamma MAPK terbukti menyebabkan peningkatan

sintesis c-Juni serta mengakibatkan peningkatan transkripsi MMP-9 transkripsi

dan invasi MMP-9-dependent (Said et al., 2014). Beberapa study menyatakan

bahwa menjelaskan bahwa ekspresi dari MMP-9 pada KKR rata-rata lebih tinggi

dibandingkan sel epitel normal kolorektal (Chu et al., 2012; Georgescu et al.,

2015). Pada KKR, terdapat beberapa penelitian tentang hubungan peningkatan

ekspresi MMP-9 dengan hasil akhir yang buruk (Said et al., 2014). Selain itu

55

ekspresi MMP-9 yang tinggi berhubungan dengan kedalaman, tumor infiltrasi,

invasi tumor ke KGB dan metastasis jauh serta proses angiogenesis (Georgescu et

al., 2015; Yang et al., 2015; Li et al., 2013). Ekspresi MMP-9 mempunyai peran

penting sebagai marker prognostik pada KKR, hal ini didapatkan pada beberapa

pasien yang dengan ekspresi MMP-9 tinggi menunjukan prognosis yang buruk,

berkurangnya angka ketahanan rata-rata dan resiko tinggi untuk kambuh

(Georgescu et al., 2015).

Study lainnya didapatkan adanya korelasi positif yang signifikan antara

ekspresi MMP-9 pada KKR dengan kedalaman invasi, metastasis ke KGB dan

metastasi yang luas, dan tidak terdapat korelasi antara umur penderita, jenis

kelamin, lokasi tumor dan status diferensiasi (Chu et al., 2012). Demikian juga

study dari Estevez et al., 2015 mendapatkan adanya korelasi positif antara

ekspresi MMP-9 pada stadium II dan III dibandingkan dengan stadium I pada

KKR (Illeman et al., 2006; Georgescu et al., 2015).

Namun terdapat perbedaan pendapat mengenai ekspresi dari MMP-9 pada

derajat invasi dari KKR. Dari 48% sampel KKR dengan MMP-9 positif tidak

menunjukkan adanya korelasi dengan umur, kedalaman invasi dan status KGB

(Buhmeida et al., 2009). Walaupun didapatkan kadar MMP-9 pada pemeriksaan

darah perifer penderita KKR lebih tinggi dibandingkan orang normal, namun

hanya sedikit literatur yang menyelidiki hubungan antara antara kadar MMP-9

dalam darah dengan variabel-variabel klinikopatogikal (Buhmeida et al., 2009).

56

2.2.4 Peranan Matriks Metaloproteinase-9 (MMP-9/Gelatinase) pada Invasi

dan Motilitas Karsinoma Kolorektal

Invasi tumor dan metastasis merupakan rangkaian yang komplek dari banyak

proses: tahap transformasi awal, proliferasi sel-sel yang bertransformasi,

kemampuan sel tumor untuk mencegah destruksi oleh respon imun, tersedianya

nutrisi untuk massa tumor, invasi lokal dan destruksi matriks ekstraseluler,

migrasi sel tumor, penetrasi sel tumor ke dinding pembuluh darah, embolisasi sel

tumor dan adhesi ke organ jauh. Pada peristiwa komplek invasi sel-sel tumor

tersebut terdapat interaksi yang erat antara membran basal dan matriks

ekstraseluler (ECM).

MMP terlibat dalam tahap kedua proses invasi yaitu degradasi lokal membran

basalis dan jaringan ikat interstisial. Sekresi MMP tersebut dapat berasal langsung

dari sel tumor atau dari induksi terhadap sel stroma (seperti fibroblast dan sel

inflamasi). Protease lain yang juga disekresikan yaitu cathepsin D dan urokinase

plasminogen activator. Matrik metaloproteinase mengatur invasi tumor tidak

hanya dengan cara mengubah komponen yang tidak larut pada membran basalis

dan matriks interstisial, tetapi juga dengan pelepasan growth factor yang disimpan

ECM (Kumar et al., 2010; Bouchet et al., 2014).

Terdapat tiga tahapan invasi sel tumor pada matriks ekstraseluler, yaitu

perlekatan, peleburan matrik, dan migrasi. Tahap pertama adalah perlekatan sel

tumor ke matriks. Perlekatan sel tumor dimediasi oleh reseptor dipermukaan sel

tumor saat sel tumor berikatan dengan permukaan membran basal serta oleh

glikoprotein spesifik, seperti fibronektin dan laminin. Saat tahap kedua sel tumor

57

secara langsung mensekresi enzim untuk mendegradasi komponen ECM pada

membran basalis dan jaringan ikat interstisial yang tersusun atas kolagen,

glikoprotein, dan proteoglikan. Saat tahap ketiga, sel kanker mendorong seluruh

membran basal dan stroma melalui zona matrik proteolisis. Faktor kemotaktik

akan mempengaruhi kontrol migrasi (Herszenyi et al., 2012).

Kemampuan proses invasif KKR merupakan interaksi antara sel tumor dan

stroma pada bagian tepi invasif yang meregulasi MMP-9, disertai dengan

pelepasan MMP-9 oleh tumour-associated neutrophils dan makrofag, yang akan

meningkatkan kemampuan invasi dari sel tumor (Gambar 2.17) (Farina dan

Mackay, 2014).

Gambar 2.17

Gambaran peran penting dari polymorphonuclear leucocyte (PMN) berasal dari

Tissue Inhibitor of metalloproteinase (TIMP) bebas, MMP-9 yang berasal dari

stroma dan tumor, pada jaringan yang kehilangan arsitektur dan invasi lokal yang

berasosiasi dengan progresi tumor (Farina dan Mackay, 2014).

58

Invasi sel tumor merupakan proses komplek yang tergantung dari ekspresi

protein, interaksi antara tumor, inflamasi dan sel stroma, perubahan interaksi

adesif faktor-faktor interselular dan ekstraselular, dan perubahan lingkungan

tumor. Proses regulasi melibatkan sitokin pro-inflamatori, kemokin, faktor

pertumbuhan, komponen matriks, reseptor integrin dan non integrin, protease dan

inhibitor, dan pada respon motilitas selular.

Motilitas selular dicapai melalui mekanisme yang berbeda dan merupakan

proses yang reversibel antara mesenkimal dan migrasi amoeboid, yang akan

mendukung invasi sel tumor dalam bentuk single atau kelompok. Keterlibatan

protease pada migrasi dan invasi terbatas pada motilitas mesenkimal. Migrasi

mesenkimal, memerlukan ikatan dengan afinitas yang tinggi antara reseptor

integrin dan non integrin. Pada saat migrasi mesenkimal berlangsung, integrin

atau non integrin reseptor akan terkonsentrasi pada lamellipodia, filopodia,

pseudopodia dan invadopodia, mendukung adapter protein-mediated dan

mengalami interaksi intraselular dengan aktin sitoskeleton. Formasi ini dalam

bentuk fokal kontak dan mengalami adhesi dengan komponen matriks

ekstraselular serta akan mengaktivasi focal adhesion kinases (FAKs) interselular

dalam bentuk lembaran sinyal yang komplek dengan src kinases. Hal ini akan

menyebabkan pergerakan sel. Peristiwa yang terjadi diatas tergantung pada

aktifitas proteolitik dan keterlibatan reseptor integrin fibronektin α5ß1 atau αVß6,

reseptor integrin laminin α6ß1 atau α6ß4, reseptor fibronektin αVß3 dan reseptor

kolagen fibrilar α2ß1(Farina dan Mackay, 2014; Yang et al., 2015).

59

Integrin αVß6 hanya diekspresikan oleh sel epitelial yang abnormal, dan akan

terekspresi saat morphogenesis dan tumorigenesis. Ekspresinya dapat terlihat pada

tumor kolon yang lanjut. Mekanisme potensial dalam mendukung pertumbuhan

tumor merupakan efek dari integrin αVß6 melalui penambahan aktifitas MMP-9.

Pertumbuhan invasif dari sel kanker kolon merupakan kemampuan dari sel tumor

untuk mencerna matrik sekitarnya melalui sekresi dari MMP-9, hal ini disebabkan

karena ekspresi αVß6 di sel kanker kolon akan menyebabkan sekresi dari MMP-9,

dan inhibisi terhadap aktivitas MMP-9 akan menginhibisi efek integrin αVß6 yang

memediasi pertumbuhan sel kanker tersebut (Yang et al., 2015).

Matriks metaloproteinase-9 juga meregulasi migrasi mesenkimal, co-localises

dengan integrin pada lamellipodia sel–sel yang bermigrasi, dan bekerja sama

dengan integrin αVß3 untuk meningkatkan migrasi dan metastasis sel kanker

payudara. Sinyal FAK-Src melalui transkripsi JNK akan menyebabkan upregulasi

ekspresi MMP-9 dan mendukung invasi melalui mediasi MMP-9. Selain itu

MMP-9 akan berinteraksi dengan integrin reseptor CD44 dan konsentrasi MMP-9

pada sel akan mengontrol pergantian interaksi adhesif dan ekstraselular matrik

degradasi yang diperlukan untuk motilitas, dan melibatkan ezrin, aktin dan Krp1

(Farina dan Mackay, 2014).

2.2.5 Peranan Matriks Metaloproteinase-9 Sebagai Therapeutic Target

Matriks metaloproteinase dikontrol oleh suatu penghambat endogen spesifik di

jaringan yang disebut tissue inhibitors of metalloproteinases (TIMPs). Tissue

inhibitors of metalloproteinases akan berikatan dan menghambat enzym aktif dari

60

MMP dan sebagai akibatnya akan menghambat aktivitas proteolitik dari MMP.

Pengaruh dari sekresi TIMP penting dalam menjaga homeostasis dari ECM.

Keseimbangan antara TIMP dan MMP penting untuk berbagai proses fisiologis

pada usus (Herszenyi et al., 2012). Ketidakseimbangan antara TIMP dan MMP

merupakan tahap penting pada perkembangan suatu keganasan pada saluran

pencernaan.

Pada manusia terdapat empat karakteristik TIMP yang telah diketahui, TIMP-

1, TIMP-2, TIMP-3 dan TIMP-4. TIMP-1 memiliki peran menghambat

angiogenesis secara langsung melalui mekanisme yang belum diketahui. TIMP-2

merupakan selectively block pada pertumbuhan sel mikrovaskular manusia serta

menekan sinyal reseptor tyrosine kinase pada penghambatan MMP. TIMP-3 juga

merupakan tumor supressor untuk suatu keganasan, selain itu juga menghambat

adhesi sel ke ECM dan mendukung apoptosis. TIMP-4 menghambat pertumbuhan

in vivo dari tumor.

Tissue Inhibitor of Metalloproteinases yang merupakan penghambat endogen

spesifik dari MMP yang akan mengurangi degradasi ECM dan menghambat

efektivitas proteolitiknya. Tissue Inhibitor of Metalloproteinases terlibat dalam

berbagai aktivitas biologi seperti migrasi, invasi, proliferasi sel, angiogenesis dan

apoptosis. Aktifitas ganda dari TIMP-1 yang telah diamati yaitu molekul ini

memegang peranan penting dalam mengontrol aksi biologikal dari MMPs

sekaligus mempunyai fungsi yang tidak tergantung oleh aktifitas MMP. Pada

penderita KKR, TIMP-1 akan memberikan perlawanan terhadap citotoxicity yang

61

disebabkan oleh TNF-α dan IL-2 serta berkontribusi pada clonogenicity dan pada

pertumbuhan tumor saat formasi awal dari tumor (Farina dan Mackay, 2014).

Ekspresi dari MMP-9 merupakan petunjuk umum bagi para klinisi dalam

menilai adanya kegagalan dalam menekan proses metastasis serta berperan

membantu klinisi dalam dalam meningkatkan hasil akhir penderita KKR (Lubbe

dan Pitari, 2009). Selain itu, MMP-9 berperan sebagai biomarker yang potensial

pada penderita KKR serta memiliki sensitivitas diagnosis yang konsisten lebih

tinggi bila dibandingkan dengan biomarker konvensional (CEA atau CA 19-9)

(Herszenyi et al., 2012). Peningkatan aktivitas MMP pada awalnya akan dihambat

oleh TIMP. Saat terjadi pertumbuhan tumor, MMP akan disekresikan lebih

banyak dan diikuti sekresi TIMP.

Penelitian pada penderita KKR di Korea, TIMP-2 berasosiasi dengan

peningkatan resiko metastasis dan prognosis yang buruk. Pada awal tahun 1990,

MMPs memiliki peran yang menjanjikan sebagai target cancer pada fase I dan II,

sekaligus menunjukkan efek inhibitor pada pertumbuhan tumor primer dan

metastasis KKR (Said et al., 2014).

62

Tabel 2.7

MMP dan TIMP pada KKR (Said et al., 2014)

2.2.6 Ekspresi MMP-9 pada Karsinoma Kolorektal

Matriks metalloproteinase-9 terekspresi di regio ekstraseluler pada area

desmoplastik dan dihasilkan oleh bagian dari sel tumor serta sel-sel non

inflamatori pada stroma seperti fibroblast dan sel endotelial dan oleh sel-sel

inflamatori seperti makrofag atau neutrofil dan sel fibroblast stromal serta sel

endotel (Yang et al., 2014; Kostova et al., 2014; Marshal et al., 2015). Pada

penelitian didapatkan bahwa ekspresi MMP-9 berhubungan dengan kedalaman

invasi sel tumor (Kostova, et al., 2014). Selain itu tampak terdeteksi pada

makrofag di tepi tumor dan pada kripte ganas (Illemann et al., 2006).

Intensitas MMP-9 pada sel tumor menunjukkan pewarnaan yang sangat

bervariasi antara satu pasien dan yang lainnya (Georgescu et al., 2015).

Peningkatan ekspresi MMP-9 ditemukan berhubungan secara signifikan dengan

63

stadium Duke (Yang et al., 2014). Sel tumor yang mengekspresikan MMP-9 akan

terpulas berwarna kecoklatan pada sitoplasma (gambar 2.18).

Gambar 2.18

Ekspresi MMP-9 pada jaringan kanker kolon. A. Ekspresi MMP-9 positif pada

jaringan kanker kolon. Ekspresi MMP-9 terdeteksi pada sitoplasma oleh

pewarnaan imunohistokimia. B. Ekpresi MMP-9 negatif pada jaringan kanker

kolon ( Yang et al., 2014)

Penilaian ekspresi MMP-9 dengan pemeriksaan imunohistokimia dibuat

berdasarkan persentase sel yang terpulas positif dan intensitas pewarnaannya

(Kostova et al., 2014). Pada penelitian Kostova didapatkan pewarnaan dengan

intensitas yang kuat pada sel-sel inflamatori pada seluruh spesimen. Sel-sel

inflamatori mengelompok pada permukaan neoplasma yang invasif dan tampak

lebih sedikit dan tersebar pada area lainnya dari stroma tumor. Makrofag

menunjukkan pewarnaan yang lebih kuat (Gambar 2.19A). Pada potongan lain

dari jaringan tumor yang menunjukkan tidak adanya imunoreaktif dengan

pewarnaan antibodi anti MMP-9 di bagian sel epitelial mukosa pada lamina

proria, kecuali pada sel-sel inflamatori (Gambar 2.19B dan C).

64

Gambar 2.19

A.Pewarnaan imunohistokimia MMP-9 yang menunjukkan gambaran pewarnaan

yang lemah dari dari sel neoplasma (+) dan pewarnaan yang kuat dari sel

inflamatori pada stroma (+++) B. Pewarnaan dengan intensitas yang lemah dari

seluruh sel epitel (+++) dan sinyal yang kuat dari sel inflamatori stroma (+++). C.

Pewarnaan negatif pada sel epitel neoplastik dan sel inflamatori stromal. (Kostova

et al., 2014)

Pada study Georgescu didapatkan bahwa MMP-9 disintesis oleh sel tumor

(Gambar 2.20A). Pada Adenokarsinoma dengan diferensiasi sedang dan buruk

akan memberikan reaksi yang lebih kuat untuk MMP-9 pada tumor primer dan

tumor dengan metastasis KGB. Pada beberapa kasus sejumlah sel stroma

(fibroblast) akan memberikan reaksi MMP-9 yang positif (Gambar 2.20B). Reaksi

positif kuat dari MMP-9 terlihat pada sel-sel inflamatori (makrofag dan limfosit)

yang berasal dari regio tumor yang nekrotik (Gambar 2.20C).

65

Gambar 2.20

A. Adenocarcinoma moderately differentiated dengan pewarnaan MMP-9

kuat pada sel tumor. B. Adenocarcinoma poorly differentiated dengan

reaksi MMP-9 yang rendah. MMP-9 terwarna positif kuat pada sel stroma.

Imunostaining dengan antibodi anti-MMP-9. C. Well differentiated

adenocarcinoma dengan tumor nekrosis yang terwarna positif kuat pada

sel inflamatori. Imunostaining dengan antibodi anti-MMP-9 (Georgescu et

al., 2015).

Reaksi MMP-9 positif kuat juga terlihat pada beberapa makrofag pada

stroma tumor, terutama pada margin invasi tumor (Gambar 2.21A dan B).

Ekspresi MMP-9 juga berhubungan dengan proses angiogenesis.

Gambar 2.21

A. Sel tumor stroma dengan pewarnaan MMP-9 yang positif tinggi. Pewarnaan

dengan antibodi anti-MMP-9. B. Poorly differentiated adenocarcinoma

dengan MMP-9 reaksi lemah pada sel tumor tetapi terwarna kuat pada sel

makrofag stroma. Imunostaining dengan antibodi anti-MMP-9 (Georgescu et

al., 2015)

66

Pada kebanyakan kasus angiogenesis menunjukkan ekspresi MMP-9 yang kuat

dan sedang (Gambar 2.22A dan B) (Georgescu et al. ,2015).

Gambar 2.22

A.Moderately differentiated adenocarcinoma dengan reaksi intens MMP-9.

Imunostaining dengan antibodi anti-MMP-9. B. Poorly differentiated

adenocarcinoma dengan reaksi MMP-9 kuat pada sel tumor dan beberapa sel

stromal (Georgescu et al., 2015).

67

BAB III

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Stadium patologis (pathologic staging) merupakan prediktor prognosis yang

paling penting untuk menentukan karakteristik tumor dan outcome pasien dengan

KKR. Sistem staging yang digunakan adalah sistem TNM dari AJCC berdasarkan

evaluasi terhadap tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N) dan metastasis

jauh (M). Pemeriksaan histopatologis dari spesimen reseksi pembedahan

memberikan peran yang tidak tergantikan dalam menentukan kedalaman invasi

tumor (T) dan perluasan/metastasis KGB (N).

Ukuran dan kedalaman invasi tumor primer ditunjukkan oleh komponen T.

Perluasan invasi tumor melewati muskularis propria berpengaruh kuat terhadap

prognosis. Tumor yang melewati muskularis propria dapat menyebabkan perforasi

peritoneum atau menginfiltrasi struktur viseral.

Proses invasi serta metastasis melibatkan beberapa tahap salah satunya adalah

degradasi komponen ECM. Proses ini melibatkan suatu protease utama yaitu

matriks metalloproteinase (MMP), salah satunya adalah MMP-9. Secara struktural

MMP-9 termasuk dalam kelompok gelatinase B dengan catalytic site tersusun

atas domain pengikat logam yang dipisahkan dari active site oleh ulangan tiga

fibronektin yang memfasilitasi degradasi kolagen tipe IV.

Matriks metalloproteinase-9 dihasilkan baik oleh sel tumor maupun sel

disekitar lingkungan tumor seperti sel fibroblas di stroma, sel endotel, sel

68

polimorfonuklear (PMN), keratinosit, makrofag dan beberapa sel epitel sehingga

aktivasi dan produksinya sangat dipengaruhi oleh interaksi komponen tersebut

diatas. Faktor pertumbuhan dan sitokin yang disekresikan oleh sel tumor, stroma,

dan sel radang di lingkungan mikro tumor bersama-sama dapat meningkatkan

ekspresi MMP-9 melalui jalur autokrin dan parakrin. Co-culture sel tumor dengan

sel stroma secara in vitro mampu meningkatkan ekspresi pro-MMP-9 di sel tumor

dan menekan regulasi inhibitornya (TIMPs) di sel stroma. Selain itu, co-culture

sel tumor dengan sel endotel juga mampu meningkatkan ekspresi MMP-9 dan

kemampuan invasi sel tumor melalui peningkatan sekresi IL-6 oleh sel endotel

dimana aktivasinya dilakukan melalui jalur TGF-β. CXC chemokin receptor-4

(CXCCR4) adalah sitokin lain yang berperan penting pada metastasis KKR

melalui peningkatan regulasi vascular endothelial growth factor (VEGF) dan

MMP-9 baik secara in vitro maupun in vivo.

Matriks metalloproteinase-9 memiliki kemampuan dalam mendegradasi

kolagen tipe IV, komponen utama dari membran basalis epitel dan vaskuler;

fibronektin dan gelatin yang memegang peranan penting dalam proses invasi dan

metastasis. Matriks metalloproteinase-9 juga dikenal sebagai EMT- related gene

penting yang berhubungan dengan proses transisi epitel menjadi mesenkimal

(EMT) dan sekaligus menjadi penyebab EMT. Proses transisi epitel menjadi

mesenkimal tipe 3 fundamental untuk progresi tumor menjadi metastasis melalui

reaktivasi dediferensiasi sel kanker maupun aktivasi dalam stem cell yang

menginduksi fenotip dan motilitas sel kanker menjadi invasif. MMP-9 juga

berperan dalam melepaskan faktor pertumbuhan FGF dan VEGF, urokinase

69

plasminogen activator (uPA), serpin protease nexin-1 (PN-1) yang penting pada

proses invasi. Selain itu densitas sel yang tinggi dalam tumor akan menginduksi

integrin αvβ6 dan Ets-1, yang mendukung sekresi MMP–9 oleh sel-sel kanker

usus besar, yang akhirnya meningkatkan degradasi matriks ekstraselular (ECM),

yang merupakan dasar biologis molekul untuk pertumbuhan invasif tumor dalam

perkembangan KKR.

Proses invasi tumor merupakan suatu proses yang penting dalam menentukan

prognosis. MMP-9 memegang peranan penting pada tahap proses tersebut

sehingga dapat dijadikan sebagai marka penting agresivitas proses invasi pada

KKR. Ekspresi MMP-9 diduga berkaitan dengan derajat kedalaman invasi KKR

yang akan dibuktikan pada penelitian ini.

3.2 Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka konsep penelitian dijabarkan seperti

bagan berikut:

Gambar 3.1

Konsep Penelitian

Ekspresi

MMP-9

Kedalaman

Invasi KKR

70

Sesuai dengan bagan konsep penelitian tersebut maka variabel yang diteliti adalah

KKR T1 yaitu tumor yang menginvasi submukosa, KKR T2 yaitu tumor yang

sudah menginvasi muskularis propria, KKR T3 yaitu tumor yang sudah

menginvasi subserosa atau ke dalam jaringan perikolika atau perirektal non-

peritonealisasi, KKR T4 yaitu tumor telah menginvasi organ atau struktur atau

mencapai peritoneum visceral, serta ekspresi MMP-9 pada kedalaman invasi

KKR.

3.3 Hipotesis Penelitian

Ekspresi MMP-9 berhubungan positif dengan kedalaman invasi adenokarsinoma

kolorektal tipe tidak spesifik.

71

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan yang

digunakan adalah cross-sectional study (potong lintang).

Gambar 4.1

Bagan Rancangan Penelitian

4.2 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah

Denpasar dan di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Gadjah

Mada/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Waktu penelitian ditetapkan sampai 30

Oktober 2016.

4.3 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah pulasan HE dari bahan operasi penderita

adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang diperiksa gambaran

histopatologinya di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, didiagnosis ulang untuk

Kedalaman invasi

T1, T2, T3, T4

Ekspresi

MMP-9

KKR

72

mendapatkan sampel sesuai kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dilakukan

pulasan imunohistokimia untuk menilai ekspresi MMP-9.

4.4 Penentuan Sumber Data

4.4.1 Populasi Penelitian

4.4.1.1 Populasi Target

Populasi target penelitian ini adalah semua penderita KKR.

4.4.1.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua penderita yang melakukan operasi

KKR di RSUP Sanglah.

4.4.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah blok parafin dari bahan operasi penderita

adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik dengan kategori T1, T2, T3, dan T4

yang diperiksa secara histopatologi pada Bagian/SMF Patologi Anatomi FK

UNUD/RSUP Sanglah yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dari 1 Januari

2013 sampai 31 Juni 2016.

4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.4.3.1 Kriteria inklusi

a. Sediaan blok parafin dari bahan operasi karsinoma kolorektal dengan

diagnosis histopatologi Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik.

73

b. Berasal dari pasien Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang

belum pernah mendapatkan kemoterapi maupun radioterapi.

c. Blok parafin dalam kondisi yang baik dan mengandung jaringan massa

tumor yang cukup.

4.4.3.2 Kriteria eksklusi

1. Blok paraffin yang rusak dan berjamur

2. Blok paraffin banyak mengandung jaringan nekrosis, perdarahan, radang

supuratif dan tidak cukup mengandung massa tumor.

4.4.4 Besar Sampel

Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung

menggunakan rumus (Araoye, 2003):

n =

Keterangan :

n = besar sampel

P = Prevalensi kejadian KKR dengan ekspresi MMP-9 dari penelitian

terdahulu (Kostova et al, 2014)

Q = 1-P

d = deviasi di populasi (15%)

α = tingkat kemaknaan 95% (Zα = 1,96)

74

Tabel 4.1

Perhitungan besar sampel berdasarkan prevalensi per variabel penelitian dengan

menggunakan rumus Araoye (2003)

Variabel Prevalensi (P) Q = 1-P N

4 Kedalaman invasi T1 0,14 0,86 20,55

5 Kedalaman invasi T2 0,24 0,76 31,13

6 Kedalaman invasi T3 0,41 0,59 41,28

Kedalaman invasi T4 0,21 0,79 28,44

Berdasarkan tabel 4.1 di atas maka diambil besar sampel yang paling besar yaitu

41,28. Oleh karena adanya kemungkinan drop out, maka sampel dibulatkan

menjadi 50 sampel.

4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin dari bahan operasi penderita

Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi yang ditetapkan peneliti. Sampel dipilih dengan cara concecutive random

sampling.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 Klasifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu:

I. Variabel bebas : Ekspresi MMP-9.

75

II. Variabel tergantung : Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik

kategori T1, T2, T3, T4.

4.5.2 Definisi Operasional Variabel

1. Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik adalah keganasan yang

berasal dari sel-sel epitelial mukosa kolorektal dan menunjukkan

diferensiasi kelenjar (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012).

Berdasarkan gambaran mikroskopis adenokarsinoma kolorektal tipe tidak

spesifik memiliki beberapa kriteria diagnosis; gambaran glanduler yang

dominan dengan sedikit stroma. Kelenjar tersebut membentuk pola back to

back, kribriform maupun berupa proliferasi kelenjar berukuran kecil dan

ireguler. Sel tumor berbentuk kolumnar tinggi dan berubah menjadi kuboid

pada diferensiasi yang lebih buruk. Mitosis mudah ditemukan. Lumen

kelenjar berisi bahan mukus eosinofilik dan debris inti dari sel yang

disebut sebagai nekrosis kotor. Bila nekrosis kotor ini ditemukan pada

karsinoma metastasis yang primernya belum diketahui, gambaran nekrosis

kotor ini dapat menjadi petunjuk untuk primer kolorektal. Dapat

ditemukan gambaran reaksi stroma desmoplastik, yang disebabkan oleh

hialinisasi stroma di sekitar sel tumor yang invasif.

2. Tingkat kedalaman invasi tumor dinyatakan dalam komponen T pada

sistem stadium berdasarkan AJCC. Pada penelitian ini tingkat kedalaman

invasi tumor dibagi empat, yaitu T1, T2 ,T3 dan T4. Karsinoma kolorektal

(KKR) T1 adalah tumor yang sudah menginvasi submukosa. KKR T2

76

adalah tumor yang sudah menginvasi muskularis propia. KKR T3 adalah

tumor yang sudah menginvasi subserosa atau kedalam jaringan perikolika

atau perirektal non peritonealisasi. KKR T4 adalah tumor telah menginvasi

organ atau struktur atau mencapai peritoneum visceral. Interpretasi

histomorfologi ini dilihat dengan pulasan HE, menggunakan mikroskop

cahaya binoluler Olympus CX21. Interpretasi kedalaman invasi dilakukan

secara blind independent oleh peneliti dan 2 orang dosen pembimbing

tanpa mengetahui data kliniko-patologi pasien (Hamilton et al., 2010;

Rubin dan Hansen, 2012).

3. Ekspresi MMP-9 adalah penilaian protein MMP-9 secara imunohistokimia

menggunakan Monoclonal Rabbit Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam

kemudian secara semikuantitatif diamati dengan mikroskop cahaya

binokuler merk Olympus CX21 dimulai dari pembesaran lemah 40 kali

untuk melihat persentase sel tumor yang terpulas positif sampai

pembesaran kuat 400 kali untuk menilai intesitas pewarnaan pada sel yang

terpulas positif. Matriks metalloproteinase-9 dihasilkan oleh sel tumor

maupun sel disekitar lingkungan tumor seperti sel fibroblast di stroma, sel

endotel, sel polimorfonuklear (PMN), makrofag, sehingga aktivasi dan

produksinya sangat dipengaruhi oleh interaksi komponen tersebut diatas.

Faktor pertumbuhan dan sitokin yang disekresikan oleh sel tumor, stroma,

dan sel radang di lingkungan mikro tumor bersama-sama dapat

meningkatkan ekspresi MMP-9. Sel tumor yang mengekspresikan MMP-9

akan berwarna kecoklatan pada sitoplasma (Yang et al., 2014). Penilaian

77

ekspresi MMP-9 dibuat berdasarkan analisis persentase terpulas positif

oleh MMP-9 dan intensitas pewarnaan MMP-9 pada sel tumor dan sel-sel

di stroma (Kostova et al., 2015). Berdasarkan persentase sel tumor dan sel-

sel disekitar tumor yang terpulas positif tersebut maka dibagi menjadi skor

0-3 yaitu: 0 (tidak terwarna), 1+(<25% sel dari seluruh sel tumor), 2+(25-

75% sel dari seluruh sel tumor ) dan 3+(>75% sel dari seluruh sel tumor).

Berdasarkan intensitas warna coklat pada sel-sel tumor yang menunjukkan

pulasan positif MMP-9 maka dibagi menjadi skor 0 sampai 3, yaitu: 0

(negatif), 1+ (lemah), 2 + (sedang), dan 3+ (kuat). Skor persentase dari sel

yang terpulas positif kemudian dikalikan dengan skor intensitasnya,

sehingga didapatkan hasil perkalian 0 sampai 9 dan dibagi menjadi skor 0

sampai 3, yaitu: negatif : 0, positif ringan: +1 (1-2), positif sedang : +2

(3-4) dan positif kuat: +3 (5-9) (Meng et al., 2012). Pemeriksaan

imunohistokimia MMP-9 dikerjakan di Bagian/SMF Patologi Anatomi

Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Rediagnosis menentukan kedalaman

invasi serta interpretasi ekspresi MMP-9 dilakukan peneliti dan dua orang

ahli Patologi secara blind independent tanpa mengetahui data kliniko-

patologi pasien. Bila terjadi perbedaan pendapat diantara peneliti dan dua

orang ahli Patologi tersebut kemudian dilakukan kesepakatan bersama

secara konsensus.

78

4.6 Bahan Penelitian

Bahan penelitian berupa:

1. Blok parafin dari bahan operasi penderita adenokarsinoma kolorektal tipe

tidak spesifik dengan kedalaman invasi T1, T2, T3 dan T4 yang diamati

gambaran histopatologinya di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK

UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

2. Reagen Harris’s hematoksilin dan eosin.

3. Phosphate buffer saline (PBS)

4. Monoclonal Rabbit Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam

5. DAB (3,3'-diaminobenzidine).

6. Streptavidin Peroxidase.

7. Reagen Harris’s hematoksilin.

8. Alkohol 50% hingga alkohol absolut.

9. Xylol

4.7 Instrumen / Alat Penelitian

Instrumen/alat penelitian yang digunakan adalah :

1. Buku registrasi pemeriksaan histopatologi Bagian/SMF Patologi Anatomi FK

UNUD/RSUP Sanglah tahun 2012 hingga 2016.

2. Mikroskop binokuler Olympus CX21.

3. Mikrotom Leica 2125 RM , waterbath, hot plate.

4. Gelas obyek merk Sail dan Sigma dengan ukuran lebar satu inchi, panjang 3

inchi dan tebal 1,2 mm.

79

5. Pipet mikro.

6. Staining jar dan neraca digital

7. Inkubator dan aluminium chamber

8. Rotator

9. Oven microwave

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Cara Pengumpulan Data

1. Peneliti mencari sediaan pasien KKR dari bahan operasi yang diperiksa

secara histopatologi dari tanggal 1 Januari 2012 sampai 31 Juli 2016 pada

laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.

2. Preparat hasil pulasan HE sesuai nomor-nomor diatas dikumpulkan,

dievaluasi ulang dan dilakukan diagnosis ulang, supaya memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi sehingga didapat empat kelompok data yaitu

adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik T1, T2, T3, dan T4.

3. Apabila dalam proses penilaian ternyata ada slide yang tidak dapat dinilai,

misalnya karena warna mulai kabur (dilakukan proses pewarnaan kembali).

Apabila slide berjamur atau rusak maka dilakukan pemotongan ulang blok

parafin.

4. Peneliti menentukan slide mana yang akan dipakai untuk pemeriksaan imuno-

histokimia (IHK)

5. Peneliti mencari blok parafin sesuai preparat yang dipilih dan memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi.

80

6. Blok parafin dipotong setebal 3 mikrometer dengan mikrotom untuk pulasan

IHK MMP-9.

7. Melakukan pulasan imunohistokimia MMP-9 dengan Monoclonal Rabbit

Anti-Human MMP-9 Antigen, Abcam, menggunakan metode streptavidin

biotin kompleks.

8. Pemeriksaan pulasan imunohistokimia MMP-9 dilakukan oleh peneliti dan

dua orang ahli Patologi Anatomi secara blind independent tanpa mengetahui

data kliniko patologi. Bila terjadi perbedaan pendapat diantara peneliti dan

dua orang ahli Patologi tersebut kemudian dilakukan kesepakatan bersama

secara konsensus.

9. Blok parafin yang sudah selesai diproses dikembalikan ke bagian/SMF

Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah

Denpasar.

10. Pencatatan dan pengumpulan data.

11. Analisis data.

4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan

1. Prosedur pulasan Hematoksilin dan Eosin menggunakan prosedur pulasan

Hematoksilin dan Eosin yang rutin dikerjakan di Bagian/SMF Patologi

Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah,

Denpasar, yaitu :

a. Potong blok parafin mengunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan

ketebalan empat mikrometer, kemudian ditempelkan pada gelas obyek

81

merk Sail Brand dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi, dan tebal

1,2 mm.

b. Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xylol sebanyak 4 kali masing-

masing celupan selama 5 menit.

c. Hidrasi dengan akohol bertingkat dengan konsentrasi menurun

mengunakan alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 75%, dan alkohol 50%,

masing-masing celupan selama 2 menit.

d. Masukkan ke dalam air selama 10 menit.

e. Celupkan ke cat utama yaitu Harris’s hematoksilin selama 10 menit.

f. Cuci dengan air selama 10 menit.

g. Lihat dibawah mikroskop, inti sel akan terlihat biru terang sedangkan

sitoplasma tidak berwarna.

h. Celupkan pada cat pembanding eosin 1% selama setengah hingga satu

menit.

i. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan konsentrasi meningkat

mengunakan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol

absolut, masing-masing celupan selama dua menit.

j. Penjernihan dengan xylol sebanyak empat kali celupan, lama masing-

masing celupan selama 5 menit.

k. Tutup dengan cover glass.

l. Interpretasi hasil pulasan HE.

82

2. Prosedur pulasan imunohistokimia MMP-9, yaitu :

a. Potong blok parafin menggunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan

ketebalam tiga mikrometer, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang

telah dilapisi dengan poly-L-lysine, merek Sigma, dengan ukuran lebar

satu inchi, panjang tiga inchi, dan tebal 1,2 mm.

b. Inkubasi dalam incubator dengan suhu 37o C selama satu malam.

c. Deparafinisasi dengan xylol, preparat dicelupkan ke dalam xylol sebanyak

tiga kali, masing-masing celupan selama tiga menit.

d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolut dua kali,

alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing selama 3

menit.

e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.

f. Teteskan H2O2 dalam methanol 3% sampai menutupi seluruh permukaan

jaringan selama 15 menit.

g. Cuci dengan aquadest selama 10 menit.

h. Cuci dengan phosphate buffer saline (PBS) sebanyak dua kali, masing-

masing selama 10 menit.

i. Rendam dengan buffer cytrate 0,01 M, pH 6,0. Kemudian panaskan di

dalam oven microwave selama 15 menit, mula-mula dengan pemanasan

tinggi (80oC) sampai tepat mendidih, kemudian dengan pemanasan

sedang (50oC) selama 5 menit.

j. Dinginkan pada suhu kamar.

k. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.

83

l. Teteskan 100 μl antibodi primer menggunakan Monoclonal Rabbit Anti-

Human MMP-9 Antigen, Abcam, yang telah diencerkan (pengenceran

1:100) selama 30 menit pada suhu kamar atau semalam pada suhu 40C.

m. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.

n. Teteskan Biotinylated Anti Polyvalent selama 10 menit.

o. Cuci dengan buffer saline (BS) sebanyak dua kali, masing-masing 10

menit.

p. Teteskan Streptavidin Peroxidase selama 10 menit.

q. Cuci dengan PBS sebanyak dua kali, masing-masing selama 10 menit.

r. Teteskan dengan reagen DAB selama 10 menit.

s. Cuci dengan air mengalir.

t. Counterstain dengan Meyer Hematoksilin selama dua menit.

u. Cuci dengan air mengalir.

v. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol

80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut dua kali, masing-masing selama

tiga menit.

w. Celupkan ke dalam xylol sebanyak tiga kali, masing-masing selama tiga

menit.

x. Tutup dengan cover glass.

y. Interpretasi pulasan IHK MMP-9.

84

4.8.3 Alur Penelitian

Bahan operasi dari pasien yang menderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak

spesifik diperiksa secara histopatologi dengan pengecatan Hematoksilin dan Eosin

di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana/RSUP Sanglah Denpasar. Sediaan mikroskopis pulasan Hematoksilin

dan Eosin dari karsinoma kolorektal kemudian dikumpulkan dan dilakukan

rediagnosis untuk menentukan kedalaman invasi oleh peneliti dan dua orang ahli

Patologi Anatomi secara blind independent. Sediaan yang telah diseleksi

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi tersebut kemudian dipilih sebagai dasar

untuk memilih blok parafin untuk pulasan IHK MMP-9. Blok parafin dari sediaan

adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik kemudian dicari dan dikumpulkan.

Selanjutnya dilakukan interpretasi pemeriksaan IHK MMP-9. Interpretasi

dilakukan oleh peneliti dan dua orang ahli Patologi Anatomi secara blind

independent tanpa mengetahui diagnosis histopatologi sebelumnya. Bila terjadi

perbedaan pendapat diantara peneliti dan dua orang ahli Patologi tersebut

kemudian dilakukan kesepakatan bersama secara konsensus. Data hasil

pemeriksaan IHK dicatat dan dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis

statistik.

85

Gambar 4.2

Skema Alur Penelitian.

Simpulan

Pengumpulan sediaan pulasan HE

Seleksi, restaining bila warna pudar, rediagnosis sediaan mikroskopis

Memilih preparat sebagai dasar memilih blok parafin untuk pulasan

MMP-9

Mencari dan mengumpulkan blok parafin

Blok parafin dipotong 3 μm

Pengecatan imunohistokimia MMP-9

Pemeriksaan hasil pulasan MMP-9

Pencatatan dan pengumpulan

data

Analisis statistik

Mencari sediaan KKR dari 1 Januari 2012 hingga 31 Juni 2016 yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

86

4.9 Analisis Data

Data diolah dengan menggunakan Program SPSS (Statistical Package for the

Social Sciences) 16.0 for Windows dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Analisis deskriptif yang meliputi karakteristik sampel.

2. Hubungan antara ekspresi MMP-9 dianalisis dengan menggunakan korelasi

Spearman dengan koefisien korelasi (r) untuk menilai arah hubungan dan

kuatnya hubungan.

a. Bila nilai r positif (+), maka hubungan antara variabel bebas dan

variabel tergantung bersifat positif, artinya bila variasi variabel bebas

meningkat diikuti dengan meningkatnya variasi variabel tergantung.

b. Bila nilai r negatif (-), maka hubungan antara variabel bebas dan variabel

tergantung bersifat negatif, artinya bila variasi variabel bebas meningkat,

tidak diikuti dengan meningkatnya variasi variabel tergantung.

c. Nilai r mendekati -1 sampai +1, menunjukkan kekuatan hubungan antara

variabel bebas dan variabel tergantung berdasarkan garis linear.

3. Nilai batas kemaknaan (α) ditentukan pada probabilitas (p) < 0,05.

87

BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dari periode bulan September sampai Oktober 2016 di

Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Data dan

sampel dikumpulkan sejumlah 50 kasus adenokarsinoma kolorektal tipe tidak

spesifik dari operasi kolonektomi. Sampel yang dipilih sesuai dengan kriteria

inklusi dan eksklusi. Pencatatan kedalaman invasi dilakukan dengan diagnosis

ulang dan kemudian dilakukan pengecatan imunohistokimia MMP-9.

5.1 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik

Berdasarkan Kedalaman Invasi dengan Umur Pasien, Jenis Kelamin dan

Lokasi Tumor.

5.1.1 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik

Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Umur Pasien

Gambar 5.1 Grafik Distribusi Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan

Kelompok Umur dan Kedalaman Invasi

88

Sampel penelitian adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik

menunjukkan rentang umur pasien yang cukup bervariasi yaitu berkisar dari 41

tahun sampai 83 tahun dengan rerata umur 57,78±9,66 tahun. Pada penelitian ini

didapatkan pada kedalaman invasi T1, jumlah terbanyak pada rentang umur 40-49

tahun (4/6 kasus T1), sedangkan rentang umur 50-59 tahun berjumlah 1 orang,

rentang umur 60-69 tahun berjumlah 0 orang dan rentang umur ≥ 70 tahun

berjumlah 1 orang. Pada kedalaman invasi T2 jumlah terbanyak penderita pada

rentang umur 60–69 tahun (7/14 kasus T2), sedangkan rentang umur 40-49 tahun

berjumlah 3 orang, rentang umur 50-59 tahun berjumlah 4 orang dan rentang

umur ≥ 70 tahun berjumlah 0 orang. Pada kedalaman invasi T3 jumlah terbanyak

penderita pada rentang umur 50–59 tahun (8/15 kasus T3), sedangkan rentang

umur 40-49 tahun berjumlah 1 orang, rentang umur 60-69 tahun berjumlah 4

orang dan rentang umur ≥ 70 tahun berjumlah 2 orang . Pada kedalaman invasi

T4 jumlah terbanyak penderita pada rentang umur 50–59 tahun (6/15 kasus T4),

sedangkan rentang umur 40-49 tahun berjumlah 2 orang, rentang umur 60-69

tahun berjumlah 5 orang dan rentang umur ≥ 70 tahun berjumlah 2 orang .

89

5.1.2 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik

Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Jenis Kelamin

Gambar 5.2

Grafik Distribusi Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan

Kelompok Jenis Kelamin dan Kedalaman Invasi.

Pada penelitian ini diperoleh hasil jenis kelamin laki-laki lebih banyak

dibandingkan perempuan. Data berdasarkan jenis kelamin didapatkan sebanyak 32

orang laki-laki, dengan distribusi T1: 4 orang (8%), T2: 8 orang (16%), T3: 9

kasus (18 %), dan T4: 11 orang (22%). Jenis kelamin perempuan 18 orang,

distribusi T1: 2 orang (4%), T2: 6 orang (12%), T3: 6 orang (12%), dan T4: 4

orang (8%).

90

5.1.3 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik

Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Lokasi Tumor

Gambar 5.3 Grafik Distribusi Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan

Kelompok Lokasi Tumor dan Kedalaman Invasi.

Data berdasarkan lokasi tumor didapatkan pada kolon, T1: 3 kasus (6%), T2:

8 kasus (16%), T3: 10 kasus (20%), dan T4: 10 kasus (20%). Pada rektum

didapatkan data T1: 3 kasus (6%), T2: 6 kasus (12%), T3: 5 kasus (10%) dan T4:

5 kasus (10%).

5.2 Distribusi Kasus Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Ekspresi MMP-9

Berdasarkan hasil tinjauan ulang kedalaman invasi pada 50 kasus adenokarsinoma

kolorektal tipe tidak spesifik yang dilakukan operasi kolonektomi ditemukan

tumor dengan kedalaman invasi T1, 5 kasus (10%) yang menunjukkan gambaran

ekspresi MMP-9 positif pada sel tumor dan sel stroma. Pada tumor dengan

kedalaman invasi T2, menunjukkan 13 kasus (26%) dengan ekspresi positif. Pada

91

tumor dengan kedalaman invasi T3, menunjukkan 15 kasus (30%) dengan

ekspresi positif. Pada tumor dengan kedalaman invasi T4, menunjukkan 14 kasus

(28%) dengan ekspresi positif.

Tabel 5.1

Distribusi Kasus Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Ekspresi MMP-9

MMP-9 Kedalaman Invasi

T1 T2 T3 T4

0 1 1 0 1

1 4 6 3 1

2 1 2 9 4

3 0 5 3 9

Total 6 14 15 15

r = 0,435, r 2 (rsq) = 0,189 , p = 0,002

Hubungan antar variabel yang digunakan dalam penelitian ini diuji dengan uji

Spearman. Hasil uji Spearman yang diperoleh dari nilai kemaknaan antara

kedalaman invasi dan ekspresi MMP-9 adalah p = 0,002 (p <0,05) yang

menunjukkan terdapat korelasi bermakna antara kedalaman invasi dan ekspresi

MMP-9. Adapun nilai koefisien korelasi yang diperoleh sebesar r = 0,435

menunjukkan tingkat korelasi sedang dengan koefisien determinasi r 2 (0,435) =

0,189 yang menunjukkan kekuatan hubungan kuat.

92

5.3 Gambaran Ekspresi MMP-9

Gambar 5.4

Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan Intensitas

Lemah (400x)

Gambar 5.5

Ekspresi MMP-9 pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan

Intensitas Sedang (400x).

93

Gambar 5.6

Ekspresi MMP-9 pada pada sitoplasma sel tumor dan sel stroma dengan

Intensitas Kuat (400x).

94

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Umur, Jenis Kelamin dan Lokasi

Pada penelitian ini, sampel penelitian adenokarsinoma kolorektal tipe tidak

spesifik yang diperoleh menunjukkan rentang umur yang bervariasi berkisar 41

tahun sampai 83 tahun dengan rerata umur 57,78±9,66 tahun. Rentang usia

penderita terbanyak adalah 50-59 tahun (38%). Pada penelitian sebelumnya,

Insiden KKR tinggi pada rentang umur 50 tahun sampai 69 tahun, dan rendah

pada umur dibawah 50 tahun dan setelah 69 tahun. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa insidensi dari KKR akan meningkat sesuai dengan

peningkatan umur dan jarang terjadi sebelum usia 40 tahun, terutama pada umur

paruh baya dan lanjut (Hamilton et al., 2010; Homick dan Odze., 2011;

Washington et al., 2011; Redston dan Driman, 2015).

Rerata usia penderita KKR di Bali menunjukkan rerata usia penderita KK di

negara lain yaitu pada dekade ke- 6. Pada penelitian ini usia termuda penderita

adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik adalah 41 tahun, jenis kelamin

perempuan, dengan kedalaman invasi sampai T1, dengan skor ekspresi MMP-9

adalah 1. Sedangkan usia tertua adalah umur 83 tahun, jenis kelamin perempuan,

dengan kedalaman invasi pada T3 dan skor ekspresi MMP-9 adalah 3.

Pada pemeriksaan jenis kelamin diperoleh data laki-laki (32 orang) lebih

banyak dari perempuan (18 orang), laki-laki memiliki risiko lebih tinggi

dibandingkan perempuan (Redstone dan Driman., 2015). Hal ini dikaitkan dengan

95

hubungan faktor-faktor resiko dengan perbedaan gaya hidup antara laki-laki dan

perempuan, seperti pola diet, konsumsi merokok, alkohol, perbedaan kondisi

hormonal, dan lain-lain. Di Indonesia, berdasarkan berdasarkan data dari

Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Kesehatan RI tahun

2006 KKR merupakan jenis keganasan ketiga terbanyak. Pada tahun 2011

terdapat peningkatan kasus KKR, pada laki-laki 1.200 kasus dan 1.142 kasus pada

wanita (DitjenYanMed, 2011). Di Bali, insiden KKR menempati urutan ketiga

setelah karsinoma payudara dan servik pada wanita, serta menempati urutan

ketiga pada laki-laki setelah keganasan nasofaring dan prostat (DitjenYanMed,

2008), dengan jumlah kasus 103 pada laki-laki dan 81 pada perempuan.

Pada penelitian ini diperoleh adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik

lebih banyak terjadi pada kolon (31/50 kasus) dan pada rektum (19/50 kasus).

Distribusi lokasi berdasarkan insidensi terjadinya KKR adalah caecum dan kolon

asenden 25%, kolon transversum 15%, kolon desenden 5%, kolon sigmoid 25%,

rektosigmoid 10%, dan rektum 20% (Rubin dan Hansen, 2012). Sebagian besar

KKR berlokasi pada kolon sigmoid dan rektum. Seiring dengan peningkatan umur

terbukti terjadi perubahan lokasi dengan meningkatnya proporsi karsinoma pada

bagian yang lebih proksimal (Hamilton et al., 2010; Kostova et al., 2014).

6.2 Ekspresi MMP-9 pada KKR berdasarkan Kedalaman Invasi

Pedoman klinis yang digunakan sebagai dasar menentukan penatalaksanaan dan

prognosis KKR merujuk pada pedoman yang ditetapkan oleh American Joint

Commission on Cancer (AJCC) berdasarkan klasifikasi Tumor,Nodul, Metastasis

96

(TNM) (Hamilton et al., 2010; Rosai, 2011). Ukuran dan kedalaman invasi tumor

primer ditunjukkan oleh komponen T. Perluasan invasi tumor melewati

muskularis propria berpengaruh kuat terhadap prognosis. Tumor yang melewati

muskularis propria dapat menyebabkan perforasi peritoneum atau menginfiltrasi

struktur viseral sekitarnya (Fenoglio, 2009; Hamilton et al., 2010; Rubin dan

Hansen, 2012). Pada penelitian ini menggunakan 50 sampel, yang terbagi menjadi

4 kelompok, yaitu 6 sampel T1, 14 sampel T2, 15 sampel T3 dan 15 sampel T4.

Ekspresi pulasan MMP-9 dapat dinilai dengan metoda pemeriksaan

imunohistokimia (IHK). Pada penelitian ini, didapatkan hasil kedalaman invasi T1

diperoleh data skor 0 berjumlah 1 kasus, skor 1 berjumlah 4 kasus, skor 2

berjumlah 1 kasus dan skor 3 berjumlah 0 kasus. Pada kedalaman invasi T2

diperoleh data skor 0 berjumlah 1 kasus, skor 1 berjumlah 6 kasus, skor 2

berjumlah 2 kasus dan skor 3 berjumlah 5 kasus. Pada kedalaman invasi T3,

diperoleh data skor 0 berjumlah 0 kasus, skor 1 berjumlah 3 kasus, skor 2

berjumlah 9 kasus dan skor 3 berjumlah 3 kasus. Pada kedalaman invasi T4,

diperoleh data skor 0 berjumlah 1 kasus, skor 1 berjumlah 1 kasus, skor 2

berjumlah 4 kasus dan skor 3 berjumlah 9 kasus. Pada penelitian ini ekspresi

MMP-9 dinilai tidak hanya pada sel tumor tetapi pada sel-sel disekitar sel tumor,

yaitu sel-sel inflamatori dan non inflamatori (makrofag, limfosit maupun neutrofil

serta sel fibroblast dan sel endotel pembuluh darah ) dan ekspresi MMP-9 pada sel

tumor didapatkan cukup kuat pada sel stroma seperti hal nya pada sel tumor. Hal

ini menjelaskan bahwa MMP-9 dihasilkan baik oleh sel tumor dan sel stroma.

Hasil interaksi antara sel tumor dengan lingkungan sekitarnya akan

97

mempengaruhi aktivasi dan produksi MMP-9 (Yang et al., 2014; Kostova et al.,

2014; Marshal et al., 2015). Sel tumor yang mengekspresikan MMP-9 akan

berwarna kecoklatan pada sitoplasma (Yang et al., 2014). Penilaian ekspresi

MMP-9 dengan pemeriksaan imunohistokimia dibuat berdasarkan persentase sel

yang terpulas positif dan intensitas pewarnaanya (Kostova et al., 2014).

Pada penelitian ini Matriks Metalloproteinase-9 tampak terpulas pada

sebagian besar sel tumor dan sel stroma pada kedalaman invasi T1 sampai T4 dan

ekspresi yang kuat didapatkan sebagian besar pada kedalaman invasi T4 dengan

skor 3(9/15 kasus). Hal ini menandakan bahwa ekspresi MMP-9 meningkat pada

KKR dibandingkan mukosa kolon normal serta dapat menjelaskan

kemampuannya dalam mendegradasi komponen ECM dan memudahkan proses

invasi sel tumor. Selain itu interaksi antara sel tumor dan sel stroma disekitarnya

mempunyai peranan penting dalam membantu proses invasi sel tumor dan

metastasis (Kostova et al., 2014). Namun masih terdapat 1 kasus T4 menunjukkan

skor 0. Hal ini menunjukkan bahwa intensitas dari reaksi MMP-9 pada sel tumor

memiliki variasi yang luas dari satu kasus dengan kasus lainnya serta

membuktikan bahwa sintesis dan ekskresi MMP-9 oleh sel tumor dipengaruhi

oleh banyak faktor yang sebagian masih belum diketahui pasti (Georgescu et al.,

2015)

Hasil penelitian ini menunjukkan uji Spearman yang bermakna antara

kedalaman invasi tumor dengan ekspresi MMP-9 yang terpulas positif dengan

nilai p sebesar 0,002 (p <0,05) dengan koefisien korelasi sebesar 0,435 yang

memiliki arti korelasi sedang, dengan koefisen determinasi kuat (r 2 = 0,189) .

98

Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian yang menunjukkan terdapat

korelasi positif antara kedalaman invasi dengan ekspresi MMP-9. Chu et al., 2012

menyebutkan terdapat korelasi positif yang signifikan antara ekspresi MMP-9

pada KKR dengan kedalaman invasi, metastasis ke KGB dan metastasi yang luas,

dan tidak terdapat korelasi antara umur penderita, jenis kelamin, lokasi tumor dan

status diferensiasi. Demikian juga penelitian dari Estevez et al., 2015

mendapatkan adanya korelasi positif antara ekspresi MMP-9 pada stadium II dan

III dibandingkan dengan stadium I pada KKR. Penelitian Yang et al., 2014

menunjukkan hubungan yang kuat antara kedalaman invasi, metatasis ke KGB

dengan ekspresi MMP-9, karena itu MMP-9 berperan penting pada invasi tumor

dan metastasis, sehingga dapat digunakan sebagai indikator yang penting pada

pasien KKR. Hasil penelitian yang sama juga menunjukkan bahwa ekspresi

MMP-9 berhubungan dengan kedalaman invasi sel tumor ( Kostova et al., 2014).

Matriks metalloproteinase-9 mendapat perhatian karena terlibat pada proses

invasi melalui peranannya dalam mendegradasi kolagen IV membran basalis.

Selain mendegradasi komponen ECM, MMP-9 memicu transisi epithelial menjadi

progenitor mesenkimal (EMT) (Farina dan Mackay, 2014). Pada saat proses

metastatik, sel-sel epitel ganas akan akan terlepas dari tumor primer dan

mengalami transisi mesenkimal, menginvasi jaringan stroma, ekstravasasi dan

membentuk koloni metastasis ( Deryugina et al., 2006; Ansari et al., 2013).

Pada proses intravasasi, akan melibatkan neutrofil. Neutrofil akan ditarik ke

permukaan sel endotel akan teraktivasi dan akan menghasilkan MMP-9 yang

bebas dari TIMP. Aktivasi MMP-9 tersebut akan melepaskan faktor angiogenik

99

yang tersimpan dalam ECM yang akan berperan dalam proses intravasasi dan

penyebaran sel tumor. Selain itu MMP-9 akan mempengaruhi fenotip tumor

sehingga memiliki potensi metastatik (Ansari et al., 2013).

Pada penelitian ini menunjukkan ekspresi MMP-9 yang tinggi pada

sitoplasma makrofag yang mendukung beberapa penelitian yang membuktikan

keterlibatan Tumor Associated Macrophage (TAM) dalam menghasilkan MMP-9,

tetapi efek terhadap progresifitas tumor tergantung dari fenotipnya yang

ditentukan oleh sitokin yang dihasilkan (Ansari et al., 2013).

Pada penelitian ini terbukti bahwa terdapat hubungan positif antara ekspresi

MMP-9 dengan kedalaman invasi pada adenokarsinoma kolorektal tipe tidak

spesifik.

100

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Dari penelitian ini diperoleh adanya hubungan positif antara kedalaman invasi

dengan ekspresi MMP-9 dengan tingkat korelasi sedang dan koefisien determinasi

yang kuat.

7.2 Saran

1. Ekspresi MMP-9 dapat dipakai untuk menentukan progresivitas serta tata

laksana pasien KKR.

2. Pada penelitian ini belum ditentukan titik potong tinggi rendahnya skor ekspresi

MMP-9, sehinggga diharapkan pada penelitian berikutnya dapat dibuat

kesepakatan mengenai titik potong skor ekspresi MMP-9 untuk keseragaman

pelaporan tingkat ekspresinya.

101

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, M.A., Shaikh, S., Muteeb, G., Rizvi, D., Shakil, S., Alam, A.,Tripathi, R.,

Ghazal, F., Rehman, A., Ali, S.Z., Pandey, A.K., Ashraf, G.M., 2013.

Role of Matrix Metalloproteinases in Cancer. In : Ashraf, G.M., Sheikh,

I.A., editors. Advanced in Protein Chemistry. USA: OMICS group

ebook. p. 4-10

.

Alteri, R., Brooks, D., Gansler, T., Henning, A., Jacobs, E., Kirkland, D. 2014.

Colorectal Cancer Facts and Figure 2014-2016.the American Cancer

Society, Atlanta, Georgia

Antonia, R.S., Dara, L., Aisner. 2010. Molecular basis of Disease of the

Gastrointestinal Tract. In: William B. Coleman, Gregory J. Tsongalis, eds

Essential Concepts in Molecular Pathology, San diego, California.

Elsevier: 243-61

Aoki, K., Taketo, M.M. 2007. Adenomatous polyposis coli (APC): a multi-

functional tumor suppressor gene. J Cell Sci, 120: 3327-35

Arends, M.J. 2013. Pathways of Colorectal Carcinogenesis. Appl

Immunohistochem Mol Morphol, 21: 97-103. Available from:

http://www.appliedimmunohist.com. Accessed February 20, 2015

Bo Yang, Fuqiu Tang, Bicheng Zhang. 2014. Matrix Metalloproteinase-9

overexpression is closely related to poor prognosis in patient with colon

cancer, World Journal of Surgical Oncology, 12:24. Available from:

http://wjso.biomedcentral.com

Bouchet, S., Bauvois, B. 2014. Neutrophil Gelatinase-Associated Lipocalin

(NGAL), Pro-Matrix Metalloproteinase-9 (pro-MMP-9) and Their

Complex Pro-MMP-9/NGAL in Leukaemias. Cancers, 6: 796-812.

Buhmeida, A., Bendardaf, R., Hilska M., Collan Y., Hilska, M., Laato,M.,

Syrjanen, S. 2009. Prognostic Significance of matrix metalloproteinase-9

(MMP-9) in stage II colorectal carcinoma. Available from:

www.ncbi.nlm.nih.gov>pubmed. Accessed February 20, 2016

Chu, D., Zhao, Z., Zhao,Y., L,i Y., Li, J., Zheng, J., Zhao, Q., Wang, W. 2012.

Matrix metalloproteinase-9 is associated with relapse and prognosis of

patients cancer. Ann Surg Oncol. 2012 Jan; 19(1): 318-25. doi: 10.

1245/s10434-011-1686-3. Epub 2011 Apr 1.

102

Deryugina, E. I, Quigley, P.J. 2006. Matrix metalloproteinases and tumor

metastasis. Cancer Metastasis Rev; 25:9-34

Ditjen Yanmed. 2006. Kanker di Indonesia. Jakarta: Dirjen Yanmed Departemen

Kesehatan RI.

Ditjen Yanmed. 2008. Kanker di Indonesia. Jakarta: Dirjen Yanmed Departemen

Kesehatan RI.

Ditjen Yanmed. 2011. Kanker di Indonesia. Jakarta: Dirjen Yanmed Departemen

Kesehatan RI.

Estevez, O.O, Loretta De Chiara. L, Girondo M.G, Cubiola J, Castro I,Vicenta

Soledad Martinez-Zorzano. 2015. Serum Matix Metalloproteinase-9 in

Colorectal Cancer family risk population screening. Scientific Reports 5,

article number: 13030. Available from: http://www.nature.com/articles.

Accessed March 25, 2016.

Farina, A.R., Mackay, A.R.. 2014. Gelatinase B/MMP-9 in Tumour Pathogenesis

and Progression. Cancers, 6: 240-296.

Fenoglio-Preiser, C.M. 2009. editor. Gastrointestinal pathology: an atlas and text.

Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins. p.899-1036

Fleming, M., Ravula, S., Tatishchev, S.F., Wang, H.L. 2012. Colorectal

carcinoma: Pathologic aspects. J Gastrointest Oncol, 3(3): 153-173.

Available from: http://www.thejgo.org. Accessed February 5, 2016.

Georgescu, E.F., Mogoanta S.S., Costache, A., Parvanescu, V., Totolici, BD.,

Patrascu, S., Stanescu, C. 2015. The assesment of Matrix

Metalloproteinase-9 Expression and angiogenesis in colorectal cancer.

2015. Rom J Morphol Embryol. 2015; 56(3): 1137-44. Available from:

www.ncbi.nlm.nih.gov>pubmed. Accessed March 25, 2016.

Gialeli, C., Theocharisand, A.D., Karamanos, N.K. 2010. Roles of Matrix

metalloproteinases in cancer progression and their pharmacological

targeting. FEBS Journal; 278:16-27

Gomez, M.L., Casado, E., Cejas, P., Feliu, J. 2011. Prognostic and predictive

factors in colorectal cancer: The importance of reliable markers for

effective selection of therapy. In: Cidon, E.U., editor. The challenge of

colorectal cancer: a review book. Madrid: Research Signpost. p. 285-

308.

103

Gong, Y., Chippada-venkata. U.D., William, K. 2014. Review : Roles of Matrix

Metalloproteinases and their natural Inhibitors in Prostate Cancer

Progression. Cancers, 6: 1298-1327

Hamilton, S.R., Vogelstein, B., Kudo, S., Riboli, E., Nakamura, S., Hainaut, P.

2010 Tumours of the colon and rectum. In: Hamilton SR, Aaltonen A,

editors. World Health Organization: classification of tumours, pathology

and genetics of tumours of the digestive system. Third ed. Lyon: IARC

Press. p. 104-19.

Hersenyi Laszlo., Istvan Hritz., Zolt Tulassay. 2012. The behavior of Matrix

metalloproteinases and their inhibitors in colorectal cancer.

International journal of molecular sciences. Available from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Accessed March 25, 2016

Homick, J.L., Odze, R.D. 2011. Polyps of the large intestine. In: Odze RD,

Goldblum JR, editors. Surgical Pathology of the GI tract, liver, biliary

tract, and pancreas. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier, 507-20.

Illeman, M., Bird, N., Majeed, A., Sehested, M., Laerum, L., Lund, L., Dano,

K.,Nielsen, B. 2006. MMP-9 is Differentially Expressed in Primary

Human Colorectal Adenocarcinomas and Their Metastases. Mol Cancer

Res. mcr. Aacrjournals. Org. American Association for Cancer Research.

Accessed March 25, 2016.

Johnson, J.R., Lacey, J.V., Lazovich, D., Geller, M.A., Schairer, C., Schatzkin,

A., Flood, A. 2009. Menopausal Hormone Therapy and Risk of

Colorectal Cancer. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev, 18(1): 196-203.

Koskensalo, S., Hagstrom, J ., Linder, Nina L., Lundin, M., Sorsa, T., Louhimi, J.

2012. Lack of MMP-9 Expression is a Marker for Poor prognosis in

Dukes’B colorectal Cancer. BMC Clinical Pathology. Available from:

http://bmcclinpathol.biomedcentral.com/articles/10.1186/1472-6890-12-

24. Accessed February 10, 2016.

Kostova, E., Slaninka, M., Labacevski, N., Jakjovski, K., Trojacanec, J.,

Atanasovska, E., Janevski, V. 2012. Serum Matrix Metalloproteinase-2, -

7 and -9 (MMP-2, MMP-7, MMP-9) Level as prognostic Markers in

Patient with Colorectal cancer. Journal of Health Sciences. Vol 2, No.3

(2012). Available from: http://dx.doi.org/10.17532/jhsci. 2012.35.

Kumar, Abbas, Aster. 2015. Diseases of the Immune System. In: Robbins and

Cotran Pathologic Basis of Disease Ninth Edition. Kumar Vinay.

Philadelphia: Saunders Elsevier. p. 185-200.

104

Lauwers, G.Y. 2012. Pathologic Prognostic Determinants of Colorectal

adenocarcinoma. Massachusetts: Harvard Medical School. P.1-9

Li Cy., Yuan,P., Lin SS., Song CF, Guan WY. 2013. Matrix metalloproteinase 9

expression and prognosis in colorectal cancer: meta- analysis. Tumour

biol.735-41. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov>pubmed. Accessed

February 20, 2016

Loffek, S., Schilling, O., Franzke, C-W. 2011. Biological role of matrix

metalloproteinases: a critical balance. Eur Respir J, 38: 191–208.2011

Lubbe, W, J dan Pitari, G, M. 2009. Antimetastatic Therapy in colorectal cancer:

Role of tumor cell Matrix metalloproteinase 9 (Methodology)

Marečko, I., Cvejić, D., Šelemetjev, S., Paskaš, S., Tatić, S., Paunović, I,. Savin,

S. 2014. Enhanced activation of matrix metalloproteinase-9 correlates

with the degree of papillary thyroid carcinoma infiltration. Croat Med J,

55: 128-37.

Marshall D,C., Lyman SK., McCauley, S., Kovalenko, M. 2015. Selective

Allosteric inhibition of MMP-9 is Efficacious in preclinical models of

ulcerative Colitis and Colorectal cancer. Available from:

www.ncbi.nlm.nih.gov>pubmed. Accessed March 25, 2016.

Marzouk, O., Schofield, J. 2011. Review of histopathological and molecular

prognostic features in colorectal cancer. Cancers, 3: 2767-2810.

Available from: http://www.mdpi.com/journal/cancers. Accessed May 25,

2015.

Meng, X., Hua, T., Zhang, Q., Pang, R., Zheng, G., Song, D. 2012. Expression

and clinical significance of matrix metalloproteinase-9 papillary thyroid

carcinoma. African Journal of Pharmacy and pharmacology; 6(suppl.44):

3075-9.

Moghimi, D. B, Safaee, A. 2012. An Overview of colorectal cancer survival raes

ang prognosis in Asia. World J Gastrointest Oncol 4(4): 71-75 Available

from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles

Montgomery, E. 2006. Biopsy interpretation of the gastrointestinal tract mucosa.

Philadelphia: Lippincott, William&Wilkins.

Oguic, R., Mozetic, V., Tesar, E.C., Cupic, D.F., Mustac, E., Dordevic, G. 2014.

Research Article: Matix Metalloproteinases 2 and 9 Immunoexpression in

Prostate Carcinoma at The Positive Margin of Radical Prostatectomy

Specimens. Pathology Research International.

105

Redston, M., Driman, D.K. 2015. Epithelial Neoplasms of the Large Intestine. In:

Odze, R.D., Goldblum, J.R., editors. Odze and Goldblum Surgical

Pathology of the GI Tract, Liver, Biliary Tract, and Pancreas. Third

Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 737-778

Reissfelder, C., Stamova, S., Gossmann, C., Braun, M., Bonertz, A., Walliczek,

U., Grimm, M., Rahbari, N.N., Koch, M., Saadati, M., Benner, A.,

Buchler, M.W., Jager, D., Halama, N., Khazaie, K., Weitz, J., Beckhove,

P. 2015. Tumor-specific cytotoxic T lymphocyte activity determines

colorectal cancer patient prognosis. The Journal of Clinical Investigation,

125: 739-751. Available from: http://www.jci.org. Accessed February 10,

2015.

Rosai, J. 2010. Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology. Tenth Edition.

Philadelphia: Mosby Elsevier. p. 731-775.

Rubin P., Hansen J.T. 2012. TNM Staging Atlas with Oncoanatomy. Second

Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Lippincott Williams and Wilkins.

p. 352-361.

Said A. H., Raufman J. P., Xie, G. 2014. The Role of Matrix Metalloproteinases

in Colorectal Cancer. Division of Gastroenterology and Hepatology,

Veterans affairs Maryland Health Care system, University of Maryland

school of medicine, Baltimore. Available from: http://creativecommons.

Org/licenses/by/3.0. Accessed May 12, 2016

Siew, C., Wong, S.H. 2013. Colorectal cancer screening in Asia. British Medical

Bulletin, 105: 29-42.

Sjo, O.H. 2012. “Prognostic factors in colon cancer” (dissertation). Oslo:

University of Oslo.

Tang, V., Boscardin, W.J., Cenzer, I.S., Lee, S.J. 2015. Time to benefit for

colorectal cancer screening: survival meta-analysis of flexible

sigmoidoscopy trials. British Medical Journal, 350: 1662-1666.

Washington, K., Berlin, J., Branton, P., Burgart. L. J., Carter, D. K., Fitzgibbons,

p., Frankel, W. L., Halling. K. C., Jessup, J., Kakar,S., Minsky, B.,

Nakhleh, R., Compton, C.C. 2011. Protocol For Examination of

Specimens from Patient with Primary Carcinoma of the Colon and Rectum

Weber G. F. 2007. Molecular Mechanisms of cancer. Springer. University of

Cincinnati Academic Health Center Cincinnati, Ohio. USA. p.453

106

Wilson, S., Damery, S., Stocken, D., Dowswell,G., Holder, R.,Ward,S.

T.,Redman, V., Wakelam, M., James, J., Hobbs., Ismail, T. 2012. Serum

Matrix metalloproteinase-9 and colorectal neoplasia: a community-based

evaluation of a potential diagnostic test. British Journal of Cancer 106,

1431-1438. Doi: 10.1038/bjc.2012. 93. Available from: http://www.

http://www.wjgnet.com/esps/helpdesk.aspxDOI:10.3748/wjg.v21.i24.745

7. Accessed May 12, 2016.

Wu, J.S.,2007. Rectal Cancer Staging. Clin colon rectal Surg 2007; 20: 148-157

Xu, D., McKee, C.M., Cao, Y., Ding, Y., Kessler, B.M., Muschel, R.J. 2010.

Matrix Metalloproteinase-9 Regulates Tumor Cell Invasion through

Cleavege of Protease Nexin-1. Cancer Res; 70(17). Available from

canceres.aacrjournals.org.

Yang, GY., Guo, S., Dong, CY, Wang, XQ., Hu, BY., Liu, YF. 2015. Integrin

αVß6 sustains and promotes tumor invasive growth in colon cancer

progression. World J Gastroenterol 21(24): 7457-7467. Available from:

http://www.wjgnet.com/esps/helpdesk.aspx

DOI:10.3748/wjg.v21.i24.7457. Accessed March 30, 2016.

Zahari, A. 2010. Deteksi dini, diagnosa, dan penatalaksanaan kanker kolon dan

rektum. Supplement Majalah Kedokteran Andalas dalam rangka dies

natalis 53. Padang: Universitas Andalas.

Zervoudakis, A., Strickler, H.D., Park, Y., Xue, X., Hollenbeck, A., Schatzkin, A.,

Gunter, M.J. 2011. Reproductive History and Risk of Colorectal Cancer

in Postmenopausal Women. Journal of National Cancer Institute, 103: 1-

9. Available from: http://www.jnci.oxfordjournals.org. Accessed March

30, 2016.

Zuzga, D. S., Gibbons, A.V., Li Peng., Lubbe, J.W., Chervoneva,I. 2008.

Overexpression of matrix metalloproteinase 9 in tumor epithelial cells

correlates with colorectal cancer metastasis. Available from:

http//jdc.jeferson.edu/petfp/27 Accessed April 30, 2016.

107

Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik

108

Lampiran 2. Surat Ijin Penelitian

109

Lampiran 3. Rekapitulasi Sampel Penelitian

No No PA Umur JK Lokasi Kedalaman

invasi

Ekspresi

MMP9

1 2233/PP/2015 75 L Rektum T1 1

2 4716/PP/2015 41 P Kolon T1 0

3 3046/PP/2014 47 L Kolon T1 1

4 3234/PP/2014 44 P Rektum T1 1

5 3323/PP/2014 46 L Kolon T1 1

6 3880/PP/2014 56 L Rektum T1 2

7 0985/PP/2016 63 L Kolon T2 1

8 1794/PP/2015 60 P Rektum T2 0

9 1141/PP/2014 41 L Rektum T2 1

10 3626/PP/2014 64 P Kolon T2 3

11 3792/PP/2014 65 L Kolon T2 1

12 0685/PP/2013 45 L Rektum T2 2

13 0450/PP/2013 46 P Rektum T2 1

14 1937/PP/2015 54 P Kolon T2 1

15 3027/PP/2015 58 L Kolon T2 1

16 3736/PP/2015 64 L Rektum T2 3

17 1021/PP/2014 57 L Kolon T2 3

18 1425/PP/2014 58 P Kolon T2 3

19 1450/PP/2014 60 L Kolon T2 3

20 2557/PP/2013 53 P Rektum T2 2

21 1287/PP/2016 63 L Kolon T3 2

22 1542/PP/2015 68 L Kolon T3 2

23 3529/PP/2015 54 P Rektum T3 1

24 3855/PP/2015 57 P Kolon T3 1

25 3973/PP/2015 50 P Rektum T3 2

26 4229/PP/2015 70 L Rektum T3 2

27 4386/PP/2015 51 L Kolon T3 3

28 5205/PP/2015 50 L Rektum T3 2

29 5220/PP/2015 77 P Rektum T3 2

30 0246/PP/2014 62 L Kolon T3 1

110

No No PA Umur JK Lokasi Kedalaman

invasi

Ekspresi

MMP9

31 0325/PP/2014 51 P Kolon T3 2

32 1021/PP/2014 57 L Kolon T3 2

33 1547/PP/2014 49 L Kolon T3 2

34 3103/PP/2014 64 L Kolon T3 3

35 3408/PP/2014 53 P Kolon T3 3

36 0146/PP/2016 83 P Kolon T4 0

37 1982/PP/2016 61 L Kolon T4 2

38 2363/PP/2015 57 L Kolon T4 3

39 3351/PP/2015 57 P Kolon T4 2

40 3412/PP/2015 44 L Rektum T4 3

41 3479/PP/2015 67 L Rektum T4 3

42 4963/PP/2015 58 L Rektum T4 3

43 3144/PP/2014 52 L Kolon T4 3

44 0228/PP/2016 65 L Rektum T4 3

45 3225/PP/2015 57 L Kolon T4 1

46 3855/PP/2015 57 P Kolon T4 3

47 4754/PP/2015 80 L Kolon T4 3

48 0024/PP/2014 62 P Kolon T4 3

49 0856/PP/2014 48 P Kolon T4 2

50 2058/PP/2014 68 L Rektum T4 2

111

Lampiran 4. Uji Statistik Korelasi Spearman Ekspresi MMP-9 terhadap

Kedalaman Invasi pada Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik.

Kedalaman invasi MMP9

Spearman's

rho

Kedalaman invasi Correlation

Coefficient 1.000 .435

Sig. (2-tailed) . .002

N 50 50

MMP9 Correlation

Coefficient .435 1.000

Sig. (2-tailed) .002 .

N 50 50

Kedalaman invasi berkorelasi positif dengan ekspresi MMP9 dengan koefisien

korelasi sedang r=0,435; r2=0,189 dengan nilai kemaknaan p=0,002 (p<0,05)