tesis pelestarian angklung sebagai warisan budaya takbenda dalam ...

62
TESIS PELESTARIAN ANGKLUNG SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAKBENDA DALAM PARIWISATA BERKELANJUTAN DI SAUNG ANGKLUNG UDJO, BANDUNG ANNISA PRATIWI NIM. 1191061030 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2013

Transcript of tesis pelestarian angklung sebagai warisan budaya takbenda dalam ...

TESIS

PELESTARIAN ANGKLUNG SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAKBENDA DALAM PARIWISATA BERKELANJUTAN DI SAUNG

ANGKLUNG UDJO, BANDUNG

ANNISA PRATIWI

NIM. 1191061030

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2013

PELESTARIAN ANGKLUNG SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAKBENDA DALAM PARIWISATA BERKELANJUTAN DI SAUNG

ANGKLUNG UDJO, BANDUNG

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana

ANNISA PRATIWI

NIMI 1191061030

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2013

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL, 10 OKTOBER 2013

Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si NIP. 194409291973021001 NIP. 196104051988031002

Mengetahui

Ketua Program Kajian Pariwisata Direktur Program Pascasarjana Program Pascasarjana Universitas Udayana Universitas Udayana

Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS Prof.DR.dr. AA. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 194409291973021001 NIP. 195902151985102001

Tesis ini Telah Diuji pada

Tanggal 10 Oktober 2013

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Pascasarjana

Universitas Udayana No. 1988/UN/14.4/HK/2013

Tanggal 10 Oktober 2013

Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S

Sekretaris : Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si

Anggota : 1. Prof. Dr. Made Budiarsa, M. A

2. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S

3. Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama, penulis mengucapkan syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT, karena

atas izin-Nya penulis mampu untuk menyelesaikan kewajiban studi ini. Penulis juga sangat

berterimakasih kepada pihak-pihak yang membantu dan turut serta dalam masa pendidikan

penulis selama di Indonesia dan di Prancis.

Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Universitas Udayana yang telah

membantu melancarkan studi saya dalam kajian pariwisata. Ucapan Terima Kasih banyak

saya tujukan kepada Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS dan Drs. I Nyoman Sunarta, M.Si

yang senantiasa membimbing saya dalam studi saya ini.

Penulis juga berterimakasih kepada semua teman-teman DDIP yang selalu memberikan

semangat dan pencerahannya untuk tesis ini. Juga kepada semua staf prodi pascasarjana yang

tak kenal lelah untuk membantu proses penyelesaian studi penulis.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

kepada Ibu dan Adik-Adik, Intan dan Iyan yang memberikan banyak dukungan yang tak

terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Dan semoga tesis ini dapat

memberikan manfaat dan referensi bagi pembaca.

Denpasar, Oktober 2013

Penulis

Annisa Pratiwi

ABSTRAK

PELESTARIAN ANGKLUNG SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAKBENDA DALAM PARIWISATA BERKELANJUTAN DI SAUNG ANGKLUNG UDJO,

BANDUNG

Penelitian mengenai “Pelestarian Angklung Sebagai Warisan Budaya Takbenda Dalam Pariwisata Berkelanjutan Di Saung Angklung Udjo, Bandung” dilaksanakan antara bulan Mei dan Agustus 2013. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memahami uapaya pelestarian angklung yang dilakukan oleh objek wisata Saung Angklung Udjo. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui implementasi pariwisata berkelanjutan terhadap Saung Angklung Udjo; (2) untuk mengetahui implementasi perhitungan daya dukung fisik di Saung Angklung Udjo; (3) untuk mengetahui upaya pelestarian angklung sebagai warisan budaya takbenda

Penelitian ini merupakan perpaduan dari penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung di objek wisata, melakukan wawancara, penyebaran angket, dan pemeriksaan dokumen. Informan dalam penelitian ini terdiri dari Manajer Umum dan Fasilitas Saung Angklung Udjo, sedangkan responden untuk penelitian ini adalah 16 orang wisatawan (11 wisatawan domestik dan 5 wisatawan mancanegara).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Saung Angklung Udjo menerapkan langkah-langkah konstruktif untuk instalasi baru dan sarana fasilitas pemantauan dalam pelayanan untuk melestarikan dan mempromosikan tempat wisata. Dengan menghubungkan pelestarian warisan budaya, peningkatan dan optimalisasi infrastruktur yang ada dilakukan oleh aktor profesional lokal; (2) untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan alam, masyarakat dan ekonomi untuk menaikan kesejahteraan generasi masa depan; (3) Identitas budaya sebagai pusaka budaya yang dapat dikembangkan menjadi modal ekonomi dan sebagai aset agar dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap menjaga nilai-nilai budaya dan kearifan lokal sebagai cirikhasnya.

Kata Kunci: Upaya Pelestarian Angklung, Pariwisata Berkelanjutan, Partisipasi Masyarakat Lokal

ABSTRACT

PRESERVATION OF ANGKLUNG AS INTANGIBLE CULTURAL HERITAGE IN SUSTAINABLE TOURISM AT SAUNG ANGKLUNG UDJO, BANDUNG

The research on the "Preservation of Angklung As Intangible Cultural Heritage in Sustainable Tourism at Saung Angklung Udjo , Bandung " conducted between May and August 2013 . This study aims to understand the general preservation undertakings conducted by angklung Saung Angklung Udjo attraction . In particular, the purpose of this study was (1) to determine the implementation of sustainable tourism to Saung Angklung Udjo, (2) to assess the implementation of the physical carrying capacity calculations at Saung Angklung Udjo, (3) to determine the preservation of angklung as intangible cultural heritage

This study is a combination of qualitative and quantitative research techniques of data collection through direct observation in the attraction , conduct interviews , questionnaire, and examination of documents . Informants in this study consists of General Manager and Facilities Saung Angklung Udjo , while respondents for this study were 16 (11 domestic tourists and 5 foreign tourists) .

The results showed that : (1) Saung Angklung Udjo implement constructive measures for new installations and means of monitoring facilities in service to preserve and promote the tourist attractions. By connecting the cultural heritage preservation improvement and optimization of existing infrastructure by local professional actors, (2 ) to promote long-term economic prosperity and improve the present generation without compromising the ability of nature, society and the economy to raise the welfare of future generations (3) cultural identity as a cultural heritage that can be developed into economic capital and assets in order to make a significant contribution to the welfare of society in development while maintaining cultural values and local wisdom as its hallmark.

Keywords: Conservation Efforts Angklung, Sustainable Tourism, Local Community Participation

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ............................................................................................................. i

PRASYARAT GELAR ....................................................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................. iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI .................................................................................... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................................... v

ABSTRAK.......................................................................................................................... vi

ABSTRACT ....................................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xii

DAFTAR GRAFIK ........................................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 4

1.3.1 Tujuan Umum .......................................................................... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4

1.4.1 Manfaat Akademis ................................................................... 5

1.4.2 Manfaat Praktis ......................................................................... 5

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN .............................................................................................. 6

2.1 Kajian Pustaka ....................................................................................... 6

2.2 Konsep Penelitian................................................................................... 7

2.2.1 Definisi Carrying Capacity ...................................................... 7

2.2.2 Konsep Pariwisata Berkelanjutan ........................................... 10

2.2.3 Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat ................................ 10

2.3 Landasan Teori ..................................................................................... 11

2.4 Model Penelitian .................................................................................. 12

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................... 13

3.1 Rancangan Penelitian ............................................................................ 13

3.2 Lokasi Penelitian .................................................................................. 13

3.3 Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 13

3.3.1 Jenis Data ............................................................................... 13

3.3.2 Sumber Data........................................................................... 14

3.4 Teknik Penentuan Informan dan Responden ......................................... 15

3.5 Instrumen Penelitian ............................................................................ 16

3.6 Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 16

3.6.1 Observasi ............................................................................... 16

3.6.2 Wawancara ............................................................................. 17

3.6.3 Studi Literatur ........................................................................ 18

3.7 Teknik Analisis Data ............................................................................ 18

3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian......................................................... 19

BAB IV ANGKLUNG SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAKBENDA, ISU UTAMA TENTANG PERLINDUNGAN, PELESTARIAN DAN BERKELANJUTAN DALAM OBJEK WISATA SAUNG ANGKLUNG UDJO DI BANDUNG ............................................................................... 20 4.1 Saung Angklung Udjo sebagai Pusat Kebudayaan Angklung Sunda di Bandung .................................................................................................... 20

4.2 Angklung sebagai identitas masyarakat sunda ...................................... 21

4.2.1 Sejarah Angklung .................................................................. 22

4.2.2 Definisi dan karakteristik Angklung ....................................... 23

4.3 Masyarakat lokal memiliki peran penting dalam pelestarian warisan budaya lokal ............................................................................................... 23

4.3.1 Warisan Budaya Rentan Terhadap Penurunan Nilai Budaya... 24

4.4. Objek Wisata Saung Angklung Udjo di Bandung Sebagai Simbol Pelestarian Angklung ................................................................................. 24

4.4.1 Daya Tarik Wisata Budaya di Saung Angklung Udjo ............. 26

4.4.2 Sarana dan Fasilitas Infrastruktur dan Kualitas Pelayanan ...... 28

4.4.3 Pembahasan Angket Wisatawan Mengenai Saung Angklung Udjo ............................................................................................... 34

BAB V Dampak Terhadap Aspek-Aspek Pariwisata Berkelanjutan dan Perhitungan Daya Dukung ............................................................................................. 38

5.1 Aspek Ekonomi .................................................................................... 38

5.2 Aspek Lingkungan ............................................................................... 38

5.3 Aspek Sosial-Budaya ........................................................................... 39

5.4 Perhitungan Daya Dukung ................................................................... 40

BAB VI PENUTUP ............................................................................................... 45

6.1 Kesimpulan .......................................................................................... 45

6.2 Saran .................................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 47

DAFTAR TABEL

TABEL 1. KUESIONER TENTANG AKSES JALAN

TABEL 2. KUESIONER TENTANG TOKO SOUVENIR

TABEL 3. KUESIONER TENTANG SUASANA BALAI PERTUNJUKAN

TABEL 4. KUESIONER TENTANG INFORMASI SAU

TABEL 5. KUESIONER TENTANG HARGA TIKET MASUK

TABEL 6. KUESIONER TENTANG DURASI KUNJUNGAN WISATAWAN

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. FOTO LAHAN PARKIR

GAMBAR 2. FOTO SOUVENIR KERAJINAN BAMBU

GAMBAR 3. BALAI PERTUNJUKAN

DAFTAR GRAFIK

GRAFIK 1. GRAFIK DATA KUNJUNGAN WISATAWAN SAU (2001-2011)

GRAFIK 2. GRAFIK LINGKARAN MOTIVASI WISATAWAN 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Saat ini dunia sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat dibandingkan

dengan tahun-tahun yang lalu. Perkembangan yang terjadi pada dunia terdapat dalam

berbagai bidang. Penemuan-penemuan yang kemudian menjadi suatu hal yang luar biasa juga

mulai banyak mendapat perhatian. Segala perkembangan yang terjadi di dunia juga

merupakan akibat dari tuntutan masyarakatnya yang semakin maju dan cenderung menuntut

hal-hal baru. Dari sekian banyak perkembangan dunia yang pesat ini salah satunya yang

dapat dengan mudah dilihat adalah perkembangan industri pariwisata. Pariwisata merupakan

salah satu sektor pembangunan yang sedang pesat di Indonesia. Pariwisata sebagai penghasil

devisa negara di samping sektor migas mempunyai peran yang sangat penting dalam

pembangunan Indonesia. Pariwisata menyimpan potensi yang sangat besar sebagai sumber

devisa. Perkembangan pariwisata ini dianggap sangat penting karena dapat memandu

manusia dalam menjalani kehidupannya. Bahkan dapat dikatakan bahwa manusia sudah

menjadi bagian dari industri pariwisata yang berkembang saat ini.

UNESCO sebagai lembaga perlindungan warisan budaya sanget berperan penting

dalam memperkokoh kebudayaan di seluruh dunia. Salah satunya salah satu kebudayaan

sunda yang sudah disahkan oleh UNESCO yaitu Angklung. Sebagai warisan budaya,

Angklung memiliki daya tarik bagi wisatawan. Berasal dari kebudayaan sunda, Angklung

mempunyai sejarah penting di sekitar masyarakatnya. Pada tahun 2010, UNESCO

menetapkan Angklung sebagai salah satu warisan budaya takbenda. Didirikan oleh Udjo

Ngalagena pada tahun 1966, Saung Angklung Udjo pada awalnya adalah pusat

pengembangan alat musik dan menjadi pusat pertunjukan angklung. Seiring dengan

berjalannya waktu, tempat ini menjadi salah satu tempat pariwisata yang sangat digemari

oleh wisatawan domestik maupun mancanegara karena memiliki keunikan budaya dan daya

tarik bagi wisatawan. Masyarakat lokal ternyata mampu mengembangkan objek pariwisata

ini menjadi pariwisata berbasis masyarakat. Peran serta masyarakat lokal dalam

mengembangkan pariwisata di Bandung juga harus memperhatikan pariwisata budayanya.

Pariwisata budaya memainkan peran penting dalam masyarakat. Dalam hal

pengembangan pariwisata, masyarakat lokal menciptakan ruang untuk infrastruktur, lapangan

kerja, arus wisatawan, dan meningkatkan lingkungan. Dengan luas 6.000 m2, Saung

Angklung Udjo memiliki fasilitas untuk mengembangkan serta mempromosikan objek wisata

yaitu warisan budaya takbenda. Objek pariwisata ini terletak di tengah kota Bandung yang

penuh dengan kepdatan peduduk. Hal ini menimbulkan masalah-masalah terhadap potensi

wisata berkelanjutan dengan kondisi hidup masyarakat lokal melalui pembangunan yang

berkesinambungan dari kegiatan pariwisata. Masalah di sini adalah terutama tentang

perlindungan warisan budaya takbenda yang datang dalam konflik spasial, lingkungan dan

sumber daya, daya dukung kapasitas, tekanan pada sumber daya, dengan mempertimbangkan

pengembangan berkelanjutan.

Kapasitas daya dukung daerah tujuan wisata dapat diketahui dengan menentukan

batas maksimum jumlah wisatawan yang dapat diterima sehingga dapat mengoptimalisasi

pengembangan pariwisata. Hal ini sebaiknya dianalisis terlebih dahulu karena jumlah

wisatawan yang melebihi batas yang berkunjung pada saat yang sama dapat menyebabkan

kejenuhan dan dapat menghasilkan hilangnya kepuasan wisatawan. Efek dari kejenuhan

wisatawan tersebut kemudian dapat berpengaruh negatif terhadap daya tarik tujuan wisata.

Namun, unsur penting dari konsep daya dukung fisik ini adalah kebutuhan untuk memiliki

batas dalam suatu fisik dari tujuan daerah wisata untuk menghindari keprihatinan dalam

tekanan negatif pada sumber daya alam dan budaya, terutama lingkungan, struktur sosial dan

penggunaan lahan di masyarakat setempat.

Perhitungan daya dukung perlu dilakukan sejak dini untuk mengetahui kemampuan

suatu objek wisata khususnya kawasan konservasi untuk menampung kedatangan wisatawan

yang tidak melebihi batas maksimal suatu kawasan. Sehingga pelaksanaan kegiatan

pariwisata dengan memperhatikan daya dukung, Saung Angklung Udjo diharapkan dapat

memprioritaskan ptensi dan kondisi lingkungan internal dan eksternal.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil teknik daya dukung (carrying capacity)

sebagai teknik perencanaan dan pengelolaan destinasi wisata karena teknik ini yang cukup

populer dalam perencanaan dan pembangunan pariwisata berkelanjutan. Penulis tertarik

dengan melakukan penelitian mengenai pariwisata berkelanjutan di Saung Angklung Udjo

terhadap pelestarian warisan budaya takbenda Angklung setelah pengesahan alat musik

angklung sebagai warisan budaya dunia UNESCO dengan melakukan analisis daya dukung

terhadap Saung Angklung Udjo.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari pendahuluan tersebut, maka permasalahan yang dirumuskan adalah

sebagai berikut.

1. Apakah masyarakat Saung Angklung Udjo dapat menyesuaikan dengan

perkembangan pariwisata budaya angklung?

2. Apakah dampak perkembangan pariwisata budaya angklung terhadap aspek ekonomi,

sosial dan budaya masyarakat di sekitar Saung Angklung Udjo?

3. Bagaimana upaya pelestarian warisan budaya takbenda di Saung Angklung Udjo?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dapat digolongkan menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:

1. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat aspek yang ditimbulkan dengn aproses

dan masalah pembangunan fisik di Saung Angklung Udjo untuk menjaga dan melestarikan

Angklung sebagai warisan budaya takbenda.

2. Tujuan Khusus

Dari rumusan masalah tersebut, maka tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Menganalisis strategi yang diterapkan oleh masyarakat lokal dalam pengelolaan pariwisata

pembangunan Saung Angklung Udjo

b. Mengidentifikasi masalah dan ancaman warisan budaya takbenda dalam konteks

pengembangan pariwisata

c. Mengukur perhitungan daya dukung dan mengidentifikasi perubahan yang toleransi

terhadap berbagai kegiatan wisata.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian yang dilakukan sebagai berikut.

1. Manfaat Akademis

Untuk memberikan informasi tentang seberapa tepatnya ambang batas, limit atau level pada

destinasi wisata Saung Angklung Mang Udjo dalam suatu pendekatan perencanaan

pembangunan pariwisata dapat dikatakan ‘berkelanjutan’.

2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan informasi positif dalam hal

dampak yang ditimbulkan oleh pariwisata terhadap keberlanjutan destinasi pariwisata Saung

Angklung Udjo di Kota Bandung.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Penelitian ini menemukan penelitian sebelumnya berkaitan dengan carrying capacity

dalam perencanaan pariwisata keberlanjutan adalah dengan salah satu penelitian Calderon &

Diaz (dalam Mowforth & Munt, 2009: 101-104) untuk mengukur keberlanjuan Monumen

Nasional Guayabo di Costa Rica. Monumen Nasional ini mencakup kawasan seluas 217

hektar yang di dalamnya dimanfaatkan salah satunya untuk kepentingan pariwisata.

Penelitian ini mengkaji masalah utama yang dihadapi monument nasional tersebut yaitu

dengan ketidakcukupan biaya yang disediakan pemerintah untuk memproteksi kawasan

tersebut karena meningkatnya jumlah wisatawan yang merasa memiliki rasa bebas dalam

destinasi wisata tersebut. Karena pada tahun 1990, monumen nasional tersebut menerima

kurang lebih 12.356 wisatawan dimana 80 persen diantaranya datang dengan menggunakan

alat transportasi sendiri masuk ke kawasan tersebut.

Perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan diteliti ini

adalah lokasi destinasi wisata yang memang seluruhnya digunakan untuk kepentingan

pariwisata. Maka, carrying capacity dipergunakan untuk menganalisis kondisi dan posisi

kawasan Saung Angklung Udjo agar dapat diketahui posisi daya dukungnya bagi

keberlanjutan kegiatan pariwisata dan yang terpenting sebagai tolok ukur untuk menentukan

perencanaan pariwisata ke depannya.

2.2 Konsep Penelitian

Konsep penelitian ini adalah teknik carrying capacity untuk mengukur suatu keadaan

destinasi pariwisata yang dalam pembangunannya memerlukan perencanaan dan pengelolaan

yang baik untuk dapat menentukan perencanaan pariwisata ke depannya. Menurut O’Reilly

(dalam Hunter, 1995: 66), terdapat dua aspek dalam pengertian carrying capacity. Pertama,

konsep carrying capacity berhubungan dengan kemampuan destinasi atau kawasan menyerap

dampak dari suatu pembangunan atau pengembangan pariwisata sebelum dampak negatisnya

menjadi nyata. Kedua, dalam hubungannya dengan persepsi wisatawan, dimana jumlah

wisatawan yang datang ke suatu destinasi wisata turun karena secara psikologis telah

melampaui batas persepsi negatif yang dapat ditolerir oleh wisatawan sehingga destinasi

tersebut tidak menarik lagi bagi wisatawan. Kedua pengertian carrying capacity tersebut

secara jelas menunjukkan kompleksitas cakupan yaitu dari sisi supply (destinasi) yang

bersifat fisik dan demand (wisatawan) yang bersifat psikologis.

2.2.1 Definisi Carrying Capacity

Liu (1994) mendefinisikan carrying capacity sebagai:

‘the maximum number of people who can use a site without an unacceptable alteration in the physical environment, without an unacceptable decline in the quality of experience gained by visitors, and without an unacceptable adverse impact on the soicety, economy, and culture of the tourism area.’

Definsi tersebut mengandung prinsip-prinsip: (a) batas maksimal orang atau

wisatawan yang dapat memanfaatkan suatu kawasan atau destinasi , (b) tanpa memberikan

dampak negatif secara fisik terhadap destinasi tersebut, (c) menurunkan kualitas pengalaman

berwisata yang dirasakan oleh wisatawan, atau (d) mendatangkan dampak negatif yang dapat

diterima baik secara sosial, ekonomi, dan budaya di destinasi tersebut.

Menurut Liu (1994), Hunter (1995), dan Cooper et al (1996) terdapat tiga tipe

carrying capacity yang dapat diaplikasikan pada pengembangan destinasi pariwisata yaitu:

a. Physical carrying capacity

Limit atau batas suatu destinasi atau kawasan dalam mengakomodasi kegiatan pariwisata

tanpa mengakibatkan dampak negatif pada aspek fisik atau lingkungan destinasi tersebut.

Konsep ini menjelaskan kemampuan suatu kawasan alam atau destinasi wisata untuk

menampung pengunjung/wisatawan, penduduk asli, aktifitas/kegiatan wisata, dan fasilitas

penunjang pariwisata lainnya. konsep ini sangat penting mengingat sumber daya alam dan

infrastruktur yang sangat terbatas sehingga sering mengalami overused. Pemanfataan

kawasan yang melebihi daya dukung fisiknya dapat menyebabkan degradasi sumber daya

alam, penurunan kualitas hidup komunitas di sekitarnya, overcrowding, dan sebagainya yang

mengakibatkan pengalaman dan kesan buruk bagi wisatawan. Pemakaian standar daya

dukung fisik bagi destinasi wisata mampu menghindarkan pembangunan kawasan yang

terlalu cepat dan tidak terkendali yang justru akan merugikan pengambngan ekowisata

tersebut.

b. Biological carrying capacity

Kemampuan suatu kawasan atau destinasi wisata untuk mengakomodasi semua aktifitas

wisata di dalamnya tanpa mengakibatkan dampak negatif terhadap ekosistem flora dan fauna

kawasan tersebut. Adakalanya wisatawan pergi ke destinasi wisata untuk menikmati

pengalaman interaksinya dengan ekosistem flora dan faunanya (misalnya dalam ekowisata).

Konsekuensinya, sangat penting untuk melindungi dan menjaga ekosistemnya agar sejauh

mungkin tetap seperti kehidupan di habitat aslinya. Tentu, untuk mencapai kondisi tersebut

diperlukan pengetahuan mengenai ambang batas maksimal yang diperbolehkan bagi suatu

aktifitas pariwisata tanpa mengganggu ekosistem melalui carrying capacity. Diperlukan

peran pemerintah untuk membuat kawasan lindung dan konservasi serta pemberlakuan

peraturan yang melarang perilaku destruktif seperti perburuan, penebangan hutan,

pengeboman ikan, peracunan biota laut, dan sejenisnya. Tetapi, sejauh mungkin diusahakan

agar peraturan ini tidak mengintervensi way of life penduduk asli. Jika pun ini harus terjadi,

harus diusahakan resolusi dengan cara melakukan kolaborasi dan pendidikan.

c. Social/cultural carrying capacity

Konsep ini menunjukkan tingkat toleransi masyarakat lokal terhadap perilaku wisatawan di

destinasi bersangkutan. Konsep ini merefleksikan dampak pengunjung/wisatawan pada

lifestyle komunitas lokal. Kemampuan sebuah komunitas tertentu sangat bervariasi dari suatu

budaya dengan budaya lain, dan dari suatu wilayah dengan wilayah lain. Wisatawan

umumnya mempunyai tingkat pendidikan lebih baik dan ingin mendapatkan pengalaman

berinteraksi dengan penduduk lokal dengan adat atau kebiasaan uniknya. Sebaiknya, jumlah

wisatawan dibatasi jumlahnya dalam suatu kawasan agar konsep untuk menghormati norma,

nilai, dan budaya asli komunitas lokal dapat berjalan baik. Oleh karenanya kemungkinan

kegiatan pariwisata melewati daya dukung sosial/budaya dapat dikendalikan. Contohnya,

pengunjung ingin menginap dan tinggal dalam akomodasi bergaya lokal yang dikelola oleh

orang lokal, makan berbagai variasi makanan lokal, dan terlibat dalam cara hidup orang lokal.

Namun, penilaian yang proaktif diperlukan untuk memastikan terjadinya interaksi positif dan

meminimalisasi gangguan sosial. Materi pembelajaran dan pendidikan harus disediakan

untuk mengajari wisatawan bagaimana berperilaku yang menghormati adat dan budaya lokal.

2.2.3 Konsep Pariwisata Berkelanjutan

Menurut WTO (1993), pengembangan pariwisata yang berkelanjutan menekankan

pada proses pengembangan kepariwisataan yang tidak mengesampingkan kelestarian sumber

daya yang dibutuhkan untuk pembangunan di masa yang akan datang. Pada dasarnya

pengembangan berkelanjutan mempunyai tiga prinsip:

1. Keberlanjutan ekologis (ecological sustainability) yaitu pegembangan yang dapat

memastikan adanya kesesuaian dengan upaya pemeliharaan terhadap ekologi yang

esensial, keanekaraman biologis dan keberlanjutan persediaan sumber daya biologis.

2. Keberlanjutan sosial dan budaya (social and cultural sustainability) yaitu

pengembangan yang dapat memastikan peningkatan kendali manusia terhadap

kehidupannya, berkesesuaian dengan budaya dan nilai yang dianut oleh masyarakat

yang dipengaruhi oleh pembangunan tersebut, memelihara dan justru dapat

memperkuat identitas masyarakat.

3. Keberlanjutan ekonomis (economic sustainability) yaitu pengembangan yang dapat

memastikan tercapainya efisiensi ekonomis dan bahwa sumber daya dikelola

sedemikian rupa sehingga dapat mendukung generasi yang akan datang.

2.2.4 Konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat

Pariwisata berbasis masyarakat sebagai sebuah pendekatan pemberdayaan yang

melibatkan dan meletakkan masyarakat sebagai pelaku penting dalam konteks paradigma

baru pembangunan yakni pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development

paradigm). Pariwisata berbasis masyarakat merupakan peluang untuk menggerakkan segenap

potensi dan dinamika masyarakat, guna mengimbangi peran pelaku usaha pariwisata skala

besar. Pariwisata berbasis masyarakat tidak berarti merupakan upaya kecil dan lokal semata,

tetapi perlu diletakkan dalam konteks kerjasama masyarakat secara global

2.3 Landasan Teori

Berdasarkan uraian di atas, terdapat teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teori carrying capacity dalam Perencanaan Pariwisata.

Secara filosofinya, carrying capacity menjadi alat untuk menentukan ambang batas

atau daya dukung kawasan terhadap aspek tertentu yang berkaitan dengan pariwisata.

Kesulitan utama dalam implementasinya terletak pada upaya mengkuantifikasi ambang batas

(treshold) terhadap indikator tertentu disamping kurang lengkap dan kesulitan mendapatkan

data yang diperlukan. Kompleksitas pengukuran carrying capacity dalam perencanaan

pariwisata berkelanjutan semakin bertambah mengingat perkembangan dan perubahan dalam

suatu destinasi terjadi setiap saat. Misal, persepsi masyarakat lokal terhadap wisatawan dan

pariwisata di wilayahnya selalu dinamis mengikuti tingakt perkembangan pariwisata. Martin

& uysal (1990 dalam Hunter, 1995) menyadari situasi ini dengan menghubungkan konsep

daya dukung dengan siklus hidup destinasi (tourist area life cycle). Dikatakan bahwa daya

dukung suatu kawasan atau destinasi wisata akan berbeda sesuai dengan tingkatan mana yang

telah dicapai dalam siklus hidup destinasi tersebut. Misal, dalam hidup eksplorasi

(exploration stage) kekurangan infrastruktur dan fasilitas pariwisata akan membatasi

kepadatan wisatawan sehingga saya dukungnya masih sangat tinggi. Namun, dalam tahap

stagnasi (stagnation stage) faktor sosial seperti tekanan sosial antara masyarakat lokal dengan

wisatwan akan membatasi pengembangan pariwisata.

2.4 Model Penelitian

Pariwisata Budaya di Saung Angklung Udjo

Dampak Perkembangan Pariwisata Budaya

Masyarakat Lokal

Wisatawan

Pelestarian Angklung sebagai Warisan Budaya

Takbenda

Perhitungan Daya Dukung: Variabel Lingkungan Fisik,

Ekonomi, Sosial Budaya dan Infrastruktur

Hasil dan Analisis

Rekomendasi

Penyesuaian Masyarakat Lokal Dengan Perkembangan

Pariwisata Budaya Angklung

Upaya Pelestarian Warisan Budaya

Takbenda

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan segala sesuatu yang mencakup pendekatan yang

digunakan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif serta

interpreatitif, dengan teknik pengumpulan data yang berupa pengamatan langsung

(observasi), wawancara, dan studi dokumen. Dengan menggunakan pendekatan ini,

diharapkan akan dapat membantu dalam mendapatkan variabel-variabel penelitian secara

mendalam.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di pemukiman sekitar tempat wisata Saung Angklung

Udjo di Kota Bandung Utara, di Jalan Padasuka no. 118, dengan pertimbangan bahwa lokasi

ini adalah satu-satunya pemukiman yang mendapat dampak dari objek wisata ini.

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Di dalam penelitian pada dasarnya data penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua,

yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam

bentuk kalimat atau uraian. Sedangkan data kuantitatif adalah jenis data yang dinyatakan

dalam bentuk angka (Nawawi, 2007: 103).

Dalam Penelitian ini, akan digunakan kedua jenis data tersebut, yaitu data kualitatif dan

data kuantitatif. Data kualitatif mencakup informasi-informasi atau uraian yang relevan

seperti data tentang Saung Angklung Mang Udjo, data tentang dampak sosial budaya, data

tentang perubahan-perubahan sosial yang dialami oleh masyarakat lokal, serta data penunjang

lainnya yang didapat langsung dari para informan atau sumber lain. Sedangkan data

kuantitatif adalah data yang berupa angka-angka seperti jumlah penduduk dan jumlah

kunjungan wisatawan ke wilayah ini.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data penelitian ini meliputi sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Sumber data primer

Sumber data primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul

data (Sugiyono, 2007:62). Istilah “langsung” disini, memiliki arti bahwa data yang diperoleh

dari sumber data primer adalah data yang masih berupa data asli yang belum mendapat

olahan/interpretasi dari orang lain. Dalam penelitian ini, sumber data primer adalah para

informan, yaitu tokoh-tokoh yang memberikan data yang diperlukan dalam penelitian ini,

diantaranya, Manajer Fasilitas Umum Saung Angklung Udjo, Sekretaris Perusahaan Saung

Angklung Udjo dan Kepala Keamanan Saung Angklung Udjo serta para responden yang

merupakan objek yang diobservasi, yaitu sejumlah masyarakat dan pedagang di sekitar objek

wisata Saung Angklung Udjo ini.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang berasal dari sumber tertulis seperti buku,

majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi dan dokumen resmi (Moleong, 2004:

159), atau dengan kata lain, sumber data sekunder adalah tempat mendapatkan data yang

sudah mengalami proses pengolahan/interpretasi sebelum digunakan sebagai penunjang

sumber data primer. Dalam penelitian ini, sumber data sekunder meliputi berbagai jenis

dokumen seperti buku-buku koleksi perpustakaan umum maupun pribadi, majalah, brosur,

dan data yang diperoleh dari website Pemerintah Kota Bandung.

3.4 Teknik Penentuan Informan dan Responden

Dalam suatu penelitian masyarakat, ada dua macam perbedaan yang memiliki arti

penting dalam menyeleksi individu untuk dijadikan objek wawancara (Koentjaraningrat,

1993: 130), yaitu (1) informan, adalah subyek wawancara yang memiliki keahlian dan

kewenangan untuk memberikan informasi berkaitan dengan penelitian dan (2) responden,

adalah subjek wawancara yang dapat memberikan keterangan tentang diri pribadi, pendirian

atau pandangannya, yang penting untuk penyusunan sampel yang representative.

Dalam penelitian ini, teknik penentuan informan dan responden dilakukan secara

purposif (purposive), yaitu penentuan informan dan responden dilakukan dengan

pertimbangan tertentu sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini, penulis menentukan

sendiri dengan pertimbangan bahwa para informan tersebut memiliki kemampuan yang baik

dalam memberikan informasi/data terkait dengan objek wisata Saung Angklung Mang Udjo.

Sementara itu, para responden adalah orang-orang yang diwawancarai untuk mendapatkan

persepsi atau pandangan mereka tentang dampak pariwisata terhadap kehidupan sosial dan

kebudayaan mereka.

Dalam penelitian ini, penulis memilid informan yang memiliki pengethaun cukup

mendalam tentang Saung Angklung Udjo, mengetahui dan memahami tentang pengaruh

objek wisata terhadap kehidupan sosial budaya yang ada di masyarakat, serta sedapat

mungkin adalah orang yang terlibat di dalamnya. Informasi tersebut, seperti telah disebutkan,

yaitu Manajer Fasilitas Umum Saung Angklung Udjo, Sekretaris Perusahaan Saung

Angklung Udjo dan Kepala Keamanan Saung Angklung Udjo. Sedangkan, untuk kelompok

responden, penulis memilih sejumlah masyarakat yang tinggal dan memiliki usaha di sekita

objek wisata ini.

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam pengumpulan data, alat atau instrumen penelitian menjadi sangat penting, agar

data dapat dikumpulkan sesuai dengan keperluan. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi

instrumen atau alat penelitian terpenting adalah peneliti sendiri (Sugiyono, 2007: 59). Dalam

penelitian ini, selain penulis sendiri sebagai instrumen terpenting dan utama, penulis juga

menggunakan alat (instrumen) berupa pedoman wawancara, yang didukung dengan alat

perekam suara, alat tulis, buku catatan, dan kamera. Pedoman wawancara yang digunakan

dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara yang tidak terstruktur secara ketat, dalam

artian bahwa penulis dapat menetapkan sendiri atau mengatur pertanyaan-pertanyaan yang

akan diajukan kepada para informan/responden dengan mempertimbangkan situasi yang

terjadi pada saat wawancara berlangsung.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Dalam setiap penelitian, di samping menggunakan metode yang tepat, diperlukan pula

kemampuan memilih dan bahkan juga menyusun teknik pengumpulan data yang relevan.

Ketepatan dalam memilih dan menyusun teknik pengumpulan data ini akan sangat

mempengaruhi objektivitas hasil penelitian (Nawawi, 2007: 100). Adapun teknik

pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

3.6.1 Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung dan

pencatatan gejala-gejala yang tampak diberikan oleh wisatawan dalam melakukan interaksi

dengan masyarakat lokal maupun masyarakat lokal yang mendapat pengaruh sosial terhadap

adanya objek wisata.

3.6.2 Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan

keterangan-keterangan dengan bertanya langsung kepada informan/respnden. Wawancara

digunakan untuk menghimpun data sosial, terutama untuk mengetahui tanggapan, pendapat,

keyakinan, perasaan, motivasi dan cita-cita seseorang. Wawancara sebagai teknik

pengumpulan data dapat digunakan dalam tiga fungsi (Nawawi, 2007: 118) yaitu (1) sebagai

teknik pengumpul data utama atau data primer, (2) sebagai teknik untuk melengkapi data

yang tidak dapat diperoleh dari hasil observasi, dan (3) sebagai alat pengukur atau

pembanding (kriterium) untuk menguji kebenaran, ketelitian dan ketepatan data yang

diperoleh dengan menggunakan teknik lain.

Dalam penelitian ini, akan digunakan teknik wawancara tidak terstruktur (unstructured

interview) atau wawancara bebas. Dalam hal ini, penulis menggunakan pedoman wawancara

yang berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Selanjutnya untuk

mendapatkan gambaran tenntang faktor-faktor dampak sosial budaya yang lebih lengkap,

penulis perlu melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang mewakili berbagai tingkatan

yang ada dalam objek penelitian. Dalam wawancara tersebut, penulis akan berusaha untuk

meggali sebanyak-banyaknya informasi terhadao pengaruh-pengaruh sosial dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang lebih terarah pada tujuan penelitian.

3.6.3 Studi Literatur

Studi literatur dilakukan oleh peneliti untuk mendukung atau memperkuat konsep-

konsep yang dapat dijadikan sebagai landasan pemikiran dalam penelitian yang berhubungan

dengan masalah yang ada di lapangan. Adapun berbagai sumber yang penliti ambil,

diantaranya dari buku-buku, karya ilmiah, makalah dan tulisan-tulisan dari internet yang

berhubungan dengan penelitian.

3.7 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mengolah data antara

lain (1) pengorganisasian dan editing data, yaitu mengadakan penyusunan data berdasarkan

tipologi satuan data dengan memperlajari secara teliti seluruh jenis data ynang sudah

terkumpul dari hasil observasi, wawancara, dan studi dokumen, (2) memilah jenis-jenis

variabel atau koding, (3) memasukkan data (data entry), (4) melakukan analisis data, dan

selanjutnya melakukan interpretasi data untuk mendapatkan maknda simpulannya. Adapun

teknik analisi data yang digunakan dalam penilitian ini adalah Deskriptif Kualititatif.

Metode deskriptif kualititatif digunakan untuk menganalisi semua rumusan masalah

dalam penelitian ini. Menurut Kusmayadi dan Sugiarto, teknik analisis deskriptif kulatitatif

adalah analisis yang berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan/melukiskan fenomen

atau hubungan antar-fenomena yang diteliti secara sistematis, faktual dan akurat. Data yang

terkumpul dari lapangan, masih merupakan data mentah yang belum dapat digunakan untuk

menarik kesimpulan. Karenanya, data mentah tersebut harus diubah menjadi suatu informasi

yang dapat dimengerti.

Proses mengubah data menjadi suatu informasi memerlukan interpretasi-interpretasi

yang tepat agar tidak menimbulkan kesalahan informasi. Interpretasi merupakan penafsiran

data dengan mencari pengertian yang lebih luas tentang hasil temuan yang diperoleh dari

hasil penelitian.

3.8 Teknik Penyajian Hasil Penelitian

Penyajian hasil penelitian merupakan tahap akhir dari sebuah penelitian. Penyajian hasil

penelitian dilakukan secara formal dan informal. Secara formal, teknik penyajian akan

menggunakan beberapa tabel, sedangkan secara infromal, hasil penelitian ini akan disajikan

sengan mempergunakan kata-kata atau kalimat verbal sebagai sarananya, dengan memakai

ragam bahasa ilmiah. Dengan penyajian yang demikian akan diperoleh gambaran yang lebih

jelas dan mendalam tentang penelitian yang dilakukan.

BAB IV ANGKLUNG SEBAGAI WARISAN BUDAYA TAKBENDA, ISU UTAMA TENTANG PERLINDUNGAN, PELESTARIAN DAN BERKELANJUTAN

DALAM OBJEK WISATA SAUNG ANGKLUNG UDJO DI BANDUNG

4.1 Saung Angklung Sebagai Pusat Kebudayaan Angklung Sunda di Bandung

Terletak di Jalan Padasuka, wilayah Bandung Timur, Saung Angklung Udjo

merupakan tempat sempurna untuk menikmati suasana alam dengan kesegaran udara dan

keindahan alami dari hasil kerajinan bambu dan suara musik dari instrumen bambu. Berawal

dari sebuah rumah tinggal sederhana dengan pekarangan sempit yang digunakan sebagai

tempat pertunjukan. Sedikit demi sedikit penghasilan Udjo Ngalagena sebagai guru dan usaha

pembuatan alat musik angklung, calung dan arumba beliau membangun salah satu objek

wisata yang penting di Jawa Barat. Saung yang berarti rumah kecil, pondok, dangau/gubuk

semenrtara di sawah, sebagai tempat berteduh untuk menjaga tanaman1. Secara umum Saung

Angklung Udjo adalah sanggar tempat angklung milik pribadi. Dirintis oleh Bapak Udjo

Ngalagena (1929-2001) pada tahun 1958, saung ini bertujuan untuk melestarikan kesenian

khas daerah Jawa Barat dengan mengandalkan semangat gotong royong sesama warga desa

yang betujuan melestarikan alam dan lingkungan.

Atas bantuan dan dorongan dari sang guru, Daeng Soetigna (1908-1984) seorang

tokoh angklung yang menemunkan angklung diatonis dan bantuan dari Pemerintah Daerah

dan Pemerintah Pusat, Saung Angklung Udjo resmi didirikan pada Januari 1967. Saung

Angklung Udjo adalah sanggar seni yang merupakan tempat pelatihan pelatih dan pemain

sentra produksi alay-alat musik yang terbuat dari bambu dan tempat pertunjukan kesenian

khas Jawa Barat.

1 Kamus Besar Berbahasa Indonesia dalam kata “Saung”

Saung Angklung Udjo merupakan tempat pertunjukan terpadu yang terdiri dari tempat

pertunjukan, pusat kerajinan bambu dan alat instrumen bambu. Hal tersebutlah yang

menjadikan Saung Angklung Udjo sebagai pusat pendidikan dan penelitian angklung - seni

dan kebudayaan sunda. Saung Angklung Udjo berdiri pada tahun 1966 oleh Udjo Ngalagena

beserta istrinya tercinta, Uum Sumiati. Dengan keinginan dan dedikasi yang kuat untuk

melestarikan dan mengembangkan seni dan budaya tradisional sunda. Saung Angklung Udjo

merepresentasikan alam dan budaya dalam keharmonisan, maka tidak heran Saung Angklung

Udjo menjadi tujuan destinasi wisata kebudayaan sunda sebagai warisan cagar budaya dunia.

Usaha Udjo Ngalagena memperkenalkan dan mempromosikan angklung sebagai warisan

cagar budaya dunia disahkan oleh UNESCO pada bulan November 2010

(www.visitIndonesia2011.com).

4.2 Angklung Sebagai Identitas Masyarakat Sunda

Perkembangan pariwisata di Kota Bandung semakin pesat dalam dekade terakhir ini.

Wisatawan yang datang ke kota ini semakin meningkat setiap minggunya, mengikuti dan

diikuti perkembangan jumlah daya tarik wisata yang tidak kalah cepatnya dengan

perkembangan wisatawan, dan tersebar di beberapa bagian kota, termasuk lingkungan

permukiman. Lingkungan permukiman yang semula bermakna, terutama bagi penduduk

setempat, sekarang muncul berbagai kelompok dengan berbagai kepentingan. Penduduk

setempat yang tetap ingin merasakan kenyaman hidup di lingkungannya, pengusaha dengan

kepentingan mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya, pendatang yang turut

memanfaatkan kesempatan untuk mengembangkan usahanya, serta wisatawan yang ingin

memenuhi kebutuhan berwisatanya. Begitu juga dengan kesenian Angklung, warisan budaya

ini sangat dikenal di Jawa Barat.

Di beberapa daerah di Indonesia juga ditemukan alat musik tradisional tersebut. Di

Bali, angklung digunakan pada saat ritual Ngaben. Di Madura, angklung digunakan sebagai

alat musik pengiring arak-arakan. Sementara di Kalimantan Selatan angklung digunakan

sebagai pengiring pertunjukan Kuda Gepang. Sejarah mencatat bahwa di Kalimantan Barat

juga terdapat angklung, tapi menurut beberapa tokoh kebudayaan, angklung tersebut tidak

ada lagi.

4.2.1 Sejarah Angklung

Sejak kapan angklung muncul masih belum bisa diketahui secara pasti. Namun, ada

angklung tertua yang usianya sudah mencapai 400 tahun. Angklung tersebut merupakan

Angklung Gubrag yang dibuat di Jasinga, Bogor, Jawa Barat. Di Serang, angklung jenis ini

dianggap sebagai alat musik sakral yang digunakan saat mengiringi mantera pengobatan

orang sakit atau menolak wabah penyakit. Namun pada awalnya, Angklung dimainkan untuk

memanggil Dewi Sri turun ke bumi untuk memberikan kesuburan dan kemakmuran pada

tanah pasundan.

Pada masa penjajahan Belanda, angklung menjadi alat musik yang membangkitkan

semangat nasionalisme penduduk pribumi. Karena itu, pemerintah Belanda melarang

permainan angklung, kecuali jika dimainkan oleh anak-anak dan pengemis karena dianggap

tidak memberikan pengaruh apa pun.Setelah mengalami pasang surut, Daeng Soetigna

berhasil menaikkan derajat alat musik angklung. Bahkan, angklung diakui oleh seorang

musikus besar asal Australia Igor Hmel Nitsky pada 1955. Angklung dengan suara diatonis

yang diciptakan oleh Daeng membuat angklung turut diakui pemerintah sebagai alat

pendidikan musik.

4.2.2 Definisi dan Karakteristik Angklung

Angklung adalah alat musik yang terbuat dari dua tabung bambu yang dikaitkan pada

rangk. Tabung ini berbeda satu sama lainnya. satu kecil dan yang lain lebih besar. Kedua

tabung ini akan menghasilkan bunyi dengan menggoyangkan rangakanya sehingga badan

tabung beradu dengan rangakanya. Terdapat beberapa nada/laras yang bisa dihasilkan dari

alat musik angklung yaitu Pelog, Salendro, Pentatonis dan Diatonis. Laras ini dibentuk pada

saat pembuatan tabungnya, penyeteman atau penyesuaian nadalah yang menentukan nada

tiap angklung. Penggunaan alat musik ini pada awalnya adalah digunakan untuk upacara

yang berhubungan dengan padi dengan tujuan menghormati Dewi Padi pemberi kehidupan

(hirup-hurip), yaitu mulai dari menanam padi di huma (ladang), ngubaran pare (mengobati

padi) sekitar tiga bulan dari sejak ditanamnya padi (Baduy/Kanekes), setelah panen seluruh

masyarakat mengadakan acara Serah Taun di pusat kampung. Sesuai dengan perkembangan

kesenian angklung digunakan untuk hiburan dan penyebaran agama islam.

4.3 Masyarakat Lokal Memiliki Peran Penting Dalam Pelestarian Warisan Budaya

Lokal

Sesuai dengan konsep pariwisata berbasis masyarakat, masyarakat lokal di Saung

Angklung Udjo melibatkan diri mereka sendiri sebagai pelaku penting dalam pelestarian

warisan budaya yang dimiliki oleh mereka. Masyarakat lokal sunda memainkan peranan

penting dan utama dalam pengambilan keputusan mempengaruhi dan memberi manfaat

terhadap kehidupan dan lingkungan mereka. Dalam konsep pariwisata berbasis masyarakat

terkandung didalamnya adalah konsep pemberdayaan masyarakat, upaya pemberdayaan

masyarakat pada hakikatnya selalu dihubungkan dengan karakteristik sasaran sebagai suatu

komunitas yang mempunyai ciri, latar belakang, dan pemberdayaan masyarakat. Namun yang

terpenting adalah dimulai dengan bagaimana cara menciptakan kondisi suasana, atau iklim

yang memungkinkann potensi masyarakat untuk berkembang. Tantangan mewujudkan

pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat adalah memerlukan pemberdayaan masyarakat

yang sungguh-sungguh dilakukan oleh, dari dan untuk masyarakat secara partisipatif muncul

sebagai alternatif terhadap pendekatan pembangunan yang serba sentralistik. Munculnya

proses partisipasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat mendasarkan atas dua persepektif,

Pertama; pelibatan masyarakat setempat dalam pemilihan, perancangan, perencanaan, dan

pelaksanaan, Kedua; partisipasi tranformasional sebagai tujuan mengubah kondisi lemah dan

marjinal menjadi berdaya dan mandiri.

4.3.1 Warisan Budaya Rentan Terhadap Penurunan Nilai Budaya

Risiko dalam mengambil langkah-langkah untuk menjaga warisan ini dalah untuk

memperbaiki dan menentukan cara-cara pelestarian yang digunakan pada media fisik. Hal ini

merupakan suatu pertahanan jika warisan budaya tersebut mengalami penurunan nilai-nilai

budaya. Dengan melakukan sebuah pendekatan komprehensif, maka warisan budaya perlu

dijaga dengan baik melalui kesadaran dan pemberdayaan masyarakat dalam kaitannya dengan

pelestarian warisan budaya takbenda. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindari hilangnya

rasa bangga terhadap wrisan budaya mereka sendiri. Tradisi, ritual, dan gaya hidup dapat

mempengaruhi hilangnya makna dan pemiskinan nilai warisan budaya.

4.4 Objek Wisata Saung Angklung Udjo di Bandung Sebagai Simbol Pelestarian

Angklung

Saung Angklung Udjo adalah sanggar seni yang merupaan tempat pelatihan pelatih

dan pemain, sentra produksi alat-alat musik yang terbuat dari bambu dan tempat pertunjukan

kesenian khas Jawa Barat. Mulai dari pertunjukan musik bambu yang dinamis atraktif sampai

pertunjukan wayang golek. Tentu saja Saung Angklung Udjo menarik banyak wisatawan,

berikut adalah grafik dari jumlah kunjungan wisatawan domestik maupun mancanegara di

Saung Angklung Udjo.

Le Nombre de Visiteurs de Saung Angklung Udjo 2001-2011

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

160000

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Nationaux

Etrangers

Grafik 1. Data Hasil Kunjungan Saung Angklung Udjo (2012)

Tabel diatas adalah grafik hasil kunjungan wisatawan menurut hasil wawancara

dengan Manajer Sumber Daya Manusia di Saung Angklung Udjo. Grafik ini menunjukkan

bahwa pada tahun 2011, jumlah wisatawan domestik meningkat aikbat dari penetapan

Angklung sebagai salah satu warisan budaya takbenda di UNESCO. Sedangkan wisatawan

mancanegara memiliki jumlah wisatawan yang relatif stabil. Sebagian besar para wisatawan

mancanegara berasal dari Belanda, Jerman, Perancis, Jepang, Malaysia dan lain-lain.

Berikut ini akan dibahas mengenai daya tarik apa sja yang dimiliki oleh Saung

Angklung Udjo.

4.4.1 Daya Tarik Wisata Budaya di Saung Angklung Udjo

Saung Angklung Udjo menyediakan berbagai macam kegiatan yang dapat diikuti

wisatawan dan juga pertunjukan yang dapat dinikmati. Terdapat banyak program dan

kegiatan di Saung Angklung Udjo yaitu seperti paket pertunjukan internal dan eksternal.

Pertunjukan internal terdiri dari beberapa pilihan sebagai berikut:

1. Bamboo Petang

Bambu petang merupakan kemasan-kemasan dari seni pertunjukan kesenian Sunda,

khusus dirancang untuk keperluan turis mancanegara yang memiliki

kesempatan/waktu yang singkat. Pada umumnya upacara tradisional memakan waktu

yang panjang dengan aturan yang ketat sehingga wisatawan asing tidak memiliki

cukup waktu untuk menikmati pertunjukan. Saung Angklung Udjo mengemas

program yang padat dan berisi, yaitu pertunjukan rutin yang tiap hari dilaksanakn

muali pukul 15.30 hingga 17.00.

2. Demonstrasi Wayang Golek

Pertunjukan wayang golek ini hanya ersifat demonstrasi, pada pertunjukan

sesungguhnya dapat menghabiskan waktu lebih dari 7 jam sehingga tidak mungkin

menampilkannya dengan kesempatan waktu turis mancanegara yang terbatas.

Demonstrasi hanya menampilkan bagaimana wayang golek berbicara, menari dan

berkelahi di pertempuran. Dijelaskan bahwa tiap-tiap individu wayang mewakilkan

gambaran kehidupan manusia, ada yang memiliki sifat baik dan sifat buruk. Dalam

pertunjukan sebenarnya, secara prinsip selalu membawa pesan moral, agar kita

berbuat baik pada semsa dan taat pada Pencipta.

3. Khitanan/Helaran

Dahulu di pedesaan ada sebuah tradisi untuk memberikan suatu hiburan bagi anak

laki-laki yang hendak dikhitan, sehingga anak tersebut terhibur. Dalam pertunjukan

ini, anak yang dikhitan diarak keliling kampung dengan duduk di kursi khusus yang

diangkat oleh 2 orang. Sementara itu teman-teman memberikan hiburan dengan

menyanyi dan menrai diiringi dengan angklung tradisional.

4. Arumba

Arumba adalah alat musik bambu yang diciptakan dan dimainkan dalam format band,

namun tetap dapat menghasilkan nada-nada harmonis dan dinamis. Arumba baru

muncul pada tahun 1970-an. Arumba sendiri merupakan singkatan dari Alunan

Rumpun Bambu.

5. Tari Topeng

Tari yang disajikan adalah cuplikan dari pola-pola tarian klasik Topeng Kandaga.

Tarian ini dibawakan oleh 3 anak perempuan. Tarian ini terbagi atas dua babak: babak

pertama (tanpa topeng) menceritakan Layang Kumintir, pembawa berita untuk Ratu

Kencana Ungu dari Majapahit, yang sedang menyelidiki keadaan di kerajaan

Blambangan. Babak kedua (memakai topeng), Layang Kumintir menyamar menjadi

seorang pria gagah perkasa untuk melawan Raja Menak Djinggo dari Blambangan.

Sedangkan pertunjukan eksternal memiliki program kegiatan yang sama hanya saja

ditambahkan dengan kegiatan sebagai berikut:

1. Angklung Mini

Angklung yang berukuran mini ini bukan sekedar pajangan, tetapi juga dapat

dimainkan dengan lagu-lagu yag sederhana.

2. Bermain Angklung Bersama

Setiap pengunjung akan diberikan satu buah angklung berbeda nadan masing-masing

oleh anak-anak. Setelah itu akan ada pemandu yang sudah siap di depan panggung

memberikan tanda/simbol untuk memainkan angklung tersebut. Angklung memiliki

dua tabung, yag besar dan yang kecil. Yang besar harus diletakknya di sebelah kanan

sedangkan yang kecil di sebelah kiri. Pemandu akan membawakan lagu dengan

menggerakkan tangannya yang memiliki arti angka-angka dan terbentuk sebuah lagu,

para wisatawan hanya mengikuti handsign dari pemandu.

4.4.2 Sarana dan Fasilitas Infrastruktur dan Kualitas Pelayanan

Dalam mengunjungi suatu destinasi pariwisata, para wisatawan tidak hanya

menikmati pertunjukan yang disajikan tetapi wisatawan juga berhak menikmati fasilitas-

falisitas yang sudah disediakan oleh pengelola objek wisata. Dalam hal ini, Saung Angklung

Udjo sudah membangun beberapa fasilitas-fasilitas umum yang dapat meningkatkan kualitas

pelayanan umum. Untuk mendukung fasilitas Saung Angklung Udjo, maka fasilitas-fasilitas

umum tersebut terdiri dari sebagai berikut:

1. Fasilitas Lahan Parkir

Untuk sebuah objek wisata, lahan parkir merupakan lahan yang sangat penting bagi

para wisatawan. Umumnya, wisatawan domestik maupun mencanegara memakai

transportasi pribadi untuk mencapai daerah tujuan wisata. Lahan parkir di Saung

Angklung Udjo memiliki lahan seluas 850 m2. Lahan tersebut dapat menampung

kendaraan besar sebanyak 5 bus dan kendaraan kecil sebanyak 25 mobil kecil. Setiap

harinya, lahan parkir ini sangat dipenuhi oleh kendaraan wisatawan. Peneliti

menyebarkan kuesioner tentang opini terhadap fasilitas lahan parkir di Saung

Angklung Udjo. Penyebaran kuesioner terjadi pada tanggal 7 Juli 2012 hingga 9 Juli

2012. Dengan sasaran terget wisatawan sebanyak 16 orang. Dengan pertanyaan

:”Apakah akses jalan menuju Saung Angklung Udjo sangat mudah untuk semua

kendaraan?” maka reponden menjawab dengan hasil 11 orang mengatakan “IYA” dan

5 orang lagi mengatakan “TIDAK” yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Dibuat oleh Annisa Pratiwi

Beberapa reponden menemukan bahwa lahan parkir sangat tidak layak untuk dipakai karena

kondisi dari jalanan di lahan parkir tidak mulus atau tidak dalam keadaan bagus. Hal ini

mengindikasikan bahwa kondisi parkir yang bagus diikuti pula dengan akses jalan yang

mudah dan baik.

Gambar 1 diambil pada tanggal 27 April 2012

Terletak di daerah penduduk yang padat, Saung Angklung Udjo memberikan perawatan

yang optimal sehingga mobilisasi dari kendaraan wisatawan dapat berjalan dengan lancar.

Maka, lahanparkir yang besar akan memfasilitasi mobilisasi yang berjumlah besar juga.

Est-ce que l’accès à SAU estfacilement accessible pour tousles véhicules?

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

oui v v v v v v v v v v v

non v v v v v

Untuk meningkatkan fasilitas ini, diperlukan kualitas tanah dan pengaspalan yang baik

sehingga tata letak lahan parkir akan senada dengan lahan hijau yang dapat memperindah

fasilitas lahan parkir di Saung Angklug Udjo.

2. Toko Souvenir

Sebagai objek wisata yang paling diminati, Saung Angklung Udjo memiliki toko souvenir

yang sangat cantik. Dengan luas sebesar 155 m2, wisatawan dapat berkunjung ke toko ini

dan berbelanja dengan santai. Produk-produk yang dijual di toko ini merupakan produk-

produk asli bambu yang dibuat oleh para pengrajin bambu di sekitar Saung Angklung Udjo.

Gambar 2 diambil pada tanggal 27 April 2012 Terlihat pada gambar diatas, produksi dari pengrajin sebagian besar adalah gantungan

kunci, magnet kulkas, alat tulis sekolah atau bahkan wayang dan alat-alat musik

seperti Angklung dan Calung dalam bentuk mini yang dapat digunakan sebagai

pajangan. Adapula produksi untuk kaum wanita seperti aksesoris kalung dan topi dan

juga toko suvenir ini memproduksi berbagai macam baju dan jaket. Menurut

wawancara dengan Manajer Fasilitas Umum, terdapat 20 seniman produksi untuk

menyediakan produksi-produksi di toko souvenir Saung Angklung Udjo. Kuesioner

pun diberikan kepada para wisatawan untuk mengetahui apakah mereka puas atau

tidak terhadap toko suvenir di Saung Angklung Udjo. Dapat dilihat pada tabel berikut

dibawah:

Est-ce que la boutique de souvenir offert un bon souvenir qui estvraiment représenté SaungAngklung Udjo

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

oui √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √non

Tabel 2 Dibuat oleh Annisa Pratiwi

Dijelaskan bahwa pada tabel diatas memiliki pertanyaan sebagai berikut: “Apakah

toko souvenir ini sudah dapat mewakili Saung Angklung Udjo dengan produk-produk

bambunya?”. Maka 16 orang responden menjawab “IYA” karena menurut mereka apa

yang diproduksi oleh para seniman di sekitar Saung Angklung Udjo sangat menarik

dan unik. Semua produksi terbuat dari bambu dan dapat digunakan sehari-hari.

3. Balai Pertunjukan

Tempat utama dan penting di Saung Angklung Udjo adalah Balai Pertunjukan dimana

semua wisatawan akan menikmati semua pertunjukan yang telah dipersiapkan oleh

seluruh pemain di Balai Pertunjukan ini. Tempat pertunjukan ini mampu menampung

800 orang . Balai pertunjukan ini diberi nama Bale Karesmen. Dalam bahasa sunda,

kata Bale berarti Balai dan Karesmen berarti pertunjukan. Berikut adalah foto dari sisi

paling belakang dari Balai Pertunjukan ketika para wisatawan sedang mengikuti

kegiatan “Bermain Angklung Bersama”

Gambar 3 diambil pada tanggal 27 April 2012 Struktur dari Bale Karesmen ini memiliki atap tinggi yang bertujuan untuk

memberikan sirkulasi udara segar dan banyak ketika musim kemarau terjadi. Balai

pertunjukn ini berbentuk lingkaran dengan tujuan agar wisatawan dapat leluasa

melihat seluruh pertunjukan. Dengan luas 1000 m2, Balai Pertunjukan ini terlalu kecil

untuk menampung jumlah wisatawan lebih dari 800 orang. Namun dengan struktur

balai yang cukup unik, diharapkan wisatawan dapat menikmati pertunjukan dengan

tenang.

Comment pensez-vous surl'ambiance de la salle de spectaclede Saung Angklung Udjo?

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Propre √ √ √ √ √ √Confortable √ √ √ √Beau √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Bruyant √ √ √Bien rangé √ √ √ √ √

Tabel 3 dibuat oleh Annisa Pratiwi

Tabel diatas menjelaskan bahwa “Bagaimana menurut anda tentang suasana dari Balai

Pertunjukan di Saung Angklung Udjo?”. Pilihan jawaban pun bermacam-macam

seperti Propre (Layak), Confortable (Nyaman), Beau (Bagus), Bruyant (Tidak

Teratur), Bien Rangé (Teratur). Maka sebagain besar para wisatawan menjawab

bahwa Balai Pertunjukamnm di Saung Angklung Udjo adalah tempat yang bagus,

nyaman layak dan teratur.

4. Tempat Penginapan

Walaupun pertunjukan Saung Angklung Udjo dapat dikatakan sangat singkat hanya 1-

1,5 jam namun Saung Angklung Udjo memiliki tempat penginapan yang disediakan

untuk pertukaran pelajar asing. Saung Angklung Udjo memiliki program “Belajar

Budaya Sunda” bagi pelajar atau mahasiswa asing selama 3 bulan. Pada tahun 2011,

terdapat 8 kamar yang tersedia.

4.4.3 Pembahasan Angket Wisatawan Mengenai Saung Angklung Udjo

Dalam studi kasus ini, diperlukan pengamatan terhadap para wisatawan yang datang

sehingga dapat diketahui secara kuantitatif dan kualitatif apakah wisatawan nyaman ketika

berada di Saung Angklung Udjo. Pemeliti telah membagi 4 pertanyaan utama dalam angket

yang telah diberikan kepada wisatawan, sebagai berikut:

1. Informasi wisatawan mengenai Saung Angklung Udjo

2. Motivasi wisatawan

3. Harga tiket

4. Durasi kunjungan wisatawan

Menurut informasi yang didapat dari Saung Angklung Udjo, objek wisata ini mulai

dikunjumgai oleh wisatawan dari awal abad 20. Pada saat itu, Angklung hanya terkenal

sebagai alat musik tradisional saja. Berikut pembahasan pertanyaan-pertanyaan tentang opini

para wisatawan terhadap Saung Angklung Udjo

1. Informasi wisatawan mengenai Saung Angklung Udjo

Saung Angklung Udjo sangat terkenal dengan masyarakat sekitarnya yang ramah-

tamah dan memiliki kebudayaan yang harmonis. Para wisatawan pun mengetahui

adanya objek wisata Saung Angklung Udjo dari berbagai media. Berikut dapat dilihat

pada tabel di bawah ini:

Comment pouvez-vous trouver desinformations de Saung Angklung Udjo?

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Internet √ √ √ √La brochure

La chaine TV √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √L'agence voyage √ √ √ √Les amis √ √ √Aller directement ou la commune locale √ Tabel 4 dibuat oleh Annisa Pratiwi Tabel diatas memberikan pertanyaan tentang “Bagaimana anda mengetahui informasi

tentang objek wisata Saung Angklung Udjo ini?”. Sebagain besar informasi yang

diperoleh melalui media televisi. Lalu diikuti melalui internet, agen perjalanan wisata,

dan masyarakat sekitar.

2. Motivasi Wisatawan

19%

41%10%

28%

2%

enrichir sesconnaissances

decouvrir lepatrimoine

profiter le bontemps avec familleet amisfaire une activitetouristique

autre Grafik 2. Motivasi Wisatawan 2011

Grafik ini mempunyai satu pertanyaan yaitu: “Apakah motivasi anda datang ke Saung

Angklung Udjo?”. Maka terdapat beberapa jawaban dari para wisatawan yaitu 19%

wisatawan menjawab enrichir ses connaissances (memperkaya pengetahuan budaya),

decouvrir le patrimoine (mendalami warisan budaya takbenda) sebanyak 41%,

profiter le bon temps avec famille et amis (memanfaatkan waktu dengan keluarga dan

teman) sebanyak 10%, faire une activité touristique (melakukan kegiatan pariwisata)

sebanyak 28 %, jawaban lain sebanyak 2%.

3. Harga Tiket

Untuk melihat peertunjukan dengan durasi 1,5 jam di Saung Angklung Udjo, para

wisatawan harus membayar tiket sebesar Rp. 85.000,00 sedangkan untuk anak-anak

haruus membayar harga tiket sebesar Rp. 50.000,00. Saung Angklung Udjo memiliki

dua harga tiket yang berbeda. Tiket masuk untuk wisatawan asing untuk dewasa

maupun anak-anak dikenakan harga sebesar Rp.100.000,00. Saung Angklung Udjo

tidak memiliki harga khusus untuk para pelajar. Berikut merupakan tabel dari hasil

jawaban para responden yang telah menjawab pertanyaan sebagai berikut:

Quel est le prix d'entree1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

moins cher

cher √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √plus cher √ √ √ √

Tabel 5 dibuat oleh Annisa Pratiwi

Menurut tabel diatas pertanyaan yang diberikan yaitu: “Menurut anda bagaimana

harga tiket masuk di Saung Angklung Udjo?”. 12 wisatawan menjawab “Mahal” dan

4 wisatawan menjawab dengan “Sangat Mahal”.

4. Durasi Kunjungan Wisatawan

Durasi Saung Angklung Udjo dalam satu pertunjukan adalah 1,5 jam. Pertunjukan ini

sangat menarik bagi wisatawan. Dengan segala aktifitas budayanya, wisatawan dapat

memperkaya pengetahuan tentang budaya sunda. Berikut merupakan tabel tentang

pertanyaan: “Apakah pertunjukan di Saung Angklung Udjo memberikan kesan yang

sangat positif?” Seluruh wisatawan menjawab “IYA”.

Est-ce que ce patrimoine vous plait beaucoup?

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Oui √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √Non Tabel 6. Dibuat oleh Annisa Pratiwi

BAB V DAMPAK TERHADAP ASPEK-ASPEK PARIWISATA BERKELANJUTA

DAN PERHITUNGAN DAYA DUKUNG

5.1 Aspek Ekonomi

Pariwisata berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi. Tujuannya

adalah untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang dan meningkatkan kesejahteraan

generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan alam, masyarakat dan ekonomi untuk

menaikan kesejahteraan generasi masa depan. Hal yang diharapkan dari aspek ekonomi ini

adalah berjalannya terus-menerus alur ekonomi yang baik tanpa mengurangi tingkat

kesejahteraan dari generasi ke generasi .

Adanya kegiatan pariwisata yang mempengaruhi aspek ekonomi sebagai berikut:

1. memaksimalkan kesejahteraan manusia

2. memastikan adanya efisiensi dalam penggunaan sumberdaya alam

3. menciptakan sumber lapangan kerja

5.2 Aspek Lingkungan

Aspek ini merupakan aspek yg banyak disorot ketika membahas tentang pariwisata

berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena aspek ini terkait langsung dengan faktor-faktor

alami yang ada di bumi sehingga hal-hal yang menunjukkan degradasi lingkungan jelas

terlihat dan terasa. Namun karena adanya pariwisata berkelanjutan, maka industri pariwisata

memliki dampak yang rendah terhadap lingkungan dan budaya lokal dengan membantu

menciptakan lapangan kerja di masa depan bagi masyarakat lokal. Pengelolaan pariwisata

berkelanjutan mempunyai tujuan untuk membawa pengalaman positif bagi masyarakat

setempat, perusahaan pariwisata dan wisatawan sendiri.Pariwisata menjadi salah satu faktor

penting yang dapat memberikan risiko yang yang jelas untuk situs dan lingkungannya. Risiko

yang jelas tersebut adalah degradasi dari kegiatan-kegiatan pariwisata yang dilakukan dan

kondisi dari lingkungan tersebut. Jika situs tersebut berada di daerah kepadatan penduduk

maka situs yang menjaga warisan budaya tersebut mungkin mengalami pengelolaan yang

kurang baik.

Situs warisan budaya seharusnya membutuhkan aksesibilitas yang sangat baik, lahan

parkir yang luas yang dapat menampung kendaraan besar maupun kecil, penginapan, fasilitas

tempat belanja, fasilitas wc yang menjadi wilayah permanen. Namun kadang sering juga

terjadi kondisi dimana pengunjung wisata mengalami ledakan jumlah di waktu-waktu tertentu

seperti ketika akhir minggu. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan langkah-langkah

yang pasti untuk mengurangi risiko yang yang tidak baik terhadap situs dan lingkungan

pariwisata sekaliguts meningkatkan kondisi kunjungan dan dampak ekonomi dan sosial dari

kegiatan pariwisata tersebut. Sistem pelaksanaan tidak jauh dari peranan dari situs tersebut

yang mengacu kepada empat instrumen analisis dan tindakan yaitu capacité de charge,

zonage, rencana lalu lintas dan calon evaluasi kehadiran.

5.3 Aspek Sosial-Budaya

Umumnya, semakin unik budaya suatu destinasi akan menjadi daya tarik wisata. Namun

ironisnya semakin akan besar peluangnya mendapat tantangan dari budaya lain yang dibawa

wisatawan yang memungkinkan adanya degradasi budaya melalui komersialisasi budaya.

Dinamika interaksi budaya lokal dengan budaya luar ini akan berpengaruh terhadap tingkat

daya dukung kawasan/destinasi. Dalam aspek sosial, Struktur sosial masyarakat di suatu

destinasi sangat menentukan skala dan sifat dari dampak yang diakibatkan dari adanya

kegiatan pariwisata. Misal, masyarakat sunda di Bandung cukup terbuka dan cenderung

adaptif terhadap aktifitas pariwisata namun jika dampak aktifitas pariwisata tidak

berpengaruh signifikan dan berdampak negative terhadap struktur sosial dan budaya

masyarakatnya.

5.4 Perhitungan Daya Dukung

Perhitungan daya dukung yang dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan penerapan

kapasitas pariwisata dapat dibantu, dipandu dan dipantau, menggunakan satu set konsisten

indikator . Indikator ini mengukur kerapuhan situs dan mengidentifikasi perubahan toleransi

terhadap berbagai kegiatan wisata. Ini biasanya gabungan ukuran dari kualitas fasilitas

infrastruktur pariwisata, jumlah pengunjung, dan ruang kegiatan pariwisata. Dalam penelitian

ini diambil dari kapasitas yang diperhitungkan untuk memperkirakan ruang yang cukup

memadai untuk tidak menciptakan kerusakan lingkungan. Rumus dari daya dukung memiliki

dua rumus utama, yaitu :

a) jumlah kunjungan harian yang memungkinkan (batas jumlah kunjungan)

b ) menentukan kapasitas pariwisata

Perhitungan dimulai dengan:

a) Total jumlah kunjungan harian.

Indikator untuk memperhitungkan kapasitas dalam rangka pengendalian arus wisatawan di

Saung Angklung Udjo berdasarkan pada analisis untuk mengukur jumlah orang yang bisa

diterima di Saung Angklung Udjo selama satu hari yang dinyatakan dalam rumus sebagai

berikut:

SVQ (Seuil de visite quotidienne) = AU (aire utilisé par les touristes) x CR (coefficient de

rotation) / DV (la durée de visite) Batas Jumlah Pengunjung = area kapasitas untuk kegiatan

pariwisata x jumlah kunjungan / total jam kunjungan.

Berdasarkan rumus tersebut, dapat dihitung daya dukung fisik Saung Angklung Udjo sebagai

berikut:

Diketahui:

1.Luas area yang digunakan untuk kegiatan pariwisata seperti:

Di Saung Angklung Udjo, terdapat tiga tempat utama yang digunakan oleh para wisatawan :

a . luas aula pertunjukan: 1000 m2

b . luas area toko suvenir : 155 m2

c . luas area restoran, wc, parkir: 500 m2

Luas total yang tersedia adalah 1655 m2

2. Saung Angklung Udjo dibuka untuk umum selama 9 jam per hari (dari 09.00 WIB hinggaa

18.00 WIB)

3. Setiap kali kunjungan butuh waktu 3 jam (1,5 jam untuk pertunjukan dan 1,5 jam untuk

melihat toko souvenir dan cara membuat angklung) dan area dibuka selama 9 jam per hari,

maka setiap pengunjung dapat melakukan kunjungan maksimum sebanyak 3 kali kunjungan

per hari.

Maka:

AU: 2455 m2

CR: 3 kali kunjungan per hari

DV: 9 jam areal dibuka per hari

SVQ= AU x CR / DV

SVQ= 1655 m2 x 3 kali kunjungan / 9 jam areal dibuka per hari

SVQ= 551,666 kunjungan wisatawan per hari.

Sehingga jumlah kapasitas wisatawan adalah 551,666 kunjungan wisatawan yang dapat

ditampung per hari secara fisik oleh Saung Angklung Udjo berdasarkan kondisi fisik

lingkungan.

b ) menentukan kapasitas pariwisata

CC (capacité de charge)= SVQ (seuil de visite quotidienne) x HA (huimidité de l’air) x HP

(humidité de la pluie)

Kapasitas pariwisata = batas jumlah pengunjung yg sudah dihitung x kelembaban udara x

curah hujan

Perhitungan dibuat berdasarkan data berikut :

SVQ: 551,666 kunjungan wisatawan per hari

HA: 100-15

100

HP: 100-9,8

100

CC: 551,666 x 100-15 x 100-9,8

100 100

CC: 551,666 x 0.85 x 0.902= 422,962 kunjungan wisatawan per hari.

Sehingga jumlah wisatawan adalah 422,962 kunjungan wisatawan per hari yang daapat

ditampung secara ekologis dan lingkungan.

Pengunjung diminta untuk memberikan kebutuhan ruang yang memaksimalkan kepuasan

mereka. Jumlah rata-rata standar kunjungan per hari: jumlah maksimum kunjungan / hari

total adalah 422,962 kunjungan wisatawan. Maka jumlah rata-rata standar kunjungan per hari

adalah 422 pengunjung. Dengan jumlah pengunjung, kegiatan wisata tidak akan mengganggu

warga sekitar yang tinggal di dekat tempat-tempat wisata. Jumlah wisatawan yang terlampaui

dapat mempengaruhi keadaan tempat wisata. Jumlah ini mungkin berbahaya. Risikonya

adalah hasil dari paparan seseorang terhadap bahaya. Untuk menganalisis risiko, banyak

pengunjung yang kegiatan wisata termasuk tanpa tindakan pencegahan untuk menjaga atau

mempertahankan elemen menarik seperti lingkungan , hubungan dengan masyarakat dan

infrastruktur lokal. Pada identifikasi ini, tiga risiko telah diperhitungkan dalam fase-fase

berikut:

1 . Risiko yang berkaitan dengan kerusakan eksternal konstruktif

2 . Risiko yang berkaitan dengan penurunan budaya

3 . Risiko yang berkaitan dengan gangguan masyarakat setempat

Saung Angklung Udjo menerapkan langkah-langkah konstruktif untuk instalasi baru

dan sarana fasilitas pemantauan dalam pelayanan untuk melestarikan dan mempromosikan

tempat wisata. Dengan menghubungkan pelestarian warisan budaya, peningkatan dan

optimalisasi infrastruktur yang ada dilakukan oleh aktor profesional lokal.

BABVI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Di akhir penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Saung Angklung Udjo telah secara

bertahap berkembang menjadi tujuan budaya utama di Jawa Barat. Sejak tahun 1966, Udjo

Ngalagena, pendiri Saung Angklung Udjo, dengan semangat yang besar telah membentuk

pusat seni angklung sebagai laboratorium, pusat budaya dan pendidikan serta budaya khas

Sunda lain sebagai objek wisata budaya Jawa Barat yang didukung oleh masyarakat lokal.

Saung Angklung Udjo juga didedikasikan untuk konservasi dan pelestarian lingkungan alam.

Saung Angklung Udjo direstrukturisasi secara bertahap untuk meningkatkan kualitas dari

warisan budaya ini. Untuk menjaga dan melestarikan budaya angklung, Saung Angklung

Udjo telah berhasil mempertahankan eksistensinya antara masyarakat, dunia, dan

pemeliharaan abadi lingkungan. Saung Angklung Udjo menerapkan langkah-langkah

konstruktif untuk instalasi baru dan sarana fasilitas pemantauan dalam pelayanan untuk

melestarikan dan mempromosikan tempat wisata. Dengan menghubungkan pelestarian

warisan budaya, peningkatan dan optimalisasi infrastruktur yang ada dilakukan oleh aktor

profesional lokal.

Masyarakat lokal yang berkontribusi untuk menyumbang hasil karya seperti membuat

kerajinan serta memiliki kesempatan untuk belajar, untuk memperoleh pengetahuan dan

pengalaman merupakan dampak dari aspek ekonomi sosial budaya di Saung Angklung Udjo.

Melalui pengembangan pariwisata, pengembangan budaya masyarakat juga merupakan

identitas masyarakat dari masing-masing kelompok etnis yang berbeda.

6.2 Saran

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi untuk penelitian lebih lanjut

dan mendalam bagi berbagai disiplin ilmu. Angklung yang merupakan salah satu identitas

budaya yang dimiliki oleh bangsa indonesia menunjukkan betapa kayanya bumi Indonesia

dengan seni dan budaya tradisionalnya. Identitas budaya sebagai pusaka budaya yang dapat

dikembangkan menjadi modal ekonomi dan sebagai aset agar dapat memberikan kontribusi

yang signifikan dalam pembangunan untuk mensejahterakan masyarakat dengan tetap

menjaga nilai-nilai budaya dan kerifan lokal sebagai cirikhasnya. Dengan menjaga

keterampilan tradisional dan mempertahankan budaya Sunda, diharapkan pemerintah dan

masyarakat lokal dapat terus berperan penting dalam segala aspek kehidupan.

DAFTAR PUSTAKA

ARDIKA, I Wayan. Pusaka Budaya & Pariwisata (Le Patrimoine et Le Tourisme). Pustaka Larasan, Denpasar 2007

CHAMBERLAIN, K. Carrying Capacity in UNEP Industry and environment, n0 8 January-June. Paris 1997

Butler, 1998. Tourism Area Cycle of Evolution.

Cooper and Jackson, 1997. Sustainable Tourism.

Hunter , Colin. 1995. Key Concept For Tourism And The Environment dalam Hunter , Colin & Howard Green. 1995. Tourism and Environment. New York: Routledge.

INSKEEP, E. Tourism Planning : An Integrated & Sustainable Developpement. New York 1991

Koslowski dan Travis, 1995. Alternative Tourism.

Koentjaraningrat, 1993. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Liu, Juanita C. 1994. Pacific Islands Ecotourism: A Public Policy and Planning Guide. Hawai’i: The Pacific Business Center Program. College of Business Administration University of Hawai’i at Manoa, Honolulu USA.

MANNING, Edward W.. Capacité de charge et indicateurs: ce qui doivent savoir les gestionnaires du tourisme. Nouvelles de l”OMT. 1996

Manuaba, 1995. Pengembangan Pariwisata Tetap Berkelanjutan. Manado. CV Graha Maju

MATHIESON, Alister and G. Wall. Tourism : Economic, Physical and Social Impact. New York 1983.

MIDDLETON V.C., Hawkins R., Sustainable Tourism: a marketing perspective. Oxford 1998.

MURPHY, P.E. Tourism: a community approach. 2004

Mieczkowski, 1945. Mass Tourism and Alternative Tourism. Moleong, J. Lexy. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Natori, Nasahiko. 2001. “A Guide Book For Tourism Based Community Development”. Publisher APTE. Nawawi, Hadari. 2007. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. PATIN, Valéry. Tourisme et Patrimoine. La Documentation Francaise. Paris 2012

Sugiyono. 2007. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta. SIRTHA, Nyoman. Sosial Budaya Pariwisata (La socio-culturel du tourisme). 2009

WILLIAM, Peter et Alison Gill. Adressing Carrying Capacity Issues In Tourism Destinations Through Growth Management. 2008

Wardiyanta, 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta. CV Andi Offset. Yoeti, Drs. Oka A. 2008. Perencanaan Dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. SITUS INTERNET

http://www.ladocumentationfrancaise.fr/dossiers/d000075-le-developpement-durable-en-france-de-la-strategie-nationale-au-grenelle-de/qu-est-ce-que-le-developpement-durable,

http://www.angklung-udjo.co.id/about/history/

http://www.dgcis.gouv.fr/etudes-et-statistiques/statistiques-tourisme/donnees-cles/chiffres-cles

http://www.angklung-udjo.co.id/angklung/definition/

http://www.angklung-udjo.co.id/angklung/character/

www.bankbjb.co.id

http://whc.unesco.org/fr/list/1194/

www.angklung-udjo.co.id

http://www.bandungtourism.com/fact-neo.php,

http://disparbud.jabarprov.go.id

http://www.world-tourism.org)

http://www.indonesia.travel http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/selfpublishing/2092363-alat-musik-angklung-jadi-warisan/#ixzz1Zj6qDEvX

http://www.angklung-udjo.co.id/attraction/booking-info/

http://borneotourismwatch.wordpress.com/2009/09/09/pariwisata-alternatif-apa-itu/

ARTIKEL

HERDIYAN, « Marie Pangestu: Bandung a mentionné l’art, la culture et la ville créative» Le journal de Java Ouest, article posté le 11 février 2012

SETIANINGSIH, Yatni « Saung Angklung a attiré les visiteurs » Le journal de l’histoire », article posté le 17 mai 2011

AMANY « L’angklung, connu à l’étranger, inconnu chez mon pays », Le journla du blog d’Armany, article posté le 14 juillet 2008 sur le site internet du http://amanypercikaniman.multiply.com/journal/item/9

BADRUS Mohamad, « Les nouvelles de la culture indonésienne », Le journal de Java Ouest, article posté le 5 janvier 2001 sur le site internet du JIR : www.explore-indo.com

KURNIAWATI, Rina. Module du tourisme durable http://rinakurniawati.files.wordpress.com/2013/01/modul-pariwisata-berkelanjutan.pdf

OKAZAKI, Etsuko, « A community-based tourism model: its conception and use » Le journal du tourisme durable, article posté en 2008 sur le site internet: ftp://ftp.puce.edu.ec/Facultades/CienciasHumanas/Ecoturismo/ArticulosTurismo/Art%C3%ADculos%20cient%C3%ADficos/Turismo%20sostenible/Journal%20of%20Sustainable%20Tourism/community_base%20model.pdf

FARHAN, Arif « 8 juta kunjungan turis di 2012, rekor baru pariwisata Indonesia (8 millions de touristes étrangere en 2012, un nouveau record du tourim Indonesien)», Le journal de blogspot, article posté le 2 fevrier 2013 sur le site internet du http://travel.detik.com/read/2013/02/02/113422/2159398/1382/8-juta-kunjungan-turis-di-2012-rekor-baru-pariwisata-indonesia

MANSUR, Haris « La nouvelle de saman » Le journal de blogspot, article posté le 31 décembre 2012 sur le site internet du http://mhharismansur.blogspot.fr/2012/12/tari-saman-gayo-dan-saman-baru.html ROSADA, Dada. Un rapport du chef du bureau central des statisque de la ville Bandung, , Penduduk Kota Bandung Tahun 2011(angka tetap hasil sensus penduduk 2011). http://www.boss.or.id/portal_bppt_bandung/index.php?option=com_content&view=article&id=52&Itemid=91

L’article sur Statistik Kota Bandung par Rudi TRISNA le 14 Novembre 2010 dans le site: http://www.bandunglokalbisnis.com/review/info-kota.php

L’article du patrimoine mondial de l’UNESCO: http://whc.unesco.org/fr/list/1194/

l’article Tourism of Bandung http://www.bandungtourism.com/fact-neo.php,

L’article du Saung Angklung Udjo sur www.angklung-udjo.co.id posté le 2 july 2013

L’article Geography of Bandung http://www.bandungtourism.com/fact-geo.php, titre

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung 2011 http://disparbud.jabarprov.go.id/applications/frontend/index.php?mod=news&act=showdetail&id=661

L’article de Journal locale de Bandung, posté au 12 juin 2009 sur l’internet de http://oase.kompas.com/read/2009/06/12/02433060/saung.angklung.udjo.kembangkan.seni.dan.lingkungan

Voir “ Recommendations on Tourisme Statistic and Concepts, Definitions and Classification for Tourism Statistics”, Organisation Mondiale du Tourisme, Madrid, Espagne ( http://www.world-tourism.org)

L’article du label patrimoine mondial posté au 10 juillet 2008 sur le site internet du www.developpement–durable.gouv.fr/presentation