TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf ·...

109
i UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM (STUDI KASUS PEMBANGUNAN JALAN TOL JORR WEST 2) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan RINI MULYANTI 1006738531 FAKULTAS HUKUM PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN SALEMBA JANUARI 2013 Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Transcript of TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf ·...

Page 1: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

i

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

(STUDI KASUS PEMBANGUNAN JALAN TOL JORR WEST 2)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Kenotariatan

RINI MULYANTI

1006738531

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN

SALEMBA

JANUARI 2013

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 2: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yangdikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Rini Mulyanti

NPM : 1006738531

!'

~Tanda tangan

Tanggal : 18 Januari 2013

ii

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 3: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh :Nama : Rini MulyantiNPM : 1006738531Program Studi : Magister KenotariatanJudul Tesis : ANALISIS PENGADAAAN TANAH UNTUK

KEPENTINGAN UMUM CSTUDI KASUSPEMBANGUNAN JALAN TOL JOOR WEST 2)

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji sebagai persyaratan yangdiperlukan untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan pada Program StudiMagister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

-

Pembimbing : Bapak Dr.F.X Arsin Lukman, S.H

Penguji

Penguji

: Ibu Wenny Setiawati,S.H.,M.LI

: Ibu Eny Koeswami, S.H., M.Kn

c· ......·....· ....... ..~ .......)

Ditetapkari di : DepokTanggal: 18 Januari 2013

iii

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 4: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

KATA PENGANTAR/ UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT,karena atas berkat dan rahmat Nya,

saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka

memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kenotariatan Program

Studi Notariat pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa

tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada

penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini.Olah

karena itu saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr.Drs Widodo Suryandono, S.H.,M.H., selaku Ketua Program Magister

Kenotariatan Universitas Indonesia.

2. Bapak Dr.F.X Arsin Lukman,S.H.,M.H.,selaku dosen pembimbing yang berkenan

meluangkan waktu guna memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.

3. Ibu Enny Koeswarni,S.H.,M.Kn., selaku penguji dan yang telah membantu

kelulusan saya.

4. Ibu Wenny Setiawati,S.H.,M.LI., selaku penguji dan yang membantu kelulusan

saya.

5. Bapak/Ibu Dosen Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, yang telah banyak memberikan ilmunya kepada penulis.

6. Segenap Staff Sekretariat Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Indonesia, Salemba dan Depok yang telah memberikan bantuan kepada penulis

selama menuntut ilmu di Magister Kenotariatan Universitas Indonesia.

7. Keluarga saya yang sangat saya sayangi, suamiku Yogi Prayogi, dan anak-anakku

Andika Girindra dan Sarah Dwi Wulandari yang selalu memberikan doa dan

dukungan kepada penulis guna menyelesaikan pendidikan ini.

8. Teman terbaikku Lucyana Dela Rosa, dan teman-teman mahasiswa Program

Magister Kenotariatan Universitas Indonesia angkatan tahun 2010.

iv

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 5: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

v

Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua

pihak yang telah membantu, Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan

ilmu.

Salemba, 18 Januari 2013

Penulis

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 6: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASITUGAS AKlllR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangandibawah ini:

Nam aNPMProgram StudiDepartemenFakultas

~

Jenis Karya

: Rini Mulyanti: 1006738531: Magister Kenotariatan

: Hukum: Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non- exclusive Royalty­Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Analisis Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (studi kasuspembangunan jalan tol JORR West 2).

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas RoyaltiNoneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/Formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat danmemublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetapmencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pemyataan ini saya buat dengan sebenamya.

Dibuat diPada tanggal

: Depok: 18 Januari 2013

Yang menyatakan

( Rini Mulyanti ,S.H)

vi

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 7: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

ABSTRAK

Nama :Rini Mulyanti

Program Studi :Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia

Judul :Analisis Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

(Studi Kasus Pembangunan Jalan Tol JORR WEST 2)

Dalam praktek pelaksanaan pembebasan tanah, baik yang menyangkut pengadaan

tanah bagi kepentingan pembangunan untuk kepentingan umum, maupun

pembebasan tanah untuk kepentingan swasta selalu menimbulkan keributan dan

masalah, khususnya dalam hal ganti rugi, sehingga banyak yang mempersoalkan

apakah ini terjadi karena kurangnya peraturan yang mengatur, atau karena

ketidaksiapan aparat atau bahkan karena tindakan aparat yang melampaui

kewenangannya.

Tesis ini membahas mengenai sengketa pengadaan tanah untuk pembangunan

jalan tol Jakarta Outer Ring Road West 2 (JORR W 2) antara Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta dengan perusahaan pengembang perumahan di wilayah Jakarta Barat,

dengan menganalisa Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang telah

memenangkan perusahaan pengembang perumahan sampai dengan tingkat kasasi.

Penelitian yang berjudul “Analisis Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Studi Kasus Pembangunan Jalan Tol JORR W 2” ini bertujuan untuk mengetahui

alasan diterbitkannya Surat Gubernur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Nomor

2349/1.711.52 tanggal 2 November 2008 yang merevisi Surat Gubernur tanggal 1

Oktober 1997, dan akibat hukumnya bagi perusahaan pengembang perumahan

terkait dengan peraturan perundang-undangan.

Penulisan tesis ini menggunakan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan

mengkaji peraturan perundang-undangan, teori-teori hukum yang berhubungan

dengan permasalahan diatas. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu

data yang diperoleh dari bahan pustaka atau literatur. Hasil penelitian diperoleh

gambaran bahwa dasar dikeluarkannya Surat Gubernur Pemerintah Provinsi DKI

Jakarta tidak memiliki dasar hukum yang kuat, sehingga kasus tersebut

dimenangkan oleh perusahaan pengembang perumahan. Secara teoritis pelepasan

hak dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam kasus perusahaan

pengembang perumahan adalah untuk kepentingan pemerintah, sedangkan

kenyataannya proyek ini adalah proyek swasta namun pengadaan tanahnya

mengatasnamakan kepentingan umum.

Kata kunci : sengketa, kepentingan umum, ganti rugi.

vii

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 8: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

viii

ABSTRACT

Name : Rini Mulyanti

Major : Public Notary, Faculty of Law, University of Indonesia

Title : Analysis to Land Acquisition for Public Interest, (a Case Study to

JORR West 2 Tollroad)

Conflicts and disputes have became the very common situations in society

especially when they were pierced into remedy arrangements. The circumstances

produce dominating question whether based on the existence of insufficient

regulations, or the existence of unqualified authorised personnels, or the

existence of the abuse of power for worse. The objective of this study is to

describe the land acquisition dispute for tollroad project namely Jakarta Outer

Ring Road West 2 (JORR W 2) between DKI Jakarta Province Government and

the Real Estate Company in West Jakarta, by analysing the verdict made by

Court of Administrative Justice which put the Real Estate Company in favor

until the definitive and final Court of Justice stage. By titling this study with

“Analysis to Land Acquisition for Public Interest, a Case Study to JORR W 2

Tollroad“, we shall recover the very basic consideration to the enactment of

Jakarta Province Governor Decree Letter Number 2349/1.711.52 dated on 2

November 2008 that revised the Jakarta Province Governor Decree Letter dated

on 1 Oktober 1997, including the legal consequences for the Real Estate

Companies that are bound to the such Decree. The writing to this study is based

on the legal normative approach which examines the laws and legal theories

related to the aforementioned discourse. Secondary data is the main literature as

fact that is collected from the library. As the result, the description shall contain

several evidences that the enactment of the Jakarta Governor Decree Letter has

not stood on the proper law. Hence, the case is in Real Estate Company favor.

Theoritically, the land acquisition for public interest as referred to the Real

Estate Company case is for the Government interest, in fact the project is

commercial project in the mask of public interest.

Keywords: dispute, public interest, remedy.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 9: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............................. vi

ABSTRAK ............................................................................................................ vii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix

1. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Pokok Permasalahan ................................................................................. 9

1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 10

1.3 Metode Penelitian.................................................................................... 11

1.3.1 Bentuk Penelitian .......................................................................... 11

1.3.2 Tipologi Penelitian ........................................................................ 11

1.3.3 Jenis Data ...................................................................................... 12

1.3.4 Alat Pengumpulan Data ................................................................ 12

1.3.5 Analisis Data ................................................................................. 13

1.4 Sistematika Penulisan ............................................................................. 13

2. ANALISIS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN

UMUM (STUDI KASUS PEMBANGUNAN JALAN TOL

JORR W 2)................................................................................................ 14

2.1 Hak Penguasaan atas Tanah Menurut Hukum Tanah Nasional ..............14

2.2 Tinjauan Pelepasan Hak atas Tanah Dalam Pembangunan.................... 24

2.2.1 Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan..................... 24

2.2.2 Pengertian Pengadaan Tanah........................................................ 25

2.2.3 Pengadaan Tanah Untuk kepentingan Umum............................... 26

2.2.4 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Swasta............................. 27

2.3 Dasar Hukum Pengadaan Tanah........................................................... 28

2.4 Tata CaraPengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum...................... 31

2.4.1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 Tentang

Ketentuan Mengenai Tata Cara Pengadaan Tanah...................... 31

2.4.2 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan

Umum .......................................................................................... 32

2.4.3 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum........................................................................................ 33

2.4.4 Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk kepentingan

Umum ........................................................................................... 34

2.4.5 Undangundang Nomor 2 Tahun 2012 .......................................... 34

2.5 Pemberian Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah.................................. 36

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 10: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

x

2.5.1 Pengertian dan Bentuk Ganti Rugi ........................................... 36

2.5.2 Dasar/cara Perhitungan Ganti Rugi................................................................ 39

2.5.3 Pihak Yang Menerima Ganti Rugi.............................................. 40

2.6 Pelaksanaan Pelepasan Hak Atas Tanah .............................................. 42

2.7 Perolehan Tanah ................................................................................... 45

2.8 Izin Lokasi ............................................................................................ 50

2.9 Ganti Rugi Hak Atas Tanah Untuk Kepentingan Umum..................... 56

2.9.1 Pengertian Ganti Rugi................................................................. 56

2.9.2 Bentuk dan Dasar Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Umum ................................................................................................. 59

2.10 Tinjauan Umum Konsinyasi ...................................................... 61

2.11 Analisis Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum (Studi Kasus

Pembangunan Jalan Tol JORR W2) .................................................... 67

2.11.1 KasusPosisi ..................................................................................................................... 67

2.11.2 Analisa Permasalahan ............................................................................................... 72

3. PENUTUP................................................................................................... 79

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 79

3.2 Saran....................................................................................................... 79

DAFTAR REFERENSI ................................................................................ 80

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 11: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Putusan Mahkamah Agung Nomor

67/G/2011/PTUN-JKT

Lampiran 2 Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT)

Nomor 2701/A/K/BKD/1972, tanggal 16 Desember

1997

Lampiran 3 Surat Izin Pununjukan Penggunaan Tanah (SIPPT)

Nomor 2477/-1.711.5, tanggal 1 Oktober 1997

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 12: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

1

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengadaan tanah bagi pemenuhan kebutuhan untuk pembangunan di

Indonesia semakin meningkat, baik sebagai tempat bermukim maupun

sebagai tempat untuk kegiatan usaha. Sehubungan dengan hal tersebut akan

meningkat pula kebutuhan akan dukungan berupa jaminan kepastian hukum

di bidang pertanahan. Pemberian jaminan kepastian hukum di bidang

pertanahan memerlukan tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap

dan jelas, yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan jiwa dan isi

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka mewujudkan kepastian hukum hak atas tanah bagi

rakyat Indonesia, pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria yang kita kenal dengan

UUPA. UUPA merupakan Hukum Agraria atau tanah Nasional Indonesia.

Tujuannya adalah akan mewujudkan apa yang digariskan dalam Pasal 33 ayat

(3) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa:

“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang

penguasaannya ditugaskan kepada Negara Republik Indonesia harus

dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.”

Intensitas pembangunan yang semakin meningkat dan keterbatasan

persediaan tanah membawa dampak semakin sulitnya memperoleh tanah

untuk berbagai keperluan, melonjaknya harga tanah secara tidak terkendali

dan kecenderungan perkembangan penggunaan tanah secara tidak teratur,

terutama di daerah-daerah strategis. Melonjaknya harga tanah membuat

pemerintah semakin sulit melakukan pembangunan untuk penyediaan

prasarana dan kepentingan umum.

Seiring dengan perkembangan masyarakat dan untuk memperlancar

jalannya pembangunan untuk kepentingan umum, di satu pihak pemerintah

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 13: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

2

Universitas Indonesia

memerlukan areal tanah yang cukup luas. Pada pihak lain pemegang hak atas

tanah yang akan digunakan tanahnya oleh pemerintah untuk kepentingan

pembangunan tidak boleh dirugikan. Untuk mengatur hal tersebut diperlukan

adanya suatu peraturan hukum yang dapat diterima oleh masyarakat.

Tujuan utama kebijakan pertanahan adalah penyediaan tanah yang

dibutuhkan untuk pembangunan dalam lokasi yang tepat, pada saat yang tepat

dan dengan harga yang wajar. Untuk mengendalikan harga tanah yang

merupakan salah satu tugas dalam rangka pelaksanaan kebijakan pertanahan,

pemerintah dapat melakukan interventasi melalui berbagai cara dan teknik,

salah satunya dengan pengadaan tanah.

Pengadaan tanah merupakan perbuatan pemerintah untuk

memperoleh tanah untuk berbagai kepentingan pembangunan, khususnya

bagi kepentingan umum. Pada prinsipnya pengadaan tanah dilakukan dengan

cara musyawarah antar pihak yang memerlukan tanah dan pemegang hak atas

tanah yang tanahnya diperlukan untuk kegiatan pembangunan.1

Dalam perkembangannya, landasan hukum pengadaan tanah diatur

dalam:

(i) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975

(selanjutnya disebut “Permendagri Nomor 15 Tahun 1975”),

tentang Ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan

Tanah;

(ii) Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 (selanjutnya disebut

“Keppres Nomor 55 Tahun 1993”), tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum; diganti

dengan

(iii) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 (selanjutnya disebut

“Perpres Nomor 36 Tahun 2005”) sebagaimana diubah dengan

Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 (selanjutnya disebut

Perpres Nomor 65 Tahun 2006), dan

1 Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan Budaya, (Jakarta:

Kompas, 2008), hal 280.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 14: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

3

Universitas Indonesia

(iv) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum (selanjutnya disebut “Perpres Nomor 71

Tahun 2012”) yang disahkan pada tanggal 14 Agustus 2012,

sebagai peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun

2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum, yang disahkan pada tanggal 14 Januari 2012.

Perubahan peraturan satu terhadap peraturan yang lain timbul

dilatar belakangi adanya upaya untuk melakukan perbaikan di bidang

pengaturan hukum pengadaan tanah. Dengan diberlakukannya Perpres Nomor

65 Tahun 2006 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 36 Tahun

2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum, pemerintah berupaya untuk lebih meningkatkan prinsip

penghormatan terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan kepastian hukum

dalam pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan

umum . Namun berdasarkan pertimbangan bahwa Perpres tersebut dirasakan

sudah tidak sesuai lagi dengan kehidupan masyarakat saat ini dan untuk lebih

menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum, maka

diperlukan peraturan atau regulasi yang mengatur mengenai tanah yang

pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan prinsip kemanusiaan,

demokratis dan adil.2

Salah satu upaya pembangunan dalam kerangka pembangunan

nasional yang diselenggarakan Pemerintah adalah pembangunan untuk

Kepentingan Umum. Pembangunan untuk Kepentingan Umum tersebut

memerlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan dengan mengedepankan

prinsip yang terkandung dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945 dan hukum tanah nasional, antara lain prinsip kemanusiaan,

keadilan, kemanfaatan, kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan,

2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum, penjelasan umum.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 15: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

4

Universitas Indonesia

kesejahteraan, berkelanjutan, dan keselarasan sesuai dengan nilai-nilai

berbangsa dan bernegara.3

Hukum tanah nasional mengakui dan menghormati hak masyarakat

atas tanah dan benda yang berkaitan dengan tanah serta memberikan

wewenang yang bersifat publik kepada negara berupa kewenangan untuk

mengadakan pengaturan, membuat kebijakan, mengadakan pengelolaan, serta

menyelenggarakan dan mengadakan pengawasan yang tertuang dalam pokok-

pokok Pengadaan Tanah sebagai berikut:

1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya tanah

untuk Kepentingan Umum dan pendanaannya.

2. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan

sesuai dengan:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah,

b. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah,

c. Rencana Strategis, dan

d. Rencana kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.

3. Pengadaan tanah diselenggarakan melalui perencanaan dengan

melibatkan semua pemangku dan pengampu kepentingan.

4. Penyelenggaraan Pengadaan Tanah memperhatikan keseimbangan

antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.

5. Pengadaan tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dngen

pemberian ganti kerugian yang layak dan adil.4

Di tahun 2012 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum yang diharapkan akan menjamin hak masing-masing

pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Undang-Undang ini dinilai lebih

demokratis karena lebih terukur, adanya perencanaan, pelaksanaan dan

penyerahan hasil. Disamping itu jangka waktunya juga disiapkan karena

masing-masing tahapan mempunyai durasi. Undang-Undang ini baru berlaku

3 Ibid. 4 Ibid.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 16: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

5

Universitas Indonesia

efektif awal tahun 2013 dikarenakan masih menunggu 3 (tiga) petunjuk

pelaksanaan (selanjutnya disebut juklak) teknis, yang salah satunya tertuang

dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 , sedangkan 2 (dua)

peraturan lainnya yaitu Tata Kelola Keuangan akan dibuat oleh Kementerian

Keuangan jika menggunakan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara

(APBN), namun jika dananya menggunakan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah (APBD) maka peraturannya dibuat oleh Kementerian Dalam

Negeri.5

Undang-Undang baru ini memperbolehkan pemerintah untuk

mengambil alih tanah untuk memfasilitasi pembangunan proyek-proyek

infrastruktur yang baru. Hal ini menunjang investasi di Indonesia karena

selama ini para investor cukup meragukan kemajuan proyek-proyek

infrastruktur yang telah dijalankan. Dengan demikian Undang-Undang ini

bertujuan untuk menghapus hambatan terbesar dalam pembangunan

infrastruktur di Indonesia.6

Menurut laporan dari Edge Malaysia pemerintah Indonesia pada

tahun 2005 telah menawarkan 100 proyek infrastruktur untuk pengembangan

sektor swasta kepada berbagai perusahaan konstruksi di kawasan ASEAN.

Namun perkembangannya selama ini cukup terhambat karena berbagai

sengketa pengambilalihan tanah, yang seringkali penyelesaiannya memakan

waktu sampai 5(lima) tahun. Dengan Undang-Undang yang baru ini proses

pengambilalihan tanah diharapkan dapat dipercepat dan dapat diselesaikan

dalam waktu kurang dari 9 (sembilan) bulan.7

Dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 kedepannya

pengambilalihan tanah tidak akan memakan proses yang panjang, karena

Undang-Undang ini mengatur jangka waktu untuk mengambil-alih tanah

untuk kepentingan umum, yaitu lebih lebih kurang 178 (seratus tujuh puluh

delapan) hari kerja, bila proses pengambilalihan tanah berjalan lancar, dan

5 The Globe Journal, “Undang-undang Pengadaan Tanah Baru efektif 2013”, 27 September 2012,

diunduh pada tanggal 4 Desember 2012, pukul 22:10 WIB. 6 Roosdiono & Partners, “Undang-Undang Pertanahan yang Baru”, diunduh pada tanggal 4

Desember 2012., pukul 19:35 WIB 7 Ibid.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 17: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

6

Universitas Indonesia

lebih kurang 1.213 (seribu dua ratus tiga belas) hari kerja, bila ada keberatan

dari pihak yang memiliki tanah yang dibeli.

Walaupun dilatarbelakangi adanya upaya untuk melakukan

perbaikan terhadap peraturan-peraturan pengadaan tanah sebelumnya, Perpres

yang saat ini masih berlaku tidak memberi pembatasan sama sekali. Perpres

ini memperluas pembatasan kepentingan umum dengan memuat kata "atau

akan" dimiliki oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah, serta menghapus

kata "tidak digunakan untuk mencari keuntungan". Mudah ditebak,

diberlakukannya Perpres tersebut dimaksudkan untuk menjadi landasan

hukum kemitraan antara pemerintah dan swasta, khususnya dalam proyek-

proyek pembangunan infrastruktur yang pendanaannya sulit dipenuhi

pemerintah sendiri. Keikutsertaan swasta dapat berupa dana pengadaan tanah

maupun pengusahaannya yang pemilikannya baru dapat dinikmati pemerintah

setelah berakhirnya perjanjian kerja sama yang telah ditetapkan, umumnya

setelah 30 (tiga puluh) tahun.

Potensi masalah lain yang cukup mengkhawatirkan adalah

ketentuan Pasal 10 ayat 3 Perpres mengenai lembaga penitipan uang ganti

rugi ke Pengadilan Negeri setempat (konsinyasi) bila proses musyawarah

mengenai harga tanah tidak selesai, mengingat disatu sisi Pasal 18 Perpres

mengatur pihak yang dirugikan dapat mengajukan upaya hukum banding agar

penetapan ganti rugi sesuai Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang

Pencabutan Hak Atas Tanah Dan Benda-benda Yang Ada Diatasnya, yang

pelaksanaannya dianggap tidak sesuai dengan amanat Pasal 18 UUPA.

Pencabutan hak baru dapat ditempuh jika semua upaya musyawarah gagal

dan merupakan upaya yang dimungkinkan oleh hukum.

Kebutuhan akan adanya perlindungan hukum dan jaminan

kepastian hukum dalam bidang pertanahan berarti bahwa setiap warga negara

Indonesia dapat menguasai tanah secara aman dan mantap.8 Penguasaan yang

mantap berarti ditinjau dari aspek waktu dan atau lamanya seseorang dapat

mempunyai dan/atau menguasai tanah sesuai dengan isi kewenangan dari hak

8 Arie S. Hutagalung, Analisa Yuridis Keppres 55 Tahun 1993, (Diklat DDN: Jakarta, 2001), hal 1.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 18: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

7

Universitas Indonesia

atas tanah tersebut, sedangkan penguasaan secara aman berarti si pemegang

hak atas tanah dilindungi dari gangguan baik dari sesama warga negara dalam

bentuk misalnya penguasaan illegal ataupun dari penguasa.

Hak atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegangnya

untuk memakai suatu bidang tanah tertentu dalam rangka memenuhi

kebutuhan tertentu. Sedangkan tujuan pemakaian tanah pada hakekatnya

adalah, pertama untuk diusahakan, misalnya untuk pertanian, perkebunan,

perikanan, peternakan dan kedua, tanah dipakai sebagai tempat membangun,

misalnya bangunan gedung, lapangan, jalan, dan lain-lain.9 Hak atas tanah

dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun

bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Hak-hak

atas tanah dimaksud memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang

bersangkutan demikian pula bumi dan air serta ruang angkasa yang ada

diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan

dengan penggunaan tanah itu, dalam batas-batas menurut UUPA dan

peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.

Seiring dengan perkembangan masyarakat dan untuk memperlancar

jalannya pembangunan untuk kepentingan umum, di satu pihak pemerintah

memerlukan areal tanah yang cukup luas. Pada pihak lain pemegang hak atas

tanah yang akan digunakan tanahnya oleh pemerintah untuk kepentingan

pembangunan tidak boleh dirugikan. Untuk mengatur hal tersebut diperlukan

adanya suatu peraturan hukum yang dapat diterima oleh masyarakat.

Namun demikian, dalam upaya pemerintah untuk pengadaan tanah

tidak jarang terjadi sengketa antara pemerintah dengan masyarakat atau

dengan pihak swasta.

Terhadap banyaknya kasus pertanahan yang terjadi di masyarakat,

maka sangatlah perlu dicari cara penyelesaian yang sangat menguntungkan

bagi kedua belah pihak. Untuk itu penyelesaian sengketa perdata yang

berkenaan dengan tanah diluar lembaga peradilan menjadi ideal bagi

9 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok

Agraria,Isi Dan Pelaksanaannya, Jilid 1, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal 288.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 19: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

8

Universitas Indonesia

penyelesaian sengketa tanah. Karena bila di tempuh melalui jalur hukum atau

lembaga peradilan, acapkali tidak cuma menyangkut aspek hukum, hak-hak

penguasaan, kalkulasi ekonomi, tetapi tidak sedikit yang menyentuh sisi

sosio-kultural. Penyelesaian melalui lembaga pengadilan yang lebih berpola

menang kalah seringkali justru memicu konflik-konflik non-hukum yang

berkepanjangan. Apalagi jika masalah-masalah hukum yang diangkat hanya

berfokus pada satu sebab saja. Munculnya ketidakpuasan terhadap putusan

pengadilan yang berakumulasi dengan berbagai aspek masalah pertanahan

yang tidak terselesaikan melalui pengadilan, ternyata dapat berkembang

sampai ke kekerasan fisik.

Masalah tanah di lihat dari segi yuridisnya saja merupakan hal yang

tidak sederhana pemecahannya. Kesamaan terhadap konsep sangat diperlukan

agar terdapat kesamaan persepsi yang akan menghasilkan keputusan yang

solid dan adil bagi pihak-pihak yang meminta keadilan.

Terungkapnya kasus-kasus berkenaan dengan gugatan terhadap

terhadap pemerintah telah memunculkan rasa tidak aman bagi para pemegang

hak perorangan atau badan hukum yang merasa kepentingannya dirugikan

terhadap hak atas tanah.

Berangkat dari uraian di atas Penulis akan mengungkap sengketa

lahan pembangunan Jakarta Outer Ring Road West 2 (selanjutnya disebut

“JORR W2”) dalam perkara Tata Usaha Negara di Pengadilan Tata Usaha

Negara Jakarta dengan nomor perkara NOMOR: 67/G/2011/PTUN-JKT.

Obyek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta tersebut

adalah Surat Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor

2349/- 1.711.52 tanggal 5 November 2008 yang ditujukan kepada Direktur

Utama PT. CI selaku perusahaan pengembang atau Developer.

Surat tersebut memuat ketentuan atau revisi atas Surat Ijin

Peruntukan dan Penggunaan Tanah (selanjutnya disebut “SIPPT”) yang telah

dikeluarkan oleh Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada

tahun 1997, dengan Nomor 2477/-1.711.5 tertanggal 1 Oktober 1997, yang

isinya meminta agar PT. CI menyerahkan lahan yang telah ditentukan di

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 20: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

9

Universitas Indonesia

dalam SIPPT untuk diserahkan kepada PT. Bina Marga (Departemen

Pekerjaan Umum) dan Perusahaan Listrik Negara (PLN), agar diserahkan

kepada Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, selanjutnya disebut

“Pemerintah Provinsi DKI Jakarta”.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta merencanakan akan menggunakan

tanah-tanah tersebut untuk pembangunan jalan tol JORR W2, dilain pihak

dengan diterbitkannya surat tersebut berakibat hukum terhadap PT. CI.

Atas dasar hal tersebut, PT. CI mengajukan gugatan kepada

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Pengadilan Tata Usaha Negara

Jakarta yang amar putusannya mengabulkan gugatan PT. CI.

Pengadilan Tata Usaha Negara dalam putusannya menyatakan batal

Surat Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2349/-

1.711.52 tanggal 5 November 2008.

Pihak PT. CI dalam gugatan menilai bahwa pihak Pemerintah

Provinsi DKI Jakarta telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan

mengeluarkan surat yang seharusnya tidak dikeluarkan, dan tuntutan ganti

rugi jika surat gubernur tersebut dianggap dibenarkan.

Berdasarkan uraian di atas, mendorong penulis untuk mengkaji

masalah tersebut dan mengambil judul tesis: “ANALISIS PENGADAAN

TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM (STUDI KASUS

PEMBANGUNAN JALAN TOL JORR West 2)”.

1.2 Pokok Permasalahan

Permasalahan adalah pernyataan yang menunjukkan adanya jarak

antara harapan dengan kenyataan, antara rencana dengan pelaksanaan, antara

das sollen dengan das sein. Jarak antara das sollen dengan das sein tersebut

kerapkali berwujud ketimpangan, ketidakseimbangan ataupun kesenjangan

yang terjadi.10

10 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan jurimetri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1988), hal 38.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 21: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

10

Universitas Indonesia

Era reformasi yang ditandai dengan semangat demokratisasi dan

transparansi di segala bidang kehidupan, membangkitkan keberanian

masyarakat untuk menuntut penyelesaian atas apa yang dirasakannya sebagai

suatu ketidakadilan, dan hal itu juga menyangkut masalah

tanah.11

Perkembangan sifat dan substansi kasus sengketa pertanahan tidak

lagi hanya persoalan administrasi pertanahan yang dapat diselesaikan melalui

hukum administrasi, tetapi sudah merambah kepada ranah politik, sosial dan

budaya terkait dengan persoalan nasionalisme dan hak azasi manusia, juga

masalah pidana.

Menurut Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik

Indonesia (BPN RI) Nomor 3 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis

Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan, konflik adalah perbedaan

nilai, kepentingan, pendapat atau persepsi antara warga masyarakat dengan

badan hukum (privat atau publik), masyarakat dengan masyarakat mengenai

status penguasaan dan atau kepemilikan atau status penggunaan atau

pemanfaatan bidang tanah tertentu, atau status keputusan Tata Usaha Negara

menyangkut penguasaan, pemilikan dan penggunaan atau pemanfaatan atas

bidang tanah tertentu.12

Berangkat dari uraian dan permasalahan tersebut diatas maka

masalah yang akan penulis ungkap adalah adalah sebagai berikut:

a. Apa dasar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menerbitkan Surat Gubernur

Nomor 2349/1.711.52 tanggal 2 November 2011 tentang Perubahan atau

revisi atas poin 5 b Surat Gubernur tanggal 1 Oktober 1997?

b. Apa akibat hukum dengan diterbitkannya Surat Gubernur tersebut

terhadap PT. CI?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:

11 Bernhard Limbong, Konflik Pertanahan, cet 1, (Jakarta: MP Pustaka Margaretha, 2012), hal 47

12 Ibid, hal 59

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 22: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

11

Universitas Indonesia

1. Untuk mengetahui bagaimana dasar diterbitkannya Surat Gubernur

Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2349/1.711.52.

2. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum dengan diterbitkannya

Surat Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2349/-

1.711.521.

1.4 Metode Penelitian

1.4.1 Bentuk Penelitian

Penelitian yang dilakukan dalam membahas masalah tersebut diatas

menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian

kepustakaan berdasarkan data pustaka dan norma-norma hukum tertulis

dengan mengkaji penerapan atas kaidah-kaidah atau norma-norma dalam

hukum positif.13

Penelitian yang dilakukan dalam hal ini mengacu pada

penerapan kaedah hukum, yang meliputi peraturan perundang-undangan yang

berlaku di masyarakat dan menjadi acuan perilaku setiap orang. Norma

hukum yang berlaku tersebut berupa norma hukum positif yang dibentuk

oleh lembaga yang berwenang, baik dalam bentuk Undang-undang Dasar,

Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Keputusan

Presiden dan lain sebagainya, serta norma yang dibentuk oleh lembaga

peradilan, dan lembaga pemerintahan seperti Surat Keputusan Gubernur.

1.4.2 Tipologi Penelitian

Tipe penelitian yang akan digunakan berdasarkan sifatnya adalah

deskriptif. Suatu penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data

atau gambaran yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-

gejala lainnya.14

Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran secara tepat

atas pokok permasalahan sebagaimana diuraikan diatas,termasuk prinsip-

prinsip hukum, aturan hukum positif yang dapat diterapkan pada

13

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukjm Normatif, (Malang:

Bayumedia Publishing, 2008), hal. 295. 14

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2006), hal. 10.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 23: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

12

Universitas Indonesia

permasalahan diatas , dan pada akhirnya untuk mendapatkan kesimpulan dan

saran dari masalah yang diteliti.

1.4.3 Jenis Data

Sehubungan dengan metode penelitian yuridis normatif atau

kepustakaan yang dipergunakan dalam penelitian ini, maka jenis data yang

akan dipergunakan adalah data sekunder (secondary data), yaitu data yang

diperoleh dari kepustakaan , yang digolongkan kedalam :

(i) Sumber Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. 15

Terdiri dari

norma dasar yaitu Pancasila, peraturan dasar yaitu Undang-undang Dasar

1945, peratuan perundang-undangan, peraturan adat, putusan Pengadilan,

yang dalam penelitian masalah tersebut diatas adalah Putusan Mahkamah

Agung.

(ii) Sumber sekunder, yang merupakan bahan hukum yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis serta

memahami bahan-bahan hukum primer,16

terdiri dari buku-buku, artikel

dari media massa dan internet,tesis, Putusan Pengadilan Tata Usaha

Negara .

(iii) Sumber tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang mencakup bahan-

bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan-penjelasan

terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti

Black’s Law Dictionary, Ensiklopedia, dan lain sebagainya.

1.4.4 Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian yang

dilakukan adalah dengan studi dokumen atau penelusuran literatur dan

kepustakaan (library research), dengan mempelajari dan membaca bahan-

bahan hukum yang terkait dengan penelitian ini.

15

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persasa, 1994), hal. 13. 16

Roni Hanitya Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1996), hal. 12.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 24: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

13

Universitas Indonesia

1.4.5 Analisa Data

Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat

kualitatif, yaitu dengan mempelajari seluruh data yang diperoleh dari studi

kepustakaan, kemudian dilakukan analisis sehingga memperoleh hasil

penelitian yang bersifat deskriptif,. Metode penelitian ini tepat untuk

menganalisa kasus sengketa tanah antara Pemprov DKI Jakarta dan

perusahaan pengembang perumahan (PT. CI),dalam Putusan Mahkamah

Agung yang akan diteliti.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Bab 1: PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang Latar Belakang, Pokok

Permasalahan, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian dan

Sistematika Penulisan tesis.

Bab 2: ANALISA MASALAH

Dalam bab ini terdiri dari sebelas (11) sub bab, yaitu mengenai

Penguasaan atas Tanah Menurut Hukum Nasional, Tinjauan

Pelepasan Hak atas Tanah dalam Pembangunan, Dasar Hukum

Pengadaan Tanah,Tata Cara Pengadaan Tanah untuk Kepentingan

Umum, Pemberian Ganti Rugi dalam Pengadaan Tanah ,

Pelaksanaan Pelepasan Hak atas Tanah, Perolehan Tanah,Izin

Lokasi, Ganti Rugi Hak atas Tanah untuk Kepentingan Umum,

Tinjauan umum Konsinyasi dan Analisis Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Umum (Studi Kasus Pembangunan jalan tol JORR

W2)

Bab 3: PENUTUP

Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan atas hasil

penelitian dan disertai dengan saran penulis.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 25: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

14 Universitas Indonesia

BAB 2

ANALISIS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

(STUDI KASUS PEMBANGUNAN JALAN TOL JORR WEST 2)

2.1 HAK PENGUASAAN ATAS TANAH MENURUT HUKUM TANAH

NASIONAL

Hak penguasaan atas tanah adalah hak yang berisikan wewenang

kewajiban dan/atau larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu

mengenai hak yang dihaki. “Sesuatu” yang boleh, wajib atau dilarang

untuk diperbuat merupakan isi hak penguasaan yang bersangkutan dan

yang menjadi kriteria untuk membedakan sesuatu hak penguasaan atas

tanah dengan hak penguasaan yang lain.17

Pengertian “penguasaan” dan

“menguasai” dapat dipakai dalam arti fisik dan yuridis yang beraspek

perdata dan beraspek publik.

Penguasaan yuridis dilandasi hak, yang dilindungi oleh hukum

dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk

menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan

yuridis yang meskipun memberikan kewenangan untuk menguasai tanah

yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya

dilakukan oleh pihak lain. Misalnya, kalau tanah yang dimiliki disewakan

kepada pihak lain dan penyewa menguasainya secara fisik, atau tanah

tersebut dikuasai secara fisik oleh pihak lain tanpa hak. 18

Dalam hal ini,

pemilik tanah berdasarkan hak penguasaan yuridisnya berhak untuk

menuntut diserahkannya kembali tanah yang bersangkutan secara fisik.

Dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) telah digariskan

prinsip-prinsip dasar tentang bagaimana seharusnya penguasaan dan

pemanfaatan terhadap tanah yang ada di Indonesia, yaitu:

17 Sunaryo Basuki, Hukum Tanah Nasional Landasan Hukum Penguasaan Dan Penggunaan

Tanah, (Dktat Mata Kuliah Hukum Agraria, Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia,

Depok, 2002/2003), hal 10. 18 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia ,Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok

Agraria, Isi Dan Pelaksanaannya, cet 10, (Jakarta: Djambatan, 2005), hal 23

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 26: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

15

Universitas Indonesia

1. Pasal 1 ayat 2 UUPA berbunyi:

“Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

yang terkandung didalamnya dalam Wilayah Republik Indonesia

sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan

ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan

nasional.”

Ketentuan ini mengandung makna bahwa sumber daya alam

merupakan kekayaan nasional yang pengelolaannya harus

memperhatikan kepentingan bangsa Indonesia secara

keseluruhan, artinya sumber daya alam harus dipergunakan untuk

kemakmuran rakyat.

2. Pasal 2 ayat 1 UUPA menyebutkan bahwa bumi,air dan ruang

angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh negara, sedangkan Pasal 3 UUPA menyebutkan

bahwa wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari

negara digunakan untuk mencapai kemakmuran rakyat. Oleh

karena itu tanah di wilayah Indonesia merupakan kepunyaan

bersama seluruh bangsa Indonesia, hanya saja kewenangan untuk

mengaturnya diserahkan kepada Negara. Tegasnya, sebagaimana

disebutkan didalam Pasal 2 UUPA, negara mengatur peruntukan,

penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air dan ruang

angkasa.

3. Pasal 3 UUPA menyebutkan bahwa dengan mengingat ketentuan

dalam Pasal 1 dan 2 UUPA, pelaksanaan terhadap Hak Ulayat dan

hak-hak yang serupa dari masyarakat hukum adat tetap diakui,

sepanjang menurut kenyataannya masih ada, serta sesuai dengan

kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 27: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

16

Universitas Indonesia

persatuan bangsa, dan tidak bertentangan dengan Undang-Undang

dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.

4. Selanjutnya dalam Pasal 9 ayat 2 UUPA dinyatakan bahwa tiap-

tiap Warga Negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita,

mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu

hak atas tanah serta untuk mendapatkan manfaat dan hasilnya,

baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Bila dikaitkan dengan

Pasal 9 ayat 1 UUPA, hanya Warga Negara Indonesia yang dapat

mempunyai hak milik atas tanah, bahkan dalam Penjelasan UUPA

II angka (6):

“Dalam pada itu perlu diadakan perlindungan bagi golongan

warganegara yang lemah terhadap sesama warganegara yang kuat

kedudukan ekonominya. Maka didalam Pasal 26 ayat 1 UUPA

ditentukan bahwa jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian

dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan

untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dalam

Peraturan Pemerintah.”

Ketentuan inilah yang merupakan alat untuk mencegah terjadinya

penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain yang

melampaui batas-batas dalam bidang-bidang usaha agraria, hal

mana bertentangan dengan azas keadilan sosial yang

berperikemanusiaan.19

Dalam UUPA hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah

nasional diatur berdasarkan hierarki yaitu terdiri dari:

a. Hak Bangsa Indonesia

19 Basuki, op.cit, hal 49

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 28: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

17

Universitas Indonesia

Latar belakang konsepsi hukum tanah kita bersumber

pada Hukum Adat, oleh karenanya UUPA menganut konsepsi

Hukum Adat yang bersifat Komunalistik Religius. 20

Sifat

komunalistik terlihat dari pernyataan yang tercantum dalam Pasal

1 ayat (1) UUPA yang berbunyi:

“Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari dari

seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai Bangsa

Indonesia.”

Sedangkan sifat religius tergambar dari pernyataan

bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam

yang terkandung didalamnya merupakan Karunia Tuhan Yang

maha Esa.

Konsepsi tersebut menimbulkan hak penguasaan yang

tertinggi atas tanah, yang disebut dengan Hak Bangsa. Hak ini

merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dalam

hukum tanah nasional dimana hak-hak penguasaan atas tanah

yang lain, secara langsung maupun tidak langsung bersumber

padanya. 21

Hak Bangsa Indonesia tersebut selain mengandung unsur

perdata yaitu Tanah dalam wilayah Republik Indonesia

kepunyaan Bangsa Indonesia juga mengandung unsur publik,

dimana unsur tugas kewenangan tersebut dilaksanakan oleh

Negara Republik Indonesia. 22

b. Hak Menguasai dari Negara

Negara adalah “Organisasi kekuasaan seluruh rakyat

Indonesia” demikian dinyatakan dalam Pasal 2 ayat 1 UUPA. Ini

berarti bahwa Bangsa Indonesia membentuk Negara Republik

Indonesia untuk melindungi segenap tanah air Indonesia dan

20 Indonesia, Undang-undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Nomor 5 Tahun

1960, LN No. 104,TLN No. 2043. 21 Hak Bangsa sebagai hak penguasaan atas tanah yang tertinggi, diatur dalam pasal 1 ayat 1 sampai

3 UUPA. 22 Basuki, loc.cit, lampiran hal 2b

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 29: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

18

Universitas Indonesia

melaksanakan tujuan bangsa Indonesia antara lain meningkatkan

kesejahteraan umum (Alinea ke-4 Pembukaan UUD 45 bagi

seluruh rakyat Indonesia).

Untuk melaksanakan tujuan tersebut Negara Republik

Indonesia mempunyai hubungan hukum dengan tanah di seluruh

wilayah Indonesia agar dapat memimpin dan mengatur tanah-

tanah diseluruh wilayah Indonesia atas nama bangsa Indonesia,

melalui peraturan perundang-undangan. Sedangkan hubungan

hukum itu disebut sebagai Hak Menguasai Negara, hak ini

memberi kewenangan untuk menguasai secara fisik dan

menggunakannya seperti hak atas tanah, karena sifatnya semata-

mata hanya kewenangan publik, sebagaimana dirumuskan dalam

Pasal 2 UUPA yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Atas dasar ketentuan dalam Pasal 33 ayat 3 Undang-Undang

Dasar dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1,

bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang

terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai

oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat 1 Pasal

ini memberi wewenang untuk:

a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,

penggunaan, persediaan, dan pemelihaarn bumi, air

dan ruang angkasa tersebut;

b. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan

hukum antara orang orang dengan bumi, air dan

ruang angkasa;

c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan

hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan

hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa;

(3) Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari

Negara tersebut pada ayat 2 Pasal ini digunakan untuk

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 30: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

19

Universitas Indonesia

mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dalam arti

kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam

masyarakat dan Negara Hukum Indonesia yang merdeka,

berdaulat, adil dan makmur;

(4) Hak menguasai dari Negara tersebut diatas pelaksanaannya

dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swatantra dan

masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar diperlukan dan

tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut

ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah. Prinsipnya, Hak

Menguasai dari Negara tidak memberi wewenang untuk

menguasai tanah secara fisik dan menggunakan tanah yang

bersangkutan seperti pada hak atas tanah. Kewenangan

Negara semata-mata bersifat publik, yaitu untuk mengatur

semua tanah diwilayah Republik Indonesia seperti yang

dirumuskan dalam Pasal 2 ayat 2 UUPA.

Dasar hukumnya adalah Pasal 33 ayat 3 UUD 1945

(“Dikuasai Negara”) dimana atas dasar Pasal tersebut

Negara Republik Indonesia diberikan kewenangan untuk

mengatur persediaan, perencanaan, penguasaan dan

penggunaan tanah serta pemeliharaan tanah, atas seluruh

tanah diindonesia untuk kemakmuran rakyat. Kewenangan

Negara seperti yang dimaksudkan di atas salah satunya

adalah mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan,

penggunaan, persediaan dan pemeliharaan tanah bersama

yang diatur lebih lanjut di dalam Undang-Undang Penataan

Ruang.23

c. Hak-Hak perorangan atas tanah

Prinsipnya hak-hak perorangan atas tanah baik secara

langsung maupun tidak langsung bersumber pada Hak Bangsa

Indonesia atas tanah. Semua tanah dalam Wilayah Republik

23

Ibid., hal. 12.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 31: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

20

Universitas Indonesia

Indonesia, baik yang berupa tanah hak maupun Tanah

Negarakeseluruhannya diliputi oleh Bangsa Indonesia maupun

hak menguasai dari Negara. Untuk itu Negara, berdasarkan hak

menguasai dari Negara diberi mandat untuk mengatur

peruntukkan dan penggunaan “Tanah Negara” dan dapat pula

memberikan tanah-tanah tersebut kepada pihak lain dengan

sesuatu hak atas tanah.24

Dalam rangka penggunaan tanahnya setiap pemegang

hak tidak hanya mengindahkan kepentingan pribadinya akan

tetapi juga wajib memperhatikan kepentingan bersama atau fungsi

sosial dari tanah yang bersangkutan.25

Adapun hak-hak perorangan atas tanah tersebut terdiri

dari:

1). Hak atas Tanah

Hak atas tanah mengandung pengertian hak yang

memberi wewenang untuk memakai tanah yang diberikan

kepada orang dan badan hukum. Hak atas tanah apa pun

semuanya memberi wewenang untuk memakai suatu bidang

tanah tertentu dalam rangka memenuhi suatu kebutuhan

tertentu. Pada dasarnya tujuan memakai tanah (secara

universal) adalah untuk memenuhi 2 (dua) jenis kebutuhan,

yaitu:

1. untuk diusahakan, misalnya usaha pertanian,

perkebunan, perikanan (tambak) atau peternakan;

2. untuk tempat membangun sesuatu (wadah),

misalnya untuk mendirikan bangunan, perumahan,

rumah susun (gedung bangunan bertingkat), hotel,

24

Ibid., hal.25 25

Ibid., hal. 26.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 32: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

21

Universitas Indonesia

proyek pariwisata, pabrik, pelabuhan dan lain-

lainnya.26

Sampai saat ini terdapat 4 (empat) jenis hak atas

tanah yang ditetapkan oleh UUPA untuk dapat

dipergunakan baik untuk keperluan pribadi maupun untuk

kegiatan usaha. Untuk keperluan pribadi perorangan Warga

Negara Indonesia adalah Hak Milik dan untuk keperluan

usaha diberikan Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan

hak Pakai. Hak atas tanah tersebut merupakan hak atas

tanah yang primer, yaitu hak yang diberikan oleh Negara

(Pasal 16 UUPA).

Disamping hak atas tanah yang primer, terdapat

pula hak atas tanah yang sekunder, yakni Hak Guna

Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh pemilik tanah

di atas tanah Hak Milik, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil,

Hak Menumpang, Hak Sewa (Pasal 37, 41 dan 53 UUPA),

yang keseluruhannya bersumber pada hak-hak pihak lain.

2). Hak atas Tanah Wakaf

Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk

memisahkan dan/atau menyerahkan harta benda miliknya

untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu

tertentu sesuai dengan kepentingannya, guna keperluan

ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.27

Hak atas tanah wakaf adalah hak penguasaan atas

satu bidang tanah tertentu (semula Hak Milik telah diubah

statusnya menjadi tanah wakaf), yang oleh pemiliknya telah

dipisahkan dari harta kekayaannya dan melembagakannya

selama-lamnya untuk kepentingan peribadatan atau

keperluan umum lainnya (pesantren atau sekolah

26

Harsono, loc. cit., hal. 288. 27 Indonesia, Undang-Undang Tentang Wakaf, UU Nomor 41Tahun 2004. LN Nomor 159 Tahun

2004, Tambahan Lembaran Negara Nomor.4459.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 33: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

22

Universitas Indonesia

berdasarkan agama) sesuai dengan ajaran hukum agama

islam.

3). Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HM-SRS)

Hak Milik atas Satuan rumah Susun (HM-SRS)

adalah hak untuk memiliki satuan rumah susun secara

terpisah dan berdiri sendiri berikut hak atas bagian bersama,

benda bersama dan tanah bersama yang merupakan satu

kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang

bersangkutan.28

d. Hak Atas Tanah Menurut Hukum tanah Nasional

Dalam hukum tanah nasional, jenis-jenis hak atas tanah

diatur dalam UUPA yaitu:

1). Hak Milik (HM)

Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan

terpenuh yang dapat dipunyai oleh orang atas tanah

dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Hak Milik

bukan hanya sekedar berisikan kewenangan untuk

memakai suatu bidang tanah tertentu, yang dihaki, tetapi

juga mengandung hubungan psikologis-emosional antara

pemegang hak dengan tanah yang bersangkutan. Hak

Milik pada dasarnya diperuntukkan khusus bagi Warga

Negara Indonesia saja yang berkewarganegaraan

tunggal.29

2 ) Hak Guna Usaha (HGU)

Hak Guna Usaha adalah hak yang memberikan

wewenang untuk menggunakan tanahnya langsung

dikuasai Negara untuk usaha pertanian, yakni

perkebunan, perikanan dan peternakan selama jangka

waktu tertentu yaitu 25 tahun dan 35 tahun dapat

28 34Harsono, op. cit., hal. 289 29 Basuki, loc.cit., hal. 28d.1

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 34: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

23

Universitas Indonesia

diperpanjang jangka waktunya 25 tahun dan jika

tanahnya masih diperlukan dapat diperbaharui haknya

yaitu dengan diberikan kembali selama 35 tahun.

Sedangkan untuk perusahaan dalam rangka penanaman

modal dapat diberikan sekaligus 95 tahun (Pasal 11

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996), HGU

dapat diberikan kepada Warga Negara Indonesia dan

Badan Hukum Indonesia.

3) Hak Guna Bangunan (HGB)

Hak Guna Bangunan adalah hak yang

memberikan wewenang untuk mendirikan bangunan

diatas tanah kepunyaan pihak lain (tanah Negara atau

Hak Milik) selama jangka waktu 30 tahun dan dapat

diperpanjang jangka waktunya 20 tahun dan jika masih

diperlukan dapat diperbaharui hak tersebut. Untuk

perusahaan dalam rangka penanaman modal dapat

diberikan sekaligus 80 tahun (Pasal 28 Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996) HGB hanya dapat

diberikan kepada Warga Negara Indonesia dan badan

hukum Indonesia.

4). Hak Pakai (HP)

Hak Pakai adalah hak yang memberikan

wewenang untuk menggunakan tanah kepunyaan pihak

lain (tanah Negara atau Hak Milik) selama jangka waktu

tertentu yaitu 25 tahun dan dapat diperpanjang jangka

waktunya 20 tahun dan jika masih diperlukan dapat

diperbaharui hak tersebut. Untuk perusahaan dalam

rangka penanaman modal dapat diberikan sekaligus 70

tahun (Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun

1996).

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 35: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

24

Universitas Indonesia

2.2 TINJAUAN PELEPASAN HAK ATAS TANAH DALAM

PEMBANGUNAN

Pelepasan hak atas tanah adalah kegiatan melepaskan hubungan

hukum antara pemegang hak atas tanah dengan tanah yang dikuasainya

dengan memberikan ganti rugi atas dasar musyawarah30

. Pelepasan tanah

ini hanya dapat dilakukan atas dasar persetujuan dan kesepakatan dari

pihak pemegang hak baik mengenai tehnik pelaksanaannya maupun

mengenai besar dan bentuk ganti rugi yang akan diberikan terhadap

tanahnya.

Kegiatan pelepasan hak ini bukan hanya dilakukan untuk

kepentingan umum semata akan tetapi juga dapat dilakukan untuk

kepentingan swasta. Mengenai tanah-tanah yang dilepaskan haknya dan

mendapat ganti rugi adalah tanah-tanah yang telah mempunyai sesuatu hak

berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 (UUPA) dan tanah-

tanah masyarakat hukum adat. Adapun ganti rugi yang diberikan kepada

pihak yang telah melepaskan haknya tersebut adalah dapat berupa uang,

tanah pengganti atau pemukiman kembali Pelepasan hak merupakan

bentuk kegiatan pengadaan tanah yang menerapkan prinsip penghormatan

terhadap hak atas tanah.

2.2.1 Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan

Kebutuhan akan tanah untuk pembangunan memberikan peluang

untuk melakukan pengadaan tanah guna berbagai proyek baik untuk

kepentingan umum maupun untuk kepentingan swasta atau bisnis, baik

dalam skala kecil maupun dalam skala besar. Karena tanah negara yang

tersedia sudah tidak memadai lagi jumlahnya, maka untuk mendukung

berbagai kepentingan tersebut yang menjadi obyek adalah tanah-tanah hak

30 Indonesia, Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan,

Perpres No. 36 Tahun 2005.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 36: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

25

Universitas Indonesia

baik yang dipunyai oleh orang perseorangan, badan hukum maupun

masyarakat hukum adat.

Pengadaan tanah untuk berbagai kepentingan seringkali

menimbulkan konflik atau permasalahan dalam pelaksanaannya, hal ini

disebabkan oleh kesenjangan antara das Sollen sebagaimana tertuang

dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan das Sein

berupa kenyataan yang terjadi dilapangan.31

Dalam perkembangannya, landasan hukum pengadaan tanah

diatur dalam Permendagri Nomor 15 Tahun 1975, yang kemudian diganti

dengan Keppres Nomor 55 Tahun 1993, yang kemudian digantikan dengan

Perpres Nomor 36 Tahun 2005 dan dirubah dengan Perpres Nomor 65

Tahun 2006. Aturan-aturan inilah yang menjadi acuan bagi pihak-pihak

yang akan melakukan pengadaan tanah baik untuk kepentingan umum

maupun untuk kepentingan swasta atau bisnis sebelum diberlakukannya

Perpres Nomor 71 Tahun 2012, yang disahkan tanggal 7 Agustus 2012.

2.2.2 Pengertian Pengadaan Tanah

Secara garis besar dikenal ada 2 (dua) jenis pengadaan tanah,

pertama pengadaan tanah untuk kepentingan pemerintah yang terdiri dari

kepentingan umum, sedangkan yang kedua pengadaan tanah untuk

kepentingan swasta yang meliputi kepentingan komersial dan bukan

komersial atau bukan sosial.

Menurut Pasal 1 angka 1 Keppres 55 tahun1993 yang dimaksud

dengan pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah

dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah

tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah dilakukan

dengan cara memberikan ganti kerugian kepada yang berhak atas tanah

tersebut, tidak dengan cara lain selain pemberian ganti kerugian.

31

Maria S.W. Sumardjono, Tanah Dalam Prespektif Hak Ekonomi Sosial Dan Budaya, (Jakarta:

Kompas, 2008), hlm.100

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 37: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

26

Universitas Indonesia

Sedangkan menurut Pasal 1 angka 3 Perpres Nomor 65 Tahun

2006 yang merupakan pembaharuan dari Perpres Nomor 36 Tahun 2005

pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan

cara memberikan ganti kerugian kepada yang melepaskan atau

menyerahkan tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda yang berkaitan

dengan tanah atau dengan pencabutan hak atas tanah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengadaan tanah baik

menurut Perpres Nomor 36 Tahun 2005 maupun Perpres Nomor 65

Tahun 2006 dapat dilakukan selain memberikan ganti kerugian juga

dimungkinkan dilakukan dengan cara pencabutan hak atas tanah. Hal itu

berarti adanya unsur pemaksaan kehendak untuk dilakukannya

pencabutan hak atas tanah untuk tanah yang dibutuhkan dalam

pelaksanaan pembangunan bagi kepentingan umum.

2.2.3 Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum

Istilah Pengadaan tanah berarti mengadakan atau menyediakan

tanah. Sebelum Keppres Nomor 55 Tahun 1993 ditetapkan, belum ada

definisi yang jelas tentang pengadaan tanah untauk kepentingan umum

yang baku. Secara sederhana dapat diartikan bahwa kepentingan umum

dapat saja dikatakan untuk keperluan, kebutuhan atau kepentingan orang

banyak atau tujuan yang luas. Namun demikian rumusan tersebut terlalu

umum dan tidak ada batasnya.32

Menurut John Selindeho, kepentingan umum adalah termasuk

kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama rakyat,

dengan memperhatikan segi-segi sosial, politik, psikologis, dan

32

Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Yogyakarta:

Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004), hal. 6.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 38: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

27

Universitas Indonesia

hankamnas atas dasar asas-asas pembangunan nasional dengan

mengindahkan ketahanan nasional serta wawasan nusantara.33

Kepentingan dalam arti luas diartikan sebagai “public benefit”

sedangkan dalam arti sempit public use diartikan sebagai public access,

atau apabila public access tidak dimungkinkan, maka cukup “if the entire

public could use the product of the facility”.34

Berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 yang

dimaksud dengan kepentingan umum adalah kepentingan seluruh lapisan

masyarakat, selanjutnya dalam Pasal 5 Keppres Nomor 55 Tahun 1993

dinyatakan bahwa pembangunan untuk kepentingan umum dibatasi untuk

kegiatan pembangunan harus dilakukan oleh pemerintah dan selanjutnya

harus dimiliki oleh pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari

keuntungan.

Dengan demikian dalam Keppres Nomor 55 Tahun 1993 jelaslah

bahwa kepentingan umum tidak memperhatikan hanya sekedar

kemanfaatan, akan tetapi juga membatasi dengan tegas pelaksanaannya

dalam pembangunan kepentingan umum tersebut.

Didalam UUPA dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961

dilakukan dalam arti peruntukannya yaitu untuk kepentingan bangsa dan

Negara, kepentingan bersama dari rakyat dan kepentingan pembangunan.

Oleh sebab itu, maka dapat disimpulkan yang dimaksud kepentingan

umum adalah kepentingan tersebut harus memenuhi peruntukannya dan

harus dirasakan manfaatnya dalam arti dapat dirasakan secara keseluruhan

oleh masyarakat secara keseluruhan dan atau secara langsung.

2.2.4 Pengadaan Tanah untuk Keperluan Swasta

Tanah dan Pembangunan adalah dua unsur yang satu dengan

lainnya berkaitan, dengan perkataan lain, tidak ada pembangunan tanpa

33

John Selindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Cetakan Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika,

1988), hal. 40. 34

Maria S.W. Sumardjono, op.cit., hal. 200.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 39: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

28

Universitas Indonesia

tanah.35

Semula ada 2 (dua) cara pembebasan tanah untuk keperluan

swasta yaitu secara langsung dan melalui Panitia Pembebasan Tanah

seperti yang dimaksud Permendagri Nomor 15 Tahun 1975, tapi sejak

berlakunya Keppres Nomor 55 Tahun 1993, hanya ada satu cara yang

dapat dilakukan oleh swasta, yaitu dilakukan secara langsung atas dasar

musyawarah dalam hal memberikan ganti kerugian, dimana bantuan dari

Pemerintah hanya berupa pengawasan dan pengendalian, sebagaimana

telah diberikan petunjuknya dalam Surat Edaran Kepala Badan

Pertanahan Nasional tanggal 6 Desember 1990 Nomor 580.2D.III36

2.3 DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH

Sebelum berlakunya Keppres Nomor 55 Tahun1993, tentang

pengadaan tanah untuk kepentingan umum, maka landasan yuridis yang

digunakan dalam pengadaan tanah adalah Permendagri Nomor 15 Tahun

1975 Tentang ketentuan-ketentuan Mengenai Tata Cara Pembebasan

Tanah .

Pelaksanaan pengadaan tanah menurut Permendagri Nomor 15

Tahun 1975 dalam pengadaan tanah dikenal istilah pembebasan tanah,

yang berarti melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat diantara

pemegang atau penguasa atas tanah dengan cara memberikan ganti rugi.

Sedangkan di dalam Pasal 1 butir 2 Keppres Nomor 55 Tahun 1993

menyatakan bahwa: “Pelepasan atau penyerahan hak adalah kegiatan

melepaskan hubungan hukum antara pemegang hak atas tanah dengan

tanah yang dikuasainya dengan memberikan ganti kerugian atas dasar

musyawarah”.

35

Sihombing., op. cit., hal. 45 36

Arie S Hutagalung, Condominium dan Permasalahannya, (Jakarta:Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003). hal. 31.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 40: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

29

Universitas Indonesia

Kemudian untuk musyawarah itu diatur dalam butir ke 5 (lima)

yang menyatakan bahwa: “Musyawarah adalah proses atau kegiatan

saling mendengar, dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan

yang didasarkan atas sikap kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas

tanah dan pihak yang memerlukan tanah untuk memperoleh kesepakatan

mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.”

Setelah berlakunya Keppres Nomor 55 Tahun 1993 istilah tersebut

berubah menjadi pelepasan hak atau penyerahan hak atas tanah. Oleh

karena itu, segi-segi hukum materiilnya pelaksanaan pelepasan hak atau

pelepasan hak atas tanah pada dasarnya sama dengan pembebasan tanah,

yaitu Hukum Perdata.

Dengan perkataan lain bahwa keabsahan atau ketidak absahan

pelepasan atau penyerahan hak atas tanah sebagai cara pengadaan tanah

ditentukan ada tidaknya kesepakatan diantara kedua belah pihak yang

berarti sah tidaknya perbuatan hukum yang bersangkutan, berlaku antara

lain syarat sahnya perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH

Perdata.37

Perbedaannya hanya terdapat pada segi-segi intern-

administrasinya yaitu pembebasan tanah pada umumnya berdasarkan

pada Permendagri Nomor 15 Tahun 1975, sedangkan pelepasan atau

penyerahan hak-hak atas tanah berdasarkan Keppres Nomor 55 Tahun

1993.38

Secara hukum kedudukan Keppres Nomor 55 Tahun 1993 sama

dengan Permendagri Nomor 15 Tahun 1975, yaitu sebagai peraturan

dalam pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum

yang didalamnya mengatur mengenai ketentuan-ketentuan mengenai tata

37 Boedi Harsono, Aspek-Aspek Yuridis Penyediaan Tanah Dalam Rangka Pembangunan

Nasional (Makalah: 1990), hal.. 4. 38 Oloan Sitoros dan Dayat Limbong,. op. cit, hal. 19.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 41: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

30

Universitas Indonesia

cara untuk memperoleh tanah dan pejabat yang berwenang dalam hal

tersebut.

Menurut Boedi Harsono, oleh karena Keppres Nomor 55 Tahun

1993 merupakan suatu peraturan intern-administrasi, maka tidak

mengikat pihak yang mempunyai tanah meskirpun ada rumusan yang

memberi kesan demikian, dan karena bukan undang-undang, maka tidak

dapat dipaksakan berlakunya pada pihak yang mempunyai tanah.

Oleh karena tidak dapat dipaksakan, maka sebagai konsekuensi

dari keputusan administrasi negara yang dimaksud untuk menyelesaikan

ketidak sediaan pemegang hak atas tanah terhadap besarnya ganti

kerugian bukan merupakan merupakan keputusan yang bersifat akhir

atau final.

Hal ini dapat dilihat di dalam Pasal 21 Keppres Nomor 55 Tahun

1993 yang menyatakan bahwa “apabila upaya penyelesaian yang

ditempuh Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 tidak diterima oleh

pemegang hak atas tanah, dan lokasi pembangunan yang bersangkutan

tidak dapat dipindahkan ke tempat lain, maka Gubernur Kepala Daerah

Tingkat 1 mengajukan usul penyelesaian dengan cara pencabutan hak

sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961

tentang Pencabutan Hak atas Tanah dn Benda-benda diatasnya”.39

Selain itu Keppres Nomor 55 Tahun 1993 merupakan

penyempurnaan dari peraturan sebelumnya yaitu Permendagri Nomor 15

Tahun 1975 yang memiliki kekurangan atau kelemahan khususnya hal-

hal yang mengenai pihak-pihak yang boleh melakukan pembebasan

tanah, dasar perhitungan ganti rugi yang didasarkan pada harga dasar,

tidak adanya penyelesaian akhir apabila terjadi sengketa dalam

39 Indonesia, Keputusan Presiden Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum,Nomor 55 Tahun 1993, Pasal 21 ayat 1.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 42: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

31

Universitas Indonesia

pembebasan tanah, khususnya mengenai tidak tercapainya kesepakatan

tentang pemberian ganti rugi.

Oleh sebab itu kedudukan Keppres Nomor 55 Tahun 1993 sama

dengan Permendagri Nomor 15 Tahun 1975 sebagai dasar hukum formal

dalam pelepasan atau penyerahan hak atas tanah yang pada waktu

berlakunya Permendagri Nomor 15 tahun 1975 disebut pembebasan

tanah. Namun, seiring berjalannya waktu Keppres Nomor 55 tahun 1993

kemudian digantikan dengan Peraturan baru dengan tujuan mencari jalan

untuk meminimalisir potensi konflik yang mungkin timbul dalam

implementasi pengadaan tanah menurut Perpres Nomor 36 Tahun 2005

Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan umum juncto

Perpres Nomor 65 tahun 2006.

2.4 TATA CARA PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN

UMUM.

2.4.1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1975 Tentang

Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pengadaaan Tanah

Dalam Permendagri Nomor 15 tahun 1975 tidak dikenal adanya

istilah pengadaan tanah melainkan pembebasan tanah. Menurut Pasal 1

ayat (1) yang dimaksud pembebasan tanah adalah melepaskan hubungan

hukum yang semula terdapat diantara pemegang hak atau penguasa atas

tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi. Permendagri tersebut juga

mengatur pelaksanaan atau tata cara pembebasan tanah untuk

kepentingan pemerintah dan pembebasan tanah untuk kepentingan

swasta.

Untuk pembebasan tanah bagi kepentingan pemerintah dibentuk

Panitia Pembebasan Tanah (selanjutnya disebut PPT) sebagaimana diatur

dalam Pasal 2 Permendagri Nomor 15 Tahun 1975, sedang untuk

kepentingan swasta tidak dibentuk panitia khusus, pemerintah hanya

mengawasi pelaksanaan pembebasan tanah tersebut antara para pihak

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 43: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

32

Universitas Indonesia

yaitu pihak yang membutuhkan tanah dengan pihak yang mempunyai

tanah.

2.4.2 Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Dalam Pasal 2 ayat (2) dan (3) Keppres Nomor 55 tahun 1993

menyatakan bahwa cara pengadaan tanah ada 2 (dua) macam, yaitu

pertama pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, dan kedua jual beli,

tukar menukar dan cara lain yang disepakati oleh para pihak yang

bersangkutan.

Kedua cara tersebut termasuk kategori pengadaan tanah secara

sukarela. Untuk cara yang pertama dilakukan untuk pengadaan tanah

bagi pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan untuk kepentingan

umum sebagaimana yang diatur dalam Keppres Nomor 55 tahun 1993,

sedangkan cara kedua dilakukan untuk pengadaan tanah yang

dilaksanakan selain untuk kepentingan umum. Menurut Pasal 6 ayat (1)

Keppres Nomor 55 tahun 1993, menyatakan bahwa: “Pengadaan tanah

untuk kepentingan umum dilakukan dengan bantuan PPT yang dibentuk

oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, sedangkan ayat (2) menyatakan

bahwa “Panitia Pengadaan Tanah” dibentuk disetiap Kabupaten atau

Kotamadya Tingkat II”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 9 Keppres Nomor 55 Tahun1993

pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan

umum dilaksanakan dengan musyawarah yang bertujuan untuk mencapai

kesepakatan mengenai penyerahan tanahnya dan bentuk serta besarnya

imbalan.

Apabila dalam musyawarah tersebut telah tercapai kesepakatan

para pihak, maka pemilik tanah diberikan ganti kerugian sesuai dengan

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 44: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

33

Universitas Indonesia

yang disepakati oleh para pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 15

Keppres Nomor 55 tahun 1993.

2.4.3 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Dengan berlakunya Perpres Nomor 36 Tahun 2005, ada sedikit

perbedaan dalam tata cara pengadaan tanah untuk kepentingan umum,

meskipun pada dasarnya sama dengan Keppres Nomor 55 Tahun 1993.

Menurut Pasal 2 ayat (1) Perpres Nomor 36 Tahun 2005 menyatakan

bahwa:

“pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan

umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan

cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, atau pencabutan hak

atas tanah”.

Sedangkan ayat (2) menyatakan bahwa:

“pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk

kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah daerah dilakukan

dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati

secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa menurut Perpres

Nomor 36 Tahun 2005 bahwa khusus untuk pengadaan tanah bagi

kepentingan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah ataupun

pemerintah daerah dilakukan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak

atas tanah, atau pencabutan hak atas tanah. Sedangkan pengadaan tanah

selain untuk kepentingan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah

ataupun pemerintah daerah, dalam hal ini dilaksanakan oleh pihak swasta

maka dilaksanakan dengan jual beli, tukar-menukar atau dengan cara lain

yang disepakati secara sukarela dengan pihak-pihak yang bersangkutan.

Hal ini berbeda dengan ketentuan yang sebelumnya yang tidak

membedakan secara tegas mengenai tata cara pengadaan tanah baik

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 45: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

34

Universitas Indonesia

untuk kepentingan umum, maupun bukan kepentingan umum yang

dilaksanakan oleh pemerintah ataupun pihak swasta sehingga dalam

ketentuan ini mempeerjelas aturan pelaksaan dalam pengadaan tanah

untuk kepentingan umum maupun swasta.

Setelah kurang lebih 1(satu) tahun berlakunya Perpres Nomor 36

Tahun 2005, Perpres tersebut digantikan dengan Perpres Nomor 65 Tahun

2006, yang berupaya untuk lebih meningkatkan prinsip penghormatan

terhadap hak-hak atas tanah yang sah dan kepastian hukum dalam

pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan

umum, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Perpres Nomor 65 Tahun 2006

dinyatakan bahwa “pelepasan atau penyerahan hak atas tanah bagi

pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan berdasarkan prinsip

penghormatan terhadap hak atas tanah.

Prinsip penghormatan hak atas tanah diartikan bahwa pemilik hak

atas tanah yang diambil tanahnya, tingkat kehidupan ekonominya harus

lebih baik dibandingkan sebelum ia melepaskan hak atas tanahnya.Karena

pemilik hak atas tanah tersebut telah merelakan tanahnya untuk keperluan

pembangunan, sehingga harus diberikan suatu penghormatan atas jasa

pemilik hak atas tanah tersebut.

2.4.4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012

Saat ini telah disahkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012

Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

yang merupakan undang-undang yang ditunggu tunggu, peraturan

perundang-undangan sebelumnya dianggap belum memenuhi rasa keadilan

bagi pihak yang kehilangan tanahnya. Undang-undang ini diharapakan

pelaksanaannya dapat memenuhi rasa keadilan setiap orang yang tanahnya

direlakan atau wajib diserahkan bagi pembangunan. Bagi pemerintah yang

memerlukan tanah, peraturan perundang-undangan sebelumnya dipandang

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 46: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

35

Universitas Indonesia

masih menghambat atau kurang untuk memenuhi kelancaran pelaksanaan

pembangunan sesuai rencana.

Bunyi Ketentuan umum Pasal 1 angka 2 undang-undang ini:

“Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara

memberi ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak”.

Pasal 1 angka 10 menegaskan lagi “Ganti Kerugian adalah penggantian

layak dan adil kepada yang berhak dalam proses pengadaan tanah”.

Asas pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang diatur Pasal 2

yang menyatakan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum

dilaksanakan berdasarkan asas kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan,

kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan,

keberlanjutan, dan keselarasan. Dari sekian banyak asas haruslah asas

keadilan diutamakan karena asas ini telah ditegaskan dua kali pada

Ketentuan Umum angka 2 dan angka 10 undang-undang ini. Kalimat:

“Ganti kerugian adalah penggantian layak dan adil” belum pernah muncul

pada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengadaan

tanah sebelumnya.

Pasal 5 menegaskan pihak yang berhak wajib melepaskan tanahnya

pada saat pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum setelah

pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap. Kata wajib ditegaskan pada undang-

undang ini. Seharusnya ada keseimbangan hukum yaitu bahwa wajib

setelah pemberian ganti kerugian dirasakan adil dan layak oleh pihak yang

berhak.

Sebagai lanjutan dari amanat Pasal 53 dan Pasal 59 UU No. 2 Tahun

2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum maka pemerintah mengeluarkan Perpres No. 71 Tahun 2012

tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum. Pada Perpres ini setiap instansi yang memerlukan

lahan untuk kepentingan umum diberi waktu untuk menyelesaikannya

maksimal 583 hari.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 47: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

36

Universitas Indonesia

2.5 PEMBERIAN GANTI RUGI DALAM PENGADAAN TANAH

2.5.1 Pengertian dan Bentuk Ganti Rugi

Landasan hukum penetapan ganti kerugian menurut Permendagri

Nomor 15 tahun 1975, Keppres Nomor 55 tahun 1993 dan Perpres

Nomor 36 Tahun 2005 yaitu sama-sama atas dasar musyawarah. Adapun

pengertian ganti rugi menurut Perpres Nomor 36 tahun 2005 dalam Pasal

1 ayat (11) yaitu:

“Ganti Kerugian adalah penggantian terhadap kerugian baik bersifat

fisik dan/atau nonfisik sebagai akibat pengadaan tanah kepada yang

mempunyai tanah, bangunan, tanaman, dan/atau benda-benda lain

yang berkaitan dengan tanah, yang dapat memberikan kalangsungan

hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial ekonomi

sebelum terkena pengadaan tanah.

Istilah ganti rugi tersebut dimaksud adalah pemberian ganti atas

kerugian yang diderita oleh pemegang hak atas tanah atas beralihnya

haknya tersebut. Masalah ganti kerugian menjadi komponen yang paling

sensitif dalam proses pengadaan tanah. Pembebasan mengenai bentuk

dan besarnya ganti kerugian sering kali menjadi proses yang panjang, dan

berlarut-larut (time consuming) akibat tidak adanya titik temu yang

disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Bentuk ganti kerugian yang ditawarkan seharusnya tidak hanya

ganti kerugian fisik yang hilang, tetapi juga harus menghitung ganti

kerugian non fisik seperti pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat

yang dipindahkan kelokasi yang baru. Sepatutnya pemberian ganti

kerugian tersebut harus tidak membawa dampak kerugian kepada

pemegang hak atas tanah yang kehilangan haknya tersebut melainkan

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 48: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

37

Universitas Indonesia

membawa dampak pada tingkat kehidupan yang lebih baik atau minimal

sama pada waktu sebelum terjadinya kegiatan pembangunan.40

Adapun dalam Perpres Nomor 36 Tahun 2005 Pasal 12 mengatur

masalah ganti rugi diberikan untuk: hak atas tanah, bangunan, tanaman,

benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Dalam Pasal 13 ayat (1)

menerangkan tentang pemberian bentuk ganti rugi tersebut dapat berupa

uang, tanah pengganti dan pemukiman kembali. Sedangkan dalam ayat

(2) mengenai penggantian kerugian apabila pemegang hak atas tanah

tidak menghendaki bentuk ganti kerugian sebagaimana disebutkan dalam

ayat (1) maka bentuk kerugiannya diberikan dalam bentuk kompensasi

berupa penyertaan modal (saham).

Untuk penggantian terhadap tanah ulayat yang dikuasai dengan hak

ulayat dan terkena pembangunan maka dalam Pasal 14 Perpres Nomor 36

Tahun 2005, ganti kerugiannya diberikan dalam bentuk fasilitas umum

atau bentuk lain yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.

Dapat disimpulkan bahwa ganti rugi yang diberikan oleh instansi

Pemerintah hanya diberikan kepada faktor fisik semata (vide Pasal 12

Perpres 36 tahun 2005). Namun demikian, seharusnya, patut pula

dipertimbangkan tentang adanya ganti rugi faktor-faktor non-fisik

(immaterial).

Dalam pengadaan tanah, kompensasi didefinisikan sebagai

penggantian atas faktor fisik (materiil) dan non-fisik (immaterial).

Bentuk dan besarnya kompensasi haruslah sedemikian rupa hingga

masyarakat yang terkena dampak kegiatan pembangunan tidak

mengalami kemunduran dalam bidang sosial maupun pada tingkat

ekonominya.

40

Maria. S.W. Sumardjono, op.cit, hal. 200.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 49: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

38

Universitas Indonesia

Kompensasi dalam rangka pengadaan tanah dibedakan atas:

Kompensasi atas faktor fisik (materiil) meliputi penggantian atas tanah

hak baik yang bersertipikat dan yang belum bersertipikat, tanah ulayat,

tanah wakaf, tanah yang dikuasai tanpa alas hak yang dengan atau tanpa

ijin pemilik tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang ada

kaitannya dengan tanah. Kompensasi atas faktor non-fisik (immateriil)

yaitu penggantian atas kehilangan, keuntungan, kenikmatan,

manfaat/kepentingan yang sebelumnya diperoleh oleh masyarakat yang

terkena pembangunan sebagai akibat kegiatan pembangunan tersebut.

Dalam hal ini ganti kerugian hanya diberikan kepada orang-orang

yang hak atas tanahnya terkena proyek pembangunan. Pada

kenyataannya, masyarakat disekitar proyek tersebut juga terkena dampak,

baik yang positif maupun negatif, seperti kehilangan akses hutan, sungai

dan sumber mata pencaharian lainnya. Bentuk ganti kerugian komunal

harus diperhatikan berdasarkan hukum adat komunitas setempat.

Inventarisasi aset saja tidak mencukupi dan diusulkan untuk terlebih

dahulu melakukan survei sosial ekonomi yang menyeluruh sebelum

pembebasan tanah dilakukan. Perlu juga dikembangkan bentuk ganti

kerugian dalam pola kemitraan jangka panjang yang saling

menguntungkan antara pemilik modal (swasta) atau pemerintah dengan

masyarakat pemilik hak atas tanah.

Pada peraturan sekarang hanya ditentukan penggantian kerugian

terbatas bagi masyarakat pemilik tanah ataupun penggarap tanah,

termasuk ahli warisnya. Ketentuan ini tanpa memberikan perlindungan

terhadap warga masyarakat yang bukan pemilik, seperti penyewa atau

orang yang mengerjakan tanah, yang menguasai dan menempati serta

untuk kepentingan umum, masyarakat kontribusi dari pembangunan itu,

serta rekognisi sebagai ganti pendapatan, pemanfaatan dan penguasaan

hak ulayat mereka yang telah digunakan untuk pembangunan.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 50: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

39

Universitas Indonesia

Pada Perpres Nomor 65 Tahun 2006 diatur mengenai pemberian

ganti kerugian. Dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti,

permukiman kembali, kepemilikan saham. Atau bentuk lain yang

disetujui kedua belah pihak, baik berdiri sendiri maupun gabungan dari

beberapa bentuk ganti kerugian tersebut. Dalam musyawarah, pelaksana

pengadaan tanah mengutamakan pemberian ganti kerugian dalam bentuk

uang.

Perpres ini juga menguraikan ganti kerugian dalam keadaan

khusus.,meliputi pengaturan dimana sejak ditetapkannya lokasi

pembangunan untuk kepentingan umum, pihak yang berhak hanya dapat

mengalihkan hak atas tanahnya kepada pelaksana pengadaan tanah.

Ditambah pelaksana pengadaan tanah dapat mendahulukan pemberian

ganti rugi dalam keadaan mendesak. Maksimal diatur 25 persen dari

perkiraan ganti kerugian berdasarkan NJOP tahun sebelumnya.

Perpres juga memuat syarat dan ketentuan penitipan ganti kerugian di

pengadilan negeri. Hal ini dilakukan dengan kriteria apabila ada

penolakan dari pihak yang berhak. Lalu, hasil musyawarah telah

dilaksanakan dan tidak ada keberatan. Juga, apabila pihak yang berhak

tidak diketahui keberadaannya. Kemudian obyek pengadaan tanah

menjadi obyek perkara di pengadilan. Lalu masih disengketakan

kepemilikannya. Serta diletakkan sita, atau menjadi jaminan bank.

2.5.2 Dasar/Cara Perhitungan Ganti Rugi

Perpres Nomor 36 Tahun 2005 menentukan dasar dan cara

perhitungan ganti kerugian/harga tanah yang didasarkan kepada nilai

nyata atau sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak

(selanjutnya disebut NJOP). Namun Perpres ini tidak memperhitungkan

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 51: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

40

Universitas Indonesia

pemberian kompensasi untuk faktor non-fisik. Adapun perhitungan

kompensasi faktor fisik sebagai berikut:41

1. Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas harga

tanah yang didasarkan atas NJOP atau nilai nyata atau

sebenarnya dengan memperhatikan nilai jual obyek pajak tahun

berjalan berdasarkan penetapan lembaga/tim penilai harga tanah

yang ditunjuk oleh panitia dan dapat berpedoman pada variabel-

variabel seperti lokasi dan letak tanah, Status tanah, Peruntukan

tanah, Kesesuaian penggunaan tanah dengan Rencana Tata

Ruang Wilayah atau perencanaan ruang wilayah atau kota yang

telah ada, Sarana dan prasarana yang tersedia. Faktor lain yang

mempengaruhi harga tanah, nilai jual bangunan yang ditaksir

oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang

bangunan, nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat

daerah yang bertanggung jawab dibidang pertanian.

2. Dasar perhitungan ganti rugi, lembaga/tim penilai harga tanah

ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur.

Kesulitan yang dihadapi dalam perhitungan ganti rugi oleh

lembaga/tim penilai dan tim panitia pengadaan tanah pemerintah

kota dan kabupaten adalah adanya perbedaan harga pasar dan

harga yang telah ditetapkan dalam NJOP. Dalam berbagai kasus,

sering terjadi harga tanah merupakan hasil musyawarah antara

tim panitia pengadaan tanah yang meminta harga lebih tinggi

dari NJOP.

2.5.3 Pihak Yang Berhak Menerima Ganti Rugi

41 Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, (Jakarta: LPHI 2005),

hal. 166.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 52: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

41

Universitas Indonesia

Perpres Nomor 36 Tahun 2005 membatasi pihak yang menerima

ganti rugi kepada pemegang hak atas tanah atau yang berhak sesuai

dengan peraturan perundang-undangan dan nadzir, bagi tanah wakaf.

Dalam hal kompensasi ini diberikan semata-mata hanya untuk

pihak yang terkena rencana pembangunan dalam pengadaan tanah yang

diberikan atas faktor fisik semata, padahal ada faktor non fisik juga,

maka seharusnya yang berhak menerima kompensasi tidak terbatas pada

2 (dua) subyek tersebut di atas. Karena pada prinsipnya kompensasi

diberikan langsung kepada masyarakat yang karena pelaksanaan

pembangunan mengalami atau akan mengalami dampak pada hak dan

kepentingan atas tanah, dan/atau bangunan, dan/atau tanaman, dan atau

benda-benda lain yang ada diatasnya.

Berdasarkan Perpres Nomor 36 Tahun 2005, jika tanah, bangunan,

atau benda yang berkaitan dengan tanah dimiliki bersama-sama oleh

beberapa orang, sedangkan satu atau beberapa orang dari mereka tidak

dapat ditemukan, maka ganti kerugian yang menjadi hak orang yang

tidak diketemukan tersebut, dititipkan di Pengadilan Negeri yang wilayah

hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan (Pasal 16 ayat 2).42

Istilah penitipan atau konsinyasi mengenai ganti rugi dalam Perpres

adalah tidak tepat karena lembaga “aanbod an gerede betaling” yang

diikuti dengan “consignatie” adalah cara penyelesaian utang piutang

antara debitur dan kreditor43

. Sedangkan dalam Perpres ini tidak ada

hubungan hukum antara pihak yang memerlukan tanah dengan masyrakat

yang terkena pembangunan.

Menurut Arie S. Hutagalung dalam bukunya Analisa Yuridis

Keppres Nomor 55 Tahun 1993, menyatakan bahwa:

42

Ibid., hal. 200. 43

Ibid.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 53: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

42

Universitas Indonesia

“untuk memberi wadah lembaga konsinyasi tersebut, maka seharusnya

dikonstruksikan jika tanah, bangunan, tanaman atau benda-benda lain

yang berkaitan dengan tanah dimiliki bersama-sama oleh beberapa

orang, sedangkan satu atau beberapa orang dari mereka tidak dapat

ditemukan setelah ada panggilan 3 (tiga) kali selanjutnya diakhiri

dengan pengumuman diKantor Kecamatan dan Kantor Kelurahan/Desa

setempat, maka kompensasi yang menjadi hak orang yang tidak

diketemukan tersebut diberikan dalam bentuk uang oleh pihak yang

memerlukan tanah dan disimpan dalam satu rekening yang dikelola

oleh Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat setempat44.

Dari uraian tersebut, maka penerapan konsinyasi jelas secara

hukum tidak selaras dan bertentangan, atau menyalahi ketentuan

sehingga tidak dibenarkan penerapannya.

2.6 PELAKSANAAN PELEPASAN HAK ATAS TANAH

Penguasaan Atas Tanah Menurut Peraturan Perundang-Undangan

Yang Berlaku.

Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan untuk

keperluan apapun harus didasarkan pada suatu landasan yuridis (landasan

hak). Dengan adanya landasan yuridis tersebut, terciptalah suatu

hubungan hukum yang konkrit antara pemegang hak atas tanah (pemilik

tanah) dengan tanah yang dikuasainya. Penguasaan yuridis menimbulkan

kewenangan pada subyek pemegang hak atas tanah (pemilik tanah) untuk

menguasai secara fisik (menggunakan tanah tersebut) sesuai dengan

peruntukan dan penggunaannya.

Hak atas tanah adalah hak yang memberikan wewenang untuk

memakai tanah yang diberikan kepada orang atau badan hukum. Pada

dasarnya, tujuan memakai tanah adalah untuk memenuhi dua jenis

kebutuhan, yaitu untuk diusahakan dan tempat membangun sesuatu.45

44 Ibid. 45 Arie. S. Hutagalung dan Markus Gunawan, Kewenangan Pemerintah di Bidang Pertanahan,

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hal. 20

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 54: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

43

Universitas Indonesia

Dalam hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4

ayat (1) UUPA, yaitu “Atas dasar hak menguasai dari Negara atas tanah

sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam

hak atas tanah permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat

diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun

bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.

Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas

tanah dapat diberikan kepada perseorangan baik Warga Negara Indonesia

maupun Warga Negara Asing, sekelompok orang secara bersama-sama,

dan badan hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.

Menurut Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh

pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2 yaitu.46

1. Wewenang umum.

Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas

tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya,

termasuk juga tubuh bumi, air dan ruang angkasa yang ada

diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang

langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam

batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum

lain yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat (2) UUPA).

2. Wewenang khusus

Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas

tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya

sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang

pada tanah hak milik adalah dapat untuk kepentingan

pertanian dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada

46 Rusmandi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, (Bandung: Alumni, 1991), hal.

82.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 55: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

44

Universitas Indonesia

tanah Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya

untuk mendirikan dan mempunyai bangunan diatas tanah

yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak Guna

Usaha adalah menggunakan tanah hanya untuk kepentingan

perusahaan di bidang pertanian, perikanan, peternakan, atau

perkebunan.

Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam Pasal 16 juncto Pasal

53 UUPA, yang dikelompokkan menjadi 3 bidang, yaitu:

1) Hak atas tanah yang bersifat tetap

Yaitu hak-hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA

masih berlaku atau belum dicabut dengan undang-undang

yang baru. Macam-macam hak atas tanah ini adalah Hak

Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai,

Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Membuka Tanah, dan Hak

Memungut Hasil Hutan.

2) Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan Undang-Undang

Yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan

ditetapkan dengan undang-undang. Hak atas tanah ini

macamnya belum ada.

3) Hak atas tanah yang bersifat sementara.

Yaitu hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu

yang singkat akan dihapuskan dikarenakan mengandung

sifat-sifat pemerasan, mengandung sifat feodal, dan

bertentangan dengan jiwa UUPA. Macam-macam hak atas

tanah ini adalah Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi

Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, dan Hak

Sewa Tanah Pertanian.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 56: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

45

Universitas Indonesia

Pada hak atas tanah yang bersifat tetap di atas, sebenarnya Hak

Membuka Tanah dan Hak Memungut Hasil Hutan bukanlah hak atas

tanah dikarenakan keduanya tidak memberikan wewenang kepada

pemegang haknya untuk menggunakan tanah atau mengambil manfaat

dari tanah yang dihakinya. Namun, sekedar menyesuaikan dengan

sistematika hukum adat, maka kedua hak tersebut dicantumkan juga

kedalam hak atas tanah yang bersifat tetap. Sebenarnya kedu hak

tersebut merupakan “pengejawentahan” dari hak ulayat masyarakat

hukum adat.

Hak-hak atas tanah yang disebutkan dalam Pasal 16 juncto Pasal 53

UUPA tidak bersifat limitatif, artinya disamping hak-hak atas tanah yang

disebutkan dalam UUPA, kelak dimungkinkan lahirnya hak atas tanah

baru yang dianut secara khusus dengan undang-undang.

Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2

kelompok, diantaranya: Hak atas tanah yang bersifat primer yaitu hak

atas tanah yang berasal dari tanah Negara. Hak-hak atas tanah primer

(orginair) yaitu hak atas tanah yang langsung diberikan oleh Negara

kepada subyek hak yang terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak

Guna Bangunan, Hak Pakai.47

Dan hak atas tanah yang bersifat sekunder

adalah hak untuk menggunakan tanah milik pihak lain, atau dengan kata

lain penggunaan suatu jenis hak-hak atas tanah yang bersumber dari hak

milik, terdiri dari: Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak

Gadai, Hak Usaha Bagi hasil, Hak Menumpang.48

2.7 PEROLEHAN TANAH

Sebenarnya dalam kegiatan perolehan tanah untuk berbagai

keperluan, termasuk pembangunan, dalam Hukum Tanah Nasional terdapat

47 Ali Ahmad Chomzah, Hukum Pertanahan, Pemberian Hak Atas Tanah Negara, Seri

Hukum Pertanahan I, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2002), hal. 2. 48 Ibid.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 57: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

46

Universitas Indonesia

asas-asas yang berlaku mengenai penguasaan tanah dan perlindungan

hukum bagi pemegang hak atas tanah. Adapun asas-asas tersebut adalah:

1). Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapun dan

untuk keperluan apapun, harus dilandasi hak atas tanah yang

disediakan oleh Hukum Tanah Nasional.

2). Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan

haknya (ilegal) tidak dibenarkan, bahkan dikenakan sanksi

pidana.

3) Bahwa penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan

hak yang disediakan oleh Hukum Tanah Nasional, dilindungi

oleh hukum terhadap gangguan-gangguan dari pihak manapun

oleh pihak penguasa sekalipun, jika gangguan tersebut tidak ada

landasan hukumnya.

4) Bahwa oleh hukum disediakan berbagai sarana hukum untuk

menanggulangi gangguan yang ada, yaitu:

1. Gangguan oleh sesama anggota masyarakat: gugatan

perdata melalui pengadilan negeri atau meminta

perlindungan kepada Bupati/Walikotamadya menurut

UU Nomor 51 Prp Tahun 1960;

2. Gangguan oleh penguasa: gugatan melalui Pengadilan

Umum atau Pengadilan Tata Usaha Negara.

3. Bahwa dalam keadaan biasa, diperlukan oleh siapapun

dan untuk keperluan apapun (juga untuk proyek-proyek

kepentingan umum) perolehan tanah yang dihaki

seseorang harus melalui musyawarah untuk mencapai

kesepakatan, baik mengenai penyerahan tanahnya

kepada pihak yang memerlukan maupun mengenai

imbalannya yang merupakan hak pemegang hak atas

tanah yang bersangkutan untuk menerimanya.

4. Bahwa sesungguhnya dengan apa yang tersebut di atas,

dalam keadaan biasa, untuk memperoleh tanah yang

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 58: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

47

Universitas Indonesia

diperlukan tidak dibenarkan adanya paksaan dalam

bentuk apapun dan oleh pihak siapapun kepada

pemegang haknya, untuk menyerahkan tanah

kepunyaannya dan atau menerima imbalan yang tidak

disetujuinya, termasuk juga penggunaan lembaga

“penawaran pembayaran yang diikuti dengan

konsinyasi pada Pengadilan Negeri” seperti yang diatur

dalam Pasal 1404 KUH Perdata. 49

5. Bahwa dalam keadaan yang memaksa, jika tanah yang

bersangkutan diperlukan untuk penyelenggaraan

kepentingan umum, dan tidak mungkin menggunakan

tanah yang lain, sedang musyawarah yang diadakan

tidak berhasil memperoleh kesepakatan, dapat

dilakukan pengambilan secara paksa, dalam arti tidak

memerlukan persetujuan pemegang haknya, dengan

menggunakan acara “Pencabutan Hak” yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961.

6. Bahwa dalam perolehan atau pengambilan tanah, baik

atas dasar kesepakatan bersama maupun melalui

pencabutan hak, pemegang haknya berhak memperoleh

imbalan atau ganti kerugian, yang bukan hanya

meliputi tanahnya, bangunan, dan tanaman pemegang

hak, melainkan juga kerugian-kerugian lain yang

dideritanya sebagai akibat penyerahan tanah yang

bersangkutan.

7. Bahwa bentuk dan jumlah imbalan ganti kerugian

tersebut, juga jika tanahnya diperlukan untuk

kepentingan umum dan dilakukan pencabutan hak,

haruslah sedemikian rupa, hingga bekas pemegang

49 Ibid.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 59: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

48

Universitas Indonesia

haknya tidak mengalami kemunduran, baik dalam

bidang sosial maupun tingkat ekonominya.

Apabila asas-asas perolehan tanah itu ditaati, maka seharusnya

kegiatan perolehan tanah untuk berbagai kegiatan termasuk pembangunan

dapat berjalan dengan baik.50

Selain asas-asas tersebut ada beberapa hal yang harus diperhatikan

dalam perolehan tanah yakni:

a. Proyek

Yaitu apa yang dikembangkan atau dibangun di atas tanah yang

diperoleh. Tanah yang tersedia itu akan digunakan untuk keperluan

pribadi, usaha atau keperluan khusus lainnya.

b. Lokasi

Yaitu letak proyek yang bersangkutan. Untuk itu perlu diketahui

terlebih dahulu Rencana Tata Ruang Wilayah di DKI Jakarta

(mengenai Rencana Bagian Wilayah Kotanya). Apabila untuk

keperluan bisnis/proyek tertentu perlu dimohon Izin Prinsip dan

Izin Lokasi Peraturan menteri Negara Agraria/ kepala BPN Nomor

2 Tahun 1999 Tentang Ijzn Lokasi).

c. Status Tanah Yang tersedia

Mengenai tanah yang tersedia dikaitkan dengan segi fisik dan segi

yuridisnya yakni sebagai berikut:

1). Segi Fisik Tanah

Letaknya, batas-batasnya dan luasnya. Apabila telah

bersertipikat, data fisik dapat dibaca pada surat ukur yang

memuat keterangan tentang data fisiknya.

2). Segi Yuridis

Berkaitan dengan jenis haknya, pemegang haknya dan

hak-hak pihak ketiga yang membebaninya, serta

pewarisan menurut hukum (dikuasai oleh para ahli waris

pemegang haknya dan perbuatan hukum yang terjadi

50 Sihombing., op.cit., hal. 46-47

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 60: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

49

Universitas Indonesia

(misalnya diperoleh melalui jual beli, hibah, tukar

menukar atau bentuk pemindahan hak lainnya.51

d. Tata cara memperoleh tanah

Yang dimaksud dengan tata cara memperoleh tanah ialah prosedur

sesuai ketentuan hukum yang harus ditempuh dengan tujuan untuk

menimbulkan suatu hubungan hukum antara subyek tertentu

dengan tanah tertentu. Menurut hukum tanah nasional ada 5 macam

cara yang dapat ditempuh oleh perorangan, badan hukum ataupun

instansi pemerintah untuk dapat menguasai tanah yang diperlukan

untuk melepas tanahnya, cara tersebut tergantung dari 3 (tiga)

faktor pokok, yaitu:

1) Status tanah yang tersedia

2) Status hukum pihak yang menguasai tanah tersebut

3) Keinginan pemegang hak atas tanah yang diperlukan

untuk melepas tanahnya.

Adapun kelima cara itu adalah:

1) Permohonan hak khusus untuk tanah Negara dan

pendaftarannya.

2) Perjanjian dengan pemilik tanahnya misalnya sewa

menyewa atau Build Operate Transfer (BOT).

3) Pemindahan hak yang dapat berupa jual beli, tukar

menukar maupun hibah yang diikuti dengan

pendaftarannya.

4) Pembebanan/pelepasan hak yang harus diikuti dengan

permohonan hak dan pendaftarannya.

5) Pencabutan hak apabila tanah digunakan untuk

kepentingan umum yang juga harus diikuti dengan

permohonan hak dan pendaftarannya.52

51

Ibid., hal. 49-50. 52

Ibid., hal. 191.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 61: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

50

Universitas Indonesia

2.8 IZIN LOKASI

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa perolehan tanah

diperlukan untuk memenuhi beberapa keperluan, yaitu keperluan pribadi

(membangun rumah tinggal), dan keperluan/ kegiatan usaha. Dengan

mengetahui status tanah yang tersedia dan status hukum calon subyek

penerimanya, dapat diketahui bagaimana cara memperoleh tanah tersebut.

Apabila tanah yang diperoleh dimaksudkan untuk memenuhi

keperluan pribadi (membangun rumah tinggal), tidak diperlukan persyaratan

tertentu sebelum tata cara perolehan tanah dilalui. Lain halnya dengan

apabila tanah yang diperoleh itu untuk kegiatan usaha (biasanya bentuk

usahanya Perseroan terbatas, yang sahamnya dimiliki swasta, baik

perusahaan dalam rangka penanaman modal asing maupun penanaman

modal dalam negeri), maka sebelum melakukan kegiatan perolehan tanah

itu, diperlukan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi. Persyaratan

tertentu itu adalah pemilikan ijin prinsip dan ijin lokasi. Tanpa ijin-ijin

tersebut perusahaan yang bersangkutan dilarang melakukan kegiatan

memperoleh tanah bagi keperluan usahanya.53

Adapun yang dimaksud dengan ijin lokasi adalah ijin yang

diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan

dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai ijin pemindahan

hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha

penanaman modalnya.54

Ijin lokasi merupakan persyaratan yang perlu

dipenuhi dalam hal suatu perusahaan akan memperoleh tanah dalam rangka

penanaman modal. Maksud dari pernyataan ini adalah untuk mengarahkan

dan mengendalikan perusahaan-perusahaan dalam memperoleh tanah

mengingat penguasaan tanah harus memperhatikan kepentingan masyarakat

banyak dan penggunaan tanah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang

berlaku dan dengan kemampuan fisik tanah tersebut.55

53

Ibid., hal. 67 54

Pasal 1 angka 1 PMNA/KBPN Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi. 55

Hutagalung., op. cit., hal. 54.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 62: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

51

Universitas Indonesia

Dalam PMNA/KBPN Nomor 2 Tahun 1999 disebutkan bahwa ijin

lokasi ditandatangani oleh Bupati/Walikotamadya atau untuk Daerah

Khusus Ibukota Jakarta ditandatangani oleh Gubernur Kepala daerah

Khusus Ibukota Jakarta, setelah diadakan rapat koordinasi antar instansi

terkait, yang dipimpin oleh Bupati/Walikotamadya atau untuk DKI Jakarta

oleh Gubernur DKI Jakarta, atau oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap

olehnya. Ketentuan mengenai tata cara permohonan ijin lokasi berdasarkan

Pasal 7 ayat 2 PMNA/KBPN 2 Tahun 1999 masih menggunakan tata cara

PMNA/KBPN Nomor 2 Tahun 1993 yaitu permohonan ijin lokasi diajukan

oleh perusahaan yang bersangkutan kepada pemerintah Daerah

Kabupaten/Kota dengan melampirkan Surat Persetujuan Penanaman Modal

(apabila PMDN) atau Surat Pemberitahuan Persetujuan Presiden (apabila

PMA), dalam surat permohonan tersebut disebutkan:

a. Nama dan identitas yang mewakili perusahaan;

b. Tujuan permohonan ijin lokasi;

c. Keterangan mengenai perusahaannya, seperti nama perusahaan

yang bersangkutan/bentuk badan usahanya, alamat perusahaan,

fotokopi akta pendirian perusahaan, fotokopi NPWP;

d. Keterangan tentang tanah yang akan dimohonkan ijin lokasi,

yaitu luas areal tanahnya letak tanahnya, sketsa gambar kasar,

status tanahnya, penggunaan tanah itu sekarang. Dalam surat

permohonan itu juga dimuat:

1). Pernyataan kesanggupan akan memberikan imbalan,

dan/atau menyediakan tempat penampungan bagi

(bekas) pemilik atau yang berhak atas tanah.

2) Uraian rencana proyek yang akan dibanguan

sebagaimana tercantum dalam proyek proposal yang

diajukan pada saat pemohon mengajukan ijin

prinsip.

Adapun hal-hal yang dipertimbangkan dalam pemberian ijin lokasi

adalah sebagai berikut:

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 63: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

52

Universitas Indonesia

1) Kesesuaian tujuan penggunaan tanah yang dimohon dengan

rencana tata ruang wilayah atau rencana lainnya yang dipakai

sebagai acuan;

2) Kemungkinan adanya tumpang tindih dalam peruntukan dengan

kegiatan lainnya;

3) Kepastian lokasi dan luas tanah yang dapat diberikan;

4) Status tanah yang dimohon;

5) Kemungkinan dan kepentingan pihak ke 3 yang ada di lokasi yang

dimohon;

6) Persyaratan yang masih diperlukan

Berdasarkan Pasal 8 ayat 2 Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang

ijin lokasi, ditegaskan bahwa sebelum tanah dibebaskan oleh pemegang ijin

lokasi, para pemegang hak atas tanah masih tetap mempunyai semua

kewenangan yang diberikan oleh hak atas tanahnya.

Peraturan tersebut diatas dapat digunakan sebagai pengendali bagi

para pemegang ijin lokasi yang tidak segera melaksanakan kewajibannya,

yaitu dengan memberikan batasan waktu ijin lokasi. Ijin lokasi diberikan

untuk jangka waktu sebagai berikut:

a. Ijin lokasi seluas sampai dengan 25 Ha: 1 (satu) tahun;

b. Ijin lokasi seluas lebih dari 25 Ha s/d 50 Ha: 2 (dua) tahun;

c. Ijin lokasi seluas lebih dari 50 Ha: 3 (tiga) Tahun.

Dalam jangka waktu tersebut, pemegang ijin lokasi harus

menyelesaikan perolehan tanah. Apabila dalam jangka waktu tersebut belum

selesai, maka ijin lokasi dapat diperpanjang selama 1 (satu) tahun dan

apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai lebih dari 50 % (persen) dari

luas tanah yang ditunjuk dalam ijin lokasi (Pasal 5 ayat 1, 2 dan 3)56

.

Kemudian apabila perolehan tanah tidak dapat diselesaikan dalam

jangka waktu ijin lokasi, termasuk perpanjangannya maka perolehan tanah

56

Tim Pengajar Land Reform Dan Tata Guna Tanah, op.cit., hal. 109.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 64: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

53

Universitas Indonesia

tidak dapat dilakukan lagi. Terhadap bidang-bidang tanah yang sudah

diperoleh dilakukan tindakan sebagai berikut:

- Dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal

dengan penyesuaian mengenai luas pembangunan, dengan

ketentuan bahwa apabila diperlukan masih dapat dilaksanakan

perolehan bidang tanah yang merupakan satu kesatuan bidang

tanah;

- Dilepaskan kepada perusahaan atau pihak lain yang memenuhi

syarat.

Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi (SP3L) dan Surat Izin

Peruntukan Penggunaan Tanah (SIPPT)

Pemerintah DKI Jakarta menetapkan tentang Petunjuk Pelaksanaan

Pemberian Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/Lahan atas bidang

tanah untuk pembangunan fisik kota DKI Jakarta (SP3L) dengan beberapa

tujuan yaitu:

a. Terselenggaranya upaya pengendalian dan pengawasan

pembebasan dan pemanfaatan tanah yanag luasnya lebih dari

5000m2.

b. Berlangsungnya percepatan kegiatan peremajaan kota;

c. Optimalnya penggunaan tanah pada kawasan strategis;

d. Terpenuhinya prinsip subsidi silang, bahwa yang kuat harus

membantu yang lemah;

e. Pengarahan rencana kota dapat terselenggara;

f. Tercegahnya kegiatan para spekulan tanah.

Adapun syarat-syarat perolehan SP3L adalah sebagai berikut:

1. Pemohon harus berbentuk badan Perseroan Terbatas, Perseroan

Komanditer, BUMN/BUMD. dengan nama dan bentuk apapun,

firma, kongsi, perkumpulan, koperasi, yayasan atau lembaga dan

bentuk usaha tetap.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 65: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

54

Universitas Indonesia

2. Permohonan diajukan secara tertulis dengan mengisi formulir yang

disediakan oleh Dinas Tata Kota Cq. Sekretariat Badan.57

Sejarah disyaratkannya izin dalam bentuk Ijin Penggunaan Tanah

(IPPT) dilatarbelakangi karena tidak adanya pengendalian mengenai

penggunaan dan peruntukan tanah yang pada saati itu (Tahun 1972) Pend

dari DKI Jakarta belum mempunyai RUTR yang baru disahkan pada tahun

1984 oleh DPRD DKI Jakaarta. Secara yuridis, mekanisme pengendalian

tersebut baru mulai dilaksanakan berdasarkan Surat Keputusan Gubernur

Kepala DKI Jakarta Nomor 16/10/I/8/67 tentang Pembentukan Badan

Pertimbangan Gubernur Kepala daerah mengenai Masalah Tanah dan

Hubungannya dengan Pembangunan Fisik DKI Jakarta (BUPT) dan

kemudian dikeluarkan surat keputusan Nomor Da.11/3/11/1972 Gubernur

DKI tentang Prosedur Permohonan Ijin Membebaskan dan Penunjukkan dan

Penggunaan Tanah serta Prosedur Pembebasan Tanah dan Benda-Benda

yang ada diatasnya untuk kepentingan Dinas dan Swasta di Wilayah DKI

Jakarta.

Pertimbangan Urusan Tanah (BPUT) dan permohonan tersebut

harus dilengkapi dengan:

a. pra-proposal proyek/prarancang bangun yang terdiri dari:

1) Aspek rencana kota/tata ruang.

2) Tata cara pembebasan tanah.

3) Aspek pembiayaan proyek.

4) Aspek tata laksana proyek.

5) Aspek sosial ekonomi proyek.

6) Aspek lingkungan hidup.

7) Jangka waktu penyelesaian pembebasan tanah untuk

pembangunan fisik

b. Rekomendasi Bank Pemerintah atau Bank Devisa untuk membiayai

pembebasan tanah dan pembangunan fisik proyek;

57

Hutagalung., op.cit., hal 110

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 66: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

55

Universitas Indonesia

c. Pernyataan kesanggupan untuk mematuhi semua persyaratan yang

telah ditetapkan;

d. Peta situasi 1:5000;

e. Fotokopi Akta Pendirian Badan Usaha;

f. Surat pernyataan kesanggupan untuk membiayai dan membangun

rumah susun murah beserta fasilitasnya seluas 20% dari luas areal

manfaat secara komersial dan atau ketentuan lainnya yang ditetapkan

oleh Gubernur DKI Jakarta.

Selain hal tersebut adapula persyaratan lain yang harus dipenuhi

oleh pemohon yaitu:

a Pelaksanaan pembebasan tanah untuk kepentingan proyek

pembangunan harus dilaksanakan secara utuh dalam satu

kesatuan lokasi/tanah.

b. Apabila realisasi pembebasan tersebut tidak terlaksana secara

utuh, maka terhadap tanah yang telah dibebaskan tersebut dapat

dialihkan secara sepihak oleh Gubernur DKI Jakarta kepada

pihak lain dengan penggantian sebesar harga pembebasan

ditambah 20% biaya administrasi dari harga pembebasan tanah.

c. Terhadap lokasi yang dimohon dengan kondisi lapangan

dan/atau menurut rencana kota peruntukannya adalah

perumahan yang luasnya 5000 m2 (Meter persegi) atau lebih,

kepada pemohon diwajibkan membiayai dan membangun rumah

susun murah beserta fasilitasnya sebesar 20 % dari areal manfaat

secara komersial dan atau ketentuan lainnya yang ditetapkan

Gubernur DKI Jakarta. Pembangunan rumah susun murah yang

dimaksud tersebut lokasi dan persyaratan penjualannya

ditetapkan kemudian oleh Gubernur DKI.

3. Pemohon berkewajiban mengganti prasarana dan sarana kota

yang ada dalam lokasi/tanah yang dimohon.

4. Terhadap tanah yang telah dibebaskan sesuai dengan SP3L

dimaksud, harus dilengkapi dengan rekomendasi keabsahan

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 67: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

56

Universitas Indonesia

pemilikannya dari Kantor Pertanahan setempat dean paling

lambat 30 (tiga puluh) hari sejak dikeluarkan rekomendasi

tersebut harus mengajukan Permohonan Surat Ijin Penunjukkan

Penggunaan Tanah (SIPPT) kepada Gubernur DKI Jakarta.

SP3L berlaku untuk jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak

diterbitkannya dan batal dengan sendirinya jika jangka waktu tersebut dan

segala resikonya menjadi beban tanggungan Pemohon kecuali ada

persetujuan perpanjangan secara tertulis dari Gubernur DKI jakarta.

Sedangkan untuk persyaratan pengajuan permohonan SIPPT meliputi:

1). Fotocopy akte badan hukum/tanda kenal diri.

2) Peta situasi terukur/Keterangan Rencana Kota dari SDTK

wilayah yang bersangkutan.

3). Rekomendasi Kanwil Badan Pertanahan Nasional DKI

Jakarta.

4). Rancang bangun (Project Proposal) tentang rencana

Pembangunannya.

5). Bukti pelunasan PBB tahun terakhir.

6). Rekomendasi dari instansi terkait.58

2.9 GANTI RUGI HAK ATAS TANAH UNTUK KEPENTINGAN

UMUM.

2.9.1. Pengertian Ganti Rugi.

Istilah ganti rugi atau penggantian kerugian biasanya dipakai dalam

bidang keperdataan, baik itu mengenai ingkar janji (wanprestasi),

pelanggaran hukum maupun bidang penggantian pertanggungan kerugian.

Sehubungan dengan istilah tersebut diatas, maka R Setiawan, S.H.

pernah mengatakan bahwa ganti rugi dapat berupa penggantian dari pada

prestasi, tetapi dapat berdiri sendiri disamping prestasi.59

58 Hutagalung, op.cit., hal. 111-113 59 R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, (Bandung, Bina Cipta, 1987), hal. 18.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 68: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

57

Universitas Indonesia

Sedangkan Prof. R. Subekti, S.H. mengatakan; Bahwa seorang

debitur telah diperingatkan dengan tegas dan ditagih janjinya, apabila tetap

tidak melaksanakan prestasinya maka dinyatakan lalai atau alpa dan

kepadanya diberikan sanksi-sanksi yaitu ganti rugi, pembatalan perjanjian

dan peralihan resiko. Demikian juga beliau menyatakan bahwa Undang-

undang pertanggungan merupakan suatu perjanjian, dimana penanggung

menerima premi dengan kesanggupan mengganti kerugian keuntungan yang

ditangung atau yang mungkin diderita sebagai akibat tertentu.60

Jadi kalau dilihat dari pendapat sebagaimana tersebut bahwa

tuntutan ganti rugi hanya dapat dinyatakan dengan uang. Dan selanjutnya

timbul pertanyaan apa yang dimaksud dengan pengertian ganti rugi

tersebut? istilah ganti rugi biasanya terjadi akibat adanya ingkar janji dan

perbuatan melanggar hukum. Dalam pemenuhan prestasi kewajiban terletak

pada debitur, sehingga apabila debitur tidak melaksanakan kewajiban

tersebut bukan karena keadaan memaksa, maka si debitur dinyatakan lalai.

Adapun bentuk dari pada ingkar janji ada tiga macam yaitu;

1. Tidak memenuhi prestasi.

2. Terlambat memenuhi prestasi.

3. Memenuhi prestasi secara tidak baik.61

Sehubungan dengan dibedakan ingkar janji seperti diatas timbul

persoalan apakah debitur yang tidak memenuhi prestasi tepat pada waktunya

harus dianggap terlambat atau tidak memenuhi prestasi sama sekali ? Dalam

hal debitur tidak lagi mampu memenuhi prestasinya, maka debitur tidak

memenuhi prestasinya sama sekali. Sedangkan jika prestasi debitur masih

dapat diharapkan pemenuhannya, maka digolongkan kedalam terlambat

memenuhi prestasi. Jika debitur memenuhi prestasi secara tidak baik , ia

dianggap terlambat memenuhi prestasi jika prestasinya masih dapat

diperbaiki dan jika tidak, maka dianggap tidak memenuhi prestasi sama

sekali.

60 R. Subekti, Aneka Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1985), hal. 163. 61 R. Setiawan, loc cit, hal.18

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 69: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

58

Universitas Indonesia

Seorang debitur yang dinyatakan lalai dapat membawa akibat

kerugian pada dirinya, karena sejak itu si debitur berkewajiban mengganti

kerugian dikarenakan perbuatannya , sehingga si Kreditur dapat menuntut

kepada debitur berupa;

1) Pemenuhan perikatan.

2) Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi.

3) Ganti rugi.

4) Pembatalan persetujuan timbal balik.

5) Pembatalan dengan ganti rugi.62

Di dalam tuntutan ganti rugi karena wanprestasi ketentuan yang

dipakai adalah Pasal 1365 KUH Perdata, pada dasarnya untuk tuntutan

karena wanprestasi harus dapat dibuktikan dahulu bahwa kreditur telah

menderita kerugian dan beberapa jumlah kerugian itu.

Dalam Pasal 1246 KUH Perdata disebutkan bahwa faktor-faktor

yang dapat menentukan tuntutan ganti rugi karena wanprestasi, yaitu;

1. Kerugian yang nyata diderita.

2. Keuntungan yang harus diperoleh.

Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, apabila ganti rugi

ditafsirkan secara luas yaitu suatu perjanjian atau perikatan yang diadakan

antara debitur dan kreditur yang mengikat secara hukum dimana salah satu

pihak (debitur) melakukan kelalaian atau alpa karena sesuatu hal tertentu

yang karena keadaan memaksa yang menyebabkan pihak lain (kreditur)

mengalami kerugian dan dengan kejadian itu pihak yang merasa dirugikan

dapat menuntut pemenuhan prestasinya.

Pengertian ganti rugi. berdasarkan Pasal 1 ayat (11) Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005, ganti rugi adalah

penggantian terhadap kerugian baik bersifat fisik dan atau non-fisik sebagai

akibat dari pengadaan tanah kepada yang mempunyai tanah, bangunan,

tanaman, dan atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang dapat

62 Ibid., hal. 18.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 70: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

59

Universitas Indonesia

memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan

ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah.

Jadi istilah ganti rugi dimaksud dalam pengadaan tanah untuk

kepentingan umum berbeda dengan pengertian ganti rugi sebagai akibat dari

ingkar janji dan atau akibat suatu perbuatan melanggar hukum.

2.9.2 Bentuk Dan Dasar Ganti Rugi Dalam Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Umum

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun

2006 tentang Perubahan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang

Pelaksanaan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum, Pasal 13, bentuk ganti rugi dapat berupa:

a). Uang; dan atau

b). Tanah pengganti; dan atau

c). Pemukiman kembali; dan atau

d). Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian

sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c;

e). Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.

Dengan dasar perhitungan sebagaimana diatur dalam Pasal 15

yaitu;

1) Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas:

a. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau Nilai nyata/sebenarnya

dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) tahun

berjalan berdasarkan Penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga

Tanah yang ditunjuk oleh Panitia;

b. Nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang

bertanggung jawab di bidang pembangunan;

c. Nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang

bertanggungjawab dibidang pertanian.

2) Dalam rangka penetapan dasar perhitungan ganti rugi, Lembaga/Tim

Penilai Harga Tanah ditetapkan oleh Bupati/Walikota atau Gubernur

bagi Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 71: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

60

Universitas Indonesia

Sedangkan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Yang

Luasnya Kurang Dari Satu Hektar menurut Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 Pasal 59 ayat 1:

(1) Bentuk dan/atau besarnya ganti rugi pengadaan tanah

secara langsung ditetapkan berdasarkan musyawarah

antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan

pemilik.

(2) Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

berpedoman pada NJOP atau nilai nyata/sebenarnya

dengan memperhatikan NJOP tahun berjalan di sekitar

lokasi.

Dalam Pasal 15 ayat (1a) sebagaimana mana tersebut maka

penuliskan menguraikan pendapat John Salindeho mengenai pengertian

harga dasar dan harga umum setempat atas tanah yang terkena pembebasan

hak atas tanah.63

Karena dikatakan Harga dasar atau NJOP maka harus

menjadi dasar untuk menentukan harga tanah/uang ganti rugi untuk tanah.

Sedangkan harga umum setempat diartikan suatu harga tanah yang terdapat

secara umum dalam rangka transaksi tanah di suatu tempat.64

Boleh dikata harga umum yaitu setempat atau harga pasaran adalah

hasil rata-rata harga penjualan pada suatu waktu tertentu, sedangkan tempat

berarti suatu wilayah/lokasi didalam suatu kabupaten/kota dapat saja

bervariasi menurut keadaan tanah, harga dasar yang tumbuh dari dan

berakar pada harga umum setempat, ditinjau harga umum tahun berjalan.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu kiranya dikemukakan

pendapat Boedi Harsono yaitu bahwa hak milik atas tanah yang diperlukan

itu dilepaskan oleh pemiliknya setelah ia menerima uang ganti kerugian dari

pihak yang mengadakan pembebasan, ganti rugi tersebut sudah barang tentu

63 John Salindeho, op cit. hal 61 64 Ter Haar, dikutip dari John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan Jakarta, Sinar

Grafika 1987), hal. 62.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 72: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

61

Universitas Indonesia

sama dengan harga tanah sebenarnya.65

Sehingga jelas bahwa pengertian

uang ganti kerugian itu sama dengan harga tanah.

Dari uraian tersebut yang menjadi subtansi ganti rugi harus

didasarkan diantaranya;

1. didasarkan pada produk hukum putusan yang bersifat mengatur.

2. ganti rugi baru dapat dibayarkan setelah diperoleh hasil

keputusan final musyawarah.

3. mencakup bidang tanah, bangunan serta tanaman yang dihitung

berdasarkan tolok-ukur yang telah disepakati.

4. wujud ganti rugi: uang dan/atau tanah pengganti dan/atau

pemukiman kembali, gabungan atau bentuk lain yang disepakati

para pihak.

2.10 TINJAUAN UMUM KONSINYASI

Secara garis besar Konsinyasi adalah penawaran pembayaran tunai

diikuti dengan penyimpanan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1404-1412

KUH Perdata. Beberapa ketentuan tersebut antara lain sebagai berikut: 66

1. Pasal 1404 KUH Perdata menyatakan:

“Jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berhutang dapat

melakukan penawaran pembayaran tunai apa yang diutangkan, dan

jika si berpiutang menolaknya, menitipkan uang atau barangnya

kepada pengadilan.

Penawaran yang sedemikian, diikuti dengan penitipan, membebaskan

si berhutang dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran

itu telah dilakukan dengan cara menurut undang-undang sedangkan

apa yang dititipkan secara itu tetap atas tanggungan si berpiutang.”

2. Pasal 1405 KUH Perdata menyatakan:

“Agar supaya penawaran yang sedemikian itu sah adalah perlu:

1. bahwa ia dilakukan kepada seorang berpiutang atau

kepada seorang berkuasa menerimanya untuk dia;

65 Boedi Harsono, dikutip dari John salindeho, op.cit., hal 66. 66 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Yogyakarta:

Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004), hal. 57-58.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 73: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

62

Universitas Indonesia

2. bahwa ia dilakukan oleh seorang yang berkuasa

membayar;

3. bahwa ia mengenai semua uang pokok dan bunga yang

dapat ditagih, beserta biaya yang telah ditetapkan dan

mengenai sejumlah uang untuk biaya yang belum

ditetapkan, dengan tidak mengurangi penetapan

terkemudian;

4. bahwa ketetapan waktu telah tiba, jika itu dibuat untuk

kepentingan si berpiutang;

5. bahwa syarat dengan mana utang yang telah dibuat, telah

dipenuhi;

6. bahwa pembayaran dilakukan di tempat, dimana menurut

persetujuan pembayaran harus dilakukan, dan jika tiada

suatu persetujuan khusus mengenai itu, kepada si

berpiutang atau ditempat tinggal yang telah dipilihnya;

7. bahwa penawaran itu dilakukan oleh seorang Notaris atau

juru sita, kedua-duanya disertai dua saksi.

3. Pasal 1407 KUH Perdata menyatakan:

“Biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran

pembayaran tunai dan penyimpanan, harus dipikul oleh si berpiutang,

jika perbuatan-perbuatan telah dilakukan menurut undang-undang.”

4. Pasal 1408 KUH Perdata menyatakan:

“Selama apa yang dititipkan tidak diambil oleh si berpiutang, si

berhutang dapat mengambilnya kembali dalam hal itu orang-orang

yang turut berhutang dan para penanggung utang tidak dibebaskan.”

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa

hal, antara lain sebagai berikut:

a. Penawaran pembayaran tunai yang diikuti oleh penyimpanan

(Konsinyasi) terjadi apabila dalam suatu perjanjian, kreditur

tidak bersedia menerima prestasi yang dilakukan oleh debitur.

Wanprestasi pihak kreditur ini disebut “mora kreditoris”.67

b. Penawaran sah bilamana telah memenuhi syarat bahwa utang

telah dibuat. Ini berarti bahwa penawaran hanya dikenal bila

67 Mariam Darus Badrulzaman, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Buku III tentang Hukum

Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 171.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 74: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

63

Universitas Indonesia

sudah ada hubungan hutang-piutang. Jelaslah bahwa lembaga

konsinyasi bersifat limitatif.68

Selanjutnya di dalam Pasal 17 ayat (2) Keppres No.55 Tahun 1993

dinyatakan bahwa dalam hal tanah, bangunan, tanaman atau benda yang

berkaitan dengan tanah yang dimiliki bersama-sama oleh beberapa orang,

sedangkan satu atau beberapa orang dari mereka tidak dapat dipertemukan,

maka ganti rugi yang menjadi hak orang yang tidak dapat dipertemukan

tersebut dikonsinyasikan di pengadilan negeri setempat oleh instansi

pemerintah yang memerlukan tanah.

Konsinyasi yang dikenal di dalam Keppres No.55 Tahun 1993

hanyalah untuk keperluan penyampaian ganti rugi yang telah disepakati,

akan tetapi orang yang bersangkutan tidak diketemukan.69

Berdasarkan ruang lingkup Keppres No.55 Tahun 1993 jelas

diketahui bahwa peraturan pengadaan tanah ini hanya berlaku bagi

pengadaan tanah yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah untuk

kepentingan umum. Oleh karena itu konsinyasi hanya bisa diterapkan untuk

pembayaran ganti rugi untuk pengadaan tanah dilakukan oleh Instansi

Pemerintah untuk kepentingan umum, dengan catatan memang telah ada

kesepakatan diantara kedua belah pihak: yang membutuhkan tanah dan

pemegang hak atas tanah dan pemilik bangunan, tanaman dan atau benda-

benda yang ada di atas tanah tersebut.70

Mahkamah Agung Republik Indonesia juga menegaskan melalui

putusannya Reg. No. 3757 PK/Pdt/1991 tanggal 6 Agustus 1991 yang

menyatakan bahwa konsinyasi tidak dapat diterapkan dalam pengadaan

tanah yang dilakukan oleh pemerintah. Konsinyasi hanya dikenal atau diatur

dalam KUH Perdata dan Keppres No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang

68 Oloan Sitorus, SKH Sinar Indonesia Baru, 6 Juli 1994, dalam Oloan Sitorus dan Dayat

Limbong, Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia,

2004), hal. 80. 69 Abdulrrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum, (Bandung: Citra Aitya Bakti, 1994), hal. 66. 70 Oloan Sitorus dan Dayat Limbong, op.cit., hal. 59.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 75: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

64

Universitas Indonesia

sekarang telah dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Peraturan Presiden

Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,sebagaimana telah diubah dengan

Perpres Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden

Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Pada tanggal 21 Mei 2007 terbit Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional (BPN) No. 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan

Pelaksanaan Perpres No. 36 Tahun 2005 yang telah diubah dengan Perpres

No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Perpres No. 36 Tahun 2005.

Secara garis besar butir-butir penting dalam Peraturan Kepala BPN

No. 3 Tahun 2007 itu berkaitan dengan konsinyasi adalah penilaian harga

tanah oleh Tim Penilai Harga Tanah didasarkan pada NJOP atau nilai nyata

dengan memerhatikan NJOP tahun berjalan, dan dapat berpedoman pada 6

(enam) variabel yakni lokasi, letak tanah, status tanah, peruntukan tanah,

kesesuaian penggunaan tanah dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah

(RTRW), sarana dan prasarana, dan faktor-faktor lain.

Penilaian harga bangunan dan atau tanaman dan/atau benda-benda

lain dilakukan oleh instansi terkait. Hasil penilaian diserahkan kepada P2T

untuk digunakan sebagai dasar musyawarah.

Ketentuan musyawarah diatur dalam Pasal 31-38, kesepakatan

dianggap telah tercapai bila 75 persen luas tanah telah diperoleh atau 75

persen pemilik telah menyetujui bentuk dan besarnya ganti rugi. Jika

musyawarah tidak mencapai 75 persen, maka dapat terjadi 2 (dua)

kemungkinan, yakni:

1. Jika lokasi dapat dipindahkan, Panitia Pembebasan Tanah (PPT)

mengusulkan kepada instansi pemenntah yang memerlukan

tanah untuk memindahkan lokasi;

2. Jika lokasi tersebut tidak dapat dipindahkan (sesuai kriteria

dalam Pasal 39), maka kegiatan pengadaan tanah tetap

dilanjutkan. Jika 25 persen dah pemilik belum sepakat tentang

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 76: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

65

Universitas Indonesia

bentuk dan besarnya ganti rugi atau 25 persen lugs tanah belum

diperoleh, P2T melakukan musyawarah kembali dalam jangka

waktu 120 hari kalender.

Jika jangka waktu 120 hari lewat, maka:

“Bagi yang telah sepakat mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi, ganti

rugi diserahkan dengan Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi atau Berita

Acara Penawaran Ganti Rugi. Bagi yang tetap menolak, ganti rugi dititipkan

oleh instansi pemerintah di Pengadilan Negeri (PN) setempat berdasarkan

Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi.”

PPT Kabupaten/Kota membuat Berita Acara Hasil Pelaksanaan

Musyawarah dan Penetapan Bentuk dan/atau besarnya ganti rugi yang

ditandatangani oleh seluruh anggota PPT, instansi pemerintah yang

memerlukan tanah dan para pemilik.

Putusan PPT tentang bentuk dan/atau besarnya ganti rugi diatur

dalam Pasal 40-42. Pemilik yang berkeberatan terhadap putusan PPT dapat

mengajukan keberatan disertai alasannya kepada Bupati/Walikota

/Gubernur/Mendagri dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari.

Putusan penyelesaian atas keberatan diberikan dalam waktu paling lama 30

(tiga puluh) hari. Bila pernilik tetap berkeberatan dan lokasi pembangunan

tidak dapat dipindahkan, Bupati/Walikota/Gubernur/Mendagri mengajukan

usul pencabutan hak atas tanah menurut Undang-undangNomor 20 tahun

1961.

Berkaitan dengan pembayaran ganti rugi, ketentuan Pasal 43-47

mengatur yang berhak menerima ganti rugi adalah:

1. Pemegang hak atas tanah;

2. Nazir untuk tanah wakaf;

3. Ganti rugi tanah untuk HGB/HP yang diberikan di atas tanah

HGB/HPL, diberikan kepada pemegang HGB/HPL

4. Ganti rugi bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda

yang ada di atas tanah HGB/HP yang diberikan di atas tanah

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 77: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

66

Universitas Indonesia

HGB/HPL, diberikan kepada pemilik bangunan dan/atau

tanaman dan/atau benda-benda tersebut.

Ganti rugi dalam bentuk uang diberikan dalam waktu paling lambat

60 (enam puluh) hari sejak tanggal keputusan. Untuk ganti rugi yang tidak

berupa uang, penyerahannya dilakukan dalam jangka waktu yang disepakati

para pihak.

Ganti rugi diberikan dalam bentuk:

1. Uang;

2. Tanah dan/atau bangunan pengganti atau permukiman kembali;

3. Tanah dan/atau bangunan dan/atau fasilitas lainnya dengan nilai

paling kurang sama dengan harta benda wakaf yang dilepaskan;

4. Recognise berupa pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain

yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat setempat (untuk

tanah ulayat), atau sesuai keputusan pejabat yang berwenang

untuk tanah instansi pemerintah atau pemerintah daerah.

Penitipan ganti rugi karena sebab-sebab tertentu (Pasal 48),

yakni:

1) Yang berhak atas ganti rugi tidak diketahui

keberadaannya;

2) Tanah, bangunan, tanaman dan atau benda lain

terkait dengan tanah sedang menjadi obyek perkara

di pengadilan;

3) Sengketa pemilikan yang masih berlangsung dan

belum ada penyelesaiannya;

4) Tanah, bangunan, tanaman dan benda-benda lain

yang terkait dengan tanah sedang diletakkan seta

oleh pihak yang berwenang. Penitipan ganti rugi

dilakukan dengan permohonan penitipan kepada

Ketua Pengadilan Negeri.

Perpres maupun Peraturan Kepala BPN No. 3/2007 menyebutkan

tentang bentuk ganti kerugian berupa permukiman kembali, namun tidak

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 78: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

67

Universitas Indonesia

merincinya lebih lanjut. Sebagaimana diketahui, permukiman kembali itu

meupakan proses tersendiri yang memerlukan perhatian mengenai berbagai

hal, antara lain:

(a) bahwa pemilihan lokasi permukiman kembali harus merupakan

hasil musyawarah dengan pihak yang akan dipindahkan dengan

mengikutsertakan masyarakat penerima;

(b) lokasi pemindahan harus dilengkapi sarana dan prasarana serta

fasilitas umum. Prasarana dan sarana tersebut harus dapat juga

dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Demikian juga perpres

tidak menyinggung tentang ganti kerugian terhadap faktor

nonfisik berupa upaya pemulihan pendapatan (income

restoration).

2.11 ANALISIS PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN

UMUM (STUDI KASUS PEMBANGUNAN JALAN TOL JORR

West 2)

2.11.1 Kasus Posisi

Berdasarkan uraian mengenai prinsip-prinsip hak penguasaan atas

tanah, pembebasan tanah dalam rangka pembangunan yang tidak

diimbangi dengan kompensasi atau pembayaran ganti rugi yang layak

dengan alasan untuk “kepentingan umum”, sebagaimana banyak kasus

terjadi di Pemprov DKI Jakarta yang salah satunya adalah pembangunan

jalan layang (fly over) dan jalan tol, mendorong penulis untuk meneliti

sengketa tanah antara Pemprov DKI Jakarta dan PT. CI selaku

perusahaan pengembang perumahan yang perkaranya telah diajukan ke

PTUN dan telah dimenangkan sampai dengan tingkat kasasi,

sebagaimana Keputusan Mahkamah Agung Nomor 67/G/2011/PTUN-

JKT tanggal 15 Agustus 2011.

PT CI selaku perusahaan pengembang perumahan telah

mengajukan gugatan terhadap Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

(selanjutnya disebut “Pemprov DKI Jakarta”) melalui Pengadilan Tata

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 79: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

68

Universitas Indonesia

Usaha Negara (selanjutnya disebut “PTUN”) pada tanggal 22 Maret

2011, atas Surat yang diterbitkan oleh Gubernur Pemprov DKI Jakarta

tanggal 5 November 2008 Nomor 2349/-1.711. 5. (selanjutnya disebut

“Obyek Sengketa”).

Menurut PT. CI selaku Penggugat, Obyek Sengketa tersebut

telah tepat dan benar dijadikan dasar atau alasan untuk mengajukan

gugatan. Pasal 1 angka 9 Undang-undang Nomor 51 Tahun 2009

Tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986

Tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyatakan :

Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu Penetapan tertulis

yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara

yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara yang

berdasarkan peraturan yang berlaku, yang bersifat konkret,

individual dan final yang menimbulkan akibat hukum bagi

seseorang atau Badan Hukum Perdata.

Konkret karena berupa penetapan yang mengandung isi atau

substansi dan maksud yang jelas serta berbentuk tertulis yaitu Surat

Gubernur Nomor 2349/-1.711.52 tanggal 5 November 2008 yang

ditujukan kepada PT. CI, sedangkan individual karena tidak ditujukan

untuk umum , tetapi langsung kepada PT. CI, sebagai Badan Hukum

Perdata. Final karena sudah memenuhi sifat definitif, dikeluarkan oleh

pihak yang berwenang dan tidak memerlukan persetujuan Instansi lain

diatasnya.

Obyek Sengketa tersebut berisi perbaikan butir kewajiban yang

tercantum dalam Surat Gubernur tanggal 1 Oktober 1997 Nomor 2477/-

1.711.5, yang merupakan Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah

(selanjutnya disebut “SIPPT”), yang isinya memuat revisi atas poin 5 b

SIPPT tahun 1997, sehingga isinya menjadi:

a. Penyempurnaan lahan untuk Tegangan Tinggi seluas

±65.070 m2 (enam puluh lima ribu tujuh puluh meter

persegi) dan penyempurnaan Hijau Umum seluas 9.312

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 80: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

69

Universitas Indonesia

m2 (Sembilan ribu tiga ratus dua belas meter persegi) agar

diserahkan kepada Perusahan Listrik Negara (selanjutnya

disebut PLN) diubah menjadi kepada Pemprov DKI

Jakarta.

b. Untuk tanah Jalan Tol seluas ±116.809 m2 (seratus enam

belas ribu delapan ratus sembilan meter persegi) agar

diserahkan kepada Bina Marga (Departemen Pekerjaan

Umum) diubah menjadi diserahkan kepada Pemprov DKI

Jakarta.

Disamping surat tersebut PT. CI juga telah menerima

beberapa kali surat teguran sebagai tindak lanjut tidak ditanggapinya

Surat Gubernur tersebut diatas. Adapun surat-surat tersebut adalah

sebagai berikut:

a. Surat Gubernur PemProv DKI Jakarta Nomor 1705/-

076.98 tertanggal 7 September 2009, perihal Pemenuhan

Kewajiban Fasilitas Sosial dan Fasilitas Umum (selanjutnya

disebut “Fasos/Fasum”).

b. Surat Gubernur PemProv DKI Jakarta No. 277/076.98

tertanggal 22 Februari 2010, perihal Teguran I Penyelesaian

Kewajiban Fasos/Fasum.

c. Surat Gubernur PemProv DKI Jakarta No. 784/-076.98

tertanggal28 April 2010, Perihal Teguran II Penyelesaian

Kewajiban Fasos/Fasum.

d. Surat Gubernur PemProv DKI Jakarta No. 2431/-076.98 ter

tanggal 18 Oktober 2010, perihal Teguran III Penyelesaian

Kewajiban Fasos/Fasum.

Dengan demikian dari surat-surat yang telah diterbitkan tersebut

di atas Pemprov DKI Jakarta pada prinsipnya meminta kepada PT. CI

untuk segera memenuhi kewajiban menjadikan tanah jalan tol seluas

116.806 m2 (seratus enam belas ribu delapan ratus sembilan meter

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 81: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

70

Universitas Indonesia

persegi) dan hijau pengaman tol seluas ±29.820 m2 (dua puluh sembilan

ribu delapan ratus dua puluh meter persegi) sebagai Fasos/Fasum dan

menyerahkannya kepada Pemprov DKI Jakarta dengan jumlah total

146.626 m2 (seratus empat puluh enam ribu enam ratus dua puluh enam

meter persegi).

Disamping itu PT. CI juga telah menerima surat dari Badan

dan atau Pejabat yang mendapat delegasi wewenang dari Pemprov DKI

Jakarta, sebagai tindak lanjut dari diterbitkanya Surat Gubernur tersebut

di atas, yaitu:

a) Surat yang diterbitkan oleh Kepala Dinas Pengawasan dan

Penertiban Bangunan (selanjutnya disebut “P2B”) Pemprov

DKI Jakarta berupa Surat Kepala Dinas P2B Pemprov DKI

Jakarta Nomor 2012 /1.785.3 tanggal 28 Juni 2010, perihal

Pemberitahuan Permohonan Konsultasi Permohonan Izin

Penggunaan Bangunan (selanjutnya disebut “IPB”) Nomor 17/K

IPB/B/KMB/1/201, yang pada pokoknya menangguhkan proses

penyelesaian penerbitan IPB PT. CI .

b) Surat yang diterbitkan oleh Walikota Jakarta Barat, berupa Surat

Nomor 4674/-076.96 tanggal 1 Oktober 2010, yang ditujukan

kepada Kepala Kantor Pertanahan Kota Administratif Jakarta

Barat, Kepala Sudin Tata Ruang Kota Administratif Jakarta

Barat dan Kepala Sudin Perizinan Bangunan Kota Administratif

Jakarta Barat, perihal Penundaan Pelayanan Perizinan, yang

pada pokoknya menunda pelayanan perizinan kepada PT. CI

sebagai pemegang SIPPT Nomor 2477/-1.711.5 tanggal 1

Oktober 1997. Penundaan pelayanan perizinan tersebut bersifat

sementara dengan batas waktu sampai kewajiban penyerahan

lahan kepada Pemprov DKI Jakarta sehubungan dengan trase

rencana pembangunan JORR ruas W2 telah dilaksanakan.

Berdasarkan hal tersebut di atas PT. CI sangat berkeberatan

dengan diterbitkannya Obyek Sengketa tersebut, mengingat SIPPT yang

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 82: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

71

Universitas Indonesia

telah diterbitkan dengan Nomor 2477/- 1.711.5 tanggal 1 Oktober 1997

yang merupakan penyempurnaan dari SIPPT Nomor 270/A/K/BKD/1972

tertanggal 16 Desember 1972 memuat ketentuan sebagai berikut:

1. Angka 3: luas lahan yang ditunjuk untuk penyempurnaan SIPPT

seluas ± 1.352.085 m2, terdiri dari:

Wisma kecil (Wkc) 664 unit seluas ± 128.651 m2;-

Wisma sedang (Wsd) 653 unit seluas ± 207.774m2;

Wisma besar (Wbs) 309 unit seluas ±174.085 m2;

Wisma susun (Wsn) 1.092 unit seluas ± 32.105m2;

Wisma kantor /dagang (Wkt/Wdg) 227 uni tseluas ± 40.503m2;

Karya perkantoran/perdagangan seluas ±122.983m2;

Fasilitas umum seluas ± 69.677 m2;

Penyempurnaan Hijau Taman (PHT) seluas± 32.286 m2;

Penyempurnaan Tegangan Tinggi (PTT) seluas± 65.070 m2;

Penyempurnaan Hijau Umum (PHU) seluas ±9.312m2;

Jalan dan Saluran seluas ± 323.010 m2

Jalan Tol seluas ± 116.809 m2;

Hijau pengaman Tol seluas ± 29.820 m2;

2. Angka 4: Wajib menyediakan dan membangun Fasos/Fasum, di

dalam bangunan apartemen dan di luar bangunan

apartemen/halaman;

3. Angka 5 a: Terhadap bidang tanah yang terkena rencana

jalan/saluran lingkungan +/-323.010 m2 dan penyempurnaan hijau

umum (PHU) seluas +/-9.312 m2 agar pemilikannya diserahkan

kepada Pemerintah DKI Jakarta, dipergunakan bagi kepentingan

umum, sesuai ketentuan dan prosedur yang berlaku

4. Angka 5b: Untuk lahan dengan penggunaan penyempurnaan

tegangan tinggi (PTT) seluas +/- 65.070 m2 dan penyempurnaan

hijau umum (PHU) seluas 9.312 m2 agar diserahkan kepada PLN.

Untuk jalan tol seluas +/- 116.809 m2 serta pengaman tol seluas +/-

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 83: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

72

Universitas Indonesia

29.820 m2 agar diserahkan kepada Bina Marga (Departemen

PekerjaanUmum);

Sedangkan kewajiban Fasos/Fasum bagi PT. CI selaku

pengembang real estate telah diatur tersendiri di dalam SIPPT, dan PT.

CI telah mempersiapkan lahan untuk merealisasikan kewajiban sesuai

ketertuan didalam SIPPT.

Disamping itu, PT. CI juga telah melakukan serah terima sarana

jalan, saluran, taman dan bangunan Sport Club dengan luas keseluruhan

75.614 m² berdasarkan Berita Acara Serah Terima Nomor 615/BA/IV/97

tanggal 11 April 1997 senilai Rp.19.434.754.000,yang secara bersama-

sama dengan 18 (delapan belas) pengembang lain, membangun Rumah

Susun Murah atau Sederhana di Pulogebang yang dikuasakan kepada

REI (Real Estate Indonesia) dengan menanggung biaya sebesar 20 %

(dua puluh persen) dari seluruh biaya pembangunan 350 unit Rumah

Susun, dengan nilai Rp.8.261.381.700,- (yang menjadi bagian PT. CI),

sesuai Join Operation Pembangunan Rumah Susun Murah Sederhana 18

(delapan belas) Pengembang Anggota REI DKI Jakarta, tanggal 16 Maret

2009.

2.11.2 Analisa Permasalahan

Pemerintah DKI Jakarta telah memberikan izin (SIPPT) yang

merupakan keputusan yang bersifat administrasi dengan maksud untuk

mengendalikan pembangunan fisik kota Jakarta khususnya daerah-daerah

tertentu karena dengan pesatnya pembangunan kota Jakarta banyak

dilakukan pembebasan, pembelian tanah oleh para pengembang,

karenanya perlu dilakukan pengaturan yang ketentuannya diatur dalam

SIPPT.

Dalam kasus sengketa tanah antara PT. CI dan Pemprov DKI

Jakarta, Pemprov DKI Jakarta mengeluarkan Obyek Sengketa dengan

dasar atau alasan sebagai berikut :

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 84: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

73

Universitas Indonesia

(i) Secara materiil Obyek Sengketa tersebut diterbitkan karena memang

terdapat kekeliruan yang nyata dari materi SIPPT, yaitu klausul poin

5 b, sehingga kekeliruan tersebut harus direvisi.

(ii) Sesuai ketentuan dalam Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor

Da.11/3/11/1972 tanggal 2 Februari 1972 tentang Penyempurnaan

Prosedur Permohonan Izin Membebaskan dan Penunjukan/

Penggunaan Tanah serta Prosedur Pembebasan Tanah Dan Benda-

benda yang ada diatasnya Untuk Kepentingan Dinas/Swasta di

wilayah DKI Jakarta,Pemprov DKI mempunyai kewenangan untuk

menerbitkan Obyek Sengketa tanggal 5 November 2008, perihal

perbaikan butir kewajiban yang tercantum dalam poin 5 b SIPPT

Tahun 1997.

(iii) Penerbitan Obyek Sengketa tersebut sudah melalui prosedur yang

telah ditentukan dan telah dibahas dalam Rapat Pimpinan yang

dipimpin oleh Gubernur DKI Jakarta tanggal 29 Juli 2008,atas

masukan dari Asisten Keuangan Sekdaprov DKI Jakarta yang

membidangi masalah aset tanggal 1 Juli Nomor 874/-076.98.

(iv) Tanah yang akan diserahkan adalah calon aset Pemprov DKI Jakarta

yang tunduk pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara, dan merupakan potensi kekayaan DKI

Jakarta,sehingga akan berakibat bagi PT. CI yaitu pemeriksaan

secara pidana karena adanya dugaan untuk menghilangkan potensi

kekayaan daerah.

(v)Tanah yang akan diserahkan adalah calon aset Pemprov DKI Jakarta

yang tunduk pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perbendaharaan Negara, dan merupakan potensi kekayaan DKI

Jakarta,sehingga akan berakibat bagi PT. CI yaitu pemeriksaan

secara pidana karena adanya dugaan untuk menghilangkan potensi

kekayaan daerah.

(vi) Penggunaan tanah tersebut bukan untuk kepentingan pribadi,

melainkan untuk kepentingan umum, yaitu jalan tol, karenanya bagi

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 85: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

74

Universitas Indonesia

pemegang SIPPT wajib memenuhi kewajiban yang tercantum dalam

SIPPT .

Berdasarkan alasan diterbitkannya Obyek Sengketa tersebut dan

dikaitkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang

Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum , maka tindakan Pemprov DKI Jakarta terhadap PT. CI selaku

perusahaan pengembang yang sejak tahun 1972 yang telah memperoleh

SIPPT dari Gubernur Pemprov DKI Jakarta Nomor 2701/A/K/BKD/1972

tanggal 16 Desember 1972 ,dan telah memperoleh penyempurnaan

dengan diterbitkannya SIPPT Nomor 2477/-1.711.5 tanggal 1 Oktober

1997, adalah bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.

Surat yang diterbitkan oleh Pemprov DKI Jakarta selaku Tata Usaha

Negara “bukan merupakan keputusan yang bersifat final”, karena

diterbitkan oleh Tata Usaha Negara dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta

tanpa dasar hukum yaitu Perpres Nomor 65 Tahun 2006 sebagai

peraturan dasar pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Perpres itu

sendiri tidak mempunyai kekuatan hukum memaksa karena bukan

undang-undang.

Perpres Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana dirubah dengan

Perpres Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Pengadaan Tanah Untuk

Kepentingan Umum dalam Pasal 1 angka 3 menyatakan bahwa :

“Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan

tanah dengan cara memberikan ganti rugi, kepada yang

melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan

benda- benda yang berkaitan dengan tanah.”

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2004 tentang

Peradilan Tata Usaha Negara, dalam Pasal 53 ayat 2 menyatakan :

Alasan-alasan yang dapat digunakan dalam gugatan sebagaimana

dimaksud dalam ayat 1 adalah :

a. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 86: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

75

Universitas Indonesia

b. Keputusan Tata Usaha Negara yang digugat itu bertentangan

azas - azas umum pemerintahan yang baik.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka isi dari Obyek Sengketa

yang meminta kepada PT. CI untuk menyerahkan tanah untuk Jalan Tol

seluas ±116.809 m2 dan tanah untuk Hijau Pengaman Tol seluas

±29.820 m2 yang seharusnya diserahkan kepada Bina Marga

(Departemen Pekerjaan Umum) diubah menjadi Fasum/Fasos dan

selanjutnya diserahkan kepada Pemprov DKI Jakarta, berakibat PT.CI

tidak mendapatkan ganti rugi. Dengan demikian Obyek Sengketa telah

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan

azas-azas umum pemerintahan yang baik, sehingga sangatlah beralasan

apabila putusan Hakim dalam kasus tersebut memenangkan PT CI, dan

Obyek Sengketa dinyatakan batal atau tidak sah karena memenuhi unsur-

unsur Pasal 53 ayat 2 Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tersebut di

atas.

Disamping itu akibat hukum lainnya adalah dengan

diterbitkannya obyek sengketa tersebut pihak Pemprov DKI Jakarta

tanpa menunggu putusan Pengadilan yang bersifat tetap telah melakukan

langkah-langkah yang menghambat jalannya operasional perusahaan

pengembang, sehingga menimbulkan akibat hukum bagi PT. CI, dan

karenanya PT. CI merasa dirugikan, antara lain tidak terlaksananya jual

beli kavling kepada konsumen dan proyek pembangunan perumahan

menjadi terhambat karena diterbitkannya surat penangguhan dan

penundaan pelayanan perizinan oleh Kepala Dinas Pengawasan dan

Penertiban Bangunan (P2B) dan Walikota Jakarta Barat sehingga

mengakibatkan kerugian baik materiil maupun immateriil yaitu

hilangnya keuntungan yang diharapkan.

Apabila dikaji dari isi ketentuan dalam SIPPT yang ditebitkan

tahun 1997, jelas dapat diketahui adanya upaya untuk menguasai tanah

dengan proses yang tidak benar yaitu tanpa memberikan ganti rugi

kepada PT. CI, mengindikasikan bahwa Pemprov DKI Jakarta telah

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 87: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

76

Universitas Indonesia

melanggar prinsip penghormatan tehadap hak atas tanah sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 3 Perpres Nomor 65 Tahun 2006.

Selain itu, seharusnya Pemprov DKI Jakarta memberikan dasar

pertimbangan yang dapat mendukung maksud diadakannya perubahan

atau perbaikan Obyek Sengketa, yang jelas harus menjamin kepastian

hukum sehingga tidak merugikan pihak yang dikenai keputusan. Adapun

alasan kesalahan atau kekeliruan yang dijadikan dasar adalah tidak

cermat, karena kesalahan tersebut baru diketahui kemudian dan

dilaksanakan perbaikannya setelah SIPPT yang diterbitkan tanggal 1

Oktober 1997 berjalan kurang lebih 11 (sebelas) tahun, sehingga apabila

dilakukan tanpa menunggu waktu yang lama tentunya tidak akan

menimbulkan kerugian bagi PT. CI.

Dilihat dari peraturan perundangan yang berlaku tujuan

diterbitkannya Obyek Sengketa tersebut adalah untuk mengambil hak

orang atau hak Warga Negara Indonesia yang dilindungi oleh Undang-

undang, itu berarti adanya itikad tidak baik pihak Pemprov DKI Jakarta

yang bermaksud menyerahkan tanah untuk Jalan Tol seluas ±116.809 m2

(meter persegi) dan tanah untuk Hijau Pengaman Tol seluas ±29.820 m2

(meter persegi) tersebut, kepada Bina Marga (Departemen Pekerjaan

Umum), sehingga memberikan akibat hukum bagi PT.CI untuk tidak

mendapatkan ganti rugi, yang mana seharusnya ganti rugi tersebut adalah

milik PT. CI, karena kewajiban penyerahan Fasos/Fasum sendiri sudah

ditentukan didalam SIPPT, dan pemenuhan kewajiban Fasos/Fasum PT.

CI selaku pengembang telah tercemin dari telah dipersiapkannya lahan

sejumlah 41,5% (empat puluh satu koma lima persen) atau sama dengan

561.164 m2 (meter persegi), dengan perincian sebagai berikut :

Fasilitas Umum ±69.677 m² (5,15 %);

Penyempurnaan Hijau Taman (PHT) ± 32.286 m² (2,39 %);

Penyempurnaan Tegangan Tinggi (PTT) ±65.070 m² (4,81 %)

Penyempurnaan Hijau Umum ±9.312 m² (0,69 %);

Jalan dan Saluran ±323.010 m² (23,89%);

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 88: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

77

Universitas Indonesia

Jalan Penunjang Tol ±61.809 m² (4,57 %)

Tindakan Pemprov DKI Jakarta telah menimbulkan ketidak

pastian hukum, dan menunjukkan adanya sikap dan tindakan yang saling

bertentangan pada pihak Pemerintah daerah dalam hal ini Pemprov DKI

Jakarta, sikap yang demikian tersebut adalah bertentangan dengan

prinsip-prinsip pemerintahan yang baik.

Sehubungan dengan pembangunan trase jalan tol tersebut oleh

Pemprov DKI Jakarta maka akibatnya seharusnya pemilik sah lahan yang

semestinya mendapatkan ganti rugi yang layak. Selain itu hal inipun telah

akan berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi dalam pengadaan

tanahnya yaitu melanggar Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia

No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001

tentang tindak pidana korupsi.

Namun yang dibahas dalam analisis ini lebih memfokuskan pada

masalah keperdataannya yaitu proses pengadaan tanah dengan mengatas

namakan kepentingan umum yang berakibat timbulnya sengketa dalam

hal pembayaran ganti ruginya.

Dalam kasus sengketa tanah antara PT. CI dan Pemprov DKI

Jakarta, pihak CI memperoleh ganti rugi dari Departemen Pekerjaan

Umum sebagai pihak yang sesuai SIPPT berhak menerima bidang tanah

yang terkena rencana jalan tol/saluran lingkungan dan lahan pengaman

tol melalui Pengadilan Negeri Jakarta Barat, atau disebut konsinyasi.

Mahkamah Agung Republik Indonesia menegaskan melalui putusannya

Reg. No. 3757 PK/Pdt/1991 tanggal 6 Agustus 1991 yang menyatakan

bahwa konsinyasi tidak dapat diterapkan dalam pengadaan tanah yang

dilakukan oleh pemerintah. Konsinyasi hanya dikenal atau diatur dalam

KUH Perdata dan Keppres No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah

Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang

sekarang telah dinyatakan tidak berlaku berdasarkan Perpres No.36

Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum, namun dalam Perpres No. 65 Tahun 2006

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 89: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

78

Universitas Indonesia

Pasal 10 konsinyasi atau penitipan pembayaran ganti rugi dapat

dititipkan kepada Pengadilan Negeri setempat dalam hal musyawarah

tidak tercapai.

Secara teoritis pelepasan hak dalam pengadaan tanah untuk

kepentingan umum, dalam kasus PT. CI adalah untuk kepentingan

pemerintah. Tetapi dalam kenyataannya proyek ini merupakan proyek

swasta karena kepentingan swasta adalah sejajar dengan kepentingan

swasta lainnya dan bukan kepentingan umum (pemerintah). Oleh karena

itulah secara teoritis transaksinya bersifat keperdataan murni yaitu

dimana seorang dihadapkan pada pelanggaran-pelanggaran perseorangan

dalam arti pelanggaran hak orang lain dan bukan berubah mewakili

kepentingan umum.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 90: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

79

Universitas Indonesia

BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas, dapat ditarik

kesimpulan mengenai jawaban dari permasalahan yang penulis kaji sebagai

berikut:

(i) Dasar diterbitkannya Obyek Sengketa oleh Tata Usaha Negara

(Gubernur DKI Jakarta) adalah “kekeliruan” dimasa lampau,

dimana baru diketahui setelah 11 (sebelas) tahun sejak tahun

1997, sehingga SIPPT yang telah diterbitkan pada Tahun 1997

perlu direvisi.

(ii) Dengan diterbitkannya Obyek Sengketa menimbulkan akibat

hukum bagi PT. CI yaitu pelaksanaan jual beli kavling kepada

pihak Konsumen tidak dapat terlaksana, dan proyek perumahan

terhambat pengurusan izinnya akibat diterbitkannya penangguhan

dan penundaan perizinan kepada PT. CI oleh Kepala Dinas

Pengawasan dan Penertiban (P2B).

(iii) PT. CI telah menerima pembayaran ganti rugi melalui Pengadilan

Negeri (konsinyasi) sebelum putusan memperoleh kekuatan

hukum tetap.

3.2. SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, berikut ini dikemukakan saran yang

ingin penulis sampaikan terkait dengan permasalahan yang penulis kaji.

Adapun saran yang dapat penulis kemukakan adalah :

Sebaiknya PT CI menghormati upaya hukum yang dilakukan oleh

pihak lawan (Pemprov DKI Jakarta) sehingga tidak menerima pembayaran

ganti rugi sebelum adanya keputusan yang bersifat tetap.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 91: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

80

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abdulrrahman, Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum, Bandung: Citra Aitya Bakti, 1994.

Basuki, Sunaryo, Hukum Tanah Nasional Landasan Hukum Penguasaan Dan

Penggunaan Tanah, Diktat Mata Kuliah Hukum Agraria, Magister

Kenotariatan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, 2002/2003.

Hutagalung, Arie. S,Analisa Yuridis Keppres 55 Tahun 1993.Diklat DDN: Jakarta,

2001.

Hutagalung, Arie. S,Condominium dan Permasalahannya. Jakarta:Badan Penerbit

Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003.

Hutagalung, Arie.S, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, Jakarta:

LPHI 2005.

Hutagalung,Arie.S, dan Gunawan, Markus,Kewenangan Pemerintah di Bidang

Pertanahan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.

Harsono,Boedi, Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan, 2003.

Ibrahim, Johny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukjm Normatif. Malang:

Bayumedia Publishing, 2008.

Limbong, Bernhard, Konflik Pertanahan. Jakarta:Pustaka Margaretha,2012.

Murad, Rusmandi, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah.Bandung: Alumni,

1991.

Soemitro,Ronny Hantijo, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1988.

Sumardjono, Maria SW, Tanah Dalam Perspektif Hak Ekonomi Sosial dan

Budaya. Jakarta: Kompas, 2008.

Soekanto, Soerjono,Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 2006.

Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri,Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: PT.

Raja Grafindo Persada, 1994.

Soemitro,Roni Hanitya, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1996

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 92: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

81

Sitorus,Oloan dan Limbong, Dayat,Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum.

Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2004.

Salindheo, John, Masalah Tanah Dalam Pembangunan, Cetakan Kedua. Jakarta:

Sinar Grafika, 1988.

Sutedi,Adrian, Implementasi Prinsip Kepentingan Umum Dalam Pengadaan Tanah

Untuk Pembangunan.Jakarta:Sinar Grafika, 2007.

INTERNET

The Globe Journal, “Undang-undang Pengadaan Tanah Baru efektif 2013”, 27

September 2012, diunduh pada tanggal 4 Desember 2012.

MAKALAH

Boedi Harsono ,Aspek-Aspek Yuridis Penyediaan Tanah Dalam Rangka

Pembangunan Nasional , Makalah: 1990.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-undang Dasar 1945, Pasal 33 ayat (3)

Indonesia, Undang-undang Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum, UU No. 2 Tahun 2012,LN...,TLN...

Indonesia, Undang-undang Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,

UU No. 5 Tahun 1960, LN No.104 Tahun 1960, TLN No. 2043.

Indonesia, Undang-undang Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum, UU No. 2 Tahun 2012.

Indonesia, Undang-Undang Tentang Wakaf, UU Nomor 41Tahun 2004. LN

Nomor 159 Tahun 2004, Tambahan Lembaran Negara Nomor.4459.

Indonesia, Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan, Perpres No. 36 Tahun 2005.

Indonesia, Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan, Perpres No. 65 Tahun 2006.

Indonesia, Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pelaksanaan Pembangunan, Perpres No71 Tahun 2012.

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 93: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 94: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 95: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 96: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 97: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 98: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 99: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 100: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 101: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 102: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 103: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 104: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 105: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 106: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 107: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 108: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013

Page 109: TESIS - lontar.ui.ac.idlontar.ui.ac.id/file?file=digital/20334255-T32584-Rini+Mulyanti.pdf · HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

Analisis pengadaan..., Rini Mulyanti, FH UI, 2013