tesis 2014 pasca hasil

206
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit sebagai organisasi sosial yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat dituntut untuk selalu memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan bagi setiap pengguna yang memanfaatkannya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang medis dewasa ini digunakan sepenuhnya sebagai usaha untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, baik di unit-unit rumah sakit maupun masyarakat luas. Oleh sebab itu rumah sakit melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanannya terutama di bidang pelayanan keperawatan (Sitorus, 2006). Perawat merupakan tenaga profesional yang perannya tidak dapat dikesampingkan dari semua bentuk pelayanan rumah sakit. Peran ini disebabkan karena tugas perawat mengharuskan kontak paling lama dengan pasien. Perawat 1

description

tesis burnout

Transcript of tesis 2014 pasca hasil

Page 1: tesis 2014 pasca hasil

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rumah sakit sebagai organisasi sosial yang bertanggung jawab

terhadap pelayanan kesehatan bagi masyarakat dituntut untuk selalu

memberikan pelayanan yang baik dan memuaskan bagi setiap pengguna

yang memanfaatkannya. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di

bidang medis dewasa ini digunakan sepenuhnya sebagai usaha untuk

meningkatkan pelayanan kesehatan, baik di unit-unit rumah sakit maupun

masyarakat luas. Oleh sebab itu rumah sakit melakukan berbagai upaya

untuk meningkatkan kualitas pelayanannya terutama di bidang pelayanan

keperawatan (Sitorus, 2006).

Perawat merupakan tenaga profesional yang perannya tidak dapat

dikesampingkan dari semua bentuk pelayanan rumah sakit. Peran ini

disebabkan karena tugas perawat mengharuskan kontak paling lama

dengan pasien. Perawat rumah sakit didominasi sebagian oleh tenaga

kerja wanita, keterlibatan wanita akan membawa dampak terhadap

peranan mereka dalam kehidupan keluarganya. Dengan sistem pelayanan

24 jam yang terbagi dalam tiga shif (pagi, siang,malam) jika tidak

diimbangi dengan pembagian kerja yang proporsional dengan kehidupan

rumah tangga mereka dapat menimbulkan stres kerja yang akan

1

Page 2: tesis 2014 pasca hasil

2

mempengaruhi kinerja mereka dan berdampak pada mutu pelayanan

yang diberikan (Rice, 2002).

Namun menjalani dua peran sekaligus, sebagai seorang pekerja

sekaligus sebagai ibu rumah tangga, tidaklah mudah. Perawat wanita

yang telah menikah dan punya anak memiliki peran dan tanggung jawab

yang lebih berat daripada perawat wanita yang masih lajang. Peran ganda

pun dialami oleh perawat wanita tersebut karena selain berperan di dalam

keluarga, perawat wanita tersebut juga berperan di dalam karirnya. Konflik

keluarga-pekerjaan mengacu pada suatu konflik antar peran dimana

tuntutan umum, waktu, dan ketegangan yang diciptakan oleh pekerjaan

(Babakus,2008). Konflik antara pekerjaan dan keluarga dapat berasal

dalam domain pekerjaan yang dapat mengganggu keluarga atau keluarga

dapat mengganggu tanggung jawab pekerjaan (Foley & Yu, 2005).

Perawat wanita yang tidak dapat membagi atau menyeimbangkan

waktu untuk urusan keluarga dan bekerja dapat menimbulkan konflik yaitu

konflik keluarga dan konflik pekerjaan, atau sering disebut sebagai konflik

peran ganda wanita antara keluarga dan pekerjaan. Di satu sisi wanita

dituntut untuk bertanggung jawab dalam mengurus dan membina keluarga

secara baik, namun disisi lain, sebagai seorang tenaga profesional yang

baik mereka dituntut pula untuk bekerja sesuai dengan peraturan rumah

sakit dengan menunjukkan performan kerja yang baik.

Fenomena perawat wanita yang sering terjadi adalah seringkali

tidak diimbangi dengan pembagian kerja yang setara dengan perannya

2

Page 3: tesis 2014 pasca hasil

3

sebagai ibu rumah tangga. Hal ini terkait dengan pemahaman yang dianut

dalam masyarakat tentang pembagian kerja antara laki-laki dan wanita

dalam kehidupan rumah tangga. Secara tradisional laki-laki dianggap

sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab mencari nafkah

dan wanita bertanggungjawab dalam mengurus rumah tangga,

manajemen rumah tangga dan mengurus anak. Ketika perawat wanita

melakukan peran dan tanggungjawabnya sebagai staf yang harus

mengikuti peraturan di rumah sakit dengan mengikuti shif pagi, sore dan

malam, sementara disisi lain keluarga menuntut untuk tetap secara penuh

melakukan perannya dalam rumah tangga. Perawat sebagai tenaga

profesional diminta untuk berkomitmen terhadap pekerjaan mereka

sementara pada waktu bersamaan secara normatif mereka juga harus

memberikan prioritas pada peran keluarga mereka (Cox, & Griffiths,

2000).

Beban ganda yang dipikul perawat wanita dapat memberikan

dampak yang kurang baik pada kehidupan kerjanya dan kehidupan rumah

tangganya. Jadwal dan tuntutan kerja pada perawat dapat menyulitkan

perawat wanita dalam mengerjakan tugas-tugas keluarga atau sebaliknya,

tuntutan keluarga yang berlebihan bisa menyulitkan pemenuhan

kebutuhan tuntutan kerja (Gutek,dkk 1991) dalam Herlina & Ninik (2008).

Kondisi ini dapat menimbulkan konflik pada pekerjaan-keluarga pada

dirinya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cinnamon dan Rich (2002),

menunjukkan ibu yang bekerja ternyata lebih sering mengalami konflik

3

Page 4: tesis 2014 pasca hasil

4

dan permasalahan serta lebih menekankan pentingnya permasalahan

keluarga dibandingkan pekerjaan, ketika keluarga sebagai domain yang

paling penting bagi kebanyakan wanita.

Konflik peran ganda ini merupakan beban bagi perawat wanita

dapat berdampak negatif pada meningkatnya stres kerja, sehingga

berpengaruh pada beban kerja dari perawat tersebut yang akhirnya dapat

menimbulkan burnout. Burnout adalah suatu sindrom kelelahan

emosional, fisik dan mental, berhubungan dengan rendahnya perasaan

harga diri, disebabkan penderitaan stres yang intens dan berkepanjangan.

Pekerja yang mengalami burnout menjadi berkurang energi dan

ketertarikannya terhadap pekerjaan. Mereka mengalami kelelahan

emosional, apatis, depresi, mudah tersinggung, dan merasa bosan.

Mereka menemukan kesalahan pada berbagai aspek, yakni lingkungan

kerja mereka, hubungan dengan rekan kerja, dan bereaksi secara negatif

terhadap saran yang ditujukan kepada mereka (Schultz & Schultz, 2002)

Perawat yang mengalami tingkat konflik pekerjaan-keluarga dan

keluarga-pekerjaan terhadap stress tinggi dapat mengalami penurunan

kinerja karena akan lebih dikuasai oleh pekerjaannya yang mengakibatkan

perawat tidak bisa memenuhi tanggung jawab keluarganya, karena

mengurangi kualitas kehidupan keluarganya tetapi stress mempunyai

dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif stress pada tingkat

rendah sampai pada tingkat moderat bersifat fungsional dalam arti

berperan sebagai pendorong peningkatan kinerja pegawai, sedangkan

4

Page 5: tesis 2014 pasca hasil

5

pada tingkat negatif stress pada tingkat yang tinggi adalah penurunan

pada kinerja karyawan yang drastis (Robbins, 2002).

Perawat yang mengalami stres akan selalu diliputi perasaan

cemas, tegang, mudah tersinggung dan frustrasi serta adanya keluhan

psikosomatis. Hal tersebut terjadi karena terkurasnya energi untuk

menghadapi stres yang dialami terus menerus dalam pekerjaannya

sebagai perawat, akan mempengaruhi kinerja dari perawat tersebut dan

jika kondisi seperti ini tidak dapat diatasi akan menimbulkan burnout .

Graytoft., & Anderson (2004) berpendapat bahwa stress yang tinggi baik

fisik maupun perilaku adalah hasil jangka pendek dari job stress yang

dapat berpengaruh pada kinerja karyawan yang rendah.

Rice (2002) mengatakan bahwa stress ditempat kerja juga

berhubungan positif dengan kinerja karyawan. Stress dapat menciptakan

keunggulan kompetitif bagi perusahaan dengan manajemen yang baik.

Stress juga memberikan dampak positif yang lain seperti dengan adanya

batasan waktu perusahaan dapat menjadi lebih efisien dan efektif. Stress

mempunyai dampak positif atau negatif. Dampak positif stress pada

tingkat rendah sampai pada tingkat moderat bersifat fungsional dalam arti

berperan sebagai pendorong peningkatan kinerja pegawai sedangkan

pada dampak negatif stress pada tingkat yang tinggi adalah penurunan

pada kinerja karyawan yang drastis.

Maslach dalam Anrilia (2004) mengungkapakan burnout

berdampak bagi individu, orang lain, dan organisasi. Dampak pada

5

Page 6: tesis 2014 pasca hasil

6

individu terlibat adanya gangguan fisik seperti sulit tidur, rentan terhadap

penyakit, munculnya gangguan psikosomatis maupun gangguan

psikologis yang meliputi penilaian yang buruk terhadap diri sendiri yang

dapat mengarahkan pada terjadinya depresi. Dampak burnout yang

dialami individu terhadap orang lain dirasakan oleh penerima pelayanan

dan keluarga. Selanjutnya dampak burnout bagi organisasi adalah

meningkatnya frekuensi tidak masuk kerja, berhenti dari pekerjaan atau

job turnover, sehingga berpengaruh terhadap efektivitas dan efisiensi

kerja dalam organisasi (Cherniss, dalam Anrilia, 2004).

Penyebab timbulnya burnout menurut Abraham & Shanley, (1997)

dalam Erlina (2010) adalah semua faktor yang dapat menyebabkan stres,

yang terjadi secara terus menerus dalam waktu yang panjang. Sehingga

dapat dikatakan beban kerja merupakan salah satu sumber yang

menyebabkan burnout yang termasuk dalam faktor lingkungan kerja.

Sedangkan lima sumber stres kerja perawat secara umum adalah beban

kerja berlebih, kesulitan berhubungan dengan staf lain, kesulitan merawat

pasien kritis, berurusan dengan pengobatan dan perawatan pasien dan

kegagalan merawat.

Hal yang menarik dalam fenomena burnout adalah bahwa burnout

merupakan sindrom dalam dunia kerja yang justru mengenai orang yang

berprestasi dam berdedikasi dalam pekerjanya. Hal ini juga diungkap oleh

Kreitner dan Knicki (2006) yaitu bahwa burnout dapat terjadi pada orang-

orang yang berprestasi tinggi. Gibson, dkk (2006) bahwa burnout pada

6

Page 7: tesis 2014 pasca hasil

7

perawat terjadi sebagai akibat dari stres yang berlarut-larut dan beban

kerja. Tugas dan tanggung jawab sebagai perawat jiwa memang cukup

berat dan melelahkan, di sisi lain perawat juga sering menghadapi

masalah lain di tempat kerja.

Fluktuasi beban kerja merupakan bentuk lain dari pembangkit

burnout. Pada jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan dan saat-

saat lain bebannya bisa berlebihan. Situasi tersebut dapat kita jumpai

pada tenaga kerja yang bekerja pada rumah sakit khususnya perawat.

Keadaan yang tidak tepat tersebut dapat menimbulkan kecemasan,

ketidakpuasan kerja dan kecenderungan meninggalkan kerja (Munandar,

2006). Kusmiati (dalam Haryani, 2008) menyebutkan kondisi pasien yang

selalu berubah, jumlah rata-rata jam perawatan yang dibutuhkan untuk

memberikan pelayanan langsung pada pasien serta dokumentasi asuhan

keperawatan mempengaruhi beban kerja perawat

Menurut Lee dan Asforth (1996) dalam Pangastiti (2011) ada

beberapa faktor yang mempengaruhi burnout yaitu: konflik peran ganda,

stres kerja, beban kerja dan kurangnya dukungan sosial. Seseorang

terkadang tidak dapat mengatasi problem yang disebabkan oleh tekanan

yang mereka alami. Mereka tidak dapat mengambil tindakan harus

"menghadapi atau menghindar" (fight or flight) untuk mengurangi tekanan

tersebut. Akibatnya ketegangan yang dialami dapat mengganggu kondisi

emosional, proses berpikir dan kondisi fisik individu yang mengalami

tekanan.

7

Page 8: tesis 2014 pasca hasil

8

Fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya juga dialami oleh

perawat wanita yang berkerja di RS Haji Makassar dimana saat ini

mayoritas (85 %) tenaga perawatnya adalah perawat wanita dan sebagian

besar sudah berkeluarga. Fenomena yang peneliti temukan dari hasil

wawancara dengan kepala seksi keperawatan RS Haji Makassar,

diketahui pada tahun 2012 dari 7 perawat yang pindah ke tugas ke

puskesmas dan poliklinik 2 diantaranya karena alasan beban kerja yang

terlalu tinggi, 3 orang karena alasan kesulitan membagi waktu mengurus

rumah tangga, 2 orang karena ikut suami yang ditugaskan ke daerah lain.

Hasil wawancara dengan 10 orang perawat wanita yang dilakukan secara

acak didapatkan informasi bahwa kebanyakan mengeluh merasakan lelah

karena beban kerja yang terlalu berat, mengeluh sering sakit kepala dan

mudah marah, kesulitan mengatur jadual dinas dengan urusan rumah

tangga, sebagian memikirkan untuk pindah kepoliklinik atau ke

puskesmas dan sebagian mengatakan masih menggunakan waktu dinas

melakukan tugas-tugas dirumah yang belum tuntas.

Hal ini diperkuat dari data absensi perawat pada tahun 2010 dari 35

perawat yang absen karena sakit sebanyak 21 atau 60 % adalah perawat

wanita yang sudah menikah, kemudian pada tahun 2011 meningkat

menjadi 41 orang dan 28 (68%) adalah perawat wanita yang sudah

menikah dan pada tahun 2012 dari 43 yang sakit sebanyak 32 atau 74 %

adalah perawat wanita yang sudah menikah.

8

Page 9: tesis 2014 pasca hasil

9

Perawat yang mengalami burnout akan cenderung bersikap sinis

terhadaporang lain dan pasien, merasa lelah sepanjang waktu, merasa

tidak mampu melakukan pekerjaan dengan benar dan mulai enggan

bekerja. Pada kondisi yang sudah parah akan muncul keinginan untuk

beralih ke profesi lain. Padahal profesi perawat yang dinamis dan

menuntut keterlibatan kerja yang mendalam. Jika perawat mengalami

burnout, tentu saja akan menghambat kinerja perawat dan menjadi tidak

selaras dengan visi dan misi rumah sakit dalam meningkatkan kualitas

pelayanan keperawatan. Lebih dari itu akan merusak citra profesi perawat

itu sendiri.

Dari uraian tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian

yang berjudul : hubungan konflik peran ganda,stress kerja, beban kerja

dengan burnout perawat wanita di RS Haji Makassar”

B. Rumusan Masalah

Profesi perawat wanita yang telah menikah disamping

menjalankan perannya sesuai standar praktik keperawatan dan peraturan

rumah sakit disisi lain juga dituntun untuk secara normal menjalankan

perannya dalam kehidupan rumah tangga. Konflik peran ganda ini secara

potensial dapat menimbulkan stress kerja dan berdampak secara

langsung pada burnout. Tuntutan peran ganda dapat berdampak pada

peningkatan beban kerja sehingga potensial menimbulkan stress, dimana

akibat dari stress yang berkepanjangan dan terus-menerus akan

9

Page 10: tesis 2014 pasca hasil

10

menimbulkan adanya “burn out” seperti mudah emosi, kelelahan secara

fisik dan sebagianya. Jika tidak mampu melakukan penyesuaian dengan

baik antara tuntutan tugas profesinya dengan perannya sebagai ibu rumah

tangga dapat menganggu produktifitas kinerjanya .

Berdasarkan latar belakang diatas maka pertanyaan dalam

penelitian ini adalah :

1. Apakah ada hubungan karakteristik perawat dengan burnout perawat

wanita di rumah sakit Haji Makassar tahun 2013?

2. Apakah ada hubungan konflik peran ganda dengan stress kerja

perawat wanita di rumah sakit Haji Makassar tahun 2013?

3. Apakah ada hubungan beban kerja dengan stress kerja perawat

wanita di rumah sakit Haji Makassar tahun 2013?

4. Apakah konflik peran ganda berhubungan dengan burnout perawat

wanita di rumah sakit Haji Makassar tahun 2013?

5. Apakah stres kerja berhubungan dengan burnout perawat wanita di

rumah sakit Haji Makassar tahun 2013?

6. Apakah beban kerja berhubungan dengan burnout perawat wanita di

rumah sakit Haji Makassar tahun 2013?

7. Variabel apakah yang paling dominan dengan terjadinya stress kerja

perawat wanita di RS Haji Makassar

8. Variabel apakah yang paling dominan dengan terjadinya burnout

perawat wanita di rumah Haji Makassar tahun 2013 ?

10

Page 11: tesis 2014 pasca hasil

11

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum penelitian

Untuk diketahuinya hubungan konflik peran ganda,stress kerja,

beban kerja deng\an burnout perawat wanita di RS Haji Makassar.

2. Tujuan khusus penelitian

a. Diketahuinya hubungan karakteristik wanita dengan burnout perawat

wanita di RS Haji Makassar;

b. Diketahuinya hubungan konflik peran ganda dengan stress kerja

perawat wanita di rumah sakit Haji Makassar;

c. Diketahuinya hubungan beban kerja dengan stress kerja perawat

wanita di rumah sakit Haji Makassar;

d. Diketahuinya hubungan konflik peran ganda dengan burnout perawat

wanita di RS Haji Makassar

e. Diketahuinya hubungan stres kerja dengan burnout perawat wanita di

RS Haji Makassar

f. Diketahuinya hubungan beban kerja dengan burnout perawat wanita

di RS Haji Makassar

g. Diketahuinya variabel yang paling dominan dengan terjadinya stress

kerja perawat wanita di RS Haji Makassar

h. Diketahuinya variabel yang paling dominan dengan terjadinya burnout

perawat wanita di RS Haji Makassar.

11

Page 12: tesis 2014 pasca hasil

12

D. Manfaat Penelitian

Kegunaan yang diharapkan dapat diambil dari hasil penelitian ini

adalah :

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan

yang berkaitan dengan hubungan konflik peran ganda terhadap stres

kerja, beban kerja perawat wanita dan kejadian burnout dan sebagai

bahan referensi dalam bidang manajemen keperawatan khususnya bagi

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Memberikan masukan bagi rumah sakit yang berupa informasi-

informasi kepada pihak manajemen khususnya bidang keperawatan

dalam mengelola dampak negatif dari terjadinya konflik peran ganda ,

stres kerja dan bebab kerja yang dapat menyebabkan burnout perawat

khususnya perawat wanita di rumah sakit.

12

Page 13: tesis 2014 pasca hasil

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Burnout

1. Pengertian Burnout

Istilah burnout pertama kali diperkenalkan oleh Herbert

Freundenberger pada tahun 1973. Freundenberger memberi ilustrasi

sindrom burnout seperti gedung yang terbakar habis. Suatu gedung yang

pada mulanya berdiri megah dengan berbagai aktivitas didalamnya,

setelah terbakar gedung yang tampak hanya kerangka luarnya saja.

Ilustrasi ini memberikan gambaran bahwa orang yang terkena burnout dari

luar tampak utuh tetapi didalamnya kosong penuh masalah (Aryasari,

2008).

Freudenberger (dalam Farber, 1991) menyatakan bahwa burnout

adalah suatu bentuk kelelahan yang disebabkan karena seseorang

bekerja terlalu intens, berdedikasi dan berkomitmen, bekerja terlalu

banyak dan terlalu lama serta memandang kebutuhan dan keinginan

mereka sebagai hal kedua. Hal ini menyebabkan individu tersebut

merasakan adanya tekanan-tekanan untuk memberi sumbangan lebih

banyak kepada organisasinya. Burnout merupakan kelelahan yang

disebabkan karena individu bekerja keras, merasa bersalah, merasa tidak

berdaya, merasa tidak ada harapan, kesedihan yang mendalam, merasa

malu, menghasilkan perasaan lelah dan tidak nyaman, yang pada

gilirannya meningkatkan rasa kesal. Apabila hal itu terjadi pada jangka

13

Page 14: tesis 2014 pasca hasil

14

panjang maka individu tersebut akan mengalami kelelahan karena telah

berusaha memberikan sesuatu secara maksimal namun memperoleh

apresiasi yang minimal (Pines dan Aronson, 1989).

Burnout adalah keadaan stres yang dialami individu dalam jangka

waktu yang lama dan dengan intensitas yang cukup tinggi, ditandai

dengan kelelahan fisik, mental, dan emosional, serta rendahya

penghargaan terhadap diri sendiri yang mengakibatkan individu merasa

terpisah dari lingkungannya dan menyebabkan perubahan sikap dan

perilaku. Burnout biasanya terjadi bukan karena satu atau dua kejadian

yang traumatis tetapi karena akumulasi bertahap dari tekanan kerja yang

berat (Santrock, 1995). Dalam konsep ini individu menganggap suatu

pekerjaan sebagai stresor atau sumber stres

Setiap definisi burnout diatas merefleksikan keunikan sehingga

tampil beragam namun batasan yang dikemukan para tokoh tersebut

pada dasarnya sama, yaitu burnout terjadi pada tingkat individu dan

merupakan pengalaman yang bersifat psikologis karena melibatkan

perasaan, sikap, motif, harapan dan dipandang individu sebagai

pengalaman negatif yang mengacu pada situasi yang menimbulkan stres

dan ketidaknyaman. Burnout banyak dialami seseorang merasa lelah dan

jenuh secara mental atau fisik karena tuntutan pekerjaan yang meningkat.

2. Penyebab Burnout

Penelitian yang telah banyak dilakukan menyatakan bahwa

penyebab timbulnya burnout behubungan dengan sebab-sebab yang luas.

14

Page 15: tesis 2014 pasca hasil

15

Burnout berasal dari stres kerja yang berkepanjangan, sehingga faktor-

faktor yang mempengaruhi burnout dapat dikenali melalui penyebab stres

kerja. Menurut Farhati dan Rosyid (dalam Aryasari 2008), faktor eksternal

yang mempengaruhi burnout adalah:

a. Tuntutan pekerjaan yang tinggi

b. Miskinnya pekerjaan dari hal-hal yang menarik dan menantang

c. Pekerjaan yang tidak variatif

d. Pekerjaan yang tidak memiliki identitas yang jelas

e. Pekerjaan yang tidak memberikan informasi tentang baik tidaknya

usaha-usaha yang dilakukan

Secara lebih rinci, Maslach dan Leiter (dalam Gunarsa, 2004)

mengungkapkan bahwa sumber atau penyebab terjadinya burnout dapat

ditelusuri ke dalam enam macam bentuk ketidaksesuaian orang dan

pekerjaannya, yaitu:

a. Kelebihan beban kerja. Dalam perspektif organisasi beban kerja berarti

produkitvitas, sedangkan dalam perspektif individu beban kerja berarti

waktu dan tenaga yang terbatas. Ketatnya kompetisi mengharuskan

manajemen melakukan efisiensi kerja. Setiap orang dituntut untuk

melakukan banyak hal dengan waktu dan biaya yang terbatas.

Akibatnya setiap pekerja mendapat beban yang seringkali melebihi

kapasitas kemampuannya. Mereka harus melakukan berbagai macam

tugas dan tugas-tugas tersebut semakin kompleks dengan semakin

banyak tuntutan kualitas dan kuantitas akibat persaingan.

15

Page 16: tesis 2014 pasca hasil

16

b. Kurangnya kontrol. Banyaknya tugas yang harus dilakukan membuat

seseorang sulit menentukan prioritas, karena seringkali banyak tugas

yang harus menjadi prioritas karena tingkat kepentingan sama

tingginya atau sama tingkat urgensinya. Ketika seseorang tidak dapat

melakukan kontrol terhadap beberapa aspek penting dalam pekerjaan

maka semakin kecil peluang untuk dapat mengidentifikasikan ataupun

mengantisipasi masalah-masalah yang akan timbul. Akibatnya orang

menjadi lebih mudah mengalami exhaution dan cynicism.

c. Sistem imbalan yang tidak memadai atau tidak sesuai. Maslach dan

Leiter (1997) menemukan bahwa salah satu kontributor yang berperan

besar terhadap munculnya burnout adalah tidak adanya sistem

imbalan intrinsik seperti “dapat melakukan tugas-tugas yang

menyenangkan”; membangun keahlian; “memperoleh penghargaan

dari mitra kerja”. Kurangnya keseimbangan antara sistem imbalan

yang bersifat ekstrinsik (gaji dan tunjangan) dan sistem imbalan

intrinsik akan melemahkan semangat untuk menyukai pekerjaan dan

akhirnya membuat seseorang merasa terbelenggu dengan hal-hal

yang rutin yang mengakibatkan turunnya komitmen dan motivasi kerja.

Hal ini menandakan burnout mulai menggejala.

d. Terganggunya sistem komunitas dalam pekerjaan. Persaingan yang

ketat dan waktu kerja yang padat menyebabkan pekerja terpisah dari

pekerja lainnya. Iklim kerja perusahaan yang bersifat kompetitif,

individual dan mengutamakan prestasi dapat menimbulkan perasaan

16

Page 17: tesis 2014 pasca hasil

17

tidak nyaman karena hubungan sosial menjadi pragmental dan

keterpisahan dari lingkungan sosial sebenarnya menimbulkan suatu

perasaan tidak aman bagi seseorang yang pada akhirnya mudah

memicu konflik. Penyelesaian konflik acapkali menguras banyak energi

dan mudah menggiring seseorang pada burnout.

e. Hilangnya keadilan. Lingkungan kerja dipandang bersikap adil jika

memiliki tiga hal yaitu: kepercayaan, keterbukaan dan rasa hormat.

Ketiga aspek ini penting untuk menjaga keterlibatan seseorang

terhadap pekerjaannya. Ketidakhadiran aspek-aspek tersebut secara

langsung akan akan menimbulkan burnout. Kondisi yang dapat

menimbulkan sistem manajemen yang tidak adil yaitu adanya sikap

tidak terbuka yang timbul akibat tekanan kompetisi yang tinggi,

penerapan aturan yang tidak konsisten dan komunikasi yang tidak

lancar antar berbagai divisi atau antara pimpinan dan pelaksana.

Ketika pekerja merasakan ketidakadilan akan timbul berbagai reaksi

dan sebagian orang dapat bereaksi dengan cara manarik diri dan

mengurangi keterlibatannya dalam pekerjaannya.

f. Konflik nilai. Sistem nilai akan mempengaruhi interaksi seseorang

dengan pekerjaannya. Paradigma kesuksesan organisasi saat ini

adalah kepuasan pelanggan. Konsekuensinya organisasi harus

menerapkan nilai-nilai baru yang tercakup dalam kriteria kepuasan

pelanggan seperti ketepatan waktu, keramahan, perlakuan secara

pribadi. Namun banyak perusahaan yang menerapkan nilai-nilai

17

Page 18: tesis 2014 pasca hasil

18

tersebut secara langsung tanpa proses sosialisasi dan internalisasi

yang memadai, padahal tidak semua karyawan sudah memiliki nilai-

nilai tersebut. Akibatnya muncul konflik dan pertentangan yang

mengakibatkan proses exhaustion karena mereka merasa harus

menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan organisasi.

Menurut Lee dan Ashforth (1996), ada beberapa faktor eksternal

yang menyebabkan burnout, yaitu:

a. Ambiguitas, yaitu keadaan dimana karyawan tidak tahu apa yang

harus dilakukan, menjadi bingung, dan menjadi tidak yakin karena

kurangnya pemahaman atas hak-hak dan kewajiban yang dimiliki

karyawan yang melakukan pekerjaan.

b. Konflik peran, yaitu suatu perangkat harapan atau lebih berlawanan

dengan lainnya sehingga dapat menjadi penekanan yang penting bagi

sebagian orang.

c. Stres kerja, apabila tekanan yang dialami karyawan bersifat menetap

dalam jangka waktu yang lama, maka kan menyebabkan burnout

karena kondisi tubuhnya tidak mampu membangun kembali

kemampuannya untuk menghadapi pemicu stres.

d. Beban kerja, apabila seorang karyawan menanggung banyak

pekerjaandalam waktu relatif singkat, maka dapat membuat karyawan

tertekan dan akan menyebabkan burnout.

18

Page 19: tesis 2014 pasca hasil

19

3. Dimensi Burnout

Maslach (1993) mengemukakan bahwa burnout adalah sindrom

psikologis yang terdiri dari tiga dimensi yang meliputi:

a. Emotional exhausting

Emotional exhausting atau kelelahan emosional merupakan inti dari

sindrom burnout yang ditandai dengan terkurasnya sumber-sumber

emosional di dalam diri seperti rasa kasih, empati dan perhatian, yang

pada akhirnya memunculkan perasaan tidak mampu lagi memberikan

pelayanan pada orang lain. Cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi

sindrom ini adalah mengurangi keterlibatan secara emosional dengan

penerima pelayanan.

b. Depersonalization

Depersonalization atau depersonalisasi merupakan sikap kurang

menghargai atau kurang memiliki pandangan yang positif terhadap orang

lain yang ditandai dengan menjauhnya individu dari lingkungan sosial,

apatis, tidak peduli terhadap lingkungan atau orang-orang di sekitarnya.

Reaksi negatif ini muncul dalam tingkah laku seperti memandang rendah

dan meremehkan klien, bersikap sinis terhadap klien, kasar dan tidak

manusiawi dalam hubungan dengan klien, serta mengabaikan kebutuhan

dan tuntutan klien. Sindrom ini merupakan akibat lebih lanjut dari adanya

upaya penarikan diri dari keterlibatan secara emosional dengan orang

lain.

19

Page 20: tesis 2014 pasca hasil

20

c. Low personal accomplishment

Low personal accomplishment atau rendahnya penghargaan

terhadap diri sendiri ditandai dengan kecenderungan memberi evaluasi

negatif terhadap diri sendiri, terutama berkaitan dengan pekerjaan.

Pekerja merasa dirinya tidak kompeten, tidak efektif dan tidak kuat, kurang

puas dengan apa yang telah dicapai dalam pekerjaan, bahkan perasaan

kegagalan dalam bekerja. Evaluasi negatif terhadap pencapaian kerja ini

berkembang dari adanya tindakan depersonalisasi terhadap penerima

pelayanan. Pandangan maupun sikap negatif terhadap klien lama-

kelamaan menimbulkan perasaan bersalah pada diri pemberi pelayanan.

Menurut Greenberg dan Baron (1997) menyebutkan beberapa

karakteristik burnout:

a. Physical exhaustion, karyawan merasa energinya menurun dan sangat

lelah,dan mengalami gangguan fisik seperti sakit kepala, kurang tidur,

dan perubahan kebiasaan makan.

b. Emotional exhaustion, karyawan merasa depresi, tidak tertolong, dan

merasa terjebak dalam pekerjaan.

c. Mental exhaustion, karyawan menjadi sinis dengan orang lain,

berperilaku negatif, dan cenderung tidak respek terhadap diri sendiri,

pekerjaan, organisasi, dan bahkan hidupnya secara keseluruhan.

d. Low personal accomplishment, karyawan merasa tidak mendapat

pencapaian yang besar dimasa lalu, dan menganggap bahwa ia tidak

akan sukses di masa depan.

20

Page 21: tesis 2014 pasca hasil

21

Menurut Pines & Aronson (1989) ciri-ciri umum burnout, yaitu:

a. Sakit fisik dicirikan seperti sakit kepala, demam, sakit punggung,

tegang pada otot leher dan bahu, sering flu, susah tidur, rasa letih

yang kronis.

b. Kelehan emosi dicirikan seperti rasa bosan, mudah tersinggung,

sinisme, suka marah, gelisah, putus asa, sedih, tertekan, tidak

berdaya.

c. Kelelahan mental dicirikan seperti acuh tak acuh pada lingkungan,

sikap negatif terhadap orang lain, konsep diri yang rendah, putus asa

dengan jalan hidup, merasa tidak berharga.

4. Faktor-faktor penyebab Burnout

Menurut Cherniss, (1987) dalam Nurjayadi, (2004)Ada tiga

kelompok yang dapat dikaitkan dengan burnout, yaitu faktor situasional

atau karakteristik pekerjaan, faktor organisasional dan faktor individual

atau kepribadian

a. Faktor situasional atau karakteristik pekerjaan

Tuntutan peran, ambiguitas peran, konflik peran dan peran yang

berlebihan menurut Burke dan Richardsen (dalam Cooper dkk, 2001)

memiliki hubungan yang positif dengan burnout terutama pada kelelahan

emosi dan depersonalisasi. Ambiguitas peran terjadi ketika pemain peran

kekurangan informasi yang dibutuhkan dalam performansi peran.

Cherniss (1987) menjelaskan bahwa peran yang berlebihan ikut memberi

kontribusi dengan bertambahnya stres dan burnout, karena itu akan

21

Page 22: tesis 2014 pasca hasil

22

berpengaruh kuat pada coping. Kahn (dalam Cherniss, 1987)

mengemukakan bahwa adanya konflik peran merupakan faktor yang

potensial terhadap timbulnya burnout. Konflik peran ini muncul karena

adanya tuntutan yang tidak sejalan atau bertentangan. Menurut Cooper,

dkk (2001) konflik peran dalam faktanya menjadi sangat penting dalam

membangun kelelahan emosi.

Sebuah penelitian di India yang dilakukan oleh Sharma (2007) juga

mengungkapkan peran konflik, ambiguitas peran, peran yang berlebihan,

ketidakberdayaan dalam menghadapi pekerjaan, dapat menimbulkan

perilaku apatis, tidak perduli, kelelahan fisik dan emosional yang

merupakan komponen dalam burnout.

b. Faktor organisasional

Jika faktor situasional lebih banyak menyoroti hal-hal yang terkait

dengan pelaksanaan tugas oleh pekerja, yang fokusnya adalah individu,

maka faktor organisasional memiliki konteks yang lebih luas untuk

memahami terjadinya burnout. Konteks ini menyangkut perlakuan

organisasi, proses atau mekanisme pekerjaan, hirarki posisi dan nilai-nilai

organisasi. Faktor-faktor seperti gaya kepemimpinan, iklim organisasi,

kekuatan struktur (Cherniss, 1987) dapat mempengaruhi tingkat burnout

pada karyawannya. Eastburg, dkk (dalam Cooper, 2001) menjelaskan

bahwa minimnya dukungan dari supervisor dan teman sebaya memberi

kontribusi bertambahnya kelelahan emosi pada karyawan.

22

Page 23: tesis 2014 pasca hasil

23

c. Faktor Individu

1) Sosiodemografis

a) Jenis Kelamin

Maslach dan Jackson (1981) menemukan bahwa pria yang

menderita burnout cenderung mengalami depersonalisasi sedangkan

wanita yang menderita burnout cenderung mengalami kelelahan

emosional. Wanita yang lebih banyak terlibat secara emosional dengan

orang lain akan cenderung rentan terhadap kelelahan emosional.

Sedangkan Cooper, dkk (2001) menemukan bahwa wanita menunjukkan

tingkat burnout lebih tinggi daripada pria namun sangat tergantung dari

sampel penelitiannya.

b) Usia

Maslach dan Jackson (1981) maupun Schaufeli dan Buunk (dalam

Cooper dkk, 2001) menemukan pekerja yang berusia lebih muda lebih

tinggi mengalami burnout daripada pekerja yang berusia tua. Namun tidak

ada batasan umur dalam krtiteria pekerja yang berusia muda maupun

pekerja dalam usia tua. Sindrom burnout di Amerika banyak dialami oleh

mereka yang berada pada usia produktif (30 - 40 tahun) dengan

pengalaman kerja yang relatif sedikit. Seiring dengan pertambahan usia

pada umumnya individu menjadi lebih matang, lebih stabil, lebih teguh

sehingga memilki pandangan yang lebih realistis (Sutjipto, 2001).

23

Page 24: tesis 2014 pasca hasil

24

c) Tingkat pendidikan

Menurut Maslach dan Jackson (1981) menyebutkan bahwa tingkat

pendidikan juga turut berperan dalam sindrom burnout. Hal ini didasari

oleh kenyataan bahwa stres yang terkait dengan masalah perkerjaan

seringkali dialami oleh pekerja dengan pendidikan yang rendah.

d) Status perkawinan

Maslach (dalam Nurjayadi, 2004) melaporkan bahwa individu yang

belum menikah (khususnya laki-laki) dilaporkan lebih rentan terhadap

sindrom burnout dibandingkan dengan individu yang sudah menikah.

Namun perlu penjelasan lebih lanjut untuk status perkawinan. Mereka

yang sudah menikah bisa saja memiliki resiko untuk mengalami burnout

jika perkawinannya kurang harmonis atau mempunyai pasangan yang

tidak dapat memberikan dukungan sosial (Nurjayadi, 2004). Maslach

(dalam Sutjipto, 2001) juga mengemukakan bahwa, apabila dibandingkan

antara seseorang yang memilki anak dan tidak memilki anak, maka

seseorang yang memiliki anak cenderung mengalami tingkat burnout yang

lebih rendah. Alasannya adalah: (1) seseorang yang telah berkeluarga

pada umumnya cenderung berusia lebih tua, stabil, dan matang secara

psikologis, (2) keterlibatan dengan keluarga dan anak dapat

mempersiapkan mental seseorang dalam menghadapi masalah pribadi

dan konflik emosional, (3) kasih sayang dan dukungan sosial dari keluarga

dapat membantu seseorang dalam mengatasi tuntutan emosional dalam

24

Page 25: tesis 2014 pasca hasil

25

pekerjaan, dan (4) seseorang yang telah berkeluarga memiliki pandangan

yang lebih realistis

2) Kepribadian

Schaufelli dan Buunk (1996) mengemukakan bahwa faktor-faktor

kepribadian yang terkait dengan burnout antara lain adalah: kurangnya

ketangguhan (lack of hardiness), lokus kontrol yang berorientasi eksternal,

perilaku tipe A, kurangnya kontrol diri, dan harga diri yang rendah. Rotter

(dalam Cherniss, 1987) menjelaskan bahwa individu dengan locus of

control eksternal meyakini bahwa keberhasilan dan kegagalan yang

dialami disebabkan oleh kekuatan dari luar diri. Mereka meyakini bahwa

dirinya tidak berdaya terhadap situasi sehingga mudah menyerah dan bila

berlanjut mereka bersikap apatis pada pekerjaan. Friedman dan

Rosenman (dalam Cherniss, 1987) menyebutkan bahwa individu yang

memiliki perilaku tipe A cenderung menunjukkan kerja keras, kompetitif

dan gaya hidup yang penuh tekanan waktu. Individu dengan perilaku tipe

A lebih memungkinkan untuk mengalami burnout daripada individu lainnya

(Robbins, 1996)

Selain itu juga diidentifikasi bahwa strategi penyelesaian masalah

yang bersifat menghindar, ataupun defensif mempunyai korelasi positif

dengan burnout. Sementara strategi yang berorientasi pada kontrol

tenyata berkorelasi negatif dengan burnout. Konsep diri yang rendah

menurut Maslach (dalam Sutjipto, 2001) juga rentan terhadap burnout.

25

Page 26: tesis 2014 pasca hasil

26

Individu dengan konsep diri rendah mempunyai karakteristik tidak percaya

diri dan memilki penghargaan diri yang rendah.

5. Dampak Burnout

Konsekuensi-konsekuensi dari burnout sangat serius bagi staf,

para klien, dan lembaga-lembaga yang lebih besar di mana mereka saling

berinteraksi. Burnout memiliki dampak pada penderitanya, diantaranya

yaitu seperti yang dikemukakan oleh Maslach & Jackson (1981), bahwa

burnout dapat menimbulkan kemerosotan kualitas ketelitian atau tugas

yang diberikan oleh staff. Hal ini nampaknya menjadi faktor dalam

turnover pekerjaan, ketidakhadiran, dan moral yang rendah. Selanjutnya,

burnout nampaknya dikorelasikan dengan berbagai indeks yang

dilaporkan sendiri dari distres personal, termasuk kelelahan fisik,

insomnia, meningkatnya penggunaan alkohol dan obat-obatan, dan

masalah-masalah pernikahan dan keluarga.

Beberapa akibat burnout bagi individu dan organisasi antara lain:

a. Individu

Menurut Jackson (dalam Jewell dan Siegal, 1998) akibat burnout

bagi individu adalah memburuknya kualitas hubungan rumah tangga,

masalah kesehatan dan hubungan yang buruk dengan rekan sekerja.

Kemudian Rostiana (dikutip Gunarsa, 2004) menjelaskan beberapa

akibat burnout bagi individu yang disebut dengan manifestasi burnout

diantaranya adalah meningkatnya penggunaan kopi dan alkohol,

munculnya problem dalam hubungan seksual, masalah kesehatan secara

26

Page 27: tesis 2014 pasca hasil

27

fisik seperti sakit kepala, mual, nyeri otot, kehilangan selera makan,

napas yang pendek dan gangguan tidur.

b. Organisasi

Akibat burnout bagi organisasi menurut Fritz dan Sonnetag (2006)

adalah performasi kerja yang menurun, merendahnya keterlibatan kerja

dan pada keadaan yang paling parah individu tersebut akan menarik diri

dari pekerjaannya (turnover), pindah kerja atau bahkan sampai berhenti

kerja. Orang-orang yang menderita burnout boleh jadi mencari peran

administratif di mana mereka dapat berlindung pada pekerjaan di antara

tumpukan surat-surat dan dokumen (Rosyid, 1996). Selain itu menurut

Maslach dan Jackson (1981) burnout dapat menimbulkan kemerosotan

kualitas ketelitian terhadap tugas yang diberikan oleh staf. Hal senada

dijelaskan oleh Rostiana (dalam Gunarsa, 2004) dalam suatu studi yang

bersifat cross sectional memperlihatkan bahwa burnout terkait dengan

kelambanan dalam menyelesaikan tugas, kecelakaan kerja, pencurian,

dan kelalaian kerja.

6. Burnout pada perawat

Hasil penelitian Erlina (2010) kejadian burnout pada perawat yang

memiliki tingkat burnout dengan kategori tinggi sebanyak 20,37%, dan

perawat yang memiliki tingkat burnout dengan kategori sedang sebanyak

51,85%. Sedangkan perawat yang memiliki tingkat burnout dengan

kategori rendah sebanyak 27,78%.

27

Page 28: tesis 2014 pasca hasil

28

Adali dan Priami (2002) pada 223 dari lima rumah sakit yang ada di

Athena, Yunani dengan keseluruhan sampel yang diambil bekerja pada

Unit Gawat Darurat (UGD), Unit Perawatan Intensif (ICU) dan Ruang

Penyakit Dalam. Hasil penelitian menyebutkan bahwa tingkat burnout

pada tiga unit tersebut berada pada level sedang. Dan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Riatiningsih (2007) juga menyebutkan bahwa tingkat

burnout pada perawat Instalasi Rawat Inap I Rumah Sakit Umum Dr.

Saiful Anwar Malang yang mencapai tingkat tinggi berjumlah 13 perawat,

50 perawat memiliki tingkat burnout sedang, dan 10 perawat memiliki

tingkat burnout rendah. Kedua penelitian tersebut menyatakan bahwa

secara umum tingkat burnout yang dialami oleh para perawat berada

pada tingkat sedang.

B. Konsep Konflik Peran Ganda

1. Pengertian konflik

Menurut bahasa, konflik dapat diartikan perbedaan, pertentangan

dan perselisihan. Konflik merupakan masalah serius dalam setiap

organisasi. Menurur Rivai (2001) konflik merupakan suasan batin yang

berisi kegelisahan karena pertentangan dua motif atau lebih, yang

mendorong seseorang berbuat dua motif atau kegiatan yang saling

bertentangan pada waktu bersamaan. Sedangkan menurut Doglass dan

Bevis dalam Ali (2010) menyatakan bahwa konflik adalah perjuangan

28

Page 29: tesis 2014 pasca hasil

29

diantara kekuatan-kekuatan independen, yang bisa terjadi dalam individu

(interpersonal) atau di dalam kelompok (konflik inter group). Konflik

sebenarnya menjadi fungsional dan dapat pula menjadi disfungsional.

Konflik semata-mata bisa memperbaiki dan memperburuk prestasi

individu maupun organisasi tergantung dari pengelolaan konflik tersebut.

Konflik dianggap sebagai konsekuensi perpasive, normal, dan tak

terhindarkan dari kehidupan sosial dan organisasi (Coser, 1956;

Rollof,1987 dalam Stocker,2007:27). Konflik yang terjadi seringkali sulit

untuk dihindari, namun tidak semua konflik yang terjadi memiliki

konsekuensi negatif, bahkan konflik bisa meningkatkan kinerja para

pegawai.

2. Pengertian konflik peran ganda

Paden dan Buchler (dalam Simon, 2002) mendefinisikan konflik

peran ganda merupakan konflik peran yang muncul antara harapan dari

dua peran yang berbeda yang dimiliki oleh seseorang. Di pekerjaan,

seorang wanita yang profesional diharapkan untuk agresif, kompetitif, dan

dapat menjalankan komitmennya pada pekerjaan. Di rumah, wanita sering

kali diharapkan untuk merawat anak, menyayangi dan menjaga suaminya.

Netemeyer et al. (dalam Hennessy, 2005) mendefinisikan konflik peran

ganda sebagai konflik yang muncul akibat tanggung jawab yang

berhubungan dengan pekerjaan mengganggu permintaan, waktu dan

ketegangan dalam keluarga. Hennessy (2005) selanjutnya mendefisikan

29

Page 30: tesis 2014 pasca hasil

30

konflik peran ganda ketika konflik yang terjadi sebagai hasil dari kewajiban

pekerjaan yang mengganggu kehidupan rumah tangga.

Jadi dari beberapa pengertian di atas konflik peran ganda adalah

salah satu bentuk konflik antar peran yang diakibatkan pekerjaan dan

keluarga saling tidak cocok satu sama lain, kewajiban pekerjaan yang

mengganggu kehidupan rumah tangga, permintaan, waktu dan

ketegangan dalam keluarga yang disebabkan harapan dari dua peran

yang berbeda.

3. Dimensi-dimensi konflik peran ganda

Menurut Greenhause dan Beutell (dalam David, 2003) konflik peran

ganda itu bersifat bi-directional dan multidimensi. Bi-directional terdiri dari:

a. Work-family conflict yaitu konflik yang muncul dikarenakan tanggung

jawab pekerjaan yang mengganggu tanggung jawab terhadap

keluarga.

b. Family-work conflict yaitu konflik yang muncul dikarenakan tanggung

jawab terhadap keluarga mengganggu tanggung jawab terhadap

pekerjaan.

Penelitian terdahulu (Agustina, 2008; Namasivayam & Zhao, 2006;

Passewark & Viator, 2006; Riley, 2006) dalam Reny (2011) membagi

konflik kerja-keluarga menjadi 2 (dua) dimensi yaitu:

a. Work Interfering With The Family (WIF)

Menurut Kossek dan Ozeki dalam Reny (2011), WIF merupakan

konflik yang muncul ketika peran pekerjaaan mengganggu peran

30

Page 31: tesis 2014 pasca hasil

31

seseorang dalam keluarga. Contoh WIF adalah ketika seorang wanita

karir yang juga seorang ibu, merasa pekerjaannya sebagai perawat

menghalanginya untuk dapat menghabiskan waktu dengan anak-anaknya

seperti membantu membimbing anaknya saat mengerjakan pekerjaan

rumah.

Greenhaus dan Beutell (1985) mendefinisikan konflik pekerjaan

keluarga sebagai bentuk konflik peran dimana tuntutan peran pekerjaan

dan keluarga secara mutual tidak dapat disejajarkan dalam beberapa hal.

Hal ini biasanya terjadi pada saat seseorang berusaha memenuhi tuntutan

peran dalam pekerjaan dan usaha tersebut dipengaruhi oleh kemampuan

orang yang bersangkutan untuk memenuhi tuntutan keluarganya atau

sebaliknya, dimana pemenuhan tuntutan peran dalam keluarga

dipengaruhi oleh kemampuan orang tersebut dalam memenuhi tuntutan

dengan tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu

seperti pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline

sedangkan tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu yang

dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga. Tuntutan

keluarga di tentukan oleh sebagian besar keluarga, komposisi keluarga

dan jumlah anggota keluarga yang memiliki ketegantungan terhadap

anggota yang lain (Yang, et al, 2000).

Frone, et al. (1992) mendefinisikan konflik pekerjaan keluarga

sebagai konflik peran yang terjadi pada karyawan, dimana di satu sisi ia

harus melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan

31

Page 32: tesis 2014 pasca hasil

32

keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan antara pekerjaan

menunggu keluarga dan keluarga mengganggu pekerjaan. Pekerjaan

mengganggu keluarga, artinya sebagian besar waktu dan perhatian

dicurahkan untuk melakukan pekerjaan sehingga kurang mempunyai

waktu untuk keluarga. Sebaliknya keluarga mengganggu pekerjaan berarti

sebagian besar waktu dan perhatiannya digunakan untuk menyelesaikan

urusan keluarga sehingga menunggu pekerjaan. Konflik pekerjaan-

keluarga ini terjadi ketika kehidupan rumah seseorang berbenturan

dengan tanggung jawabnya ditempat kerja, seperti masuk kerja tepat

waktu, menyelesaikan tugas harian, atau kerja lembur. Demikian juga

tuntutan kehidupan rumah yang menghalangi seseorang untuk

meluangkan waktu untuk pekerjaannya atau kegiatan yang berkenaan

dengan kariernya.

Sependapat dengan Frone et al (1992) mengemukaan bahwa konflik

pekerjaan-keluarga terjadi karena karyawan berusaha untuk

menyeimbangkan antara permintaan dan tekanan yang timbul, baik dari

keluarga maupun yang berasal dari pekerjaannya. Gutek et al, (1991)

menyebutkan bahwa konflik pekerjaan-keluarga mempunyai dua

komponen, yaitu urusan keluarga mencampuri pekerjaan, konflik

pekerjaan-keluarga dapat timbul dikarenakan urusan pekerjaan

mencampuri urusan keluarga. Seperti banyaknya waktu yang dicurahkan

untuk menjalankan pekerjaan menghalangi seseorang untuk menjalankan

kewajibannya di rumah atau urusan keluarga, mencampuri urusan

32

Page 33: tesis 2014 pasca hasil

33

pekerjaan (seperti merawat anak yang sakit akan menghalangi seseorang

untuk datang ke tempat kerja).

Beberapa peneliti menemukan bahwa wanita cenderung

menghabiskan lebih banyak waktu dalam hal urusan keluarga sehingga

wanita dilaporkan lebih banyak mengalami konflik pekerjaan-keluarga,

sebaliknya pria cenderung untuk menghabiskan lebih banyak waktu untuk

menangani urusan pekerjaan daripada wanita sehingga wanita dilaporkan

lebih banyak mengalami konflik pekerjaan-keluarga dari pada pria.

Menurut Triaryati (2003), tuntutan pekerjaan berhubungan dengan

tekanan yang berasal dari beban kerja yang berlebihan dan waktu, seperti

pekerjaan yang harus diselesaikan terburu-buru dan deadline. Menurut

Boles, et al. (2001) bahwa indikator-indikator konflik pekerjaan-keluarga

adalah: tekanan kerja, banyaknya tuntutan tugas, kurangnya

kebersamaan keluarga, sibuk dengan pekerjaan dan konflik komitmen dan

tanggung jawab terhadap keluarga.

b. Family Interfering With The Work (FIW)

Menurut Kossek dan Ozeki dalam dalam Reny (2011), FIW

merupakan konflik yang muncul ketika peran seseorang dalam keluarga

mengganggu peran pekerjaan. Contoh FIW adalah ketika seorang wanita

karir yang merasa pekerjaannya terganggu karena harus mengantar

anaknya pergi sekolah.

Keluarga dapat dilihat dalam arti kata sempit, sebagai keluarga inti

yang merupakan kelompok sosial terkecil dari masyarakat yang terbentuk

33

Page 34: tesis 2014 pasca hasil

34

berdasarkan pernikahan dan terdiri dari seorang suami (Ayah), istri (Ibu)

dan anak-anak mereka (Munandar, 1985). Keluarga adalah kesatuan dari

sejumlah orang yang saling berinteraksi dan berkomunikasi dalam rangka

menjalankan peranan sosial mereka sebagai suami, istri, dan anak-anak,

saudara laki-laki dan saudara wanita. Peran ini ditentukan oleh

masyarakat, tetapi peranan dalam tiap keluarga diperkuat oleh perasaan-

perasaan. Perasaan-perasaan tersebut sebagai berkembangnya

berdasarkan tradisi dan sebagian berdasarkan pengalaman dari masing-

masing anggota keluarga.

Hasil penelitian Pohan (2007) menemukan konflik peran ganda pada

perawat wanita di Rumah Sakit Umum Padangsidempuan tergolong

rendah sebanyak sebanyak 42 orang (31.58%), dan tidak ada (0%) orang

yang mengalami konflik peran yang tinggi, artinya perawat tersebut telah

mampu menyeimbangkan perannya dalam pekerjaan dan rumah tangga.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cinnamon dan Rich (2002),

menunjukkan ibu yang bekerja ternyata lebih sering mengalami konflik

dan permasalahan serta lebih menekankan pentingnya permasalahan

keluarga dibandingkan pekerjaan, ketika keluarga sebagai domain yang

paling penting bagi kebanyakan wanita.

Menurut Frone el al. indikator-indikator konflik keluarga-pekerjaan

adalah:

34

Page 35: tesis 2014 pasca hasil

35

1) Tekanan sebagai orang tua

Tekanan sebagai orang tua merupakan beban kerja sebagai orang

tua didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban

pekerjaan rumah tangga karena anak tidak dapat membantu dan

kenakalan anak.

2) Tekanan perkawinan

Tekanan perkawinan merupakan beban sebagai istri didalam

keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa pekerjaan rumah tangga

karena suami tidak dapat atau tidak bisa membantu, tidak adanya

dukungan suami dan sikap suami yang mengambil keputusan tidak secara

bersamasama.

3) Kurangnya keterlibatan sebagai istri

Kurangnya keterlibatan sebagai istri mengukur tingkat seseorang

dalam memihak secara psikologis pada perannya sebagai pasangan

(istri). Keterlibatan sebagai istri bisa berupa kesediaan sebagai istri untuk

menemani suami dan sewaktu dibutuhkan suami.

4) Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua

Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua mengukur tingkat

seseorang dalam memihak perannya sebagai orang tua. Keterlibatan

sebagai orang tua untuk menemani anak dan sewaktu dibutuhkan anak.

5) Campur tangan pekerjaan

Campur tangan pekerjaan menilai derajat dimana pekerjaan

seseorang mencampuri kehidupan keluarganya. Campur tangan

35

Page 36: tesis 2014 pasca hasil

36

pekerjaan bisa berupa persoalan-persoalan pekerjaan yang mengganggu

hubungan di dalam keluarga yang tersita.

Menurut Greenhause dan Beutell (dalam David, 2003) multidimensi

dari konflik peran ganda muncul dari masing-masing direction dimana

antara keduanya baik itu work-family conflict maupun family-work conflict

masing-masing memiliki tiga dimensi yaitu: time-based conflict, strain-

based conflict, behavior-based conflict. Greenhaus dan Beutell (dalam

Hennessy, 2005) mendefinisikan tiga dimensi dari konflik peran ganda,

yaitu:

a. Time-based conflict, yaitu konflik yang terjadi karena waktu yang

digunakan untuk memenuhi satu peran tidak dapat digunakan untuk

memenuhi peran lainnya artinya pada saat yang bersamaan seorang

yang mengalami konflik peran ganda tidak akan bisa melakukan dua

atau lebih peran sekaligus.

b. Strain-based conflict, yaitu ketegangan yang dihasilkan oleh salah satu

peran membuat seseorang sulit untuk memenuhi tuntutan perannya

yang lain. Sebagai contoh, seorang ibu yang seharian bekerja, ia akan

merasa lelah, dan hal itu membuatnya sulit untuk duduk dengan

nyaman menemani anak menyelesaikan pekerjaan rumahnya.

Ketegangan peran ini bisa termasuk stres, tekanan darah meningkat,

kecemasan, cepat marah dan sakit kepala.

c. Behavior-based conflict, yaitu konflik yang muncul ketika pengharapan

dari suatu perilaku yang berbeda dengan pengharapan dari perilaku

36

Page 37: tesis 2014 pasca hasil

37

peran lainnya. Sebagai contoh, seorang wanita yang merupakan

manajer eksekutif dari suatu perusahaan mungkin diharapkan untuk

agresif dan objektif terhadap pekerjaan, tetapi keluarganya mempunyai

pengharapan lain terhadapnya. Dia berperilaku sesuai dengan yang

diharapkan ketika berada di kantor dan ketika berinteraksi di rumah

dengan keluarganya dia juga harus berperilaku sesuai dengan yang

diharapkan juga.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda

Stoner et al. (1990) menyatakan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi konflik peran ganda, yaitu:

a. Time pressure, semakin banyak waktu yang digunakan untuk

bekerja maka semakin sedikit waktu untuk keluarga.

b. Family size dan support, semakin banyak anggota keluarga maka

semakin banyak konflik, dan semakin banyak dukungan keluarga

maka semakin sedikit konflik.

c. Kepuasan kerja, semakin tinggi kepuasan kerja maka konflik yang

dirasakan semakin sedikit.

d. Marital and life satisfaction, ada asumsi bahwa wanita bekerja

memiliki konsekuensi yang negatif terhadap pernikahannya

e. Size of firm, yaitu banyaknya pekerja dalam perusahaan mungkin

saja mempengaruhi konflik peran ganda seseorang.

37

Page 38: tesis 2014 pasca hasil

38

5. Konsekuensi dari konflik peran ganda

Konflik ibu bekerja, seringkali mengarah pada simptom klinis seperti

depresi, perasaan stres, bersalah, agresi, iri, dan malu (Hammen et al.

dalam Simon, 2002). Perasaan depresi ditemukan lebih bersifat kronis

dan berulang pada wanita dibanding pria, dengan waktu yang dihabiskan

wanita mengalami depresi rata-rata 21 % seumur hidup (Simon, 2002).

Beberapa peneliti menemukan bahwa ada hubungan antara konflik peran

ganda dengan psychological distress dan burnout. Sebagai contoh,

Schwartzberg dan Dytell (dalam Hennessy, 2005) mengatakan ada

pengaruh pekerjaan dan stres keluarga terhadap kesejateraan psikologis

dan burnout. Selanjutnya penelitian mengarah pada perbedaan gender

dan penelitian terbaru menemukan bahwa wanita menunjukkan level

distres yang lebih tinggi yang berhubungan dengan peran ganda.

C. Konsep Beban Kerja

1. Defenisi

Menurut Haryanto (dalam Kurnia, 2010) beban kerja adalah jumlah

kegiatan yang harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok

orang selama periode waktu tertentu dalam keadaan normal. Sedangkan

menurut Kepmenpan no. 75/2004, beban kerja adalah sejumlah target

pekerjaan atau target hasil yang harus dicapai satu satuan waktu tertentu.

Dan menurut Permendagri No.12/2008, beban kerja adalah besaran

38

Page 39: tesis 2014 pasca hasil

39

pekerjaan yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan

merupakan hasil kali antara volume kerja dan norma waktu.

Penjelasan Peraturan Pemerintah RI Nomor 97 tahun 2000 pasal 4

ayat (2) huruf c tantang Formasi Pegawai Negeri Sipil menyatakan bahwa

beban kerja adalah frekuensi rata-rata masing-masing jenis pekerjaan

dalam jangka waktu tertentu, dimana dalam memperkirakan beban kerja

dari organisasi dapat dilakukan berdasarkan perhitungan atau

pengalaman

Beban kerja adalah keadaan dimana pekerja dihadapkan pada tugas

yang harus diselesaiakan dalam batas waktu tertentu. Beban kerja

berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres.

Beban kerja secara kuantitatif timbul akibat tugas-tugas terlalu banyak

atau sedikit, sedangkan secara kualitatif jika pekerja merasa tidak mampu

untuk melakukan tugas, atau tugas tidak menggunakan keterampilan atau

potensi dari tenaga kerja. Beban kerja secara kuantitatif dan kualitatif

dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam kerja

yang sangat banyak, hal ini merupakan sumber tambahan stres.

Everly & Girdano (dalam munandar, 2001), menambahkan kategori

lain dari beban kerja, yaitu kombinasi dari beban kerja berlebih kuantitatif

dan kualitatif. Beban berlebih secara fisikal ataupun mental, yaitu harus

melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stres

pekerjaan. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah

kondisi kerja, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat

39

Page 40: tesis 2014 pasca hasil

40

mungkin secara tepat dan cermat. Pada saat tertentu hal ini merupakan

motivasi dan menghasilkan prestasi, namun bila desakan waktu

menyebabkan banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan

seseorang berkurang, maka ini merupakan cerminan adanya beban

berlebih kuantitatif.

Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif juga dapat mempengaruhi

kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana,

dimana banyak terjadi pengulangan akan timbul rasa bosan, rasa

monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari

terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan

berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika

tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat. Beban

berlebihan kualitatif merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh manusia

makin beralih titik beratnya pada pekerjaan otak. Pekerjaan makin menjadi

majemuk. Kemajemukan yang harus dilakukan seorang tenaga kerja

dapat dengan mudah berkembang menjadi beban berlebihan kualitatif jika

kemajemukannya memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang

lebih tinggi daripada yang dimiliki. Pada titik tertentu kemajemukan

pekerjaan tidak lagi produktif, tetapi menjadi destrutif. Pada titik tersebut

kita telah melewati kemampuan kita untuk memecahkan masalah dan

menalar dengan cara yang konstruktif. Timbullah kelelahan mental dan

reaksi-reaksi emosional dan fisik.

40

Page 41: tesis 2014 pasca hasil

41

Penelitian menunjukkan bahwa kelelahan mental, sakit kepala, dan

gangguan-gangguan pada perut merupakan hasil dari kondisi kronis dari

beban berlebih kualitatif. Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan

keadaan dimana tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan

keterampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan

potensialnya. Beban terlalu sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan

akan mengarah ke semangat dan motivasi yang rendah untuk kerja.

Tenaga kerja akan merasa bahwa ia "tidak maju-maju" dan merasa tidak

berdaya untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya (Sutherlan &

Cooper dalam Munandar, 2001).

Dari penjelasan sebelumnya maka dapat disimpulkan, beban kerja

adalah tuntutan pekerjaan atau hasil yang harus dicapai oleh seseorang

atau sekelompok orang atau suatu jabatan selama periode waktu tertentu

dalam keadaan normal.

2. Dimensi beban kerja

Mintorogo dan Sudarmayanti (dalam Woon, 2008) menyatakan

bahwa hal yang perlu diperhatikan untuk mencapai efisiensi dalam

menyelesaikan beban kerja adalah penggunaan pekerja, biaya, bahan,

fasilitas, waktu, dan ruangan secara tepat sesuai dengan rencana.

a. Beban kerja secara berlebihan (overload)

Dikatakan overload jika kondisi ini mencerminkan jumlah output

yang dihasilkan pegawai lebih besar dari target jumlah output yang

41

Page 42: tesis 2014 pasca hasil

42

dihasilkan oleh pegawai lainnya berdasarkan standar waktu kerja yang

telah ditetapkan dan waktu normal penyelesaiannya (Haryono, 2005).

Menurut Schultz & Schultz (1998), terdapat dua jenis beban kerja

yang berlebihan, yaitu:

b. Quantitative overload (beban kerja berlebihan secara kuantitatif)

Beban berlebihan secara fisikal ataupun mental, yaitu harus

melakukan terlalu banyak hal, merupakan kemungkinan sumber stres

pekerja. Keharusan mengerjakan terlalu banyak tugas atau menyediakan

waktu yang tidak cukup untuk menyelesaikan tugas merupakan beban

yang terlalu berat bersifat kuantitatif (Schultz, 1998).

Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif adalah desakan

waktu (Munandar, 2006). Waktu dalam masyarakat bekerja menjadi hal

terpenting hal ini terbukti bahwa ada beberapa tugas/pekerjaan yang

harus dapat terselesaikan dengan jangka waktu yang telah ditentukan.

Keharusan mengerjakan terlalu banyak tugas atau menyediakan waktu

yang tidak cukup untuk menyelesaikan tugas merupakan beban yang

terlalu berat bersifat kuantitatif.

c. Qualitative overload (beban kerja berlebihan secara kualitatif)

Kemajuan teknologi informasi menuntut setiap individu untuk terus

berpikir kreatif sehingga menimbulkan kesulitan dalam menghadapi

pekerjaan (kemajemukan pekerjaan), kemajemukan pekerjaan ini yang

mengakibatkan adanya beban berlebihan kualitatif. Makin tinggi

kemajemukan pekerjaan makin tinggi stresnya. Kemajemukan pekerjaan

42

Page 43: tesis 2014 pasca hasil

43

yang harus dilakukan seorang tenaga kerja dapat dengan mudah

berkembang menjadi beban berlebihan kualitatif jika kemajemukannya

memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang lebih tinggi dari

pada yang dimiliki (Munandar, 2006).

Beban kerja yang berlebihan (overload) adalah suatu kondisi yang

terjadi bila lingkungan memberi tuntutan melebihi kemampuan individu.

Dalam dunia industri, beban kerja yang berlebihan terjadi apabila suatu

pekerjaan menuntut kecepatan kerja, hasil kerja dan konsentrasi yang

berlebihan dari karyawan. Riggio (2000) menurutnya, beban kerja

dipercaya sebagai salah satu sumber yang paling besar menyebabkan

stres kerja.

Menurut Schabracq M.J. (1996) terlalu banyak tuntutan kerja,

terlalu kompleks dan sulitnya tugas, terlalu banyak variasi dan otonomi

dalam tugas dapat membawa baik tunggal maupun kombinasi dari

semuanya, keadaan task overload yang pada gilirannya menghasilkan

efek negatif ketika seseorang berusaha untuk menyelesaikan target

tersebut dengan keras. Ketika hal itu mengarah pada kesulitan dan

ketidakmungkinan pekerjaannya, maka akan membangkitkan stres yang

serius dan bahkan mengarah pada “kerusakan” performan dalam

menyelesaikan tugas.

d. Beban kerja dibawah rata-rata (underload)

Selain beban kerja yang berlebih, juga terdapat beban kerja yang

minimum. Dalam hal ini yang diistilahkan dengan work underload, yaitu

43

Page 44: tesis 2014 pasca hasil

44

suatu pekerjaan yang terlalu sederhana atau tidak mampu mengisi waktu

kerja seseorang atau tidak mampu menantang kemampuan seseorang

(Schultz & Schultz, 1998). Menurut Schabracq (1996), pengertian

underload juga dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Quantitative underload (beban kerja dengan intensitas sedikit)

Beban kerja terlalu sedikit kuantitatif yaitu apabila tugas kerja yang

tidak mampu menyediakan aktivitas yang mencukupi atau diharapkan,

dengan kata lain sedikitnya tugas yang harus dilakukan dapat

menimbulkan kebosanan sehingga menghasilkan berkurangnya

perhatian.

2) Qualitative underload (beban kerja yang sedikit kesulitannya)

Yaitu tugas kerja yang tidak menarik kemampuan dan motivasi

seseorang. Mempunyai sedikit hal untuk dikerjakan dapat menjadi

sumber stres yang terjadi ketika pekerja merasa pekerjaannnya tidak lagi

menggunakan pengetahuan, ketrampilan atau kemampuan yang

dimilikinya, atau ketika pekerjaan menjadi membosankan dan monoton

(Riggio, 2002).

Menurut Schabracq (1996), bahwa terlalu rendah tuntutan kerja,

terlalu mudah dan sederhananya tugas, terlalu kecil kemungkinan

otonomi, terlalu sedikit variasi dan terlalu pendek sirkulasi kerja dapat

mempengaruhi kemampuan dan kemauan untuk menyelesaikan tugas.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, dimensi dari persepsi

beban kerja secara kuantitatif yaitu terlalu banyak tugas dan desakan

44

Page 45: tesis 2014 pasca hasil

45

waktu. Sedangkan kemajemukan pekerjaan dan tuntutan pekerjaan

merupakan dimensi dari persepsi beban kerja secara kualitatif.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Beban Kerja (Kamalia,

2006).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi beban kerja :

a. Time pressure (tekanan waktu)

Dalam studi tentang overload, fokus utamanya adalah pada

pengalaman seseorang terhadap tekanan waktu (time pressure) dalam

melakukan pekerjaan. Pengalaman akan tekanan waktu diperoleh dari

aspek kerja yang obyektif, seperti jumlah problem dalam kerja. Banyak

pekerjaan yang melibatkan fluktuasi workload secara sistematik dan

mengarah ke peningkatan tuntutan kerja pada pegawai untuk waktu yang

pasti disetiap hari, minggu, bulan, atau bahkan tahun. Namun secara

umum hal ini berhubungan dengan job related deadline, seperti diakhir

tugas proyek. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa level time

pressure yang tinggi berhubungan dengan buruknya kesejahteraan (well

being) seseorang.

b. Work schedule atau working hours

Banyak pekerja yang tidak bahagia tentang jumlah yang mereka

habiskan untuk pekerjaan mereka, terutama jika pekerjaan mereka

sekarang waktunya sangat panjang. Jumlah waktu untuk melakukan kerja

berkontribusi terhadap pengalaman akan tuntutan kerja yang merupakan

salah satu faktor penyebab stres di lingkungan kerja. Studi pada pekerja

45

Page 46: tesis 2014 pasca hasil

46

full time melaporkan waktu kerja yang panjang berhubungan dengan

distres psikis. Hal ini berhubungan penyesuaian waktu antara keluarga

dan pekerjaan terutama jika pasangan suami istri sama-sama bekerja.

Jadwal standar kerja adalah 8 jam sehari selama seminggu. Untuk kajian

ini terdapat 3 tahap tipe jadwal:

1) Night shift. Waktu shift malam hari dapat mempengaruhi perubahan

siklus tubuh (circadian rhythms) secara fisik, termasuk perubahan

temperatur tubuh, perubahan level hormon pada tekanan darah, dan

mengganggu siklus alami tubuh yang butuh istirahat (natural rythms of

sleep), dimana hal ini dapat berpengaruh pada kesehatan.

2) Long shift. Shift kerja full time biasanya 8 jam perhari, namun ada

kalanya pekerja menbutuhkan lebih daripada standart waktu kerja

yang ditentukan, waktu lembur atau memang pekerjaan yang

beroperasi siang malam, seperti supir bis atau truk. Walaupun

terkadang banyak pegawai yang lebih memilih lembur untuk

mendapatkan upah tambahan, namun hal ini justru berdampak buruk

terhadap kesehatan berkaitan dengan lamanya shift kerja.

3) Flexible work schedule. Jadwal kerja yang telah tersusun adalah

pedoman bagi hampir semua organisasi, namun beberapa

perusahaan mencoba jadwal kerja yang flexible, disini berarti pekerja

memilih sendiri berapa jam perhari mereka akan bekerja. Oleh karena

pekerja dapat mengurus sendiri personal bussines-nya dalam waktu

46

Page 47: tesis 2014 pasca hasil

47

yang mereka tetapkan sendiri sehingga dapat meningkatkan

performance kerja dan kepuasan.

4) Role ambiguity dan role conflict. Beberapa faktor yang dapat

menyebabkan role ambiguity diantaranya adalah meningkatkan

kompleksitas dari tugas dan tekhnologi, perubahan organisasi yang

cepat, serta posisi dalam organisasi. Sementara yang tidak konsisten

bertentangan atau tidak cocok dengan individu, jika mereka diminta

mengerjakan tugas diluar domain kerja professional mereka (Farber,

1983). Role ambiguity dan role conflict tersebut dapat mempengaruhi

persepsi seseorang terhadap beban kerjanya. Apakah sebagai hal

yang mengancam atau malah menentang.

5) Hearing overload / load noise. Kebisingan biasanya terjadi pada

pekerjaan yang melibatkan peralatan kerja seperti mesin-mesin,

seperti di lapangan udara, pabrik atau pertambangan. Kondisi tersebut

dapat mempengaruhi pekerjaan dalam hal kesehatannya dan

performancenya. Pekerja yang mempersepsikan kondisi kerjanya

sangat bising dapat mempengaruhi efektivitas kerjanya dalam

menyelesaikan tugas, dimana dapat mengganggu konsentrasi dan

otomatis mengganggu pencapaian tugas, sehingga dapat dipastikan

semakin memperberat beban kerjanya.

6) Information overload. Banyak informasi yang masuk dan harus diserap

pekerja dalam waktu yang bersamaan dapat menyebabkan beban

kerja semakin berat. Kemajuan teknologi dan penggunaan fasilitas

47

Page 48: tesis 2014 pasca hasil

48

kerja yang serba canggih membutuhkan adaptasi tersendiri dari

pekerja. Semakin kompleks informasi yang diterima dimana masing-

masing menurut konsekuensinya yang berbeda dapat mempengaruhi

proses pembelajaran pekerja dan efek lanjutnya bagi kesehatan jika

tidak tertangani dengan baik.

7) Temperature extrime / heat overload. Sama halnya dengan kebisingan,

faktor kondisi kerja yang beresiko, seperti tingginya temperatur dalam

ruangan juga berdampak pada kesehatan, hal ini utamanya jika

kondisi tersebut berlangsung lama dan tidak ada peralatan

pengamannya, seperti pakaian yang dapat memelihara temperatur

badan supaya tetap normal.

8) Repetive action. Banyaknya pekerjaan yang membutuhkan aksi tubuh

secara berulang, seperti pekerja yang menggunakan computer dan

menghabiskan sebagian besar waktunya mengetik, atau pekerja

assembly line yang harus mengoperasikan mesin dengan prosedur

yang sama setiap waktu. Aksi yang repetitive ini dapat mengarah ke

repetitive strain injuries, menyebabkan bagian tubuh menjadi rusak

secara permanen.

9) Aspek ergonomic dalam lay out tempat kerja. Untuk menjaga agar

pekerjaan tetap berada dalam wilayah kerja yang normal, maka tidak

cukup dengan mengoptimasi lay out tempat kerja. Namun lay out

tersebut harus menghasilkan posisi anatomi yang baik dan layak.

Pekerja yang setiap harinya harus mondar-mandir dalam melakukan

48

Page 49: tesis 2014 pasca hasil

49

kerjanya. Melakukan kerja dengan posisi tubuh yang tidak seimbang

(terlalu banyak berdiri) atau peralatan kerja yang tidak sesuai (terlalu

tinggi atau terlalu rendah) dan sebagainya dapat mempengaruhi

anggota tubuh, seperti otot menegang, kecapekan dan sebagainya.

Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi persepsi seseorang

terhadap beban tugas yang harus diselesaikan.

4. Dampak Persepsi Beban Kerja

Persepsi beban kerja dapat menimbulkan dampak terhadap

karyawan: (Winaya, 1989)

a. Kualitas kerja menurun

Beban kerja yang terlalu berat tidak dapat diimbangi dengan

kemampuan tenaga kerja. Kelebihan beban kerja akan mengakibatkan

menurunnya kualitas kerja karena kelelahan fisik dan turunnya

konsentrasi, pengawasan diri dan akurasi kerja, sehingga hasil kerja

tidak sesuai dengan standar.

b. Keluhan pelanggan

Keluhan pelanggan timbul karena hasil kerja yaitu pelayanan yang

diterimanya tidak sesuai dengan yang diharapkan atau tidak sesuai

dengan standar.

c. Kenaikan tingkat absensi

Beban kerja yang berlebihan dapat pula menyebabkan tenaga kerja

menjadi terlalu lelah  atau sakit. Hal ini akan berakibat buruk bagi

49

Page 50: tesis 2014 pasca hasil

50

kesejahteraan karyawan dan tingkat absensi yang terlalu tinggi sehingga

akan mengganggu kelancaran operasional.

D. Konsep Stres Kerja

1. Defenisi Stres Kerja

Stres berhubungan dengan dengan situasi lingkungan yang

dipersepsikan sebagai suatu tekanan yang melampaui kemampuan dan

keadaan diri seseorang untuk mengatasinya (McGrath, dalam

Chandraiah, dkk, 2003). Penghayatan stres ditentukan oleh penafsiran

tentang tuntutan apa yang dihadapi dan oleh analisis dari sumber-sumber

yang dimiliki untuk mampu menghadapi tuntutan (Munandar, 2001).

Stres adalah tekanan yang terlalu besar bagi individu (Towner, 2002)

Terjadinya stress di tempat kerja hampir tidak dapat dihindari dalam

banyak jenis pekerjaan. Menurut Hawari (2001), yang dimaksud dengan

stres adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap

tuntutan beban atasnya. National Safety Council (2004) di Amerika

Serikat, mendefenisikan stres adalah sebagai ketidakmampuan mengatasi

ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual

manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik

manusia tersebut. Stres itu sangat bersifat personal, setiap orang memiliki

tingkatan toleransi tertentu pada tekanan di setiap waktunya, yaitu

kemampuan kita untuk mengatasi atau tidak mengatasinya. Stres menurut

Robbin (2001) adalah suatu kondisi dinamis dimana individu dihadapkan

50

Page 51: tesis 2014 pasca hasil

51

pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh

tetapi tidak dapat dipastikan.

Stres yang kemunculannya mengacu pada pekerjaan seseorang

disebut stres kerja (Austin, 2004). Stres kerja menurut Kahn, dkk (dalam

Cooper, 2003) merupakan suatu proses yang kompleks, bervariasi, dan

dinamis dimana stressor, pandangan tentang stres itu sendiri, respon

singkat, dampak kesehatan, dan variabel-variabelnya saling berkaitan.

Cooper (1998) mengemukakan bahwa stres kerja adalah

ketidakmampuan untuk memahami atau menghadapi tekanan, di mana

tingkat stres tiap individu dapat berbeda-beda dan bereaksi sesuai

perubahan lingkungan atau keadaan. Menurut Handoko (2000) Stres kerja

merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses

berpikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat

mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Selye

(dalam Beehr, 1995) menyatakan bahwa stres kerja dapat diartikan

sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu

berupa reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku.

Jadi dapat disimpulkan bahwa definisi stres kerja adalah interaksi

antara kondisi kerja dengan sifat-sifat karyawan yang bekerja yang

merubah fungsi normal secara fisik, psikologis maupun perilaku yang

berasal dari tuntutan pekerjaan yang melebihi kemampuan karyawan atau

kondisi lingkungan yang menimbulkan stres yang dapat menyebabkan

51

Page 52: tesis 2014 pasca hasil

52

pengaruh negatif bagi karyawan maupun organisasi tempat dia bekerja

yang membutuhkan solusi baik itu dari personal maupun perusahaan.

2. Penyebab Stres Kerja

Menurut Ivancevich dan Matteson (1980), penyebab stress yang

diakibatkan oleh peran seseorang dalam menjalani suatu profesi tertentu.

Peran yang dimaksud adalah sebagai perawat ditempat kerja seperti:

kelebihan beban kerja, tanggung jawab atas orang lain, perkembangan

karier, kurangnya kohesi kelompok, dukungan kelompok yang tidak

memadai, struktur dan iklim organisasi, wilayah dalam organisasi,

karakteristik tugas, pengaruh kepemimpinan.

Menurut National Safety Council (2004), penyebab stres kerja

dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu :

a. Penyebab Organisasional yang terdiri dari :

1) Otonomi yaitu kemandirian perawat dalam menjalankan tugasnya serta

tidak membutuhkan pengawasan yang ketat dari atasannya.

2) Relokasi pekerjaan (mutasi) yaitu perpindahan tempat kerja seseorang

dari satu bagian/unit ke bagian/unit yang lain.

3) Karier yaitu jabatan yang diduduki seseorang dalam pekerjaannya.

4) Beban kerja yaitu pekerjaan yang diterima atau diemban seseorang

yang di dukung dengan tanggung jawab dari pekerjaan tersebut.

5) Interaksi dengan pasien yaitu kontak langsung antara pasien dengan

perawat dalam asuhan keperawatan yang dilaksanakan oleh seorang

perawat.

52

Page 53: tesis 2014 pasca hasil

53

b. Penyebab Individual yang terdiri dari :

1) Keluarga yaitu dukungan yang berasal dari suami/isteri dan anak-anak

serta sanak saudara dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

2) Kejenuhan yaitu adanya kebosanan dengan pekerjaan yang selalu

sama sepanjang tahun dan sudah tidak suka lagi karena sudah terlalu

sering atau banyak.

3) Konflik dengan rekan kerja yaitu ketidak sesuaian antara dua atau

lebih anggota atau kelompok di tempat kerja.

4) Kepribadian. Menurut Andrew Goliszek (2005), dalam buku

manajemen stres terdapat tiga tipe kepribadian yaitu kepribadian tipe

A, tipe B dan tipe AB. Kepribadian tipe AB merupakan kebanyakan

orang yang memiliki sebagian tipe A dan sebagian tipe B. Sebagian

karena mengetahui cara berelaksasi serta tidak terlalu agresif dan

kompetitif.

5) Umur. DeFleur et al. (1981) menyatakan salah satu konsekuensi

penting dari komposisi umur menurut Popenoe (1977) adalah

berhubungan dengan produktivitas, kemampuan untuk memproduksi

barang dan jasa, sehingga pekerja industri yang terlalu muda atau

terlalu tua secara ekonomi tidak produktif sehingga berpotensi

menimbulkan stres. Secara kejiwaan pekerja yang lebih tua akan

memiliki kematangan, ketenangan dan ketekunan dalam bekerja

sehingga umur dapat dijadikan prediktor kinerja yang kuat.

53

Page 54: tesis 2014 pasca hasil

54

6) Pendidikan dan masa kerja. Van Dyne & Ang (1998) menemukan

bahwa masa kerja dan pendidikan mencerminkan bahwa selain

dipandang memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang operasi

organisasi, serta mempunyai komitmen dan loyalitas yang lebih kuat

sehingga diduga akan mempunyai sifat altruistik dan kerelaan yang

lebih tinggi dibandingkan yang lebih muda. Pekerja senior juga dinilai

lebih berpengalaman dalam menangani problema yang terjadi di

lapangan (Sims & Keenan, 1998) dan merupakan prediktor yang kuat

terhadap komitmen dan kepuasan kerja (Steers & Porter, 1981; Neil &

Snizek, 1998) sehingga secara langsung atau tidak akan berpengaruh

terhadap kinerja.

7) Jumlah anak. Terdapat bukti bahwa secara fisik dan emosional pria

atau wanita yang menikah lebih baik dibandingkan dengan yang tidak

menikah; lebih rendah tingkat sakit kejiwaan, lebih baik tingkat

kesehatannya dan mempunyai hidup yang lebih lama (Popenoe,

1977), sehingga patut diduga bahwa sifat toleran yang dimilikinya akan

meningkat pula. Jumlah anak penting untuk diperhatikan karena

peningkatan variabel tersebut yang melampaui titik optimal akan

mempengaruhi kesejahteraan psikologi dan juga ekonomi karyawan

sehingga pada akhirnya mempengaruhi pula perilakunya dalam

bekerja (Aryee et al., 1998).

54

Page 55: tesis 2014 pasca hasil

55

c. Penyebab Lingkungan.

Menurut Grainger (1999), petugas kesehatan dalam menjalankan

tugasnya menghadapi banyak sekali stressor diantaranya : 1) menghadapi

pasien yang : menderita, sekarat, lumpuh, kematian pasien, 2) harus

selalu bersikap baik kepada orang yang mungkin tidak disukai, 3)

berbicara dengan kerabat pasien, bertatatap muka langsung dengan

orang lain, 4) waktu kerja yang lama dan kerja shift, 5) melakukan

tindakan yang bersifat traumatis, 6) kemajuan teknologi, 7) pertanggung

jawaban terhadap manusia, 8) akibat yang sangat besar dari keputusan

yang salah, 9) risiko penularan penyakit akibat pekerjaan, 10)

pengharapan dan tuntutan masyarakat, 11) risiko kekerasan fisik, 12)

pengembangan karir yang tidak dapat diramalkan.

Luthan (2006) menjelaskan bahwa stress tidak secara otomatis

buruk bagi karyawan perseorangan atau kinerja organisasi mereka. Dalam

kenyataannya, secara umum diketahui bahwa tingkat stress yang rendah

dapat meningkatkan kinerja dan peningkatan aktivitas, perubahan dan

kinerja yang baik. Antesenden stress sering disebut juga dengan stress

yang mempengaruhi karyawan penyebabnya berasal dari luar dan dalam

organisasi, dari kelompok yang dipengaruhi karyawan dan dari karyawan

itu sendiri.

3. Gelaja Stres Kerja

Beehr dan Newman (dalam Rice, 1992) telah memeriksa sejumlah

penelitian tentang stres kerja dan dirangkumkan ke dalam tiga tipe dari

55

Page 56: tesis 2014 pasca hasil

56

hasil negatif individu terhadap stres kerja yaitu gejala fisik, gejala

psikologis, dan gejala perilaku.

a. Gejala fisik dari stres kerja yang termasuk dalam gejala-gejala fisik

yaitu :

1) Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah

2) Meningkatnya sekresi adrenalin dan nonadrenalin

3) Timbulnya gangguan perut

4) Kelelahan fisik

5) Kematian

6) Timbulnya penyakit kardiovaskuler

7) Ketegangan otot

8) Keringat berlebihan

9) Gangguan kulit

10) Sakit kepala

11) Kanker

12) Gangguan tidur

Salah satu masalah yang membuat hubungan antara pekerjaan-

stres-kesehatan adalah beberapa wanita yang bekerja membawa masalah

kesehatan fisiknya ke pekerjaan. Hal ini bisa berhubungan dengan

perilaku yang berisiko tinggi pada lingkungan sosial. Kondisi tempat kerja

bisa memperberat masalah kesehatan, walaupun hal ini membuat lebih

nyata tetapi pekerjaanlah yang berindikasi besar pada masalah

kesehatan.

56

Page 57: tesis 2014 pasca hasil

57

b. Gejala psikologis dari stres kerja yang termasuk dalam gejala-

gejala psikologis yaitu :

1) Ketegangan, kecemasan, kebingungan, dan mudah tersinggung

2) Perasaan frustasi, marah, dan kesal

3) Emosi yang menjadi sensitif dan hiperaktif

4) Perasaan tertekan

5) Kemampuan berkounikasi efektif menjadi kurang

6) Menarik diri dan depresi

7) Persaan terisolir dan terasing

8) Kebosanan dan ketidakpuasan dalam bekerja

9) Kelelahan mental dan menurunnya fungsi intelektual

10)Menurunnya harga diri

Kemungkinan besar prediksi efek stres kerja adalah ketidakpuasan

pekerjaan. Ketika hal ini muncul, seseorang merasa kurang termotivasi

untuk bekerja, tidak bekerja dengan baik, atau tidak melanjutkan

pekerjaan. Gejala-gejala ini muncul pada tahapan yang berbeda di dalam

perjalanan dari pekerjaan tersebut dan bervariasi antara satu orang

dengan yang lainnya.

c. Gejala perilaku dari stres kerja yang termasuk dalam gejala-gejala

perilaku yaitu:

1) Bermalas-malasan dan menghindari pekerjaan

2) Kinerja dan produktivitas menurun

3) Meningkatnya penggunaan alcohol dan obat-obat terlarang

57

Page 58: tesis 2014 pasca hasil

58

4) Melakukan sabotase pada pekerjaan

5) Makan berlebihan sebagai pelarian yang bisa mengakibatkan obesitas

6) Mengurangi makan sebagai perilaku menarik diri dan berkombinasi

dengan depresi.

7) Kehilangan selera makan dan menurunnya berat badan secara tiba-

tiba

8) Meningkatnya perilaku yang berisiko tinggi

9) Agresif, brutal, dan mencuri

10) Hubungan yang tidak harmonis dengan keluarga dan teman

11) Kecenderungan melakukan bunuh diri.

Uraian di atas menunjukkan bahwa gejala stres kerja merupakan

gejala yang kompleks, yang meliputi kondisi fisik, psikologis, maupun

perilaku. Namun demikian gejala tersebut tidak muncul bersamaan

waktunya pada seseorang, kemunculannya bersifat kumulatif, yang

sebenarnya telah terjadi dalam waktu yang cukup lama, hanya saja tidak

terdeteksi jika tidak menunjukkan perilaku tertentu.

4. Stres Kerja Perawat Wanita

Perawat sebagai sumber daya manusia yang bekerja di rumah sakit,

dalam melaksanakan pekerjaannya dihadapkan pada kondisi-kondisi

(karakteristik organisasi) yang dapat menimbulkan stres kerja. Menurut

Cox (1996), ciri-ciri situasi kerja perawat yang penuh dengan stres, antara

lain :

58

Page 59: tesis 2014 pasca hasil

59

a. Bekerja dengan kebutuhan-kebutuhan yang menimbulkan ancaman :

pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang tidak sesuai untuk

mengatasi masalah keperawatan,

b. Pekerjaan tidak sesuai dengan kebutuhan,

c. Situasi dimana perawat memiliki sedikit kontrol terhadap pekerjaan

berlebih

d. Situasi dimana perawat menerima sedikit dukungan dalam pekerjaan

dan diluar pekerjaan.

Banyak hasil penelitian membuktikan bahwa stressor kerja pada

perawat sangat bervariasi, antara lain penelitian Ilmi (2005) pada perawat

di ruang rawat inap RSU Ulin Banjarmasin menemukan bahwa perawat

mengalami stres kerja tergolong tinggi yaitu 47 %, stres kerja stresor

kerja pada perawat sesuai urutannya adalah beban kerja berlebih sebesar

82%, pemberian upah yang tidak adil 58%, kondisi kerja 52%, tidak

diikutkan dalam pengambilan keputusan 45%. Penelitian yang dilakukan

Gustian (2010) di RSU Pasaman Barat menemukan 67.8 % perawat

mengalami stres kerja. Demikian hanya hasil penelitian Jamal (1992) dan

juga Ree dan Cooper (dalam Almasitoh, 2011) yang menyatakan bahwa

perawat memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibanding dengan anggota

medis lainnya.

Menurut Rini (2002), sejak jaman dahulu hingga kini, persoalan yang

dihadapi oleh kaum wanita yang bekerja di luar rumah sepertinya tidak

jauh berbeda. Berbagai hambatan dan kesulitan yang mereka alami dari

59

Page 60: tesis 2014 pasca hasil

60

masa ke masa, berasal dari sumber-sumber bagi wanita yang bekerja

dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Faktor internal

Yang dimaksud dengan faktor internal adalah persoalan yang timbul

dalam diri pribadi wanita yang bekerja tersebut. Ada di antara para wanita

yang bekerja tersebut lebih senang jika dirinya benar-benar hanya

menjadi ibu rumah tangga, yang sehari-harinya di rumah dan mengatur

rumah tangga. Namun, keadaan “menuntut”nya untuk bekerja, untuk

menyokong keuangan keluarga. Kondisi tersebut mudah menimbulkan

stres karena bekerja bukanlah timbul dari keinginan diri namun seakan

tidak punya pilihan lain demi membantu ekonomi rumah tangga. Biasanya,

para wanita yang bekerja mengalami masalah yang demikian, cenderung

merasa sangat lelah (terutama secara psikis), karena seharian

“memaksakan diri” untuk bertahan di tempat kerja.

b. Faktor eksternal

1) Dukungan suami

Dukungan suami dapat diterjemahkan sebagia sikap penuh

pengertian yang ditunjukkan dalam bentuk kerja sama yang positif, ikut

membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, membantu mengurus

anak-anak serta memberikan dukungan moral dan emosional terhadap

karir atau pekerjaan istrinya. Di Indonesia, iklim patrilinial yang sangat

kuat, turut menjadi faktor yang membebani peran wanita yang bekerja,

karena masih terdapat pemahaman bahwa pria tidak boleh mengerjakan

60

Page 61: tesis 2014 pasca hasil

61

pekerjaan wanita, apalagi ikut mengurus masalah rumah tangga. Masalah

rumah tangga adalah kewajiban sepenuhnya seorang istri. Masalah yang

kemudian timbul akibat bekerjanya istri, sepenuhnya merupakan

kesalahan dari istri dan untuk itu ia harus bertanggung jawab

menyelesaikannya sendiri. Keadaan itu akan menjadi sumber tekanan

yang berat bagi istri, sehingga ia pun akan sulit merasakan kepuasan

dalam bekerja. Kurangnya dukungan suami, membuat peran wanita yang

bekerja di rumah pun tidak optimal karena terlalu banyak yang masih

dikerjakan sementara dirinya juga merasa lelah sesudah bekerja.

Akibatnya, timbul rasa bersalah karena merasa diri bukan wanita yang

bekerja dan istri yang baik.

2) Kehadiran anak

Masalah pengasuhan terhadap anak, biasanya dialami oleh wanita

yang bekerja yang mempunyai anak kecil/balita. Semakin kecil usia anak,

maka semakin besar tingkat stres yang dirasakan. Rasa bersalah karena

meninggalkan anak untuk seharian bekerja, merupakan persoalan yang

sering dipendam oleh para wanita yang bekerja. Apalagi jika pengasuh

yang ada tidak dapat dipercaya, sementara tidak ada famili lain yang

dapat membantu.

3) Masalah pekerjaan

Pekerjaan bisa menjadi sumber ketegangan dari stres yang besar

bagi para wanita bekerja. Mulai dari peraturan kerja yang kaku, bos yang

tidak bijaksana, beban kerja yang berat, ketidakadilan yang dirasakan di

61

Page 62: tesis 2014 pasca hasil

62

tempat kerja, rekan-rekan yang sulit bekerja sama, waktu kerja yang

sangat panjang, ataupun ketidaknyamanan psikologis yang dialami akibat

dari masalah sosial politis di tempat kerja. Situasi demikian akan membuat

wanita yang bekerja menjadi sangat lelah, sementara kehadirannya masih

sangat dinantikan oleh keluarga di rumah. Kelelahan psikis dan fisik itulah

yang sering membuat mereka sensitif dan emosional, baik terhadap anak-

anak maupun terhadap suami. Keadaan ini biasanya makin intens, jika

situasi di rumah tidak mendukung suami dalam keadaan rileks, santai dan

hangat merupakan kegiatan penting yang tidak bisa diabaikan, untuk

membina, mempertahankan dan menjaga kedekatan relasi serta

keterbukaan komunikasi satu dengan yang lain.

5. Pengaruh Konflik Peran Ganda terhadap, beban kerja,stress Kerja dan

burnout

Berdasarkan teori yang relevan mendukung beberapa prediksi yang

menyatakan bahwa konflik peran ganda mengarah pada stress kerja.

Teori peran menjelaskan bahwa konflik peran individu terjadi ketika

pengharapan dalam hal kinerja salah satu peran menimbulkan kesulitan

dalam peran lain (Judge et al 1994). Konflik pekerjaan-keluarga

cenderung mengarah pada stress kerja karena ketika urusan pekerjaan

mencampuri kehidupan keluarga, tekanan sering kali terjadi pada individu

untuk mengurangi waktu yang dihabiskan dalam pekerjaan dan

menyediakan lebih banyak waktu untuk keluarga. Sama halnya dengan

konflik keluarga-pekerjaan dapat mengarah pada stress kerja dikarenakan

62

Page 63: tesis 2014 pasca hasil

63

banyaknya waktu yang dibutuhkan dalam menangani urusan pekerjaan

dan ini merupakan sumber potensial terjadinya stress kerja (Judge et al,

1994).

Kuntari (2000) menguji perbedaan jender khususnya berkaitan

dengan karir. Hasilnya tidak terdapat perbedaan jender dalam hal

pengalaman organisasi, evaluasi kinerja dan hasil karir pada auditor pria

dan wanita. Beberapa penelitian diatas menunjukkan tidak selalu wanita

yang bekerja mendapat peluang dan tempat yang seimbang dengan pria,

walaupun kemungkinan ia bekerja secara profesional.

Banyak bukti yang menjelaskan bahwa tekanan antara peran

keluarga dan pekerjaan dapat mengarah pada penurunan fisik dan

psikologis perawat wanita/karyawan (Thomas & Ganster, 1995). Tekanan

untuk mengembangkan dua peran tersebut dapat menyebabkan timbulnya

stress. Konflik pekerjaan-keluarga merupakan salah satu bentuk konflik

antar peran dimana tekanan dari pekerjaan mengganggu pelaksanaan

peran keluarga. Thomas & Ganster menyatakan bahwa 38% pria dan 43%

wanita yang sudah menikah dan memiliki pekerjaan serta anak dilaporkan

mengalami konflik pekerjaan-keluarga dan keluarga-pekerjaan terhadap

stess kerja dan hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa tekanan

untuk menyeimbangkan stress kerja tetapi juga ketidakpuasan kerja,

depressi, kemangkiran dan penyakit jantung.

Menurut Abraham & Shanley (1997) lima sumber stres kerja

perawat secara umum adalah beban kerja berlebih, kesulitan

63

Page 64: tesis 2014 pasca hasil

64

berhubungan dengan staf lain, kesulitan merawat pasien kritis, berurusan

dengan pengobatan dan perawatan pasien dan kegagalan merawat.

Penelitian yang dilakukan oleh Bahrul (2003) memperkuat pendapat di

atas bahwa dalam penelitiannya memaparkan bahwa stresor pada

karyawan cukup bervariasi, berdasarkan urutannya lima stresor terbesar

adalah: 1) beban kerja berlebih sebesar 82,2%; 2) pemberian upah yang

tidak adil 57,9%; 3) kondisi kerja 52,3% ; 4) beban kerja kurang 48,6%; 5)

tidak diikutkan dalam pengambilan keputusan 44,9%.

Penyebab terjadinya burnout pada perawat antara lain (Suyanto,

2008): 1) peran dan fungsi kurang jelas, 2) merasa terisolasi, 3) beban

kerja berlebihan, dan 4) terlalu lama pada suatu bagian. Bekerja pada

satu unit perawatan akan menyebabkan kejenuhan (burnout) sehingga

perubahan tugas dan tanggung jawab perlu dilakukan. Misalnya dari

perawat pelaksana menjadi ketua tim.

Fluktuasi beban kerja merupakan bentuk lain dari pembangkit stres

kerja. Untuk jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan dan saat-saat

lain bebannya bisa berlebihan. Situasi tersebut dapat kita jumpai pada

tenaga kerja yang bekerja pada rumah sakit khususnya perawat.

Keadaan yang tidak tepat tersebut dapat menimbulkan kecemasan,

ketidakpuasan kerja dan kecenderungan meninggalkan kerja (Munandar,

2006). Menurut Kusmiati (dalam Haryani, 2008) yang mempengaruhi

beban kerja perawat adalah kondisi pasien yang selalu berubah, jumlah

rata-rata jam perawatan yang di butuhkan untuk memberikan pelayanan

64

Page 65: tesis 2014 pasca hasil

Burnout :Physical exhaustion

Emotional exhaustionDepersonalisasi

Low personal accomplishment

Konflik keluarga-pekerjaan (peran

ganda)

Stres kerja

Beban Kinerja

Work interfering with the family(WIF)Family Interfering With The Work (FIW)

Faktor organisasiFaktor lingkunganFaktor individu

Quantitative overloadQualitative overload

65

langsung pada pasien serta dokumentasi asuhan keperawatan. Semakin

bertambah beban kerja yang ditanggung oleh perawat maka akan

semakin besar risiko perawat yang bekerja di tempat tersebut untuk

terkena stres kerja yang kemungkinan dapat menimbulkan burnout.

E. Kerangka teoritis

Berdasarkan tinjauan teoritis diatas maka dapat digambarkan

kerangka teori konflik peran ganda, stress kerja, beban kerja dengan

burnout kinerja perawat wanita.

Gambar 3.1 Model Analisis Penelitian (Sumber : literatur yang diolah)

65

Page 66: tesis 2014 pasca hasil

66

BAB III

KERANGKA KONSEP DEFENISI OPERASIONAL DAN

HIPOTESIS

B. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan sebelumnya maka

hubungan antara variabel konflik peran ganda, stress kerja, beban kerja

hubungannya dengan burnout perawat wanita di rumah sakit, sebagai

berikut:

V.Independen V.Dependen

V.Confounding

Gambar 3.1 Hubungan antara variabel konflik ganda,stress kerja, beban kerja dengan Burnout perawat wanita di RS Haji Makassar (Sumber: dikembangkan untuk tesis ini)

66

Burnout

UmurPendidikanMasa kerja

Konflik peran ganda

Stres Kerja

Beban Kerja

Page 67: tesis 2014 pasca hasil

67

C. Variabel penelitian

Variabel penelitian adalah obyek yang akan diselidiki (Sutrisno Hadi,

2000). Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. Adapun

variabel-variabel itu adalah:

1. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah burnout (Y).

2. Variabel confounding dalam penelitian ini adalah umur, pendidikan,

masa kerja.

3. Variabel independen adalah konflik peran ganda, stres kerja dan

beban kerja (X).

D. Defenisi Opersional

Untuk mengetahui pengertian yang jelas tentang variable-variabel

dalam penelitian ini, maka dapat dirumuskan batasan operasional tiap-tiap

variabel sebagai berikut :

Variabel Defenisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala ukur

KonflikPeran ganda

adalah ketidakcocokan antara harapan yang berkaitan dengan suatu peran yang dialami perawat wanita yakni sebagai ibu rumah tangga dan sebagai perawat dimana dalam kondisi yang demikian, kedua peran tersebut akan menimbulkan konflik sehingga salah satu peran tidak dapat dijalankan dengan baik. Indikator :- Work interfering with the

family(WIF)

Kuesioner Dari 12 kuesioner yang menggunakan skala likert bobot terendah adalah 1 dan tertinggi adalah 4, sehingga 1 x 12 = 12 ditambah 4 x 12 = 48, hasilnya dijumlahkan lalu di bagi dua, sehingga kriteria objektif dari penelitian ini adalah:

Ordinal

67

Page 68: tesis 2014 pasca hasil

68

- Family Interfering With The Work (FIW)

- Mengalami konflik peran ganda (skor ≥ 30)

- Tidak mengalami konflik peran ganda (skor< 30)

Stress kerja Suatu keadaan yang menyebabkan seorang perawat tertekan dan tidak nyaman yang dapat mempengaruhi dirinya secara fisik,psikologis dan sosial yang disebabkan kerja. Indikator :- Faktor Individu,- Faktor Organisasi - Faktor Lingkungan

Kuesioner Dari 15 kuesioner yang menggunakan skala likert bobot terendah adalah 1 dan tertinggi adalah 4, sehingga 1 x 15 = 15 ditambah 4 x 15 = 60, hasilnya dijumlahkan lalu di bagi dua, sehingga kriteria objektif dari penelitian ini adalah:- Mengalami

stress kerja (skor ≥ 38)

- Tidak Mengalami Stress kerja (skor< 38)

Ordinal

Beban kerja

adalah keadaan dimana perawat dihadapkan pada tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan perawat baik secara kuantitatif yaitu banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan maupun secara kualitatif yaitu tingkat kesulitan atau kerumitan kerja.Indikator :- Kuantitatif- Kualitatif

Kuesioner Dari 22 kuesioner yang menggunakan skala likert bobot terendah adalah 1 dan tertinggi adalah 4, sehingga 1 x 22 = 22 ditambah 4 x 22 = 88, hasilnya dijumlahkan lalu di bagi dua, sehingga kriteria objektif dari penelitian ini adalah:

Ordinal

68

Page 69: tesis 2014 pasca hasil

69

- Beban kerja berat (skor ≥ 55)

- Beban kerja optimal (skor< 55)

Burnout suatu sindrom psikologis yang meliputi kelelahan fisik, kelelahan emosional dan kelelahan mental yang menyebabkan perubahan sikap dan perilaku, penurunan pencapaian prestasi diri dan depersonalisasi, dengan indikator :- Physical exhaustion,- Emotional exhaution - Depersonalization- low or reduced personal

accomplishment

Kuesioner Dari 41 kuesioner yang menggunakan skala likert bobot terendah adalah 1 dan tertinggi adalah 4, sehingga 1 x 41 = 41 ditambah 4 x 41 = 164, hasilnya dijumlahkan lalu di bagi dua, sehingga kriteria objektif dari penelitian ini adalah:- Burnout (skor ≥

103)- Tidak burnout

(skor< 103)

Ordinal

Usia Umur hidup perawat pelaksana dalam tahun sejak lahir sampai saat menjadi responden

Kuesioner Nilai median:-Muda < 31

tahun- Tua ≥ 31

tahun

Ordinal

Pendidikan Jenis jenjang pendidikan formal yang telah dicapai berdasarkan ijazah terakhir responden

Kuesioner - Diploma III keperawatan- S1

keperawatan

Ordinal

Masa kerja Masa kerja (dalam tahun) sebagai perawat terhitung sejak pertama kali bekerja di Rumah Sakit Haji Makassar

Kuesioner Nilai median:- Baru = < 5

tahun- Lama ≥ 5

tahun

Ordinal

69

Page 70: tesis 2014 pasca hasil

70

E. Hypotesis

Hipotesis kerja yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat hubungan konflik peran ganda dengan stress kerja perawat

wanita di RS Haji Makassar

2. Terdapat hubungan beban kerja dengan stress kerja perawat wanita di

RS Haji Makassar

3. Terdapat hubungan konflik peran ganda dengan burnout perawat

wanita di RS Haji Makassar

4. Terdapat hubungan beban kerja dengan burnout perawat wanita di RS

Haji Makassar

5. Terdapat hubungan stres kerja dengan burnout perawat wanita di RS

Haji Makassar

6. Terdapat faktor yang paling dominan berhubungan dengan terjadinya

stress kerja perawat wanita di RS Haji Makassar

7. Terdapat faktor yang paling dominan berhubungan dengan terjadinya

burnout perawat wanita di RS Haji Makassar

70

Page 71: tesis 2014 pasca hasil

71

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif analitik yaitu penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui korelasi antara faktor risiko dengan faktor

efek, dengan pendekatan cross sectional yaitu untuk mempelajari

dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek, dengan cara

pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat

(Notoatmodjo, 2010).

B. Waktu Dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RS Haji Makassar pada tanggal 21 Juni

s/d 10 Juli 2013.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sugiyono (2001) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi target adalah tenaga perawat

wanita di Rumah Sakit Haji Makassar yang sudah berkeluarga dan

mempunyai anak berjumlah 99 orang.

71

Page 72: tesis 2014 pasca hasil

72

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah karaktersistik yang dimiliki

oleh populasi (Sugiyono,2008).

Besar sampel dihitung dengan menggunakan sample minimal size.

Besarnya sampel dihitung menurut rumus Slovin (Umar, 2003):

Keterangan :n = ukuran sampelN = ukuran populasie = presisi yang diinginkan untuk diambil 5 %

Besar sampel :

Berdasarkan rumus perhitungan tersebut maka jumlah sampel yang

dibutuhkan adalah 80 responden.

Pemilihan sampel dilakukan dengan dua tahapan. Tahapan pertama

dengan proportionate stratified random sampling yaitu teknik pengambilan

sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara

proporsional berdasarkan ruangan dimana perawat pelaksana berada.

72

n= N

1+Ne2

n=991 ,23

=80n=991+99(0 .05 )2

Page 73: tesis 2014 pasca hasil

73

Tabel 4.1 Perhitungan besar sampel

Ruang rawat inap Besar sub populasi/bangsal

Besar Sampel ni = NiNn

Sayang Dhuafa : Perawatan kelas III interna

18 18/99x80 = 15

Arrahman : Perawatan kelas III bedah

20 20/99x80 = 16

Arrahim Perawatan kelas III anak

15 15/99x80 = 12

Alafajar (Vip+ kelas I) 13 13/99x80 = 11Alkausar (Vip+ kelas II) 12 12/99x80 = 10Perinatologi 7 7/99x80 = 6Azzahrah (nifas) 9 9/99x80 = 7Assalam (ICU) 5 5/99x80 = 4Jumlah 99 80

Keterangan :ni : Jumlah sampel tiap kelas n : jumlah sampel seluruhnyaNi : jumlah populasi tiap kelasN : jumlah populasi seluruhnya

Tahap kedua pengambilan sampel dengan menggunakan teknik

simple random sampling yaitu pengambilan sampel dari populasi yang

dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam

populasi (Sugiyono,2008). Tahap kedua pemilihan sampel dilakukan

dengan cara undian terhadap beberapa sampel yang telah memenuhi

kriteria inklusi.

Sampel penelitian pada penelitian ini adalah total sampel yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi .

Krietria inklusi sampel :

73

Page 74: tesis 2014 pasca hasil

74

a. Perawat wanita yang telah menikah. Hal ini dikarenakan perawat

wanita yang bekerja dan telah menikah akan mempunyai dua peranan

yang bertolak belakang yaitu peran sebagai ibu rumah tangga dan

peran sebagai perawat.

b. Perawat di ruang rawat inap. Alasannya adalah bahwa wanita yang

berkerja diruang rawat inap akan beketja full-time sehigga lebih ingin

mempersingkatkan jam kerjanya untuk mengurangi ketegangan akibat

konflik peran pekerjaan dan keluarga dibandingkan dengan perawat

wanita yang tidak bekerja full-time (di ruang poliklinik)

c. Telah bekerja minimal selama satu tahun. Alasannya karena

pengalaman sangat menentukan bagaimana stres kerja dan beban

kerja timbul pada karyawan.

d. Memiliki anak minimal satu orang. Alasannya adalah bahwa perawat

wanita akan merasa bersalah karena meninggalkan anak untuk

seharian bekerja, merupakan persoalan yang sering dipendam oleh

para wanita yang bekerja.

Kriteria ekslusi :

e. Perawat wanita yang bercerai pada saat penelitian

f. Perawat wanita yang telah menikah dan mempunyai anak yang sakit

pada saat penelitian

g. Perawat wanita yang telah menikah dan belum mempunyai anak

h. Tidak bersedia menjadi reponden.

D. Instrumen Penelitian

74

Page 75: tesis 2014 pasca hasil

75

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

kuesioner yang memuat variabel-variabel konflik peran ganda yang terdiri

dari konflik pekerjaan-keluarga dan keluarga-pekerjaan pengaruhnya

terhadap stress kerja, beban kerja dan burnout perawat wanita di rumah

sakit dengan menggunakan skala yang terbentuk skala likert dengan

beberapa pilihan, yaitu dengan cara menyebarkan skala yang berisi daftar

pernyataan yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga

subjek penelitian dapat mengisi dengan mudah. Menurut Sugiyono (2008),

kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan

cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada

responden untuk menjawabnya.

1. Kuesioner A ( skala konflik peran ganda perawat wanita)

Kuesioner ini berisikan item yang bertujuan untuk mengukur konflik

peran ganda wanita menikah yang bekerja. Kuesioner yang peneliti

gunakan adalah kuesioner baku yang telah digunakan pada beberapa

penelitian sebelumnya dan sudah dilakukan uji validitas serta reliabilitas.

Pengukuran untuk konstruk konflik kerja-keluarga menggunakan

kuesioner baku milik Netemeyer et al. dalam Reny (2011). Kuesioner

konflik kerja-keluarga yang digunakan memiliki 12 (dua belas) butir

pernyataan, yang terdiri atas dua dimensi konflik kerja-keluarga yaitu WIF

(no 1-6) dan FIW (no : 7-12) yang masing-masing terdiri atas 6 (enam)

butir dengan rentang pilihan tanggapan dari pernyataan mendukung

adalah 4 untuk jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk jawaban sesuai (S), 2

75

Page 76: tesis 2014 pasca hasil

76

untuk jawaban tidak sesuai (TS), 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai

(STS).

2. Kuesioner B (Stres Kerja)

Skala ini berisikan item yang bertujuan untuk mengukur stres kerja

subjek penelitian. Kuesioner yang peneliti gunakan adalah kuesioner baku

milik Almasitoh (2011) yang telah digunakan pada beberapa penelitian

sebelumnya dan sudah dilakukan uji validitas serta reliabilitas. Kuesioner

identifikasi stres kerja yang dibuat peneliti berdasarkan tinjauan pustaka

terdiri dari 15 pernyataan, yaitu pernyataan 1 s/d 5 merupakan pernyataan

stressor individu, pernyataan 6 s/d 10 merupakan pernyataan stressor

lingkungan kerja dan pernyataan 11 s/d 15 merupakan pernyataan stresor

organisasi. Kuesioner dibuat dengan menggunakan skala likert.

Pemberian skor adalah 4 untuk jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk

jawaban sesuai (S), 2 untuk jawaban tidak sesuai (TS), 1 untuk jawaban

sangat tidak sesuai (STS).

3. Kuesioner D ( Beban perawat)

Skala ini berisikan item yang bertujuan untuk mengukur beban

subjek penelitian sebanyak 22 aitem pertanyaan Kuesioner yang peneliti

gunakan adalah kuesioner baku milik Erlina (2010) yang telah digunakan

pada beberapa penelitian sebelumnya dan sudah dilakukan uji validitas

serta reliabilitas. Skala ini terdiri dari 2 aspek yaitu beban kerja berlebih

kuantitatif dan beban kerja berlebih kualitatif. Dari aspek beban kerja

berlebih kuantitatif diperoleh dua indikator yaitu terlalu banyak tugas dan

76

Page 77: tesis 2014 pasca hasil

77

desakan waktu, sedangkan beban kerja berlebih kualitatif meliputi

kemajemukan pekerjaan dan standart kerja yang tinggi.

Skala beban kerja terdiri atas aitem - aitem yang terbagi atas aitem

favorable dan unfavorable. Skala persepsi beban kerja disusun dengan

menggunakan pengembangan dari metode Likert. Dengan empat kategori

respon tersebut juga dimodifikasi menjadi Selalu (SL), Sering (SR), Jarang

(JR), dan Tidak Pernah (TP). Kategori respon menggunakan empat

kategori dengan pilihan jawaban Selalu (SL), Sering (SR), Jarang (JR),

dan Tidak Pernah (TP) dipilih dengan pertimbangan kategori ini mengukur

frekuensi dari persepsi terhadap beban kerja itu sendiri.

4. Kuesioner D ( Burnout)

Skala ini berisikan 14 item pertanyaan yang bertujuan untuk

mengukur kejadian burnout subjek penelitian. Kuesioner yang peneliti

gunakan adalah kuesioner baku milik Erlina (2010) yang telah digunakan

pada beberapa penelitian sebelumnya dan sudah dilakukan uji validitas

serta reliabilitas.Skala ini disajikan dalam bentuk pernyataan-pernyataan

mendukung dan tidak mendukung. Pemberian skor untuk pernyataan

mendukung adalah 4 untuk jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk jawaban

sesuai (S), 2 untuk jawaban tidak sesuai (TS), 1 untuk jawaban sangat

tidak sesuai (STS). Sedangkan pemberian skor untuk pernyataan tidak

mendukung aalah 1 untuk jawaban sangat sesuai (SS), 2 untuk jawaban

sesuai (S), 3 untuk jawaban tidak sesuai (TS), 4 untuk jawaban sangat

tidak sesuai (STS).

77

Page 78: tesis 2014 pasca hasil

78

E. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah dengan menggunakan kuesioner. Data terdiri dari 2 yaitu, data

primer yang diambil langsung dari responden yang meliputi data dari diri

tentang responden (Usia, lama bekerja, jumlah anak, pendidikan terakhir

dan besarnya penghasilan) melalui kuesioner yang dijawab oleh

responden, dimana dalam kuesioner yang berisi pertanyaan yang

menggali aspek yang berkaitan dengan pengaruh konflik peran ganda,

stress kerja, beban kerja terhadap burnout perawat wanita di rumah

sakit.

Data sekunder adalah data yang diambil dari data yang sudah terjadi

dibagian sumber daya manusia Rumah Sakit Haji Makassar yang berupa

dokumen keperawatan disetiap ruang perawatan, literatur-literatur, jurnal-

jurnal penelitian terdahulu, majalah maupun data dokumen rumah sakit

yang diperlukan dalam penelitian ini. Pengumpulan data pada penelitian

ini dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut:

1. Peneliti mengajukan ijin penelitian pada kesbangpol kota pemerintah

Provinsi Sulsel selanjutnya pengajuan ijin ke Direktur Rumah Haji

Makassar untuk mengadakan penelitian.

78

Page 79: tesis 2014 pasca hasil

79

2. Memberikan penjelasan singkat tentang rencana kegiatan penelitian

dan tujuan penelitian kepada responden yang setuju berpartisipasi

dalam penelitian ini.

3. Responden diberi kuesioner untuk diisi sesuai dengan petunjuk yang

telah diberikan dalam format pernyataan kuesioner.

4. Kepada responden diarahkan supaya semua pernyataan yang ada

diisi dan apabila telah selesai agar dikembalikan kepada peneliti.

5. Peneliti mengambil kembali kuesioner untuk kemudian dilakukan

langkah pengelolaan dan analisis data.

F. Pengolahan Dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan pengolahan

dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Editing

Memeriksa kelengkapan jawaban masing-masing pernyataan, dan

melihat sejauh mana konsistensi jawaban masing-masing pemyataan.

Didalam proses editing tidak dilakukan penggantian penggantian jawaban,

atau angka-angka, atau pernyataan-pernyataan dengan maksud data

tersebut konsisten, cocok dengan tujuan penelitian.

b. Coding

79

Page 80: tesis 2014 pasca hasil

80

Yaitu Memberikan tanda kode tertentu terhadap jawaban. Hal ini

dimaksudkan untuk memudahkan pada waktu melakukan pengolahan

data.

c. Tabulasi Data

Langkah ini untuk menyajikan data dalam bentuk tabel yang

berdasarkan sifat-sifat yang dimiliki dan sesuai tujuan penelitian.

d. Entry

Penilaian data dengan memberikan skor untuk pernyataan-

pernyataan yang menyangkut variabel bebas dan terikat. Selanjutnya data

dianalisa secara deskriptif maupun analitik.

2. Analisa data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program

komputer. Analisa data disesuaikan dengan skala pengukuran variabel

dan tujuan penelitian.

a. Chi Square

Menganalisis hubungan masing-masing variabel bebas dan terikat. Uji

statistik yang digunakan adalah Chi Square. Chi- Square Statistik Model

yang diuji dipandang baik atau memuaskan bila nilai Chi- Squarenya

rendah. Semakin kecil nilai χ2 semakin baik model itu dan diterima

berdasarkan probabilitas dengan cut off value sebesar p> 0,05 (Hair et all,

1995 dalam Ferdinand, 2006).

Untuk mengetahui kebermaknaan dari hasil pengujian tersebut dilihat

dari p value kemudian dibandingkan dengan nilai α=5% atau 0,05.

80

Page 81: tesis 2014 pasca hasil

81

b. Uji multivariate

Analisis multivariat dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

besaran pengaruh pada masing-masing variabel bebas (lebih dari dua

variabel) secara bersamaan terhadap variabel terikat serta mencari

manakah variabel bebas yang paling berpengaruh terhadap variabel

terikat. Untuk melihat pengaruh bersama-sama dimensi mutu pelayanan

keperawatan terhadap tingkat kepuasan pasien, digunakan analisis

Logistik Regression dengan pertimbangan variabel dependen berupa

variabel kategorik. Disini akan diuji apakah probabilitas terjadinya variabel

terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya sehingga munculnya

skor koefisien regresi yang menginterpretasikan besaran faktor yang

berpengaruh secara signifikan (Ghozali, 2006)

G. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etik

meliputi:

1. Menghormati harkat dan martabat manusia (respect for human

dignity).

Penelitian harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi harkat dan

martabat manusia. Subjek memiliki hak asasi dan kebebasan untuk

menentukan pilihan ikut atau menolak penelitian (autonomy). Tidak boleh

ada paksaan atau penekanan tertentu agar subjek bersedia ikut dalam

penelitian. Subjek dalam penelitian juga berhak mendapatkan informasi

yang terbuka dan lengkap tentang pelaksanaan penelitian meliputi tujuan

81

Page 82: tesis 2014 pasca hasil

82

dan manfaat penelitian, prosedur penelitian, resiko penelitian, keuntungan

yang mungkin didapat dan kerahasiaan informasi.

Setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap dan

mempertimbangkannya dengan baik, subjek kemudian menentukan

apakah akan ikut serta atau menolak sebagai subjek penelitian. Prinsip ini

tertuang dalam informed consent yaitu persetujuan untuk berpartisipasi

sebagai subjek penelitian setelah mendapatkan penjelasan yang lengkap

dan terbuka dari peneliti tentang keseluruhan pelaksanaan penelitian.

2. Menghormati privasi dan kerahasiaan subjek (respect for privacy and

confidentiality).

Peneliti perlu merahasiakan berbagai informasi yang menyangkut

privasi subjek yang tidak ingin identitas dan segala informasi tentang

dirinya diketahui oleh orang lain. Prinsip ini dapat diterapkan dengan cara

meniadakan identitas seperti nama dan alamat subjek kemudian diganti

dengan kode tertentu.

3. Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice

inclusiveness).

Prinsip keterbukaan dalam penelitian mengandung makna bahwa

penelitian dilakukan secara jujur, tepat, cermat, hati-hati dan dilakukan

secara profesional. Sedangkan prinsip keadilan mengandung makna

bahwa penelitian memberikan keuntungan dan beban secara merata

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan subjek.

82

Page 83: tesis 2014 pasca hasil

83

4. Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benefits).

Prinsip ini mengandung makna bahwa setiap penelitian harus

mempertimbangkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi subjek

penelitian dan populasi dimana hasil penelitian akan diterapkan

(beneficience). Kemudian meminimalisir resiko/dampak yang merugikan

bagi subjek penelitian (nonmaleficience). Prinsip ini yang harus

diperhatikan oleh peneliti ketika mengajukan usulan penelitian untuk

mendapatkan persetujuan etik dari komite etik penelitian. Peneliti harus

mempertimbangkan rasio antara manfaat dan kerugian/resiko dari

penelitian.

83

Page 84: tesis 2014 pasca hasil

84

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Penelitian dilaksanan pada tanggal 7 Juni s/d 10 Juli 2013 di RS Haji

Makassar. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross

sectional study dengan jumlah sampel sebanyak 80 orang.

1. Analisa Univariat

Analisa univariat dimaksudkan untuk menggambarkan secara

menyeluruh dari komponen variabel bebas yaitu konflik peran ganda, stres

kerja dan beban kerja dan variabel terikat yaitu burnout pada perawat

wanita di RS Haji Makassar serta variabel karakteristik responden.

a. Karakteristik Responden

Gambaran karakteristik perawat pelaksana berdasarkan

pendidikan,umur dan masa kerja disajikan pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan,Umur dan Masa Kerja Diruang Rawat Inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

Variabel Jumlah ProsentasePendidikan :

84

Page 85: tesis 2014 pasca hasil

85

- Diploma III keperawatan- S1 Kep/Ners

6713

83.816.2

Total 80 100Umur :- ≤ 31 tahun- > 31 tahun

1961

23.876.2

Total 80 100Masa Kerja :- ≤ 5 tahun- > 5 tahun

1268

15.085.0

Total 80 100

Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa mayoritas berpendidikan

Diploma III Keperawatan (83.8 %), mayoritas responden berumur > 31

tahun yaitu 76.5 %, dan mayoritas dengan masa kerja > 5 tahun yaitu

85%.

b. Konflik Peran Ganda Perawat Wanita di RS Haji Makassar

Hasil pengumpulan data berikutnya adalah variabel konflik peran

ganda Perawat Wanita diruang rawat inap RS Haji Makassar disajikan

pada tabel 5.2.

Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Konflik Peran Ganda Perawat Wanita diruang rawat inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

Konflik Peran Ganda n %

Tidak Mengalami 37 46.25Mengalami 43 53.75

Total 80 100

Pada tabel 5.2 diketahui sebagian besar perawat wanita yang tidak

mengalami konflik peran ganda sebanyak 60 % dibandingkan dengan

yang mengalami konflik peran ganda hanya 40 %.

85

Page 86: tesis 2014 pasca hasil

86

c. Stres kerja perawat wanita di rumah sakit di RS Haji Makassar

Gambaran variabel stres kerja perawat wanita diruang rawat inap RS

Haji Makassar disajikan pada tabel 5.3.

Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Stres Kerja Perawat Wanita diruang rawat inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

Stress Kerja n %

Tidak Mengalami 38 47.5Mengalami 42 52.5

Total 80 100

Hasil penelitian pada tabel 5.3 diperolah data bahwa proporsi perawat

wanita yang mengalami stres kerja lebih banyak yaitu 52.5 %

dibandingkan yang tidak mengalami stres kerja (47.5 %).

d. Beban kerja perawat wanita di rumah sakit di RS Haji Makassar

Gambaran variabel beban kerja perawat wanita diruang rawat inap RS

Haji Makassar disajikan pada tabel 5.4.

Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Beban Kerja Perawat Wanita diruang rawat inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

Beban Kerja n %

Optimal 38 47.5Lebih 42 52.5

Total 80 100

86

Page 87: tesis 2014 pasca hasil

87

Hasil penelitian pada tabel 5.4 diperolah data bahwa proporsi perawat

wanita dengan beban kerja optimal lebih banyak yaitu 52.5 %

dibandingkan dengan beban kerja berat (47.5 %).

e. Burnout perawat wanita di rumah sakit di RS Haji Makassar

Gambaran variabel Burnout perawat wanita diruang rawat inap RS

Haji Makassar disajikan pada tabel 5.5.

Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Burnout Perawat Wanita diruang rawat inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

Burn Out n %

Tidak Mengalami 40 50Mengalami 40 50

Total 80 100

Hasil penelitian pada tabel 5.5 diperolah data bahwa proporsi perawat

wanita yang mengalami burnout sama proporsinya dengan perawat wanita

yang tidak mengalami burnout masing-masing 50 %.

2. Analisa Bivariat

Analisa bivariat pada panelitian ini dilakukan untuk mengetahui

hubungan antara konflik peran ganda, stres kerja dan beban kerja sebagai

variabel independent dengan burnout perawat wanita sebagai variabel

dependent, serta variabel karakteristik perawat wanita yang terdiri dari

87

Page 88: tesis 2014 pasca hasil

88

pendidikan, umur dan masa kerja dengan burnout. Semua variabel yang

diuji baik variabel independent dan dependent maupun variabel

counfounding merupakan variabel kategorik sehingga uji statistik yang

digunakan adalah uji chi square.

a. Hubungan karakteristik perawat pelaksana dengan Burnout

perawat wanita di rumah sakit di RS Haji Makassar

Tabel 5.6 Analisis Hubungan Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan,Umur dan Masa Kerja Diruang Rawat Inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

KarakteristikBurnout Total P

ValueTidak Yan %N % N %

Pendidikan :Akper 34 50.7 33 49.3 67 100 0.763S1 Keperawatan 6 46.2 7 53.8 13 100Umur :- ≤ 31 tahun 8 42.1 11 57.9 19 100 0.433- > 31 tahun 32 52.5 29 47.5 61 100Masa kerja- ≤ 5 tahun 3 25.0 9 75.0 12 100 0.062- > 5 tahun 37 54.4 31 45.6 68 100

Hasil analisis hubungan pada tabel 5.6 menunjukkan perawat wanita

dengan pendidikan S1 Keperawatan lebih yang mengalami burnout yaitu

53.8 % dibandingkan dengan perawat wanita dengan pendidikan Akper

yaitu 49.3 % , perbedaan ini tidak bermakna secara statistik dengan nilai p

0.763 artinya tidak ada hubungan antara pendidikan dengan burnout

parawat wanita di RS Haji Makassar.

88

Page 89: tesis 2014 pasca hasil

89

Analisis umur perawat wanita yang berumur ≤ 31 tahun lebih banyak

mengalami burnout yaitu 57.9% dibandingkan yang berusia > 31 tahun

yaitu 47.5 %, perbedaan ini tidak bermakna secara statistik dengan nilai p

0.433 artinya tidak ada hubungan antara umur dengan burnout parawat

wanita di RS Haji Makassar.

Hasil analisis masa kerja menunjukkan perawat wanita yang bekerja ≤

5 tahun lebih banyak mengalami burnout yaitu 75 % dibandingkan yang

sudah bekerja > 5 tahun yaitu 45.6 %, perbedaan ini tidak bermakna

secara statistik dengan nilai p 0.062 artinya tidak ada hubungan antara

masa kerja dengan burnout parawat wanita di RS Haji Makassar.

b. Analisis Hubungan Konflik Peran Ganda, Beban Kerja Dengan

Stres Kerja Perawat Wanita di RS Haji Makassar

Tabel 5.7 Analisis Hubungan Konflik Peran Ganda, Beban Kerja Dengan Stres Kerja Perawat Wanita di ruang Rawat Inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

Variabel

Stress Kerja    

p OR (CI)Tidak

MengalamiMengalami

Total

n % n % n %Konflik Peran Ganda               10.267

(3.659 - 28.809)

Tidak Mengalami 28 35 9 11.25 37 46.250.000*

Mengalami 10 12.5 33 41.25 43 53.75Beban Kerja                

Optimal 23 28.75 15 18.75 38 47.50.026*

2.760 (1.115 - 6.832)

Lebih 15 18.75 27 33.75 42 52.5Total 38 47.5 42 52.5 80 100

Tabel 5.7 menunjukkan perawat wanita mengalami konflik peran

ganda lebih banyak yang mengalami stress kerja yaitu 41,25 %

89

Page 90: tesis 2014 pasca hasil

90

dibandingkan yang tidak mengalami konflik peran ganda hanya 11.25 %,

perbedaan ini bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.000 yang

berarti ada hubungan konflik peran ganda dengan stress kerja perawat

wanita di RSU Haji Makassar. Hasil analisis didapatkan nilai OR : 10 yang

berarti bahwa perawat wanita yang mengalami konflik peran ganda lebih

berpeluang mengalami stress kerja 10 kali dibandingkan dengan perawat

wanita yang tidak mengalami konflik peran ganda.

Perawat wanita yang mengalami beban kerja lebih menunjukkan lebih

banyak yang mengalami stress kerja yaitu 33.75 % dibandingkan dengan

beban kerja optimal hanya 18. 75 %, perbedaan ini bermakna secara

statistik dengan nilai p : 0.026 yang berarti ada hubungan beban kerja

dengan stress kerja perawat wanita di RSU Haji Makassar. Hasil analisis

didapatkan nilai OR : 3 yang berarti bahwa perawat wanita yang

mengalami beban kerja berlebihanlebih berpeluang mengalami stress

kerja 3 kali dibandingkan dengan perawat wanita dengan beban kerja

optimal.

c. Analisis Hubungan Konflik Peran Ganda Dengan Burnout Perawat

Wanita di RS Haji Makassar

Tabel 5.8 Analisis Hubungan Konflik Peran Ganda Dengan Burnout Perawat Wanita di ruang Rawat Inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

Konflik Peran Ganda

Burn Out    

p OR (CI)Tidak

MengalamiMengalami

Total

n % n % n %

Tidak 27 33.75 10 12.5 37 46.25 0.000 6.231

90

Page 91: tesis 2014 pasca hasil

91

Mengalami(2.351 - 16.513)

Mengalami 13 16.25 30 37.5 43 53.75Total 40 50 40 50 80 100

Tabel 5.8 menunjukkan perawat wanita mengalami konflik peran

ganda lebih banyak yang mengalami burnout yaitu 37,5 % dibandingkan

yang tidak mengalami konflik peran ganda hanya 12.5 %, perbedaan ini

bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.000 yang berarti ada

hubungan konflik peran ganda dengan burnout pada perawat wanita di

RSU Haji Makassar. Hasil analisis didapatkan nilai OR : 6 yang berarti

bahwa perawat wanita yang mengalami konflik peran ganda lebih

berpeluang mengalami burnout 6 kali dibandingkan dengan perawat

wanita yang tidak mengalami konflik peran ganda.

Selanjutnya untuk mengetahui hubungan jenis konflik peran ganda

dengan kejadian burnout pada perawat wanita dijelaskan pada table 5.9.

Tabel 5.9 Analisis Hubungan Jenis Konflik Peran Ganda Dengan Burnout Perawat Wanita di RS Haji Makassar Diruang Rawat Inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

Konflik Peran Ganda

Burn Out    

pOR (CI)

Tidak Mengalami

MengalamiTotal

n % n % n %Work Interfering With The Family            

   

Tidak Mengalami 6 7.5 2 2.5 8 100.263**

Mengalami 34 42.5 38 47.5 72 90Family Interfering With The Work            

Tidak Mengalami 30 37.5 1518.7

5 45 56.250.001*

5.000 (1.914

- 13.061)

Mengalami 10 12.5 2531.2

5 35 43.75Total 40 50 40 50 80 100

91

Page 92: tesis 2014 pasca hasil

92

Tabel 5.9 menunjukkan perawat wanita mengalami work interfering

with the family atau pekerjaaan mengganggu peran seseorang dalam

keluarga lebih banyak yang mengalami burnout yaitu 38 % dibandingkan

yang tidak mengalami work interfering with the family hanya 2.5 %,

perbedaan ini tidak bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.263 yang

berarti tidak ada hubungan work interfering with the family dengan burnout

pada perawat wanita di RSU Haji Makassar.

Sedangkan perawat wanita yang mengalami family interfering with the

work atau peran seseorang dalam keluarga mengganggu peran pekerjaan

lebih banyak yang mengalami burnout yaitu 31.25 % dibandingkan yang

tidak mengalami family interfering with the work hanya 18.75 %.

perbedaan ini bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.001 yang

berarti ada hubungan family interfering with the work dengan burnout

pada perawat wanita di RSU Haji Makassar. Hasil analisis didapatkan nilai

OR : 5 yang berarti bahwa perawat wanita yang mengalami family

interfering with the work lebih berpeluang mengalami burnout 5 kali

dibandingkan dengan perawat wanita yang tidak mengalami family

interfering with the work .

d. Analisis Hubungan Beban Kerja Dengan Burnout Perawat Wanita

di RS Haji Makassar

Tabel 5.10 Analisis Hubungan Beban Kerja Dengan Burnout Perawat Wanita di RS Haji Makassar Diruang Rawat Inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

Beban Kerja Burn Out     p OR (CI)

92

Page 93: tesis 2014 pasca hasil

93

Tidak Mengalami

MengalamiTotal

n % n % n %Optimal 28 35 10 12.5 38 47.5

0.0007.000

(2.615 - 18.738)

Lebih 12 15 30 37.5 42 52.5Total 40 50 40 50 80 100

Tabel 5.10 menunjukkan perawat wanita mengalami dengan beban

kerja lebih proporsi yang mengalami burnout lebih besar yaitu 37,5 %

dibandingkan dengan beban kerja optimal hanya 12.5 %, perbedaan ini

bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.000 yang berarti ada

hubungan beban kerja dengan burnout pada perawat wanita di RSU Haji

Makassar. Hasil analisis didapatkan nilai OR : 7 yang berarti bahwa

perawat wanita yang mengalami beban kerja lebih akan berpeluang

mengalami burnout 7 kali dibandingkan dengan perawat wanita dengan

beban kerja optimal.

Selanjutnya untuk mengetahui jenis beban kerja dengan ejadian

burnout disajikan pada tabel 5.11.

Tabel 5.11 Analisis Hubungan Beban Kerja Dengan Burnout Perawat Wanita di RS Haji Makassar Diruang Rawat Inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

Beban Kerja

Burn Out    

pOR (CI)

Tidak Mengalami

MengalamiTotal

N % n % n %Qualitative Overload            

   

Optimal 40 50 37 46.25 77 96.25 0.241**Lebih 0 0 3 3.75 3 3.75Quantitative Overload              

Optimal 29 36.25 14 17.5 43 53.75 0.001*4.986 (1.892 Lebih 11 13.75 25 31.25 37 46.25

93

Page 94: tesis 2014 pasca hasil

94

- Total

40 50 40 50 80 100

Tabel 5.11 menunjukkan perawat wanita mengalami beban kerja

optimal secara kualitatif lebih banyak yang mengalami burnout yaitu

46.25 % dibandingkan dengan beban kerja kualitatif berlebihan hanya

3.75 %, perbedaan ini tidak bermakna secara statistik dengan nilai p :

0.241 yang berarti tidak ada beban kerja kualitatif dengan burnout perawat

wanita di RSU Haji Makassar.

Perawat wanita yang mengalami beban kerja berlebih secara

kuantitatif lebih banyak yang mengalami burnout yaitu 31.25 %

dibandingkan dengan beban kerja optimal secara kuantitatif hanya 17.5%,

perbedaan ini bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.001 yang

berarti ada hubungan beban kerja kuantitatif dengan burnout perawat

wanita di RSU Haji Makassar. Hasil analisis didapatkan nilai OR : 5 yang

berarti bahwa perawat wanita yang mengalami beban kerja kuantitatif

berpeluang mengalami burnout 5 kali dibandingkan dengan perawat

wanita dengan beban kerja kuantitatif optimal.

e. Analisis Hubungan Stres Kerja Dengan Burnout Perawat Wanita di

RS Haji Makassar

Tabel 5.12 Analisis Hubungan Stres Kerja Dengan Burnout Perawat Wanita di RS Haji Makassar Diruang Rawat Inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

Stress Kerja Burn Out     p OR (CI)Tidak

MengalamiMengalami Total

94

Page 95: tesis 2014 pasca hasil

95

n % n % n %Tidak Mengalami 30 37.5 8 10 38 47.5

0.00012.00

(4.180 - 34.454)

Mengalami 10 12.5 32 40 42 52.5Total 40 50 40 50 80 100

Tabel 5.12 menunjukkan perawat wanita yang mengalami stress kerja

lebih banyak yang mengalami burnout yaitu 40 % dibandingkan dengan

yang tidak mengalami stress kerja hanya 10 %, perbedaan ini bermakna

secara statistik dengan nilai p : 0.000 yang berarti ada hubungan stress

kerja dengan burnout pada perawat wanita di RSU Haji Makassar. Hasil

analisis didapatkan nilai OR : 12 yang berarti bahwa perawat wanita yang

mengalami stress kerja akan berpeluang mengalami burnout 12 kali

dibandingkan dengan perawat wanita yang tidak mengalami stress kerja.

Untuk mengetahui penyebab stress kerja yang berhubungan dengan

kejadian burnout pada perawat wanita di RSU Haji Makassar disajikan

pada tabel 5.13.

Tabel 5.13 Analisis Hubungan Penyebab Stres Kerja Dengan Burnout Perawat Wanita di RS Haji Makassar Diruang Rawat Inap RS Haji Makassar Tahun 2013 (n=80)

Stress Kerja

Burn Out    

pOR (CI)

Tidak Mengalami

MengalamiTotal

n % n % n %Faktor Individu               9.081

(3.287 -

25.085)

Tidak Mengalami 29 36.25 9 11.25 38 47.5

0.000*

Mengalami 11 13.75 31 38.75 42 52.5  Faktor Organisasi            

  2.810 (1.129

- 6.991)

Tidak Mengalami 23 28.75 13 16.25 36 45

0.025*

Mengalami 17 21.25 27 33.75 44 55  

Faktor                

95

Page 96: tesis 2014 pasca hasil

96

LingkunganTidak Mengalami 23 28.75 13 16.25 36 45

0.025*

2.810 (1.129

- 6.991)

Mengalami 17 21.25 27 33.75 44 55Total 40 50 40 50 80 100

Tabel 5.13 menunjukkan perawat wanita yang mengalami stress kerja

dari faktor individu lebih banyak yang mengalami burnout yaitu 38.75 %

sedangkan yang tidak mengalami stress kerja hanya 11.25 %, perbedaan

ini bermakna secara statistik dengan nilai p : 0.000 yang berarti ada

stress kerja dari factor individu dengan burnout perawat wanita di RSU

Haji Makassar dan stress kerja dari factor individu memberi peluang 9 kali

perawat wanita mengalami burnout (OR : 9).

Hasil analisi stress kerja dari factor organisasi menunjukkan perawat

wanita yang mengalami stress kerja lebih banyak yang mengalami

burnout yaitu 33.75 % dibandingkan yang tidak mengalami stress kerja

hanya 16.25%, perbedaan ini bermakna secara statistik dengan nilai p :

0.025 yang berarti ada hubungan stress kerja dari factor organisasi

dengan burnout perawat wanita di RSU Haji Makassar. Hasil analisis

didapatkan nilai OR : 3 yang berarti stress kerja dari factor organisasi

memberi peluang 3 kali perawat wanita mengalami burnout.

Hasil analisi stress kerja dari factor lingkungan menunjukkan perawat

wanita yang mengalami stress kerja lebih banyak yang mengalami

burnout yaitu 33.75 % dibandingkan yang tidak mengalami stress kerja

hanya 16.25%, perbedaan ini bermakna secara statistik dengan nilai p :

0.025 yang berarti ada hubungan stress kerja dari factor organisasi

96

Page 97: tesis 2014 pasca hasil

97

dengan burnout perawat wanita di RSU Haji Makassar. Hasil analisis

didapatkan nilai OR : 3 yang berarti stress kerja dari factor lingkungan

memberi peluang 3 kali perawat wanita mengalami burnout.

3. Analisis Multivariat

Analisis multivariat bertujuan untuk mengetahui variabel independen

yang paling berhubungan dengan variabel dependen. Uji analisis yang

digunakan adalah analisis regresi logistik karena semua variabel adalah

variabel kategorik. Tahapan dalam pemodelan analisis Logistik

Regression sebagai berikut :

a. Menentukan variabel bebas yang mempunyai nilai p<0,05 dalam uji

hubungan dengan variabel terikat yaitu dengan metode chi square

b. Variabel bebas yang masuk kriteria no.1 di atas, dimasukkan ke dalam

model logistik regresi bivariat dengan p≤0,25

c. Di dalam penentuan model yang cocok dengan melihat nilai dari wald

statistik untuk masing-masing variabel bebas. Namun untuk variabel

bebas yang tidak cocok (p>0,05) tetapi mempunyai arti teoritis penting

tidak dikeluarkan untuk dilakukan analisis

d. Pada proses langkah no.2 dan no.3 dibuat kriteria jelas dari masing-

masing variabel bebas pada penelitian ini adalah dalam bentuk skala

ordinal

e. Penentuan variabel yang paling dominan dilakukan dengan melalui

nilai Odd Ratio (OR), variabel yang mempunyai nilai OR tertinggi,

97

Page 98: tesis 2014 pasca hasil

98

maka disebut sebagai variabel yang paling dominan berhubungan

dengan kinerja perawat (Hastono, 2007).

Pemodelan dilakukan untuk semua kandidat yang mempunyai nilai

nilai p < 0.05, artinya setelah melalui perhitungan statistik bila ditemukan

variabel kandidat yang memiliki nilai p > 0.05, maka dikeluarkan dari

model. Hasil analisis model hubungan antara sub variabel dengan

menggunakan analisis regresi logistik sebagai berikut :

a. Analisis Hubungan Konflik Peran Ganda, Beban Kerja Dengan Stress

Kerja Perawat Wanita di RS Haji Makassar

Tabel 5.14 Hasil Analisis Pemodelan Regresi Logistik Hubungan Konflik Peran Ganda, Beban Kerja Dengan Stress Kerja Perawat Wanita di RS Haji Makassar,Tahun 2013 (n=80)

Variabel B SE P OR

Konflik peran ganda 2.231 0.534 0.000 9.313

Beban kerja 0.749 0.533 0.160 2.114

Berdasarkan hasil analisis multivariate pada tabel 5.14 menunjukkan

bahwa variabel yang paling berhubungan secara bermakna dengan stress

kerja perawat wanita di RS Haji Makassar adalah variabel konflik peran

ganda dengan nilai OR : 9.313 dengan taraf signifikan p : 0.000. Hal ini

berarti perawat wanita yang mengalami konflik peran ganda berpeluang 9

kali mengalami stress kerja.

b. Analisis Hubungan Konflik Peran Ganda, Stres Kerja, Beban Kerja

Dengan Burnout Perawat Wanita di RS Haji Makassar

Tabel 5.15 Hasil Analisis Pemodelan Regresi Logistik Hubungan Konflik Peran Ganda, Stres Kerja, Beban Kerja Dengan

98

Page 99: tesis 2014 pasca hasil

99

Burnout Perawat Wanita di RS Haji Makassar,Tahun 2013 (n=80)

Variabel B SE P OR

Konflik peran ganda 0.924 0.64 0.149 2.518

Beban kerja 1.921 0.612 0.002 6.827

Stres kerja 2.107 0.649 0.001 8.202

Berdasarkan hasil analisis multivariate pada tabel 5.15 menunjukkan

bahwa variabel yang paling berhubungan secara bermakna dengan

burnout perawat wanita di RS Haji Makassar adalah variabel stress kerja

dengan nilai OR : 8.202 dengan taraf signifikan p : 0.000. Hal ini berarti

perawat wanita yang mengalami stress kerja berpeluang 8 kali mengalami

burnout .

c. Hubungan Family Interfering With The Work, Faktor Individu, Faktor

Organisasi, Faktor Lingkungan Dari Stres Kerja, Qualitative Overload,

Quantitative Overload Dari Beban Kerja Dengan Burnout Perawat

Wanita di RS Haji Makassar

Tabel 5.16 Hasil Analisis Pemodelan Regresi Logistik Hubungan Family Interfering With The Work, Faktor Individu, Faktor Organisasi, Faktor Lingkungan Dari Stres Kerja, Qualitative Overload, Quantitative Overload Dari Beban Kerja Dengan Burnout Perawat Wanita di RS Haji Makassar,Tahun 2013 (n=80)

Variabel B SE P OR

Family Interfering With The Work 1.107 0.622 0.075 3.026Faktor Individu 1.884 0.642 0.003 6.581Faktor Organisasi 0.774 0.708 0.274 2.168Faktor Lingkungan 0.080 0.746 0.914 1.108Qualitative Overload 20.887 2.108 0.999 1.178 Quantitative Overload 1.317 0.619 0.033 3.732

99

Page 100: tesis 2014 pasca hasil

100

Berdasarkan hasil analisis multivariate pada tabel 5.16 menunjukkan

bahwa sub variabel konflik peran ganda, stress kerja dan beban yang

paling berhubungan secara bermakna dengan burnout perawat wanita di

RS Haji Makassar adalah variabel sub variabel stress kerja yaitu factor

individu dengan nilai OR : 6.581 dengan taraf signifikan p : 0.003. Hal ini

berarti perawat wanita yang mengalami stress kerja dari faktor individu

berpeluang 8 kali mengalami burnout .

B. Pembahasan

Pembahasan hasil penelitian meliputi interpretasi dan hasil diskusi

dengan membandingkan dengan kajian literature, hasil-hasil penelitian

terdahulu serta implikasi penelitian untuk pelayanan dan penelitian.

1. Hubungan karakteristik perawat pelaksana dengan Burnout perawat

wanita di rumah sakit di RS Haji Makassar

Hasil analisis menemukan tidak ada hubungan antara pendidikan

dengan burnout parawat wanita di RS Haji Makassar (p 0.763). Hasil

penelitian ini tidak sejalan dengan pendapat Maslach dan Jackson (1981)

menyebutkan bahwa tingkat pendidikan turut berperan dalam sindrom

burnout. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa stres yang terkait dengan

masalah perkerjaan seringkali dialami oleh pekerja dengan pendidikan

yang rendah. Penjelasan yang diberikan adalah karena proporsi

pendidikan S1 Keperawatan/Ners lebih sedikit dibandingkan dengan

responden yang berpendidikan Diploma III Keperawatan.

100

Page 101: tesis 2014 pasca hasil

101

Hasil analisi bivariat menemukan tidak ada hubungan antara umur

dengan burnout perawat wanita di RS Haji Makassar (p 0.433). Hasil

penelitian ini sejalan dengan pendapat Maslach dan Jackson (1981)

maupun Schaufeli dan Buunk (dalam Cooper dkk, 2001) menemukan

pekerja yang berusia lebih muda lebih tinggi mengalami burnout daripada

pekerja yang berusia tua. Namun tidak ada batasan umur dalam krtiteria

pekerja yang berusia muda maupun pekerja dalam usia tua. Sindrom

burnout di Amerika banyak dialami oleh mereka yang berada pada usia

produktif (30 - 40 tahun) dengan pengalaman kerja yang relatif sedikit.

Seiring dengan pertambahan usia pada umumnya individu menjadi lebih

matang, lebih stabil, lebih teguh sehingga memilki pandangan yang lebih

realistis (Sutjipto, 2001).

Hasil analisis masa kerja menunjukkan tidak ada hubungan antara

masa kerja dengan burnout parawat wanita di RS Haji Makassar (p

0.062). Lama kerja dihubungan dengan pengalaman menekuni pekerjaan

tertentu. Lama kerja menentukan seseorang dalam menjalankan tugas,

semakin lama seseorang bekerja semakin terampil dan semakin cepat

menyelesaikan tugasnya, sehingga lama kerja akan memberikan

pengalaman perawat mengasah keterampilannya. Menurut Robbin (2001)

lama kerja menentukan seseorang dalam menjalankan tugasnya. Pekerja

senior juga dinilai lebih berpengalaman dalam menangani problema yang

terjadi di lapangan. Hal ini mencerminkan bahwa perawat senior selain

dipandang memiliki pengetahuan yang lebih luas tentang operasi

101

Page 102: tesis 2014 pasca hasil

102

organisasi, serta mempunyai komitmen dan loyalitas yang lebih kuat

sehingga diduga akan mempunyai sifat altruistik dan kerelaan yang lebih

tinggi dibandingkan yang lebih muda.

Pekerja senior juga dinilai lebih berpengalaman dalam menangani

problema yang terjadi di lapangan. Bagi seorang perawat pengalaman

klinis yang telah dilalui merupakan proses belajar empiris dalam

meningkatkan keterampilannya sehingga berdampak pada kemampuan

melakukan penyesuaian terhadap tugas-tugas yang harus dilakukan.

2. Analisis Hubungan Konflik Peran Ganda, Beban Kerja Dengan Stres

Kerja Perawat Wanita di RS Haji Makassar

Hasil analisis menemukan ada hubungan konflik peran ganda dengan

stress kerja perawat wanita di RSU Haji Makassar (p : 0.000). Hasil

analisis didapatkan nilai OR : 10 yang berarti bahwa perawat wanita yang

mengalami konflik peran ganda lebih berpeluang mengalami stress kerja

10 kali dibandingkan dengan perawat wanita yang tidak mengalami konflik

peran ganda.

Hasil penelitian relevan dengan teori yang mendukung beberapa

prediksi yang menyatakan bahwa konflik peran ganda mengarah pada

stress kerja. Teori peran menjelaskan bahwa konflik peran individu terjadi

ketika pengharapan dalam hal kinerja salah satu peran menimbulkan

kesulitan dalam peran lain. Konflik pekerjaan-keluarga cenderung

mengarah pada stress kerja karena ketika urusan pekerjaan mencampuri

kehidupan keluarga, tekanan sering kali terjadi pada individu untuk

102

Page 103: tesis 2014 pasca hasil

103

mengurangi waktu yang dihabiskan dalam pekerjaan dan menyediakan

lebih banyak waktu untuk keluarga. Sama halnya dengan konflik keluarga-

pekerjaan dapat mengarah pada stress kerja dikarenakan banyaknya

waktu yang dibutuhkan dalam menangani urusan pekerjaan dan ini

merupakan sumber potensial terjadinya stress kerja. Konflik peran ganda

yang berkepanjangan akan menguras energi psikis dan fisik individu

sehingga terjadi penurunan kemampuan melakukan sejumlah tugas-tugas

yang harus diselesaikan dalam menjalankan profesinya sehingga

menyebabkan rentan terhadap stress.

Perawat wanita akan berusaha mengatasi permasalahan yang timbul

akibat keluarga maupun pekerjaan pemicu terjadinya konflik pekerjaan

keluarga dan stress kerja pada akhirnya. Penelitian Cinamon ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Chew (2002) menjelaskan bahwa

para guru yang mengajar di SMP Kaoshiung bahwa merawat anak

merupakan faktor pemicu tertinggi terjadinya konflik pekerjaan keluarga

dan adanya campur tangan keluarga dalam urusan pekerjaan merupakan

faktor utama dari stress kerja.

Konflik dalam keluarga tidak akan terjadi, bilamana adanya

keseimbangan antara peran dalam keluarga dengan pekerjaan.

Seorang perawat wanita yang telah berkeluarga memiliki peran

ganda, selain berperan sebagai istri dan ibu, ia juga berperan sebagai

pencari nafkah. Peran ganda ini sangat riskan dengan konflik, sebab

pada umumnya wanita cenderung memprioritaskan keluarganya (suami

103

Page 104: tesis 2014 pasca hasil

104

dan anak) ketimbang pekerjaan. Hal ini dapat menghambat proses

pelaksanaan pencapaian kinerjanya. Konflik peran ganda yang mereka

alami merupakan faktor pemicu stres kerja Hal tersebut sesuai hasil

penelitian Cinnamon dan Rich (2002) menunjukkan wanita yang bekerja

ternyata lebih sering mengalami konflik dan permasalahan serta lebih

menekankan pentingnya permasalahan keluarga dibanding pekerjaan,

ketika keluarga sebagai domain yang paling penting bagi kebanyakan

wanita. Permasalahan ini dapat mempengaruhi pekerjaan dan dapat

menjadi gangguan bagi mereka, sehingga menyebabkan penurunan

kinerja.

Hasil penelitian menemukan sebanyak 12. 5 % perawat wanita yang

mengalami konflik peran ganda tetapi tidak mengalami stress kerja. Hal ini

dimungkinkan oleh adanya dukungan sosial dari tempat kerja dapat

memberikan kontribusi, terutama pada produktivitas kinerjanya. Dukungan

sosial rekan kerja dapat berhubungan secara langsung integrasi

seseorang pada lingkungan sosial di tempat kerjanya. Rekan kerja

yang mendukung menciptakan situasi tolong menolong, bersahabat, dan

bekerja sama akan menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan

sehingga mengurangi resiko terjadinya stress kerja. Hubungan

interpersonal antara atasan dengan bawahan dan rekan kerja dalam

pekerjaan merupakan faktor penting untuk mencapai kepuasan kerja.

Adanya dukungan sosial dalam hal ini kepala ruangan dan rekan kerja

pada tiap unit kerja diyakini dapat menghambat terjadinya stress kerja

104

Page 105: tesis 2014 pasca hasil

105

pada perawat. Oleh karena itu perlu untuk menjalin komunikasi yang baik

antara atasan dengan bawahan sehingga tidak terjadi kesalahpahaman

yang pada akhirnya memicu stress. Hal ini sesuai dengan penelitian

French (dalam Almasitho, 2011) menemukan bahwa dukungan sosial

dapat mencegah terjadinya psychological distress di lingkungan kerja.

Demikian halnya Menurut Cassel dan Cob (dalam Almasitho, 2011)

mengemukakan dukungan yang dirasakan secara lebih konsisten

mampu meningkatkan kesehatan psikis dan melindungi psikis dalam

kondisi stres.

Demikian halnya ditemukan sebanyak 11.25 % perawat wanita tidak

mengalami konflik peran ganda tetapi mengalami stress kerja. Penjelasan

penelitian setiap perawat di manapun ia berada dalam suatu pekerjaan di

rumah sakit, dapat berperan sebagai sumber stres bagi perawat yang lain.

Persepsi seseorang terhadap stimulus lingkungan dapat mempengaruhi

reaksinya terhadap stimulus tersebut. Salah satu stimulus lingkungan

dalam dunia kerja adalah tuntutan pekerjaan sehari-hari yang dianggap

sebagai suatu beban. Beban kerja akan dipandang sebagai suatu yang

bermakna setelah melalui proses penilaian secara kognitif. Beban kerja

diyakini sebagai salah satu penyebab stres kerja, namun persepsi

seseorang terhadap lingkungannya adalah berbeda-beda walaupun

stimulusnya sama sehingga dalam hal ini terdapat kemungkinan orang

mempersepsikan beban kerjanya secara berbeda tergantung karakteristik

personel.

105

Page 106: tesis 2014 pasca hasil

106

Hasil penelitian juga menemukan ada hubungan beban kerja dengan

stress kerja perawat wanita di RSU Haji Makassar (p : 0.026). Hasil

analisis didapatkan nilai OR : 3 yang berarti bahwa perawat wanita yang

mengalami beban kerja berlebihanlebih berpeluang mengalami stress

kerja 3 kali dibandingkan dengan perawat wanita dengan beban kerja

optimal.

Beban kerja adalah keadaan dimana perawat dihadapkan pada tugas

dan pekerjaan yang harus dilakukan perawat baik secara kuantitatif yaitu

banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan maupun secara kualitatif yaitu

tingkat kesulitan atau kerumitan kerja. Hasil penelitian ini menjelaskan

bahwa semakin tinggi beban kerja makin tinggi stress kerja yang dialami.

Pada titik tertentu jika beban kerja berlebihan tidak lagi produktif, tetapi

menjadi destrutif. Pada titik tersebut kita telah melewati kemampuan kita

untuk memecahkan masalah dan menalar dengan cara yang konstruktif.

Timbullah kelelahan mental dan reaksi-reaksi emosional dan fisik. Bila

stress telah mencapai titik optimal yang dicerminkan dalam penurunan

kemampuan menyelesaikan kerja harian perawat, maka cenderung tidak

menghasilkan perbaikan prestasi kerja. Beban kerja yang bisa

menyebabkan terjadinya stres kerja diantaranya adalah sistem pemberian

tugas, kesulitan dari tugas, ketercukupan waktu untuk penyelesaian, ada

tidaknya instruktur kerja, maupun tingkat kelelahan karyawan dalam

menyelesaikan pekerjaan

106

Page 107: tesis 2014 pasca hasil

107

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mahwidhi (2010) tentang

pengaruh beban kerja terhadap stres kerja pada perawat di RSU Dr.

Soeroto Ngawi didapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh beban kerja

fisik (subyektif) dan beban kerja mental (subyektif) terhadap stres kerja

dengan nilai probabilitas masing-masing sebesar 0,000 dan 0,043. Hal

ini juga didukung oleh penelitian (Suciari, 2006 dalam Lilis dian

Prihatini) bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara beban kerja

dengan stress kerja perawat. Demikian halnya dengan penelitian

Rodrigues (2010) bahwa ada hubungan antara beban kerja dan tingkat

stres perawat , semakin tinggi beban kerja maka semakin tinggi juga

tingkat stres perawat. Menurut Roy (1991) bahwa faktor beban kerja

termasuk di dalam stimulus fokal dimana secara langsung berhadapan

dengan seseorang dan responnya segera. Perawat yang merasa beban

kerjanya tinggi akan langsung berespon untuk beradaptasi dengan kondisi

yang ada.

Stres dipandang sebagai suatu situasi atau peristiwa yang

menimbulkan tuntutan untuk bereaksi, untuk kemampuan individu

dianggap tidak mencukupi sebagai sumber kebutuhannya.

ketidakseimbangan antara tuntutan lingkungan dan kemampuan individu

yang menyebabkan respon dalam bentuk fisiologis dan atau perilaku,

serta pengalaman yang tidakseimbang yang semua itu dipengaruhi oleh

karakteristik individual. Pendekatan interaksional/transaksional,

107

Page 108: tesis 2014 pasca hasil

108

menyatakan bahwa stres akan terjadi bila ada tuntutan dari lingkungan

terhadap diri individu yang melebihi kemampuan penyesuaiannya.

Fluktuasi beban kerja merupakan bentuk lain dari pembangkit stres

kerja. Untuk jangka waktu tertentu bebannya sangat ringan dan saat-saat

lain bebannya bisa berlebihan. Kondisi pasien yang selalu berubah,

jumlah rata-rata jam perawatan yang di butuhkan untuk memberikan

pelayanan langsung pada pasien serta dokumentasi asuhan keperawatan

mempengaruhi beban kerja perawat. Keadaan yang tidak tepat tersebut

dapat menimbulkan stress kerja.

Pada penelitian ini juga ditemukan perawat dengan beban kerja

optimal tetapi mengalami stress kerja sebanyak 18.75 %. Kondisi ini dapat

dijelaskan bahwa stress kerja merupakan gejala yang terjadi di dalam

proses interaksi antara faktor-faktor lingkungan dengan individu, stresor

menimbulkan berbagai macam respon atau tanggapan yang berbeda-

beda. Cara individu berespon terhadap stresor dapat juga menjadi

penyebab munculnya stres, atau bahkan memperberat stres yang sudah

ada. Beberapa orang lebih mampu mengatasi stres dapat menyesuaikan

perilakunya dengan stresor. Mampu tidaknya individu menyesuaikan diri

dengan stres juga tergantung dari persepsi mengenai rangsangan yang

mengancam. Interaksi antara lingkungan dan individu ini menimbulkan

dinamika psikologis yang unik. Ada proses internal individu yang

mempengaruhi persepsi terhadap stresor. Hal ini sejalan dengan

pendapat yang menyatakan bahwa satu hal terpenting dalam menghadapi

108

Page 109: tesis 2014 pasca hasil

109

stresor ialah faktor persepsi atau interpretasi individu yang bersangkutan

(Riggio, 1996). Beban kerja individu yang optimal akan dapat tercapai

apabila ada keseimbangan antara tuntutan pekerjaan dengan kemampuan

individu untuk memenuhi tuntutan tersebut.

3. Analisis Hubungan Konflik Peran Ganda Dengan Burnout Perawat

Wanita di RS Haji Makassar

Hasil penelitian menemukan ada hubungan konflik peran ganda

dengan burnout pada perawat wanita di RSU Haji Makassar (p : 0.000).

Hasil analisis didapatkan nilai OR : 6 yang berarti bahwa perawat wanita

yang mengalami konflik peran ganda lebih berpeluang mengalami burnout

6 kali dibandingkan dengan perawat wanita yang tidak mengalami konflik

peran ganda.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peran ganda yang diemban

oleh perawat wanita ini sangat riskan dengan terjadinya burnout. Perawat

merupakan pekerja kesehatan yang paling lama bersentuhan dengan

pasien. Perawat wanita yang sudah berkeluarga disatu sisi dituntut untuk

memberikan pelayanan sesuai dengan standar opersional dan standar

asuhan agar dapat memberikan standar pelayanan minimal yang

diharapkan, mereka juga diperhadapkan pada keluhan keluarga pasien

dan tugas-tugas lainnya. Disisi lainnya sebagai ibu rumah tangga dituntun

untuk menjalankan perannya dengan sebaik-baiknya. Situasi ini menuntut

109

Page 110: tesis 2014 pasca hasil

110

perawat untuk bekerja ektra sehingga dapat menyebabkan kelelahan fisik

dan mental. Jika sumber-sumber penyesuaian untuk menyeimbangkan

kedua peran tersebut lebih kecil dari pada tuntutan pekerjaan yang harus

dijalankan akan menyebabkan terjadinya burnout.

Pernyataan tersebut didukung oleh Carnizer (2004) dalam Emilia

(2009) bahwa wanita lebih rentan mengalami konflik peran ketika

mencoba menyeimbangkan peran majemuk karena model mental yang

telah diinternalisasi berupa keyakinan budaya, agama dan nilai yang

terkait dengan gender sehingga wanita cenderung mendahulukan

pekerjaan keluarga. Kegagalan dalam menyeimbangkan peran sekaligus

akan menguras habis energ psisik dan mental (physical and psyhological

exhaustion). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan

Karatepe (2010), yang menemukan beban kerja merupakan prediktor

terjadinya konflik peran ganda dan peran ganda berpengaruh signifikan

terhadap kejadian burnout.

Konflik pekerjaan keluarga pada perawat wanita cenderung

mengarah pada burnout ketika urusan pekerjaan mencampuri kehidupan

keluarga, tekanan seringkali terjadi pada individu untuk mengurangi waktu

yang dihabiskan dalam pekerjaan dan menyediakan lebih banyak waktu

untuk keluarga. Sama halnya dengan konflik keluarga pekerjaan dapat

mengarah pada burnout dikarenakan banyaknya waktu untuk berkumpul

bersama keluarga menyebabkan kurangnya waktu yang dibutuhkan dalam

menangani urusan pekerjaan. Perawat wanita yang mengalami tingkat

110

Page 111: tesis 2014 pasca hasil

111

konflik pekerjaan keluarga yang tinggi akan mempunyai tingkat depresi

yang tinggi sehingga mengarah pada stress kerja, tingkat kemangkiran

kerja meningkat dan produktivitas menjadi berkurang.

Konflik dapat timbul sebagai akumulasi dari berbagai masalah yang

ada, baik dalam pekerjaan maupun di dalam keluarga. Tuntutan hidup

yang semakin banyak serta tuntutan profesionalisme dalam pekerjaan

dapat menimbulkan konflik dalam diri seseorang konflik-konflik tersebut

akan menghambat proses pelaksanaan suatu pekerjaan. Apalagi pada

wanita yang bekerja, karena konflik yang dihadapi dapat menyebabkan

seseorang tidak dapat berfungsi secara normal dan menjadi tidak

seimbang. Jumlah anak, jumlah waktu yang keluarga, jumlah waktu yang

dihabiskan untuk mengurus rumah tangga dan pekerjaan serta tidak

adanya dukungan dari pasangan dan keluarga merupakan pemicu

terjadinya konflik pekerjaan-keluarga. Beberapa peneliti menemukan

bahwa ada hubungan antara konflik peran ganda dengan psychological

distress dan burnout. Schwartzberg dan Dytell (dalam Tamaela, 2011)

mengatakan ada pengaruh pekerjaan dan stres keluarga terhadap

kesejateraan psikologis dan burnout. Selanjutnya penelitian mengarah

pada perbedaan gender dan penelitian terbaru menemukan bahwa wanita

menunjukkan level distres yang lebih tinggi yang berhubungan dengan

peran ganda.

Dalam penelitian ini ditemuka perawat wanita yang tidak mengalami

burnout sebesar 12.5 %. Penjelasan penelitian bahwa kejadian burnout

111

Page 112: tesis 2014 pasca hasil

112

dapat disebabkan oleh berbagai factor diantaranya faktor situasional atau

karakteristik pekerjaan, faktor organisasional dan faktor individual atau

kepribadian.

Hasil penelitian mengidentifikasi bahwa konflik work interfering with

the family (WIF) atau pekerjaaan mengganggu peran seseorang dalam

keluarga tidak berhubungan signifikan dengan burnout pada perawat

wanita di RSU Haji Makassar (p : 0.263), sedangkan konflik family

interfering with the work atau peran seseorang dalam keluarga

mengganggu peran pekerjaan berhubungan signifikas dengan dengan

burnout pada perawat wanita di RSU Haji Makassar (p : 0.001). Dimana

perawat wanita yang mengalami family interfering with the work (FIW)

lebih berpeluang mengalami burnout 5 kali dibandingkan dengan perawat

wanita yang tidak mengalami family interfering with the work. Temuan ini

senada dengan hasil penelitian Berk menemukan bahwa wanita

cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dalam hal urusan keluarga

sehinggawanita dilaporkan lebih banyak mengalami konflik pekerjaan

keluarga khususnya family interference with work.

Penelitian menyimpulkan bahwa peran perawat wanita dalam

keluarga mengganggu peran pekerjaan berhubungan signifikas dengan

dengan burnout, sedangkan pekerjaaan mengganggu peran seseorang

dalam keluarga tidak berhubungan signifikan dengan burnout. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian Netemeyer et al. dalam

112

Page 113: tesis 2014 pasca hasil

113

Agustina, 2008; Thomas & Ganster dalam Agustina, 2008) yang

menemukan adanya pengaruh FIW terhadap kepuasan kerja.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dimensi waktu dalam

menjalankan setiap peran dari perawat wanita memegang peranan

penting. Perawat menghabiskan waktunya 7-8 jam selama 24 jam untuk

melakukan aktivitas perawatan tentu akan sangat melelahkan. Setelah

menghabiskan waktu kerja sampai dirumah harus melanjutkan perannya

sebagai ibu rumah tangga dengan sebaik-baiknya, akibatnya waktu

istirahat lebih sedikit sehingga rutinitas kegiatan seperti ini akan menguras

energi fisik maupun mental yang pada akhirnya jika kapasitas koping

yang dimilki melewati ambang batas akan menyebabkan terjadinya

burnout.

Pemenuhan tuntutan pemenuhan peran dalam keluarga dipengaruhi

oleh kamampuannya dalam memenuhi tuntutan pekerjaan yang

berlebihan dan waktu seperti pekerjaan yang harus diselesaikan

secepatnya sementara tuntutan keluarga berhubungan dengan waktu

yang dibutuhkan untuk menangani tugas-tugas rumah tangga. Semakin

besar kompoisisi dan jumlah anggota keluarga semakin besar pula waktu

yang dibutuhan untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.

Ketidakmampuan mengelola waktu dalam menyelesaikan kedua peran

akan menganggu penyelesaian tugas dan perannya sebagai seorang

perawat.

113

Page 114: tesis 2014 pasca hasil

114

4. Analisis Hubungan Beban Kerja Dengan Burnout Perawat Wanita di

RS Haji Makassar

.Hasil penelitian menemukan ada hubungan yang signifikan antara

beban kerja dengan burnout pada perawat wanita di RSU Haji Makassar

(p : 0.000), dimana perawat wanita yang mengalami beban kerja lebih

akan berpeluang mengalami burnout 7 kali dibandingkan dengan perawat

wanita dengan beban kerja optimal.

Beban kerja yang berlebihan secara signifikan berhubungan dengan

kejadian burnout pada perawat wanita. Ketika seorang perawat

mempersepsikan beban kerjanya secara overload, maka perawat tersebut

akan rentan terhadap stres, karena stres merupakan persepsi mengenai

ketidakseimbangan antara sumber-sumber individu dan tuntutan yang

ditujukan pada perawat yang bersangkutan. Kemudian perawat akan

mengalami ketegangan (strain) yaitu memberikan respon emosional

sesaat terhadap ketidakseimbangan. Setelah itu perawat akan melakukan

coping terhadap stresnya, dan bila perawat mengalami kegagalan dalam

coping maka perawat tersebut akan mengalami burnout. Banyaknya

tuntutan dan tekanan kerja yang berlebih ditambah dengan minimnya

sumber individu untuk dapat memenuhi semua tuntutan akan

menyebabkan ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan yang dialami oleh

perawat tersebut menghasilkan stress emosional yang kronis, yang

berujung pada munculnya burnout.

114

Page 115: tesis 2014 pasca hasil

115

Individu dengan persepsi beban kerja yang rendah akan mengetahui

seberapa jauh kemampuan diri mereka dan bagaimana mengoptimalkan

potensinya untuk mencapai harapan sehingga stres yang ada pada

pekerjaan membantunya mengarahkan sumber-sumber yang ada pada

dirinya untuk memenuhi tuntutan pekerjaan. Individu – individu tersebut

menganggap tekanan atau kesulitan sebagai tantangan sehingga mereka

akan semakin meningkatkan performance kerja mereka. Sedangkan pada

orang dengan persepsi beban kerja tinggi, stresor pada pekerjaan akan

dianggap sebagai hambatan yang menyulitkan. Akibatnya mereka akan

merasa terbebani dengan pekerjaan mereka sehingga rentan bagi

munculnya burnout. Hal ini sesuai dengan pendapat Santrock (1995)

dalam Tamaela (2011) bahwa burnout biasanya terjadi bukan karena satu

atau dua kejadian yang traumatis tetapi karena akumulasi bertahap dari

tekanan kerja yang berat.

Meskipun demikan dalam penelitian ini ditemukan perawat wanita

dengan beban kerja optimal jugan mengalami burnout demikian

sebaliknya ditemukan perawat wamita yang mengalami beban kerja

berlebihan tetapi tidak mengalami burnout dengan proporsi yang hampir

sama. Penjelasan penelitian adalah persepsi seseorang terhadap

lingkungannya adalah berbeda-beda walaupun stimulusnya sama

sehingga dalam hal ini terdapat kemungkinan orang mempersepsikan

beban kerjanya secara berbeda tergantung karakteristik personelnya.

115

Page 116: tesis 2014 pasca hasil

116

Begitu juga dengan perawat, persepsi seorang perawat terhadap beban

kerjanya dapat mempengaruhi reaksinya terhadap beban kerja tersebut.

Selanjutnya penelitian mengidentifikasi perawat wanita mengalami

beban kerja optimal secara kualitatif lebih banyak yang mengalami

burnout yaitu 46.25 % dibandingkan dengan beban kerja kualitatif

berlebihan hanya 3.75 %, dan penelitian menyimpulkan tidak ada

hubungan yang signifikan antara beban kerja kualitatif dengan burnout

perawat wanita di RSU Haji Makassar (p : 0.241). Sedangkan perawat

wanita yang mengalami beban kerja berlebih secara kuantitatif lebih

banyak yang mengalami burnout yaitu 31.25 % dibandingkan dengan

beban kerja optimal secara kuantitatif hanya 17.5%, dan disimpulkan ada

ada hubungan beban kerja kuantitatif dengan burnout perawat wanita di

RSU Haji Makassar (p : 0.001). Dimana perawat wanita yang mengalami

beban kerja kuantitatif berpeluang mengalami burnout 5 kali dibandingkan

dengan perawat wanita dengan beban kerja kuantitatif optimal.

Beban kerja secara kualitatif berkaitan dengan kemajemukan

pekerjaan yang harus dilakukan. Meskipun tidak berhubungan secara

signifikan akan tetapi fenomena yang menarik adalah perawat wanita

mengalami beban kerja optimal secara kualitatif lebih banyak yang

mengalami burnout dibandingkan perawat dengan beban kerja kualitatif

berlebihan. Secara teori beban kerja optimal merupakan kondisi

kesimbangan antara potensi yang dimiliki dengan tugas-tugas yang harus

diselesaikan. Sehingga terjadinya burnout bersumber dari stressor lain

116

Page 117: tesis 2014 pasca hasil

117

misalnya stressor personal diluar dari pekerjaan itu sendiri maupun factor

organisasi yang kurang kondusif. Beban kerja kualitatif merupakan

pekerjaan yang dilakukan oleh manusia makin beralih titik beratnya pada

pekerjaan otak. Kemajemukan yang harus dilakukan seorang perawat

dapat dengan mudah berkembang menjadi beban berlebihan kualitatif jika

kemajemukannya memerlukan kemampuan teknikal dan intelektual yang

lebih tinggi daripada yang dimiliki. Pada titik tertentu kemajemukan

pekerjaan tidak lagi produktif, tetapi menjadi destrutif. Pada titik tersebut

kita telah melewati kemampuan kita untuk memecahkan masalah dan

menalar dengan cara yang konstruktif. Timbullah kelelahan mental dan

reaksireaksi emosional dan fisik. Penelitian menunjukkan bahwa

kelelahan mental, sakit kepala, dan gangguan-gangguan pada perut

merupakan hasil dari kondisi kronis dari beban berlebih kualitatif.

Sementara itu hasil pengujian menunjukkan bahwa kelebihan beban

kerja secara kuantitatif berpengaruh signifikan terhadap tingkat burnout,

artinya bahwa semakin tinggi tingkat kelebihan beban kerja akan

menyebabkan burnout juga akan tinggi. Selaras dengan hasil penelitian

Shaw dan Weekly, (1985), Zagladi (2004) menemukan bahwa beban

kerja kuantitatif.yang berlebihan berpengaruh positif terhadap burnout.

Hasil penelitian ini mendukung hasil kajian empiris terbaru oleh Henkens

dan Leenders, (2010) dan Izquierdo (2010) dalam Tamaela (2011)yang

menyatakan bahwa seluruh dimensi burnout dipengaruhi oleh tingginya

beban kerja tanpa mmandang jenis beban kerja. Unsur yang menimbulkan

117

Page 118: tesis 2014 pasca hasil

118

beban berlebih kuantitatif ialah kondisi kerja, yaitu setiap tugas diharapkan

dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat. Pada saat

tertentu hal ini merupakan motivasi dan menghasilkan prestasi, namun

bila desakan waktu menyebabkan banyak kesalahan atau menyebabkan

kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka ini merupakan cerminan

adanya beban berlebih kuantitatif. Pada akhirnya, hasil ini mampu

menjelaskan bahwa tingginya beban kerja secara kuantitatif akan

menimbulkan ketegangan-ketegangan emosional. Ketika seorang

perawat mempersepsikan beban kerjanya secara overload, maka perawat

tersebut akan rentan terhadap stres, karena stres merupakan persepsi

mengenai ketidakseimbangan antara sumber-sumber individu dan

tuntutan yang ditujukan pada perawat yang bersangkutan. Kemudian

perawat akan mengalami ketegangan (strain) yaitu memberikan respon

emosional sesaat terhadap ketidakseimbangan. Setelah itu perawat akan

melakukan coping terhadap stresnya, dan bila perawat mengalami

kegagalan dalam coping maka perawat tersebut akan mengalami burnout.

5. Analisis Hubungan Stres Kerja Dengan Burnout Perawat Wanita di RS

Haji Makassar

Hasil penelitian menemukan ada hubungan stress kerja dengan

burnout pada perawat wanita di RSU Haji Makassar (p : 0.000) dan

perawat wanita yang mengalami stress kerja akan berpeluang mengalami

burnout 12 kali dibandingkan dengan perawat wanita yang tidak

mengalami stress kerja.

118

Page 119: tesis 2014 pasca hasil

119

Penelitian telah membuktikan adanya hubungan antara stress kerja

dengan burnout pada perawat wanita di RS Haji Makassar. Hasil

penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Purbandini (2012)

yang menemukan hubungan positif dan signifikan antara variabel stres

kerja dengan variabel burnout pada perawat RSUD Kota Bekasi. Hal

ini diperkuat oleh pernyataan Leatz dan Stolar (Andarika, 2004) apabila

keadaan stres terjadi dalam jangka waktu yang lama dengan intensitas

yang cukup tinggi, ditandai dengan kelelahan fisik, kelelahan

emosional, dan kelelahan mental, maka akan mengakibatkan perawat

mengalami gejala burnout.

Dalam menjalankan peran dan fungsinya seorang perawat dituntut

untuk memiliki keahlian, pengetahuan, dan konsentrasi yang tinggi.

Selain itu pula seorang perawat selalu dihadapkan pada tuntutan

idealisme profesi dan sering menghadapi berbagai macam persoalan

baik dari pasien maupun teman sekerja, pola kerja yang monoton dan

rutin ditambah lagi dengan beban tugas sebagai ibu rumah tangga. Jika

perawat wanita tidak mampu berdapatasi dengan stressor-stresor tersebut

menyebabkan mengalami stress kerja yang jika berlangsung lama dan

intensitasnya cukup tinggi dapat menyebabkan kelelahan secara fisik,

mental dan emosional sehingga berkembangan menjadi burnout.

Selanjutnya penelitian mengidentifikasi hubungan faktor stress

kerjadengan kejadian burnout yang menemukan semua faktor stress

kerja berkorelasi dengan burnout pada perawat wanita. Hal ini

119

Page 120: tesis 2014 pasca hasil

120

menunjukkan bahwa keterlibatan factor-faktor stress kerja akan

meningkatkan kecendrungan terjadinya burnout sebagaimana analisis

yang menunjukkan ada hubungan stress kerja dengan burnout pada

perawat wanita di RSU Haji Makassar. Faktor stress yang member

konstribusi lebih besar terhadap terjadinya burnout adalah factor individu

(OR: 9).

Tabel 5.13 menunjukkan perawat wanita yang mengalami stress kerja

dari faktor individu lebih banyak yang mengalami burnout yaitu 38.75 %

sedangkan yang tidak mengalami stress kerja hanya 11.25 %, perbedaan

ini bermakna secara statistik dengan nilai yang berarti ada stress kerja

dari factor individu dengan burnout perawat wanita di RSU Haji Makassar

(p : 0.000)dan stress kerja dari faktor individu memberi peluang 9 kali

perawat wanita mengalami burnout (OR : 9). Faktor individu yaitu semua

hal yang terdapat dalam kehidupan pribadi individu diluar

pekerjaan,seperti masalah keuangan dan ekonomi, masalah pribadi yang

terjadi diluar jam kerja termasuk kepribadian. Akibatnya konsistensi kerja

terganggu,kinerja kurang memuaskan dan individu tidak dapat memenuhi

tuntutan pekerjaan. Peristiwa yang terjadi di dalam dan diluar tempat

kerja dapat memicu terjadinya stress kerja. Stress kerja yang dialami

merupakan hubungan yang timbal balik antara sesuatu yang terjadi dalam

diri individu dan diluar individu. Hal ini berarti bahwa terjadinya stress

kerja lebih menekankan pada kemampuan individu untuk melakukan

penyesauaian terhadap lingkungan kerja dan pekerjaan itu sendiri. Jika

120

Page 121: tesis 2014 pasca hasil

121

tidak mampu melakukan penyesuaian dengan baik akan mengalami

stress kerja sementara ia tetap melakukan pekerjaannya akan

meningkatkan resiko mengalami burnout.

6. Analisis Hubungan Konflik Peran Ganda, Beban Kerja Dengan Stress

Kerja Perawat Wanita di RS Haji Makassar

Berdasarkan hasil analisis multivariate ditemukan variabel yang paling

berhubungan secara bermakna dengan stress kerja perawat wanita di RS

Haji Makassar adalah variabel konflik peran ganda (OR : 9 p : 0.000)

yang berarti perawat wanita yang mengalami konflik peran ganda

berpeluang 9 kali mengalami stress kerja.

Konflik peran antara pekerjaan dan keluarga secara signifikan

berhubungan dengan stress kerja perawat wanit. Hal ini disebabkan

perawat tidak dapat melakukan dua hal dalam waktu bersamaan. Ketika

perawat harus menyelesaikan pekerjaannya maka waktu yang

seharusnya dihabiskan untuk keluarga akan berkurang, demikian pula

sebaliknya, ketika perawat menghabiskan lebih banyak waktu bersamaan

keluarga maka waktu penyelesaian pekerjaan akan berkurang dan

pekerjaan tidak dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.

Hal ini merupakan sumber potensial stress kerja pada perawat. Ketika

konflik pekerjaan berpengaruh terhadap kehidupan keluarga, maka

perawat pekerja biasanya membawa masalah pekerjaan serta stress yang

diakibatkan oleh pekerjaan ke rumah dan hal ini akan mempengaruhi

kehidupan dalam keluarga. Demikian hal ketika perawat yang memiliki

121

Page 122: tesis 2014 pasca hasil

122

masalah dalam keluarganya akan berdampak pada pekerjaan serta

kinerja yang dihasilkan oleh perawat tersebut.

7. Analisis Hubungan Konflik Peran Ganda, Stres Kerja, Beban Kerja

Dengan Burnout Perawat Wanita di RS Haji Makassar

Hasil analisis multivariate menunjukkan bahwa variabel yang paling

berhubungan secara bermakna dengan burnout perawat wanita di RS Haji

Makassar adalah variabel stress kerja (OR : 8, p : 0.000). Dimana

perawat mengalami stress kerja berpeluang 8 kali mengalami burnout .

Perawat yang mengalami stres akan selalu diliputi perasaan cemas,

tegang, mudah tersinggung dan frustrasi serta adanya keluhan

psikosomatis. Hal tersebut terjadi karena terkurasnya energi untuk

menghadapi stres yang dialami terus menerus dalam pekerjaannya

sehingga dengan mudah berkembang menjadi burnout. Hasil penelitian

ini mendukung beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa

penyebab timbulnya burnout berasal dari stres kerja yang

berkepanjangan, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi burnoutdapat

dikenali melalui penyebab stres kerja.

Perawat yang mengalami burnout akan mengalami perubahan fisik

maupun psikis yang mengakibatkan hasil kerja tidak optimal, sering

absent dalam kerjanya, mengalami gangguan pada kesehatannya, emosi

yang tinggi, kerja yang lambat dan semangat kerja menjadi turun. Simtom-

simtom tersebut menimbulkan burnout, dan burnout yang berlarut-larut

akan merugikan diri sendiri maupun organisasi . Jadi dapat disimpulkan

122

Page 123: tesis 2014 pasca hasil

123

bahwa burnoutpada perawat adalah suatu fenomena yang dialami individu

dalam kondisi internal negatif yang disertai dengan kelelahan fisik,

kelelahan emosional, kelelahan mental, dan menurunnya penghargaan

terhadap diri sendiri, akibat dari stress kerja yang berkepanjangan.

Kondisi internal negatif pada perawat dapat memiliki derajat stress yang

cukup tinggi, dan dapat beresiko menimbulkan burnout. Hal ini disebabkan

oleh tugas dan pekerjaan perawat yang kompleks dan menjenuhkan

dalam pekerjaannya.

8. Hubungan Family Interfering With The Work, Faktor Individu, Faktor

Organisasi, Faktor Lingkungan Dari Stres Kerja, Qualitative Overload,

Quantitative Overload Dari Beban Kerja Dengan Burnout Perawat

Wanita di RS Haji Makassar

Berdasarkan hasil analisis multivariate menemukan bahwa sub

variabel konflik peran ganda, stress kerja dan beban yang paling

berhubungan secara bermakna dengan burnout perawat wanita di RS Haji

Makassar adalah variabel sub variabel stress kerja yaitu faktor individu

(OR : 6, p : 0.003).

Hasil penelitian ini memperkuat analisis sebelumnya yang

menemukan bahwa stress kerja merupakan variabel yang paling

berhubungan dengann burnout. Penelitian ini menjelaskan bahwa stress

kerja yang bersumber dari individu perawat wanita memberi dampak

terbesar terhadap kejadian burnout. Hal ini sangat logis karena stress itu

sendiri bersifat personal. Stres merujuk pada kondisi internal individu

123

Page 124: tesis 2014 pasca hasil

124

untuk menyesuaikan diri secara baik terhadap perasaan yang

mengancam. Hal ini sangat tergantung dari kemampuan individu

melakukan penyesuaian terhadap berbagai stressor yang di alami. Dalam

kaitan pekerjaan, stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh

transaksi antara individu dengan lingkungan kerja sehingga menimbulkan

persepsi jarak antara tuntutan yang berasal dari situasi dengan sumber

daya sistem biologis, psikologis dan sosial.

Berbagi stressor yang dialami oleh perawat seperti beban kerja,

konflik peran ganda, kondisi lingkungan kerja dan pekerjaan itu sendiri jika

stress di manajemen dengan baik akan menciptakan keseimbangan

antara tuntutan pekerjaan dengan individu, tetapi jika penyesuaian tidak

efektif akan menyebabkan stress kerja. Sehingga perawat wanita yang

mengalami stress kerja berkepanjangan dengan intensitas yang cukup

besar akan menyebabkan burnout.

C. Keterbatan Penelitian

Secara keseluruhan penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan.

Pertama penggunaan metode cross-sectional study memiliki kendala

kurangnya inferensi kausalitas, selain itu data longitudinal dapat

menimbulkan biasnya estimasi parameter sehingga hasilnya kurang baik.

Kedua, metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode angket (self evaluative) sehingga subjektifitas dapat

mempengaruhi responden pada saat menjawab pernyataan penelitian.

Sehingga untuk mengontrol kecendrungan subjektifitas peneliti menunggu

124

Page 125: tesis 2014 pasca hasil

125

sampai responden menjawab keseluruhan kuesioner dan menjelaskan

setiap atem pertanyaan sehingga responden dapat memahami dengan

baik sebelum memberikan pendapat.

Ketiga, penelitian ini tidak melakukan pengujian interaksi antara

variabel independen (konflik kerja, beban kerja dan stres kerja) yang

memungkinkan adanya hubungan bersama-sama dan atau saling

memediasi antara variabel independen dengan variabel dependen

(burnout), sehingga untuk penelitian selanjutnya di sarankan untuk

melakukan uji interaksi antara variabel independen hubungannya dengan

variabel dependen.

Keempat, pengukuran variabel independen dilakukan secara

kelompok, tidak melakukan pengujian sub variabel dari masing-masing

sub variabel sehingga hasil penelitian tidak secara spesifik mampu

mengidentifikasi hubungan masing-masing sub veriabel independen

dengan viriabel dependen sehingga di sarankan penelitian lanjutan untuk

melakukan pengujian sub variabel independen.

D. Implikasi penelitian

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat berimplikasi pada :

a. Pelayanan keperawatan

Hasil penelitian telah membuktikan secara empiris bahwa konflik

peran ganda, stres kerja dan beban kerja berhubungan dengan burnout

pada perawat wanita, sehingga hasil penelitian ini dapat menjadi referensi

bagi pimpinan rumah sakit khususnya bidang keperawatan dengan

125

Page 126: tesis 2014 pasca hasil

126

menerapkan manajemen konflik, managemen stres dan penyesuaian

beban kerja perawat yang lebih optimal.

b. Pendidikan Keperawatan

Penelitian memberikan implikasi pada institusi pendidikan

keperawatan pentingnya mempersiapkan calon perawat dalam penguasan

kompetensi pada tiga ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor sehingga

setelah bekerja dalam memiliki kemampuan penyesuaian yang adaptif

terhadap berbagai permasalahan dalam tatanan praktik.

c. Penelitian

Penelitian ini memberi implikasi sebagai rujukan untuk pengembangan

lebih luas tentang kejadian burnout pada perawat wanita, terutama

dengan mengesplorasi baik secara metodologi maupun pengembangan

variabel-variabel yang mampu menghasilkan formulasi lebih utuh dalam

mengontrol kejadian burnout.

126

Page 127: tesis 2014 pasca hasil

127

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Variabel karakteristik pendidikan, umur dan masa kerja tidak

berhubungan dengan burnout perawat wanita di ruang rawat inap RS

Haji Makassar.

2. Ada hubungan yang signifikan konflik peran ganda dengan stress kerja

perawat wanita di RSU Haji Makassar (p : 0.000), perawat wanita yang

mengalami konflik peran ganda lebih berpeluang mengalami stress

kerja 10 kali dibandingkan dengan perawat wanita yang tidak

mengalami konflik peran ganda.

3. Ada hubungan yang signifikan beban kerja dengan stress kerja

perawat wanita di RSU Haji Makassar (p : 0.026), perawat wanita yang

mengalami beban kerja berlebihanlebih berpeluang mengalami stress

kerja 3 kali dibandingkan dengan perawat wanita dengan beban kerja

optimal.

127

Page 128: tesis 2014 pasca hasil

128

4. Ada hubungan yang signifikan antara konflik peran ganda dengan

burnout perawat wanita di ruang rawat inap RS Haji Makassar,

perawat wanita yang mengalami konflik peran ganda lebih berpeluang

mengalami burnout 6 kali dibandingkan dengan perawat wanita yang

tidak mengalami konflik peran ganda.

5. Ada hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan burnout

perawat wanita di ruang rawat inap RS Haji Makassar, perawat wanita

yang mengalami stres kerja lebih berpeluang mengalami burnout 12

kali dibandingkan dengan perawat wanita yang tidak mengalami stres

kerja.

6. Ada hubungan yang signifikan antara beban kerja dengan burnout

perawat wanita di ruang rawat inap RS Haji Makassar, perawat wanita

yang mengalami beban kerja berat lebih berpeluang mengalami

burnout 7 kali dibandingkan dengan perawat wanita dengan beban

kerja optimal.

7. Stres kerja adalah variabel yang paling berhubungan secara signifikan

dengan burnout perawat wanita di ruang rawat inap RS Haji Makassar.

B. Saran

Berikuti ini saran-saran penelitian diperuntukkan kepada :

1. Rumah Sakit

RS Haji Makassar penting meminimalkan terjadinya bournut akibat

konflik peran ganda, stres kerja dan beban kerja maka diharapkan :

128

Page 129: tesis 2014 pasca hasil

129

d. Menerapkan rotasi kerja secara periodik agar tidak timbul kebosanan

bila berada di ruang rawat inap dengan kondisi yang kurang

menyenangkan dan beban kerja yang tinggi

e. Menyusun perencanaan kegiatan pelatihan dan pendidikan untuk

meningkatkan kompetensi perawat.

f. Mengoptimalkan penerapan sistem penugasan asuhan keperawatan

yang tepat di setiap ruangan rawat inap khususnya pengklasifikasian

pasien.

g. Bidang keperawatan penting menyusun pemetaan kompetensi,

keahlian dan peminatan setiap perawat sebagai dasar dalam

penempatan unit kerja/ ruangan.

h. Kepala ruangan diharapkan melakukan deteksi dini terjadinya stres

kerja, konflik peran ganda dan melakukan pembinaan khusus kepada

perawat yang terindikasi mengalami konflik peran ganda, stres kerja

melalui pendekatan konseling dan manajemen konflik.

2. Perawat

Sebagai seorang wanita yang ingin menjalankan karir tetap menjaga

keseimbangan peran ganda antara pekerjaan dan rumah tangga maka

diharapkan :

a. Menyusun rencana kegiatan harian sehingga meningkatkan efisisensi

dan efektivitas kinerja serta penghematan energi yang tidak diperlukan

yang dapat meningkatkan beban kerja dan menimbulkan stres kerja.

129

Page 130: tesis 2014 pasca hasil

130

b. Selalu berupaya meningkatkan pengetahuan dan pengembangan

keahlian yang berhubungan dengan tindakan keperawatan di ruangan.

c. Melakukan relaksasi dengan berolah raga dan memanfaatkan waktu

istirahat dengan benar.

d. Jika mengalami permasalahan baik berhubungan dengan pekerjaan

maupun rumah tangga untuk melibatkan sumber support sosial yang

tepat.

3. Peneliti selanjutnya

Melakukan penelitian lanjut dengan perbaikan dan pengembangan

instrument dan desain penelitian lain atau dengan metode penelitian

kualitatif sehingga mampu mengekplorasi lebih dalam tentang burnout

pada perawat.

130

Page 131: tesis 2014 pasca hasil

131

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L. (2008). Pengaruh Work-Family Conflict Terhadap Job Satisfaction Dan Turnover Intention Pada Profesi Akuntan Publik: Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di DKI Jakarta Dan Bandung. Jurnal Ilmiah Akuntansi, 7 (2), 100-116.

Ali, Zaidin (2010), Dasar-Dasar Kepemimpinan Dalam Keperawatan., CV Trans Info Media, Jakarta

Andrika (2004), Burnout Pada Perawat Puteri Rs Elizabeth Semarang Ditinjau Dari Dukungan Sosialjurnal PSHYCE Vol 1 No 1 H. 1-8

Aryasri, Alief Widyo. 2008. “Analisis Pengaruh Burnout Terhadap Kepuasan Kerja Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan dan Service Quality” 125 (Studi pada Bank Mandiri Kota Semarang). Tesis Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.

Boles, et al. (2001)., JS, Babin BJ. On the front lines: Stress, conflict, and the customer service provider. J Bus Res.1996;37:41–50.

Chen CC, Choi J, Zou Y., 2000)., Sources of work-family conflict: A Sino-U.S. comparison of the effects of work and family demands. Acad Manage J;43:113–23

131

Page 132: tesis 2014 pasca hasil

132

Cinnamon, R. G., & Rich, Y. (2002). Gender differences in the importance of work and family roles: Implications for work-family conflict. SexRoles: A Journal of Research, 47, 531-541.

Cox, T., & Griffiths, A., (2000). Work Related Stress in Nursing: Controlling the Risk to Health, International Labour Office Geneva., pada tanggal 8 Agustus 2012 http//:Indomedia.com

Davis dan Newstrom (2001), Organization Behavior.,http://www. getcollegecredit.com/images/uploads/documents/Organizational_Behavior.pdf, 8 Agustus 2012

Emilia (2009) Pengaruh Motivasi Berprestasi Terhadap Kinerja Perawat Dalam Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Jiwa Dir S Daerah Sumatera Utara, Medan Majalah Kedokteran Nusantara Volume 42 No 1 Maret 2009

Erlina (2010)., Hubungan Antara Persepsi Beban Kerja Dengan Burnout Pada Perawat Di Rumah Sakit Daerah Dr. Haryoto Lumajang. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. http://arc.unm.ac.id/files/(1247-H-2010)-pdf, diakses, 11 september 2012).

Eshelman. E. R.& McKey. M., (1995), Panduan Relaksasi dan Reduksi Stress, Edisi 3., Bandung: EGC.

Ferdinand, Augusty, (2006), “Metode Penelitian Manajemen”, Edisi 2, Badan Penerbitan Universitas Diponegoro

Foley, S & Yu, N.H. (2005). The Effects of Work Stressors, Perceived Organizational Support And Gender on Work-Family Conflict In Hongkong. Asia Facific Journal of Management. Vol 22. Page 237-256

Frone, Rusell & Cooper (1992)., . Antecedents and outcomes of work–family conflict: Testing a model of the work-family interface. J Appl Psychol. 1992;77:65–78. [PubMed]

Gibson, Ivancevich, dan Donnely (1996), Organisasi: Perilaku - Struktur - Proses, (Jilid I,Edisi ke delapan), Adiarni, N (Alih Bahasa), Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Gitosudarmo dan Suditta, (2000), Perilaku Keorganisasian Edisi Pertama., Yogyakarta., BPFE

Grainger, C. (1999). Stres Survival Guide: Mengatasi Stres Bagi Para Dokter, Jakarta: Penerbit Hipokrates.

132

Page 133: tesis 2014 pasca hasil

133

Graytoft., & Anderson. (2004). Stress Among Hospital Nursing Staff ; Its Causes and Effects in Social Science and Medicine pada tanggal 8 Agustus 2012http://www.search. Yahoo.com.

Greenhaus dan Beutell (1985)., Beutell NJ. Sources conflict between work and family roles. Acad Manage Rev.;10:76–88

Handoko (2001)., Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 2., Yogyakarta., BPFE

Herlina & Ninik (2008), Peran Dukungan Organisasi dan Dukungan Suami Dalam memoderasi Pengaruh Tuntutan Waktu Peran Kerja terhadap Konplik Peran Ganda. Jurnal Manejemen Bisnis, Vol XVI No1 Januari 2008.

Ilyas Y, 2000, Perencanaan SDM Rumah Sakit, FKM Universitas Indonesia, Jakarta

Ilyas, Y. (2001). Kinerja: Teori Penilaian dan Penelitian. Depok: Badan Penerbit FKM UI.

Ircham Machfoedz (2009), Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, Kebidanan, Kedokteran. Penerbit Fitramaya, Yogyakarta.

Judge, T.A; Locke, E.A; Durham, C.C; dan Kluger A.N (1998),“Dispotitional Effects on Job and Life Satisfaction: The Role of Core Evaluations.” Journal of Applied Psychology, Vol. 83 (1), p. 17-34.

Karatepe, Osman M, Work Family Conflict And Bournout In Frotline Job Direct And Moderating Effect Http://Www.Fags.Org/Feriodical/201010/22178813431.Html#Ixzzlhckgttsp Di Download,

Kuntari, Y. (2000). “Pengalaman Organisasi, Evaluasi Terhadap Kinerja dan Hasil Karir pada KAP: Pengujian Pengaruh Gender.” Tesis, UGM Pasca-Sarjana. http://arc.ugm.ac.id/files/(1724-H-2004)-pdf, diakses, 11 september 2012).

Luthan (2006), “Organizational Behavior”, McGraw-Hill, Inc.

Mangkunegara (2005)., Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: PT Refika

National Safety Council, (2004). Manajemen Stres. Dikutip pada tanggal 9 Agustus 2012, dari http://www.ahrq.gov/qual/nurseshdbk/docs/ jenningsb WEWCN.pdf

133

Page 134: tesis 2014 pasca hasil

134

Pangastiti (2011)., Analisis Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Burnout Pada Perawat Kesehatan Di Rumah Sakit Jiwa, eprints.undip.ac.id/29408

Purbandini. D (2012 ) Hubungan Antara Efikasi Diri (Self Efficacy) Dan Stres Kerja Dengan Kejenuhan Kerja (Burnout) Pada Perawat Igd Dan Icu Rsud Kota Bekasi, Jurnal Soul, Vol .5, No 2, September 2012

Renny Rantika dan Sunjoyo, (2011)., Pengaruh Konflik Kerja-Keluarga Terhadap Komitmen Organisasional Yang Dimediasi Oleh Kepuasan Kerja Pada Profesi Perawat Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi Surakarta.,Jurnal Manajemen Teori Dan Terapan.,Tahun 4, no. 2, Agustus 2011

Riatiningsih, L. (2007). Perbedaan Burnout Pada Perawat Berkepribadian Introvert dan Ekstrovert di Rumah Sakit Umum dr. Saiful Anwar Malang. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. http://arc.unm.ac.id/files/(1454-H-2007)-pdf, diakses, 11 september 2012).

Rice (2002). Work stress among nurses in Ontario. Dikutip tanggal 9 Agustus 2012, dari http://www.industrialrelationscentre.com/dps-work-stress-among-nurses-in- ontario.pdf

Rini, J. F. dkk. (2002). Wanita bekerja. dalam Http://www.psikologi.com/ keluarga. (on-line 03/10/2012)

Rivai, Mulyadi, (2001)., Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi Edisi 2 Cetakan-8 PT Rajagrafindo Persada.

Robbins (2002)., Perilaku Organisasi. Edisi kedelapan. Jakarta: PT Prenhalindo.

Sharma, R. (2007). Indian Model of Executive Burnout. Pentagon Press: Journal of Organizational Behavior. Vol. 32. No. 2. 23-38

Sitorus. R. (2006) Model Praktik Keperawatan Profesional (MPKP) di Rumah Sakit . Penataan Struktur dan Proses Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat. Panduan Implementasi. EGC. Jakarta

Sugiyono.( 2008). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kesebelas. Bandung : CV. Alfabeta.

Tamaela. E.Y (2011) Konsekuensi Konflik Peran, Kelebihan Beban Kerja Dan Motivasi Intrinsikterhadap Burnoutpada Dosen Yang Merangkap Jabatan Struktural, Aset, September 2011, Hal. 111-122. ISSN 1693-928X. Vol. 13 No. 2

134

Page 135: tesis 2014 pasca hasil

135

Thomas & Ganster, (1995)., Impact of family-supportive work variables on work-family conflict and strain: A control perspective. J Appl Psychol.;80:6–15

Ummu Hany Almasitoh (2011), Stres Kerja Ditinjau dari Konflik Peran Gandadan Dukungan Sosial pada Perawat, Jurnal Psikologi Islam (JPI) Vol. 8 No . 1 Tahun 2011. Nitropdf.com/profesional

Yavas, U & Babakus, E. (2008). Attitudinal And Behavioral Consequences of Work-Family Conflict And Family-Work Conflict: Does Gender Matter? International Journal of Service Industry Management. Vol 19. N0.1. Page 7 -31

Yesi Gutian (2010), Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan Di Ruang Rawat Inap RSU Pasaman Barat. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Widya Mandala, 1 (1), 20-44.

Zagladi, A. L. 2004. Pengaruh Kelelahan Emosional Terhadap Kepuasan Kerja Dan Kinerja Dalam Pencapaian Komitmen Organisasional Dosen Perguruan Tinggi Swasta. Disertasi, Program Doktor Manajemen, Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya

135

Page 136: tesis 2014 pasca hasil

136

Lampiran 1

LEMBAR INFORMED CONCERN

Kepada Yth. Perawat IRNA

RSU HAJI MAKASSAR

Di

Tempat

Dengan Hormat,

Saya adalah mahasiswa Program Magister Manajemen Keperawatan, Program Studi Megister Ilmu Keperawatan FK Unhas Makassar yang melakukan penelitian dengan judul : Hubungan Konflik Peran Ganda,Stress Kerja, Beban Kerja Dengan Burnout Perawat Wanita di RS Haji Makassar Tahun 2013.

Untuk keperluan itu saya mohon bapak/ibu agar bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, dan bersedia memberi jawaban pada setiap pernyataan di kuesioner dengan jujur apa adanya, serta menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan.

136

Page 137: tesis 2014 pasca hasil

137

Peneliti menjamin kerahasiaan identitas dan informasi yang bapak/ibu berikan, hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang keperawatan.

Demikianlah keterangan persetujuan ini dibuat, semoga dapat digunakan seperlunya.

Terimakasih atas partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini.

Makassar……….. 2013

Tanda Tangan : ……...……..

No. Responden : …….………

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

Hubungan Konflik Peran Ganda,Stress Kerja, Beban Kerja Dengan Burnout Perawat Wanita di RS Haji Makassar Tahun 2013

Petunjuk umum pengisian 1. Keusioner terdiri dari 5 paket :

i. Paket A : berisi data demografi responden

j. Peket B : berisi kuesioner konflik peran ganda

k. Paket C : berisi kuesioner stres kerja

l. Paket D : berisi kuesioner kinerja

m. Paket E : berisi kuesioner burnout

2. Ibu diharapkan membaca dengan seksama setiap etem pertanyaan sehingga dapat memberikan jawaban sesuai dengan kondisi yang sebenar-benarnya.

3. Dari setiap item pertanyaan yang ada, ibu tinggal memilih satu jawaban yang paling sesuai dengan kondisi yang dimaksud.

137

Page 138: tesis 2014 pasca hasil

138

4. Jawaban yang dipilih dengan memberi tanda silang (X) pada kolom angka 1,2,3 atau 4.

5. Untuk kesemurnaan partsisipasi ibu dalam penelitian ini dimohon untuk mengisi semua pertanyaan dalam kuesioner ini

6. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan pada peneliti.

Kuesiuoner A : Kuesioner Data Demografi

1. Umur : ………..

2. Pendidikan : 1. D III keperawatan 3. S1 Keperawatan 3. Masa bekerja : ………….

Kuesioner B

Skala ini berisi beberapa pernyataan. Anda diharapkan memilih salah satu dari empat (4) alternative jawaban. Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban atas pernyataan yang sesuai dengan kondisi Anda dengan ketentuan – ketentuan sebagai berikut :SL : Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang setiap hari selalu Anda alamiSR: Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang hampir setiap hari atau seringkali Anda alamiJR: Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang jarang Anda alamiTP: Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang tidak pernah Anda alami

Konplik Peran Ganda

No Pernyataan Pilihan

SL SR JR TP

138

Page 139: tesis 2014 pasca hasil

139

1. Berbagai tuntutan pekerjaan saya sebagai perawat mengganggu kehidupan pribadi saya (Rumah, keluarga atau waktu senggang saya).

2. Berbagai tuntutan waktu dari pekerjaan saya sebagai perawat membuat sulit untuk hadir dalam rumah, keluarga atau berbagai tanggung jawab pribadi

3. Hal-hal yang ingin saya lakukan di rumah tidak dapat saya lakukan karena berbagai tuntutan pekerjaan saya sebagai perawat

4. Pekerjaan saya sebagai perawat membuat stres yang menyulitkan saya untuk memenuhi berbagai kewajiban pribadi maupun keluarga

5. Karena kewajiban yang berkaitan dengan pekerjaan sebagai perawat, saya harus membuat berbagai perubahan terhadap rencana-rencana saya tentang waktu pribadi maupun berbagai aktivitas keluarga

6. Berbagai atas pekerjaan saya sebagai perawat membuat untuk sulit bersantai saat di rumah dan bersama teman-teman

7. Berbagai tuntutan keluarga atau pasangan saya mengganggu berbagai aktivitas yang berhubungan dengan pekerjaan saya sebagai perawat

8. Saya harus mengesampingkan berbagai hal yang sedang saya kerjakan di RS ini karena berbagai tuntutan waktu saya di rumah

9. Saya mengalami masalah dalam menyelesaikan berbagai hal di RS ini karena berbagai tuntutan dari keluarga atau pasangan saya

10 Kehidupan rumah tangga saya mengganggu berbagai tanggung jawab saya di RS ini seperti menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, menyelesaikan tugas-tugas harian dan kerja lembur sebagai perawat

11 Stres yang berkaitan dengan keluarga mengganggu kemampuan saya untuk melakukan berbagai kewajiban yang berkaitan dengan pekerjaan saya sebagai perawat

12. Keluarga dan teman-teman saya menyita waktu yang saya akan gunakan untuk bekerja

139

Page 140: tesis 2014 pasca hasil

140

Kuesioner B Stres Kerja

Skala ini berisi beberapa pernyataan. Anda diharapkan memilih salah satu dari empat (4) alternative jawaban. Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban atas pernyataan yang sesuai dengan kondisi Anda dengan ketentuan – ketentuan sebagai berikut :SL : Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang setiap hari selalu Anda alamiSR: Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang hampir setiap hari atau seringkali Anda alamiJR: Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang jarang Anda alamiTP: Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang tidak pernah Anda alamiN0 Pernyataan SL SR JR TP

1 Saya selalu mengalami sakit kepala ketika bekerja di Rumah Sakit

2 Saya merasa ada gangguan tidur setelah pulang bekerja dari Rumah Sakit

140

Page 141: tesis 2014 pasca hasil

141

3 Saya mudah lupa dan sulit konsentrasi setelah bekerja di Rumah Sakit

4 Saya merasa letih, otot kaku (kaku leher) saat/ setelah bekerja di Rumah Sakit

5 Saya merasa tegang,gemetar, dan keringat dingin saat menghadapi pasien masuk dalam kondisi kritis

6 Saya merasa tertekan dengan ketatnya peraturan yang harus dipatuhi

7 Saya sering marah dan mengomel pada saat bekerja

8 Saya merasa mudah tersinggung pada saat bekerja di Rumah Sakit

9 Saya merasa frustasi bila bertugas pada jadwal shiff malam

10 Saya merasa jenuh dan malas masuk kerja

11 Saya sering mengalami ketegangan dalam berinteraksi dengan teman sejawat

12 Saya kesal menghadapi pasien/keluarga pasien yang cerewet

13 Saya merasa pimpinan kurang memperhatikan kesejahteraan saya

14 Saya merasa pimpinan terlalu sering mengintervensi pekerjaan saya

15 Saya merasa kesal dengan teman yang tidak menyelesaikan pekerjaan dan melimpahkannya kepada saya

Kuesioner D Beban Kerja

Skala ini berisi beberapa pernyataan. Anda diharapkan memilih salah satu dari empat (4) alternative jawaban. Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban atas pernyataan yang sesuai dengan kondisi Anda dengan ketentuan – ketentuan sebagai berikut :SL : Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang setiap hari selalu Anda alamiSR: Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang hampir setiap hari atau seringkali Anda alamiJR: Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang jarang Anda alamiTP: Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang tidak pernah Anda alami

No. Pernyataan SL SR JR TP1. Saya merasa pengetahuan dan ketrampilan yang

saya miliki tidak mampu mengimbangi sulitnya pekerjaan

2. Saya memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang

141

Page 142: tesis 2014 pasca hasil

142

cukup tentang pekerjaan ini 3. Saya merasa beban kerja perawat terlalu berat 4. Saya dapat menyelesaikan tugas yang diberikan

tepat pada waktunya 5. Saya puas dengan pengetahuan saya yang

berkaitan dengan pekerjaan 6. Saat banyak pekerjaan, saya sering melakukan

kesalahan dalam merawat pasien 7. Saya merasa cemas apabila menghadapi pekerjaan

yang belum pernah saya ketahui sebelumnya 8. Banyaknya pasien membuat saya tidak dapat

bersikap adil kepada pasien 9. Saya merasa kemampuan dan pengetahuan saya

dalam bekerja kurang memadai 10. Saya akan meminta bantuan kepada rekan kerja

saat ada pekerjaan yang tidak bisa saya kerjakan sendiri

11. Saya merasa jumlah tenaga perawat yang ada di tiap unit tidak perlu ditambah

12. Saya tetap terhindar dari rasa lelah walaupun banyak pasien yang harus dirawat

13. Ketidakseimbangan jumlah tenaga perawat dengan pasien tidak menjadi masalah bagi saya

14. Saya dihadapkan pada pembuatan keputusan yang sulit dalam merawat pasien

15. Kurangnya tenaga perawat yang ada tidak menjadi masalah buat saya

16. Mobilitas pasien yang keluar masuk dan penambahan pasien di saat jam kerja saya cukup tinggi

17. Saya merasa bingung saat menangani pasien 18. Saya dapat memberikan perhatian kepada pasien

meskipun jumlah pasien banyak 19. Jumlah pasien yang banyak dapat mengurangi

perhatian yang saya berikan kepada pasien 20. Pada saat pasien banyak saya terburu-buru dalam

merawat pasien 21. Saya merasa pekerjaan seorang perawat bukanlah

suatu beban kerja yang berat 22. Saya bersikap ceroboh pada saat bekerja

142

Page 143: tesis 2014 pasca hasil

143

Kuesioner E Burnout :

Skala ini berisi beberapa pernyataan. Anda diharapkan memilih salah satu dari empat (4) alternative jawaban. Berilah tanda silang (X) pada kolom jawaban atas pernyataan yang sesuai dengan kondisi Anda dengan ketentuan – ketentuan sebagai berikut :SL : Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang setiap hari selalu Anda alamiSR: Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang hampir setiap hari atau seringkali Anda alamiJR: Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang jarang Anda alamiTP: Apabila Anda merasa pernyataan tersebut merupakan pengalaman

nyata yang tidak pernah Anda alami

No. Pernyataan SL SR JR TP1. Saya berusaha tersenyum dan bersikap ramah pada

semua orang yang membutuhkan pelayanan2. Saya tahu pasti apa yang sedang saya kerjakan dan

tujuannya

143

Page 144: tesis 2014 pasca hasil

144

3. Saya sulit tidur nyenyak mengingat tugas dan target kerja di tempat kerja

4. Saya lebih suka menyebut kamar pasien daripada menyebutkan nama pribadinya

5. Saya malas menuju tempat kerja6. Saya memberikan partipasi terbaik bagi

perkembangan rumah sakit7. Saya memiliki tanggung jawab untuk dapat melayani

pasien dengan sebaik-baiknya8. Mengingat nama pasien merupakan hal yang

menyenangkan bagi saya9. Saya merasa memiliki kualitas baik dalam pekerjaan

ini10. Saya merasa sangat bersemangat untuk memulai

pekerjaan11. Tuntutan-tuntutan dalam pekerjaan ini berat untuk

dapat saya penuhi12. Saya dapat mengendalikan kemarahan ketika

menghadapi situasi yang penuh konflik13. Saya merasa sangat lelah dan lesu terutama

sepulang dari kerja14. Saya frustasi ketika orang lain butuh pertolongan

sedangkan tenaga kurang15. Saya merasa kuat saat menghadapi pasien yang

butuh perawatan ekstra16. Saya dapat menikmati pekerjaan yang sedang saya

kerjakan17. Besarnya tuntutan pekerjaan membuat saya

pantang menyerah18. Kepala saya terasa sakit mengingat banyaknya

tugas yang harus diselesaikan19. Muncul keringat dingin dan gemetar saat saya

sedang bekerja20. Beratnya tuntutan dalam pekerjaan tidak membuat

saya pusing untuk memikirkannya21. Meskipun banyak pekerjaan yang harus dilakukan,

saya tidak merasa terlalu capek22. Sepulang dari kerja saya merasa tetap fit untuk

melakukan aktivitas yang lain23. Saya merasa tegang saat bekerja24. Rasa marah saya keluar tanpa sebab di tempat

kerja saya25. Pekerjaan ini saya rasakan sebagai beban berat26. Saya merasa terjebak dalam pekerjaan ini27. Saya tidak mudah frustasi meskipun banyak

persoalan yang terjadi di tempat kerja28. Meskipun kondisi penuh tekanan,saya dapat

bersikap tenang29. Saya sangat memahami kemampuan rekan-rekan

144

Page 145: tesis 2014 pasca hasil

145

sekerja30. Saya bekerja dengan orang-orang yang kurang

memiliki rasa tanggung jawab31. Saya merasa tidak berhasil dalam memberikan

pelayanan yang optimal bagi pasien32. Saya berhasil menyelesaikan pekerjaan saya

dengan tepat33. Saya merasa gagal menjalankan profesi ini sesuai

kode etik keperawatan34. Saya merasa puas terhadap prestasi yang saya raih

dalam pekerjaan ini35. Saya sanggup menyelesaikan dengan baik setiap

tugas yang dipercayakan kepada saya36. Saya mampu melayani pasien dengan sebaik-

baiknya37. Saya merasa tidak mampu lagi memenuhi tuntutan

dalam profesi ini38. Saya berpikir bahwa prestasi saya ditempat kerja

buruk39. Saya merasa belum pernah melakukan sesuatu

yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain40. Saya merasa menjadi orang yang memiliki kualitas

buruk dalam kemajuan organisasi41. Saya merasa kompeten dalam bidang ini

Terima Kasih Atas Partsipasi Rekan Sejawat

145

Page 146: tesis 2014 pasca hasil

146

146