Terapi Wicara pada Anak dengan Gangguan Dengar
Click here to load reader
-
Upload
nurul-falah-kaloko -
Category
Documents
-
view
813 -
download
3
Transcript of Terapi Wicara pada Anak dengan Gangguan Dengar
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa adalah salah satu ciri khas manusiawi yang membedakannya dengan makhluk
yang lain. Selain itu, bahasa mempunyai fungsi sosial, baik sebagai alat komunikasi maupun
sebagai suatu cara mengidentifikasi kelompok sosial. Bahasa selain berfungsi sebagai alat
komunikasi untuk melangsungkan kegiatan sosial di masyarakat yang bertujuan menyampaikan
pesan dari apa yang disampaikan, juga merupakan sesuatu masalah yang kompleks dan rumit
jika dikaji lebih jauh.1,2
Kemampuan bicara dan bahasa adalah infestasi terbesar anak di masa depan untuk
mencapai berbagai prestasi. Keterlambatan bicara sering dialami anak dengan berbagai
penyebab. Orangtua harus mewaspadai gangguan bicara bila disebabkan karena gangguan yang
berat.2
Namun sebaliknya jangan meremehkan gangguan keterlambatan bicara yang ringan. Pada
gangguan keterlambatan bicara yang ringanpun akan membuat kualitas kemampuan anak dalam
berkomunikasi di masa depan tidak optimal. Deteksi dini keterlambatan bicara pada anak sangat
penting untuk bisa segera dilakukan intervensi dan stimulasi lebih dini.3
Gangguan pendengaran pada anak perlu dideteksi seawal mungkin mengingat pentingnya
peranan fungsi pendengaran dalam proses perkembangan bicara. Fungsi pendengaran dan
perkembangan bicara & bahasa sudah termasuk dalam program evaluasi perkembangan anak
secara umum yang dilakukan oleh profesi di bidang kesehatan mulai dari tingkatan Posyandu.
Gangguan berbicara bisa dibedakan pada tuna rungu (karena gangguan pendengaran) dan
pada non tuna rungu (karena sebab lain seperti autis). Anak autis misalnya, walaupun ada
gangguan bicara tetapi proses pemasukan kosa kata melalui telinga terus berlangsung sejak
masih bayi. Kemungkinan besar ia mengerti apa yang didengarnya, hanya saja perlu bantuan
untuk bisa berbicara dengan baik. Dalam hal ini, prinsip terapi adalah melatih si anak
berkonsentrasi, memperkenalkan prinsip-prinsip berkomunikasi (misal lewat permainan
sgantiangiliran) dan melatih berbicara (termasuk pengucapannya).
Pada anak tungu rungu, output bermasalah justru karena gangguan pada input, sepanjang
tidak mengalami gangguan lain selain pendengaran. Memanfaatkan sisa pendengaran yang ada
1
dengan Alat Bantu Dengar, gangguan pada input ini dapat dikurangi semaksimal mungkin
sehingga si anak bisa mendengar lebih baik (walau tidak sempurna).
Terapi wicara dilakukan untuk memperbaiki gangguan berbahasa pada pasien agar
menjadi produktif agar memperbaiki kualitas hidupnya. Terapi wicara diberikan kepada mereka
yang mengalami gangguan komunikasi termasuk didalamnya adalah gangguan berbahasa, bicara,
dan gangguan menelan. Terapi wicara wicara jg digunakan untuk membangun kembali kognisi
dan produktifitas pasien.4
2
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Definisi
Terapi Wicara adalah ilmu yang mempelajari perilaku komunikasi yang normal dan
abnormal, yang digunakan untuk memberikan terapi (proses penyembuhan) pada klien yang
mengalami gangguan perilaku komunikasi yg meliputi kemampuan bahasa, bicara, suara, irama
kelancaran. Sehingga mereka mampu berinteraksi dengan lingkungan secara wajar, tidak
mengalami gangguan psiko-sosial serta mampu meningkatkan hidup dengan optimal.1
Berbicara dan berbahasa adalah kemampuan fundamental bagi manusia, baik untuk
pergaulan sosial maupun kehidupan intelektual pribadi. Gangguan bicara dan berbahsaa
merupakan sumber disabilitas yang besar. Paul Broca menyatakan bahwa terapi afasia yang
dilakukan dengan cermat dapat memberikan kemajuan dalam kemampuan berbahasa. Ia merawat
seorang pasien afasia untuk beberapa bulan. Setiap kali ia mengunjungi pasien tadi, ia
berbincang-bincang dan ia berhasil mengembangkan jumlah kosa kata pasien secara bermakna.2
2.2 Proses Fisiologi Berbicara
Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi
dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem
neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan
beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di
otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan struktur artikulasi, resonansi
dari mulut serta rongga hidung.2
Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris
meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar,
dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk artikulasi, tindakan
artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.2,3
3
Apek sensorik pada komunikasi
Bila ada kerusakan pada bagian area asosiasi auditorik dan area asosiasi visual pada
korteks, maka dapat menimbulkan ketidakmampuan untuk mengerti kata-kata yang diucapkan
dan kata-kata yang tertulis. Efek ini secara berturut-berturut disebut sebagai afasia reseptif
auditorik dan afasia reseptif visual atau lebih umum, tuli kata-kata dan buta kata-kata (disebut
juga disleksia).3
Afasia Wernicke dan Afasia Global
Beberapa orang mampu mengerti kata-kata yang diucapkan atau pun kata-kata yang dituliskan
namun tak mampu menginterpretasikan pikiran yang diekspresikan. Keadaan ini sering terjadi
bila area Wernicke yang terdapat di bagian posterior hemisfer dominan girus temporalis superior
mengalami kerusakan atau kehancuran. Oleh karena itu, tipe afasia ini disebut afasia Wernicke.
Bila lesi pada area Wernicke ini meluas dan menyebar (1) ke belakang ke regio girus angular, (2)
ke inferior ke area bawah lobus temporalis, dan (3) ke superior ke tepi superior fisura sylvian,
maka penderita tampak seperti benar-benar terbelakang secara total (totally demented) untuk
mengerti bahasa atau berkomunikasi, dan karena itu dikatakan menderita afasia global.4
Aspek motorik komunikasi
Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: (1) membentuk buah
pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan digunakan, kemudian (2) mengatur
motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri. Pembentukan buah pikiran
dan bahkan pemilihan kata-kata merupakan fungsi area asosiasi sensorik otak. Sekali lagi, area
Wernicke pada bagian posterior girus temporalis superior merupakan hal yang paling penting
untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang mengalamai afasia Wernicke atau afasia
global tak mampu memformulasikan pikirannya untuk dikomunikasikan. Atau, bila lesinya tak
begitu parah, maka penderita masih mampu memformulasikan pikirannya namun tak mampu
menyusun kata-kata yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan
pikirannya. Seringkali, penderita fasih berkata-kata namun kata-kata yang dikeluarkan tidak
beraturan.3,4
4
Afasia motorik akibat hilangnya Area Broca
Kadang-kadang, penderita mampu menentukan apa yang ingin dikatakannya, dan mampu
bervokalisasi, namun tak dapat mengatur sistem vokalnya untuk menghasilkan kata-kata selain
suara ribut. Efek ini, disebut afasia motorik, disebabkan oleh kerusakan pada area bicara Broca,
yang terletak di regio prefontal dan fasial premotorik korteks—kira-kira 95 persen kelainannya
di hemisfer kiri. Oleh karena itu, pola keterampilan motorik yang dipakai untuk mengatur laring,
bibir, mulut, sistem respirasi, dan otot-otot lainnya yang dipakai untuk bicara dimulai dari daerah
ini.4
Artikulasi
Kerja artikulasi berarti gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita suara, dan sebagainya,
yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan perubahan intensitas yang cepat dari urutan
suara. Regio fasial dan laringela korteks motorik mengaktifkan otot-otot ini, dan serebelum,
ganglia basalis, dan korteks sensorik semuanya membantu mengatur urutan dan intensitas dari
kontraksi otot, dengan mekanisme umpan balik sereberal dan fungsi ganglia basalis. Kerusakan
setiap regio ini dapat menyebabkan ketidakmampuan parsial atau total untuk berbicara dengan
jelas.3
Di dalam otak terdapat 3 pusat yang mengatur mekanisme berbahasa, dua pusat bersifat
reseptif yang mengurus penangkapan bahasa lisan dan tulisan serta satu pusat lainnya bersifat
ekspresif yang mengurus pelaksanaan bahsa lisan dan tulisan. Ketiganya berada di hemisfer
dominan dari otak atau sistem susunan saraf pusat.3
Kedua pusat bahasa reseptif tersebut adalah area 41 dan 42 disebut area wernick,
merupakan pusat persepsi auditoro-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala
sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi
visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan
dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahsa ekspresif. Ketiga pusat tersebut
berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi.3
5
Gambar 2.1 Pusat Bahasa
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui
lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membrane timpani. Dari sini
rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di
telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat
gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VII ke area
pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan
disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan
bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh
aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum
(langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf motoris dan sensoris
dimana organ pendengaran sangat penting.4
Otot – Otot Laring
Otot-otot laring dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu otot ekstrinsik dan intrinsik. Otot
ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan,sedangkan otot intrinsik
menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot ekstrinsik laring yang suprahioid ialah M.
digastrikus, M. stilohioid, dan M.milohiodid.5
Otot yang infrahioid ialah M.sternohioid, M.omohioid, dan M.tirohioid. sedangkan otot
intrinsik laring ialah M.krikoaritenoid lateral,M.tiroepiglotika, M.vokalis, M.tiroaritenoid,
M.ariepiglotika, M.krikotiroid. Otototot ini terletak di bagian lateral laring. Otot intrinsik laring
6
yang terletak di bagian posterior ialah M.aritenoid transversal, M.aritenoid oblik dan
M.krikoaritenoid posterior. Terdapat tiga kelompok otot laring yaitu aduktor, abduktor dan
tensor.
Kelompok otot aduktor terdiri dari M.tiroaritenoid, M.krikoaritenoid lateral, dan M.
interaritenoid. otot tiroaritenoid merupakan otot aduktor dari laring. Persarafan dari otot-otot
aduktor oleh N. laringeus rekuren. Otot-otot tensor terutama oleh M.krikotiroid didukung
M.tiroaritenoid. otot krikotiroid disarafi oleh cabang eksterna N. laringeus superior. Otot
abduktor adalah M.krikoaritenoid posterior yang disarafi cabang N.laringeus rekuren.3
2.3 Gangguan Berbahasa
Gangguan berbahasa secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu:
a. Gangguan akibat faktor medis
Artinya, suatu gangguan baik yang diakibatkan adanya kelainan pada fungsi otak maupun
kelainan pada alat-alat bicara.
b. Gangguan yang diakibatkan faktor lingkungan sosial
Artinya, lingkungan yang tidak alamiah manusia, misalnya merasa tersisih, ataupun terisolasi
dari kehidupan alamiah manusia yang sewajarnya.
2.3.1. Gangguan Berbicara3
a) Gangguan Mekanisme Berbicara
Mekanisme berbicara adalah suatu proses produksi ucapan (perkataan) oleh kegiatan
terpadu dari pita suara, lidah, otot-otot yang membentuk rongga mulut serta
kerongkongan dan paru-paru.
Gangguan Mekanisme berbicara ini diakibatkan oleh:
a. Gangguan akibat faktor pulmonal (paru-paru).
b. Gangguan akibat faktor laringal (pita suara)
c. Gangguan akibat faktor lingual (lidah)
d. Gangguan akibat faktor resonansi sumbing.
b) Gangguan Akibat Multifaktorial3
Faktor penyebabnya :
7
a. Berbicara serampangan atau sembrono
b. Berbicara propulsif (kerusakan pada otak yang menyebabkan otot menjadi
gemetar, kaku, lemas).
c. Berbicara mutis (mutisme), tidak berbicara sama sekali atau membisu dan
sebagian memang sengaja tidak mau berbicara.
c) Gangguan Psikogenik
Antara lain sebagai berikut:
a. Berbicara manja
b. Berbicara kemayu
c. Berbicara gagap
d. Berbicara Latah
2.3.2. Gangguan Berbahasa3
Berbahasa artinya berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Broca adalah
gudang tempat penyimpanan sandi ekspresi kata-kata di otak. Wernicke adalah gudang tempat
penyimpanan sandi komprehensi kata-kata.
Berikut ini adalah jenis-jenis afasia (kerusakan pada daerah broca dan wernicke) yaitu :
a. Afasia motorik kortikal yaitu hilangnya kemampuan untuk mengutarakan isi pikiran
dengan mengeluarkan perkataan.
b. Afasia motorik subkortikal yaitu hubungan langsung antara pengertian dan ekspresi
bahasa terganggu.
c. Afasia sensorik yaitu kehilangan pengertian bahasa lisan dan bahasa tulis.
2.3.3. Gangguan Berfikir
Gangguan dalam hal berfikir dapat berupa :
a. Pikun (dimensia)
b. Sisofrenik
c. Depresif
8
2.3.4. Gangguan Lingkungan Sosial3
Yang dimaksud dengan akibat faktor lingkungan sosial adalah terasingnya seorang anak
manusia yang aspek biologis bahasanya tidak normal dari lingkungan kehidupan sosial manusia.
Keterasingannya bisa disebabkan karena diperlakukan dengan sengaja (eksperimen) bisa juga
karena hidup bukan di dalam lingkungan manusia melainkan dipelihara oleh binatang. Seperti
contoh :
a. Kasus Kamala
Kasus adanya anak manusia yang dipelihara oleh serigala (Chaurad 1983: 68)
b. Kasus Genie
Seorang anak yang sejak berusia 20 bulan sampai 13 tahun 9 bulan secara sengaja oleh
keluarganya hidup terkucil dalam ruang yang sempit dan gelap dalam posisi duduk dan kaki
terikat.
2.3.5. Sikap berbahasa (Language Attitude)4
Sikap berbahasa adalah posisi mental atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau bahasa
orang lain. Triandis (1971) menyatakan bahwa sikap adalah kesiapan bereaksi terhadap suatu
keadaan atau kejadian yang dihadapi. Kesiapan ini dapat mengacu kepada “sikap perilaku”.3
Menurut Allport (1935), sikap adalah kesiapan mental dan saraf yang terbentuk melalui
pengalaman yang memberikan arah atau pengaruh yang dinamis kepada reaksi seseorang
terhadap semua objek dan keadaan yang menyangkut sikap itu.4
Sedangkan Lambert (1967) menyatakan sikap itu terdiri dari tiga komponen, yaitu :
1. Komponen kognitif berhubungan dengan pengetahuan mengeni alam sekitar dan
gagasan yang biasanya merupakan kategori yang dipergunakan dalam proses
berpikir.
2. Komponen afektif menyangkut masalah penilaian baik atau tidak baik, suka atau
tidak suka, terhadap sesuatu atau suatu keadaan, maka orang itu dianggap memiliki
sikap positif.
3. Komponen konatif menyangkut perilaku atau perbuatan sebagai “putusan akhir”
kesiapan reaktif dari suatu keadaan.5
9
Penyebab gangguan bicara dan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai
dari proses pendengaran, penerus impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Gangguan
bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem
tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya. Beberapa penelitian menunjukkan
penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini
biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak
kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga
di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi
yang cukup atau pemakaian 2 bahasa. Namun bila penyebabnya karena lingkungan biasanya
keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat.3
Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah sebagai berikut:
1) Gangguan Pendengaran
Anak yang mengalami gangguan pendengaran kurang mendengar pembicaraan
disekitarnya. Gangguan pendengaran selalu harus difikirkan bila ada keterlambatan bicara.
Terdapat beberapa penyebab gangguan pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan
bawaan. Infeksi bisa terjadi bila mengalami infeksi yang berulang pada organ dalam sistem
pendengaran. Kelainan bawaan biasanya karena kelainan genetik, infeksi ibu saat kehamilan,
obat-obatan yang dikonsumsi ibu saat hamil, atau bila terdapat keluarga yang mempunyai
riwayat ketulian. Gangguan pendengaran bisa juga saat bayi bila terjadi infeksi berat, infeksi
otak, pemakaian obat-obatan tertentu atau kuning yang berat (hiperbilirubin).
Pengobatan dengan pemasangan alat bantu dengar akan sangat membantu bila kelainan ini
dideteksi sejak awal. Pada anak yang mengalami gangguan pendengaran tetapi kepandaian
normal, perkembangan berbahasa sampai 6-9 bulan tampaknya normal dan tidak ada
kemunduran. Kemudian menggumam akan hilang disusul hilangnya suara lain dan anak
tampaknya sangat pendiam. Adanya kemunduran ini juga seringkali dicurigai sebagai kelainan
saraf degeneratif.4,5
2) Kelainan Organ Bicara
Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula (rahang bawah),
kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi septum nasi, adenoid atau kelainan
10
laring. Pada lidah pendek terjadi kesulitan menjulurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan
huruf ”t”, ”n” dan ”l”. Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah seperti
”f”, ”v”, ”s”, ”z” dan ”th”.4
Kelainan bibir sumbing bisa mengakibatkan penyimpangan resonansi berupa
rinolaliaaperta, yaitu terjadi suara hidung pada huruf bertekanan tinggi seperti ”s”, ”k”, dan
”g”.4,5
3) Retardasi Mental
Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak dibandingkan anak lain
seusianya. Redartasi mental merupakan penyebab terbanyak dari gangguan bahasa. Pada kasus
redartasi mental, keterlambatan berbahasa selalu disertai keterlambatan dalam bidang pemecahan
masalah visuo-motor.5
4) Genetik Heriditer Dan Kelainan Kromosom
Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua. Biasanya juga terjadi
pada salah satu atau ke dua orang tua saat kecil. Biasanya keterlambatan. Menurut Mery GL
anak yang lahir dengan kromosom 47 XXX terdapat keterlambatan bicara sebelum usia 2 tahun
dan membutuhkan terapi bicara sebelum usia prasekolah. Sedangkan Bruce Bender berpendapat
bahwa kromosom 47 XXY mengalami kelainan bicara ekpresif dan reseptif lebih berat
dibandingkan kelainan kromosom 47 XXX.5
5) Kelainan Sentral (Otak)
Gangguan berbahasa sentral adalah ketidak sanggupan untuk menggabungkan
kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia
sering menggunakan mimik untuk menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia
sekolah, terlihat dalam bentuk kesulitan belajar.5
6) Autisme
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena autism. Autisme adalah
gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan
11
keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.5
7) Mutism Selektif
Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang tidak mau bicara
pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang tertentu. Atau kadang-kadang ia
hanya mau bicara pada orang tertentu, biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak
dihubungkan dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi. Keadaan
ini juga ditemukan pada anak dengan gangguan komunikasi sentral dengan intelegensi yang
normal atau sedikit rendah.
8) Gangguan Emosi Dan Perilaku Lainnya
Gangguan bicara biasanya menyerta pada gangguan disfungsi otak minimal, gejala yang
terjadi sangat minimal sehingga tidak mudah untuk dikenali. Biasanya diserta kesulitan belajar,
hiperaktif, tidak terampil dan gejala tersamar lainnya.5
9) Alergi Makanan
Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga mengakibatkan
gangguan perkembangan salah satunya adalah keterlambatan bicara pada anak. Gangguan ini
biasanya terjadi pada manifestasi alergi pada gangguan pencernaan dan kulit. Bila alergi
makanan sebagai penyebab biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah 2 tahun, di atas
usia 2 tahun anak tampak sangat pesat perkembangan bicaranya.5
10) Deprivasi Lingkungan
Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari lingkungannya.
Apakah stimulasi yang kurang akan menyebabkan gangguan berbahasa? Penelitian menunjukkan
sedikit keterlambatan bicara, tetapi tidak berat. Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi
tersebut juga mengalami kurang makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat lebih
berat karena penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga kelainan saraf karena kurang
gizi atau penelantaran anak.5
Berbagai macam keadaan lingkungan yang mengakibatkan keterlambatan bicara
adalah:4,5
12
Lingkungan yang sepi
Bicara adalah bagian tingkah laku, jadi ketrampilannya melalui meniru. Bila stimulasi bicara
sejak awal kurang, tidak ada yang ditiru maka akan menghambat kemampuan bicara dan
bahasa pada anak.
Status ekonomi sosial
Menurut penelitian Mc Carthy, orang tua guru, dokter atau ahli hukum mempunyai anak
dengan perkembangan bahasa yang lebih baik dibandingkan anak dengan orang tua pekerja
semi terampil dan tidak terampil.
Tehnik pengajaran yang salah
cara dan komunikasi yang salah pada anak sering menyebabkan keterlambatan
perkembangan bicara dan bahasa pada anak, karena perkembangan mereka terjadi karena
proses meniru dan pembelajaran dari lingkungan.
Sikap orang tua atau orang lain di lingkungan rumah yang tidak menyenangkan
bicara bisa mengekspresikan kemarahan, ketegangan, kekacauan dan ketidak senangan
seseorang, sehingga anak akan menghindari untuk berbicara lebih banyak untuk menjauhi
kondisi yang tidak menyenangkan tersebut.
Harapan orang tua yang berlebihan terhadap anak
Sikap orang tua yang mempunyai harapan dan keinginan yang berlebihan terhadap anaknya,
dengan memberikan latihan dan pendidikan yang berlebihan dengan harapan anaknya
menjadi superior. Anak akan mengalami tekanan yang justru akan menghambat kemampuan
bicarnya.
Anak kembar
pada anak kembar didapatkan perkembangan bahasa yang lebih buruk dan lama
dibandingkan dengan anak tunggal. Mereka satu sama lain saling memberikan lingkungan
bicara yang buruk, karena biasanya mempunyai perilaku yang saling meniru. Hal ini
menyebabkan mereka saling meniru pada keadan kemampuan bicara yang sama –sama
belum bagus.
Bilingual (2 bahasa)
13
pemakaian 2 bahasa kadang juga menjadi penyebab keterlambatan bicara, namun keadaan ini
tidak terlalu mengkawatirkan. Umumnya anak akan memiliki kemampuan pemakaian 2
bahasa secara mudah dan baik. Smith meneliti pada kelompok anak bilingual tampak
mempunyai perbendaharaan yang kurang dibandingkan anak dengan satu bahasa, kecuali
pada anak dengan kecerdasan yang tinggi.
Keterlambatan fungsional
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik, dan anak hanya mengalami
gangguan dalam fungsi ekspresif: ciri khas adalah anak tidak menunjukkan kelainan
neurologis lain.
2.4 Kaitan Antara Gangguan Bicara Dan Gangguan Pendengaran Pada Anak
Pendengaran yang utuh pada beberapa tahun pertama kehidupan merupakan hal yang
vital untuk perkembangan kemampuan berbicara dan berbahasa. Gangguan pendengaran pada
awal perkembangan dapat menyebabkan keterlambatan bicara.
Sekitar 2-3 bayi per 1000 kelahiran hidup memiliki gangguan pendengaran. Gangguan
pendengaran juga dapat terjadi pada anak yang memiliki pendengaran normal sewaktu masih
bayi. Gangguan ini dapat menyerang salah satu atau kedua telinga, dapat bersifat ringan, sedang,
berat, hingga ketulian.
Penyebab gangguan pendengaran ini antara lain:
1. Riwayat gangguan pendengaran dalam keluarga
2. Infeksi virus dan bakteri
3. Berat lahir rendah
4. Dismorfologi struktur pendengaran
5. Benda asing pada telinga
6. Tumor dan trauma
7. Pajanan terhadap bahan kimia
8. Gangguan pada sistem saraf, misalnya gangguan mielinisasi, dll
Tanda-tanda gangguan pendengaran pada anak adalah:
1. Bayi baru lahir tidak terkejut ketika sebuah suara keras dibunyikan di dekatnya
2. Bayi dengan usia lebih tua, yang seharusnya menunjukkan respons terhadap suara-suara
familiar, tidak menunjukkan reaksi apapun
14
3. Anak seharusnya menggunakan kata tunggal pada usia 15 bulan dan kalimat sederhana
dengan dua kata pada usia 2 tahun. Jika anak tersebut tidak mencapaimilestone ini, maka
gangguan/kehilangan pendengaran dapat merupakan penyebabnya.
Beberapa anak tidak dapat didiagnosis hingga menginjak usia sekolah. Kekurangperhatian
terhadap pelajaran serta kemampuan akademik yang rendah bisa jadi merupakan hasil dari
gangguan pendengaran yang tidak terdiagnosa.
Gangguan pendengaran yang paling parah adalah kehilangan pendengaran. Kehilangan
pendengaran dapat bersifat konduktif atau sensorineural. Kehilangan pendengaran kondukif
umumnya disebabkan oleh otitis media (tympanitis) dengan efusi. Kehilangan pendengaran
seperti ini biasanya bersifat hilang-timbul dan berkisar antara 15 sampai 20 dB. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anak dengan kehilangan pendengaran konduktif yang
dihubungkan dengan efusi cairan telinga selama tahun pertamanya memiliki risiko besar
mengalami keterlambatan bicara. Kehilangan pendengaran konduktif juga dapat diasosiasikan
dengan malformasi struktur telinga tengah dan atresia kanal auditorik eksternal.
Sedangkan kehilangan pendengaran sensorineural dapat disebabkan oleh infeksi
intrauterin, kernikterus, obat yang bersifat ototoksik, meningitis bakterial, hipoksia, pendarahan
intrakranial, sindrom (seperti Sindrom Pendred, Sindrom Waardenburg, Sindrom Usher), dan
abnormalitas kromosomal. Kehilangan pendengaran sensorineural pada umumnya berefek lebih
berat dibandingkan kehilangan pendengaran konduktif.
2.5 Deteksi Dini Keterlambatan Bicara
Walaupun kecepatan perkembangan setiap anak berbeda-beda, kita harus waspada
apabila seorang anak mengalami keterlambatan perkembangan atau penyimpangan
perkembangan. Demikian pula bila terjadi penurunan kemampuan berbahasa dan bicara seorang
anak kita harus lebih mewaspadainya. Misalnya pada umur tertentu anak sudah bisa memanggil
papa atau mama tetapi beberapa bulan kemudian kemampuan tersebut menghilang. Demikian
pula dengan penurunan kemampuan mengioceh, yang sebelumnya sering jadi berkurang atau
pendiam. Beberapa tanda bahaya komunikasi yang yang harus diwaspadai terjadinya
keterlambatan dan gangguan berbahasa dan bicara dapat dilihat pada tabel di bawah ini.4,5
4 – 6 BULAN
Tidak menirukan suara yang dikeluarkan orang tuanya;
15
Pada usia 6 bulan belum tertawa atau berceloteh
8 – 10 BULAN
Usia 8 bulan tidak mengeluarkan suara yang menarik perhatian;
Usia 10 bulan, belum bereaksi ketika dipanggil namanya;
9-10 bln, tidak memperlihatkan emosi seperti tertawa atau menangis
12 – 15 BULAN
12 bulan, belum menunjukkan mimik;
12 bulan, belum mampu mengeluarkan suara;
12 bulan, tidak menunjukkan usaha berkomunikasi bila membutuhkan sesuatu;
15 bulan, belum mampu memahami arti “tidak boleh” atau “daag”;
15 bulan, tidak memperlihatkan 6 mimik yang berbeda;
15 bulan, belum dapat mengucapkan 1-3 kata;
18 – 24 BULAN
18 bulan, belum dapat menucapkan 6-10 kata; tidak menunjukkan ke sesuatu yang
menarik perhatian;
18-20 bulan, tidak dapat menatap mata orang lain dengan baik
21 bulan, belum dapat mengikuti perintah sederhana;
24 bulan, belum mampu merangkai 2 kata menjadi kalimat;
24 bulan, tidak memahami fungsi alat rumah tangga seperti sikat gigi dan telepon;
24 bulan, belum dapat meniru tingkah laku atau kata-kata orang lain;
24 bulan, tidak mampu meunjukkan anggota tubuhnya bila ditanya
30 – 36 BULAN
30 bulan, tidak dapat dipahami oleh anggota keluarga;
36 bulan, tidak menggunakan kalimat sederhana, pertanyaan dan tidak dapat
dipahami oleh orang lain selain anggota keluarga;
3 – 4 TAHUN
3 tahun, tidak mengucapkan kalimat, tidak mengerti perintah verbal dan tidak
memiliki minat bermain dengan sesamanya;
3,5 tahun, tidak dapat menyelesaikan kata seperti “ayah” diucapkan “aya”;
4 tahun, masih gagap dan tidak dapat dimengerti secara lengkap
16
Ciri lain keterlambatan bicara nonfungsional biasanya termasuk keterlambatan yang berat.2,3
Ciri ketelambatan Bicara Berat
bayi tidak mau tersenyum sosial sampai 10 minggu
tidak mengeluarkan suara sebagai jawaban pada usia 3 bulan.
Tanda lainnya tidak ada perhatian terhadap sekitar sampai usia 8 bulan,
tidak bicara sampai usia 15 bulan
tidak mengucapkan 3-4 kata sampai usia 20 bulan
Karakteristik berbagai keterlambatan Bicara3,4
Diagnosis Bahasa reseptif Bahasa ekspresif
Kemampuan
pemecahan
masalah visuo-
motor
Pola
perkembangan
Keterlambatan
fungsionalnormal Kurang normal Normal
Hanya ekspresif
yang terganggu
Gangguan
pendengaranKurang normal Kurang normal normal Disosiasi
Redartasi
mentalKurang normal Kurang normal Kurang normal
Keterlambatan
global
Gangguan
komunikasi
sentral
Kurang normal Kurang normal normal Disosiasi, deviansi
Kesulitan
belajar
normal,kurang
normalNormal
normal,kurang
normalDisosiasi
Autis Kurang normalnormal,kurang
normal
Tampaknya
normal, normal,
selalu lebih baik
dari bahasa
Deviansi, disosiasi
Mutisme
elektifnormal Normal
normal,kurang
normal
17
2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Pengambilan anamnesis harus mencakup uraian mengenai perkembangan bahasa anak.
Autisme setelah berumur 18 bulan dan bicara yang sulit dimengerti setelah berumur 3 tahun,
paling sering ditemukan. Dokter anak harus curiga bila orang tua melaporkan bahwa anaknya
tidak dapat menggunakan kata-kata yang berarti pada umur 18 bulan atau belum mengucapkan
frase pada umur 2 tahun. Atau anak memakai bahasa yang singkat untuk menyampaikan
maksudnya.4,5
Kecurigaan adanya gangguan tingkah laku perlu dipertimbangkan kalau dijumpai
gangguan bicara dan tingkah laku yang bersamaan. Kesulitan tidur dan makan sering dikeluhkan
orang tua pada awal gangguan autisme. Pertanyaan bagaimana anak bermain dengan temannya
dapat membantu mengungkap tabir tingkah laku. Anak dengan autisme lebih senang bermain
dengan huruf balok atau magnetik dalam waktu yang lama. Mereka dapat saja bermain dengan
anak sebaya, tetapi dalam waktu singkat menarik diri.5
2. Instrumen penyaring
Selain anamnesis yang teliti, disarankan digunakan instrumen penyaring untuk menilai
gangguan perkembangan bahasa. Misalnya Early Language Milestone Scale (Copelan dan
Gleason), atau DDST (pada Denver II penilaian pada sektor bahasa lebih banyak dari pada
DDST yang lama) atau Receptive-Expressive Emergent Language Scale. Early Language
Milestone Scale cukup sensitif dan spesifik untuk mengidentifikasi gangguan bicara pada anak
kurang dari 3 tahun.4
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik dapat digunakan untuk mengungkapkan penyebab lain dari gangguan
bahasa. Apakah ada mikrosefali, anomali telinga luar, otitis media yang berulang, sindrom
William (fasies Elfin, perawakan pendek, kelainan jantung, langkah yang tidak mantap), celah
palatum, dan lain-lain.
Gangguan oromotor dapat diperiksa dengan menyuruh anak menirukan gerakan
mengunyah, menjulurkan lidah dan mengulang suku kata PA, TA, PA-TA, PA-TA-KA.
Gangguan kemampuan oromotor terdapat pada verbal apraksia.
18
4. Pengamatan saat bermain
Mengamati anak saat bermain dengan alat permainan yang sesuai dengan umurnya,
sangat membantu dalam mengidentifikasi gangguan tingkah laku. Idealnya pemeriksa juga
bermain dengan anak tersebut dan kemudian mengamati orang tuanya saat bermain dengan
anaknya. Tetapi ini tidak praktis dilakukan pada ruangan yang ramai. Pengamatan anak saat
bermain sendiri, selama pengambilan anamnesis dengan orang tuanya, lebih mudah
dilaksanakan. Anak yang memperlakukan mainannya sebagai objek saja atau hanya sebagai titik
pusat perhatian saja, dapat merupakan petunjuk adanya kelainan tingkah laku.5
5. Pemeriksaan laboratorium
Semua anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes pendengaran. Jika anak tidak
kooperatif terhadap audiogram atau hasilnya mencurigakan, maka perlu dilakukan pemeriksaan
”auditory brainstem responses”.5
Pemeriksaaan laboratorium lainnya dimaksudkan untuk membuat diagnosis banding. Bila
terdapat gangguan pertumbuhan, mikrosefali, makrosefali, terdapat gejala-gejala dari suatu
sindrom perlu dilakukan CT-scan atau MRI, untuk mengetahui adanya malformasi. Pada anak
laki-laki dengan autisme dan perkembangan yang lambat, skrining kromosom untuk fragil-X
mungkin diperlukan. Skrining terhadap penyakit-penyakit metabolik baru dilakukan kalau
terdapat kecurigaan ke arah itu, karena pemeriksaan ini sangat mahal.5
6. Konsultasi
Pemeriksaan dari psikolog atau/neuropsikiater anak diperlukan jika ada gangguan bahasa
dan tingkah laku. Pemeriksaan ini meliputi riwayat dan tes bahasa, keampuan kognitif dan
tingkah laku. Tes intelegensia dapat dipakai sebagai perbandingan fungsi kognitif anak tersebut.
Masalah tingkah laku dapat diperiksa lebih lanjut dengan menggunakan instrumen seperti
Vineland Social Adaptive Scale Revised. Child Behaviour Checklist, atau Childhood Autism
Rating Scale. Konsultasi ke psikiater anak dilakukan bila ada gangguan tingkah laku yang berat.
Ahli patologi wicara akan mengevaluasi cara pengobatan anak dengan gangguan bicara. Anak
akan diperiksa apakah ada masalah anatomi yang mempengaruhi produksi suara.5
19
Pemahaman bahasa
Normal Terlambat
Kualitas dalam berbicara Kemampuan dalam area non bahasa, termasuk bermain dengan menggunakan simbol-simbol
Terbatas tetapi jelas Banyak tetapi tidak jelas Buruk Normal
Immatur, perkembangan yang tidak sempurna, gangguan bahasa ekspresif
Terdapat kelainan
Menetap Tidak menetap
Immatur,disartria
Dispraksia
Perkembangan yang tidak sempurna, retardasi mental
Pendengaran
Tidak normal
Tuli
Normal
Gangguan dalam berbicara
Bentuk normal, tidak dapat bermain dengan simbol, komunikasi yang buruk
Autisme
20
2.7 Terapi Wicara pada Anak dengan Gangguan Dengar
Setelah diagnosis gangguan dengar telah ditemukan, hal berikutnya adalahmemberikan
intervensi yang tepat pada anak tuna rungu dan kesulitan mendengar. Ada beberapa terapi yang
dapat diberikan saat ini, seperti terapi wicara, terapi Auditory Verbal, dan terapi Natural Auditory
Oral. Auditory-Verbal Therapy memfokuskan anak untuk belajar mendengar dan berbicara. Ini
merupakn terapi penting di mana orang tua si anak dididik untuk mengajari anaknya yang
memiliki gangguan pendengaran untuk mendengar dan berbicara. Ahli AVT akan menunjukkan
kepada orang tua untuk cara untuk mengatur lingkungan, belajar mendengarkan di mana si anak
dapat mengembangkan bahasa lisan dengan menggunakan Alat Bantu Pendengaran. Diagnosis
dini dan amplifikasi yang optimal sangat penting, karena akses untuk terdengar pada masa bayi
dan anak usia dini sangat penting untuk memungkinkan pusat pendengaran otak untuk
berkembang.
Meski stimulasi dan intervensi sejak dini paling baik tetapi pada anak dengan gangguan
keterlambatan bicara fungsional biasanya terapi bicara secara khusus belum diperlukan.
Intervensi dan stimulasi untuk gerakan oral motor dapat dilakukan di rumah dengan penanganan
dalam segi neuromotorik dapat melalui pencapaian tingkat kesadaran yang optimal dengan
stimulasi sistem multisensoris, stimulasi kontrol gerak oral dan refleks menelan, teknik khusus
untuk posisi yang baik. Penggunaan sikat gigi listrik kadang membantu msnstimulasi sensoris
otot di daerah mulut. Tindakan yang tampaknya dapat membantu adalah melatih koordinasi
gerakan otot mulut adalah dengan membiasakan minum dengan memakai sedotan, latihan senam
gerakan otot mulut, latihan meniup balon atau harmonika. Bila setelah usia 2-3 tahun
perkembangan bicara masih belum optimal maka terapi bicara dan terapi sensori integration
dapat segera dilakukan. Terapi bicara dan terapi sensori integration harus segera dan agresif
dilakukan pada gangguan keterlambatan bicara non fungsional.
Menurut Darley (1977) manfaat dari terapi wicara adalah sebagai berikut:
1. Terapi yang intensif memberikan suatu manfaat pemuliahn nyata apabila diberikan
pada waktu terjadi pemulihan spontan
2. Hasil maksimal didapat apabila terapi dimulai awal dan berlanjut untuk periode
beberapa bulan
21
3. Makin muda umur pasien makin baik hasilnya, meskipun pada pasien usia lanjut
terapi juga ada manfaatnya
4. Derajat pemulihanbervariasi tergantung etiologi afasia. Pemulihan terjadi lebih baik
pada kasus trauma kepala tanpa luka tembus dan pada kasus dengan gangguan
vaskuler non hemorargik yang tunggal
5. Terapi pada derajat yang ringan lebih memberi manfaat dibandingkan dengan
derajat yang berat, meskipun pada afasia berat, terapi masih dapat memberikan
manfaat
6. Pasien yang bebas dari komplikasi dan dari gangguan kesehatan lainnya
mempunyai respon lebih menguntungkan terhadap terapi afasia
7. Derajat pemulihan afasia sebagian bergantung pada motivasi pasien dan kesadaran
dirinya serta kompetensi dari terapis wicara
8. Tidak ada satupun faktor yang berpengaruh secara negatif terhadap terjadinya
pemulihan yang dapat dipergunakan untuk alasan tidak mencoba terapi pada pasien
9. Kemajuan dari terapi afasia dinilai dalam kemampuan mendengar, membaca,
bertutur dan menulis akan tetapi juga dilihat dari perubahan perilaku, afek dan
moral serta kontak sosial.5,6
Pada prinsipnya, terapi wicara pada pasien tuna rungu melibatkan lima pilar khusus yakni
keterampilan untuk mendengar, bahasa, artikulasi, irama kelancaran, serta suara. Pada
keterampilan mendengar, biasanya terapis akan melatih si anak metode deteksi suara, identifikasi
suara, dan diskriminasi suara. Filosofi Auditory -Verbal Therapy adalah satu perangkat yang
sangat logis dan kritis terhadap prinsip. Prinsip-prinsip ini sangat penting untuk anak-anak yang
tuli untuk belajar menggunakan sisa pendengaran yang diperkuat dan/atau implan koklea untuk
mendengarkan, memproses bahasa verbal dan berbicara.
Tujuan dari Auditory-Verbal Therapy adalah bahwa anak-anak yang tuli dapat tumbuh
dalam lingkungan belajar dan hidup yang teratur sehingga memungkinkan mereka untuk menjadi
mandiri dan mampu memberikan kontribusi sebagai makhluk sosial. Auditory-Verbal Therapy
mendukung hak anak-anak dengan semua derajat gangguan pendengaran untuk mengembangkan
kemampuan untuk mendengarkan dan berkomunikasi menggunakan bahasa lisan.
22
Prinsip Kerja
Program Auditory-Verbal Therapy dirancang untuk memenuhi kebutuhan anak dan
mengikuti perkembangan alami dari perkembangan bahasa. Terapi ini berjalan secara bertahap
antara terapis dengan anak, terapis dan orang tua. Kegiatannya adalah berorientasi anak dan
mencerminkan tingkat perkembangan setiap anak. Sesi terapi ini selalu bersifat diagnostik.,
dimana pada sesi ini digunakan untuk mengevaluasi kemajuan dan kemampuan anak dan orang
tua. Anak-anak belajar untuk mendengarkan suara mereka sendiri, suara-suara orang lain dan
suara dari lingkungan mereka untuk berkomunikasi secara efektif melalui bahasa lisan.
Terapi diagnostik personal diperlukan untuk menentukan apakah pendekatan auditori-
verbal ini cocok untuk anak tertentu dan keluarga. Kesesuaian ini, pada umumnya, tergantung
pada sejumlah variabel.
Kebanyakan program Auditory-Verbal menawarkan sesi terapi mingguan, yang
berlangsung selama satu jam atau tergantung kebutuhan. Partisipasi orang tua aktif adalah
landasan proses Auditory-Verbal Therapy. Melalui motivasi dan bimbingan, orang tua akan
memperoleh kepercayaan diri untuk menerapkan teknik dan strategi untuk mewujudkan tujuan
tertentu.
Sebagai kesatuan tim, terapis Auditory-Verbal dan orangtua menetapkan target yang akan
dicapai di rumah. Target untuk anak-anak berusia muda dapat meliputi: menarik perhatian suara
dalam lingkungan, belajar bahwa suara memiliki makna, mengoceh, belajar kosa kata awal,
mengembangkan frase atau awal percakapan kecil. Target untuk anak-anak yang lebih tua
mungkin termasuk: bercerita, berbicara dan mengembangkan keterampilan pendengaran di
hadapan kebisingan atau belajar berbasis sekolah materi subjek. Target ini, yang tergantung pada
tahap perkembangan anak, mendengar umur dan fungsi mendengarkan, digabungkan dalam
bermain, dalam rutinitas sehari-hari biasa, dalam kegiatan terstruktur, dan dalam musik.
Lingkungan Mendengarkan
Melalui pendekatan Auditory-Verbal, penggunaan maksimal pendengaran dikembangkan
untuk mempelajari bahasa lisan melalui mendengarkan daripada menonton. Oleh karena itu
terapi perlu dilakukan dalam kondisi mendengarkan sebaik mungkin untuk membuat informasi
mudah untuk mendengar dan mudah dipelajari. Lingkungan akustik ditingkatkan oleh:
23
Orang tua dan / atau terapis duduk di samping anak, pada sisi telinga yang lebih baik
(dalam jarak pendengaran);
Berbicara dekat dengan mikrofon alat bantu dengar anak (s) dan / atau implan koklea (s);
Berbicara dengan volume normal;
Meminimalkan kebisingan latar belakang;
Menggunakan teknik percakapan yang repetitif dan kaya akan melodi, ekspresi dan ritme,
dan
Menggunakan teknik menyoroti akustik untuk meningkatkan kemampuan mendengar
bahasa lisan (bergerak dari yang paling terdengar untuk paling tidak terdengar).
Partisipasi Orang Tua
Pendekatan Auditori-Verbal mencakup fakta bahwa anak-anak belajar bahasa yang paling mudah
ketika aktif terlibat dalam interaksi santai yang bermakna dengan orang tua dan pengasuh yang
mendukung. Dalam Sesi terapi Auditory-Verbal, oleh karena itu, orang tua harus mengamati dan
berpartisipasi secara aktif untuk belajar:
1. Model teknik untuk merangsang percakapan, bahasa, dan kegiatan komunikasi di rumah;
2. Strategi rencana untuk mengintegrasikan mendengarkan, berbicara, bahasa, dan
komunikasi ke dalam rutinitas sehari-hari dan pengalaman;
3. Berkomunikasi sebagai mitra dalam proses terapi;
4. Menginformasikan terapis kepentingan anak dan kemampuan;
5. Menafsirkan arti dari komunikasi awal anak;
6. Mengembangkan teknik perilaku manajemen yang sesuai;
7. Merekam dan mendiskusikan kemajuan;
8. Menafsirkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang;
9. Mengembangkan kepercayaan dalam interaksi orangtua-anak;
10. Membuat keputusan, dan
11. Advokasi atas nama anak mereka.
Teknik Auditory-Verbal Therapy
Ada banyak teknik dan strategi yang digunakan oleh Terapis Auditory-Verbal untuk
merangsang perkembangan bahasa lisan melalui mendengarkan. Ini termasuk:
24
1. Menyediakan menyoroti akustik seperti berbisik, menyanyi, menekankan elemen sintaks
dan / atau informasi segmental dan suprasegmental;
2. Meminta anak "apa yang kau dengar?" sebagai pendahulu untuk mengulangi rangsangan
lisan;
3. Mendorong dan pembinaan orang tua sebagai model utama untuk mendengarkan dan
berbicara;
4. Bergerak lebih dekat ke mikrofon Alat Bantu Dengar Anak atau implan koklea;
5. Ulang kata-kata, memberikan alternatif, mengulangi informasi sebelumnya mendengar;
6. Tunggu dan / atau berhenti untuk respon;
7. Menempatkan bahasa lisan segera kembali ke pendengaran jika sudah perlu untuk
menggunakan visual, isyarat taktil atau kinestetik;
8. Menggunakan cue tangan. Ini adalah teknik pengajaran yang dapat digunakan ketika anak
adalah pendengar pemula, untuk isyarat anak untuk mendengarkan dan juga untuk
mendapatkan respon lisan dari anak. Ini berarti "aku berbicara - anda berbicara". Hal ini
digunakan hanya bila diperlukan dan dihapus pada kesempatan pertama ketika teknik lain
yang diganti.
Para Cue Tangan terdiri dari:
terapis, orang tua atau pengasuh yang mencakup / nya mulutnya sebentar, ketika anak melihat
langsung pada wajah orang dewasa. Hal ini mendorong mendengarkan daripada bibir-membaca.
Ketika anak ini main-main terlibat dan tidak melihat, yang Cue tangan adalah tidak perlu.
dewasa bergerak / tangannya ke arah anak, dengan cara memelihara, sebagai prompt untuk
imitasi vokal atau sebagai sinyal untuk berbelok mengambil, dan / atau
orang dewasa berbicara melalui boneka binatang, mainan, gambar, atau sebuah buku, diletakkan
di depan mulut pembicara.
Para pemain isyarat memberikan sinyal anak untuk mendengarkan dengan penuh
perhatian, dan digunakan untuk membantu anak untuk mengintegrasikan semua indera lima.
Pembeian isyarat dengan tangan harus digunakan hanya bila diperlukan karena beberapa
penggunaannya mendistorsi, pap atau menghilangkan suara tiba di mikrofon.
25
Variabel yang Mempengaruhi Perkembangan
Setiap keluarga dan anak adalah unik, dengan hidup tertentu dan gaya belajar (Luterman, 1991).
Mendengarkan dan pengembangan komunikasi bervariasi dari anak ke anak dan dari keluarga
untuk keluarga.
Kemajuan sang anak tergantung pada sejumlah variabel, seperti:
1. Usia saat diagnosis;
2. Menyebabkan gangguan pendengaran;
3. Derajat gangguan pendengaran;
4. Efektivitas alat bantu dengar / s atau implan koklea / s;
5. Efektivitas manajemen audiologi;
6. Mendengar potensi anak;
7. Kesehatan anak;
8. Emosional keadaan keluarga;
9. Tingkat partisipasi keluarga;
10. Keterampilan terapis;
11. Keterampilan dari orang tua atau pengasuh;
12. Gaya belajar anak, dan
13. Anak perkembangan kognitif.
26
BAB III
PENUTUP
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Karena
kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem lainnya,
sebab melibatkan kemapuan kognitif, sensori motor, psikologis, emosi, dan lingkungan di sekitar
anak.2,3 Diperkirakan gangguan bicara dan bahasa pada anak adalah sekitar 4-5 %.2
Secara umum, gangguan berbahasa dapat dibagi dalam tiga tipe, yaitu: (1) Kegagalan
memperoleh kemampuan berbahasa apapun. Keadaan ini misalnya terdapat pada anak yang
menderita retardasi mental berat; (2) Kendala kemampuan bahasa yang telat didapat, yang dapat
disebabkan oleh trauma fisik damupun psikis, atau oleh gangguan neurologist; (3) Gangguan
perkembangan berbahasa. Tipe inilah yang dikategorikan dalam gangguan perkembangan
spesifik. Terdapat dua sub tipe, yaitu (a) tipe reseptif, yaitu kesukaranuntuk menrima dan
mengerti bahasa yang dibicarakan, dan (b) tipe ekspresif, yaitu kesukaran dalam
mengekspresikan bahasa secara verbal.11
Deteksi dan penanganan dini pada gangguan keterlambatan bicara dan bahasa dapat
membantu baik anak atau orang tua untuk memperkecil kesulitan di masa sekolah anak.3 Dalam
diagnosa dan penanganannya diperlukan ahli yang beragam seperti dokter, ahli terapi: ahli terapi
bicara dan ahli fisioterapi, psikolog, perawat, dan pekerja sosial.
Anak-anak yang tuli atau kesulitan mendengar perlu mendengarkan yang sama, ucapan,
bahasa, komunikasi dan yayasan kognitif sebagai anak-anak yang bisa mendengar. Yayasan ini
dibangun melalui terstruktur Auditory-Verbal Sesi terapi, aktivitas sehari-hari dan terutama
melalui bermain. Kemajuan ilmiah terbaru dalam amplifikasi dan teknologi implan koklea telah
memberikan peluang besar mendengarkan potensial untuk anak-anak di seluruh dunia.
Pendekatan Auditori-Verbal adalah teman alami dari teknologi tersebut. Sebagai anak-
anak khusus kami berjalan jembatan ke milenium baru, orang tua dan profesional dapat
bersukacita dalam misi Pendekatan auditori-verbal sebagai "ilmu terapan dengan tujuannya
secara obyektif diukur" (Ling 1994) dan mendorong sidang sedikit untuk pergi lama cara.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Caroline Bowen. Speech And Language Development In Infants And Young Children,
dalam Caroline Bowen Phd Speech-Language Pathologist. Didapatkan dari URL:
http://www.speech-language-therapy.com/devel1.htm. Diakses pada tanggal 22 Mei
2007.
2. Soetjiningsih. Gangguan Bicara dan Bahasa Pada Anak, dalam I.G.N.Gde Ranuh (ed):
Tumbuh Kembang Anak. EGC, Surabaya, 18, 237-247.
3. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gangguan Bicara Pada Anak, dalam Buku Kuliah 1 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, 6, 102-105.
4. Nemours Foundation. Delayed Speech Or Language Development, dalam Kids Health
For Parents. Didapatkan dari URL:
http://www.kidshealth.org/parent/growth/communication/not_talk.html. Diakses pada
tanggal 22 Mei 2007.
5. Screening for Speech and Language Delay in Preschool Children: Systematic Evidence
Review for the US Preventive Services Task Force, dalam Official Journal Of The
American Academy Of Pediatrics. Didapatkan dari URL:
http://pediatrics.aappublications.org/cgi/content/full/117/2/e298. Diakses pada tanggal 22
Mei 2007.
6. Come Unity. Children with Communication Disorders, dalam Children’s Disabilities And
Special Needs. Didapatkan dari URL:
http://www.comeunity.com/disability/speech/communication.html. Diakses pada tanggal
22 Mei 2007.
7. Arthur C. Guyton, John E. Hall, Neurofisiologi Motorik dan Integratif, dalam Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. EGC, Jakarta.
8. Lundsteen SW, Tarrow NB. Guiding young children’s learning. New York; Mc Graw
Hill; 1981.
28
9. Myklebust M. Prelinguistic Communication. In: Yule W, Rutter M,eds. Language
development and disorders; Clinics in developmental medicine. 1968.
29